57
Outline Kepemimpinan Teuku Umar Kata Sambutan (Rektor Universitas Teuku Umar) Kata Sambutan (Bupati Aceh Barat) Kata Sambutan (Ketua DPRK Aceh Barat) Kata Pengantar Daftar Isi BAB I KONSEP DAN TEORI KEPEMIMPINAN (Apri Rotin Djusfi) 1. Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke- pemimpinannya. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-

irsadiaristora.files.wordpress.com  · Web viewBukan perang adu tenaga atau silat. Perang kita harus pakai otak, di samping persenjataan harus lengkap, taktik dan siasat pun harus

Embed Size (px)

Citation preview

Outline Kepemimpinan Teuku Umar

Kata Sambutan (Rektor Universitas Teuku Umar)

Kata Sambutan (Bupati Aceh Barat)

Kata Sambutan (Ketua DPRK Aceh Barat)

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

KONSEP DAN TEORI KEPEMIMPINAN

(Apri Rotin Djusfi)

1. Konsep Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain : kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).

Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.(Shared Goal, Hemhiel dan Coons, 1957,7). Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan

bersama(Rauch dan Behling, 1984,46). Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau teknik untuk membuat sebuah kelompok atau mengikuti dan menaati segala keinginannya. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs dan Jacques, 1990,281).

Pada dasarnya suatu kepemimpinan muncul bersamaan dengan adanya peradaban manusia yaitu sejak zaman Nabi dan nenek moyang disini terjadi perkumpulan bersama yang kemudian bekerja sama untuk mempertahankan hidupnya dari kepunahan, sehingga perlu suatu kepemimpinan. Pada soal itu seorang yang dijadikan pemimpin adalah orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling pemberani. Jadi kepemimpinan muncul karena adanya peradaban dan perkumpulan antara beberapa manusia.

Mengenai sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai pandangan dan pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat dibenarkan secara ilmiah, ilmu pengetahuan atau secara praktek. Munculnya pemimpin dikemukan dalam beberapa teori, yaitu;

a. Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka muncullah istilah “leaders are borned not built”. Teori ini disebut teori genetis.

b. Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka muncullah istilah “Leaders are built not borned”. Teori ini disebut teori sosial.

c. Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.

d. Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya pengikut saja. Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga

pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi.

2. Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.

Sebab-sebab munculnya pemimpin ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:

a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.

b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Adapun teori-teori dalam kepemimpinan sebagai berikut :

a. Teori sifat Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat,perangai atau cirri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan, sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integrative, kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan

yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

b. Teori perilaku Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

a) Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.

b) Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443).

c. Teori situasional Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah :

a) Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugasb) Bentuk dan sifat teknologi yang digunakanc) Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan

d) Norma yang dianut kelompoke) Rentang Kendalf) Ancaman dari luar organisasig) Tingkat stressh) Iklim yang terdapat dalam organisasi

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a) Model kontinuum Otokratik-DemokratikGaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b) Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik.

c) Model situasional Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah memberitahukan, menjual, mengajak bawahannya berperan serta, melakukan pendelegasian.

d) Model ” Jalan- Tujuan ”Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku

pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e) Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

3. Gaya Kepemimpinan

Adapun gaya-gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut :a. Gaya kepemimpinan otokratis

Gaya ini terkadang disebut sebagai kepemimpinan yang terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya otokratis ini ditandai dengan adanya petunjuk yang sangat banyak sekali yang berasal dari pemimpin dan tidak ada satupun peran para anak buah dalam merencanakan dan sekaligus mengambil suatu keputusan. Gaya kepemimpinan otokratis ini akan menentukan sendiri keputusan, peran, bagaimana, kapan dan bilamana secara sepihak. Yang pasti tugas yang diperintahkan mesti dilaksanakan. Paling sangat menonjol dalam gaya kepemimpinan otokratis ini adalah seseorang akan memberikan perintah dan mesti dipatuhi. Ia akan memerintah berdasarkan dari kemampuannya untuk menjatuhkan hukuman serta memberikan hadiah. Gaya kepemimpinan otokratis adalah suatu kemampuan dalam mempengaruhi orang lain yang ada disekitar agar mau bersedia berkerjasama dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan ditempuh atas segala cara kegiatan yang akan dijalankan atas dasar putusan dari pemimpin. Gaya ini terkadang disebut sebagai kepemimpinan yang terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya otokratis ini ditandai dengan adanya petunjuk yang sangat banyak sekali yang berasal dari pemimpin dan tidak ada satupun peran para anak buah dalam merencanakan dan sekaligus mengambil suatu keputusan. Gaya kepemimpinan otokratis ini akan menentukan sendiri keputusan, peran, bagaimana, kapan dan bilamana secara sepihak. Yang pasti tugas yang diperintahkan mesti dilaksanakan. Paling sangat menonjol dalam gaya kepemimpinan otokratis ini adalah seseorang akan memberikan perintah dan mesti dipatuhi. Ia akan memerintah berdasarkan dari kemampuannya untuk menjatuhkan hukuman serta memberikan hadiah. Gaya kepemimpinan otokratis adalah suatu kemampuan dalam mempengaruhi orang lain yang ada disekitar agar mau bersedia berkerjasama dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan ditempuh atas segala cara kegiatan yang akan dijalankan atas dasar putusan dari pemimpin.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis ini yaitu wewenang mutlak itu terpusat dari pemimpin, keputusan akan selalu dibuat oleh pemimpin, kebijakan akan selalu dibuat oleh

pemimpin, komunikasi hanya berlangsung dalam satu arah dimana dari pimpinan ke bawahan bukan sebaliknya, pengawsan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau kegiatan) dari para bawahannya dilakukan dengan ketat, tak ada kesempatan untuk para bawahan dalam memberikan (pendapat, saran atau pertimbangan), lebih banyak mendapatkan kritikan dibanding pujian, menuntut adanya kesetiaan dan prestasi yang sempurna dari para bawahan tanpa adanya syarat, dan cenderung memberikan paksaan, hukuman dan anacaman.

b. Gaya Kepemimpinan DemokratisGaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam mempengaruh orang

lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan yang dapat dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan pimpinan. Gaya tersebut terkadan gidsebut sebagai gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan adanya kesederajatan, kepemimpinan partisipatif atau konsultatif. Pemimpin yang berkonsultasi kepada anak buahnya dalam merumuskan suatu tindakan putusan bersama. Adapun ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki wewenang pemimpin yang tidak mutlah, pimpinan bersedia dalam melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan keputusan itu dibuat bersama antara bawahan dan pimpinan, komunikasi dapat berlangsung dua arah dimana pimpinan ke bawahan dan begitupun sebaliknya, pengawasan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau kegiatan) kepada bawahan dilakukan dengan wajar, prakarsa bisa datang dari bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan dalam menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang diberikan kepada bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi, dan pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk memunculkan saling percaya dan saling menghormati.

c. Gaya kepemimpinan delegatifGaya kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang dalam

memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan, dan anggota organisasi tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri. Gaya kepemimpinan delegatif ini memiliki ciri khas dari perilaku pemimpin didalam melakukan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan demikian, maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi adanya karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk bawahannya yang mempunyai kemampuan, agar bisa menjalankan aktivitasnnya yang untuk sementara waktu tak bisa dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai macam sebab. Gaya kepemimpinan delegatif ini sangat cocok dilakukan kalau staff yang dimiliki ternyata mempunyai motivasi dan kemampuan yang tinggi. Dengan demikian pimpinan tak terlalu banyak dalam memberikan perintah kepada bawahannya, bahkan pemimpin akan lebih banyak dalam memberikan dukungan untuk bawahannya.

d.  Gaya kepemimpinan birokratis.

Gaya kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan “Memimpin berdasarkan adanya peraturan”. Perilaku memimpin yang ditandai dengan adanya keketatan pelaksanaan suatu prosedur yang telah berlaku untuk pemimpin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis, secara umum akan membuat segala keputusan itu berdasarkan dari aturan yang telah berlaku dan tidak ada lagi fleksibilitas. Segala kegiatan mesti terpusat pada pemimpin dan sedikit saja diberikan kebebasan kepada orang lain dalam berkreasi dan bertindak, itupun tak boleh melepaskan diri dari ketentuan yang sudah berlaku. Adapun beberapa ciri gaya kepemimpinan birokratis ialah Pimpinan akan menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan seluruh pekerjaan dan akan memerintahkan semua bawahan untuk bisa melaksanakannya; Pemimpin akan menentukan semua standar tentang bagaimana bawahan akan melakukan tugas; Adanya sanksi yang sangat jelas kalau seorang bawahan tidak bisa menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang sudah ditentukan.

e. Gaya Kepemimpinan Otoriter / AuthoritarianGaya kepemimpinan Otoriter/Authoritarian adalah gaya pemimpin yang telah

memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang ingin diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya sekedar melaksanakan tugas yang sudah diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah kepada tugas. Artinya dengan adanya tugas yang telah diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini mesti diproyeksikan dalam bagaimana ia dalam memerintah kepada bawahannya agar mendapatkan kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah menjadi suatu mesin yang hanya sekedar digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tidak pernah sekalipun diperhatikan.

f. Gaya Kepemimpinan KarismatisGaya kepemimpinan karismatik kelbihan dari gaya kepemimpinan ini adalah mampu

menarik orang. Mereka akan terpesona dengan cara berbicaranya yang akan membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan memiliki gaya kepribadian ini akan visionaris. Mereka sangat menyenangi akan perubahan dan adanya tantangan. Mungkin kelemahan terbesar dari tipe kepemimpinan model ini dapat di analogikan dengan peribahasa “tong kosong nyaring bunyinya”. Setelah beberapa lama kemudian, orang-orang yang datang tersebut akan kecewa karena adanya ketidakkonsistennya. Apa yang telah diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta dalam pertanggungjawabannya, si pemimpin akan senantiasa memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji

BAB II

NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN TEUKU UMAR

(Pak Irsadi)

Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kuperman, via Mulyana, 2004). Seperti sosiolog pada umumnya, Kuperman memandang norma sebagai salah satu bagian terpenting dari kehidupan sosial sebab dengan penegakan norma seseorang dapat merasa tenang dan terbebas dari segala tuduhan masyarakat yang akan merugikan dirinya. Nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya (Allport, via Mulyana, 2004).

Menurut Gordon Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologi yang disebut keyakinan. Keyakinan ditempatkan sebagai wilayah psikologi yang lebih tinggi dari wilayah lainnya seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Kluckhohn (Brameled, via Mulyana, 2004), mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat yang sifatnya membedakan ciri-ciri individu atau kelompok) dari apa yang diinginkan yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.

Bila kita melihat dari sejarah hidup Teuku Umar, maka jelas terlihat beberapa karakter yang terbentuk yang memiliki nilai-nilai yang dapat kita tauladani dalam diri seorang Teuku Umar. Adapun nilai yang terbentuk yaitu ; 1) Nilai Kebangsaan, 2) Nilai Persatuan, dan 3) Nilai Kemanusiaan. Walau pada masa Teuku Umar Negara Indonesia ini belum memiliki wujud, akan tetapi terlihat jelas bahwa Teuku Umar sangat miliki nilai kebangsaan, persatuan dan kemanuisaan baik dari pergaulan, memimpin pasukan dan menjalankan roda pemerintahan dimasa beliau. Kajian ini dapat kita lihat dalam catatan yang dapat dijadikan tauladan bagi kita semua yang dijelaskan sebagai berikut1 ;

1. Disiplin

Sebagai seorang pimpinan militer setingkat Panglima Besar, Amirul Bahar dan Panglima Perang Aceh, Teuku Umar harus bersikap disiplin terutama dalam membangun jiwa patriot kepada seluruh pengikutnya dan masyarakat pada umumnya, beliau dikenal sebagai seorang panglima perang yang paling kuat dalam menanamkan kedisiplinan kepada tentaranya.

2. Seorang Motivator

Teuku Umar memberikan motivasi kepada seluruh masyarakat di Pantai Barat Aceh dan Aceh pada umumnya untuk melakukan perlawanan kepada Belanda, beliaulah yang mengembleng pasukan dari mulai Meulaboh sampai Ke Ulee Lheu, Kuta Raja sampai ke Pidie. Ketika beliau membutuhkan mata‐mata untuk meninjau perjalanannya, mata‐mata itu bahkan bersedia menyerahkan hidupnya tanpa berpikir panjang saat Teuku Umar berkata, “Pergilah. Matamu adalah mataku, telingamu adalah telingaku”

3. Dermawan

1 http://www.acehtrend.co/14-sifat-kepemimpinan-teuku-umar/

Beliau juga seorang sangat dermawan terutama untuk kepentingan perang baik yang beliau lakukan sendiri maupun memberikan sokongan dana berupa uang sabil kepada Sultan, Teungku Cit Ditiro dan Panglima Polem untuk membiayai pasukan melawan Belanda.

4. Sangat Memperhatikan Bawahan

Teuku Umar juga seorang yang sangat memperhatikan para pengikutnya baik kesejahteraan mereka maupun membangun rasa percaya diri untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain.

5. Organisator yang Handal

Teuku Umar adalah seorang organisator yang handal, hal ini beliau buktikan dengan membagi pengikut beliau dalam 17 panglima daerah dengan satu komando penuh. Bahkan beliau juga membentuk satu batalion dengan 250 anggota tentara yang berseragam militer penuh dengan kepangkatan resmi dan tinggal di barak layaknya sebuah organisasi ketentaraan.

6. Suka Belajar dan Sangat Sopan

Teuku Umar adalah seorang sangat terpelajar dan mau terus belajar, hal ini diakui oleh Paul Van Teer dalam Bukunya Perang Aceh yang mengatakan Teuku Umar punya hobbi membaca koran-koran Belanda dan Inggris untuk menambah pengetahuannya tentang dunia internasional dan perpolitikan Belanda dalam menjajah Aceh.

7. Sangat Menghargai Kaum Ulama

Hal ini dibuktikan dengan fatwa ulama terkenal yaitu Teungku Tjiek Kuta Karang yang menyatakankan bahwa perjuangan Teuku Umar harus didukung dan beliau juga sangat mendengar nasehat dari seorang ulama yang bernama Teungku Husin Di Tanoh Abee agar Umar segera kembali mendukung perjuangan rakyat Aceh. Beliau memperoleh dukungan dari kaum ulama dengan memberikan dukungan pendanaan kepada para ulama sebagai sumbangan terhadap Perang Suci. Beliau juga memperoleh dukungan dari Teungku di Tiro.

8. Seorang Tokoh Pendukung Gender

Teuku Umar juga dikenal sebagai seorang yang sangat memperhatikan peran kaum perempuan, hal ini dbuktikannya dengan mendengar nasehat Cut Nya’Din agar supaya balik melawan Belanda secara terbuka.

9. Seorang Serius namun Humoris

Teuku Umar adalah seorang yang sangat serius dalam membangun sistem pertahanan dan perlawanan dengan Belanda namun beliau juga dikenal sebagai seorang sangat humoris dan santun kepada rakyat Aceh dan pengikutnya.

10. Pembangun Kesetiaan Pengikut

Teuku Umar sangat memperhatikan pengikutnya sehingga pengikutnya sangat menjaga keamanan dan keperluan beliau, bahkan ini dibuktikan sampai setelah beliau wafat pada tanggal 11 Februari 1899 dimana pengikutnya menyembunyikan kuburan dan jasad beliau selama 18 tahun, baru pada tanggal 11 Nopember 1917 seorang Belanda baru dapat menyaksikan secara langsung kuburan beliau ini.

11. Seorang Bisnisman yang Matang

Disamping sebagai seorang panglima prang, Teuku Umar juga memilki imperium bisnis Lada dengan masyarakat Internasional baik dari Belanda maupun negara lainnya.

12. Memilki Jiwa Kebangsaan yang Kuat

Teuku Umar juga seorang yang sangat menjunjung tinggi nilai kebangsaan dimana beliau sangat peka terhadap sikap merendahkan dari Bangsa Belanda dan ini dibuktikan dengan surat yang ditulis kepada Gubernur Jenderal Deijkerhoff. Bahkan Paul Van Teer mengatakan bahwa Teuku Umar adalah bangsawan agung, yang dapat tegak sama tinggi dan duduk sama rendah bergaul dengan gubernur-gubernur dan jenderal-jenderal Belanda tanpa harus merasa inferior menghadapi Belanda yang sangat diskriminatif.

13. Ahli Strategi dan Politik

Beliau mampu meyakinkan orang lain melalui kata kata, demgan menerangkan visi yang akan dicapai dan misi yang akan dilaksanakan, JJ Smicth mengatakan bahwa beliau sangat menghormati dan menyanjung pemimpin atau Uleebalang yang beliau harus segani dan mempengaruhi orang untuk melakukan apa yang ingin beliau capai. Di mata orang Aceh, beliau adalah teladan seorang ahli strategi dan politikus.

14. Siap Berkorban demi Membela Bangsa

Teuku Umar sudah hidup mapan dengan uang dan rumah serta dunia bisnisnya yang besar, namun itu semua ditinggal demi untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

BAB III

ASAL USUL TEUKU UMAR

(Pak T.Dadek)

1. Tempat Kelahiran Teuku Umar

Teuku Umar Johan Pahlawan lahir pada tahun 1854 di Meulaboh, tepatnya di Gampong Masjid, sekarang Gampong Belakang, Kecamatan Johan Pahlawan. Beliau dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Teuku Tjut Mahmud dan ibu Tjut Mohani dimana pasangan ini dikarunia empat anak yaitu Teuku Musa, Tjut Intan, Teuku Umar dan Teuku Mansur.

2. Garis Keturunan

Teuku Umar seorang Bangsawan Aceh dan memiliki silsilah dengan Teuku Laksamana Muda Nanta, seorang Laksamana Aceh yang ditugaskan oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1635 sebagai Panglima Angkatan Perang Aceh di Andalas Barat dan sekaligus ditunjuk menjadi Gubernur Militer Aceh di Tanah Minang.

Pada Tahun 1800 – anak keturunan Teuku Laksamana Muda Nanta mendapatkan tekanan dari kaum ulama di tanah Andalas sehingga menyebabkan mereka kembali ke Aceh lewat jalur laut sebelah barat dan kemudian mereka mendarat di Meulaboh dimana salah satu pemimpin rombongan tersebut bernama Machdum Sakti Yang Bergelar Teuku Nanta Teulenbeh yang kemudian diangkat oleh Sultan Aceh sebagai penjaga Taman Sultan di Kutaraja.

3. Masa Muda Teuku Umar

Teuku Umar memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah perang Aceh yang panjang dan lama tersebut. Beliau sudah memanggul senjata dan bertempur melawan Belanda sejak usia 19 tahun ketika dimulainya agresi Belanda pertama pada tahun 1873 yang dipimpin Jenderal Kohler sebagai utusan salah satu gampong dari Meulaboh dan ada info spekulatif yang mengatakan bahwa peluru Teuku Umarlah yang menembus Jenderal Kohler.

Teuku Umar juga yang membangkitkan semangat perlawanan terhadap Belanda, Tercatat beliaulah yang melakukan kampanye perang melawan Belanda di wilayah barat dari Meulaboh sampau dengan Uleelheu sampai Pidie, bahkan Beliau menekan para ulee balang untuk ikut perang melawan Belanda.

Pada tahun 1896 beliau juga mengajak seluruh orang Aceh melawan Belanda secara massal. Bahkan beliau juga yang terus mendorong Sultan, Panglima Polem serta Teungku Di Tiro untuk melakukan perlawanan dengan memberikan uang sabil ke Keumala, tempat sultan mengendalikan perang.

BAB IV

PERJUANGAN TEUKU UMAR

(Apri)

1. Perjuangan dan Jasa2

Secara Teori Perjuangan antara pandangan Marx yang dianggap penting oleh pendukung aliran Marxisme adalah teori perjuangan kelas (Struggle of Classess). Sebenarnya, Marx bukanlah orang yang pertama melakukan kajian tentang konsep kelas-kelas sosial. Bertahun-tahun sebelumnya, para sejarawan borjuasi telah melakukan kajian mengenai konsep tersebut. Di antara sejarawan itu yang terkemuka adalah Babeuf. Ia melakukan studi dalam konteks perjuangan kelas dan proses berkembangnya kapitalisme dalam masyarakat Eropa. Ia telah melakukan studi yang mendalam mengenai pertarungan antara kelas yang tertindas (mayoritas) dengan kelas kapitalis yang kaya (minoritas). (Indriaty Ismail & Mohd Zuhaili Kamal Bashir (2012). Karl Marx dan Konsep Perjuangan Kelas Sosial. International Journal of Islamic Thought, Vol.1, p.28)

Kelas merupakan sebuah konsep yang menentukan kedudukan sosial manusia dari segi kepemilikan benda atau harta yang tidak dapat dipisahkan dari konsep ekonomi. Kecenderungan Marx untuk menganalisis ide-ide tentang teori kelas ditonjolkan dalam bagian akhir karyanya yaitu Das Capital. Secara umum, konsep kelas sosial yang diutarakan oleh Marx telah diterjemahkan dalam versi sistem ekonomi kapitalisme. Dalam karyanya tersebut, Marx telah membagi tiga kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis, yaitu kelas buruh upahan (Wage Labourers), kelas kapitalis, dan kelas pemilik tanah (Landowner). (Nur Sayyid Santoso Kristeva. 2011. Negara Marxis dan Revolusi Proletariat. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hlm. Xi)

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan jasa adalah nilai kemenangan dan/atau prestasi yang telah dicapai, termasuk pula segala tindak dan/atau perbuatan yang menyebabkan tercapainya kemenangan dan/atau prestasi tersebut.

Teuku Umar Johan Pahlawan seorang pejuang sejati dan salah satu dari dua pahlawan Aceh yang syahid karena ditembak oleh Belanda memiliki perjuangan yang panjang dalam menghadapi Belanda dengan perang yang dimotori dan diikuti oleh beliau diantaranya yaitu: Perang Aceh 1 dan II Pada Tahun 1873, Perang Meulaboh 1877, melakukan Kampanye Perang dari tahun 1881 mulai Meulaboh sampai ke Ulee Lheu agar rakyat bangkit melawan Belanda, Perang Pateh, 1881, Perang Rigaih dan Perang Ulee Lheu 1882, Perang Aceh Besar – 1882 , Perang Pantai Puteh – 1883 Peristiwa Nisero – 1884.

Teuku Umar bahkan menjadi sasaran Belanda pada Tahun 1885 dimana Belanda mengumumkan siapa saja yang bisa menangkap Teuku Umar, Belanda akan dalam keadaan hidup atau mati akan dibayar sebanyak $ 25.000,-. Teuku Umar juga menjadi aktor dalam peristiwa Kapal Hok – 1886. Pada Tahun 1896, mengambil alih 800 pucuk senjata Belanda, Perang Montasie, Mengepung Kuta Raja, Perang Aneuk Galong – 1896, Pertempuran Leupung – 1897,

2 http://www.acehtrend.co/14-sifat-kepemimpinan-teuku-umar/

Pertempuran Lhong, Perang Pidie, Menyerang Meulaboh pada tahun 1899 – namun syahid dan masih banyak perang-perang lainnya yang dilakukan Teuku Umar untuk menghalau supremasi Belanda di Aceh.

2. Jabatan dan Karir Teuku Umara. Tahun 1887 - Keuchik Gampong Darat (sekarang Kecamatan Johan Pahlawan) dan

sekaligus menjadi Panglima Pertahanan Rakyat saat Belanda menyerang kampun tersebut tahun 1878.

b. Tahun 1889 – Laksamana / Amirul Bahar/Bahri atau Panglima Laot untuk Aceh Bagian Barat yang diangkat oleh Sultan Aceh sekaligus membiayai uang sabil untuk perjuangan Sultan Aceh, Panglima Polem dan Tgk Chik di Tiro.

c. Tahun 1889 – Panglima Perang Sultan di Bagian Barat. Teuku Umar menjadi pengikut setia Sultan Aceh bersama dengan Teuku Mansur, Ulee Balang Meulaboh

d. Tahun 1893 - Panglima Prang Besar Gouvernement Belanda diangkat tanggal 30 September 1893 dengan gelar Teuku Umar Johan Pahlawan,

e. Tahun 1896 - Ulee Balang Leupung, Aceh Besar dengan Keputusan Pemerintah Belanda tanggal 19 Januari 1896,

f. Tahun 1898 – Panglima Perang Seluruh Aceh diangkat oleh Sultan dalam musyawarah besar yang berlangsung pada tanggal 23 Juli 1898 di Keudè Meulu, yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin adat dan agama (termasuk Sultan Aceh), diputuskan untuk mengangkat Teuku Umar sebagai Pemimpin Peperangan,

g. Tahun 1957 - Pahlawan Nasional yang diangkat pada tahun 1955 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 217/1955 dan diperingati untuk pertama sekali tahun 1957. (Teuku Dadek, Teuku Umar Johan Pahlawan, Disbudparpora Aceh Barat)

3. Kehidupan Rumah Tangga Teuku Umar

Cut Nyak Dhien bukan satu-satunnya istri Teuku Umar, namun ia adalah istri yang paling mempengaruhi kehidupan Teuku Umar. Catatan keluarga mengatakan bahwa Umar saat lajang kawin pertama sekali dengan Cut Nyak Dhien yang ketika itu sudah janda, namun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa Cut Nyak Dhien adalah istri ketiga, sumber-sumber keluarga mengatakan bahwa paling tidak Teuku Umar memiliki tiga istri yaitu Cut Nyak Dhien, Cut Meuligoe, Cut Nyak Sapiah.

Dengan Cut Nyak Dhien, Umar memiliki anak perempuan, Tjut Gambang menjadi istri Teungku Majet di Tiro dan anak laki-laki, Teuku Raja Batak yang meninggal di Beutong, Pante Ceureumen dalam pertempuran yang sudah dipimpin Cut Nyak Dhien, namun ada sumber lainnya yang mengatakan bahwa Teuku Raja Batak ini adalah kemenakan dari Cut Nyak Dhien.

Ada yang mengatakan bahwa istri Pertama Teuku Umar bukanlah Cut Nyak Dhien, namun Cut Nyak Dhien-lah yang menjadi fokus yang menyebabkan Teuku Umar kembali berjuang di jalan Allah, Cut Nyak Dhien, seorang wanita kokoh berprinsip, bepegang teguh kepada agama, ia menyakin sepenuhnya kehidupan akhirat dan perjuangan suci dalam melawan Belanda.

Cut Nyak telah menyakinkan Teuku Umar untuk kembali berjuang bersama rakyat Aceh, Cut Nyak Dhien, sosok yang sangat beragama dan selalu membujuk sang suami untuk tetap kembali berjuang untuk rakyat Aceh dan ini dibuktikan setelah syahidnya sang suami, ia meneruskan perjuangan Teuku Umar hingga tertangkap pada 4 Nopember 1905 dan dibuang ke

Sumeudang dan meninggal di pengasingan pada 6 Nopember 1908. Namun, sumber Belanda yang ditulis dalam buku Helden Seire, Ded VIII yang berjudul Teukoe Oema yang diterbitkan oleh Populaire Witgave Van Heet Atjechsch Leger Meseum 1940 menyatakan bahwa dengan Cut Meuligoe ini, Umar memiliki tidak hanya dua anak tetapi lebih yaitu Teuku Sapeh, Teuku Raja Sulaiman, Cut Mariyam, Cut Sjak, Cut Teungoh dan Teuku Bidin.

Kemudian Teuku Umar juga kawin dengan Cut Nyak Sapiah. Perkawinan dengan tiga wanita utama ini diungkap dalam sebuah hadih maja Aceh : Cut Nyak Dhien geutueng ke gagah, Cut Meuligoe geutueng keu tuah, Cut Nyak Sapiah Geutueng keu bangsa. (Teuku Dadek, Teuku Umar Johan Pahlawan, Disbudparpora Aceh Barat)

BAB V

PERISTIWA YANG DILEWATI TEUKU UMAR

(Pak T.Dadek)

1. Peristiwa Nisero

Catatan harian seorang mualim III mesin kapal Nisero, William Bradley mengatakan saat disandera oleh Teuku Imeum Muda Teunom (saingan berat Teuku Umar) pada tanggal 8 November 1883, kapal uap milik Inggris yang berbobot 1800 Tons tersebut, dibawah nakhoda Capt. W.S. Woodhouse, terdampar di pantai Kerajaan Teunom dekat Panga, pantai barat Aceh. Berlayar dari Surabaya ke Marseille, dengan mengangkut gula dengan awak kapal yang terdiri dari berbagai bangsa yaitu 10 Inggris, 2 Belanda, 2 Jerman, 2 Norwegia, 2 Italia dan satu Amerika. Saat terdampar di pantai Teunom, mereka semua disandera oleh Raja Teunom dan dibawa ke pedalaman.

Raja meminta tebusan kendatipun ia telah menanda-tangani pengakuan kedaulatan dibawah Belanda (korte verklaring). Kejadian ini menyebabkan perseteruan diplomatik antara Belanda dengan Inggris yang sangat marah kepada Belanda yang dianggap tidak mampu menjaga keamanan di perairan Aceh. Kaitannya dengan Teuku Umar adalah secara diam-diam Gubernur Laging Tobias telah mengirimkam pasukan militer yang terdiri dari orang-orang Aceh yang telah bersahabat untuk membebaskan para sandera. Sebagaimana yang dikutip Paul Van Teer, akhirnya Teuku Umar yang sebelumnya telah menyatakan takluk kepada Belanda telah dipergunakan untuk memimpin operasi militer ini.

Teuku Umar dengan pasukannya yang dibawa oleh kapal Belanda yang bernama Bengkulen, diperlakukan sangat tidak enak. Ia harus tidur di geladak seperti seorang kuli, diperlakukan secara tidak hormat, dimaki oleh kelasi Belanda yang sedang mabuk. Teuku Umar tersinggung dan tipikal Orang Aceh terhormat kertika diremehkan oleh Belanda, dendamnya dipendamnya selama ia dan pasukannya di kapal Belanda itu. Tetapi begitu Teuku Umar dengan pasukannya didaratkan oleh sebuah sekoci di pantai Panga, maka semua awak kapal dari sekoci itu dibunuhnya, dan Teuku Umar dengan pasukannya menyatukan diri dengan rakyat Teunom. Sukses besar Raja Imam Muda Teunom dalam menjadikan Kapal Nisero sebagai pusat dan andalan dalam diplomasi internasional dan memperoleh keuntungan yang besar dari tembusan,

telah mendorong Teuku Umar untuk melakukan hal sama terhadap kapal lain yang menjadi mitra dagangnya.

2. Peristiwa Hok Canton

Pada tanggal 14 Juli 1886 Kapal Hok Canton, membuang sauh di Pantai Rigaih untuk berdagang seperti biasa dengan Teuku Umar. Kapal dinakhodai Hansen ini bersauh di Rigah, sekitar 40 prajurit Teuku Umar menaiki kapal dan menahan semua perwira berkebangsaan Eropah, termasuk Hansen bersama istrinya. Dalam upaya penawanan, perwira Eropah melawan, dua orang ABK tewas, sedangkan Hansen sendiri mengalami luka parah, kemudian meninggal dalam tahanan beberapa hari kemudian, Ny Hansen dan perwira kamar mesin dua Foy yang berbangsa Scotlandia ditawan oleh Teuku Umar, serta harta rampasan yang cukup banyak diangkut ke darat.

Penyanderaan Kapal Hok Canton oleh Teuku Umar ini, beberapa catatan sejarah dipicu oleh sentimen pribadi kepada Hansen. Pada bulan Juni 1886 Teuku Umar hendak diculik oleh Hansen karena tergoda harga kepala Teuku Umar senilai 25.000 ringgit yang dijanjikan Belanda atas tragedi yang ditimbul Teuku Umar atas awak kapal Bengkulen dan ia meminta kepada Teuku Umar untuk datang ke kapalnya untuk mengambil sendiri uang lada dan rencananya Hansen akan menculik Teuku Meulaboh saat mengambil uang tersebut. Namun, dugaan ingin mencapai kesuksesan sebagaimana yang diperoleh saingan beratnya, Teuku Raja Imeum Muda Teunom mendapat untung dari persitiwa Nisero dan ia ingin menggunakan Hok Canton untuk tujuan yang sama. Penyanderaan Hok Canton menimbulkan reaksi dan suasana panas di Penang untuk mengutuk Belanda sebagai penyebab keadaan tidak aman di Aceh.

3. Kekuatan Militera. Pada Tahun 1893 Teuku Umar memiliki pasukan yang terdiri dari dua ribu orang

bersenjata, senjata Belanda yang dibagi dalam 15 orang Panglima atau rayon.b. Pada Tahun 1894 Teuku Umar Johan Pahlawan pada tanggal 1 Januari 1894 membentuk

legiun khusus dengan 250 orang, yang seluruhnya dibiayai pemerintah, mempersenjatainya dan membekalinya dengan senjata modern masa itu yang peluruhnya dimasukan dari belakang. Tempat kedudukannya adalah Lam Pisang di Mukim VI, tempat kediaman Johan, letaknya strategis di lembah yang sempit. Melalui inilah terdapat jalan satu-satunya dari Ulee Lheu ke Krueng Raba di pantai barat.

c. Pada Tahun 1896 Teuku Johan untuk melengkapi perbekalannya dengan berpura-pura menjadi sekutu Belanda dan beliau membawa lari 380 senapan kokang modern dan 500 senapan lantak kuno, 25.000 pelor, 500 kilo mesiu, 120.000 sumbu mesiu, dan 5.000 kilo timah untuk mengisi sendiri persediaan amunisi.

d. Pada tahun 1899 dengan 800 orang pasukan berencana akan mengepung Kota Meulaboh.

BAB VI

PERANAN TJOET NYAK DHIEN

(Buk Cut Mega dan Buk Cici)

1. Sosok Tjoet Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien sosok perempuan yang sangat berani dan memiliki jiwa patriotisme yang

tinggi. Cut Nyak Dhien adalah perempuan yang bijaksana dan sabar dalam menjalakan

kehidupan. Diusia yang masih tergolong muda Cut Nyak Dhien sudah dinikahkan orang tuanya

dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Ayahnya merupakan keturunan seorang perantau yang

berasal dari daerah Sumatera Barat yang bernama Nanta Muda Seuria bin Makhdurn Sati. Ibunya

keturunan bangsawan yang berasal dari Kampung Lam Pageu Aceh Besar. Dengan menikahi

ibunya, ayah Cut Nyak Dhien semakin terkenal dan telah dapat membangun wilayah VI mukim.

Cut Nyak Dhien memiliki jiwa perkasa dan tangguh yang tak kenal kompromi dalam mengusir

penjajah dari Aceh. Pahlawan Nasional yang hidup di masa Ratu Britania Raya, Alexandrina

Victoria ini disebut sebagai Ibu Gerilya Indonesia oleh Abdul Haris Nasuiton, Jenderal Besar

Indonesia (Petrik Matanasi, 2008). Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak

kecil Tjoet Njak Dhien memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini

selain diberikan orang tuanya, juga para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik

memasak maupun cara menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut

kehidupan sehari-hari, didapat kan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama

yang amat kuat, didukung suasana lingkungannya (Ida S. Widayanti, tt).

2. Perjuangan Tjoet Nyak Dhien

Darah Perjuangan Cut Nyak Dhien tidak terlepas dari peran orang tuanya yang memang

seorang pejuang yang melawan penjajahan. Sebagai anak dari seorang bangsawan, darah pejuang

itu mengalir dalam dirinya dan menjadikan nya begitu mudah bias mengambil alih peran

perjuangandalamrangka meneruskan perjuangan orang tuanya. Setelah suami beliau meninggal

dunia, dari situ Cut Nyak Dhien memimpin penuh atas pasukan yang yang ditinggalkan oleh

almarhum suaminya. Peranan Cut Nyak Dhien sebagaimana peranan perempuan Aceh pada

umumnya begitu besar dalam perjuangan mempertahankan tanah air. Hal ini dibuktikannya

dengan merelakan seluruh harta, menggadaikan hidup, kebebasan, dan kemerdekaan hingga

merelakan nyawanya. Cut Nyak Dhien berkeinginan terus berjuang hingga nafas terakhir.

Semangat pantang menyerah itu didasarkan pada pondasi yang kokoh yaitu ajaran Islam. Ali

Hasjmy ketika menggambarkan bagaimana Aceh di bawah kepemimpinan para Ratu, ia

mengutip hadits yang disinyalir mempengaruhi watak perempuan Aceh. Hadits riwayat Al-

Bukhari itu berbunyi, “Kami (para perempuan) ikut perang bersama Rasul Allah sampai tujuh

kali, di mana kami merawat prajurit yang luka, menyediakan makanan dan minuman buat

mereka,” (A. Hasjmy: 1977).

3. Kehidupan Setelah Menikah Dengan Teuku Umar

Pasca syahidnya Teuku Chik Ibrahim, Cut Nyak Dhien memang dirundung kesedihan.

Tapi, kepedihan itu pula yang kian mengobarkan semangat juangnya. Cut Nyak Dhien sangat

ingin membalas dendamnya. Pada gilirannya, Cut Nyak Dhien berjanji hanya akan menikahi

orang yang turut membantunya melawan Belanda. Teuku Umar datang menebus janji itu.

Semangat perjuangan Cut Nyak Dhien kembali berkobar setelah beliau menikah kembali dengan

seorang pejuang yang juga memiliki semangat juang tinggi. Cut Nyak Dhien sebelum menikahi

Teuku Umar terlebih dahulu memberikan pertanyaan apakah Teuku Umar mau berjihad

melawan penjajahan kafir Belanda dan mau meneruskan balas dendamnya atas kematian suami

pertamanya dan kebencian yang sangat amat mendalam terhadap kafir Belanda? Itu semua

disanggupi oleh Teuku Umar, dan mereka akhirnyasepakat bersama untuk mengusir penjajahan.

4. Peran Tjoet Nyak Dhien Dalam Perang Teuku Umar

Teuku Umar sangat menghormati sosok Cut Nyak Dhien. Sebagai suami, Teuku Umar

sangat mengangumi peran masing-masing. Selain menjadi seorang istri, Cut Nyak Dhien banyak

memeberikan Kontribusi dalam karier perjuangan Teuku Umar, baik dari pemikiran, strategi

perang, pasukan dan harta benda semua diberikan Cut Nyak Dhien atas nama jihad melawan

penjajahan. Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien berpencar dalam melawan penjajahan, dimana

nama beliau sangat tersohor dalam memimpin peperangan. Saat Teuku Umar memilih kerjasama

dengan belanda Cut Nyak Dhien selalu mengingat kan Teuku Umar jangan sampai terlena, walau

saat itu Cut Nyak Dhien merasa marah kepada Teuku Umar namun Teuku Umar dapat

menjelaskan maksud dari kerjasama beliau dengan Belanda hanya untuk semata-mata

mendapatkan amunisi dan senjata yang diberikan ke pasukannya untuk melawan penjajah dan

Belanda tertipu pada saat itu dan taktik Teuku Umar berkali-kali dapat mengelabui Belanda

sehingga Belanda memberi gelar Johan Pahlawan. Dari situ Cut Nyak Dhien memakluminya dan

mendukung sepenuhnya langkah Teuku Umar melawan penjajahan.

Dalam waktu yang begitu lama, berbulan-bulan lamanya, Teuku Chik Ibrahim tidak

bertemu dengan Cut Nyak Dhien. Sejak berkecamuknya peperangan, Teuku Chik meninggalkan

Cut Nyak Dhien dan begitu jarang berada di rumah. Bersama dengan Teuku Imeum Leung Bata,

Teuku Chik Ibrahim maju keperbatasan VI mukim dan berusaha menaklukkan Meuraxa. Belanda

semakin gencar untuk menundukkan daerah-daerah lainnya di luar Kraton dan Mesjid Raya.

Pasukan Belanda bergerak terus menuju wilayah IX mukim dan pasti akan menuju ke VI mukim.

Keadaan yang semakin parah membuat Teku Chik Ibrahim meminta Cut Nyak Dhien

meninggalkan Lam Padang dan meungungsi ketempat yang aman serta mempersiapkan bekal

yang cukup karena perjalanan yang panjang. Sementara itu, Teuku Ibrahim dan pasukan Teuku

Nanta bermaksud mempertahankan VI mukim. Pada tanggal 29 Desember 1875 rombongan Cut

Nyak Dhien meninggalkan Lam Padang sedangkan pasukan Teuku Chik Nanta bersama Teuku

Chik Ibrahim menyingkir akibat serangan Belanda yang dipimpin oleh Van Der Hayden.

Serangan itu menyebabkan daerah VI mukim berhasil dikuasai Belanda.

Di Lembah Beurandeun Gle’ Taron, kemukiman Montasik, Sago XXII Mukim, pada

tanggal 29 Juni 1878 terjadi pertempuran yang mengakibatkan Teuku Ibrahim dan beberapa

pengikutnya syahid. Penyebab peristiwa itu menurut Szkely Lulofs (1951) antara lain karena

persenjataan Belanda yang lebih unggul, juga karena adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh

seseorang yang bernama Habib Abdurrahman (Hazil, 1952: 41-42; Sufi, 1994: 84).

Cut Nyak Dhien begitu kecewa dan sedih akibat ditinggal suaminya. Keadaan ini dan

faktor darah kepahlawanan yang mengalir dari keluarganya disinyalir menjadi dasar yang kuat

bagi perjuangan Cut Nyak Dhien, bahkan ia pernah berjanji akan bersedia kawin dengan laki-laki

yang dapat membantunya untuk menuntut bela terhadap kematian suaminya (Hazil,1952: 43).

Janin yaitu terwujud dengan pinangan seorang lelaki yang merupakan cucu dari Cut Nyak Dhien

sendiri. Mulanya lamaran itu ditolak oleh Cut Nyak Dhien. Disebut-sebut bahwa Teuku Umar

dan Cut Nyak Dhien memiliki dua karakter yang saling bertolak belakang. JikaTeuku Umar

dikenal sebagai sosok yang berjiwa muda, keras dan jalan pikirnya yang sulit ditebak, Cut Nyak

Dhien justru memiliki karakter yang lemah lembut, anggun, bijaksana, tabah, dan sabar. Cut

Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar karena Teuku Umar merestui keterlibatan Cut

Nyak Dhien dalam perang. Cut Nyak Dhien boleh terjun langsung dari pada hanya diam di

rumah saja.

Bersatunya dua kesatria ini mengobarkan kembali semangat juang rakyat

Aceh. Kekuatan yang telah terpecah kembali dipersatukan. Belanda di Kutaraja

mendengar juga pernikahan antara Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien. Uleebalang

yang memihak Belanda merasa kecut juga mendengar pernikahan mereka. Adapun

Tgk Chik di Tiro dan kawan-kawan seperjuanganya amat mendukung pernikahan

mereka. Apalagi mereka berdua terjun langsung ke dalam medan peperangan. Bukti dari

ampuhnya persatuan kedua pejuang Aceh ini adalah dapat direbutkembali wilayah VI mukim

dari tangan Belanda. Cut Nyak Dhien dapat pulang kekampung halamannya lagi. Ketika itu ayah

Cut Nyak Dhien, Nanta, sudah sanga tua. Oleh karena itu, Cut Rayut diangkat menjadi

uleebalang pengganti Nanta.Namun sesungguhnya, pengangkatan ini hanya sekedar kamuflase

saja. Dengan diangkatnya Cut Rayut sebagat uleebalang, Cut Nyak Dhien akan bebas

menjalankan politik dalam perjuangan Aceh. Kemudian, Cut Nyak Dhien kembali membangun

rumah tangganya dengan Teuku Umar di Lampisang. Rumah ini menjadi markas

pertemuan para tokoh pejuang dan alim ulama yang mengobarkan semangat jihad

fisabilillah.

Selama Cut Nyak Dhien mendampingi Teuku Umar banyak hal yang dapat

dijadikan sebagai sebuah pengalaman yang menarik. Teuku Umar adalah sosok

pejuang rakyat yang unik, ia dicintai rakyat tetapi la pernah dibenci juga. Taktik

Teuku Umar di dalam peperangan menghadapi Belanda tergolong “aneh” bagi orang

lain dan juga Cut Nyak Dhien. la pernah membantu Belanda, atas permintaan

Gubernur Aceh Loging Tobias, untuk membebaskan Kapal Inggris yang terdampar

kemudian disita oleh Teuku Imam Muda Raja Tenom. Namun pada saat itu terjadi

penyerangan terhadap awak kapal yang dilakukan oleh anak buah Teuku Umar.

Sesudah peristiwa tersebut Teuku Umar kembali ke Lampisang dan ia tidak mau

bekerja sama dengan Belanda. Karena itu Belanda kembali bersatu dengan pejuang

Aceh, tetapi pejuang Aceh tidak yakin tekad baik Teuku Umar. Persoalan ini selesai

setelah kapal Nisiero baru dapat diselesaikan setelah Belanda membayar tebusan

sebesar 100.000 dollar kepada Raja Tenom (Reid, 1969: 218-249). Kejadian lain adalah ketika

pada tanggal 14 Juni 1886 Teuku Umar kembali mengadakan serangan terhadap kapal Hok

Canton. Kapal ini berlabuh di pantai Rigaih. Waktu itu Hansen beserta istrinya dan juru mudi

Faya ditawan.

Karena Hansen meninggal, maka istrinya dan Faya dibawa ke gunung. Belanda berusaha

untuk mencari kontak dengan Teuku Umar, tetapi tidak ada hasilnya. Sekali lagi

Gubemur Aceh menyerahkan tebusan sebesar 25.000 dollar (Sartono Kartodirdjo,

1977: 219-220). Kali ini uang itu diberikan kepada Teuku Umar. Oleh Teuku Umar,

uang itu dibagi-bagikan kepada para pejuang Aceh sebagai bukti kesetiannya kepada

Aceh.

Namun kemudian ada hal yang membuat pejuang Aceh tercengang kembali.

Pada tanggal 30 September 1893 Teuku Umar beserta pasukannya yang

berkekuatan 250 orang secara resmi menyatakan tunduk kepada gubenur Belanda di

Kutaraja. Teuku Umar bersedia membantu Belanda untuk mengamankan Aceh.

Karena itu Pasukannya diberi perlengakapan yang cukup. Teuku Umar sendiri

diangkat sebagai panglima dengan gelar Teuku Umar Johan Pahlawan. Rumahnya di

Lampisang dibangun oleh pemerintah Belanda. Bentuknya disesuaikan dengan

bentuk rumah seorang pejabat, lengkap dengan taman dan kebun serta fasilitas

lainnya (Ibrahim, 1996: 51). Teuku Umar kemudian menjalankan tugas dari Belanda

untuk merebut daerah-daerah yang masih dikuasai oleh pejuang Aceh, yang berhasil

dijalankan dengan baik oleh Teuku Umar.

Namun dalam kenyataannya, apa yangdilakukan oleh Teuku Umar tersebut merupakan

sebuah sandiwara besar yang dibuatnya bersama dengan istrinya, Cut Nyak Dhien. Oleh karena

itu, setelah tidak beberapa lama kemudian (kurang lebih 3tahun), Teuku Umar pada tanggal 29

Maret 1896 ia kembali membawa pasukannyauntuk bergabung kembali dengan pejuang Aceh

beserta perlengkapan persenjataan pemberian Belanda. Mengetahui tindakan pengkhianatan yang

dilakukan oleh Teuku Umar, Belanda mencabut jabatan sebagai panglima perang, gelar

kebesaran “Johan Pahlawan” dan menyatakan perang terhadap Teuku Umar. Rumahnya di

Lampisang dibakar dan dihancurkan oleh Belanda.

Akhirnya, Teuku Umar beserta Cut Nyak Dhien pergi ke daerah Barat Aceh

dan bertempur habis-habisan melawan Belanda. Selama itu pula Belanda terus

mengejar keberadaan pasukan Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien. Pada tanggal 11

Februari 1899 Teuku Umar berniat menyerang kedudukan Belanda di Meulaboh.

Ternyata rencana Teuku Umar ini telah diketahui oleh pihak Belanda. Belanda

menanti pasukan Teuku Umar di daerah Suak Ujung Kalak Meulaboh. Di daerah ini

kemudian menjadi daerah pertempuran. Teuku Umar sahid tertembak peluru dari

pihak Belanda. Jenazahnya dibawa oleh pasukan Aceh ke daerah lain (Ibrahim,

1996: 68). Kematian Teuku Umar didengar oleh Cut Nyak Dhien. Walaupun Teuku

Umar telah sahid, Cut Nyak Dhien tidak menyerah kepada Belanda. la bertekad

untuk melanjutkan perjuangan Teuku Umar.

Sejak terjunnya Cut Nyak Dhien ke arena peperangan secara langsung, bukan

hanya ratusan korban yang timbul, tetapi ribuan jiwa dan jutaan uang. Sebagai

pemimpin ia tidak pernah merasa lelah dan takluk. la seorang yang fanatik dan

tabah. Mampu merasakan pahit perjuangan bersama-sama dengan pengikutnya.

Masuk dan keluar belantara, naik dan turun gunung hingga ia uzur dan rabun tetap

rencong terselip di pinggangnya dan siap terhunus untuk musuhnya.

Cut Nyak Dhien juga mendapat dukungan yang begitu besar dari teman-teman

seperjuangan, setiap saat ia selalu memberikan semangat untuk memerangi

kaphe kompeni melalui fatwa yang dikeluarkannya. Senandung syair-syair perang

sabil selalu dikumandangkannya. Cut Nyak Dhien didukung oleh uleebalang

Meulaboh, Datuk-datuk, penghulu dan lain-lain. Mulai dari yang tinggi sampai rakyat

biasa dapat dipengaruhi oleh Cut Nyak Dhien supaya memihaknya. Tulisan C. Van

der Pal (Said, 1961) menyatakan bahwa: “Apa yang mereka lakukan adalah pada pokoknya

karya Cut Nyak Dhien sendiri. Serangan-serangan kelewang yang hebat-hebat dialami oleh

Belanda umumnya digerakkan oleh pejuang-pejuang atas perintah Cut Nyak Dhien sendiri.

Untuk selanjutnya segala perjuangan yang ada di Aceh, terutama diAceh Besar adalah menurut

petunjuknya”.

Hal ini pula yang menimbulkan kecemasan kepada pemerintah kolonial. Van Daalen

yang saat itu sebagai Gubernur Belanda di Kutaradja tidak menghendaki suasana ini

karena dianggap akan membahayakan, karena kemungkinan antara rakyat dengan

Cut Nyak Dhien masih dapat dilakukan. Disebabkan hal di atas pada tahun 1906 Cut

Nyak Dhien diasingkan ke Sumedang. Pada tanggal 6 November 1908 Cut Nyak

Dhien meninggal dalam pengasingan jauh dari keluarga dan rakyat yang dicintai.

5. Cut Nyak Dien di Sumedang

Tidak banyak yang tahu siapa sosok tua renta yang diasingkan Belanda ke Sumedang

kala itu. Cut Nyak Dhien yang telah rabun matanya, lusuh pakaiannya, dan selalu memegang

tasbih serta periuk nasi dari tanah liat itu datang ke Sumedang di dampingi oleh tiga pengikutnya

sebagai tahanan politik Belanda. Ia dititipkan kepada Bupati Sumedang, Pangeran Aria

Suriaatmaja yang digelari dengan Pangeran Makkah. Tapi, sang Bupati tidak menempatkan Cut

Nyak Dhien di dalam penjara. Ketaatan Cut Nyak Dhien dalam beragama membuat ia

ditempatkan di rumah H. Ilyas (tokoh agama di Sumedang).

Rumah itu tepat di belakang Mesjid Sumedang. Cut Nyak Dhien begitu jarang keluar

rumah. Meski begitu, karena hafalan ayat al-Quran yang dimilikinya membuat ibu dan anak-anak

sering mengunjunginya. Mereka datang dengan membawa makanan serta pakaian untuk Cut

Nyak Dhien. Saat itu, masyarakat setempat memanggilnya dengan sebutan Perbu (Ratu). Di

pengasingannya, Cut Nyak Dhien hanya mengajar mengaji dan terus beribadah, berdzikir, seakan

taka da lagi hasrat duniawi dalam dirinya. Hal itu terus berlangsung demikian hingga akhirnya

beliau wafat pada 6 November 1908. Ia dimakamkan di Gunung Puyuh, komplek pemakaman

bangsawan Pangeran Sumedang. Hingga wafatnya, masyarakat masih belum mengetahui siapa

sebenarnya sosok tua yang ahli agama itu. Pada tahun 1960-an barulah orang-orang mengetahui

bahwa yang selama ini mereka belajar darinya merupakan wanita Aceh yang tersohor kala itu.

Pada 2 Mei 1964 Cut Nyak Dhien ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

BAB VII

PENAMPILAN TEUKU UMAR

(Yuhdi Fahrimal)

Masukan grand teori

1. Kupiah Meukutop2. Baju Adat Aceh3. Kain Sarung

BAB VIII

FILOSOFI TEUKU UMAR

(Prof. Jasman)

1. Nasehat-nasehat Teuku Umar2. Hasil Perjuangan Teuku Umar3. Taktik Peperangan Teuku Umar

BAB IX

STRATEGI PERANG TEUKU UMAR

(Pak Mahrizal)

1. Catur Teuku Umar2. Tipu Daya Teuku Umar3. Gerilya

BAB X

PANDANGAN BELANDA TERHADAP TEUKU UMAR

(Apri)

1. Gelar Johan Pahlawan

Pada tahun 1891, Teungku Tjik Ditiro dan Panglima Polim meninggal dunia. Bersamaan dengan itu terjadi pula pergantian gubernur di Aceh, dari Van Teijn kepada penggantinya Deykerhoff. Van Teijn adalah seorang yang keras dan bertangan besi sehingga ditakuti rakyat. Sebaliknya Deykerhoff adalah seorang yang lunak dan ingin damai. Gubernur baru ini mempersembahkan uang dan hadiah kepada Sultan Aceh. Belanda menyampaikan pesan bahwa pemerintah Hindia Belanda ingin berdamai. Mereka akan mengakui hubungan baik dengan sultan. Kalau sultan sudi berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda, sultan akan diangkat sebagai kepala pemerintahan Aceh di bawah pemerintah Hindia Belanda.

Terhadap Teuku Umar pemerintah Hindia Belanda juga mencari jalan damai. Sebelum Teungku Tjik Ditiro dan Panglima Polim meninggal, pemerintah Hindia Belanda telah berusaha mendekati Umar, lebih-lebih sesudah peristiwa kapal Hok Canton, Teuku Umar makin diperhitungkan. Belanda harus mengadakan persahabatan dengannya. Bahkan Gubernur Van Teijn yang terkenal keras ingin berdamai dengan Teuku Umar. Ia mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar Teuku Umar diampuni. Tetapi usul gubernur ini selalu ditolak oleh Gubernur Jenderal di Bogor.

Perang Aceh telah berlangsung hampir 20 tahun. Tapi perang belum dihentikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Berkali-kali pemerintah Hindia Belanda mengubah taktiknya untuk menaklukkan Aceh. Jalan yang terakhir adalah sistem konsentrasi. Selama 8 tahun pemerintah Hindia Belanda menggantungkan harapan pada politik ini. Mereka menanti-nanti pemimpin Aceh yang menjadi sadar dan menyerah kepada pemerintah Hindia Belanda. Taktik konsentrasi ini dilawan oleh orang Aceh dengan taktik gerilya. Tentara Aceh berhasil menyusup ke dalam daerah konsentrasi. Banyak serdadu Belanda yang berhasil mereka tewaskan. Keadaan yang menyedihkan ini dikecam Snouck Hurgronje.

Snock Hurgronje adalah seorang ahli kebudayaan dan kemasyarakatan berkebangsaan Belanda yang telah naik haji ke Mekah. Di Mekah ia berkenalan dengan Habib Abdulrachman yang pernah berjuang di pihak Aceh. Habib kemudian mengkhianati Aceh, dan oleh pemerintah Hindia Belanda ia dikirim ke tanah Arab. Snouck Hurgronje di samping memperdalam agama Islam juga mengetahui seluk beluk Aceh dari Habib.

Snouck Hurgronje berpura-pura sebagai penganut Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Gafur. Tahun 1889 Haji Abdul Gafur muncul di Indonesia. Atas izin pemerintah Hindia

Belanda ia berkunjung ke Aceh dan menetap di sana sejak bulan Juli 1891 sampai Februari 1892. Ia menyamar sebagai Haji Abdul Gafur dan masuk ke tengah-tengah masyarakat Aceh. Sesudah mengadakan penelitian yang mendalam ia membuat laporan kepada pemerintah Hindia Belanda. Ia juga menerbitkan sebuah buku yang bernama De Atjehhers (Orang Aceh).

Snouck menganjurkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar sultan dikesampingkan saja. Yang sesungguhnya berkuasa di Aceh adalah golongan ulama dan golongan bangsawan (Uleebalang). Pemerintah Hindia Belanda harus menjalankan politik kekerasan. Perang Sabil hanya dapat ditaklukkan dengan paksaan. Sesudah itu tercapai barulah pemerintah Hindia Belanda berusaha membujuk rakyat. Hal itu dibuktikan dengan memajukan pertanian dan perdagangan. Buah pikiran Snouck Hurgronje ini juga disokong oleh seorang tokoh militer, Y.B. Van Heutsz. Van Heutsz mengemukakan rencana yang efektif untuk mengalahkan orang Aceh. Orang Aceh harus dilawan dengan kekerasan. Taktik konsentrasi harus ditinggalkan. Suara Snouck Hurgronje dan Van Heutsz belum mendapat sambutan pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1893 Teuku Umar dengan 250 orang pasukannya menyerah kepada Belanda. Teuku Umar dengan anak buahnya diserahi tugas mengamankan Aceh dari gerombolan pengacau. Pasukan 'l'euku Umar diberi senjata yang lengkap. Umar diangkat sebagai panglima perang besar dengan gelar l'euku Djohan Fahlawan. Mulailah Umar menjalankan siasatnya. Terhadap laskar muslimin yang betul-betul berjuang untuk rakyat Aceh, Umar hanya melakukan perang pura-pura. Tetapi terhadap pasukan Ulee balang yang berlaku kejam dan menindas rakyat, Umar betul-betul melakukan perlawanan. Perang yang dilakukan Umar terhadap orang Aceh ditujukan terhadap orang-orang yang menindas rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tidak mengetahui taktik Umar. Mereka menyangka bahwa Umar betul-betul memerangi orang Aceh. Teuku Umar sendiri membuktikan dapat menumpas pasukan Mad Amin yang bertindak kejam terhadap rakyat. Begitupun pasukan Uleebalang lainnya dapat dikalahkan Teuku Umar.

Pemerintah Hindia Belanda makin percaya kepadanya. Umar meminta tambahan senjata dan anak buah. Permintaan ini dikabulkan karena disokong oleh alasan yang kuat. Kesetiaan Umar kepada pemerintah Hindia Belanda telah dibuktikannya. Pang Laot merupakan panglima perang Umar yang paling ditakuti. Pasukan yang berada di bawah perintah Umar berjumlah lebih dari satu batalyon. Makin banyak taktik perang modern yang diperoleh Teuku Umar dari Belanda. Tentara Belanda telah berani keluar dari garis konsentrasinya untuk membantu pasukan Umar.

Dengan siasat Umar ini garis konsentrasi menjadi lemah. Satuan satuan kecil tentara Belanda yang keluar dari sarangnya banyak yang dibinasakan oleh tentara Aceh. Umar menciptakan peluang kepada tentara Aceh agar dapat mencegat tentara Belanda. Tentara Aceh telah siap menyambut kembali Teuku Umar di barisan Aceh. Sultan Aceh juga sangat mengharapkan bantuan Umar. Teuku Umar menyadari betul hal ini. Tapi waktu yang baik untuk bertindak belum tiba. Setelah bekerja dengan Belanda selama 3 tahun maka pada tanggal 26 Maret 1896, tibalah saat yang dinanti-nantikan, sandiwara Umar telah berakhir. Ia telah banyak

mengenal taktik perang Belanda. Dengan pengalaman yang cukup banyak, Umar kembali keharibaan rakyat Aceh. Pemerintah Belanda sangat terkejut menghadapi peristiwa ini. Tetapi sebaliknya rakyat Aceh tidak kaget atas kejadian itu. Rakyat Aceh percaya kepada Teuku Umar bahwa ia tidak benar-benar bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda. Umar dengan sekalian anak buahnya berbalik melawan Belanda. Ia membawa 880 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, 5.000 kg timah, dan uang sebanyak 18.000 dolar. Gubernur Hindia Belanda di Aceh, Deykerhoff ditipu mentah-mentah.

Pemerintah Hindia Belanda geger; yang tidak geger hanya Snouck Hurgronje. Ia berpendapat bahwa Umar tidak pernah melepaskan sikapnya memusuhi Belanda. Bahwa gubernur menaruh kepercayaan besar kepada Umar, menandakan kebodohan Deykerhoff dan kelicinan Umar. Umar tidak berpihak kepada Belanda, tapi ia menjalankan taktiknya yang ternyata berhasil baik. Setelah mengalami kegagalan, politik damai mulai ditinggalkan pemerintah Hindia Belanda. Usul Snouck Hurgronje diterima. Gubernur Deykerhoff diberhentikan dan diganti oleh Jenderal Vetter.

Pemerintah Hindia Belanda geger; yang tidak geger hanya Snouck Hurgronje. Ia berpendapat bahwa Umar tidak pernah melepaskan sikapnya memusuhi Belanda. Bahwa gubernur menaruh kepercayaan besar kepada Umar, menandakan kebodohan Deykerhoff dan kelicinan Umar. Umar tidak berpihak kepada Belanda, tapi ia menjalankan taktiknya yang ternyata berhasil baik. Setelah mengalami kegagalan, politik damai mulai ditinggalkan pemerintah Hindia Belanda. Usul Snouck Hurgronje diterima. Gubernur Deykerhoff diberhentikan dan diganti oleh Jenderal Vetter. (Sagimun Mulus Dumadi, Teuku Umar, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1983).

2. Teuku Johan Pahlawan Yang Penuh Perhitungan

Peristiwa kapal Hok Canton membawa pengaruh sangat besar. Belanda mulai memperhitungkan pejuang yang satu ini. Sebaliknya, pemimpin dan rakyat Aceh kini percaya sungguh-sungguh bahwa Teuku Umar adalah pejuang sejati. Teuku Cik Ditiro pun kini mengaguminya. Padahal dahulu Teuku Cik Ditiro sangat menentang kebijaksanaan Teuku Umar. Kini Teuku Cik Ditiro bahkan mengajak Teuku Umar untuk mempimpin barisan Aceh dalam melawan Belanda.

Sultan Aceh pun mengangkatnya sebagai Syahbandar di kerajaan Aceh Barat. Kepercayaan Sultan tidak disia-siakan. Sebagai penguasa laut dan pelabuhan, Teuku Umar segera mengadakan pembersihan. Uleebalang-uleebalang yang merugikan rakyat ditindak. Mereka dihajar tak kenal ampun. Nama Teuku Umar semakin meresap di hati rakyat. Daratan atau di lautan Teuku Umar dikagumi, disegani dan ditaati. Sebaliknya bagi penghisap-penghisap darah rakyat, nama itu bagaikan hantu. Membikin gentar siapa saja yang mendengar.

Awan mendung menutupi rakyat Aceh. Pada tahun 1891 Teuku Cik Ditiro meninggal dunia. "Kurang ajar" seru Teuku Umar sangat marah ketika mendengar berita itu. "Pang Laot Kematian Teuku Cik Ditiro pasti akibat ulah penghianat". "Betul Teuku, Menurut berita yang

kami terima, beliau terbunuh di benteng Tui Seileumeung. Di sana beliau diracun”. Kita harus membuat perhitungan, kematiannya merupakan kerugian besar bagi kita. Beliau seorang Ulama yang akhli dalam dakwah dan perang. Beliau telah bisa menghimpun pasukan sampai 6000 orang. Jumlah ini sebenarnya cukup besar, apalagi kalau bisa dilatih seperti pasukan kita. Semoga Allah menerima arwahnya sebagai syuhada. "Amin" Pang Laot mengaminkan. Kira-kira jalan apa yang akan kita tempuh selanjutnya? tanya Pang Laot.

Perang kita ini adalah perang modern. Bukan perang adu tenaga atau silat. Perang kita harus pakai otak, di samping persenjataan harus lengkap, taktik dan siasat pun harus tepat. Keberanian taktik dan siasat insya Allah ada pada kita. Tetapi biaya dan senjata kita sangat kurang. Kita harus bisa menambah senjata dan biaya. Betul, Teuku, tapi mana mungkin rakyat sudah terlalu miskin, perang sudah hampir 20 tahun. Untuk mencari dana dari rakyat tentu akan mengalami kesulitan.

Bukan begitu caranya. Kita tempuh jalan lain. Jalan lain bagaimana ? Begini Pang Laot. Belanda sekarang dalam keadaan lemah. Buktinya, tentara mereka ditarik ke daerah konsentrasi. Mereka pun sama kehabisan dana. Mereka sedang menempuh jalan damai. Mereka mengharap agar pemimpin-pemimpin Aceh mau bekerja sama. Bahkan saya dengar Gubernur Van Teijin telah mengusulkan pengampunan diriku. Tapi Pemerintah pusat belum mau menerimanya. Jadi kita mau kerja sama ? Pang Laot memotong. Berarti perlawanan prajurit prajurit Aceh kita hentikan. Kita kalah, bukan begitu maksudku. Kita kerjasama sementara justru untuk mengumpulkan senjata dan dana. Kita pura-pura menyerah dan sanggup bekerja sama. Bahkan mau bekerja demi kepentingan mereka.

Dengan cara begini kita bisa lebih leluasa lagi mempelajari taktik perang mereka. Dan juga kalau membutuhkan tenaga kita, tentu Belanda akan memberi senjata, biaya dan juga pasukan. Wah sangat berbahaya, bagaimana kalau bocor ?. Betul berbahaya sekali, oleh karena itu kita harus kompak sekali. Kepala-kepala pasukan, kita kumpulkan. Kita beri penjelasan, rahasia ini kita pegang teguh jangan sampai bocor. Nanti pada saat yang tepat kita keluar dari dari mereka dengan membawa senjata dan lainnya.

Dengan senjata itu kita hantam Belanda, kita gunakan senjata mereka untuk menghancurkan mereka sendiri. Rencana itu disetujui Pang Laot dan semua pasukannya. Apalagi tidak berapa lama setelah Teuku Cik Ditiro meninggal. Panglima Polim pun meninggal pula. Tinggallah Teuku Umar seorang diri yang ditakuti Belanda. Maka ketika pada tahun 1893 tepat setelah Perang Aceh berlangsung 20 tahun Teuku Umar dengan 250 pasukannya menyerah, kepada Belanda. Pada saat itu pula Belanda langsung mengangkat Teuku Umar sebagai Panglima Besar. Bahkan namanya juga diganti dengan gelar "Teuku Johan Pahlawan".

Nama boleh diganti tapi jiwa Teuku Umar tetap Teuku Umar. Siasat yang semula terus dijalankan. Sebagai Teuku Johan Pahlawan ia diberi tugas mengamankan Aceh dari gerombolan pengacau. Setelah Teuku Cik Ditiro dan Panglima Polim meninggal, Belanda menganggap perlawanan rakyat Aceh hanya tinggal Teuku Umar. Kini Teuku Umar telah menyerah dan mau membantu Belanda. Maka Belanda menganggap perlawanan-perlawanan rakyat Aceh hanya sebagai pengacau-pengacau belaka. Tugas pengamanan itu dibebankan kepada Teuku Johan Pahlawan. Bukan hanya itu, Teuku Johan Pahlawan juga diberi tugas mengawasi Uleebalang-uleebalang yang telah bekerja sama dan mau membantu Belanda.

Kepada Uleebalang-uleebalang seperti itu sebenarnya Belanda sangat hati-hati. Belanda menilai mereka sebagai penghianat. Sekali penghianat tetap penghianat. Kepada bangsanya sendiri mau berhianat apalagi kepada Belanda yang berbeda bangsa. Para penghianat itu, walaupun berpangkat Uleebalang, Panglima Sagi, atau pangkat apapun mesti diawasi.

Tugas ini dibebankan kepada Teuku Johan Pahlawan. Kepercayaan Belanda dijalankan dengan semestinya dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. "Pang Laot" kata Johan Pahlawan. Rencana kita harus segera dilaksanakan. Betul, kesempatan ini jangan kita abaikan. Apa dulu yang akan Teuku kerjakan ? tanya Pang Laot. Kita kirim kurir kepada para pemimpin pasukan Aceh. Kita pura-pura akan menyerang mereka dan mereka supaya pura-pura mundur. Ciptakan supaya ada kesan, bahwa di luar daerah konsentrasi sudah aman. Dengan pancingan demikian tentara-tentara Belanda akan keluar dari daerah konsentrasi. Pada kesempatan itu para pejuang Aceh dapat menghantam Belanda yang ada di daerah konsentrasi.

Tapi bagaimana kepada Uleebalang-uleebalang penghianat itu? jangan diberi ampun. Mereka kita serang habis-habisan, termasuk juga si penghianat yang telah membunuh Teuku Cik Ditiro. Penghianat itu tentu yang ingin menjadi Panglima Sagi, di bawah pengawasan Teuku Johan Pahlawan sudah 3 tahun Aceh aman. Pasukan Mad Amin yang sangat kejam kepada rakyat diserang dan dikalahkan.

Setiap penyerangan diadakan Teuku Johan Pahlawan minta bantuan senjata dan biaya. Belanda selalu memenuhinya, sebab didukung oleh bukti-bukti. Pasukan Mad Amin misalnya yang merugikan Belanda dan sangat kejam kepada rakyat telah ditumpas habis-habisan. Untuk menumpas pasukan seperti Mad Amin ini, Teuku Johan Pahlawan meminta bantuan pasukan kepada Belanda. Belanda selalu memberinya, banyaknya tentara Belanda di daerah konsentrasi berkurang, karena sebagian tentaranya membantu pasukan Teuku Johan Pahlawan. Pada saat demikian para gerilya Aceh masuk ke daerah konsentrasi, dan menyerang sisa tentara Belanda. 3 tahun sudah Belanda tidak menyadari sandiwara ini. Janji Teuku Umar, tipu dibalas dengan tipu telah dibuktikan.

Tepat pada tanggal 26 Maret 1896, Teuku Johan Pahlawan yang penuh perhitungan, meletakkan jabatan. Gelar Teuku Johan Pahlawan dibuang dan kembali menjadi Teuku Umar. Teuku Umar tetap seperti Teuku Umar dulu. Teuku Umar yang sesungguhnya yaitu Pahlawan Perang Aceh, pengusir penjajah. Belanda gempar, Pemerintah Hindia Belanda gusar. Mereka baru menyadari telah ditipu mentah-mentah oleh Teuku Umar. Kerugian Belanda tak terbilang. Di samping rugi biaya-biaya operasi Teuku Johan Pahlawan selama 3 tahun, juga Belanda kehilangan peralatan dan senjata yang dibawa lari oleh Teuku Umar. Teuku Umar membawa 880 pucuk senjata, 25.000 peluru, 500 kg amunisi, 5000 kg timah dan uang sebanyak 18.000 dollar. Di samping itu Teuku Umar telah bisa membentuk dan memperbanyak pasukannya, dari 250 pasukan waktu menyerah dulu, kini menjadi 1000 pasukan. Gubernur Dey Kerhaff yang ditipu mentah-mentah oleh Teuku Umar segera dipecat. Sebagai penggantinya ditunjuk Jenderal Vetter.(MISBAH EL MUNIR DRS. H. MUSMAR MUIN, Teuku Umar Pahlawan Aceh, Multi Karya Ilmu Bandung, 1983).

3. Teuku Umar di Mata Kolonialis

Pada tahun 1896 saya belajar di SMU di Arnhem, dan pada akhir bulan Maret, lagu “Teuku Umar harus digantung” sering dinyanyikan oleh anak‐anak laki‐laki di jalan. Ini merupakan tanggapan masyarakat terhadap berita dari Indonesia bahwa Teuku Umar telah membelot dan mendukung musuh. Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa di kemudian hari saya menetap di daerah itu selama 12 tahun, tempat di mana tokoh utama lagu tersebut lahir dan

gugur oleh peluru kami. Saya bekerja di Meulaboh, Aceh Barat di berbagai posisi dan jabatan dan sering bertemu orang‐orang yang telah mengenal Teuku Umar cukup lama.

Selain dari sumber resmi seperti tulisan Dr. Snouck Hurgronje yang luar biasa mengenai Aceh dan orang Aceh, serta artikel H T Dauste mengenai ensiklopedia Hindia Belanda, sumber untuk tulisan ini saya peroleh melalui informasi lisan dari orang Aceh sendiri yang telah mengenal Teuku Umar secara pribadi dengan baik dan cukup lama, seperti Teungku Kali Nya Ali, penasihat hukum Marsajsat, yaitu pelabuhan di Meulaboh dan Teuku Agam, menantu Uleebalang Seunagan di Pantai Barat Aceh. Teungku Kali Nya Ali adalah orang kepercayaan Teuku Umar dan Teuku Agam sering disebut sebagai kepala rumah (peuloko) di pusat daerah kedudukan pasukan Teuku Umar. Nama lain yang muncul adalah Teuku Raja Muda C Dagang dari Teunom.

Teuku Umar lahir di Meulaboh, yang saat ini adalah tempat Asisten Komandan Belanda di Pantai Barat Aceh. Ayahnya bernama T Tjoet Mahmoet, saudara dari T Nanta Seutia Radja, Uleebalang (kepala VI Mukim XXV) dan ibunya adalah Tjoet Mohani, anak perempuan T Tjik Ali, pemimpin daerah Meulaboh. Oleh karena inilah Teuku Umar dibesarkan di Meulaboh. Di Aceh Besar, beliau dikenal sebagai Teuku Meulaboh sesuai dengan adat istiadat Aceh. Meulaboh terletak beberapa jam dari Bubon dan itu sebabnya pada masa mudanya beliau bersahabat karib dengan Teuku Imeum Muda, pemimpin daerah Teunom yang menikah di Bubon. Teunom juga berada di Pantai Barat Aceh, di sebelah utara Meulaboh.

Teuku Imeum Teunom, salah satu tokoh menarik dari Pantai Barat Aceh, terkenal sebagai seorang pemberani yang akrab dengan Teuku Umar dan menganggapnya sebagai adiknya sendiri, namun pada akhirnya menjadi musuh terburuknya. Teuku Umar memiliki jiwa petualang dan ambisius, dan pada zaman itu untuk orang seperti dia ada banyak kesempatan. Pada masa itu pemerintah Belanda berkedudukan di balik wilayah perbatasan di Aceh Besar dan yakin bahwa dengan strategi menunggu tanpa menyerang, rakyat Aceh akan percaya bahwa pemerintah Belanda memiliki itikad baik. Bahkan peringatan dari ahli Dr Snouck Hurgronje yang melakukan penelitian di Aceh dari Juli 1891‐Februari 1892 akan situasi tersebut, sama sekali tidak dapat mengubah tanggapan pemerintah Belanda tentang bagaimana meraih kemenangan atas rakyat Aceh.

Mata pemerintah pertama kali terbuka dengan pembelotan terakhir Teuku Umar yang ikut kembali perlawanan pada tanggal 29 Maret 1896 dan melalui ini memberi pertolongan besar bagi pemerintah kami. Dengan demikian suara Snouck Hurgronje bukan lagi suara yang tidak diterima. Namun, (awalnya) saat Teuku Umar yang muda dan penuh kegigihan dan ambisi berangkat dari Pantai Barat ke Aceh Besar bersama dengan beberapa orang Aceh lainnya untuk terlibat dalam Perang Suc i, mata kami belum terbuka.

Rakyat Aceh yang berasal dari bagian Aceh Besar yang di luar daerah kekuasan Belanda dan yang dari dalam daerah diduduki Belanda di utara, timur dan barat, melakukan siasat perjuangan seperti sebuah permainan dengan datang bergerombolan ke Aceh Besar dan mengambil bagian di dalam perang tersebut. Setelah menggunakan semua amunisi, mereka kembali ke daerah masing-masing dan menceritakan kisah patriotik mereka kepada orang lain. Dengan demikian, mereka menjadi inspirasi bagi generasi baru untuk meneladani dan mengukir kisah perjuangan yang lebih hebat lagi dari pasukan sebelumnya.

Begitulah cara Teuku Umar meraih kejayaan dalam perang lawan kami. Tur perang ini menarikkan perhatian orang Aceh yang ingin terlihat berbeda di dalam Perang Suci dan bagi generasi baru yang ingin ikut bergabung dengan pejuang. Tanpa pembelotan Teuku Umar, taktik permainan tersebut mungkin akan berlanjut berpuluh‐puluh tahun.

Teuku Umar tahu bagaimana membedakan diri di dalam perang melawan orang kafir. Ia mengalihkan perhatian dari pemimpin perlawan saat itu, yaitu Teungku Syeh Saman, yang lebih dikenal sebagai Teungku de Tiro, yang melihat didalam diri Teuku Umur sumber yang berharga.

Teuku Umar memiliki semua watak yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin kelompok Aceh. Jarang ada orang ahli kejiwaan Aceh seperti beliau ‐ beliau mampu menarik pengikutnya dengan sifat dermawan dan riang gembira, dan mampu memperoleh kerjasama mereka dengan menundukkan keangkuhan mereka. Ketika beliau membutuhkan mata‐mata untuk meninjau perjalanannya, mata‐mata itu bahkan bersedia menyerahkan hidupnya tanpa berpikir panjang saat Teuku Umar berkata, “Pergilah. Matamu adalah mataku, telingamu adalah telingaku”.

Bagi seorang Aceh yang ambisius, ada satu cara memperoleh kehormatan, kecuali melalui Perang Suci, yaitu meraih jabatan Uleebalang. Kekuasaan dan kemakmuran yang diperoleh dengan mempertaruhkan orang lain merupakan daya tarik bagi Teuku Umar yang energik dan ambisius. Oleh sebab itu, beliau tidak akan menyerah hingga meraih jabatan tersebut. Namun beliau tidak menyadari bahwa posisi tersebut dimilikinya dalam waktu yang singkat, dan tentu saja sebagai Uleebalang beliau dapat kekecewaan sangat besar jika segala keinginannya tidak terpenuhi.

Keruntuhan Teuku Umar disebabkan oleh keangkuhan beliau atas keberhasilan yang telah diraih, dan salah paham total dengan sifat orang barat. Orang Aceh juga tidak meragukan peran kekuatan roh yang dimiliki Uleebalang yang dirampas haknya. Saat Teuku Umar wafat, Teuku Imeum Teunom mengatakan dengan sangat yakin bahwa, “Kutukan saya yang menjatuhkannya”. Dan benar bahwa Teuku Umar tidak berterima kasih kepada orang yang mensponsori beliau dari awal, walaupun beliau adalah seorang yang mahir dalam politik. Beliau mampu meyakinkan orang lain melalui katakata, menyembunyikan tujuan utamanya di antara tujuan‐tujuan yang lain, menyanjung pemimpin atau Uleebalang yang beliau takuti, dan memanfaatkan orang‐orang untuk melakukan keinginannya walaupun bertentangan dengan kata hati mereka. Di mata orang Aceh, beliau adalah teladan seorang ahli strategi dan politikus. Namun beliau juga teladan nyata kebenaran sebuah pepatah, “kesombongan awal dari keruntuhan”.

Jika ditinjau ulang, sulit dimengerti alasan gubernur masyarakat & militer menganugerahkan kedudukan penting bagi Teuku Umar karena justru beliau sering berkhianat. Pada tahun 1883 beliau menyerahkan diri kepada pemerintah kami namun ini tidak menghentikannya untuk membajak sekoci dari kapal utama Benkoelen dan membunuh semua pelaut. Seharusnya kami lebih berhati‐hati lagi dengan kelicikannya dengan melihat peristiwa pembajakan kapal Hokkanton di teluk Rigaih dan bagaimana beliau memanfaatkan Nyonya Eberouw Hansen, bangsawan Denmark yang ditangkap. Namun pemerintah kami saat itu hanya menuntut agar Gubernur Aceh memimpin Aceh tanpa meminta bantuan pasukan tambahan. Janji tersebut membuahkan hasil pemilihan Teuku Umar dan ini berarti kekalahan pasukan Teuku Umar di dalam perang tida k akan membutuhkan pasukan tambahan dari pihak kami.

Setelah pendahuluan ini adalah ikhtisar yang pendek tentang hidup penuh petualangan, yang terkenal di Aceh maupun di Belanda, yang berakhir di tempat dimana ia mulai, yaitu di Meulaboh Setelah pura‐pura menyerahkan diri di tahun 1883, Teuku Umar bangkit melawan kami di tahun 1884. Beliau berhasil meyakinkan Toeankoe Mohammed Dawot, Sultan Aceh, untuk mengeluarkan surat penunjukkan (Sarakata) atas pemungutan cukai (khususnya lada) untuk menghasilkan pendapatan. Untuk meyakinkan calon Sultan ini, beliau mengunjunginya berulang kali di kediaman sultan di Keumala (Pidie) dan menyerahkan beberapa hadiah. Sarakata yang disertai dengan meterai Sultan memberikan legitimasi atas pemungutan pajak dan

ditunjukkan pada Uleebalang Pantai Barat. Beliau memperoleh dukungan dari kaum ulama dengan memberikan beberapa hadiah kepada mereka sebagai sumbangan terhadap Perang Suci. Beliau juga memperoleh dukungan dari Teungku di Tiro dan beliau memperkuat pengaruh politiknya melalui pernikahannya dengan Cut Sapiah dari Lho Gloumpang, Cut Meuligoe putri Tjoet Abaih, Panglima Sagi, dari Mukim XXV (salah satu dari tiga kabupaten di Aceh Besar), dan dengan Cut Dhien putri dari Uleebalang Mukim Empat.

Dengan kelicikannya, beliau berhasil memperoleh dukungan banyak pihak untuk mencapai rencana ambisiusnya dan beliau mempersulit pemerintah kami. Pada tahun 1886, saat beliau memperoleh uang tebusan sejumlah $25,000 atas Nyonya Hansen (yang mana ia hadiahkan kepada orang‐orang yang membantunya dan tidak lupa kepada calon Sultan dan Teungku di Tiro masing-masing sejumlah $500), beliau menjadi terlalu percaya diri dengan penguasa Pantai Barat bagian utara, dan bertindak dengan tegas terhadap mereka yang tidak menyerahkan pajak kepadanya. Perlawanan yang terjadi justru menjadi alasan baginya untuk menaklukkan kabupaten Lageun dan Lhok Gloumpang. Teunom menolak untuk tunduk. Serangan di Panga pada tahun 1890, dimana Teuku Umar didukung oleh Uleebalang Tangse (dekat Pidie), Teuku Tampoek, mengalami perlawanan namun akhirnya mereka mengalami banyak kerugian atas pasukan Teuku Umar. Banyak perkebunan lada yang subur hancur sebagai akibat dari perang Teuku Umar melawan penguasa Pantai Barat. Penjarahan kerbau juga merugikan banyak penduduk.

Akhirnya pada Juli 1893 Teuku Umar menyerahkan diri lagi kepada pemerintah kami dan kerjasama ini menguntungkan Gubernur Aceh. Jendral Deyckerhoff mempertimbangkan anjuran ini dan Teuku Umar dianggap layak memperoleh kepercayaan tersebut. Pasukan Mukim XXV dibumihanguskan olehnya dan beliau menaklukkan benteng pertahanan Aceh Kaloeël yang sulitditaklukkan. Keberhasilan ini menjadi pertimbangan bagi Gubernur Aceh untuk menunjuk Teuku Umar secara resmi menjadi Panglima Perang Besar dengan nama T. Johan Pahlawan pada tanggal 30 September 1893. Beliau menerima uang, opium dan senjata untuk memimpin pasukan sebanyak 250 orang. Oleh karena usaha menempatkan pemimpin Aceh lain mengikuti teladan Teuku Umar gagal, maka daerah kekuasan Teuku Umar diperbesar mencapai Mukim XXVI, dimana beliau berhasil menghancurkan musuhnya.

Teuku Umar akhirnya berhasil memperoleh keinginan hatinya sebagai penghargaan atas keberhasilannya. Pada awal Januari 1896 beliau ditunjuk sebagai Uleebalang Leupoeëng. Walaupun merupakan daerah yang kecil pada perbatasan sebelah barat Mukim XXV, beliau berhasil meraih jabatan yang telah lama dinantikan. Kejadian ini nampak seperti menjadikan dia besar kepala. Ambisinya yang semakin membesar akhirnya menemui batas. Beliau berharap dapat menikahi putri Gubernur Aceh dan dengan demikian akan dapat meraih jabatan yang lebih tinggi daripada Teuku Ne, Uleebalang Meuraksa, jadi dia meminta penghargaan militer. Kekecewaan atas tidak tercapainya dua keinginan ini membuatnya sangat berduka walaupun Gubernur memerintahkan para pengawal untuk menghormatinya. Namun ini tidak berguna baginya. Teuku Umar merasa sangat tersinggung dan rentan terhadap pengaruh musuh. Istri beliau, Cut Dhien sangat terusik dengan pembelotan Teuku Umar yang dulunya adalah pejuang Perang Suci, ke pihak musuh. Dhien sangat membenci kaum kafir dan sangat dipengaruhi oleh para ulama setempat yang memiliki hubungan dekat dengannya dan menasihati Dhien agar meyakinkan Teuku Umar untuk bergabung dengan Perang Suci lagi melawan pemerintah kami. Dhien mencoba mempengaruhi Teuku Umar dan Teuku Umar memutuskan akan memenuhi keinginannya begitu kesempatan muncul.

Kesempatan muncul segera. Jendral Deyckerhoff, yang tidak menilai dengan sungguh‐sungguh kesetiaan Panglima Perang Besarnya dan hanya berpatokan pada keberhasilan beliau, berpendapat bahwa Teuku Umar harus diperintahkan untuk memberantas perlawanan di Lamkrak yang merupakan benteng musuh. Teuku Umar melihat ini sebagai kesempatan. Dia meminta dan menerima senjata tambahan (380 senjata diisi dari belakang, dan 500 senjata diisi dari depan) serta uang, opium dan amunisi dalam jumlah besar. Dengan persenjataan seperti ini, Teuku Umar menganggap bahwa beliau dapat mengusir kaum kafir keluar dari Aceh. Mata‐mata mengirim pesan kepada Gubernur bahwa Teuku Umar memiliki rencana jahat. Walaupun Gubernur tidak menyetujui permintaan Teuku Umar untuk memindahkan semua pasukan ke perbukitan Lam Pisang (dimana Umar berencana menyergap dan membunuh mereka lalu menguasai Kutaraja), beliau tetap menaruh kepercayaan atas panglima Acehnya ini, sampai pada akhirnya B B Max Neelmeijer, inspektur ternama Gubernur mengumumkan pada 29 Maret 1896 bahwa Teuku Umar telah memihak musuh.

Peristiwa ini mengubah strategi kami di Aceh. Akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengikuti nasihat Snouck Hurgronje yang disampaikan pada tahun 1892, yaitu melakukan pendekatan kekerasan dalam menghadapi musuh dimana pun. Fase baru di dalam perang Aceh dimulai yang seharusnya membawa kekalahan Aceh secara keseluruhan di dalam waktu yang cukup singkat. Namun Teuku Umar mempersulit pasukan kami. Beliau seorang ahli siasat perang dan tahu bagaimana membangkitkan semangat pendukungnya. Pasukan kami kalah berkali‐kali melawan pasukan Teuku Umar yang semakin bertambah kuat dan kembali ke tempat‐tempat yang kami kira sudah kami taklukkan. Penutupan daerah di luar markas di sekeliling garis depan yang ditujukan untuk mengirim pasukan ke medan perang akhirnya membawa kerugian besar bagi kami.

Namun perlahan Teuku Umar terdesak ke Pantai Barat, hingga pada Januari 1898 beliau meninggalkan Daya melalui perbukitan Aceh Besar menuju Pantai Utara atas permintaan Panglima Polen yang bersama‐sama dengan calon Sultan memimpin perlawanan disana. Pasukan kami, dalam jumlah yang besar, melakukan ekspedisi ke pantai utara untuk menghentikan pergerakan ini pada Juli dan bulan berikutnya di bahwa kepempinan Gubernur Aceh yang baru, van Heutsz. Teuku Umar mengalami banyak kekalahan dan bergerak ke daerah perbukitan Tangse pada Agustus 1898. Ketika pasukan kami mengepung markasnya, Teuku Umar telah kembali ke Pantai Barat. Namun, bahkan disana, pasukan kami tidak berhenti menyerangnya. Kami terus menyerang tanpa memberikan kesempatan baginya untuk menang atas kami. Kepercayaan dirinya benar‐benar hancur dan beliau berusaha mencari dukungan dengan kembali ke tanah kelahirannya, Meulaboh, dimana akhirnya beliau wafat.

Pada awal Februari 1899 beliau berada di Woyla saat pasukan kami mengejarnya melalui Bubon. Beliau berani berjalan bersama pasukannya melewati daerah rawa yang luas di antara Woyla dan pantai dan setelah mengelabui pasukan kami dengan cerdik tanpa diketahui, beliau telah tiba di Keude Cho Bubon pada 11 Februari. Dari sana, ibukota Meulaboh bisa dicapai dalam tiga atau empat jam. Teuku Umar memutuskan untuk menyerang kami dengan pasukannya yang kuat sebanyak delapan ratus orang walaupun pasukan bersenjatanya memiliki kurang dari lima peluru per orang. Menurutnya ini bisa berhasil karena beliau tahu bahwa pasukan kami yang berbasis di Meulaboh tidak memiliki personil yang cukup dan pasukannya berhasil menjarah pasar di ibukota. Namun Teuku Umar tidak mengetahui bahwa Gubernur Aceh, Jendral van Heutsz dan kapten seluruh staff, Piera ikut serta di dalam perang tersebut. Teuku Umar seakan‐akan tahu bahwa beliau akan menemui akhir ajalnya. Saat berjalan dari Cho Bubon, beliau membuang teko kopi (biasanya beliau minum langsung melalui leher teko tersebut

sesuai dengan kebiasaan orang Aceh) dan berkata kepada Teungku Nya Ali, “Besok kita akan minum kopi di Keude Meulaboh atau saya akan mati di Perang Suci”.

Pasukan pun berjalan menyusuri pantai menuju Meulaboh. Jika saja takdir tidak berbalik melawan Teuku Umar, beliau bisa saja menaklukkan kami karena sebelum pasukan dari Bubon diberikan peringatan dan ditarik ke Meulaboh, bisa saja sebuah peristiwa akan terjadi di luar dugaan dan sebaiknya tidak usah kami pikirkan. Namun takdir melawan Teuku Umar melalui pedagang Malaysia di Cho Bubon yang melihat dan mendengar serta mengetahui rencana Teuku Umar. Pedagang ini memiliki saudara yang juga berjualan pakaian di Pasar Meulaboh. Ia berangkat ke Meulaboh sebelum fajar dan sebelum pasukan Teuku Umar berangkat untuk memperingatkan saudaranya bahwa Teuku Umar dalam perjalanan kesana dan berencana akan menjarah pasar. Saudaranya ini juga bersahabat dengan penulis setempat yang bekerja pada Administrasi. Inilah sebabnya administrasi kami menerima peringatan tentang rencana serangan tepat waktu.

Gubernur melakukan yang terbaik yang dapat beliau lakukan dalam situasi tersebut. Beliau mengirim seorang opsir beserta beberapa orang lainnya (sejumlah 18 dibawah pimpinan seorang sersan Eropa). Mereka diperintahkan untuk menunggu di dekat markas di tempat yang akan dilalui oleh pasukan Teuku Umar dan melakukan penyergapan. Keberhasilan opsir ini, Letnan Satu Verbrugh, dalam menyelamatkan markas kami dan menyelamatkan Aceh bagi Gubernur, sebuah peran penting dalam sejarah Hindia Belanda, tidak pernah diakui sepenuhnya. Tim penyergap ini membiarkan pasukan detasemen pertama Teuku Umar lewat (hanya orang dalam yang dapat menilai betapa sulitnya menghentikan tim penyergap yang sedang menunggu untuk tidak menembak. Oleh sebab itu: kejayaan bagi si komandan). Lalu akhirnya, pasukan dalam jumlah kecil mendekat dan di bawah sinar bulan, komandan dapat mengenali siluet Teuku Umar yang panjang dan kurus. Lalu ia menembak secara bertubitubi dan sukses besar, dan menimbulkan keributan.

Pasukan menjadi panik. Mereka berpencar dan melarikan diri ke daerah pedalaman tanpa mengetahui bahwa mereka sebenarnya bisa menghabisi pasukan tangkas dalam jumlah yang kecil itu. Dalam penyergapan tersebut, kami hanya kehilangan satu tentara, seorang fusilier Eropa. Pertarungan heroik ini layak memperoleh medali kehormatan. Letnan Verbrugh dan sersan Eropa tersebut menerima penghargaan Willems Order dan yang lainnya, menerima gelar kehormatan juga.

Hari berikutnya bergulir rumor bahwa pemimpin pasukan Teuku Umar tewas di dalam serangan. Penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa Teuku Umar wafat dan tubuhnya dibawa ke pedalaman. Namun segala usaha untuk menyelidiki tempat pemakamannya gagal. Dengan demikian, jika menilik ulang, si petualang ini telah merugikan kami dengan energi dan keberaniannya dan telah memberikan jasa yang luar biasa kepada kami melalui pembelotannya. Sebagai akibat dari pengkhianatannya, strategi perang kami melawan Aceh berubah dan strategi awal kami binasa di tanah kelahirannya. Sebagai seorang letnan muda, saya dan batalion saya sering beristirahat di bawah pohon Kutapang dimana Teuku Umar gugur dan berharap pohon kehormatan ini pun akan meneteskan kehormatan bagi saya. Namun, ini tidak pernah terjadi.

Selama bertahun‐tahun, pasukan kami berperang melawan sisa pasukan Teuku Umar. Cut Dhien, janda Teuku Umar, berangkat bersama dengan pasukannya ke bagian utara Meulaboh, ke arah utara dari Meureubo. Pada tahun 1905, dalam kondisi buta, beliau ditangkap di Beutong melalui razia polisi militer di bawah pimpinah Letnan van Vuuren (sekarang Professor di Utrecht), yang adalah bagian detasemen di bawah pimpinan Administrasi Publik Meulaboh, Kapten Veltman, berdasarkan informasi dari Panglima Teuku Umar, Panglima Goeveba.

Selama penahanan Dhien, rahasia mengapa mayat Teuku Umar disembunyikan akhirnya terungkap. Pada saat itu Cut Dhien menyampaikan ketakutannya bahwa kompeni akan membunuhnya dan membuang jasadnya ke laut. Peristiwa seperti ini pernah terjadi di Meulaboh pada tahun 1894 pada tubuh Teungku di Rundeng. Ketakutan yang tidak masuk akal bahwa orang Aceh akan mengubah makamnya menjadi tempat ziarah membuat Administrasi mengambil jasad pejuang gerakan pemberontakan ini di belakang sekoci pada kedalaman beberapa kilometer di bawah laut dan membiarkannya tenggelam. Gubernur Aceh tetap menganggap Cut Dhien yang buta berbahaya dan tidak membiarkannya menetap di Aceh. Beliau wafat di tempat pembuangan di Jawa.

Selama penempatan saya sebagai Kapten polisi militer dan sebagai Administrator Publik di Meulaboh, saya bertanya dimana Teuku Umar dimakamkan. Saya kemudian diberitahu bahwa T. Raja Panjang, penguasa kabupaten Uboego juga hadir pada saat pemakaman. Beliau telah kami kenal selama bertahun‐tahun dan saya menjamin bahwa makam tersebut tidak akan disentuh sama sekali. Beliau kemudian menunjukkan lokasinya pada saya. Saya pergi kesana dengan didampingi oleh pegawai sipil kantor arkeologi service De Vink dan Teungku Kali Nya Ali. Setelah sekitar perjalanan satu jam dari Meunasseh Uboego kami berhenti di hutan di kaki bukit. Disana T. Raja Panjang menunjuk pada dua batu yang berdiri tegak sejauh kira‐kira setinggi tubuh manusia. Disanalah terbaring jasad terakhir dari seorang pria yang telah membahayakan kami, namun yang juga telah melayani kami. Saya memberitahu T. Raja Panjang bahwa dalam pandangan Administrasi tidak ada keberatan jika mereka ingin memperindah makam tersebut dan saya menjamin tidak akan ada yang mengganggu.

Atas perintah Gubernur Aceh yang saat itu memimpin, Letnan Jendral H N A Haart, saya mendapatkan tugas istimewa untuk membangun memorial sederhana di tempat bersejarah dimana Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899. Memorial tersebut bisa dilihat dari laut dan penting bagi mereka yang mengunjungi Pantai Barat Aceh, baik untuk rakyat Aceh maupun sejarah angkatan darat Hindia Belanda. Pada tanggal 29 Maret (1936) sejumlah opsir yang pernah bertugas di Aceh melawan Teuku Umar berkumpul di Amsterdam untuk memperingati pembelotannya. Sesungguhnya, fakta sebagaimana telah diuraikan sebelumnya layak untuk dikenang. Dan penulis artikel ini menganggap undangan ini sebagai suatu kehormatan. Ia akan belajar banyak tentang fakta menarik mengenai Teuku Umar namun hal tersebut mungkin terlambat untuk ditulis di dalam artikel ini. Mungkin usaha untuk menyelidiki kisah kehidupan seorang petualang akan menarik salah satu opsir untuk menulis pengalaman pribadinya saat periode Teuku Umar. Hal ini sungguh layak dilakukan. (Den Haag, 1 February 1936 H. J. Schmidt. Dulu menjabat sebagai Kapten Polisi Militer di Aceh dan kini pensiun).

4. Bisnis dan Manajemen Teuku Umar

BAB XI

TEUKU UMAR PAHLAWAN NASIONAL

(Pak Sudarman)

1. Dari Minang sampai ke Aceh Serambi Mekkah

2. Pemegang Komando Tunggal3. Strategi koordinasi antar pimpinan gerilyawan Aceh

BAB XII

SYAHID DAN PERSEMAYAMAN TEUKU UMAR

(Pak Sudarman)

1. Teuku Umar Syahid

Pada tanggal 10 Pebruari 1899 di Keudee Lhok Bubon, Teuku Oemar bersama pasukannya mengatur rencana penyerangan terhadap Belanda yang berada di Tangsi Meulaboh. Mendengar rencana ini, Jendral Van Heutzs memerintahkan Letnan Ver Brugh untuk memimpin pasukannya berpatroli ke arah Barat dengan menyusuri pantai serta melakukan penjagaan di Suak Ujong Kalak, 2 kilometer dari kota Meulaboh.

Teuku Umar seakan‐akan tahu bahwa beliau akan menemui akhir ajalnya. Saat berjalan dari Lho’ Bubon, beliau berkata kepada Teungku Kali Nya Ali, “Besok kita akan minum kopi di Keude Meulaboh atau saya akan mati di Perang Suci”. Teuku Umar bergerak menyusuri pantai bersama pasukannya dari Lhok Bubon menuju Meulaboh pada malam hari tanggal 11 Pebruari 1899. Sebelum melanjutkan perjalanannya untuk melakukan penyerangan ke Tangsi Meulaboh, pasukan Belanda yang telah lebih dahulu bersiaga di seberang Suak Ujong Kalak melepaskan tembakan.

Pasukan Teuku Umar terkepung. Teuku Umar terlihat memegang dadanya yang berlumuran darah. Peluru Belanda bersarang di dada kirinya dan usus besar. Seketika tembak-menembak terhenti. Suasana menjadi hening dan masing-masing pasukan mengundurkan diri tanpa melepaskan tembakan.

2. Persembunyian Jasad Teuku Umar

Jenazah Teuku Umar dibawa lari oleh pengikut-pengikut setianya ke Pucok Luung pedalaman Suak Raya, dan melalui Reudeup dibawa lagi ke Pasi Meungat Tanjong Meulaboh untuk dikebumikan didekat makam ibunya. Enam bulan kemudian, karena khawatir diketahui pihak Belanda maka masyarakat membongkar pusara Teuku Oemar untuk kemudian dikebumikan di Gunong Meulintang (Cot Manyang) Mugo. Setelah 8 bulan, jenazah Teuku Umar dipindahkan ke Gunong Glee Rayeuk Tameeh di Mugo Kecamatan Kaway XVI, 42 kilometer dari kota Meulaboh.

Kuburan Teuku Johan Pahlawan mantan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda baru diketahui langsung oleh orang Belanda pada tanggal 1 Nopember 1917 atau 18 tahun setelah ia mangkat. Seorang pegawai purbakala Belanda J.J.De Vink melihat kuburan

Teuku Umar setelah mendapat izin Teuku Chik Ali Akbar (Uleebalang Kaway XVI) dan Teuku Panyang, Ulee Balang Meugo, dengan syarat kuburan tersebut tidak diganggu lagi.

3. Perburuan Belanda Terhadap Jasad Teuku Umar4. Peristirahatan Terakhir Teuku Umar

BAB XIII

PENUTUP

(Tim Mata Kuliah Kepemimpinan Teuku Umar)

Haul Teuku Umar