Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM INDONESIA DAN
HUBUNGANNYA DENGAN NEGARA MENJELANG DAN PASCA
KEMERDEKAAN
Oleh:Akrom Khasani
Makalah ini dipresentasikan dalam kuliah Sejarah
Peradaban Islam II, yang diampu oleh Dr. H. Muslih MZ, M.A.
I. PENDAHULUAN
Perjuangan umat Islam di Indonesia sangatlah luas,
bukan hanya di bidang politik saja, akan tetapi mencakup
berbagai segi kehidupan. Umat Islam Indonesia selalu
berusaha berjuang untuk mendatangkan pengertian lebih
baik tentang agama Islam dan untuk mengurangi kebodohan
di kalangan umat. Dalam batasan yang sempit, perjuangan
ini dapat dikatakan terletak di luar bidang politik.
Tetapi sesungguhnya, tentu yang satu tidak sama sekali
dapat dipisahkan dari yang lain.1
Kita bisa melihat bagaimana para ulama mencoba
menggerakan masyarakat dengan melalui waktu-waktu yang
1Mohammad Roem, Diplomasi: Ujung Tombak Perjuangan RI, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 220.
1
sangat menguntungkan dalam pendidikan. Mereka mendidik
masyarakat supaya motivasinya bangkit kembali di bidang
ekonomi perdagangan.2 Bahkan pasar bukan hanya sebagai
tempat kegiatan jual-beli barang dagangan, tetapi juga
dijadikan arena dakwah.
Pesantren kala itu juga bukan sekadar lembaga
pendidikan semata, akan tetapi juga merupakan lembaga
penyemaian kader-kader pemimpin rakyat, sekaligus sebagai
wahana merekrut prajurit sukarela yang memiliki
keberanian moral yang tinggi.3 Perjuangan umat Islam di
berbagai bidang kehidupan ini saling berkaitan erat
sehingga tidak bisa dipisahkan antarsatu bidang dengan
bidang lain.
Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa
hal menganai bagaimana perjuangan umat Islam di
Indonesia, pengaruh Timur Tengah terhadap pergerakan
Islam di Indonesia, dan organisasi-organisasi yang muncul
menjelang dan pasca kemerdekaan.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana perjuangan kemerdekaan umat Islam di
Indonesia?
2Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 244.
3Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 238.
2
B. Bagaimana pengaruh Timur Tengah terhadap pergerakan
Islam di Indonesia?
C. Bagaimana organisasi politik dan organisasi sosial
menjelang dan pasca kemerdekaan?
III. PEMBAHASAN
A. Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam di Indonesia
1. Masa Penjajahan Belanda
Belanda berhasil menghadapi masyarakat Islam di
Nusantara tidak lepas dari keberhasilan Belanda
‘mempelajari’ ajaran Islam di Indonesia. Perlawanan
yang dilakukan masyarakat pribumi diakui Belanda salah
satunya karena diinspirasi oleh ajaran Islam. Hal ini
yang disebut Aqib Suminto (dalam Machfud Syaefudin-
Dinamika peradaban Islam) sebagai politik Islam. Tokoh
utama dan peletak dasarnya adalah Snouck Hurgronje
(1857-1936 M) yang berada di Indonesia antara 1889-1906
M.4
Namun, penindasan Belanda atas Islam justru
menjadikan Islam mampu meletakkan dasar-dasar identitas
bangsa Indonesia. Islam juga dijadikan lambang
perlawanan imperialisme. Tidak hanya terbatas kalangan
grass root, golongan bangsawan dan sultan pun menyatukan
4Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam (Yogyakarta: PustakaIlmu Yogyakarta, 2013), hlm. 283.
3
dirinya menunjang perjuangan Islam. Islam tidak hanya
sebagai agama tetapi dihayatinya sebagai way of life.5
a. Ulama Pelopor Pembaruan
Munculnya kelompok ulama ini bukanlah hasil dari
vooting, atau dari pengaruh karisma raja, tetapi lahir
dari perkembangan Islam itu sendiri yang memandang
ulama sebagai kelompok intelektual Islam. Kehadiran
ulama dalam masyarakat telah diterima sebagai pelopor
pembaruan, dan pengaruh ulama pun semakin dalam
setelah berhasil membina pesantren.
Pesantren tidak hanya merupakan lembaga
pendidikan, tetapi juga merupakan lembaga penyemaian
kader-kader pemimpin rakyat, sekaligus sebagai wahana
merekrut prajurit sukarela yang memiliki keberanian
moral yang tinggi. Karena di hatinya telah ditanamkan
ajaran jihad untuk membela agama, negara, dan bangsa
dengan harta, ilmu, dan jiwanya. Keyakinan ajaran
yang dijiwai Islam ini merupakan faktor psikologis
yang sangat penting dalam menghadapi apapun.
Sepintas, ulama hanya terlihat sekadar sebagai
pembina pesantren. Akan tetapi peranannya dalam
sejarah cukup militan. Kelanjutan dari pengaruh ulama
yang demikian luas tidak hanya terbatas di bidang
politik dan militer saja, melainkan juga bidang5Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 237.
4
ekonomi. Pasar tidak hanya merupakan kegiatan jual-
beli barang dagangan, tetapi juga dijadikan arena
dakwah.6
b. Membangkitkan Gerakan Nasional
Para ulama mencoba menggerakan masyarakat dengan
melalui waktu-waktu yang sangat menguntungkan dalam
pendidikan. Dicobanya mendidik masyarakat supaya
motivasinya bangkit kembali di bidang ekonomi
perdagangan. Untuk keperluan ini, H. Samanhudi (1868-
1956 M) mendirikan Serekat Dagang Islam (SDI) pada 16
Oktober 1905. Setahun kemudian diubahnya menjadi
Serekat Islam (SI)
H. Samanhudi dalam usahanya membangkitkan
motivasi ekonomi perdagangan dan politik, tidak
menempuh jalan membentuk organisasi politik. Sebab,
saat itu kegiatan partai politik (parpol) dilarang
oleh pemerintah Belanda, karenanya didirikanlah SDI
atau SI. Tetapi Belanda melihatnya dari segi lain,
bahwa dengan adanya organisasi atau perserikatan
diartikan sebagai usaha membina persatuan, sebagai
cara baru dalam Kebangkitan Islam. Apalagi aktivitas
SDI selanjutnya membentuk kerja sama dagang antara
Islam dan Cina Kong Sing.6Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 238-239.
5
Sedangkan Belanda sejak abad ke-18, berusaha
mencegah asimilasi antara Cina dan Islam. Menurut
Mansur dalam Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia, kesatuan Cina dengan umat Islam akan mudah
dijalaninya, karena latar belakang sejarahnya
memudahkan kesatuan tersebut. Sebagai semisal
hubungan umat Islam Cirebon dengan Cina pada abad ke-
15, yang dikisahkan dalam Carita Purwaka Caruban
Nagari bahwa panglima Wai Ping dan Laksamana Te Bo
beserta pengikutnya mendirikan mercusuar di bukit
Gunung Jati.
Kesatuan Cina dalam Susuhunan Mataram yang
disertai dengan masuknya Cina ke dalam agama Islam,
mengilhami Belanda untuk melahirkan kebijakan yang
berusaha memisahkan asimilasi antara Islam dengan
Cina. Cina, di satu pihak, dicegah untuk mendapatkan
monopoli atas tanah dan merampas tanah milik orang-
orang Jawa; di lain pihak, suatu kemajuan menuju
asimilasi Cina ke dalam masyarakat Jawa akan
melahirkan kesatuan masyarakat baru, berusaha dicegah
oleh Belanda. Kebijakan Belanda yang mencegah
terjadinya asimilasi pada abad ke-20 adalah terletak
pada latar belakang sejarah mereka (Cina dan
Indonesia). Negara Cina juga sedang berjuang
menentang imperialism Barat, sedangkan Indonesai
6
memiliki sejarah yang sama. Karena itu bila terjadi
asimilasi berarti mempercepat proses gulung tikarnya
Belanda di Indonesia.7
c. Kesatuan Islam-Priyayi
Pendekatan Islam terhadap kelompok priyayi
sebenarnya bukan barang baru. Sejak awal persatuan
antara Islam (ulama) dengan priyayi telah terjadi.
Hanya politik divide and rule Belanda berhasil memisahkan
keduanya, karena Belanda hanya menghendaki adanya
plural society (masyarakat majemuk) yang tidak bersatu.
Usaha pendekatan Islam dengan kelompok priyayi
mulai dirintis oleh K.H Ahmad Dahlan (1868-1923 M).
Peristiwa ini terjadi sebelum beliau mendirikan
Muhammadiyah. Pada 1909 K.H Ahmad Dahlan mencoba
menyampaikan kuliah agama Islam kepada anggota Budi
Utomo, dengan harapan kontak dengan Budi Utomo yang
berangotakan priyayi dan guru-guru, dapat
mengembangkan kuliahnya ke seluruh sekolah atau
rakyat bawahannya.
Usaha pendekatan umat Islam terhadap golongan
priyayi pada permulaan abad ke-20 mulai terlihat
santer. Ternyata pengangkatan H.O.S Cokroaminoto
(1882-1934 M) sebagai pemimpin SI sangat tepat. Cokro7Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 244-246.
7
segera mengadakan reorganisasi, dan SI mulai
mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum di depan
Notaris B. ter Kuile (10 September 1912). Bila
sekilas diamati apa yang tercantum dalam Statuten
(Anggaran Dasar)-nya, memang terlihat jelas SI bukan
merupakan gerakan parpol. Sekadar seperti hanya
memajukan kemauan dagang, menolong kesusahan anggota.
Akan tetapi, garakannya jauh dari apa yang
tertulis dalam Statulen. Jauh di sini adalah tidak
merupakan ormas yang bergerak terbatas pada bidang
perdagangan dan sosial saja. Hanya dalam waktu empat
bulan SI telah sanggup mengadakan Kongres I di
Surabaya (26 Januari 1913). Kongres ini mendapatkan
dukungan massa rakyat yang luar biasa. Balanda
ketakutan terhadap usaha SI yang berusaha menyadarkan
rakyat akan politik. Pemerintah mulai melarang
pembentukan Central Serikat Islam (CSI) pada 30 Juni
1913.
Namun, larangan ini tidak mempan, CSI dibentuk di
Surabaya (1915). Umat Islam yang tadinya diharapkan
oleh pemerintah kolonial menjadi tunapolitik, justru
sekarang bangkit berjuang menyadarkan rakyat untuk
menuntut pemerintah sendiri. Kebangkitan Islam yang
demikian menarik perhatian kaum bangsawan. Di Bandung
SI yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959
8
M) sebagai ketua, Abdul Muis (1883-1959 M) sebagai
wakil ketua, dan A. Widiadisastra sebagai sekretaris
telah mendapat dukungan dari Bupati Wiranatakusumah.
Kelanjutannya memungkinkan SI menyelenggarakan
Kongres Nasional CSI ketiga di Bandung (17-24 Juni
1916). Dalam Kongres ini Cokroaminoto mengajak rakyat
untuk tidak takut lagi menyatakan tuntutanya yakni
memiliki Pemerintahan sendiri.8
2. Masa Penjajahan Jepang
Dalam menghadapi umat Islam, Jepang sebenarnya
mempunyai kebijakan politik yang sama dengan Belanda.
Jepang memperlihatkan sikap bersahabat dalam awal
pendekatannya. Karena Jepang berpendirian bahwa umat
Islam merupakan powerful forces dalam menghadapi Sekutu.
Tetapi tentara Jepang tidak menghendaki adanya parpol
Islam. Mereka lebih menyukai hubungan langsung dengan
ulama daripada dengan pemimpin parpol. Oleh karena itu,
Jepang mengeluarkan maklumat pembubaran parpol.
Tindakan Jepang ini jelas menunjukkan rasa
takutnya Jepang terhadap Islam sebagai partai politik.
Tetapi di satu pihak Jepang menyadari potensi umat
Islam dalam menunjang tujuan perang. Sekalipun Jepang
tidak menyetujui dan tidak menyukai berhubungan dengan8Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 247-249.
9
pemimpin parpol, namun Jepang memerlukan para ulama
untuk membentuk wadah organisasi baru untuk membina
ulama dan umat Islam.9 Oleh karena itu, Jepang berusaha
mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan Nasionalis
”sekuler” ketimbang pimpinan tradisional (raja dan
bangsawan lama).10
Jepang berpendapat organisasi-organisasi Islamlah
yang sebenarnya yang mempunyai masa yang patuh dan
hanya pendekatan agama, penduduk Indonesia ini dapat
dimobilisasi. Untuk itu, organisasi-organisasi besar
seperti Muhamadiyyah, NU, Persyarikatan Ulama
(Majalengka), dan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
yang kemudian dilanjutkan Majelis Syuro’ Muslimim
Indonesia (Masyumi) diperkenankan kembali meneruskan
kegiatannya.11 Sekalipun Jepang sangat memerlukan
bantuan umat Islam, tetapi timbul rasa takut terhadap
persatuan dan kebangkitan umat Islam. Karenanya perlu
diimbangi dengan pembentukan Pusat Tenaga Rakyat
(Putera)12 dan gerakan tiga A (Nippon Cahaya Asia,
Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang
dibentuk dari golongan Nasionalis seperti Soekarno
9Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 254-256.10Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra , 2009), hlm. 234. 11Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Grafindo Persada,
1995), hlm. 263.12Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 256.
10
(1901- 1970 M), Muhammad Hatta (1902- 1980 M), Ki Hajar
Dewantara (1889-1959 M) dan KH. Mas Mansyur (1896-1946
M).13
a. Pemberontakan Santri Peta
Jawa Barat yang menyangga kedudukan ibu kota
Jakarta, rakyat-rakyatnya memiliki sikap dan
pandangan hidup Islam yang kuat. Jepang menilai
keadaan ini sebagai bom waktu yang berada di bawah
tahtanya. Selain menghadapi Sekutu, Jepang
memepersiapkan diri agar dapat mematahkan potensi
Islam Jawa Barat, yang ternyata berakar di desa-desa.
Memalui romusha (prajurit kerja) dan penyerahan padi,
Jepang memperkirakan akan dapat melumpuhkan potensi
umat Islam. Ternyata tindakan Jepang dijawab oleh
umat Islam dengan adanya pemberontakan santri di
Singaparna, Tasikmalaya, yang dipimpin oleh Zainal
Mustafa (1899-1944 M) salah satu tokoh NU, yang
bercita-citakan menegakkan kebahagiaan rakyat di
dalam negara Islam yang bebas dari kekuasaan asing.
Pemberontakan ini secara fisik berhasil
dipadamkan. Tetapi tiga bulan kemudian pecah lagi
pemberontakan santri yang lebih meluas, yang meliputi
kecamatan Lohbener serta Sindang, Indramayu. Dipimpin13Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm. 235.
11
oleh Haji Madriyas, Haji Kartiwa, Kiai Srengseng,
Kiai Kusen, Kiai Mukasan, dan kawan-kawannya.
Berbulan-bulan tentara dan polisi Jepang membasmi
pemberontakan tesebut. Pemimpin-pemimpinnya berhasil
ditangkap dan kemudian ditembak mati.
Seperti dikemukakan di atas, cita-cita
pemberontakan tersebut menginginkan tegaknya
kebahagiaan dan negara Islam. Jepang pun segera
memberikan janji kemerdekaan yang sejalan dengan
cita-cita tersebut. Perdana Menteri Koiso dalam
sidang Teikoku Gikai ke-85 di Tokyo (7 September
1944) mengumumkan janji kemerdekaan. Kemudian janji
itu disambut oleh Masyumi dengan menyiarkannya
melalui majalah Suara Muslimin Indonesia. K.H. Wahid
Hasyim (1914-1953 M) sebagai Wakil Ketua Masyumi
mengadakan rapat akbar umat Islam di Taman Raden
Saleh Jakarta (13-14 September 1944).
Sebenarnya tindakan politik Jepang tersebut
diharapkan mendatangkan output:
1) Dapat melokalisasi pemberontakan tersebut
terbatas hanya didukung oleh para petani (santri-
ulama) setempat.
2) Tidak adanya gerakan solidaritas antar-Muslim
anti Jepang.
12
3) Meningkatkan bantuan dan kepercayaan umat Islam
terhadap Jepang.
Sementara hal tersebut memang berhasil, kaum
politisi Islam setelah pemberontakan terjadi, mereka
sibuk dengan kegiatan menyambut perkenan kemerdekaan.
Tetapi Jepang mengulur waktu pelaksanaan janji. Bagi
yang menantikan sekalipun baru satu tahun, dirasakan
terlalu lama.
Tepat setahun kemudian setelah Pembentukan Santri
Sukamanah, di Blitar timbul pemberontakan Peta yang
dipimpin Supriyadi (14 Februari 1945). Adapun
motivasi yang mendorong terjadinya pemberontakan
tersebut; pertama, tidak tahan melihat penderitaan
rakyat; kedua, tidak tahan melihat kesombongan dan
kesewenangan Jepang; ketiga, janji kemerdekaan itu
omong kosong, karena merebut kemerdekaan harus dengan
senjata.14
b. Umat Islam Merumuskan Pancasila
Sejarah mencatat bahwa umat Islam Indonesia
memiliki peran paling strategis, yakni saat
merumuskan dasar negera dan persiapan naskah UUD 1945
dalam sidang BPUPKI pada 29 Mei-1Juni 1945, mereka
14Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 263-265.
13
membicarakan berbagai aspek untuk persiapan
kemerdekaan.15
Namun, dalam sidang BPUPKI yang pertama ini (29
Mei-1 Juni 1945) tidak mengambil suatu rumusan.
Kemudian dibentuklah Panitia Sembilan terdiri dari:
Ir. Sukarno (1901- 1970 M); Drs. Mohammad Hatta
(1902- 1980 M); A.A Maramis (1897-1977 M), Abikusno
Cokrosuyoso (1897 – 1968 M), Abdul Kahar Muzakkir
(1920-1965 M), Haji Agus Salim (1884-1954 M), Ahmad
Subarjo (1896-1978 M), Wahid Hasyim (1914- 1953 M),
dan Muhammad Yamin (1903- 1962 M). Hasil karya dari
panitia selesai pada 22 Juni 1945, yang dinamakan
Muhammad Yamin sebagai Piagam Jakarta, yang berisikan
rumusan Pancasila.
1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2) (menurut dasar) kemanusiaan yang adil dan
beradab;
3) Persatuan Indonesia
4) (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.16
15Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 315.
16Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 266-267.
14
Kemudian pada tangal 18 Agustus 1945, kata yang
berbnyi “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” di-“coret” dan diganti hanya dengan
kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Satu kalimat yang
sangat netral, dan punya banyak makna.17 Sehingga,
tanpa 7 kata tersebut Piagam Jakarta menjadi bagian
resmi Pembukaan UUD 1945 seperti yang berlaku
sekarang ini.
d. Proklamasi dan Resolusi Jihad
Ternyata janji Kemerdekaan Indonesia dari Jepang
tidak pernah kunjung tiba. Nippon Pemimpin,
Pelindung, dan Cahaya Asia ternyata telah bertekuk
lutut kepada sekutu. Umat Islam segera mendesak
kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk tidak ragu-
ragu lagi segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Atas berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 9 Ramadhan
1364 atau 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan tersebut,
pada 22 Oktober 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad
17Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:Pustaka Peajar, 2010), hlm. 33.
15
untuk mempertahankan tanah air, bangsa, dan agama.
Berisikan permohonan kepada pemerintah RI supaya
menentukan sikap dan tindakan nyata serta sepadan
terhadap usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan
agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak
Belanda dan kaki tangannya. Sehingga Resolusi Jihad
inilah yang mendorong timbulnya pertempuran antara
bangsa Indonesia dengan Inggris di Surabaya pada 10
November 1945,
Resolusi ini memberikan gambaran kepada kita
bahwa pemerintah RI masih ragu menentukan sikapnya
dalam menghadapi usaha kembalinya Belanda untuk
menjajah Indonesia. Sebaliknya, umat Islam dengan
penuh keyakinan dan kemauan siap tempur membela
Proklamasi Kemerdekaan.18
B. Pengaruh Timur Tengah terhadap Pergerakan Islam di
Indonesia
Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa
telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh
tertinggal dari Eropa. Pertama yang merasakan hal ini
diantaranya, Turki Usmani, karena kerajaan ini yang
pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran
18Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 268.
16
ini memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk
banyak belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada
umumnya – yang dikenal dengan gerakan pembaharuan –
didorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Pertama,
faktor pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing
yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam,
seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh
Muhammad ibn al-Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah
Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan gerakan
Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said
Muhammad Sanusi. Kedua,faktor menimba gagasan-gagasan
pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini
tercermin dalam pengiriman para pelajar Muslim oleh
penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa
untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan
gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa
Islam.
Gerakan pembaharuan itu dengan segara juga memasuki
dunia politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia)
yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan
Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan
17
lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin
Al-Afghani (1839-1897 M).19
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan
Pan-Islamisme yang dikenal dengan khilafat juga
mendapat pengikut. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah
salah seorang pelopornya. Salah satu hal yang sangt
menojol dalam tulisan-tulisan Amir Ali adalah
pembelaannya terhadap Islam dari serangan-serangan,
baik dari luar maupun dalam. Di kalangan orientalis
Barat, Amir terkenal sebagai apologi terbesar dari
penulis-penulis Muslim. Ia berusaha untuk membuktikan
pada dirinya atau orang lain, bahwa Islam adalah baik.20
Pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaluddin serta
tokoh-tokoh lainya bertambah luas. Hiruk pikuk gerakan–
gerakan Islam yang berkembang di timur tengah ( abad
19-20 ) seiring dengan waktu menjalar sampai di
Indonesia yang pada waktu itu semangat nasionalisme
baru tumbuh. Pengaruh pembaharuan itu diterima baik
secara langsung (belajar di Makkah dan Mesir ) maupun
secara tidak langsung ( melalui majalah al Urwatul
Wusqa dan buku-buku pembaharuan yang lain ).
19Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 184-185.
20Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 143.
18
Roem, dalam bukunya yang berjudul Diplomasi: Ujung
Tombak Perjuangan RI, menerangkan bahwa pada awal abad ke-
20 tercatat beberapa orang Islam Indonesia pergi ke
Tanah Suci dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu
agama Islam. Di antara mereka yang pernah bermukim di
Arab ketika itu adalah: Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Mas
Mansyur, Syech Haji Abdul Karim Amrullah, Haji Zamzam,
Haji Muchtar Yahya, dan lain-lain. Nama-nama ini
kemudian muncul sebagai tokoh-tokoh pemverau agama
Islam, Kyai Ahmad Dahlan dan Kyai Mas Mansyur sebagai
pendiri dan penggerak Muhammadiyah, Haji Zamzam sebagai
pendiri Persatuan Islam.21
C. Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Menjelang
dan Pasca Kemerdekaan
1. Organisasi Menjelang Kemerdekaan
Pada masa kolonial Belanda perjuangan-perjuangan
yang dilakukan umat Islam akibat diberlakukannya
politik etnis yaitu membentuk organisasi-organisasi
Islam guna membendung sepak terjang kolonial Belanda:
a. Budi Utomo didirikan sebagai suatu perserikatan
kebudayaan pada tahun 1908 M. Budi utomo didirikan
dengan tujuan mempertahankan harapan-harapan tinggi
kaum pembaharuan dengan sebuah progam pengembangan21Mohammad Roem, Diplomasi…, hlm. 221.
19
diri sendiri yang didasarkan atas gabungan antara
nilai Barat dan nilai Jawa.22
b. Sarekat Dagang Islam (SDI) lahir di Surakarta
yang dipelopori oleh Haji Samanhudi.23 Berdiri pada
tahun 1909 M.24 Berdirinya organisasi ini di latar
belakangi dengan persoalan ekonomi, khususnya
persaingan yang mengikat antara pengusaha batik
pribumi dan orang-orang cina.
c. Sarekat Islam (SI) didirikan pada tahun 1912 M
yang dipelopori oleh HOS Cokroaminoto organisasi ini
adalah sebagai tindak lanjut dari organisasi SDI yang
sudah dibubarkan dan organisasi ini pulalah yang
akan meperluas horizon gerak menjadi partai politik.
Pada perkembangannya SI dapat dibagi menjadi dua
bagian; Pertama, mereka yang masih berorientasi
borjuis berusaha mencegah sikap radikal terhadap
Belanda; Kedua, mereka yang benar- benar berasal dari
kelompok miskin di perkotaan, semakin melawan Belanda
kalangan dari kelompok kedua ini nantinya bergabung
dengan ISDV.25 Dan mendirikan partai komunis yang
pertama di Indonesia (1920 M.) kelompok ini
berorientasi melindungi kelompok miskin dan para22Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 233.23Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam…, .hlm 294.24Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 233.25Indische Social Democratische Vereniging atau Persatuan Sosial
Demokrat Indonesia didirikan oleh Sneevlier pada tahun 1914.
20
buruh mereka sangat radikal terhadap kolonial
Belanda.26
d. Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada
tahun1912 oleh KH Ahmad Dahlan, yang bergerak dalam
bidang pendidikan, dakwah kemasyarakatan. Tujuan
didirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan
umat Islam dari segala bidang kehidupan yang
menyimpang dari kemurnian ajaran Islam, dan terkenal
sebagai organisasi yang modernis, Muhammadiyah
tampil untuk memperjuangkan nasib umat Islam dan
memajukan kehidupan keagamaan umat Islam.27
e. Nahdlatul Ulama berangkat dari kalangan
tradisionalis KH. Hasyim Asy’ari (1875-1947 M)
mengembangkan organisasi Nahdlatul Ulama pada 1926 M.
bertepatan pada tanggal 31 Januari atau 16 Rajab 1345
H. Sebab-sebab lahirnya organisasi ini
1) Sebab langsung, yaitu seruan kepada penguasa Arab
saudi, Ibn Saud untuk meninggalkan kebiasaan
beragama tradisi. Golongan ini tidak menyukai
Wahabisme.
26Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam…, hlm 295.27Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2012), hlm. 176.
21
2) Sebab tidak langsung yaitu pemikiran golongan
tradisi selalu bertentangan dengan golongan
pembaharuan.28
2. Organisasi Pasca Kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan pada 1945 memberikan
kesempatan yang sama bagi rakyat Indonesia untuk
berpartisipasi dalam politik. Berbagai aliran politik
dapat dengan bebas membentuk partai-partai politik
sebagai sarana demokrasi.29 Diantaranya yaitu:
a. Masyumi (7 November 1945)
Masyumi ini berbeda dengan Masyumi pada zaman Jepang,
Masyumi November ini dibentuk dan didirikan oleh umat
Islam sendiri tanpa campur tangan pihak luar,
sekalipun nama lama tetap dipakai. Masyumi ini
dimaksudkan sebagai partai persatuan umat Islam.
Partai ini terdiri dari anggota perorangan dan
sejumlah organisasi non-politik sebagai “anggota luar
biasa”, seperti NU, Muhammadiyah, dan beberapa
organisasi Islam lokal lainnya. Ketua Masyumi pertama
adalah Dr. Sukiman (1898-1974 M) tokoh PSII.
28Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 234.29Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 126.
22
b. Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)
Pada Juli 1947, unsur PSII meninggalkan Masyumi dan
menyatakan dirinya kembali sebagai partai politik
independen. Alasan keluarnya PSII, di bawah pimpinan
Wondoamiseno (1891-1952 M) dan Aruji Kartawinata
(1905- 1970 M) ini berkaitan dengan politik dalam
kabinet. Dengan keluarnya itu, PSII diharapkan dapat
duduk dalam kabinet sayap kiri Amir Syarifuddin,
karena Masyumi bersikap sebagai oposisi.
c. Nahdlatul Ulama (NU)
Pada 1952 NU mengikuti jejak PSII meninggalkan
Masyumi, NU mengubah dirinya sebagai organisasi
gerakan sosial-keagamaan menjadi partai politik yang
berdiri sendiri. Keluarnya NU ini menguncangkan
Masyumi, karena NU mempunyai basis massa yang cukup
besar. Faktor penyebab mundurnya NU dari Masyumi,
sebagaimana yang dikatakan oleh Wahid Hasyim, adalah
tersinggung perasaan dan adanya pertimbangan-
pertimbangan taktis. Namun, penyebab langsung dari
kasus ini adalah masalah perebutan jabatan menteti
agama dalam kabinet Wilopo-Prawoto (April 1952 - Juli
1953).30
IV. KESIMPULAN30Nor Huda, Islam Nusantara…, hlm. 126-129.
23
Keberhasilan Belanda menghadapi masyarakat Islam di
Nusantara tidak lepas dari keberhasilan Belanda
‘mempelajari’ ajaran Islam di Indonesia. Belanda mengakui
bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat pribumi salah
satunya karena diinspirasi oleh ajaran Islam. Namun,
penindasan Belanda atas Islam justru menjadikan Islam
mampu meletakkan dasar-dasar identitas bangsa Indonesia.
Islam juga dijadikan lambang perlawanan imperialisme.
Tidak hanya terbatas kalangan grass root, golongan
bangsawan dan sultan pun menyatukan dirinya menunjang
perjuangan Islam. Islam tidak hanya sebagai agama tetapi
dihayatinya sebagai way of life.
Masa Jepang pun demikian, dalam menghadapi umat
Islam, Jepang sebenarnya mempunyai kebijakan politik yang
sama dengan Belanda. Hanya dalam awal penedekatannya,
Jepang memeprlihatkan sikap bersahabat. Karena Jepang
berpendirian bahwa umat Islam merupakan powerful forces dalam
menghadapi Sekutu. Tetapi tentara Jepang tidak
menghendaki adanya parpol Islam. Mereka lebih menyukai
hubungan langsung dengan ulama daripada dengan pemimpin
parpol. Oleh karena itu, Jepang mengeluarkan maklumat
pembubaran parpol.
Selain itu, pergerakan Islam di Timur Tengah
ternyata membawa dampak yang positif bagi pergerakan di
Indonesia. Pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaluddin dan
24
tokoh-tokoh lainya bertambah luas. Hiruk pikuk gerakan–
gerakan Islam yang berkembang di Timur Tengah ( abad 19-
20 ) seiring dengan waktu menjalar sampai di Indonesia
yang pada waktu itu semangat nasionalisme baru tumbuh.
Pengaruh pembaharuan itu diterima baik secara langsung
(belajar di Makkah dan Mesir ) maupun secara tidak
langsung ( melalui majalah al Urwatul Wusqa dan buku-buku
pembaharuan yang lain ).
Organisasi dan partai yang muncul menjelang
kemerdekaan di antaranya: Budi Utomo, Sarekat Dagang
Islam (SDI), Sarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama. Kemudian organisasi yang muncul pasca kemerdekaan,
di antaranya yaitu; Masyumi, Masyumi ini berbeda dengan
Masyumi pada zaman Jepang, Masyumi ini dimaksudkan
sebagai partai persatuan umat Islam; Partai Sarikat Islam
Indonesia (PSII), setelah keluar dari Masyumi PSII
membentuk satu partai yang independen; Nahdlotul Ulama,
mengikuti jejak PSII, NU mengubah dirinya sebagai
organisasi gerakan sosial-keagamaan menjadi partai
politik yang berdiri sendiri.
Jika diperhatikan, ternyata munculnya partai-partai
justru setelah adanya proklamasi kemerdekaan. Sementara
pada masa penjajahan lebih di dominasi oleh organisasi-
organisasi sosial dan keagamaan. Hal ini berhubungan
dengan pasal 28 UUD 1945.
25
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah
berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya,
tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan
makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
26
DAFTAR PUSTAKA.
Ali, Mukti. 1993. Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan.Bandung: Mizan.
Ambary, Hasan Muarif. 1998. Menemukan Peradaban. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Huda, Nor. 2007. Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam diIndonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Roem, Mohammad. 1989. Diplomasi: Ujung Tombak Perjuangan RI.Jakarta: Gramedia.
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara.Yogyakarta: Pustaka Peajar.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Menemukan Sejarah: WacanaPergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Syaefudin, Machfud. 2013. Dinamika peradaban Islam. Yogyakarta:Pustaka Ilmu Yogyakarta.
Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
2012. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
27