Upload
truongnga
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PINGGIRAN
DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA
(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh :
Rizmada Azzahra
S841102012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PINGGIRAN
DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA
(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)
Oleh
Rizmada Azzahra
S841102012
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul “Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran Dalam Novel
Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi Sastra Dan Nilai
Pendidikan)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh
gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam
naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17
Tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai
institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan
sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau
keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan
Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan
publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi akedemik yang berlaku.
Surakarta, 02 April 2012
Yang membuat pernyataan
Rizmada Azzahra
S841102012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia- Nya, tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tesis ini
merupakan salah satu persyaratan untuk menempuh derajat magister pada Program
Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonesia PPS UNS.
Penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
memberikan apresiasi secara tulus kepada semua pihak, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M. S., Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan tesis;
2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi S2 Pendidikan
Bahasa Indonesia PPS UNS yang telah memberikan izin penulisan dan
memberikan kesempatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar;
3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., selaku pembimbing I, atas segala
bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik;
4. Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum., selaku pembimbing II, atas segala
bimbingan dan bantuannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu;
5. Ayahanda Sujanto dan Ibunda Sri Yunarti yang telah memberikan doa restu
dan dukungan tak terkira atas segalanya selama ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
6. Suamiku tercinta, Moch. Reza Kurniawan, yang dengan setia dan penuh kasih
sayang juga kesabaran membantu setiap langkah yang ditempuh sehingga
semua berjalan dengan baik;
7. Buah hatiku tercinta, Nabila Kirana Putri Mazani, yang selalu menjadi
motivator utama atas segera terselesaikannya tesis ini;
8. Mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonesia Angkatan
2011/2012 PPS UNS, saudara-saudara baruku di perantauan, , berjuang
bersama dengan tiada henti saling memotivasi sehingga perkuliahan ini terasa
sangat menyenangkan dan dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan demi kaarya yang lebih baik.
Surakarta, 02 April 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Rizmada Azzahra, NIM S841102012. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran
dalam Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi Sastra
dan Nilai Pendidikan). Tesis. Program Pascasarjana, Fakultas Pendidikan Bahasa
Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan latar
belakang sosial pengarang novel Rumah Tanpa Jendela; (2) untuk mendeskripsikan
dan menjelaskan aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada dalam novel
Rumah Tanpa Jendela; (3) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pengaruh sosial
novel Rumah Tanpa Jendela terhadap masyarakat; (4) untuk mendeskripsikandan
menjelaskan nilai edukatif yang terdapat dalam Rumah Tanpa Jendela.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan
sosiologi sastra. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang
terdapat dalam novel Rumah Tanpa Jendela. Sumber data adalah novel Rumah Tanpa
Jendela yang diciptakan oleh Asma Nadia, yang diterbitkan PT. Kompas Media
Nusantara, tahun 2011, tebal 180 halaman. Dalam penelitian ini digunakan metode
analisis dokumen berupa data teks novel Rumah Tanpa Jendela, biografi pengarang,
dan komentar pembaca. Teknik pengumpulan data menggunakan metode pustaka.
Analisis data dilakukan secara analisis interaktif.
Kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu: (1) latar belakang sosial pengarang
Novel Rumah Tanpa Jendela, Asma Nadia, yang berperan sangat aktif dalam
membantu anak-anak kurang mampu dalam memperoleh pendidikan yang layak
sangat mempengaruhi ide cerita terciptanya novel tersebut; (2) Aspek sosial budaya
masyarakat pinggiran dalam novel Rumah Tanpa Jendela diwujudkan dalam hal
pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan, dan cara masyarakat
pinggiran sebagai latar spsial novel tersebut dalam memandang perspektif kehidupan;
(3) Novel Rumah Tanpa Jendela mempengaruhi cara pandang pembaca terhadap
permasalahan sosial di sekitarnya; (4) Novel Rumah Tanpa Jendela sarat akan nilai
pendidikan untuk pembacanya, terdiri dari nilai pendidikan agama yang menjelaskan
hubungan manusia dengan Tuhannya, nilai moral yang mengatur baik buruknya
perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama, nilai pendidikan sosial yang
menunjukkan rasa peduli antarmanusia satu dengan yang lain sesuai peranannya
sebagai makhluk sosial; dan nilai pendidikan budaya yang menunjukkan kebiasaan
dan cara pandang masyarakat dalam menjalani kehidupan.
Kata Kunci: Aspek sosial budaya, masyarakat pinggiran, sosiologi sastra, nilai
pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Rizmada Azzahra. S841102012. The Socio Cultural Aspects of Rural
Communities in The Novel Rumah Tanpa Jendela by Asma Nadia (An
Educational Value and Literacy Sociology Review). Thesis. The Study Program of
Indonesian Language Education, Postgraduate Program, Sebelas maret University.
Surakarta. 2012
The aims of the research are: (1) to describe and explain the social
background of the author's novel Rumah Tanpa Jendela, (2) to describe and explain
the socio-cultural aspects of rural communities that exist in the novel Rumah Tanpa
Jendela, (3) to describe and explain the social influence of the novel Rumah Tanpa
Jendela on the community; (4) to describe and explain the educational value
contained in the novel Rumah Tanpa Jendela.
This study is a qualitative descriptive research with a literary sociology
approach. The data of the research consisted of words, phrases, and sentences
contained in the novel Rumah Tanpa Jendela. The source of data is a novel Rumah
Tanpa Jendela by Asma Nadia, that published by PT. Kompas Media Nusantara, in
2011, 180 pages thick. For this research, used content analysis method. Data
collection techniques using literature methods. Data analysis was performed in
interactive analysis.
The conclusions in this research are: (1) social background of the novel
writer’s, Asma Nadia, as a person who caring for the education problems of the
children that strongly influences the creation of the novel story ideas, (2) social
culture of the rural communities in the novel Rumah Tanpa Jendela is realized in
terms of education, employment, language, place of residence, habits, and how the
rural communities perspective of looking at life, (3) novel Rumah Tanpa Jendela
affects the way readers view of the surrounding social issues, (4) novel Rumah Tanpa
Jendela full of educational value for the readers, consists of (a) the religious value,
education that explains the human relationship with God; (b) moral value that related
to good and bad attitudes and behaviours of human beings; (c) social value that
indicates a sense of human caring with each other according to their role as social
beings, and (d) cultural value, education that shows the habit and community
perspective in life.
Keywords: Socio cultural aspects, rural communities, literacy sociology review,
educational value.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
MOTTO
“Bukan ambisi untuk menjadi yang terbaik,
tetapi harapan untuk menjadi yang lebih baik”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Ayahanda dan Ibundaku tercinta
Suamiku, belahan jiwaku
Anakku, semangat hidupku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL…………………………………………………………. ii
PERSETUJUAN……………………………………………….. iii
PENGESAHAN……………………………………………… .. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK
PUBLIKASI……………………………………………… ........ v
KATA PENGANTAR………………………………………….. vi
ABSTRAK……………………………………………………… viii
ABSTRACT…………………………………………………….. ix
MOTTO…………………………………………………………. x
PERSEMBAHAN………………………………………………. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………. .. xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………… .. xv
DAFTAR TABEL……………………………………………. .. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………. .. xvii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. . 1
A. Latar Belakang……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………. 7
C. Tujuan Penelitian………………………………….. . 7
D. Manfaat Penelitian………………………………… 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN
YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR…….. 9
A. KAJIAN TEORI……………………………… 9
1. Hakikat Novel……………………………….. 9
a. Pengertian Novel………………………… 9
b. Jenis-jenis Novel………………………… 13
c. Struktur Novel…………………………… 15
2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra………. 27
a. Pengertian Sosiologi…………………….. 27
b. Pengertian Sastra………………………… 28
c. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra… 31
3. Hakikat Aspek Sosial Budaya Masyarakat
Pinggiran dalam Novel RTJ………………….. 39
a. Aspek Sosial Masyarakat Pinggiran…….. 39
b. Aspek Budaya Masyarakat Pinggiran….. 42
c. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran
dalam Novel RTJ………………………… 44
4. Hakikat Nilai Pendidikan……………………. 49
a. Nilai Pendidikan Agama………………… 51
b. Nilai Pendidikan Moral…………………. 52
c. Nilai Pendidikan Adat/Budaya………….. 54
d. Nilai Pendidikan Sosial………………….. 55
B. PENELITIAN YANG RELEVAN…………… 56
C. KERANGKA BERPIKIR…………………….. 59
BAB III METODE PENELITIAN……………………........... 61
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………. 61
B. Bentuk/Strategi Penelitian………………………… 62
C. Data dan Sumber Data……………………………. 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
D. Teknik Pengumpulan Data………………………….. 64
E. Validitas Data…………………… ………………….. 65
F. Teknik Analisis Data………………………………… 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……..... 68
A. HASIL PENELITIAN…………………………….... 68
1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ…. 68
a. Riwayat Hidup Pengarang Novel RTJ…….. 68
b. Kehidupan Sosial Pengarang Novel RTJ…. 74
2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ……… 77
a. Pendidikan anak-anak…………………….. 78
b. Pekerjaan…………………………………… 79
c. Bahasa……………………………………… 80
d. Tempat tinggal……………………………… 81
e. Kebiasaan hidup…………………………… 81
f. Cara memandang perspektif kehidupan….. 83
3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat…… 84
a. Pembaca yang menyertai novel…………… 84
b. Pembaca dari media komunikasi online…. . 86
c. Pembaca yang sengaja dipilih peneliti……. 88
4. Nilai Pendidikan Novel RTJ…………………… 90
a. Nilai pendidikan agama……………………. 92
b. Nilai pendidikan moral…………………….. 93
c. Nilai pendidikan sosial…………………….. 95
d. Nilai pendidikan budaya…………………… 97
B. PEMBAHASAN……………………………………. 99
1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ…... 99
2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ……….. 102
a. Pendidikan anak-anak………………………. 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
b. Pekerjaan……………………………………. 106
c. Bahasa……………………………………….. 108
d. Tempat tinggal………………………………. 108
e. Kebiasaan hidup…………………………….. 110
f. Cara memandang perspektif kehidupan……. 111
3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat…….. 113
a. Pembaca yang menyertai novel…………….. 113
b. Pembaca dari media komunikasi online……. 113
c. Pembaca yang sengaja dipilih peneliti……… 114
4. Nilai Pendidikan Novel RTJ…………………….. 117
a. Nilai pendidikan agama……………………… 118
b. Nilai pendidikan moral……………………… 120
c. Nilai pendidikan sosial……………………… 123
d. Nilai pendidikan budaya……………………. 125
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN……………………. 127
A. SIMPULAN……………………………………………… 127
B. IMPLIKASI……………………………………………… 130
C. SARAN………………………………………………….. 133
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….... 134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Nama Gambar Halaman
2.1 Fase-fase Plot……………………………………….. 22
2.2 Kerangka Berpikir…………………………………… 60
2.3 Analisis Model Interaktif……………………………. 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Halaman
3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………… 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Nama Lampiran Halaman
1. Identitas Buku………………..…………………… 138
2. Sinopsis…………………………………………… 140
3. Komentar Pembaca……………………………….. 148
4. Wawancara dengan Pembaca……………………… 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun
tulisan. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,
refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam
dirinya sendiri, dan masyarakat.
Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya
sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Bahan dari
dunia nyata telah diolah sesuai dengan idealisme dan imajinasi pengarang sehingga
kebenaran dalam karya sastra itu adalah kebenaran menurut idealnya pengarang
(Redyanto Noor, 2005:13).
Mursal Esten (1990:8) menyatakan bahwa sebuah cipta sastra
mengungkapkan masalah-masalah manusia kemanusiaan, tentang makna hidup dan
kehidupan. Ia melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih
saying dan kebencian, nafsu, dan segala yang dialami manusia. Bentuk pengungkapan
inilah yang merupakan olahan pengarang dalam menggambarkan segala aspek
kkehidupan manusia lewat ekspresi pengarang dalam menggambarkan segala aspek
kehidupan manusia lewat ekspresi pengarang.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Ada beberapa pendekatan dalam menganalisis sebuah karya sastra. Abrams
mengklasifikasikan pendekatan sastra ke dalam empat macam pendekatan, (1)
Pendekatan mimetik yang memandang karya sastra sebagai tiruan dunia kehidupan
nyata, (2) Pendekatan pragmatik memandang makna karya sastra ditentukan oleh
publik pembacanya selaku penyambut karya sastra, (3) Pendekatan ekspresif
memandang karya sastra sebagai pernyataan duni batin pengarag yang bersangkutan,
dan (4) Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang
dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri. Sehubungan dengan pendapat
Abrams tersebut, Teew menyatakan bahwa keempat pendekatan tersebut saling
melengkapi dan saling memerlukan sehingga tidak hanya salah satu di antaranya yang
terbaik tetapi dalam penerapannya bergantung pada sifat karya sastra itu sendiri.
Karya sastra itu ditampilkan dalam bentuk puisi, prosa, dan prosa liris. Dalam
bentuk prosa karya sastra muncul dalam bentuk cerpen, novel, biografi, dan
otobiografi.
Salah satu bentuk karya sastra berupa prosa adalah novel. Novel merupakan
salah satu bentuk karya sastra yang mampu memberikan manfaat yang besar bagi
perkembangan kemanusiaan dan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang seringkali kita dengar bahwa novelis dapat mengajarkan lebih
banyak tentang sifat-sifat manusia dari pada psikologi : “the novelist can teach you
more about human nature than the psychologist” (Wellek, 1993:34). Para novelis
menampilkan pengajarannya melalui berbagai tema dan amanat dalam novelnya,
tema kemanusiaan, sosial, cinta kasih, ketuhanan, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Novel memuat bahasa yang lugas yang relatif lebih mudah dimengerti isinya
dibanding dengan karya sastra lain seperti puisi. Karena itulah, novel mempunyai
daya tarik tersendiri bagi dunia pembaca.
Novel sebagai sebuah karya seni memberikan banyak manfaat, baik bagi
pengarang, pembaca, dan masyarakat. Melalui cerita-ceritanya, novel banyak
memberikan pelajaran tentang pembentukan karakter seseorang, pendidikan, dan
pendalaman moral. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
menganalisis sebuah novel.
Salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam analisis novel adalah
pendekatan sosiologi sastra. Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi
melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus
permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati
masyarakat dengan perasaannya. Akibatnya hasil penelitian bidang sosiologi
cenderung sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-
cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut
pandangan orang-seorang (Sapardi Djoko Damono, 1984:7). Ia juga menyatakan,
pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh
beberapa penulis disebut sosiologi sastra.
Dick Hartoko dan B. Rahmanto ( 1986 : 129 ) menjelaskan bahwa sosiologi
sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan
kenyataannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian
konteks pengarang dan pembaca (prodeksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(aspek-aspek sosial dalam teks sastra). Retno Winarni (2009:165) menyatakan bahwa
sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra,
serta peranan karya sastra dengan realitas sosial.
Wellek dan Warren mengemukakan tiga sasaran pendekatan sosiologi sastra,
antara lain: (a) Sosiologi pengarang yang membicarakan latar belakang status sosial
pengarang, ideologi sosial pengarang, dan faktor lain tentang pengarang sebagai
penghasil karya sastra, (b) Sosiologi karya sastra, yang membicarakan berbagai aspek
sosial yang terdapat dalam karya sastra itu, (c) Sosiologi pembaca sastra yang
mengkaji masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra itu bagi pembaca.
Novel Rumah Tanpa Jendela merupakan novel yang ditulis oleh Asma Nadia.
Asma Nadia adalah nama pena Asmarani Rosalba yang lahir di Jakarta tahun 1972.
Asma Nadia adalah salah satu penulis wanita best seller paling produktif di
Indonesia, sudah lebih dari empat puluh buku yang dihasilkan dalam waktu sepuluh
tahun terakhir. Selain itu, beberapa novel yang ditulisnya juga telah difilmkan
termasuk novel Rumah Tanpa Jendela. Tulisan-tulisan Asma Nadia menggunakan
gaya bahasa yang lugas, inspiratif dan sederhana. Sehingga tidak memerlukan
pemahaman yang panjang untuk dapat mengambil hikmah yang terkandung di dalam
tulisan-tulisannya. Sebagian dari royalti buku-bukunya dikembangkan untuk
pembangunan rumah baca di seluruh Indonesia. Asma Nadia merupakan penulis yang
juga menjunjung misi sosial dalam perkembangan dunia tulisnya.
Pendekatan sosiologi sastra sangat sesuai digunakan dalam menganalisis
novel Rumah Tanpa Jendela (RTJ) karya Asma Nadia. Hal tersebut dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Novel RTJ mengangkat realita kehidupan masyarakat yang ada di Jakarta. Fokus dari
realitas kehidupan yang diangkat adalah kehidupan masyarakat pinggiran Jakarta
yang tinggal di sekitar kuburan cina.
Novel RTJ menceritakan tentang kehidupan Rara, seorang bocah kecil
penghuni perkampungan kumuh di pinggira Jakarta. Kehidupan Rara yang penuh
dengan kesederhanaan dikemas lengkap dengan persahabatan dengan kawan-kawan
senasibnya, juga derita Rara yang kehilangan orangtuanya secara berturut-turut. Hal
yang utama adalah tentang mimpi Rara akan adanya jendela di rumah tripleknya agar
ia bisa menatap keindahan bulan, menikmati rintik hujan tanpa kehujanan, dan
melihat senyum mataahari di kala pagi. Dalam novel ini diceritakan betapa jauhnya
kehidupan di antara dua lingkungan yang berbeda. Namun, dengan persahabatan yang
saling membutuhkan, tiap-tiap individu selanjutnya lebih dapat saling menerima dan
membantu sesuai dengan karakter kehidupan di masing-masing lingkungan tersebut.
Selain itu, dalam novel ini juga diceritakan tentang kehidupan seorang bocah
autis, Aldo, teman Rara dari kalangan kaya. Aldo yang sengaja disembunyikan oleh
beberapa anggota keluarganya karena malu jika kelainan Aldo diketahui orang lain.
Kisah ini terangkai dalam jalinan cerita yang teratur dan dikemas dengan bahasa yang
sederhana sehingga mudah untuk dimengerti para pembaca. Dengan pengangkatan
kehidupan sosial ini novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia ini menjadi
sebuah novel yang dapat mengasah kepekaan masyarakat terhadap lingkungan
sekitarnya dan memberikan banyak pelajaran tentang cara bertahan hidup dengan
penuh syukur dalam menghadapi segala cobaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Faktor sosial budaya dan latar belakang berisi alasan yang melatarbelakangi
pengarang untuk menulis novel ini perlu dikaji lebih mendalam. Selain hal tersebut,
berbagai macam aspek sosial yang digambarkan dalam novel ini juga perlu dikaji
lebih dalam untuk mengetahui kesesuaian dengan realitas kehidupan yang ada dalam
masyarakat, sekaligus pengaruh yang didapatkan pembaca melalui novel ini
mengenai pandangan hidup dan perubahan yang bisa didapatkan setelah membaca
novel RTJ ini. Pembaca juga perlu mengetahui berbagai macam nilai pendidikan
yang ada di dalamnya sebagai amanat yang disampaikaan penulis terhadap
masyarakat.
Adapun alasan penulis memilih novel RTJ adalah sebagai berikut. Pertama,
novel ini novel baru yang diterbitkan pada tahun 2011 dan segera difilmkan setelah
penerbitannya. Kedua, sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti karya
tersebut. Ketiga, novel ini mengangkat realitas sosial yang terjadi pada masyarakat
Indonesia, utamanya masyarakat yang tinggal di pinggiran Jakarta. Keempat, novel
RTJ ini memiliki sarat nilai pendidikan yang sangat diperlukan untuk pembentukan
karakter anak didik di sekolah seperti nilai agama, soial, dan moral. Dalam
perkembangannya, novel ini telah difilmkan dan 100% hasil dari penjualan tiket
bioskopnya ditujukan untuk misi sosial kemanusiaan bagi anak-anak Indonesia yang
membutuhkan.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian terhadap
Novel Rumah Tanpa Jendela dengan judul “Aspek Sosial Budaya Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pinggiran dalam Novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi
Sastra dan Nilai Pendidikan)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang sosial pengarang novel RTJ?
2. Bagaimana aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada dalam novel RTJ?
3. Bagaimana pengaruh sosial novel RTJ terhadap masyarakat?
4. Bagaimana nilai pendidikan novel RTJ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek sosial budaya dalam
novel RTJ berdasarkan teori sosiologi sastra. Selain itu juga mendeskripsikan nilai-
nilai pendidikan yang ada dalam novel tersebut.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah
a. Untuk mendeskripsikan latar belakang sosial pengarang novel RTJ;
b. Untuk mendeskripsikan aspek sosial budaya masyarakat pinggiran yang ada
dalam novel RTJ;
c. Untuk mendeskripsikan pengaruh sosial novel RTJ terhadap masyarakat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
d. Untuk mendeskripsikan nilai edukatif yang terdapat dalam RTJ.
D. Manfaat Penelitian
Penelitan ini memiliki dua manfaat, yakni manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitan ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan bagi
pengembangan pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia pada umumnya,
khususnya tentang penggunaan teori sosiologi sastra pada analisis karya sastra.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
guru, siswa, pembaca, dan penikmat karya sastra untuk memahami dan
mengapresiasi novel RTJ.
a. Memberikan gambaran pada guru tentang cara untuk menganalisis aspek
sosial budaya sebuah novel dengan pendekatan sosiologi sastra.
b. Siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang aspek sosial budaya dan
nilai-nilai pendidikan, sehingga diharapkan dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
c. Para pembaca dapat memperoleh kemudahan dalam mengapresiasi dan
meresepsi karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu jenis karangan prosa. Hal tersebut sesuai dengan
yang dikemukakan oleh H.B Jassin (1977: 64), yaitu novel merupakan karangan
prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari
kehidupan orang-orang (tokoh), luar biasa karena kejadian ini terlahir dari suatu
konfliik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib tokoh tersebut. Menurut
Suroto (1990:4), karangan prosa adalah karangan yang menerangjelaskan secara
terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Novel tergolong
ke dalam jenis karagan prosa baru. Lebih lanjut dijelaskan beberapa ciri dari prosa
baru antara lain: (1) prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai
dengan perkembangan masyarakatnya; (2) masyarakatnya sentris, yaitu cerita
mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari; (3) bentuknya roman,
novel, cerpen, kisah, drama; (4) terutama dipengaruhi kesusastraan barat; dan (5)
diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Ada beragam istilah novel yang dikenal di beberapa negara. Dalam Bahasa
Jerman disebut novelle. Sedangkan dalam bahasa perancis disebut nouvelle. Kedua
istilah tersebut dipakai dalam pengertian yang sama yaitu prosa yang agak panjang
dan sederhana karena hanya menceritakan maksud kejadian yang memunculkan suatu
konflik yang mengakibatkan adanya perubahan nasib pelakunya. Dalam bahasa Italia,
novel disebut novella. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil,
dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams, 1981:
119). Dalam perkembangannya, istilah novella dan novelle mengandung pengertian
yang sama dengan istilah Indonesia novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi
yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, nam un juga tidak terlalu pendek
(Burhan Nurgiantoro, 2002: 9).
Novel adalah salah satu jenis karya fiksi. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Kelley Griffith Jr: “We commonly use the term fiction to describe
prose works that tell a story (short story and novels)” (1986:33).
Berkaitan dengan pengertian novel sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi,
perlu juga diahami terlebih dahulu pengertian fiksi. Abrams (1971:59) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan fiksi adalah:
Fiction in the inclusive sense, is any narrative which is feigned or invented
rather than historically or factually true. In most present day discussion,
however, the term fiction is applied primarily to prose narrative (the novel
and the story), and is sometimes used simply as synonym for novel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Berdasarkan pendapat Abrams dapat dijelaskan bahwa fiksi adalah cerita
rekaan atau dibuat-buat, sedangkan yang termasuk fiksi adalah novel dan cerpen.
Namun, kadangkala fiksi juga sering digunakan sebagai sinonim dari novel.
Herman J. Waluyo sependapat dengan Abrams, bahwa yang dimaksud karya
fiksi adalah:
Fiksi dari kata fiction yang artinya hasil khayalan atau sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Cerita-cerita sastra, seperti roman, novel, dan cerita
pendek diklasifikasikan sebagai prosa fiksi, sedangkan prosa yang bukan
karya sastra yang merupakan deskripsi dari kenyataan dinyatakan prosa non
fiksi, misalnya: biografi, catatan harian, laporan kegiatan, dan sebagainya
yang merupakan karya yang bukan hasil imajinasi (2009:1).
Selanjutnya Nugraheni E. Wardhani menjelaskan tentang kedudukan prosa
dengan istilah fiksi yang diramu dari beberapa pendapat ahli sastra sebagai berikut.
Ahli sastra sering menyebut prosa dengan istilah fiksi, teks naratif, atau
wacana naratif. Istilah fiksi dipergunakan untuk menyebutka karya naratif
yang isisnya perpaduan antara kenyataan dan imajinatif. Tidak semua fiksi
sepenuhnya merupakan khayalan. Dunia fiksi berada di samping dunia
realitas. Pengarang dalam menciptakan karya sastranya selalu
menghubungkan tokoh-tokoh, latar peristiwa, dengan tokoh, latar dan
peristiwa seperti yang ada dalam kehidupan nyata (2009:13).
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa novel merupakan salah
satu jenis karya fiksi, namun dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim
dengan fiksi, sehingga fiksi berlaku juga bagi novel.
Abrams juga menjelaskan bahwa novel adalah cerita pendek yang
diperpanjang, dan yang setengah panjang disebut roman.
The term of novel is no applied to greas variety of writings that have in
common only the attribute of being extended works of prose fiction. As an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
extended narrative, the novel is distinguished from the shortstory and from the
work of middle length called the novellet (1971:110).
Fiksi merupakan salah satu genre sastra yang kian berkembang dan digemari
masyarakat. Hal itu disebabkan dalam karya fiksi disuguhkan berbagai masalah
kehidupan dalam hubungannya dengan sesame dan lingkungan. Menurut Burhan
Nurgiantoro (1995: 163), dalam novel disajikan sebuah dunia, dunia imajiner yang
dibangun melalui cerita, tokoh, peristiwa demi peristiwa, dan latar yang semuanya
bersifat imajiner.
Senada dengan hal tersebut, Goldmann menjelaskan bahwa novel
didefinisikan sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai
yang otentik dalam dunia yang juga terdegradasi (Faruk, 2010:73-74). Pencarian
tersebut dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Lebih lanjut dijelaskan, nilai-
nilai yang otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-
nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Nilai-nilai
otentik itu hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegradasinya dunia dan
problematikanya sang hero. Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran
penulis/ pengarang/ novelis, dengan bentuk konseptual dan abstrak.
Henry Guntur Tarigan, (1984: 164) menjelaskan mengenai pengertian novel
yang merupakan suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang
melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representative
dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau dan kusut. Selain itu, dalam
buku “The Advance Learner‟s Dictonary of Current English”, dapat diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
keterangan yang menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan suatu alur,
cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan
wanita yang bersifat imajinatif.
Pada kenyataannya, novel juga lahir karena adanya reaksi terhadap suatu
keadaan di dalam masyarakat sehingga novel menceritakan latar kehidupan manusia
di dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Korrie Layun Rampan (1984:7)
yang menyatakan bahwa novel adalah penggambaran lingkungan kemasyarakatan
serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa di suatu tempat. Secara sosiologis, manusia
manusia dan peristiwa dalam novel adalah pantulan realitas yang dicerminkan oleh
pengarang dari suatu keadaan tertentu dalam suatu masyarakat dan tempat tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa novel merupakan karangan yang
melukiskan perbuatan pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah
menjadi sebuah kisah sesuai dengan tujuan pengarang.
b. Jenis-Jenis Novel
Menurut Jacob Sumardjo (1983: 10-11), ada dua jenis novel, yaitu novel pop
dan novel serius. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Novel Pop
Ada beberapa ciri dari novel pop, yaitu: (1) temanya selalu menceritakan
kisah asmara belaka tanpa masalah lain yang lebih serius; (2) terlalu menekankan plot
cerita sehingga mengabaikan karakterisasi, problematika kehidupan dan unsur novel
lainnya; (3) biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional; (4) cerita yang
dibahas kadang tidak nyata dalam kehidupan; (5) karena cerita ditulis untuk konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
massa, maka pengarang rata-rata tunduk pada hukum cerita konvensional; (6) bahasa
yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup di kalangan muda-mudi kontemporer.
2. Novel Serius
Ada beberapa ciri dari novel serius, yaitu: (1) tema tidak hanya berputar pada
masalah cinta tetapi juga membuka diri terhadap semua masalah yang penting untuk
menyempurnakan hidup manusia; (2) cerita diimbangi dengan bobot lain selain alur
cerita, seperti karakterisasi, setting cerita, tema, dan sebagainya; (3) selalu membahas
masalah secara mendalam dan mendasar; (4) peristiwa yang ada daam cerita bisa
dialami atau sudah dialami oleh manusia pada saat kapan saj; (5) selalu bergerak,
segar, baru dan inovatif; (6) bahasa yang dipakai adalah bahasa standar, bukan mode
sesaat.
Selain jenis-jenis novel tersebut, Goldmann juga mengklasifikasikan novel.
Novel dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Novel Idealisme Abstrak
Jenis novel ini menampilkan tokoh yang ingin bersatu dengan dunia, karena
itulah novel ini masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi
tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit,
idealismenya menjadi abstrak.
2. Novel Romantisme Keputusasaan
Jenis novel ini menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas.
Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dari dunia. Itulah sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang
menjadi analisis psikologis semata-mata.
3. Novel Pendidikan
Pada jenis novel ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di
lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Karena ada interaksi antara dirinya
dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan namun dia menyadari penyebab dari
kegagalan tersebut.
c. Struktur Novel
Menurut Jacob Sumardjo (1999:2-3), novel dalam kesusastraan merupakan
sistem bentuk. Ada dua unsure yang membentuknya yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,
unsur-unsur yang secara factual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Unsur-unsur yang dimaksud yaitu: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi
secara tdak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organism karya sastra.
Seperti halnya unsur intrinsic, unsur ekstrinsik juga terdiri dari beberapa unsur.
Unsur-unsur yang dimaksud (Wellek dan Waren, 1993:79-153) antara lain: unsur
biografi pengarang, unsur psikologi, ekonomi, sosial budaya, pandangan hidup suatu
bangsa, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Berikut penjelasan mengenai unsur intrinsik, yaitu:
a. Tema dan Amanat
Sebuah novel ditulis bukan hanya sekedar menuturkan sebuah cerita, tetapi
ada sesuatu yang akan diberitahukan pengarang kepada pembaca. Ada masalah yang
cukup penting bagi kehidupan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya, masalah
itu dinamakan tema.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang dan sesuatu yang
menjadi persoalan pengarang. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar
hanya cerita, tetapi akan menyatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang akan
dikatakannya itu dapat berupa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang
kehidupan, atau komentarnya tentang kehidupan.
Tema adalah suatu pokok persoalan yang sudah dipikirkan oleh pengarang
yang menjadi dasar dari cerita yang dibuatnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Kelley Griffith:
Theme is the central idea in the work-whether fiction, poetry, or drama. It is
the comment the work makes on the human condition. It deals with four
general areas of human experience: the nature of humanity, the nature of
society, the nature of humankind‟s relationship to the world, and the natre of
our ethical responsibilities.
Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari
keseluruhan cerita, tidak hanya bedasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema,
walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan” walau
belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan justru karena hal inilah yang
ditawarkan kepada pembaca. Namun tema merupakan makna keseluruhan yang
mendukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” di balik cerita yang
mendukungnya.
Pengarang biasanya tidak hanya menuangkan masalah-masalah saja. Dalam
masalah yang diolah dan dikembangkan itu biasanya disertakan pemecahan dari
masalah tersebut atau pemecahan tema yang telah diuraikan dalam cerita. Pemecahan
tema itulah dinamakan amanat.
Ratna berpendapat bahwa sebuah karya sastra diciptakan tidak hanya melalui
imajinasi dan kreatifitas sebagai hasil kontemplasi secara individual. Lebih dari itu
karya sastra ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain sebagai
komunikasi. Misi yang ingin disampaikan pengarang melalui daya imajinasinya
melihat fakta-fakta sosial secara multidimensional disebut dengan amanat dan pesan
moral terefleksi dari jalan keluar sebuah masalah (2004:298).
Menurut Panuti Sudjiman, amanat adalah gagasan yang mendasari karya
sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar
(1984: 5). Jadi, amanat cerita itu merupakan ide penting yang dituangkan dalam karya
sastra. Bedasarkan gejala dalam masyarakat, pengarang menggubah suatu karya.
Kemudian gejala itu akan dibandingkan dengan ide yang ada pada pengarang itu
sendiri. Hasil perbandingan itu diharapkan masyarakat dapat menyimpulkan mana
yang terbaik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau pelaku dalam
berbagai peristiwa sebuah cerita (Sudjiman, 1988:17). Seperti yang juga dijelaskan
oleh Kelley Griffith:
Characters are the people in narratives, and characterization is the author‟s
presentation and development of characters. Sometimes, as in fantasy fiction,
the characters are not people. They may be animals, or robots, or creatures
from outer space, but the author gives them human abilities and human
psychological traits. Thus they really are people in all but outward form
(1986:46).
Jadi, melalui tokoh itulah peristiwa dalam suatu ketika dapat terjalin, karena
peristiwa atau kejadian yang terjadi merupakan hasil dari hubungan antartokoh.
Tokoh merupakan bagian struktur cerita yang menyebabkan cerita dapat digerakkan.
Penokohan menurut Nurgiyantoro adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh adalah orang-
(orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (1994: 165).
Penokohan menurut Burhan Nurgiyantoro memiliki pengertian yang lebih luas
lagi. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan
sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah
cerita (1994: 166).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnnya tokoh dalam sebuah cerita,
tokoh dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Menurut Nurgiyantoro, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,
baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (1994: 177). Tokoh-
tokoh utama ini juga selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain sehingga sangat
menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung
ataupun tak langsung.
Dilihat dari penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Nurgiyantoro, tokoh protagonis
menampilkan seuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita
pembaca (1994: 178). Sedang tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan
tokoh protagonis. Kebanyakan tokoh antagonis adalah tokoh yang memunculkan
konflik dalam cerita.Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya
konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab
terjadinya konflik tersebut disebut tokoh antagonis (1994: 129).
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh
sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki
satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak tertentu saja. Ia tak memiliki sifat dan
tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sedang tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
komplek adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu
yang dapat diformalisasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga.
Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakkan tokoh-tokoh cerita dalam
sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, dan tokoh berkembang.
Tokoh statis adalah tokoh yang cerita yang secara esensial tidak mengalami
perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-
peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 1994: 188). Sedang tokoh berkembang adalah
tokoh cerita yang mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan plot yang
dikisahkan.
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (kelompok)
manusia dari kehidupan nyata, Nurgiyantoro membagi dua, yaitu tokoh tipikal dan
tokoh netral (1994: 190). Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau
penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah
lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia
nyata. Sedang tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia
benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam
dunia fiksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c. Alur
Alur merupakan satu unsur dari struktur sebuah novel dan juga merupakan
benang halus yang menghubungkan dalam mengikat tiap-tiap peristiwa dalam cerita
sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tiap-tiap peristiwa itu
merupakan bagian dari keseluruhan cerita. Oleh sebab itu jika ada salah satu bagian
yang dihilangkan janggalah cerita itu. jadi segala peristiwa berhubungan secara
runtun. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan
amanat dari peristiwa-peristiwa serta ada hubungan kausalitas atau sebab akibat yang
wajar antara peristiwa satu dengan yang lainnya.
Alur juga sering disebut dengan kata plot. Plot tidak hanya sekedar rangkaian
peristiwa yang memuat topik-topik tertentu, melainkan mencakup alasan sebab akibat
terjadinya peristiwa. Plot tidak hanya dilihat dari jalannya peristiwa, akan tetapi lebih
jauh lagi dianalisis bagaimana urgensi peristiwa-peristiwa yang muncul tersebut
mampu membangun tegangan atau konflik. Culler (dalam Fananie, 2000:93-94)
mengatakan kedudukan satu peristiwa dengan peristiwa lain harus diletakkan dalam
rangkaian sekuen kualitas hubungan sebab akibat. Perkembangan karakter pelaku,
hubungan dengan latar, atau penyusunan dari rangkaian peristiwa itu sendiri. Hal itu
diistilahkan squance of action.
Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting, bahkan tak sedikit orang
yang menganggapnya sebagai yang tetpenting di antara berbagai unsur fiksi yang
lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksipun sering lebih ditekankan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
pembicaraan plot, walau mungkin mempergunakan istilah lain. Masalah linearitas
struktur penyajian peristiwa dalam karya fiksi banyak dijadikan objek kajian.
Kelley Griffith, Jr (1986:44) menjelaskan fase-fase dalam plot sebagai berikut:
Gambar 2.1 Fase-fase Plot
Lebih rinci dijelaskan oleh Kelley Griffith, Jr, pada tahap pertama situasi
dinyatakan tidak stabil dan diisi dengan perkenalan maupun penjelasan karakter dan
setting dari cerita. Kemudian diceritakan peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan
membentuk cerita hingga mencapai titik puncak konflik. Selanjutnya, terjadi
penurunan konflik yang bersifat menuju sebuah solusi dan cerita diakhiri dengan
penyelesaian konflik.
Burhan Nurgiyantoro berpendapat bahwa peristiwa, konflik, dan klimaks
merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita.
Eksistensi plot itu sendiri sering sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut.
Demikian pula halnya dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
fiksi. Ketiga unsur itu mempunyai hubungan yang mengerucut: jumlahnya cerita
dalam karya fiksi banyak sekali, namun belum tentu semuanya mengandung konflik,
apalagi konflik utama. Jumlah konflik juga relatif masih banyak, namun hanya
konflik-(konflik) tertentu yang dapat dipandang sebagai klimaks (1994: 117).
Pembedaan plot bedasarkan urutan waktu dibagi menjadi tiga., yaitu plot lurus,
plot sorot-balik, dan plot campuran. Plot sebuah novel dikatakan lurus jika peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-(peristiwa) yang pertama
diikuti oleh (atau:menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau,
secara runtutan cerita di mulai dari tahap tengah, awal , dan akhir. Sedang plot sorot
balik, urutan kejadian dikisahkan secara regresif. Cerita tidak diceriutakan dari tahap
awal, melainkan dari tahap tengah atau akhir, barulah kemudian tahap awalnya
dikisahkan. Plot campuran adalah gabungan dari keduanya.
Pembedaan plot bedasarkan kriteria jumlah terbagi menjadi dua, yaitu plot
tunggal dan plot sub-subplot. Karya fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya
mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan sebuah cerita dengan seorang
tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Cerita biasanya hanya mengikuti
perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang
dialaminya. Sedang plot sub-subplot, yaitu sebuah karya fiksi yang memiliki lebih
dari satu alur cerita yang dikisahkan. Struktur plot yang demikian dalam sebuah karya
barangkali berupa adanya sebuah plot utama dan plot tambahan. Plot utama lebih
berperan dan lebih penting dari pada plot tambahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pembedaan plot bedasarkan kriteria kepadatan dibagi menjadi dua, yaitu plot
padat dan plot longgar. Plot padat adalah cerita yang disajikan secara cepat,
peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul secara cepat, hubungan
antarperistiwa juga terjalin secara erat. Sedang plot longgar merupakan kebalikan dari
plot padat. Plot longgar dalam pergantian peristiwa fungsional satu ke peristiwa
fungsional berikutnya tidaklah erat dan berlangsung lambat. Dalam novel berplot
longgar biasanya terdapat peristiwa selingan atau peristiwa tambahan.
d. Latar
Abrams mengungkapkan latar merupakan elemen pembentuk cerita yang
sangat penting dalam karya sastra. Hal itu dikarenakan latar akan dapat menentukan
situasi umum sebuah karya sastra. Pada hakekatnya latar tidak hanya sekedar
menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan
berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan
masyarakat.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting
untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian,
merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping
dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya
tentag latar. Pembaca yang merasa dan menilai kebenaran, ketepatan dan akulturasi
latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa
menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap
dengan perwatakan ke dalam cerita.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan masalah yang berbeda
dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan Latar waktu
berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan
waktu faktual, waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Selanjutnya, latar
sosial adalah menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan Kelley Griffith (1986:52),
yang menyatakan bahwa:
Setting includes several closelyrelated aspects of a work of fiction. First,
setting is the physical, sensuous world of work. Second, it is the time in which
the avtion of the work takes place. And third, it is the social environment of
the characters: the manners, customs, and moral values that govern the
character‟s society.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang pada cerita yang dikisahkannya.
Seperti yang dikemukakan oleh Kelley Griffith:
Point of view is author‟s relationhip to his or her fictional world, especially to
the minds of the characters. Another way of putting this is to define point of
view as the position from which the story is told (1986:56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Harry Show (1972 : 293) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama,
mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya
sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2. Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati
dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata
ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar
cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam
pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari
tokoh.
Sedangkan untuk faktor ekstrinsik, adalah unsur-unsur yang berada di luar
novel, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi struktur novel tersebut. Faktor
ekstrinsik yang pertama yaitu pengarang di mana wawasan dan pengetahuannya
sangat menentukan kualitas karya sastra yang dihasilkannya. Faktor ekstrinsik yang
lain adalah respons masyarakat terhadap karya sastra tersebut yang berupa munculnya
resensi dan artikel media tentang sastra tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra
a. Pengertian Sosiologi
Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) yang berarti bersama-sama, bersatu,
kawan, dan teman, dan kata logi berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Pada
perkembangan berikutnyaa mengalami perubahan makna yaitu sosio berarti
masyarakat dan logi berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan
pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan
jaringanhubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan
empiris (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).
Sosiologi adalah telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang
objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Ssiologi mencoba mencari tahu bagaimana
masyarakat dimungkinkan bagaimana is berlangsung, dan bagaiman ia tetap ada.
Liana Giorgi (2010:1) menyatakan:
“The sociology of literature remains fragmented despite interesting research
within specific disciplines such as literature studies or cultural sociology. This
fragmentation is, however, nothing new. Methodogically, it has something to
do with the disciplinary specialization within the social sciences and
humanities since 1950s. Theoretically, it is related to the normative debate
about the impact of popular or mass culture on arts in society which has been
going on in different contexts since the 16th
century. The present article
advocates an integrated approach to the sociology of literature, based on the
work of Ice Lowenstein and Raymond Williams, and offers the example of
literature festivals as interdisciplinary research sites.”
Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi,
agama, politik dan lain-lain, kesemuanya itu merupakan struktur sosial. Dari hal
tersebut didapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
lingkungannya, tentang mekanisme sosialisaasi, proses pembudayaan yang
menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.
Menurut Soerjono Soekanto (1981:4), sosiologi adalah telaah tentang lembaga
dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi
mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia
berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Berdasarkan pengertian tersebut, sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya.
Sapardi Djoko Damono (1978:6) menyatakan bahwa sosiologi adalah suatu
cabang ilmu yang menelaah secara ilmiah dan objektif tentang manusia dalam
masyarakat, menelaah lembaga dan proses sosial. Aspek sosiologis pada hakikatnya
adalah segi pandangan yang lebih banyak memperhatikan hubungan antara manusia
dalam bermasyarakat (Sosrodihardjo, 1989:78).
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi merupakan
suatu ilmu yang mempelajari segala hal tentang proses sosial yang terjadi dalam
masyarakat.
b. Pengertian Sastra
Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,
refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam
dirinya sendiri, dan masyarakat. Faruk (2010: 40) menyebutkan bahwa nama sastra
sebenarnya merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang digunakan
dalam masyarakat bahasa asing, khususnya Eropa. Dalam bahasa Inggris, sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dinamakan literature, dalam bahasa Jerman dinamakan literature, dan dalam bahasa
Perancis dinamakan literature. Nama susastra yang kurang lebih berarti „tulisan yang
indah‟ juga digunakan dalam masyarakat bahasa Eropa tersebut, yaitu Letterkunde
dalam bahasa Belanda, belles-letters dalam bahasa Perancis (A. Teeuw, 1984).
Jan Van Luxemburg, dkk (1984:25) mengemukakan bahwa sastra dapat
dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu
tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.
Senada dengan pendapat di atas, Sapardi Joko Damono menjelaskan bahwa:
Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, difahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota
masyarakat, yang terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga
sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri
merpakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan
kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataaan sosial.
Sedangkan Wellek dan Warren (1968) merupakan teoretisi yang percaya pada
pengertian sastra sebagai karya inovatif, imajinatif, dan fiktif. Menurut keduanya,
acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi, imajinasi. Tokoh-
tokoh dalam karya sastra itu merupakan hasil ciptaan atau rekaan pengarang yang
muncul begitu saja, tidak mempunyai sejarah, tidak mempunyai masa lalu. Ruang dan
waktu dalam karya sastra pun bukan ruang dan waktu kehidupan nyata. Dalam
hubungan dengan kecenderungan demikian, karya sastra juga dipahami sebagai karya
kreatif, hasil ciptaan pengarang.
Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama, tergantung dari
kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, yang jauh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
lebih penting sebagaimana yang dijelaskan melalui teori resepsi, adalah kemampuan
pembaca dalam memahami suatu karya sastra. Pada umumnya, para pengarang yang
berhasil adalah para pengamat sosial, sebab merekalah yang mampu untuk
mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan cirri-ciri
fiksional (Nyoman Kutha Ratna, 2011:334).
Sastra dipahami sebagai bahasa tertentu yang khusus, yang berbeda dari
bahasa umumnya. Bahasa tersebut cenderung diartikan sebagai bahasa yang indah,
bahasa yang berirama, yang mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan,
ritme, asonansi dan aliterasi, dan sebagainya.
Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan
dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa
sebagai sebuah tata simbolik yang bersifat sosial dan kolektif, karya sastra yang
menggunakan berbagai kata simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan
pengguna bahasa itu.
Menurut Jan Van Luxemburg, dkk (1984:25), hubungan antara sastra dan
masyarakat diteliti dengan berbagai cara:
a. Meneliti faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra,; teks sastra itu
sendiri tidak ditinjau. Demikian misalnya dapat diteliti kedudukan pengarang
di dalam masyarakat, siding pembaca, dunia penerbitan, dan sebagainya.
b. Meneliti hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat.
Sastra digunakan sebagai sumber untuk menganalisis system masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dari berbagai pendapat tersebut, sastra dapat diartikan sebagai hasil pemikiran
pengarang yang dapat diilhami dari kenyataan sosial maupun daya imajinatif yang
dituangkan ke dalam bahasa yang cenderung indah, bahasa yang berirama, yang
mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan, ritme, asonansi dan aliterasi,
dan sebagainya.
c. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
kata sosio (Yunani) yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, dan teman, dan kata
logi berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Pada perkembangan berikutnyaa
mengalami perubahan makna yaitu sosio berarti masyarakat dan logi berarti ilmu.
Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringanhubungan antarmanusia dalam
masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1974:29) menyatakan definisi
sosiologi atau ilmu masyarakat sebagai berikut:
Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk
perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara
unsur-unsur sosioal yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma
sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan
sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbale balik antara pelbagai segi
kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbale balik antara segi
kehidupan, ekonomi dengan segi sosial politik, antara segi hukum dan segi
kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi
dan lainnya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal
terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Dari uraian tersebut sosiologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari
masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam
masyarakat.
Sedangkan sastra berasal dari kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi,
sastra berarti kumpulan alat mengajar, buku petunjuk atau pengajaran yang baik. Kata
sastra bersifat lebih spesifik setelah terbentuk menjadi kata kesusastraan, artinya
kumpulan hasil karya yang baik (Nyoman Kutha Ratna, 2003:1).
Swingewood (dalam Umar Junus, 1986: 2) mendeskripsikan mengenai
masalah sosiologi sastra dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut.
a. Sosiologi dan sastra yang membicarakan tentang tiga
pendekatan. Pertama, melihat karya sastra sebagai dokumen
sosial budaya yang mencerminkan waktu jaman. Kedua,
melihat segi penghasil karya sastra terutama kedudukan sosial
pengarang. Ketiga, melihat tanggapan atau penerimaan
masyarakat terhadap karya sastra berdasarkan pendapat
pembaca.
b. Teori-teori sosial tentang sastra. Hal ini berhubungan dengan
latar belakang sosial yang menimbulkan atau melahirkan
suatu karya sastra.
c. Sastra dan strukturalisme. Hal ini berhubungan dengan teori
strukturalisme.
d. Persoalan metode yang membicarakan metode positif dan
metode dialektik. Metode positif tidak mengadakan penelitian
terhadap karya sastra yang digunakan sebagai data. Dalam hal
ini karya sastra yang dianggap sebagai dokumen yang
mencatat unsur sosio budaya, sedangkan metode dialektik
hanya menggunakan karya yang bernilai sastra. Yang
berhubungan dengan sosio budaya bukan setiap unsurnya,
tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dalam tingkat dasar, yaitu isi, sosiologi, dan sastra berbagi konsep yang sama.
Sosiologi sebenarnya adalah studi yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat. Sedangkan sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat
sebagai usaha manusia untuk menyesuakan diri dan usahanya untuk mengubah
masyarakat itu. Dengan demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk
menciptakan kembali dunia sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarga,
lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan
sosiologi. Dapat disimpulkan bahwa sosiologi dapat memberi penjelasan yang
bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi,
pemahaman kita tentang sastra belum lengkap.
Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis
dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan
antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Hubungan antara pengarang dan
karya sastra berupa kaitan latar belakang pengarang dalam penulisan suatu karya
sastra, sedangkan hubungannya dengan masyarakat dapat dapat diwujudkan dalam
aspek kemasyarakatan yang ada dalam karya sastra dan pendapat pembaca mengenai
karya tersebut.
Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis
ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan
sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan
perasaannya. Akibatnya, hasil penelitian bidang sosiologi cenderung sama, sedangkan
penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan orang seorang
(Sapardi Djoko Damono, 1984:7).
Wellek dan Warren (1956:94) membahas hubungan sastra dan masyarakat
sebagai berikut:
Literature is a social institution, using as its medium language, a social
creation. They are conventions and norm which could have arisen only in
society. But, furthermore, literature „represent‟ „life‟; and „life‟ is, in large
measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or
subjective world of the individual have also been objects of literary
„imitation‟. The poet himself is a member of society, possesed of a specific
social status; he recieves some degree of social recognition and reward;he
addresses an audience, however hypothetical.
Dia menjelaskan bahwa sastra adalah sebuah intitusi sosial yang
menggunakan bahasa sebagai perantaran. Lebih lanjut, sastra menjelaskan banyak
hal tentang hidup, bagaimana gambaran hidup, apa yang dimaksud hidup, dan dalam
hubungan yang lebih luas adalah tentang kenyataan sosial kemasyarakatan.
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Sosiologi sastra
mendasarkan pandangannya pada aspek mimesis. Karya sastra dipandang sebagai
mimesis (tiruan) dari kenyataan (Abrams, 1979: 8). Pandangan tentang tiruan
kenyataan tersebut didasari oleh problem, tema, masalah, dan setting yang ada dalam
karya sastra. Di samping itu, tiruan kenyataan juga erat kaitannya dengan aspek
sosiologis dan budaya dari karya yang ditulis pengarang. Hal yang tidak dapat
dilupakan bahwa dalam peniruan itu, faktor pengarang memegang peranan penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sebab pemilihan tentang bagian mana yang ditiru oleh pengarang adalah merupakan
hasil perenungan atau gagasan pengarang.
Pernyataan bahwa pendekatan sosiologi terhadap sastra bertolak dari
pandangan yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan pencerminan kehidupan
masyarakat juga sesuai dengan pendapat Sapardi Djoko Damono (1993:19) bahwa:
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada
dasarnya tidak berbeda pengertian dengan sosiosastra, pendekatan sosiologi,
atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra. pendekatan sosiologi ini
pengertiannya mencakup beberapa pendekatan, masing-masing didasarkan
pada sikap dan pandangan teoretis tertentu, tetapi semua pendekatan itu
menunjukkan suatu ciri kesamaan,yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra
sebagai institusi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota
masyarakat. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbale
balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas
tentang hubungan timbal balik antara ketiga anasir tersebut sangat penting
artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan manusia terhadap
sastra itu sendiri.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra
merupakan pendekatan yang mengacu pada keberadaan sastra sebagai institusi sosial
menunjukkan gambaran tentang masyarakat., yang diciptakan oleh sastrawan sebagai
anggota masyarakat itu sendiri.
Umar Junus mengemukakan yang menjadi pembicaraan dalam telaah
sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya.
Pembagian telaah sosiologi sastra menurut Umar Junus (1986:3) adalah sebagai
berikut: (1) karya sastra dilihat sebagai dokumen sastra; (2) penelitan mengenai
penghasilan dan pemasaran karya sastra; (3) penelitian tentang penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebanya;
(4) pengaruh sosial budaya terhadap pemciptaan karya sastra; (5) pendekatan genetic
strkturalis dari Goldmann; dan (6) Pendekatan Duvignaud yang melihat mekwiisme
universal dari seni, termasuk sastra.
Wellek dan Warren membuat klasifikasi masalah sosiologi sastra sebagai
berikut: (1) sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial,
dan lain-lain yang berkaitan dengan pengarang sebagai penghasil karya sastra, (2)
sosiologi karya sastra yang memasalahkan apa yang tersirat dalam karya sastra dan
apa yang menjadi tujuannya, (3) sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan
pengaruh sosial karya sastra.
Klasifikasi tersebut juga tidak banyak berbeda dengan yang dikemukakan oleh
Ian Watt (dalam Sapardi Djoko Damono, 1978: 3-4) yang membicarakan tentang
hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat sebagai berikut.
Pertama, konteks-sosial pengarang. ini ada hubungannya dengan posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.
Dalam hal ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si
pengarang sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya
sastranya. Yang terutarna harus diteliti adalah (a) bagaimana si pengarang
mendapatkan mata pencahariannya, (b) profesionalisme dalam
kepengarangan, sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaanya sebagai
suatu profesi. dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat. Yang terutama mendapat
perhatian adalah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada
waktu sastra ditulis, ( b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi
gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, (c) sejauh mana genre
sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh
masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang
menjadi perhatian : (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak
bmasyarakatnya, (b) sejauh mana sastra hanya dapat berfungsi sebagai
penghibur saja, dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan (a)
dan ( b) diatas.
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra
mencakup konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat dapat dilihat
melalui aspek-aspek kemasyarakatan yang diangkat dalam karya tersebut, dan fungsi
sosial karya sastra di dalam masyarakat.
Menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:320), ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan
demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, adalah: (1) Karya sastra
ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin,
sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat; (2) Karya sastra hidup
dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat,
yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; (3) Medium karya sastra,
baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan
sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan, (4) Berbeda dengan
ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra
terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut; (5) Sama dengan masyarakat, karya
sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam
suatu karya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986:129), menjelaskan bahwa sosiologi
sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan
kenyataannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian
konteks pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra
(aspek-aspek sosial dalam teks sastra). Retno Winarni (2009:165) menyatakan bahwa
sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra,
serta peranan karya sastra dengan realitas sosial.
Berdasarkan berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang
menganalisis sastra dalam hubungannya dengan kenyataan sosial dalam masyarakat,
baik dilihat dari sisi pengarang maupun pembaca.
Dalam analisis novel RTJ, digunakan pendapat Ian Watt. Pendapat tersebut
sudah mencakup keseluruhan aspek sebuah karya berdasarkan analisis pendekatan
sosiologi. Ketiga dasar dalam analisis tersebut adalah berdasarkan latar belakang
sosial pengarang, aspek sosial budaya yang ada dalam novel, dan pendapat pembaca
mengenai novel tersebut.
Analisis sosiologis tidak bermaksud untuk mereduksikan hakikat rekaan ke
dalam fakta, sebaliknya, sosiologi sastra juga tidak bermaksud untuk melegitimasikan
hakikat fakta ke dalam dunia imajinasi. Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan
pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa
rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara
imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala
sosial.
Menurut Jabrohim (1994: 223), tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk
mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan
timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas
tentang hubungan timbal balik antara ketiga hal tersebut sangat penting artinya bagi
peningkatan pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri.
3. Hakikat Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran dalam Novel RTJ
a. Aspek Sosial Masyarakat Pinggiran
Sosial dapat diartikan hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau
kepentingan umum. Manusia sebagai individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri. Manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, karena itulah ada
proses sosialisasi dalam kehidupan.
Dalam kehidupan sosial ada faktor yang paling penting, yaitu interaksi sosial.
Interaksi sosial menyangkut hubungan timbal balik antarindividu, antarkelompok
manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia. Kesadaran sangat
dibutuhkan dalam proses interaksi sosial . Kesadaran tersebut menghasilkan sebuah
ideologi dalam proses interaksi sosial antarmasyarakat. Sesuai dengan yang
dikemukakan oleh V.N Volosinov dalam tulisannya yang berjudul Language and
Ideology (1994:44):
“Consciousness becomes consciousness only once it has been filled with
ideological (semiotic) content, consequently, only in the process of sosial
interaction”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama, persaingan, dan
pertikaian. Ciri-ciri dari interaksi sosial adalah (1) pelakunya lebih dari satu orang;
(2) adanya komunikasi antarpelaku melalui kontak sosial; (3) mempunyai maksud
dan tujuan; dan (4) ada dimensi waktu yang akan menentukan sikap aksi yang sedang
berlangsung. Interaksi sosial terjadi jika ada kontak sosial dan komunikasi.
Proses interaksi sosial terjadi dalam lingkungan dimana masyarakat tinggal.
Lingkungan hakikatnya adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari,
dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait seara timbal balik
dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang
memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Sedangkan
lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya kegiatan, yaitu interaksi
sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai, serta
terkait dengan ekosistem dan tata ruang atau peruntukan ruang (Harimanto dan
Winarno, 2011:174). Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki
daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
manuisa dan makhluk hidup lainnya.
Menurut Herimanto dan Winarno (2011:49-51), dalam berbagai kelompok
sosial, manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norma-norma
sosial sebagai patokan untuk bertingkahlaku bagi manusia di dalam kelompoknya.
Norma-norma tersebut adalah norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dan norma hukum. Selain itu, norma dapat dibedakan menjadi empat macam
berdasarkan kekuatan berlakunya dalam masyarakat. Keempat jenis norma itu adalah:
1. Cara
Cara adalah bentuk kegitan manusia yang daya ikatnya sangat lemah.
Pelanggaran dalam norma ini tidak mengakibatkan hukuman yanag berat, tetapi
sekedar celaan.
2. Kebiasaan
Kebiasaan adalah kegiatan atau perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama oleh banyak orang karena disukai.
3. Tata kelakuan
Tata kelakuan adalah kebiasaan yang dianggap sebagai norma pengatur. Sifat
norma ini di satu sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan di sisi lain sebagai suatu
larangan. Dengan demikian, tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat
menyesuaikan diri dengan kelakuan yang ada serta meninggalkan perbuatan yang
tidak sesuai dengan tata kelakuan.
4. Adat istiadat
Adat istiadat adalah tata kelaukan yang telah menyatu kuat dalam pola-pola
perilaku sebuah masyarakat. Norma ini memiliki daya ikat yang sangat kuat, dapat
berisi perintah maupun larangan.
Pada masyarakat pinggiran, unsur-unsur sosial dipengaruhi oleh
ketidakmampuan manusia dalam pemenuhan kebutuhan. Masyarakat pinggiran
identik dengan kemiskinan seperti yang dijelaskan oleh Oscar Lewis dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
penelitiannya (Parsudi Suparlan: 1993). Kemiskinan bukanlah semata-mata
kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran
kebudayaan dan kejiwaan.
Aspek sosial dalam masyarakat dapat diperhatikan melalui segala bentuk
interaksi sosial, peristiwa dalam lingkungan, dan perlakuan norma-norma dalam
masyarakat. Semua hal tersebut merupakan sebuah proses yang masing-masing saling
memanfaatkan peran sosial manusia itu sendiri dalam komunitasnya dengan proses
komunikasi di dalamnya.
b. Aspek Budaya Masyarakat Pinggiran
Kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan kekuatannya dalam
menanggapi, merespons, dan mengatasi tantangan alam dan lingkungan dalam upaya
mencapai kebutuhan hidupnya. Dalam buku Ilmu sosial dan Budaya Dasar,
Herimanto dan Winarno (2011:24) menjelaskan mengenai beberapa pendapat ahli
dalam mendefinisikan makna kebudayaan, antara lain:
1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.
2. Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religious, dan lain-lain, ditambah lagi dengan segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi suatu ciri dalam masyarakat.
3. Edward B. Taaylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
4. Selo Soemardjan dan Soelaiman soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manuisa yang harus dibiasakan dengan belajar beserta dari hasil budi
pekertinya.
Koentjaraningrat (1974:83) membedakan tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1)
kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; (2)
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam
masyarakat, dan (3) kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Kebudayaan mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Ada tujuh
unsur kebudayaan, antara lain: (1) system peralatan dan perlengkapan hidup; (2)
system mata pencaharian hidup; (3) system kemasyarakatan atau organisasi sosial; (4)
bahasa; (5) kesenian; (6) system pengetahun; dan system religi.
Aspek budaya dalam masyarakat dapat dilihat dan dipelajari melalui ideologi
masyarakat, nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Brian V. Street: “there is frequently a crucial relationship
between the ideological fields of personhood and of literacy”. Dalam penjelasan
selanjutnya juga disebutkan adanya hubungan antara ideologi, nilai moral, dan
konteks sosial. Selain itu, aspek budaya dalam masyarakat juga dapat dilihat secara
nyata dari wujud berbagai aktivitas yang biasa dilakukan seperti mata pencaharian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dan peralatan yang digunakan dalam kesehariannya. Setiap komunitas masyarakat
memiliki perbedaan dalam ketiga hal tersebut yang kemudian akan menjadi karakter
atau ciri khas dari system budaya yang dianut dalam kelompok tersebut.
Pengadopsian suatu kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor
lingkungan fisik (Elly M. Setiadi, 2006:39). Terjadi suatu proses keserasian antara
lingkungan fisik dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan tersebut.
Demikian juga hubungannya dengan teknologi. Pada masyarakat pinggiran, fasilitas
yang terkait dengan kemajuan teknologi belum tersedia sehingga pola pikir
masyarakat pinggiran masih berdasarkan pola pikir yang sederhana.
c. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Pinggiran dalam Novel RTJ
Pengkajian tentang aspek sosial dan budaya berkaitan dengan hakikat
masyarakat sebagai manusia sosial dan pencipta budaya dalam wujud ideologi,
kebiasaan atau perilaku yang melingkupinya.
Unsur masyarakat menurut Krech, Crutchfieled, dan Ballachey (Elly M.
Setiadi, 2006: 75) adalah: (1) kolektivitas interaksi manusia yang terorganisasi, (2)
kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama, (3) memiliki kecenderungan
untuk memiliki keyakinan, sikap dan bentuk tindakan yang sama. Pada konsep ini,
masyarakat lebih dicirikan oleh interaksi, kegiatan, tujuan, dan tindakan sejumlah
manusia yang berkecenderungan sama.
Manusia sebagai makhluk sosial akan hidup bersama-sama dengan manusia
lain yang akan melahirkan suatu bentuk kebudayaan. Karena kebudayaan itu sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
diperoleh manusia dari proses belajar pada lingkungan juga hasil pengamatan
langsung.
Menurut Elly M. Setiadi (2006:46), kebudayaan dapat diterima dalam tiga
bentuk, yaitu: (1) melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan, (2) melalui
pengalaman hidup sebagai makhluk sosial, (3) melalui komunikasi simbolis (benda,
tubuh, gerak tubuh, peristiwa, dan sebagainya.
Terdapat berbagai kebudayaan di dunia, tetapi pada dasarnya memiliki
hakikat yang sama, yaitu: (1) terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, (2)
sudah ada sejak lahirnya generasi dan tetap ada setelah pengganti mati, (3) diperlukan
oleh manusia yang diwujudkan lewat tingkah laku, (4) berisi aturan yang berupa
kewajiban, tindakan yang diterima atau tidak, larangan dan pantangan.
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan
tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas
dari masyarakatnya yang tampak dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat
budaya terhadap lingkungan maka dapat diketahui perbedaan antara lingkungan satu
dengan lingkungan lainnya. Sastra dan kebudayaan selalu dikaitkan dengan nilai-nilai
positif, keduanya yang dihasilkan melalui aktivitas manusia berfungsi untuk
meningkatkan kehidupan.
Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan
dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa
yang digunakan oleh karya sastra itu hidup dan berlaku (Faruk, 2010:46). Sastra tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
diperlakukan sebagai lembaga sosial yang tidaak mempunyai otonomi dan
mempunyai kemungkinan untuk mengandung sifat formatif terhadap masyarakat.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan berbagai
macam tingkat, pangkat, dan strata sosial. Hal ini dapat terlihat dan dirasakan jelas
dengan adanya penggolongan orang berdasarkan kasta.
Ada berbagai lapisan dalam penggolongan masyarakat. Penggolongan besar di
dalamnya adalah antara perkotaan dan pedesaan. Terutama pada masyarakat
perkotaan, banyak pemilahan golongan yang dilakukan secara alamiah oleh
masyarakat. Masing-masing memiliki cara bersosialisasi dan berbudaya yang
cenderung berbeda, sebagai ciri khas dari komunitas tersebut.
Berbagai macam tinjauan tersebut erat kaitannya dengan lingkungan.
Lingkungan adalah suatu media tempat makhluk hidup tinggal, mencari
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya.
Dalam penelitian ini, digunakan pendapat Herimanto dan Winarno (2011:34)
yang menyatakan bahwa masyarakat pinggiran merupakan kelompok masyarakat
yang keberadaannya kurang diperhatikan oleh masyarakat pada umumnya karena
karakteristik kelompok tersebut yang serba berkekurangan. Seperti latar pada novel
RTJ, diangkat kehidupan masyarakat pinggiran kota Jakarta. Masyarakat tersebut
dapat dilihat dari pekerjaan para penghuni pemukiman kumuh di daerah tersebut,
kebiasaan masyarakat, dan pola pemikiran tentang kehidupan yang dianut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Masyarakat Pinggiran identik dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah hal
yang selalu dihadapi manusia dan sama tuanya dengan permasalahan kemanusian
serta merupakan sesuatu hal yang nyata. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan dapat
didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu
tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah secara langsung tampak pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang
tergolong orang miskin.
Lingkungan masyarakat pinggiran identik dengan kehidupan anak jalanan.
Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan
kasih sayang karena kebanyakan dalam usia relatif dini sudah harus berhadapan
dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat (Bagong
Suyanto (2003:185). Di sudut-sudut kota sering terjadi anak-anak jalanan harus
bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat
diterima masyarakat umum sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan
untuk membantu keluarganya.
Marginal, rentan, dan eksplotatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk
menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal, karena mereka
melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan
umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan, karena
resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena
mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar yang sangat lemah, tersubordinasi,
dan cenderung menjai objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau
oknum aparat yang tidak bertanggungjawab.
Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para anak jalanan adalah mengamen,
mengemis, membersihkan kaca-kaca mobil, ojek payung, dan yang paling buruk
adalah bekerja sebagai pelacur. Pekerjaan sebagai pelacur banyak dilakoni ketika
anak berkiblat pada perlakuan orangtua atau saudara-saudara yang lebih tua.
Menurut Truong (1992:15), ada tiga unsur utama dalam praktik pelacuran adalah
pembayaran, promiskuistas, dan ketidakacuhan emosional. Lebih jauh dijelaskan
bahwa prostitusi, pelacuran dan persundalan adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh
wanita kepada banyak lelaki dengan imbalan pembayaran guna disetubuhi dan
sebagai pemuas nafsu seks si pembayar, tanpa ikatan pernikahan.
Pola pemikiran masyarakat pinggiran cenderung lebih kuat dan dapat
bertahan. Hal ini dikarenakan tekanan hidup yang keras yang telah diterima sejak
dini. Masyarakat tersebut cenderung memiliki sikap saling membantu dan rasa
solidaritas yang tinggi.
Aspek sosial dan budaya dalam novel dapat dilihat dari latar lingkungan pada
novel, kebiasaan, dan hubungan manusia satu dengan yang lain yang ada pada
lingkungan tersebut. Dari kajian tersebut pada akhirnya akan dihasilkan hal yang
lebih penting terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam novel yang ingin
disampaikan pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
4. Hakikat Nilai Pendidikan
Realitas dalam karya sastra yang baik sebagai hasil imajinasi dan kreativitas
pengarang terkadang dapat memberikan pengalaman total pada pembaca. Dengan
kreativitas dan kepekaan rasa, seorang pengarang bukan saja mampu menyajikan
keindahan rangkaian cerita, melainkan juga mampu memberikan pandangan yang
berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafar, serta beraneka rafam
pengalaman tentang problema hidup dan kehidupan. Bermacam-macam wawasan itu
disampaikan pengarang lewat rangkaian kejadian, tingkah laku dan perwatakan para
tokoh ataupun komentar yang diberikan pengarangnya.
Dengan adanya bermacam-macam wawasan yang dikandung dalm karya
sastra yang bermutu atau berbobot akan selalu mengandung bermacam-macam nilai
didik tentang kehidupan yang bermnfaat bagi pembaca.
Nilai pendidikan berkaitan dengan sastra, Nyoman Tusthi Edy (1983 : 121)
memaparkan sebagai berikut :
“Sastra harus bersifat mendidik. Tetapi dalam perannya sebagai alat mendidik
masyarakat tidaklah harus menggurui atau menunjukkan apa yang hendak
dituju oleh seorang atau masyarakat seperti halnya yang terdapat dalam sastra
propaganda atau sastra slogan Lekra. Ia dapat berupa sesuatu yang menjadi
alat untuk membangkitkan rasa semangat,
memulihkan kepercayaan diri sendiri dan melepaskan ketegangan-ketegangan
batin. Disini letak edukatif karya sastra.”
Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya
sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang
bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang diamaksud dapat mencakup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estestis ( keindahan ). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1990 : 27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan
yag ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai
medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai
kesusilaan, dan nilai agama.
Makna nilai dalam sastra menurut Herman J. Waluyo, (1992 : 28) adalah
“kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang”. Hal ini
berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra
khususnya novel, menunjukkan bahwa pada dasarnya suatu karya sastra akan selalu
mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi
pembaca.
Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan
pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak semiua
karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat
dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika yang dibacanya itu menyentuh
dirinya, maksudnya menyentuh perasaanya.
Berdasar pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengn nilai sastra yaitu sifat-sifat atau hal-hal yang bersifat positif dan berguna dalam
kehidupan manusia dan pantas untuk dimiliki tiap manusia. Dalam pengertian ini,
nilai adalah sesuatu yang berhubungan dengan etika ( baik dan buruk), logika (benar
dan salah), estetika (indah dan jelek).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kehadiran karya sastra sebagai hasil cipta sastrawan tidak saja lahir dari
fenomena-fenomena kehidupan nyata, tetapi datang dari kesadaran bahwa karya
sastra sebagai suatu yang imajinatif dan fiktif. Di samping itu juga adanya
pengembanganekspresi sehigga tercipta karya sastra. Seorang karyawan dalam
menciptakan keindahan juga berkeinginan untuk menyampaikan pikiran, pendapat,
dan saran terhadap sesuatu. Apa yang hendak disampaikan pengarang itu merupakan
nilai-nilai pendidikan.
Berbagai nilai pendidikan dapat ditemukan dalam karya sastra. Nilai didik di
dalamnya tidak hanya terbatas soal kebijakan moralsaja, tetapi ada nilai lain yang
lebih khas sastra. Walaupun masih banyak nilai lain, tetapi jika berbicara tentang nilai
didik, orang langsung berasosiasi kepada moral, etika dan kebajikan. Hal ini wajar
sebab sesuatu yang baik merupakan inti pendidikan. Sastra memiliki nilai didik
kesusilaan, mengandung ilai estetika, dan memperjuangkan hal-hal yang baik dan
benar.
Dari beberapa pendapat tentang nilai penddikan yang terdapat dalam karya
sastra diatas ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa nilai pendidikan yang bisa
diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu diantaranya
adalah yang berhubungan dengan moral, agama, budaya, sosial, dan sebagainya.
a. Nilai Pendidikan Agama
Agama adalah hal yang mutlak dan kehidupan manusia sehingga dari
pendidikan ini diharapkan dapat terbentuk manusia religius. Dojosantoso (dalam
Tirto Suwondo, dkk, 1994:63) menyatakan bahwa “religius” adalah “keterkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan”.
Keterkaitan manusia secara sadar terhadap Tuhan merupakan cermin sekap manusia
religius.
Nilai pendidikn agama atau keagamaan dalam karya sastra sebagian
menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat edukatif
(Burhan Nugiantoro, 2002 : 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat
makhluk yang beragama. Tujuan pendidikan keagamaaan adalah membentuk manusia
yang beragama atau pribadi yang religius. Di samping itu, sesuai Undang-undang
Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia, pendidikan merupakan segi utama yang mendasari semua segi
pendidikan lainnya. Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun pendidikan
kemasyarakatan atau sosial, sebagian besar bersumber dari agama. Betapa pentingnya
pendidikan itu bagi setiap warga negara, terbukti dari adanya peraturan pemerintah
yang mengharuskan pendidikan agama itu diberikan kepada anak-anak sejak
pendidikan di taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi.
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang
menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Herimanto dan Winarno,
2011:129).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan
buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu berada
(Burhan Nurgiantoro, 2002:319). Pendidikan moral memungkinkan manusia memilih
secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar. Pesan-pesan moral dapat
disampaikan pengarang secara langsung dan bisa pula tidak secara langsung. Makin
besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu, maka makin besar moralitasnya.
Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas. Seseorang yang
makin terang pengetahuannya tentang sesuatu yang baaik dan yang tidak baik, akan
mudah mengadakan pilihan.
Moral diartikan sebagai norma dan konsep kehidupan yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat. Nilai-nilai pendidikan moral tersebut dapat mengubah perbuatan,
perilaku, dan sikap serta kewajiban moraldalam masyarakat yang baik, seperti budi
pekerti, akhlak dan etika (Joko Widagdo,2001 : 30).
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra juga bertujuan untuk
mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai pendidikan
moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadatseorang
individu darisuatu kelompokyang meliputi perilaku, tata kramayang menjunjung
tinggi budi pekerti dan nilai susila.
Secara umum moral merujuk pada pengertian baik buruk yang diterima secar
umum mengenai perbuatan dan kelakuan, akhlak, dan kewajiban. Nilai moral
berkaitan dengan pribadi manusia. Nilai moral ini merupakan tata nilai baik buruk
suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, apa yang harus dikerjakan, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
tercipta baik suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik,
serasi dan bermanfaat bagi orang tersebut, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.
Nilai moral dalam karya sastra biasanya bertujuan untuk mendidik manusia
agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai pendidikan moral
menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seorang individu atau
dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila.
c. Nilai Pendidikan Adat / Budaya
Koentjaraninggrat (1985 : 18) mengemukakan bahwa sistem nilai budaya
terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
kelakuan manusia. Nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam cerita dapat diketahui
melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.
Cerita (dalam hal ini adalah novel) sebagai salah satu bentuk karya sastra
dapat memberikan gambaran yang jelas tentang sistem nilai atau sistem budaya
masyarakat pada suatu tempat dalam suatu masa. Nilai-nilai itu mengungkapkan
perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi,
dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi.
Nilai-nilai budaya yang berakar pada adat lokal atau adat daerah yang
dimaksud dalam novel ini adalah adat daerah yang bernuansa kejawaan. Nilai budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kejawaan ini kadang dibalut sekaligus berbenturan dengan nilai-nilai agama yang
dipegang oleh tokoh utama.
d. Nilai Pendidikan Sosial
Sosial dapat diartikan hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau
kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku
sosial dan tata cara hidup soaial. M. Zaini Hasan dan Salladin (1996 : 83) menyatakan
nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk
memperoleh makna atau penghargaan yang tinggi. Pendapat lain dikemukakan oleh
Arifin L. Bertrand (dalam M. Munandar Soelaeman, 1998 : 9) bahwa nilai sosial
adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu obyek , gagasan ,
ataau orang.
Dengan demikian dapat dikatakan baahwa manusia selain makhluk individu,
juga sebagai makhluk sosial karena ia tidak dapat lepas dalam hubungannya dengan
manusia lain. Nlai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya
kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan lainnya.
Bertolak dari beberapa pengertian sosial diatas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial
adalah suatu aspek-aspek budaya yang disertai kesadaran emosi terhadap obyek untuk
memperoleh makna atau penghargaan.
Karya sastra juga mengungkapkan nilai pendidikan sosial. Dengan membaca
banyak karya sastra, diharapkan perasaan pembaca lebih peka terhadap persoalan-
persoalan kemanusiaan, lebih dalam penghayatan sosialitasnya, sehingga lebih
mencintai keadilan dan kebenaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat
direnungkan . Dalam karya sastra dengan ekspresinya, pengungkapan nilai sosial
berpadu dengan tata kehidupan sosial yang sebenarnya. Pada akhirnya dapat
dijadikan cermib atau sikap pembacanya (Suyitno, 1986 : 31). Lebih jauh Suyitno
menjelaskan bahwa karya sastra dapat berfungsi sebagai daya penggoncangan nilai-
nilai sosial yang sudah mapan. Dasar dari pendidikan soial adalah bahwa manusia itu
merupakan kawan sosial bagi manusia lain.
Nilai pendidikan sosial yang diambil dari sebuah cerita, dalam hal ini adalah
novel bisa dari hal-hal yang bersifat positif aataupun negatif. Kedua hal tersebut perlu
disampaikan agar kita dapat memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Segi
positif harus ditonjolkan sebagai hal yang patut ditiru dan diteladani. Demikian pula
segi negatif perlu dikatakan serta ditampilkan pada pembaca. Hal ini dimaksudkan
agar kita tidak tersesat, bisa membedakaan mana yang baik dan mana yang buruk.
Seperti orang belajar, tidak akan berusaha untuk bertindak lebih baik, jika tidak tahu
hal-hal jelek yang tidak pantas dilakukan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang studi sastra telah banyak dilakukan. Berikut ini beberapa
penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:
1. Novel Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap Karya Fira Basuki (Tinjauan Sosiologi
Sastra dan Nilai Pendidikan), penelitian ini dilakukan oleh Ratna
Purwaningtyastuti pada tahun 2006 Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang kajian sosiologi sastra
dan nilai pendidikan yang ada dalam novel Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap yang
merupakan novel trilogi karya Fira Basuki dengan menggunakan teori sosiologi
sastra. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa novel tersebut menggambarkan
keberadaan manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam
kehidupan yang melingkupinya.
2. Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere-Liye (Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Nilai Pendidikan), penelitian ini dilakukan oleh Theresia Sri Susetianingsih pada
tahun 2010 Universitas sebelas Maret Surakarta.
Dalam penelitian ini secara fokus dikaji tentang ekspresi cinta yang
ditunjukkan oleh masing-maisng tokoh dalam kehidupan keluarganya dan juga
cara tokoh dalam membangun ekonomi keluarga. Pembahasan mengenai
ekspresi cinta para tokoh ditinjau dari beberapa aspek antara lain: (1)
memberikan kasih sayang dan rasa aman; (2) memberikan perhatian di antara
anggota keluarga; (3) membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga; dan
(4) memberikan identitas keluarga. Sedangkan perekonomian keluarga dibangun
dengan cara berwiraswasta oleh tokoh, diceritakan mengenai proses produksi,
distribusi, dan pencarian modal.
3. Wendy Griswold. 1981. “American Character and the American Novel: An
Expansion of Reflection Theory in the Sociology of Literature”. American
Journal of Sociology, Vol. 86, No. 4, pp. 740-765.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Dalam jurnal ini penulis mencoba untuk menentukan bagaimana sastra
"mencerminkan" masyarakat, penelitian ini menggambarkan analisis sampel acak
dari 130 novel yang diterbitkan di Amerika Serikat selama akhir abad 19 dan abad
20 awal. Hasilnya adalah novel sampel mencerminkan posisi pasar yang berbeda
diduduki oleh dua kelompok penulis karena ada atau tidak adanya perlindungan
hak cipta internasional, tuntutan formal genre, jenis kelamin penulis, dan
beberapa karakteristik khas nasional, termasuk perawatan ras, kelas menengah
protagonis, dan pengaturan domestik.
4. Wendy Griswold. 1993. “Recent moves in the sociology of literature”. Annual
Review of Sociology, Vol. 19
Dalam jurnal ini, penulis mengemukakan pendapatnya bahwa sosiologi
sastra adalah seperti amuba: tidak memiliki struktur perusahaan, tetapi telah
mengalir sepanjang dalam arah tertentu. Penulis membahas tentang pembaca
sebagai pusat dari nyawa sosiologi sastra.
5. Karen A. Hegtvedt. 1991. ” Teaching Sociology of Literature through Literature”.
Teaching Sociology , Vol. 19, No. 1 pp. 1-12.
Dalam jurnal ini dijelaskan program yang dirancang untuk
mengintegrasikan dua cara di mana sosiolog meneliti sastra. Kerangkanya adalah
bahwa sosiologi sastra, yang menekankan pendekatan struktural eksternal untuk
studi sistematis dari produksi dan konsumsi sastra di masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
6. Jurgen Gerhards, Helmut K. Anheier. 1989. ” The Literary Field: An empirical
Investigation Of Bourdieu‟s Sociology Of Art”. International Sociology, Vol. 4
no. 2 131-146.
Dalam penelitian ini, diteliti mengenai budaya sosial pada masyarakat
rendah dan budaya dalam sastra. Hasilnya adalah kajian bidang sastra dalam
sosial masyarakat dibedakan menjadi tiga macam yaitu elit, menengah, dan
pinggiran.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pendahuluan dan kajian teori tentang novel, pendekatan sosiologi
sastra, aspek sosial budaya masyarakat pinggiran, dan nilai pendidikan, dapat disusun
sebuah kerangka berpikir. Salah satu karya sastra berupa prosa yang dapat dianalaisis
dengan pendekatan sosiologi sastra adalah novel. Novel merupakan sebuah karya
sastra yang menceritakan alur cerita secara lengkap, sehingga dapat dianalisis
berbagai aspek yang ada di dalamnya untuk menemukan hubungan-hubungan antara
tokoh, alur, setting, hingga aspek-aspek kemayarakatan yang membentuk cerita
tersebut.
Hubungan novel dengan tinjauan sosiologi sastra dalam penelitian ini,
dijelaskan dalam analisis aspek budaya masyarakat pinggiran yang menjadi latar dari
novel RTJ dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Analisis aspek tersebut
dilihat dari berbagai macam segi, seperti pendidikan masyarakat, pekerjaan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sumber penghidupan, bahasa sebagai alat komunikasi, karakteristik tempat tinggal,
dan kesederhanaan pola pikir.
Dari setiap peristiwa yang terjadi sehari-hari, banyak ditemukan nilai-nilai
yang relevan dengan kehidupan masyarakat. Salah satu nilai yang terkandung dalam
novel adalah nilai pendidikan. Nilai pendidikan yang dapat ditemukan dalam novel,
antara lain: (1) nilai pendidikan agama, (2) nilai pendidikan sosial, (3) nilai
pendidikan adat/budaya, dan (4) nilai pendidikan moral.
Uraian kerangka berpikir di atas dapat disajikan dalm gambar berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Novel RTJ karya Asma Nadia
Aspek sosial
budaya
Pengaruh sosial
terhadap
masyarakat
Nilai
pendidikan
Totalitas makna karya sastra
novel RTJ karya Asma Nadia
Latar
belakang sosial
pengarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini tidak terpancang pada satu tempat. Penelitian ini bias dilakukan
di perpustakaan, di rumah, maupun di tempat tertentu yang memungkinkan. Dalam
penelitian ini, peneliti menyiapkan objek yang akan diteliti yaitu novel yang sesuai
dengan judul penelitian itu sendiri, yaitu Novel Rumah Tanpa Jendela.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 hingga Maret 2012.
Kegiatan penelitian meliputi persiapan, pengumpulan sekaligus penganalisisan data,
dan penyusunan laporan penelitian. Sesuai dengan karakter penelitian kualitatif,
waktu dan kegiatan penelitian bersifat fleksibel.
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Selanjutnya, rincian mengenai waktu dan jadwal kegiatan penelitian diuraikan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel. 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No Bulan ke
Jenis
Kegiatan
Oktober November Desember Januari Februari Maret 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1 Persiapan V
V
2 Penyusunan
proposal
penelitian
V
V
V
V
3 Pengumpulan
data
V
V
V
V
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
4 Penganalisisan
data
V
V
V
V
V
V
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
5 Penyusunan
laporan
penelitian
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
B. Bentuk / Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Pendeskripsian dalam
penelitian ini meliputi aspek sosial budaya dalam novel ini, berbagai macam aspek
sosial yang digambarkan dalam novel ini juga perlu dikaji lebih dalam untuk
mengetahui kesesuaian dengan realitas kehidupan yang ada dalam masyarakat,
sekaligus pengaruh yang didapatkan pembaca melalui novel ini mengenai pandangan
hidup dan perubahan yang bisa didapatkan setelah membaca novel RTJ ini. Selain itu,
juga dikaji mengenai nilai pendidikan yang ada dalam novel yang terdiri dari nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
pendidikan moral, nilai pendidikan agama, nilai pendidikan adat atau budaya, dan
penelitian sosial.
Dalam penelitian cukup banyak metode yang dikenal, akan tetapi penggunaan
suatu metode harus sesuai dengaan objek penelitian dan tujuan penelitian. Adapun
jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini metode content analysis atau
analisis dokumen (H.B. Sutopo, 1996:55). Metode ini diambil peneliti karena data
utama yang penelitian ini berupa teks-teks yang terdapat dalam novel RTJ. Dalam
metode ini, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen
atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data atau informasi penting yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini
berupa data kualitatif. Informasi tersebut berupa kalimat-kalimat dalam dialog dan
narasi. Selain itu juga data berupa latar belakang sosial pengarang dan pendapat dari
para pembaca. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui membaca secara berulang-
ulang novel RTJ karya Asma Nadia dan referensi lainnya.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Novel Rumah Tanpa Jendela
Novel RTJ karya Asma Nadia merupakan sumber data utama yang digunakan
dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
b. Biografi Pengarang
Biografi pengarang meliputi kehidupan pengarang dari segala aspek,
utamanya adalah latar belakang sosial pengarang. Hal ini berkaitan dengan
penciptaan novel RTJ yang kental dengan unsur-unsur sosial masyarakat. Data
mengenai biografi pengarang didapatkan dari novel-novel karya pengarang tersebut,
informasi dari koran dan media internet.
c. Komentar-komentar pengarang lain dan masyarakat tentang novel RTJ
Komentar pengarang lain dan pembaca dibutuhkan dalam menganalisis
pengaruh sosial novel RTJ pada masyarakat, yaitu dengan mengkaji berbagai
pandangan dari pembaca tersebut dan dalam kaitannya dengan realita kehidupan
kemasyarakatan. Informasi ini diperoleh dari hasil wawancara dan forum bacaan
Asma Nadia yang terdapat pada media internet.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini:
a. Wawancara, adalah menggali informasi dari para pembaca novel RTJ untuk
mengetahui berbagai tanggapan yang diperlukan untuk analisis sebagai bahan
laporan penelitian. Peneliti akan memilih pembaca novel dengan latar belakang
social yang berbeda-beda, karena novel ini cocok untuk dibaca oleh semua umur.
Pembaca tersebut antara lain siswa SMA, mahasiswa, guru, dosen, dan ibu rumah
tangga. Selain itu, proses wawancara juga diperoleh dari media komunikasi online
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
antarpembaca novel RTJ dalam beberapa blog yang sudah ada sejak novel RTJ
diterbitkan dan film RTJ disosialisasikan.
b. Analisis dokumen, analisis dokumen berupa data-data dalam novel, buku-buku
yang relevan dengan penelitian, dan komentar-komentar dari pembaca novel RTJ.
Melalui metode ini data-data yang termuat dalam novel dikumpulkan sebagai
perbendaharaan data untuk dapat digunakan sebagai bukti atau keterangan dalam
melakukan pengkajian data selanjutnya yang sudah terkumpul atau teridentifikasi
itu dapat dianalisis.
E. Validitas Data
Moleong mengungkapkan bahwa triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang berfungsi sebagai pembanding atau pengecekan terhadap data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu (2000:178). Terdapat empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu: (1) pemanfaatan menggunakan
sumber; (2) metode; (3) penyidik; dan (4) teori.
Dalam penelitian ini, uji validitas data yang digunakan adalah teknik
triangulasi sumber dan teori (Moleong, 2000:178). Teknik triangulasi sumber data
yaitu triangulasi yang mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data wajib
menggunakan beraneka ragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sejenis
atau sama akan lebih valid jika diperoleh dari beberapa sumber data yang berbeda.
Sedangkan triangulasi teori memungkinkan adanya banyak teori yang dapat
digunakan untuk mendukung keabsahan sebuah penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
F. Teknik Analisis Data
Data utama yang dalam penelitian adalah novel RTJ. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan interactive model of analysis atau model analisi interaktif
oleh yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002:186).
Analisis ini melibatkan hal-hal berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen dengan melakukan
pembacaan secara berulang-ulang/ intensif terhadap novel RTJ.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan ketika proses penelitian. Proses ini berlangsung dengan cara
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu rakitan oraganisasi informasi, deskripsi dalam
bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.
4. Penarikan Simpulan
Kegiatan analisis data yang keempat adalah menarik simpulan dan verifikasi.
Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
dan kecocokannya, yang merupakan validitasnya. Simpulan juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung.
Secara lebih jelas model analisis data tersebut dapat disajikan dalam gambar berikut.
Gambar 3.1. Analisis Model Interaktif
Pengumpulan Data
Penyajian Data Reduksi
Data
Penarikan Simpulan
/Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ
a. Riwayat Hidup Asma Nadia
Asma Nadia adalah nama pena Asmarani Rosalba yang lahir di Jakarta 26
Maret 1972 dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti. Nama Asma Nadia
diberikan oleh kakaknya yang bernama Helvy Tiana Rosa, yang juga seorang penulis
terkenal. Asma adalah seorang istri dari lelaki bernama Isa Alamsyah yang telah
dikaruniai dua orang anak, bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra
Firdaus (http://rumahbacaasmanadia.com/category/catatan-asma-nadia/).
Pada Tahun 80-an, hampir semua kota besar di tanah air dibanjiri buku-buku
cerita tentang akhirat. Buku itu menceritakan orang yang masuk neraka, mereka
dibakar dengan api sangat panas atau ditusuk pedang tajam.. Rani, panggilan kecil
Asma Nadia takut dan ngeri membacanya, Karena Iseng-iseng membaca buku jenis
itu, ia merasa takut, hingga terbawa ke tidurnya. Suatu malam, Rani bermimpi seram.
Gadis kecil itu terkaget, kemudian terbangun, segera diambilnya bantal untuk
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
menutup wajahnya. Namun tanpa sengaja, gerakan cepat itu menyebabkan bagian
belakang kepala Rani terbentur besi kasur. Dia pun geger otak dan harus mengalami
perawatan. Setelah sembuh, Rani kembali sekolah. Uniknya, dia terus mendapat
peringkat satu hingga SMA. Sebelumnya, Rani berada di peringkat kedua.
Dalam sumber http://achmatim.blogsome.com/2005/12/10/asma-nadia-tidak-
pede-membawa-nikmat/ diceritakan bahwa setelah lulus dari SMU 1 Budi Utomo,
Jakarta, dia memasuki masa kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), Rani harus terus
berobat. Karena dampak dari benturan saat kelas satu SD itulah, Rani terpaksa
berhenti dari IPB. Saat itu dia berada di tingkat dua jurusan mekanisasi pertanian.
Asma tidak merasa putus asa, dia mencoba mengembangkan bakat terpendam:
menulis cerpen dan novel.
Menurut Asma Nadia, menulis dan membaca adalah kembar. Asma bercerita,
kebiasaan membacanya terbentuk ketika ia sakit-sakitan. Ada lima jenis penyakit
yang menyerang dirinya, yang membuat ia harus terbaring di rumah sakit selama
hampir 10 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Asma merasa dengan
membaca, penantian yang begitu panjang menjadi lebih pendek. Karena suka
membaca untuk memperpendek penantian yang panjang itu, selesai membaca suatu
buku, bundanya, Maria Eri Susianti, selalu membelikan buku baru.
Sejak kecil Asma sudah senang menulis puisi dan lagu. Helvy Tiana Rosa,
sang kakak yang juga penulis ternama, juga banyak menulis cerita. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tentang kemampuan menulis lagu itu berasal dari ayah Asma, Amin Ivo‟s, yang
merupakan seorang pencipta lagu. Salah satu lagu ciptaannya, „‟Kau Bukan Dirimu'‟,
dinyanyikan Dewi Yull.
Mulai SMP Asma telah belajar menulis cerpen. Jenis cerita yang mulai
digarapnya adalah jenis cerita remaja. Hal tersebut bukan karena belum banyak
penulis yang memfokuskan diri pada dunia itu, namun karena kecintaan dan rasa
senang yang besar untuk menggali kisah-kisah remaja. Pada kelas tiga SMP dia
merasa menulis itu memerlukan sebuah misi, sehingga dia mulai menulis cerita
dengan tema-tema universal.
Pada awalnya Asma mengaku tidak merasa percaya diri atas karya yang
dibuatnya. Dukungan dari kakaknyalah yang memeiliki peran kuat untuk Asma
berusaha menjadi penulis yang baik. Dan akhirnya pada 1994 dan 1995, majalah
Ummi memberi penghargaan kepada Asma sebagai juara penulisan cerpen..
Asma memang tidak mengalami masa penolakan oleh penerbit atau surat
kabar. Cerpen pertamanya berjudul “Surat Buat Assadullah di Surga”, di muat di
Annida pada 1990. Begitu seterusnya, majalah seperti Ummi, Sabili, dan lainnya,
menjadi tempat berkiprah wanita ini.
Asma Nadia adalah salah satu penulis best seller yang paling produktif di
Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun, dia sudah menulis lebih dari 50 buku dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
memperoleh berbagai penghargaan nasional dan regional di bidang kepenulisan.
Beberapa penghargaan tersebut di antaranya, Pengarang Terbaik Nasional penerima
Adikarya Ikapi Award tahun 2000, 2001, dan 2005, peraih penghargaan dari Majelis
Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2005, Anugrah IBF Award sebagai novelis
islami terbaik (2008), peserta terbaik lokakarya perempuan penulis naskah drama
yang diadakan FIB UI dan Dewan Kesenian Jakarta.
Kiprah Asma Nadia bahkan juga sudah merambah ke dunia internasional. Ia
pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia, dan Brunai
Darussalam. Tahun 2006, ia menjadi satu dari dua sastrawan muda Indonesia yang
diundang untuk tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama 6 bulan. Undangan
yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009) untuk tinggal di Swiss.
Sedangkan sebagai pembicara, Asma pernah diundang untuk antara lain pada
forum Seoul Young Writers Festival dan The 2nd Asia Literature Forum di Gwangju,
serta memberikan workshop kepenulisan di berbagai pelosok tanah air, juga kepada
pelajar Indonesia di Mesir, Swiss, Inggris, Jerman, Roma dan Vatican, serta buruh
migran di Hong Kong dan Malaysia.
Sekalipun tidak mempunyai gelar kesarjanaan karena menderita beberapa
penyakit internal seperti jantung, paru-paru, gegar otak dan tumor, Asma Nadia telah
berbicara di hadapan lebih banyak orang termasuk di berbagai universitas ternama di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Indonesia, seperti Universitas Indonesia, ITB, UNPAD, UGM, IPB, Universitas
Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, dan beberapa universitas lain-lain.
Karya-karya Asma Nadia di antaranya adalah: (1) Derai Sunyi, novel,
mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA); (2) Preh (A
Waiting), naskah drama dua bahasa, diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta; (3)
Cinta Tak Pernah Menar, kumpulan cerpen, meraih Pena Award; (4) Rembulan di
Mata Ibu (2001), novel, memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI sebagai buku
remaja terbaik nasional; (5) Dialog Dua Layar, memenangkan penghargaan Adikarya
IKAPI, 2002; (6) 101 Dating meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005; (7) Jangan
Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller; (8) Emak Ingin Naik Haji: Cinta
Hingga Ke Tanah Suci (AsmaNadia Publishing House); (9) Jilbab Traveler
(AsmaNadia Publishing House); (10) Muhasabah Cinta Seorang Istri; (11) Catatan
hati bunda, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sedangkan karya-karya berikut ditulis bersama penulis lain: (1) Ketika
Penulis Jatuh Cinta, Penerbit Lingkar Pena, 2005; (2) Kisah Kasih dari Negeri
Pengantin, Penerbit Lingkar Pena, 2005; (3) Jilbab Pertamaku, Penerbit Lingkar
Pena, 2005; (4) Miss Right Where R U? Suka Duka dan Tips Jadi Jomblo Beriman,
Penerbit Lingkar Pena, 2005; (5) Jatuh Bangun Cintaku, Penerbit Lingkar Pena,
2005; (6) Gara-gara Jilbabku, Penerbit Lingkar Pena, 2006; (7) Galz Please Don‟t
Cry, Penerbit Lingkar Pena, 2006; (8) The Real Dezperate Housewives, Penerbit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Lingkar Pena, 2006; (9) Ketika Aa Menikah Lagi, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (10)
Karenamu Aku Cemburu, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (11) Catatan Hati di Setiap
Sujudku, Penerbit Lingkar Pena, 2007; (12) Badman: Bidin; (13) Suparman Pulang
Kampung; (14) Pura-Pura Ninja; dan (15) di Setiap Sujudku (kumpulan tulisan dari
mailing list).
Tulisan-tulisan Asma Nadia menggunakan gaya bahasa yang lugas, inspiratif
dan sederhana. Sehingga tidak memerlukan pemahaman yang panjang untuk dapat
mengambil hikmah yang terkandung di dalam tulisan-tulisannya. Pembaca pun akan
terbawa kedalam dunia khayal yang diciptakan Asma Nadia sehingga emosi yang
bergejolak dalam tulisan-tulisan tersebut mempengaruhi pembaca. Dia pun mampu
menciptakan karakter-karakter tokoh yang kuat, sederhana namun unik.
Pencitraan dari tiap karakter yang diciptakannya tidak asing bagi pembaca
karena tokoh-tokoh tersebut tercipta dari pencerminan diri pembaca masing-masing,
sosok yang nyata dalam kehidupan dan golongan masyarakat kelas bawah yang
terlukis dengan sangat rapih dari tiap goresan-goresan penanya. Sehingga tanpa sadar
pembaca terbawa oleh emosi yang disajikannya pada tiap-tiap segmentasi tulisannya.
Seperti sedikit dari penggalan tulisannya dalam buku Istana Kedua,
“Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki, kenapa
cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan?”(Asma
Nadia, Istana Kedua).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Terlihat sangat jelas isi dari buku Istana Kedua mengangkat sebuah isu sosial yang
sangat sensitif, yang dimana di dalam islam sebagai suatu syariat yaitu poligami.
Asma Nadia dengan sangat cerdasnya mampu mengolah rasa dan karsanya menjadi
sebuah karya yang sangat indah tanpa harus mempertentangkanya lebih jauh soal
syariat tersebut. Dan banyak juga tulisan-tulisan Asma Nadia dalam buku-bukunya
baik berbentuk cerpen maupun novel yang mengangkat tentang isu-isu sosial yang
banyak pertentangan pro dan kontra, akan tetapi Nadia mampu menyajikannya
dengan sangat cerdas yang dengan kehati-hatiannya sehingga tidak terjadi polemik
yang sangat berarti dari pembacanya. Justru menggugah hati dan pikiran para
penikmat tulisannya untuk peka terhadap kontroversi isu-isu sosial yang berkembang
dimasyarakat, tidak hanya sekedar sebagai sapi ompong yang berdiam diri tanpa ilmu
dan wawasan untuk mengkritiknya.
b. Kehidupan Sosial Pengarang Novel RTJ
Kehidupan sosial Asma Nadia sangat terlihat dari kesehariannya, kiprah
berorganisasinya, dan pendirian rumah baca atas nama Asma Nadia. Dalam blog
pribadinya (www.asmanadia.net), diceritakan mengenai kiprah sosial Asma Nadia
secara lengkap. Dalam kehidupan sehari-hari, Asma Nadia selalu memperhatikan
lingkungan sekitarnya terutama peran orang-orang yang ada di dekatnya. Dia banyak
meluangkan waktu untuk kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat
yang tidak mampu, terutama anak-anak. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
penulisan novel Rumah Tanpa Jendela. Kehidupan anak-anak yang tidak dapat
bersekolah karena himpitan ekonomi sangat dekat dengan dirinya.
Berdasarkan riwayat kesehatannya, Asma tidak diperkenankan untuk bekerja
keras secara fisik, oleh karena itu keperluan makan dan mengurus sebagian besar
rumahnya dilimpahkan kepada pengasuhnya. Terhadap para pengasuhnya itu, Asma
selalu mengingatkan kedua anaknya untuk tidak menganggapnya sebagai pembantu.
Dia sangat memperhatikan nasib kehidupan para pembantu, sehingga dia pun menulis
novel berjudul Derai Sunyi.
Asma Nadia memiliki banyak impian. Impian terbesarnya adalah menciptakan
pendidikan yang layak untuk anak-anak yang tidak bisa memperolehnya karena
terhimpit kemiskinan. Oleh karena itu, Asma merupakan penulis yang banyak
mengangkat tema sosial, salah satunya adalah novel RTJ.
Harapan besar mengenai kehidupan yang lebih baik bagi lingkungan
sekitarnya selalu terpatri dalam langkah sosialnya. Salah satunya adalah menciptakan
rumah pencerahan untuk lingkungan sekitarnya. Seperti yang dikutip dalam Surabaya
Post Online edisi Kamis, 28/07/2011, 11:42 WIB, harapan tersebut berawal dari kisah
perjalanan yang sengaja dilakukannya dengan temannya. Mereka menyusuri jalan-
jalan ibu kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Asma melalui daerah Bongkaran tanah abang, melihat gubuk-gubuk di sisi
kiri rel kereta api, rumah-rumah minum, dan tempat yang biasa digunakan untuk
pelacuran. Dia menyadari betapa berbedanya apa yang dia lihat dengan situasi yang
dia bayangkan hanya dari riset pustaka.
Kemudian dari Bongkaran Asma melanjutkan perjalanan ke Kalijodo (yang
kemudian catatan perjalanan ini menjadi bahan yang memberi dia energi lebih ketika
menulis Ada Rindu di Mata Peri), Dari sana dia melanjutkan berjalan ke daerah Rawa
Bebek, Penjaringan. Dengan negosiasi yang alot sebelumnya, di daerah tersebut dia
sempat melakukan wawancara dengan seorang pelacur di kamar sempit yang biasa
dipakai.
Dalam perjalanan pulangnya, Asma diajak oleh seorang teman untuk berjalan
menyusuri rumah-rumah di kolong jembatan. Suasana yang gelap dan tanpa jendela-
jendela yang menampung matahari, meskipun suasana siang dan matahari sedang
garang-garangnya, sebab jalanan di atas mereka menutup cahaya apapun, kecuali bagi
yang tinggal agak keluar. Begitulah, lalu Asma sampai di sebuah lokasi di pasar, tak
jauh dari kolong jembatan. Sebidang tanah yang dibuat kios ala kadarnya, dan
disewakan lalu dananya dipakai untuk menyantuni anak-anak yatim yang dikelola
FOJIS (Forum Pengajian Subuh) sejak lama. Tanah di atas kios itu berukuran 3 x 2.5
meter. Dari tanah inilah, Asma Nadia menggagas ide berdirinya Rumah Cahaya.
Rumah Cahaya didirikan dengan memanfaatkan rumah wakaf Dompet Dhuafa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dipinjamkan kepada FLP untuk bisa dijadikan Rumah Baca dan Hasilkan Karya
(Rumah Cahaya). Inilah sejarah berdirinya Rumah Cahaya yang dikelola oleh Asma
Nadia. Saat ini ada 40 rumah baca sederhana untuk membaca dan beraktivitas bagi
anak-anak dan remaja kurang mampu. Saat ini RBA ada di berbagai pelosok tanah
air, Gresik, Bogor, Balikpapan, Pekanbaru, Jogja, Papua, Tenggarong, dan daerah
lainnya.
Sejak tahun 2009 awal, Asma merintis penerbitan sendiri yang diberi nama
Asma Nadia Publishing House. Beberapa buku yang diterbitkan telah dialihkan ke
layar lebar, berjudul Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela. Seluruh
royalti dari buku tersebut dan beberapa persen dari tiket bioskopnya diberikan untuk
mewujudkan misi sosialnya. Dari film Emak Ingin Naik Haji, royaltinya
didedikasikan untuk orang-orang yang sangat berniat untuk menunaikan ibadah haji
tetapi tidak mampu. Sedangkan film Rumah Tanpa Jendela, royaltinya didedikasikan
untuk kemajuan rumah baca Asma Nadia di seluruh daerah di Indonesia.
2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ
Sebuah karya sastra berupa cerita rekaan menampilkan latar belakang sosial
budaya masyarakat. Aspek sosial budaya merangkai peristiwa dengan hubungan
antarmanusia dan kebiasaan yang terkemas dalam lingkungan yang melatari sebuah
cerita. Aspek sosial budaya yang ditampilkan dapat berupa pendidikan, pekerjaan,
bahasa, tempat tinggal, kebiasaan, dan cara memandang segala sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Kelompok masyarakat yang dijadikan latar sosial dalam novel ini adalah
kelompok masyarakat pinggiran. Masyarakat pinggiran identik dengan kemiskinan,
selain itu keberadaannya juga terpinggirkan atau dikucilkan oleh masyarakat pada
umumnya. Karena itulah akan menjadi hal yang penting untuk dikaji mengenai
pendidikan anak-anak, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, dan cara
pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan. Masyarakat pinggiran memiliki
ciri khas yang membedakan golongan tersebut dari kelompok masyarakat pada
umumnya.
1. Pendidikan Anak-anak
Dalam kehidupan masyarakat pinggiran, pendidikan yang layak dianggap
sebagai sesuatu yang mewah.
Sekolah, itu mimpinya yang lain. Tetapi Bapak dan Ibu belum punya cukup
uang untuk membayar seragam, dan biaya lain-lain (2011:13).
Masyarakat tersebut tidak mengenal dengan baik kemajuan teknologi yang
berkembang pada masyarakat modern. Keterbatasan tersebut dapat ditunjukkan dari
ketidaksesuaian antara usia anak-anak dengan kemampuan akademik yang
seharusnya mereka miliki pada usianya tersebut.
Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-
anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca dan menulis
(2011:23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Kemewahan nilai sebuah pendidikan juga ditunjukkan dalam reaksi yang
diperlihatkan anak-anak dari kampung kumuh di pinggiran Jakarta Pusat itu. Anak-
anak merasa mimpinya selama ini akhirnya dapat terwujud.
Seperti mendapatkan anugerah akan mimpi yang tak pernah dicatatnya, hari itu
Rara mulai sekolah. Memang agak telat karena usianya sudah hampir sembilan
tahun. Anak-anak di kampung Rara sekarang punya sekolah. Tidak harus iri
setiap melihat sekolahannya Obama. Walau sederhana, mereka bisa belajar
setiap hari. Ada buku tulis, pensil, buku-buku cerita, kertas gambar dan bahkan
crayon, yang sering menjadi rebutan anak-anak saat Bu Alia meminta mereka
menggambar (2011:48).
2. Pekerjaan
Masyarakat pinggiran identik dengan kemiskinan. Hal ini ditunjukkan dengan
pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan dari masyarakat tersebut.
Selebihnya sama saja. Bapak masih memulung atau menjual ikan hias di
dalam pikulan kayu. Pemandangan yang langka di Jakarta, sebab tukang ikan
hias lain zaman sekanang sudah menggunakan gerobak dengan toples-toples
kaca atau kantong-kantong plastik yang digantungkan dan berisi ikan-ikan
hias (2011:14).
Sementara ibu sepenti biasa memanfaatkan waktu-waktu kosong untuk
memisah-misahkan tumpukan sampah. Gelas-gelas dan botol plastik
dikumpulkan dan dicuci hingga disusun bersih. Gelas-gelas plastik itu
bertumpuk sebelum dimasukkan ke dalam karung. Botol-botol plastik setelah
dibersihkan juga dimasukkan ke dalam karung tersendiri. Kaleng-kaleng
minuman dan botol dipisahkan. Kata Ibu harga gelas plastik lebih mahal dari
botol plastik. Dulu harga gelas plastik bekas air mineral mencapai empat ribu
rupiah perkilo, tetapi sekarang hanya tiga ribuan saja. Botol plastik lebih
murah seribuan dari gelas plastik. Kalau dipikir lucu juga. Sampah bagi orang,
rezeki bagi mereka (2011:14-15).
Himpitan ekonomi mengakibatkan kaum anak-anak pun ikut bekerja demi
membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Rara menikmati rutinitas setiap harinya itu. Meski tentu saja lauk pauk di atas
tikar lusuh mereka jauh beda tampilannya dan yang biasa terhidang di meja
makan di restoran-restoran besar itu. Rara, Rafi, Akbar, Yati, dan teman-
teman lain suka mengintip dan balik kaca salah satu rumah makan padang
yang biasa mereka lewati sepulang mengamen atau mengojek payung saat
hujan turun. Ini kebiasaan khas mereka selain ramai-ramai masuk ke mini
market, meski bukan untuk membeli sesuatu (2011:27).
Sebagian besar warga perkampungan kumuh Menteng Pulo menjadikan
pekerjaan memulung sebagai sumber utama penghidupan mereka.
Jika Bapak pulang dari memulung, Ibu akan memilih hasil pencarian Bapak
hari itu, dan memisahkan majalah atau koran-koran yang dipungut bapak.
Membacanya sebelum dijual lagi (2011:8).
Selain itu, pekerjaan sebagai pelacur atau yang disebut sebagai lonte
oleh penduduk sekitar juga dijadikan sebagai sumber penghidupan.
Seorang perempuan, sepantaran Bude, dengan bedak tebal dan bibir merah
duduk di atas pangkuan bapak-bapak paro baya. Sebagian lagi menemani
berjoget atau menuangkan minuman ke dalam gelas dan mengupas kacang
kulit lalu menyuapkannya ke mulut pengunjung laki-laki. Pakaiannya pendek
dan ketat. Persis seperti baju-baju yang dikenakan Bude Asih (2011:44).
3. Bahasa
Dalam novel RTJ, setting menjadi faktor penting sebagai penentuan bahasa
yang dipakai. Setting dalam novel ini adalah Jakarta Pusat, sehingga bahasa yang
digunakan adalah bahasa masyarakat Jakarta pada umumnya. Bahasa yang digunakan
dalam novel ini termasuk bahasa yang komunikatif. Pada dasarnya para tokoh
menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Tetapi untuk kalangan tertentu
seperti anak-anak, menggunakan bahasa gaul anak-anak Jakarta.
“Kepengin?” Rara mengangguk. “Buat lo?” Rara menggeleng.
Adik di dalam perut ibu ingin makan rendang. “Nasi sama rendang berapa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
ya?” tanya Rara.
“Maksud gue, bokap sama….nyokap lo kagak marah. Supaya lo pade kagak
kena timpuk!” kata Rafi kemudian (2011:32-33).
4. Tempat Tinggal
Tempat tinggal yang dijadikan latar setting ini adalah daerah perkampungan
Menteng Pulo, di pinggiran Jakarta Pusat. Secara jelas setting tempat tinggal dalam
novel ini dijelaskan pada pembukaan dan isi novel.
Rara, bocah perempuan penghuni rumah tak berjendela di sebuah
perkampungan kumuh di pinggiran Jakarta. Ia punya mimpi sederhana,
memiliki jendela untuk rumah tripleksnya..
“Namaku Rara, aku tinggal di Jakarta. Di satu rumah sempit, melewati gang-
gang sempit, di perkampungan yang juga penuh rumah-rumah sempit.”
Berbagai suasana yang digambarkan dalam novel ini menunjukkan bahwa
tempat tinggal Rara merupakan daerah pinggiran yang benar-benar kumuh.
Kuburan Cina di Menteng Pulo tempat mereka tinggal memang nyaris tidak
terurus. Suasananya gelap kalau malam hari. Penerangan hanya mengandalkan
sinar bulan. Ada jalan setapak yang dijadikan jalan pintas warga atau
pedagang. Kecuali sudah malam sekali, sekitarnya nyaris selalu ramai.
Apalagi malam minggu. Kuburan mendadak meriah oleh banyaknya pasangan
yang kencan. Rara sering melihat laki-laki dan perempuan, berpasang-pasang,
dengan seenaknya duduk-duduk atau bahkan berangkulan di atas makam-
makan yang tidak terurus itu. Pemandangan yang membuat matanya risih.
Pemandangan yang sering diintip Akbar dan kawan-kawan lelakinya yang
lain. Meski mereka tidak mau mengaku (2011:7-8).
5. Kebiasaan Hidup
Kehidupan masyarakat dalam novel RTJ memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini
berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat dalam usaha pemenuhan kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
hidup sehari-hari. Beberapa kebiasaan tersebut ditunjukkan oleh perbuatan tokoh-
tokoh yang ada dalam novel ini.
Rara, Rafi, Akbar, Yati, dan teman-teman lain suka mengintip dan balik kaca
salah satu rumah makan padang yang biasa mereka lewati sepulang
mengamen atau mengojek payung saat hujan turun. Ini kebiasaan khas mereka
selain ramai-ramai masuk ke mini market, meski bukan untuk membeli sesuatu
(2011:27).
Anak-anak kecil di perkampungan kumuh Menteng Pulo tidak terbiasa
dengan permainan atau hiburan-hiburan mewah.
Pertunjukan topeng monyet itu menghibur sekali. Rara dan teman-temannya
tergelak-gelak menyaksikan Sarimin pergi ke pasar... atau Sarimin pergi ke
sawah.. Meski, Sarimin, monyet kecil yang kurus itu, sebenarnya tidak
kemana-mana. Hanya berjalan, berlari dan berlompatan di atas tumpukan
plastik dan karung-karung sampah. Di lahan sampah itu Rara, Rafi, Akbar,
dan lain- lain berkejar-kejaran tak ingat waktu. Atau main petak umpet
menggunakan nisan-nisan besar kuburan Cina yang dipenuhi rerumputan
tinggi (2011:17).
Kebiasaan tersebut mengakibatkan kesenangan yang berlebihan ketika anak-
anak tersebut diberikan kesempatan untuk bermain di sebuah rumah yang memiliki
fasilitas permainan di sekitarnya.
Oh ya, di rumah itu Rara dan teman-temannya akan berebutan ayunan, atau
menunggu giliran dengan tak sabar di perosotan plastik yang ada di belakang
rumah, tak jauh dari kolam renang. Anak-anak pinggiran senang seekali
bermain di situ (2011:52).
Keterbatasan fasilitas di perkampungan kumuh tempat Rara tinggal ini juga
berdampak pada keperluan mandi mereka. Masyarakat hanya memiliki kamar mandi
umum yang digunakan secara bersama-sama dengan tarif tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Kamar mandi umum tidak jauh dan rumahnya. Di sana semua warga kampung
mandi setiap pagi dan sore, dan mencuci. Hanya rumah-rumah beneran yang
memiliki kamar mandi sendiri, dan itu bisa dihitung dengan jari. Lainnya
harus membayar seribu rupiah. Anak-anak atau dewasa, sama saja. Mandi
atau sekadar BAB sama juga. Tidak ada potongan harga (2011:16).
Selain itu, keterbatasan juga mengakibatkan masyarakat kurang dapat
menikmati fasiltas yang dijanjikan pemerintah untuk rakyatnya. Keberadaan
masyarakat pinggiran ini kurang menjadi perhatian oleh pemerintah.
Di perkampungan ini, masih lebih bnyak ibu-ibu yang memasak dengan
minyak tanah, sekalipun harga dan kelangkaannya membuat mereka mengurut
dada (2011:107).
6. Cara Memandang Perspektif Kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari para tokoh novel RTJ, ditunjukkan berbagai
macam pandangan positif dan negatif yang menunjukkan ciri khas pola pikir
sederhana dari masyarakat kaum pinggiran. Agama adalah menjadi landasan yang
kuat dari tiap perlakuan meskipun masyarakat tersebut terhimpit berbagai macam
kesulitan hidup.
“Kamu bukan cuma bawa uang mbak, tapi juga bawa bau minuman keras
ketika masuk rumah ini!” bapak berbicara dengan nada keras. “Besok pagi,
aku mau Mbak keluar dari rumah ini. Pekerjaan Mbak nggak bagus buat Rara.
Aku nggak butuh uang haram untuk ngasih makan Rara dan Si Mbok!”,
lanjutnya (2011:42).
Rasa saling membantu, menghargai dan menghormati antarsesama juga
mejadi salah satu cara positif dalam memandang hidup. Hal tersebut sangat
ditekankan dalam keluarga Rara meskipun mereka hidup dengan serba sederhana.
Seharusnya dalam kondisi terdesak orang tetap mendahulukan kepentingan
masyarakat banyak. Minimal kalau tidak bisa membantu oranglain, jangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
merugikan. Biar pun miskin, sejak dulu dia dan istrinya mencoba berpegang
pada prinsip itu (2011:102).
Di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit, para orangtua sesungguhnya
memiliki harapan untuk anaknya dapat mengenyam pendidikan. Pendidikan
merpakan hal penting, sesederhana apapun itu. Hal yang dapat dilakukan adalah
dengan memanfaatkan apa yang mereka punya untuk mengajarkan secara perlahan
tentang kreatifitas pada anak-anaknya sehingga mereka dapat berpikir cerdas.
Ketika Rara mulai besar, Ibu mengajarinya memanfaatkan kertas-kertas yang
masih bersih untuk digambari. Setelah gambarnya mulal berbentuk,
perempuan itu menghadiahkannya satu buku gambar yang baru. Memang
agak lecek sedikit, tapi kertas-kertas di dalamnya masih kosong semua
(2011:8).
3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat
a. Pembaca yang Menyertai Novel
Novel RTJ telah membawa kesadaran secara psikologis yang sangat besar
pada semua kalangan. Kesadaran tersebut terkait dengan rasa solidaritas, rasa saling
menghargai, dan kesulitan-kesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat pinggiran
yang ada di lingkungan sekitar. Selain itu, pembaca dapat mengambil pelajaran yang
bernilai positif dari cara pandang atau pola pikir dalam mengatasi berbagai masalah.
Dalam pembelian buku novel ini, pembeli akan mendapat seperangkat novel
dan scenario film dari novel RTJ yang telah ditayangkan pada bulan Februari 2011.
Setelah diteliti, tidak ada perbedaan antara scenario dan isi novel, jadi film tersebut
merupakan hasil visualisasi murni dari novel RTJ. Komentar dari para pembaca dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
penonton film datang dari berbagai kalangan, seperti para pengarang, jurnalis,
pemerhati anak, dll. Bagi pembaca novel dan penonton film dapat menyalurkan
komentarnya pada http://www.facebook.com/filmRTJ. Berikut ini peneliti paparkan
beberapa komentar dari kalangan masyarakat yang menyertai terbitnya cetakan novel
dan skenario film RTJ:
1. Hardo Sukoyo
Hardo Sukoyo merupakan pemimpin redaksi dari Delta Film. Dia
mengungkapkan:
Saya sangat menghargai karya ini, karena mampu secara komunikatif
mengangkat orang terpinggirkan dengan cara optimis. Saya menitikkan air
mata haru.
2. Fachri Said
Fachri Said merupakan salah satu pemerhati film nasional. Dia menyatakan
kekagumannya pada film ini.
Film yang sangat cerdas, di tengah minimnya film keluarga. Film iini oase di
tengah maraknya film yang mengumbar seks atau mengabaikan logika cerita.
Dari awal hingga akhir film ini mengalir dan tidak membosankan. Wajib
ditonton!
3. Ray Sahetapi
Ray Sahetapi merupakan salah satu aktor terkenal di Indonesia. Berikut ini
pernyataan dari Ray Sahetapi.
Rumah Tanpa Jendela membuka jendela hati kita dan memberikan kesadaran
baru terhadap lingkungan kita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
4. Aryo Didiwardhono
Aryo merupakan marketing manager Oral Care Unilever. Dia mengungkapkan
kekagumannya pada film RTJ yang mengusung pesan-pesan moral, kebersamaan, dan
solidaritas sosial antarsesama.
Straight to classic! A must see for every family in Indonesia! Full of positive
message and foster moral, education about friendship, street children, love
and togetherness. Indonesia need more movies like this. Very recommended!
5. Dewi Motik
Dewi Motik merupakan ketua organisasi wanita se-ASEAN. Dia
mengungkapkan kekagumannya setelah menonton film RTJ yang dia nilai dapat
membangun rasa empati dan simpati pada sesama yang selama ini sudah mulai pudar.
Film yang sangat menyentuh hati kita yang terdalam, membangun empati dan
simpati kita, harus ditonton seluruh keluarga, sungat hebat!
b. Pembaca dari Media Komunikasi Online
Banyak komentar yang dikemukakan oleh masyarakat mengenai novel RTJ.
Salah satunya melalui media komunikasi online seperti dalam situs
http://www.goodreads.com/book/show/10422046-rumah-tanpa-jendela. Berikut ini
komentar para pembaca.
1. Mimin Haway, 28 februari 2011
Satu yang membuat saya sedih adalah ketika Rara ditinggalkan
Ibunya lalu Bapaknya. Tidak terbayangkan, kehidupan miskin
itu ditambah dengan ujian ditinggalkan orang-orang yang
disayangi. Novel ini meninggalkan banyak pesan. Mulai dari
rokok, sholat, ngaji dll. Tokoh Alia mencerminkan saya dalam
memilih jodoh :D. Yakni tidak merokok, karena tidak mungkin
hidup dengan orang yang meracuni anak dan istrinya. Setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
orang memang punya hak memiliki paru-paru sehat. Bagaimana
mungkin suami sendiri yang merampas hak itu.
2. Ayu Lestari Gusman, 19 Juni 2011
Awalnya saya iseng-iseng membaca novel ini dan entah
mengapa saya justru bertambah penasaran dengan isinya secara
mendetail, sehingga membuat saya membaca tiap lembarnya dari
awal hingga (tak terasa) halaman terakhir buku ini. Menceritakan
seorang anak bernama Rara yang tinggal di daerah kumuh di
Jakarta yang sangat menginginkan sebuah jendela untuk
rumahnya. Bagi seorang Ayah yang hanya bekerja sebagai
pemulung hal tersebut adalah permintaan yang berat.
"Rara ingin punya jendela. Satu saja. Satu,tidak perlu yang besar.
Yang kecil pun boleh" begitu kira2 Rara selalu menyatakan
keinginannya kepada Ibunya, Bapaknya serta sahabat2nya.
Sungguh suatu permintaan yang sederhana bukan? Perasaan saya
campur aduk setelah selesai membaca buku ini: perasaan
bersyukur atas kehidupan yg saya dapatkan, perasaan terharu
(hingga mata berkaca2 terutama ketika Bapak Rara berusaha
keras mewujudkan impian Rara).
3. Ika, 25 Februari 2011
Hmmm...bukunya keren banget, bacanya sampe terharu.
Ternyata orang-orang yang mulung, ngojek payung, jual ikan, itu
pikirannya ngga seminim yang ada di benak kita selama ini. Jadi
ngga sabar nonton filmnya besok. Yuuuk kita nonton rame2.
Nonton sambil beramal, karena keuntungan dari tiket akan di
sumbangkan ke anak2 yang membutuhkan. Sebenernya novel
RTJ dah khatam, tapi skenario-nya masih dalam proses di baca.
Yang aku salut dari paket buku ini selain novel kita juga dapat
skenario RTJ. Hmmm, baru kali ini aku baca skenario film.
Ternyata bagus juga, seperti kita di bawa ke film aslinya, padahal
belum nonton lho.
Dari komentar-komentar yang diberikan pembaca seperti di atas, terlihat
bahwa novel RTJ memberikan nilai positif bagi para pembacanya. Nilai-nilai positif
berupa peran rasa solidaritas dalam masyarakat, juga kehidupan dari orang-orang
yang serba berkekurangan yang selalu optimis dalam berusaha dan berserah diri pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Tuhan dalam menjalani kehidupannya. Pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Bukan hanya alur cerita utama yang
mampu memberikan efek positif pada pembaca tetapi juga perluasan alur dan
peristiwa seperti perjodohan yang sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia, dan
perlakuan keluarga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sperti anak-anak autis.
Penjabaran cerita dalam novel RTJ dinilai tidak berlebihan karena
mencerminkan kehidupan yang sesuangguhnya sesuai dengan latar yang dipilih. Hal
tersebut seperti yang dikemukakan oleh salah satu pembaca dalam
http://www.facebook.com/filmRTJ bahwa saya pernah menggunakan jasa anak
kampung itu untuk membawakan barang-barang saya sekaligus memanfaatkan jasa
ojek payungnya, mereka memang baik dan rukun saling membantu.
c. Pembaca yang Sengaja Dipilih Peneliti
Untuk memperoleh data yang valid tentang pengaruh novel terhadap
pembaca, peneliti mengadakan wawancara dengan beberapa informan. Kelimanya
berasal dari latar belakang yang berbeda.
1. Annisa Nur Maulidya, Siswa SMP, 9 Maret 2012
“Ternyata di kampung yang rumahnya dari kardus itu orangnya ngga semua
jahat seperti yang selama ini kita pikirkan ya. Malah banyak anak-anak yang
masih polos yang saling membantu meskipun sama-sama miskin. Rara malah
mau mentraktir makan teman-temannya yang sudah lama pingin makan nasi
padang padahal dia nabung untuk beli jendela”.
2. Dwi Eka Susanti, Siswa SMA , 9 Maret 2012
“Kasian, kehidupan yang sangat sulit. Tidak pernah membayangkan hidup di
tempat yang seperti itu. Seharusnya kita tidak mengucilkan orang-orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
seperti mereka. Patut dicontoh itu seperti Ibu Guru Alia. Meskipun hidup
berkecukupan masih mau peduli pada nasib masyarakat pinggiran di kampung
kumuh itu sehingga anak-anak juga bisa sekolah seperti masyarakat pada
umumnya.”
3. Ayu, Mahasiswa UMS, 5 Maret 2012
“Bagus, kita bisa melihat kehidupan orang-orang pemulung, masyarakat yang
selama ini dianggap kotor dan kita kucilkan. Ternyata justru kehidupan
dalam masyarakat seperti itu banyak mengandung nilai positif, dari saling
menolong, cara bertahan hidup. Meskipun dalam kesulitan tapi mereka selalu
berusaha hidup dengan cara yang halal”.
4. Asri Musandi Waraulia, Dosen IKIP Madiun, 2 Maret 2012
“Banyak pesan-pesan yang positif yang disampaikan dalam novel ini. Mulai
daricara berteman, kasih sayang orang tua sama anaknya, sampai ke cara
memperlakukan anak autis. Bagus, kata-katanya juga sederhana jadi mudah
dicerna, sekalipun yang baca anak-anak”.
5. Dyan Novita Ratriani, Mahasiswa S2 n guru MTs Blora, 5 Maret 2012
“Yang paling berkesan adalah ketika Rara ditinggal ibunya, jadi ingat betapa
ibu itu orang yang paling sempurna dalam kehidupan kita. Terus juga ketika
ayahnya berusaha membuat jendela untuk Rara dengan uang secukupnya
hasil memulung tapi sampe rumah ternyata malah kebakaran. Ya Allah itu
betapa besarnya kasih sayang orang tua pada anaknya dan kadang kita tidak
memahami itu semua”.
6. Umi Sayekti, Ibu Rumah Tangga, 6 Maret 2012
“Wah…bagus sekali, kita jadi banyak tahu dunia masyarakat pinggiran
seperti kelompok masyarakat tempat tinggal Rara. Mereka itu juga manusia
sama seperti kita, miris kalo melihat anak-anak seumuran itu sudah
bekerja..tapi ya bagaimana lagi kan mereka bekerja untuk cari uang
tambahan karna orang tuanya tidak bisa member uang lebh untuk mereka.
Tapi satu hal yang perlu diingat, orang tua dalam novel itu digambarkan
sebagai orang tua yang sagat bertanggung jawab, meskipun sulit tapi mereka
selalu bertekad untuk memenuhi keinginan anaknya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Senada dengan komentar-komentar sebelumnya, dari uraian di atas
ditunjukkan bahwa tujuan penulisan novel ini sudah tersampaikan dengan sangat
baik. Pada umumnya, telah tumbuh kesadaran pada masyarakat atas keberadaan
masyarakat pinggiran yang sering dikucilkan selama ini.
Keberadaan masyarakat pinggiran tersebut memberikan banyak pelajaran
tentang hidup bagi para pembaca. Pembaca banyak mengambil nilai positif bahwa
meskipun masyarakat pinggiran hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan namun
tetap memilih jalan yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Nilai Pendidikan Novel RTJ
Nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Karya sastra yang
baik memiliki nilai-nilai pendidikan yang disampaikan penulis untuk para
pembacanya, baik bersifat positif maupun negatif. Nilai-nilai tersebut akan
memberikan dampak positif bagi pembaca sebagai tujuan dari sebuah penulisan
novel. Nilai pendidikan tersebut mencakup nilai pendidikan agama, nilai pendidikan
moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya. Selain itu juga ada
perilaku yang bersifat mendidik lainnya yang lebih mengacu pada semangat hidup
para tokoh dalam nove RTJ dalam berbagai keadaan yang melingkupinya. Seperti
yang terjadi pada sosok Aldo, anak penderita autis sahabat Rara.
Kamu tidak bisa menemukan kecuali ketulusan pada wajah-wajah yang tidak
sempurna itu. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada basa-basi, tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
kemunafikan. Hanya kehangatan dan ketulusan. Kelebihan yang juga dimiliki
Aldo, namun selalu diacuhkan Andini. Padahal adiknya mendekat dengan
membawa sepenuh kasih dan sayang untuknya (2011:148).
Padahal bukan sekali dua kali bungsunya itu memperlihatkan lukisan yang
gambar maupun pulasan warnanya bisa dibilang sangat baik, dan sebenarnya
layak mendapatkan lebih dari sekesar tengokan sekilas tak berminat, darinya.
Lukisan Aldo bagus-bagus, meski terkesan menggunakan warna-warna suram
(2011:158).
Nilai yang bersifat mendidik tentang keehidupan juga ditunjukkan oleh sosok
Ayah Rara yang selalu ingin memenuhi keinginan anak semata wayangnya. Dengan
semangat dia berusaha mewujudkan keinginan Rara akan adanya sebuah jendela di
rumah tripleksnya.
Benaknya sibuk menghitung, mencocokkan dengan beberapa rupiah yang ada
di kantungnya, penghasilan hari itu. Begitu terus, hampir setiap hari
mengkalkulasi setiap melewati tumpukan barang rongsok yang dijual di
kolong jembatan itu. Dan lepas isya tadi, langkahnya ringan saat mendekati si
pedagang yang selama ini ocehannya hanya dibalas senyum. Berbagai rencana
memenuhi kepala Raga ketika akhirnya pulang dengan menjinjing kusen dan
sebuah jendela bekas yang kacanya pecah (2011:91).
Nilai pendidikan yang bersifat positif akan memberikan contoh secara
langsung pada para pembaca mengenai kebaikan-kebaikan yang patut diteladani.
Sedangkan nilai pendidikan yang bersifat negatif bertujuan agar pembaca dapat
menghindari hal-hal yang demikian sehingga tidak terjerumus dalam ketidakbaikan.
Novel RTJ merupakan novel yang sarat akan nilai-nilai pendidikan. Setelah
dibaca dan diteliti, ada beberapa nilai pendidikan yang disampaikan penulis untuk
pembaca. Nilai-nilai tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
a. Nilai Pendidikan Agama
Dalam novel ini dijelaskan bahwa bagaimanapun kesulitan hidup yang
manusia hadapi, tetaplah meminta pertolongan dan kebaikan kepada Tuhan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan menjalankan ibadah dan berdoa setiap waktu.
Perempuan dengan wajah teduh itu menggenggam tangan anak satu-satunya,
sebelum berbisik, “Allah pasti mengabulkan setiap doa, Ra. Tapi kadang ada
doa-doa lebih penting yang harus didahulukan (2011:2).”
Rara kecil mengangguk. Rambutnya bergoyang-goyang karenanya. Ibu nggak
pernah bosan mengingatkannya untuk shalat. Kadang kalau sedang malas,
Rara melakukannya cepat-cepat, hanya agar ia bisa menjawab “ya” jika ibu
bertanya lagi. Bapak dan Ibu paling tidak suka jika dia berbohong. “Sholat itu
amal ertama yang ditanyai Allah, Ra. Sholat juga bias menjadi penolong kita
kalau kita sedang susah...(2011:15)”.
“Kenangan dan Al Fatihah Rara...”Tujuh ayat yang sejak lama dihapalnya.
Dan tujuh ayat tersebut sekarang diulangnya lebih sering. Ibu gurunya yang
cantik pernah mengatakan, Al Fatihah itu jembatan rindu, yang mengantar
cinta dan semua kerinduannya kepada orang-orang tercinta di alam sana
(2011:75).
Rara memahami benar apa yang diajarkan oleh orang tuanya tentang kekuatan
doa dan ibadah yang dilakukannya sesuai dengan ajaran agamanya. Hal tersebut dapat
dilihat dari kalimat-kalimat penguat yang ada ketika Rara sedang mengalami
kesenangan maupun kesulitan.
Tapi hari ini dia tahu Allah ternyata tidak membiarkan hambaNya murung
dari waktu ke waktu. Pada saatnya hari-hari yang mendung akan berlalu dan
mereka bisa melihat cahaya matahari mengintip malu-malu sebelum benar-
benar memisahkan diri dari awan yang mengurungnya (2011:48).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
b. Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral berkaitan dengan kesusilaan yang mengandung makna
tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku
batin dalam hidup. Nilai pendidikan moral akan menuntun manusia berpikir secara
bijak untuk memilah dan memilih hal yang baik dan buruk.
Dalam novel ini, ada banyak nilai moral yang ditunjukkan untuk memberikan
pelajaran bagi para pembaca. Nilai-nilai moral tersebut digambarkan dalam hubungan
kasih sayang antara anggota keluarga baik orangtua pada anaknya ataupun
sebaliknya, juga kakak pada adiknya.
Tetapi Rara kecilnya ingin jendela. Permintaan sederhana. Putri satu-satunya
tidak minta rumah yang ada kolam renang seperti yang mereka lihat di
sinetron-sinetron tv kelurahan. Rara juga tidak meminta play station. Gadis
kecilnya hanya ingin punya jendela. Dan hati ayah mana yang tidak terusik
dan merasa bertanggungjawab untuk melunasi mimpi anaknya? (2011:69).
Tiba-tiba hatinya dipenuhi duka. Kalau orang-orang yang dicintainya masih
hidup dan menyaksikan dia menamatkan bacaan Al Quran, pasti mereka
bangga sekali. Gadis kecil itu menghela nafas panjang (2011:76).
Pikiran itu membuat anak-anak seperti dirinya tidak bersiap. Padahal kalau
tahu bahwa setiap saat mereka bisa saja kehilangan bapak atau ibu, bisa
dipastikan anak-anak akan bersikap sebaik mungkin agar keduanya bahagia.
Mereka tak akan menuntut apapun. Mereka malah akan tersenyum ketika
orangtua menegur bahkan memarahi. Sebab mungkin akan datang waktu di
mana mereka begitu merindukan teguran dan sedikit kemarahan, untuk
kesempatan menatap lagi wajah-wajah terkasih bapak juga ibu (2011:77).
Nilai moral juga ditunjukkan pada komunikasi yang biasa dilakukan oleh
anak-anak. Contoh kelakuan negatif yang kemudian dapat diambil segi positifnya.
Anak-anak sering memanggil teman-temannya dengan sebutan tertentu, padahal hal
tersebut dapat menyakiti perasaan temannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
“Menurut Rara, teman-temanmu itu lebih suka dipanggil begitu, atau…” Ibu
memandangnya lembut, “atau dngan nama asli mereka?”. Awalnya Rara tak
langsung mengerti kalimat Ibu. Tapi dia pikir-pikir lagi….dia tidak akan suka
dikata-katai dengan julukan seperti itu. “Setiap orang pasti punya kekurangan,
Ra. Bapak sama Ibu, Si Mbok juga. Kita berkawan agar saling
membantu”(2011:55).
Selain itu, nilai positif juga ditunjukkan pada kepedulian Ibu Guru Alia yang
mendirikan sekolah singgah untuk anak-anak perkampungan kumuh Menteng Pulo,
kampung tempat tinggal Rara.
Bagaimana bisa tanah pekuburan itu tak hanya menyimpan jasad-jasad
orang mati, tetapi juga menjadi lahan bagi yang hidup, sekaligus tempat
pembuangan sarnpah? Tidak hanya satu dua kontrakan berdiri di sana, tetapi
juga ada bangunan-bangunan lain yang terbuat dart kardus, plastik dan
triplek ikut memadati tempat itu. Kuburan dan gunungan sampah plus
tempat tinggal (2011:22).
Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-
anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca atau menulis.
Mencari celah dan kemungkinan. Lalu keberanian yang tumbuh begitu saja,
mengantarkannya ke rumah kepala warga setempat. Jika diizinkan, dia ingin
membuka sekolah singgah, sekaligus taman baca bagi anak-anak di sana.
Barangkali bisa menjadi alternatif, selain satu-satunya madrasah yang
terletak cukup jauh dan memerlukan biaya (2011:23).
Selain nilai moral tang diusung dalam kehidupan masyarakat pinggiran,
nilai moral yang positif juga ditunjukkan oleh gaya hidup tokoh lain. Seperti yang
dilakukan Aldo, teman Rara yang berasal dari keluarga kaya tetapi tetap
berpenampilan dan bergaya hidup sederhana.
Alhamdulillah. Nasib Rara baik. Dapat teman sebaik Aldo. Disayang pula
oleh neneknya yang walaupun selalu kemana-mana dengan mobil
mentereng tapi penampilannya sangat bersahaja (2011:94).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Ada juga nilai moral bersifat negatif yang ditunjukkan oleh mama dan kakak
Aldo. Mereka sengaja menyembunyikan Aldo agar tidak terlihat oleh khalayak,
karena ketidaknormalan Aldo merupakan aib bagi mereka.
Dia gagal. Bukannya membangun jembatan pengertian antara dua anaknya
yang lain terhadap Aldo, bertahun-tahun dia sibuk dengan kemarahan
terhadap kondisi yang terjadi. Ketakutan dan kebingunan akan ketidakpastian
masa depan anaknya (2011:164).
Sementara matanya menyaksikan ibu-ibu lain yang memiliki anak down
syndrome, mengelap air liur yang menetes dan mencium pipi yang
menggantung itu dengan sepenuh perasaan. Tak pernah letih meski anak-anak
mereka dibandingkan Aldo, lebih lemah dan tak berdaya. Para ayah dan bunda
itu tetap tulus, tak menyerah, penuh dedikasi. Seakan anak-anak mereka
adalah hadiah terindah yang diberikan Tuhan (2011:166).
Ratna masih tersungkur di atas sajadah. Mala mini adalah perenungan panjang
bagi labelnya sebagai ibu. Tubuhnya terasa tak bertenaga. Seluruh energi
rasanya pergi bersama Aldo (2011:167).
Namun cerita tersebut dirangkai dengan kesadaran keluarga Aldo akan
kesalahannya sehingga pembaca dapat memilah dan memilih mana yang benar dan
salah dalam perilaku keluarga Aldo.
c. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai sosial merupakan nilai yang berkaitan dengan peranan manusia sebagai
makhluk sosial. Manusia membutuhkan peran manusia lain untuk menjalani
kehidupannnya. Ikatan tersebut akan menyatukan keragaman masyarakat dalam suatu
golongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Nilai sosial dalam novel RTJ sangatlah terasa dalam hubungan
antarmasyarakat. Kesamaan nasib menjadikan para anggota masyarakat merasa saling
bertanggung jawab dengan keberlangsungan hidup masyarakat yang lain sehingga
rasa solidaritas di antara mereka sangatlah tinggi.
Serbuan mendadak dari rombongan aparat yang serta merta menimbulkan
kepanikan. Larian lintang ukang para warga, teriakan panic keluarga yang
tercerai berai. Dan memandang apa yang selama ini mereka bangun, mseki
amat sederhana dengan susah payah, rata dengan tanah dalam sekejap
(2011:71).
Seharusnya dalam kondisi terdesak orang tetap mendahulukan kepentingan
masyarakat banyak. Minimal kalau tidak bisa membantu oranglain, jangan
merugikan. Biar pun miskin, sejak dulu dia dan istrinya mencoba berpegang
pada prinsip itu (2011:102).
Rasa peduli Rara tidak hanya ditunjukkan pada sesama temannya di
perkampungan kumuh tempat tinggalnya. Tetapi, rasa saling membantu yang sudah
mendarah daging mengakibatkan rasa peduli tersebut terbawa dalam berbagai situasi
yang melingkupinya.
Tapi hanya beberapa menit setelah mereka meninggalkan ruangan, Rara sudah
membersihkan dan merapikan semua. Rara ingin meringankan mbak-mbak
atau mas-mas berseragam yang membersihkan kamar setiap pagi dan petang.
Padahal ada banyak kamar perawatan di rumah sakit. Pasti melelahkan, pikir
anak perempuan bermata bulat itu (2011:64).
Nilai positif sekaligus negatif juga ditunjukkan dalam usaha masyarakat
dalam memadamkan api ketika perkampungan kumuh Menteng Pulo mengalami
kebakaran hebat. Kebakaran tersebut cepat menyebar dan meluas dikarenakan rumah-
rumah yang ada di daerah itu banyak yang terbuat dari triplek atau pun kardus-kardus
karton. Nilai positif ditunjukkan oleh masyarakat yang berniat sungguh-sungguh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
membantu, sedangkan yang bersifat negatif adalah warga yang hanya memanfaatkan
peristiwa kebakaran dengan menjarah barang-barang para korban kebakaran.
Orang-orang dari luar kampung berdatangan mendekati lokasi, ada yang
sungguh-sungguh berniat baik, dengan ikut membantu mengangkat dan
memindahkan barang-jbarang. Tetapi juga tidak sedikit yang membawa
kabur beberapa barang yang dipindahkannya ketika si pemilik lengah.
Banyak yang sekedar datang untuk menonton kebakaran yang terjadi, tidak
peduli hawa panas yang melingkupi udara (2011:97).
Rasa sosial yang tinggi ditunjukkan oleh Ibu Guru Alia yang dengan tulus
membangun sekolah singgah di daerah tempat tinggal Rara. Kepeduliannya pada
nasib anak-anak seperti Rara menunjukkan bahwa tidak semua generasi muda di
negara ini hanya memikirkan kepentingan pribadinya saja, masih banyak remaja yang
peduli dengan lingkungan sekitarnya, seperti yang dilakukan Alia dan kawan-kawan
seperjuangannya.
Nurani yang mendorongnya kembali ke tempat itu. Mengobrol dengan anak-
anak kecil usia sekolah namun ternyata belum bisa membaca atau menulis.
Mencari celah dan kemungkinan. Lalu keberanian yang tumbuh begitu saja,
mengantarkannya ke rumah kepala warga setempat. Jika diizinkan, dia ingin
membuka sekolah singgah, sekaligus taman baca bagi anak-anak di sana.
Barangkali bisa menjadi alternatif, selain satu-satunya madrasah yang
terletak cukup jauh dan memerlukan biaya (2011:23).
d. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya terkait dengan kebiasaan dan pola pikir suatu kaum
atau golongan masyarakat. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau
dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi, dan hal-hal apa yang
dijunjung tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Budaya masyarakat pinggiran yang ditunjukkan dalam novel ini lebih terkait
dengan kebiasaan hidup warga setempat. Hal tersebut dilihat dari kesederhanaan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu dan masyarakat.
Kamar mandi umum tidak jauh dan rumahnya. Di sana semua warga kampung
mandi setiap pagi dan sore, dan mencuci. Hanya rumah-rumah beneran yang
memiliki kamar mandi sendiri, dan itu bisa dihitung dengan jari. Lainnya
harus membayar seribu rupiah. Anak-anak atau dewasa, sama saja. Mandi
atau sekadar BAB sama juga. Tidak ada potongan harga (2011:16).
Selain itu, pola pikir orang tua yang selalu mengatur kehidupan anak-anaknya
juga terlihat dalam kehidupan Ibu Guru Alia. Kepatuhan anak pada orang tua menjadi
point penting yang harus dipertahankan oleh peran manusia sebagai anak, tetapi
orang tua juga tidak dapat memaksakan pemikirannya yang sesungguhnya akan
menimnulkan ketidaknyamanan dalam kehidupan si anak. Hal ini seperti sudah
menjadi budaya dalam lingkungan kita.
Kesempatan kedua, setelah beberapa tahun sebelumnya berdamai dengan
Ummi dan Abah, yang ingin anak mereka satu-satunya bekerja di perkantoran.
Untuk mimpi kedua orang tuanya, Alia harus rela mengikuti pendidikan
sekretaris, meski jauh dari minatnya (2011:20).
Kenapa nggak mau jadi sekretaris. Kerja di kantor kan bagus. Dingin, kulit
Alia nggak jadi hitam. Nggak perlu kena panas. Ah, pokoknya Abah mau
kamu jadi sekretaris. Titik! (2011:22).
Pandangan orang tua yang seperti itu banyak terjadi pada orang tua di
Indonesia. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi sang anak dalam jangka waktu
tertentu sehingga ini dapat dijadikan nilai budaya yang bersifat negatif untuk bisa
dihindari oleh para pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
B. Pembahasan
1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ
Cerita lahir dari hasil imajinasi atau rekaan, yaitu bersifat fiktif atau tidak
nyata. Namun demikian, tidak berarti bahwa cerita tersebut merupakan khayalan
semata. Cerita tersebut juga merupakan pengalaman batin pengarang. Hal tersebut
sesuai dengan yang dikemukakan Dr. Elena bahwa bekal utama suatu karya sastra
adalah pengalaman empiris yang sudah mengendap di dalam batin pengarang (dalam
Herman J. Waluyo, 2002: 53). Jadi sebuah karya sastra lahir dari hasil imajinasi
pengarang yang bersumber dari pengalaman dan realisasi batin.
Problem kehidupan yang dipaparkan dalam sebuah cerita juga merupakan
problem yang sudah akrab dan digelutinya setiap hari. Problem-problem atau
permasalahan yang diangkat dalam cerita bisa berangkat dari kehidupan pribadi
pengarang tetapi juga bisa dari orang lain atau dari lingkungan di mana pengarang
sudah terbiasa di situ. Jadi lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari kehidupan
pengarang itu sendiri.
Dunia nyata seorang pengarang sedikit banyak mempengaruhi lahirnya
sebuah karya sastra. Hal tersebut sama seperti yang terjadi pada novel RTJ karya
Asma Nadia. Ide cerita muncul dari proses perenungannya setelah melakukan
perjalanan di daerah-daerah kumuh sepanjang ibu kota untuk melihat realita
kehidupan yang ada di sekitarnya. Selain itu, melalui latar sosial Asma yang banyak
berkumpul dengan anak-anak terlantar dan kurang mampu yang banyak mengunjungi
rumah baca yang didirikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Interaksinya dengan lingkungan tersebut memberikan inspirasi ketika dia
berkaca pada kehidupan pribadinya. Pandangan hidupnya tentang impian anak-anak
dan perannya sebagai seorang ibu. Sebagai orang tua, dia mengerti betapa besar
keinginan setiap orang tua untuk mewujudkan mimpi anak-anak. Dalam kehidupan
berkeluarga, orang tua tidak hanya memahat mimpi dan harapannya sendiri tetapi
juga berusaha keras mewujudkan mimpi anak-anaknya.
Novel RTJ ini mengangkat secara mendalam kisah anak-anak yang hidup
dalam golongan masyarakat pinggiran, yang tidak semua mimpi-mimpinya dapat
dikabulkan oleh orang tuanya. Selain itu, Asma pun menyadari bahwa sebagai orang
tua tidak hanya mempersiapkan diri, dengan memperbanyak bekal jika ajal
menjemput tetapi juga harus mempersiapkan anak-anak agar tumbuh menjadi
manusia yang memiliki ketegaran dan kesiapan untuk bangkit, betapa pun tragedi dan
ujian hidup bertubi-tubi menghampiri dan berupaya mematahkan semangat.
Pengarang merupakan anggota masyarakat sehingga pengarang juga terikat
dengan system sosial yang melingkupinya. Pengarang dapat menciptakan sebuah
cerita yang diinspirasi dari lingkungan di sekitarnya. Demikian pula ketika seorang
pengarang mengangkat sebuah permasalahan sosial. Hal tersebut berasal dari harapan
dari pengarang untuk ssebuah solusi dari permasalahan sosial yang ada. Setidaknya,
melalui sebuah cerita penulis dapat menumbuhkan kesadaran dan kepekaan
masyarakat pada umumnya akan permasalahan sosial yang ada di sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Dari interaksi sosial Asma Nadia yang merata pada semua tingkat sosial
masyarakat, dia ingin masyarakat pinggiran tidak dikucilkan keberadaannya. Asma
Nadia berbekal dengan pengalamannya tersebut menulis sebuah cerita yang
menggambarkan realita di sekitarnya. Dia menunjukkan bahwa ada banyak
masyarakat yang hidup dengan serba berkekurangan di tengah hingar binger Jakarta.
Selain itu, Asma juga mengangkat problematika dunia pendidikan yang sangat
tidak memihak pada rakyat kurang mampu. Hal ini digambarkan melalui tokoh Alia,
seorang mahasiswa yang terketuk hatinya ketika berada di lingkungan kumuh tempat
tinggal Rara dan kawan-kawannya. Apa yang dirasakan oleh Alia sama dengan
perasaan Asma Nadia ketika pertama kali berjalan menyusuri pinggiran Jakarta dan
menemukan anak-anak jalanan yang hidup dengan tidak layak. Seperti ungkapannya
suatu waktu pada blog pribadinya “Saya menyadari betapa berbedanya apa yang saya
lihat dengan situasi yang saya bayangkan hanya dari riset pustaka”.
Kesulitan masyarakat dalam menuntut ilmu, mendapatkan pendidikan yang
layak diangkat secara utuh dalam cerita ini. Kesulitan tersebut dirangkai dengan suara
hati Asma Nadia dan masyarakat pada umumnya terhadap kebijakan pihak-pihak
terkait yang tidak memihak.
Benaknya malah dipenuhi mimpi untuk mengajak teman-teman di kampus
membuat proyek yang sama. Sekolah singgah dan taman aca di mana-mana.
Hingga tak ada lagi orang tua yang mengurut dada, mengingat mahalnya biaya
sekolah. Fasilitas gratis biaya sekolah yang diberikan pemerintah, pada
kenyataannya tak jarangdakali pihak-ihak tertentu untuk tetap memungut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
biaya ini itu: uang buku, les, sampai uang ujianyang besarnya ratusan ribu dan
mencekik mereka yang tak mampu. Dalam situasi seperti ini, bagaimana
orang tua terpikir menyediakan buku-buku bacaan agar anak-anak memiliki
jendela dunia? (2011:91).
Asma Nadia yang memiliki banyak rumah baca untuk anak-anak kurang
mampu yang tersebar di seluruh Indonesia ini berusaha menyuarakan aspirasi dirinya
dan masyarakat pada umumnya agar pemerintah juga memperhatikan nasib anak-
anak yang kurang mampu. Bagi Asma, pendidikan adalah hal terpenting yang harus
dimiliki oleh anak-anak sebagai bekal hidupnya. Alasan itulah yang memacu dia
mendirikan banyak rumah baca untuk anak-anak. Meskipun tidak bisa
menyekolahkan anak-anak telantar di selurh Indoesia, setidaknya melalui buku-buku
tersebut anak-anak dapat belajar dan memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi hiupnya
kelak.
Latar belakang sosial Asma Nadia yang banyak bersosialisasi dengan
masyarakat yang kurang mampu dan keinginan yang kuat untuk dapat memberikan
harapan bagi mereka, menjadi pendukung dalam pengembangan ide dari penulisan
novel RTJ ini. Oleh karena itu, Asma banyak menyampaikan harapan-harapan
tersebut dalam isi novel sehingga novel ini memiliki banyak pesan positif.
2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ
Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-
orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang
pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Sedangkan sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
menampilkan gambaran kehidupan yang ada dalam masyarakat, seperti kenyataan
sosial yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini, kehidupan
mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia,
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka sebuah karya sastra ditulis
berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-
kebudayaan yang melatarbelakanginya.
Aspek sosial budaya yang ditampilkan dalam novel memberi warna tersendiri
dalam alur cerita yang disajikan pengarang. Masyarakat akan lebih dapat masuk ke
dalam novel karena setidaknya ada penggambaran dasar dari lingkungan sekitarnya.
Aspek sosial budaya yang ditampilkan dalam noveldapat dilihat dari segi pendidikan
anak-anak, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, dan cara pandang
masyarakat terhadap perspektif kehidupan.
a. Pendidikan Anak-anak
Pentingnya pendidikan untuk masyarakat utamanya anak-anak, menjadi salah
satu aspek penting yang mewarnai novel ini. Asma Nadia yang sekalipun bukan
seorang tenaga pendidik resmi tetapi sudah sejak lama bergelut dalam bidang
pendidikan anak-anak kurang mampu, berusaha mengangkat permasalahan tersebut
ke dalam novel.
Masalah pendidikan yang diangkat tersebut menunjukkan betapa masyarakat
pinggiran yang umumnya tinggal di daerah kumuh tidak bisa mendapat pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
yang layak. Hal itu ditunjukkan dari sikap para tokoh anak yang sangat antusias
ketika Ibu Guru Alia membangun sebuah sekolah singgah dari lahan sederhana di
kampung mereka. Lahan itupun merupakan salah satu pemberian dari seorang warga
yang juga tinggal di daerah kumuh tersebut. Dari segala usaha pendirian sekolah
singgah yang dilakukan secara gotong royong oleh warga kampung Menteng Pulo
tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya mereka sangat ingin anak-anaknya
memperoleh pendidikan tetapi keadaan serba kekuranganlah yang membuat mereka
pesimis untuk hal tersebut.
Kenyataan tentang sangat sulitnya pendidikan dinikmati oleh anak-anak yang
kurang mampu juga ditunjukkan melalui ekspresi yang mereka tunjukkan ketika hari
pertama dimulainya sekolah. Meski tidak memakai seragam dan tidak memiliki
fasilitas sekolah yang lengkap seperti sekolah pemerintah pada umumnya, tetapi
mereka sangat semangat dengan keadaan tersebut. Setidaknya mereka punya tempat
untuk belajar meskipun sederhana. Peralatan-peralatan sederhana yang hanya berasal
dari sumbangan donatur yang dikomandani oleh Ibu Guru Alia, tidak pernah
menyurutkan keinginan mereka untuk bersekolah.
Dalam novel ini, Asma menggambarkan realitas yang terjadi pada masyarakat
pinggiran. Hal tersebut dikarenakan latar sosialnya yang sering bergaul dengan anak-
anak kurang mampu yang tergabung dalam rumah bacanya. Dari pergaulan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
dia menjadi sosok yang cukup memahami mimpi dan harapan dari anak-anak dan
masyarakat yang kurang mampu tentang pendidikan yang layak untuk mereka.
Pentingnya pendidikan untuk anak juga digambarkan melalui tokoh ibu Rara.
Dia menyadari betul betapa pentingnya pendidikan untuk kehidupan anaknya.
Sekalipun dia tidak bisa menyekolahkan anaknya, tetapi dia tetap berusaha
memberikan ilmu sebisanya pada anak semata wayangnya tersebut.
Hal itu terlihat dari usahanya untuk mengajari Rara membaca dari koran-
koran bekas yang didapatnya dari hasil memulung suaminya. Dia juga melakukannya
untuk dirinya sendiri. Ibu Rara memilah dan memilih informasi-informasi yang
bermanfaat dari bahan bacaan seperti kertas-kertas, majalah dan koran usang hasil
dari suaminya memulung seharian. Sebelum dijual, dia mengajak Rara untuk
membaca bersamasehingga informasi-informasi tersebut bisa bermanfaat untuk
mereka.
Selain dengan cara tersebut, ibu Rara juga mengajarinya menggunting dan
menggambar. Ibunya memberikan buku gambar yang masih layak pakai dari hasil
suaminya memulung. Dengan sabar dia membimbing Rara, agar anaknya juga tidak
tertinggal dari anak-anak yang lain yang mampu mengenyam pendidikan karena
kemampuan orang tuanya. Setidaknya untuk hal membaca dan menulis, pembelajaran
dasar yang harus dimiliki setiap anak untuk bekal kehidupannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Dalam novel ini digambarkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang mewah
bagi masyarakat pinggiran. Dengan berdasar pada realita yang terjadi dalam
masyarakat, Asma Nadia mengemasnya dengan bahasa yang komunikaatif dan apa
adanya.
b. Pekerjaan
Masyarakat pinggiran tidak memandang strata dalm keluarga dilihat dari segi
pekerjaan, meskipun beban utama mencari nafkah tetap berada di pundak sang ayah.
Anak-anak seperti Rara, Yati, Rafi, dan Akbar juga merasa memiliki kewajiban untuk
mencari uang tanpa diminta oleh orang tuanya. Setidaknya, uang hasil kerja mereka
bisa digunakan untuk membali jajan karena orang tua mereka tidak dapat
memberikan uang saku lebih.
Pekerjaan yang dilakoni oleh penduduk perkampungan kumuh Menteng Pulo
ini umumnya adalah pemulung. Tetapi jika ada modal, mereka biasanya melakukan
pekerjaan lain yang dinilai dapat menghasilkan uang lebih banyak. Pekerjaan tersebut
seperti berjualan makanan ringan atau juga berjualan ikan-ikan hias di toples-toples
kecil.
Ada juga beberapa orang yang kurang memiliki iman yang kuat sehingga
mereka mencari uang dengan cara yang tidak halal seperti melacur. Kesulitan hidup
yang menghimpit sangat mempengaruhi pilihan pekerjaan tersebut. Sebenarnya
mereka juga ingin bekerja dengan cara yang halal tetapi susahnya mendapatkan
pekerjaan karena tdak memiliki latar pendidikan yang memadai membuat mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
berpikiran mengambil jalan pintas seperti itu. Bagi mereka, yang terpenting adalah
mereka bisa makan dan melanjutkan hidup. Hal tersebut digambarkan melalui sosok
Bude Asih. Dia bekerja pada malam hari dan kembali pada pagi harinya dengan
berpakaian yang ketat dan sangat minim, juga dengan dandanan bedak yang tebal.
Pekerjaan melacur pada novel ini tidak digambarkan secara vulgar, hanya
menemani para tamu yang datang dengan mesra. Tetapi hal tersebut cukup untuk
menggambarkan ketidakbaikan dari pekerjaan ini. Lokasi perkampungan Menteng
Pulo tersebut sangat mendukung untuk bisnis seperti itu, karena keadaan sekitar yang
gelap dan banyak warung-warung remang di sekitarnya. Hal tersebut menjadi suatu
solusi cepat dan tepat bagi mereka yang tidak memiliki iman yang kuat.
Seorang perempuan sepantaran Bude Asih, dengan bedak tebal dan bibir
merah duduk di atas pangkuan bapak-bapak paro baya. Sebagian lagi
menemani berjoget atau menuangkan mnuman ke dalam gelas dan mengupas
kacang kulit lalu menyuapkannya ke mulut pengunjung laki-laki. Pakaiannya
ketat dan pendek. Persis baju-baju yang dikenakan Bude Asih. Perlahan Rara
mulai paham. “Itu yang dilakukan pelacur, lonte, jablay…ngerti?” rara
mengangguk. Akbar dan Rafi bernafas lega (2011:44).
Sedangkan untuk anak-anak, pekerjaan yang biasa mereka lakukan adalah
mengamen dan mengojek payung. Biasanya mereka melakukan hal tersebut setelah
memulung. Untuk pekerjaan mengojek payung, dikerjakan dengan melihat kondisi
kaetika itu. Sering mereka berharap agar hujan turun sangat deras agar mereka
mendapat banyak tambahan uang untuk membantu keluarga ataupun untuk
keperluannya sendiri. Hal tersebut seperti yang dialami oleh Rara. Ketika dia
memiliki keinginan yang kuat untuk memenuhi keinginan ibunya untuk makan nasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
rendang, dia bekerja sangat keras hingga dan berdoa agar hujan makin deras sehingga
makin banyak orang yang membutuhkan jasa payungnya.
Kehidupan masyarakat pinggiran yang serba kekuranganlah yang membuat
anak-anak ikut bekerja. Tetapi mereka tidak dipaksa oleh orang tuanya, melainkan
keinginan mereka sendiri.
c. Bahasa
Bahasa yang dominan digunakan dalam novel RTJ adalah bahasa Indonesia.
Hal ini dikarenakan latar dari novel yang berada di wilayah Jakarta. Pada umumnya
masyarakat Jakarta menggunakan bahasa sebagai bahasa sehari-hari.
Dalam novel ini tidak digunakan bahasa Indonesia yang baku karena bahasa
digunakan pada percakapan sehari-hari antaranggota masyarakat di perkampungan
Menteng Pulo. Untuk pergaulan anak-anak yang dominan pada novel ini, digunakan
bahasa gaul seperti remaja Jakarta pada umumnya.
Sebutan-sebutan lo, gue, nyokap, bokap, menunjukkan bahasa gaul yang
familiar di kehidupan anak-anak perkampungan ini. Namun bahasa seperti itu sudah
dapat dipahami hamper seluruh masyarakat Indonesia karena banyak digunakan di
televisi dan bersifat komunikatif.
d. Tempat Tinggal
Novel RTJ mengambil latar daerah perkampungan kumuh Menteng Pulo,
pinggiran Jakarta Pusat. Dalam novel ini, lingkungan tersebut digambarkan sebagai
tempat tinggal yang kumuh, yang kurang layak untuk dihuni. Masyarakat hidup di
daerah perkuburan Cina yang sudah tidak terurus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Suasana gelap di wilayah tersebut memungkinkan adanya aktivitas yang
kurang baik di sekitarnya. Seperti yang banyak dilihat oleh anak-anak secara diam-
diam.
Apalagi malam minggu. Kuburan mendadak meriah oleh banyaknya pasangan
yang kencan. Rara sering melihat laki-laki dan perempuan, berpasang-pasang,
dengan seenaknya duduk-duduk atau bahkan berangkulan di atas makam-
makan yang tidak terurus itu. Pemandangan yang membuat matanya risih.
Pemandangan yang sering diintip Akbar dan kawan-kawan lelakinya yang
lain. Meski mereka tidak mau mengaku (2011:8).
Tempat tinggal Rara ini juga sekaligus menjadi tempat pembuangan sampah
yang di antaranya telah banyak berdiri rumah-rumah kontrakan. Tidak seperti pada
umumnya, jumlah rumah kontrakan yang benar-benar rumah justru jumlahnya jauh
lebih sedikit dari rumah-rumah yang terbuat dari kardus dan triplek.
Para warga yang menempati rumah-rumah kardus tersebut sudah sering
berpindah-pindah tempat bermukim dikarenakan adanya penertiban yang dilakukan
oleh pemerintah setempat dan petugas Satpol PP.
Dan Rara bukan tidak tahu itu. Serbuan mendadak dari rombongan aparat
yang serta merta menimbulkan kepanikan. Larian lintang pukang para warga,
teriakan panic keluarga yang tercerai berai. Dan memandang apa yang selama
ini mereka bangun, meski amat sederhana dengan susah payah, rata dengan
tanah dalam sekejap (2011:71).
Kepala Rara tertunduk. Dia sendiri mengalami. Dan semua teriakan, wajah
pucat pasi Ibu menggenggam tangan Rara kuat-kuat sambil membawa sedikit
barang yang sempat mereka selamatkan. Dia tidak akan lupa. Juga tatapan
getir Bapak saat keadaan mulai aman dan mereka kembali, untuk membangun
semua dari awal lagi (2011:71).
Keinginan Rara akan sebuah jendela di rumahnya juga menggambarkan
betapa kesehatan rumah di daerah tersebut jauh dari kata layak. Tetapi inilah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
gambaran dari tempat tinggal yang mereka huni sehari-hari dan hal tersebut
merupakan realita yang terjadi di sekitar kita.
Dari jendela dia akan bisa melihat burung-burung hinggap di atap rumah-
rumah triplek. Atau kupu-kupu yang beterbangan. “Di tempat sampah kok
bayangin kupu-kupu!”, celetuk ibunya Yati sinis, ketika suatu hari Rara
menceritakan keinginannya pada Yati (2011:39).
e. Kebiasaan Hidup
Di tengah hingar bingar kehidupan modern Jakarta, novel RTJ mengangkat
kisah tentang golongan masyarakat yang sering terabaikan keberadaannya di kota
metropolitan tersebut. Ada banyak kebiasaan masyarakat pinggiran yang jauh dari
kemodernan masyarakat Jakarta pada umumnya. Ini merupakan sebagian gambaran
yang menceritakan kerasnya bertahan hidup di Jakarta.
Kesederhanaan dari pola hidup masyarakat perkampungan kumuh identik
dengan keterbatasan yang mereka hadapi. Kebiasaan yang menggambarkan hal
tersebut dikemas dalam beberapa hal. Kehidupan kampung yang serba berkekurangan
mengakibatkan mereka harus bertahan dengan budaya kamar mandi umum.
Ketidakadaan biaya membuat ketidakmungkinan untuk membangun kamar mandi
sendiri di masing-masing tempat hunian. Kamar mandi umum tersebut menjadi
tempat hamper semua warga kampung mandi setiap pagi dan sore, dan juga mencuci
pakaian.
Selain kebiasaan tersebut, ada juga penggambaran kesederhanaan yang
diperlihatkan dalam dunia anak-anak. Ketidakmampuan mereka membatasi keinginan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
mereka untuk dapat bersenang-senang seperti orang-orang mampu pada umumnya,
bermain di mall atau bermain play station. Kebiasaan mereka dalam mencari hiburan
hanyalah dengan menikmati permainan dari barang-barang bekas hasil memulung
orang tua mereka, permainan topeng monyet jika kebetulan ada yang mengundang,
atau juga menikmati impian-impian mereka dengan mengintip makanan-makanan
masakan Padang yang belum pernah mereka makan.
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat pinggiran seperti
daerah Rara ini juga mengakibatkan mereka kurang bisa menikmati kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Seperti yang terjadi pada masyarakat
tersebut, masih terbiasa menggunakan minyak tanah untuk memasak sekalipun harga
minyak tanah melambung tinggi melebihi harga gas. Tetapi dengan keterbatasan
mereka, mereka harus rela menerima itu semua, nasib untuk tidak tersentuh fasilitas-
fasilitas yang disediakan pemerintah yang sesungguhnya justru diperuntukkan warga
tidak mampu seperti yang ada di perkampungan kumuh Menteng Pulo ini.
f. Cara Memandang Perspektif Kehidupan
Kehidupan masyarakat pinggiran dalam novel RTJ ini memberikan
pandangan-pandangan bernilai positif bagi para pembaca. Sekalipun hidup dalam
himpitan ekonomi, tetapi masyarakat pada umumnya memiliki keteguhan hati untuk
mencari nafkah dengan cara yang halal.
Hal tersebut digambarkan oleh sosok Bapak dan Ibu Rara. Mereka memegang
teguh prinsip agama untuk tidak putus asa dengan mengambil jalan pintas atau
pekerjaan yang tidak halal dalam mempertahan hidup mereka. Mereka berpendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
bahwa sekalipun hidup susah tetapi jangan sampai merugikan orang lain apalagi
mengkhianati Tuhan yang menciptakan kita.
Menurut keluarga Rara, segala sesuatu yang diajarkan agama, merupakan hal
baik yang harus selalu ditaati. Oleh karena itulah, sekalipun sepeninggal ibu Rara
kehidupan keluarga Rara tidak membaik, tetapi Bapak Rara tidak memperbolehkan
Bude Asih yang bekerja sebagai pelacur memberikan uang kepada Rara dan si Mbok,
ibunya. Meskipun uang dari penghasilan Bude Asih cukup membantu perekonomian
keluarga mereka, tetapi Bapak tidak mau member makan keluarganya dengan uang
yang berasal dari pekerjaan haram tersebut.
Rasa solidaritas yang tinggi juga ditunjukkan dalam kehidupan masyarakat
perkampungan kumuh ini. Terutama ditunjukkan dalam hubungan pertemanan Rara
dan kawan-kawannya. Mereka saling membantu dengan keterbatasan yang mereka
miliki. Bahkan ketika Rara memiliki uang lebih, dia berinisiatif membelikan teman-
temannya makan siang dari rumah makan Masakan Padang yang sangat dinginkan
oleh teman-temannya, padahal dia juga ingin membeli jendela impiannya dari uang
tersebut.
Lama-lama dikumpulkan, uangnya cukup untuk mentraktir teman-temannya
makan di restoran padang. Sudah tak terhitung berapa kali Rara dan teman-
temannya bolak balik restoran padang yang besar itu. Dia sendiri belumpernah
mencicipi. Sebenarnya Rara punya rencana lain dengan uangnya itu,
tapi…teman-temannya menatap lapar. Beralih-alih dari memandangnya lalu
ke restoran. Rafi sudah menelan ludah berkali-kali (2011:38).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat
a. Pembaca yang Menyertai Novel
Komentar-komentar yang disertakan dalam paket novel dan skenario film RTJ
ini, kesemuanya dikemukakan setelah membaca novel dan menonton wujud
visualisasinya dalam bentuk film. Ada beberapa orang yang memberikan komentar
terhadap novel dan film ini, antara lain Hardo Sukoyo (redaksi Delta Film), Fachri
Said (pemerhati film nasional), Ray Sahetapi (aktor), Aryo Didiwardhono (marketing
manager Oral Care Unilever), dan Dewi Motik (ketua Organisasi Wanita Se-Asean).
Pengakuan kelima pembaca ini dikutip untuk bahan pembanding sebagai resepsi
pembaca yang sengaja dipilih oleh peneliti.
Pernyataan-pernyataan yang bernada positif tersebut menunjukkan bahwa
novel RTJ memiliki nilai-nilai universal yang dapat diterima masyarakat dengan baik.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan menunjukkan pesan-pesan yang
disampaikan pengarang pada pembaca sudah tersampaikan. Seperti pernyataan dari
Dewi Motik yang memberikan pandangan positif bahwa novel dan film RTJ ini dapat
membangun rasa simpati dan empati terhadap sesama yang selama ini cenderung
memudar di tengah masyarakat kita.
b. Pembaca dari Media Online
Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data yang berasal dari media
komunikasi online yang berisi tentang kometar para pembaca novel RTJ karya Asma
Nadia pada situs http://www.goodreads.com/book/show/10422046-rumah-tanpa-
jendela. Para pembaca pada mulanya tertarik membaca novel ini karena ketenaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
sang pengarang. Tetapi untuk selanjutnya, justru novel ini membawa rasa penasaran
bagi para pembaca untuk dapat membaca secara utuh novel tersebut.
Komentar-komentar positif juga muncul dari para pembaca ini. Mereka
mengemukakan pandangan positifnya tentang pengangkatan masyarakat pinggiran
sebagai latar sosial yang diangkat dalam novel ini. Golongan masyarakat yang selama
ini sering luput dari pandangan mereka, justru mengajarkan banyak hal tentang
kesederhanaan kehidupan. Para pembaca mampu menangkap dengan baik pesan-
pesan yang disampaikan pengarang melalui cerita ini.
c. Pembaca yang Sengaja Dipilih oleh Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai lima informan dari latar
belakang yang berbeda, antara lain Annisa Nur Maulidya (Siswa SMP), Dwi Eka
Susanti (Siswa SMA), Dyan Ayu Ratnaningtyas (Mahasiswa UMS), Asri Musandi
Waraulia (Dosen IKIP Madiun), Dyan Novita Ratriani (Mahasiswa S2 dan guru MTs
Blora), , dan Umi Sayekti (Ibu Rumah Tangga). Keberagaman latar belakang ini
mencerminkan bahwa novel RTJ merupakan novel yang bagus untuk semua
kalangan.
Berdasarkan data yang masuk dapat disimpulkan bahwa pernyataan-
pernyataan yang disampaikan oleh informan sudah memenuhi data yang diperlukan
oleh peneliti. Para informan pada umumnya membarikan pernyataan positif terhadap
novel RTJ ini, semuanya diungkapkan dengan bahasa yang sesuai dengan tingkatan
umurnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Untuk responden pertama, Annisa Nur Maulidya, seorang siswa SMP,
menyatakan kesadarannya bahwa kehidupan masyarakat pinggiran seperti yang ada
dalam novel RTJ ini tidak seperti yang dia bayangkan selama ini. Justru anak-anak di
lingkungan tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti mengenai rasa saling
membantu dan setia kawan.
Untuk responden kedua, Dwi Eka Susanti, seorang siswa SMA, perhatiannya
lebih tertuju pada keberadaan masyarakat pinggiran yang selama ini cenderung
dikucilkan. Selain itu, dia juga mengungkapkan kekagumannya terhadap peran Ibu
Guru Alia yang masih peduli dengan keberadaan masyarakat seperti dalam
perkampungan kumuh tersebut. Dia sebagai orang yang berkecukupan memiliki jiwa
sosial yang tinggi sehingga dengan semangatnya mendirikan sekolah singgah dan
rumah baca sederhana di tempat tersebut, hal yang menjadi impian para orang tua dan
anak-anak yang tinggal di daerah itu. Cerita ini memberikan pelajaran berharga untuk
kehidupannya, betapa dia bersyukur dengan jalanh idup yang diterimanya hingga saat
ini dan mulai tumbuh simpati dan empati pada dirinya terhadap masyarakat pinggiran
seperti latar sosial dalam novel ini.
Untuk responden ketiga, Dyan Ayu Ratnaningtyas, seorang mahasiswa UMS,
lebih mengungkapkan pandangannya terhadap kehidupan sosial yang diangkat dalam
novel RTJ ini. Responden terkesan terhadap kehidupan dalam masyarakat pinggiran
tersebut yang memberikan banyak pelajaran untuk kita. Selama ini masyarakat
kurang memperhatikan keberadaan mereka bahkan justru dianggap kotor dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
mengganggu. Dari membaca novel ini, Ayu dapat memperoleh nilai positif yang bisa
diaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk responden keempat, Asri Musandi Waraulia, seorang dosen IKIP
Madiun, menyatakan penilaian yang positif terhadap solidaritas pertemanan anak-
anak perkampungan kumuh tempat Rara tinggal, kasih sayang orang tua pada
anaknya, dan cara memperlakukan anak dengan kebutuhan khusus seperti anak autis.
Dalam pernyataan secara utuh yang disampaikan oleh Asri, peneliti menangkap
adanya ilmu yang baru didapatnya dari novel RTJ ini, khususnya terkait dengan anak
autis. Hal ini dikarenakan belum banyaknya referensi yang dia baca mengenai
perlakuan orang tua terhadap anak autis. Dalam novel ini, hal tersebut digambarkan
secara komunikatif dan nyata sehingga mudah diterima oleh pembaca.
Untuk responden kelima, Dyan Novita Ratriani, seorang mahasiswa sekaligus
guru MTs yang banyak bergelut dengan anak-anak dalam kesehariannya, menyatakan
pandangan yang positif terhadap novel RTJ ini. Novel ini berpenngaruh pada
pandangan hidupnya, kesadaran akan terkadang kita sebagai anak kurang memahami
apa yang disampaikan oleh orang tua kita. Setiap orang tua pasti memberikan yang
terbaik untuk anak-anaknya, sekalipun terkadang kita tidak dapat menangkap maksud
tersebut secara langsung dan utuh.
Untuk responden keenam, Umi Sayekti, seorang ibu rumah tangga,
mengemukakan pernyataan positifnya secara lebih menyeluruh. Latar belakang
sebagai ibu rumah tangga yang memiliki anak dan berperan tunggal sebagai seorang
ibu, membuatnya memiliki kepekaan terhadap apa yang ada dalam novel ini. Kasih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
sayang yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anaknya, yang mau melakukan
apapun demi kebahagiaan anaknya merupakan hal yang patut dicontoh. Selain itu
juga kebulatan tekad yang dimiliki oleh Ibu Rara yang tetap berusaha memberikan
yang terbaik dalam hal pendidikan untuk ankanya, sekalipun dengan keterbatasan
yang dia miliki.
Dari keseluruhan komentar yang diberikan oleh pembaca, dapat disimpulkan
bahwa novel RTJ memiliki banyak pesan positif. Pengarang ingin menyampaikan
banyak hal bersifat positif dari aspek pendidikan, pergaulan, sosial masyarakat, dan
agama, dan pesan-pesan tersebut telah diterima dengan baik oleh para pembaca.
4. Nilai Pendidikan dalam Novel RTJ
Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya
sastra yang baik, termasuk novel selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang
bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencakup nilai
pendidikan moral, agama, sosialm maupun budaya/kebiasaan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Herman J. Waluyo (1990:27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada
dalam makna karya sastra bagi kehidupan.
Pendidikan berfungsi mengembangkan manusia, masyarakat, dan alam
sekitar. Fungsi ini dipakai dalam suatu proses yang berkesinambungan dari suatu
generasi ke generasi. Selanjutnya, proses pendidikan tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah, tetapi lebih mendalam dapat dipelajari dari lingkungn keluarga
dan sosial masyarakat. Pendidikan berlaku dimana saja dan kapan saja. Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
pendidikan tersebut adalah nilai-nilai dalam kehidupan keluarga yang akan
membentuk watak setiap anggota keluarga untuk kemudian menjadi bekal dalam
hidup bermasyarakat.
Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan
pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak semua
karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat
dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika yang dibacanya itu dapat menyentuh
perasaan dan digunakan bahan cerminan kehidupan pembaca.
Novel RTJ ini merupakan novel yang sarat akan nilai-nilai pendidikan. Nilai
yang diambil dapat bersifat positif maupun negative. Contoh yang bersifat positif
dapat langsung menjadi teladan bagi pembaca, sedangkan contoh negatif dapat
dijadikan pelajaran untuk kemudian dihindari dari kehiduan sehari-hari.
a. Nilai Pendidikan Agama
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk
bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam
menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan
tanggungjawab kepada Tuhan, dirinya sebagai hamba Tuhan, manusia, dan
masyarakat serta alam sekitarnya.
Agama telah menjadi satu kekuatan untuk kebaikan. Hal ini yang menjadi
bukti bahwa dalam cerita terkandung nilai pendidikan agama yang masih memiliki
relevansi dengan kehidupan pada saat ini dan pada saat-saat mendatang. Agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
menekankan kepada ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan sertta sikap
mnerima terhadap apa yang terjadi.
Hal tersebut diperlihatkan oleh sosok Ibu Rara yang selalu bersyukur dengan
semua rejeki yang dia terima. Dia mengajarkan pada Rara untuk selalu bersyukur dan
tidak mengeluh karena Allah tidak pernah membiarkan umatNya terlunta-lunta
kekurangan. Kekurangan hanyalah dikarenakan manusia yang malas untuk berusaha.
Ibu Rara juga mengajarkan untuk selalu taat beribadah dalam kondisi apapun.
Allah selalu mengabulkan permintaan umatNya yang membawa kebaikan, hanya saja
terkadang ada hal yang lebih penting yang harus didahulukan dari permintaan
tersebut. Oleh karena itu, tetaplah meminta pada Allah dan berusaha sekuat tenaga
untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Keterkaitan agama dengan ketentraman batin juga ditunjukkan oleh sosok bu
Guru Alia. Dia memberkan masukan untuk Rara agar selalu membaca Al Fatihah
sebagai jembatan pengantar rindu pada orang-orang yang telah meninggalkannya. Hal
ini menunjukkan agama tetap menjadi tumpuan sedalam apaun keterpurukan yang
dialami oleh manusia.
Nilai agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam,
harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia. Nilai agama
sifatnya mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yakin dan percaya
karena ajaran agama merupakan petunjuk hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada
manusia. Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba untuk selalu tunduk dan
patuh pada segala aturanNya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Hal ini bersifat
universal bagi semua ajaran agama. Pemahaman nilai agama yang tinggi akan
menjadikan manusia saling mengasihi.
Kehidupan beragama yang baik juga digambarkan oleh sosok tokoh nenek
dan Aldo. Nenek dan Aldo yang hidup serba lebih dari cukup ini juga selalu mentaati
tuntunan agama dalam kesehariannya. Nenek selalu membaca Alquran dengan rutin,
tidak hanya untuk dirinya tetapi juga ditujukan untuk keberlangsungan hidup
keluarga besarnya. Pemahaman yang baik tentang agama inilah yang menjadikan
Nenek memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap sesama dan merawat dengan sangat
sabar dan tulus cucunya yang berkebutuhan khusus karena menderita autis.
Segala problematika kehidupan berjalan atas kehendak Tuhan, oleh karena
itulah manusia harus selalu berserah diri pada Tuhan. Agama telah mengatur semua
hal secara lengkap untuk kebaikan umat manusia sehingga manusia harus
mematuhinya agar senantiasa mendapatkan rahmat dan keselamatan.
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral identik dengan agama, sosial, serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku
dalam masyarakat. Pendidikan moral itu sendiri terkait erat dengan budi pekerti yang
tercermin melalui tingah laku seseorang. Menurut Burhan Nurgiyantoro (1995:322),
moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Karya sastra fiksi, senantiasa menawarkan pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkanhak
dan martabat manusia.
Moral merupakan tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari nilai- baik
dan buruk, benar dan salah, berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam novel RTJ banyak sekali nilai moral yang digambarkan dalam perilaku tokoh-
tokohnya. Nilai moral yang tinggi ditunjukkan oleh sosok orang tua Rara yang selalu
berusaha membahagiakan keluarganya. Dalam kehidupannya, dia berprinsip untuk
tiddak merugikan orang lain dalam hal apapun. Oleh karena itu, sekalipun hidup
dengan himpitan ekonomi, tetapi keluarga Rara selalu mencari penghasilan dengan
cara yang halal.
Selain itu, kebaikan juga ditunjukkan oleh ibu Rara yang mengajari tata cara
anaknya dalam bergaul. Dia memperingatkan Rara ketika dia menceritakan kepada
ibunya dan memanggil teman-temannya dengan sebutan-sebutan tertentu. Ibu Rara
menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, demikian
juga dengan diri kita sendiri. Oleh karena itu, tidak seharusnya memanggil orang lain
dengan kekurangannya.
Ibu guru Alia juga menunjukkan nilai moral yang baik dengan selalu mentaati
perintah orang tuanya meskipun perintah tersebut tidak sesuai dengan keinginannya.
Ini terlihat saat orang tua Ibu Guru Alia diminta melanjutkan perkuliahan di jurusan
sekretaris. Dia sebenarnya sangat tertarik dengan dunia pendidikan, tetapi karena
kepatuhannya terhadap orang tua, maka dia mengikuti permintaan orang tuanya
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Namun, di antara contoh yang bersifat positif tersebut juga ada contoh yang
bersifat negatif. Hal tersebut digambarkan oleh sosok Bude Asih yang memilih
melacur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia merasa putus asa karena tidak
juga mendapatkan pekerjaan yang dapat membantu perekonomiannya. Oleh karena
itu dia mengambil keputusan untuk bekerja sebagai pelacur sebagai jalan pintasnya
agar cepat mendapat uang.
Hal tersebut sangat tidak patut untuk ditiru. Tetapi novel ini mengungkapkan
penolakan secara tegas terhadap sikap Bude Asih tersebut. Penolakan itu ditunjukkan
oleh sosok Bapak Rara yang kemudian mengusir Bude Asih karena sudah
memberikan contoh yang tidak baik untuk Rara.
Selain itu, contoh yang buruk juga ditunjukkan oleh keluarga Aldo yang
kurang memperhatikan keberadaan aldo sebagai anggota keluarga. Mereka merasa
malu memiliki adik dan anak seperti Aldo yang menderita autis. Ketika ada acara
dengan rekanan bisnisnya atau acara dengan teman-temannya, Mama Aldo dan
Andini tidak memperbolehkan aldo untuk keluar kamar. Namun dalam novel ini,
sikap buruk tersebut juga dipatahkan perlahan melalui sosok Nenek dan kak Adam
yang merupakan kakak tertua Aldo. Mereka dengan sabar dan tulus memperhatikan
dan merawat Aldo dengan sangat baik. Kak Adam juga mengikutsertakan aldo dalam
kegiatannya agar adiknya tersebut merasa memiliki teman.
Dalam novel ini, ditunjukkan nilai moral yang bersifat positif dan negatif.
Contoh-contoh yang bersifat negatif dirangkai dengan alur cerita yang bernilai positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
sehingga pembaca dapat memilah dan memilih hal baik dan buruk, yang dapat
dicontoh dan yang harus dihindari oleh pembaca.
c. Nilai Pendidikan Sosial
Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap individu
ingin mengadakan hubungan komunikasi, interaksi dengan individu lain menunjuk
pada keinginan saling mengenal antarindividu dalam pergaulan. Pergaulan
merupakan eujud dari interaksi sosial. Menurut Ahmadi (1990:25) interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakukuan individu
yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebalikanya.
Kesadaran terhadap nilai-nilai sosial akan membawa manusia pada
kesadarannya bahwa dalam hidup dia tidak akan lepas dari bantuan orang lain.
Kesadaran itu mutlak diperlukan agar dalam setiap tindakan memiliki batas-batas
tertentu dan selalu mengukur semua perbuatan dengan kacamata kemanusiaan.
Ukuran tindakan manusia sebagai bagian dari masyarakat secara keseluruhan, bukan
dari berapa besar tindakan itu menguntungkan dirinya, melainkan berapa jauh
tindakan itu menguntungkan serta menyempurnakan kemanusiaan masyarakat lain di
sekitarnya.
Kedudukan seseorang sebagai individu tidak terlalu penting. Tetapi yang
terpenting adalah bagaimana individu secara bersama-sama membantu masyarakat
yang keselarasannya akan menjamin kehidupan yang lebih baik untuk masing-masing
indivdu. Manusia tidak bisa hidup terpisah antra satu dengan yang lain. Oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
itu, sikap saling menghormati, menghargai, dan tenggang rasasangat diperlukan
dalam proses kehidupan.
Nilai pendidikan sosial novel RTJ dapat diambil dari perilaku tokoh-tokoh di
dalamnya. Nilai sosial ditunjukkan oleh sosok Rara dalam pergaulan dengan teman-
temannya. Dalam keadaan apapun, mereka saling membantu satu dengan yang
lainnya. Ketika Rara tertimpa musibah, Bapak dan Si Mbok terbaring di rumah sakit,
teman-teman Rara dengan setia mengunjunginya. Mereka selalu menghibur Rara
untuk meringankan rasa sedihnya. Selain itu, sikap sosial juga ditunjukkan oleh Rara
sendiri ketika dia memiliki uang lebih dari hasil tabungannya, dia memilih keputusan
untuk membelanjakan uang tersebut dengan makan siang bersama teman-temannya di
restoran masakan Padang karena sehari-hari Rara dan teman-temannya hanya bisa
melihat dari balik kaca tanpa bisa menikmatinya sedikitpun.
Selain itu, rasa sosial yang tinggi juga ditunjukkan oleh warga yang saling
membantu ketka masyarakatnya mengalami kesulitan. Persamaan nasib membuat rasa
saling membantu di antara mereka sangat tinggi. Ketika daerah kumuh itu digusur
oleh pemerintah, mereka bahu membahu saling membantu satu dengan yang lainnya.
Juga ketika terjadi kebakaran, mereka saling menyelamatkan satu dengan yang
lainnya. Keberadaan rumah yang sulit dijangkau oleh petugas pemadam kebakaran,
menjadikan mereka berjuang bersama dalam memadamkan api dengan alat seadanya
dan menyelamatkan apapun dan siapapun yang dapat diselamatkan.
Nilai sosial sebagai wujud kepedulian antarsesama ditunjukkan oleh sosok Ibu
Guru Alia yang dengan semangat dan ketulusan membangun sekolah singgah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
taman baca sederhana di kampung Rara. Kepeduliannya terhadap nasib pendidikan
anak-anak yang kurang mampu menunjukkan jiwa sosialnya yang tinggi.
Tokoh Aldo, penderita autis, dan neneknya juga menggambarkan nilai sosial
antarsesama. Mereka tidak memandang latar belakang Rara dan kawan-kawannya
untuk saling bersosialisasi. Karena bagi mereka, bukan keadaan ekonomi yang
membedakan manusia satu dengan yang lain, tetapi kebaikan dan ketulusan hatilah
yang membedakan peran sosialnya dalam masyarakat. Dan bagi mereka, Rara dan
kawan-kawannya merupakan anak-anak yang baik meskipun berasal dari
perkampungan kumuh di pinggiran Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap
mereka yang menolong Aldo meskipun mereka tidak saling kenal sebelumnya.
Kepedulian tokoh-tokoh tersebut terhadap manusia yang lainnya
menunjukkan tingginya nilai sosial yang mereka miliki. Ini semua merupakan contoh
yang baik untuk para pembaca sehingga lebih memeperhatikan apa yang ada di
lingkungan sekitarnya.
d. Nilai Pendidikan Budaya
Budaya atau tradisi dapat diartikan sebagai cara atau kelakuan yang sudah
menjadi kebiasaan suatu golongan masyaarakat. Kebiasaan yang dimaksud seringkali
sudah mendarahdaging dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,
pola pikir atau cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan juga menjadi
bagian dari sistem budaya.
Nilai budaya dalam novel ini dapat diambil dari kebiasaan dan pola pikir dari
para tokoh dan masyarakat yang menjadi latar cerita. Seperti yang ditunjukkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Ibu Guru Alia yang masih menganut budaya Jawa, dengan mengikuti perintah orang
tuanya dalam bidang pendidikan dan perjodohan. Dia tidak berani membantah
perintah orang tua ketika diminta untuk kuliah di jurusan sekretaris meskipun itu
sangat tidak sesuai dengan keinginannya. Selain itu, orang tuanya juga
menjodohkannya dengan seorang anak dari temannya. Dia pun mengikuti semua
prosesnya meskipun tanpa diketahui oleh orang tuanya dia sudah jatuh hati pada laki-
laki lain.
Selain itu, kehidupan masyarakat di perkampungan kumuh tempat Rara
tinggal juga menunjukkan kebiasaan yang dapat digolongkan pada nilai budaya.
Seperti pada kebiasaan masih menggunakan kompor dengan minyak tanah, selain
karena tidak mendapat jatah yang diberikan pemerintah, para warga juga masih takut
menggunakan gas. Hal tersebut dikarenakan kebiasaannya dari dahulu kala, sehingga
merasa lebih aman dengan menggunakan minyak tanah sekalipun harganya lebih
mahal dari gas.
Hal tersebut menunjukkan kesedrhanaan dari masyarakat perkampungan
kumuh yang kurang dapat menerima dengan terbuka dan secara langsung
kemodernan yang semakin berkembang. Kebiasaan suatu kaum menjadikan hal
tersebut sebagai identitas yang membedakan dengan golongan yang lain dengan
keadaan umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. SIMPULAN
1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel RTJ
Cerita fiksi selalu berhubungan dengan latar belakang pengarang itu sendiri.
Latar belakang kehidupan dan proses kreatif pengarang sedikit banyak mempengaruhi
lahirnya sebuah karya sastra. Karya Asma Nadia berupa novel RTJ ini juga
dipengaruhi oleh latar belakang sosial pengarang. Dekatnya pergaulan Asma dengan
pendidikan anak-anak kurang mampu memberikan inspirasi bagi dirinya untuk
menulis novel RTJ ini. Selain itu juga pengalamannya yang pernah mendalami
kehidupan masyarakat pinggiran Jakarta, membuatnya menjatuhkan pilihan pada
perkampungan kumuh Menteng Pulo sebagai latar cerita.
Asma Nadia memiliki banyak sekali rumah baca yang tersebar di seluruh
Indonesia dan hingga saat ini masih berusaha memperluas jangkauannya. Rumah
baca tersebut diperuntukkan anak-anak yang kurang mampu yang tidak dapat
menikmati pendidikan yang layak seperti anak-anak pada umumnya. Dengan
pengalaman inilah Asma membawa misi mengangkat dunia pendidikan sebagai salah
satu permasalahan besar yang ada dalam novel RTJ. Dalam novel tersebut, dia
menempatkan diri sebagai orang tua sekaligus anak-anak yang sangat bermimpi bisa
127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
mendapat pendidikan yang layak agar bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa latar belakang sosial pengarang memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap lahirnya novel RTJ.
2. Aspek Sosial Budaya dalam Novel RTJ
Sebuah cerita rekaan menampilkan aspek sosial udaya masyarakat sebagai
wujud rekaan dari realita yang ada di sekitarnya. Aspek sosial budaya yang
ditampilkan dalam novel memberi warna tersendiri dalam alur cerita yang disajikan
pengarang. Masyarakat akan lebih dapat masuk ke dalam novel karena setidaknya ada
penggambaran dasar dari lingkungan sekitarnya. Aspek sosial budaya yang
ditampilkan dalam noveldapat dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat
tinggal, kebiasaan, dan cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan.
3. Pengaruh Novel RTJ terhadap Masyarakat
Setiap karya sastra memiliki nilai-nilai yang menjadi pesan yang ingin
disampaikan pengarang terhadap pembacanya. Pengarang memiliki harapan bahwa
karyanya dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembaca sehingga karya
tersebut dapat bermanfaat secara menyeluruh. Novel RTJ ini memberikan banyak
pengaruh positif terhadap pembacanya dilihat dari segi sosial, cara pandang tokoh
terhadap kehidupan, kebiasaan yang berawal dari kesderhanaan, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Secara mendasar novel ini menyadarkan pembaca akan keberadaan
masyarakat pinggiran yang selama ini sering terabaikan oleh masyarakat pada
umumnya, bahkan dianggap kotor dan tidak layak. Novel ini memberikan
pemahaman baru pada masyarakat bahwa dari golongan masyarakat yang
demikianpun kita semua bisa belajar banyak tentang kehidupan untuk menjadi lebih
bijak.
Sedikitnya ada taiga belas responden yang memberikan penilaian positifnya
terhadap novel RTJ ini. Kesemuanya mengajukan komentar bernada positif yang
beragam mengenai novel RTJ. Ini menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan
pengarang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
4. Nilai Pendidikan dalam Novel RTJ
Karya sastra yang baik pasti mengandung nilai-nilai pendidikan. Pengarang
menciptakan karnyanya memiliki tujuan tertentu diantaranya adalah mendidik para
pembacanya. Nilai pendidikan dari sebuah cerita bisa dilihat dari hal-hal yang bersifat
positif maupun negatif. Kedua hal tersebut perlu disampaikan agar kita dapat
memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Nilai pendidikan tersebut terdiri dari
nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai
pendidikan budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Dalam novel RTJ ini, nilai pendidikan agama ditunjukkan dengan kepatuhan
umat terhadap Tuhannya. Dalam keadaan apapun, sesulit apapun, masyarakat selalu
menjadikan agama sebagai tujuan. Dalam novel ini, ditunjukkan cara mendekatkan
diri pada Tuhannya yaitu dengan sholat lima waktu, mengaji, dan berdoa sepanjang
waktu dengan kepasrahan terhadap kehendak Tuhan.
Nilai pendidikan moral ditunjukkan melalui perilaku tokoh dalam novel RTJ.
Hal ini terkait dengan rasa solidaritas yang tinggi dalam pergaulan masyarakat,
kepedulian terhadap sesama, dan kasih sayang antaranggota keluarga. Nilai
pendidikan sosial digambarkan melalui hubunggan antarmasyarakat dalam
perkampungan kumuh Menteng Pulo tempat tinggal Rara, kepedulian
antarmasyarakat, dan rasa saling membantu satu dengan yang lain dalam peranannya
sebagai makhluk sosial.
Nilai budaya diambil dari kebiasaan dan cara pandang masyarakat pinggiran
terhadap perspektif kehidupan. Kesederhanaan dan keterbatasan yang dimiliki
masyarakat tersebut mempengaruhi terciptanya sebuah kebiasaan dan cara pandang
masyarakat terhadap segala bentuk permasalahan hidup.
B. IMPLIKASI
Novel RTJ karya Asma Nadia memiliki implikasi dalam dunia sosial dan
pendidikan. Novel ini dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
dan pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat pinggiran yang merupakan realita
kehidupan masyarakat di Indonesia yang selama ini sering terabaikan.
Siswa ditunjukkan pada gambaran masyarakat pinggiran yang hidup dalam
serba keterbatasan tetapi tetap teguh pada pendirian dengan mencari rejeki dari cara
yang halal. Selain hal tersebut, solidaritas yang tinggi yang ditunjukkan oleh para
tokoh dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi pelajaran bagi siswa yang saat ini
sudah mulai kurang memperhatikan hal tersebut. Berbagai gambaran mengenai
kehidupan sosial masyarakat pinggiran tersebut diharapkan dapat melatih siswa agar
dapat lebih menghargai sesama dan menumbuhkan sikap toleransi dalam kehidupan
sehari-hari.
Masalah-masalah sosial yang muncul hubungannya dengan bertetangga,
berteman, maupun sikap dan keinginan menolong pada orang lain juga dijelaskan dan
dicontohkan dalam novel RTJ ini. Melalui tokoh utama maupun tokoh lain dalam
novel, pengarang secara tersirat maupun tersurat memberikan gambaran betapa
kompleknya masalah sosial yang muncul dalam kehdupan manusia dalam
hubungannya dengan orang lain, terutama kehidupan di kota besar. Pembaca dan
siswa khususnya dapat menilai dan kemudian mengambil pelajaran yang positif dari
gambaran kehdupan sosial yang ada dalam novel, tentunya disesuaikan dengan
lingkungan sosial di mana mereka berada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Masalah pendidikan yang diangkat dalam novel ini juga sangat berpengaruh
bagi siswa. Sulitnya anak-anak dalam memperoleh pendidikan yang layak untuk
bekal hidupnya karena himpitan ekonomi keluarga akan menjadi pelajaran penting
bagi siswa. Dengan melihat realita yang demikian, siswa bisa lebih bersyukur dengan
keadaan yang ada pada dirinya, sedangkan untuk siswa yang kurang mampu dapat
memberikan harapan baru bahwa ilmu bisa didapat dari mana saja dan selalu ada
jalan untuk umat yang selalu berusaha.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkembangkan minat
mengapresiasi sastra dalam masyarakat. Sastra merupakan media yang sangat tepat
dalam menyampaikan pesan-pesan positif bagi siswa pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya karena sastra menyampaikan nilai-nilai tersebut secara
halus dan utuh agar dapat diterima dengan baik oleh para pembaca. Dalam berbagai
peristiwa yang dialami para tokoh, dengan berbagai latar yang dirangkai mengikuti
alur, selalu ada banyak nilai-nilai pendidikan yang disampaikan penulis pada para
pembaca. Novel ini dappat dijadikan bahan ajar untuk siswa pada semua jenjang
dengan berbagai latar belakang sosial siswa tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan banyak teladan bagi pembaca sehingga apa yang menjadi tujuan
pengarang dapat tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
C. SARAN
Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti mengajukan
saran sebagai berikut:
1. Pembaca novel RTJ, dapat mengambil nilai positif dan dapat menghindari nilai-
nilai negative baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam cerita. Nilai-nilai
positif yang ada dalam novel tersebut hendaknya dapat disaring secara baik
sehingga dapat diambil sebagai cermin dalam menjalani kehidupan. Sedangkan
untuk nilai-nilai yang bersifat negatif dapat dijadikan pelajaran agar pembaca
dapat menghindari hal tersebut.
2. Para siswa, dapat memilih bacaan yang bermutu dan dapat memberikan pengaruh
motivasi yang baik bagi siswa. Isi cerita dalam novel RTJ ini hendaknya dapat
dijadikan bahan perenungan bagi siswa agar lebih menghargai orang lain dan
menumbuhkan sifat pekerja keras sehingga menjadi pribadi yang tangguh.
3. Guru, Novel RTJ merupakan salah satu alternative novel yang baik yang dapat
dijadikan sumber bahan pembelajaran siswa khususnya untuk jenjang SD, SMP,
hingga SMA, karena novel ini mengangkat realita yang ada dalam masyarakat.
Berbagai macam kesulitan hidup dan cara tokoh dalam mengatasinya akan
menjadi pelajaran berharga bagi siswa dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
Selain itu, siswa juga akan lebih mengetahui kehidupan masyarakat pinggiran di
Indonesia sehingga mereka akan lebih peka dan peduli pada golongan masyarakat
tersebut.