40
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) Penelitian sebelumnya merupakan penelitian yang sudah dilakukan dan dijadikan sebagai dasar atau acuan penelitian ini untuk dapat dijadikan sebagai data pendukung. Dalam penelitian ini, permasalahan yang dihadapi adalah pentingnya etika dalam Public Relations. Untuk itu, agar dapat mendukung penelitian ini, maka terdapat berbagai macam jurnal-jurnal pendukung yang diperoleh melalui internet. Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the art) Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun Penelitian Hasil Penelitian 1. Goran Grubić; Milijanka Ratković; Jovan Ethics in Public Relations German, 2012 PR yang sukses harus mampu menyiratkan rasa hormat terhadap aspek etika dalam melaksanakan kegiatan 7

library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam penelitian ini, permasalahan yang dihadapi adalah pentingnya etika dalam Public Relations

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)

Penelitian sebelumnya merupakan penelitian yang sudah dilakukan dan

dijadikan sebagai dasar atau acuan penelitian ini untuk dapat dijadikan sebagai

data pendukung. Dalam penelitian ini, permasalahan yang dihadapi adalah

pentingnya etika dalam Public Relations. Untuk itu, agar dapat mendukung

penelitian ini, maka terdapat berbagai macam jurnal-jurnal pendukung yang

diperoleh melalui internet.

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the art)

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun

Penelitian

Hasil Penelitian

1. Goran Grubić;

Milijanka

Ratković; Jovan

Marković

Ethics in Public Relations

German, 2012 PR yang sukses harus mampu

menyiratkan rasa hormat

terhadap aspek etika dalam

melaksanakan kegiatan antara

perusahaan dan masyarakat,

dengan menekankan kejujuran,

kompetensi dan karisma.

7

8

Goran Grubić;

Milijanka

Ratković; Jovan

Marković

Ethics in Public Relations

German, 2012 Berdasarkan penelitian

tersebut, berkaitan bahwa

sebagai PR yang sukses

memang harus menghormati

aspek etika dengan

menekankan kejujuran,

kompetensi dan juga karisma

di dalam berhubungan dengan

masyarakat, agar perusahaan

mendapatkan citra yang positif

di mata masyarakat, karena

jika tidak masyarakat pun tidak

akan simpati dengan

perusahaan kita, apapun yang

kita lakukan.

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun

Penelitian

Hasil Penelitian

2. Eyun-Jung Ki & Junghyuk Lee & Hong-Lim Choi

Factors affecting ethical practice of public relations professionals within public relations firms

South Korea, 2012

Dengan adanya kode etik di

sebuah perusahaan public

relations, sangat memiliki

dampak yang kuat pada

praktek etika dari profesional

humas dalam perusahaan.

Praktisi yang bekerja di

perusahaan PR dengan kode

etik lebih mungkin untuk

Eyun-Jung Ki & Junghyuk

Factors affecting

South Korea, 2012

menunjukkan standar etika

yang lebih tinggi dibandingkan

9

Lee & Hong-Lim Choi

ethical practice of public relations professionals within public relations firms

dengan yang tidak.

Dijelaskan pula berdasarkan

penelitian tersebut, bahwa

dengan memperhatikan kode

etik atau dikenal dengan kode

perilaku (code of conduct)

seperti yang di jelaskan di latar

belakang, akan lebih

memungkinkan untuk

menunjukkan standar etika

yang lebih tinggi,

dibandingkan dengan yang

tidak bekerja berdasarkan kode

etik.

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun

Penelitian

Hasil Penelitian

3. Nurul Komari

& Fariastuti

Djafar

Work Ethics,

Work Statisfaction

and

Organizational

Commitment at

the Sharia Bank

Indonesia, 2013 Etika kerja memiliki pengaruh

yang signifikan dan positif

terhadap komitmen organisasi.

Ini berarti bahwa pekerjaan

yang lebih tinggi Etika nya,

akan meningkatkan komitmen

Nurul Komari &

Fariastuti Djafar

Work Ethics,

Work Statisfaction

and

Organizational

Commitment at

Indonesia, 2013 organisasi. Misalkan sebagai

praktisi Public Relations yang

berhadapan langsung dengan

masyarakat, media, maupun

publik lainnya maka praktisi

10

the Sharia Bank PR tersebut dalam

menjalankan tugasnya sebagai

praktisi dipastikan mampu

untuk menjalankan kebijakan-

kebijakan dengan tujuan-tujuan

tertentu dan mempunyai

komitmen yang kuat terhadap

perusahaan tempat ia bekerja

untuk menciptakan hubungan

yang baik dengan publik.

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun

Penelitian

Hasil Penelitian

4. Ferguson,

Wallace and

Chandler

Rehabilitating

Your

Organization’s

Image: Public

Relations

Professionals’

Perceptions of the

Effectiveness and

Ethicality of

Image Repair

Strategies in Crisis

Situations

Amerika, 2012 Ketika organisasi/perusahaan

sedang mengalami krisis,

public relations yang

profesional dipanggil sebagai

ahli komunikasi dalam

memainkan peran dalam

mengurangi kerusakan dan

menjaga kepercayaan

pemangku kepentingan dalam

organisasi. PR profesional juga

focus pada penilaian tentang

strategi yang beretika, strategi

profesional yang cenderung

menggunakan dan

merekomendasikan strategi

mana yang paling efektif.

11

Dalam hal ini, strategi yang

beretika memang memegang

peranan penting bagi seorang

PR terutama dalam keadaan

krisis yang terjadi di

perusahaan tertentu. Dalam

keadaan tersebut, PR dipanggil

untuk mengurangi kerusakan

dan menjaga kepercayaan

pemangku kepentingan dalam

organisasi, hal tersebut juga

erat kaitan nya

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi &Tahun

Penelitian

Hasil Penelitian

5. Brian Walden PROFESSIONAL

ETHICS: BACK

TO BASICS

United States,

2009

Etika Professional pada

dasarnya tentang membangun

hubungan kepercayaan antara

anggota profesi dan konsumen.

Tentunya diri kita sendiri juga

merupakan seorang konsumen

jadi hal ini memungkinkan

untuk kita menggambarkan

pengalaman dan wawasan kita

sebagai konsumen kita sendiri

untuk membimbing bagaimana

standar praktek etis yang

seharusnya.

12

2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu aspek yang terpenting, namun

juga kompleks dalam kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi

oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia lain, baik yang

sudah dikenal maupun yang tidak dikenal sama sekali. Komunikasi

memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia, karena itu para

praktisi humas harus memberikan perhatian yang saksama terhadap

komunikasi, khususnya teori komunikasi. (M.A, 2010: 37).

Dalam bukunya Riswandi (2009:1), istilah “komunikasi’ (Bahasa

Inggris “communication”) berasal dari Bahasa Latin “communicates”

atau communication atau communicare yang berarti “berbagi” atau

“menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut

kamus bahasa mengacu pada “suatu upaya yang bertujuan untuk

mencapai kebersamaan.”

Tentunya praktisi PR harus mampu berkomunikasi yang baik, baik

itu dengan publik, dengan klien nya, maupun dengan anggota seprofesi

nya. Komunikasi tersebut merupakan cara untuk bagaimana praktisi PR

dapat menjalin hubungan yang baik dengan publik. Dimana dengan

berpedoman kepada etika, maka praktisi PR akan mampu berkomunikasi

dengan baik dan mengetahui batasan-batasan dalam berkomunikasi untuk

menunjukkan integritas pribadi nya.

2.2.2 Definisi Etika

Etika mengacu pada sistem nilai seseorang dan bagaimana dia

menentukan benar atau salah. J.A. Jaksa dan M.S. Pritchard memberikan

13

definisi yang baik mengenai etika di dalam buku mereka yang berjudul

“Methods of Analysis” yang menjelaskan bahwa “Etika berkaitan dengan

bagaimana kita harus menjalani hidup kita.” Berfokus pada pertanyaan

tentang apa yang benar atau salah, adil atau tidak adil, peduli atau tidak

peduli, baik atau buruk, bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab,

dan sejenisnya”. (Wilcox, 2009: 73)

Perilaku seseorang diukur tidak hanya terhadap hati nuraninya,

tetapi juga terhadap beberapa penerimaan norma yang telah ditentukan

oleh masyarakat, kelompok profesi, dan lain sebagainya. Kesulitan nya

adalah memastikan apakah suatu tindakan etis adalah terletak pada

kenyataan bahwa individu memiliki standar yang berbeda dan persepsi

tentang apa yang "benar" atau "salah". Kebanyakan konflik etis tidak

jatuh ke dalam wilayah hitam atau putih, tetapi jatuh ke dalam wilayah

abu-abu. (Wilcox, 2009: 73).

Seorang PR sering berada dalam posisi untuk berusaha

mempertahankan yang harus dipertahankan. Dalam kasus tersebut, apa

yang harus menjadi tanggung jawab praktisi PR sebagai seorang

individu? Jika mereka tahu bahwa perusahaan melakukan kesalahan,

apakah mereka harus melanjutkan pertahanan dan aksi mereka, atau

mereka menolak untuk melaksanakan instruksi dan bekerja secara efektif

untuk berusaha melawan perusahaan itu?

Ketika seorang PR ditanyakan mengenai loyalitas kebohongan,

maka dalam situasi ini, konsultan PR yang di panggil untuk membela

perusahaan akan berpendapat bahwa kesetiaan mereka terletak pada

manajemen mereka dan orang-orang yang membayar upah mereka.

Menurut Grunig dan Hunt (dalam Butterick, 2011: 78), mengemukakan

bahwa apa yang praktisi PR butuhkan adalah definisi umum tentang apa

artinya menjadi seorang PR yang etis yang kemudian dapat diterapkan

untuk situasi individual yang mereka hadapi.

14

Dan dua prinsip etika nya sederhana. Pertama, bahwa para praktisi

PR harus memiliki "kemauan untuk menjadi etis”. Praktisi etis tidak harus

melakukan apa yang bisa meloloskan diri mereka, mereka harus berniat

untuk jujur dan dapat dipercaya dan tidak rela melukai orang lain. Kedua,

tindakan praktisi etika tidak harus memiliki konsekuensi bagi orang lain

dimanapun dalam hal dan kondisi yang memungkinkan.

2.2.3 Public Relations

Public Relations atau PR adalah bidang yang berkaitan dengan

mengelola citra dan reputasi seseorang ataupun sebuah lembaga di mata

public. Profesi PR bekerja di wilayah publik untuk melakukan fungsi

komunikasi, hubungan masyarakat, (public relations), manajemen krisis

(crisis management), hubungan pelanggan (costumer relations),

hubungan karyawan (employee relations), hubungan pemerintahan

(government relations), hubungan industry (industry relations), hubungan

investor (investor relations), hubungan media (media relations), mediasi,

publisitas, menulis pidato, dan guest/visitor relations. (Nova, 2011: 39).

Public Relations juga membahas mengenai reputasi - hasil dari

apa yang dilakukan, apa yang dikatakan dan apa yang orang lain katakan.

Praktek Public Relations adalah disiplin, yang terlihat setelah reputasi -

dengan tujuan memperoleh pemahaman dan dukungan dan

mempengaruhi opini dan perilaku. Hal ini direncanakan dan

berkelanjutan dengan upaya untuk membangun dan memelihara niat baik

dan saling pengertian antara organisasi dengan publiknya (Buterick,

2011:7).

PR memengaruhi hampir setiap orang yang mempunyai hubungan

dengan orang lain. Kita semua pun mempraktikkan public relations

dengna berbagai cara dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah

15

organisasi, setiap telepon, surat, dan pertemuan merupakan kegiatan

public relations.

2.2.4 Etika Public Relations

Etika ini berkenaan dengan nilai yang memberikan pedoman

kepada seseorang, organisasi, atau masyarakat untuk membedakan antara

yang benar dan yang salah, adil dan tidak adil, kejujuran dan kebohongan.

Tindakan seseorang tidak hanya diukur dari hati nuraninya, namun juga

oleh norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Etika pribadi dan

organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti budaya, agama, dan

pendidikan. Masalahnya apa yang dianggap benar oleh seseorang belum

tentu dianggap benar oleh orang lain. Dalam berbagai masalah yang ada

menyangkut pelanggaran etika di Indonesia, baik dalam dunia bisnis

maupun politik, seorang public relations harus menjunjung etika dalam

bersikap. (Nova, 2011:24)

Praktisi public relations harus menerapkan standar tinggi etika

profesional dengan didasari kejujuran dan kebenaran sebagai kunci utama

terhadap apa yang mereka lakukan. Seperti tertulis dalam Code of

Professional Standards of the Public Relations Society of America,

praktisi PR harus bertindak jujur dan dapat dipercaya yang berkaitan

dengan tindakan untuk kepentingan publik. Inti dari aturan Public

Relations Society dan International Association of Business

Communication adalah kejujuran dan keadilan yang harus ada pada

seorang PR. Yang menekankan pentingnya bagi para anggota untuk

mempromosikan dan menjaga standar tinggi untuk pelayanan publik dan

pelaksanaan etika. Dan seiring berjalannya waktu nilai standar etika akan

berubah sesuai dengan perubahan yang ada di masyarakat. (Nova,

2011:26).

16

Ada 6 tindakan yang berkaitan dengan kode etik dan etika bisnis,

yaitu:

1. Kejujuran: jujur dalam setiap usaha yang dilakukan,

mengatakan hal yang sebenarnya kepada konsumen,

masyarakat, supplier dan pemegang saham.

2. Integritas: mengatakan apa yang dimaksud, dan menepati apa

yang dijanjikan serta menegakkan kebenaran yang ada.

3. Hormat: memperlakukan satu sama lain dengan hormat dan

adil, serta menghargai adanya keberagaman di tempat kerja

dan adanya keunikan di masing-masing karyawan.

4. Percaya: membangun kepercayaan melalui kerja sama dan

melakukan komunikasi secara terbuka.

5. Bertanggung-jawab: berani berbicara tanpa adanya rasa takut

dan mengharap balas jasa serta melaporkan hal-hal yang perlu

mendapat perhatian di lingkungan kerja, mencakup

pelanggaran hukum, aturan dan kebijakan perusahaan, dan

mencari klarifikasi serta pedoman ketika terjadi keragu-

raguan.

6. Kewarganegaraan: mematuhi seluruh aturan hukum di masa

perusahaan melakukan bisnis dan melakukan perannya untuk

membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. (Nova,

2011:30).

Setiap profesi tentunya memiliki kode etik profesinya masing-

masing, yang dapat mengikat para anggotanya secara etis, moral, dan

profesionalisme yang harus ditaati atau dipatuhi dalam menjalankan

aktivitas, peran, dan fungsinya. Khusunya profesional Humas (Public

Relations Profesional), kode etik yang berlaku sesuai kode etik

Humas atau yang biasa dikenal sebagai kode perilaku (code of

17

conduct) yang mengacu pada IPRA (International Public Relations

Associations). Terdapat empat kode perilaku pokok dan sekaligus

merupakan “standar” atau “piagam moral” bagi perilaku profesional

Humas, yaitu sebagai berikut: (Ruslan, 2008: 77-79)

a. Integritas Pribadi dan Profesional

Integritas pribadi menjelaskan bahwa terpeliharanya standar

moral yang tinggi maupun reputasi yang baik. Sedangkan integritas

profesional adalah ketaatan pada anggaran dasar, peraturan, khusunya

kode etik sebagaimana yang disetujui oleh IPRA.

b. Perilaku terhadap Klien dan Pimpinan

Terdiri dari beberapa point. Pertama, seorang anggota

mempunyai kewajiban umum berhubungan secara jujur dan adil

terhadap klien atau pimpinannya, baik sebelumnnya maupun

sesudahnya. Kedua, seorang anggota hendaknya tidak mewakili

kepentingan yang berlawanan atau persaingan tanpa persetujuan dari

pihak bersangkutan. Ketiga, seorang anggota hendaknya menjaga

kepercayaan yang diberikan oleh klien atau pimpinan, baik

sebelumnya maupun yang sekarang.

c. Perilaku terhadap Publik dan Media Massa

Pertama, seorang anggota hendaknya melakukan kegiatan

profesionalnya sejalan dengan kepentingan publik dan dengan penuh

hormat demi menjaga martabat baik masyarakat. Kedua, seorang

anggota hendaknya tidak melakukan kegiatan dalam praktik apapun

yang dapat merusak integritas saluran komunikasi massa. Ketiga,

18

tidak menyebarluaskan dengan sengaja informasi palsu dan dapat

menyesatkan masyarakat.

d. Perilaku terhadap Rekan Seprofesi

Pertama, tidak sengaja mencemarkan reputasi atau tindakan

rekan seprofesi lainnya. Namun jika memiliki bukti bahwa anggota

lain telah melakukan kesalahan yang tidak etis, hendaknya

menyampaikan informasi tersebut ke Dewan IPRA. Kedua, tidak

berupaya mendesak klien atau pimpinan untuk menggantikan rekan

seprofesinya. Ketiga, hendaknya bekerja sama dengan anggota

lainnya dalam menegakkan dan melaksanakan kode etik PR ini.

Hal ini sangat penting sekali untuk praktisi PR perhatikan dan

diterapkan dalam menjalankan tugasnya. Karena sebagai PR yang

profesional tentunya harus mampu memahami hal seperti integritas

baik dalam diri pribadi maupun saat menjalankan tugasnya, dan

bagaimana bersikap terhadap klien yang dikelola, menjalin hubungan

yang baik dengan media, dan menciptakan komunikasi terbuka

dengan rekan seprofesi, agar segala sesuatu nya berjalan dengan

sesuai harapan.

2.2.5 Peranan Etika

19

Selain definisi dari etika itu sendiri, tentunya etika juga memiliki

peranan nya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan tersebut dilihat dari

beberapa point sebagai berikut:

1. Etika itu Punya Nilai Ekonomis

Sebuah bisnis akan lebih berhasil jika ia dipercaya. Dalam

dunia PR, kredibilitas itu mutlak penting. Kita bahkan tidak hanya

harus dipercaya, tapi juga harus senantiasa mengemukakan segala

sesuatu seperti apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang

sesungguhnya. Pada hakikatnya, intisari PR adalah pemahaman dan

pengetahuan yang menjurus kepada niat baik (goodwill) serta

reputasi, dan semua itu tergantung kepada kepercayaan.

Konsekuensinya, prinsip ‘kejujuran adalah aturan paling

mendasar’ berlaku disini, dan itu berarti kegiatan-kegiatan PR

takkan membawa manfaat apa pun jika tidak dipercaya.

2. Etika dan Perilaku

Etika harus diterapkan pada setiap perilaku para praktisi

PR. Integritas pribadi merupakan bagian utama dari

profesionalisme. Prinsip ini juga berlaku di berbagai bidang profesi

seperti dokter, guru, maupun akuntan. Para praktisi PR juga harus

menerapkan PR terhadap diri mereka sendiri mengingat sosok

mereka selalu disorot dan dinilai berdasarkan apa yang mereka

kerjakan. Praktisi PR yang baik adalah mereka yang selalu

senantiasa berusaha memberikan nasihat-nasihat terbaik, tidak suka

menyuap atau disuap apalagi korup, serta selalu mengemukakan

segala sesuatu atas dasar fakta-fakta yang ada, bukan mengada-ada

atau hanya untuk menyenangkan kalangan pers atau jurnalis.

Mereka adalah orang-orang yang profesional.

20

3. Instruksi-instruksi yang Tidak Etis

Seandainya jika pihak majikan (atasan atau klien) meminta

para praktisi PR untuk melakukan sesuatu yang tidak etis, maka

mereka harus mau dan mampu menolak nya karena hal itu jelas

bertentangan dengan kode etik profesional yang harus mereka anut

dan junjung tinggi. Sebagai landasan formal bagi segenap kegiatan

nya, setiap praktisi PR professional wajib mencari suatu bentuk

pengakuan atas kedudukan profesionalnya.

KODE ETIK PROFESIONAL

4. Nilai Kode Etik dan Kode Etik Internasional

Suatu kode etik profesional hanya akan efektif apabila

benar-benar diterapkan dalam rangka mengatur sepak terjang para

praktisi yang menekuni profesi yang bersangkutan. Jika perilaku

para praktisi dibiarkan menyimpang, maka kode etik itu tidak

lebih dari setumpuk kertas dan sederetan tulisan tanpa makna.

(Jefkins, 2004: 186-187)

Dengan memahami dengan betul peranan dari etika itu

sendiri, maka hal ini akan membantu praktisi PR dalam

menjalankan tugasnya. Jika peranan etika tidak mampu disadari

dengan baik dan diterapkan, maka PR pun juga tidak akan

berpedoman kepada kode etik. Alangkah baiknya, sebagai praktisi

PR yang profesional, kode etik dan peranan etika tersebut harus

disadari dengan baik kegunaan dan pentingnya.

2.2.6 Strategi dan Dilemma

21

Parsons membagi strategi dan dilemma ini ke dalam beberapa

point penting, yaitu mencakup: (2008:89-92)

1. PR ethics and the media: the old and the new

Tidak ada aspek lain dari komunikasi publik yang sedekat

ini berterkaitan dengan hubungan public relations dan media. Kita

sebagai PR tentunya melakukan segala macam kegiatan yang

berkait dengan media. Seperti mengirimkan press release, media

kit, media conferences, menyiapkan organisasi untuk melakukan

wawancara dengan media, dan lain sebagainya. Fungsi yang lebih

strategis terkait dengan pengembangan rencana jangka panjang

untuk memelihara hubungan media dan menggunakan saluran

media massa untuk berkomunikasi. Dengan itu, harus adanya

pertimbangan etika bagaimana kita menyusun strategi mengenai

hal tersebut dan bagaimana menangani hal yang dilakukan sehari-

hari dengan media yang menjadi hal yang sangat penting.

2. Our relationship with Journalist

Yang benar adalah bahwa wartawan membutuhkan Public

Relations. Karena pada kenyataannya, bahkan literature

jurnalisme menunjukkan bahwa sekitar 40-50 persen atau lebih

dari semua berita yang dilaporkan pada hari tertentu berasal dari

departemen PR dalam bisnis, pemerintahan dan organisasi non-

profit. Ini berarti bahwa hubungan antara praktisi PR dan

wartawan sangatlah signifikan.

3. Media access and Ethics

22

Selanjutnya adalah mencakup akses media serta akses ke

media yang memberikan pertimbangan untuk kita mengenai

masalah kejujuran. Tampak jelas bagi kebanyakan dari kita yang

memiliki pengalaman dalam berurusan dengan media bahwa

pihak media percaya jika mereka memiliki hak mutlak tertentu

untuk menentukan akses terhadap informasi dan sumber-sumber

tertentu.

4. Journalists have codes, too

Kebanyakan wartawan tampaknya memasuki bidang yang

mereka pilih karena keinginan yang benar untuk mengungkap dan

melaporkan kepada publik tentang kebenaran. Seperti kita

meneliti media, bagaimanapun, terlihat bahwa adanya sensasi,

ketidakakuratan dan kedangkalan yang merajalela. Namun

bagaimanapun seorang jurnalis juga sama seperti praktisi public

relations, yaitu memiliki kode etik.

5. Aspects of ethical media relations

1. Menekankan pada informasi yang tidak menyesatkan, namun harus adanya kejujuran dan keakuratan

2. Bijaksana dalam menggunakan media, agar tidak memberikan efek yang merugikan kepada masyarakat

3. Tanggap terhadap media merupakan hal yang sangat penting dari kepercayaan dalam sebuah hubungan

4. Serta bersikap hormat yang merupakan langkah pertama untuk interaksi yang sangat moral.

23

Gambar 2.1: Aspect of ethical media relations

Sumber: (Parsons: 2008: 93)

2.2.7 Strategi Public Relations

Pillars of ethical media relations

Honesty and accuracy

Judiciousness

Responsiveness

Respects

24

Strategi public relations atau yang lebih dikenal dengan bauran

public relations menurut Firsan Nova, adalah sebagai berikut:

a. Publications (publikasi) adalah cara PR dalam menyebarkan

informasi, gagasan, serta ide kepada khalayak.

b. Event (acara) adalah kegiatan yang dilakukan oleh PR dalam

proses penyebaran informasi kepada khalayak, meliputi:

kampanye PR, seminar, pameran, launching, CSR (Corporate

Social Responsibility), charity, dan lain-lain.

c. News (Pesan/Berita) adalah informasi yang dikomunikasikan

kepada khalayak yang dapat disampaikan secara langsung

maupun tidak langsung. Informasi ini biasanya bertujuan agar

dapat diterima oleh khalayak dan mendapatkan respons yang

positif.

d. Corporate Identity (Identitas Perusahaan) adalah cara

pandang khalayak kepada suatu perusahaan terhadap segala

aktivitas yang dilakukan. Citra dapat terbentuk negative

maupun positif, tergantung dengan upaya apa yang dilakukan

oleh sebuah perusahaan untuk menciptakan dan

mempertahankan citra yang positif.

e. Community Involvement (Hubungan dengan Khalayak) adalah

sebuah relasi yang dibangun dengan khalayak (stakeholder,

stockholder, media, masyarakat disekitar perusahaan, dan

lain-lain).

f. Lobbying and Negotiation (Teknik Lobi dan Negosiasi)

adalah sebuah rencana baik jangka panjang maupun jangka

pendek yang dibuat oleh PR dalam rangka penyusunan budget

yang dibutuhkan. Dengan merencanakan nya terlebih dahulu

25

maka akan membuat kegiatan yang direncanakan berjalan

dengan baik dan dapat meminimalisasi kegiatan.

g. Social Responsibility

Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan sifatnya,

terbagi menjadi dua:

1. Program Pengembangan Masyarakat (Community

Development); dan

2. Program Pengembangan Hubungan/Relasi dengan

Publik (Relations Development).

Dalam implementasi CSR ini public relations (PR)

mempunyai peran penting, baik secara internal maupun eksternal.

Dalam konteks pembentukan citra perusahaan, PR terlibat di

dalamnya, sejak fact finding, planning, communicating, hingga

evaluation. CSR merupakan bagian dari community relations,

karena CSR pada dasarnya adalah kegiatan PR, maka langkah-

langkah dalam proses PR pun mewarnai langkah-langkah CSR.

(Nova, 2011: 54-56).

Setelah memahami macam-macam dari strategi PR,

penelitian ini akan mengaitkan antara strategi tersebut dengan

etika-etika PR yang ada serta kode etik yang mengaturnya. Dan

Weber Shandwick Indonesia tentunya telah mengembangkan

salah satu dari strategi PR tersebut dalam menjalankan tugasnya

menjadi PR bagi masing-masing klien nya.

26

2.2.8 Business and Professional Communication

Dalam buku Sandra Goodall menyebutkan bahwa Bisnis dan

Komunikasi Professional merupakan “istilah singkat yang mengacu pada

semua bentuk berbicara, mendengarkan, berhubungan, menulis, dan

merespon di tempat kerja, baik manusia dan elektronik dimediasi”.

(Goodall, 2010: 6). Disamping itu, menurut Ruslan (dalam Soemirat,

2008:176), kiat menjadi profesional, yaitu harus memiliki ciri-ciri khusus

tertentu dan secara umum meliputi sebagai berikut:

1. Memiliki skill atau kemampuan, serta pengetahuan yang tinggi

oleh orang umum lainnya.

2. Mempunyai kode etik dan merupakan standar moral bagi setiap

profesi yang dituangkan secara formal, tertulis maupun normatif.

3. Memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi yang

tinggi baik terhadap dirinya atau sebagai humas/PR.

4. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik atau masyarakat, dan

penuh dengan dedikasi profesi luhur yang disandangnya.

5. Otonomisasi organisasi professional, yaitu memiliki kemampuan

untuk mengelola organisasi PR/humas, yang mampu dalam

merencanakan program kerja yang jelas, strategik, mandiri, dll.

6. Dapat menjaga eksistensinya dalam mempertahankan kehormatan

dan menertibkan perilaku standar profesi sebagai tolak ukur agar

tidak dilanggar.

27

Selain itu berdasarkan pemahaman etika profesi, diharapkan para

professional dan khususnya PR juga harus memiliki kemampuan tertentu,

yaitu:

1. Kemampuan untuk kesadaran etis, yang menjadi landasan utama,

dan diharapkan untuk lebih sensitif dalam memperhatikan

kepentingan profesi bukan untuk subjektif, namun lebih ditujukan

untuk kepentingan yang lebih luas (objektif).

2. Kemampuan untuk berfikir secara etis, dan mempertimbangan

tindakan atau pengambilan keputusan harus bersifat lebih rasional,

objektif dan penuh dengan integritas serta tanggung jawab yang

tinggi.

3. Kemampuan untuk berperilaku secara etis, yaitu memiliki

perilaku, sikap, etika moral dan tata karma (etiket) yang baik

(good moral and good manner) dalam bergaul dan berhubungan

dengan pihak lain (social contact).

4. Kemampuan untuk kepentingan yang etis (ethical leadership)

yakni kemampuan untuk memimpin secara etis, diperlukan untuk

mengayomi, membimbing, dan membina pihak lain yang

dipimpinnya, termasuk menghargai pendapat dan kritikan dari

orang lain demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.

(Soemirat, 2008:177)

Bersikap secara etis sangatlah berguna bagi praktisi PR

dalam menjalankan tugasnya. Karena dengan menekankan sikap

serta perilaku secara etis, praktisi PR akan mampu memberikan

konsultasi yang baik kepada klien nya, tidak melanggar kode etik

yang ada, serta dapat menghargai publik dan dapat menciptakan

hubungan yang baik dengan anggota seprofesi nya juga.

28

2.2.9 Citra

Menurut Firsan Nova, dalam bukunya yang berjudul Crisis Public

Relations, mengemukakan bahwa “Public Relations atau PR adalah

bidang yang berkaitan dengan mengelola citra dan reputasi seseorang

maupun sebuah lembaga di mata publik.” (2011: 296). Selain mengelola

reputasi, PR juga dituntut untuk dapat melakukan evaluasi atas upaya

yang dilakukan dalam membangun reputasi perusahaan. Menurut Kotler

(dalam Firsan, 2011: 298), pengertian citra adalah “persepsi masyarakat

terhadap perusahaan atau produknya”. Citra perusahaan juga merupakan

persepsi yang berkembang dalam benak publik mengenai realitas (yang

terlihat) dari perusahaan itu (2011: 299).

Dengan tumbuhnya citra yang positif dari perusahaan, tentunya

akan membawa sebuah keuntungan bagi perusahaan tersebut. Karena jika

citra perusahaan tersebut sudah baik, maka publik pun akan menghargai

perusahaan tersebut dan menyadari akan adanya eksistensi perusahaan

tersebut dalam segi bidangnya. Dan disini kegunaan PR sangat diperlukan

untuk menjaga, mengelola, bahkan mempertahankan citra perusahaan

yang dikelola.

2.2.10 Jenis dan Proses Pembentukan Citra

Setelah mendeskripsikan definisi dari citra tersebut, maka citra itu

pun juga memiliki jenis-jenis nya masing-masing berdasarkan

fenomena-fenomena tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis citra

Dalam memahami citra, Frank Jeffkins (dalam Firsan Nova,

2011:299) menyebutkan beberapa jenis citra, yaitu:

29

a. Citra bayangan (The Mirror Image)

Citra bayangan adalah citra atau pandangan orang dalam

perusahaan mengenai pandangan masyarakat terhadap

organisasi nya.

b. Citra yang berlaku (The Current Image)

Citra ini merupakan citra atau pandangan orang luar

mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra

bayangan, yang terbentuk belum tentu sesuai dengan

kenyataan yang ada. Dan biasanya citra ini cenderung negatif.

c. Citra yang diharapkan (The Wish Image)

Citra harapan merupakan citra yang diinginkan oleh

perusahaan. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang

sebenarnya. Biasanya citra yang diharapkan lebih baik

daripada citra yang sesungguhnya.

d. Citra perusahaan (Corporate Image)

Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara

keseluruhan. Bukan hanya citra atas produk dan pelayanannya,

namun terbentuk juga dari sejarah, atau kinerja perusahaan,

stabilitas keuangan, kualitas produk, dan lain-lain.

e. Citra majemuk (The Multiple Image)

Banyaknya jumlah pegawai (individu), caving atau

perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat

memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra

perusahaan tersebut secara keseluruhan. Jumlah atau citra yang

30

dimiliki perusahaan boleh dikatakan sama dengan jumlah

pegawai yang dimilikinya.

f. Citra yang baik dan buruk (Good and Bad Image)

Seorang public figure dapat menyandang reputasi baik

atau buruk. Keduanya bersumber dari adanya citra-citra yang

berlaku (current image) yang bersifat negatif atau positif. Citra

PR yang ideal adalah kesan yang benar yakni sepenuhnya

berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas

kenyataan yang sesungguhnya.

2. Proses pembentukan citra

Di dalam proses pembentukan citra berdasarkan struktur

kognitif yang sesuai dengan pengertian system komunikasi yang

dijelaskan oleh John S.Nimpoeno, dalam laporan penelitian

tentang Tingkah Laku Konsumen, seperti yang dikutip

Danasaputra, adalah sebagai berikut:

Model Pembentukan Citra pengalaman mengenai stimulus

Stimulus rangsang Respon perilaku

Gambar 2.2: Proses pembentukan citra

Kognisi

Persepsi Sikap

Motivasi

31

Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern

dalam model ini adalah bagaimana pembentukan citra, sedangkan input adalah

stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan dari perilaku tertentu.

Model ini juga menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar

diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan

kepada individu dapat diterima dan ditolak. Jika rangsang ditolak maka proses

selanjutnya tidak akan berjalan, menandakan bahwa rangsang tersebut tidak

efektif dalam mempengaruhi individu. Dan sebaliknya jika rangsang itu di

terima, berarti terdapat komunikasi dan terdapat perhatian dari organisme, dan

proses selanjutnya dapat berjalan. (Soemirat, 2008: 115).

32

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3: Kerangka Pemikiran

Sumber: Hasil pengolahan data

Public Relations

1. Strategi PR2. Etika PR 3. Peranan Etika4. Strategi dan Dilemma Etika

Citra

1. Jenis Citra2. Implementasi strategi PR yang

berkaitan dengan citra PT. Nokia Indonesia

Bagaimana etika Public Relations dalam strategi Public Relations Weber Shandwick Indonesia dalam mengelola

citra PT. Nokia Indonesia

Mengetahui etika Public Relations dalam strategi Public Relations Weber Shandwick Indonesia dalam mengelola

citra PT. Nokia Indonesia

ETIKA PUBLIC RELATIONS DALAM STRATEGI

PUBLIC RELATIONS WEBER SHANDWICK

INDONESIA DALAM MENGELOLA CITRA

PT. NOKIA INDONESIA