56
LAPORAN PRAKTIKUM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERTANIAN ANALISIS POTENSI DAN KINERJA SUBSEKTOR-SUBSEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN LEBONG Kelompok 17 Graceby Limbong E1D013077 Rolas Sinaga E1D013082 Jesica R M E1D013121 Lambok Marudut Silalahi E1D013123 Maju Lubis E1D013125 Julindra Simbolon E1D013170 Co-Ass Feni Mahdaniar Pini Okti Sintia Shift : Rabu, Pukul 12.00 – 14.00 LABORATORIUM SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Laporan Praktikum Akhir PPWP

  • Upload
    unib

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERTANIAN

ANALISIS POTENSI DAN KINERJA SUBSEKTOR-SUBSEKTOR PERTANIAN

DI KABUPATEN LEBONG

Kelompok 17

Graceby Limbong E1D013077

Rolas Sinaga E1D013082

Jesica R M E1D013121

Lambok Marudut Silalahi E1D013123

Maju Lubis E1D013125

Julindra Simbolon E1D013170

Co-Ass

Feni Mahdaniar

Pini Okti Sintia

Shift : Rabu, Pukul 12.00 – 14.00

LABORATORIUM SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2015HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERTANIAN

ANALISIS POTENSI DAN KINERJA SUBSEKTOR-SUBSEKTOR PERTANIAN

DI KABUPATEN LEBONG

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 17

GRACEBY LIMBONG E1D013077

ROLAS SINAGA E1D013082

JESSICA R MARPAUNG E1D013121

LAMBOK M SILALAHI E1D013123

MAJU LUBIS E1D013125

JULINDRA SIMBOLON E1D013170

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing pada tanggal

Juni 2015

Mengetahui,

Dosen Matakuliah Dosen Pembimbing

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Ir. Nyanyu Neti Arianti, M.Si. Dr. Ir. Satria Putra Utama,

M.Sc.

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena dengan rahmat, karunia, serta berkatnya kami dapat

menyelesaikan Laporan Akhir Perencanaan Pembangunan Wilayah Pertanian

ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami

berterima kasih pada Bapak/Ibu Dosen Pengajar/Pembimbing serta

Asisten Dosen yang telah mengajari dan memberikan tugas ini kepada

kami.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Perencanaan

Pembangunan Wilayah terlebih di sektor pertanian. Kami juga menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh

dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,

saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa

yang datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran

yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna

bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan

kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa

depan.

Bengkulu, Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISIHalaman

KATA PENGANTAR ...............................................iiiDAFTAR ISI ...................................................ivDAFTAR TABEL .................................................vDAFTAR GAMBAR ................................................viDAFTAR LAMPIRAN ..............................................vii

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .......................................... 11.2 Tujuan .................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA1

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

22.1 Subsektor-subsektor Pertanian ........................... 32.2 LQ (Static dan Dynamic) ................................. 52.3 Shift Share (SS) ........................................ 62.4 Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian .... 72.5 Tipologi Klassen ........................................ 82.6 Kesenjangan Ekonomi Sosial .............................. 9

III. METODOLOGI PENELITIAN1233.1 Penentuan Lokasi ........................................ 143.2 Jenis dan Metode Penentuan Data ......................... 143.3 Metode Analisis Data .................................... 153.3.1 Analisis Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggul ..... 153.3.1.1 Analisis Subsektor Pertanian Unggul ................. 153.3.1.2 Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Pertanian ..... 153.3.1.3 Analisis Dynamic Location Quotion.................... 153.3.2 Analisis Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian ........ 163.3.3 Analisis Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian ............................................................. 173.3.4 Analisis Klasifikasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen ..................................................... 173.3.5 Analisis Kesenjangan Ekonomi Wilayah .................. 18

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN12344.1 Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggulan di Kabupaten Lebong............................................................. 194.1.1 Subsektor-subsektor Pertanian Unggulan di Kabupaten Lebong ............................................................. 194.1.2 Komoditas-komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Pangan Kab. Lebong ................................................. 204.1.3 Penentuan Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode DLQ 224.2 Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di ................ 234.3 Klasifikasi Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong ............................................................. 254.4 Indeks Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Kab. Lebong,Muko-muko

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

dan Rej Lebong............................................... 28

V. HASIL DAN KESIMPULAN123455.1 Kesimpulan .............................................. 305.2 Implikasi Kebijakan ..................................... 30

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Matriks Tipologi Klassen ..................................82. Matriks Pengembangan ......................................93. Hasil Analisis LQ Subsektor Pertanian Unggulan Kabupaten Lebong

...........................................................204. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Bahan Pangan Unggulan

Kabupaten Lebong ..........................................215. Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic LQ .....226. Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong . 237. Klasifikasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen 258. Hasil Klasifikasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen

...........................................................269. Indeks Williamson Wilyah Pembangunan Provinsi Bengkulu ....29

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Posisi Perkembangan Perekonomian Subsektor Pertanian ......27

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

DAFTAR LAMPIRAN

1.Fotocopy data BPS2.Tabulasi data dan Print-out hasil analisis 3.Laporan Sementara

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional

yang pada hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruh

masyarakat Indonesia. Kegiatan pembangunan daerah dimaksudkan sebagai

usaha meratakan dan menyebarluaskan pembangunan untuk menyerasikan,

menyeimbangkan serta memadukan seluruh kegiatan. Pembangunan daerah

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

haruslah dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di

daerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu antar sektor.

Pencapaian keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan

ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing

daerah serta diperlukan perencanaan pembangunan yang terkoordinasi

antar sektor, perencanaan pembangunan disini bertujuan untuk

menganalisis secara

Menyeluruh tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh suatu

daerah. Keterbatasan sumber daya di suatu daerah baik sumber daya

alam, sumber daya manusia, sumber daya finansial maupun sumber daya

lainnya merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar

daerah untuk dapat menggerakkan seluruh perekonomian yang mampu

sebagai penggerak utama untuk memacu laju pembangunan disuatu daerah.

Sama halnya pada provinsi Bengkulu tepatnya di daerah Kabupaten

Lebong tidak luput dari pembangunan wilayah terlebih di dalam sektor

pertanian. Hingga mencapai kondisi yang diharapkan. Untuk

mengoptimalkan pembangunan pertanian maka perlu dilakukan

identifikasi dan analisis sektor ekonomi dan sumber daya yang ada

didaerah tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi dan analisis sektor

ekonomi yang menjadi unggulan dalam perencanaan pembangunan dalam

wilayah Kabupaten Lebong dengan melakukan perbandingan terhadap

kondisi perekonomian provinsi dan daerah pembanding yang ada

disekitarnya sangat penting dikaji secara lebih terinci, sehingga

kegiatan-kegiatan ekonomi unggulan di Kabupaten Lebong dapat lebih

dikembangkan. Dengan mengetahui potensi ekonomi sumber daya alam yang

layak dikembangkan, maka penyusunan perencanaan pembangunan yang

berwawasan pertanian, terutama di Kabupaten Lebong dapat lebih

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

terarah sehingga merangsang terciptanya pembangunan yang

berkelanjutan.

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka praktikum

ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis subsektor pertanian dan komoditas unggulan di

Kabupaten Lebong.

2. Mengidentifikasi perubahan posisi sektor pada masa sekarang dan

yang akan datang.

3. Menganalisis kinerja subsektor-subsektor pertanian di Kabupaten

Lebong.

4. Mangangalisis prioritas pengembangan subsektor-subsektor

pertanian di Kabupaten Lebong.

5. Manganalisis klasifikasi subsektor-subsektor pertanian di

Kabupaten Lebong.

6. Menganalisis kesenjangan ekonomi antar daerah Kabupaten Lebong,

Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Rejang Lebong.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subsektor-Subsektor Pertanian

Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan

nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian

dalam arti luas. Di Indonesia sektor pertanian dalam arti luas

dibedakan menjadi lima subsektor (Dumairy, 1996), yaitu subsektor

tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor

kehutanan, dan subsektor peternakan.

Masing-masing subsektor dengan dasar klasifikasi tertentu,

dirinci lebih lanjut menjadi subsektor yang lebih spesifik. Nilai

tambah sektor pertanian dalam perhitungan PDB merupakan hasil

penjumlahan nilai tambah dari subsektor-subsektor tersebut dan

perhitungan dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Nilai tambah

subsektor-subsektor tersebut dihitung dengan menggunakan produksi.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Tingkat harga yang dipakai untuk menghitung nilai produksi adalah

harga pada tingkat perdagangan pasar. Pembangunan pertanian yang

terdiri atas lima subsektor diantaranya adalah subsektor pertanian,

subsektor perkebunan, subsektor peterkanan, subsector kehutanan dan

subsektor perikanan menjadi pembahasan ini.

a. Subsektor tanaman pangan

Subsektor tanaman pangan sering juga disebut subsektor pertanian

rakyat. Disebut demikian karena tanaman pangan biasanya diusahakan

oleh rakyat dan bukan oleh perusahaan atau pemerintah. Subsektor ini

mencakup komoditi-komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela

pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran dan buah-

buahan. (Dumairy, 1996)

b. Subsektor perkebunan

Subsektor perkebunan dibedakan atas perkebunan rakyat dan

perkebunan besar. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diusahakan

sendiri oleh rakyat atau masyarakat, biasanya dalam skala kecil dan

dengan teknologi budidaya yang sederhana. Hasil-hasil tanaman

perkebunan rakyat terdiri antara lain atas karet, kopral, teh, kopi,

tembakau, cengkeh, kapuk, kapas, coklat, dan berbagai rempah-rempah.

Adapun yang dimaksud dengan perkebunan besar adalah semua kegiatan

perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan

berbadan hukum. Tanaman perkebunan besar meliputi karet, teh, kopi,

kelapa sawit, coklat, kina, tebu dan beberapa lainnya. (Dumairy,

1996).

c. Subsektor perikanan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan

laut, perairan umum, kolam, tambak, sawah, dan keramba serta

pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (pengeringan dan

pengasingan). Dari segi teknis kegiatannya, subsektor ini dibedakan

atas tiga macam sektor, yaitu perikanan laut, perikanan darat dan

penggaraman. Komoditi yang tergolong subsektor ini tidak terbatas

hanya pada ikan, tetapi juga udang, kepiting dan ubur-ubur. (Dumairy,

1996)

d. Subsektor kehutanan

Subsektor kehutanan terdiri atas tiga macam kegiatan, yaitu

penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lainnya dan perburuan.

Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu-kayu gelondongan, kayu

bakar, arang dan bambu. Hasil hutan lain meliputi damar, rotan, getah

kayu, kulit kayu serta berbagai macam akar-akaran dan umbi kayu.

Sedangkan kegiatan perburuan menghasilkan binatang-binatang liar

seperti rusa, penyu, ular, buaya, dan termasuk juga madu. (Dumairy,

1996)

e. Subsektor peternakan

Subsektor peternakan kegiatan beternak dan pengusahaan hasil-

hasilnya. Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besar dan

kecil, susu segar, telur, wol, dan hasil pemotongan hewan. Untuk

menghitung produksi subsector ini, Badan Pusat Statistik (BPS),

berdasarkan pada data pemotongan, selisih stok atau perubahan

populasi dan ekspor neto. Produksi subsektor peternakan adalah

pertambahan/pertumbuhan hewan dan hasil-hasilnya.

Namun mengingat data pertambahan/pertumbuhan hewan belum

tersedia, makan untuk sementara Badan Pusat Statistik (BPS)

menggunakan cara yang sudah disebutkan tadi. (Dumairy, 1996)

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa sektor pertanian

tidak hanya terbatas hanya pada tanaman pangan atau pertanian rakyat.

Berdasarkan pemahaman ini, pelaku atau produsen disektor pertanian

bukan hanya petani akan tetapi juga meliputi pekebun, nelayan dan

petambak. Produsen di sektor pertanian juga tidak hanya perorangan,

tapi juga perusahaan berbadan hukum. Kalaupun sektor pertanian lebih

sering dipahami terbatas seakan-akan hanya urusan tanaman pangan

saja, hal tersebut disebabkan tanaman pangan merupakan subsektor inti

dalam sektor pertanian, termasuk Indonesia dan wilayah lain di

Indonesia. Sebagai pemasok kebutuhan pokok yang utama bagi manusia,

yakni sebagai bahan makanan, kedudukan subsektor tanaman pangan

sangat strategis. Itulah sebabnya kepedulian terhadap subsektor

tanaman pangan sangat besar, jauh melebihi kepedulian terhadap

subsektor-subsektor lain.

2.2 Location Quotient (Static dan Dynamic)

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung

perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive

Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah

sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai

penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Sektor

basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location

Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan

sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007).

Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu

wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah

permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

kenaikan volume sektor non basis.

Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location quotient

dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk

mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis

dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan

metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat

dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi

sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk

menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya,

waktu dan tenaga yang cukup besar.

Oleh karena itu, maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode

pengukuran tidak langsung, yaitu metode Arbriter, dilakukan dengan

cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori

ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik di

tingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan kenyataan bahwa dalam

kegiatan ekonomi terdapat kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang

yang sebagian diekspor atau dijual, metode Location Quotient (LQ)

merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan suatu sektor

tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam

wilayah yang lebih luas, dan metode kebutuhan minimum metode ini

sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat

disagregasi. disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan

hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor.

Dari ketiga metode tersebut Glasson (1977) menyarankan metode LQ

dalam menentukan sektor basis. Richardson (1977) menyatakan bahwa

teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis

empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi

dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya

dalam memproduksi barang tersebut.

2.3 Shift Share

Analisis shift share merupakan metode yang membandingkan

perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor di wilayah dengan wilayah

nasional. Metode ini lebih tajam dibanding metode LQ. Metode LQ tidak

memberi penjelasan atas faktor penyebab perubahan tersebut sedang

metode shift share memperinci penyebab perubahan itu atas beberapa

variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai

faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah di

dalam pertumbuhannya di dalam satu kurun waktu ke kurun waktu

berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan

berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi

nasional (Tarigan,2002).

Analisis shift share diartikan sebagai salah satu teknik

kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan

struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah

administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi.

Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan tiga informasi dasar

yang berhubungan satu sama lain yaitu: Pertama, pertumbuhan ekonomi

referensi propinsi atau nasional (nasional growth effect) yang

menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap

perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proporsional

shift), yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di

daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau

nasional. Ketiga, Pergeseran deferensial (diferential shift) yang

memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi.

Jika pergeseran suatu industri adalah positif, maka industri tersebut

relatif lebih tinggi daya saingnnya dibandingkan industri yang sama

pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran deferensial

ini disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006)

Analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam

menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan

perekonomian nasional. Tehnik ini membandingkan laju pertumbuhan

sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian

nasionalserta sektor-sektornya, dan mengamati penyimpangan-

penyimpangan dari perbandingan-perbandingan itu. Bila penyimpangan

itu positif, hal itu disebut keunggulan kompetitif dari suatu sektor

dalam wilayah tersebut.

Keunggulan analisis shift share antara lain :

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang

terjadi, walau analisis shift sharetergolong sederhana.

2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian

dengan cepat.

3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur

dengan cukup akurat.

Kelemahan Analisis Shift-Share antara lain :

1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.

2. Masalah benchmarkberkenaan dengan homothetic change, apakah t

atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik.

3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang

tidak terungkap.

Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat

bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

lainnya. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor

dan Tidak ada keterkaitan antardaerah. (Glasson 1990)

2.4 Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian

Menurut Sandy (1982), pembangunan wilayah atau pengembangan

wilayah adalah membangun masyarakat sesuai dengan potensi dan

prioritas yang terdapat di daerah yang bersangkutan. Potensi di sini

adalah tidak terbatas pada potensi fisik saja, melainkan juga potensi

sosial, ekonomi dan budaya. Perencanaan wilayah adalah perencanaan

penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam

wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut.

Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan

tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah

diatur di dalam perencanaan pembangunan wilayah. Kedua bentuk

perencanaan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat

saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Tata ruang wilayah

merupakan landasan sekaligus juga sasaran dari perencanaan

pembangunan wilayah (Tarigan, 2004).

Miraza (2005) mengatakan bagaimana suatu perencanaan wilayah

dilaksanakan, berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya

dikarenakan masingmasing daerah mempunyai latar belakang yang berbeda

baik yang menyangkut pada economic resources maupun yang menyangkut

pada kultur masyarakat, demografi dan geografi, daerah muka dan

daerah belakang maupun berbagai akses yang ada, yang dapat dipakai

untuk masuk dan keluar bagi manusia dan barang serta tersedianya

perencanaan wilayah mencakup pada berbagai segi kehidupan yang

komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan yang semuanya

bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan masyarakat. Pengembangan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah

bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak

penghuni dengan tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat yang lebih

baik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang

atau jasa yang tersedia dan kegiatan-kegiatan usaha masyarakat yang

meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun

kualitasnya.

2.5 Tipologi Klassen

Menurut Widodo (2006) Teknik Tipologi Klassen dapat digunakan

untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan

sektoral daerah. Menurut Tipologi Klassen, masing-masing sektor

ekonomi di daerah dapat diklasifikasikan sebagai sektor prima,

berkembang, potensial dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan

pengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi

PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen,

suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu :

Sektor Prima

Sektor Potensial

Sektor Berkembang

Sektor Terbelakang

Penentuan kategori suatu sektor ke dalam 4 kategori di atas

didasarkan pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya dan rerata

besar kontribusi sektoralnya terhadap PDRB, seperti pada Tabel 1

berikut.

Tabel 1. Matriks Tipologi Klassen.

Rerata Kontribusi

Sektoral

Y sektor ≥ Y PDRB Y sektor ≥ Y PDRB

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

terhadap PDRB

Rerata Laju

Pertumbuhan

Sektoral

r sektor ≥ r PDRB Sektor Prima Sektor Berkembang

r sektor < r PDRB Sektor Potensial Sektor Terbelakang

Keterangan :

Ysektor = nilai Sektor ke i

YPDRB = rata-rata PDRB

rsektor = laju pertumbuhan sektor ke i

rPDRB = laju Pertumbuhan PDRB

sedangkan matriks pengembangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Pengembangan

Jangka Pendek

(1-5 tahun)

Jangka Menengah

(5-10 tahun)

Jangka Panjang

(10-25 tahun)- Sektor Prima - Berkembang

menjadi sektor

prima

- Terbelakang

menjadi sektor

berkembang

- Berkembang menjadi

sektor prima

Sumber : Widodo, 2006.

Untuk periode jangka pendek bagaimana mengupayakan sektor

kegiatan ekonomi dalam kategori potensial diupayakan untuk menjadi

sektor prima dengan mendorong pertumbuhannya lebih cepat lagi. Jangka

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

menengah, mengupayakan sektor dalam kategori berkembang menjadi

sektor prima dengan memperbesar kontribusi terhadap perekonomian

daerah. Jangka panjang, mengupayakan sektor berkembang yang tadinya

berasal dari sektor terbelakang menjadi sektor prima.

2.6 Kesenjangan Ekonomi Wilayah

Kesenjangan pembangunan ekonomi antarwilayah merupakan fenomena

umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah.

Ketimpangan ini padaa awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan

kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang

terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini,

kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu

tidaklah mengherankan bilamana setiap daerah biasanya terdapat

wilayah relative maju (developed region) dan wilayah relative

terbelakang (underdeveloped region).

Menurut Rostow dan Hirschman (Jhingan, 2000:65) mengemukakan

konsep pertumbuhan tidak berimbang. Hirchman memiliki paham bahwa

perkembangan seharusnya tidak seimbang. Perkembangan terjadi

karena ada sektor yang berkembang lebih pesat dari sektor lainnya.

Sektor baru, dengan harapan dapat memenuhi permintaan sektor

sebelumnya, berkembang lebih pesat melebihi sektor semula,

demikian seterusnya. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah

ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah

dalam suatu wilayah yang akan menyebabkan ketimpangan tingkat

pendapatan per kapita antar daerah. Analisis untuk menghitung

ketimpangan regional dengan menggunakan indeks ketimpangan

Williamson dan indeks ketimpangan Entropi Theil (Kuncoro,

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

2004:87).

Williamson menjelaskan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar

daerah yang semakin membesar disebabkan oleh: pertama, adanya

migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif dan pada

umumnya para migran tersebut lebih terdidik, mempunyai

keterampilan cukup tinggi, dan masih produktif. Kedua, adanya

migrasi kapital antardaerah, adanya proses aglomerasi pada daerah

lain sehingga berakibat pada terjadinya aliran kapital ke daerah

yang memang telah terlebih dahulu maju. Ketiga, adanya pembangunan

sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat

mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih

besar. Keempat, kurangnya keterkaitan antar daerah dapat

menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan

yang berdampak pada semakin besarnya kesenjangan/ketimpangan yang

terjadi (dalam Restiatun, 2009:86-87).

Terjadinya kesenjangan pembangunan antarwilayah ini

selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi yang

ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan

masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan

ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek disparitas pembangunan

ekonomi antarwilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi

kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah

(Sjafrizal, 2012).

Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antar Kabupaten yang

terjadi di Provinsi Bali dapat dianalisi dengan menggunakan indeks

ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan indeks

ketimpangan Williamson. Indeks ketimpangan regional ini

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

diformulasikan (Sjafrizal, 1997) sebagai berikut:

IW=√∑i=0

n(Yi−Y )2(fin )

Y

Keterangan:

Yi = PDRB per kapita di kabupaten i

Y = PDRB rata-rata per kapita di Provinsi

fi = jumlah penduduk kabupaten i

n = jumlah penduduk Provinsi

Formula indeks Williamson menggunakan PDRB perkapita dan jumlah

penduduk dimana nilai yang diperoleh antara nol dan satu atau

(0<W<1). Dengan indikator bahwa apabila angka indeks ketimpangan

Williamson semakin mendekati nol maka menunjukan ketimpangan yang

semakin kecil dan bila angka indeks menunjukan semakin jauh dari nol

maka akan menunjukkan ketimpangan yang makin lebar.

Emilia dan Imelia (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor

penyebab disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi adalah:

1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan

pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi

tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan daerah yang tingkat

konsentrasi ekonomi rendah cenderung mempunyai tingkat pembangunan

dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

2. Alokasi Investasi

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar

menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi

dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi disuatu

wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat

perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan

kegiatan ekonomi yang produktif.

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antarwilayah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja

dan kapital antarwilayah merupakan penyebab terjadinya ketimpangan

ekonomi regional. Hubungan antara faktor produksi dan disparitas

pembangunan atau pertumbuhan antarwilayah dapat di jelaskan dengan

pendekatan mekanisme pasar. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan

menyebabkan perbedaan pendapatan perkapita antarwilayah dengan asumsi

bahwa mekanisme pasar output atau input bebas.

4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antarwilayah

Menurut kaum klassik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA

akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah

yang miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk

pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan

fakor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM.

5. Perbedaan Kondisi Demografi Antarwilayah

Disparitas (ketimpangan) Ekonomi Regional di Indonesia juga

disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antarwilayah. Terutama

dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan

penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja.

Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan

potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong

bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik,

disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi

produksi.

6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antarwilayah

Kurang lancarnya perdagangan antardaerah (intra-trade) merupakan

unsur menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya

Intra-trade disebabkan Keterbatasan transportasi dan komunikasi.

Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui sisi

permintaan dan sisi penawaran. Sisi permintaan kelangkaan akan barang

dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar terhadap

kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang jasa

tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input

antara, bahan baku atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan

ekonomi suatu wilayah akan lumpuh dan tidak beroperasi optimal.

Kuncoro (2002) mengemukakan dispartasi mengacu pada standar

hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab disparitasi

(kesenjangan) antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah

awal (endowment factor). Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat

pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga

menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah

tersebut (Sukirno,2003).

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi analisis ditentukan secara purposive atau sengaja,

yaitu di daerah Kabupaten Lebong. Alasan penentuan lokasi analisis

ini adalah karena wilayah ini memiliki ke lima subsektor pertanian

yang sesuai untuk dianalisis.

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam praktikum ini yaitu data

sekunder yaitu jenis data yang telah dikumpulkan oleh lembaga

pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.

(Mudrajad Kuncoro,2004,127). Dalam analisis ini data yang digunakan

adalah data yang berkala (time series) yang berasal dari data

perpustakaan BPS Provinsi Bengkulu, yaitu:

1. Data PDRB subsektor pertanian atas harga konstan tahun 2009 -2013

di Kabupaten Lebong dan Provinsi Bengkulu.

2. Data jumlah produksi subsektor tanaman bahan pangan di Kabupaten

Lebong dan Provinsi Bengkulu.

3. Data PDRB subsektor pertanian atas harga konstan tahun 2009 dan

2013 di Kabupaten lebong dan Provinsi Bengkulu.

4. Data Pertumbuhan PDRB subsektor pertanian atas dasar harga

konstan tahun 2013 di Kabupaten Lebong dan Provinsi Bengkulu.

5. Data Kontribusi PDRB subsektor pertanian atas dasar harga konstan

tahun 2013 di Kabupaten Lebong dan Provinsi Bengkulu.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

6. Data PDRB subsektor pertanian atas harga konstan tahun 2009-2013

di Kabupaten Lebong,Kabupaten Muko-Muko,dan Kabupaten Rejang

Lebong serta Jumlah Penduduk di Provinsi Bengkulu.

7. Data Jumlah Penduduk tahun 2009-2013 di Kabupaten

Lebong,Kabupaten Muko-Muko,dan Kabupaten Rejang Lebong serta

Jumlah Penduduk di Provinsi Bengkulu.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Analisis Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggulan

3.3.1.1 Analisis Subsektor Pertanian Unggulan

Metode yang digunakan untuk analisis subsektor pertanian adalah

metode Location Quotient (LQ). Location Quotient adalah suatu perbandingan

tentang besarnya peranan subsektor secara provinsi. Rumusnya adalah

sebagai berikut :

LQ=Vi/VtYi/Yt

Dimana :

Vi = Jumlah PDRB subsektor Pertanian i Kabupaten Lebong

Vt = Jumlah total PDRB seluruh subsektor Kabupaten Lebong

Yi = Jumlah PDRB subsektor Pertanian i Provinsi Bengkulu

Yt = Jumlah total PDRB seluruh subsektor Provinsi Bengkulu

Kriteria yang ada adalah :

a. Jika LQ > 1 menunjukkan bahwa daerah yang dianalisis lebih

terspesialisasi dalam aktivitas tersebut dibandingkan dengan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

seluruh daerah dalam hal ini mengimplementasikan bahwa daerah

yang diselidiki mempunyai potensi ekspor untuk memenuhi kebutuhan

lainnya.

b. Jika LQ < 1 maka peranan subsektor itu didaerah tersebut lebih

kecil dari peranan subsektor tersebut secara provinsi.

c. Jika LQ = 1 maka subsektor-subsektor tersebut habis dikonsumsi.

3.3.1.2 Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Pertanian

Metode yang digunakan untuk analisis komoditas unggulan

subsektor pertanian adalah metode Location Quotient (LQ). Location Quotient

adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan komoditi pada

subsektor pertanian secara provinsi. Rumusnya adalah :

LQ=Vi/VtYi/Yt

Dimana :

Vi = Jumlah komoditi subsektor tanaman bahan pangan I di Kabupaten

Lebong

Vt = Jumlah total komoditi subsektor tanaman bahan pangan I di

Kabupaten Lebong..

Yi = Jumlah komoditi subsektor tanaman bahan pangan I di Provinsi

Bengkulu.

Yt = Jumlah total komoditi subsektor tanaman bahan pangan di Provinsi

Bengkulu.

Kriteria yang ada adalah :

a. Jika LQ > 1 menunjukkan bahwa daerah yang dianalisis lebih

terspesialisasi dalam pengembangan komoditi subsektor tanaman

bahan pangan tersebut.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

b. Jika LQ < 1 maka peranan komoditi subsektor tanaman bahan pangan

didaerah tersebut lebih kecil dari peranan su bsektor tersebut

secara provini.

c. Jika LQ = 1 maka komoditi subsektor tanaman bahan pangan

tersebut habis dikonsumsi.

3.3.1.3 Analisis Subsektor Unggulan dengan Metode Dynamic LQ

Metode yang digunakan untuk mengklasifikasikan subsektor basis

dan nonbasis dengan metode Dynamic LQ, secara matematis didapat dengan

rumus :

DLQ=[ (1+gij)/(1+gj)(1+Gin)/(1+Gn) ]

t

Keterangan :

DLQ : Indeks Dynamic Location Quotient sektor ke I di wilayah

analisis

gij : Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB sektor ke i di wilayah

analisis

gj : Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB di wilayah analisis

Gin : Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB sektor ke i di wilayah

acuan

Gn : Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB di wilayah acuan

T : Kurun waktu penelitian

Adapun indikator DLQ yaitu sebagai berikut :

a. DLQ > 1, artinya sektor tersebut adalah sektor basis pada

masa yang akan datang.

b. DLQ ≤ 1, artinya sektor tersebut termasuk sektor nonbasis

pada masa yang akan datang.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Perubahan posisi sektor dianalisis dengan menggunakan Location

Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ), dengan rincian sebagai

berikut (Widodo, 2006):

Metode Klasifikasi LQ > 1 dan DLQ

> 1Subsektor tetap menjadi basisdi masa sekarang maupun masayang akan datang.

LQ > 1 dan DLQ≤ 1

Subsektor tersebut mengalamiperubahan posisi dari basismenjadi nonbas

LQ ≤ 1 dan DLQ> 1

Subsektor tersebut mengalamiperubahan posisi dari basismenjadi nonbasis di masa yangakan datang.

LQ ≤ dan DLQ ≤1

Subsektor tersebut tetapmenajdi non basis di masa akandating.

3.3.2 Analisis Kinerja Subsektor-Subsektor Pertanian (dengan Metode

SS)

Analisis yang digunakan untuk menentukan kinerja subsektor-

subsektor pertanian di Kabupaten Lebong adalah analisis Shift Share

(SS). Komponen kinerja subsektor dalam analisis Shift Share meliputi

komponen pertumbuhan nasional (KPN), komponen pertumbuhan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

proporsional (KPP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (KPPW).

Dalam praktikum ini komponen pertumbuhan wilayah yang digunakan hanya

komponen pertumbuhan proporsional (KPP) dan komponen pertumbuhan

pangsa wilayah (KPPW).

Analisis komponen pertumbuhan wilayah menggunakan model analisis shift

share. Untuk melihat kinerja subsektor pertanian tersebut diperoleh

dari persamaan berikut :

KPP=Ri−RaKPPW=ri−Ri

Ri= YitYi0

Ra= YtY0

ri= yityi0

Keterangan :

KPP = Komponen Pertumbuhan Proporsional

KPPW = Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Ri – Ra = Persentase perubahan PDRB subsektor pertanian kabupaten

yang disebabkan

komponen pertumbuhan nasional.

ri – Ri = Persentase perubahan PDRB subsektor pertanian kabupaten

yang di sebabkan

komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

Yit = Subsektor ke-i pada tahun analisis wilayah acuan (kabupaten)

Yi0 = Subsektor ke-i pada tahun dasar wilayah acuan (kabupaten)

Yt = Jumlah seluruh subsektor pertanian pada tahun analisis

Y0 = Jumlah seluruh subsektor pertanian pada tahun dasar

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

yi0 = subsektor ke-i pada tahun dasar wilayah analisis (provinsi)

yit = subsektor ke-i pada tahun analisis wilayah analisis

(provinsi)

3.3.3 Analisis Prioritas Pengembangan subsektor-subsektor Pertanian

Analisis prioritas pengembangan subsektor-subsektor pertanian di

Kabupaten Lebong adalah gabungan hasil perhitungan LQ dan SS. Dengan

kriteria sebagai berikut :

a) Apabila LQ > 1, PP bernilai positif dan PPW bernilai positif,

maka subsektor pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan

utama.

b) Apabila LQ > 1, PP bernilai positif dan PPW bernilai negatif,

maka subsektor pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan

kedua.

c) Apabila LQ > 1, PP bernilai negatif dan PPW bernilai positif,

maka subsektor pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan

kedua.

d) Apabila LQ > 1, PP bernilai negatif dan PPW bernilai negative,

maka subsektor pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan

alternatif.

3.3.4 Analisis Klasifikasi subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi

Klassen

Metode yang digunakan untuk menganalisis subsektor pertanian

adalah dengan menggunakan pendekatan Tipologi Klassen. Untuk

mengetahui klasifikasi subsektor Pertanian Daerah Kabupaten Lebong

digunakan kriteria sebagai berikut :

a. Jika Ri ≥ Rn dan Ki ≥ kn : Subsektor unggul/prima

b. Jika Ri ≥ Rn dan Ki < kn : Subsektor berkembang

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

c. Jika Ri < Rn dan Ki ≥ kn : Subsektor Potensial

d. Jika Ri < Rn dan Ki < kn : Subsektor terbelakang

Dimana :

Ri : Pertumbuhan PDRB Kabupaten

Rn: Pertumbuhan PDRB Provinsi

Ki: Kontribusi PDRb Kabupaten

Kn: Kontribusi PDRB Provinsi

3.3.5 Analisis Kesenjangan Ekonomi Wilayah

Untuk menganalisis data yaitu menggunakan indeks dari Jeffery G.

Williamson atau indeks ketimpangan atau kesenjangan Wiliamson,

sebagai berikut :

IW=√∑ (Yi−Y )(fin)

YDimana :

IW = Indeks Wiliamson

Yi = PDRB perkapita Kabupaten I (Lebong, Muko-muko dan Rejang

Lebong)

Y = PDRB perkapita rata-rata Provinsi Bengkulu

Fi = Jumlah penduduk di Kabupaten i (Lebong, Muko-muko dan Rejang

Lebong)

n = Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggulan di Kabupaten Lebong

4.1.1 Subsektor Pertanian Unggulan di Kabupaten Lebong

Variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi terdapat

sembilan variabel atau sektor yang terbagi dalam sektor pertanian,

pertambangan, industry, listrik, bangunan, pedagangan, transportasi,

keuangan dan jasa-jasa. Sektor pertanian terbagi lagi dalam lima

subsektor yaitu subsektor bahan tanaman pangan, perkebunan,

perikanan, peternakan dan kehutanan.

Variabel yang menjadi acuan dalam melihat subsektor pertanian

uanggulan di Kabupaten Lebong adalah terkhusus kepada lima subsektor

pertanian saja. Dalam hitungan LQ apabila nilai LQ > 1 maka subsektor

tersebut merupakan sektor unggulan dan dapat menghasilkan barang dan

jasa yang dapat diekspor ke daerah lain dan dapat memenuhi daerahnya

sendiri. Sedangkan apabila LQ < 1 maka, subsektor tersebut tidak

termasuk dalam sektor unggulan, karena sektor tersebut hanya mampu

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Apabila besarnya LQ = 1, maka

pangsa pasar derah tersebut sebanding dengan pangsa daerah yang lebih

luas (Provinsi Bengkulu) sehingga tidak bisa dijadikan sektor

unggulan.

Subsektor yang besar LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga dapat

mendorong perekonomian daerah. Untuk mengetahui besarnya nilai LQ

masing-masing subsektor di Kabupaten Lebong digunakan PDRB atas dasar

harga konstan subsektor pertanian dari tahun 2009 sampai 2013.

Dapat dilihat dari nilai LQ > 1 pada tahun 2009 sampai 2013

hanya ada 1 subsektor yang dapat diunggulkan atau subsektor basis di

Kabupaten Lebong, yaitu subsektor Tanaman Bahan Pangan. Sedangkan

empat subsektor lainnya sejak tahun 2009 sampai dengan 2013 belum

pernah sekalipun menjadi sektor unggulan di Kabupaten Lebong. Ke

empat subsektor tersebut yaitu subsektor perkebunan, peternakan,

perikanan, dan kehutanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada

tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis LQ Subsektor Pertanian Unggulan Kabupaten

Lebong Tahun 2009-2013

Tahun Subsektor *)

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Tanaman

Bahan

Pangan

Perkebun

an

Peternaka

n

Perikanan Kehutanan

2009 1,44676869

5

0,723651

927

0,5044540

72

0,5597656

05

0,0841121

132010 1,46279124 0,702315

474

0,4791153

59

0,5788869

86

0,0816646

312011 1,47871245

9

0,676908

108

0,4785100

69

0,6027754

09

0,0808973

552012 1,50714835

2

0,657047

319

0,4663696

97

0,6166071

42

0,0808781

022013 1,55276141

2

0,631765

386

0,4502926

57

0,6186285

89

0,0796525

52Rata-

Rata

1,48963643

2

0,678337

643

0,4757483

71

0,5953327

46

0,0814409

51Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Berdasarkan tabel 1. subsektor tanaman bahan pangan dari tahun

2009 sampai tahun 2013 selalu mengalami peningkatan. Peningkatan

tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,05 terhadap tahun

2013. Berdasarkan kondisi ini dapat disimpulakan bahwa subsektor yang

menjadi subsektor basis atau unggulan merupakan subsektor kuat

disebabkan nilai LQnya yang lebih dari satu (LQ<1). Hal tersebut

merupakan konsekuensi dari perluasan lahan pertanian di Kabupaten

Lebong dan menunjukkan bahwa subsektor tersebut potensial dalam

menunjang kecenderungan ekspor ke daerah (kabupaten) lain. Sedangkan

yang menajadi subsektor non basis yaitu subsektor-subsektor yang

nilai LQnya kurang dari satu (LQ<1) sehingga menyebabkan subsektor-

subsektor ini mempunyai kecenderungan untut impor dari daerah

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

(kabupaten) lain. Oleh karena itu, dengan adanya ekspor maka

Kabupaten Lebong akan memperoleh pendapatan. Dengan adanya arus

pendapatan dari luar kabupaten ini menyebabkan kenaikan konsumsi dan

investasi pertanian di Kabupaten Lebong.

4.1.2 Komoditas-komoditas unggulan subsektor Kabupaten Lebong

Variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor pertanian

terdapat dalam lima subsektor yaitu tanaman bahan pangan, perkebunan,

perikanan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Setiap subsektor

pertanian tersebut memiliki komoditas yang berbeda-beda. Menurut

hasil LQ > 1, subsektor unggulan di Kabupaten Lebong yaitu subsektor

tanaman bahan pangan. Subsektor ini terbagi dalam empat komoditi

pertanian yaitu padi sawah dan padi ladang, palawija, sayur-sayuran

dan buah-buahan. Dari hasil perhitungan LQ, yang menjadi komoditi

unggulan dalam subsektor tanaman bahan pangan tahun 2009 sampai 2013

yaitu komoditi padi sawah dan padi ladang dengan besar LQ lebih dari

1 (LQ > 1), dimana rata-rata LQnya adalah 1,72. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada table.4

Tabel 4. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Bahan Pangan Unggulan

Kabupaten Lebong Tahun 2009-2013 (Jumlah Produksi)

TahunKomoditi Subsektor Tanaman Bahan Pangan

PS & PL Palawija Buah-buahan Sayuran

2009 1,865279725 0,061230319 1,156398684 0,03417935

32010 0,9860593 0,083937625 0,416760971 1,52723395

62011 1,910225079 0,237704899 0,614266074 0,18999825

5

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

2012 2,028631779 0,034572313 0,245792181 0,02268961

22013 1,833502987 0,08956879 1,071712148 0,02365008

5Rata-

Rata

1,724739774 0,101402789 0,700986012 0,35955025

2

Sumber : BPS Provinsi Bengkul, Kabupaten Lebong dalam Angka Tahun 2009-2010 (data

diolah)

Berdasarkan tabel 2. pada tahun 2009 komoditi padi sawah dan

ladang sudah menjadi komoditi unggulan akan tetapi mengalami

penurunan pada tahun 2010 sehingga komoditi padi sawah dan ladang

tidak termasuk dalam komoditi unggulan. Namun, pada tahun 2011

mengalami kenaikan kembali dan menjadi komoditi unggulan di Kabupaten

Lebong. Pada tahun 2012 komoditi padi sawah dan ladang mengalami

kenaikan yang cukup meningkat dari tahun 2011 yaitu LQ sebesar 2,02,

namun mengalami penurunan kembali pada tahun 2013 yaitu LQ sebesar

1,83 .

Dari hasil rata-rata LQ, komoditi padi sawah dan ladang tetap

menjadi komoditi unggulan (LQ > 1) di Kabupaten Lebong yaitu sebesar

1,72. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Lebong mampu mengekspor

produksi padi ladang dan sawah ke daerah (kabupaten) lain dan

mencukupi kebutuhan padi sawah dan ladang di daerah itu sendiri.

Sedangkan untuk komoditi tidak unggul (LQ < 1) yaitu buah-buahan,

sayur-sayuran dan palawija, Kabupaten Lebong hanya mencukupi daerah

sendiri dan cenderung mengimpor dari daerah (kabupaten) lain.

4.1.3 Penentuan Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic LQ

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Penentuan komoditas unggulan dengan metode dynamic LQ bertujuan

untuk mengidentifikasi perubahan posisi subsektor pertanian pada masa

sekarang dan yang akan datang. Identifikasi perubahan posisi

subsektor pertanian di Kabupaten Lebong tersebut lebih jelas dapat

pada table. 5 berikut.

Tabel 5. Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic LQ

Subsektor

Pertanian

Rata-rata LQ Rata-rata DLQ

Tanaman Bahan

Pangan

1,49 4,60

Perkebunan 0,68 0,06Peternakan 0,48 0,06Perikanan 0,60 1519,56Kehutanan 0,08 0,39

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Dari hasil perhitungan dengan metode dynamic LQ dapat dilihat

bahwa subsektor tanaman bahan pangan tetap menjadi basis baik dimasa

sekarang maupun dimasa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari

nilai LQ lebih besar 1 dan DLQ lebih besar 1. Untuk subsektor

perkebunan, peternakan dan kehutanan tetap menjadi non basis baik

dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang karena nilai LQ kurang

dari 1 dan DLQ kurang dari 1. Sedangkan subsektor perikanan dapat

mengalami perubahan posisi dari nonbasis menjadi basis dimasa yang

akan datang karena nilai LQ kurang dari 1 dan DLQ lebih dari 1.

4.2 Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong

Perhitungan komponen SS PDRB subsektor pertanian kab/kota lebong

atas dasar harga konstan tahun 2009 dan tahun 2013.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Tabel 6. Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong

Subsektor

Pertanian

KPN KPP KPPW Pergeseran Bersih(BB)

(Ra-1) (Ri-Ra)

(ri-Ri) KPP+KPPW)

Mak 0.184981

-0.05966

0.135063 0.075404938

Keb 0.184981

0.11985

-0.11605

0.003798742

Ter 0.184981

0.066276

-0.08568

-0.0194047

Ik 0.184981

-0.12535

0.162448 0.037100289

Hut 0.184981

-0.16065

-0.01205

-0.172695759

Jumlah 0.924903

-0.15953

0.083732 -0.075796489

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Shift Share adalah salah satu alat analisis untuk

mengidentifikasi sumber ekonomi dari sisi tenaga kerja atau

pendapatan suatu wilayah tertentu. Analisis Shift Share ini

menggunakan dua titik periode data misal untuk menganalisis dari segi

pendapatan daerah kita dapat mengambil PDRB pada tahun 2009 sampai

2013. Shift Share ini berguna untuk melihat perkembangan wilayah

terhadap wilayah yang lebih luas misal perkembangan kabupaten

terhadap propinsi atau propinsi terhadap nasional. Dengan Shift Share

dapat diketahui perkembangan sektor - sektor dibanding sektor lainnya

serta dapat membandingkan laju perekonomian disuatu wilayah.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Ada 2 komponen pertumbuhan wilayah yang dijadikan alat untuk

mengukur pertumbuhan subsektor pertanian, yaitu: 1. Komponen

Pertumbuhan Proporsional (KPP), Pergeseran yang menunjukkan perubahan

relatif (naik/turun) kinerja suatu sektor di Kabupaten Lebong

terhadap sektor yang sama Propinsi Bengkulu. Jika nilai pergeseran

positif, berarti subsektor tersebut di Kabupaten Lebong lebih cepat

kinerja pertumbuhannya dibanding subsektor yang sama di subsektor

provinsi Bengkulu. Jika nilai pergeseran negatif, berarti subsektor

tersebut di Kabupaten Lebong lebih lambat kinerja pertumbuhannya

dibanding subsektor yang sama di subsektor provinsi Bengkulu. 2.

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW), Pergeseran yang

menunjukkan tingkat daya saing suatu subsektor tertentu di Kabupaten

Lebong dibanding tingkat propinsi Bengkulu. Jika nilai pergeseran

positif, berarti subsektor tersebut di Kabupaten Lebong lebih berdaya

saing dibanding subsektor yang sama di subsektor provinsi Bengkulu.

Jika nilai pergeseran negatif, berarti subsektor tersebut di

Kabupaten Lebong kurang berdaya saing dibanding subsektor yang sama

di subsektor provinsi Bengkulu.

Berdasarkan Data perhitungan tabel shiftshare (ss) didapat nilai

KPP bahan Pangan sebesar -0.05966 (bernilai negatif) yang artinya

kinerja subsektor bahan pangan di kabupaten lebong pertumbuhannya

lebih lambat dibandingkan dengan subsektor bahan pangan di provinsi

Bengkulu ;KPP subsektor perkebunan sebesar 0,11985 (bernilai positif)

yang artinya kinerja subsektor perkebunan di kabupaten lebong

pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan subsektor perkebunan

di provinsi Bengkulu ; KPP subsektor peternakan sebesar 0,066267

(bernilai positif) yang artinya kinerja subsektor peternakan di

kabupaten lebong pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

subsektor peternakan di provinsi Bengkulu ; KPP subsektor perikanan

sebesar -0,12535 (bernilai negatif) yang artinya kinerja subsektor

perikanan di kabupaten lebong pertumbuhannya lebih lambat

dibandingkan dengan subsektor perikanan di provinsi Bengkulu ;KPP

subsektor Kehutanan sebesar -0,16065 (bernilai negatif) yang artinya

kinerja subsektor Kehutanan di kabupaten lebong pertumbuhannya lebih

lambat dibandingkan dengan subsektor Kehutanan di provinsi Bengkulu.

Berdasarkan data perhitungan tabel shiftshare (ss) didapat nilai

KPPW bahan Pangan sebesar 0,135063 (bernilai positif) yang artinya

subsektor bahan pangan di kabupaten lebong pertumbuhan sumberdayanya

lebih berdaya saing dibandingkan dengan subsektor bahan pangan di

provinsi Bengkulu ; KPPW subsektor perkebunan sebesar -0,11605

(bernilai negatif) yang artinya subsektor perkebunan di kabupaten

lebong pertumbuhan sumberdayanya kurang berdaya saing dibandingkan

dengan subsektor perkebunan di provinsi Bengkulu ; KPPW subsektor

peternakan sebesar -0,08568 (bernilai negatif) yang artinya subsektor

peternakan di kabupaten lebong pertumbuhan sumberdayanya kurang

berdaya saing dibandingkan dengan subsektor peternakan di provinsi

Bengkulu ; KPPW Perikanan sebesar 0,162448 (bernilai positif) yang

artinya subsektor Perikanan di kabupaten lebong pertumbuhan

sumberdayanya lebih berdaya saing dibandingkan dengan subsektor

Perikanan di provinsi Bengkulu ; KPPW subsektor Kehutanan sebesar -

0,01205 (bernilai negatif) yang artinya subsektor perkebunan di

kabupaten lebong pertumbuhan sumberdayanya kurang berdaya saing

dibandingkan dengan subsektor perkebunan di provinsi Bengkulu.

Maka KPP yang bernilai positif dari subsektor pertanian di

kabupaten lebong adalah Perkebunan dan Peternakan.KPP yang bernilai

negatif dari subsektor pertanian di kabupaten lebong adalah Bahan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Pangan,Perikanan,dan Kehutanan.Sedangkan KPPW yang bernilai positif

dari subsektor pertanian di kabupaten lebong adalah Bahan Pangan dan

Perikanan. KPPW yang bernilai negatif dari subsektor pertanian di

kabupaten lebong adalah Perkebunan,Peternakan,dan Kehutanan.

4.3 Klasifikasi Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong

Menurut Tipologi Klassen

Hasil perhitungan laju pertumbuhan subsektor dan kontribusi

terhadap PDRB Kabupaten Lebong dan Provinsi Bengkulu selanjutnya

dibandingkan untuk memperoleh posisi subsektor tersebut dalam

klasifikasi Tipologi Klassen. Dan kriteria dalam pengklasifikasian

tipologi klassen adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Klasifikasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi

Klassen.

Kontribusi PDRB

Pertumbuhan PDRBKi ≥ Kn Ki ≤ Kn

Ri ≥ Rn Unggul atau Prima BerkembangRi ≤ Rn Potensial Terbelakang

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Keterangan :

Ri = Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebong

Rn = Pertumbuhan PDRB Provinsi Bengkulu

Ki = Kontribusi PDRB Kabupaten Lebong

Kn = Kontribusi PDRB Provinsi Bengkulu.

Dari hasil perhitungan didapat bahwa hasil klasifikasi subsektor

pertanian di Kabupaten Lebong adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Hasil Klasifikasi Subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

tahun 2013 Berdasarkan Tipologi Klassen.

No Subsektor Pertanian Klasifikasi

1 Tanaman Bahan Pangan Unggul atau Prima2 Perkebunan Potensial3 Peternakan Terbelakang4 Kehutanan Potensial5 Perikanan Berkembang

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Berdasarkan hasil pada tabel 5, bahwa di Kabupaten Lebong

klasifikasi untuk subsektor-subsektor pertaniannya adalah sebagai

berikut :

a.Subsektor Tanaman Bahan Pangan

Subsektor tanaman bahan pangan merupakan subsektor yang unggul

atau prima di Kabupaten Lebong, dimana pertumbuhan PDRB (Ri

kab.Lebong ) 5,78% lebih besar dari pada pertumbuhan PDRB (Rn

prov.Bengkulu) 1,54% dan kontribusi PDRB (Ki kab. Lebong) 53,73%

lebih besar dari kontribusi PDRB (Kn Prov. Bengkulu) 19,58%.

b.Subsektor Perkebunan

Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang potensial di

Kabupaten Lebong, dimana pertumbuhan PDRB (Ri kab.Lebong ) 5,02%

lebih kecil dari pada pertumbuhan PDRB (Rn prov.Bengkulu) 8,01%

dan kontribusi PDRB (Ki kab. Lebong) 17,81% lebih besar dari

kontribusi PDRB (Kn Prov. Bengkulu) 8,86%.

c.Subsektor Peternakan

Subsektor peternakan merupakan subsektor yang terbelakang di

Kabupaten Lebong, dimana pertumbuhan PDRB (Ri kab.Lebong ) 4,02%

lebih kecil dari pada pertumbuhan PDRB (Rn prov.Bengkulu) 6,54%

dan kontribusi PDRB (Ki kab. Lebong) 2,89% lebih kecil dari

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

kontribusi PDRB (Kn Prov. Bengkulu) 4,15%.

d.Subsektor Kehutanan

Subsektor kehutanan merupakan subsektor yang berkembang di

Kabupaten Lebong, dimana pertumbuhan PDRB (Ri kab.Lebong ) 3.01%

lebih besar dari pada pertumbuhan PDRB (Rn prov.Bengkulu) 0,68%

dan kontribusi PDRB (Ki kab. Lebong) 0,20% lebih kecil dari

kontribusi PDRB (Kn Prov. Bengkulu) 1,18%.

e.Subsektor Perikanan

Subsektor perikanan merupakan subsektor yang potensial di

Kabupaten Lebong, dimana pertumbuhan PDRB (Ri kab.Lebong ) 0,30%

lebih kecil dari pada pertumbuhan PDRB (Rn prov.Bengkulu) 1,53%

dan kontribusi PDRB (Ki kab. Lebong) 4,86% lebih besar dari

kontribusi PDRB (Kn Prov. Bengkulu) 4,56%.

Sedangkan untuk melihat perkembangan subsektor pertanian tersebut

digambarkan pada grafik posisi perkembangan subsektor pertanian

menurut Tipologi Klassen yaitu pada gambar 1.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Gambar 1. Posisi Perkembangan Perekonomian Subsektor Pertanian di Kabupaten

Lebong menurut Tipologi Klassen.

Dari grafik Tipologi Klassen dapat dilihat bahwa ada dua

subsektor yang tergolong subsektor yang cepat maju dan cepat

berkembang dilihat dari perekonomiannya yaitu subsektor tanaman bahan

makanan dan perkebunan. Subsektor yang tergolong ke dalam

perekonomian cepat maju dan cepat berkembang adalah subsektor yang

memiliki nilai pertumbuhan dan nilai kontribusi PDRB di atas rata-

rata wilayah acuan (Kuadran I). Subsektor tanaman bahan makanan yang

tergolong dalam subsektor prima atau unggul, juga merupakan subsektor

yang cepat maju dan cepat berkembang di Kabupaten Lebong, sedangkan

subsektor perkebunan yang merupakan subsektor potensial diketahui

melalui grafik bahwa pertumbuhannya juga tegolong cepat maju dan

cepat berkembang.

Untuk pertumbuhan subsektor perekonomian yang maju tetapi

tertekan yaitu subsektor peternakan yang melalui analisis pertumbuhan

dan kontribusi PDRBnya merupakan subsektor yang terbelakang. Dalam

hal ini subsektor peternakan termasuk kedalam subsektor yang memiliki

pertumbuhan maju tapi tertekan artinya, subsektor ini pertumbuhan

perekonomiannya cenderung netral atau diatas rata-rata wilayah acuan,

namun masih sulit untuk lebih dikembangkan di Kabupaten Lebong

sehingga subsektor ini diklasifikasikan ke dalam subsektor

terbelakang.

Untuk pertumbuhan perekonomian subsektor pertanian di Kabupaten

Lebong, tidak ada yang tergolong ke dalam berkembang cepat. Hal ini

terlihat bahwa di Kabupaten Lebong tidak ada subsektor yang memiliki

nilai di atas rata-rata nilai kontribusi PDRB wilayah acuan dan

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

dibawah rata-rata pertumbuhan PDRB wilayah acuan.

Untuk pertumbuhan perekonomian subsektor pertanian yang

tergolong relatif tertinggal yaitu subsektor perikanan dan kehutanan.

Hal ini dapat dilihat melalui grafik, bahwa nilai pertumbuhan dan

kontribusi PDRB kedua subsektor tersebut berada dibawah nilai rata-

rata pertumbuhan dan nilai rata-rata kontribusi PDRB wilayah acuan.

Walau dibandingkan dengan klasifikasi subsektor perikanan yaitu

berkembang, namun pertumbuhan perekonomian subsektor ini masih

relatif tertinggal. Hal ini dapat terjadi karena di Kabupaten Lebong

subsektor perikanan tidak dapat mencukupi kebutuhan para konsumennya.

Untuk subsektor kehutanan yang diklasifikasikan potensial juga masih

dalam pertumbuhan perekonomian relatif tertinggal. Hal ini

menunjukkan bahwa subsektor kehutanan memiliki potensi (berpotensial)

untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya di Kabupaten Lebong.

4.4 Indeks Kesenjangan Ekonomi antar Daerah Kabupaten Lebong,

Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Rejang Lebong

Besar kecilnya ketimpangan PDRB perkapita antar daerah di

Provinsi Bengkulu memberikan gambaran tentang kondisi dan

perkembangan pembagunan di Provinsi Bengkulu. Untuk memberikan

gambaran yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan pembangunan

daerah di Provinsi Bengkulu, akan dibahas pemerataan PDRB perkapita

antar Kabupaten yang dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan

Wiliamson. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. sebagai berikut :

Tabel 9. Indeks Williamson Wilayah Pembangunan di Provinsi Bengkulu

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

tahun 2009-2013

TahunIW

26=25/102009 0,229620792010 0,289912912011 0,301997542012 0,311647082013 0,31881844

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data diolah)

Angka indeks ketimpangan Williamson yang semakin kecil atau

mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau makin

merata. Sebaliknya bila angka yang ada semakin mendekati satu berarti

terjadi ketimpangan yang semakin besar.

Tabel 6. menunjukkan angka indeks ketimpangan PDRB perkapita

antar daerah kabupaten tahun 2009 – 2013. Ketimpangan yang terjadi

antar kabupaten mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar. Namun

dapat dilihat bahwa peningkatan tersebut dapat di prediksi pada

tahun-tahun berikutnya mungkin akan semakin mendekati satu. Hal ini

berarti pada setiap kabupaten pembangunan perekonomian di tiap

wilayah tidak merata. Hal ini juga dapat dilihat bahwa saat ini

Kabupaten Muko-muko merupakan kabupaten yang tingkat pembangunannya

lebih cepat dibandingkan dengan Kabupaten Lebong atau Kabupaten

Rejang Lebong.

BAB V

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1 Kesimpulan

Dari semua analisis yang dilakukan dipraktikum Perencenaan

Pembangunan Wilayah Pertanian dengan Daerah Analisis Kabupaten

Lebong, Acuan Provinsi Bengkulu , dan Daerah Pembanding Kabupaten

Muko-Muko serta Kabupaten Rejang Lebong dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Dari angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 selama kurun

waktu 2009 sampai 2013 dapat diketahui bahwa subsektor pertanian

yang menjadi unggulan di Kabupaten Lebong dengan ketentuan LQ

lebih dari 1 yaitu subsektor tanaman bahan pangan. Sedangkan ke

empat subsektor lainnya menjadi subsektor tidak unggul.

2. Komoditi unggulan subsektor tanaman bahan pangan di Kabupaten

Lebong dari tahun 2009 sampai 2013 yaitu komoditi padi sawah dan

padi ladang. Sedangkan tiga komoditi lainnya menjadi subsektor

tidak unggul.

3. Subsektor tanaman bahan pangan tetap menjadi basis baik dimasa

sekarang maupun dimasa yang akan datang. Karena LQ lebih dari 1

dan DLQ lebih dari 1. Subsektor perkebunan, peternakan, dan

kehutanan tetp menjadi nonbasis baik di masa sekarang dan masa

yang akan datang, karena nilai LQ kurang dari 1 dan DLQ kurang

dari 1. Sedangkan susektor perikanan dapat mengalami perubahan

posisi dari non basis menjadi basis di masa yang akan datang,

kerena nilai LQ kurang dari 1 dan DLQ lebih dari 1.

4. Berdasarkan Data perhitungan tabel shiftshare (SS) didapat hasil

kinerja dari subsektpr-subsektor terhadap nilai KPP dan KPPW.

Kinerja subsektor pertanian dilihat dari KPP yang bernilai

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

positif dari subsektor pertanian di Kabupaten Lebong adalah

Perkebunan dan Peternakan kedua subsektor tersebut mengalami

pertumbuhan lebih cepat dibanding subsektor yang lain. Begitu

juga KPP yang bernilai negatif dari subsektor pertanian di

Kabupaten Lebong adalah Bahan Pangan,Perikanan,dan Kehutanan

ketiga subsektor tersebut dikatagorikan mengalami kinerja

pertumbuhan yang sangat lambat dibanding subsektor yang lain.

Sedangkan KPPW yang bernilai positif dari subsektor pertanian di

Kabupaten Lebong adalah Bahan Pangan dan Perikanan kedua

subsektor tersebut lebih berdaya saing terhadap subsektor yang

lain dan KPPW yang bernilai negatif dari subsektor pertanian di

Kabupaten Lebong adalah Perkebunan,Peternakan,dan Kehutanan

ketiga subsektor tersebut mengalami daya saing yang kurang

terhadap subsektor yang lain.

5. Berdasarkan data Analisis LQ yang didapat dari praktikum

sebelumnya yaitu subsektor yang memiliki nilai LQ yang lebih yang

lebih dari satu ( LQ > 1) atau subsektor yang dapat diunggulkan

di Kabupaten Lebong, yaitu subsektor Tanaman Bahan Pangan saja.

Dari tabel karakteristik prioritas pengembangan subsektor

pertanian didapat hubungan subsektor bahan pangan dengan KPP

bernilai negatif dan KPPW bernilai positif sehingga prioritas

pengembangan untuk bahan pangan berada di urutan kedua. Maka

tidak ada subsektor pertanian yang menjadi prioritas pengembangan

yang utama di kabupaten Lebong .

6. Berdasarkan analisis tipologi klassen,Subsektor-subsektor

pertanian yang diamati pada Kabupaten Lebong dan Provinsi

Bengkulu, Subsektor yang unggul/prima yaitu Tabama (tanaman bahan

pangan), Subektor Potensial yaitu Perkebunan dan Kehutanan,

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Subsektor Berkembang yaitu Perikanan dan Subsektor Terbelakang

yaitu Peternakan

7. Nilai Indeks Williamson mengandung arti bahwa ketimpangan atau

kesenjangan yang terjadi di tiga kabupaten yaitu Kabupaten

Lebong, Kabuaten Muko-muko dan Kabupaten Rejang Lebong semakin

membesar atau semakin tidak merata.

5.2 Implikasi Kebijakan

Pemerintah Kabupaten Lebong dalam hal ini selaku penggerak

pembangunan daerah agar dapat memberikan perhatian terhadap

subsektor-subsektor dan komoditi yang mempunyai keunggulan kompetitif

sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap pertumbuhan PDRB.

Pemerintah Kabupaten Lebong dalam hal ini selaku penggerak

pembangunan daerah juga harus dapat memberikan perhatian terhadap

subsektor-subsektor yang mengalami pertumbuhan sangan lambat demi

kinerja suatu subsektor dalam memajukan perekonomian pada subsektor

tersebut dan subsektor yang mempunyai kinerja pertumbuhan cepat

diharapkan tetap bertahan dan lebih memprioritaskan subsektor

tersebut di dalam menumbuhkan perekonomian masayarakat sehingga dapat

memberikan nilai tambah terhadap pertumbuhan PDRB.

Sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong, harus memperhatikan

subsektor yang mengalami laju pertumbuhannya relatif tidak

berkembang. Untuk mengupayakan Distribusi subsektor yang dinilai

tidak berkembang mampu bersaing dengan subsektor-subsektor lainnya

untuk mempengaruhi laju pertumbuhan dengan meningkatkan pendapatan

daerah tersebut.

Dari hasil analisis yang dilakukan ternyata menunjukkan di tiga

Kabupaten pada periode 2009 – 2013 menunjukkan fakta bahwa terjadi

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

ketimpangan atas distribusi pendapatan yang semakin meningkat. Hal

ini memberikan suatu implikasi kebijakan bahwa Pemerintah khususnya

provinsi Bengkulu harus mencari suatu cara agar pemerataan pendapatan

diusahakan menjadi semakin merata.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.

BPFE, Yogyakarta.

Badan pusat statistik, 2014. Provinsi Bengkulu dalam Angka 2014.

________________, 2013. Provinsi Lebong dalam Angka 2013

Dumairy, 1996. Ekonomi Pembangunan.Jakarta: UI Pers

Emilia dan Imelia.2006. Modul Ekonomi Regional. Jurusan Ilmu Ekonomi,

FE.Universitas Jambi :

Jambi

Glasson, J. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul

Sitohang. Jakarta: LPFEUI.

Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 2

Desember 2005.

Jhingan, M.L.2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada

Miraza. B.H. 2005. Peran Kebijakan Publik dalam Perencanaan Wilayah.

Wahana

Mudrajad Kuncoro.2004.Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi,

Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Restiatum .2009.Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi Medan : PT.

Bumi Aksara.

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

Sandy. I.M. 1992. Pembangunan Wilayah. Monografi. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Sjafrizal.2012.Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia

Bagian Barat, Jurnal Buletin Prisma, Jakarta

Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi

revisi). Bumi Aksara, Jakarta.

L

A

M

LAPORAN AKHIR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN | AGB-UNIB

P

I

R

A

N