Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UPAYA KLASTER BATIK DALAM MENJAGA POTENSI LOKAL
KOTA SEMARANG
(Studi Kualitatif Deskriptif KLASTER BATIK KOTA SEMARANG)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Peminatan Utama Sosiologi Pembangunan
Disusun Oleh:
PUTRA IGENG APRIONO
115120100111004
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR PERSEMBAHAN
Pada lembar persembahan ini, penulis ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih
kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, meskipun rasa syukur dan
terima kasihku ini tidak akan mampu untuk membalasnya. Terima kasih kepada:
Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kemudahan, kelancaran dan
kesabaran dalam setiap proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.
Kedua orang tua saya, Bapak Sugeng Piyono dan Ibu Tutik Idayati. Bapak, Ibu.. terima
kasih atas segalanya, segala usaha, kerja keras, dukungan, kesabaran, keyakinan, materi serta
doa yang selalu dipanjatkan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih telah
mengantarkanku sampai pada titik ini, sehat selalu ya buat bapak sama ibu. Dukung dan doain
terus untuk langkah dan perjalananku selanjutnya untuk bisa membahagiakan Ibu dan Bapak.
Untuk Bude, Pakde, Om, Tante dan Mbah, terima kasih atas dukungan dan doanya. Tak lupa
untuk adikku Devi dan Nisa, terima kasih atas doa, kekuatan dan keyakinannya bahwa aku
mampu menyelesaikan skripsi ini. Untuk saudara-saudara dan keluarga besar juga, terima kasih
atas segalanya. Mungkin ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk mewakili betapa
beruntungnya saya memiliki keluarga seperti ini.
Pak Imron dan Bu Anik selaku dosen pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan
waktunya untuk membimbing dan berdiskusi dengan penuh kesabaran, serta memberikan ilmu,
saran, dorongan dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai yang baik.
Bu Titi dan Pak Lutfi selaku dosen penguji, terima kasih telah memberikan masukan,
kritik dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Prof.Dr.Ir Darsono Wisadirana, MS selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih
atas kesabarannya dalam menghadapi saya. Terima kasih sudah terus mengingatkan dan
menguatkan Saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Seluruh jajaran Dosen Jurusan Sosiologi, terima kasih atas ilmu dan waktu yang telah
diberikan selama masa perkuliahan.
Seluruh informan dalam penelitian ini yang telah meluangkan waktunya dan telah banyak
membantu memberikan informasi-informasi terkait penelitian ini.
Temen-temen KKN Ngantang. Kelompok kecil ada Resdian, Saifan, Thomas, Tri wahyu
(Ateng), Halanita, Ulfa, Terry, Riri, Bella, Sofy, Elyah yang hampir semuanya sudah
menyelesaikan skripsi dan meraih mimpinya masing-masing. Mas Arman suwun ya mas
sampun tak repoti mulai dari dikasih tempat tinggal sementara di suatu Kota sampai diskusi
masalah skripsi.
Teman-teman Sosiologi, khususnya angkatan 2011 atas semua cerita yang ada. Icha dan
Wyna makasih bantuannya disaat aku kebingungan ngerjain laporan hehe. Bagus partner urus
berkas, jadwal dan partner kompre. Bagus, Agung.
Teman Kos mulai dari KRD 114c Mas Rio, Naufal, Widi, Tyo, Vans yang juga sudah
menyelesaikan studinya terlebih dahulu kemudian dari Teman Kos KTS 96 C Cahyo sama
Wawan dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih semuanyaaaaaaaa,
seneng bisa ketemu dan kenal kalian. Jangan pernah lupain aku yo, rek.. Dan terima kasih juga
untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, serta karena ridho-Nya pada setiap proses penyusunan skripsi ini sehingga
penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi
ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, saudara-saudara serta keluarga besar yang selalu bersedia dan
berusaha untuk memberikan segalanya dan selalu mendoakan demi terselesaikannya
skripsi ini;
2. Bapak Ahmad Imron Rozuli, SE., M.Si dan Ibu Anik Susanti, S.Pd., M.Si selaku dosen
pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan
berdiskusi dengan penuh kesabaran, serta memberikan ilmu, saran, dorongan dan
dukungan kepada penulis agar tercapai laporan skripsi yang baik;
3. Seluruh jajaran Dosen Jurusan Sosiologi atas ilmu dan waktu yang telah diberikan
selama masa perkuliahan;
4. Seluruh informan dalam penelitian ini yang telah meluangkan waktu dan telah banyak
membantu memberikan informasi-informasi terkait penelitian ini;
5. Teman-teman Sosiologi, khususnya angkatan 2011 atas semua cerita yang ada;
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan terbuka agar skripsi ini
dapat lebih bermanfaat. Penulis perharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan para peneliti selanjutnya.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Transkrip Wawancara
Nama Informan : Pak Joko Sunarto
Jabatan : Ketua Klaster Batik Kota Semarang
Umur : 54 Tahun
Waktu : 6 Mei 2018
Keterangan:
P: Peneliti
I: Informan
P: Kapan tepatnya Klaster Batik Kota Semarang ini mulai dibentuk?
I: Awal berdirinya Klaster batik ini sendiri kalau dilihat dari AD/ART sekitar tahun
2006.
P: Apa yang menjadi latar belakang dari dibentuknya Klaster Batik ini?
I: Kalau latar belakang ini dibentuk itu ya, untuk menyatukan para pengrajin batik
yang ada di Kota Semarang ini, biar punya wadah sendiri buat menjaga sama
ngembangin batik asli Semarang mas, kan disini pengrajin batik itu tersebar
dimana-mana jadi makanya dibikin seperti ini.
P: Bagaimana Klaster Batik ini dalam mengakomodir para anggota atau para
pengrajin batik yang tergabung di kelompok ini?
2
I: di Klaster Batik ini sendiri punya peran ya, seperti kalau ada pameran-pameran
biar itu di Semarang Atau di luar Semarang ya kita ikut mendorong sama
mendukung pengrajin batik yang menjadi anggota kita untuk ikut partisipasi
biasanya kita tawarkan dulu siapa yang mau ikut pameran atau acara ini, tapi kita
juga ndak maksa tiap anggota itu harus ikut. Ya yang mau saja kita ikutkan pameran
seperti ini.
P: Apa saja kendala yang dialami oleh Klaster Batik Kota Semarang dalam
mengakomodir para anggota atau pengrajin batik yang tergabung dalam kelompok
ini?
I: Untuk kendala saat ini mungkin tempat yang berjauhan, jadi kalau ada apa-apa
itu masih sedikit susah ya jadinya kalau ada info penting saya paling nyampaikan
lewat WA ke pengurus atau anggota yang lain, ya artinya jarak yang jauh-jauh ini
jadi sedikit masalah ya mas tapi kita di Klaster Batik ini memaklumi lah walaupun
masih banyak yang perlu di perbaiki di Klaster ini.
P: Jika ada kendalanya bagaimana masalah ini diselesaikan?
I: Untuk kendala-kendala seperti ini kita selesaikan biasanya kita dari klaster batik
ini ada kumpul atau pertemuan, itu biasanya sebulan sekali kita bahas apa yang jadi
kendala di klaster ini terus kita rembug’an biar dicarikan jalan keluarnya.
P: Apakah bisa dijelaskan bagaimana dalam melaksanakan proses perekrutan para
anggota atau para pengrajin untuk bergabung di Klaster Batik Kota Semarang ini?
3
I: Kalau dari Klaster Batik ini sendiri untuk jadi anggota atau yang mau ikut gabung
disini kita biasanya mengajak bergabung atau merekrut dari pelatihan dari dinas
terkait, terus kita tawari mereka mau gak ikut gabung di Klaster Batik ini.
P: Selain dengan para pengurus maupun para pengrajin batik yang tergabung di
Klaster Batik apakah anda juga berhubungan dengan pihak-pihak lainnya?(baik dari
individu maupun kelompok yang ikut mendukung adanya Klaster Batik Kota
Semarang)
I: Kalau hubungan diluar Klaster Batik ada tapi bukan kelompok mas, kita dari
Klaster Batik ini didukung sama Dinas kayak Dinas Koperasi dan UMKM sama
Dinas Perindustrian Kota dari awal kita berdiri mereka sudah bantu dukung
kelompok ini.
P: Bagaimana asal mula hubungan tersebut dapat terjadi?
I: Itu awalnya dari pembentukan Klaster Batik ini kita sudah ada hubungan dari
Dinas terkait mas, jadi Dinas itu tau dari awal pembentukan Klaster Batik ini jadi
ya kayak sekarang ini masih berhubungan terutama kalau ada pelatihan atau
pameran kita diajak untuk memasarkan atau promosi produk, sama biasanya itu kita
ada evaluasi sama dinas terkait biar apa yang jadi kekurangan diperbaiki lagi.
P: Bagaimana hubungan dari Klaster Batik Kota Semarang dengan pihak-pihak
yang lain baik di dalam keseharian maupun dalam memecahkan suatu masalah?
I: Ya itu tadi mas, kita kalau di Klaster Batik itu ada kendala dalam organisasi atau
kelompok ini biasanya kita ada kumpul-kumpul 1 bulan sekali kita adakan
musyawarah apa saja kendala yang harus diselesaikan di Klaster ini.
4
P: Hal-hal apa saja yang diperoleh dari hubungan yang terjalin antara Klaster Batik
Kota Semarang dengan pihak yang lain?( seperti informasi, kerjasama, dll)
I: Kita dari Klaster itu lumayan terbantu ya mas dapat dukungan dari Dinas terkait
ini, misalnya saja dapat fasilitas pelatihan dari Dinas terkait buat ningkatkan hasil
membatik kita biar lebih baik lagi sama biasanya kita dapat bantuan bukan bentuk
uang tapi peralatan membatik kayak cap buat mbatik.
P: Bagaimana hubungan yang terjadi antara Klaster Batik Kota Semarang dengan
para anggota maupun para pengrajin yang tergabung di dalam kelompok Klaster
ini?
I: Biasanya saya sebagai ketua Klaster ini hubungan dengan pengurus atau anggota
pake WA mas kalau ada informasi yang penting, ya kalau memang perlu ketemuan
ya kita adain pertemuan mas.
P: Bagaimana cara Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga hubungan yang
terjalin dengan para anggota maupun pengrajin batik yang tergabung di Klaster
Batik ini?
I: Kita libatkan didalam pameran atau kegiatan-kegiatan lainnya mas.
P: Apa harapan dari Klaster Batik Kota Semarang dengan para anggota maupun
pengrajin batik Semarang untuk kedepannya?
I: Kalau untuk harapan jelas ya mas kita mau lebih baik lagi buat kedepannya, kita
mau itu batik Khususnya Kota Semarang lebih dikenal lagi sama orang kalau buat
5
anggota atau pengrajin yang ikut di Klaster Batik ini jelas salah satunya biar
meningkatkan ekonominya.
P: Hal apa yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan di Klaster Batik
Kota Semarang ini?
I: Biasanya kalau ada masalah atau kendala di Klaster Batik ini penyelesaiannya
lewat cara musyawarah mas.
P: Dalam berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ini, apakah terdapat peraturan
yang di bentuk baik itu yang tertulis maupun tidak tertulis?
I: Di Klaster Batik ini sendiri ada yang namanya AD/ART yang dari awal memang
sudah dibuat yang isinya itu mulai dari kepengurusan Klaster, peraturan, sampai
tujuan dari Klaster itu sendiri.
P: Bagaimana Klaster Batik menindak jika ada yang melanggar aturan yang telah
disepakati?
I: Sekarang ini di Klaster untuk yang melanggar aturan kayaknya belum ada ya mas,
mungkin jika ada yang melanggar ya mengundurkan diri saja.
P: Sejauh ini kendala apa saja yang Klaster Batik Kota Semarang alami dalam
proses mempertahankan eksistensi ini?
I: Sampai saat ini yang membuat eksistensi dari Batik Semarang sedikit kurang
dikenal oleh masyarakat luas ialah dari susahnya bahan baku dalam pembuatan
batik itu sendiri kebanyakan dari bahan baku untuk membuat batik didatangkan dari
luar Kota Semarang Seperti dari Pekalongan misalnya saja kain maupun malam
6
atau lilin dalam membuat batik, hal ini tidak membuat pengrajin batik Kota
Semarang untuk berdiam diri kita sebagai wadah terus mendukung para pengrajin
batik itu agar tetap produktif mas.
7
Transkrip Wawancara
Nama : Bu Afifah (Figa Batik)
Usia : 57 Tahun
Waktu : 10 Mei 2018
Keterangan : P: Peneliti
I: Informan
P: Ibu berapa lama sudah ikut bergabung di Klaster Batik ini?
I: Saya itu ikut Klaster Batik ini sudah dari awal dibentuk mas.
P: Dari siapa Ibu mengetahui keberadaan Klaster Batik Ini?
I: Saya taunya Klaster Batik itu ya dari Pak Joko (Ketua Klaster Batik) Sendiri mas
P: Bagaimana caranya Ibu dalam bergabung di Klaster Batik ini?
I: Dulu saya itu ikut pelatihan membatik terus diajak sama Klaster batik untuk
gabung, saya terus mau mas kebetulan juga saya sama Pak Joko itu yang gabungnya
sama-sama.
P: Alasan Ibu untuk ikut bergabung di Klaster Batik Ini apa?
I: Alasan saya ya mungkin kalau saya gabung di Klaster Batik ini saya jadi punya
banyak teman dari pengrajin batik lain yang ada di Kota Semarang, yang lebih
penting lagi pengalaman sama ilmu yang didapat di Klaster ini, misalnya ya Kalau
di Klaster itu ada pertemuan sama Dinas Koperasi nah dari dinas itu kan kita dapat
8
ilmu juga sama Kalau ada pameran kita diikutkan sama dapat pelatihan-pelatihan
apalagi untuk mempromosikan batik Semarang di Luar Kota kita itu juga difasilitasi
baik sama Klaster atau Dinas yang terkait sama Klaster Batik.
P: Bentuk kerjasama dengan Klaster Batik ini seperti apa ya Bu?
I: Kerjasamanya ya, kita itu biasanya Kalau ada pameran atau promosi kita
dilibatkan ya mas, buat kita mempromosikan hasil kerajinan batik kita sama kalau
ada info-info pelatihan atau seminar kita diajak gabung.
P: Di Klaster Batik ini sendiri ada peraturan organisasinya gak Bu?
I: Ada mas
P: Ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster Batik ini memperoleh
manfaat gak bu?
I: Banyak sekali mas, apalagi kayak saya ini ya, kadang saya ini kalau mau ngadain
pameran sendiri itu kan susah jadi kalau di Klaster batik itu bisa bareng-bareng
ngadain pameran biasanya juga di dukung sama dinas terkait.
P: Kalau yang membedakan keadaan ibu sebelum sama sesudah gabung sama
Klaster seperti apa bu?
I: Mungkin pengalaman saya bertambah ya mas biasanya itu kan dari Klaster Batik
itu sendiri ada undangan dari dinas yang mendukung Klaster ini dari awal, seperti
kemaren itu ada undangan dari Dinas Perindustrian tentang standar dalam
memproduksi barang yang lebih baik, jadi kita yang pengrajin batik ini harus
mampu bikin batik itu biar bagus lagi sama sesuai standar yang ada.
9
P: Kalau kontribusi ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster seperti apa
ya bu?
I: Kontribusi saya ya terus belajar lebih baik lagi mas kalau di Klaster itu kita
diwajibkan terus membuat karya batik, jadi ndak hanya asal gabung saja.
P: Ibu sendiri bagaimana menjaga komunikasi dengan Klaster Batik?
I: ya lewat aplikasi itu mas, tapi kalau ada hal-hal penting biasanya Klaster itu
punya agenda pertemuan sebulan sekali.
10
Transkrip Wawancara
Nama : Bu Umi Salamah (Salma Batik Malon)
Usia : 48 Tahun
Waktu : 15 Mei 2018
Keterangan : P: Peneliti
I: Informan
P: Ibu berapa lama sudah ikut bergabung di Klaster Batik ini?
I: Saya ikut Klaster Batik ini dari angkatan awal ini dibentuk ya, termasuk lama
juga saya gabung di Klaster Batik ini, ya sekarang juga sudah banyak anggota
barunya.
P: Dari siapa Ibu mengetahui keberadaan Klaster Batik Ini?
I: Kalau dari siapanya ya saya kurang paham, soalnya itu saya termasuk angkatan
awal yang ikut Klaster Batik ini.
P: Bagaimana caranya Ibu dalam bergabung di Klaster Batik ini?
I: Agak lupa saya ya saya mas, tapi seingat saya dulu itu Klaster batik dibentuk
karena ada kelompok di kampung batik terus ada dinas yang menyarankan agar
dibentuk Klaster Batik ini.
P: Alasan Ibu untuk ikut bergabung di Klaster Batik Ini apa?
I: Biar menambah pengalaman sama menambah teman bagi saya mas.
11
P: Bentuk kerjasama dengan Klaster Batik ini seperti apa ya Bu?
I: Kita biasanya ada fasilitas untuk pameran sama ikut pelatihan-pelatihan.
P: Di Klaster Batik ini sendiri ada peraturan organisasinya gak Bu?
I: Ada salah satunya ikut partisipasi dalam kegiatan pameran.
P: Ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster Batik ini memperoleh
manfaat gak bu?
I: Manfaat gabung Klaster Batik ini selama saya ikut sampai sekarang ini ya ada,
ya dari pengalaman jelas bertambah ya kalau gabung Klaster Batik biasanya itu ada
pelatihan-pelatihan atau seminar yang sering diadakan.
P: Kalau yang membedakan keadaan ibu sebelum sama sesudah gabung sama
Klaster seperti apa bu?
I: Sebelumnya ya kita agak kurang informasi, kalau sesudahnya kita gabung itu ya
dapat akses lebih buat lebih mengembangkan batik kedepannya.
P: Kalau kontribusi ibu sebagai pengrajin batik yang gabung di Klaster seperti apa
ya bu?
I: Ya kalau bisa saya ikut acara yang diadakan Klaster Batik ini mas
P: Ibu sendiri bagaimana menjaga komunikasi dengan Klaster Batik?
I: Biasanya dikabari lewat telpon kalau ada info-info yang baru.
12
Transkrip Wawancara
Nama : Bu Yuanita
Jabatan: Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Koperasi dan
UMKM Kota Semarang).
Waktu : 24 Mei 2018
Keterangan : P: Peneliti
I: Informan
P: Dari Mana dinas ini mengenal Klaster Batik ini?
I: Dari pembinaan atau pemberdayaan yang kita lakukan sebelumnya.
P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?
I: Karena bisa menjadi suatu daya tarik terhadap pengembangan potensi lokal
khususnya yang ada di Kota Semarang ini melalui Batik Semarangan.
P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian
khusus?
I: Kalau kerjasama dengan Klaster ini kita biasanya dengan melaksanakan pelatihan
membatik atau mendesain
P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan
suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?
I: Ya terus memberikan dukungan atau Support terhadap kelompok yang ingin
mengembangkan potensi-potensi daerah salah satunya melalui Klaster Batik ini.
13
P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga
mampu berjalan sampai sekarang?
I: Sebagai Dinas terkait yang ada di Semarang ini, Klaster Batik ini dengan batik
sebagai hasil produksinya kita mempunyai bentuk dukungan melalui OVOP (One
Village One Product). Untuk mengembangkan produk unggulan Kota Semarang.
P: Tanggapan dari dinas terkait dengan dibentuknya Klaster Batik ini seperti apa?
I: Kalau ditanya tanggapan kita terus mendukung karena ini kan salah satu potensi
yang dimiliki oleh Semarang, selain potensi-potensi yang lainnya.
P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster
lainnya?
I: Tidak ada perbedaaannya.
14
Transkrip Wawancara
Nama : Bu Endang Sulistyamurniasih
Jabatan: Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Perindustrian
Kota Semarang).
Waktu : 25 Mei 2018
Keterangan : P: Peneliti
I: Informan
P: Dari Mana dinas ini mengenal Klaster Batik ini?
I: Melalui pembinaan, mereka para pengrajin atau UKM Batik kemudian didorong
untuk membuat kelompok seperti ini.
P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?
I: Alasannya ya, kan Kota Semarang ini dulunya Batiknya itu dikenal luas terus
menurun karena banyak hal, kemudian sekarang ini mulai hidup kembali maka dari
itu kita mendukung Klaster maupun pengrajin batiknya biar batik Semarang ini
eksis kembali.
P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian
khusus?
I: Sistem kerja sama jika dari Dinas Perindutrian sendiri kita ndak ada, tetapi dari
kita itu lebih kepada pembinaan sama melakukan evaluasi kepada mereka.
15
P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan
suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?
I: Rasa percaya yang ada ini timbul karena kami melihat potensi yang dimiliki
masyarakat Khususnya dari para pembatik-pembatik yang ada di Kota Semarang
ini sendiri.
P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga
mampu berjalan sampai sekarang?
I: Kalau ditanya mengenai ini, Kita dari dinas itu melihat mereka memiliki kemauan
yang tinggi untuk maju. Kemudian dari dinas ini membantu melakukan pemasaran
jika ada yang mengalami kesulitan dalam hal ini.
P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster
lainnya?
I: Ya terletak dari produk yang di produksi mas
16
Transkrip Wawancara
Nama : Bu Irma
Jabatan: Staf BAPPEDA Kota Semarang
Waktu : 25 Mei 2018
Keterangan : P: Peneliti
I: Informan
P: Dari Mana Badan ini mengenal Klaster Batik ini?
I: FEDEP (Forum for Economic Development and Employment Promotion) ini
merupakan suatu Forum Pengembangan Ekonomi dan Perluasan Lapangan Kerja
di tingkat Kabupaten/Kota.
P: Alasan dari dinas hingga saat ini mendukung Klaster Batik Apa?
I: Karena adanya Forum FEDEP itu tadi yang menjadi landasan kita untuk dukung
Klaster Batik ini karena menjadi salah satu program unggulan dari Kota Semarang.
P: Bagaimana sistem kerja sama antara dinas dengan Klaster, apa ada perjanjian
khusus?
I: Sistem kerja sama kalau dari BAPPEDA Kota Semarang tidak ada, tetapi dari
kita itu ada Fasilitas Pameran Produk, Monitoring, sama Sosialisasi.
P: Bagaimana rasa percaya dari dinas terkait ini bisa timbul sehingga menghasilkan
suatu kerjasama atau dukungan dengan Klaster Batik?
17
I: Melalui Forum yang sudah disebutkan tadi kita mendapatkan rasa percaya dari
kelompok ini, tetapi kami masih melihat ada beberapa kekurangan yang terdapat
dalam Klaster batik ini, kami berharap dalam Klaster batik ini agar dapat
memperbaikinya.
P: Bagaimana menjaga kepercayaan dalam kerjasama atau dukungan sehingga
mampu berjalan sampai sekarang?
I: Mungkin dari menjaga komunikasi antar pihak melalui Monitoring, Rembung
Klaster, sama melalui Workshop.
P: Ada gak perbedaan Klaster Batik Kota Semarang Dengan Klaster-Klaster
lainnya?
I: Ya, dari produk-produk yang dihasilkan mas, kan setiap produk itu punya ciri
sendiri-sendiri.
18
Lampiran 2. Foto Dokumentasi Peneliti
Pak Joko dengan para anggota Klaster Batik dalam acara memperingati Hari Batik
di depan Lawang Sewu Kota Semarang, Sebagai salah satu cara dalam
meningkatkan eksistensi
Bu Afifah (Figa Collection) sebagai salah satu informan dalam penelitian ini
sedang membuat kerajinan batiknya
19
Beberapa Hasil dari Karya Batik dari Bu Afifah yang ikut bergabung dengan
Klaster Batik Kota Semarang
20
Bu Endang Sulistyamurniasih (Dinas Perindustrian Kota Semarang ) sebagai salah
satu informan dalam penelitian ini
Pameran Hari Konsumen yang dilaksanakan di Balaikota Semarang yang diikuti
oleh perwakilan Klaster Batik
21
Jalan Sehat mengkampanyekan Batik untuk Sarung dan Jarit
Pembukaan outlet di Pasar Srondol sebagai dukungan terhadap Klaster Batik
DAFTAR TABEL
Tabel Penelitian Terdahulu..........................................................................14
iv
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Putra Igeng Apriono
Nama Panggilan : Igeng
Nim : 115120100111004
Jurusan / Peminatan : Sosiologi / Pembangunan
Fakultas : FISIP
Universitas : Universitas Brawijaya
Email : [email protected]
Peneliti masuk Universitas Brawijaya melalui jalur SNMPTN (Tertulis)
pada tahun 2011. Dengan motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha serta
pantang menyerah, penulis telah berhasil menyelesaikan pekerjaan skripsi ini.
Semoga dengan penulisan skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca
dan memberikan kontribusi di bidang pendidikan. Akhir kata penulis
mengucapkan rasa syukur yang sebesar besarnya atas terselesaikannya skripsi
yang berjudul “ Upaya Klaster Batik dalam Menjaga Potensi Lokal Kota
Semarang (Studi Kualitatif Deskriptif Klaster Batik Kota Semarang)”.
ABSTRACT
Efforts to Cluster Batik in Maintaining The Local Potential of Semarang city
(Descriptive study on Semarang City Batik Clusters).
This research studies the measure taken by Batik Clusters in maintaining the local
potential, particularly batik craft in Semarang City on maintaining their existence in industry
and batik sector in Semarang City. The purpose of this research is to describe the social modal
of batik clusters in semarang city in maintaining their existence in the industry of batik
Semarangan.
This research uses the concept proposed by Robert D. Putnam on social modal. The
methods used in this research include qualitative method with descriptive approach. In
determining the informant, the writer use purposive technic. Meanwhile, the writer uses
observation, interview, and documentation to collect data. The writer uses data reduction, data
presentation, dan conclusion as analysis technics.
The result of this research shows that the social modal is able to accommodate several
aspects which cannot be reached or taken by the chief of the Batik Clusters. One thing to
remember is that the batik clusters of Semarang city and also the batik craftsmen in Semarang
city have difficulties and limitation in promoting and also limitations in discussing this issue
together. This issue starts from the ups and downs of Semarang batik development. At that
time, then emerge the initiative to create a group or an organization to accommodate the batik
craftsmen of Semarang city, keeping the existence of the batik of semarang city and also
promoting the involvement of local people to empower the economy altogether.
Key Words: Existence, Clusters, Social Capital
ABSTRAK
Upaya Klaster Batik dalam Menjaga Potensi Lokal Kota Semarang (Studi Kualitatif
Deskriptif Klaster Batik Kota Semarang).
Penelitian ini mengkaji mengenai Upaya Klaster Batik dalam menjaga potensi lokal
Khususnya kerajinan Batik yang ada di Kota Semarang untuk menjaga eksisistensi dalam
bidang industri atau usaha batik di Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan modal sosial Klaster batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi dalam
bidang industri atau usaha batik Semarangan.
Penelitian ini menggunakan konsep teori Robert D.Putnam mengenai modal sosial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive. Sedangkan proses
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan modal sosial ternyata mampu untuk mengakomodir beberapa aspek yang tidak dapat
dijangkau atau dilakukan oleh Ketua Klaster Batik. Hal yang perlu diingat bahwa Klaster Batik
Kota Semarang maupun para pengrajin batik yang ada di Kota Semarang ini memiliki kesulitan
serta keterbatasan dalam hal melakukan promosi maupun keterbatasan yang lainnya untuk
dapat dirundingkan secara Bersama sehingga dengan adanya keadaan yang seperti ini
dimanfaatkan untuk melakukan suatu melakukan suatu hubungan timbal balik. Hal ini berawal
dari naik turunnya perkembangan batik Semarang saat itu kemudian adanya inisiatif untuk
membuat suatu kelompok atau organisasi guna mewadahi para pengrajin batik Kota Semarang,
menjaga eksistensi batik Kota Semarang serta turut melakukan pemberdayaan ekonomi dari
warga sekitar maka organisasi ini dibentuk.
Kata Kunci: Eksistensi, Klaster, Modal Sosial
DAFTAR GAMBAR
Bentuk peran para anggota yang tergabung dalam Klaster Batik ini....................63
Pelaksanaan Workshop Batik................................................................................73
Pameran Sebagai Upaya Menjaga Eksistensi Batik Kota Semarang.....................80
Peringatan Hari Batik.............................................................................................80
Pameran Batik di depan Lawang Sewu sebagai Ikon Kota Semarang...................81
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS ....................................................................... iii
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Praktis ..................................................................................... 10
1.4.2 Manfaat Akademis ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 11
2.2 Definisi Konseptual ..................................................................................... 18
2.2.1 Klaster ................................................................................................... 18
2.2.2 Eksistensi .............................................................................................. 20
2.3 Teori Modal Sosial Putnam ......................................................................... 23
2.4 Konsep Bonding social capital dan Bridging social capital Menurut Robert
D. Putnam .......................................................................................................... 28
2.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 31
BAB III ................................................................................................................. 33
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 33
3.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan .................................................................. 33
3.2 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 34
xi
3.3 Fokus Penelitian .......................................................................................... 34
3.4 Teknik Penentuan Informan ........................................................................ 35
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 37
3.5.1 Pengamatan (Observasi) ....................................................................... 37
3.5.2 Wawancara............................................................................................ 38
3.5.3 Dokumentasi ......................................................................................... 39
3.6 Sumber dan Jenis Data ................................................................................ 39
3.6.1 Data Primer ........................................................................................... 39
3.6.2 Data Sekunder ....................................................................................... 40
3.7 Teknik Analisis Data ................................................................................... 40
3.7.1 Pengumpulan Data (data collection) ..................................................... 41
3.7.2 Reduksi data (data reduction) ............................................................... 41
3.7.3 Display data .......................................................................................... 41
3.7.4 Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan ................................................. 42
BAB IV GAMBARAN UMUM ........................................................................... 43
4.1 Tentang Batik Semarang ............................................................................. 43
4.2 Gambaran Umum Klaster Batik Kota Semarang ........................................ 45
4.3 Tujuan Berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ........................................ 45
4.4 Gambaran Umum Informan ........................................................................ 46
4.6 Struktur dalam Klaster Batik Kota Semarang ............................................. 49
4.4.1 Struktur Organisasi ............................................................................... 49
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 52
5.1 Pembentukan Trust, Norms dan Network pada Bonding Social Capital
Klaster Batik Kota Semarang. ........................................................................... 54
5.1.1 Jaringan dalam Bonding Social Capital Klaster Batik Kota Semarang 58
5.1.2 Kontribusi dan Peran pengrajin Batik terhadap Klaster Batik Kota
Semarang ....................................................................................................... 59
5.1.3 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin
batik (trust/kepercayaan)................................................................................ 63
5.1.4 Norma Di dalam Klaster Batik Kota Semarang.................................... 66
5.2 Pembentukan trust, norms dan network pada bridging social capital
Klaster Batik Kota Semarang ............................................................................ 68
Bagan . Alur Analisis Bridging social capital Klaster Batik ............................. 70
xii
5.2.1 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas
Perindustrian Kota Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang,
serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang.
....................................................................................................................... 70
5.2.2 Norma-norma dalam jejaring modal sosial Klaster Batik dengan Dinas
Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta BAPPEDA Kota Semarang.
....................................................................................................................... 74
5.2.3 Jaringan Sosial Klaster Batik Kota Semarang. ..................................... 76
5.3 Hasil dan Temuan. ....................................................................................... 81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 85
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 85
6.2 Saran ............................................................................................................ 88
6.2.1 Saran Praktis ......................................................................................... 88
6.2.2 Saran Akademis .................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN .......................................................................................................... 93
Lampiran 1. Transkrip Wawancara ................................................................... 93
Lampiran 2. Foto Dokumentasi Peneliti .......................................................... 110
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terus melakukan pembangunan
di berbagai bidang salah satunya dengan membangun sektor Usaha Mikro Kecil-
Menengah (UMKM). UMKM merupakan suatu sektor industri yang mempunyai
peranan penting, karena sebagian besar penduduk indonesia hidup dalam kegiatan
usaha kecil baik dalam sektor tradisonal maupun modern. Hal ini juga tercantum
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah yang bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkan usahanya
dalam pembangunan nasional, seperti yang tercantum didalam Pasal 3 yang
berbunyi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Salah satu industri kecil, dan menengah adalah Batik, dimana Batik Indonesia
sendiri telah mendapatkan pengakuan dari United Nations Educational Scientific
and Cultural Organizations (UNESCO) untuk Batik Indonesia sendiri telah diakui
sebagai warisan kemanusian untuk budaya lisan non bendawi tahun 2009
menjadikan batik sebagai kekayaan budaya Indonesia yang diakui oleh dunia. Batik
saat ini juga menjadi booming hingga ke mancanegara, dari anak-anak hingga orang
dewasa saat ini banyak menggunakan Batik sehingga permintaan
2
akan Batik ini meningkat pesat. Definisi Batik sendiri menurut buku Batik
Pengaruh Zaman dan Lingkungan (2002) karya dari H. Santoso Doellah dalam
buku terbitan Danar Hadi tersebut Batik adalah sehelai wastra (kain) yang dibuat
secara tradisional dengan berbagai hiasan pola Batik yang dalam pembuatannya
menggunakan teknik celup rintang malam dengan lilin sebagai bahan perintang
warna. Yang termasuk golongan dari Batik yaitu Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik
Lukis.
Kota Semarang merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Tengah yang
juga menjadi pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi Jawa Tengah serta terdapat
beberapa industri Kecil, Menengah, maupun industri skala besar. Kota Semarang
sendiri memiliki warisan budaya lokal yang terus di kembangkan salah satunya
Batik Semarangan, batik yang di produksi oleh warga dari Kota Semarang ini
memiliki salah satu ciri khas tersendiri dalam motif yang ada dalam membuat batik
Semarang, yaitu dengan motif atau ikon-ikon tertentu yang berasal dari kota
Semarang. Batik Semarang merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki
ciri khas maupun keunikan tersendiri yang menjadikan ini sebagai identitas budaya
yang dimiliki oleh kota Semarang. Munculnya batik di Kota Semarang telah ada
pada zaman Belanda, sebelum serta sesudah adanya penjajahan dari jepang.
Pengaruh dari munculnya batik Semarang itu sendiri di latar belakangi oleh
munculnya batik Belanda pada abad XVI sampai pada abad XVIII, Batik belanda
sendiri merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyebutkan jenis motif batik
dengan percampuran budaya belanda yang tumbuh serta berkembang pada tahun
1840 hingga tahun 1940. Pada awalnya batik dari Belanda hanya dibuat untuk
3
masyarakat Belanda dan Indi-Belanda, namun semakin lama permintaan dari pasar
terus meluas maka batik Belanda dapat digunakan oleh masyarakat dari luar bangsa
Eropa termasuk juga dari bangsa Cina. Produksi kain batik Belanda sendiri
dilakukan di daerah Pesisir Utara terutama di Kota Pekalongan, Semarang dan
sekitarnya ( Doellah, 2002: 164).
Dari latar belakang masuknya batik ke Semarang yang dibawa oleh orang
Belanda tersebut mempengaruhi masyarakat Semarang agar dapat membuat batik
sendiri, dengan memiliki nama yang khas yaitu Batik Semarangan. Ide dari
pembuatan batik Semarang ini muncul dari masyarakat kota Semarang khususnya
dari para pengrajin batik dari kampung batik yang memiliki mata pencaharian di
bidang kerajinan. Dengan tujuan untuk menciptakan batik yang memiliki perbedaan
dengan batik-batik lainnya. Keberadaan batik di Semarang banyak sekali
mengalami perubahan, menempuh perjalanan yang cukup panjang dan juga
mengalami perubahan nilai-nilai ciri khas dan keunikannya. Namun keberadaan
batik Semarang baru di kenal oleh masyarakat Semarang sekitar abad ke 20 dan
ditandai juga dengan munculnya berbagai aktivitas yang berhubungan dengan
kegiatan membatik. Dari penelusuran sejarah batik di kota Semarang dapat
dijadikan bahan acuan mengenai keberadaan kampung batik di dekat kawasan
Bubakan. Dalam penamaannya yang menyebut itu adalah kampung batik ialah
masyarakat Semarang itu sendiri, khususnya masyarakat kampung batik hal ini
karena masyarakat yang tinggal di daerah itu merupakan pengrajin batik, dan
kampung batik tersebut menjadi pusat batik yang ada di Semarang, yang mana
4
lokasinya ialah tempat dari segala aktivitas membatik dan potensi membatik yang
sepenuhnya terpusat di kampung batik Semarang.
Pada awal abad ke 20, ada suatu laporan penelitian yang menyatakan bahwa
penduduk asli Kota Semarang memiliki mata pencaharian di bidang industri
kerajinan diantaranya: kerajinan batik, pembuatan pewarna batik, pembuatan
peralatan rumah tangga dengan logam serta kerajinan-kerajinan lainnya. Bukti yang
lain juga menunjukkan bahwa di Semarang juga pernah berkembang cukup pesat
kerajinan batik melalui laporan dari pemerintahan kolonial Belanda. Dari laporan
Belanda inilah diketahui bahwa dari tahun 1919 sampai pada tahun 1925, di
Semarang terjadi peningkatan sangat pesat khususnya sektor industri batik, baik
dalam jumlah industri maupun jumlah dari tenaga kerjanya (Yulianti,2007:5-6).
Semarang memiliki sesuatu yang dapat dijadikan suatu pertimbangkan
dalam hal ini kreasi tekstil yang dimilikinya. Dimana jika kita melihat lebih jauh
lagi bahwa setiap daerah memiliki batik khas, maka Semarang juga perlu menjadi
salah satu bahan pertimbangan juga. Mungkin masih banyak orang yang belum
mengetahui Semarang memiliki batik yang menjadi ciri khasnya. Keraguan
masyarakat dapat dijawab, hal ini karena batik Semarang sudah ada dari dulu. Ini
dapat dibuktikan dengan adanya sejarah aktivitas membatik yang dilakukan di
Semarang salah satunya adalah kampung Bubakan yang merupakan tempat
membuat batik di Kota Semarang waktu itu yang dapat dijadikan bahan historis
(Alfa Gumilang, 5 juni 2014). Serta dapat juga dibuktikan dari beberapa literatur,
dan muncul beberapa batik yang tegas-tegas disebut sebagai batik Semarang,
5
khususnya juga muncul dalam ulasan batik pesisir, serta juga muncul nama-nama
yang berkaitan sebagai pengusaha batik Semarang.
Pada saat penjajahan Jepang ke Indonesia di tahun 1942 membuat kegiatan
ekonomi masyarakat di Kota Semarang menjadi terganggu, termasuk juga sektor
batik. Hal ini dikarenakan kawasan perdagangan yang ada dibakar oleh penjajah
salah satunya adalah Kampung Batik, meskipun tidak semuanya terbakar.
Selanjutnya kegiatan membatik semakin berkurang karena adanya perang yang
terjadi di Kota Semarang, namun ada salah satu perusahaan batik yang bertahan dan
dimiliki pengusaha keturunan Cina. Perusahaan ini mengalami perkembangan pada
awal abad ke 20 hingga tahun 1970an, hingga pada tahun 1990an kegiatan produksi
perusahaan batik ini mengalami penurunan karena tidak memiliki penerus, dalam
perkembangannya beberapa perajin intensif untuk mengusung motif dengan ciri
khas Kota Semarang. Tahun 2006 juga menjadi awal munculnya kembali kegiatan
yang berkaitan dengan aktivitas membatik di Kota Semarang dengan semakin
banyaknya motif yang diangkat yang berkaitan dengan ikon kota Semarang salah
satunya batik dengan ikon Tugu Muda yang menjadi ciri khas Kota Semarang. Hal
inilah yang tidak gampang untuk ditemui pada batik di daerah lainnya.
Pada tahun 2006 juga menjadi tahun berdirinya Klaster Batik Kota
Semarang yang menjadi wadah bagi para pengrajin batik untuk bergabung dalam
kelompok yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Semarang ini, serta menjadikan
Klaster Batik Semarang sebagai lahirnya kembali salah satu budaya lokal yang
memiliki ciri khas serta keunikan dalam motif yang diangkat menjadi batik
Semarangan dan sempat mengalami pasang surut dalam perkembangannya di
6
bidang industri kerajinan batik. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti, pada
kelompok atau organisasi batik yang ada di Kota Semarang yang menunjukkan
kegiatan mereka salah satunya ialah mengikuti pameran batik yang dilaksanakan
baik di Kota Semarang maupun luar Kota Semarang. Pemilihan kegiatan pameran
tersebut, mengingat bahwa kegiatan seperti pameran merupakan salah satu kegiatan
yang menarik perhatian para warga yang ada atau mengikuti kegiatan tersebut,
pemilihan pameran merupakan salah satu sarana penunjang eksistensi dari
organisasi batik tersebut. Sejak berdirinya Klaster Batik Kota Semarang pada tahun
2006, kelompok ini telah memiliki 50 anggota yang terdiri dari beberapa UKM
batik yang ada di Kota Semarang. Jika dilihat lebih mendalam lagi dari sisi
keorganisasian, Klaster Batik Kota Semarang juga memiliki struktur organisasi
yang lengkap, seperti yang terdapat pada kelompok formal lainnya, seperti adanya
ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara, maupun anggota yang telah terdaftar serta
disahkannya AD/ART sebagai dasar dalam kelompok tersebut. Pada Klaster batik
Kota Semarang juga terdapat beberapa kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pameran, pelatihan,
pertemuan rutin, serta baksos terhadap anggota yang terkena musibah.
Dalam Klaster Batik Kota Semarang kegiatan pameran menjadi salah satu
kegiatan yang menjadi prioritas untuk diikuti oleh para anggotanya yang tergabung
dalam kelompok tersebut. Dalam pelaksanaannya kegiatan pameran dalam
organisasi ini terutama anggota yang belum pernah mengikuti kegiatan ini, mereka
mendorong anggota UKM batik yang tergabung di Klaster Batik agar mau untuk
memamerkan hasil produknya kepada masyarakat luas dengan harapan produk
7
yang dihasilkan tersebut dapat menarik masyarakat untuk menggunakan produk
yang dipamerkan dalam kegiatan pameran yang diikuti itu serta meningkatkan
ekonomi mereka selain menjaga eksistensi dari batik semarangan itu sendiri.
Kegiatan pameran yang diikuti oleh Klaster Batik ini dilaksanakan secara
terorganisir, atau berkelompok dari berbagai UKM batik yang ada. Kegiatan
pameran ini bukan semata-mata hanya untuk mengenalkan batik atau Klaster batik
saja tetapi sebagai ajang untuk saling mengenal komunitas atau kelompok lain yang
ikut didalam ajang pameran yang dilaksanakan. Selain pameran kegiatan lainnya
ialah baksos terhadap anggota Klaster batik yang terkena musibah meskipun dalam
kegiatan ini hanya lebih ditujukan kepada pihak internal dari Klaster batik tentunya
hal ini akan memupuk rasa solidaritas yang terjadi antar anggota Klaster Batik Kota
Semarang.
Selain mengikuti pameran, Klaster juga mengadakan pertemuan rutin yang
dilaksanakan sebulan sekali dengan tujuan mengevaluasi kegiatan yang telah
dilaksanakan selama sebulan ini serta menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh
kelompok ini jika memang ada. Dalam kegiatan pertemuan rutin ini dilaksanakan
pada lokasi yang berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya. Hal ini juga
berkaitan dengan domisili dari masing-masing anggota kelompok yang memiliki
jarak yang cukup jauh antara anggota satu dengan anggota yang lainnya. Namun
Klaster batik ini memiliki tempat sebagai salah satu identitas atau lokasi tetap dalam
hal ini sekretariat jika ada masyarakat atau komunitas lain yang ingin mengetahui
lebih mendalam mengenai batik semarangan atau tentang kelompok Klaster Batik
ini juga sebagai salah satu tempat berkumpulnya para anggota kelompok tersebut.
8
Dari beberapa uraian mengenai fungsi-fungsi dari adanya lokasi tetap dari suatu
kelompok tersebut seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga dengan
adanya satu lokasi tetap dalam hal ini sekretariat kelompok batik ini menjadi
penting bagi eksistensi kelompok, sebab dengan adanya suatu lokasi yang jelas
dalam berdirinya suatu kelompok, sehingga dapat mewakili identitas organisasi dan
sebagai salah satu modal fisik yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam
menjaga eksistensi industri atau usaha batik semarangan.
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber daya yang bisa dipandang
sebagai investasi dalam mencapai tujuan atau mendapatkan sumber daya yang baru.
Saat ini juga modal sosial mendapatkan perhatian dari kalangan umum. Dimana
dalam terwujudnya keberhasilan sosial harus didasarkan pada kepercayaan dan
memiliki niat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Dengan
adanya modal sosial, kita sedang mempelajari tentang bagaimana masyarakat
menjalin kerjasama untuk membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan serta memperbaiki kualitas kehidupan agar lebih baik. Sehingga kajian
mengenai modal sosial menjadi menjadi penting sehingga dapat diklasifikasikan
beberapa agenda kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Klaster Batik Kota
Semarang, sesuai dengan hasil observasi yang dilaksnakan oleh peneliti seperti
penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga kegiatan pertemuan rutin,
pameran, pelatihan-pelatihan, serta baksos dapat dikategorikan sebagai modal
sosial yang dimiliki oleh organisasi Klaster Batik Kota Semarang.
Modal sosial menurut Putnam merupakan bagian dari kehidupan sosial-
jaringan, norma dan kepercayaan yang mendorong agar partisipan bertindak secara
9
bersama untuk mencapai tujuan secara bersama (Field, 2011). Dari hal tersebut
terdapat 3 unsur modal sosial yakni jaringan (network), norma, serta kepercayaan
(trust). Tiga unsur ini yang menjadi bahan dalam melakukan analisis modal sosial
dari Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi di bidang industri atau
usaha Batik Semarangan dengan memilih modal sosial Putnam sebagai bahan
dalam melakukan analisis penelitian, peneliti dapat menggali bagaimana perajin
batik ini melakukan suatu kegiatan berjejaring (atau diluar kelompoknya) atau
Putnam menyebutnya sebagai bridging social capital/modal sosial, sekaligus
hubungan dengan antar anggota didalam komunitas bonding social capital/modal
sosial mengikat. Ketiga unsur yang ada dalam modal sosial ini menjadi penting
dalam membangun Klaster Batik Kota Semarang untuk terus menjaga eksistensi di
bidang industri batik, agar mampu bersaing dengan keberadaan Batik yang berasal
dari daerah lain yang sudah memiliki eksistensi dikalangan masyarakat luas. Dari
latar belakang mengenai perkembangan batik Semarangan yang mengalami pasang
surut dalam sejarahnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
industri kerajinan batik yang berkembang di Kota Semarang yaitu mengenai modal
sosial Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan modal sosial yang
dimiliki dalam menjaga eksistensi di bidang industri batik di Kota Semarang.
10
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan dari latar belakang tersebut, maka
pertanyaan penelitian yang ingin dirumuskan adalah:
1. Bagaimana Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan
modal sosial yang dimilikinya untuk menjaga eksistensi dalam
bidang industri atau usaha batik di Kota Semarang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
dari dilakukan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan modal sosial
Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi dalam bidang
industri atau usaha Batik Semarangan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dipakai Klaster Batik
Kota Semarang, sebagai acuan atau bahan pertimbangan atau masukan
untuk penelitian empiris mengenai pengembangan usaha atau industri
Batik.
1.4.2 Manfaat Akademis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperkaya kajian
mengenai Modal sosial di bidang ilmu sosiologi dan dapat dijadikan sebagai acuan
bagi penelitian selanjutnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang Batik pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yang
sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing peneliti, terdapat
beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian serta kajian mengenai Batik
diantaranya adalah sebagai berikut :
Susi Afreliyanti (2011), dalam skripsi berjudul Mengungkap Sejarah dan
Motif Batik Semarang Serta Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Kampung Batik
Semarang Tahun 1970-1998, yang meneliti tentang sejarah dan motif batik
Semarang serta pengaruhnya terhadap masyarakat Kampung Batik Semarang tahun
1970-1998. Bagaimana sejarah terbentuknya Kampung Batik Semarang hingga
pengaruh dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam penelitian yang dilakukan Susi Afreliyanti, bahwa awal kemunculan
kampung batik yang ada di Semarang tersebut dikarenakan banyaknya para perajin
batik yang bermukim, sehingga kampung batik dikenal sebagai sentra kerajinan
Batik Semarang dan sebagai penghasil kerajinan Batik terbesar yang ada di
Semarang. Pada tahun 1970-an muncul perusahaan batik di semarang yang bernama
“ Batik Kerij Tan Kong Tin” yang mengusung motif terkenal pada masa tersebut.
2
Dilihat dari motif-motif yang ada disemarang terlihat sekali pengaruh dari belanda,
serta banyak yang menyebut bahwa Batik Semarang
3
adalah Batik Kolonial. Namun pada saat awal produksi dari Batik Semarang banyak
didominasi oleh motif keturunan Tionghoa. Pada tahun 1997 telah disepakati secara
umum oleh konvensi Batik Internasional yaitu proses penulisan gambar atau ragam
hias pada media apapun menggunakan media lilin batik (wax) sebagai alat printing
pewarnaan batik.
Seperti kasus yang terjadi di Kota Semarang, saat ini keberadaan batik
secara intensif mengalami perkembangan secara intensif dengan munculnya
berbagai motif yang menggambarkan bahwa batik yang ada di Kota Semarang ini
merupakan produk batik Semarang. Contohnya saja, batik Warak Ngendog, dan
Pandan Arang kreasi dari Neni Asmarayanti (tahun 1970-an), serta berbagai karya
kreasi batik Semarang 16 ( tahun 2006) seperti Tugu Muda Kekiteran Suhur,
Blekok, Srondol, atau Lawang Sewu Ngawang. Dari motif yang ada saat ini
merupakan salah satu yang memiliki keunikan dan berbeda dari daerah lainnya.
Dari penjelasan yang ada Susi Afreliyanti merumuskan masalah mengenai sejarah
Batik Semarang di tahun 1970 hingga 1998 dan ragam motif yang dimiliki oleh
batik Semarang itu sendiri, serta pengaruh yang ditimbulkan dari adanya Batik
Semarang terhadap kehidupan masyarakat di Kampung Batik Semarang di tahun
1970 sampai 1998. Teori yang digunakan oleh Susi Afreliyanti (2011) ia lebih
menekankan kepada filosofis batik, motif, serta dari segi kegunaan batik itu sendiri.
Serta mengunakan Metode Kritis. Dengan adanya hasil penelitian diatas peneliti
disini akan lebih meneliti bagaimana upaya pemanfaatan modal sosial, kepercayaan
dan norma dari Klaster Batik Kota Semarang sebagai suatu kelompok bidang
kerajinan Batik dalam menjaga terus eksistensi potensi lokal Batik Semarangan.
4
Selain penelitian dari Susi Afreliyanti (2011), penelitian tentang batik juga
dilakukan oleh Riesta Mar’atul Azizah (2014) dalam skripsi yang berjudul peran
kelompok Batik Berkah Lestari bagi pemberdayaan perempuan di Dusun
Karangkulon, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta,
ia melihat bahwa pemberdayaan perempuan di Kabupaten Bantul diwujudkan
melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, salah satunya melalui kelompok usaha
Batik Berkah Lestari yang terletak di Dusun Karangkulon, Desa Wukirsari,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Riesta Mar’tul Azizah ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Susi Afreliyanti dimana Batik sebagai sarana untuk
pemberdayaan masyarakat yang berada di daerah-daerah terhadap kehidupan
mereka, serta eksistensi dari kebudayaan lokal tersebut yakni Batik. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Riesta Mar’atul Azizah (2014) fokus penelitiannya lebih
kepada pemberdayaan perempuan sedangkan peneliti lebih menekankan pada
upaya dalam menjaga eksistensi Batik Semarangan.
Selanjutnya penelitian mengenai Batik juga dilakukan oleh Adhi
Fathurohman (2015) dalam skripsi berjudul Perancangan media kampanye batik
Semarangan sebagai upaya memperkenalkan batik lokal di Kota Semarang,dalam
penelitian ini ia ingin merancang bagaimana masyarakat khususnya para remaja
usia 16-22 tahun untuk lebih mengenal batik Semarangan dengan keanekaragaman
motifnya, diharapkan nantinya dapat menumbuhkan rasa bangga kepada remaja
untuk terus menghargai dengan cara membeli dan memakainya, agar batik
Semarangan sebagai batik asal Kota Semarang terus berkembang. Dari penelitian
5
yang dilakukan oleh Fathurohman lebih kepada merancang media kampanye untuk
memperkenalkan Batik Semarangan kepada remaja sedangkan penulis lebih
meneliti kepada upaya dalam menjaga eksistensi batik di Kota Semarang melalui
pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik.
Tabel Matriks Penelitian Terdahulu
Nama Susi Afreliyati
(2011)
Riesta Mar’atul
Azizah
(2014)
Adhi
Fathurohman
(2015)
Putra Igeng
Apriono
Judul Mengungkap
Sejarah dan
Motif Batik
Semarang Serta
Pengaruhnya
Terhadap
Masyarakat
Kampung Batik
Semarang Tahun
1970-1998.
Peran kelompok
Batik Berkah
Lestari bagi
pemberdayaan
perempuan di
Dusun
Karangkulon,
Desa Wukirsari,
Kecamatan
Imogiri,
Kabupaten
Bantul,
Yogyakarta
Perancangan
media kampanye
batik Semarangan
sebagai upaya
memperkenalkan
batik lokal di
Kota Semarang.
Upaya Klaster
Batik dalam
menjaga potensi
lokal Kota
Semarang (Studi
Deskriptif Klaster
Batik Kota
Semarang).
6
Fokus
Penelitian
Melihat
bagaimana
pengaruh yang
ditimbulkan dari
adanya Batik
Semarang
terhadap
kehidupan
masyarakat
kampung Batik
pada tahun 1970-
1998.
Peran kelompok
Batik Berkah
Lestari bagi
pemberdayaan
kaum perempuan.
Upaya
memperkenalkan
batik lokal di
Kota Semarang
yang tepat serta
komunikatif.
Pemanfaatan modal
sosial yang dimiliki
oleh Klaster Batik
Kota Semarang
dalam menjaga
potensi lokal dari
Batik Semarangan.
Teori Filosofis Batik,
Motif, dan
Kegunaan.
Teori
Fungsionalisme
Struktural
Tallcott Parsons.
Teori tentang
Kampanye, Pesan
Komunikasi
Visual, Tipografi
Teori Modal Sosial
Putnam.
Metode Metode Kritis. Kualiatif
Naturalistik.
Metode Penelitian
Kualitatif
Metode Penelitian
Kualitatif dengan
Pendekatan
deskriptif.
Perbedaan Batik Semarang
muncul dari ide
dari para perajin
Peran kelompok
Batik Berkah
Lestari dalam
Dalam penelitian
ini bagaimana
masyarakat
Klaster Batik
Semarang dalam
menjaga eksistensi
7
untuk membuat
Batik Semarang
yang memiliki
suatu kekhasan
khusus yang
tidak dimiliki
oleh daerah lain
serta
membangkitkan
lagi usaha
membatik di
Semarang.
melaksanakan
pemberdayaan
bagi kaum
perempuan,
dimana tujuan
dari kelompok
usaha batik ini
fokus untuk
mencapai
kesejahteraan
bersama serta
meningkatkan
aspek ekonomi
kaum perempuan.
khususnya para
remaja usia 16-22
tahun diajak
untuk mengenal
Batik Semarangan
dengan
keanekaragaman
motifnya.
dalam bidang
industri atau usaha
kerajinan Batik
yang ada di Kota
Semarang yang
beberapa kali
keberadaan Batik
dari Semarang ini
sempat mengalami
naik turun dalam
pengembangannya.
Persamaan Kajian Penelitian Kajian Penelitian Kajian Penelitian Kajian Peneitian
Batik Semarang
memiliki
pengaruh pada
kehidupan
ekonomi, sosial,
dan budaya
masyarakatnya.
Berkah Lestari
merupakan
sebuah kelompok
Batik yang
memiliki peran
dalam
pemberdayaan
Batik Semarangan
merupakan salah
satu batik pesisir,
corak dan
motifnya
memiliki filosofi
yang behubungan
8
Seiring
perkembangan
zaman batik
memberikan
keuntungan bagi
masyarakat
diantaranya
keuntungan
ekonomi yang
mana masyarakat
menjadi terbantu
dengan adanya
Batik Semarang.
perumpuan
Dusun
Karangkulon,
kelompok usaha
Batik ini bisa
bertahan hingga
sekarang karena
menjalankan
AGIL. Empat hal
ini setidaknya
mampu menjaga
kestabilan
kelompok
sehingga tetap
survive,
mengalami
peningkatan
dalam pendapatan
dan sarana
membatik, serta
namanya dikenal
sampai sekarang.
dengan sejarah
Kota Semarang.
Walaupun
popularitas batik
di Indonesia
sedang meningkat
akan tetapi
kesadaran
massyarakat
khususnya para
remaja Kota
Semarang akan
adanya Batik
Semarangan
masih rendah.
Mereka menjadi
seperti tidak
mengetahui
adanya batik
lokal, sehingga
perancangan
media kampanye
Batik Semarangan
9
ini sebagai upaya
memperkenalkan
budaya batik
lokal Semarang
kepada remaja.
Sumber: data diolah penulis, 2018
Dari sini terlihat perbedaan yang mencolok dari penelitian yang peneliti
lakukan dengan melihat pemanfaatan modal sosial pada organisasi Klaster Batik
Kota Semarang. Alasan peneliti mengambil penelitian ini ialah bagaimana upaya
yang dilakukan Klaster Batik Kota semarang ini dalam menjaga eksistensi potensi
lokal ini, khususnya batik tulis dan batik cap khas Kota Semarang.
2.2 Definisi Konseptual
2.2.1 Klaster
Menurut Porter (1998) dalam Fitrah Sari Islami klaster ialah sekelompok
perusahaan atau lembaga – lembaga yang terkait yang memiliki kedekatan secara
geografis, serta saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka memiliki
hubungan karena kebersamaan serta saling melengkapi. Selanjutnya menurut Porter
juga menegaskan bahwa kata kunci didalam pengembangan klaster ialah kompetisi.
Dimana kompetisi menurutnya bergantung pada produktivitas, sementara
produktivitas terletak pada kemampuan suatu usaha industri dalam menciptakan
produk maupun jasa yang akan ditawarkan.
10
Secara garis besar, ada beberapa elemen yang menjadi faktor utama dalam
keberhasilan klaster basesd economy, yaitu sebagai berikut:
Inovasi
Tenaga kerja yang terampil
Alih pengetahuan dan teknologi
Kolaborasi dan melakukan kerjasama
Kompetisi
Klaster sendiri bisa terdiri dari beberapa usaha kecil (small – medium
enterprises/ UMKM) yang membentuk kerjasama di area tertentu, atau bisa juga
menjalin kerjasama dengan perusahaan atau industri tertentu sebagai penanam
modal, serta institusi perguruan tinggi dalam melakukan riset dan pengembangan.
Klaster-based economy juga dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya untuk
menarik minat untuk melakukan investasi. Selain itu juga pemerintah memiliki
peran dalam peningkatan pertumbuhan usaha melalui Klaster dengan menerapkan
berbagai kebijakan seperti pemangkasan kebijakan yang dianggap memberatkan
agar dapat menumbuhkan minat untuk membuka industri maupun usaha (Ketels,
C.H.M. and Memedovic, Vol 1, No.3 2008). Dalam penelitian ini Klaster ini sendiri
ialah para UMKM batik yang tergabung dalam satu kelompok, organisasi, maupun
komunitas, dimana klaster batik ini mendapatkan dukungan atau fasilitas dari pihak
pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Kota Semarang yang memiliki tujuan
11
untuk meningkatkan serta mengembangkan perekonomian atau potensi lokal
melalui pembentukan Klaster, salah satunya adalah Klaster Batik Kota Semarang.
2.2.2 Eksistensi
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia eksistensi memiliki keberadaan atau
kehadiran yang memiliki unsur bertahan. Sehingga dalam kelanjutannya eksistensi
dapat diartikan sebagai upaya dalam mempertahankan keberadaannya. Sedangkan
menurut Abidin Zainal (2007:16) mengungkapkan bahwa eksistensi ialah suatu
proses yang bersifat dinamis, menjadi atau mengada. Hal ini sesuai dengan kata
dasar dari eksistensi itu sendiri yaitu existere, yang memiliki arti keluar dari,
melampaui, serta mengatasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa eksistensi tidak
memiliki sifat stagnan, sifatnya dapat mengalami suatu kemajuan bahkan
kemunduran, hal ini tergantung pada kemampuan dalam mengoptimalkan potensi-
potensi yang dimilikinya.
Sesuai dengan definisi eksistensi yang diungkapkan oleh tokoh diatas maka
dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan upaya dalam mengoptimalkan potensi
yang dimiliki, dengan tujuan untuk menjaga keberadaannya. Demikian juga seperti
yang digambarkan dalam upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi Klaster
Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensinya dengan keterbatasan yang ada
dalam hal ini masih adanya keterbatasan yang dialami oleh Klaster Batik Kota
Semarang terutama beberapa anggota yang tergabung dalam kelompok ini,
sehingga menuntut kelompok ini agar lebih mengoptimalkan sumberdaya lainnya
yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Pada penelitian ini sumberdaya yang
12
dimaksud adalah pengoptimalan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota
Semarang, sehingga dapat digunakan sebagai media pengganti bagi keterbatasan
pada kepemilikan modal material, seperti tempat tinggal atau tempat industri atau
usaha anggota UKM yang tergabung dalam kelompok ini, sehingga keadaan
tersebut dapat menghambat proses eksistensi.
Dalam penelitian ini modal sosial yang dimaksud, dapat dijelaskan melalui
beberapa kegiatan yang dapat dikelompokkan sebagai modal sosial yang dimiliki
oleh Klaster Batik Kota Semarang, yaitu pada kegiatan pertemuan rutin, pameran,
pelatihan, maupun baksos. Pertemuan rutin ini biasanya kegiatan berkumpulnya
para anggota dalam satu tempat yang telah ditentukan sebelumnya seperti halnya
alamat sekretariat, namun pada klaster batik ini mereka tidak hanya melakukan
pertemuan rutin di satu tempat seperti pada lokasi sekretariat mereka saja yang
merupakan cerminan dalam kelompok mereka, tetapi juga melakukan pertemuan
rutin yang biasanya dilaksanakan sebulan sekali ini pada tempat lain yang memang
sudah disepakati secara bersama-sama diantara para pengurus klaster dengan para
anggotanya secara bergiliran agar para anggota lainnya juga dapat ikut dalam
pertemuan rutin ini. Selanjutnya dalam kelompok ini terdapat kegiatan lain berupa
pelatihan maupun pameran yang diikuti para anggota yang kebanyakan para UKM
batik, kedua kegiatan ini sendiri adalah kegiatan yang sering dilaksanakan dalam
Klaster Batik ini yang mana dalam kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan secara
terorganisir. Kegiatan seperti pameran atau pelatihan dalam kelompok batik ini,
dilaksanakan sesuai jadwal undangan event dari pihak-pihak terkait atau
Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas terkait yang mendukung Klaster Batik.
13
Salah satu tujuan dari kegiatan pelatihan maupun pameran bagi UKM batik pelaku
pelatihan maupun pameran adalah untuk menambah serta meningkatkan
pengetahuan bagi para pelaku UKM khususnya Batik yang ikut bergabung di
Klaster Batik serta sebagai ajang promosi baik itu untuk Klaster batik maupun
UKM batik yang ikut bergabung di Klaster batik sesuai dengan salah satu tujuan
yang tertuang dalam AD/ART yang tercantum yaitu meningkatkan kesejahteraan
bagi para anggotanya.
Dari beberapa uraian definisi dan kegiatan diatas dalam Klaster Batik Kota
Semarang tersebut dapat disimpulkan bahwasannya kegiatan yang dilaksanakan
merupakan media bagi Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensinya.
Hal ini untuk mengingat kembali apa itu arti dari eksistensi yang merupakan sebuah
proses secara terus-menerus yang terjadi untuk mencapai tujuan akhir dalam hal ini
untuk mempertahankan keberadaannya. Yang mana dalam penelitian ini, peneliti
mengambil fokus pada pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik
Kota Semarang dalam menjaga potensi lokal dari Batik Semarangan. Sehingga
melalui beberapa kegiatan yang sudah di kategorikan sebagai modal sosial yang
dimiliki Klaster Batik Kota Semarang, sehingga melalui kegiatan-kegiatan tersebut
dapat di ketahui upaya-upaya yang dilakukan Klaster Batik Kota Semarang dalam
menjaga eksistensi.
2.3 Teori Modal Sosial Putnam
Menurut John Field (2014) Hubungan yang terjadi antar manusia
merupakan satu hal yang sangat penting, sebagai individu. Dalam berbagai sudut
14
pandang sosiologi, dapat dikatakan bahwa diri kita, maupun sebagian, dapat
didefinisikan oleh siapa kita kenal. Namun, jika dilihat lebih luas lagi, ikatan yang
terjadi antar manusia juga menjadi salah satu pondasi utama dari bangunan sosial
yang lebih besar. Dengan membangun hubungan antar sesama, serta menjaga agar
dapat terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama
dalam mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan secara sendirian, atau
yang dapat dicapai tetapi dengan cara susah payah. Orang-orang berhubungan
melalui berbagai tahapan jaringan dan mereka lebih memiliki kesamaan nilai
dengan anggota yang lain dalam jaringan tersebut yang juga menjadi sumber daya,
dia dapat dipandang sebagai modal. Selain dapat memberikan manfaat langsung,
modal ini juga dapat dimanfaatkan dalam latar yang lain jadi dalam hal ini, semakin
banyak anda mengenal banyak orang, dan semakin banyak anda memiliki kesamaan
cara pandang dengan mereka, maka semakin banyak modal sosial yang dimiliki.
Modal sosial ( dalam Fatima, 2016) merupakan hubungan yang sudah terjalin dan
norma yang membentuk hubungan sosial dalam lingkungan masyarakat yang lebih
luas, yaitu yang menghubungkan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya,
sehingga dapat membuat anggota masyarakat melakukan kerjasama antara satu
dengan yang lainnya agar dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Robert D. Putnam menggunakan modal sosial untuk menjelaskan tentang
perbedaan dalam keikutsertaan yang dilakukan oleh warga. Ia mendefinisikan hal
ini setelah melakukan diskusi secara terperinci mengenai tingkatan keikutsertaan
warga. Modal sosial merujuk pada bagian dari suatu organisasi sosial, yaitu
15
kepercayaan, norma, maupun jaringan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
dengan ikut memfasilitasi tindakan yang terkoordinasi (Field, 2014).
Menurut Robert D. Putnam, definisi dari modal sosial itu sendiri berasal dari
kehidupan sosial masyarakat itu sendiri seperti kepercayaan, norma, maupun
jaringan yang mendorong para angggota yang terlibat untuk melakukan tindakan
secara efektif agar dapat mencapai tujuan yang telah disepakati secara bersama-
sama (Field, 2011, h.51). Sedangkan menurut Fukuyama (1991) modal sosial ialah
tahapan nilai atau norma sosial yang dipahami oleh para anggota yang ikut terlibat,
hal ini memungkinkan dapat terjadinya kerjasama diantara para anggota. Dan salah
satu unsur modal sosial terpentingnya yaitu kepercayaan atau trust dalam sebuah
komunitas dan pendapat ini juga didukung oleh Paldam (2000) dimana kepercayaan
ialah suatu keyakinan dari para anggota masyarakat untuk dapat berperilaku jujur.
Kepercayaan itu sendiri merupakan salah satu komponen yang sangat penting agar
keberadaan organisasi yang telah berdiri dapat terus bertahan.
Setiap masyarakat sendiri memiliki modal sosial yang berbeda-beda dalam
hal ini seperti kepercayaan, dimana norma-norma sosial yang ada dalam
penerapannya pasti memiliki perbedaan di setiap wilayahnya dalam melakukan
kerjasama antar anggota masyarakat. Dalam hal ini apakah kepercayaan yang sudah
ada hanya berlaku di dalam kelompoknya atau dapat juga diterapkan secara lebih
luas. Dimana kepercayaan merupakan salah satu komponen terpenting dalam
terbentuknya modal sosial. Menurut Putnam juga ada beberapa hal dasar yang
menjadi acuan dasar dari adanya konsep modal sosial. Salah satunya dimulai dari
jaringan hubungan dengan norma-norma yang ada, serta saling mendukung agar
16
dapat mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan bagi anggota yang ikut terlibat di
jaringan tersebut.
Beberapa ahli juga menyimpulkan bahwa modal sosial memiliki unsur-
unsur yang begitu penting (Syafitri, 2015). Yang menjadi unsur penting dalam
modal sosial adalah sebagai berikut:
1. Trust ( Kepercayaan)
Trust atau percaya merupakan suatu keinginan untuk berani mengambil
resiko didalam hubungan sosialnya yang didasari dengan perasaan yakin bahwa
yang lainnya akan mampu untuk melakukan hal yang sama dan seperti yang
diharapkan serta akan melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan dan
terus saling mendukung, hingga yang lainnya tidak melakukan suatu tindakan yang
merugikan diri sendiri maupun kelompoknya (Putnam, 1993). Dari pandangan
Fukuyama (1995), trust merupakan suatu sikap saling percaya di dalam lingkungan
masyarakat sehingga dapat memungkinkan masyarakat untuk dapat saling bersatu
dengan yang lainnya dan memberikan suatu kontribusi dalam peningkatan modal
sosial. Dalam Klaster Batik Kota Semarang ini pengrajin batik menaruh
kepercayaan yang besar terhadap perkembangan batik di Kota Semarang agar
semakin dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dikarenakan dengan bergabung dalam
Klaster Batik Kota Semarang UKM terutama yang masih belum memiliki akses
dalam mengembangkan produknya menjadi lebih baik lagi dengan bergabung
dengan Klaster Batik karena memiliki akses yang lebih luas lagi.
2. Jaringan Sosial (Social Network)
17
Salah satu bentuk dari keberhasilan dalam membangun modal sosial ialah
kemampuan yang dimiliki oleh para anggota kelompok dalam suatu perkumpulan
maupun asosiasi didalam keterlibatannya dalam suatu jaringan dalam hubungan
sosial. Jaringan sosial ialah salah satu unsur modal sosial yang dipakai oleh para
pengusaha atau unsur masyarakat lain dalam mempertahankan bisnis yang
dijalaninya. Jaringan merupakan salah satu modal yang begitu penting yang dapat
memberikan manfaat yang penting juga bagi kegiatan bisnis, perekonomian,
maupun perdagangan, sehingga dapat dijumpai dalam dunia bisnis, ekonomi,
maupun perdagangan jaringan sosial ini dimanfaatkan oleh beberapa orang. Dari
klaster batik Kota Semarang ini bagaimana para anggotanya menjalin suatu
hubungan dengan anggotanya dari para kelompok pengrajin batik, serta dari pihak
di luar Klaster Batik dalam hal ini yaitu Dinas terkait yang selama ini memberikan
atau memfasilitasi organisasi ini dalam pengembangan potensi lokal yang ada di
Kota Semarang salah satunya ialah industri atau usaha Batik Semarangan.
3. Norma Sosial
Norma-norma sosial memiliki peran dalam mengawasi maupun mengontrol
bentuk perilaku yang dilakukan oleh masyarakat. Pengertian dari norma itu sendiri
ialah suatu kumpulan aturan yang diharapkan dapat untuk dipatuhi maupun diikuti
oleh anggota masyarakat pada suatu entitas tertentu. Dalam klaster batik ini juga
memiliki norma-norma yang sudah disepakati dalam pembentukannya tentunya
bagaimana norma yang ada ini untuk dapat dipatuhi oleh orang yang terlibat di
Klaster Batik Kota Semarang. Kesepakatan norma yang dibuat ini sudah melalui
18
berbagai pertimbangan dan disetujui oleh berbagai pihak didalamnya baik itu
pengurus maupun anggota yang tergabung.
Menurut Putnam (dalam Alfiasari, 128), modal sosial dapat didefinisikan
sebagai kepercayaan (Trust), norma (Norms), maupun jaringan (Network) yang
menjadi media dalam melakukan kerjasama agar dapat mencapai keuntungan
secara bersama. Dari definisi yang ada ini bahwa dapat disimpulkan modal sosial
ialah suatu investasi sosial, yang dapat meliputi kepercayaan, jaringan, maupun
norma dalam struktur hubungan sosial dalam mencapai tujuan individu maupun
kelompok dengan lebih efisien dan didukung dengan modal yang lain juga. Dengan
kata lain modal sosial dapat dipahami sebagai suatu investasi sosial yang
diharapkan mampu meraih tujuan yang diinginkan.
Sehingga merujuk pada arti dari modal sosial, begitu juga dalam organisasi
Klaster Batik Kota Semarang, dalam suatu atau kelompok diperlukan modal sosial,
hal tersebut penting bagi kelompok, ketika diatur dalam anggaran dasar mengenai
keberlanjutan dari sebuah kelompok, yaitu dengan menerapkan modal sosial
tersebut, sehingga nantinya relasi maupun jaringan akan tumbuh didalamnya, dari
hasil pemanfaatan modal sosial yang sudah diterapkan dapat membawa kelompok
tersebut pada kelanggengan dan juga dikenal pada masyarakat secara luas. Dengan
adanya dasar tersebut peneliti beranggapan bahwa teori modal sosial yang telah
dikemukakan oleh putnam lebih tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Karena
dalam penelitian putnam juga lebih mengkaji kelompok atau komunitas melalui dua
sisi yaitu internal kelompok dan eksternal kelompok, sedangkan dalam teori lainnya
hanya mengkaji satu sisi saja. Hal tersebut berdasarkan hasil dari pra penelitiam
19
yang menunjukkan bahwa terdapat satu bagian dari modal sosial yang menjadikan
Klaster Batik Semarang saat ini masih eksis yaitu modal jaringan sosial yang
dimiliki oleh Klaster Batik. Pada sisi yang lainnya penelitian ini memiliki tujuan
untuk mengungkap pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota
Semarang sehingga dapat menjaga eksistensi dalam industri atau usaha batik di
Kota Semarang.
2.4 Konsep Bonding social capital dan Bridging social capital Menurut Robert
D. Putnam
Putnam sendiri membagi modal sosial menjadi 2 bentuk, yaitu bonding
social capital serta bridging social capital. Berikut ini merupakan perbedaan
diantara keduanya :
1. Bonding social capital (Modal sosial yang mengikat) menurut Putnam
modal sosial bentuk ini cenderung memiliki sifat eksklusif serta
mengutamakan kepentingan maupun solidaritas kelompoknya.
2. Bridging social capital (Modal sosial yang menjembatani) menurut Putnam
modal sosial dalam bentuk ini memiliki sifat inklusif atau terbuka terhadap
perubahan yang terjadi disekitarnya.
Dalam bentuk modal sosial yang telah dijelaskan diatas bahwa bentuk
modal sosial yang memiliki sifat eksklusif cenderung memiliki batasan tentang
siapa saja yang boleh masuk di dalam suatu organisasi maupun komunitas. Selain
itu juga menurut Putnam, modal sosial yang bersifat terikat mampu untuk
memperkuat solidaritas yang terbangun di kelompok maupun organisasinya,
20
sedangkan yang bersifat menjembatani para anggota-anggotanya mampu untuk
melewati batas sosial yang berbeda (heterogen). Namun demikian, Putnam tidak
menyebutkan keduanya mana yang baik maupun tidak baik, tetapi keduanya tentu
memiliki manfaat maupun efek yang ditimbulkan. Modal sosial yang mengikat,
baik untuk mendasari hubungan timbal balik (respirokal) yang lebih spesifik dan
membuat mobilisasi solidaritas. Hal ini tentunya juga berbeda dengan modal sosial
yang menjembatani, dimana hubungan yang terjadi lebih kepada hubungan aset ke
eksternal (jaringan) dan difusi informasi (Knudsen, Florida, & Rousseau, 2008).
Dalam konteks penelitian ini Klaster Batik Kota Semarang yang terbentuk
di saat perkembangan zaman yang terjadi seperti sekarang ini, sehingga
memperlihatkan bridging social capital yang mengindikasikan suatu kelompok,
organisasi, maupun komunitas dalam bentuk yang modern. Namun analisis yang
ada tidak hanya berhenti sampai disitu, mengingat bahwa modal sosial juga terjalin
jika terdapat bonding social capital yang kuat dalam internal organisasi batik ini.
Sehingga, nantinya analisis ini juga lebih kepada hubungan yang terjadi antar
anggota yang satu dengan lainnya dalam membentuk modal sosialnya. Bonding
social capital tidak hanya dilihat dari seberapa kuat tekanan atau sebagainya seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Melainkan melihat bagaimana anggota yang
tergabung dalam suatu komunitas yang memiliki kesamaan yang menjadikan
mereka memiliki hubungan atau ikatan yang semakin kuat. Hal tersebut yang
nantinya juga mampu untuk membentuk rasa percaya, sehingga dapat membuka
jaringan antar angggota serta juga membentuk norma-norma yang sudah disepakati
bersama.
21
Adanya bridging social capital tentunya membuka peluang jaringan yang
lebih luas lagi. Dalam hal ini, modal sosial menjembatani dipandang memiliki
keuntungan agar dapat menciptakan modal sosial yang lebih besar serta lebih luas
lagi. Klaster batik Kota Semarang juga menerapkan hal semacam ini, mengingat
kelompok atau organisasi ini diciptakan untuk merekrut warga serta para pengrajin
industri maupun usaha batik yang ada di Jawa Tengah Khususnya di Kota
Semarang. Oleh sebab itu, Klaster Batik Kota Semarang menjalin hubungan dengan
pemerintah daerah maupun instansi terkait sebagai bentuk bridging social capital
dalam hal ini untuk membantu mereka dalam meningkatkan produksi maupun
promosi produk yang lebih luas lagi.
2.5 Kerangka Pemikiran
Bagan 1. Kerangka Berpikir Penelitian
Klaster Batik Kota Semarang
Memanfaatkan
Modal Sosial Putnam
Kepercayaan
Jaringan
Norma
22
Penjelasan alur berpikir
Berdasarkan dari gambaran alur berpikir diatas dapat dijelaskan bahwa unit
analisis dari penelitian ini ialah Klaster Batik Kota Semarang. Kelompok ini
memanfaatkan modal sosial yang dimiliki untuk menjaga eksistensinya dalam
usaha industri kerajinan batik di Kota Semarang. Analisis yang digunakan didalam
penelitian ini ialah modal sosial dari Putnam, yang mana dari modal sosial yang
dimaksud oleh Putnam terdapat 3 aspek yang mencakup kepercayaan (trust), norma
(norms), serta jaringan (network). Dimana nantinya dari ketiga aspek tersebut akan
dijabarkan satu persatu berdasarkan dari temuan data dilapangan. Selanjutnya dari
Bonding Social Capital
(Internal)
Bridging Social Capital
(Eksternal)
Pengurus Klaster Batik
Kota Semarang Klaster Batik Kota
Semarang
Pengrajin Batik Pihak lain yang
mendukung
Eksistensi Klaster Batik Kota Semarang
23
ketiga aspek dari modal sosial tersebut akan dijabarkan satu persatu yang akan
dilihat dari bonding social capital (hubungan antar anggota dalam klaster batik)
maupun dari bridging social capital (jejaring dengan pihak-pihak lain yang
mendukung klaster batik Kota Semarang). Hubungan-hubungan antar anggota yang
terjadi di klaster batik Kota Semarang baik dari para pengurus maupun dengan para
pengrajin batik akan menunjukkan bonding social capital yang mereka bangun.
Sedangkan untuk mengetahui bridging social capital kelompok ini, dapat diketahui
dari bagaimana klaster batik ini membentuk jejaring sosialnya dengan pihak lain.
Keduanya akan menunjukkan bagaimana modal sosial yang dimanfaatkan untuk
menjaga eksistensi dari bidang usaha industri batik Semarangan yang merupakan
salah satu dari potensi lokal atau unggulan yang dimiliki oleh Kota Semaran
1
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian yang mengenai modal
sosial Klaster Batik Kota Semarang ini, peneliti menggunakan metode kualitatif
deskriptif dalam mendeskripsikan modal sosial yang dimanfaatkan oleh Klaster
Batik Kota Semarang di dalam menjaga eksistensi potensi lokal dalam industri dari
Batik Semarangan.
Metode penelitian kualitatif ialah penelitian yang menghasilkan prosedur
analisis yang tidak menggunakan analisis statistik atau cara perhitungan lainnya.
Dalam penelitian kualitatif berupaya untuk menyajikan dunia sosial, serta
perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep perilaku yang dijalani, serta
persoalan yang akan diteliti (Moleong, 2010).
Dari hal yang telah disebutkan tersebut, penelitian mengenai modal sosial
Klaster Batik Kota Semarang akan lebih tepat dengan menggunakan metode
kualitatif deskriptif, hal ini dikarenakan peneliti tidak berusaha untuk menjawab
rumusan masalah yang diambil melalui dengan analisis statistik atau cara
perhitungan lainnya melalui penelitian kuantitatif. Dengan menggunakan model
penelitian yang seperti ini, peneliti ingin mendesskripsikan subjek penelitian yang
ingin diteliti dalam hal ini untuk menggali modal sosial yang dimiliki oleh Klaster
2
Batik Kota Semarang baik dari pengurus Klaster batik, anggota maupun para
pengrajin industri maupun usaha batik sampai kepada pihak yang mendukung
keberadaan Klaster batik dalam menjaga eksistensi potensi lokal dari Batik
Semarangan.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Klaster Batik Kota Semarang. Lokasi ini
dipilih sebagai lokasi penelitian dengan berbagai pertimbangan diantaranya bahwa
lokasi ini keberadaan batik di Kota Semarang beberapa kali mengalami mati suri
dan sempat kembali dibangkitkan pada awal tahun 1980 tapi kembali gagal
bertahan dan kembali tenggelam, namun pada tahun 2006 Pemerintah Kota
Semarang melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang
membangkitkan kembali keberadaan Batik Semarang salah satunya dengan
membentuk Klaster Batik Kota Semarang yang berkedudukan di Jalan Pandanaran
II no 2-A, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Sehingga peneliti tertarik untuk
meneliti bagaimana Klaster Batik Kota Semarang memanfaatkan modal sosial yang
dimiliki dalam menjaga eksistensi dari Batik Semarangan tersebut.
3.3 Fokus Penelitian
Dalam paparan yang disebutkan oleh Sugiyono bahwa dalam suatu
penelitian sosial objek penelitian, yaitu fenomena dan kasus sosial sangat luas, jika
didalam penelitian kuantitatif terdapat batasan masalah yang membatasi yang
memiliki fungsi untuk membatasi penelitian yang diambil dengan satu atau lebih
variabel yang digunakan. Sedangkan di dalam penelitian kualitatif batasan masalah
3
disebut sebagai fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum
(Sugiyono, 2010).
Pada penelitian ini, fokus penelitian ini dibatasi yaitu didalam hal
pemanfaatan modal sosial yang dimiliki oleh Klaster Batik Kota Semarang dalam
menjaga serta meningkatkan potensi lokal dari Batik Semarangan. Dengan
menjelaskan serta mengidentifikasi satu persatu aspek-aspek yang terdapat didalam
modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan, serta norma dengan dilihat dari tipologi
kelompok yang merujuk terhadap hubungan yang dilakukukan antar anggota
perajin batik itu sendiri dan jejaring sosial didalam Klaster Batik Kota Semarang.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Dalam menentukan informan hal ini merupakan salah satu hal yang terpenting
dalam melakukan penelitian sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan
masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data tersebut diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002:107). Untuk
mendapatkan data yang sesuai maka diperlukan informan yang memiliki
kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data. Tujuan dari pemilihan secara
purposive ialah untuk mendapatkan data secara sesuai serta dapat memberikan
banyak informasi yang berkaitan dengan pemanfaatan dari modal sosial seperti
upaya dari Klaster batik Kota Semarang memanfaatkan modal sosialnya untuk
menjaga potensi lokal yang dimiliki dalam hal ini yaitu Batik Semarangan.
Informan yang terlibat didalam penelitian ini dipilih berdasarkan ciri-ciri, sifat, dan
karakteristik yang diperlukan pada penelitian ini dan secara jelas dapat menjawab
4
permasalahan yang dibahas. Sesuai rumusan masalah serta tujuan penelitian,
peneliti mengelompokkan informan yang ada berdasarkan karakteristik sebagai
berikut:
1. Klaster Batik Kota Semarang
Di dalam penelitian ini orang yang memiliki kedalaman informasi
mengenai pemanfaatan dari modal sosial Klaster Batik ialah Pak Joko
sebagai ketua dari Klaster Batik Kota Semarang.
2. Pengrajin Batik yang tergabung dalam Klaster Batik Kota Semarang
Beberapa pengrajin atau UKM batik di kota Semarang yang ikut
menjadi sebagai anggota dari Klaster Batik ini.
3. Pihak yang mendukung Klaster Batik Kota Semarang
Pihak yang mendukung Klaster Batik ini dalam mempertahankan
eksistensinya seperti dari Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas
Perindustrian Kota Semarang, Dinas UKM dan Koperasi Kota Semarang,
serta BAPPEDA Kota Semarang. Informan tersebut dipilih agar
mendapatkan atau memiliki kedalaman informasi yang dapat membantu
dalam menjawab rumusan masalah yang ingin diteliti.
5
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data di dalam penelitian ini akan
menggunakan tiga teknik dalam melakukan pengumpulan data di dalam melakukan
penelitian ini. Data yang diambil merupakan hasil dari pengamatan langsung oleh
peneliti terhadap perilaku serta pengalaman yang dimiliki oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari di dalam suatu kelompok yang ada di masyarakat. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti di dalam melakukan peneliian ini
adalah sebagai berikut :
3.5.1 Pengamatan (Observasi)
Observasi ialah teknik pengumpulan data yang menggunakan panca indra,
bisa melalui penglihatan, penciuman, serta pendengaran, untuk memperoleh
informasi yang diperlukan oleh peneliti. Pertimbangan peneliti dalam
menggunakan teknik ini ialah bahwa apa yang dikatakan oleh seseorang biasanya
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang tersebut (Bungin, 2001). Sehingga
perlu diadakannya pengamatan untuk mengetahui kebenaran dari peristiwa yang
terjadi.
Observasi atau pengamatan terhadap Klaster Batik Kota Semarang adalah
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data melalui
pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti terhadap subyek
penelitian. Tujuan dari dilakukannya pengamatan ini adalah untuk melihat secara
dekat aktivitas dari subyek penelitian untuk dapat dijadikan data dokumentasi
6
penelitian peran Klaster Batik Kota Semarang dalam menjaga eksistensi Batik khas
Semarangan. Dalam pengumpulan data melalui observasi.
3.5.2 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu cara dalam melakukan pengumpulan data
dalam metode kualitatif. Wawancara yang digunakan didalam melakukan
penelitian ini ialah wawancara tidak terstruktur sebagai upaya untuk memahami
perlilaku masyarakat atau informan yang terkait dalam penelitian ini (Bungin,
2001). Data dari penelitian kualitatif ini lebih berupa kata-kata sehingga wawancara
merupakan salah satu aspek penting di dalam melakukan pengumpulan data
kualitatif ini. Dalam penggunaaan wawancara tidak terstruktur ini memiliki tujuan
untuk melakukan interakasi antara peneliti dengan informan agar dapat menjalin
hubungan sebagaimana untuk diketahui bahwa peneliti membutuhkan informasi
sehingga diperlukan wawancara yang tidak formal. Wawancara yang tidak
terstruktur juga dianggap lebih fleksibel sehingga dianggap informan dapat
memberikan datanya secara menyeluruh.
Dalam wawancara ini peneliti ingin mendalami inforamasi yang diperoleh
oleh informan yang terlibat secara langsung maupun informan yang tidak terlibat
secara langsung. Dalam melakukan teknik wawancara ini, peneliti ingin
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan perkembangan dari
Batik Kota Semarang.
7
3.5.3 Dokumentasi
Dokumentasi ialah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian sosial. Pada awalnya metode dokumentasi sendiri digunakan
didalam penelitian sejarah serta terus mengalami perkembangan hingga ke ilmu-
ilmu sosial. Karena sebagian data dan fakta sosial yang ada tersimpan dalam bentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang ada tersebut berbemtuk surat, dokumen-
dokumen pemerintah. Selain itu juga peneliti memperoleh dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan Batik yang ada di Kota Semarang diberikan melalui Pengurus dari
Klaster Batik Kota Semarang.
3.6 Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu :
3.6.1 Data Primer
Dalam penelitian ini, data primer yang diambil dari proses interaksi
langsung dengan informan yaitu para pengrajin maupun pengurus yang bergabung
langsung di dalam Klaster Batik Kota Semarang. Data ini diperoleh melalui
observasi, serta wawancara yang dilakukan secara langsung.
Data primer ialah data yang didapatkan melalui sumber utama atau sumber
asli (tanpa melalui perantara), seperti melakukan wawancara atau hasil observasi
secara langsung. Dalam penelitian ini data primer yang diperoleh diambel dengan
melakukan interaksi terhadap pihak yang berkaitan dengan Batik Kota Semarang
8
yaitu pengurus serta para pengrajin batik serta pihak-pihak yang bersangkutan
dalam hal ini Klaster Batik Kota Semarang yang ikut terlibat didalam meningkatkan
eksistensi Batik Semarang, baik melakukan observasi, maupun wawancara.
3.6.2 Data Sekunder
Untuk data sekunder yang terkait dengan penelitian yang dilakukan ini
dikumpulkan melalui data-data yang diperoleh melalui sumber-sumber yang
berkaitan langsung dengan permasalahan dalam penelitian ini, buku-buku, berita,
jurnal terkait batik, artikel, serta majalah yang membahas tentang Batik Kota
Semarang, maupun data yang juga dimiliki oleh instansi terkait dengan Batik Kota
Semarang.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah penelitian
deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil melakukan wawancara
serta studi dokumentasi. Data yang diperoleh akan dilakukan analisis secara
kualitatif serta akan diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (Moleong,
2001:103), analisis data ialah “proses mengatur urutan data yang ada,
mengorganisasikannya ke dalam pola, kategori dan uraian dasar”. Dari definisi
tersebut memberikan suatu gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan dari
analisis data dilihat dari segi tujuan suatu penelitian.
Teknis analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah seperti yang diungkapkan oleh Burhan Bungin
(2003:70), yaitu sebagai berikut:
9
3.7.1 Pengumpulan Data (data collection)
Pengumpulan data ialah bagian intehral dalam melakukan analisis data. Dalam
melakukan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.
3.7.2 Reduksi data (data reduction)
Reduksi data sendiri diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi dari data kasar yang telah
ditemukan melalui catatan tertulis di lapangan. Reduksi sendiri dilakukan sejak
pengumpulan data dimulai dengan membuat suatu ringkasan, mengkode,
menelusur tema, membuat memo dan sebagainya dengan tujuan untuk menyisihkan
data yang tidak relevan dalam penelitian ini.
3.7.3 Display data
Display data ialah suatu pendeskripsian sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberikan suatu kemungkinan adanya pengambilan kesimpulan
serta pengambilan tindakan. Dalam penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk
teks naratif. Serta didalam penyajiannya juga dalam bentuk matrik, diagram, tabel,
serta bagan.
3.7.4 Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan
Merupakan suatu kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan
berupa kegiatan intrepetasi, yaitu menumukan makna dari data yang sudah
disajikan. Di antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas
10
analisis data yang ada. Didalam pengertian ini amalisis data kualitatif merupakan
suatu upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Dalam hal ini verifikasi
menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian analisis data
terkait. Selanjutnya data yang sudah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai kedalam
bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan sesuai fakta yang ada dilapangan, untuk
menjawab pertanyaan dari penelitian ini yang kemudian hanya diambil intinya saja.
Berdasarkan dari keterangan di atas, maka setiap tahap dari proses tersebut
dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang
ada dan diperoleh dari berbagai sumber yang telah di dapat di lapangan dan
dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode
wawancara yang di dukung dengan studi dokumentasi.
1
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Tentang Batik Semarang
Kota Semarang saat ini merupakan sebagai salah satu pusat Kota dan
Ibukota Jawa Tengah, masih banyak yang belum tahu bahwa Kota Semarang
merupakan salah satu Kota yang memiliki kerajinan batik. Batik khas Semarang
atau yang biasanya di sebut batik Semarangan. Batik Semarang merupakan batik
yang diproduksi oleh orang atau warga Kota Semarang dengan motif atau ragam
hias yang memiliki hubungan dengan Kota Semarang itu sendiri. Batik Semarang
ini sendiri menggunakan motif flora dan fauna, namun sekarang ini juga batik dari
Kota Semarang ini sendiri mulai mengembangkan motif-motif lainnya diantaranya
menggunakan ikon Kota Semarang sebagai motif batiknya.
Batik Semarang salah satu dari beberapa batik yang memiliki keunikan
tersendiri didalamnya, keunikan batik Semarang itu sendiri dapat dilihat dari corak
dan motif-motifnya seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, serta ikon-ikon lainnya
salah satunya adalah motif laksamana Cheng Ho yang memiliki ciri khas tersendiri
yang berasal dari nilai sejarah laksamana Cheng Ho itu sendiri yang merupakan
orang kebangsaan Tionghoa yang pertama kalinya menemukan Kota Semarang.
Pada umumnya batik semarangan sendiri memiliki warna dasar orange kemerahan
karena mendapatkan pengaruh dari kebudayaan China, motif fauna lebih menonjol
2
daripada flora. Batik Semarangan juga memiliki motif gaya Laseman dimana
karekter utama dari Laseman itu sendiri berupa warna merah
3
(bangbangan) dengan latar belakang gading (kuning keputih-putihan). Batik
Semarangan denga gaya Laseman yang memiliki ciri bangbangan juga
mempengaruhi kreasi batik di beberapa tempat di pesisir utara lainnya seperti yang
ada di Tuban, Surabaya, dan Semarang. Batik semarangan sendiri merupakan salah
satu batik di Indonesia yang memiliki akulturasi budaya dengan Indo-Eropa serta
Cina, akan tetapi tetap mempertahankan ciri khas khusus dari budaya aslinya. Corak
dan motif yang juga terdapat di batik semarang ini juga cukup unik dan tidak kalah
dengan batik yang sudah populer sebelumnya. Batik Semarang yang berkiblat
terhadap gaya kontemporer, pertama kali muncul dengan motif-motif flora dan
fauna, misalnya saja pohon asem dan burung blekok sebagai ciri khas dari kota
tersebut(Asikin 2008:24).
Batik Semarang juga pernah mengalami masa kejayaan pada abad ke 18 dan
19 dengan motif yang banyak dipengaruhi oleh pemerintahan kolonial Belanda
misalnya saja tetumbuhan dan sarung kepala pasung yang di dominasi dengan
warna coklat dan hitam. Sebelum mendapatkan pengaruh dari Belanda, batik
Semarangan itu sendiri didominasi oleh keturunan Tionghoa, dengan memiliki ciri
warna merah, serta memiliki hiasan bunga teratai atau burung merak. Namun gaya
batik yang seperti ini sudah tidak dapat ditemukan lagi tanpa dapat diketahui
penyebabnya. Dalam berkembangannya, motif batik sekarang ini telah
bermetamorfosa dengan menampilkan ikon-ikon yang terdapat di Kota Semarang,
misalnya saja Tugu Muda, Lawang Sewu, serta Gereja Blenduk. Hal ini tentunya
sangat berbeda sekali dengan batik-batik yang terdapat di daerah lain, batik yang
4
ada di Kota Semarang memiliki kebebasan dalam mengkreasikan motif beserta
coraknya.
4.2 Gambaran Umum Klaster Batik Kota Semarang
Klaster Batik Kota Semarang merupakan salah satu organisasi yang berdiri
dan aktif dalam bidang industri maupun usaha batik di Kota semarang. Lokasi
klaster batik Kota Semarang berada di jalan Pandanaran II no 2-A Kota Semarang
yang berdekatan dengan pusat pemerintahan maupun perdagangan. Klaster batik
Kota Semarang dalam perkembangannya diawali dari keberadaan batik di Kota
Semarang yang mengalami pasang surut dalam perkembangannya dimulai pada
saat penjajahan belanda yang terus mengalami perubahan mulai dari ciri khas
maupun keunikan yang dimilikinya. Pada saat penjajahan Jepang di Tahun 1942
kegiatan membatik di Kota Semarang terganggu karena kawasan dalam kegiatan
membatik di bakar, namun pada tahun 1970 hingga tahun 1990an industri maupun
usaha membatik kembali muncul hingga kembali tenggelam karena tidak ada yang
meneruskan usaha membatik ini. Di tahun 2006 barulah kembali kegiataan industri
maupun usaha membatik serta menjadi tahun berdirinya Klaster batik Kota
Semarang dalam industri maupun usaha batik di Kota Semarang.
4.3 Tujuan Berdirinya Klaster Batik Kota Semarang
Dalam mendapatkan suatu pencapaian yang diinginkan maka diperlukan
suatu perencanaan maupun tindakan yang tepat agar dapat terwujud, maka dari itu
diperlukan adanya tujuan dalam suatu organisasi, baik dari kelompok maupun
maupun suatu perusahaan. Sebagai salah satu organisasi yang menaungi para
5
pelaku usaha atau industri batik di Kota Semarang, Klaster Batik Kota Semarang
tentunya juga memiliki tujuan yang diinginkan agar organisasi ini menjadi lebih
baik lagi kedepannya. Tujuan dari berdirinya Klaster Batik Kota Semarang sendiri
yaitu menghimpun dan memberdayakan potensi dan sumberdaya ekonomi yang ada
di masyarakat, diharapkan juga dengan adanya Organisasi Klaster Batik Kota
Semarang dapat menjadi salah satu penunjang program dari pemerintah dalam
upaya menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat sehingga juga dapat meningkatkan kesejahteraan dari
para anggota pada khususnya dan masyarakat secara umumnya.(Wawancara Pak
Joko Sunarto, Ketua Klaster Batik 6 Mei 2018)
4.4 Gambaran Umum Informan
1) Dari hasil wawancara Penulis dengan beberapa anggota yang tergabung
didalam Klaster Batik Kota Semarang mendapatkan hasil bahwa yang
sekarang ini Klaster Batik memiliki ketua yaitu Pak Joko Sunarto atau biasa
dipanggil Pak Joko, umur 54 tahun, yang juga sebagai pengrajin batik
maupun pemilik dari Industri atau usaha Batik yang tergabung dalam
Klaster Batik ini. Berikut ini merupakan sedikit informasi terkait
keberadaan Klaster Batik Kota Semarang ini:
“...Awalnya itu, kelompok ini berdiri dari kita yang dulunya itu
memang sering kumpul-kumpul sama para pengrajin batik lain yang
ada di Kota Semarang ini kemudian lama kelamaan kita mendapat
dorongan dari dinas terkait untuk membentuk Klaster ini sebagai
wadah bagi para pengrajin maupun pemilik usaha batik yang ada di
Kota Semarang yang sebelumnya itu pasang surut keberadaannya
karena berbagai faktor.”(Hasil Wawancara Pak Joko Sunarto, 6 Mei
2018)
6
Dengan adanya hal tersebut maka pak Joko dianggap memiliki pengetahuan
yang cukup luas dalam hal Usaha atau Industri yang berhubungan dengan
Kerajinan Batik ini. Pak Joko Sendiri menjadi salah satu informan utama karena
saat ini juga beliau menjabat sebagai Ketua Klaster Batik Kota Semarang atau
merupakan salah satu orang yang memiliki peranan penting di dalam Klaster
Batik Kota Semarang, dengan begitu beliau memiliki pengetahuan yang
ditujukan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu tentang
modal sosial Klaster Batik Kota Semarang untuk menjaga eksistensi potensi
lokal khususnya Batik di Kota Semarang.
2) Bu Afifah 57 tahun, sebagai Pengrajin atau Pemilik usaha atau indusri batik
yaitu Figa Collection. Dalam penelitian ini Bu Afifah dipilih sebagai salah
satu informan pendukung dalam penelitian ini karena beliau merupakan
salah satu dari beberapa Usaha atau Industri yang bergabung didalam
Klaster Batik ini. Sehingga diharapkan beliau dapat memberikan
kelengkapan data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melaksanakan
penelitian ini.
3) Bu Umi Salamah 48 tahun, beliau merupakan pemiliki dari Usaha atau
Industri Batik di Kota Semarang yaitu Salma Batik Malon. Dalam penelitian
ini Bu Umi merupakan informan pendukung yang diharapkan mampu
memberikan data yang dibutuhkan peneliti karena beliau merupakan salah
satu anggota yang telah lama bergabung didalam Klaster Batik ini serta
mengetahui perkembangan yang terjadi didalam Klaster Batik ini dari awal
terbentuknya hingga sekarang ini.
7
4) Bu Yuanita beliau merupakan perwakilan dari Dinas Koperasi dan UMKM
Kota Semarang, beliau merupakan perwakilan dari pihak terkait Yaitu
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang ikut memberikan
dukungan dalam hal ini bentuk dukungan yang diberikan diantaranya
melalui fasilitas pembinaan, pelatihan membatik, maupun desain terhadap
kelompok atau organisasi hingga saat ini. Sehingga dipilih menjadi salah
satu informan yang dapat membantu menjawab rumusan masalah.
5) Bu Endang Sulistyamurniasih beliau merupakan perwakilan dari Dinas
Perindustrian Kota Semarang, Dinas terkait yang turut membantu para
Pemilik atau Pengrajin batik dalam memasarkan produk yang dihasilkan
oleh mereka dalam hal ini yaitu Batik Semarangan.
6) Bu Irma beliau merupakan perwakilan dari BAPPEDA Kota Semarang,
Dinas selanjutnya yang turut mendukung keberadaan Kelompok atau
Organisasi ini beberapa bentuk dukungannya ialah berupa melakukan
monitoring terhadap Klaster Batik ini, rembung Klaster, serta Workshop.
8
4.6 Struktur dalam Klaster Batik Kota Semarang
4.4.1 Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan program-program yang telah disusun maupun
direncanakan sebelumnya, Klaster Batik Kota Semarang memiliki tim yang
telah dibentuk untuk menjalankan serta menjadikan program yang telah
direncanakan oleh Klaster Batik Kota Semarang agar dapat berjalan dengan
baik. Tim yang telah dibentuk pada saat berdirinya Klaster Batik ini dan
akan mengalami masa pergantian kepengurusan bersamaan dengan rencana
yang akan disusun dalam berdirinya organisasi pada waktu itu. Adapun
struktur dari Klaster Batik Kota Semarang adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur Organisasi Klaster Batik Kota Semarang
9
Sumber: data diperoleh dari dokumen berupa Anggaran Dasar Rumah Tangga
(AD/ART), 2018.
Dalam gambaran struktur organisasi diatas dapat dilihat bahwa Klaster
Batik memiliki tugas atau jobdesk yang harus dilaksanakan di organisasi ini agar
sesuai dengan program maupun tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Beberapa struktur organisasi ini memiliki tugas diantaranya ketua yang memiliki
tugas dalam hal menyampaikan hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan
yang akan dilakukan oleh Klaster Batik baik itu rapat maupun promosi dari hasil
Batik yang dibuat oleh para anggota yang tergabung di Klaster Batik ini,
perbendaharaan yaitu keuangan yang terdapat di organisasi Klaster ini diperoleh
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Bendahara
Bidang Sumber
Daya Manusia Bidang Pameran Bidang Humas Bidang Sosial
dan Rohani Bidang
Permodalan
10
dari uang kas maupun iuran dari para anggotanya, sumbangan yang bersifat tidak
mengikat maupun usaha-usaha yang diperoleh secara sah dan tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam organisasi ini juga terdapat
bidang pameran yang memiliki tugas dalam melaksanakan berbagai promosi
maupun memamerkan hasil karya dari para anggota klaster yaitu Batik yang telah
diproduksi kepada masyarakat luas agar dapat lebih mengenal lagi potensi lokal
yang dimiliki oleh Kota Semarang yang mana salah satunya adalah batik
Semarangan.
1
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan akan dijelaskan mengenai pembahasan
maupun hasil pada penelitian yang sudah dilakukan. Sehingga nantinya akan dibagi
lagi dalam sub-bab yang menjelaskan lebih rinci lagi bagaimana bonding social
capital dan bridging social capital dalam Klaster Batik Kota Semarang. Setelah itu
akan dijabarkan 3 bagian yang terdapat didalam modal sosial yaitu Kepercayaan
(trust), Norma (norms), serta Jaringan (network). Sebagai sumber pendukung dalam
suatu ikatan kerja sama dalam kelompok atau Klaster Batik ini.
Hal ini bahwa modal sosial merupakan suatu hal yang erat kaitannya dalam
pencapaian suatu tujuan, maka didalam bab ini penting untuk dilakukan
pembahasan mengenai modal sosial yang ada pada Klaster Batik Kota Semarang
dalam menjaga eksistensinya dalam bidang industri maupun usaha kerajinan Batik
khususnya di Kota Semarang. Oleh sebab itu untuk mempermudah pemahaman
didalam bab ini, berikut bagan dari ketiga aspek tersebut dalam Klaster Batik Kota
Semarang.
2
Bagan. Bonding Social Capital dan Bridging Social Capital Klaster Batik Kota
Semarang.
Berdasarkan dari bagan yang ada diatas akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan
pembentukan modal sosial yang akan dijabarkan melalui sub-bab. Dalam penelitian yang
dilakukan ini peneliti menggunakan teori modal sosial milik Putnam dengan menggunakan 3
bagian dari modal sosial yang menjadi pemikirannya yakni kepercayaan (Trust), norma
(Norms), serta jaringan (Networks). Dari ketiga bagian modal sosial tersebut merupakan
sumber pendukung dalam sebuah ikatan kerjasama yang mampu meningkatkan efisiensi dalam
masyarakat dengan memfasilitasi aksi-aksi yang terkordinasi. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa Klaster Batik Kota Semarang merupakan salah satu kelompok yang berasal
dari Kota Semarang yang bertahan untuk mewadahi para industri maupun usaha Batik
Semarang. Dengan segala keterbatasan yang ada, peneliti akan mencoba melakukan penelitian
bagaimana terbentuknya modal sosial dalam Klaster Batik ini serta menjawab rumusan
masalah yang telah dibuat yaitu bagaimana Klaster Batik Kota Semarang dalam memanfaatkan
modal sosial yang dimiikinya untuk menjaga eksistensi dalam bidang industri atau usaha batik
di Kota Semarang.
Klaster Batik Kota
Semarang
Networks
Norms
Trust
Pen
gu
rus
Kla
ster
Bat
ik
Pen
grajin
Batik
anggo
ta Klaster
Batik
Networks
Norms
Trust
Bonding Social Capital
Pihak Lain Seperti :
Dinas Perindustrian
Kota Semarang
BAPPEDA Kota
Semarang
Dinas Koperasi dan
UMKM Kota
Semarang
Bridging Social Capital
3
5.1 Pembentukan Trust, Norms dan Network pada Bonding Social Capital Klaster Batik
Kota Semarang.
Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai proses pembentukan modal sosial dan
bonding social capital yang ada di dalam Klaster Batik Kota Semarang. Termasuk di dalamnya
yang terkait dengan bagaimana awal mula klaster ini dalam merekrut para anggota maupun
para pengrajin batik untuk bergabung di dalam Klaster Batik ini, motif dan latar belakang
Klaster Batik ini dalam merekrut para pengrajin batik tersebut, hingga keterlibatannya dalam
hubungan sosial tersebut serta manfaat yang didapatkan setelah para pengrajin ini bergabung
dengan Klaster Batik Kota Semarang. Dari semua hal yang ada tersebut nantinya akan merujuk
pada tujuan dari Klaster Batik Kota Semarang sendiri dalam memanfaatkan modal sosial yang
dimiliki untuk menjaga eksistensi di bidang industri atau usaha kerajinan Batik khususnya yang
ada di Kota Semarang. Selanjutnya dapat diketahui bagaimana urgensi dari modal sosial dalam
Klaster Batik Kota Semarang terkait dengan kemampuan Klaster Batik Kota Semarang dalam
memenuhi kebutuhan serta harapan dari para UKM atau pengrajin batik yang ikut bergabung
di dalam klaster batik ini. Dalam bab ini juga akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan
bonding social capital dalam Klaster Batik Kota Semarang. Hal ini juga akan digambarkan
bagaimana hubungan sosial yang terjadi di dalam internal dari Klaster Batik Kota Semarang
yang nantinya akan dijabarkan secara rinci dalam sub-bab berikutnya yang terkait dengan
kepercayaan (trust), jaringan (network) dan norma (norm).
Bagan . Alur Analisis Pembentukan Modal Sosial Klaster Batik Kota Semarang
(Bonding Social Capital)
Saling berinteraksi antara
satu dengan yang lain
Klaster Batik Kota Semarang
Kepercayaan
Jaringan
Norma
4
Bonding Social Capital
Sebagai salah satu kajian penting di dalam sosiologi yaitu hal yang mengenai hubungan
sosial atau relasi sosial yang ada di masyarakat tidak terkecuali dalam Klaster Batik ini. Dalam
organisasi ini juga terdapat beberapa orang atau kelompok yang menjadi satu kesatuan seperti
pengurus dari Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin batik atau UKM yang ikut
bergabung di Klaster Batik ini. Hal ini, merupakan salah satu ciri khas dalam kajian sosiologi
yang juga menjadi suatu kesatuan analisis dalam studi yang dilakukan oleh Putnam, yakni yang
bersifat struktural atau institusional. Di dalam analisis tersebut mencakup analisis kebutuhan
pokok sekaligus cara-cara pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal tersebut erat sekali kaitannya
dengan keberlangsungan atau eksistensi dalam Klaster Batik Kota Semarang dalam upaya
meningkatkan potensi lokal yaitu Batik Semarangan.
Pengurus
Klaster
Batik
Pengrajin /
UKM Batik
Pada awalnya dilandasi dengan:
1. Keadaan, kesamaan tujuan, kebutuhan serta
harapan dari para anggotanya.
2. Motif serta latar belakang anggota
bergabung dengan Klaster Batik Kota
Semarang.
3. Keterlibatan serta kontribusi anggota dalam
Klaster Batik serta manfaatnya.
5
Sebagai salah satu kelompok atau organisasi yang memiliki struktur didalamnya maka
tentunya dibutuhkan beberapa aspek yang mampu menjaga keberlangsungannya, salah satunya
ialah modal sosial. Dalam hal ini modal sosial sangat penting untuk dijadikan sebagai suatu
bahan penting dalam berjalannya suatu struktur sosial. Jadi suatu kelompok atau organisasi
batik yang memiliki struktur sosial di dalamnya harus mampu membuka terciptanya modal
sosial agar keberlanjutan maupun keberlangsungannya tersebut dapat terus berjalan. Modal
sosial juga dapat dilihat sebagai sumber investasi untuk mendapatkan sumber daya yang baru
dan tentunya dibutuhkan serta akan terus dicari oleh masyarakat dalam mencapai tujuan
masing-masing. Oleh sebab itu suatu kelompok atau organisasi mengarah pada suatu bentuk
kerjasama, maka dari itu modal sosial dianggap oleh masyarakat sebagai suatu sikap saling
percaya terhadap kelompok maupun individu yang ikut bergabung didalamnya bahwa apa yang
dipercayainya ini mampu untuk memberikan sumber daya yang diperlukannya. Dari sini dapat
dilihat bahwa setiap individu yang ikut dalam suatu organisasi atau kelompok memiliki
beragam harapan serta kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi kedepannya sebab bila hal ini
hanya dilakukan secara individu maka akan terasa sedikit lebih sulit serta menyita waktu yang
lebih lama atau hal yang diharapkan akan sulit untuk dapat diwujudkan. Namun menjadi
catatan bahwa keberhasilan dalam mewujudkan sebuah tujuan harus sebanding dengan potensi
yang dimiliki oleh sebuah kelompok tersebut.
Tujuan dari berdirinya Klaster Batik Kota Semarang ini sendiri yaitu untuk mewadahi
serta menyatukan para pengrajin batik yang ada di Kota Semarang yang mana dulunya
keberadaan industri atau usaha dari Batik Semarang ini mengalami naik turun dalam
perkembangannya hal inilah yang menjadi latar belakang dibentuknya kelompok atau
organisasi ini. Selain Klaster batik ini memiliki peran sebagai pihak yang membantu para
pengrajin batik untuk mengembangkan atau saling bertukar informasi dalam karya-karya batik
yang dihasilkan. Selain itu juga Klaster Batik Kota Semarang sebagai media promosi atau
6
memamerkan hasil kerajinan batiknya di Kota Semarang maupun pada event atau acara yang
dilangsungkan di Kota Semarang atau diluar Kota Semarang. Dari hal tersebut para pengrajin
batik yang ikut bergabung di Klaster Batik Kota Semarang ini dapat memiliki konsumen atau
penikmat seni batik yang tidak hanya berasal dari Kota Semarang saja. Dengan adanya fasilitas
atau kemudahan yang ditawarkan oleh Klaster Batik Kota Semarang serta diharapkan juga
setiap anggota atau pengrajin batik didalamnya dapat merealisasikan keinginannya yaitu
memperkenalkan kerajinan lokal yaitu kerajinan Batik dari Jawa Tengah khususnya dari Kota
Semarang. Sama halnya yang diungkapkan oleh Putnam (1993), dimana modal sosial ialah
suatu karakteristik dari organisasi sosial, seperti norma, jaringan-jaringan, maupun rasa
kepercayaan, yang mampu untuk meningkatkan efisiensi dari masyarakat dengan ikut dalam
memfasilitasi aksi yang terkordinasi (Putnam, 1993).
5.1.1 Jaringan dalam Bonding Social Capital Klaster Batik Kota Semarang
Dalam penelitian ini, hampir keseluruhan informannya yang bergabung di
dalam Klaster Batik ini merupakan para pelaku industri, usaha maupun pengrajin batik
yang merupakan produk dari jaringan sosial. Para anggota yang tergabung dalam
kelompok atau organisasi Klaster Batik ini ada yang sudah mengenal lebih dulu
sebelum bergabung di Klaster Batik ini. Beberapa informan ada yang mengaku sudah
saling mengenal dengan menghadiri acara atau pelatihan yang diadakan oleh Dinas
terkait. Namun ada juga yang ikut masuk di dalam kelompok atau organisasi ini
berdasarkan dari saran teman yang sudah lebih dulu ikut di Klaster Batik Kota
Semarang ini. Hal ini diperkuat dengan apa yang dijelaskan oleh Pak Joko Sutanto
berikut ini:
“Dengan adanya Klaster Batik ini dulunya kita itu melakukan perekrutan
dengan cara melihat mereka dari hasil karyanya dari pelatihan-pelatihan yang
diikuti biasanya melalui dinas terkait yang mengadakan pelatihan-pelatihan
dalam hal membatik, kemudian mereka yang ada kita tawari untuk ikut masuk
7
di Klaster batik ini, namun ada juga beberapa anggota atau pengurus yang
memang dari awal sudah saling kenal juga” (Hasil Wawancara Pak Joko Sutanto
Ketua Klaster Batik Semarang, 6 Mei 2018)
Bagi informan tersebut yang menjadi hal utama dan terpenting dalam merekrut
para pengrajin batik ini bagaimana para pengrajin ini mau untuk terus belajar serta
mengasah keterampilan mereka melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan dari pihak-
pihak yang ikut mendukung Klaster Batik maupun para pengrajin dari Batik Semarang
ini. Agar para pengrajin yang ada di Kota Semarang ini dapat terus menjaga eksistensi
dari Batik Semarang.
5.1.2 Kontribusi dan Peran pengrajin Batik terhadap Klaster Batik Kota Semarang
Agar pencapaian sebuah tujuan dapat tercapai, tentunya diperlukan kontribusi
serta peran dari para anggotanya. Keterlibatan dalam diri para anggota akan mampu
membangun sejumlah asosiasi serta melakukan kegiatan yang terkordinasi (collective
action) (Field, 2005). Itulah sebabnya kesadaran menjadi sebuah elemen yang begitu
penting di dalam kelompok masyarakat termasuk di kelompok atau organisasi Klaster
Batik ini. Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki oleh para anggotanya, maka
akan berjalan dengan lancar hubungan timbal balik yang terjadi didalamnya. Jadi setiap
anggota yang ada didalamnya dituntut untuk menjalankan peran atau jobdesk masing-
masing atau melakukan hal-hal yang bersifat produktif. Dari hal-hal yang produktif
tersebut nantinya akan menjadi sumber daya dalam membangun modal sosial yang ada
di dalam kelompok atau organisasi Klaster Batik ini. Putnam juga menjelaskan bahwa,
seperti dalam bentuk modal-modal yang lainnya, modal sosial yang bersifat produktif,
dapat memungkinkan dalam pencapaian suatu tujuan tertentu, yang mana jika tidak
dibarengi dengan kontribusi yang baik maka tujuan itu tidak akan bisa tercapai
(Lawang, 2004).
8
Dengan adanya peran aktif dari masing-masing anggotanya akan memunculkan
tindakan yang terkordinasi. Di dalam Klaster Batik Kota Semarang sendiri terdapat
beberapa job dengan peran yang berbeda-beda seperti Klaster Batik Kota Semarang
yang berisikan Ketua, Wakil ketua, Bendahara, Sekretaris, Bidang SDM, Bidang
Pameran, Bidang Humas, Bidang Sosial, Bidang Permodalan, dan Para Pengrajin
Batik Semarangan yang ikut bergabung di Klaster Batik Kota Semarang.
Di Klaster Batik Kota Semarang ini sendiri setiap bulan melakukan rapat atau
pertemuan yang diadakan oleh Klaster Batik ini sehingga memungkinkan terjadinya
hubungan timbal balik atau sharing of knowledge. Tidak hanya hal itu saja, pertemuan
tersebut biasanya juga membahas apa saja kegiatan atau perkembangan dari Batik
Semarang iu sendiri serta jika ada kendala atau masalah dapat dicarikan solusi terbaik
di dalam pertemuan Klaster Batik ini. Dengan hal tersebut, setiap informan yang ada
memiliki keterlibatan masing-masing di dalam Klaster Batik ini. Seperti yang
diungkapkan oleh Ketua Klaster Batik Kota Semarang pak Joko Sunarto Berikut ini:
“karena batik Semarang ini yang beberapa tahun sebelumnya
mengalami pasang surut dalam perkembangannya, maka kami terus
melakukan inovasi dalam membuat batik biar makin dikenal lagi seperti
batik yang berasal dari luar Kota Semarang mas. Sehingga saya sebagai
ketua klaster batik mengajak rekan dari pengrajin batik yang ikut di
klaster batik ini untuk mengikuti berbagai kegiatan atau pelatihan yang
berhubungan dengan peningkatan hasil batik mereka salah satunya ya
dari pameran yang diselenggarakan di Semarang maupun di luar
Semarang agar terlihat lebih menarik lagi dan mendapat banyak
perhatian dari konsumen.” (Hasil wawancara pak Joko Sunarto 6 Mei
2018)
Sebagai seorang Ketua di dalam organisasi Klaster Batik ini, Disini Pak Joko
memiliki peran sebagai salah satu yang menyampaikan informasi kepada para pengurus
Klaster Batik yang lain serta diteruskan kepada para anggota yang ikut didalam Klaster
Batik ini, misalnya saja adanya pelatihan, seminar, maupun pameran untuk lebih
9
meningkatkan lagi eksistensi dari Batik Semarang itu sendiri. Seperti yang
diungkapkan oleh informan berikut ini:
“Disini saya sebagai anggota Klaster Batik (Figa Batik) tetap terus usaha
buat bikin batik dengan motif yang lebih menarik lagi meskipun yang
gabung di Klaster Batik ini dari berbagai tempat ya kita para anggota itu
punya ciri khasnya sendiri dalam motif batik yang kita buat meskipun
secara garis besar sama tapi tetap ada perbedaanya sedikit, terus saya
dengan gabung Klaster Batik ini merasa terbantu sekali misalnya soal
pemasaran produk biar ndak keluar uang banyak kita yang ikut Klaster
itu ada fasilitas pameran sama pelatihan juga dari pihak pendukung
jadinya ikut meringankan pengeluaran juga.”(Hasil Wawancara Bu
Afifah, 10 Mei 2018)
“Kalau saya (Salma Batik) yang juga menjadi anggota Klaster Batik
sekarang ini belajar buat mengembangkan batik lagi Klaster ini juga
sebgai salah satu tempat untuk kita belajar atau sharing informasi lebih
banyak lagi tentang batik khususnya, ya tentu agar kedepannya batik
Semarang eksistensinya itu terus terjaga serta dapat dikenal lebih luas
lagi sama masyarakat banyak.”(Hasil Wawancara Bu Umi Salamah, 15
Mei 2018)
Bentuk kontribusi yang diberikan para anggota yang tergabung didalam Klaster
Batik ini memiliki kesamaan yaitu terus mengembangkan produksi batik yang
dihasilkan kepada masyarakat luas serta menjadi salah satu tempat dalam
mempromosikan produk batik mereka salah satunya melalui berbagai kegiatan yang
digelar salah satunya yaitu pameran. Dengan adanya kontribusi seperti ini
memperlihatkan suatu hubungan antara anggota yang ikut terlibat di dalam Klaster
Batik ini. Sebagai salah satu wadah, Klaster Batik memberikan beberapa fasilitas
diantaranya ialah pameran serta beberapa pelatihan yang memiliki keterkaitan untuk
meningkatkan eksistensi dari batik Semarang itu sendiri. Sedangkan anggota dari
beberapa pengrajin batik ini tetap terus produktif dalam menghasilkan karya dalam hal
ini tentunya batik.
Kontribusi serta keterlibatan para anggota didalam kelompok Batik ini seperti
yang telah dipaparkan diatas menjadi salah satu bukti bahwa didalam suatu hubungan
10
timbal balik dan kerjasama yang saling memberikan dampak positif serta mampu
meminimalisir kesulitan yang dialami. Oleh sebab itu, adanya tujuan bersama yang
dapat dicapai serta dapat dinikmati manfaatnya secara bersama-sama, seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya, salah satu tujuan dari adanya keberadaan Klaster Batik
ini ialah untuk membawa Batik Khususnya yang ada di Kota Semarang ini dapat lebih
dikenal lagi baik itu di Kota Semarang maupun Di luar Kota Semarang. Dengan adanya
tujuan bersama ini diharapkan juga kepada setiap anggota yang ada memiliki peran
yang aktif serta turut berkontribusi dalam organisasi atau kelompok ini agar tujuan yang
telah direncanakan dapat terwujud.
Beberapa bentuk peran para anggota yang tergabung dalam Klaster Batik ini
(Belajar pelatihan menggunakan pewarna dari alam dalam pembuatan motif batik)
5.1.3 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan para pengrajin batik
(trust/kepercayaan)
Seperti yang sudah dijelaskan oleh Putnam sebelumnya bahwa rasa percaya
(mempercayai) ialah suatu bentuk keinginan yang digunakan dalam mengambil resiko
11
didalam hubungan sosialnya yang didasari dengan perasaan yakin bahwa yang lainnya
juga akan melakukan sesuatu seperti yang telah diharapkan serta akan senantiasa
melakukan tindakan dalam suatu pola yang akan saling memberikan dukungan, yang
lain tidak akan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri dan
kelompoknya (Putnam, 1993). Dalam hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan
merupakan suatu bagian yang cukup penting dalam keberlangsungan modal sosial yang
ada di dalam Komunitas atau organisasi yang dalam hal ini ialah Klaster Batik Kota
Semarang ini.
Pentingnya menjaga rasa saling percaya yang terjalin diantara masing-masing
anggota dalam organisasi batik ini agar terciptakan suasana yang kondusif serta
harmonis. Menjaga suatu kepercayaan disini merupakan salah satu indikasi dalam
mewujudkan modal sosial yang baik, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh
putnam, bahwa pada dasarnya kepercayaan sosial itu sendiri merupakan produk dari
modal sosial yang baik, dengan adanya modal sosial yang baik ditandai juga dengan
adanya lembaga sosial yang kokoh juga sehingga modal sosial itu sendiri melahirkan
suatu kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995 dalam Suharto, 2005). Dalam hal
ini penelitian modal sosial yang baik akan memiliki pengaruh dalam keberhasilan
kelompok atau organisasi batik ini dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.
Kepercayaan yang terdapat pada kelompok atau organisasi batik ini dapat
dilihat dari seberapa seringnya komunikasi maupun interaksi yang terjadi didalamnya.
Rasa percaya yang ada ini dapat tercipta melalui seberapa seringnya para anggota ini
melakukan suatu interaksi atau pertemuan. Dengan adanya interaksi yang terjadi seperti
ini maka masing-masing anggota yang ada dapat saling lebih mengenal lagi serta dapat
berusaha untuk membangun hubungan sosial dengan anggota yang lainnya.
12
Berikut ini gambaran dari hubungan sosial yang terjadi antar anggota dalam
Klaster Batik Kota Semarang menurut informan dalam penelitian ini:
“Hubungan dengan para pengurus atau anggota yang ikut didalam Klaster Batik
ini, ya saya sebagai ketua biasanya memberi info kegiatan Klaster ini lewat
media sosial, nah jika di Klaster Batik ini sendiri itu kita memang punya jadwal
rutin pertemuan biasanya itu sebulan sekali, serta melalui pameran nah didalam
kegiatan pameran ini kepercayaan klaster muncul kepada UKM yang tergabung
di kelompok ini untuk saling support mendukung kegiatan ini demi memajukan
batik semarang serta menjadi ajang promosi demi meningkatkan ekonomi dari
UKM yang terlibat ”(Hasil wawancara Pak Joko Ketua Klaster Batik 6 Mei
2018)
Berdasarkan ungkapan salah satu informan diatas menggambarkan hubungan
sosial yang terjadi didalam Klaster Batik Kota Semarang. Hubungan sosial ini sendiri
bertujuan agar komunikasi antar anggota dapat terus terjaga sehingga kerjasama yang
ada ini dapat terus berjalan karena adanya kegiatan tersebut. Hal tersebut juga diperkuat
dengan adanya ungkapan dari informan lainnya yang menggambarkan mengenai
hubungan sosial yang terjadi didalam kelompok atau organisasi batik ini, berikut ini
merupakan wawancara dengan informan tersebut:
“Kalau saya sebagai anggota, komunikasi dengan pengurus Klaster Batik itu
biasanya melalui media sosial mas, biasanya lewat WA (WhatsApp) kalau ada
info yang mendadak kan jadi mudah ya, sedangkan kalau ada hal yang lebih
penting biasanya ada pameran, pelatihan, atau pertemuan sebulan sekali.”
(Wawancara Bu Afifah, 10 Mei 2018)
“Dalam menjaga komunikasi di Klaster Batik ini yang saya rasakan ya biasanya
itu ada pertemuan yang membahas apa yang terjadi selama sebulan ini, jika ada
kendala ya dimusyawarahkan atau dirembugkan juga di pertemuan ini, kalau
ada informasi misalnya pameran, seminar/pelatihan atau hal lainnya biasanya
diberitahu lewat media sosial.” (Wawancara Bu Umi Salamah, 15 Mei 2018)
Dari hasil wawancara yang ada diatas dapat dilihat bahwa terdapat
kedekatan hubungan yang terjadi, hal ini diakibatkan seringya melakukan
komunikasi dengan memanfaatkan media teknologi selain melakukan
pertemuan secara langsung. Dengan semakin seringnya melakukan komunikasi
13
akhirnya membentuk suatu kedekatan yang lebih baik lagi sehingga informasi
yang ada dapat tersampaikan secara jelas dan baik. Selain itu juga pertemuan
langsung yang dilakukan oleh pihak Klaster Batik dengan para anggotanya juga
menambah kedekatan yang lebih intens antara para pengurus Klaster dengan
anggota Klaster Batik ini.
5.1.4 Norma Di dalam Klaster Batik Kota Semarang
Norma-norma sosial akan sangat berperan di dalam mengontrol perilaku yang
tumbuh di dalam masyarakat. Pengertian dari norma itu sendiri ialah sekumpulan aturan
yang diharapkan dapat dipatuhi serta diikuti oleh anggota masyarakat. Keberadaan dari
norma sosial ini tidak dapat dilepaskan dari atribut modal sosial, karena norma itu
sendiri merupakan salah satu elemen yang penting dalam mengontrol tindakan serta
perilaku-perilaku dari para aktor-aktor yang terdapat pada suatu komunitas atau dalam
konteks penelitian ini yaitu kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota Semarang.
Sehingga tujuan adanya norma sendiri agar mampu mengantisipasi penyimpangan-
penyimpangan yang bisa memicu suatu permasalahan atau hal yang merugikan anggota
lainnya.
Untuk mengetahui bagaimana gambaran keberadaan norma yang ada di dalam
penelitian ini yaitu Klaster Batik Kota Semarang dapat dilihat bagaimana aktivitas yang
selama ini berlangsung. Dalam suatu aktivitas didalam hubungan sosial pasti di
dalamnya terdapat aturan, nilai, mekanisme-mekanisme, kebiasaan, serta kesepahaman
seperti yang telah disepakati secara bersama-sama. Berikut hasil wawancara mengenai
aturan maupun norma di dalam Klaster Batik Kota Semarang yang disampaikan oleh
informan:
“Kalau peraturan tertulis tidak ada kita saling percaya saja mas sama setiap
anggota, tapi di Klaster Batik ini dalam AD/ART kita tidak boleh terlibat di
14
politik praktis, terorisme, sama hal-hal yang sifatnya SARA atau hal yang
bertentangan dengan nilai pancasila sama undang-undang dasar 1945 mas kalau
memang ada yang melanggar ya kita keluarkan dari kelompok atau organisasi
ini mas, tapi untuk sekarang ini di klaster belum ada kejadian seperti
ini.”(Wawancara Pak Joko Ketua Klaster Batik, 6 Mei 2018)
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa norma yang terdapat didalam Klaster
Batik Kota Semarang, dimana para anggotanya yang ikut dalam Klaster Batik ini tidak
boleh terlibat dalam hal yang tidak dibenarkan sesuai dengan pasal yang tercantum di
dalam AD/ART yang sudah disepakati secara bersama-sama. Norma juga memiliki
peran serta dalam melakukan kontrol serta mengatur apa saja yang boleh dilakukan
anggotanya didalam organisasi yang diikutinya. Selain itu, norma tidak hanya dibuat
hanya untuk mengatur atau mengontrol individu dalam suatu komunitas dalam hal ini
Klaster Batik Kota Semarang tetapi juga sebagai salah satu bagian untuk mencapai
tujuan yang diinginkan oleh Klaster Batik Kota Semarang (Putnam,1993, 2002 dalam
Hasbullah, 2006).
5.2 Pembentukan trust, norms dan network pada bridging social capital Klaster Batik
Kota Semarang
Pada sub-bab kali ini akan dijelaskan mengenai bentuk modal sosial yang
menjembatani jejaring sosial (Bridiging Social Capital) yang dibangun oleh Klaster batik Kota
Semarang. Dengan adanya Bridging Social Capital dapat membuat peluang akses dari tiap
anggota semakin terbuka lebar untuk dapat terlibat dalam jejaring yang lebih luas lagi. Karena
dalam mencapai suatu tujuan diperlukan adanya suatu kerjasama dengan berbagai pihak yang
mampu membantu dalam sesuatu hal yang tidak dapat dilakukan atau dikerjakan secara
individu. Dalam hal ini, modal sosial yang menjembatani dipandang sebagai salah satu hal
yang lebih menguntungkan untuk dapat menciptakan modal sosial yang lebih besar dan lebih
luas lagi. Klaster Batik Kota Semarang sebagai salah satu organisasi atau kelompok yang fokus
15
di bidang industri atau usaha kerajinan batik berusaha untuk memanfaatkan relasi yang
dimilikinya untuk membantu dalam mencapai tujuannya yaitu dengan cara menjalin hubungan
dengan beberapa pihak yaitu BAPPEDA, Dinas Perindustrian, maupun Dinas Koperasi dan
UMKM Kota Semarang. Berikut ini beberapa ungkapan dari pak Joko selaku dari Ketua
Klaster Batik Kota Semarang mengenai pemanfaatan dari modal sosial yang menjembatani:
“Dengan adanya hubungan atau kerjasama yang dilakukan seperti ini tentunya kita
semua yang di Klaster ini mendapatkan banyak ilmu. Kalau dari Dinas Perindustrian
kita dapat ilmu maupun pelatihan mengenai industri, yang mana hal ini mungkin bisa
meningkatkan eksistensi maupun perekonomian dari batik Semarang itu sendiri. Selain
itu juga kita dari Klaster batik juga dapat koneksi yang lebih luas lagi sama pihak-pihak
lain. Pihak dari dinas terkait juga biasanya seperti yang saya sudah bilang sebelumnya
tadi kita diberikan fasilitas atau bantuan biasanya alat atau perlengkapan dalam
membatik serta memberi tahu juga kalau ada pameran-pameran baik di Kota Semarang
maupun diluar Kota Semarang. (Hasil Wawancara Pak Joko 6 Mei 2018)
Dengan adanya hubungan atau kerjasama yang seperti ini baik dari Dinas Perindustrian,
BAPPEDA, maupun Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dapat memenuhi harapan
dari serta tujuan masing-masing. Berikut ini merupakan bagan analisisnya:
Bagan . Alur Analisis Bridging social capital Klaster Batik
UKM atau
Pengrajin Batik
Kepercayaan
Norma
Jaringan
Pihak lain
seperti:
Dinas
Perindustrian
Kota Semarang
BAPPEDA Kota
Semarang
16
5.2.1 Hubungan antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas Perindustrian Kota
Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, serta Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang.
Pada sub-bab kali ini akan dibahas mengenai bahasan kepercayaan yang terjalin antara
Klaster Batik Kota Semarang dengan pihak diluar Klaster Batik Kota Semarang seperti Dinas
Perindustrian Kota Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang
(BAPPEDA), serta Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. Kepercayaan ini merupakan
salah satu hal yang sangat penting dalam memulai hubungan sosial yang baru. Sehingga
kepercayaan inilah yang menjadi salah satu pondasi bagaimana sebuah proses kerjasama ini
akan berlangsung nantinya. Dalam bridging social capital Klaster Batik Kota Semarang
terdapat 3 informan yang akan menjelaskan mengenai bagaimana proses dalam memunculkan
rasa percaya, berikut ini ialah beberapa ungkapannya:
“Jika dari dinas kita terutama Dinas Perindustrian Kota Semarang kepercayaannya
berawal dari potensi yang dimiliki oleh Kota Semarang ini, serta memajukan ekonomi
maupun potensi lokal yang dulunya itu sempat pasang surut dalam perkembangannya,
kemudian adanya kemauan yang kami lihat dari para UKM atau pengrajin ini punya
kemauan yang tinggi untuk maju maka kami berusaha ntuk memberikan dukungan
melalui Klaster Batik ini salah satu dukungannya seperti yang sudah ada itu berupa
Bridging Social
Capital
Pengurus Klaster
Batik Kota
Semarang
17
membantu pemasaran produk batik yang diproduksi.”(Hasil Wawancara, Bu Endang
Dinas Perindustrian Kota Semarang, 25 Mei 2018)
“Rasa percaya ini timbul karena dari BAPPEDA Kota Semarang sendiri memang ada
program yaitu FEDEP yang bertujuan untuk pengembangan ekonomi serta perluasan
lapangan kerja, dalam mendukung potensi unggulan yang dimiliki oleh daerah-daerah
salah satunya dari Kota Semarang yang memiliki batik yang menjadi beberapa dari
produk lokal unggulan yang dimiliki oleh Kota Semarang.”(Hasil Wawancara Bu Irma
Staf BAPPEDA Kota Semarang, 25 Mei 2018)
Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh beberapa informan diatas, terlihat
bagaimana relasi yang luas membantu dalam mencapai beberapa tujuan yang tidak
dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau mandiri. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
bagaimana Klaster Batik Kota Semarang memanfaatkan hubungan yang dimilikinya
dengan pihak luar untuk menjangkau bidang lainnya. Dimana jika ada dari pihak
Klaster batik yang mengalami kesulitan dalam pemasaran produk-produk batik yang
dihasilkan dari para anggota Klaster mereka bisa menghubungi pihak dari Dinas
Perindustrian untuk dapat membantu memasarkan produk batiknya. Selain itu juga,
untuk membantu menjaga potensi lokal atau potensi unggulan yang dimiliki dengan
menggandeng para UKM unggulan yang dimiliki oleh setiap daerah melalui
BAPPEDA Kota Semarang, salah satu produk unggulan yang ada yaitu Batik dari Kota
Semarang. Selain itu juga Klaster Batik Semarang mendapat dukungan dari pihak Dinas
Koperasi dan UKM Kota Semarang dalam hal membantu pengembangan usaha dari
para pelaku UKM Batik yang ada. Berikut ini pernyataan dari informan tersebut:
“Pada awalnya itu, melalui Ketua Klaster Batik agar dapat memberikan
informasi terhadap para anggotanya agar bisa mengikuti pelatihan-pelatihan
yang kita berikan. Kita juga mensupport Klaster maupun para pelaku batik yang
ada ini eksistensinya dapat lebih baik lagi serta dikenal masyarakat luas melalui
pengetahuan yang mampu kita berikan ke mereka, tapi kita juga memberikan
mereka kepercayaan juga dalam mengembangkan potensi-potensi yang sudah
dimiliki oleh para pengrajin batik ini.”(Hasil Wawancara Pihak Dinas Koperasi
dan UKM Kota Semarang, Mei 2018)
18
Seminar yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM yang melibatkan Klaster Batik
Kota Semarang
19
Pelaksanaan workshop motif batik oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang
5.2.2 Norma-norma dalam jejaring modal sosial Klaster Batik dengan Dinas
Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta BAPPEDA Kota Semarang.
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai norma dalam jejaring modal sosial Klaster
Batik Kota Semarang Dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota
Semarang, Dinas Koperasi dan UMKM, serta pihak dari Dinas Perindustrian Kota Semarang
dari informan yang ada ini merupakan beberapa pihak yang ikut mendukung Klaster Batik Kota
Semarang sejauh ini. Sehingga untuk memelihara maupun mengontrol kerjasama tersebut
maka dibutuhkan sebuah kesepakatan atau norma tertentu yang dibuat berdasarkan dengan
kesepakatan yang dibuat serta untuk dapat dipatuhi secara bersama.
Di dalam penelitian yang dilakukan ini adapun norma yang diterapkan lebih berupa
kesepakatan yang dibuat berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati secara bersama-sama.
Dimana kesepakatan tersebut tertuang di dalam AD/ART dalam Klaster Batik Kota Semarang.
Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat tersebut melahirkan beberapa
kerjasama yang akan dijelaskan oleh beberapa informan mengenai hal ini:
20
“Kalau dari pihak kita biasanya ada pertemuan atau evaluasi yang diadakan antara
pihak BAPPEDA Kota Semarang dengan pihak Klaster Batik mengenai apa saja yang
sudah dilakukan dalam beberapa bulan kebelakang di Klaster Batik ini biasa
pertemuannya itu diadakan 6 bulan sekali” (Wawancara Bu Irma Setyanti staf
BAPPEDA Kota Semarang, 25 Mei 2018)
“Bentuk kerjasama dengan Klaster dari Dinas khususnya Dinas Perindustrian Kota
Semarang yang kami berikan lebih kepada bantuan, nah bantuan yang dimaksud disini
itu lebih kepada pelatihan kepada para pengrajin batik supaya hasil membatik dari
mereka itu semakin baik lagi” (Wawancara Bu Endang Kepala Bidang Industri Kimia
dan Tekstil dari Dinas Perindustrian Kota Semarang, 25 Mei 2018)
“Kalau bentuk dukungan dari Pihak sini lebih kepada pelatihan membatik sama
mendesain sama dari Dinas Koperasi dan UMKM juga terdapat suatu imstruksi
Gubernur No 518/23546 itu tentang pendekatan One Village One Product (OVOP)
dalam pengembangan produk desa salah satu produknya yaitu Batik Semarang tahun
2011”(Wawancara Pihak Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang diwakili
oleh BU Yuanita “Kepala seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan”, 23 Mei 2018)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, norma yang terdapat di Klaster Batik
Kota Semarang ini lebih kepada peraturan yang sudah disepakati serta disetujui oleh para
pengurus Klaster maupun para anggota yang ada didalamnya yang juga sudah tercantum dalam
AD/ART dalam Klaster Batik Kota Semarang. Peraturan atau kesepakatan tersebut dapat
melahirkan suatu tindakan yang kooperatif dimana dari diri mereka masing-masing melakukan
kegiatan yang sesuai bidangnya masing-masing. Putnam juga menjelaskan bahwa dalam suatu
norma terdapat asas respirokal (timbal balik) serta harapan (ekspektasi). Contohnya hubungan
yang terjadi antara Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas Perindustrian Kota Semarang,
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, serta Klaster Batik Kota Semarang BAPPEDA
Kota Semarang. Hubungan ini terjadi bagaimana hubungan atau kerjasama yang dibangun
diantara pihak yang ada ini seperti Klaster Batik Kota Semarang yang anggotanya ingin
memasarkan produk batiknya mereka dari Dinas Perindustrian Kota Semarang menyediakan
tempat atau stand pameran di salah satu Pasar yang ada di Kota Semarang serta memberikan
berbagai pelatihan rutin kepada para pengrajin batik yang ada. Sebagai hubungan timbal balik
pihak Klaster Batik Kota Semarang selalu siap jika diminta oleh pihak Dinas Perindustrian
21
dalam mewakili Kota Semarang dalam hal mengikuti pertunjukan atau pameran yang mewakili
potensi lokal yang dimiliki Kota Semarang itu sendiri.
5.2.3 Jaringan Sosial Klaster Batik Kota Semarang.
Jaringan sosial merupakan yang menjadi salah satu penyangga yang cukup penting
dalam bridging social capital. Setiap informan yang ada memiliki jaringan sosial yang
berbeda-beda hal ini dapat ditandai dengan hubungan yang terjadi antara individu dalam
Klaster Batik Kota Semarang maupun individu dari pihak luar seperti BAPPEDA, Dinas
Perindustrian Kota Semarang, serta Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. Dari ketiga
hal ini dapat mempengaruhi seberapa luas serta kuatnya jaringan informan tersebut dalam
membantu menjaga eksistensi dari Klaster Batik Kota Semarang di bidang kerajinan industri
atau usaha membatik khususnya yang ada di Kota Semarang. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya bahwa pihak luar yang ikut mendukung Klaster Batik hingga saat ini memiliki
peran-peran tersendiri dalam membantu Klaster Batik ini untuk menjadi lebih baik lagi
kedepannya misalnya saja ada yang berperan dalam membantu pelatihan dalam mendesain
batik, permodalan, hingga promosi dalam bentuk pameran baik yang dilaksanakan di Kota
Semarang maupun di luar Kota Semarang juga.
Adanya jaringan tersebut membantu dalam memfasilitasi terjadinya komunikasi dan
interaksi sehingga memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama.
Jaringan sosial itu sendiri dapat terjadi karena adanya interaksi sosial serta keterkaitan antara
individu dan kelompok. Dengan adanya hal ini bisa dikatakan bahwa jaringan sosial ini
terbentuk berkat adanya dari hubungan sosial. Hubungan sosial itu sendiri didasari adanya
unsur kesamaan atau keterkaitan, dimana kemampuan dalam membangun sebuah jaringan
sosial diikuti juga dengan strategi dalam memilih jaringan sosial yang dianggap
menguntungkan bagi tujuan pribadi atau bersama. Sejalan dengan hal ini, jaringan sosial
22
merupakan elemen penting yang tidak dapat dilepaskan dalam kategori kepercayaan, dengan
kata lain jaringan melalui jaringan inilah orang mengetahui informasi yang beredar serta
memberikan informasi kepada yang lainnya, serta dapat saling memberikan bantuan dalam
mengatasi masalah yang ada (Lawang, 2004).
Kesadaran akan pentingnya suatu jaringan sosial juga diakui oleh para informan dalam
penelitian ini, mengingat tidak semua aspek yang ada tidak dapat dikerjakan secara individu.
Karena informan yang ada ini memiliki fokus dan peran dalam mencapai tujuannya masing-
masing. Berikut ini merupakan ungkapan yang menunjukkan hal tersebut:
“Ada, ya seperti kita diberikan kemudahan oleh dinas-dinas terkait dalam hal
mempromosikan hasil produk dari UKM-UKM batik yang ikut gabung di Klaster Batik
ini ya kebanyakan dalam bentuk pameran produk-produk batik Kota Semarang.”(Hasil
Wawancara Pak Joko Sunarto, 6 Mei 2018)
Dari ungkapan yang telah disampaikan diatas, menggambarkan bagaimana Klaster
Batik ini memiliki kemampuan untuk terus membangun jaringan sosial yang ada ini demi
mewujudkan tujuan yang ingin dicapai kedepannya. Oleh karena itu, tidak semua pihak dapat
membangun jaringan sosial tanpa didasari oleh suatu unsur keterkaitan tertentu. Adapun
beberapa pernyataan tambahan dari beberapa informan yang terkait dengan jaringan sosial,
seperti berikut ini:
“Kalau dari kita khususnya dari Dinas Koperasi dan UMKM mendukung apalagi di
Jawa tengah ini seperti yang saya sudah bilang sebelumnya ada instruksi Gubernur No
518/23456 tentang pengembangan produk desa, jadi dengan adanya organisasi atau
kelompok dalam hal ini salah satunya batik khususnya yang berasal dari Kota Semarang
kita memberikan dukungan agar dapat lebih eksistensi lagi dari sebelumnya.”(Hasil
Wawancara Bu Yuanita, Kasi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan, 23 Mei 2018)
“Keberadaan Klaster Batik ini menjadi salah satu bentuk kebangkitan karena dulu itu
kan Semarang punya batik yang salah satunya dikenal sama masyarakat, jadi salah satu
alasan untuk mendukung kelompok ini karena punya kemauan yang tinggi untuk maju.
Jadi kita lebih membantu mereka dalam hal pemasaran produknya.”(Hasil Wawancara
Bu Endang Sulistyamurniasih, Kepala Bidang Industri Kimia dan Tekstil, 27 Mei 2018)
23
Berdasarkan hasil dari wawancara diatas dapat dilihat bahwa informan yang ada sadar
akan pentingnya menjalin relasi dengan pihak-pihak luar atau dengan kata lain berjejaring
sosial dengan pihak-pihak lain. Karena dengan adanya hal ini membangun jaringan dengan
pihak luar dapat mendatangkan manfaat yang mampu untuk mengakomodir hal-hal yang tidak
dapat dijangkau jika dilakukan secara individu. Perlu diketahui bahwa Klaster Batik Kota
Semarang merupakan salah satu kelompok atau organisasi yang masih membutuhkan
dukungan dari berbagai pihak diantaranya dari pemerintah daerah melalui Dinas-Dinas terkait
untuk dapat menjaga potensi lokal yang dimiliki oleh Kota Semarang salah satunya ialah Batik
Semarang agar eksistensinya dapat terus terjaga.
Dalam hal ini tidak dapat dihindari lagi bahwa membangun jaringan sosial dapat
menambah pertemanan yang memiliki manfaat bagi mereka. Terdapat keberlanjutan hubungan
dalam hal ini untuk terus memberikan dukungan pada interaksi yang mereka lakukan. Jaringan
merupakan salah satu infrastruktur yang terdapat didalam modal sosial, dimana didalamnya
terdapat suatu kerjasama maupun dukungan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Seseorang
yang terlibat didalam jaringan sosial akan memiliki kemungkinan untuk terlibat dalam suatu
kerjasama dan nantinya juga akan berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pameran menjadi salah satu cara Klaster Batik Kota Semarang menjaga eksistensinya
(Pameran Batik di Hotel Grand Candi)
25
Pameran Batik di depan Lawang Sewu Kota Semarang
5.3 Hasil dan Temuan.
Dalam sub-bab kali ini akan dibahas mengenai temuan-temuan dalam penelitian yang
telah dilakukan ini. Terdapat beberapa temuan yang terkait dengan pemanfaatan modal sosial
yang dilakukan kelompok atau organisasi seperti di Klaster Batik Kota Semarang dalam upaya
menjaga eksistensi di bidang industri maupun usaha batik khususnya yang terdapat di Kota
Semarang. Selanjutnya penjelasan mengenai hal tersebut akan dijabarkan dalam bentuk poin-
poin agar dapat lebih mudah untuk memahami temuan-temuan yang terdapat didalam
penelitian ini. Berikut ini adalah beberapa hasil temuan dalam bab penelitian ini:
Pertama dengan keterbatasan yang ada didalam Klaster Batik Kota Semarang dalam
menjaga eksistensinya di bidang industri atau usaha batik khususnya yang ada di Kota
Semarang sehingga harus memanfaatkan modal sosial yang dimiliki. Hal ini dikarenakan latar
belakang Klaster Batik Kota Semarang ini didirikan salah satunya adalah untuk mewadahi para
pengrajin yang ada di Kota Semarang. Serta dalam hal ini para pengrajin atau UKM Batik yang
ada di Kota Semarang yang mengalami kesulitan dalam berbagai hal salah satunya dalam hal
pemasaran produk yang diproduksi saat ini.
26
Dalam hal proses bergabungnya para pengrajin batik atau UKM batik yang ada di Kota
Semarang ini juga memiliki prosedur didalamnya. Dimana dalam mengajak para pengrajin
yang ada ini para pengurus Klaster batik ini biasanya melakukan perekrutan anggota Klaster
dari pelatihan membatik yang dilaksanakan dibeberapa tempat, biasanya kebanyakan yang
melaksanakan pelaatihan berasal dari dinas-dinas terkait, kemudian mereka ditawari apakah
mau bergabung dengan Klaster Batik Semarang ini. Disisi lain juga Klaster Batik ini
kebanyakan para anggotanya juga merupakan para pengrajin batik atau UKM yang memang
sudah memiliki kedekatan sebelum dibentuknya organisasi ini, hal ini menjadi salah satu
kemudahan dalam kelompok ini untuk saling melakukan hubungan sosial selanjutnya.
Kedua, semua pengrajin atau UKM yang ikut bergabung di dalam Klaster Batik Kota
Semarang ini memiliki ciri khas tersendiri dalam memproduksi Batik yang dimilikinya
meskipun Batik Semarang memiliki garis besar dalam ikon atau motif yang ada tetapi mereka
memiliki ciri khasnya masing-masing. Di Klaster Batik Semarang ini menggunakan berbagai
acara atau event yang digelar di Kota Semarang sebagai salah satu media untuk
mempromosikan hasil karya membatik para anggotanya terhadap masyarakat luas. Contohnya
pameran dalam rangka memperingati hari batik yang dilaksanakan di depan ikon dari Kota
Semarang yaitu Lawang Sewu beserta pelatihan dalam membatiknya. Kegiatan yang
diselenggarakan ini tentunya mengajak para pengurus maupun anggota yang ada ini untuk ikut
terlibat didalamnya.
Ketiga, berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan sebelumnya yang masih
menjadi penghambat dalam menjaga eksistensi potensi lokal dalam hal ini kerajinan batik ialah
masih sulitnya bahan baku dalam pembuatan batik seperti kain dan lilin untuk membatik.
Bahan-bahan yang ada ini mereka harus membeli di luar Kota Semarang karena di dalam Kota
Semarang sendiri belum tersedia secara lengkap.
27
Keempat, yaitu terkait dengan peran kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota
Semarang dalam menciptakan modal sosial yang menjembatani (Bridging Social Capital). Hal
ini ditandai dengan adanya indikasi yang mencerminkan hal-hal tersebut, diantaranya ialah:
1. Kelompok Batik ini memiliki sifat keterbukaan/inklusif.
2. Kelompok batik ini tidak memiliki aliran tertentu dalam membatik, melainkan dalam
melakukan proses perekrutan anggota mereka dengan melalui pelatihan-pelatihan yang
diikutinya.
3. Dalam melakukan pelaksanaan kegiatan terjadi komunikasi dari berbagai arah.
4. Memiliki jaringan dalam mendukung keberadaan Klaster Batik ini untuk menjaga
eksistensi dalam bidang industri atau usaha batik, seperti menjalin hubungan dengan
pihak dinas terkait untuk membantu Klaster batik ini lebih baik lagi kedepannya.
Berdasarkan dari ciri-ciri yang ada diatas menandakan terdapat bentuk modal
sosial yang menjembatani dalam Klaster Batik Kota Semarang. Namun disisi lain juga
terdapat bonding social capital, yaitu masih terdapat sistem pertemanan yang terjadi
didalam beberapa pengurus/anggota Klaster Batik sebelum organisasi atau kelompok ini
dibentuk. Dengan membangun hubungan yang terjadi dengan sesama anggota yang ada,
serta terus menjaga agar dapat terus berlangsung sepanjang waktu, dengan demikian orang
dapat bekerja secara bersama-sama agar dapat mencapai suatu tujuan yang tidak mungkin
untuk dilakukan sendirian. (Field, 2010).
1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dengan semakin berjalannya waktu dimana peradaban maupun pola pikir
manusia terus mengalami perkembangan. Dengan adanya keterbatasan dalam
mencapai suatu tujuan bukan menjadi sesuatu yang tidak dapat untuk dicari jalan
keluarnya. Terlebih lagi dalam membicarakan kehidupan sosial. Terdapat salah satu
bagian penting yang tidak dapat dilepaskan dalam suatu kehidupan sosial yaitu
modal sosial. Modal sosial itu sendiri merupakan sumber daya yang dapat dijadikan
suatu modal dalam mendapatkan sumber daya yang lainnya. Modal sosial itu
sendiri bukanlah suatu yang dapat lahir secara tiba-tiba, melainkan memerlukan
suatu proses yang dilakukan secara terus menerus serta terakumulasi melalui
sebuah hubungan sosial yang dilakukan secara intens dan konsisten. Ketika kita
memiliki modal fisik atau materi yang kita gunakan secara terus menerus habis,
maka modal sosial justru memiliki sifat sebaliknya. Modal sosial ini sendiri justru
akan habis bahkan hilang jika tidak digunakan, oleh sebab itu modal sosial yang
ada ini perlu dibentuk serta dipelihara agar mampu memberikan manfaat bagi
pemiliknya.
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, modal sosial
ternyata mampu untuk mengakomodir beberapa aspek yang tidak dapat dijangkau
2
atau dilakukan oleh Ketua Klaster Batik. Hal yang perlu diingat bahwa Klaster
Batik Kota Semarang maupun Pengrajin batik memiliki kesulitan serta
3
keterbatasan dalam hal promosi maupun keterbatasan yang lainnya untuk dapat dirundingkan
secara bersama sehingga dengan adanya keadaan yang seperti ini dimanfaatkan untuk
melakukan suatu hubungan timbal balik. Hal ini berawal dari naik turunnya perkembangan
batik semarang saat itu kemudian adanya inisiatif untuk membuat suatu kelompok atau
organisasi guna mewadahi para pengrajin batik Kota Semarang, menjaga eksistensi batik Kota
Semarang serta turut melakukan pemberdayaan ekonomi dari warga sekitar maka organisasi
ini diibentuk.
Disisi lain juga terdapat tiga aspek dalam modal sosial yang menjadi aspek pendukung
dalam suatu ikatan kerjasama yaitu Kepercayaan (Trust), Norma (Norms), serta Jaringan
(Network). Dari ketiga hal yang ada ini merupakan sebuah entitas yang tidak terpisah, namun
memiliki keterkaitan. Jadi hal ini sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan, Klaster Batik
Kota Semarang sebagai salah satu wadah bagi para pengrajin atau UKM batik yang ada di Kota
Semarang juga mencakup tiga aspek tersebut. Berikut ini merupakan penjelasannya:
1. Kepercayaan (Trust). Dalam bagian ini kepercayaan dapat diartikan sebagai
suatu tindakan yang dilakukan oleh aktor untuk saling mempercayai satu
dengan yang lainnya untuk menempuh harapan atau tujuan secara bersama-
sama. Dalam kelompok atau organisasi Klaster Batik Kota Semarang adanya
suatu kepercayaan dapat menciptakan hubungan yang kondusif didalam
organisasi ini. Hal ini terlihat dari proses perekrutan para pengrajin atau UKM
yang diajak untuk bergabung di Klaster Batik ini yang dilakukan dengan cara
salah satunya melalui pelatihan-pelatihan yang ada ini dilakukan untuk benar-
benar mencari para pengrajin yang memang memiliki kemauan lebih untuk
dapat mengembangkan lagi hasil karyanya dalam hal ini membatik, hal ini
menjadi alasan agar memudahkan dalam proses komunikasi kedepannya.
4
2. Norma (Norms). Dengan adanya kepercayaan seperti diatas didukung pula
dengan adanya norma. Norma yang ada didalam penelitian ini berperan dalam
mengontrol tindakan para pengurus maupun anggota Klaster Batik agar dapat
mengantisipasi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Didalam organisasi ini
terdapat pasal yang mengatur mengenai hal-hal yang harus dipatuhi jika
bergabung di Klaster Batik ini hal ini tertuang di dalam AD/ART yang telah
disepakati oleh para pengurus atau anggota yang ada, melalui pertemuan rutin
yang diadakan.
3. Jaringan (Networks). Jaringan merupakan salah satu bagian terpenting didalam
modal sosial. Dimana dengan adanya jaringan sosial ini mampu dalam
menjembatani saluran informasi yang saling memberikan suatu keuntungan.
Dengan adanya jaringan ini mampu memfasilitasi terjadinya komunikasi dan
interaksi dimana selanjutnya melahirkan kepercayaan serta mampu untuk
memperkuat dukungan baik dari sektor internal maupun eksternal. Hal ini juga
terjadi didalam Klaster Batik Kota Semarang dimana mereka yang bergabung
di dalam organisasi ini dapat mengenalkan beberapa produk hasil membatiknya
melalui beberapa event atau cara yang digelar di Kota Semarang melalui
kegiatan Pameran maupun Pelatihan dari Klaster Batik Kota Semarang. Selain
itu juga pihak eksternal yang ikut mendukung serta membantu Klaster Batik ini
untuk lebih baik lagi kedepannya seperti dari Dinas-Dinas terkait melalui
program pelatihan, seminar serta program dari masing-masing Dinas yang
dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM, maupun
BAPPEDA Kota Semarang juga merupakan hasil dari adanya jaringan.
4. Adanya keterbatasan yang masih menjadi kendala dalam hal meningkatkan
eksistensi dari batik semarangan, kendala ini berupa masih terbatasnya bahan
5
dalam pembuatan batik semarangan itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh
beberapa informan dalam penelitian ini yang berasal dari UKM yang ikut
bergabung di Klaster Batik Kota Semarang.
6.2 Saran
6.2.1 Saran Praktis
Sebagai seorang peneliti, harapannya melalui penelitian ini dapat meningkatkan
kesadaran bagi pembaca akan pentingnya serta banyaknya manfaat yang dapat kita
peroleh dengan adanya keberadaan modal sosial tidak terkecuali didalam kelompok
atau organisasi batik ini. Saran yang disampaikan ini dapat menjadi salah satu bahan
dalam evaluasi serta masukan bagi Klaster Batik Kota Semarang sendiri dalam menjaga
eksistensi potensi lokal yang dimiliki oleh Kota Semarang salah satunya ialah Batik
Semarang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan yang ada, modal
sosial ini sendiri memiliki pengaruh bagi kelompok/organisasi batik ini karena
beberapa pencapaian yang ada dalam organisasi ini diperoleh melalui modal sosial.
Tanpa adanya modal sosial kemungkinan Klaster Batik Kota Semarang akan sedikit
kesulitan dalam melakukan promosi serta pengembangan terhadap hasil batik yang
mereka produksi kepada masyarakat yang ada karena tidak semua pengrajin batik yang
ada di Kota Semarang ini memiliki dana lebih dalam hal melakukan pengembangan
maupun promosi terhadap hasil kerajinan batik yang diproduksinya. Dengan adanya
Klaster Batik Kota Semarang yang menjadi wadah bagi para pengrajin atau UKM batik
Semarang mereka saling mendukung dengan adanya jaringan yang dimiliki oleh
Klaster Batik Kota Semarang dengan Dinas-Dinas terkait dalam hal ini yaitu Dinas
Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM, serta BAPPEDA Kota Semarang. Mereka
semua saling memberikan dukungan terhadap Klaster Batik Kota Semarang karena
adanya sebuah kesamaan dan tujuan.
6
6.2.2 Saran Akademis
Dengan adanya penelitian mengenai modal sosial Klaster Batik Kota Semarang dalam
menjaga eksistensi di bidang industri atau usaha batik khususnya yang ada di Kota Semarang,
peneliti memiliki harapan suatu saat dapat dijadikan salah satu referensi dalam menganalisis
modal sosial yang terjadi dikehidupan sosial masyarakat serta dapat memperkaya kajian
mengenai modal sosial didalam bidang sosiologi. Selain itu juga karena adanya keterbatasan
waktu, metode, maupun teori. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat dijadikan salah satu
acuan bagi penelitian selanjutnya dengan menggunakan metodde lainnya agar dapat
menemukan keunikan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Alfiasari. (1978) Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan
Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur. Diakses pada 16 Januari 2018 dari
http://portalgaruda.org
Batik Semarang dan Sejarahnya (http://BALTYRA.html), Diunduh Januari 2018
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Doellah, H.Santoso.2002. Batik, Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Danar Hadi
Solo.
Field, John. (2005). Modal Sosial. Medan: Bina Media Perintis.
Field, John (2010) Modal Sosial, Kreasi Wacana:Yogyakarta.
Kebudayaan Kota Semarang, (http://jurnal.elsaonline.com), Diunduh Februari 2018
Ketels, C.H.M. and Memedovic, O. From clusters to clusters-based Economic Development,
Int. J.Tecnological Learning, Innovation and Development, Vol 1, No.3 2008
Lawang, R. M. (2004). Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar. Depok:
FISIP UI Press.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung :
PT.Raja Rosdakarya
Putnam, R. D. (1993). Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton:
Princeton University Press.
Asikin, Saroni. 2008. Ungkapan Batik Di Semarang : Motif Batik Semarang.
Semarang: Citra Prima Nusantara Semarang.
Syafitri, Anita. (2015) Pemanfaatan Modal Sosial dalam Sektor Perdagangan. Diakses dari
http://portalgaruda.org Vol. 3 No.1
Suharto, E. (2005). Modal Sosial dan Kebijakan Sosial. Retrieved Januari 11, 2016, from
www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_KEBIJAKAN_S
OSIAL.pdf
UNESCO, 2009.United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
Wawancara
Wawancara dengan Ketua Klaster Batik Kota Semarang Pak Joko Sunarto tanggal 6 Mei
2018.
Wawancara dengan UKM yang menjadi anggota Klaster Batik Kota Semarang Bu Afifah
(Figa Batik) tanggal 10 Mei 2018.
Wawancara dengan UKM yang menjadi anggota Klaster Batik Kota Semarang Bu Bu Umi
Salamah (Salma Batik Malon) tanggal 15 Mei 2018.
Wawancara Bu Yuanita Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan (Dinas Koperasi
dan UMKM Kota Semarang) tanggal 24 Mei 2018.
Wawancara Bu Endang Sulistyamurniasih Kepala Seksi Peningkatan Kualitas Kewirausahaan
(Dinas Perindustrian Kota Semarang) tanggal 25 Mei 2018.
Wawancara Bu Irma Staf BAPPEDA Kota Semarang tanggal 25 Mei 2018.