28
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), fenomena yang terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu seringkali terjadi ketidakseimbangan insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer rumah sakit sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang berkepanjangan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi, khususnya perawat. Dengan menurunnya komitmen tersebut, maka kinerja perawat pun menjadi menurun atau kurang. Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan. Beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2002) adalah bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, 1

Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional

Indonesia), fenomena yang terjadi saat ini menyangkut

perawat yaitu seringkali terjadi ketidakseimbangan

insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat

dan yang setara dengan perawat, tenaga administrasi

serta tingkatan manajer rumah sakit sehingga

menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang

berkepanjangan  menyebabkan menurunnya komitmen

karyawan terhadap organisasi, khususnya perawat.

Dengan menurunnya komitmen tersebut, maka

kinerja perawat pun menjadi menurun atau kurang.

Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan

terhadap stres, kondisi ini dipicu karena adanya

tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya

dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik

atas apa yang dilakukan. Beban kerja yang sering

dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2002) adalah

bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong

peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien,

mendorong brankart dan yang bersifat mental yaitu

kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan,

1

tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus keluarga

serta harus menjalinkomunikasi dengan pasien. Menurut Marquis dan Houston (1998, dalam

Nursalam, 2007), konflik sebagai masalah internal dan

eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan

pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang

atau lebih. Konflik sering terjadi pada setiap

tatanan keperawatan.

Konflik terjadi dalam setiap hubungan, termasuk

perawat di tempat kerja. Prevalensi konflik di tempat

kerja secara statistik menunjukkan bahwa 24-60% waktu

dari manajemen dihabiskan terkait dengan konflik.

Peran kepemimpinan dalam konflik merupakan elemen

penting. Kemampuan mereka akan mempengaruhi strategi

mereka dalam konflik dan meningkatkan staf untuk

bekerja sama secara efektif sehingga dapat terwujud

pelayanan keperawatan yang bermutu.

Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan

bahwa dari 9 orang perawat terdapat 6 orang perawat

yang mengalami stres kerja seperti mudah marah, tidak

dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak

mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat dan

kesulitan dalam masalah tidur, serta ada dua orang

yang sering  tidak masuk kerja. Di samping itu stress

kerja perawat disebabkan konflik antara perawat dan

2

tenaga kesehatan lain maupun dengan pasien. Bentuk

konflik yang sering terjadi adalah  masalah pembagian

tugas dan insentif yang tidak jelas dan tidak merata,

sering tidak bertanggung jawab terhadap tugas serta

menyalahkan rekan kerja yang lain. Hasil penelitian

menunjukkan sebagian  besar (78,3%) responden

mengatakan manajemen konflik kurang baik. Dari 18

orang responden yang mengatakan manajemen konflik

kurang baik, ada 10 orang (55,6%) responden mengalami

stres kerja, sedangkan dari 5 orang responden yang

mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 1 orang

(20%) responden mengalami stres kerja.

Setiap organisasi dimana di dalamnya terjadi

interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki

kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi

layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik

antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien,

staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan

dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi

tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik.

Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan

manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,

tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan

jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-

perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu

3

timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan

mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya

secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas

kerja komunitas secara tidak langsung dengan

melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun

tidak disengaja. Dalam suatu komunitas, kecenderungan

terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu

perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan

teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan

kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam

kepribadian individu ( Swanburg, 1993).

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering

terjadi pada setiap tatanan nyata asuhan keperawtan.

Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi

dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama

adalah konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari

dalam suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika

konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat

menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan

berkualitas, sehingga berdampak terhadap peningkatan

dan pengembangan produksi. Disini peran manajer

sangat penting dalam mengelola konflik. Manajer

berusaha menggunakan konflik yang konstruktif  dalam

menciptkan lingkungan yang produktif. Jika konflik

mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus

4

mengidentifikasikan sejak awal dan secara aktif

melakukan  intervensi supaya tidak berefek pada

produktifitas dan motivasi kerja (Nursalam, 2011). 

2.1 Rumusan Masalah

Hal-hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari konflik?

2. Bagaimana sejarah terjadinya konflik?

3. Apa penyebab terjadinya konflik?

4. Apa saja kategori konflik?

5. Bagaimana proses terjadinya konflik?

6. Bagaimana cara penyelesaian konflik?

7. Apa pengertian negosiasi?

8. Apa saja persyaratan negosiasi yang efektif?

9. Apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan

sebelum melaksanakan negosiasi?

10. Bagaimana strategi dan cara yang perlu

dilakukan dalam menciptakan kondisi persuasif,

asertif, dan komunikasi terbuka selama proses

negosiasi berjalan?

11. Apa saja kunci sukses dalam melakukan

negosiasi?

3.1 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

5

Untuk mengetahui apa itu manajemen konflik,

kolaborasi dan negosiasi dalam manajemen

keperawatan.

1.3.2       Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini

adalah untuk memahami tentang:

1. Pengertian dari konflik.

2. Sejarah terjadinya konflik.

3. Penyebab terjadinya konflik.

4. Kategori konflik.

5. Proses terjadinya konflik.

6. Cara penyelesaian konflik.

7. Pengertian negosiasi.

8. Persyaratan negosiasi yang efektif.

9. Langkah-langkah yang harus dilakukan

sebelum melaksanakan negosiasi, strategi dan

cara yang perlu dilakukan dalam menciptakan

kondisi persuasif, asertif, dan komunikasi

terbuka selama proses negosiasi berjalan, dan

kunci sukses dalam melakukan negosiasi.

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konflik

2.1.1 Sejarah Terjadinya Konflik

Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu

organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, dimana

konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan

peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada

awal 20, konflik di indikasikan sebagai suatu

kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus

dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat

diharapkan, tetapi konflik akan selalu merusaknya.

Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi,

meskipun dihindari dan ditolak, namun harus tetap

diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat

dihindari, kalau staf diarahkan terhadap suatu

tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan

ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara

7

langsung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah

banyak.

Pada pertengahan abad 19, ketika ketidakpuasan

staf dan umpan balik dari atasan tidak ada, maka

konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian

yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu,

seorang manajer harus belajar banyak tentang

bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada

berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam

organisasi merupakan suatu unsure penghambat staf

dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa

konflik dan kerjasama dapat terjadi secara

bersamaan.

Teori interaksi pada tahun 1970, mengemukakan

bahwa konflik merupakan suatu hal yang penting, dan

secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikan

konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi.

Teori ini menekankan bahwa konflik dapat

mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus

kehancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana

manajer mengelolanya. Mengingat konflik adalah

sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam organisasi,

maka manajer harus dapat mengelolanya dengan baik.

Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif

ataupun kuantitatif. Meskipun konflik berakibat

8

terhadap stress, tetapi dapat meningkatkan produksi

dan kreativitas. Manajemen konflik yang konstruktif

akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk

didiskusikan sebagai suatu fenomena utama,

komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan

perasaan, dan tukar pikiran serta tanggung jawab

yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu

perbedaan (Erwin, 1992).

2.1.2 Pengertian Konflik

Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan

konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang

terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat,

nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau

lebih.

Littlefield (1995) mengatakan bahwa konflik

dapat dikategorikan sebagai suatu kejadian atau

proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi

darisuatu ketidaksetujuan antara dua orang atau

organisasi, dimana orang tersebut menerima sesuatu

yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses,

konflik dimanefistasikan sebagai suatu rangkaian

tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau

kelompok, dimana setiap orang atau kelompok berusaha

menghalangi atau mencegah kepuasan dari seseorang.

9

Sumber konflik dari organisasi dapat ditemukan pada

kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan

organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi

dan kepribadian, serta peran yang membingungkan.

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering

terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Oleh

karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar

tentag konflik, meliputi : 1) konflik adalah sesuatu

yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi,

2) jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka

konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi,

penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap

peningkatan dan pengembangan. Di sini, peran manajer

sangat penting dalam mengelola konflik, dengan

menciptakan lingkungan menggunakan konflik yang

konstruktif dalam pengembangan, peningkatan, dan

produktifitas. Jika konflik mengarah ke suatu yang

menghambat dalam suatu organisasi, maka manajer

harus menegenali sejak awal dan secara aktif

melakukan intervensi supaya produktivitas dan

motivasi tidak terkena efek. Belajar menangani

konflik secara konstruktif dengan menekankan pada

“win-win solution” merupakan keterampilan kritis

dalam suatu manajemen.

10

2.1.3 Penyebab Konflik

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab

sebagai berikut:

1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas.

Pendeskripsian batasan batasan pekerjaan yang

tidak jelas dapat memicu munculnya konflik

dikarenakan adanya orang atau individu yang tidak

tahu pekerjaannya dan dapat mengganggu tugas dan

wewenang dari orang lain.

2. Hambatan Komunikasi.

Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam

suatu komunitas tidak berjalan lancar, kondisi

yang seperti ini akan menimbulkan

misunderstanding/ kesalahpahaman.

3. Tekanan Waktu.

Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik,

jika dalam suatu komunitas tidak dapat memanage

waktu dengan baik dan menggunakannya secara

efektif dalam mencapai target yang di tentukan.

4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk

akal.

Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk

akal, juga dapat memicu konflik dikarenakan

adanya standar, peraturan dan kebijakan yang

tidak dapat diwujudkan.

11

5. Pertikaian Antarpribadi.

Pertikaian antarpribadi juga dapat memicu adanya

konflik karena akan muncul tidak adanya sinergi/

kerjasama antara pribadi yang tidak bertikai dan

tidak mencari pembenaran pribadi masing-masing.

6. Perbedaan Status.

Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya

konflik karena adanya yang merasa superioritas /

diatas daripada yang lain.

7. Harapan Yang Tidak Terwujud.

Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik

karena akan menjadi halangan tersendiri bagi

komunitas atau individu ketika adanya harapan

yang tidak terwujud dapat menurunkan

selfconfidance/ kepercayaan firinya menurun

sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai diri

maupun orang lain.

8. Perilaku Menentang.

9. Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang

menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang

dimana perilaku itu ditunjukkan.

2.1.4 Kategori Konflik

Menurut Marquis dan Huston (1998), konflik

dipandang secara vertical dan horizontal. Konflik

12

vertical terjadi antara atasan dan bawahan sedangkan

konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi

dan kedudukan yang sama. Konflik dapat dibedakan

menjadikan 3 jenis yakni, konflik intrapersonal,

interpersonal, dan antarkelompok.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi

pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan

masalah internal untuk mengklarifisi. Nilai dan

keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini

sering dimanefistasikan sebagai akibat dari

kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa

mempunyai konflikintrapersonal dengan loyalitas

terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap

pekaryaan, dan loyalitas kepada pasien.

2. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal konflik interpersonal

terjadi antara dua orang atau lebih di mana

nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini

sering terjadi karena secara konstan berinteraksi

dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-

perbedaan. Manajer sering mengalami konflik

dengan teman sesama manajer, atasan, dan

bawahannya.

3. Konflik Antarkelompok (intergroup)

13

Konflik antarkelompok (intergroup) adalah konflik

terjadi antara dua atau lebih dari kelompok

orang, departemen, atau organisasi. Sumber

konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai

kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan),

serta keterbatasan prasarana.

2.1.5 Proses Konflik

Proses Konflik dibagi menjadi beberapa tahapan:

1. Konflik laten:

Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus

(laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi

tentang keterbatasan staf dan perubahan yang

cepat. Kondisi tersebut memicu pada

ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi,

meskipun konflik yang ada kadang tidak Nampak

secara nyata atau tidak pernah terjadi.

2. Felt conflict (konflik yang disarankan)

Konflik yang terjadi karena sesuatu yang

dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak

percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga

sebagai konflik “affectiveness”. Hal ini penting

bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak

merasakan konflik tersebut sebagai suatu

masalah /ancaman terhadap keberadaannya.

14

3. Konflik yang nampak/ sengaja dimunculkan.

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari

solusinya. Tindakan yang dilaksanakan mungkin

menghindar, kompetisi, debat atau mencari

penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak

sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan,

dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik.

Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu

organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga

dapat mencapai tujuan organisasi.

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian

masalah dengan cara memuaskan semua orang yang

terlibat didalamnya dengan prinsip “win-win

solution.”

5. Konflik “aftermath.”

Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi

akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang

pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar

jika tidak segera di atasi atau dikurangi bias

menjadi penyebab dari konflik utama.

2.1.6 Penyelesaian Konflik

1. Langkah-langkah Penyelesaian Konflik

15

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah

menyelesaikan suatu konflik meliputi: 1)

Pengkajian, 2) Identifikasi, dan 3) intervensi.

Pengkajian

a. Analisis situasi

Idenfikasi jenis konflik untuk menentukan waktu

yang diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan

fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui

pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang

terlibat dan peran masing-masing. Tentukan jika

situasinya dapat diubah.

b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang.

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang

terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan

suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah

tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah

dalam satu waktu.

c. Menyusun tujuan

Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

Identifikasi

d. Mengelola perasaan

16

Hindari respon emosional: marah, sebab setiap

orang mempunyai respons yang berbeda terhadap

kata-kata, ekspresi, dan tindakan.

Intervensi

e. Masuk pada konflik yang diyakini dapat

diselesaikan dengan baik.selanjutnya

identifikasi hasil yang positif yang akan

terjadi.

f. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik.

Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang

berbeda-beda. Seleksi metode yang yang paling

sesuai untuk menyelesaikan konflik yang

terjadi.

2.1.7 Strategi Penyelesaian Konflik

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan

menjadi 6, yakni: (1) kompromi atau negosiasi; (2)

kompetisi; (3) akomodasi; (4) smoothing; (5) m

enghindar; (6) kolaborasi.

a. Kompromi atau Negosiasi.

Suatu strategi penyelesaian konflik di

mana semua yang terlibat saling menyadari dan

sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian

strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose

situation”. Kedua unsure yang terlibat menyerah

17

dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam

manajemen keperawatan, strategi ini sering

digunakan oleh middle dan top manajer

keperawatan.

b. Kompetisi.

Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-

lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini

menekankaan bahwa hanya ada satu orang atau

kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang

kalah. Akibat negative dari strategi ini adalah

kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk

perbaikan di masa mendatang.

c. Akomodasi.

Istilah lain yang sering digunakan adalah

“cooperative”. Konflik ini berlawanan dengan

kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha

mengakomodasi permasalahan, dan memberikan

kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah

utama pada strategi ini sebenarnya tidak

terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan

dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan

berbagai konsekuensinya.

d. Smoothing.

18

Teknik ini merupakan penyelesaian konflik

dengan cara mengurangi komponen emosional dalam

konflik. Pada strategi ini, individu yang

terlibat dalam konflik berupaya mencapai

kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh

kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa

diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk

konflik yang besar, misalnya persaingan

pelayanan/ hasil produksi, tidak dapat

dipergunakan.

e. Menghindar.

Semua yang terlibat dalam konflik, pada

strategi ini menyadari tentang masalah yang

dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau

tidak menyelesaikan masalah. Strastegi ini

biasanya dipilih bila ketidaksepakatan

membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian

lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang

ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah

dapat terselesaikan dengan sendirinya.

f. Kolaborasi.

Strategi ini merupakan strategi “win-win

solution”. Dalam kolaborasi, kedua unsure yang

terlibat menentukantujuan bersama dan bekerja

sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya

19

meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah

ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi

kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila

kompetisi intensif sebagai bagian dari situasi

tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai

kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak

adanya kepercayaan diri dari kedua

kelompok/seseorang (Bowditch and Buono, 1994).

2.2 Negosiasi

2.2.1 Pengertian Negosiasi

Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi.

Pada organisasi, negosiasi juga diartikan sebagai

suatu pendekatan yang kompetitif (Marqui and Huston,

1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu

pendekatan kompromi jika digunakan sebagai strategi

menyelesaikan konflik. Selama negosiasi berlangsung,

berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih

menekankan waktu mengakomodasi perbedaan-perbedaan

keduanya.

Smeltzer (1991) mengidentifikasi 2 tipe dasar

negosiasi yakni : 1) Kooperatif (setiap orang

menang); dan 2) Kompetitif (hanya satu orang yang

menang). Satu hal yang penting dalam negosiasi

adalah bahwa ada salah satu pihak menghendaki adanya

20

perubahan hubungan yang berlangsung dengan

meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua

pihak menghendaki adanya suatu perubahan, maka hal

ini merupakan cara kooperatif yang baik. Jika hanya

salah satu pihak yang menghendaki, namun akan muncul

adanya suatu persaingan.

Meskipun dalam negosiasi ada unsur yang menang dan

kalah antara kedua belah pihak, namun sebagai

negotiator penting untuk :

1. Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk

mencapai tujuan bersama.

2. Meminimalkan kekalahan, dan bagi yang kalah tetap

dapat mengikuti

tujuan bersama.

3. Membuat kedua belah pihak merasa puas dengan

hasil negosiasi.

2.2.2 Prasyarat Negosiasi yang Efektif

1. Para pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela

berdasarkan kesadaran yang penuh (willingness).

2. Para pihak memiliki kesiapan untuk melakukan

negosiasi (preparednees).

21

3. Para pihak memiliki kewenangan untuk mengambil

keputusan (authoritative).

4. Para pihak memiliki kekuatan yang relatif

seimbang (relative equal bargaining power).

5. Para pihak memiliki kemauan menyelesaikan masalah

(sense problem   solving).

2.2.3 Sebelum Negosiasi

Tiga criteria yang yang harus dipenuhi sebelum

manajer setuju untuk memulai proses negosiasi: (1)

Masalah harus dapat dinegosiasikan; (2) Negotiator

harus tertarik terhadap “take and give” selama

proses negosiasi; (3) Mereka harus saling percaya

(Smeltzer, 1991).

Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum

melakukan negosiasi adalah :

1. M,engumpulkan informasi tentang masalah sebanyak

mungkin. Karena pengetahuan adalah kekuatan,

semakin banyak informasi yang didapat, maka

semakin besar kemungkinan untuk menawarkan

negosiasi.

2. Di mana manajer harus memulai. Karena tugas

manajer adalah melakukan kompromi, maka mereka

harus memilih tujuan yang utama. Tujuan tersebut

sebagai masukan dari tingkat bawah.

22

3. Memilih alternative yang baik terhadap sarana

dan prasarana. Efisiensi dan efektifitas

penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang

terlibat perlu juga diperhatikan oleh manajer.

4. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Suatu

agenda negosiasi yang akan ditawarkan jika

alaternatif negosiasi tidak dapat disepakati.

2.2.4 Selama negosiasi

Ada beberapa strategi dan cara yang perlu

dilaksanakan dalam menciptakan kondisi yang

persuasive, asertif, dan komunikasi terbuka:

1. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan

hasil penelitian.

2. Dengarkan dengan seksama, dan perhatikan respon

nonverbal yang Nampak.

3. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk

menerima semua alternative informasi yang

disampaikan.

4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang

disampaikan lawan bicara anda. Konsentrasi dan

perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.

5. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi.

Hindarkan masalah-masalah pribadi pada saat

negosiasi.

23

6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang

terjadi.

7. Jujur.

8. Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan

penyelesaian yang terbaik.

9. Jangan langsung menyetujui solusi yang

ditawarkan, tetapi berpikir, dan mintalah waktu

untuk menjawabnya.

10. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah

selama negosiasi berlangsung, istirahatlah

sebentar.

11. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang

belum anda pahami.

12. Bersabarlah (Smeltzer, 1991).

2.2.5 Kunci Sukses Dalam Melakuakan Negosiasi

1. Lakukan

a. Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya.

Pastikan bahwa anada mengetahui keinginan

orang lain.

b. Perlakukan orang lain sebagai teman dalam

penyelesaian masalah, bukan sebagai musuh.

Hadapi masalah yang ada bukan orangnya.

c. Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan

penyelesaian yang dapat diterima, jika anada

24

dapat menyajikan sesuatu yang lebih baik dan

menarik.

d. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan

apa yang tidak. Perhatikan gerakan tubuhnya.

e. Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak

berbelit-belit.

f. Antisipasi penolakan.

g. Tahu apa yang dapat anda berikan.

h. Tunjukkan beberapa alternative pilihan.

i. Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang

lain sepakat terhadap pendapat anda.

j. Bersikap asertif, bukan agresif.

k. Hati-hati, anda mempunyai suatu kekuasaan

untu memutuskan.

l. Pergunakan gerakan tubuh, jika anda

menyetujui atau tidak terhadap suatu

pendapat.

m. Konsisten terhadap apa yang anda anggap

benar.

2. Hindari

a. Sikap yang tidak baik, sinis, kasar dan

menyepelekan.

b. Trik yang tidak baik, manipulasi.

c. Distorasi.

d. Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.

25

e. Tidak berurutan.

f. Membuat hanya satu pilihan.

g. Memaksakan kehendak.

h. Berusaha menekankan pada satu pendapat.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa:

1. Konflik adalah suatu masalah internal dan

eksternal yang terjadi sebagai akibat dari

perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan

dari dua orang atau lebih.

2. Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab

sebagai berikut: Batasan pekerjaan yang tidak

jelas, hambatan komunikasi, tekanan waktu,

standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk

akal, pertikaian antarpribadi, perbedaan status,

harapan yang tidak terwujud.

26

3. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:

disiplin, pertimbangan pengalaman dalam tahapan

kehidupan, komunikasi dan mendengarkan secara

aktif.

4. Strategi dalam penyelesaian konflik: menghindar,

mengakomodasi, kompetisi, dan kompromi atau

negosiasi.

3.2 Saran

3.2.1 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa keperawatan hendaknya lebih semangat

membaca dan memahami tentang manajemen konflik

sehingga kelak menjadi seorang tenaga perawat yang

professional kita dapat mengaplikasikan pengetahuan

dan keterampilan profesi kita semaksimal mungkin

dalam tugas.

3.2.2 Bagi Pembaca

Diharapkan setelah memahami mampu memahami

tentang manajemen konflik sehingga dapat

menerapkannya bila terjadi konflik di organisasi.

3.2.3 Bagi Institusi

Diharapkan agar fasilitas seperti buku-buku di

perpustakaan ditambahkan agar mahasiswa lebih mudah

mendapatkan informasi mengenai manajemen konflik.

DAFTAR PUSTAKA

27

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik

Keperawatan Profesional Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika

Swanburg, R. (1993). Introductory Manajement and Leadership for

Clinical Nurses. Jakarta: EGC

Bowditch and Buono (1994). A Primer on Organizing Behavior. New

York: Wiley

Erwin K (1992). Managing Conflict. Nurses Manager. 23 (3: 67).

Littlefield VM (1995). Conflict Resolution: Critical to Productive

School of Nursing. Journal of Professional Nursing. 11 (1: 7-15).

28