28
PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN NEGARA MENJELANG DAN PASCA KEMERDEKAAN Oleh: Akrom Khasani Makalah ini dipresentasikan dalam kuliah Sejarah Peradaban Islam II, yang diampu oleh Dr. H. Muslih MZ, M.A. I. PENDAHULUAN Perjuangan umat Islam di Indonesia sangatlah luas, bukan hanya di bidang politik saja, akan tetapi mencakup berbagai segi kehidupan. Umat Islam Indonesia selalu berusaha berjuang untuk mendatangkan pengertian lebih baik tentang agama Islam dan untuk mengurangi kebodohan di kalangan umat. Dalam batasan yang sempit, perjuangan ini dapat dikatakan terletak di luar bidang politik. Tetapi sesungguhnya, tentu yang satu tidak sama sekali dapat dipisahkan dari yang lain. 1 Kita bisa melihat bagaimana para ulama mencoba menggerakan masyarakat dengan melalui waktu-waktu yang 1 Mohammad Roem, Diplomasi: Ujung Tombak Perjuangan RI, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 220. 1

PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN NEGARA MENJELANG DAN PASCA KEMERDEKAAN

Embed Size (px)

Citation preview

PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM INDONESIA DAN

HUBUNGANNYA DENGAN NEGARA MENJELANG DAN PASCA

KEMERDEKAAN

Oleh:Akrom Khasani

Makalah ini dipresentasikan dalam kuliah Sejarah

Peradaban Islam II, yang diampu oleh Dr. H. Muslih MZ, M.A.

I. PENDAHULUAN

Perjuangan umat Islam di Indonesia sangatlah luas,

bukan hanya di bidang politik saja, akan tetapi mencakup

berbagai segi kehidupan. Umat Islam Indonesia selalu

berusaha berjuang untuk mendatangkan pengertian lebih

baik tentang agama Islam dan untuk mengurangi kebodohan

di kalangan umat. Dalam batasan yang sempit, perjuangan

ini dapat dikatakan terletak di luar bidang politik.

Tetapi sesungguhnya, tentu yang satu tidak sama sekali

dapat dipisahkan dari yang lain.1

Kita bisa melihat bagaimana para ulama mencoba

menggerakan masyarakat dengan melalui waktu-waktu yang

1Mohammad Roem, Diplomasi: Ujung Tombak Perjuangan RI, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 220.

1

sangat menguntungkan dalam pendidikan. Mereka mendidik

masyarakat supaya motivasinya bangkit kembali di bidang

ekonomi perdagangan.2 Bahkan pasar bukan hanya sebagai

tempat kegiatan jual-beli barang dagangan, tetapi juga

dijadikan arena dakwah.

Pesantren kala itu juga bukan sekadar lembaga

pendidikan semata, akan tetapi juga merupakan lembaga

penyemaian kader-kader pemimpin rakyat, sekaligus sebagai

wahana merekrut prajurit sukarela yang memiliki

keberanian moral yang tinggi.3 Perjuangan umat Islam di

berbagai bidang kehidupan ini saling berkaitan erat

sehingga tidak bisa dipisahkan antarsatu bidang dengan

bidang lain.

Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa

hal menganai bagaimana perjuangan umat Islam di

Indonesia, pengaruh Timur Tengah terhadap pergerakan

Islam di Indonesia, dan organisasi-organisasi yang muncul

menjelang dan pasca kemerdekaan.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana perjuangan kemerdekaan umat Islam di

Indonesia?

2Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 244.

3Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 238.

2

B. Bagaimana pengaruh Timur Tengah terhadap pergerakan

Islam di Indonesia?

C. Bagaimana organisasi politik dan organisasi sosial

menjelang dan pasca kemerdekaan?

III. PEMBAHASAN

A. Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam di Indonesia

1. Masa Penjajahan Belanda

Belanda berhasil menghadapi masyarakat Islam di

Nusantara tidak lepas dari keberhasilan Belanda

‘mempelajari’ ajaran Islam di Indonesia. Perlawanan

yang dilakukan masyarakat pribumi diakui Belanda salah

satunya karena diinspirasi oleh ajaran Islam. Hal ini

yang disebut Aqib Suminto (dalam Machfud Syaefudin-

Dinamika peradaban Islam) sebagai politik Islam. Tokoh

utama dan peletak dasarnya adalah Snouck Hurgronje

(1857-1936 M) yang berada di Indonesia antara 1889-1906

M.4

Namun, penindasan Belanda atas Islam justru

menjadikan Islam mampu meletakkan dasar-dasar identitas

bangsa Indonesia. Islam juga dijadikan lambang

perlawanan imperialisme. Tidak hanya terbatas kalangan

grass root, golongan bangsawan dan sultan pun menyatukan

4Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam (Yogyakarta: PustakaIlmu Yogyakarta, 2013), hlm. 283.

3

dirinya menunjang perjuangan Islam. Islam tidak hanya

sebagai agama tetapi dihayatinya sebagai way of life.5

a. Ulama Pelopor Pembaruan

Munculnya kelompok ulama ini bukanlah hasil dari

vooting, atau dari pengaruh karisma raja, tetapi lahir

dari perkembangan Islam itu sendiri yang memandang

ulama sebagai kelompok intelektual Islam. Kehadiran

ulama dalam masyarakat telah diterima sebagai pelopor

pembaruan, dan pengaruh ulama pun semakin dalam

setelah berhasil membina pesantren.

Pesantren tidak hanya merupakan lembaga

pendidikan, tetapi juga merupakan lembaga penyemaian

kader-kader pemimpin rakyat, sekaligus sebagai wahana

merekrut prajurit sukarela yang memiliki keberanian

moral yang tinggi. Karena di hatinya telah ditanamkan

ajaran jihad untuk membela agama, negara, dan bangsa

dengan harta, ilmu, dan jiwanya. Keyakinan ajaran

yang dijiwai Islam ini merupakan faktor psikologis

yang sangat penting dalam menghadapi apapun.

Sepintas, ulama hanya terlihat sekadar sebagai

pembina pesantren. Akan tetapi peranannya dalam

sejarah cukup militan. Kelanjutan dari pengaruh ulama

yang demikian luas tidak hanya terbatas di bidang

politik dan militer saja, melainkan juga bidang5Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 237.

4

ekonomi. Pasar tidak hanya merupakan kegiatan jual-

beli barang dagangan, tetapi juga dijadikan arena

dakwah.6

b. Membangkitkan Gerakan Nasional

Para ulama mencoba menggerakan masyarakat dengan

melalui waktu-waktu yang sangat menguntungkan dalam

pendidikan. Dicobanya mendidik masyarakat supaya

motivasinya bangkit kembali di bidang ekonomi

perdagangan. Untuk keperluan ini, H. Samanhudi (1868-

1956 M) mendirikan Serekat Dagang Islam (SDI) pada 16

Oktober 1905. Setahun kemudian diubahnya menjadi

Serekat Islam (SI)

H. Samanhudi dalam usahanya membangkitkan

motivasi ekonomi perdagangan dan politik, tidak

menempuh jalan membentuk organisasi politik. Sebab,

saat itu kegiatan partai politik (parpol) dilarang

oleh pemerintah Belanda, karenanya didirikanlah SDI

atau SI. Tetapi Belanda melihatnya dari segi lain,

bahwa dengan adanya organisasi atau perserikatan

diartikan sebagai usaha membina persatuan, sebagai

cara baru dalam Kebangkitan Islam. Apalagi aktivitas

SDI selanjutnya membentuk kerja sama dagang antara

Islam dan Cina Kong Sing.6Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 238-239.

5

Sedangkan Belanda sejak abad ke-18, berusaha

mencegah asimilasi antara Cina dan Islam. Menurut

Mansur dalam Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di

Indonesia, kesatuan Cina dengan umat Islam akan mudah

dijalaninya, karena latar belakang sejarahnya

memudahkan kesatuan tersebut. Sebagai semisal

hubungan umat Islam Cirebon dengan Cina pada abad ke-

15, yang dikisahkan dalam Carita Purwaka Caruban

Nagari bahwa panglima Wai Ping dan Laksamana Te Bo

beserta pengikutnya mendirikan mercusuar di bukit

Gunung Jati.

Kesatuan Cina dalam Susuhunan Mataram yang

disertai dengan masuknya Cina ke dalam agama Islam,

mengilhami Belanda untuk melahirkan kebijakan yang

berusaha memisahkan asimilasi antara Islam dengan

Cina. Cina, di satu pihak, dicegah untuk mendapatkan

monopoli atas tanah dan merampas tanah milik orang-

orang Jawa; di lain pihak, suatu kemajuan menuju

asimilasi Cina ke dalam masyarakat Jawa akan

melahirkan kesatuan masyarakat baru, berusaha dicegah

oleh Belanda. Kebijakan Belanda yang mencegah

terjadinya asimilasi pada abad ke-20 adalah terletak

pada latar belakang sejarah mereka (Cina dan

Indonesia). Negara Cina juga sedang berjuang

menentang imperialism Barat, sedangkan Indonesai

6

memiliki sejarah yang sama. Karena itu bila terjadi

asimilasi berarti mempercepat proses gulung tikarnya

Belanda di Indonesia.7

c. Kesatuan Islam-Priyayi

Pendekatan Islam terhadap kelompok priyayi

sebenarnya bukan barang baru. Sejak awal persatuan

antara Islam (ulama) dengan priyayi telah terjadi.

Hanya politik divide and rule Belanda berhasil memisahkan

keduanya, karena Belanda hanya menghendaki adanya

plural society (masyarakat majemuk) yang tidak bersatu.

Usaha pendekatan Islam dengan kelompok priyayi

mulai dirintis oleh K.H Ahmad Dahlan (1868-1923 M).

Peristiwa ini terjadi sebelum beliau mendirikan

Muhammadiyah. Pada 1909 K.H Ahmad Dahlan mencoba

menyampaikan kuliah agama Islam kepada anggota Budi

Utomo, dengan harapan kontak dengan Budi Utomo yang

berangotakan priyayi dan guru-guru, dapat

mengembangkan kuliahnya ke seluruh sekolah atau

rakyat bawahannya.

Usaha pendekatan umat Islam terhadap golongan

priyayi pada permulaan abad ke-20 mulai terlihat

santer. Ternyata pengangkatan H.O.S Cokroaminoto

(1882-1934 M) sebagai pemimpin SI sangat tepat. Cokro7Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 244-246.

7

segera mengadakan reorganisasi, dan SI mulai

mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum di depan

Notaris B. ter Kuile (10 September 1912). Bila

sekilas diamati apa yang tercantum dalam Statuten

(Anggaran Dasar)-nya, memang terlihat jelas SI bukan

merupakan gerakan parpol. Sekadar seperti hanya

memajukan kemauan dagang, menolong kesusahan anggota.

Akan tetapi, garakannya jauh dari apa yang

tertulis dalam Statulen. Jauh di sini adalah tidak

merupakan ormas yang bergerak terbatas pada bidang

perdagangan dan sosial saja. Hanya dalam waktu empat

bulan SI telah sanggup mengadakan Kongres I di

Surabaya (26 Januari 1913). Kongres ini mendapatkan

dukungan massa rakyat yang luar biasa. Balanda

ketakutan terhadap usaha SI yang berusaha menyadarkan

rakyat akan politik. Pemerintah mulai melarang

pembentukan Central Serikat Islam (CSI) pada 30 Juni

1913.

Namun, larangan ini tidak mempan, CSI dibentuk di

Surabaya (1915). Umat Islam yang tadinya diharapkan

oleh pemerintah kolonial menjadi tunapolitik, justru

sekarang bangkit berjuang menyadarkan rakyat untuk

menuntut pemerintah sendiri. Kebangkitan Islam yang

demikian menarik perhatian kaum bangsawan. Di Bandung

SI yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959

8

M) sebagai ketua, Abdul Muis (1883-1959 M) sebagai

wakil ketua, dan A. Widiadisastra sebagai sekretaris

telah mendapat dukungan dari Bupati Wiranatakusumah.

Kelanjutannya memungkinkan SI menyelenggarakan

Kongres Nasional CSI ketiga di Bandung (17-24 Juni

1916). Dalam Kongres ini Cokroaminoto mengajak rakyat

untuk tidak takut lagi menyatakan tuntutanya yakni

memiliki Pemerintahan sendiri.8

2. Masa Penjajahan Jepang

Dalam menghadapi umat Islam, Jepang sebenarnya

mempunyai kebijakan politik yang sama dengan Belanda.

Jepang memperlihatkan sikap bersahabat dalam awal

pendekatannya. Karena Jepang berpendirian bahwa umat

Islam merupakan powerful forces dalam menghadapi Sekutu.

Tetapi tentara Jepang tidak menghendaki adanya parpol

Islam. Mereka lebih menyukai hubungan langsung dengan

ulama daripada dengan pemimpin parpol. Oleh karena itu,

Jepang mengeluarkan maklumat pembubaran parpol.

Tindakan Jepang ini jelas menunjukkan rasa

takutnya Jepang terhadap Islam sebagai partai politik.

Tetapi di satu pihak Jepang menyadari potensi umat

Islam dalam menunjang tujuan perang. Sekalipun Jepang

tidak menyetujui dan tidak menyukai berhubungan dengan8Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 247-249.

9

pemimpin parpol, namun Jepang memerlukan para ulama

untuk membentuk wadah organisasi baru untuk membina

ulama dan umat Islam.9 Oleh karena itu, Jepang berusaha

mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan Nasionalis

”sekuler” ketimbang pimpinan tradisional (raja dan

bangsawan lama).10

Jepang berpendapat organisasi-organisasi Islamlah

yang sebenarnya yang mempunyai masa yang patuh dan

hanya pendekatan agama, penduduk Indonesia ini dapat

dimobilisasi. Untuk itu, organisasi-organisasi besar

seperti Muhamadiyyah, NU, Persyarikatan Ulama

(Majalengka), dan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

yang kemudian dilanjutkan Majelis Syuro’ Muslimim

Indonesia (Masyumi) diperkenankan kembali meneruskan

kegiatannya.11 Sekalipun Jepang sangat memerlukan

bantuan umat Islam, tetapi timbul rasa takut terhadap

persatuan dan kebangkitan umat Islam. Karenanya perlu

diimbangi dengan pembentukan Pusat Tenaga Rakyat

(Putera)12 dan gerakan tiga A (Nippon Cahaya Asia,

Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang

dibentuk dari golongan Nasionalis seperti Soekarno

9Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 254-256.10Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra , 2009), hlm. 234. 11Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Grafindo Persada,

1995), hlm. 263.12Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 256.

10

(1901- 1970 M), Muhammad Hatta (1902- 1980 M), Ki Hajar

Dewantara (1889-1959 M) dan KH. Mas Mansyur (1896-1946

M).13

a. Pemberontakan Santri Peta

Jawa Barat yang menyangga kedudukan ibu kota

Jakarta, rakyat-rakyatnya memiliki sikap dan

pandangan hidup Islam yang kuat. Jepang menilai

keadaan ini sebagai bom waktu yang berada di bawah

tahtanya. Selain menghadapi Sekutu, Jepang

memepersiapkan diri agar dapat mematahkan potensi

Islam Jawa Barat, yang ternyata berakar di desa-desa.

Memalui romusha (prajurit kerja) dan penyerahan padi,

Jepang memperkirakan akan dapat melumpuhkan potensi

umat Islam. Ternyata tindakan Jepang dijawab oleh

umat Islam dengan adanya pemberontakan santri di

Singaparna, Tasikmalaya, yang dipimpin oleh Zainal

Mustafa (1899-1944 M) salah satu tokoh NU, yang

bercita-citakan menegakkan kebahagiaan rakyat di

dalam negara Islam yang bebas dari kekuasaan asing.

Pemberontakan ini secara fisik berhasil

dipadamkan. Tetapi tiga bulan kemudian pecah lagi

pemberontakan santri yang lebih meluas, yang meliputi

kecamatan Lohbener serta Sindang, Indramayu. Dipimpin13Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm. 235.

11

oleh Haji Madriyas, Haji Kartiwa, Kiai Srengseng,

Kiai Kusen, Kiai Mukasan, dan kawan-kawannya.

Berbulan-bulan tentara dan polisi Jepang membasmi

pemberontakan tesebut. Pemimpin-pemimpinnya berhasil

ditangkap dan kemudian ditembak mati.

Seperti dikemukakan di atas, cita-cita

pemberontakan tersebut menginginkan tegaknya

kebahagiaan dan negara Islam. Jepang pun segera

memberikan janji kemerdekaan yang sejalan dengan

cita-cita tersebut. Perdana Menteri Koiso dalam

sidang Teikoku Gikai ke-85 di Tokyo (7 September

1944) mengumumkan janji kemerdekaan. Kemudian janji

itu disambut oleh Masyumi dengan menyiarkannya

melalui majalah Suara Muslimin Indonesia. K.H. Wahid

Hasyim (1914-1953 M) sebagai Wakil Ketua Masyumi

mengadakan rapat akbar umat Islam di Taman Raden

Saleh Jakarta (13-14 September 1944).

Sebenarnya tindakan politik Jepang tersebut

diharapkan mendatangkan output:

1) Dapat melokalisasi pemberontakan tersebut

terbatas hanya didukung oleh para petani (santri-

ulama) setempat.

2) Tidak adanya gerakan solidaritas antar-Muslim

anti Jepang.

12

3) Meningkatkan bantuan dan kepercayaan umat Islam

terhadap Jepang.

Sementara hal tersebut memang berhasil, kaum

politisi Islam setelah pemberontakan terjadi, mereka

sibuk dengan kegiatan menyambut perkenan kemerdekaan.

Tetapi Jepang mengulur waktu pelaksanaan janji. Bagi

yang menantikan sekalipun baru satu tahun, dirasakan

terlalu lama.

Tepat setahun kemudian setelah Pembentukan Santri

Sukamanah, di Blitar timbul pemberontakan Peta yang

dipimpin Supriyadi (14 Februari 1945). Adapun

motivasi yang mendorong terjadinya pemberontakan

tersebut; pertama, tidak tahan melihat penderitaan

rakyat; kedua, tidak tahan melihat kesombongan dan

kesewenangan Jepang; ketiga, janji kemerdekaan itu

omong kosong, karena merebut kemerdekaan harus dengan

senjata.14

b. Umat Islam Merumuskan Pancasila

Sejarah mencatat bahwa umat Islam Indonesia

memiliki peran paling strategis, yakni saat

merumuskan dasar negera dan persiapan naskah UUD 1945

dalam sidang BPUPKI pada 29 Mei-1Juni 1945, mereka

14Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 263-265.

13

membicarakan berbagai aspek untuk persiapan

kemerdekaan.15

Namun, dalam sidang BPUPKI yang pertama ini (29

Mei-1 Juni 1945) tidak mengambil suatu rumusan.

Kemudian dibentuklah Panitia Sembilan terdiri dari:

Ir. Sukarno (1901- 1970 M); Drs. Mohammad Hatta

(1902- 1980 M); A.A Maramis (1897-1977 M), Abikusno

Cokrosuyoso (1897 – 1968 M), Abdul Kahar Muzakkir

(1920-1965 M), Haji Agus Salim (1884-1954 M), Ahmad

Subarjo (1896-1978 M), Wahid Hasyim (1914- 1953 M),

dan Muhammad Yamin (1903- 1962 M). Hasil karya dari

panitia selesai pada 22 Juni 1945, yang dinamakan

Muhammad Yamin sebagai Piagam Jakarta, yang berisikan

rumusan Pancasila.

1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat

Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2) (menurut dasar) kemanusiaan yang adil dan

beradab;

3) Persatuan Indonesia

4) (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;

5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.16

15Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 315.

16Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 266-267.

14

Kemudian pada tangal 18 Agustus 1945, kata yang

berbnyi “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya” di-“coret” dan diganti hanya dengan

kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Satu kalimat yang

sangat netral, dan punya banyak makna.17 Sehingga,

tanpa 7 kata tersebut Piagam Jakarta menjadi bagian

resmi Pembukaan UUD 1945 seperti yang berlaku

sekarang ini.

d. Proklamasi dan Resolusi Jihad

Ternyata janji Kemerdekaan Indonesia dari Jepang

tidak pernah kunjung tiba. Nippon Pemimpin,

Pelindung, dan Cahaya Asia ternyata telah bertekuk

lutut kepada sekutu. Umat Islam segera mendesak

kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk tidak ragu-

ragu lagi segera memproklamasikan kemerdekaan

Indonesia. Atas berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa

dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya

berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat

Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 9 Ramadhan

1364 atau 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan tersebut,

pada 22 Oktober 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad

17Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:Pustaka Peajar, 2010), hlm. 33.

15

untuk mempertahankan tanah air, bangsa, dan agama.

Berisikan permohonan kepada pemerintah RI supaya

menentukan sikap dan tindakan nyata serta sepadan

terhadap usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan

agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak

Belanda dan kaki tangannya. Sehingga Resolusi Jihad

inilah yang mendorong timbulnya pertempuran antara

bangsa Indonesia dengan Inggris di Surabaya pada 10

November 1945,

Resolusi ini memberikan gambaran kepada kita

bahwa pemerintah RI masih ragu menentukan sikapnya

dalam menghadapi usaha kembalinya Belanda untuk

menjajah Indonesia. Sebaliknya, umat Islam dengan

penuh keyakinan dan kemauan siap tempur membela

Proklamasi Kemerdekaan.18

B. Pengaruh Timur Tengah terhadap Pergerakan Islam di

Indonesia

Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa

telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh

tertinggal dari Eropa. Pertama yang merasakan hal ini

diantaranya, Turki Usmani, karena kerajaan ini yang

pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran

18Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah…, hlm. 268.

16

ini memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk

banyak belajar dari Eropa.

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada

umumnya – yang dikenal dengan gerakan pembaharuan –

didorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Pertama,

faktor pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing

yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam,

seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh

Muhammad ibn al-Wahhab (1703-1787 M) di Arabia, Syah

Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan gerakan

Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said

Muhammad Sanusi. Kedua,faktor menimba gagasan-gagasan

pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini

tercermin dalam pengiriman para pelajar Muslim oleh

penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa

untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan

gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa

Islam.

Gerakan pembaharuan itu dengan segara juga memasuki

dunia politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul

adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia)

yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan

Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan

17

lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin

Al-Afghani (1839-1897 M).19

Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan

Pan-Islamisme yang dikenal dengan khilafat juga

mendapat pengikut. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah

salah seorang pelopornya. Salah satu hal yang sangt

menojol dalam tulisan-tulisan Amir Ali adalah

pembelaannya terhadap Islam dari serangan-serangan,

baik dari luar maupun dalam. Di kalangan orientalis

Barat, Amir terkenal sebagai apologi terbesar dari

penulis-penulis Muslim. Ia berusaha untuk membuktikan

pada dirinya atau orang lain, bahwa Islam adalah baik.20

Pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaluddin serta

tokoh-tokoh lainya bertambah luas. Hiruk pikuk gerakan–

gerakan Islam yang berkembang di timur tengah ( abad

19-20 ) seiring dengan waktu menjalar sampai di

Indonesia yang pada waktu itu semangat nasionalisme

baru tumbuh. Pengaruh pembaharuan itu diterima baik

secara langsung (belajar di Makkah dan Mesir ) maupun

secara tidak langsung ( melalui majalah al Urwatul

Wusqa dan buku-buku pembaharuan yang lain ).

19Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 184-185.

20Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 143.

18

Roem, dalam bukunya yang berjudul Diplomasi: Ujung

Tombak Perjuangan RI, menerangkan bahwa pada awal abad ke-

20 tercatat beberapa orang Islam Indonesia pergi ke

Tanah Suci dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu

agama Islam. Di antara mereka yang pernah bermukim di

Arab ketika itu adalah: Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Mas

Mansyur, Syech Haji Abdul Karim Amrullah, Haji Zamzam,

Haji Muchtar Yahya, dan lain-lain. Nama-nama ini

kemudian muncul sebagai tokoh-tokoh pemverau agama

Islam, Kyai Ahmad Dahlan dan Kyai Mas Mansyur sebagai

pendiri dan penggerak Muhammadiyah, Haji Zamzam sebagai

pendiri Persatuan Islam.21

C. Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Menjelang

dan Pasca Kemerdekaan

1. Organisasi Menjelang Kemerdekaan

Pada masa kolonial Belanda perjuangan-perjuangan

yang dilakukan umat Islam akibat diberlakukannya

politik etnis yaitu membentuk organisasi-organisasi

Islam guna membendung sepak terjang kolonial Belanda:

a. Budi Utomo didirikan sebagai suatu perserikatan

kebudayaan pada tahun 1908 M. Budi utomo didirikan

dengan tujuan mempertahankan harapan-harapan tinggi

kaum pembaharuan dengan sebuah progam pengembangan21Mohammad Roem, Diplomasi…, hlm. 221.

19

diri sendiri yang didasarkan atas gabungan antara

nilai Barat dan nilai Jawa.22

b. Sarekat Dagang Islam (SDI) lahir di Surakarta

yang dipelopori oleh Haji Samanhudi.23 Berdiri pada

tahun 1909 M.24 Berdirinya organisasi ini di latar

belakangi dengan persoalan ekonomi, khususnya

persaingan yang mengikat antara pengusaha batik

pribumi dan orang-orang cina.

c. Sarekat Islam (SI) didirikan pada tahun 1912 M

yang dipelopori oleh HOS Cokroaminoto organisasi ini

adalah sebagai tindak lanjut dari organisasi SDI yang

sudah dibubarkan dan organisasi ini pulalah yang

akan meperluas horizon gerak menjadi partai politik.

Pada perkembangannya SI dapat dibagi menjadi dua

bagian; Pertama, mereka yang masih berorientasi

borjuis berusaha mencegah sikap radikal terhadap

Belanda; Kedua, mereka yang benar- benar berasal dari

kelompok miskin di perkotaan, semakin melawan Belanda

kalangan dari kelompok kedua ini nantinya bergabung

dengan ISDV.25 Dan mendirikan partai komunis yang

pertama di Indonesia (1920 M.) kelompok ini

berorientasi melindungi kelompok miskin dan para22Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 233.23Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam…, .hlm 294.24Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 233.25Indische Social Democratische Vereniging atau Persatuan Sosial

Demokrat Indonesia didirikan oleh Sneevlier pada tahun 1914.

20

buruh mereka sangat radikal terhadap kolonial

Belanda.26

d. Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada

tahun1912 oleh KH Ahmad Dahlan, yang bergerak dalam

bidang pendidikan, dakwah kemasyarakatan. Tujuan

didirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan

umat Islam dari segala bidang kehidupan yang

menyimpang dari kemurnian ajaran Islam, dan terkenal

sebagai organisasi yang modernis, Muhammadiyah

tampil untuk memperjuangkan nasib umat Islam dan

memajukan kehidupan keagamaan umat Islam.27

e. Nahdlatul Ulama berangkat dari kalangan

tradisionalis KH. Hasyim Asy’ari (1875-1947 M)

mengembangkan organisasi Nahdlatul Ulama pada 1926 M.

bertepatan pada tanggal 31 Januari atau 16 Rajab 1345

H. Sebab-sebab lahirnya organisasi ini

1) Sebab langsung, yaitu seruan kepada penguasa Arab

saudi, Ibn Saud untuk meninggalkan kebiasaan

beragama tradisi. Golongan ini tidak menyukai

Wahabisme.

26Machfud Syaefudin, Dinamika peradaban Islam…, hlm 295.27Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2012), hlm. 176.

21

2) Sebab tidak langsung yaitu pemikiran golongan

tradisi selalu bertentangan dengan golongan

pembaharuan.28

2. Organisasi Pasca Kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan pada 1945 memberikan

kesempatan yang sama bagi rakyat Indonesia untuk

berpartisipasi dalam politik. Berbagai aliran politik

dapat dengan bebas membentuk partai-partai politik

sebagai sarana demokrasi.29 Diantaranya yaitu:

a. Masyumi (7 November 1945)

Masyumi ini berbeda dengan Masyumi pada zaman Jepang,

Masyumi November ini dibentuk dan didirikan oleh umat

Islam sendiri tanpa campur tangan pihak luar,

sekalipun nama lama tetap dipakai. Masyumi ini

dimaksudkan sebagai partai persatuan umat Islam.

Partai ini terdiri dari anggota perorangan dan

sejumlah organisasi non-politik sebagai “anggota luar

biasa”, seperti NU, Muhammadiyah, dan beberapa

organisasi Islam lokal lainnya. Ketua Masyumi pertama

adalah Dr. Sukiman (1898-1974 M) tokoh PSII.

28Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam…, hlm 234.29Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia,

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 126.

22

b. Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)

Pada Juli 1947, unsur PSII meninggalkan Masyumi dan

menyatakan dirinya kembali sebagai partai politik

independen. Alasan keluarnya PSII, di bawah pimpinan

Wondoamiseno (1891-1952 M) dan Aruji Kartawinata

(1905- 1970 M) ini berkaitan dengan politik dalam

kabinet. Dengan keluarnya itu, PSII diharapkan dapat

duduk dalam kabinet sayap kiri Amir Syarifuddin,

karena Masyumi bersikap sebagai oposisi.

c. Nahdlatul Ulama (NU)

Pada 1952 NU mengikuti jejak PSII meninggalkan

Masyumi, NU mengubah dirinya sebagai organisasi

gerakan sosial-keagamaan menjadi partai politik yang

berdiri sendiri. Keluarnya NU ini menguncangkan

Masyumi, karena NU mempunyai basis massa yang cukup

besar. Faktor penyebab mundurnya NU dari Masyumi,

sebagaimana yang dikatakan oleh Wahid Hasyim, adalah

tersinggung perasaan dan adanya pertimbangan-

pertimbangan taktis. Namun, penyebab langsung dari

kasus ini adalah masalah perebutan jabatan menteti

agama dalam kabinet Wilopo-Prawoto (April 1952 - Juli

1953).30

IV. KESIMPULAN30Nor Huda, Islam Nusantara…, hlm. 126-129.

23

Keberhasilan Belanda menghadapi masyarakat Islam di

Nusantara tidak lepas dari keberhasilan Belanda

‘mempelajari’ ajaran Islam di Indonesia. Belanda mengakui

bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat pribumi salah

satunya karena diinspirasi oleh ajaran Islam. Namun,

penindasan Belanda atas Islam justru menjadikan Islam

mampu meletakkan dasar-dasar identitas bangsa Indonesia.

Islam juga dijadikan lambang perlawanan imperialisme.

Tidak hanya terbatas kalangan grass root, golongan

bangsawan dan sultan pun menyatukan dirinya menunjang

perjuangan Islam. Islam tidak hanya sebagai agama tetapi

dihayatinya sebagai way of life.

Masa Jepang pun demikian, dalam menghadapi umat

Islam, Jepang sebenarnya mempunyai kebijakan politik yang

sama dengan Belanda. Hanya dalam awal penedekatannya,

Jepang memeprlihatkan sikap bersahabat. Karena Jepang

berpendirian bahwa umat Islam merupakan powerful forces dalam

menghadapi Sekutu. Tetapi tentara Jepang tidak

menghendaki adanya parpol Islam. Mereka lebih menyukai

hubungan langsung dengan ulama daripada dengan pemimpin

parpol. Oleh karena itu, Jepang mengeluarkan maklumat

pembubaran parpol.

Selain itu, pergerakan Islam di Timur Tengah

ternyata membawa dampak yang positif bagi pergerakan di

Indonesia. Pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaluddin dan

24

tokoh-tokoh lainya bertambah luas. Hiruk pikuk gerakan–

gerakan Islam yang berkembang di Timur Tengah ( abad 19-

20 ) seiring dengan waktu menjalar sampai di Indonesia

yang pada waktu itu semangat nasionalisme baru tumbuh.

Pengaruh pembaharuan itu diterima baik secara langsung

(belajar di Makkah dan Mesir ) maupun secara tidak

langsung ( melalui majalah al Urwatul Wusqa dan buku-buku

pembaharuan yang lain ).

Organisasi dan partai yang muncul menjelang

kemerdekaan di antaranya: Budi Utomo, Sarekat Dagang

Islam (SDI), Sarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul

Ulama. Kemudian organisasi yang muncul pasca kemerdekaan,

di antaranya yaitu; Masyumi, Masyumi ini berbeda dengan

Masyumi pada zaman Jepang, Masyumi ini dimaksudkan

sebagai partai persatuan umat Islam; Partai Sarikat Islam

Indonesia (PSII), setelah keluar dari Masyumi PSII

membentuk satu partai yang independen; Nahdlotul Ulama,

mengikuti jejak PSII, NU mengubah dirinya sebagai

organisasi gerakan sosial-keagamaan menjadi partai

politik yang berdiri sendiri.

Jika diperhatikan, ternyata munculnya partai-partai

justru setelah adanya proklamasi kemerdekaan. Sementara

pada masa penjajahan lebih di dominasi oleh organisasi-

organisasi sosial dan keagamaan. Hal ini berhubungan

dengan pasal 28 UUD 1945.

25

V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah

berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya,

tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah

ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan

saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan

makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

26

DAFTAR PUSTAKA.

Ali, Mukti. 1993. Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan.Bandung: Mizan.

Ambary, Hasan Muarif. 1998. Menemukan Peradaban. Jakarta:

Logos Wacana Ilmu.

Huda, Nor. 2007. Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam diIndonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Roem, Mohammad. 1989. Diplomasi: Ujung Tombak Perjuangan RI.Jakarta: Gramedia.

Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara.Yogyakarta: Pustaka Peajar.

Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Menemukan Sejarah: WacanaPergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Syaefudin, Machfud. 2013. Dinamika peradaban Islam. Yogyakarta:Pustaka Ilmu Yogyakarta.

Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka

Rizki Putra.

2012. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka

Rizki Putra.

27

Yatim, Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo

Persada.

28