Upload
trandat
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat disusun hingga selesai dengan lancar.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“KEBUDAYAAN SUKU SASAK”, yang kami sajikan berdasarkan berbagai
sumber informasi. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak tang terkait dalam pembuatan makalah atas bantuannya.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dengan menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Semoga makalah yang telah disusun
ini dapat berguna bagi pembaca umumnya, khususnya kami sendiri untuk
kedepannya dapat memperbaiki susunan dan isi makalah menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami tahu masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca kepada kami.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budaya atau kebudayaan secara entimologi berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang kemudian
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan atau dapat pula diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada ini
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.
budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya pulau
tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan
budaya Indonesia telah dimulai sejak nenek moyang kita terdahulu. Namun, beberapa tahun
kebelakangan ini kebudayaan di Indonesia berada dalam masa yang mengecewakan dimana
banyak budaya kita yang lepas dari genggaman kita.
Seperti yang telah kita ketahui, perkembangan budaya indonesia selalu dalam kondisi
yang naik dan turun. Pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan
budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal seperti itulah yang harus dibanggakan oleh
penduduk indonesia sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia mengalami masa
3
penurunan terhadapa sosialisasi budaya bangsa sehingga penduduk kini telah banyak yang
melupakan apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya arus globalisasi rasa cinta terhadap
budaya semakin berkurang, dan ini sangat berdampak tidak baik bagi masyarakat asli
Indonesia. Terlalu banyaknya kehidupan asing yang masuk ke Indonesia, masyarakat kini
telah berkembang menjadi masyarakat modern.
B. RUANG LINGKUP
Dalam makalah ini akan diuraikan beberapa unsur budaya yang mempengaruhi
perkembangan serta perbedaan budaya lokal di setiap daerah. Unsur-unsur budaya yang
disebutkan tidak passti dimiliki oleh seluruh budaya daerah local. Ada beberapa daerah yang
memiliki beberapa unsur dari unsur budaya yang disebutkan. Unsur budaya yang disebutkan
diambil dari unsur budaya yang bersifat umum dan berdasar pada teori.
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami unsur budaya secara umum
2. Mengenal dan memahami budaya local
3. Mengetahui budaya daerah Sasak
4
BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang ada dibayangan kita adalah sebuah
budaya yang sangat beraneka ragam. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia, hal inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki kebudayaan
yang beraneka ragam.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan
milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya
kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui
proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang
terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia).
Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai
kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan
oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang
mereka hadapi tidak selamanya sama.
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan keseluruhan hasil cipta,
karsa, dan karya manusia. Indonesia sendiri sebagai Negara kepulauan dikenal dengan
keberagaman budayanya, yang mana keanekaragaman itulah menunjukkan betapa
pentingnya aspek kebudayaan bagi suatu Negara. Karena jelas bahwa kebudayaan adalah
suatu identitas dan jati diri bagi suatu bangsa dan Negara.
Semua keragaman budaya local di Indonesia tidak lepas dari unsur-unsur budaya yang
membentuknya. Adapun unsur unsur budaya dari pendapat ahli bermacam-macam.
Menurut C. KLUCKHOHN, disebutkan 7 unsur kebudayaan yaitu:
1. Sistem Pencaharian Hidup
2. Sistem Peralatan dan Teknologi
3. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
5
4. Sistem Pengetahuan
5. Bahasa
6. Kesenian
7. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur unsur yang bersifat universal. Unsur unsur
kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan
bangsa bangsa di dunia. Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal ,
yaitu
1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup
6. Sistem Religi
7. Kesenian
1. Bahasa
Bahasa adalah suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus
menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasi kan
kebudayaan. Bentuk bahasa ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan itu berkisar pada pegetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan
sifat sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengatahuan
tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat sifat dan tingakh laku
sesama manusia, tubuh manusia.
3. Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Organisasi Sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan
sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan,
asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan.
6
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para
nggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam
hubungannya degnan pengumpulan bahan bahan menta, pemrosesan bahan bahan itu untuk
dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat trasportasi dan kebutuhan
lain yang berupa benda meterial.
5. Unsur teknologi yang paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi, alat alat
produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung
dan perumahan serta alat alat transportasi.
6. Sistem mata pencaharian hidup
Sistem mata pencaharian hidup merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang
dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang
meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan,
perdagangan.
7. Sistem Religi
Sistem religi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara keyakinan dan
praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal hal suci dan tidak terjangkau oleh akal.
Sistem religi yang meliputi, sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup,
komunikasi keagamaan, upacara keagamaan.
8. Kesenian
Secara sederhana eksenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindaha.
bentuk kendahan yang beraneka tagam itu timul dari permainan imajinasi kreatif yang dapat
memberikan kepuasan batin bagi amnusia. Secara garis besar, kita dapat memetakan bentuk
kesenian dalam tiga garis besar, yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari.
7
1. UNSUR BAHASA (SUKU SASAK)
Bahasa Orang Sasak
Bahasa Sasak, terutama yang berkenaan dengan sistem aksaranya, memiliki kedekatan
dengan sistem aksara Jawa-Bali, sama-sama menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Kendati
demikian, secara pelafalan, bahasa Sasak ternyata lebih memiliki kedekatan dengan bahasa
Bali.
Etnologi: Cabang dari antropologi, yang mempelajari berbagai suku bangsa beserta aspek
kebudayaannya, dan hubungan antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Etnis: Suku
bangsa. Etnolog: Adalah orang yang ahli etnologi.
Menurut penelitian para etnolog yang mengumpulkan hampir semua bahasa di dunia,
menggolongkan bahasa Sasak kedalam rumbun bahasa Austronesia Malayu-Polinesian, Juga
ada kesamaan ciri dengan rumpun bahasa Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup kosakatanya dapat
digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan wilayah penuturnya; Mriak-Mriku
8
(Lombok Selatan), Meno-Mene dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), Ngeto-Ngete (Lombok
Tenggara), dan Kuto-Kute (Lombok Utara).
Bahasa Sasak dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana bahasa Bali dan bahasa Jawa. Bahasa Sasak
serumpun dengan bahasa Sumbawa.
Bahasa Sasak mempunyai dialek-dialek yang berbeda menurut wilayah, bahkan dialek
di kawasan Lombok Timur kerap sukar dipahami oleh para penutur Sasak lainnya.
Sebagai contoh, kawasan antar rukun warga (RW) yang hanya berjarak 500 meter sudah
memiliki dialek yang sangat berbeda.
a. Dialek bahasa Sasak
Bahasa Sasak biasanya dibagi menjadi lima dialek:
1) Kuto-Kute (Utara),
2) Ngeto-Ngete (Timur laut)
3) Meno-Mene (Tengah)
4) Ngeno-Ngene (Timur tengah, Barat tengah)
5) Meriaq-Mriku (selatan tengah)
Beberapa kosakata bahasa sasak
aku = akubalé =
rumah
pacu
=
rajin
tokol =
uduk
nine =
cewek
tiang =
saya
baruq =
baru saja
lekaq,
ajaq =
bohon
g
nganjen
g =
berdiri
mame =
cowok
side = kodeq = tetu = merarik kereng =
9
kamu kecil benar = nikah sarung
tampi
aseh =
terima
kasih
beleq =
besar
ore =
berant
akan
dedare
= gadismele = mau
kaken =
makan
tangkon
g = baju
bremb
e =
bagai
mana
bebalu
= janda
pire =
berapa
kanggo =
memakai
mbé =
mana
ceket
=
panda
i
papuk
nine =
nenek
mesaq =
sendiri
iku, tie =
itu
sai =
siapa
ndeq
=
tidak
papuk
mame =
kakek
tindok =
tidur
2. UNSUR SISTEM PENGETAHUAN (SUKU SASAK)
Sistem Pengetahuan Suku Sasak
Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang
mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka khususnya rumah adat mereka atau
dengan kata lain sistem pengetahuan pada Suku Sasak erat kaitanya dengan pengetahuan
yang berkaitan dengan adat dan kebudayaan suku Sasak. Seperti contoh dalam lantai rumah
mereka dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran
tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Kemudian
contoh lain mengenai pembuatan rumah adat suku sasak yang tempat dan waktunya itu tidak
10
dilaksakan dengan sembarangan tetapi harus berdasarkan adat dat kebudayaan melalui
pengetahuan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Orang Sasak di Lombok
meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ke-3
dan bulan ke-12 penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada
kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan
membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun
rumah adalah pada bulan Muaharramdan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut
kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang
malapetaka, seperti panyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.
3. UNSUR SISTEM KEMASYARAKATAN (SUKU SASAK)
Sistem Kemasyarakatan Suku Sasak
a. Pelapisan Sosial
Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat :
1) Golongan Ningrat ; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan
keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan
keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah.
Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “.
Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah,
sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”.
2) Golongan Pruangse ; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “ bape
“, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang
belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari
golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan pruangse ini
disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan
golongan ningrat dan pruangse.
3) Golongan Bulu Ketujur ; Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah
hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah
sebutan ” amaq ” bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah
”inaq “.
11
Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau
mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak
sulungnya mereka. Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B
lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku
untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan
Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.
b. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah
berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan
wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada
masyarakat lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :
1) Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.
2) Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.
3) Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
4) Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.
5) Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.
6) Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu.
7) Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
8) Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
9) Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.
Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada
umumnya mencakup 10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut :
Generasi ke Bawah Generasi ke Atas
1. Inaq/amaq 1. Anak
2. Papuk 2. Bai
3. Balok 3. Balok
4. Tate 4. Tate
12
5. Toker 5. Toker
6. Keletuk 6. Keletuk
7. Keletak 7. Keletak
8. Embik 8. Embik
9. Mbak 9. Ebak
10. Gantung Siwur 10. Gantung Siwur
c. Prosedur dan Prinsip-Prinsip Penyelesaian Konflik
Dalam menyelesaikan konflik melalui sedikitnya 3 fase, yaitu :
1) Pihak yang dihadiri bersengketa mengemukakan masalahnya masing-masing dengan
dihadiri pula dengan saksi-saksi yang meringankan atau yang memberatkan.
2) kemudian masing-masing anggota kerame memberikan fatwa berdasarkan hukum adat
dan fatwa agama kepada yang bersangketa agar bersedia berdamai atau menaati hukum
adat yang berlaku.
3) Setelah proses pemeriksaan (musyawarah) selesai, maka akan diakhiri dengan pemberian
keputusan, yaitu keputusan berupa perdamaian (soloh) atau penjatuhan
hukuman.Kesepakatan damai (soloh) tersebut sangat mengikat baik individu yang
bersengketa mauoun terhadap masyarakat dan oleh karena itu acapkali keputusan
“Soloh “ mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat karena acap kali dijadikan
landasan hukum oleh pengadilan. Keputusan lain yang mungkin dijatuhkan oleh
“Kerama” adalah dengan pemberian hukuman berupa denda dengan mempergunakan
standar uang bolong (kepeng) dan hewan atau dedosan. Sedangkan bagi masyarakat yang
melakukan kesalahan besar seperti Ngeletuhing Jagad-meresahkan dunia, misalnya
perzinaan, penduruan, dan lain-lain, maka hukumannya berupa diasingkan dari masyarakat
(eteh selon).Pemeriksaan atau persidangan kasus-kasus oleh Krama Desa dilakukan secara
terbuka dimana seluruh anggota kerama dan masyarakat boleh menyaksikan baik tua
maupun muda, pria maupun wanita, dan benar-benar dilaksanakan secara kekeluargaan,
suasana silaturrahmi, tidak memihak, dan cepat serta sederhana.
13
Faktor yang mempengaruhi masyarakat menyelesaikan konfliknya kepada pranata
kultural, yaitu :
1. Penghormatan kepada sistem nilai hukum adat dan nilai-nilai agama yang meresap di
sanubari masyarakat Sasak yang dikenal sebagai masyarakat yang patuh dan taat
beribadah dan pulaunya dijuluki “Pulau Seribu Masjid”
2. Adanya penghormatan yang tulus dan tinggi kepada pemuka agama (Tuan Guru). Pemuka
adat dan masyarakat (Penghulu Desa) yang akan mampu menyelesaikan konfliknya secara
damai dan jujur.
3. Untuk menjaga hubungan silaturrahmi dan menjaga hubungan agar tidak terputus.
4. Menghindari adanya istilah kalah dan menang dalam perkara yang dapat merugikan kedua
belah pihak.
d. Prosedur dan Tata cara Perkawinan Suku Sasak
Pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan
oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari
pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan meracik atau selarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua
orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Mencuri gadis dengan melarikan dari
rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada
orang tuanya. Ada rasa ksatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun jangan lupa
aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa
orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis
itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa
langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki.
Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga
perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu
tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui
keluarga perempuan. 'Nyelabar', istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu
dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
14
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian
adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan
terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa
penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan
masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari
rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.
Setelah selesai proses pernikahan, pihak keluarga lelaki akan mengadakan pesta
perkawinan ataupun di sebagian tempat kedua belah pihak akan megadakan pesta
kemudian di pernhujung hari pesta pihak keluarga lelaki akan membawa rombogan
sebanyak mungkin dengan berpakaian adat dan diiringi musik tradisional untuk
mengiringi kedua mempelai bentandang ke rumah keluarga perempuan. dan setelah
segalanya selesai pihak kelurga lelaki sekali lagi akan bertandang kerumah penganti
perempuan sekali lagi untuk berkenal-kenalan dengan anggota keluarga perempuan. Maka
sempurnalah adat perkawinannya.
4. UNSUR PERALATAN DAN TEKNOLOGI (SUKU SASAK)
a. Rumah Adat
Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana tertulis
dalam kitab Nagara Kartha Garna karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab
tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut
dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya
untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu
menjaga dan melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan suku
Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya.
Rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom masyarakat,
seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suku
Sasak mengenal beberapa jenis bangunan sebagai tempat tinggal dan juga tempat
penyelanggaraan ritual adat dan ritual keagamaan.
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek).
Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami.
Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat tersebut
15
didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian
kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku
Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki
jendela.
Orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah.
Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang
menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian,
bekas tempat pembuangan sempah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate
atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah
dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal
tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Rumah adat suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan,
menukik ke bawah dengan jarak 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi).
Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman
bambu (bedek), hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya.
Ruangannya dibagi menjadi ruang induk meliputi bale luar ruang tidur dan bale dalem
berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang
disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem juga dilengkapi
amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tanggan
lainnya) tersebut dari bambu ukuran 2x2 meter persegi. Kemudian ada sesangkok (ruang
tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale
dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah
kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam,
diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale
Beleq Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan dengan
fungsi dari masing-masing tempat.
1) Bale Tani
Adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi
sebagai petani
16
2) Bale Jajar
Merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengan ke
atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah
jumlah dalem balenya.
3) Sekepat
Berfungsi sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak,
tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq / sekupat juga digunakan pemilik
rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).
4) Sekenam
Digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-
nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
5) Bale Bonter
Dipergunakan sebagai ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat
penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Umumnya bangunan
ini dimiliki oleh para perkanggo /Pejabat Desa, Dusun/kampung.
6) Bale Beleq Becingah
Adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale Beleqdiperuntukkan
sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Becingah”.
7) Bale Tajuk
Merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki
keluarga besar. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar
dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
8) Bale Gunung Rate
Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng
pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari
banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.
b. Benda-benda
1) Sabuk Belo
Sabuk belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun
temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya.
17
2) Gendang Beleq
Salah satu alat musik berupa gendang berbentuk bulat dengan ukuran yang
besar. Gendang beleq ini tediri dari 2 jenis yang disebut gendang mama (yang
dimainkan oleh laki-laki) dan gendang nina (yang dimainkan oleh perempuan).
Konon, pada jaman dahulu, musik Gendang Beleq digunakan untuk mengantar
prajurit yang hendak berangkat berperang. Sekarang alat musik ini sering digunakan
untuk mengiringi rombongan pengantin atau menyambut tamu-tamu kehormatan.
Gendang ini digunakan sebagai pembawa dinamika dalam kesenian Gendang Beleq.
3) Ende
Sebuah perisai yang terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Ende (perisai) ini
dipergunakan dalam kesenian bela diri yang disebutPeriseian. Periseian adalah
kesenian bela diir yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok,
awalnya dalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan
pertempuran.
4) Peralatan Untuk Bekerja
Masyarakat sasak memiliki alat-alat penunjang untuk mereka bekerja, antara lain
pacul (tambah), bajak (tenggalae), alat untuk meratakan tanah (rejak), parang,
kodong, ancok dan lain sebagainya. Alat-alat tersebut digunakan masyarakat sasak
untuk bekerja, baik sebagai petani, berkebun atau berladang.
5) Peralatan Untuk Membangun Rumah
Peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat suku sasak untuk membangun
rumah adat mereka antara lain jerami dan alang-alang yang digunakan untuk
membuat atap rumah mereka, bedek (anyaman dari bambu yang digunakan untuk
membuat dinding), kayu-kayu penyangga, getah pohon kayu bantem dan bajur,
kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, abu
jerami yang digunakan sebagai campuran mengeraskan lantai.
5. UNSUR SISTEM MATA PENCAHARIAN (SUKU SASAK)
Sistem Mata Pecaharian Suku Sasak
Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang Sasak
adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka bertanam padi
18
sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele, sorgum. Selain itu,
mereka mengusahakan kebun kelapa, tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata
pencaharian sambilan. Mereka beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain
adalah usaha kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran,
tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai mereka juga
menjadi nelayan. Dalam rangka mata pencaharian tadi mereka menggunakan teknologi
berupa pacul (tambah), bajak (tenggale), parang, alat untk meratakan tanah
(rejak), kodong, ancok, dan lain-lain.
Menurut data dari pemerintah Lombok Timur, mata pencaharian penduduk di
Kabupaten Lombok Timur sebagian besar dari sektor pertanian (59,55 %), selebihnya
dari sektor perdagangan, hotel , restauran 11,95 %; jasa-jasa 9,14 %; industri 8,83 % dan
lain-lain 10,53 %. Keadaan ini juga diperlihatkan dari pola penggunaan lahan yang ada,
yaitu permukiman 5,01 %; pertanian (sawah, lahan kering, kebun, perkebunan) 48 %;
hutan 34 %; tanah kosong (tanduns, kritis) 1 %; padang (alang, rumput dan semak) 9 %;
perairan 0,6 %; pertambangan 0,2 % dan lain-lain penggunaan 5 %.
Salah satu yang menjadi ciri khas dari suku sasak di Lombok – Nusa Tenggara
Barat adalah para wanita suku Sasak yang pandai menenun. Hasil tenun yang terkenal
yaitu Tenun Ikat yang dihasilkan oleh tangan-tangan terampil wanita suku sasak. Bagi
masyarakat suku sasak, kedewasaan wanita yang siap untuk berkeluarga dapat dilihat dari
seberapa pandai wanita tersebut membuat kain tenun ikat. Ini bisa dijadikan acuan bahwa
wanita suku sasak yang sudah pandai menenun, dia sudah dianggap menjadi wanita
dewasa dan layak berkeluarga. Keahlian menenun juga akan berdampak baik bagi
kehidupan keluarga nantinya. Dengan pandai menenun, wanita suku sasak dapat
membantu perekonomian keluarga yang biasanya para lelaki suku sasak hanya
mendapatkan uang dari hasil berkebun atau berladang.
Kain tenun yang dihasilkan oleh suku sasak , Lombok – Nusa Tenggara Barat
dibuat dengan cara-cara yang masih sangat tradisional. Alat-alat tradisional yang mereka
pakai masih tetap sama seperti apa yang digunakan oleh nenek moyang mereka. Bahan-
bahan yang digunakam juga berasal dari alam.
Mereka menggunakan benang-benang yang berasal dari serat-serat tumbuhan
seperti serat nanas, serat pisang, kapas dan dari kulit kayu. Warna-warni dari kain berasal
19
dari warna alami tanpa ada campuran bahan kimia, namun dengan itu membuat kualitas
kain tenun ikat yang dihasilkan masyarakat suku sasak memiliki kualitas yang buruk,
justru karena keunikan dan kekhasannya yang berasal dari alam, kain tenun hasil
masyarakat suku sasak bernilai kualitas dan harga tinggi.
Pada awalnya, kerajinan tenun ikat digunakan untuk busana pesta, busana
pemimpin adat, maupun busana kaum bangsawan. Namun seiring perkembangan jaman,
kedudukan tenun ikat ini meluas menjadi salah satu komoditi dari suku Sasak. Dan selain
sebagai mata pencaharian sehari-hari, kegiatan menenun ini juga mereka jadikan sebagai
daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung, baik wisatawan local maupun wisatawan
mancanegara sangat meminati kain tenun ikat buatan masyarakat suku sasak ini.
6. UNSUR RELIGI (SUKU SASAK)
Sistem Religi
Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku
Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini adalah
agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan Bali yang berjumlah sekitar
15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga
dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis
yang bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul
Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan
berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.
Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan
mereka yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliran Islam Wetu
Telu (waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang
melakukan salat lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini
mempraktikan salat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi karena
penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak
sempat menyempurnakan dakwahnya.
Kepercayaan Masayarakat Sasak
Boda adalah nama dari kepercayaan asli Suku Sasak, beberapa menyebutnya Sasak Boda.
20
Walapun ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, Boda tidak memiliki kesamaan dan
hubungan dengan Buddhisme.
Orang Sasak yang menganut kepercayaan Boda tidak mengenal dan mengakui
Sidharta Gautama (Sang Buddha) sebagai figur utama. Agama Boda orang Sasak ini
justru ditandai dengan penyembahan roh-roh leluhur mereka sendiri dan juga percaya
terhadap berbagai.
Kerajaan Majapahit masuk ke Lombok dan membawa serta budayanya. Hindu-
Buddha Majapahit pun kemudian dikenal oleh Suku Sasak. Di akhir abad ke 16 hingga
abad ke 17 awal perkembangan agama Islam menyentuh pulau Lombok. Salah satunya
karena peran Sunan Giri. Setelah perkembangan Islam, kepercayaan Suku Sasak sebagian
berubah dari Hindu menjadi penganut Islam.
Berdasarkan sistem kepercayaan Suku Sasak pada masa-masa selanjutnya,
kemudian dapat diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda, Wetu Telu, dan Islam
(Wetu Lima).
Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah pegunungan
utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan. Kelompok Boda ini
konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi kesukuan, budaya, dan bahasa menganut
kepercayaan asli. Mereka menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari
islamisasi di Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan Hindu-Bali dan
Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu menonjol. Hal itu didasarkan
pada pandangan yang berakar pada kepercayaan tentang kehidupan senantiasa mengalir.
Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. Konon,
sekarang hampir semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam lima waktu dan
meninggalkan Wetu telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme Islam-Wetu telu kini
berkembang terbatas di beberapa bagian utara dan selatan Pulau Lombok. Meliputi
Bayan, dataran tinggi Sembalun, Suranadi di Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah,
dan Tanjung di Lombok Barat.
21
Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini beribadah tiga
kali di bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu Subuh. Di luar bulan puasa,
mereka hanya satu hari dalam seminggu melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan
atau Jumat, meliputi waktu Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh
pemimpin agama mereka; para kiai dan penghulu.
Para penganut Islam-Wetu telu membangun Masjid (tempat ibadah) mereka
dengan gaya arsitektur khas Suku Sasak; dari kayu dan bambu, dengan bagian atapnya
terbuat dari jenis alang-alang atau sirap dari bambu.
Dengan denah berbentuk persegi empat dan bagian atap seperti piramid
bertumpang yang disangga dengan tiang-tiang, beberapa ahli menilai arsitektur masjid ini
mirip dengan Arsitektur masjid lama di Ternate dan Tidore.
7. UNSUR SENI (SUKU SASAK)
Sistem Kesenian Suku Sasak
Masyarakat Suku Sasak merupakan salah satu dari sekian ribu suku yang tak
kalah kreatif, banyak hasil-hasil karya suku tersebut selain dari sisi kerajinan maupun
yang bernilai kesenian yang bersifat menghibur.
a. Tari gandrung merupakan tari pergaulan muda mudi dan bersifat hiburan, struktur
penyajiannya terbagi menjadi empat bagian:
1) Bapangan mengambarkan seorang gadis yang ingin menarik perhatian lawan
jenisnya dengan memperlihatkan kemampuannya sendiri.
2) Tangis penggambaran perasaan rindu pada seorang untuk diajak berkomunikasi,
diungkapkan lewat lirik lagu. Penepekan, memilih seorang yang disenangi untuk
diajak menari, calon penari yang terpilih dinyatakan dengan sentuhan kipas oleh
penari gandrung.
3) Pengibingan, yaitu menari bersama antara penari dengan penonton yang ditepek atau
terkena kipas. Penari memakai busana kain panjang baju , kemben, gelung, ampok-
ampok, bapang dan membawa property kipas, pada bagian gelung dilengkapi
dengan semacam senjat dari bambu yang diruncingkan, gunanya untuk melindungi
dari gangguanpasangan menari yang nakal.
22
b. Gendang beleq Merupakan alat musik tabuh yang berbentuk bulat panjang, biasanya
digunakan pada saat tradisi nyongkolan, gendang belek juga dilengkapi dengan gon,
terumpaq dan seruling.
c. Peresean
Presean adalah salah salah satu kekayaan budaya bumi gogo rancah (lombok). Acara
ini berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta
berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende).Petarung biasa disebut pepadu. Presean
bermula dari luapan emosi para prajurit jaman kerajaan taun jebot (dahulu kala)
sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Acara tarung presean ini juga
diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan dan heroik
saat itu.
Uniknya dari pertarungan presean, pesertanya tidak pernah dipersiapkan secara
khusus.Pepadu atau petarung dicomot (diambil) dari penonton yang mau adu nyali dan
ketangguhan mempermainkan tongkat rotan dan perisai yang disediakan.Penonton/calon
peserta bisa mengajukan diri atau dipilih oleh wasit pinggir (pakembar sedi). Setelah
mendapat lawan, pertarungan akan dimulai dan dimpimpin oleh wasit tengah (pekembar).
Duel dua pepadu diadakan dalam lima ronde, pemenangnya ditentukan oleh hasil
nilai yang diperoleh atau salah satu pepadu bocor kepala, bedarah-darah, atau kibar
bendera putih.
Uniknya, di sela-sela pertarungan para pepadu plus para wasit harus menari jika
musik dimainkan.Mungkin maksudnya untuk melepas ketegangan selama jalannya
23
pertandingan. Tarian rotan dari Lombok ini sudah dikenal masyarakat Sasak secara turun
temurun. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat yang menjadi ritual untuk
memohon hujan ketika kemarau panjang. Sebuah tradisi-yang dalam perkembangan
kemudian-sekaligus berfungsi sebagai hiburan yang banyak diminati.Sebagai salah satu
upaya melestarikan budaya daerah, Presean Lombok pun mulai sering dilombakan.
Pertandingan diakhir dengan salam dan pelukan persahabatan antar petarung. Tanda tiada
dendam dan semua hanyalah permainan.
Pertunjukan Musik
Gendang Beleq
Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang beleq (gendang besar).
Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki-laki)
dan gendang nina (perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika.
Kesenian slober
Kesenian slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong
cukup tua, alat-alat musik nya sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau
yang panjang nya 1 jengkal dan lebar 3 cm.
Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya yaitu gendang, petuk, rincik,
gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa
Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq
Slober.Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya
dimainkan pada setiap bulan purnama.
c. Pertunjukan sastra
Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat kerajaan masa
lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang, satu orang sebagai pembaca, satu
orang sebagai pejangga dan satu or-ang sebagai pendukung vokal.
Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau dan
menanamkan nilai-nilai budaya generasi penerus. Kesenian memaos ini keberadaannya
hampir punah sehingga periu diangkat kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat
dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya wisata budaya.
24
Problematika Kebudayaan Suku Sasak
Nilai budaya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, terdapat tiga
kemungkinan, yaitu: nilai budaya yang lebih mementingkan hubungan vertikal antara
manusia dengan sesamanya. Nilai budaya seperti ini dicirikan oleh kecenderungan
masyarakat berpedoman pada tokoh-tokoh masyarakat, orang-orang yang dianggap senior
atau orangorang yang menjadi atasannya. Berikutnya adalah nilai budaya yang lebih
mementingkan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya; dimana manusia
merasa sangat tergantung kepada sesamanya, sehingga senantiasa menjaga hubungan baik
dengan sesamanya. Nilai budaya seperti ini dicirikan oleh menonjolnya aktivitas
masyarakat dalam kegiatan gotong royong dan tolong menolong. Selain itu, ada nilai
budaya yang tidak membenarkan bahwa manusia hidup harus tergantung pada orang lain.
Masyarakat dengan nilai budaya seperti ini sangat individualis, mandiri, dan senantiasa
berusaha mencapai tujuannya dengan sedikit mungkin melibatkan orang lain.
Pengaruh Pariwisata Terhadap Budaya Lokal
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam,
dan ilmu (Spillane,1987:21).
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap budaya
lokal, dimana terlihat pada pariwisata dapat memacu motivasi kreativitas untuk berkarya
lebih inovatif dan lebih variatif sesuai dengan kebutuhan pariwisata dan meningkatnya
persaingan bisnis. Dapat mengetahui budaya dari berbagai negara terutama melalui
berbagai pesanan karya seni selain yang di hasilkan oleh masyarakat lokal. Dan
berpengaruh negatif, yang terlihat pada masyarakat yang dulunya hidup sederhana menjadi
pola hidup konsumtif, di mana masyarakatnya hampir semua menerapkan pola hidup
mewah dan pola hidup instan dalam mengejar prestise, dan berkurangnya sifat
kebersamaan karena adanya pengaruh budaya barat terutama tuntutan dari pengerjaan
kerajinan modern yang lebih bersifat individual tidak seperti dalam pengerjaan kerajinan
tradisional yang lebih bersifat komunal atau secara berkelompok.
25
Pada masyarakat lokal Suku Sasak nilai budaya yang berkembang sebelum masuk
pariwisata, cenderung lebih mementingkan hubungan horizontal, dibandingkan hubungan
vertikal atau individual. Dalam banyak hal memang masyarakat masih banyak tergantung
pada orang-orang yang ditokohkan, seperti tokoh agama yang disebut ”Tuan Guru” atau
”Ustaz” atau tokoh-tokoh adat yang disebut ”keliang” atau tokoh-tokoh formal, seperti
Kepala Desa, Camat atau Bupati. Namun ketergantungan masyarakat terhadap tokoh-tokoh
masyarakat tersebut, masih dalam lingkup terbatas, yaitu pada bidang kegiatan yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat itu.
Dalam kehidupan sehari-hari; masyarakat lebih mementingkan hubungan horizontal
yang terlihat dari aktivitas gotong royong dan tolong menolong yang dilakukan. Untuk
mendapatkan gambaran tentang aktivitas gotong royong dan tolong menolong, sebelum dan
setelah berkembang pariwisata, dapat disimak dari penuturan Djohan Bachry (46 tahun,
Dosen Fakultas Pertanian yang pernah melakukan penelitian di Kawasan Senggigi)
berikut : ”menyangkut solidaritas sosial atau saling tolong menolong antara sesama warga
tidak banyak mengalami perubahan antara sebelum dengan setelah berkembang pariwista.
Misalnya jika salah seorang warga mengalami kematian, maka solidaritas sosial muncul
secara spontan. Hal ini ditunjukkan melalui kepedulian untuk turut terlibat dalam proses
penanganan masalah yang berhubungan dengan kematian tersebut. Bila warga mendengar
kematian salah seorang warga, maka sudah menjadi tradisi ibu-ibu akan pergi melayat ke
rumah ”ahlul musibah” dengan membawa segantang beras yang dalam istilah lokal disebut
”belangar”. Sementara kaum pria dewasa akan melibatkan diri dalam pembuatan keranda
jenazah yang disebut ”korong batang”, kemudian memandikan jenazah, mensholatkan, dan
mengantarnya ke pemakaman. Solidaritas sosial terus berlanjut sampai sembilan malam,
yaitu melakukan acara tahlilan di rumah duka. Solidaritas sosial seperti ini masih berlanjut
sampai sekarang. Hal yang mengalami pergeseran atau perubahan yang cukup signifikan
adalah pada cara menyikapi kematian tersebut. Dulu sebelum masuk pariwisata, kalau ada
warga yang meninggal dunia, maka warga sekampung tidak dibenarkan bahkan ditabukan
untuk bekerja ke luar kampung. Tapi sekarang, hal tersebut tidak terlalu mengikat; yang
masih mengikat adalah kewajiban untuk turut dalam acara pemakaman dan tahlilan selama
sembilan malam”.
26
Akibat lain dari berkembangnya pariwisata terhadap suku sasak adalah semakin
melebarnya arus modernisasi yang membawa pada rusaknya moral generasi muda suku
sasak karena melalui modernisasi ini sudah tampak disuku sasak dengan adanya
pembangunan hotel-hotel dan kafe-kafe, bahkan sekarang pulau Lombok pun dikenal
sebagai “Party Island” oleh para turis mancanegara. Pesta musik di tepi pantai, lampu-
lampu disko dengan musik gemerlap pun menghiasi setiap hotel,Bar dan pantai-pantai
setiap malamnya. Artinya sedikit demi sedikit Budaya hidup barat mulai menggusur
tatanan hidup masyarakat khususnya generasi muda. Inilah pulau Lombok, pulau seribu
mesjid. Apa yang daerah ini pertahankan dan banggakan setelah alam, budaya, agama, dan
manusia telah tergadai oleh keadaan itu, belum lagi ketidak pedulian pemerintah terhadap
keberlangsungan tradisi lokal Suku Sasak yang membuat semakin terkikisnya budaya Suku
Sasak ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://lilianyratna.blogspot.co.id/2014/12/analisa-kebudayaan-suku-sasak.html
http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/bab-iii-sistem-pengetahuan-suku-sasak.html
http://arismansomantri.blogspot.co.id/2014/09/suku-sasak-di-lihat-dari-7-unsur.html?m=1
https://btiasanshary.wordpress.com/2015/11/18/7-unsur-kebudayaan-menurut-para-ahli/
http://sebmanida.blogspot.co.id/2013/10/7-unsur-kebudayaan-dalam-antropologi_857.html
http://ips-mrwindu.blogspot.co.id/2015/03/unsur-unsur-budaya-universal.html