Upload
theopage
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Makalah Akhir Berfikir dan Menulis Ilmiah (KPM 100)
PERAN PENYULUH TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI
PADA PETERNAK SAPI POTONG DALAM UPAYA
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN
Nur Puti Kurniawati
I34140061
Dosen
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS
Dr Ratri Virianita, SSos MSi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i
ABSTRAK
NUR PUTI KURNIAWATI. Peran Penyuluh terhadap Penerapan Teknologi pada
Peternak Sapi Potong dalam Upaya Membangun Ketahanan Pangan. Dibimbing oleh
HERNALDI, ALVIA LILIAN dan ADINI APRILIANI.
Peran penyuluh dilapangan pada realisasinya masih belum dihiraukan oleh
para peternak, para peternak cenderung memilih menggunakan cara tradisional dalam
mengolah ternak sapi potongnya. Teknologi yang tepat guna dianggap mampu
meningkatkan produktivitas daging sapi dan menjadi nilai tambah, kemudian dalam
penyampaian materi penyuluhan penyuluh akan lebih efektif bila menggunakan aras
mezzo yang didalam prosesnya dibentuk kelompok kecil sebagai sarana difusi ilmu,
ketahanan pangan dan penerapan teknologi pada peternak sapi potong ternyata tidak
ada kaitannya, penerapan teknologi pada peternak sapi potong berpengaruh pada
swasembada pangan. Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode studi
litelatur dan beberapa tinjauan pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan
pentingnya peran penyuluh dalam adopsi atau penerapan teknologi pada peternak sapi
potong dan mengetahui apakah ada kaitannya dengan membangun ketahanan pangan.
Kata kunci: ketahanan pangan, penerapan teknologi pertanian, penyuluh, sapi potong.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ini. Karya tulis ini berjudul Peran Penyuluh terhadap Penerapan Teknologi pada
Peternak Sapi Potong dalam Upaya Membangun Ketahanan Pangan.
Penulis menyadari karya tulis ini tidak dapat diselesaikan tepat waktu tanpa
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karenanya penulis ucapkan
terimakasih kepada Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni dan Dr Ratri Virianita, Ssos, Msi
selaku dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis, kepada ka Hernaldi, ka
Adini Apriliani, ka Alvi Lilian, selaku asisten praktikum yang terus membimbing
penulis dalam proses revisi, kepada Fitri Amalia Rizki dan Rama Arias selaku teman
penulis yang senantiasa mendukung dan membantu penulis selama proses pembuatan
karya tulis ini, tak lupa kepada Bapak Ervisal dan Ibu Tini Lastini Wati selaku orang
tua penulis yang senan tiasa mendoakan penulis dan mendukung penulis selama
proses pembuatan karya tulis ini, kemudian Intan Nur Pratiwi selaku adik tercinta
penulis yang senantiasa menghibur penulis dan mendukung penulis dalam proses
pembuatan karya tulis ini.
Bogor, 8 Juni 2015
Nur Puti Kurniawati
NIM.I34140061
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
PENDAHULUAN 1
PERAN PENYULUH TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADA PETERNAK SAPI
POTONG 2
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN 5
KESIMPULAN 6
DAFTAR PUSTAKA 7
1
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan utama makhluk hidup, berdasarkan Undang-
Undang No.18 Tahun 2012, Ketahanan pangan adalah kondisi dimana terpenuhinya
kebutuhan pangan negara hingga individu masyarakatnya, yang tercermin dari
ketersediaan pangan yang jumlah dan mutunya cukup baik, aman, bergizi, beraneka
ragam, terjangkau dan merata, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan
kebudayaan, tidak bertentangan dengan keinginan untuk hidup sehat, tetap aktif,
produktif secara berkelanjutan. Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan dari
bidang peternakan yang sekarang ini mulai meningkat peminatnya, namun seiring
peningkatan permintaan, stok daging dalam negeri mulai tak mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat, hal ini terjadi karena “... 90% usaha sapi potong dilaksanakan
secara tradisional oleh peternak rakyat...” (Prastiti dkk (2012) dalam Nurcholidah dkk
(2013):1183) dapat diartikan belum menerapkan teknologi dalam usahanya.
Dalam rangka memenuhi persediaan daging sapi di Indonesia pemerintah
membuka keran impor daging sapi sehingga usaha para peternak sapi potong di
Indonesia mulai menurun, tentunya harus ada pihak yang mengarahkan dan
menyadarkan pentingnya teknologi dalam uasaha sapi potong agar peternak dalam
negeri mampu bersaing dengan produk impor, saat itulah peran seorang penyuluh
dibutuhkan sesuai dengan tujuan penyuluhan itu sendiri yakni “ memberdayakan
pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan
iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian
peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan dan fasilitasi.” ( Undang-undang
No.16 Tahun 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : (1)Bagaimana peran penyuluh terhadap penerapan teknologi pada peternak
sapi potong ? (2)Bagaimana teknologi dapat diadopsi dalam meningkatkan produksi
sapi potong itu? (3)Bagaimana hubungan penerapan teknologi pada peternak sapi
potong dengan membangun ketahanan pangan?. Dari rumusan masalah tersebut
terdapat tujuan sebagai berikut : (1)Menganalisis cara penyuluh memberdayakan tani
ternak sapi potong (2)Menganalisis cara peningkatan adopsi teknologi yang dapat
mendukung produktivitas sapi potong (3)Menganalisis apakah ada keterkaitan antara
penerapan teknologi pada peternak sapi potong terhadap membangun ketahanan
pangan.
2
PERAN PENYULUH TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI
PADA PETERNAK SAPI POTONG
Meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi seperti yang
terjadi pada masyarakat Indonesia yang kini mulai menyadari pentingnya
mengkonsumsi daging sapi, sebagai bahan protein yang baik bagi pertumbuhan
terutama pertumbuhan anak, menyebabkan konsumsi daging sapi meningkat,
konsumsi daging sapi yang meningkat tidak sebanding dengan produksi dan
persediaan daging sapi dalam negeri sehingga efeksampingnya pemerintah terpaksa
mengimpor daging sapi sebagai upaya memenuhi permintaan, ekspor daging sapi
didapat dari beberapa negara, berikut tabel negara pengekspor daging ke Indonesia
tahun 2011.
Tabel 1 Negara pengekspor daging ke Indonesia tahun 2011
Negara Jumlah (ton) Persentase (%)
Australia 40 183 56.9
Selandia Baru 22 351 31.6
Amerika Serikat 7 741 10.9
Kanada 323 0.5
Singapura 56 0.1
Total 70 654 100 Sumber: BPS (2011) dalam Rouf (2014)
Tabel 1 menunjukan bahwa negara Australialah pengekspor daging terbanyak
ke Indonesia dengan persentase 56.9% dari jumlah total, sedangkan di tahun 2011
sendiri total daging yang di impor dari luar adalah 70.654 ton.
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), sebenarnya ada beberapa faktor
pendorong yang mampu menunjang produktivitas ternak sapi potong di Indonesia,
yakni, 1)Penyediaan pakan, penyediaan lahan yang luas dengan rumput hijau
terhampar luas seperti daerah NTB, NTT, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,
sangat menunjang pengembangan ternak sapi potong, mengingat sapi termasuk
hewan ruminansia.1 2)Pemasaran yang memadai, sapi potong dalam negeri akan
cepat maju apabila pemasarannya berjalan cukup pesat baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. 3)Iklim yang sesuai, iklim memengaruhi makanan pokok dari sapi
yakni rumput hijau, sehingga bila iklim terlalu kering bisa mengurangi kesuburan
rumput, selain itu energi yang dikeluarkan ternak terlalu banyak, kulit ternak juga
bisa terbakar. 4)Bermanfaat luas dan bernilai ekonomis, usaha ternak sapi lebih
menarik dan merangsang pertumbuhan usaha, mutu dan harga daging serta kulit sapi
memiliki nilai jual lebih tinggi dibanding kerbau atau kuda, sapi sebagai tabungan2,
1 Ruminansia, hewan pemamah biak, dalam hal ini membutuhkan volume pakan berupa rumput atau
hijauan yang cukup. 2 Saat masa paceklik atau ketika petani memerlukan uang, sapi bisa dijual kembali.
3
hasil ikutannya masih sangat berguna. 5)Fasilitas dan motivasi, penyediaan bibit
unggul, vaksin dan oat-obatan, cattle show3, penyuluhan, sistem paket dan kredit.
Penunjang produktivitas ternak sapi potong di Indonesia juga bisa berupa
adopsi atau penerapan teknologi yang tepat guna, Fauzi (2007:89) menyatakan
“Pemanfaatan dan penguasaan teknologi pertanian berkaitan langsung dengan
peningkatan produktivitas dan penciptaan nilai tambah. Kenaikan bobot rata-rata sapi
pedaging di Indonesia sebesar 0,5 kg/hari/ekor, dengan input teknologi yang tepat
berpotensi untuk di tingkatkan mendekati produktivitas sapi di Australia sebesar 1,55
kg/hari/ekor.”. Pengadopsian teknologinya sendiri Musyafak dan Ibrahim (2005)
menyatakan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan adopsi teknologi
dalam peternakan sapi potong adalah dengan memilih inovasi tepat guna yang
memenuhi kriteria berikut, harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani
kebanyakan, memberi keuntungan secara konkret, mendayagunakan sumber yang
sudah ada, terjangkau harganya oleh peternak dan harus sederhana, tidak rumit juga
mudah dicoba oleh peternak.
Salah satu faktor pendorong yang mampu menunjang produktivitas ternak
sapi potong di Indonesia menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) pada penjelasan
sebelumnya adalah Fasilitas dan motivasi, penyediaan bibit unggul, vaksin dan oat-
obatan, cattle show, penyuluhan, sistem paket dan kredit, dalam hal pemberdayaan
yang berhubungan dengan penyuluhan Suharto (2010) mengatakan, dalam konteks
pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras, ketiga aras ini
mampu mempengaruhi cara penyuluh menyampaikan penyuluhannya, 1)Aras Mikro,
pemberdayaannya dilakukan secara individu melalui bimbingan konseling dengan
tujuan membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya. 2)Aras Mezzo, pemberdayaannya dilakukan terhadap sekelompok
klien dengan kelompok sebagai media intervensi4. Bisa berupa pendidikan dan
pelatihan. 3)Aras Makro, berbeda dengan sebelumnya aras ini memiliki sasaran lebih
kearah yang lebih luas, seperto aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, perumusan
kebijakan, kampanye.
Biasanya pada peternak sapi potong dalam pemberdayaannya menggunakan
aras mezzo, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, sehingga dilapangan
terjadi persaingan peningkatan produktivitas antar kelompok, menurut Setiana (2005)
dalam pendifusian ilmu pada sasaran penyuluhan usaha yang bisa dilakukan penyuluh
untuk dapat memepercepat proses difusi adalah 1)Melakukan diagnosis terhadap
masalah dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat. 2)Mengkondisikan masyarakat
sasaran agar tidak puas terhadap kondisi saat itu. 3)Menjalin hubungan erat dengan
masyarakat sasaran. 4)Mendukung dan membantu masyarakat sasaran melakukan
3 Usaha memamerkan segala macam ternak dan teknologi lainnya yang ada kaitannya dengan usaha
pengembangan ternak. 4 Dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
4
perubahan. 5)Mendorong masyarakat berswakarya dan berswadaya melakukan
perubahan tanpa tergantung bantuan dari luar sistem masyarakat yang ada.
Materi penyuluhan yang mampu mengarahkan dan mendukung tani ternak
sapi potong dalam meningkatkan produktivitasnya tentunya mengenai usaha
perbaikan produksi ternak sapi yang didalamnya termasuk perbaikan produksi
melalui bibit (dengan cara kawin silang atau dengan cara mengganti seluruh bibit
yang telah ada), perbaikan gizi lewat pengelolaan (perbaikan produksi melalui pakan,
perbaikan produksi lewat program kesehatan5). Sudarmono dan Sugeng (2008).
Dengan demikian untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong maka
peternak perlu meperbesar atau mengoptimalkan faktor pendorong produktivitasnya,
untuk membantu, mendukung dan mengarahkan para peternak, para penyuluh
haruslah mengadakan penyuluhan yang mampu memberdayakan para peternak sapi
tersebut, selain itu penyuluhan itu harus mampu membuat sasaran penyuluhan
mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang disuluhkan oleh penyuluh
dengan baik dan benar (Setiana 2005). Bila seorang penyuluh mampu menerapkan
upaya tersebut kemudian didukung dengan materi penyuluhan, dan metode
penyampaian penyuluhan yang tepat, tidak menutup kemungkinan penyuluh mampu
dan sukses mengarahkan, mendukung, dan membantu peternak sapi potong dalam
meningkatkan produktivitas sapi potong lebih maksimal sehingga ada saatnya kita
mampu menutupi kurangnya stock daging sapi di Indonesia dan menurunkan impor
daging sapi.
5 Perbaikan produksi lewat program kesehatan dapat berupa pencegahan penyakit(karantina atau
isolasi, vaksinasi, deworming. Deticking, sanitasi).
5
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-
Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan
bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT)
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata, dan terjangkau”. Tambunan (2010:65-66) menyatakan “ Implikasi dari
kebijakan konsep ini adalah bahwa pemerintah, di satu pihak, berkewajiban
menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta
stabilitas harga, dan pihak lain, peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya dari
golongan berpendapatan rendah.” Bila kita kaitkan dengan pembahasan sebelumnya
pemerintah tidak mampu menyediakan persediaan daging sapi dalam negeri sehingga
upaya yang dilakukan pemerintah dalam memenuhinya dengan mengimpor daging
sapi, maka impor daging sapi tersebut bisa saja termasuk dalam upaya membangun
ketahanan pangan, namun Indonesia belum mampu untuk swasembada pangan dalam
hal daging sapi.
Menurut Kementrian Pertanian (2010) dalam Sinaga (2015:5) “...Keuntungan
dan nilai tambah yang diperoleh dengan swasembada daging sapi yaitu (1)
meningkatkan pendapatan; (2) penyerapan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa
negara; (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; dan (5) semakin
meningkatnya penyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)
bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin.”. Swasembada pangan dan
ketahanan pangan menjadi penting bagi Indonesia karena kedua aspek tersebut
merupakan cerminan dari berhasilnya pembangunan di sektor pertanian. Swasembada
pangan sendiri memiliki arti kemandirian pangan, dimana kita memproduksi sendiri
pangan tersebut, Indonesia telah memiliki rencana swasembada pangan dimana salah
satunya adalah swasembada daging sapi, dengan tujuan mengembalikan Indonesia
menjadi negara eksportir daging sapi seperti tahun 1970an. (Sinaga 2015).
Pemerintah telah berupaya meningkatkan potensi peternak dalam negeri untuk
mengurangi impor daging sapi, dengan mengadakan program swasembada daging
sapi (PSDS) program terbarunya adalah PSDS 2014 yang sekaligus merupakan
program pemutakhir dari PSDS 2010 dan PSDS 2005 yang tidak berhasil. (Rouf
2014).
6
KESIMPULAN
Penyuluh akan mampu memberdayakan tani ternak sapi potong dengan cara
memberikan penyuluhan yang terkait dengan mempermudah pengadopsian teknologi
juga dengan penyuluhan dengan materi perbaikan produksi melalui bibit dan
perbaikan gizi lewat pengelolaan, yang di suluhkan menggunakan aras mezzo. Cara
peningkatan adopsi teknologi yang dapat mendukung produktivitas sapi potong
adalah dengan menerapkan teknologi yang tepat guna, gampang dipelajari peternak,
dan juga terjangkau oleh peternak. Tidak ada kaitannya antara penerapan teknologi
pada peternak sapi potong dengan membangun ketahanan pangan, namun penerapan
teknologi pada peternak sapi potong berhubungan dengan swasembada pangan,
meskipun demikian ketahanan pangan dan swasembada pangan merupakan cerminan
dari suksesnya suatu negara dalam pembangunan dalam sektor pertanian.
7
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi AM. 2007. Upaya Peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Melalui
Ilmu dan Teknologi. Hariyadi P, editor. Bogor (ID): Southeast Asian Food
Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor.
Musyafak A, Ibrahim TM. 2005. Strategi Percepatn Adopsi Dan Difusi Inovasi
Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis Kebijakan Pertanian. 3(1): 20-37.
Rouf AA. 2014. Analisis daya saing komoditas sapi potong di kabupaten Gorontalo
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiana L. 2005. Teknik penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Sikumbank RF,
editor. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Sinaga NM. 2015. Analisis peramalan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi
nasional dalam rangka swasembada pangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sudarmono AS, Sugeng YB. 2008. Sapi Potong. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suharto E. 2010. Membangun masyarakat memberdayakan rakyat kajian strategis
pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Gunarsa A, editor.
Bandung (ID): PT Refika Aditama.
Tambunan T. 2010. Pembangunan pertanaian dan kertahanan pangan. Jakarta (ID):
UI Pr.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.