208
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN Teori, Konsep Dan Implementasi Blog : www.transinfotim.blogspot.com

Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN

Teori, Konsep Dan Implementasi

Blog : www.transinfotim.blogspot.com

ii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS iiiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Autor : Dr. Blacius Dedi, SKM., M.Kep

Editor :Dr. Luky Dwiantoro, SKp., M.Kep

Blog : www.transinfotim.blogspot.comPenerbit : Trans Info Media, Jakarta

PENTING UNTUK DIBACA . . . !PENERBITAdalah rekanan pengarang dalam menerbitkan sebuah buku. Penerbit mempunyai hak untuk menerbitkan dan mendistribusikan buku.

PENGARANGAdalah pencipta naskah buku yang menyerahkan naskah hasil karangannya kepada penerbit yang ditunjuk untuk menerbitkan hasil karyanya. Penga-rang mempunyai hak penuh atas karyanya dan mendapat imbalan berupa royalti, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan penerbit.

PEMBAJAKAdalah pihak luar yang tidak ada ikatan dengan pengarang dan penerbit dalam hal apapun, maka sangat tidak dibenarkan untuk menerbitkan dan mendistribusikan buku.Untuk menghargai dan menambah motivasi para penulis dalam meng-hasilkan karyanya untuk diterbitkan, hendaknya anda tidak menggunakan buku hasil bajakan.

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN

Teori, Konsep Dan Implementasi

Memperbanyak buku tanpa izin penerbit melanggar undang-undang hak cipta

T.19111820

iv Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS vKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan

KeperawatanTeori, Konsep Dan Implementasi

Penulis : Dr. Blacius Dedi, SKM., M.KepEditor : Dr. Luky Dwiantoro, SKp., M.KepCopy Editor : Ari M@ftuhinDesign Cover : Putri ChaniagoAnggota IKAPI, Jakarta

Diterbitkan pertama kali oleh:

CV. Trans Info MediaJl. Man 6 No. 74 Kramat Jati -- Jakarta Timur

Telp/Fax. (021) 87783328 / Hp : 0813 1164 2419E-mail : [email protected]

Facebook : Penerbit Buku Kesehatan Twitter : @BukuTimBlog : www.transinfotim.blogspot.com

Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan

sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan Pertama : 2020

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Dedi, Blacius

Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan -- Teori, Konsep Dan Implementasi / Blacius Dedi, Dr.Kep., SMK., M.Kep ; Jakarta: TIM, 2020

Ukuran Buku : 16 x 25 cm; xviii + 397 hal ISBN : 978-602-202-290-9

Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan, Buku Kepemimpinan dan manajemen

dalam pelayanan keperawatan sudat dapat diselesaikan dan di terbit-

kan. Buku ini tersusun atas dasar pengalaman penulis selama kurang lebih

20 tahun membimbing dan memberikan perkuliahan tentang kepemimpi-

nan dan manajemen pelayanan keperawatan bagi mahasiswa Diploma tiga

Keperawatan, S1 Keperawatan dan Ners, Juga dalam 6 tahun terakhir ini

dalam membantu memberikan perkuliahan pada progam S2 Keperawatan.

Tentu saja masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari kedalaman dan

keluasan konten materi dalam buku ini. Semoga buku ini berguna bagi

para pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dan para praktisi klinik.

Masukan, saran, kritikan dan usulan sangat dinantikan, guna perbaikan

buku ini pada edisi berikutnya. Terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan susunan buku kepemimpinan dan manajemen

pelayanan keperawatan ini.

Demikian yang dapat disampaikan dan disajikan, terimakasih dan salam.

Semarang, 21 November 2019

Penulis

TIM

vi Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS viiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................. v

Daftar Isi....................................................................................... vii

Daftar Gambar .............................................................................. xi

Daftar Skema ................................................................................ xii

Daftar Figur .................................................................................. xiii

Daftar Tabel .................................................................................. xv

Daftar Diagram ............................................................................. xvii

BAB 1 KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN ................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Fungsi Kepemimpinan .............................................................. 2

C. Gaya Kepemimpinan ................................................................ 4

D. Karakteristik Seorang Pemimpin ................................................ 6

E. Trend dan Issue Kepemimpinan Keperawatan di Indonesia ........... 9

F. Perbedaan Leader dan Manajer ................................................. 9

G. Karakteristik Leader dan Manajer .............................................. 10

BAB 2 KONSEP DASAR MANAJEMEN PELAYANANKEPERAWATAN .......................................................................... 15

A. Pengertian Manajemen Pelayanan Keperawatan ......................... 16

B. Fungsi-Fungsi Manajemen Pelayanan Keperawatan ..................... 17

C. Kompetensi Manajer Pelayanan Keperawatan ............................ 23

viii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS ixKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASD. Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................ 23

E. Manajemen Konflik .................................................................. 24

F. Manajemen Logistik ................................................................. 34

G. Manajemen Asuhan Keperawatan .............................................. 50

BAB 3 KAJIAN SITUASI ............................................................ 57

A. SWOT Analisis ........................................................................ 57

B. Matriks IFE dan EFE ................................................................. 58

C. Diagram Cartesius .................................................................... 61

D. Fish Bone Analisis ................................................................... 62

E. Prioritas Masalah ..................................................................... 64

F. Plan of Action ........................................................................ 77

BAB 4 KOMUNIKASI EFEKTIF SEORANG PEMIMPINDAN MANAJER .......................................................................... 79

A. Konsep Dasar Komunikasi Pelayanan Keperawatan .................... 79

B. Tahapan Komunikasi Layanan Keperawatan .............................. 79

C. Komunikasi dan Organisasi ....................................................... 80

D. Implementasi Komunikasi Efektif Pemimpin dalam Rapat ............ 81

E. Implementasi Komunikasi Efektif Pemimpin dalam

Mengelola Konflik ..................................................................... 88

F. Kasus Komunikasi Efektif Seorang Pemimpin dan Manajer .......... 97

BAB 5 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN ................................. 99

A. Model Fungsional ..................................................................... 99

B. Moduler .................................................................................. 102

C. Metode Tim ............................................................................ 103

D. Model Praktik Keperawatan Profesional ..................................... 108

BAB 6 OPERAN SIF ATAU TIMBANG TERIMA .......................... 147

A. Operan Sif dalam Keperawatan ................................................. 147

B. Jenis Metode Operan Sif Keperawatan ...................................... 148

C. Bedside Operan Sif .................................................................. 149

D. Rasionalisasi Pelaksanaan Bedside Operan Sif ............................ 150

E. Evidence Based Pelaksanaan Bedside Operan Sif ....................... 152

F. Proses Implementasi Bedside Operan Sif ................................... 153

G. Komunikasi SBAR ................................................................... 155

H. Intervensi Edukasi Bedside Operan Sif ....................................... 156

I. Peningkatan Pelaksanaan Bedside Operan Sif ............................ 158

J. Bedside Operan Sif yang Dirasakan Pasien ................................ 159

K. Tantangan yang Dihadapi Saat Pelaksanaan Bedside Operan Sif .. 161

L. Konsep Kepuasan Pasien ......................................................... 161

M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien .................. 162

N. Pengukuran Kepuasan Pasien ................................................... 168

O. Penelitian Terkait Tentang Bedside Operan Sif ........................... 169

P. Teori Keperawatan yang Digunakan .......................................... 170

BAB 7 MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN .............................. 173

A. Konsep Dasar Mutu Pelayanan Keperawatan ............................. 173

B. Audit Internal Mutu Pelayanan Keperawatan .............................. 189

C. Audit Internal Mutu Pendidikan Tinggi Keperawatan .................... 191

D. Akreditasi Rumah Sakit ............................................................ 191

E. Akreditasi Pendidikan Tinggi Keperawatan ................................. 205

F. Akreditasi Puskesmas ............................................................... 218

BAB 8 KINERJA PERAWAT ........................................................ 218

A. Konsep Dasar Kinerja .............................................................. 218

B. Kinerja Profesi Keperawatan ..................................................... 223

C. Pengukuran Kinerja .................................................................. 225

D. Instrument Kinerja ................................................................... 226

E. Indikator Kinerja Keperawatan .................................................. 227

BAB 9 PEMIMPIN SEBAGAI MOTIVATOR ................................ 229

A. Konsep Dasar Motivasi ............................................................. 229

B. Jenis-Jenis Motivasi .................................................................. 237

C. Pemimpin Sebagai Motivator yang Baik ..................................... 238

D. Pengembangan Karier Profesionalisme ...................................... 241

x Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS xiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASBAB 10 APLIKASI MODEL METODE ASUHAN KEPERAWATAN

PROFESIONAL (MAKP) .............................................................. 245

A. Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan .......... 245

B. Langkah Pengelolaan MAKP .................................................... 246

C. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan ........................... 333

D. Mutu Pelayanan Keperawatan ................................................... 336

E. Kredensialing ........................................................................... 337

F. Jenjang Karier Perawat ............................................................ 339

G. Komite Etik Keperawatan ........................................................ 342

H. Audit Mutu keperawatan ......................................................... 343

BAB 11 PENGATURAN SUMBER DAYA KEPERAWATAN (SDM) . 345

A. Latar Belakang ........................................................................ 345

B. Hakekat Ketenagakerjaan ......................................................... 346

C. Prinsip-prinsip dalam Ketenagakerjaan ...................................... 346

D. Perhitungan Sumber Daya Keperawatan .................................... 351

E. Formulasi Perhitungan SDM Keperawatan ................................. 353

BAB 12 TEORI BERUBAH .......................................................... 363

BAB 13 KECERDASAN YANG DIPERLUKANSEORANG LEADERS ................................................................. 369

A. IQ - Intelligence Quotient ........................................................ 372

B. EQ - Emotional Quotient (Emotional Intelligence) .................... 375

C. SpQ - Spiritual Quotient (Spiritual Intelligence ......................... 376

D. SQ – Social Quotient .............................................................. 378

E. AQ - Adversity Quotient .......................................................... 378

Biodata Penulis ............................................................................. 381

Daftar Pustaka .............................................................................. 383

Daftar Gambar

Gambar Empat Langkah Proses Manajemen Menurut Fayol ........... 18

Gambar Tingkatan Tanggung Jawab Manajer Keperawatan

Menurut Kurniadi ........................................................................ 23

Gambar Prosedur Logistik Non Medis ........................................... 43

Gambar SWOT Learning Activity ................................................. 58

Gambar Tabel Matriks IFE ............................................................ 59

Gambar Tabel Matriks EFE ........................................................... 60

Gambar Diagram Kartesius........................................................... 62

Gambar Kerangka Teori Penelitian ................................................ 172

Gambar Model akurasi persepsi pribadi ......................................... 226

xii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS xiiiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Daftar Skema

Skema Komponen kepemimpinan yang efektif ............................... 7

Skema Teori Pendekatan Sistem menurut Gillies (1989) ................... 22

Skema Paradigma Keperawatan .................................................... 52

Skema Proses Negosiasi ................................................................ 96

Skema Proses Negosiasi Model BATNA ......................................... 97

Skema Straktur Organisasi Metode Penugasan Fungsional ............... 102

Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Modul ...................... 103

Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim. ........................ 108

Skema Jenjang Karier Perawat ..................................................... 241

Skema Proses Adopsi terhadap Perubahan ..................................... 367

Daftar Figur

Figur Diagram Proses Konflik (Marquis dan Huston, 1998: 314) ....... 28

Figur Hubungan antara Keempat Unsur dalam Penerapan

Sistem MAKP (Rowland dan Rowland, 1997) ................................. 109

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional

(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 114

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”

(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 118

Figur Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009) ..................... 119

Figur Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer

(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 119

Figur Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing”

(Marquis dan Huston, 1998: 136) .................................................. 122

Figur Metode Tim Primer (Modifikasi) ............................................. 123

Figur The lntegrated Gags Model of Service Quality

(Parasuraman, Zeithaml, Berr, 1S85) .............................................. 175

Figur Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan

(Parasuraman, 2001) .................................................................... 177

xiv Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS xvKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASFigur Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, James L.,

Ivancevich, John M., dan Donelly JR., James H., 1997) .................. 220

Figur Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979) .............................. 221

Figur Hubungan antara kinerja dan faktor kinerja

(Robbins, S.P. 1990) ..................................................................... 221

Figur Hubungan Faktor Orgaisasi, Individu dan Kinerja

(Gibson, 1997 dalam Supriyanto S., dan Ratna 2007) ..................... 222

Figur Siklus Motivasi (Robbins, S.P, 2002) ...................................... 230

Figur Struktur Asuhan Keperawatan di Ruang X RS Y ..................... 246

Figur Proses Perumusan Perencanaan Strategis (Supriyanto, 2011) .. 273

Daftar Tabel

Tabel Jenis Logistik Non Medis di RS .............................................. 42

Tabel Contoh Intervensi ................................................................. 44

Tabel Contoh Catatan Pengeluaran Barang ..................................... 44

Tabel Contoh Pengeluaran Barang ................................................. 45

Tabel Contoh Pemberian Barang .................................................... 45

Tabel Simulasi Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan Dengan

Metoda Matematik ......................................................................... 67

Tabel Hasil Penetapan Skor para Panel Expert Dalam

Penetapan Prioritas ....................................................................... 69

Tabel Pencapaian Program Gizi di suatu wilayah Puskesmas pada

tahun 2011 .................................................................................. 71

Tabel Penetapan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah Untuk

Intervensi Penyakit TB ................................................................... 72

Tabel Nilai/Skoring Penetapan Prosentase Besar Penduduk yang

Terkena Masalah ........................................................................... 74

Tabel Konversi Penilaian ................................................................ 74

Tabel Pembobotan Kegawatan Program .......................................... 75

Tabel Faktor PEARL ...................................................................... 76

xvi Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS xviiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTabel Prioritas Intervensi Metoda Hanlon ......................................... 76

Tabel Penyelesaian Konflik Secara Damai ........................................ 90

Tabel Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey

(1997) dan Marquis dan Huston (1998) ........................................... 113

Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP............................................ 123

Tabel Rasio Jumlah Tempat Tidur dan Kebutuhan Perawat ............... 124

Tabel Standar Waktu Pelayanan Pasien Rawat Jalan ......................... 125

Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif Berdasarkan

Klasifikasi Pasien ........................................................................... 127

Tabel Rata-Rata Jam Perawatan yang Dibutuhkan Selama 24 Jam .... 128

Tabel Rerata Jam Perawatan dan Hari Rawat Pasien ........................ 132

Tabel Tenaga Keperawatan di Ruang X RS Y ................................... 247

Tabel Kebutuhan Tenaga Perawat Tiap Sif Berdasarkan Tingkat

Ketergantungan Pasien di Ruang X Rumah Sakit Y Pada

Tanggal 23 April ........................................................................... 248

Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 23 April ...................... 250

Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 24 April ...................... 250

Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Langsung pada Sif Pagi di

Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 24 Oktober-11 November (n-12) .... 251

Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tidak Langsung pada

Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober-18 November

(n-12) ........................................................................................... 252

Tabel Pelaksanaan non produktif pada Sif Pagi di Ruang X RS Y

Surabaya Tanggal 17 Oktober-18 November (n-12) .......................... 252

Tabel Rekapitulasi Pelaksanaan Perawatan di Ruang X RS Y Surabaya

Tanggal 17 Oktober-18 November (n-12) ........................................ 252

Tabel Beban Kerja Objektif ............................................................. 253

Tabel Daftar Fasilitas untuk Pasien Ruang X RS Y ............................ 254

Tabel Daftar Alat Kesehatan Ruang X RS Y ..................................... 255

Tabel Data Fokus Metode Pengumpulan Data M3 (Methods) ............. 257

Tabel Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada 23 April

Berdasarkan Indeks KATZ .............................................................. 270

Tabel Penyusunan Strategi SWOT .................................................. 274

Tabel Analisis SWOT Ruang X RS Y ............................................... 277

Tabel Contoh Aplikasi Perencanaan Keperawatan Berdasarkan

Metode BSC di ruang X RS Y ........................................................ 313

Tabel Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan ............................ 336

Tabel Model Transtheoritical dan Fase Perubahan ............................. 365

Tabel Perbandingan antara Fase yang Mewakili Teori Model Perubahan ... 366

Daftar Diagram

Diagram Fishbone analisis ........................................................... 63

Diagram Cartesius Hasil Analisis SWOT Ruang Interna RS Y ........... 285

xviii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 1Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

A. LatarBelakang

Karakter leaders harus dimiliki mahasiswa calon tenaga profesional.

Mahasiswa kesehatan merupakan generasi penerus profesi. Kompetensi

yang harus dimiliki bukan hanya kompentensi keilmuan di jurusan dan pe-

minatan yang ditempuhnya, akan tetapi integritas personality. Intergritas

personality akan terbangun apabila memiliki dan mengembangkan karater.

Karakter leasders dan manager yang mahasiswa miliki akan sangat ber-

pengaruh terhadap kualitas profesionalisme. Perguruan tinggi merupakan

wadah mematangkan karakter ledaers dan manager mahasiswa. Fokus ori-

entasi pelayanan profesi kesehatan adalah masyarakat.

Profesi kesehatan melayani masyarakat. Melayani pasien, keluarga, kelom-

pok dan masyakat tidak hanya dibutuhkan pengetahuan yang memadai.

Dibutuhkan sikap dan kemampuan skill yang kompeten. Pengembangan

kemampuan emosi, soaial, spiritual dan kemampuan menghadapi kesuli-

tan menjadi penting dalam dunia kerja. Masyarakat sebagai customer akan

berkembang kebutuhan dan tuntutannya terhadap pelayanan kesehatan

sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Profesi kesehatan

tidak kompeten akan mendapat complain masyarakat yang kita layani.

Masyarakat akan menyatakan ketidakpuasan terhadap profesi kesehatan

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN

1BAB

2 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 3Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS(unsatisfaction). Karakter leaders dan manager sangat penting dikembang-

kan dalam melengkapi komponen kemampuan yang lainnya.

Kompetensi memimpin bukan monopoli para pejabat disuatu institusi atau

birokrasi. Sebagai profesi kesehatan (Perawat, Bidan, Ahli Gizi, Kesehatan

masyarakat, dan manajemen pelayanan rumah sakit) juga wajib memiliki

karakter leaders dan manajer yang memadai. Kemampuan mengelola dan

memimpin diri pribadi sebagai profesi dalam melayani masyarakat adalah

real leader dan manager. Perguruan tingggi kesehatan wajib menumbuh

kembangkan atmosfire akademik. Atmosfire akademik dilakukan lewat

berbagai aktivitas ilmiah, seperti seminar nasional atau internasional, work

shop, bedah buku, penelitian bersama mahasiswa, pertukaran mahasiswa

dan dosen, kerjasama kelembagaan dalam dan luar negeri, kuliah pakar dan

juga orasi ilmiah. Saya sangat menyambut baik dan memberikan penghar-

gaan yang tinggi kepada panitia. Kesempurnaan dan kehebatan bukan tu-

juan utama dan tidak akan pernah tercapai, tetapi sebuah upaya, kemauan,

kesadaran dan proses menuju kesempurnaan adalah utama. Saya kira me-

miliki karakter leaders dan manajer sebagai salah satu komponen pendu-

kung untuk kebersamaan yang indah, yang memperkuat pribadi dan institusi

untuk tumbuh dan berkembang.

B. FungsiKepemimpinan

Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengerakan mereka untuk

mencapai tujuan (Gillies. 2000).

Efektive nurse leader are those who, trought, sense of possibility, and

willingness to take risks, engage others to work together effective in

pursuit of a shared goal (Byrne, 2003).

Great man theory atau Threat Theory (Aristotle) menyatakan; bahawa se-

seorang dilahirkan untuk memimpin, memiliki sifat dan kepribadian untuk

memimpin. Garners’s leadership studies mengemukakan: bahwa pemimpin

mempunyai tugas untuk memimpin (the taks of leadership), pemimpin ha-

rus melakukan interaksi dengan para pengikut atau constituent (constituent

interaction).

Kemampuan menggerakan orang lain, mempengaruhinya, membuat me-

reka antusias bekerja sama, saling mendukung dalam bekerjasama dan men-

jadi pengikutnya secara sukarela (Marquis and Huston, 2008; Nursalam,

2010; Potter and Perry .2010).

Kemampuan membuat keputusan dan menggerakan konstituen dalam

melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi (Azwar, 2006).

Leaders (Pemimpin) adalah orang yang mendapatkan tugas dan keperca-

yaan dari lembaga, konstituen atau seseorang baik formil maupun non

formal, Untuk menjalankan fungsi kepemimpinan dengan memberikan

pengaruh, motivasi, teladan dan membuat keputusan akan organisasi atau

lembaga yang dipimpinpinnya. Memiliki sense of crisis, sense of belonging

and dignity, konstituen dengan sukarela mengikutinya. Leadership ruang

lingkupnya lebih luas, karena menyakut tatanan formal dan non formal.

Leaders dan manager satu paket komplit yang harus dimiliki seorang pro-

fesional. Profesi kesehatan memerlukan generasi muda yang mempunyai

kemampuan kemampuan leaders dan manager. Kemampuan leaders dan

manager harus bisa di implemantasikan dalam berbagai lingkup, bukan saja

lingkup keilmuan tapi tatanan kehidupan yang lebih luas (Gillies, 2004,;

Tappen, 2006; Azrul Azwar; 2008; Marquis, 2012; Nursalam, 2014).

Menurut Gillies. 2000; Ruth.M.Tappen. 2005; Azwar. 2006; Nursalam.

2010) Fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut :

1. Mempengaruhi orang lain

Kemampuan pemimpin menyampaikan ide-ide, pandangan, gagasan

dan ajakan, sehingga konstituen tertarik untuk menerima ide-usulan dan

gagasan tersebut. Bukan hanya itu saja, konstituen juga menyetujui dan

melakukan aktivitas yang disampaikan pemimpin. Mempengaruhi orang

lain bisa berupa hal-hal yang positif ataupun negatif. Makanya seorang

pemimpin perlu hati-hati menyampaikan ide, usulan, pemikiran ataupun

gagasan, supaya membawa dampak yang positif bagi orang-orang yang

dipimpinnya.

2. Motivator

Selalu positif thingking kepada orang lain. Memberi kritik dan saran

dengan berkomentar yang positif terlebih dahulu baru sarannya disam-

paikan dengan bahasa yang santun. Selalu memberikan reinforcement

pada keberhasilan stafnya. Bersemangat dan selalu antusias (Euntusiame)

dalam melakukan pekerjaan, tugas dan tanggungjawabnya.

4 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 5Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3. Model/tauladan

Menjadi orang yang bisa dicontoh dalam integritas personalitinya.

Integritas personaliti tersebut adalah: disiplin, komunikasi baik, ramah,

perhatian, peduli, selalu member jalan pemecahan masalah, berkomit-

men tinggi, konsekuen, jujur, terbuka terhadap saran dan kritik, tang-

gungjawab, tanggunggugat, berwibawa, berpengatuan luas, bijak sana.

Menjadi contoh juga dalam hal pengembangan karier dan tingkat pendi-

dikan yang dicapai. Menjadi contoh dalam kehidupan pribadi, keluarga

dan spiritualitasnya. Cara berpakaian dan kepatutannya dalam pekerjaan

sehari-hari. Menginspirasi banyak orang dalam aktivitas pekerjaan dan

kariernya.

4. Membuat keputusan/Decition Maker

Membuat keputusan adalah fungsi pemimpin. Membuat keputusan diper-

lukan kompetensi kepemimpinan, keberanian dan tanggung gugat dalam

menghadapi risiko organisasi sebagai inpact dari keputusan. Keputusan

(decision making) diperlukan pengetahuan yang luas tentang substansi

yang diputuskan. Mempertimbangkan berbagai dimensi dari keputusan,

baik substansi, sosial, psikologis, politik, referensi kekinian, trends issue

dan kebijakan. Keputusan harus lebih banyak berorientasi secara exster-

nal. Berinpact pada customer, user dan stake holder.

C. GayaKepemimpinan

Gaya kepemimpinan dibedakan, menurut Likers dan menurut teori X dan Y.

Pada bagian ini penulis mencoba menguraikannya menurut beberapa ahli.

Menurut Gillies. (200); Tappen. (2005); Azwar. (2008); Nursalam. (2010).

Ada empat gaya kepemimpinan klasik. Empat gaya tersebut adalah:

1. Gaya demokratis

Seorang pemimpin selalu meminta pendapat dari staf. Segala keputu-

san yang diambil atas pertimbangan dan masukan dari staf. Pemimpin

harus memiliki kritikal thinking, kecepatan dalam mengambil keputusan

menguasai substansi program kerja. Seorang pemimpin yang mampu

menghargai pendapat staf, menggali potensi dan mengoptimalkan po-

tensi dengan melibatkan seluruh staf dalam aktivitas organisasi. Cocok

diterapkan ketika memimpin orang-orang yang memiliki potensi, tingkat

pendidikan baik. Cocok diterapkan ketika memimpin orang-orang yang

memiliki potensi, tingkat pendidikan baik, potensi dan memiliki kreativi-

tas yang sangat tinggi.

2. Gaya otoriter

Kepemimpinan otoriter mempunyai ciri bahwa segala keputusan berada

dalam diri pemimpin (central of decition maker). Staf hanya menerima

instruksi akan suatu tugas, atau pekerjaan yang harus dilakukan. Staf ti-

dak diberikan kesempatan memberikan usulan, ide dan gagasannya. Staf

tidak tergali potensi dan kretivitasnya. Cocok diterapkan dalam situasi

darurat dan emergensi agar roda organisasi dapat berjalan dengan baik,

sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan. Kepercayaan yang rendah

kepada staf. Memotivasi staf dengan ancaman dan hukuman.

3. Gaya leizes faire

Pemimpin dengan gaya leizes faire banyak para ahli menyatakan se-

bagai pemimpin yang kurang memiliki kemampuan. Tidak mempunyai

kopetensi dalam memimpin. Tidak paham akan program-program kerja

organisasi yang dipimpinnya. Segala keputusan diserahkan kepada para

stafnya. Tanpa diberikan bimbingan yang memadai dari pemimpin.

Pada jaman modern abad ini gaya kepemimpinan leizes faire bisa dite-

rapkan oleh seorang pemimimpin untuk menguji kemampuan stafnya

dalam mengerjakan suatu pekerjaan dan program organisasi, sehingga

pemimpin bisa memberikan evaluasi yang obyektif. Sangat cocok apabila

diterapkan untuk menguji kemampuan staf dalam suatu pekerjaan atau

program kerja.

4. Gaya kharismatik

Pemimpin dengan gaya ini memiliki kharisma atau aura yang sangat

positif. Aura ini terpancar dari wajah, tubuh dan segala integritas dirinya.

Pemimpin yang dilahirkan dari monarki biasanya memiliki kharisma ter-

tentu. Pemimpin dibeberapa Negara tertentu yang menyebutkan bahwa

rajanya adalah wakit Tuhan di Dunia, titisan Dewa yang lahir ke Dunia.

(Jepang, Inggris, Tibet dll). Kepemimpinan pada era global dan digital

saat ini, pemimpin memiliki kharisma dan berwibawa, karena memiliki

kompetensi, pengetahuan luas dan strategi dalam memimpin. Pemimpin

juga bisa berwibawa karena caranya berpakaian, berperilaku dan me-

manfaatkan kelebihan-kelebihan fisik sebagai anugrah yang diberikan

6 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 7Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTuhan kepadanya. Pemimpin dengan gaya kharismatik membuat semuai

konstituen, segan dan sangat menghormatinya.

Berikut gaya kepemimpinan hasil pengembangan dari gaya klasik yaitu:

1. Gaya autokratis

Seorang pemimpin memberikan kepercayaan kepada stafnya sapai pada

level tertentu. Memotivasi staf denangan ancaman dan hukuman, teta-

pi pemimpin membuka komunikasi antara staf dengan dirinya sebagai

pemimpin, meskipun dalam pengambilan keputusan pemimpin masih

melakukan pengawasan dengan ketat. Gaya kepemimpinan ini mirip

gaya dictator, tapi bobotnya agak kurang. Pendapat staf tidak pernah

dibenarkan.

2. Gaya pseudo demokratis

Seorang pemimpin ingin menunjukkan seolah-oleh demokratis. Seolah-

olah pemimpin menghargai staf dan meminta pendapatnya. Tetapi pada

akhirnya keputusan menurut pemimpin.

3. Gaya militeristik

Gaya ini lebih banyak diterapkan dalam kemeliteren atau ketentaraan

sesuai dengan namanya. Kepemimpinan taat pada satu komando pimpi-

nan sebagai komandan. Mirip gaya otoriter dan dictator. Instruksi pe-

mimpin harus segera dilaksanakan. Gaya ini dikembangankan karena

pada lingkup aktivitas ketentaraan semua serba kritis dan suasana perang

sehingga semua harus mengikuti komando pimpinan.

D. KarakteristikSeorangPemimpin

Karakter yang diperlukan seorang pemimpin adalah sebagai berikut : (Potter

and Perry. 2010)

1. Personality

Pemimpin yang punya kepribadian yang berkarakter. Personality yang di-

maksud adalah mempunyai sifat-sifat : jujur, bertanggungjawab, disiplin.

2. Memiliki pengetahuan yang luas.

3. Kemampuan komunikasi yang efektif.

4. Bakat.

5. Keseimbangan emosi.

6. Sosial.

7. Spiritual.

Skema 1. Komponen kepemimpinan yang efektif

Sumber : Dimodifikasi dan diadaptasi dari; Giilies, 2000., Tappen, 2004; Marquis and Huston, 2006, Nursalam, 2010; Anwar, 2015)

Prinsip kepemimpinan yang efektif

Menjadi pemimpin yang efektif selain diperlukan kompetensi kepemimpi-

nan, pengalaman dan karakter personality yang kuat serta memiliki integ-

ritas personality, tetapi diperlukan juga prinsip kepemimpinan yang efek-

tif. Prinsip-prinsip kepemimpinan dapat di implementasikan pada berbagai

multi disiplin atau profesi. Prinsip kepemimpinan efektif tersebut adalah:

1. Intelegency : a). Judgment, b). Decisiveness (ketegasan), c). Knowledge,

d). Fluency of speechs (komunikatif).

2. Personality; a). Adaptabilility, b). Alertness (waspada), c). Creativity,

d). Cooperativeness, e). Personal integrity, f). Self confidance, g).

Emotional balance and control, h). Independence.

3. Abilities : a). Ability to enlist cooperation, b). Popularity and prestige,

c). Sociability (interpersonal skill), d). Social participation, e). Tact di-

plomasi, f). Integrity, g). Courage (keberanian), h). Initiative, i). Energy,

8 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 9Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASj). Optimism, k). Perseverance (ketekunan), l). Balance, m). Ability to

handle stress, n). Self-awareness.

9 tugas pemimpin (the taks of leadership Garners dalam Gillies, 2000); a).

evisioning goal, b). affirming values, c). motivasi, d). managing, e). achiev-

ing workable unit, f). explaning, g). serving a symbol, h). representating

the group, i. renewing,

Adapun lingkup garapan kepemimpianan dalam pelayanan keperawatan

meliputi :

1. Ruang rawat nginap

2. Bidang keperawatan

3. Direktur keperawatan

4. Dejkan Fakultas Ilmu Keperawatan

5. Rektor Universitas

6. Ketua STIKes

7. Penanggungjawab tim

8. Penanggungjawab shif

9. Manajer kasus/case manager

Kepemimpinan profesi keperawatan dimasa yang akan datang diharapkan

mampu menjadi pemimpin dalam lingkup garapan yang lebih luas, out of

the box, yaitu ; a. Partai politik, b. yudikatif (MPR dan DPR baik pusat mau-

pun daerah), c. Birokrasi : Bupati, Wali kota, gubernur, menteri kesehatan/

sosial, kemenristekdikti, bahkan presiden, d. Kepemimpinan profesi atau

organisasi di tataran dunia.

Kepemimpinan penentu kualitas pelayanan keperawatan

Hasil beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa kepemimpinan berpenga-

ruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Faktor-faktor kepemimpinan

yang menentukan kualitas tersebut adalah :

1. Integritas.

2. Personaliti.

3. Latar belakang pendidikan.

4. Pengalaman.

5. Gaya kepemimpinan yang di implementasikan.

6. Kompetensi komunikasi pemimpin.

E. TrenddanIssueKepemimpinanKeperawatandiIndonesia

1. Kepemimpinan perawat masih lemah.

2. Citra profesi masih kurang baik.

3. Belum ada perawat yang menjadi anggota DPR/MPR/ Walikota, Bupati

atau Gubernur.

4. Masih ada dekan Fakultas keperawatan dan Bidang keperawatan yang di

Jabat oleh profesi lain.

5. Kepemimpinan profesi keperawatan belum out of the box dan mampu

bersaing dengan profesi lain.

6. Belum terbentuknya counsil keperawatan.

7. Sistem uji kompetensi Ners dan Diploma tiga keperawatan masih belum

bejalan dengan sistem yang sesuai Undang-undang yang berlaku.

F. PerbedaanLeadersdanManager

Leaders (Pemimpin) adalah orang yang mendapatkan tugas dan keperca-

yaan dari lembaga, konstituen atau seseorang baik formal maupun non

formal, Untuk menjalankan fungsi kepemimpinan dengan memberikan

pengaruh, motivasi, teladan dan membuat keputusan akan organisasi atau

lembaga yang dipimpinnya. Memiliki sense of crisis, sense of belonging

and dignity, konstituen dengan sukarela mengikutinya. Manager adalah

seseorang yang mendapatkan tugas secara formal dari owner, pemimpin,

konstituen atau seseorang, secara formal. Menggerakan semua orang untuk

bekerjasama dengan antusias guna mencapai tujuan organisasi. Leadership

ruang lingkupnya lebih luas, karena menyangkut tatanan formal dan non for-

mal. Leaders dan manager satu paket komplit yang harus dimiliki seorang

profesional. Profesi kesehatan memerlukan generasi muda yang mempu-

nyai kemampuan kemampuan leaders dan manager. Kemampuan leaders

dan manager harus bisa di implemantasikan dalam berbagai lingkup, bukan

saja lingkup keilmuan tapi tatanan kehidupan yang lebih luas (Gillies, 2004,;

Tappen, 2006; Azrul Azwar.; 2008; Marquis, 2012; Nursalam, 2014).

Oraganisasi, kelembagaan, partai politik birokrasi, perusahaan, MPR dan

DPR harus mampu dimasuki atau dirambah oleh profesi kesehatan. Terutama

profesi keperawatan di Indonesia masih lemah. Umumnya profesi kesehatan

lainya (ahli gizi, kesehatan masyarakat, Bidan, manajemen Rumah Sakit dll.

10 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 11Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASOleh sebab itu marilah kita dari lingkup kecil dan dari yang kita bisa mem-

berikan konstribusi dengan melahirkan generasi-generasi penerus profesi ke-

sehatan yang mampu menjadi pemimpin dan manajer yang kompeten. Para

alumni yang STTIkes Immanuel hasilkan tersebar di seluruh pelosok negeri

kita tercinta Indonesia. Terlebih-lebih harus mampu memimpin diri sendiri

sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan. Tumbuhkan terus personality

yang mempunyai integritas. Miliki dan kembangkan kompetensi leaders dan

manager yang memiliki karakter.

G. KarakteristikLeadersdanManager

Karakter leaders dan manager sangat dipengaruhi bakat, lingkungan ke-

luarga, pendidikan, pergaulan dan pengalaman. Karakter leaders dan ma-

nager berupa: disiplin, tanggungjawab, semangat, tekun, tidak mudah putus

asa, keinginan belajar cukup tinggi, positive thinking, mudah diarahkan, se-

lalu mencari solusi, peka terhadap situasi, friendly (ramah), komunikatif, ko-

operatif, selalu bersemangat (Gillies, 2004, Tappen, 2006, Marquis, 2012,

Nursalam, 2014). Karakteristik leaders dan manager ini akan mendukung

kompetensi yang harus dilimiliki leaders dan manager. Kompetensi terse-

but adalah; good communication, sebagai motivator, menjadi tauladan,

mampu membuat keputusan, sebagai problem solving.

Karakteristik manager; mampu mengelola suatu program pelayanan kese-

hatan, membuat rencana program, mengarahkan, melaksanakan program

dan melaukan evaluasi. Pengalaman saya selama menekuni profesi perawat

pendidik; disiplin, tekun, gigih dalam berjuang tak pernah putus asa, ke-

mampuan komunikasi, lobi dan negosiasi menjadi critikal point yang bias

menunjang keberhasilan. Baik sebagai individu maupun dalam menjalankan

pemimpin dan manajer secara formal.

Karakter leaders dan manager sangat relevan dengan kepandaian yang ha-

rus dimiliki seorang profesional kesehatan. Kepandaian pengetahuan; pe-

ngetahuan bidang kesehatan sebagai profesi yang ditekuninya. Pengetahuan

umum secara luas di berbagai aspek kehidupan. Kepandaian emosi; mampu

mengendalikan diri, tetap tenang dalam situasi yang membuat rasa marah,

marah yang elegan, kapan dan dimana kita bias mengungkapkan rasa

marah. Pengetahuan sosial politik dan situasi yang up to date. Kepandaian

sosial: menjalin relationship, bergaul dengan semua kalangan. Kepandaian

spiritual: keyakinan teguh akan kebenaran. Kepandaian menghadapi dalam

menghadapi kesulitan hidup.

Profesionalisme profesi kesehatan harus terus dikembangkan. Baik oleh in-

stitusi pendidikan tinggi maupun oleh para mahasiswa Menekuni bidang

profesi kesehatan. Mencoba memahani dan menerapkan etika profesi kese-

hatan (Bidan, perawat dan profesi kesehatan lainnya). Mengikuti berbagai

up date perkembangan ilmu melalui pembelajaran, pelatihan, seminar dan

work shop. Pengembangan profesionalisme kesehatan yang tidak kalah

gencarnya saat ini adalah studi lanjut dibidang kesehatan yang linier, re-

levan dan serumpun menjadi sangat penting. Karena perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat. Peningkatan kemampuan pro-

fesional ini diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, eksistensi

profesi dan persaingan di tingkat regional, nasional maupun global. Karena

tidak lagi ada batas “Global Village”.

Pengalaman saya dalam riset untuk mengembangkan keilmuan di area kepe-

mimpinan dan manajemen pelayanan keparawatan tiga tahun terakhir sa-

ngat terasa manfaatnya dan infactnya bagi pengembangan karier profesio-

nal saya secara personal maupun sumbangsih poin bagi akreditasi institusi.

Yang pertama adalah riset tentang peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

melalui komunikasi layanan keperawatan peka budaya di rumah sakit ruju-

kan Jawa Barat sertifikat HAKI nya sudah terbit dari Kemenhumham RI dan

terpublikasi di Jurnal IJHCR terindex scoopus dan Thomson. Mendampingi

mahasiswa S2 Keperawatan Peminantan Kepmankep St. Carolus. A.Yani

dan UNPAD dalam tesis yang terkait tema kepemimpinan dan manajemen

layanan keperawatan serta terkait dengan pengembangan kualitas pela-

yanan keperawatan. Dua proposal riset sedang dipersiapkan yaitu: Analisis

faktor keberhasilan pencapaian akreditasi paripurna di salah satu Rumah

Sakit Swasta di Kota bandung, Kebutuhan kompetensi Leaders dan manajer

kepala ruangan di RSUD Majalaya Phenomenology Exploratif. Tim riset-

nya bersama ibu Wintari, bapak Herwinda, bapak Supyono, juga riset ber-

sama Prof Gisela (Vice president for academic affair Trinity University of

Asia-Quizon City Phillipines) dan Helena Dela Crus-Layson Alalag. (Dean

Faculty of Nursing-University of Baquio Philiphine), yang rencananya akan

dipublikasikan dalam jurnal international di Philiphines. Saya hanya ingin

berbagi kepada teman-teman mahasiswa dan civitas akademica, terutama

para dosen, jangan pernah bosan dan terus bersemangat dalam mengem-

12 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 13Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASbangkan profesionalisme sepanjang diberi kesehatan dan peluang. Apapun

bidang profesi kita, mulai dari lingkup dan lingkungan kita dan tidak perlu

selalu yang hebat-hebat. Ingat era global membuat banyak kompetitor kita,

oleh karena itu ada beberapa hal yang saya garis besari, yaitu:

1. Diperlukan strategi menghadapi global era yang cerdik dan bijaksana.

Menggali kemampuan knowledge, attitude dan kemampuan teknikal

menjadi wajib. Namun demikian tidaklah cukup, diperlukan integritas

pribadi atau personality yang handal (caring: ramah, peduli, komunika-

tif, kooperatif, kemampuan tehnikal), penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi, mengusai era digital teknologi). Menggali dan menguatkan

aspek budaya lokal (local wisdom), dari mana budaya saudara berasal.

Perlu diketahui budaya Indonesia itu kaya raya. Segai contoh: sikap ra-

mah dan santun dimiliki bebagai budaya Indonesia. Kearifan lokal menjadi

karakter generasi muda Indonesia. Penguasaan bahasa Inggris dan salah

satu atau dua bahasa dunia lainnya yang diakuai PBB (Perancis, Rusia

misalnya) atau bahasa Negara tujuan yang paling banyak menyerap dan

membutuhkan profesi kesehatan (Keperawatan) dengan penghargaan

yang tinggi. Negara tersebut misalnya; Jepang, Austria, USA, Finlandia,

Inggris, Australia, China dll). Mengabdi untuk negeri, melayani bangsa

sangat diharapkan. Tetapi bekerja di luar negri yang bisa mensejahte-

rakan dan mendatangkan devisa yang tinggi untuk Negara, juga sangat

membatidakan.

2. Percayalah teman-teman sekalian bahwa karakter leaders dan manager

yang memadai akan melengkapi jiwa jiwa kompetisi para mahasiswa

sekalian. Ketekunan, kegigihan tidak mudah putus asa selalu mencari

peluang dan menundukan tantangan sebagai peluang, haus akan belajar

dan akan ilmu menjadi kekuatan dari karakteristik yang lain yang sudah

teman-teman miliki. Karakteristik leaders dan manager yang mampu

melakukan lobbying dan negosiasi akan menunjang keberhasilan dalam

karier dan pekerjaan. Penguasaan bahasa; komunikasi menjadi modal

utuma membuka cakrawala dan menjalin relasi dengan semua orang dan

siapapun. Relationship; open mind dan keterbukaan dalam keilmuan

dan profesi akan mendukung perkembangan kemajuan profesionalisme

kesehatan yang teman-teman telah pilih.

3. Saya tidak memiliki pengalaman kepemimpinan dan manajerial yang he-

bat dan wah. Hanya sejengkal pengalaman yang boleh menjadi cermin

lebih maju dari teman-teman sekalian. Saya sering memakai kerama-

han, kepedulian, mencari solusi dalam setiap problem, gigih dalam ber-

juang, tekun, semangat, tidak puas dengan apa yang diperoleh (dengan

tetap bersyukur), selalu ingin belajar, terbuka terhadap kritik dan masu-

kan orang lain. Seringkali, modal ini menjadi penentu keberhasilan yang

saya peroleh. Tentu saja dari lingkup yang saya miliki dan saya mampu

kembangkan. Ingat teman-teman sekalian, orang pintar semakin banyak,

teknologi digital semakin marak, tapi karater leaders dan manajer apa

yang harus saya kembangkan dari diri saya.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit sebagai bagian integral dari pela-

yanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di era digital yang interconnected

dan lain-lain. Dalam lingkungan bisnis yang interconnected seperti seka-

rang ini maka survivalibitas dan sustainabilitas organisasi bisnis itu sangat

bergantung kecerdasan (smartness), inovasi (inovation), fleksibilitas (plas-

ticity) dan kecepatan (speed/responsiveness). Keempatnya bisa dikatakan

sebagai key success factor. Hari ini dan ke depan, kita hidup di lingkungan

yang sudah terperangkap jejaring sosial, hampir semuanya terhubungkan

bahkan terintegrasikan. Kita tak bisa mengelak dari realitas ini, karena itu

penguasaan ‘big data’ dan penerapan ‘artificial intellegence’ dan teknolo-

gi ‘augmented reality’ menjadi keniscayaan, apalagi di sektor bisnis jasa.

Termasuk Rumah Sakit, dibutuhkan pemimpin dan manager keperawatan,

yang mempunyai.

Kecepatan dan keakuratan. Dituntut selalu hadirkan bersamaan, tak hanya

perlu cepat namun juga akurat bahkan lebih dari itu dituntut pula zero de-

fect dalam pelayanan keperawatan.

14 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 15Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Menurut pendapat dan pemikiran para ahli manajemen mengatakan bahwa

seorang manajer akan berhasil bila bekerja melalui orang lain/kelompok orang

dalam mencapai tujuannya. Disebut juga sebagai suatu proses mengumpulkan

dan mengorganisir sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

Seorang manajer dalam mencapai tujuan harus memperhatikan visi, misi

dan filosofi suatu institusi, lembaga atau organisasi agar tidak menyimpang

atau melewati rambu-rambu yang telah digariskan oleh the founding father

of organization. Fungsi-fungsi manajemen klasik menurut Henry Fayol yang

banyak diikuti para ahli yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengarahan (directing) dan pengendalian (controlling).

Fungsi dan proses manajemen keperawatan mengalami perkembangan

pesat di awal tahun 1990-an ketika program Pasca sarjana Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia membuka jurusan Kepemimpinan dan

Manajemen Keperawatan, situasi demikian akan mengikuti pola perubahan

pelayanan kesehatan secara komphrehensif. Terbukanya perkembangan

ilmu, teknologi dan informasi di era digital, meningkatkan tuntutan ma-

syarakat akan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Kondisi dan situasi

demikian menjadi fokus perhatian atau concern para manajer keperawatan

untuk mencari solusi dan strategi dalam memberikan pelayanan yang excel-

len bagi customes, dengan melibatkan seluruh perawat pelaksana di garda

KONSEP DASAR MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN

2BAB

16 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 17Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASpaling depan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Perubahan, inovasi dan kreativitas yang harus dilakukan oleh para manaje-

men pelayanan keperawatan di rumah sakit misalnya :

1. Pelayanan kesehatan yang dulunya mengarah kepada tindakan kuratif

(pengobatan) harus diubah kearah preventif. Perlu kemampuan me-

ngantisipasi semakin tingginya keinginan pelanggan untuk mendapatkan

pelayanan yang cepat, tepat dengan biaya yang murah.

2. Akibat permintaan pelayanan prima tersebut maka peran dan fungsi

perawat yang selama ini menunggu instruksi dokter akan berubah men-

jadi proaktif dan inovatif menerapkan asuhan keperawatan profesional.

Bahkan seperti pelaksanaan pelayanan keperawatan di Amerika Serikat/

USA; Unitides State of America atau beberapa Negara Eropa (aliran

Anglo Saron) yang berhak memulangkan pasien adalah perawat primer

atau kepala ruangan. Sebenarnya yang menjadi tuan rumah klien dirua-

ngan adalah kepala ruagan, sedangkan dokter adalah mitra bekerja yang

diundang untuk memberikan pelayanan medis. Pelayanan keperawatan

di ruang rawat nginap, mengharuskan perawat untuk lebih tau dan me-

mahami perkembangan status kesehatan pasien dan keluarganya secara

bio-psiko-sosio-spiritual.

3. Pelayanan kesehatan yang dulu banyak didominasi oleh kebijakan pemi-

lik institusi share holder yang bersifat sentralisasi akan berubah ke arah

desentralisasi dimana tenaga kesehatan dibolehkan mengelola pelayanan

yang terbaik bagi pasien berdasarkan keilmuan dan keterampilan yang

ilmiah. Misalnya antar bagian sudah berusaha melakukan integrasi dan

koordinasi yang saling menguntungkan pasien.

4. Adanya masa transisi yang melihat bahwa semua tenaga kesehatan

adalah sama-sama bermanfaat, tidak ada yang lebih tinggi kedudukan-

nya dari yang lain karena saling melengkapi sebagai tim kesehatan untuk

meningkatkan kesehatan pasien dan keluargannya setinggi-tingginya.

A. PengertianManajemenPelayananKeperawatan

Menurut Hersey & Blanchard (2011) menyatakan manajemen adalah beker-

ja dengan orang lain, baik melalui individu dan kelompok untuk mencapai

tujuan organisasi. Sedangkan Hasibuan (2003) manajemen adalah ilmu dan

seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sum-

ber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan

bersama. Depkes RI (2001), manajemen keperawatan adalah suatu proses

perubahan atau transformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk menca-

pai tujuan pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan,

pengorganisasian, pengaturan sumber daya keperawatan, pengarahan,

evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan keperawatan.

Beberapa pengertian dari para ahli lain menyatakan manajemen kepe-

rawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh seorang

manajer keperawatan untuk melakukan tata kelola pelayanan keperawatan

melalui proses merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan serta

mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia, maupun

sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang

berkualitas kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Gillies, 2007; Hersey,

La Monica, 1998; Stoner & Wankel, 1988; Huber, 2010).

Penulis berpendapat ada beberapa kesamaan definisi dari pernyataan

di atas bahwa manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan

pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat yang menerapkan

fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengenda-

lian dalam mencapai pelayanan keperawatan yang profesional dengan ber-

prinsip efektif dan efisien. Menurut penulis manajemen keperawatan adalah

Melakukan tata kelola pelayanan keperawatan dengan menggunakan taha-

pan pendekatan yang sistematik, dimulai dengan membuat perencanaan,

pengorganisasian, penyusunan staff dan tim kerja, melakukan pengarahan,

diikuti pengendalian serta diakhiri evaluasi dan umpan balik.

B. Fungsi-FungsiManajemenPelayananKeperawatan

Fungsi-fungsi manajemen keperawatan secara garis besar antara lain:

merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan.

Fungsi-fungsi manajemen menurut Henri Fayol (1949) dapat digambarkan

sebagai berikut:

18 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 19Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASGambar Empat Langkah Proses Manajemen Menurut Henri Fayol

Sumber: Menurut Fayol, (1949), dikutip oleh Murray & Di Croce, (2005);Weis and Tappen, (2015)

1. Perencanaan (Planning) yaitu kegiatan menentukan tujuan jangka

pendek, menengah dan jangka panjang yang berkaitan dengan aktivi-

tas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan (Hersey, Blanchard &

Johnson, 1996). Menurut Longest, (1976, dalam La Monica, 2012)

perencanaan menyediakan cara mempersatukan kegiatan dari seluruh

peserta organisasi ke arah tujuan bersama. Definisi yang lain dari Depkes

RI (2001), perencanaan adalah pertimbangan seorang kepala ruangan

dalam menyeimbangkan antara kebutuhan pasien, perawat dan dokter

serta administrator. Perencanaan pelayanan keperawatan adalah fungsi

dasar dari manajemen yang merupakan tugas utama dari semua manajer

keperawatan dan merupakan proses yang sistematis berdasarkan teori-

teori manajemen. Menurut Gibson, Ivancevich & Donally (2011) perenca-

naan adalah hasil yang akan dicapai dan menetapkan cara untuk mencapai

hasil tersebut. Hasil perencanaan yang diharapkan seharusnya dipahami

bersama oleh seluruh anggota organisasi, khususnya kearah mana pe-

rencanaan organisasi dan bagaimana cara mencapainya. Perencana akan

membuat analisis agar perencanaan berkaitan dengan kriteria sasaran,

tujuan, visi dan misi. Hasil perencanaan adalah menetapkan sasaran

organisasi dan cara bertindak untuk mencapai tujuan.

Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut, perencanaan merupakan

suatu upaya yang sistematis dari kepala ruangan untuk menentukan ke-

butuhan sumber daya dan dana organisasi untuk mencapai tujuan jangka

pendek, menengah dan jangka panjang. Kegiatan kepala ruangan dalam

tahap perencanaan antara lain mensosialisasikan visi, misi dan tujuan

rumah sakit, merencanakan kegiatan ruangan sesuai Visi, misi dan tu-

juan rumah sakit, merencanakan pembuatan visi dan misi ruangan, me-

rencanakan kebutuhan SDM keperawatan, kebutuhan alat kesehatan,

menegakan SOP intervensi keperawatan, merencanakan aktivitas yang

mendukung akreditasi pelayanan keperawatan dan merencanakan evalu-

asi askep ruangan. merencanakan kebutuhan alat kesehatan/material

kesehatan dan sarana prasarana penunjang lainnya, dan melibatan pe-

rawat pelaksana dalam membuat rencana tiap unit serta penentuan gaya

kepemimpinan yang akan diterapkan.

2. Pengorganisasian (Organizing) yaitu menggerakkan sumber daya

manusia dan sumber daya yang dimiliki institusi untuk mencapai tujuan

organisasi. Pengorganisasian manajemen keperawatan adalah penge-

lompokan pengaturan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan

organisasi yang meliputi supervisi, koordinasi dengan unit kerja lain

baik secara vertikal maupun horizontal (Hersey & Blanchard, 2011; La

Monica, 2012). Pengorganisasian adalah kegiatan mengintegrasikan

semua sumber daya. Semua bertujuan agar kelompok mau bekerjasama.

Menurut Gibson, Ivancevich & Donally (2011) fungsi pengorganisasian

adalah mendisain tujuan dan wewenang tiap pekerjaan individu, mene-

tapkan mana pekerjaan yang masuk dalam kelompok, sehingga manajer

mencari metode dan proses agar pekerjaan dapat terintegrasi dengan

baik. Secara garis besar penulis dapat menyimpulkan bahwa pengorga-

nisasian suatu proses penyatuan semua sumber daya dan dana sehingga

dapat saling mendukung/bekerjasama sesuai fungsinya. Adapun hasil

pengorganisasian adalah menetapkan siapa, melakukan apa dan de-

ngan siapa bekerja.

Pengorganisasian keperawatan oleh kepala ruangan harus menjelaskan

bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan Standar

Asuhan Keperawatan (SAK) dan Standard Operational Procedure

(SOP), menyusun jadwal dinas, memberikan perhatian terhadap peker-

jaan/supervisi, melakukan pertemuan rutin (rapat ruangan, diskusi, pre

dan post conference), menentukan metode penugasan keperawatan dan

membuat struktur organisasi ruangan.

3. Pengarahan (Directing) yaitu memberikan arahan dan bimbingan ke-

pada perawat pelaksana agar melaksanakan asuhan keperawatan yang

sesuai dengan standar yang berlaku. Pengarahan pelayanan keperawatan

adalah proses penerapan pelayanan keperawatan untuk mencapai tu-

20 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 21Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASjuan pelayanan yang optimal meliputi kegiatan motivasi, komunikasi dan

kepemimpinan (Depkes RI, 2001). Kepala ruangan dalam hal ini akan

melakukan kegiatan membimbing, mengarahkan pekerjaan perawat

pelaksana, memberikan motivasi, memberi reward, mendelegasikan pe-

kerjaan, meneruskan informasi kebijakan dan kepala rumah sakit serta

melakukan supervisi internal ruangan. Gibson, Ivancevich & Donally

(2011) fungsi pengarahan adalah melakukan kemampuan keterampilan

untuk personal dan interpersonal. Sehingga bila tidak menguasai kete-

rampilan interpersonal akan gagal. Termasuk kegiatan pengarahan yaitu

interaksi atasan-bawahan, kerja individu. permainan (nule of the game),

komunikasi. persaingan, penerimaan dan penolakan pihak lain, ber-

gabung/meninggalkan kelompok, menerima imbal jasa kompensasi dan

mengatasi stres.

4. Pengendalian (Controlling) yaitu kegiatan untuk mengendalikan aktivi-

tas pelayanan keperawatan agar tetap berada pada koridor standar yang

berlaku, aktivitas membandingkan hasil kerja dengan standar penampi-

lan kerja yang diinginkan dan mengambil kegiatan perbaikan bila ada

kekurangan. Pengendalian pelayanan keperawatan adalah upaya untuk

mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan se-

cara berkesinambungan (Depkes RI, 2001).

Hersey & Blanchard (2011) mengatakan pengendalian adalah mengumpul-

kan umpan balik dari hasil-hasil yang telah dicapai secara periodik dalam

rangka membandingkan hasil-hasil perencanaannya dan menindaklanjuti.

Disamping itu pengendalian adalah kegiatan menilai hasil kerja secara perio-

dik yang ada dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sehingga

menghasilkan umpan balik untuk ditindaklanjuti. Menurut Gibson, Ivancevich

& Donally (2011) fungsi pengendalian menjamin hasil aktual konsisten de-

ngan perencanaan. Apakah hasil sesuai dengan perencanaan kalau tidak ke-

napa, apa ada yang salah dengan fungsi perencanaan. Aktivitas seleksi dan

penerimaan karyawan, inspeksi kegiatan, evaluasi kinerja, dan analisis lapo-

ran keuangan. Manajer membandingkan hasil kerja dengan standar kinerja.

Kepala ruangan akan melakukan kegiatan antara lain menilai hasil kerja

asuhan keperawatan dan membandingkan dengan standar yang ditetapkan,

menilai sikap dan perilaku perawat pelaksana, melihat biaya yang sudah ke-

luar, merencanakan tindak lanjut hasil evaluasi (Murray & Di Croce, 2005).

Menurut Gillies (2007), manajemen keperawatan adalah suatu proses

pendekatan untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain maka pela-

yanan keperawatan dilaksanakan melalui staf perawat dalam rangka mem-

berikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman pada pasien/

keluarga/masyarakat. Pelaksanaan manajemen pelayanan keperawatan

di institusi pelayanan kesehatan, manajemen keperawatan menerapkan

pendekatan sistem. Pendekatan sistem terdiri dari input (masukan), process

(proses), output (keluaran), control (pengendalian) dan feedback mecha-

nism (mekanisme umpan balik). Input (masukan) yang ada dalam ruang

pelayanan keperawatan misalnya ada sarana prasarana, alat kesehatan dan

materiel kesehatan, metode pelayanan keperawatan serta sumber daya

perawat dan tenaga penunjang. Penerapan proses (process) dipelayanan

keperawatan antara lain sistem atau metoda kerja yang diterapkan guna

menyelesaikan tugas pelayanan/asuhan keperawatan termasuk di dalamnya

pola pengarahan dan pengendalian kerja. Output (keluaran) dalam pela-

yanan keperawatan berupa hasil penampilan kinerja yang baik atau buruk.

Kinerja yang baik dapat dirasakan oleh pasien dan perawat misalnya tingkat

kepuasan, percepatan pemulangan pasien, dokumentasi keperawatan yang

lengkap dan yang paling penting adalah tidak ada komplain dari pasien/ke-

luarga/masyarakat.

Sedangkan untuk mengawal pelaksanaan pekerjaan mulai perencanaan

sampai pelaksanaan evaluasi, maka seorang manajer keperawatan juga

menerapkan sistem control (pengendalian) yang baik agar tujuan sesuai

rencana awal, dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mekanisme umpan

balik (feedback mechanism) adalah cara melakukan investigasi kelebihan

dan kekurangan dari input-proses-output serta cara melaporkannya, kemu-

dian melihat cara proses pemecahan masalahnya. Semua hambatan yang

mengganggu atau yang tidak lancer dalam proses pelaksanaan tugas harus

dimonitor dan ditindak lanjuti. Tindak lanjut secara cepat atau lambat yang

penting harus dilakukan dan dilaporkan kepada middle dan atau top ma-

nager untuk mendapat respon dan pengambilan keputusan dengan cepat.

@

22 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 23Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSkema Teori Pendekatan Sistem menurut Gillies (1989)

Sumber: Menurut Gillies (1989)

Berikut ini dapat dilihat tingkatan manajer keperawatan yang bisa meng-

gambarkan berat ringannya dan tanggung jawab sesua level manajer yang

dijabatnya. Seorang top dan atau middle manajer atau manajer puncak

keperawatan seperti Kadep (Kepala Departemen) atau Kabid (Kepala

Bidang) atau Dirwat (Direktur Keperawatan) atau DON (Director of Nursing

akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada pembuatan perenca-

naan (planning) dan pengendalian (controlling) daripada tugas manajemen

yang lainnya. Manajer top seorang planner sehingga seorang manajer top

minimal lulusan S2 manajemen keperawatan. Seorang Kasi (Kepala Seksi)

atau Kasubdep Keperawatan sebagai Middle manager atau manajer te-

ngah, menjadi penerus dan penyeimbang antara kebijakan top manajer dan

manajer bawah (first line/Lower Manager) sehingga semua tahapan proses

manajemen harus dikuasai. Adapun manajer pemula atau Lower Manager

seperti kepala ruangan memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan

tugas-tugas manajerial yang lebih banyak kearah staffing and directing, wa-

laupun dalam kenyataannya masukan dan saran kepala ruangan diperlukan

demi peningkatan mutu pelayanan keperawatan.

Gambar Tingkatan Tanggung Jawab Manajer Keperawatan

Sumber : Menurut Kurniadi (2013)

C. KompetensiManajerPelayananKeperawatan

Manajer pelayanan keperawatan harus memiliki :

1. Kompetensi sebagai pemimpin.

2. Kompetensi sebagai manajer.

3. Kompetensi melakukan kajian analisis.

4. Kompetensi melakukan fish bone analisis.

5. Merumuskan prioritas masalah.

6. Kompetensi melakukan manajemen strategi keperawatan di Rumah

Sakit, Pendidikan tinggi, keperawatan dan organisasi lainnya.

7. Komunikasi efektif leaders dan manajer.

8. Menjalin Relationship dalam kontek profesionalisme.

9. Melakukan Negosiasi.

10. Melakukan lobying.

D. ManajemenSumberDayaManusia

Mengelola SDM keperawatan tidaklah mudah. Memerlukan komitmen dan

fokus dalam pelayanan dan concern memajukan profesi keperawatan.

Aktivitas yang dapat ditempuh melaui :

1. Pemberian penghargaan sebagai perawat teladan.

24 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 25Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2. Memberikan funishment yang terencana dan terprogram bagi yang me-

langgar kode etik dan peraturan organisasi.

3. Melalui seminar pelatihan dan workshop.

4. Melalui studi lanjut di dalam dan luar negeri.

5. Training di dalam dan luar negeri.

6. Pembinaan profesional.

7. Cavasity building.

8. Outbond.

9. Spiritualitas.

E. ManajemenKonflik

Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah internal

dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-ni-

lai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Littlefield (1995) mengatakan

bahwa konflik dapat dikategorikan suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu

kejadian, konflik terjadi akibat ketidaksetujuan antara dua orang atau organi-

sasi yang merasa kepentingannya terancam. Sebagai proses, konflik dimani-

festasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang

atau kelompok, dimana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi

atau mencegah kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik di organisasi

dapat ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan orga-

nisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan kepribadian, serta peran

yang membingungkan.

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan

asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asum-

si dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik meru-

pakan hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang

kedu adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat menghasil-

kan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak

terhadap peningkatan dan pengembangan produksi. Di sini, peran manajer

sangat penting dalam mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan

konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang produktif. Jika

konflik mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus meng-

identifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya tidak

berefek pada produktivitas dan motivasi kerja. Belajar menangani konflik

secara konstruktif dengan menekankan pada win-win solution merupakan

keterampilan kritis dalam suatu manajemen.

Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik

Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun

yang lalu, di mana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa

yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan

sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus di-

hindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik

selalu akan merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi,

meskipun dihindari dan ditolak namun harus tetap diselesaikan secepatnya.

Konflik sebenarnya dapat dihindari dengan mengarahkan staf kepada tu-

juan yang jelas dalam melaksanakan tugas dan memfasilitasi agar staf dapat

mengekspresikan ketidakpuasannya secara langsung sehingga masalah ti-

dak menumpuk dan bertambah banyak.

Pada pertengahan abad ke-19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik

dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadi-

an yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manajer harus

belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada

berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi merupakan

suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui

bahwa konflik dan kerja sama dapat terjadi secara bersamaan.

Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan

suatu hal yang penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadi-

kan konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan

bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus ke-

hancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer mengelo-

lanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam

organisasi, maka manajer harus dapat mengelolanya dengan baik.

Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif atau kuantitatif. Meskipun kon-

flik berakibat terhadap stres, tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreati-

vitas Manajemen konflik yang konstruktif akan menghasilkan lingkungan

yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komu-

nikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta

tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbe-

daan (Erwin, 1992).

26 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 27Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSumber Konflik

Beberapa sumber konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa

hal berikut:

1. Keterbatasan sumber daya.

2. Perbedaan tujuan.

3. Ketidakjelasan peran.

4. Hubungan dalam pekerjaan.

5. Perbedaan antar individu.

6. Masalah organisasi.

7. Masalah dalam komunikasi.

Kategori Konflik

Di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal

(Marquis dan Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan

bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan

yang sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian, dan prak-

tik. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni, Konflik Intrapersonal,

interpersonal, dan antar kelompok.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan ma-

salah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang

terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi pe-

ran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik intraper-

sonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap

pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.

2. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tu-

juan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang

secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan per-

bedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman

sesama manajer, atasan dan bawahannya.

3. Konflik Antar kelompok (Intergroup)

Konflik terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organi-

sasi. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekua-

saan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana.

Proses Konflik

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan.

1. Konflik laten

Tahapan konfik yang terjadi terus monerus (laten) dalam suatu organisasi.

Misalmya, kondisi tentang keterbatasan stal dan perubahan yang cepat.

Kondisi bersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas

produksi, meskipan konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata

atau tidak pernah terjadi.

2. Konflik yang dirasakan (felt conflict)

Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai an-

caman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga

sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk me-

nerima kontlik dan tidak merasakan kontlik tersebut sebagai suatu ma-

salah/ancaman terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan

yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari

penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggu-

nakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik.

Sementara itu,penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan

upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuas-

kan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solu-

tion.

5. Konflik aftermath

Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terse-

lesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah be-

28 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 29Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASsar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera

di atasi atau dikurangi.

Penyelesaian Konflik

Figur Diagram Proses Konflik (Marquis dan Huston, 1998: 314)

Langkah-Langkah

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik

meliputi pengkajian, identifikasi dan intervensi.

1. Pengkajian

a. Analisis situasi

Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan,

setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perki-

raan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terli-

bat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.

b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan ma-

salah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari

masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu

waktu.

c. Menyusun tujuan

Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

2. Identifikasi

a. Mengelola perasaan.

b. Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai

respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.

3. Intervensi

a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.

Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.

b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian kon-

flik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang pa-

ling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik

1. Set the tone: kendalikan diri dan jangan ada ancaman.

2. Get the feeling: beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.

3. Get the fact: mendengarkan dan mengamati dengan saksama.

4. Ask for help: beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang ter-

baik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat.

5. Get a commitment: komitmen dan pengorbanan.

6. Follow up: tindak lanjuti secara konsisten.

Beberapa Strategi Penyelesaian Konflik

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam.

1. Kompromi atau negosiasi

Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling

menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi

ini sering diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terli-

bat saling menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam

manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan

top manajer keperawatan.

30 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 31Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2. Kompetisi

Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini

menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa

mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah

kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa men-

datang.

3. Akomodasi

Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik

ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha

mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang

lain untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi se-

benarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam poli-

tik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.

4. Smoothing

Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi

komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terli-

bat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan

dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan

pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat dipergunakan pada konflik

yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.

5. Menghindar

Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang

masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak me-

nyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan

membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada

menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika

masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.

6. Kolaborasi

Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi, ke-

dua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama

dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena keduanya yakin akan terca-

painya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan

bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,

kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyele-

saikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/se-

seorang (Bowditch dan Buono, 1994).

Negosiasi

Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, nego-

siasi juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan

Huston, 1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyele-

saikan konflik dengan pendekatan kompromi. Selama negosiasi berlang-

sung, berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan untuk

mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.

Smeltzer (1991) mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif

(setiap orang menang), dan kompetitif (hanya satu orang yang menang). Satu

hal yang penting dalam negosiasi adalah apakah ada salah satu atau kedua

pihak menghendaki adanya perubahan hubungan yang berlangsung dengan

meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak menghendaki

adanya perbaikan hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif. Namun,

jika hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan hubungan, maka

yang muncul adalah tipe kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak

yang menang dan kalah, sebagai negosiator penting untuk memaksimalkan

kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan

kekalahan dengan membuat pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama,

dan membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil negosiasi.

Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk

memulai proses negosiasi, yaitu: masalah harus dapat dinegosiasikan, nego-

siator harus tertarik terhadap “take and give” selama proses negosiasi, dan

mereka harus saling percaya (Smeltzer, 1991).

Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi

adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh

karena pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang di-

dapat, maka semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.

2. Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah

melakukan kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama.

Tujuan tersebut sebagai masukan dari tingkat bawah.

32 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 33Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3. Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi

dan efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat

perlu juga diperhatikan oleh manajer.

4. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agen-

da negosiasi alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat

disepakati.

Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan

kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi

berjalan.

1. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.

2. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respon nonverbal yang

nampak.

3. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif

informasi yang disampaikan.

4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan

bicara Anda. Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan per-

setujuan.

5. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-ma-

salah pribadi pada saat negosiasi.

6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.

7. Jujur.

8. Usahakan bersikap bahwa Anda memerlukan penyelesaian yang ter-

baik.

9. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan

mintalah waktu untuk menjawabnya.

10. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi ber-

langsung, istirahatlah sebentar.

11. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda

nahami.

12. Bersabarlah (Smeltzer, 1991).

Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi

Lakukan

1. Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda me-

ngetahui keinginan orang lain.

2. Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah, bu-

kan sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.

3. Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat

diterima, jika Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.

4. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak. Perhatikan

gerakan tubuhnya.

5. Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.

6. Antisipasi penolakan.

7. Tahu apa yang dapat Anda berikan.

8. Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.

9. Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap

pendapat Anda.

10. Bersikaplah asertif, bukan agresif.

11. Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.

12. Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak terhadap

suatu pendapat.

13. Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar.

Hindari

1. Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar dan menyepelekan.

2. Trik yang tidak baik, seperti manipulasi.

3. Distorsi.

4. Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.

5. Tidak berurutan.

6. Membuat hanya satu pilihan.

7. Memaksakan kehendak.

8. Berusaha menekankan pada satu pendapat.

34 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 35Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASContoh Kasus

Perawat X, sebelumnya bertugas dibagian anak, lalu dipindahkan dan di-

berikan tugas untuk mengelola bagian ruang bersalin (rooming in). Perawat

X tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak menguasai bagaimana

melakukan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir, sehingga perawat X

mengajukan keberatan. Sebagai kepala ruangan, Anda menilai bahwa pe-

rawat X orang yang kompeten terhadap tugas yang diberikan. Dalam situasi

tersebut, Anda mengalami konflik personal dan profesional.

Pertanyaan: Pilih strategi penyelesaian konflik yang sesuai berdasarkan

hasil analisis data dan identifikasi masalah, kemudian susun rencana solusi

yang Anda tawarkan?

F. ManajemenLogistik

1. Latar Belakang

Keberhasilan organisasi mencapai tujuan didukung oleh pengelolaan be-

berapa dimensi, yaitu sebagai berikut : Man, Money, Machine, Methode

dan Material. Tata kelola yang seimbang dan baik dari kelima dimensi

tersebut akan memberikan kepuasan kepada costumer baik costumer

internal maupun eksternal. Rumah sakit yang telah terakreditasi seharus-

nya telah memiliki pengelolaan lima dimensi 5 M yang terstandar terma-

suk lima dimensi tersebut. Keberhasilan pengelolaan logistik rumah sakit

tergantung pada kompetensi dari manajer logistik rumah sakit. Manajer

berfungsi untuk mengelola logistik melalui fungsi antara lain mengidenti-

fikasi, merencanakan pengadaan, pendistribusian alat hingga mengem-

bangkan sistem pengelolaan logistik yang efektif dan efisien. Pengadaan

alat yang tepat dan berfungsi dengan baik akan memperlancar kegiatan

pelayanan keperawatan kepada pasien sehingga berdampak bagi pe-

ningkatan mutu pelayanan keperawatan atau kesehatan sesecara konfre-

hensif.

Ledaer dan Manager keperawatan wajib mempunyai kompetensi untuk

melakukan tatakelola logistic. Manajer keperawatan juga harus mampu

mengantisipasi kejadian darurat. Manajer keperawatan harus membuat

skala prioritas serta melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk pen-

capaian tujuan pelayanan kesehatan rumah sakit. Manajer keperawatan

dalam mengelola logistic, harus efektif dan efisien. Mangelola logistik

memiliki kemampuan untuk mencegah kebocoran dan meminimalisir

pemborosan. Kerusakan, kadaluarsa, kehilangan alat kesehatan memiliki

dampak pada pengeluaran ataupun biaya operasional rumah sakit atau

institusi terkait. Menurut pemanfaatannya, bahan atau alat yang harus

disediakan rumah sakit dan atau institusi dikelompokkan menjadi perse-

diaan farmasi (antara lain: obat, bahan kimia, gas medik, peralatan ke-

sehatan), persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik.

2. Pengertian Umum

Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta

proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan,

penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan

material/alat-alat. Logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya

adalah menyediakan bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan

operasional instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu

yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin. Dalam

hal ini perlu dihindari terjadinya over promised interdelivered.

Kegiatan logistik secara umum mempunyai tiga tujuan, yaitu:

- Tujuan operasional adalah agar tersedia barang, serta bahan dalam

jumlah yang tepat dan mutu yang memadai.

- Tujuan keuangan meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional

dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.

- Tujuan pengamanan bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh

kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan pe-

nyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang sesung-

guhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.

Ada 5 komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik, ya-

itu: (1) struktur lokasi fasilitas; (2) transportasi; (3) persediaan (inventory);

(4) komunikasi; (5) penanganan (handling) dan penyimpanan (storage).

Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam

material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam

keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana logistiklah material me-

ngalir ke kompleks manufacturing yang sangat luas dari Negara industri,

dan produk-produk didistribusikan melalui saluran-saluran distribusi untuk

konsumsi.

36 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 37Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan

terhadap pemindahan dan penyimpanan yang strategis.

Seluruh rangkaian kegiatan ini harus dapat dipantau oleh pimpinan

sehingga dapat selalu dijaga dan diarahkan agar selalu berjalan lancer,

tidak boros, tepat guna adan berhasil guna yang sebaik-baiknya.

Penyimpangan yang mungkin akan terjadi dapat segera diketahui

dan dicegah sebelum berkembang terlalu jauh sehingga merugikan.

Selanjutnya, upaya penyempurnaan dapat pula senantiasa dilaksanakan

sedini mungkin apabila penngawasan dan evaluasi dapat dilaksanakan

dengan mudah dan semua informasi yang diperlukan tersedia.

3. Manajemen Logistik Keperawatan

Pengertian

Kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk mencapai daya

guna (efisiensi) yang optimal di dalam memanfaatkan barang dan jasa.

Logistik modern dapat didefinisikan sebagai proses pengelolaan yang

strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang

dan barang-jadi dari para suplaier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan

dan kepada para langganan. Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi ber-

bagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan pe-

nyimpanan (storage) yang strategis.

Gillies, (2000), menyatakan manajemen keperawatan adalah seni mem-

peroleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh staf kepe-

rawatan dalam pelayanan keperawatan disuatu rumah sakit atau unit

pelayanan keperawatan. Sedangkan logistik adalah bahan untuk kegiatan

operasional yang sifatnya habis pakai. Manajemen logistik adalah suatu

ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan

dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan

pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. (Subagya: 1994),

sehingga manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana

cara mencapai tujuan dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila

dibutuhkan dan dipergunakan secara efisien dan efektif. Dalam sistem

administrasi manajemen logistik Nursalim (2010) menyatakan sebagai

berikut:

Unsur manajemen :

a. Man.

b. Money.

c. Material.

d. Machine.

e. Method.

Fungsi logistic :

a. Fungsi perencanaan.

b. Fungsi penganggaran.

c. Fungsi pengadaan.

d. Fungsi penyimpanan.

e. Fungsi penyaluran.

f. Fungsi penghapusan.

g. Fungsi pengendalian.

Fungsi manajemen :

a. Planning.

b. Organizing.

c. Actuating.

d. Controlling.

Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur-unsur manajemen di-

proses melalui fungsi-fungsi manajemen dan fungsi tersebut merupakan

pegangan umum untuk dapat terselenggaranya fungsi-fungsi logistic.

4. Fungsi Manajemen Logistik

Manajemen logistik adalah merupakan upaya tatakelola suatu aktivitas

rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, melalui penataan, alat

dan bahan bahan kesehatan yang akan dipergunakan untuk pelayanan

kesehatan atau keperawatan. Aktivitas logistik (lokasi fasilitas, transpor-

tasi, inventarisasi, komunikasi, pengurusan dan penyimpanan) telah di-

laksanakan orang semenjak awal spesialisasi komersial.

38 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 39Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik

sebagai berikut (Mustiksari: 2007) :

- Perencanaan.

- Penganggaran.

- Pengendalian (control).

- Pengadaan.

- Penghapusan.

- Penyimpanan.

- Pendistribusian.

Masing-masing fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu dengan

yang lain. Untuk itu kita bahas satu persatu fungsi logistik tersebut.

Fungsi-fungsi manajemen logistik merupakan suatu proses yang terdiri

dari:

a. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan. Pengertian umum

adalah proses untuk merumuskan sasaran dan menentukan langkah-

langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Sedangkan secara khusus perencanan logistik adalah

merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya dilakukan

oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan

alur yang berlaku dimasing-masing organisasi (Mustikasari: 2007).

Subagya menyatakan perencanaan adalah hasil rangkuman dari kaitan

tugas pokok, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan atau

lingkungan yang merupakan cara terencana dalam memuat keinginan

dan usaha merumuskan dasar dan pedoman tindakan. Pengelolaan

logistik cenderung semakin kompleks dalam pelaksanaannya sehingga

akan sangat sulit dalam pengendalian apabila tidak didasari oleh pe-

rencanaan yang baik. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem

monitoring, evaluasi dan reporting yang memadai dan berfungsi se-

bagai umpan balik untuk tindakan pengandalian terhadap devisi-devisi

yang terjadi.

Pimpinan/Staf. Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, ren-

cana yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan bahkan se-

baliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya. Di bawah

ini akan dilukiskan bagan kerjasama antara pimpinan, perencana,

pelaksana dan pengawas (Anwar, 2014).

• Pengkajian.

• Persiapan.

• Pelaksanaa.

• Sasaran.

• Pengawasan.

Dalam suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai de-

ngan pencapaian tujuan (Sasaran) diperlukan kerjasama yang terus

menerus antara pimpinan/staf, perencana, pelaksana dan pengawas

dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan sesuai dengan uraian

tugas masing-masing. Seluruh kegiatan diarahkan pada pencapaian

tujuan (untuk mencapai sasaran) organisasi.

Perencanaan dapat dibagi ke dalam periode-periode sebagai berikut:

• Rencana jangka panjang (Long range).

• Rencana jangka menengah (Mid range).

• Rencana jangka pendek (Short range).

Periodisasi dalam suatu perencanaan sekaligus merupakan usaha

penentuan skala perioritas secara menyeluruh dan berguna untuk

usaha tindak lanjut yang terperinci. Melalui fungsi perencanaan dan

penentuan kebutuhan ini akan menghasilkan antara lain:

• Rencana Pembelian.

• Rencana Rehabilitasi.

• Rencana Dislokasi.

• Rencana Sewa.

• Rencana Pembuatan.

Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat menjawab

dan menyimpulkan pernyataan sebagai berikut:

1) Apakah yang dibutuhkan (what) untuk menentukan jenis barang

yang tepat?

2) Berapa yang dibutuhkan (how much, how many) untuk menentu-

kan jumlah yang tepat?

3) Bilamana dibutuhkan (when) untuk menentukan waktu yang

tepat?

40 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 41Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASd) Dimana dibutuhkan (where) untuk menentukan tempat yang

tepat?

e) Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who) untuk

menentukan orang atau unit yang tepat?

f) Bagaimana diselenggarakan (how) untuk menentukan proses yang

tepat?

g) Mengapa dibutuhkan (why) untuk mengecek apakah keputusan

yang diambil benar-benar tepat?

Fungsi perencanaan mencakup aktifitas dalam menetapkan sasa-

ran, pedoman, dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik.

Penentuan kebutuhan merupakan perincian (detailering) dari fung-

si perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi

penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.

b. Fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perin-

cian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala

mata uang serta jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan

dan pembatasan yang berlaku terhadapnya.

c. Fungsi pengadaan, merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perenca-

naan, penentuan kepada instansi-instansi pelaksana.

d. Fungsi penyimpanan dan penyaluran, merupan penerimaan, pe-

nyimpanan dan penyaluran perlengkapan yang telah diadakan melalui

fungsi-fungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansi-

instansi pelaksana.

e. Fungsi pemeliharaan adalah usaha atau proses kegiatan untuk mem-

pertahankan kondisi teknis, daya guna, dan daya hasil barang inven-

taris.

f. Fungsi penghapusan, yaitu berupa kegiatan dan usaha pembebasan

barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan perkataan

lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan

(assets) karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan

sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut

dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

g. Fungsi pengendalian, merupakan fungsi inti dari pengelolaan per-

lengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan

keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat

kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expedi-

ting yang merupakan unsur-unsur utamanya.

5. Pengendalian Logistik Non Medis

Logistik non medis di rumah sakit biasanya merupakan barang kecil dan

disebut dengan barang keperluan rumah tangga dari rumah sakit. Jenis-

jenisnya antara lain :

a. Alat tulis kantor.

b. Alat kebersihan.

Pembicaraan logistik non medis penting karena hal berikut.

a. Walaupun terdiri dari barang kecil-kecil, sering murah harganya, tetapi

dapat mengangkat nama baik RS, seperti WC tak ada lisol jadi bau.

b. Terdiri dari berbagai jenis barang yang kecil-kecil yang mudah hi-

lang.

c. Walaupun terdiri dari barang yang kecil, bila dijumlahkan akan berni-

lai rupiah yang besar, apalagi dalam jangka waktu yang lama.

Kepentingan tadi biasanya baru akan terasa bila telah terjadi kasus, dan

nantinya akan ada saling menyalahkan diantara yang terlibat, untuk

menghindari hal ini ada baiknya diatur pengendalian yang sederhana

tetapi tepat, sederhana dalam artian tidak rumit birokratis, tetapi cukup

mudah diikuti, tepat dalam arti bisa menjamin terjadinya efisiensi.

Mengenal logistic lebih rinci, perlu agar jelas apa yang perlu dikenda-

likan, kemudian cara permintaan dan pemberian logistik atau prosedur

pelaksanaan menjadi jelas. Selanjutnya perlu jelas bagaimana pencatatan

pemakaian logistik dan intinya adalah bagaimana pengendalian bisa

ditetapkan.

Tentunya pengolahan dengan komputerisasi seperti sistem komputer

akuntansi Inventorikan dapat mengendalikan stock secara lebih cepat,

tepat dan lengkap. Tetapi dengan manual yang sederhana dapat pula

dilakukan.

#

42 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 43Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS6. Jenis Logistik Non Medis di RS

Secara umum logistik non medis terdiri dari :

a. Alat tulis kantor.

b. Alat kebersihan.

Akan dijelaskan pada tabel di bawah, hal-hal yang berhubungan dengan

alat tulis kantor, alat kebersihan.

Tabel Jenis Logistik Non Medis di RS

7. Prosedur Logistik Non Medis

Prosedur ini tersaji dalam gambar di bawah meliputi permintaan dan

pemberian barang.

FORMULIR PERMINTAAN KEBUTUHAN

Persetujuan Ka. TU

…………….., tgl, bln, thn

………………………..

Nama & Tanda tangan

Ditandatangani Ka. Ruangan

…………….., tgl, bln, thn

………………………..

Nama & Tanda tangan

Gambar Prosedur Logistik Non Medis

8. Pencatatan Logistik Non Medis

Pencatatan logistik penting agar menjamin:

a. Kejelasan kondisi gudang (stock).

b. Kejelasan barang kapan diberikan.

c. Kepada siapa barang diberikan.

d. Berapa banyak yang diperlukan.

NO JENIS URAIAN

1.

2.

Alat tulis kantor

Alat kebersihan

Barang-barang yang berhubungan dengan kebutuhan tulis menu-lis, seperti : 1. Bolpoint2. Buku kwarto3. Kertas4. PenggarisBiasanya status tidak dikelompokkan pada jenis ini.

Barang-barang yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan baik alat atau bahan. Contoh : 1. Kain pel2. Sabun3. Lisol4. Tempat sampah

Bagian Instalasi Ruangan Dicatat Janjikan Keadaan barangdigunakan

Tidak Ada DiberikanYang Bekas

TakKembali

Kembali Yang

BekasJatah Administrasi

Logistik

NO KELOMPOK URAIAN

1.

2.

3.

4.

5.

KEBUTUHAN

PERMINTAAN

ADMINISTRASILOGISTIK

PEMBERIAN

PENCATATAN

Ruangan, instalasi atau bagian RS yang membutuhkan ba-rang harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Permintaan ditulis pada formulir permintaan yang telah ditandatangani oleh yang berwenang seperti : Kepala Ruangan, Kepala Instalasi dan lain-lain. Petugas adminstrasi logistik harus memperhatikan keadaan barang di gudang, jatah bila ada dan barang bekas harus sudah kembali.

Bila tidak ada barangnya,maka dijanjikan sesuai kesanggu-pan. Bila barang bekas tak kembali karena hilang makabaru diberikan setelah ada persetujuan Ka. TU. Hal ini agar men-jamin ke hati-hatian.

Pemberian dicatat sesuai pedoman yang ada.

44 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 45Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Pencatatan yang disesuaikan meliputi sebagai berikut:

a. Buku stock gudang.

b. Buku pemberian barang (pengeluaran barang).

Kolom-kolom pada buku adalah :

a Buku stock gudang.

Tabel Contoh Intervensi

b. Buku pengeluaran barang

Tabel Contoh catatan pengeluaran barang

Perlu pula tambahan formulir atau buku bantu pada barang-barang yang

habis sebelum akhir bulan, hal ini bila pengisian barang dapat dilakukan

secara sistem bulanan.

Pelaporan pemakaian dapat dibuat untuk mengetahui :

a. Pemakaian bulanan baik jenis maupun jumlah barang.

b. Ruangan/bagian mana yang menggunakan jenis barang tertentu dengan

jumlah tertulis.

Kolomnya seperti berikut:

a. Laporan bulanan pemakaian barang

Tabel Contoh pengeluaran barang

Jenis barang:s

Dalam hal ini untuk jenis barang alat tulis kantor dan kebersihan secara

terpisah.

b. Laporan bulanan pemakai barang

Tabel Contoh pemberian barang

Jenis barang : Bulan :

NO TANGGALBARANG MASUK BARANG KELUAR

NAMA BARANG JUMLAH NAMA BARANG JUMLAH

NO TANGGAL NAMA BARANG RUANGAN/INSTALASI DLL JUMLAH

NO NAMA BARANG

BULANKET

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

NO NAMA BARANGRUANGAN

VIP A KLS III Instalasi Dan lain-lain

46 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 47Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASLaporan ini berguna untuk :

1) Pengendalian pemakaian.

2) Perencanaan pembelian bagi pengisian gudang agar tak berlebi-

han juga tak kekurangan.

9. Pengendalian Logistik Non Medis

Pengendalian logistik non medis dapat melalui 3 jalan sebagai berikut:

a. Pengendalian Prosedur. Prosedur yang mengharuskan barang bekas

kembali, akan membuat pelaksana lebih telaten juga bila barang bekas

ada hilang harus lapor ke Ka. TU. Sehingga akan membuat jera.

b. Pengendalian Stock Gudang. Dengan pencatatan yang baik dan anali-

sis kecenderungan dapat diketahui dan dipersiapkan stock yang opti-

mal (tak berlebihan dan tak kekurangan).

c. Pengendalian Pemakai. Dengan laporan pemakaian, maka akan dike-

tahui jumlah pemakaian yang besar akan diketahui di bidang/ruangan

mana sehingga bisa diselidiki.

10. Peran Logistik Di Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu satuan usaha yang melakkukan kegiatan

produksi. Kegiatan produksi rumah sakit adalah produksi jasa tersebut,

sehingga yang dimaksudkan dengan kegiatan logistik disini hanya me-

nyangkut manajemen persediaan bahan barang serta peralatan yang

dibutuhkan dalam rangka produksi jasa tersebut dan bukannya manaje-

men pendistribusian barang jadi.

Pada definisi lama dinyatakan bahwa bagian logistik adalah bagian yang

menyediakan barang dan jasa dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat

dengan harga yang sesuai. Dari segi manajemen modern maka tang-

gung jawab bagian logistik lebih diperluas yaitu:

a. Menjaga kegiatan yang dapat memasok material dan jasa secara ti-

dak terputus (uninterrupted).

b. Mengadakan pembelian inventaris secara bersaing (kompetitif).

c. Menjadwal investasi barang pada tingkat serendah mungkin.

d. Mengembangkan sumber pasokan yang dapat dipercaya dan alter-

natif pasokan lain.

e. Mengembangkan dan menjaga hubungan baik dengan bagian-bagian

lain.

f. Memantapkan integrasi yang maksimal dengan bagian-bagian lain.

g. Melatih dan membina pegawai yang kompeten dan termotivasi

dengan baik.

Menurut bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus dise-

diakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi: persediaan farmasi,

persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan teknik.

Sebagai ilustrasi, berikut disampaikan persediaan logistik farmasi. Biaya

rutin terbesar di rumah sakit pada umumnya terdapat pada pengadaan

persediaan farmasi, yang meliput:

a. Persediaan obat mencakup: obat-obat esensial, nonesensial, obat-

obatan yang cepat, dan obat-obatan yang lama terpakai.

b. Persediaan bahan kimia mencakup: persediaan untuk kegiatan opera-

sional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non-

medis.

c. Persediaan gas medik, kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar be-

dah, ICU atau ICCU membutuhkan beberapa jenis gas medik.

d. Peralatan kesehatan, berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi ke-

giatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan

sebagai barang habis pakai serta barang tahan lama atau peralatan

elektronik dan nonelektronik.

Tentu perlu dilakukan inventory control yang bertujuan menciptakan ke-

seimbangan antara persediaan dan permintaan. Karena itu, hasil stock

opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu

kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan, atau kurang

dari satu tahun.

Pengadaan barang yang dalam sehari-hari disebut juga pembelian, meru-

pakan titik awal dari penngendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah

tidak tepat, maka pengendalian akan sulit di kontrol.

Pembelian harus menyesuaikan dengan pemakaian, sehingga ada kese-

imbangan antara pemakaian dan pembelian. Keseimbangan ini tidak

hanya antara pembelian dengan pemakaian/penjualan total, tetapi ha-

rus lebih rinci lagi yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis

48 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 49Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASobat. Obat yang laku keras terbeli dalam jumlah relatif banyak daripada

obat yang laku lambat.

Dalam pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu

keseimbangan total dan keseimbangan komposisi. Keseimbangan total, adalah keseimbangan antara seluruh persediaan dan seluruh permintaan,

dengan kata lain antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan se-

cara proporsional.

Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan se-

bagai suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, pe-

nyimpanan, pendistribusian, pemantauan persediaan bahan (stock, ma-

terial, supplies, inventory dan lain-lain) yang diperlukan bagi produksi

jasa rumah sakit.

Manajemen logistik, khususnya di lingkungan rumah sakit perlu dilak-

sanakan secara efisen dan efektif. Dalam arti bahwa segala macam ba-

rang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu

dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang

paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai.

Sebagai ilustrasi, di RSUP Persahabatan Jakarta (2000), kegiatan logistik

dilakukan oleh beberapa unit kerja, yaitu bagian sekretariat dengan sub-

bagian rumah tangga dan perlengkapan yang menangani logistik umum,

Instalasi Farmasi yang menangani logistik farmasi serta Instalasi Gizi

yang menangani logistik gizi. Dalam SK Menteri Kesehatan RI No.552/

Menkes/SK/VI/94 antara lain disebutkan bahwa subbagian rumah tang-

ga dan perlengkapan mempunyai tugas melakukan kegiatan perlengka-

pan, pergudangan nonmedis serta tata usaha pengadaan barang dan

jasa. Sementara itu, salah satu tugas Instalasi Farmasi disebutkan sebagai

fasilitas untuk penyimpanan dan penyaluran obat, alat kedokteran, alat

perawatan, dan alat kesehatan.

Secara tegas dapat disampaikan bahwa semua bentuk kegiatan di rumah

sakit memerlukan pelayanan logistik. Keberhasilan dan mutu pelayanan

di rumah sakit memang bergantung dari banyak faktor dan peran logistik

merupakan salah satu kunci utama di dalamnya.

11. Penilaian Mutu Logistik Rumah Sakit

Mutu pelayanan logistic sendiri diukur dari total biaya yang dikeluarkan

dan prestasi yang dicapai. Pengukuran prestasi menyangkut tersedia-

nya (availability) barang, kemampuan (capability) dilihat dari waktu

pengantaran da konsistensi, serta mutu (quality) dari usaha. Biaya lo-

gistik mempunyai hubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin

tinggi masing-masing prestasi ini, maka semakin tinggi pula total biaya

logistiknya. Kunci bagi prestasi logistik yang efektif adalah mengem-

bangkan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang diberi-

kan dengan biaya yang dikeluarkan.

Fungsi seorang manajer logistik di rumah sakit utamanya adalah menja-

min mutu pelayanan yang baik. Penyediaan barang dalam proses logis-

tik harus dapat memuaskan konsumen, baik karyawan rumah sakit yang

membutuhkannya maupun pasien/masyarakat yang dilayani. Untuk ini

diperlukan adanya kualitas manajemen logistik yang baik. Kunci ke-

berhasilan pelayanan logistik dengan kualitas yang baik adalah dengan

melakukannya secara baik, secara terus menerus dalam berbagai ke-

adaan dan sedapat mungkin mencapai hasil seperti yang diharapkan.

Untuk ini diperlukan tenaga yang terampil, sarana dan prasarana yang

baik serta sistem pengawasan berkala yang memadai.

Karyawan rumah sakit yang menggunakan hasil pelayanan logistik

rumah sakit merupakan pihak yang tepat yang amat berperan dalam

penilaian hasil pelayanan logistik. Komentar mereka perlu mendapat

perhatian seksama, dan perlu pula dilakukan penelitian berkala tentang

kualitas pelayanan logistik yang diberikan.

Koordinasi dan pengaturan waktu merupakan tugas penting yang harus

dilakukan dalam pelayanan logistik. Praktis semua kegiatan pelayanan

logistik berinteraksi dengan kegiatan lain di rumah sakit. Semua ini

membutuhkan koordinasi antara berbagai pelayanan dilingkungan logis-

tik maupun antara logistik dengan pihak lain di rumah sakit. Pengaturan

waktu juga memegang peranan amat penting di rumah sakit, karena

beberapa hasil tindakan pengobatan yang mungkin menyelamatkan

nyawa manusia akan amat bergantung dari waktu ketersediaan pela-

yanan logistik. Penyediaan bahan logistik yang tepat dan cepat tentu

akan amat membantu keberhasilan penanganan pasien.

50 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 51Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Keterlambatan pelayanan logistik tentu akan mengakibatkan keterlam-

batan pelayanan pengobatan pasien, dan bahkan bukan tidak mungkin

berakibat fatal. Ketersediaan bahan logistik selama 24 jam penuh sesuai

kebutuhan pelayanan merupakan kebutuhan bagi berbagai rumah sakit

besar dewasa ini.

Di bidang manajemen, manajer logistik perlu memperhatikan adanya ska-

la prioritas dan penyediaan pelayanan dalam waktu yang tepat. Manajer

logistik juga mempunyai peran untuk melakukan perencanaan pengem-

bangan dengan mengidentifikasi kesempatan yang ada, mengevaluasi

manfaat bagi pelayanan pasien, penghitungan laba rugi pengembangan,

dan penilaian terhadap faktor lingkungan yang terkait. Yang tidak ka-

lah pentingnya adalah pembinaan hubungan antar manusia, mengingat

kendati bannyak berhubungan dengana barang, kegiatan logistik sehari-

hari pada kenyataannya juga berhubungan dengan berbagai kalangan di

rumah sakit.

G. ManajemenAsuhanKeperawatan

Prinsip-prinsip Manajemen Asuhan Keperawatan

1. Dasar Perencanaan pemikiran atau konsep tindakan tertulis yang meru-

pakan fungsi untuk menurunkan risiko dalam pengambilan keputusan

atau pemecahan masalah dan efek perubahannya. Adapun kegiatan yang

bisa dilakukan adalah analisa dan mengakaji sistem, mengatur strategi,

menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, mengkaji sum-

ber-sumber organisasi dan kemampuan yang bisa dimanfaatkan, serta

membuat aktivitas berdasarkan prioritas kegiatan.

2. Memanfaatkan waktu yang efektif misalnya membuat jadwal tugas dan

bila ingin tahu kondisi yang tahu sebenarnya turun ke lapangan.

3. Melibatkan staf dalam pembuatan keputusan.

4. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan yang efektif.

5. Mengorganisir misalnya struktur organisasi sesuai blok/level manajemen

mulai dari unit, departemen, top/eksekutif dan tingkat operasional.

6. Melakukan langsung kegiatan pengarahan, misalnya dengan melak-

sanakan pendelegasian, supervisi, koordinasi secara intern dan ekstern

serta pengendalian.

7. Memberikan motivasi agar tetap tinggi; menaikkan gaji secara periodic,

memberikan pendidikan pelatihan tambahan dan promosi lainnya.

8. Menerapkan komunikasi yang efektif baik terhadap sejawat perawat atau

tenaga kesehatan lainnya.

9. Melakukan kegiatan pengendalian meliputi: membuat penilaian pelak-

sanaan rencana, memberikan instruksi, menetapkan standar/pedoman

kerja yang dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja de-

ngan standar awal yang telah ditetapkan.

10. Mengembangkan staf. Sebagai manajer harus selalu berpikir pengem-

bangan staf bukan pengurangan staf, sehingga jenjang karir dan ja-

batan yang jelas. Hal ini akan meningkatan motivasi dan kinerja staf.

Untuk itu pengembangan staf dapat mengikuti pernyataan Katz (dalam

Swanburgh, 2006), dimana ada 3 kategori kemampuan yang harus di-

miliki oleh secorang manajer agar menjadi sukses dalam pengemba-

ngan staf. Tiga kemampuan perawat yang harus dimiliki adalah:

a. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan berpikir yang didasari

oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialami. Hal

ini mendukung dalam pembuatan perencanaan terutama membuat

visi-misi dan kerangka konsep pekerjaan baik dimasa sekarang mau-

pun yang akan datang.

b. Kemampuan tehnis, yaitu sejauh mana seorang manajer bisa mem-

buat metode, sistem dan pedoman kerja yang mudah diikuti oleh

staf dan mudah untuk dievaluasi. Kemampuan ini juga berdasarkan

pengalaman kerja di lapangan. Karena pengetahuan bila ditunjang

dengan pengalaman lapangan akan menjadi sempurna, sehingga

mempercepat dalam proses pengambilan tindakan dan berani me-

ngambil risiko.

c. Kemampuan human/interpersonal, yaitu kemampuan untuk menga-

dakan hubungan dengan orang lain, dalam hal ini membuat peker-

jaan tambah lancar. Membuat hubungan dengan anak buah, hubu-

ngan dengan satu tingkat/selevel dan membuat hubungan dengan

atasan termasuk pihak luar yang terkait dengan pelayanan.

11. Melakukan kegiatan pengendalian meliputi: membuat penilaian pelak-

sanaan rencana, memberikan instruksi, menetapkan standar/pedoman

52 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 53Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASkerja yang akan dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja

dengan standar awal yang telah ditetapkan.

Kerangka Dasar dan Filosofi Manajemen Keperawatan

Pembuatan kerangka konsep dan penguasaan filosofi manajemen kepe-

rawatan merupakan kegiatan yang harus dilalui seorang manajer. Kerangka

konsep dasar atau model dasar manajemen keperawatan dan filosofi kepe-

rawatan, yang memberikan semangat dan landasan dasar dalam pelaksa-

naan kegiatan keperawatan, pedoman dalam pengambilan keputusan dan

menjadi dasar dalam melakukan evaluasi hasil manajemen keperawatan.

Untuk itu kita perlu mengetahui dasar filosofi ilmu keperawatan.

1. Kerangka dasar paradigma keperawatan, yaitu body of knowledge atau

pohon ilmu keperawatan yang menjadi dasar eksistensi sebagai ilmu

pengetahuan. Paradigma keperawatan terdiri dari manusia, perawat/

keperawatan, kesehatan dan lingkungan.

Skema Paradigma Keperawatan

Ada beberapa karakter/ciri dalam membuat pola hubungan antar staf

keperawatan yang bisa mendukung pelaksanaan pelayanan antara lain:

a. Secara naluri setiap manusia akan tertarik dan mempertahankan

pada pekerjaan sehingga akan berusaha bekerja sesuai kemampuan

terbaik.

b. Informasi yang cukup akan mempengaruhi pelayanan keperawatan

sehingga setiap manajer sebelum membuat keputusan harus memiliki

informasi yang memadahi sehingga keputusannya akan akurat dan

tepat.

c. Percaya bahwa suatu tujuan akan mudah dicapai bila dikerjakan se-

cara bersama-sama.

d. Individu memiliki sifat, motivasi dan minat yang berbeda dalam meng-

hadapi pekerjaannya, untuk itu manajer yang baik harus mengetahui

bagaimana latar belakang dan cara memperlakukan staf perawat se-

suai dengan kemampuannya.

e. Manajer harus bisa melakukan fungsi koordinasi dengan semua stake-

holder dan mampu melakukan pengendalian pekerjaannya.

f. Manajer harus memahami kualifikasi staf dan kemampuan lebihnya

sehingga dapat memberikan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tang-

gung jawabnya masing-masing.

g. Individu memiliki kesamaan hak dan pembagian pendelegasian ter-

utama kepada staf yang dianggap mampu.

h. Manajer selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya se-

hingga bisa bekerja secara profesional dan pengambilan keputusan

cepat dan tepat.

i. Semua metode sistem yang dipakai adalah untuk memudahkan pen-

capaian tugas pokok dan tujuan organisasi secara bersama-sama.

2. Filosofi manajemen keperawatan

Bila diartikan secara operasional, filosofi adalah keyakinan kuat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok yang mengarahkan untuk tiap ke-

giatan individu atau kelompok mencapai tujuan bersama. Keyakinan yang

dimiliki oleh tim keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

yang bermutu tinggi dengan cara pembagian kerja, koordinasi dan evalu-

asi. Filosofi keperawatan melihat bahwa manusia itu adalah unik sehing-

ga membutuhkan perlakuan seutuhnya dari segi biologi, psikologi, sosial,

dan spiritual.

Adapun beberapa contoh filosofi keperawatan antara lain:

a. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

b. Manajemen keperawatan adalah fungsi utama bidang keperawatan.

c. Mutu pelayanan keperawatan yang tinggi berarti menunjukkan bah-

wa pelaksanaan manajemen pelayanan memiliki standar yang tinggi

juga.

d. Menjunjung tinggi pendidikan keperawatan berkelanjutan.

e. Keperawatan merubah dan membantu pasien menuju fungsinya yang

optimal.

54 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 55Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASf. Tim keperawatan mampu bertanggung jawab dan bertanggung gu-

gat.

g. Menghargai hak-hak azasi pasien.

h. Perawat adalah advokat pasien.

i. Perawat wajib memberi pendidikan kesehatan.

Adapun pembuatan visi dan misi institusi akan berperan dalam memberi-

kan pelayanan keperawatan terbaik, menciptakan lingkungan kerja yang

kondusif untuk pendidikan, mengembangkan lingkungan pelayanan yang

aman dan nyaman bagi pasien dan keluarganya.

3. Tujuan pelayanan keperawatan

Tujuan pelayanan keperawatan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan

dan tehnologi keperawatan adalah:

a. Meningkatkan dan mempertahankan mutu.

b. Meningkatkan sikap profesionalisme dan akontabel.

c. Meningkatkan hubungan dengan pasien, keluarga dan masyarakat.

d. Meningkatkan komunikasi antar staf.

e. Meningkatkan kualitas kerja.

Semua tujuan ini akan berhasil bila seorang manajer memperhatikan:

a. Kebijakan yang dibuat sifatnya kooperatif.

b. Memperhatikan kesejahteraan sosial stafnya.

c. Memberikan kesempatan mengikuti pendidikan tinggi stafnya.

Demikian juga agar manajer bila ingin sukses dalam pekerjaannya seha-

rusnya memilih metode kerja yang baik. Metode kerja baik bila dalam

pelaksanaan memiliki akibat:

a. Semua bekerja dengan mudah dan aman.

b. Menghindari pemborosan waktu dan pemborosan alat.

c. Mengurangi duplikasi tugas antar tenaga.

d. Meningkatkan tingkat kepuasan kerja staf.

e. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Lingkup Manajemen Keperawatan

Lingkup manajemen keperawatan bagi manajer pemula setingkat kepala

ruangan meliputi:

1. Menetapkan penerapan pelayanan keperawatan yang komprehensif.

2. Melaksanakan intervensi dan evaluasi untuk perbaikan pelayanan kepe-

rawatan.

3. Menerima akontabilitas sebagai pelaksana yang langsung berhadapan

dengan pasien.

4. Mengendalikan lingkup praktik keperawatan agar sesuai dengan per-

aturan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan partisipasi staf dilevel manajer pemula sifatnya antara

lain:

a. Bottom-up, yaitu staf diperbolehkan untuk memberikan masukan kepa-

da setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

b. Top-down, yaitu semua kebijakan dan standar kerja hanya dari atasan,

sedangkan staf harus mengerjakan dan tidak boleh memberi masukan.

c. Lateral, yaitu sikap manajer yang lebih memperhatikan masukan yang

diberikan oleh manajer selevel daripada atasan atau stafnya.

d. Organizational, yaitu setiap kebijakan harus memperhatikan kebijakan

dari top organisasinya agar satu arah pedomannya dan menentang ke-

beradaan organisasi.

e. Personal, yaitu setiap kebijakan kadang dipengaruhi oleh karakter pe-

mimpin yang mengambil keputusan sehingga harus ada masukan dari

staf lain.

56 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 57Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

A. SWOTAnalisis

Pengertian

SWOT merupakan singkatan dari Strenghts (kekuatan), Weakness (kelema-

han), Threats (ancaman), Opportunities (peluang). Analisis SWOT adalah

Identifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti,

2000). SWOT Analysis is defined looking at an organisation’s strengths,

weakness, opportunities, and threats you may be able to analyse the

current direction of the organization (ward/clinical area/workplace), for-

mulate future goals and objectives, or analyse specific situations, ideas,

groups or activities (Stanley.D, 2011). Dengan demikian dapat disimpulkan

analisis SWOT adalah identifikasi faktor lingkungan internal (Strengths &

Weakness) dan eksternal (Threats & Opportunities) dalam merumuskan

dan menganalisis tujuan serta sasaran organisasi melalui analisis yang spesi-

fik terhadap situasi dan ide/gagasan sebagai perencanaan strategi.

Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi rumah sakit dalam pelayanan kesehatan/kepe-

rawatan.

KAJIAN SITUASI

3BAB

58 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 59Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASElemen SWOT terdiri dari :

1. Lingkungan internal yaitu Strength (kekuatan) & Weakness (kelemah-

an), kajian data yang berasal dari dalam organisasi mencakup : (a) sumber

daya, (b) manajemen, (c) keuangan, (d) pemasaran, (e) sistem informasi

dan produksi, (f) kompetensi inti.

2. Lingkungan Eksternal yaitu Threats (ancaman) & Opportunities (pelu-

ang), kajian data yang berasal dari luar organisasi mencakup : (a) pasar,

(b) kompetitor, (c) demografis, (d) teknologi, (e) kebijakan pemerintah.

Gambar SWOT Learning Activity

Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah machine tool yang mampu menggambarkan secara

jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh orga-

nisasi harus disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

Matriks SWOT terdiri dari :

1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE).

2. Eksternal Factor Evaluation (EFE).

B. MatriksIFEdanEFE

1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mengetahui

faktor-faktor internal organisasi berkaiatan dengan kekuatan dan kelema-

han yang dianggap penting. Data dan informasi aspek internal organisasi

dapat digali dari beberapa fungsional organisasi, misalnya aspek manaje-

men, keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, sistem informasi,

dan produksi/operasi.

Cara membuat matriks IFE yaitu :

a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek internal kekua-

tan (strengths) dan kelemahan (weakness). Menentukan rating se-

tiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai dengan 4,

yakni:

1 = kelemahan benar

2 = kelemahan kecil

3 = kekuatan kecil

4 = kekuatan besar

b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan

skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi dan begitu pula yang

sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari

dan dihitung berdasarkan rata-rata nilai kepentingan organisasi.

c. Kalikan nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor

untuk menentukan nilai skornya.

Jadi rating mengacu pada kondisi organisasi, sedangkan bobot pada nilai

kepentingan organisasi terhadap data kajian. Jumlahkan semua skor un-

tuk mendapatkan skor total organisasi. Jika nilainya di bawah 2,5 menun-

jukan bahwa secara internal organisasi adalah lemah, sedang nilai yang

berada di atas 2,5 menunjukan posisi internal organisasi yang kuat.

Gambar Tabel Matriks IFE

2. Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Matrik EFE digunakan Untuk menyimpulkan dan mengevaluasi hal-hal

yang menyangkut peluang dan ancaman yang ada dalam lingkungan

eksternal. Data dan informasi aspek internal organisasi dapat digali dari

beberapa berasal dari luar organisasi mencakup : pasar, kompetitor, de-

STRENGTH1. 2. dst….

WEAKNESS1. 2. dst….

THREATS1. 2. dst….

OPPORTUNITIES1. 2. dst….

Faktor Internal Bobot Rating Skor Keterangan

Strengths1. 2. dst….

Weakness1. 2. dst….

Total Nilai IFE

60 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 61Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASmografis, teknologi, kebijakan pemerintah. Cara membuat matriks EFE

yaitu :

a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek eksternal men-

cakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menentukan

rating setiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai

dengan 4, yakni:

1 = Dibawah rata - rata

2 = Rata - rata

3 = Diatas rata - rata

4 = Sangat bagus

b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan

skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi dan begitu pula yang

sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari

dan dihitung berdasarkan rata-rata nilai kepentingan organisasi.

c. Kalikan nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor

untuk menentukan nilai skornya.

Jadi rating mengacu pada kondisi diluar organisasi, sedangkan bobot

pada nilai kepentingan organisasi terhadap data kajian. Jumlahkan

semua skor untuk mendapatkan skor total organisasi. Jika nilainya 1,0

menunjukan bahwa secara internal organisasi tidak memanfaatkan pelu-

ang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman ekter-

nal, sedang nilai yang 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespon

dengan cara luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan meng-

hindari ancaman-ancaman ekternal.

Gambar Tabel Matriks EFE

C. DiagramCartesius

Diagram cartesius digunakan untuk mengetahui posisi penempatan data yang

telah dianalisis sebelumnya, maka dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

Kuadran 1 : Aggressive Strategy

Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi tersebut me-

miliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang

ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung

kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).

Kuadran 2 : Diversification Strategy

Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi ini masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggu-

nakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara

strategi divesifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Turn Around Strategy

Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, akan tetapi dilain pihak

menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusa-

han ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahan sehingga

dapat merebut peluang pasar yang baik.

Kuadran 4 : Defensive Strategy

Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi tersebut

menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Keempat strategi tersebut memerlukan key success factor dari lingkungan

ekternal dan internal dengan jadgement yang baik melalui strategi alternatif,

yaitu :

• Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan in-

ternal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar peru-

sahaan.

• Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan

untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan

memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

• Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk meng-

hindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

Faktor Internal Bobot Rating Skor Keterangan

Strengths1. 2. dst….

Weakness1. 2. dst….

Total Nilai EFE

$

62 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 63

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS• Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan de-

ngan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Gambar Diagram Cartesius

Sumber: Dumilah, (2010)

Diagram cartesius sangat penting digambarkan oleh seorang leaders dan

manager keperawatan. Diagram cartesius adalah sebuah diagnosa bagai

suatu ruang rawat nginap atau institusi pelayanan kesehatan, pendidikan

tinggi, perusahaan atau lembaga lainnya. Posisi terkini suatu lembaga dapat

ditentukan oleh sebuah diagram cartesius. Posisi ini sangat memudahkan

manager atau leaders dalam mebuat program kerja yang sesuai dengan

situasi terkini.

D. Fish BoneAnalisis

Pengertian :

Fishbone analisis adalah Proses analisis penyebab masalah dengan menga-

nalisis berbagai dimensi penyebab masalah, dimensi nya terdiri dari 5 M 1 E.

Contoh : belum optimalnya SOP perawatan luka post operasi.

Diagram Fishbone analisis

Keterangan :

1. Man; manusia

- Pengetahuanya.

- Sikapnya.

- Keterampilannya.

2. Methode

- Cara/strategi yang digunakan untuk mengcreat suatu problem atau

masalah, tidak efektif sehingga masalah muncul. Metode yang sering

digunakan dalam lingkup keperawatan berupa; sosialisasi, desiminasi,

pelatihan, seminar, workshop, coaching, redemonstrasi, simulasi,

rapat, lounching program, bedah buku, dll yang sesuai.

3. Environment

- Tidak kondusif: rame, berisik, tidak beraturan, udara panas, tidak nya-

man.

- Tidak mendukung: kurang bersih, tidak rapih, sarana prasarana tidak

lengkap.

4. Material

- Alat/bahan yang diperlukan tidak sesuai atau tidak mendukung, se-

hingga timbul masalah: formulir, alat kesehatan, obat-obatan dll.

5. Machine :

- Mesin-mesin apabila ada dan diperlukan: Alat-alat diagnostik, mesin

HD, ventilator, yang diperlukan dalam keperawatan dan kesehatan.

Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

Aggressive Strategy

Opportunities

Weaknesses

Turn around Strategy

Diversification Strategy Defensive Strategy

Strenght

Threats

64 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 65Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS6. Money :

- Dana/anggaran yang diperlukan tidak ada atau tidak mendukung, se-

hingga timbul permasalahan.

E. PrioritasMasalah

Penetapan Prioritas dalam masalah kesehatan penduduk dan penentuan

prioritas dalam program intervensi yang dilaksanakan merupakan sesuatu

yang penting mengingat adanya keterbatasan sumber daya SDM dan

dana. Untuk itu dijelaskan bahwa ada 4 metode dalam penetapan prioritas

masalah kesehatan penduduk yaitu CARL, Bryan, Matematik, Delbeque,

Beban Kerugian Kesehatan dan perbandingan capaian program dengan

target yang ditetapkan. Menentukan prioritas program intervensi yang

dilakukan ada 2 metode masing-masing metode analisis biaya dan metode

Hanlon. Diharapkan ini bermanfaat bagi perawat profesional di klinik dan

bagi pembelajaran mahasiswa kesehatan.

Setelah melakukan kajian situasi, maka dilakukan perumusan prioritas ma-

salah. Banyak rumus untuk menentukan prioritas masalah. Rumus yang

cocok dan sesuai dengan masalan pelayanan keperawatan adalah rumus

CARL dan BRYAN. Berikut implementasi rumus tersebut adalah :

1. CARL

Perumusan Masalah

a. Belum optimalnya pelaksanaan discharge planning.

b. Kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga terhadap pemilahan

sampah infeksius dan non infeksius.

c. Kurangnya optimalisasi jam besuk pengunjung.

Prioritas Masalah

Matriks Alternatif Pemecahan Masalah

C : Ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan prasarana).

A : Kemudahan masalah yang ada (muah diatasi atau tidak).

R : Kesiapan dari tenaga pelaksana.

L : Seberapa berpengaruh kriteria yang satu dengan yang lain.

Ket : 5. Sangat penting, 4. Penting, 3. Cukup penting, 2. Kurang pen-

ting, 1, Sangat kurang pentin.

2. BRYANT

Metode Bryant merupakan cara untuk memenntukan prioritas masalah

keperawatan yang ditemukan memalui kajian analisis dengan memberi-

kan score atau nilai untuk parameter yang ditetapkan. Parameter pe-

nilaian metode ini adalah sebagai berikut :

a. Community Concern, yakni sejauh mana profesi atau masyarakat

menganggap masalah tersebut penting atau dapat juga disebut perha-

tian atau kepentingan masyarakat dan pemerintah atau instansi ter-

kait terhadap masalah tersebut.

b. Prevalensi, yakni berapa banyak pasien, keluarga atau komutis yang

terkena masalah (penyakit) tersebut.

c. Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkan problem,

penyakit tersebut atau tingginya angka morbiditas atau mortalitas

serta kecenderungannya. Maslah tersebut akan berinpact terhadap

pasien dan pelayanan keperawatan.

d. Manageability, yaitu sejauh mana kita memiliki kemampuan secara

sumber daya, dana, expert, metode, strategi untuk mengatasi ma-

salah tersebut.

Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring, kemudi-

an masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara

masalah-masalah yang dinilai. Masalah-masalah dengan skor tertinggi,

akan mendapat prioritas yang tinggi pula. Metode Bryant menggunakan

skor yang berdasarkan pada kriteria :

P = besarnya kelompok atau staf yang terkena masalah,

S = tingkat keseriusan atau kegawatan masalah,

No Alternatif Pemecahan Masalah C A R L Score Ket

1 Belum optimalnya pelaksanaan discharge planning 5 3 4 2 140 3

2 Kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga terhadap pemilahan sampah infeksius dan non infeksius

5 4 5 3 170 1

3 Kurangnya optimalisasi jam besuk pengunjung 5 4 5 3 170 2

66 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 67Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASC = dampak masalah terhadap rumah sakit, institusi terkait, klinik, atau

unit keperawatan.

M = ketersediaan sumber daya, dana, expert, metode, sarana dan prasa-

rana.

Rumus:

Total skor =P x S x C x M

Untuk mendapatkan skor dari kriteia P, S, C, dan M yaitu dengancara

berikut ini : A. Pada kriteria P di atas skornya didapatkan dari rumus

berikut : P =5-A/O Keterangan : P = besarnya kelompok atau staf yang

terkena masalah A = jumlah aset O = jumlah pengguna. Skor: 1 = jum-

lah pasien, individu/masyarakat yang terkena sangat sedikit 2 = jumlah

pasien, individu/masyarakat yang terkena sedikit 3 = jumlah pasien, indi-

vidu/masyarakat yang terkena cukup besar 4 = jumlah pasien, individu/

masyarakat yang terkena sangat besar B. Pada kriteria S skor didapatkan

dari tingkat keseriusan atau kegawatan suatu masalah. Skor: 1 = masalah

yang ditimbulkan tidak berat 2 = masalah yang ditimbulkan cukup berat

3 = masalah yang ditimbulkan berat 4 = masalah yang ditimbulkan sa-

ngat berat.

3. METODE MATEMATIKA

Metode ini dikenal juga sebagai metode PAHO yaitu singkatan dari Pan

American Health Organization, karena digunakan dan dikembangkan

di wilayah Amerika Latin. Dalam metode ini dipergunakan beberapa

kriteria untuk menentukan prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah

berdasarkan: (a) Luasnya masalah (Magnitude), (b) Beratnya kerugian

yang timbul (Severity), (c) Tersedianya sumber daya untuk mengatasi

masalah kesehatan tersebut (Vulnerability), (d) Kepedulian/dukungan

politis dan dukungan masyarakat (Community andpolitical concern),

(e) Ketersediaan data (Affordability), f) Magnitude masalah, menunjuk-

kan berapa banvak penduduk yang terkena masalah atau penyakit terse-

but. Ini ditunjukan oleh angka prevalensi atau insiden penyakit. Makin

luas atau banyak penduduk terkena atau semakin tinggi prevalen, maka

semakin tinggi prioritas yang diberikan pada penyakit tersebut, Severity

adalah besar kerugian yang ditimbulkan. Pada masa lalu yang dipakai

sebagai ukuran severity adalah Case Fatality Rate (CFR) masing-masing

penyakit. Sekarang severity tersebut bisa juga dilihat dari jumlah disa-

bility days atau disability years atau disesase burden yang ditimbul-

kan oleh penyakit bersangkutan. HIV/AIDS misalnya akan mendapat

nilai skor tinggi dalam skala prioritas yaitu dari sudut pandang seperti

ini. Vulnerability menunjukan sejauh mana tersedia teknologi atau obat

yang efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Tersedianya vaksin cacar

yang sangat efektif misalnya, merupakan alasan kuat kenapa penyakit

cacar mendapat prioritas tinggi pada masa lalu. Sebaliknya dari segi vul-

nerability penyakit HIV/AIDS mempunyai nilai prioritas rendah karena

sampai sekarang belum ditemukan teknologi pencegahan maupun pe-

ngobatannya. Vulnerability juga bisa dinilai dari tersedianya infrastruktur

untuk melaksanakan program seperti misalnya ketersediaan tenaga dan

peralatan. Affordability menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia.

Bagi Negara maju masalah dana tidak merupakan masalah akan tetapi di

negara berkembang seringkali pembiayaan program kesehatan tergan-

tung pada bantuan luar negeri. Kadang kala ada donor yang mengkhu-

suskan diri untuk menunjang program kesehatan atau penyakit tertentu

katakanlah program gizi, HIV/AIDS dan lainnya. Dalam penerapan

metode ini untuk prioritas masalah kesehatan, maka masing-masing kri-

teria tersebut diberi skor dengan nilai ordinal, misalnya antara angka 1

menyatakan terendah sampai angka 5 menyatakan tertinggi, Pemberian

skor ini dilakukan oleh panel expert yang memahami masalah kesehatan

dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah diberi skor, ma-

sing-masing penyakit dihitung nilai skor akhirnya yaitu perkalian antara

nilai skor masing-masing kriteria untuk penyakit tersebut. Perkalian ini

dilakukan agar perbedaan nilai skor akhir antara masalah menjadi sangat

kontras, sehingga terhindar keraguan manakala perbedaan skor tersebut

terlalu tipis. Contoh simulasi untuk perhitungan menggunakan metode

ini dijelaskan sebagai berikut.

Tabel Simulasi Penentuan Prioritas Masalah Kesehatandengan Metode Matematika

Masalah Magnitude Severity VulnerabilityCom and political concern

Affordability Final score

TB paru 4 3 3 2 3 216

HIV/AIDS 1 5 1 4 4 80

Malaria 4 3 3 2 2 144

Stroke 1 4 2 3 3 72

68 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 69Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Analisis angka tabel di atas diperoleh angka skor tertinggi adalah 216

maka penyakit TB Paru menjadi prioritas 1 dan angka 144 penyakit

malaria mendapatkan prioritas masalah kesehatan nomor 2 dan begi-

tu seterusnya. Ada beberapa kelemahan dan kritikan terhadap metode

tersebut. Pertama penentuan nilai skor sebetulnya didasarkan pada pe-

nilaian kualitatif atau kelimuan oleh para pakar yang bisa saja tidak ob-

jektif, kedua masih kurang spesifiknya kriteria penentuan pakar tersebut.

Kelebihan cara ini adalah mudah dilakukan dan bisa dilakukan dalam

tempo relatif cepat. Disamping itu dengan metode ini beberapa kriteria

penting sekaligus bisa dimasukkan dalam pertimbangan penentuan prio-

ritas.

4. METODE DELBEQUE DAN DELPHI

Metode Delbeque adalah metode kualitatif dimana prioritas masalah penya-

kit ditentukan secara kualitatif oleh panel expert. Caranya sekelompok pa-

kar diberi informasi tentang masalah penyakit yang perlu ditetapkan prio-

ritasnya termasuk data kuantitatif yang ada untuk masing-masing penyakit

tersebut. Dalam penentuan prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah

pada dasarnya kelompok pakar melalui langka-langkah (1) Penetapan

kriteria yang disepakati bersama oleh para pakar (2) memberikan bobot

masalah (3) menentukan skoring setiap masalah. Dengan demikian dapat

ditentukan masalah mana yang menduduki peringkat prioritas tertinggi.

Penetapan kriteria berdasarkan seriusnya permasalahan menurut pendapat

para pakar dengan contoh kriteria persoalan masalah kesehatan berupa

(1) Kemampuan menyebar/menular yang tinggi (2) mengenai daerah yang

luas (3) mengakibatkan penderitaan yang lama (4) mengurangi penghasi-

lan penduduk (5) mempunyai kecendrungan menyebar meningkat dan

lain sebagainya sesuai kesepakatan para pakar 31. Para expert kemudian

menuliskan urutan prioritas masalah dalam kertas tertutup. Kemudian di-

lakukan semacam perhitungan suara. Hasil perhitungan ini disampaikan

kembali kepada para expert dan setelah itu dilakukan penilaian ulang oleh

para expert dengan cara yang sama. Diharapkan dalam penilaian ulang

ini akan terjadi kesamaan/konvergensi pendapat, sehingga akhirnya di-

peroleh suatu konsensus tentang penyakit atau masalah mana yang perlu

diprioritaskan.

Jadi metode ini sebetulnya adalah suatu mekanisme untuk mencapai

suatu konsensus. Kelemahan cara ini adalah sifatnya yang lebih kualitatif

dibandingkan dengan metode matematik yang disampaikan sebelumnya.

Juga dipertanyakan kriteria penentuan pakar untuk terlibat dalam pe-

nilaian tertutup tersebut. Kelebihannya adalah mudah dan dapat dilaku-

kan dengan cepat. Penilaian prioritas secara tertutup dilakukan untuk

memberi kebebasan kepada masing-masing pakar untuk memberi nilai,

tanpa terpengaruh oleh hirarki hubungan yang mungkin ada antara para

pakar tersebut. Metode lain yang mirip dengan Delbeque adalah metode

Delphi. Dalam metode Delphi sejumlah pakar (panel expert) melaku-

kan diskusi terbuka dan mendalam tentang masalah yang dihadapi dan

masing-masing mengajukan pendapatnya tentang masalah yang perlu

diberikan prioritas. Diskusi berlanjut sampai akhirnya dicapai suatu kese-

pakatan (konsensus) tentang masalah kesehatan yang menjadi prioritas.

Kelemahan cara ini adalah waktunya yang relatif lebih lama dibanding-

kan dengan metode Delbeque serta kemungkinan pakar yang dominan

mempengaruhi pakar yang tidak dominan. Kelebihannya metode ini me-

mungkinkan telahaan yang mendalam oleh masing-masing pakar yang

terlibat. Contoh simulasi Metode Delbeque dan Delphi bila dituangkan

dalam matrik seperti tabel di bawah ini.

Tabel Hasil Penetapan Skor para Panel Expert Dalam Penetapan Prioritas

Dari simulasi penetapan prioritas masalah di atas, maka skore tertinggi

adalah masalah kesehatan point B maka ini menjadi Prioritas kedua ma-

salah kesehatan adalah point A dan begitu seterusnya.

MasalahKriteria yang dipakai Total

skorePrioritas masalah1 2 3 4 5 6

A 3 3 4 4 5 5 3600 II

B 4 4 5 3 4 4 3840 I

C 2 3 3 5 4 5 1800 III

D 1 2 3 2 3 1 36 IV

E 2 2 1 1 1 1 4 V

Dst.

70 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 71Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS5. METODE ESTIMASI BEBARI KERUGIAN (DISEASE BURDEN)

Metode Estimasi Beban Kerugian dari segi teknik perhitungannya lebih

canggih dan sulit, karena memerlukan data dan perhitungan hari produk-

tif yang hilang yang disebabkan oleh masing-masing masalah. Sejauh

ini metode ini jarang dilakukan di tingkat kabupaten atau kota di era

desentralisasi program kesehatan. Bahkan ditingkat nasional pun baru

Kementrian Kesehatan dengan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan yang mencoba menghitung berapa banyak Kerugian yang di-

timbulkan dalam kehidupan tahunan penduduk (Disease Adjusted Life

Year = DALY). Pada tingkat global penggunaan metode Disease Burden

dalam penetapan prioritas masalah kesehatan, Bank Dunia telah meng-

hitung waktu produktif yang hilang (Desease Burden) yang disebut se-

bagai DALY yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit. Atas dasar

perhitungan tersebut Bank Dunia menyarankan agar dalam program ke-

sehatan prioritas diberikan pada masalah kesehatan esensiat terdiri darai

(1) TBC (2) Pemberantasan Penyakit Menular (3) Penanganan Anak Gizi

Kurang/Buruk.

6. METODE PERBANDINGAN ANTARA TARGET DAN PENCAPAIAN PROGRAM TAHUNAN

Metode penetapan prioritas masalah kesehatan beradasarkan pencapai-

an program tahunan yang dilakukan adalah dengan membandingkan an-

tara target yang ditetapkan dari setiap program dengan hasil pencapaian

dalam suatu kurun waktu 1 tahun. Penetapan prioritas masalah kesehat-

an seperti ini sering digunakan oleh pemegang atau pelaksana program

kesehatan di tingkat Puskesmas dan Tingkat Kabupaten/Kota pada era

desentralisasi saat ini. Simulasi dari metode tersebut dapat dilihat pada

tabel di bawah.

Tabel Pencapaian Program Gizi di suatu wilayah Puskesmaspada tahun 2011

Sumber: Laporan Tahunan 2011 Puskesmas Enam Lingkung

Berdasarkan tabel data di atas didapatkan perbedaan yang besar pen-

capaian dibandingkan target yang ditetapkan adalah pemberian tablet

Besi hanya dicapai target sebesar 74% dan kesenjangannya sebesar 26%

maka ini menjadi prioritas masalah kesehatan yang harus menjadi priori-

tas masalah kesehatan utama (nomor satu) dan seterusnya.

Metode Penetapan Prioritas Alternatif/Pilihan Pemecahan Masalah untuk Intervensi

Ada 2 metode yang lazim digunakan dalam penetapan prioritas alternatif

pemecahan masalah untuk intervensi dalam penetapan pilihan bentuk

intevensi yaitu metode Analisis Pembiayaan yang lebih dikenal cara efek-

tifitas dan efisiensi dan metode Hanlon.

a. Metode Analisis Pembiayaan (Cost Analysis) Lebih Dikenal Efektifitas Efisiensi

Penggunaan metode ini dengan memperhitungkan efektifitas dan

efisiensi dalam penetapan pilihan jenis intervensi yang dilakukan de-

ngan menggunakan rumus penetapan prioritas kegiatan sbb:

M x I x V Prioritas (P) = C

Dimana :

M = Magnitude (besarnya masalah yang dihadapi.

I = Important (pentingnya jalan keluar menyelesaiakan masalah)

No Jenis kegiatan Target(a)

Pencapaian(%)

Kesenjangan(%) Rangking

1 Pemberian kapsul Vitamin A (dosis 200.000 SI) pada balita 2 kali/tahun

1696 1579(93,1) (-)6,9 III

2 Pemberian tablet besi (90 tablet) 1 pada ibu hamil

436(100%)

323 (74,1) (-)25,9 I

3 Pemberian PMT pemuli-han balita 3 3 (100) 0 gizi buruk pada gakin

3 3 (100) 0

4 N/Dpada balita 75 56 (75,1) (-)24,9 II

72 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 73Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASV = Vunerability (ketepatan jalan keluar untuk masalah)

C = Cost (Biaya yang dikeluarkan) dimana kriterianyan ditetapkan :

Biaya 1 = Biaya sangat murah

Biaya 2 = Biaya murah

Biaya 3 = Biaya cukup murah

Biaya 4 = Biaya mahal

Biaya 5 = Biaya sangat mahal

Tabel berikut ini merupakan penentuan penetapan prioritas al-

ternatif pemecahan masalah melalui metode cost analysis sebagai

berikut:

Tabel Penetapan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah UntukIntervensi Penyakit TB

Berdasarkan formula perhitungan di atas maka nilai tertinggi (nomor

prioritas 1) skor 25 adalah memberikan penyuluhan tentang pencega-

han dan penularan TB kepada kelompok risiko melalui metode ceramah

dan penyebaran leaflet dan prioritas kedua skor 20 adalah melakukan

Pemberdayaan PMO dan kader TB dalam pengawasan penderita TB.

b. Metode Hanlon

Penggunaan metode Hanlon dalam penetapan alternatif prioritas jenis

intervensi yang akan dilakukan menggunakan 4 kriteria masing-ma-

sing: (1) Kelompok kriteria 1 yaitu besamya masalah (magnitude), (2)

Kelompok kriteria 2 yaitu Tingkat kegawatan masalah (emergency/se-

riousness), (3) Kelompok kriteria 3 yaitu kemudahan penanggulangan

masalah (causability) (4) Kelompok kriteria 4 yaitu dapat atau tidaknya

program dilaksanakan menggunakan istilah PEARL faktor. Seperti hal-

nya metode yang lain, metode Hanlon dalam proses awalnya menggu-

nakan pendapat anggota secara curah pendapat (brain storming) un-

tuk menentukan nilai dan bobot. Dari masing-masing kelompok kriteria

diperoleh nilai dengan jalan melakukan scoring dengan skala tertentu,

Kemudian kelompok kriteria tersebut dimasukkan ke dalam formula dan

hasil yang didapat makin tinggi nilainya maka itulah prioritas jenis pro-

gram yang didahulukan (menjadi prioritas intervensi).

Langkah-langkah untuk melaksanakan metode ini dijelaskan sebagai

berikut:

1) Menetapkan Kriteria Kelompok 1 Besarnya masalah (magnitude) Anggota kelompok merumuskan faktor apa saja yang digunakan un-

tuk menentukan besarnya masalah, misalnya (1) Besarnya persen-

tasi/prevalensi penduduk yang menderita langsung karena penyakit

tersebut (2) Besarnya pengeluaran biaya yang diperlukan perorang

rata-rata perbulan untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut (3)

Besarnya kerugian yang diderita. Simulasi penetapan kriteria kelom-

pok 1 dijelaskan sbb:

No AlternatifEfektifitas Efisiensi

Skor PrioritasM I V C

1 Memberikan motivasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup bersih dan sehat.

3 3 2 4 4,5 VI

2 Memberikan penyuluhan tentang pencegahan dan penularanTB kepada kelompok risiko dan penyebaran leaflet.

5 5 4 4 25 I

3 Melakukan advokasi kepada pejabat dan instansi terkait agar menyediakan anggaran khusus PMT penderita dan petugas

2 2 3 5 2,4 VIII

4 Melakukan penjaringan suspect TB secara berkala melalui puskel

4 3 4 3 16 IV

5 Meningkatkan koordinasi dengan sektor terkait sehingga pemberan-tasan penyakitTB dapat dilakukan

3 2 2 4 3 VII

6 Menggerakkan penanggung jawab program lebih aktif untuk melakukan penjaringan suspect TB sewaktu puskel

3 3 4 2 18 III

7 Melakukan penyuluhan tentang rumah dan kondisi lingkungan rumah yang sehat

3 3 3 3 9 V

8 Melakukan pemberdayaan kader TB danPMO dalam pengawasan penderita TB dan penyebaran buku saku

4 4 5 4 20 II

74 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 75Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTabel Nilai/Skoring Penetapan Prosentase besat penduduk

yang terkena masalah

Selanjutnya kelompok memberikan angka-angka untuk masalah ke-

sehatan A, B dan C sbb:

Sehingga nilai masing-masing masalah kesehatan sbb:

Tabel Konversi Penilaian

2) Menetapkan Kriteria kelompok II: Kegawatan (Emergency/seri-

ousness)

Langkah berikut berbeda dengan langkah pertama dimana banyak

menggunakan data kuantitatif untuk menentukan nilai. Menentukan

tingkat kegawatan lebih bersifat subjektif. Pada langkah ini kelompok

menentukan tingkat kegawatan misalnya dengan melihat faktor-faktor

berikut ini: (a) Tingkat urgensinya (b) Kecendrungannya (c) Tingkat

keganasanrnya.

Berdasarkan 3 faktor ini anggota menentukan nilai sebagai berikut

dengan skala 0-10.

Tabel Pembobotan Kegawatan Program

3) Menetapkan Kriteria Kelompok III: Kemudahan Penanggula-ngan

Masing-masing anggota katakanlah jumlah anggota 6 orang mem-

berikan nilai antara 1-5 berdasarkan prakiraan kemudahan penang-

gulangan masing-masing masalah. Angka 1 berarti bahwa masalah

tersebut sulit ditanggulangi dan angka 5 berarti bahwa masalah terse-

but mudah dipecahkan. Kelompok menentukan kriteria berdasarkan

kemampuan dan tersedianya sumber daya untuk menyelesaikan ma-

salah tersebut dengan kriteria.

1 = Amat sulit

2 = Sulit

3 = Cukup sulit/cukup mudah

4 = Mudah

5 = Sangat mudah

Contoh simulasi hasil consensus yang dicapai pada langkah ini mem-

berikan nilai rata-rata sebagai berikut:

Masalah A = 3+2+1+4+3+2+4 dibagi 6 = 19/6 = 3,17

Masalah B = 2+2+3+2+2+3+3 dibagi 6 = 17/6 = 2,83

Masalah C = 3+4+5+3+3+5+4 dibagi 6 = 27/6 = 4,5

4) Menetapkan Kriteria kelompok kriteria IV yaitu faktor PEARL

Kelompok kriteria IV terdiri dari beberapa faktor yang saling menen-

tukan dapat atau tidaknya suatu program dilaksanakan dan faktor

tersebut meliputi:

P = Kesesuaian (Appropriateness)

E = Secara ekonomi murah (Economic feasibility)

A = Dapat diterima (Acceptability)

Nilai % Penduduk yang menderita penyakit

Prakiraan Pengeluaran Biaya

(Rp)

Prakiraan KerugianLain-Lain (Rp)

10 26-30 200.000 500.000

8 21-25 101.000- 150.000 400.000

6 16-20 76.000- 100.000 200.000- 300.000

4 11- 15 41.000-50.000 101.000-200.000

2 6-10 11.000- 25.000 51.000- 100.000

1 <5 10.000 <50.000

Masalah kesehatan

% Penduduk yang menderita

(%)Pengeluaran Biaya (Rp)

KerugianLain-Iain (Rp)

A 17 80.000 80.000

B 24 120.000 250.000

C 30 45.000 300.000

Masalah % Penduduk Biaya Pengeluaran Kerugian Total Rata-Rata

A 6 6 4 16 5,35

B 8 8 6 22 7,33

C 10 4 6 20 6,66

Masalah Keganasan Tingkat Urgensinya Kecendrungan Total Rata-Rata

A 6 9 5 20 6,6

B 3 7 7 17 5,6

C 7 6 3 16 5,3

76 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 77Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASR = Tersedia sumber daya (Resource savailability)

L = Legalitas terjamin (Legality)

Masing-masing masalah harus diuji dengan faktor PEARL. Tujuannya

adalah untuk menjamin terselenggaranya program dengan baik.

Jawaban hanya dua yaitu ya atau tidak. Jawabanya nilai 1 dan jawaban

tidak nilainya 0. Dengan cara aklamasi atau voting maka tiap faktor

dapat diperoleh angka 1 atau 0 untuk masing-masing masalah. Simulasi

contoh faktor PEARL yang dicapai kelompok sebagai berikut:

Tabel Faktor PEARL

Dengan mengalikan angka dalam kolom PEARL diperoleh nilai

PEARL masalah C bernilai 0 dari hasil perhitungan. Hal ini disebab-

kan faktor tersedianya sumber daya masih tanda tanya. Menetapkan

Nilai Prioritas Total Setelah nilai rata-rata kelompok I, II, III dan IV

ditetapkan maka nilai rata-rata tersebut dimasukan dalam tabel berikut

untuk penetapan skor tertinggi. Skor tertinggi pada setiap pemeca-

han masalah akan menjadi prioritas untuk intervensi program seperti

tabel berikut.

Tabel Prioritas Intervensi Metode Hanlon

Berdasarkan rekapitulasi nilai rata-rata dari ke empat kelompok kri-

teria yang ditetapkan maka rangking 1 untuk intervensi kegiatan ada

pada pemecahan masalah A dan rangking 2 pemecahan masalah B

dan pemecahan masalah C tidak dapat dilaksanakan karena dari nilai

faktor PEARL tidak layak untuk dilaksanakan.

Kesimpulan dan Saran Ada 4 metode yang dapat dipilih dalam pene-

tapan prioritas masalah kesehatan atau penyakit yang akan ditanggu-

langi yaitu (1) Metode matematika (2) metode Delbeque dan Delphi (3)

metode Estimasi Beban Kerugian (desease burden) (4) metode per-

bandingan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan untuk

setiap program. Ada 2 metode yang dapat dipakai dalam penetapan

prioritas alternatif program intervensi yaitu metode analysis pambia-

yaan (efektif dan efisiensi) dan metode Hanlon.

F. Plan of Action

Seorang manajer dan leader keperawatan mempunyai kewajiban menyele-

saikan setiap permasalahan yang ditemukan. Penyelesaian masalah diper-

lukan perencanaan yang oprimal. Diperlukan plan of action dari seorang

manager dan leader sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah. Berikut

matrik POA yang bisa di implementasikan adalah sebagai berikut :

Masalah P E A R L Nilai PEARL

A 1 1 1 1 1 1

B 1 1 1 1 1 1

C 1 0 1 0 1 0

MasalahRata-Rata

Besar Masalah

Rata-Rata Kegawatan

Kemudahan Penanggulangan

Faktor PEARL

Prioritas Intervens

A 6,6 6,6 3,17 1 138,1

B 5,6 5,6 2,83 1 87,8

C 5,3 5,3 4,5 0 0

78 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 79Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

No

Mas

alah

Tuju

anSt

rate

giK

egia

tan

Sasa

ran

Med

iaB

iaya

Wak

tuPj

Bel

um o

ptim

alny

a pe

laks

anaa

n (d

isch

arge

pl

anni

ng)

untu

k m

engo

ptim

alka

n pe

laks

anaa

n di

scha

rge

plan

ning

Mel

akuk

an

dem

onst

rasi

te

ntan

g di

scha

rge

plan

ning

Mel

akuk

an m

ini

sem

inar

Koc

ing

terh

adap

pe

raw

at d

an p

asie

n ya

ng p

ulan

g

Per

awat

ruan

gan

dan

kelu

arga

pa

sien

Info

cuss

Sw

aday

a

Bel

um o

ptim

alny

a pe

mila

han

sam

pah

infe

ksiu

s da

n no

ninf

eksi

us

oleh

kel

uarg

a pa

sien

Men

cega

h te

rjadi

nya

penu

lara

n in

feks

i nas

o-ko

mia

l ter

hada

p pa

sien

da

n ke

luar

ga p

asie

nM

enin

gkat

kan

peng

e-ta

huan

kel

uarg

a pa

sien

te

ntan

g pe

ntin

gnya

pe

mila

han

sam

pah

Mel

akuk

an

sosi

alis

asi

pem

ilaha

n sa

mpa

h

Mem

berik

an

peny

uluh

an k

eseh

atan

te

ntan

g pe

mila

han

sam

pah

Kel

uarg

a pa

sien

Leafl

et

Sw

aday

a

Bel

um o

ptim

alny

a ja

m p

engu

njun

g pa

sien

dan

pe

nem

pata

n ba

rang

-bar

ang

pasi

en

Men

ingk

atka

n pe

nge-

tahu

an d

an k

epat

uhan

pe

ngun

jung

pas

ien

terh

adap

jam

bes

ukM

enin

gkat

kan

peng

e-ta

huan

pen

jaga

pas

ien

terh

adap

fung

si g

udan

g

Mem

berik

an

sosi

alis

asi

pera

tura

n ja

m b

esuk

da

n pe

nem

-pa

tan

bara

ng

pasi

en

Mem

berik

an p

enke

s te

ntan

g ja

m b

esuk

dan

pe

nem

pata

n ba

rang

pa

sien

Men

geva

luas

i pe-

nget

ahua

n ke

luar

ga

pasi

enM

enem

patk

an b

ener

di

depa

n pi

ntu

mas

ukM

enem

pelk

an k

erta

s pe

ratu

ran

di ru

anga

n

Kel

uarg

a pa

sien

Ban

er

pera

tura

n ta

ta te

rtib

Sw

aday

a

A. KonsepDasarKomunikasiPelayananKeperawatan

Komunikasi adalah Hubungan interaksi perawat dan klien atau manajer

dan staff adalah proses interpersonal yang melibatkan komunikasi verbal

dan nonverbal dari informasi dan ide yang disampaikan (Stuart & Sunden,

2000; Tappen, 2004).

B. TahapanKomunikasiLayananKeperawatan

1. Mentranfer ilmu pengetahuan.

2. Memotivasi mahasiswa.

3. Menyampaikan klarifikasi.

4. Menyampaikan umpan balik.

5. Memberikan penjelasan SOP intervensi yang dilakukan.

6. Komunikasi persuasif.

7. Lobbying.

8. Negosiasi.

KOMUNIKASI EFEKTIF SEORANG PEMIMPIN DAN MANAJER

4BAB

80 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 81Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASC. KomunikasidanOrganisasi

Merupakan dua sisi yang saling terkait dan membutuhkan. Organisasi adalah

wadah/institusi, tempat orang berkumpul dan melakukan aktivitas, ada visi,

misi tujuan, program, ada pimpinan, manager, staf, customer, stake holder,

user, mitra, suplayer dan lain-lain. Sedangkan komunikasi adalah tool/in-

strument untuk menyampaikan pesan, visi, misi, program, informasi dan

lain-lain.

Komunikasi adalah hubungan interaksi perawat dan klien atau manajer

dan staff adalah proses interpersonal yang melibatkan komunikasi verbal

dan nonverbal dari informasi dan ide yang disampaikan (Stuart & Sunden,

2000; Tappen, 2004).

Penerapan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan dan sebaliknya

harus dipertahankan agar tidak ada salah persepsi atau miscommunication

agar semua pendelegasian berjalana lancar. Komunikasi bisa secara ke atas/

pimpinan, kearah samping/satu tingkat dan ke bawah/bawahan. Komunikasi

yang baik adalah komunikasi terbuka, dimana hubungan antara dua orang

atau lebih untuk menyampaikan atau meneruskan pesan yang berharga bagi

organisasi. Disamping itu, komunikasi bisa secara verbal, bisa juga dengan

melihat secara non verbal seperti gerakan tangan/jari tangan, perubahan

raut muka, mimik, posisi tubuh. Komunikasi nonverbal dari seorang pasien

harus diperhatikan karena akan menunjukkan tanda atau keluhan tertentu.

Hal ini untuk mengedentifikasi sesuatu makna, apakah pelayanan yang diteri-

ma sudah sesuai dengan yang diharapkan atau masih kurang memuaskan?

Semua jenis komunikasi yang berhubungan dengan pasien perlu ditanggapi

dan ditindak lanjuti. Komunikasi harus bisa menggunakan alat komunikasi

yang ada seperti telepon, handphone atau internet terutama bagi pimpinan

yang lagi dinas luar agar bisa memantau kegiatan harian bawahan.

Komunikasi dalam mutu:

1. Komunikasi jelas.

2. Sistematis.

Indikator standar penilaian :

1. Intonasi suara.

2. Materi pesan tersampaikan.

3. Pasien dan keluarga bisa mengambil suatu pilihan keputusan.

D. ImplementasiKomunikasiEfektifPemimpindalamRapat

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik akan

mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan trust akan

mencegah terjadinya masalah ilegal. Komunikasi yang prima akan memberi-

kan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan

citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani, 2000).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian so-

sial yang mencakup keterampilan intelektual, teknical dan interpersonal

yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dan cinta dalam

berkomunikasi dengan orang klien (Swanson, 2002).

Tiga pilar utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam berkomu-

nikasi di dalam rapat adalah :

1. Penguasaan konsep komunikasi.

2. Penguasaan substansi yang akan dikomunikasikan.

3. Penguasaan emosi/pengendalian diri.

Teori yang mendasar komunikasi yankep, adalah :

1. Hildegard Peplau, (2000), dengan Interpersonal Nursing Theory.

2. Berfokus pada pasien sepanjang pelayanan.

3. Hubungan yang berarti.

4. Interpersonal nursing theory.

5. Individu yang mempunyai kebutuhan psikologis, selain bio, sosial dan

spiritual.

6. Keperawatan proses interpersonal dan terapeutik.

Jenis-Jenis Komunikasi:

Komunikasi Verbal:

1. Jelas dan ringkas.

2. Perbendaharaan kata.

3. Arti denotatif dan konotatif

Denotatif : memberi pengertian yang sama terhadap perbedaan kata

yang digunakan.

Konotatif : pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam satu kata.

4. Waktu dan relevansinya.

%

82 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 83Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKomunikasi Non Verbal:

1. Meta komunikasi.

2. Penampilan personal.

3. 20 detik smpai 4 menit pertama.

4. Intonasi suara.

5. Exspresi wajah.

6. Sikap tubuh dan langkah.

7. Sentuhan/touch.

Komponen Komunikasi

1. Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.

2. Komunikan adalah orang yang menerima pesan atau informasi.

3. Message adalah pesan atau informasi yang akan disampaikan.

4. Media adalah saluran atau media yang digunakan dalam berkomunikasi.

5. Feed back adalah umpan balik yang disampaikan sebagai bahan evaluasi

(Potter & Perry 2008; Swansburg 2000; Tappen 2004).

Faktor yang berpengaruh dalam komunikasi :

1. Perkembangan.

2. Persepsi.

3. Nilai/value yang dianut.

4. Emosi.

5. Latar belakang sosial budaya.

6. Jenis kelamin.

7. Pengetahuan.

8. Peran dan Hubungan.

9. Ruang dan teritorial.

Kasus 1

Ruangan Maria RS. Dian Harapan Jayapura mau mendukung kreditasi 16

pelayanan dari KARS, namun di ruangan terebut belum teredia SOP sepu-

luh intervensi yang terbanyask dan sering dilakukan. Kepala ruangan me-

rencanakan untuk menyusun bersama staf keperawatan yang ada, lalu ia

mengadakan rapat perdana untuk membentuk tim pokja.

- Komunikasi yang bagaimana yang efektif dilakukan saudara sebagai ke-

pala ruangan?

- Bagaimana langkah-langkah dalam memimpin rapat?

- Informasi apa saja yang harus ketahui

- Bagaimana persiapan yang harus saudara lakukan?

- Diskusikan lima 5 menit dalam kelompok.

- Lalu lakukan role playing dalam kelompok secara bergiliran.

- Lakukan evaluasi antar anggota kelompok, dengan format yang dise-

diakan.

Kasus 2

Rayenda Diastuti, Lulusan Ners Universitas swasta di kota Bandung. Sudah

dua tahun menjadi kepala ruangan rawat inap Ruang Maria (bedah dan

dalam), Rumah Sakit St Vincentius Singkawang. Selama enam bulan ter-

akhir ini, ada enam kejadian flebitis, long of stay (Los) untuk pasien post

operasi apendictomi rata-rata 5 hari. Pada bulan September ada kejadian

decubitus pada pasien stroke dengan total care, karena sudah terjadi parali-

sis. Rumah sakit menenangkan untuk melakukan akreditasi KARS dengan

16 pelayanan. Rayenda Diastuti sebagai kepala ruangan ingin memperbaiki

keadaan yang terjadi, lalu ia menjadwalkan rapat staf ruangan.

Tugas Tutor:

1. Melakukan observasi pelaksanaan role playing.

2. Melakukan evaluasi/penilaian setiap mahasiswa dengan menggunakan

format yang tersedia.

3. Memberikan feed back hal-hal yang perlu dipebaiki oleh mahasiswa.

84 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 85Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASFormat penilaian pelaksanaan komunikasi efektif dalam

mempimpin rapat di ruangan rawat inap

Keterangan: 1 (a+b+c) x 2 + 2 (a+b+c+d+e+f)x3+3(a+b+c) x 2 = Score

Bandung, 08 Desember 2018

Koord Mata Ajar, Dosen,

Dr. Blacius Dedi, SKM.,M.kep …………………

TUTOR GUIDE

Pokok Bahasan : Komunikasi efektif seorang leader dan manajer

Metode : Role Playing

Skenario kasus/Triger

Ners Aditya, sudah dua tahun bekerja, sebagai Katim di Ruang rawat Inap

RS. Bethesda Serukam. Hari itu dia datang terlambat dan tidak ikut operan

dinas. Ns Aditya datang kesiangan. Terburu-buru memakai seragam dan

atributnya tidak lengkap. Ia juga tidak melakukan pembagian tugas dan pe-

ngarahan kepada anggota timnya atau perawat associate. Kejadian tersebut

menjadi bahan pergunjingan diantara sesama perawat pelaksana, ada yang

pro dan ada yang kontra. Ns Raka Krisna sebagai kepala ruangan merasa

bingung menentukan langkah dalam mengelola konflik tersebut.

Tugas Tutor:

1. Mengobservasi komunikasi efektif seorang leader atau manager.

2. Memberikan masukan terkait komunikasi efektif dalam mengelola kon-

flik.

3. Memberikan penilaian terkait role playing yang dilakukan mahasiswa

dengan menggunakan form yang tersedia.

No Aspek yang Dievaluasi BobotNilai

Ket1 2 3 4

1 Pembukaan rapat

a. Salam

b. Menyampaikan tujuan 2

c. Menyapaikan agenda rapat

2 Isi rapat

a. Menguraikan tujuan rapat 3

b. Mengarahkan rapat

c. Memberi kesempatan

d. Memahami dan menguasai substansi rapat

e. Mencarikan solusi pemecahan masalah

f. Memberikan keputusan rapat

3 Penutup 2

a. Menegaskan hasis rapat

b. Menyimpulkan hasil rapat

c. Menjadwalkan tindaklanjut bersama peserta rapat

d. Kata penutup

86 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 87Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSTUDENT GUIDE

Pokok Bahasan : Komunikasi efektif seorang leader dan manajer

Metode : Role Playing

Skenario kasus/Triger

Ners Aditya, sudah dua tahun bekerja, sebagai Katim di Ruang rawat Inap

RS. Bethesda Serukam. Hari itu dia datang terlambat dan tidak ikut operan

dinas. Ns Aditya datang kesiangan. Terburu-buru memakai seragam dan

atributnya tidak lengkap. Ia juga tidak melakukan pembagian tugas dan pe-

ngarahan kepada anggota timnya atau perawat associate. Kejadian tersebut

menjadi bahan pergunjingan diantara sesama perawat pelaksana, ada yang

pro dan ada yang kontra. Ns Raka Krisna sebagai kepala ruangan merasa

bingung menentukan langkah dalam mengelola konflik tersebut.

Tugas Mahasiswa:

1. Melakukan role playing komunikasi efektik pengelolaan konflik.

2. Melakukan penilaian kepada sesama mahasiswa dalam kelompok.

3. Melakukan perbaikan langkah-langkah manajemen konflik melalui komu-

nikasi efektif sesuai skenario kasus di atas.

FORMAT PENILAIAN ROLE PLAYING

KOMUNIKASI EFEKTIF LEADER DAN MANAGER DALAM MANAJEMEN KONFLIK

Keterangan: 1 (1+2)+2 (1+2) + 3 (1+2+3+4)+ 4 (1+2) = ------------------------------------------------------------

11

Bandung, ………………. 2018

Penilai,

…………………………………

Bandung, Sepetember 2018

Koordinator Mata Ajar

Blacius Dedi.Dr.Kep.,SKM.,M.Kep

No Komponen yang Dievaluasi BobotNilai

Jumlah Ket1 2 3 4

1 Fase praorientasi

Mempelajari kasus 1

Mencari informasi

2 Fase Orientasi

Menyambpaikan salam 2

Menyampaikan maksud dan tujuan

3 Fase kerja

Memanggil secara tersendiri 3

Melakukan klarifikasi

Mendengarkan alasan yang dikemukakan

Memberikan arahan dan masukan yang logis, berdasar dan jelas justifikasinya

4 Fase terminasi

Menegaskan hal-hal yang disepakati

2

Merencanakan tindak lanjut

Kata penutup

88 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 89Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASE. ImplementasiKomunikasiEfektifPemimpindalam

MengelolaKonflik

Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin “Con” yang be-

rarti bersama, dan “Higere” yang berari benturan atau tabakan. Secara so-

siologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkir-

kan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya

(Lewis A. Coser, 1977), Dalam kamus bahasa Indonesia arti akan konflik

adalah pertentangan; percekcokan, pertentangan adalah perlawanan (yang

berlawanan atau bertentangan), perselisihan yang sangat (ketidakcocokan).

Konflik adalah suatu kondisi di mana pihak yang satu menghendaki agar

pihak yang lain berbuat sesuai dengan yang lain berbuat atau tidak ber-

buat sesuai dengan yang diinginkan, tetapi pihak lain menolak keinginan itu

(Husni 2004). Adapun menurut Emirzon (2001), konflik adalah adanya per-

tentangan atau ketidak-sesuaian antara para pihak yang akan dan sedang

mengadakan hubungan atau kerja sama.

Arti lain konflik adalah pertentangan; percekcokan, pertentangan adalah

perlawanan (yang berlawanan atau bertentangan), perselisihan yang sangat

(ketidakcocokan dsb). Konflik telah didefinisikan sejauh ini dengan berbagai

cara. Kadang-kadang digambarkan sebagai perilaku kompetitif (bersaing)

atau agresif. Konflik sering dikatakan melibatkan persepsi interpersonal

dan perasaan permusuhan. Menurut Pickering (2000), konflik adalah me-

kanisme psikologis dasar yang berpusat disekitar tujuan-tujuan yang saling

bertentangan.

Sedangkan menurut Pickering (2000), konflik adalah:

1. Kegiatan yang sifatnya kompetisi atau berlawanan dari suatu keadaan

ketidakcocokan.

2. Keadaan atau kegiatan yang antagonis (baik dalam bentuk ide, kepenti-

ngan atau pribadi).

3. Perjuangan akibat dari kebutuhan, dorongan, kebijakana atau perminta-

an yang berlawanan.

4. Adanya sikap/kondisi yang bermusuhan.

Dari beberapa definisi di atas menurut penulis konflik adalah suatu kondisi

yang berlawanan dengan kebutuhan/keinginan seseorang sehingga memer-

lukan pemecahan masalah melalui perjuangan baik sifatnya perorangan,

kelompok maupun negara.

Unsur-Unsur Konflik

Unsur-unsur konflik merupakan suatu bentuk sikap atau perilaku yang bisa

menyebabkan terjadinya konflik antar 2 orang atau lebih. Untuk itu, unsur-

unsur konflik antara lain:

1. Adanya pihak-pihak (dua orang atau lebih).

2. Tujuan yang berbeda, yakni pihak yang satu menghendaki agar pihak

yang lain berbuat/bersikap sesuai dengan yang dikehendaki.

3. Pihak yang lain menolak keinginan tersebut atau keinginan itu tidak dapat

dipersatukan.

Langkah-langkah Penyelesaian Konflik

Adapun langkah-langkah yang perlu disikapi bila terjadi konflik antara lain:

1. Bersikap tenang.

2. Pilih pendekatan yang terbaik yang dapat diterima oleh para pihak.

3. Pilih waktu yang memungkinkan semua pihak hadir dan lakukan mu-

syawarah serta putuskan pihak-pihak yang akan dilibatkan.

4. Cari orang atau pihak lain untuk membantu jadi penengah menyele-

saikan konflik.

5. Bersama-sama memahami masalah dan kepentingan yang terdap dalam

konflik tersebut.

6. Mengevaluasi keefektifan proses penyelesaian masalah dan mencari

solusinya.

Penyelesaian Konflik Secara Damai

Penyelesaian konflik secara damai biasanya ada dilevel unit organisasi atau

berada dalam naungan satu bendera, sehingga seharusnya semua masalah

konflik yang sifatnya individu maupun kelompok akan selesai secara damai.

Perawat yang berdinas di ruang perawatan akan mengalami konflik dengan

perawat atau tenaga kesehatan lainnya, yang memiliki tujuan yang sama

misalnya akan menduduki jabatan tertentu. Konflik tidak hanya terjadi antar

karyawan akan tetapi yang paling diperhatikan adalah apabila terjadi de-

ngan pelanggan (pasien) eksternal. Bila ada complain ringan tidak segera

90 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 91Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdiselesaikan, maka akan terjadi konflik berkepanjangan yang akan berlanjut

ke jenjang lebih luas yaitu pengadilan. Hal ini harus dihindari karena akan

memeras energi berlebihan dan akan mengganggu kinerja profesionalisme

dan kredibilitas organisasi.

Secara garis besar terdapat lima pendekatan dasar untuk menyelesaikan

konflik dengan pendekatan secara damai. Pendekatan tersebut dapat diring-

kas dalam tabel di bawah ini:

Tabel Penyelesaian Konflik Secara Damai

Penyelesaian Masalah Manajemen Konflik Secara Luas

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan melalui Litigasi dan Non

Litigasi. Penyelesaian melalui Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di dalamnya mengatur

penyelesaian melalui peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama,

peradilan tata usaha negara, dan peradilan khusus seperti peradilan anak,

peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan penyelesaian hubungan indus-

trial dan lainnya.

Penyelesaian melalui Non Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, yang dilakukan dengan pihak perantara dengan cara

musyawarah mufakat, melalui Negosiasi, Konsiliasi, dan Mediasi untuk win-

win solution, dan melalui Arbitrase yang menentukan kalah dan menang.

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa

atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni,

penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi, atau penilaian ahli.

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan

umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis

oleh para pihak yang bersengketa. Ajudikasi merupakan cara penyelesai-

an suatu sengketa melalui lembaga peradilan (non-ajudikasi berarti di luar

pengadilan). Alternative dispute resolution adalah lembaga penyelesaian

sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,

yaitu, penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Mediasi

Mediasi berasal dari Inggris “mediation”, berarti penyelesaian sengketa yang

melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa se-

cara menengahi, yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang

menjadi penengah. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di

mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan

pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan

perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter; me-

diator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa para pi-

Gaya Ciri Pelaku Alasan Penyesuaian

Menghindari

Mengakomodasi

Menang/kalah

Kompromi

Penyelesaian masalah

Tidak mau berkonfrontasi, Mengabaikan atau melewatkan pokok permasalahan, Menyangkal bahwa hal tersebut merupakan masalah

Bersikap menyetujui, tidak agresif, Kooperatif bahkan mengorbankan keinginan pribadi

Konfrontatif, menuntut dan agresif.Harus menang dengan cara apapun

Mementingkan pencapaian sasaran utama semua pihak serta memelihara hubungan baik. Agresif namun kooperatif.

Kebutuhan kedua belah pihak adalah sah dan penting. Penghargaan yang tinggi terhadap sikap saling mendukung. Tegas dan kooperatif

Perbedaan yang ada terlalu kecil atau terlalu besar untuk diselesaikan.Usaha penyelesaian mungkinmengakibatkan rusaknya hubungan atau bahkannenciptakan masalah yang lebih kompleks

Tidak sepadan jika mengambil risiko yang akan merusak hubungan dan menimbulkan ketidakselarasan secaraKeseluruhan.

Yang kuat menang. Harus membuktikan superioritas. Paling benar secara etis dan profesi.

Tidak ada ide perorangan yang sempurna. Seharusnya ada lebih dari satu cara yang baik dalam melakukan se-suatu. Anda harus berkorban untuk dapat menerima.

Ketika pihak-pihak yang terlibat mau membicara-kan secara terbuka pokok permasalahan, solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan tanpa satu pihak pun yang dirugikan

92 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 93Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AShak. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan

dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan

dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau

informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif,

dan dengan demikian membantu para peserta untuk menyelesaikan persoa-

lan-persoalan yang dipersengketakan.

Konsiliasi

Konsiliasi atau Conciliation adalah penyelesaian perselisihan yang dilakukan

melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagi penengah yang dise-

but konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-

pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.

Arbitrase

Arbitrase berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijak-

sanaan atau damai oleh arbiter atau wasit. Arbiter adalah suatu proses yang

mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin

agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan

mereka dimana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara

tersebut. Para pihak setuju semula untuk menerima putusan tersebut secara

final dan mengikat.

Mutual Gains Approach to Negotiations

Mutual Gains Negotiations (MGN) merupakan adalah pendekatan ker-

jasama untuk melakukan perjanajian (to negotiating contracts). Daripada

pendekatan merugikan (winlose) proses mutual gains melibatkan pemben-

tukan consensus, pendekatan win-win solution. Oleh karena itu untuk

mutual gains negotiations akan lebih berhasil. Pihak-pihak membutuhkan

suatu saling pengertian tentang luas dan kompleksitas proyek atau masalah,

menyetujui suatu solusi yang bermanfaat bersama dan pihak-pihak saling

mempercayai.

Adapun prinsip-prinsip (Fisher, 1981) Mutual Gains Negotiations ada 5

(lima) antara lain:

1. Identify Interests, yaitu setiap pihak yang bernegosiasi seharusnya

mengidentifikasi kepentingannya sendiri dan mencoba mengerti

kepentingan orang lain. Kepentingan diartikan sebagai kebutuhan,

perhatian, motif, tujuan atau sasaran dari pihak yang terlibat.

2. Consider all Option, yaitu menjadi kreatif dan mempertimbangkan

semua opsi untuk menemukan solusi yang menguntungkan dan dapat

diterima semua pihak. Untuk itu, sebelumnya seharusnya membuat be-

berapa alternatif yang memiliki pandangan menyeluruh untuk kepenti-

ngan pihak-pihak tertentu.

3. Develop Standards or Criteria, yaitu menggunakan standar dan mem-

buat kriteria yang bisa membantu pembentukan consensus lewat diskusi

yang berfokus pada fakta daripada sekedar opini. Satu contoh adalah

bahwa staf memprakirakan jam bimbingan saat ini di bawah arahan

Supervisor.

4. Understand Your Alternatives, yaitu setiap pihak yang bernegosiasi se-

harusnya menentukan alternatif terbaik untuk membuat persetujuan ne-

gosiasi/Best Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA). Apakah

akan ambil posisi mundur bila negosiasi gagal?

5. Build Relationships, yaitu mengganti masalah pribadi dengan aspek

yang berfokus pada masalah saat ini. Salah satu tujuan mutual gains

negotiations adalah membangun dan memperkuat hubungan antara pi-

hak terlibat dan konsultan (PennDOT and consultants). Semua pihak

berusaha terbuka dan melakukan komunikasi jujur selama negosiasi. Bila

komunikasi terus terang dan berdasarkan fakta bukan opini maka hubu-

ngan akan tumbuh dan tidak akan gagal.

The Mutual Gains Approach to negotiation (MGA) adalah suatu proses

model yang berdasarkan pada ratusan kasus yang nyata di dunia dan dari

hasil temuan penelitian eksperimen, yang melewati 4 langkah negosiasi

yang mendapatkan hasil yang lebih baik dengan melindungi hubungan dan

reputasi/nama baik. Suatu prinsip sentral dari model dan teori kuat yang

mendasarinya, sehingga bentuk negosiasi utama di dunia yang melibatkan

pihak-pihak yang memiliki lebih dari satu tujuan (goal) atau mencurah pe-

mikiran dan lebih dari satu issu vang ditujukan kepada mencapai persetu-

juan. Model ini mungkinkan partai-partai untuk meningkatkan kesempataan

mereka menciptakan suatu persetujuan utama dari beberapa alternatif yang

ada.

MGA tidak sama dengan Win-Win solution (yang mana didalamnya ide

semua pihak harus atau mungkin merasa menyenangkan diakhir negosiasi)

dan tidak berfokus pada adanya rasa serba enak (“being nice”) lebih dari

94 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 95Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASitu menekankan analisis yang hati-hati dan proses manajemen yang baik.

Adapun empat langkah MGA adalah:

1. Preparation/Persiapan

Kegiatan persiapan dengan memahami kepentingan dan alternatif. Lebih

spesifik lagi adalah memprakirakan BATNA dan bagaimana pihak lain

memahami BATNA (“Best Alternative to a Negotiated Agreement”).

Bila memiliki alternatif yang baik untuk mencapai persetujuan yang me-

ningkatkan kekuasan kamu di atas meja perundingan. Pada saat yang

sama berusaha untuk mengerti satu sisi kepentinganmu juga kepentingan

pihak lain. Kepentingan adalah sejenis barang yang mana seseorang atau

organisasi sangat peduli dan memiliki tingkat perintah yang berjenjang.

Negotiator yang baik menjadi pendengar yang baik dibelakang posisi-

nya atau permintaan yang dibuat-buat. Oleh karena itu “saya tidak akan

bayar lebih dari 90 ribu adalah suatu posisi, kepentingan di belakang po-

sisi mungkin meliputi keterbatasan ukuran uang muka, suatu ketakutan

yang menghasilkan atau melayani kenyataan yang tidak masuk akal dan

adanya asumsi tentang rata-rata bunga yang terlampir dalam pembayaran

selanjutnya. Satu pihak mungkin juga gagal melanjutkan kepentingan non

financial walaupun penting.

2. Value Creation/Menciptakan Nilai-Nilai

Menciptakan nilai-nilai dengan menanamkan tanpa menjalankan.

Berdasarkan pada kepentingan yang terlihat atau berbagi, partai-partai

seharusnya mendeklarasikan suatu periode “inventing without commit-

ting” selama yang mereka mengembangkan opsi-opsi dengan mena-

nyakan “what if...?”. Dengan perbedaan opsi yang mengambang dan

paket bungkusan dari semua issu,, partai dapat membuka kepentingan

tambahan, menciptakan opsi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya,

dan menghasilkan kesempatan untuk bergabung dengan perdagangan

melewati isu yang mereka nilai berbeda.

3. Value Distribution/Distribusi Nilai-Nilai

Beberapa poin dalam suatu negosiasi, pihak-pihak harus membuat kepu-

tusan akhir. Lebih memiliki nilai maka lebih kreatif, lebih mudah akan

terjadi, tetapi hasil penelitian menegaskan bahwa partai mudah gagal

apabila masuk posisi bargaining ketika mereka mencoba mengakhiri per-

janjian secara detail. Pihak-pihak yang terlibat seharusnya membagi nilai

kriteria tujuan yang semua pihak bisa menggunakan sebagai keputusan

yang adil (“Fair share”) dari nilai-nilai yang mereka ciptakan.

Dengan mengidentifikasi kriteria atau prinsip yang mendukung atau me-

ngarahkan keputusan alokasi yang sulit, pihak-pihak di meja perundi-

ngan dapat membantu kelompok atau organisasi yang mereka wakili un-

tuk mengetahui mengapa paket terakhir tidak hanya dapat mendukung

tetapi juga bersifat jujur (fair). Kemajuan ini sebagai tanda kestabilan

perjanjian, meningkatnya perubahan yang efektif dan mempertahankan/

melestarikan hubungan.

4. Follow Through/Mengikuti Jalur

Mengikuti jalur dengan membayangkan tantangan masa depan dan peme-

cahan masalahnya. Pihak-pihak di akhir perundingan sulit bernegosiasi

atau mereka akan lepas tangan dari perjanjian untuk pelaksanaannya.

Bahkan sering melupakan untuk memperkuat beberapa perjanjian lewat

melakukan imajinasi jenis-jenis barang yang dapat mereka pakai sehing-

ga dapat membuat konflik atau ketidakpastian di masa mendatang.

Adapun kesulitan untuk memfokuskan tantangan potensial masa men-

datang. Adalah bijaksana bila mencakup tujuan tertentu di akhir dokumen

sehingga bisa fokus untuk monitoring seberapa tingkat komitmen, komu-

nikasi secara teratur, memecahkan konflik atau kebingungan yang ada,

menambah insentif dan sumber daya sesuai dengan komitmen yang di-

inginkan. Membantu piahak lain yang bisa menjadi bagian defacto dalam

pelaksanaan perundingan. Termasuk tujuan ini adalah membuat persetu-

juan lebih kuat dan diterima banyak kalangan agar bisa bertahan.

Karena Mutual Gains Negotiations akan berhasil maka kedua pihak yanag

terlibat harus bekerjasama untuk menjamin semua harapan mereka

misalnya seberapa luas layanan, kompleksitas proyek dan jam staf

mengirim barang serta proposal harga yang disetujui, Untuk membantu

usaha ini dibutuhkan Satuan Tugas (satgas) yang bisa membuat prosedur

standar wajib bagi Klarifikasi Luasnya Pertemuan (Scope Clarification

Meetings) sebagai komponen pertama dalam proses MGN.

Komponen kedua dari proses negosiasi ini adalah mengembangkan pe-

doman prakiraan jam staf (Staff Hour Estimating Guide). Pedoman ini

akan membentuk luas tidaknya kegiatan dan tugas-tugas di lingkungan-

96 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 97Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASnya. Satgas ini berfokus pada pengembangan pedoman prakiraan jam

staf untuk semua pihak.

Di bawah ini ada skema yang bisa menggambarkan bagaimana proses MGN

dipraktikkan dalam kegiatan sehari-hari.

Skema Proses Negosiasi

Adapun pendekatan yang menggunakan gaya kompromi akan tetapi dalam

pelaksanaannya, bisa menggunakan proses negosiasi. Hal ini dilakukan

karena pada saat perundingan taktik negosiasi lebih berperan. Karena

semua pihak memiliki dan menyimpan BATNA masing-masing, dimana

yang nantinya akan diperjuangkan saat perundingan. Ciri perilaku kedua

gaya ini, diambil karena kedua belah pihak mementingkan pencapaian sasa-

ran utama pihaknya, sedangkan tujuan kedua adalah memelihara hubungan

baik antara kedua belah pihak.

Ada juga pihak yang menerapkan sifatnya agresif namun kooperatif, yaitu

ingin segera selesai dengan cara menguasai yang seolah-olah dibuat mau

bekerjasama. Gaya ini dipakai karena alasan kedua pihak menganggap tidak

ada ide perorangan yang sempurna. Akan tetapi salah satu pihak mera-

sa melebihi dari pihak yang lain. Kondisi ini membuat pihak yang merasa

mendaoat angin akan membuat siasat bagaimana segera menguasai dan

menyelesaikan masalah. Walaupun seharusnya kedua belah pihak mau de-

ngan niat yang baik dalam melakukan penyelesaian konflik. Hasil akhir dari

suatu konflik adalah semua pihak harus mau berkorban atau menurunkan

keinginannya dan dapat menerima kelebihan orang lain.

Adapun gaya yang sering digunakan bila dalam penyelesaian konflik gagal

adalah kompromi. Kompromi berarti kedua belah pihak sudah mau menga-

lah karena tidak mungkin semua keinginannya bisa disetujui oleh pihak yang

lain. Disamping itu, kedua belah pihak sudah mencari titik tengah mana

yang pantas diberikan ke pihak lain dan mana yang seharusnya diterima

oleh pidak sendiri. Tetap saja, yang dimenangkan dalam gaya kompromi

adalah BATNA terbaik yang disimpan dari masing-masing pihak. Langkah-

langkah dalam melaksanakan gaya kompromi dapat melalui proses nego-

siasi seperti di bawah ini:

Skema Proses Negosiasi Model BATNA

F. KasusKomunikasiEfektifSeorangPemimpindanManajer

Kasus 1

Raka Krisna, mahasiswa S1 keperawatan, sedang praktik klinik Nursing

Practice 6. Dia datang ke ruang filifus terlambat 30 menit, dengan alasan

macet. Tidak memakai attribute, name tag atau id card tidak dipakai.

98 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 99Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKasus 2

Dion, mahasiswa S1 keperawatan Semester 5, sedang melakukan praktik

klinik keperawatan 5 atau Nursing Practice 5. Ia mendapatkan kesempatan

untuk pemasangan infus, dengan bimbingan salah satu perawat assosiate.

Saat phase kerja, Ns. Kevin sebagai pembimbing klinik mengamatinya.

Ada SOP yang lupa tidak dilakukan oleh Dion, yaitu tidak memakai sarung

tangan.

Lakukan komunikasi efektif sebagai seorang leaders atau manager. Kepala

ruangan adalah seorang manajer juga seorang pemimpin. Tahapan komuni-

kasinya harus elegan dan persuasive. Tahapan komunikasi sebagai seorang

kepala ruangan adalah kompetensi komunikasi yang dibutuhkan. Tahapan

yang bisa dilakukan adalah: salam/greting, kontrak waktu untuk bertemu,

mepersilahkan duduk, memberi waktu untuk menyampaikan alasan, me-

nyampaikan pandangan dan arahan, memberi kesempatan untuk mereview

peraturan yang berlaku dan sangsi yang berlaku (lebih pada penyadaran

diri sendiri), reward and fanishment ditegakan dengan adil, menyimpulkan,

kontrak waktu evaluasi berikutnya.Ada beberapa metode pelayanan keperawatan yang bisa diterapkan di

pelayanan keperawatan. Penerapan model asuhan keperawatan dipenga-

ruhi oleh jenis dan klasifikasi perawat yang dimiliki dan kebijakan organisasi.

Tujuan utama metode penugasan pelayanan keperawatan adalah mening-

katkan efektifitas dan efisiensi asuhan keperawatan. Hasil akhir adalah ke-

cepatan dan ketepatan kesembuhan pasien dengan memiliki pengetahuan

dan keterampilan yang lebih baik daripada sebelum sakit sehingga mampu

mempertahankan kesehatannya dengan merubah pola hidup yang lebih se-

hat di rumah. Adapun jenis-jenis metode pelayanan keperawatan yang bisa

diterapkandi ruang pelayanan antara lain:

A. ModelFungsional

Metode fungsional adalah konvensional. Metode ini didasarkan pada fungsi

perawat. Perawat dibagi masing-masing untuk menyelesaikan suatu inter-

vensi. Perawat perawat bekerja menunggu advis atau tergantung profesi

lain. Kepala ruangan bertanggung jawab hampir 95% dalam pelayanan

keperawatan termasuk mulai membuat rencana asuhan keperawatan sam-

pai evaluasi. Semua anggota tergantung dari instruksi atau pembagian tugas

dari kepala ruangan. Tidak terlihat nyata pembagian tugas antara kepala

ruangan dengan waktu yang sudah dibentuk atau perawat pelaksana.

MODEL ASUHAN KEPERAWATAN

5BAB

100 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 101Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASDasar pemikiran

Setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama.

Fungsi kepala ruangan

Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan, tapi tidak ada ke-

jelasan dalam pelaksanaan pengarahan dan supervisi serta evaluasi tugas

tim.

Uraian tugas kepala ruangan

1. Perencanaan

a. Mengikuti operan jaga dari petugas lama dinas malam ke petugas jaga

baru dinas pagi hari

b. Mengindentifikasi jumlah perawat berdasarkan kebutuhan sehari-

hari.

c. Merencanakan asuhan keperawatan sesuai kondisi pasien.

d. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi pasien, tindakan

kolaborasi medis yang akan dilakukan.

e. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan sendiri, menilai

hasil tindakan dan memberikan informasi kepada pasien dan kelu-

arga.

f. Membantu pengembangan staf atas permintaan pimpinan misalnya

mengijinkan mengikuti seminar, pelatihan, pendidikan yang mendu-

kung tugas pokoknya.

g. Membuat rencana bimbingan sendiri kepada mahasiswa kepe-

rawatan.

2. Pengorganisasian

a. Merumuskan tujuan asuhan keperawatan.

b. Membuat rincian tugas sendiri yang akan dibagikan kepada anggota.

c. Membuat rentang kendali dengan mengawasi semua anggota tanpa

pengendalian yang ketat.

d. Mengendalikan tenaga keperawatan sesuai kebutuhan sehari-hari.

e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan baik alat kesehatan

maupun non kesehatan.

f. Mengatur suasana dan budaya kerja termasuk praktik mahasiswa.

g. Mendelegasikan tugas dengan menyerahkan keputusan kepada pim-

pinan yang lebih atas bila mendapat tugas dinas luar.

h. Menyelesaikan tugas administrasi.

i. Mengatur penugasan pembantu perawat dan petugas non kesehatan

lainnya.

j. Melaksanakan pre dan post konferens dan ronde keperawatan bila

ada waktu.

3. Pengarahan

a. Memberi pengarahan tentang pembagian tindakan keperawatan yang

harus diselesaikan anggota tapi bila anggota tidak mampu diselesaikan

sendiri.

b. Pemberikan reward dan punishment tergantung pimpinan yang lebih

tinggi.

c. Membimbing bawahan dalam menyelesaikan kesulitan sampai terjadi

pemecahan masalah.

d. Menerapkan kolaborasi yang antar tenaga kesehatan secara penuh.

4. Pengawasan

a. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan tanya-jawab kelapa-

ngan dengan anggota disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

b. Melalui supervisi, yaitu:

1) Pengawasan tidak langsung melalui pengecekan daftar hadir, mem-

baca dan memeriksa dokumentasi keperawatan dan menyerahkan

keputusan kepada pimpinan.

2) Evaluasi, yaitu jarang membuat perbandingan antara tujuan sasa-

ran dan keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan.

Klasifikasi pengawak metode penugasan fungsional

Karu dipilih oleh pimpinan karena dianggap memiliki pengalaman lama.

Anggota berpendidikan lulusan D3 atau di bawahnya. Wakil kepala ruangan

bisa selevel atau lebih rendah dari staf perawat lainnya.

Keuntungan

Setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama sehingga me-

ngurangi stres untuk bekerjasama dengan yang lain. Walaupun dari segi

&

102 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 103Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASkeilmuan seharusya bukan hanya pengalaman tetapi level pendidikan dan

pelatihan harus dijadikan pedoman dalam pemilihan staf perawatan.

Kekurangan

1. Tidak cocok bagi perawat yang kreatif dan ingin maju.

2. Tidak ada regenerasi yang baik.

3. Kepuasan kerja perawat dan pasien kurang.

4. Tidak coook bagi peningkatan pelayanan keperawatan yang mengarah

ke metode profesional.

Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Fungsional

B. Moduler

Metode moduler merupakan variasi metode primer dan tim tetapi dengan

menggunakan temaga perawat dari berbagai klasifikasi. Sama juga dengan

metode tim dimana perawat primer bekerjasama dengan perawat associate.

Modul bisa juga modifikasi dari penerapan metode primer dengan membuat

pasangan antara 2-3 perawat yang merawat pasien mulai datang sampai

pemulangan. Metode ini kurang menarik karena kurang jelas tanggung ja-

wabnya dan regenerasi kurang jelas.

Konsep dasar

Menggabungkan perawat primer dengan perawat associate agar terjadi

kolaborasi keharmonisan kerja serta saling sharing pengetahuan dan kete-

rampilan satu sama lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Ketenagaan

1. Satu modul bertanggung jawab terhadap 8-12 pasien.

2. Bila modul tidak dinas maka bisa digantikan oleh modul lain.

Fungsi Kepala Ruangan

1. Memasangkan perawat yang memiliki tipe yang saling melengkapi.

2. Menjadi fasilitator dan motivator.

Keuntungan

1. Saling menutupi kekurangan.

2. Kepuasan pasien dan perawat bisa dipertahankan.

3. Meningkakan kesolidan antar staf perawat.

4. Tumbuhkan pengembangan staf yang alami.

Kekurangan

1. Kurang baik untuk perawat yang kurang kreatif.

2. Kurang cocok bila karu tidak memiliki kemapuan kepemimpan yang

baik.

Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Modul

C. MetodeTim

Metode tim dibentuk karena adanya keterbatasan tenaga profesional atau

S1 sehingga ada modifikasi pembagian tugas yaitu dilakukan bersama dalam

beberapa perawat. Diperlukan perawat primer dan perawat associate dalam

satu tim.

Dasar pemikiran

Berusaha menerapkan metode keperawatan profesional tapi dengan tenaga

lulusan keperawatan yang berbeda-beda. Teridiri dari perawat Primer dan

104 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 105Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASperawat associate. Perawat primes bisa lulusan ners dengan pengalaman

kerja 2 tahun atau lulusan diploma tiga keperawatan dengan pengalaman

kerja minimal 5 tahun. Penerapan kebijakan ini tergantung dari suatu rumah

sakit.

Fungsi kepala ruangan

1. Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Memberikan pengarahan kepada ketua tim dan perawat pelaksana.

3. Melakukan supervisi dan evaluasi tugas tim.

Uraian tugas kepala ruangan

1. Perencanaan

a. Menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan masing-masing.

b. Mengikuti operan jaga dari petugas lama/dinas malam kepetugas jaga

baru/dinas pagi hari.

c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim.

d. Mengindentifikasi jumlah perawat berdasarkan ketergantungan pasien

bersama ketua, menyerahkan penugasan kepada ketua tim termasuk

jadwal jaga.

e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan/implementation.

f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahuai sampai mana kondisi pa-

tofisiologi pasien, tindakan medis yang akan dilakukan, program pe-

ngobatan dan diskusi dengan dokter program yang akan dilakukan.

g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan dengan mem-

bimbing ketua tim dalam membuat rencana asuhan keperawatan,

menilai hasil tindakan dan pemecahan masalahnya serta memberikan

informasi kepada pasiendan keluarga.

h. Membantu pengembangan staf misalnya mengijinkan mengikuti

seminar, pelatihan, pendidikan yang mendukung tugas pokoknya.

Membuat rencana bimbingan kepada mahasiswa keperawatan.

2. Pengorganisasian

a. Merumuskan sistem/metode penugasan yang diterapkan.

b. Merumuskan tujuan asuhan keperawatan.

c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim.

d. Membuat rentang kendali misalnya membagi berapa tim, ketua tim

beranggotakan 5-8 orang sesuai jumlah perawat dan ketergantungan

pasien.

e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan misalnya mem-

buat jadwal dinas yang adil dengan ketua tim.

f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan baik alat kesehatan

maupun non kesehatan.

g. Mengatur dan mengendalikan suasana dan budaya kerja termasuk

praktik mahasiswa.

h. Mendelegasikan tugas bila mendapat tugas/dinas luar kepada katim.

i. Memberi wewenang kepada tata usaha ruangan dalam menyelesaikan

tugas administrasi.

j. Mengatur penugasan pembantu perawat dan petugas non kesehatan

lainnya.

k. Melaksanakan predan post konferens dan ronde keperawatan serta

diskusi bersama ketua tim.

3. Pengarahan

a. Memberi pengarahan tentang metode pelayanan keperawatan yang

sedang diterapkan.

b. Memberikan Reward and Punishment yang adil.

c. Memberikan motivasi demi peningkatan kinerja yang baik.

d. Melakukan pengarahan dan bimbingan tentang asuhankeperawatan

yang sedang berlangsung.

e. Melibatkan staf terutama katim dalam pelayanan keperawatan terma-

suk asuhan keperawatan mulai pengkajian awal sampai pemulangan

pasien.

f. Membimbing bawahan dalam menyelesaikan kesulitan sampai terjadi

pemecahan masalah.

g. Menerapkan kolaborasıi yang antar tenaga kesehatan sesuai fungsi

dan perannya.

4. Pengawasan

a. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan tanya-jawab ke la-

pangan baik bertemu dengan katim maupun anggota tim.

106 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 107Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Melalui supervisi, yaitu:

1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, observasi langsung dan

melihat dokumentasi mengadakan koreksi dan perbaikan.

2) Pengawasan tidak langsung melalui pengecekan daftar hadir,

membaca dan memeriksa dokumentasi keperawatan dan meneri-

ma laporan dari ketua tim.

3) Evaluasi, yaitu membuat perbandingan antara tujuan/sasaran dan

keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan termasuk pelak-

sanaan pedoman atau SOP dan standar penampilan kerja yang

diharapkan bersama ketua tim.

Pembentukan tim

Konsep pembentukan metode tim adalah:

1. Ketua tim sebaiknya perawat dengan klasifikasi :

a. Pendidikan tinggi dan memiliki keterampilan yang mahir dan kemam-

puan kepemimpinan serta registered nurse (Ners)

b. Memiliki STR (telah lulus uji kompetensi nasional)

c. Mampu menentukan prioritas kebutuhan asuhan keperawatan.

d. Mampu menerapkan filosofi keperawatan dalam melaksanakan asuh-

an keperawatan.

2. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

3. Mampu menerapkan manajemen dan kepemimpinan keperawatan dalam

bekerja.

4. Pelaksanaannya fleksibel sesuai ketenagaan yang ada.

Fungsi ketua tim

Fungsi keberadaaan ketua tim adalah :

1. Membuat perencanaan berdasarkan tugas pokok dan kewenangannya.

2. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi harian.

3. Mengetahui dan menilai kebutuhan pasien setiap hari.

4. Memberikan motivasi kepada anggota tim.

5. Membuat dan menerapkan sistem operan, pre dan post konferens serta

diskusi lainnya dengan anggota tim.

Pengawasan Metode Tim

Kegiatan pengawasan pelaksanaan metode tim dapat dilakukan sebagai

berikut:

1. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan Tanya-jawab di tatanan

klinik tempat pelayanan keperawatan bertemu anggota tim (perawat as-

sociate).

2. Melalui supervise, yaitu: pengawasan langsung melalui inspeksi, observasi

langsung dan melihat dokumentasi setiap hari dan langsung mengadakan

diskusi dan mendengar keluhan serta membuat koreksi dan perbaikan.

3. Evaluasi, yaitu memilai kemampuan anggota terutama pengetahuan dan

keterampilannya, membuat perbandingan antara tujuan sasaran dan ke-

berhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan, menilai kinerja kelompok

tiap hari.

4. Membuat pencatataan dan pelaporan secara tertib dan teratur.

Fungsi Anggota Tim

Fungsi anggota tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan antara lain:

1. Menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab sesuai unit timnya.

2. Mengikuti instruksi sesuai rencana keperawatan yang dibuat katim.

3. Melakukan laporan secara tepat dan akurat asuhan keperawatan yang

telah dilakukan kepada katim.

4. Menerima bantuan dan bimbingan katim.

Fungsi Critical Care Manager (CCM)

Adapun fungsi keberadaan seorang Critical Care Manager (CCM) yaitu:

1. Bersama karu mengidentifikasi kebutuhan sarana/prasana ruang kepe-

rawatan.

2. Bersama karu membuat sistem metode evaluasi dan pengawasan.

3. Bersama karu dan katim menentukan sistem asuhan keperawatan yang

dipakai.

4. Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keperawatan.

5. Mengadakan pencatatan dan pelaporan tentang kekurangan pelaksa-

naan asuhan keperawatan dan melaporkan ke pimpinan atasan lebih

tinggi.

108 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 109Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS6. Menjadi fasilitator, mediator dan komunikator ruangan dengan pihak lain

yang terkait termasuk dengan pimpinan institusi dan pihak luar.

Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim

Klasifikasi pengawak metode penugasan tim

Karu diutamakan minimal lulusan SI atau D3 yang berpengalaman lebih

dari 10 tahun, Wakaru bisa selevel atau lebih rendah dari karu. Ketua tim

SI atau D3 yang berpengalaman lebih dari 5 tahun, CCM selalu lebih tinggi

pendidikannya dan atau lebih berpengalaman dari Karu.

D. ModelPraktikKeperawatanProfesional

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat un-

sur yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem

MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan

akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat

tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan

yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam

memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.

Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat,

yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem

MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus men-

jadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan (lihat Figur di bawah ini).

Figur Hubungan antara Keempat Unsur dalam Penerapan Sistem MAKP (Rowland dan Rowland, 1997)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKPKualitas Pelayanan Keperawatan

Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara

mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:

1. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;

2. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;

3. Mempertahankan eksistensi institusi;

4. Meningkatkan kepuasan kerja;

5. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;

6. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.

Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model

praktik, metode praktik dan standar.

Standar Praktik Keperawatan

Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI

(1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:

1. Menghargai hak hak pasien;

110 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 111Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);

3. Observasi keadaan pasien;

4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi;

5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;

6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;

7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga;

8. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan kepe-

rawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan

Dasar Manusia dari Henderson), meliputi:

1. Oksigens.

2. Cairan dan elektrolit.

3. Eliminasi.

4. Kemananan.

5. Kebersihan dan kenyamanan fisik.

6. Istirahat dan tidur.

7. Aktivitas dan gerak.

8. Spiritual.

9. Emosionals.

10. Kemunikasi.

11. Mencegah dani mengatasi risiko psikologi.

12. Pengohatan dan membantu proses penyembuhan.

13. Penyuluhan.

14. Rehabilitasi.

Model Praktik

1. Praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional (Ners) mempu-

nyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan

di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, rumah sakit

dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesio-

nal, seperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan

perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan.

2. Praktik keperawatan rumah. Bentuk praktik keperawatan rumah diletak-

kan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanju-

tan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat pro-

fesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional

yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.

3. Praktik keperawatan berkelompok. Beberapa perawat profesional mem-

buka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memer-

lukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendeka-

tan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk

praktik keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah kepe-

rawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu dimasa de-

pan. Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya

perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.

4. Praktik keperawatan individual. Pola pendekatan dan pelaksanaan sama

seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat

profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan mem-

buka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi

asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi

masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat

diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh ter-

pencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan

pemerintah.

Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan

oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan

dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian asuhan

keperawatan harus efektif dan efisien.

Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada

pasien. McLaughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan

model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum diguna-

kan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan

keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan

perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan.

112 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 113Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menveleksi model

untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ke-

tenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena

setiap perubaban akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisi-

pasi, “…..jangan mengubah suatu sistem justru menambah permasalahan

(Kurt Lewin. 1951 dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam

unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan kepe-

rawatan (Marquis dan Huston, 1998: 143).

Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)

1. Sesuai dengan visi dan misi institusi. Dasar utama penentuan model pem-

berian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah

sakit.

2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan

asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan kepe-

rawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.

3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya. Setiap suatu perubahan,

harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran

pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang

oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.

4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat. Tujuan akhir

asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap

asuhan yang diberikan olch perawat. Oleh karena itu, model yang baik

adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan

pelanggan.

5. Kepuasan dan kinerja perawat. Kelancaran pelaksanaan suatu model

sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih

harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah

beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.

6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehat-

an lainnya. Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tang-

gung jawab merupakandasar pertimbangan penentuan model. Model

asuhan keperawatan diharapkanakan dapat meningkatkan hubungan

interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)

Tabel Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998)

Model Deskripsi Penanggung Jawab

Fungsional(bukanmodelMAKP)

Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu ber-dasarkan jadwal kegiatan yang ada.Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien dibangsal.

••

Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu

Kasus Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi kepe-rawatan.Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.Rasio: I : (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutu-hannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.

Manajer keperawatan

Tim Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan kepe-rawatan terhadap sekelompok pasien.Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

••

Ketuan tim

Primer Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.Metode penugasan di mana satu orang perawat ber-tanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian pe-rawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan ada-nya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan se-lama pasien dirawat.

Perawat primer (PP)

114 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 115Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASBerikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberi-

an asuhan keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan

keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di

masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.

1. Fungsional (bukan model MAKP)

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuh-

an keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.

Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan pe-

rawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis inter-

vensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di

bangsal.

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 1998: 138)

Kelebihan:

a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang

jelasdan pengawasan yang baik;

b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.

c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum

berpengalaman.

Kelemahan:

a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;

b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan

proses keperawatan;

c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan

keterampilan saja.

2. MAKP Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-

beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok

pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas

tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil

yang saling membantu.

Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat

inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat. Konsep metode Tim:

a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan

berbagai teknik kepemimpinan;

b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana kepe-

rawatan terjamin;

c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;

d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berha-

sil bila didukung oleh kepala ruang.

Kelebihannya:

a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;

b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;

c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di atasi

dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam

bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit

untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

Konsep metode Tim:

a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan

berbagai teknik kepemimpinan;

b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana kepe-

rawatan terjamin;

c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;

d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berha-

sil bila didukung oleh kepala ruang.

116 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 117Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Tanggung jawab anggota tim:

a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung-

jawabnya;

b. Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim;

c. Memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim:

a. Membuat perencanaan;

b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi;

c. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebu-

tuhan pasien;

d. Mengembangkan kemampuan anggota;

e. Menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab kepala ruang:

Perencanaan:

• Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing;

• Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;

• Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,

dan persiapan pulang, bersama ketua tim;

• Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan

aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur

penugasan/penjadwalan;

• Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;

• Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,

tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendis-

kusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan ter-

hadap pasien;

• Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk ke-

giatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membim-

bing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan kepe-

rawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta

memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru

masuk;

• Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;

• Membantu membimbing peserta didik keperawatan;

• Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

a. Pengorganisasian:

• Merumuskan metode penugasan yang digunakan;

• Merumuskan tujuan metode penugasan;

• Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;

• Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua

tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat;

• Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat

proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;

• Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan;

• Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;

• Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat

kepada ketua tim;

• Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus adminis-

trasi pasien;

• Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;

• Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

b. Pengarahan:

• Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;

• Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas

dengan baik;

• Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,

dansikap;

• Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubu-

ngan dengan asuhan keperawatan pada pasien;

• Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;

• Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melak-

sanakan tugasnya;

• Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

118 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 119Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASc. Pengawasan:

• Melalui komunikasi: melakukan fungsi pengawasan dan berkomu-

nikasi langsung dengan ketua tim maupun perawat pelaksana

mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien;

• Melalui supervisi:

1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, me-

ngamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan

memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat

itu juga;

2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ke-

tua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta

catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan

dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua

tim tentang pelaksanaan tugas.

3) Evaluasi;

4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan

rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;

5) Audit keperawatan.

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”

(Sumber: Nursalam, 2010; Marquis dan Huston, 2010)

3. MAKP Primer

Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh

selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien

masuk sampai pasien pulang atau keluar dari rumah sakit. Mendorong

praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana

asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya

keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang

ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan

keperawatan selama pasien dirawat.

Figure Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009)

Figur Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer(Marquis dan Huston, 1998: 138)

120 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 121Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKelebihan:

a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;

b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap ha-

sil, dan memungkinkan pengembangan diri;

c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah

sakit (Gillies, 1989).

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan kare-

na terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang di-

berikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap

pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Dokter juga

merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapat-

kan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan kompre-

hensif.

Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memi-

liki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif,

self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, mengua-

sai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi

dengan berbagai disiplin ilmu.

Konsep dasar metode primer:

a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;

b. Ada otonomi;

c. Ketertiban pasien dan keluarga.

Tugas perawat primer:

a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;

b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;

c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;

d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan

oleh disiplin lain maupun perawat lain;

e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;

f. Menerima dan menyesuaikan rencana;

g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;

h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga

sosial di masyarakat;

i. Membuat jadwal perjanjian klinis;

j. Mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:

a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;

b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru;

c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat

asisten;

d. Evaluasi kerja;

e. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;

f. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan

yang terjadi.

Ketenagaan metode primer:

a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada

dekat dengan pasien;

b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer;

c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;

d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non-

profesional sebagai perawat asisten;

4. MAKP Kasus

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat

ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif,

dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama

pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu

pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat

privat/pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti

kasus isolasi dan perawatan intensif (intensive care).

Kelebihannya:

a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;

b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

Kekurangannya:

a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;

122 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 123Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar

yang sama.

Figur Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing”

(Marquis dan Huston, 1998: 136)

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer

Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua

sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini di-

dasarkan pada beberapa alasan berikut.

a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat

primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan

atau setara.

b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung

jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan

keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada

primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah

lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh

perawat primer/ketuatim.

Contoh (dikutip dari Sitorus, 2002):

Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggu-

nakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang

perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala

ruang rawat yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi

pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga

orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokan tim pada setiap sif jaga

terlihat pada Figur di bawah ini.

Figur Metode Tim Primer (Modifikasi)

Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP

Tingkat Praktik keperawatan

Metode pemberian

AskepKetenagaan Dokumentasi Askep Riset

MAKP pemula

Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula

Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien

2. Skp/perawat/ DIV (1:25-30 Pasien) sebagai CCM.

3. D-3 keperawatan sebagai PP perawat pemula

Standar Renpra (masalah aktual)

MAKP I Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat I

Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien

2. Spesialis keperawatan (1:9-10 Pasien) sebagai CCM.

Standar Renpra (masalah aktual dan masalah risiko)

1. Riset deskriptif oleh PP

2. Identifikasi masalah riset

3. Peman-faatan hasil riset.

124 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 125Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan

Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebu-

tuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap.

1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979)

Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tem-

pat tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlu-

kan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.

Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat

secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di

rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap

unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan sum-

ber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan

volume pelayanan kesehatan relatif stabil.

Tabel Rasio Jumlah Tempat Tidur dan Kebutuhan Perawat

Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak

rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya be-

berapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi

rumah sakit dan profesional.

2. Metode Need

Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk

menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pela-

yanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai

contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan

pelayanan, mulai dari pembelian karcis, permeriksaan perawat/dok-

ter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya.

Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu

berjalan dengan baik.

a. Hudgins

Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan

menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu

pelayanan pasien rawat jalan, yaitu dalam tabel di bawah ini.

Tabel Standar Waktu Pelayanan Pasien Rawat Jalan

Penghitungan menggunakan rumus:

3. S.Kep/ perawat sebagai PP

4. D-3 keperawatan sebagai PA

MAKP II Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat II

Manajemen kasus dan keperawatan

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantu-ngan pasien

2. Spesialis kepe-rawatan (1:3 PP)

3. Spesialis kepe-rawatan (1:9-10 Pasien)

4. S.Kep/ perawat sebagai PP

Clinical pathway/ standar repra (masalah aktual dan risiko)

1. Riset inter-vensi oleh spesialis

2. Identifikasi masalah riset

3. Peman-faatan hasil riset.

MAKP III Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat III

Manajemen kasus

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantu-ngan pasien

2. Doktor keperawatan klinik (konsultan)

3. Spesialis kepe-rawatan (1:3 PP)

4. S.Kep/ perawat sebagai PP

Clinical pathway

1. Riset inter-vensi lebih banyak

2. Identifikasi masalah riset

3. Peman-faatan hasil riset.

Rumah Sakit Perbandingan

KELAS A DAN B TT: Tenaga MedisTT: Tenaga KeperawatanTT: NonkeperawatanTT: Tenaga Nonmedis

= ( 4-7): I= 1: 1= 3: 1= 1: 1

KELAS C TT : Tenaga MedisTT : Tenaga KeperawatanTT : NonkeperawatanTT : Tenaga Nonmedis

= 9:1= (3-4): 2= 5 : 1= 3 : 4

KELAS D TT : Tenaga MedisTT : Tenaga KeperawatanTT : Tenaga Nonmedis

= 15 : 1= 2 : 1= 6 : 1

KEGIATANLAMA WAKTU (MENIT) UNTUK PASIEN

BARU LAMA

PendaftaranPemeriksaan dokterPemeriksaan asisten dokterPenyuluhanLaboratorium

31518515

4111107

Rata-rata jam perawatan/hari x Jumlah rata-rata pasien/hari

jumlah jam Kerja

hari

126 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 127Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Douglas

Douglas (1984) menyampaikan standar waktu pelayanan pasien rawat

inap sebagai berikut.

1) Perawatan minimal memerlukan waktu: 1-2 jam/24 jam.

2) Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3-4 jam/24 jam.

3) Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5-6 jam/24 jam.

Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah

sebagai berikut.

1) Kategori I: perawatan mandiri.

a) Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti

pakaian.

b) Makan, dan minum dilakukan sendiri.

c) Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.

d) Observasi tanda vital setiap sif.

e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.

f) Persiapan prosedur pengobatan.

2) Kategori II: perawatan intermediate.

a) Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.

b) Observasi tanda vital tiap 4 jam.

c) Pengobatan lebih dari satu kali.

d) Pakai kateter Foley.

e) Pasang infus intake-output dicatat.

f) Pengobatan perlu prosedur.

3) Kategori III: perawatan total.

a) Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.

b) Observasi tanda vital tiap 2 jam.

c) Pemakaian slang NG.

d) Terapi intravena.

e) Pemakaian suction.

f) Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.

Catatan:

• Dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya di-

lakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari;

• Setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi

pasien;

• Bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada

klasifikasi di atasnya.

Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit

perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kate-

gori mempunyai nilai standar per sif, yaitu dalam Tabel di bawah ini.

Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif BerdasarkanKlasifikasi Pasien

3. Metode Demand

Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang

memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang

gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:

a. Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.

b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit

c. Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.

Hasil penelitian di RS Provinsi di Filipina, menghasilkan data sebagaima-

na tercantum dalam Tabel di bawah ini.

Jumlah pasien

Klasifikasi Pasien

Minimal Partial Total

P S M P S M P S M

123

0,170,340,51

0,140,280,42

0,070,200,30

0,270,540,81

0,150,300,45

0,100,140,21

0,360,721,08

0.300.600,90

0,200.400,60

dst.

128 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 129Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTabel Rata-Rata Jam Perawatan yang Dibutuhkan

Selama 24 Jam

4. Metode Gilles

a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan disatu unit perawatan adalah:

A X B X C

(C - D) X E

F

G= = H

Keterangan:

A = Rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari

B = Rata-rata jumlah pasien/hari (BOR x jumlah tempat tidur)

C = Jumlah hari/tahun

D = Jumlah hari libur masing-masing perawat

E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat

F = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun

G = Jumlah jam kerja efektif per tahun

H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari

c. Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan

maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% x jumlah

hari cuti hamil x jumlah jam kerja/hari.

Tambahan tenaga:

Catatan:

1) Jumlah hari tak kerja/tahun.

Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12

hari) + cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.

2) Jumlah hari kerja efektif/tahun.

Jumlah hari dalam 1 tahun - jumlah hari tak kerja = 365 - 86 =

279 hari.

3) Jumlah hari efektif/minggu 279 : 7 = 40 minggu

Jumlah jam kerja perawat perminggu = 40 jam.

4) Cuti hamil = 12 x 6 =72 hari.

5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus di-

tambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).

6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per sif, yaitu de-

ngan ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam

17 %.

7) Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah

55% tenaga profesional dan 45% tenaga nonprofesional.

Prinsip perhitungan rumus Gillies:

Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pela-

yanan, yaitu sebagai berikut.

a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiri-

tual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat

diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care,

total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan lang-

sung setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu pe-

rawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:

1) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam

2) Partial care dibutuhkan 4 x 4 jam : 3 jam

3) Total care dibutuhkan 1-1½ x 4 jam : 4-6 jam

4) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam.

b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana

perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota

Jenis Pelayanan Rata-Rata Jam Perawatan/Hari/Pasien

Nonbedah 3,4

Bedah 3,5

Campuran bedah dan nonbedah 3,5

Postpartum 3

Bayi baru lahir 2,5

Rata-rata jam perawatan/hari x Rata-rata jumlah jam perawatan/hari

Jumlah jam kerja efektif/hari

5% x jumlah tenaga x jumlah jam kerja cuti hamil

Jumlah jam kerja efektif/tahun

130 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 131Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AStim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi

pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit 38 menit/pasien/hari,

sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan

penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien

(Gillies, 1996).

c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: akti-

vitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer

dalam Gillies (1996), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kese-

hatan ialah 15 menit pasien/hari.

5. Metode formulasi Nina

Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan

tenaga.

a. Tahap 1.

Dihitung A jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.

b. Tahap II.

Dihitung B jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam

satu hari. B = Ax tempat tidur

c. Tahap III.

Dihitung C jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun. C

= Bx 365 hari.

d. Tahap IV.

Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibu-

tuhkan selama setahun. D C x BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk

perkiraan realistis jam perawatan.

e. Tahap V.

Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.

E = D/1878.

Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 - 52 hari

minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6

jam).

6. Metode hasil Lokakarya Keperawatan

Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan

dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Rumus untuk penghitu-

ngan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut.

jam perawatan 24 jam x 7 (tempat tidu x BOR)

hari kerja efektif x 40 jam+ 25%

Formula ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang

dihitung dari: 365- (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari

cuti tahunan) = 289 hari atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut

adalah jumlah hari selama satu minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah

jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25% adalah untuk penyesuaian

terhadap produktivitas.

7. Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full Time Equivalent (FTE)

Keputusan untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan

pada populasi pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan

dan keterampilan perawat serta filosofi organisasi tentang perawat dan

perawatan pasien. Penentuan jumlah dan jenis perawat dilakukan ber-

dasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa

seorang perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja se-

lama 40 jam/minggu atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah

waktu tersebut meliputi waktu produktif maupun nonproduktif, sedang-

kan yang dipertimbangkan hanya waktu produktif yang digunakan untuk

perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan hari perawatan dan

klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya karena akan

memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.

Contoh penghitungan FTE dan tenaga perawat:

Total beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentu-

kan berdasarkan jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan

hari perawatan pasien (PD) menggunakan rumus berikut.

W = (PDi x ACHi)5

132 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 133Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKeterangan:

W = Beban Kerja (Workload)

PD = Hari perawatan pasien (Patient Days)

ACH = Rerata jumlah jam kerja perawat (Average Care Hours per 24

jam)

� = Jumlah tingkat klasifikasi pasien

5 = Konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien

Tabel Rerata Jam Perawatan dan Hari Rawat Pasien

Berdasarkan tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja

unit adalah 91.300 jam. Informasi tambahan yang didapatkan adalah:

a. 1 FTE 2.080 jam.

b. Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produk-

tif adalah 1.768/FTE).

c. Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar

yaitu 55% untuk sif siang dan 45 % untuk sif malam.

d. Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15 %

Licensed Practical Nurse (LPN), 10 % Nurse Assistants (NA).

Tenaga perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Jumlah perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung de-

ngan cara berikut.

a. Siang: 51,64 FTE x 55% = 28,4 FTE

b. Malam: 51,64 FTE x 45% = 23,2 FTE

Tingkat klasifikasipasien

Rerata jam perawatandalam 24 jam

Proyeksi jumlahhari rawat pasien

1 3,5 1.500

2 5,0 2.500

3 9,0 3.000

4 13,0 2.100

5 17,5 1.100

Jenis tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:

a. Siang:

• RN: 28,4 x 75% = 21,3

• LPN: 28,4 x 15% = 4,26

• NA: 28,4 x 10 % 2,84

b. Malam:

• RN: 23,2 x 75% = 17,4

• LPN: 23,2 x 15% = 3,48

• NA: 23,2 x 10% = 2 ,32.

8. Berdasarkan pengelompokan unit kerja di rumah sakit (Depkes, 2011). Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus mem-

perhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar ter-

dapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut.

a. Rawat inap

Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:

• Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;

• Jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;

• Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;

• Jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.

Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:

Jumlah jam perawatan

jam kerja efektif per sif

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor

koreksi dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day), Loss day =

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-

keperawatan (non-nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien

pulang, kebersihan ruangan kebersihan alat-alat makan pasien dan

lain lain, diperkirakan 25 % dari jam pelayanan keperawatan.

91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun

1.769 jam produktif / FTE=

51.FTE tenaga perawat yang

dibutuhkan dalam satu tahunJumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari besar

jam kerja efektif per sifx jumlah perawat tersedia

134 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 135Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS (Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) x 25 %

jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi

• tingkat ketergantungan pasien: Pasien diklasifikasikan dalam be-

berapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan

keperawatan/kebidanan.

1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:

a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;

b) Makan dan minum dilakukan sendiri;

c) Ambulasi dengan pengawasan;

d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;

e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.

2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:

a) Kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;

b) Observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;

c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.

3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:

a) Sebagian besar aktivitas dibantu;

b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;

c) Terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;

d) Terpasang infus;

e) Pengobatan lebih dari sekali;

f) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:

a) Segala aktivitas dibantu oleh perawat;

b) Posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua

jam;

c) Makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;

d) Gelisah/disorientasi.

Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:

Jumlah jam perawatan di ruangan/hari

jam efektif perawat

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor

koreksi) dengan:

Hari libur/cuti/hari besar (loss day)

Loss day =

Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti hari besar

jam hari kerja efektif+

Jumlah perawatyang diperlukan

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-

keperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya: membuat perin-

cian pasien pulang kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan

pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan kepe-

rawatan.

(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) x 25%

b. Jumlah tenaga untuk kamar operasi

1) Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:

a) jumlah dan jenis operasi;

b) jumlah kamar operasi;

c) Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari

kerja;

d) Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirku-

lasi (2 orang/tim);

e) Tingkat ketergantungan pasien:

- Operasi besar: 5 jam/ operasi;

- Operasi sedang: 2 jam/operasi;

- Operasi kecil: 1 jam /operasi.

Rumus:

Jumlah jam perawatan / hari jumlah operasi x jumlah perawat dalam tim

jam kerja efektif / hari

c. Jumlah tenaga di ruang penerimaan

1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit

2) Ketergantungan di RR: 1 jam

136 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 137Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASJumlah jam perawatan x rata-rata jumlah pasien per hari

jam kerja efektif / hari

Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi diper-

siapkan oleh CSSD.

d. Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat

Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:

1) Rata-rata jumlah pasien per hari.

2) Jumlah jam perawatan per hari

3) Jam efektit per hari

rata-rata jumlah pasien x jumlah jam perawatan per hari

jam kerja efektif / hari

Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan

e. Critical Care

Rata-rata jumlah pasien/hari = 10

Jumlah jam perawatan/hari = 12

rata-rata jumlah pasien per hari x jumlah jam perawatan per hari

jam kerja efektif / hari

Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan.

f. Rawat Jalan

Jumlah pasien/hari = 100 orang

Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit

rata-rata jumlah pasien per hari x jumlah jam perawatan per hari

jam kerja efektif per hari (7 jam) x 60 menit

Ditambah koreksi 15%

g. Kamar Bersalin

Waktu pertolongan kala I-IV = 4 jam/pasien

Jam kerja efektif =7 jam/hari

Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang

jumlah setiap hari rata-rata x 24 jam

7 jam/hari

Ditambah lostday

Penghitungan Beban Kerja

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja

perawat antara lain:

1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut

2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;

3. Rata-rata hari perawatan;

4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pen-

didikan kesehatan;

5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;

6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan ke-

sehatan.

Ada tigacara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara

personel antara lain sebagai berikut.

1. Work Sampling

Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja

yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tena-

ga tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik

tentang pekerjan antara lain:

a. Aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;

b. Apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada

waktu jam kerja;

c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau

tidak produktif;

d. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam

kerja.

Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja

personel dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menentukan jenis personel yang akan disurvei.

138 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 139Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel se-

bagai subjek personel yang akan diamati dengan menggunakan

metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang

representatif.

c. Membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan se-

bagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan

sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung.

d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan

menggunakan work sampling.

e. Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2-15 men-

tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.

Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan

kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya

jumlah pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal

sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar de-

ngan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan

dapat dihitung.

2. Time and motion study

Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang

kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui

teknik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya.

Langkah-langkah untuk melakukan teknik ini yaitu:

a. Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel de-

ngan metode purposive sampling.

b. Membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap perso-

nel.

c. Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak

personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin se-

lama dilakukan pengamatan.

d. Membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut men-

jadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi.

e. Menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam

melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk

melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang

bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan

suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti

rumah sakit.

Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan

dihasilkan output sebagai berikut.

a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-

masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun admi-

nistratif. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan

untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja.

b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga

atau karakteristik demografis dan sosial.

c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan peneli-

tian. Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pen-

didikan, jenis kelamin atau variabel lain.

d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan me-

nentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel

yang diamati.

3. Daily log

Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana

work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang

diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang

diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergan-

tung kerja sama dan kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan

ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat

pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan.

Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan

cara pengisian formulir kepada subjek personal yang diteliti, tekankan

pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu

dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia

dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara

rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan

dari pengamatan dengan daily log.

140 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 141Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAnalisis Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja (WISN)

WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator yang menunjuk-

kan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat kerja berdasarkan be-

ban keria, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Metode

perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu

metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan

nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu

tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan,

secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Adapun lang-

kah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah,

yaitu sebagai berikut.

1. Menetapkan waktu kerja tersedia

Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu

kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun

waktu satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja

tersedia yaitu:

a. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau

Peraturan Daerah setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari

kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari x 50 minggu). (A)

b. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari

kerja setiap tahun. (B)

c. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat

kerjauntuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profe-

sionalisme setiap kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelati-

han/kursus/seminar/lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)

d. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait

tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003

ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)

e. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (se-

lama kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan

atau tanpa pemberitahuan/izin. (E)

f. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau

Peraturan Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8

jam (5 hari kerja/minggu). (F)

Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+ E)} x F

Keterangan:

A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional

B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja

C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja

Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja

atau perusahaan menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu

dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lama dibanding ka-

tegori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat

dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.

2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM

Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya

unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyeleng-

garakan kegiatan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai

contoh di rumah sakit, data dan informasi yang dibutuhkan untuk pene-

tapan unit kerja dan kategori SDM adalah sebagai berikut.

a. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi ma-

sing-masing unit dan sub-unit kerja.

b. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan

fungsional, misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS

Bidang/Bagian Informasi.

c. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit

kerja di RS.

d. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.

e. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional

SDM kesehatan.

f. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur

(SOP).

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan sub unit

kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan

subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mene-

tapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menja-

min mutu, efisiensi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di

tiap unit kerja RS.

142 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 143Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit

kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan

subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mene-

tapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menja-

min mutu, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di

tiap unit kerja RS.

3. Menyusun standar beban kerja

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 ta-

hun perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok

disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya

(rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh

masing-masing kategori tenaga.

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja ma-

sing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.

a. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil

yang telah ditetapkan pada langkah kedua.

b. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.

c. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melak-

sanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.

d. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.

Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meli-

puti hal-hal berikut.

a. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori

SDM. Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan se-

suai standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk

menghasilkan pelayanan perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM

dengan kompetensi tertentu.

b. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan

pokok Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori

SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan ke-

giatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar

operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang terse-

dia serta kompetensi SDM.

Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman

selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-

rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya

ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan

pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP)

dan memiliki etos kerja yang baik.

c. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1

tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan

pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyele-

saikannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh

masing-masing kategori SDM.

Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai beri-

kut:

Standar Beban Kerja =

4. Menyusun standar kelonggaran

Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor

kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan

waktu untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung

atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/

pelayanan. Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui

pengamatan dan wawancara kepada tiap kategori tentang:

a. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada

pelanggan, misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun

kebutuhan bahan habis pakai.

b. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.

c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja,

sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan ke-

giatan yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya

karena tidak/kurang berkaitan dengan pelayanan pada pelanggan untuk

selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelong-

garan tiap kategori SDM.

waktu kerja tersedia

rata-rata waktu kegiatan pokok

144 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 145Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selan-

jutnya adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhi-

tungan berdasarkan rumus di bawah ini:

Standar kelonggaran =

5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja

Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya

jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama

1 tahun. Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan

SDM per unit kerja meliputi:

a. Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:

• Waktu kerja tersedia;

• Standar beban kerja;

• Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.

b. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu ta-

huan.

Contoh di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan

berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit

kerja RS selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelayanan

Instalasi Rawat Jalan dapat diperoleh dari laporan kegiatan RS (SP2RS),

untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medic yang dilaksanakan di

tiap poli rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang terse-

dia disetiap poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok

Instalasi Rawat Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.

a. Jumlah tempat tidur.

b. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.

c. Rata-rata sensus harian.

d. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).

Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar

merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap in-

stalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Standar SDM = + standar kelonggaran

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap ke-

giatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan

Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM.

total produk layanan

standar beban kerja

waktu per faktor kelonggaran

waktu kerja tersedia

146 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 147Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

A. OperanSifdalamKeperawatan

Operan sif atau serah terima keperawatan terjadi ketika seorang perawat

memindahkan tanggungjawabnya dalam merawat pasien kepada perawat

yang bertugas berikutnya. Seperti pada setiap akhir jaga yang terjadi tiga

kali sehari (Smeulers, Lucas & Vermeulen, 2014). Operan sif dalam kepe-

rawatan merupakan wadah bagi perawat untuk bertukar informasi. Operan

sif dalam keperawatan juga sebagai tempat yang memberi kesempatan

dalam pencegahan kesalahan. Melalui operan sif tindakan yang tidak aman

dapat dicegah dengan mengimplementasikan strategi operan sif yang lebih

sadar akan risiko (Drach-Zahavy & Hadid, 2015).

Istilah operan sif dalam praktik klinik memiliki berbagai sinonim seperti tim-

bang terima, serah terima, operan, shift report dan laporan jaga. Konsep

dari pada operan sif cukup kompleks termasuk komunikasi diantara pe-

rawat. Komponen komunikasi yang terstruktur dengan penggunaan metode

SBAR dalam literatur mendukung pelaksanaan operan sif yang efektif.

Pendokumentasian juga bagian dari operan sif sehingga harus dikelola de-

ngan baik (Evans, Grunawalt, McClish, Wood, & Friese, 2012).

OPERAN SIF ATAU TIMBANG TERIMA

6BAB

148 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 149Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASHarapan dari pelaksanaan operan sif menurut Standar Nasional Akrditasi

RS tahun 2018 yang juga bagian dari program Patient safety goal Joint

Commision, pertama adanya interaksi komunikasi timbal balik antara pem-

beri layanan dan yang menerima layanan yang memberi kesempatan untuk

saling bertanya. Kedua, informasi perawatan pasien yang terkini termasuk

pengobatan, pelayanan dan perubahan kondisi pasien yang terakhir. Ketiga,

ada proses verifikasi informasi yang disampaikan termasuk mengulang

kembali dan membaca kembali dokumen sesuai kebutuhan. Keempat, ke-

sempatan bagi sipenerima informasi khususnya perawat untuk mengulang

kembali data riwayat pasien termasuk perawatan sebelumnya, pengobatan

dan pelayanan lainnya. Kelima, interupsi selama proses serah terima harus

dibatasi untuk mencegah adanya komunikasi yang lupa tersampaikan atau

komunikasi menjadi terputus.

B. JenisMetodeOperanSifKeperawatan

Berbagai metode yang digunakan dalam melakukan operan sif pasien dian-

taranya operan sif secara terekam atau audiotape operan sif, bedside operan

sif, operan sif tertulis dan operan sif verbal. Namun, belum ditemukan bukti

yang mendukung kesimpulan tentang model operan sif yang jenis apa yang

paling efektif dan cocok untuk digunakan dalam keperawatan untuk memas-

tikan kesinambungan informasi pasien rawat inap (Smeulers et al., 2014).

Berikut adalah berbagai jenis operan sif yang sering digunakan dipelayanan

kesehatan:

1. Bedside operan sif: dilaksanakan dekat tempat tidur pasien, mendukung

perkenalan pasien dan perawat secara tatap muka. Mendorong pasien

berpartisi secara verbal dalam selama serah terima dan perawatanya.

Kegiatan ini memberikan tanggung jawab perawat kepada sekelompok

pasien untuk di serahterimakan kepada perawat berikutnya.

2. Verbal operan sif: pertukaran informasi dan dokumenstasi yang relevan

dari sekelompok pasien yang dipertanggung jawabkan, kepada perawat

berikutnya, yang dilaksanakan di dalam ruangan.

3. Taped operan sif: pertukaran informasi satu arah. Perawat yang ber-

tanggungjawab kepada sekelompok pasien mengumpulkan informasi

dan rencana perawatan yang berkaitan dengan pasien lalu direkam agar

perawat jaga berikutnya bisa mendengarkannya pada waktu luang.

4. Non Verbal operan sif: perawat yang bertanggung jawab kepada seke-

lompok pasien yang akan jaga berikutnya, datang dan membaca lang-

sung seluruh kegiatan perencanaan pasien yang sudah ditulis agar me-

reka mengetahui prioritas dan beban kerja saat mereka bertugas.

C. BedsideOperanSif

Bedside operan sif adalah kegiatan serah terima informasi klinis pasien dise-

belah tempat tidur pasien. Bedside operan sif juga membicarakan tentang

rencana perawatan pasien yang dilakukan disamping tempat tidur pasien.

Serah terima ini terjadi antara perawat yang bertugas saat ini kepada pe-

rawat jaga berikutnya (Randell, Wilson, & Woodward, 2011). Bedside ope-

ran sif adalah salah satu inisiatif atau strategi dalam satu model program

peningkatan mutu keperawatan yang diinisiai pada tahun 2003.

Bedside operan sif diperkenalkan oleh Robert Wood Johnson Foundation

(RWJF). Institute for Healthcare Improvement (IHI) juga termasuk tim yang

memperkenalkan kegiatan ini. Transforming Care at the bedside (TCAB)

adalah satu strategi untuk mewujudkan perubahan pemberian perawatan

disebelah pasien berbaring (Needleman & Hassmiller, 2009). Kerangka ker-

ja pewujudan perubahan pemberian perawatan di tempat tidur ini memiliki

4 pilar. Pilar pertama safety dan reliability. Kedua, mengutamakan kerjasa-

ma tim dalam perawatan pasien. Ketiga, kegiatan perawatan yang berpusat

pada pasien. Keempat, proses kegiatan yang bernilai tambah dalam pela-

yanan keperawatan (Chaboyer et al., 2009). Bedside operan sif adalah salah

satu inisiatif dari pilar ketiga kegiatan yang berpusat pada pasien.

Tujuan dari pelaksanaan bedside operan sif untuk melibatkan perawat

lini depan. Melibatkan pimpinan rumah sakit untuk membuat perbaikan

dalam empat aspek juga termasuk tujuan pelaksanaan bedside operan sif.

Perbaikan aspek pertama, meningkatkan kualitas keamanan perawatan.

Kedua, memastikan lingkungan kerja keperawatan berkualitas tinggi untuk

menarik dan mempertahankan perawat. Ketiga, memperbaiki pengalaman

pasien/keluarga saat dirawat. Keempat, meningkatkan efektivitas seluruh

tim perawatan (Needleman & Hassmiller, 2009).

Menurut Tucker & Fox (2014) ada beberapa kelebihan dari metode bedside

operan sif. Pertama, proses kegiatannya melibatkan pasien. Kedua, pendo-

kumentasi bagan obat-obatan bisa dicek kembali sehingga kesalahan bisa

150 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 151Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdiperbaiki. Ketiga, bila ada informasi yang kurang tepat bisa segera diklarifi-

kasi. Kelemahan dari metode bedside operan sif juga ada. Pertama, kegiatan

ini dilakukan diforum publik sehingga sulit untuk mendiskusikan masalah

pribadi pasien. Kedua, informasi yang bersifat rahasia sering terungkap.

Ketiga, proses kegiatannya menghabiskan waktu. Keempat, perawat sering

teinterupsi dengan masalah pasien kadang suka mengobrol.

D. RasionalisasiPelaksanaanBedsideOperansif

1. Menciptakan keterlibatan pasien dan keluarga

Bedside operan sif adalah pernyataan klinis pelibatan pasien dan kelu-

arga. Pasien dan keluarga sebagai mitra penting dalam tim perawatan

kesehatan pasien. Pelaksanaan bedside operan sif dapat meningkatkan

keterlibatan pasien. Keterlibatan keluarga terlihat dengan menunjukkan

perilaku berpartisipasi dalam kesehatan anggota keluarga itu sendiri.

Perilaku melibatkan pasien dalam perawatan di rumah sakit tercermin

dari kebijakan organisasi dan prosedur yang mendukung perilaku ini.

Keterlibatan perawat, dokter dan perawat rumah sakit sangat berperan

serta. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk ikut dan terlibat sela-

ma perawatan, memungkinkan pasien untuk dapat mendengar langsung

perkembangan perawatannya. Memberikan kesempatan untuk bertanya

dan memberi masukan terhadap proses perawatannya. Terciptanya keter-

libatan pasien dan keluarga selama proses perawatan adalah rasionalisasi

pelaksanaan bedside operan sif. Ketika lingkungan di mana pasien, ke-

luarga, dokter dan perawat rumah sakit semuanya bekerja sama sebagai

mitra kualitas perawatan akan tercapai. Kerjasama diantara tim juga akan

meningkatkan keamanan perawatan.

Menurut (Agency for Healthcare Research and Quality, 2013) manfaat

keterlibatan pasien bagi rumah sakit:

a. Meningkatkan kualitas dan keamanan.

b. Meningkatkan kinerja keuangan.

c. Meningkatkan nilai kepuasan pasien.

d. Meningkatkan outcome pasien.

e. Meningkatkan daya saing pasar.

f. Meningkatkan kepuasan dan mempertahankan karyawan.

g. Merespon standar Joint Commission.

2. Meningkatkan keamanan lingkungan perawatan

Kegagalan dalam berkomunikasi adalah faktor utama yang menyebabkan

terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Melibatkan pasien dengan

mengikut sertakan keluarga dapat mengklarifikasi informasi yang tidak

sesuai. Misalnya dengan menanyakan pasien dan keluarga apakah ada

pertanyaan atau informasi yang perlu diklarifikasi. Menganjurkan pasien

dan keluarga untuk berbicara bila ada informasi yang disampaikan tidak

sesuai atau meminta pasien dan keluarga untuk meminta perawat me-

ngulang kembali informasi yang masih belum dipahami.

3. Keterlibatan perawat

Menurut Dempsey & Reilly (2016), konsep keterlibatan perawat sering

digunakan untuk menggambarkan komitmen perawat terhadap peker-

jaannya. Keterlibatan perawat juga menggambarkan kepuasannya dalam

pekerjaan. Ada dua bentuk keterlibatan perawat. Bentuk keterlibatan

pertama ditunjukkan dengan komitmen terhadap organisasi. Bentuk ke-

terlibatan perawat lainnya adalah komitmen terhadap profesi perawat

itu sendiri. Keterlibatan perawat berhubungan langsung dengan patient

safety, kualitas, dan outcome pengalaman pasien.

Alasan lain mengapa bedside operan sif adalah metode yang cocok digu-

nakan dalam serah terima adalah menurut Derby (2017) adalah karena bed-

side operan sif mendukung keterlibatan pasien, meningkatkan lingkungan

perawatan yang aman, menurunkan kecemasan pasien, mempersonalisasi

perawatan pasien, meningkatkan kepuasan pasien, menghemat waktu pe-

rawat saat serah terima, meningkatkan ketanggapan perawat, menurunkan

angka pasien jatuh, dinilai dan dipilih perawat sebagai metode untuk serah

terima dan menghemat keuangan rumah sakit dengan menurunnya angka

overtime.

152 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 153Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASE. Evidence BasedPelaksanaanBedsideOperanSif

Menurut Agency for Healthcare Research and Quality (2013), telah ter-

bukti, bedside operan sif dapat meningkatkan:

1. Patient safety dan quality

Kesempatan dalam pertukaran informasi untuk memastikan efektifitas

komunikasi antara pasien, keluarga dan perawat dapat terjalin. Melalui

bedside operan sif studi menunjukkan 70% kejadian yang tidak diingin-

kan terjadi karena terputusnya komunikasi diantara perawat dan pasien

(Sand-Jecklin & Sherman, 2013). Studi juga menunjukkan bahwa bed-

side operan sif meningkatkan pemberian asuhan dan keamanan pasien.

Contoh, kejadian pasien jatuh saat pergantian jaga berkurang dari 1-2

per bulan menjadi 1-6 per bulan (Athwal, Fields, & Wagnell, 2009).

2. Pengalaman pasien saat dirawat

Terdapat peningkatan skor kepuasan pasien dan hubungan perawat

pasien terjalin setelah menerapkan bedside operan sif. Penurunan jum-

lah panggilan bel pasien juga secara drastis menurun diakhir masa shift

(Cairns, Dudjak, Hoffmann, & Lorenz, 2013; McMurray, Chaboyer,

Wallis, Johnson, & Gehrke, 2011).

3. Kepuasan perawat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Principe (2017) ten-

tang penilaian kepuasan perawat terhadap pelaksanaan bedside operan

sif di Minneapolis, USA, mengemukakan bahwa pelaksanaan serah teri-

ma dengan metode bedside operan sif meningkatkan kepuasan pasien.

Rasionalisasinya adalah karena proses kegiatan bedside operan sif mem-

fasilitasi perawat untuk memferifikasi isu-isu masalah kesehatan pasien

yang penting hubungan sosial yang positif.

4. Manajemen waktu dan tanggung jawab antara perawat

Setelah menerapkan bedside operan sif, perawat melaporkan memiliki

kemampuan yang lebih baik untuk memprioritaskan masalah. Perawat

juga melaporkan pekerjaan mereka lebih efisien sehingga menurunkan

jumlah kelebihan jam jaga (Athwal et al., 2009).

F. ProsesImplementasiBedsideOperanSif

Menurut Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008) terdapat 5 prinsip penting

yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan bedside operan sif antara lain:

persiapan, pengaturan, kewaspadaan lingkungan, perpindahan tanggung-

jawab dan tanggung gugat serta pelibatan pasien.

Proses implementasi bedside operan sif ini berdasarkan SOP bedside nurs-

ing operan sif yang dilakukan oleh Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008)

di dua rumah sakit di Queensland dan Western Australia pada tahun 2007

sampai dengan 2008.

Berdasarkan panduan implementasi bedside operan sif yang dilakukan,

komponennya terdiri dari struktur, proses dan outcome.

1. Struktur

Komponen struktur bedside operan sif terdiri dari perawat, pasien, lem-

bar serah terima dan lembar observasi, obat-obatan, balance cairan,

pengkajian risiko (risiko jatuh dan dekubitus). Perawat dalam komponen

ini ditentukan 2-3 tim per ruangan. Ketua tim perawat jaga yang akan

berakhir jam dinasnya dan semua anggota tim yang akan jaga berikutnya.

Penanggung jawab shift mengikuti bedside operan sif satu tim kemudian

menerima laporan singkat dari ketua tim lainnya. Kondisi pasien yang ter-

libat dalam studi ini dibatasi seperti pasien yang sedang tidur, penurunan

kesadaran dan pasien isolasi tidak dilakukan bedside operan sif.

Lembar serah terima yang digunakan adalah lembar serah terima yang

perbaharui pada computer setiap sit. Lembar serah terima tersebut berisi

informasi riwayat pasien, discharge planning, perubahan kondisi pasien,

informasi prioritas lainnya dan informasi sensitif yang bersifat rahasia.

Lembar observasi pasien juga digunakan seperti kardex, medication re-

cord, balance cairan, pengkajian risiko jatuh dan pengkajian dekubitus.

2. Proses

Tahap proses pelaksanaan bedside operan sif terdiri dari tahap persiapan

sebelum pelaksanaan, selama pelaksanaan dan sesudah pelaksanaan.

a. Proses sebelum pelaksanaan bedside operan sif terdiri dari:

1) Mengalokasikan pasien yang dilakukan oleh perawat yang masih

sedang bertugas saat itu.

154 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 155Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2) Memperbaharui informasi semua pasien pada semua lembar serah

terima yang dikerjakan setiap sif dan membuat kopiannya untuk

perawat yang akan jaga berikunya.

3) Pasien diinformasikan bahwa serah terima akan dilakukan seben-

tar lagi.

4) Keluarga pasien bisa tinggal di dalam kamar dengan persetujuan

dari pasien.

5) Pengunjung diminta untuk menunggu diluar atau di ruang tunggu.

b. Proses selama pelaksanaan bedside operan sif

1) Perawat yang akan habis jaga memperkenalkan perawat jaga beri-

kutnya.

2) Isi laporan: alasan pasien dirawat, riwayat, pemeriksaan, pengo-

batan, ADL, renpra, perubahan kondisi pasien, hasil pemeriksaan

yang masih belum selesai.

3) SBAR digunakan sebagai panduan penyampaian informasi klinis

pasien.

4) Safety scan: pengecekan visual terhadap pasien, lingkungan (alat

yang terpasang, IV lines, mendekatkan bel pasien), pemeriksaan

terhadap lembar observasi, pengobatan dan lembar pengkajian

risiko.

5) Pasien diajak untuk memberi komen atau diberi pertanyaan.

6) Kehadiran pasien mendorong masalah utama lainnya untuk diba-

has.

7) Kerahasian/informasi sensitif dalam lembar serah terima dapat

dibahas diluar kamar pasien dan jauh dari pengunjung.

c. Proses setelah operan sif

1) Ketua tim memberikan operan sif shit kepada perawat yang tidak

dapat mengikuti serah terima.

2) Lembar serah terima adalah komponen kunci operan sif.

3) Perawat yang baru datang saat serah terima sudah mulai berlang-

sung dapat menggunakan lembar serah terima sebagai panduan

kegiatan dengan bantuan ketua tim yang menjelaskan.

3. Outcomes

Outcomes dari bedside operan sif ini ditemukan dari hasil interview:

a. Pasien merasa bagian dari proses operan sif dan memberi masukan

terhadap perawatan.

b. Informasi lebih akurat dikomunikasikan.

c. Didapatkan pemahaman kondisi pasien yang lebih baik.

d. Ketersinambungan perawatan meningkat.

e. Pasien dapat mudah menyebutkan masalah dan kejadian penting.

f. Meningkatkan komunikasi perawat saat pertukaran jaga.

g. Lebih berkesempatan untuk pembelajaran dan menunjukkan perilaku

contoh.

h. Bisa lebih menghabiskan waktu sedikit.

G. KomunikasiSBAR

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komu-

nikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation),

metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan operan

sif ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang

disediakan untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien.

SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan

atau tim kesehatan lainnya.

Tujuan komunikasi SBAR menawarkan solusi kepada rumah sakit serta

fasilitas perawatan untuk menjembatani kesenjangan dalam komunika-

si. Komunikasi SBAR digunakan termasuk serah terima pasien, transfer

pasien, percakapan kritis dan panggilan telepon. Komunikasi ini mencip-

takan harapan bersama antara pengirim dan penerima informasi sehingga

keselamatan pasien dapat tercapai. Menggunakan SBAR, laporan pasien

menjadi lebih akurat dan efisien (Kwong, 2011).

Komunikasi yang efektif antara penyedia layanan kesehatan sangat penting

untuk keselamatan pasien. Kebanyakan perawat kurang pengalaman dalam

berkomunikasi dengan dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya.

Teknik komunikasi SBAR merupakan teknik komunikasi yang memberikan

urutan logis, terorganisir dan meningkatkan proses komunikasi untuk me-

mastikan keselamatan pasien (Dunsford, 2009; Kwong, 2011).

156 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 157Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASBerikut adalah komponen komunikasi SBAR:

S = Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien)

1. Perawat menyebutkan nama dan umur pasien.

2. Perawat menyebutkan tanggal pasien masuk ruangan dan hari.

3. Perawatannya.

4. Perawat menyebutkan nama dokter yang menangani pasien.

5. Perawat menyebutkan diagnose medis pasien/masalah kesehatan

yang dialami pasien (penyakit).

6. Perawat menyebutkan masalah keperawatan pasien yang sudah.

7. Dan belum teratasi.

B = Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini)

1. Perawat menjelaskan intervensi/tindakan dari setiap masalah kepe-

rawatan pasien.

2. Perawat menyebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan.

3. Perawat menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, dan alat bantu

lain seperti kateter dll), serta pemberian obat dan cairan infuse.

4. Perawat menjelaskan dan mengidentifikasi pengetahuan pasien ter-

hadap diagnose medis/penyakit yang dialami pasien.

A = Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini)

1. Perawat menjelaskan hasil pengkajian pasien terkini seperti TTV

2. Perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung seperti ha-

sil Lab, Rontgen dan lain-lain.

R = Recommendation/Rekomendasi

Perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah teratasi dan be-

lum teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan atau di-

modifikasi.

H. IntervensiEdukasiBedsideOperanSif

Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang me-

lalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan untuk mempengaruhi

orang lain mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar

terlaksananya apa yang ingin dicapai. Intervensi edukasi adalah kegiatan

pemberian pengetahuan tentang tata laksana bedside operan sif kepada

perawat. Tujuan dari pada intervensi ini adalah untuk meningkatkan pelak-

sanaan bedside operan sif itu sendiri. Studi kajian literatur yang dilakukan

oleh Gordon dan Findley tahun 2011 di Manchester, UK, tentang educa-

tional interventions to improve operan sif in health care: a systematic

review, menyebutkan 2 kesimpulan topik yaitu metode pembelajaran dan isi

tema. Kesimpulan metode yang pada umumnya digunakan saat memberi-

kan intervensi serah terima adalah tatap muka/dengan kelompok, simulasi/

tanya jawab, latihan bermain peran dengan feedback dan pemberian materi

secara online: video, teks atau protokol. Kesimpulan kedua tentang tema isi

terdiri dari:

1. Pengelolaan informasi, ceklist terstruktur, cara-cara mudah menghafal,

sistem elektronik yang digunakan yang berhubungan, diskusi secara

lisan.

2. Kerjasama tim/kepemimpinan dan komunikasi meliputi: kekuatan komu-

nikasi, latihan semua level perawat, memastikan bahwa semua peserta

masih berada dalam tahap yang sama, mencontoh cara senior melaku-

kan serah terima, mengetahui cara penyampaian dan menerima infor-

masi, egocentric heuritics.

3. Kewaspadaan pada kesalahan dan perilaku profesionalisme meliputi:

bertukar pengalaman dalam situasi nyata, cara menangani bila terjadi ke-

salahan di lapangan, implikasi serah terima terhadap keamanan pasien,

membangun pertahanan perilaku menjaga keamanan pasien, proses

pemetaan untuk mengerti tanggung jawab.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah tatap muka di kelas/

dengan kelompok, simulasi/tanya jawab, latihan bermain peran dengan

feedback dan pemberian materi tambahan pengetahuan secara online:

video dan ceklist panduan pelaksanaan bedside operan sif.

Komponen isi materi intervensi bedside ini adalah meliputi latar rasionalisasi

pelaksanaan bedside operan sif, tujuan bedside operan sif, proses pelaksa-

naan bedside operan sif dan komunikasi SBAR.

158 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 159Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASI. PeningkatanPelaksanaanBedsideOperanSif

Peningkatan pelaksanaan operan sif dengan metode bedside operan

sif adalah outcome yang diharapkan dari pelaksanaan intervensi edukasi

Bedside operan sif ini. Pelaksanaan bedside operan sif ini dikembangkan

untuk memperbaiki perubahan proses serah terima yang semula berfokus di

nurse station lalu dilanjutkan dengan melihat pasien kekamarnya. Tujuan

dari peningkatan pelaksanaan bedside operan sif ini untuk melihat kepatu-

han perawat melakukan serah terima langsung dekat dengan pasien berba-

ring (Herceg, 2015). Penilaian terhadap peningkatan pelaksanaanya dilaku-

kan dengan menilai kualitas pelaksanaan dari prinsip pelaksanaan bedside

operan sif yaitu:

1. Persiapan:

Terdapat 4 aspek dalam persiapan bedside operan sif:

a. Alokasi Perawatf dan pasien;

b. Memperbaharui lembar operan sif;

c. Menginformasikan pasien; dan

d. Keluarga terdekat dan pengunjung lainnya.

2. Pengenalan

Pada prinsip ini perawat primer atau perawat pelaksana yang akan be-

rakhir masa tugasnya memperkenalkan kepada pasien perawat jaga

berikutnya, siapa yang akan bertanggung jawab selama masa jam pe-

rawatannya.

3. Pertukaran informasi

Serah terima yang akurat dan terperinci sangat penting untuk memas-

tikan perawat yang akan datang dapat melakukan atau memberikan

perawatan yang aman. Secara umum, informasi yang disampaikan saat

Bedside operan sif tidak berbeda dengan apa yang yang disampaikan saat

serah terima di nurse station. Namun, perawat harus menyadari bahasa

yang mereka gunakan. Bahasa yang digunakan harus mudah dimengerti

pasien, membatasi istilah medis bila memungkinkan. Selanjutnya, pasien

memiliki kesempatan untuk mengklarifikasi konten serah terima. Perawat

harus berusaha untuk mengkomunikasikan informasi secara akurat, ring-

kas dan profesional.

4. Keterlibatan pasien

Pendekatan keperawatan berpusat pada pasien. Sangat penting untuk

melibatkan pasien dalam proses serah terima ini. Memberikan kesem-

patan kepada pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan dan

mengklarifikasi informasi dalam perawatannya akan meningkatkan ke-

amanan pasien.

5. Peninjauan Keselamatan Pasien/Safety Scan

Dalam serah terima bedside operan sif, melakukan tinjauan keselamatan

dapat mempromosikan keselamatan pasien. Peninjauan ini meliputi

lingkungan, pasien dan papan serah terima yang ada di kamar pasien.

Selama bedside operan sif, anggota tim perawat sif berikutnya harus

melakukan cek keamanan lingkungan pasien dan peralatan. Hal-hal yang

harus diperhatikan:

• Bel dalam jangkauan pasien.

• Suction, oksigen atau peralatan lain bekerja dengan baik dan mudah

diakses.

• Balutan, drains, cairan intravena dan infusion pumps dalam keadaan

aman dan benar.

• Kerapihan secara umum lingkungan pasien merupakan hal yang kon-

dusif untuk melakukan mobilitas dengan aman dan memudahkan ak-

ses.

• Cek rutin lainnya yang khusus untuk pasien misalnya penggunaan

pengaman tempat tidur, ketinggian tempat tidur dan lain-lain.

J. BedsideOperanSifyangDirasakanPasien

Penelitian yang pernah dilakukan oleh (McMurray et al., 2011) dengan

judul Perspektif pasien tentang serah terima di samping tempat tidur”, hasil

yang ditemukan: pertama pasien merasa dihargai sebagai mitra dalam pera-

watan, kedua pasien juga merasa terlibat dalam mengklarifikasi apabila ada

data yang kurang akurat dan ketiga, beberapa pasien memilih untuk passive

dan tidak terlibat sepenuhnya. Keempat, serahterima dengan pendekatan

disebelah tempat tidur pasien dirasakan ada interaksi yang inklusif antara

perawat dan pasien.

160 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 161Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASBerdasarkan study yang dilakukan oleh (Sand-Jecklin & Sherman, 2014)

tentang pengkajian kuantitatif dampak dari serah terima disisi pasien yang di-

lakukan di Amerika, menyebutkan: pasien mengetahui siapa yang merawat-

nya. Pasien menjelaskan, perawat memperlakukan saya dengan hormat,

perawat membantu saya dengan nyaman, memperlakukan saya dengan

sopan dan ramah, mendengar saya penuh perhatian tanpa menginterupsi,

menjelaskan apa yang ingin saya ketahui. Selain itu perawat juga menjelas-

kan apa yang ingin saya ketahui tentang prosedur/tindakan, menjelaskan

perencanaan pulang, menanyakan pasien apakah ada pertanyaan, perawat

juga menjawab pertanyaan dan pertimbangan saya. Perawat juga mendo-

rong saya untuk terlibat dalam perawatan saya, bekerja dengan saya untuk

memenuhi kebutuhan saya, mengajarkan saya dengan cara yang dapat saya

mengerti dan menjelasakan kepada saya apa yang harus saya lakukan untuk

kesehatan saya. Perawat juga bekerja bersama-sama dengan baik. Selain itu

informasi penting dikomunikasi dari sif ke sif, perawat juga mengikut ser-

takan saya saat berdiskusi dan menjaga privasi informasi kesehatan saya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Bradley & Mott, 2014) tentang

persepsi pasien terhadap pelaksanaan bedside operan sif secara kualitatif.

Dari penelitian ini ditemukan persepsi pasien terhadap serah terima antar

perawat disebelah tempat tidur pasien, ada 3 tema utama yaitu sosial, pe-

rawat dan perawatan pasien. Tema pertama dari sosial: pasien mengatakan

kesehariannya menyenangkan, perawat menghabiskan waktu beberapa me-

nit dengan saya, waktu saya juga terhabiskan beberapa menit. Dari tema

tentang perawat: saya bertemu perawat, mengingat nama mereka, menge-

nal mereka dan saya tau siapa yang merawat saya. Tema terkhir dari pera-

watan pasien: bagus sekali saya bisa terlibat, rasanya pendapat saya dide-

ngarkan, perawat menanyakan saya jika saya merasa ada keluhan nyeri atau

jika saya membutuhkan sesuatu, saya juga dapat memberi informasi kepada

perawat, saya berkesempatan menanyakan pertanyaan apa saja tentang ke-

sehatan saya, saya juga bisa mendengarkan apa yang dibicarakan perawat

tentang kesehatan saya secara langsung, saya juga senang mengetahui apa

yang sedang terjadi tentang kesehatan saya, saya bisa belajar apa yang akan

direncanakan perawat untuk saya dan perawat dapat memberi informasi

kepada saya.

K. TantanganyangDihadapiSaatPelaksanaanBedsideOperanSif

Menurut Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008) isu-isu yang dihadapai

saat pelaksanaan Bedside operan sif ini adalah bagaimana mengelola dan

menangani kerahasiaan pasien. Tantangan berikutnya bagaimana mena-

ngani waktu mulainya bedside operan sif. Tantangan terakhir bagimana me-

mastikan koordinator shif menerima informasi serah terima.

L. KonsepKepuasanPasien

Kepuasan pasien sering digunakan sebagai indikator pengukuran kualitas

perawatan pasien. Kepuasan pasien juga sebagai indikator keberhasilan

perawatan pasien (Prakash, 2010). Istilah kepuasan pasien dalam literatur

beragam. Definisi kepuasan pasien dalam literatur tidak ditemukan adanya

kesepakatan tentang desinisi kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan

(Al-Abri & Al-Balushi, 2014; Berkowitz, 2016).

Kata ‘kepuasan’ ditemukan dalam kamus sebagai terpenuhinya keinginan

seseorang. Terpenuhinya harapan membuat orang akan puas. Selain itu,

terpebuhinya kebutuhan seseorang juga akan membuat seseorang puas.

Apabila istilah kepuasan pasien digunakan dalam layanan kesehatan, maka

definisi kepuasan pasien adalah kesesuaian antara layanan kesehatan yang

diterima dengan kebutuhan yang diharapkan pasien (Al-Abri & Al-Balushi,

2014; E Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, & Amenta, 2015).

Kepuasan pasien menurut Donabedian quality mesuarement model adalah

hasil pelaporan pasien. Struktur dan proses perawatan dapat diukur melalui

laporan pengalaman pasien (Bjertnaes, Sjetne, & Iversen, 2012). Kepuasan

pasien juga didefinisikan sebagai emosi, perasaan dan persepsi pasien terha-

dap pelayanan kesehatan yang diberikan (Hanae Ibn El Haj, 2013). Definisi

lain tentang kepuasan pasien adalah kesesuaian antara persepsi perawatan

ideal yang diharapkan dengan kenyataan perawatan yang diterima pasien

(Al-Abri & Al-Balushi, 2014).

Aspek kepuasan pasien mengikuti pendekatan Donabedian mengevaluasi

efisiensi layanan kesehatan. Pendekatan Donabedian juga mengevaluasi

efektifitas layanan. Efisiensi dalam konteks ini diartikan sebagai hubungan

antara output yang dihasilkan dengan sumber-sumber yang sudah dihabis-

kan. Efektifitas dalam konteks ini adalah kemampuan mencapai hasil yang

162 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 163Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdiharapkan contoh: angka keselamatan pasien, kepuasan pasien (Ferreira,

Marques, Nunes & Figueira, 2017).

Melalui kerangka Donabedian dengan 3 kategori: struktur, proses dan

outcome dapat mengukur kinerja sistem pelayanan kesehatan. Struktur

terdiri dari atribut organisasi yang mempengaruhi pemberian pelayanan.

Struktur tersebut seperti perbaikan fasilitas, peralatan pendukung dan

perawat. Keterangan perawat dalam konteks ini adalah jumlah karyawan

fulltimer. Rasio antara perawat dan pasien adalah termasuk komponen

struktur (Gardner, Gardner & O’Connell, 2014; Kobayashi, Takemura &

Kanda, 2011).

Proses adalah semua kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk

menyediakan pelayanan kesehatan. Aktifitas yang dilakukan pasien dan ke-

luarga untuk mengikuti anjuran medis juga termasuk dalam proses. Outcome

meliputi dampak dari pemberian pelayanan kesehatan kepada sasaran, yaitu

pasien/populasi. Outcomes tersebut adalah angka kematian, angka kesaki-

tan, angka keselamatan, angka pasien dirawat kembali dan kepuasan pasien

(Ferreira et al., 2017; Gardner et al., 2014).

M.Faktor-FaktoryangMempengaruhiKepuasanPasien

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Iannuzzi et al. (2015), faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan pasien terjadi dari dua sisi. Pertama ber-

dasarkan karakteristik yang berhubungan dengan pasien.

1. Faktor Usia

Usia mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pasien. Usia secara kon-

sisten mempengaruhi kepuasan pasien sebagai variabel yang menentu-

kan kepuasan pasien. Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh

(Enkhjargal Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta,

2016) kepuasan pasien secara umum pasien lebih tingi diantara usia tua

dari pada usia muda pada kelompok Asia dan African American.

2. Faktor Jenis Kelamin

Menurut (Enkhjargal Batbaatar et al., 2016) jenis kelamin berhubungan

dengan kepuasan pasien. Dari 15 literatur yang dikaji tentang bukti jenis

kelamin, 7 literatur menyebutkan wanita cenderung lebih puas terhadap

layanan kesehatan dari pada laki-laki. Sebaliknya 6 literatur menyebutkan

laki-laki lebih cenderung memiliki nilai kepuasan lebih tinggi dari perem-

puan terhadap pelayanan keperawatan, kenyamanan dan kebersihan.

3. Status Kesehatan

Status kesehatan yang dirasakan pasien adalah salah satu dari prediktor

terkuat kepuasan pasien (Mikael Rahmqvist & Bara, 2010). Kondisi ke-

sehatan pasien yang buruk menyebabkan kepuasan pasien secara keselu-

ruhan lebih rendah dari pada pasien yang dengan kondisi kesehatannya

yang lebih baik. Seperti pasien yang selalu mengalami nyeri dan gejala

yang lebih parah melaporkan kepuasannya lebih rendah. Selanjutnya

pasien yang memiliki penyakit kronis dan mengidap lebih dari satu pe-

nyakit memiliki nilai kepuasan yang rendah (Enkhjargal Batbaatar et al.,

2016).

5. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan pasien

terhadap asuhan asuhan keperawatan. Terlebih lagi, orang yang ter-

edukasi lebih rendah tingkat kepuasannya terhadap layanan kesehatan

dibandingkan dengan orang yang kurang teredukasi. Fakta ini tidak kon-

sisten dengan hasil beberapa penelitian yang menyatakan bahwa mereka

yang kurang tereduaksi cenderung kurang puas. Suatu studi kuasi ekspe-

rimental mempelajari bahwa kepuasan pasien tidak meningkat meskipun

pendidikan meningkat.

Faktor kedua yang mempengaruhi kepuasan pasien berdasarkan sisi penye-

dia layanan kesehatan adalah persepsi interaksi pasien dengan tim kesehat-

an, kecepatan perawat dalam berespon, lingkungan rumah sakit dan kontrol

nyeri. Sopan santun perawat, rasa hormat, mendengar dengan baik dan

kemudahan dalam mengakses pelayanan menjadi faktor yang mempenga-

ruhi nilai kepuasan pasien lainnya (Al-Abri & Al-Balushi, 2014). Komunikasi

dari pemberi layanan kesehatan menjadi prediktor utama dalam kepuasan

pasien (Kahn, Iannuzzi, Stassen, Bankey & Gestring, 2015).

Berdasarkan kajian sistematika yang dilakukan oleh Enkhjargal Batbaatar,

Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta, (2016) tentang faktor-faktor

penentu kepuasan pasien antara lain adalah:

164 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 165Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS1. Technical Care

Teknik perawatan mengindikasikan profesionalisme, kompetensi, ke-

mampuan, pengalaman, etika secara profesi termasuk menjaga keraha-

siaan. Teknis perawatan juga mengarah pada mematuhi standart dan

norma diagnosa klinis dan pengobatan termasuk pengelolaan nyeri yang

baik. Dukungan terhadap pengelolaan penyakit pasien seperti memberi-

kan pendidikan tentang pengelolaan diit, cara memonitor penyakit, dan

aktifitas atau latihan apa yang dapat dilakukan pasien harus diajarkan

oleh pemberi layanan kesehatan.

2. Interpersonal Care

Interpersonal care merujuk pada seberapa banyak perawat/dokter peduli

kepada pasien melalui perhatian, partisipasi, berbagi, aktif mendengar,

menemani, memuji, memberi kenyamanan, memberi harapan, memaaf-

kan dan menerima mereka. Interpersonal Care adalah prediktor kedua

dari penilaian kepuasan pasien. Studi lain menunjukkan, interaksi saat

menerima telepon juga sebagai salah satu penentu kepuasan pasien.

Prediktor lain yang mempengaruhi nilai kepuasan pasien adalah perilaku

afektif perawat dan dokter seperti sikap ramah, tulus, peduli, perhatian,

simpati, empati, bersikap baik, bertata krama kepada paien dan keluar-

ganya, menghormati privasi pasien serta menghargai keinginan pasien

juga menjadi prediktor kepuasan pasien (Akyuz & Ayyildiz, 2012).

Keadekuatan informasi tentang penjelasan penyakit, pengobatan,

pemeriksaan dan kemungkinan komplikasi saat pasien pulang. Bukti lain

menunjukkan bahwa melibatkan pasien dalam menentukan keputusan

klinis juga meningkatkan nilai kepuasan pasien (M. Rahmqvist & Bara,

2010).

3. Physical Environment

Berdasarkan analisa Parasuraman SERVQUAL, physical environment

disebut dengan istilah tangibles untuk aspek fisik. Faktor yang berhubu-

ngan dengan lingkunagan diantaranya adalah atmosfir, ruangan yang

nyaman, tempat tidur pasien termasuk tempat tidur penunggu pasien,

kebersihan tingkat kebisingan, kenyamanan suhu ruangan, pencahayaan,

pengaturan perabot, fasilitas dan tempat parkir. Kualitas makanan dan

juga suhu penyajian makanan menjadi penentu nilai kepuasan pasien.

4. Akses

Akses terhadap layanan kesehatan adalah penentu multi dimensi.

Mengukur bagaimana organisasi bisa dijangkau, ketersediaan sumber

layanan dan penghambat pribadi (kemampuan mendapatkan) layanan

yang menyebabkan masyarakat sulit mengakses fasilitas kesehatan.

a. Accessibility: dijelaskan dengan kenyamanan atau kemudahan dalam

mengakses lokasi pelayanan, waktu tunggu yang tidak lama, pendaf-

taran dan discharge yang cepat dan mudah. Lebih jauh lagi termasuk

kemudahan dalam membuat appointment (Bjertnaes et al., 2012; M.

Rahmqvist & Bara, 2010), waktu tunggu yang lama diruang ambu-

latory tanpa pemberitahuan juga mempengaruhi tingkat kepuasan

pasien. Prediktor lainnya adalah kebebasan memilih dokter yang

merawat juga termasuk prediktor dimensi accessibility dalam kepua-

san pasien.

b. Availibility: merujuk pada ketersediaan jumlah dari dokter, perawat,

fasilitas dan peralatan.

c. Affordabiliy: dijelaskan mengenai keterjangkauan layanan, fleksibili-

tas metode pembayaran dan status penjaminan.

5. Organisational Characteristic

Karakteristik organisasi dikaitkan dengan reputasi dan image dari fasilitas

layanan. Jenis atau latar belakang institusi seperti Rumah Sakit pendidi-

kan. Pasien yang dirawat melalui perjanjian atau masuk melalui emer-

gency mempengaruhi kepuasan pasien. Penjelasan lain, apakah dok-

ternya fulltimer dan partimer juga mempengaruhi nilai kepuasan pasien.

Dokter dan perawat yang menunjukkan perasaan yang bermakna dalam

merawat pasien menunjukkan perbedaan nilai kepuasan pasien.

6. Continuity

Hubungan antara kepuasan pasien dengan kesinambungan pelayanan

dijelaskan dengan kondisi tidak terputusnya proses pelayanan kesehatan

dari fasilitas yang sama, lokasi dan pemberi layanan. Pemberi layanan

seperti dokter dan pasien secara kooperatif terlibat dalam pengelolaan

pasien dengan tujuan bersama untuk mencapai kualitas dan cost efective

pelayanan.

166 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 167Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS7. Efficacy/Outcome of care

Hasil atau dampak dari perawatan menentukan nilai kepuasan pasien.

Seberapa membantu perawatan tersebut miningkatkan derajat kesehatan

pasien menjadi penentu kepuasan pasien juga. Pasien yang merasakan

ada peningkatan kesehatannya saat dirawat menunjukkan tingkat kepua-

san yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang mengalami kom-

plikasi (Schoenfelder, Klewer & Kugler, 2011).

Berdasarkan konseptual model penelitian yang berjudul making tran-

sition to nursing bedside shift reports yang mendorong pasien puas

dalam penelitian yang dilakukan oleh Wakefield, Ragan, Brandt &

Tregnago tahun 2012 di Columbia, Amerika menyebutkan:

a. Caring/compassion dari perawat yang dirasakan pasien

Keperawatan adalah satu kesatuan bagian yang utuh dari ke-

tersinambungan perwatan pasien. Caring dalam keperawatan ditun-

jukkan dalam hubungan perawat dengan pasien. Secara umum dapat

diartikan sebagai suatu kemampuan perawat untuk berdedikasi bagi

orang lain, peduli, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada

orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan ke-

hendak keperawatan. Compassion adalah kepekaan terhadap kesu-

litan dan kepedihan orang lain dapat berupa membantu seseorang

untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan

memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta mem-

berikan dukungan secara penuh (Granados GÁmez, 2009).

b. Komunikasi antar perawat dan perawat dan pasien yang dira-sakan pasien selama perawatan

Survei kepada pasien dalam penelitian (Radtke, 2013) tentang

Improving Patient Satisfaction With Nursing Communication

Using Bedside Shift Report yang dilakukan di Wisconsin, Amerika,

setelah pasien keluar dari rumah sakit menunjukkan bahwa komuni-

kasi antar perawat dan antar perawat kepada pasien selama mereka

pasien dirawat mempengaruhi kepuasan pasien. Standarisasi pelapo-

ran di samping tempat tidur adalah satu langkah menuju perbaikan ko-

munikasi antara perawat, pasien, dan keluarganya. Komunikasi ditun-

jukkan juga dengan hubungan antar perawat dan pasien. Komunikasi

aktif dalam perawat melalui adanya pertukaran informasi, mendengar

aktif dan melibatkan pasien.

c. Ketanggapan perawat yang dirasakan pasien

Ketanggapan perawat ditunjukkan dengan kesediaan untuk mem-

bantu pasien, berespon dan memberikan pelayanan yang cepat yang

meliputi kecepatan perawat dalam menangani keluhan pasien serta

kesigapan perawat dalam melayani pasien.

d. Kualitas perawat yang dirasakan pasien

Kualitas perawat keperawatan adalah pengetahuan yang dimiliki

dalam melakukan praktik keperawatan yang memberi arti dari kuali-

tas asuhan keperawatan yang diberikan. Kualitas mendorong dan

memfasilitasi perubahan praktik, mendorong perbaikan dalam kuali-

tas asuhan keperawatan. Menurut pendapat dari sisi perawat dalam

praktik keperawatan, kualitas perawat adalah kemampuan perawat

memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien. Apabila pelayanan

yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien, maka pasien akan puas.

Kebutuhan tersebut dipenuhi melalui kepedulian, empati, interaksi,

rasa hormat dimana tanggung jawabnya sebagai perawat, keinginan-

nya dan advokasnyai merupakan hal yang esensial dan mendasar.

dasar. Kualitas keperawatan juga sebagai pengalaman yang hidup

dalam interaksi perawat pasien yang secara konsisten dapat dirasakan

oleh pasien dan perawat (Burhans & Alligood, 2010).

e. Kualitas teknik pelayanan yang dirasakan pasien

Kerangka analitik untuk menilai kualitas kerja pelayanan yang diajukan

oleh Institute of Medicine (IOM) mencakup enam tujuan berikut:

1) Aman: pasien terhindar dari bahaya selama perawatan.

2) Efektif: Memberikan layanan berdasarkan pengetahuan ilmiah

kepada semua orang yang dapat menguntungkan semua pihak

(menghindari penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan).

3) Berpusat pada pasien: Memberikan perawatan yang menghormati

dan menghargai keinginan pasien. Responsif terhadap preferensi,

kebutuhan, dan nilai pasien secara individual dan memastikan bah-

wa nilai pasien memandu semua keputusan klinis.

168 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 169Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS4) Tepat waktu: Mengurangi waktu tunggu, penundaan tindakan

yang merugikan pasien yang menerima dan yang memberikan

pelayanan.

5) Efisien: Menghindari pemborosan, termasuk pemborosan pera-

latan, persediaan, waktu dan energi.

6) Equitable/Pemerataan: Memberikan perawatan yang tidak mem-

beda-bedakan kualitasnya karena sifat personal seperti jenis kela-

min, etnisitas, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi. Kegiatan

ini dapat dilakukan dalam bentuk misalnya, ketika pasien diberi

penjelasan singkat tentang penjelasan tentang perawatannya.

N. PengukuranKepuasanPasien

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pasien

adalah pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini memberi-

kan metode yang akurat untuk mengukur kepuasan pasien. Kuesioner ter-

standardisasi yang baik dilaporkan sendiri atau diwawancarai melalui telepon

yang paling umum digunakan (Al-Abri & Al-Balushi, 2014). Beberapa instru-

men yang sudah terstandarisai seperti patient satisfaction questionnaires

(PSQ-18) dan penilaian Consumer Assessment Health Plans (CAHPS).

Instrumen ini memiliki keuntungan keandalan dan validitas yang baik. Terdiri

dari 27 item survey yang mengukur persepsi pasien terhadap pengalaman

mereka saat dirawat di rumah sakit. Salah satu fokus survey ini adalah ko-

munikasi perawat. Pasien ditanyakan seberapa sering perawat mendengar

pasien dengan baik. Apakah perawat menjelaskan sesuai dengan pemaha-

man pasien. Alat ini juga menilai apakah perawat memperlakukan pasien

dengan hormat dan sopan.

Jawaban pasien dalam pertanyaan ini, dirating dengan nilai 4 tingkatan.

Tidak pernah, kadang-kadang, biasanya dan selalu. Topik pertanyaan

gabungan terdiri dari: komunikasi perawat (Pertanyaan 1,2,3), komunikasi

dokter (pertanyaan 5, 6, 7), kecepatan perawat berespon (pertanyaan 4

dan 11), pengelolaan nyeri (pertanyaan 13, 14), komunikasi tentang obat-

obatan (pertanyaan 16, 17), informasi pasien pulang (pertanyaan 19, 20).

Pertanyaan personal terdiri dari: kebersihan lingkungan rumah sakit (perta-

nyaan 8) dan ketenangan lingkungan rumah sakit (pertanyaan 9). Pertanya

Umum terdiri dari: penilaian keseluruhan rumah sakit (pertanyaan 21) dan

kesediaan untuk merekomendasikan rumah sakit (pertanyaan 22) (Centers

for Medicare & Medicaid Services, 2014).

Survei besar lainnya Picker Patient Experience Questionnaire for Inpatient

Experience (PPEQ- 15). Instrumen ini menunjukkan korelasi yang tinggi

dari item yang dipilih, konsistensi dan validitas yang tinggi. Oleh karena itu,

pemilihan terhadap instrumen kepuasan pasien yang tepat merupakan tan-

tangan penting bagi organisasi kesehatan (Al-Abri & Al-Balushi, 2014).

O. PenelitianTerkaitTentangBedsideOperanSif

Studi yang dilakukan oleh Scheidenhelm & Reitz (2017) tentang perbaikan

bedside shift report di 2 unit ruang perawatan bedah dan kebidanan rumah

sakit komunitas State University, Amerika. Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan skor kepatuhan perawat terhadap pelaksanaan bedside

operan sif. Penelitian ini juga membandingkan kepuasan pasien sebelum

dan sesudah implementasi. Metode penelitian yang digunakan dengan quasi

ekperimental antar grup. Selama 5 bulan setelah implementasi skor kepua-

san perawat dan kepuasan pasien meningkat.

Hasil studi kajian literatur yang dilakukan oleh (Vines, Dupler, Van Son, &

Guido, 2014) juga menilai tentang penggunaan bedside operan sif terha-

dap peningkatan kepuasan pasien dan perawat. Hasilnya bedside operan sif

meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien. Bedside operan sif juga

memfasilitasi kerjasama tim dan tanggung jawab perawat.

Studi deskriptif tentang pandangan pasien terhadap pelaksanaan bedside re-

port yang dilakukan oleh McMurray, Chaboyer, Wallis, Johnson, & Gehrke

(2011). Tujuan penelitian ini untuk melihat perspektif pasien tentang parti-

sipasi mereka dalam pelaksanaan bedside report disetiap shift. Metode yang

digunkan adalah studi kasus deskriptif kepada 10 pasien rawat inap di satu

rumah sakit Queensland tahun 2009. Responden diberi pertanyaan ten-

tang pandangan mereka terhadap pelaksanaan bedside operan sif termasuk

manfaat dan keterbatasannya.

Analisa data isi tematik digunakan dalam studi ini. Hasilnya ada empat tema

muncul dari analisis. Pertama, pasien merasa dihargai karena diakui sebagai

mitra dalam perawatan mereka. Kedua, pasien melihat bedside report seba-

gai tempat yang memberikan kesempatan untuk melakukan kroscek terha-

dap informasi tang tidak akurat. Ketiga, beberapa pasien memilih untuk lebih

170 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 171Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASpasif tidak terlibat penuh dalam operan sif. Keempat, kebanyakan pasien

merasa dihargai dan bedside operan sif diangap sebagai metode pendekatan

yang inklusif hubungan pasien dan perawat.

Studi lain yang menguji dampak dari sistem operan sif yang terintegrasi

terhadap kepuasan perawat dan peningkatan praktik kerja oleh Johnson

& Cowin (2013). Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan sistem serah

terima yang teristegrasi lalu perubahan nilai kepuasan perawat dievaluasi

denggan menggunakan pendekatan mix-methode. Focus group discussion

dilakukan kepada dokter, nurse manager dan nurse educator. Analisa data

kuantitatif menggunakan Wilcoxon rank sum test dan data kualitatif meng-

gunakan transkrip verbatim dan dinalisa dengan NVIVO. Hasil pelaksanaan

operan sif yang terintegrasi meningkatkan kepuasan perawat.

P. TeoriKeperawatanyangDigunakan

Keberhasilan pelaksanaan bedside operan sif ini tergantung dari komuni-

kasi diantara perawat sehingga teori digunakan sebagai panduan dalam me-

nyusun skrip prosedur bedside operan sif ini. Teori kedua yang digunakan

adalah teori perubahan terencana oleh Kurt Lewin (Scheidenhelm & Reitz,

2017; Vines et al., 2014).

1. Teori hubungan Interpersonal Hildegard Peplau

Teori Peplau tentang hubungan interpersonal memusatkan perhatian

pada interaksi antara perawat dan klien. Usaha untuk membentuk hubu-

ngan terapeutik dan hubungan saling percaya terbentuk dalam teori ini.

Aplikasi teori Peplau membantu peneliti untuk memberi panduan dalam

penyusunan pelaksanaan bedside report saat perawat keliling ke kamar

pasien. Tahapan perawat sat memasuki kamar pasien; memperkenalkan

diri, mengidentifikasi kebutuhan pasien, meriview perkembangan pasien

dan bekerjasama untuk membuat rencana keperawatan selanjutnya

(Scheidenhelm & Reitz, 2017).

Peplau mengidentifikasi tiga fase dalam teori hubungan interpersonal.

Fase pertama yaitu fase orientasi, fase kedua fase kerja dan fase ketiga

fase terminasi. Pada fase orientasi kegiatan bedside operan sif, perawat

memperkenalkan dirinya sendiri, menjelaskan proses bedside operan

sif, mendapatkan persetujuan klien lalu dilanjutkan pada fase berikutnya

(Wayne, 2014).

Fase kedua yaitu fase kerja. Selama fase ini, perawat dan klien berkola-

borasi untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan metode un-

tuk mencapainya. Perawat juga bersama klien membuat rencana kepe-

rawatan. Fase ketiga, fase terminasi atau fase diakhir hubungan. Kegiatan

yang dilakukan dalam fase ini adalah mempertanyakan pasien apakah

kebutuhan klien sudah terpenuhi.

2. Teori Perubahan Terencana oleh Kurt Lewin

Teori Kurt Lewin tentang perubahan yang direncanakan digunakan se-

bagai dasar untuk memfasilitasi kelancaran proses transisi dari operan sif

cara tradisional menjadi bedside operan sif. Ada tiga tahap teori peruba-

han Lewin: unfreezing, mooving dan refreezing (McMurray, Chaboyer,

Wallis, & Fetherston, 2010; Scheidenhelm & Reitz, 2017).

Gambaran besar tahapan unfreesing menguraikan kegiatan yang berkait-

an dengan mengedukasi perawat. Pada tahap ini juga, perawat akan

diberi informasi untuk mengubah pola fikir mereka. Tahap unfreezing

termasuk juga bagaimana menginspirasi, mengarahkan, dan menggerak-

kan perawat untuk melakukan kegiatan yang baru yaitu mengimplemen-

tasikan Bedside operan sif (Vines et al., 2014).

Usaha dalam menjadikan kegiatan bedside operan sif ini menjadi norma

setelah perubahan terbentuk, perlu penjelasan terhadap perawat tentang

alasan dibalik pelaksanaan kegiatan ini. Apa tujuan pelaksanaan bedside

operan sif, motivasinya serta kekuatan yang dapat membantu yang me-

mungkinkan perawat mau bergerak ketahap berikutnya (McMurray et al.,

2010; Reinbeck & Fitzsimons, 2013).

Tahap moving adalah fase dimana kegiatan bedside operan sif mulai

dilakukan. Kegiatan diawali dengan pengenalan tentang bedside operan

sif yang dilanjutkan dengan pelaksanaannya. Tahap akhir adalah refreez-

ing, dianggap sebagai kegiatan yang eksklusif karena bedside operan sif

sudah dilakukan disetiap akhir shift (Chaboyer et al., 2009).

172 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 173Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Gam

bar

Ker

angk

a Te

ori P

enel

itia

n

A. KonsepDasarMutuPelayananKeperawatan

Definisi

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara

efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang

dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, meman-

faatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan

pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan

yang optimal.

Pengukuran Mutu Pelayanan

Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan

tiga variabel yaitu input, proses, dan output/outcome.

1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, orga-

nisasi dan informasi.

2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan

konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan

harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Setiap

tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan

MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

7BAB

174 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 175Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASatau ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program keselamatan pasien

bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan

mutu pelayanan. Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan

akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan indikator pe-

menuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RL

ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manaje-

men kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses

pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan oleh

pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan selalu diperbarui untuk menjamin

bahwa tindakan medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh

bukti ilmiah yang mutakhir. Interaksi profesional selalu memperhatikan

asas etika terhadap pasien, yaitu:

a. Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya

pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara

umum;

b. Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia;

c. Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otono-

mi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati;

d. Berlaku adil (Gustice) dalam memberikan layanan.

3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan

keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen ter-

masuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah

sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang

baik telah menghasilkan output yang baik pula.

Konsep Mutu berdasar SERVQUAL (Service Quality)

Tinjanan memgenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa

besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelaya-

nan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayan-

an yang harus diterima. Kelima kesenjangan (gap) tersebut disajikan dalam

skema grand theory Parasuraman, Zeithaml dun Berry (1985) dan diuraikan

berikut ini.

Figur The lntegrated Gags Model of Service Quality (Parasuraman, Zeithaml, Berry, 1S85)

Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry

dalam Muninjaya (2011), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa

terancam gagal kalau berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa

ada intervensi untuk mencegahnya, atau tidak ada upaya khusus untuk

mengurangi dampak buruknya. Penjelasan mengenai kelima kesenjangan

tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen.

Manajemen institusi pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat

mengidentifikasi dan memahami harapan (ekspektasi) para pengguna

jasa pelayanan kesehatan.

176 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 177Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.

Kesenjangan akan terjadi jika pemahaman manajemen RS (Puskesmas)

tentang harapan pengeuna jasa pelayanan kesehatan tidak diterjemah-

kan menjadi aksi nyata yang spesifik. Misalnya, standar prosedur pela-

yanan atau pelaksanaan penyampaian jasa belum dikemas sesuai dengan

harapan pengguna jasa yang semakin menuntut pelayanan yang bermutu

(cepat, ramah, tepat dan biaya terjangkau).

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya.

Standar pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan

baik, tetapi muncul kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan di garis

depan (Front Line Staff) seperti perawat, bidan dan dokter umum di

sebuah rumah sakit belum mendapat pelatihan khusus tentang teknik

penyampaian jasa pelayanan tersebut. Akibatnya, jasa pelayanan kese-

hatan yang ditawarkan kepada pasien tidak sesuai dengan standar yang

sudah ditetapkan oleh komite medik rumah sakit tersebut.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal.

Harapan pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staf dan manaje-

men rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna

jasanya. Cara seperti ini akan memunculkan kesenjangan. Harapan

pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sudah mulai terbentuk melalui

pemasaran tidak dapat terpenuhi karena pelayanan teknis medis dan

kelengkapan mutu pelayanan berbeda dengan ekspektasi mereka.

5. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan.

Kesenjangan ini terjadi jika konsumen mengukur kinerja institusi pela-

yanan kesehatan dengan cara yang berbeda, termasuk persepsi peng-

guna yang berbeda terhadap kualitas jasa pelayanan kesehatan yang di-

harapkan.

Menurut Parasuraman (2001: 162) bahwa konsep kualitas layanan yang

diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan

tersebut terdiri atas daya tanggap, janminan, bukti fisik, empati dan kean-

dalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh ber-

bagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengala-

man masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi

pelayanan yang diharapkan (Ep Expectation) dan pelayanan yang dirasakan

(Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih

jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Figur Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan(Parasuraman, 2001)

Parasuraman (2001: 165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan

adalah suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan

atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila

pelayanan yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan

(bermutu). Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila

pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan).

Demikian pula dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pela-

yanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (ti-

dak bermutu).

Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan

di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberi-

kan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam mendapatkan

pelayanan. Keempat faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), fak-

tor ini sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas

suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk mengonsumsi suatu jasa/pela-

yanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari

178 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 179Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASmulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah mengonsumsi

jasa tersebut sebelumnya.

Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu

program pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun

jasa, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa

produk tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak akan pernah

membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh

adalah dengan sistem WOM (Word of Mouth) (Trarintya, 2011). WOM

merupakan sebuah komunikasi informal di antara seorang pembicara

yang tidak komersial dengan orang yang menerima informasi mengenai

sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan

sebagai aktivitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan

seberapa mungkin pelanggan akan bercerita kepada orang lain tentang

pengalamannya dalam proses pembelian atau mengonsumsi suatu produk

atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut dapat berupa pengalaman

positif atau pengalaman negatif.

Sebenarnya hubungan dari mulut ke mulut berbentuk U, apabila se-

seorang puas maka ia akan menyebarkan berita positif dari mulut ke

mulut, tapi apabila mengeluh tidak puas maka ia akan menyebarkan

berita negatif dari mulut ke mulut. Pengalaman yang kurang memuaskan

pada pelanggan dapat memunculkan berbagai respons kepada perusa-

haan. Perusahaan dapat menanggapi respon tersebut dengan berbagai

cara yang dinamis. Peluang meningkatnya aktivitas WOM tersebut dapat

memberikan pengaruh yang hebat.

Usaha WOM, memuaskan pelanggan adalah hal yang sangat wajib.

Dalam sebuah studi oleh US Office of Consumer Affairs (Kantor Urusan

Pelanggan Amerika Serikat) menunjukkan bahwa WOM memberikan

efek yang signifikan terhadap penilaian pelanggan. Dalam studi terse-

but disebutkan bahwa secara rata-rata, satu pelanggan tidak puas akan

mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang akan menyebabkan

ketidakpuasan. Sementara itu pelanggan yang puas hanya akan menga-

barkan kepada lima calon pelanggan lain.

2. Kebutuhan pribadi (Personal Need), yaitu harapan pelanggan bervariasi

tergantung pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi

kebutuhan pribadinya.

3. Pengalaman masa lalu (Past Experience), yaitu pengalaman pelanggan

merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang memenga-

ruhi tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di

masa kini dan yang akan datang.

4. Komunikasi eksternal (Company’s External Communication) yaitu ko-

munikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi

pelayanan melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang pe-

ranan dalam pembentukan harapan pelanggan.

Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan

yaitu:

1. Bermutu (Quality Surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima

melebihi pelayanan yang diharapkan pelanggan.

2. Memuaskan (Satisfactory Quality), bila kenyataan pelayanan yang

diterima sama dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.

3. Tidak bermutu (Unacceptable Quality), bila ternyata kenyataan pela-

yanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.

Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang

berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal

dengan istilah kualitas layanan “RATER” (Responsiveness, Assurance,

Tangible, Empathy dan Reliability). Konsep kualitas layanan RATER intin-

va adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk

memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar mendapat

penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.

Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktu-

alisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima

pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan

adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat

dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan

pelayanan sesuai dengan keandalannya (reliability) menjalankan tugas

pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang me-

nerima pelayanan.

Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan orga-

nisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan

aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai

180 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 181Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASbentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan yang diberikan oleh pega-

wai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep

“RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai baik

pegawai pemerintah maupun nonpemerintah dalam meningkatkan prestasi

kerjanya.

Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas

layanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh

Parasuraman (2001:32) sebagai berikut.

1. Daya tanggap (Responsiveness)

Setiap perawat profesional dalam memberikan bentuk-bentuk pelayan-

an, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat memengaruhi perilaku

orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya

tanggap dari perawat untuk melayani paisen, keluarga dan masyarakat

sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas ber-

bagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Daya tanggap (re-

sponsiveness) memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail,

membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-

bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organi-

sasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman,

2001:52).

Tuntutan pelayanan keperawatan yang berkualitas, diperlukan daya re-

pon yang dapat menanggapi berbagai keluhan dari berbagai macam, ke-

luhan, complain, ketidakpuasan akan pelayanan kesehatan yang diberi-

kan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan

supaya dapat memberikan kepuasan kepada pasien, keluarga dan ma-

syarakat penerima pelayanan keperawatan. Sebaiknya sebagai perawat

profesional, apabila apabila menemukan pasaien, keluarga dan masyara-

kat yang kita layani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau

mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman

yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alter-

natif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga

kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap

terhadap keinginan orang yang dilayani.

Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu

instansi atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan se-

suai dengan tingkat ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang

diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang yang menerima

pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali,

sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur

pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau

pemberi pelayanan seharusnya menuntun orang yang dilayani sesuai de-

ngan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak

menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh

kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan

dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tang-

gap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadi-

nya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemuda-

han dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai

(Parasuraman, 2001).

Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya

tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat

pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang di-

berikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujud-

kan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tang-

gap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan

dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya

tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjela-

san yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang menga-

rahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas di-

mengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung

pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk

keberhasilan prestasi kerja. Kualitas layanan daya tanggap adalah suatu

bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi

pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga

diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:

a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-ben-

tuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut me-

ngantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan

menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.

182 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 183Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang

substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat

jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang diang-

gap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prose-

dur pelayanan yang ditunjukkan.

d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani

untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan

pelayanan yang harus dipenuhi.

e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasala-

han yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai de-

ngan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembang-

kan dalam suatu organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang

sesuai dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan.

Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu organisasi berupa pembe-

rian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina, menga-

rahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan

baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cer-

min prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.

2. Jaminan (Assurance)

Semua bentuk pelayanan kesehatan memerlukan adanya kepastian dan

jaminan atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu

pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh jaminan dari perawat

yang memberikan pelayanan keperawatan, sehingga pasien yang me-

nerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan

pelayanan keperawatan yang berikan tuntas dan selesai sesuai dengan

kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang

diberikan (Parasuraman, 2001).

Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh perawat sangat ditentukan

oleh performance atau kinerja pelayanan keperawatan, sehingga diyaki-

ni bahwa perawat tersebut mampu memberikan pelayanan keperawatan

yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan

pelayanan keperawatan yang diterima oleh pasien dan keluarganya se-

laku customer. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu

pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,

yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara

serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani.

Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memi-

lik perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam mem-

berikan pelayanan keperawatan, tentu akan berbeda perawat yang yang

memiliki sikap dan atau karakter yang humble dan yang kurang humble

dalam memberikan pelayanan keperawatan (Margaretha 2003:201)

Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu ke-

pada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komit-

men organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan

perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak

yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh

orang-orang yang menerima pelayanan akan dilayani dengan baik se-

suai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan

kepastian pelayanan.

Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini dihadapkan

oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas

berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi

sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Suatu organisasi sa-

ngat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada

orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang

meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas

layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang

memuaskan yang diberikan bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan

komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pela-

yanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Suatu organisasi kerja

sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan ke-

nyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan

yang dapat dijamin sesuai dengan:

a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai

akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan

berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkret yang memuas-

kan orang yang mendapat pelayanan.

b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan ben-

tuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai

184 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 185Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan

pelayanan;

c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku

yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai

dengan perilaku yang dilihatnya.

Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menun-

jukkan kualitas layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang

diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang

dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengan komitmen

kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan

dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjuk-

kan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja

yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.

3. Bukti fisik (Tangible)

Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi

nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh perawat atau petugas

kesehatan sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat

dirasakan membantu pelayanan keperawatan dan atau kesehatan yang

diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas

pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan kinerja bagi pe-

rawat atau tenaga kesehatan sebagi pemberian pelayanan keperawatan

dan atau kesehatan kepada customer (Parasuraman, 2001).

Berarti dalam memberikan pelayanan keperawatan, setiap pasien, kelu-

arga pasien dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan

menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang

ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan kesehatan

yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik bi-

asanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi

pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang se-

suai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan

prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang

dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai

kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan

salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi.

Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh in-

dividu sumber daya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan

aktivitas kinerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang di-

tunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan

menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan

di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan pengua-

saan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari

pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam ba-

nyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan

utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan mera-

sakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan

baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu

pelayanan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,

pertimbangan dari para pengembang pelayanan kesehatan, senantiasa

mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan ap-

resiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.

Nursalam (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan keperawatan beru-

pa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan kesehatanb nyata

yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi se-

tiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menen-

tukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan

segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggu-

nakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan

mengadopsi teknologi kesehatan, dan menunjukkan suatu performance

tampilan yang prima, terampil, berwibawa dan memiliki integritas yang

tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada

pasien yang mendapat pelayanan keperawatan.

Selanjutnya, tinjauan Gibson, Ivancevich, Donnelly (2003) (yang melihat

dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan ke-

butuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik

mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik

pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat ter-

cermin dari aplikasi lingkungan kerja berikut.

a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggu-

nakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.

186 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 187Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai ak-

ses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan

perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.

c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan

yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa

kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang

inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan per-

lengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan

kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan

menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan

dan dedikasi kerja.

4. Empati (Empathy)

Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan kesehatan memerlukan adanya

pemahaman dan pengertian kesamaan asumsi atau kepentingan terha-

dap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Pelayanan

kesehatan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila semua

pihak inter professional kolaboration, yang berkepentingan dengan pela-

yanan kesehatan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menye-

lesaikan atau menanani pelayanan kesehatan dengan memiliki komitmen

yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001).

Empati dalam suatu pelayanan keperawatan adalah adanya suatu per-

hatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak

yang berkepentingan dengan pelayanan kesehatan untuk mengembang-

kan dan melakukan aktivitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat

pengertian dan pemahaman dari masing-masing profesi. Pihak yang

memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pi-

hak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami ke-

terbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan

antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan

yang sama.

Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dila-

yani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi

orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pela-

yanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengu-

rusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan

pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan

yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang ha-

rus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan akti-

vitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan

pelayanan.

Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam

memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan

oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu me-

mahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, sim-

patik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan

yang dihadapi orang yang dilayani. Bentuk kualitas layanan dari empati

orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan

harus diwujudkan dalam lima hal berikut.

a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan

yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang

penting.

b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang

diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi

pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.

c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan,

sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang

dilakukan.

d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal

yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam meng-

hadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan.

e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan

atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi ter-

tolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.

Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan

oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pela-

yanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang se-

suai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan

pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga

188 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 189Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas la-

yanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.

5. Keandalan (Reliability)

Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya

dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki

kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan

dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang di-

kerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada

keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh

masyarakat (Parasuraman, 2001).

Tuntutan keandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat,

tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dila-

yani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami

lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap

pegawai dalam memberikan pelayanannya.

Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan

yang andal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, me-

kanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan

yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan,

mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk

pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi

dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, me-

nguasai, andal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang diteku-

ninya (Parasuraman, Zeithamal Berry, 1985 dan (Parasuraman, 2001).

Kaitan dimensi pelayanan reliability (keandalan) merupakan suatu yang

sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Keandalan meru-

pakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki

prestasi kerja tinggi. Keandalan dalam pemberian pelayanan dapat terli-

hat dari keandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat penge-

tahuan yang dimiliki, keandalan dalam terampil menguasai bidang kerja

yang diterapkan, keandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pe-

ngalaman kerja yang ditunjukkan dan keandalan menggunakan teknologi

kerja.

Keandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan

sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus

bergulir menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai keandalan individu

pegawai. Keandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat

dari berikut.

a. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat

pengetahuan terhadap uraian kerjanya.

b. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai de-

ngan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan

aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif.

c. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pe-

ngalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian

kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas se-

suai pengalamannya.

d. Keandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk mem-

peroleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output

penggunaan teknologi yang ditunjukkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kuali-

tas layanan dari keandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan ke-

andalan pemberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik

yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan keberadaan organisa-

si tersebut. Seorang pegawai dapat andal apabila tingkat pengetahuan-

nya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang andal,

kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan

penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap

pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara andal dan peng-

gunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang andal untuk

melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai

permasalahan kerja yang dihadapinya secara andal.

B. AuditInternalMutuPelayananKeperawatan

Audit internal adalah suatu kegiatan uapaya peningkatan mutu pelayanan

keperawatan (menilai kesesuaian antara fakta dengan kriterianya) dan kon-

sultasi oleh tim independen secara internal, serta objektif yang dirancang

untuk memberikan memberikan evaluasi, serta nilai tambah sekaligus me-

majukan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya. Auditor internal

yang dipilih, sesuai standar kompetensi dan memiliki pengalaman sebagai

190 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 191Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASassessor, serta memiliki sertifikat kompetensi, Auditor internal membantu

manajemen dalam hal:

1. Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen, ketika tim

audit setiap tahun mengajukan jadwal audit ke manajemen eksekutif

(contoh audit asuhan keperawatan, audit infeksi nosokomial);

2. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko;

3. Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan tin-

jauan terhadap laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan waktu dan

maknanya, sehingga keputusan manajemen yang didasarkan pada lapo-

ran tersebut lebih valid;

4. Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan sedang berjalan;

5. Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program pada

saat masih dalam rancangan, pada saat diimplementasikan, dan hasil

aktual yang dicapai oleh kebijakan atau program tersebut;

6. Membantu manajer karena masalah dapat timbul bila manajer tidak

cermat mengendalikan aktivitasnya-auditor internal pada umumnya

dapat menemukan masalah tersebut dan memberikan rekomendasi

perbaikannya.

Objektivitas Audit InternalAudit internal harus memiliki kriteria tertentu, yaitu:

1. Harus objektif dalam melaksanakan audit dan ini merupakan sikap men-

tal independen yang harus dijaga dalam menjalankan audit;

2. Memiliki kejujuran atas hasil produknya dan tidak melakukan kompromi

atas kualitas audit;

3. Menjaga agar tidak terjadi penugasan audit kepada auditor yang secara

nyata atau potensial memiliki konflik kepentingan dengan penugasan au-

ditnya;

4. Tidak dibebani tanggung jawab operasional.

Pelaksanaan Audit di Keperawatan

1. Dilakukan oleh tim mutu pelayanan keperawatan yang bertugas menen-

tukan masalah keperawatan yang perlu diperbaiki.

2. Menentukan kriteria untuk memperbaiki masalah serta menilai pelaksa-

naan perbaikan yang telah ditetapkan.

3. Merupakan bagian integral dari tim mutu rumah sakit dan bisa meru-

pakan salan satu komponen dari komite keperawatan.

4. Menyampaikan hasil laporan secara periodik pada komite keperawatan

untuk seterusnya disampaikan pada pimpinan rumah sakit sebagai bahan

pertimbangan kebijakan lebih lanjut.

5. Diperlukan kerja sama dengan berbagai departemen yang ada di rumah

sakit untuk dapat mengidentifikasi masalah, menentukan kriteria dan me-

rencanakan perbaikan, seperti departemen farmasi, infeksi nosokomial,

rekam medis, pelayanan medis, bagian pemasaran dan lain-lain.

C. AuditInternalMutuPendidikanTinggiKeperawatan

Audit internal mutu pelayanan keperawatan dilakukan oleh tim audit mutu

internal secara berkala di Rumah Sakit. Sedangkan Audit internal mutu

pendidikan tinggi keperawatan dilalukan melaui UPM. Audit dilalukan se-

cara berkala, semester, tahunan dan kalau diperlukan. Standar memgacu

pada lembaga penjamin mutu, baik skala nasional maupun internasional.

Membudayakan mutu dalam suatu organisasi. Mendokumentasikan apa

yang dilakukan dan melakukan apa yang tertulis dalam SPO.

D.AkreditasiRumahSakit

Konsep dasar akreditasi

Pengertian Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu proses dimana suatu

lembaga independen baik dari dalam atau pun luar negeri, biasanya non

pemerintah, melakukan assesment terhadap Rumah Sakit berdasarkan

standar akreditasi yang berlaku. Rumah Sakit yang telah terakreditasi akan

mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar

pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Demikian tadi adalah definisi

dari akreditasi Rumah Sakit.

Sebuah proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya kese-

lamatan dan budaya mutu di rumah sakit, sehingga Rumah Sakit senantiasa

berusaha meningkatkan akan mutu dan juga keamanan dari pelayanan ke-

192 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 193Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASsehatan yang diberikannya. Dan ini adalah salah satu dari tujuan akreditasi

Rumah Sakit.

KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) adalah merupakan suatu lemba-

ga independen dalam negeri sebagai pelaksana akreditasi RS yang bersi-

fat fungsional dan non-struktural. Sedangkan yang dimaksud dengan JCI (Joint Commission International) adalah merupakan badan akreditasi

non profit yang berpusat di Amerika Serikat dan bertugas menetapkan dan

menilai standar performa para pemberi pelayanan kesehatan.

Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar

Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelak-

sana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum

dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi

Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International

Accreditation Standars for Hospital.

Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit diantaranya :

1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah

Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan

keselamatan pasien.

2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi

lebih efisien.

3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyem-

buhan, pengobatan dan perawatan pasien.

4. Mendengarkan pasien dan keluarga, serta menghormati hak-hak pasien

serta melibatkan merek adalah proses perawatan.

5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat

atas pemberian pelayanan.

Untuk Akreditasi RS 2012 tahun yang kemarin resmi peluncurannya oleh dr.

Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di Hotel Bidakara, bertepatan

dengan acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2012 tanggal 1 Maret. Untuk

versi 2012 ini, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) mengadopsi penuh

standar akreditasi rumah sakit versi JCI (Joint Commission International) di-

tambah tiga point MDGs (Millenium Development Goals). http://askep-net.

blogspot.co.id/2013/02/akreditasi-rumah-sakit.html

Definisi dari Federasi Akreditasi International (ISQua, 2015) akreditasi

adalah pengakuan publik melalui badan nasional akreditasi independen atau

mandiri atas prestasi rumah sakit dengan seluruh civitas hospitalia yang

telah memenuhi standar akreditasi, dibuktikan melalui assessment pakar

(feer) eksternal yang independen.

Akreditasi rumah sakit dapat diartikan secara umum yaitu sebagai pengakuan

yang diberikan oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi

standar yang ditentukan dengan tujuan meningkatkan mutu dari pelayanan

rumah sakit tersebut.

Sedangkan Federasi Akreditasi Internasional (ISQua) mendefinisikan akre-

ditasi rumah sakit sebagai suatu pengakuan publik melalui suatu badan nasi-

onal akreditasi rumah sakit atas prestasi RS dalam memenuhi standar akre-

ditasi yang dibuktikan melalui suatu asesmen pakar setara (peer) eksternal

yang independent.

Tujuan dilakukannya akreditasi rumah sakit oleh Departemen Kesehatan

adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan

terhadap pasien. Melalui akreditasi, diharapkan manajemen rumah sakit

dapat menerapkan SOP (Standard Operating Precedure) dengan baik se-

hingga pasien terlindungi dari malpraktik.

Dengan mengikuti program akreditasi, berarti rumah sakit telah melakukan

pelayanan dan perlindungan secara menyeluruh terhadap pasien. Karena

itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, rumah sakit harus

mempunyai aturan-aturan yang wajib dilaksanakan seperti hospital by-

laws, medical staf bylaws, pedoman medico-legal dan SOP-SOP yang ter-

kait dengan pelayanan profesi. Di Indonesia Akreditasi RS dilakukan oleh

KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui berkaitan dengan Akreditasi

ini, antara lain:

1. STANDAR

Mengacu pada defenisi di atas maka Rumah Sakit, maka perlu untuk

diketahui scara jelas tentang standar yang baik pada rumah sakit dan ma-

sing-masing unit/bagian pelayanan penunjang lainnya seperti pelayanan

medis, pelayanan keperawatan, administrasi dan manajemen, rekam me-

dis, pelayanan UGD, farmasi, dll. Standar ini terbentuk dari beberapa

194 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 195Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASelemen utama yaitu: Struktur yang terdiri dari fasilitas fisik, organisasi,

sumber daya manusianya, sistem keuangan, peralatan medis dan non-

medis, AD/ART, kebijakan, SOP/Protap, program, dsb. Proses yaitu

semua pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian RS kepada pasien/

keluarga masyarakat pengguna jasa RS tersebut. Hasil (outcome) adalah

perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemaha-

man serta perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa

depan, dan kepuasan pasien. Dari ketiga elemen ini yang lebih penting

adalah hasil/outcome, karena menentukan mutu suatu layanan.

Hasil biasanya diukur dengan indikator RS atau indikator klinis. Hasil

(outcome) berbeda dengan luaran (output), contoh jumlah pasien op-

erasi (PO) adalah luaran, sedangkan hasil adalah jumlah pasien operasi

yang ada Infeksi Luka Operasi (PILO) dibagi jumlah pasien yang diope-

rasi (PILO/PO kali 100%).

2. PERSIAPAN

Persiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok

Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan (yan), misalnya: Pokja

pelayanan Gawat Darurat, Pokja pelayanan Medis, Pokja Keperawatan,

dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterap-

kan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melaku-

kan penilaian, yang disebut sebagai self assessment. Penilaian dilakukan

dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada

satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan.

yaitu Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/

Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah in-

strumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur” sejauh mana RS

sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing

pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing

jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi

Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mem-

pelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian

masing-masing pelayanannya.

3. JENIS

Ada beberapa jenis Akreditasi Rumah sakit yaitu: (Yan = Pelayanan)

a. Lima Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 112 parameter,

yaitu:

1) Administrasi dan Manajemen (24),

2) Pelayanan Medis (18),

3) Pelayanan Gawat Darurat (31),

4) Pelayanan Keperawatan (23),

5) Rekam Medis (16).

b. Dua belas Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 254 parameter,

yaitu:

1) Administrasi dan Manajemen (24),

2) Pelayanan Medis (18),

3) Pelayanaan Gawat Darurat (31),

4) Pelayanaan Keperawatan (23),

5) Rekam Medis (16),

6) Pelayanaan Farmasi (16),

7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),

8) Pelayanan Radiologi (18),

9) Pelayanan Laboratorium (23),

10) Pelayanana Kamar Operasi (25),

11) Pelayanan Pengendalian Infeksi (17),

12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16).

c. Enam belas pelayanan dengan nilai parameter sebesar 319 parame-

ter, yaitu:

1) Administrasi dan Manajemen (24),

2) Pelayanan Medis (18),

3) Pelayanan Gawat Darurat (31),

4) Pelayanan Keperawatan (23),

5) Rekam Medis (16),

6) Pelayanan Farmasi (16),

7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),

196 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 197Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS8) Pelayanan Radiologi (18),

9) Pelayanan Laboratorium (23),

10) Pelauyanan Kamar Operasi (25),

11) Pelayanan Pengendalian Infeksi ( 17),

12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16)

13) Pelayanan Rehablitasi Medis (16),

14) Pelayanan Gizi (17),

15) Pelayanan Intensif (17),

16) Peyanan Darah (15).

Sampai saat ini rumah sakit yang telah terakreditasi untuk 16 bidang

pelayanan berjumlah 13 rumah sakit.

4. TAHAP

Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, ini

adalah merupakan Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1

s/d 5. Tiga tahun kemudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk

12 pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1

s/d 12). Dan tiga tahun kemudian RS dapat diakreditasi untuk total 16

pelayanan (Akreditasi Tingkat Lengkap).

Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struk-

tur, proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self

Assessment, misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %,

maka sudah dapat mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS.

5. MANFAAT

Berdasarkan literatur luar negeri serta pengalaman KARS di Indonesia,

ada beberapa manfaat yang diperoleh RS dengan adanya Akreditasi

yaitu:

a. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator),

b. Peningkatan administrasi dan perencanaan,

c. Peningkatan koordinasi asuhan pasien,

d. Peningkatan koordinasi pelayanan,

e. Peningkatan komunikasi antara staf,

f. Peningkatan sistem dan prosedur,

g. Lingkungan yang lebih aman,

h. Minimalisasi risiko,

i. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien,

j. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi,

k. Penurunan keluhan pasien dan staf,

l. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya,

m. Peningkatan moril dan motivasi,

n. Re-energized organization,

o. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).

6. PENILAIAN

Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan

ke KARS. Ada beberapa nilai akreditasi antara lain,:

a. Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus),

b. Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % - <75 %, tidak ada nilai <

60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi pelayananan yang nilainya di bawah

75%.

c. Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun

masa berlaku.

d. Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X bertu-

rut-turut lulus.

Beberapa hal yang perlu diketahui sebagai persiapan untuk akreditasi me-

nyangkut SANTOSA BANDUNG INTERNATIONAL HOSPITAL. Antara

lain:

1. Informasi umum tentang Santosa Bandung International Hospital Visi

dan Misi Santosa Bandung International Hospital.

2. Nama direktur/direksi.

3. Maksud kata “International hospital” pada SBIH.

(International maksudnya, rumah sakit ini menjalin hubungan dengan

rumah sakit luar negri dan mengirimkan staff ke luar negri untuk belajar

dan menerima staff dari rumah sakit luar, untuk saling berbagi informasi

terutama dalam hal pelayanan medis).

198 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 199Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASBeberapa Definisi yang Umum dalam Pelayanan Rumah Sakit

Berikut beberapa istilah umum yang kerap di dapati dalam rumah sakit

yang sebaikya diketahui oleh seluruh staff. (sesuai dengan Surat Keputusan

NOMOR: 560/MENKES/SK/IV/2003) antara lain:

1. Pelayanan Medik adalah pelayanan yang bersifat individu yang diberikan

oleh tenaga medik, para medik perawatan berupa pemeriksaan, kon-

sultasi, tindakan medik;

2. Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diag-

nosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya

tanpa menginap di rumah sakit;

3. Pelayanan Rawat Darurat adalah pelayanan kedaruratan medik yang ha-

rus diberikan secepatnya untuk mencegah/menanggulangi risiko kema-

tian atau cacat;

4. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagno-

sis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan

lainnya dengan menginap di rumah sakit;

5. Pelayanan Rawat Sehari (One Day Care) adalah pelayanan pasien un-

tuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya

pelayanan kesehatan lain dan menempati tempat tidur kurang dari 24

(dua puluh empat) jam;

6. Pelayanan Rawat Siang Hari (Day Care) adalah pelayanan pasien un-

tuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi mental dan atau upaya

pelayanan kesehatan lain maksimal 12 (dua belas) jam;

7. Rawat Rumah adalah pelayanan pasien di rumah untuk observasi, pe-

ngobatan, rehabilitasi medik pasca rawat inap;

8. Tindakan Medik Operatif adalah tindakan pembedahan kepada pasien

yang menggunakan pembiusan umum, pembiusan local atau tanpa pem-

biusan;

9. Tindakan Medik Non Operatif adalah tindakan kepada pasien tanpa

pembedahan untuk membantu penegakan diagnosis dan terapi;

10. Pelayanan Penunjang Medik adalah pelayanan kepada pasien untuk

membantu penegakan diagnosis dan terapi;

11. Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Rehabilitasi Mental adalah pelayanan

yang diberikan kepada pasien dalam bentuk pelayanan fisioterapi, tera-

pi okupasional, terapi wicara, ortotik/prostetik, bimbingan sosial medis

dan jasa psikologi serta rehabilitasi lainnya;

12. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut adalah pelayanan paripurna meliputi

upaya penyembuhan dan pemulihan yang selaras dengan upaya pence-

gahan penyakit gigi dan mulut serta peningkatan kesehatan gigi dan

mulut pada pasien di rumah sakit;

13. Pelayanan Penunjang Non Medik adalah pelayanan yang diberikan

kepada pasien di Rumah Sakit yang secara tidak langsung berkaitan

dengan pelayanan medik antara lain hostel, administrasi, laundry dan

lain-lain;

14. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan

pelayanan di rumah sakit, yang dibebankan kepada pasien sebagai im-

balan atas jasa pelayanan yang diterimanya;

15. Biaya Overhead adalah biaya yang timbul karena kegiatan yang dilak-

sanakan sehingga menimbulkan biaya fixed dan biaya variabel :

a. Biaya Fixed meliputi biaya penyusutan, gaji pegawai honorer, dan

gaji pegawai tetap serta biaya lainnya bersifat tetap yang terkait

pelayanan langsung kepada pasien.

b. Biaya Variabel meliputi Jasa Sarana yang diterima oleh rumah sakit

atas pemakaian sarana, fasilitas rumah sakit, yang digunakan lang-

sung dalam pencegahan rangka pencegahan, observasi, diagnosis,

pengobatan dan konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau pela-

yanan lainnya.

16. Penjamin adalah orang atau badan hukum sebagai penanggung biaya

pelayanan kesehatan dari seseorang yang menggunakan/mendapat

pelayanan di rumah sakit;

17. Unit Cost adalah besaran biaya satuan dari setiap kegiatan pelayanan

yang diberikan rumah sakit, yang dihitung berdasarkan standar akun-

tansi biaya rumah sakit.

Demikianlah sekilas gambaran umum tentang akreditasi rumah sakit yang

saya dapat kumpulkan, semoga ini dapat bermamfaat dan manambah pe-

ngetahuan kita terutama menjelang pelaksanaan akreditsi yang akan dilak-

sanakan.

200 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 201Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAkreditasi Rumah Sakit

Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3),

akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan pro-

gram dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal

pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat

terbuka.

Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar

Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelak-

sana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum

dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi

Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International

Accreditation Standars for Hospital.

Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit, diantaranya :

1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah

Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan

keselamatan pasien.

2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi

lebih efisien.

3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyem-

buhan, pengobatan dan perawatan pasien.

4. Mendengarkan peisn dan keluarga, sera menghormati hak-hak pasien

serta melibatkan merek adalam proses perawatan.

5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat

atas pemberian pelayanan kesehatan.

Tujuan dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit

1. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

Tujuan akreditasi rumah adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehat-

an, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang sema-

kin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan

demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi

minat masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012). Menurut

Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 Pasal 2, akreditasi bertujuan un-

tuk:

a. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit;

b. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit;

c. Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi;

d. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

2. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit

Menurut Kementerian Kesehatan RI, manfaat akreditasi rumah sakit

adalah sebagai berikut :

a. Bagi pasien dan masyarakat, antara lain : pasien dan masyarakat

memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur.

b. Bagi petugas kesehatan di rumah sakit, antara lain : menimbulkan rasa

aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena rumah sakit memiliki

sarana, prasarana dan peralatan yang telah memenuhi standar.

c. Bagi rumah sakit, antara lain : sebagai alat ukur untuk negosiasi de-

ngan pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan dan lain-lain.

d. Bagi pemilik rumah sakit, antara lain : sebagai alat mengukur kinerja

pengelola rumah sakit.

e. Bagi perusahaan asuransi, antara lain : acuan untuk memilih dan

mengadakan kontrak dengan rumah sakit.

Dasar Hukum Akreditasi Rumah Sakit

1. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang

Perizinan Rumah Sakit.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/I/2010 tentang

klasifikasi Rumah Sakit.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi

Rumah Sakit

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 428/Menkes/SK/XII/2012

tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah

Sakit di Indonesia.

202 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 203Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASPersiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk tim Pokja (Kelompok

Kerja). Tim pokja dibentuk untuk masing-masing bidang pelayanan, mi-

salnya. Tim Pokja tersebut adalah Pokja pelayanan Gawat Darurat, Pokja

pelayanan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Tim kelompok kerja ini akan

mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit atau bagiannya.

Tim kelompok kerja juda mendorong penerapannya dan kemudian melaku-

kan penilaian. Penilaian ini disebut sebagai self assessment.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen

ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk

16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya

berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini

tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur”

sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk ma-

sing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang ma-

sing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan

DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar

Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan

penilaian masing-masing pelayanannya.

Jenis Pelayanan

Jenis pelayanan yang diakreditasi adalah (beserta jumlah parameternya):

- Lima Yan: 1. Administrasi & Manajemen (24), 2. Yan Medis (18), 3.

Yan Gawat Darurat (31), 4. Yan Keperawatan (23), 5. Rekam Medis

(16), (5 Yan total = 112 Parameter).

- Duabelas Yan: 6. Yan Farmasi (16), 7. Keselamatan Kerja, Kebakaran

Kewaspadaan bencana-K3- (27), 8. Yan Radiologi (18), 9. Yan

Laboratorium (23), 10. Yan Kamar Operasi (25), 11. Yan Pengendalian

Infeksi ( 17), 12. Yan Perinatal Risiko Tinggi (16), (12 Yan total = 254

parameter).

- Enambelas Yan: 13. Yan Rehablitasi Medis (16), 14. Yan Gizi (17), 15.

Yan Intensif (17), 16. Yan Darah (15), (16 Yan) = 319 parameter.

Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, disebut

Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun ke-

mudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan, disebut

Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun ke-

mudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat

Lengkap).

Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur,

proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment,

misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat

mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS.

Manfaat

Berdasarkan literatur luar negeri dan juga pengalaman KARS di Indonesia,

manfaat yang diperoleh RS karena akreditasi adalah sbb:

1. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator),

2. Peningkatan administrasi dan perencanaan,

3. Peningkatan koordinasi asuhan pasien,

4. Peningkatan koordinasi pelayanan,

5. Peningkatan komunikasi antara staf,

6. Peningkatan sistem dan prosedur,

7. Lingkungan yang lebih aman,

8. Minimalisasi risiko,

9. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien,

10. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi,

11. Penurunan keluhan pasien dan staf,

12. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya,

13. Peningkatan moril dan motivasi,

14. Re-energized organization,

15. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).

Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke

KARS, dan keputusan Akreditasi dapat sbb:

- Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus),

- Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % – <75 %, tidak ada nilai <

60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi Yan yang nilainya di bawah 75%.

- Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun

masa berlaku.

204 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 205Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS- Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X bertu-

rut-turut lulus.

Akreditasi adalah penilaian kualitas dari organisasi layanan kesehatan.

Jovanoic tahun 2015. 4 Pilar tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :

1. Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien.

2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit.

3. Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien.

4. Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development.

Lembaga akreditasi

Berikut adalah lembaga-lembaga akreditasi :

1. KARS

2. ISO 9001

3. JCI

Berbagai model evaluasi exsternal pelayanan kesehatan, bias melalui lem-

baga lembaga sebagai berikut: Menurut Satoto.(2014).

1. Akreditasi.

2. ISO.

3. Malcolm Baldridge.

4. EFQM (Europian Foundation For Quality Management).

5. Visitatie.

6. ISQua (International Sociatey For Quality Health Care).

Evaluasi mutu rumah sakit yang terbaik adalah dengan kegiatan akreditasi.

Keunggulan akreditasi rumah sakit adalah:

1. Standar yang dipakai adalah spesifik untuk pelayanan kesehatan.

2. Dikembangkan oleh pakar pelayanan kesehatan di rumah sakit yang su-

dah mempunyai pengalaman di rumah sakit.

3. Assement element-elemen akreditasi pelayanan kesehatan terleng-

kap; struktur proses, hasil/out come, lebih difokuskan ke hasil atau

produknya.

4. Menggunakan surveior yang ahli dan praktisi kesehatan di rumah sakit.

Sumber Acuan Akreditasi Rumah Sakit yang terbaru

1. International principles for health care standars, a framework of require-

ment for standars, 3rd edition December 2017, International Society for

quality in health care (ISQua).

2. Joint Commission International Accreditaion Standards for Hospitals 4

rd Edition, 2011.

3. Instrument Akreditasi Rumah Sakit, Edisi 2007, Komisi akreditasi Rumah

Sakit.

E. AkreditasiPendidikanTinggiKeperawatan

1. LAM-PT Kes – BAN PT

Berdasarkan keterangan yang dikutip dari laman 4ICU, ada penjelasan

soal aspek penilaian dan metode yang digunakan. Tiga kriteria utama

Ada 3 kriteria utama sebuah perguruan tinggi (PT) dapat diikutsertakan

dalam penilaian 4ICU. Pertama, terakreditasi oleh badan akreditasi na-

sional atau daerah setempat. Misalnya, di Indonesia oleh Kementerian

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sementara,

PT yang belum terakreditasi tak masuk dalam kriteria penilaian 4ICU.

Kedua, PT yang menyediakan pendidikan tingkat Strata 1 (sarjana) dan/

atau Pascasarjana, baik tingkat Master (S2) atau Doktoral (S3). Dengan

demikian, lembaga pendidikan yang hanya menyediakan pendidikan

vokasi, pendidikan berbasis militer, kelas-kelas seminar, dan sebagainya

tidak dilibatkan dalam penilaian 4ICU. Terakhir, PT yang dinilai mene-

rapkan sistem pendidikan secara langsung dengan bertatap muka, atau

lebih dikenal sebagai sistem tradisional, format pendidikan di kelas yang

mempertemukan dosen dan mahasiswanya. Artinya, proses pembela-

jaran dilakukan secara offline dengan fasilitas-fasilitas gedung sebagai

sarana pertemuannya. Metodologi pemeringkatan Pemeringkatan di-

lakukan menggunakan uniRank University Ranking yang sudah ter-

daftar sebagai Global University Ranking oleh IREG Observatory on

Academic Ranking and Excellence. Sistem algoritma yang digunakan

berdasarkan pada 5 website netral dan independen yang diekstraksi,

yakni Moz Domain Authority, Alexa Global Rank, SimilarWeb Global

Rank, Majestic Reffering Domains, dan Majestic Trust Flow. Data yang

digunakan untuk pemeringkatan diambil dari pekan yang sama untuk

206 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 207Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASmeminimalisasi fluktuasi yang ada dan memaksimalkan pembandingan.

Selanjutnya, dilakukan penyaringan sebelum masuk proses komputasi

untuk mendeteksi adanya outlier dalam data mentah. Untuk PT yang

mengadopsi subdomain sebagai halaman muka website resminya, akan

dilakukan investigasi dan tinjauan lebih lanjut terhadap Alexa Global Rank

dan SililarWeb Global Rank. Ketika outlier terdeteksi dan data subdomain

telah ditinjau dan disesuaikan, data matriks web dinormalisasi menjadi

skala 0-100 dengan mempertimbangkan sifat logaritma yang digunakan

beberapa website penilai yang digunakan. Nilai-nilai yang muncul dalam

skala tersebut kemudian dikumpulkan berdasarkan algoritma rata-rata

yang menghasilkan skor akhir dan peringkat website sebuah PT. Oleh

karena itu, secara sederhana dapat dikatakan penilaian yang dilakukan

oleh 4ICU menjadikan website universitas atau institut sebagai bahan

penilaiannya. Dengan demikian, PT yang sudah memenuhi 3 kriteria

sebelumnya tidak akan bisa masuk dalam penilaian jika tidak memiliki

website institusi, website sudah kadaluarsa, atau website menggunakan

domain blogspot, wordpress dan sebagainya.

Peningkatan ranking USM dalam webometric tidak dapat dilakukan de-

ngan cara sepotong-potong (parsial) dan hanya diserahkan pada lembaga

tertentu apalagi sebuah team kecil. Pimpinan universitas perlu mengelu-

arkan kebijakan khusus untuk mengatrol peringkat USM dalam webo-

metric. Beberapa universitas dalam negeri sudah melangkah lebih jauh

untuk meningkatkan peringkat. Universitas Indonesia (UI) misalnya, su-

dah mengeluarkan Surat Edaran khusus (tahun 2008) untuk meningkat-

kan peringkat di webometric.

Selain itu UI juga telah membentuk tim khusus webometric sejak Mei

2008 dengan susunan sebagai berikut :

- Prof. Ketut Surajaya (SU)

- Dr. Ir. Riri Fitri Sari (PPSI)

- Prof. Dr. Multamia Lauder (Dit Pend)

- Gatot F Hertono, PhD (PPSP)

- Dra. Henny S. Widyaningsih, M.Si (Humas & Protokoler)

- Ir. Adhi Yuniarto MSc (PPSI)

- Dra. Luki Wijayanti (Perpustakaan Pusat)

- Donny Gahrial Adian (Perencanaan)

Tim UI ini mempunyai tugas antara lain:

a. Mengintegrasikan seluruh website diFakultas/Departemen/Grup Riset

ke dalam website UI, sebagai identitas UI BHMN berbudaya corporate.

b. Memperbaiki content website dengan informasi yang akurat, reliable

dan updating data yang cepat.

c. Membuat aturan yang mewajibkan seluruh sivitas akademika meman-

fatkan sistem informasi dan web site UI, antara lain, webmail, weblog,

upload materi kuliah, UI-ana yang dapat di download dari Lontar.

d. Peningkatan referensi ke website UI melalui koordinasi dengan institusi

partner dan alumni. (Sumber : Suyatno, 2009)

Contoh lainnya adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada

webometric bulan Agustus 2009, belum masuk dalam daftar rangking

6.000. Kemudian dibentuktim khusus untuk menaikan peringkat diwebo-

metric, sekarang berada di posisi 2950 (world) dan 35 (Indonesia)–webo-

metric Juli 2013-.

Bahkan UMM pernah berada di rangking 1440 (world) dan 19 (Indonesia)

pada penilaian webometric januari 2013. Tentunya bukan sesuatu yang tiba-

tiba (dadakan), mesti ada sesuatu program dan manajamen TI yang mereka

siapkan. Khusus bagi USM, beberapa aspek yang terkait dengan upaya pe-

ningkatan peringkat USM dalam webometric antara lain:

a. Kebijakan penerapan ICT di kampus (Perlu Surat Keputusan Rektor)

b. Peningkatan kualitas networking (jaringan dan bandwith)

Untuk bandwidth saat ini sudah sangat cukup, yaitu 8 Mbps, apalagi

dibantu pihak ketiga (Indosat-superwifi-dan telkom-flashzone-). Sedangkan

jaringan internet, intranet dan hotspot memang masih sangat perlu di-

tingkatkan kualitasnya. Untuk kualitas kecepatan internet di USM yang

saya rasakan masih belum stabil (terkadang cepat, kadang lambat dan

terkadang disconnect) dan sepertinya belum ada standarisasi kecepatan

internet dimasing-masing titik hotspot. Kecepatan internet ini sangat di-

perlukan dalam hal menunjang kebutuhan dalam hal pencarian literatur-

literatur untuk penelitian atau pun untuk mengunggah karya ilmiah.

208 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 209Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASc. Pengembangan website universitas yang dinamis, menyatu dan

lengkap isinya

Saat ini Lembaga Puskom hanya menangani koneksi internet dan ti-

dak terlibat dalam pembuatan dan pengembangan Web site USM (saat

ini dikelola oleh Team IT (masih terpisah-pisah)). Sistem akademik USM

dikelola PSIT (terpisah), Sistem perpustakaan (digilib) dikelola Lembaga

UPT Perpustakaan (masih terpisah). Dan juga diperlukan kesatuan akses

(semua memakai domain “usm.ac.id”), konten lengkap, dan performa

menarik. Website juga memperhatikan dengan cermat semua persyaratan

dan kriteria yang dikeluarkan oleh penyelenggara webometric.

d. Kebijakan tegas bagi peneliti untuk “diwajibkan” meng-upload nas-kah publikasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris di LPPM-USM

Semua peneliti (dosen dan mahasiswa) yang difasilitas LPPM USM perlu

diwajibkan meng-upload naskah publikasi dan artikel ilmiah lain ke web-

site USM, khususnya di journal.usm.ac.id yang merupakan bagian dari

website usm.ac.id. Seperti di UI, apabila dosen yang selesai penelitian

tidak mengup-load di journal online, maka segala sesuatu yang terkait

dengan urusan administrasi keuangan dan lain-lain tidak dapat dilakukan.

e. Meningkatkan kemampuan perpustakaan digital (digilib.usm.ac.id)

Untuk menambah konten ilmiah (skripsi, tesis, dan lain-lainnya).

Perpustakaan sebagai ujung tombak dari publikasi ilmiah perlu segera

diberi tugas yang lebih besar lagi, yaitu mengembangkan: e-book, e-jour-

nal, e-grey literatutre dan e-local content :

1) Pengembangan E-Book Pengembangan koleksi e-book dapat dilaku-

kan dengan pembelian atau pengembangan buku hasil karya dari

civitas akademika. Kalau kita mengembangkan koleksi e-book dari

pembelian penulis tidak yakin bahwa hal itu akan berpengaruh secara

langsung terhadap peringkat Webometric. Namun apabila pengem-

bangan e-book berasal dari hasil karya civitas akademika akan sangat

berpengaruh terhadap peringkat Webometric.

2) Pengembangan E-Journal Sama halnya dengan e-book, pengem-

bangan e-journal berlangganan (link.springer.com) tidak mempunyai

pengaruh langsung terhadap Webometric. Namun pengembangan e-

journal milik universitas akan dapat meningkatkan unsur-unsur dalam

kriteria Webometric.

3) Pengembangan E-Grey Literature. Grey literature atau litera-

tur kelabu adalah koleksi yang tidak diterbitkan secara luas. Yang

termasuk koleksi ini adalah skripsi, tesis, disertasi dan laporan

penelitian. Apabila perpustakaan perguruan tinggi sudah me-

digitalkan koleksi tersebut, potensi untuk meningkatkan peringkat

Webometric sangat besar.

4) Pengembangan E-Local Content. Sama halnya e-grey literature,

e-local content sangat pontensial untuk meningkatkan peringkat

Webometric.

f. Menggembangkan e-learning untuk meningkatkan konten pem-belajaran diwebsite

E-learning dapat dikembangkan di program sarjana maupun pas-

casarjana. Saat ini, konten pembelajaran dalam bentuk materi perku-

liahan juga belum banyak (sudah menyatu dengan sia.usm.ac.id). Hal

ini perlu ditingkatkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan konten web-

site, sehingga meningkatkan konten Files, baik .doc;. ps;. pdf; mau-

pun .ppt.

g. Menggalakkan upload artikel ilmiah bagi dosen dan mahasiswa di journal.usm.ac.id.

Perlu dilakukan kampanye besar-besaran tentang meng-upload karya

ilmiah bagi dosen dan mahasiswa ke dalam website, khususnya pada

site yang sudah diberikan masing-masing, yaitu journal.usm.ac.id dan

digilib.usm.ac.id.

h. Membentuk tim khusus ”webometric” (jika dipandang perlu)

Tampaknya, USM sudah saatnya membentuk Tim Khusus Webometric

yang terdiri unit-unit strategis guna membantu pimpinan dalam

pemetaan, perencanaan, implementasi dan juga melakukan evaluasi

secara berkelanjutan terkait dengan website, sehingga peringkat we-

bometric USM dapat meningkat.

2. Asian Education

Berdasarkan informasi dari Kepala Kantor Internasional Unpad dr. Ronny

Lesmana, M. Kes., AIFO, PhD, rilis peringkat QS AUR 2019 menunjuk-

kan peringkat yang sama dengan posisi Unpad pada QS AUR 2018,

yaitu peringkat keenam di tingkat nasional. Semua perguruan tinggi se-

cara umum mengalami normalisasi data.

210 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 211Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Hasil peringkat ini berbeda dengan peringkat versi QS World University

Rankings 2019 yang telah dirilis Juni lalu. Dalam rilis QS WUR 2019,

Unpad berada pada posisi keempat dari 9 perguruan tinggi Indonesia

yang masuk dalam pemeringkatan tersebut. Perbedaan peringkat ini di-

dasarkan adanya perbedaan pada beberapa poin penilaian.

Dr. Ronny menjelaskan, dalam QS AUR 2019, ada beberapa perbe-

daan metodologi penilaian jika dibandingkan dengan QS WUR 2019.

Adanya normalisasi data dan perbedaan metodologi ini menyebabkan

hasil pemeringkatan antara QS WUR dan QS AUR juga berbeda.

“Data-data yang di-submit dan dipakai pada QS AUR adalah data yang

sama digunakan pada QS WUR,” ujar Dr. Ronny.

Pada sistem QS AUR 2019, parameter penilaian meliputi reputasi aka-

demik (30%), reputasi staf (20%), rasio mahasiswa dan dosen (10%), kerja

sama riset internasional (10%), jumlah sitasi penelitian (10%) dan jumlah

penelitian per fakultas (5%), rasio dosen bergelar Doktor (5%), proporsi

antara internasionalisasi akademik (2,5%) dan proporsi mahasiswa inter-

nasional (2,5%), serta proporsi antara program pertukaran mahasiswa

yang masuk (2,5%) dan program pertukaran mahasiswa keluar (2,5%).

Ada tiga parameter yang disorot Dr. Ronny, yaitu rasio mahasiswa,

persentase sitasi, dan kerja sama penelitian internasional. Parameter ra-

sio mahasiswa dalam QS AUR 2019 berbeda poin dengan QS WUR

2019. Secara nilai, parameter rasio mahasiswa dalam QS WUR 2019

memberikan nilai tinggi untuk Unpad.

“Sementara pada QS AUR 2019, data Unpad dinormalisasi dengan

jumlah dosen bergelar Doktor di fakultas serta berapa publikasi yang di-

hasilkan per fakultas. Hal tersebut menjadikan poinnya di QS AUR kecil,

sementara pada QS WUR nilainya besar,” ujar Dr. Ronny.

Untuk itu, fakultas perlu mendorong peningkatan dosen bergelar Doktor

hingga memperoleh jabatan guru besar. Peningkatan ini juga selaras de-

ngan aturan Kemenristekdikti yang menargetkan bahwa dosen pergu-

ruan tinggi minimal bergelar Doktor pada 2020 mendatang.

Parameter kedua, angka persentase sitasi publikasi Unpad. Secara kuan-

titas, kata Dr. Ronny, jumlah publikasi terindeks Scopus di Unpad sangat

baik. Namun, sebagian besar publikasi itu masih berada pada jurnal Q3

dan Q4, yang peluang disitasi per tahunnya tidak besar.

Dorongan dosen untuk mampu publikasi di jurnal Q1 terus diupayakan

oleh Unpad. Upaya ini diwujudkan melalui sejumlah fasilitasi berupa

hibah riset hingga penguatan aspek kepemimpinan akademik. Dengan

meningkatnya jumlah publikasi di Q2 dan Q1, sitasi Unpad juga akan

meningkat.

Selanjutnya, kerja sama jejaring riset tingkat internasional menjadi pe-

nilaian yang cukup penting. Unpad telah banyak menjalin kerja sama

dengan sejumlah perguruan tinggi maupun institusi di tingkat internasio-

nal.

“Secara keseluruhan, mitra luar negeri yang tergambar dari produk pub-

likasi terindeks Scopus belum tergambar dengan banyak negara, hanya

beberapa negara tertentu. Ini poinnya besar,” jelas Dr. Ronny.

Dengan memanfaatkan peluang kerja sama riset antar institusi mitra di

luar negeri, akademisi Unpad harus aktif menggelorakan aktivitas riset

bersama. Publikasi ilmiah tetap menjadi tujuan akhir. Namun, hal ter-

penting dalam aktivitas riset tersebut adalah bagaimana produk yang di-

hasilkan bisa dihilirkan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.*

3. Word Class University

Di era globalisasi saat ini, pendidikan telah menjadi perkara yang sa-

ngat penting. Orang-orang mencari universitas yang berkualitas terbaik.

Harvard University, Stanford University, UC Berkeley, Universitas Oxford

adalah beberapa universitas yang telah dikenal sebagai top 500 univer-

sitas dunia berdasarkan Peringkat Akademik Universitas Dunia 2015.

Kita sering mendengar nama-nama itu dalam kegiatan penelitian, dan

universitas mereka telah menghasilkan banyak orang yang benar-benar

memenuhi syarat dalam bidang mereka.

Begitupun di dunia Islam, mahasiswa Muslim mana yang tidak meng-

inginkan menempuh studi disebuah universitas kelas dunia? Dan dosen

Muslim mana yang tidak bercita-cita memiliki sebuah lingkungan akade-

mis yang kualitasnya kelas dunia? Slogan World Class University atau

research university dalam satu dekade ini semakin gencar kita dengar.

Setiap perguruan tinggi di manapun dibelahan dunia ini akhirnya bercita-

cita menjadi satu diantara sekian banyak World Class University.

Secara global, pengertian World Class University dapat dipahami se-

bagai mekanisme perankingan dalam skala internasional. Artinya segi

212 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 213Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASoperasional, fasilitas, metode, dan lulusan perguruan tinggi yang mampu

bersaing di tingkat internasional. World Class University mulai ber-

munculan di kawasan Asia khususnya Singapura, Korea Selatan, Cina,

Hongkong, Thailand, Jepang, Vietnam dan Taiwan dengan anggaran

yang besar dan didukung oleh kebijakan dari pemerintahnya.

Munculnya universitas kelas dunia di Asia tentu akan bersaing dengan

universitas di Eropa dan Amerika yang selama ini menguasai di dunia,

World Class University dianggap sebagai suatu sistem kompetitif, yang

mengarah pada “One-Dimensional Man” artinya menggiring pada satu

sistem yang sama akibat dari adanya globalisasi dan modernisasi.

Seperti dikemukakan Philip G Albach dalam The Costs and Benefits of

World-Class Universities (2005), ‘universitas kelas dunia’ adalah ‘univer-

sitas yang memiliki ranking utama di dunia, yang memiliki standar inter-

nasional dalam keunggulan (excellence)’. Keunggulan tersebut menca-

kup antara lain keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis

internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga

pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidang-

nya, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual,

keunggulan manajemen dan governance, fasilitas yang memadai untuk

pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap, laboratorium

yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses

belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan

dalam kerja sama internasional, baik dalam program akademis, riset dan

sebagainya.

Beberapa lembaga peneliti telah berdiri untuk melakukan riset di berbagai

universitas di dunia, seperti Academic Ranking of World Universities

(ARWU), Times Higher Education (THE), ataupun Webometrics. Dari

beragam syarat lembaga peneliti tersebut, terdapat tiga syarat inti yang

patut diperhatikan pertama, bagaimana perguruan tinggi merancang ke-

giatan riset yang dapat menghasilkan invensi dan inovasi kualitas dunia.

Kedua, bagaimana agar tulisan peneliti atau dosen dapat dipublikasikan

oleh jurnal akademik internasional dan dapat menjadi referensi oleh

peneliti dan dosen PT lain. Dan ketiga, bagaimana staf atau alumni suatu

PT dapat meraih penghargaan-penghargaan bertaraf internasional.

Program WCU di Indonesia

World Class University (WCU) mulai dikenal luas di Indonesia sejak akhir

Januari 2006 ketika Departemen pendidikan Nasional (Diknas) membentuk

Tim Gugus Tugas Penetapan 10 Perguruan Tinggi (PT) yang dipersiapkan

untuk menjadi universitas kelas dunia. Tahun berikutnya, Diknas kembali

menyiapkan 50 PT untuk tujuan yang sama; terdiri dari 27 PT negeri dan

23 PT swasta. Dari persiapan tersebut pihak Diknas kemudian mendorong

ke 50 PT untuk melakukan dialog dengan sejumlah rekanan mulai dari

tingkat ASEAN hingga ketingkat dunia, juga menjanjikan akan memberikan

fasilitas untuk mengikuti akreditasi internasional. Pada tahun-tahun berikut-

nya berbagai PT di Indonesia berlomba-lomba untuk menjadi universitas ber-

skala internasional. WCU tampaknya telah menjadi syarat utama bagi PT

di Indonesia untuk meningkatkan kualitas agar mampu bersaing dengan PT

luar negeri. Kemenristekdikti menjadikannya arus dengan agenda yang dina-

makan “Peningkatan Reputasi Perguruan Tinggi Indonesia Menuju World

Class University (WCU)”.

Melalui agenda ini, tahun 2010 pemerintah menargetkan 11 Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) besar di Indonesia untuk bisa masuk ke dalam kelompok

World Class University (WCU). Namun pada awal tahun 2015 menunjuk-

kan baru dua kampus (UI dan ITB) yang memenuhi target tersebut. Mandat

tersebut diberikan kepada UI, ITB, UGM, Unair, IPB, Undip, UNS (uni-

versitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), ITS Surabaya (Institut Teknologi

Sepuluh November), Universitas Brawijaya, Unpad dan Unhas. Lima per-

guruan tinggi di Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran 500 perguruan

tinggi top di dunia pada 2019 yakni Unair, ITS, UGM, ITB, dan UI.

Pemerintah akan mengucurkan dana sebesar Rp 5 miliar per tahun kepada

lima perguruan tinggi itu. Dana tersebut digunakan sebagai pembiayaan atas

solusi jangka pendek seperti memperbarui data-data dosen asing, mening-

katkan jumlah peneliti dan mahasiswa internasional, dan mengumpulkan

data-data penelitian. Selain itu, ada lembaga khusus (bisa merupakan bagian

kerja sama internasional) yang disiapkan mengurusi soal perbaruan infor-

masi data ke lembaga pemeringkatan.

Karena bukanlah rahasia lagi, bahwa tidak banyak PT di Indonesia yang

mampu bersaing di tingkat internasional, bahkan untuk level nasional

saja, sebagian besar belum memenuhi harapan. Banyak faktor penyebab-

nya sejak dari tradisi universitas yang relatif baru, hanya sejak masa pasca

214 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 215Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKemerdekaan Indonesia mulai memiliki universitas, pembiayaan yang mi-

nim, kualifikasi sumber daya dosen yang rendah, fasilitas yang tidak mema-

dai, tidak ada atau kurangnya jaringan nasional dan internasional, dan se-

jumlah faktor lainnya. Tak kurang pentingnya, Pemerintah Indonesia dalam

kebijakan politik pendidikannya sejak masa kemerdekaan hampir tidak per-

nah memprioritaskan pendidikan tinggi. Hal inilah yang membuat berku-

mandangnya seruan berulang untuk meningkatkan peringkat universitas di

Indonesia agar menjadi universitas ‘kelas dunia’.

Neoimperialisme di Balik WCU

Penjajahan gaya baru sangat tampak dibalik World Class University. Barat

melalui lembaganya yaitu WTO yang diprakarsai oleh Amerika Serikat,

yang berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, dijadikan kendaraan politik untuk

proses globalisasi aspek pendidikan. GATT-WTO sebagai salah satu skema

penghisapan yang mengikat bagi seluruh negara anggotanya dalam aspek

perdagangan, telah menjalankan skema liberalisasi tidak hanya dalam aspek

perdagangan, namun juga menarik sejumlah sektor publik ke dalam sektor

jasa sehingga dapat diperdagangkan dan memberikan keuntungan yang me-

limpah. Di bawah kesepakatan General Agreement on Tariffs and Service

(GATS-WTO), WTO telah meletakkan liberalisasi perdagangan sektor jasa

pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi

informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya.

Kepentingan ekonomi negara-negara majulah sesungguhnya yang berada di

balik agenda liberalisasi pendidikan. Paling tidak, ada tiga negara yang paling

mendapatkan keuntungan besar dari bisnis pendidikan, yaitu Amerika Serikat,

Inggris dan Australia. Pada tahun 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika men-

capai US $14 milyar. Di Inggris sumbangan ekspor pendidikan mencapai 4

persen dari total penerimaan sektor jasa negara tersebut. Demikian juga de-

ngan Australia, yang pada tahun 1993, ekspor jasa pendidikan dan pelatihan

telah menghasilkan AUS $1,2 milyar. Tidak mengherankan tiga negara terse-

but yang amat getol menuntut sektor jasa pendidikan melalui WTO. Melihat

data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan jasa pen-

didikan sebenarnya digerakkan untuk mengejar keuntungan ekonomi semata

oleh negara-negara maju. Tujuan pendidikan akhirnya digantikan dengan hi-

tungan untung rugi dalam logika bisnis.

Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2

Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising

the World Trade Organization”. Tahun 2001 pemerintah Indonesia kem-

bali meratifikasi kesepakatan internasional, yakni kesepakatan bersama ten-

tang perdagangan jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS)

dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dimana pendidikan dijadikan

sebagai salah satu dari 12 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian

para investor bisa menanamkan modalnya disektor pendidikan (terutama

untuk pendidikan tinggi). Pada akhirnya semakin melegitimasi adanya

komersialiasi pendidikan tinggi, pelepasan tanggung jawab negara dalam

penyelenggaraan pendidikan tinggi dan berdampak pada semakin rendah-

nya akses pendidikan tinggi yang mampu dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Indonesia pun telah mengadopsi KBE (Knowledge Based Economy,

Ekonomi Berbasis Pengetahuan). WCU sendiri merupakan salah satu ca-

paian program KBE tersebut. Arti penting capaian WCU bagi kesuksesan

agenda KBE adalah posisi strategis institusi pendidikan tinggi sebagai inti

dari sistem ilmu. Dimana menurut World Bank, pendidikan adalah salah

satu dari 4 pilar yang sangat penting agar suatu negara dapat berpartisipasi

sepenuhnya dalam knowledge economy.

Indonesia menjadikan KBE sebagai arah pembangunan nasional. Ini se-

bagaimana yang tercantum dalam RPJPN tahun 2005-2025. “Pengembangan

iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan

iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu

dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara

luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keung-

gulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan

sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelek-

tual (HAKI)...”. WCU melalui konsep HAKI-nya akan mengakibatkan para

intelektual muslim ikut terseret dalam arus yang makin menjauhkan mereka

dari idealisme intelektualitasnya. Dengan adanya WCU, aktualisasi keilmuan

mereka bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi untuk aspek ekonomi/bisnis.

Bahkan secara tidak sadar, mereka dijadikan alat oleh penjajah.

Sekulerisasi pendidikan pun tampak dalam program WCU, kaum intelek-

tual muslim seakan dituntut menguasai pengetahuan dan kemampuan yang

dapat digunakan sebagai modal utama memasuki ekonomi pasar bebas, tu-

216 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 217Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASjuannya agar dapat berkompetisi dan memenangkan kompetisi global itu.

Dampak globalisasi membuat negara-negara berkembang merasa harus me-

nyetarakan kualitas dirinya sejajar dengan negara-negara maju dilihat dari

Human Development Index (HDI), Program for International Student

Assessment (PISA), dan lainnya. Para penjajah Barat telah merancang bagi

dunia Islam, sistem pendidikan dan tsaqafah atas dasar pandangan hidup ala

Barat, yaitu berupa pemisahan materi dari ruh dan pemisahan agama dari

negara. Penjajah Barat menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satu-

nya sumber tsaqafah umat Islam. Akibatnya, menjadikan intelektual mus-

lim berpikir dan berbuat berdasarkan standar barat. Terjadilah pergeseran

paradigma berpikir mereka, tidak lagi Islam, melainkan ide-ide barat beserta

turunannya. Mereka tidak lagi berjalan sebagaimana perintah Rabb-nya, tapi

mereka jadi lebih patuh pada perintah tuannya.

Komersialisasi dan pembajakan riset melalui publikasi pada jurnal interna-

sional sebagai salah satu kriteria penentu WCU terlihat dari begitu berkua-

sanya korporasi seperti scopus, Elsevier dan Quacquarelly Symonds dalam

menentukan peta riset. Melalui kewenangannya menentukan kriteria riset

yang layak dipublikasi dan kepada siapa hasil riset itu akan diberikan dan un-

tuk kepentingan apa. Tragisnya pemerintah kita terus mendorong publikasi

seperti ini. Seperti dikeluarkannya surat edaran implementasi SNPT pada

program pasca sarjana yang salah satunya berisi kewajiban publikasi bagi

mahasiswa program magister dijurnal internasional. Pada tahun 2017 agar

komersialisasi riset berjalan massif, Kemenristek Dikti menyediakan total

anggaran Rp 390 miliar, dana ini lebih tinggi dari tahun lalu. Bahayanya,

kondisi bangsa ini tetap tertinggal di bidang riset dan teknologi, namun se-

makin menguatnya cengkaraman kafir penjajah terhadap berbagai hasil riset

yang telah menguras daya intelektual generasi bangsa.

Jenjang pendidikan tinggi adalah jenjang puncak yang paling dekat relasinya

dengan dunia industri. Karena itu biasanya produktivitas riset/penelitian se-

lalu mendapat stimulasi dari kebutuhan dunia industri yang membutuhkan

inovasi tinggi. Arus WCU mengekalkan kondisi de-industrialisasi di dunia

Islam karena mengarahkan penelitian di dunia Islam agar melayani kebutu-

han industri negara kapitalis, bukan industri nasional di negaranya sendiri.

Kriteria penilaian WCU, dilihat dari indikator THE misalnya, membuat

kampus layaknya sebuah korporasi yang berupaya untuk meraup untung

dari aktivitas intelektual terutama penelitian untuk dunia industri global yang

jika perlu meninggalkan kepentingan negeri sendiri. Hal ini sesuai dengan

arus pendidikan tinggi menjadi industri tersier yang dipelopori oleh WTO

dengan menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier.

Akibat desakan WTO untuk ratifikasi GATS tersebut, pemerintah Indonesia

kemudian mengeluarkan Perpres no.111/2007 tentang Daftar Bidang

Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan

di Bidang Penanaman Modal. Perpres tersebut telah memasukkan bidang

pendidikan sebagai salah satu bidang usaha yang terbuka untuk penanaman

modal asing bahkan dengan penyertaan modal maksimum 49%. Ini adalah

jebakan hegemoni kekuatan asing pada sistem pendidikan di dunia Islam.

Dari sini terlihat jelas bahwasanya World Class University hakikatnya adalah

penjajahan intelektual didunia Islam. Dengan tidak adanya kemandirian

dalam aspek pendidikan, akhirnya pemerintah negeri muslim teramat ber-

gantung pada barat dan miskin visi orisinil untuk memajukan pendidikan

peradaban mereka sendiri. Ketika pemerintah dunia Islam berusaha keras

ingin menjadi universitas kelas dunia dengan segala persyaratannya, maka

artinya sistem pendidikan di dunia Islam telah tunduk di bawah dikte peru-

sahaan penerbitan, lembaga penelitian dan kampus asing. Oleh karena itu,

WCU hanyalah skenario hegemoni barat terhadap sistem pendidikan dunia

Islam.

Pengangguran Lulusan Universitas Meningkat

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru: jumlah pengangguran per

Februari 2019 menurun. Tapi, dari sisi pendidikannya. Lulusan diploma dan

universitas makin banyak yang tidak bekerja.

Sebab lulusan Diploma dan S.1 menganggur adalah :

1. Keterampilan tidak sesuai kebutuhan.

2. Ekspektasi penghasilan dan status lebih tinggi.

3. Penyediaan lapangan kerja terbatas.

Mayoritas pekerja adalah lulusan SD ke bawah, dimana prosentasenya

adalah sebagai berikut:

1. SD ke bawah berjumlah 41 %

2. SMP berjumlah 18 %

3. SMA berjumlah 18 %

4. SMK berjumlah 11 %

218 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 219Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS5. Diploma I/II/II berjumlah 3 %

6. Universitas berjumlah 10 %

Pendidikan Para penganggur itu dari bulan Februari 2017 sampai Februari

2019 adalah :

1. SD ke bawah, tingkat penganggurannya menurun 25%, dari 3,5% di

tahun 2017 menjadi 2,7 % di tahun 2019.

2. SMP tingkat penganggurannya menurun 6%, dari 5,4 % di tahun 2017

menjadi 5,0 % di tahun 2019.

3. SMA tingkat penganggurannya menurun 3,6%, dari 7,0 % di tahun

2017 menjadi 6,8 % di tahun 2019.

4. SMK tingkat penganggurannya menurun 6,9 %, dari 9,3 % di tahun

2017 menjadi 8,3 % di tahun 2019.

5. DIPLOMA I/II/III tingkat penganggurannya meningkat 8,5%, dari 6,4%

di tahun 2017 menjadi 6,9 % di tahun 2019

6. Universitas tingkat penganggurannya meningkat 25%, dari 5% di tahun

2017 menjadi 6,2% di tahun 2019.

F. AkreditasiPuskesmas

Inti pertama untuk akreditasi Puskesmas adalah:

1. Tidak boleh berbohong. Apabila sudah dikerjakan bilang sudah kalau

belum bilang belum.

2. Jalur evakuasi harus searah, maksudnya tujuannya keluar, dari yang pa-

ling belakang ke depan dan tempelannya harus bisa dilihat jelas.

3. Di meja pendaftaran harus ada masker dan penjelasan tentang batuk, jika

pasien batuk langsung diberikan masker.

4. Bangku ditulis keterangan, siapa yang harus duduk dibangku itu, misal-

nya lansia/pasien dewasa lainnya.

5. 6 langkah cuci tangan harus ditempel tiap ruangan, dan di depan pintu

masuk harus disiapkan wastafel juga.

A. KonsepDasarKinerja

Pengertian

Kinerja atau performance menurut Supriyanto dan Ratna (2007) adalah

efforts (upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pen-

capaian hasil upaya). Selanjutnya kinerja dirumuskan sebagai P E + A.

Performance = Efforts + Achievement

Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan,

melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melak-

sanakan kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melak-

sanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete

an understanding), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang

atau mesin (to do what is expected of a person, machine).

Robbins S, 1996, mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara ke-

mampuan (A= ability), motivasi (M= motivation) dan kesempatan (O- op-

portunity). Performance = f.(AxMxO).

Dalam perkembangannya disadari bahwa dalam melaksanakan fungsi dan

kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat besaran im-

balan, sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu (1) harapan mengenai

KINERJA PERAWAT

8BAB

220 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 221Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASimbalan, (2) persepsi terhadap tugas, (3) dorongan eksternal atau kepe-

mimpinan (4) kebutuhan A Maslow, (5) faktor pekerjaan (desain, umpan

balik, pengawasan dan pengendalian).

Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement)

suatu program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi

(efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik

secara kuantitas dan kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tang-

gung jawabnya, legal dan tidak melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja

sendiri merupakan penjabaran visi, misi tujuan dan strategi organisasi.

Figure Diagram skematis teori perilaku dan kinerja (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR.,

James H., 1997)

Robbins (1996: 170-184) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap

Umum individual terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins ada yang per-

lu diingat yaitu bahwa pekerjaan lebih dari sekadar menghadapi kertas,

menunggu pelanggan, atau mengendarai truk. Namun termasuk di dalam-

nya adalah bagaimana berhubungan dengan rekan kerja dan atasan, mengi-

kuti aturan dan kebijakan organisasi, menaati standar kinerja, dan tinggal di

dalam kondisi kerja yang sering kali tidak ideal.

Dari teori produktivitas menurut Kopelman, 1986. Faktor penentu orga-

nisasi yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh ke kinerja indi-

vidu atau organisasi melalui motivasi, sedangkan faktor penentu organisasi,

yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui

variabel pengetahaun, keterampilan atau kemampuan. Kemampuan diba-

ngun oleh pengetahuan dan keterampilan tentang kerja.

Figur Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979)

Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X

“Performance is defined as the record of outcomes produced on a spe-

cific job Function or activity during a specified time period” Robbin S.P,

(2002). Kinerja merupakan usaha dari hasil pekerjaan dalam menjalankan

fungsi/tugas khusus atau kegiatan selama periode tertentu.

Kinerja (performance) merupakan fungsi dari kemampuan (ability), moti-

vasi (motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja (opportunity).

Figure hubungan antara kinerja dan faktor kinerja(Robbins, S.P. 1990)

Ability (can do factors) dibangun oleh pengetahuan, keterampilan dan ap-

titude seseorang, sedangkan motivasi (will do factors) dibangun oleh moti-

vasi, personality.

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelom-

pok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab ma-

sing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal,

tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Kinerja merupakan

penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu

222 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 223Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASorganisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap umum individual terhadap peker-

jaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah hasil kerja, (Supriyanto

dan Ratna, 2007.

Figure Hubungan Faktor Orgaisasi, Individu dan Kinerja(Gibson, 1997 dalam Supriyanto S., dan Ratna 2007)

Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan

dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja

organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk meng-

evaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah

sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam ke-

nyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang

ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya.

Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau

tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer

sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat bu-

ruk atau segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan atau

manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga peru-

sahaan/instansi menghadapi krisis yang serius.

B. KinerjaProfesiKeperawatan

Menurut Gillies (2007) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu proses

menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevalusi

kelayakan dan keefektifan tindakan. Kinerja seseorang tidak pernah menca-

pai 100 % atau titik terendah 0%, tetapi bila diberikan motivasi bisa men-

capai 80-90 % (Hersey & Blanchard, 2011). Dengan demikian perawat

yang melakukan tindakan akan bertanggung jawab, dimana hal ini akan

meningkatkan akontabilitas perawat itu sendiri. Tolak ukur penilaian yang

berorientasi kepada perawat adalah berdasarkan standar proses kepera-

watan. Standar proses asuhan keperawatan meliputi 4 komponen yaitu :

standar I adalah pengkajian, standar II adalah kegiatan perencanaan stan-

dar III adalah implementasi dan standar IV meliputi evaluasi (Australian

Nursing Federation, 1989). Proses keperawatan yang meliputi lima lang-

kah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi

dan evaluasi (Depkes RI, 1997). Standar asuhan keperawatan menurut

ANA (American Nurses Association, 1991) adalah standar I (pengkajian),

standar II (diagnosa keperawatan), standar III (identifikasi hasil), standar IV

(implementasi) dan standar V (evaluasi).

Dalam buku ini penulis akan menerapkan standar asuhan keperawatan dari

Depkes RI (1997), dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal untuk mendapatkan informasi kesehatan

pasien dan menentukan masalah kesehatannya (Depkes RI, 1997).Tahap

pengkajian antara lain mengumpulkan data (obyektif dan subyektif),

membuat analisis data dan merumuskan diagnosis keperawatan. Aspek-

aspek pengkajian meliputi pemeriksaan fisik, status psikososial-spiritual,

pola hidup sehat, dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk,

dilakukan perawat yang bertanggungjawab terhadap pasien tersebut.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan jelas, singkat dan pasti

tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan

atau diubah melalui tindakan keperawatan (Depkes RI, 1997). Diagnosa

keperawatan dapat dibagi menjadi aktual (masalahnya nyata) dan risiko

(masalah akan terjadi bila tidak dilakukan tindakan keperawatan). Rumus

untuk menulis diagnosa adalah PES. P singkatan dari problem atau ma-

224 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 225Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASsalah kesehatan. E singkatan dari Etiologi atau penyebab. S singkatan

dari Symptom/Syndrome atau tanda/gejala. Adapun aspek diagnosa

keperawatan yaitu sesuai prioritas masalah, mencakup masalah psikoso-

sial, mencakup kurangnya pengetahuan, dan dirumuskan dengan benar/

PES (patofisiologi-etiologi-syndrom/sympton).

3. Perencanaan

Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang

akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagno-

sa keperawatan yang telah ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan

pasien (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah yang harus diikuti dalam

membuat rencana asuhan keperawatan adalah menetapkan urutan pri-

oritas masalah, merumuskan tujuan yang akan dicapai dan menentu-

kan rencana tindakan keperawatan. Aspek dalam tahap perencanaan

adalah rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat yang

bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, memuat tujuan dan krite-

ria hasil, mencakup tindakan observasi keperawatan, mencakup terapi

keperawatan, mencakup pendidikan kesehatan, mencakup tindakan ko-

laborasi, rencana asuhan keperawatan melibatkan pasien/keluarga.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentu-

kandengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi (Depkes RI, 1997).

Langkah-langkah tindakan keperawatan adalah tahap persiapan (teruta-

ma alat dan bahan) dan tahap pelaksanaan (mengutamakan keselamatan

dan keamanan serta kenyaman pasien). Aspek-aspek yang ada pada ta-

hap implementasi adalah tindakan observasi, terapi keperawatan, pendi-

dikan kesehatan, dan kolaborasi serta respon pasien terhadap tindakan

keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian

ulang rencana keperawatan (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah evaluasi

yaitu mengumpulkan data perkembangan pasien, menafsirkan perkem-

bangan, membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tin-

dakan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan

standar normalnya. Penafsiran hasil evaluasi antara laintujuan tercapai,

tujuan tercapai sebagian, tujuan tidak tercapai. Aspek-aspek yang harus

ada pada tahap evalusi adalah diagnosa keperawatan dievaluasi setiap

hari sesuai hasil SOAP dan diagnosa keperawatan yang sudah teratasi

terlihat didokumentasi.

C. PengukuranKinerja

Manajer pemula setingkat kepala ruangan akan menilai kinerja perawat ter-

hadap pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang telah diberikan kepada

perawat pelaksana. Kinerja keperawatan yang akan dinilai adalah pene-

rapan asuhan keperawatan dari pengkajian, perencanaan, diagnosa kepe-

rawatan, implementasi sampai evaluasi. Di bawah ini akan dibahas tentang

penilaian kinerja pelayanan keperawatan.

Pengertian

llyas (2001), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personal

dalam suatu organisasi melaui instrumen penilaian kinerja. Menurut Ruky

(2004) kinerja adalah tahap akhir dari proses manajemen prestasi kerja.

Hasibuan (2003) menyatakan kinerja adalah kegiatan manajer untuk meng-

evaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan.

Menurut Tappen (2010) yang mengutip dari Hansen & Wernerfelt (1989),

penilaian kinerja adalah kegiatan pimpinan ingin mengetahui apa yang telah

dikerjakan bawahan, berapa banyak yang telah dikerjakan dan kapan diker-

jakan. Depkes RI (2002) mengartikan penilaian kinerja sebagai suatu cara

untuk mengetahui kualitas kerja staf sesuai dengan uraian tugasnya. Adapun

penulis memberikan pendapat tentang penilaian kinerja adalah suatu evalu-

asi terhadap kualitas penampilan kerja perawat dibandingkan dengan stan-

dar kerja (SAK/SOP) yang ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.

Teknik Penilaian

Beberapa cara melakukan penilaian kinerja antara lain penilaian sendiri

(self assessment) dan penilaian 360 derajat. Penilaian sendiri dilakukan atas

dasar teori kontrol dan interaksi simbolik, Kedua teori tersebut mendorong

dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sen-

diri (Asford, 1990, dalam Ilyas, 2001). Menetapkan tehnik penilaian sen-

diri yang akan dipakai sehingga untuk mengukur gaya kepemimpinan dan

penerapan fungsi manajemen keperawatan hanya dilakukan oleh bawahan

saja (perawat pelaksana). Unsur pimpinan adalah kepala ruangan sedang-

kan bawahannya adalah perawat pelaksana, sehingga bila menggunakan

226 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 227Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASpenilaian 360 derajat tidak memenuhi syarat (tidak ada atasan atau selevel

dengan karu). Penilaian sendiri secara teori ada kekurangan dan kelebihan-

nya (dalam gambar di bawah). Penilaian sendiri dalam penelitian ini didisain

dalam bentuk kuesioner. Hasil yang dapat diharapkan bagi manajer adalah

adanya menjadi umpan balik yang positip tingkat profesionalisme perawat

baik kepala ruangan maupun perawat pelaksana. Tindak lanjutnya adalah

perencanaan pengembangan sumber daya manusia dan profesionalisme

pelayanan keperawatan (Ilyas, 2001).

Gambar Model Akurasi Persepsi Pribadi

Sumber: Yammarino and Atwater, “Understanding self-perception accuracy-implications for human resource management”, Humanresource management, Vol.32,

(num 1 & 3, Summer and Fall, 1993) dikutip oleh Ilyas (2001)

D. InstrumenKinerja

Faktor yang memengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins,

2002). Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah

sebagai berikut.

1. Human performance = ability+ motivation.

2. Motivation = attitude + situation.

3. Ability = knowledge + skill.

Selanjutnya Robbins (2002) mengemukakan bahwa: Kinerja karyawan

(Employee Performance) adalah tingkat di mana karyawan mencapai per-

syaratan-persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal)

adalah proses yang mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada

umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan

pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang

melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau yang diberikan. Program pe-

nilaian karyawan yang dianut oleh perusahaan, dapat menimbulkan ke-

percayaan moral yang baik dari karyawan terhadap perusahaan. Adanya

kepercayaan dikalangan karyawan bahwa mereka akan menerima imbalan

sesuai dengan prestasi yang dicapainya, akan merupakan rangsangan bagi

karyawan untuk memperbaiki prestasinya. Selanjutnya bila karyawan diberi-

tahu kelemahan-kelemahannya. Maka dengan bantuan pimpinan mereka

berusaha untuk memperbaiki diri masing-masing. Penilaian karyawan dapat

menimbulkan loyalitas terhadap perusahaan bila pemimpin mengembang-

kan dan memajukan karyawannya melalui pemberian sarana pendidikan

khusus bagi karyawan yang memerlukannya.

E. IndikatorKinerjaKeperawatan

Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang se-

bagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya

dalam perusahaan. Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja.

1. Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pe-

ngalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan

kepuasan kerja.

3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,

sistem penghargaan (reward system).

Sementara itu yang dimaksud dengan dimensi kinerja menurut Gomes,

(1997), memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasar-

kan:

1. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode wak-

tu yang ditentukan.

2. Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan

kesiapannya.

3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan kete-

rampilannya.

228 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 229Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS4. Creativeness; keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tinda-

kan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation; kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain.

6. Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan pe-

nyelesaian kerja.

7. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggungn jawabnya.

8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-

tamahan dan integritas pribadi.

A. KonsepDasarMotivasi

Penampilan kerja adalah akibat adanya interaksi antara dua variabel, yaitu

kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan

tugas merupakan unsur utama dalam menilai kinerja seseorang. Namun,

tugas tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh suatu

kemauan dan motivasi. Jika seseorang telah melaksanakan tugas dengan

baik, maka dia akan mendapatkan kepuasan terhadap hasil yang dicapai

dan tantangan selama proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat ter-

cipta dengan strategi memberikan penghargaan yang dicapai, baik berupa

fisik maupun psikis dan peningkatan motivasi.

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribu-

si pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang

menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia

dalam arah tekad tertentu. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran

yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekua-

saan, terutama dalam berperilaku.

Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam penger-

tian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan.

PEMIMPIN SEBAGAI MOTIVATOR

9BAB

230 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 231Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang, baik

fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi

kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi.

Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku

manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang

tergerak (Stoner dan Freeman, 1995: 134). Menurut bentuknya, motivasi

terdiri atas:

1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri indi-

vidu;

2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu;

3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit se-

cara serentak dan menghentak dengan cepat sekali.

Unsur Motivasi

Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tu-

juan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara

apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan

merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan

atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut

merupakan inti daripada motivasi.

Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu motivasi

timbul, memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah

tujuan tercapai, motivasi itu berhenti. Tapi itu akan kembali pada keadaan

semula apabila ada suatu kebutuhan lagi. Siklus ini dapat digambarkan se-

bagai berikut.

Figur Siklus Motivasi (Robbins, S.P, 2002)

Siklus tersebut merupakan siklus dasar. Untuk memahami motif pada ma-

nusia dengan lebih tuntas, ada faktor lain yang berperan dalam siklus motif

tersebut, yaitu faktor kognitif. Seperti kita ketahui bahwa kognitif merupa-

kan proses mental seperti berpikir, ingatan, persepsi. Dengan berperannya

faktor kognitif dalam siklus motif, maka driving state dapat dipicu oleh piki-

ran ataupun ingatan.

Berbagai Teori Motivasi (Stoner dan Freeman, 1995)

Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori

dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori

keadilan, teori harapan, dan teori penetapan sasaran.

1. Teori kebutuhan

Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup berkecuku-

pan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa yang

dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori ke-

butuhan, motivasi dimiliki seseorang pada saat belum mencapai tingkat

kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuas-

kan tidak akan lagi menjadi motivator. teori-teori yang termasuk dalam

teori kebutuhan adalah:

a. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow. Teori ini dikembangkan

oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan kebutuhan FAKHA

(Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi Diri) di

mana dia memandang kebutuhan manusia sebagai lima macam hi-

erarki, mulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai

kebutuhan tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu

akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol

atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu.

b. Teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa

orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi

(Existence, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkait-

an (Relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan

pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pe-

ngaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang

lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah

akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.

232 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 233Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASc. Teori tiga macam kebutuhan

John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar

dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi

(need for achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan ke-

butuhan untuk berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain

(need for affiliation). Penelitian McClelland juga mengatakan bahwa

manajer dapat mencapai tingkat tertentu, menaikkan kebutuhan un-

tuk berprestasi dari karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja

yang memadai.

d. Teori motivasi dua faktor

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia meya-

kini bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan

di dalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan

organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg menyimpulkan bahwa keti-

dakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari dua faktor yang

terpisah.

Semua faktor-faktor penyebab ketidakpuasan memengaruhi konteks

tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebi-

jakan perusahaan yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab

utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Penilaian positif terha-

dap berbagai faktor ketidakpuasan ini tidak menyebabkan kepuasan

kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan. Secara lengkap,

beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan peru-

sahaan dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kon-

disi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi,

hubungan dengan bawahan, status dan keamanan.

Faktor penyebab kepuasan (aktor yang memotivasi) termasuk presta-

si, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan, semuanya berkaitan

dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain

yang membuat kepuasan yang lebih besar, yaitu: berprestasi, penga-

kuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam pekerjaan,

dan pertumbuhan.

2. Teori keadilan

Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam mo-

tivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan

yang diterima. Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan

seimbang dengan usaha yang mereka kerjakan.

3. Teori harapan

Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif

tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada keuntungan yang di-

peroleh dari tiap tingkah laku). Teori harapan terdiri atas dasar sebagai

berikut.

a. Harapan hasil prestasi

Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku me-

reka. Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang

bagaimana cara mereka bertingkah laku.

b. Valensi

Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekua-

tan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke indi-

vidu yang lain.

c. Harapan prestasi usaha

Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melak-

sanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah

laku seseorang sampai tingkat tertentu akan bergantung pada tipe ha-

sil yang diharapkan. Beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan intrin-

sik yaitu imbalan yang dirasakan langsung oleh orang yang bersang-

kutan. Imbalan ekstrinsik (misal: bonus, pujian dan promosi) diberikan

oleh pihak luar seperti supervisor atau kelompok kerja.

4. Teori penguatan

Teori penguatan, dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan te-

man-temannya, menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di

masa lampau akan memengaruhi tindakan di masa depan dalam proses

belajar siklis. Proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

Konsekuensi Respons Masa Depan Rangsangan-Respons

Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu

situasi atau peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu.

Teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman

rangsangan respon konsekuensi. Menurut teori penguatan, seseorang

234 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 235Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASakan termotivasi jika dia memberikan respon pada rangsangan terhadap

pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu.

5. Teori prestasi (Mc. Clelland)

Pada tahun 1961 bukunya, The Achieving Society, David Mc Clelland

menguraikan tentang teorinya. Dia mengusulkan bahwa kebutuhan indi-

vidu diperoleh dari waktu ke waktu dan dibentuk oleh pengalaman hidup

seseorang. Dia menggambarkan tiga jenis kebutuhan motivasi (Marquis

dan Huston, 1998).

Dalam sebuah studi Motivasi McClelland mengemukakan adanya tiga

macam kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut.

a. Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi)

Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan

akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Untuk mengungkap

kebutuhan akan prestasi. Ini dapat diungkap dengan teknik proyeksi.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai Need for

Achievement tinggi akan mempunyai performance yang lebih baik

daripada orang yang mempunyai Need for Achievement rendah.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa untuk memprediksi

bagaimana performance seseorang dapat dengan jalan mengetahui

Need for Achievement (kebutuhan akan prestasinya). Teori McClelland

ini penting karena ia berpendapat bahwa motif prestasi dapat dia-

jarkan. Hal ini dapat dicapai dengan belajar. Menurut McClelland,

setiap orang memiliki motif prestasi sampai batas tertentu. Namun,

ada yang terus-menerus lebih berorientasi prestasi daripada yang lain.

Kebanyakan orang akan menempatkan lebih banyak upaya ke dalam

pekerjaan mereka jika mereka ditantang untuk berbuat lebih baik. Ciri

orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi:

1) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif,

2) Mencari feedback tentang perbuatannya,

3) Memilih risiko yang sedang di dalam perbuatannya,

4) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.

Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung un-

tuk menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang

berisiko sangat tinggi. Situasi dengan risiko yang sangat kecil men-

jadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang murni, karena se-

dikitnya tantangan. Sementara itu situasi dengan risiko yang terlalu

tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang

dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka

lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan

sukses yang moderat, peluangya 50% : 50%. Motivasi ini membu-

tuhkan feedback untuk memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi

yang mereka capai. Ibu yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi dalam

melengkapi status imunisasi anak, akan berusaha mengimunisasikan

anaknya sesuai jadwal imunisasi yang ada dan menunjukkan partisi-

pasinya mengikuti program yang ada di masyarakat. Oleh karena ibu

tidak menginginkan anaknya terkena penyakit menular akibat tidak

diimunisasi sehingga performa yang ditunjukkan oleh ibu yang memi-

liki motivasi tinggi berbeda dengan ibu yang memiliki motivasi yang

rendah.

b. Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi)

Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan ber-

hubungan dengan orang lain. Kebutuhan untuk berafiliasi merupa-

kan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama

orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

Seseorang yang kuat akan kebutuhan berafiliasi, akan selalu mencari

orang lain, dan juga mempertahankan akan hubungan yang telah di-

bina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya, apabila kebutuhan akan

berafiliasi ini rendah, maka seseorang akan segan mencari hubungan

dengan orang lain, dan hubungan yang telah terjadi tidak dibina se-

cara baik agar tetap dapat bertahan. Ciri orang yang memiliki kebutu-

han afilasi yang tinggi adalah sebagai berikut.

1) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pe-

kerjaan daripada tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.

2) Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerja sama dengan

orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.

3) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.

4) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.

5) Selalu berusaha menghindari konflik.

Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat me-

nginginkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan sangat

236 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 237Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASingin merasa diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk

menyesuaikan diri dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan

mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang memberikan

hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka

akan sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat

mengutamakan interaksi sosial. Ibu yang memiliki kebutuhan afilasi

tinggi akan selalu berusaha mematuhi norma dan nilai yang ada di

lingkungannya untuk mengimunisasikan anaknya secara lengkap.

Karena ingin membangun interaksi yang baik dengan masyarakat

sekitar dan berusaha mencegah konflik akibat tidak mengikuti norma

yang ada atau program yang ada di masyarakat.

c. Need for power (kebutuhan untuk berkuasa)

Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan

untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.

Dalam interaksi sosial seseorang akan mempunyai kebutuhan untuk

berkuasa (power). Orang yang mempunyai power need tinggi akan

mengadakan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain,

dan ini merupakan salah satu indikasi atau salah satu menefestasi dari

power need tersebut. Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa

yang tinggi adalah sebagai berikut.

1) Menyukai pekerjaan di mana mereka menjadi pemimpin.

2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah orga-

nisasi di manapun dia berada.

3) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu per-

kumpulan yang dapat mencerminkan prestise.

4) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelom-

pok atau organisasi.

Seseorang dengan motif kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua

tipe, yaitu:

1) Personal power: mereka yang mempunyai personal power mo-

tive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung,

dan bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.

2) Institutional power: mereka yang mempunyai institutional po-

wer motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive,

cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya

untuk mencapai tujuan bersama.

Ibu yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi akan berusaha

melengkapi status imunisasi anaknya, karena orang tua memiliki pe-

ngaruh dan control terhadap anaknya. Jika orang tua saja melakukan

imunisasi secara lengkap maka anak juga harus mendapatkan imu-

nisasi secara lengkap.

B. Jenis-JenisMotivasi

Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Sadirman,

2003) sebagai berikut.

1. Motivasi Internal

Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Kebutuhan, keinginan,

cita-cita yang ada dalam diri individu akan menimbulkan motivasi inter-

nalnya. Kekuatan motivasi internal, akan memengaruhi pikirannya yang

selanjutnya akan mengarahkan perilaku individu tersebut untuk beraktivi-

tas. Motivasi internal dikelompokkan menjadi dua, sebagai berikut :

a. Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus,

dan lain-lain.

b. Psikologis, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori dasar.

1) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan, kehar-

monisan, kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan

orang lain.

2) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari

luka fisik dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan diter-

tawakan orang, serta kehilangan muka, mempertahankan gengsi

dan mendapatkan kebanggaan diri.

3) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi,

mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan

penguasaannya terhadap orang lain.

2. Motivasi Eksternal

Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal. Motivasi

eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar diri individu, datang dari

lingkungan. Misalnya: motivasi eksternal dalam belajar antara lain berupa

238 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 239Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASpenghargaan, pujian, hukuman, atau celaan yang diberikan oleh guru,

teman atau keluarga. Support keluarga, orang tua, kakak, adik, kerabat

atau sahabat sekalipun.

C. PemimpinSebagaiMotivatoryangBaik

Seorang pemimpin itu bukan hanya konsep dan teori, tetapi merupakan

aktivitas dan memberi contoh. Kemampuan menyampaikan komunikasi

dengan kata-kata yang membangun. Memberikan kritik dan saran dengan

redaksi yang elegan. Memberikan masukan dimulai dari yang positif dulu

baru yang negatif yang perlu diperbaiki. Selalu mengucapkan terima kasih.

Selalu mengucapkan maaf aabila ada yang kurang. Memberi contoh suri

tauladan akan apa yang diucapkannya. Konsisten dan konsekuen antara

perkataan dan perbuatan. Selalu memberi semangat kepada staf atau orang-

orang yang dipimpinannya.

Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi

Manajer memegang peran penting dalam memotivasi staf untuk menca-

pai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus

mempertimbangkan keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk

memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf. Kegiatan

yang perlu dilaksanakan manajer dalam menciptakan suasana yang motiva-

tif adalah sebagai berikut.

1. Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan

harapan tersebut kepada para staf.

2. Harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan.

3. Pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai.

4. Mengembangkan konsep kerja tim.

5. Mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan or-

ganisasi.

6. Menunjukkan kepada staf bahwa Anda memahami perbedaan-perbedaan

dan keunikan dari masing-masing staf.

7. Menghindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antar staf.

8. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan

melakukan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan pengala-

man yang bermakna.

9. Meminta tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang

aka dibuat di organisasi.

10. Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tinda-

kan yang akan dilakukannya.

11. Memberi kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai

tugas limpah yang diberikan.

12. Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.

13. Memberikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan

pengawasan terhadap tugas.

14. Menjadi role model bagi staf.

15. Memberikan dukungan yang positif.

Peran Mentor Sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja

Peran sebagai mentor manajer keperawatan adalah sebagai berikut (Darling,

1984 dikutip oleh Marquis dan Heston, 2010).

1. Model: seseorang yang perilakunya menjadi contoh dan panutan.

2. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan berkomunikasi arti kepe-

rawatan profesional dan keterkaitannya dalam praktik keperawatan.

3. Energizer: seseorang yang selalu dinamis dan memberikan stimulasi ke-

pada staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya.

4. Investor: seseorang yang mengivestasikan waktu dan tenaga dalam

perkembangan profesi dan organisasi.

5. Supporter seseorang yang memberikan dukungan emosional dan me-

numbuhkan rasa percaya diri.

6. Standard procedure: seseorang selalu berpegang pada standar yang ada

dan menolak aktivitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar.

7. Teacher-coach: seseorang yang mengajarkan kepada Anda tentang ke-

mampuan skill interpersonal, dan politik yang penting dalam pengem-

bangan.

240 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 241Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS8. Feedback giver: seseorang yang memberikan umpan balik, baik secara

tulus positif atau positf dalam perkembangan.

9. Eye opener: seseorang yang selalu memberikan wawasan/pandangan

yang luas tentang stuasi terbaru yang terjadi.

10. Door opener: seseorang yang selalu membuka diri dan memberikan

kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi.

11. Idea bouncer: seseorang yang akan selalu berdiskusi dan mendengar

pendapat Anda.

12. Problem solver: seseorang yang akan membantu Anda dalam mengi-

dentifikasi dan menyelesaikan masalah.

13. Career counselor: seseorang yang membantu Anda dalam pengemba-

ngan karier (cepat ataupun lambat).

14. Challenger: seseorang yang mendorong Anda untuk menghadapi pe-

rubahan/tantangan secara kritis dan pantang menyerah.

Motivasi Diri untuk Manajer

Motivasi instrinsik dari seorang manajer merupakan variabel yang menentu-

kan motivasi pada semua tingkatan. Motivasi manajer berdampak khususnya

pada kepuasan kerja staf dan untuk tetap bertahan bekerja pada berbagai

situasi institusi. Sikap yang positif, semangat, produktif, dan melaksanakan

kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus dimiliki manajer.

Terjadinya “burnout” salah satunya disebabkan oleh sikap manajer yang

kurang positif. Secara kontinyu manajer selalu memonitor tingkat motivasi-

nya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi staf.

Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan adalah

perawatan diri. Ada beberapa strategi untuk mempertahankan self care

(Summers, 1994), yaitu sebagai berikut.

1. Mencari konsultan dan kelompok pendukung yang memungkinkan

manajer untuk selalu memperhatikan staf dan mendengarkan keinginan

Anda.

2. Mempertahankan diet dan aktivitas.

3. Mencari aktivitas yang membantu manajer untuk dapat santai.

4. Memisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan di rumah.

5. Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri Anda dan orang lain.

6. Mengenali keterbatasan/kelemahan.

7. Menyadari bahwa bukan hanya Anda vang dapat menyelesaikan semua

pekerjaan, belajarlah menghargai kemampuan staf.

8. Berani mengatakan “tidak” jika Anda tidak dapat melaksanakan peker-

jaan yang akan dibebankan pada anda.

9. Bersantai, tertawa, dan berkumpul dengan teman-teman.

10. Menanamkan bahwa semua yang Anda kerjakan adalah untuk kemasla-

hatan umat dan sebagai ibadah.

D. PengembanganKarierProfesionalisme

Pengembamgan karier profesionalisme melalui jenjeng karier, perawat klinik

1 sampai dengan perawat klinik 5, berdasarkan jenjang karier PPNI. Melalui

studi lanjut pendidikan tinggi keperawatan. Jenjang karier perawat sebagai

dosen melalui karier dosen KEMENRISTEK DIKTI melalui tahapan sebagai

berikut :

1. Asisten ahli.

2. Lektor.

3. Lektor kepala.

4. Guru besar atau profesor.

Skema Jenjang Karier Perawat

PM I

PM III

PM II

PM IV

PM V

Pk II (2 tahun)SertifikatmanajemenbangsalNers.Sertifikat BasicLeadershipSIP, STR

••

••

LOWER MGR

MIDDLE MGR

PM III (3 tahun)S2 MGT 6 tahun.S3 Kep, 3 tahunSIP, STR

••••

PM I (3 tahun)Ners 6 tahunS2 MGT 2 tahun.SertifikatManajemenBidangKeperawatan 8jam.SertifikatLeadershipAdvance ISIP, STR

••••

MIDDLE MGRPM II (3 tahun)Ners 9 tahunS2 MGT 4 tahun.SertifikatLeadershipAdvance IISIP, STR

••••

TOP MGR

TOP MGRPM IV (3 tahun)S2 MGT 8 tahun.S3 Kep, 5 tahunSIP, STR

••••

242 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 243Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Tingkatan Leaders dan Manager dengan Policy, STRATEGIS dan opera-

sional. Setiap orang dianugerahi kemampuan yang berbeda dalam hal pe-

kerjaan, ada yang dia berperan dan memiliki kapasitas dalam hal Polocy,

strategis, operasional ada juga dia yang berperan besar dalam tataran

eksekusi teknis, salah satu perbedaan sekaligus yang menjadi tantangan dari

keduanya adalah “cara berpikir”.

Seorang yang berperan strategis dia tertantang untuk harus menjadi seorang

yang Generalis, artinya dia perlu untuk berpikir secara lebih luas. Karena

dalam konteks polocy, strategis, atau operasional dia tak bisa hanya sekedar

melihat dari 1 titik, melainkan harus dari berbagai sudut pandang.

Meskipun di sini ia tak harus menguasai satu pekerjaan yang spesifik, tapi

ia harus mampu memahami alur dan outcome dari setiap pekerjaan yang

dijalankan oleh tim teknis operasional sebagai bahan dalam menentukan

keputusan strategi.

Lalu seorang yang berperan sebagai eksekutor teknis, dia tertantang untuk

menjadi seorang Spesialis yang berfikir dengan lebih spesifik terhadap bidang

yang dijalaninya. Artinya, selain dia harus benar-benar menguasai teknis pe-

kerjaan, ia juga perlu fokus untuk memaksimalkan eksekusi tugas-tugas yang

sudah menjadi pekerjaannya dengan cara yang efektif. Karena kualitas pe-

kerjaannya akan tergantung dari bagaimana cara dia mengeksekusi.

Dari situ kita bisa melihat bahwa antara orang strategis dan teknis, kedua-

nya sama-sama memiliki peran penting dan saling membutuhkan satu sama

lain yang jika dikolaborasikan, maka akan berdampak terhadap pencapaian

goals yang maksimal.

Lalu kalau dalam konteks berkarir Anda bertanya harus menjadi orang

Strategis atau teknis? Lagi-lagi itu semua tergantung dari kapasitas dan

kapabilitas diri Anda, plus orientasi anda ketika mengawali karir pekerjaan.

Di posisi mana pun itu, selama kapasitas Anda disitu, dengan rahmat Allah,

akan memberikan hasil kerja yang maksimal. Justru yang bahaya itu, ketika

Anda memaksakan diri Anda untuk mengerjakan sesuatu yang bukan pada

kapasitas diri Anda.

Jenjang Karir Perawat Manajer di RS

RS TIPE A RS TIPE B RS TIPE C RS TIPE D

244 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 245Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus menjadi tuntut-

an bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini timbul keinginan untuk

mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi.

Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat mem-

berikan arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan isu di masyara-

kat.

Berdasarkan keadaan di atas, perlu dikembangkan model praktik kepe-

rawatan yang diuji coba dengan memberikan pengalaman belajar praktik

klinik kepada mahasiswa (Ners dan Spesialis), sehingga diharapkan mutu

pelayanan kesehatan bisa meningkat.

A. PerubahanModelSistemPemberianAsuhanKeperawatan

Bab ini menyajikan tahapan proses manajemen keperawatan yang meliputi

data analisis SWOT dan identifikasi masalah. Sejalan dengan perkembangan

dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, model sistem

asuhan keperawatan juga harus berubah menuju praktik keperawatan profe-

sional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan adalah

metode tim, primer, kasus dan gabungan (moduler).

APLIKASI MODEL METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)

10BAB

246 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 247Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASB. LangkahPengelolaanMAKP

Langkah 1: Pengumpulan Data

Contoh Pengumpulan Data

1. Sumber daya manusia (M1-Man)

Ketenagaan

• Struktur organisasi

Ruangan Interna Rumah Sakit Y dipimpin oleh kepala ruangan dan

dibantu oleh wakil kepala ruangan, 3 ketua tim, 8 perawat pelaksana,

tata usaha bersama 5 pembantu orang sakit (POS) atau yang difung-

sikan sebagai pembantu perawat, serta tiga orang yang bertugas se-

bagai cleaning service (CS). Adapun struktur organisasinya adalah:

Figur Struktur Asuhan Keperawatan di Ruang X RS Y

2. Jumlah Tenaga di Ruang X Rumah Sakit Y

a. Keperawatan

Tabel Tenaga Keperawatan di Ruang X RS Y

b. Non keperawatan

3. Kebutuhan Tenaga

Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan dapat diterapkan bebera-

pa formula yaitu: (1) Rasio; (2) Douglas; (3) Gillies.

a. Metode Rasio

1) Rumah sakit Y tipe B dengan jumlah tempat tidur 200 buah, maka

seorang pimpinan tenaga keperawatan akan memperhitungkan

jumlah tenaga keperawatan adalah: 1/1 X 200 200

jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan untuk rumah sakit terse-

but adalah 200 orang.

2) Bila rumah sakit tipe C dengan jumlah tempat tidur 100 buah,

maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: 2/3 x 100

67, maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100

orang.

3) Bila rumah sakit tipe D dengan jumlah tempat tidur 75 buah, maka

jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: 1½ x 75 = 37,5

maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 40 orang.

No Kualifikasi Jumlah Masa kerja Jenis

1 S-I Keperawatan 2 5 tahun: I orang3 tahun: I orang

PNSPNS

2 D-3 Keperawatan 4 <5 tahun: 2 orang5-10 tahun: I orang4 bulan: I orang

PNSPNS

Honorer

3 SPK 7 >25 tahun: 7 orang PNS

No Kualifikasi Jumlah Jenis

1 Tata usaha 1 PNS

2 Cleaning service 3 Honorer

3 Penjaga orang sakit 5 Bervariasi

248 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 249Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Douglas

Di ruang X RS Y dirawat 36 orang pasien dengan kategori sebagai beri-

kut: 30 pasien dengan perawatan minimal, 4 pasien dengan perawatan

parsial dan pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga pe-

rawatan adalah sebagai berikut.

Tabel Kebutuhan Tenaga Perawat Tiap Sif Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Pasien di Ruang X Rumah Sakit Y

Pada Tanggal 23 April

Total tenaga perawat:

Pagi : 7 orang

Sore : 5 orang

Malam : 4 orang

15 orang

Jumlah tenaga lepas dinas per hari:

= 4,62 (dibulatkan 5 orang)

Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan untuk bertugas per hari di ruang X

adalah 15 orang + 5 orang lepas dinas + 2 orang tenaga; Kepala ruang

dan wakil 22 orang.

c. Metode Gillies

Ruang X RS Y berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, jumlah rata-rata

pasien yang dirawat 30 orang per hari. Kriteria pasien yang dirawat terse-

but adalah 20 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu

diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang harus diberikan perawatan

total. Tingkat pendidikan perawat yaitu S-1 dan D-3 Keperawatan. Hari

kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka

dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat diruang tersebut adalah

sebagai berikut.

1) Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan pasien

per hari, yaitu:

a) Keperawatan langsung:

keperawatan mandiri 20 orang pasien 20 x 2 jam = 40 jam

keperawatan sebagian 5 orang pasien 5 x 3 jam = 15 jam

keperawatan total 5 orang pasien 5 x 6 jam = 30 jam

jumlah = 85 jam

b) Keperawatan tidak langsung: 30 orang pasien x 1 jam = 30 jam

c) Penyuluhan kesehatan 30 orang pasien x 0,25 jam 7,5 jam

Total jam secara keseluruhan adalah 122,5 jam.

2) Menentukan jumlah total jam keperawatan yang dibutuhkan per

pasien per hari adalah 122,5 jam ÷ 30 pasien = 4 jam.

3) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan

tersebut adalah langsung dengan menggunakan rumus Gillies di atas,

sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.

4 jam/pasien/hari x 30 pasien/hari x 265 hari

(365 hari - 76) x 7 jam

43800

2023= = 22 orang

20% X 20 = 4 orang

Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 22 + 4 = 26

orang/hari.

4) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan

perhari, yaitu:

30 orang x 4 jam

7 jam= 17 orang

5) Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per sif,

yaitu dengan ketentuan menurut Eastler (Swansburg, 1990).

a) Sif pagi 47%= 7,9 orang (8 orang).

b) Sif sore 36%= 6,1 orang (6 orang).

c) Sif malam 17 % - 2,9 orang (3 orang).

Kualifikasi Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga

Tingkat Ketergantungan

Jumlah Pasien Pagi Sore Malam

Minimal 30 30 x 0,17 5,1 30 x 0,14 = 4.2 30 x 0.07 = 3

Partial 4 4 x 0,27 = 1,08 4 x 0,15 = 0,6 4 x 0,10 = 0,28

Total 2 2 x 0,36 = 0,72 2 x 0,3 = 0,6 2 x 0,20 = 0,4

Jumlah 36 6,9 5,4 3,68

7 5 4

86 x 15

279

Keterangan: angka 86 merupa-kan jumlah hari tak kerja dalam 1 tahun, sedangkan 279 adalah jumlah hari kerja efektif dalam 1 tahun.

250 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 251Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS6) Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:

a) 55%= 14,3 (14 orang) tenaga profesional.

b) 45% = 11,7 (12 orang) tenaga nonprofesional.

4. BOR (Bed Occupacy Rate)

Penghitungan BOR (Bed Occupacy Rate)

a. BOR pasien di ruang X.

Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 23 April

Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 24 April

5. Diagnosis penyakit terbanyak

Data yang didapat pada bulan Mei 2010 sebagai berikut: DHF sebanyak

43 pasien, Dispepsia 15 pasien, Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 12

pasien, CVA Infark sebanyak 11 pasien, Observasi febris sebanyak 10

pasien, Thypoid sebanyak 8 pasien.

6. Penghitungan beban kerja perawat

a. Time motion study;

b. Work sampling.

c. Daily log.

Contoh: penghitungan beban kerja (Time and Motion Study).

Pengukuran beban kerja objektif dilakukan untuk mengetahui peng-

gunaan waktu tenaga keperawatan dalam melaksanakan aktivitas baik

untuk tugas pokok, tugas penunjang, kepentingan pribadi dan lain-lain.

Adapun pembagian kerja secara normatif pada setiap sif kerja yaitu sif

pagi, sore dan malam. Adapun pembagian jam kerja secara normatif

pada setiap sif pada ruang bedah X sebagai berikut.

a. Sif pagi dimulai pukul 07.30- 4.00 (6,5 jam);

b. Sif sore dimulai pukul 14.00-21.00 (7 jam);

c. Sif malam dimulai pukul 21.00-07.30 (10,5 jam).

Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Langsung pada Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 24 Oktober - 11 November

(n-12)

Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif

langsung sif pagi yaitu mengukur tanda-tanda vital, sedangkan kegiatan

produktif langsung yang terendah dilakukan yaitu persiapan operasi.

No Sif Kelas 2 Kelas 3 BOR

1 Pagi 4 bed(0 kososng)

34 bed(2 kosong)

36/38 x 100% = 94,7%

2 Sore 4 bed(0 kososng)

34 bed(2 kosong)

36/38 x 100% = 94,7%

3 Malam 4 bed(0 kososng)

34 bed(2 kosong)

36/38 x 100% = 94,7%

No Sif Kelas 2 Kelas 3 BOR

1 Pagi 4 bed(0 kososng)

30 bed(2 kosong)

34/38 x 100% = 89,5%

2 Sore 4 bed(0 kososng)

30 bed(2 kosong)

34/38 x 100% = 89,5%

3 Malam 4 bed(0 kososng)

30 bed(2 kosong)

34/38 x 100% = 89,5%

No Tindakan Keperawatan Langsung Waktu (jam) Frekuensi Rerata

waktu (jam)

1 Memberikan obat kepada pasien 6,08 38 0,16

2 Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi 2,075 25 0,083

3 Memenuhi kebutuhan eliminasi BAB 1 4 0,25

4 Memenuhi kebutuhan eliminasi urine 0,48 3 0,16

5 Memenuhi kebutuhan integritas jaringan (Rawat Luka) 3,3 11 0,33

6 Memenuhi kebutuhan oksigen 0,5 6 0,083

7 Menyiapkan spesimen lab 1,12 7 0,16

8 Memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan aman 0,249 3 0,083

9 Observasi Px 0,25 3 0,083

10 Melakukan resusitasi 0,5 1 0,5

11 Perawatan jenazah 0,75 3 0,25

12 Melakukan tindakan ECG 0,5 2 0,25

13 Mengukur TTV 4,9 59 0,083

14 Menerima pasien baru 1,6 10 0,16

15 Pendidikan kesehatan 0,48 3 0,16

16 Persiapan operasi 0,5 2 0,25

Dan seterusnya.

Total 24,284 180 3,039

252 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 253Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tidak Langsung pada

Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober -18 November (n-12)

Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif

tidak langsung sif pagi yaitu pendokumentasian catatan medik, sedang-

kan kegiatan produktif tidak langsung yang terendah dilakukan yaitu per-

siapan dan sterilisasi alat.

Tabel Pelaksanaan non produktif pada Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober - 18 November (n-12)

Keterangan :

Data sore dan malam harus dicantumkan.

Tabel Rekapitulasi Pelaksanaan Perawatandi Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober - 18 November (n-12)

Tabel Beban Kerja Objektif

Tabel di atas menunjukkan bahwa beban kerja di ruang X termasuk

kategori beban kerja rendah (kurang dari 80%).

Contoh Lampiran: Angket M1 (MAN)

Jawaban

1. Sangai kurang atau tidak perah.

2. Cukup atau kadang kadang.

3. Baik atau sering.

4. Sangat baik atau selalu.

Angket M1-Ketenagaan

1. Bagaimana struktur organisasi yang telah berjalan di ruangan, Apakah

Anda merasa puas dan sesuai dengan kemampuan perawat di bidang-

nya?

2. Bagaimana pembagian tugas yang dilakukan di ruangan? Apakah sudah

sesuai dengan struktur organisasi yang telah ada?

3. Bagaimanakah kinerja ketua tim/PP menurut Anda? Apakah kompeten

dengan tugas-tugasnya?

4. Apakah Anda merasa membutuhkan kesempatan untuk meningkatkan

kemampuan kerja melalui pelarihan/pendidikan tambahan? Berikan ala-

sannya.

5. Bagaimana kebijaksanaan rumah sakit mengenai pemberian beasiswa

atau pelatihan pendidikan keperawatan, Apakah Anda merasa puas?

6. Bagaimana jumlah pendapatan yang diterima plus insentif yang diteri-

ma saudara sudah sesuai dengan latar pendidikan Anda? Apakah Anda

merasa puas?

7. Apakah ada kesempatan untuk mengambil cuti dalam waktu 1 minggu?

No Tindakan Keperawatan Tidak Langsung Waktu (jam) Frekuensi Rerata

Waktu (jam)

1 Pendokumentasian catatan medik 11,52 72 0,16

2 Telekomunikasi dengan ruang lain 0,415 5 0,083

3 Timbang terima pasien 6 12 0,5

4 Memenuhi kebutuhan kebersihan dan lingkungan 4,16 26 0,16

5 Persiapan dan sterilisasi alat 0,64 4 0,16

Total 22,735 119 1,063

No Kegiatan Nonproduktif Waktu (jam) Frekuensi Rerata

Waktu (jam)

1 Pendokumentasian catatan medik 3 12 0,25

2 Makan dan minum 6 12 0,5

3 Toilet 2,24 14 0,16

4 Telepon pribadi 0,747 38 0,083

5 Duduk di ners station 19 38 0,5

Total 30,981 85 1,493

Jenis Kegiatan Keperawatan Pagi Sore Malam

Kegiatan produktif :a. Langsungb. Tidak langsung

24,28422,735

17,20518,498

20,84718,741

Kegiatan non produktif : 30,981 48,245 86,4

Total 78 84 126

SifBeban Kerja Objektif

Persentase Kategori

Pagi 60,28% Rendah

Sore 42,50% Rendah

Malam 31,42% Rendah

254 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 255Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS8. Dengan tingkat ketergantungan pasien yang ada di ruangan, bagaimana

tingkat beban kerja di ruangan menurut Anda?

9. Apakah jumlah perawat dan pasien di ruangan sudah sesual menurut

Anda?

M2-Material: Sarana dan Prasarana

1. Penataan Gedung/Lokasi dan Denah Rungan

Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan ini dilakukan pada

Ruang X Rumah Sakit Y dengan uraian denah sebagai berikut.

a. Sebelah utara berbatasan dengan Ruang Bedah,

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Ruang Saraf,

c. Sebelah barat merupakan arah belakang ruangan,

d. Sebelah timur merupakan arah pintu masuk ke dalam ruangan,

e. Bagaimana penataan gedung sesuai dengan peruntukan pelayanan?

2. Fasilitas

a. Fasilitas untuk pasien.

Tabel Daftar Fasilitas untuk Pasien Ruang X RS Y

b. Fasilitas untuk petugas kesehatan.

1) Ruang kepala ruangan menjadi satu dengan ruang pertemuan pe-

rawat.

2) Kamar mandi perawat/WC ada 1.

3) Ruang staf dokter ada di sebelah barat nursing station.

4) Nursing station berada di tengah ruangan di sebelah ruang staf

dokter dan ruang pasien kelas dua.

5) Gudang berada di sebelah selatan ruang ganti.

6) Ruang ganti berada di sebelah utara, di dekat gudang.

3. Alat kesehatan yang ada di ruang X Rumah Sakit Y

Tabel Daftar Alat Kesehatan Ruang X RS Y

No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan

1 Tempat Tidur 25 bed Cukup baik 1 : 1 -

2 Meja Pasien 25 buah Cukup baik 1 : 1 -

3 Kipas Angin 7 buah Cukup baik 4/ ruangan Perlu dikurangi

4 Kursi Roda 3 buah Cukup baik 2-3/ ruangan -

5 Branchart 2 buah Cukup baik 1/ ruangan Perlu dikurangi

6 Jam dinding 2 buah Baik 2/ ruangan -

7 Timbangan 1 buah Baik 1/ ruangan -

8 Kamar mandi dan wc

4 buah Cukup baik Kls 2 = 1:2Kls 3 = 1:5

Perlu ditambah 1 kamar mandi

9 Dapur 1 buah Cukup baik 1/ ruangan -

10 Wastafel 2 buah Baik 2/ ruangan -

No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan

1 Stetoskop 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

2 Hb meter 2 buah Baik 2/ruangan -

3 Urometer 2 buah Baik 2/ruangan -

4 Lemari Es 1 buah Baik 1/ruangan -

5 Com stainless 4 buah Baik 3/ruangan Dikurangi

6 Tabung O2 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

7 Senter 2 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

8 Bak injeksi 8 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

9 Ember sampah pasien 3 buah Baik 1 : 1 Ditambah 22

10 Papan tulis/white board 2 buah Baik 1/ruangan Dikurangi

11 Lemari kaca 2 buah Baik 1/ruangan Dikurangi

12 Lemari besi 1 buah Baik 1/ruangan -

13 Tensimeter 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

14 Pinset anatomis 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

15 Pinset cirurgis 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

16 Gunting nekrotomi 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

17 Gunting perban 3 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

18 Korentang dan tempat 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

19 Bengkok 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

20 Suction 2 buah Baik 2/ruangan -

21 1 buah Baik 1/ruangan -

22 1 set Baik 1/ruangan -

23 1 buah Baik 1/ruangan -

24 1 buah Baik 2/ruangan -

25 2 buah Baik 2/ruangan -

256 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 257Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

4. Consumable (obat-obatan dan bahan habis pakai).

5. Administrasi penunjang-RM.

a. Buku Injeksi.

b. Buku Observasi.

c. Lembar Dokumentasi.

d. Buku Observasi Suhu dan Nadi.

e. Buku Timbang Terima.

f. SOP

g. SAK

h. Buku visite.

i. Buku Dalin.

j. Leaflet.

Angket M2 (Material)-Sarana dan Prasarana

Petunjuk pengisian: Berilah tanda (√ ) pada jawaban pilihan Anda.

M3-Method: Metode Asuhan Keperawatan

Fokus pengkajian M3 (Methods) sebagaimana tertulis pada data fokus beri-

kut ini.

Tabel Data Fokus Metode Pengumpulan Data M3 (Methods)

26 1 buah Baik 2/ruangan Ditambah 1

27 4 buah Baik 1/ruangan Dikurangi

28 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi

29 10 buah Baik 1 : 1 Ditambah 15

30 1 buah Baik 1/ruangan -

31 10 buah 2 rusak 5/ruangan Dikurangi

32 2 buah Baik 2/ruangan -

33 1 buah Baik 2/ruangan Ditambah 1

34 5 buah 1 rusak 5/ruangan Ditambah 1

No Pertanyaan

1 Apakah tata letak gedung ruangan sudah sesuai dengan standar pelayanan?

2 Apakah fasilitas di ruangan Anda sudah lengkap untuk perawatan pasien sesuai dengan standar yang berlaku?

3 Apakah peralatan kesehatan di ruangan Anda sudah lengkap untuk perawatan pasien?

4 Apakah jumlah alat yang tersedia sesuai dengan rasio pasien? Apakah Anda berencana untuk menambah peralatan perawatan

5 Apakah semua perawat mengerti cara menggunakan semua alat-alat perawatan?

6 Apakah persediaan consumable (alat habis pakai) selalu tersedia sesuai yang dibutuh-kan pasien?

7 Apakah administrasi penunjang yang dimiliki sudah memadai?

No Metode Data Fokus yang Dinilai

1 Penerapan MAKP Contoh Metode TIM- Mekanisme pelaksanaan

a. Ketua Tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan

b. Komunikasi efektif agar kontunuitas rencana keperawatan terjamin

c. Anggota Tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

- Tupoksi (Tanggung jawab Ketua Tim)a. Membuat perencanaanb. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasic. Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat meni-

lai tingkat kebutuhan pasiend. Mengembangkan kemampuan anggotae. Menyelengarakan konferensi

- Tanggung jawab Anggota Tima. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah

tanggung jawabnyab. Kerja sama dengan anggota tim dan antar timc. Memberikan laporan.

- Tanggung jawab Kepala Ranga. Perencanaanb. Pengorganisasianc. Pengarahand. Pengawasan

2 Timbang terima - Persiapan (Pra)a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian sif/operan.b. Semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan

timbang terima khususnya pasien baru masuk dan pasien yang memiliki permasalahan yang belum teratasi.

c. Semua sarana prasarana terkait pelayanan keperawatan dilaporkan dan dioperkan.

- Pelaksanaan di nurse station dan di bed pasien.a. Kedua kelompok dinas sudah siap.b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.c. Kepala ruang membuka acara timbang terima.d. Perawat yang sedang jaga menyampaikan timbang terima

kepada perawat berikutnya.e. Perawat sif dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab, dan

validasi.f. Melakukan validasi keliling ke bed pasien.

- Pasca.a. Diskusi/klarifikasi.b. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung

tanda tangan pergantian sif serta penyerahan laporan.c. Ditutup oleh kepala ruangan.

258 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 259Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

3 Ronde keperawatan

- Persiapan (Pra).a. Menentukan kasus dan topik.b. Menentukan tim ronde.c. Mencari sumber atau literatur.d. Mempersiapkan pasien: informed consent.e. Membuat proposal (Studi Kasus/resume keperawatan).

- Pelaksanaan.a. Penjelasan/penyajian tentang pasien oleh perawat yang

mengelola pasien.b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.c. Ke bed pasien, perawat lain/konselor/tim kesehatan lainnya

melakukan pemeriksaan/validasi dengan cara observasi; membaca status/dokumen lainnya; dan menayanyakan.

- Pasca di nurse station.a. Pemberian justifikasi oleh perawat tentang data, masalah

pasien, rencana, tindakan yang akan dilakukan dan kriteria evaluasi.

b. Kesimpulan dan rekomendasi untuk asuhan keperawatan selanjutnya oleh Kepala Ruang/pimpinan ronde.

4 Pengeloaan Logistik dan obat

Penerimaan resep/obat.- Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruang

yang dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk (perawat primer atau ketuaTim).

- Ke bed pasien/keluarga; Penjelasan dan permintaan persetu-jaun tentang sentralisasi obat.

- Format sentralisasi obat berisi: nama, no. register, umur, ruangan.

Pemberian obat.- Perhatikan 6 tepat (pasien, obat, dosis, cara, waktu, dokumen-

tasi) dan IW (Waspada/monitoring).Penyimpanan- Mekanisme penyimpanan.

a. Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan atau dalam kartu persediaan.

b. Periksa persediaan obat, pemisahan antara obat untuk penggunaan oral dan obat luar.

5 Penerimaan pasien baru

- Persiapan.- Pelaksanaan.- Penjelasan tentang 3P

1) Pengenalan kepada pasien, tenaga kesehatn lain.2) Peraturan rumah sakit.3) Penyakit termasuk sentralisasi obat.

- Penandatanganan penjelasan.

6 Discharge planning - Persiapan.Mengidentifikasi kebutuhan pemulangan pasien, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang, antara lain: pengetahuan pasien/keluarga ten-tang penyakit; kebutuhan psikologis; bantuan yang diperlukan pasien, pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, dan lain-lain; sumber dan sistem yang ada di masyarakat; sumber finansial; fasilitas saat di rumah; kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.

- Pelaksanaan: dilakukan secara kolaboratif serta disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.

7 Supervisi - Prasupervisi. Supervisi dilakukan oleh kepala ruang terhadap kinerja dari tim (ketua dan anggota) dan atau Perawat Primer dalam melaksanakan ASKEP.

- Pelaksaaan supervisi dilihat aspek; tanggung jawab, kemam-puan, dan kepatuhan dalam menjalankan delegasi.

- Pascasupervisi-3Fa. Penilaian (fair).b. Feedback dan klarifikasi,c. Reinforcement dan follow up perbaikan.

8 Dokumentasi - Format model dokumentasi yang digunakan (pengkajian dan catatan asuhan keperawatan).

- Pengisian dokumentasi: legalitas, lengkap, akurat, relevan, baru (LLARB).

Angket M3-1 MAKP

Pertanyaan Jawaban

Model asuhan keperawatan yang digunakan

1. Apakah model asuhan keperawatan yang digunakan perawat diruangan saat ini?

2. Apakah Anda mengerti/memahami dengan model asuhan keperawatan yang digunakan saat ini?

3. Menurut Anda, apakah model tersebut cocok digunakan di ruanganAnda?

4. Apakah model yang digunakan sesuai dengan visi dan misi ruangan?

Efektifitas dan efsiensi modell asuhan keperawatan.

1. Apakah dengan menggunakan model saat ini menjadikan semakin pendek lama rawat inap bagi pasien? Rerata hari rawat berapa?

2. Apakah terjadi peningkatan kepercayaan pasien terhadap ruangan?3. Apakah model yang digunakan saat ini tidak menyulitkan dan memberi-

kan beban berat kerja bagi Anda?4. Apakah model saat ini tidak memberatkan dalam pembiayaan?5. Apalah model yang digunakan mendapat banyak kritikan dari pasien

pada ruangan?

Pelaksanaan model asuhan keperawatan

1. Apakah telah terlaksana komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lain? Jelaskan!

2. Apakah kontinuitas rencana keperawatan terlaksana?3. Apakah anda menjalankan kegiatan sesuai tupoksi?

Tanggung jawab dan pembagian tugas

1. Apakah job description untuk anda selama ini sudah jelas?2. Jelaskan tugas anda sesuai dengan model asuhan keperawatan yang

saat ini digunakan ruangan?3. Apakah anda mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat

menilai tingkat kebutuhan?

260 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 261Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAngket M3-2 Timbang Terima.

1. Berapa kali timbang terima dilakukan di ruangan Anda?

a. 1 kali, pukul?

b. 2 kali, pukul?

2. Apakah timbang terima telah dilaksanakan tepat waktu?

Apakah timbang terima dihadiri oleh semua perawat yang berkepenti-

ngan?

3. Siapa yang memimpin kegiatan timbang terima?

4. Adakah yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan timbang terima?

5. Tahukah Anda, apa saja yang harus disampaikan dalam pelaporan tim-

bang terima?

6. Apakah ada buku khusus untuk mencatat hasil laporan timbang terima?

7. Apakah ada kesulitan dalam mendokumentasikan laporan timbang

terima?

8. Apakah ada interaksi dengan pasien saat timbang terima berlangsung?

9. Tahukah Anda, bagaimana teknik pelaporan timbang terima ketika be-

rada di depan pasien?

10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi masing-masing

pasien?

11. Tahukah Anda, bagaimana persetujuan atau penerimaan timbang

terima?

12. Apakah Anda (sif pengganti) dievaluasi kesiapannya oleh kepala

ruangan?

Angket M3-3 Ronde Keperawatan

1. Apakah ruangan ini mendukung adanya kegiatan ronde keperawatan?

2. Apakah sebagian besar perawat di ruang Saudara mengerti adanya ronde

keperawatan?

3. Apakah pelaksanaan ronde keperawatan di ruangan ini telah optimal?

4. Berapa kali ronde keperawatan dilaksanakan dalam 1 bulan?

5. Apakah keluarga pasien mengerti tentang adanya ronde keperawatan?

6. Apakah tim dalam pelaksanaan kegiatan ronde keperawatan telah diben-

tuk?

7. Apakah tim yang dibentuk telah mampu melaksanakan kegiatan ronde

dengan optimal?

Angket M3-4 Sentralisasi Obat

Pertanyaan Jawaban

Pengadaaan sentralisasi obat

1. Apakah yang Anda ketahui tentang sentralisasi obat2. Apakah di ruangan Anda ini terdapat sentralisasi obat?3. Jika Ya, apakah sentralisasi obat yang ada sudah dilaksanakan secara

optimal?4. Jika Tidak, menurut Anda apakah di ruangan ini perlu diadakan

sentralisasi obat? (Untuk yang menjawab, ini pertanyaan terakhir).5. Apakah selama ini Anda pernah diberi wewenang dalam urusan

sentralisasi obat?6. Apakah ada format daftar pengadaan tiap-tiap macam obat (oral-injeksi-

supositosia-infus-insulin-obat gawat darurat)?

Efektivitas dan efisiensi model asuhan keperawatan.

1. Apakah dengan menggunakan model saat ini menjadikan semakin pendek lama rawat inap bagi pasien? Rerata hari rawat berapa!

2. Apakah terjadi peningkatkan kepercayaan pasien terhadap ruangan?3. Apakah model yang digunakan saat ini tidak menyulitkan dan memberi-

kan beban berat kerja bagi Anda!4. Apakah model saat ini tidak memberatkan dalam pembiayaan?5. Apakah model yang digunakan mendapat banyak kritikan dari pasien

pada ruangan?

Alur penerimaan obat.

1. Apakah selama ini ada format persetujuan sentralisasi obat dari pasien/keluarga pasien?

2. Bagaimana proses penerimaan obat dan pasien/keluarga pasien?

Cara penyimpanan obat.

1. Apakah di ruangan ini terdapat ruangan khusus untuk sentralisasi obat?2. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sentralisasi

obat?3. Apakah selama ini Anda memisahkan kepemilikan antar obat-obar

pasien?4. Apakah selama ini Anda memberi etiket dan alamat pada obat-obat

pasien?

Cara penyiapan obat

1. Apakah selama ini sebelum memberikan obat kepada pasien Anda selalu menginformasikan jumlah kepemilikan obat yang telah digunakan?

2. Apakah ada format tiap jenis obat sebelum Anda memberikan obat ke pasien?

262 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 263Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAngket M3-5 Supervisi (bisa menggunakan penilaian 1-4)

1. Apakah Anda mengerti tentang supervisi? Jelaskan!

2. Apakah supervisi telah dilakukan di ruangan?

3. Berapa kali supervisi dilakukan?

4. Siapakah yang melakukan supervisi? Jelaskan!

5. Bagaimana alur supervisi yang ada di ruangan? Jelaskan!

6. Adakah format baku untuk supervisi setiap tindakan? Sebutkan format

yang ada!

7. Apakah format untuk supervisi sudah sesuai dengan standar kepe-

rawatan? Jelaskan!

8. Apakah alat (instrumen) untuk supervisi tersedia secara lengkap? Jelaskan

jika tidak!

9. Apakah hasil dari supervisi disampaikan kepada perawat?

10. Apakah selalu ada feedback dari supervisor untuk setiap tindakan?

Jelaskan!

11. Apakah Anda puas dengan hasil dari feedback tersebut?

12. Apakah ada follow up untuk setiap hasil dari supervisi? Jelaskan!

13. Apakah Anda menginginkan perubahan untuk setiap tindakan sesuai

dengan hasil perbaikan dari supervisor?

14. Apakah Anda pernah mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang

supervisi?

Angket M3-6 Penerimaan Pasien Baru (PPB)

1. Apakah yang Anda berikan saat melakukan penerimaan pasien baru?

Jelaskan:

2. Apakah Anda bersedia melakukan PPB?

3. Apakah sudah ada pembagian tugas tentang PPB?

4. Apakah sudah ada pemberian brosur/leaflet saat melakukan PPB?

5. Bagaimana teknik yang digunakan saat pemberian PPB pada pasien?

a. Lisan.

b. Tertulis.

c. Lisan dan tertulis.

6. Apakah setiap selesai melakukan PPB, Anda melakukan pendokumenta-

sian?

Angket M3-7 Discharge Planning

1. Apakah Anda mengerti tentang discharge planning? Jelaskan!

2. Apakah yang Anda berikan saat melakukan discharge planning?

Jelaskan!

3. Apakah Anda bersedia melakukan discharge planning?

4. Kapan Anda melakukan discharge planning?

a. Mulai pasien masuk RS sampai pasien akan keluar RS.

b. Saat pasien masuk RS.

c. Saat pasien akan keluar RS.

5. Apakah sudah ada pembagian tugas tentang discharge planning?

6. Bagaimana operasional pemberian tugas discharge planning oleh ke-

pala ruangan? Jelaskan!

7. Apakah sudah ada pemberian brosur/leaflet saat melakukan discharge-

planning?

8. Bagaimana teknik yang digunakan saat pemberian discharge planning

pada pasien?

a. Lisan.

b. Tertulis

c. Lisan dan tertulis.

9. Bahasa apa yang digunakan saat melakukan discharge planning?

a. Bahasa Indonesia.

b. Bahasa Jawa.

c. Bahasa lain, sebutkan.

10. Apakah bahasa yang Anda gunakan dalam melakukan discharge plan-

ning mengalami kesulitan untuk dipahami pasien?

11. Apakah setiap selesai melakukan discharge planning, Anda melakukan

pendokumentasian dari discharge planning yang telah Anda lakukan?

264 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 265Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAngket M3-7 Dokumentasi Keperawatan

1. Model dokumentasi keperawatan apa yang digunakan di ruang Saudara

saat ini? Jelaskan!

Apakah sudah ada format pendokumentasian yang baku di ruang interna

ini?

2. Apakah Anda sudah mengerti cara pengisian format dokumentasi terse-

but dengan benar dan tepat?

Jika sudah mengerti, tolong Anda jelaskan dengan singkat!

Apakah menurut Anda format yang digunakan ini bisa membantu (memu-

dahkan) perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien?

3. Apakah Anda sudah melaksanakan pendokumentasian dengan tepat

waktu (segera setelah melakukan tindakan)?

4. Apakah menurut Anda model dokumentasi yang digunakan ini menam-

bah beban kerja peawat?

5. Apakah menurut Anda model dokumentasi yang digunakan ini menyita

banyak waktu perawat?

M4-Money

Difokuskan pada berikut.

1. Pemasukan.

2. RAB, yang meliputi dana untuk kegiatan berikut.

a. Operasional (kegiatan pelayanan).

b. Manajemen (pembayaran pegawai, listrik, air, telepon dan lainnya).

c. Pengembangan (sarana prasarana dan sumber daya manusia).

M5-Mutu

1. Patient safety (medication error, flebitis, dekubitus, jatuh, restrains, injuri,

ILOINOS).

2. Kepuasan pasien.

3. Kenyamanan.

4. Kecemasan.

5. Perawatan diri.

6. Pengetahuan/perilaku pasien.

Angket Mutu (bisa dilihat pada bagian kualitas pelayanan keperawatan, bab

lain pada buku ini).

Contoh: Penerapan Pengukuran Mutu

M5-Mutu: Kualitas Pelayanan Keperawatan

Pelanggan yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di RS X Surabaya

di ruang Y sebagian besar berasal dari luar Surabaya. Berdasarkan data

bulan Maret, terdapat usia pelanggan yang bervariasi pada kisaran usia an-

tara 10-80 tahun. Mayoritas pelanggan, berusia 60-70 tahun (sebanyak 17

orang). RS X merupakan rumah sakit tipe A sebagai rumah sakit pendidikan

dengan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang. Di lain pihak pe-

rawat tidak memiliki tugas khusus sebagai tim marketing secara langsung un-

tuk mencari pelanggan dalam mencari pelayanan jasa kesehatan. Perawat

memberikan pelayanan seoptimal mungkin dengan memberikan perawatan

secara paripurna, sehingga pelayanan diruangan layak untuk dipromosikan

sebagai bahan pemasaran untuk mencari pelanggan. Perawat ruang Bedah

X telah melakukan perbaikan di berbagai aspek yaitu dari perbaikan bangu-

nan dan fasilitas, dan peningkatan mutu sumber daya manusia dari penge-

tahuan dan soft skill.

Mutu Pelayanan Keperawatan

Ruang X Rumah Sakit Y Surabaya telah menerapakan upaya penjaminan

mutu perawatan pasien, di mana terdapat beberapa aspek penilaian pen-

ting, diantaranya sebagai berikut.

Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Berdasarkan Sasaran keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh

Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI

Acredition, maka sasaran tersebut meliputi 6 elemen berikut.

Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien.

Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif.

Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

(high- alert medications).

Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.

Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.

Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh.

266 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 267Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSasaran I: Ketepatan identifikasi pasien, meliputi standar berikut.

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk

darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis (lihat juga).

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/

prosedur.

5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten

pada semua situasi dan lokasi.

Sasaran II: Peningkatan komunikasi yang efektif (SBAR)

1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan di-

tuliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan

tersebut.

2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap

dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan terse-

but.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang mem-

beri perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam

melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui

telepon.

Sasaran III: Peningkatan keamanan obat vang perlu diwaspadai (high-alen

medications)

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengatur identifikasi,

lokasi pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspa-

dai.

2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelavanan pasien kecuali jika

dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambhil untuk mencegah pembe-

rian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.

4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label

yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict

access).

Sasaran IV: Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk iden-

tifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan/

pemberian tanda.

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk melaku-

kan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien

dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia tepat/

benar, dan fungsional

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumenta-

sikan prosedur sign in (sebelum induksi): sebelum insisi/time-out tepat

sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan dan sign out

(sebelum meninggalkan kamar operasi).

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukuag keseragaman

proses guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,

termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang di-

laksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran V: Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hyangiene

terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum

(antara laindari WHO Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hyangiene yang efektif.

3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mendukung pengu-

rangan secara berkelanjutan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.

Sasaran VI: Pengurangan risiko pasien jatuh

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan

melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi

perubahan kondisi atau pengobatan.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka

yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.

268 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 269Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengu-

rangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak

disengaja.

4. Kebijakan dan/atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan

dari risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit.

Berikut adalah penerapan beberapa parameter pengukuran keselamatan

pasien yang bisa digunakan di rumah sakit. Parameter secara lengkap bisa

dilihat pada halaman lain pada buku ini.

1. Angka kejadian jatuh

Dari data hasil didapatkan bahwa 100% pasien tidak mengalami jatuh

selama dilakukan perawatan oleh perawat ruangan. Meskipun sebagian

pasien mempunyai risiko jatuh, akan tetapi dari hasil tabulasi menunjuk-

kan tidak ada pasien yang mengalami jatuh.

2. Kesalahan pengobatan (Medication Error)

Kejadian kesalahan pemberian obat yang meliputi tidak tepat obat, tidak

tepatcara pemberian, tidak tepat dosis, tidak tepat pasien, tidak tepat

waktu pemberian dan tidak waspada terhadap efek pemberian obat tidak

terjadi selama periode bulan Januari-Maret, pemberian obat dilakukan

secara benar sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter

Angka KTD dalam pemberian obat pada tanggal 23 April:

jumlah pasien yang terkena KTD dalam pemberian obat x 100%

jumlah pasien pada hari tersebut

0 x 100%

36= 0 %

Angka KNC dalam pemberian obat pada tanggal 23 April:

jumlah pasien yang terkena KNC dalam pemberian obat x 100%

jumlah pasien pada hari tersebut

0 x 100%

36= 0 %

3. Angka kejadian flebitis.

Kejadian flebitis, pada bulan Januari-Meret tercatat 129 pasien yang ter-

pasang intravena line (IVL). Dari 129 pasien yang terpasang IVL, tidak

ada yang terjadi kejadian flebitis (0%).

4. Angka kejadian dekubitus.

Kejadian dekubitus, dari data yang didapatkan selama Maret tidak ter-

dapat pasien yang mengalami dekubitus (0% ) dari total 61 pasien MRS

yang mengalami immobilisasi di ruang bedah X.

5. Lain-lain.

Upaya pengurangan infeksi nosokomial (INOS).

Indikator penilaian INOS:

a. ILO (tidak terjadi) selama Januari-Maret:

1) Luka bersih: 28 orang:

2) Bersih kontaminasi: 101 orang;

3) Kontaminasi: tidak ada;

4) Kotor: tidak ada.

b. ISK: total pasien yang menggunakan kateter sebanyak 89 pasien dan

lama pemakaian kateternya selama 617 hari. Dari 89 pasien, tidak

terdapat infeksi saluran kemih (0%).

Kepuasan

1. Tingkat kepuasan pasien

Berikut akan dipaparkan mengenai kepuasan pasien terhadap kiner-

ja perawat pelaksanaan evaluasi menggunakan kuesioner yang berisi

20 soal berbentuk pertanyaan pilihan. Pertanyaan pilihan mencakup

pemberian penjelasan setiap prosedur tindakan, dan sikap perawat se-

lama memberikan asuhan keperawatan. Dari hasil kuesioner tentang

Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Perawat yang dibagikan kepada

24 responden secara umum menyatakan bahwa pelayanan perawat di

Ruang Bedah X puas yaitu sebanyak 20 orang (76-100 % ). Sebanyak

4 orang (56-75%6) menyatakan pelayanan perawat di Ruang Bedah X

cukup puas.

Untuk tingkat kepuasaan pasien kelolaan (10 pasien) didapatkan 7 orang

(70%) menyatakan puas terhadap pelayanan kesehatan dan sisanya

270 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 271Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kepuasan pasiendi ruang bedah X terhadap kinerja perawat

adalah puas.

2. Tingkat kepuasan perawat

Berikut adalah hasil tingkat kepuasan perawat terhadap hasil kinerja sela-

ma menjadi perawat di RS Dr. Soetomo Surabaya. Dari total 11 perawat

yang yang menjadi responden, 1 diantaranya (11,11%) menyatakan si-

kap puas, 6 responden (66,67%) menyatakan cukup puas dan 2 respon-

den (22,22%) menyatakan kurang puas. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kepuasan perawat terhadap hasil kinerja di ruang bedah X adalah

cukup puas.

3. Perawatan diri

Tabel Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada 23 April

Berdasarkan Indeks KATZ

Presentase kebutuhan perawatan diri pasien kelolaan tanggal 23 April

jumlah pasien yang kurang pengetahuan x 100%

jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu

2 x 100%

10= 20 %

4. Kenyamanan

Angka penanganan nyeri pada pasien kelolaan tanggal 23 April.

Presentase pasien nyeri yang terdokumentasi dalam askep:

jumlah total pasien nyeri yang terdokumentasi x 100%

jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu

2 x 100%

10= 20 %

5. Kecemasan

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner dari Skala Peringkat Kecemasan

Diri. Zung Self pada pasien kelolaan tanggal 23 April didapatkan 80%

pasien normal tidak cemas dan hanya 20% yang mengalami kecemasan

berat.

6. Pengetahuan

Pengetahuan tentang perawatan penyakit pada pasien kelolaan tanggal

23 April:

jumlah total pasien yang pengetahuan x 100%

jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu

4 x 100%

10= 40 %

ALOS (Average Length of Stay)

1. ALOS secara umum.

Lima rawat inap pasien di ruang bedah X mulai bulan Januari sampai

April rata-rata 6 10 hari dengan presentase 30% dari total pasien 230

orang.

2. ALOS secara khusus.

Lama rawat inap pasien diruang bedah X berdasarkan divisi medis yaitu

sebagai berikut:

a. Urologi

Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sam-

pai April pada divisi urologi rata rata 6-10 hari dengan presentase

30,16% dari total pasien 126 orang.

Kategori Deskripsi Jumlah Pasien

A Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB, mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi

5

B Mandiri semuanya, kecuali salah satu dari fungsi di atas 2

C Mandiri, kecuali mandi dan salah satu dari fungsi di atas -

D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah satu dari fungsi di atas

-

E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu dari fungsi di atas

-

F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu dari fungsi di atas

2

G Ketergantungan untuk semua fungsi di atas 1

TOTAL 10

272 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 273Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Digestif

Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sam-

pai April pada divisi digestif rata rata -10 hari dengan presentase

26.67% dari total pasien 43 orang.

c. Bedah plastik

Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X malai bulan Januari sam-

pai April pada divisi bedah plastik rata rata 6-10 hari dengan presen-

tase 59,14% dari total pasien 7 orang.

Langkah 2: Analisis SWOT

Perencanaan Strategis

1. Pengertian Perencanaan Strategis

Supriyanto dan Damayanti (2007) menjelaskan perencanaan strategis

merupakan bagian dari manajemen strategi, yang memiliki arti suatu

perencanaan sebagai tindakan adaptif atau penyesuaian terhadap tun-

tutan atau masalah atau perubahan yang ada di lingkungan organisasi

sehingga organisasi dapat melakukan tindakan adaptif dalam tuntutan

perubahan.

Perencanaan strategis adalah proses sitematis yang disepakati oleh suatu

organisasi dalam membangun keterlibatan diantara stakeholder utama

tentang prioritas bagi misi dan tanggap terhadap lingkungannya.

Perencanaan jangka panjang yang di dalamnya terdapat kesepakatan

misi dan tujuan perusahaan, sehingga membagi perencanaan strategis

meliputi tahap inisiasi proses, aturan tujuan, arti dan akhir dari hubu-

ngan, penjelasan dari perencanaan strategis dan tingkat kepuasan yang

terintegrasi.

2. Penyusunan Perencanaan Strategis

Proses perencanaan strategis menurut meliputi tiga tahap yaitu (1) pe-

rumusan, yang meliputi pembagian misi, penentuan tujuan utama, pe-

nilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan

alternatif (2) penerapan; dan (3) pengendalian.

Supriyanto (2011) menjelaskan perencanaan strategis dimulai dari visi.

kemudian disusun rencana strategis dan dilanjutkan rencana operasional.

Dalam strategi dapat dimulai dengan menetapkan tujuan jangka panjang

dan pendek kemudian disusun rencana operasional. Secara skematis

tahapan perencanaan strategis dapat digambarkan sebagai berikut untuk

tahap 1 dan 2 adalah perencanaan strategis dan tahap 3 dan 4 adalah

perencanaan operasional.

Figur Proses Perumusan Perencanaan Strategis (Supriyanto, 2011)

Dalam perencanaan strategis dilakukan analisis strategis yakni dapat

menggunakan strategi SWOT, dengan dasar pemikiran S dan W ada

pada organisasi dan O dan T ada di lingkungan organisasi. Strengths dan

weaknes dari faktor internal dapat meliputi: biaya produksi, keterampil-

an market, sumber daya keuangan, ketersediaan teknologi, reputasi, dan

lain-lain. Opportunities dan threats dari faktor eksternal dapat meliputi

kebiasaan, budaya, umur, jenis kelamin, perkembangan teknologi, kebi-

jakan politik, pesaing, dan lain-lain. Untuk menyusun rencana strategi

dapat digambarkan dalam bentuk tabel berikut.

274 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 275Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASTabel Penyusunan Strategi SWOT

3. Indikator Perencanaan Strategis

Supriyono dan Damayanti (2007) menyatakan bahwa perencanaan stra-

tegis yang berhasil efektif dan efisien dapat didasarkan pada (1) pemaha-

man, visi, misi, tujuan organisasi (2) pemahaman lingkungan eksternal

organisasi (peluang dan ancaman) (3) pemahaman kemampuan sumber

daya internal (kekuatan dan kelemahan) (4) penguasaan manajemen

efektif, dan dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi.

4. Faktor yang Memengaruhi Peremcanaan Strategis

Menurut Asmarani (2006) ada tiga faktor yang memengaruhi perenca-

naan strategis, diantaranya faktor manajerial, faktor lingkungan, dan kul-

tur organisasi.

a. Faktor Manajerial

Kemampuan atau kompetensi manajerial dalam perencanaan stra-

tegis dapat menentukan derajat keberhasilan perencanaan strategis.

Hal tersebut sebagaimana Hopkins (1997), dalam Asmarani (2006)

yang menyatakan faktor personalitas manajerial berpengaruh pada

perencanaan strategis, kemudian juga menduga adanya keterlibatan

manajemen dalam perencanaan strategis karena pemahaman untuk

meyakinkan bahwa proses perencanaan strategis dilaksanakan secara

komprehensif, sangat sedikit, atau tidak ada perhatian tergantung

apakah manajemen memiliki keahlian untuk menjalankan proses.

Keahlian dalam perencanaan strategis ini termasuk di dalamnya adalah

pengetahuan dan keahlian untuk penerapan perencanaan strategis.

Kemudian Hopkins (1997) mengembangkan dua variabel utama,

yaitu faktor personalitas manajerial yaitu keyakinan terhadap adanya

hubungan perencanaan kinerja dan keahlian perencanaan strategis.

Keyakinan terhadap hubungan perencanaan strategis dan kinerja

didefinisikan sebagai seberapa besar keyakinan pimpinan orga-

nisasi/institusi terhadap perencanaan strategis dapat meningkatkan

kinerja organisasi/institusi. Keahlian dalam perencanaan strategis

adalah pengetahuan dan keahlian pimpinan organisasi/institusi untuk

menerapkan perencanaan strategis (Asmarani, 2006).

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan dapat memengaruhi perencanaan strategis, karena ling-

kungan memiliki peran dalam memengaruhi pengambilan keputu-

san manajerial proses dan struktur organisasi, untuk itu lingkungan

eksternal penting untuk selalu dipantau dan dianalisis. Pengamatan

lingkungan merupakan suatu proses penting dalam manajemen yang

strategis, sebab pengamatan adalah matarantai yang pertama dalam

rantai tindakan dan persepsi yang memungkinkan suatu organisasi

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dalam beberapa kajian literatur ada beberapa dimensi lingkungan

eksternal yang masuk dalam manajemen strategi dan teori organisasi,

diantaranya (1) Dukungan lingkungan (environmental munifence)

adalah sejauh mana sumber daya yang diberikan lingkungan dapat

mendukung pertumbuhan dan stabilitas yang diperlukan oleh organi-

sasi. (2) Dinamika lingkungan (environmental dynamism) adalah

tingkat perubahan yang tidak dapat diprediksi dan sulit direncanakan

sebelumnya dalam elemen-elemen lingkungan, seperti sektor pelang-

gan, pesaing, pemerintah, dan teknologi. (3) Kompleksitas lingku-

ngan (environmental complexity) adalah heterogenitas dari rang-

kaian aktivitas-aktivitas lingkungan (Asmarani, 2006).

c. Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat menjadi alat praktis manajemen yang mam-

pu mendukung adanya perubahan strategis. Budaya mencakup nilai.

aturan, kepercayaan di dalamnya yang membentuk perilaku, sikap

yang menguntungkan (Asmarani, 2006) sehingga budaya organisasi

dapat memengaruhi komitmen terhadap organisasi yang tentu ber-

dampak pada perencanaan strategis. Budaya juga merupakan dasar

Internal

Eksternal

Kekuatan ……………………………………………………

Kelemahan……………………………………………………

Peluang ……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....

Strategi :Menangkap peluang dengan kekuatan yang dimiliki. ……………………………………………………

Strategi:Menangkap peluang dengan mengurangi kelemahan yang dimiliki ……………………….........

Ancaman, tantangan……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....

StrategiMengurangi/menghila-ngkan ancaman dengan kekuatan yang dimiliki……………………………………………………

Strategi :Mengurangi pengaruh ancaman dengan menam-bah kekuatan, mengurangi kelemahan ………………………........

276 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 277Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdari seluruh faktor manajemen sumber daya manusia. Ini juga me-

mengaruhi perilaku yang merujuk pada hasil yaitu, komitmen, moti-

vasi, moral dan kepuasan.

Analisis SWOT

Pada Analisis SWOT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Pengisian Item IFAS dan EFAS

Cara pengisian faktor IFAS dan ERAS disesuaikan dengan komponen

yang ada dalam pengumpulan data (bisa merujuk pada data fokus dan

contoh pengumpulan data pada bagian lain di dalam buku ini). Data

tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu IEAS (internal factors) yang meli-

puti aspek Weakneses dan Strength dan faktor EFAS (ecxternal factors)

yang meliputi aspek Opportunity dan Threatened.

2. Bobot

Beri Bobot masing-masing fuktor mulai 1,0 (paling penting) sampai de-

ngan 0.0 tidak penting, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap

strategi perusahaan.

3. Peringkat (Rating)

Hitung peringkat masing-masing faktor dengan memberikan skala mu-

lai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (kurang/poor) berdasarkan pe-

ngaruh faktor tersebut. Data rating didapatkan berdasarkan hasil pengu-

kuran baik secara observasi, wawancara, pengukuran langsung. Faktor

Strength dan Opportunity menggambarkan nilai kinerja positif, seba-

liknya faktor Weakneses dan Threatened, menggambarkan nilai kinerja

yang negatif. Kemudian, kalikan Bobot dengan rating untuk mendapat-

kan nilai masing-masing faktor.

Contoh Analisis SWOT

Tabel Analisis SWOT Ruang X RS Y

NO ANALISIS SWOT BOBOT RATING BOBOT X RATING

1 Sumber daya manusia (Man) a. Internal faktor (IFAS)

Strength1. Adanya sistem pengembangan staf berupa

pelatihan dan sebanyak 96% perawat telah mengikuti pelatihan (misalnya PKRS, LSH, Manajemen, Audit. CI)

2. Jenis ketenagaan :a) S-1 Kep : 4 orang b) D-3 Kep : 19 orang c) Pekarya kesehatan d) PRT : 3 orang e) TU : 2 orang.

3. Masa kerja > 15 tahun sebanyak 4 orang, 5-15 tahun sebanyak 7 orang, sedangkan < 5 tahun sebanyak 12 orang.

4. Adanya pelatihan perawat. TOTAL

Weakness 1. Beban kerja perawat di ruangan cukup tingg.2. Sebagian perawat belum mengikuti pelatihan

MAKP.3. Kurangnya kesejahteraan perawat.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya program pelatihan/seminar khusus

tentang manajemen keperawatan dari diklat2. Adanya kesempatan melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.3. Adanya kerja sama yang baik antar mahasiswa

fakultas keperawatan dengan perawat klinik.4. Adanya kebijakan pemerintah tentang

profesionalisasi perawat.5. Adanya program akreditasi RS dari pemerintah

dimana MAKP merupakan salah satu penilaian.TOTAL

Treathened1. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk

pelayanan yang lebih profesional.2. Makin tingginya kesadaram masyarakat akan

hukum.3. Makin cingginya kesadaran masyarakat akan

pentingnya kesehatan.4. Persaingan antar-RS yang semakin kuat5. Terbacanya kuota tenaga keperawatan yang

melanjutkan pendidikan tiap tahun.TOTAL

0,3

0,3

0,2

0,2

1

0,50,30,21

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

1

3

3

4

4

433

3

2

3

2

3

0,9

0,9

0,8

0,8

3,4

20,90,63,5

0,6

0,4

0,6

0,4

0,6

2,6

S.W3,4 – 3,5 = -0,1

2 Sarana dan Prasarana (M2).a. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Mempunyai sarana dan prasarana yang

memadai untuk pasien, tenaga kesehatan, dan keluarga pasien termasuk sarana prasarana universal precaution untuk perawat.

2. RS pemerintah tipe A sekaligus sebagai RS pendidikan dan rujukan.

278 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 279Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3. Terdapat administrasi penunjang (misal: buku

injeksi, buku TT, buku visite, SOP dan lain-lain) yang memadai.

4. Tersedianya nurse station.5. Pemeliharaan dan perawacan dari sarana dan

prasarana penunjang kesehatan sudah ada.TOTAL

Weakness1. Sarana administrasi penunjang untuk dokumen-

tasi belum dimanfaatkan.2. Kurangnya kamar mandi yang memadai.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya pengadaan sarana dan prasarana

yang rusak dari bagian pengadaan barang (AC, syningepump).

2. Adanya program pelatihan/seminar khusus tentang pengoperasian alat.

TOTALTreathened1. Kesenjangan antara jumlah pasien dengan

peralatan yang ada.2. Makin tinggi kesadaran masyarakat akan

pentingnya kesehatan.3. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk

melengkapi sarana dan prasarana.TOTAL

3 Methode (M3)1. MAKP

a. Internal Faktor (IFAS)Strength1. RS memiliki visi, misi, dan motto sebagai

acuan melaksanakan kegiatan pelayanan.2. Sudah ada Model MPKP yang digunakan

yaitu MPKP primer.3. Supervisi sudah dilakukan kepala ruangan.4. Ada kemauan perawat untuk berubah.5. Mempunyai standar asuhan keperawatan.6. Mempunyai protap setiap tindakan.7. Terlaksananya komunikasi yang adekuat:

perawat dan tim kesehatan lain.8. Ketenagaan keperawatan sudah memenuhi

syarat untuk MAKP (S-I Keperawatan 4 orang).

TOTALWeakness1. Pelaksanaan model MPKP sudah dilak-

sanakan tetapi sosialisasi kepada semua tim mash kurang.

2. Ada perawat yang tidak puas dengan penera-pan MAKP.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya mahasiswa S-1 keperawatan praktik

manajemen keperawatan.2. Ada kebijakan pemerintah tentang profesio-

nalisasi perawat.3. Adanya kebijakan RS tentang pelaksanaan

MAKP.TOTAL

Treathened1. Persaingan dengn rumah sakit swasta yang

semakin ketat.2. Adanya tuntutan masyarakat yang semakin

ting terhadap peningatan pelayanan kepe-rawatan yang lebih profesional.

3. Makin tingg kesadaran masyarakat akan hukum.

4. Makin tingg kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.

5. Persaingan dengan masuknya perawat asing.6. Bebasnya pers yang dapat langgsung menye-

barkan informasi dengan cepat.TOTAL

4 Sentralisasi Obata. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Tersedianya sarana dan prasarana untuk penge-

lolaan sentralisasi obat.2. Kepala ruangan mendukung kegiatan sentra-

lisasi obat.3. Sudah dilaksanakan kegiatan sentralisasi

obat oleh perawat berkolaborasi dengan depo farmasi.

4. Adanya kenauan perawat untuk melakukan sentralisasi obat.

5. Adanya buku injeksi dan obat oral bekerja sama dengan depo farmasi.

6. Ada lembar pendokumentasian obat yang diterima di setiap status pasien.

TOTALWeakness1. Pelaksanaan sentralisasi obat di Pandan Wangi

menggunakan sistem unit dose dispending (UDD) namun pada praktiknya masih menggu-nakan one day dose (ODD).

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya mahasiswa S-1 keperawatan yang

praktik manajemen keperawatan.2. Kerja sama yang baik antara perawat dan

mahasiswa S-I keperawatan.TOTAL

Threatened1. Adanya tuntutan pasien untuk mendapatkan

pelayanan yang profesional.2. Makin tinggi kesadaran masyarakat akan hukum.

TOTAL

5 Supervisia. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Supervisi telah dilaksanakan secara rutin.2. Telah ada program pelatihan dan sosialisasi

tentang supervisi.3. Kepala ruangan mendukung dan melaksanakan

supervisi.TOTAL

0,150,35

0,5

1

23

4

0,31,05

2,0

3,35

S – W3,35 – 3,9

= -0,55

280 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 281Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASWeakness

1. Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervisi.

2. Supervisi belum terstruktur dan tidak ada formulir penilaian yang tetap.

3. Belum adanya dokumentasi supervisi yang jelas.TOTAL

b. Eksternal Faktor (EFAS)Opportunity1. Adanya mahasiswa S-I keperawatan yang

praktik manajemen keperawatan.2. Adanya reward dalam bentuk pelatihan, sekolah,

maupun jasa bagi yang melaksanakan pekerjaan dengan baik.

3. Adanya teguran dari kepala ruangan bagi perawat yang tidak melaksanakan tugas dengan baik.

4. Hasil supervisi dapat dilakukan sebagai pedoman untuk Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3).

TOTALThreatened1. Tuntutan pasien sebagai konsumen untuk

mendapatkan pelayanan yang profesional.TOTAL

0,35

0,3

0,41

0,20

0,30

0,15

0,35

1

1

1

4

3

4

3

3

3

4

3

1,4

0,9

1,63,9

0,6

0,90

0,45

1,4

3,35

3

3

O – T3,35 – 3 = 0,35

6 Timbang Terimaa. Internal Faktor (IFAS)

Strenght1. Kepala ruangan memimpin kegiatan timbang

terima setiap pagi.2. Adanya laporan jaga setiap sif.3. Timbang terima sudah merupakan kegiatan rutin

yang telah dilaksanakan.4. Adanya kemauan perawat untuk melakukan

timbang terima.5. Adanya buku khusus untuk pelaporan timbang

terima.TOTAL

Weakness1. Belum ada protap timbang terima di ruangan.2. Timbang terima sudah dilakukan dengan baik

(PP melaporkan identitas pasien, keluhan utama, DS, DO, MK, dan intervensi) tetapi intervensi masih bersifat umum tidak berdasarkan MK dan evaluasi tidak lengkap.

3. Format timbang terima sudah mencakup nama dan paraf perawat pada kedua sif.

4. Pelaksanaan timbang terima masih belum optimal, khususnya dari sif sore ke malam.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya mahasiswa S-I keperawatan yang

praktik manajemen keperawatan.2. Adanya kerja sama yang baik antara mahasiswa

S-I keperawatan yang praktik dengan perawat ruangan.

3. Kebijakan RS (bidang keperawatan) tentang timbang terima.

TOTAL

0,2

0,20,1

0,25

0,25

1

0,30,15

0,250,31

0,4

0,4

0,2

1

3

34

3

3

33

33

4

3

3

0,6

0,60,4

0,75

0,75

0,90,45

0,750,9

1,6

1,2

0,6

S – W3,1 – 3 = -0,1

O – T3,4 –2,4 = 1

Treathened1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyara-

kat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan yang profesional.

2. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab dan tanggung gugat perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.

TOTAL

0,4

0,6

1

3

2

1,2

1,2

2,4

7 Discharge PlanningInternal Faktor (IFAS)Strenght1. Tersedianya sarana dan prasarana discharge

planning di ruangan untuk pasien pulang (format atau kartu DP).

2. Adanya kartu kontrol berobat.3. Perawat memberikan pendidikan kesehetan secara

informal kepada pasien/keluarga selama dirawat atau pulang.

TOTALWeakness1. Keterbatasan waktu dan tenaga perawat.2. Kurangnya kemauan untuk memberikan pendidilkan

kesehatan kepada pasien/keluarga.3. Tidak tersedianya leafes pasien pulang.4. Pendidikan kesehatan belum terdokumentasi.

TOTALOpportunity1. Adanya mahasiswa S1 keperawatan yang

melakukan praktik manajemen keperawatan2. Adanya kerja sama yang baik antara mahasiswa S-I

Keperawatan dengan perawat klinikTOTAL

Threatened1. Adanya tuntunan masyarakat untuk mendapadkan

pelayanan keperawatan yang profesional.2. Makin dingginya kesadaran masyarakat akan

pentingnya kesehatan.3. Persaingan antar-RS yang semakin kerat.

TOTAL

0,4

0,30,3

1

0,40,2

0,30,11

0,5

0,5

1

0,5

0,2

0,31

3

32

23

41

3

4

3

3

4

1,2

0,90,6

2,7

0,80,6

1,20,12,7

1,5

2,0

3,5

1,5

0,6

1,23,3

S – W2,7 – 2,7 = -0

O – T3,5 –3,3 = 0,2

8 Ronde Keperawatana. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Bidang perawatan dan ruangn mendukung

adanya kegatan ronde keperawatan.2. Banyaknya kasus yang memerlukan perhatian

khusus.3. SDM banyak mempunyai pengalaman dalam

bidang keperawatan bedah medis.4. Sertifikasi perawat sesuai keahliannya.

TOTALWeakness1. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum

dilaksanakan secara teratur di ruang Pandan-Wangi

2. Karakteristik tenaga yang memenuhi kualifikasi belum merata.

3. Jumlah tenaga yang tidak seimbang dengan jumlah tingkat ketergantungan pasien.

TOTAL

0,3

0,3

0,2

0,21

0,4

0,3

0,3

1

2

3

2

1

4

3

3

0,6

0,9

0,4

0,22,1

1,6

0,9

0,9

3,4

S – W2,10 – 3,4= --1,30

282 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 283Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Adanya pelatihan dan seminar tentang manaje-

men keperawatan.2. Adanya kesempatan dari kepala ruangan untuk

mengadakan ronde keperawatan pada perawat dan mahasiswa praktik.

TOTALThreatened1. Adanya tuntan yang lebih tirnggi dari masyarakat

untuk mendapatkan pelayanan yang profesional.2. Persaingan antar-ruang bedah semakin kuat

dalam pemberian pelayanan.TOTAL

0,6

0,4

1

0,4

0,6

1

4

4

3

2

2,4

1,6

4

1,2

1,2

2,4

O – T4 –2,4 = 1,6

9 Dokumentasi Keperawatana. Internal Faktor (IFAS)

1. Tersedianya sarana dan prasarana dokumentasi untuk tenaga kesehatan (sarana administrasi penunjang.

2. Sudah ada sistem pendokumentasian SOR.3. Format asuhan keperawatan sudah ada.4. Adanya kesadaran perawat tentang tanggung

jawab dan tanggung gugat.TOTAL

Weakness1. Dari observasi status pasien, pengisian doku-

mentasi tidak lengkap: waktu, nama, dan jam belum dicantumkan, respons pasien pasca tindakan kurang terpantau.

2. SAK dan SOP belum maksimal digunakan.3. Pengawasan terhadap sistematika pendokumen-

tasian belum dilaksanakan secara optimal.TOTAL

b. Eksternal Faktor (EFAS)Opportunity1. Adanya program pelatihan.2. Peluang perawat untuk meningkatkan pendidikan

(pengembangan SDM)3. Mahasiswa S-I keperawatan praktik manajemen

untuk mengembangkan sistem dokumentasi PIE4. Kerja sama yang baik antara perawat dan

mahasiswa.5. Sistem MPKP yang diterapkan mahasiswa S-I

Keperawatan.TOTAL

Threatened1. Tingkat kesadaran masyarakat (pasien dan kelu-

arga) akan tanggung jawab dan tanggung gugat2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan

keperawatan.TOTAL

0,3

0,20,20,3

1

0,3

0,30,2

1

0,20,25

0,2

0,2

0,15

1

0,5

0,5

1

4

333

2

33

32

3

3

2

3

3

1,2

0,60,60,9

3,3

0,6

0,90,6

2,1

0,60,5

0,6

0,6

0,3

2,6

1,5

1,5

3

S – W3,3 – 2,1 = 1,2

O – T2,6 –3,0 = -0,4

10 Keuangan (M4)a. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Ada pendapatan tambahan yaitu dari usaha

koperasi ruangan.2. Ada pendapatan dari jasa medik, untuk pasien

dengan biaya BPJS yang dapat diklaim setelah perawatan.

3. Ada pendapatan dari jasa pelayanan rumah sakit berupa remunerasi.

0,2

0,2

0,1

2

3

2

0,4

0,6

0,2

S – W2,2 – 2 = 0,2

4. Ada pendapatan dari jasa pelayanan IRNA Medis.

5. Tiap perawat memperoleh pendapatan dari rumah sakit berupa LP (lauk pauk).

TOTALWeakness1. Jasa insentif untuk pelayanan dan jasa medik

yang diberikan sama untuk semua perawat2. Sistem administrasi belum terpusat.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Pengeluaran sebagian besar dibiayai institusi.2. Ada kesempatan untuk menggunakan instrumen

medis dengan re-use sehingga menghemat pengeluaran.

3. Ada kesempatan untuk menambah penghasilan ruangan dari usaha koperasi.

TOTALThreatened1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyara-

kat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih profesional sehingga membutuhkan pendanaan yang lebih besar untuk mendanai sarana dan prasarana.

TOTAL

0,25

0,25

1

0,25

0,751

0,20,4

0,4

1

1

1

2

2

2

2

24

4

2

0,5

0,5

2,2

0,5

1,52

0,41,6

1,6

3,6

2

2

O – T3,6 –2 = 1,6

11 M5 (Mutu)a. Internal Faktor (IFAS)

Strength1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan

di rumah sakit.2. Rata-rata BOR cukup baik.3. Adanya variasi karakteristik dari pasien (BJPS,

umum, asuransi swasta)4. Sebagai tempat praktik mahasiswa keperawatan

D-3 maupun S-I.TOTAL

WeaknessLOS yang memanjang karena perawatan yang lama.

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Mahasiswa S-I keperawatan praktik manajemen.2. Kerja sama yang baik antara perawat dan

mahasiswa.TOTAL

Threatened1. Adanya peningkatan standar masyarakat yang

harus dipenuhi2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan

keperawatan.TOTAL

0,3

0,250,25

0,2

1

1

1

0,50,5

1

0,75

0,25

1

4

22

2

3

34

3

3

1,2

0,50,5

0,4

2,6

3

3

1,52

3,5

2,25

0,75

3

S – W2,6 – 3 = - 0,4

O – T3,5 –3 = 0,5

12 M5 (Mutu)a. Internal Fakktor (IFAS)

Strength1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan

di rumah sakit.2. Rata-rata BOR cukup baik.3. Adanya variasi karakteristik dari paien (BPS,

umum, asuransi swsata).

0,3

0,250,25

4

22

1,2

0,50,5

284 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 285Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASDiagram Cartesius Hasil Analisis SWOT Ruang Interna RS Y

Langkah 3: Identifikasi Masalah

Contoh identifikasi masalah

1. Ketenagaan (M1)

a. Jumlah perawat masih belum sebanding dengan jumlah pasien.

b. Sebagian perawat belum memahami peran dan fungsinya.

c. Pembagian tugas masih belum jelas.

d. Kualitas tenaga perawat masih rendah, di mana 5,54% perawat ma-

sih berlatar pendidikan SPK.

Penyebab: ………………………

2. Sarana dan prasarana (M2)

a. Belum terpakainya sarana dan prasarana secara optimal.

b. Nurse station belum termanfaatkan secara optimal.

4. Sebagai tempat praktlk mahasiswa keperawatan D-3 maupun S-1

TOTALWeaknessLOS yang memanjang karena perawatan yang lama

TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)

Opportunity1. Mahasiswa S-I Keperawatan Praktik manajemen.2. Kerjasama yang baik antara perawat dan

mahasiswa.TOTAL

Threatened1. Adanya peningkatan standar masyarakat yang

harus dipenuhi.2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan

keperawatan.TOTAL

0,2

1

1

1

0,50,5

1

0,75

0,25

1

2

3

34

3

3

0,4

2,6

3

3

1,52

3,5

2,25

0,75

3

S – W2,6 – 3 = - 0,4

O – T3,5 –3 = 0,5

Keterangan :

Pemberian penilaian pada kolom rating, untuk aspek:

1. Strength dan Opportunity

Sangat baik : 4, baik: 3, cukup: 2, dan kurang/tidak baik: 1.

2. Weakness dan Treathened

Sangat baik : 1, baik: 2, cukup: 3, dan kurang/tidak baik: 4.

-1.0 -0.8-0.9 -0.7

RK

-0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1

(-0.29, -0.2)

DP(-0.1, -0.4)

-0.6

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.90.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 1.0

0.9

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

1.0

DK(-0.2, 0.7)

SO(0.4, 0.6)

TT(0.7, 0.5)

M3(-0.14, 0.5)

M2(-0.85, 0.5)

MI(0.37, 0.12)

SV(-0.4, 0.1)

KETERANGAN :MI : KetenagakerjaanM2 : Sarana dan prasaranaM3 : Metode penerapan modelDK : Metode DokumentasiRK : Metode Ronde KeperawatanSO : MEtode Sentralisasi ObatSV : Metode SupervisiTT : Metode Overan/Timbang Terima DP : Metode Discharge Planning

286 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 287Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASc. Kurangnya kamar mandi, ember sampah pasien, spuit, gliserin, tiang

infus, standar O, dan termometer.

Penyebab: ………………………

3. Metode (M3)

a. Penerapan MAKP

1) Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model yang

telah ada.

2) Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan

pasien secara komperehensif.

3) Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik

yang berbeda tingkatannya (kurang jelas).

4) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan

model yang digunakan.

Penyebab: ………………………

b. Ronde keperawatan

1) Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum dapat dilak-

sanakan secara optimal di ruang X.

2) Tim yang dibentuk belum mampu dalam pelaksanaan ronde dan

penyelesaian tugas.

3) Jumlah perawat yang tidak seimbang dengan jumlah perawat.

Penyebab: ………………………

c. Sentralisasi obat

1) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal.

2) Selama ini format yang ada masih obat oral dan injeksi; dan yang

lain tercampur pada salah satu dari keduanya.

3) Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk

pasien.

4) Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas.

5) Teknik sentralisasi obat belum jelas.

Penyebab: ………………………

d. Supervisi

1) Belum ada program yang jelas tentang supervisi.

2) Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan

supervisi.

3) Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi.

Penyebab: ………………………

e. Timbang Terima

1) Perawat kurang disiplin waktu timbang terima.

2) Masalah keperawatan lebih fokus pada penatalaksanaan medis.

3) Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena for-

matnya kurang sistematis.

4) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat

akan dilaporkan.

5) Dokumentasi masih terbatas sehingga rencana tindakan belum

spesifik

Penyebab: ………………………

f. Penerimaan Pasien Baru

1) Pelaksanaan PPB belum optimal ditinjau dari aspek mekanisme

dan isinya.

2) Leaflet belum tersedia.

3) Dokumentasi PPB belum terfasilitasi.

4) Keterlibatan tim medis dalam menjelaskan penyakit masih

kurang.

Penyabab: ………………………

g. Discharge Planning dan Penerimaan pasien baru.

1) Pelaksanaan Discharge Planning belum optimal.

2) Tidak tersedianya brosur/leaflet untuk pasien saat melakukan

Discharge Planning.

3) Tidak tersedianya anggaran untuk Discharge Planning.

4) Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan secara lisan pada se-

tiap pasien/keluarga.

288 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 289Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS5) Belum optimalnya pendokumentasian Discharge Planning.

Penyebab: ………………………

h. Dokumentasi keperawatan

1) Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual (belum

ada komputerisasi).

2) Belum semua tindakan perawat didokumentasikan.

3) Pendokumetasian tidak segera dilakukan setelah melakukan tinda-

kan tetapi kadang-kadang dilengkapi saat pasien mau pulang atau

apabila keadaan ruang memungkinkan.

4) Catatan perkembangan pasien kurang berkesinambungan dan

kurang lengkap.

5) Respon pasien kurang terpantau dalam lembar evaluasi.

6) Dari 20 rekam medis pasien yang ada, hanya 12 rekam medis

yang ditulis dengan lengkap dan tepat waktu.

7) Enam perawat (54,5%) mengatakan model dokumentasi yang digu-

nakan menambah beban kerja perawat dan lima perawat (45,4%)

mengatakan model dokumentasi yang digunakan menyita banyak

waktu perawat.

Penyebab: ………………………

4. Prioritas Masalah

a. Ketenagaan

1) Jumlah dan kualitas tenaga perawat masih belum sebanding de-

ngan jumlah pasien.

2) Perawat ruang kurang disiplin.

Penyebab: ………………………

b. Sarana prasarana

1) Sarana dan prasarana yang dimiliki ruangan belum terpakai secara

optimal.

2) Jumlah peralatan tidak sesuai dengan rasio pasien.

Penyebab: ………………………

c. Metode

1) Penerapan Model

a) Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model

MAKP yang telah ada.

b) Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan

pasien secara komperehensif.

c) Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik

yang berbeda tingkatannya (kurang jelas).

d) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penera-

pan model yang digunakan.

Penyebab: ………………………

2) Ronde

a) Ronde keperawatan belum terlaksana secara optimal atau se-

cara rutin karena kesempatan perawat yang terbatas.

b) Timyang dibentuk hanya cukup mampu membantu dalam

pelaksanaan ronde keperawatan dan penyelesaian tugas yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam ronde kepe-

rawatan.

c) Pelatihan dan diskusi yang berkaitan dengan masalah yang ter-

jadi di ruangan telah dilaksanakan tetapi hanya diikuti oleh se-

bagian dari perawat (sekitar 54,5 %).

Penyebab: ………………………

3) Sentralisasi Obat

a) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal.

b) Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk

pasien.

c) Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah

terbatas.

d) Teknik sentralisasi obat belum jelas.

Penyebab: ………………………

4) Supervisi

a) Supervisi sudah berjalan namun belum optimal, belum ada

uraian yang jelas mengenai supervisi.

290 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 291Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb) Supervisi di ruangan belum mempunyai format yang baku.

Penyebab: ………………………

5) Timbang Terima

a) Perawat kurang disiplin waktu dalam timbang terima.

b) Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis.

c) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat

akan dilaporkan.

d) Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena

formatnya kurang sistematis.

e) Dokumentasi timbang terima masih terbatas sehingga penyusu-

nan rencana tindakan belum spesifik.

6) Penerimaan Pasien Baru

a) Mekanisme dan isi PPB belum sesuai.

b) Belum tersedia format dan fasilitas pendukung lainnya.

Penyebab: ………………………

7) Discharge Planning

Discharge planning belum terlaksana sesuai dengan standar yang

baku.

Penyebab: ………………………

8) Dokumentasi

a) Pemahaman dan pengaplikasian perawat tentang format pen-

dokumentasian kurang benar dan kurang tepat.

b) Kurang disiplinnya perawat dalam melakukan dokumentasi

yang komprehensif.

Penyebab: ………………………

5. Mutu (M5)

a. Keselamatan pasien.

b. Kepuasan pasien.

c. Kecemasan pasien.

d. Kenyamanan (nyeri).

e. Perawatan diri.

f. Pengetahuan pasien.

Dasar Pertimbangan dalam Menentukan Masalah

1. SFF Matrix.

2. C-A-R-L

C: Capability (kemampuan/kompetensi).

A: Accessibility (akses, keterjangkauan).

R: Relevancy (sesuai dengan kebutuhan dan urgensi).

L: Legality (berdasarkan peraturan yang berlaku).

Langkah 4 : Perencanaan (Rencana Strategis)

Contoh Penyusunan Perencanaan Ruang XPengorganisasian

Untuk efektivitas pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional

dalam menentukan kebijakan-kebijakan internal yang sifatnya umum, ke-

lompok menyusun struktur organisasi sebagai berikut.

Ketua :

Sekretaris :

Bendahara :

Sie perlengkapan :

Sie konsumsi :

Sie KSK dokumentasi :

Adapun dalam pengelolaan ruang rawat maka diselenggarakan pengorga-

nisasian dalam pembagian peran sebagai berikut.

1. Kepala Ruangan.

2. Perawat Primer.

3. Perawat Associate.

Pembagian peran ini secara rinci akan dilampirkan, setelah pelaksanaan

Model Asuhan Keperawatan Profesional di ruangan.

Kelompok menyusun GANN chart dalam merencanakan kegiatan seperti

contoh pada lampiran Bab ini.

292 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 293Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASContoh Proposal Kegiatan

1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

a. Latar Belakang

Berkembangnya informasi dan teknologi dalam menghadapi era

globalisasi memberikan dampak positif terhadap pola pikir masyara-

kat saat ini baik terhadap ekonomi, sosial, politik dan kesehatan.

Fenomena ini dapat dilihat dari semakin tingginya tuntutan masyara-

kat akan pelayanan kesehatan yang optimal. Tingginya tuntutan ma-

syarakat tersebut merupakan tantangan bagi perawat untuk menga-

lami perubahan dalam sistem pelayanan. Perubahan ini merupakan

cara untuk mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif

dalam menghadapi era globalisasi. Salah satu pelaksanaan perubahan

yang nyata adalah memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas

dan manajerial keperawatan yang andal.

Proses manajemen keperawatan dalam aplikasinya di lapangan berada

sejajar dengan proses keperawatan sehingga keberadaan manajemen

keperawatan dimaksudkan untuk mempermudah proses keperawatan

sehingga dapat mengarahkan keperawatan menuju profesionalisme

(Nursalam, 2011). Salah satu sistem pelayanan keperawatan pro-

fesional adalah dengan melaksanakan Model Asuhan Keperawatan

Profesional Primer yang merupakan suatu metode penugasan dimana

satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terha-

dap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai de-

ngan keluar. Keuntungan dari MAKP primer antara lain asuhan kepe-

rawatan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan

yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan

advokasi Selain itu pembagian tugas yang jelas dan dilakukan sesuai

peran akan meringankan beban kerja perawat, Hal ini diharapkan

mampu meningkatkan kepuasan bagi pasien, perawat dan tenaga ke-

sehatan lainnya sehingga tercapai suatu pelayanan yang paripurna.

Berdasarkan pengkajian yang dilaksanakan di Ruang Bedah X pada

tanggal 23-24 April, didapatkan bahwa model asuhan keperawatan

yang digunakan di Ruang Bedah D adalah MAKP team kombinasi

primary (model modular). Pengembangan model modular merupakan

pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam kepe-

rawatan dengan melibatkan tenaga profesional dan nonprofesional.

Namun, ada beberapa komponen MAKP yang dilaksanakan belum

optimal.

Dari hasil kuesioner tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan pe-

rawat yang dibagikan kepada 24 responden secara umum menyatakan

bahwa pelayanan perawat di Ruang Bedah X puas yaitu sebanyak 20

orang (76-100 %). Sebanyak 4 orang (56-75 %) menyatakan pela-

yanan perawat di Ruang Bedah X cukup puas. Untuk tingkat kepua-

saan pasien kelolaan yang sebanyak 10 orang pasien didapatkan 7

orang (70 %) menyatakan puas terhadap pelayanan kesehatan dan

sisanya 3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Adanya pernyataan

pasien cukup puas bisa menunjukkan bahwa pelayanan yang dilaku-

kan oleh perawat selama ini masih belum optimal. Salah satunya bisa

karena model asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

b. Masalah

1) MAKP yang digunakan oleh Ruang Bedah X adalah MAKP

moduler yang merupakan gabungan antara model primer dengan

tim. Namun MAKP tersebut hanya terimplementasi sesuai standar

pada sif pagi.

2) Beberapa komponen MAKP belum terlaksana dengan baik.

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Meningkatkan pelaksanaan MAKP yang telah dipilih oleh ruangan

sesuai dengan kaidah MAKP yang standar.

2) Tujuan Khusus

a) Menganalisis komponen-komponen dari MAKP yang belum

terlaksana optimal di ruangan.

b) Membuat perencanaan pengoptimalan pelaksanaaan MAKP.

c) Melakukan evaluasi dari pelaksanaan MAKP yang telah diren-

canakan.

d. Target

1) Penerapan MAKP berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah

dibuat.

2) Komponen-komponen MAKP terlaksana optimal.

294 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 295Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASKriteria Evaluasi

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab MAKP

b) Mendiskusikan bentuk dan penerapan MAKP yaitu primary

nursing.

c) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.

d) Melakukan pembagian peran perawat.

e) Menetukan diskripsi tugas dan tanggung jawab perawat.

f) Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.

2) Proses

Menerapkan MAKP

a) Tahap uji coba MAKP pada tanggal 26-28 April.

b) Tahap Aplikasi MAKP tahap l-Ill pada tanggal 30 April-27 Mei.

3) Hasil

Mahasiswa mampu menerapkan MAKP primary nursing sesuai de-

ngan Job Description.

e. Program Kerja

1) Rencana Stategis

a) Mendiskusikan bentuk dan penerapan model MAKP yang dilak-

sanakan, yaitu model Primary Nursing.

b) Mengajukan proposal MAKP dan melaksanakan diseminasi awal.

c) Sosialisasi hasil dieliminasi.

d) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.

e) Melakukan pembagian peran perawat.

f) Menentukan disikripsi tugas dan tanggung jawab perawat.

g) Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.

h) Menerapkan model MAKP yang sudah ditentukan.

2) Pengorganisasian

a) Penanggung jawab :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu :

2. Discharge Planning

a. Latar Belakang

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dilakukan secara

berkesinambungan dimulai saat pasien masuk rumah sakit sampai

dengan pasien pulang. Rentang kesinambungan asuhan keperawatan

merupakan keperawatan yang selalu dibutuhkan pasien di manapun

pasien berada. Rentang keperawatan kontinue (continous of care)

adalah integrasi sistem keperawatan yang berfokus kepada pasien ter-

diri atas mekanisme pelayanan keperawatan yang membimbing dan

mengarahkan pasien sepanjang waktu. Oleh karena itu diperlukan

adanya suatu perencanaan pasien pulang (discharge planning), yang

bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan pasien secara signifi-

kan dan menurunkan biaya-biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi

lanjut. Dengan adanya discharge planning, pasien diharapkan dapat

mempertahankan kesehatannya dan membantu pasien untuk lebih

bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri (Nursalam,

2011).

Ruang Bedah X RS Y sudah menyediakan sarana discharge plan-

ning seperti discharge planning card yang berisi identitas pasien,

perencanaan perawatan hingga jadwal kontrol. Namun saat ini peren-

canaan pulang bagi pasien yang dirawat belum dilaksanakan secara

optimal, dikarenakan discharge planning yang dilakukan di ruangan

hanya dilakukan sebelum pasien pulang. Discharge planning yang

dilakukan segera setelah pasien masuk rumah sakit hingga pasien

pulang bertujuan diharapkan pasien dan keluarga memiliki kesiapan

fisik, psikologis dan sosial terhadap kesehatannya, tercapainya ke-

mandirian pasien dan keluarga, terlaksananya perawatan pasien yang

berkelanjutan, keterampilan dan sikap pasien serta keluarga menjadi

meningkat dalam memperbaiki dan mempertahankan status kesehat-

an pasien. Selebihnya discharge planning diharapkan dapat mendu-

kung upaya mengurangi angka kekambuhan dan komplikasi. Rentang

keperawatan sering pula disebut dengan perawatan berkelanjutan

yang artinya perawatan yang dibutuhkan pasien dimanapun pasien

berada. Kegagalan untuk memberikan dan mendokumentasikan pe-

296 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 297Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASrencanan pulang akan berisiko terhadap beratnya penyakit, ancaman

hidup dan disfungsi fisik. Dalam perencanaan pulang diperlukan ko-

munikasi yang baik terarah sehingga apa ynag disampaikan dapat

dimengerti dan berguna untuk proses perawatan di rumah.

Dengan demikian, dalam discharge planning card dibutuhkan ada-

nya informasi yang berfokus pada masalah pasien, sehingga dalam

discharge planning card perlu disertakan informasi mengenai pe-

nyakit, rehabilitasi, pencegahan, perawatan rutin dan cara mengan-

tisipasi masalah yang dapat terjadi. Discharge planning di ruangan

Bedah X belum menyertakan sarana penunjang discharge planning

seperti: leaflet sehingga dapat menjadi pedoman bagi pasien dalam

melakukan perawatan berkelanjutan.

b. Masalah

Discharge planning belum dilaksanakan dengan optimal, discharge

planning dilakukan kepada pasien-pasien yang akan pulang dan ha-

nya dilakukan secara lisan dan tidak mencakup aspek discharge plan-

ning yang meliputi penjelasan penyakit dalam sebuah leaflet. Belum

lengkapnya pelaksanaan discharge planning disebabkan karena ma-

sih rendahnya kemauan sebagian perawat pelaksana untuk melaku-

kan pelakasanaan discharge planning sesuai dengan SOP yang ber-

laku. Berbagai alasan yang sering mengemuka adalah karena over

load kerja, kurang nya SDM Keperawatan, kurang penghargaan dan

pengawasan dari kepala ruangan.

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Discharge Planning di ruangan bisa terlaksana sesuai dengan kai-

dah pelaksanaan discharge planning.

2) Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk discharge planning.

b) Mengidentifikasi masalah pasien dalam discharge planning.

c) Membuat perencanaan discharge planning pasien.

d) Mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang perawatan

pasiendi rumah yang meliputi diet, aktivitas istirahat, waktu dan

tempat kontrol.

e) Melakukan evaluasi kepada pasien atau keluarga selama pelaksa-

naan discharge planning.

f) Mendokumentasikan pelaksanaan discharge planning.

d. Target

1) Semua perawat memahami alur, proses, dan content dalam pelaksa-

naan discharge planning.

2) Adanya peningkatan target dari jumlah pasien yang akan dilakukan

discharge planning.

3) Discharge planning bisa terlaksana secara berkelanjutan.

Kriteria evaluasi:

1) Evaluasi struktur

a) Persiapan pasien, peralatan, status, kartu dan lingkungan.

b) Penyusunan struktur pelaksanaan discharge planning.

2) Evaluasi proses

a) Discharge Planning dilaksanakan pada semua pasien pulang.

b) Materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3) Evaluasi hasil

a) Terdokumentasinya pelaksanaan pasien pulang.

b) Klien dan keluarga dapat mengetahui perawatan di rumah ten-

tang: aturan diet, obat yang harus diminum di rumah, aktivitas,

yang harus dibawa pulang, rencana kontrol, yang perlu dibawa

saat control, prosedur kontrol, jadwal pesan khusus.

e. Program Kerja.

1) Rencana Strategi

a) Menentukan penanggung jawab discharge planning.

b) Menentukan materi discharge planning.

c) Menentukan pasien yang akan dijadikan subjek discharge

planning.

d) Menentukan jadwal pelaksanaan discharge planning.

e) Melaksanakan discharge planning.

298 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 299Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2) Pengorganisasian

a) Penanggung jawa :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu :

3. Sentralisasi Obat Modifikasi Unit Dose Dispending (UDD)

a. Latar Belakang

Obat merupakan salah satu program terapi yang sangat menun-

jang proses kesembuhan pasien. Prosedur pemberian obat diperlu-

kan ketepatan waktu, dosis, cara dan route pemberian obat. Salah

satu upaya untuk memastikan pemberian obat yang tepat dan efektif

adalah sistem sentralisasi obat yang sekarang ini sudah dikembangkan

di berbagai ruangan di Rumah Sakit Y. Pada sentralisasi obat perawat

terlebih dahulu memberikan informed consent kepada pasien dan ke-

luarga kemudian perawat melakukan tatakelola pemberian obat, mu-

lai dari mempersiapkan obat dan memberikan obatkepada pasien.

Sentralisasi obat sudah dilaksanakan di Ruang Bedah X. Adapun alur-

nya alur sentralisasi obat dimulai saat obat diresepkan oleh dokter

kemudian diserahkan kepada keluarga untuk menyerahkan resep ke

depo farmasi tanpa melalui perawat, sehingga tidak ada penjelasan

tentang sentralisasi obat dan penandatanganan informed consent.

Setelah depo farmasi menerima resep yang diserahkan keluarga, ke-

luarga menandatangani resep tanda serah terima obat. Setelah itu

berdasarkan resep, obat diserahkan depo farmasi ke perawat dengan

tanda bukti buku serah terima obat. Namun tidak terdapat format

tanda serah terima obat dari perawat ke pasien saat selesai pemberian

obat oral/injeksi kepasien. Jumlah obat oral dan injeksi yang diserah-

kan adalah dosis obat untuk 2 atau 3 kali pemberian dalam waktu

24 jam berdasarkan kebutuhan pasien. Berdasarkan hasil observasi

dengan bagian farmasi didapatkan data bahwa depofarmasi Ruang

Bedah X RS Y telah terdapat buku yang berisikan daftar obat untuk

injeksi dan oral dan di ruangan juga tersedia buku injeksi dan buku

obatoral. Sementara itu untuk obat khusus (dengan harga yang mahal)

misal obat kemoterapi setelah resep ditebus oleh keluarga maka obat

tersebut dibawa oleh pasien dan hari itu juga langsung diberikan pada

pasien. Sementara itu pasien biaya sendiri (umum) sentralisasi obat

dilaksanakan berdasarkan persetujuan pasien, bila pasien tidak setuju

maka obat dikelola oleh pasien.

Sentralisasi obat dapat meminimalkan risiko-risiko duplikasi obat,

menghindari penggunaan obat yang salah sehingga sentralisasi obat

perlu ditingkatkan agar obat semua pasien di Ruang Bedah X RS

Y dapat dikontrol oleh perawat. Sentralisasi obat dapat optimal bila

pasien dan keluarga percaya penuh kepada perawat dan kepercayaan

pasien dan keluarga dapat diperoleh jika perawat terbuka dan menja-

lin komunikasi baik dengan pasien dan keluarga.

b. Masalah

Sentralisasi obat yang belum optimal, di mana belum ada penjelasan

tentangsentralisasi obat, penandatangan informed consent, dan for-

mat tanda serahterima setelah pemberian obat dari perawat kepada

pasien membuat berkurangnya kepercayaan pasien terhadap sentrali-

sasi obat.

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Mengaplikasikan peran perawat dalam pengelolaan sentralisasi

obat dan mendokumentasikan hasil pengelolaan sentralisasi obat.

2) Tujuan Khusus

a) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat primer

dan perawat associate dalam penerapan prinsip 6T + IW (tepat

pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara pembe-

rian, dan waspada efek samping obat).

b) Mampu mengelola obat pasien: pemberian obat secara tepat

dan benar sesuai dengan prinsip 6T + 1W (tepat pasien, te-

pat obat, tepat dosis tepat waktu, tepat cara pemberian, dan

waspada efek samping obat).

c) Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap program terapi.

d) Meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga terhadap perawat

dalam pengelolaan sentralisasi obat.

300 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 301Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASd. Target

1) Seluruh obat pasien sudah tersentralisasi dengan baik.

2) Dokumentasi sentralisasi obat dapat terlaksana dengan optimal.

Kriteria Evaluasi.

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab sentralisasi obat.

b) Menylapkan format sentralisasi obat.

2) Proses

a) Melaksanakan sentralisasi obat pasien bersama-sama dengan pe-

rawat, dokter dan bagian farmasi.

b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan pengelolaan sentralisasi

obat.

3) Hasil

a) Klien menerima sistem sentralisasi obat.

b) Perawat mampu mengelola obat pasien.

c) Mutu pelayanan kepada pasien terutama dalam pemberian obat

meningkat.

d) Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat baik secara hu-

kum maupun secara moral.

e) Pengelolaan obat efektif dan efisien.

e. Program kerja

1) Rencana strategi

a) Menentukan penanggung jawab sentralisasi obat.

b) Menyusun proposal sentralisasi obat.

c) Melaksanakan sentralisasi obat pasien bekerja sama dengan

perawat, dokter dan bagian farmasi.

d) Mendokumentasikan hasil pelaksanaaan pengelolaan sentralisasi

obat. Melaksanakan sentralisasi obat pasien bekerja sama dengan

perawat, dokter dan bagian farmasi.

e) Mendokumentasikan hasil pelaksanaaan pengelolaan sentralisasi

obat.

2) Pengorganisasian.

a) Penanggung jawab :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu : Pelaksanaan aplikasi sentralisasi obat

modifikasi Unit Dose Dispending (UDD).

4. Supervisi Keperawatan

a. Latar Belakang

Era globalisasi dapat memberikan dampak positif bagi setiap profesi

kesehatan untuk terus berusaha meningkatkan kinerja dalam upaya

mencapai kualitas kebutuhan pelayanan kesehatan secara profe-

sional. Sejalan dengan hal tersebut tuntutan masyarakat akan kualitas

pelayanan kesehatan juga makin meningkat. Institusi pelayanan ke-

sehatan daalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional

seharusnya didukung dengan adanya sumber daya manusia yang ber-

mutu, standar pelayanan, termasuk pelayanan yang berkualitas, di

samping fasilitas yang sesuai harapan masyarakat. Agar pelayanan

keperawatan sesuai dengan harapan konsumen dan memenuhi stan-

dar yang berlaku maka perlu dilakukan pengawasan atau supervise

terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan. Supervisi merupakan

salah satu bentuk kegiatan dari manajemen keperawatan dan meru-

pakan cara yang tepat untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.

Supervisi adalah teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah mem-

pelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. Kunci sukses supervisi

yaitu 3F yaitu Fair. Feedback, dan Follow Up. Supervisi merupakan

ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Hasil angket kepada 7 perawat didapatkan 3 perawat menjawab su-

pervisi tidak pernah dilakukan, 3 perawat menjawab supervise sudah

dilakukan namun secara informal, dan 1 perawat menjawab supervise

telah dilakukan sebagaimana mestinya. Dari hasil wawancara dengan

kepala ruangan bedah X supervisi keperawatan sudah dilakukan se-

cara informal dan dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan, wakil ke-

pala ruangan dan perawat lainnya yang didelegasikan untuk menga-

wasi kinerja perawat, Kepala ruangan dan wakilnya pada saat tertentu

ikut terjun secara langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien.

302 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 303Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSelain itu kepala ruangan langsung atau pada saat morning report

menyampaikan pada penanggung jawab untuk segera ditindaklanjuti

hasil dari supervisi yang sudah dilakukan.

b. Masalah

1) Supervisi sudah berjalan tapi hanya dilakukan secara informal,

Supervisi dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan dan perawat

lainnya yang didelegasikan untuk mengawasi kinerja perawat,

Kepala ruangan dan wakilnya pada saat tertentu ikut terjun secara

langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien.

2) Pendokumentasian hasil supervisi yang dilakukan hanya disampai-

kan secara lisan saat timbang terima dilakukan. Supervisi secara

formal dengan pendokumentasian secara tertulis masih belum

dapat dilakukan karena terkendalanya dengan beban kerja yang cu-

kup tinggi dan perencanaan yang kurang tepat baik waktu maupun

sarana dan prasarana. Kemauan yang rendah juga menjadi salah

satu alasan tidak berjalannya supervise secara formal, Sehingga

untuk penilaian perkembangan kualitas perawat tidak dapat ter-

pantau dengan baik.

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Mampu mengaplikasikan supervisi dalam lingkup tanggung jawab

sebagai supervisor keperawatan, terutama dalam melakukan su-

pervisi terhadap Perawat Primer dalam melakukan tindakan asuh-

an keperawatan.

2) Tujuan Khusus

a) Mampu menyusun, melaksanakan atau menetapkan tujuan su-

pervisi.

b) Mampu mempersiapkan instrumen tindakan keperawatan.

c) Mampu menilai kinerja perawat dalam melaksanakan tindakan

keperawatan.

d) Mampu memberikan masukan terhadap staf.

e) Mampu memberikan follow up terhadap hasil supervisi terha-

dap staf.

f) Mampu melaksanakan dokumentasi hasil supervisi.

d. Target

1) Supervisi dilakukan secara terorganisasi dan rutin dalam kurun waktu

tertentu.

2) Supervisi dinyatakan melalui petunjuk, peraturan, uraian tugas dan

standar.

3) Supervisi terdokumentasikan dengan baik dan benar.

Kriteria evaluasi

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab supervisi keperawatan.

b) Menyusun konsep supervisi keperawatan.

c) Menentukan materi supervisi.

2) Proses

a) Melaksanakan supervisi keperawatan bersama perawat ruangan

dan supervisor.

b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.

3) Hasil

a) Mahasiswa mampu melaksanakan supervisi secara optimal.

b) Supervisor mengevaluasi hasil supervisi.

c) Supervisor memberikan reward/feedback pada PP dan PA.

e. Program Kerja

1) Rencana strategi

a) Mengajukan proposal pelaksanaan supervisi.

b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.

c) Merevisi konsep supervisi keperawatan.

d) Menentukan materi supervisi keperawatan.

e) Merevisi format supervisi.

f) Melaksanakan supervisi keperawatan bersama-sama perawat ru-

angan.

g) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.

304 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 305Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2) Pengorganisasian

a) Penanggung jawab :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu :

5. Timbang Terima

a. Latar Belakang

Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan

fungsi mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui

komunikasi yang efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan

yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan

efektivitasnya adalah saat pergantian sif, yaitu saat timbang terima

pasien.

Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk

menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan de-

ngan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefek-

tif mungkin dengan menjelaskan secara singkat jelas dan komplit

tentangtindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah

dilakukan/belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang

disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan kepe-

rawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan

oleh perawat primer keperawat penanggung jawab dinas sore atau

dinas malam secara tulisan dan lisan. Timbang terima di Ruang X

saat ini untuk sif malam ke sif pagi telah dilaksanakan. Sementara itu

sif pagi ke sif siang dan sif sore ke malam timbang terima dilakukan

hanya sebatas laporan jaga saja sambil berkeliling ke pasien. Kegiatan

timbang terima dilakukan jika terdapat semua perawat berkumpul ter-

utama saat pagi dipimpin oleh karu. Perawat pada sif malam melapor-

kan pasien yang menjadi tanggung jawabnya kepada sif pagi disertai

pencatatan di buku operan. Setelah selesai, perawat langsung kembali

ke pasien dan melaksanakan tugasnya, tidak ada evaluasi kembali.

Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik maupun alurnya.

Hal ini dilakukan untuk perbaikan pada masa yang akan datang se-

hingga timbang terima menjadi bagian penting dalam menggali per-

masalahan pasien sehari-hari.

b. Masalah

Timbang terima sudah dilakukan tetapi belum optimal

1) Materi timbang terima tidak berfokus pada masalah keperawatan

hanya menyebutkan nama, diagnosis medis, tindakan yang telah

dan akan dilakukan.

2) Alur dan proses timbang terima sudah sesuai dengan prosedur.

c. Tujuan

1) Tujuan umum

Menjaga kesinambungan informasi keadaan pasien kepada setiap sif.

2) Tujuan Khusus

a) Menyampaikan kondisi dan keadaan penderita (data fokus).

b) Menyampaikan hal-hal yang sudah/belum dilakukan dalam

askep pada penderita.

c) Menyampaikan hal-hal yang penting yang harus ditindak lanjuti

oleh dinas berikutnya.

d) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

d. Target

Timbang terima dapat berjalan lebih optimal dengan perbaikan for-

mat content yang disampaikan serta mempertahankan alur dan pro-

ses timbang terima yang telah baik dalam pelaksanaannya.

e. Kriteria Evaluasi

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab timbang terima.

b) Menyusun teknik timbang terima bersama sama dengan staf

keperawatan.

c) Menentukan materi timbang terima.

d) Status pasien disiapkan.

e) Persiapan buku laporan dan buku pesanan khusus.

2) Proses

a) Melaksanakan timbang terima bersama dengan kepala ruangan

dan staf keperawatan pada pergantian sif.

306 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 307Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb) Timbang terima dipimpin oleh Perawat Primer sebagai penang-

gung jawab sif.

c) Timbang terima diikuti oleh perawat, mahasiswa yang berdinas

atau akan berdinas.

d) Timbang terima dilaksarnakan di Nurse station paling lama 15

menit dan 3 menit di setiap pasien dengan keadaan istimewa.

3) Hasil

a) Perwat mapu melaporkan timbang terima yang berisi (identitas,

diagnosis medis, masalah keperawatan, intervensi yang sudah

dan belum dilaksanakan, intervensi kolaboratif, rencana umum

pasien).

b) Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna.

c) Dapat meningktakan kemampuan komunikasi antar perawat.

d) Menjalin bubungan kerja sama yang bertanggung jawab antar

perawat.

e) Pelaksanaam asuhan keperawatan dapat berjalan berkesinambu-

ngan.

f. Program Kerja

1) Rencana strategi

a) Menentukam penanggung jawab timbang terima.

b) Menyusun format timbang terima serta petunjuk teknis.

c) Menyiapkan kasus kelolaan yang akan digunakan untuk timbang

terima.

d) Menentukan jadwal pelaksanaan timbang terima.

e) Timbang terima dapat dilalukan secara lisan atau tertulis.

f) Melaksanakan timbang terima bersama dengan kepala ruangan

dan staf keperawatan.

g) Dilaksanakan pada setiap pergantian sif.

h) Dipimpin oleh perawat primer sebagai penanggung jawab sif.

i) Diikuti perawat mahasiswa wang bendimas atau akan berdinas.

j) Infiormasi yang disampaikan harus akurat, singkat sistematis atau

menggambarkan kondisi saat ini dengan tetap menjaga keraha-

siaan pasien.

k) Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan kepe-

rawatan, rencana keperawatan tindakan dan perkembangan

kesehatan pasien.

l) Mendokumentasikan hasil timbang terima pasien.

2) Pengorganisasian

a) Penanggung jawab :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu :

6. Ronde Keperawatan

a. Latar Belakang

Ronde keperawatan sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan

Model Asuhan Keperawatan dengan metode Keperawatan Primer,

merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan

yang harus ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan un-

tuk menggali dan membahas secara mendalam masalah keperawatan

yang ditemukan pada pasien sehingga dengan ronde keperawatan di-

harapkan didapatkan pemecahan masalah melalui cara berpikir kritis

berdasarkan konsep asuhan keperawatan.

Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk

membahas masalah keperawatan dengan melibatkan pasien dan se-

luruh tim keperawatan, konsultan keperawatan, serta divisi terkait

(medis, gizi, rehabilitasi medis dan sebagainya). Ronde keperawatan

juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan

dapat meningkatkan kemampuan kognitit, afektif dan psikomotor.

Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih

melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori

secara langsung pada kasus nyata. Dengan pelaksanaan ronde kepe-

rawatan yang berkesinambungan, diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam pe-

ningkatan perawatan secara profesional. Dalam pelaksanaan ronde

juga akan terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerja

sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kese-

hatan yang terjadi pada pasien.

308 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 309Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASb. Masalah

Ronde keperawatan belum dilaksanakan secara mandiri oleh ruangan

dan kriteria pasien untuk dilakukan ronde jarang terdapat di ruangan.

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Menyelesaikan masalah-masalah pasien yang belum teratasi.

2) Tujuan Khusus

a) Menjustifikasi masalah yang belum teratasi.

b) Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer

lain.

d. Target

Ronde keperawatan dapat berjalan sesuai dengan alur dan syarat dilak-

sanakannya ronde serta dapat terlaksana berkala.

Kriteria Evaluasi

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab ronde keperawatan.

b) Menetapkan kasus yang akan di rondekan.

c) Memberikam informed consent kepada pasien dan keluarga.

2) Proses

a) Melaksanakan ronde keperawatan bersama-sama kepala ruangan

dan staf keperawatan.

b) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer dalam hal ini

penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan intervensi

yang telah dilaksanakan tetapi belum mampu mengatasi masalah

pasien.

c) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.

d) Pemberian masukan solusi tindakan yang lain yang mampu me-

ngatasi masalah pasien tersebut.

3) Hasil

a) Dapat dirumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan

masalah pasien.

b) Hasil diskusi yang disampaikan dapat ditindak lanjuti dan dilak-

sanakan.

e. Program Kerja

1) Rencana Strategi

a) Menentukan penanggung jawab ronde keperawatan.

b) Menentukan pasien yang akan dijadikan subjek dalam ronde

keperawatan.

c) Menyusun proposal kegiatan ronde keperawatan (strategi dan

materi).

d) Menentukan strategi ronde keperawatan yang akan dilakukan.

e) Menentukan materi dalam pelaksanaan ronde keperawatan.

f) Menyiapkan petunjuk teknis pelaksanaan ronde keperawatan.

g) Melaksanakan ronde keperawatan bersama-sama kepala

ruangan dan staf keperawatan.

2) Pengorganisasian

a) Penanggung jawab :

b) PP :

c) PA :

d) Waktu :

7. Dokumentasi Keperawatan

a. Latar Belakang

Dokumentasi keperawatan adalah catatan otentik tentang proses asuh-

an keperawatan pasien sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung-

gugat perawat profesional. Dokumen asuhan keperawatan dapat dija-

dikan bukti ukuran kinerja, dokumen mutu dalam akreditasi, evaluasi

kinerja dan jika ada persoalan hukum dapat dijadikan bukti dan bahan

pembelaaan ataupun pembenaran. Komponen dari dokumentasi men-

cakup aspek komunikasi, proses keperawatan, standar keperawatan.

Manfaat dan pentingnya dokmentasi keperawatan terkadang sering

terabaikan oleh sebagian besar perawat. Manfaat dan pentingnya do-

kumentasi keperawatan antara lain dari segi hukum, karena semua

catatan informasi tentang pasien merupakan dokumentasi resmi dan

bernilai hukum, oleh karena itu data harus diidentifikasi secara leng-

310 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 311Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASkap, jelas, objektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan atau pe-

rawat. Dalam hal ini perlu dicantumkan waktu dan sebaiknya dihindari

adanya penulisan yang dapat menimbulkan interpretasi yang salah.

Dari segi jaminan mutu (kualitas pelayanan), pencatatan data pasien

yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan perawat untuk

menyelesaikan masalah pasien serta untuk mengetahui sejauh mana

masalah dapat teratasi. Hal ini juga memungkinkan perawat untuk

mengetahui adanya masalah baru secara dini. Selain itu dokumentasi

keperawatan juga sebagai sarana komunikasi, acuan dalam menen-

tukan biaya perawatan pasien, sebagai bahan riset untuk pengemba-

ngan ilmu keperawatan dan lain sebagainya.

Fenomena yang sering terjadi terkait dokumentasi keperawatan se-

lain terabaikannya pelaksanaan dokumentasi keperawatan juga dalam

pelaksanaanya sering tidak sesuai dengan standar atau kaidah-kaidah

pembuatan dokumentasi keperawatan yang standar. Hal-hal sederha-

na seperti tidak boleh menghapus tulisan yang salah atau membiarkan

catatan perawat kosong atau tidak adanya paraf perawat yang melaku-

kan pendokumentasian masih sering terjadi. Hal ini menjadikan ke-

otentikan dokumentasi keperawatan akan diragukan. Mengingat pen-

tingnya dan besarnya manfaat dokumentasi keperawatan seharusnya

senantiasa ada upaya untuk melakukan perbaikan terhadap kinerja

perawat terutama dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan.

b. Masalah

Pelaksanaan dokumentasi keperawatan sering terabaikan dan pelak-

sanannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pembuatan dokumentasi

keperawatan yang standar.

c. Tujuan

Melakukan evaluasi dan perencanaan terhadap proses dokumentasi

keperawatan yang telah ada diruangan agar bisa terlaksana lebih op-

timal sesuai standar.

Tujuan Khusus:

1) Pengkajian dengan format SOR.

2) Mengidentifikasi tindakan dan perkembangan pasien dengan

menggunakan sistem pendokumentasian model PIE modifikasi.

3) Mendokumentasikan hasil pemeriksaan patologi.

4) Mendokumentasikan dan melakukan sentralisasi obat oral dan in-

jeksi pada semua pasien kelolaan.

5) Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan setiap

hari di lembar observasi.

6) Melakukan timbang terima setiap pergantian sif.

7) Melakukan discharge planning pada pasien yang akan pulang.

8) Melakukan resume keperawatan pada pasien yang sudah pulang.

d. Target

1) Semua perawat diruangan memahami pentingnya dokumentasi

keperawatan yang dilakukan.

2) Adanya upaya-upaya untuk memperbaiki proses dokumentasi

yang telah ada mendekati proses dokumentasi yang standar.

e. Kriteria Evaluasi

1) Struktur

a) Menentukan penanggung jawab kegiatan.

b) Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian se-

suai dengan kasus di ruang X.

c) Menyiapkan format pengkajian, diagnosis keperawatan, peren-

canaan, pelaksanaan dan evaluasi.

d) Menyiapkan format/pendokumentasian keperawatan.

2) Proses

a) Penggunaan standar terminologi (pengkajian, diagnosis, peren-

canaan, pelaksanaan, evaluasi).

b) Data yang relevan dan bermanfaat dikumpulkan kemudian di-

catat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen.

c) Diagnosis keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi dan

analisis data yang akurat.

d) Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai ba-

gian dari catatan yang permanen.

e) Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan

waktu.

312 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 313Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASf) Evaluasi dicatat sesuai dengan urutan waktu meliputi selama

dirawat, dirujuk, pulang ataupun perubahan status pasien,

respon pasien terhadap tindakan.

g) Rencana tindakan yang direvisi, berdasarkan hasil yang

diharapkan pasien.

3) Hasil

Mahasiswa mampu menerapkan pendokumentasian secara baik

dan benar.

f. Program Kerja

1) Rencana strategi

a) Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian

sesuai dengan kasus di ruang Bedah X.

b) Merevisi format pengkajian, diagnosis keperawatan, perenca-

naan, pelaksanaan dan evaluasi.

c) Menyiapkan format/pendokumentasian keperawatan.

d) Melaksanakan pendokumentasian bersama dengan perawat

ruangan.

2) Pengorganisasian.

a) Penanggung jawab :

b) Waktu :

Tabel Contoh Aplikasi Perencanaan Keperawatan Berdasarkan Metode BSC di ruang X RS Y

PERENCAAN (PLAN OF ACTION)

No Masalah Tujuan Program/Kegiatan Indikatior/Target keberhasilan

Penanggung jawab Waktu

1 M1-Man.Sumber Daya Manusia: Pemberian in-sentif yang tidak sesuai dengan prestasi kerja.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM.

Mengusulkan:1. Peningkatan jenjang

pendidikan pegawai lebih tinggi.

2. Peningkatan skill pegawai melalui pen-didikan dan pelatihan secara berkala.

3. Penyegaran ilmu keperawatan oleh tenagayang berkom-peten secara periodik.

4. Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau kerja ekstra.

5. Perbaikan fasilitas rumah sakit.

1. Rasio kecukupan antara perawatdan pasien menurut tingkat ketergan-tungan pasien terpenuhi.

2. Peningkatan jenjang pendidikan dan skill pegawai tercapai.

3. Beban kerja perawat sesuai dengan tugasnya.

4. Peningkatan kinerja perawat.

2 M2.Fasilitas rumahsakit yang kurangmendukung.

Mengupa-yakanterpenuhinyakebutuhan fasailitas pelayanan.

1. ldentifikasi kebutuhan sarana prasarana

2. Mengusulkan kebu-tuhan sesuai standar peralatan.

1. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas sesuai standar.

2. Rasio alat kesehatan dengan pasien sesuai.

3. Tersedianya kebu-tuhan alat habis pakai.

3 M3-Methode MAKP.Belum terlak-sananyaMAKP secara optimal.

Mampu meningkatkanMAKP primary nursingpemula.

1. Mendiskusikan setiap hambatan yang dalam penerapan model primary nursing.

2. Sosialisasi hasil diseminasi.

3. Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.

4. Melakukan pemba-gian peran perawat.

5. Menentukan deskripsi tugas dan tanggung-jawab perawat.

6. Melakukan pemba-gian jadwal serta pembagian tenaga perawat.

7. Membantu penerapan model MAKP yang sudah ada.

MAKP primary nursing diterapkan secara baik.

1. Dischaarge planning.Format pemula-ngan pasien sudah ada tapi belum dilakukan.

Discharge planningdilaksanakansecara optimal danterdokumem-tasidengan baik.

1. Membuat alur pelak-sanaan discharge planning.

2. Menentukan penyakit terbanyak untuk dilakukan dischoarge planning.

Setiap pasien mulai masuk sampai pulang sudah mendapatkan discharge planning dengan media buklet dan leaflet.

314 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 315Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

3. Melakukan sosial-isasi dan simulasi discharge planning di ruangan.

4. Membagikan media sosialisasi berupa buklet dan leafiet bagi pasien.

5. Pembuatan dan pemasangan poster alur discharge plan-ning di ruang.

6. Dokumentasi.

2. M2-Material.Sarana dan Prasarana belum tercu-kupi terutama mengenai alat ke-sehatan yang belum tersedia.

Sarana danprasarana untuktindakan perawatansudah tersedia danmencukupi.

Mengusulkan:1. Perawatan sarana

dan prasarana secara berkala dan lebih intensif.

2. Meningkatkan proses inventarisasi.

3. Penataan alat-alat emergency lebih rapi.

1. Setiap tindakan keperawatan tersedia instrumen sesuai dengan protap.

2. Ada perawatan sa-rana dan prasarana secara berkala.

3. Apabila ada keru-sakan alat segera ada gantinya.

3. Timbang Terima belum efektif dalam prosesnya dan kurang sesuai de-ngan konten.

Timbang terimadilakukan secaraefektif dan sesuaikonten.

1. Menentukan penang-gung jawab timbang terima.

2. Menyusun format timbang terima pasien serta petunjuk teknis pengisiannya lebih menekankan pada aspek keperawatan.

3. Melaksanakan timbang terima, setiap pergantian sif.

4. Dokumentasi.

1. Timbang terima dilakukan di nurse station dan di pasien.

2. Isi timbang terima tentang masalah keperawatan yang sudah dan belum teratasi.

3. Timbang terima terdokumentasi dengan baik.

4. Ronde Keperawatan belum temu-kan kriteria kasus yang sesuai.

Ronde kepe-rawatanterlaksanan denganoptimal sesuaiprosedur.

1. Menentukan pasien untuk ronde.

2. Mempersiapkan ronde keperawatan.

3. Melaksanakan ronde keperawatan (strategi dan materi).

Ronde keperawatan sudah terlaksana bersama perawat ruangan.

5. Supervisi su-dah berjalan tetapi belum optimal dalam pendokumen- tasian.

Mampumenerapkansupervisikeperawatandengan benar.

1. Mengajukan proposal pelaksanaan alur supervisi.

2. Melaksanakan super-visi keperawatan ber-sama-sama perawat dan kepala ruangan.

3. Mendokumentasikan hasil pelaksanaan su-pervisi keperawatan.

4. Membuat format supervisi.

Supervisi terdokumen-tasikan dengan baik dan benar.

6. Sentralisasi Obat sudah berjalan dengan balk.

Sentralisasi obatdilaksanakan secaraoptimal.

1. Mengusulkan sen-tralisasi obat dengan menggunakan pro-gram Unit Day Dose (UDD).

2. Mengadakan in-formed consent untuk pasien atau keluarga dalam melaksanakan sentralisasi obat.

Seluruh obat pasien sudah tersentralisasi dengan baik.

3. Melaksanakan sen-tralisasi obat pasien bekerja sama dengan perawat, dokter dan bagian farmasi.

4 MA Money

5 M5-MutuPelayanan dankeselamatan pasien.Mutu pelayanansudah berjalan tapi pendoku-metasianpatient safety masih kurang.

Keselamatanpasien meningkat, kepuasan pasien meningkat,pendokumen-tasian mutu pelayanan teroptimalkan dan adanya pendokumen-tasian yang rapi untuk indi-kator mutu.

Mengusulkan pening-katan mutu pelayanan terus-menerus sehingga memberi kesan yang baik pada pasien.Menyusun perencanaan keselamatan pasien sesuai standar akreditasi rumah sakit terbaru (6 sasaran utama).

1. Kepuasan pasien terpenuhi.

2. Tidak ada complain dari, pasien dan keluarga pasien ter-hadap pelayanan.

3. Mengupayakan adanya Information Center di Perawat Station bagi kelu-arga pasien.

4. Keselamatan pasien terjaga.

Langkah 5: Pelaksanaan

Penerapan MAKP sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagian

tertuang dalam GANN chart.

Langkah 6: Evaluasi

1. Evaluasi struktur.

2. Evaluasi proses.

3. Evaluasi hasil.

PENILAIAN RISIKO JATUH

A. Penilaian Risiko Jatuh Pasien.

Dewasa Skala Morse Fall Scale.

B. Penilaian Risiko Jatuh Pasien.

Anak Skala Humpty Dumpty

C. Penilaian Risiko Jatuh pada

Pasien Geriatri

316 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 317Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALAMORSE FALL SCALE

RISIKO JATUH PASIEN DEWASA

No Risiko Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Mempunyai riwayat jatuh, baru atau dalam 3 bulan terakhir

Tidak Ya

025

2 Diagnosis sekunder > 1 Tidak Ya

025

3 Ambulansi berjalan Bedrest/dibantu perawat Penyangga/tongkat/

walker/threeport/kursi roda Mencengkeram furniture

015

30

4 Terpasang IV line/pemberian antikoagulan (heparin) /obat lain yang digunakan mempu-nyai side effect.

Tidak Ya

020

5 Cara berjalan/berpindah Normal/bedrest/mobilisasi Kelelahan dan lemah Keterbatasan/terganggu

01020

6 Status mental Normal/sesuai

kemampuan diri Lupa keterbatasan diri/

penurunan kesadaran

0

15

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Keterangan:Tingkat risiko:1. Skor > 51 risiko tinggi, lakukan intervensi jatuh risiko tinggi;2. Skor 25-50 risiko rendah, lakukan intervensi jatuh standar;3. Skor 0-24 tidak berisiko, perawatan yang baik.

PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN ANAK SKALAHUMPTY DUMPTY

RISIKO JATUH PASIEN ANAK

No Risiko Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 UMUR < 3 tahun 3-7 tahun 7-13 tahun 13-18 tahun

4321

2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

21

3 Diagnosis Kelainan Neurologi Gangguan oksigen (gang

guan pernapasan, dehidrasi, anemia, anorek sia, sinkop, sakit kepala, dan lain-lain).

Kelemahan fisik/kelainan psikis

Ada diagnosis tambahan

43

2

1

4 Gangguan kognitif Tidak memahami

keterbatasan Lupa keterbatasan Orientasi terhadap

kelemahan

3

21

5 Faktor lingkungan Riwayat jatuh dari tempat

tidur Pasien menggunakan alat

bantu Pasien berada di tempat

tidur Pasien berada di luar area

ruang perawatan.

4

3

2

1

6 Respon terhadap operasi/obat penenang/efek anantesi.

Kurang dari 24 jam Kurang dari 48 jam Lebih dari 48 jam

321

7 Penggunaan obat. Penggunaan obat seda

tive (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis). Hipnotik, barbitural, fenoti azin, antidepresan, lak- satif/diuretic, narkotik/ metadon.

3

318 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 319Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS Salah satu obat di atas.

Pengobatan lain21

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Keterangan:Tingkat risiko dan tindakan:1. Skor 7-11 : Risiko rendah untuk jatuh;2. Skor ≥ 12 : Risiko tinggi untuk jatuh;3. Skor minimal : 74. Skor maksimal : 23

PENILAIAN RISIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI

RISIKO JATUH PASIEN GERIATRI

No Risiko Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Gangguan gaya berjalan (diseret, menghentak, ber-ayun)

4

2 Pusing/pingsan pada posisi tegak

3

3 Kebingungan setiap saat 3

4 Nokturia/inkontinen 3

5 Kebingungan intermitten 2

6 Kelemahan umum 2

7 Obat-obatan berisiko tinggi (diuretic, narkotik, sedative, antipsikotik, laksatif, vasodila-tor, antiagina, antihipertensi, obat hipoglikemik, antidepre-san, neuroleptic, NSAID).

2

8 Riwayat jatuh dalam waktu 12 bulan sebelumnya

2

9 Osteoporosis 1

10 Gangguan pendengaran dan/atau penglihatan

1

11 Usia > 70 tahun 1

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Keterangan:Tingkat risiko:1. Risiko rendah, bila skor 1-3 : lakukan intervensi risiko rendah.2. Risiko tinggi, bila skor > 4 : lakukan intervensi risiko tinggi.

320 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 321Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASINSTRUMEN NYERI

A. Pengkajian Nyeri pada Pasien Neonatus-Neonatal Infant Pain Scale

(NIPS)

B. Pengkajian Nyeri pada Bayi Usia 0-1 Tahun FLACC Pain Scale

C. Pengkajian Nyeri pada Pasien Dewasa (Visual Aid Scale)

D. Pengkajian Nyeri pada Pasien Tidak Sadar (Behavioural Pain Scale/

BPS)

PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN NEONATUS-NEONATALNEONATAL-INFANT PAIN SCALE (NIPS)

NYERI PADA BAYIUSIA 0-1 TAHUN

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Ekspresi wajah Wajah tenang, ekspresi

netral Otot wajah tegang, alis

berkerut, dagu dan rahang tegang (ekspresi wajah negatif-hidung, mulut, dan alis).

0

1

2 Menangis Tenang, tidak menangis Merengek ringan, kadang-

kadang. Berteriak kencang,

menarik, melengking te- rus-terusan (catatan : menangis lirih mungkin dinilai jika bayi diintu basi yang dibuktikan me lalui gerakan mulut dan wajah yang jelas).

01

2

3 Pola Pernapasan Pola pernapasan bayi

normal Tidak teratur, lebih cepat

dari biasanya, tersedak, nafas tertahan

0

1

4 Lengan Tidak ada kekakuan otot,

gerakan tangan acak sekali-sekali.

Tegang, lengan lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi kaki

0

1

5 Kaki Tidak ada kekakuan otot,

gerakan kaki acak sekali- sekali.

Tegang, kaki lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi.

0

1

6 Kesadaran Tenang, tidur damai atau

gerakan kaki acak yang terjaga.

Terjaga, gelisah, dan meronta-ronta.

0

1

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

KeteranganSkala nyeri1. 0-2 = Nyeri ringan-tidak nyeri2. 3-4 = Nyeri sedang-nyeri ringan 3. > 4 = Nyeri hebat

Intervensi :1. Tidak ada 2. Intervensi tanpa obat,

dievaluasi selama 30 menit.3. Intervensi tanpa obat, bila

masih nyeri bisa diberikan analgesic dan dievaluasi selama 30 menit.

322 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 323Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

FLACC PAIN SCALE

NYERI PADAPASIEN ANAK

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 FACE (wajah) Tidak ada ekspresi tertentu

atau senyum, kontak mata Kadang meringis atau

mengerutkan kening, me- narik diri, tidak tertarik, wajah terlihat cemas, alis diturunkan, mata sebagian tertutup, pipi terangkat, mulut mengerucut.

Sering cemberut, kon- stan, rahang terkatup. Dagu bergetar, kerutan yang dalam di dahi, mata tertutup, mulut terbuka, garis yang dalam di sekitar hidung/bibir.

0

1

2

2 Leg (kaki) Posisi normal atau santai Tidak nyaman, gelisah,

tegang, tonus meningkat, kaku fleksi/ekstensi ang- gota badan intermiten.

Menendang atau kaki disusun, hipertonis fleksi/ekstensi anggota badan secara berlebihan, tremor.

01

2

3 Activity (Aktivitas) Berbaring dengan tenang,

posisi normal, bergerak dengan bebas dan mudah.

Menggeliat, menggeser maju mundur tegang, ragu-ragu untuk bergerak menjaga, tekanan pada bagian tubuh.

Melengkung, kaku, atau menyentak, posisi tetap, goyang gerakan kepala dari sisi ke sisi, menggosok bagian tubuh.

0

1

4 Cry (menangis) Tidak ada teriakan/era-

ngan (terjaga/tertidur). Erangan/rengekan,

sesekali menangis, se- sekali mengeluh.

0

1

Terus-menerus mena- ngis, menjerit, isak tangis, mengeram, menggeram, sering mengeluh.

5 Consolability Tenang, santai, tidak perlu

dihibur Perlu keyakinan dengan

sekali-kali menyentuh, sekali-kali memeluk, atau berbicara. Perhatian udah beralih.

Sulit untuk dibujuk atau dibuat nyaman.

0

1

2

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Keterangan01-34-67-10

= Rileks dan nyaman (relaxed and comfortable)= Sedikit tidak nyaman (mild discomfort)= Nyeri sedang (moderate pain)= Nyeri/tidak nyaman yang parah (severe discomfort/pain)

324 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 325Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

INSTRUMEN PENILAIAN NYERIVISUAL AID SCALE

NYERI PADAPASIEN DEWASA

No Skala Nyeri Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Tidak nyeri 0

2 Minor Nyeri sangat ringan Nyeri tidak nyaman Nyeri dapat ditoleransi

123

3 Moderate Menyusahkan Sangat menyusahkan Nyeri hebat

456

4 Severe Sangat hebat Sangat menyiksa Tak tertahankan Tak dapat diungkapkan

789

10

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Pancetus(P)

Kualitas (Q)

Lokasi (R)

Skala (1-10)(S)

Waktu(T)

Penyebab nyeri hilang/berkurang

Keterangan01-34-67-10

= Rileks dan nyaman= Sedikit tidak nyaman= Nyeri sedang= Nyeri/tidak nyaman yang parah

BEHAVIOURAL PAIN SCALE (BPS)

NYERI PADAPASIEN TIDAK SADAR

No Skala Nyeri Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 FACE (wajah) Tenang/rileks Mengerutkan alis. Kelopak mata tertutup. Meringis.

1234

2 Anggota badan sebelah atas Tidak ada gerakan. Sebagian ditekuk. Sepenuhnya ditekuk

dengan fleksi jari-jari Retraksi permanen.

123

4

3 Ventilasi Pergerakan dapat dito-

leransi. Batuk dengan pergerakan. Melawan ventilator Tidak dapat mengontrol

ventilasi.

4

56

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Keterangan01-34-6≥ 6

= Tidak ada nyeri (no pain) = Nyeri ringan (mild Pain)= Nyeri sedang (moderate pain) = Nyeri tidak tertahankan (uncontrolled pain)

TidakNyeri

SedikitNyeri

SedikitLebih Nyeri

NyeriSangat Hebat

LebihNyeri

SangatNyeri

Moderate SevereMildNone

TIDAK NYERITERTAHANKAN

Skor Skala Nyeri© Mosby

0 11 2 3 4 5 6 7 8 9 10

TIDAKNYERI

326 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 327Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASINSTRUMEN PPI

A. FLEBITIS

B. DEKUBITUS

C. PNEUMONIA

D. INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)

E. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

INSTRUMEN PENILAIAN KEJADIAN FLEBITIS MENGGUNAKAN VIP SCORE

(VISUAL INFUSION FLEBITIS SCORE)

A. FLEBITIS

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Jalur IV tampak sehat 0

2 Salah satu tanda-tanda berikut jelas

Sedikit nyeri dekat jalur IV atau

Sedikit kemerahan dekat jalur IV.

1

3 Dua dari tanda berikut Nyeri pada jalur IV Kemerahan Pembengkakan 2

4 Semua tanda-tanda berikut jelas

Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan.

3

5 Semua tanda-tanda berikut jelas

Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan. Vena teraba keras.

4

6 Semua tanda-tanda berikut jelas

Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan. Vena teraba keras. Pireksia.

5

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

KeteranganSkala nyeri1. 0 = nyeri ringan-tidak nyeri2. 1-2 = tahap awal flebitis 3. 3-4 = awal tromboflebitis 4. 5 = stadium lanjut tromboflebitis

Intervensi :1. Observasi kanul 2. Resite kanul 3. Resite kanul dan pertimbangkan

perawatan 4. Memulai perawatan

328 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 329Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

NORTON SCALE

B. DEKUBITUS

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 KONDISI FISIK Baik Cukup baik Buruk Sangat buruk

4321

2 KONDISI MENTAL Waspada Apatis Bingung Pingsan/tidak sadar

4321

3 Kegiatan Dapat berpindah Berjalan dengan bantuan Terbatas kursi Terbatas di tempat tidur

4321

4 Mobilitas Penuh Agak terbatas Sangat Terbatas Sulit bergerak

4321

5 Inkontinensia Tidak mengompol. Kadang-kadang Biasanya yang keluar

urine Biasanya yang keluar

urine dan kotoran

432

1

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Intervensi :• Nilai maksimal 20• Nilai minimum 5• Pasien berisiko decubitus jika nilai < 14

CPIS (CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE)

C. PNEUMONIA

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 SUHU ≥36,5˚C dan ≤ 38,4 ˚C ≥38,5˚C dan ≤ 38,9 ˚C ≥39˚C dan ≤ 36 ˚C

012

2 Leukosit dalam darah ≥ 4.000 dan ≤ 11.000 > 4.000 dan < 11.000 > 4.000 dan < 11.000

+ band form ≥ %0%

012

3 Sekret Trakeal Tidak Dapat sekret Terdapat secret trakeal

nonpurulen Terdapat secret trakeal

purulent

01

2

4 Oksigenasi PaO2/FIO2’ mmHg > 240 atau ARDS

(PaO2/FIO2’ ≤ 200) pulmo nary arterial wedge pre- ssure

≤ 18 dan adanya infiltrasi bilateral

≤ 240 dan tidak terdapat ARDS

0

1

2

5 Gambaran radiologi paru Tidak terdapat infiltrasi Adanya difusi infiltrat Infiltrate di daerah lokal

012

6 Kultur dari cairan trakeal: Negatif Positif

02

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

Interpretasi : skor > 6 menandakan pneumoni

330 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 331Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

SOUTHAMPTON SCORING SYSTEM

D. ILO (INFEKSIDAERAH OPERASI)

No Parameter Skor

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 PROSES PENYEMBUHAN NORMAL

2 Proses penyembuhan normal, dengan kemerahan sedang

A. Ditemukan beberapa kemerahan

B. Kemerahan C. Eritema Sedang

I

3 Eritema dengan tanda inflamasi

A. Pada satu tempat B. Di sekitar luka jahitan C. Sepanjang luka D. Disekeliling Luka

II

4 Luka bersih atau ditemukan cairan haemoserous.

A. Hanya pada satu tempat (< 2)

B. Disepanjang luka (> 2) C. Ditemukan banyak

haemoserous D. Prolonged (> 3 hari)

III

5 PUS : A. Hanya pada satu

tempat B. Di sepanjang luka

(> 2 cm)

IV

6 Adanya infeksi yang dalam denagn atau tanpa kerusakan jaringan, hematoma memerlu-kan aspirasi.

V

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian.

Untuk memastikan diagnosis ISK, harus ada minimal 1 dari 4 kriteria

berikut ini:

E. ISK (INFEKSISALURAN KEMIH)

No Parameter Kriteria

Skor Hari Perawatan Ke-

1Tgl…..

2Tgl…..

3Tgl…..

4Tgl…..

5Tgl…..

6Tgl…..

7Tgl…..

8Tgl…..

9Tgl…..

10Tgl…..

1 Pasien sedang terpasang kateter urine saat pengam-bilan sampel urine dan ada sedikitnya gejala di bawah ini tanpa diketahuipenyebabnya:

demam (>38˚C) nyeri pada daerah

suprapublik atau kosto- vertebral.

danhasil kultur urine positif adanya ≥ 105 colony-for-ming units (CFU)/ml dengan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganismeataukateter urine pasien sudah terlepas dalam waktu 48 jam sebelum pengambilan sampel urine dan ada se-dikitnya satu dari tanda atau gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:

demam (>38˚C) pasien mengalami

inkontinensia urgensi, nyeri di suprapublik atau kostovertebral.

1

2 Pasien sedang terpa-sang kateter urine saat pengambilan sampel urine dan ada sedikitnya gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:

demam (>38˚C) nyeri pada daerah

supra-publik atau kostovertebral.

Dan

hasil pemeriksaan urine ditemukan paling tidak terdapat satu dari hal bawah ini:

adanya leukosit atau nitrat darihasil pemerik- saan urine.

2

332 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 333Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS pluria (terdapat ≥ 10

[WBC]/ mm3 or ≥ 3 WBC/high power field of unspun urine).

adanya mikroorga- nisme gram dalam sample urine dan hasil kultur urine menunjuk- kan hasil ≥ 103 and <105 CFU/ml dengan tidak lebih dari 2 spe- sies mikroorganisme.

atau

kateter urine pasien sudah terlepas dalam waktu 48 jam sebelum pengambilan sampel urine dan ada se-dikitnya satu dari tanda atau gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:

demam (>38˚C) pasien mengalami

inkontinensia urgensi, inkontinensia frekuensi, dysuria, nyeri di supra- publik atau kostover- tebral.

3 Pasien ≤ I tahun yang lalu dengan atau tanpa riwayat pemasangan kateter urine mempunyai paling tidak satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa diketahui penyebab yang tidak diketahui:

demam (>38˚C) hipotermi (< 36˚C) apnea bradikardia dysuria letargi vomitus

dan hasil kultur urine positif adanya ≥ 105 colony-for-ming units (CFU)/ml dengan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme.

3

4 Pasien ≤ I tahun yang lalu dengan atau tanpa riwayat pemasangan kateter urine mempunyai paling tidak satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa diketa-hui penyebab yang tidak diketahui:

demam (>38˚C) hipotermi (< 36˚C) apnea bradikardia

4

dysuria letargi vomitus

dan hasil pemeriksaan urine ditemukan paling tidak terdapat satu dari hal di bawah ini:

adanya leukosit atau nitrat dari hasil peme- riksaan urine.

pluria (terdapat ≥ 10 [WBC]/ mm3 atau 3 WBC/high power field of unspun urine)

adanya mikroorga- nisme gram dalam sample urine dan hasil kultur urine menunjuk- kan hasil ≥ 103 and <105 CFU/ml dengan tidak lebih dari 2 spe- sies mikroorganisme.

TOTAL SKOR

Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian

C. IndikatorPenilaianMutuAsuhanKeperawatan

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struk-

tur proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pela-

yanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh

masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek

penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, audit (EDIA).

1. Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang

meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan kepe-

rawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi

yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan

lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat

kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing kom-

ponen struktur.

2 Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain

yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien. Interaksi

334 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 335Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien,

penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan,

penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi

lain terhadap pasien.

a. Indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:

• Angka infeksi nosokomial: 1-2%;

• Angka kematian kasar 3-4%;

• Kematian pascabedah: 1-2%;

• Kematian ibu melahirkan: 1-2%;

• Kematian bayi baru lahir 20/1.000;

• NDR (Not Death Rate) 2,5%;

• ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5.000;

• PODR (Post-Operation Death Rate): 1 %;

• POIR (Post-Operative Infection Rate): 1 %.

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

• Biaya per unit untuk rawat jalan;

• Jumlah penderita yang mengalami dekubitus;

• Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur;

• BOR: 70-85%;

• BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat

tidur/tahun;

• TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari T’T yang kosong;

• LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial;

gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesala-

han; dan kepuasan pasien);

• Normal tissue removal rate: 10%.

c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur

dengan jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di

koran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran dan lainnya.

d. Indikator mutu pelayanan sebuah RS terdiri atas:

• Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak

RS dengan asal pasien;

• Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembeda-

han dan jumlah kunjungan SMF spesialis;

• Mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar terse-

but di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika

bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan

menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelum-

nya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan

pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-

masing SMF dan staf lainnya yang terkait.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

• Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi;

• Pasien diberi obat salah;

• Tidak ada obat/alat emergensi;

• Tidak ada oksigen;

• Tidak ada suction (penyedot lendir);

• Tidak tersedia alat pemadam kebakaran;

• Pemakaian obat;

• Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain.

f. Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH

(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:

• Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran

pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlu-

kaan dan keluhan keluarga:

• Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya

kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respon perawat terha-

dap pasien, dan peraturan rumah sakit;

• Clinical incident di antaranya jumlah pasien flebitis, jumlah pasien

ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia; jumlah pasien trom-

boli, dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang

berlebih;

336 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 337Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS• Harap injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,

kurangnya keterampilan perawat, dan komplain pasien;

• Madication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis,

pasien, cara, waktu).

Tabel Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

D. MutuPelayananKeperawatan

1. Pengertian mutu

Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi keperawatan dalam

pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan status kesehat-

an dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual pasien (Suarli dan

Bahtiar, 2012).

Kesempurnaan dari produk jasa dengan memenuhi standar yang telah

ditetapkan (minimal mutu), mutu pelayanan yang biasa digunakan dalam

penilaian suatu kualitas pelayanan kesehatan mengacu pada lima dimensi

mutu.

Mutu adalah pemenuhan terhadap harapan pelanggan dan sesuai dengan

standar yang berlaku serta tercapainya tujuan pelayanan keperawatan

yang diharapkan (tappen, 2010).

Mutu pelayanan keperawatan menurut DEPKES RI tahun 2012

Pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk me-

menuhi kebutuhan dan harapan pasien sehingga pasien dapat mem-

peroleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan

masyarakat kepada rumah sakit serta dapat melahirkan keunggulan kom-

paraif melali pelayanan yang bermutu, effisien, inovatif dan beri infact

pada curtomer responsiveerness.

2. Dimensi mutu

Dimensi mutu terdiri dari 5 komponen sebagai berikut :

a. Cepat Tanggap (Responsiveness)

b. Keandalan (Reliability)

c. Terjamin (Assurance)

d. Empaty (Emphaty)

e. Bukti Fisik (Tangible)

(Tappen, 2010).

Dimensi kualitas YANKEP

a. Tangible; (nyata/berwujud)

b. Reliability (keandalan)

c. Responsiveness (Cepat tanggap)

d. Competence (kompetensi)

e. Access (kemudahan)

f. Courtesy (keramahan),

g. Communication (komunikasi)

h. Credibility (kepercayaan)

i. Security (keamanan)

j. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)

(Watson, 2000, Leininger, 2002, Hamid, 2002, Nurachmah, 2004,

Dikti ;2006; Hendroyono. 2009).

E. Kredensialing

1. Pengertian kredensialing

Credentialing, secara umum, merupakan istilah yang memayungi li-

sensi, sertifikasi, akreditasi, dan pendaftaran/registrasi (Hamid, 2010).

Credentialing diperlukan untuk menjamin kualitas standar pelayanan

praktik seseorang sehingga baik praktisi atau konsumen mempunyai

Standar Nasional

Σ BORΣ ALOSΣ TOI (Turn Over Interval)Σ BTO (Bed Turn Over)Σ NDR (Net Death Rate)Σ GDR (Gross Death Rate)Σ ADR (Anesthesia Death Rate)Σ PODR (Post-Operative Death Rate)Σ POIR (Post-Operative Infection Rate)Σ NTRR (Normal Tissue Removal Rate)Σ MDR (Maternal Death Rate)Σ IDR (Infant Death Rate)

75-80%1-10 hari1-3 hari5-45 hari< 2,5%< 3%1,15000< 1%< 1%10%< 0,25%< 2%

338 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 339Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASjaminan yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan oleh instansi

atau organisasi.

Credentialing adalah proses penentuan dan memelihara kompetensi

dalam praktek keperawatan dan salah satu cara bagaimana profesi

keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas untuk

pendidikan preparationof anggota itu. Credentialing termasuk lisensi,

tregistration, sertifikasi dan akreditasi.

2. Tahapan

Credentialing diperoleh melalui 3 tahapan yaitu: lisensi, akreditasi dan

registrasi (Jean M, 2000). Lisensi merupakan pencantuman nama se-

seorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah

maupun non pemerintah. Untuk dapat terlisensi, perawat harus telah

menyelesaikan pendidikan keperawatan dan menerima ijasah. Ijasah

tersebut akan diberikan oleh institusi pendidikan yang telah terakreditasi

oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).

Langkah yang berikutnya dalam credentialing dalam keperawatan adalah

registrasi tenaga keperawatan (Hamid, 2010).

Tujuan utama credentialing adalah untuk melindungi masyarakat de-

ngan memastikan tingkat kompetensi tenaga profesional kesehatan

dalam menjamin kepedulian terhadap hak-hak pasien (Jean M, 2000).

Kredensialing perawat baru.

F. JenjangKerierPerawat

Pengertian jenjang karier adalah suatu sistem untuk meningkatkan kinerja

dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melaui peningkatan

kemampuan kompetensi, pengembangan sistem jenjang karier bagi pe-

rawat, membedakan antara pekerjaan dan karier (Depkes 2010).

Peran perawat :

Perawat klinis

Perawat klinis merupakan perawat yang memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien langsung sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyara-

Rekruitmendan

Seleksi

Penugasankerja sesuai

area

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan

Komitekeperawatan Direktur RS

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan

PenetapanKewenangan

Klinik

PemberianPenugasan

KlinisKenaikan

PenjenjanganKarir

Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasaryaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah

ASSESMENKOMPETENSI

1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan Direktur RS

Bidangkeperawatan

Bidangkeperawatan

Komitekeperawatan

Rekruitmendan

Seleksi

Penugasankerja sesuai

area

PenetapanKewenangan

Klinik

PemberianPenugasan

KlinisKenaikan

PenjenjanganKarir

Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasaryaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah

ASSESMENKOMPETENSI

1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen

Kredensial

340 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 341Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASkat. Perawat klinis merupakan perawat yang terjun langsung, di wahana

praktik klinik, baik itu puskesmas, rumah sakit atau klinik yang memberikan

pelayanan keperawatan langsung kepada pasien.

Perawat manager

Perawat yang mempunyai peran melakukan tatatkelola pelayanan kepe-

rawatan di suatu unit pelayanan kesehatan dan institusi pelayanan kesehat-

an. Peran manajer bisa sebagai lower manager, middle manager atau top

manager. Perawat manager bisa sebagai ketua tim, kepala ruangan, kepala

bidang keperawatan, direktur keperawatan, pemilik home care, klinik, bisa

juga sebagai kaprodi, dekan, ketua Stikes atau yang berhubungan dengan

pendidikan tinggi keperawatan.

Perawat pendidik

Perawat yang berperan memberikan pendidikan kepada generasi muda

penerus profesi. Perawat ini bekerja di Pendidikan Tinggi Keperawatan se-

bagai dosen pengajar. Jalur jenjang karier dosen keperawatan mengikuti

alur kebijakan kemeristekdikti.

Perawat peneliti/Riset

Perawat yang mempunyai peran melakukan riset-riset keperawatan. Hasil

riset keperawatan dipublikasikan pada jurnal nasional dan internasional

berreputasi. Selain itu penelitiannya digunakan untuk pengembangan ilmu

keperawatan. Peran perawat resecher di Indonesia masih sangat sedikit,

masih sangat diperlukan.

Jenjang karier perawat menurut PPNI (2005), bahwa jenjang karier perawat

teridiri dari : Perawat klinik I, perawat klinik II, perawat klinik III, perawat

klinik IV dan perawat klinik V. Jenjang karier tersebut ditentukkan oleh indi-

kator atau karakteristik tertentu, skematis secara lengkap dapat di lihat pada

skema sebagai berikut :

D-IIIKeperawtan atauNers pengalamankerja 0 tahunMempunyai sertifikat BHD

Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja > 4 tahun mempunyai sertifikat PK IVNers Spesialis II (Konsultan) dengan pengalaman kerja 0 tahun

D-III : 0-1 thnNers : 0-1 thn

••

D-III : 6-9 thnNers : 4-7 thn

••

D-III : 3-6 thnNers : 2-4 thn

••

Hingga masa pensiun

D-III Keperawtan atau NersPengalaman kerja > 1 tahunMempunyai sertifikat pra klinik

D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 4 tahunNers dengan pengalaman kerja > 3 tahunMempunyai sertifikat PK I

D-III : 9-12 thnNers : 6-9 thnNers Sp I : 2-4 thn

•••

Ners : 9-12 thnNers Sp I : 6-9 thn

••

D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 10 tahun dan mempunyai sertifikat PK IINers dengan pengalaman kerja > 7 tahun dan mempunyai sertifikat PK IINers Spesialis I dengan pengalaman kerja 0 tahun

Ners dengan pengalaman kerja > 13 tahunNers Spesialis I dengan pengalaman kerja > 2 tahunMempunyai sertifikat PK III

Bidangkeperawatan

Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasar yaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah

ASSESMENKOMPETENSI

1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen

Bidangkeperawatan

KENAIKANJENJKANG

Komitekeperawatan Direktur

Rumah Sakit Bidangkeperawatan

Kredensialing

Pemberianpenugasan

klink

Pemberiankerja sesuaidengan areapraktiknya

Rekrutmendan seleksi

Skema Jenjang Karir Perawat Klink Baru

342 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 343Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

G. KomiteEtikKeperawatan

1. Pengertian

Komite keperawatan adalah wadah non structural rumah sakit yang

mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profe-

sionalisme profesi perawat melalui mekanisme kredensial, penjagaan

mutu profesi dan pemeliharaan etik serta disiplin profesi.

2. Karakteristik

PMK No 49 Tahun 2013 : Rumah Sakit Harus Membentuk Komite

Keperawatan. Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit

dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi

komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan,

sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Subkomite terdiri dari sub-

komite (1) kredensial, (2) mutu profesi dan (3) etika dan disiplin profesi.

3. Wewenang kominte kerepawatan

a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis,

b. Memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis,

c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu,

d. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis,

e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebi-

danan,

f. Memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan

kebidanan berkelanjutan,

g. memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomen-

dasi pemberian tindakan disiplin.

4. Struktur organisasi

Struktur organisasi Komite Keperawatan mengambarkan tiga sub komite

keperawatan beserta tugas dan tanggungjawabnya. Sub komite kepe-

rawatan tersebut meliputi : sub komite kredential, sub komite mutu

profesi, sub komite etik dan disiplin profesi. Struktur organisasi komite

keperawatan dapat diamati pada bagan struktur organigram berikut ini:

H. AuditMutuKeperawatan

Audit mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui dua cara, sebagai beri-

kut:

1. Internal : bagian penjaminan mutu rumah sakit.

2. External : lembaga resmi akreditasi.

Pendekatan penilaian mutu menurut Dona Bedian, (1998). Telah menetap-

kan indikator prioritas yaitu idikator area klinis, indikator area manajemen

dan indikator keselamatan pasien (patien Safety).

Pelaksanaanpendidikan

berkelanjutan

Pelaksanaan Askep

Monitoringkompetisi

Monitoring penerapan etik dan disiplin profesi.

Supervisi klinik

Monitoring indikator mutu keperawatan klinkMonitoring indikator kinerja individu

344 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 345Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAdanya kegiatan audit mutu internal, terutama audit medit di rumah sakit,

menimbulkan dampak yang signifikan dalam berkembangnya sistem manaje-

men mutu standar yang berdampak pada mutu pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

Kegiatan audit mutu saat ini dipandang sebagai kegiatan yang dapat mem-

berikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja rumah sakit, puskesmas

dan pendidikan tinggi keperawatan atau kesehatan. Kegiatan audit mutu

juga dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan

pasien, keluarga, masayarakat sebagai pelanggan (customer).

Indikator mutu pelayanan kesehatan

Monitoring dan evaluasi audit medic di rumah sakit dilakukan oleh komite

medik. Agar supaya dapat melakukan evaluasi dan monitoring, komite medik

mengembangkan indikator mutu pelayanan kesehatan yang harus dicapai.

A. LatarBelakang

Tenaga Kesehatan dalam UU Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan

yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau kete-

rampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang untuk jelas tertentu me-

merlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Bagian integral

dari profesi kesehatan adalah profesi keperawatan. Penelitian Huber, (2004)

80 % dari kegiatan pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan kepe-

rawatan. Sumber Daya Keperawatan adalah sumber daya yang terbanyak di

suatu rumah sakit.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2012 jumlah rumah sakit di

Indonesia sebanyak 1.721 unit dengan 170.656 tempat tidur. Padahal jumlah

idealnya adalah 237.000. Semuanya itu dibutuhkan ketenagaan. Sumber

daya kesehatan yang bisa memberikan pelayanan kesehatan. Kecukupan

sumber daya kesehatan secara kuantitas dan kualitas akan menentukan kua-

litas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kecukupan SDM Kesehatan

atau keperawatan ada formulasi formulasi tertentu yang memperhatikan

berbagai dimensi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas

PENGATURAN SUMBER DAYA KEPERAWATAN (SDM)

11BAB

346 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 347Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASdan klinik. Kebutuhan SDM Keperawatan juga diperlukan bagi Pendidikan

Tinggi Keperawatan.

B. HakekatKetenagakerjaan

Hakekat Sumber Daya Manusia atau ketenagakerjaan pada intinya adalah

pengaturan, mobilisasi potensi, memaksimalkan skill, proses motivasi, dan

pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui

kinerjanya. Kemampuan kinerja berguna untuk tercapainya tujuan individu,

visi dan misi organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya.

Keputusan yang diambil tentang tata kelola Sumber Daya Manusia atau

ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh filosofi dan kebijakan yang di-

anut oleh pimpinan keperawatan tentang pemberdayaan Sumber Daya

Keperawatan. Misalnya, pandangan tentang motivasi kerja dan konsep

tentang profesi keperawatan. Pandangan Pimpinan dan manajer tentang

profesi keperawatan akan terbentuk pola kebutuhan Sumber daya kepe-

rawatan, yang sesuai dengan kebijakan rumah sakit serta terstandar sesuai

dengan standar akreditasi yang berlaku, baik KARS, ISO 9001 dan Joint

Commition International (JCI).

C. Prinsip-PrinsipdalamKetenagakerjaan

1. Pembagian Kerja

Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi se-

hingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang

keperawatan perlu mengetahui tentang :

a. Pendidikan dan pengalaman setiap staf.

b. Peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut.

c. Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan

kedudukan dalam organisasi.

d. Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan tang-

gung jawabnya.

e. Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada

tenaga non keperawatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan pembagian

kerja.

a. Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan

kemampuannya.

b. Tiap bangsal/bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan

tertulis.

c. Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas.

d. Variasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungan-

nya.

e. Mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan.

f. Penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak, kesulitan

dan waktu.

Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor,

minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa

dia menerima tugas.

2. Pendelegasian Tugas

Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab ke-

pada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelega-

sian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok

melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain

itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan mempunyai waktu lebih

banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan

dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan

latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap

tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberi-

kan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting.

Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf.

Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah me-

ngambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan

rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan.

Disamping itu manfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan

sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal

lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan

rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun

348 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 349Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASekstern, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui

usaha orang lain.

Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, ba-

nyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa

alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian :

a. Meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu dilaksanakan

dengan tepat, kerjakanlah sendiri”.

b. Kurang percasya diri.

c. Takut dianggap malas.

d. Takut persaingan.

e. Takut kehilangan kendali.

f. Merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan pendelegasian,

mempunyai definisi kerja yang tidak jelas.

g. Takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas.

h. Menolak untuk mengambil risiko tergantung pada orang lain.

i. Kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah,

sehubungan dengan tugas yang didelegasikan.

j. Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan.

k. Kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf

kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk melakukan tu-

gas tersebut.

Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa

tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan

kepada staf. Hal ini tergantung pada :

a. Sifat kegiatan : untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberi-

kan lebih besar kepada staf.

b. Kemampuan staf : tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau

terlalu berat.

c. Hasil yang diharapkan : Applebaum dan Rohrs menyarankan agar

pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk perencanaan

strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka

juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada

mendelegasikan sebagian aspek dari suatu kegiatan.

Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif :

a. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan

mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau melakukannya.

b. Jangan takut salah.

c. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memiliki

keterampilan atau pengetahuan untuk sukses.

d. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, sehingga

mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan.

e. Perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil.

f. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemeca-

han masalahnya.

g. Hindari kritik bila terjadi kesalahan.

h. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang,

tanggung gugat dan dukungan yang tersedia.

i. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana

dengan baik.

Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan pendelegasian

yang efektif :

a. Tetapkan tugas yang akan didelegasikan.

b. Pilihlah orang yang akan diberi delegasi.

c. Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas.

d. Uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan

hasil tersebut.

e. Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf

tersebut.

f. Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek peneri-

maan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan.

g. Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan.

h. Berikan dukungan.

i. Evaluasi hasilnya.

350 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 351Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS3. Koordinasi

Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian

antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antar pe-

rawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan tenaga dari

bagian lain.

Manfaat Koordinasi:

a. Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal/bagian

dan perasaan lebih penting dari yang lain.

b. Menumbuhkan rasa saling membantu.

c. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf.

Cara koordinasi:

Komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelapo-

ran, pembakuan formulir yang berlaku.

4. Manajemen Waktu

Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala bidang keperawatan

mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengendalikan waktu. Banyak

waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh karena itu perlu pe-

ngontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif.

Untuk mengendalikan waktu agar lebih efektif perlu :

a. Analisa waktu yang dipakai; membuat agenda harian untuk menentu-

kan kategori kegiatan yang ada.

b. Memeriksa kembali masing-masing porsi dari tiap aktifitas.

c. Menentukan prioritas pekerjaan menurut kegawatan, dan perkem-

bangannnya serta tujuan yang akan dicapai.

d. Mendelegasikan.

Hambatan yang sering terjadi pada pengaturan waktu

a. Terperangkap dalam pekerjaan.

b. Menunda karena takut salah.

c. Tamu yang tidak terjadwal.

d. Telepon.

e. Rapat yang tidak produktif.

f. Peraturan “open door”.

g. Tidak dapat mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak perlu.

D. PerhitunganSumberDayaKeperawatan

Perhitungan tenaga perawat

Penerapan kebutuhan ketenagaan atau Sumber Daya Keperawatan perlu

memperhatikan adanya faktor faktor yang sangat berkaitan dengan terkait

beban kerja perawat. Faktor-faktor yang berkaitan tersebut sebagai berikut:

1. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit.

2. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien.

3. Rata-rata hari perawatan klien.

4. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung.

5. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan.

6. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung.

7. Pemberian cuti.

Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu diperhati-

kan hal-hal, sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan.

a. Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien

sesuai dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktu-

asinya, keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga.

b. Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan,

kebijakan pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan persona-

lia, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesia-

lis dan sikap ethis profesional.

c. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, layout

keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengka-

pan peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari insta-

lasi lain dan macam kegiatan yang dilaksanakan.

d. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan ke-

bijakan pembinaan dan pengembangan.

352 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 353Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS2. Rumusan perhitungan tenaga perawat

a. Peraturan Men.Kes.R.I. No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetap-

kan bahwa perbandingan jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding

dengan jumlah perawat adalah sebagai berikut :

Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat = 3-4 tempat tidur : 2

perawat.

b. Hasil Work Shop Perawatan oleh Dep.Kes RI di Ciloto Tahun 1971

menyebutkan bahwa :

Jumlah tenaga keperawatan : pasien = 5 : 9 tiap shift.

c. Menggunakan sistem klasifikasi pasien berdasarkan perhitungan ke-

butuhan tenaga.

Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Menurut Douglas

(1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi klien

berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar

sebagai berikut :

a. Kategori I : Self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2

jam/hari

• Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.

• Makanan dan minum dilakukan sendiri.

• Ambulasi dengan pengawasan.

• Observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift.

• Minimal dengan status psikologi stabil.

• Perawatan luka sederhana.

b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu

3-4 jam/hari

• Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.

• Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.

• Ambulasi dibantu.

• Pengobatan dengan injeksi.

• Klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat.

• Klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.

c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/

hari

• Semua kebutuhan klien dibantu.

• Perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan.

• Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.

• Makan dan minum melalui selang lambung.

• Pengobatan intravena “perdrip”.

• Dilakukan suction.

• Gelisah/disorientasi.

• Perawatan luka kompleks.

E. FormulasiPerhitunganSDMKeperawatan

Tingkat ketergantungan perhitungan tenaga perawat ada beberapa metode,

antara lain yaitu:

1. Metode Douglas

2. Metode Ilyas Yaslis

3. Metode Gillies

4. Metode Depkes

Penjelasan dari metode-metode cara perhitungan ketenagakerjaan adalah

sebagai berikut :

1. Metode Douglas

Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit

perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing-masing kategori

mempunyai nilai standar per sif nya, yaitu sebagai berikut :

JumlahPasien

Klasifikasi Klien

Minimal Parsial Total

Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40

3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60

Dst

354 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 355Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASContoh kasus

Ruang Mawar, RSUD kota Nabire, merupakan ruang penyakit dalam dan

bedah. Jumlah ketersediaan tempat tidur 32 tempat tidur. BOR rerata

100%. Jumlah pasien total care rerata 10 pasien. Jumlah perawat: Ners

3 orang, 9 orang D3 Keperawatan, total 12 perawat. Hitunglah kebutu-

han perawat setiap sif. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :

2. Metode Ilyas Yaslis, (2010)

Metode ini dikembangkan oleh Yaslis Iyas sejak tahun 1995. Metode ini

berkembang karena adanya keluhan dari rumah sakit di Indonesia bahwa

metode Gillies menghasilkan jumlah perawat yang terlalu kecil sehingga

beban kerja perawat tinggi sedangkan PPNI menghasilkan jumlah pe-

rawat yang terlalu besar sehingga tidak efisien.

Rumus dasar dari formula ini adalah sebagai berikut:

Tenaga Perawat =

Keterangan:

A : Jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan

pasien)

B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)

365 : Jumlah hari kerja selama setahun

255 : Hari kerja efektif perawat/bln (365-(12 hari libur nasional +12 hari

libur cuti tahunan x ¾) = 255 hari

Jam kerja/hari : 6 jam, didapat dari 40 jam (total jam kerja/minggu) ; 7

hari.

Indeks ¾ merupakan indeks yang berasal dari karakteristik jadwal kerja

perawat di rumah sakit yang dihitung dari setiap empat hari kerja efektif,

dimana perawat mendapat libur satu hari setelah jadwal jaga malam.

Uraiannya sebagai berikut hari pertama perawat masuk pagi, hari kedua

siang, hari ketiga malam dan hari keempat perawat mendapat libur satu

hari.

Contoh Kasus:

Diketahui rata-rata perawatan selama 24 jam adalah 6 jam. BOR rata-

rata 70%, jumlah tempat tidur 100, berapa kebutuhan perawat di rumah

sakit.

Jawab:

Tenaga perawat =

=

Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100 orang.

3. Metode Gillies

Gillies menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit

perawatan adalah sebagai berikut :

jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien/hari - rata klien/hari x jumlah hari/tahun

jumlah hari/tahun x hari libur masing-masing perawat x jumlah jam kerja tiap perawat

=jumlah keperawatan yang dibutuhkan/tahun

jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan perawat/tahun

= jumlah perawat di satu unit

Minimal Parsial Total Jumlah

Pagi 0,17 0.27 0.36 x 10 = 3.6 3.6 (4) orang

Sore 0.14 0.15 0.3 x 10 = 3 3 orang

Malam 0.07 0.10 0.2 x 10 = 2 2 orang

Jumlah secara keseluruhan perawat perhari

A x B x 365 hari

255 x jam kerja setiap hari

A x B x 365 hari

255 x jam kerja/hari

6 x (100x0,7) x 365

255 x 6

6 x 70 x 365

1530=

153.300

1.530=

= 100,19 = 100

356 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 357Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASPrinsip perhitungan rumus Gillies :

Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :

a. Waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan

spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x

4 = 1 jam, keperawatan partial (partial care) = ¾ x 4 = 3 jam, kepe-

rawatan total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan

intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8 jam.

b. Waktu keperawatan tidak langsung menurut RS Detroit (Gillies, 1994)

= 38 menit/klien/hari, menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) =

60 menit/klien/hari = 1 jam/klien/hari

c. Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien =

0,25 jam/hari/klien

d. Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu

unit berdasarkan rata-rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate

(BOR) dengan rumus :

jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu

jumlah tempat tidur x 365 harix 100%

e. Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.

f. Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu :73 hari (hari ming-

gu/libur = 52 hari untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit

setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan,

begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan

= 8 hari).

g. Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari

kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja

efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari).

h. Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditam-

bah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).

i. Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% :

45%.

4. Metode Depkes

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk menge-

tahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.

Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

a. BOR

Menurut Depkes RI, BOR adalah prosentase pemakaian tempat ti-

dur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran

tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai

parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%.

Rumus BOR =

Persentase BOR 60% - 85%/tahun merupakan standar nilai dari

DEPKES RI, bila rata-rata tingkat penggunaan tempat tidur di bawah

60% berarti tempat tidur yang tersedia di rumah sakit belum dapat di-

manfaatkan sebagaimana mestinya dan apabila lebih dari 85% dapat

menjadi risiko terjadinya peningkatan infeksi nosokomial.

b. AVLOS

AVLOS menurut Depkes RI adalah rata-rata lama rawat seorang

pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat

efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Secara

umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.

Rumus AVLOS =

1) Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.

2) Jadi apabila nilai AVLOS di bawah 6 ada kemungkinan pelaya-

nan yang jelek atau sebaliknya (tinggal melihat jenis kepulangan

pasien).

3) Bila lebih dari 9 kemungkinan tingkat efisiensi pelayanan buruk,

gambaran mutu pelayanan keperawatan yang jelek.

c. TOI

TOI menurut Depkes RI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur

tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini

memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.

Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

jumlah hari perawatan rumah sakit

jumlah TT x jumlah hari dalam satu periodex 100%

jumlah lama dirawat

jumlah pasien keluar (mati + hidup)

358 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 359Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Rumus TOI =

Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Maka

bila lebih dari 3 hari di indikasikan pelayanan keperawatan buruk.

1. Kasus

Rumah Sakit X, adalah rumah sakit tipe C dengan 200 TT. Mau menghi-

tung tenaga keperawatan di ruang bedah dengan kapasitas 40 TT dengan

BOR rata-rata 75%.Dalam seminggu rata-rata 5 pasien dengan tingkat

ketergantungan minimal, 14 pasien dengan ketergantungan parsial, 11

pasien dengan ketergantungan total.

2. Hitungan

a. Perhitungan tenaga menurut Douglas:

Total : 9 + 6 + 4 = 19 orang

Jadi total tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 19 orang

Jumlah tenaga lepas dinas perhari :

86 x 19

279= 5,85 = 6 orang

Stuktural :

Ketua Tim = 2 orang

Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang

Kepala Ruangan = 1 orang

Wakil kepala ruangan = 1 orang

Jumlah Struktural = 6 orang

Total jumah perawat = jumlah perawat + jumlah lepas + struktural

= 19 + 6 + 6

= 31 orang

b. Perhitungan tenaga menurut Gillies :

1) Jumlah perawatan yang dibutuhkan pasien per hari

a) Perawatan Langsung

Mandiri 5 x 2 jam = 10 jam

Parsial 14 x 3 jam = 42 jam

Total 11 x 6 jam = 66 jam

Jumlah = 118 jam

b) Perawatan tidak langsung

30 x 1 jam = 30 jam

c) Penyuluhan kesehatan

30 x 0,25 = 7,5 jam

Total jam secara keseluruhan

118 jam + 30 jam + 7,5 jam= 155,5 jam.

Total perawatan yang dibutuhkan pasien per hari adalah

155,5

30= 5,18 jam

2) Kebutuhan tenaga keperawatan pada ruang tersebut :

5,18 x 30 x 365

(365 - 86) x 7= = 29 orang

56,721

1953

Cadangan 20% x 30 = 6 orang

Jadi jumlah tenaga kerja = 29 orang + 6 orang = 31 orang.

3) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan per hari

= 22 orang30 x 5,18

7 jam

(jumlah TT x periode) - hari perawatan

jumlah pasien keluar (mati + hidup)

Tingkat Ketergantungan

Jumlah Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja

Pagi Sore Malam

Minimal 5 5x0,17= 0,85 5x0,14=0,7 5x0,07= 0,35

Parsial 14 14x0,27=3,75 14x0,15=2,1 14x0,10= 1,4

Total 11 11x0,36=3,96 11x0,30=3,3 11x0,20= 2,2

Jumlah 30 8,56 (9 orang) 6,1 (6 orang) 3,96 (4 orang)

360 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 361Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASStruktural :

Ketua Tim = 2 orang

Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang

Kepala Ruangan = 1 orang

Wakil kepala ruangan = 1 orang

Jumlah Struktural = 6 orang

Total kebutuhan hari itu = kebutuhan perawat + struktural = 22+6= 28 orang

4) Jumlah tenaga per sif :

Pagi 47% x 28 = 13,16 (14 orang)

Sore 36% x 28 = 10,08 (10 orang)

Malam 17% x 28 = 4,76 (5 orang)

Total 14+10+5 = 29 orang

Kombinasi :

a) 55% x 31 = 17,1 (17 orang)

b) 45% x 31 = 13,95 (14 orang)

c. Perhitungan tenaga menurut Depkes RI 2005

1) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan :

jumlah jam perawatan

jumlah jam kerja efektif per sif

30 x 4

7 jam= = 17 orang

2) Loss Day / Tambahan Perawat :

jumlah hari minggu 1 thn + cuti + hari besar x jumlah perawatan tersedia

jumlah hari kerja efektif

79

286= x 17 = 4,7 (5 orang)

(52 + 12 + 15 x 17 orang)

(365 - 79)

3) Non Nursing Job :

(Jumlah tenaga keperawatan + Loss day) × 25 %

= (17 + 5) x 25%

= 22 x 25 %

= 5,5 (5 orang).

Jumah perawat = 17 + 5 + 5 = 27 orang

Struktural :

Kepala Ruangan = 1 orang

Wakil kepala ruangan = 1 orang

Ketua TIM = 2 orang

Penanggung jawab Sore/Malam = 2 orang

Total jumah perawat = 27 + 6 = 33 orang

No Jenis/katagori

Rata-rata pasien/hari

Rata-rata jam perawatan/pasien/hari

Jumlah perawatan/hari

1 Pasien Bedah 30 4 120

362 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 363Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Pengertian change atau perubahan adalah suatu proses yang diakibatkan

perilaku individu atau kelompok yang benubah. Teori perubahan merupa-

kan suatu ilmu pengetahuan yang berkembang karena adanya penultalhan

budaya manusia. Perubahan akan menjadi bermakna karena selalu menga-

rah kepada kemajuan dan bermanfaat bagi perawat dan pelanggan (pasien,

keluarga dan masyarakat). Walaupun dalam pelaksanaanya ternyata tidak

semua orang mau mengikuti perubahan. Tetapi penulis yakin bahwa pe-

rubahan akan berjalan dengan alami dan secara sukarela akan menerima

pada akhinya. Ada yang menolak perubahan dengan keras, ada yang lang-

sung menerima dan ada yang bertahap. Semua itu berdasarkan kepada se-

berapa jauh paparan pengetahuan tentang perubahan yang pernah diterima

secara rasional.

Manusia memiliki perbedaan level dalam menghadapi setiap ada perubahan

yang mengenakkan atau tidak menyenangkan. Pada hakekatnya manusia

secara naluri memiliki kebutuhan:

1. Merubah keseimbangan yang lebih baik secara personel/individu, kelom-

pok atau komunitas.

2. Mengadakan penyelidikan atau eksplorasi terhadap hal-hal baru.

3. Menyempurnakan apa yang sudah dialami saat sekarang.

TEORI BERUBAH

12BAB

364 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 365Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS4. Menerapkan ide dan konsep baru yang dinilai lebih baik.

5. Mencari hal-hal yang belum tercapai.

Menurut Sampson (1971), ada beberapa proses perubahan yang akan ter-

jadi bila akan diperkenalkan secara individu maupun kelompok, yaitu:

1. Perubahan spontan, yaitu perubahan yang kejadiannya alamiah, tidak

bisa dikontrol atau diramalkan sebelumnya seperti karena pengaruh

teknologi atau disaster, sehingga memaksa pimpinan mengadakan pe-

rubahan.

2. Perubahan pada perkembangan, yaitu perkembangan yang terjadi karena

memang kebutuhan individu, kelompok atau organisasi agar bisa mengi-

kuti perkembangan di luar.

3. Perubahan direncanakan, yaitu kemauan berubah memang direncanakan

agar bisa mengikuti perubahan jaman yang lebih maju. Perubahan ini

yang dikehendaki oleh semua stakeholder sehingga bila tidak mau

berubah maka akan dikeluarkan dari komunitas.

Perubahan bila dilihat dari segi cara pengelolaan meliputi:

1. Berencana, yaitu menyesuaikan dengan tujuan awal organisasi, dimulai

dengan langkah awal dan persiapan yang jelas dan langsung dipimpi-

noleh para stakeholder organisasi.

2. Tidak terencana/acak, yaitu tidak ada persiapan, langkah belum jelas

tidak serentak tetapi bagian tertentu saja yang berubah. Untuk merubah

semua bagian butuh energi besar dan waktu yang lama.

3. Keterlibatan, yaitu perubahan terjadi karena ada keterlibatan pihak insti-

tusi dalam menginisiasi perubahan sehingga bersifat:

a. Partisipatif, yaitu informasi dari organisasi cukup baik sehingga mun-

cul sambutan positip dan komitmen tinggi dari semua karyawan dari

tingkat rendah sampai tinggi.

b. Paksaan, yaitu adanya pemaksaan dari organisasi agar semua kar-

yawan mengikutinya. Satu sisi berubah untuk kebaikan organisasi

tetapi informasi kurang cukup sehingga tidak semua bagian merasa

menikmati perubahan.

Proses dalam kehidupan sehari-hari di organisasi manapun perubahan ha-

rus memperhatikan etika, karena tidak semua orang mau berubah. Oleh

karena itu change agent (agen perubah) tidak boleh memaksakan peruba-

han kepada staf lain atau pelanggan (pasien). Pertimbangan etika yang di-

perhatikan antara lain :

1. Hak seseorang untuk berubah atau tidak berubah. Untuk itu sebenarnya

tidak ada paksaan secara individu tetapi organisasi yang bisa memak-

sanya karena kebutuhan organisasi.

2. Kewajiban perawat dalam pelayanan keperawatan adalah membantu

pasien/keluarga agar mengetahui bahaya bila tidak mengikuti nasihat-

nya, dan sifat yang selalu menguntungkan pasien.

3. Pasien berhak untuk membuat keputusan akan berubah atas semua in-

formasi yang telah diterimanya.

Menurut Rose (2008), perubahan akan mengikuti model dari transtheo-

ritical model, sesuai dengan pendapat Prochaska, DiClemente & Norcross,

(1992), yang dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel Model Transtheoritical dan Fase Perubahan

Fase Perubahan Karakteristik Perilaku Proses Perubahan

Precomtemplation Puas dengan situasi yang ada, individu tidak ada perhatian terhadap peruba-han dan mungkin menolak.

- Kenaikan kesadaran(Consciousness Raising).

- Kebebasan yang drama-tis (Dramatic Relief).

Contemplation Mengenal masalah tetapi tidak ada komitmen untuk berubah dengan perilaku negatif. Pertanda penting fase ketidaksiapan untuk berubahwalaupun tahu baik atau buruk situasi yang terjadi.

- Mengevaluasi kembali lingkungan kerja (Envi-ronmental Reevaluation).

- Mengevaluasi diri sendiri (Self-Reevaluation).

Preparation Fase ada komitmen untuk berubah dan individu berkeinginan untuk ambil tindakan dalam waktu dekat.

- Kesadaran kebebasan (Self-Preparation).

Action Kegiatan positip diambil untuk merubah situasi. Individu perilaku berubah untuk masa satu hari sampai 6 bulan.

- Penguatan dari manajemen (Reinforcement management)

- Hubungan mencari bantuan (helping relationship)

- Kondisi keseimbangan (counter conditioning)

- mengontrol rangsangan (stimulus control)

366 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 367Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Sumber Prochaska, J.Q, DiClemente,C.C, & Norcross,J,C., (1992), In search of how people change: Aplication to addictive behaviors, Journal of American Psychologist, 47, 1102-1114.

Ada 6 orang ahli teori perubahan yaitu Lewin dengan Force Field Lippits

dengan Planned Change, Havelock dengan linkages, Rogers dengan

Innovation-Diffusion, Transtheoritical Approach, Prochaska dan Bridges

dengan Making Transitions. Adapun perbedaannya keenam ahli perubahan

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Perbandingan antara Fase yang Mewakili Teori Model Perubahan

Sumber Rose (2008) Advanced Your Career: Concepts of Profesnional Nursing, p 239

Adapun tahapan perubahan yang terjadi secara individual bila akan me-

nerima adanya perubahan adalah:

1. Kesadaran diri, yaitu menimbang apakah menjadi harapan/cita-cita atau

malah menjadi ancaman bagi kedudukan atau jabatannya.

2. Minat, yaitu bila perubahan menjadi harapan atau berefek baik bagi sese-

orang maka akan timbul minat untuk mengadopsi dan mengikutinya.

3. Penilaian, yaitu melihat untung-ruginya sebelum mengambil keputusan

lebih jauh, karena akan berdampak baik atau buruk. Melakukan pertim-

bangan kemampuan diri sendiri dan masukan dari orang lain tentang

manfaat jauh kedepan bagi diri dan organisasi.

4. Percobaan, yaitu mencoba-coba baik dalam skala kecil maupun besar.

Bila dirasakan menyenangkan dan tidak ada dampak negatif akan dilan-

jutkan, akan tetapi bila tidak menyenangkan bisa menolak melanjutkan.

5. Penerimaan, yaitu akan menerima semua perubahan karena dirasakan

keharusan dan memang sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.

Skema Proses Adopsi terhadap Perubahan

Dari skema di atas menunjukkan bahwa perubahan akan dimulai oleh sedikit

orang (innovators 3%) sebagai pemicu/trigger adanya suatu perubahan (dari

12 % sampai 50%). Orang-orang perubah (Change Agent) sudah merasa

yakin dan ingin segera merubah kondisi yang ada (Status Quo) menjadi

yang lebih segar dan lebih baik. Unsur keadilan dan mengikuti trend masa

depan akan memicu orang-orang ini untuk bertujuan baik secara sendirian

maupun kelompok. Bila kita lihat para pejuang keperawatan adalah pelopor

sendirian (ada yang kelompok) dalam memperjuangkan ide dan keyakinan

akan kebenaran keilmuannya.

Karena keyakinannya mereka akhirnya bisa merubah status quo menjadi

lebih baik. Adapun efek kepada orang yang akan menerima perubahan

Maintenance Perilaku baru jadi prioritas semua anggota. Individu komitmen untuk menjalankan. Sebagai fase “hallmarks” sebagai perubahan perilaku yang stabil, dan menghindari balik lagi.Berlangsung 6 bulan sampai sela-manya.

NAMA AHLIFASE

1 2 3 4 5 6 7

Lewin (1951) Unfreezing Moving Refreezing

Lippit (1973) Diagnosis of problem

Assessment of motivation andcapacityfor change

Change agent’s motivation andresources

Selection change objective

Choosing change agent’s role

Maintaining the change

Termination the relationship

Havelock (1971)

Perception of need

Diagnosis ofthe problem

Identification of the problem

Devising a plan of action

Gaining acceptance of plan

Stabilization Self-renewal

Rogers (1983) Knowledge Persuasion Decision Implemen tation

Confirmation

Transthooritical ApproachProchaska(1992)

Precontem-plation

Contem-plation

Preparation action Maintenance

Bridges (2003) Ending losing, letting go

The neutral zone

The new beginning

368 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 369Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASlangsung (Early Adopters) lebih sedikit daripada yang menerima bertahap

(Early Majority dan Late Majority). Bahkan yang menolak lebih banyak lagi

(Resisters Laggards). Untuk itu komitmen dan konsistensi untuk merubah

sesuatu harus dipegang para change agent dan yakin bahwa perubahan

kearah yang lebih baik pasti akan terjadi secara lambat atau cepat.

Inovasi itu adalah suatu pembaharuan dan memperbaharui kebiasaan secara

perlahan, bertahap namun berkesinambungan. Karena itu, inovasi membu-

tuhkan keberanian. Hanya individu atau organisasi yang pemberani yang

siap dan melakukan inovasi. Begitu juga halnya, hanya organisasi yang ino-

vatif yang selalu menjadi rujukan bagi organisasi lainnya.

Perlu di pahami bahwa inovasi bukanlah tujuan, melainkan sebuah strategi

untuk mewujudkan organisasi yang lebih berkinerja, lebih melayani, dan

lebih sejahtera.

“Melalui inovasi inilah kita bisa membedakan dengan mudah mana

PEMIMPIN dan mana PENGIKUT”..... mana leaders and follower.

Teori IQ – EQ – SQ ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar pendidi-

kan yang juga dari Universitas Havard, Howard Gardner. Howard mem-

baginya menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecer-

dasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self

smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interperso-

nal), music smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial),

body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).

Thomas menjelaskan, setiap anak barangkali bisa memiliki delapan jenis

kecerdasan ini. Hanya saja, ada anak yang hanya menonjol pada satu atau

lebih jenis kecerdasan tersebut. Untuk itu, menurut Thomas, orangtua se-

harusnya mengenali jenis kecerdasan anak, kemudian membantu mengasah

kecerdasannya. “Dukunglah anak sesuai jenis kecerdasannya. Adanya mi-

nat, bisa membangun kompetensi anak kemudian hari,” kata Thomas dalam

talkshow bertajuk Beda Anak Beda Pintar oleh S-26 Procal Gold Wyeth

Nutrition di Jakarta, Kamis (1/10/2015). Thomas menegaskan, orangtua

tidak bisa memaksa bakat yang dimiliki anak. Anak seharusnya didukung

sesuai minatnya. Seperti apa 8 tipe kecerdasan anak ini? Berikut penjela-

sannya dan cara mengembangkannya.

KECERDASAN YANG DI PERLUKANSEORANG LEADERS

13BAB

370 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 371Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS1. Word smart (kecerdasan linguistik)

Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan anak dalam berbaha-

sa baik dalam bentuk tulisan maupun saat berbicara. Kecerdasan linguistik

dapat dilihat ketika anak suka membaca, cepat bisa mengeja kata dengan

baik, suka menulis, suka berbicara, dan mendengarkan cerita. Jika anak

menunjukkan kesukaannya seperti ini, orangtua bisa memberikan buku-

buku cerita, mainan huruf alphabet, kertas untuk menulis, atau mainan

yang berkaitan dengan huruf dan kata-kata lainnya yang bisa menstimula-

si kecerdasannya ini. Orangtua juga bisa mendukung anak dengan sering

mengajaknya bercerita, membaca bersama, membacakan dongeng, dan

melakukan dialog berdua dengan anak.

2. Number smart (kecerdasan logika atau matematis)

Jenis kecerdasan ini bisa ditandai ketika anak tertarik dengan angka-

angka, menyukai matematika, dan hal-hal yang berbau sains, maupun

yang berhubungan dengan logika. Untuk mengasah kemampuannya ini,

berikan anak-anak alat berhitung yang menarik, benda-benda untuk di-

hitung, balok bertulisan angka-angka, puzzle, hingga timbangan untuk

mengukur berat. Orang tua bisa mengajak anak mengunjungi museum

ilmu pengetahuan, mengajak anak bermain sambil menghitung, atau

bermain monopoli.

3. Self smart (kecerdasan intrapersonal)

Anak dengan tipe kecerdasan ini cenderung lebih suka bermain sen-

diri. Namun, ia bisa mengatur emosi dengan baik. Anak ini biasanya

memiliki ambisi dan sudah tahu ingin jadi apa saat besar nanti. Ia juga

memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan bisa mengomunikasikan pera-

saannya dengan baik. Jika si kecil menunjukkan tanda kecerdasan ini,

berikan ia dukungan dengan menyediakan tempat yang nyaman untuk

bermain sendiri, boneka, atau mainan untuk main peragaan. Orang tua

bisa mengajak si kecil berbicara mengenai perasaannya dan menanyakan

pendapat mereka tentang berbagai hal. Bisa juga dengan mengajak mere-

ka melakukan aktivitas yang bersifat reflektif seperti yoga.

4. People smart (kecerdasan interpersonal)

Berbanding terbalik dengan self smart, anak yang memiliki tipe kecer-

dasan ini lebih suka bermain dengan banyak orang. Anak juga memiliki

empati, mampu memahami perasaan orang lain, dan cenderng menon-

jol sehingga suka memimpin saat bermain. Anak seperti ini sangat co-

cok diberikan kostum-kostum untuk bermain drama atau teater boneka.

Orang tua bisa mengajak mereka bermain bersama di luar rumah atau

sering mengajak si kecil datang ke acara keluarga untuk bersosialisasi.

5. Music smart (kecerdasan musikal)

Kecerdasan musikal barangkali salah satu tipe kecerdasan yang paling

mudah dilihat oleh orang tua. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan ini,

antara lain suka bernyanyi, menggoyangkan badan atau berjoget ketika

mendengar suara musik, suka mendengarkan musik, mengingat lagu,

suka memukul-mukul seperti bermain drum, dan main piano. Untuk

mendukung minat anak di bidang musik, berikanlah ia alat musik se-

perti drum kecil, keyboard, piano, pianika, dan berbagai alat musik lain-

nya. Ajaklah si kecil bermain musik bersama, bernyanyi, mendengarkan

musik, bahkan mengajaknya menonton konser musik anak-anak.

6. Pictue smart (kecerdasan spasial)

Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya terlihat dari kesukaannya

menggambar, mencorat-coret kertas, mewarnai, suka berimajinasi, hing-

ga suka bermain-main membangun sesuatu menggunaan balok. Untuk

anak ini, berikanlah buku gambar, perlengkapan untuk mewarnai seperti

kuas dan cat air, dan kamera. Seringlah melakukan kegiatan menggam-

bar bersama hingga mengunjungi musium seni.

7. Body Smart (kecerdasan kinetik)

Anak yang memiliki kecerdasan body smart sangat aktif, seperti suka

berolahraga, menari, menyentuh berbagai benda dan mempelajarinya,

atau membuat sesuatu dengan tangannya. Untuk mendukung kecer-

dasannya, berikan anak mainan balok-balok kayu, kantong pasir agar ia

bisa membuat suatu bangunan atau rumah-rumahan. Bisa juga memberi-

kan anak tali untuk bermain lompat tali. Anak seperti ini sangat senang

diajak berolahraga bersama keluarga, membuat prakarya, atau memon-

ton pertunjukkan balet atau teater.

8. Nature smart (kecerdasan naturalis)

Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis sangat suka bermain di

alam. Anak ini juga menyukai binatang, memiliki kepedulian terhadap

lingkungan, suka dengan tanaman. Untuk mendukungnya, berikan anak

binatang peliharaan, akuarium, sediakan kebun dan tanaman, hingga alat

372 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 373Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASteropong untuk melihat burung-burung. Anak seperti ini sangat suka dia-

jak berjalan-jalan di alam bebas, pergi ke kebun binatang, dan melakukan

kegiatan berkebun bersama sambil mengenal jenis tanaman dan hewan

atau serangga yang ditemui.

Perbedanya antara IQ, EQ dan SQ

Sudah menjadi dambaan setiap orang tua kalau anaknya itu akan jadi anak

yang pinter, cerdas dan berbudi pekerti luhur. Anak-anak sering mengalami

hal itu, didoakan, diharapkan, dipaksa, bahkan diomeli oleh orang tua agar

anak-anak mereka menjadi pintar. Oleh karena itu, pasti kita tidak asing

dengan singkatan IQ, yang merupakan singkatan dari Intelligence Quotient

atau nilai kecerdasan seseorang. sedangkan EQ (Emotional Quotient),

dan SQ (Spiritual Quotient). Sebenernya apa yang dimaksud dengan itu

semua? Apakah benar bahwa kecerdasan emosional dan spiritual orang bisa

dikuantifikasi?

A. IQ-Intelligence Quotient

IQ atau nilai kecerdasan seseorang. Konsep yang sudah ada sejak akhir abad

19, kira-kira di tahun 1890-an, yang pertama kali dipikirin oleh Francis Galton (sepupunya Charles Darwin, Bapak Evolusi). Berlandaskan dari teori

sepupunya mengenai konsep survival dari individu dalam suatu spesies,

yang disebabkan oleh “keunggulan” sifat-sifat tertentu dari individu yang

diturunkan dari orangtua masing-masing, Galton menyusun sebuah tes yang

rencananya mengukur intelegensi dari aspek kegesitan dan refleks otot-otot

dari manusia. Baru pas awal abad 20, Alfred Binet (dibaca: Biney), psikolog

dari Perancis, ngembangin alat ukur intelegensi manusia yang mulai kepake

sama orang-orang. Dari alat ukur ciptaan Binet ini, akhirnya berkembang

deh alat-alat ukur IQ sampe yang kita kenal dan pake sekarang.

Karena orang mulai sadar sama pentingnya intelegensi dan pengetesannya,

maka, para ahli psikologi meneliti dan membuat hipotesis tentang kecer-

dasan. Banyak yang akhirnya muncul dengan pendapat yang berbeda-beda,

masing-masing dengan bukti yang dianggap kuat oleh masing-masing pihak.

Ada yang menganggap bahwa kecerdasan adalah konsep tunggal yang dina-

makan faktor G (General Intelligence). Ada juga yang menganggap kecer-

dasan itu pada intinya terbagi jadi dua macam set kemampuan, yaitu fluid

(Gf) dan crystallized (Gc). Berbagai macam pengetesan kecerdasan dibuat

mengacu ke pandangan-pandangan ini sepanjang abad ke 20. Tapi yang se-

dang ngetrend sekarang adalah yang namanya multiple intelligence, atau

kecerdasan berganda yang dicetuskan oleh Howard Gardner pada tahun

1983. Gardner mengatakan bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan

sebuah konsep tunggal atau bersifat umum, namun merupakan set-set ke-

mampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu, yang semuanya meru-

pakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan

hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun.

Gardner awalnya membagi kecerdasan manusia menjadi delapan kategori

yaitu:

1. Music-rhythmic & Harmonic,

2. Visual-spatial,

3. Verbal-linguistic,

4. Logical mathematical,

5. Bodily-kinesthetic,

6. Intrapersonal,

7. Interpersonal,

8. Naturalistic.

374 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 375Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSeiring berjalannya waktu, akhirnya Gardner menambahkan lagi aspek ke-

cerdasan kesembilan, yaitu (i) Existential – yang mencakup sisi spiritual dan

transendental. Walaupun populer, teori ini mendapat banyak kritik karena

kurangnya bukti empiris. Oleh karena itu, sampai sekarang para ahli belum

sepakat dalam memberi definisi apa itu kecerdasan, diukur dengan alat apa,

serta apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Oleh karena itu, saat ini para

praktisi ilmu psikologi, pendidik, sekolah, dan beberapa negara maju sudah

tidak menggunakan lagi istilah “tes IQ”. Alih-alih mereka mengatakan test

tertentu seperti “tes kemampuan akademik”, “tes kecerdasan verbal”, dan

sebagainya.

Masalahnya, di Indonesia masih umum dengan istilah IQ. Tidak jarang juga

kita mendengar pertanyaan: “IQ Anda berapa?”, “Gimana, besok tes IQ,

udah siap?”, “Itu butuh IQ berapa sih biar bisa keterima di sekolah/kelompok

itu?”, dan sebagainya. Banyak pengetesan yang sebenernya tidak mengu-

kur kecerdasan umum, tapi mengklaim sebagai tes IQ. Kita harus hati-hati

dalam menyikapinya. Ini bukan berarti yang namanya IQ atau kecerdasan

umum itu tidak ada. IQ itu ada, tapi yang bermasalah itu alat ukurnya bia-

sanya tidak akurat. Jadi sebaiknya urusan seperti itu diserahkan kepada para

ahli bidang yang bersangkutan.

Kembali ke pandangan umum masyarakat tentang konsep “kecerdasan

umum” atau yang dikenal sebagai IQ tadi. IQ saya tinggi, terus? IQ saya

jongkok, terus? Kalau nilai skor tes saya jeblok, apa berarti saya orang yang

bodoh, apakah begitu? Nah, pertanyaan-pertanyaan ini yang tidak bisa di-

jawab dengan jawaban yang simpel seperti: “Iya ya ternyata saya bodoh

karena IQ saya rendah”, atau sebaliknya. Yang namanya bodoh, itu tidak

hanya karena IQ yang rendah saja, atau cerdas karena IQ tinggi. Seperti

ini misalnya, seseorang punya skor IQ tinggi trus pada suatu kesempatan

sedang mengendarai sepeda motor. Karena pingin cepet-cepet sampai, dia

mengambil jalan yang berlawanan arus. Lalu karena tindakan ini, dia jadi

didamprat orang yang lagi jalan kaki di jalur yang semestinya. Sehinga dia

dikatakan “Ah tolol luh!” tidak salah juga, kalo dia didamprat seperti itu,

padahal skor IQ dia tinggi.

Kasus di atas memberi suatu kesan untuk kalangan umum non-akademik

untuk berpikir bahwa kemampuan pikiran belum tentu membuat seseorang

menjadi terlihat cerdas dan adaptif dalam bertingkah laku. Padahal di atas

disebutkan bahwa kecerdasan itu pada intinya adalah kemampuan yang

membuat manusia adaptif sebagai individu. Pandangan-pandangan umum

yang seperti ini yang akhirnya membuat para ilmuwan kejiwaan mengem-

bangkan sebuah konsep terpisah yang dinamakan EQ.

B. EQ-Emotional Quotient (Emotional Intelligence)

Apa bedanya antara Emotional Quotient (EQ) dan Emotional Intelligence

(EI)? Sebenernya sama, tapi memang sudah jelas kalau istilah EQ (yang arti

harfiahnya itu “hasil pembagian dari emosi) itu salah. Lebih tepat digunakan

kecerdasan emosional untuk menjelaskan konsep yang dimaksud. Sehingga

pada akhirnya para ahli lebih memilih istilah Emotional Intelligence (EI).

Selanjutnya kita membahas tentang EQ (atau EI). Sering kita mendengar

orang-orang mengatakan “Percuma IQ tinggi tapi EQ jeblok” atau semacam-

nya. Sering kan?

EQ pertama kali dikonsepkan oleh Keith Beasley didalam tulisannya pada

artikel Mensa pada tahun 1987. Tapi, istilah ini baru sudah sangat mendu-

nia (dan sudah diganti menjadi EI) setelah Daniel Goleman pada buku-

nya “Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ” yang

terbit pada tahun 1995. Walaupun buku ini dianggap bukan sebagai buku

akademik, tapi konsep EI yang disusun oleh Goleman membuat para ahli

psikologi ramai membuat penelitian tentang hal ini.

Kecerdasan Emosional, pada intinya adalah kemampuan seseorang untuk

mengidentifikasi, mengukur, dan mengontrol emosi diri sendiri, orang seki-

tar dan kelompok. Para peneliti menyatakan bahwa EI menyatakan bahwa

376 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 377Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASEI lebih penting daripada sekadar kecerdasan kognitif. Goleman sendiri

membagi kemampuan-kemampuan emosional menjadi lima kemampuan:

1. Kesadaran diri,

2. Kontrol diri,

3. Kemampuan sosial,

4. Empati,

5. Motivasi.

Goleman berpendapat bahwa tanpa kelima kemampuan ini, orang yang me-

miliki IQ tinggi akan terhambat dalam kegiatan akademik serta pekerjaan.

Walaupun laku keras di kalangan umum, banyak ilmuwan dan praktisi

psikologis yang tetep skeptis dengan kecerdasan emosional. Yang paling

mereka kritik adalah pengetesannya. Ilmuwan harus bekerja berdasarkan

bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun mmebuat suatu hipotesis, ha-

rus didukung oleh pengukuran yang akurat. Para ahli psikologi mengekritik

EI karena alat ukurnya tidak valid (valid ini maksudnya tidak ngukur apa yang

harusnya diukur). Alat-alat tes EI itu kebanyakan soalnya berupa pilihan-pili-

han jawaban yang bisa saja orang yang mengisinya berbohong ketika men-

jawabnya. Oleh karena itu, para ahli kurang bisa nerima hasil pengukuran

EI. Belom selesai masalah EI, ada lagi yang mengusulkan sebuah konsep

kecerdasan baru yang dinamain SQ.

C. SpQ-Spiritual Quotient (Spiritual Intelligence)

Spiritual Intelligence (SI) atau kecerdasan spiritual. Pertama kali dikonsep-

kan oleh psikolog yang bernama Danah Zohar, pada tahun 1997. Konsep

ini dapat dikatakan sebuah konsep baru dalam dunia psikologi, karena me-

mang konsepnya saja belum dianggap matang. Banyak kritik yang mucul

soal konsep SI ini bahkan bukan soal pengukurannya atau nilainya, tapi soal

konsep dasarnya. SI ini dibuat oleh Zohar untuk mengukur kemampuan

seseorang dalam memaknai kehidupannya, jadi tidak ada hubungannya dengan agama ataupun kerohanian dalam konsep awam.

Kemampuan-kemampuan yang menurut Zohar tergabung dalam konsep

SI antara lain: Spontanitas, visioner, rasa kemanusiaan, kemampuan untuk

bertanya hal-hal yang bersifat mendalam seperti “siapakah saya dalam dunia

ini?”, kemampuan untuk menerima perbedaan, dan sebagainya. Lagi-lagi,

selain konsepnya yang belom matang, alat ukurnya lebih tidak jelas lagi,

kalo menurut ahli-ahli ilmu psikologi. Alat ukurnya lebih bisa membuat yang

mengisi untuk berbohong soal kondisinya, yang akhirnya membuat skor tes-

nya menjadi tinggi. Memang sulit mengukurnya kalaua seperti itu.

Seperti biasa, dunia bisnis berkembang jauh lebih cepet daripada dunia ilmu

pengetahuan. Kalau ada konsep-konsep yang menarik dan “laku dijual”,

para pelaku bisnis pasti cepat tanggap, padahal belum yakin itu konsep

sudah matang atau belum.

Kalau dalam ilmu lain, fisika kimia misalnya, kalau ada penemuan yang be-

lum matang tetapi sudah laku di pasaran, risikonya kan jelas, seperti mele-

dak lah, beracun lah, mengakibatkan kematian, dan lain-lain.

Tetapi dalam ilmu psikologi, dampak-dampak itu tidak keliatan langsung, tapi

sebenarnya pada akhirnya akan terasa dampaknya. Contohnya, konsep EI

dan SI belum matang, alatnya belum valid, tapi sudah dipakai untuk menye-

leksi manajer di suatu perusahaan. Dari hasil tes didapat hasil bahwa si calon

X punya kecerdasan emosional dan spiritual yg tinggi, tetapi tesnya tidak

valid. Walhasil, si manajer tidak bekerja sesuai yang diharapkan. Akhirnya,

sangat sayang uang yang dipakai untuk seleksi dan gaji si manajer X.

Maka dari itu, setiap orang tua ingin anaknya cerdas, berpekerti luhur, spiri-

tual, dan sebagainya adalah sebuah keniscayaan. Tapi, kita sebagai kaum

terpelajar yang harus berpikir kritis, jangan cepet-cepet percaya dengan

apa pun yang dinyatakan oleh orang lain. Telusuri sendiri sebelum rugi. Di

Indonesia misalnya, dimana konsep EI belum jelas alat ukurnya, pelatihan-

pelatihan dan pengukuran EI sudah menjamur di mana-mana. Pakai alat apa

juga tidak peduli, yang penting laku.

Danah Zohar di atas mengatakan bahwa SI tidak ada hubungannya dengan

agama, tapi pelatihan-pelatihannya banyak sekali. Bisa kita bayangkan ka-

lau ternyata konsepnya tidak matang dan pelatihan tersebut bukan malah

membuat seseorang menjadi cerdas secara spiritual, tapi malah misalnya

menjadi takut dengan kehidupan, merasa banyak dosa, dsb. Tidak nyam-

bung dengan yang dikonsepkan oleh Danah Zohar bukan? Maka sebagai

kaum terpelajar, kita harus telusuri dahulu sebelum percaya apa pun, ter-

utama kalau itu bisa bikin kita rugi baik secara finansial maupun psikologis.

378 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 379Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASD. SQ–Social Quotient

Social Quotient adalah kepandaian menjalin relasi dengan sesama.

Berkomunikasi efektif. Menjadi rekan, sahabat dan warga masyarakat yang

baik. Mampu menempatkan diri pada tatanan sosial dimanapun berada,

mampu menghargai dan menghormati perbedaan. Serta mampu mengerti

dan memahami kekurangan dan kelebihan dirinya untuk dioptimalkan dalam

membantu sesama. Social Quotient juga menggambarkan kemampuan se-

seorang untuk memgedepankan pengertian guna memahami keterbatasan

orang lain. Hidup harmonis dalam tatanan sosial level apapun dimanapun

berada.

E. AQ-Adversity Quotient

Perenungan atas kejadian bunuh diri kakak beradik di Bandung. Kedua korban

menderita gangguan jiwa setelah ibunya meninggal dunia. Berikut pendapat

yang disampaikan oleh Elly Risman (Senior Psikolog dan Konsultan, UI) yang

berjudul “Suatu Saat Kita Akan Meninggalkan Mereka Jangan Mainkan Semua Peran”.

Dimana beliau menyatakan bahwa, Kita tidak pernah tahu, anak kita akan

terlempar ke bagian bumi yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar

menyelesaikan masalahnya sendiri, jangan memainkan semua peran, ya jadi

ibu, ya jadi koki, ya jadi tukang cuci, ya jadi ayah, ya jadi supir, ya jadi tukang

ledeng, Anda bukan anggota tim SAR! Anak anda tidak dalam keadaan ba-

haya. Tidak ada sinyal S.O.S! Jangan selalu memaksa untuk membantu dan

memperbaiki semuanya.

Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi

satu, “Sini...Ayah bantu!”. Tutup botol minum sedikit susah dibuka, “Sini...

Mama saja”. Tali sepatu sulit diikat, “Sini...Ayah ikatkan”. Kecipratan sedikit

minyak “Sudah sini, Mama aja yang masak”. Kalau sikap orang tua seperti

ini, Kapan anaknya bisa? Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya ben-

cana, Apa yang terjadi ketika bencana benar-benar datang? Berikan anak-

anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri. Kemampuan

menangani stres, menyelesaikan masalah, dan mencari solusi, merupakan

keterampilan/skill yang wajib dimiliki. Softskill ini harus dilatih untuk bisa

terampil, skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!

Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa

menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan. Bukan saja bisa

membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai

pernikahan dan kehidupannya kelak. Tampaknya sepele sekarang. Secara

apalah salahnya kita bantu anak? Tapi jika anda segera bergegas menyela-

matkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.

Sakit sedikit, mengeluh. Berantem sedikit, minta cerai. Masalah sedikit, jadi

gila. Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ

nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.

Menurut Paul G. Stoltz, AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau

hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan

tantangan yang dialami. Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada

IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?

Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya. Bisa menyele-

saikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat

diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita

benar2 tidak sanggup lagi.

Jadi, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup. Tidak masalah anak

mengalami sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, dan

sedikit kehujanan. Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.

Ajari mereka menangani frustrasi.

Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel, Apa yang terjadi jika

anda tidak bernafas lagi esok hari? Bisa-bisa anak anda ikut mati. Sulit me-

mang untuk tidak mengintervensi, Ketika melihat anak sendiri susah, sakit

dan sedih.

Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi, jadi melatih

AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua. Tapi sadarilah, hidup

tidaklah mudah, masalah akan selalu ada. Mereka harus bisa bertahan dalam

menghadapi kesulitan hidup. Melewati hujan, badai, dan kesulitan, yang

kadang tidak bisa dihindari.

Hasil penelitian di Jepang tahun 2002, bahwa Iq hanya 28 % saja mem-

perngaruhi kesuksesan seseorang. Sisanya akan ditentikan oleh kecerdasan

yang lainnya (Eq, Sq, Spq dan Aq). Seorang pemimpin bukanlah orang

yang sempurna, tetapi kalau dia paham seorang pemimpin akan meleng-

kapi, kepandaian atau kecerdasan apakah yang hatus ia kembangkan dan

380 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 381Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASoptimalkan potensinya dalam memerankan kepemimpinan dan manaje-

rial. Beberapa tinjauan teori tersebut mengingatkan kepada bahwa men-

jadi pemimpinan atau manajer dalam pelayanan keperawatan diperlukan

kelengkapan berbagai kecerdasan. Kecerdasalan ini banyak faktor yang

mempengaruhinya, bisa dari bakat, pengaruh keluarga, lingkungan belajar,

pengalaman, asupan gizi sewaktu masa dalam kandungan dan selama peri-

ode perkembangan. Kecerdasan ini bisa dipelajari, dikembangkan dan di

optimalkan potensinya.Biodata Penulis

hun 1990. S1 Kesehatan Masyarakat di FKM-UNDIP Semarang, lulus tahun

1996. S2 Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan di FIK

UI Lulus tahun 2008. Program Doktor Ilmu Keperawatan (Kepemimpinan

dan Manajemen Pelayanan Keperawatan) FIK – UI lulus tahun 2012.

Pengalaman bekerja di Rumah Sakit Misi lebak, Pengalaman mengajar di

bidang pendidikan keperawatan dimulai dengan menjadi pengajar di SPK

Misis Lebak, Dosen pengajar di AKPER Immanuel Bandung, Dosen penga-

jar di STIKes Immanuel mengajar dan pembimngbing praktek klinik pada

program D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan program profesi Ners dari

tahun 2000 sd 2019. Menjadi Dosen tamu (Dosen luar) biasa pada pada pro-

gram magister keperawatan (Kepmankep) di FIK-UNPAD, STIKes Jenderal

A.Yani Bandung, Stikes St. Carolus Jakarta dari tahun 2013 sd Sekarang.

Tahun 2019 pindah Home Base sebagai dosen tetap di Stikes Karya Husada

Semarang. Menjadi Dosen Tamu (Luar biasa) pada Program Magister

Keperawatan – Prodi Keperawatan FK – UNDIP Semarang. Menjadi kon-

sultan pengembangan pendidikan keperawatan di Stikes Halmahera Utara

dari tahun 2013 s/d Sekarang. Pengalaman Bench Marking dan menye-

Blacius Dedi adalah anak ketiga dari empat

bersaudara, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Menamatkan SDN Cijoho di Tasikmalaya,

menamatkan SLTP di Kabupaten Kuningan

Jawa Barat, Kemudian SPK Misi di

Rangkasbitung Lebak. Meneruskan kuliah di

AKPER DepKes Pajajaran Bandung lulus ta-

382 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 383Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

AS

Agustian, A,G. (2005). Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan

spiritual berdasarkan 6 rukun iman dan 5 rukun Islam, Jakarta: Penerbit

Agra.

Al-Doghaither, et al. (2003). Factors influencing patient choice of hospitals

In Riyadh. Saudi Arabia. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov, di-

peroleh tanggal 12Maret 2008)

American Nurses Association, (1982). Standar of Psychiatric and mental

helath nursing practice, Missouri: ANA

Anoraga, (2001). Psikologi kerja, edisi ketiga, Jakarta: Penerbit Rineka

Cipta

Arikhman, N. (2001). Analisis hubungan antara karakteristik perawat de-

ngan kepuasan kerja dan prestasi kerja perawat di RSUD Budi Asih.

Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak dipublika-

sikan.

Armstrong, M. (2003). The art of HRD. Managing people. A practical guide

for line managers (mengelola karyawan, buku wajib bagi manajer lini).

Edisi bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia

Armstrong dan Baron (2005) Productivity in Organization. Philadelphia,

London, 2003

Daftar Pustaka

lesaikan MoA dengan Flinder University – Adelaide South Australia tahun

2008. Pembicara pada berbagai seminar Nasional dan Nara sumber pelati-

han pada Bidang kepemimpinan dan manajemen pelayanan keperawatan

di berbagai Akper, Stikes dan Institusi Rumah Sakit serta Bench Marking ke

Bangkok Thailand. Beberapa kali bench marking dan menyelesaikan MoA

ke Trinity Universiti of Asia dan St. Luk Hospital Quizon City – Manila,

University of The Cordilleras Baquio City, University of Baquio Philiphina

- dan memberi kuliah tamu di Bangguet State University dan University of

the Cordilleras sertamen jadi Jugges Seminar Internasional PNA di Baquio

City-Philiphina.

384 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 385Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASAsmarani, D.E. 2006. Analisis Pengaruh Perencanaan Strategi terhadap

KinerjaPerusahaan dalam Upaya Menciptakan Keunggulan Bersaing.

Semarang:Universitas Diponegoro.

As’ad, M. (2003). Psikologi industri. Edisi keempat,cetakan ke delapan,

Jogjakarta: Liberty.

Azwar, S. (1998). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2000 Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke 3. Jakarta:

Bina Rupa Aksara, bim 287-321.

Barbuto Jr.J.E. (2005). Motivation and Transactional, Charismatic, and

Transformational Leadership: A Test of Antecedents. Journal of

Leadership and Organizational Studies, Volume 1 1, Number 4.

Bass, Bernard M., Transformational leadership: Industry, Military and

Education Impact. Lawrence Erbaum associates Publishers. London,

1998.

Bashaw, R.E.& Stephen, E.S. 1994). Exploring the Distinctive Nature of

Work Commitments: Their Relationships with Personal Characteristics,

Job Performance, and Propensity to Leave. Journal of Personal Selling

& Sales Management Volume 14, Issue 2

Bennis, W., & Nanus, B. (1985). Leadership: The strategies for taking

charge. New York, NY: Harper& Row.

Bennis, W.G. (1969). Organizational development: Its nature, origins, and

prospects,

Berg, J.A., Rodriguez, D., Kading, V..& De Guzman, C. (2004).

Demographic survey of Filipino American nurses. Nursing Administration

Quarterly.:28(3):199-206

Boyd, M.A. (2008). Pshyciatric nursing: contemporary practice. Philadelphia:

Lippincots William & Wilkins

Bowditch, JL, dan A.F Buono. 1994. A Primer on Organizing Behavior.

New York Wiley.

Brown, D. 2001. Reward Strategies From Intent to Impact.” attp://

www.amazon.co.uk/Rewand-Strenegies-Intent-Dumcam-Brow/dp/

o852929056.

Brubhak. (2015). Transformasi leadershif; Pandangan terhadap akreditasi

rumah sakit; https://www.pasificpos.org; diakses, tanggal 23 Novemebr

2017.

Cherrington, D.J. (1994). Organizational Behavior: The Management of

Individual and Organizational Performance. Boston:Allyn & Bacon.

Clark, A., Oswald, . ,& Warr. P. (1996). Is job satisfaction U-shaped in age?

Journal of Occupational and Organizational Psychology (V)9G).(57-81).

Cox, K.S et al. (2006).Know staff’s “intent to stay”: Recrutment & Retention

Report. nursing management. Diakses dari:http://web7.epnet.com/ex-

ternalframe. asp?tb 1& ug sid title%3DNursing %2BManagement%26ye

ar%3D2006% 26bk%3DC&fn1&rn 6&. Diperoleh tanggal 24 Pebruari

2010.

Danim, S.(2004). Motvasi kepemimpinan dan efektifitas kelompok, Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

Davis, K.&Newstrom, J.W. (2004). Perilaku dalam organisasi. Edisi ketujuh.

Jakarta: Erlangga

Davidow, Moshe 2003. “Have You Heard The Word? The Etfect Of Word

Of Mouth On Perceived Justice, Satisfied and Repurchase Intentions

Following Complain Handling.” Journal of and Complaining Behavior.

Vol. 16 hlm. 67,

Dempsey, P.A., & Dempsey, A.D.(2002). Riset keperawatan: Buku ajar dan

latihan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Depkes RI. (1997). Standar asuhan keperawatan (cetakan kelima). Jakarta:

Depkes.

Depkes RI. (2002). Pedoman akreditasi rumah sakit. Jakarta : Dirjen

Pelayanan Medik Depkes RI.

Depkes RL (2002). Standar tenaga keperawatan di rumah sakit (cetakan

pertama). Jakarta: Depkes.

Depkes RI. (2001). Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan kepe-

rawatan di rumah sakit (cetakan keempat). Jakarta: Depkes.

Depkes RI. 2005. Indikator Kinerja Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

_______. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI

386 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 387Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASDepkes RI, Biro Perencanaan, Pedoman Pereneanaan Kesehatan untuk

Tenaga Teknis di Lapangan, Jakarta;2007.

Dermott, M.C., et al. (1996) Work empowerment and organizational commit-

ment. Diakses dari: http://www.findarticles.com/p/articles/mi ga3619/

is 199605/ai_n8742250. Diperoleh tanggal 2 Pebruari 2013.

Dessler, G. (1997). Manajemen sumber daya manusia (7h ed.). Jakarta:

Prenhallindo.

District Health Management, Training Material Modul,GTZ-DSE;2006.

Douglas and Suzanne, A Priority Rating System for Public Health

Programs,Jurnal ofAmerican Public Health,Vol 105 no 5;2007,

Dr.Ronny.http://www.unpad.ac.id/2018/11/membandingkan-parameter-

penilaian-qs-asia-university-rankings-2019-dengan-qs-world-university-

rankings-2019/

Egunjobi (1983), Factors influencing choice of hospitals : a case study of

the northern part of Oyo State, Nigeria,, Diakses dari: http://www.ncbi.

nlm.nih.gov.Diperoleh tanggal 12Maret 2008

Ekha Kholanoba. (2013). Kebijakan tentang akreditasi rumah sakit; http://

hitungan-mundur.blogspot.co.id; diakses tanggal 23 November 2017

Erwin, K. 1992. “Managing Conflict: Nurse Manager”. Journal NC. 23 (3:

67).

Faisal Aslim. (2013). Apa sih Konsep IQ, Eq, Sq itu sebenarnya; https;//

www.zenius.net; diskses 16 Oktober 2019.

Fields, Mitchel W and James W. Thacker (1992) “Influence of Quality of Work

Life on Company and Union Comnmitment”. Academy of Management

Journal. Vol. 35. No. 2 p.439-450

Fisher, R.J. (1990). The social psychology of intergroup and international

conflict. New York: Springer-Verlag.

Fletcher. D. E (1998) Efects of organizational commitment, job involvemen

and organizational culture on the employee voluatary turnover process.

Texas Technology University

Gaspersz, V. (2003) Total Quality Management. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama

Gaudine, (2000) Measuring nurse sworkload. Diakses dari:http//www.cna-aijc

ca/CNA/ documents pdf/publications/NN Nurse Workloadmarch2003.

e pdf.Diperoleh tangga:l0 Pebruari 2011

Gerhart, B. A.& Judge, T. A. (1991). Measures of new constructs or old

ones? The case of organizational comitment and job saction. Ithaca,

NY: Comell University, School of industrial and Labor Relations, Center

for Advanced Human Resource Studies Diakses dari: http://digitalcom-

mmons.ilr.comell.edu/cahrswn/342

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donelly, J.H. (2011). Organization: behavior,

structur, and process. 14 edition. Kentucky: McGraw-Hill Education.

Gillies, D.A.(2007). Nursing management, 4rd,ed. Philadelphia: W.B.

Saunders Company.

Gordon 2004 Organisasi Perilakau Struktur Pruses. Jakarta Bina Rupa

Aksara, hlm 119-275

Graham, M.W & Messner, P.E (1998), Principals and job satisfaction.

International Journal of Education Management, Vol. 12, No. 5, pp196-

204.

Grant, A.B., dan V.H. Massey. 1999. Nursing Leadership, Management,

and Research. Pennsylvania: Springhouse Corporation.

Hanlon J and Picken, Public Health administration and practice, Mosby

College Publishing,SantaClaraCA,2005

Hansen,G.S., and Wernerfelt, B. (1989), Determinants of Firm Performance:

The Relative Importance of Economic and Organizational. Strategic

Management Journal, Vol. 10, No. 5 pp. 399-411. Diakses dari: http://

www.jstor.org/stable/24864

Hariandja, (2007).Manajemen sumber daya manusia pengadaan, pengem-

bangan, pengkompensasian dan peningkatan, produktifitas pegawai,

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen sumberdaya manusia.(edisi revisi),

Jakarta: Bumi Aksara.

Hay Group. (2005). ClientConversation: BuildingOrganizational

Commitment to post survey action. Hay Group Insight Connections.

Volume 6, Issue 2

388 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 389Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASHeadquarter, Departement of tthe Army. (1999), Army leadership: be,

know,do.

Herzberg F. 1997. One more time how do you Motivate employee? The

management process, Edisi 2 New York : Macmillan

Herzberg, F., Mausner, B., Snyderman, B.B. (2010) The Motivation to

work. New Jersey: John Wiley & Sons.

Hersey,P.,Blanchard, K,H., and Johnson, D.E. (2011).Situational Leadership

Theory. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall.

Hopkins dan Hopkins. 1997. “Strategic Planning Financial Performance

Relation in Bank Causal Examination. Strategic Management Journal.

Vol. 18, hlm. 635-55.

Huber, D.L. (2010).Leadership and Nursing management, Saunders Elsevier

: Philadelphia

Jernigan, D.C., and Young, A.P. (1983). Standard job description and per-

formance evaluation.Norwalk: Appleton Centur Croft.

Kageiman, RE. 1986 Managing productivity in organitations. New York:

Mc Graw Hill

Kemenkes RI, 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta:

Kemenkes R.I

Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, Jakarta : Prehallindo.

Kozier, B. (2004). Fundamental of Nursing. Seventh Edition. Vol. 2. Jakarta:

EGC

Kreitner, R dan Kinicki, A. (2003). Perilaku organisasi. Buku satu. Jakarta:

Salemba Empat.

Kron, T& Gray, A. (1987). The management of patient care, Sixth Edition.

Philadelphia: W.B. Sounders Company.

Kumiadi A, (2006). Kontribusi gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam

menerapkan fungsi-fungsi manajemen keperawatan terhadap kinerja

perawat pelaksana di Rumkital Dr. Mintohardjo dan Rumkital Marinir

Cilandak, Depok: Program Pascasarjana (Tesis tidak dipublikasikan).

Kurniadi A, (2016). Manajemen keperawatan dan prospektifnya; Teori,

Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

La Monica, L.E. (2012), Management and Leadership in Nursing and

Health Care: An Experiential Approach. Third Edition. Boston: John

and Bartlett Publisher Inc.

Lee, R., & Wilbur, E.R. (1985). Age Education, Job Tenure, Salary, Job

Characteristics, and Job Satisfaction: A Multivariate Analysis. Human

Relations 38(8):781-791. DOI:10.1177/001872678503800806

Littlefield VM. 1995. “Conflict Resolution: Critical to Productive School of

Nursing” Journal of Professional Nursing. 11 (1: 7-15).

Locke, J.C.F. (2001). Leadership behavior. Effect on job satisfaction, pro-

ductivity and organization commitment, Journal of nursing Management

9: 191-2004.

Lovergen G, Rasmussen HB, & Engstrom B. (2002). Working Conditions

and the Possibility of Providing Good Care Blackwell Science Ltd. Journal

of Nursing Management; 10: 201-209

Luthans, F. (2011). Organizational Behavior An Evidence-Based Approach.

New York: McGraw-Hill.

Luthfia Ayu Azanella. https://edukasi.kompas.com/read/2019/02/27/1

4222681/ seperti-ini-aspek-dan-metode-penilaian-4icu-dalam-pemer-

ingkatanuniversitas? page=all.

Mangkunegara, A.A.A.P. (2004). Manajemen sumber daya manusia perusa-

haan. Cetakan ke 5. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Marquis, B.L. dan C.I Huston. 1998. Management Decision Making for

Nurses. 124 Case Studies Edisi 3 Philadelphia: LB. Lippincott

Marquis B.L & Houston, CJ.(2006). Leadership Role and Management

Function in Nursing Theory and Application. Philadelphia: Liipincot.

________. Management Decision Making for Nurses. 124 Cases Studies.

Edisi 3. Philadelphia: JB Lippincott.

Mathis, R.L. & Jackson J.H. (2001). Manajemen sumber daya mamusia.

edisi pertama jilid I. Jakarta : Salemba Empat

Mc Cleland, D. C.(1987). Human Motivation. Cambridge: Cambridge

University Press

Mc Closkey, J.C, and Grace, H.K, (1990)). Current issues in mursing (3rded).

St Louis: The CV Mosby Company

390 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 391Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASMclaughin, EE., S.E.Thomas, dan M. Barter. 1995. “Changes Related to

Care DeliveryPatterns”. JONA. 25 (5: 20-26).

MeCaffers I. Heerax, M dan Bose, K. P. 2003. Refining Performance

Improvement Tools and Methods: lessons and Challenges”. www.ispi.

org.

Nunnery, R.K. (2012). Advancing your career concepts professional murs-

ing.Philadelphia: FA. Company.

William R. Miller, Ph.D. and Gary S. Rose. (2010). Toward a Theory of

Motivational Interviewing. Am Psychology, volume 65.

Munandar, A.S. (2004). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-

Press.

Muhith, A. 2012. “Pengembangan model mutu asuhan keperawatan ber-

dasarkan analisis kinerja perawat dan kepuasan perawat serta pasien di

RS Kabupaten Gresik”. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pasca

Sarjana. Universitas Airlangga.

Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Manajemen).

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Noordin, F., Rahim, A.R..A., Ibrahim, A.H., & Omar, M.S. (2011). Career

Stages and Organizational Commitment: A case of Malaysian Managers.

International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 1 No. 8

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, hlm 36-54.

Novuluri, R.B. 1999. “Integrated Quality Improvement in Patient Care.”

Journal of Nursing dan Health Sciences. 1 (4: 249-254).

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

________2007. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

_________2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:

Salemba Medika.

Nursalam, dan E. Efendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Edisi 2.

Jakarta Salemba Medika.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Palupi, D.H. (2006). Jurus membangun dan mengelola komitmen. SWA,

XXII (2), 60-66

Pambudi,T.S. (2006). Dan karyawanpun memilih. SWA, XXII (2), 34-41

Panggabean, M.S., (2004). Manajemen sumber daya manusia. Cetakan

kedua. Jakarta: Galia Indonesia

Parasuraman A, Zeithamal V, Berry L. (1985). “A conceptual model of

service quality and its impact for future research”. Journal of marketing,

(Musim Gugur), hlm. 41-50

Parasuraman, A., Zeithaml, V., Berry, L. 1985. Servequal: A Multiple-Item

Scale For Measuring Consumer Perception Of Service Quality”. Journal

of Retailing. A. Zeithaml, V. 2001. Delivering Quality Service. New York:

The Free Press.

Perry dan Potter. 2003. Pocket and Guide Basic Skill and Procedure. Edisi

3. St.Louis Mosby

Pohan, I. 2006. “Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar

Pengertian dan Penerapan”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Hlm 13-15.

Pickering Pig (2000). How to Manage Conflict : Turn All Conflict into Win-

Win Outcomes. Canada: National Press Publications

PPNI (1999). Standar praktek keperawatan perawat profesional (Perawat

teregister). Jakarta: DPD PPNI.

PPNI. (2000). Standar praktik keperawatan. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2001). Rancangan standar praktek keperawatan, Jakarta : PP

PPNI.

392 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 393Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASProchaska, DiClemente, & Norcross. (1992), In search of how people

change: Application to addictive behaviors, Journal of American

Psychologist, 47, 1102-1114.

Program management A guide for establishing publichealthpriorities,CDC,

Atlanta CA;2001,

Rahmat, J. (2000), Psikologi komunikasi, Cetakan kelimabelas, Bandung:

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

Ramanujam, P.G. 2011. “Service Quality in Health Care Organisations:

A Study of Corporate Hospitals in Hyderabad.” Journal of Health

Management, 13, 2 (2011): 177-202.

Rangkuti, F. 2003. Konsep Pengukuran Kepuasan. Jakarta: Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Rocchiccioli,J & Tilbury, M.S.(1998).Clinical leadership in Nursing

Philadephila:Saunders.

Robins, P. S., & Judge, T.A. (2013). Organizational Behavior: Concept,

Controversies, Applications (15th ed.). New Jersey Prentice-Hall, In.,

Upper Saddle River.

Rose (2008). The Five Rights of Delegation, identified in Delegation:

Concepts and Decision-making Process (National Council. 1995) from

the National Council of State Boards of Nursing. Diakses dari: http://

www.ncsbn.org.

Rose (2008). Advanced Your Career: Concepts of Professional Nursing.

Philadelphia: F.A. Davis Company.

Rowland, H.S. dan B. L. Rowland. 1997. Nursing Administration Handbook.

Edisi 4. Marylan: An Aspen Pub.

RSUD Purwokerto. (2015). Pedoman akreditasi rumah sakit; http://rsipwt.

blogspot.co.id; di akses tanggal 23 November 2017

Ruky, A.S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja. Performence Management

System Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima.

Jakarta: PT. Gramedia.

Ruky, S.A. (2004). Sistem manajemen kinerja: Panduan praktis untuk

merancang dan meraih kinerja prima. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Sadirman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Sarros J.C., Butchatsky O. & Santora J. (1996) Breakthrough leader-

ship. In Leadership Practice and Research: Emerging Themes and

New Challenges (K.W. Parry ed.), pp. 41-52. Pitman Publishing, South

Melbourne, Australia.

Serrano, L.D., & Vieira, J.A.C. (2005). Low Pay, Higher Pay and Job

Satisfactionwithin the European Union: Empirical Evidence from

Fourteen Countries.ZA Discussion Paper No. 1558

Shay and Margaret Cannon, (2004).Resolving Conflict: How to Manage

Disagreementsand develop Trust and Understanding, Oxford: howto-

books.

Siagian, S. P. (2005). Teori dan praktek kepemimpinan (cetakan kelima).

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Siagian, S.P. (2001). Manajemen sumber daya manusia; Human resources

management. Cetakan kedelapan, Jakarta : Bumi Aksara

Siboro, C. (2006). Menjaring perusahaan pilihan 2006. SWA, XXII (2), 42-

43.

Simamora, R. (2005). Hubungan persepsi perawat pelaksana terhadap

penerapan fungsi pengorganisasian yang dilakukan oleh kepala rua-

ngan dengan kinerja di ruang rawat inap RSUD Koja Jakarta Utara.

Tesis Magister tidak dipublikasikan, FIK-UI, Jakarta.

Sinaga, C.T. (2001). Hubungan karakteristik pekerjaan dengan kepuasan

kerja perawat primer di unit rawat interne bedah PK ST Carolus. Tesis,

tidak dipublikasikan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;

Jakarta

Sitorus, R. 2002. “Model Praktek Keperawatan Profesional. Seminar

Nasional pada RAPIM PPNI.” Februari. Malang.

Sitorus, R. (2006). Model praktek keperawatam professional di rumah sakit:

Penataan struktur & proses (system) pemberian asuhan keperawatan di

ruang rawat. Cetakan I. Jakarta : EGC

Schneider,M.(2003). Linking School Facility Conditions to Teacher

Satisfaction and Success. Diakses dari: http://www.edfacilities.org/

pubs/teachersurvey.pdf.

394 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 395Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASSmeltzer, C. 1991. “The Art of Negotiation: an Everyday Experience”.

Journal Nurse Administration. (21 7/8: 26-30).

Stamps, P.L., (1997). Nurses and work satisfactioan: An indeks for mea-

surement, Secon edition. Chicago: Health administration press.

Steers, R.M., & Porter, L.W. (1991). Motivation and work behavior.New

York : McGraw-Hill.

Sudarsono. 2006. Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Sulivan, E.J., & Decker,PJ., (1989), Effective management in nursing,

California: Addison Wesley Publishing Company.

Sumanto, Apriyatmoko, Sri Wahyun. (2016). Perbedaan beban kerja per-

awat sebelum dan sesudah akreditasi rumah sakit tingkat paripurna versi

KARS 2012 di tinjau dari tugas-tugas pendelegasian di ruang rawat inap

RSUD Tugurejo Semarang; http://perpusnwu.web.id; diakses tanggal

24 November 2017

Summers C. 1994. “Self-Care: the Greatest Challenge for Nurses. Rev.”J

Nurse Emprow. 4(3): 92-96.

Supriyanto S., dan Ratna. 2007. Manajemen mutu, Health Advocacy.

Surabaya

Supriyanto. S dan Damayanti, N.A. 2007. Perencanaan dan Evaluasi.

Surabya: Airlangga University Press

Sopacua dan Pratiwi. (2009). Akreditasi rumah sakit dari dimensi prosedur-

at mutu; Buletin Penelitian Sistem Kesehatan; Bulletin of Health System

Research, ISSN 1410-2935. e-ISSN 2354-8738, published by Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Republik; Indonesiahttp://ejournal.litbang.depkes.go.id; diakses tanggal

22 November 2017

Supranto. (2001). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan : Untuk menaik-

kan pangsa pasar. Jakarta : Rineka Cipta

Sutoto. (2014). Hubungan akreditasi rumah sakit versi 2012 dengan akredi-

tasi rumah sakit versi 2007; Jakrata: KARS PDF

Suwinarta. (2004). Penyusunan upaya pemasaran untuk meningkatkan

pemanfaatan rawat inap Rumah Sakit Umum Negara melalui analisis fak-

tor perilaku konsumen. Diakses dari:http://digilib.unair.ac.id, diperoleh

tanggal 10Maret 2008.

Swanburg, R..C., & Swanburg, J.,R.(2006). Introductory management and

leadership for Nurses. Toronto: Jones and Bartlert Pubisher. Inc.

Tappen, M.R., & Weiss, A.S., & Whitehead, K.D.,(2010), Essential of nurs-

ing leadership and management, Philadelphia: F.A.Davis Company

Taylor & Cosenza, (1999). A Conceptual choice model for hospitals ser-

vice, Diakses dari:http://proquest.umi.com/pqdweb, diperoleh tanggal

12Maret 2008).

Taylor, J.D,& Pinczuk, J.Z. (Health Care Financial Management for Nurse

Managers: Merging the Heart with the dollars

Terry, G.R. (1986). Azas-Azas manajemen, Bandung: Offset Alumni.

Tichy. N.M & Devanna M.A. (2006). The Transformational Leader. New

York: John Wiley & Sons, Inc., 1986

Thompson L, Leight., (2005). The Mind and Heart of the Negotiator. 3rd

Edition, New Jersey: Pearson Education Intemational., Upper Saddle

River,

Tjiptono, F. 2004. Kepuasan dalam Pelayanan. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat.

Trarintya, M. 2011. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan

Word of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP

Sanglah Denpasar)” Tesis Diterbitkan, Universitas Udayana. Denpasar.

Vecchio, R.P. (1995). Onganizational behavior3ed, Orlando:Harcourt Brace

College publisher

Vestal, K.W. 1994. Nursing Management: Control and Issues. Edisi 2.

Philadelphia: J.B. Lippincott.

Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

yang telah diubah menjadi undang-andang RI Nomor 49 Tahun 1999.

Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah.

396 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK

KEPENTINGAN DINAS 397Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

TID

AK

UN

TU

K D

I P

UB

LIK

AS

IKA

N, H

AN

YA U

NT

UK

KE

PE

NT

ING

AN

DIN

ASUndang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

Wahab, H. (2001). Hubungan antara kepemimpinan efektif kepala ruan-

gan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap

RSU Labuang Baji Makassar. Tesis. Program Pasca Sarjana FIK UlI.

Tidak dipublikasikan.

Weiss and Tappen, (2015). Essentias of nursing leadership and manage-

ment, Philadelphia: F.A.Davis Company

Widaningsih. (2002), Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja

perawat pelaksana di RSPAD Gator Soebroto, Thesis, Fakultas llmu

Keperawatan Ul, Tidak dipublikasikan

Winardi, J.(1996). Manajemen supervisi. Bandung: Mandau Maju.

Winardi. (2004). Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen. Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada.

Woodruff dan Gardial. 2002. Practical-people Oriented Prespective. Kanada:

Mc.Graw Hill, hlm 36-45

Wong, et al (1997). Dimana 79,2% responden yang melakukan kunju-

ngan ulang ke rumah sakit di Hongkong tidak bekerja http://www.

ncbi.nlm.nih.gov, diperoleh tanggal 12Maret 2008.

Wright, P M. & Kehoe, R R (2007). Human resource practices and or-

ganizational commitment: A deeper examination (CAHRS Working

Paper). Ithaca, NY: Cornell University, School of Industrial and Labor

Relations, Center for Advanced Human Resource Studies. http://digi-

talcommons.ilr.conell.edu/cahrswp/47

Yaslis, L (2001). Kinerja teori, penilaian dan penelitian, Jakarta: Pusat

Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI

Yaslis, I. (2004) Perencanaan SDM rumah sakit teori, metoda dan for-

mula, Edisi revisi. Depok : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UL

Zin. M.R. (2004). Perception of professional engineers toward Quality of

Work Life and organizational commitment. Gajah Mada International

Journal of Bussiness. 06 : 323-324.

Zung, W.K. 1971. “Sebuah Instrumen Penilaian Gangguan Kecemasan”.

Psycho5omatics. www.Scrib.com