129
UPAYA KLASTER BATIK DALAM MENJAGA POTENSI LOKAL KOTA SEMARANG (Studi Kualitatif Deskriptif KLASTER BATIK KOTA SEMARANG) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Peminatan Utama Sosiologi Pembangunan Disusun Oleh: PUTRA IGENG APRIONO 115120100111004 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

upaya klaster batik dalam menjaga potensi lokal

Embed Size (px)

Citation preview

UPAYA KLASTER BATIK DALAM MENJAGA POTENSI LOKAL

KOTA SEMARANG

(Studi Kualitatif Deskriptif KLASTER BATIK KOTA SEMARANG)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Peminatan Utama Sosiologi Pembangunan

Disusun Oleh:

PUTRA IGENG APRIONO

115120100111004

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

2

LEMBAR PERSEMBAHAN

Pada lembar persembahan ini, penulis ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih

kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, meskipun rasa syukur dan

terima kasihku ini tidak akan mampu untuk membalasnya. Terima kasih kepada:

Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kemudahan, kelancaran dan

kesabaran dalam setiap proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.

Kedua orang tua saya, Bapak Sugeng Piyono dan Ibu Tutik Idayati. Bapak, Ibu.. terima

kasih atas segalanya, segala usaha, kerja keras, dukungan, kesabaran, keyakinan, materi serta

doa yang selalu dipanjatkan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih telah

mengantarkanku sampai pada titik ini, sehat selalu ya buat bapak sama ibu. Dukung dan doain

terus untuk langkah dan perjalananku selanjutnya untuk bisa membahagiakan Ibu dan Bapak.

Untuk Bude, Pakde, Om, Tante dan Mbah, terima kasih atas dukungan dan doanya. Tak lupa

untuk adikku Devi dan Nisa, terima kasih atas doa, kekuatan dan keyakinannya bahwa aku

mampu menyelesaikan skripsi ini. Untuk saudara-saudara dan keluarga besar juga, terima kasih

atas segalanya. Mungkin ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk mewakili betapa

beruntungnya saya memiliki keluarga seperti ini.

Pak Imron dan Bu Anik selaku dosen pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan

waktunya untuk membimbing dan berdiskusi dengan penuh kesabaran, serta memberikan ilmu,

saran, dorongan dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai yang baik.

Bu Titi dan Pak Lutfi selaku dosen penguji, terima kasih telah memberikan masukan,

kritik dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Prof.Dr.Ir Darsono Wisadirana, MS selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih

atas kesabarannya dalam menghadapi saya. Terima kasih sudah terus mengingatkan dan

menguatkan Saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Seluruh jajaran Dosen Jurusan Sosiologi, terima kasih atas ilmu dan waktu yang telah

diberikan selama masa perkuliahan.

Seluruh informan dalam penelitian ini yang telah meluangkan waktunya dan telah banyak

membantu memberikan informasi-informasi terkait penelitian ini.

Temen-temen KKN Ngantang. Kelompok kecil ada Resdian, Saifan, Thomas, Tri wahyu

(Ateng), Halanita, Ulfa, Terry, Riri, Bella, Sofy, Elyah yang hampir semuanya sudah

menyelesaikan skripsi dan meraih mimpinya masing-masing. Mas Arman suwun ya mas

sampun tak repoti mulai dari dikasih tempat tinggal sementara di suatu Kota sampai diskusi

masalah skripsi.

Teman-teman Sosiologi, khususnya angkatan 2011 atas semua cerita yang ada. Icha dan

Wyna makasih bantuannya disaat aku kebingungan ngerjain laporan hehe. Bagus partner urus

berkas, jadwal dan partner kompre. Bagus, Agung.

Teman Kos mulai dari KRD 114c Mas Rio, Naufal, Widi, Tyo, Vans yang juga sudah

menyelesaikan studinya terlebih dahulu kemudian dari Teman Kos KTS 96 C Cahyo sama

Wawan dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih semuanyaaaaaaaa,

seneng bisa ketemu dan kenal kalian. Jangan pernah lupain aku yo, rek.. Dan terima kasih juga

untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, serta karena ridho-Nya pada setiap proses penyusunan skripsi ini sehingga

penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi

ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala

kerendahan hati penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, saudara-saudara serta keluarga besar yang selalu bersedia dan

berusaha untuk memberikan segalanya dan selalu mendoakan demi terselesaikannya

skripsi ini;

2. Bapak Ahmad Imron Rozuli, SE., M.Si dan Ibu Anik Susanti, S.Pd., M.Si selaku dosen

pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan

berdiskusi dengan penuh kesabaran, serta memberikan ilmu, saran, dorongan dan

dukungan kepada penulis agar tercapai laporan skripsi yang baik;

3. Seluruh jajaran Dosen Jurusan Sosiologi atas ilmu dan waktu yang telah diberikan

selama masa perkuliahan;

4. Seluruh informan dalam penelitian ini yang telah meluangkan waktu dan telah banyak

membantu memberikan informasi-informasi terkait penelitian ini;

5. Teman-teman Sosiologi, khususnya angkatan 2011 atas semua cerita yang ada;

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan terbuka agar skripsi ini

dapat lebih bermanfaat. Penulis perharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca dan para peneliti selanjutnya.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Transkrip Wawancara

Nama Informan : Pak Joko Sunarto

Jabatan : Ketua Klaster Batik Kota Semarang

Umur : 54 Tahun

Waktu : 6 Mei 2018

Keterangan:

P: Peneliti

I: Informan

P: Kapan tepatnya Klaster Batik Kota Semarang ini mulai dibentuk?

I: Awal berdirinya Klaster batik ini sendiri kalau dilihat dari AD/ART sekitar tahun

2006.

P: Apa yang menjadi latar belakang dari dibentuknya Klaster Batik ini?

I: Kalau latar belakang ini dibentuk itu ya, untuk menyatukan para pengrajin batik

yang ada di Kota Semarang ini, biar punya wadah sendiri buat menjaga sama

ngembangin batik asli Semarang mas, kan disini pengrajin batik itu tersebar

dimana-mana jadi makanya dibikin seperti ini.

P: Bagaimana Klaster Batik ini dalam mengakomodir para anggota atau para

pengrajin batik yang tergabung di kelompok ini?

2

I: di Klaster Batik ini sendiri punya peran ya, seperti kalau ada pameran-pameran

biar itu di Semarang Atau di luar Semarang ya kita ikut mendorong sama

mendukung pengrajin batik yang menjadi anggota kita untuk ikut partisipasi

biasanya kita tawarkan dulu siapa yang mau ikut pameran atau acara ini, tapi kita

juga ndak maksa tiap anggota itu harus ikut. Ya yang mau saja kita ikutkan pameran

seperti ini.

P: Apa saja kendala yang dialami oleh Klaster Batik Kota Semarang dalam

mengakomodir para anggota atau pengrajin batik yang tergabung dalam kelompok

ini?

I: Untuk kendala saat ini mungkin tempat yang berjauhan, jadi kalau ada apa-apa

itu masih sedikit susah ya jadinya kalau ada info penting saya paling nyampaikan

lewat WA ke pengurus atau anggota yang lain, ya artinya jarak yang jauh-jauh ini

jadi sedikit masalah ya mas tapi kita di Klaster Batik ini memaklumi lah walaupun

masih banyak yang perlu di perbaiki di Klaster ini.

P: Jika ada kendalanya bagaimana masalah ini diselesaikan?

I: Untuk kendala-kendala seperti ini kita selesaikan biasanya kita dari klaster batik

ini ada kumpul atau pertemuan, itu biasanya sebulan sekali kita bahas apa yang jadi

kendala di klaster ini terus kita rembug’an biar dicarikan jalan keluarnya.

P: Apakah bisa dijelaskan bagaimana dalam melaksanakan proses perekrutan para

anggota atau para pengrajin untuk bergabung di Klaster Batik Kota Semarang ini?

3

I: Kalau dari Klaster Batik ini sendiri untuk jadi anggota atau yang mau ikut gabung

disini kita biasanya mengajak bergabung atau merekrut dari pelatihan dari dinas

terkait, terus kita tawari mereka mau gak ikut gabung di Klaster Batik ini.

P: Selain dengan para pengurus maupun para pengrajin batik yang tergabung di

Klaster Batik apakah anda juga berhubungan dengan pihak-pihak lainnya?(baik dari

individu maupun kelompok yang ikut mendukung adanya Klaster Batik Kota

Semarang)

I: Kalau hubungan diluar Klaster Batik ada tapi bukan kelompok mas, kita dari

Klaster Batik ini didukung sama Dinas kayak Dinas Koperasi dan UMKM sama

Dinas Perindustrian Kota dari awal kita berdiri mereka sudah bantu dukung

kelompok ini.

P: Bagaimana asal mula hubungan tersebut dapat terjadi?

I: Itu awalnya dari pembentukan Klaster Batik ini kita sudah ada hubungan dari

Dinas terkait mas, jadi Dinas itu tau dari awal pembentukan Klaster Batik ini jadi

ya kayak sekarang ini masih berhubungan terutama kalau ada pelatihan atau

pameran kita diajak untuk memasarkan atau promosi produk, sama biasanya itu kita

ada evaluasi sama dinas terkait biar apa yang jadi kekurangan diperbaiki lagi.

P: Bagaimana hubungan dari Klaster Batik Kota Semarang dengan pihak-pihak

yang lain baik di dalam keseharian maupun dalam memecahkan suatu masalah?

I: Ya itu tadi mas, kita kalau di Klaster Batik itu ada kendala dalam organisasi atau

kelompok ini biasanya kita ada kumpul-kumpul 1 bulan sekali kita adakan

musyawarah apa saja kendala yang harus diselesaikan di Klaster ini.

4

P: Hal-hal apa saja yang diperoleh dari hubungan yang terjalin antara Klaster Batik

Kota Semarang dengan pihak yang lain?( seperti informasi, kerjasama, dll)

I: Kita dari Klaster itu lumayan terbantu ya mas dapat dukungan dari Dinas terkait

ini, misalnya saja dapat fasilitas pelatihan dari Dinas terkait buat ningkatkan hasil

membatik kita biar lebih baik lagi sama biasanya kita dapat bantuan bukan bentuk

uang tapi peralatan membatik kayak cap buat mbatik.

P: Bagaimana hubungan yang terjadi antara Klaster Batik Kota Semarang dengan

para anggota maupun para pengrajin yang tergabung di dalam kelompok Klaster

ini?

I: Biasanya saya sebagai ketua Klaster ini hubungan dengan pengurus atau anggota

pake WA mas kalau ada informasi yang penting, ya kalau memang perlu ketemuan

ya kita adain pertemuan mas.

P: Bagaimana cara Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga hubungan yang

terjalin dengan para anggota maupun pengrajin batik yang tergabung di Klaster

Batik ini?

I: Kita libatkan didalam pameran atau kegiatan-kegiatan lainnya mas.

P: Apa harapan dari Klaster Batik Kota Semarang dengan para anggota maupun

pengrajin batik Semarang untuk kedepannya?

I: Kalau untuk harapan jelas ya mas kita mau lebih baik lagi buat kedepannya, kita

mau itu batik Khususnya Kota Semarang lebih dikenal lagi sama orang kalau buat

5

anggota atau pengrajin yang ikut di Klaster Batik ini jelas salah satunya biar

meningkatkan ekonominya.

P: Hal apa yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan di Klaster Batik

Kota Semarang ini?

I: Biasanya kalau ada masalah atau kendala di Klaster Batik ini penyelesaiannya

lewat cara musyawarah mas.

P: Dalam berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ini, apakah terdapat peraturan

yang di bentuk baik itu yang tertulis maupun tidak tertulis?

I: Di Klaster Batik ini sendiri ada yang namanya AD/ART yang dari awal memang

sudah dibuat yang isinya itu mulai dari kepengurusan Klaster, peraturan, sampai

tujuan dari Klaster itu sendiri.

P: Bagaimana Klaster Batik menindak jika ada yang melanggar aturan yang telah

disepakati?

I: Sekarang ini di Klaster untuk yang melanggar aturan kayaknya belum ada ya mas,

mungkin jika ada yang melanggar ya mengundurkan diri saja.

P: Sejauh ini kendala apa saja yang Klaster Batik Kota Semarang alami dalam

proses mempertahankan eksistensi ini?

I: Sampai saat ini yang membuat eksistensi dari Batik Semarang sedikit kurang

dikenal oleh masyarakat luas ialah dari susahnya bahan baku dalam pembuatan

batik itu sendiri kebanyakan dari bahan baku untuk membuat batik didatangkan dari

luar Kota Semarang Seperti dari Pekalongan misalnya saja kain maupun malam

6

atau lilin dalam membuat batik, hal ini tidak membuat pengrajin batik Kota

Semarang untuk berdiam diri kita sebagai wadah terus mendukung para pengrajin

batik itu agar tetap produktif mas.

7

Transkrip Wawancara

Nama : Bu Afifah (Figa Batik)

Usia : 57 Tahun

Waktu : 10 Mei 2018

Keterangan : P: Peneliti

I: Informan

P: Ibu berapa lama sudah ikut bergabung di Klaster Batik ini?

I: Saya itu ikut Klaster Batik ini sudah dari awal dibentuk mas.

P: Dari siapa Ibu mengetahui keberadaan Klaster Batik Ini?

I: Saya taunya Klaster Batik itu ya dari Pak Joko (Ketua Klaster Batik) Sendiri mas

P: Bagaimana caranya Ibu dalam bergabung di Klaster Batik ini?

I: Dulu saya itu ikut pelatihan membatik terus diajak sama Klaster batik untuk

gabung, saya terus mau mas kebetulan juga saya sama Pak Joko itu yang gabungnya

sama-sama.

P: Alasan Ibu untuk ikut bergabung di Klaster Batik Ini apa?

I: Alasan saya ya mungkin kalau saya gabung di Klaster Batik ini saya jadi punya

banyak teman dari pengrajin batik lain yang ada di Kota Semarang, yang lebih

penting lagi pengalaman sama ilmu yang didapat di Klaster ini, misalnya ya Kalau

di Klaster itu ada pertemuan sama Dinas Koperasi nah dari dinas itu kan kita dapat

8

ilmu juga sama Kalau ada pameran kita diikutkan sama dapat pelatihan-pelatihan

apalagi untuk mempromosikan batik Semarang di Luar Kota kita itu juga difasilitasi

baik sama Klaster atau Dinas yang terkait sama Klaster Batik.

P: Bentuk kerjasama dengan Klaster Batik ini seperti apa ya Bu?

I: Kerjasamanya ya, kita itu biasanya Kalau ada pameran atau promosi kita

dilibatkan ya mas, buat kita mempromosikan hasil kerajinan batik kita sama kalau

ada info-info pelatihan atau seminar kita diajak gabung.

P: Di Klaster Batik ini sendiri ada peraturan organisasinya gak Bu?

I: Ada mas

P: Ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster Batik ini memperoleh

manfaat gak bu?

I: Banyak sekali mas, apalagi kayak saya ini ya, kadang saya ini kalau mau ngadain

pameran sendiri itu kan susah jadi kalau di Klaster batik itu bisa bareng-bareng

ngadain pameran biasanya juga di dukung sama dinas terkait.

P: Kalau yang membedakan keadaan ibu sebelum sama sesudah gabung sama

Klaster seperti apa bu?

I: Mungkin pengalaman saya bertambah ya mas biasanya itu kan dari Klaster Batik

itu sendiri ada undangan dari dinas yang mendukung Klaster ini dari awal, seperti

kemaren itu ada undangan dari Dinas Perindustrian tentang standar dalam

memproduksi barang yang lebih baik, jadi kita yang pengrajin batik ini harus

mampu bikin batik itu biar bagus lagi sama sesuai standar yang ada.

9

P: Kalau kontribusi ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster seperti apa

ya bu?

I: Kontribusi saya ya terus belajar lebih baik lagi mas kalau di Klaster itu kita

diwajibkan terus membuat karya batik, jadi ndak hanya asal gabung saja.

P: Ibu sendiri bagaimana menjaga komunikasi dengan Klaster Batik?

I: ya lewat aplikasi itu mas, tapi kalau ada hal-hal penting biasanya Klaster itu

punya agenda pertemuan sebulan sekali.

10

Transkrip Wawancara

Nama : Bu Umi Salamah (Salma Batik Malon)

Usia : 48 Tahun

Waktu : 15 Mei 2018

Keterangan : P: Peneliti

I: Informan

P: Ibu berapa lama sudah ikut bergabung di Klaster Batik ini?

I: Saya ikut Klaster Batik ini dari angkatan awal ini dibentuk ya, termasuk lama

juga saya gabung di Klaster Batik ini, ya sekarang juga sudah banyak anggota

barunya.

P: Dari siapa Ibu mengetahui keberadaan Klaster Batik Ini?

I: Kalau dari siapanya ya saya kurang paham, soalnya itu saya termasuk angkatan

awal yang ikut Klaster Batik ini.

P: Bagaimana caranya Ibu dalam bergabung di Klaster Batik ini?

I: Agak lupa saya ya saya mas, tapi seingat saya dulu itu Klaster batik dibentuk

karena ada kelompok di kampung batik terus ada dinas yang menyarankan agar

dibentuk Klaster Batik ini.

P: Alasan Ibu untuk ikut bergabung di Klaster Batik Ini apa?

I: Biar menambah pengalaman sama menambah teman bagi saya mas.

11

P: Bentuk kerjasama dengan Klaster Batik ini seperti apa ya Bu?

I: Kita biasanya ada fasilitas untuk pameran sama ikut pelatihan-pelatihan.

P: Di Klaster Batik ini sendiri ada peraturan organisasinya gak Bu?

I: Ada salah satunya ikut partisipasi dalam kegiatan pameran.

P: Ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster Batik ini memperoleh

manfaat gak bu?

I: Manfaat gabung Klaster Batik ini selama saya ikut sampai sekarang ini ya ada,

ya dari pengalaman jelas bertambah ya kalau gabung Klaster Batik biasanya itu ada

pelatihan-pelatihan atau seminar yang sering diadakan.

P: Kalau yang membedakan keadaan ibu sebelum sama sesudah gabung sama

Klaster seperti apa bu?

I: Sebelumnya ya kita agak kurang informasi, kalau sesudahnya kita gabung itu ya

dapat akses lebih buat lebih mengembangkan batik kedepannya.

P: Kalau kontribusi ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster seperti apa

ya bu?

I: Ya kalau bisa saya ikut acara yang diadakan Klaster Batik ini mas

P: Ibu sendiri bagaimana menjaga komunikasi dengan Klaster Batik?

I: Biasanya dikabari lewat telpon kalau ada info-info yang baru.

12

Transkrip Wawancara

Nama : Bu Yuanita

Jabatan: Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Koperasi dan

UMKM Kota Semarang).

Waktu : 24 Mei 2018

Keterangan : P: Peneliti

I: Informan

P: Dari Mana dinas ini mengenal Klaster Batik ini?

I: Dari pembinaan atau pemberdayaan yang kita lakukan sebelumnya.

P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?

I: Karena bisa menjadi suatu daya tarik terhadap pengembangan potensi lokal

khususnya yang ada di Kota Semarang ini melalui Batik Semarangan.

P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian

khusus?

I: Kalau kerjasama dengan Klaster ini kita biasanya dengan melaksanakan pelatihan

membatik atau mendesain

P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan

suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?

I: Ya terus memberikan dukungan atau Support terhadap kelompok yang ingin

mengembangkan potensi-potensi daerah salah satunya melalui Klaster Batik ini.

13

P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga

mampu berjalan sampai sekarang?

I: Sebagai Dinas terkait yang ada di Semarang ini, Klaster Batik ini dengan batik

sebagai hasil produksinya kita mempunyai bentuk dukungan melalui OVOP (One

Village One Product). Untuk mengembangkan produk unggulan Kota Semarang.

P: Tanggapan dari dinas terkait dengan dibentuknya Klaster Batik ini seperti apa?

I: Kalau ditanya tanggapan kita terus mendukung karena ini kan salah satu potensi

yang dimiliki oleh Semarang, selain potensi-potensi yang lainnya.

P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster

lainnya?

I: Tidak ada perbedaaannya.

14

Transkrip Wawancara

Nama : Bu Endang Sulistyamurniasih

Jabatan: Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Perindustrian

Kota Semarang).

Waktu : 25 Mei 2018

Keterangan : P: Peneliti

I: Informan

P: Dari Mana dinas ini mengenal Klaster Batik ini?

I: Melalui pembinaan, mereka para pengrajin atau UKM Batik kemudian didorong

untuk membuat kelompok seperti ini.

P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?

I: Alasannya ya, kan Kota Semarang ini dulunya Batiknya itu dikenal luas terus

menurun karena banyak hal, kemudian sekarang ini mulai hidup kembali maka dari

itu kita mendukung Klaster maupun pengrajin batiknya biar batik Semarang ini

eksis kembali.

P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian

khusus?

I: Sistem kerja sama jika dari Dinas Perindutrian sendiri kita ndak ada, tetapi dari

kita itu lebih kepada pembinaan sama melakukan evaluasi kepada mereka.

15

P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan

suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?

I: Rasa percaya yang ada ini timbul karena kami melihat potensi yang dimiliki

masyarakat Khususnya dari para pembatik-pembatik yang ada di Kota Semarang

ini sendiri.

P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga

mampu berjalan sampai sekarang?

I: Kalau ditanya mengenai ini, Kita dari dinas itu melihat mereka memiliki kemauan

yang tinggi untuk maju. Kemudian dari dinas ini membantu melakukan pemasaran

jika ada yang mengalami kesulitan dalam hal ini.

P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster

lainnya?

I: Ya terletak dari produk yang di produksi mas

16

Transkrip Wawancara

Nama : Bu Irma

Jabatan: Staf BAPPEDA Kota Semarang

Waktu : 25 Mei 2018

Keterangan : P: Peneliti

I: Informan

P: Dari Mana Badan ini mengenal Klaster Batik ini?

I: FEDEP (Forum for Economic Development and Employment Promotion) ini

merupakan suatu Forum Pengembangan Ekonomi dan Perluasan Lapangan Kerja

di tingkat Kabupaten/Kota.

P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?

I: Karena adanya Forum FEDEP itu tadi yang menjadi landasan kita untuk dukung

Klaster Batik ini karena menjadi salah satu program unggulan dari Kota Semarang.

P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian

khusus?

I: Sistem kerja sama kalau dari BAPPEDA Kota Semarang tidak ada, tetapi dari

kita itu ada Fasilitas Pameran Produk, Monitoring, sama Sosialisasi.

P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan

suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?

17

I: Melalui Forum yang sudah disebutkan tadi kita mendapatkan rasa percaya dari

kelompok ini, tetapi kami masih melihat ada beberapa kekurangan yang terdapat

dalam Klaster batik ini, kami berharap dalam Klaster batik ini agar dapat

memperbaikinya.

P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga

mampu berjalan sampai sekarang?

I: Mungkin dari menjaga komunikasi antar pihak melalui Monitoring, Rembung

Klaster, sama melalui Workshop.

P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster

lainnya?

I: Ya, dari produk-produk yang dihasilkan mas, kan setiap produk itu punya ciri

sendiri-sendiri.

18

Lampiran 2. Foto Dokumentasi Peneliti

Pak Joko dengan para anggota Klaster Batik dalam acara memperingati Hari Batik

di depan Lawang Sewu Kota Semarang, Sebagai salah satu cara dalam

meningkatkan eksistensi

Bu Afifah (Figa Collection) sebagai salah satu informan dalam penelitian ini

sedang membuat kerajinan batiknya

19

Beberapa Hasil dari Karya Batik dari Bu Afifah yang ikut bergabung dengan

Klaster Batik Kota Semarang

20

Bu Endang Sulistyamurniasih (Dinas Perindustrian Kota Semarang ) sebagai salah

satu informan dalam penelitian ini

Pameran Hari Konsumen yang dilaksanakan di Balaikota Semarang yang diikuti

oleh perwakilan Klaster Batik

21

Jalan Sehat mengkampanyekan Batik untuk Sarung dan Jarit

Pembukaan outlet di Pasar Srondol sebagai dukungan terhadap Klaster Batik

DAFTAR TABEL

Tabel Penelitian Terdahulu..........................................................................14

iv

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Putra Igeng Apriono

Nama Panggilan : Igeng

Nim : 115120100111004

Jurusan / Peminatan : Sosiologi / Pembangunan

Fakultas : FISIP

Universitas : Universitas Brawijaya

Email : [email protected]

Peneliti masuk Universitas Brawijaya melalui jalur SNMPTN (Tertulis)

pada tahun 2011. Dengan motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha serta

pantang menyerah, penulis telah berhasil menyelesaikan pekerjaan skripsi ini.

Semoga dengan penulisan skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca

dan memberikan kontribusi di bidang pendidikan. Akhir kata penulis

mengucapkan rasa syukur yang sebesar besarnya atas terselesaikannya skripsi

yang berjudul “ Upaya Klaster Batik dalam Menjaga Potensi Lokal Kota

Semarang (Studi Kualitatif Deskriptif Klaster Batik Kota Semarang)”.

ABSTRACT

Efforts to Cluster Batik in Maintaining The Local Potential of Semarang city

(Descriptive study on Semarang City Batik Clusters).

This research studies the measure taken by Batik Clusters in maintaining the local

potential, particularly batik craft in Semarang City on maintaining their existence in industry

and batik sector in Semarang City. The purpose of this research is to describe the social modal

of batik clusters in semarang city in maintaining their existence in the industry of batik

Semarangan.

This research uses the concept proposed by Robert D. Putnam on social modal. The

methods used in this research include qualitative method with descriptive approach. In

determining the informant, the writer use purposive technic. Meanwhile, the writer uses

observation, interview, and documentation to collect data. The writer uses data reduction, data

presentation, dan conclusion as analysis technics.

The result of this research shows that the social modal is able to accommodate several

aspects which cannot be reached or taken by the chief of the Batik Clusters. One thing to

remember is that the batik clusters of Semarang city and also the batik craftsmen in Semarang

city have difficulties and limitation in promoting and also limitations in discussing this issue

together. This issue starts from the ups and downs of Semarang batik development. At that

time, then emerge the initiative to create a group or an organization to accommodate the batik

craftsmen of Semarang city, keeping the existence of the batik of semarang city and also

promoting the involvement of local people to empower the economy altogether.

Key Words: Existence, Clusters, Social Capital

ABSTRAK

Upaya Klaster Batik dalam Menjaga Potensi Lokal Kota Semarang (Studi Kualitatif

Deskriptif Klaster Batik Kota Semarang).

Penelitian ini mengkaji mengenai Upaya Klaster Batik dalam menjaga potensi lokal

Khususnya kerajinan Batik yang ada di Kota Semarang untuk menjaga eksisistensi dalam

bidang industri atau usaha batik di Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan modal sosial Klaster batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi dalam

bidang industri atau usaha batik Semarangan.

Penelitian ini menggunakan konsep teori Robert D.Putnam mengenai modal sosial.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive. Sedangkan proses

pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan teknik

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan modal sosial ternyata mampu untuk mengakomodir beberapa aspek yang tidak dapat

dijangkau atau dilakukan oleh Ketua Klaster Batik. Hal yang perlu diingat bahwa Klaster Batik

Kota Semarang maupun para pengrajin batik yang ada di Kota Semarang ini memiliki kesulitan

serta keterbatasan dalam hal melakukan promosi maupun keterbatasan yang lainnya untuk

dapat dirundingkan secara Bersama sehingga dengan adanya keadaan yang seperti ini

dimanfaatkan untuk melakukan suatu melakukan suatu hubungan timbal balik. Hal ini berawal

dari naik turunnya perkembangan batik Semarang saat itu kemudian adanya inisiatif untuk

membuat suatu kelompok atau organisasi guna mewadahi para pengrajin batik Kota Semarang,

menjaga eksistensi batik Kota Semarang serta turut melakukan pemberdayaan ekonomi dari

warga sekitar maka organisasi ini dibentuk.

Kata Kunci: Eksistensi, Klaster, Modal Sosial

DAFTAR GAMBAR

Bentuk peran para anggota yang tergabung dalam Klaster Batik ini....................63

Pelaksanaan Workshop Batik................................................................................73

Pameran Sebagai Upaya Menjaga Eksistensi Batik Kota Semarang.....................80

Peringatan Hari Batik.............................................................................................80

Pameran Batik di depan Lawang Sewu sebagai Ikon Kota Semarang...................81

x

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ....................................................................... iii

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT ........................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 10

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10

1.4.1 Manfaat Praktis ..................................................................................... 10

1.4.2 Manfaat Akademis ................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11

2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 11

2.2 Definisi Konseptual ..................................................................................... 18

2.2.1 Klaster ................................................................................................... 18

2.2.2 Eksistensi .............................................................................................. 20

2.3 Teori Modal Sosial Putnam ......................................................................... 23

2.4 Konsep Bonding social capital dan Bridging social capital Menurut Robert

D. Putnam .......................................................................................................... 28

2.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 31

BAB III ................................................................................................................. 33

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 33

3.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan .................................................................. 33

3.2 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 34

xi

3.3 Fokus Penelitian .......................................................................................... 34

3.4 Teknik Penentuan Informan ........................................................................ 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 37

3.5.1 Pengamatan (Observasi) ....................................................................... 37

3.5.2 Wawancara............................................................................................ 38

3.5.3 Dokumentasi ......................................................................................... 39

3.6 Sumber dan Jenis Data ................................................................................ 39

3.6.1 Data Primer ........................................................................................... 39

3.6.2 Data Sekunder ....................................................................................... 40

3.7 Teknik Analisis Data ................................................................................... 40

3.7.1 Pengumpulan Data (data collection) ..................................................... 41

3.7.2 Reduksi data (data reduction) ............................................................... 41

3.7.3 Display data .......................................................................................... 41

3.7.4 Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan ................................................. 42

BAB IV GAMBARAN UMUM ........................................................................... 43

4.1 Tentang Batik Semarang ............................................................................. 43

4.2 Gambaran Umum Klaster Batik Kota Semarang ........................................ 45

4.3 Tujuan Berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ........................................ 45

4.4 Gambaran Umum Informan ........................................................................ 46

4.6 Struktur dalam Klaster Batik Kota Semarang ............................................. 49

4.4.1 Struktur Organisasi ............................................................................... 49

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 52

5.1 Pembentukan Trust, Norms dan Network pada Bonding Social Capital

Klaster Batik Kota Semarang. ........................................................................... 54

5.1.1 Jaringan dalam Bonding Social Capital Klaster Batik Kota Semarang 58

5.1.2 Kontribusi dan Peran pengrajin Batik terhadap Klaster Batik Kota

Semarang ....................................................................................................... 59

5.1.3 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin

batik (trust/kepercayaan)................................................................................ 63

5.1.4 Norma Di dalam Klaster Batik Kota Semarang.................................... 66

5.2 Pembentukan trust, norms dan network pada bridging social capital

Klaster Batik Kota Semarang ............................................................................ 68

Bagan . Alur Analisis Bridging social capital Klaster Batik ............................. 70

xii

5.2.1 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas

Perindustrian Kota Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang,

serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang.

....................................................................................................................... 70

5.2.2 Norma-norma dalam jejaring modal sosial Klaster Batik dengan Dinas

Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta BAPPEDA Kota Semarang.

....................................................................................................................... 74

5.2.3 Jaringan Sosial Klaster Batik Kota Semarang. ..................................... 76

5.3 Hasil dan Temuan. ....................................................................................... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 85

6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 85

6.2 Saran ............................................................................................................ 88

6.2.1 Saran Praktis ......................................................................................... 88

6.2.2 Saran Akademis .................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91

LAMPIRAN .......................................................................................................... 93

Lampiran 1. Transkrip Wawancara ................................................................... 93

Lampiran 2. Foto Dokumentasi Peneliti .......................................................... 110

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terus melakukan pembangunan

di berbagai bidang salah satunya dengan membangun sektor Usaha Mikro Kecil-

Menengah (UMKM). UMKM merupakan suatu sektor industri yang mempunyai

peranan penting, karena sebagian besar penduduk indonesia hidup dalam kegiatan

usaha kecil baik dalam sektor tradisonal maupun modern. Hal ini juga tercantum

menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah yang bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkan usahanya

dalam pembangunan nasional, seperti yang tercantum didalam Pasal 3 yang

berbunyi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan

mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional

berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

Salah satu industri kecil, dan menengah adalah Batik, dimana Batik Indonesia

sendiri telah mendapatkan pengakuan dari United Nations Educational Scientific

and Cultural Organizations (UNESCO) untuk Batik Indonesia sendiri telah diakui

sebagai warisan kemanusian untuk budaya lisan non bendawi tahun 2009

menjadikan batik sebagai kekayaan budaya Indonesia yang diakui oleh dunia. Batik

saat ini juga menjadi booming hingga ke mancanegara, dari anak-anak hingga orang

dewasa saat ini banyak menggunakan Batik sehingga permintaan

2

akan Batik ini meningkat pesat. Definisi Batik sendiri menurut buku Batik

Pengaruh Zaman dan Lingkungan (2002) karya dari H. Santoso Doellah dalam

buku terbitan Danar Hadi tersebut Batik adalah sehelai wastra (kain) yang dibuat

secara tradisional dengan berbagai hiasan pola Batik yang dalam pembuatannya

menggunakan teknik celup rintang malam dengan lilin sebagai bahan perintang

warna. Yang termasuk golongan dari Batik yaitu Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik

Lukis.

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Tengah yang

juga menjadi pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi Jawa Tengah serta terdapat

beberapa industri Kecil, Menengah, maupun industri skala besar. Kota Semarang

sendiri memiliki warisan budaya lokal yang terus di kembangkan salah satunya

Batik Semarangan, batik yang di produksi oleh warga dari Kota Semarang ini

memiliki salah satu ciri khas tersendiri dalam motif yang ada dalam membuat batik

Semarang, yaitu dengan motif atau ikon-ikon tertentu yang berasal dari kota

Semarang. Batik Semarang merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki

ciri khas maupun keunikan tersendiri yang menjadikan ini sebagai identitas budaya

yang dimiliki oleh kota Semarang. Munculnya batik di Kota Semarang telah ada

pada zaman Belanda, sebelum serta sesudah adanya penjajahan dari jepang.

Pengaruh dari munculnya batik Semarang itu sendiri di latar belakangi oleh

munculnya batik Belanda pada abad XVI sampai pada abad XVIII, Batik belanda

sendiri merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyebutkan jenis motif batik

dengan percampuran budaya belanda yang tumbuh serta berkembang pada tahun

1840 hingga tahun 1940. Pada awalnya batik dari Belanda hanya dibuat untuk

3

masyarakat Belanda dan Indi-Belanda, namun semakin lama permintaan dari pasar

terus meluas maka batik Belanda dapat digunakan oleh masyarakat dari luar bangsa

Eropa termasuk juga dari bangsa Cina. Produksi kain batik Belanda sendiri

dilakukan di daerah Pesisir Utara terutama di Kota Pekalongan, Semarang dan

sekitarnya ( Doellah, 2002: 164).

Dari latar belakang masuknya batik ke Semarang yang dibawa oleh orang

Belanda tersebut mempengaruhi masyarakat Semarang agar dapat membuat batik

sendiri, dengan memiliki nama yang khas yaitu Batik Semarangan. Ide dari

pembuatan batik Semarang ini muncul dari masyarakat kota Semarang khususnya

dari para pengrajin batik dari kampung batik yang memiliki mata pencaharian di

bidang kerajinan. Dengan tujuan untuk menciptakan batik yang memiliki perbedaan

dengan batik-batik lainnya. Keberadaan batik di Semarang banyak sekali

mengalami perubahan, menempuh perjalanan yang cukup panjang dan juga

mengalami perubahan nilai-nilai ciri khas dan keunikannya. Namun keberadaan

batik Semarang baru di kenal oleh masyarakat Semarang sekitar abad ke 20 dan

ditandai juga dengan munculnya berbagai aktivitas yang berhubungan dengan

kegiatan membatik. Dari penelusuran sejarah batik di kota Semarang dapat

dijadikan bahan acuan mengenai keberadaan kampung batik di dekat kawasan

Bubakan. Dalam penamaannya yang menyebut itu adalah kampung batik ialah

masyarakat Semarang itu sendiri, khususnya masyarakat kampung batik hal ini

karena masyarakat yang tinggal di daerah itu merupakan pengrajin batik, dan

kampung batik tersebut menjadi pusat batik yang ada di Semarang, yang mana

4

lokasinya ialah tempat dari segala aktivitas membatik dan potensi membatik yang

sepenuhnya terpusat di kampung batik Semarang.

Pada awal abad ke 20, ada suatu laporan penelitian yang menyatakan bahwa

penduduk asli Kota Semarang memiliki mata pencaharian di bidang industri

kerajinan diantaranya: kerajinan batik, pembuatan pewarna batik, pembuatan

peralatan rumah tangga dengan logam serta kerajinan-kerajinan lainnya. Bukti yang

lain juga menunjukkan bahwa di Semarang juga pernah berkembang cukup pesat

kerajinan batik melalui laporan dari pemerintahan kolonial Belanda. Dari laporan

Belanda inilah diketahui bahwa dari tahun 1919 sampai pada tahun 1925, di

Semarang terjadi peningkatan sangat pesat khususnya sektor industri batik, baik

dalam jumlah industri maupun jumlah dari tenaga kerjanya (Yulianti,2007:5-6).

Semarang memiliki sesuatu yang dapat dijadikan suatu pertimbangkan

dalam hal ini kreasi tekstil yang dimilikinya. Dimana jika kita melihat lebih jauh

lagi bahwa setiap daerah memiliki batik khas, maka Semarang juga perlu menjadi

salah satu bahan pertimbangan juga. Mungkin masih banyak orang yang belum

mengetahui Semarang memiliki batik yang menjadi ciri khasnya. Keraguan

masyarakat dapat dijawab, hal ini karena batik Semarang sudah ada dari dulu. Ini

dapat dibuktikan dengan adanya sejarah aktivitas membatik yang dilakukan di

Semarang salah satunya adalah kampung Bubakan yang merupakan tempat

membuat batik di Kota Semarang waktu itu yang dapat dijadikan bahan historis

(Alfa Gumilang, 5 juni 2014). Serta dapat juga dibuktikan dari beberapa literatur,

dan muncul beberapa batik yang tegas-tegas disebut sebagai batik Semarang,

5

khususnya juga muncul dalam ulasan batik pesisir, serta juga muncul nama-nama

yang berkaitan sebagai pengusaha batik Semarang.

Pada saat penjajahan Jepang ke Indonesia di tahun 1942 membuat kegiatan

ekonomi masyarakat di Kota Semarang menjadi terganggu, termasuk juga sektor

batik. Hal ini dikarenakan kawasan perdagangan yang ada dibakar oleh penjajah

salah satunya adalah Kampung Batik, meskipun tidak semuanya terbakar.

Selanjutnya kegiatan membatik semakin berkurang karena adanya perang yang

terjadi di Kota Semarang, namun ada salah satu perusahaan batik yang bertahan dan

dimiliki pengusaha keturunan Cina. Perusahaan ini mengalami perkembangan pada

awal abad ke 20 hingga tahun 1970an, hingga pada tahun 1990an kegiatan produksi

perusahaan batik ini mengalami penurunan karena tidak memiliki penerus, dalam

perkembangannya beberapa perajin intensif untuk mengusung motif dengan ciri

khas Kota Semarang. Tahun 2006 juga menjadi awal munculnya kembali kegiatan

yang berkaitan dengan aktivitas membatik di Kota Semarang dengan semakin

banyaknya motif yang diangkat yang berkaitan dengan ikon kota Semarang salah

satunya batik dengan ikon Tugu Muda yang menjadi ciri khas Kota Semarang. Hal

inilah yang tidak gampang untuk ditemui pada batik di daerah lainnya.

Pada tahun 2006 juga menjadi tahun berdirinya Klaster Batik Kota

Semarang yang menjadi wadah bagi para pengrajin batik untuk bergabung dalam

kelompok yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Semarang ini, serta menjadikan

Klaster Batik Semarang sebagai lahirnya kembali salah satu budaya lokal yang

memiliki ciri khas serta keunikan dalam motif yang diangkat menjadi batik

Semarangan dan sempat mengalami pasang surut dalam perkembangannya di

6

bidang industri kerajinan batik. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti, pada

kelompok atau organisasi batik yang ada di Kota Semarang yang menunjukkan

kegiatan mereka salah satunya ialah mengikuti pameran batik yang dilaksanakan

baik di Kota Semarang maupun luar Kota Semarang. Pemilihan kegiatan pameran

tersebut, mengingat bahwa kegiatan seperti pameran merupakan salah satu kegiatan

yang menarik perhatian para warga yang ada atau mengikuti kegiatan tersebut,

pemilihan pameran merupakan salah satu sarana penunjang eksistensi dari

organisasi batik tersebut. Sejak berdirinya Klaster Batik Kota Semarang pada tahun

2006, kelompok ini telah memiliki 50 anggota yang terdiri dari beberapa UKM

batik yang ada di Kota Semarang. Jika dilihat lebih mendalam lagi dari sisi

keorganisasian, Klaster Batik Kota Semarang juga memiliki struktur organisasi

yang lengkap, seperti yang terdapat pada kelompok formal lainnya, seperti adanya

ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara, maupun anggota yang telah terdaftar serta

disahkannya AD/ART sebagai dasar dalam kelompok tersebut. Pada Klaster batik

Kota Semarang juga terdapat beberapa kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan.

Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pameran, pelatihan,

pertemuan rutin, serta baksos terhadap anggota yang terkena musibah.

Dalam Klaster Batik Kota Semarang kegiatan pameran menjadi salah satu

kegiatan yang menjadi prioritas untuk diikuti oleh para anggotanya yang tergabung

dalam kelompok tersebut. Dalam pelaksanaannya kegiatan pameran dalam

organisasi ini terutama anggota yang belum pernah mengikuti kegiatan ini, mereka

mendorong anggota UKM batik yang tergabung di Klaster Batik agar mau untuk

memamerkan hasil produknya kepada masyarakat luas dengan harapan produk

7

yang dihasilkan tersebut dapat menarik masyarakat untuk menggunakan produk

yang dipamerkan dalam kegiatan pameran yang diikuti itu serta meningkatkan

ekonomi mereka selain menjaga eksistensi dari batik semarangan itu sendiri.

Kegiatan pameran yang diikuti oleh Klaster Batik ini dilaksanakan secara

terorganisir, atau berkelompok dari berbagai UKM batik yang ada. Kegiatan

pameran ini bukan semata-mata hanya untuk mengenalkan batik atau Klaster batik

saja tetapi sebagai ajang untuk saling mengenal komunitas atau kelompok lain yang

ikut didalam ajang pameran yang dilaksanakan. Selain pameran kegiatan lainnya

ialah baksos terhadap anggota Klaster batik yang terkena musibah meskipun dalam

kegiatan ini hanya lebih ditujukan kepada pihak internal dari Klaster batik tentunya

hal ini akan memupuk rasa solidaritas yang terjadi antar anggota Klaster Batik Kota

Semarang.

Selain mengikuti pameran, Klaster juga mengadakan pertemuan rutin yang

dilaksanakan sebulan sekali dengan tujuan mengevaluasi kegiatan yang telah

dilaksanakan selama sebulan ini serta menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh

kelompok ini jika memang ada. Dalam kegiatan pertemuan rutin ini dilaksanakan

pada lokasi yang berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya. Hal ini juga

berkaitan dengan domisili dari masing-masing anggota kelompok yang memiliki

jarak yang cukup jauh antara anggota satu dengan anggota yang lainnya. Namun

Klaster batik ini memiliki tempat sebagai salah satu identitas atau lokasi tetap dalam

hal ini sekretariat jika ada masyarakat atau komunitas lain yang ingin mengetahui

lebih mendalam mengenai batik semarangan atau tentang kelompok Klaster Batik

ini juga sebagai salah satu tempat berkumpulnya para anggota kelompok tersebut.

8

Dari beberapa uraian mengenai fungsi-fungsi dari adanya lokasi tetap dari suatu

kelompok tersebut seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga dengan

adanya satu lokasi tetap dalam hal ini sekretariat kelompok batik ini menjadi

penting bagi eksistensi kelompok, sebab dengan adanya suatu lokasi yang jelas

dalam berdirinya suatu kelompok, sehingga dapat mewakili identitas organisasi dan

sebagai salah satu modal fisik yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam

menjaga eksistensi industri atau usaha batik semarangan.

Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber daya yang bisa dipandang

sebagai investasi dalam mencapai tujuan atau mendapatkan sumber daya yang baru.

Saat ini juga modal sosial mendapatkan perhatian dari kalangan umum. Dimana

dalam terwujudnya keberhasilan sosial harus didasarkan pada kepercayaan dan

memiliki niat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Dengan

adanya modal sosial, kita sedang mempelajari tentang bagaimana masyarakat

menjalin kerjasama untuk membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan serta memperbaiki kualitas kehidupan agar lebih baik. Sehingga kajian

mengenai modal sosial menjadi menjadi penting sehingga dapat diklasifikasikan

beberapa agenda kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Klaster Batik Kota

Semarang, sesuai dengan hasil observasi yang dilaksnakan oleh peneliti seperti

penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga kegiatan pertemuan rutin,

pameran, pelatihan-pelatihan, serta baksos dapat dikategorikan sebagai modal

sosial yang dimiliki oleh organisasi Klaster Batik Kota Semarang.

Modal sosial menurut Putnam merupakan bagian dari kehidupan sosial-

jaringan, norma dan kepercayaan yang mendorong agar partisipan bertindak secara

9

bersama untuk mencapai tujuan secara bersama (Field, 2011). Dari hal tersebut

terdapat 3 unsur modal sosial yakni jaringan (network), norma, serta kepercayaan

(trust). Tiga unsur ini yang menjadi bahan dalam melakukan analisis modal sosial

dari Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi di bidang industri atau

usaha Batik Semarangan dengan memilih modal sosial Putnam sebagai bahan

dalam melakukan analisis penelitian, peneliti dapat menggali bagaimana perajin

batik ini melakukan suatu kegiatan berjejaring (atau diluar kelompoknya) atau

Putnam menyebutnya sebagai bridging social capital/modal sosial, sekaligus

hubungan dengan antar anggota didalam komunitas bonding social capital/modal

sosial mengikat. Ketiga unsur yang ada dalam modal sosial ini menjadi penting

dalam membangun Klaster Batik Kota Semarang untuk terus menjaga eksistensi di

bidang industri batik, agar mampu bersaing dengan keberadaan Batik yang berasal

dari daerah lain yang sudah memiliki eksistensi dikalangan masyarakat luas. Dari

latar belakang mengenai perkembangan batik Semarangan yang mengalami pasang

surut dalam sejarahnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

industri kerajinan batik yang berkembang di Kota Semarang yaitu mengenai modal

sosial Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan modal sosial yang

dimiliki dalam menjaga eksistensi di bidang industri batik di Kota Semarang.

10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dari latar belakang tersebut, maka

pertanyaan penelitian yang ingin dirumuskan adalah:

1. Bagaimana Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan

modal sosial yang dimilikinya untuk menjaga eksistensi dalam

bidang industri atau usaha batik di Kota Semarang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan

dari dilakukan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan modal sosial

Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi dalam bidang

industri atau usaha Batik Semarangan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dipakai Klaster Batik

Kota Semarang, sebagai acuan atau bahan pertimbangan atau masukan

untuk penelitian empiris mengenai pengembangan usaha atau industri

Batik.

1.4.2 Manfaat Akademis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperkaya kajian

mengenai Modal sosial di bidang ilmu sosiologi dan dapat dijadikan sebagai acuan

bagi penelitian selanjutnya.

11

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang Batik pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yang

sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing peneliti, terdapat

beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian serta kajian mengenai Batik

diantaranya adalah sebagai berikut :

Susi Afreliyanti (2011), dalam skripsi berjudul Mengungkap Sejarah dan

Motif Batik Semarang Serta Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Kampung Batik

Semarang Tahun 1970-1998, yang meneliti tentang sejarah dan motif batik

Semarang serta pengaruhnya terhadap masyarakat Kampung Batik Semarang tahun

1970-1998. Bagaimana sejarah terbentuknya Kampung Batik Semarang hingga

pengaruh dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam penelitian yang dilakukan Susi Afreliyanti, bahwa awal kemunculan

kampung batik yang ada di Semarang tersebut dikarenakan banyaknya para perajin

batik yang bermukim, sehingga kampung batik dikenal sebagai sentra kerajinan

Batik Semarang dan sebagai penghasil kerajinan Batik terbesar yang ada di

Semarang. Pada tahun 1970-an muncul perusahaan batik di semarang yang bernama

“ Batik Kerij Tan Kong Tin” yang mengusung motif terkenal pada masa tersebut.

2

Dilihat dari motif-motif yang ada disemarang terlihat sekali pengaruh dari belanda,

serta banyak yang menyebut bahwa Batik Semarang

3

adalah Batik Kolonial. Namun pada saat awal produksi dari Batik Semarang banyak

didominasi oleh motif keturunan Tionghoa. Pada tahun 1997 telah disepakati secara

umum oleh konvensi Batik Internasional yaitu proses penulisan gambar atau ragam

hias pada media apapun menggunakan media lilin batik (wax) sebagai alat printing

pewarnaan batik.

Seperti kasus yang terjadi di Kota Semarang, saat ini keberadaan batik

secara intensif mengalami perkembangan secara intensif dengan munculnya

berbagai motif yang menggambarkan bahwa batik yang ada di Kota Semarang ini

merupakan produk batik Semarang. Contohnya saja, batik Warak Ngendog, dan

Pandan Arang kreasi dari Neni Asmarayanti (tahun 1970-an), serta berbagai karya

kreasi batik Semarang 16 ( tahun 2006) seperti Tugu Muda Kekiteran Suhur,

Blekok, Srondol, atau Lawang Sewu Ngawang. Dari motif yang ada saat ini

merupakan salah satu yang memiliki keunikan dan berbeda dari daerah lainnya.

Dari penjelasan yang ada Susi Afreliyanti merumuskan masalah mengenai sejarah

Batik Semarang di tahun 1970 hingga 1998 dan ragam motif yang dimiliki oleh

batik Semarang itu sendiri, serta pengaruh yang ditimbulkan dari adanya Batik

Semarang terhadap kehidupan masyarakat di Kampung Batik Semarang di tahun

1970 sampai 1998. Teori yang digunakan oleh Susi Afreliyanti (2011) ia lebih

menekankan kepada filosofis batik, motif, serta dari segi kegunaan batik itu sendiri.

Serta mengunakan Metode Kritis. Dengan adanya hasil penelitian diatas peneliti

disini akan lebih meneliti bagaimana upaya pemanfaatan modal sosial, kepercayaan

dan norma dari Klaster Batik Kota Semarang sebagai suatu kelompok bidang

kerajinan Batik dalam menjaga terus eksistensi potensi lokal Batik Semarangan.

4

Selain penelitian dari Susi Afreliyanti (2011), penelitian tentang batik juga

dilakukan oleh Riesta Mar’atul Azizah (2014) dalam skripsi yang berjudul peran

kelompok Batik Berkah Lestari bagi pemberdayaan perempuan di Dusun

Karangkulon, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta,

ia melihat bahwa pemberdayaan perempuan di Kabupaten Bantul diwujudkan

melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, salah satunya melalui kelompok usaha

Batik Berkah Lestari yang terletak di Dusun Karangkulon, Desa Wukirsari,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dari penelitian yang dilakukan

oleh Riesta Mar’tul Azizah ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Susi Afreliyanti dimana Batik sebagai sarana untuk

pemberdayaan masyarakat yang berada di daerah-daerah terhadap kehidupan

mereka, serta eksistensi dari kebudayaan lokal tersebut yakni Batik. Dari penelitian

yang dilakukan oleh Riesta Mar’atul Azizah (2014) fokus penelitiannya lebih

kepada pemberdayaan perempuan sedangkan peneliti lebih menekankan pada

upaya dalam menjaga eksistensi Batik Semarangan.

Selanjutnya penelitian mengenai Batik juga dilakukan oleh Adhi

Fathurohman (2015) dalam skripsi berjudul Perancangan media kampanye batik

Semarangan sebagai upaya memperkenalkan batik lokal di Kota Semarang,dalam

penelitian ini ia ingin merancang bagaimana masyarakat khususnya para remaja

usia 16-22 tahun untuk lebih mengenal batik Semarangan dengan keanekaragaman

motifnya, diharapkan nantinya dapat menumbuhkan rasa bangga kepada remaja

untuk terus menghargai dengan cara membeli dan memakainya, agar batik

Semarangan sebagai batik asal Kota Semarang terus berkembang. Dari penelitian

5

yang dilakukan oleh Fathurohman lebih kepada merancang media kampanye untuk

memperkenalkan Batik Semarangan kepada remaja sedangkan penulis lebih

meneliti kepada upaya dalam menjaga eksistensi batik di Kota Semarang melalui

pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik.

Tabel Matriks Penelitian Terdahulu

Nama Susi Afreliyati

(2011)

Riesta Mar’atul

Azizah

(2014)

Adhi

Fathurohman

(2015)

Putra Igeng

Apriono

Judul Mengungkap

Sejarah dan

Motif Batik

Semarang Serta

Pengaruhnya

Terhadap

Masyarakat

Kampung Batik

Semarang Tahun

1970-1998.

Peran kelompok

Batik Berkah

Lestari bagi

pemberdayaan

perempuan di

Dusun

Karangkulon,

Desa Wukirsari,

Kecamatan

Imogiri,

Kabupaten

Bantul,

Yogyakarta

Perancangan

media kampanye

batik Semarangan

sebagai upaya

memperkenalkan

batik lokal di

Kota Semarang.

Upaya Klaster

Batik dalam

menjaga potensi

lokal Kota

Semarang (Studi

Deskriptif Klaster

Batik Kota

Semarang).

6

Fokus

Penelitian

Melihat

bagaimana

pengaruh yang

ditimbulkan dari

adanya Batik

Semarang

terhadap

kehidupan

masyarakat

kampung Batik

pada tahun 1970-

1998.

Peran kelompok

Batik Berkah

Lestari bagi

pemberdayaan

kaum perempuan.

Upaya

memperkenalkan

batik lokal di

Kota Semarang

yang tepat serta

komunikatif.

Pemanfaatan modal

sosial yang dimiliki

oleh Klaster Batik

Kota Semarang

dalam menjaga

potensi lokal dari

Batik Semarangan.

Teori Filosofis Batik,

Motif, dan

Kegunaan.

Teori

Fungsionalisme

Struktural

Tallcott Parsons.

Teori tentang

Kampanye, Pesan

Komunikasi

Visual, Tipografi

Teori Modal Sosial

Putnam.

Metode Metode Kritis. Kualiatif

Naturalistik.

Metode Penelitian

Kualitatif

Metode Penelitian

Kualitatif dengan

Pendekatan

deskriptif.

Perbedaan Batik Semarang

muncul dari ide

dari para perajin

Peran kelompok

Batik Berkah

Lestari dalam

Dalam penelitian

ini bagaimana

masyarakat

Klaster Batik

Semarang dalam

menjaga eksistensi

7

untuk membuat

Batik Semarang

yang memiliki

suatu kekhasan

khusus yang

tidak dimiliki

oleh daerah lain

serta

membangkitkan

lagi usaha

membatik di

Semarang.

melaksanakan

pemberdayaan

bagi kaum

perempuan,

dimana tujuan

dari kelompok

usaha batik ini

fokus untuk

mencapai

kesejahteraan

bersama serta

meningkatkan

aspek ekonomi

kaum perempuan.

khususnya para

remaja usia 16-22

tahun diajak

untuk mengenal

Batik Semarangan

dengan

keanekaragaman

motifnya.

dalam bidang

industri atau usaha

kerajinan Batik

yang ada di Kota

Semarang yang

beberapa kali

keberadaan Batik

dari Semarang ini

sempat mengalami

naik turun dalam

pengembangannya.

Persamaan Kajian Penelitian Kajian Penelitian Kajian Penelitian Kajian Peneitian

Batik Semarang

memiliki

pengaruh pada

kehidupan

ekonomi, sosial,

dan budaya

masyarakatnya.

Berkah Lestari

merupakan

sebuah kelompok

Batik yang

memiliki peran

dalam

pemberdayaan

Batik Semarangan

merupakan salah

satu batik pesisir,

corak dan

motifnya

memiliki filosofi

yang behubungan

8

Seiring

perkembangan

zaman batik

memberikan

keuntungan bagi

masyarakat

diantaranya

keuntungan

ekonomi yang

mana masyarakat

menjadi terbantu

dengan adanya

Batik Semarang.

perumpuan

Dusun

Karangkulon,

kelompok usaha

Batik ini bisa

bertahan hingga

sekarang karena

menjalankan

AGIL. Empat hal

ini setidaknya

mampu menjaga

kestabilan

kelompok

sehingga tetap

survive,

mengalami

peningkatan

dalam pendapatan

dan sarana

membatik, serta

namanya dikenal

sampai sekarang.

dengan sejarah

Kota Semarang.

Walaupun

popularitas batik

di Indonesia

sedang meningkat

akan tetapi

kesadaran

massyarakat

khususnya para

remaja Kota

Semarang akan

adanya Batik

Semarangan

masih rendah.

Mereka menjadi

seperti tidak

mengetahui

adanya batik

lokal, sehingga

perancangan

media kampanye

Batik Semarangan

9

ini sebagai upaya

memperkenalkan

budaya batik

lokal Semarang

kepada remaja.

Sumber: data diolah penulis, 2018

Dari sini terlihat perbedaan yang mencolok dari penelitian yang peneliti

lakukan dengan melihat pemanfaatan modal sosial pada organisasi Klaster Batik

Kota Semarang. Alasan peneliti mengambil penelitian ini ialah bagaimana upaya

yang dilakukan Klaster Batik Kota semarang ini dalam menjaga eksistensi potensi

lokal ini, khususnya batik tulis dan batik cap khas Kota Semarang.

2.2 Definisi Konseptual

2.2.1 Klaster

Menurut Porter (1998) dalam Fitrah Sari Islami klaster ialah sekelompok

perusahaan atau lembaga – lembaga yang terkait yang memiliki kedekatan secara

geografis, serta saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka memiliki

hubungan karena kebersamaan serta saling melengkapi. Selanjutnya menurut Porter

juga menegaskan bahwa kata kunci didalam pengembangan klaster ialah kompetisi.

Dimana kompetisi menurutnya bergantung pada produktivitas, sementara

produktivitas terletak pada kemampuan suatu usaha industri dalam menciptakan

produk maupun jasa yang akan ditawarkan.

10

Secara garis besar, ada beberapa elemen yang menjadi faktor utama dalam

keberhasilan klaster basesd economy, yaitu sebagai berikut:

Inovasi

Tenaga kerja yang terampil

Alih pengetahuan dan teknologi

Kolaborasi dan melakukan kerjasama

Kompetisi

Klaster sendiri bisa terdiri dari beberapa usaha kecil (small – medium

enterprises/ UMKM) yang membentuk kerjasama di area tertentu, atau bisa juga

menjalin kerjasama dengan perusahaan atau industri tertentu sebagai penanam

modal, serta institusi perguruan tinggi dalam melakukan riset dan pengembangan.

Klaster-based economy juga dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya untuk

menarik minat untuk melakukan investasi. Selain itu juga pemerintah memiliki

peran dalam peningkatan pertumbuhan usaha melalui Klaster dengan menerapkan

berbagai kebijakan seperti pemangkasan kebijakan yang dianggap memberatkan

agar dapat menumbuhkan minat untuk membuka industri maupun usaha (Ketels,

C.H.M. and Memedovic, Vol 1, No.3 2008). Dalam penelitian ini Klaster ini sendiri

ialah para UMKM batik yang tergabung dalam satu kelompok, organisasi, maupun

komunitas, dimana klaster batik ini mendapatkan dukungan atau fasilitas dari pihak

pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Kota Semarang yang memiliki tujuan

11

untuk meningkatkan serta mengembangkan perekonomian atau potensi lokal

melalui pembentukan Klaster, salah satunya adalah Klaster Batik Kota Semarang.

2.2.2 Eksistensi

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia eksistensi memiliki keberadaan atau

kehadiran yang memiliki unsur bertahan. Sehingga dalam kelanjutannya eksistensi

dapat diartikan sebagai upaya dalam mempertahankan keberadaannya. Sedangkan

menurut Abidin Zainal (2007:16) mengungkapkan bahwa eksistensi ialah suatu

proses yang bersifat dinamis, menjadi atau mengada. Hal ini sesuai dengan kata

dasar dari eksistensi itu sendiri yaitu existere, yang memiliki arti keluar dari,

melampaui, serta mengatasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa eksistensi tidak

memiliki sifat stagnan, sifatnya dapat mengalami suatu kemajuan bahkan

kemunduran, hal ini tergantung pada kemampuan dalam mengoptimalkan potensi-

potensi yang dimilikinya.

Sesuai dengan definisi eksistensi yang diungkapkan oleh tokoh diatas maka

dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan upaya dalam mengoptimalkan potensi

yang dimiliki, dengan tujuan untuk menjaga keberadaannya. Demikian juga seperti

yang digambarkan dalam upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi Klaster

Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensinya dengan keterbatasan yang ada

dalam hal ini masih adanya keterbatasan yang dialami oleh Klaster Batik Kota

Semarang terutama beberapa anggota yang tergabung dalam kelompok ini,

sehingga menuntut kelompok ini agar lebih mengoptimalkan sumberdaya lainnya

yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Pada penelitian ini sumberdaya yang

12

dimaksud adalah pengoptimalan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota

Semarang, sehingga dapat digunakan sebagai media pengganti bagi keterbatasan

pada kepemilikan modal material, seperti tempat tinggal atau tempat industri atau

usaha anggota UKM yang tergabung dalam kelompok ini, sehingga keadaan

tersebut dapat menghambat proses eksistensi.

Dalam penelitian ini modal sosial yang dimaksud, dapat dijelaskan melalui

beberapa kegiatan yang dapat dikelompokkan sebagai modal sosial yang dimiliki

oleh Klaster Batik Kota Semarang, yaitu pada kegiatan pertemuan rutin, pameran,

pelatihan, maupun baksos. Pertemuan rutin ini biasanya kegiatan berkumpulnya

para anggota dalam satu tempat yang telah ditentukan sebelumnya seperti halnya

alamat sekretariat, namun pada klaster batik ini mereka tidak hanya melakukan

pertemuan rutin di satu tempat seperti pada lokasi sekretariat mereka saja yang

merupakan cerminan dalam kelompok mereka, tetapi juga melakukan pertemuan

rutin yang biasanya dilaksanakan sebulan sekali ini pada tempat lain yang memang

sudah disepakati secara bersama-sama diantara para pengurus klaster dengan para

anggotanya secara bergiliran agar para anggota lainnya juga dapat ikut dalam

pertemuan rutin ini. Selanjutnya dalam kelompok ini terdapat kegiatan lain berupa

pelatihan maupun pameran yang diikuti para anggota yang kebanyakan para UKM

batik, kedua kegiatan ini sendiri adalah kegiatan yang sering dilaksanakan dalam

Klaster Batik ini yang mana dalam kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan secara

terorganisir. Kegiatan seperti pameran atau pelatihan dalam kelompok batik ini,

dilaksanakan sesuai jadwal undangan event dari pihak-pihak terkait atau

Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas terkait yang mendukung Klaster Batik.

13

Salah satu tujuan dari kegiatan pelatihan maupun pameran bagi UKM batik pelaku

pelatihan maupun pameran adalah untuk menambah serta meningkatkan

pengetahuan bagi para pelaku UKM khususnya Batik yang ikut bergabung di

Klaster Batik serta sebagai ajang promosi baik itu untuk Klaster batik maupun

UKM batik yang ikut bergabung di Klaster batik sesuai dengan salah satu tujuan

yang tertuang dalam AD/ART yang tercantum yaitu meningkatkan kesejahteraan

bagi para anggotanya.

Dari beberapa uraian definisi dan kegiatan diatas dalam Klaster Batik Kota

Semarang tersebut dapat disimpulkan bahwasannya kegiatan yang dilaksanakan

merupakan media bagi Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensinya.

Hal ini untuk mengingat kembali apa itu arti dari eksistensi yang merupakan sebuah

proses secara terus-menerus yang terjadi untuk mencapai tujuan akhir dalam hal ini

untuk mempertahankan keberadaannya. Yang mana dalam penelitian ini, peneliti

mengambil fokus pada pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik

Kota Semarang dalam menjaga potensi lokal dari Batik Semarangan. Sehingga

melalui beberapa kegiatan yang sudah di kategorikan sebagai modal sosial yang

dimiliki Klaster Batik Kota Semarang, sehingga melalui kegiatan-kegiatan tersebut

dapat di ketahui upaya-upaya yang dilakukan Klaster Batik Kota Semarang dalam

menjaga eksistensi.

2.3 Teori Modal Sosial Putnam

Menurut John Field (2014) Hubungan yang terjadi antar manusia

merupakan satu hal yang sangat penting, sebagai individu. Dalam berbagai sudut

14

pandang sosiologi, dapat dikatakan bahwa diri kita, maupun sebagian, dapat

didefinisikan oleh siapa kita kenal. Namun, jika dilihat lebih luas lagi, ikatan yang

terjadi antar manusia juga menjadi salah satu pondasi utama dari bangunan sosial

yang lebih besar. Dengan membangun hubungan antar sesama, serta menjaga agar

dapat terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama

dalam mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan secara sendirian, atau

yang dapat dicapai tetapi dengan cara susah payah. Orang-orang berhubungan

melalui berbagai tahapan jaringan dan mereka lebih memiliki kesamaan nilai

dengan anggota yang lain dalam jaringan tersebut yang juga menjadi sumber daya,

dia dapat dipandang sebagai modal. Selain dapat memberikan manfaat langsung,

modal ini juga dapat dimanfaatkan dalam latar yang lain jadi dalam hal ini, semakin

banyak anda mengenal banyak orang, dan semakin banyak anda memiliki kesamaan

cara pandang dengan mereka, maka semakin banyak modal sosial yang dimiliki.

Modal sosial ( dalam Fatima, 2016) merupakan hubungan yang sudah terjalin dan

norma yang membentuk hubungan sosial dalam lingkungan masyarakat yang lebih

luas, yaitu yang menghubungkan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya,

sehingga dapat membuat anggota masyarakat melakukan kerjasama antara satu

dengan yang lainnya agar dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Robert D. Putnam menggunakan modal sosial untuk menjelaskan tentang

perbedaan dalam keikutsertaan yang dilakukan oleh warga. Ia mendefinisikan hal

ini setelah melakukan diskusi secara terperinci mengenai tingkatan keikutsertaan

warga. Modal sosial merujuk pada bagian dari suatu organisasi sosial, yaitu

15

kepercayaan, norma, maupun jaringan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi

dengan ikut memfasilitasi tindakan yang terkoordinasi (Field, 2014).

Menurut Robert D. Putnam, definisi dari modal sosial itu sendiri berasal dari

kehidupan sosial masyarakat itu sendiri seperti kepercayaan, norma, maupun

jaringan yang mendorong para angggota yang terlibat untuk melakukan tindakan

secara efektif agar dapat mencapai tujuan yang telah disepakati secara bersama-

sama (Field, 2011, h.51). Sedangkan menurut Fukuyama (1991) modal sosial ialah

tahapan nilai atau norma sosial yang dipahami oleh para anggota yang ikut terlibat,

hal ini memungkinkan dapat terjadinya kerjasama diantara para anggota. Dan salah

satu unsur modal sosial terpentingnya yaitu kepercayaan atau trust dalam sebuah

komunitas dan pendapat ini juga didukung oleh Paldam (2000) dimana kepercayaan

ialah suatu keyakinan dari para anggota masyarakat untuk dapat berperilaku jujur.

Kepercayaan itu sendiri merupakan salah satu komponen yang sangat penting agar

keberadaan organisasi yang telah berdiri dapat terus bertahan.

Setiap masyarakat sendiri memiliki modal sosial yang berbeda-beda dalam

hal ini seperti kepercayaan, dimana norma-norma sosial yang ada dalam

penerapannya pasti memiliki perbedaan di setiap wilayahnya dalam melakukan

kerjasama antar anggota masyarakat. Dalam hal ini apakah kepercayaan yang sudah

ada hanya berlaku di dalam kelompoknya atau dapat juga diterapkan secara lebih

luas. Dimana kepercayaan merupakan salah satu komponen terpenting dalam

terbentuknya modal sosial. Menurut Putnam juga ada beberapa hal dasar yang

menjadi acuan dasar dari adanya konsep modal sosial. Salah satunya dimulai dari

jaringan hubungan dengan norma-norma yang ada, serta saling mendukung agar

16

dapat mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan bagi anggota yang ikut terlibat di

jaringan tersebut.

Beberapa ahli juga menyimpulkan bahwa modal sosial memiliki unsur-

unsur yang begitu penting (Syafitri, 2015). Yang menjadi unsur penting dalam

modal sosial adalah sebagai berikut:

1. Trust ( Kepercayaan)

Trust atau percaya merupakan suatu keinginan untuk berani mengambil

resiko didalam hubungan sosialnya yang didasari dengan perasaan yakin bahwa

yang lainnya akan mampu untuk melakukan hal yang sama dan seperti yang

diharapkan serta akan melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan dan

terus saling mendukung, hingga yang lainnya tidak melakukan suatu tindakan yang

merugikan diri sendiri maupun kelompoknya (Putnam, 1993). Dari pandangan

Fukuyama (1995), trust merupakan suatu sikap saling percaya di dalam lingkungan

masyarakat sehingga dapat memungkinkan masyarakat untuk dapat saling bersatu

dengan yang lainnya dan memberikan suatu kontribusi dalam peningkatan modal

sosial. Dalam Klaster Batik Kota Semarang ini pengrajin batik menaruh

kepercayaan yang besar terhadap perkembangan batik di Kota Semarang agar

semakin dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dikarenakan dengan bergabung dalam

Klaster Batik Kota Semarang UKM terutama yang masih belum memiliki akses

dalam mengembangkan produknya menjadi lebih baik lagi dengan bergabung

dengan Klaster Batik karena memiliki akses yang lebih luas lagi.

2. Jaringan Sosial (Social Network)

17

Salah satu bentuk dari keberhasilan dalam membangun modal sosial ialah

kemampuan yang dimiliki oleh para anggota kelompok dalam suatu perkumpulan

maupun asosiasi didalam keterlibatannya dalam suatu jaringan dalam hubungan

sosial. Jaringan sosial ialah salah satu unsur modal sosial yang dipakai oleh para

pengusaha atau unsur masyarakat lain dalam mempertahankan bisnis yang

dijalaninya. Jaringan merupakan salah satu modal yang begitu penting yang dapat

memberikan manfaat yang penting juga bagi kegiatan bisnis, perekonomian,

maupun perdagangan, sehingga dapat dijumpai dalam dunia bisnis, ekonomi,

maupun perdagangan jaringan sosial ini dimanfaatkan oleh beberapa orang. Dari

klaster batik Kota Semarang ini bagaimana para anggotanya menjalin suatu

hubungan dengan anggotanya dari para kelompok pengrajin batik, serta dari pihak

di luar Klaster Batik dalam hal ini yaitu Dinas terkait yang selama ini memberikan

atau memfasilitasi organisasi ini dalam pengembangan potensi lokal yang ada di

Kota Semarang salah satunya ialah industri atau usaha Batik Semarangan.

3. Norma Sosial

Norma-norma sosial memiliki peran dalam mengawasi maupun mengontrol

bentuk perilaku yang dilakukan oleh masyarakat. Pengertian dari norma itu sendiri

ialah suatu kumpulan aturan yang diharapkan dapat untuk dipatuhi maupun diikuti

oleh anggota masyarakat pada suatu entitas tertentu. Dalam klaster batik ini juga

memiliki norma-norma yang sudah disepakati dalam pembentukannya tentunya

bagaimana norma yang ada ini untuk dapat dipatuhi oleh orang yang terlibat di

Klaster Batik Kota Semarang. Kesepakatan norma yang dibuat ini sudah melalui

18

berbagai pertimbangan dan disetujui oleh berbagai pihak didalamnya baik itu

pengurus maupun anggota yang tergabung.

Menurut Putnam (dalam Alfiasari, 128), modal sosial dapat didefinisikan

sebagai kepercayaan (Trust), norma (Norms), maupun jaringan (Network) yang

menjadi media dalam melakukan kerjasama agar dapat mencapai keuntungan

secara bersama. Dari definisi yang ada ini bahwa dapat disimpulkan modal sosial

ialah suatu investasi sosial, yang dapat meliputi kepercayaan, jaringan, maupun

norma dalam struktur hubungan sosial dalam mencapai tujuan individu maupun

kelompok dengan lebih efisien dan didukung dengan modal yang lain juga. Dengan

kata lain modal sosial dapat dipahami sebagai suatu investasi sosial yang

diharapkan mampu meraih tujuan yang diinginkan.

Sehingga merujuk pada arti dari modal sosial, begitu juga dalam organisasi

Klaster Batik Kota Semarang, dalam suatu atau kelompok diperlukan modal sosial,

hal tersebut penting bagi kelompok, ketika diatur dalam anggaran dasar mengenai

keberlanjutan dari sebuah kelompok, yaitu dengan menerapkan modal sosial

tersebut, sehingga nantinya relasi maupun jaringan akan tumbuh didalamnya, dari

hasil pemanfaatan modal sosial yang sudah diterapkan dapat membawa kelompok

tersebut pada kelanggengan dan juga dikenal pada masyarakat secara luas. Dengan

adanya dasar tersebut peneliti beranggapan bahwa teori modal sosial yang telah

dikemukakan oleh putnam lebih tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Karena

dalam penelitian putnam juga lebih mengkaji kelompok atau komunitas melalui dua

sisi yaitu internal kelompok dan eksternal kelompok, sedangkan dalam teori lainnya

hanya mengkaji satu sisi saja. Hal tersebut berdasarkan hasil dari pra penelitiam

19

yang menunjukkan bahwa terdapat satu bagian dari modal sosial yang menjadikan

Klaster Batik Semarang saat ini masih eksis yaitu modal jaringan sosial yang

dimiliki oleh Klaster Batik. Pada sisi yang lainnya penelitian ini memiliki tujuan

untuk mengungkap pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota

Semarang sehingga dapat menjaga eksistensi dalam industri atau usaha batik di

Kota Semarang.

2.4 Konsep Bonding social capital dan Bridging social capital Menurut Robert

D. Putnam

Putnam sendiri membagi modal sosial menjadi 2 bentuk, yaitu bonding

social capital serta bridging social capital. Berikut ini merupakan perbedaan

diantara keduanya :

1. Bonding social capital (Modal sosial yang mengikat) menurut Putnam

modal sosial bentuk ini cenderung memiliki sifat eksklusif serta

mengutamakan kepentingan maupun solidaritas kelompoknya.

2. Bridging social capital (Modal sosial yang menjembatani) menurut Putnam

modal sosial dalam bentuk ini memiliki sifat inklusif atau terbuka terhadap

perubahan yang terjadi disekitarnya.

Dalam bentuk modal sosial yang telah dijelaskan diatas bahwa bentuk

modal sosial yang memiliki sifat eksklusif cenderung memiliki batasan tentang

siapa saja yang boleh masuk di dalam suatu organisasi maupun komunitas. Selain

itu juga menurut Putnam, modal sosial yang bersifat terikat mampu untuk

memperkuat solidaritas yang terbangun di kelompok maupun organisasinya,

20

sedangkan yang bersifat menjembatani para anggota-anggotanya mampu untuk

melewati batas sosial yang berbeda (heterogen). Namun demikian, Putnam tidak

menyebutkan keduanya mana yang baik maupun tidak baik, tetapi keduanya tentu

memiliki manfaat maupun efek yang ditimbulkan. Modal sosial yang mengikat,

baik untuk mendasari hubungan timbal balik (respirokal) yang lebih spesifik dan

membuat mobilisasi solidaritas. Hal ini tentunya juga berbeda dengan modal sosial

yang menjembatani, dimana hubungan yang terjadi lebih kepada hubungan aset ke

eksternal (jaringan) dan difusi informasi (Knudsen, Florida, & Rousseau, 2008).

Dalam konteks penelitian ini Klaster Batik Kota Semarang yang terbentuk

di saat perkembangan zaman yang terjadi seperti sekarang ini, sehingga

memperlihatkan bridging social capital yang mengindikasikan suatu kelompok,

organisasi, maupun komunitas dalam bentuk yang modern. Namun analisis yang

ada tidak hanya berhenti sampai disitu, mengingat bahwa modal sosial juga terjalin

jika terdapat bonding social capital yang kuat dalam internal organisasi batik ini.

Sehingga, nantinya analisis ini juga lebih kepada hubungan yang terjadi antar

anggota yang satu dengan lainnya dalam membentuk modal sosialnya. Bonding

social capital tidak hanya dilihat dari seberapa kuat tekanan atau sebagainya seperti

yang sudah dijelaskan sebelumnya. Melainkan melihat bagaimana anggota yang

tergabung dalam suatu komunitas yang memiliki kesamaan yang menjadikan

mereka memiliki hubungan atau ikatan yang semakin kuat. Hal tersebut yang

nantinya juga mampu untuk membentuk rasa percaya, sehingga dapat membuka

jaringan antar angggota serta juga membentuk norma-norma yang sudah disepakati

bersama.

21

Adanya bridging social capital tentunya membuka peluang jaringan yang

lebih luas lagi. Dalam hal ini, modal sosial menjembatani dipandang memiliki

keuntungan agar dapat menciptakan modal sosial yang lebih besar serta lebih luas

lagi. Klaster batik Kota Semarang juga menerapkan hal semacam ini, mengingat

kelompok atau organisasi ini diciptakan untuk merekrut warga serta para pengrajin

industri maupun usaha batik yang ada di Jawa Tengah Khususnya di Kota

Semarang. Oleh sebab itu, Klaster Batik Kota Semarang menjalin hubungan dengan

pemerintah daerah maupun instansi terkait sebagai bentuk bridging social capital

dalam hal ini untuk membantu mereka dalam meningkatkan produksi maupun

promosi produk yang lebih luas lagi.

2.5 Kerangka Pemikiran

Bagan 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Klaster Batik Kota Semarang

Memanfaatkan

Modal Sosial Putnam

Kepercayaan

Jaringan

Norma

22

Penjelasan alur berpikir

Berdasarkan dari gambaran alur berpikir diatas dapat dijelaskan bahwa unit

analisis dari penelitian ini ialah Klaster Batik Kota Semarang. Kelompok ini

memanfaatkan modal sosial yang dimiliki untuk menjaga eksistensinya dalam

usaha industri kerajinan batik di Kota Semarang. Analisis yang digunakan didalam

penelitian ini ialah modal sosial dari Putnam, yang mana dari modal sosial yang

dimaksud oleh Putnam terdapat 3 aspek yang mencakup kepercayaan (trust), norma

(norms), serta jaringan (network). Dimana nantinya dari ketiga aspek tersebut akan

dijabarkan satu persatu berdasarkan dari temuan data dilapangan. Selanjutnya dari

Bonding Social Capital

(Internal)

Bridging Social Capital

(Eksternal)

Pengurus Klaster Batik

Kota Semarang Klaster Batik Kota

Semarang

Pengrajin Batik Pihak lain yang

mendukung

Eksistensi Klaster Batik Kota Semarang

23

ketiga aspek dari modal sosial tersebut akan dijabarkan satu persatu yang akan

dilihat dari bonding social capital (hubungan antar anggota dalam klaster batik)

maupun dari bridging social capital (jejaring dengan pihak-pihak lain yang

mendukung klaster batik Kota Semarang). Hubungan-hubungan antar anggota yang

terjadi di klaster batik Kota Semarang baik dari para pengurus maupun dengan para

pengrajin batik akan menunjukkan bonding social capital yang mereka bangun.

Sedangkan untuk mengetahui bridging social capital kelompok ini, dapat diketahui

dari bagaimana klaster batik ini membentuk jejaring sosialnya dengan pihak lain.

Keduanya akan menunjukkan bagaimana modal sosial yang dimanfaatkan untuk

menjaga eksistensi dari bidang usaha industri batik Semarangan yang merupakan

salah satu dari potensi lokal atau unggulan yang dimiliki oleh Kota Semaran

24

1

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian yang mengenai modal

sosial Klaster Batik Kota Semarang ini, peneliti menggunakan metode kualitatif

deskriptif dalam mendeskripsikan modal sosial yang dimanfaatkan oleh Klaster

Batik Kota Semarang di dalam menjaga eksistensi potensi lokal dalam industri dari

Batik Semarangan.

Metode penelitian kualitatif ialah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan analisis statistik atau cara perhitungan lainnya.

Dalam penelitian kualitatif berupaya untuk menyajikan dunia sosial, serta

perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep perilaku yang dijalani, serta

persoalan yang akan diteliti (Moleong, 2010).

Dari hal yang telah disebutkan tersebut, penelitian mengenai modal sosial

Klaster Batik Kota Semarang akan lebih tepat dengan menggunakan metode

kualitatif deskriptif, hal ini dikarenakan peneliti tidak berusaha untuk menjawab

rumusan masalah yang diambil melalui dengan analisis statistik atau cara

perhitungan lainnya melalui penelitian kuantitatif. Dengan menggunakan model

penelitian yang seperti ini, peneliti ingin mendesskripsikan subjek penelitian yang

ingin diteliti dalam hal ini untuk menggali modal sosial yang dimiliki oleh Klaster

2

Batik Kota Semarang baik dari pengurus Klaster batik, anggota maupun para

pengrajin industri maupun usaha batik sampai kepada pihak yang mendukung

keberadaan Klaster batik dalam menjaga eksistensi potensi lokal dari Batik

Semarangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Klaster Batik Kota Semarang. Lokasi ini

dipilih sebagai lokasi penelitian dengan berbagai pertimbangan diantaranya bahwa

lokasi ini keberadaan batik di Kota Semarang beberapa kali mengalami mati suri

dan sempat kembali dibangkitkan pada awal tahun 1980 tapi kembali gagal

bertahan dan kembali tenggelam, namun pada tahun 2006 Pemerintah Kota

Semarang melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang

membangkitkan kembali keberadaan Batik Semarang salah satunya dengan

membentuk Klaster Batik Kota Semarang yang berkedudukan di Jalan Pandanaran

II no 2-A, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Sehingga peneliti tertarik untuk

meneliti bagaimana Klaster Batik Kota Semarang memanfaatkan modal sosial yang

dimiliki dalam menjaga eksistensi dari Batik Semarangan tersebut.

3.3 Fokus Penelitian

Dalam paparan yang disebutkan oleh Sugiyono bahwa dalam suatu

penelitian sosial objek penelitian, yaitu fenomena dan kasus sosial sangat luas, jika

didalam penelitian kuantitatif terdapat batasan masalah yang membatasi yang

memiliki fungsi untuk membatasi penelitian yang diambil dengan satu atau lebih

variabel yang digunakan. Sedangkan di dalam penelitian kualitatif batasan masalah

3

disebut sebagai fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum

(Sugiyono, 2010).

Pada penelitian ini, fokus penelitian ini dibatasi yaitu didalam hal

pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota Semarang dalam

menjaga serta meningkatkan potensi lokal dari Batik Semarangan. Dengan

menjelaskan serta mengidentifikasi satu persatu aspek-aspek yang terdapat didalam

modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan, serta norma dengan dilihat dari tipologi

kelompok yang merujuk terhadap hubungan yang dilakukukan antar anggota

perajin batik itu sendiri dan jejaring sosial didalam Klaster Batik Kota Semarang.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Dalam menentukan informan hal ini merupakan salah satu hal yang terpenting

dalam melakukan penelitian sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan

masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah

subjek dari mana data tersebut diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002:107). Untuk

mendapatkan data yang sesuai maka diperlukan informan yang memiliki

kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data. Tujuan dari pemilihan secara

purposive ialah untuk mendapatkan data secara sesuai serta dapat memberikan

banyak informasi yang berkaitan dengan pemanfaatan dari modal sosial seperti

upaya dari Klaster batik Kota Semarang memanfaatkan modal sosialnya untuk

menjaga potensi lokal yang dimiliki dalam hal ini yaitu Batik Semarangan.

Informan yang terlibat didalam penelitian ini dipilih berdasarkan ciri-ciri, sifat, dan

karakteristik yang diperlukan pada penelitian ini dan secara jelas dapat menjawab

4

permasalahan yang dibahas. Sesuai rumusan masalah serta tujuan penelitian,

peneliti mengelompokkan informan yang ada berdasarkan karakteristik sebagai

berikut:

1. Klaster Batik Kota Semarang

Di dalam penelitian ini orang yang memiliki kedalaman informasi

mengenai pemanfaatan dari modal sosial Klaster Batik ialah Pak Joko

sebagai ketua dari Klaster Batik Kota Semarang.

2. Pengrajin Batik yang tergabung dalam Klaster Batik Kota Semarang

Beberapa pengrajin atau UKM batik di kota Semarang yang ikut

menjadi sebagai anggota dari Klaster Batik ini.

3. Pihak yang mendukung Klaster Batik Kota Semarang

Pihak yang mendukung Klaster Batik ini dalam mempertahankan

eksistensinya seperti dari Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas

Perindustrian Kota Semarang, Dinas UKM dan Koperasi Kota Semarang,

serta BAPPEDA Kota Semarang. Informan tersebut dipilih agar

mendapatkan atau memiliki kedalaman informasi yang dapat membantu

dalam menjawab rumusan masalah yang ingin diteliti.

5

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk melakukan pengumpulan data di dalam penelitian ini akan

menggunakan tiga teknik dalam melakukan pengumpulan data di dalam melakukan

penelitian ini. Data yang diambil merupakan hasil dari pengamatan langsung oleh

peneliti terhadap perilaku serta pengalaman yang dimiliki oleh manusia dalam

kehidupan sehari-hari di dalam suatu kelompok yang ada di masyarakat. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti di dalam melakukan peneliian ini

adalah sebagai berikut :

3.5.1 Pengamatan (Observasi)

Observasi ialah teknik pengumpulan data yang menggunakan panca indra,

bisa melalui penglihatan, penciuman, serta pendengaran, untuk memperoleh

informasi yang diperlukan oleh peneliti. Pertimbangan peneliti dalam

menggunakan teknik ini ialah bahwa apa yang dikatakan oleh seseorang biasanya

berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang tersebut (Bungin, 2001). Sehingga

perlu diadakannya pengamatan untuk mengetahui kebenaran dari peristiwa yang

terjadi.

Observasi atau pengamatan terhadap Klaster Batik Kota Semarang adalah

metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data melalui

pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti terhadap subyek

penelitian. Tujuan dari dilakukannya pengamatan ini adalah untuk melihat secara

dekat aktivitas dari subyek penelitian untuk dapat dijadikan data dokumentasi

6

penelitian peran Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi Batik khas

Semarangan. Dalam pengumpulan data melalui observasi.

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara dalam melakukan pengumpulan data

dalam metode kualitatif. Wawancara yang digunakan didalam melakukan

penelitian ini ialah wawancara tidak terstruktur sebagai upaya untuk memahami

perlilaku masyarakat atau informan yang terkait dalam penelitian ini (Bungin,

2001). Data dari penelitian kualitatif ini lebih berupa kata-kata sehingga wawancara

merupakan salah satu aspek penting di dalam melakukan pengumpulan data

kualitatif ini. Dalam penggunaaan wawancara tidak terstruktur ini memiliki tujuan

untuk melakukan interakasi antara peneliti dengan informan agar dapat menjalin

hubungan sebagaimana untuk diketahui bahwa peneliti membutuhkan informasi

sehingga diperlukan wawancara yang tidak formal. Wawancara yang tidak

terstruktur juga dianggap lebih fleksibel sehingga dianggap informan dapat

memberikan datanya secara menyeluruh.

Dalam wawancara ini peneliti ingin mendalami inforamasi yang diperoleh

oleh informan yang terlibat secara langsung maupun informan yang tidak terlibat

secara langsung. Dalam melakukan teknik wawancara ini, peneliti ingin

menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan perkembangan dari

Batik Kota Semarang.

7

3.5.3 Dokumentasi

Dokumentasi ialah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian sosial. Pada awalnya metode dokumentasi sendiri digunakan

didalam penelitian sejarah serta terus mengalami perkembangan hingga ke ilmu-

ilmu sosial. Karena sebagian data dan fakta sosial yang ada tersimpan dalam bentuk

dokumentasi. Sebagian besar data yang ada tersebut berbemtuk surat, dokumen-

dokumen pemerintah. Selain itu juga peneliti memperoleh dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan Batik yang ada di Kota Semarang diberikan melalui Pengurus dari

Klaster Batik Kota Semarang.

3.6 Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dikategorikan

menjadi dua jenis, yaitu :

3.6.1 Data Primer

Dalam penelitian ini, data primer yang diambil dari proses interaksi

langsung dengan informan yaitu para pengrajin maupun pengurus yang bergabung

langsung di dalam Klaster Batik Kota Semarang. Data ini diperoleh melalui

observasi, serta wawancara yang dilakukan secara langsung.

Data primer ialah data yang didapatkan melalui sumber utama atau sumber

asli (tanpa melalui perantara), seperti melakukan wawancara atau hasil observasi

secara langsung. Dalam penelitian ini data primer yang diperoleh diambel dengan

melakukan interaksi terhadap pihak yang berkaitan dengan Batik Kota Semarang

8

yaitu pengurus serta para pengrajin batik serta pihak-pihak yang bersangkutan

dalam hal ini Klaster Batik Kota Semarang yang ikut terlibat didalam meningkatkan

eksistensi Batik Semarang, baik melakukan observasi, maupun wawancara.

3.6.2 Data Sekunder

Untuk data sekunder yang terkait dengan penelitian yang dilakukan ini

dikumpulkan melalui data-data yang diperoleh melalui sumber-sumber yang

berkaitan langsung dengan permasalahan dalam penelitian ini, buku-buku, berita,

jurnal terkait batik, artikel, serta majalah yang membahas tentang Batik Kota

Semarang, maupun data yang juga dimiliki oleh instansi terkait dengan Batik Kota

Semarang.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah penelitian

deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil melakukan wawancara

serta studi dokumentasi. Data yang diperoleh akan dilakukan analisis secara

kualitatif serta akan diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (Moleong,

2001:103), analisis data ialah “proses mengatur urutan data yang ada,

mengorganisasikannya ke dalam pola, kategori dan uraian dasar”. Dari definisi

tersebut memberikan suatu gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan dari

analisis data dilihat dari segi tujuan suatu penelitian.

Teknis analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah seperti yang diungkapkan oleh Burhan Bungin

(2003:70), yaitu sebagai berikut:

9

3.7.1 Pengumpulan Data (data collection)

Pengumpulan data ialah bagian intehral dalam melakukan analisis data. Dalam

melakukan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

3.7.2 Reduksi data (data reduction)

Reduksi data sendiri diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan dan transformasi dari data kasar yang telah

ditemukan melalui catatan tertulis di lapangan. Reduksi sendiri dilakukan sejak

pengumpulan data dimulai dengan membuat suatu ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat memo dan sebagainya dengan tujuan untuk menyisihkan

data yang tidak relevan dalam penelitian ini.

3.7.3 Display data

Display data ialah suatu pendeskripsian sekumpulan informasi yang

tersusun yang memberikan suatu kemungkinan adanya pengambilan kesimpulan

serta pengambilan tindakan. Dalam penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk

teks naratif. Serta didalam penyajiannya juga dalam bentuk matrik, diagram, tabel,

serta bagan.

3.7.4 Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan

Merupakan suatu kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan

berupa kegiatan intrepetasi, yaitu menumukan makna dari data yang sudah

disajikan. Di antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas

10

analisis data yang ada. Didalam pengertian ini amalisis data kualitatif merupakan

suatu upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Dalam hal ini verifikasi

menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian analisis data

terkait. Selanjutnya data yang sudah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai kedalam

bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan sesuai fakta yang ada dilapangan, untuk

menjawab pertanyaan dari penelitian ini yang kemudian hanya diambil intinya saja.

Berdasarkan dari keterangan di atas, maka setiap tahap dari proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang

ada dan diperoleh dari berbagai sumber yang telah di dapat di lapangan dan

dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode

wawancara yang di dukung dengan studi dokumentasi.

11

1

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Tentang Batik Semarang

Kota Semarang saat ini merupakan sebagai salah satu pusat Kota dan

Ibukota Jawa Tengah, masih banyak yang belum tahu bahwa Kota Semarang

merupakan salah satu Kota yang memiliki kerajinan batik. Batik khas Semarang

atau yang biasanya di sebut batik Semarangan. Batik Semarang merupakan batik

yang diproduksi oleh orang atau warga Kota Semarang dengan motif atau ragam

hias yang memiliki hubungan dengan Kota Semarang itu sendiri. Batik Semarang

ini sendiri menggunakan motif flora dan fauna, namun sekarang ini juga batik dari

Kota Semarang ini sendiri mulai mengembangkan motif-motif lainnya diantaranya

menggunakan ikon Kota Semarang sebagai motif batiknya.

Batik Semarang salah satu dari beberapa batik yang memiliki keunikan

tersendiri didalamnya, keunikan batik Semarang itu sendiri dapat dilihat dari corak

dan motif-motifnya seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, serta ikon-ikon lainnya

salah satunya adalah motif laksamana Cheng Ho yang memiliki ciri khas tersendiri

yang berasal dari nilai sejarah laksamana Cheng Ho itu sendiri yang merupakan

orang kebangsaan Tionghoa yang pertama kalinya menemukan Kota Semarang.

Pada umumnya batik semarangan sendiri memiliki warna dasar orange kemerahan

karena mendapatkan pengaruh dari kebudayaan China, motif fauna lebih menonjol

2

daripada flora. Batik Semarangan juga memiliki motif gaya Laseman dimana

karekter utama dari Laseman itu sendiri berupa warna merah

3

(bangbangan) dengan latar belakang gading (kuning keputih-putihan). Batik

Semarangan denga gaya Laseman yang memiliki ciri bangbangan juga

mempengaruhi kreasi batik di beberapa tempat di pesisir utara lainnya seperti yang

ada di Tuban, Surabaya, dan Semarang. Batik semarangan sendiri merupakan salah

satu batik di Indonesia yang memiliki akulturasi budaya dengan Indo-Eropa serta

Cina, akan tetapi tetap mempertahankan ciri khas khusus dari budaya aslinya. Corak

dan motif yang juga terdapat di batik semarang ini juga cukup unik dan tidak kalah

dengan batik yang sudah populer sebelumnya. Batik Semarang yang berkiblat

terhadap gaya kontemporer, pertama kali muncul dengan motif-motif flora dan

fauna, misalnya saja pohon asem dan burung blekok sebagai ciri khas dari kota

tersebut(Asikin 2008:24).

Batik Semarang juga pernah mengalami masa kejayaan pada abad ke 18 dan

19 dengan motif yang banyak dipengaruhi oleh pemerintahan kolonial Belanda

misalnya saja tetumbuhan dan sarung kepala pasung yang di dominasi dengan

warna coklat dan hitam. Sebelum mendapatkan pengaruh dari Belanda, batik

Semarangan itu sendiri didominasi oleh keturunan Tionghoa, dengan memiliki ciri

warna merah, serta memiliki hiasan bunga teratai atau burung merak. Namun gaya

batik yang seperti ini sudah tidak dapat ditemukan lagi tanpa dapat diketahui

penyebabnya. Dalam berkembangannya, motif batik sekarang ini telah

bermetamorfosa dengan menampilkan ikon-ikon yang terdapat di Kota Semarang,

misalnya saja Tugu Muda, Lawang Sewu, serta Gereja Blenduk. Hal ini tentunya

sangat berbeda sekali dengan batik-batik yang terdapat di daerah lain, batik yang

4

ada di Kota Semarang memiliki kebebasan dalam mengkreasikan motif beserta

coraknya.

4.2 Gambaran Umum Klaster Batik Kota Semarang

Klaster Batik Kota Semarang merupakan salah satu organisasi yang berdiri

dan aktif dalam bidang industri maupun usaha batik di Kota semarang. Lokasi

klaster batik Kota Semarang berada di jalan Pandanaran II no 2-A Kota Semarang

yang berdekatan dengan pusat pemerintahan maupun perdagangan. Klaster batik

Kota Semarang dalam perkembangannya diawali dari keberadaan batik di Kota

Semarang yang mengalami pasang surut dalam perkembangannya dimulai pada

saat penjajahan belanda yang terus mengalami perubahan mulai dari ciri khas

maupun keunikan yang dimilikinya. Pada saat penjajahan Jepang di Tahun 1942

kegiatan membatik di Kota Semarang terganggu karena kawasan dalam kegiatan

membatik di bakar, namun pada tahun 1970 hingga tahun 1990an industri maupun

usaha membatik kembali muncul hingga kembali tenggelam karena tidak ada yang

meneruskan usaha membatik ini. Di tahun 2006 barulah kembali kegiataan industri

maupun usaha membatik serta menjadi tahun berdirinya Klaster batik Kota

Semarang dalam industri maupun usaha batik di Kota Semarang.

4.3 Tujuan Berdirinya Klaster Batik Kota Semarang

Dalam mendapatkan suatu pencapaian yang diinginkan maka diperlukan

suatu perencanaan maupun tindakan yang tepat agar dapat terwujud, maka dari itu

diperlukan adanya tujuan dalam suatu organisasi, baik dari kelompok maupun

maupun suatu perusahaan. Sebagai salah satu organisasi yang menaungi para

5

pelaku usaha atau industri batik di Kota Semarang, Klaster Batik Kota Semarang

tentunya juga memiliki tujuan yang diinginkan agar organisasi ini menjadi lebih

baik lagi kedepannya. Tujuan dari berdirinya Klaster Batik Kota Semarang sendiri

yaitu menghimpun dan memberdayakan potensi dan sumberdaya ekonomi yang ada

di masyarakat, diharapkan juga dengan adanya Organisasi Klaster Batik Kota

Semarang dapat menjadi salah satu penunjang program dari pemerintah dalam

upaya menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat sehingga juga dapat meningkatkan kesejahteraan dari

para anggota pada khususnya dan masyarakat secara umumnya.(Wawancara Pak

Joko Sunarto, Ketua Klaster Batik 6 Mei 2018)

4.4 Gambaran Umum Informan

1) Dari hasil wawancara Penulis dengan beberapa anggota yang tergabung

didalam Klaster Batik Kota Semarang mendapatkan hasil bahwa yang

sekarang ini Klaster Batik memiliki ketua yaitu Pak Joko Sunarto atau biasa

dipanggil Pak Joko, umur 54 tahun, yang juga sebagai pengrajin batik

maupun pemilik dari Industri atau usaha Batik yang tergabung dalam

Klaster Batik ini. Berikut ini merupakan sedikit informasi terkait

keberadaan Klaster Batik Kota Semarang ini:

“...Awalnya itu, kelompok ini berdiri dari kita yang dulunya itu

memang sering kumpul-kumpul sama para pengrajin batik lain yang

ada di Kota Semarang ini kemudian lama kelamaan kita mendapat

dorongan dari dinas terkait untuk membentuk Klaster ini sebagai

wadah bagi para pengrajin maupun pemilik usaha batik yang ada di

Kota Semarang yang sebelumnya itu pasang surut keberadaannya

karena berbagai faktor.”(Hasil Wawancara Pak Joko Sunarto, 6 Mei

2018)

6

Dengan adanya hal tersebut maka pak Joko dianggap memiliki pengetahuan

yang cukup luas dalam hal Usaha atau Industri yang berhubungan dengan

Kerajinan Batik ini. Pak Joko Sendiri menjadi salah satu informan utama karena

saat ini juga beliau menjabat sebagai Ketua Klaster Batik Kota Semarang atau

merupakan salah satu orang yang memiliki peranan penting di dalam Klaster

Batik Kota Semarang, dengan begitu beliau memiliki pengetahuan yang

ditujukan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu tentang

modal sosial Klaster Batik Kota Semarang untuk menjaga eksistensi potensi

lokal khususnya Batik di Kota Semarang.

2) Bu Afifah 57 tahun, sebagai Pengrajin atau Pemilik usaha atau indusri batik

yaitu Figa Collection. Dalam penelitian ini Bu Afifah dipilih sebagai salah

satu informan pendukung dalam penelitian ini karena beliau merupakan

salah satu dari beberapa Usaha atau Industri yang bergabung didalam

Klaster Batik ini. Sehingga diharapkan beliau dapat memberikan

kelengkapan data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melaksanakan

penelitian ini.

3) Bu Umi Salamah 48 tahun, beliau merupakan pemiliki dari Usaha atau

Industri Batik di Kota Semarang yaitu Salma Batik Malon. Dalam penelitian

ini Bu Umi merupakan informan pendukung yang diharapkan mampu

memberikan data yang dibutuhkan peneliti karena beliau merupakan salah

satu anggota yang telah lama bergabung didalam Klaster Batik ini serta

mengetahui perkembangan yang terjadi didalam Klaster Batik ini dari awal

terbentuknya hingga sekarang ini.

7

4) Bu Yuanita beliau merupakan perwakilan dari Dinas Koperasi dan UMKM

Kota Semarang, beliau merupakan perwakilan dari pihak terkait Yaitu

Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang ikut memberikan

dukungan dalam hal ini bentuk dukungan yang diberikan diantaranya

melalui fasilitas pembinaan, pelatihan membatik, maupun desain terhadap

kelompok atau organisasi hingga saat ini. Sehingga dipilih menjadi salah

satu informan yang dapat membantu menjawab rumusan masalah.

5) Bu Endang Sulistyamurniasih beliau merupakan perwakilan dari Dinas

Perindustrian Kota Semarang, Dinas terkait yang turut membantu para

Pemilik atau Pengrajin batik dalam memasarkan produk yang dihasilkan

oleh mereka dalam hal ini yaitu Batik Semarangan.

6) Bu Irma beliau merupakan perwakilan dari BAPPEDA Kota Semarang,

Dinas selanjutnya yang turut mendukung keberadaan Kelompok atau

Organisasi ini beberapa bentuk dukungannya ialah berupa melakukan

monitoring terhadap Klaster Batik ini, rembung Klaster, serta Workshop.

8

4.6 Struktur dalam Klaster Batik Kota Semarang

4.4.1 Struktur Organisasi

Untuk melaksanakan program-program yang telah disusun maupun

direncanakan sebelumnya, Klaster Batik Kota Semarang memiliki tim yang

telah dibentuk untuk menjalankan serta menjadikan program yang telah

direncanakan oleh Klaster Batik Kota Semarang agar dapat berjalan dengan

baik. Tim yang telah dibentuk pada saat berdirinya Klaster Batik ini dan

akan mengalami masa pergantian kepengurusan bersamaan dengan rencana

yang akan disusun dalam berdirinya organisasi pada waktu itu. Adapun

struktur dari Klaster Batik Kota Semarang adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Klaster Batik Kota Semarang

9

Sumber: data diperoleh dari dokumen berupa Anggaran Dasar Rumah Tangga

(AD/ART), 2018.

Dalam gambaran struktur organisasi diatas dapat dilihat bahwa Klaster

Batik memiliki tugas atau jobdesk yang harus dilaksanakan di organisasi ini agar

sesuai dengan program maupun tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Beberapa struktur organisasi ini memiliki tugas diantaranya ketua yang memiliki

tugas dalam hal menyampaikan hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan

yang akan dilakukan oleh Klaster Batik baik itu rapat maupun promosi dari hasil

Batik yang dibuat oleh para anggota yang tergabung di Klaster Batik ini,

perbendaharaan yaitu keuangan yang terdapat di organisasi Klaster ini diperoleh

Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris

Bendahara

Bidang Sumber

Daya Manusia Bidang Pameran Bidang Humas Bidang Sosial

dan Rohani Bidang

Permodalan

10

dari uang kas maupun iuran dari para anggotanya, sumbangan yang bersifat tidak

mengikat maupun usaha-usaha yang diperoleh secara sah dan tidak bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam organisasi ini juga terdapat

bidang pameran yang memiliki tugas dalam melaksanakan berbagai promosi

maupun memamerkan hasil karya dari para anggota klaster yaitu Batik yang telah

diproduksi kepada masyarakat luas agar dapat lebih mengenal lagi potensi lokal

yang dimiliki oleh Kota Semarang yang mana salah satunya adalah batik

Semarangan.

11

1

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan akan dijelaskan mengenai pembahasan

maupun hasil pada penelitian yang sudah dilakukan. Sehingga nantinya akan dibagi

lagi dalam sub-bab yang menjelaskan lebih rinci lagi bagaimana bonding social

capital dan bridging social capital dalam Klaster Batik Kota Semarang. Setelah itu

akan dijabarkan 3 bagian yang terdapat didalam modal sosial yaitu Kepercayaan

(trust), Norma (norms), serta Jaringan (network). Sebagai sumber pendukung dalam

suatu ikatan kerja sama dalam kelompok atau Klaster Batik ini.

Hal ini bahwa modal sosial merupakan suatu hal yang erat kaitannya dalam

pencapaian suatu tujuan, maka didalam bab ini penting untuk dilakukan

pembahasan mengenai modal sosial yang ada pada Klaster Batik Kota Semarang

dalam menjaga eksistensinya dalam bidang industri maupun usaha kerajinan Batik

khususnya di Kota Semarang. Oleh sebab itu untuk mempermudah pemahaman

didalam bab ini, berikut bagan dari ketiga aspek tersebut dalam Klaster Batik Kota

Semarang.

2

Bagan. Bonding Social Capital dan Bridging Social Capital Klaster Batik Kota

Semarang.

Berdasarkan dari bagan yang ada diatas akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan

pembentukan modal sosial yang akan dijabarkan melalui sub-bab. Dalam penelitian yang

dilakukan ini peneliti menggunakan teori modal sosial milik Putnam dengan menggunakan 3

bagian dari modal sosial yang menjadi pemikirannya yakni kepercayaan (Trust), norma

(Norms), serta jaringan (Networks). Dari ketiga bagian modal sosial tersebut merupakan

sumber pendukung dalam sebuah ikatan kerjasama yang mampu meningkatkan efisiensi dalam

masyarakat dengan memfasilitasi aksi-aksi yang terkordinasi. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa Klaster Batik Kota Semarang merupakan salah satu kelompok yang berasal

dari Kota Semarang yang bertahan untuk mewadahi para industri maupun usaha Batik

Semarang. Dengan segala keterbatasan yang ada, peneliti akan mencoba melakukan penelitian

bagaimana terbentuknya modal sosial dalam Klaster Batik ini serta menjawab rumusan

masalah yang telah dibuat yaitu bagaimana Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan

modal sosial yang dimiikinya untuk menjaga eksistensi dalam bidang industri atau usaha batik

di Kota Semarang.

Klaster Batik Kota

Semarang

Networks

Norms

Trust

Pen

gu

rus

Kla

ster

Bat

ik

Pen

grajin

Batik

anggo

ta Klaster

Batik

Networks

Norms

Trust

Bonding Social Capital

Pihak Lain Seperti :

Dinas Perindustrian

Kota Semarang

BAPPEDA Kota

Semarang

Dinas Koperasi dan

UMKM Kota

Semarang

Bridging Social Capital

3

5.1 Pembentukan Trust, Norms dan Network pada Bonding Social Capital Klaster Batik

Kota Semarang.

Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai proses pembentukan modal sosial dan

bonding social capital yang ada di dalam Klaster Batik Kota Semarang. Termasuk di dalamnya

yang terkait dengan bagaimana awal mula klaster ini dalam merekrut para anggota maupun

para pengrajin batik untuk bergabung di dalam Klaster Batik ini, motif dan latar belakang

Klaster Batik ini dalam merekrut para pengrajin batik tersebut, hingga keterlibatannya dalam

hubungan sosial tersebut serta manfaat yang didapatkan setelah para pengrajin ini bergabung

dengan Klaster Batik Kota Semarang. Dari semua hal yang ada tersebut nantinya akan merujuk

pada tujuan dari Klaster Batik Kota Semarang sendiri dalam memanfaatkan modal sosial yang

dimiliki untuk menjaga eksistensi di bidang industri atau usaha kerajinan Batik khususnya yang

ada di Kota Semarang. Selanjutnya dapat diketahui bagaimana urgensi dari modal sosial dalam

Klaster Batik Kota Semarang terkait dengan kemampuan Klaster Batik Kota Semarang dalam

memenuhi kebutuhan serta harapan dari para UKM atau pengrajin batik yang ikut bergabung

di dalam klaster batik ini. Dalam bab ini juga akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan

bonding social capital dalam Klaster Batik Kota Semarang. Hal ini juga akan digambarkan

bagaimana hubungan sosial yang terjadi di dalam internal dari Klaster Batik Kota Semarang

yang nantinya akan dijabarkan secara rinci dalam sub-bab berikutnya yang terkait dengan

kepercayaan (trust), jaringan (network) dan norma (norm).

Bagan . Alur Analisis Pembentukan Modal Sosial Klaster Batik Kota Semarang

(Bonding Social Capital)

Saling berinteraksi antara

satu dengan yang lain

Klaster Batik Kota Semarang

Kepercayaan

Jaringan

Norma

4

Bonding Social Capital

Sebagai salah satu kajian penting di dalam sosiologi yaitu hal yang mengenai hubungan

sosial atau relasi sosial yang ada di masyarakat tidak terkecuali dalam Klaster Batik ini. Dalam

organisasi ini juga terdapat beberapa orang atau kelompok yang menjadi satu kesatuan seperti

pengurus dari Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin batik atau UKM yang ikut

bergabung di Klaster Batik ini. Hal ini, merupakan salah satu ciri khas dalam kajian sosiologi

yang juga menjadi suatu kesatuan analisis dalam studi yang dilakukan oleh Putnam, yakni yang

bersifat struktural atau institusional. Di dalam analisis tersebut mencakup analisis kebutuhan

pokok sekaligus cara-cara pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal tersebut erat sekali kaitannya

dengan keberlangsungan atau eksistensi dalam Klaster Batik Kota Semarang dalam upaya

meningkatkan potensi lokal yaitu Batik Semarangan.

Pengurus

Klaster

Batik

Pengrajin /

UKM Batik

Pada awalnya dilandasi dengan:

1. Keadaan, kesamaan tujuan, kebutuhan serta

harapan dari para anggotanya.

2. Motif serta latar belakang anggota

bergabung dengan Klaster Batik Kota

Semarang.

3. Keterlibatan serta kontribusi anggota dalam

Klaster Batik serta manfaatnya.

5

Sebagai salah satu kelompok atau organisasi yang memiliki struktur didalamnya maka

tentunya dibutuhkan beberapa aspek yang mampu menjaga keberlangsungannya, salah satunya

ialah modal sosial. Dalam hal ini modal sosial sangat penting untuk dijadikan sebagai suatu

bahan penting dalam berjalannya suatu struktur sosial. Jadi suatu kelompok atau organisasi

batik yang memiliki struktur sosial di dalamnya harus mampu membuka terciptanya modal

sosial agar keberlanjutan maupun keberlangsungannya tersebut dapat terus berjalan. Modal

sosial juga dapat dilihat sebagai sumber investasi untuk mendapatkan sumber daya yang baru

dan tentunya dibutuhkan serta akan terus dicari oleh masyarakat dalam mencapai tujuan

masing-masing. Oleh sebab itu suatu kelompok atau organisasi mengarah pada suatu bentuk

kerjasama, maka dari itu modal sosial dianggap oleh masyarakat sebagai suatu sikap saling

percaya terhadap kelompok maupun individu yang ikut bergabung didalamnya bahwa apa yang

dipercayainya ini mampu untuk memberikan sumber daya yang diperlukannya. Dari sini dapat

dilihat bahwa setiap individu yang ikut dalam suatu organisasi atau kelompok memiliki

beragam harapan serta kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi kedepannya sebab bila hal ini

hanya dilakukan secara individu maka akan terasa sedikit lebih sulit serta menyita waktu yang

lebih lama atau hal yang diharapkan akan sulit untuk dapat diwujudkan. Namun menjadi

catatan bahwa keberhasilan dalam mewujudkan sebuah tujuan harus sebanding dengan potensi

yang dimiliki oleh sebuah kelompok tersebut.

Tujuan dari berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ini sendiri yaitu untuk mewadahi

serta menyatukan para pengrajin batik yang ada di Kota Semarang yang mana dulunya

keberadaan industri atau usaha dari Batik Semarang ini mengalami naik turun dalam

perkembangannya hal inilah yang menjadi latar belakang dibentuknya kelompok atau

organisasi ini. Selain Klaster batik ini memiliki peran sebagai pihak yang membantu para

pengrajin batik untuk mengembangkan atau saling bertukar informasi dalam karya-karya batik

yang dihasilkan. Selain itu juga Klaster Batik Kota Semarang sebagai media promosi atau

6

memamerkan hasil kerajinan batiknya di Kota Semarang maupun pada event atau acara yang

dilangsungkan di Kota Semarang atau diluar Kota Semarang. Dari hal tersebut para pengrajin

batik yang ikut bergabung di Klaster Batik Kota Semarang ini dapat memiliki konsumen atau

penikmat seni batik yang tidak hanya berasal dari Kota Semarang saja. Dengan adanya fasilitas

atau kemudahan yang ditawarkan oleh Klaster Batik Kota Semarang serta diharapkan juga

setiap anggota atau pengrajin batik didalamnya dapat merealisasikan keinginannya yaitu

memperkenalkan kerajinan lokal yaitu kerajinan Batik dari Jawa Tengah khususnya dari Kota

Semarang. Sama halnya yang diungkapkan oleh Putnam (1993), dimana modal sosial ialah

suatu karakteristik dari organisasi sosial, seperti norma, jaringan-jaringan, maupun rasa

kepercayaan, yang mampu untuk meningkatkan efisiensi dari masyarakat dengan ikut dalam

memfasilitasi aksi yang terkordinasi (Putnam, 1993).

5.1.1 Jaringan dalam Bonding Social Capital Klaster Batik Kota Semarang

Dalam penelitian ini, hampir keseluruhan informannya yang bergabung di

dalam Klaster Batik ini merupakan para pelaku industri, usaha maupun pengrajin batik

yang merupakan produk dari jaringan sosial. Para anggota yang tergabung dalam

kelompok atau organisasi Klaster Batik ini ada yang sudah mengenal lebih dulu

sebelum bergabung di Klaster Batik ini. Beberapa informan ada yang mengaku sudah

saling mengenal dengan menghadiri acara atau pelatihan yang diadakan oleh Dinas

terkait. Namun ada juga yang ikut masuk di dalam kelompok atau organisasi ini

berdasarkan dari saran teman yang sudah lebih dulu ikut di Klaster Batik Kota

Semarang ini. Hal ini diperkuat dengan apa yang dijelaskan oleh Pak Joko Sutanto

berikut ini:

“Dengan adanya Klaster Batik ini dulunya kita itu melakukan perekrutan

dengan cara melihat mereka dari hasil karyanya dari pelatihan-pelatihan yang

diikuti biasanya melalui dinas terkait yang mengadakan pelatihan-pelatihan

dalam hal membatik, kemudian mereka yang ada kita tawari untuk ikut masuk

7

di Klaster batik ini, namun ada juga beberapa anggota atau pengurus yang

memang dari awal sudah saling kenal juga” (Hasil Wawancara Pak Joko Sutanto

Ketua Klaster Batik Semarang, 6 Mei 2018)

Bagi informan tersebut yang menjadi hal utama dan terpenting dalam merekrut

para pengrajin batik ini bagaimana para pengrajin ini mau untuk terus belajar serta

mengasah keterampilan mereka melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan dari pihak-

pihak yang ikut mendukung Klaster Batik maupun para pengrajin dari Batik Semarang

ini. Agar para pengrajin yang ada di Kota Semarang ini dapat terus menjaga eksistensi

dari Batik Semarang.

5.1.2 Kontribusi dan Peran pengrajin Batik terhadap Klaster Batik Kota Semarang

Agar pencapaian sebuah tujuan dapat tercapai, tentunya diperlukan kontribusi

serta peran dari para anggotanya. Keterlibatan dalam diri para anggota akan mampu

membangun sejumlah asosiasi serta melakukan kegiatan yang terkordinasi (collective

action) (Field, 2005). Itulah sebabnya kesadaran menjadi sebuah elemen yang begitu

penting di dalam kelompok masyarakat termasuk di kelompok atau organisasi Klaster

Batik ini. Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki oleh para anggotanya, maka

akan berjalan dengan lancar hubungan timbal balik yang terjadi didalamnya. Jadi setiap

anggota yang ada didalamnya dituntut untuk menjalankan peran atau jobdesk masing-

masing atau melakukan hal-hal yang bersifat produktif. Dari hal-hal yang produktif

tersebut nantinya akan menjadi sumber daya dalam membangun modal sosial yang ada

di dalam kelompok atau organisasi Klaster Batik ini. Putnam juga menjelaskan bahwa,

seperti dalam bentuk modal-modal yang lainnya, modal sosial yang bersifat produktif,

dapat memungkinkan dalam pencapaian suatu tujuan tertentu, yang mana jika tidak

dibarengi dengan kontribusi yang baik maka tujuan itu tidak akan bisa tercapai

(Lawang, 2004).

8

Dengan adanya peran aktif dari masing-masing anggotanya akan memunculkan

tindakan yang terkordinasi. Di dalam Klaster Batik Kota Semarang sendiri terdapat

beberapa job dengan peran yang berbeda-beda seperti Klaster Batik Kota Semarang

yang berisikan Ketua, Wakil ketua, Bendahara, Sekretaris, Bidang SDM, Bidang

Pameran, Bidang Humas, Bidang Sosial, Bidang Permodalan, dan Para Pengrajin

Batik Semarangan yang ikut bergabung di Klaster Batik Kota Semarang.

Di Klaster Batik Kota Semarang ini sendiri setiap bulan melakukan rapat atau

pertemuan yang diadakan oleh Klaster Batik ini sehingga memungkinkan terjadinya

hubungan timbal balik atau sharing of knowledge. Tidak hanya hal itu saja, pertemuan

tersebut biasanya juga membahas apa saja kegiatan atau perkembangan dari Batik

Semarang iu sendiri serta jika ada kendala atau masalah dapat dicarikan solusi terbaik

di dalam pertemuan Klaster Batik ini. Dengan hal tersebut, setiap informan yang ada

memiliki keterlibatan masing-masing di dalam Klaster Batik ini. Seperti yang

diungkapkan oleh Ketua Klaster Batik Kota Semarang pak Joko Sunarto Berikut ini:

“karena batik Semarang ini yang beberapa tahun sebelumnya

mengalami pasang surut dalam perkembangannya, maka kami terus

melakukan inovasi dalam membuat batik biar makin dikenal lagi seperti

batik yang berasal dari luar Kota Semarang mas. Sehingga saya sebagai

ketua klaster batik mengajak rekan dari pengrajin batik yang ikut di

klaster batik ini untuk mengikuti berbagai kegiatan atau pelatihan yang

berhubungan dengan peningkatan hasil batik mereka salah satunya ya

dari pameran yang diselenggarakan di Semarang maupun di luar

Semarang agar terlihat lebih menarik lagi dan mendapat banyak

perhatian dari konsumen.” (Hasil wawancara pak Joko Sunarto 6 Mei

2018)

Sebagai seorang Ketua di dalam organisasi Klaster Batik ini, Disini Pak Joko

memiliki peran sebagai salah satu yang menyampaikan informasi kepada para pengurus

Klaster Batik yang lain serta diteruskan kepada para anggota yang ikut didalam Klaster

Batik ini, misalnya saja adanya pelatihan, seminar, maupun pameran untuk lebih

9

meningkatkan lagi eksistensi dari Batik Semarang itu sendiri. Seperti yang

diungkapkan oleh informan berikut ini:

“Disini saya sebagai anggota Klaster Batik (Figa Batik) tetap terus usaha

buat bikin batik dengan motif yang lebih menarik lagi meskipun yang

gabung di Klaster Batik ini dari berbagai tempat ya kita para anggota itu

punya ciri khasnya sendiri dalam motif batik yang kita buat meskipun

secara garis besar sama tapi tetap ada perbedaanya sedikit, terus saya

dengan gabung Klaster Batik ini merasa terbantu sekali misalnya soal

pemasaran produk biar ndak keluar uang banyak kita yang ikut Klaster

itu ada fasilitas pameran sama pelatihan juga dari pihak pendukung

jadinya ikut meringankan pengeluaran juga.”(Hasil Wawancara Bu

Afifah, 10 Mei 2018)

“Kalau saya (Salma Batik) yang juga menjadi anggota Klaster Batik

sekarang ini belajar buat mengembangkan batik lagi Klaster ini juga

sebgai salah satu tempat untuk kita belajar atau sharing informasi lebih

banyak lagi tentang batik khususnya, ya tentu agar kedepannya batik

Semarang eksistensinya itu terus terjaga serta dapat dikenal lebih luas

lagi sama masyarakat banyak.”(Hasil Wawancara Bu Umi Salamah, 15

Mei 2018)

Bentuk kontribusi yang diberikan para anggota yang tergabung didalam Klaster

Batik ini memiliki kesamaan yaitu terus mengembangkan produksi batik yang

dihasilkan kepada masyarakat luas serta menjadi salah satu tempat dalam

mempromosikan produk batik mereka salah satunya melalui berbagai kegiatan yang

digelar salah satunya yaitu pameran. Dengan adanya kontribusi seperti ini

memperlihatkan suatu hubungan antara anggota yang ikut terlibat di dalam Klaster

Batik ini. Sebagai salah satu wadah, Klaster Batik memberikan beberapa fasilitas

diantaranya ialah pameran serta beberapa pelatihan yang memiliki keterkaitan untuk

meningkatkan eksistensi dari batik Semarang itu sendiri. Sedangkan anggota dari

beberapa pengrajin batik ini tetap terus produktif dalam menghasilkan karya dalam hal

ini tentunya batik.

Kontribusi serta keterlibatan para anggota didalam kelompok Batik ini seperti

yang telah dipaparkan diatas menjadi salah satu bukti bahwa didalam suatu hubungan

10

timbal balik dan kerjasama yang saling memberikan dampak positif serta mampu

meminimalisir kesulitan yang dialami. Oleh sebab itu, adanya tujuan bersama yang

dapat dicapai serta dapat dinikmati manfaatnya secara bersama-sama, seperti yang

sudah disebutkan sebelumnya, salah satu tujuan dari adanya keberadaan Klaster Batik

ini ialah untuk membawa Batik Khususnya yang ada di Kota Semarang ini dapat lebih

dikenal lagi baik itu di Kota Semarang maupun Di luar Kota Semarang. Dengan adanya

tujuan bersama ini diharapkan juga kepada setiap anggota yang ada memiliki peran

yang aktif serta turut berkontribusi dalam organisasi atau kelompok ini agar tujuan yang

telah direncanakan dapat terwujud.

Beberapa bentuk peran para anggota yang tergabung dalam Klaster Batik ini

(Belajar pelatihan menggunakan pewarna dari alam dalam pembuatan motif batik)

5.1.3 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin batik

(trust/kepercayaan)

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Putnam sebelumnya bahwa rasa percaya

(mempercayai) ialah suatu bentuk keinginan yang digunakan dalam mengambil resiko

11

didalam hubungan sosialnya yang didasari dengan perasaan yakin bahwa yang lainnya

juga akan melakukan sesuatu seperti yang telah diharapkan serta akan senantiasa

melakukan tindakan dalam suatu pola yang akan saling memberikan dukungan, yang

lain tidak akan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri dan

kelompoknya (Putnam, 1993). Dalam hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan

merupakan suatu bagian yang cukup penting dalam keberlangsungan modal sosial yang

ada di dalam Komunitas atau organisasi yang dalam hal ini ialah Klaster Batik Kota

Semarang ini.

Pentingnya menjaga rasa saling percaya yang terjalin diantara masing-masing

anggota dalam organisasi batik ini agar terciptakan suasana yang kondusif serta

harmonis. Menjaga suatu kepercayaan disini merupakan salah satu indikasi dalam

mewujudkan modal sosial yang baik, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh

putnam, bahwa pada dasarnya kepercayaan sosial itu sendiri merupakan produk dari

modal sosial yang baik, dengan adanya modal sosial yang baik ditandai juga dengan

adanya lembaga sosial yang kokoh juga sehingga modal sosial itu sendiri melahirkan

suatu kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995 dalam Suharto, 2005). Dalam hal

ini penelitian modal sosial yang baik akan memiliki pengaruh dalam keberhasilan

kelompok atau organisasi batik ini dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.

Kepercayaan yang terdapat pada kelompok atau organisasi batik ini dapat

dilihat dari seberapa seringnya komunikasi maupun interaksi yang terjadi didalamnya.

Rasa percaya yang ada ini dapat tercipta melalui seberapa seringnya para anggota ini

melakukan suatu interaksi atau pertemuan. Dengan adanya interaksi yang terjadi seperti

ini maka masing-masing anggota yang ada dapat saling lebih mengenal lagi serta dapat

berusaha untuk membangun hubungan sosial dengan anggota yang lainnya.

12

Berikut ini gambaran dari hubungan sosial yang terjadi antar anggota dalam

Klaster Batik Kota Semarang menurut informan dalam penelitian ini:

“Hubungan dengan para pengurus atau anggota yang ikut didalam Klaster Batik

ini, ya saya sebagai ketua biasanya memberi info kegiatan Klaster ini lewat

media sosial, nah jika di Klaster Batik ini sendiri itu kita memang punya jadwal

rutin pertemuan biasanya itu sebulan sekali, serta melalui pameran nah didalam

kegiatan pameran ini kepercayaan klaster muncul kepada UKM yang tergabung

di kelompok ini untuk saling support mendukung kegiatan ini demi memajukan

batik semarang serta menjadi ajang promosi demi meningkatkan ekonomi dari

UKM yang terlibat ”(Hasil wawancara Pak Joko Ketua Klaster Batik 6 Mei

2018)

Berdasarkan ungkapan salah satu informan diatas menggambarkan hubungan

sosial yang terjadi didalam Klaster Batik Kota Semarang. Hubungan sosial ini sendiri

bertujuan agar komunikasi antar anggota dapat terus terjaga sehingga kerjasama yang

ada ini dapat terus berjalan karena adanya kegiatan tersebut. Hal tersebut juga diperkuat

dengan adanya ungkapan dari informan lainnya yang menggambarkan mengenai

hubungan sosial yang terjadi didalam kelompok atau organisasi batik ini, berikut ini

merupakan wawancara dengan informan tersebut:

“Kalau saya sebagai anggota, komunikasi dengan pengurus Klaster Batik itu

biasanya melalui media sosial mas, biasanya lewat WA (WhatsApp) kalau ada

info yang mendadak kan jadi mudah ya, sedangkan kalau ada hal yang lebih

penting biasanya ada pameran, pelatihan, atau pertemuan sebulan sekali.”

(Wawancara Bu Afifah, 10 Mei 2018)

“Dalam menjaga komunikasi di Klaster Batik ini yang saya rasakan ya biasanya

itu ada pertemuan yang membahas apa yang terjadi selama sebulan ini, jika ada

kendala ya dimusyawarahkan atau dirembugkan juga di pertemuan ini, kalau

ada informasi misalnya pameran, seminar/pelatihan atau hal lainnya biasanya

diberitahu lewat media sosial.” (Wawancara Bu Umi Salamah, 15 Mei 2018)

Dari hasil wawancara yang ada diatas dapat dilihat bahwa terdapat

kedekatan hubungan yang terjadi, hal ini diakibatkan seringya melakukan

komunikasi dengan memanfaatkan media teknologi selain melakukan

pertemuan secara langsung. Dengan semakin seringnya melakukan komunikasi

13

akhirnya membentuk suatu kedekatan yang lebih baik lagi sehingga informasi

yang ada dapat tersampaikan secara jelas dan baik. Selain itu juga pertemuan

langsung yang dilakukan oleh pihak Klaster Batik dengan para anggotanya juga

menambah kedekatan yang lebih intens antara para pengurus Klaster dengan

anggota Klaster Batik ini.

5.1.4 Norma Di dalam Klaster Batik Kota Semarang

Norma-norma sosial akan sangat berperan di dalam mengontrol perilaku yang

tumbuh di dalam masyarakat. Pengertian dari norma itu sendiri ialah sekumpulan aturan

yang diharapkan dapat dipatuhi serta diikuti oleh anggota masyarakat. Keberadaan dari

norma sosial ini tidak dapat dilepaskan dari atribut modal sosial, karena norma itu

sendiri merupakan salah satu elemen yang penting dalam mengontrol tindakan serta

perilaku-perilaku dari para aktor-aktor yang terdapat pada suatu komunitas atau dalam

konteks penelitian ini yaitu kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota Semarang.

Sehingga tujuan adanya norma sendiri agar mampu mengantisipasi penyimpangan-

penyimpangan yang bisa memicu suatu permasalahan atau hal yang merugikan anggota

lainnya.

Untuk mengetahui bagaimana gambaran keberadaan norma yang ada di dalam

penelitian ini yaitu Klaster Batik Kota Semarang dapat dilihat bagaimana aktivitas yang

selama ini berlangsung. Dalam suatu aktivitas didalam hubungan sosial pasti di

dalamnya terdapat aturan, nilai, mekanisme-mekanisme, kebiasaan, serta kesepahaman

seperti yang telah disepakati secara bersama-sama. Berikut hasil wawancara mengenai

aturan maupun norma di dalam Klaster Batik Kota Semarang yang disampaikan oleh

informan:

“Kalau peraturan tertulis tidak ada kita saling percaya saja mas sama setiap

anggota, tapi di Klaster Batik ini dalam AD/ART kita tidak boleh terlibat di

14

politik praktis, terorisme, sama hal-hal yang sifatnya SARA atau hal yang

bertentangan dengan nilai pancasila sama undang-undang dasar 1945 mas kalau

memang ada yang melanggar ya kita keluarkan dari kelompok atau organisasi

ini mas, tapi untuk sekarang ini di klaster belum ada kejadian seperti

ini.”(Wawancara Pak Joko Ketua Klaster Batik, 6 Mei 2018)

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa norma yang terdapat didalam Klaster

Batik Kota Semarang, dimana para anggotanya yang ikut dalam Klaster Batik ini tidak

boleh terlibat dalam hal yang tidak dibenarkan sesuai dengan pasal yang tercantum di

dalam AD/ART yang sudah disepakati secara bersama-sama. Norma juga memiliki

peran serta dalam melakukan kontrol serta mengatur apa saja yang boleh dilakukan

anggotanya didalam organisasi yang diikutinya. Selain itu, norma tidak hanya dibuat

hanya untuk mengatur atau mengontrol individu dalam suatu komunitas dalam hal ini

Klaster Batik Kota Semarang tetapi juga sebagai salah satu bagian untuk mencapai

tujuan yang diinginkan oleh Klaster Batik Kota Semarang (Putnam,1993, 2002 dalam

Hasbullah, 2006).

5.2 Pembentukan trust, norms dan network pada bridging social capital Klaster Batik

Kota Semarang

Pada sub-bab kali ini akan dijelaskan mengenai bentuk modal sosial yang

menjembatani jejaring sosial (Bridiging Social Capital) yang dibangun oleh Klaster batik Kota

Semarang. Dengan adanya Bridging Social Capital dapat membuat peluang akses dari tiap

anggota semakin terbuka lebar untuk dapat terlibat dalam jejaring yang lebih luas lagi. Karena

dalam mencapai suatu tujuan diperlukan adanya suatu kerjasama dengan berbagai pihak yang

mampu membantu dalam sesuatu hal yang tidak dapat dilakukan atau dikerjakan secara

individu. Dalam hal ini, modal sosial yang menjembatani dipandang sebagai salah satu hal

yang lebih menguntungkan untuk dapat menciptakan modal sosial yang lebih besar dan lebih

luas lagi. Klaster Batik Kota Semarang sebagai salah satu organisasi atau kelompok yang fokus

15

di bidang industri atau usaha kerajinan batik berusaha untuk memanfaatkan relasi yang

dimilikinya untuk membantu dalam mencapai tujuannya yaitu dengan cara menjalin hubungan

dengan beberapa pihak yaitu BAPPEDA, Dinas Perindustrian, maupun Dinas Koperasi dan

UMKM Kota Semarang. Berikut ini beberapa ungkapan dari pak Joko selaku dari Ketua

Klaster Batik Kota Semarang mengenai pemanfaatan dari modal sosial yang menjembatani:

“Dengan adanya hubungan atau kerjasama yang dilakukan seperti ini tentunya kita

semua yang di Klaster ini mendapatkan banyak ilmu. Kalau dari Dinas Perindustrian

kita dapat ilmu maupun pelatihan mengenai industri, yang mana hal ini mungkin bisa

meningkatkan eksistensi maupun perekonomian dari batik Semarang itu sendiri. Selain

itu juga kita dari Klaster batik juga dapat koneksi yang lebih luas lagi sama pihak-pihak

lain. Pihak dari dinas terkait juga biasanya seperti yang saya sudah bilang sebelumnya

tadi kita diberikan fasilitas atau bantuan biasanya alat atau perlengkapan dalam

membatik serta memberi tahu juga kalau ada pameran-pameran baik di Kota Semarang

maupun diluar Kota Semarang. (Hasil Wawancara Pak Joko 6 Mei 2018)

Dengan adanya hubungan atau kerjasama yang seperti ini baik dari Dinas Perindustrian,

BAPPEDA, maupun Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dapat memenuhi harapan

dari serta tujuan masing-masing. Berikut ini merupakan bagan analisisnya:

Bagan . Alur Analisis Bridging social capital Klaster Batik

UKM atau

Pengrajin Batik

Kepercayaan

Norma

Jaringan

Pihak lain

seperti:

Dinas

Perindustrian

Kota Semarang

BAPPEDA Kota

Semarang

16

5.2.1 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas Perindustrian Kota

Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, serta Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang.

Pada sub-bab kali ini akan dibahas mengenai bahasan kepercayaan yang terjalin antara

Klaster Batik Kota Semarang dengan pihak diluar Klaster Batik Kota Semarang seperti Dinas

Perindustrian Kota Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang

(BAPPEDA), serta Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. Kepercayaan ini merupakan

salah satu hal yang sangat penting dalam memulai hubungan sosial yang baru. Sehingga

kepercayaan inilah yang menjadi salah satu pondasi bagaimana sebuah proses kerjasama ini

akan berlangsung nantinya. Dalam bridging social capital Klaster Batik Kota Semarang

terdapat 3 informan yang akan menjelaskan mengenai bagaimana proses dalam memunculkan

rasa percaya, berikut ini ialah beberapa ungkapannya:

“Jika dari dinas kita terutama Dinas Perindustrian Kota Semarang kepercayaannya

berawal dari potensi yang dimiliki oleh Kota Semarang ini, serta memajukan ekonomi

maupun potensi lokal yang dulunya itu sempat pasang surut dalam perkembangannya,

kemudian adanya kemauan yang kami lihat dari para UKM atau pengrajin ini punya

kemauan yang tinggi untuk maju maka kami berusaha ntuk memberikan dukungan

melalui Klaster Batik ini salah satu dukungannya seperti yang sudah ada itu berupa

Bridging Social

Capital

Pengurus Klaster

Batik Kota

Semarang

17

membantu pemasaran produk batik yang diproduksi.”(Hasil Wawancara, Bu Endang

Dinas Perindustrian Kota Semarang, 25 Mei 2018)

“Rasa percaya ini timbul karena dari BAPPEDA Kota Semarang sendiri memang ada

program yaitu FEDEP yang bertujuan untuk pengembangan ekonomi serta perluasan

lapangan kerja, dalam mendukung potensi unggulan yang dimiliki oleh daerah-daerah

salah satunya dari Kota Semarang yang memiliki batik yang menjadi beberapa dari

produk lokal unggulan yang dimiliki oleh Kota Semarang.”(Hasil Wawancara Bu Irma

Staf BAPPEDA Kota Semarang, 25 Mei 2018)

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh beberapa informan diatas, terlihat

bagaimana relasi yang luas membantu dalam mencapai beberapa tujuan yang tidak

dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau mandiri. Dalam hal ini menunjukkan bahwa

bagaimana Klaster Batik Kota Semarang memanfaatkan hubungan yang dimilikinya

dengan pihak luar untuk menjangkau bidang lainnya. Dimana jika ada dari pihak

Klaster batik yang mengalami kesulitan dalam pemasaran produk-produk batik yang

dihasilkan dari para anggota Klaster mereka bisa menghubungi pihak dari Dinas

Perindustrian untuk dapat membantu memasarkan produk batiknya. Selain itu juga,

untuk membantu menjaga potensi lokal atau potensi unggulan yang dimiliki dengan

menggandeng para UKM unggulan yang dimiliki oleh setiap daerah melalui

BAPPEDA Kota Semarang, salah satu produk unggulan yang ada yaitu Batik dari Kota

Semarang. Selain itu juga Klaster Batik Semarang mendapat dukungan dari pihak Dinas

Koperasi dan UKM Kota Semarang dalam hal membantu pengembangan usaha dari

para pelaku UKM Batik yang ada. Berikut ini pernyataan dari informan tersebut:

“Pada awalnya itu, melalui Ketua Klaster Batik agar dapat memberikan

informasi terhadap para anggotanya agar bisa mengikuti pelatihan-pelatihan

yang kita berikan. Kita juga mensupport Klaster maupun para pelaku batik yang

ada ini eksistensinya dapat lebih baik lagi serta dikenal masyarakat luas melalui

pengetahuan yang mampu kita berikan ke mereka, tapi kita juga memberikan

mereka kepercayaan juga dalam mengembangkan potensi-potensi yang sudah

dimiliki oleh para pengrajin batik ini.”(Hasil Wawancara Pihak Dinas Koperasi

dan UKM Kota Semarang, Mei 2018)

18

Seminar yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM yang melibatkan Klaster Batik

Kota Semarang

19

Pelaksanaan workshop motif batik oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang

5.2.2 Norma-norma dalam jejaring modal sosial Klaster Batik dengan Dinas

Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta BAPPEDA Kota Semarang.

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai norma dalam jejaring modal sosial Klaster

Batik Kota Semarang Dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota

Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM, serta pihak dari Dinas Perindustrian Kota Semarang

dari informan yang ada ini merupakan beberapa pihak yang ikut mendukung Klaster Batik Kota

Semarang sejauh ini. Sehingga untuk memelihara maupun mengontrol kerjasama tersebut

maka dibutuhkan sebuah kesepakatan atau norma tertentu yang dibuat berdasarkan dengan

kesepakatan yang dibuat serta untuk dapat dipatuhi secara bersama.

Di dalam penelitian yang dilakukan ini adapun norma yang diterapkan lebih berupa

kesepakatan yang dibuat berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati secara bersama-sama.

Dimana kesepakatan tersebut tertuang di dalam AD/ART dalam Klaster Batik Kota Semarang.

Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat tersebut melahirkan beberapa

kerjasama yang akan dijelaskan oleh beberapa informan mengenai hal ini:

20

“Kalau dari pihak kita biasanya ada pertemuan atau evaluasi yang diadakan antara

pihak BAPPEDA Kota Semarang dengan pihak Klaster Batik mengenai apa saja yang

sudah dilakukan dalam beberapa bulan kebelakang di Klaster Batik ini biasa

pertemuannya itu diadakan 6 bulan sekali” (Wawancara Bu Irma Setyanti staf

BAPPEDA Kota Semarang, 25 Mei 2018)

“Bentuk kerjasama dengan Klaster dari Dinas khususnya Dinas Perindustrian Kota

Semarang yang kami berikan lebih kepada bantuan, nah bantuan yang dimaksud disini

itu lebih kepada pelatihan kepada para pengrajin batik supaya hasil membatik dari

mereka itu semakin baik lagi” (Wawancara Bu Endang Kepala Bidang Industri Kimia

dan Tekstil dari Dinas Perindustrian Kota Semarang, 25 Mei 2018)

“Kalau bentuk dukungan dari Pihak sini lebih kepada pelatihan membatik sama

mendesain sama dari Dinas Koperasi dan UMKM juga terdapat suatu imstruksi

Gubernur No 518/23546 itu tentang pendekatan One Village One Product (OVOP)

dalam pengembangan produk desa salah satu produknya yaitu Batik Semarang tahun

2011”(Wawancara Pihak Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang diwakili

oleh BU Yuanita “Kepala seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan”, 23 Mei 2018)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, norma yang terdapat di Klaster Batik

Kota Semarang ini lebih kepada peraturan yang sudah disepakati serta disetujui oleh para

pengurus Klaster maupun para anggota yang ada didalamnya yang juga sudah tercantum dalam

AD/ART dalam Klaster Batik Kota Semarang. Peraturan atau kesepakatan tersebut dapat

melahirkan suatu tindakan yang kooperatif dimana dari diri mereka masing-masing melakukan

kegiatan yang sesuai bidangnya masing-masing. Putnam juga menjelaskan bahwa dalam suatu

norma terdapat asas respirokal (timbal balik) serta harapan (ekspektasi). Contohnya hubungan

yang terjadi antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas Perindustrian Kota Semarang,

Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, serta Klaster Batik Kota Semarang BAPPEDA

Kota Semarang. Hubungan ini terjadi bagaimana hubungan atau kerjasama yang dibangun

diantara pihak yang ada ini seperti Klaster Batik Kota Semarang yang anggotanya ingin

memasarkan produk batiknya mereka dari Dinas Perindustrian Kota Semarang menyediakan

tempat atau stand pameran di salah satu Pasar yang ada di Kota Semarang serta memberikan

berbagai pelatihan rutin kepada para pengrajin batik yang ada. Sebagai hubungan timbal balik

pihak Klaster Batik Kota Semarang selalu siap jika diminta oleh pihak Dinas Perindustrian

21

dalam mewakili Kota Semarang dalam hal mengikuti pertunjukan atau pameran yang mewakili

potensi lokal yang dimiliki Kota Semarang itu sendiri.

5.2.3 Jaringan Sosial Klaster Batik Kota Semarang.

Jaringan sosial merupakan yang menjadi salah satu penyangga yang cukup penting

dalam bridging social capital. Setiap informan yang ada memiliki jaringan sosial yang

berbeda-beda hal ini dapat ditandai dengan hubungan yang terjadi antara individu dalam

Klaster Batik Kota Semarang maupun individu dari pihak luar seperti BAPPEDA, Dinas

Perindustrian Kota Semarang, serta Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. Dari ketiga

hal ini dapat mempengaruhi seberapa luas serta kuatnya jaringan informan tersebut dalam

membantu menjaga eksistensi dari Klaster Batik Kota Semarang di bidang kerajinan industri

atau usaha membatik khususnya yang ada di Kota Semarang. Seperti yang telah diketahui

sebelumnya bahwa pihak luar yang ikut mendukung Klaster Batik hingga saat ini memiliki

peran-peran tersendiri dalam membantu Klaster Batik ini untuk menjadi lebih baik lagi

kedepannya misalnya saja ada yang berperan dalam membantu pelatihan dalam mendesain

batik, permodalan, hingga promosi dalam bentuk pameran baik yang dilaksanakan di Kota

Semarang maupun di luar Kota Semarang juga.

Adanya jaringan tersebut membantu dalam memfasilitasi terjadinya komunikasi dan

interaksi sehingga memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama.

Jaringan sosial itu sendiri dapat terjadi karena adanya interaksi sosial serta keterkaitan antara

individu dan kelompok. Dengan adanya hal ini bisa dikatakan bahwa jaringan sosial ini

terbentuk berkat adanya dari hubungan sosial. Hubungan sosial itu sendiri didasari adanya

unsur kesamaan atau keterkaitan, dimana kemampuan dalam membangun sebuah jaringan

sosial diikuti juga dengan strategi dalam memilih jaringan sosial yang dianggap

menguntungkan bagi tujuan pribadi atau bersama. Sejalan dengan hal ini, jaringan sosial

22

merupakan elemen penting yang tidak dapat dilepaskan dalam kategori kepercayaan, dengan

kata lain jaringan melalui jaringan inilah orang mengetahui informasi yang beredar serta

memberikan informasi kepada yang lainnya, serta dapat saling memberikan bantuan dalam

mengatasi masalah yang ada (Lawang, 2004).

Kesadaran akan pentingnya suatu jaringan sosial juga diakui oleh para informan dalam

penelitian ini, mengingat tidak semua aspek yang ada tidak dapat dikerjakan secara individu.

Karena informan yang ada ini memiliki fokus dan peran dalam mencapai tujuannya masing-

masing. Berikut ini merupakan ungkapan yang menunjukkan hal tersebut:

“Ada, ya seperti kita diberikan kemudahan oleh dinas-dinas terkait dalam hal

mempromosikan hasil produk dari UKM-UKM batik yang ikut gabung di Klaster Batik

ini ya kebanyakan dalam bentuk pameran produk-produk batik Kota Semarang.”(Hasil

Wawancara Pak Joko Sunarto, 6 Mei 2018)

Dari ungkapan yang telah disampaikan diatas, menggambarkan bagaimana Klaster

Batik ini memiliki kemampuan untuk terus membangun jaringan sosial yang ada ini demi

mewujudkan tujuan yang ingin dicapai kedepannya. Oleh karena itu, tidak semua pihak dapat

membangun jaringan sosial tanpa didasari oleh suatu unsur keterkaitan tertentu. Adapun

beberapa pernyataan tambahan dari beberapa informan yang terkait dengan jaringan sosial,

seperti berikut ini:

“Kalau dari kita khususnya dari Dinas Koperasi dan UMKM mendukung apalagi di

Jawa tengah ini seperti yang saya sudah bilang sebelumnya ada instruksi Gubernur No

518/23456 tentang pengembangan produk desa, jadi dengan adanya organisasi atau

kelompok dalam hal ini salah satunya batik khususnya yang berasal dari Kota Semarang

kita memberikan dukungan agar dapat lebih eksistensi lagi dari sebelumnya.”(Hasil

Wawancara Bu Yuanita, Kasi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan, 23 Mei 2018)

“Keberadaan Klaster Batik ini menjadi salah satu bentuk kebangkitan karena dulu itu

kan Semarang punya batik yang salah satunya dikenal sama masyarakat, jadi salah satu

alasan untuk mendukung kelompok ini karena punya kemauan yang tinggi untuk maju.

Jadi kita lebih membantu mereka dalam hal pemasaran produknya.”(Hasil Wawancara

Bu Endang Sulistyamurniasih, Kepala Bidang Industri Kimia dan Tekstil, 27 Mei 2018)

23

Berdasarkan hasil dari wawancara diatas dapat dilihat bahwa informan yang ada sadar

akan pentingnya menjalin relasi dengan pihak-pihak luar atau dengan kata lain berjejaring

sosial dengan pihak-pihak lain. Karena dengan adanya hal ini membangun jaringan dengan

pihak luar dapat mendatangkan manfaat yang mampu untuk mengakomodir hal-hal yang tidak

dapat dijangkau jika dilakukan secara individu. Perlu diketahui bahwa Klaster Batik Kota

Semarang merupakan salah satu kelompok atau organisasi yang masih membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak diantaranya dari pemerintah daerah melalui Dinas-Dinas terkait

untuk dapat menjaga potensi lokal yang dimiliki oleh Kota Semarang salah satunya ialah Batik

Semarang agar eksistensinya dapat terus terjaga.

Dalam hal ini tidak dapat dihindari lagi bahwa membangun jaringan sosial dapat

menambah pertemanan yang memiliki manfaat bagi mereka. Terdapat keberlanjutan hubungan

dalam hal ini untuk terus memberikan dukungan pada interaksi yang mereka lakukan. Jaringan

merupakan salah satu infrastruktur yang terdapat didalam modal sosial, dimana didalamnya

terdapat suatu kerjasama maupun dukungan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Seseorang

yang terlibat didalam jaringan sosial akan memiliki kemungkinan untuk terlibat dalam suatu

kerjasama dan nantinya juga akan berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Pameran menjadi salah satu cara Klaster Batik Kota Semarang menjaga eksistensinya

(Pameran Batik di Hotel Grand Candi)

24

Peringatan Hari Batik dengan nyanting di depan Lawang Sewu Kota Semarang

25

Pameran Batik di depan Lawang Sewu Kota Semarang

5.3 Hasil dan Temuan.

Dalam sub-bab kali ini akan dibahas mengenai temuan-temuan dalam penelitian yang

telah dilakukan ini. Terdapat beberapa temuan yang terkait dengan pemanfaatan modal sosial

yang dilakukan kelompok atau organisasi seperti di Klaster Batik Kota Semarang dalam upaya

menjaga eksistensi di bidang industri maupun usaha batik khususnya yang terdapat di Kota

Semarang. Selanjutnya penjelasan mengenai hal tersebut akan dijabarkan dalam bentuk poin-

poin agar dapat lebih mudah untuk memahami temuan-temuan yang terdapat didalam

penelitian ini. Berikut ini adalah beberapa hasil temuan dalam bab penelitian ini:

Pertama dengan keterbatasan yang ada didalam Klaster Batik Kota Semarang dalam

menjaga eksistensinya di bidang industri atau usaha batik khususnya yang ada di Kota

Semarang sehingga harus memanfaatkan modal sosial yang dimiliki. Hal ini dikarenakan latar

belakang Klaster Batik Kota Semarang ini didirikan salah satunya adalah untuk mewadahi para

pengrajin yang ada di Kota Semarang. Serta dalam hal ini para pengrajin atau UKM Batik yang

ada di Kota Semarang yang mengalami kesulitan dalam berbagai hal salah satunya dalam hal

pemasaran produk yang diproduksi saat ini.

26

Dalam hal proses bergabungnya para pengrajin batik atau UKM batik yang ada di Kota

Semarang ini juga memiliki prosedur didalamnya. Dimana dalam mengajak para pengrajin

yang ada ini para pengurus Klaster batik ini biasanya melakukan perekrutan anggota Klaster

dari pelatihan membatik yang dilaksanakan dibeberapa tempat, biasanya kebanyakan yang

melaksanakan pelaatihan berasal dari dinas-dinas terkait, kemudian mereka ditawari apakah

mau bergabung dengan Klaster Batik Semarang ini. Disisi lain juga Klaster Batik ini

kebanyakan para anggotanya juga merupakan para pengrajin batik atau UKM yang memang

sudah memiliki kedekatan sebelum dibentuknya organisasi ini, hal ini menjadi salah satu

kemudahan dalam kelompok ini untuk saling melakukan hubungan sosial selanjutnya.

Kedua, semua pengrajin atau UKM yang ikut bergabung di dalam Klaster Batik Kota

Semarang ini memiliki ciri khas tersendiri dalam memproduksi Batik yang dimilikinya

meskipun Batik Semarang memiliki garis besar dalam ikon atau motif yang ada tetapi mereka

memiliki ciri khasnya masing-masing. Di Klaster Batik Semarang ini menggunakan berbagai

acara atau event yang digelar di Kota Semarang sebagai salah satu media untuk

mempromosikan hasil karya membatik para anggotanya terhadap masyarakat luas. Contohnya

pameran dalam rangka memperingati hari batik yang dilaksanakan di depan ikon dari Kota

Semarang yaitu Lawang Sewu beserta pelatihan dalam membatiknya. Kegiatan yang

diselenggarakan ini tentunya mengajak para pengurus maupun anggota yang ada ini untuk ikut

terlibat didalamnya.

Ketiga, berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan sebelumnya yang masih

menjadi penghambat dalam menjaga eksistensi potensi lokal dalam hal ini kerajinan batik ialah

masih sulitnya bahan baku dalam pembuatan batik seperti kain dan lilin untuk membatik.

Bahan-bahan yang ada ini mereka harus membeli di luar Kota Semarang karena di dalam Kota

Semarang sendiri belum tersedia secara lengkap.

27

Keempat, yaitu terkait dengan peran kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota

Semarang dalam menciptakan modal sosial yang menjembatani (Bridging Social Capital). Hal

ini ditandai dengan adanya indikasi yang mencerminkan hal-hal tersebut, diantaranya ialah:

1. Kelompok Batik ini memiliki sifat keterbukaan/inklusif.

2. Kelompok batik ini tidak memiliki aliran tertentu dalam membatik, melainkan dalam

melakukan proses perekrutan anggota mereka dengan melalui pelatihan-pelatihan yang

diikutinya.

3. Dalam melakukan pelaksanaan kegiatan terjadi komunikasi dari berbagai arah.

4. Memiliki jaringan dalam mendukung keberadaan Klaster Batik ini untuk menjaga

eksistensi dalam bidang industri atau usaha batik, seperti menjalin hubungan dengan

pihak dinas terkait untuk membantu Klaster batik ini lebih baik lagi kedepannya.

Berdasarkan dari ciri-ciri yang ada diatas menandakan terdapat bentuk modal

sosial yang menjembatani dalam Klaster Batik Kota Semarang. Namun disisi lain juga

terdapat bonding social capital, yaitu masih terdapat sistem pertemanan yang terjadi

didalam beberapa pengurus/anggota Klaster Batik sebelum organisasi atau kelompok ini

dibentuk. Dengan membangun hubungan yang terjadi dengan sesama anggota yang ada,

serta terus menjaga agar dapat terus berlangsung sepanjang waktu, dengan demikian orang

dapat bekerja secara bersama-sama agar dapat mencapai suatu tujuan yang tidak mungkin

untuk dilakukan sendirian. (Field, 2010).

1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dengan semakin berjalannya waktu dimana peradaban maupun pola pikir

manusia terus mengalami perkembangan. Dengan adanya keterbatasan dalam

mencapai suatu tujuan bukan menjadi sesuatu yang tidak dapat untuk dicari jalan

keluarnya. Terlebih lagi dalam membicarakan kehidupan sosial. Terdapat salah satu

bagian penting yang tidak dapat dilepaskan dalam suatu kehidupan sosial yaitu

modal sosial. Modal sosial itu sendiri merupakan sumber daya yang dapat dijadikan

suatu modal dalam mendapatkan sumber daya yang lainnya. Modal sosial itu

sendiri bukanlah suatu yang dapat lahir secara tiba-tiba, melainkan memerlukan

suatu proses yang dilakukan secara terus menerus serta terakumulasi melalui

sebuah hubungan sosial yang dilakukan secara intens dan konsisten. Ketika kita

memiliki modal fisik atau materi yang kita gunakan secara terus menerus habis,

maka modal sosial justru memiliki sifat sebaliknya. Modal sosial ini sendiri justru

akan habis bahkan hilang jika tidak digunakan, oleh sebab itu modal sosial yang

ada ini perlu dibentuk serta dipelihara agar mampu memberikan manfaat bagi

pemiliknya.

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, modal sosial

ternyata mampu untuk mengakomodir beberapa aspek yang tidak dapat dijangkau

2

atau dilakukan oleh Ketua Klaster Batik. Hal yang perlu diingat bahwa Klaster

Batik Kota Semarang maupun Pengrajin batik memiliki kesulitan serta

3

keterbatasan dalam hal promosi maupun keterbatasan yang lainnya untuk dapat dirundingkan

secara bersama sehingga dengan adanya keadaan yang seperti ini dimanfaatkan untuk

melakukan suatu hubungan timbal balik. Hal ini berawal dari naik turunnya perkembangan

batik semarang saat itu kemudian adanya inisiatif untuk membuat suatu kelompok atau

organisasi guna mewadahi para pengrajin batik Kota Semarang, menjaga eksistensi batik Kota

Semarang serta turut melakukan pemberdayaan ekonomi dari warga sekitar maka organisasi

ini diibentuk.

Disisi lain juga terdapat tiga aspek dalam modal sosial yang menjadi aspek pendukung

dalam suatu ikatan kerjasama yaitu Kepercayaan (Trust), Norma (Norms), serta Jaringan

(Network). Dari ketiga hal yang ada ini merupakan sebuah entitas yang tidak terpisah, namun

memiliki keterkaitan. Jadi hal ini sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan, Klaster Batik

Kota Semarang sebagai salah satu wadah bagi para pengrajin atau UKM batik yang ada di Kota

Semarang juga mencakup tiga aspek tersebut. Berikut ini merupakan penjelasannya:

1. Kepercayaan (Trust). Dalam bagian ini kepercayaan dapat diartikan sebagai

suatu tindakan yang dilakukan oleh aktor untuk saling mempercayai satu

dengan yang lainnya untuk menempuh harapan atau tujuan secara bersama-

sama. Dalam kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota Semarang adanya

suatu kepercayaan dapat menciptakan hubungan yang kondusif didalam

organisasi ini. Hal ini terlihat dari proses perekrutan para pengrajin atau UKM

yang diajak untuk bergabung di Klaster Batik ini yang dilakukan dengan cara

salah satunya melalui pelatihan-pelatihan yang ada ini dilakukan untuk benar-

benar mencari para pengrajin yang memang memiliki kemauan lebih untuk

dapat mengembangkan lagi hasil karyanya dalam hal ini membatik, hal ini

menjadi alasan agar memudahkan dalam proses komunikasi kedepannya.

4

2. Norma (Norms). Dengan adanya kepercayaan seperti diatas didukung pula

dengan adanya norma. Norma yang ada didalam penelitian ini berperan dalam

mengontrol tindakan para pengurus maupun anggota Klaster Batik agar dapat

mengantisipasi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Didalam organisasi ini

terdapat pasal yang mengatur mengenai hal-hal yang harus dipatuhi jika

bergabung di Klaster Batik ini hal ini tertuang di dalam AD/ART yang telah

disepakati oleh para pengurus atau anggota yang ada, melalui pertemuan rutin

yang diadakan.

3. Jaringan (Networks). Jaringan merupakan salah satu bagian terpenting didalam

modal sosial. Dimana dengan adanya jaringan sosial ini mampu dalam

menjembatani saluran informasi yang saling memberikan suatu keuntungan.

Dengan adanya jaringan ini mampu memfasilitasi terjadinya komunikasi dan

interaksi dimana selanjutnya melahirkan kepercayaan serta mampu untuk

memperkuat dukungan baik dari sektor internal maupun eksternal. Hal ini juga

terjadi didalam Klaster Batik Kota Semarang dimana mereka yang bergabung

di dalam organisasi ini dapat mengenalkan beberapa produk hasil membatiknya

melalui beberapa event atau cara yang digelar di Kota Semarang melalui

kegiatan Pameran maupun Pelatihan dari Klaster Batik Kota Semarang. Selain

itu juga pihak eksternal yang ikut mendukung serta membantu Klaster Batik ini

untuk lebih baik lagi kedepannya seperti dari Dinas-Dinas terkait melalui

program pelatihan, seminar serta program dari masing-masing Dinas yang

dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM, maupun

BAPPEDA Kota Semarang juga merupakan hasil dari adanya jaringan.

4. Adanya keterbatasan yang masih menjadi kendala dalam hal meningkatkan

eksistensi dari batik semarangan, kendala ini berupa masih terbatasnya bahan

5

dalam pembuatan batik semarangan itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh

beberapa informan dalam penelitian ini yang berasal dari UKM yang ikut

bergabung di Klaster Batik Kota Semarang.

6.2 Saran

6.2.1 Saran Praktis

Sebagai seorang peneliti, harapannya melalui penelitian ini dapat meningkatkan

kesadaran bagi pembaca akan pentingnya serta banyaknya manfaat yang dapat kita

peroleh dengan adanya keberadaan modal sosial tidak terkecuali didalam kelompok

atau organisasi batik ini. Saran yang disampaikan ini dapat menjadi salah satu bahan

dalam evaluasi serta masukan bagi Klaster Batik Kota Semarang sendiri dalam menjaga

eksistensi potensi lokal yang dimiliki oleh Kota Semarang salah satunya ialah Batik

Semarang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan yang ada, modal

sosial ini sendiri memiliki pengaruh bagi kelompok/organisasi batik ini karena

beberapa pencapaian yang ada dalam organisasi ini diperoleh melalui modal sosial.

Tanpa adanya modal sosial kemungkinan Klaster Batik Kota Semarang akan sedikit

kesulitan dalam melakukan promosi serta pengembangan terhadap hasil batik yang

mereka produksi kepada masyarakat yang ada karena tidak semua pengrajin batik yang

ada di Kota Semarang ini memiliki dana lebih dalam hal melakukan pengembangan

maupun promosi terhadap hasil kerajinan batik yang diproduksinya. Dengan adanya

Klaster Batik Kota Semarang yang menjadi wadah bagi para pengrajin atau UKM batik

Semarang mereka saling mendukung dengan adanya jaringan yang dimiliki oleh

Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas-Dinas terkait dalam hal ini yaitu Dinas

Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM, serta BAPPEDA Kota Semarang. Mereka

semua saling memberikan dukungan terhadap Klaster Batik Kota Semarang karena

adanya sebuah kesamaan dan tujuan.

6

6.2.2 Saran Akademis

Dengan adanya penelitian mengenai modal sosial Klaster Batik Kota Semarang dalam

menjaga eksistensi di bidang industri atau usaha batik khususnya yang ada di Kota Semarang,

peneliti memiliki harapan suatu saat dapat dijadikan salah satu referensi dalam menganalisis

modal sosial yang terjadi dikehidupan sosial masyarakat serta dapat memperkaya kajian

mengenai modal sosial didalam bidang sosiologi. Selain itu juga karena adanya keterbatasan

waktu, metode, maupun teori. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat dijadikan salah satu

acuan bagi penelitian selanjutnya dengan menggunakan metodde lainnya agar dapat

menemukan keunikan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Alfiasari. (1978) Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan

Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur. Diakses pada 16 Januari 2018 dari

http://portalgaruda.org

Batik Semarang dan Sejarahnya (http://BALTYRA.html), Diunduh Januari 2018

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Doellah, H.Santoso.2002. Batik, Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Danar Hadi

Solo.

Field, John. (2005). Modal Sosial. Medan: Bina Media Perintis.

Field, John (2010) Modal Sosial, Kreasi Wacana:Yogyakarta.

Kebudayaan Kota Semarang, (http://jurnal.elsaonline.com), Diunduh Februari 2018

Ketels, C.H.M. and Memedovic, O. From clusters to clusters-based Economic Development,

Int. J.Tecnological Learning, Innovation and Development, Vol 1, No.3 2008

Lawang, R. M. (2004). Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar. Depok:

FISIP UI Press.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung :

PT.Raja Rosdakarya

Putnam, R. D. (1993). Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton:

Princeton University Press.

Asikin, Saroni. 2008. Ungkapan Batik Di Semarang : Motif Batik Semarang.

Semarang: Citra Prima Nusantara Semarang.

Syafitri, Anita. (2015) Pemanfaatan Modal Sosial dalam Sektor Perdagangan. Diakses dari

http://portalgaruda.org Vol. 3 No.1

Suharto, E. (2005). Modal Sosial dan Kebijakan Sosial. Retrieved Januari 11, 2016, from

www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_KEBIJAKAN_S

OSIAL.pdf

UNESCO, 2009.United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

Wawancara

Wawancara dengan Ketua Klaster Batik Kota Semarang Pak Joko Sunarto tanggal 6 Mei

2018.

Wawancara dengan UKM yang menjadi anggota Klaster Batik Kota Semarang Bu Afifah

(Figa Batik) tanggal 10 Mei 2018.

Wawancara dengan UKM yang menjadi anggota Klaster Batik Kota Semarang Bu Bu Umi

Salamah (Salma Batik Malon) tanggal 15 Mei 2018.

Wawancara Bu Yuanita Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Koperasi

dan UMKM Kota Semarang) tanggal 24 Mei 2018.

Wawancara Bu Endang Sulistyamurniasih Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan

(Dinas Perindustrian Kota Semarang) tanggal 25 Mei 2018.

Wawancara Bu Irma Staf BAPPEDA Kota Semarang tanggal 25 Mei 2018.