151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PINGGIRAN DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN) TESIS Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Oleh : Rizmada Azzahra S841102012 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PINGGIRAN

DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA

(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)

TESIS

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh :

Rizmada Azzahra

S841102012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PINGGIRAN

DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA

(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)

Oleh

Rizmada Azzahra

S841102012

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul “Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran Dalam Novel

Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi Sastra Dan Nilai

Pendidikan)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, tidak

terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh

gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam

naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17

Tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain

harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai

institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan

sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau

keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS berhak

mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan

Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan

publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi akedemik yang berlaku.

Surakarta, 02 April 2012

Yang membuat pernyataan

Rizmada Azzahra

S841102012

Page 6: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat

dan karunia- Nya, tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tesis ini

merupakan salah satu persyaratan untuk menempuh derajat magister pada Program

Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonesia PPS UNS.

Penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan

memberikan apresiasi secara tulus kepada semua pihak, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M. S., Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan tesis;

2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi S2 Pendidikan

Bahasa Indonesia PPS UNS yang telah memberikan izin penulisan dan

memberikan kesempatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar;

3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., selaku pembimbing I, atas segala

bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik;

4. Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum., selaku pembimbing II, atas segala

bimbingan dan bantuannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik

dan tepat waktu;

5. Ayahanda Sujanto dan Ibunda Sri Yunarti yang telah memberikan doa restu

dan dukungan tak terkira atas segalanya selama ini;

Page 7: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

6. Suamiku tercinta, Moch. Reza Kurniawan, yang dengan setia dan penuh kasih

sayang juga kesabaran membantu setiap langkah yang ditempuh sehingga

semua berjalan dengan baik;

7. Buah hatiku tercinta, Nabila Kirana Putri Mazani, yang selalu menjadi

motivator utama atas segera terselesaikannya tesis ini;

8. Mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonesia Angkatan

2011/2012 PPS UNS, saudara-saudara baruku di perantauan, , berjuang

bersama dengan tiada henti saling memotivasi sehingga perkuliahan ini terasa

sangat menyenangkan dan dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik

yang membangun sangat diharapkan demi kaarya yang lebih baik.

Surakarta, 02 April 2012

Penulis

Page 8: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Rizmada Azzahra, NIM S841102012. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran

dalam Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi Sastra

dan Nilai Pendidikan). Tesis. Program Pascasarjana, Fakultas Pendidikan Bahasa

Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan latar

belakang sosial pengarang novel Rumah Tanpa Jendela; (2) untuk mendeskripsikan

dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada dalam novel

Rumah Tanpa Jendela; (3) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pengaruh sosial

novel Rumah Tanpa Jendela terhadap masyarakat; (4) untuk mendeskripsikandan

menjelaskan nilai edukatif yang terdapat dalam Rumah Tanpa Jendela.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan

sosiologi sastra. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang

terdapat dalam novel Rumah Tanpa Jendela. Sumber data adalah novel Rumah Tanpa

Jendela yang diciptakan oleh Asma Nadia, yang diterbitkan PT. Kompas Media

Nusantara, tahun 2011, tebal 180 halaman. Dalam penelitian ini digunakan metode

analisis dokumen berupa data teks novel Rumah Tanpa Jendela, biografi pengarang,

dan komentar pembaca. Teknik pengumpulan data menggunakan metode pustaka.

Analisis data dilakukan secara analisis interaktif.

Kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu: (1) latar belakang sosial pengarang

Novel Rumah Tanpa Jendela, Asma Nadia, yang berperan sangat aktif dalam

membantu anak-anak kurang mampu dalam memperoleh pendidikan yang layak

sangat mempengaruhi ide cerita terciptanya novel tersebut; (2) Aspek sosial budaya

masyarakat pinggiran dalam novel Rumah Tanpa Jendela diwujudkan dalam hal

pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan, dan cara masyarakat

pinggiran sebagai latar spsial novel tersebut dalam memandang perspektif kehidupan;

(3) Novel Rumah Tanpa Jendela mempengaruhi cara pandang pembaca terhadap

permasalahan sosial di sekitarnya; (4) Novel Rumah Tanpa Jendela sarat akan nilai

pendidikan untuk pembacanya, terdiri dari nilai pendidikan agama yang menjelaskan

hubungan manusia dengan Tuhannya, nilai moral yang mengatur baik buruknya

perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama, nilai pendidikan sosial yang

menunjukkan rasa peduli antarmanusia satu dengan yang lain sesuai peranannya

sebagai makhluk sosial; dan nilai pendidikan budaya yang menunjukkan kebiasaan

dan cara pandang masyarakat dalam menjalani kehidupan.

Kata Kunci: Aspek sosial budaya, masyarakat pinggiran, sosiologi sastra, nilai

pendidikan.

Page 9: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRACT

Rizmada Azzahra. S841102012. The Socio Cultural Aspects of Rural

Communities in The Novel Rumah Tanpa Jendela by Asma Nadia (An

Educational Value and Literacy Sociology Review). Thesis. The Study Program of

Indonesian Language Education, Postgraduate Program, Sebelas maret University.

Surakarta. 2012

The aims of the research are: (1) to describe and explain the social

background of the author's novel Rumah Tanpa Jendela, (2) to describe and explain

the socio-cultural aspects of rural communities that exist in the novel Rumah Tanpa

Jendela, (3) to describe and explain the social influence of the novel Rumah Tanpa

Jendela on the community; (4) to describe and explain the educational value

contained in the novel Rumah Tanpa Jendela.

This study is a qualitative descriptive research with a literary sociology

approach. The data of the research consisted of words, phrases, and sentences

contained in the novel Rumah Tanpa Jendela. The source of data is a novel Rumah

Tanpa Jendela by Asma Nadia, that published by PT. Kompas Media Nusantara, in

2011, 180 pages thick. For this research, used content analysis method. Data

collection techniques using literature methods. Data analysis was performed in

interactive analysis.

The conclusions in this research are: (1) social background of the novel

writer’s, Asma Nadia, as a person who caring for the education problems of the

children that strongly influences the creation of the novel story ideas, (2) social

culture of the rural communities in the novel Rumah Tanpa Jendela is realized in

terms of education, employment, language, place of residence, habits, and how the

rural communities perspective of looking at life, (3) novel Rumah Tanpa Jendela

affects the way readers view of the surrounding social issues, (4) novel Rumah Tanpa

Jendela full of educational value for the readers, consists of (a) the religious value,

education that explains the human relationship with God; (b) moral value that related

to good and bad attitudes and behaviours of human beings; (c) social value that

indicates a sense of human caring with each other according to their role as social

beings, and (d) cultural value, education that shows the habit and community

perspective in life.

Keywords: Socio cultural aspects, rural communities, literacy sociology review,

educational value.

Page 10: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

MOTTO

“Bukan ambisi untuk menjadi yang terbaik,

tetapi harapan untuk menjadi yang lebih baik”

Page 11: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Ayahanda dan Ibundaku tercinta

Suamiku, belahan jiwaku

Anakku, semangat hidupku

Page 12: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL…………………………………………………………. ii

PERSETUJUAN……………………………………………….. iii

PENGESAHAN……………………………………………… .. iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK

PUBLIKASI……………………………………………… ........ v

KATA PENGANTAR………………………………………….. vi

ABSTRAK……………………………………………………… viii

ABSTRACT…………………………………………………….. ix

MOTTO…………………………………………………………. x

PERSEMBAHAN………………………………………………. xi

DAFTAR ISI…………………………………………………. .. xii

DAFTAR GAMBAR………………………………………… .. xv

DAFTAR TABEL……………………………………………. .. xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………. .. xvii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. . 1

A. Latar Belakang……………………………………… 1

B. Rumusan Masalah…………………………………. 7

C. Tujuan Penelitian………………………………….. . 7

D. Manfaat Penelitian………………………………… 8

Page 13: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN

YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR…….. 9

A. KAJIAN TEORI……………………………… 9

1. Hakikat Novel……………………………….. 9

a. Pengertian Novel………………………… 9

b. Jenis-jenis Novel………………………… 13

c. Struktur Novel…………………………… 15

2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra………. 27

a. Pengertian Sosiologi…………………….. 27

b. Pengertian Sastra………………………… 28

c. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra… 31

3. Hakikat Aspek Sosial Budaya Masyarakat

Pinggiran dalam Novel RTJ………………….. 39

a. Aspek Sosial Masyarakat Pinggiran…….. 39

b. Aspek Budaya Masyarakat Pinggiran….. 42

c. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran

dalam Novel RTJ………………………… 44

4. Hakikat Nilai Pendidikan……………………. 49

a. Nilai Pendidikan Agama………………… 51

b. Nilai Pendidikan Moral…………………. 52

c. Nilai Pendidikan Adat/Budaya………….. 54

d. Nilai Pendidikan Sosial………………….. 55

B. PENELITIAN YANG RELEVAN…………… 56

C. KERANGKA BERPIKIR…………………….. 59

BAB III METODE PENELITIAN……………………........... 61

A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………. 61

B. Bentuk/Strategi Penelitian………………………… 62

C. Data dan Sumber Data……………………………. 63

Page 14: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

D. Teknik Pengumpulan Data………………………….. 64

E. Validitas Data…………………… ………………….. 65

F. Teknik Analisis Data………………………………… 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……..... 68

A. HASIL PENELITIAN…………………………….... 68

1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ…. 68

a. Riwayat Hidup Pengarang Novel RTJ…….. 68

b. Kehidupan Sosial Pengarang Novel RTJ…. 74

2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ……… 77

a. Pendidikan anak-anak…………………….. 78

b. Pekerjaan…………………………………… 79

c. Bahasa……………………………………… 80

d. Tempat tinggal……………………………… 81

e. Kebiasaan hidup…………………………… 81

f. Cara memandang perspektif kehidupan….. 83

3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat…… 84

a. Pembaca yang menyertai novel…………… 84

b. Pembaca dari media komunikasi online…. . 86

c. Pembaca yang sengaja dipilih peneliti……. 88

4. Nilai Pendidikan Novel RTJ…………………… 90

a. Nilai pendidikan agama……………………. 92

b. Nilai pendidikan moral…………………….. 93

c. Nilai pendidikan sosial…………………….. 95

d. Nilai pendidikan budaya…………………… 97

B. PEMBAHASAN……………………………………. 99

1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ…... 99

2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ……….. 102

a. Pendidikan anak-anak………………………. 103

Page 15: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

b. Pekerjaan……………………………………. 106

c. Bahasa……………………………………….. 108

d. Tempat tinggal………………………………. 108

e. Kebiasaan hidup…………………………….. 110

f. Cara memandang perspektif kehidupan……. 111

3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat…….. 113

a. Pembaca yang menyertai novel…………….. 113

b. Pembaca dari media komunikasi online……. 113

c. Pembaca yang sengaja dipilih peneliti……… 114

4. Nilai Pendidikan Novel RTJ…………………….. 117

a. Nilai pendidikan agama……………………… 118

b. Nilai pendidikan moral……………………… 120

c. Nilai pendidikan sosial……………………… 123

d. Nilai pendidikan budaya……………………. 125

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN……………………. 127

A. SIMPULAN……………………………………………… 127

B. IMPLIKASI……………………………………………… 130

C. SARAN………………………………………………….. 133

DAFTAR PUSTAKA………………………………………….... 134

Page 16: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman

2.1 Fase-fase Plot……………………………………….. 22

2.2 Kerangka Berpikir…………………………………… 60

2.3 Analisis Model Interaktif……………………………. 67

Page 17: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………… 62

Page 18: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Nama Lampiran Halaman

1. Identitas Buku………………..…………………… 138

2. Sinopsis…………………………………………… 140

3. Komentar Pembaca……………………………….. 148

4. Wawancara dengan Pembaca……………………… 150

Page 19: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun

tulisan. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,

refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam

dirinya sendiri, dan masyarakat.

Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya

sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Bahan dari

dunia nyata telah diolah sesuai dengan idealisme dan imajinasi pengarang sehingga

kebenaran dalam karya sastra itu adalah kebenaran menurut idealnya pengarang

(Redyanto Noor, 2005:13).

Mursal Esten (1990:8) menyatakan bahwa sebuah cipta sastra

mengungkapkan masalah-masalah manusia kemanusiaan, tentang makna hidup dan

kehidupan. Ia melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih

saying dan kebencian, nafsu, dan segala yang dialami manusia. Bentuk pengungkapan

inilah yang merupakan olahan pengarang dalam menggambarkan segala aspek

kkehidupan manusia lewat ekspresi pengarang dalam menggambarkan segala aspek

kehidupan manusia lewat ekspresi pengarang.

1

Page 20: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Ada beberapa pendekatan dalam menganalisis sebuah karya sastra. Abrams

mengklasifikasikan pendekatan sastra ke dalam empat macam pendekatan, (1)

Pendekatan mimetik yang memandang karya sastra sebagai tiruan dunia kehidupan

nyata, (2) Pendekatan pragmatik memandang makna karya sastra ditentukan oleh

publik pembacanya selaku penyambut karya sastra, (3) Pendekatan ekspresif

memandang karya sastra sebagai pernyataan duni batin pengarag yang bersangkutan,

dan (4) Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang

dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri. Sehubungan dengan pendapat

Abrams tersebut, Teew menyatakan bahwa keempat pendekatan tersebut saling

melengkapi dan saling memerlukan sehingga tidak hanya salah satu di antaranya yang

terbaik tetapi dalam penerapannya bergantung pada sifat karya sastra itu sendiri.

Karya sastra itu ditampilkan dalam bentuk puisi, prosa, dan prosa liris. Dalam

bentuk prosa karya sastra muncul dalam bentuk cerpen, novel, biografi, dan

otobiografi.

Salah satu bentuk karya sastra berupa prosa adalah novel. Novel merupakan

salah satu bentuk karya sastra yang mampu memberikan manfaat yang besar bagi

perkembangan kemanusiaan dan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan

pernyataan yang seringkali kita dengar bahwa novelis dapat mengajarkan lebih

banyak tentang sifat-sifat manusia dari pada psikologi : “the novelist can teach you

more about human nature than the psychologist” (Wellek, 1993:34). Para novelis

menampilkan pengajarannya melalui berbagai tema dan amanat dalam novelnya,

tema kemanusiaan, sosial, cinta kasih, ketuhanan, dan sebagainya.

Page 21: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Novel memuat bahasa yang lugas yang relatif lebih mudah dimengerti isinya

dibanding dengan karya sastra lain seperti puisi. Karena itulah, novel mempunyai

daya tarik tersendiri bagi dunia pembaca.

Novel sebagai sebuah karya seni memberikan banyak manfaat, baik bagi

pengarang, pembaca, dan masyarakat. Melalui cerita-ceritanya, novel banyak

memberikan pelajaran tentang pembentukan karakter seseorang, pendidikan, dan

pendalaman moral. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam

menganalisis sebuah novel.

Salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam analisis novel adalah

pendekatan sosiologi sastra. Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi

melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus

permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati

masyarakat dengan perasaannya. Akibatnya hasil penelitian bidang sosiologi

cenderung sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-

cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut

pandangan orang-seorang (Sapardi Djoko Damono, 1984:7). Ia juga menyatakan,

pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh

beberapa penulis disebut sosiologi sastra.

Dick Hartoko dan B. Rahmanto ( 1986 : 129 ) menjelaskan bahwa sosiologi

sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan

kenyataannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian

konteks pengarang dan pembaca (prodeksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra

Page 22: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

(aspek-aspek sosial dalam teks sastra). Retno Winarni (2009:165) menyatakan bahwa

sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra,

serta peranan karya sastra dengan realitas sosial.

Wellek dan Warren mengemukakan tiga sasaran pendekatan sosiologi sastra,

antara lain: (a) Sosiologi pengarang yang membicarakan latar belakang status sosial

pengarang, ideologi sosial pengarang, dan faktor lain tentang pengarang sebagai

penghasil karya sastra, (b) Sosiologi karya sastra, yang membicarakan berbagai aspek

sosial yang terdapat dalam karya sastra itu, (c) Sosiologi pembaca sastra yang

mengkaji masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra itu bagi pembaca.

Novel Rumah Tanpa Jendela merupakan novel yang ditulis oleh Asma Nadia.

Asma Nadia adalah nama pena Asmarani Rosalba yang lahir di Jakarta tahun 1972.

Asma Nadia adalah salah satu penulis wanita best seller paling produktif di

Indonesia, sudah lebih dari empat puluh buku yang dihasilkan dalam waktu sepuluh

tahun terakhir. Selain itu, beberapa novel yang ditulisnya juga telah difilmkan

termasuk novel Rumah Tanpa Jendela. Tulisan-tulisan Asma Nadia menggunakan

gaya bahasa yang lugas, inspiratif dan sederhana. Sehingga tidak memerlukan

pemahaman yang panjang untuk dapat mengambil hikmah yang terkandung di dalam

tulisan-tulisannya. Sebagian dari royalti buku-bukunya dikembangkan untuk

pembangunan rumah baca di seluruh Indonesia. Asma Nadia merupakan penulis yang

juga menjunjung misi sosial dalam perkembangan dunia tulisnya.

Pendekatan sosiologi sastra sangat sesuai digunakan dalam menganalisis

novel Rumah Tanpa Jendela (RTJ) karya Asma Nadia. Hal tersebut dikarenakan

Page 23: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Novel RTJ mengangkat realita kehidupan masyarakat yang ada di Jakarta. Fokus dari

realitas kehidupan yang diangkat adalah kehidupan masyarakat pinggiran Jakarta

yang tinggal di sekitar kuburan cina.

Novel RTJ menceritakan tentang kehidupan Rara, seorang bocah kecil

penghuni perkampungan kumuh di pinggira Jakarta. Kehidupan Rara yang penuh

dengan kesederhanaan dikemas lengkap dengan persahabatan dengan kawan-kawan

senasibnya, juga derita Rara yang kehilangan orangtuanya secara berturut-turut. Hal

yang utama adalah tentang mimpi Rara akan adanya jendela di rumah tripleknya agar

ia bisa menatap keindahan bulan, menikmati rintik hujan tanpa kehujanan, dan

melihat senyum mataahari di kala pagi. Dalam novel ini diceritakan betapa jauhnya

kehidupan di antara dua lingkungan yang berbeda. Namun, dengan persahabatan yang

saling membutuhkan, tiap-tiap individu selanjutnya lebih dapat saling menerima dan

membantu sesuai dengan karakter kehidupan di masing-masing lingkungan tersebut.

Selain itu, dalam novel ini juga diceritakan tentang kehidupan seorang bocah

autis, Aldo, teman Rara dari kalangan kaya. Aldo yang sengaja disembunyikan oleh

beberapa anggota keluarganya karena malu jika kelainan Aldo diketahui orang lain.

Kisah ini terangkai dalam jalinan cerita yang teratur dan dikemas dengan bahasa yang

sederhana sehingga mudah untuk dimengerti para pembaca. Dengan pengangkatan

kehidupan sosial ini novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia ini menjadi

sebuah novel yang dapat mengasah kepekaan masyarakat terhadap lingkungan

sekitarnya dan memberikan banyak pelajaran tentang cara bertahan hidup dengan

penuh syukur dalam menghadapi segala cobaan.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Faktor sosial budaya dan latar belakang berisi alasan yang melatarbelakangi

pengarang untuk menulis novel ini perlu dikaji lebih mendalam. Selain hal tersebut,

berbagai macam aspek sosial yang digambarkan dalam novel ini juga perlu dikaji

lebih dalam untuk mengetahui kesesuaian dengan realitas kehidupan yang ada dalam

masyarakat, sekaligus pengaruh yang didapatkan pembaca melalui novel ini

mengenai pandangan hidup dan perubahan yang bisa didapatkan setelah membaca

novel RTJ ini. Pembaca juga perlu mengetahui berbagai macam nilai pendidikan

yang ada di dalamnya sebagai amanat yang disampaikaan penulis terhadap

masyarakat.

Adapun alasan penulis memilih novel RTJ adalah sebagai berikut. Pertama,

novel ini novel baru yang diterbitkan pada tahun 2011 dan segera difilmkan setelah

penerbitannya. Kedua, sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti karya

tersebut. Ketiga, novel ini mengangkat realitas sosial yang terjadi pada masyarakat

Indonesia, utamanya masyarakat yang tinggal di pinggiran Jakarta. Keempat, novel

RTJ ini memiliki sarat nilai pendidikan yang sangat diperlukan untuk pembentukan

karakter anak didik di sekolah seperti nilai agama, soial, dan moral. Dalam

perkembangannya, novel ini telah difilmkan dan 100% hasil dari penjualan tiket

bioskopnya ditujukan untuk misi sosial kemanusiaan bagi anak-anak Indonesia yang

membutuhkan.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian terhadap

Novel Rumah Tanpa Jendela dengan judul “Aspek Sosial Budaya Masyarakat

Page 25: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Pinggiran dalam Novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi

Sastra dan Nilai Pendidikan)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang sosial pengarang novel RTJ?

2. Bagaimana aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada dalam novel RTJ?

3. Bagaimana pengaruh sosial novel RTJ terhadap masyarakat?

4. Bagaimana nilai pendidikan novel RTJ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek sosial budaya dalam

novel RTJ berdasarkan teori sosiologi sastra. Selain itu juga mendeskripsikan nilai-

nilai pendidikan yang ada dalam novel tersebut.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah

a. Untuk mendeskripsikan latar belakang sosial pengarang novel RTJ;

b. Untuk mendeskripsikan aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada

dalam novel RTJ;

c. Untuk mendeskripsikan pengaruh sosial novel RTJ terhadap masyarakat;

Page 26: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

d. Untuk mendeskripsikan nilai edukatif yang terdapat dalam RTJ.

D. Manfaat Penelitian

Penelitan ini memiliki dua manfaat, yakni manfaat teoritis dan manfaat

praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitan ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan bagi

pengembangan pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia pada umumnya,

khususnya tentang penggunaan teori sosiologi sastra pada analisis karya sastra.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap

guru, siswa, pembaca, dan penikmat karya sastra untuk memahami dan

mengapresiasi novel RTJ.

a. Memberikan gambaran pada guru tentang cara untuk menganalisis aspek

sosial budaya sebuah novel dengan pendekatan sosiologi sastra.

b. Siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang aspek sosial budaya dan

nilai-nilai pendidikan, sehingga diharapkan dapat

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Para pembaca dapat memperoleh kemudahan dalam mengapresiasi dan

meresepsi karya sastra.

Page 27: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu jenis karangan prosa. Hal tersebut sesuai dengan

yang dikemukakan oleh H.B Jassin (1977: 64), yaitu novel merupakan karangan

prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari

kehidupan orang-orang (tokoh), luar biasa karena kejadian ini terlahir dari suatu

konfliik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib tokoh tersebut. Menurut

Suroto (1990:4), karangan prosa adalah karangan yang menerangjelaskan secara

terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Novel tergolong

ke dalam jenis karagan prosa baru. Lebih lanjut dijelaskan beberapa ciri dari prosa

baru antara lain: (1) prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai

dengan perkembangan masyarakatnya; (2) masyarakatnya sentris, yaitu cerita

mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari; (3) bentuknya roman,

novel, cerpen, kisah, drama; (4) terutama dipengaruhi kesusastraan barat; dan (5)

diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.

9

Page 28: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Ada beragam istilah novel yang dikenal di beberapa negara. Dalam Bahasa

Jerman disebut novelle. Sedangkan dalam bahasa perancis disebut nouvelle. Kedua

istilah tersebut dipakai dalam pengertian yang sama yaitu prosa yang agak panjang

dan sederhana karena hanya menceritakan maksud kejadian yang memunculkan suatu

konflik yang mengakibatkan adanya perubahan nasib pelakunya. Dalam bahasa Italia,

novel disebut novella. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil,

dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams, 1981:

119). Dalam perkembangannya, istilah novella dan novelle mengandung pengertian

yang sama dengan istilah Indonesia novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, nam un juga tidak terlalu pendek

(Burhan Nurgiantoro, 2002: 9).

Novel adalah salah satu jenis karya fiksi. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Kelley Griffith Jr: “We commonly use the term fiction to describe

prose works that tell a story (short story and novels)” (1986:33).

Berkaitan dengan pengertian novel sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi,

perlu juga diahami terlebih dahulu pengertian fiksi. Abrams (1971:59) menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan fiksi adalah:

Fiction in the inclusive sense, is any narrative which is feigned or invented

rather than historically or factually true. In most present day discussion,

however, the term fiction is applied primarily to prose narrative (the novel

and the story), and is sometimes used simply as synonym for novel.

Page 29: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Berdasarkan pendapat Abrams dapat dijelaskan bahwa fiksi adalah cerita

rekaan atau dibuat-buat, sedangkan yang termasuk fiksi adalah novel dan cerpen.

Namun, kadangkala fiksi juga sering digunakan sebagai sinonim dari novel.

Herman J. Waluyo sependapat dengan Abrams, bahwa yang dimaksud karya

fiksi adalah:

Fiksi dari kata fiction yang artinya hasil khayalan atau sesuatu yang

sebenarnya tidak ada. Cerita-cerita sastra, seperti roman, novel, dan cerita

pendek diklasifikasikan sebagai prosa fiksi, sedangkan prosa yang bukan

karya sastra yang merupakan deskripsi dari kenyataan dinyatakan prosa non

fiksi, misalnya: biografi, catatan harian, laporan kegiatan, dan sebagainya

yang merupakan karya yang bukan hasil imajinasi (2009:1).

Selanjutnya Nugraheni E. Wardhani menjelaskan tentang kedudukan prosa

dengan istilah fiksi yang diramu dari beberapa pendapat ahli sastra sebagai berikut.

Ahli sastra sering menyebut prosa dengan istilah fiksi, teks naratif, atau

wacana naratif. Istilah fiksi dipergunakan untuk menyebutka karya naratif

yang isisnya perpaduan antara kenyataan dan imajinatif. Tidak semua fiksi

sepenuhnya merupakan khayalan. Dunia fiksi berada di samping dunia

realitas. Pengarang dalam menciptakan karya sastranya selalu

menghubungkan tokoh-tokoh, latar peristiwa, dengan tokoh, latar dan

peristiwa seperti yang ada dalam kehidupan nyata (2009:13).

Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa novel merupakan salah

satu jenis karya fiksi, namun dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim

dengan fiksi, sehingga fiksi berlaku juga bagi novel.

Abrams juga menjelaskan bahwa novel adalah cerita pendek yang

diperpanjang, dan yang setengah panjang disebut roman.

The term of novel is no applied to greas variety of writings that have in

common only the attribute of being extended works of prose fiction. As an

Page 30: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

extended narrative, the novel is distinguished from the shortstory and from the

work of middle length called the novellet (1971:110).

Fiksi merupakan salah satu genre sastra yang kian berkembang dan digemari

masyarakat. Hal itu disebabkan dalam karya fiksi disuguhkan berbagai masalah

kehidupan dalam hubungannya dengan sesame dan lingkungan. Menurut Burhan

Nurgiantoro (1995: 163), dalam novel disajikan sebuah dunia, dunia imajiner yang

dibangun melalui cerita, tokoh, peristiwa demi peristiwa, dan latar yang semuanya

bersifat imajiner.

Senada dengan hal tersebut, Goldmann menjelaskan bahwa novel

didefinisikan sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai

yang otentik dalam dunia yang juga terdegradasi (Faruk, 2010:73-74). Pencarian

tersebut dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Lebih lanjut dijelaskan, nilai-

nilai yang otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-

nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Nilai-nilai

otentik itu hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegradasinya dunia dan

problematikanya sang hero. Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran

penulis/ pengarang/ novelis, dengan bentuk konseptual dan abstrak.

Henry Guntur Tarigan, (1984: 164) menjelaskan mengenai pengertian novel

yang merupakan suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang

melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representative

dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau dan kusut. Selain itu, dalam

buku “The Advance Learner‟s Dictonary of Current English”, dapat diperoleh

Page 31: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

keterangan yang menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan suatu alur,

cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan

wanita yang bersifat imajinatif.

Pada kenyataannya, novel juga lahir karena adanya reaksi terhadap suatu

keadaan di dalam masyarakat sehingga novel menceritakan latar kehidupan manusia

di dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Korrie Layun Rampan (1984:7)

yang menyatakan bahwa novel adalah penggambaran lingkungan kemasyarakatan

serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa di suatu tempat. Secara sosiologis, manusia

manusia dan peristiwa dalam novel adalah pantulan realitas yang dicerminkan oleh

pengarang dari suatu keadaan tertentu dalam suatu masyarakat dan tempat tertentu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa novel merupakan karangan yang

melukiskan perbuatan pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah

menjadi sebuah kisah sesuai dengan tujuan pengarang.

b. Jenis-Jenis Novel

Menurut Jacob Sumardjo (1983: 10-11), ada dua jenis novel, yaitu novel pop

dan novel serius. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Novel Pop

Ada beberapa ciri dari novel pop, yaitu: (1) temanya selalu menceritakan

kisah asmara belaka tanpa masalah lain yang lebih serius; (2) terlalu menekankan plot

cerita sehingga mengabaikan karakterisasi, problematika kehidupan dan unsur novel

lainnya; (3) biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional; (4) cerita yang

dibahas kadang tidak nyata dalam kehidupan; (5) karena cerita ditulis untuk konsumsi

Page 32: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

massa, maka pengarang rata-rata tunduk pada hukum cerita konvensional; (6) bahasa

yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup di kalangan muda-mudi kontemporer.

2. Novel Serius

Ada beberapa ciri dari novel serius, yaitu: (1) tema tidak hanya berputar pada

masalah cinta tetapi juga membuka diri terhadap semua masalah yang penting untuk

menyempurnakan hidup manusia; (2) cerita diimbangi dengan bobot lain selain alur

cerita, seperti karakterisasi, setting cerita, tema, dan sebagainya; (3) selalu membahas

masalah secara mendalam dan mendasar; (4) peristiwa yang ada daam cerita bisa

dialami atau sudah dialami oleh manusia pada saat kapan saj; (5) selalu bergerak,

segar, baru dan inovatif; (6) bahasa yang dipakai adalah bahasa standar, bukan mode

sesaat.

Selain jenis-jenis novel tersebut, Goldmann juga mengklasifikasikan novel.

Novel dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Novel Idealisme Abstrak

Jenis novel ini menampilkan tokoh yang ingin bersatu dengan dunia, karena

itulah novel ini masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi

tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit,

idealismenya menjadi abstrak.

2. Novel Romantisme Keputusasaan

Jenis novel ini menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas.

Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah

Page 33: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dari dunia. Itulah sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang

menjadi analisis psikologis semata-mata.

3. Novel Pendidikan

Pada jenis novel ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di

lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Karena ada interaksi antara dirinya

dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan namun dia menyadari penyebab dari

kegagalan tersebut.

c. Struktur Novel

Menurut Jacob Sumardjo (1999:2-3), novel dalam kesusastraan merupakan

sistem bentuk. Ada dua unsure yang membentuknya yaitu unsur intrinsik dan

ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,

unsur-unsur yang secara factual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Unsur-unsur yang dimaksud yaitu: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi

secara tdak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organism karya sastra.

Seperti halnya unsur intrinsic, unsur ekstrinsik juga terdiri dari beberapa unsur.

Unsur-unsur yang dimaksud (Wellek dan Waren, 1993:79-153) antara lain: unsur

biografi pengarang, unsur psikologi, ekonomi, sosial budaya, pandangan hidup suatu

bangsa, dan sebagainya.

Page 34: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Berikut penjelasan mengenai unsur intrinsik, yaitu:

a. Tema dan Amanat

Sebuah novel ditulis bukan hanya sekedar menuturkan sebuah cerita, tetapi

ada sesuatu yang akan diberitahukan pengarang kepada pembaca. Ada masalah yang

cukup penting bagi kehidupan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya, masalah

itu dinamakan tema.

Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang dan sesuatu yang

menjadi persoalan pengarang. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar

hanya cerita, tetapi akan menyatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang akan

dikatakannya itu dapat berupa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang

kehidupan, atau komentarnya tentang kehidupan.

Tema adalah suatu pokok persoalan yang sudah dipikirkan oleh pengarang

yang menjadi dasar dari cerita yang dibuatnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Kelley Griffith:

Theme is the central idea in the work-whether fiction, poetry, or drama. It is

the comment the work makes on the human condition. It deals with four

general areas of human experience: the nature of humanity, the nature of

society, the nature of humankind‟s relationship to the world, and the natre of

our ethical responsibilities.

Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari

keseluruhan cerita, tidak hanya bedasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema,

walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan” walau

belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah

Page 35: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan justru karena hal inilah yang

ditawarkan kepada pembaca. Namun tema merupakan makna keseluruhan yang

mendukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” di balik cerita yang

mendukungnya.

Pengarang biasanya tidak hanya menuangkan masalah-masalah saja. Dalam

masalah yang diolah dan dikembangkan itu biasanya disertakan pemecahan dari

masalah tersebut atau pemecahan tema yang telah diuraikan dalam cerita. Pemecahan

tema itulah dinamakan amanat.

Ratna berpendapat bahwa sebuah karya sastra diciptakan tidak hanya melalui

imajinasi dan kreatifitas sebagai hasil kontemplasi secara individual. Lebih dari itu

karya sastra ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain sebagai

komunikasi. Misi yang ingin disampaikan pengarang melalui daya imajinasinya

melihat fakta-fakta sosial secara multidimensional disebut dengan amanat dan pesan

moral terefleksi dari jalan keluar sebuah masalah (2004:298).

Menurut Panuti Sudjiman, amanat adalah gagasan yang mendasari karya

sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar

(1984: 5). Jadi, amanat cerita itu merupakan ide penting yang dituangkan dalam karya

sastra. Bedasarkan gejala dalam masyarakat, pengarang menggubah suatu karya.

Kemudian gejala itu akan dibandingkan dengan ide yang ada pada pengarang itu

sendiri. Hasil perbandingan itu diharapkan masyarakat dapat menyimpulkan mana

yang terbaik.

Page 36: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau pelaku dalam

berbagai peristiwa sebuah cerita (Sudjiman, 1988:17). Seperti yang juga dijelaskan

oleh Kelley Griffith:

Characters are the people in narratives, and characterization is the author‟s

presentation and development of characters. Sometimes, as in fantasy fiction,

the characters are not people. They may be animals, or robots, or creatures

from outer space, but the author gives them human abilities and human

psychological traits. Thus they really are people in all but outward form

(1986:46).

Jadi, melalui tokoh itulah peristiwa dalam suatu ketika dapat terjalin, karena

peristiwa atau kejadian yang terjadi merupakan hasil dari hubungan antartokoh.

Tokoh merupakan bagian struktur cerita yang menyebabkan cerita dapat digerakkan.

Penokohan menurut Nurgiyantoro adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh adalah orang-

(orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (1994: 165).

Penokohan menurut Burhan Nurgiyantoro memiliki pengertian yang lebih luas

lagi. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita

sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan

sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah

cerita (1994: 166).

Page 37: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnnya tokoh dalam sebuah cerita,

tokoh dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

Menurut Nurgiyantoro, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya

dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,

baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (1994: 177). Tokoh-

tokoh utama ini juga selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain sehingga sangat

menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain tokoh-tokoh

tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan

kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung

ataupun tak langsung.

Dilihat dari penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi dua golongan, yaitu

tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Nurgiyantoro, tokoh protagonis

menampilkan seuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita

pembaca (1994: 178). Sedang tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan

tokoh protagonis. Kebanyakan tokoh antagonis adalah tokoh yang memunculkan

konflik dalam cerita.Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya

konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab

terjadinya konflik tersebut disebut tokoh antagonis (1994: 129).

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh

sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki

satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak tertentu saja. Ia tak memiliki sifat dan

tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sedang tokoh

Page 38: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

komplek adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi

kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu

yang dapat diformalisasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan

tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga.

Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakkan tokoh-tokoh cerita dalam

sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, dan tokoh berkembang.

Tokoh statis adalah tokoh yang cerita yang secara esensial tidak mengalami

perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-

peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 1994: 188). Sedang tokoh berkembang adalah

tokoh cerita yang mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan plot yang

dikisahkan.

Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (kelompok)

manusia dari kehidupan nyata, Nurgiyantoro membagi dua, yaitu tokoh tipikal dan

tokoh netral (1994: 190). Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau

penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah

lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia

nyata. Sedang tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia

benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam

dunia fiksi.

Page 39: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

c. Alur

Alur merupakan satu unsur dari struktur sebuah novel dan juga merupakan

benang halus yang menghubungkan dalam mengikat tiap-tiap peristiwa dalam cerita

sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tiap-tiap peristiwa itu

merupakan bagian dari keseluruhan cerita. Oleh sebab itu jika ada salah satu bagian

yang dihilangkan janggalah cerita itu. jadi segala peristiwa berhubungan secara

runtun. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan

amanat dari peristiwa-peristiwa serta ada hubungan kausalitas atau sebab akibat yang

wajar antara peristiwa satu dengan yang lainnya.

Alur juga sering disebut dengan kata plot. Plot tidak hanya sekedar rangkaian

peristiwa yang memuat topik-topik tertentu, melainkan mencakup alasan sebab akibat

terjadinya peristiwa. Plot tidak hanya dilihat dari jalannya peristiwa, akan tetapi lebih

jauh lagi dianalisis bagaimana urgensi peristiwa-peristiwa yang muncul tersebut

mampu membangun tegangan atau konflik. Culler (dalam Fananie, 2000:93-94)

mengatakan kedudukan satu peristiwa dengan peristiwa lain harus diletakkan dalam

rangkaian sekuen kualitas hubungan sebab akibat. Perkembangan karakter pelaku,

hubungan dengan latar, atau penyusunan dari rangkaian peristiwa itu sendiri. Hal itu

diistilahkan squance of action.

Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting, bahkan tak sedikit orang

yang menganggapnya sebagai yang tetpenting di antara berbagai unsur fiksi yang

lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksipun sering lebih ditekankan pada

Page 40: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

pembicaraan plot, walau mungkin mempergunakan istilah lain. Masalah linearitas

struktur penyajian peristiwa dalam karya fiksi banyak dijadikan objek kajian.

Kelley Griffith, Jr (1986:44) menjelaskan fase-fase dalam plot sebagai berikut:

Gambar 2.1 Fase-fase Plot

Lebih rinci dijelaskan oleh Kelley Griffith, Jr, pada tahap pertama situasi

dinyatakan tidak stabil dan diisi dengan perkenalan maupun penjelasan karakter dan

setting dari cerita. Kemudian diceritakan peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan

membentuk cerita hingga mencapai titik puncak konflik. Selanjutnya, terjadi

penurunan konflik yang bersifat menuju sebuah solusi dan cerita diakhiri dengan

penyelesaian konflik.

Burhan Nurgiyantoro berpendapat bahwa peristiwa, konflik, dan klimaks

merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita.

Eksistensi plot itu sendiri sering sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut.

Demikian pula halnya dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita

Page 41: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

fiksi. Ketiga unsur itu mempunyai hubungan yang mengerucut: jumlahnya cerita

dalam karya fiksi banyak sekali, namun belum tentu semuanya mengandung konflik,

apalagi konflik utama. Jumlah konflik juga relatif masih banyak, namun hanya

konflik-(konflik) tertentu yang dapat dipandang sebagai klimaks (1994: 117).

Pembedaan plot bedasarkan urutan waktu dibagi menjadi tiga., yaitu plot lurus,

plot sorot-balik, dan plot campuran. Plot sebuah novel dikatakan lurus jika peristiwa-

peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-(peristiwa) yang pertama

diikuti oleh (atau:menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau,

secara runtutan cerita di mulai dari tahap tengah, awal , dan akhir. Sedang plot sorot

balik, urutan kejadian dikisahkan secara regresif. Cerita tidak diceriutakan dari tahap

awal, melainkan dari tahap tengah atau akhir, barulah kemudian tahap awalnya

dikisahkan. Plot campuran adalah gabungan dari keduanya.

Pembedaan plot bedasarkan kriteria jumlah terbagi menjadi dua, yaitu plot

tunggal dan plot sub-subplot. Karya fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya

mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan sebuah cerita dengan seorang

tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Cerita biasanya hanya mengikuti

perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang

dialaminya. Sedang plot sub-subplot, yaitu sebuah karya fiksi yang memiliki lebih

dari satu alur cerita yang dikisahkan. Struktur plot yang demikian dalam sebuah karya

barangkali berupa adanya sebuah plot utama dan plot tambahan. Plot utama lebih

berperan dan lebih penting dari pada plot tambahan.

Page 42: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Pembedaan plot bedasarkan kriteria kepadatan dibagi menjadi dua, yaitu plot

padat dan plot longgar. Plot padat adalah cerita yang disajikan secara cepat,

peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul secara cepat, hubungan

antarperistiwa juga terjalin secara erat. Sedang plot longgar merupakan kebalikan dari

plot padat. Plot longgar dalam pergantian peristiwa fungsional satu ke peristiwa

fungsional berikutnya tidaklah erat dan berlangsung lambat. Dalam novel berplot

longgar biasanya terdapat peristiwa selingan atau peristiwa tambahan.

d. Latar

Abrams mengungkapkan latar merupakan elemen pembentuk cerita yang

sangat penting dalam karya sastra. Hal itu dikarenakan latar akan dapat menentukan

situasi umum sebuah karya sastra. Pada hakekatnya latar tidak hanya sekedar

menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan

berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan

masyarakat.

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting

untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu

yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian,

merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping

dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya

tentag latar. Pembaca yang merasa dan menilai kebenaran, ketepatan dan akulturasi

latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa

menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini

Page 43: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap

dengan perwatakan ke dalam cerita.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,

dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan masalah yang berbeda

dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling

mempengaruhi satu sama lain. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan Latar waktu

berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan

waktu faktual, waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Selanjutnya, latar

sosial adalah menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan Kelley Griffith (1986:52),

yang menyatakan bahwa:

Setting includes several closelyrelated aspects of a work of fiction. First,

setting is the physical, sensuous world of work. Second, it is the time in which

the avtion of the work takes place. And third, it is the social environment of

the characters: the manners, customs, and moral values that govern the

character‟s society.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan posisi pengarang pada cerita yang dikisahkannya.

Seperti yang dikemukakan oleh Kelley Griffith:

Point of view is author‟s relationhip to his or her fictional world, especially to

the minds of the characters. Another way of putting this is to define point of

view as the position from which the story is told (1986:56).

Page 44: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Menurut Harry Show (1972 : 293) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama,

mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya

sendiri dengan kata-katanya sendiri.

2. Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati

dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata

ganti orang ketiga.

3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar

cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam

pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari

tokoh.

Sedangkan untuk faktor ekstrinsik, adalah unsur-unsur yang berada di luar

novel, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi struktur novel tersebut. Faktor

ekstrinsik yang pertama yaitu pengarang di mana wawasan dan pengetahuannya

sangat menentukan kualitas karya sastra yang dihasilkannya. Faktor ekstrinsik yang

lain adalah respons masyarakat terhadap karya sastra tersebut yang berupa munculnya

resensi dan artikel media tentang sastra tersebut.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra

a. Pengertian Sosiologi

Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) yang berarti bersama-sama, bersatu,

kawan, dan teman, dan kata logi berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Pada

perkembangan berikutnyaa mengalami perubahan makna yaitu sosio berarti

masyarakat dan logi berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan

pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan

jaringanhubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan

empiris (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).

Sosiologi adalah telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang

objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Ssiologi mencoba mencari tahu bagaimana

masyarakat dimungkinkan bagaimana is berlangsung, dan bagaiman ia tetap ada.

Liana Giorgi (2010:1) menyatakan:

“The sociology of literature remains fragmented despite interesting research

within specific disciplines such as literature studies or cultural sociology. This

fragmentation is, however, nothing new. Methodogically, it has something to

do with the disciplinary specialization within the social sciences and

humanities since 1950s. Theoretically, it is related to the normative debate

about the impact of popular or mass culture on arts in society which has been

going on in different contexts since the 16th

century. The present article

advocates an integrated approach to the sociology of literature, based on the

work of Ice Lowenstein and Raymond Williams, and offers the example of

literature festivals as interdisciplinary research sites.”

Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi,

agama, politik dan lain-lain, kesemuanya itu merupakan struktur sosial. Dari hal

tersebut didapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan

Page 46: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

lingkungannya, tentang mekanisme sosialisaasi, proses pembudayaan yang

menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.

Menurut Soerjono Soekanto (1981:4), sosiologi adalah telaah tentang lembaga

dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi

mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia

berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Berdasarkan pengertian tersebut, sosiologi

merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya.

Sapardi Djoko Damono (1978:6) menyatakan bahwa sosiologi adalah suatu

cabang ilmu yang menelaah secara ilmiah dan objektif tentang manusia dalam

masyarakat, menelaah lembaga dan proses sosial. Aspek sosiologis pada hakikatnya

adalah segi pandangan yang lebih banyak memperhatikan hubungan antara manusia

dalam bermasyarakat (Sosrodihardjo, 1989:78).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi merupakan

suatu ilmu yang mempelajari segala hal tentang proses sosial yang terjadi dalam

masyarakat.

b. Pengertian Sastra

Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,

refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam

dirinya sendiri, dan masyarakat. Faruk (2010: 40) menyebutkan bahwa nama sastra

sebenarnya merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang digunakan

dalam masyarakat bahasa asing, khususnya Eropa. Dalam bahasa Inggris, sastra

Page 47: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

dinamakan literature, dalam bahasa Jerman dinamakan literature, dan dalam bahasa

Perancis dinamakan literature. Nama susastra yang kurang lebih berarti „tulisan yang

indah‟ juga digunakan dalam masyarakat bahasa Eropa tersebut, yaitu Letterkunde

dalam bahasa Belanda, belles-letters dalam bahasa Perancis (A. Teeuw, 1984).

Jan Van Luxemburg, dkk (1984:25) mengemukakan bahwa sastra dapat

dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu

tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.

Senada dengan pendapat di atas, Sapardi Joko Damono menjelaskan bahwa:

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, difahami, dan

dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota

masyarakat, yang terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga

sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri

merpakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan

kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataaan sosial.

Sedangkan Wellek dan Warren (1968) merupakan teoretisi yang percaya pada

pengertian sastra sebagai karya inovatif, imajinatif, dan fiktif. Menurut keduanya,

acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi, imajinasi. Tokoh-

tokoh dalam karya sastra itu merupakan hasil ciptaan atau rekaan pengarang yang

muncul begitu saja, tidak mempunyai sejarah, tidak mempunyai masa lalu. Ruang dan

waktu dalam karya sastra pun bukan ruang dan waktu kehidupan nyata. Dalam

hubungan dengan kecenderungan demikian, karya sastra juga dipahami sebagai karya

kreatif, hasil ciptaan pengarang.

Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama, tergantung dari

kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, yang jauh

Page 48: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

lebih penting sebagaimana yang dijelaskan melalui teori resepsi, adalah kemampuan

pembaca dalam memahami suatu karya sastra. Pada umumnya, para pengarang yang

berhasil adalah para pengamat sosial, sebab merekalah yang mampu untuk

mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan cirri-ciri

fiksional (Nyoman Kutha Ratna, 2011:334).

Sastra dipahami sebagai bahasa tertentu yang khusus, yang berbeda dari

bahasa umumnya. Bahasa tersebut cenderung diartikan sebagai bahasa yang indah,

bahasa yang berirama, yang mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan,

ritme, asonansi dan aliterasi, dan sebagainya.

Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan

dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa

sebagai sebuah tata simbolik yang bersifat sosial dan kolektif, karya sastra yang

menggunakan berbagai kata simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan

pengguna bahasa itu.

Menurut Jan Van Luxemburg, dkk (1984:25), hubungan antara sastra dan

masyarakat diteliti dengan berbagai cara:

a. Meneliti faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra,; teks sastra itu

sendiri tidak ditinjau. Demikian misalnya dapat diteliti kedudukan pengarang

di dalam masyarakat, siding pembaca, dunia penerbitan, dan sebagainya.

b. Meneliti hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat.

Sastra digunakan sebagai sumber untuk menganalisis system masyarakat.

Page 49: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Dari berbagai pendapat tersebut, sastra dapat diartikan sebagai hasil pemikiran

pengarang yang dapat diilhami dari kenyataan sosial maupun daya imajinatif yang

dituangkan ke dalam bahasa yang cenderung indah, bahasa yang berirama, yang

mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan, ritme, asonansi dan aliterasi,

dan sebagainya.

c. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari

kata sosio (Yunani) yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, dan teman, dan kata

logi berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Pada perkembangan berikutnyaa

mengalami perubahan makna yaitu sosio berarti masyarakat dan logi berarti ilmu.

Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu

pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringanhubungan antarmanusia dalam

masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).

Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1974:29) menyatakan definisi

sosiologi atau ilmu masyarakat sebagai berikut:

Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk

perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara

unsur-unsur sosioal yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma

sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan

sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbale balik antara pelbagai segi

kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbale balik antara segi

kehidupan, ekonomi dengan segi sosial politik, antara segi hukum dan segi

kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi

dan lainnya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal

terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur sosial.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Dari uraian tersebut sosiologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari

masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam

masyarakat.

Sedangkan sastra berasal dari kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,

mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi,

sastra berarti kumpulan alat mengajar, buku petunjuk atau pengajaran yang baik. Kata

sastra bersifat lebih spesifik setelah terbentuk menjadi kata kesusastraan, artinya

kumpulan hasil karya yang baik (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).

Swingewood (dalam Umar Junus, 1986: 2) mendeskripsikan mengenai

masalah sosiologi sastra dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut.

a. Sosiologi dan sastra yang membicarakan tentang tiga

pendekatan. Pertama, melihat karya sastra sebagai dokumen

sosial budaya yang mencerminkan waktu jaman. Kedua,

melihat segi penghasil karya sastra terutama kedudukan sosial

pengarang. Ketiga, melihat tanggapan atau penerimaan

masyarakat terhadap karya sastra berdasarkan pendapat

pembaca.

b. Teori-teori sosial tentang sastra. Hal ini berhubungan dengan

latar belakang sosial yang menimbulkan atau melahirkan

suatu karya sastra.

c. Sastra dan strukturalisme. Hal ini berhubungan dengan teori

strukturalisme.

d. Persoalan metode yang membicarakan metode positif dan

metode dialektik. Metode positif tidak mengadakan penelitian

terhadap karya sastra yang digunakan sebagai data. Dalam hal

ini karya sastra yang dianggap sebagai dokumen yang

mencatat unsur sosio budaya, sedangkan metode dialektik

hanya menggunakan karya yang bernilai sastra. Yang

berhubungan dengan sosio budaya bukan setiap unsurnya,

tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan.

Page 51: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Dalam tingkat dasar, yaitu isi, sosiologi, dan sastra berbagi konsep yang sama.

Sosiologi sebenarnya adalah studi yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam

masyarakat. Sedangkan sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat

sebagai usaha manusia untuk menyesuakan diri dan usahanya untuk mengubah

masyarakat itu. Dengan demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk

menciptakan kembali dunia sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarga,

lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan

sosiologi. Dapat disimpulkan bahwa sosiologi dapat memberi penjelasan yang

bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi,

pemahaman kita tentang sastra belum lengkap.

Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis

dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan

antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Hubungan antara pengarang dan

karya sastra berupa kaitan latar belakang pengarang dalam penulisan suatu karya

sastra, sedangkan hubungannya dengan masyarakat dapat dapat diwujudkan dalam

aspek kemasyarakatan yang ada dalam karya sastra dan pendapat pembaca mengenai

karya tersebut.

Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis

ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan

sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan

perasaannya. Akibatnya, hasil penelitian bidang sosiologi cenderung sama, sedangkan

penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati

Page 52: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan orang seorang

(Sapardi Djoko Damono, 1984:7).

Wellek dan Warren (1956:94) membahas hubungan sastra dan masyarakat

sebagai berikut:

Literature is a social institution, using as its medium language, a social

creation. They are conventions and norm which could have arisen only in

society. But, furthermore, literature „represent‟ „life‟; and „life‟ is, in large

measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or

subjective world of the individual have also been objects of literary

„imitation‟. The poet himself is a member of society, possesed of a specific

social status; he recieves some degree of social recognition and reward;he

addresses an audience, however hypothetical.

Dia menjelaskan bahwa sastra adalah sebuah intitusi sosial yang

menggunakan bahasa sebagai perantaran. Lebih lanjut, sastra menjelaskan banyak

hal tentang hidup, bagaimana gambaran hidup, apa yang dimaksud hidup, dan dalam

hubungan yang lebih luas adalah tentang kenyataan sosial kemasyarakatan.

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Sosiologi sastra

mendasarkan pandangannya pada aspek mimesis. Karya sastra dipandang sebagai

mimesis (tiruan) dari kenyataan (Abrams, 1979: 8). Pandangan tentang tiruan

kenyataan tersebut didasari oleh problem, tema, masalah, dan setting yang ada dalam

karya sastra. Di samping itu, tiruan kenyataan juga erat kaitannya dengan aspek

sosiologis dan budaya dari karya yang ditulis pengarang. Hal yang tidak dapat

dilupakan bahwa dalam peniruan itu, faktor pengarang memegang peranan penting

Page 53: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

sebab pemilihan tentang bagian mana yang ditiru oleh pengarang adalah merupakan

hasil perenungan atau gagasan pengarang.

Pernyataan bahwa pendekatan sosiologi terhadap sastra bertolak dari

pandangan yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan pencerminan kehidupan

masyarakat juga sesuai dengan pendapat Sapardi Djoko Damono (1993:19) bahwa:

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada

dasarnya tidak berbeda pengertian dengan sosiosastra, pendekatan sosiologi,

atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra. pendekatan sosiologi ini

pengertiannya mencakup beberapa pendekatan, masing-masing didasarkan

pada sikap dan pandangan teoretis tertentu, tetapi semua pendekatan itu

menunjukkan suatu ciri kesamaan,yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra

sebagai institusi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota

masyarakat. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan

gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbale

balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas

tentang hubungan timbal balik antara ketiga anasir tersebut sangat penting

artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan manusia terhadap

sastra itu sendiri.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra

merupakan pendekatan yang mengacu pada keberadaan sastra sebagai institusi sosial

menunjukkan gambaran tentang masyarakat., yang diciptakan oleh sastrawan sebagai

anggota masyarakat itu sendiri.

Umar Junus mengemukakan yang menjadi pembicaraan dalam telaah

sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya.

Pembagian telaah sosiologi sastra menurut Umar Junus (1986:3) adalah sebagai

berikut: (1) karya sastra dilihat sebagai dokumen sastra; (2) penelitan mengenai

penghasilan dan pemasaran karya sastra; (3) penelitian tentang penerimaan

Page 54: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebanya;

(4) pengaruh sosial budaya terhadap pemciptaan karya sastra; (5) pendekatan genetic

strkturalis dari Goldmann; dan (6) Pendekatan Duvignaud yang melihat mekwiisme

universal dari seni, termasuk sastra.

Wellek dan Warren membuat klasifikasi masalah sosiologi sastra sebagai

berikut: (1) sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial,

dan lain-lain yang berkaitan dengan pengarang sebagai penghasil karya sastra, (2)

sosiologi karya sastra yang memasalahkan apa yang tersirat dalam karya sastra dan

apa yang menjadi tujuannya, (3) sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan

pengaruh sosial karya sastra.

Klasifikasi tersebut juga tidak banyak berbeda dengan yang dikemukakan oleh

Ian Watt (dalam Sapardi Djoko Damono, 1978: 3-4) yang membicarakan tentang

hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat sebagai berikut.

Pertama, konteks-sosial pengarang. ini ada hubungannya dengan posisi sosial

sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.

Dalam hal ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si

pengarang sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya

sastranya. Yang terutarna harus diteliti adalah (a) bagaimana si pengarang

mendapatkan mata pencahariannya, (b) profesionalisme dalam

kepengarangan, sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaanya sebagai

suatu profesi. dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.

Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat. Yang terutama mendapat

perhatian adalah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada

waktu sastra ditulis, ( b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi

gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, (c) sejauh mana genre

sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh

masyarakat

Page 55: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang

menjadi perhatian : (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak

bmasyarakatnya, (b) sejauh mana sastra hanya dapat berfungsi sebagai

penghibur saja, dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan (a)

dan ( b) diatas.

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra

mencakup konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat dapat dilihat

melalui aspek-aspek kemasyarakatan yang diangkat dalam karya tersebut, dan fungsi

sosial karya sastra di dalam masyarakat.

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:320), ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan

demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, adalah: (1) Karya sastra

ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin,

sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat; (2) Karya sastra hidup

dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat,

yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; (3) Medium karya sastra,

baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan

sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan, (4) Berbeda dengan

ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra

terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat

berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut; (5) Sama dengan masyarakat, karya

sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam

suatu karya.

Page 56: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986:129), menjelaskan bahwa sosiologi

sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan

kenyataannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian

konteks pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra

(aspek-aspek sosial dalam teks sastra). Retno Winarni (2009:165) menyatakan bahwa

sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra,

serta peranan karya sastra dengan realitas sosial.

Berdasarkan berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli, maka dapat

disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang

menganalisis sastra dalam hubungannya dengan kenyataan sosial dalam masyarakat,

baik dilihat dari sisi pengarang maupun pembaca.

Dalam analisis novel RTJ, digunakan pendapat Ian Watt. Pendapat tersebut

sudah mencakup keseluruhan aspek sebuah karya berdasarkan analisis pendekatan

sosiologi. Ketiga dasar dalam analisis tersebut adalah berdasarkan latar belakang

sosial pengarang, aspek sosial budaya yang ada dalam novel, dan pendapat pembaca

mengenai novel tersebut.

Analisis sosiologis tidak bermaksud untuk mereduksikan hakikat rekaan ke

dalam fakta, sebaliknya, sosiologi sastra juga tidak bermaksud untuk melegitimasikan

hakikat fakta ke dalam dunia imajinasi. Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan

pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa

rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara

imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka

Page 57: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala

sosial.

Menurut Jabrohim (1994: 223), tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk

mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan

timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas

tentang hubungan timbal balik antara ketiga hal tersebut sangat penting artinya bagi

peningkatan pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri.

3. Hakikat Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran dalam Novel RTJ

a. Aspek Sosial Masyarakat Pinggiran

Sosial dapat diartikan hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau

kepentingan umum. Manusia sebagai individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya

sendiri. Manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, karena itulah ada

proses sosialisasi dalam kehidupan.

Dalam kehidupan sosial ada faktor yang paling penting, yaitu interaksi sosial.

Interaksi sosial menyangkut hubungan timbal balik antarindividu, antarkelompok

manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia. Kesadaran sangat

dibutuhkan dalam proses interaksi sosial . Kesadaran tersebut menghasilkan sebuah

ideologi dalam proses interaksi sosial antarmasyarakat. Sesuai dengan yang

dikemukakan oleh V.N Volosinov dalam tulisannya yang berjudul Language and

Ideology (1994:44):

“Consciousness becomes consciousness only once it has been filled with

ideological (semiotic) content, consequently, only in the process of sosial

interaction”.

Page 58: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama, persaingan, dan

pertikaian. Ciri-ciri dari interaksi sosial adalah (1) pelakunya lebih dari satu orang;

(2) adanya komunikasi antarpelaku melalui kontak sosial; (3) mempunyai maksud

dan tujuan; dan (4) ada dimensi waktu yang akan menentukan sikap aksi yang sedang

berlangsung. Interaksi sosial terjadi jika ada kontak sosial dan komunikasi.

Proses interaksi sosial terjadi dalam lingkungan dimana masyarakat tinggal.

Lingkungan hakikatnya adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari,

dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait seara timbal balik

dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang

memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Sedangkan

lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya kegiatan, yaitu interaksi

sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai, serta

terkait dengan ekosistem dan tata ruang atau peruntukan ruang (Harimanto dan

Winarno, 2011:174). Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh

manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki

daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan

manuisa dan makhluk hidup lainnya.

Menurut Herimanto dan Winarno (2011:49-51), dalam berbagai kelompok

sosial, manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norma-norma

sosial sebagai patokan untuk bertingkahlaku bagi manusia di dalam kelompoknya.

Norma-norma tersebut adalah norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,

Page 59: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dan norma hukum. Selain itu, norma dapat dibedakan menjadi empat macam

berdasarkan kekuatan berlakunya dalam masyarakat. Keempat jenis norma itu adalah:

1. Cara

Cara adalah bentuk kegitan manusia yang daya ikatnya sangat lemah.

Pelanggaran dalam norma ini tidak mengakibatkan hukuman yanag berat, tetapi

sekedar celaan.

2. Kebiasaan

Kebiasaan adalah kegiatan atau perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk

yang sama oleh banyak orang karena disukai.

3. Tata kelakuan

Tata kelakuan adalah kebiasaan yang dianggap sebagai norma pengatur. Sifat

norma ini di satu sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan di sisi lain sebagai suatu

larangan. Dengan demikian, tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat

menyesuaikan diri dengan kelakuan yang ada serta meninggalkan perbuatan yang

tidak sesuai dengan tata kelakuan.

4. Adat istiadat

Adat istiadat adalah tata kelaukan yang telah menyatu kuat dalam pola-pola

perilaku sebuah masyarakat. Norma ini memiliki daya ikat yang sangat kuat, dapat

berisi perintah maupun larangan.

Pada masyarakat pinggiran, unsur-unsur sosial dipengaruhi oleh

ketidakmampuan manusia dalam pemenuhan kebutuhan. Masyarakat pinggiran

identik dengan kemiskinan seperti yang dijelaskan oleh Oscar Lewis dalam

Page 60: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

penelitiannya (Parsudi Suparlan: 1993). Kemiskinan bukanlah semata-mata

kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran

kebudayaan dan kejiwaan.

Aspek sosial dalam masyarakat dapat diperhatikan melalui segala bentuk

interaksi sosial, peristiwa dalam lingkungan, dan perlakuan norma-norma dalam

masyarakat. Semua hal tersebut merupakan sebuah proses yang masing-masing saling

memanfaatkan peran sosial manusia itu sendiri dalam komunitasnya dengan proses

komunikasi di dalamnya.

b. Aspek Budaya Masyarakat Pinggiran

Kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan kekuatannya dalam

menanggapi, merespons, dan mengatasi tantangan alam dan lingkungan dalam upaya

mencapai kebutuhan hidupnya. Dalam buku Ilmu sosial dan Budaya Dasar,

Herimanto dan Winarno (2011:24) menjelaskan mengenai beberapa pendapat ahli

dalam mendefinisikan makna kebudayaan, antara lain:

1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu

generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.

2. Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan

pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur

sosial, religious, dan lain-lain, ditambah lagi dengan segala pernyataan intelektual

dan artistik yang menjadi suatu ciri dalam masyarakat.

3. Edward B. Taaylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan

yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

Page 61: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang

didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

4. Selo Soemardjan dan Soelaiman soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana

hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

5. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan

karya manuisa yang harus dibiasakan dengan belajar beserta dari hasil budi

pekertinya.

Koentjaraningrat (1974:83) membedakan tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1)

kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; (2)

kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam

masyarakat, dan (3) kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Kebudayaan mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Ada tujuh

unsur kebudayaan, antara lain: (1) system peralatan dan perlengkapan hidup; (2)

system mata pencaharian hidup; (3) system kemasyarakatan atau organisasi sosial; (4)

bahasa; (5) kesenian; (6) system pengetahun; dan system religi.

Aspek budaya dalam masyarakat dapat dilihat dan dipelajari melalui ideologi

masyarakat, nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Brian V. Street: “there is frequently a crucial relationship

between the ideological fields of personhood and of literacy”. Dalam penjelasan

selanjutnya juga disebutkan adanya hubungan antara ideologi, nilai moral, dan

konteks sosial. Selain itu, aspek budaya dalam masyarakat juga dapat dilihat secara

nyata dari wujud berbagai aktivitas yang biasa dilakukan seperti mata pencaharian

Page 62: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

dan peralatan yang digunakan dalam kesehariannya. Setiap komunitas masyarakat

memiliki perbedaan dalam ketiga hal tersebut yang kemudian akan menjadi karakter

atau ciri khas dari system budaya yang dianut dalam kelompok tersebut.

Pengadopsian suatu kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor

lingkungan fisik (Elly M. Setiadi, 2006:39). Terjadi suatu proses keserasian antara

lingkungan fisik dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan tersebut.

Demikian juga hubungannya dengan teknologi. Pada masyarakat pinggiran, fasilitas

yang terkait dengan kemajuan teknologi belum tersedia sehingga pola pikir

masyarakat pinggiran masih berdasarkan pola pikir yang sederhana.

c. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran dalam Novel RTJ

Pengkajian tentang aspek sosial dan budaya berkaitan dengan hakikat

masyarakat sebagai manusia sosial dan pencipta budaya dalam wujud ideologi,

kebiasaan atau perilaku yang melingkupinya.

Unsur masyarakat menurut Krech, Crutchfieled, dan Ballachey (Elly M.

Setiadi, 2006: 75) adalah: (1) kolektivitas interaksi manusia yang terorganisasi, (2)

kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama, (3) memiliki kecenderungan

untuk memiliki keyakinan, sikap dan bentuk tindakan yang sama. Pada konsep ini,

masyarakat lebih dicirikan oleh interaksi, kegiatan, tujuan, dan tindakan sejumlah

manusia yang berkecenderungan sama.

Manusia sebagai makhluk sosial akan hidup bersama-sama dengan manusia

lain yang akan melahirkan suatu bentuk kebudayaan. Karena kebudayaan itu sendiri

Page 63: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

diperoleh manusia dari proses belajar pada lingkungan juga hasil pengamatan

langsung.

Menurut Elly M. Setiadi (2006:46), kebudayaan dapat diterima dalam tiga

bentuk, yaitu: (1) melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan, (2) melalui

pengalaman hidup sebagai makhluk sosial, (3) melalui komunikasi simbolis (benda,

tubuh, gerak tubuh, peristiwa, dan sebagainya.

Terdapat berbagai kebudayaan di dunia, tetapi pada dasarnya memiliki

hakikat yang sama, yaitu: (1) terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, (2)

sudah ada sejak lahirnya generasi dan tetap ada setelah pengganti mati, (3) diperlukan

oleh manusia yang diwujudkan lewat tingkah laku, (4) berisi aturan yang berupa

kewajiban, tindakan yang diterima atau tidak, larangan dan pantangan.

Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan

tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas

dari masyarakatnya yang tampak dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat

budaya terhadap lingkungan maka dapat diketahui perbedaan antara lingkungan satu

dengan lingkungan lainnya. Sastra dan kebudayaan selalu dikaitkan dengan nilai-nilai

positif, keduanya yang dihasilkan melalui aktivitas manusia berfungsi untuk

meningkatkan kehidupan.

Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan

dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa

yang digunakan oleh karya sastra itu hidup dan berlaku (Faruk, 2010:46). Sastra tetap

Page 64: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

diperlakukan sebagai lembaga sosial yang tidaak mempunyai otonomi dan

mempunyai kemungkinan untuk mengandung sifat formatif terhadap masyarakat.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan berbagai

macam tingkat, pangkat, dan strata sosial. Hal ini dapat terlihat dan dirasakan jelas

dengan adanya penggolongan orang berdasarkan kasta.

Ada berbagai lapisan dalam penggolongan masyarakat. Penggolongan besar di

dalamnya adalah antara perkotaan dan pedesaan. Terutama pada masyarakat

perkotaan, banyak pemilahan golongan yang dilakukan secara alamiah oleh

masyarakat. Masing-masing memiliki cara bersosialisasi dan berbudaya yang

cenderung berbeda, sebagai ciri khas dari komunitas tersebut.

Berbagai macam tinjauan tersebut erat kaitannya dengan lingkungan.

Lingkungan adalah suatu media tempat makhluk hidup tinggal, mencari

penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait

secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya.

Dalam penelitian ini, digunakan pendapat Herimanto dan Winarno (2011:34)

yang menyatakan bahwa masyarakat pinggiran merupakan kelompok masyarakat

yang keberadaannya kurang diperhatikan oleh masyarakat pada umumnya karena

karakteristik kelompok tersebut yang serba berkekurangan. Seperti latar pada novel

RTJ, diangkat kehidupan masyarakat pinggiran kota Jakarta. Masyarakat tersebut

dapat dilihat dari pekerjaan para penghuni pemukiman kumuh di daerah tersebut,

kebiasaan masyarakat, dan pola pemikiran tentang kehidupan yang dianut.

Page 65: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Masyarakat Pinggiran identik dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah hal

yang selalu dihadapi manusia dan sama tuanya dengan permasalahan kemanusian

serta merupakan sesuatu hal yang nyata. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan dapat

didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu

tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan

dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Standar kehidupan yang rendah secara langsung tampak pengaruhnya terhadap

tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang

tergolong orang miskin.

Lingkungan masyarakat pinggiran identik dengan kehidupan anak jalanan.

Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan

kasih sayang karena kebanyakan dalam usia relatif dini sudah harus berhadapan

dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat (Bagong

Suyanto (2003:185). Di sudut-sudut kota sering terjadi anak-anak jalanan harus

bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat

diterima masyarakat umum sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan

untuk membantu keluarganya.

Marginal, rentan, dan eksplotatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk

menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal, karena mereka

melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan

umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan, karena

resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari

Page 66: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena

mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar yang sangat lemah, tersubordinasi,

dan cenderung menjai objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau

oknum aparat yang tidak bertanggungjawab.

Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para anak jalanan adalah mengamen,

mengemis, membersihkan kaca-kaca mobil, ojek payung, dan yang paling buruk

adalah bekerja sebagai pelacur. Pekerjaan sebagai pelacur banyak dilakoni ketika

anak berkiblat pada perlakuan orangtua atau saudara-saudara yang lebih tua.

Menurut Truong (1992:15), ada tiga unsur utama dalam praktik pelacuran adalah

pembayaran, promiskuistas, dan ketidakacuhan emosional. Lebih jauh dijelaskan

bahwa prostitusi, pelacuran dan persundalan adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh

wanita kepada banyak lelaki dengan imbalan pembayaran guna disetubuhi dan

sebagai pemuas nafsu seks si pembayar, tanpa ikatan pernikahan.

Pola pemikiran masyarakat pinggiran cenderung lebih kuat dan dapat

bertahan. Hal ini dikarenakan tekanan hidup yang keras yang telah diterima sejak

dini. Masyarakat tersebut cenderung memiliki sikap saling membantu dan rasa

solidaritas yang tinggi.

Aspek sosial dan budaya dalam novel dapat dilihat dari latar lingkungan pada

novel, kebiasaan, dan hubungan manusia satu dengan yang lain yang ada pada

lingkungan tersebut. Dari kajian tersebut pada akhirnya akan dihasilkan hal yang

lebih penting terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam novel yang ingin

disampaikan pengarang.

Page 67: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

4. Hakikat Nilai Pendidikan

Realitas dalam karya sastra yang baik sebagai hasil imajinasi dan kreativitas

pengarang terkadang dapat memberikan pengalaman total pada pembaca. Dengan

kreativitas dan kepekaan rasa, seorang pengarang bukan saja mampu menyajikan

keindahan rangkaian cerita, melainkan juga mampu memberikan pandangan yang

berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafar, serta beraneka rafam

pengalaman tentang problema hidup dan kehidupan. Bermacam-macam wawasan itu

disampaikan pengarang lewat rangkaian kejadian, tingkah laku dan perwatakan para

tokoh ataupun komentar yang diberikan pengarangnya.

Dengan adanya bermacam-macam wawasan yang dikandung dalm karya

sastra yang bermutu atau berbobot akan selalu mengandung bermacam-macam nilai

didik tentang kehidupan yang bermnfaat bagi pembaca.

Nilai pendidikan berkaitan dengan sastra, Nyoman Tusthi Edy (1983 : 121)

memaparkan sebagai berikut :

“Sastra harus bersifat mendidik. Tetapi dalam perannya sebagai alat mendidik

masyarakat tidaklah harus menggurui atau menunjukkan apa yang hendak

dituju oleh seorang atau masyarakat seperti halnya yang terdapat dalam sastra

propaganda atau sastra slogan Lekra. Ia dapat berupa sesuatu yang menjadi

alat untuk membangkitkan rasa semangat,

memulihkan kepercayaan diri sendiri dan melepaskan ketegangan-ketegangan

batin. Disini letak edukatif karya sastra.”

Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya

sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang

bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang diamaksud dapat mencakup

Page 68: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estestis ( keindahan ). Hal ini sesuai

dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1990 : 27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan

yag ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai

medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai

kesusilaan, dan nilai agama.

Makna nilai dalam sastra menurut Herman J. Waluyo, (1992 : 28) adalah

“kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang”. Hal ini

berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra

khususnya novel, menunjukkan bahwa pada dasarnya suatu karya sastra akan selalu

mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi

pembaca.

Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan

pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak semiua

karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat

dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika yang dibacanya itu menyentuh

dirinya, maksudnya menyentuh perasaanya.

Berdasar pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengn nilai sastra yaitu sifat-sifat atau hal-hal yang bersifat positif dan berguna dalam

kehidupan manusia dan pantas untuk dimiliki tiap manusia. Dalam pengertian ini,

nilai adalah sesuatu yang berhubungan dengan etika ( baik dan buruk), logika (benar

dan salah), estetika (indah dan jelek).

Page 69: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Kehadiran karya sastra sebagai hasil cipta sastrawan tidak saja lahir dari

fenomena-fenomena kehidupan nyata, tetapi datang dari kesadaran bahwa karya

sastra sebagai suatu yang imajinatif dan fiktif. Di samping itu juga adanya

pengembanganekspresi sehigga tercipta karya sastra. Seorang karyawan dalam

menciptakan keindahan juga berkeinginan untuk menyampaikan pikiran, pendapat,

dan saran terhadap sesuatu. Apa yang hendak disampaikan pengarang itu merupakan

nilai-nilai pendidikan.

Berbagai nilai pendidikan dapat ditemukan dalam karya sastra. Nilai didik di

dalamnya tidak hanya terbatas soal kebijakan moralsaja, tetapi ada nilai lain yang

lebih khas sastra. Walaupun masih banyak nilai lain, tetapi jika berbicara tentang nilai

didik, orang langsung berasosiasi kepada moral, etika dan kebajikan. Hal ini wajar

sebab sesuatu yang baik merupakan inti pendidikan. Sastra memiliki nilai didik

kesusilaan, mengandung ilai estetika, dan memperjuangkan hal-hal yang baik dan

benar.

Dari beberapa pendapat tentang nilai penddikan yang terdapat dalam karya

sastra diatas ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa nilai pendidikan yang bisa

diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu diantaranya

adalah yang berhubungan dengan moral, agama, budaya, sosial, dan sebagainya.

a. Nilai Pendidikan Agama

Agama adalah hal yang mutlak dan kehidupan manusia sehingga dari

pendidikan ini diharapkan dapat terbentuk manusia religius. Dojosantoso (dalam

Tirto Suwondo, dkk, 1994:63) menyatakan bahwa “religius” adalah “keterkaitan

Page 70: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan”.

Keterkaitan manusia secara sadar terhadap Tuhan merupakan cermin sekap manusia

religius.

Nilai pendidikn agama atau keagamaan dalam karya sastra sebagian

menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat edukatif

(Burhan Nugiantoro, 2002 : 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat

makhluk yang beragama. Tujuan pendidikan keagamaaan adalah membentuk manusia

yang beragama atau pribadi yang religius. Di samping itu, sesuai Undang-undang

Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Pancasila sebagai dasar falsafah negara

Republik Indonesia, pendidikan merupakan segi utama yang mendasari semua segi

pendidikan lainnya. Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun pendidikan

kemasyarakatan atau sosial, sebagian besar bersumber dari agama. Betapa pentingnya

pendidikan itu bagi setiap warga negara, terbukti dari adanya peraturan pemerintah

yang mengharuskan pendidikan agama itu diberikan kepada anak-anak sejak

pendidikan di taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi.

b. Nilai Pendidikan Moral

Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau

kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang

menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Herimanto dan Winarno,

2011:129).

Page 71: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan

buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu berada

(Burhan Nurgiantoro, 2002:319). Pendidikan moral memungkinkan manusia memilih

secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar. Pesan-pesan moral dapat

disampaikan pengarang secara langsung dan bisa pula tidak secara langsung. Makin

besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu, maka makin besar moralitasnya.

Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas. Seseorang yang

makin terang pengetahuannya tentang sesuatu yang baaik dan yang tidak baik, akan

mudah mengadakan pilihan.

Moral diartikan sebagai norma dan konsep kehidupan yang dijunjung tinggi

oleh masyarakat. Nilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat mengubah perbuatan,

perilaku, dan sikap serta kewajiban moraldalam masyarakat yang baik, seperti budi

pekerti, akhlak dan etika (Joko Widagdo,2001 : 30).

Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra juga bertujuan untuk

mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai pendidikan

moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadatseorang

individu darisuatu kelompokyang meliputi perilaku, tata kramayang menjunjung

tinggi budi pekerti dan nilai susila.

Secara umum moral merujuk pada pengertian baik buruk yang diterima secar

umum mengenai perbuatan dan kelakuan, akhlak, dan kewajiban. Nilai moral

berkaitan dengan pribadi manusia. Nilai moral ini merupakan tata nilai baik buruk

suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, apa yang harus dikerjakan, sehingga

Page 72: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

tercipta baik suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik,

serasi dan bermanfaat bagi orang tersebut, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

Nilai moral dalam karya sastra biasanya bertujuan untuk mendidik manusia

agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai pendidikan moral

menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seorang individu atau

dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang menjunjung tinggi budi

pekerti dan nilai susila.

c. Nilai Pendidikan Adat / Budaya

Koentjaraninggrat (1985 : 18) mengemukakan bahwa sistem nilai budaya

terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga

masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi

kelakuan manusia. Nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam cerita dapat diketahui

melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.

Cerita (dalam hal ini adalah novel) sebagai salah satu bentuk karya sastra

dapat memberikan gambaran yang jelas tentang sistem nilai atau sistem budaya

masyarakat pada suatu tempat dalam suatu masa. Nilai-nilai itu mengungkapkan

perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi,

dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi.

Nilai-nilai budaya yang berakar pada adat lokal atau adat daerah yang

dimaksud dalam novel ini adalah adat daerah yang bernuansa kejawaan. Nilai budaya

Page 73: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

kejawaan ini kadang dibalut sekaligus berbenturan dengan nilai-nilai agama yang

dipegang oleh tokoh utama.

d. Nilai Pendidikan Sosial

Sosial dapat diartikan hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau

kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku

sosial dan tata cara hidup soaial. M. Zaini Hasan dan Salladin (1996 : 83) menyatakan

nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk

memperoleh makna atau penghargaan yang tinggi. Pendapat lain dikemukakan oleh

Arifin L. Bertrand (dalam M. Munandar Soelaeman, 1998 : 9) bahwa nilai sosial

adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu obyek , gagasan ,

ataau orang.

Dengan demikian dapat dikatakan baahwa manusia selain makhluk individu,

juga sebagai makhluk sosial karena ia tidak dapat lepas dalam hubungannya dengan

manusia lain. Nlai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya

kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan lainnya.

Bertolak dari beberapa pengertian sosial diatas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial

adalah suatu aspek-aspek budaya yang disertai kesadaran emosi terhadap obyek untuk

memperoleh makna atau penghargaan.

Karya sastra juga mengungkapkan nilai pendidikan sosial. Dengan membaca

banyak karya sastra, diharapkan perasaan pembaca lebih peka terhadap persoalan-

persoalan kemanusiaan, lebih dalam penghayatan sosialitasnya, sehingga lebih

mencintai keadilan dan kebenaran.

Page 74: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat

direnungkan . Dalam karya sastra dengan ekspresinya, pengungkapan nilai sosial

berpadu dengan tata kehidupan sosial yang sebenarnya. Pada akhirnya dapat

dijadikan cermib atau sikap pembacanya (Suyitno, 1986 : 31). Lebih jauh Suyitno

menjelaskan bahwa karya sastra dapat berfungsi sebagai daya penggoncangan nilai-

nilai sosial yang sudah mapan. Dasar dari pendidikan soial adalah bahwa manusia itu

merupakan kawan sosial bagi manusia lain.

Nilai pendidikan sosial yang diambil dari sebuah cerita, dalam hal ini adalah

novel bisa dari hal-hal yang bersifat positif aataupun negatif. Kedua hal tersebut perlu

disampaikan agar kita dapat memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Segi

positif harus ditonjolkan sebagai hal yang patut ditiru dan diteladani. Demikian pula

segi negatif perlu dikatakan serta ditampilkan pada pembaca. Hal ini dimaksudkan

agar kita tidak tersesat, bisa membedakaan mana yang baik dan mana yang buruk.

Seperti orang belajar, tidak akan berusaha untuk bertindak lebih baik, jika tidak tahu

hal-hal jelek yang tidak pantas dilakukan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang studi sastra telah banyak dilakukan. Berikut ini beberapa

penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:

1. Novel Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap Karya Fira Basuki (Tinjauan Sosiologi

Sastra dan Nilai Pendidikan), penelitian ini dilakukan oleh Ratna

Purwaningtyastuti pada tahun 2006 Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 75: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang kajian sosiologi sastra

dan nilai pendidikan yang ada dalam novel Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap yang

merupakan novel trilogi karya Fira Basuki dengan menggunakan teori sosiologi

sastra. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa novel tersebut menggambarkan

keberadaan manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam

kehidupan yang melingkupinya.

2. Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere-Liye (Tinjauan Sosiologi Sastra dan

Nilai Pendidikan), penelitian ini dilakukan oleh Theresia Sri Susetianingsih pada

tahun 2010 Universitas sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian ini secara fokus dikaji tentang ekspresi cinta yang

ditunjukkan oleh masing-maisng tokoh dalam kehidupan keluarganya dan juga

cara tokoh dalam membangun ekonomi keluarga. Pembahasan mengenai

ekspresi cinta para tokoh ditinjau dari beberapa aspek antara lain: (1)

memberikan kasih sayang dan rasa aman; (2) memberikan perhatian di antara

anggota keluarga; (3) membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga; dan

(4) memberikan identitas keluarga. Sedangkan perekonomian keluarga dibangun

dengan cara berwiraswasta oleh tokoh, diceritakan mengenai proses produksi,

distribusi, dan pencarian modal.

3. Wendy Griswold. 1981. “American Character and the American Novel: An

Expansion of Reflection Theory in the Sociology of Literature”. American

Journal of Sociology, Vol. 86, No. 4, pp. 740-765.

Page 76: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Dalam jurnal ini penulis mencoba untuk menentukan bagaimana sastra

"mencerminkan" masyarakat, penelitian ini menggambarkan analisis sampel acak

dari 130 novel yang diterbitkan di Amerika Serikat selama akhir abad 19 dan abad

20 awal. Hasilnya adalah novel sampel mencerminkan posisi pasar yang berbeda

diduduki oleh dua kelompok penulis karena ada atau tidak adanya perlindungan

hak cipta internasional, tuntutan formal genre, jenis kelamin penulis, dan

beberapa karakteristik khas nasional, termasuk perawatan ras, kelas menengah

protagonis, dan pengaturan domestik.

4. Wendy Griswold. 1993. “Recent moves in the sociology of literature”. Annual

Review of Sociology, Vol. 19

Dalam jurnal ini, penulis mengemukakan pendapatnya bahwa sosiologi

sastra adalah seperti amuba: tidak memiliki struktur perusahaan, tetapi telah

mengalir sepanjang dalam arah tertentu. Penulis membahas tentang pembaca

sebagai pusat dari nyawa sosiologi sastra.

5. Karen A. Hegtvedt. 1991. ” Teaching Sociology of Literature through Literature”.

Teaching Sociology , Vol. 19, No. 1 pp. 1-12.

Dalam jurnal ini dijelaskan program yang dirancang untuk

mengintegrasikan dua cara di mana sosiolog meneliti sastra. Kerangkanya adalah

bahwa sosiologi sastra, yang menekankan pendekatan struktural eksternal untuk

studi sistematis dari produksi dan konsumsi sastra di masyarakat.

Page 77: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

6. Jurgen Gerhards, Helmut K. Anheier. 1989. ” The Literary Field: An empirical

Investigation Of Bourdieu‟s Sociology Of Art”. International Sociology, Vol. 4

no. 2 131-146.

Dalam penelitian ini, diteliti mengenai budaya sosial pada masyarakat

rendah dan budaya dalam sastra. Hasilnya adalah kajian bidang sastra dalam

sosial masyarakat dibedakan menjadi tiga macam yaitu elit, menengah, dan

pinggiran.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pendahuluan dan kajian teori tentang novel, pendekatan sosiologi

sastra, aspek sosial budaya masyarakat pinggiran, dan nilai pendidikan, dapat disusun

sebuah kerangka berpikir. Salah satu karya sastra berupa prosa yang dapat dianalaisis

dengan pendekatan sosiologi sastra adalah novel. Novel merupakan sebuah karya

sastra yang menceritakan alur cerita secara lengkap, sehingga dapat dianalisis

berbagai aspek yang ada di dalamnya untuk menemukan hubungan-hubungan antara

tokoh, alur, setting, hingga aspek-aspek kemayarakatan yang membentuk cerita

tersebut.

Hubungan novel dengan tinjauan sosiologi sastra dalam penelitian ini,

dijelaskan dalam analisis aspek budaya masyarakat pinggiran yang menjadi latar dari

novel RTJ dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Analisis aspek tersebut

dilihat dari berbagai macam segi, seperti pendidikan masyarakat, pekerjaan sebagai

Page 78: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

sumber penghidupan, bahasa sebagai alat komunikasi, karakteristik tempat tinggal,

dan kesederhanaan pola pikir.

Dari setiap peristiwa yang terjadi sehari-hari, banyak ditemukan nilai-nilai

yang relevan dengan kehidupan masyarakat. Salah satu nilai yang terkandung dalam

novel adalah nilai pendidikan. Nilai pendidikan yang dapat ditemukan dalam novel,

antara lain: (1) nilai pendidikan agama, (2) nilai pendidikan sosial, (3) nilai

pendidikan adat/budaya, dan (4) nilai pendidikan moral.

Uraian kerangka berpikir di atas dapat disajikan dalm gambar berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Novel RTJ karya Asma Nadia

Aspek sosial

budaya

Pengaruh sosial

terhadap

masyarakat

Nilai

pendidikan

Totalitas makna karya sastra

novel RTJ karya Asma Nadia

Latar

belakang sosial

pengarang

Page 79: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini tidak terpancang pada satu tempat. Penelitian ini bias dilakukan

di perpustakaan, di rumah, maupun di tempat tertentu yang memungkinkan. Dalam

penelitian ini, peneliti menyiapkan objek yang akan diteliti yaitu novel yang sesuai

dengan judul penelitian itu sendiri, yaitu Novel Rumah Tanpa Jendela.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 hingga Maret 2012.

Kegiatan penelitian meliputi persiapan, pengumpulan sekaligus penganalisisan data,

dan penyusunan laporan penelitian. Sesuai dengan karakter penelitian kualitatif,

waktu dan kegiatan penelitian bersifat fleksibel.

61

Page 80: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Selanjutnya, rincian mengenai waktu dan jadwal kegiatan penelitian diuraikan

dalam tabel di bawah ini.

Tabel. 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Bulan ke

Jenis

Kegiatan

Oktober November Desember Januari Februari Maret 1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1 Persiapan V

V

2 Penyusunan

proposal

penelitian

V

V

V

V

3 Pengumpulan

data

V

V

V

V

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

4 Penganalisisan

data

V

V

V

V

V

V

v

v

v

v

v

v

v

v

v

v

5 Penyusunan

laporan

penelitian

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

B. Bentuk / Strategi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Pendeskripsian dalam

penelitian ini meliputi aspek sosial budaya dalam novel ini, berbagai macam aspek

sosial yang digambarkan dalam novel ini juga perlu dikaji lebih dalam untuk

mengetahui kesesuaian dengan realitas kehidupan yang ada dalam masyarakat,

sekaligus pengaruh yang didapatkan pembaca melalui novel ini mengenai pandangan

hidup dan perubahan yang bisa didapatkan setelah membaca novel RTJ ini. Selain itu,

juga dikaji mengenai nilai pendidikan yang ada dalam novel yang terdiri dari nilai

Page 81: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

pendidikan moral, nilai pendidikan agama, nilai pendidikan adat atau budaya, dan

penelitian sosial.

Dalam penelitian cukup banyak metode yang dikenal, akan tetapi penggunaan

suatu metode harus sesuai dengaan objek penelitian dan tujuan penelitian. Adapun

jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini metode content analysis atau

analisis dokumen (H.B. Sutopo, 1996:55). Metode ini diambil peneliti karena data

utama yang penelitian ini berupa teks-teks yang terdapat dalam novel RTJ. Dalam

metode ini, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen

atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data atau informasi penting yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini

berupa data kualitatif. Informasi tersebut berupa kalimat-kalimat dalam dialog dan

narasi. Selain itu juga data berupa latar belakang sosial pengarang dan pendapat dari

para pembaca. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui membaca secara berulang-

ulang novel RTJ karya Asma Nadia dan referensi lainnya.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Novel Rumah Tanpa Jendela

Novel RTJ karya Asma Nadia merupakan sumber data utama yang digunakan

dalam penelitian ini.

Page 82: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

b. Biografi Pengarang

Biografi pengarang meliputi kehidupan pengarang dari segala aspek,

utamanya adalah latar belakang sosial pengarang. Hal ini berkaitan dengan

penciptaan novel RTJ yang kental dengan unsur-unsur sosial masyarakat. Data

mengenai biografi pengarang didapatkan dari novel-novel karya pengarang tersebut,

informasi dari koran dan media internet.

c. Komentar-komentar pengarang lain dan masyarakat tentang novel RTJ

Komentar pengarang lain dan pembaca dibutuhkan dalam menganalisis

pengaruh sosial novel RTJ pada masyarakat, yaitu dengan mengkaji berbagai

pandangan dari pembaca tersebut dan dalam kaitannya dengan realita kehidupan

kemasyarakatan. Informasi ini diperoleh dari hasil wawancara dan forum bacaan

Asma Nadia yang terdapat pada media internet.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini:

a. Wawancara, adalah menggali informasi dari para pembaca novel RTJ untuk

mengetahui berbagai tanggapan yang diperlukan untuk analisis sebagai bahan

laporan penelitian. Peneliti akan memilih pembaca novel dengan latar belakang

social yang berbeda-beda, karena novel ini cocok untuk dibaca oleh semua umur.

Pembaca tersebut antara lain siswa SMA, mahasiswa, guru, dosen, dan ibu rumah

tangga. Selain itu, proses wawancara juga diperoleh dari media komunikasi online

Page 83: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

antarpembaca novel RTJ dalam beberapa blog yang sudah ada sejak novel RTJ

diterbitkan dan film RTJ disosialisasikan.

b. Analisis dokumen, analisis dokumen berupa data-data dalam novel, buku-buku

yang relevan dengan penelitian, dan komentar-komentar dari pembaca novel RTJ.

Melalui metode ini data-data yang termuat dalam novel dikumpulkan sebagai

perbendaharaan data untuk dapat digunakan sebagai bukti atau keterangan dalam

melakukan pengkajian data selanjutnya yang sudah terkumpul atau teridentifikasi

itu dapat dianalisis.

E. Validitas Data

Moleong mengungkapkan bahwa triangulasi merupakan teknik pemeriksaan

keabsahan data yang berfungsi sebagai pembanding atau pengecekan terhadap data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu (2000:178). Terdapat empat

macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu: (1) pemanfaatan menggunakan

sumber; (2) metode; (3) penyidik; dan (4) teori.

Dalam penelitian ini, uji validitas data yang digunakan adalah teknik

triangulasi sumber dan teori (Moleong, 2000:178). Teknik triangulasi sumber data

yaitu triangulasi yang mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data wajib

menggunakan beraneka ragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sejenis

atau sama akan lebih valid jika diperoleh dari beberapa sumber data yang berbeda.

Sedangkan triangulasi teori memungkinkan adanya banyak teori yang dapat

digunakan untuk mendukung keabsahan sebuah penelitian.

Page 84: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

F. Teknik Analisis Data

Data utama yang dalam penelitian adalah novel RTJ. Teknik analisis data dalam

penelitian ini menggunakan interactive model of analysis atau model analisi interaktif

oleh yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002:186).

Analisis ini melibatkan hal-hal berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen dengan melakukan

pembacaan secara berulang-ulang/ intensif terhadap novel RTJ.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan ketika proses penelitian. Proses ini berlangsung dengan cara

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-

kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

3. Penyajian Data

Penyajian data merupakan suatu rakitan oraganisasi informasi, deskripsi dalam

bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.

4. Penarikan Simpulan

Kegiatan analisis data yang keempat adalah menarik simpulan dan verifikasi.

Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya,

Page 85: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

dan kecocokannya, yang merupakan validitasnya. Simpulan juga diverifikasi

selama penelitian berlangsung.

Secara lebih jelas model analisis data tersebut dapat disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 3.1. Analisis Model Interaktif

Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi

Data

Penarikan Simpulan

/Verifikasi

Page 86: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ

a. Riwayat Hidup Asma Nadia

Asma Nadia adalah nama pena Asmarani Rosalba yang lahir di Jakarta 26

Maret 1972 dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti. Nama Asma Nadia

diberikan oleh kakaknya yang bernama Helvy Tiana Rosa, yang juga seorang penulis

terkenal. Asma adalah seorang istri dari lelaki bernama Isa Alamsyah yang telah

dikaruniai dua orang anak, bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra

Firdaus (http://rumahbacaasmanadia.com/category/catatan-asma-nadia/).

Pada Tahun 80-an, hampir semua kota besar di tanah air dibanjiri buku-buku

cerita tentang akhirat. Buku itu menceritakan orang yang masuk neraka, mereka

dibakar dengan api sangat panas atau ditusuk pedang tajam.. Rani, panggilan kecil

Asma Nadia takut dan ngeri membacanya, Karena Iseng-iseng membaca buku jenis

itu, ia merasa takut, hingga terbawa ke tidurnya. Suatu malam, Rani bermimpi seram.

Gadis kecil itu terkaget, kemudian terbangun, segera diambilnya bantal untuk

68

Page 87: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

menutup wajahnya. Namun tanpa sengaja, gerakan cepat itu menyebabkan bagian

belakang kepala Rani terbentur besi kasur. Dia pun geger otak dan harus mengalami

perawatan. Setelah sembuh, Rani kembali sekolah. Uniknya, dia terus mendapat

peringkat satu hingga SMA. Sebelumnya, Rani berada di peringkat kedua.

Dalam sumber http://achmatim.blogsome.com/2005/12/10/asma-nadia-tidak-

pede-membawa-nikmat/ diceritakan bahwa setelah lulus dari SMU 1 Budi Utomo,

Jakarta, dia memasuki masa kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), Rani harus terus

berobat. Karena dampak dari benturan saat kelas satu SD itulah, Rani terpaksa

berhenti dari IPB. Saat itu dia berada di tingkat dua jurusan mekanisasi pertanian.

Asma tidak merasa putus asa, dia mencoba mengembangkan bakat terpendam:

menulis cerpen dan novel.

Menurut Asma Nadia, menulis dan membaca adalah kembar. Asma bercerita,

kebiasaan membacanya terbentuk ketika ia sakit-sakitan. Ada lima jenis penyakit

yang menyerang dirinya, yang membuat ia harus terbaring di rumah sakit selama

hampir 10 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Asma merasa dengan

membaca, penantian yang begitu panjang menjadi lebih pendek. Karena suka

membaca untuk memperpendek penantian yang panjang itu, selesai membaca suatu

buku, bundanya, Maria Eri Susianti, selalu membelikan buku baru.

Sejak kecil Asma sudah senang menulis puisi dan lagu. Helvy Tiana Rosa,

sang kakak yang juga penulis ternama, juga banyak menulis cerita. Sedangkan

Page 88: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

tentang kemampuan menulis lagu itu berasal dari ayah Asma, Amin Ivo‟s, yang

merupakan seorang pencipta lagu. Salah satu lagu ciptaannya, „‟Kau Bukan Dirimu'‟,

dinyanyikan Dewi Yull.

Mulai SMP Asma telah belajar menulis cerpen. Jenis cerita yang mulai

digarapnya adalah jenis cerita remaja. Hal tersebut bukan karena belum banyak

penulis yang memfokuskan diri pada dunia itu, namun karena kecintaan dan rasa

senang yang besar untuk menggali kisah-kisah remaja. Pada kelas tiga SMP dia

merasa menulis itu memerlukan sebuah misi, sehingga dia mulai menulis cerita

dengan tema-tema universal.

Pada awalnya Asma mengaku tidak merasa percaya diri atas karya yang

dibuatnya. Dukungan dari kakaknyalah yang memeiliki peran kuat untuk Asma

berusaha menjadi penulis yang baik. Dan akhirnya pada 1994 dan 1995, majalah

Ummi memberi penghargaan kepada Asma sebagai juara penulisan cerpen..

Asma memang tidak mengalami masa penolakan oleh penerbit atau surat

kabar. Cerpen pertamanya berjudul “Surat Buat Assadullah di Surga”, di muat di

Annida pada 1990. Begitu seterusnya, majalah seperti Ummi, Sabili, dan lainnya,

menjadi tempat berkiprah wanita ini.

Asma Nadia adalah salah satu penulis best seller yang paling produktif di

Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun, dia sudah menulis lebih dari 50 buku dan

Page 89: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

memperoleh berbagai penghargaan nasional dan regional di bidang kepenulisan.

Beberapa penghargaan tersebut di antaranya, Pengarang Terbaik Nasional penerima

Adikarya Ikapi Award tahun 2000, 2001, dan 2005, peraih penghargaan dari Majelis

Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2005, Anugrah IBF Award sebagai novelis

islami terbaik (2008), peserta terbaik lokakarya perempuan penulis naskah drama

yang diadakan FIB UI dan Dewan Kesenian Jakarta.

Kiprah Asma Nadia bahkan juga sudah merambah ke dunia internasional. Ia

pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia, dan Brunai

Darussalam. Tahun 2006, ia menjadi satu dari dua sastrawan muda Indonesia yang

diundang untuk tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama 6 bulan. Undangan

yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009) untuk tinggal di Swiss.

Sedangkan sebagai pembicara, Asma pernah diundang untuk antara lain pada

forum Seoul Young Writers Festival dan The 2nd Asia Literature Forum di Gwangju,

serta memberikan workshop kepenulisan di berbagai pelosok tanah air, juga kepada

pelajar Indonesia di Mesir, Swiss, Inggris, Jerman, Roma dan Vatican, serta buruh

migran di Hong Kong dan Malaysia.

Sekalipun tidak mempunyai gelar kesarjanaan karena menderita beberapa

penyakit internal seperti jantung, paru-paru, gegar otak dan tumor, Asma Nadia telah

berbicara di hadapan lebih banyak orang termasuk di berbagai universitas ternama di

Page 90: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Indonesia, seperti Universitas Indonesia, ITB, UNPAD, UGM, IPB, Universitas

Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, dan beberapa universitas lain-lain.

Karya-karya Asma Nadia di antaranya adalah: (1) Derai Sunyi, novel,

mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA); (2) Preh (A

Waiting), naskah drama dua bahasa, diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta; (3)

Cinta Tak Pernah Menar, kumpulan cerpen, meraih Pena Award; (4) Rembulan di

Mata Ibu (2001), novel, memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI sebagai buku

remaja terbaik nasional; (5) Dialog Dua Layar, memenangkan penghargaan Adikarya

IKAPI, 2002; (6) 101 Dating meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005; (7) Jangan

Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller; (8) Emak Ingin Naik Haji: Cinta

Hingga Ke Tanah Suci (AsmaNadia Publishing House); (9) Jilbab Traveler

(AsmaNadia Publishing House); (10) Muhasabah Cinta Seorang Istri; (11) Catatan

hati bunda, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Sedangkan karya-karya berikut ditulis bersama penulis lain: (1) Ketika

Penulis Jatuh Cinta, Penerbit Lingkar Pena, 2005; (2) Kisah Kasih dari Negeri

Pengantin, Penerbit Lingkar Pena, 2005; (3) Jilbab Pertamaku, Penerbit Lingkar

Pena, 2005; (4) Miss Right Where R U? Suka Duka dan Tips Jadi Jomblo Beriman,

Penerbit Lingkar Pena, 2005; (5) Jatuh Bangun Cintaku, Penerbit Lingkar Pena,

2005; (6) Gara-gara Jilbabku, Penerbit Lingkar Pena, 2006; (7) Galz Please Don‟t

Cry, Penerbit Lingkar Pena, 2006; (8) The Real Dezperate Housewives, Penerbit

Page 91: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Lingkar Pena, 2006; (9) Ketika Aa Menikah Lagi, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (10)

Karenamu Aku Cemburu, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (11) Catatan Hati di Setiap

Sujudku, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (12) Badman: Bidin; (13) Suparman Pulang

Kampung; (14) Pura-Pura Ninja; dan (15) di Setiap Sujudku (kumpulan tulisan dari

mailing list).

Tulisan-tulisan Asma Nadia menggunakan gaya bahasa yang lugas, inspiratif

dan sederhana. Sehingga tidak memerlukan pemahaman yang panjang untuk dapat

mengambil hikmah yang terkandung di dalam tulisan-tulisannya. Pembaca pun akan

terbawa kedalam dunia khayal yang diciptakan Asma Nadia sehingga emosi yang

bergejolak dalam tulisan-tulisan tersebut mempengaruhi pembaca. Dia pun mampu

menciptakan karakter-karakter tokoh yang kuat, sederhana namun unik.

Pencitraan dari tiap karakter yang diciptakannya tidak asing bagi pembaca

karena tokoh-tokoh tersebut tercipta dari pencerminan diri pembaca masing-masing,

sosok yang nyata dalam kehidupan dan golongan masyarakat kelas bawah yang

terlukis dengan sangat rapih dari tiap goresan-goresan penanya. Sehingga tanpa sadar

pembaca terbawa oleh emosi yang disajikannya pada tiap-tiap segmentasi tulisannya.

Seperti sedikit dari penggalan tulisannya dalam buku Istana Kedua,

“Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki, kenapa

cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?”(Asma

Nadia, Istana Kedua).

Page 92: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Terlihat sangat jelas isi dari buku Istana Kedua mengangkat sebuah isu sosial yang

sangat sensitif, yang dimana di dalam islam sebagai suatu syariat yaitu poligami.

Asma Nadia dengan sangat cerdasnya mampu mengolah rasa dan karsanya menjadi

sebuah karya yang sangat indah tanpa harus mempertentangkanya lebih jauh soal

syariat tersebut. Dan banyak juga tulisan-tulisan Asma Nadia dalam buku-bukunya

baik berbentuk cerpen maupun novel yang mengangkat tentang isu-isu sosial yang

banyak pertentangan pro dan kontra, akan tetapi Nadia mampu menyajikannya

dengan sangat cerdas yang dengan kehati-hatiannya sehingga tidak terjadi polemik

yang sangat berarti dari pembacanya. Justru menggugah hati dan pikiran para

penikmat tulisannya untuk peka terhadap kontroversi isu-isu sosial yang berkembang

dimasyarakat, tidak hanya sekedar sebagai sapi ompong yang berdiam diri tanpa ilmu

dan wawasan untuk mengkritiknya.

b. Kehidupan Sosial Pengarang Novel RTJ

Kehidupan sosial Asma Nadia sangat terlihat dari kesehariannya, kiprah

berorganisasinya, dan pendirian rumah baca atas nama Asma Nadia. Dalam blog

pribadinya (www.asmanadia.net), diceritakan mengenai kiprah sosial Asma Nadia

secara lengkap. Dalam kehidupan sehari-hari, Asma Nadia selalu memperhatikan

lingkungan sekitarnya terutama peran orang-orang yang ada di dekatnya. Dia banyak

meluangkan waktu untuk kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat

yang tidak mampu, terutama anak-anak. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari

Page 93: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

penulisan novel Rumah Tanpa Jendela. Kehidupan anak-anak yang tidak dapat

bersekolah karena himpitan ekonomi sangat dekat dengan dirinya.

Berdasarkan riwayat kesehatannya, Asma tidak diperkenankan untuk bekerja

keras secara fisik, oleh karena itu keperluan makan dan mengurus sebagian besar

rumahnya dilimpahkan kepada pengasuhnya. Terhadap para pengasuhnya itu, Asma

selalu mengingatkan kedua anaknya untuk tidak menganggapnya sebagai pembantu.

Dia sangat memperhatikan nasib kehidupan para pembantu, sehingga dia pun menulis

novel berjudul Derai Sunyi.

Asma Nadia memiliki banyak impian. Impian terbesarnya adalah menciptakan

pendidikan yang layak untuk anak-anak yang tidak bisa memperolehnya karena

terhimpit kemiskinan. Oleh karena itu, Asma merupakan penulis yang banyak

mengangkat tema sosial, salah satunya adalah novel RTJ.

Harapan besar mengenai kehidupan yang lebih baik bagi lingkungan

sekitarnya selalu terpatri dalam langkah sosialnya. Salah satunya adalah menciptakan

rumah pencerahan untuk lingkungan sekitarnya. Seperti yang dikutip dalam Surabaya

Post Online edisi Kamis, 28/07/2011, 11:42 WIB, harapan tersebut berawal dari kisah

perjalanan yang sengaja dilakukannya dengan temannya. Mereka menyusuri jalan-

jalan ibu kota.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Asma melalui daerah Bongkaran tanah abang, melihat gubuk-gubuk di sisi

kiri rel kereta api, rumah-rumah minum, dan tempat yang biasa digunakan untuk

pelacuran. Dia menyadari betapa berbedanya apa yang dia lihat dengan situasi yang

dia bayangkan hanya dari riset pustaka.

Kemudian dari Bongkaran Asma melanjutkan perjalanan ke Kalijodo (yang

kemudian catatan perjalanan ini menjadi bahan yang memberi dia energi lebih ketika

menulis Ada Rindu di Mata Peri), Dari sana dia melanjutkan berjalan ke daerah Rawa

Bebek, Penjaringan. Dengan negosiasi yang alot sebelumnya, di daerah tersebut dia

sempat melakukan wawancara dengan seorang pelacur di kamar sempit yang biasa

dipakai.

Dalam perjalanan pulangnya, Asma diajak oleh seorang teman untuk berjalan

menyusuri rumah-rumah di kolong jembatan. Suasana yang gelap dan tanpa jendela-

jendela yang menampung matahari, meskipun suasana siang dan matahari sedang

garang-garangnya, sebab jalanan di atas mereka menutup cahaya apapun, kecuali bagi

yang tinggal agak keluar. Begitulah, lalu Asma sampai di sebuah lokasi di pasar, tak

jauh dari kolong jembatan. Sebidang tanah yang dibuat kios ala kadarnya, dan

disewakan lalu dananya dipakai untuk menyantuni anak-anak yatim yang dikelola

FOJIS (Forum Pengajian Subuh) sejak lama. Tanah di atas kios itu berukuran 3 x 2.5

meter. Dari tanah inilah, Asma Nadia menggagas ide berdirinya Rumah Cahaya.

Rumah Cahaya didirikan dengan memanfaatkan rumah wakaf Dompet Dhuafa yang

Page 95: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

dipinjamkan kepada FLP untuk bisa dijadikan Rumah Baca dan Hasilkan Karya

(Rumah Cahaya). Inilah sejarah berdirinya Rumah Cahaya yang dikelola oleh Asma

Nadia. Saat ini ada 40 rumah baca sederhana untuk membaca dan beraktivitas bagi

anak-anak dan remaja kurang mampu. Saat ini RBA ada di berbagai pelosok tanah

air, Gresik, Bogor, Balikpapan, Pekanbaru, Jogja, Papua, Tenggarong, dan daerah

lainnya.

Sejak tahun 2009 awal, Asma merintis penerbitan sendiri yang diberi nama

Asma Nadia Publishing House. Beberapa buku yang diterbitkan telah dialihkan ke

layar lebar, berjudul Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela. Seluruh

royalti dari buku tersebut dan beberapa persen dari tiket bioskopnya diberikan untuk

mewujudkan misi sosialnya. Dari film Emak Ingin Naik Haji, royaltinya

didedikasikan untuk orang-orang yang sangat berniat untuk menunaikan ibadah haji

tetapi tidak mampu. Sedangkan film Rumah Tanpa Jendela, royaltinya didedikasikan

untuk kemajuan rumah baca Asma Nadia di seluruh daerah di Indonesia.

2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ

Sebuah karya sastra berupa cerita rekaan menampilkan latar belakang sosial

budaya masyarakat. Aspek sosial budaya merangkai peristiwa dengan hubungan

antarmanusia dan kebiasaan yang terkemas dalam lingkungan yang melatari sebuah

cerita. Aspek sosial budaya yang ditampilkan dapat berupa pendidikan, pekerjaan,

bahasa, tempat tinggal, kebiasaan, dan cara memandang segala sesuatu.

Page 96: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Kelompok masyarakat yang dijadikan latar sosial dalam novel ini adalah

kelompok masyarakat pinggiran. Masyarakat pinggiran identik dengan kemiskinan,

selain itu keberadaannya juga terpinggirkan atau dikucilkan oleh masyarakat pada

umumnya. Karena itulah akan menjadi hal yang penting untuk dikaji mengenai

pendidikan anak-anak, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, dan cara

pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan. Masyarakat pinggiran memiliki

ciri khas yang membedakan golongan tersebut dari kelompok masyarakat pada

umumnya.

1. Pendidikan Anak-anak

Dalam kehidupan masyarakat pinggiran, pendidikan yang layak dianggap

sebagai sesuatu yang mewah.

Sekolah, itu mimpinya yang lain. Tetapi Bapak dan Ibu belum punya cukup

uang untuk membayar seragam, dan biaya lain-lain (2011:13).

Masyarakat tersebut tidak mengenal dengan baik kemajuan teknologi yang

berkembang pada masyarakat modern. Keterbatasan tersebut dapat ditunjukkan dari

ketidaksesuaian antara usia anak-anak dengan kemampuan akademik yang

seharusnya mereka miliki pada usianya tersebut.

Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-

anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca dan menulis

(2011:23)

Page 97: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Kemewahan nilai sebuah pendidikan juga ditunjukkan dalam reaksi yang

diperlihatkan anak-anak dari kampung kumuh di pinggiran Jakarta Pusat itu. Anak-

anak merasa mimpinya selama ini akhirnya dapat terwujud.

Seperti mendapatkan anugerah akan mimpi yang tak pernah dicatatnya, hari itu

Rara mulai sekolah. Memang agak telat karena usianya sudah hampir sembilan

tahun. Anak-anak di kampung Rara sekarang punya sekolah. Tidak harus iri

setiap melihat sekolahannya Obama. Walau sederhana, mereka bisa belajar

setiap hari. Ada buku tulis, pensil, buku-buku cerita, kertas gambar dan bahkan

crayon, yang sering menjadi rebutan anak-anak saat Bu Alia meminta mereka

menggambar (2011:48).

2. Pekerjaan

Masyarakat pinggiran identik dengan kemiskinan. Hal ini ditunjukkan dengan

pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan dari masyarakat tersebut.

Selebihnya sama saja. Bapak masih memulung atau menjual ikan hias di

dalam pikulan kayu. Pemandangan yang langka di Jakarta, sebab tukang ikan

hias lain zaman sekanang sudah menggunakan gerobak dengan toples-toples

kaca atau kantong-kantong plastik yang digantungkan dan berisi ikan-ikan

hias (2011:14).

Sementara ibu sepenti biasa memanfaatkan waktu-waktu kosong untuk

memisah-misahkan tumpukan sampah. Gelas-gelas dan botol plastik

dikumpulkan dan dicuci hingga disusun bersih. Gelas-gelas plastik itu

bertumpuk sebelum dimasukkan ke dalam karung. Botol-botol plastik setelah

dibersihkan juga dimasukkan ke dalam karung tersendiri. Kaleng-kaleng

minuman dan botol dipisahkan. Kata Ibu harga gelas plastik lebih mahal dari

botol plastik. Dulu harga gelas plastik bekas air mineral mencapai empat ribu

rupiah perkilo, tetapi sekarang hanya tiga ribuan saja. Botol plastik lebih

murah seribuan dari gelas plastik. Kalau dipikir lucu juga. Sampah bagi orang,

rezeki bagi mereka (2011:14-15).

Himpitan ekonomi mengakibatkan kaum anak-anak pun ikut bekerja demi

membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Page 98: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Rara menikmati rutinitas setiap harinya itu. Meski tentu saja lauk pauk di atas

tikar lusuh mereka jauh beda tampilannya dan yang biasa terhidang di meja

makan di restoran-restoran besar itu. Rara, Rafi, Akbar, Yati, dan teman-

teman lain suka mengintip dan balik kaca salah satu rumah makan padang

yang biasa mereka lewati sepulang mengamen atau mengojek payung saat

hujan turun. Ini kebiasaan khas mereka selain ramai-ramai masuk ke mini

market, meski bukan untuk membeli sesuatu (2011:27).

Sebagian besar warga perkampungan kumuh Menteng Pulo menjadikan

pekerjaan memulung sebagai sumber utama penghidupan mereka.

Jika Bapak pulang dari memulung, Ibu akan memilih hasil pencarian Bapak

hari itu, dan memisahkan majalah atau koran-koran yang dipungut bapak.

Membacanya sebelum dijual lagi (2011:8).

Selain itu, pekerjaan sebagai pelacur atau yang disebut sebagai lonte

oleh penduduk sekitar juga dijadikan sebagai sumber penghidupan.

Seorang perempuan, sepantaran Bude, dengan bedak tebal dan bibir merah

duduk di atas pangkuan bapak-bapak paro baya. Sebagian lagi menemani

berjoget atau menuangkan minuman ke dalam gelas dan mengupas kacang

kulit lalu menyuapkannya ke mulut pengunjung laki-laki. Pakaiannya pendek

dan ketat. Persis seperti baju-baju yang dikenakan Bude Asih (2011:44).

3. Bahasa

Dalam novel RTJ, setting menjadi faktor penting sebagai penentuan bahasa

yang dipakai. Setting dalam novel ini adalah Jakarta Pusat, sehingga bahasa yang

digunakan adalah bahasa masyarakat Jakarta pada umumnya. Bahasa yang digunakan

dalam novel ini termasuk bahasa yang komunikatif. Pada dasarnya para tokoh

menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Tetapi untuk kalangan tertentu

seperti anak-anak, menggunakan bahasa gaul anak-anak Jakarta.

“Kepengin?” Rara mengangguk. “Buat lo?” Rara menggeleng.

Adik di dalam perut ibu ingin makan rendang. “Nasi sama rendang berapa,

Page 99: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

ya?” tanya Rara.

“Maksud gue, bokap sama….nyokap lo kagak marah. Supaya lo pade kagak

kena timpuk!” kata Rafi kemudian (2011:32-33).

4. Tempat Tinggal

Tempat tinggal yang dijadikan latar setting ini adalah daerah perkampungan

Menteng Pulo, di pinggiran Jakarta Pusat. Secara jelas setting tempat tinggal dalam

novel ini dijelaskan pada pembukaan dan isi novel.

Rara, bocah perempuan penghuni rumah tak berjendela di sebuah

perkampungan kumuh di pinggiran Jakarta. Ia punya mimpi sederhana,

memiliki jendela untuk rumah tripleksnya..

“Namaku Rara, aku tinggal di Jakarta. Di satu rumah sempit, melewati gang-

gang sempit, di perkampungan yang juga penuh rumah-rumah sempit.”

Berbagai suasana yang digambarkan dalam novel ini menunjukkan bahwa

tempat tinggal Rara merupakan daerah pinggiran yang benar-benar kumuh.

Kuburan Cina di Menteng Pulo tempat mereka tinggal memang nyaris tidak

terurus. Suasananya gelap kalau malam hari. Penerangan hanya mengandalkan

sinar bulan. Ada jalan setapak yang dijadikan jalan pintas warga atau

pedagang. Kecuali sudah malam sekali, sekitarnya nyaris selalu ramai.

Apalagi malam minggu. Kuburan mendadak meriah oleh banyaknya pasangan

yang kencan. Rara sering melihat laki-laki dan perempuan, berpasang-pasang,

dengan seenaknya duduk-duduk atau bahkan berangkulan di atas makam-

makan yang tidak terurus itu. Pemandangan yang membuat matanya risih.

Pemandangan yang sering diintip Akbar dan kawan-kawan lelakinya yang

lain. Meski mereka tidak mau mengaku (2011:7-8).

5. Kebiasaan Hidup

Kehidupan masyarakat dalam novel RTJ memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini

berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat dalam usaha pemenuhan kebutuhan

Page 100: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

hidup sehari-hari. Beberapa kebiasaan tersebut ditunjukkan oleh perbuatan tokoh-

tokoh yang ada dalam novel ini.

Rara, Rafi, Akbar, Yati, dan teman-teman lain suka mengintip dan balik kaca

salah satu rumah makan padang yang biasa mereka lewati sepulang

mengamen atau mengojek payung saat hujan turun. Ini kebiasaan khas mereka

selain ramai-ramai masuk ke mini market, meski bukan untuk membeli sesuatu

(2011:27).

Anak-anak kecil di perkampungan kumuh Menteng Pulo tidak terbiasa

dengan permainan atau hiburan-hiburan mewah.

Pertunjukan topeng monyet itu menghibur sekali. Rara dan teman-temannya

tergelak-gelak menyaksikan Sarimin pergi ke pasar... atau Sarimin pergi ke

sawah.. Meski, Sarimin, monyet kecil yang kurus itu, sebenarnya tidak

kemana-mana. Hanya berjalan, berlari dan berlompatan di atas tumpukan

plastik dan karung-karung sampah. Di lahan sampah itu Rara, Rafi, Akbar,

dan lain- lain berkejar-kejaran tak ingat waktu. Atau main petak umpet

menggunakan nisan-nisan besar kuburan Cina yang dipenuhi rerumputan

tinggi (2011:17).

Kebiasaan tersebut mengakibatkan kesenangan yang berlebihan ketika anak-

anak tersebut diberikan kesempatan untuk bermain di sebuah rumah yang memiliki

fasilitas permainan di sekitarnya.

Oh ya, di rumah itu Rara dan teman-temannya akan berebutan ayunan, atau

menunggu giliran dengan tak sabar di perosotan plastik yang ada di belakang

rumah, tak jauh dari kolam renang. Anak-anak pinggiran senang seekali

bermain di situ (2011:52).

Keterbatasan fasilitas di perkampungan kumuh tempat Rara tinggal ini juga

berdampak pada keperluan mandi mereka. Masyarakat hanya memiliki kamar mandi

umum yang digunakan secara bersama-sama dengan tarif tertentu.

Page 101: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Kamar mandi umum tidak jauh dan rumahnya. Di sana semua warga kampung

mandi setiap pagi dan sore, dan mencuci. Hanya rumah-rumah beneran yang

memiliki kamar mandi sendiri, dan itu bisa dihitung dengan jari. Lainnya

harus membayar seribu rupiah. Anak-anak atau dewasa, sama saja. Mandi

atau sekadar BAB sama juga. Tidak ada potongan harga (2011:16).

Selain itu, keterbatasan juga mengakibatkan masyarakat kurang dapat

menikmati fasiltas yang dijanjikan pemerintah untuk rakyatnya. Keberadaan

masyarakat pinggiran ini kurang menjadi perhatian oleh pemerintah.

Di perkampungan ini, masih lebih bnyak ibu-ibu yang memasak dengan

minyak tanah, sekalipun harga dan kelangkaannya membuat mereka mengurut

dada (2011:107).

6. Cara Memandang Perspektif Kehidupan

Dalam kehidupan sehari-hari para tokoh novel RTJ, ditunjukkan berbagai

macam pandangan positif dan negatif yang menunjukkan ciri khas pola pikir

sederhana dari masyarakat kaum pinggiran. Agama adalah menjadi landasan yang

kuat dari tiap perlakuan meskipun masyarakat tersebut terhimpit berbagai macam

kesulitan hidup.

“Kamu bukan cuma bawa uang mbak, tapi juga bawa bau minuman keras

ketika masuk rumah ini!” bapak berbicara dengan nada keras. “Besok pagi,

aku mau Mbak keluar dari rumah ini. Pekerjaan Mbak nggak bagus buat Rara.

Aku nggak butuh uang haram untuk ngasih makan Rara dan Si Mbok!”,

lanjutnya (2011:42).

Rasa saling membantu, menghargai dan menghormati antarsesama juga

mejadi salah satu cara positif dalam memandang hidup. Hal tersebut sangat

ditekankan dalam keluarga Rara meskipun mereka hidup dengan serba sederhana.

Seharusnya dalam kondisi terdesak orang tetap mendahulukan kepentingan

masyarakat banyak. Minimal kalau tidak bisa membantu oranglain, jangan

Page 102: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

merugikan. Biar pun miskin, sejak dulu dia dan istrinya mencoba berpegang

pada prinsip itu (2011:102).

Di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit, para orangtua sesungguhnya

memiliki harapan untuk anaknya dapat mengenyam pendidikan. Pendidikan

merpakan hal penting, sesederhana apapun itu. Hal yang dapat dilakukan adalah

dengan memanfaatkan apa yang mereka punya untuk mengajarkan secara perlahan

tentang kreatifitas pada anak-anaknya sehingga mereka dapat berpikir cerdas.

Ketika Rara mulai besar, Ibu mengajarinya memanfaatkan kertas-kertas yang

masih bersih untuk digambari. Setelah gambarnya mulal berbentuk,

perempuan itu menghadiahkannya satu buku gambar yang baru. Memang

agak lecek sedikit, tapi kertas-kertas di dalamnya masih kosong semua

(2011:8).

3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat

a. Pembaca yang Menyertai Novel

Novel RTJ telah membawa kesadaran secara psikologis yang sangat besar

pada semua kalangan. Kesadaran tersebut terkait dengan rasa solidaritas, rasa saling

menghargai, dan kesulitan-kesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat pinggiran

yang ada di lingkungan sekitar. Selain itu, pembaca dapat mengambil pelajaran yang

bernilai positif dari cara pandang atau pola pikir dalam mengatasi berbagai masalah.

Dalam pembelian buku novel ini, pembeli akan mendapat seperangkat novel

dan scenario film dari novel RTJ yang telah ditayangkan pada bulan Februari 2011.

Setelah diteliti, tidak ada perbedaan antara scenario dan isi novel, jadi film tersebut

merupakan hasil visualisasi murni dari novel RTJ. Komentar dari para pembaca dan

Page 103: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

penonton film datang dari berbagai kalangan, seperti para pengarang, jurnalis,

pemerhati anak, dll. Bagi pembaca novel dan penonton film dapat menyalurkan

komentarnya pada http://www.facebook.com/filmRTJ. Berikut ini peneliti paparkan

beberapa komentar dari kalangan masyarakat yang menyertai terbitnya cetakan novel

dan skenario film RTJ:

1. Hardo Sukoyo

Hardo Sukoyo merupakan pemimpin redaksi dari Delta Film. Dia

mengungkapkan:

Saya sangat menghargai karya ini, karena mampu secara komunikatif

mengangkat orang terpinggirkan dengan cara optimis. Saya menitikkan air

mata haru.

2. Fachri Said

Fachri Said merupakan salah satu pemerhati film nasional. Dia menyatakan

kekagumannya pada film ini.

Film yang sangat cerdas, di tengah minimnya film keluarga. Film iini oase di

tengah maraknya film yang mengumbar seks atau mengabaikan logika cerita.

Dari awal hingga akhir film ini mengalir dan tidak membosankan. Wajib

ditonton!

3. Ray Sahetapi

Ray Sahetapi merupakan salah satu aktor terkenal di Indonesia. Berikut ini

pernyataan dari Ray Sahetapi.

Rumah Tanpa Jendela membuka jendela hati kita dan memberikan kesadaran

baru terhadap lingkungan kita.

Page 104: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

4. Aryo Didiwardhono

Aryo merupakan marketing manager Oral Care Unilever. Dia mengungkapkan

kekagumannya pada film RTJ yang mengusung pesan-pesan moral, kebersamaan, dan

solidaritas sosial antarsesama.

Straight to classic! A must see for every family in Indonesia! Full of positive

message and foster moral, education about friendship, street children, love

and togetherness. Indonesia need more movies like this. Very recommended!

5. Dewi Motik

Dewi Motik merupakan ketua organisasi wanita se-ASEAN. Dia

mengungkapkan kekagumannya setelah menonton film RTJ yang dia nilai dapat

membangun rasa empati dan simpati pada sesama yang selama ini sudah mulai pudar.

Film yang sangat menyentuh hati kita yang terdalam, membangun empati dan

simpati kita, harus ditonton seluruh keluarga, sungat hebat!

b. Pembaca dari Media Komunikasi Online

Banyak komentar yang dikemukakan oleh masyarakat mengenai novel RTJ.

Salah satunya melalui media komunikasi online seperti dalam situs

http://www.goodreads.com/book/show/10422046-rumah-tanpa-jendela. Berikut ini

komentar para pembaca.

1. Mimin Haway, 28 februari 2011

Satu yang membuat saya sedih adalah ketika Rara ditinggalkan

Ibunya lalu Bapaknya. Tidak terbayangkan, kehidupan miskin

itu ditambah dengan ujian ditinggalkan orang-orang yang

disayangi. Novel ini meninggalkan banyak pesan. Mulai dari

rokok, sholat, ngaji dll. Tokoh Alia mencerminkan saya dalam

memilih jodoh :D. Yakni tidak merokok, karena tidak mungkin

hidup dengan orang yang meracuni anak dan istrinya. Setiap

Page 105: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

orang memang punya hak memiliki paru-paru sehat. Bagaimana

mungkin suami sendiri yang merampas hak itu.

2. Ayu Lestari Gusman, 19 Juni 2011

Awalnya saya iseng-iseng membaca novel ini dan entah

mengapa saya justru bertambah penasaran dengan isinya secara

mendetail, sehingga membuat saya membaca tiap lembarnya dari

awal hingga (tak terasa) halaman terakhir buku ini. Menceritakan

seorang anak bernama Rara yang tinggal di daerah kumuh di

Jakarta yang sangat menginginkan sebuah jendela untuk

rumahnya. Bagi seorang Ayah yang hanya bekerja sebagai

pemulung hal tersebut adalah permintaan yang berat.

"Rara ingin punya jendela. Satu saja. Satu,tidak perlu yang besar.

Yang kecil pun boleh" begitu kira2 Rara selalu menyatakan

keinginannya kepada Ibunya, Bapaknya serta sahabat2nya.

Sungguh suatu permintaan yang sederhana bukan? Perasaan saya

campur aduk setelah selesai membaca buku ini: perasaan

bersyukur atas kehidupan yg saya dapatkan, perasaan terharu

(hingga mata berkaca2 terutama ketika Bapak Rara berusaha

keras mewujudkan impian Rara).

3. Ika, 25 Februari 2011

Hmmm...bukunya keren banget, bacanya sampe terharu.

Ternyata orang-orang yang mulung, ngojek payung, jual ikan, itu

pikirannya ngga seminim yang ada di benak kita selama ini. Jadi

ngga sabar nonton filmnya besok. Yuuuk kita nonton rame2.

Nonton sambil beramal, karena keuntungan dari tiket akan di

sumbangkan ke anak2 yang membutuhkan. Sebenernya novel

RTJ dah khatam, tapi skenario-nya masih dalam proses di baca.

Yang aku salut dari paket buku ini selain novel kita juga dapat

skenario RTJ. Hmmm, baru kali ini aku baca skenario film.

Ternyata bagus juga, seperti kita di bawa ke film aslinya, padahal

belum nonton lho.

Dari komentar-komentar yang diberikan pembaca seperti di atas, terlihat

bahwa novel RTJ memberikan nilai positif bagi para pembacanya. Nilai-nilai positif

berupa peran rasa solidaritas dalam masyarakat, juga kehidupan dari orang-orang

yang serba berkekurangan yang selalu optimis dalam berusaha dan berserah diri pada

Page 106: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Tuhan dalam menjalani kehidupannya. Pesan yang ingin disampaikan oleh penulis

dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Bukan hanya alur cerita utama yang

mampu memberikan efek positif pada pembaca tetapi juga perluasan alur dan

peristiwa seperti perjodohan yang sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia, dan

perlakuan keluarga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sperti anak-anak autis.

Penjabaran cerita dalam novel RTJ dinilai tidak berlebihan karena

mencerminkan kehidupan yang sesuangguhnya sesuai dengan latar yang dipilih. Hal

tersebut seperti yang dikemukakan oleh salah satu pembaca dalam

http://www.facebook.com/filmRTJ bahwa saya pernah menggunakan jasa anak

kampung itu untuk membawakan barang-barang saya sekaligus memanfaatkan jasa

ojek payungnya, mereka memang baik dan rukun saling membantu.

c. Pembaca yang Sengaja Dipilih Peneliti

Untuk memperoleh data yang valid tentang pengaruh novel terhadap

pembaca, peneliti mengadakan wawancara dengan beberapa informan. Kelimanya

berasal dari latar belakang yang berbeda.

1. Annisa Nur Maulidya, Siswa SMP, 9 Maret 2012

“Ternyata di kampung yang rumahnya dari kardus itu orangnya ngga semua

jahat seperti yang selama ini kita pikirkan ya. Malah banyak anak-anak yang

masih polos yang saling membantu meskipun sama-sama miskin. Rara malah

mau mentraktir makan teman-temannya yang sudah lama pingin makan nasi

padang padahal dia nabung untuk beli jendela”.

2. Dwi Eka Susanti, Siswa SMA , 9 Maret 2012

“Kasian, kehidupan yang sangat sulit. Tidak pernah membayangkan hidup di

tempat yang seperti itu. Seharusnya kita tidak mengucilkan orang-orang

Page 107: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

seperti mereka. Patut dicontoh itu seperti Ibu Guru Alia. Meskipun hidup

berkecukupan masih mau peduli pada nasib masyarakat pinggiran di kampung

kumuh itu sehingga anak-anak juga bisa sekolah seperti masyarakat pada

umumnya.”

3. Ayu, Mahasiswa UMS, 5 Maret 2012

“Bagus, kita bisa melihat kehidupan orang-orang pemulung, masyarakat yang

selama ini dianggap kotor dan kita kucilkan. Ternyata justru kehidupan

dalam masyarakat seperti itu banyak mengandung nilai positif, dari saling

menolong, cara bertahan hidup. Meskipun dalam kesulitan tapi mereka selalu

berusaha hidup dengan cara yang halal”.

4. Asri Musandi Waraulia, Dosen IKIP Madiun, 2 Maret 2012

“Banyak pesan-pesan yang positif yang disampaikan dalam novel ini. Mulai

daricara berteman, kasih sayang orang tua sama anaknya, sampai ke cara

memperlakukan anak autis. Bagus, kata-katanya juga sederhana jadi mudah

dicerna, sekalipun yang baca anak-anak”.

5. Dyan Novita Ratriani, Mahasiswa S2 n guru MTs Blora, 5 Maret 2012

“Yang paling berkesan adalah ketika Rara ditinggal ibunya, jadi ingat betapa

ibu itu orang yang paling sempurna dalam kehidupan kita. Terus juga ketika

ayahnya berusaha membuat jendela untuk Rara dengan uang secukupnya

hasil memulung tapi sampe rumah ternyata malah kebakaran. Ya Allah itu

betapa besarnya kasih sayang orang tua pada anaknya dan kadang kita tidak

memahami itu semua”.

6. Umi Sayekti, Ibu Rumah Tangga, 6 Maret 2012

“Wah…bagus sekali, kita jadi banyak tahu dunia masyarakat pinggiran

seperti kelompok masyarakat tempat tinggal Rara. Mereka itu juga manusia

sama seperti kita, miris kalo melihat anak-anak seumuran itu sudah

bekerja..tapi ya bagaimana lagi kan mereka bekerja untuk cari uang

tambahan karna orang tuanya tidak bisa member uang lebh untuk mereka.

Tapi satu hal yang perlu diingat, orang tua dalam novel itu digambarkan

sebagai orang tua yang sagat bertanggung jawab, meskipun sulit tapi mereka

selalu bertekad untuk memenuhi keinginan anaknya.”

Page 108: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Senada dengan komentar-komentar sebelumnya, dari uraian di atas

ditunjukkan bahwa tujuan penulisan novel ini sudah tersampaikan dengan sangat

baik. Pada umumnya, telah tumbuh kesadaran pada masyarakat atas keberadaan

masyarakat pinggiran yang sering dikucilkan selama ini.

Keberadaan masyarakat pinggiran tersebut memberikan banyak pelajaran

tentang hidup bagi para pembaca. Pembaca banyak mengambil nilai positif bahwa

meskipun masyarakat pinggiran hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan namun

tetap memilih jalan yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Nilai Pendidikan Novel RTJ

Nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Karya sastra yang

baik memiliki nilai-nilai pendidikan yang disampaikan penulis untuk para

pembacanya, baik bersifat positif maupun negatif. Nilai-nilai tersebut akan

memberikan dampak positif bagi pembaca sebagai tujuan dari sebuah penulisan

novel. Nilai pendidikan tersebut mencakup nilai pendidikan agama, nilai pendidikan

moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya. Selain itu juga ada

perilaku yang bersifat mendidik lainnya yang lebih mengacu pada semangat hidup

para tokoh dalam nove RTJ dalam berbagai keadaan yang melingkupinya. Seperti

yang terjadi pada sosok Aldo, anak penderita autis sahabat Rara.

Kamu tidak bisa menemukan kecuali ketulusan pada wajah-wajah yang tidak

sempurna itu. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada basa-basi, tidak ada

Page 109: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

kemunafikan. Hanya kehangatan dan ketulusan. Kelebihan yang juga dimiliki

Aldo, namun selalu diacuhkan Andini. Padahal adiknya mendekat dengan

membawa sepenuh kasih dan sayang untuknya (2011:148).

Padahal bukan sekali dua kali bungsunya itu memperlihatkan lukisan yang

gambar maupun pulasan warnanya bisa dibilang sangat baik, dan sebenarnya

layak mendapatkan lebih dari sekesar tengokan sekilas tak berminat, darinya.

Lukisan Aldo bagus-bagus, meski terkesan menggunakan warna-warna suram

(2011:158).

Nilai yang bersifat mendidik tentang keehidupan juga ditunjukkan oleh sosok

Ayah Rara yang selalu ingin memenuhi keinginan anak semata wayangnya. Dengan

semangat dia berusaha mewujudkan keinginan Rara akan adanya sebuah jendela di

rumah tripleksnya.

Benaknya sibuk menghitung, mencocokkan dengan beberapa rupiah yang ada

di kantungnya, penghasilan hari itu. Begitu terus, hampir setiap hari

mengkalkulasi setiap melewati tumpukan barang rongsok yang dijual di

kolong jembatan itu. Dan lepas isya tadi, langkahnya ringan saat mendekati si

pedagang yang selama ini ocehannya hanya dibalas senyum. Berbagai rencana

memenuhi kepala Raga ketika akhirnya pulang dengan menjinjing kusen dan

sebuah jendela bekas yang kacanya pecah (2011:91).

Nilai pendidikan yang bersifat positif akan memberikan contoh secara

langsung pada para pembaca mengenai kebaikan-kebaikan yang patut diteladani.

Sedangkan nilai pendidikan yang bersifat negatif bertujuan agar pembaca dapat

menghindari hal-hal yang demikian sehingga tidak terjerumus dalam ketidakbaikan.

Novel RTJ merupakan novel yang sarat akan nilai-nilai pendidikan. Setelah

dibaca dan diteliti, ada beberapa nilai pendidikan yang disampaikan penulis untuk

pembaca. Nilai-nilai tersebut antara lain:

Page 110: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

a. Nilai Pendidikan Agama

Dalam novel ini dijelaskan bahwa bagaimanapun kesulitan hidup yang

manusia hadapi, tetaplah meminta pertolongan dan kebaikan kepada Tuhan. Hal

tersebut ditunjukkan dengan menjalankan ibadah dan berdoa setiap waktu.

Perempuan dengan wajah teduh itu menggenggam tangan anak satu-satunya,

sebelum berbisik, “Allah pasti mengabulkan setiap doa, Ra. Tapi kadang ada

doa-doa lebih penting yang harus didahulukan (2011:2).”

Rara kecil mengangguk. Rambutnya bergoyang-goyang karenanya. Ibu nggak

pernah bosan mengingatkannya untuk shalat. Kadang kalau sedang malas,

Rara melakukannya cepat-cepat, hanya agar ia bisa menjawab “ya” jika ibu

bertanya lagi. Bapak dan Ibu paling tidak suka jika dia berbohong. “Sholat itu

amal ertama yang ditanyai Allah, Ra. Sholat juga bias menjadi penolong kita

kalau kita sedang susah...(2011:15)”.

“Kenangan dan Al Fatihah Rara...”Tujuh ayat yang sejak lama dihapalnya.

Dan tujuh ayat tersebut sekarang diulangnya lebih sering. Ibu gurunya yang

cantik pernah mengatakan, Al Fatihah itu jembatan rindu, yang mengantar

cinta dan semua kerinduannya kepada orang-orang tercinta di alam sana

(2011:75).

Rara memahami benar apa yang diajarkan oleh orang tuanya tentang kekuatan

doa dan ibadah yang dilakukannya sesuai dengan ajaran agamanya. Hal tersebut dapat

dilihat dari kalimat-kalimat penguat yang ada ketika Rara sedang mengalami

kesenangan maupun kesulitan.

Tapi hari ini dia tahu Allah ternyata tidak membiarkan hambaNya murung

dari waktu ke waktu. Pada saatnya hari-hari yang mendung akan berlalu dan

mereka bisa melihat cahaya matahari mengintip malu-malu sebelum benar-

benar memisahkan diri dari awan yang mengurungnya (2011:48).

Page 111: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

b. Nilai Pendidikan Moral

Nilai pendidikan moral berkaitan dengan kesusilaan yang mengandung makna

tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku

batin dalam hidup. Nilai pendidikan moral akan menuntun manusia berpikir secara

bijak untuk memilah dan memilih hal yang baik dan buruk.

Dalam novel ini, ada banyak nilai moral yang ditunjukkan untuk memberikan

pelajaran bagi para pembaca. Nilai-nilai moral tersebut digambarkan dalam hubungan

kasih sayang antara anggota keluarga baik orangtua pada anaknya ataupun

sebaliknya, juga kakak pada adiknya.

Tetapi Rara kecilnya ingin jendela. Permintaan sederhana. Putri satu-satunya

tidak minta rumah yang ada kolam renang seperti yang mereka lihat di

sinetron-sinetron tv kelurahan. Rara juga tidak meminta play station. Gadis

kecilnya hanya ingin punya jendela. Dan hati ayah mana yang tidak terusik

dan merasa bertanggungjawab untuk melunasi mimpi anaknya? (2011:69).

Tiba-tiba hatinya dipenuhi duka. Kalau orang-orang yang dicintainya masih

hidup dan menyaksikan dia menamatkan bacaan Al Quran, pasti mereka

bangga sekali. Gadis kecil itu menghela nafas panjang (2011:76).

Pikiran itu membuat anak-anak seperti dirinya tidak bersiap. Padahal kalau

tahu bahwa setiap saat mereka bisa saja kehilangan bapak atau ibu, bisa

dipastikan anak-anak akan bersikap sebaik mungkin agar keduanya bahagia.

Mereka tak akan menuntut apapun. Mereka malah akan tersenyum ketika

orangtua menegur bahkan memarahi. Sebab mungkin akan datang waktu di

mana mereka begitu merindukan teguran dan sedikit kemarahan, untuk

kesempatan menatap lagi wajah-wajah terkasih bapak juga ibu (2011:77).

Nilai moral juga ditunjukkan pada komunikasi yang biasa dilakukan oleh

anak-anak. Contoh kelakuan negatif yang kemudian dapat diambil segi positifnya.

Anak-anak sering memanggil teman-temannya dengan sebutan tertentu, padahal hal

tersebut dapat menyakiti perasaan temannya.

Page 112: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

“Menurut Rara, teman-temanmu itu lebih suka dipanggil begitu, atau…” Ibu

memandangnya lembut, “atau dngan nama asli mereka?”. Awalnya Rara tak

langsung mengerti kalimat Ibu. Tapi dia pikir-pikir lagi….dia tidak akan suka

dikata-katai dengan julukan seperti itu. “Setiap orang pasti punya kekurangan,

Ra. Bapak sama Ibu, Si Mbok juga. Kita berkawan agar saling

membantu”(2011:55).

Selain itu, nilai positif juga ditunjukkan pada kepedulian Ibu Guru Alia yang

mendirikan sekolah singgah untuk anak-anak perkampungan kumuh Menteng Pulo,

kampung tempat tinggal Rara.

Bagaimana bisa tanah pekuburan itu tak hanya menyimpan jasad-jasad

orang mati, tetapi juga menjadi lahan bagi yang hidup, sekaligus tempat

pembuangan sarnpah? Tidak hanya satu dua kontrakan berdiri di sana, tetapi

juga ada bangunan-bangunan lain yang terbuat dart kardus, plastik dan

triplek ikut memadati tempat itu. Kuburan dan gunungan sampah plus

tempat tinggal (2011:22).

Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-

anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca atau menulis.

Mencari celah dan kemungkinan. Lalu keberanian yang tumbuh begitu saja,

mengantarkannya ke rumah kepala warga setempat. Jika diizinkan, dia ingin

membuka sekolah singgah, sekaligus taman baca bagi anak-anak di sana.

Barangkali bisa menjadi alternatif, selain satu-satunya madrasah yang

terletak cukup jauh dan memerlukan biaya (2011:23).

Selain nilai moral tang diusung dalam kehidupan masyarakat pinggiran,

nilai moral yang positif juga ditunjukkan oleh gaya hidup tokoh lain. Seperti yang

dilakukan Aldo, teman Rara yang berasal dari keluarga kaya tetapi tetap

berpenampilan dan bergaya hidup sederhana.

Alhamdulillah. Nasib Rara baik. Dapat teman sebaik Aldo. Disayang pula

oleh neneknya yang walaupun selalu kemana-mana dengan mobil

mentereng tapi penampilannya sangat bersahaja (2011:94).

Page 113: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Ada juga nilai moral bersifat negatif yang ditunjukkan oleh mama dan kakak

Aldo. Mereka sengaja menyembunyikan Aldo agar tidak terlihat oleh khalayak,

karena ketidaknormalan Aldo merupakan aib bagi mereka.

Dia gagal. Bukannya membangun jembatan pengertian antara dua anaknya

yang lain terhadap Aldo, bertahun-tahun dia sibuk dengan kemarahan

terhadap kondisi yang terjadi. Ketakutan dan kebingunan akan ketidakpastian

masa depan anaknya (2011:164).

Sementara matanya menyaksikan ibu-ibu lain yang memiliki anak down

syndrome, mengelap air liur yang menetes dan mencium pipi yang

menggantung itu dengan sepenuh perasaan. Tak pernah letih meski anak-anak

mereka dibandingkan Aldo, lebih lemah dan tak berdaya. Para ayah dan bunda

itu tetap tulus, tak menyerah, penuh dedikasi. Seakan anak-anak mereka

adalah hadiah terindah yang diberikan Tuhan (2011:166).

Ratna masih tersungkur di atas sajadah. Mala mini adalah perenungan panjang

bagi labelnya sebagai ibu. Tubuhnya terasa tak bertenaga. Seluruh energi

rasanya pergi bersama Aldo (2011:167).

Namun cerita tersebut dirangkai dengan kesadaran keluarga Aldo akan

kesalahannya sehingga pembaca dapat memilah dan memilih mana yang benar dan

salah dalam perilaku keluarga Aldo.

c. Nilai Pendidikan Sosial

Nilai sosial merupakan nilai yang berkaitan dengan peranan manusia sebagai

makhluk sosial. Manusia membutuhkan peran manusia lain untuk menjalani

kehidupannnya. Ikatan tersebut akan menyatukan keragaman masyarakat dalam suatu

golongan.

Page 114: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Nilai sosial dalam novel RTJ sangatlah terasa dalam hubungan

antarmasyarakat. Kesamaan nasib menjadikan para anggota masyarakat merasa saling

bertanggung jawab dengan keberlangsungan hidup masyarakat yang lain sehingga

rasa solidaritas di antara mereka sangatlah tinggi.

Serbuan mendadak dari rombongan aparat yang serta merta menimbulkan

kepanikan. Larian lintang ukang para warga, teriakan panic keluarga yang

tercerai berai. Dan memandang apa yang selama ini mereka bangun, mseki

amat sederhana dengan susah payah, rata dengan tanah dalam sekejap

(2011:71).

Seharusnya dalam kondisi terdesak orang tetap mendahulukan kepentingan

masyarakat banyak. Minimal kalau tidak bisa membantu oranglain, jangan

merugikan. Biar pun miskin, sejak dulu dia dan istrinya mencoba berpegang

pada prinsip itu (2011:102).

Rasa peduli Rara tidak hanya ditunjukkan pada sesama temannya di

perkampungan kumuh tempat tinggalnya. Tetapi, rasa saling membantu yang sudah

mendarah daging mengakibatkan rasa peduli tersebut terbawa dalam berbagai situasi

yang melingkupinya.

Tapi hanya beberapa menit setelah mereka meninggalkan ruangan, Rara sudah

membersihkan dan merapikan semua. Rara ingin meringankan mbak-mbak

atau mas-mas berseragam yang membersihkan kamar setiap pagi dan petang.

Padahal ada banyak kamar perawatan di rumah sakit. Pasti melelahkan, pikir

anak perempuan bermata bulat itu (2011:64).

Nilai positif sekaligus negatif juga ditunjukkan dalam usaha masyarakat

dalam memadamkan api ketika perkampungan kumuh Menteng Pulo mengalami

kebakaran hebat. Kebakaran tersebut cepat menyebar dan meluas dikarenakan rumah-

rumah yang ada di daerah itu banyak yang terbuat dari triplek atau pun kardus-kardus

karton. Nilai positif ditunjukkan oleh masyarakat yang berniat sungguh-sungguh

Page 115: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

membantu, sedangkan yang bersifat negatif adalah warga yang hanya memanfaatkan

peristiwa kebakaran dengan menjarah barang-barang para korban kebakaran.

Orang-orang dari luar kampung berdatangan mendekati lokasi, ada yang

sungguh-sungguh berniat baik, dengan ikut membantu mengangkat dan

memindahkan barang-jbarang. Tetapi juga tidak sedikit yang membawa

kabur beberapa barang yang dipindahkannya ketika si pemilik lengah.

Banyak yang sekedar datang untuk menonton kebakaran yang terjadi, tidak

peduli hawa panas yang melingkupi udara (2011:97).

Rasa sosial yang tinggi ditunjukkan oleh Ibu Guru Alia yang dengan tulus

membangun sekolah singgah di daerah tempat tinggal Rara. Kepeduliannya pada

nasib anak-anak seperti Rara menunjukkan bahwa tidak semua generasi muda di

negara ini hanya memikirkan kepentingan pribadinya saja, masih banyak remaja yang

peduli dengan lingkungan sekitarnya, seperti yang dilakukan Alia dan kawan-kawan

seperjuangannya.

Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-

anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca atau menulis.

Mencari celah dan kemungkinan. Lalu keberanian yang tumbuh begitu saja,

mengantarkannya ke rumah kepala warga setempat. Jika diizinkan, dia ingin

membuka sekolah singgah, sekaligus taman baca bagi anak-anak di sana.

Barangkali bisa menjadi alternatif, selain satu-satunya madrasah yang

terletak cukup jauh dan memerlukan biaya (2011:23).

d. Nilai Pendidikan Budaya

Nilai pendidikan budaya terkait dengan kebiasaan dan pola pikir suatu kaum

atau golongan masyarakat. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau

dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi, dan hal-hal apa yang

dijunjung tinggi.

Page 116: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Budaya masyarakat pinggiran yang ditunjukkan dalam novel ini lebih terkait

dengan kebiasaan hidup warga setempat. Hal tersebut dilihat dari kesederhanaan yang

dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu dan masyarakat.

Kamar mandi umum tidak jauh dan rumahnya. Di sana semua warga kampung

mandi setiap pagi dan sore, dan mencuci. Hanya rumah-rumah beneran yang

memiliki kamar mandi sendiri, dan itu bisa dihitung dengan jari. Lainnya

harus membayar seribu rupiah. Anak-anak atau dewasa, sama saja. Mandi

atau sekadar BAB sama juga. Tidak ada potongan harga (2011:16).

Selain itu, pola pikir orang tua yang selalu mengatur kehidupan anak-anaknya

juga terlihat dalam kehidupan Ibu Guru Alia. Kepatuhan anak pada orang tua menjadi

point penting yang harus dipertahankan oleh peran manusia sebagai anak, tetapi

orang tua juga tidak dapat memaksakan pemikirannya yang sesungguhnya akan

menimnulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan si anak. Hal ini seperti sudah

menjadi budaya dalam lingkungan kita.

Kesempatan kedua, setelah beberapa tahun sebelumnya berdamai dengan

Ummi dan Abah, yang ingin anak mereka satu-satunya bekerja di perkantoran.

Untuk mimpi kedua orang tuanya, Alia harus rela mengikuti pendidikan

sekretaris, meski jauh dari minatnya (2011:20).

Kenapa nggak mau jadi sekretaris. Kerja di kantor kan bagus. Dingin, kulit

Alia nggak jadi hitam. Nggak perlu kena panas. Ah, pokoknya Abah mau

kamu jadi sekretaris. Titik! (2011:22).

Pandangan orang tua yang seperti itu banyak terjadi pada orang tua di

Indonesia. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi sang anak dalam jangka waktu

tertentu sehingga ini dapat dijadikan nilai budaya yang bersifat negatif untuk bisa

dihindari oleh para pembaca.

Page 117: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

B. Pembahasan

1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ

Cerita lahir dari hasil imajinasi atau rekaan, yaitu bersifat fiktif atau tidak

nyata. Namun demikian, tidak berarti bahwa cerita tersebut merupakan khayalan

semata. Cerita tersebut juga merupakan pengalaman batin pengarang. Hal tersebut

sesuai dengan yang dikemukakan Dr. Elena bahwa bekal utama suatu karya sastra

adalah pengalaman empiris yang sudah mengendap di dalam batin pengarang (dalam

Herman J. Waluyo, 2002: 53). Jadi sebuah karya sastra lahir dari hasil imajinasi

pengarang yang bersumber dari pengalaman dan realisasi batin.

Problem kehidupan yang dipaparkan dalam sebuah cerita juga merupakan

problem yang sudah akrab dan digelutinya setiap hari. Problem-problem atau

permasalahan yang diangkat dalam cerita bisa berangkat dari kehidupan pribadi

pengarang tetapi juga bisa dari orang lain atau dari lingkungan di mana pengarang

sudah terbiasa di situ. Jadi lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari kehidupan

pengarang itu sendiri.

Dunia nyata seorang pengarang sedikit banyak mempengaruhi lahirnya

sebuah karya sastra. Hal tersebut sama seperti yang terjadi pada novel RTJ karya

Asma Nadia. Ide cerita muncul dari proses perenungannya setelah melakukan

perjalanan di daerah-daerah kumuh sepanjang ibu kota untuk melihat realita

kehidupan yang ada di sekitarnya. Selain itu, melalui latar sosial Asma yang banyak

berkumpul dengan anak-anak terlantar dan kurang mampu yang banyak mengunjungi

rumah baca yang didirikannya.

Page 118: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Interaksinya dengan lingkungan tersebut memberikan inspirasi ketika dia

berkaca pada kehidupan pribadinya. Pandangan hidupnya tentang impian anak-anak

dan perannya sebagai seorang ibu. Sebagai orang tua, dia mengerti betapa besar

keinginan setiap orang tua untuk mewujudkan mimpi anak-anak. Dalam kehidupan

berkeluarga, orang tua tidak hanya memahat mimpi dan harapannya sendiri tetapi

juga berusaha keras mewujudkan mimpi anak-anaknya.

Novel RTJ ini mengangkat secara mendalam kisah anak-anak yang hidup

dalam golongan masyarakat pinggiran, yang tidak semua mimpi-mimpinya dapat

dikabulkan oleh orang tuanya. Selain itu, Asma pun menyadari bahwa sebagai orang

tua tidak hanya mempersiapkan diri, dengan memperbanyak bekal jika ajal

menjemput tetapi juga harus mempersiapkan anak-anak agar tumbuh menjadi

manusia yang memiliki ketegaran dan kesiapan untuk bangkit, betapa pun tragedi dan

ujian hidup bertubi-tubi menghampiri dan berupaya mematahkan semangat.

Pengarang merupakan anggota masyarakat sehingga pengarang juga terikat

dengan system sosial yang melingkupinya. Pengarang dapat menciptakan sebuah

cerita yang diinspirasi dari lingkungan di sekitarnya. Demikian pula ketika seorang

pengarang mengangkat sebuah permasalahan sosial. Hal tersebut berasal dari harapan

dari pengarang untuk ssebuah solusi dari permasalahan sosial yang ada. Setidaknya,

melalui sebuah cerita penulis dapat menumbuhkan kesadaran dan kepekaan

masyarakat pada umumnya akan permasalahan sosial yang ada di sekitarnya.

Page 119: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Dari interaksi sosial Asma Nadia yang merata pada semua tingkat sosial

masyarakat, dia ingin masyarakat pinggiran tidak dikucilkan keberadaannya. Asma

Nadia berbekal dengan pengalamannya tersebut menulis sebuah cerita yang

menggambarkan realita di sekitarnya. Dia menunjukkan bahwa ada banyak

masyarakat yang hidup dengan serba berkekurangan di tengah hingar binger Jakarta.

Selain itu, Asma juga mengangkat problematika dunia pendidikan yang sangat

tidak memihak pada rakyat kurang mampu. Hal ini digambarkan melalui tokoh Alia,

seorang mahasiswa yang terketuk hatinya ketika berada di lingkungan kumuh tempat

tinggal Rara dan kawan-kawannya. Apa yang dirasakan oleh Alia sama dengan

perasaan Asma Nadia ketika pertama kali berjalan menyusuri pinggiran Jakarta dan

menemukan anak-anak jalanan yang hidup dengan tidak layak. Seperti ungkapannya

suatu waktu pada blog pribadinya “Saya menyadari betapa berbedanya apa yang saya

lihat dengan situasi yang saya bayangkan hanya dari riset pustaka”.

Kesulitan masyarakat dalam menuntut ilmu, mendapatkan pendidikan yang

layak diangkat secara utuh dalam cerita ini. Kesulitan tersebut dirangkai dengan suara

hati Asma Nadia dan masyarakat pada umumnya terhadap kebijakan pihak-pihak

terkait yang tidak memihak.

Benaknya malah dipenuhi mimpi untuk mengajak teman-teman di kampus

membuat proyek yang sama. Sekolah singgah dan taman aca di mana-mana.

Hingga tak ada lagi orang tua yang mengurut dada, mengingat mahalnya biaya

sekolah. Fasilitas gratis biaya sekolah yang diberikan pemerintah, pada

kenyataannya tak jarangdakali pihak-ihak tertentu untuk tetap memungut

Page 120: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

biaya ini itu: uang buku, les, sampai uang ujianyang besarnya ratusan ribu dan

mencekik mereka yang tak mampu. Dalam situasi seperti ini, bagaimana

orang tua terpikir menyediakan buku-buku bacaan agar anak-anak memiliki

jendela dunia? (2011:91).

Asma Nadia yang memiliki banyak rumah baca untuk anak-anak kurang

mampu yang tersebar di seluruh Indonesia ini berusaha menyuarakan aspirasi dirinya

dan masyarakat pada umumnya agar pemerintah juga memperhatikan nasib anak-

anak yang kurang mampu. Bagi Asma, pendidikan adalah hal terpenting yang harus

dimiliki oleh anak-anak sebagai bekal hidupnya. Alasan itulah yang memacu dia

mendirikan banyak rumah baca untuk anak-anak. Meskipun tidak bisa

menyekolahkan anak-anak telantar di selurh Indoesia, setidaknya melalui buku-buku

tersebut anak-anak dapat belajar dan memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi hiupnya

kelak.

Latar belakang sosial Asma Nadia yang banyak bersosialisasi dengan

masyarakat yang kurang mampu dan keinginan yang kuat untuk dapat memberikan

harapan bagi mereka, menjadi pendukung dalam pengembangan ide dari penulisan

novel RTJ ini. Oleh karena itu, Asma banyak menyampaikan harapan-harapan

tersebut dalam isi novel sehingga novel ini memiliki banyak pesan positif.

2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ

Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-

orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang

pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Sedangkan sastra

Page 121: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

menampilkan gambaran kehidupan yang ada dalam masyarakat, seperti kenyataan

sosial yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini, kehidupan

mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia,

antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka sebuah karya sastra ditulis

berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-

kebudayaan yang melatarbelakanginya.

Aspek sosial budaya yang ditampilkan dalam novel memberi warna tersendiri

dalam alur cerita yang disajikan pengarang. Masyarakat akan lebih dapat masuk ke

dalam novel karena setidaknya ada penggambaran dasar dari lingkungan sekitarnya.

Aspek sosial budaya yang ditampilkan dalam noveldapat dilihat dari segi pendidikan

anak-anak, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, dan cara pandang

masyarakat terhadap perspektif kehidupan.

a. Pendidikan Anak-anak

Pentingnya pendidikan untuk masyarakat utamanya anak-anak, menjadi salah

satu aspek penting yang mewarnai novel ini. Asma Nadia yang sekalipun bukan

seorang tenaga pendidik resmi tetapi sudah sejak lama bergelut dalam bidang

pendidikan anak-anak kurang mampu, berusaha mengangkat permasalahan tersebut

ke dalam novel.

Masalah pendidikan yang diangkat tersebut menunjukkan betapa masyarakat

pinggiran yang umumnya tinggal di daerah kumuh tidak bisa mendapat pendidikan

Page 122: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

yang layak. Hal itu ditunjukkan dari sikap para tokoh anak yang sangat antusias

ketika Ibu Guru Alia membangun sebuah sekolah singgah dari lahan sederhana di

kampung mereka. Lahan itupun merupakan salah satu pemberian dari seorang warga

yang juga tinggal di daerah kumuh tersebut. Dari segala usaha pendirian sekolah

singgah yang dilakukan secara gotong royong oleh warga kampung Menteng Pulo

tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya mereka sangat ingin anak-anaknya

memperoleh pendidikan tetapi keadaan serba kekuranganlah yang membuat mereka

pesimis untuk hal tersebut.

Kenyataan tentang sangat sulitnya pendidikan dinikmati oleh anak-anak yang

kurang mampu juga ditunjukkan melalui ekspresi yang mereka tunjukkan ketika hari

pertama dimulainya sekolah. Meski tidak memakai seragam dan tidak memiliki

fasilitas sekolah yang lengkap seperti sekolah pemerintah pada umumnya, tetapi

mereka sangat semangat dengan keadaan tersebut. Setidaknya mereka punya tempat

untuk belajar meskipun sederhana. Peralatan-peralatan sederhana yang hanya berasal

dari sumbangan donatur yang dikomandani oleh Ibu Guru Alia, tidak pernah

menyurutkan keinginan mereka untuk bersekolah.

Dalam novel ini, Asma menggambarkan realitas yang terjadi pada masyarakat

pinggiran. Hal tersebut dikarenakan latar sosialnya yang sering bergaul dengan anak-

anak kurang mampu yang tergabung dalam rumah bacanya. Dari pergaulan tersebut

Page 123: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

dia menjadi sosok yang cukup memahami mimpi dan harapan dari anak-anak dan

masyarakat yang kurang mampu tentang pendidikan yang layak untuk mereka.

Pentingnya pendidikan untuk anak juga digambarkan melalui tokoh ibu Rara.

Dia menyadari betul betapa pentingnya pendidikan untuk kehidupan anaknya.

Sekalipun dia tidak bisa menyekolahkan anaknya, tetapi dia tetap berusaha

memberikan ilmu sebisanya pada anak semata wayangnya tersebut.

Hal itu terlihat dari usahanya untuk mengajari Rara membaca dari koran-

koran bekas yang didapatnya dari hasil memulung suaminya. Dia juga melakukannya

untuk dirinya sendiri. Ibu Rara memilah dan memilih informasi-informasi yang

bermanfaat dari bahan bacaan seperti kertas-kertas, majalah dan koran usang hasil

dari suaminya memulung seharian. Sebelum dijual, dia mengajak Rara untuk

membaca bersamasehingga informasi-informasi tersebut bisa bermanfaat untuk

mereka.

Selain dengan cara tersebut, ibu Rara juga mengajarinya menggunting dan

menggambar. Ibunya memberikan buku gambar yang masih layak pakai dari hasil

suaminya memulung. Dengan sabar dia membimbing Rara, agar anaknya juga tidak

tertinggal dari anak-anak yang lain yang mampu mengenyam pendidikan karena

kemampuan orang tuanya. Setidaknya untuk hal membaca dan menulis, pembelajaran

dasar yang harus dimiliki setiap anak untuk bekal kehidupannya.

Page 124: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Dalam novel ini digambarkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang mewah

bagi masyarakat pinggiran. Dengan berdasar pada realita yang terjadi dalam

masyarakat, Asma Nadia mengemasnya dengan bahasa yang komunikaatif dan apa

adanya.

b. Pekerjaan

Masyarakat pinggiran tidak memandang strata dalm keluarga dilihat dari segi

pekerjaan, meskipun beban utama mencari nafkah tetap berada di pundak sang ayah.

Anak-anak seperti Rara, Yati, Rafi, dan Akbar juga merasa memiliki kewajiban untuk

mencari uang tanpa diminta oleh orang tuanya. Setidaknya, uang hasil kerja mereka

bisa digunakan untuk membali jajan karena orang tua mereka tidak dapat

memberikan uang saku lebih.

Pekerjaan yang dilakoni oleh penduduk perkampungan kumuh Menteng Pulo

ini umumnya adalah pemulung. Tetapi jika ada modal, mereka biasanya melakukan

pekerjaan lain yang dinilai dapat menghasilkan uang lebih banyak. Pekerjaan tersebut

seperti berjualan makanan ringan atau juga berjualan ikan-ikan hias di toples-toples

kecil.

Ada juga beberapa orang yang kurang memiliki iman yang kuat sehingga

mereka mencari uang dengan cara yang tidak halal seperti melacur. Kesulitan hidup

yang menghimpit sangat mempengaruhi pilihan pekerjaan tersebut. Sebenarnya

mereka juga ingin bekerja dengan cara yang halal tetapi susahnya mendapatkan

pekerjaan karena tdak memiliki latar pendidikan yang memadai membuat mereka

Page 125: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

berpikiran mengambil jalan pintas seperti itu. Bagi mereka, yang terpenting adalah

mereka bisa makan dan melanjutkan hidup. Hal tersebut digambarkan melalui sosok

Bude Asih. Dia bekerja pada malam hari dan kembali pada pagi harinya dengan

berpakaian yang ketat dan sangat minim, juga dengan dandanan bedak yang tebal.

Pekerjaan melacur pada novel ini tidak digambarkan secara vulgar, hanya

menemani para tamu yang datang dengan mesra. Tetapi hal tersebut cukup untuk

menggambarkan ketidakbaikan dari pekerjaan ini. Lokasi perkampungan Menteng

Pulo tersebut sangat mendukung untuk bisnis seperti itu, karena keadaan sekitar yang

gelap dan banyak warung-warung remang di sekitarnya. Hal tersebut menjadi suatu

solusi cepat dan tepat bagi mereka yang tidak memiliki iman yang kuat.

Seorang perempuan sepantaran Bude Asih, dengan bedak tebal dan bibir

merah duduk di atas pangkuan bapak-bapak paro baya. Sebagian lagi

menemani berjoget atau menuangkan mnuman ke dalam gelas dan mengupas

kacang kulit lalu menyuapkannya ke mulut pengunjung laki-laki. Pakaiannya

ketat dan pendek. Persis baju-baju yang dikenakan Bude Asih. Perlahan Rara

mulai paham. “Itu yang dilakukan pelacur, lonte, jablay…ngerti?” rara

mengangguk. Akbar dan Rafi bernafas lega (2011:44).

Sedangkan untuk anak-anak, pekerjaan yang biasa mereka lakukan adalah

mengamen dan mengojek payung. Biasanya mereka melakukan hal tersebut setelah

memulung. Untuk pekerjaan mengojek payung, dikerjakan dengan melihat kondisi

kaetika itu. Sering mereka berharap agar hujan turun sangat deras agar mereka

mendapat banyak tambahan uang untuk membantu keluarga ataupun untuk

keperluannya sendiri. Hal tersebut seperti yang dialami oleh Rara. Ketika dia

memiliki keinginan yang kuat untuk memenuhi keinginan ibunya untuk makan nasi

Page 126: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

rendang, dia bekerja sangat keras hingga dan berdoa agar hujan makin deras sehingga

makin banyak orang yang membutuhkan jasa payungnya.

Kehidupan masyarakat pinggiran yang serba kekuranganlah yang membuat

anak-anak ikut bekerja. Tetapi mereka tidak dipaksa oleh orang tuanya, melainkan

keinginan mereka sendiri.

c. Bahasa

Bahasa yang dominan digunakan dalam novel RTJ adalah bahasa Indonesia.

Hal ini dikarenakan latar dari novel yang berada di wilayah Jakarta. Pada umumnya

masyarakat Jakarta menggunakan bahasa sebagai bahasa sehari-hari.

Dalam novel ini tidak digunakan bahasa Indonesia yang baku karena bahasa

digunakan pada percakapan sehari-hari antaranggota masyarakat di perkampungan

Menteng Pulo. Untuk pergaulan anak-anak yang dominan pada novel ini, digunakan

bahasa gaul seperti remaja Jakarta pada umumnya.

Sebutan-sebutan lo, gue, nyokap, bokap, menunjukkan bahasa gaul yang

familiar di kehidupan anak-anak perkampungan ini. Namun bahasa seperti itu sudah

dapat dipahami hamper seluruh masyarakat Indonesia karena banyak digunakan di

televisi dan bersifat komunikatif.

d. Tempat Tinggal

Novel RTJ mengambil latar daerah perkampungan kumuh Menteng Pulo,

pinggiran Jakarta Pusat. Dalam novel ini, lingkungan tersebut digambarkan sebagai

tempat tinggal yang kumuh, yang kurang layak untuk dihuni. Masyarakat hidup di

daerah perkuburan Cina yang sudah tidak terurus.

Page 127: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Suasana gelap di wilayah tersebut memungkinkan adanya aktivitas yang

kurang baik di sekitarnya. Seperti yang banyak dilihat oleh anak-anak secara diam-

diam.

Apalagi malam minggu. Kuburan mendadak meriah oleh banyaknya pasangan

yang kencan. Rara sering melihat laki-laki dan perempuan, berpasang-pasang,

dengan seenaknya duduk-duduk atau bahkan berangkulan di atas makam-

makan yang tidak terurus itu. Pemandangan yang membuat matanya risih.

Pemandangan yang sering diintip Akbar dan kawan-kawan lelakinya yang

lain. Meski mereka tidak mau mengaku (2011:8).

Tempat tinggal Rara ini juga sekaligus menjadi tempat pembuangan sampah

yang di antaranya telah banyak berdiri rumah-rumah kontrakan. Tidak seperti pada

umumnya, jumlah rumah kontrakan yang benar-benar rumah justru jumlahnya jauh

lebih sedikit dari rumah-rumah yang terbuat dari kardus dan triplek.

Para warga yang menempati rumah-rumah kardus tersebut sudah sering

berpindah-pindah tempat bermukim dikarenakan adanya penertiban yang dilakukan

oleh pemerintah setempat dan petugas Satpol PP.

Dan Rara bukan tidak tahu itu. Serbuan mendadak dari rombongan aparat

yang serta merta menimbulkan kepanikan. Larian lintang pukang para warga,

teriakan panic keluarga yang tercerai berai. Dan memandang apa yang selama

ini mereka bangun, meski amat sederhana dengan susah payah, rata dengan

tanah dalam sekejap (2011:71).

Kepala Rara tertunduk. Dia sendiri mengalami. Dan semua teriakan, wajah

pucat pasi Ibu menggenggam tangan Rara kuat-kuat sambil membawa sedikit

barang yang sempat mereka selamatkan. Dia tidak akan lupa. Juga tatapan

getir Bapak saat keadaan mulai aman dan mereka kembali, untuk membangun

semua dari awal lagi (2011:71).

Keinginan Rara akan sebuah jendela di rumahnya juga menggambarkan

betapa kesehatan rumah di daerah tersebut jauh dari kata layak. Tetapi inilah

Page 128: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

gambaran dari tempat tinggal yang mereka huni sehari-hari dan hal tersebut

merupakan realita yang terjadi di sekitar kita.

Dari jendela dia akan bisa melihat burung-burung hinggap di atap rumah-

rumah triplek. Atau kupu-kupu yang beterbangan. “Di tempat sampah kok

bayangin kupu-kupu!”, celetuk ibunya Yati sinis, ketika suatu hari Rara

menceritakan keinginannya pada Yati (2011:39).

e. Kebiasaan Hidup

Di tengah hingar bingar kehidupan modern Jakarta, novel RTJ mengangkat

kisah tentang golongan masyarakat yang sering terabaikan keberadaannya di kota

metropolitan tersebut. Ada banyak kebiasaan masyarakat pinggiran yang jauh dari

kemodernan masyarakat Jakarta pada umumnya. Ini merupakan sebagian gambaran

yang menceritakan kerasnya bertahan hidup di Jakarta.

Kesederhanaan dari pola hidup masyarakat perkampungan kumuh identik

dengan keterbatasan yang mereka hadapi. Kebiasaan yang menggambarkan hal

tersebut dikemas dalam beberapa hal. Kehidupan kampung yang serba berkekurangan

mengakibatkan mereka harus bertahan dengan budaya kamar mandi umum.

Ketidakadaan biaya membuat ketidakmungkinan untuk membangun kamar mandi

sendiri di masing-masing tempat hunian. Kamar mandi umum tersebut menjadi

tempat hamper semua warga kampung mandi setiap pagi dan sore, dan juga mencuci

pakaian.

Selain kebiasaan tersebut, ada juga penggambaran kesederhanaan yang

diperlihatkan dalam dunia anak-anak. Ketidakmampuan mereka membatasi keinginan

Page 129: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

mereka untuk dapat bersenang-senang seperti orang-orang mampu pada umumnya,

bermain di mall atau bermain play station. Kebiasaan mereka dalam mencari hiburan

hanyalah dengan menikmati permainan dari barang-barang bekas hasil memulung

orang tua mereka, permainan topeng monyet jika kebetulan ada yang mengundang,

atau juga menikmati impian-impian mereka dengan mengintip makanan-makanan

masakan Padang yang belum pernah mereka makan.

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat pinggiran seperti

daerah Rara ini juga mengakibatkan mereka kurang bisa menikmati kebijakan-

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Seperti yang terjadi pada masyarakat

tersebut, masih terbiasa menggunakan minyak tanah untuk memasak sekalipun harga

minyak tanah melambung tinggi melebihi harga gas. Tetapi dengan keterbatasan

mereka, mereka harus rela menerima itu semua, nasib untuk tidak tersentuh fasilitas-

fasilitas yang disediakan pemerintah yang sesungguhnya justru diperuntukkan warga

tidak mampu seperti yang ada di perkampungan kumuh Menteng Pulo ini.

f. Cara Memandang Perspektif Kehidupan

Kehidupan masyarakat pinggiran dalam novel RTJ ini memberikan

pandangan-pandangan bernilai positif bagi para pembaca. Sekalipun hidup dalam

himpitan ekonomi, tetapi masyarakat pada umumnya memiliki keteguhan hati untuk

mencari nafkah dengan cara yang halal.

Hal tersebut digambarkan oleh sosok Bapak dan Ibu Rara. Mereka memegang

teguh prinsip agama untuk tidak putus asa dengan mengambil jalan pintas atau

pekerjaan yang tidak halal dalam mempertahan hidup mereka. Mereka berpendapat

Page 130: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

bahwa sekalipun hidup susah tetapi jangan sampai merugikan orang lain apalagi

mengkhianati Tuhan yang menciptakan kita.

Menurut keluarga Rara, segala sesuatu yang diajarkan agama, merupakan hal

baik yang harus selalu ditaati. Oleh karena itulah, sekalipun sepeninggal ibu Rara

kehidupan keluarga Rara tidak membaik, tetapi Bapak Rara tidak memperbolehkan

Bude Asih yang bekerja sebagai pelacur memberikan uang kepada Rara dan si Mbok,

ibunya. Meskipun uang dari penghasilan Bude Asih cukup membantu perekonomian

keluarga mereka, tetapi Bapak tidak mau member makan keluarganya dengan uang

yang berasal dari pekerjaan haram tersebut.

Rasa solidaritas yang tinggi juga ditunjukkan dalam kehidupan masyarakat

perkampungan kumuh ini. Terutama ditunjukkan dalam hubungan pertemanan Rara

dan kawan-kawannya. Mereka saling membantu dengan keterbatasan yang mereka

miliki. Bahkan ketika Rara memiliki uang lebih, dia berinisiatif membelikan teman-

temannya makan siang dari rumah makan Masakan Padang yang sangat dinginkan

oleh teman-temannya, padahal dia juga ingin membeli jendela impiannya dari uang

tersebut.

Lama-lama dikumpulkan, uangnya cukup untuk mentraktir teman-temannya

makan di restoran padang. Sudah tak terhitung berapa kali Rara dan teman-

temannya bolak balik restoran padang yang besar itu. Dia sendiri belumpernah

mencicipi. Sebenarnya Rara punya rencana lain dengan uangnya itu,

tapi…teman-temannya menatap lapar. Beralih-alih dari memandangnya lalu

ke restoran. Rafi sudah menelan ludah berkali-kali (2011:38).

Page 131: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat

a. Pembaca yang Menyertai Novel

Komentar-komentar yang disertakan dalam paket novel dan skenario film RTJ

ini, kesemuanya dikemukakan setelah membaca novel dan menonton wujud

visualisasinya dalam bentuk film. Ada beberapa orang yang memberikan komentar

terhadap novel dan film ini, antara lain Hardo Sukoyo (redaksi Delta Film), Fachri

Said (pemerhati film nasional), Ray Sahetapi (aktor), Aryo Didiwardhono (marketing

manager Oral Care Unilever), dan Dewi Motik (ketua Organisasi Wanita Se-Asean).

Pengakuan kelima pembaca ini dikutip untuk bahan pembanding sebagai resepsi

pembaca yang sengaja dipilih oleh peneliti.

Pernyataan-pernyataan yang bernada positif tersebut menunjukkan bahwa

novel RTJ memiliki nilai-nilai universal yang dapat diterima masyarakat dengan baik.

Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan menunjukkan pesan-pesan yang

disampaikan pengarang pada pembaca sudah tersampaikan. Seperti pernyataan dari

Dewi Motik yang memberikan pandangan positif bahwa novel dan film RTJ ini dapat

membangun rasa simpati dan empati terhadap sesama yang selama ini cenderung

memudar di tengah masyarakat kita.

b. Pembaca dari Media Online

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data yang berasal dari media

komunikasi online yang berisi tentang kometar para pembaca novel RTJ karya Asma

Nadia pada situs http://www.goodreads.com/book/show/10422046-rumah-tanpa-

jendela. Para pembaca pada mulanya tertarik membaca novel ini karena ketenaran

Page 132: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

sang pengarang. Tetapi untuk selanjutnya, justru novel ini membawa rasa penasaran

bagi para pembaca untuk dapat membaca secara utuh novel tersebut.

Komentar-komentar positif juga muncul dari para pembaca ini. Mereka

mengemukakan pandangan positifnya tentang pengangkatan masyarakat pinggiran

sebagai latar sosial yang diangkat dalam novel ini. Golongan masyarakat yang selama

ini sering luput dari pandangan mereka, justru mengajarkan banyak hal tentang

kesederhanaan kehidupan. Para pembaca mampu menangkap dengan baik pesan-

pesan yang disampaikan pengarang melalui cerita ini.

c. Pembaca yang Sengaja Dipilih oleh Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai lima informan dari latar

belakang yang berbeda, antara lain Annisa Nur Maulidya (Siswa SMP), Dwi Eka

Susanti (Siswa SMA), Dyan Ayu Ratnaningtyas (Mahasiswa UMS), Asri Musandi

Waraulia (Dosen IKIP Madiun), Dyan Novita Ratriani (Mahasiswa S2 dan guru MTs

Blora), , dan Umi Sayekti (Ibu Rumah Tangga). Keberagaman latar belakang ini

mencerminkan bahwa novel RTJ merupakan novel yang bagus untuk semua

kalangan.

Berdasarkan data yang masuk dapat disimpulkan bahwa pernyataan-

pernyataan yang disampaikan oleh informan sudah memenuhi data yang diperlukan

oleh peneliti. Para informan pada umumnya membarikan pernyataan positif terhadap

novel RTJ ini, semuanya diungkapkan dengan bahasa yang sesuai dengan tingkatan

umurnya.

Page 133: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Untuk responden pertama, Annisa Nur Maulidya, seorang siswa SMP,

menyatakan kesadarannya bahwa kehidupan masyarakat pinggiran seperti yang ada

dalam novel RTJ ini tidak seperti yang dia bayangkan selama ini. Justru anak-anak di

lingkungan tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti mengenai rasa saling

membantu dan setia kawan.

Untuk responden kedua, Dwi Eka Susanti, seorang siswa SMA, perhatiannya

lebih tertuju pada keberadaan masyarakat pinggiran yang selama ini cenderung

dikucilkan. Selain itu, dia juga mengungkapkan kekagumannya terhadap peran Ibu

Guru Alia yang masih peduli dengan keberadaan masyarakat seperti dalam

perkampungan kumuh tersebut. Dia sebagai orang yang berkecukupan memiliki jiwa

sosial yang tinggi sehingga dengan semangatnya mendirikan sekolah singgah dan

rumah baca sederhana di tempat tersebut, hal yang menjadi impian para orang tua dan

anak-anak yang tinggal di daerah itu. Cerita ini memberikan pelajaran berharga untuk

kehidupannya, betapa dia bersyukur dengan jalanh idup yang diterimanya hingga saat

ini dan mulai tumbuh simpati dan empati pada dirinya terhadap masyarakat pinggiran

seperti latar sosial dalam novel ini.

Untuk responden ketiga, Dyan Ayu Ratnaningtyas, seorang mahasiswa UMS,

lebih mengungkapkan pandangannya terhadap kehidupan sosial yang diangkat dalam

novel RTJ ini. Responden terkesan terhadap kehidupan dalam masyarakat pinggiran

tersebut yang memberikan banyak pelajaran untuk kita. Selama ini masyarakat

kurang memperhatikan keberadaan mereka bahkan justru dianggap kotor dan

Page 134: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

mengganggu. Dari membaca novel ini, Ayu dapat memperoleh nilai positif yang bisa

diaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk responden keempat, Asri Musandi Waraulia, seorang dosen IKIP

Madiun, menyatakan penilaian yang positif terhadap solidaritas pertemanan anak-

anak perkampungan kumuh tempat Rara tinggal, kasih sayang orang tua pada

anaknya, dan cara memperlakukan anak dengan kebutuhan khusus seperti anak autis.

Dalam pernyataan secara utuh yang disampaikan oleh Asri, peneliti menangkap

adanya ilmu yang baru didapatnya dari novel RTJ ini, khususnya terkait dengan anak

autis. Hal ini dikarenakan belum banyaknya referensi yang dia baca mengenai

perlakuan orang tua terhadap anak autis. Dalam novel ini, hal tersebut digambarkan

secara komunikatif dan nyata sehingga mudah diterima oleh pembaca.

Untuk responden kelima, Dyan Novita Ratriani, seorang mahasiswa sekaligus

guru MTs yang banyak bergelut dengan anak-anak dalam kesehariannya, menyatakan

pandangan yang positif terhadap novel RTJ ini. Novel ini berpenngaruh pada

pandangan hidupnya, kesadaran akan terkadang kita sebagai anak kurang memahami

apa yang disampaikan oleh orang tua kita. Setiap orang tua pasti memberikan yang

terbaik untuk anak-anaknya, sekalipun terkadang kita tidak dapat menangkap maksud

tersebut secara langsung dan utuh.

Untuk responden keenam, Umi Sayekti, seorang ibu rumah tangga,

mengemukakan pernyataan positifnya secara lebih menyeluruh. Latar belakang

sebagai ibu rumah tangga yang memiliki anak dan berperan tunggal sebagai seorang

ibu, membuatnya memiliki kepekaan terhadap apa yang ada dalam novel ini. Kasih

Page 135: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

sayang yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anaknya, yang mau melakukan

apapun demi kebahagiaan anaknya merupakan hal yang patut dicontoh. Selain itu

juga kebulatan tekad yang dimiliki oleh Ibu Rara yang tetap berusaha memberikan

yang terbaik dalam hal pendidikan untuk ankanya, sekalipun dengan keterbatasan

yang dia miliki.

Dari keseluruhan komentar yang diberikan oleh pembaca, dapat disimpulkan

bahwa novel RTJ memiliki banyak pesan positif. Pengarang ingin menyampaikan

banyak hal bersifat positif dari aspek pendidikan, pergaulan, sosial masyarakat, dan

agama, dan pesan-pesan tersebut telah diterima dengan baik oleh para pembaca.

4. Nilai Pendidikan dalam Novel RTJ

Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya

sastra yang baik, termasuk novel selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang

bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencakup nilai

pendidikan moral, agama, sosialm maupun budaya/kebiasaan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Herman J. Waluyo (1990:27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada

dalam makna karya sastra bagi kehidupan.

Pendidikan berfungsi mengembangkan manusia, masyarakat, dan alam

sekitar. Fungsi ini dipakai dalam suatu proses yang berkesinambungan dari suatu

generasi ke generasi. Selanjutnya, proses pendidikan tidak hanya terjadi di

lingkungan sekolah, tetapi lebih mendalam dapat dipelajari dari lingkungn keluarga

dan sosial masyarakat. Pendidikan berlaku dimana saja dan kapan saja. Nilai

Page 136: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

pendidikan tersebut adalah nilai-nilai dalam kehidupan keluarga yang akan

membentuk watak setiap anggota keluarga untuk kemudian menjadi bekal dalam

hidup bermasyarakat.

Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan

pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak semua

karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat

dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika yang dibacanya itu dapat menyentuh

perasaan dan digunakan bahan cerminan kehidupan pembaca.

Novel RTJ ini merupakan novel yang sarat akan nilai-nilai pendidikan. Nilai

yang diambil dapat bersifat positif maupun negative. Contoh yang bersifat positif

dapat langsung menjadi teladan bagi pembaca, sedangkan contoh negatif dapat

dijadikan pelajaran untuk kemudian dihindari dari kehiduan sehari-hari.

a. Nilai Pendidikan Agama

Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk

bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam

menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan

tanggungjawab kepada Tuhan, dirinya sebagai hamba Tuhan, manusia, dan

masyarakat serta alam sekitarnya.

Agama telah menjadi satu kekuatan untuk kebaikan. Hal ini yang menjadi

bukti bahwa dalam cerita terkandung nilai pendidikan agama yang masih memiliki

relevansi dengan kehidupan pada saat ini dan pada saat-saat mendatang. Agama

Page 137: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

menekankan kepada ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan sertta sikap

mnerima terhadap apa yang terjadi.

Hal tersebut diperlihatkan oleh sosok Ibu Rara yang selalu bersyukur dengan

semua rejeki yang dia terima. Dia mengajarkan pada Rara untuk selalu bersyukur dan

tidak mengeluh karena Allah tidak pernah membiarkan umatNya terlunta-lunta

kekurangan. Kekurangan hanyalah dikarenakan manusia yang malas untuk berusaha.

Ibu Rara juga mengajarkan untuk selalu taat beribadah dalam kondisi apapun.

Allah selalu mengabulkan permintaan umatNya yang membawa kebaikan, hanya saja

terkadang ada hal yang lebih penting yang harus didahulukan dari permintaan

tersebut. Oleh karena itu, tetaplah meminta pada Allah dan berusaha sekuat tenaga

untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Keterkaitan agama dengan ketentraman batin juga ditunjukkan oleh sosok bu

Guru Alia. Dia memberkan masukan untuk Rara agar selalu membaca Al Fatihah

sebagai jembatan pengantar rindu pada orang-orang yang telah meninggalkannya. Hal

ini menunjukkan agama tetap menjadi tumpuan sedalam apaun keterpurukan yang

dialami oleh manusia.

Nilai agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam,

harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia. Nilai agama

sifatnya mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yakin dan percaya

karena ajaran agama merupakan petunjuk hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada

manusia. Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba untuk selalu tunduk dan

patuh pada segala aturanNya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai

Page 138: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Hal ini bersifat

universal bagi semua ajaran agama. Pemahaman nilai agama yang tinggi akan

menjadikan manusia saling mengasihi.

Kehidupan beragama yang baik juga digambarkan oleh sosok tokoh nenek

dan Aldo. Nenek dan Aldo yang hidup serba lebih dari cukup ini juga selalu mentaati

tuntunan agama dalam kesehariannya. Nenek selalu membaca Alquran dengan rutin,

tidak hanya untuk dirinya tetapi juga ditujukan untuk keberlangsungan hidup

keluarga besarnya. Pemahaman yang baik tentang agama inilah yang menjadikan

Nenek memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap sesama dan merawat dengan sangat

sabar dan tulus cucunya yang berkebutuhan khusus karena menderita autis.

Segala problematika kehidupan berjalan atas kehendak Tuhan, oleh karena

itulah manusia harus selalu berserah diri pada Tuhan. Agama telah mengatur semua

hal secara lengkap untuk kebaikan umat manusia sehingga manusia harus

mematuhinya agar senantiasa mendapatkan rahmat dan keselamatan.

b. Nilai Pendidikan Moral

Moral identik dengan agama, sosial, serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku

dalam masyarakat. Pendidikan moral itu sendiri terkait erat dengan budi pekerti yang

tercermin melalui tingah laku seseorang. Menurut Burhan Nurgiyantoro (1995:322),

moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang

bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin

disampaikan kepada pembaca. Karya sastra fiksi, senantiasa menawarkan pesan

Page 139: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkanhak

dan martabat manusia.

Moral merupakan tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari nilai- baik

dan buruk, benar dan salah, berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam novel RTJ banyak sekali nilai moral yang digambarkan dalam perilaku tokoh-

tokohnya. Nilai moral yang tinggi ditunjukkan oleh sosok orang tua Rara yang selalu

berusaha membahagiakan keluarganya. Dalam kehidupannya, dia berprinsip untuk

tiddak merugikan orang lain dalam hal apapun. Oleh karena itu, sekalipun hidup

dengan himpitan ekonomi, tetapi keluarga Rara selalu mencari penghasilan dengan

cara yang halal.

Selain itu, kebaikan juga ditunjukkan oleh ibu Rara yang mengajari tata cara

anaknya dalam bergaul. Dia memperingatkan Rara ketika dia menceritakan kepada

ibunya dan memanggil teman-temannya dengan sebutan-sebutan tertentu. Ibu Rara

menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, demikian

juga dengan diri kita sendiri. Oleh karena itu, tidak seharusnya memanggil orang lain

dengan kekurangannya.

Ibu guru Alia juga menunjukkan nilai moral yang baik dengan selalu mentaati

perintah orang tuanya meskipun perintah tersebut tidak sesuai dengan keinginannya.

Ini terlihat saat orang tua Ibu Guru Alia diminta melanjutkan perkuliahan di jurusan

sekretaris. Dia sebenarnya sangat tertarik dengan dunia pendidikan, tetapi karena

kepatuhannya terhadap orang tua, maka dia mengikuti permintaan orang tuanya

tersebut.

Page 140: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Namun, di antara contoh yang bersifat positif tersebut juga ada contoh yang

bersifat negatif. Hal tersebut digambarkan oleh sosok Bude Asih yang memilih

melacur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia merasa putus asa karena tidak

juga mendapatkan pekerjaan yang dapat membantu perekonomiannya. Oleh karena

itu dia mengambil keputusan untuk bekerja sebagai pelacur sebagai jalan pintasnya

agar cepat mendapat uang.

Hal tersebut sangat tidak patut untuk ditiru. Tetapi novel ini mengungkapkan

penolakan secara tegas terhadap sikap Bude Asih tersebut. Penolakan itu ditunjukkan

oleh sosok Bapak Rara yang kemudian mengusir Bude Asih karena sudah

memberikan contoh yang tidak baik untuk Rara.

Selain itu, contoh yang buruk juga ditunjukkan oleh keluarga Aldo yang

kurang memperhatikan keberadaan aldo sebagai anggota keluarga. Mereka merasa

malu memiliki adik dan anak seperti Aldo yang menderita autis. Ketika ada acara

dengan rekanan bisnisnya atau acara dengan teman-temannya, Mama Aldo dan

Andini tidak memperbolehkan aldo untuk keluar kamar. Namun dalam novel ini,

sikap buruk tersebut juga dipatahkan perlahan melalui sosok Nenek dan kak Adam

yang merupakan kakak tertua Aldo. Mereka dengan sabar dan tulus memperhatikan

dan merawat Aldo dengan sangat baik. Kak Adam juga mengikutsertakan aldo dalam

kegiatannya agar adiknya tersebut merasa memiliki teman.

Dalam novel ini, ditunjukkan nilai moral yang bersifat positif dan negatif.

Contoh-contoh yang bersifat negatif dirangkai dengan alur cerita yang bernilai positif

Page 141: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

sehingga pembaca dapat memilah dan memilih hal baik dan buruk, yang dapat

dicontoh dan yang harus dihindari oleh pembaca.

c. Nilai Pendidikan Sosial

Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap individu

ingin mengadakan hubungan komunikasi, interaksi dengan individu lain menunjuk

pada keinginan saling mengenal antarindividu dalam pergaulan. Pergaulan

merupakan eujud dari interaksi sosial. Menurut Ahmadi (1990:25) interaksi sosial

adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakukuan individu

yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain

atau sebalikanya.

Kesadaran terhadap nilai-nilai sosial akan membawa manusia pada

kesadarannya bahwa dalam hidup dia tidak akan lepas dari bantuan orang lain.

Kesadaran itu mutlak diperlukan agar dalam setiap tindakan memiliki batas-batas

tertentu dan selalu mengukur semua perbuatan dengan kacamata kemanusiaan.

Ukuran tindakan manusia sebagai bagian dari masyarakat secara keseluruhan, bukan

dari berapa besar tindakan itu menguntungkan dirinya, melainkan berapa jauh

tindakan itu menguntungkan serta menyempurnakan kemanusiaan masyarakat lain di

sekitarnya.

Kedudukan seseorang sebagai individu tidak terlalu penting. Tetapi yang

terpenting adalah bagaimana individu secara bersama-sama membantu masyarakat

yang keselarasannya akan menjamin kehidupan yang lebih baik untuk masing-masing

indivdu. Manusia tidak bisa hidup terpisah antra satu dengan yang lain. Oleh karena

Page 142: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

itu, sikap saling menghormati, menghargai, dan tenggang rasasangat diperlukan

dalam proses kehidupan.

Nilai pendidikan sosial novel RTJ dapat diambil dari perilaku tokoh-tokoh di

dalamnya. Nilai sosial ditunjukkan oleh sosok Rara dalam pergaulan dengan teman-

temannya. Dalam keadaan apapun, mereka saling membantu satu dengan yang

lainnya. Ketika Rara tertimpa musibah, Bapak dan Si Mbok terbaring di rumah sakit,

teman-teman Rara dengan setia mengunjunginya. Mereka selalu menghibur Rara

untuk meringankan rasa sedihnya. Selain itu, sikap sosial juga ditunjukkan oleh Rara

sendiri ketika dia memiliki uang lebih dari hasil tabungannya, dia memilih keputusan

untuk membelanjakan uang tersebut dengan makan siang bersama teman-temannya di

restoran masakan Padang karena sehari-hari Rara dan teman-temannya hanya bisa

melihat dari balik kaca tanpa bisa menikmatinya sedikitpun.

Selain itu, rasa sosial yang tinggi juga ditunjukkan oleh warga yang saling

membantu ketka masyarakatnya mengalami kesulitan. Persamaan nasib membuat rasa

saling membantu di antara mereka sangat tinggi. Ketika daerah kumuh itu digusur

oleh pemerintah, mereka bahu membahu saling membantu satu dengan yang lainnya.

Juga ketika terjadi kebakaran, mereka saling menyelamatkan satu dengan yang

lainnya. Keberadaan rumah yang sulit dijangkau oleh petugas pemadam kebakaran,

menjadikan mereka berjuang bersama dalam memadamkan api dengan alat seadanya

dan menyelamatkan apapun dan siapapun yang dapat diselamatkan.

Nilai sosial sebagai wujud kepedulian antarsesama ditunjukkan oleh sosok Ibu

Guru Alia yang dengan semangat dan ketulusan membangun sekolah singgah dan

Page 143: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

taman baca sederhana di kampung Rara. Kepeduliannya terhadap nasib pendidikan

anak-anak yang kurang mampu menunjukkan jiwa sosialnya yang tinggi.

Tokoh Aldo, penderita autis, dan neneknya juga menggambarkan nilai sosial

antarsesama. Mereka tidak memandang latar belakang Rara dan kawan-kawannya

untuk saling bersosialisasi. Karena bagi mereka, bukan keadaan ekonomi yang

membedakan manusia satu dengan yang lain, tetapi kebaikan dan ketulusan hatilah

yang membedakan peran sosialnya dalam masyarakat. Dan bagi mereka, Rara dan

kawan-kawannya merupakan anak-anak yang baik meskipun berasal dari

perkampungan kumuh di pinggiran Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap

mereka yang menolong Aldo meskipun mereka tidak saling kenal sebelumnya.

Kepedulian tokoh-tokoh tersebut terhadap manusia yang lainnya

menunjukkan tingginya nilai sosial yang mereka miliki. Ini semua merupakan contoh

yang baik untuk para pembaca sehingga lebih memeperhatikan apa yang ada di

lingkungan sekitarnya.

d. Nilai Pendidikan Budaya

Budaya atau tradisi dapat diartikan sebagai cara atau kelakuan yang sudah

menjadi kebiasaan suatu golongan masyaarakat. Kebiasaan yang dimaksud seringkali

sudah mendarahdaging dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,

pola pikir atau cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan juga menjadi

bagian dari sistem budaya.

Nilai budaya dalam novel ini dapat diambil dari kebiasaan dan pola pikir dari

para tokoh dan masyarakat yang menjadi latar cerita. Seperti yang ditunjukkan oleh

Page 144: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

Ibu Guru Alia yang masih menganut budaya Jawa, dengan mengikuti perintah orang

tuanya dalam bidang pendidikan dan perjodohan. Dia tidak berani membantah

perintah orang tua ketika diminta untuk kuliah di jurusan sekretaris meskipun itu

sangat tidak sesuai dengan keinginannya. Selain itu, orang tuanya juga

menjodohkannya dengan seorang anak dari temannya. Dia pun mengikuti semua

prosesnya meskipun tanpa diketahui oleh orang tuanya dia sudah jatuh hati pada laki-

laki lain.

Selain itu, kehidupan masyarakat di perkampungan kumuh tempat Rara

tinggal juga menunjukkan kebiasaan yang dapat digolongkan pada nilai budaya.

Seperti pada kebiasaan masih menggunakan kompor dengan minyak tanah, selain

karena tidak mendapat jatah yang diberikan pemerintah, para warga juga masih takut

menggunakan gas. Hal tersebut dikarenakan kebiasaannya dari dahulu kala, sehingga

merasa lebih aman dengan menggunakan minyak tanah sekalipun harganya lebih

mahal dari gas.

Hal tersebut menunjukkan kesedrhanaan dari masyarakat perkampungan

kumuh yang kurang dapat menerima dengan terbuka dan secara langsung

kemodernan yang semakin berkembang. Kebiasaan suatu kaum menjadikan hal

tersebut sebagai identitas yang membedakan dengan golongan yang lain dengan

keadaan umumnya.

Page 145: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. SIMPULAN

1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ

Cerita fiksi selalu berhubungan dengan latar belakang pengarang itu sendiri.

Latar belakang kehidupan dan proses kreatif pengarang sedikit banyak mempengaruhi

lahirnya sebuah karya sastra. Karya Asma Nadia berupa novel RTJ ini juga

dipengaruhi oleh latar belakang sosial pengarang. Dekatnya pergaulan Asma dengan

pendidikan anak-anak kurang mampu memberikan inspirasi bagi dirinya untuk

menulis novel RTJ ini. Selain itu juga pengalamannya yang pernah mendalami

kehidupan masyarakat pinggiran Jakarta, membuatnya menjatuhkan pilihan pada

perkampungan kumuh Menteng Pulo sebagai latar cerita.

Asma Nadia memiliki banyak sekali rumah baca yang tersebar di seluruh

Indonesia dan hingga saat ini masih berusaha memperluas jangkauannya. Rumah

baca tersebut diperuntukkan anak-anak yang kurang mampu yang tidak dapat

menikmati pendidikan yang layak seperti anak-anak pada umumnya. Dengan

pengalaman inilah Asma membawa misi mengangkat dunia pendidikan sebagai salah

satu permasalahan besar yang ada dalam novel RTJ. Dalam novel tersebut, dia

menempatkan diri sebagai orang tua sekaligus anak-anak yang sangat bermimpi bisa

127

Page 146: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

mendapat pendidikan yang layak agar bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Hal

tersebut menunjukkan bahwa latar belakang sosial pengarang memberikan pengaruh

yang sangat besar terhadap lahirnya novel RTJ.

2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ

Sebuah cerita rekaan menampilkan aspek sosial udaya masyarakat sebagai

wujud rekaan dari realita yang ada di sekitarnya. Aspek sosial budaya yang

ditampilkan dalam novel memberi warna tersendiri dalam alur cerita yang disajikan

pengarang. Masyarakat akan lebih dapat masuk ke dalam novel karena setidaknya ada

penggambaran dasar dari lingkungan sekitarnya. Aspek sosial budaya yang

ditampilkan dalam noveldapat dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat

tinggal, kebiasaan, dan cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan.

3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat

Setiap karya sastra memiliki nilai-nilai yang menjadi pesan yang ingin

disampaikan pengarang terhadap pembacanya. Pengarang memiliki harapan bahwa

karyanya dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembaca sehingga karya

tersebut dapat bermanfaat secara menyeluruh. Novel RTJ ini memberikan banyak

pengaruh positif terhadap pembacanya dilihat dari segi sosial, cara pandang tokoh

terhadap kehidupan, kebiasaan yang berawal dari kesderhanaan, dan sebagainya.

Page 147: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Secara mendasar novel ini menyadarkan pembaca akan keberadaan

masyarakat pinggiran yang selama ini sering terabaikan oleh masyarakat pada

umumnya, bahkan dianggap kotor dan tidak layak. Novel ini memberikan

pemahaman baru pada masyarakat bahwa dari golongan masyarakat yang

demikianpun kita semua bisa belajar banyak tentang kehidupan untuk menjadi lebih

bijak.

Sedikitnya ada taiga belas responden yang memberikan penilaian positifnya

terhadap novel RTJ ini. Kesemuanya mengajukan komentar bernada positif yang

beragam mengenai novel RTJ. Ini menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan

pengarang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

4. Nilai Pendidikan dalam Novel RTJ

Karya sastra yang baik pasti mengandung nilai-nilai pendidikan. Pengarang

menciptakan karnyanya memiliki tujuan tertentu diantaranya adalah mendidik para

pembacanya. Nilai pendidikan dari sebuah cerita bisa dilihat dari hal-hal yang bersifat

positif maupun negatif. Kedua hal tersebut perlu disampaikan agar kita dapat

memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Nilai pendidikan tersebut terdiri dari

nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai

pendidikan budaya.

Page 148: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

Dalam novel RTJ ini, nilai pendidikan agama ditunjukkan dengan kepatuhan

umat terhadap Tuhannya. Dalam keadaan apapun, sesulit apapun, masyarakat selalu

menjadikan agama sebagai tujuan. Dalam novel ini, ditunjukkan cara mendekatkan

diri pada Tuhannya yaitu dengan sholat lima waktu, mengaji, dan berdoa sepanjang

waktu dengan kepasrahan terhadap kehendak Tuhan.

Nilai pendidikan moral ditunjukkan melalui perilaku tokoh dalam novel RTJ.

Hal ini terkait dengan rasa solidaritas yang tinggi dalam pergaulan masyarakat,

kepedulian terhadap sesama, dan kasih sayang antaranggota keluarga. Nilai

pendidikan sosial digambarkan melalui hubunggan antarmasyarakat dalam

perkampungan kumuh Menteng Pulo tempat tinggal Rara, kepedulian

antarmasyarakat, dan rasa saling membantu satu dengan yang lain dalam peranannya

sebagai makhluk sosial.

Nilai budaya diambil dari kebiasaan dan cara pandang masyarakat pinggiran

terhadap perspektif kehidupan. Kesederhanaan dan keterbatasan yang dimiliki

masyarakat tersebut mempengaruhi terciptanya sebuah kebiasaan dan cara pandang

masyarakat terhadap segala bentuk permasalahan hidup.

B. IMPLIKASI

Novel RTJ karya Asma Nadia memiliki implikasi dalam dunia sosial dan

pendidikan. Novel ini dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan sosial

Page 149: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

dan pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat pinggiran yang merupakan realita

kehidupan masyarakat di Indonesia yang selama ini sering terabaikan.

Siswa ditunjukkan pada gambaran masyarakat pinggiran yang hidup dalam

serba keterbatasan tetapi tetap teguh pada pendirian dengan mencari rejeki dari cara

yang halal. Selain hal tersebut, solidaritas yang tinggi yang ditunjukkan oleh para

tokoh dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi pelajaran bagi siswa yang saat ini

sudah mulai kurang memperhatikan hal tersebut. Berbagai gambaran mengenai

kehidupan sosial masyarakat pinggiran tersebut diharapkan dapat melatih siswa agar

dapat lebih menghargai sesama dan menumbuhkan sikap toleransi dalam kehidupan

sehari-hari.

Masalah-masalah sosial yang muncul hubungannya dengan bertetangga,

berteman, maupun sikap dan keinginan menolong pada orang lain juga dijelaskan dan

dicontohkan dalam novel RTJ ini. Melalui tokoh utama maupun tokoh lain dalam

novel, pengarang secara tersirat maupun tersurat memberikan gambaran betapa

kompleknya masalah sosial yang muncul dalam kehdupan manusia dalam

hubungannya dengan orang lain, terutama kehidupan di kota besar. Pembaca dan

siswa khususnya dapat menilai dan kemudian mengambil pelajaran yang positif dari

gambaran kehdupan sosial yang ada dalam novel, tentunya disesuaikan dengan

lingkungan sosial di mana mereka berada.

Page 150: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Masalah pendidikan yang diangkat dalam novel ini juga sangat berpengaruh

bagi siswa. Sulitnya anak-anak dalam memperoleh pendidikan yang layak untuk

bekal hidupnya karena himpitan ekonomi keluarga akan menjadi pelajaran penting

bagi siswa. Dengan melihat realita yang demikian, siswa bisa lebih bersyukur dengan

keadaan yang ada pada dirinya, sedangkan untuk siswa yang kurang mampu dapat

memberikan harapan baru bahwa ilmu bisa didapat dari mana saja dan selalu ada

jalan untuk umat yang selalu berusaha.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkembangkan minat

mengapresiasi sastra dalam masyarakat. Sastra merupakan media yang sangat tepat

dalam menyampaikan pesan-pesan positif bagi siswa pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya karena sastra menyampaikan nilai-nilai tersebut secara

halus dan utuh agar dapat diterima dengan baik oleh para pembaca. Dalam berbagai

peristiwa yang dialami para tokoh, dengan berbagai latar yang dirangkai mengikuti

alur, selalu ada banyak nilai-nilai pendidikan yang disampaikan penulis pada para

pembaca. Novel ini dappat dijadikan bahan ajar untuk siswa pada semua jenjang

dengan berbagai latar belakang sosial siswa tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan banyak teladan bagi pembaca sehingga apa yang menjadi tujuan

pengarang dapat tercapai.

Page 151: digilib.uns.ac.id/Aspek-sosial-budaya...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

C. SARAN

Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti mengajukan

saran sebagai berikut:

1. Pembaca novel RTJ, dapat mengambil nilai positif dan dapat menghindari nilai-

nilai negative baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam cerita. Nilai-nilai

positif yang ada dalam novel tersebut hendaknya dapat disaring secara baik

sehingga dapat diambil sebagai cermin dalam menjalani kehidupan. Sedangkan

untuk nilai-nilai yang bersifat negatif dapat dijadikan pelajaran agar pembaca

dapat menghindari hal tersebut.

2. Para siswa, dapat memilih bacaan yang bermutu dan dapat memberikan pengaruh

motivasi yang baik bagi siswa. Isi cerita dalam novel RTJ ini hendaknya dapat

dijadikan bahan perenungan bagi siswa agar lebih menghargai orang lain dan

menumbuhkan sifat pekerja keras sehingga menjadi pribadi yang tangguh.

3. Guru, Novel RTJ merupakan salah satu alternative novel yang baik yang dapat

dijadikan sumber bahan pembelajaran siswa khususnya untuk jenjang SD, SMP,

hingga SMA, karena novel ini mengangkat realita yang ada dalam masyarakat.

Berbagai macam kesulitan hidup dan cara tokoh dalam mengatasinya akan

menjadi pelajaran berharga bagi siswa dalam menjalani kehidupan selanjutnya.

Selain itu, siswa juga akan lebih mengetahui kehidupan masyarakat pinggiran di

Indonesia sehingga mereka akan lebih peka dan peduli pada golongan masyarakat

tersebut.