28
1 SOFT POWER DIPLOMACY (STUDI TENTANG DIPLOMASI BATIK INDONESIA) Oleh : Anna Yulia Hartati Staf Pengajar Prodi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim Semarang Email: [email protected] Abstraksi Batik Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO setelah melalui proses yang panjang, pada tanggal 28 September 2009 dan penghargaan resmi pada tanggal 02 Oktober 2009 di Abu Dhabi. Batik yang juga diklaim oleh Malaysia sebagai kebudayaan asli Malaysia akhirnya diakui masyarakat Internasional sebagai kebudayaan asli dari Indonesia. Karya adiluhung nenek moyang ini juga medium untuk menampilkan keindahan. Seperti halnya karya pelukis adiluhung dunia, Picasso dan sejenisnya. Karena telah mendunia, dan sumber utamanya adalah di Bumi Pertiwi, tidak salah jika batik kita gunakan untuk berdiplomasi, tepatnya diplomasi budaya, yang masuk dalam softpower diplomacy. Penggunaan softpower dalam hubungan internasional kini kian menonjol. Konsep softpower yang diperkenalkan oleh Profesor Joseph Nye dari Harvard University adalah penonjolan cara-cara non-militer dalam mempengaruhi negara lain atau memoles citra (image polishing) melalui kekuatan politis, ekonomi dan kebudayaan. Bukan dengan pemaksaan (coercion), ancaman (threats) maupun kekuatan militer. Batik sebagai instrumen diplomasi bisa berjalan efektif, jika kita sebagai bangsa Indonesia melakukan tiga hal yaitu : pertama, menanamkan bila citra yang baik belum ada. Kedua, mengembangkan bila telah ada usaha untuk menumbuhkan citra tersebut. Ketiga, memelihara

Soft Power Diplomacy(Studi Tentang Diplomasi Batik Indonesia)

Embed Size (px)

Citation preview

1

SOFT POWER DIPLOMACY(STUDI TENTANG DIPLOMASI BATIK INDONESIA)

Oleh : Anna Yulia HartatiStaf Pengajar Prodi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas WahidHasyim Semarang

Email: [email protected]

Abstraksi

Batik Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO setelahmelalui proses yang panjang, pada tanggal 28 September 2009dan penghargaan resmi pada tanggal 02 Oktober 2009 di AbuDhabi. Batik yang juga diklaim oleh Malaysia sebagaikebudayaan asli Malaysia akhirnya diakui masyarakatInternasional sebagai kebudayaan asli dari Indonesia. Karyaadiluhung nenek moyang ini juga medium untuk menampilkankeindahan. Seperti halnya karya pelukis adiluhung dunia,Picasso dan sejenisnya. Karena telah mendunia, dan sumberutamanya adalah di Bumi Pertiwi, tidak salah jika batik kitagunakan untuk berdiplomasi, tepatnya diplomasi budaya, yangmasuk dalam softpower diplomacy. Penggunaan softpower dalamhubungan internasional kini kian menonjol. Konsep softpoweryang diperkenalkan oleh Profesor Joseph Nye dari HarvardUniversity adalah penonjolan cara-cara non-militer dalammempengaruhi negara lain atau memoles citra (imagepolishing) melalui kekuatan politis, ekonomi dan kebudayaan.Bukan dengan pemaksaan (coercion), ancaman (threats) maupunkekuatan militer. Batik sebagai instrumen diplomasi bisaberjalan efektif, jika kita sebagai bangsa Indonesiamelakukan tiga hal yaitu : pertama, menanamkan bila citrayang baik belum ada. Kedua, mengembangkan bila telah adausaha untuk menumbuhkan citra tersebut. Ketiga, memelihara

2

bila telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaanIndonesia. Dengan melihat ketiga hal tersebut pemerintahIndonesia harus segera mengagendakan diplomasi kebudayaanuntuk menyelamatkan aset bangsa.

Kata Kunci : Soft Power Diplomacy, Instrumen diplomasi, citrabangsa

Abstraction

Batik Indonesia gained recognition from UNESCO after goingthrough a long process, on September 28, 2009 and officiallyaward on October 2, 2009 in Abu Dhabi. Batik is also claimedby Malaysia as the original culture of MalaysiaInternational community finally recognized as indigenouscultures of Indonesia. The valuable work of the ancestors isalso a medium to showcase the beauty. As well as thevaluable work of the painter's, Picasso and the like.Because it has worldwide, and is the main source on MotherEarth, is not wrong if we use batik for diplomacy, culturaldiplomacy to be exact, which is included in softpowerdiplomacy. Softpower use in international relations is nowmore prominent. Softpower concept introduced by ProfessorJoseph Nye of Harvard University is a protrusion of the waysnon-military in influencing another country or polish theimage (image polishing) through the power of political,economic and cultural. Not by coercion (coercion), threats(threats) as well as military strength. Batik as aninstrument of diplomacy could be effective, if we as anation of Indonesia do three things: first, inculcate goodimage when there is no. Second, develop when there have beenefforts to cultivate that image. Third, when it is bornmaintain a good image of Indonesian culture. By looking atthree things Indonesian government must immediatelyscheduled cultural diplomacy to save the nation's assets. Keywords: Soft Power Diplomacy, diplomacy instruments, thenation's image

3

Pengakuan Internasional Batik Indonesia

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang

mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada hakikatnya

globalisasi adalah suatu proses dari gagasan yang

dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa

lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan

bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di

seluruh dunia.1

Proses globalisasi berlangsung pada seluruh sektor kehidupan

seperti ideologi, politik, ekonomi, pendidikan dan juga pada

sektor budaya. Hal yang melatar belakangi lahirnya

globalisasi budaya itu sendiri adalah adanya interaksi dari

masyarakat suatu negara dengan negara lainnya yang akhirnya

saling membawa budaya dari negara satu ke negara lain. Pada

abad 21 ini globalisasi semakin mudah dan berkembang karena

didorong oleh faktor teknologi informasi, dan komunikasi.

Dimana keduanya dianggap sebagai faktor pendukung utama

dalam globalisasi budaya. Teknologi informasi tersebut

diantaranya seperti radio, televisi, internet dan lain

sebagainya.

1 Edison A, Jamli dkk, 2005, Pengaruh globalisasi Terhadap Nilai Nilai Nasionalisme, (online), (http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=7124, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014).

4

Beberapa ahli mecoba menjelaskan tentang arti budaya,

diantaranya adalah Edwar B Taylor yang menyatakan bahwa

kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

didalamnya mengandung kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat dan kemampuan lain yang didapat seseorang dari

kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Selo Soemardjan dan

Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa kebudayaan adalah sarana

hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.2

Dari penjelasan beberapa ahli diatas, globalisasi budaya

sendiri dapat diartikan sebagai serangkaian proses dimana

relasi akal dan budi manusia relatif terlepas dari wilayah

geografis negara sehingga hal ini memunculkan jalinan

situasi yang integratif antara akal dan budi manusia disuatu

belahan bumi yang satu dengan yang lainnya.

Pembahasan globalisasi budaya nampaknya tidak bisa

dipisahkan dengan pembahasan mengenai nasionalisme budaya

itu sendiri dimana kedua hal tersebut sangat berkaitan dan

saling mempengaruhi. Banyak akademisi baik dari hubungan

internasional maupun sosiologi yang menyatakan bahwa

globalisasi dan nasionalisme budaya bisa saling berkaitan

2 Dinas Komunikasi dan Informatika kapupaten Karangasem, 2008, Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Lokal dan perilaku masyarakat, (online), (http://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014)

5

dan saling mendukung atau juga bisa saling bertolak

belakang.

Nasionalisme sendiri adalah suatu sikap politik dari

masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan,

dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan.Dengan

demikian masyarakat suatu bangsa merasakan adanya kesetiaan

yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Jadi nasionalisme

budaya adalah rasa kesetiaan yang mendalam oleh masyarakat

terhadap kebudayaan bersama dan tidak hanya terbatas pada

kebudayaan yang bersifat keturunan seperti warna kulit, ras

dan lain sebagainya.

Globalisasi budaya tidak hanya terjadi pada masuknya budaya

luar atau barat di Indonesia. Globalisasi juga terjadi pada

budaya Indonesia ke dunia, salah satu budaya itu adalah

Batik. Pada tahun 2009 UNESCO (United NationEducational, Scientific,

and Cultural Organization) telah menganugerahkan Masterpieces of the

Oral and Intangible Heritage of Humanitykepada Batik Indonesia.

Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atauwarisan

budaya tak benda kemanusiaan merupakan satu dari tiga daftar

yang dibuat di bawah Konvensi UNESCO 2003 mengenai

perlindungan warisan budaya tak benda untuk Kemanusiaan.

Konvensi tersebut dimaksudkan untuk menekan perlindungan

warisan budaya tak benda, antara lain tradisi bertutur dan

berekspresi, ritual dan festival, kerajinan tangan, music,

tarian, pegelaran seni tradidional, dan kuliner. Warisan

6

yang masih hidup dan dituturkan dari generasi ke generasi,

memberikan komunitas dan kelompok rasa identitas dan

keberlangsungan, dan dianggap sebagai upaya untuk

menghormati keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia.3

Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat

Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah

nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu

secara turun menurun. Sebagai bentuk apresiasi terhadap

Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga

negara Indonesia untuk memakai batik pada tanggal 2 Oktober

2009. Semoga ini menjadi awal yang baik, untuk selalu

“nguri-uri” kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata terlambat

untuk memulai sesuatu yang baik.

Setelah proses pengakuan ini apa yang harus dilakukan oleh

masyarakat dan bangsa Indonesia selaku pemilik sah batik?

Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak cara yang

bisa kita lakukan sekaligus mempromosikan batik secara

kontinyu, dengan memakai batik sebagai busana kita sehari-

hari. Disamping untuk menghidupkan industri batik secara

tidak langsung, kita ikut menjaga kebudayaan Indonesia.

3 Anoname, 2013, 2 Oktober 1999: Batik Diakui UNESCO Sebagai Warisan budaya Dunia,(online), (http://www.indonesiamedia.com/2012/10/03/2-oktober-1999-batik-diakui-unesco-sebagai-warisan-budaya-dunia/, diakses pada tanggal 29 Agustus 2014)

7

Pengakuan secara internasional menjadi titik awal

penghargaan kita atas budaya batik Indonesia. Hari Batik

Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk

memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan

untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and

Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.

Sejarah Perkembangan Batik Indonesia

Untuk lebih memantapkan pemahaman kita tentang batik, ada

baiknya kita tahu tentang sejarah batik Indonesia. Batik

secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal

sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.

Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan

bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah

perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari

corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih

pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi,

wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui

penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,

muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang

ini.4

4 Neneng Iskandar, Batik Indonesia dan Sang Empu, Tim Buku Srihana, Jakarta, 2008, hal. 34

8

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak,

namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya

masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya

Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya

berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri

kekhususannya sendiri.

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan

perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya.

Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan

pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan

Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk

pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-

raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya

terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja

dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari

pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian

batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan

ditempatnya masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru

oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi

pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi

waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya

pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat

9

yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih

yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-

tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari

: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya

dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah

lumpur.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak

zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga

kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik

ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa

ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX.

Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal

abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang

dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah

menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.5

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal

di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di

Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang

tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat

1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

5 http://id.wikipedia.org/wiki/Batik , diakses 04 September 2014

10

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi

setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan

Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau

perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak

keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang

meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke

arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah – daerah baru itu

para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak

batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga

menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah

Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon

dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik

Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami

perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di

daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu

di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan

serta Wonopringgo. Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan

berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu

dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada

motif dan tata warna seni batik.

11

Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil

pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal

sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik

Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik

Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik

Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat

sejak pendudukan Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan

menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut

batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-

negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari

masa ke masa.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang

sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada

segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun

lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik

Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik

Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat

Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah

administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten

Pekalongan. Pasang surut perkembangan batik Pekalongan,

memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi

perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang

12

tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu

dinamis. 6

Soft Power Diplomacy Batik

Diplomasi Budaya sudah cukup banyak dan cukup lama dilakukan

oleh Indonesia dalam berbagai misi diplomasi ke luar negeri

dan mempunyai dampak yang cukup baik. Diplomasi Kebudayaan

dapat diartikan sebagai “Usaha suatu negara untuk

memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi

kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu

pengetahuan, olahraga dan kesenian, ataupun secara makro

sesuai dengan ciri khas yang utama, misalnya : propaganda

dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat

dianggap sebagai bukan politik, ekonomi ataupun militer”.7

Diplomasi Kebudayaan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun

non-pemerintah, individual maupun kolektif atau setiap warga

negara. Oleh karena itu, pola hubungan Diplomasi Kebudayaan

antar bangsa dapat terjadi antar siapa saja sebagai aktornya

dimana tujuan dan sasaran utama dari Diplomasi Kebudayaan

adalah mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain),

baik pada level nasional (dari suatu masyarakat negara-

negara tertentu) maupun internasional.

6 Arswendo Atmowiloto, Canting, Gramedia, Jakarta, 2013, hal 237 Tulus Warsito, dan Wahyuni Kartika, Diplomasi Kebudayaan, Ombak,Yogyakarta, 2007, hal 23

13

Sebagaimana penjelasan Joseph Nye mengenai soft power dalam

bukunya Soft Power : The Means to Success in World Politics, dimana ia

mendefinisikan dimensi ketiga kuasa ini 3 sebagai kemampuan

menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain, yakni kemampuan

memikat pihak lain agar rela memilih melakukan suatu hal

yang dikehendaki tanpa perlu untuk memintanya. Nye

menyebutkan bahwa soft power suatu negara terdapat terutama

dalam tiga sumber, yakni kebudayaan, nilai-nilai politik dan

kebijakan luar negerinya.8

Joseph Nye berargumen bahwa disamping sisi nilai tradisi dan

bangunan politik serta kebijakan luar negeri sebuah negara,

budaya merupakan salah satu elemen soft power yang mampu

memberikan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Bentuk

daya tarik yang sangat bersifat emosial dan psikologis ini

menjadi modal besar bagi sebuah bangsa untuk dapat menjalin

hubungan kerjasama lebih jauh dengan negara lain. Bahkan

lebih dari itu, dengan adanya bentuk persuasi dari

pendekatan budaya, dapat menjadi acuan dan sandaran

keberlangsungan hubungan harmonis antar bangsa.9

8 Joseph S. Nye Jr., Soft Power : The Means to Success in World Politics, New York, Public Affairs, 1998, Hal. 139 ibid

14

Indonesia adalah "superpower" di bidang kebudayaan karena

Indonesia memiliki kelebihan yang luar biasa di dalam budaya

nasional. Budaya tersebut diwariskan secara turun temurun

dari generasi ke generasi. Hal ini menggambarkan bahwa

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa besar

yang dapat menjadi asset bangsa dan nilai jual untuk

kepentingan diplomasi Indonesia di dunia internasional.

Khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah

mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik

tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri. Misalnya

batik Pekalongan, Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah

lain di Indonesia memiliki corak atau motif sesuai dengan

kekhasan daerahnya. Dalam perkembangannya, kesenian batik

ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas

menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk

mengisi waktu senggang. Batik yang tadinya hanya pakaian

keluarga istana, sekarang menjadi pakaian rakyat yang

digemari, baik wanita maupun pria. Kerajinan batik ini di

Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus

berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian

batik menjadi milik rakyat indonesai dan khususnya suku Jawa

ialah setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik

yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad XX dan

batik cap dikenal baru setelah usai Perang Dunia I atau

15

sekitar 1920. Sekarang batik sudah menjadi bagian pakaian

tradisional Indonesia.10

Tujuan Diplomasi Budaya melalui BatikTujuan penggunaan batik sebagai sarana diplomasi budaya

adalah sebagai obyek representatif bangsa Indonesia dalam

memperkenalkan batik Indonesia sebagai identitas dan jati

diri bangsa, juga untuk menciptakan pencitraan baik (nation

branding) di mata Internasional, dan batik ini juga berfungsi

untuk meningkatkan pendapatan ekonomi ketika difungsikan

sebagai komoditas ekspor. Memperkenalkan batik juga

merupakan proses pertukaran budaya yang bertujuan untuk

menghasilkan hubungan diplomatik yang lebih erat baik antar

warga sipil maupun pemerintahnya.

Diplomasi budaya ini juga termasuk ke dalam strategi soft

power Indonesia yang berusaha mencapai kepentingannya

melalui seni budaya, di mana batik dipromosikan ke negara-

negara lain, baik melalui antar perwakilan pemerintah maupun

antar warga sipil (people to people) untuk menarik minat

masyarakat dunia terhadap batik, yang juga bertujuan untuk

membangun hubungan persahabatan yang baik melalui obyek

budaya tersebut. Hal ini akan berpengaruh positif tidak

hanya dari segi memperkenalkan budaya asli, tapi juga dari10 www.tabloid diplomasi .org/.../978- diplomasi - budaya -dalam-perspektif , diakses 4 September 2014

16

segi ekonomi di mana batik akan dipromosikan sebagai

komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan negara

dan kesejahteraan masyarakat, serta dapat mendukung promosi

pariwisata Indonesia. Aspek-aspek tersebut seperti yang

tercantum dalam Cetak Biru Pelestarian dan Pengembangan

Batik Nasional 2012-2015 yang menetapkan 3 peran strategis

batik nasional yaitu sebagai motor penggerak ekonomi negara,

warisan budaya dan alat diplomasi antar bangsa.11

Dalam hubungan internasional, negara melaksanakan kegiatan

dengan negara lain dengan penuh pertimbangan demi

kepentingannya masing-masing. Dalam makalah ini, penulis

melihat bahwa terdapat kepentingan Indonesia seperti posisi

tawar baik ekonomi dan budaya dalam pengajuan penghargaan

yang diberikan UNESCO terhadap batik. Untuk menganalisa

kepentingan tersebut, penulis akan memaparkan kondisi yang

melatar belakanginya.

Batik sebagai identitas negara, Indonesia memiliki kewajiban

untuk melestarikannya. Permasalahn yang terjadi adalah

banyak generasi muda yang enggan menggunakan batik karena

kesannya yang kuno dan tidak modern. Penganugerahan oleh

UNESCO dapat menjadi batu loncatan agar meningkatkan nilai

jual batik. Hal ini dilakukan agar budaya batik kembali

dikenal dan dicintai oleh masyarakat Indonesi. Dampak11 Demis Rizky Gosta, Pemerintah Ciptakan Iklim Kondusif Bagi Industri Batik, Bisnis.com, sumber dari: http://en.bisnis.com/articles/pemerintah-ciptakan-iklim-kondusif-bagi-industri-batik [diakses 04 September 2014]

17

setelah pengajuan batik ke UNESCO terhadap menigkatnya rasa

nasionalisme dapat terlihat pada maraknya masyarakat yang

menggunakan batik, pengrajin batik mulai tumbuh dan lain-

lain.

Dari sisi pengrajin, banyak pengrajin batik yang mendapatkan

permasalahan dalam memasarkan produknya karena minat pembeli

yang berkurang, sehingga penghargaan yang diberikan UNESCO

akan menaikkan derajat para pengrajin batik dengan

peningkatan nilai jual batik yang sudah mulai dilupakan.

Tidak hanya berhenti pada titik itu saja, Pemberian

pengharagaan oleh UNESCO juga ditujukan agar budaya

Indonesia tidak kembali diklaim oleh negara lain seperti

Malaysia, seperti yang telah dilakukan sebelumnya terhadap

tapi pendet, reog ponorogo dan bahkan batik juga diklaim

oleh Malaysia sebagai miliknya.

Upaya diplomasi memperkenalkan batik dilakukan dengan

berbagai macam cara, yang paling sederhana dengan

menggunakan batik sebagai cinderamata yang diberikan ke

perwakilan negara-negara lain sebagai tanda persahabatan.

Mendirikan pusat budaya diluar negeri selain itu juga

melakukan promosi-promosi mengenai batik melalui media

massa, mengembangkan sentra-sentra industri batik lokal

untuk meningkatkan kualitas batik agar bisa bersaing dengan

komoditas-komoditas ekspor dari negara-negara lain, juga

dengan mengadakan event-event bertaraf internasional yang

18

mengusung batik sebagai obyek utamanya yang dilaksanakan

tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer

kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas

diplomasi. John T. Rorke dalam bukunya International Politics on the

World Stage, yang mengemukakan bahwa diplomasi didefinisikan

sebagai sebuah proses komunikasi yang mempunyai dua elemen

utama, yaitu negotiation dan signaling, mengucapkan atau

mengerjakan sesuatu dengan maksud mengirim pesan kepada

pemerintah lain. Unsur kedua, untuk mencakup antara lain

penggunaan “threat” (ancaman) seperti misalnya pemutusan

hubungan diplomatik sampai pada gerakan militer.

Diplomasi atau negosiasi tidak harus diselesaikan di meja

perundingan tetapi bisa melalui sarana lainnya seperti

melalui bidang kebudayaan. Dalam Hubungan Internasional

dikenal dengan istilah diplomasi kebudayaan. Istilah ini

biasanya dipakai oleh suatu negara yang ingin mencapai

kepentingan nasionalnya diluar bidang politik. Diplomasi

Kebudayaan merupakan usaha suatu negara untuk memperjuangkan

kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik

secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian atau secara

secara makro sesuai dengan ciri-ciri khas yang utama,

misalnya : propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian

19

konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi,

ataupun militer.

Diplomasi Kebudayaan melalui bidang budaya ini, dipandang

lebih efektif dalam diplomasi karena bagaimanapun

kebudayaan sendiri mempunyai unsur-unsur universal yang

berarti bahwa unsur-unsurnya terdapat pada semua kebudayaan

bangsa-bangsa di dunia. Pada dasarnya kebudayaan bersifat

komunikatif, yang dapat dipahami, bahkan juga oleh

masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya yang

berbeda. Kebudayaan juga bersifat manusiawi : yaitu dapat

lebih mendekatkan bangsa yang satu dengan lainnya. Sifat-

sifat positif dari kebudayaan inilah yang bisa membuka jalan

bagi tercapainya tujuan diplomasi kebudayaan melalui batik

ini. Peran media juga sangat efektif dalam memberikan

informasi tentang pengakuan batik Indonesia ini baik untuk

nasional maupun internasional.

Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti berusaha untuk

menanamkan, mengembangkan dan memelihara citra Indonesia di

luar negeri sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan yang

tinggi, dengan cara sebagai berikut: pertama, menanamkan bila

citra yang baik belum ada. Salah satu upaya yang efektif

untuk itu adalah memperkenalkan batik kepada anak-anak

bangsa sejak dini. Kegiatan pelatihan dan pengenalan batik

yang rutin dan terus menerus harus terus dilakukan. Ini

20

membutuhkan peran semua komponen baik melalui pendidikan

formal maupun informal. Pengenalan batik sejak dini akan

menumbuhkan rasa cinta anak-anak bangsa terhadap warisan

budaya bangsa.

Kedua, mengembangkan bila telah ada usaha untuk menumbuhkan

citra tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan

event-event bertaraf internasional baik di dalam negeri

maupun di luar negeri. Event internasional seperti Pekan

Batik Internasional yang secara rutin dilakukan menjadi

suatu cara yang cukup efektif untuk mengembangkan usaha

untuk menumbuhkan citra yang baik tentang batik Indonesia.

Apalagi tempat event diselenggarakan di Pekalongan yang

notabene mendapat julukan kota batik.

Ketiga, memelihara bila telah lahir suatu citra yang baik

mengenai kebudayaan Indonesia. Hal ketiga ini menurut

penulis yang paling sulit dilakukan. Dengan melihat fakta

yang ada yang perlu kita ketahui terkait batik adalah adalah

bahwa Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang produktif

memproduksi batik. Sedikitnya ada sepuluh negara lain di

dunia ini yang juga merupakan produsen batik. Yang empat

terbesar diantaranya ada Cina, Malaysia, Azerbaijan dan

Thailand. Dan diantara empat negara lain produsen batik

tersebut Cina adalah negara yang berpotensi mengalahkan

Indonesia dalam urusan distribusi dan perdagangan batik.

21

Bahkan, jika kita menengok ke pasar dalam negeri kita

sendiri, kita akan mendapati ada begitu banyak sekali batik-

batik yang berasal dari negeri tirai bambu tersebut.

Diperkirakan penguasaan Cina terhadap pasar batik di

Indonesia dapat mencapai 30%. Tentu saja itu adalah angka

yang sangat besar dan angka tersebut dapat saja terus

membesar. Para pengusa dan pedagang batik Indonesia

disinyalir cukup mulai kewalahan untuk mengatasi derasnya

arus masuk batik Cina ke pasar Indonesia. Terlebih lagi

batik-batik asal Cina ini mempunyai harga yang lebih murah

dibanding batik-batik produksi dalam negeri kita sendiri.

Dan tentu jika hal tersebut tidak disikapi dengan baik dan

tidak dilakukan langkah-langkah antisipatif, bukan tidak

mungkin justru batik-batik asal Cina-lah yang akan menguasai

pasar lebih besar dibanding batik-batik buatan Indonesia

sendiri. Satu hal yang paling mendasar dan pokok untuk

dilakukan adalah menumbuhkan penghargaan dan rasa cinta

bangsa Indonesia terhadap batik asli Indonesia. Rasa cinta

inilah yang nantinya akan melahirkan kepedulian dan

melahirkan upaya kita untuk mejaga dan memperjuangkan batik

Indonesia. Serbuan pasar yang luar biasa tidak bisa kita

hindari. Apakah batik-batik asal Cina itu yang akan mengusai

pasar Indonesia ataukah batik-batik buatan Indonesia

sendiri, ini akan sangat bergantung pada masyarakat

Indonesia. Penentunya adalah kita sendiri, karena pasarnya

adalah kita. Kitalah yang memilih untuk membeli yang mana.

22

Karenanya jika kita, masyarakat Indonesia, tidak memiliki

penghargaan dan rasa cinta terhadap batik asli Indonesia,

tentu tidak penting baginya untuk membeli batik buatan mana.

Tapi jika kita betul-betul peduli dan menghargai batik

sebagai warisan budaya asli Indonesia, tentu kita tidak akan

memilih membeli dan mengenakan batik buatan negeri lain dari

pada batik buatan negeri kita sendiri. Jadi, jika rakyat

Indonesia berpihak sepenuhnya kepada batik Indonesia maka

batik Indonesia tentu tidak akan pernah kalah bersaing

dengan batik-batik asal negeri lain di negerinya sendiri.

Pemerintah Indonesia harus segera mengagendakan diplomasi

kebudayaan untuk menyelamatkan aset bangsa.

Salah satu usaha untuk memelihara kebudayaan adalah dengan

mematenkannya. Masalah hak Paten harus menjadi prioritas

pemerintah, yang ternyata hal itu menjadi hal yang paling

utama untuk adanya sebuah pengakuan internasional. Selain

hak paten, pemerintah juga harus terus menggalakan program

“cinta kebudayaan sendiri”, yang tidak hanya sekedar

program. Satu langkah maju sudah dilakukan oleh pemerintah

Indonesia, dengan memperjuangkan batik agar diakui

masyarakat internasional melalui UNESCO. Langkah bagus ini

diharapkan tidak berhenti sampai pada batik, tetapi masih

banyak kebudayaan asli Indonesia lainnya yang harus terus

diperjuangkan untuk memperoleh pengakuan dari negara lain.

23

Upaya Pemerintah

Pemerintah yang bersifat kenegaraan merupakan aktor yangpaling utama dalam melakukan diplomasi. Dalam hal ini upayayang dilakukan oleh pemerintah dalam memperjuangkan batikagar disahkan oleh UNESCO menjadi warisan budaya diantaranyaadalah:12

1 Presiden Republik Indonesia: mendedikasikan MuseumBatik Pekalongan pada tanggal 12 Juli 2006.2 Sejak tahun 2008 pemerintah telah melakukan penelitianlapangan dan melibatkan komunitas serta ahli batik di 19provinsi di Indonesia untuk menominasikan batik sebagaiwarisan budaya tak benda kemanusiaan dari UNESCO.3 Menteri koordinator kesejahteraan masyarakatberkoordinasi antara Menteri Koordinator, dan komunitasbatik di seluruh Indonesia4 Direktur jenderal untuk nilai-nilai budaya, seni danfilm mengorganisasikan workshop UNESCO dalam membangunkemampuan untuk melindungi Warisan Budaya Tak benda diJakarta.5 Penyusunan proposal pada 3 September 2008 yang kemudianditerima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9 Januari2009.6 Pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11hingga 14 Mei 2009.7 Pemberian hasil dan penganugerahan.

Permohonan penganugerahan batik sebagai masterpieces of the oral

and intangible heritage of humanityoleh Indonesia kepada UNESCO

tahun 2009 adalah bentuk dari track diplomacy nomer pertama12 Lusiani, Leni Putri dan Rani Faishal, 2012, Model Diplomasi IndonesiaTerhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009, (online), (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fportalgaruda.org%2Fdownload_article.php%3Farticle%3D31727%26val%3D2274&ei=cmE5U4XLF4SIrgfb7oEw&usg=AFQjCNEfSJ09b1xIduV1N5KWs8kY_-KUOw&bvm=bv.63808443,d.bmk , diakses pad tanggal 30 Agustus 2014)

24

yaitu antara lembaga pemerintahan dalam cakupan oraganisasi

internasional. Dimana UNESCO digambarkan sebagai organisasi

internasional kelembagaan yang didalamnya terdapat

perwakilan perwakilan negara secara resmi dan legal.

Track Diplomacy tipe pertama tersebut dilaksanakan untuk

mendapatkan pengakuan secara legal tertulis dari dunia

Internasional demi kepentingan nasional Indonesia.

Kepentingan-kepentingan itu diantaranya adalah hak paten

atas kepemilikan budaya agar tidak di klaim neraga lain,

adanya tanggung jawab moral atas penjagaan batik sebagai

identitas pemersatu Indonesia, adanya peluang ekonomi baik

di dalam dan di luar negeri dari produktifitas batik. Dan

pencitraan Indonesia dimata Internasional atau disebut juga

sebagai soft diplomacy

Apa yang dilakukan Indonesia adalah upaya dalam menyikapi

arus globalisasi yang telah masuk. Sehingga diharapakan

globalisasi membawa dampak yang baik bagi perkembangan

budaya Indonesia dimata dunia Internasional. Selain itu

penganugerahaan oleh UNESCO ini juga sebagai salah satu

tameng dalam menghadapi globalisasi budaya yag terjadi.

Karena dengan adanya pengakuan internasional, rasa kebanggan

atau nasionalisme budaya masyarakat Indonesia makin

meningkat. Hal tersebut terlihat dari banyaknya masyarakat

Indoensia yang sekarang bangga dan senang menggunakan batik.

25

Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari banyaknya kasus klaim

kebudayaan Indonesia dan penghargaan dari UNESCO adalah

bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara

budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kali.

Bagaimanapun Indonesia harus melihat kasus-kasus klaim

sepihak oleh negara lain sebagai pembelajaran bahwa

kebudayaan harus terus dipelihara dan ditanamkan dalam diri

manusia Indonesia, agar tidak kecolongan lagi. Walaupun

negara atau bangsa lain di dunia ini terus mengklaim

beberapa kebudayaan Indonesia, bangsa Indonesia harus tetap

menjaga “sense of belonging” sehingga kita tidak begitu saja

dilecehkan dan direndahkan oleh bangsa lain. Menggunakan

batik sebagai sarana diplomasi budaya dapat menjembatani

Indonesia dengan negara-negara lain untuk membangun

kesepahaman bersama melalui obyek budaya tersebut, karena

dengan mempromosikan batik ke dunia internasional akan

tercipta proses pertukaran budaya yang juga dianggap sebagai

simbol persahabatan, dengan begitu hubungan diplomatik yang

lebih erat juga akan tercipta.

26

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atmowiloto, Arswendo , Canting, Gramedia, Jakarta, 2013Iskandar, Neneng , Batik Indonesia dan Sang Empu, Tim Buku

Srihana, Jakarta, 2008McDonald, J. W., & Bendahmane, D. R. 1987. Conflict Resolution:

Track Two Diplomacy. Washington, DC : US. Government Printing Office.

Nye , Joseph S. Jr., Soft Power : The Means to Success in World Politic, Public Affairs , New York, 1998

Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartika, Diplomasi Kebudayaan,Ombak, Yogyakarta, 2007

JurnalLusianti, Leni Putri dan Faisyal Rani. 2012. Model Diplomasi

Indonesia Terhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hubungan Intrnasional antar bangsa Vol. 1 No.2.

27

InternetAnna Yulia Hartati, Diplomasi Kebudayaan Batik Indonesia, 02

Oktober 2009, http://suaramerdeka.com/v1/

index/.php/read/cetak/2009/10/02/82487/10/Doplomasi.Kebud

ayaan.Batik.Indonesia

www.tabloid diplomasi .org/.../978- diplomasi - budaya -dalam-perspektif ,

Demis Rizky Gosta, Pemerintah Ciptakan Iklim Kondusif Bagi Industri Batik, Bisnis.com, sumber dari: http://en.bisnis.com/articles/pemerintah-ciptakan-iklim-

kondusif-bagi-industri-batik http://id.wikipedia.org/wiki/Batik ,

Dinas Komunikasi dan Informatika kapupaten Karangasem, 2008,

Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Lokal dan perilaku masyarakat,

(online), (http://www.karangasemkab.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&i

Edison A, Jamli dkk, 2005, Pengaruh globalisasi Terhadap Nilai Nilai

Nasionalisme , (online),

( http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=7124

=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-

masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81

Lusiani, Leni Putri dan Rani Faishal, 2012, Model Diplomasi

Indonesia Terhadap UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai

Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009, (online),

(https://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0