Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
SOFT POWER DIPLOMACY(STUDI TENTANG DIPLOMASI BATIK INDONESIA)
Oleh : Anna Yulia HartatiStaf Pengajar Prodi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas WahidHasyim Semarang
Email: [email protected]
Abstraksi
Batik Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO setelahmelalui proses yang panjang, pada tanggal 28 September 2009dan penghargaan resmi pada tanggal 02 Oktober 2009 di AbuDhabi. Batik yang juga diklaim oleh Malaysia sebagaikebudayaan asli Malaysia akhirnya diakui masyarakatInternasional sebagai kebudayaan asli dari Indonesia. Karyaadiluhung nenek moyang ini juga medium untuk menampilkankeindahan. Seperti halnya karya pelukis adiluhung dunia,Picasso dan sejenisnya. Karena telah mendunia, dan sumberutamanya adalah di Bumi Pertiwi, tidak salah jika batik kitagunakan untuk berdiplomasi, tepatnya diplomasi budaya, yangmasuk dalam softpower diplomacy. Penggunaan softpower dalamhubungan internasional kini kian menonjol. Konsep softpoweryang diperkenalkan oleh Profesor Joseph Nye dari HarvardUniversity adalah penonjolan cara-cara non-militer dalammempengaruhi negara lain atau memoles citra (imagepolishing) melalui kekuatan politis, ekonomi dan kebudayaan.Bukan dengan pemaksaan (coercion), ancaman (threats) maupunkekuatan militer. Batik sebagai instrumen diplomasi bisaberjalan efektif, jika kita sebagai bangsa Indonesiamelakukan tiga hal yaitu : pertama, menanamkan bila citrayang baik belum ada. Kedua, mengembangkan bila telah adausaha untuk menumbuhkan citra tersebut. Ketiga, memelihara
2
bila telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaanIndonesia. Dengan melihat ketiga hal tersebut pemerintahIndonesia harus segera mengagendakan diplomasi kebudayaanuntuk menyelamatkan aset bangsa.
Kata Kunci : Soft Power Diplomacy, Instrumen diplomasi, citrabangsa
Abstraction
Batik Indonesia gained recognition from UNESCO after goingthrough a long process, on September 28, 2009 and officiallyaward on October 2, 2009 in Abu Dhabi. Batik is also claimedby Malaysia as the original culture of MalaysiaInternational community finally recognized as indigenouscultures of Indonesia. The valuable work of the ancestors isalso a medium to showcase the beauty. As well as thevaluable work of the painter's, Picasso and the like.Because it has worldwide, and is the main source on MotherEarth, is not wrong if we use batik for diplomacy, culturaldiplomacy to be exact, which is included in softpowerdiplomacy. Softpower use in international relations is nowmore prominent. Softpower concept introduced by ProfessorJoseph Nye of Harvard University is a protrusion of the waysnon-military in influencing another country or polish theimage (image polishing) through the power of political,economic and cultural. Not by coercion (coercion), threats(threats) as well as military strength. Batik as aninstrument of diplomacy could be effective, if we as anation of Indonesia do three things: first, inculcate goodimage when there is no. Second, develop when there have beenefforts to cultivate that image. Third, when it is bornmaintain a good image of Indonesian culture. By looking atthree things Indonesian government must immediatelyscheduled cultural diplomacy to save the nation's assets. Keywords: Soft Power Diplomacy, diplomacy instruments, thenation's image
3
Pengakuan Internasional Batik Indonesia
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang
mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada hakikatnya
globalisasi adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa
lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan
bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di
seluruh dunia.1
Proses globalisasi berlangsung pada seluruh sektor kehidupan
seperti ideologi, politik, ekonomi, pendidikan dan juga pada
sektor budaya. Hal yang melatar belakangi lahirnya
globalisasi budaya itu sendiri adalah adanya interaksi dari
masyarakat suatu negara dengan negara lainnya yang akhirnya
saling membawa budaya dari negara satu ke negara lain. Pada
abad 21 ini globalisasi semakin mudah dan berkembang karena
didorong oleh faktor teknologi informasi, dan komunikasi.
Dimana keduanya dianggap sebagai faktor pendukung utama
dalam globalisasi budaya. Teknologi informasi tersebut
diantaranya seperti radio, televisi, internet dan lain
sebagainya.
1 Edison A, Jamli dkk, 2005, Pengaruh globalisasi Terhadap Nilai Nilai Nasionalisme, (online), (http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=7124, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014).
4
Beberapa ahli mecoba menjelaskan tentang arti budaya,
diantaranya adalah Edwar B Taylor yang menyatakan bahwa
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang
didalamnya mengandung kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat dan kemampuan lain yang didapat seseorang dari
kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.2
Dari penjelasan beberapa ahli diatas, globalisasi budaya
sendiri dapat diartikan sebagai serangkaian proses dimana
relasi akal dan budi manusia relatif terlepas dari wilayah
geografis negara sehingga hal ini memunculkan jalinan
situasi yang integratif antara akal dan budi manusia disuatu
belahan bumi yang satu dengan yang lainnya.
Pembahasan globalisasi budaya nampaknya tidak bisa
dipisahkan dengan pembahasan mengenai nasionalisme budaya
itu sendiri dimana kedua hal tersebut sangat berkaitan dan
saling mempengaruhi. Banyak akademisi baik dari hubungan
internasional maupun sosiologi yang menyatakan bahwa
globalisasi dan nasionalisme budaya bisa saling berkaitan
2 Dinas Komunikasi dan Informatika kapupaten Karangasem, 2008, Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Lokal dan perilaku masyarakat, (online), (http://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014)
5
dan saling mendukung atau juga bisa saling bertolak
belakang.
Nasionalisme sendiri adalah suatu sikap politik dari
masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan,
dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan.Dengan
demikian masyarakat suatu bangsa merasakan adanya kesetiaan
yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Jadi nasionalisme
budaya adalah rasa kesetiaan yang mendalam oleh masyarakat
terhadap kebudayaan bersama dan tidak hanya terbatas pada
kebudayaan yang bersifat keturunan seperti warna kulit, ras
dan lain sebagainya.
Globalisasi budaya tidak hanya terjadi pada masuknya budaya
luar atau barat di Indonesia. Globalisasi juga terjadi pada
budaya Indonesia ke dunia, salah satu budaya itu adalah
Batik. Pada tahun 2009 UNESCO (United NationEducational, Scientific,
and Cultural Organization) telah menganugerahkan Masterpieces of the
Oral and Intangible Heritage of Humanitykepada Batik Indonesia.
Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atauwarisan
budaya tak benda kemanusiaan merupakan satu dari tiga daftar
yang dibuat di bawah Konvensi UNESCO 2003 mengenai
perlindungan warisan budaya tak benda untuk Kemanusiaan.
Konvensi tersebut dimaksudkan untuk menekan perlindungan
warisan budaya tak benda, antara lain tradisi bertutur dan
berekspresi, ritual dan festival, kerajinan tangan, music,
tarian, pegelaran seni tradidional, dan kuliner. Warisan
6
yang masih hidup dan dituturkan dari generasi ke generasi,
memberikan komunitas dan kelompok rasa identitas dan
keberlangsungan, dan dianggap sebagai upaya untuk
menghormati keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia.3
Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat
Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah
nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu
secara turun menurun. Sebagai bentuk apresiasi terhadap
Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga
negara Indonesia untuk memakai batik pada tanggal 2 Oktober
2009. Semoga ini menjadi awal yang baik, untuk selalu
“nguri-uri” kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata terlambat
untuk memulai sesuatu yang baik.
Setelah proses pengakuan ini apa yang harus dilakukan oleh
masyarakat dan bangsa Indonesia selaku pemilik sah batik?
Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak cara yang
bisa kita lakukan sekaligus mempromosikan batik secara
kontinyu, dengan memakai batik sebagai busana kita sehari-
hari. Disamping untuk menghidupkan industri batik secara
tidak langsung, kita ikut menjaga kebudayaan Indonesia.
3 Anoname, 2013, 2 Oktober 1999: Batik Diakui UNESCO Sebagai Warisan budaya Dunia,(online), (http://www.indonesiamedia.com/2012/10/03/2-oktober-1999-batik-diakui-unesco-sebagai-warisan-budaya-dunia/, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014)
7
Pengakuan secara internasional menjadi titik awal
penghargaan kita atas budaya batik Indonesia. Hari Batik
Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk
memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan
untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.
Sejarah Perkembangan Batik Indonesia
Untuk lebih memantapkan pemahaman kita tentang batik, ada
baiknya kita tahu tentang sejarah batik Indonesia. Batik
secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal
sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.
Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan
bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah
perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari
corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih
pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi,
wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui
penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang
ini.4
4 Neneng Iskandar, Batik Indonesia dan Sang Empu, Tim Buku Srihana, Jakarta, 2008, hal. 34
8
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak,
namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya
masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya
Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya
berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri
kekhususannya sendiri.
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya.
Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan
pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan
Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk
pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-
raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja
dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari
pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian
batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan
ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru
oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi
pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi
waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya
pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat
9
yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih
yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-
tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari
: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya
dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah
lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak
zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga
kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik
ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa
ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX.
Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal
abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang
dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah
menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.5
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal
di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di
Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang
tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat
1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Batik , diakses 04 September 2014
10
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi
setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan
Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau
perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak
keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang
meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke
arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah – daerah baru itu
para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak
batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga
menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah
Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon
dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik
Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami
perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di
daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu
di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan
serta Wonopringgo. Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan
berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu
dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada
motif dan tata warna seni batik.
11
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil
pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal
sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik
Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik
Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik
Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat
sejak pendudukan Jepang.
Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan
menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut
batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-
negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari
masa ke masa.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang
sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada
segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun
lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik
Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik
Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah
administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten
Pekalongan. Pasang surut perkembangan batik Pekalongan,
memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi
perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang
12
tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu
dinamis. 6
Soft Power Diplomacy Batik
Diplomasi Budaya sudah cukup banyak dan cukup lama dilakukan
oleh Indonesia dalam berbagai misi diplomasi ke luar negeri
dan mempunyai dampak yang cukup baik. Diplomasi Kebudayaan
dapat diartikan sebagai “Usaha suatu negara untuk
memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi
kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu
pengetahuan, olahraga dan kesenian, ataupun secara makro
sesuai dengan ciri khas yang utama, misalnya : propaganda
dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat
dianggap sebagai bukan politik, ekonomi ataupun militer”.7
Diplomasi Kebudayaan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
non-pemerintah, individual maupun kolektif atau setiap warga
negara. Oleh karena itu, pola hubungan Diplomasi Kebudayaan
antar bangsa dapat terjadi antar siapa saja sebagai aktornya
dimana tujuan dan sasaran utama dari Diplomasi Kebudayaan
adalah mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain),
baik pada level nasional (dari suatu masyarakat negara-
negara tertentu) maupun internasional.
6 Arswendo Atmowiloto, Canting, Gramedia, Jakarta, 2013, hal 237 Tulus Warsito, dan Wahyuni Kartika, Diplomasi Kebudayaan, Ombak,Yogyakarta, 2007, hal 23
13
Sebagaimana penjelasan Joseph Nye mengenai soft power dalam
bukunya Soft Power : The Means to Success in World Politics, dimana ia
mendefinisikan dimensi ketiga kuasa ini 3 sebagai kemampuan
menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain, yakni kemampuan
memikat pihak lain agar rela memilih melakukan suatu hal
yang dikehendaki tanpa perlu untuk memintanya. Nye
menyebutkan bahwa soft power suatu negara terdapat terutama
dalam tiga sumber, yakni kebudayaan, nilai-nilai politik dan
kebijakan luar negerinya.8
Joseph Nye berargumen bahwa disamping sisi nilai tradisi dan
bangunan politik serta kebijakan luar negeri sebuah negara,
budaya merupakan salah satu elemen soft power yang mampu
memberikan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Bentuk
daya tarik yang sangat bersifat emosial dan psikologis ini
menjadi modal besar bagi sebuah bangsa untuk dapat menjalin
hubungan kerjasama lebih jauh dengan negara lain. Bahkan
lebih dari itu, dengan adanya bentuk persuasi dari
pendekatan budaya, dapat menjadi acuan dan sandaran
keberlangsungan hubungan harmonis antar bangsa.9
8 Joseph S. Nye Jr., Soft Power : The Means to Success in World Politics, New York, Public Affairs, 1998, Hal. 139 ibid
14
Indonesia adalah "superpower" di bidang kebudayaan karena
Indonesia memiliki kelebihan yang luar biasa di dalam budaya
nasional. Budaya tersebut diwariskan secara turun temurun
dari generasi ke generasi. Hal ini menggambarkan bahwa
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa besar
yang dapat menjadi asset bangsa dan nilai jual untuk
kepentingan diplomasi Indonesia di dunia internasional.
Khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah
mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik
tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri. Misalnya
batik Pekalongan, Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah
lain di Indonesia memiliki corak atau motif sesuai dengan
kekhasan daerahnya. Dalam perkembangannya, kesenian batik
ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas
menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk
mengisi waktu senggang. Batik yang tadinya hanya pakaian
keluarga istana, sekarang menjadi pakaian rakyat yang
digemari, baik wanita maupun pria. Kerajinan batik ini di
Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus
berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian
batik menjadi milik rakyat indonesai dan khususnya suku Jawa
ialah setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik
yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad XX dan
batik cap dikenal baru setelah usai Perang Dunia I atau
15
sekitar 1920. Sekarang batik sudah menjadi bagian pakaian
tradisional Indonesia.10
Tujuan Diplomasi Budaya melalui BatikTujuan penggunaan batik sebagai sarana diplomasi budaya
adalah sebagai obyek representatif bangsa Indonesia dalam
memperkenalkan batik Indonesia sebagai identitas dan jati
diri bangsa, juga untuk menciptakan pencitraan baik (nation
branding) di mata Internasional, dan batik ini juga berfungsi
untuk meningkatkan pendapatan ekonomi ketika difungsikan
sebagai komoditas ekspor. Memperkenalkan batik juga
merupakan proses pertukaran budaya yang bertujuan untuk
menghasilkan hubungan diplomatik yang lebih erat baik antar
warga sipil maupun pemerintahnya.
Diplomasi budaya ini juga termasuk ke dalam strategi soft
power Indonesia yang berusaha mencapai kepentingannya
melalui seni budaya, di mana batik dipromosikan ke negara-
negara lain, baik melalui antar perwakilan pemerintah maupun
antar warga sipil (people to people) untuk menarik minat
masyarakat dunia terhadap batik, yang juga bertujuan untuk
membangun hubungan persahabatan yang baik melalui obyek
budaya tersebut. Hal ini akan berpengaruh positif tidak
hanya dari segi memperkenalkan budaya asli, tapi juga dari10 www.tabloid diplomasi .org/.../978- diplomasi - budaya -dalam-perspektif , diakses 4 September 2014
16
segi ekonomi di mana batik akan dipromosikan sebagai
komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan negara
dan kesejahteraan masyarakat, serta dapat mendukung promosi
pariwisata Indonesia. Aspek-aspek tersebut seperti yang
tercantum dalam Cetak Biru Pelestarian dan Pengembangan
Batik Nasional 2012-2015 yang menetapkan 3 peran strategis
batik nasional yaitu sebagai motor penggerak ekonomi negara,
warisan budaya dan alat diplomasi antar bangsa.11
Dalam hubungan internasional, negara melaksanakan kegiatan
dengan negara lain dengan penuh pertimbangan demi
kepentingannya masing-masing. Dalam makalah ini, penulis
melihat bahwa terdapat kepentingan Indonesia seperti posisi
tawar baik ekonomi dan budaya dalam pengajuan penghargaan
yang diberikan UNESCO terhadap batik. Untuk menganalisa
kepentingan tersebut, penulis akan memaparkan kondisi yang
melatar belakanginya.
Batik sebagai identitas negara, Indonesia memiliki kewajiban
untuk melestarikannya. Permasalahn yang terjadi adalah
banyak generasi muda yang enggan menggunakan batik karena
kesannya yang kuno dan tidak modern. Penganugerahan oleh
UNESCO dapat menjadi batu loncatan agar meningkatkan nilai
jual batik. Hal ini dilakukan agar budaya batik kembali
dikenal dan dicintai oleh masyarakat Indonesi. Dampak11 Demis Rizky Gosta, Pemerintah Ciptakan Iklim Kondusif Bagi Industri Batik, Bisnis.com, sumber dari: http://en.bisnis.com/articles/pemerintah-ciptakan-iklim-kondusif-bagi-industri-batik [diakses 04 September 2014]
17
setelah pengajuan batik ke UNESCO terhadap menigkatnya rasa
nasionalisme dapat terlihat pada maraknya masyarakat yang
menggunakan batik, pengrajin batik mulai tumbuh dan lain-
lain.
Dari sisi pengrajin, banyak pengrajin batik yang mendapatkan
permasalahan dalam memasarkan produknya karena minat pembeli
yang berkurang, sehingga penghargaan yang diberikan UNESCO
akan menaikkan derajat para pengrajin batik dengan
peningkatan nilai jual batik yang sudah mulai dilupakan.
Tidak hanya berhenti pada titik itu saja, Pemberian
pengharagaan oleh UNESCO juga ditujukan agar budaya
Indonesia tidak kembali diklaim oleh negara lain seperti
Malaysia, seperti yang telah dilakukan sebelumnya terhadap
tapi pendet, reog ponorogo dan bahkan batik juga diklaim
oleh Malaysia sebagai miliknya.
Upaya diplomasi memperkenalkan batik dilakukan dengan
berbagai macam cara, yang paling sederhana dengan
menggunakan batik sebagai cinderamata yang diberikan ke
perwakilan negara-negara lain sebagai tanda persahabatan.
Mendirikan pusat budaya diluar negeri selain itu juga
melakukan promosi-promosi mengenai batik melalui media
massa, mengembangkan sentra-sentra industri batik lokal
untuk meningkatkan kualitas batik agar bisa bersaing dengan
komoditas-komoditas ekspor dari negara-negara lain, juga
dengan mengadakan event-event bertaraf internasional yang
18
mengusung batik sebagai obyek utamanya yang dilaksanakan
tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer
kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas
diplomasi. John T. Rorke dalam bukunya International Politics on the
World Stage, yang mengemukakan bahwa diplomasi didefinisikan
sebagai sebuah proses komunikasi yang mempunyai dua elemen
utama, yaitu negotiation dan signaling, mengucapkan atau
mengerjakan sesuatu dengan maksud mengirim pesan kepada
pemerintah lain. Unsur kedua, untuk mencakup antara lain
penggunaan “threat” (ancaman) seperti misalnya pemutusan
hubungan diplomatik sampai pada gerakan militer.
Diplomasi atau negosiasi tidak harus diselesaikan di meja
perundingan tetapi bisa melalui sarana lainnya seperti
melalui bidang kebudayaan. Dalam Hubungan Internasional
dikenal dengan istilah diplomasi kebudayaan. Istilah ini
biasanya dipakai oleh suatu negara yang ingin mencapai
kepentingan nasionalnya diluar bidang politik. Diplomasi
Kebudayaan merupakan usaha suatu negara untuk memperjuangkan
kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik
secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian atau secara
secara makro sesuai dengan ciri-ciri khas yang utama,
misalnya : propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian
19
konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi,
ataupun militer.
Diplomasi Kebudayaan melalui bidang budaya ini, dipandang
lebih efektif dalam diplomasi karena bagaimanapun
kebudayaan sendiri mempunyai unsur-unsur universal yang
berarti bahwa unsur-unsurnya terdapat pada semua kebudayaan
bangsa-bangsa di dunia. Pada dasarnya kebudayaan bersifat
komunikatif, yang dapat dipahami, bahkan juga oleh
masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya yang
berbeda. Kebudayaan juga bersifat manusiawi : yaitu dapat
lebih mendekatkan bangsa yang satu dengan lainnya. Sifat-
sifat positif dari kebudayaan inilah yang bisa membuka jalan
bagi tercapainya tujuan diplomasi kebudayaan melalui batik
ini. Peran media juga sangat efektif dalam memberikan
informasi tentang pengakuan batik Indonesia ini baik untuk
nasional maupun internasional.
Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti berusaha untuk
menanamkan, mengembangkan dan memelihara citra Indonesia di
luar negeri sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan yang
tinggi, dengan cara sebagai berikut: pertama, menanamkan bila
citra yang baik belum ada. Salah satu upaya yang efektif
untuk itu adalah memperkenalkan batik kepada anak-anak
bangsa sejak dini. Kegiatan pelatihan dan pengenalan batik
yang rutin dan terus menerus harus terus dilakukan. Ini
20
membutuhkan peran semua komponen baik melalui pendidikan
formal maupun informal. Pengenalan batik sejak dini akan
menumbuhkan rasa cinta anak-anak bangsa terhadap warisan
budaya bangsa.
Kedua, mengembangkan bila telah ada usaha untuk menumbuhkan
citra tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan
event-event bertaraf internasional baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Event internasional seperti Pekan
Batik Internasional yang secara rutin dilakukan menjadi
suatu cara yang cukup efektif untuk mengembangkan usaha
untuk menumbuhkan citra yang baik tentang batik Indonesia.
Apalagi tempat event diselenggarakan di Pekalongan yang
notabene mendapat julukan kota batik.
Ketiga, memelihara bila telah lahir suatu citra yang baik
mengenai kebudayaan Indonesia. Hal ketiga ini menurut
penulis yang paling sulit dilakukan. Dengan melihat fakta
yang ada yang perlu kita ketahui terkait batik adalah adalah
bahwa Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang produktif
memproduksi batik. Sedikitnya ada sepuluh negara lain di
dunia ini yang juga merupakan produsen batik. Yang empat
terbesar diantaranya ada Cina, Malaysia, Azerbaijan dan
Thailand. Dan diantara empat negara lain produsen batik
tersebut Cina adalah negara yang berpotensi mengalahkan
Indonesia dalam urusan distribusi dan perdagangan batik.
21
Bahkan, jika kita menengok ke pasar dalam negeri kita
sendiri, kita akan mendapati ada begitu banyak sekali batik-
batik yang berasal dari negeri tirai bambu tersebut.
Diperkirakan penguasaan Cina terhadap pasar batik di
Indonesia dapat mencapai 30%. Tentu saja itu adalah angka
yang sangat besar dan angka tersebut dapat saja terus
membesar. Para pengusa dan pedagang batik Indonesia
disinyalir cukup mulai kewalahan untuk mengatasi derasnya
arus masuk batik Cina ke pasar Indonesia. Terlebih lagi
batik-batik asal Cina ini mempunyai harga yang lebih murah
dibanding batik-batik produksi dalam negeri kita sendiri.
Dan tentu jika hal tersebut tidak disikapi dengan baik dan
tidak dilakukan langkah-langkah antisipatif, bukan tidak
mungkin justru batik-batik asal Cina-lah yang akan menguasai
pasar lebih besar dibanding batik-batik buatan Indonesia
sendiri. Satu hal yang paling mendasar dan pokok untuk
dilakukan adalah menumbuhkan penghargaan dan rasa cinta
bangsa Indonesia terhadap batik asli Indonesia. Rasa cinta
inilah yang nantinya akan melahirkan kepedulian dan
melahirkan upaya kita untuk mejaga dan memperjuangkan batik
Indonesia. Serbuan pasar yang luar biasa tidak bisa kita
hindari. Apakah batik-batik asal Cina itu yang akan mengusai
pasar Indonesia ataukah batik-batik buatan Indonesia
sendiri, ini akan sangat bergantung pada masyarakat
Indonesia. Penentunya adalah kita sendiri, karena pasarnya
adalah kita. Kitalah yang memilih untuk membeli yang mana.
22
Karenanya jika kita, masyarakat Indonesia, tidak memiliki
penghargaan dan rasa cinta terhadap batik asli Indonesia,
tentu tidak penting baginya untuk membeli batik buatan mana.
Tapi jika kita betul-betul peduli dan menghargai batik
sebagai warisan budaya asli Indonesia, tentu kita tidak akan
memilih membeli dan mengenakan batik buatan negeri lain dari
pada batik buatan negeri kita sendiri. Jadi, jika rakyat
Indonesia berpihak sepenuhnya kepada batik Indonesia maka
batik Indonesia tentu tidak akan pernah kalah bersaing
dengan batik-batik asal negeri lain di negerinya sendiri.
Pemerintah Indonesia harus segera mengagendakan diplomasi
kebudayaan untuk menyelamatkan aset bangsa.
Salah satu usaha untuk memelihara kebudayaan adalah dengan
mematenkannya. Masalah hak Paten harus menjadi prioritas
pemerintah, yang ternyata hal itu menjadi hal yang paling
utama untuk adanya sebuah pengakuan internasional. Selain
hak paten, pemerintah juga harus terus menggalakan program
“cinta kebudayaan sendiri”, yang tidak hanya sekedar
program. Satu langkah maju sudah dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, dengan memperjuangkan batik agar diakui
masyarakat internasional melalui UNESCO. Langkah bagus ini
diharapkan tidak berhenti sampai pada batik, tetapi masih
banyak kebudayaan asli Indonesia lainnya yang harus terus
diperjuangkan untuk memperoleh pengakuan dari negara lain.
23
Upaya Pemerintah
Pemerintah yang bersifat kenegaraan merupakan aktor yangpaling utama dalam melakukan diplomasi. Dalam hal ini upayayang dilakukan oleh pemerintah dalam memperjuangkan batikagar disahkan oleh UNESCO menjadi warisan budaya diantaranyaadalah:12
1 Presiden Republik Indonesia: mendedikasikan MuseumBatik Pekalongan pada tanggal 12 Juli 2006.2 Sejak tahun 2008 pemerintah telah melakukan penelitianlapangan dan melibatkan komunitas serta ahli batik di 19provinsi di Indonesia untuk menominasikan batik sebagaiwarisan budaya tak benda kemanusiaan dari UNESCO.3 Menteri koordinator kesejahteraan masyarakatberkoordinasi antara Menteri Koordinator, dan komunitasbatik di seluruh Indonesia4 Direktur jenderal untuk nilai-nilai budaya, seni danfilm mengorganisasikan workshop UNESCO dalam membangunkemampuan untuk melindungi Warisan Budaya Tak benda diJakarta.5 Penyusunan proposal pada 3 September 2008 yang kemudianditerima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari2009.6 Pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11hingga 14 Mei 2009.7 Pemberian hasil dan penganugerahan.
Permohonan penganugerahan batik sebagai masterpieces of the oral
and intangible heritage of humanityoleh Indonesia kepada UNESCO
tahun 2009 adalah bentuk dari track diplomacy nomer pertama12 Lusiani, Leni Putri dan Rani Faishal, 2012, Model Diplomasi IndonesiaTerhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009, (online), (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fportalgaruda.org%2Fdownload_article.php%3Farticle%3D31727%26val%3D2274&ei=cmE5U4XLF4SIrgfb7oEw&usg=AFQjCNEfSJ09b1xIduV1N5KWs8kY_-KUOw&bvm=bv.63808443,d.bmk , diakses pad tanggal 30 Agustus 2014)
24
yaitu antara lembaga pemerintahan dalam cakupan oraganisasi
internasional. Dimana UNESCO digambarkan sebagai organisasi
internasional kelembagaan yang didalamnya terdapat
perwakilan perwakilan negara secara resmi dan legal.
Track Diplomacy tipe pertama tersebut dilaksanakan untuk
mendapatkan pengakuan secara legal tertulis dari dunia
Internasional demi kepentingan nasional Indonesia.
Kepentingan-kepentingan itu diantaranya adalah hak paten
atas kepemilikan budaya agar tidak di klaim neraga lain,
adanya tanggung jawab moral atas penjagaan batik sebagai
identitas pemersatu Indonesia, adanya peluang ekonomi baik
di dalam dan di luar negeri dari produktifitas batik. Dan
pencitraan Indonesia dimata Internasional atau disebut juga
sebagai soft diplomacy
Apa yang dilakukan Indonesia adalah upaya dalam menyikapi
arus globalisasi yang telah masuk. Sehingga diharapakan
globalisasi membawa dampak yang baik bagi perkembangan
budaya Indonesia dimata dunia Internasional. Selain itu
penganugerahaan oleh UNESCO ini juga sebagai salah satu
tameng dalam menghadapi globalisasi budaya yag terjadi.
Karena dengan adanya pengakuan internasional, rasa kebanggan
atau nasionalisme budaya masyarakat Indonesia makin
meningkat. Hal tersebut terlihat dari banyaknya masyarakat
Indoensia yang sekarang bangga dan senang menggunakan batik.
25
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari banyaknya kasus klaim
kebudayaan Indonesia dan penghargaan dari UNESCO adalah
bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara
budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kali.
Bagaimanapun Indonesia harus melihat kasus-kasus klaim
sepihak oleh negara lain sebagai pembelajaran bahwa
kebudayaan harus terus dipelihara dan ditanamkan dalam diri
manusia Indonesia, agar tidak kecolongan lagi. Walaupun
negara atau bangsa lain di dunia ini terus mengklaim
beberapa kebudayaan Indonesia, bangsa Indonesia harus tetap
menjaga “sense of belonging” sehingga kita tidak begitu saja
dilecehkan dan direndahkan oleh bangsa lain. Menggunakan
batik sebagai sarana diplomasi budaya dapat menjembatani
Indonesia dengan negara-negara lain untuk membangun
kesepahaman bersama melalui obyek budaya tersebut, karena
dengan mempromosikan batik ke dunia internasional akan
tercipta proses pertukaran budaya yang juga dianggap sebagai
simbol persahabatan, dengan begitu hubungan diplomatik yang
lebih erat juga akan tercipta.
26
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Atmowiloto, Arswendo , Canting, Gramedia, Jakarta, 2013Iskandar, Neneng , Batik Indonesia dan Sang Empu, Tim Buku
Srihana, Jakarta, 2008McDonald, J. W., & Bendahmane, D. R. 1987. Conflict Resolution:
Track Two Diplomacy. Washington, DC : US. Government Printing Office.
Nye , Joseph S. Jr., Soft Power : The Means to Success in World Politic, Public Affairs , New York, 1998
Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartika, Diplomasi Kebudayaan,Ombak, Yogyakarta, 2007
JurnalLusianti, Leni Putri dan Faisyal Rani. 2012. Model Diplomasi
Indonesia Terhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hubungan Intrnasional antar bangsa Vol. 1 No.2.
27
InternetAnna Yulia Hartati, Diplomasi Kebudayaan Batik Indonesia, 02
Oktober 2009, http://suaramerdeka.com/v1/
index/.php/read/cetak/2009/10/02/82487/10/Doplomasi.Kebud
ayaan.Batik.Indonesia
www.tabloid diplomasi .org/.../978- diplomasi - budaya -dalam-perspektif ,
Demis Rizky Gosta, Pemerintah Ciptakan Iklim Kondusif Bagi Industri Batik, Bisnis.com, sumber dari: http://en.bisnis.com/articles/pemerintah-ciptakan-iklim-
kondusif-bagi-industri-batik http://id.wikipedia.org/wiki/Batik ,
Dinas Komunikasi dan Informatika kapupaten Karangasem, 2008,
Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Lokal dan perilaku masyarakat,
(online), (http://www.karangasemkab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&i
Edison A, Jamli dkk, 2005, Pengaruh globalisasi Terhadap Nilai Nilai
Nasionalisme , (online),
( http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=7124
=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-
masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81
Lusiani, Leni Putri dan Rani Faishal, 2012, Model Diplomasi
Indonesia Terhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai
Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009, (online),
(https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0
28
CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fportalgaruda.org
%2Fdownload_article.php%3Farticle%3D31727%26val
%3D2274&ei=cmE5U4XLF4SIrgfb7oEw&usg=AFQjCNEfSJ09b1xIduV1N
5KWs8kY_-KUOw&bvm=bv.63808443,d.bmk , diakses pad tanggal
30 Agustus 2014)