Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKRIPSI
DESEMBER 2017
PREVALENSI PENURUNAN VISUS PADA PELAJAR TINGKAT I DAN II
SEKOLAH DASAR DI MAKASSAR
OLEH :
Miftahul Fajri
C111 14 011
PEMBIMBING :
DR. dr. Batari Todja Umar, Sp.M(K)
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program
studi pendidikan dokter
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
v
Yang Bertanda tangan dibawah ini, saya
Nama : Miftahul Fajri
Nim : C111 14 011
Judul Skripsi : Prevalensi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar
di Makassar
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya. Apabila
ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa tulisan, data, gambar atau
ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan
ketentuan akademis.
Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan
menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik yang lain.
Makassar, 7 Desember 2017
Yang Menyatakan,
Miftahul Fajri
vi
ABSTRAK.
Menurut WHO, 19 juta penderita gangguan penglihatan adalah anak dengan umur
dibawah 15 tahun, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi dini gangguan
penglihatan pada anak salah satunya dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan, akan tetapi saat
ini masih sangat kurang perhatian mengenai gangguan penglihatan khususnya anak usia sekolah,
padahal pemeriksaan rutin harus dilakukan pada usia periode kritis perkembangan anak yaitu kira-
kira sampai usia 8 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penurunan
visus pada pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar. Subjek Penelitian ini adalah anak
kelas I dan II sekolah dasar di beberapa sekolah di Kota Makassar. Pemilihan sampel dilakukan
dengan Multi-stage Random Sampling dimana dari semua kecamatan di kota makassar di pilih
secara acak beberapa kecamatan untuk di jadikan perwakilan, lalu SD yang dijadikan tempat
penelitian juga di pilih secara acak dari tiap-tiap kecamatan yang telah terpilih. Penelitian ini
menggunakan metode observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Hasil penelitian
didapatkan bahwa prevalensi penurunan visus pada pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar adalah 27,3 % dari total 311 anak yang di periksa dimana mild visual impairment
menjadi jenis penurunan visus yang terbanyak yaitu 91,7 %. Jenis kelamin perempuan memiliki
angka prevalensi yang lebih tinggi yaitu 67 %, kelompok umur 6 tahun menjadi kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi yaitu 62,3 % serta SD ST yoseph menjadi sekolah dengan jumlah
penderita penurunan visus terbanyak yaitu 30 (35,2 %) dari 85 orang.
Kata Kunci : Prevalensi ,Penurunan Visus, Pel ajar Tingkat I dan II , Sekolah Dasar di
Makassar
ABSTRACT
WHO reported that 19 million people with visual impairment are children less than
15 years old. There are several ways to do early detection for visual impairment in children. One
of them are visus examination. But this method still lacks attention towards visual impairment
especially in school-aged, Whereas routine examination should be done at critical age period of
child development which is approximately until 8 years old. The research objectives is to find out
the prevalence of visual acuity loss at 1st and 2nd grade primary school on makassar. The subjects
were the 1st dan 2nd grade on several primary schools in Makassar. Multi-Stage Random Sampling
were used on all sub-districts in makassar city where only a few of the schools are selected
randomly from the selected sub-districts. This is a descriptive observasional with a cross sectional
approach. The study found that prevalence visual acuity loss at 1st and 2nd primary schools in
makassar were at 27.3 % from 311 children, whreas mild visual impairment accumulated most of
the samples with 91,7%. Females had a higher prevalence than males at about 67%, Age group of
6 years have the highest prevalence that is 62,3%. And SD ST yoseph has the highest prevalence
than the others with 30 (35,2%) out of 85 people who suffer visual acuity loss
Keyword : Prevalance,Visual Acuity Loss, 1st and 2nd grade, Primary Scholl in Makassar
vii
KATA PEGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ‘’ Prevalensi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II
Sekoah Dasar di Makassar’’ ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjan Kedokteran.
Penulisan skirpsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri melainkan adanya
bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Ucapan
terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya dari penulis di berikan kepada DR.dr.Batari
Todja Umar, Sp.M(K) selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini atas waktu, tenaga, pikiran,
pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan yang tidak bosan-bosannya di berikan selama
penulisan skripsi ini.
Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas
jasa-jasanya yang tidak mungkin di lipakan oleh penulis. Yaitu :
1. Ayah dan ibu tercinta yaitu Muh Saleh dan Muspirawati yang tak henti-hentinya
memberikan dukungan kasih sayang dan doa.
2. Bapak Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
3. dr. Rahmati Minhajat, Ph.D., Sp.PD-KHOM dan DR.dr. Mirna Muis, Sp.Rad selaku
penguji atas waktu, masukan, dan arahan yang telah di berikan kepada penulis
4. Sahabat-sahabat yang luar biasa yang telah membantu dalam proses pengambilan
sampel selama penelitian Giordano, Moh nur, Taufik, Kwan, Rifai, Bangkit, Bayu,
Qayyum, Ayudu, Ghania, Aan, Asad, Muzakkir, dan Richard.
viii
5. Teman bimbingan skripsi Mardhawiya atas segala bantuannya selama penyusunan
skripsi.
6. Teman-teman FKUHancur dan Kembar identik yaitu Taufik, Bayu, Syaiful, Qayyum,
Rifai, Aslam, Roem, Gio, Fahmi, Debri, Nur atas kebersamaan serta bantuannya
7. Sahabat terbaik Moh Taufik Akbar atas segala bantuan selama proses penyusunan
skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skirpsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan dalam
menghadapi tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mempersembahkan skripsi ini semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin
Makassar, 7 Desember 2017
Penulis
Mftahul Fajri
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN JUDUL ...................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................................xi
DAFTAR GRAFIK ..............................................................................................................xii
DAFTAR DIAGRAM ..........................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................5
2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata .............................................................................5
2.2. Proses Penglihatan ............................................................................................11
2.3. Penyebab Penurunan Visus...............................................................................14
2.4. Pemeriksaan Visus ............................................................................................23
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ..........................26
3.1. Kerangka Teori .................................................................................................26
3.2 Kerangka Konsep ...............................................................................................27
3.3 Defenisi Operasional ........................................................................................27
BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................................29
4.1. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................29
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................................29
4.3. Jenis dan Rancangan Penelitianm .....................................................................29
4.4. Populasi dan Sampel ........................................................................................29
4.5. Variabel Penelitian ............................................................................................30
4.6. Kriteria Seleksi .................................................................................................31
4.7. Jenis data dan Instrumen Penelitian ..................................................................31
4.8. Manajemen Penelitian ......................................................................................32
4.9. Alur Penelitian ..................................................................................................33
4.10. Etika Penelitian ...............................................................................................33
4.11. Jadwal Kegiatan ..............................................................................................34
x
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PENELITIAN ....................................36
BAB VI. PEMBAHASAN ...................................................................................................40
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................48
7.1 Kesimpulan .....................................................................................................48
7.2 Saran ..............................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... .....................49
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Derajat Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar ...37
Tabel 5.2 Distribusi Penderita Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II di Makassar
berdasarkan Umur………………………………………………………………………………..37
Tabel 5.3 Distribusi Penderita Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar berdasarkan Jenis Kelamin……………………………………………………………39
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar
Berdasarkan Asal Sekolah……………………………………………………………………….38
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Prevalensi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar ……………………………………………………………………………………..36
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Teori ...................................................................................................... 26
Gambar 3.2 Kerangka Konsep ................................................................................................... 27
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata Peneliti
Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan Visus
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Rekomendasi Etik
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Belakang
World Health Organization menyatakan bahwa terdapat 285 juta jiwa penduduk di
dunia yang mengalami gangguan penglihatan, dimana 39 juta orang menderita kebutaan
dan 246 juta orang mengalami low vision (WHO,2010). Penyebab gangguan penglihatan
terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi sebesar 42 % di
ikuti oleh katarak dan glaukoma. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 untuk kelompok umur 5 tahun keatas diperoleh hasil jumlah
penduduk dengan kebutaan dan severe low vision sekitar 2,9 juta dan Sulawesi selatan
menjadi salah provinsi yang memiliki prevalensi gangguan penglihatan yang tertinggi di
Indonesia yaitu sebesar 1,2 % (Kemenkes RI,2014)
Pada anak dengan umur dibawah 15 tahun, kelainan refraksi menjadi salah satu
penyebab gangguan penglihatan terbanyak dimana dari 19 juta anak yang menderita
gangguan penglihatan, 12 juta diantaranya disebabkan oleh kelainan refraksi (WHO,2014).
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan refraksi pada anak
salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan. Di Indonesia
sendiri, deteksi dini dan publikasi mengenai prevalensi dan faktor yang berhubungan
dengan kelainan tajam penglihatan pada pelajar Sekolah Dasar di Indonesia masih jarang
dilakukan (Fachrian dkk, 2009).
Saat ini sangat kurang perhatian mengenai gangguan penglihatan khususnya pada
anak sekolah, padahal lingkungan belajar menjadi salah satu pemicu terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan pada anak,seperti membaca tulisan di papan tulis dengan jarak yang
terlalu jauh tanpa didukung oleh pencahayaan kelas yang memadai, anak membaca buku
2
dengan jarak yang terlalu dekat, dan sarana prasarana sekolah yang tidak ergonomis saat
proses belajar mengajar (Wati,2008)
Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia periode kritis
perkembangan mata pada anak yaitu kira-kira sampai usia 8 tahun(Vaughan,2000) atau
hingga mereka kira-kira kelas 2 Sekolah Dasar. Pada anak, skrining mata perlu dilakukan
untuk mendeteksi apakah menderita gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan
mengganggu aktivitas di sekolahnya (Fachrian dkk, 2009) sebab menurut beberapa
penelitian, ada beberapa dampak gangguan penglihatan pada anak-anak yaitu dampak
kesehatan jangka panjang, kinerja di sekolah, serta perkembangan emosianal atau social
(Anonim,2012).
Pada survey anak-anak usia sekolah di Brazil ditemukan bahwa anak-anak dengan
ketajaman visual dibawah 20/20 mempunyai risiko tiga kali lebih besar untuk tidak naik
kelas setidaknya satu kali dibanding pada anak-anak dengan ketajaman penglihatan yang
lebih baik. Survey pada anak-anak usia sekolah di Austria menemukan bahwa anak-anak
dengan penurunan ketajaman visual dan gangguan penglihatan lain seperti akomodasi
binocular dan konvergensi membutuhkan waktu yang lebih lama serta sering membuat
kesalahan ketika membaca. Anak-anak dengan gangguan penglihatan mempunyai risiko
yang lebih besar mengalami kemunduran pada perkembangan dan integrasi social
(Anonim, 2012).
Masalah penyakit mata pada anak dapat dicegah dengan melakukan deteksi dini
untuk mengetahui status ketajaman penglihatan pada anak yang didukung oleh
pemeriksaan mata sebagai alat ukur yaitu Snellen card (kartu Snellen). Pemeriksaan
ketajaman penglihatan seperti ini tentu saja sejalan dengan program penanggulangan
kebutaan dan gangguan penglihatan yang direkomendasikan oleh WHO melalui Vision
2020 adalah ketersediaan data mengenai keadaan kebutaan dan gangguan penglihatan di
3
suatu wilayah atau negara melalui metoda survei yang dapat diandalkan. Ketersediaan data
ini sangat penting agar program penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan dirancang
berdasarkan permasalahan yang muncul di masyarakat sehingga dapat dilakukan
perencanaan program yang efektif dan efisien(Kemenkes RI,2014)
Berdasarkan data di atas, penurunan ketajaman penglihatan pada anak usia sekolah
merupakan masalah kesehatan yang penting sebab memiliki dampak di berbagai aspek
namun data-data mengenai prevalensi dan karakteristik mengenai penurunan visus
terkhusus di kota makassar masih sangat terbatas. Hal ini yang menjadi dasar peneliti untuk
mencoba melakukan pemeriksaan pada pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di Indonesia
khususnya di Makassar
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas diperoleh rumusan masalah yaitu :
Bagaimana prevalensi penurunan visus pada pelajar tingkat I dan II SD di Makassar
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi penurunan visus pada pelajar tingkat I dan II SD di
Makassar
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Deteksi dini penurunan visus pada pelajar Sekolah Dasar
2. Sebagai tindakan preventif terhadap penyakit – penyakit mata yang di awali dengan
terjadinya penurunan visus
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai data bagi praktisi kesehatan
mengenai prevalensi penurunan visus
1.4.2 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan untuk meningkatkan pelayanan
kelainan mata
2. Sebagai acuan bagi peniliti-peneliti yang ingin melakukan penelitian selanjutnya
3. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi peneliti dalam
melakukan penelitian kesehatan pada umumnya , dan terkait tentang penurunan visus
pada umumnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
2.1.1 Kelopak Mata
Kelopak mata mempunyai lapisan kulit pada bagian depan sedang pada bagian
belakang ditutupi selaput lender tarsus yang disebut konjunctiva tarsal. Konjuctiva
tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak mata. Konjunctiva tarsal
melalui forniks menutupi bulbus okuli. Konjunctiva merupakan membrane mukosa
yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin. Gangguan penutupan kelopak
mata akan mengakibatkan keringya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et
lagoftalmos. Pada kelopa mata terdapat bagian-bagian: Kelenjar seperti : Kelenjar
sebacea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rabut, dan
kelenjar meibom pada tarsus, Otot seperti : M.Orbikularis okuli yang berjalan
melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat
tepi margo palpebral terdapat otot orbicularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland.
M. orbicularis yang berfungsi untuk menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial. M.
levator palpebral, yang berorigo pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus
atas dengan sebagian menembus M. orbicularis okuli menuju kulit kelopak mata bagian
tengah. Baian Kulit tempat Insersi M.Levator Palpebra terlihat sebagai sulku palpebral.
Otot ini dispersarafi oleh N.III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau
membuka mata.Didalam kelopak mata terdaoat tarsus yang merupakan jaringan ikat
yang terdapat kelenjar di dalamnya ata kelenjar meibom yang bermuara pada margo
palpebral.Septum Orbita yang merupakan jaringan fibrosis yang berasal dari septum
orbita sebagai pembatas isi orbita dengan kelopak mata.Tarsus di tahan oleh septum
orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga
6
orbita.Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebral.Persarafan sensorik
kelopak mata ata didapatkan dari ramus frontal saraf V, sedang kelopak mata bawah
oleh cabang ke II saraf ke V ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.1.2 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet
yang berfungsi membasahi bola mata tertutama kornea. Bermacam- macam obat mata
dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva sendiri terdiri dari 3 bagian, yaitu
:Konjungtiva tarsal yang menutupi yang menutupi tarsus, sukar digerakkan dari tarsus,
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya,Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak(Ilyas & yulianti, 2015)
2.1.3 Skelra
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung ini bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea
dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus sklera berjalan dari papil saraf optik
sampai kornea
Sklera anterior di tutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vascular. Sklera mempunya
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Walaupun
sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi trauma tumpul.
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes mellitus, atau merendah pada
eksoftalmos, goiter, miotika, dan minum air banyak (Ilyas & Yulianti, 2015)
7
2.1.4 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas
lapis:
Epitel
Terdiri dari 5 lapis sel epitel tida bertanduk yang saling tumpeng tindih; satu lapis
sel basal ; sel polygonal dan sel gepeng. Padas el basal sering terlihat mitosis dan
sel muda ini terdorong kedepan menjadi sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosome dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel
basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengaibatkan erosi rekuren
Membrana bowman
Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
Stroma
Menyusun 90 % ketebalan kornea yang terdiri dari lamel yang merupakan susunan
kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast yang terletak di
8
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma
Membrane Descement
Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya, bersifat sangat elastic
dan berkembang terus seumur hidup.
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu , berbentuk heksagonal. Endotel melekat
pada membrane descement melalui hemidesmososm dan zonula okluden
Kornea di persarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam
stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya.
Seluruh lapis epitel di di persarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada akhir
saraf(Ilyas & Yulianti,2015).
2.1.5 Uvea
Lapis vaskuler dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang di perdarahi oleh 2 buah
arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal
dekat tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada
setiap otot superior, medial inferior pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior
dan posterior ini bergabung enjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada
badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optic.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lar=teral, 1 cm di depan foramen optic yang menerima 3 akar
9
saraf di bagian posterior yaitu Saraf sensoris, yang berasal dari saraf naso siliar
mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar,Saraf simpatis
membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang melingkari arteri
karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil,Akar saraf
motor akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil
Iris mempunyai kemapuan mengatur secara otomatis masuknya sinar kedala
bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indicator untuk fungsi simpatis dan
parasimpatis pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai
system ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar akan mengakibatkan
melebarnya pembuluh darah didaerah limbus, yang akan mengakibatkan mata
merah, merupakan gambaran karakteristik perandangan intraokuler ( Ilyas &
Yulianti, 2015)
2.1.6 Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil aibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil adaah sedang, dan pupil akan mengecil akibat rasa silau
yang dibangkitkan oleh lensa sclerosis. Pupil pada saat tidur kecil, hal ini dipakai
sebagai ukuran tidur, simulasi koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu
tidur akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurangnya rangsangan
hambatan miosis. Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Pada
waktu bangun, korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis.
Waktu tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang
sempurna yang akan menjadikan miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk
mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam focus seperti
pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan (Ilyas & Yulianti, 2015
10
2.1.7 Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi penglarian keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata dalam bola
mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut
ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schlem, baji sklera, garis Schwalbe dan
jonjot iris(Ilyas & Yulianti,2015)
2.1.8 Lensa .
Lensa merupakan struktur yang terletak di belakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya yang berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi. Didalam lensa, dapat dibedakan nucleus embryonal, fetal,
dan dewasa. Di bagian luar nucleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan
disebut sebagai korteks lensa. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di
banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (
Ilyas & Yulianti,2015)
2.1.9 Badan Kaca
Badan kaca bersifat semi cair didalam bola mata. Mengandung air sebanyak
90 % sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya, fungsi badan kaca sama
dengan fungi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina(Ilyas &
Yulianti,2015)
11
2.1.10 Retina
Retina atau selaput jala, merupakan baian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel
pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan foto reseptor, membrane limitan
eksterna, lapisan nuclear luar, pleksiform luar, lapisan nucleus dalam, pleksiform
dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan membrane limitan interna.
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti
tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandang. Pemeriksaan obyektif
adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi(EOG), dan visual evoked
response (VER) ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.1.1.1 Saraf Optik
Saraf Optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu : saraf penglihatan dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optic
menggabarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung
terhadap saraf optic ataupun perubahan toksisk dan anoksik yang mempengaruhi
penyaluran aliran listrik( Ilyas & Yulianti,2015)
2.2 Proses penglihatan
Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada media transparan lain misalnya
air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya
melambat( yang sebaliknya juga berlaku). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut
mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya
berkas sinar dikenal sebagai refraksi. Dua struktur yang paling penting dalam kemapuan
refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk kemata, berperan paling
12
besar dalam kemapuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada
pertemuan udaran-kornea jauh lebih besar daripada pertemuan dalam densitas antara lensa
dan cairan lainnya, setelah melewati kornea cahaya kemudian melewati aquos humour dan
kemudian menuju ke lensa. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai
akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya yang selanjutnya dikendalikan
oleh otot siliaris. Ketika Otot siliaris melemah, ligamentum suspensorium menegang, dan
ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan refraktif. Sewaktu otot ini
berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga regangan pada ligamentum suspensorium
berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya
kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekuatan lensa dan
lebih membelokkan sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa menggepeng
untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih
kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh system saraf otonom, dengan
stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stiumulus parasimpatis menyebabkannya
berkontraksi. Berkas cahaya dari sumber sinar cahaya yang berjarak lebih dari 20 kaki
dianggap parallel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Sebaliknya, berkas cahaya
yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai mata. Untuk
kemampuan refraktif tertentu mata, diperlukan jarak lebih jah dibelakang lensa untuk
membawa berkas divergen suatu sumber cahaya yang dekat ke titik focus daripada
membawa paralele suatu sumber cahaya yang jah ke titik focus. akan tetapi, pada mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. karena itu, tidak terdapat jarak yang
lebih jauh setelah lensa untuk membawa bayangan benda dekat ke fokus.
Namun agar penglihatan jelas maka struktur-struktur refraktif mata harus membawa
bayangan dari sumber cahaya jauh atau dekat ke fokus di retina. jika suatu bayangan sudah
terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus ketika mencapai retina, maka
13
bayangan tersebut akan terlihat kabur. untuk membawa bayangan dari sumber cahaya
dekat dan jauh jatuh di titik fokus di retina (yaitu dalam jarak yang sama) maka harus
digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat. Setelah cahaya melewati
lensa kemudia akan menembus badan kaca dan akhirnya sampai di retina. Sewaktu cahaya
mencapai retina, ia harus melewati lapisan retinal pigmen epitelium yang dimana lapisan
ini berfungsi agar cahaya yang masuk keretina tidak memantul dan dapat di teruskan ke
lapisan yang lebih dalam. Selanjutnya cahaya masuk ke lapisan fotopigmen, dimana
fotopigmen akan mengalami perubahan kimia ketika
diaktifkan oleh sinar. Fotopigmen mengandung suatu protein G yang dinamai transdusin,
diaman ketika fotopigmen aktif maka ia juga akan mengaktifkan transdusin, dan juga
mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase. Enzi mini menguraikan cGMP sehingga
konsentrasi pembawa pesan kedua ini di fotoreseptor berkurang. Selama proses eksitasi
cahaya, penurunan cGMP memungkinkan saluran Na+ berpintu kimiawi tertutup.
Penutupan saluran ini menghentikan kebocoran Na+ penyebab depolarisasi dan
menyebabkan hiperpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial
reseptor, secara pasif menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Disini
perubahan potensial menyebabkan penutupan saluran Ca2+ berpintu voltase dan,
karenanya, penurunan pelepasan neurotransmitter dari ujung sinaps. Karena itu,
fotoreseptor di hambat oleh stimulus adekuatnya(mengalami hiperpolarisasi oleh cahaya)
dan tereksitasi jika tidak mendapat stimulasi(mengalami depolarisasi dalam keadaan
gelap).
Potensial hiperpolarisasi dan penurunan pelepasan neurotransmitter yang
ditimbulkan berbeda-beda sesuai dengan intensitas cahaya. Semakin terang cahaya,
semakin besar respon hiperpolarisasi dan semakin besar penurunan pelepasan
neurotransmitter. Sel fotoreseptor mengalai sinaps dengan sel bipolar dimana
14
neurotransmitter yang dibebaskan dari ujung sinaps fotoreseptor memiliki efek inhibitorik
pada sel bipolar. Penurunan pengeluaran neurotransmitter yang menyertai hiperpolarisasi
reseptor yang diinduksi oleh cahaya menurunkan efek inhibitorik pada sel bipolar,
hilangnya efek inhibitorik menimbulkan efek yang sama dengan eksitasi leangsung ke
bipolar. Semakin besar pencahayaan pada sel reseptor, semakin besar pengurangan
inhibisi terhadap sel bipolar dan semakin besar efek eksitasi pada sel-sel berikutnya dalam
jalur penglihatan ke otak. sel bipolar seperti fotoreseptor memperlihatkan potensial
berjenjang. Potensial aksi baru muncul di sel ganglion, neuron pertama dalam dalam
rangkaian yang harus merambatkan pesan visual melalui jarak yang jauh
keotak ( Sherwood, 2012) dimana akson sel ganglion akan menyatu ke arah diskus opticus
dan membentuk lapisan serat saraf optic(Eroschenko,2010)
Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma
opticum, serat nervus optikus dari bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat
serat nervus optikum bergabung dengan serat-serat yang berasal dari bagian temporal
retina mata yang lain sehingga terbentuk traktus opticus. Serat-serat dari tiap traktus
opticus bersinaps di nucleus genikulatum lateralis dorsalis pada thalamus, dan dari sini,
serat-serat genikulocalcarina berjalan melalui radisio optikus ( atau traktus
genilokalkarina), ke korteks penglihatan primer yan terletak di fisura kalkarina lobus
oksipitalis(Guyton,2011)
2.3 Penyebab Penurunan Visus
2.3.1 Mata Merah Dengan Penglihatan Turun
2.3.1.1 Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang korena biasanya di klasifikasi
dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superficial dan interstisial atau
profunda. Keratitis disebabkan oleh virus, baketri(Pneumococci, streptococci, atau
15
staphylococci), Jamur, dan protozoa. Keratitis pada umumnya di dahului oleh defesiensi
vitamin A, reaksi konjunctiva menahun, trauma dan kerusakan epitel, lensa kontak dapat
mengakibatkan infeksi sekunder dan non infeksi keratitis, daya imunitas yang
berkurang, musim panas dan daerah yang lembab, pemakai kortikosteroid, herpes
genital. Gejala keratitis sakit ringan sampai berat, silau, mata berair dan kotor, lesi di
kornea di sertai penglihatan berkurang( Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.1.1.1 Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membrane Bowman, dengan infiltrate berbentuk
bercak-bercak halus.
KP ini di sebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, ane rosasea,herpeks simpleks sapai keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lainnya.(Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.1.1.2 Keratitis Marginal
Keratitis Marginal merupakan infiltrate yang tertimbun pada tepi kornea sejajar
dengan limbus. Penyakit infeksi local konjungtiva dapat mengakibatkan keratitis kataral
atau keratitis marginal ini. Merupakan reaksi hypersensitivitas terhadap eksotoksin
stafilokok. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan
adanya blefarokonjungtivitis.(Ilyas & Yuianti,2015)
2.3.1.1.2 Keratitis Interstisial Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea
yang lebih dalam pada kedua mata. Pada keratitis interstisial akibat lues kongenital
didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80% pasien
lues. Keratitis interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma
kornea dan akibat tuberculosis. ( Ilyas & Yulianti,2015)
16
2.3.1.2 Tukak (Ulkus) Kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal 2 bentuk ulkus pada
kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus Kornea perifer dapat di sebabkan
oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh
kuman stafilok aureous, h.influeza, dan m.lacunata. Beratnya penyakit juga ditentukan
oleh keadaan fisik pasie, besar dan virulensi inoculum. Selain radang dan infeksi,
penyebab lain ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A, Lagofthalmus akibat parese saraf
ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotropik dan ulkus mooren. Penyebab ulkus kornea adalah
bakteri , jamur, akantamuba, dan herpes simpleks. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri,
jaur, akantamuba, dan herpes simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea
adalah streptokokkus alfa hemofilik, stafilokokkus aureuss, dll.(Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.1.3 Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Mata merah dengan penglihata turun mendadak merupakan glaukoma sudut tertutup
akut di tandaidengan tekanan intraocular yang meningkat secara mendadak, dan terjadi
pada usia lebih dari 40 tahun dengan sudut bilik mata sempit. Cairan mata yang berada
dibelakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga mendorong iris kedepan,
mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut bilik mata.
Pada glaukoma primer sudut tertutup akut terdapat anamnesa yang khas sekali berupa
nyeri mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan hilang setelah
tidur sebentar. Melihat pelangi sekitar lampu dalam keadaan stadium prodromal
Serangan glaukoma akut secara tiba-tiba dengan rasa sakit hebat dimata dan dikepala,
perasaan mual muntah, bradikardiaakibat reflex okulokardiak, mata menunjukkan tanda-
tanda kongestif dengan kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat
17
tinggi yang mengakibatkan pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang,
papil saraf optic hiperemis, edem dan lapangan pandang menciut berat. Iris bengkak
keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang
disebut uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam di baian belakang mata maka disebut
kororiditis.
2.3.1.4.1 Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar biasanya
unilateral dengan onset akut. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat
gambaran kliniknya saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik
reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada
kekabuhan atau rekuren terjadi reaksi immunologik humoral. Bekterimia ataupun viremia
dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang sama dalam
tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
2.3.1.4.2 Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya
darah didalam bilik mata depan maka akan terdapat suar atau pupil yang mengecil dengan
tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes matamdiriatik dan steroid
topical. Bila terlihat radang berat maka diberikan steroid sistemik. ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.1.5 Endofthalmitis
Endoflthalmitis merupakan perdangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah
trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif didalam rongga
mata dan struktur didalamnya. Peradangan supuratif didalam bola mata akan memberikan
abses didalam badan kaca. Penyebab endofthalmitis supuratif adalah kuman jamur yang
18
masuk berama trauma tembus atau sistemik melalui peredaran darah.( Ilyas &
Yulianti,2015)
2.3.2 Mata Tenang Penglihatan Turun
2.3.2.1 Neuritis Optik
Neuritis disebabkan idiopatik, sclerosis multiple sedang pada anak oleh morbili,
parotitis, dan cacar air. Neuritis optic merupakan radang saraf optic dengan gejala
penglihatan mendadak turun pada saraf yang sakit. Neuritis optic dapat merupakan gejala
dini atau permulaan penyakit multiple sclerosis. Penyebab neuritis optic dapat merupakan
penyakit autoimun, infeksi jamur Cryptococcis, infeksi bakteri tuberculosis sifilis, maupun
infeksi saluran nafas atas.
Perjalanan penyakit mendadak dengan turunnya tajam penglhatan yang dapat
berlangsung intermitten dan sembuh kembali dengan sempurna, dan bila sembuh sempurna
akan mengakibatkan atrofi papil saraf optic parsial atau total.
Pada neuritis optic akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia khusus 18-45 tahun, sakit pada
rongga orbita terutama pada pergerakan mata, penglihatan warna terganggu, tanda
Uhthoff(penglihaan turun setelah olahraga atau suhu tubuh naik). Pada neuritis optic tajam
penglihatan turun maksimal dalam 2 minggu. Pada sebagian besar neuritis optic tajam
penglihatan kembali normal sesudah beberapa minggu. Gangguan lapang pandang atau
sekosentral(Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.2.2 Ablasi Retina
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membrane bruch. Sesungguhnya antara sel batang dan sel kerucut retina tidak terdapat
19
suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupaan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel retina
akan mengakibatkan gangguan nutirisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Tanda dini retina
mengancam untuk lepas adalah floater(benda kecil berterbangan) didepan lapang
penglihatan, disusul pijaran kilat terang disertai turunnya penglihatan. Penyebab adalah
akibat penipisan retina dan terjadinya trauma. Diagnosis dibuat pemeriksaan oftalmoskopi
langsung atau tida langsung, slitlamp ataupun dengan USG bila media penglihatan
keruh.(Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.2.3 Oklusi Vena Retina Sentral
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan
perdarahan didalam bola mata, ditemukan pada usia pertengahan. Biasanya penyumbatan
terletak dimana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina cribrosa.
Penyumbatan Vena retina dapat terjadi pada suatu cabang kecil atau pembuluh vena utama
sehingga daerah yang terlibat memberi gejala sesuai denga daerah yang dipengaruhi.
Suatu penyumbatan cabang vena retina lebih sering terdapat di daerah temporal atas atau
temporal bawah. ( Ilyas & Yulianti,2015
2.3.2.4 Oklusi Arteri Retina Sentral
Oklusi arteri retina sentral terdapa pada usia tua atau usia pertengahan, dengan keluhan
penglihatan kabur yang hilang timbul. Penurunan visus berupa serangan berulang dapat
disebabkan oleh penyakit spasme pembuluh atau emboli yang berjalan. Penyumbatan
arteri retina sentral akan mengakibatkan keluhan penglihatan tiba-tiba gelap tanpa
terlihatnya kelainan pada mata luar. Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokoria.
(Ilyas & Yulianti,2015)
20
2.3.2.5 Kekeruhan dan Perdarahan Badan Kaca
Kekeruhan badan kaca kadang-kadang terjadi akibat penuaan disertai degenerasi
berupa terjadinya koagulasi protein badan kaca. Hal ini biasanya disertai dengan pencairan
badan kaca bagian belakang. Akibat bagian depan masih melekar erat maka akan terjadi
gerakan-gerakan bergelombang seperti hujan. Keadaan ini tidak banyak menganggu
penglihatan. Perdarahan dalam badan kaca adalah suatu keadaan yang cukup gawat karena
dapat memberikan penyulit yang mengakibatkan kebutaan pada mata. ( Ilyas &
Yulianti,2015)
2.3.2.6 Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lena yang dapat terjadi akibat
hidrasi(penabahan cairan) lensa, denaturasi protein ensa yang terjadi akibat kedua-duanya.
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit penyakit mata local menahun. Bermacam-macam penyakit mata
dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahan
toksik khusus. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraocular lainnya.
Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan
berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tapak kekeruhan lensa dalam bermacam-
macam bentuk dan tingkat. Kekruhan ini juga dapt ditemukan pada berbagai lokalisasi di
lensa seperti korteks dan nucleus. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah
pemeriksaan sinar celah, funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain
daripada pemeriksaan prebedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi kelopak
mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan
fisik umum( Ilyas & Yulianti,2015)
21
2.3.2.7 Glaukoma
Kelanan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi
papil saraf optic, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan
peninggian tekanan intraocular ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata
oleh badan siliar, serta berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata
atau celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi serta degenerasi papil
saraf optic, yang dapa berakhir dengan kebutaan. ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.2.8 Retinopati
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Cotton wool
patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri prepapil
sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina dimana keadaan ini dapat terjadi pada
hipertensi, retinopati diabetes, penyakit kolagen, anemia, penyakit Hodgkin serta
keracunan monooksida. ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.3.2.9 Age-Related Macular Degeneration
Makula degenerasi seing disebut age-related macular degeneration(AMD), merupakan
kelanan mata yang berhubungan dengan usia yang mengakibatkan gangguan
penglihatan.Degenerasi macula merupakan degenerasi menahun yang merupakan
kelainan progresif yang mengenai bagian sentral retina atau macula lutea yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan melihat. Degenerasi macula mengakibatkan
perlahan-lahan berkurangnya tajam penglihatan atau penglihatan sentral. ( Ilyas &
Yulianti,2015)
2.3.2.10 Retinitis Pigmentosa
Retinitis Pigmentosa dengan tanda karakteristik degenerasi sel epitel retina terutama
sel batang dan atrofi saraf optic, menyebar tanpa gejala peradangan. Retina mempunyai
22
bercak dan pita halus berwarna hitam. Merupakan kelainan yang berjalan progresif yang
onset bermula sejak masa anak-anak. Umumnya proses mengena seluruh lapis retina
berupa terbentuknya jaringan ikat secara progresif lambat disertai proliferasi sel epitel
pigmen retina pada seluruh lapisnya. Terjadi pembentukan masa pada putih kebiru-biruan
yang masuk ke dalam badan kaca. ( Ilyas & Yulianti,2015)
2.2.11 Kelainan refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, dan badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah macula lutea. Mata yang normal disebut mata emetrop dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retina pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh. 2.3.2.11.1 Presbiopia
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat ; kelemahan otot
akomodasi, lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan seing terasa
pedas
2.3.2.11.2 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar di tentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat disbanding baian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang
dekat.
23
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea(mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan
panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Keadaan ini
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa myopia, hipermetropia, atau astigmat.
Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal
(ametropia kurvatur) atau indeks biasabnormal didalam mata(ametropia indeks)(Ilyas &
Yulianti,2015)
2. 4 Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata
yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat
dilakukan dengan Kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur
dengan menenetukan kemapuan melihat jumlah jari( Hitung jari), ataupun proyeksi sinar
(Ilyas & Yulianti, 2015)
Untuk besarnya kemapuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan
dengan kemapuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jara tertentu.
Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah obejk secara kuantitatif di tentukan
dengan 2 cara :
- Sebanding dengan sudut resolusi minimum ( dalam busur menit). Ini merupakan taja
penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum taja penglihatan
- Dengan fraksi Snellen. Ini di tentukan dengan mempergunakan huruf atau cincin
landlot atau objek ekuivalen lainnya
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata
membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dapat
24
dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini
mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut
( Ilyas & Yulianti, 2015) Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6
(20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan
beberapa factor seperti penerangan umum kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan
kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan( Ilyas & Yulianti, 2015)
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap
mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa taja penglihatan kanan terlebih dahulu
kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan
dimana mata hanya dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf
hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 ment dan setiap bagian dipisahkan
dengan sudut 1 menit. Main jauh huruf harus terlihat, makin besar huruf tersebut harus dibuat
karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya
dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karen pada jarak ini mata akan melihat benda dalam
keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan taja penglihatan dipakai kartu
baku atau standar misalnya kartu baca Snellen yang setiap huruf membentuk sudut 5 menit
pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk
sudut 5 menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut sudah
membentuk sudut 5 menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang
membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan
dapat dilihat dengan jelas. Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam
penglihatan atau kemapuan melihat seseorang, seperti :Bila taja penglihatan 6/6 maka berarti
ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang boleh orang normal huruf tersebut dapat
dilihat pada jarak 6 meter,Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang
menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30,Bila pasien hanya dapat
25
membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien
6/50,Bila tajam penglihatan adalah 6/60 erarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter,Bila pasien tidak dapat
mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat
terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.Bila pasien hanya dapat melihat atau
menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam
3/60,Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter,Dengan uji lambaian tangan, maka dapat
dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1,60. Orang normal dapat
melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila hanya dapay melihat
lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti penglihatannya adalah 1/300,Kadang-kadang
mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan.
Kadang ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar
pada jara tak terhingga.Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar makan
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. (Ilyas & Yulianti, 2014)
26
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 cKerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka Teori
Sumber
Cahaya
Melewati
kornea
Terjadi akomodasi
Lensa
Pengaktifan
Transduksin
Potensial Aksi
sel ganglion
Nervus
opticus
Persepsi
penglihatan
diKorteks
oksipitalis
Radiatio
opticum
Penurunan
penglihatan
Keratitis
Ulkus kornea
Terbentuk
infiltrat
Nekrosis
Jar.Kornea
Glaukoma Peningkatan
tek.Intraokulara
r
Katarak Kekeruhan
lensa
Kekeruhan dan pendarahan
badan kaca
Ablasi Retina Terpisahnya REP
dari Sensory part
Endoflthalmitis Abses pada
badan Kaca
uveitis Peradangan
pada uvea Masuk ke
retina
-Oklusi arteri Retina
Sentral
- oklusi vena sentra
-Retinopati
Retinitis
Pigmentosa
Degenerasi
Epitel Retina
Kelainan
Refraksi
Perubahan
kurvatur, indeks,
dan aksis
27
3.2 Kerangka Konsep
Ket : = Yang Tidak di teliti
= Yang di teliti
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
3.3 Defenisi Operasional
3.3.1 Siswa Tingkat I dan II Sekolah Dasar
Defenisi : siswa kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar
Skala : nominal
3.3.2 Penurunan Visus
Defenisi :
Penglihatan Normal : 20/10 – 20/25
Mild Visual Impairment : 20/30 – 20/70
Mata merah/Inflamasi
Keratitis
Ulkus kornea
Uveitis
Glaukoma akut sudut
tertutup
Endofthalmitis
Penurunan Visus
Siswa Tingkat I
dan II Sekolah
Dasar Tanpa Mata
Merah/Inflamasi
Neuritis optik Ablasi retina
Oklusi vena&arteri retina
sentral Katarak
Kekeruhan dan pendarahan
badan kaca Glaukoma
Retinitis Pigmentosa
Kelainan refraksi
28
Moderate visual impairment : 20/80 – 20/125
Severe visual impairment : 20/200 – 20/400
Profound visual Impairment : 20/500 – 20/1000
Blindness : 1/60 or less
Skala : Ordinal
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan beberapa Sekolah Dasar tiap kecamatan di Makassar
4.2.1 Waktu penelitian
Waktu penelitian yaitu bulan September sampai November 2017
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dengan rancangan potongan
lintang, yaitu seluruh variabel dikumpulkan dan di observasional sekaligus pada saat yang
bersamaan. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif untuk mendeskripsikan data yang
sudah didapatkan sehingga menjadi lebih jelas
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar
4.4.2 Sampel
Sampel adalah pelajar tingkat I dan II di beberapa Sekolah Dasar tiap kecamatan
di Makassar yang memenuhi kriteria inklusi
30
4.4.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode Multi-stage
Sampling dimana sampel diambil di beberapa kecamatan yang ada di kota Makassar
yang dipilih secara acak sedangkan pemilihan sekolahnya juga dipilih beberapa sekolah
secara acak dari kecamatan yang dipilih . Dengan jumlah sampel berdasarkan
perhitungan menggunakan rumus slovin
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁 𝑒2
𝑛 = 46,725
1 + 46,725 (0,062)
𝑛 = 276,15
Keterangan :
n :jumlah sampel
d : limit dari error (6%)
N: Jumlah Populasi pelajar Tingkat I dan II se-Kota Makassar = 46,725
Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah
276,15 = 280 sampel sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti harus mengambil
data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 280 orang.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
Siswa tingkat I dan II sekolah dasar
31
4.5.2 Variabel Terikat
Penurunan Visus
4.6 Kriteria Seleksi
4.6.1 Kriteria Inklusi
Semua pelajar yang bersedia mengikuti penelitian dan tidak sedang
menderita mata merah/inflamasi
4.6.2 Kriteria Eksklusi
Tidak hadir di tempat saat pengambilan data
4.7 Jenis Data dan Instrumen Penelitian
4.7.1 Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperloeh dengan
melakukan pemeriksaan dan wawancara langsung pada pelajar di beberapa
sekolah dasar tiap kecamatan di Kota Makassar
4.7.2 Instrument Penelitian
1. Angket penelitian
2. Alat tulis( Buku catatan, pulpen, dan penggaris)
3. Snellen Chart
4. Pen light
5. Loop
32
4.8 Manajemen Penelitian
4.8.1 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penelitian, tim peneliti meminta kelayakan
etik(ethical clearance) dari Komisi Etik Peneliti Biomedis pada manusia di
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin serta dengan diketahui oleh Bagian
Mata.. Kemudian peneliti akan mengajukan permohonan izin kepada Kepala
Sekolah SD yang bersangkutan. Setelah itu dilakukan pendataan individu dalam
populasi
4.8.2 Tahap pelaksanaan
Semua objek akan diberi penjelasan secara lisan/tertulis dan selanjutnya
menandatangani persetujuan setelah penjelasan. Dan bila karena suatu alasan,
subjek berhak mengundurkan diri dari penelitian
Semua subjek yang bersedia di berikan angket. Angket berisi pertanyaan
terkait identitas sebjek seperti nama, umur, jenis kelamin dan pertanyaan yang
terkait dengan variabel yang diteliti
Peneliti kemudian melaukan pemeriksaan tajam penglihatan
menggunakan Snellen Chart terhadap semua pelajar serta pemeriksaan segmen
anterior.
Selanjutnya, semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing
dan coding kemudian dimasukkan kedalam program Microsoft Excell untuk
diolah lebih lanjut
4.8.3 Penyajian Data
33
Data yang diperoleh disajikan dala bentuk tabel disertai penjelasan serta
disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian
4.9 Alur Penelitian
4.10 Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai permohonan
izin untuk melakukan penelitian
2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada piha yang merasa
dirugikan atas penelitian yang dilakukan
Pengajuan judul
penelitian
Penyusunan proposal
penelitian
Mengurus etik dan izin
penelitian
Mengunjungi beberapa
SD yang ada di Kota
Makassar
Melakukan Pemeriksaan segmen anterior dan visus
Mencatat data
Pengolahan Data
Menyimpulkan Hasil
Penelitian
34
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada smeua pihak yang sesuai
dengan manfaat penelitian yang disebutkan sebelumnya
4.11. Jadwal Kegiatan
NO NAMA KEGIATAN
AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 TAHAP PERSIAPAN
Pembuatan dan pengajuan permohonan
bimbingan
Diskusi dengan dosen pembimbing
Pembuatan dan pengesahan proposal
penelitian
Pengajuan proposal penelitian
Pembuatan kelengkapan perizinan
2 TAHAP PELAKSANAAN
Pengambilan data (pembagian
kuisioner)
Diskusi dengan pembimbing
Analisis data
3 TAHAP PELAPORAN
Penyusunan rancangan (draft) laporan
penelitian
35
Diskusi dengan pembimbing
Pencetakan, pengesahan dan
penggandaan laporan hasil Penelitian
Penyetoran laporan hasil penelitian
Presentasi dan Publikasi laporan hasil
penelitian
36
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Data hasil penelitian ini merupakan data primer, pengumpulan data dilakukan
dalam waktu dua bulan, sekali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan di sekolah-sekolah
yang telah di tentukan dan sesuai dengan rekomendasi persetujuan etik nomor
849/H4.8.4.5.31/PP36-KOMETIK/2017. Data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan diolah
dengan menggunakan Microsoft excel dan hasilnya di sajikan dalam bentuk grafik dan tabel
yang di sertai dengan penjelasan.
Dari hasil pengumpulan data di dapatkan bahwa prevalensi penurunan visus pada
pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar sebanyak 85 orang (27,3%), data ini
kemudian dikelompokkan dan diolah menurut derajat penurunan visus, umur, asal sekolah dan
jenis kelamin. Sehingga diketahui distribusi dari penurunan visus pada pelajari tingkat I dan II
berdasarkan hal tersebut.
Diagram 5.1 : Prevalensi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar
di Makassar
Diagram 5.1 menunjukkan bahwa dari 311 orang pelajar yang memenuhi kriteria
inklusi terdapat 85 orang (27.3%) yang mengalami penurunan visus dan 226 orang (72.7%)
yang tidak mengalami penurunan visus
27.3%
72.7%
Penurunan Visus
Ya Tidak
37
Tabel 5.1 : Derajat Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar
Derajat Penurunan
Visus
Visus Frekuensi Persentase
Mild Visual
Impairment
20/32 – 20/63 78 91.7 %
Moderate Visual
Impairment
20/80 – 20/160 6 7%
Severe Visual
Impairment
20/200 – 20/400
atau
6/60 – 3/60
1 1.3 %
Sumber : Data Primer
Tabel 5.1 Menunjukkan bahwa dari 85 orang yang mengalami penurunan visus, 78 (91.7%)
orang diantaranya menderita Mild Visual Impairment, 6 (7%) orang menderita Moderate Visual
Impairment, dan 1 (1.3%) orang menderita Severe Visual Impairment
Tabel 5.2 Distribusi Penderita Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II di
Makassar berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase
6 53 62.3 %
7 31 36.4%%
8 1 1.3 %
Sumber : Data Primer
Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa dari 85 orang yang mengalami penurunan visus, 53 (53.1%)
orang diantaranya berumur 6 tahun, 31 (27,1%) orang berumur 7 tahun dan 1 (3,2%) berumur
8 tahun.
38
Grafik 5.1 Distribusi Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah Dasar di
Makassar Berdasarkan Asal Sekolah
Grafik 5.1 menunujukkan bahwa dari 85 orang yang mengalami penurunan visus,
yang terbanyak berasal dari SD ST Yoseph Rajawali yakni 25 orang menderita Mild Visual
Imapairment, 4 Moderate Visual Impairment dan 1 Severe Visual Impairment. Kemudian SDN
Panaikang 1 yakni 21 orang mengalami Mild Visual Impairment, dan 1 orang mengalami
Moderate Visual Impairment. Selanjutnya SDN Tello Baru II yaitu 18 orang mengalami Mild
Visual Impairment dan 1 orang mengalami Moderate Visual Impairment. Kemudian SDN
Bawakareng yakni 11 orang mengalami Mild Visual Impairment dan terakhir SDN
Pacerakkang yaitu 3 orang mengalami Mild Visual Impairment.
11
3
21
25
18
0 01
4
10 0 0
10
0
5
10
15
20
25
30
SDN Bawakaraeng SDN Pacerakkang SDN Panaikang I SD ST YosephRajawali
SDN Tello Baru II
Penurunan Visus
Mild Moderate Severe
39
Tabel 5.3 Distribusi Penderita Penurunan Visus Pada Pelajar Tingkat I dan II Sekolah
Dasar di Makassar berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Perempuan 57 67 %
Laki-laki 28 33%
Sumber: Data Primer
Tabel 53 Menunjukkan bahwa dari 85 orang yang mengalami penurunan visus, 57 (67 %) orang
diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 28 (33%) orang lainnya adalah laki-laki
40
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian pada Pelajar SD mengenai prevalensi penurunan visus belum banyak
dilakukan di Indonesia sehingga dapat menjadi dasar bagi peneliti lain tentang prevalensi
penurunan visus serta dapat di pergunakan untuk intervensi lebih lanjut oleh pihak lain
umumnya instansi kesehatan.
Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi penurunan visus pada pelajar kelas I
dan II Sekolah Dasar di Makassar adalah sebesar 27,6%. Di Indonesia sendiri, untuk
membandingkan angka prevalensi yang didapatkan dengan kota lain cukup sulit karena untuk
penelitian mengenai penurunan visus dimana subjek penelitiannya berumur 6-8 tahun dengan
skala sebuah kota belum pernah dilakukan sama sekali. Walaupun ada, akan tetapi umur subjek
penelitian serta penyakit yang di telitinya berbeda dengan penelitian ini. Seperti contohnya
penelitian yang di lakukan di Sleman Yogyakarta pada bulan maret 2016 dimana dilakukan
penelitian mengenai prevalensi kelainan refraksi pada pelajar kelas II sampai VI dengan total
sampel berjumlah 2.662( Fauzi, et al., 2016) dan didapatkan hasil yaitu 2,32%
Di luar negeri, sudah pernah ada penelitian prevalensi gangguan penglihatan
pada anak usia sekolah. Penelitian yang dilakukan di daerah Yongchuang di China pada tahun
2011 ini, menunjukkan prevalensi gangguan penglihatan pada umur 6-8 tahun yaitu sebesar
4.03 % (Hong lian, et al.,2011) sedangkan di daerah Kuching Malaysia, penelitian mengenai
prevalensi gangguan penglihatan pada anak juga pernah dilakukan. Penelitian ini mengambil
subjek usia preschool yaitu sampai umur 6 tahun yang melibatkan 400 anak dan didapatkan
hasil yakni 5% dari dari total sampel mengalami gangguan penglihatan dan penyebab yang
terbanyak adalah karena kelainan refraksi (Premshentill, et al., 2013). Penelitian yang hampir
serupa pernah dilakukan di Canakkale Turkey yang melakukan screening penglihatan pada
anak dengan umur 5-8 tahun dimana total populasi pada penelitian tersebut sebesar 1.130 orang
41
dan didapatkan hasil yakni yang menderita penurunan ketajaman penglihatan sebanyak 130
(11.7%) anak (Ertekin, et al,2016)
Angka yang lebih tinggi pada penelitian ini dibanding dengan penelitian yang
dilakukan di Yongchuang, Kuching dan Canakelle di sebabkan karena ketiga daerah tersebut
berasal dari negara-negara maju jika dibandingkan dengan Makassar. Tingkat pengetahuan
orang tua serta dukungan keluarga kepada anak di negara-negara maju lebih tinggi bandingkan
dengan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kamilia menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
ketajaman penglihatan pada anak dimana semakin besar dukungan keluarga yang diberikan
kepada anak, maka akan semakin tercipta rasa nyaman, merasa diperhatikan, dan mendapat
asupan nutrisi yang baik dari keluarga sehingga mampu meningkatkan ketajaman penglihatan
anak (Kamilia ,2014).
Penelitian ini juga mendapatkan hasil yakni dari 85 pelajar yang mengalami
penurunan visus, 78 diantaranya menderita mild visual impairment, 6 orang moderate visual
impairment, dan 1 orang severe visual impairment. Perbedaan derajat penurunan visus
dipengaruhi oleh jenis penyakit apa yang diderita anak tersebut, baik penyakit yang bersifat
genetik atau acquired. Jika penyakit itu bersifat acquired (bukan karena warisan orang tua)
maka derajat penurunan visus ini kemungkinan dipengaruhi oleh sudah berapa lama anak
tersebut terpapar faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan tajam penglihatan
seperti umur pertama kali menggunakan gadget, intesitas penggunaan gadget dll. Untuk anak
yang berusia dibawah 15 tahun kelainan refraksi menjadi penyebab terbanyak yang
menyebabkan gangguan penglihatan(WHO,2014) dan hal ini sesuai dengan penelitian yang
diadakan oleh Premshentill dkk di Malaysia pada tahun 2013 dimana dari 95% anak yang
mengalami gangguan penglihatan disebabkan karena kelainan refraksi (Premshentill , et
al.,2013)
42
Katarak juga merupakan salah satu penyakit yang juga dapat menyebabkan
penurunan visus dimana, derajat penuruna visus dipengaruhi oleh seberapa berat katarak yang
diderita. Menurut WHO, katarak merupakan penyebab terjadinya gangguan penglihatan
terbanyak setelah kelainan refraksi yaitu sekitar 33%(WHO,2012) sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Hong tentang prevalensi penyakit mata dan penyebab gangguan penglihatan
pada anak usia sekolah di China mendapatkan hasil bahwa katarak menjadi urutan ke empat
penyebab terbanyak gangguan penglihatan pada anak yaitu sebesar 0.42%(Hong Lian et all,
2011). Sedangkan di negara berkembang seperti di Indonesia kasus kebutaan anak akibat
katarak dapat mencapai 1-4 per 10.000 kasus (Reskinoff, 2008). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Irawan dkk yang meneliti tentang katarak pada anak di Manado, menyatakan
bahwa dari semua penderita katarak pada anak, 55,17 % diantaranya adalah jenis katarak
traumatic dan selebihnya yaitu katarak congenital dan juvenile (Irawan,2015).
Berdasarkan data dari WHO, setelah kelainan rekfraksi dan katarak, Glaukoma
menjadi penyakit dengan prevalensi tertinggi penyebab kebutaan yaitu sebesar 18 %.
Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma kongenital yang sering terjadi (Blanco et
al., 2002). Kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer ini terjadi secara sporadik. Kira-kira
10% dari kasus ditemukan berhubungan dengan gen autosom resesif. Pada keadaan ini, kedua
orang tua biasanya carrier heterozigot yang tidak memiliki sakit ini. Penelitian lain
menunjukkan bahwa glaukoma kongenital ini dapat diturunkan melalui pola poligenetik. Hal
ini mengacu pada persentase pria yang terpengaruh dan keterlibatan saudara kandung 3-11%
dibanding dengan 25% yang diturunkan secara resesif. Kira-kira 3% dari saudara kandung
dapat mempengaruhi jika dia laki-laki dan 0% bila dia perempuan. Pada awal 1998, dua gen
glaukoma kongenital autosomal resesif dapat diidentifikasi yaitu: GLC3A pada kromosom
2p2l dan GLC3B pada kromosom lp36 (Blanco et al., 2002)
43
Penelitian ini juga mendapatkan hasil yakni 53(62.3%) orang yang mengalami
penurunan visus berumur 6 tahun, 31 (36.4%) orang berumur 7 tahun, dan 1 (1.3 %) orang
berumur 8 tahun. Penelitian ini mendapatkan hasil dimana kelompok umur 6 tahun memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ertekin dkk pada tahun 2016 dimana prevalensi pada umur 8 tahun lebih
tinggi dibanding kelompok umur lainnya yaitu sebesar 15.5 % , kemudian kelompok umur 7
tahun 13.4% terakhir kelompok umur 6 tahun yaitu (9.2 %). (Ertekin, et al,2016)
Ada banyak faktor resiko terjadinya penurunan visus pada anak. Namun pada
beberapa penyakit seperti glaukoma dan katarak kongenital, gen memegang peran penting pada
insidensi penurunan penglihatan pada anak, sedangkan pada katarak traumatik paling sering
disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa
menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aquous dan kadang-kadang corpus vitreum masuk kedalam struktur
lensa. Petasan, peluru pistol angin merupakan penyebab yang sering, penyebab lain yang lebih
jarang adalah anak panah, batu, pajanan berlebih terhadap panas dan radiasi pengion
(Vaughan,2000).
Salah satu yang juga paling sering dan menjadi fokus dewasa ini adalah
penggunaan telepon genggam yang merupakan faktor resiko terjadinya kelainan refraksi. Usia
yang sangat muda dalam penggunaan telepon genggam dapat mengubah perilaku dan
mempengaruhi kesehatan seseorang. Penggunaan telepon genggam dapat merusak mata karena
efek radiasi. Radiasi elektro magnetic dengan frekuensi tinggi dari telepon genggam dan
perangkat modern lainnya berpotensi tinggi merusak lensa dan jaringan mata lainnya. Paparan
radiasi dapat menyebabkan kerusakan permanen bentuk dan akifitas biokima(ATPase) pada
lapisan epitel lensa (Bormusoy,2008)
44
Pada penelitian yang dilakukan oleh Irbah pada tahun 2016 di salah satu Sekolah
Dasar di Makassar didapatkan bahwa beberapa anak mulai menggunakan telepon genggam
sejak usia 5 tahun sedangkan yang paling banyak yaitu pada usia 9 tahun. Berdasarkan usia
saat memasuki sekolah, usia 5 tahun dapat diartikan bahwa setiap pelajar masih duduk di taman
bangku kanak-kanak ketika pertama kali menggunakan telepon genggam( Irbah,2016). Hal ini
juga sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan di Amsterdam oleh Huss dkk yang
menunjukkan bahwa beberapa orang tua di Amsterdam sudah membekali anak-anak mereka
telepon genggam pada usia 5 dan sebagian usia 7 tahun (Huss,2015)
Oleh karena itu adanya perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ertekin terbilang relatif karena terjadinya penurunan tajam penglihatan
pada anak usia dini bisa di sebabkan penyakit karena faktor genetik atau Acquired ( bukan
turunan orang tua), dan apabila penyebabnya karena Acquired, maka hal ini tergantung sejak
umur berapa seorang anak terpapar faktor resiko yang dapat menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan seperti contohnya yaitu penggunaan telepon genggam maupun riwayat
trauma pada mata.
Penelitian ini juga mendapatkan hasil yaitu SD ST Yoseph yang terletak di
Kecamatan Ujung Pandang memiliki prevalensi tertinggi yaitu sebesar 30 (42.2%) orang,
sedangkan prevalensi terendah di dapatkan di SDN Pacerakkang Kecamatan Biringkanaya
yaitu sebesar 3 (4.9%) orang. SDN ST Yoseph merupakan sekolah ternama dan memiliki SPP
yang terbilang tinggi sehingga mayoritas muridnya adalah golongan menengah keatas,
sedangkan SDN Pacerakkang merupakan salah satu sekolah yang terletak di pinggiran kota
Makassar dan mayoritas muridnya adalah golongan menengah kebawah.
Walaupun belum ada penelitian yang secara langsung menghubungkan status
ekonomi dan penurunan visus pada anak usia sekolah seperti pada penelitian ini , namun dapat
diasumsikan bahwa semakin tinggi status ekonomi orang tua maka semakin dini dan sering
45
seorang anak terpapar media visual seperti gadget, komputer dll yang menjadi salah faktor
resiko penurunan katajaman penglihatan pada anak. Hal ini dikarenakan apabila status ekonomi
tinggi maka tidak sulit untuk memberikan gadget ataupun media visual elektronik lainnya
kepada anak dan hal ini berbanding terbalik dengan mereka yang tergolong ekonomi rendah.
Seperti yang disebutkan diatas bahwa semakin tinggi status ekonomi orang tua
maka semakin muda dia memberikan gadget kepada anak sehingga setiap keluarga yang
termasuk golongan menengah keatas tentu saja memiliki banyak gadget atau pun media visual
elektronik lainnya didalam satu keluarga sehingga hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristianti bahwa semakin banyak jumlah gadget yang dimiliki dalam satu
keluarga, maka akan semakin besar peluang untuk seseorang menggunakan gadget tersebut
dalam durasi waktu yang lama dan dengan cara yang tidak benar seperti terlalu dekat sehingga
berujung pada terjadinya gangguan penglihatan (Kristianti, 2008)
SD ST Yoseph yang juga merupakan sekolah yang mayoritas siswanya berasal
dari etnis Tionghoa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya prevalensi
penurunan visus pada siswa di sekolah ini dibandingkan sekolah lain. Menurut Saw, prevalensi
myopia tinggi pada beberapa etnik tertentu contohnya etnik tionghoa dan menunjukkan bahwa
genetik memainkan peranan penting, tetapi disini faktor lingkungan juga merupakan faktor
yang penting yaitu kelemahan dari individu terhadap kondisi lingkungan tertentu seperti
aktivitas melihat dekat berlebihan (Saw, 2004). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh You Sheng dkk mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan myopia pada
anak sekolah di China. Penelitian ini menyatakan bahwa prevalensi myopia di China di
pengaruhi oleh banyak faktor diantaranya durasi belajar yang lebih lama, dan kurang istirahat
selama proses belajar (You Sheng et all, 2012). Berdasarkan penelitian diatas kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa tingginya angka penurunan pada siswa yang berasal dari etnis
Tionghoa disebabkan karena faktor genetik yang menyebabkan kebanyakan dari mereka
46
menderita myopia dan yang kedua adalah kebiasaan melakukan aktivitas melihat dekat seperti
membaca dengan durasi lama yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya penurunan
penglihatan.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa presentasi penurunan visus lebih
banyak pada perempuan dibanding laki-laki ( perempuan 67 %, laki-laki 33%). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh fauzi dkk yang meneliti tentang prevalensi kelainan
refraksi pada anak dimana didapatkan presentasi prevalensi sebesar 62,3 % pada perempuan
dan 37,7% pada laki-laki (fauzi, et al, 2016). Hasil yang sama juga didapatkan oleh Ratanna
dkk yang juga meneliti tentang prevalensi kelainan refraksi di dapatkan bahwa anak perempuan
(59,51 %) lebih besar dibandingkan anak laki-laki(40,49 %).
Jika dilihat dari tinjauan teori, dikatakan bahwa dalam anatomi dari system
penglihatan bola mata, pada jenis kelamin laki-laki mempunyai ukuran yang agak lebih besar
dari pada jenis kelamin perempuan ( Leeson,1996). Hal ini akan mempengaruhi organ lain
yang berada di dalam bola mata khususnya yang menyebabkan kelainan refraksi seperti kornea,
lensa dan organ lain, karena pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang/besar beresiko untuk
menderita kelainan refraksi seperti myopia yang dapat menyebabkan penurunan visus
(Wong,2008)
Namun terdapat pula beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki hasil yang
berbeda. Penelitian yang dilakukan di brazil tahun 2006 oleh Onuki Haddad dkk menyatakan
bahwa prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak laki-laki lebih besar (51%)
dibandingkan anak perempuan (49%) (Haddad, et al., 2006)
Walaupun hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya ,namun pada beberapa penelitian lain menyatakan bahwa jenis
kelamin tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian penurunan tajam penglihatan pada anak,
47
seperti penelitian yang dilakukan oleh Siregar pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan jika dihubungkan dengan kejadian
gangguan penglihatan pada anak SD ( Siregar, 2012)
Perbedaan yang tidak signifikan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti bisa diakibatkan oleh proses pertumbuhan dan perkembangan bola mata
setiap anak baik laki-laki ataupun perempuan yang mempengaruhi refraksi penglihatan yang
belum diketahui lebih dalam, riwayat genetik orang tua yang belum diketahui secara pasti serta
masih banyak hal lain yang kemungkinan mempengaruhi seperti perbedaan ras dan budaya,
perbedaan status gizi, dan lingkungan lain yang mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas sehari-
hari.( Siregar, 2012)
48
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Prevalensi Penurunan Visus Pada Pelajar
Tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar maka dapat disimpulkan
1. Prevalensi penurunan visus pada pelajar tingkat I dan II Sekolah Dasar di Makassar
adalah sebesar 27,3 % dari total 311 anak yang di periksa
2. Mild Visual Impairment menjadi jenis penurunan visus yang terbanyak
3. Jenis kelamin perempuan memiliki angka prevalensi yang lebih tinggi
4. Kelompok umur 6 tahun menjadi kelompok umur dengan prevalensi tertinggi
5. SD ST yoseph menjadi sekolah dengan jumlah penderita penurunan visus terbanyak
7.2 Saran
1. Pentingnya dilakukan screening gangguan penglihatan pada usia kritis pertumbuhan
anak sehingga menghindari terjadinya low vision hingga kebutaan pada anak yang
dapat menurunkan kualitas hidup di kemudian hari
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada penelitian yang akan datang maka perlu
dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut agar penyebab penurunan visus dapat di
diagnosis sehingga hasil penelitian yang didapatkan lebih spesifik
3. Untuk peneliti yang akan datang agar meneliti hubungan antara variabel yang belum
sempat di teliti di penelitian ini
49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.The social and economic impact of poor vision .The Boston Consulting
Group and Essilor, Charenton.
Bromusoy E. Usha P,Sharon N,et al. 2008.Non-Thermal Electromagnetic radiation
demage to lens epithelium. Open Opthalmol J; 2: 102-106
Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma Associated with
Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of Glaucoma. Martin Dunitz Ltd
2002;10:147-51.
Eroschenko.Viktor P. 2010.Atlas Histologi Difiore dengan korelasi fungsional.Edisi
11.EGC:Jakarta
Ertekin YH., Tekin M.,Uludag A., et al. 2016.Vision Screening in Children : Is 7-9
Years of age treshoold for visual impairment. Pak J Med Vol.32 No.5.
Fachrian D., Arlia B. R., Apep J N., Nengcy E. T. R., Maritha P., Elridha A. S.,
Rutelica N. A. Y., dan Eva S. 2009. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan Pada Pelajar SD
X, Majalah Kedokteran Indonesia, (online) Volume 59, Nomor 6,
(http://indonesia.digitaljournals.org/inde x.php/idnmed/article/ viewFile/646/641)
Fauzi,L., et al.2016. Skrining kelainan refraksi mata pada siswa sekolah dasar
menurut tanda dan gejala.Journal Of Health Education Vol 1 No 1:78-84
Guyton,A.C., dan Hall, J.E.2011.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 12.Jakarta
:EGC
Huss A., et al.2015.Enviromental Radiofrequency electromagnetic fields exposure at
home, mobile and cordless phone use, and sleep problem in 7-Year-Old Children.PLoS
One;10(10):e0139869
Hong L, Chen L, Liu Q, et all.2011.Prevalance of Eye Disease and Causes Of Visual
Impairment in School-Aged Children in Western China; J Epidemiol
50
Haddad, M.A.O, et al. 2006. Pediatric and Adolescent Population with visual
impairment : Study of 385 Cases. Clinics (Sao Paulo) 2006 Jun 30;6(3):239-46.
Irbah.2016.Prevalensi Kelainan Refraksi pada Pelajar SD Inpres Mallengkeri
Bertingkat I Makassar .Fakultas Kedokteran Unhas
Ilyas S.,Yulianti SR.2015.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Uiniversitas Indonesia
Irawan GM ,et all.2015. Katarak pada anak di poliklinik mata blu prof. Dr. R. D.
Kandou manado periode januari 2011 – desember 2013.Manado : Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015
Kristianti F.2008.Faktor Resiko yang berhubungan dengan terjadinya cacat mata
myopia pada mahasiswa keperawatan fakultas kedokteran universitas gadjah mada
yokyakarta,[Skripsi].Yogyakarta
Kamilia S.2014.Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Ketajaman Penglihatan
Pada Anak Usia 3-6 Tahun di TK Mahfilud Duror Desa Mojogemi Sukowono Jember.
Jember
Kemenkes RI, (2014) Infodatin Situasi Gangguan Penglihatan Dan Kebutaan. Jakarta
: Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lesson, C.1996. Buku Ajar Histologi.Ed-5.Jakarta:EGC
Premshentil M, Manju R, Thanaraj A, et all.2013.The Screening of visual impairment
among preschool children in an urban population ini Malaysia; the Kuching pediatric eye
study : cross Scetional Study.BMC Ophtalmology.
. Resnikoff S, Pascolini D, Moriotti P. S, Pokharel P. P (2008): Global Magnitude of
Visual Impartment cause of Uncorrected Refractive Error in 2004. Bulletin of World Health
Organization. Volume 86. Number 1.
51
Saw SM, Tan SB, Fung D, Tan DTH, et al. IQ and the association with myopia in
children. Investigative Opthalmology and Visual Science. 2004;45:2948-8.
Sherwood,L.2012.Fisiologi Manusia; dari sel ke system.Edisi 7.Jakarta;EGC
Siregar VN.2012.Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin Terhadap Kelainan Refraksi
Pada siswa-siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.[Skripsi]. Medan
Vaughan DG, Asurt T, Riordan-Eva P.2000. Oftalmologi umum. Edisi 14. Alih
bahasa: Tambajoong J, Pendi BU. Jakarta: Widya Medika, ;29-442
World Health Organization.2014.Visual Impairment and Blindness.WHO. (
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en)
Wati, N. 2008. Skrining Gangguan Tajam Penglihatan (Visus) Anak Usia 7-10 Tahun
Sekolah Dasar. (online) (http://ejournal. respati.ac.id/sites/default
3.%20Jurnal%20Nur%20Alvira.doc)
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6,. Jakarta : EGC
You S. et all. 2012.Factor Asociated With Myopia In School Children In China : The
Beijing Childhood Eye Study. China:Plos One.Dec 2012 Vol 7 Issue 12
52
BIODATA PENELITI
Nama Lengkap : Miftahul Fajri
NIM : C111 14 011
Jenis Kelamin :Laki-Laki
Tempat, tanggal lahir : Malili, 17 september 1996
Alamat : Perumahan Graha Intiland Regency ,Jalan Pacerakkang
Telepon/HP : 082190355106
Fakultas/Program Studi : Kedokteran /Pendidikan DOkter
Perguruan Tinggi : Universitas Hasanuddin
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
SD SMP SMA Kuliah
Nama Institusi SDN 221 Malili SMPN 1 Malili SMAN 1
Malili
Universitas
Hasanuddi
Jurusan IPA Pendidikan
DOkter
Tahun Masuk-
Lulus
2002-2008 2002-2011 2011-2014 2014-
sekarang
Workshop / Pelatihan / Seminar / Fasilitator :
- Geriatric Medicine : Multidisciplinary care of the aged people
- Medical Research Training
Riwayat Organisasi :
- Medical Basketball Club (MBBC)
- Medical Youth Research Club
- Medical Muslim Family (M2F)
59
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN
Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu
JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM. 10, Makassar 90245
Contact person dr. Agussalim Bukhari,Ph.D,Sp.GK (HP. 081241850858), email: agussalimbukhari@ yahoo.com
Nama SD : SD ST Joseph Rajawali
Kecamatan : Kec Ujung Pandang
Hasil : 25 orang Mild Visual Impairment
5 orang Moderate Visual Impairment No NAMA UMUR VOD INTERPRETASI VOS INTERPRETASI
1. Alicia Rachel
Kailola
6 20/30 Normal 20/30 Normal
2. Hony Anastasia 6 20/30 Normal 20/30 Normal
3. Benedicta Julyanti 6 20/20 Normal 20/20 Normal
4. Cherie Quinn K 6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
5. Cristo Aurelio
Gani
7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
6. Ezra Ferdinand
Patulak
6 20/20 Normal 20/20 Normal
7. Fabain Denzel
Palayukan
6 20/20 Normal 20/20 Normal
8. Federico Rizky A
Chia
6 20/30 Normal 20/30 Normal
9. Gisela Leticid J
Klilsal
6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/60 Mild Visual
Impairment
10. Gloria Aurel F.R 6 20/30 Normal 20/20 Normal
11. Jennifer A.M Diets 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/50 Mild Visual
Impairment
12. Lionel Pakanan 7 20/30 Normal 20/30 Normal
13. Keanu Angelus
Saldi
7 20/30 Normal 20/30 Normal
14. Marsela Dian
Nikita
7 20/30 Normal 20/30 Normal
15. Marselino M
massage
6 20/50 Mild Visual
Impairment
20/50 Mild Visual
Impairment
16. Mayumi Fransisca
sie
7 20/25 Normal 20/25 Normal
17. Naomi Baka 6 20/20 Normal 20/20 Normal
18. Ruthmala Erika 6 20/30 Mild Visual
Impairment
20/60 Mild Visual
Impairment
19. Shainu Triatloud 7 20/20 Normal 20/20 Normal
60
20. Shieny Octavia 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
21. Valentino Panggala 6 20/30 Normal 20/30 Normal
22. Wahyuni 6 20/120 Moderate Visual
Impairment
20/80 Moderate Visual
Impairment
23. Willy Dhanio 6 20/25 Normal 20/25 Normal
24. Aprilian Willian 6 20/20 Normal 20/25 Normal
25. Avner Jeremiah
Yonas
6 20/30 Normal 20/30 Normal
26. Billy Ignacio 6 20/30 Normal 20/30 Normal
27. Bumi Putera
Permata
6 20/30 Normal 20/20 Normal
28. Carlene Kosno 6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
29. Cheris Claudia C 6 20/60 Mild Visual
Impairment
20/50 Mild Visual
Impairment
30. Claudia N O Yapri 6 20/30 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
31. Evelyn Clara S 6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/50 Mild Visual
Impairment
32. Felixia A Sumarta 6 20/25 Normal 20/30 Normal
33. Frengky
Marcelinus
6 20/30 Normal 20/30 Normal
34. Ghaniyya J
Kaninius
6 20/160 Moderate Visual
Impairment
6/60 Moderate Visual
Impairment
35. Gloria Ilona 6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
36. Jessica Putri 6 20/50 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
37. Johana Manik 6 20/30 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
38. Justin Aprilio 6 20/25 Normal 20/25 Normal
39. Kein Ardell 6 20/80 Moderate Visual
Impairment
20/30 Moderate Visual
Impairment
40. Kristofor M
Kapoyos
6 20/25 Normal 20/25 Normal
41. Marcel E.C.J.J 6 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
42. Melkior J.B.F 6 20/25 Normal 20/25 Normal
43. Natalie Ijuwarsyah 6 20/25 Normal 20/30 Normal
44. Stefany A Shianto 6 20/30 Normal 20/20 Normal
45. Valencia A
Tungadi
6 20/25 Normal 20/25 Normal
46. William T 6 20/160 Moderate Visual
Impairment
20/120 Moderate Visual
Impairment
47. Yuri C. Hendra 6 20/25 Normal 20/25 Normal
48. Abigael Sampe
Toding
7 20/25 Normal 20/25 Normal
49. Alycia B 6 20/30 Normal 20/30 Normal
50. Ana M Heman 7 20/50 Moderate Visual
Impairment
20/160 Moderate Visual
Impairment
51. Azzurri Ch Birama 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/30 Mild Visual
Impairment
61
52. Brilliant Pedro 7 20/25 Normal 20/25 Normal
53. Cherylle C Muis 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/30 Mild Visual
Impairment
54. Feodora C.A
Kenedy
7 20/30 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
55. Delbert Keane
Wijaya
7 20/50 Mild Visual
Impairment
20/30 Mild Visual
Impairment
56. Febrina P Adrianto 7 20/30 Normal 20/30 Normal
57. Felicia Baka 7 20/20 Normal 20/20 Normal
58. Geraldine D R
Jonas
7 20/30 Mild Visual
Impairment
20/50 Mild Visual
Impairment
59. Guinevere 7 20/20 Normal 20/25 Normal
60. Helenea P Patha 6 20/20 Normal 20/25 Normal
61. Kevin Johar 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
62. Lionel Hongdryo 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
63. Maria A.S 7 20/25 Normal 20/30 Normal
64 Marvel P Patiung 6 20/25 Normal 20/20 Normal
65. Mikael Thaddeus 7 20/25 Normal 20/25 Normal
66. Princess V
Windiarso
7 20/20 Normal 20/20 Normal
67. Rico A Bustam 7 20/25 Normal 20/25 Normal
68. Paskah Z Sopacua 7 20/30 20/40
69. Rosari Sheera 7 20/25 Normal 20/25 Normal
70. Sachiko E Siwu 7 20/25 Normal 20/25 Normal
71. Tristan A 7 20/40 Mild Visual
Impairment
20/40 Mild Visual
Impairment
62
Nama SD : SD Bawakaraeng
Kecamatan : Kec Makassar
Hasil : 11 orang Mild Visual Impairment
No NAMA UMUR VOD INTERPRETASI VOS INTERPRETASI
1. Muh Raihan Putra 8 20/25 Normal 20/20 Normal
2. Ilham Saputra 6 20/30 Normal 20/30 Normal
3. Irwansyah 7 20/20 Normal 20/20 Normal
4. Kamila Khalisa 6 20/20 Normal 20/20 Normal
5. Khaliza Kirana 6 20/20 Normal 20/20 Normal
6. Naura Azkayra 6 20/40 Mild Visual
Imapirment
20/30 Mild Visual
Imapirment
7. A.Azriel Aryaditya 8 20/25 Normal 20/20 Normal
8. Ahmad Rafi Nabil 7 20/20 Normal 20/20 Normal
9. A sulhadji Suarah 7 20/20 Normal 20/20 Normal
10. Bintang Nirwana 7 20/20 Normal 20/25 Normal
11. Fikran Julian 7 20/20 Normal 20/20 Normal
12. M adil Hafiz 8 20/20 Normal 20/25 Normal
13. M Chaemiqal Ali 7 20/25 Normal 20/25 Normal
14. Mandalay S.S 7 20/30 Normal 20/25 Normal
15. Muh syahril Gunawan 7 20/20 Normal 20/20 Normal
16. Muh Bizar Al habibi 8 20/20 Normal 20/20 Normal
17. Muh Fadly Haenur 7 20/20 Normal 20/20 Normal
18. Muh Fahlevi Fachri 7 20/20 Normal 20/30 Normal
19. Muh Gulam 7 20/20 Normal 20/20 Normal
20. Muh Ridho Anugrah 8 20/20 Normal 20/20 Normal
21. Nayla Farhana 7 20/25 Normal 20/25 Normal
22. Nurmisnawati 8 20/25 Normal 20/25 Normal
23. Nurliyana R 7 20/60 Normal 20/25 Normal
24. Rahman Adilia Saleha 7 20/20 Normal 20/25 Normal
25. Siti Magefira Rusli 7 20/40 Mild Visual
Imapirment
20/30 Mild Visual
Imapirment
26. Zahira Salsabila 6 20/25 Normal 20/30 Normal
27. Fatir Asri 8 20/20 Normal 20/20 Normal
28. Faqih Khairi 7 20/20 Normal 20/20 Normal
29. Gabby Azzahra 6 20/20 Normal 20/20 Normal
30. M. Faizal Naufal 7 20/20 Normal 20/20 Normal
31. Muh Al Farizi 6 20/40 Mild Visual
Imapirment 20/30 Mild Visual
Imapirment 32. Muh Fadil 6 20/30 Mild Visual
Imapirment 20/50 Mild Visual
Imapirment 33. Muh Fikri Haikal 6 20/20 20/20
34. Nur Anisa Alim 6 20/40 Mild Visual
Imapirment
20/30 Mild Visual
Imapirment
35. Rezki Aditya 6 20/30 Normal 20/30 Normal
36. Zahra Febria 6 20/20 Normal 20/20 Normal
37. Muh Fikri hisyam 5 20/30 Normal 20/30 Normal
63
38. Ainur Fatiya 7 20/30 Normal 20/30 Normal
39. Baim Ardiansyah 7 20/50 Mild Visual
Imapirment 20/50 Mild Visual
Imapirment 40. Dinda Amelia Putri 6 20/60 Mild Visual
Imapirment 20/60 Mild Visual
Imapirment 41. Dzulkifli 6 20/30 Normal 20/30 Normal
42. Firgilius 6 20/30 Normal 20/30 Normal
43. Ilham 6 20/20 Mild Visual
Imapirment 20/40 Mild Visual
Imapirment 44. Muh Arham 6 20/40 Mild Visual
Imapirment 20/40 Mild Visual
Imapirment 45. Muh risky Aditya 6 20/30 Normal 20/30 Normal
46. Muh Dzul Jalali 5 20/30 Normal 20/30 Normal
47. Adelia Patrecia 6 20/30 Mild Visual
Imapirment
20/40 Mild Visual
Imapirment
48. Ahmad Mubarok Rais 6 20/30 Normal 20/20 Normal
49. Aidil Fitra Syawal 6 20/20 Normal 20/20 Normal
50. Aira Nur Asyifa 6 20/30 Normal 20/30 Normal
51. Angelika Melani M 6 20/20 Normal 20/20 Normal
52. Azka Putri Inafah 6 20/30 Normal 20/30 Normal
53. Darul Aqsa 6 20/30 Normal 20/30 Normal
54. Esa Samsya Abadi 6 20/30 Normal 20/30 Normal
55. Fadhil Alexi Pratam 6 20/30 Normal 20/30 Normal
56. Faqih Fathurrahman 6 20/30 Normal 20/30 Normal
57. Ilmi Azzahra 7 20/40 Mild Visual
Imapirment
20/30 Mild Visual
Imapirment
58. Muh Iqram 6 20/20 Normal 20/20 Normal
59. Muh Asyraf Ahmad 5 20/30 Normal 20/30 Normal
60. Muh fajar 6 20/30 Normal 20/30 Normal
61. Naurah Fitriani 5 20/30 Normal 20/30 Normal
62. Nursyahila 6 20/30 Normal 20/30 Normal
63. Riski Odelfa 6 20/30 Normal 20/30 Normal
64
Nama SD : SDN Pacerakkang
Kecamatan : Kec Biringkanaya
Hasil : 3 orang Mild Visual Impairment
1 orang Moderate Visual Impairment
No NAMA UMUR VOD INTERPRETASI VOS INTERPRETASI 1. Alexa Ananda 8 20/30 Normal 20/25 Normal 2. Arifa Aulia 8 20/20 Normal 20/20 Normal 3. Dava 8 20/20 Normal 20/20 Normal
4. Elmira 7 20/20 Normal 20/20 Normal 5. Muh Fadli Said 7 20/60 Mild Visual
Impairment 20/40 Mild Visual
Impairment 6. Muh Nasri 7 20/20 Normal 20/20 Normal 7. Muh Alif 8 20/20 Normal 20/20 Normal
8. Muh Naufal 8 20/20 Normal 20/20 Normal 9. Muh Farhan 8 20/20 Normal 20/20 Normal 10. Nabil Amin 8 20/30 Normal 20/30 Normal 11. Zaskia 7 20/30 Normal 20/30 Normal 12. Seva Rama Sinta 8 20/20 Normal 20/20 Normal 13. Ahmad Sulfanul 6 20/30 Normal 20/30 Normal 14. Alissa Safira 7 20/25 Normal 20/20 Normal 15. Nurhikmah 7 20/20 Normal 20/20 Normal 16. Arif 7 20/20 Normal 20/20 Normal
17. Nur Alamsyah 7 20/25 Normal 20/25 Normal 18. Syarah 6 20/30 Normal 20/30 Normal 19. Adel 6 20/20 Normal 20/20 Normal
20. Siti Raditiyasari 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
21. Aditya Faqih 6 20/20 Normal 20/20 Normal 22. Agung Ramadhani 6 20/20 Normal 20/20 Normal 23. Aldo Marcel 6 20/20 Normal 20/20 Normal 24. Aldi Marcel 6 20/20 Normal 20/20 Normal 25. Amirah 7 20/20 Normal 20/20 Normal 26. Celine Gracia 6 20/20 Normal 20/20 Normal 27. Aulia Fitri 6 20/20 Normal 20/20 Normal 28. Cinta Cantika 6 20/20 Normal 20/20 Normal 29. Dwi Satria 6 20/20 Normal 20/20 Normal 30. Eunike Putri 6 20/30 Normal 20/30 Normal 31. Fakhri Alkairyrs 6 20/20 Normal 20/20 Normal 32. Fathan Alfiari 6 20/20 Normal 20/20 Normal 33. Hadaimi Nur kesiya 6 20/20 Normal 20/20 Normal 34. Mutmainna 6 20/20 Normal 20/20 Normal 35. Muh Fadil 6 20/20 Normal 20/20 Normal 36. Muh Abdul Latif 6 20/20 Normal 20/20 Normal 37. Muh Asril Husaini 6 20/20 Normal 20/20 Normal 38. Muh Nur Alif 6 20/20 Normal 20/20 Normal
39. Muh Rehan 6 20/20 Normal 20/20 Normal
65
40. Muh Zaiful 6 20/20 Normal 20/20 Normal 41. Naldi 6 20/20 Normal 20/20 Normal 42. Nayla Salim 6 20/20 Normal 20/20 Normal
43. Nur Salsabila 6 20/20 Normal 20/20 Normal 44. Nur Siskia Alipia 6 20/20 Normal 20/20 Normal 45. Muh Affandi 7 20/20 Normal 20/30 Normal
46. Febrian 8 20/20 Normal 20/20 Normal 47. Shafa 6 20/20 Normal 20/20 Normal 48. Meilan 7 20/20 Normal 20/20 Normal 49. Aura 8 20/30 Normal 20/30 Normal 50. Agus Ramadhani 8 20/30 Normal 20/20 Normal 51. Andi Ririn 8 20/20 Normal 20/20 Normal 52. Hilal 8 20/30 Normal 20/30 Normal 53. Hatta Hatita 8 20/20 Normal 20/20 Normal 54. Syahrul Sutan 8 20/20 Normal 20/20 Normal 55. Fauzan 8 20/20 Normal 20/20 Normal 56. Mamat Arsyan 8 20/20 Normal 20/20 Normal 57. Rifki 7 20/20 Normal 20/20 Normal 58. Merlin Melianti 7 20/20 Normal 20/20 Normal 59. Reski Langit 8 20/20 Normal 20/20 Normal 60. Lutfi 6 20/60 Mild Visual
Impairment 20/60 Mild Visual
Impairment
66
Nama SD : SDN Panaikang I
Kecamatan : Kec Panakukkang
Hasil : 21 orang Mild Visual Impairment
1 orang Moderate Visual Impairment
No NAMA UMUR VOD INTERPRETASI VOS INTERPRETASI
1. Siti Prilia 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
2. Muh Afdal 6 20/20 Normal 20/20 Normal
3. Shiren Stefani 6 20/20 Normal 20/20 Normal
4. Adelia 7 20/30 Normal 20/30 Normal
5. Nur Husaima Khanza 6 20/30 Normal 20/30 Normal
6. Asifa Mayasari 6 20/120 Moderate Visual Impairment
20/120 Moderate Visual Impairment
7. Afia nur alfia 6 20/20 Normal 20/20 Normal
8. Muh Aidil Haris 7 20/20 Normal 20/20 Normal
9. Haura Qanita 7 20/20 Normal 20/20 Normal
10. Gregorius 7 20/30 Normal 20/30 Normal
11. Asira syafika Ramli 6 20/20 Normal 20/20 Normal
12. Alifa 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
13. Lailani Aiman 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
14. Naufal 6 20/30 Normal 20/30 Normal
15. Rahmat Ramadhan 6 20/30 Normal 20/30 Normal
16. Muh Anugrah 6 20/30 Normal 20/30 Normal
17. Muh Fahri Putra 7 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
18. Ikhwan 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/20 Mild Visual Impairment
19. Aldi Pratama 7 20/30 Normal 20/30 Normal
20. Al Hafidz 7 20/20 Normal 20/20 Normal
21. Bilal Al adzan Putra 6 20/20 Normal 20/20 Normal
22. Gilang Reski Ramadhan 6 20/20 Normal 20/20 Normal
23. WIdad Ramadhan 6 20/20 Normal 20/20 Normal
24. Muammar Kadafi 6 20/20 Normal 20/20 Normal
25. Muh Ozzy Pasha 6 20/20 Normal 20/20 Normal
26. Al fikri 6 20/20 Normal 20/20 Normal
27. M khaerul 6 20/20 Normal 20/20 Normal
28. Muh Umar Yusrin 6 20/20 Normal 20/20 Normal
29. M Dzaky 6 20/20 Normal 20/20 Normal
30. Adiba Nur Anila 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/60 Mild Visual Impairment
31. Arya 7 20/20 Normal 20/30 Normal
32. Ahmad Fuad 7 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
33. Chika 6 20/25 Normal 20/30 Normal
67
34. Masaya 8 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
35. Ana 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
36. Andi Liyana 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
37. Caca 6 20/80 Mild Visual Impairment
20/80 Mild Visual Impairment
38. Echa 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/70 Mild Visual Impairment
39. Rani 6 20/30 Normal 20/30 Normal
40. Annisa 6 20/30 Normal 20/30 Normal
41. Sarah 6 20/30 Normal 20/30 Normal
42. Khanza 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
43. Salsabila 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
44. Zakiah 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
45. Chelsea 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
46. Abi 7 20/40 Mild Visual Impairment
20/60 Mild Visual Impairment
47. Nilam 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
48. Sahwa Ramadhan 7 20/30 Normal 20/30 Normal
49. Nunu 7 20/30 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
50. Vina 7 20/50 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
51. Amirah 7 20/30 Normal 20/30 Normal
52. Evi 6 20/30 Normal 20/30 Normal
53. Najwa 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/60 Mild Visual Impairment
68
Nama SD : SDN Tello Baru II
Kecamatan : Kec Manggala
Hasil : 18 orang Mild Visual Impairment
1 orang Moderate Visual Impairment
No NAMA UMUR VOD INTERPRETASI VOS INTERPRETASI
1. Muh Adib 6 20/25 Normal 20/20 Normal
2. Nabil 6 20/30 Normal 20/30 Normal
3. Muh Radi 6 20/30 Normal 20/30 Normal
4. A Fajar 7 20/30 Normal 20/30 Normal
5. Adnan 7 20/30 Normal 20/30 Normal
6. Farel 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
7. Rahmat 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
8. Muh Akbar 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/20 Mild Visual Impairment
9. Nandita 7 20/60 Mild Visual Impairment
20/60 Mild Visual Impairment
10. Nadine Adelia 7 20/30 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
11. Kayla 7 20/50 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
12. St. Fatima 7 20/30 Normal 20/30 Normal
13. Nur Ayu Azizzam 7 20/30 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
14. Nur Aqila 7 20/30 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
15. Nasyifa 7 20/25 Normal 20/30 Normal
16. Nandita 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/30 Mild Visual Impairment
17. Nur Aisyah 6 20/30 Normal 20/30 Normal
18. Syarflia 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
19. Nur Annisah 7 20/30 Normal 20/30 Normal
20. Aini 6 20/30 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
21. Tasya 6 20/50 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
22. Nesqilah Putri 6 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
23. Sivilia 7 20/30 Normal 20/30 Normal
24. Radit 6 20/160 Moderate Visual Impairment
20/160 Moderate Visual Impairment
25. Nur wahyu Andana 7 20/25 Normal 20/20 Normal
26. Aji wira sakti 7 20/40 Mild Visual Impairment
20/50 Mild Visual Impairment
69
27. Mirsha 6 20/20 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
28. Sifa 7 20/40 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
29. Ijat Maki 8 20/30 Normal 20/30 Normal
30. Muh Fauzan 8 20/20 Normal 20/20 Normal
31. Daviau 7 20/20 Normal 20/30 Normal
32. Julia 8 20/20 Normal 20/20 Normal
33. Aina Faidah 7 20/20 Normal 20/25 Normal
34. Fatia 7 20/30 Normal 20/25 Normal
35. Albiansyah 6 20/25 Normal 20/25 Normal
36. Rifai 7 20/20 Normal 20/20 Normal
37. Al-Fatir 7 20/25 Normal 20/25 Normal
38. Fardah 7 20/25 Normal 20/25 Normal
39. Yasin 6 20/20 Normal 20/20 Normal
40. Resla 8 20/20 Normal 20/20 Normal
41. Rahmat 7 20/20 Normal 20/20 Normal
42. Fatur 7 20/25 Normal 20/20 Normal
43. Fahrullah 7 20/25 Normal 20/25 Normal
44. Brliant 7 20/25 Normal 20/25 Normal
45. Jasmin 7 20/25 Normal 20/25 Normal
46. Nurul 7 20/20 Normal 20/20 Normal
47. Bunga 7 20/20 Normal 20/25 Normal
48. Asrul 7 20/20 Normal 20/20 Normal
49. Asril 7 20/30 Normal 20/25 Normal
50. Rahmatullah 7 20/30 Mild Visual Impairment
20/40 Mild Visual Impairment
51. Adinda 7 20/20 Normal 20/20 Normal
52. Alda 7 20/25 Normal 20/20 Normal
53. Faiz 7 20/20 Normal 20/20 Normal
54. Indah 7 20/25 Normal 20/20 Normal
55. Mutmainnah 7 20/25 Normal 20/30 Normal
56. Akhyar 7 20/30 Normal 20/30 Normal
57. Yabeg 8 20/25 Normal 20/30 Normal
58. Nur aira 6 20/20 Normal 20/20 Normal
59. Ibnu Rauf 7 20/20 Normal 20/20 Normal
60. Zafwan 6 20/30 Normal 20/30 Normal
61. Rifti 6 20/30 Normal 20/30 Normal
62. Nur ainun 7 20/30 Normal 20/20 Normal