122
MITIGASI RISIKO SENGKETA AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH (Studi Kasus Perkara Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 K/Pdt/2016) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Iffah Karimah NIM : 11140460000106 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H/2018 M

repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

MITIGASI RISIKO SENGKETA

AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH

(Studi Kasus Perkara Pada Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1024 K/Pdt/2016)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Iffah Karimah

NIM : 11140460000106

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

ABSTRAK

Iffah Karimah. NIM 1140460000106. MITIGASI RISIKO SENGKETA

AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH (Analisis Perkara pada Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1024 K/Pdt/2016). Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah (HES), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. xii + 89 halaman.

Studi tentang Mitigasi Risiko Sengketa Akad Musyarakah Mutanaqisah ini

menganalisa mitigasi yang dapat dilakukan terhadap risiko yang ada pada akad

Musyarakah Mutanaqisah agar tidak terjadi sengketa atau setidaknya dapat

meminimalisir sengketa. Akad Musyarakah Mutanaqisah merupakan akad

campuran, yang mana di dalamnya terdapat kerja sama, jual-beli, dan diikuti

sewa-menyewa. Dengan itu, terdapat dua bentuk pembayaran, yaitu pembayaran

pembelian porsi kepemilikan bank oleh nasabah dan pembayaran sewa. Rumitnya

mekanisme akad Musyarakah Mutanaqisah dapat menyebabkan terjadinya

perselisihan antara nasabah dan bank yang berujung pada sengketa, seperti

perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 k/Pdt/2016. Pada perkara akad

Musyarakah Mutanaqisah tersebut, sengketa terjadi karena wanprestasi oleh pihak

nasabah, perselisihan sisa pembiayaan akad Musyarakah Mutanaqisah, dan

ketidakpahaman nasabah akan mekanisme akad Musyarakah Mutanaqisah.

Dengan itu, akad Musyarakah Mutanaqisah memiliki risiko tersendiri, yang mana

jika tidak dimitigasi dapat berakhir pada sengketa. Penelitian ini bertujuan

menemukan mitigasi terhadap risiko-risiko yang muncul dari akad Musyarakah

Mutanaqisah untuk meminimalisir terjadinya perselisihan yang menyebabkan

sengketa dengan studi kasus pada Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor

1024 K/Pdt/2016

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis

normatif, yaitu pengkajian pada peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, dan buku-buku yang sesuai dengan permasalahan pada skripsi ini.

Sesuai dengan jenis penelitian ini, teknik pengumpulan data pun menggunakan

pengamatan dan studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, data kualitatif dikaji dan

dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor penyebab

terjadinya sengketa pada Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016. Dengan adanya

penyebab sengketa tersebut, dihasilkan mitigasi yang dapat dilakukan untuk

meminimalisir risiko-risiko yang ada agar tidak menjadi perselisihan yang

menyebabkan sengketa.

Kata kunci : Musyarakah Mutanaqisah, Sengketa

Pembimbing : Dr. Hj. Isnawati Rais, M. A.

Nurul Handayani, S. Pd., M. Pd.

Daftar Pustaka : 2002 s.d 2015

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur adalah kalimat pembuka dari barisan

kata pengantar yang hendak penulis uraikan. Segala puji, syukur dan

sujud kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat, ampunan,

serta keberkahan-Nya, atas nikmat yang tak terhitung jumlahnya, dengan

petunjuk dan bimbingan-Nyalah sehingga penulis mampu menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam, semoga senantiasa

tercurahkan kepada baginda nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW,

yang menjadi bingkai uswatun hasanah bagi seluruh umat manusia di

muka bumi ini hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi

persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program

Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat) Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.Skripsi ini

mungkin tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu selama proses

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan

ucapan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Asep Saepudin

Jahar, MA.

2. Bapak A.M, Hasan Ali, M.A. dan Drs. Abdurrauf, L.C., M.A.

Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah (Muamalat) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Hj. Isnawati Rais, M. A., dan Ibu Nurul Handayani,

S. Pd., M. Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

nasihat, motivasi, serta perbaikan-perbaikan selama penyusunan

skripsi ini, terimakasih banyak atas arahan, masukan dan koreksi

skripsinya yang bersifat membangun, semoga Allah SWT

senantiasa membalas semua kebaikan Ibu.

4. Pimpinan Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan

Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

5. Untuk kedua orang tua penulis, Ayah H. Ahmad Sadek, M. Pd.,

dan Ibu tercinta Hj. Hasnah, S. Ag., serta adik Muhammad

Ratal, yang tidak henti-hentinya mendoakan dan membimbing

penulis, memberikan dukungan baik moril maupun materiil.

Semoga seluruh pengorbanan, ketulusan dan keikhlasan, serta

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

vii

cinta dan kasih sayang mendapat ganjaran pahala di sisi Allah.

6. Kepada Sahabat-Sahabat penulis, Princess (Venny

Andrianingtias, Ulfa Mardiyah, Nabilla Yudhia Putri,

Musyarofah, Inez Nur Afifah, dan Yuanita Nindyas), Larva

(Novia Nurinnisa Muti’ah, Hanoum Nabilla, Rizky Putri

Sakinah), Aufa Saffanah, Zulfa Inayati, BBU, Avangers, yang

telah memberikan support dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan studi yang penulis tempuh.

7. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat) angkatan

2014, khususnya teman-teman seperjuangan kelas Native C yang

telah sama-sama berjuang dan saling memberikan motivasi serta

semangat dalam menyelesaikan studi demi meraih cita-cita.

8. Teman seperjuangan selama 1 (satu) bulan di Jasinga, Bogor

Kuliah Kerja Nyata (KKN) “Arjuna” yang telah memberikan

semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi

ini. Akhirnya atas jasa, dukungan, semangat dan doa dari semua pihak

baik secara moril maupun materil, penulis berdoa semoga Allah

memberikan kebaikan pahala atas segala kebaikan yang telah diberikan.

Aamiin Ya Rabbal Aalamiin.

Jakarta, 25 November 2018 M

11 Dzulhijjah 1439 H

Penulis

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL...................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................................iii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR..........................................................................................vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 7

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 8

E. Metode Penelitian........................................................................................ 9

F. Tinjauan Studi Terdahulu .......................................................................... 11

G. Rancangan Sistematika Penelitian ............................................................ 13

BAB II .................................................................................................................. 15

AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH DAN MITIGASI RISIKO ....... 15

A. Musyarakah Mutanaqisah ......................................................................... 15

1. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah ......................................... 15

2. Rukun dan Syarat Musyarakah Mutanaqisah .............................. 19

3. Bentuk Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Dasar Hukumnya.. 21

4. Skema Musyarakah Mutanaqisah ................................................ 27

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

ix

B. Risiko dalam Ekonomi Syariah ................................................................. 28

1. Pengertian Risiko ........................................................................ 28

2. Risiko dalam Perbankan Syariah ................................................. 29

3. Manajemen Risiko di Bank Syariah sebagai Mitigasi Risiko ..... 34

BAB III ................................................................................................................. 39

GAMBARAN UMUM PERKARA PUTUSAN NOMOR 1024 K/PDT/2016

TENTANG AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH ................................ 39

A. Sengketa Ekonomi Syariah ....................................................................... 39

1. Pengertian .................................................................................... 39

2. Bentuk Sengketa Ekonomi Syariah ............................................. 40

3. Penyebab Sengketa Ekonomi Syariah ......................................... 40

B. Tinjauan Sengketa Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016 ................................................................................................ 41

1. Duduk Perkara ............................................................................. 41

2. Pertimbangan Hakim ................................................................... 47

BAB IV ................................................................................................................. 48

LANGKAH MEMINIMALISIR RISIKO PADA AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISAH ................................................................................................ 48

A. Penyebab Sengketa pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016 ................................................................................................ 48

1. Wanprestasi ................................................................................... 49

2. Perselisihan nominal sisa pembayaran dalam pembiayaan akad

MMq .............................................................................................. 53

3. Ketidakpahaman nasabah akan pembiayaan akad MMq ............ 55

4. Tidak Adanya Musyawarah Sebagai Penyelesaian Perselisihan . 58

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

x

B. Akibat Hukum dari Sengketa Akad Musyarakah Mutanaqishah .............. 59

C. Risiko yang Timbul dari Akad Musyarakah Mutanaqishah ..................... 60

D. Mitigasi Risiko pada Akad Musyarakah Mutanaqishah ........................... 66

1. Mitigasi Risiko dengan Regulasi yang kuat .................................. 66

2. Mitigasi Risiko dengan Pemahaman pembiayaan Akad MMq Pra

Perjanjian Akad ............................................................................. 68

3. Mitigasi Risiko dengan Memanfaatkan Musyawarah Secara

Efektif ............................................................................................ 71

BAB V ................................................................................................................... 75

PENUTUP ............................................................................................................ 75

A. Kesimpulan ............................................................................................... 75

B. Saran .......................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan

didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1992. Berdirinya BMI

diikuti dengan pertumbuhan bank-bank berbasis syariah di samping

bertambahnya pengetahuan masyarakat akan ekonomi syariah. Hal tersebut

berdampak pada inovasi produk-produk perbankan syariah sehingga tidak

kalah bersaing dengan bank konvensional dan meningkatkan minat

masyarakat akan produk perbankan syariah. Salah satu produk yang digemari

masyarakat ialah produk penyaluran dana atau pembiayaan.

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk

pembiayan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu pembiayaan dengan prinsip jual-beli

seperti akad murabahah, salam, dan istishna‟, pembiayaan dengan prinsip

sewa berupa akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT), pembiayaan dengan

prinsip bagi hasil yakni akad musyarakah dan mudharabah, serta pembiayaan

dengan akad pelengkap seperti akad hiwalah, rahn, qardh, wakalah, dan

kafalah.1

Di antara akad-akad pembiayaan tersebut, akad murabahah mendominasi

pembiayaan dan diminati masyarakat dalam pembiayaan konsumer. Marwini

mengemukakan dalam lembaga keuangan syariah, produk pembiayaan yang

menggunakan mekanisme murabahah mendominasi sekitar 80-95% dari

transaksi keuangan yang ada. Murabahah menjadi produk andalan bank

syariah karena secara operasionalnya, transaksi murabahah menggunakan

model kontrak Natural Certainty Contract, yaitu sebuah kontrak jual beli yang

memberi kepastian pembayaran, dari segi jumlah (amount), waktu (timing),

1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014), h. 97.

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

2

mutu (quality), harga (price), atau memberikan cash-flow yang yang pasti dan

rata-rata profit yang jelas, sehingga bersifat fixed and predetermined.1

Namun terdapat beberapa pendapat yang menyebut bahwa pembiayaan

akad murabahah yang sekarang banyak digunakan di bank syariah kurang

sesuai dengan prinsip syariah. Azharuddin Lathif memaparkan tiga tipe umum

penerapan praktik murabahah di bank syariah. Pertama, tipe penerapan

murabahah yang konsisten terhadap fikih muamalah. Dalam tipe ini, bank

membeli dahulu barang yang akan dibeli nasabah setelah sebelumnya sudah

ada perjanjian antara bank dan nasabah. Setelah barang dibeli atas nama bank,

bank menjualnya ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin

keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai, atau

tangguh, baik angsuran maupun sekaligus pada waktu tertentu. Tipe kedua

mirip dengan tipe pertama, tapi pada tipe kedua perpindahan kepemilikan

barang langsung dari penjual pertama (supplier) ke nasabah, sedangkan

pembayaran langsung dilakukan dari bank ke supplier. Nasabah selaku

pembeli terakhir menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian

murabahah dengan bank. Pembayarannya sama dengan tipe pertama, tapi

umumnya dilakukan secara tangguh. Tipe ketiga paling banyak diterapkan

oleh bank syariah. Bank melakukan perjanjian murabahah dengan nasabah dan

pada saat yang sama bank mewakilkan nasabah untuk membeli sendiri barang

yang ingin dibelinya. Dana lalu dikreditkan ke rekening nasabah dan nasabah

menandatangani tanda terima uang. Tanda terima uang ini dijadikan dasar

bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang ke bank.

Dari tiga tipe penerapan murabahah tersebut, tipe kedua dan ketigalah yang

cenderung disebut menyimpang dari prinsip syariah.2

Menurut Marwini, yang membuat murabahah cenderung mirip dengan

sistem kredit di bank konvensional ialah penentuan keuntungannya. Penentuan

keuntungan pada pembiayaan murabahah menggunakan komponen cost of

1 Marwini, “Aplikasi Pembiayaan Murabahah Produk KPRS di Perbankan Syariah“, Al-

Ihkam Vol. 8, No. 1 (Juni 2013), h. 143-144. 2 Ah. Azharuddin Lathif, “Konsep dan Aplikasi Murabahah pada Perbankan Syariah di

indonesia”, Ahkam Vol. 12 No. 2 (Juni 2012), h. 74-75.

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

3

found, overhead cost, premi risiko, dan jangka waktu. Komponen-komponen

inilah yang digunakan bank konvensional untuk menghitung bunga kredit.3

Dengan dikeluarkannya Fatwa DSN No. 73 Tahun 2008 tentang akad

Musyarakah Mutanaqisah (MMq)4, maka akad MMq dapat dijadikan akad

alternatif sebagai skema pembiayaan selain murabahah. Karena itu, akad

MMq juga dapat digunakan sebagai produk pembiayaan di perbankan syariah

seperti halnya akad murabahah. Akad MMq merupakan kerjasama antara dua

pihak atau lebih yang mana kepemilikan aset salah satu pihak berkurang dan

kepemilikan aset pihak lainnya bertambah dengan cara pembelian porsi

kepemilikan bank atas objek akad oleh nasabah secara angsuran. Akad ini

berakhir dengan perpindahan kepemilikan aset dari pihak satu ke yang

lainnya.5

Berbeda dengan akad murabahah yang merupakan pembiayaan berbasis

jual beli, akad MMq berupa akad campuran yang berbentuk kerja sama dan

jual beli, serta diikuti sewa-menyewa. Jadi, nasabah yang kekurangan modal

untuk membeli suatu barang dapat mengajukan pembiayaan ke bank syariah

dengan akad MMq. Setelah permohonan nasabah diterima, bank dan nasabah

menyatukan modal untuk membeli objek akad dengan persentase yang

biasanya dipraktekan 80% dari bank dan 20% dari nasabah. Dengan cara

angsuran, nasabah membeli porsi kepemilikan bank agar terjadi perpindahan

kepemilikan di akhir pembayaran dari bank ke nasabah. Selama proses

pembiayaan berlangsung, nasabah dapat menyewa objek akad jika ingin

memanfaatkan objek akad tersebut, yang akhirnya nasabah bisa mewujudkan

keinginannya untuk menggunakan dan memiliki objek akad tersebut.

Walaupun akad MMq dan akad Murabahah sama-sama akad pembiayaan,

namun akad MMq belum sefamiliar akad murabahah, karena mekanisme akad

murabahah lebih mudah dipahami bagi kebanyakan nasabah. Padahal

3 Marwini, “Aplikasi Pembiayaan Murabahah Produk KPRS di Perbankan Syariah“, Al-

Ihkam Vol. 8, No. 1 (Juni 2013), h. 159. 4 Selanjutnya Musyarakah Mutanaqisah akan disebut MMq.

5 Pada lengkapnya Fatwa DSN Nomor 73 Tahun 2008 Tentang akad Musyarakah

Mutanaqishah dapat dilihat di https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/.

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

4

sebenarnya akad MMq mempunyai keunggulan tersendiri dalam prakteknya.

Nadratuzzaman Hosen mengungkapkan kelebihan akad MMq, yaitu (1) bank

syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek

perjanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan

nasabah akan saling menjaga atas aset tersebut. (2) Adanya bagi hasil yang

diterima kedua belah pihak atas margin sewa atas aset tersebut. (3) Kedua

belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa. (4) Risiko

financial cost dapat diminimalisir jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga

pasar pada perbankan konvensional, dan (5) Inflasi atau fluktuasi bunga pasar

pada bank konvensional tidak akan mempengaruhi harga.6

Dalam penelitian yang sama, Nadratuzzaman Hosen juga menjelaskan

bahwa akad murabahah kurang disenangi pihak bank untuk jangka waktu

melebihi 10 tahun, karena terdapat risiko di mana nilai uang yang dikaitkan

dengan waktu, yakni kemungkinan tidak cocoknya (mismatch) antara aset dan

likuiditas akibat perubahan besarnya margin dari hasil pembiayaan, serta bagi

hasil yang harus dibayar kepada pihak ketiga yang berasal dari dana pihak

ketiga. Sedangkan akad MMq lebih tepat dilakukan untuk jangka waktu

melebihi 10 tahun pelunasan, karena keuntungan bank didapat dari sewa,

bukan cicilan.

Selain itu, akad MMq juga bisa dijadikan skema akad pembiayaan ulang

(refinancing), yang mana jika ada nasabah yang melakukan kontrak di bank

konvensional dan nasabah tersebut ingin memindahkan kontraknya ke bank

syariah, maka bisa digunakan akad pembiayaan ulang dengan skema MMq.

Selain itu, pada penelitian M. Ridwan dan Syahruddin, MMq bisa digunakan

untuk take over dalam modal kerja. Jadi, nasabah yang berhutang kepada bank

konvensional dalam bentuk modal usaha bisa datang ke bank syariah untuk

mengajukan take over dengan skema MMq. 7

6 Nadratuzzaman Hosen, “Musyarakah Mutanaqishah”, Al-Iqtishad Vol. I, No. 2, (Juli

2009), h. 9. 7 M. Ridwan dan Syahruddin. “Implementasi Musyarakah Mutanaqisah sebagai Alternatif

Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia”. Tsaqafah Vol. 9, No. I (April 2013), h.

115.

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

5

Sementara itu, Abdul Rokhim mengemukakan bahwa pembiayaan akad

MMq pada bank syariah menggunakan sistem yang saling berhubungan, yaitu

a) Terjadinya kesepakatan untuk melakukan kemitraan pemilikan aset antar

pihak, b) Adanya unsur jual beli, c) Adanya unsur sewa-menyewa, d) Adanya

penurunan kepemilikan bank dan peningkatan kepemilikan nasabah atas objek

akad, e) Akhirnya, terjadi kepemilikan penuh oleh nasabah.8

Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat beberapa unsur penting pada akad

MMq, yaitu perjanjian kerjasama untuk membeli suatu barang/aset,

kepemilikan bersama antara bank dan nasabah, angsuran pembelian porsi

kepemilikan bank oleh nasabah, penyewaaan barang/aset pada nasabah, dan

perpindahan kepemilikan dari bank ke nasabah. Hal itu dikarenakan akad

MMq merupakan hybrid contract, yaitu akad gabungan yang terdiri dari

kerjasama dan jual beli, serta diikuti sewa. Bentuk akad gabungan pada akad

MMq berupa kerjasama antara bank dan nasabah untuk membeli suatu barang

atau membuat suatu usaha dan berupa jual beli yakni pembelian porsi

kepemilikan bank oleh nasabah secara bertahap hingga kepemilikan bank

menjadi nol dan kepemilikan nasabah menjadi seutuhnya, maka terjadi

perpindahan kepemilikan di akhir akad.

Akad MMq umumnya diikuti akad ijarah atau sewa, yakni penyewaan

objek akad dari bank ke nasabah sebagai bentuk keuntungan bank karena bank

ikut memiliki objek tersebut, sementara nasabah menyewa objek akad untuk

digunakan secara pribadi. Keuntungan sewa-menyewa tersebut berbentuk bagi

hasil, yang mana hasil keuntungan tersebut dibagi pada nasabah dan bank.

Keuntungan nasabah dibayarkan pada bank untuk menambah pembelian porsi

bank dalam memperbesar asetnya, sedangkan bagi bank hasil penyewaan

tersebut merupakan keuntungan untuk bank. Sekilas akad MMq terkesan rumit

karena terdapat dua bentuk pembayaran, yakni pembelian porsi bank dan

pembayaran sewa yang harus dilakukan nasabah. Mengingat pemahaman

masyarakat akan akad MMq belum merata, hal tersebut dapat mengakibatkan

8 Abdul Rokhim, “Konstruk dan Model Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah di Bank

Syariah”, Human Falah Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Vol. 2 No. 1, 2014, h. 65.

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

6

kesalahpahaman nasabah akan pembayaran pembelian porsi bank yang

mereka lakukan sebagai cicilan utang dan biaya sewa sebagai bunga.

Dalam kerja sama antara nasabah dan bank, termasuk di dalamnya produk

MMq, tidak menutup kemungkinan akan adanya wanprestasi, yang dapat

berupa pembiayaan bermasalah, yakni macetnya pembayaran yang dilakukan

oleh nasabah yang dapat berakibat pada sengketa. Risiko ketidakpahaman

nasabah juga dapat memicu adanya sengketa pada akad MMq. Seperti

sengketa antara nasabah dan bank pada akad MMq yang terjadi di Bank

OCBC NISP Unit Usaha Syariah, yang kemudian sampai ke Mahkamah

Agung dan diputus dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016. Sengketa akad MMq terjadi karena nasabah atau pihak penggugat

tidak memahami dengan benar akad MMq sebagai pembiayaan rumah yang

dilakukannya. Nasabah atau penggugat menyebut sisa pembiayaan akad MMq

berupa utang, sedangkan bank atau tergugat menyebut sisa pembiayaan

dengan sisa pembelian porsi kepemilikan bank ditambah biaya sewa oleh

nasabah, sehingga terjadi perselisihan nominal sisa pembiayaan.

Sengketa akad MMq pada Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016

menggambarkan adanya ketidakpemahaman nasabah akan akad MMq yang

mengakibatkan terjadinya sengketa antara bank dan nasabah. Hal ini

dikarenakan pembiayaan akad MMq memiliki mekanisme yang lebih rumit

dibandingkan pembiayaan lainnya, sehingga risiko akan tidak pahamnya

nasabah atas akad MMq dapat memicu terjadinya sengketa. Padahal jika

nasabah ataupun bank mempunyai pemahaman yang sama akan akad MMq,

ketika terjadi wanprestasi, bukan tidak mungkin perselisihan dan sengketa

dapat dihindari atau paling tidak diminimalisir. Untuk itu, diperlukan mitigasi

terhadap risiko-risiko yang muncul dalam akad MMq untuk mencegah

terjadinya sengketa.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk

mengadakan penelitian tentang mitigasi akan risiko sengketa yang timbul dari

akad MMq, agar risiko sengketa tersebut dapat dihindari atau paling tidak

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

7

diminimalisir, dengan studi kasus Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor

1024 K/Pdt/2016, yang berjudul:

“MITIGASI RISIKO SENGKETA AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISAH (STUDI KASUS PERKARA PADA PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1024 K/PDT/2016)”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah beberapa permasalahan yang berkaitan dengan

tema yang dibahas. Maka, penulis mengidentifikasikan masalah yang muncul

sebagai berikut:

1. Musyarakah mutanaqisah merupakan inovasi dari akad musyarakah

dan sesuai dengan prinsip syariah, yakni profit and loss sharing.

2. Musyarakah mutanaqisah merupakan akad gabungan (hybrid contract)

yang terdiri dari jual-beli, kerjasama, dan sewa.

3. Musyarakah mutanaqisah digunakan pada pembiayaan konsumer di

perbankan syariah.

4. Implementasi akad musyarakah mutanaqisah baru diterapkan beberapa

bank syariah.

5. Musyarakah mutanaqisah belum banyak diketahui masyarakat umum.

6. Mitigasi terhadap risiko yang muncul dari akad musyarakah

mutanaqisah untuk meminimalisir terjadinya sengketa.

A. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Supaya penelitian ini fokus, maka penulis membatasi masalah pada

risiko yang timbul dari akad Musyarakah Mutanaqisah (MMq) dengan

studi kasus Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016, akibat hukum dari sengketa

pada putusan tersebut, dan mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk

menghindari sengketa akad musyarakah mutanaqisah.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

8

2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

a) Rumusan Masalah

Bagaimana mitigasi untuk meminimalisir risiko yang muncul dari akad

musyarakah mutanaqisah agar sengketa dapat dihindari?

b) Pertanyaan Penelitian

1) Apa penyebab terjadinya sengketa antara nasabah dan bank pada

akad musyarakah mutanaqisah dan akibat hukumnya?

2) Bagaimana mitigasi risiko yang seharusnya dilakukan agar tidak

terjadi sengketa pada akad musyarakah mutanaqisah?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa akad musyarakah

mutanaqisah dalam Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016 dan akibat

hukumnya.

b. Untuk memahami mitigasi risiko yang harus dilakukan demi

menghindari sengketa akad musyarakah mutanaqisah.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

sumbang pemikiran pada khazanah keilmuan, baik sebagai bahan

perbandingan maupun bahan rujukan, yang berkaitan dengan sengketa

ekonomi syariah dan akad musyarakah mutanaqisah.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam masyarakat

sebagai bahan pengetahuan dan dapat diterapkan dengan baik bagi

pihak-pihak yang bersangkutan dalam ruang lingkup sengketa

ekonomi syariah dan akad musyarakah mutanaqisah, khususnya para

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

9

pihak yang berkecimpung dalam dunia perbankan syariah dan

masyarakat sebagai nasabah bank syariah.

C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan penulis berupa metode deskriptif

analisis, yakni penelitian yang dilakukan dengan mengemukakan dan

mendeskripsikan fakta pada Putusan Mahkamah Agung dan

menganalisa faktor-faktor sengketa pada akad musyarakah

mutanaqisah.

b. Jenis Pendekatan

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam pendekatan

penelitian. Pendekatan kualitatif merupakan upaya mencari kebenaran

dalam suatu bidang lewat penemuan kekuatan atau kapasitas dalam

setiap konsep. Selanjutnya, dari setiap konsep itu diupayakan metode

untuk mengenali terdapat tidaknya pengaruh yang satu dengan yang

lainnya, baik secara searah maupun timbal-balik. Kemudian mencari

sesuatu yang substansi atau yang paling hakiki dari terdapatnya

hubungan pengaruh di antara satu konsep dengan konsep lainnya.9 Ada

pun objek penelitian ini adalah sengketa akad musyarakah

mutanaqisah pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016.

9 Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidatullah

Jakarta, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 62-63.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

10

2. Bentuk Data

a. Sumber Data

1) Data Primer merupakan data yang menjadi sumber pertama

yakni, Putusan Pengadilan, Fatwa DSN-MUI, Undang-Undang

(UU), KUH Perdata, KHES, dan peraturan lainnya.

2) Data Sekunder merupakan bahan-bahan tambahan yang

menjadi sumber selanjutnya yang berupa literatur, yakni buku-

buku, jurnal, dan artikel.

b. Jenis Data

Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kalimat dan didapat

melalui analisis yang dalam serta tidak diperoleh secara langsung.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengamati dan menganalisa

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 K/Pdt/2016.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu meneliti bahan-bahan literatur, seperti

buku, jurnal, artikel, dan koran yang berkaitan dengan akad

musyarakah mutanaqisah dan sengketa ekonomi syariah.

4. Metode Analisis Data

Metode penelitian yang dipakai penulis yakni metode kualitatif. Sesuai

dengan jenis penelitian yang digunakan penulis, analisis data yang

digunakan yakni deskriptif analisis. Data kualitatif dianalisis dan

diinterpretasi bersamaan dengan proses pengumpulan data. Langkah awal

yakni menyusun teori atau konsep, perencanaan penelitian, sehingga

didapatkan formulasi definisi konseptual.10

Langkah selanjutnya penulis

10

Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidatullah

Jakarta, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, hlm. 86-87.

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

11

mereduksi data yang ada, yaitu proses pemfokusan dan penyederhanaan

data sehingga data berbentuk informasi yang telah tersusun dan dapat

dilakukan penarikan kesimpulan atau pun pengambilan tindakan. Langkah

terakhir yaitu kesimpulan, yang mana dalam penelitian kualitatif,

kesimpulan diverifikasi dengan mengecek data lain dan sebenarnya

kesimpulan telah diambil sejak awal mereduksi data namun kesimpulan

tersebut dapat berubah secara bertahap seiring dengan penelitian kualitatif

dilakukan.11

D. Tinjauan Studi Terdahulu

1. Analisis Risiko Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqishah Pada

Perbankan Syariah di Indonesia, Alfiana Irsyanti (2017), Thesis

Universitas Brawijaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada penelitian

ini ditemukan bentuk risiko yang terjadi pada produk pembiayaan

berbasis musyarakah mutanaqisah adalah risiko kepatuhan yang

muncul akibat ketidaksesuaian implementasi dengan Fatwa dalam

aspek kepemilikan aset, pembayaran angsuran, serta perpindahan aset.

Dalam perlakuan akuntansi berdasarkan analisis peneliti terdapat

ketidaksesuaian perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh bank dengan

aplikasi yang diterapkan. Berdasarkan risiko kepatuhan yang muncul

maka dapat berakibat pada timbulnya risiko pasar, risiko hukum,

risiko reputasi, risiko strategi, dan risiko investasi. Untuk risiko kredit

dipastikan muncul pada setiap jenis pembiayaan khususnya

pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah karena rentan

terjadinya gagal bayar/default. Perbedaannya dengan penelitian

penulis yaitu penelitian penulis menganalisa risiko yang menjadi

penyebab terjadinya sengketa pada akad MMq dan mitigasi risikonya

dengan studi kasus Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016, sementara

penelitian yang dilakukan Alfiana Irsyanti merupakan analisa atas

11

Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M. Pd. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan

Penelitian Gabungan. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 407-409.

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

12

risiko yang muncul dari akad MMq dengan studi kasus di perbankan

syariah.

2. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat

Indonesia, Mutia Saravati (2015), Skripsi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum. Penelitian ini mengemukakan

risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat

Indonesia yaitu, yang berkaitan dengan risiko investasi, risiko

operasional, dan kepatuhan. Umumnya, risiko-risiko tersebut muncul

karena adanya permasalahan principal agent yakni permasalahan pada

hubungan kemitraan antara bank dan nasabah. Sementara itu, strategi

mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat berupa

penetapan limit segmen pembiayaan terbatas pada segmen retail,

komersial, dan korporat, serta syarat-syarat tertentu dalam pemberian

pembiayaan. Lalu, adanya evaluasi mendalam pada usaha dan karakter

nasabah yang dibiayai, pengikatan jaminan utama berupa fixed asset

dan personal guarantee, dan penggunaan sistem bagi hasil revenue

sharing. Terdapat pula monitoring berkala, peningkatan kompetensi

karyawan, serta penggunaan risk tools berupa Muamalat Early

Warning System (MEWS) dan Internal Customer Rating. Berbeda

dengan penelitian penulis yang menganalisa risiko akad MMq dan

mitigasi risikonya agar tidak terjadi sengketa, penelitian yang

dilakukan Mutia Saravati berupa analisa terhadap mitigasi yang

dilakukan Bank Mumalat untuk menghindari risiko yang muncul dari

akad MMq.

3. Analisis Profil Risiko Terhadap Pembiayaan Perumahan Secara

Musyarakah Mutanaqishah Pada PT. Bank Muamalat Cabang

Surabaya, Erlinda Kurniawati (2015), Artikel Ilmiah Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan

dari keempat risiko yaitu risiko kepemilikan, risiko Regulasi, Risiko

Pasar dan Risiko Kredit dapat memberikan dampak pada pembiayaan

perumahan secara musyarakah mutanaqisah. Untuk risiko

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

13

kepemilikan, dampak yang diberikan pada Bank Muamalat adalah dari

kepemilikan rumah ready stock yang telah dibeli status

kepemilikannya menjadi milik bank untuk sementara hingga nasabah

melunasi sesuai dengan apa yang disepakati pada saat akad yang

dilakukan dengan musyarakah mutanaqisah. Untuk risiko regulasi,

risiko ini terjadi pada umumnya terkait dengan akad musyarakah

mutanaqisah adalah masalah pembebanan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) untuk kepemilikan rumah. Pada risiko pasar, risiko ini rentan

terjadi pada penggunaan akad musyarakah mutanaqisah khusus

pembiayaan perumahan dikarenakan perbedaan wilayah atas

kerjasama menyebabkan perbedaan harga. Sementara pada risiko

kredit, risiko ini terjadi pada pembiayaan perumahan (KPR IB) secara

musyarakah mutanaqisah pada saat pembayaran angsuran yang sering

mengalami macet atau angsuran tidak terbantahkan lancar dan

tentunya akan berpengaruh besar terhadap margin yang diperoleh oleh

pihak bank. Penelitian yang dilakukan Erlinda Kurniawati berbeda

dengan penelitian penulis karena penelitian Erlinda Kurniawati

menganalisa dampak risiko dari akad MMq yang terjadi pada produk

pembiayaan perumahan di Bank Muamalat.

E. Rancangan Sistematika Penelitian

Untuk pembahasan yang lebih terarah dan memudahkan pemahaman,

maka penelitian terbagi menjadi lima bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-sub

bab yang mempunyai pembahasan masing-masing yang saling berkaitan

dengan yang lainnya. Penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bagian ini, bab satu berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah,

pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

14

metode penelitian, serta kajian studi terdahulu yang sesuai dengan penelitian

penulis.

BAB II : AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH DAN MITIGASI

RISIKO

Pada bagian ini, bab dua akan memaparkan teori-teori tentang kajian akad

musyarakah mutanaqisah, bentuk risiko, dan mitigasinya.

BAB III : GAMBARAN UMUM PERKARA PUTUSAN NOMOR 1024

K/PDT/2016 TENTANG AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH

Pada bagian ini, bab tiga berisi tinjauan tentang sengketa yang terjadi pada

akad musyarakah mutanaqisah pada Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016.

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini, bab empat merupakan inti dari penelitian, yang

mengemukakan analisa tentang mitigasi risiko sengketa akad musyarakah

mutanaqisah dengan studi kasus Putusan MA Nomor 1024 K/Pdt/2016.

BAB V : PENUTUP

Bab lima ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dan

merupakan jawaban dari rumusan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

15

BAB II

AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH DAN MITIGASI RISIKO

A. Musyarakah Mutanaqisah

1. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah

Secara etimologi, syirkah berarti ikhtilaat (pencampuran), yakni

mencampurkan satu harta dengan harta yang lain sehingga tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Dalam bahasa Indonesia, kata syirkah dapat

diterjemahkan dengan istilah kemitraan, persekutuan, atau perkongsian.

Sedangkan secara terminologi, syirkah didefinisikan beragam oleh ulama

fiqih.

Menurut ulama golongan Malikiyah, syirkah berupa izin untuk

mendayagunakan harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh

keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya

untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun keduanya memiliki

hak yang sama.

Ulama golongan Hanabilah mendefinisikan syirkah dengan

penghimpunan hak (kewenangan) atau pengelolaan harta (tasharruf).

Sedangkan menurut ulama golongan Syafi‟iyah, syirkah merupakan

ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara

yang masyhur (diketahui). Ulama golongan Hanafiyah mendefinisikan

syirkah dengan ungkapan tentang adanya transaksi antara dua orang yang

bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.1

Dengan demikian, musyarakah adalah akad kerja sama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan

risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.2

1 Isnawati Rais, Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Ciputat,

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. (Jakarta; Oktober 2011), h. 105-106. 2 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. (Jakarta, Gema

Insani; Juli 2009), h. 90.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

16

Sementara itu, Musyarakah Mutanaqisah (MMq) merupakan produk

turunan dari akad musyarakah, yang mana akad MMq terdiri dari dua kata

dasar. Kata dasar dari musyarakah adalah Syirkah yang berasal dari kata

syaraka-yusriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah) yang berarti kerja

sama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah

merupakan kerja sama dalam modal dan keuntungan. Sedangkan,

mutanaqisah berarti mengurangi secara bertahap. Dengan itu, akad MMq

merupakan suatu skim musyarakah, di mana porsi dana salah satu pihak

akan menurun terus hingga akhirnya menjadi nol. Pada saat porsi dana

salah satu pihak menjadi nol, maka akan terjadi perpindahan kepemilikan

dari satu pihak kepada pihak lainnya. Pada skim ini, bank dan nasabah

saling mencampurkan dananya untuk membiayai suatu proyek, dan

kemudian secara bertahap bank akan mengurangi porsi modalnya hingga

menjadi nol dalam suatu saat. Bank akan melengkapi kekurangan dana

milik nasabah sebagai implementasi percampuran dana. Kemudian barang

tersebut disewakan kepada nasabah dengan akad ijarah. Pembayaran sewa

dari nasabah kemudian dibagi secara proporsional antara bank dan

nasabah. Porsi bagi hasil untuk nasabah digunakan untuk mengurangi

porsi modal bank.1

Menurut Wahbah Zuhaili, musyarakah mutanaqisah merupakan

kesepakatan di antara dua pihak, yang mana bank akan membiayai

sebagian dari harga objek pembiayaan. kemudian, nasabah berhak

membayar bagian atau porsi kepemilikan bank secara bertahap dengan

teratur selama periode yang disepakati. Ketika nasabah membayar

angsuran ke bank, bagian bank dalam kepemilikan objek pembiayaan

berkurang dan bagian nasabah dalam kepemilikan objek pembiayaan

bertambah. Jika proses pembayaran berakhir, kepemilikan bank atas objek

1 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. (Jakarta: Zikrul

Hakim, 2007), h. 74-75.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

17

pembiayaan menjadi habis dan nasabah menjadi pemilik utuh atas objek

pembiayaan akad MMq.2

Terdapat beberapa pendapat yang diperkenalkan oleh ulama mengenai

istilah musyarakah mutanaqisah, salah satunya ialah kerja sama antara

para syarik (dalam hal ini bank dengan nasabah) guna membeli suatu

barang, kemudian barang tersebut dijadikan “modal usaha” oleh nasabah

untuk mendapatkan keuntungan yang akan dibagi bersama di antara bank

dengan nasabah disertai dengan pembelian barang modal milik bank yang

dilakukan secara berangsur sehingga kepemilikan bank terhadap barang

modal sekian lama semakin berkurang. Dengan demikian, akad ini

dinamai musyarakah mutanaqisah karena memerhatikan kepemilikan bank

dalam syirkah, yakni penyusutan porsi kepemilikan bank karena dibeli

oleh nasabah secara berangsur.3

Akad ini mulai dirumuskan dan diperkenalkan oleh ulama pada abad

20 M (tepatnya tahun 1997) yang dibahas oleh Majma‟al-fiqhi. Najih

Hammad (1997) dan Muhammad Ali al-Qari (1997) berpendapat bahwa

musyarakah mutanaqisah bersumber pada syirkah-milik yang diikuti

secara pararel dengan akad jual-beli (al-bai). Dengan demikian menurut

beliau berdua, musyarakah mutanaqisah terjadi karena dua akad yang

dijalankan secara pararel.

Abd al-Razaq al-Haiti (1998) berpendapat bahwa musyarakah

mutanaqisah bersumber pada akad mudharabah yakni pihak bank

menyediakan modal usaha (berkedudukan sebagai shahib al-mal) dan

pihak nasabah yang menjalankan usaha (berkedudukan sebagai mudharib).

Hakikat musyarakah mutanaqisah dalam al-Haiti adalah penyerahan harta

dari pihak bank kepada nasabah untuk dijadikan modal usaha, dan nasabah

membagi keuntungan (dengan bank) dan mengembalikan modal usaha

2 Wahbah al-Zuhaily, Al-Mu‟amalat al-Maliyah al-Mu‟asirah. (Damaskus: Daarul Fikr,

2002), h. 434. 3 H. Maulana Hasanudin & H. Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah. (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2012), h.. 60.

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

18

secara berangsur, sehingga modal pada akhirnya menjadi milik nasabah

secara penuh (al-muntahiyyah bit tamlik).4

Akad MMq juga disebut Musyarakah Menurun, yaitu akad berpola

bagi hasil ketika dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama untuk

suatu aset seperti properti. Sebagai pemodal, bagian aset pihak pertama

atau bank akan dibeli pihak kedua atau nasabah secara periodik, sehingga

aset pihak nasabah meningkat sampai objek akad milik nasabah

sepenuhnya dan aset pihak bank berkurang sampai habis.5 Aset atau objek

akad tersebut kemudian disewakan kepada nasabah dengan biaya sewa

bulanan. Bagian pendapatan sewa nasabah digunakan sebagai pembayaran

penambahan kepemilikan.6

Dalam musyarakah menurun (diminishing musyarakah), terdapat

perjanjian antara bank dan nasabah bahwa porsi kepemilikan bank akan

menurun dari waktu ke waktu dan kepemilikan atas objek akad akan

beralih ke nasabah seutuhnya. Menurut konsep musyarakah menurun,

biasanya bank berpartisipasi sebagai mitra keuangan (financial partner),

yang mana bank dapat mengambil seluruh penanaman modal atau

sebagian saja, sedangkan sebagian penanaman modal yang lain merupakan

bagian nasabah. Dengan cara pembayaran untuk pembelian porsi bank atas

objek akad, bagian bank dalam permodalan tersebut secara progresif

berkurang sehingga pada akhirnya nasabah menjadi pemilik seutuhnya

atas objek akad. Untuk membayar penjualan kepemilikan bank tersebut,

bank setuju untuk menerima pembayaran secara cicilan dari nasabah.

setelah pembayaran atas kepemilikan bank itu lunas, nasabah menjadi

satu-satunya pemilik atas objek akad MMq.7

4 H. Maulana Hasanudin & H. Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah. (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 65. 5 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah. (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2015). h.

160. 6 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah. (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2015), h.

195. 7 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah; Produk-Produk dan Aspek-Aspek

Hukumnya. (Jakarta: Kencana, 2014), h. 336.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

19

2. Rukun dan Syarat Musyarakah Mutanaqisah

Menurut ulama Hanafiyah, Rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan

kabul. Hal tersebut ketika salah satu pihak berkata, “Aku bersekutu

denganmu dalam hal ini dan ini,” pihak kedua pun menjawab, “Aku

terima.”8 Walaupun rukun syirkah hanya ijab dan kabul, objek akad dan

para pihak mengikuti rukun syirkah tersebut. Sementara itu, mayoritas

ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa rukun syirkah ada tiga, yaitu

1) shighat, yakni ungkapan yang keluar dari masing-masing pihak yang

bertransaksi untuk menunjukkan kehendaknya, 2) „aqidhain, yakni dua

pihak yang melakukan transaksi, dan 3) objek akad syirkah, yakni modal

pokok.

Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama,

yaitu:

a. Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian,

yang mana pihak-pihak tersebut berstatus merdeka, baligh, dan

pandai,9 serta bisa diwakilkan. Maksudnya, di antara ketentuan syirkah

adanya persekutuan dalam keuntungan yang dihasilkan dan

keuntungan tersebut tidak akan menjadi hak milik bersama kecuali jika

masing-masing pihak bersedia menjadi wakil bagi mitranya dalam

mengelola harta syirkah.10

b. Jumlah modal syirkah diketahui oleh para pihak.11

c. Pembagian keuntungan masing-masing pihak hendaknya jelas.

d. Nominal jumlah keuntungan yang diberikan tidak ditentukan. Artinya,

penetuan bagian keuntungan dengan jumlah nominal tertentu

8 Sayyid Sabiq, Penerjemah. Abdurrahim dan masrukhin, Fikih Sunnah 5. Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009, h. 405. 9 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah; Fiqh Muamalah. (Jakarta, Kencana: 2013), h. 220.

10 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Fiqih Islam 5.

(Depok, Gema Insani & Darul Fikir: 2007), h. 450. 11

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah; Fiqh Muamalah. (Jakarta, Kencana: 2013), h. 221.

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

20

bertentangan dengan konsekuensi akad syirkah, yang mana bisa saja

keuntungan yang ditargetkan tidak tercapai.12

Berdasarkan ketentuan ulama fiqih, para praktisi perbankan

menyimpulkan bahwa rukun dan syarat syirkah menjadi:

a. Ucapan (sighat), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul). Berakad

dianggap sah jika diucapkan secara verbal. Kontrak syirkah dicatat

dalam tulisan dan disaksikan.

b. Para pihak yang berkontrak, pihak yang berkontrak harus berkompeten

dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.13

Syarat akad MMq mengikuti syarat yang ada pada akad musyarakah,

tapi ada tiga syarat lain yang sudah disepakati pada konferensi Bank Islam

pertama di Dubai, yaitu:

a. Akad MMq bukan hanya proses pembiayaan pinjaman, melainkan di

dalamnya harus ada partisipasi, yang mana para pihak harus

menanggung beban kerugian, maka para pihak juga berhak atas

keuntungan yang ada dan disepakati selama akad MMq.

b. Bank harus berpartisipasi dalam kemitraan dan bank juga memiliki hak

dalam manajemen perilaku, pemantauan kinerja, serta tindak lanjut

sebagai penyedia produk pembiayaan akad MMq.

c. Pada kontrak MMq, nasabah tidak disyaratkan harus mengembalikan

bagian modalnya pada bank (hanya modal bank saja yang

dibeli/dikembalikan) dan tidak ada keuntungan yang harus

dikembalikan nasabah. Hal ini agar pembiayaan akad MMq terhindar

dari syubhat atau pun riba.14

12

Wahbah Az-Zuhaili. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Fiqih Islam 5. Depok:

Gema Insani & Darul Fikir, 2007, h. 450-451. 13

Isnawati Rais, Hasanudin, “Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS”, (Ciputat,

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Oktober 2011), h. 108. 14

Wahbah al-Zuhaily, Al-Mu‟amalat al-Maliyah al-Mu‟asirah. (Damaskus, Daarul Fikr:

2002), h. 436.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

21

3. Bentuk Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Dasar Hukumnya

Akad musyarakah mutanaqisah merupakan akad campuran antara akad

musyarakah dan akad ijarah, karena di dalamnya terdapat unsur syirkah

dan unsur ijarah.

a. Syirkah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, syirkah merupakan

kerjasama antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak-pihak yang

berkontribusi menyatukan modalnya untuk suatu usaha dengan

menanggung bersama keuntungan dan kerugiannya sesuai

kesepakatan. Akad syirkah ini dibenarkan secara syariat dengan dalil-

dalil sebagai berikut:

1) Ayat Al-Quran

a) Al-Qur‟an Surat Shad, ayat 24:

إن كثشا مه انخهطاء نبغ بعضم عهى عمها بعض إل انزه آمىا

قهم ما م انحاث انص

"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat

itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali

orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat

sedikitlah mereka ini…."

Maksud dari ayat ini ialah kebanyakan orang yang berserikat

(orang yang melakukan musyarakah), sebagian dari mereka

menzhalimi sebagian yang lainnya. Kecuali orang-orang yang beriman

kepada Allah, taat pada Allah, serta mematuhi perintah dan larangan-

Nya, tapi jumlah mereka (orang-orang yang taat pada Allah) ini

sedikit.15

Berdasarkan ayat ini, semua macam bentuk kerjasama

termasuk akad musyarakah, tidak boleh ada kezhaliman di antara para

pihak.

15

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Penerjemah Misbah, Abdul Somad,

Abdurrahim Supandi, Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 122.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

22

b) Al-Qur‟an Surat al-Ma‟idah, Ayat 1:

د ... ابانعق ف اأ ه آمى اانز اأ

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

Ada yang berpendapat bahwa aufaa dan waffaa16

adalah dua dialek

(yang artinya sama, yaitu memenuhi. Sementara al „uquud adalah al

„uhuud (janji). Asal makna al „uquud adalah ar-rubuuth (ikatan), yang

bentuk tunggalnya „aqd. Dikatakan „aqatu al habl (aku mengikat tali)

dan „aqadtu al „ahd (aku mengikat janji). Jadi, kata ini digunakan

untuk sesuatu yang berbentuk materi dan abstrak. Jika digunakan

untuk sesuatu yang abstrak, maka artinya merupakan ikatan yang

sangat kuat. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud al

„uquud adalah ikatan antara Allah dan hamba-Nya dan hukum yang

ditetapkan kepada mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa al

„uquud adalah akad-akad di antara sesama manusia, yang berupa akad

muamalah. Pendapat yang tepat dalam masalah ini mencakup

keduanya. Az-Zajjaj berkata, “Maknanya adalah penuhilah janji

terhadap Allah dan antar sesama kalian.” Hal itu berarti akad

(perjanjian) yang harus dipenuhi adalah yang sesuai dengan

Kitabullah dan sunnah Rasulullah, adapun yang tidak sesuai tidak

harus dipenuhi atau tidak halal dipenuhi.17

Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan untuk memenuhi akad.

Al Hasan berkata, “Yang dimaksud dengan akad tersebut adalah akad

utang-piutang, yaitu akad yang dibuat oleh seseorang atas dirinya,

baik berupa penjualan, pembelian, penyewaan, pernikahan, paroan

sawah, maslahat, kepemilikan, hak pilih/khiyar, kemerdekaan,

pengaturan, dan hal-hal lainnya sepanjang tidak keluar dari syari‟ah.

16

Kata aufuu merupakan kata perintah dari kata aufaa dan kata waffa merupakan dasar

dari kata aufaa. 17

Imam Asy-Syaukani. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin, Asep Saefullah. Tafsir

Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 224-225.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

23

Demikian pula dengan akad yang dibuat seseorang terhadap Allah

yang berupa ketaatan, seperti haji, puasa, i‟tikaf, menghidupkan

malam, nadzar, dan hal lainnya yang termasuk dalam ketaatan

menurut agama Islam. Demikianlah yang dikatakan Ibnu Al-Arabi.”18

2) Hadist

Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW

berkata:

ى ما نم ك ش ل : أوا ثانث انش حعانى ق فإرا خان خه أحذماصاحب إن للا

ما ى خشجج مه ب

“Allah swt. berfirman: „Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang

bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang

lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.”

(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu

Hurairah).19

Maksud dari hadist ini adalah Allah SWT akan menjaga dan

menolong dua orang selama mereka bersekutu dan menurunkan

berkah pada pandangan mereka. Namun, jika salah seorang yang

bersekutu itu mengkhianati temannya, Allah SWT akan

menghilangkan pertolongan dan keberkahan.20

Dari ayat dan hadist di atas, dapat disimpulkan bahwa syirkah

dibolehkan dalam Islam dengan syarat pihak-pihak yang bersyarikat

jujur, saling menepati perjanjian yang disepakati, dan tidak

mencurangi pihak lainnya.

18

Syaikh Imam Al-Qurtubi. Penerjemah Ahmad Khotib, Tafsir Al Qurthubi. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008, h. 77-78. 19

Imam Asy-Syaukani. Penerjemah A. Qadir Hassan, dkk,. Nailul Authar 4: Himpunan

Hadits-Hadits Hukum. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007, h. 1830. 20

Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah”, (Jakarta, Kencana: 2012), h. 224.

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

24

b. Ijarah

Kata ijarah secara bahasa berarti al-ajru, yaitu imbalan terhadap

suatu pekerjaan. Dalam bentuk lain, kata ijarah juga biasa dikatakan

sebagai al-ujrah yang berarti upah.21

Ijarah menurut etimologi berarti

upah, sewa, jasa, dan imbalan.22

Dalam konteks perbankan syariah,

ijarah adalah suatu kontrak sewa (lease contract) di mana suatu bank

atau lembaga keuangan menyewakan barang pada nasabah dengan

pembebanan biaya sewa yang sudah ditentukan.23

Dengan demikian,

ijarah merupakan akad pengalihan hak manfaat atas barang atau jasa

dengan pembayaran upah sewa, tanpa diikuti pengalihan kepemilikan

barang tersebut.24

Ijarah dibenarkan dalam Islam berdasarkan pada

dalil-dalil sebagai berikut:

a. Al-Quran

Al-Qur‟an Surat al-Baqarah, ayat 233:

ان اسدح كم إرا سهمخم ما لدكم فال جىاح عه ا أ خم م أن حسخشضع آح

ش ن بص بما حعمه ا أن للا اعهم ا للا انخق ف بانمعش

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak

dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang

patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha

Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Menurut Ats-Tsauri dan Mujahid, makna ayat ini adalah: tidak apa-

apa kalian menyusukan anak-anak kalian kepada selain ibu-ibu

mereka apabila kalian memberikan upah penyusuan kepada para

wanita yang menyusui anak-anak itu hingga waktu yang dikehendaki.

21

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 150. 22

Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat. (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h. 120. 23

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah; Produk-Produk dan Aspek-Aspek

Hukumnya. (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 263. 24

Fathurrahman Djamil, “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di LEmbaga

Keuangan Syariah”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 151.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

25

Ada juga yang berpendapat bahwa: apabila kamu memberikan upah

kepada wanita yang menyusui anak tersebut, maka berilah upah yang

patut, yaitu harga yang dianggap pantas oleh masyarakat, tanpa

ditunda-tunda atau dikurangi.25

Dengan demikian, makna ayat ini dapat merujuk bahwa apabila

seorang suami ingin anaknya disusui oleh selain ibunya, ini

diperbolehkan, dan si suami memberikan wanita yang menyusui

anaknya upah sesuai yang disepakati ketika akad.26

Dalam ayat ini pula mengandung dalil kebolehan mencari

perempuan yang mau menyusui anak lain, apabila ayah dan ibu

sepakat akan hal ini. Kemudian, serahkanlah upah kepada perempuan

yang mau menyusui anak orang lain, demikian yang dikatakan oleh

Sufyan. Mujahid berkata, “Artinya, kalian serahkan kepada para ibu

upah mereka, senilai biaya yang telah mereka keluarkan selama

menyusui sampai waktu hendak menyusukan anak kepada perempuan

lain.”27

b. Hadist

1) Hadist dari Imam Bukhari, dari Ibnu Umar berkata:

صهى اقال انبخ قال ابه عمش :أعطى انه ب للااسي , ش بـ خ سهم عه

ذ نك عهى ر بانشطش فكان للاهى اص بانى ع صذ س س عه بكش أب هم

عم بأ نأ زكش نم ش مه خال فت عم بانى قبض اجاسة بـعذ م دال ذج ش ا بكش

للاهى اص هم س عه

Imam bukhari berkata: dan imam umar berkata: Nabi Saw

memberi (upah) separoh (dari hasil) tanah khaibar (kepada para

25

Imam Asy-Syaukani. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin, Asep Saefullah. Tafsir

Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 947. 26

Syaikh Asy-Syanqithi. Penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwa‟ul Bayan. Jakarta: Pustaka

azzam, 2006, h. 437. 27

Syaikh Imam Al-Qurtubi. Penerjemah Faturrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi,

Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 367-368.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

26

pekerja). Dan yang demikian itu terjadi pada masa Nabi Saw, Abu

Bakar di permulaan masa pemerintahan Umar sedang Ibnu Umar

tidak menyebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar memperbaharui

(perjanjian) penyewaan itu sesudah wafat nabi Saw.28

Hadist ini menunjukkan bolehnya bekerja sebagai buruh dalam

waktu-waktu tertentu, yaitu misalnya buruh tersebut bekerja untuk

mengerjakan pekerjaan tertentu (dalam waktu tertentu) dan dengan

upah tertentu pula. Hadist tersebut juga menunjukan dibolehkannya

menyewakan tanah dengan separuh hasil pada setiap tahun.29

2) Hadist riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi

bersabda:

شأجشي قبم أن جف عشق أعطااألج

“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”

Hadist ini menjelaskan bahwa bahwa Nabi SAW menyuruh

umatnya untuk memberikan upah kepada pekerja secepat mungkin,

yang mana mengandung dua hal penting, yaitu: a) Sebagai pekerja,

seseorang dituntut menjadi pekerja keras, professional, dan sungguh-

sungguh. Hal ini diisyaratkan secara simbolis dengan perkataan

Rasulullah “pekerjaan yang mengandung keringat.” b) Upah diberikan

tepat waktu sesuai dengan tingkat pekerjaan yang dilakukan.

Seseorang tidak boleh dieksploitasi tenaganya sementara haknya tidak

diberikan tepat waktu.30

28

Imam Asy-Syaukani. Penerjemah A. Qadir Hassan, dkk,. Nailul Authar 4: Himpunan

Hadits-Hadits Hukum. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007, h. 1886-1887. 29

Imam Asy-Syaukani. Penerjemah A. Qadir Hassan, dkk, Nailul Authar 4: Himpunan

Hadits-Hadits Hukum. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007, h. 1886-1887. 30

Isnaini Harahap dkk, Hadis-Hadis Ekonomi. (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h.

84.

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

27

Dari dalil-dalil tersebut dapat diketahui bahwa ijarah dibenarkan

dalam Islam dengan syarat upah yang diberikan kepada pekerja

sepatutnya sesuai pekerjaannya dan diberikan secara tepat waktu.

4. Skema Musyarakah Mutanaqisah

Akad MMq merupakan kesepakatan kerjasama antara bank dan

nasabah untuk melakukan kerja sama usaha, yang mana masing-masing

pihak menyertakan hartanya untuk dijadikan modal usaha dengan tujuan

untuk mendapatkan keuntungan dengan syarat bahwa nasabah wajib

membeli porsi kepemilikan bank dan nasabah wajib menyewa objek akad

supaya mendatangkan keuntungan yaitu uang sewa.31

Umumnya, mekanisme akad Mmq dimulai ketika nasabah mengajukan

permohonan pembiayaan akad MMq pada bank syariah, disertai dengan

dokumen yang menunjukan kelayakan pembiayaan, dan dokumen lainnya

seperti akta, serta lisensi resmi dari Negara tempat objek pembiayaan itu

berada. Kemudian, bank menilai kesanggupan atau kelayakan nasabah

yang mengajukan pembiayaan dan menilai dokumen yang ada pada

nasabah. Jika bank setuju atas permohonan pembiayaan, nasabah dan bank

menulis dan menandatangani kontrak, yang mana di dalamnya terdapat

ketentuan jaminan untuk menjamin kelancaran pembayaran nasabah, juga

terdapat jumlah masing-masing modal yang didistribusikan baik dari pihak

bank maupun dari pihak nasabah, serta terdapat ketentuan pembagian

keuntungan dan kerugian yang nantinya ditanggung bersama antara bank

dan nasabah.32

Selanjutnya, nasabah akan membayar (mengangsur)

sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan

kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan

bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang

31

H. Maulana Hasanudin & H. Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah.

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 32

Wahbah al-Zuhaily, Al-Mu‟amalat al-Maliyah al-Mu‟asirah. (Damaskus, Daarul Fikr:

2002), h. 435.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

28

dilakukan oleh nasabah. Hingga angsuran berakhir, kepemilikan suatu

barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan

porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang

secara proposional sesuai dengan besarnya angsuran.

Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan oleh nasabah untuk

mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa

kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah.

Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran.

Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengalihan porsi kepemilikan

bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi

kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.33

Penyewaan objek akad

tersebut dapat diberikan kepada nasabah maupun pihak lain. Jika nasabah

yang menyewa objek akad, keuntungan sewa tersebut dibagi hasil antara

nasabah dan bank, namun porsi bagi hasil nasabah dibayarkan pada bank

untuk menambah pembelian porsi kepemilikan bank. Jika objek akad

disewakan pada pihak lain, keuntungan sewa juga dibagi hasil antara bank

dan nasabah. Porsi keuntungan sewa nasabah juga disetorkan pada bank

sebagai tambahan pembelian kepemilikan bank atas objek akad. Adapun

contoh skema akad MMq pada pembiayaan perumahan di perbankan

syariah adalah sebagai berikut:

a. Bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian pembiayaan dengan akad

Musyarakah Mutanaqishah (MMq) dalam jangka waktu 10 tahun berupa

KPR iB sebagaimana yang disepakati para pihak dengan total modal

kemitraan MMq senilai misalnya Rp 2.000.000.000,- di mana porsi bank

sebesar 80% senilai Rp 1.200.000.000,- juta dan porsi nasabah sebesar

20% senilai Rp 800.000.000,- dengan nisbah pembagian keuntungan 60 :

40.

33

Nadratuzzaman Hosen, “Musyarakah Mutanaqishah”, Al-Iqtishad Vol. I, No. 2, (Juli

2009), h. 48.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

29

b. Bank menyalurkan dana senilai porsi modalnya dan nasabah menyetorkan

dana senilai porsi modalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

kesepakatan para pihak.

c. Pembiayaan MMq digunakan untuk pembelian aset MMq sebagai modal

usaha bersama antara bank dan nasabah berupa rumah untuk disewakan

(ijarah).

d. Penyewa aset/aktiva MMq sebagai objek usaha bersama yang dapat

disewa sendiri oleh nasabah selaku konsumen penyewa dengan membayar

sewa yang hasilnya dibagi antara bank dan nasabah sesuai nisbah yang

disepakati.

e. Pembayaran uang sewa oleh nasabah selaku konsumen penyewa kepada

kemitraan usaha yang dimiliki bersama (Bank dan Nasabah MMq) selaku

sewa sebesar misalnya Rp 10.000.000,- perbulan.

f. Pembagian hasil usaha penyewaan rumah berupa pendapatan Rp 10

juta/bulan antara bank dan nasabah sesuai nisbah bagi hasil, bank

mendapat bagi hasil sebesar Rp 6 juta dan nasabah mendapat bagi hasil

sebesar Rp 4 juta.

g. Pembayaran bagi hasil yang wajib disetorkan nasabah kepada bank

sebesar Rp 6 juta/bulan dan pendapatan bagi hasil nasabah selaku nasabah

mitra MMq sebagai salah satu bagian sumber pembayaran angsuran pokok

untuk pengambilalihan porsi modal bank oleh nasabah.

h. Disamping membayar bagi hasil, nasabah setiap bulan juga membayar

angsuran pokok sebesar Rp 10 juta untuk pengambilalihan porsi modal

bank sampai dengan berakhirnya masa perjanjian pembiayaan MMq, yang

mana kepemilikan bank berkurang hingga menjadi nol dan kepemilikan

nasabah bertambah hingga seluruh aset MMq menjadi milik penuh

nasabah.

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

30

Sementara contoh skema akad MMq pada pembiayaan ulang (refinancing) di

perbankan syariah sebagai berikut:

a. Calon Nasabah mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan

Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);

b. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-'urudh)

terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang

wajar, dalam rangka penentuan modal usaha (ra'sul mal) yang disertakan

nasabah dalam bersyirkah dengan Lembaga Keuangan Syariah;

c. Lembaga Keuangan Syariah menyertakan dana dalam jumlah tertentu

yang akan dijadikan modal usaha syirkah dengan nasabah; yang disertai

syarat agar Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas

pembiayaan sebelumnya jika ada;

d. Lembaga Keuangan Syariah memberikan kuasa (akad wakalah) kepada

nasabah untuk melakukan usaha yang halal dan baik antara lain dengan

akad ijarah;

e. Nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah membagi keuntungan usaha

sesuai nisbali yang disepakati atau porsi modal yang disertakan

(proporsional), dan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal; dan

f. Nasabah melakukan pengalihan komersil atas hishah milik Lembaga

Keuangan Syariah secara berangsur sesuai perjanjian;34

34

Fatwa DSN Nomor 89 Tahun 2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

31

B. Risiko dalam Ekonomi Syariah

1. Pengertian Risiko

Risiko muncul ketika terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil dan

hasil yang paling akhir ini tidak dapat diketahui. Risiko dapat

didefinisikan sebagai perubahan atau perbedaan hasil yang tidak

diharapkan.35

Menurut kamus ekonomi, risiko adalah peluang di mana hasil yang

sesungguhnya bisa berbeda dengan hasil yang diharapkan atau

kemungkinan nilai yang hilang atau diperoleh yang dapat diukur.36

Djojosoedarsono mencatat beberapa pengertian risiko secara umum

seperti disampaikan beberapa penulis, antara lain:

1) Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi

selama periode tertentu.

2) Risiko adalah ketidaktentuan yang mungkin melahirkan peristiwa

kerugian.

3) Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya peristiwa.

4) Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari

hasil yang diharapkan.

5) Risiko adalah probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang

diharapkan.

Dari definisi-definisi tersebut, risiko memiliki karateristik, yaitu

ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa dan ketidakpastian yang bila

terjadi akan menimbulkan kerugian.37

Risiko dalam konteks perbankan

merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan

35

Tariqullah Khan, Habib Ahmed. Penerjemah Ikhwan Abidin Basri, Manajemen Risiko

Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, h. 9. 36

Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar:

2015), h. 37. 37

Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), h. 38-39.

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

32

(anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang

berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.38

2. Risiko dalam Perbankan Syariah

Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa

diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu risiko yang sama dengan

yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan

tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit,

risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan

risiko hukum harus dihadapi bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi

aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah pun menjadi

berbeda. Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah berbeda

dengan bank konvensional. Dalam hal ini, pola bagi hasil (profit and loss

sharing) yang dilakukan bank syariah menambah kemungkinan

munculnya risiko-risiko lain, seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan

displaced commercial risk.39

Berikut risiko-risiko yang ada pada

perbankan syariah:

a. Risiko Komersial (Displaced Commercial Risk)

Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang

berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas atau pada

saat return investasi di bank syariah lebih rendah dari suku bunga bank

konvensional. Risiko ini muncul ketika bank berada di bawah tekanan

untuk mendapatkan profit, tapi bank juga harus memberikan sebagian

profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana

akibat rendahnya tingkat return. 40

38

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014), h. 255. 39

Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), h. 51. 40

Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), h. 53.

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

33

b. Risiko Penarikan (Withdrawal Risk)

Bank syariah bisa terkena risiko bahwa deposan akan menarik dana

mereka jika mereka menerima tingkat return yang lebih rendah

daripada yang akan mereka terima dari bank lain.

c. Risiko Tata Kelola

Pengelolaan risiko mengacu pada risiko yang timbul dari

kegagalan untuk mengelola lembaga, kelalaian dalam melakukan

usaha dan memenuhi kewajiban kontrak, dan kelemahan lingkungan

kelembagaan internal dan eksternal, yang mana bank tidak dapat

menegakkan perjanjian mereka.41

d. Risiko Fidusia (Fiducia Risk)

Rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan tingkat

return yang berlaku di pasar juga berakibat pada munculnya risiko

fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan

rendahnya tingkat return tersebut sebagai pelanggaran kontrak

investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank. Risiko

fidusia bisa dipicu pelanggaran kontrak oleh pihak bank. Misalnya,

bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada

ketentuan syariah. Sementara justifikasi bahwa bisnis yang dijalankan

bank syariah telah sesuai syariah dan ketidakmampuan untuk

melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikan

dana.42

41

Hennie Van Greuning, Zamir Iqbal. Penerjemah Yulianti Abbas, Analisis Risiko

Perbankan Syariah. (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 170. 42

Tariqullah Khan, Habib Ahmed, Penerjemah Ikhwan Abidin Basri, Manajemen Risiko

Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, h. 53.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

34

e. Risiko Transparansi

Kurangnya transparansi dapat menciptakan risiko kerugian akibat

keputusan yang buruk berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau

tidak akurat.43

f. Risiko Syariah

Risiko syariah terkait dengan struktur dan fungsi pengawasan

syariah di tingkat institusional dan sistemik. Risiko ini bisa menjadi

dua jenis, yang pertama karena praktek-praktek standar yang terkait

kontrak berbeda dalam yuridiksi, kedua karena kegagalan untuk

mematuhi aturan syariah.

Sebagai contoh, beberapa ulama syariah mempertimbangkan

syarat-syarat kontrak murabahah atau istishna‟ untuk mengikat

pembeli, sedangkan yang lain berpendapat bahwa pembeli memiliki

pilihan untuk menolak bahkan setelah menempatkan pesanan dan

membayar biaya komitmen. Ketika mempertimbangkan praktek-pratek

yang berbeda dapat diterima, risiko bank lebih tinggi dalam kasus

mengikat dan dapat menyebabkan litigasi dalam kasus transaksi yang

tidak stabil.

g. Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah risiko bahwa dalam tindakan yang tidak

bertanggung jawab atau perilaku manajemen akan merusak

kepercayaan klien. Walaupun risiko fidusia dan risiko syariah juga

berasal dari kelalaian dan ketidakpatuhan, risiko reputasi adalah risiko

perilaku yang tidak bertanggung jawab dari suatu lembaga dapat

mencemari reputasi bank-bank lainnya.44

43

Hennie Van Greuning, Zamir Iqbal. Penerjemah Yulianti Abbas, Analisis Risiko

Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2011, h. 171. 44

Hennie Van Greuning, Zamir Iqbal. Penerjemah Yulianti Abbas, Analisis Risiko

Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2011, h. 172.

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

35

h. Risiko Operasional

Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian akibat

ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, yang terkait dengan

orang dan sistem, atau dari risiko eksternal. Risiko operasional juga

meliputi risiko kegagalan teknologi, sistem, dan model analitis. 45

i. Risiko Kredit

Risiko kredit merupakan bentuk risiko pembayaran yang muncul

pada saat satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang atau

mengirimkan barang sebelum menerima aset atau uang cash-nya

sendiri, sehingga menyebabkan kerugian. Dalam pembiayaan berbasis

bagi hasil, risiko kredit berupa tidak terbayarnya kembali bagian bank

oleh pihak pengusaha ketika jatuh tempo. Masalah ini bisa muncul

bagi bank akibat adanya kesenjangan informasi yang memadai tentang

pofit perusahaan yang sesungguhnya.

j. Risiko Benchmark

Bank syariah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini

ditunjukkan bahwa bank syariah tidak menghadapi risiko pasar yang

muncul karena perubahan suku bunga. Namun, perubahan suku bunga

di pasar memunculkan beberapa risiko dalam pendapatan lembaga

keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah memakai benchmark

rate. Ketika benchmark rate mengalami perubahan maka akad-akad

yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan. Sebagai

hasilnya, bank syariah menghadapi risiko dari perubahan suku bunga

di pasar.

45

Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), h. 59-61.

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

36

k. Risiko Likuiditas

Risiko likiuditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana

cash dengan biaya yang wajar, baik melalui pinjaman maupun melalui

penjualan aset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini

sangat kritis bagi bank syariah. Karena bunga atas pinjaman dilarang

dalam syariah maka bank syariah tidak dapat meminjam dana untuk

memenuhi kebutuhan likuiditasnya di pasar konvensional. Bank

syariah juga tidak diperbolehkan untuk menjual utang selain pada nilai

awalnya. Dengan demikian, meningkatkan dana dengan menjual aset

berbasis utang tidak dapat dijadikan opsi bagi lembaga keuangan

syariah.

l. Risiko Hukum

Karena adanya perbedaan karateristik akad atau kontrak keuangan,

bank syariah menghadapi risiko yang berhubungan dengan proses

dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar

kontrak bagi instrumen-instrumen keuangan yang ada, bank syariah

harus menyiapkan hal ini berdasarkan pemahamannya terhadap

syariah, undang-undang yang berlaku, dan sesuao dengan kebutuhan

dan kepentingan sendiri. Langkanya standarisasi kontrak disertai

dengan adanya kenyataan akan tidak adanya sistem peradilan untuk

menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan

kontrak, telah meningkatkan risiko hukum bagi bank syariah.46

Di antara risiko-risiko tersebut, risiko yang muncul pada akad

MMq, yaitu risiko jaminan (fidusia), risiko transparansi, risiko syariah,

risiko angsuran (kredit), dan risiko hukum. Selain itu, terdapat risiko-

risiko lain pada akad MMq yang akan dipaparkan lebih jelas di bab IV,

seperti risiko wanprestasi, risiko akad campuran, dan risiko bagi hasil.

46

Tariqullah Khan, Habib Ahmed. Penerjemah Ikhwan Abidin Basri, Manajemen Risiko

Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 51-52.

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

37

3. Manajemen Risiko di Bank Syariah sebagai Mitigasi Risiko

Seiring dengan semakin meningkatnya risiko pada bank syariah karena

semakin kompleks dan variatifnya produk dan aktifitas bank, maka bank

perlu mengendalikan risiko secara memadai, sehingga kualitas penerapan

manajamen risiko di bank semakin meningkat. Upaya peningkatan kualitas

penerapan manajemen risiko dimaksud tidak hanya ditujukan bagi

kepentingan bank tetapi juga bagi kepentingan nasabah.47

Efektivitas dari

manajemen risiko keuangan sebuah bank, pengawasan eksposur48

risiko,

dan kepatuhan terhadap pedoman kehati-hatian dari pengawasan

perbankan membentuk tulang belakang dari proses pengawasan, baik

pengawasan lapangan maupun di luar lokasi (off-site).49

Dalam menerapkan manajemen risiko dari nol bukanlah hal yang

mudah. Menurut Zainul Arifin, terdapat model manajemen risiko yang

mapan, layak, dan teruji untuk dicontoh, seperti pada industri

penerbangan, industri petrokimia, dan industri militer. Lembaga-lembaga

keuangan dapat mengadopsi model ini untuk memenuhi kebutuhannya.

Sebagai contoh, Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan enam

tahap proses yang jelas dan sederhana.50

Tahapan proses manajemen risiko

tersebut berupa:

47

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h. 307. 48

Eksposur merupakan objek yang rentan terhadap risiko dan berdampak pada kinerja

perusahaan jika risiko yang diperkirakan benar-benar terjadi. 49

Hennie Van Greuning, Zamir Iqbal. Penerjemah Yulianti Abbas, Analisis Risiko

Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2011, h. 237. 50

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. (Jakarta, Azkia Publisher:

2009), h. 266-267.

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

38

a. Mengidentifikasi Hazard51

Identifikasi hazard adalah mempertimbangkan semua aspek

dari situasi saat ini dan yang akan datang, lingkungan dan masalah

yang secara historis sudah diketahui.

b. Menaksir risiko

Berdasarkan identifikasi hazard, tahap berikutnya adalah

menganalisis risiko terkait, bagaimana dan seberapa besar

kemungkinannya. Angkatan Udara Amerika Serikat percaya bahwa

tahap ini merupakan inti dari program manajemen risiko.

Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas analisis risiko dan

biaya.52

Pada perbankan, bank berkewajiban melakukan proses

identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko

perbankan terhadap seluruh faktor-faktor risiko (risk factors) yang

bersifat material. Pelaksanaan untuk proses-proses tersebut wajib

didukung oleh sistem informasi manajemen yang tepat waktu,

laporan yang akurat, informatif mengenai kondisi keuangan bank,

kinerja aktivitas fungsional, dan eksposur risiko bank. Proses

identifikasi risiko perbankan minimal dilakukan dengan melakukan

analisis terhadap karateristik risiko yang melekat pada bank dan

risiko dari produk serta kegiatan usaha bank.53

c. Menganalisis Kadar Pengawasan Risiko

Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan risk

assessment matrix untuk membangun kadar pengawasan yang

diperlukan. Matriks tersebut berupa tingakatan risiko sampai lima

51

Hazard merupakan kondisi yang potensial menyebabkan terjadinya kerugian dan

kerusakan. 52

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. (Jakarta, Azkia Publisher:

2009), h. 267-268. 53

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Jakarta, Sinar

Grafika: 2012), h. 312.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

39

level, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat

rendah.

Level-level risiko tersebut fleksibel dan bervariasi antara

perusahaan, tergantung sifat dasar operasi dan kemauan perusahaan

tersebut untuk menerima risiko. Hal ini dapat diformulasikan

perbankan dalam bentuk kebijakan tertulis. Ada empat tahap dalam

menganalisis kadar pengawasan risiko:

1) Membangun pengawasan risiko; kadar pengawasan yang

harus dibangun untuk mengeliminasi hazard dan

mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko dibangun,

maka risiko dievaluasi sampai dapat dikurangi hingga ke

tingkat yang mana manfaatnya lebih banyak daripada biaya

potensial.54

Pada pemantauan risiko perbankan, bank wajib

melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko dan

penyempurnaan proses. Bank juga wajib mengendalikan

risiko perbankan untuk mengelola risiko tertentu yang

dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.55

2) Mengidentifikasi pengawasan risiko; pembangunan

pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat

risiko yang ditentukan sebelumnya.

3) Menentukan efektifitas risiko; yaitu menentukan efek dari

setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.

4) Memilih pengawasan risiko; pengawasan terbaik adalah

yang konsisten dengan tujuan operasional dan penggunaan

sumber daya yang tersedia secara optimal.

54

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. (Jakarta: Azkia Publisher,

2009), h. 268-269. 55

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h. 312.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

40

d. Membuat Keputusan Pengawasan Risiko

Keputusan pengelolaan risiko harus dibuat secara dini dalam

tahap penyusunan perencanaan. Keputusan tersebut dibuat setelah

menganalisis semua aspek operasi secara hati-hati.

e. Menerapkan Pengawasan

Tahap berikutnya adalah menerapkan pengawasan. Setiap

pernyataan yang berhubungan dengan manajemen risiko harus

jelas, praktis, dan disosialisasikan.56

Dalam hal pengawasan di bank syariah, Direksi disyaratkan

harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko yang

melekat pada seluruh aktivitas fungsional bank dan mampu

mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil risiko

bank yang bersangkutan. 57

f. Supervisi dan evaluasi

Setiap program manajemen risiko secara berkesinambungan

harus ditinjau dan diperbaharui. Bila ditemukan sesuatu yang tidak

direncanakan, maka program tersebut harus dihentikan dan

dievaluasi.58

Sementara itu, terdapat manajemen risiko tersendiri bagi bank umum

syariah, yaitu mencakup:

a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi

b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen

risiko

56

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. (Jakarta: Azkia Publisher,

2009), h. 269-270. 57

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h. 309. 58

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. (Jakarta: Azkia Publisher,

2009), h. 270-271.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

41

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan,

pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

Pada dasarnya penerapan manajemen risiko perbankan disesuaikan

dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran usaha, kompleksitas usaha, dan

kemampuan bank.59

Sementara itu, manajemen risiko pada Angkatan

Udara Amerika Serikat belum dipraktekkan sebagai manajemen risiko

perbankan. Namun, manajemen risiko Angkatan Udara Amerika Serikat

tersebut dapat diadopsi sebagai manajemen risiko di perbankan dengan

menyesuaikan kebutuhan perbankan tersebut. Karena manajemen risiko

perbankan difokuskan pada andil para pihak yang berpengaruh untuk

mengatur strategi manajemen risiko di bank tersebut. Sementara pengaruh

para pihak tersebut tidak mutlak berpengaruh jika sistem manajemen

risiko yang ada tidak kuat untuk mencegah atau mengurangi risiko yang

ada. Dengan itu, manajemen risiko Angkatan Udara Amerika Serikat dapat

diaplikasikan sebagai manajemen risiko pada perbankan yang jelas dan

sederhana.

59

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h. 308.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

42

BAB III

GAMBARAN UMUM PERKARA PUTUSAN NOMOR 1024 K/PDT/2016

TENTANG AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH

A. Sengketa Ekonomi Syariah

1. Pengertian

Kata “sengketa” menurut bahasa Inggris disebut dengan “conflict” dan

“dispute”. Keduanya mengandung pengertian tentang adanya perselisihan

atau percekcokan, atau perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih.

Kata conflict sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “konflik”,

sedangkan dispute dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi “sengketa”. Kata dispute juga sering dipergunakan untuk istilah

sengketa di bidang perbankan.

Konflik merupakan sebuah situasi di mana dua pihak atau lebih

dihadapkan pada perbedaan kepentingan. Konflik atau percekcokan adalah

adanya pertentangan atau ketidaksesuian antara para pihak yang akan atau

sedang mengadakan hubungan atau kerja sama. Konflik tidak akan

berkembang menjadi sebuah sengketa jika pihak yang merasa dirugikan

hanya memendam perasaan tidak puas. Konflik berubah dan berkembang

menjadi sebuah sengketa jika pihak yang merasa dirugikan telah

menyatakan rasa tidak puasnya secara langsung kepada pihak yang

dianggap merugikan. Jadi, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik.1

Sementara itu, sengketa perbankan syariah adalah perbedaan kepentingan di

antara dua pihak atau lebih dalam perbankan syariah yang mengakibatkan

terjadinya kerugian bagi pihak atau pihak-pihak tertentu dan perbedaan

kepentingan atau kerugian tersebut dinyatakan kepada pihak yang dianggap

menjadi penyebab kerugian dan pihak tersebut memberikan pendapat yang

berbeda.2

1Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia.

(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 46. 2 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah; Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2009), h. 166.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

43

2. Bentuk Sengketa Ekonomi Syariah

Secara garis besar, sengketa ekonomi syariah dapat diklasifikasikan

menjadi tiga, yakni:

a. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan atau

lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.

b. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan

lembaga pembiayaan syariah.

c. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang

beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan

tegas bahwa kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip

syariah.1

Pada penelitian ini, bentuk sengketa yang terjadi merupakan sengketa

di bidang ekonomi syariah yaitu akad MMq antara bank syariah dengan

nasabahnya, seperti yang dimaksud pada poin a di atas.

3. Penyebab Sengketa Ekonomi Syariah

Sengketa ekonomi syariah dapat berbentuk kemacetan dalam

pelunasan pembiayaan oleh nasabah atau tidak amannya dana masyarakat

yang disimpan di bank syariah, di mana bank syariah tidak lagi mampu

membayarkan dana masyarakat yang disimpan padanya, pada saat

penarikan dana oleh nasabah penyimpan, artinya sengketa bank syariah

dapat timbul dari nasabah atau pun dari bank syariah. Biasanya, yang

menjadi faktor utama terjadinya sengketa adalah karena tidak terpenuhinya

akad yang telah diperjanjikan antara bank syariah dengan nasabah atau

tidak dipenuhinya prinsip syariah dalam akad tersebut. Secara rinci dapat

dikemukakan mengenai bentuk-bentuk sengketa bank syariah yang

disebabkan karena adanya pengingkaran atau pelanggaran terhadap

perikatan yang telah dibuat, yaitu:

a. Kelalaian bank untuk mengembalikan dana titipan nasabah.

1Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia.

(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 43.

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

44

b. Bank mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan.

c. Nasabah melakukan kegiatan yang diharamkan menurut syariat

Islam dan bersumber dari dana pinjaman bank syariah.2

Sementara itu, pada penelitian ini penyebab sengketa terjadi karena

tidak adanya pemahaman yang sama antara bank dan nasabah ketika

nasabah melakukan wanprestasi dalam perjanjian akad MMq.

B. Tinjauan Sengketa Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016

1. Duduk Perkara

Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016 merupakan penyelesaian sengketa

tentang gugatan kasasi nasabah pada bank syariah mengenai akad MMq,

yang mana permohonan kasasi di Mahkamah Agung tersebut diajukan

oleh Ruslan Farik, S. E. sebagai Pemohon kasasi dahulu

penggugat/pembanding. Sebelumnya, penggugat mengajukan gugatan

tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Bandung. Mengenai kewenangan

dalam mengadili perkara ekonomi syariah seperti perkara akad MMq telah

diatur pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 Tentang

Pengadilan Agama, yang mana Pengadilan Agama berwenang mengadili

perkara-perkara perdata Islam dan bidang ekonomi syariah. Hal ini juga

dikuatkan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14

Tahun 2016 Tentang Tata cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.

Dengan ini, penggugat seharusnya mengajukan gugatan di Pengadilan

Agama.

Pemohon kasasi bertempat tinggal di Jalan Bukit Raya IV RT 002 RW

011, Desa/Kelurahan Sariwangi, Kecamatan Parongpong Nomor 19 Kota

Bandung, dalam hal ini memberi kuasa kepada Musa Darwin Pane, S.H.,

M.H., dan kawan-kawan Para Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor

2 Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia,

(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 41.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

45

Asosiasi Debitur Bank Dan Asuransi (ADBDA) yang beralamat di Jalan

Emong Nomor 7 Lantai 2 Ruangan 25 Kota Bandung, berdasarkan Surat

Kuasa Khusus tanggal 2 Desember 2014 sebagai pemohon kasasi dahulu

penggugat/pembanding.

Gugatan tersebut diajukan kepada tiga termohon kasasi, yakni:

a. PT Bank OCBC NISP Tbk Unit Usaha Syariah bekedudukan di Jalan

Asia Afrika Nomor 100 Kota Bandung, yang diwakili oleh Joseph

Chan Fook Onn dan Low She Kiat, keduanya bertindak dalam jabatan

masing-masing selaku Direktur mewakili Direksi PT Bank OCBC

NISP Tbk, dalam hal ini memberi kuasa kepada FX. Tri Sumaryanto,

S.H., M.H., dan kawan-kawan, Para Advokat pada kantor Law Offices

SGS Mandiri, beralamat di Wisma Korindo Lantai 5 Jalan MT.

Haryono Kav. 62 Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus

tanggal 8 Januari 2016 sebagai Termohon Kasasi dahulu

Tergugat/Terbanding.

b. Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI cq Kantor Pertanahan

Nasional Kota Bandung, berkedudukan di Jalan Soekarno Hatta

Nomor 586 Kota Bandung.

c. Pemerintah Republik Indonesia cq Kementrian Keuangan Republik

Indonesia cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Cq.

Kantor Wilayah VIII DJKN Bandung Cq. Kantor Kekayaan Negara &

Lelang (KPKNL) Bandung, berkedudukan di Jalan Ambon Nomor 1

Kota Bandung.

Di tahun 2012, pemohon kasasi dan termohon kasasi telah melakukan

perjanjian pembiayaan dengan Nomor 14 Akta Akad Pembiayaan

Musyarakah Mutanaqisah juncto Akad Ijarah Nomor 15, yang dibuat

dihadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris dan PPAT, dan dengan

pembiayaan sebesar Rp2.230.000.000,00. Pembiayaan akad MMq tersebut

disertai jaminan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2132, yakni

atas tanah dan bangunan setempat terletak di Jalan Batununggal Mulia

Raya, Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

46

Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Farik, Surat

Ukur Nomor 01483/Mengger/2007, seluas 200 meter persegi serta

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133, yakni atas tanah dan

bangunan setempat terletak di Jalan Batununggal Mulia Raya, Nomor 33,

Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Provinsi

Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Farik, Surat Ukur Nomor

01484/Mengger/2007, seluas 194 meter persegi.

Dalam gugatannya, penggugat mengaku telah mengeluarkan dana

sejumlah Rp 500.411.000,00 yang merupakan pembayaran biaya pokok,

bunga, dan biaya lainnya. Karenanya, penggugat merasa utangnya tersisa

sebesar Rp 1.729.589.000,00 setelah jum;ah pembiayaan dikurangi jumlah

yang sudah dibayarkan. Namun menurut penggugat, tergugat mengatakan

penggugat baru membayar bunga saja dan tergugat tidak memberi

kejelasan pasti mengenai besaran sisa yang harus dibayarkan penggugat

pada tergugat baik pokok maupun bunganya.

Hal tersebut ditolak oleh tergugat dalam eksepsinya, tergugat

menyatakan peristiwa hukum yang terjadi antara penggugat dan tergugat

ialah kerja sama akad MMq, yaitu penggugat dan tergugat bersepakat

untuk membiayai pembelian barang berupa tanah dan bangunan rumah,

yang mana besar porsi kepemilikan tergugat berjumlah Rp

2.230.000.000,00 atau 53,1% dan besar kepemilikan penggugat sebanyak

Rp 1. 970.000.000,00 atau 46,9% dari total harga barang. Selanjutnya

penggugat bersedia melakukan pembayaran pengambilalihan rumah yang

menjadi porsi kepemilikan secara bertahap dengan jangka waktu yang

disesuaikan dengan jangka waktu sewa atas dasar kesepakatan. Untuk

pembelian porsi kepemilikan tergugat oleh nasabah, angsuran pertama

sebesar Rp 22.618.145,00, yang terdiri dari pembayaran ambilalih

kepemilikan (pokok) sejumlah Rp 5.893.145,00 dan pembayaran bagi

hasil tergugat sejumlah Rp 16.725.000,00, demikian seterusnya

dilanjutkan setiap bulannya selama 180 kali angsuran.

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

47

Pembiayaan akad MMq tersebut berlangsung untuk jangka waktu 180

bulan, terhitung sejak tanggal 2 April 2012 sampai dengan 2 April 2027

dengan disertai sewa. Kemudian, atas permintaan penggugat, tergugat

setuju untuk menyewakan porsi tergugat atas objek akad pada penggugat.

Jangka waktu sewa akan berlangsung 180 bulan juga dengan harga sewa

sebesar Rp 31.500.000,00 per bulan, untuk 24 bulan pertama. Tergugat

memiliki hak penuh untuk menentukan kenaikan harga sewa sesuai situasi

terkini. Dengan itu, bagi hasil awal penggugat sebesar Rp 14.755.000,00

dan bagi hasil tergugat sebesar Rp 16.725.000,00.

Berdasarkan uraian tersebut, hubungan hukum antara penggugat dan

tergugat bukanlah hubungan utang piutang, yang mana penggugat

menganggap tergugat memberikan pinjaman kepada penggugat senilai

Rp 2.230.000.000,00, melainkan kerja sama secara akad MMq, yang mana

penggugat dan tergugat bekerja sama untuk membeli barang modal, lalu

penggugat membeli porsi kepemilikan tergugat secara bertahap disertai

sewa yang dilakukan penggugat untuk memanfaatkan objek akad tersebut.

Selain itu dalam eksepsi tergugat, pembayaran jumlah angsuran yang

harus dibayar penggugat juga sudah jelas, yaitu berupa pembayaran pokok

dan pembayaran sewa. Jika penggugat lalai dalam pembayaran, maka

marjin sewa dan denda keterlambatan akan bertambah terus sampai

pembayaran dilakukan kembali. Pernyataan penggugat yang mengatakan

penggugat baru membayar bunga saja pun tidak terbukti berdasarkan

fakta-fakta di atas.

Selain itu, objek jaminan dalam utang piutang tersebut dalam gugatan

penggugat akan dilelang oleh tergugat pada tanggal 4 Desember 2014,

yang mana menurut penggugat hal tersebut melawan perbuatan hukum.

Sedangkan menurut tergugat, penggugat telah keliru dalam menguraikan

dasar pemberian jaminan, yang mana jaminan tersebut guna menjamin

kelancaran pembayaran penggugat. Menurut tergugat, penggugat juga

tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran pokok dan

marjin sewa.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

48

Hal itu diakui penggugat dalam klausul gugatannya sehingga dapat

dijadikan bukti penggugat wanprestasi, bahwa penggugat mengalami

kemerosotan ekonomi pada usahanya sehingga penggugat mulai berhenti

membayar angsuran. Akan tetapi, tergugat terus saja melakukan penagihan

kepada penggugat tanpa memberikan rincian kewajiban yang harus

dibayar penggugat dengan jelas dan rinci. Kemudian penggugat memohon

pada majelis hakim agar tergugat diperintahkan untuk melakukan

penjadwalan utang dengan angsuran sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan.

Tergugat menolak hal tersebut dengan alasan pembayaran yang

seharusnya dilakukan penggugat ialah pembayaran pokok, dan marjin

sewa, disertai denda keterlambatan, sehingga penggugat tidak bisa

mengklaim sisa utang adalah jumlah pokok pembiayaan dikurangi jumlah

total pembayaran angsuran yang sudah dilakukan.

Pada putusan tingkat pertama Nomor 568/Pdt.G/2014/PN Bandung

tanggal 8 Juli 2015, Nasabah selaku pemohon kasasi dahulu

penggugat/pembanding mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

Bandung dan mengaku telah melunasi pembiayaan MMq sebesar

Rp 500.411.000,00 sebagai sisa utang, tapi tidak terdapat kejelasan pasti

mengenai sisa pembiayaan dari pihak bank selaku termohon kasasi dahulu

penggugat/pembanding. Sementara pada eksepsi termohon kasasi, bank

menyatakan pembiayaan yang dilakukan berupa kerja sama untuk

membiayai pembelian tanah dan bangunan yang terletak di: a) Propinsi

Jawa Barat, Kota Bandung, Kecamatan Bandung Kidul, Kelurahan

Mengger, setempat dikenal sebagai Jalan Batununggal Mulia Raya Nomor

33, seluas 200 m2 (dua ratus meter persegi), sebagaimana Sertifikat Hak

Guna Bangunan Nomor 2132/Mengger, atas nama Nyonya Yayuk

Rachmanti, Sarjana Tenik. b) Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung,

Kecamatan Bandung Kidul, Kelurahan Mengger, setempat dikenal sebagai

Jalan Batununggal Mulia Raya Nomor 33, seluas 194 m2 (seratus

sembilan puluh empat meter persegi), sebagaimana Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 2133/ Mengger, atas nama Nyonya Yayuk Rachmanti,

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

49

Sarjana Tenik; Sebagaimana ternyata dalam Akad Pembiayaan

Musyarakah Mutanaqisah Nomor 14 tanggal 2 April 2012, yang dibuat di

hadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris di Kota Bandung.

Nasabah melakukan pembayaran perpindahan porsi kepemilikan bank

ke nasabah secara bertahap dan diikuti dengan akad ijarah untuk

penyewaan objek akad oleh nasabah. Eksepsi bank selaku penggugat juga

mengungkapkan bahwa bank dan nasabah telah menyepakati kewenangan

penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Bandung. Akhirnya, Putusan

Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan bahwa eksepsi tergugat

diterima, PN Bandung tidak berwenang memeriksa perkara tersebut, serta

biaya perkara dibebankan kepada nasabah selaku penggugat pada sidang

tingkat pertama.

Kemudian dalam tingkat banding, pembanding dahulu penggugat

mengajukan banding untuk memeriksa Putusan PN Bandung. Namun,

Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menimbang bahwa tidak ada hal baru

yang perlu ditimbang, maka PT Bandung dapat menyetujui dan

membenarkan putusan pengadilan tingkat pertama, sehingga Putusan

PT Bandung Nomor 462/PDT/2015/PT Bdg tanggal 10 November 2015

hanya membenarkan dan menguatkan Putusan Nomor 568/Pdt.G/2014/PN

Bdg.

Pada tingkat kasasi, pemohon kasasi dahulu pembanding menolak

pertimbangan hukum PT Bandung. Lalu pemohon mengajukan

permohonan kasasi di Mahkamah Agung karena merasa PT Bandung

dalam pertimbangannya telah salah menerapkan hukum. Namun, dalam

Putusan MA Nomor 1024 K/Pdt/2016, pertimbangan hakim menyatakan

Putusan PT Bandung tidak bertentangan dengan Undang-Undang (UU)

atau peraturan lainnya, dan bahwa antara pemohon dan termohon terikat

perjanjian akad MMq, serta kedua pihak telah sepakat memilih forum

penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Bandung, sehingga atas

pertimbangan tersebut Majelis Mahkamah agung menolak permohonan

pemohon kasasi.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

50

2. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim Mahkamah Agung pada Putusan Nomor 1024

K/Pdt/2016 menyatakan:

a. Alasan pemohon kasasi tidak dapat dibenarkan dan Pengadilan

Negeri tidak berwenang mengadili perkara akad MMq.

b. Putusan PT Bandung tidak bertentangan dengan hukum atau

undang-undang yang berlaku, maka permohonan kasasi pemohon

ditolak.

Dengan demikian, dapat diketahui nasabah sebagai penggugat tidak

mengerti perbedaan perhitungannya dengan perhitungan bank dalam

pembiayaan akad MMq. Nasabah menghitung sisa pembiayaannya dengan

cara total pembiayaan dikurangi jumlah total yang sudah dibayarkan,

sedangkan bank menghitung sisa pembiayaan dengan cara total

pembiayaan dikurangi pembayaran pokok dan marjin sewa. Perbedaan

perhitungan tersebut menunjukkan ketimpangan pengetahuan akan

mekanisme pembiayaan akad MMq.

Di samping itu, perhitungan sisa pembiayaan di bank juga ditambah

denda, yang mana ketika nasabah wanprestasi dalam pembayarannya maka

nasabah terkena denda. Denda tersebut diberlakukan jika pembayaran

melewati tenggak waktu angsuran pokok atau pun tenggak waktu

pembayaran sewa. Dalam kasus ini, ketika nasabah wanprestasi, bank

memberlakukan denda secara otomatis tanpa adanya peringatan terlebih

dahulu. Justru peringatan dilakukan untuk menagih angsuran pokok dan

pembayaran sewa nasabah yang tak kunjung dilakukan. Setelah somasi

tiga kali, bank mengeksekusi jaminan pembiayaan untuk mengganti

kerugian bank dan sebagai akibat dari wanprestasi nasabah. Penerapan

denda tersebut juga tidak dipahami nasabah, sehingga nasabah merasa

perhitungan sisa pembiayaan di bank tidak jelas.

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

51

BAB IV

LANGKAH MEMINIMALISIR RISIKO AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISAH

A. Penyebab Sengketa pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024

K/Pdt/2016

Sengketa antara nasabah atau pemohon kasasi dan bank atau termohon

kasasi bermula ketika nasabah sedang melakukan pembiayaan rumah dengan

akad MMq dengan bank. Di tengah pembiayaan, nasabah mengalami pailit

yang berakibat macetnya pembelian porsi kepemilikan bank serta biaya

sewanya. Setelah bank mengingatkan nasabah sebanyak tiga kali, bank

melakukan eksekusi terhadap jaminan pembiayaan rumah dengan cara

dilelang. Lalu nasabah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung

terhadap bank karena terjadi perselisihan nominal sisa pembiayaan rumah.

Nasabah menyebut sisa pembiayaan dengan utang, sedangkan bank menyebut

sisa pembiayaan ialah pembelian porsi kepemilikan bank ditambah biaya sewa

oleh nasabah.

Pada sidang tingkat pertama, Putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung

Nomor 568/Pdt. G/2014/PN Bdg menyatakan eksepsi tergugat mengenai

kewenangan pengadilan diterima karena pada perjanjian akad MMq antara

nasabah dan bank telah disepakati penyelesaian sengketa dilakukan di

Pengadilan Agama Bandung. Sedangkan pada tingkat banding, Putusan PN

Bandung dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dalam Putusan

Nomor 462/PDT/2015/PT Bdg dengan pertimbangan bahwa benar PN

Bandung tidak berwenang menangani perkara akad MMq.

Sementara itu, pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 k/Pdt/2016,

permohonan kasasi oleh pemohon kasasi atau nasabah ditolak dengan

pertimbangan pengadilan negeri tidak berwenang memeriksa serta mengadili

perkara akad musyarakah mutanaqisah dan Putusan PT Bandung tidak

bertentangan dengan hukum/undang-undang.

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

52

Dapat disimpulkan, sengketa pada Putusan Mahkamah Agung Nomor

1024 K/Pdt/2016 merupakan sengketa akad MMq yang mana nasabah dan

bank bekerja sama (musyarakah) menyatukan modal untuk pembelian rumah.

Lalu nasabah membeli porsi kepemilikan bank pada objek akad atau rumah

tersebut agar diakhirnya kepemilikan rumah trsebut berpindah ke nasabah.

Selama pembayaran porsi milik bank, nasabah menyewa objek akad atau

rumah tersebut untuk digunakan secara pribadi. Namun, di tengah pembiayaan

akad MMq, nasabah mengalami kemerosotan ekonomi sehingga sulit

melanjutkan pembiayaannya. Pada saat yang sama, bank mengirimkan surat

peringatan agar nasabah melanjutkan pembiayaannya. Karena nasabah sudah

diperingatkan selama tiga kali, bank mengeksekusi jaminan akad MMq berupa

rumah dengan cara melelangnya. Akhirnya, nasabah mengajukan gugatan ke

Pengadilan Negeri Bandung dengan dalil bank melakukan perbuatan melawan

hukum.

Dengan demikian, dapat diuraikan penyebab sengketa akad MMq pada

Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016 sebagai berikut:

1. Wanprestasi

Awal mula sengketa terjadi karena nasabah wanprestasi. Nasabah

mengalami kemerosotan ekonomi sehingga tidak dapat melanjutkan

pembiayaannya dengan lancar. Nasabah dan bank sebelumnya sudah

menyepakati perjanjian akad MMq, dari adanya perjanjian tersebut timbul

suatu perikatan antara nasabah dan bank. Dalam perikatan, terdapat hak

dan kewajiban masing-masing pihak. Ketika salah satu pihak tidak

menunaikan kewajibannya atau lalai, kondisi ini disebut wanprestasi. Hal

ini sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal

1238, yang menegaskan bahwa debitur dinyatakan Ialai dengan surat

perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari

perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus

dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.1 KUH Perdata

1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

53

Pasal 1243 juga menegaskan bahwa Penggantian biaya, kerugian dan

bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila

debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi

perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya

hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui

waktu yang telah ditentukan.2 Artinya, nasabah dapat disebut wanprestasi

jika setelah dianggap lalai nasabah tetap tidak memenuhi perjanjian atau

prestasi yang dilakukan nasabah melewati masa jatuh tempo yang sudah di

sepakati di perjanjian. Namun, dalam klausul gugatannya, nasabah selaku

penggugat memohon agar terdapat penjadwalan ulang, yang mana hal

tersebut merupakan salah satu bentuk kemauan nasabah untuk

bertanggung jawab atas wanprestasi yang dilakukannya. Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 36 memaparkan bentuk-bentuk

wanprestasi sebagai berikut:

Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji (wanprestasi), apabila:

a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; atau

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukan.3

Dengan demikian, yang terjadi pada perkara akad musyarakah

mutanaqisah Putusan MA No. 1024 K/Pdt/2016 diawali karena nasabah

selaku penggugat melalukan wanprestasi karena kondisi ekonominya

memburuk. Karena wanprestasi dapat merugikan pihak bank, maka bank

mengirimkan surat peringatan atau somasi sebanyak tiga kali agar nasabah

meneruskan pembiayaannya. Namun, pembayaran yang seharusnya

dilakukan nasabah tetap tidak berlanjut, maka bank melelang jaminan

pembiayaan. Karena merasa tertekan dan dirugikan, nasabah mengajukan

2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

3 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

54

gugatan terhadap bank ke Pengadilan Negeri dengan dalil perbuatan

melawan hukum.

Sementara itu, yang dimaksud perbuatan melawan hukum yakni

perbuatan yang dilakukan seseorang yang melanggar hukum atau undang-

undang yang berlaku dan merugikan orang lain. KUH Perdata Pasal

1365menegaskan tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan

kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.4

Padahal, eksekusi jaminan yang dilakukan bank merupakan bagian

dari implementasi klausul dalam perjanjian akad MMq antara nasabah dan

bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Penyaluran

Dana Pasal 6 dan Pasal 8 mengatur bahwa bank dapat meminta jaminan

atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat

memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam Akad karena kelalaian

dan/atau kecurangan.5 Peraturan tersebut memberikan hak bagi bank untuk

meminta jaminan pada nasabah agar nasabah tidak lalai atau pun curang

dalam melakukan pembayarannya. KUH Perdata Pasal 1267 juga

menegaskan bahwa pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi,

dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan,

jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan,

dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.6

Seperti perkara akad MMq di atas, nasabah melakukan wanprestasi

dan karenanya bank mengeksekusi jaminan setelah somasi yang ketiga

kalinya. Jika bank dikatakan melawan hukum, maka hal itu tidak tepat

karena bank hanya melakukan haknya. Hal ini sesuai Undang-Undang

(UU) Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) Pasal 21, yang

berbunyi apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang

Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang

4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Penyaluran Dana.

6 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

55

diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini7. Dalam UUHT,

terdapat tiga cara eksekusi jaminan dengan hak tanggungan, yaitu:

a. Eksekusi melalui pengadilan

Menurut UUHT Pasal 14, sertifikat hak tanggungan mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang

sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga eksekusi jaminan hak

tanggungan dapat dilakukan di pengadilan, sebagaimana UUHT Pasal

14 Poin 2 dan 3, yaitu:

1) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”.

2) Sertifikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan hukum tetap dan

berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang

mengenai hak atas tanah.

b. Eksekusi atas kekuasaan sendiri

UUHT Pasal 6 menjelaskan apabila debitor cidera janji, pemegang

Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Ini

berarti eksekusi jaminan hak tanggungan dapat dilakukan bank atas

kekuasaan sendiri sebagai pemegang hak tanggungan.

7 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Berserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

56

Hal tersebut juga ditegaskan pada UUHT Pasal 20 Poin 1, yang

berbunyi:

Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :

1) Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual

obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, atau

2) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2),

obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum

menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang

Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada

kreditor-kreditor lainnya.

c. Eksekusi dengan cara penjualan bawah tangan

Sementara eksekusi dengan cara penjualan di bawah tanga

ditegaskan dalam UUHT Pasal 20 Poin 2 dan 3:

1) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,

penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah

tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga

tertinggi yang mengun-tungkan semua pihak.

2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak

diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang

Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan

diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang

beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa

setempat, serta tidak ada pihak yang menyata-kan keberatan.

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

57

2. Perselisihan nominal sisa pembayaran dalam pembiayaan akad

MMq

Salah satu dalil nasabah dalam gugatannya terhadap bank merupakan

perselisihan sisa pembayaran dalam akad MMq, yakni:

Bahwa, in casu adanya perselisihan antara PENGGUGAT dengan

TERGUGAT terkait JUMLAH HUTANG TIDAK PASTI, hal mana

menurut PENGGUGAT sisa hutang Penggugat kepada Tergugat untuk

perjanjian aquo yakni sebesar Rp. 2.230.000.000 - Rp. 500.411.000,- =

Rp. 1.729.589.000,- (satu milyar tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima

ratus delapan puluh sembilan riburupiah namun menurut TERGUGAT,

PENGGUGAT hanya baru membayar bunga saja, oleh karenanya nyata

ada sengketa antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT, selaku demikian

dalam kesempatan ini PENGGUGAT memohon kiranya Yang Mulia

Majelis Hakim Pemeriksa menyatakan menetapkan sisa hutang

PENGGUGAT kepada TERGUGAT yakni sejumlah Rp.1.729.589.000,-

(satu milyar tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh

sembilan ribu rupiah) atau sejumlah tertentu yang menurut Yang Mulia

Majelis Hakim adil dan patut dibayarkan oleh PENGGUGAT kepada

TERGUGAT.8

Dalam perkara Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016, nasabah dan bank

telah menyepakati perjanjian akad MMq dengan akta notaris sehingga

pembiayaan MMq tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum. Akad MMq

merupakan akad campuran berupa kerja sama dan jual beli, bukan jual-beli

yang terdapat utang-piutang di dalamnya. Karena berbentuk kerja sama,

nasabah dan bank sama-sama menyatukan modal untuk membeli objek

akad. Sementara itu, perpindahan kepemilikan objek akad tersebut

dilakukan dengan cara nasabah membeli porsi kepemilikan bank akan

objek akad tersebut. Untuk penggunaan pribadi, nasabah menyewa objek

akad dengan akad ijarah atau sewa. Jadi, selain kerja sama dan jual beli,

akad MMq juga diikuti sewa. Dalam dalil gugatan yang disebutkan

8 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 K/Pdt/2016.

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

58

nasabah di atas, terdapat perselisihan sisa utang tidak pasti, yang mana

menurut nasabah selaku penggugat utang tersisa sebesar Rp

1.729.589.000,00. Selain itu, menurut nasabah, bank menyatakan nasabah

baru membayar bunganya saja. Hal ini ditolak bank dalam eksepsinya,

bahwa hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dan tergugat ialah

kerja sama untuk membiayai pembelian barang dengan akad MMq. Lalu

nasabah bersedia melakukan pembayaran pengambilalihan porsi

kepemilikan barang bank dengan jangka waktu yang disesuaikan dengan

jangka waktu sewa. Jangka waktu sewa akan berlangsung selama 180 hari

dengan harga sewa sebesar Rp 31.500.000,00 per bulan untuk 24 bulan

pertama dan selanjutnya akan disesuaikan dengan kondisi pasar. Dengan

itu, bagi hasil untuk nasabah sejumlah Rp 14.755.000,00, sedangkan

keuntungan bank sejumlah Rp 16.725.000,00. Untuk pembayaran

angsuran sebesar Rp 22.618.145,00, yang terdiri dari pengambilalihan

porsi bank (pokok) sebesar Rp 5.893.145,00 dan bagi hasil untuk porsi

bank (margin ijarah) sebesar Rp 16.725.000,00. Dengan demikian, sudah

jelas terdapat dua bentuk pembayaran yang harus dibayarkan nasabah,

yaitu pembayaran pokok dan pembayaran margin ijarah.

Perselisihan yang terjadi dalam perkara di atas dikarenakan perbedaan

perspektif akan pembiayaan MMq. Nasabah menyebut sisa pembayaran

MMq di gugatannya dengan utang dan disertai bunga. Sementara bank

menyesuaikan pembiayaan akad MMq dengan Fatwa DSN dan peraturan

yang berlaku. Sehingga terdapat perbedaan perhitungan sisa pembiayaan

akad MMq. Seharusnya sisa pembiayaan akad MMq dihitung dengan

dikurangi pembayaran pembelian porsi kepemilikan bank, sementara biaya

sewa merupakan pembayaran yang harus dilakukan nasabah ketika

nasabah menyewa manfaat atas objek akad MMq. Jadi, terdapat dua

bentuk pembayaran yang harus dilakukan nasabah dan kedua pembayaran

tersebut bukan merupakan satu kesatuan. Artinya, pembayaran pembelian

porsi kepemilikan bank untuk menambah aset nasabah dalam kepemilikan

objek akad dan mengurangi porsi kepemilikan bank. Lalu, biaya sewa

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

59

dibayarkan karena nasabah menggunakan manfaat dari objek akad dan

sebagai keuntungan bank. Ketimpangan dalam ketidakpahaman akan akad

MMq ini merupakan faktor sengketa yang akan dibahas selanjutnya.

3. Ketidakpahaman nasabah akan pembiayaan akad MMq

a. Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Negeri

Ketidakpahaman nasabah akan pembiayaan MMq bermula sejak

nasabah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung. Dalam

perjanjian akad MMq yang sudah disepakati nasabah dan bank,

terdapat klausul bahwa ketika terjadi perselisihan dan musyawarah

tidak memberi kata sepakat, para pihak sepakat memilih domisili yang

tetap dan tidak berubah pada Kantor Panitera Pengadilan Agama

Bandung.

KUH Perdata Pasal 1338 mengatur bahwa semua persetujuan yang

dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.9 Persetujuan itu tidak dapat ditarik

kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus

dilaksanakan dengan i‟tikad baik. Dengan ini, klausul-klausul pada

akad MMq yang disepakati nasabah dan bank menjadi undang-undang

bagi mereka. Karena nasabah dan bank sudah menyepakati

penyelesaian perselisihan di Pengadilan Agama Bandung, nasabah dan

bank harus mematuhi apa yang sudah disepakati.

Kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa perkara

ekonomi syariah juga diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama Pasal 49, yang berbunyi Pengadilan agama bertugas

dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di

tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.

9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

60

perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h.

shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.10

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 Tahun 2016

Pasal 1 Poin 4 juga menegaskan bahwa Perkara Ekonomi Syariah

adalah perkara di bidang ekonomi syariah meliputi bank syariah,

lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah,

reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka syariah,

sekuritas syariah, pembiayaan syariah, penggadaian syariah, dana

pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah, termasuk wakaf,

zakat, infaq, dan shadaqah yang bersifat komersial, baik yang bersifat

kontensius maupun volunteer.11

Maka, pembiayaan akad MMq dalam

perkata di atas sangat jelas termasuk perkara ekonomi syariah.

Namun, dalam gugatannya, nasabah mengajukan ke Pengadilan

Negeri Bandung, yang mana hal tersebut menyimpang dari

kesepakatan dalam akad MMq. Seharusnya nasabah mengajukan

gugatan terhadap bank di Pengadilan Agama Bandung sesuai yang

disepakati dan sesuai peraturan yang berlaku.

b. Penyebutan sisa pembayaran akad MMq dengan utang

Dalam gugatannya, nasabah menyebut sisa pembayaran akad

MMqnya dengan utang dan terdapat bunga. Hal ini jelas sangat

berbeda dengan pembiayaan akad MMq yang terdiri dari kerja sama

dan jual beli. Karena pembiayaan akad MMq berupa kerja sama antara

nasabah dan bank untuk membeli objek akad, maka tidak terdapat

utang. Sedangkan saat nasabah membeli porsi kepemilikan bank, itu

adalah perjanjian yag wajib dilakukan nasabah dalam akad MMq dan

tidak berbentuk pinjam-meminjam sehingga tidak ada utang.

Walaupun ada angsuran yang harus dibayarkan nasabah ke bank itu

bukanlah utang, melainkan pembelian porsi kepemilikan bank atas

10

UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 11

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 Tahun 2016.

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

61

objek akad. Maka tidak tepat jika sisa pembayaran disebut utang.

Sementara itu, bunga merupakan riba yang mana dilarang dalam

syariat Islam. Tentu penyebutan pembayaran bunga tidak dapat

disesuaikan dengan pembiayaan akad MMq.

Inilah risiko yang timbul ketika nasabah tidak memahami akad

MMq. Dengan akad campuran, akad MMq dapat disalahpahami karena

terdapat dua pembayaran yang berbeda, yakni pembayaran porsi

kepemilikan bank oleh nasabah dan pembayaran sewa oleh nasabah

karena menggunakan manfaat dari objek akad sampai terjadinya

pengalihan kepemilikan.

4. Tidak Adanya Musyawarah Sebagai Penyelesaian Perselisihan

Ketika terjadi perselisihan dalam pembiayaan di bank syariah, terdapat

musyawarah sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Dalam

Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, wanprestasi yang dilakukan nasabah dapat

terhindar menjadi sengketa jika nasabah dan bank sama-sama beritikad

baik untuk menyelesaikan perselisihan. Perbedaan perspektif akan sisa

nominal pembiayaan dapat diluruskan dengan musyawarah yang baik,

yaitu bank dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam akan

pembiayaan MMq agar nasabah mengerti pembiayaan yang dilakukannya.

Tentu saja musyawarah yang disertai itikad baik bukan tidak mungkin

menghindarkan masing-masing pihak dari sengketa.

Pada Keputusan DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman

Implementasi Musyarakah Mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan,

Pembiayaan bermasalah dapat diselesaikan oleh para pihak melalui

musyawarah mufakat dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling),

penambahan syarat baru (reconditioning), maupun penggunaan struktur

baru (restructuring). Bank Syariah/LKS juga dapat melakukan

penyelesaian (settlement) Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah bagi

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

62

nasabah yang tidak menyelesaikan atau melunasi pernbiayaannya sesuai

jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

a. Aset Musyarakah Mutanaqisah atau jaminan lainnya dijual oleh

nasabah rnelalui Bank Syariah/ Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

dengan harga yang disepakati;

b. Nasabah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah/LKS

dari hasil penjualan;

c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, rnaka Bank

Syariah/LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah;

d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang

tetap menjadi utang nasabah;

e. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka

Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan

Bank Syariah/LKS.12

B. Akibat Hukum dari Sengketa Akad Musyarakah Mutanaqishah

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Buku II Pasal 46

menegaskan bahwa suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang

mengadakan akad.13

Hal ini berarti akad MMq yang dilakukan nasabah dan

bank berlaku bagi nasabah dan bank sebagai subjek hukum dalam perjanjian.

KUH Perdata Pasal 1267 mengatur pihak yang terhadapnya perikatan tidak

dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi

persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan

persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Menurut pasal

ini, ketika suatu perjanjian terjadi pelanggaran atau wanprestasi oleh salah

satu pihak, pihak lainnya berhak menuntut pembatalan persetujuan. Hal ini

berlaku pada perkara Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016, yang mana karena

12

Keputusan DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Implementasi

Musyarakah Mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan. 13

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

63

nasabah melakukan wanprestasi, bank berhak melakukan pembatalan kontrak

akad MMq.

Perjanjian akad MMq antara nasabah dan bank merupakan peristiwa

hukum. Karena adanya perjanjian atau peristiwa hukum tersebut, munculah

hubungan hukum antara nasabah dan bank. Dengan adanya hubungan hukum

tersebut, lahirlah akibat hukum berupa kewajiban dan hak antara nasabah dan

bank. Jika pembiayaan akad MMq ini berhasil hingga perpindahan hak

kepemilikan objek akad, hubungan hukumnya pun menjadi selesai.

Dalam perkara Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, di tengah pembiayaan

terjadi wanprestasi oleh pihak nasabah yang berujung dengan sengketa di

pengadilan. Namun nasabah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

Bandung, bukan ke Pengadilan Agama Bandung seperti yang tertera pada

perjanjian. Lalu gugatan nasabah ditolak dan eksepsi bank diterima. Maka

akibat hukum yang muncul dari putusan pengadilan tersebut yakni Pengadilan

Negeri Bandung tidak berwenang dalam memeriksa perkara yang diajukan

nasabah. Sementara akibat hukum yang muncul dari sengketa akad MMq ini

berupa batalnya perjanjian akad MMq.

Pada perkara di atas, terdapat pembiayaan bermasalah yakni ketika

nasabah wanprestasi untuk melakukan pembayaran pembelian porsi

kepemilikan bank, lalu bank mengeksekusi jaminan akad. Maka, pembatalan

kontrak terjadi karena tidak dipenuhinya salah satu kewajiban dalam

perjanjian. Akibat hukumnya dari pembatalan kontrak yaitu keadaan

dikembalikan pada posisi semula, yang berarti nasabah mengembalikan dana

modal bank untuk pembelian rumah dalam pembiayaan akad MMq yang

belum dibayarkan nasabah. Hal tersebut terjadi karena nasabah sudah berjanji

membeli porsi kepemilikan bank dan bank sudah menyetujui bekerja sama

dengan akad MMq karena perjanjian nasabah.

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

64

C. Risiko yang Timbul dari Akad Musyarakah Mutanaqishah

Risiko-risiko ini harusnya dapat diantisipasi pihak bank maupun pihak

nasabah untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya sengketa pada

pembiyaan akad MMq.

1. Risiko Wanprestasi

Risiko wanprestasi dapat terjadi sebagai konsekuensi adanya angsuran

dalam pembiayaan akad MMq. Risiko ini bisa muncul ketika nasabah

melakukan angsuran dalam pembelian porsi kepemilikan bank atas objek

akad. Walaupun keuntungan bank diambil dari sewa, bukan penjualan

porsi kepemilikan, tetapi dana penjualan porsi kepemilikan bank

merupakan aset yang akan diputar dalam pembiayaan yang lainnya agar

bank tersebut terus berjalan. Jika nasabah tidak memenuhi perjanjiannya

untuk membeli porsi kepemilikan bank, maka bank akan dirugikan karena

kurangnya dana sebagai aset. Karena itu, bank melakukan eksekusi

jaminan akad MMq ketika nasabah wanprestasi untuk mencegah krisis

dana sebagai aset bank.

Di sisi lain, bank bukan tidak mungkin melakukan wanprestasi yang

dapat merugikan nasabah. Risiko wanprestasi yang dilakukan bank dapat

berupa pemberlakuan besaran denda yang tidak sesuai perjanjian atau

pemberlakukan ganti rugi yang tidak disebut dalam klausul perjanjian

ketika nasabah menunggak angsurannya. Namun, risiko wanprestasi ini

pada prakteknya lebih banyak disebabkan oleh nasabah, karena nasabah

memiliki beban untuk membayar angsuran sebagai pembelian porsi

kepemilikan bank atas objek akad. Seperti pada perkara No. 1024

K/Pdt/2016, yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan ialah

wanprestasi yang dilakukan nasabah. Setelah somasi tiga kali, bank

mengeksekusi jaminan akad MMq, sehingga nasabah merasa lebih

tertekan dan memutuskan untuk menggugat bank.

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

65

2. Risiko Syariah

Risiko syariah muncul karena akad-akad ekonomi syariah memiliki

ciri khas yang berbeda dari produk-produk perbankan konvensional.

Secara umum, Akad-akad ekonomi syariah berbasis profit and loss

sharing, karena itu akad-akad ekonomi syariah memiliki ketentuan sendiri,

yang mana harus sesuai syariah. KHES Buku II Pasal 45 mengatur bahwa

suatu akad tidak hanya mengikat untuk hal yang dinyatakan secara tegas di

dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat akad yang

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan nash-nash syariah.14

Hal ini

berarti ketentuan bagi para pihak tidak hanya berdasarkan perjanjian akad

yang disepakati, tapi juga berdasarkan prinsip syariah yang berlaku. UU

Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 2 menegaskan bahwa Perbankan Syariah

dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah,

demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.15

Dengan demikian, kepatuhan akan prinsip syariah merupakan

kewajiban bagi para pihak yang melakukan perjanjian akad ekonomi

syariah. Maka orang-orang yang melakukan perjanjian akad ekonomi

syariah otomatis tunduk pada prinsip syariah. Risiko syariah terjadi ketika

salah satu pihak ada yang tidak mematuhi prinsip syariah atau tidak

memenuhi ketentuan akad.

3. Risiko Hukum

Risiko hukum terjadi ketika ada perkara ekonomi syariah dan tidak

terdapat peraturan yang mengatur untuk menyelesaikan perkara ekonomi

syariah tersebut. Seperti perjanjian pada umumya, akad ekonomi syariah

juga diikuti risiko akan sengketa. Namun, regulasi yang mengatur tentang

perikatan lebih condong pada perikatan konvensional, yang mana tidak

terdapat asas-asas berlandaskan prinsip syariah.

14

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). 15

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

66

Sementara itu, dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), KHES dapat

menjadi pedoman yang berprinsip syariah bagi praktisi hukum untuk

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Namun, akad MMq merupakan

inovasi dari akad Syirkah/Musyarakah, yang mana di dalam KHES tidak

terdapat ketentuan tentang akad MMq secara rinci. Dalam KHES, akad

MMq mengacu pada ketentuan Syirkah.

Hal ini menjadi penting karena dengan adanya inovasi akad ekonomi

syariah seperti akad MMq, tentu perikatan sebagai peristiwa hukum yang

muncul dari akad tersebut tidak hanya kerja sama dan akibat hukumnya

pun menjadi berbeda. Dalam akad MMq, terdapat peristiwa hukum berupa

kerja sama dan jual-beli, serta diikuti sewa-menyewa. Sedangkan, akibat

hukumnya berupa hak-hak dan kewajiban antara nasabah dan bank, yakni

kewajiban nasabah dan bank untuk menyatukan modal untuk membeli

objek akad, kewajiban bank menjual porsi kepemilikannya atas objek

akad, kewajiban nasabah membeli porsi kepemilikan bank, hak nasabah

untuk menyewa objek akad, dan hak bank untuk menyewakan objek akad.

Dengan ini, diperlukan adanya regulasi yang mengatur secara rinci akad-

akad ekonomi syariah dengan model pembiayaan, karena risiko syariah

dapat muncul disebabkan kurangnya peraturan yang berlaku.

4. Risiko Akad Campuran

Pembiayaan akad MMq merupakan campuran akad yang terdiri dari

kerja sama dan jual beli. Kerja sama bank dan nasabah berupa penyatuan

modal untuk pembelian suatu objek akad. Kemudian jual belinya berupa

pembelian porsi kepemilikan bank atas objek akad oleh nasabah hingga

nasabah memiliki objek akad seutuhnya. Akad MMq diakhiri dengan

perpindahan kepemilikan porsi bank kepada nasabah. Pembiayaan ini juga

disertai akad ijarah atau sewa, yang mana pada prakteknya objek akad

yang sudah dimiliki bersama antara nasabah dan bank disewakan

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

67

manfaatnya pada nasabah sembari nasabah mengangsur pembelian porsi

kepemilikan bank.

Dengan demikian, terdapat dua bentuk pembayaran dalam pembiayaan

akad MMq, yakni pembayaran porsi kepemilikan bank atas objek akad dan

pembayaran biaya sewa yang dilakukan nasabah. Risiko akad campuran

timbul ketika nasabah tidak memahami akad campuran yang terdapat pada

akad MMq dan pihak bank tidak memberikan penjelasan yang memadai

pada nasabah. Ketidakpahaman salah satu pihak dan tidak adanya

persamaan perspektif akan pencampuran akad ini di antara pihak bukan

tidak mungkin dapat menimbulkan perselisihan antar pihak.

Pada perkara Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, nasabah tidak memahami

dengan baik adanya dua bentuk pembayaran sebagai konsekuensi

percampuran akad dalam akad MMq, sehingga nasabah merasa dicurangi

oleh bank. Sementara itu, ketidakpahaman nasabah menunjukkan

kekurangjelasan pihak bank dalam memberi pemahaman akan pembiayaan

akad MMq.

5. Risiko Bagi Hasil

Pembiayaan akad MMq menggunakan mekanisme pembagian

keuntungan dengan cara bagi hasil. Ketika nasabah menyewa objek akad,

bagi hasil sebagai keuntungan sewa yang menjadi hak nasabah dibayarkan

kepada bank untuk ditambahkan dalam pembayaran angsuran pembelian

porsi kepemilikan bank. Risiko bagi hasil muncul ketika nasabah tidak

memahami dengan baik pembagian bagi hasil dalam pembiayaan akad

MMq. Karena pada dasarnya nasabah datang ke bank untuk melakukan

pembiayaan pembelian rumah, yang mana dalam pembiayaan hunian

rumah terdapat dua akad yang biasa digunakan, yakni akad murabahah dan

akad MMq. Jika nasabah menerima tawaran akad MMq tapi tak

memahami mekanisme akad MMq, hal ini dapat menimbulkan

kesalahpahaman ketika ada dua pembayaran berbeda dan bagi hasil yang

dibayarkan pula.

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

68

6. Risiko Jaminan

Dalam pembiayaan, risiko jaminan seringkali memicu adanya

perselisihan dan sengketa. Hal ini dikarenakan pembiayaan tidak luput dari

risiko pembiayaan bermasalah atau wanprestasi. Risiko jaminan muncul

ketika nasabah tidak memenuhi jatuh tempo angsuran selama beberapa

waktu, sementara bank memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan jika

nasabah tidak meneruskan pembiayaannya setelah tiga kali somasi.

Perselisihan dan persengketaan dapat muncul jika nasabah dan bank tidak

melakukan musyawarah dengan baik dalam menyelesaikan solusi

pembiayaan bermasalah nasabah. Pada pembiayaan akad MMq di

perbankan syariah terdapat angsuran, yaitu angsuran pembelian porsi

kepemilikan bank atas objek akad.

Dalam perkara Putusan MA Nomor 1024 K/Pdt/2016, bank

mengeksekusi jaminan pembiayaan akad MMq. Namun, nasabah merasa

eksekusi jaminan tersebut merugikan dirinya, maka nasabah mengajukan

gugatan terhadap pihak bank. Risiko jaminan sebagai pemicu sengketa

dalam perkara ini muncul akibat wanprestasi yang dilakukan nasabah.

setelah disomasi tiga kali, nasabah masih belum meneruskan

pembiayaannya, maka bank mengeksekusi jaminan pembiayaan akad

MMq.

7. Risiko transparansi

Risiko ini muncul ketika bank sebagai penyalur dana pembiayaan tidak

bersifat transparans pada nasabah selaku penerima saluran dana. Prinsip

transparansi tidak hanya berlaku bagi bank konvensional tapi juga bagi

bank syariah. Dalam akad-akad pembiayaan, risiko transparansi muncul

ketika data pembiayaan angsuran tidak sesuai dengan apa yang dibayarkan

nasabah.

Dalam perkara akad MMq Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, terdapat

salah satu dalil gugatan nasabah terhadap bank bahwa bank tidak

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

69

menjelaskan detail sisa pembayaran pembiayaan akad MMq. Sementara

dari analisa di atas, terdapat faktor ketidakpahaman nasabah akan

pembiayaan akad MMq. Namun di sisi lain bank juga tidak memberi

pemahaman yang detail pada nasabah agar nasabah paham dengan

pembiayaan yang dilakukannya. Jadi, ketidaktransparansi bank terhadap

nasabah dapat mengakibatkan adanya perselisihan dan berlanjut pada

sengketa.

8. Risiko Angsuran

Dalam pembiayaan akad MMq di perbankan syariah, untuk membeli

porsi kepemilikan bank atas objek akad, nasabah melakukan angsuran

sampai porsi kepemilikan bank atas objek berkurang hingga habis. Risiko

angsuran muncul sebagai konsekuensi karena terdapat prestasi yang harus

dilakukan nasabah sebagai pengangsur selama waktu yang ditentukan.

Lebih lagi, setiap pembayaran angsuran ada jatuh tempo yang tidak boleh

dilewatkan nasabah agar tidak didenda. Karena adanya kewajiban nasabah

untuk mengangsur tadi, risiko angsuran terlambat atau pun macet tentu

bisa terjadi.

Dalam perkara Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, sengketa yang terjadi

diawali dengan macetnya angsuran nasabah dalam pembayaran porsi

kepemilikan nasabah. Bank mengeksekusi objek jaminan setelah somasi

tiga kali dan nasabah mengajukan gugatan terhadap bank karena nasabah

merasa dirugikan atas eksekusi jaminan tersebut.

D. Mitigasi Risiko pada Akad Musyarakah Mutanaqishah

Mitigasi harus dilakukan terhadap kemungkinan risiko-risiko yang timbul

dari akad MMq agar kedepannya sengketa dari akad MMq dapat dihindari

atau paling tidak diminimalisir. Sementara itu, mitigasi risiko yang ada pada

bab II tidak berlaku secara otomatis pada akad MMq karena akad MMq

memiliki kekhasan tersendiri dan teori mitigasi risiko pada bab II merupakan

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

70

teori secara umum. Dengan ini, mitigasi risiko yang dapat dilakukan pada

akad MMq, yaitu:

1. Mitigasi Risiko dengan Regulasi yang Kuat

Akad-akad ekonomi syariah mengalami perkembangan seiring dengan

bertumbuhnya perbankan syariah. Dalam hukum Islam, segala bentuk

muamalat dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Maka perkembangan akad-akad ekonomi syariah dibolehkan selama tidak

melanggar hukum Islam. Belakangan, terdapat beberapa akad yang

diinovasikan agar dapat memenuhi kebutuhan nasabah. Salah satunya

ialah pembiayaan akad MMq, yang mana akad MMq merupakan inovasi

dari akad Musyarakah. Jika akad musyarakah merupakan akad kerja sama

yang mana dua pihak atau lebih menyatukan modal untuk suatu usaha,

maka akad MMq tidak hanya melakukan kerja sama tapi juga jual beli

porsi kepemilikan salah satu pihak kepada yang lainnya. Dengan ini,

dalam akad MMq terdapat perpindahan kepemilikan dari milik bersama

menjadi milik salah satu pihak, sedangkan akad musyarakah diakhiri

dengan bagi hasil keuntungan sesuai kesepakatan para pihak.

Akad Musyarakah diatur dalam Fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000,

sementara akad MMq diatur dalam Fatwa DSN Nomor 73 Tahun 2008 dan

Keputusan DSN-MUI Nomor 1 untuk mengatur mekanisme akad MMq.

Tapi, dalam akad MMq juga berlaku hukum yang tercantum dalam Fatwa

DSN tentang akad Musyarakah karena dalam akad MMq terdapat unsur

akad musyarakah.

Selain itu, perikatan akad Musyarakah juga diatur dalam Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Namun, akad MMq tidak diatur secara

khusus dalam KHES, jadi tata cara perikatan akad MMq masih tunduk

pada peraturan akad Musyarakah di dalam KHES. Padahal terdapat

karakteristik tersendiri dalam akad MMq, yang mana perikatan dalam akad

MMq tidak hanya berupa kerja sama tapi juga jual beli. Pembiayaan akad

MMq juga diikuti dengan akad ijarah ketika nasabah menyewa manfaat

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

71

atas objek akad. Dengan ini, terdapat beberapa perikatan yang ada pada

akad MMq, yaitu kerja-sama, jual-beli, dan sewa-menyewa. Perikatan

tersebut merupakan peristiwa hukum yang menyebabkan adanya

hubungan hukum antara nasabah dan bank, sehingga akibat hukum dari

perikatan tersebut berupa hak dan kewajiban antara nasabah dan bank

dalam kerja-sama, jual-beli, dan sewa-menyewa. Sementara itu, dalam

KHES tentang akad Syirkah, yang diatur adalah perikatan berupa kerja

sama. Sedangkan perikatan jual-beli dan sewa-menyewa diatur dalam bab

sendiri di dalam KHES.

Lahir dengan bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2

Tahun 2008, KHES memberi kemudahan akad-akad ekonomi syariah

khususnya akad MMq untuk dipraktekkan secara luas di lembaga

keuangan syariah. Hal tersebut dikarenakan regulasi yang kuat merupakan

fondasi agar suatu sistem dapat dijalankan secara efektif dan

menguntungkan masing-masing pihak. Namun, regulasi yang mengatur

perikatan tentang akad-akad inovatif seperti akad MMq belum memadai.

Padahal, kebutuhan akan regulasi tersebut demi meningkatkan efektivitas

akad MMq sebagai akad alternatif dalam produk pembiayaan selain akad

murabahah. Dengan ini, sistem akad-akad ekonomi syariah seperti akad

MMq harus didorong dengan adanya regulasi yang kuat untuk mengatur

mekanisme pelaksanannya.

Di sisi lain, sistem akad ekonomi syariah seperti akad MMq yang

berbasis profit and loss sharing seharusnya tidak hanya diaplikasikan

secara praktek saja, tetapi nilai-nilai profit and loss sharing yang berupa

keuntungan dan kerugian ditanggung bersama dijadikan dasar untuk

beri‟tikad baik, yang mana masing-masing pihak memiliki tanggung jawab

dan hak untuk saling membantu. Untuk menciptakan kondisi yang

memungkinkan masing-masing pihak untuk sama-sama beri‟tikad baik,

diperlukan suatu regulasi yang kuat dan kokoh dalam mengatur sistem

akad ekonomi syariah, khususnya pada akad inovasi seperti akad MMq.

Regulasi yang kuat akan memberikan landasan yang kokoh pada praktek

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

72

akad MMq sehingga dapat membuat akad MMq lebih mudah dipahami,

sehingga dapat meminimalisir risiko sengketa.

2. Mitigasi Risiko dengan Pemahaman Pembiayaan Akad MMq Pra

Perjanjian Akad

Pemahaman pembiayaan akad MMq pra kontrak menjadi penting

karena saat itu nasabah dan bank menyamakan persepsi akan pembiayaan

akad MMq yang dilakukan agar di masa mendatang risiko perselisihan

dapat dihindari. Namun, perkara pada Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016

menunjukkan tidak adanya forum antara nasabah dan bank untuk

menyamakan persepsi dalam memahami akad MMq. Jadi, nasabah dan

bank sama-sama menandatangani kontrak akad MMq tanpa pihak bank

mengetahui apakah nasabah memahami dengan benar produk MMq dan

mekanismenya. Pada prakteknya, biasanya nasabah mengajukan

permohonan pembiayaan pada bank syariah, lalu bank hanya menilai dari

sisi kesanggupan nasabah untuk melakukan pembiayaan dengan prinsip

5C, yaitu:

a. Character

Karakter nasabah merupakan hal penting untuk melakukan

pembiayaan. Bank menilai apakah nasabah memiliki karakter yang

baik pada kehidupan sehari-hari sehingga risiko wanprestasi yang

bisa dilakukan nasabah dalam pembiayaan dapat diminimalisir.

b. Capacity

Prinsip capacity ini menilai apakah nasabah memiliki masalah

keuangan atau tidak. Jadi kemampuan nasabah untuk melakukan

pembiayaan dinilai demi mencegah terjadinya wanprestsi di

kemudian hari.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

73

c. Capital

Prinsip capital merupakan penilaian akan aset kekayaan yang

dimiliki nasabah seperti sumber penghasilan nasabah. Penilaian ini

untuk menjamin nasabah tidak akan mengalami pembiayaan

bermasalah dan juga untuk menentukan besaran angsuran dalam

pembiayaan.

d. Condition

Prinsip condition ini merupakan suatu kondisi yang disebabkan

faktor di luar bank dan nasabah. Prinsip kondisi ini penting karena

dalam melakukan pembiayaan kondisi perekonomian negara juga

dapat berpengaruh.

e. Collateral

Prinsip terakhir adalah collateral, yaitu jaminan. Dalam

melakukan pembiayaan, nasabah harus memberikan jaminan

sebagai tanda sungguh-sungguh nasabah dalam melakukan

pembiayaan.16

Setelah nasabah dinilai sanggup melakukan pembiayaan, bank dan

nasabah dapat melakukan perjanjian akad MMq. Seringkali pembiayaan

yang diajukan nasabah diterima bank jika syarat dan penilaian 5C

terpenuhi. Padahal, pembiayaan MMq merupakan pembiayaan yang dapat

dilakukan dalam jangka panjang, yaitu sekitar 5-15 tahun, yang mana

walaupun diawalnya pembiayaan berjalan normal, namun mungkin saja

terjadi wanprestasi yang bisa dilakukan salah satu pihak, baik nasabah

maupun pihak bank. Dengan demikian, penilaian kesanggupan

pembiayaan 5C saja tidak menjamin terhindarkan risiko yang

16

Ismail. Manajemen Perbankan: dari Teori Menuju Aplikasi. (Jakarta, Kencana Prenada

Media Group: 2011), h. 112-114.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

74

menyebabkan perselisihan. Karenanya, pemahaman yang baik akan akad

MMq sebelum dilakukan perjanjian sangat penting.

Misalnya saja, jika nasabah dinilai mempunyai kemampuan membayar

angsuran dalam pembiayaan sekitar 5-10 tahun, tapi pemahaman akan

akad MMq yang dilakukannya kurang baik, maka risiko terjadinya

perselisihan dapat meningkat. Hal ini terjadi karena dalam akad MMq

terdapat dua bentuk pembiayaan yang disebabkan adanya akad campuran.

Nasabah yang tidak memahami akad MMq bisa saja merasa dirugikan

karena melakukan dua bentuk pembayaran, padahal pembayaran yang

dilakukannya sudah sesuai ketentuan akad MMq.

Ketidakpahaman pihak nasabah dapat dihindari atau paling tidak

diminimalisir dengan adanya penjelasan yang rinci sebelum perjanjian

dilakukan. Bank syariah sebagai pihak yang menyediakan produk

pembiayaan dengan akad MMq harus memiliki Sumber Daya Manusia

(SDM) yang kompeten dalam bidang ekonomi syariah agar tujuan tersebut

dapat dilaksanakan. Pada prakteknya, sebagian praktisi bank syariah yang

secara langsung menangani permohonan pembiayaan nasabah tidak

memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang ekonomi syariah. Hal

ini menjadi salah satu faktor tidak adanya penjelasan yang mendalam akan

akad ekonomi syariah pada nasabah, khususnya akad MMq. Jadi, SDM

bank syariah yang mempunyai kompetensi dalam akad ekonomi syariah

sangat penting untuk membantu nasabah memahami pembiayaan yang

dilakukannya. Selanjutnya, kesadaran pihak bank mau pun pihak nasabah

untuk menyamakan pemahaman akan akad yang dipakai akan sangat

berguna untuk menghindari atau setidaknya meminimalisir munculnya

perselisihan.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

75

3. Mitigasi Risiko dengan Memanfaatkan Musyawarah Secara

Efektif

Dalam suatu transaksi, terdapat kemungkinan perbedaan pendapat

sampai menjadi perselisihan antara nasabah dan bank, tidak terkecuali

pada pembiayaan akad MMq. Apalagi, pada pembiayaan akad MMq tidak

hanya ada satu akad tapi terdapat akad campuran yaitu musyarakah, ba‟i,

serta ijarah, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahpahaman yang

menyebabkan perselisihan pada waktu nasabah membayar angsuran yang

dikiranya sebagai pengurangan utang, tapi sebenarnya pembayaran

angsuran tersebut terdiri dari pembayaran pokok berupa pembelian porsi

kepemilikan bank dan pembayaran sewa karena nasabah menyewa objek

akad. Perselisihan ini dapat diminimalisir agar tidak menjadi sengketa

dengan dilakukannya musyawarah. Jadi sebelum mengambil langkah

hukum, pihak-pihak semestinya mengadakan musyawarah untuk

mengatasi perbedaan pandangan dan perselisihan yang terjadi. Dalam

musyawarah, para pihak harus mendengarkan penjelasan pihak-pihak lain,

lalu diambil kesimpulan atau pun tingkat lanjutannya. Dengan

musyarawah, diharapkan para pihak dapat menyelesaikan perselisihan

tanpa harus ke pengadilan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Namun, sering kali musyawarah antar pihak diabaikan, sehingga sengketa

di tingkat pengadilan lebih mudah terjadi.

Padahal, yang dinamakan perselisihan ialah suatu pemahaman yang

tidak sama, maka yang dilakukan dalam musyawarah ialah menyamakan

pemahaman dengan i‟tikad baik untuk menyelesaikan perselisihan.

Ketidakefektifan musyawarah juga terjadi di dalam pengadilan, yakni pada

saat mediasi. Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa dengan

cara musyawarah dan dibantu dengan pihak ketiga. Di pengadilan, mediasi

wajib dilakukan sebelum perkara masuk ruang sidang, namun hanya

sedikit atau bahkan tidak ada perkara yang berhasil di tahap mediasi, maka

perkara dilanjutkan di ruang sidang. Hal tersebut menunjukkan mediasi di

pengadilan tidak efektif menjadi alternatif penyelesaian sengketa. Namun,

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

76

ketidakefektifan mediasi bukan disebabkan mekanisme mediasi yang

menjunjung musyawarah tapi dapat diakibatkan para pihak yang tidak

beri‟tikad baik untuk menyelesaikan sengketa atau pihak mediator yang

tidak bisa membimbing para pihak dalam mediasi.

Alternatif sengketa lainnya yaitu berupa arbitrase. Menurut UU Nomor

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian sengketa, arbitrase

adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum

yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh

para pihak yang bersengketa.17

Perbedaan mendasar mediasi dan arbitrase

adalah:

a. Mediasi mengutamakan win-win solution atau hasil

kesepakatan bersama. Sedangkan pada abitrase, walaupun

berlandaskan win-win solution, terdapat pihak yang masih tidak

puas dan pihak yang sudah puas.

b. Dalam mediasi, mediator memiliki tugas mendinginkan

suasana dan mengusulkan solusi. Sedangkan dalam arbitrase,

arbiter tidak hanya menyamankan suasana tapi juga

memutuskan putusan arbitrase.

c. Biaya yang dikeluarkan untuk sebuah mediasi cenderung lebih

murah dibanding di arbitrase.

Dalam sengketa ekonomi syariah, alternatif penyelesaian sengketa

dapat dilakukan di Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).

Sedangkan mediasi dapat dilakukan atas keinginan para pihak dengan

memakai lembaga-lembaga yang menawarkan jasa mediasi. Hal yang

terpenting dalam alternatif penyelesaian sengketa ialah i‟tikad baik para

pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan mengesampingkan

penyelesaian sengketa dengan cara litigasi.

Dengan adanya alternatif penyelesaian sengketa, persengketaan dalam

ekonomi syariah dapat diselesaikan tanpa harus ke pengadilan. Selain itu,

17

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian sengketa.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

77

penyelesaian sengketa sebenarnya juga dapat diselesaikan dengan

musyawarah antara bank nasabah, tapi dengan syarat para pihak

mempunyai keinginan dan i‟tikad baik dalam menyelesaikan sengketa.

Namun, yang sering terjadi adalah suatu perselisihan dialihkan ke meja

sidang tanpa ada forum musyawarah. Untuk melakukan musyawarah,

memang membutuhkan kesabaran masing-masing pihak, tapi keuntungan

yang didapat juga sesuai karena hasilnya merupakan kesepakatan bersama,

sehingga tidak ada yang dirugikan atau menang-kalah, juga tidak

memerlukan biaya yang mahal.

Dalam prinsip Islam, musyawarah merupakan langkah penting jika

terjadi perselisihan. Hal tersebut membuat mediasi sangat cocok

diterapkan pada sengketa di perbankan syariah. Jadi, tidak hanya akad-

akad ekonomi syariah yang diterapkan, tapi juga prinsip syariah dalam

menjalankan muamalah perlu diterapkan. Maka, diperlukan regulasi yang

kokoh agar aplikasi mediasi dalam menyelesaikan sengketa ekonomi

syariah dapat dijalankan secara efektif.

Pada perkara Putusan No. 1024 K/Pdt/2016, persengketaan antara

nasabah dan bank terjadi setelah nasabah wanprestasi dan bank

mengeksekusi jaminan. Dilihat dari gugatan nasabah dan eksepsi bank,

tampak bahwa sebelum melangkah ke jalur pengadilan tidak ada

musyawarah yang mendalam antara nasabah dan bank. Tidak adanya

musyawarah memberi dampak negatif terhadap hubungan nasabah dan

bank. Seharusnya, terdapat musyawarah sebelum bank mengirimkan

somasi pada nasabah dan juga selama somasi dilayangkan. Dalam hal ini,

pihak bank berperan penting untuk menciptakan suasana yang lebih

bersahabat untuk bersepakat secara musyawarah. Dengan itu, diharapkan

nasabah yang sedang mengalami kemerosotan ekonomi tidak tertekan

dengan adanya kesepakatan hasil musyawarah dengan bank. Sebagai pihak

yang lebih mengerti prinsip syariah, harusnya bank tidak hanya

memberikan peringatan, tapi juga bimbingan untuk bermusyawarah demi

mendapatkan solusi. Solusi untuk pembiayaan bermasalah dapat berupa

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

78

penjadwalan ulang (reschedulling), karena pembiayaan ulang tidak hanya

dilakukan ketika perkara akad MMq selesai disengketakan di pengadilan.

Penjadwalan ulang juga dapat dijadikan mitigasi risiko sebelum terjadinya

sengketa di ruang sidang ketika nasabah melakukan pembiayaan

bermasalah. Penjadwalan ulang dapat dijadikan produk di bank syariah

sebagai solusi bagi nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah di

bank tersebut.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab-bab

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penyebab Sengketa Akad MMq dan Akibat Hukumnya

Pada perkara Nomor 1024 K/Pdt/2016, terdapat beberapa penyebab

terjadinya sengketa, berikut juga disimpulkan akibat hukum dari

adanya perkara akad MMq, dan risiko pada akad MMq.

a. Penyebab Sengketa Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016

1) Wanprestasi

Dalam pembiayaan akad MMq, terdapat angsuran yang

sudah disepakati di kontrak akad MMq, yang mana nasabah

mengangsur pembelian porsi kepemilikan bank. Namun,

Nasabah mengalami kemerosotan ekonomi sehingga tidak

dapat melanjutkan angsurannya. Karena tidak memenuhi

klausul perjanjian akad MMq yang sudah disepakati antara

nasabah dan bank, maka nasabah disebut wanprestasi.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 36

memaparkan bentuk-bentuk wanprestasi sebagai berikut:

Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji (wanprestasi),

apabila:

a) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk

melakukannya;

b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikan;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

atau

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

80

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukan.

Sesuai KHES Pasal 36, nasabah tidak melakukan apa yang

dijanjikan untuk melakukannya, yaitu nasabah tidak

membayarkan angsuran selama beberapa waktu yang

seharusnya dilakukan sesuai perjanjian akad MMq.

Wanprestasi yang dilakukan nasabah berakibat pada eksekusi

jaminan yang dilakukan bank, sehingga nasabah merasa

dirugikan dan munculah perselisihan antara nasabah dan bank

yang berujung pada sengketa.

2) Perselisihan nominal sisa pembiyaan akad MMq

Perselisihan dalam sisa pembiayaan akad MMq terjadi

karena tidak terdapat pemahaman yang sama antara nasabah

dan bank akan akad MMq. Nasabah menganggap sisa

pembayaran yang dilakukannya adalah utang dan disertai

bunga. Sedangkan bank menyesuaikan pembayaran sesuai

ketentuan yang berlaku, yakni pembayaran angsuran pembelian

porsi kepemilikan bank oleh nasabah dan pembayaran biaya

sewa.

3) Ketidakpahaman nasabah akan akad MMq

Ketidakpahaman nasabah terhadap akad MMq

menyebabkan terjadinya sengketa antara nasabah dan bank,

karena nasabah menganggap pembayaran yang dilakukannya

berupa utang dan terdapat bunga. Sedangkan, sebenarnya

pembiayaan akad MMq berbentuk kerja sama untuk membeli

objek akad, jual beli untuk pembelian porsi kepemilikan bank

oleh nasabah, dan sewa untuk penyewaan objek akad oleh

nasabah. Dengan demikian, dalam akad MMq terdapat dua

bentuk pembayaran, yaitu pembayaran pembelian porsi

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

81

kepemilikan bank oleh nasabah dan pembayaran sewa.

Ketidakpahaman nasabah akan mekanisme pembayaran pada

akad MMq tersebut memicu terjadinya perselisihan antara

nasabah dan bank yang berujung di meja sidang.

Di samping itu, ketidakpahaman nasabah terlihat pada

pengajuan gugatan terhadap bank di Pengadilan Negeri

Bandung, yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan

perjanjian akad MMq antara nasabah dan bank. Dalam

perjanjian akad MMq, nasabah dan bank sudah sepakat jika

terjadi perselisihan dan tidak bisa diselesaikan dengan

musyawarah, akan diselesaikan di Pengadilan Agama Bandung.

Pengajuan gugatan tersebut juga tidak sesuai dengan KUH

Perdata Pasal 1338 yang mengatur bahwa semua persetujuan

yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

4) Tidak dilakukannya musyawarah sebagai alternatif

penyelesaian sengketa akad MMq

Dalam perkara Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016,

perselisihan terjadi karena wanprestasi yang dilakukan

nasabah, lalu bank langsung melakukan somasi dan diikuti

eksekusi jaminan objek akad tanpa melakukan musyawarah

dengan nasabah, sehingga perselisihan tersebut akhirnya

dibawa ke pengadilan. Seandainya terdapat musyawarah

sebelum somasi dilayangkan atau ketika somasi berjalan,

barangkali ada hasil kesepakatan yang dapat menguntungkan

kedua belah pihak.

b. Akibat Hukum

Perjanjian akad MMq antara nasabah dan bank merupakan

peristiwa hukum, yang mana terdapat pembelian porsi kepemilikan

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

82

bank oleh nasabah, sehingga porsi kepemilikan bank makin lama

berkurang dan porsi kepemilikan nasabah makin lama bertambah,

hingga di akhir transaksi terjadi perpindahan kepemilikan

seutuhnya ke nasabah. Karena adanya perjanjian atau peristiwa

hukum tersebut, munculah hubungan hukum antara nasabah dan

bank yang melahirkan akibat hukum berupa kewajiban dan hak

antara nasabah dan bank. Jika pembiayaan akad MMq ini berhasil

hingga perpindahan hak kepemilikan objek akad, hubungan

hukumnya pun menjadi selesai.

Pada perkara Putusan Nomor 1024 K/Pdt/2016, pembatalan

kontrak terjadi karena tidak dipenuhinya salah satu kewajiban

dalam perjanjian, yaitu ketika nasabah tidak meneruskan

angsurannya. Akibat hukum dari pembatalan kontrak tersebut

berupa keadaan dikembalikan pada posisi semula, yang berarti

nasabah mengembalikan dana modal bank untuk pembelian rumah

dalam pembiayaan akad MMq yang belum dibayarkan nasabah.

Hal tersebut terjadi karena nasabah sudah berjanji membeli porsi

kepemilikan bank dan bank sudah menyetujui bekerja sama dengan

akad MMq karena perjanjian nasabah.

2. Risiko Akad MMq dan Mitigasi yang dapat dilakukan pada risiko akad

MMq

a. Risiko yang timbul dari akad MMq

Dengan adanya pembiayaan akad MMq, terdapat risiko-risiko yang

bisa saja terjadi dan dapat berdampak pada adanya perselisihan dan

sengketa, risiko-risiko tersebut ialah risiko wanprestasi, risiko syariah,

risiko hukum, risiko akad campuran, risiko bagi hasil, risiko jaminan,

risiko transparansi, risiko angsuran. Dari risiko-risiko tersebut, risiko

yang paling berdampak dalam sengketa Putusan Nomor 1024

K/Pdt/2016 ialah risiko angsuran, risiko wanprestasi, risiko akad

campuran, risiko jaminan, dan risiko syariah. Untuk meminimalisir

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

83

risiko-risiko tersebut agar tidak terjadi perselisihan yang menyebabkan

sengketa diperlukan mitigasi risiko.

b. Mitigasi Risiko pada Akad MMq

Risiko-risiko yang dapat menyebabkan sengketa pada pembiayaan

MMq dapat dihindari dengan mitigasi risiko sebagai berikut:

1) Mitigasi risiko dengan regulasi yang kuat

Akad Musyarakah diatur dalam Fatwa DSN Nomor 8 Tahun

2000, sementara akad MMq diatur dalam Fatwa DSN Nomor 73

Tahun 2008. Tapi, dalam akad MMq juga berlaku hukum yang

tercantum dalam Fatwa DSN tentang akad Musyarakah. Ini berarti

akad MMq tetap tunduk pada peraturan akad Musyarakah. Selain

itu, KHES juga mengatur tata cara perikatan akad Musyarakah.

Namun, akad MMq tidak diatur secara khusus dalam KHES, jadi

tata cara perikatan akad MMq masih tunduk pada peraturan akad

Musyarakah di dalam KHES.

Untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan masing-

masing pihak untuk sama-sama beri‟tikad baik, diperlukan suatu

regulasi yang kuat dan kokoh dalam mengatur sistem akad

ekonomi syariah, khususnya akad inovasi seperti akad MMq.

2) Mitigasi risiko dengan pemahaman pembiayaan akad MMq pra

perjanjian akad

Ketika terjadi perselisihan yang disebabkan ketidakpahaman

pihak nasabah, hal ini dapat dihindari atau paling tidak

diminimalisir dengan adanya penjelasan yang rinci sebelum

perjanjian dilakukan. Bank syariah tentunya menjadi pihak yang

menyediakan produk pembiayaan dengan akad MMq harus

memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dalam

bidang ekonomi syariah agar tujuan tersebut dapat dilaksanakan.

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

84

Jadi, SDM bank syariah yang mempunyai kompetensi dalam

akad ekonomi syariah sangat penting untuk membantu nasabah

memahami pembiayaan yang dilakukannya. Selanjutnya,

kesadaran pihak bank mau pun pihak nasabah untuk menyamakan

pemahaman akan akad yang dipakai akan sangat berguna untuk

menghindari atau setidaknya meminimalisir munculnya

perselisihan.

3) Mitigasi risiko dengan memanfaatkan musyawarah secara

efektif

Dalam suatu perjanjian, tentu terdapat risiko terjadinya

perselisihan. Hal ini tidak terkecuali pada pembiayaan akad MMq.

Perselisihan yang terjadi sebenarnya dapat dihindari agar tidak

menjadi sengketa dengan musyawarah. Namun, sering kali

musyawarah antar pihak tidak berjalan semestinya, sehingga

sengketa di tingkat pengadilan lebih mudah terjadi.

Dalam prinsip Islam, musyawarah merupakan keutamaan jika

terjadi perselisihan. Hal tersebut membuat mediasi sangat cocok

diterapkan pada sengketa di perbankan syariah. Jadi, tidak hanya

akad-akad ekonomi syariah yang diterapkan, tapi juga prinsip

syariah dalam menjalankan muamalah perlu diterapkan. Maka,

diperlukan regulasi yang kokoh agar aplikasi mediasi dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah dapat dijalankan secara

efektif.

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

85

B. Saran

Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian ini, juga dari kesimpulan

yang diperoleh, maka penulis menyarankan:

1. Penulis menyarankan kepada penyusun undang-undang untuk

mengadakan peraturan setingkat undang-undang yang mengatur

khusus akad ekonomi syariah dari segi perikatannya. Hal tersebut

penting mengingat akad ekonomi syariah memiliki karakteristik yang

khas dan tidak ditemukan pada KUH Perdata. Misalnya akad MMq

merupakan hybrid contract yang mana di dalamnya terdapat kerja

sama, jual-beli, dan sewa. Akan lebih mudah bagi petinggi hukum jika

terdapat peraturan semacam KUH Perdata yang mengatur lebih rinci

keperdataan akad ekonomi syariah. Hal ini juga tentu akan membatu

pertumbuhan ekonomi syariah karena dapat meminimalisir tingkat

sengketa ekonomi syariah.

2. Menyarankan kepada pihak bank syariah sebagai pelaku dalam

menyediakan produk-produk pembiayaan seperti akad MMq agar

mengoptimalkan sistem musyawarah. Musyawarah dapat dilakukan

ketika sebelum perjanjian akad dan jika ada perselisihan selama

pembiayaan berlangsung. Musyawarah pra akad antara bank nasabah

berguna untuk menyamakan pemahaman akan akad yang digunakan.

Sedangkan musyawarah yang diadakan ketika terjadi perselisihan

berguna agar perselisihan tersebut tidak perlu menjadi sengketa dan

dapat diselesainya secara kekeluargaan. Pihak bank syariah juga

sebagai pihak yang harusnya memahami betul prinsip syariah. Hal ini

karena pihak bank akan selalu dihadapkan pada berbagai macam

nasabah, yang mana tidak semua nasabah memahami pembiayaan

yang dilakukannya, apalagi seperti pada akad MMq yang merupakan

akad campuran. Karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM)

yang kompeten di bidang ekonomi syariah untuk suatu bank syariah

agar dapat memaksimalkan transaksi keuangan syariah.

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

86

3. Menyarankan kepada pihak nasabah atau pun calon nasabah yang

ingin melakukan pembiayaan di bank syariah, khususnya pada

pembiayaan akad MMq, agar memahami dengan baik mekanisme

pembiayaan yang dilakukannya. Jika tidak, bisa saja terjadi

kesalahpahaman antara nasabah dan bank yang membuat masing-

masing pihak dirugikan. Padahal, kesalahpahaman tersebut masih bisa

diminimalisir agar tidak menjadi sengketa dengan cara musyawarah

antara nasabah dan bank. Penulis juga menyarankan kepada nasabah

agar ketika terjadi perselisihan atau sengketa, untuk lebih menekankan

musyawarah. Jika musyawarah tidak berhasil, maka hendaknya

mengajukan gugatan sesuai kesepakatan yang ada di kontrak atau

mengajukan ke Pengadilan Agama. Selain itu, terdapat penyelesaian

sengketa ekonomi syariah non litigasi, yaitu Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS).

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

87

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Qurtubi, Syaikh Imam, Penerjemah Ahmad Khotib, Tafsir Al-Qurthubi.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Al-Zuhaily, Wahbah. Al-Mu‟amalat al-Maliyah al-Mu‟asirah. Damaskus: Daarul

Fikr, 2002.

Antonio, Muhammad Syafi‟I. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema

Insani, 2009.

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Azkia Publisher,

2009. Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Depok: PT RajaGrafindo

Persada, 2015.

Asy-Syanqithi, Syaikh, Penerjemah Fathurazi. Tafsir Adhwa‟ul Bayan. Jakarta:

Pustaka azzam: 2006.

Asy-Syaukani, Imam, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin, Asep Saefullah.

Tafsir Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Asy-Syaukani, Imam, Penerjemah A. Qadir Hassan, dkk. Nailul Authar 4:

Himpunan Hadits-Hadits Hukum. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007.

Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir, Penerjemah Misbah, Abdul

Somad, Abdurrahim Supandi. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di

Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Greuning, Hennie Van, Zamir Iqbal, Penerjemah Yulianti Abbas. Analisis Risiko

Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Harahap, Isnaini, dkk. Hadis-Hadis Ekonomi. Jakarta: Prenada Media Group,

2015.

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

88

Hasanudin, H. Maulana & H. Jaih Mubarok. Perkembangan Akad Musyarakah.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

Ismail. Manajemen Perbankan: dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2011.

Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014.

Khan, Tariqullah, Habib Ahmed, Terj. Ikhwan Abidin Basri. Manajemen Risiko

Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara, 2008.

Lathif, Azharuddin. Fiqh Muamalat. Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005.

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2012.

Mujahidin, Ahmad. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di

Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Prasetyoningrum, Ari Kristin. Risiko Bank Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.

Rachmadi, Usman. Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2012.

Rais, Isnawati & Hasanudin. Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS.

Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Sabiq, Sayyid. Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin. Fikih Sunnah 5. Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah; Produk-Produk dan Aspek-Aspek

Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2014.

Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

89

Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Pedoman Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.

Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta Timur:

Zikrul Hakim, 2007.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.

Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Jurnal

Hosen, Nadratuzzaman. “Musyarakah Mutanaqishah”. Al-Iqtishad. Vol. I, 2,

(2009): 9.

Lathif, Ah. Azharuddin. “Konsep dan Aplikasi Murabahah pada Perbankan

Syariah di Indonesia”. Ahkam. Vol. 12, 2, (2012): 74-75.

Marwini. “Aplikasi Pembiayaan Murabahah Produk KPRS di Perbankan

Syariah”. Al-Ihkam. Vol. 8, 1, (2013): 143-144.

M. Ridwan dan Syahruddin. “Implementasi Musyarakah Mutanaqisah sebagai

Alternatif Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia”. Tsaqafah.

Vol. 9, 1, (2013): 115.

Rokhim, Abdul. “Konstruk dan Model Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah di

Bank Syariah”. Human Falah Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. Vol. 2, 1, (2014):

65.

Peraturan

Fatwa DSN-MUI Nomor 73 Tahun 2008 Tentang akad Musyarakah Mutanaqisah.

Fatwa DSN-MUI Nomor 89 Tahun 2013 Tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing)

Syariah.

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

90

Keputusan DSN-MUI Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Implementasi Musyarakah

Mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Penyaluran Dana.

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 Tahun 2016.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1024 K/Pdt/2016.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian sengketa.

Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Berserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Page 101: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 1 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

P U T U S A NNomor 1024 K/Pdt/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

dalam perkara:

RUSLAN FARIK, S.E., bertempat tinggal di Jalan Bukit Raya IV

RT 002 RW 011, Desa/Kelurahan Sariwangi, Kecamatan

Parongpong Nomor 19 Kota Bandung, dalam hal ini memberi

kuasa kepada Musa Darwin Pane, S.H., M.H., dan kawan-kawan

Para Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor Asosiasi Debitur

Bank Dan Asuransi (ADBDA), beralamat di Jalan Emong Nomor 7

Lantai 2 Ruangan 25 Kota Bandung, berdasarkan Surat Kuasa

Khusus tanggal 2 Desember 2014;

Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding;

L a w a n

PT BANK OCBC NISP Tbk UNIT USAHA SYARIAH, Cs,bekedudukan di Jalan Asia Afrika Nomor 100 Kota Bandung,

yang diwakili oleh Joseph Chan Fook Onn dan Low She Kiat,

keduanya bertindak dalam jabatan masing-masing selaku

Direktur mewakili Direksi PT Bank OCBC NISP Tbk, dalam hal ini

memberi kuasa kepada FX. Tri Sumaryanto, S.H., M.H., dan

kawan-kawan, Para Advokat pada kantor Law Offices SGS

Mandiri, beralamat di Wisma Korindo Lantai 5 Jalan MT. Haryono

Kav. 62 Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal

8 Januari 2016;

Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding;

D a n:

1. KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) RI CQKANTOR PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIAKANTOR PERTANAHAN NASIONAL KOTA BANDUNG,berkedudukan di Jalan Soekarno Hatta Nomor 586 Kota

Bandung;

2. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA CQ KEMENTRIANKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA CQ DIREKTORATJENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN) Cq. Kantor

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 102: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 2 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Wilayah VIII DJKN Bandung Cq. Kantor Kekayaan Negara& Lelang (KPKNL) Bandung, berkedudukan di Jalan Ambon

Nomor 1 Kota Bandung;

Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Turut Tergugat/Para

Turut Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata sekarang Pemohon

Kasasi dahulu sebagai Penggugat/Pembanding telah menggugat sekarang

Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat/Terbanding dan Para Turut Termohon

kasasi dahulu Para Turut Tergugat/Para Turut Terbanding di muka persidangan

Pengadilan Negeri Bandung pada pokoknya atas dalil-dalil:

1. Bahwa, pada Tahun 2012 sepengetahuan Penggugat antara Penggugat,

selaku debitur dengan Tergugat (PTBank OCBC NISP, Tbk-Unit Usaha

Syariah) selaku kreditur, telah terjalin hubungan keperdataan dalam hal

perjanjian kredit sebagaimana perjanjian kredit Nomor 14 Akta Akad

Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah juncto Akad Ijarah Nomor 15, yang

dibuat dihadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris dan PPAT, hal mana

perjanjian kredit dimaksud terkait hutang piutang antara Penggugat dengan

Tergugat yang pada pokoknya Penggugat mendapat pinjaman kredit yakni

sejumlah Rp2.230.000.000,00 (dua miliar dua ratus tiga puluh juta rupiah)

dengan kewajiban membayar bunga serta biaya lain-lain;

2. Bahwa, sepengetahuan Penggugat atas pinjaman kredit a quo, Penggugat

telah memberikan jaminan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

2132, yakni atas tanah dan bangunan setempat terletak dan dikenal di

Jalan Batununggal Mulia Raya, Nomor 33, Kelurahn Mengger, Kecamatan

Bandung Kidul, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama

Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor 01483/Mengger/2007, seluas 200 m2 (dua

ratus meter persegi) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133, yakni

atas tanah dan bangunan setempat terletak dan dikenal di Jalan

Batununggal Mulia Raya, Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan

Bandung Kidul, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama

Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor 01484/Mengger/2007, seluas 194 m2

(seratus sembilan puluh empat meter persegi);

3. Bahwa, oleh karena nyata perjanjian kredit tersebut didasari atas dasar iktikad

baik para pihak, dan senyatanya Penggugat telah menikmati fasilitas kredit

tersebut dan Penggugat juga telah melakukan pembayaran-pembayaran

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 103: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 3 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

kepada Tergugat sebagaimana posita point 1 di atas, maka beralasan bagi

Hakim Yang Mulia menyatakan perjanjian kredit antara Penggugat dengan

Tergugat sebagaimana terurai pada posita point 1 (perjanjian kredit Nomor 14

Akta Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah juncto Akad Ijarah Nomor

15, yang dibuat di hadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris dan PPAT)

adalah sah dan memiliki kekuatan hukum;

4. Bahwa, menurut penghitungan dan data yang ada pada Penggugat

sebagaimana bukti yang akan diajukan oleh Penggugat di dalam agenda

pembuktian, dana yang telah dikeluarkan oleh Penggugat kepada Tergugat

untuk perjanjian kredit a quo terhitung sejak perjanjian dibuat yakni sejumlah

kurang lebih Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat ratus sebelas ribu

rupiah), sehingga setidak-tidaknya Penggugat telah mengeluarkan prestasi-

prestasi berupa uang pembayaran untuk perjanjian a quo yakni sejumlah

Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat ratus sebelas ribu rupiah), hal mana

pembayaran tersebut menurut hemat Penggugat merupakan pembayaran

baik pokok, bunga dan biaya lainnya;

5. Bahwa, dengan mengacu pada pembayaran-pembayaran prestasi yang telah

dikeluarkan oleh Penggugat kepada Tergugat sebagaimana perhitungan di

atas yakni setidak-tidaknya sebesar Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat

ratus sebelas ribu rupiah), maka dalam kesempatan ini Penggugat memohon

kepada Hakim pemeriksa agar menyatakan bahwa Penggugat telah

melakukan prestasi berupa pembayaran kepada Tergugat untuk perjanjian

kredit a quo yakni sejumlah Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat ratus

sebelas ribu rupiah);

6. Bahwa, in casu adanya perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat

terkait jumlah hutang tidak pasti, hal mana menurut Penggugat sisa hutang

Penggugat kepada Tergugat untuk perjanjian a quo yakni sebesar

Rp2.230.000.000,00 - Rp500.411.000,00 = Rp1.729.589.000,00 (satu miliar

tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu

rupiah) namun menurut Tergugat, Penggugat hanya baru membayar bunga

saja, oleh karenanya nyata ada sengketa antara Penggugat dengan

Tergugat, selaku demikian dalam kesempatan ini Penggugat memohon

kiranya Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa menyatakan menetapkan sisa

hutang Penggugat kepada Tergugat yakni sejumlah Rp1.729.589.000,00

(satu miliar tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh

sembilan ribu rupiah) atau sejumlah tertentu yang menurut Yang Mulia

Majelis Hakim adil dan patut dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 104: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 4 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

7. Bahwa, in casu Penggugat, tidak pernah ada kejelasan pasti mengenai

berapa sebenarnya sisa kewajiban Penggugat yang harus dibayarkan

kepada pihak kreditur in casu Tergugat baik pokok maupun bunganya, hal

tersebut menimbulkan sengketa antara Penggugat dengan Tergugat,

ketidak pastian jumlah hutang (baik penghitungan pokok, bunga dan denda)

tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab Tergugat yang lalai dan tidak

hati-hati menjalankan sistem perbankan yang baik, hal mana tindakan

tersebut dapat merugikan Penggugat baik secara materiil maupun moril,

termasuk beban beban yang seharusnya tidak dibayarkan atau dibayarkan

menjadi tidak pasti, sulit untuk menghitung dan memastikan jumlah sisa

hutangnya, tindakan Tergugat tersebut menurut Penggugat dapat

dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud di

dalam Pasal 1365 KUH Perdata, selaku demikian dalam kesempatan ini

Penggugat memohon kepada Hakim Yang Mulia agar menyatakan Tergugat

telah melakukan perbuatan melawan hukum;

8. Bahwa, selain itu terhadap objek jaminan dalam hutang piutang tersebut,

Tergugat memberitahukan kepada Penggugat dan mengumumkan bahwa

objek yang dijaminkan Penggugat akan dilelang pada tanggal 4 Desember

2014, hal ini tentu saja bertentangan dengan hukum hal mana masih ada

hak kebendaan Penggugat yang melekat pada bidang-bidang tanah dan

bangunan tersebut;

9. Bahwa, sejak dibuatnya perjanjian a quo, Penggugat selalu membayar

angsuran dengan tepat waktu dan tertib, akan tetapi dalam perjalanannya

Penggugat mulai berhenti membayar angsuran, hal ini diakibatkan karena

usaha Penggugat mengalami kemerosotan drastis dan Penggugat mengalami

musibah dalam usahanya, sehingga dalam melakukan pembayaran kewajiban

Penggugat kepada Tergugat pun mengalami hambatan, namun demikian

meskipun dalam kondisi yang demikian itu Penggugat tetap beriktikad baik

untuk membayar hutangnya tersebut kepada Tergugat dan berupaya terus

berjuang membangkitkan kembali usahanya, akan tetapi pada saat yang

sama Tergugat terus saja melakukan penagihan kepada Penggugat tanpa

memberikan rincian kewajiban bayar Penggugat kepada Tergugat yang pasti

dan jelas, tindakan Tergugat ini semakin membuat Penggugat merasa di

bawah tekanan dan menjadi bingung karena disatu sisi Penggugat harus

membangkitkan usaha Penggugat dan di sisi lain Penggugat harus

menanggung beban untuk membayar cicilan/angsuran kredit yang menurut

Penggugat dalam keadaan kondisi Penggugat saat ini sangatlah berat untuk

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 105: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 5 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

dilaksanakan sebagaimana dalam keadaaan-keadaan normal (usaha stabil),

selaku demikian beralasan bagi hakim yang mulia menyatakan Tergugat telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

10. Bahwa, atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat

sebagaimana uraian posita-posita di atas, Penggugat mengalami kerugian

baik material maupun immaterial, dalam kesempatan ini Penggugat

memohon agar Tergugat dihukum membayar kerugian secara tunai dan

seketika, yang diperinci sebagai berikut:

a. Kerugian Material yakni biaya-biaya untuk memperjuangkan hak haknya

sebesar Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah);

b. Kerugian Immaterial berupa beban pikiran atas ketidakjelasan besarnya

kewajiban pembayaran dan beban moril atas pengumuman lelang yang

tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang sulit diukur, namun dalam

kesempatan ini mohon dipersamakan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah) atau sejumlah tertentu yang menurut hakim patut dan adil;

11. Bahwa, demi keadilan dan kepastian hukum, terkait dengan Penggugat

tetap beritikad baik untuk melakukan kewajiban pembayaran pinjaman

kreditnya kepada Tergugat, hal mana Penggugat memohon agar Tergugat

dihukum dan diperintahkan untuk menjadwalkan hutang kreditnya yang

disesuaikan dengan kemampuan kekinian dari Penggugat, yakni

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per bulannya, selaku demikian Penggugat

memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menghukum dan

memerintahkan Tergugat agar melakukan penjadwalan ulang hutang

Penggugat dengan menetapkan sisa hutang sebesar Rp1.729.589.000,00

(satu miliar tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh

sembilan ribu rupiah) atau sejumlah tertentu yang menurut Yang Mulia

Majelis Hakim adil dan patut dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat

dan menjadwalkan angsurannya sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)

perbulan dengan jangka waktu disesuaikan sampai dengan lunasnya

kewajiban Penggugat kepada Tergugat;

12. Bahwa, Penggugat tidak pernah mengalihkan dalam bentuk jual beli atau

hibah atas asset jaminan tersebut kepada pihak lain, dan di sisi lain bahwa

nilai jaminan yang diberikan masih jauh melebihi nilai pinjaman Penggugat

kepada Tergugat sehingga tidak perlu ada kekhawatiran dari Tergugat

terhadap asset jaminan tersebut, selaku demikian beralasan bagi Ketua/

Majelis Hakim untuk mengabulkan petitum-petitum gugatan Penggugat

untuk seluruhnya termasuk terkait dengan adanya permohonan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 106: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 6 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

penjadwalan hutang;

13. Bahwa, dalam Perjanjian kredit a quo, nyata Penggugat memberikan jaminan

kepada Tergugat berupa Sertifikat-sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2132,

yakni atas tanah dan bangunan setempat terletak dan dikenal di Jalan

Batununggal Mulia Raya, Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan

Bandung Kidul, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama

Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor 01483/Mengger/2007, seluas 200 m2 (dua

ratus meter persegi) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133, yakni

atas tanah dan bangunan setempat terletak dan dikenal di Jalan Batununggal

Mulia Raya, Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota

Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Faruk, Surat Ukur

Nomor 01484/Mengger/2007, seluas 194 m2 (seratus sembilan puluh empat

meter persegi) agar terhadap objek tanah dan bangunan jaminan a quo tidak

disalahgunakan oleh pihak Tergugat ataupun pihak lain yang mendapat kuasa

atasnya selama proses perkara ini masih berjalan, maka Penggugat

memohon kepada Ketua/Majelis Hakim Yang Mulia untuk berkenan dalam

putusan provisinya memerintahkan kepada Tergugat dan atau siapapun yang

mendapat hak atasnya untuk tidak melakukan penyemprotan/pemasangan

plang dijual, pengalihan hak (jual-beli, lelang, sewa, gadai atau hibah) atau

tindakan apapun atas objek jaminan tersebut sampai dengan adanya putusan

yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara a quo, serta mohon diletakkan

sita jaminan/sita persamaan atas obyek a quo;

14. Bahwa, terkait petitum gugatan Penggugat yang memohon kepada hakim

yang mulia agar ditetapkannya pembayaran yang telah dilaksanakan, sisa

hutang/kewajiban pembayaran dan/atau penjadwalan ulang hutang atas

dasar asas kepatutan dan keadilan tersebut mohon dibandingkan pula

putusan-putusan hakim/pengadilan yang memiliki nilai "Landmark

Decision", diantaranya sebagai berikut:

a. Putusan PengadilanNegeri Kelas IA Bandung Nomor 210/Pdt/G/2008/

PN Bdg., tanggal 23 Desember 2008 (telah berkekuatan hukum tetap)

dalam perkara gugatan dengan pihak Penggugat: Irwan Kahfi, S.E., dan

Peny Andrejani Nugroho, S.H., (Debitur), melawan pihak Tergugat: PT

Bank Bumiputera Indonesia, Tbk, cq. PT Bank Bumiputera Indonesia,

Tbk, Cabang Bandung (Kreditur), dalam pertimbangan hukumnya pada

halaman 18 alinea 1 putusan tersebut menyatakan: `:..bahwa Majelis

berpendapat bahwa sesuai rasa keadilan dan kepatutan gugatan

Penggugat untuk penjadwalan kreditnya cukup beralasan dan dapat

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 107: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 7 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

dikabulkan disesuaikan dengan kemampuan Penggugat..'; kemudian di

dalam Amar putusannya halaman 20 baris 1 sampai dengan 4: "-

menghukum Tergugat untuk menjadwalkan hutang Penggugat sehingga

cicilan perbulannya yang harus dibayar oleh Penggugat sebesar

Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah)...';

b. Putusan PengadilanNegeri Kelas IA Bale Bandung Nomor 148/Pdt/G/

2010/PN BB., tanggal 21 Maret 2011 antara H. Ujang Setiawan (Debitur)

Vs Ruyanto, Pimpinan CV Anugerah Jaya Lama (Kreditur), putusan

mana telah memiliki kekuatan hukum tetap Pertimbangan hukumnya

pada hal 21: "dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan,

maka cukup beralasan untuk menentukan mengenai sistem pembayaran

hutang Penggugat kepada Tergugat sebagai berikut: bahwa hutang

Penggugat sebesar Rp1.494.035.000,00 (satu miliar empat ratus

sembilan puluh juta tiga puluh lima ribu rupiah) wajib dibayarkan kepada

Tergugat dengan sistem diangsur atau dicicil dengan jumlah yang harus

dibayar pada tiap bulannya sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta

rupiah) sampai dengan seluruh hutang Penggugat sebagaimana di atas

dibayar lunas". Amar putusannya hal 22: "Mengabulkan gugatan

Penggugat sebagian,- Menyatakan bahwa jumlah hutang Penggugat

kepada Tergugat adalah sejumlah Rp1.494.035.000,00 (satu miliar

empat ratus sembilan puluh juta tiga puluh lima ribu rupiah);-Menghukum

Penggugat untuk membayar jumlah hutang tersebut di atas dengan

sistem diangsur atau dicicil dengan cara dibayar pada setiap bulannya

sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) sampai dengan

dibayar lunas seluruh hutang Penggugat tersebut di atas;-Menghukum

Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar

Rp566.000,00 (lima ratus enam puluh enam ribu rupiah)... ";

c. Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung Nomor 351/Pdt.G/2012/PN

Bdg., tanggal 9 April 2013 dalam perkara gugatan antara pihak Penggugat

Herry Suherman (debitur) VS pihak Tergugat PT Bank Perkreditan Rakyat

Mangun Pundiyasa (Kreditur), pertimbangan hukumnya halaman 55

menyatakan : "...Bahwa Majelis Hakim memandang patut dan adil untuk

dikabulkan petitum Penggugat mengenai penjadwalan ulang pembayaran

hutang Penggugat kepada Tergugat dan dengan memperhatikan azas

keadilan dan kepatutan..'; kemudian amar putusannya pada halaman 56,

pokoknya sebagai berikut:"

Dalam Pokok Perkara:

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 108: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 8 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

- Menyatakan bahwa Penggugat sampai saat ini telah membayar

hutangnya kepada Tergugat sebesar Rp47.295.000,00 (empat puluh

tujuh juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah);

- Menetapkan sisa hutang Penggugat kepada Tergugat Rp61.005.000,00

(enam puluh satu juta lima ribu rupiah);

- Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk menjadwalkan

hutang Penggugat tersebut dengan cara diangsur perbulannya

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan lunasnya dibayar

sejumlah hutangnya tersebut yakni Rp61.005.000,00 (enam puluh

satu juta lima ribu rupiah);

d. Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung Nomor

245/Pdt/G/2014/PN Bdg, antara H. Eddy S. K, Vs PT Bank Jabar Banten

Syariah, yanq pada pokoknya memperkenankan Debitur melaksanakan

kewajibannya dengan cara dianqsur yakni sejumlah Rp20.000.000,00

(dua puluh juta rupiah) per bulan hingga lunas kewajibannya yakni sebesar

Rp2.665.129.333,00 (dua miliar enam ratus enam puluh lima juta seratus

dua puluh sembilan ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah dari yang

seharusnya Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) per bulannya;

15. Bahwa, agar dapat terlaksananya asas peradilan yang cepat, sederhana

dan biaya murah, serta dapat terhindarnya kerugian yang dapat muncul di

kemudian hari dirasakan oleh Penggugat, maka mohon kepada hakim

pemeriksa menyatakan terhadap putusan a quo dapat dilaksanakan terlebih

dahulu meski Tergugat mengajukan upaya hukum (banding, verset, kasasi);

16. Bahwa, ditariknya pihak Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II di dalam

perkara a quo adalah guna tertibnya hukum dan tidak kurangnya pihak, dan

agar tidak membantu peralihan hak (lelang, Jual Beli, Sewa dan Gadai)

terhadap objek bidang tanah dan bangunan milik Penggugat sampai dengan

adanya putusan yang bersifat final dan mengikat, selaku demikian mohon pula

kepada Hakim Yang Mulia menghukum dan memerintahkan Turut Tergugat I

dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara

a quo terutama dalam hal tidak membantu proses peralihan hak (lelang, Jual

Beli, Sewa dan Gadai) terhadap objek jaminan a quo sampai dengan adanya

putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara a quo;

17. Bahwa, gugatan yang diajukan telah beralasan hukum untuk diterima dan

dikabulkan seluruhnya, tentunya para pihak haruslah dipanggil di muka

persidangan serta bagi Tergugat beralasan agar dihukum untuk membayar

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 109: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 9 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

seluruh biaya perkara;

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan mengingat ketentuan HIR,

peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku di Negara Kesatuan

Republik Indonesia, serta asas keadilan dan kepatutan dengan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Penggugat selaku subyek hukum pencari

keadilan mohon kiranya Ketua/Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA

Bandung yang memeriksa dan mengadili memberi putusan sebagai berikut:

Dalam Provisi:

"Memerintahkan kepada Tergugat, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II dan atau

siapapun yang mendapat hak atasnya untuk tidak melakukan penyemprotan/

pemasangan plang dijual, pengalihan hak (Jual-beli, lelang, sewa, gadai atau

hibah) atau tindakan apapun atas tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat

Hak Guna Bangunan Nomor 2132 yang setempat terletak dan dikenal di Jalan

Batununggal Mulia Raya, Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung

Kidul, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Faruk, Surat

Ukur Nomor 01483/Mengger/2007, seluas 200 m2 (dua ratus meter persegi) dan

tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133

yang setempat terletak dan dikenal di Jalan Batununggal Mulia Raya, Nomor 33,

Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Propinsi Jawa

Barat, tercatat atas nama Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor 01484/Mengger/2007,

seluas 194 m2 (seratus sembilan puluh empat meter persegi), sampai dengan

adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara a quo;

Dalam Pokok Perkara:

Primair:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan perjanjian kredit antara Penggugat dengan Tergugat

sebagaimana terurai pada posita point 1 (perjanjian kredit Nomor 14 Akta

Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Juncto Akad Ijarah Nomor 15,

yang dibuat dihadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris dan PPAT) adalah

sah dan memiliki kekuatan hukum;

3. Menyatakan bahwa Penggugat telah melakukan prestasi berupa

pembayaran kepada Tergugat untuk perjanjian kredit a quo yakni sejumlah

Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat ratus sebelas ribu rupiah);

4. Menyatakan menetapkan sisa hutang Penggugat kepada Tergugat yakni

sejumlah Rp1.729.589.000,00 (satu miliar tujuh ratus dua puluh sembilan

juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu rupiah) atau sejumlah tertentu

yang menurut Yang Mulia Majelis Hakim adil dan patut dibayarkan oleh

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 110: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 10 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Penggugat kepada Tergugat;

5. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;

6. Menghukum dan memerintahkan Tergugat agar melakukan penjadwalan

hutang Penggugat dari sisa hutang Penggugat yakni sebesar

Rp1.729.589.000,00 (satu miliar tujuh ratus dua puluh sembilan juta lima ratus

delapan puluh sembilan ribu rupiah) atau sejumlah tertentu yang menurut

Majelis Hakim adil dan patut dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat dan

menjadwalkan angsurannya sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)

perbulannya dengan jangka waktu disesuaikan sampai dengan lunasnya

kewajiban Penggugat kepada Tergugat;

7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi secara tunai dan seketika

yang diperinci sebagai berikut:

a. Kerugian Material yakni biaya-biaya untuk memperjuangkan hak-haknya

sebesar Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah);

b. Kerugian Immaterial berupa beban pemikiran atas ketidakjelasan beban

kewajiban pembayarannya dan atas pengumuman lelang yang tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu yang sulit diukur, namun dalam

kesempatan ini mohon sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

atau sejumlah tertentu yang menurut hakim patut dan adil;

8. Meletakkan sita jaminan/sita persamaan terhadap objek terperkara yakni:

tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

2132 yang setempat terletak dan dikenal di Jalan Batununggal Mulia Raya,

Nomor 33, Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung,

Propinsi Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor

01483/ Mengger/2007, seluas 200 m2 (dua ratus meter persegi) dan tanah

dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133 yang

setempat terletak dan dikenal di Jalan Batununggal Mulia Raya, Nomor 33,

Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Propinsi

Jawa Barat, tercatat atas nama Ruslan Faruk, Surat Ukur Nomor 01484/

Mengger/2007, seluas 194 m2 (seratus sembilan puluh empat meter persegi);

9. Menyatakan terhadap putusan a quo dapat dilaksanakan terlebih dahulu

meski Tergugat mengajukan upaya hukum (banding, verset, kasasi);

10. Menghukum dan memerintahkan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II

untuk tunduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara a quo terutama

dalam hal tidak membantu proses peralihan hak (lelang, Jual Beli, Sewa

dan Gadai) terhadap objek jaminan a quo sampai dengan adanya putusan

yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara a quo;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 111: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 11 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

11. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat untuk seluruhnya;

Atau: Subsidair;

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung

berpendapat lain, mohon agar memberikan putusan yang seadil-adilnya, ex a

quo et bono;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan

eksepsi dan gugatan rekonvensi yang pada pokoknya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

Kompetensi Absolut:

1. Bahwa menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam bukunya

“Hukum Acara Perdata Indonesia”, Edisi Keempat, 1993, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, pada halaman 62, alinea kedua menyatakan “wewenang

mutlak atau kompetensi absolut, yaitu wewenang badan pengadilan dalam

memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa

oleh badan pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan yang sama

(Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi) maupun dalam lingkungan

peradilan lain (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama)”;

2. Bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat

adalah hubungan kerja sama untuk membiayai pembelian barang secara

Musyarakah Mutanaqisah menurut ketentuan Syariah, dimana besar porsi

pembelian masing-masing sudah ditentukan di awal sesuai dengan

kesepakatan, yaitu pembelian berupa tanah dan bangunan rumah yang

terletak di:

- Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kecamatan Bandung Kidul,

Kelurahan Mengger, setempat dikenal sebagai Jalan Batununggal Mulia

Raya Nomor 33, seluas 200 m2 (dua ratus meter persegi), sebagaimana

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2132/Mengger, atas nama Nyonya

Yayuk Rachmanti, Sarjana Tenik;

- Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kecamatan Bandung Kidul,

Kelurahan Mengger, setempat dikenal sebagai Jalan Batununggal Mulia

Raya Nomor 33, seluas 194 m2 (seratus sembilan puluh empat meter

persegi), sebagaimana Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2133/

Mengger, atas nama Nyonya Yayuk Rachmanti, Sarjana Tenik;

Sebagaimana ternyata dalam Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

Nomor 14 tanggal 2 April 2012, yang dibuat di hadapan Elisa Kurniati,

S.H., M.H., Notaris di Kota Bandung;

3. Bahwa selanjutnya Penggugat bersedia melakukan pembayaran

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 112: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 12 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

pengambilalihan rumah yang menjadi porsi kepemilikan Tergugat secara

bertahap dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan jangka waktu sewa

atas dasar kesepakatan, sebagaimana ternyata dalam Akad Ijarah Nomor 15

tanggal 2 April 2012, yang dibuat di hadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris

di Korta Bandung;

4. Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

Nomor 14 tanggal 2 April 2012, yang dibuat di hadapan Elisa Kurniati, S.H.,

M.H., Notaris di Kota Bandung (”Akad Pembiayaan Musyarakah

Mutanaqisah”), ditegaskan bahwa ”Bilamana musyawarah sebagai dimaksud

ayat 1 Pasal ini tidak menghasilkan kata sepakat mengenai penyelesaian

perselisihan, maka mengenai Akad ini dan segala akibatnya Para Pihak

sepakat memilih tempat kedudukan hukum (domisili) yang tetap dan tidak

berubah pada Kantor Panitera Pengadilan Agama di Kota Bandung”;

Selanjutnya Pasal 26 ayat (2) Akad Ijarah Nomor: 15 tanggal 2 April 2012,

yang dibuat di hadapan Elisa Kurniati, S.H., M.H., Notaris di Korta Bandung

(”Akad Ijarah”), kembali menegaskan bahwa ”Bilamana musyawarah

sebagai dimaksud ayat 1 Pasal ini tidak menghasilkan kata sepakat

mengenai penyelesaian perselisihan, maka mengenai Akad ini dan segala

akibatnya Para Pihak sepakat memilih tempat kedudukan hukum (domisili)

yang tetap dan tidak berubah pada Kantor Panitera Pengadilan Agama di

Kota Bandung”;

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam hal terjadi perselisihan atau

sengketa dalam pelaksanaan kedua Akad tersebut di atas, jika kemudian

penyelesaian secara musyawarah tidak menghasilkan kata sepakat, maka

Penggugat dan Tergugat sepakat untuk menyelesaikannya melalui

Pengadilan Agama Bandung, sebagaimana pilihan domisili yang dipilih

dalam Pasal 21 ayat (2) Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dan

Pasal 26 ayat (2) Akad Ijarah;

Oleh karenanya in casu yang mempunyai wewenang mutlak atau

kompetensi absolut untuk memeriksa dan mengadili perkara gugatan

Penggugat adalah Pengadilan Agama Bandung, bukan Pengadilan Negeri

Bandung, sehingga Pengadilan Negeri Bandung tidak berwenang

memeriksa dan mengadili perkara Nomor 568/Pdt.G/2014/PN Bdg;

5. Bahwa dalam dalil Penggugat disebutkan bahwa pokok sengketa dalam

perkara ini adalah tentang ketidakpastian jumlah hutang Penggugat kepada

Tergugat, yang mendasarkan pada Akad Pembiayaan Musyarakah

Mutanaqisah dan Akad Ijarah;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 113: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 13 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Berdasarkan Pasal 24 Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

ditegaskan bahwa ”Nasabah tunduk kepada semua ketentuan Syariah dan

kebiasaan mengenai akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah dan

perjanjian pemberian jaminan yang berlaku pada Bank serta peraturan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) baik yang telah maupun yang akan

ditetapkan dikemudian hari dan hal tersebut telah disetujui oleh Nasabah”;

Selanjutnya Pasal 25 Akad Ijarah kembali menegaskan bahwa

”Pelaksanaan Akad tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia dan ketentuan Syariah yang berlaku bagi Bank,

termasuk tetapi tidak terbatas pada Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia”;

Pasal 49 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (”UU

Nomor 3/2006”), menyatakan bahwa ”Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: (a)

Perkawinan; (b) Waris; (c) Wasiat; (d) Hibah; (e) Wakaf; (f) Zakat; (g) Infaq;

(h) Shadaqah; dan (i) Ekonomi Syariah”;

Berdasarkan Penjelasan Undang Undang Nomor 3/2006 Pasal 49,

disebutkan bahwa ”yang dimaksud dengan antara orang-orang yang

beragama Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan

sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam

mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai

dengan ketentuan Pasal ini”;

Selanjutnya Penjelasan Undang Undang Nomor 3/2006 Pasal 49 huruf (i)

menjelaskan bahwa ”yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah,

antara lain meliputi: (a) bank syariah; (b) lembaga keuangan mikro syariah;

(c) asuransi syariah; (d) reasuransi syariah; (e) reksa dana syariah; (f)

obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; (g)

sekuritas syariah; (h) pembiayaan syariah; (i) pegadaian syariah; (j) dana

pensiun lembaga keuangan syariah; dan (k) bisnis syariah ”;

Pasal 1 angka 12 Undang Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah (”Undang Undang Nomor 21/2008”), menyatakan bahwa ”Yang

dimaksud dengan Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan

perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 114: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 14 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”;

Pasal 1 angka 13 Undang Undang Nomor 21/2008, menyatakan bahwa

”Yang dimaksud dengan Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank

Syariah atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak

dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah”;

Pasal 1 angka 25 Undang Undang Nomor 21/2008, menyatakan bahwa

”Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu berupa: (a) transaksi bagi hasil dalam

bentuk mudharabah dan musyarakah; (b) transaksi sewa menyewa dalam

bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau

Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil”;

Selanjutnya Pasal 55 Undang Undang Nomor 21/2008 menyatakan dalam:

Ayat (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama;

Ayat (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi Akad;

Ayat (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6. Sebagaimana telah dikemukakan dimuka bahwa hubungan hukum yang

terjadi antara Penggugat dan Tergugat adalah hubungan kerja sama untuk

membiayai pembelian barang secara Musyarakah Mutanaqisah menurut

ketentuan Syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia, dalam hal mana Penggugat bersedia melakukan pembayaran

pengambilalihan rumah yang menjadi porsi kepemilikan Tergugat secara

bertahap dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan jangka waktu sewa

atas dasar kesepakatan (Ijarah);

Dengan demikian terbukti bahwa tindakan/perbuatan yang dilaksanakan

diantara Penggugat dengan Tergugat tersebut adalah termasuk dalam

bidang ekonomi syariah atau Perbankan Syariah, oleh karenanya jelaslah

pokok sengketa yang didalilkan oleh Penggugat tersebut di atas adalah

mengenai sengketa ekonomi syariah atau Perbankan Syariah;

7. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa perkara ini

termasuk dalam perkara sengketa ekonomi syariah atau Perbankan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 115: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 15 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Syariah, sehingga berdasarkan Pasal 49 Undang Undang Nomor 3/2006

dan Pasal 55 Undang Undang Nomor 21/2008, yang mempunyai

wewenang mutlak atau kompetensi absolut untuk memeriksa dan mengadili

perkara gugatan Penggugat adalah pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama, bukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, oleh

karenanya Pengadilan Negeri Bandung tidak berwenang mengadili perkara

Nomor 568/Pdt.G/2014/PN Bdg;

8. Bahwa untuk itu, Tergugat mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan ini kiranya

berkenan untuk memberikan putusan sela atas eksepsi tentang kompetensi

absolut ini;

Petitum/Tuntutan Tidak Jelas:

1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., sebagaimana diuraikan dalam

bukunya yang berjudul “Hukum Acara perdata Indonesia“, Penerbit Liberty

1993-Yogyakarta, halaman 41, menyatakan bahwa “petitum atau tuntutan

ialah apa yang oleh Penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan

oleh hakim. Jadi petitum itu akan mendapatkan jawabannya didalam dictum

atau amar putusan. Maka oleh karena itu Penggugat harus merumuskan

petitum dengan jelas dan tegas (Pasal 8 Rv). Tuntutan yang tidak jelas atau

tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut”;

2. Bahwa ternyata petitum/tuntutan butir 3 telah dirumuskan secara tidak jelas,

yaitu: “Menyatakan bahwa Penggugat telah melakukan prestasi berupa

pembayaran kepada Tergugat untuk perjanjian kredit a quo yakni sejumlah

Rp500.411.000,00 (lima ratus juta empat ratus sebelas ribu rupiah)”;

Bahwa petitum/tuntutan ini tidak jelas (kabur), karena hanya menyebutkan

perjanjian kredit a quo, tidak dirumuskan secara jelas dan tegas, yang

manakah yang dimaksud dengan perjanjian kredit a quo, apakah

merupakan akta otentik atau akta di bawah tangan, jika otentik dibuatnya di

hadapan Notaris siapa, kemudian juga nomor dan tanggal dibuatnya

perjanjian tidak disebutkan;

3. Dengan demikian, terbukti bahwa petitum/tuntutan Penggugat tersebut

tidak jelas, oleh karenanya gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak

dapat diterima (vide: Putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Desember

1975 Nomor 582 K/sip/1973);

Eksepsi Turut Tergugat I:

Bahwa Turut Tergugat I berpendirian perkara ini adalah murni perkara perdata

antara pihak Penggugat dan Tergugat yang tidak ada keterkaitan dengan Turut

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 116: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 16 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Tergugat I, dan telah terbukti pula baik pada Posita maupun Petitum dalam

Surat Gugatan Penggugat tidak terdapat perbuatan Turut Tergugat I yang

merugikan kepentingan pihak lain (dalam hal ini Penggugat), maka Turut

Tergugat I mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan

untuk memutuskan mengeluarkan Turut Tergugat I sebagai pihak dari perkara ini;

Eksepsi Turut Tergugat II:

1. Eksepsi Kompetensi Absolut:

Bahwa Pengadilan Negeri Bandung tidak berwenang untuk memeriksa dan

memutus perkara a quo dengan alasan:

- Bahwa dalam positanya, Penggugat mendalilkan mempunyai hutang

kepada PT Bank OCBC NISP, Tbk Unit Usaha Syariah sebagaimana

dalam Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Nomor 14 tanggal 2

April 2012 dan Akad Ijarah Nomor 15 tanggal 2 April 2012 yang dibuat

dihadapan Notaris Elisa Kurniati, S.H., Notaris di Kota Bandung;

- Bahwa dalam Pasal 26 Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

Nomor 14 tanggal 2 April 2012 dan Akad Ijarah Nomor 15 tanggal 2 April

201, menyatakan apabila terjadi perselisihan diantara para pihak yang

tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah, para pihak sepakat

memilih tempat kedudukan hukum (domisili) yang tetap dan tidak

berubah pada Kantor Pengadilan Agama Bandung;

- Bahwa terkait dengan hal tersebut di atas, Pengadilan Negeri Bandung

harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa dan

mengadili perkara a quo;

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Bandung telah

memberikan Putusan Nomor 568/Pdt.G/2014/PN Bdg., tanggal 8 Juli 2015

dengan amar sebagai berikut:

1. Menyatakan eksepsi Tergugat dapat diterima;

2. Menyatakan Pengadilan Negeri Bandung tidak berwenang memeriksa

perkara ini;

3. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat sebesar Rp2.071.000,00

(dua juta tujuh puluh satu ribu rupiah);

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan

Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh

Pengadilan Tinggi Bandung dengan Putusan Nomor 462/PDT/2015/PT BDG.,

Tanggal 10 November 2015;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

Penggugat/Pembanding pada tanggal 2 Desember 2015 kemudian terhadapnya

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 117: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 17 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

oleh Penggugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat

Kuasa Khusus tanggal 2 Desember 2015 diajukan permohonan kasasi pada

tanggal 16 Desember 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi

Nomor 93/Pdt/KS/2015/PN Bdg, yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri

Bandung, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat

alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada

tanggal 28 Desember 2015;

Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding

tersebut telah diberitahukan kepada Termohon Kasasi/Tergugat/Terbanding

pada tanggal 31 Desember 2015 dan kepada Para Turut Termohon Kasasi/

Para Turut Tergugat/Para Turut Terbanding pada tanggal 29 Desember 2015;

Kemudian Termohon Kasasi/Tergugat/Terbanding mengajukan tanggapan

memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada

tanggal 14 Januari 2016;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang Undang, oleh

karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/

Penggugat/Pembanding dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya

sebagai berikut:

1. Bahwa pada tanggal 2 Desember 2015 Pemohon Kasasi (dahulu

Pembanding) melalui kuasa hukumnya telah menerima Surat Pemberitahuan

Isi Putusan Banding Nomor 462/PDT/2015/PT BDG, Juncto Nomor

568/PDT/G/2014/PN Bdg, tentang isi putusan Pengadilan Tinggi Bandung

tanggal 10 November 2015 Nomor 462/PDT/2015/PT BDG, Juncto Putusan

Pengadilan Negeri Bandung tanggal 3 Juli 2015 Nomor 568/Pdt.G/2014/PN

Bdg, dan pada tanggal 16 Desember 2015 telah mengajukan

pemeriksaan ulang pada tingkat kasasi terhadap Putusan Pengadilan

Tinggi Bandung (Jawa barat) Nomor 462/PDT/2015/PT BDG, Juncto

Nomor 568/Pdt/G/2014/PN Bdg, dan tercatat dalam Akta Permohonan Kasasi

Nomor 93/Pdt/KS/2015/PN Bdg, di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus

Bandung, oleh karena diajukan dalam tenggang waktu dan menurut cara serta

memenuhi syarat yang ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan,

selaku demikian permohonan kasasi secara formil dapat diterima:

2. Bahwa, Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding) menolak isi putusan

Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 462/PDT/2015/PT BDG Juncto Nomor

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 118: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 18 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

568/PDT/G/2014/PN.Bdg, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:

M E N G A D I L I:

- Menerima Permohonan Banding dari Pembanding semula Penggugat;

- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 8 Juli 2015

Nomor 568/Pdt.G/2014/PN Bdg, yang dimohonkan banding tersebut;

- Menghukum Pembanding, semula Penggugat untuk membayar biaya

perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan yang ditingkat banding

ditetapkan berjumlah Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah);

3. Bahwa, Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding) menolak terhadap

pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung (Jawa Barat)

pada halaman 4 alinea kedua yang menyatakan “...tidak ada hal baru yang

baru yang perlu dipertimbangkan, maka Pengadilan Tinggi dapat

menyetujui dan membenarkan Putusan Majelis Hakim tingkat pertama,

dst...” kemudian pada halaman 4 alinea ketiga yang menyatakan “...maka

pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama

tersebut diambil alih dan dijadikan dasar pertimbangan putusan Pengadilan

Tinggi sendiri dan seterusnya....;

Bahwa pertimbangan Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung (Jawa Barat)

telah salah menerapkan hukum, karena telah bertentangan dengan

ketentuan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009,

yakni pada ketentuan pasal-pasal sebagai berikut:

- Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan: Pengadilan membantu pencari

keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk

dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan;

- Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan “hakim dan hakim konstitusi wajib

menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

yang hidup dalam masyarakat”;

- Pasal 50 ayat (1) putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan

dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili;

4. Bahwa, merujuk kepada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang

Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

kehakiman serta merujuk pula pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI

tanggal 19 Agustus 1972 Nomor 9K/SIP/1972 yang pada prinsipnya

mensyaratkan bahwa ”Majelis Hakim harus memberi pertimbangan hukum

yang cukup bagi para pihak dan tidak diperkenankan untuk tidak

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 119: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 19 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

mempertimbangkan sama sekali fakta-fakta yang terungkap dalam

persidangan (onvoeldoende gemotiverd) (sumber: rangkuman yurisprudensi

Mahkamah Agung RI penerbit Mahkamah Agung RI, cet. Kedua 1993, hal 338

Nomor 256 IX V.6) maka seharusnya Majelis Hakim Tingkat Banding

memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara

serta memori banding dari Pembanding (sekarang Pemohon Kasasi), bahwa

faktanya Majelis Hakim Tingkat Banding tidak memberi pertimbangan-

pertimbangan yang cukup dan hanya mengambil alih pertimbangan-

pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama dan dijadikan dasar

pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi sendiri, hal tersebut merupakan

kesalahan dalam menerapkan hukum karena seharusnya Majelis Hakim

Tingkat Banding menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup

dalam masyarakat sehingga tercapai suatu keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum. Kesalahan penerapan hukum lainnya yang dilakukan oleh

Majelis Hakim Tingkat Banding yaitu Putusan Pengadilan Tinggi tidak memuat

alasan dan dasar Putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili sebagaimana telah diuraikan dalam Undang

Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 50 ayat (1), selaku demikian mohon

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung menolak pertimbangan Judex Facti

Pengadilan Tinggi Bandung (Jawa Barat);

5. Bahwa, Pemohon KasasiI (dahulu Pembanding) menolak putusan Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi Bandung (Jawa Barat) pada pertimbangannya

dan amar putusannya, selanjutnya Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding)

menyatakan pendapatnya tetap pada memori banding terdahulu;

6. Bahwa, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak mempertimbangkan terhadap

permohonan provisi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi (dahulu

Pembanding/Penggugat), hal mana diajukannya permohonan provisi

tersebut adalah untuk melindungi hak-hak Pemohon Kasasi (dahulu

Pembanding/Penggugat) yang masih melekat atas objek tanah dan

terdahulu dikabulkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim Agung pemeriksa

perkara a quo;

7. Bahwa, di dalam putusan Majelis Hakim Tinggi a quo tidak memper-

timbangkan mengenai permohonan penjadwalan ulang hutang yang

dimohonkan oleh Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding), hal mana

dimohonkannya penjadwalan hutang Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding)

adalah merupakan itikad baik dari Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding)

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Page 120: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 20 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

untuk menyelesaikan kewajibannya kepada Termohon Kasasi (dahulu

Terbanding), bahwa terkait penjadwalan ulang hutang merupakan salah

satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan perbankan sebagaimana

diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tanggal 20

Januari 2005, Tentang penilaian kualitas aktiva Bank Umum, khususnya

Pasal 1 angka 25, yang menyatakan upaya perbaikan yang dilakukan Bank

dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan

untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui: (a)

Penurunan suku bunga kredit, (b). Perpanjangan jangka waktu kredit, (c)

Pengurangan tunggakan bunga kredit, (d). Pengurangan tunggakan pokok

kredit, (e). Penambahan fasilitas kredit, dan (f). Konversi kredit menjadi

penyertaan modal sementara. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka

25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 di atas, telah jelas dan

terang dinyatakan bahwasanya pemberian perbaikan atau penjadwalan

ulang utang dilakukan terhadap debitor yang mengalami kesulitan, oleh

karena itu sudah selayaknya dan sepatutnya didasarkan pada keadilan dan

kemanfaatan pemberian perbaikan tersebut disesuaikan dengan

kemampuan dari debitor yang mengalami kesulitan, selaku demikian

terhadap permohonan penjadwalan ulang hutang yang dimohonkan oleh

Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding) sebagaimana gugatan terdahulu

yakni sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per bulan adalah sangat

beralasan menurut hukum untuk dikabulkan, oleh karenanya mohon agar

Yang Mulia Majelis Hakim Agung mempertimbangkan permohonan ini;

8. Bahwa, Majelis Hakim Tingkat Tinggi tidak meneliti secara seksama materi

gugatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/

Penggugat), hal mana pada prinsipnya Pemohon Kasasi/dahulu Pembanding/

Penggugat mengakui adanya peijanjian kredit yang dibuat antara Pemohon

Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat) dan Termohon (dahulu Terbanding)

sebagaimana Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Nomor 14 tanggal

2 April 2012 dan Akad Ijarah Nomor 15 tanggal 2 April 2012, namun dalam

proses pelaksanaannya telah terjadi sengketa perdata terkait adanya

perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Termohon Kasasi

(dahulu Terbanding) di dalam menjalankan kedua peijanjian kredit a quo,

gugatan Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat) yang diajukan

melalui Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung telah bersesuaian

hukum, mohon kepada Hakim Tinggi yang memeriksa membandingkan

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1511 K/Sip/1975 yang dalam

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

Page 121: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 21 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

kaidah hukumnya menyatakan “Pengadilan Tinggi tidak bersalah

menerapkan hukum dengan mempertimbangkan bahwa karena ternyata

gugatan Penggugat adalah terkait adanya perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad) yang dilakukan oleh Termohon Kasasi (dahulu

Terbanding), maka Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung berwenang

untuk memeriksa mengadili dan memberikan putusan atas gugatan yang

diajukan oleh Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat);

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat:

Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan

bahwa antara Penggugat dan Tergugat terikat dengan perjanjian Nomor 14

tanggal 2 April 2012 tentang Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dan

Nomor 15 tanggal 2 April 2012 tentang Akad Ijarah dimana kedua pihak telah

sepakat memilih forum penyelesaian Perselisihan di Pengadilan Agama

Bandung (choice of forum);

Dengan demikian Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa dan

mengadili perkara a quo;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan

Judex Facti/Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan

dengan hukum dan/atau Undang Undang, maka permohonan kasasi yang

diajukan oleh Pemohon Kasasi RUSLAN FARIK, S.E., tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon

Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang

Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I:1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi RUSLAN FARIK, S.E.,

tersebut;

2. Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding untuk membayar

biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini

ditetapkan sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada

hari Senin, tanggal 27 Juni 2016 oleh Soltoni Mohdally, S.H., M.H., Hakim

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21

Page 122: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44744/1/IFFAH KARIMAH-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 22 dari 22 hal. Put. Nomor 1024 K/Pdt/2016

Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,

Sudrajad Dimyati, S.H., M.H., dan Maria Anna Samiyati, S.H., M.H., Hakim-

Hakim Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis tersebut dengan dihadiri Para

Hakim Anggota tersebut dan Bambang Ariyanto, S.H., M.H. Panitera Pengganti

dengan tidak dihadiri oleh Para Pihak.

Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,

Ttd. Ttd.

Sudrajad Dimyati, S.H., M.H. Soltoni Mohdally, S.H., M.H.

Ttd.

Maria Anna Samiyati, S.H., M.H.

Panitera Pengganti,

Ttd.

Bambang Ariyanto, S.H., M.H.

Biaya-biaya Kasasi:1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,002. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,003. Administrasi kasasi……….. Rp489.000,00

Jumlah ……………… Rp500.000,00

Untuk SalinanMahkamah Agung RI.

a.n. PaniteraPanitera Muda Perdata

Dr. PRI PAMBUDI TEGUH, S.H., M.H.NIP.19610313 198803 1 003

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22