22
1 LEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah, barulah pada terjadi kodifikasi perundang-undangan yang disebut juga Qanun Meukuta Alam Al-Asyi pada tahun 1630 pada masa kepemimpinan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Mengingat dasar sejarah terbentuknya Qanun Bak Putroe Phang pada tahun 1628 M. dengan terjadinya perselisihan suami istri di Pidiё sehingga terjadi perceraian. Karena secara hukum dan secara adat, rumah yang dihuni adalah di bawah kekuasaan suami. Setelah terjadi perceraian, maka pihak istri terpaksa tidak mendapatkan apa-apa. Oleh karena itu, perempuan tersebut berjalan kaki menuju Kuta Raja bertujuan untuk menjumpai Putroё Kamaliah (Putroё Phang) permainsuri Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam. Maka terjadilah dialoq antara Putroe Phang dengan perempuan tersebut di antaranya “meunjò hukôm ngòn adat teutap lagèë njan maka kamoë ureuëng inong akan rugoë si umu masaDari kasus tersebut maka dinaikkan ke Majelis Tuha Peuёt Aceh yang terdiri dari 17 orang ulama besar Aceh, sehingga mendapat suatu keputusan yaitu “bagi tiap keluarga yang ada anak perempuan yang sudah aqil baligh atau telah datang

bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

  • Upload
    vokhanh

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

1

LEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN

Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah, barulah pada terjadi kodifikasi perundang-undangan yang disebut juga Qanun Meukuta Alam Al-Asyi pada tahun 1630 pada masa kepemimpinan Sulthan Iskandar Muda Meukuta

Mengingat dasar sejarah terbentuknya Qanun Bak Putroe Phang pada tahun 1628 M. dengan terjadinya perselisihan suami istri di Pidiё sehingga terjadi perceraian. Karena secara hukum dan secara adat, rumah yang dihuni adalah di bawah kekuasaan suami. Setelah terjadi perceraian, maka pihak istri terpaksa tidak mendapatkan apa-apa.

Oleh karena itu, perempuan tersebut berjalan kaki menuju Kuta Raja bertujuan untuk menjumpai Putroё Kamaliah (Putroё Phang) permainsuri Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam.

Maka terjadilah dialoq antara Putroe Phang dengan perempuan tersebut di antaranya “meunjò hukôm ngòn adat teutap lagèë njan maka kamoë ureuëng inong akan rugoë si umu masa”

Dari kasus tersebut maka dinaikkan ke Majelis Tuha Peuёt Aceh yang terdiri dari 17 orang ulama besar Aceh, sehingga mendapat suatu keputusan yaitu “bagi tiap keluarga yang ada anak perempuan yang sudah aqil baligh atau telah datang tunangan, maka diwajibkan secara adat untuk menghibbahkan sawah satu naleh dan satu unit rumah”.

Keputusan ini di tawarkan kepada Majelih Tuha Lapan Aceh, maka Majelis Tuha Lapan Wilayah Pidiё, Wilayah Aceh Rayek dan Meureuhôm Daja menerimanya, sedangkan wilayah lain tidak menerima, maka sampai sekarang kebudayaan tersebut masih berlaku.

Dari kasus itulah asal mulanya sehingga terjadi kodifikasi Qanun Meukuta Alam Al-Asyi pada tahun 1630 Masehi. Yaitu

ADAT BAK PO TEUMEUREUHÔM,

Page 2: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

2

HUKÔM BAK SJIAH KUALA,

QANUN BAK PUTROË PHANG,

REUSAM BAK BÉNTARA, LAKSMANA DAN PANGLIMA.

Jadi “Adat Bak Po Teumeureuhôm Adalah Tanggung-jawab Sulthan, Hukôm Bak Sjiah Kuala adalah di Bawah Pimpinan Malikul ‘Adil dan Qanun Bak Putroë Phang adalah hasil dari kesepakan Majelis Tuha Peuet dengan Tuha Lapan serta Reusam bak Béntara, laksmana dan Panglima adalah perlunya pertahanan kenyamanan dan keselamatan serta ketertiban”.

Disebabkan perang Aceh terjadi pada tanggal 26 Maret Tahun 1873, maka Jendral Kohler mati di Aceh. Oleh karena itu maka Belanda menyerang Kerajaan Aceh kedua kalinya pada tanggal 25 Desember tahun 1873 oleh Jenderal Van Switen. Kuta Raja dapat ditaklukkan oleh Belanda dan mangkatnya Sulthan Mahmud Syah.

Awal Januari tahun 1874, terangkatlah Sulthan Muhammad Daud Syah menjadi Sulthan (umur sebelas tahun). Semua perangkat Kerajaan Aceh berhijrah ke Keumala Dalam Pidie.

Tertanggal 25 Januari tahun 1874, hasil musyawarah Majelis Tuha Peuet Aceh yaitu:

Tuanku Mahmud Raja Keumala, Tuanku Banta Hasyim, dan Teuku Panglima Polem Raja Kuala dan Tengku Tjhik di Tanoh Abee Syeh Abdul Wahab.

Sesudah terjadinya musyawarah tiga hari dan tiga malam maka lahirlah suatu keputusan adalah menarik semua kekuasaan Sulthan, Malikul ‘Adil dan Panglima kehadapan Majelis Tuha Peuet Aceh.

Tertanggal 28 Januari 1874, oleh Keutuha Majelis Tuha Peuet Aceh Tuanku Mahmud Raja Keumala membaca keputusan dihadapan Majelis dan khalayak ramai adalah:

Page 3: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

3

Dalam keadaan situasi peperangan, maka untuk penyatuan kita semua maka kuasa adat, hukum dan reusam dipimpin oleh Al- Mukarram, Maulana, Al-Mudabbir, Al-Malik Tengku tjhik di Tiro Syeh Muhammad Saman bin Abdullah atau nama lain dari Wali Nanggroe I.

Tertanggal 29 Desember 1891, Wali Nanggroe I diracun di Kuta Aneuk Galong Sibreh Aceh Rayek (Benteng Pertahanan Pasukan Aceh) beliau menderita sakit dan tertanggal 31 Desember 1891 jam 5 sore Paduka Njang Mulia tutup usia.

Tertanggal 1 Djanuari 1892 dilanjutkan Wali Nanggroe II adalah Tengku Tjhik di Tiro Muhammad Amin bin Muhammad Saman dan syahid pada tanggal 1896 di Kuta Aneuk Galong.

Tahun 1896 dilanjutkan oleh Wali Nanggroe III adalah Tengku Tjhik di Tiro Abdussalam bin Muhammad Saman dan syahid pada tahun 1898.

Tahun 1898 dilanjutkan oleh Wali Nanggroe IV adalah Tengku Tjhik di Tiro Sulaiman bin Muhammad Saman dan syahid di Keune Gumpang pada tahun 1902.

Tahun 1902 dilanjutkan oleh Wali Nanggroe V adalah Tengku Tjhik di Tiro Ubaidillah bin Muhammad Saman dan syahid di Lhok Panah pada tahun 1905.

Tahun 1905 dilanjutkan oleh Wali Nanggroe VI adalah Tengku Tjhik di Tiro Mahyuddin bin Muhammad Saman dan syahid di Gunong Alimon Tangse pada tanggal 11 Desember tahun 1910.

Tertanggal 12 Desember tahun 1910 sementara Aceh dipimpin oleh Pemangku Wali Naggroe Tengku Tjhik Ulee Tutue Muhammad Hasan (Menantu Wali Nanggroe I) dan syahid pada tanggal 3 Juni 1911

Tertanggal 4 Juni 1911 dilanjutkan oleh Wali Nanggroe VII adalah Tengku Tjhik di Tiro Muaz bin Amin dan pada tanggal 3 Deseber 1911 di Alue Bot oleh Kapten Smit menyerang Paduka Njang Mulia beserta 44 orang pasukannya dan semuanya syahid.

Page 4: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

4

Page 5: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

5

Kapten Smit mengatakan “saya bangga sekali karena kita telah menewaskan Putra Mahkota Aceh, akan tetapi saya sangat malu sebab Putra Mahkota pantang menyerah dan masih muda belia”.

LATAR BELAKANG KEKHUSUSAN ACEH

Kembali kepada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia sewaktu melawan penjajahan Belanda antara tahun 1945 sampai tahun 1950 yang diakhiri dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949. hanya Aceh yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada waktu itu, sehingga Delegasi PBB datang ke Aceh, maka sahlah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara “de facto” dan “de jure” di Kuta Raja (Banda Aceh).

Setelah Republik Indonesia sah, maka dibubarlah Provinsi Aceh menjadi bahagian dari Provinsi Sumatera Timur yang ibukotanya di Medan. Maka tidak dapat dielakkan terjadilah konflik DI-TII antara tahun 1953 sampai dengan 1959. yang diakhiri dengan “Ikrar Lamteh”. Maka lahirlah UU NO: 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh Dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, dengan tiga hak istimewa yaitu agama, pendidikan dan kebudayaan.

Istimewa tersebut hilang begitu saja karena tidak ada kekuatan politik dan hukum sebab tidak ada Partai Lokal pada saat itu.

Orde Lama telah beralih pada Orde Baru, dibukalah proyek raksasa di Aceh, ketimpangan sosial terjadinya di Aceh. Rakyat tetap saja terbelunggu dan merasa tidak memperoleh keadilan secara sosial dan ekonomi.

Pada tahun 1971 Tengku Tjhik di Tiro Dr. Hasan Muhammad pulang ke Aceh dan oleh Tengku Tjhik di Tiro Umar bin Mahyuddin nama lain adalah TU (cucu Tengku Tjhik Di Tiro Syeh Muhammad Saman). Setelah itu Tu memberikan amanah kepada Paduka untuk menjalankan amanah ini, Maka tanggung-jawab Al- Mukarram, Maulana, Al-Mudabbir, Al-Malik atau Wali Naggroe terbebanlah pada

Page 6: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

6

Paduka Njang Mulia Tengku Tjhik di Tiro Dr. Hasan Muhammad sebagai Wali Nanggroe VIII.

Pada tahun 1974 Paduka Njang Mulia Wali Nanggroe VIII bermuafakat dengan pemuka-pemuka Aceh untuk mencari solusi dan penyelesaian masalah serta mencari keadilan yang bermartabat.

Maka terjadilah Deklarasi Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 4 Desember tahun 1976 oleh Paduka Njang Mulia Tengku Tjhik di Tiro Dr. Hasan Muhammad (Wali Naggroe VIII), sebagai wujud perlawanan rakyat Aceh atas marjinalisasi hak-hak keadilan sosial dan keadilan ekonomi.

Akibat konflik yang panjang sampai terjadi Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh tanggal 8 November 1999. Konflik terus berlanjut sehinggah terjadinya Join of Understanding (JEDA) pada hari Jumat, 12 MEI tahun 2000. Juga lahirnya Cessation of Hostilities Agreement/CoHA 16 February 2001.

Pada tanggal 10 Agustus Tahun 2002, Pemerintah Republik Indonesia melalui MPR mengambil keputusan politik yang bijak untuk memikirkan Aceh tetap dalam wilayah NKRI dengan diamandemennya konstitusi RI melalui perubahan IV Undang-undang Dasar 1945, pasal 18B: ayat (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

ayat (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Selanjutnya Presiden Republik Indonesia Megawati Sukarno Putri menyatakan Darurat Militer di Aceh dengan Keppres No 28/2003 tentang Keadaan Darurat Militer di Nanggroe Aceh Darussalam mulai tanggal 19 Mei jam 00.00 (18/5-2003). Konflik terus berkecamuk, ternyata darurat militer dilanjutkan dengan

Page 7: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

7

darurat sipil seterusnya tertip sipil yang di susul oleh gempa dan stunami yang memakan korban nyawa dan harta benda tidak terkira.

Akhirnya dengan keikhlasan hati para pihak, telah disepakati Nota Kesepahaman Antara Pemerintah RI & GAM yang disebut juga dengan MoU Helsinki, pada tanggal 15 Agustus 2005 disaksikan oleh CMI didukung oleh Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa.

Seterusnya di dalam butir 1.1.7. MoU Helsinki di sebutkan: Lembaga Wali Nanggroë akan di bentuk dengan segala perangakat upacara dan gelarnya.

Kembali kepada dasar falsafah Negara kita yaitu “PANCASILA” yang perlu di wujudkan dalam semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA” yang merupakan rahmat bagi kita semua.

Yang perlu diingat dalam perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, banyak terjadi ketidak seimbangan dan putusnya silaturrahmi atau miskomunikasi yang selalu di akhiri dengan konflik, sehingga semua pihak ingin mencari jalan keluar dengan caranya masing-masing, sehingga mengakibatkan banyak korban jiwa dan harta benda.

Inilah akibat dari kita sendiri sebagai bangsa Indonesia masih banyak yang belum mehamami tentang asas berbangsa dan bernegara sehingga lupa kepada semboyan “BHINNEKA TUNGGAL IKA” (walaupun berbeda-beda namun satu jua), salah satu perwujudan ini adalah dengan adanya Lembaga Wali Nanggroe sebagai kekhususan dan keistimewaan Aceh.

Sebagai tindak lanjut maka lahirlah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, Tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka. Dalam butir 20 huruf a. Ayat (1) dintruksikan kepada Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam a. menyiapkan rencana dan kebijakan yang menyangkut:

1) penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mencakup penyusunan/penyempurnaan undang-undang

Page 8: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

8

tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih, perbatasan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penggunaan simbol-simbol daerah termasuk bendera, lambang dan himne, penyusunan Qanun dan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe;

Dari intruksi President tersebut, maka pada tanggal 1 Agustus tahun 2006 diangkatlah menjadi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang diturunkan di dalam pasal 96 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Kembali kepada sistem turunan perundang-undangan dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, Pasal 18b Undang-Undang Dasar 1945 mengakui asas hukum khusus yang diturunkan

dalam UU No: 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yaitu “l’ex spesialise derogat legi l’ex generalise” adalah hukum khusus dapat mengabaikan hukum umum.

Qanun Aceh nomor 8 tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe adalah perintah dari pasal 96 ayat (4) UUPA, implementasi dari pasal 18b UUD 1945 secara yuridis khusus dan butir 1.1.7 MoU Helsinki secara Sosiologis, “PANCASILA” dasar negara dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai falsafah bangsa yang merupakan rahmat bagi kita semua, maka Lembaga Wali Nanggroe dengan segala perangkatnya adalah kekhususan dan keistimewaan Aceh.

Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dalam pasal 7 ayat (1) adalah hukum khusus (L’ex spesialise) yang hanya berlaku di Aceh, sedangkan dalam ayat (2) adalah tentang Hukum umum (L’ex generalise) yang berlaku secara nasional termasuk di Aceh. Selanjutnya akan diuraikan tentang perbedaan turunan hukum khusus dan hukum umum adalah sebagai berikut:

Page 9: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

9

Pasal 7 UUPA ayat (1) berbunyi; Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah. Disebut juga hukum khusus (l’ex spesialise)

ayat (2). Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama.

Pasal 272 Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh berbunyi; Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Jadi dengan tegas disebut kan bahwa pasal 272 di atas diwajibkan kepada semua pemangku kepentingan Aceh wajib menghormatinya.

Page 10: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

10

Seterusnya di dalam pasal 96 ayat (2) UUPA disebutkan adalah: Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan lembaga politik dan lembaga pemerintahan di Aceh. Dan ayat (3) Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Wali Nanggroe yang bersifat personal dan independen.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku maka Lembaga Wali Nanggroe adalah lepas dari Partai Politik dan Pemerintah yang bersifat personal dan independen dalam menetukan sikap serta mengayomi semua kepentingan rakyat Aceh baik di Aceh maupun di luar Aceh.

LANGKAH-LANGKAH YANG DI AMBIL UNTUK PERWUJUDAN LEMBAGA WALI NANGGROE

Atas landasan historis, filosofis dan yuridis serta sosiologis dalam melaksanakan kepemimpinan adat dengan segala perangkatnya sesuai dengan perkembangan peradaban Aceh untuk mewujudkan kesejahtraan rakyat dan perdamaian yang hakiki akan dilaksanakan berdasarkan Qanun Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Lembaga Wali Nanggroe.

PRINSIP DAN TUJUAN LEMBAGA WALI NANGGROE (LWN)

Prinsip Lembaga Wali Nanggroe adalah sebagai berikut:

1. Pemersatu yang independen dan berwibawa serta bermartabat

2. Pembina keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat, keadilan dan perdamaian;

3. Pembina kehormatan dan kewibawaan politik, adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh; dan

4. Pembina/pengawal/penyantun pemerintahan Rakyat Aceh.

Tujuan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah:

Page 11: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

11

1. Mempersatukan rakyat Aceh;

2. Meninggikan dinul Islam, mewujudkan kemakmuran rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian;

3. Menjaga kehormatan dan kewibawaan politik, adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh; dan

4. Mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh yang sejahtera dan bermartabat.

LEMBAGA WALI NANGGROE

A. WALI NANGGROE;

B. WALIYUL’AHDI;

C. MAJELIS TINGGI;

D. MAJELIS FUNGSIONAL; DAN

E. MAJELIS/LEMBAGA STRUKTURAL.

WALI NANGGROE

Mempunyai laqab atau gelar Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik berdasarkan peralihan perangkat kerajaan Aceh merupakan pemimpin yang bersifat personal, berwibawa dan pemersatu masyarakat yang independen.

TUGAS

1. Membentuk perangkat Lembaga Wali Nanggroe dengan segala upacara adat dan gelarnya;

2. Mengangkat, menetapkan dan meresmikan serta memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali Nanggroe;

Page 12: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

12

3. Mengukuhkan DPRA dan Kepala Pemerintah Aceh secara adat;

4. Memberikan pandangan, arahan dan nasihat kepada Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh serta Lembaga-Lembaga lainnya;

5. Menyampaikan usulan, saran dan pertimbangan kepada Pemerintah.

6. Memberi atau mencabut gelar kehormatan kepada seseorang atau lembaga.

7. Mengurus dan melindungi khazanah Aceh di dalam dan luar Aceh.

8. Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri untuk kemajuan peradaban Aceh.

9. Mengarahkan pengembangan sumber daya manusia Aceh yang berkwalitas dengan tetap melestarikan dan mengembangkan budaya dan adat istiadat Aceh.

10.Menjaga perdamaian Aceh dan ikut berpartisipasi dalam proses penyelesaian perdamaian dunia.

11.Menetapkan/mengumumkan ketentuan-ketentuan adat, hari-hari besar adat dan memfasilitasi penghadapan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan menerima anugerah adat.

12.Mengangkat atau memberhentikan perwakilan adat di luar negeri.

KEWENANGAN

1. Memberikan atau mencabut gelar kehormatan kepada seseorang atau badan dengan nama-nama gelar berdasarkan tradisi sejarah, bahasa dan adat istiadat rakyat Aceh.

2. Menjalankan kewenangan kepemimpinan adat yang berwibawa dan bermartabat dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk penyelesaian

Page 13: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

13

dalam urusan-urusan khusus atau istimewa didasarkan pada nilai-nilai adat dan kearifan lokal yang berpihak kepada rakyat.

3. Menentukan hari-hari libur yang diikuti dengan upacara-upacara adat berdasarkan tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh.

4. Kewenangan sebagaimana yang dimaksud terkecuali bagi instansi tertentu dalam pelayanan publik sesuai dengan kekhususan Peraturan Perundang-Undangan.

5. Menyampaikan pandangan, arahan dan nasihat kepada Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh serta Lembaga-Lembaga lainnya.

6. Memberikan usulan, saran dan pertimbangan kepada Pemerintah.

7. Melakukan kerjasama dengan lembaga atau badan luar negeri.

WALIYUL’AHDI

Adalah Pemangku Wali Nanggroe atau orang yang merupakan perangkat kerja Lembaga Wali Nanggroe yang melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan Wali Nanggroe apabila Wali Nanggroe tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap.

Waliyul’ahdi terpilih ditetapkan sebagai Waliyul’ahdi dengan keputusan Wali Nanggroe selanjutnya mengucapkan sumpah dalam sebuah upacara adat di hadapan Wali Nanggroe, tamu undangan, dan khalayak ramai.

MAJELIS TINGGI

Perangkat Majelis Tinggi Lembaga Wali Naggroe, terdiri dari:

1. MAJELIS TUHA PEUET WALI NANGGROE;

2. MAJELIS FATWA;DAN

Page 14: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

14

3. MAJELIS TUHA LAPAN WALI NANGGROE.

MAJELIS TUHA PEUET WALI NANGGROE

Adalah majelis tinggi di bawah Lembaga Wali Nanggroe yang anggotanya dipilih oleh Komisi Pemilihan Tuha Peuet dan ditetapkan dengan Keputusan Wali Nanggroe.

Majelis Tuha Peuet Wali Nanggroe terdiri dari: Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota berjumlah paling kurang 4 (empat) orang dan paling banyak 17 (tujuh belas) orang.

Anggota Majelis Tuha Peuet Wali Nanggroe harus memenuhi kriteria sebagai berikut: seorang ahli Tauhid, seorang Fiqih, seorang Tasawuf dan seorang Mantik dan 13 orang ahli-ahli lain yang diperlukan sehingga jumlah semuanya 17 orang sesuai dengan bidangnya yang paham terhadap hukum syara’ak.

MAJELIS FATWA

Terdiri dari Mufti, Wakil Mufti, Sekretaris, Anggota berjumlah 23 (dua puluh tiga) orang yang berasal dari unsur ulama mewakili Kabupaten/Kota.

WEWENANG

1. Melakukan telaahan berbagai kebijakan yang terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan Wali Nanggroe;

2. Memberikan pendapat, usul/saran kepada Wali Nanggroe melalui Tuha Peuet.

3. Melakukan kajian atau evaluasi berbagai kebijakan yang perlu diperbaiki.

Page 15: bpmkotabandaaceh.files.wordpress.com  · Web viewLEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN. Kerajaan Aceh mulai tahun 1500 Masehi, dipimpin oleh Sultan Ali Mugayatsyah,

15

4. Memberikan fatwa hukum syar’i terhadap sesuatu permasalahan yang berkembang dalam masyarakat.

5. pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali Nanggroe sesuai bidang tugasnya.

MAJELIS TUHA LAPAN WALI NANGGROE

Terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota berjumlah 46 yang berasal dari unsur Imum Mukim mewakili Kabupaten/Kota, masing-masing berjumlah paling banyak 2 orang.

KEWENANGAN

1. Menyusun Rancangan Awal Reusam Wali Nanggroe.

2. Melakukan kegiatan untuk menghimpun aspirasi masyarakat dari berbagai wilayah dan kemukiman untuk dijadikan bahan petimbangan dalam perumusan kebijakan Wali Nanggroe.

3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan Wali Nanggroe kepada masyarakat.

4. Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan Wali Nanggroe.

Banda Aceh, 21 Agustus 2014.

WASSALAM

MUHAMMAD YAHYA TENGKU MUAZ STAF KHUSUS BAHAGIAN PERADABAN LEMBAGA WALI NAGGROE