Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
Teori, Konsep Dan Implementasi
Blog : www.transinfotim.blogspot.com
ii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS iiiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Autor : Dr. Blacius Dedi, SKM., M.Kep
Editor :Dr. Luky Dwiantoro, SKp., M.Kep
Blog : www.transinfotim.blogspot.comPenerbit : Trans Info Media, Jakarta
PENTING UNTUK DIBACA . . . !PENERBITAdalah rekanan pengarang dalam menerbitkan sebuah buku. Penerbit mempunyai hak untuk menerbitkan dan mendistribusikan buku.
PENGARANGAdalah pencipta naskah buku yang menyerahkan naskah hasil karangannya kepada penerbit yang ditunjuk untuk menerbitkan hasil karyanya. Penga-rang mempunyai hak penuh atas karyanya dan mendapat imbalan berupa royalti, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan penerbit.
PEMBAJAKAdalah pihak luar yang tidak ada ikatan dengan pengarang dan penerbit dalam hal apapun, maka sangat tidak dibenarkan untuk menerbitkan dan mendistribusikan buku.Untuk menghargai dan menambah motivasi para penulis dalam meng-hasilkan karyanya untuk diterbitkan, hendaknya anda tidak menggunakan buku hasil bajakan.
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
Teori, Konsep Dan Implementasi
Memperbanyak buku tanpa izin penerbit melanggar undang-undang hak cipta
T.19111820
iv Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS vKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan
KeperawatanTeori, Konsep Dan Implementasi
Penulis : Dr. Blacius Dedi, SKM., M.KepEditor : Dr. Luky Dwiantoro, SKp., M.KepCopy Editor : Ari M@ftuhinDesign Cover : Putri ChaniagoAnggota IKAPI, Jakarta
Diterbitkan pertama kali oleh:
CV. Trans Info MediaJl. Man 6 No. 74 Kramat Jati -- Jakarta Timur
Telp/Fax. (021) 87783328 / Hp : 0813 1164 2419E-mail : [email protected]
Facebook : Penerbit Buku Kesehatan Twitter : @BukuTimBlog : www.transinfotim.blogspot.com
Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
Cetakan Pertama : 2020
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Dedi, Blacius
Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan -- Teori, Konsep Dan Implementasi / Blacius Dedi, Dr.Kep., SMK., M.Kep ; Jakarta: TIM, 2020
Ukuran Buku : 16 x 25 cm; xviii + 397 hal ISBN : 978-602-202-290-9
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Tuhan, Buku Kepemimpinan dan manajemen
dalam pelayanan keperawatan sudat dapat diselesaikan dan di terbit-
kan. Buku ini tersusun atas dasar pengalaman penulis selama kurang lebih
20 tahun membimbing dan memberikan perkuliahan tentang kepemimpi-
nan dan manajemen pelayanan keperawatan bagi mahasiswa Diploma tiga
Keperawatan, S1 Keperawatan dan Ners, Juga dalam 6 tahun terakhir ini
dalam membantu memberikan perkuliahan pada progam S2 Keperawatan.
Tentu saja masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari kedalaman dan
keluasan konten materi dalam buku ini. Semoga buku ini berguna bagi
para pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dan para praktisi klinik.
Masukan, saran, kritikan dan usulan sangat dinantikan, guna perbaikan
buku ini pada edisi berikutnya. Terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan susunan buku kepemimpinan dan manajemen
pelayanan keperawatan ini.
Demikian yang dapat disampaikan dan disajikan, terimakasih dan salam.
Semarang, 21 November 2019
Penulis
TIM
vi Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS viiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................. v
Daftar Isi....................................................................................... vii
Daftar Gambar .............................................................................. xi
Daftar Skema ................................................................................ xii
Daftar Figur .................................................................................. xiii
Daftar Tabel .................................................................................. xv
Daftar Diagram ............................................................................. xvii
BAB 1 KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN ................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Fungsi Kepemimpinan .............................................................. 2
C. Gaya Kepemimpinan ................................................................ 4
D. Karakteristik Seorang Pemimpin ................................................ 6
E. Trend dan Issue Kepemimpinan Keperawatan di Indonesia ........... 9
F. Perbedaan Leader dan Manajer ................................................. 9
G. Karakteristik Leader dan Manajer .............................................. 10
BAB 2 KONSEP DASAR MANAJEMEN PELAYANANKEPERAWATAN .......................................................................... 15
A. Pengertian Manajemen Pelayanan Keperawatan ......................... 16
B. Fungsi-Fungsi Manajemen Pelayanan Keperawatan ..................... 17
C. Kompetensi Manajer Pelayanan Keperawatan ............................ 23
viii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS ixKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASD. Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................ 23
E. Manajemen Konflik .................................................................. 24
F. Manajemen Logistik ................................................................. 34
G. Manajemen Asuhan Keperawatan .............................................. 50
BAB 3 KAJIAN SITUASI ............................................................ 57
A. SWOT Analisis ........................................................................ 57
B. Matriks IFE dan EFE ................................................................. 58
C. Diagram Cartesius .................................................................... 61
D. Fish Bone Analisis ................................................................... 62
E. Prioritas Masalah ..................................................................... 64
F. Plan of Action ........................................................................ 77
BAB 4 KOMUNIKASI EFEKTIF SEORANG PEMIMPINDAN MANAJER .......................................................................... 79
A. Konsep Dasar Komunikasi Pelayanan Keperawatan .................... 79
B. Tahapan Komunikasi Layanan Keperawatan .............................. 79
C. Komunikasi dan Organisasi ....................................................... 80
D. Implementasi Komunikasi Efektif Pemimpin dalam Rapat ............ 81
E. Implementasi Komunikasi Efektif Pemimpin dalam
Mengelola Konflik ..................................................................... 88
F. Kasus Komunikasi Efektif Seorang Pemimpin dan Manajer .......... 97
BAB 5 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN ................................. 99
A. Model Fungsional ..................................................................... 99
B. Moduler .................................................................................. 102
C. Metode Tim ............................................................................ 103
D. Model Praktik Keperawatan Profesional ..................................... 108
BAB 6 OPERAN SIF ATAU TIMBANG TERIMA .......................... 147
A. Operan Sif dalam Keperawatan ................................................. 147
B. Jenis Metode Operan Sif Keperawatan ...................................... 148
C. Bedside Operan Sif .................................................................. 149
D. Rasionalisasi Pelaksanaan Bedside Operan Sif ............................ 150
E. Evidence Based Pelaksanaan Bedside Operan Sif ....................... 152
F. Proses Implementasi Bedside Operan Sif ................................... 153
G. Komunikasi SBAR ................................................................... 155
H. Intervensi Edukasi Bedside Operan Sif ....................................... 156
I. Peningkatan Pelaksanaan Bedside Operan Sif ............................ 158
J. Bedside Operan Sif yang Dirasakan Pasien ................................ 159
K. Tantangan yang Dihadapi Saat Pelaksanaan Bedside Operan Sif .. 161
L. Konsep Kepuasan Pasien ......................................................... 161
M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien .................. 162
N. Pengukuran Kepuasan Pasien ................................................... 168
O. Penelitian Terkait Tentang Bedside Operan Sif ........................... 169
P. Teori Keperawatan yang Digunakan .......................................... 170
BAB 7 MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN .............................. 173
A. Konsep Dasar Mutu Pelayanan Keperawatan ............................. 173
B. Audit Internal Mutu Pelayanan Keperawatan .............................. 189
C. Audit Internal Mutu Pendidikan Tinggi Keperawatan .................... 191
D. Akreditasi Rumah Sakit ............................................................ 191
E. Akreditasi Pendidikan Tinggi Keperawatan ................................. 205
F. Akreditasi Puskesmas ............................................................... 218
BAB 8 KINERJA PERAWAT ........................................................ 218
A. Konsep Dasar Kinerja .............................................................. 218
B. Kinerja Profesi Keperawatan ..................................................... 223
C. Pengukuran Kinerja .................................................................. 225
D. Instrument Kinerja ................................................................... 226
E. Indikator Kinerja Keperawatan .................................................. 227
BAB 9 PEMIMPIN SEBAGAI MOTIVATOR ................................ 229
A. Konsep Dasar Motivasi ............................................................. 229
B. Jenis-Jenis Motivasi .................................................................. 237
C. Pemimpin Sebagai Motivator yang Baik ..................................... 238
D. Pengembangan Karier Profesionalisme ...................................... 241
x Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS xiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASBAB 10 APLIKASI MODEL METODE ASUHAN KEPERAWATAN
PROFESIONAL (MAKP) .............................................................. 245
A. Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan .......... 245
B. Langkah Pengelolaan MAKP .................................................... 246
C. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan ........................... 333
D. Mutu Pelayanan Keperawatan ................................................... 336
E. Kredensialing ........................................................................... 337
F. Jenjang Karier Perawat ............................................................ 339
G. Komite Etik Keperawatan ........................................................ 342
H. Audit Mutu keperawatan ......................................................... 343
BAB 11 PENGATURAN SUMBER DAYA KEPERAWATAN (SDM) . 345
A. Latar Belakang ........................................................................ 345
B. Hakekat Ketenagakerjaan ......................................................... 346
C. Prinsip-prinsip dalam Ketenagakerjaan ...................................... 346
D. Perhitungan Sumber Daya Keperawatan .................................... 351
E. Formulasi Perhitungan SDM Keperawatan ................................. 353
BAB 12 TEORI BERUBAH .......................................................... 363
BAB 13 KECERDASAN YANG DIPERLUKANSEORANG LEADERS ................................................................. 369
A. IQ - Intelligence Quotient ........................................................ 372
B. EQ - Emotional Quotient (Emotional Intelligence) .................... 375
C. SpQ - Spiritual Quotient (Spiritual Intelligence ......................... 376
D. SQ – Social Quotient .............................................................. 378
E. AQ - Adversity Quotient .......................................................... 378
Biodata Penulis ............................................................................. 381
Daftar Pustaka .............................................................................. 383
Daftar Gambar
Gambar Empat Langkah Proses Manajemen Menurut Fayol ........... 18
Gambar Tingkatan Tanggung Jawab Manajer Keperawatan
Menurut Kurniadi ........................................................................ 23
Gambar Prosedur Logistik Non Medis ........................................... 43
Gambar SWOT Learning Activity ................................................. 58
Gambar Tabel Matriks IFE ............................................................ 59
Gambar Tabel Matriks EFE ........................................................... 60
Gambar Diagram Kartesius........................................................... 62
Gambar Kerangka Teori Penelitian ................................................ 172
Gambar Model akurasi persepsi pribadi ......................................... 226
xii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS xiiiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Daftar Skema
Skema Komponen kepemimpinan yang efektif ............................... 7
Skema Teori Pendekatan Sistem menurut Gillies (1989) ................... 22
Skema Paradigma Keperawatan .................................................... 52
Skema Proses Negosiasi ................................................................ 96
Skema Proses Negosiasi Model BATNA ......................................... 97
Skema Straktur Organisasi Metode Penugasan Fungsional ............... 102
Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Modul ...................... 103
Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim. ........................ 108
Skema Jenjang Karier Perawat ..................................................... 241
Skema Proses Adopsi terhadap Perubahan ..................................... 367
Daftar Figur
Figur Diagram Proses Konflik (Marquis dan Huston, 1998: 314) ....... 28
Figur Hubungan antara Keempat Unsur dalam Penerapan
Sistem MAKP (Rowland dan Rowland, 1997) ................................. 109
Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional
(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 114
Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”
(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 118
Figur Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009) ..................... 119
Figur Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer
(Marquis dan Huston, 1998: 138) .................................................. 119
Figur Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing”
(Marquis dan Huston, 1998: 136) .................................................. 122
Figur Metode Tim Primer (Modifikasi) ............................................. 123
Figur The lntegrated Gags Model of Service Quality
(Parasuraman, Zeithaml, Berr, 1S85) .............................................. 175
Figur Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan
(Parasuraman, 2001) .................................................................... 177
xiv Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS xvKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASFigur Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, James L.,
Ivancevich, John M., dan Donelly JR., James H., 1997) .................. 220
Figur Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979) .............................. 221
Figur Hubungan antara kinerja dan faktor kinerja
(Robbins, S.P. 1990) ..................................................................... 221
Figur Hubungan Faktor Orgaisasi, Individu dan Kinerja
(Gibson, 1997 dalam Supriyanto S., dan Ratna 2007) ..................... 222
Figur Siklus Motivasi (Robbins, S.P, 2002) ...................................... 230
Figur Struktur Asuhan Keperawatan di Ruang X RS Y ..................... 246
Figur Proses Perumusan Perencanaan Strategis (Supriyanto, 2011) .. 273
Daftar Tabel
Tabel Jenis Logistik Non Medis di RS .............................................. 42
Tabel Contoh Intervensi ................................................................. 44
Tabel Contoh Catatan Pengeluaran Barang ..................................... 44
Tabel Contoh Pengeluaran Barang ................................................. 45
Tabel Contoh Pemberian Barang .................................................... 45
Tabel Simulasi Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan Dengan
Metoda Matematik ......................................................................... 67
Tabel Hasil Penetapan Skor para Panel Expert Dalam
Penetapan Prioritas ....................................................................... 69
Tabel Pencapaian Program Gizi di suatu wilayah Puskesmas pada
tahun 2011 .................................................................................. 71
Tabel Penetapan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah Untuk
Intervensi Penyakit TB ................................................................... 72
Tabel Nilai/Skoring Penetapan Prosentase Besar Penduduk yang
Terkena Masalah ........................................................................... 74
Tabel Konversi Penilaian ................................................................ 74
Tabel Pembobotan Kegawatan Program .......................................... 75
Tabel Faktor PEARL ...................................................................... 76
xvi Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS xviiKepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTabel Prioritas Intervensi Metoda Hanlon ......................................... 76
Tabel Penyelesaian Konflik Secara Damai ........................................ 90
Tabel Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey
(1997) dan Marquis dan Huston (1998) ........................................... 113
Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP............................................ 123
Tabel Rasio Jumlah Tempat Tidur dan Kebutuhan Perawat ............... 124
Tabel Standar Waktu Pelayanan Pasien Rawat Jalan ......................... 125
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif Berdasarkan
Klasifikasi Pasien ........................................................................... 127
Tabel Rata-Rata Jam Perawatan yang Dibutuhkan Selama 24 Jam .... 128
Tabel Rerata Jam Perawatan dan Hari Rawat Pasien ........................ 132
Tabel Tenaga Keperawatan di Ruang X RS Y ................................... 247
Tabel Kebutuhan Tenaga Perawat Tiap Sif Berdasarkan Tingkat
Ketergantungan Pasien di Ruang X Rumah Sakit Y Pada
Tanggal 23 April ........................................................................... 248
Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 23 April ...................... 250
Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 24 April ...................... 250
Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Langsung pada Sif Pagi di
Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 24 Oktober-11 November (n-12) .... 251
Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tidak Langsung pada
Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober-18 November
(n-12) ........................................................................................... 252
Tabel Pelaksanaan non produktif pada Sif Pagi di Ruang X RS Y
Surabaya Tanggal 17 Oktober-18 November (n-12) .......................... 252
Tabel Rekapitulasi Pelaksanaan Perawatan di Ruang X RS Y Surabaya
Tanggal 17 Oktober-18 November (n-12) ........................................ 252
Tabel Beban Kerja Objektif ............................................................. 253
Tabel Daftar Fasilitas untuk Pasien Ruang X RS Y ............................ 254
Tabel Daftar Alat Kesehatan Ruang X RS Y ..................................... 255
Tabel Data Fokus Metode Pengumpulan Data M3 (Methods) ............. 257
Tabel Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada 23 April
Berdasarkan Indeks KATZ .............................................................. 270
Tabel Penyusunan Strategi SWOT .................................................. 274
Tabel Analisis SWOT Ruang X RS Y ............................................... 277
Tabel Contoh Aplikasi Perencanaan Keperawatan Berdasarkan
Metode BSC di ruang X RS Y ........................................................ 313
Tabel Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan ............................ 336
Tabel Model Transtheoritical dan Fase Perubahan ............................. 365
Tabel Perbandingan antara Fase yang Mewakili Teori Model Perubahan ... 366
Daftar Diagram
Diagram Fishbone analisis ........................................................... 63
Diagram Cartesius Hasil Analisis SWOT Ruang Interna RS Y ........... 285
xviii Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 1Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
A. LatarBelakang
Karakter leaders harus dimiliki mahasiswa calon tenaga profesional.
Mahasiswa kesehatan merupakan generasi penerus profesi. Kompetensi
yang harus dimiliki bukan hanya kompentensi keilmuan di jurusan dan pe-
minatan yang ditempuhnya, akan tetapi integritas personality. Intergritas
personality akan terbangun apabila memiliki dan mengembangkan karater.
Karakter leasders dan manager yang mahasiswa miliki akan sangat ber-
pengaruh terhadap kualitas profesionalisme. Perguruan tinggi merupakan
wadah mematangkan karakter ledaers dan manager mahasiswa. Fokus ori-
entasi pelayanan profesi kesehatan adalah masyarakat.
Profesi kesehatan melayani masyarakat. Melayani pasien, keluarga, kelom-
pok dan masyakat tidak hanya dibutuhkan pengetahuan yang memadai.
Dibutuhkan sikap dan kemampuan skill yang kompeten. Pengembangan
kemampuan emosi, soaial, spiritual dan kemampuan menghadapi kesuli-
tan menjadi penting dalam dunia kerja. Masyarakat sebagai customer akan
berkembang kebutuhan dan tuntutannya terhadap pelayanan kesehatan
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Profesi kesehatan
tidak kompeten akan mendapat complain masyarakat yang kita layani.
Masyarakat akan menyatakan ketidakpuasan terhadap profesi kesehatan
KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
1BAB
2 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 3Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS(unsatisfaction). Karakter leaders dan manager sangat penting dikembang-
kan dalam melengkapi komponen kemampuan yang lainnya.
Kompetensi memimpin bukan monopoli para pejabat disuatu institusi atau
birokrasi. Sebagai profesi kesehatan (Perawat, Bidan, Ahli Gizi, Kesehatan
masyarakat, dan manajemen pelayanan rumah sakit) juga wajib memiliki
karakter leaders dan manajer yang memadai. Kemampuan mengelola dan
memimpin diri pribadi sebagai profesi dalam melayani masyarakat adalah
real leader dan manager. Perguruan tingggi kesehatan wajib menumbuh
kembangkan atmosfire akademik. Atmosfire akademik dilakukan lewat
berbagai aktivitas ilmiah, seperti seminar nasional atau internasional, work
shop, bedah buku, penelitian bersama mahasiswa, pertukaran mahasiswa
dan dosen, kerjasama kelembagaan dalam dan luar negeri, kuliah pakar dan
juga orasi ilmiah. Saya sangat menyambut baik dan memberikan penghar-
gaan yang tinggi kepada panitia. Kesempurnaan dan kehebatan bukan tu-
juan utama dan tidak akan pernah tercapai, tetapi sebuah upaya, kemauan,
kesadaran dan proses menuju kesempurnaan adalah utama. Saya kira me-
miliki karakter leaders dan manajer sebagai salah satu komponen pendu-
kung untuk kebersamaan yang indah, yang memperkuat pribadi dan institusi
untuk tumbuh dan berkembang.
B. FungsiKepemimpinan
Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengerakan mereka untuk
mencapai tujuan (Gillies. 2000).
Efektive nurse leader are those who, trought, sense of possibility, and
willingness to take risks, engage others to work together effective in
pursuit of a shared goal (Byrne, 2003).
Great man theory atau Threat Theory (Aristotle) menyatakan; bahawa se-
seorang dilahirkan untuk memimpin, memiliki sifat dan kepribadian untuk
memimpin. Garners’s leadership studies mengemukakan: bahwa pemimpin
mempunyai tugas untuk memimpin (the taks of leadership), pemimpin ha-
rus melakukan interaksi dengan para pengikut atau constituent (constituent
interaction).
Kemampuan menggerakan orang lain, mempengaruhinya, membuat me-
reka antusias bekerja sama, saling mendukung dalam bekerjasama dan men-
jadi pengikutnya secara sukarela (Marquis and Huston, 2008; Nursalam,
2010; Potter and Perry .2010).
Kemampuan membuat keputusan dan menggerakan konstituen dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi (Azwar, 2006).
Leaders (Pemimpin) adalah orang yang mendapatkan tugas dan keperca-
yaan dari lembaga, konstituen atau seseorang baik formil maupun non
formal, Untuk menjalankan fungsi kepemimpinan dengan memberikan
pengaruh, motivasi, teladan dan membuat keputusan akan organisasi atau
lembaga yang dipimpinpinnya. Memiliki sense of crisis, sense of belonging
and dignity, konstituen dengan sukarela mengikutinya. Leadership ruang
lingkupnya lebih luas, karena menyakut tatanan formal dan non formal.
Leaders dan manager satu paket komplit yang harus dimiliki seorang pro-
fesional. Profesi kesehatan memerlukan generasi muda yang mempunyai
kemampuan kemampuan leaders dan manager. Kemampuan leaders dan
manager harus bisa di implemantasikan dalam berbagai lingkup, bukan saja
lingkup keilmuan tapi tatanan kehidupan yang lebih luas (Gillies, 2004,;
Tappen, 2006; Azrul Azwar; 2008; Marquis, 2012; Nursalam, 2014).
Menurut Gillies. 2000; Ruth.M.Tappen. 2005; Azwar. 2006; Nursalam.
2010) Fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut :
1. Mempengaruhi orang lain
Kemampuan pemimpin menyampaikan ide-ide, pandangan, gagasan
dan ajakan, sehingga konstituen tertarik untuk menerima ide-usulan dan
gagasan tersebut. Bukan hanya itu saja, konstituen juga menyetujui dan
melakukan aktivitas yang disampaikan pemimpin. Mempengaruhi orang
lain bisa berupa hal-hal yang positif ataupun negatif. Makanya seorang
pemimpin perlu hati-hati menyampaikan ide, usulan, pemikiran ataupun
gagasan, supaya membawa dampak yang positif bagi orang-orang yang
dipimpinnya.
2. Motivator
Selalu positif thingking kepada orang lain. Memberi kritik dan saran
dengan berkomentar yang positif terlebih dahulu baru sarannya disam-
paikan dengan bahasa yang santun. Selalu memberikan reinforcement
pada keberhasilan stafnya. Bersemangat dan selalu antusias (Euntusiame)
dalam melakukan pekerjaan, tugas dan tanggungjawabnya.
4 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 5Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3. Model/tauladan
Menjadi orang yang bisa dicontoh dalam integritas personalitinya.
Integritas personaliti tersebut adalah: disiplin, komunikasi baik, ramah,
perhatian, peduli, selalu member jalan pemecahan masalah, berkomit-
men tinggi, konsekuen, jujur, terbuka terhadap saran dan kritik, tang-
gungjawab, tanggunggugat, berwibawa, berpengatuan luas, bijak sana.
Menjadi contoh juga dalam hal pengembangan karier dan tingkat pendi-
dikan yang dicapai. Menjadi contoh dalam kehidupan pribadi, keluarga
dan spiritualitasnya. Cara berpakaian dan kepatutannya dalam pekerjaan
sehari-hari. Menginspirasi banyak orang dalam aktivitas pekerjaan dan
kariernya.
4. Membuat keputusan/Decition Maker
Membuat keputusan adalah fungsi pemimpin. Membuat keputusan diper-
lukan kompetensi kepemimpinan, keberanian dan tanggung gugat dalam
menghadapi risiko organisasi sebagai inpact dari keputusan. Keputusan
(decision making) diperlukan pengetahuan yang luas tentang substansi
yang diputuskan. Mempertimbangkan berbagai dimensi dari keputusan,
baik substansi, sosial, psikologis, politik, referensi kekinian, trends issue
dan kebijakan. Keputusan harus lebih banyak berorientasi secara exster-
nal. Berinpact pada customer, user dan stake holder.
C. GayaKepemimpinan
Gaya kepemimpinan dibedakan, menurut Likers dan menurut teori X dan Y.
Pada bagian ini penulis mencoba menguraikannya menurut beberapa ahli.
Menurut Gillies. (200); Tappen. (2005); Azwar. (2008); Nursalam. (2010).
Ada empat gaya kepemimpinan klasik. Empat gaya tersebut adalah:
1. Gaya demokratis
Seorang pemimpin selalu meminta pendapat dari staf. Segala keputu-
san yang diambil atas pertimbangan dan masukan dari staf. Pemimpin
harus memiliki kritikal thinking, kecepatan dalam mengambil keputusan
menguasai substansi program kerja. Seorang pemimpin yang mampu
menghargai pendapat staf, menggali potensi dan mengoptimalkan po-
tensi dengan melibatkan seluruh staf dalam aktivitas organisasi. Cocok
diterapkan ketika memimpin orang-orang yang memiliki potensi, tingkat
pendidikan baik. Cocok diterapkan ketika memimpin orang-orang yang
memiliki potensi, tingkat pendidikan baik, potensi dan memiliki kreativi-
tas yang sangat tinggi.
2. Gaya otoriter
Kepemimpinan otoriter mempunyai ciri bahwa segala keputusan berada
dalam diri pemimpin (central of decition maker). Staf hanya menerima
instruksi akan suatu tugas, atau pekerjaan yang harus dilakukan. Staf ti-
dak diberikan kesempatan memberikan usulan, ide dan gagasannya. Staf
tidak tergali potensi dan kretivitasnya. Cocok diterapkan dalam situasi
darurat dan emergensi agar roda organisasi dapat berjalan dengan baik,
sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan. Kepercayaan yang rendah
kepada staf. Memotivasi staf dengan ancaman dan hukuman.
3. Gaya leizes faire
Pemimpin dengan gaya leizes faire banyak para ahli menyatakan se-
bagai pemimpin yang kurang memiliki kemampuan. Tidak mempunyai
kopetensi dalam memimpin. Tidak paham akan program-program kerja
organisasi yang dipimpinnya. Segala keputusan diserahkan kepada para
stafnya. Tanpa diberikan bimbingan yang memadai dari pemimpin.
Pada jaman modern abad ini gaya kepemimpinan leizes faire bisa dite-
rapkan oleh seorang pemimimpin untuk menguji kemampuan stafnya
dalam mengerjakan suatu pekerjaan dan program organisasi, sehingga
pemimpin bisa memberikan evaluasi yang obyektif. Sangat cocok apabila
diterapkan untuk menguji kemampuan staf dalam suatu pekerjaan atau
program kerja.
4. Gaya kharismatik
Pemimpin dengan gaya ini memiliki kharisma atau aura yang sangat
positif. Aura ini terpancar dari wajah, tubuh dan segala integritas dirinya.
Pemimpin yang dilahirkan dari monarki biasanya memiliki kharisma ter-
tentu. Pemimpin dibeberapa Negara tertentu yang menyebutkan bahwa
rajanya adalah wakit Tuhan di Dunia, titisan Dewa yang lahir ke Dunia.
(Jepang, Inggris, Tibet dll). Kepemimpinan pada era global dan digital
saat ini, pemimpin memiliki kharisma dan berwibawa, karena memiliki
kompetensi, pengetahuan luas dan strategi dalam memimpin. Pemimpin
juga bisa berwibawa karena caranya berpakaian, berperilaku dan me-
manfaatkan kelebihan-kelebihan fisik sebagai anugrah yang diberikan
6 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 7Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTuhan kepadanya. Pemimpin dengan gaya kharismatik membuat semuai
konstituen, segan dan sangat menghormatinya.
Berikut gaya kepemimpinan hasil pengembangan dari gaya klasik yaitu:
1. Gaya autokratis
Seorang pemimpin memberikan kepercayaan kepada stafnya sapai pada
level tertentu. Memotivasi staf denangan ancaman dan hukuman, teta-
pi pemimpin membuka komunikasi antara staf dengan dirinya sebagai
pemimpin, meskipun dalam pengambilan keputusan pemimpin masih
melakukan pengawasan dengan ketat. Gaya kepemimpinan ini mirip
gaya dictator, tapi bobotnya agak kurang. Pendapat staf tidak pernah
dibenarkan.
2. Gaya pseudo demokratis
Seorang pemimpin ingin menunjukkan seolah-oleh demokratis. Seolah-
olah pemimpin menghargai staf dan meminta pendapatnya. Tetapi pada
akhirnya keputusan menurut pemimpin.
3. Gaya militeristik
Gaya ini lebih banyak diterapkan dalam kemeliteren atau ketentaraan
sesuai dengan namanya. Kepemimpinan taat pada satu komando pimpi-
nan sebagai komandan. Mirip gaya otoriter dan dictator. Instruksi pe-
mimpin harus segera dilaksanakan. Gaya ini dikembangankan karena
pada lingkup aktivitas ketentaraan semua serba kritis dan suasana perang
sehingga semua harus mengikuti komando pimpinan.
D. KarakteristikSeorangPemimpin
Karakter yang diperlukan seorang pemimpin adalah sebagai berikut : (Potter
and Perry. 2010)
1. Personality
Pemimpin yang punya kepribadian yang berkarakter. Personality yang di-
maksud adalah mempunyai sifat-sifat : jujur, bertanggungjawab, disiplin.
2. Memiliki pengetahuan yang luas.
3. Kemampuan komunikasi yang efektif.
4. Bakat.
5. Keseimbangan emosi.
6. Sosial.
7. Spiritual.
Skema 1. Komponen kepemimpinan yang efektif
Sumber : Dimodifikasi dan diadaptasi dari; Giilies, 2000., Tappen, 2004; Marquis and Huston, 2006, Nursalam, 2010; Anwar, 2015)
Prinsip kepemimpinan yang efektif
Menjadi pemimpin yang efektif selain diperlukan kompetensi kepemimpi-
nan, pengalaman dan karakter personality yang kuat serta memiliki integ-
ritas personality, tetapi diperlukan juga prinsip kepemimpinan yang efek-
tif. Prinsip-prinsip kepemimpinan dapat di implementasikan pada berbagai
multi disiplin atau profesi. Prinsip kepemimpinan efektif tersebut adalah:
1. Intelegency : a). Judgment, b). Decisiveness (ketegasan), c). Knowledge,
d). Fluency of speechs (komunikatif).
2. Personality; a). Adaptabilility, b). Alertness (waspada), c). Creativity,
d). Cooperativeness, e). Personal integrity, f). Self confidance, g).
Emotional balance and control, h). Independence.
3. Abilities : a). Ability to enlist cooperation, b). Popularity and prestige,
c). Sociability (interpersonal skill), d). Social participation, e). Tact di-
plomasi, f). Integrity, g). Courage (keberanian), h). Initiative, i). Energy,
8 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 9Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASj). Optimism, k). Perseverance (ketekunan), l). Balance, m). Ability to
handle stress, n). Self-awareness.
9 tugas pemimpin (the taks of leadership Garners dalam Gillies, 2000); a).
evisioning goal, b). affirming values, c). motivasi, d). managing, e). achiev-
ing workable unit, f). explaning, g). serving a symbol, h). representating
the group, i. renewing,
Adapun lingkup garapan kepemimpianan dalam pelayanan keperawatan
meliputi :
1. Ruang rawat nginap
2. Bidang keperawatan
3. Direktur keperawatan
4. Dejkan Fakultas Ilmu Keperawatan
5. Rektor Universitas
6. Ketua STIKes
7. Penanggungjawab tim
8. Penanggungjawab shif
9. Manajer kasus/case manager
Kepemimpinan profesi keperawatan dimasa yang akan datang diharapkan
mampu menjadi pemimpin dalam lingkup garapan yang lebih luas, out of
the box, yaitu ; a. Partai politik, b. yudikatif (MPR dan DPR baik pusat mau-
pun daerah), c. Birokrasi : Bupati, Wali kota, gubernur, menteri kesehatan/
sosial, kemenristekdikti, bahkan presiden, d. Kepemimpinan profesi atau
organisasi di tataran dunia.
Kepemimpinan penentu kualitas pelayanan keperawatan
Hasil beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa kepemimpinan berpenga-
ruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Faktor-faktor kepemimpinan
yang menentukan kualitas tersebut adalah :
1. Integritas.
2. Personaliti.
3. Latar belakang pendidikan.
4. Pengalaman.
5. Gaya kepemimpinan yang di implementasikan.
6. Kompetensi komunikasi pemimpin.
E. TrenddanIssueKepemimpinanKeperawatandiIndonesia
1. Kepemimpinan perawat masih lemah.
2. Citra profesi masih kurang baik.
3. Belum ada perawat yang menjadi anggota DPR/MPR/ Walikota, Bupati
atau Gubernur.
4. Masih ada dekan Fakultas keperawatan dan Bidang keperawatan yang di
Jabat oleh profesi lain.
5. Kepemimpinan profesi keperawatan belum out of the box dan mampu
bersaing dengan profesi lain.
6. Belum terbentuknya counsil keperawatan.
7. Sistem uji kompetensi Ners dan Diploma tiga keperawatan masih belum
bejalan dengan sistem yang sesuai Undang-undang yang berlaku.
F. PerbedaanLeadersdanManager
Leaders (Pemimpin) adalah orang yang mendapatkan tugas dan keperca-
yaan dari lembaga, konstituen atau seseorang baik formal maupun non
formal, Untuk menjalankan fungsi kepemimpinan dengan memberikan
pengaruh, motivasi, teladan dan membuat keputusan akan organisasi atau
lembaga yang dipimpinnya. Memiliki sense of crisis, sense of belonging
and dignity, konstituen dengan sukarela mengikutinya. Manager adalah
seseorang yang mendapatkan tugas secara formal dari owner, pemimpin,
konstituen atau seseorang, secara formal. Menggerakan semua orang untuk
bekerjasama dengan antusias guna mencapai tujuan organisasi. Leadership
ruang lingkupnya lebih luas, karena menyangkut tatanan formal dan non for-
mal. Leaders dan manager satu paket komplit yang harus dimiliki seorang
profesional. Profesi kesehatan memerlukan generasi muda yang mempu-
nyai kemampuan kemampuan leaders dan manager. Kemampuan leaders
dan manager harus bisa di implemantasikan dalam berbagai lingkup, bukan
saja lingkup keilmuan tapi tatanan kehidupan yang lebih luas (Gillies, 2004,;
Tappen, 2006; Azrul Azwar.; 2008; Marquis, 2012; Nursalam, 2014).
Oraganisasi, kelembagaan, partai politik birokrasi, perusahaan, MPR dan
DPR harus mampu dimasuki atau dirambah oleh profesi kesehatan. Terutama
profesi keperawatan di Indonesia masih lemah. Umumnya profesi kesehatan
lainya (ahli gizi, kesehatan masyarakat, Bidan, manajemen Rumah Sakit dll.
10 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 11Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASOleh sebab itu marilah kita dari lingkup kecil dan dari yang kita bisa mem-
berikan konstribusi dengan melahirkan generasi-generasi penerus profesi ke-
sehatan yang mampu menjadi pemimpin dan manajer yang kompeten. Para
alumni yang STTIkes Immanuel hasilkan tersebar di seluruh pelosok negeri
kita tercinta Indonesia. Terlebih-lebih harus mampu memimpin diri sendiri
sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan. Tumbuhkan terus personality
yang mempunyai integritas. Miliki dan kembangkan kompetensi leaders dan
manager yang memiliki karakter.
G. KarakteristikLeadersdanManager
Karakter leaders dan manager sangat dipengaruhi bakat, lingkungan ke-
luarga, pendidikan, pergaulan dan pengalaman. Karakter leaders dan ma-
nager berupa: disiplin, tanggungjawab, semangat, tekun, tidak mudah putus
asa, keinginan belajar cukup tinggi, positive thinking, mudah diarahkan, se-
lalu mencari solusi, peka terhadap situasi, friendly (ramah), komunikatif, ko-
operatif, selalu bersemangat (Gillies, 2004, Tappen, 2006, Marquis, 2012,
Nursalam, 2014). Karakteristik leaders dan manager ini akan mendukung
kompetensi yang harus dilimiliki leaders dan manager. Kompetensi terse-
but adalah; good communication, sebagai motivator, menjadi tauladan,
mampu membuat keputusan, sebagai problem solving.
Karakteristik manager; mampu mengelola suatu program pelayanan kese-
hatan, membuat rencana program, mengarahkan, melaksanakan program
dan melaukan evaluasi. Pengalaman saya selama menekuni profesi perawat
pendidik; disiplin, tekun, gigih dalam berjuang tak pernah putus asa, ke-
mampuan komunikasi, lobi dan negosiasi menjadi critikal point yang bias
menunjang keberhasilan. Baik sebagai individu maupun dalam menjalankan
pemimpin dan manajer secara formal.
Karakter leaders dan manager sangat relevan dengan kepandaian yang ha-
rus dimiliki seorang profesional kesehatan. Kepandaian pengetahuan; pe-
ngetahuan bidang kesehatan sebagai profesi yang ditekuninya. Pengetahuan
umum secara luas di berbagai aspek kehidupan. Kepandaian emosi; mampu
mengendalikan diri, tetap tenang dalam situasi yang membuat rasa marah,
marah yang elegan, kapan dan dimana kita bias mengungkapkan rasa
marah. Pengetahuan sosial politik dan situasi yang up to date. Kepandaian
sosial: menjalin relationship, bergaul dengan semua kalangan. Kepandaian
spiritual: keyakinan teguh akan kebenaran. Kepandaian menghadapi dalam
menghadapi kesulitan hidup.
Profesionalisme profesi kesehatan harus terus dikembangkan. Baik oleh in-
stitusi pendidikan tinggi maupun oleh para mahasiswa Menekuni bidang
profesi kesehatan. Mencoba memahani dan menerapkan etika profesi kese-
hatan (Bidan, perawat dan profesi kesehatan lainnya). Mengikuti berbagai
up date perkembangan ilmu melalui pembelajaran, pelatihan, seminar dan
work shop. Pengembangan profesionalisme kesehatan yang tidak kalah
gencarnya saat ini adalah studi lanjut dibidang kesehatan yang linier, re-
levan dan serumpun menjadi sangat penting. Karena perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat. Peningkatan kemampuan pro-
fesional ini diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, eksistensi
profesi dan persaingan di tingkat regional, nasional maupun global. Karena
tidak lagi ada batas “Global Village”.
Pengalaman saya dalam riset untuk mengembangkan keilmuan di area kepe-
mimpinan dan manajemen pelayanan keparawatan tiga tahun terakhir sa-
ngat terasa manfaatnya dan infactnya bagi pengembangan karier profesio-
nal saya secara personal maupun sumbangsih poin bagi akreditasi institusi.
Yang pertama adalah riset tentang peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
melalui komunikasi layanan keperawatan peka budaya di rumah sakit ruju-
kan Jawa Barat sertifikat HAKI nya sudah terbit dari Kemenhumham RI dan
terpublikasi di Jurnal IJHCR terindex scoopus dan Thomson. Mendampingi
mahasiswa S2 Keperawatan Peminantan Kepmankep St. Carolus. A.Yani
dan UNPAD dalam tesis yang terkait tema kepemimpinan dan manajemen
layanan keperawatan serta terkait dengan pengembangan kualitas pela-
yanan keperawatan. Dua proposal riset sedang dipersiapkan yaitu: Analisis
faktor keberhasilan pencapaian akreditasi paripurna di salah satu Rumah
Sakit Swasta di Kota bandung, Kebutuhan kompetensi Leaders dan manajer
kepala ruangan di RSUD Majalaya Phenomenology Exploratif. Tim riset-
nya bersama ibu Wintari, bapak Herwinda, bapak Supyono, juga riset ber-
sama Prof Gisela (Vice president for academic affair Trinity University of
Asia-Quizon City Phillipines) dan Helena Dela Crus-Layson Alalag. (Dean
Faculty of Nursing-University of Baquio Philiphine), yang rencananya akan
dipublikasikan dalam jurnal international di Philiphines. Saya hanya ingin
berbagi kepada teman-teman mahasiswa dan civitas akademica, terutama
para dosen, jangan pernah bosan dan terus bersemangat dalam mengem-
12 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 13Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASbangkan profesionalisme sepanjang diberi kesehatan dan peluang. Apapun
bidang profesi kita, mulai dari lingkup dan lingkungan kita dan tidak perlu
selalu yang hebat-hebat. Ingat era global membuat banyak kompetitor kita,
oleh karena itu ada beberapa hal yang saya garis besari, yaitu:
1. Diperlukan strategi menghadapi global era yang cerdik dan bijaksana.
Menggali kemampuan knowledge, attitude dan kemampuan teknikal
menjadi wajib. Namun demikian tidaklah cukup, diperlukan integritas
pribadi atau personality yang handal (caring: ramah, peduli, komunika-
tif, kooperatif, kemampuan tehnikal), penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, mengusai era digital teknologi). Menggali dan menguatkan
aspek budaya lokal (local wisdom), dari mana budaya saudara berasal.
Perlu diketahui budaya Indonesia itu kaya raya. Segai contoh: sikap ra-
mah dan santun dimiliki bebagai budaya Indonesia. Kearifan lokal menjadi
karakter generasi muda Indonesia. Penguasaan bahasa Inggris dan salah
satu atau dua bahasa dunia lainnya yang diakuai PBB (Perancis, Rusia
misalnya) atau bahasa Negara tujuan yang paling banyak menyerap dan
membutuhkan profesi kesehatan (Keperawatan) dengan penghargaan
yang tinggi. Negara tersebut misalnya; Jepang, Austria, USA, Finlandia,
Inggris, Australia, China dll). Mengabdi untuk negeri, melayani bangsa
sangat diharapkan. Tetapi bekerja di luar negri yang bisa mensejahte-
rakan dan mendatangkan devisa yang tinggi untuk Negara, juga sangat
membatidakan.
2. Percayalah teman-teman sekalian bahwa karakter leaders dan manager
yang memadai akan melengkapi jiwa jiwa kompetisi para mahasiswa
sekalian. Ketekunan, kegigihan tidak mudah putus asa selalu mencari
peluang dan menundukan tantangan sebagai peluang, haus akan belajar
dan akan ilmu menjadi kekuatan dari karakteristik yang lain yang sudah
teman-teman miliki. Karakteristik leaders dan manager yang mampu
melakukan lobbying dan negosiasi akan menunjang keberhasilan dalam
karier dan pekerjaan. Penguasaan bahasa; komunikasi menjadi modal
utuma membuka cakrawala dan menjalin relasi dengan semua orang dan
siapapun. Relationship; open mind dan keterbukaan dalam keilmuan
dan profesi akan mendukung perkembangan kemajuan profesionalisme
kesehatan yang teman-teman telah pilih.
3. Saya tidak memiliki pengalaman kepemimpinan dan manajerial yang he-
bat dan wah. Hanya sejengkal pengalaman yang boleh menjadi cermin
lebih maju dari teman-teman sekalian. Saya sering memakai kerama-
han, kepedulian, mencari solusi dalam setiap problem, gigih dalam ber-
juang, tekun, semangat, tidak puas dengan apa yang diperoleh (dengan
tetap bersyukur), selalu ingin belajar, terbuka terhadap kritik dan masu-
kan orang lain. Seringkali, modal ini menjadi penentu keberhasilan yang
saya peroleh. Tentu saja dari lingkup yang saya miliki dan saya mampu
kembangkan. Ingat teman-teman sekalian, orang pintar semakin banyak,
teknologi digital semakin marak, tapi karater leaders dan manajer apa
yang harus saya kembangkan dari diri saya.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit sebagai bagian integral dari pela-
yanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di era digital yang interconnected
dan lain-lain. Dalam lingkungan bisnis yang interconnected seperti seka-
rang ini maka survivalibitas dan sustainabilitas organisasi bisnis itu sangat
bergantung kecerdasan (smartness), inovasi (inovation), fleksibilitas (plas-
ticity) dan kecepatan (speed/responsiveness). Keempatnya bisa dikatakan
sebagai key success factor. Hari ini dan ke depan, kita hidup di lingkungan
yang sudah terperangkap jejaring sosial, hampir semuanya terhubungkan
bahkan terintegrasikan. Kita tak bisa mengelak dari realitas ini, karena itu
penguasaan ‘big data’ dan penerapan ‘artificial intellegence’ dan teknolo-
gi ‘augmented reality’ menjadi keniscayaan, apalagi di sektor bisnis jasa.
Termasuk Rumah Sakit, dibutuhkan pemimpin dan manager keperawatan,
yang mempunyai.
Kecepatan dan keakuratan. Dituntut selalu hadirkan bersamaan, tak hanya
perlu cepat namun juga akurat bahkan lebih dari itu dituntut pula zero de-
fect dalam pelayanan keperawatan.
14 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 15Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Menurut pendapat dan pemikiran para ahli manajemen mengatakan bahwa
seorang manajer akan berhasil bila bekerja melalui orang lain/kelompok orang
dalam mencapai tujuannya. Disebut juga sebagai suatu proses mengumpulkan
dan mengorganisir sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.
Seorang manajer dalam mencapai tujuan harus memperhatikan visi, misi
dan filosofi suatu institusi, lembaga atau organisasi agar tidak menyimpang
atau melewati rambu-rambu yang telah digariskan oleh the founding father
of organization. Fungsi-fungsi manajemen klasik menurut Henry Fayol yang
banyak diikuti para ahli yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (directing) dan pengendalian (controlling).
Fungsi dan proses manajemen keperawatan mengalami perkembangan
pesat di awal tahun 1990-an ketika program Pasca sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia membuka jurusan Kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan, situasi demikian akan mengikuti pola perubahan
pelayanan kesehatan secara komphrehensif. Terbukanya perkembangan
ilmu, teknologi dan informasi di era digital, meningkatkan tuntutan ma-
syarakat akan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Kondisi dan situasi
demikian menjadi fokus perhatian atau concern para manajer keperawatan
untuk mencari solusi dan strategi dalam memberikan pelayanan yang excel-
len bagi customes, dengan melibatkan seluruh perawat pelaksana di garda
KONSEP DASAR MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
2BAB
16 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 17Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASpaling depan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas.
Perubahan, inovasi dan kreativitas yang harus dilakukan oleh para manaje-
men pelayanan keperawatan di rumah sakit misalnya :
1. Pelayanan kesehatan yang dulunya mengarah kepada tindakan kuratif
(pengobatan) harus diubah kearah preventif. Perlu kemampuan me-
ngantisipasi semakin tingginya keinginan pelanggan untuk mendapatkan
pelayanan yang cepat, tepat dengan biaya yang murah.
2. Akibat permintaan pelayanan prima tersebut maka peran dan fungsi
perawat yang selama ini menunggu instruksi dokter akan berubah men-
jadi proaktif dan inovatif menerapkan asuhan keperawatan profesional.
Bahkan seperti pelaksanaan pelayanan keperawatan di Amerika Serikat/
USA; Unitides State of America atau beberapa Negara Eropa (aliran
Anglo Saron) yang berhak memulangkan pasien adalah perawat primer
atau kepala ruangan. Sebenarnya yang menjadi tuan rumah klien dirua-
ngan adalah kepala ruagan, sedangkan dokter adalah mitra bekerja yang
diundang untuk memberikan pelayanan medis. Pelayanan keperawatan
di ruang rawat nginap, mengharuskan perawat untuk lebih tau dan me-
mahami perkembangan status kesehatan pasien dan keluarganya secara
bio-psiko-sosio-spiritual.
3. Pelayanan kesehatan yang dulu banyak didominasi oleh kebijakan pemi-
lik institusi share holder yang bersifat sentralisasi akan berubah ke arah
desentralisasi dimana tenaga kesehatan dibolehkan mengelola pelayanan
yang terbaik bagi pasien berdasarkan keilmuan dan keterampilan yang
ilmiah. Misalnya antar bagian sudah berusaha melakukan integrasi dan
koordinasi yang saling menguntungkan pasien.
4. Adanya masa transisi yang melihat bahwa semua tenaga kesehatan
adalah sama-sama bermanfaat, tidak ada yang lebih tinggi kedudukan-
nya dari yang lain karena saling melengkapi sebagai tim kesehatan untuk
meningkatkan kesehatan pasien dan keluargannya setinggi-tingginya.
A. PengertianManajemenPelayananKeperawatan
Menurut Hersey & Blanchard (2011) menyatakan manajemen adalah beker-
ja dengan orang lain, baik melalui individu dan kelompok untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan Hasibuan (2003) manajemen adalah ilmu dan
seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sum-
ber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Depkes RI (2001), manajemen keperawatan adalah suatu proses
perubahan atau transformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk menca-
pai tujuan pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengaturan sumber daya keperawatan, pengarahan,
evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
Beberapa pengertian dari para ahli lain menyatakan manajemen kepe-
rawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh seorang
manajer keperawatan untuk melakukan tata kelola pelayanan keperawatan
melalui proses merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan serta
mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia, maupun
sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Gillies, 2007; Hersey,
La Monica, 1998; Stoner & Wankel, 1988; Huber, 2010).
Penulis berpendapat ada beberapa kesamaan definisi dari pernyataan
di atas bahwa manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan
pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat yang menerapkan
fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengenda-
lian dalam mencapai pelayanan keperawatan yang profesional dengan ber-
prinsip efektif dan efisien. Menurut penulis manajemen keperawatan adalah
Melakukan tata kelola pelayanan keperawatan dengan menggunakan taha-
pan pendekatan yang sistematik, dimulai dengan membuat perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan staff dan tim kerja, melakukan pengarahan,
diikuti pengendalian serta diakhiri evaluasi dan umpan balik.
B. Fungsi-FungsiManajemenPelayananKeperawatan
Fungsi-fungsi manajemen keperawatan secara garis besar antara lain:
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan.
Fungsi-fungsi manajemen menurut Henri Fayol (1949) dapat digambarkan
sebagai berikut:
18 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 19Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASGambar Empat Langkah Proses Manajemen Menurut Henri Fayol
Sumber: Menurut Fayol, (1949), dikutip oleh Murray & Di Croce, (2005);Weis and Tappen, (2015)
1. Perencanaan (Planning) yaitu kegiatan menentukan tujuan jangka
pendek, menengah dan jangka panjang yang berkaitan dengan aktivi-
tas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan (Hersey, Blanchard &
Johnson, 1996). Menurut Longest, (1976, dalam La Monica, 2012)
perencanaan menyediakan cara mempersatukan kegiatan dari seluruh
peserta organisasi ke arah tujuan bersama. Definisi yang lain dari Depkes
RI (2001), perencanaan adalah pertimbangan seorang kepala ruangan
dalam menyeimbangkan antara kebutuhan pasien, perawat dan dokter
serta administrator. Perencanaan pelayanan keperawatan adalah fungsi
dasar dari manajemen yang merupakan tugas utama dari semua manajer
keperawatan dan merupakan proses yang sistematis berdasarkan teori-
teori manajemen. Menurut Gibson, Ivancevich & Donally (2011) perenca-
naan adalah hasil yang akan dicapai dan menetapkan cara untuk mencapai
hasil tersebut. Hasil perencanaan yang diharapkan seharusnya dipahami
bersama oleh seluruh anggota organisasi, khususnya kearah mana pe-
rencanaan organisasi dan bagaimana cara mencapainya. Perencana akan
membuat analisis agar perencanaan berkaitan dengan kriteria sasaran,
tujuan, visi dan misi. Hasil perencanaan adalah menetapkan sasaran
organisasi dan cara bertindak untuk mencapai tujuan.
Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut, perencanaan merupakan
suatu upaya yang sistematis dari kepala ruangan untuk menentukan ke-
butuhan sumber daya dan dana organisasi untuk mencapai tujuan jangka
pendek, menengah dan jangka panjang. Kegiatan kepala ruangan dalam
tahap perencanaan antara lain mensosialisasikan visi, misi dan tujuan
rumah sakit, merencanakan kegiatan ruangan sesuai Visi, misi dan tu-
juan rumah sakit, merencanakan pembuatan visi dan misi ruangan, me-
rencanakan kebutuhan SDM keperawatan, kebutuhan alat kesehatan,
menegakan SOP intervensi keperawatan, merencanakan aktivitas yang
mendukung akreditasi pelayanan keperawatan dan merencanakan evalu-
asi askep ruangan. merencanakan kebutuhan alat kesehatan/material
kesehatan dan sarana prasarana penunjang lainnya, dan melibatan pe-
rawat pelaksana dalam membuat rencana tiap unit serta penentuan gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan.
2. Pengorganisasian (Organizing) yaitu menggerakkan sumber daya
manusia dan sumber daya yang dimiliki institusi untuk mencapai tujuan
organisasi. Pengorganisasian manajemen keperawatan adalah penge-
lompokan pengaturan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi yang meliputi supervisi, koordinasi dengan unit kerja lain
baik secara vertikal maupun horizontal (Hersey & Blanchard, 2011; La
Monica, 2012). Pengorganisasian adalah kegiatan mengintegrasikan
semua sumber daya. Semua bertujuan agar kelompok mau bekerjasama.
Menurut Gibson, Ivancevich & Donally (2011) fungsi pengorganisasian
adalah mendisain tujuan dan wewenang tiap pekerjaan individu, mene-
tapkan mana pekerjaan yang masuk dalam kelompok, sehingga manajer
mencari metode dan proses agar pekerjaan dapat terintegrasi dengan
baik. Secara garis besar penulis dapat menyimpulkan bahwa pengorga-
nisasian suatu proses penyatuan semua sumber daya dan dana sehingga
dapat saling mendukung/bekerjasama sesuai fungsinya. Adapun hasil
pengorganisasian adalah menetapkan siapa, melakukan apa dan de-
ngan siapa bekerja.
Pengorganisasian keperawatan oleh kepala ruangan harus menjelaskan
bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan Standar
Asuhan Keperawatan (SAK) dan Standard Operational Procedure
(SOP), menyusun jadwal dinas, memberikan perhatian terhadap peker-
jaan/supervisi, melakukan pertemuan rutin (rapat ruangan, diskusi, pre
dan post conference), menentukan metode penugasan keperawatan dan
membuat struktur organisasi ruangan.
3. Pengarahan (Directing) yaitu memberikan arahan dan bimbingan ke-
pada perawat pelaksana agar melaksanakan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar yang berlaku. Pengarahan pelayanan keperawatan
adalah proses penerapan pelayanan keperawatan untuk mencapai tu-
20 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 21Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASjuan pelayanan yang optimal meliputi kegiatan motivasi, komunikasi dan
kepemimpinan (Depkes RI, 2001). Kepala ruangan dalam hal ini akan
melakukan kegiatan membimbing, mengarahkan pekerjaan perawat
pelaksana, memberikan motivasi, memberi reward, mendelegasikan pe-
kerjaan, meneruskan informasi kebijakan dan kepala rumah sakit serta
melakukan supervisi internal ruangan. Gibson, Ivancevich & Donally
(2011) fungsi pengarahan adalah melakukan kemampuan keterampilan
untuk personal dan interpersonal. Sehingga bila tidak menguasai kete-
rampilan interpersonal akan gagal. Termasuk kegiatan pengarahan yaitu
interaksi atasan-bawahan, kerja individu. permainan (nule of the game),
komunikasi. persaingan, penerimaan dan penolakan pihak lain, ber-
gabung/meninggalkan kelompok, menerima imbal jasa kompensasi dan
mengatasi stres.
4. Pengendalian (Controlling) yaitu kegiatan untuk mengendalikan aktivi-
tas pelayanan keperawatan agar tetap berada pada koridor standar yang
berlaku, aktivitas membandingkan hasil kerja dengan standar penampi-
lan kerja yang diinginkan dan mengambil kegiatan perbaikan bila ada
kekurangan. Pengendalian pelayanan keperawatan adalah upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan se-
cara berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Hersey & Blanchard (2011) mengatakan pengendalian adalah mengumpul-
kan umpan balik dari hasil-hasil yang telah dicapai secara periodik dalam
rangka membandingkan hasil-hasil perencanaannya dan menindaklanjuti.
Disamping itu pengendalian adalah kegiatan menilai hasil kerja secara perio-
dik yang ada dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sehingga
menghasilkan umpan balik untuk ditindaklanjuti. Menurut Gibson, Ivancevich
& Donally (2011) fungsi pengendalian menjamin hasil aktual konsisten de-
ngan perencanaan. Apakah hasil sesuai dengan perencanaan kalau tidak ke-
napa, apa ada yang salah dengan fungsi perencanaan. Aktivitas seleksi dan
penerimaan karyawan, inspeksi kegiatan, evaluasi kinerja, dan analisis lapo-
ran keuangan. Manajer membandingkan hasil kerja dengan standar kinerja.
Kepala ruangan akan melakukan kegiatan antara lain menilai hasil kerja
asuhan keperawatan dan membandingkan dengan standar yang ditetapkan,
menilai sikap dan perilaku perawat pelaksana, melihat biaya yang sudah ke-
luar, merencanakan tindak lanjut hasil evaluasi (Murray & Di Croce, 2005).
Menurut Gillies (2007), manajemen keperawatan adalah suatu proses
pendekatan untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain maka pela-
yanan keperawatan dilaksanakan melalui staf perawat dalam rangka mem-
berikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman pada pasien/
keluarga/masyarakat. Pelaksanaan manajemen pelayanan keperawatan
di institusi pelayanan kesehatan, manajemen keperawatan menerapkan
pendekatan sistem. Pendekatan sistem terdiri dari input (masukan), process
(proses), output (keluaran), control (pengendalian) dan feedback mecha-
nism (mekanisme umpan balik). Input (masukan) yang ada dalam ruang
pelayanan keperawatan misalnya ada sarana prasarana, alat kesehatan dan
materiel kesehatan, metode pelayanan keperawatan serta sumber daya
perawat dan tenaga penunjang. Penerapan proses (process) dipelayanan
keperawatan antara lain sistem atau metoda kerja yang diterapkan guna
menyelesaikan tugas pelayanan/asuhan keperawatan termasuk di dalamnya
pola pengarahan dan pengendalian kerja. Output (keluaran) dalam pela-
yanan keperawatan berupa hasil penampilan kinerja yang baik atau buruk.
Kinerja yang baik dapat dirasakan oleh pasien dan perawat misalnya tingkat
kepuasan, percepatan pemulangan pasien, dokumentasi keperawatan yang
lengkap dan yang paling penting adalah tidak ada komplain dari pasien/ke-
luarga/masyarakat.
Sedangkan untuk mengawal pelaksanaan pekerjaan mulai perencanaan
sampai pelaksanaan evaluasi, maka seorang manajer keperawatan juga
menerapkan sistem control (pengendalian) yang baik agar tujuan sesuai
rencana awal, dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mekanisme umpan
balik (feedback mechanism) adalah cara melakukan investigasi kelebihan
dan kekurangan dari input-proses-output serta cara melaporkannya, kemu-
dian melihat cara proses pemecahan masalahnya. Semua hambatan yang
mengganggu atau yang tidak lancer dalam proses pelaksanaan tugas harus
dimonitor dan ditindak lanjuti. Tindak lanjut secara cepat atau lambat yang
penting harus dilakukan dan dilaporkan kepada middle dan atau top ma-
nager untuk mendapat respon dan pengambilan keputusan dengan cepat.
@
22 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 23Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSkema Teori Pendekatan Sistem menurut Gillies (1989)
Sumber: Menurut Gillies (1989)
Berikut ini dapat dilihat tingkatan manajer keperawatan yang bisa meng-
gambarkan berat ringannya dan tanggung jawab sesua level manajer yang
dijabatnya. Seorang top dan atau middle manajer atau manajer puncak
keperawatan seperti Kadep (Kepala Departemen) atau Kabid (Kepala
Bidang) atau Dirwat (Direktur Keperawatan) atau DON (Director of Nursing
akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada pembuatan perenca-
naan (planning) dan pengendalian (controlling) daripada tugas manajemen
yang lainnya. Manajer top seorang planner sehingga seorang manajer top
minimal lulusan S2 manajemen keperawatan. Seorang Kasi (Kepala Seksi)
atau Kasubdep Keperawatan sebagai Middle manager atau manajer te-
ngah, menjadi penerus dan penyeimbang antara kebijakan top manajer dan
manajer bawah (first line/Lower Manager) sehingga semua tahapan proses
manajemen harus dikuasai. Adapun manajer pemula atau Lower Manager
seperti kepala ruangan memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan
tugas-tugas manajerial yang lebih banyak kearah staffing and directing, wa-
laupun dalam kenyataannya masukan dan saran kepala ruangan diperlukan
demi peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
Gambar Tingkatan Tanggung Jawab Manajer Keperawatan
Sumber : Menurut Kurniadi (2013)
C. KompetensiManajerPelayananKeperawatan
Manajer pelayanan keperawatan harus memiliki :
1. Kompetensi sebagai pemimpin.
2. Kompetensi sebagai manajer.
3. Kompetensi melakukan kajian analisis.
4. Kompetensi melakukan fish bone analisis.
5. Merumuskan prioritas masalah.
6. Kompetensi melakukan manajemen strategi keperawatan di Rumah
Sakit, Pendidikan tinggi, keperawatan dan organisasi lainnya.
7. Komunikasi efektif leaders dan manajer.
8. Menjalin Relationship dalam kontek profesionalisme.
9. Melakukan Negosiasi.
10. Melakukan lobying.
D. ManajemenSumberDayaManusia
Mengelola SDM keperawatan tidaklah mudah. Memerlukan komitmen dan
fokus dalam pelayanan dan concern memajukan profesi keperawatan.
Aktivitas yang dapat ditempuh melaui :
1. Pemberian penghargaan sebagai perawat teladan.
24 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 25Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2. Memberikan funishment yang terencana dan terprogram bagi yang me-
langgar kode etik dan peraturan organisasi.
3. Melalui seminar pelatihan dan workshop.
4. Melalui studi lanjut di dalam dan luar negeri.
5. Training di dalam dan luar negeri.
6. Pembinaan profesional.
7. Cavasity building.
8. Outbond.
9. Spiritualitas.
E. ManajemenKonflik
Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah internal
dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-ni-
lai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Littlefield (1995) mengatakan
bahwa konflik dapat dikategorikan suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu
kejadian, konflik terjadi akibat ketidaksetujuan antara dua orang atau organi-
sasi yang merasa kepentingannya terancam. Sebagai proses, konflik dimani-
festasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang
atau kelompok, dimana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi
atau mencegah kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik di organisasi
dapat ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan orga-
nisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan kepribadian, serta peran
yang membingungkan.
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asum-
si dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik meru-
pakan hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang
kedu adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat menghasil-
kan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak
terhadap peningkatan dan pengembangan produksi. Di sini, peran manajer
sangat penting dalam mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan
konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang produktif. Jika
konflik mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus meng-
identifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya tidak
berefek pada produktivitas dan motivasi kerja. Belajar menangani konflik
secara konstruktif dengan menekankan pada win-win solution merupakan
keterampilan kritis dalam suatu manajemen.
Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun
yang lalu, di mana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa
yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan
sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus di-
hindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik
selalu akan merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi,
meskipun dihindari dan ditolak namun harus tetap diselesaikan secepatnya.
Konflik sebenarnya dapat dihindari dengan mengarahkan staf kepada tu-
juan yang jelas dalam melaksanakan tugas dan memfasilitasi agar staf dapat
mengekspresikan ketidakpuasannya secara langsung sehingga masalah ti-
dak menumpuk dan bertambah banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik
dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadi-
an yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manajer harus
belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada
berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi merupakan
suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui
bahwa konflik dan kerja sama dapat terjadi secara bersamaan.
Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan
suatu hal yang penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadi-
kan konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan
bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus ke-
hancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer mengelo-
lanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam
organisasi, maka manajer harus dapat mengelolanya dengan baik.
Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif atau kuantitatif. Meskipun kon-
flik berakibat terhadap stres, tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreati-
vitas Manajemen konflik yang konstruktif akan menghasilkan lingkungan
yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komu-
nikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta
tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbe-
daan (Erwin, 1992).
26 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 27Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSumber Konflik
Beberapa sumber konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut:
1. Keterbatasan sumber daya.
2. Perbedaan tujuan.
3. Ketidakjelasan peran.
4. Hubungan dalam pekerjaan.
5. Perbedaan antar individu.
6. Masalah organisasi.
7. Masalah dalam komunikasi.
Kategori Konflik
Di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal
(Marquis dan Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan
bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan
yang sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian, dan prak-
tik. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni, Konflik Intrapersonal,
interpersonal, dan antar kelompok.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan ma-
salah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang
terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi pe-
ran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik intraper-
sonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap
pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.
2. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tu-
juan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang
secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan per-
bedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman
sesama manajer, atasan dan bawahannya.
3. Konflik Antar kelompok (Intergroup)
Konflik terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organi-
sasi. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekua-
saan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana.
Proses Konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan.
1. Konflik laten
Tahapan konfik yang terjadi terus monerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalmya, kondisi tentang keterbatasan stal dan perubahan yang cepat.
Kondisi bersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas
produksi, meskipan konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata
atau tidak pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan (felt conflict)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai an-
caman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga
sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk me-
nerima kontlik dan tidak merasakan kontlik tersebut sebagai suatu ma-
salah/ancaman terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan
yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggu-
nakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik.
Sementara itu,penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan
upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuas-
kan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solu-
tion.
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terse-
lesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah be-
28 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 29Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASsar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera
di atasi atau dikurangi.
Penyelesaian Konflik
Figur Diagram Proses Konflik (Marquis dan Huston, 1998: 314)
Langkah-Langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik
meliputi pengkajian, identifikasi dan intervensi.
1. Pengkajian
a. Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan,
setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perki-
raan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terli-
bat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan ma-
salah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari
masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu
waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan.
b. Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai
respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian kon-
flik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang pa-
ling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik
1. Set the tone: kendalikan diri dan jangan ada ancaman.
2. Get the feeling: beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.
3. Get the fact: mendengarkan dan mengamati dengan saksama.
4. Ask for help: beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang ter-
baik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat.
5. Get a commitment: komitmen dan pengorbanan.
6. Follow up: tindak lanjuti secara konsisten.
Beberapa Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam.
1. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi
ini sering diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terli-
bat saling menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam
manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan
top manajer keperawatan.
30 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 31Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini
menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah
kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa men-
datang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik
ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang
lain untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi se-
benarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam poli-
tik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terli-
bat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan
dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan
pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat dipergunakan pada konflik
yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak me-
nyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan
membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada
menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi, ke-
dua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama
dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena keduanya yakin akan terca-
painya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan
bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,
kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyele-
saikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/se-
seorang (Bowditch dan Buono, 1994).
Negosiasi
Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, nego-
siasi juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan
Huston, 1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyele-
saikan konflik dengan pendekatan kompromi. Selama negosiasi berlang-
sung, berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan untuk
mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.
Smeltzer (1991) mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif
(setiap orang menang), dan kompetitif (hanya satu orang yang menang). Satu
hal yang penting dalam negosiasi adalah apakah ada salah satu atau kedua
pihak menghendaki adanya perubahan hubungan yang berlangsung dengan
meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak menghendaki
adanya perbaikan hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif. Namun,
jika hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan hubungan, maka
yang muncul adalah tipe kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak
yang menang dan kalah, sebagai negosiator penting untuk memaksimalkan
kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan
kekalahan dengan membuat pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama,
dan membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil negosiasi.
Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk
memulai proses negosiasi, yaitu: masalah harus dapat dinegosiasikan, nego-
siator harus tertarik terhadap “take and give” selama proses negosiasi, dan
mereka harus saling percaya (Smeltzer, 1991).
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi
adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh
karena pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang di-
dapat, maka semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2. Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah
melakukan kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama.
Tujuan tersebut sebagai masukan dari tingkat bawah.
32 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 33Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3. Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi
dan efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat
perlu juga diperhatikan oleh manajer.
4. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agen-
da negosiasi alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat
disepakati.
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan
kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi
berjalan.
1. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respon nonverbal yang
nampak.
3. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasi yang disampaikan.
4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan
bicara Anda. Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan per-
setujuan.
5. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-ma-
salah pribadi pada saat negosiasi.
6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7. Jujur.
8. Usahakan bersikap bahwa Anda memerlukan penyelesaian yang ter-
baik.
9. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan
mintalah waktu untuk menjawabnya.
10. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi ber-
langsung, istirahatlah sebentar.
11. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda
nahami.
12. Bersabarlah (Smeltzer, 1991).
Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi
Lakukan
1. Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda me-
ngetahui keinginan orang lain.
2. Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah, bu-
kan sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3. Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat
diterima, jika Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak. Perhatikan
gerakan tubuhnya.
5. Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6. Antisipasi penolakan.
7. Tahu apa yang dapat Anda berikan.
8. Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9. Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap
pendapat Anda.
10. Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11. Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12. Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak terhadap
suatu pendapat.
13. Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar.
Hindari
1. Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar dan menyepelekan.
2. Trik yang tidak baik, seperti manipulasi.
3. Distorsi.
4. Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.
5. Tidak berurutan.
6. Membuat hanya satu pilihan.
7. Memaksakan kehendak.
8. Berusaha menekankan pada satu pendapat.
34 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 35Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASContoh Kasus
Perawat X, sebelumnya bertugas dibagian anak, lalu dipindahkan dan di-
berikan tugas untuk mengelola bagian ruang bersalin (rooming in). Perawat
X tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak menguasai bagaimana
melakukan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir, sehingga perawat X
mengajukan keberatan. Sebagai kepala ruangan, Anda menilai bahwa pe-
rawat X orang yang kompeten terhadap tugas yang diberikan. Dalam situasi
tersebut, Anda mengalami konflik personal dan profesional.
Pertanyaan: Pilih strategi penyelesaian konflik yang sesuai berdasarkan
hasil analisis data dan identifikasi masalah, kemudian susun rencana solusi
yang Anda tawarkan?
F. ManajemenLogistik
1. Latar Belakang
Keberhasilan organisasi mencapai tujuan didukung oleh pengelolaan be-
berapa dimensi, yaitu sebagai berikut : Man, Money, Machine, Methode
dan Material. Tata kelola yang seimbang dan baik dari kelima dimensi
tersebut akan memberikan kepuasan kepada costumer baik costumer
internal maupun eksternal. Rumah sakit yang telah terakreditasi seharus-
nya telah memiliki pengelolaan lima dimensi 5 M yang terstandar terma-
suk lima dimensi tersebut. Keberhasilan pengelolaan logistik rumah sakit
tergantung pada kompetensi dari manajer logistik rumah sakit. Manajer
berfungsi untuk mengelola logistik melalui fungsi antara lain mengidenti-
fikasi, merencanakan pengadaan, pendistribusian alat hingga mengem-
bangkan sistem pengelolaan logistik yang efektif dan efisien. Pengadaan
alat yang tepat dan berfungsi dengan baik akan memperlancar kegiatan
pelayanan keperawatan kepada pasien sehingga berdampak bagi pe-
ningkatan mutu pelayanan keperawatan atau kesehatan sesecara konfre-
hensif.
Ledaer dan Manager keperawatan wajib mempunyai kompetensi untuk
melakukan tatakelola logistic. Manajer keperawatan juga harus mampu
mengantisipasi kejadian darurat. Manajer keperawatan harus membuat
skala prioritas serta melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk pen-
capaian tujuan pelayanan kesehatan rumah sakit. Manajer keperawatan
dalam mengelola logistic, harus efektif dan efisien. Mangelola logistik
memiliki kemampuan untuk mencegah kebocoran dan meminimalisir
pemborosan. Kerusakan, kadaluarsa, kehilangan alat kesehatan memiliki
dampak pada pengeluaran ataupun biaya operasional rumah sakit atau
institusi terkait. Menurut pemanfaatannya, bahan atau alat yang harus
disediakan rumah sakit dan atau institusi dikelompokkan menjadi perse-
diaan farmasi (antara lain: obat, bahan kimia, gas medik, peralatan ke-
sehatan), persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik.
2. Pengertian Umum
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta
proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan
material/alat-alat. Logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya
adalah menyediakan bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan
operasional instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu
yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin. Dalam
hal ini perlu dihindari terjadinya over promised interdelivered.
Kegiatan logistik secara umum mempunyai tiga tujuan, yaitu:
- Tujuan operasional adalah agar tersedia barang, serta bahan dalam
jumlah yang tepat dan mutu yang memadai.
- Tujuan keuangan meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional
dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.
- Tujuan pengamanan bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh
kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan pe-
nyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang sesung-
guhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.
Ada 5 komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik, ya-
itu: (1) struktur lokasi fasilitas; (2) transportasi; (3) persediaan (inventory);
(4) komunikasi; (5) penanganan (handling) dan penyimpanan (storage).
Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam
material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam
keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana logistiklah material me-
ngalir ke kompleks manufacturing yang sangat luas dari Negara industri,
dan produk-produk didistribusikan melalui saluran-saluran distribusi untuk
konsumsi.
36 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 37Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan
terhadap pemindahan dan penyimpanan yang strategis.
Seluruh rangkaian kegiatan ini harus dapat dipantau oleh pimpinan
sehingga dapat selalu dijaga dan diarahkan agar selalu berjalan lancer,
tidak boros, tepat guna adan berhasil guna yang sebaik-baiknya.
Penyimpangan yang mungkin akan terjadi dapat segera diketahui
dan dicegah sebelum berkembang terlalu jauh sehingga merugikan.
Selanjutnya, upaya penyempurnaan dapat pula senantiasa dilaksanakan
sedini mungkin apabila penngawasan dan evaluasi dapat dilaksanakan
dengan mudah dan semua informasi yang diperlukan tersedia.
3. Manajemen Logistik Keperawatan
Pengertian
Kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk mencapai daya
guna (efisiensi) yang optimal di dalam memanfaatkan barang dan jasa.
Logistik modern dapat didefinisikan sebagai proses pengelolaan yang
strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang
dan barang-jadi dari para suplaier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan
dan kepada para langganan. Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi ber-
bagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan pe-
nyimpanan (storage) yang strategis.
Gillies, (2000), menyatakan manajemen keperawatan adalah seni mem-
peroleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh staf kepe-
rawatan dalam pelayanan keperawatan disuatu rumah sakit atau unit
pelayanan keperawatan. Sedangkan logistik adalah bahan untuk kegiatan
operasional yang sifatnya habis pakai. Manajemen logistik adalah suatu
ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan
dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. (Subagya: 1994),
sehingga manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana
cara mencapai tujuan dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila
dibutuhkan dan dipergunakan secara efisien dan efektif. Dalam sistem
administrasi manajemen logistik Nursalim (2010) menyatakan sebagai
berikut:
Unsur manajemen :
a. Man.
b. Money.
c. Material.
d. Machine.
e. Method.
Fungsi logistic :
a. Fungsi perencanaan.
b. Fungsi penganggaran.
c. Fungsi pengadaan.
d. Fungsi penyimpanan.
e. Fungsi penyaluran.
f. Fungsi penghapusan.
g. Fungsi pengendalian.
Fungsi manajemen :
a. Planning.
b. Organizing.
c. Actuating.
d. Controlling.
Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur-unsur manajemen di-
proses melalui fungsi-fungsi manajemen dan fungsi tersebut merupakan
pegangan umum untuk dapat terselenggaranya fungsi-fungsi logistic.
4. Fungsi Manajemen Logistik
Manajemen logistik adalah merupakan upaya tatakelola suatu aktivitas
rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, melalui penataan, alat
dan bahan bahan kesehatan yang akan dipergunakan untuk pelayanan
kesehatan atau keperawatan. Aktivitas logistik (lokasi fasilitas, transpor-
tasi, inventarisasi, komunikasi, pengurusan dan penyimpanan) telah di-
laksanakan orang semenjak awal spesialisasi komersial.
38 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 39Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik
sebagai berikut (Mustiksari: 2007) :
- Perencanaan.
- Penganggaran.
- Pengendalian (control).
- Pengadaan.
- Penghapusan.
- Penyimpanan.
- Pendistribusian.
Masing-masing fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu dengan
yang lain. Untuk itu kita bahas satu persatu fungsi logistik tersebut.
Fungsi-fungsi manajemen logistik merupakan suatu proses yang terdiri
dari:
a. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan. Pengertian umum
adalah proses untuk merumuskan sasaran dan menentukan langkah-
langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Sedangkan secara khusus perencanan logistik adalah
merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya dilakukan
oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan
alur yang berlaku dimasing-masing organisasi (Mustikasari: 2007).
Subagya menyatakan perencanaan adalah hasil rangkuman dari kaitan
tugas pokok, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan atau
lingkungan yang merupakan cara terencana dalam memuat keinginan
dan usaha merumuskan dasar dan pedoman tindakan. Pengelolaan
logistik cenderung semakin kompleks dalam pelaksanaannya sehingga
akan sangat sulit dalam pengendalian apabila tidak didasari oleh pe-
rencanaan yang baik. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem
monitoring, evaluasi dan reporting yang memadai dan berfungsi se-
bagai umpan balik untuk tindakan pengandalian terhadap devisi-devisi
yang terjadi.
Pimpinan/Staf. Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, ren-
cana yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan bahkan se-
baliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya. Di bawah
ini akan dilukiskan bagan kerjasama antara pimpinan, perencana,
pelaksana dan pengawas (Anwar, 2014).
• Pengkajian.
• Persiapan.
• Pelaksanaa.
• Sasaran.
• Pengawasan.
Dalam suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai de-
ngan pencapaian tujuan (Sasaran) diperlukan kerjasama yang terus
menerus antara pimpinan/staf, perencana, pelaksana dan pengawas
dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan sesuai dengan uraian
tugas masing-masing. Seluruh kegiatan diarahkan pada pencapaian
tujuan (untuk mencapai sasaran) organisasi.
Perencanaan dapat dibagi ke dalam periode-periode sebagai berikut:
• Rencana jangka panjang (Long range).
• Rencana jangka menengah (Mid range).
• Rencana jangka pendek (Short range).
Periodisasi dalam suatu perencanaan sekaligus merupakan usaha
penentuan skala perioritas secara menyeluruh dan berguna untuk
usaha tindak lanjut yang terperinci. Melalui fungsi perencanaan dan
penentuan kebutuhan ini akan menghasilkan antara lain:
• Rencana Pembelian.
• Rencana Rehabilitasi.
• Rencana Dislokasi.
• Rencana Sewa.
• Rencana Pembuatan.
Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat menjawab
dan menyimpulkan pernyataan sebagai berikut:
1) Apakah yang dibutuhkan (what) untuk menentukan jenis barang
yang tepat?
2) Berapa yang dibutuhkan (how much, how many) untuk menentu-
kan jumlah yang tepat?
3) Bilamana dibutuhkan (when) untuk menentukan waktu yang
tepat?
40 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 41Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASd) Dimana dibutuhkan (where) untuk menentukan tempat yang
tepat?
e) Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who) untuk
menentukan orang atau unit yang tepat?
f) Bagaimana diselenggarakan (how) untuk menentukan proses yang
tepat?
g) Mengapa dibutuhkan (why) untuk mengecek apakah keputusan
yang diambil benar-benar tepat?
Fungsi perencanaan mencakup aktifitas dalam menetapkan sasa-
ran, pedoman, dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik.
Penentuan kebutuhan merupakan perincian (detailering) dari fung-
si perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi
penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.
b. Fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perin-
cian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala
mata uang serta jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan
dan pembatasan yang berlaku terhadapnya.
c. Fungsi pengadaan, merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perenca-
naan, penentuan kepada instansi-instansi pelaksana.
d. Fungsi penyimpanan dan penyaluran, merupan penerimaan, pe-
nyimpanan dan penyaluran perlengkapan yang telah diadakan melalui
fungsi-fungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansi-
instansi pelaksana.
e. Fungsi pemeliharaan adalah usaha atau proses kegiatan untuk mem-
pertahankan kondisi teknis, daya guna, dan daya hasil barang inven-
taris.
f. Fungsi penghapusan, yaitu berupa kegiatan dan usaha pembebasan
barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan perkataan
lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan
(assets) karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan
sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut
dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Fungsi pengendalian, merupakan fungsi inti dari pengelolaan per-
lengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan
keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat
kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expedi-
ting yang merupakan unsur-unsur utamanya.
5. Pengendalian Logistik Non Medis
Logistik non medis di rumah sakit biasanya merupakan barang kecil dan
disebut dengan barang keperluan rumah tangga dari rumah sakit. Jenis-
jenisnya antara lain :
a. Alat tulis kantor.
b. Alat kebersihan.
Pembicaraan logistik non medis penting karena hal berikut.
a. Walaupun terdiri dari barang kecil-kecil, sering murah harganya, tetapi
dapat mengangkat nama baik RS, seperti WC tak ada lisol jadi bau.
b. Terdiri dari berbagai jenis barang yang kecil-kecil yang mudah hi-
lang.
c. Walaupun terdiri dari barang yang kecil, bila dijumlahkan akan berni-
lai rupiah yang besar, apalagi dalam jangka waktu yang lama.
Kepentingan tadi biasanya baru akan terasa bila telah terjadi kasus, dan
nantinya akan ada saling menyalahkan diantara yang terlibat, untuk
menghindari hal ini ada baiknya diatur pengendalian yang sederhana
tetapi tepat, sederhana dalam artian tidak rumit birokratis, tetapi cukup
mudah diikuti, tepat dalam arti bisa menjamin terjadinya efisiensi.
Mengenal logistic lebih rinci, perlu agar jelas apa yang perlu dikenda-
likan, kemudian cara permintaan dan pemberian logistik atau prosedur
pelaksanaan menjadi jelas. Selanjutnya perlu jelas bagaimana pencatatan
pemakaian logistik dan intinya adalah bagaimana pengendalian bisa
ditetapkan.
Tentunya pengolahan dengan komputerisasi seperti sistem komputer
akuntansi Inventorikan dapat mengendalikan stock secara lebih cepat,
tepat dan lengkap. Tetapi dengan manual yang sederhana dapat pula
dilakukan.
#
42 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 43Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS6. Jenis Logistik Non Medis di RS
Secara umum logistik non medis terdiri dari :
a. Alat tulis kantor.
b. Alat kebersihan.
Akan dijelaskan pada tabel di bawah, hal-hal yang berhubungan dengan
alat tulis kantor, alat kebersihan.
Tabel Jenis Logistik Non Medis di RS
7. Prosedur Logistik Non Medis
Prosedur ini tersaji dalam gambar di bawah meliputi permintaan dan
pemberian barang.
FORMULIR PERMINTAAN KEBUTUHAN
Persetujuan Ka. TU
…………….., tgl, bln, thn
………………………..
Nama & Tanda tangan
Ditandatangani Ka. Ruangan
…………….., tgl, bln, thn
………………………..
Nama & Tanda tangan
Gambar Prosedur Logistik Non Medis
8. Pencatatan Logistik Non Medis
Pencatatan logistik penting agar menjamin:
a. Kejelasan kondisi gudang (stock).
b. Kejelasan barang kapan diberikan.
c. Kepada siapa barang diberikan.
d. Berapa banyak yang diperlukan.
NO JENIS URAIAN
1.
2.
Alat tulis kantor
Alat kebersihan
Barang-barang yang berhubungan dengan kebutuhan tulis menu-lis, seperti : 1. Bolpoint2. Buku kwarto3. Kertas4. PenggarisBiasanya status tidak dikelompokkan pada jenis ini.
Barang-barang yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan baik alat atau bahan. Contoh : 1. Kain pel2. Sabun3. Lisol4. Tempat sampah
Bagian Instalasi Ruangan Dicatat Janjikan Keadaan barangdigunakan
Tidak Ada DiberikanYang Bekas
TakKembali
Kembali Yang
BekasJatah Administrasi
Logistik
NO KELOMPOK URAIAN
1.
2.
3.
4.
5.
KEBUTUHAN
PERMINTAAN
ADMINISTRASILOGISTIK
PEMBERIAN
PENCATATAN
Ruangan, instalasi atau bagian RS yang membutuhkan ba-rang harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Permintaan ditulis pada formulir permintaan yang telah ditandatangani oleh yang berwenang seperti : Kepala Ruangan, Kepala Instalasi dan lain-lain. Petugas adminstrasi logistik harus memperhatikan keadaan barang di gudang, jatah bila ada dan barang bekas harus sudah kembali.
Bila tidak ada barangnya,maka dijanjikan sesuai kesanggu-pan. Bila barang bekas tak kembali karena hilang makabaru diberikan setelah ada persetujuan Ka. TU. Hal ini agar men-jamin ke hati-hatian.
Pemberian dicatat sesuai pedoman yang ada.
44 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 45Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Pencatatan yang disesuaikan meliputi sebagai berikut:
a. Buku stock gudang.
b. Buku pemberian barang (pengeluaran barang).
Kolom-kolom pada buku adalah :
a Buku stock gudang.
Tabel Contoh Intervensi
b. Buku pengeluaran barang
Tabel Contoh catatan pengeluaran barang
Perlu pula tambahan formulir atau buku bantu pada barang-barang yang
habis sebelum akhir bulan, hal ini bila pengisian barang dapat dilakukan
secara sistem bulanan.
Pelaporan pemakaian dapat dibuat untuk mengetahui :
a. Pemakaian bulanan baik jenis maupun jumlah barang.
b. Ruangan/bagian mana yang menggunakan jenis barang tertentu dengan
jumlah tertulis.
Kolomnya seperti berikut:
a. Laporan bulanan pemakaian barang
Tabel Contoh pengeluaran barang
Jenis barang:s
Dalam hal ini untuk jenis barang alat tulis kantor dan kebersihan secara
terpisah.
b. Laporan bulanan pemakai barang
Tabel Contoh pemberian barang
Jenis barang : Bulan :
NO TANGGALBARANG MASUK BARANG KELUAR
NAMA BARANG JUMLAH NAMA BARANG JUMLAH
NO TANGGAL NAMA BARANG RUANGAN/INSTALASI DLL JUMLAH
NO NAMA BARANG
BULANKET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NO NAMA BARANGRUANGAN
VIP A KLS III Instalasi Dan lain-lain
46 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 47Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASLaporan ini berguna untuk :
1) Pengendalian pemakaian.
2) Perencanaan pembelian bagi pengisian gudang agar tak berlebi-
han juga tak kekurangan.
9. Pengendalian Logistik Non Medis
Pengendalian logistik non medis dapat melalui 3 jalan sebagai berikut:
a. Pengendalian Prosedur. Prosedur yang mengharuskan barang bekas
kembali, akan membuat pelaksana lebih telaten juga bila barang bekas
ada hilang harus lapor ke Ka. TU. Sehingga akan membuat jera.
b. Pengendalian Stock Gudang. Dengan pencatatan yang baik dan anali-
sis kecenderungan dapat diketahui dan dipersiapkan stock yang opti-
mal (tak berlebihan dan tak kekurangan).
c. Pengendalian Pemakai. Dengan laporan pemakaian, maka akan dike-
tahui jumlah pemakaian yang besar akan diketahui di bidang/ruangan
mana sehingga bisa diselidiki.
10. Peran Logistik Di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu satuan usaha yang melakkukan kegiatan
produksi. Kegiatan produksi rumah sakit adalah produksi jasa tersebut,
sehingga yang dimaksudkan dengan kegiatan logistik disini hanya me-
nyangkut manajemen persediaan bahan barang serta peralatan yang
dibutuhkan dalam rangka produksi jasa tersebut dan bukannya manaje-
men pendistribusian barang jadi.
Pada definisi lama dinyatakan bahwa bagian logistik adalah bagian yang
menyediakan barang dan jasa dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat
dengan harga yang sesuai. Dari segi manajemen modern maka tang-
gung jawab bagian logistik lebih diperluas yaitu:
a. Menjaga kegiatan yang dapat memasok material dan jasa secara ti-
dak terputus (uninterrupted).
b. Mengadakan pembelian inventaris secara bersaing (kompetitif).
c. Menjadwal investasi barang pada tingkat serendah mungkin.
d. Mengembangkan sumber pasokan yang dapat dipercaya dan alter-
natif pasokan lain.
e. Mengembangkan dan menjaga hubungan baik dengan bagian-bagian
lain.
f. Memantapkan integrasi yang maksimal dengan bagian-bagian lain.
g. Melatih dan membina pegawai yang kompeten dan termotivasi
dengan baik.
Menurut bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus dise-
diakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi: persediaan farmasi,
persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan teknik.
Sebagai ilustrasi, berikut disampaikan persediaan logistik farmasi. Biaya
rutin terbesar di rumah sakit pada umumnya terdapat pada pengadaan
persediaan farmasi, yang meliput:
a. Persediaan obat mencakup: obat-obat esensial, nonesensial, obat-
obatan yang cepat, dan obat-obatan yang lama terpakai.
b. Persediaan bahan kimia mencakup: persediaan untuk kegiatan opera-
sional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non-
medis.
c. Persediaan gas medik, kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar be-
dah, ICU atau ICCU membutuhkan beberapa jenis gas medik.
d. Peralatan kesehatan, berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi ke-
giatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan
sebagai barang habis pakai serta barang tahan lama atau peralatan
elektronik dan nonelektronik.
Tentu perlu dilakukan inventory control yang bertujuan menciptakan ke-
seimbangan antara persediaan dan permintaan. Karena itu, hasil stock
opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu
kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan, atau kurang
dari satu tahun.
Pengadaan barang yang dalam sehari-hari disebut juga pembelian, meru-
pakan titik awal dari penngendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah
tidak tepat, maka pengendalian akan sulit di kontrol.
Pembelian harus menyesuaikan dengan pemakaian, sehingga ada kese-
imbangan antara pemakaian dan pembelian. Keseimbangan ini tidak
hanya antara pembelian dengan pemakaian/penjualan total, tetapi ha-
rus lebih rinci lagi yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis
48 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 49Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASobat. Obat yang laku keras terbeli dalam jumlah relatif banyak daripada
obat yang laku lambat.
Dalam pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu
keseimbangan total dan keseimbangan komposisi. Keseimbangan total, adalah keseimbangan antara seluruh persediaan dan seluruh permintaan,
dengan kata lain antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan se-
cara proporsional.
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan se-
bagai suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, pe-
nyimpanan, pendistribusian, pemantauan persediaan bahan (stock, ma-
terial, supplies, inventory dan lain-lain) yang diperlukan bagi produksi
jasa rumah sakit.
Manajemen logistik, khususnya di lingkungan rumah sakit perlu dilak-
sanakan secara efisen dan efektif. Dalam arti bahwa segala macam ba-
rang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang
paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai.
Sebagai ilustrasi, di RSUP Persahabatan Jakarta (2000), kegiatan logistik
dilakukan oleh beberapa unit kerja, yaitu bagian sekretariat dengan sub-
bagian rumah tangga dan perlengkapan yang menangani logistik umum,
Instalasi Farmasi yang menangani logistik farmasi serta Instalasi Gizi
yang menangani logistik gizi. Dalam SK Menteri Kesehatan RI No.552/
Menkes/SK/VI/94 antara lain disebutkan bahwa subbagian rumah tang-
ga dan perlengkapan mempunyai tugas melakukan kegiatan perlengka-
pan, pergudangan nonmedis serta tata usaha pengadaan barang dan
jasa. Sementara itu, salah satu tugas Instalasi Farmasi disebutkan sebagai
fasilitas untuk penyimpanan dan penyaluran obat, alat kedokteran, alat
perawatan, dan alat kesehatan.
Secara tegas dapat disampaikan bahwa semua bentuk kegiatan di rumah
sakit memerlukan pelayanan logistik. Keberhasilan dan mutu pelayanan
di rumah sakit memang bergantung dari banyak faktor dan peran logistik
merupakan salah satu kunci utama di dalamnya.
11. Penilaian Mutu Logistik Rumah Sakit
Mutu pelayanan logistic sendiri diukur dari total biaya yang dikeluarkan
dan prestasi yang dicapai. Pengukuran prestasi menyangkut tersedia-
nya (availability) barang, kemampuan (capability) dilihat dari waktu
pengantaran da konsistensi, serta mutu (quality) dari usaha. Biaya lo-
gistik mempunyai hubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin
tinggi masing-masing prestasi ini, maka semakin tinggi pula total biaya
logistiknya. Kunci bagi prestasi logistik yang efektif adalah mengem-
bangkan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang diberi-
kan dengan biaya yang dikeluarkan.
Fungsi seorang manajer logistik di rumah sakit utamanya adalah menja-
min mutu pelayanan yang baik. Penyediaan barang dalam proses logis-
tik harus dapat memuaskan konsumen, baik karyawan rumah sakit yang
membutuhkannya maupun pasien/masyarakat yang dilayani. Untuk ini
diperlukan adanya kualitas manajemen logistik yang baik. Kunci ke-
berhasilan pelayanan logistik dengan kualitas yang baik adalah dengan
melakukannya secara baik, secara terus menerus dalam berbagai ke-
adaan dan sedapat mungkin mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Untuk ini diperlukan tenaga yang terampil, sarana dan prasarana yang
baik serta sistem pengawasan berkala yang memadai.
Karyawan rumah sakit yang menggunakan hasil pelayanan logistik
rumah sakit merupakan pihak yang tepat yang amat berperan dalam
penilaian hasil pelayanan logistik. Komentar mereka perlu mendapat
perhatian seksama, dan perlu pula dilakukan penelitian berkala tentang
kualitas pelayanan logistik yang diberikan.
Koordinasi dan pengaturan waktu merupakan tugas penting yang harus
dilakukan dalam pelayanan logistik. Praktis semua kegiatan pelayanan
logistik berinteraksi dengan kegiatan lain di rumah sakit. Semua ini
membutuhkan koordinasi antara berbagai pelayanan dilingkungan logis-
tik maupun antara logistik dengan pihak lain di rumah sakit. Pengaturan
waktu juga memegang peranan amat penting di rumah sakit, karena
beberapa hasil tindakan pengobatan yang mungkin menyelamatkan
nyawa manusia akan amat bergantung dari waktu ketersediaan pela-
yanan logistik. Penyediaan bahan logistik yang tepat dan cepat tentu
akan amat membantu keberhasilan penanganan pasien.
50 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 51Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Keterlambatan pelayanan logistik tentu akan mengakibatkan keterlam-
batan pelayanan pengobatan pasien, dan bahkan bukan tidak mungkin
berakibat fatal. Ketersediaan bahan logistik selama 24 jam penuh sesuai
kebutuhan pelayanan merupakan kebutuhan bagi berbagai rumah sakit
besar dewasa ini.
Di bidang manajemen, manajer logistik perlu memperhatikan adanya ska-
la prioritas dan penyediaan pelayanan dalam waktu yang tepat. Manajer
logistik juga mempunyai peran untuk melakukan perencanaan pengem-
bangan dengan mengidentifikasi kesempatan yang ada, mengevaluasi
manfaat bagi pelayanan pasien, penghitungan laba rugi pengembangan,
dan penilaian terhadap faktor lingkungan yang terkait. Yang tidak ka-
lah pentingnya adalah pembinaan hubungan antar manusia, mengingat
kendati bannyak berhubungan dengana barang, kegiatan logistik sehari-
hari pada kenyataannya juga berhubungan dengan berbagai kalangan di
rumah sakit.
G. ManajemenAsuhanKeperawatan
Prinsip-prinsip Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Dasar Perencanaan pemikiran atau konsep tindakan tertulis yang meru-
pakan fungsi untuk menurunkan risiko dalam pengambilan keputusan
atau pemecahan masalah dan efek perubahannya. Adapun kegiatan yang
bisa dilakukan adalah analisa dan mengakaji sistem, mengatur strategi,
menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, mengkaji sum-
ber-sumber organisasi dan kemampuan yang bisa dimanfaatkan, serta
membuat aktivitas berdasarkan prioritas kegiatan.
2. Memanfaatkan waktu yang efektif misalnya membuat jadwal tugas dan
bila ingin tahu kondisi yang tahu sebenarnya turun ke lapangan.
3. Melibatkan staf dalam pembuatan keputusan.
4. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan yang efektif.
5. Mengorganisir misalnya struktur organisasi sesuai blok/level manajemen
mulai dari unit, departemen, top/eksekutif dan tingkat operasional.
6. Melakukan langsung kegiatan pengarahan, misalnya dengan melak-
sanakan pendelegasian, supervisi, koordinasi secara intern dan ekstern
serta pengendalian.
7. Memberikan motivasi agar tetap tinggi; menaikkan gaji secara periodic,
memberikan pendidikan pelatihan tambahan dan promosi lainnya.
8. Menerapkan komunikasi yang efektif baik terhadap sejawat perawat atau
tenaga kesehatan lainnya.
9. Melakukan kegiatan pengendalian meliputi: membuat penilaian pelak-
sanaan rencana, memberikan instruksi, menetapkan standar/pedoman
kerja yang dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja de-
ngan standar awal yang telah ditetapkan.
10. Mengembangkan staf. Sebagai manajer harus selalu berpikir pengem-
bangan staf bukan pengurangan staf, sehingga jenjang karir dan ja-
batan yang jelas. Hal ini akan meningkatan motivasi dan kinerja staf.
Untuk itu pengembangan staf dapat mengikuti pernyataan Katz (dalam
Swanburgh, 2006), dimana ada 3 kategori kemampuan yang harus di-
miliki oleh secorang manajer agar menjadi sukses dalam pengemba-
ngan staf. Tiga kemampuan perawat yang harus dimiliki adalah:
a. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan berpikir yang didasari
oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialami. Hal
ini mendukung dalam pembuatan perencanaan terutama membuat
visi-misi dan kerangka konsep pekerjaan baik dimasa sekarang mau-
pun yang akan datang.
b. Kemampuan tehnis, yaitu sejauh mana seorang manajer bisa mem-
buat metode, sistem dan pedoman kerja yang mudah diikuti oleh
staf dan mudah untuk dievaluasi. Kemampuan ini juga berdasarkan
pengalaman kerja di lapangan. Karena pengetahuan bila ditunjang
dengan pengalaman lapangan akan menjadi sempurna, sehingga
mempercepat dalam proses pengambilan tindakan dan berani me-
ngambil risiko.
c. Kemampuan human/interpersonal, yaitu kemampuan untuk menga-
dakan hubungan dengan orang lain, dalam hal ini membuat peker-
jaan tambah lancar. Membuat hubungan dengan anak buah, hubu-
ngan dengan satu tingkat/selevel dan membuat hubungan dengan
atasan termasuk pihak luar yang terkait dengan pelayanan.
11. Melakukan kegiatan pengendalian meliputi: membuat penilaian pelak-
sanaan rencana, memberikan instruksi, menetapkan standar/pedoman
52 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 53Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASkerja yang akan dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja
dengan standar awal yang telah ditetapkan.
Kerangka Dasar dan Filosofi Manajemen Keperawatan
Pembuatan kerangka konsep dan penguasaan filosofi manajemen kepe-
rawatan merupakan kegiatan yang harus dilalui seorang manajer. Kerangka
konsep dasar atau model dasar manajemen keperawatan dan filosofi kepe-
rawatan, yang memberikan semangat dan landasan dasar dalam pelaksa-
naan kegiatan keperawatan, pedoman dalam pengambilan keputusan dan
menjadi dasar dalam melakukan evaluasi hasil manajemen keperawatan.
Untuk itu kita perlu mengetahui dasar filosofi ilmu keperawatan.
1. Kerangka dasar paradigma keperawatan, yaitu body of knowledge atau
pohon ilmu keperawatan yang menjadi dasar eksistensi sebagai ilmu
pengetahuan. Paradigma keperawatan terdiri dari manusia, perawat/
keperawatan, kesehatan dan lingkungan.
Skema Paradigma Keperawatan
Ada beberapa karakter/ciri dalam membuat pola hubungan antar staf
keperawatan yang bisa mendukung pelaksanaan pelayanan antara lain:
a. Secara naluri setiap manusia akan tertarik dan mempertahankan
pada pekerjaan sehingga akan berusaha bekerja sesuai kemampuan
terbaik.
b. Informasi yang cukup akan mempengaruhi pelayanan keperawatan
sehingga setiap manajer sebelum membuat keputusan harus memiliki
informasi yang memadahi sehingga keputusannya akan akurat dan
tepat.
c. Percaya bahwa suatu tujuan akan mudah dicapai bila dikerjakan se-
cara bersama-sama.
d. Individu memiliki sifat, motivasi dan minat yang berbeda dalam meng-
hadapi pekerjaannya, untuk itu manajer yang baik harus mengetahui
bagaimana latar belakang dan cara memperlakukan staf perawat se-
suai dengan kemampuannya.
e. Manajer harus bisa melakukan fungsi koordinasi dengan semua stake-
holder dan mampu melakukan pengendalian pekerjaannya.
f. Manajer harus memahami kualifikasi staf dan kemampuan lebihnya
sehingga dapat memberikan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tang-
gung jawabnya masing-masing.
g. Individu memiliki kesamaan hak dan pembagian pendelegasian ter-
utama kepada staf yang dianggap mampu.
h. Manajer selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya se-
hingga bisa bekerja secara profesional dan pengambilan keputusan
cepat dan tepat.
i. Semua metode sistem yang dipakai adalah untuk memudahkan pen-
capaian tugas pokok dan tujuan organisasi secara bersama-sama.
2. Filosofi manajemen keperawatan
Bila diartikan secara operasional, filosofi adalah keyakinan kuat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok yang mengarahkan untuk tiap ke-
giatan individu atau kelompok mencapai tujuan bersama. Keyakinan yang
dimiliki oleh tim keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi dengan cara pembagian kerja, koordinasi dan evalu-
asi. Filosofi keperawatan melihat bahwa manusia itu adalah unik sehing-
ga membutuhkan perlakuan seutuhnya dari segi biologi, psikologi, sosial,
dan spiritual.
Adapun beberapa contoh filosofi keperawatan antara lain:
a. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
b. Manajemen keperawatan adalah fungsi utama bidang keperawatan.
c. Mutu pelayanan keperawatan yang tinggi berarti menunjukkan bah-
wa pelaksanaan manajemen pelayanan memiliki standar yang tinggi
juga.
d. Menjunjung tinggi pendidikan keperawatan berkelanjutan.
e. Keperawatan merubah dan membantu pasien menuju fungsinya yang
optimal.
54 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 55Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASf. Tim keperawatan mampu bertanggung jawab dan bertanggung gu-
gat.
g. Menghargai hak-hak azasi pasien.
h. Perawat adalah advokat pasien.
i. Perawat wajib memberi pendidikan kesehatan.
Adapun pembuatan visi dan misi institusi akan berperan dalam memberi-
kan pelayanan keperawatan terbaik, menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif untuk pendidikan, mengembangkan lingkungan pelayanan yang
aman dan nyaman bagi pasien dan keluarganya.
3. Tujuan pelayanan keperawatan
Tujuan pelayanan keperawatan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi keperawatan adalah:
a. Meningkatkan dan mempertahankan mutu.
b. Meningkatkan sikap profesionalisme dan akontabel.
c. Meningkatkan hubungan dengan pasien, keluarga dan masyarakat.
d. Meningkatkan komunikasi antar staf.
e. Meningkatkan kualitas kerja.
Semua tujuan ini akan berhasil bila seorang manajer memperhatikan:
a. Kebijakan yang dibuat sifatnya kooperatif.
b. Memperhatikan kesejahteraan sosial stafnya.
c. Memberikan kesempatan mengikuti pendidikan tinggi stafnya.
Demikian juga agar manajer bila ingin sukses dalam pekerjaannya seha-
rusnya memilih metode kerja yang baik. Metode kerja baik bila dalam
pelaksanaan memiliki akibat:
a. Semua bekerja dengan mudah dan aman.
b. Menghindari pemborosan waktu dan pemborosan alat.
c. Mengurangi duplikasi tugas antar tenaga.
d. Meningkatkan tingkat kepuasan kerja staf.
e. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Lingkup Manajemen Keperawatan
Lingkup manajemen keperawatan bagi manajer pemula setingkat kepala
ruangan meliputi:
1. Menetapkan penerapan pelayanan keperawatan yang komprehensif.
2. Melaksanakan intervensi dan evaluasi untuk perbaikan pelayanan kepe-
rawatan.
3. Menerima akontabilitas sebagai pelaksana yang langsung berhadapan
dengan pasien.
4. Mengendalikan lingkup praktik keperawatan agar sesuai dengan per-
aturan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan partisipasi staf dilevel manajer pemula sifatnya antara
lain:
a. Bottom-up, yaitu staf diperbolehkan untuk memberikan masukan kepa-
da setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
b. Top-down, yaitu semua kebijakan dan standar kerja hanya dari atasan,
sedangkan staf harus mengerjakan dan tidak boleh memberi masukan.
c. Lateral, yaitu sikap manajer yang lebih memperhatikan masukan yang
diberikan oleh manajer selevel daripada atasan atau stafnya.
d. Organizational, yaitu setiap kebijakan harus memperhatikan kebijakan
dari top organisasinya agar satu arah pedomannya dan menentang ke-
beradaan organisasi.
e. Personal, yaitu setiap kebijakan kadang dipengaruhi oleh karakter pe-
mimpin yang mengambil keputusan sehingga harus ada masukan dari
staf lain.
56 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 57Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
A. SWOTAnalisis
Pengertian
SWOT merupakan singkatan dari Strenghts (kekuatan), Weakness (kelema-
han), Threats (ancaman), Opportunities (peluang). Analisis SWOT adalah
Identifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti,
2000). SWOT Analysis is defined looking at an organisation’s strengths,
weakness, opportunities, and threats you may be able to analyse the
current direction of the organization (ward/clinical area/workplace), for-
mulate future goals and objectives, or analyse specific situations, ideas,
groups or activities (Stanley.D, 2011). Dengan demikian dapat disimpulkan
analisis SWOT adalah identifikasi faktor lingkungan internal (Strengths &
Weakness) dan eksternal (Threats & Opportunities) dalam merumuskan
dan menganalisis tujuan serta sasaran organisasi melalui analisis yang spesi-
fik terhadap situasi dan ide/gagasan sebagai perencanaan strategi.
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi rumah sakit dalam pelayanan kesehatan/kepe-
rawatan.
KAJIAN SITUASI
3BAB
58 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 59Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASElemen SWOT terdiri dari :
1. Lingkungan internal yaitu Strength (kekuatan) & Weakness (kelemah-
an), kajian data yang berasal dari dalam organisasi mencakup : (a) sumber
daya, (b) manajemen, (c) keuangan, (d) pemasaran, (e) sistem informasi
dan produksi, (f) kompetensi inti.
2. Lingkungan Eksternal yaitu Threats (ancaman) & Opportunities (pelu-
ang), kajian data yang berasal dari luar organisasi mencakup : (a) pasar,
(b) kompetitor, (c) demografis, (d) teknologi, (e) kebijakan pemerintah.
Gambar SWOT Learning Activity
Matriks SWOT
Matriks SWOT adalah machine tool yang mampu menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh orga-
nisasi harus disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Matriks SWOT terdiri dari :
1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE).
2. Eksternal Factor Evaluation (EFE).
B. MatriksIFEdanEFE
1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor internal organisasi berkaiatan dengan kekuatan dan kelema-
han yang dianggap penting. Data dan informasi aspek internal organisasi
dapat digali dari beberapa fungsional organisasi, misalnya aspek manaje-
men, keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, sistem informasi,
dan produksi/operasi.
Cara membuat matriks IFE yaitu :
a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek internal kekua-
tan (strengths) dan kelemahan (weakness). Menentukan rating se-
tiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai dengan 4,
yakni:
1 = kelemahan benar
2 = kelemahan kecil
3 = kekuatan kecil
4 = kekuatan besar
b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan
skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi dan begitu pula yang
sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari
dan dihitung berdasarkan rata-rata nilai kepentingan organisasi.
c. Kalikan nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skornya.
Jadi rating mengacu pada kondisi organisasi, sedangkan bobot pada nilai
kepentingan organisasi terhadap data kajian. Jumlahkan semua skor un-
tuk mendapatkan skor total organisasi. Jika nilainya di bawah 2,5 menun-
jukan bahwa secara internal organisasi adalah lemah, sedang nilai yang
berada di atas 2,5 menunjukan posisi internal organisasi yang kuat.
Gambar Tabel Matriks IFE
2. Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Matrik EFE digunakan Untuk menyimpulkan dan mengevaluasi hal-hal
yang menyangkut peluang dan ancaman yang ada dalam lingkungan
eksternal. Data dan informasi aspek internal organisasi dapat digali dari
beberapa berasal dari luar organisasi mencakup : pasar, kompetitor, de-
STRENGTH1. 2. dst….
WEAKNESS1. 2. dst….
THREATS1. 2. dst….
OPPORTUNITIES1. 2. dst….
Faktor Internal Bobot Rating Skor Keterangan
Strengths1. 2. dst….
Weakness1. 2. dst….
Total Nilai IFE
60 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 61Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASmografis, teknologi, kebijakan pemerintah. Cara membuat matriks EFE
yaitu :
a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek eksternal men-
cakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menentukan
rating setiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai
dengan 4, yakni:
1 = Dibawah rata - rata
2 = Rata - rata
3 = Diatas rata - rata
4 = Sangat bagus
b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan
skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi dan begitu pula yang
sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari
dan dihitung berdasarkan rata-rata nilai kepentingan organisasi.
c. Kalikan nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skornya.
Jadi rating mengacu pada kondisi diluar organisasi, sedangkan bobot
pada nilai kepentingan organisasi terhadap data kajian. Jumlahkan
semua skor untuk mendapatkan skor total organisasi. Jika nilainya 1,0
menunjukan bahwa secara internal organisasi tidak memanfaatkan pelu-
ang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman ekter-
nal, sedang nilai yang 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespon
dengan cara luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan meng-
hindari ancaman-ancaman ekternal.
Gambar Tabel Matriks EFE
C. DiagramCartesius
Diagram cartesius digunakan untuk mengetahui posisi penempatan data yang
telah dianalisis sebelumnya, maka dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
Kuadran 1 : Aggressive Strategy
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi tersebut me-
miliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang
ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Kuadran 2 : Diversification Strategy
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi ini masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggu-
nakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi divesifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : Turn Around Strategy
Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, akan tetapi dilain pihak
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusa-
han ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahan sehingga
dapat merebut peluang pasar yang baik.
Kuadran 4 : Defensive Strategy
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Keempat strategi tersebut memerlukan key success factor dari lingkungan
ekternal dan internal dengan jadgement yang baik melalui strategi alternatif,
yaitu :
• Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan in-
ternal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar peru-
sahaan.
• Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan
untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan
memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
• Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk meng-
hindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.
Faktor Internal Bobot Rating Skor Keterangan
Strengths1. 2. dst….
Weakness1. 2. dst….
Total Nilai EFE
$
62 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 63
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS• Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan de-
ngan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.
Gambar Diagram Cartesius
Sumber: Dumilah, (2010)
Diagram cartesius sangat penting digambarkan oleh seorang leaders dan
manager keperawatan. Diagram cartesius adalah sebuah diagnosa bagai
suatu ruang rawat nginap atau institusi pelayanan kesehatan, pendidikan
tinggi, perusahaan atau lembaga lainnya. Posisi terkini suatu lembaga dapat
ditentukan oleh sebuah diagram cartesius. Posisi ini sangat memudahkan
manager atau leaders dalam mebuat program kerja yang sesuai dengan
situasi terkini.
D. Fish BoneAnalisis
Pengertian :
Fishbone analisis adalah Proses analisis penyebab masalah dengan menga-
nalisis berbagai dimensi penyebab masalah, dimensi nya terdiri dari 5 M 1 E.
Contoh : belum optimalnya SOP perawatan luka post operasi.
Diagram Fishbone analisis
Keterangan :
1. Man; manusia
- Pengetahuanya.
- Sikapnya.
- Keterampilannya.
2. Methode
- Cara/strategi yang digunakan untuk mengcreat suatu problem atau
masalah, tidak efektif sehingga masalah muncul. Metode yang sering
digunakan dalam lingkup keperawatan berupa; sosialisasi, desiminasi,
pelatihan, seminar, workshop, coaching, redemonstrasi, simulasi,
rapat, lounching program, bedah buku, dll yang sesuai.
3. Environment
- Tidak kondusif: rame, berisik, tidak beraturan, udara panas, tidak nya-
man.
- Tidak mendukung: kurang bersih, tidak rapih, sarana prasarana tidak
lengkap.
4. Material
- Alat/bahan yang diperlukan tidak sesuai atau tidak mendukung, se-
hingga timbul masalah: formulir, alat kesehatan, obat-obatan dll.
5. Machine :
- Mesin-mesin apabila ada dan diperlukan: Alat-alat diagnostik, mesin
HD, ventilator, yang diperlukan dalam keperawatan dan kesehatan.
Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
Aggressive Strategy
Opportunities
Weaknesses
Turn around Strategy
Diversification Strategy Defensive Strategy
Strenght
Threats
64 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 65Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS6. Money :
- Dana/anggaran yang diperlukan tidak ada atau tidak mendukung, se-
hingga timbul permasalahan.
E. PrioritasMasalah
Penetapan Prioritas dalam masalah kesehatan penduduk dan penentuan
prioritas dalam program intervensi yang dilaksanakan merupakan sesuatu
yang penting mengingat adanya keterbatasan sumber daya SDM dan
dana. Untuk itu dijelaskan bahwa ada 4 metode dalam penetapan prioritas
masalah kesehatan penduduk yaitu CARL, Bryan, Matematik, Delbeque,
Beban Kerugian Kesehatan dan perbandingan capaian program dengan
target yang ditetapkan. Menentukan prioritas program intervensi yang
dilakukan ada 2 metode masing-masing metode analisis biaya dan metode
Hanlon. Diharapkan ini bermanfaat bagi perawat profesional di klinik dan
bagi pembelajaran mahasiswa kesehatan.
Setelah melakukan kajian situasi, maka dilakukan perumusan prioritas ma-
salah. Banyak rumus untuk menentukan prioritas masalah. Rumus yang
cocok dan sesuai dengan masalan pelayanan keperawatan adalah rumus
CARL dan BRYAN. Berikut implementasi rumus tersebut adalah :
1. CARL
Perumusan Masalah
a. Belum optimalnya pelaksanaan discharge planning.
b. Kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga terhadap pemilahan
sampah infeksius dan non infeksius.
c. Kurangnya optimalisasi jam besuk pengunjung.
Prioritas Masalah
Matriks Alternatif Pemecahan Masalah
C : Ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan prasarana).
A : Kemudahan masalah yang ada (muah diatasi atau tidak).
R : Kesiapan dari tenaga pelaksana.
L : Seberapa berpengaruh kriteria yang satu dengan yang lain.
Ket : 5. Sangat penting, 4. Penting, 3. Cukup penting, 2. Kurang pen-
ting, 1, Sangat kurang pentin.
2. BRYANT
Metode Bryant merupakan cara untuk memenntukan prioritas masalah
keperawatan yang ditemukan memalui kajian analisis dengan memberi-
kan score atau nilai untuk parameter yang ditetapkan. Parameter pe-
nilaian metode ini adalah sebagai berikut :
a. Community Concern, yakni sejauh mana profesi atau masyarakat
menganggap masalah tersebut penting atau dapat juga disebut perha-
tian atau kepentingan masyarakat dan pemerintah atau instansi ter-
kait terhadap masalah tersebut.
b. Prevalensi, yakni berapa banyak pasien, keluarga atau komutis yang
terkena masalah (penyakit) tersebut.
c. Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkan problem,
penyakit tersebut atau tingginya angka morbiditas atau mortalitas
serta kecenderungannya. Maslah tersebut akan berinpact terhadap
pasien dan pelayanan keperawatan.
d. Manageability, yaitu sejauh mana kita memiliki kemampuan secara
sumber daya, dana, expert, metode, strategi untuk mengatasi ma-
salah tersebut.
Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring, kemudi-
an masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara
masalah-masalah yang dinilai. Masalah-masalah dengan skor tertinggi,
akan mendapat prioritas yang tinggi pula. Metode Bryant menggunakan
skor yang berdasarkan pada kriteria :
P = besarnya kelompok atau staf yang terkena masalah,
S = tingkat keseriusan atau kegawatan masalah,
No Alternatif Pemecahan Masalah C A R L Score Ket
1 Belum optimalnya pelaksanaan discharge planning 5 3 4 2 140 3
2 Kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga terhadap pemilahan sampah infeksius dan non infeksius
5 4 5 3 170 1
3 Kurangnya optimalisasi jam besuk pengunjung 5 4 5 3 170 2
66 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 67Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASC = dampak masalah terhadap rumah sakit, institusi terkait, klinik, atau
unit keperawatan.
M = ketersediaan sumber daya, dana, expert, metode, sarana dan prasa-
rana.
Rumus:
Total skor =P x S x C x M
Untuk mendapatkan skor dari kriteia P, S, C, dan M yaitu dengancara
berikut ini : A. Pada kriteria P di atas skornya didapatkan dari rumus
berikut : P =5-A/O Keterangan : P = besarnya kelompok atau staf yang
terkena masalah A = jumlah aset O = jumlah pengguna. Skor: 1 = jum-
lah pasien, individu/masyarakat yang terkena sangat sedikit 2 = jumlah
pasien, individu/masyarakat yang terkena sedikit 3 = jumlah pasien, indi-
vidu/masyarakat yang terkena cukup besar 4 = jumlah pasien, individu/
masyarakat yang terkena sangat besar B. Pada kriteria S skor didapatkan
dari tingkat keseriusan atau kegawatan suatu masalah. Skor: 1 = masalah
yang ditimbulkan tidak berat 2 = masalah yang ditimbulkan cukup berat
3 = masalah yang ditimbulkan berat 4 = masalah yang ditimbulkan sa-
ngat berat.
3. METODE MATEMATIKA
Metode ini dikenal juga sebagai metode PAHO yaitu singkatan dari Pan
American Health Organization, karena digunakan dan dikembangkan
di wilayah Amerika Latin. Dalam metode ini dipergunakan beberapa
kriteria untuk menentukan prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah
berdasarkan: (a) Luasnya masalah (Magnitude), (b) Beratnya kerugian
yang timbul (Severity), (c) Tersedianya sumber daya untuk mengatasi
masalah kesehatan tersebut (Vulnerability), (d) Kepedulian/dukungan
politis dan dukungan masyarakat (Community andpolitical concern),
(e) Ketersediaan data (Affordability), f) Magnitude masalah, menunjuk-
kan berapa banvak penduduk yang terkena masalah atau penyakit terse-
but. Ini ditunjukan oleh angka prevalensi atau insiden penyakit. Makin
luas atau banyak penduduk terkena atau semakin tinggi prevalen, maka
semakin tinggi prioritas yang diberikan pada penyakit tersebut, Severity
adalah besar kerugian yang ditimbulkan. Pada masa lalu yang dipakai
sebagai ukuran severity adalah Case Fatality Rate (CFR) masing-masing
penyakit. Sekarang severity tersebut bisa juga dilihat dari jumlah disa-
bility days atau disability years atau disesase burden yang ditimbul-
kan oleh penyakit bersangkutan. HIV/AIDS misalnya akan mendapat
nilai skor tinggi dalam skala prioritas yaitu dari sudut pandang seperti
ini. Vulnerability menunjukan sejauh mana tersedia teknologi atau obat
yang efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Tersedianya vaksin cacar
yang sangat efektif misalnya, merupakan alasan kuat kenapa penyakit
cacar mendapat prioritas tinggi pada masa lalu. Sebaliknya dari segi vul-
nerability penyakit HIV/AIDS mempunyai nilai prioritas rendah karena
sampai sekarang belum ditemukan teknologi pencegahan maupun pe-
ngobatannya. Vulnerability juga bisa dinilai dari tersedianya infrastruktur
untuk melaksanakan program seperti misalnya ketersediaan tenaga dan
peralatan. Affordability menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia.
Bagi Negara maju masalah dana tidak merupakan masalah akan tetapi di
negara berkembang seringkali pembiayaan program kesehatan tergan-
tung pada bantuan luar negeri. Kadang kala ada donor yang mengkhu-
suskan diri untuk menunjang program kesehatan atau penyakit tertentu
katakanlah program gizi, HIV/AIDS dan lainnya. Dalam penerapan
metode ini untuk prioritas masalah kesehatan, maka masing-masing kri-
teria tersebut diberi skor dengan nilai ordinal, misalnya antara angka 1
menyatakan terendah sampai angka 5 menyatakan tertinggi, Pemberian
skor ini dilakukan oleh panel expert yang memahami masalah kesehatan
dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah diberi skor, ma-
sing-masing penyakit dihitung nilai skor akhirnya yaitu perkalian antara
nilai skor masing-masing kriteria untuk penyakit tersebut. Perkalian ini
dilakukan agar perbedaan nilai skor akhir antara masalah menjadi sangat
kontras, sehingga terhindar keraguan manakala perbedaan skor tersebut
terlalu tipis. Contoh simulasi untuk perhitungan menggunakan metode
ini dijelaskan sebagai berikut.
Tabel Simulasi Penentuan Prioritas Masalah Kesehatandengan Metode Matematika
Masalah Magnitude Severity VulnerabilityCom and political concern
Affordability Final score
TB paru 4 3 3 2 3 216
HIV/AIDS 1 5 1 4 4 80
Malaria 4 3 3 2 2 144
Stroke 1 4 2 3 3 72
68 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 69Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Analisis angka tabel di atas diperoleh angka skor tertinggi adalah 216
maka penyakit TB Paru menjadi prioritas 1 dan angka 144 penyakit
malaria mendapatkan prioritas masalah kesehatan nomor 2 dan begi-
tu seterusnya. Ada beberapa kelemahan dan kritikan terhadap metode
tersebut. Pertama penentuan nilai skor sebetulnya didasarkan pada pe-
nilaian kualitatif atau kelimuan oleh para pakar yang bisa saja tidak ob-
jektif, kedua masih kurang spesifiknya kriteria penentuan pakar tersebut.
Kelebihan cara ini adalah mudah dilakukan dan bisa dilakukan dalam
tempo relatif cepat. Disamping itu dengan metode ini beberapa kriteria
penting sekaligus bisa dimasukkan dalam pertimbangan penentuan prio-
ritas.
4. METODE DELBEQUE DAN DELPHI
Metode Delbeque adalah metode kualitatif dimana prioritas masalah penya-
kit ditentukan secara kualitatif oleh panel expert. Caranya sekelompok pa-
kar diberi informasi tentang masalah penyakit yang perlu ditetapkan prio-
ritasnya termasuk data kuantitatif yang ada untuk masing-masing penyakit
tersebut. Dalam penentuan prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah
pada dasarnya kelompok pakar melalui langka-langkah (1) Penetapan
kriteria yang disepakati bersama oleh para pakar (2) memberikan bobot
masalah (3) menentukan skoring setiap masalah. Dengan demikian dapat
ditentukan masalah mana yang menduduki peringkat prioritas tertinggi.
Penetapan kriteria berdasarkan seriusnya permasalahan menurut pendapat
para pakar dengan contoh kriteria persoalan masalah kesehatan berupa
(1) Kemampuan menyebar/menular yang tinggi (2) mengenai daerah yang
luas (3) mengakibatkan penderitaan yang lama (4) mengurangi penghasi-
lan penduduk (5) mempunyai kecendrungan menyebar meningkat dan
lain sebagainya sesuai kesepakatan para pakar 31. Para expert kemudian
menuliskan urutan prioritas masalah dalam kertas tertutup. Kemudian di-
lakukan semacam perhitungan suara. Hasil perhitungan ini disampaikan
kembali kepada para expert dan setelah itu dilakukan penilaian ulang oleh
para expert dengan cara yang sama. Diharapkan dalam penilaian ulang
ini akan terjadi kesamaan/konvergensi pendapat, sehingga akhirnya di-
peroleh suatu konsensus tentang penyakit atau masalah mana yang perlu
diprioritaskan.
Jadi metode ini sebetulnya adalah suatu mekanisme untuk mencapai
suatu konsensus. Kelemahan cara ini adalah sifatnya yang lebih kualitatif
dibandingkan dengan metode matematik yang disampaikan sebelumnya.
Juga dipertanyakan kriteria penentuan pakar untuk terlibat dalam pe-
nilaian tertutup tersebut. Kelebihannya adalah mudah dan dapat dilaku-
kan dengan cepat. Penilaian prioritas secara tertutup dilakukan untuk
memberi kebebasan kepada masing-masing pakar untuk memberi nilai,
tanpa terpengaruh oleh hirarki hubungan yang mungkin ada antara para
pakar tersebut. Metode lain yang mirip dengan Delbeque adalah metode
Delphi. Dalam metode Delphi sejumlah pakar (panel expert) melaku-
kan diskusi terbuka dan mendalam tentang masalah yang dihadapi dan
masing-masing mengajukan pendapatnya tentang masalah yang perlu
diberikan prioritas. Diskusi berlanjut sampai akhirnya dicapai suatu kese-
pakatan (konsensus) tentang masalah kesehatan yang menjadi prioritas.
Kelemahan cara ini adalah waktunya yang relatif lebih lama dibanding-
kan dengan metode Delbeque serta kemungkinan pakar yang dominan
mempengaruhi pakar yang tidak dominan. Kelebihannya metode ini me-
mungkinkan telahaan yang mendalam oleh masing-masing pakar yang
terlibat. Contoh simulasi Metode Delbeque dan Delphi bila dituangkan
dalam matrik seperti tabel di bawah ini.
Tabel Hasil Penetapan Skor para Panel Expert Dalam Penetapan Prioritas
Dari simulasi penetapan prioritas masalah di atas, maka skore tertinggi
adalah masalah kesehatan point B maka ini menjadi Prioritas kedua ma-
salah kesehatan adalah point A dan begitu seterusnya.
MasalahKriteria yang dipakai Total
skorePrioritas masalah1 2 3 4 5 6
A 3 3 4 4 5 5 3600 II
B 4 4 5 3 4 4 3840 I
C 2 3 3 5 4 5 1800 III
D 1 2 3 2 3 1 36 IV
E 2 2 1 1 1 1 4 V
Dst.
70 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 71Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS5. METODE ESTIMASI BEBARI KERUGIAN (DISEASE BURDEN)
Metode Estimasi Beban Kerugian dari segi teknik perhitungannya lebih
canggih dan sulit, karena memerlukan data dan perhitungan hari produk-
tif yang hilang yang disebabkan oleh masing-masing masalah. Sejauh
ini metode ini jarang dilakukan di tingkat kabupaten atau kota di era
desentralisasi program kesehatan. Bahkan ditingkat nasional pun baru
Kementrian Kesehatan dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan yang mencoba menghitung berapa banyak Kerugian yang di-
timbulkan dalam kehidupan tahunan penduduk (Disease Adjusted Life
Year = DALY). Pada tingkat global penggunaan metode Disease Burden
dalam penetapan prioritas masalah kesehatan, Bank Dunia telah meng-
hitung waktu produktif yang hilang (Desease Burden) yang disebut se-
bagai DALY yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit. Atas dasar
perhitungan tersebut Bank Dunia menyarankan agar dalam program ke-
sehatan prioritas diberikan pada masalah kesehatan esensiat terdiri darai
(1) TBC (2) Pemberantasan Penyakit Menular (3) Penanganan Anak Gizi
Kurang/Buruk.
6. METODE PERBANDINGAN ANTARA TARGET DAN PENCAPAIAN PROGRAM TAHUNAN
Metode penetapan prioritas masalah kesehatan beradasarkan pencapai-
an program tahunan yang dilakukan adalah dengan membandingkan an-
tara target yang ditetapkan dari setiap program dengan hasil pencapaian
dalam suatu kurun waktu 1 tahun. Penetapan prioritas masalah kesehat-
an seperti ini sering digunakan oleh pemegang atau pelaksana program
kesehatan di tingkat Puskesmas dan Tingkat Kabupaten/Kota pada era
desentralisasi saat ini. Simulasi dari metode tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah.
Tabel Pencapaian Program Gizi di suatu wilayah Puskesmaspada tahun 2011
Sumber: Laporan Tahunan 2011 Puskesmas Enam Lingkung
Berdasarkan tabel data di atas didapatkan perbedaan yang besar pen-
capaian dibandingkan target yang ditetapkan adalah pemberian tablet
Besi hanya dicapai target sebesar 74% dan kesenjangannya sebesar 26%
maka ini menjadi prioritas masalah kesehatan yang harus menjadi priori-
tas masalah kesehatan utama (nomor satu) dan seterusnya.
Metode Penetapan Prioritas Alternatif/Pilihan Pemecahan Masalah untuk Intervensi
Ada 2 metode yang lazim digunakan dalam penetapan prioritas alternatif
pemecahan masalah untuk intervensi dalam penetapan pilihan bentuk
intevensi yaitu metode Analisis Pembiayaan yang lebih dikenal cara efek-
tifitas dan efisiensi dan metode Hanlon.
a. Metode Analisis Pembiayaan (Cost Analysis) Lebih Dikenal Efektifitas Efisiensi
Penggunaan metode ini dengan memperhitungkan efektifitas dan
efisiensi dalam penetapan pilihan jenis intervensi yang dilakukan de-
ngan menggunakan rumus penetapan prioritas kegiatan sbb:
M x I x V Prioritas (P) = C
Dimana :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dihadapi.
I = Important (pentingnya jalan keluar menyelesaiakan masalah)
No Jenis kegiatan Target(a)
Pencapaian(%)
Kesenjangan(%) Rangking
1 Pemberian kapsul Vitamin A (dosis 200.000 SI) pada balita 2 kali/tahun
1696 1579(93,1) (-)6,9 III
2 Pemberian tablet besi (90 tablet) 1 pada ibu hamil
436(100%)
323 (74,1) (-)25,9 I
3 Pemberian PMT pemuli-han balita 3 3 (100) 0 gizi buruk pada gakin
3 3 (100) 0
4 N/Dpada balita 75 56 (75,1) (-)24,9 II
72 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 73Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASV = Vunerability (ketepatan jalan keluar untuk masalah)
C = Cost (Biaya yang dikeluarkan) dimana kriterianyan ditetapkan :
Biaya 1 = Biaya sangat murah
Biaya 2 = Biaya murah
Biaya 3 = Biaya cukup murah
Biaya 4 = Biaya mahal
Biaya 5 = Biaya sangat mahal
Tabel berikut ini merupakan penentuan penetapan prioritas al-
ternatif pemecahan masalah melalui metode cost analysis sebagai
berikut:
Tabel Penetapan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah UntukIntervensi Penyakit TB
Berdasarkan formula perhitungan di atas maka nilai tertinggi (nomor
prioritas 1) skor 25 adalah memberikan penyuluhan tentang pencega-
han dan penularan TB kepada kelompok risiko melalui metode ceramah
dan penyebaran leaflet dan prioritas kedua skor 20 adalah melakukan
Pemberdayaan PMO dan kader TB dalam pengawasan penderita TB.
b. Metode Hanlon
Penggunaan metode Hanlon dalam penetapan alternatif prioritas jenis
intervensi yang akan dilakukan menggunakan 4 kriteria masing-ma-
sing: (1) Kelompok kriteria 1 yaitu besamya masalah (magnitude), (2)
Kelompok kriteria 2 yaitu Tingkat kegawatan masalah (emergency/se-
riousness), (3) Kelompok kriteria 3 yaitu kemudahan penanggulangan
masalah (causability) (4) Kelompok kriteria 4 yaitu dapat atau tidaknya
program dilaksanakan menggunakan istilah PEARL faktor. Seperti hal-
nya metode yang lain, metode Hanlon dalam proses awalnya menggu-
nakan pendapat anggota secara curah pendapat (brain storming) un-
tuk menentukan nilai dan bobot. Dari masing-masing kelompok kriteria
diperoleh nilai dengan jalan melakukan scoring dengan skala tertentu,
Kemudian kelompok kriteria tersebut dimasukkan ke dalam formula dan
hasil yang didapat makin tinggi nilainya maka itulah prioritas jenis pro-
gram yang didahulukan (menjadi prioritas intervensi).
Langkah-langkah untuk melaksanakan metode ini dijelaskan sebagai
berikut:
1) Menetapkan Kriteria Kelompok 1 Besarnya masalah (magnitude) Anggota kelompok merumuskan faktor apa saja yang digunakan un-
tuk menentukan besarnya masalah, misalnya (1) Besarnya persen-
tasi/prevalensi penduduk yang menderita langsung karena penyakit
tersebut (2) Besarnya pengeluaran biaya yang diperlukan perorang
rata-rata perbulan untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut (3)
Besarnya kerugian yang diderita. Simulasi penetapan kriteria kelom-
pok 1 dijelaskan sbb:
No AlternatifEfektifitas Efisiensi
Skor PrioritasM I V C
1 Memberikan motivasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup bersih dan sehat.
3 3 2 4 4,5 VI
2 Memberikan penyuluhan tentang pencegahan dan penularanTB kepada kelompok risiko dan penyebaran leaflet.
5 5 4 4 25 I
3 Melakukan advokasi kepada pejabat dan instansi terkait agar menyediakan anggaran khusus PMT penderita dan petugas
2 2 3 5 2,4 VIII
4 Melakukan penjaringan suspect TB secara berkala melalui puskel
4 3 4 3 16 IV
5 Meningkatkan koordinasi dengan sektor terkait sehingga pemberan-tasan penyakitTB dapat dilakukan
3 2 2 4 3 VII
6 Menggerakkan penanggung jawab program lebih aktif untuk melakukan penjaringan suspect TB sewaktu puskel
3 3 4 2 18 III
7 Melakukan penyuluhan tentang rumah dan kondisi lingkungan rumah yang sehat
3 3 3 3 9 V
8 Melakukan pemberdayaan kader TB danPMO dalam pengawasan penderita TB dan penyebaran buku saku
4 4 5 4 20 II
74 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 75Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTabel Nilai/Skoring Penetapan Prosentase besat penduduk
yang terkena masalah
Selanjutnya kelompok memberikan angka-angka untuk masalah ke-
sehatan A, B dan C sbb:
Sehingga nilai masing-masing masalah kesehatan sbb:
Tabel Konversi Penilaian
2) Menetapkan Kriteria kelompok II: Kegawatan (Emergency/seri-
ousness)
Langkah berikut berbeda dengan langkah pertama dimana banyak
menggunakan data kuantitatif untuk menentukan nilai. Menentukan
tingkat kegawatan lebih bersifat subjektif. Pada langkah ini kelompok
menentukan tingkat kegawatan misalnya dengan melihat faktor-faktor
berikut ini: (a) Tingkat urgensinya (b) Kecendrungannya (c) Tingkat
keganasanrnya.
Berdasarkan 3 faktor ini anggota menentukan nilai sebagai berikut
dengan skala 0-10.
Tabel Pembobotan Kegawatan Program
3) Menetapkan Kriteria Kelompok III: Kemudahan Penanggula-ngan
Masing-masing anggota katakanlah jumlah anggota 6 orang mem-
berikan nilai antara 1-5 berdasarkan prakiraan kemudahan penang-
gulangan masing-masing masalah. Angka 1 berarti bahwa masalah
tersebut sulit ditanggulangi dan angka 5 berarti bahwa masalah terse-
but mudah dipecahkan. Kelompok menentukan kriteria berdasarkan
kemampuan dan tersedianya sumber daya untuk menyelesaikan ma-
salah tersebut dengan kriteria.
1 = Amat sulit
2 = Sulit
3 = Cukup sulit/cukup mudah
4 = Mudah
5 = Sangat mudah
Contoh simulasi hasil consensus yang dicapai pada langkah ini mem-
berikan nilai rata-rata sebagai berikut:
Masalah A = 3+2+1+4+3+2+4 dibagi 6 = 19/6 = 3,17
Masalah B = 2+2+3+2+2+3+3 dibagi 6 = 17/6 = 2,83
Masalah C = 3+4+5+3+3+5+4 dibagi 6 = 27/6 = 4,5
4) Menetapkan Kriteria kelompok kriteria IV yaitu faktor PEARL
Kelompok kriteria IV terdiri dari beberapa faktor yang saling menen-
tukan dapat atau tidaknya suatu program dilaksanakan dan faktor
tersebut meliputi:
P = Kesesuaian (Appropriateness)
E = Secara ekonomi murah (Economic feasibility)
A = Dapat diterima (Acceptability)
Nilai % Penduduk yang menderita penyakit
Prakiraan Pengeluaran Biaya
(Rp)
Prakiraan KerugianLain-Lain (Rp)
10 26-30 200.000 500.000
8 21-25 101.000- 150.000 400.000
6 16-20 76.000- 100.000 200.000- 300.000
4 11- 15 41.000-50.000 101.000-200.000
2 6-10 11.000- 25.000 51.000- 100.000
1 <5 10.000 <50.000
Masalah kesehatan
% Penduduk yang menderita
(%)Pengeluaran Biaya (Rp)
KerugianLain-Iain (Rp)
A 17 80.000 80.000
B 24 120.000 250.000
C 30 45.000 300.000
Masalah % Penduduk Biaya Pengeluaran Kerugian Total Rata-Rata
A 6 6 4 16 5,35
B 8 8 6 22 7,33
C 10 4 6 20 6,66
Masalah Keganasan Tingkat Urgensinya Kecendrungan Total Rata-Rata
A 6 9 5 20 6,6
B 3 7 7 17 5,6
C 7 6 3 16 5,3
76 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 77Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASR = Tersedia sumber daya (Resource savailability)
L = Legalitas terjamin (Legality)
Masing-masing masalah harus diuji dengan faktor PEARL. Tujuannya
adalah untuk menjamin terselenggaranya program dengan baik.
Jawaban hanya dua yaitu ya atau tidak. Jawabanya nilai 1 dan jawaban
tidak nilainya 0. Dengan cara aklamasi atau voting maka tiap faktor
dapat diperoleh angka 1 atau 0 untuk masing-masing masalah. Simulasi
contoh faktor PEARL yang dicapai kelompok sebagai berikut:
Tabel Faktor PEARL
Dengan mengalikan angka dalam kolom PEARL diperoleh nilai
PEARL masalah C bernilai 0 dari hasil perhitungan. Hal ini disebab-
kan faktor tersedianya sumber daya masih tanda tanya. Menetapkan
Nilai Prioritas Total Setelah nilai rata-rata kelompok I, II, III dan IV
ditetapkan maka nilai rata-rata tersebut dimasukan dalam tabel berikut
untuk penetapan skor tertinggi. Skor tertinggi pada setiap pemeca-
han masalah akan menjadi prioritas untuk intervensi program seperti
tabel berikut.
Tabel Prioritas Intervensi Metode Hanlon
Berdasarkan rekapitulasi nilai rata-rata dari ke empat kelompok kri-
teria yang ditetapkan maka rangking 1 untuk intervensi kegiatan ada
pada pemecahan masalah A dan rangking 2 pemecahan masalah B
dan pemecahan masalah C tidak dapat dilaksanakan karena dari nilai
faktor PEARL tidak layak untuk dilaksanakan.
Kesimpulan dan Saran Ada 4 metode yang dapat dipilih dalam pene-
tapan prioritas masalah kesehatan atau penyakit yang akan ditanggu-
langi yaitu (1) Metode matematika (2) metode Delbeque dan Delphi (3)
metode Estimasi Beban Kerugian (desease burden) (4) metode per-
bandingan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan untuk
setiap program. Ada 2 metode yang dapat dipakai dalam penetapan
prioritas alternatif program intervensi yaitu metode analysis pambia-
yaan (efektif dan efisiensi) dan metode Hanlon.
F. Plan of Action
Seorang manajer dan leader keperawatan mempunyai kewajiban menyele-
saikan setiap permasalahan yang ditemukan. Penyelesaian masalah diper-
lukan perencanaan yang oprimal. Diperlukan plan of action dari seorang
manager dan leader sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah. Berikut
matrik POA yang bisa di implementasikan adalah sebagai berikut :
Masalah P E A R L Nilai PEARL
A 1 1 1 1 1 1
B 1 1 1 1 1 1
C 1 0 1 0 1 0
MasalahRata-Rata
Besar Masalah
Rata-Rata Kegawatan
Kemudahan Penanggulangan
Faktor PEARL
Prioritas Intervens
A 6,6 6,6 3,17 1 138,1
B 5,6 5,6 2,83 1 87,8
C 5,3 5,3 4,5 0 0
78 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 79Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
No
Mas
alah
Tuju
anSt
rate
giK
egia
tan
Sasa
ran
Med
iaB
iaya
Wak
tuPj
Bel
um o
ptim
alny
a pe
laks
anaa
n (d
isch
arge
pl
anni
ng)
untu
k m
engo
ptim
alka
n pe
laks
anaa
n di
scha
rge
plan
ning
Mel
akuk
an
dem
onst
rasi
te
ntan
g di
scha
rge
plan
ning
Mel
akuk
an m
ini
sem
inar
Koc
ing
terh
adap
pe
raw
at d
an p
asie
n ya
ng p
ulan
g
Per
awat
ruan
gan
dan
kelu
arga
pa
sien
Info
cuss
Sw
aday
a
Bel
um o
ptim
alny
a pe
mila
han
sam
pah
infe
ksiu
s da
n no
ninf
eksi
us
oleh
kel
uarg
a pa
sien
Men
cega
h te
rjadi
nya
penu
lara
n in
feks
i nas
o-ko
mia
l ter
hada
p pa
sien
da
n ke
luar
ga p
asie
nM
enin
gkat
kan
peng
e-ta
huan
kel
uarg
a pa
sien
te
ntan
g pe
ntin
gnya
pe
mila
han
sam
pah
Mel
akuk
an
sosi
alis
asi
pem
ilaha
n sa
mpa
h
Mem
berik
an
peny
uluh
an k
eseh
atan
te
ntan
g pe
mila
han
sam
pah
Kel
uarg
a pa
sien
Leafl
et
Sw
aday
a
Bel
um o
ptim
alny
a ja
m p
engu
njun
g pa
sien
dan
pe
nem
pata
n ba
rang
-bar
ang
pasi
en
Men
ingk
atka
n pe
nge-
tahu
an d
an k
epat
uhan
pe
ngun
jung
pas
ien
terh
adap
jam
bes
ukM
enin
gkat
kan
peng
e-ta
huan
pen
jaga
pas
ien
terh
adap
fung
si g
udan
g
Mem
berik
an
sosi
alis
asi
pera
tura
n ja
m b
esuk
da
n pe
nem
-pa
tan
bara
ng
pasi
en
Mem
berik
an p
enke
s te
ntan
g ja
m b
esuk
dan
pe
nem
pata
n ba
rang
pa
sien
Men
geva
luas
i pe-
nget
ahua
n ke
luar
ga
pasi
enM
enem
patk
an b
ener
di
depa
n pi
ntu
mas
ukM
enem
pelk
an k
erta
s pe
ratu
ran
di ru
anga
n
Kel
uarg
a pa
sien
Ban
er
pera
tura
n ta
ta te
rtib
Sw
aday
a
A. KonsepDasarKomunikasiPelayananKeperawatan
Komunikasi adalah Hubungan interaksi perawat dan klien atau manajer
dan staff adalah proses interpersonal yang melibatkan komunikasi verbal
dan nonverbal dari informasi dan ide yang disampaikan (Stuart & Sunden,
2000; Tappen, 2004).
B. TahapanKomunikasiLayananKeperawatan
1. Mentranfer ilmu pengetahuan.
2. Memotivasi mahasiswa.
3. Menyampaikan klarifikasi.
4. Menyampaikan umpan balik.
5. Memberikan penjelasan SOP intervensi yang dilakukan.
6. Komunikasi persuasif.
7. Lobbying.
8. Negosiasi.
KOMUNIKASI EFEKTIF SEORANG PEMIMPIN DAN MANAJER
4BAB
80 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 81Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASC. KomunikasidanOrganisasi
Merupakan dua sisi yang saling terkait dan membutuhkan. Organisasi adalah
wadah/institusi, tempat orang berkumpul dan melakukan aktivitas, ada visi,
misi tujuan, program, ada pimpinan, manager, staf, customer, stake holder,
user, mitra, suplayer dan lain-lain. Sedangkan komunikasi adalah tool/in-
strument untuk menyampaikan pesan, visi, misi, program, informasi dan
lain-lain.
Komunikasi adalah hubungan interaksi perawat dan klien atau manajer
dan staff adalah proses interpersonal yang melibatkan komunikasi verbal
dan nonverbal dari informasi dan ide yang disampaikan (Stuart & Sunden,
2000; Tappen, 2004).
Penerapan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan dan sebaliknya
harus dipertahankan agar tidak ada salah persepsi atau miscommunication
agar semua pendelegasian berjalana lancar. Komunikasi bisa secara ke atas/
pimpinan, kearah samping/satu tingkat dan ke bawah/bawahan. Komunikasi
yang baik adalah komunikasi terbuka, dimana hubungan antara dua orang
atau lebih untuk menyampaikan atau meneruskan pesan yang berharga bagi
organisasi. Disamping itu, komunikasi bisa secara verbal, bisa juga dengan
melihat secara non verbal seperti gerakan tangan/jari tangan, perubahan
raut muka, mimik, posisi tubuh. Komunikasi nonverbal dari seorang pasien
harus diperhatikan karena akan menunjukkan tanda atau keluhan tertentu.
Hal ini untuk mengedentifikasi sesuatu makna, apakah pelayanan yang diteri-
ma sudah sesuai dengan yang diharapkan atau masih kurang memuaskan?
Semua jenis komunikasi yang berhubungan dengan pasien perlu ditanggapi
dan ditindak lanjuti. Komunikasi harus bisa menggunakan alat komunikasi
yang ada seperti telepon, handphone atau internet terutama bagi pimpinan
yang lagi dinas luar agar bisa memantau kegiatan harian bawahan.
Komunikasi dalam mutu:
1. Komunikasi jelas.
2. Sistematis.
Indikator standar penilaian :
1. Intonasi suara.
2. Materi pesan tersampaikan.
3. Pasien dan keluarga bisa mengambil suatu pilihan keputusan.
D. ImplementasiKomunikasiEfektifPemimpindalamRapat
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik akan
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan trust akan
mencegah terjadinya masalah ilegal. Komunikasi yang prima akan memberi-
kan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan
citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani, 2000).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian so-
sial yang mencakup keterampilan intelektual, teknical dan interpersonal
yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dan cinta dalam
berkomunikasi dengan orang klien (Swanson, 2002).
Tiga pilar utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam berkomu-
nikasi di dalam rapat adalah :
1. Penguasaan konsep komunikasi.
2. Penguasaan substansi yang akan dikomunikasikan.
3. Penguasaan emosi/pengendalian diri.
Teori yang mendasar komunikasi yankep, adalah :
1. Hildegard Peplau, (2000), dengan Interpersonal Nursing Theory.
2. Berfokus pada pasien sepanjang pelayanan.
3. Hubungan yang berarti.
4. Interpersonal nursing theory.
5. Individu yang mempunyai kebutuhan psikologis, selain bio, sosial dan
spiritual.
6. Keperawatan proses interpersonal dan terapeutik.
Jenis-Jenis Komunikasi:
Komunikasi Verbal:
1. Jelas dan ringkas.
2. Perbendaharaan kata.
3. Arti denotatif dan konotatif
Denotatif : memberi pengertian yang sama terhadap perbedaan kata
yang digunakan.
Konotatif : pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam satu kata.
4. Waktu dan relevansinya.
%
82 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 83Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKomunikasi Non Verbal:
1. Meta komunikasi.
2. Penampilan personal.
3. 20 detik smpai 4 menit pertama.
4. Intonasi suara.
5. Exspresi wajah.
6. Sikap tubuh dan langkah.
7. Sentuhan/touch.
Komponen Komunikasi
1. Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.
2. Komunikan adalah orang yang menerima pesan atau informasi.
3. Message adalah pesan atau informasi yang akan disampaikan.
4. Media adalah saluran atau media yang digunakan dalam berkomunikasi.
5. Feed back adalah umpan balik yang disampaikan sebagai bahan evaluasi
(Potter & Perry 2008; Swansburg 2000; Tappen 2004).
Faktor yang berpengaruh dalam komunikasi :
1. Perkembangan.
2. Persepsi.
3. Nilai/value yang dianut.
4. Emosi.
5. Latar belakang sosial budaya.
6. Jenis kelamin.
7. Pengetahuan.
8. Peran dan Hubungan.
9. Ruang dan teritorial.
Kasus 1
Ruangan Maria RS. Dian Harapan Jayapura mau mendukung kreditasi 16
pelayanan dari KARS, namun di ruangan terebut belum teredia SOP sepu-
luh intervensi yang terbanyask dan sering dilakukan. Kepala ruangan me-
rencanakan untuk menyusun bersama staf keperawatan yang ada, lalu ia
mengadakan rapat perdana untuk membentuk tim pokja.
- Komunikasi yang bagaimana yang efektif dilakukan saudara sebagai ke-
pala ruangan?
- Bagaimana langkah-langkah dalam memimpin rapat?
- Informasi apa saja yang harus ketahui
- Bagaimana persiapan yang harus saudara lakukan?
- Diskusikan lima 5 menit dalam kelompok.
- Lalu lakukan role playing dalam kelompok secara bergiliran.
- Lakukan evaluasi antar anggota kelompok, dengan format yang dise-
diakan.
Kasus 2
Rayenda Diastuti, Lulusan Ners Universitas swasta di kota Bandung. Sudah
dua tahun menjadi kepala ruangan rawat inap Ruang Maria (bedah dan
dalam), Rumah Sakit St Vincentius Singkawang. Selama enam bulan ter-
akhir ini, ada enam kejadian flebitis, long of stay (Los) untuk pasien post
operasi apendictomi rata-rata 5 hari. Pada bulan September ada kejadian
decubitus pada pasien stroke dengan total care, karena sudah terjadi parali-
sis. Rumah sakit menenangkan untuk melakukan akreditasi KARS dengan
16 pelayanan. Rayenda Diastuti sebagai kepala ruangan ingin memperbaiki
keadaan yang terjadi, lalu ia menjadwalkan rapat staf ruangan.
Tugas Tutor:
1. Melakukan observasi pelaksanaan role playing.
2. Melakukan evaluasi/penilaian setiap mahasiswa dengan menggunakan
format yang tersedia.
3. Memberikan feed back hal-hal yang perlu dipebaiki oleh mahasiswa.
84 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 85Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASFormat penilaian pelaksanaan komunikasi efektif dalam
mempimpin rapat di ruangan rawat inap
Keterangan: 1 (a+b+c) x 2 + 2 (a+b+c+d+e+f)x3+3(a+b+c) x 2 = Score
Bandung, 08 Desember 2018
Koord Mata Ajar, Dosen,
Dr. Blacius Dedi, SKM.,M.kep …………………
TUTOR GUIDE
Pokok Bahasan : Komunikasi efektif seorang leader dan manajer
Metode : Role Playing
Skenario kasus/Triger
Ners Aditya, sudah dua tahun bekerja, sebagai Katim di Ruang rawat Inap
RS. Bethesda Serukam. Hari itu dia datang terlambat dan tidak ikut operan
dinas. Ns Aditya datang kesiangan. Terburu-buru memakai seragam dan
atributnya tidak lengkap. Ia juga tidak melakukan pembagian tugas dan pe-
ngarahan kepada anggota timnya atau perawat associate. Kejadian tersebut
menjadi bahan pergunjingan diantara sesama perawat pelaksana, ada yang
pro dan ada yang kontra. Ns Raka Krisna sebagai kepala ruangan merasa
bingung menentukan langkah dalam mengelola konflik tersebut.
Tugas Tutor:
1. Mengobservasi komunikasi efektif seorang leader atau manager.
2. Memberikan masukan terkait komunikasi efektif dalam mengelola kon-
flik.
3. Memberikan penilaian terkait role playing yang dilakukan mahasiswa
dengan menggunakan form yang tersedia.
No Aspek yang Dievaluasi BobotNilai
Ket1 2 3 4
1 Pembukaan rapat
a. Salam
b. Menyampaikan tujuan 2
c. Menyapaikan agenda rapat
2 Isi rapat
a. Menguraikan tujuan rapat 3
b. Mengarahkan rapat
c. Memberi kesempatan
d. Memahami dan menguasai substansi rapat
e. Mencarikan solusi pemecahan masalah
f. Memberikan keputusan rapat
3 Penutup 2
a. Menegaskan hasis rapat
b. Menyimpulkan hasil rapat
c. Menjadwalkan tindaklanjut bersama peserta rapat
d. Kata penutup
86 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 87Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSTUDENT GUIDE
Pokok Bahasan : Komunikasi efektif seorang leader dan manajer
Metode : Role Playing
Skenario kasus/Triger
Ners Aditya, sudah dua tahun bekerja, sebagai Katim di Ruang rawat Inap
RS. Bethesda Serukam. Hari itu dia datang terlambat dan tidak ikut operan
dinas. Ns Aditya datang kesiangan. Terburu-buru memakai seragam dan
atributnya tidak lengkap. Ia juga tidak melakukan pembagian tugas dan pe-
ngarahan kepada anggota timnya atau perawat associate. Kejadian tersebut
menjadi bahan pergunjingan diantara sesama perawat pelaksana, ada yang
pro dan ada yang kontra. Ns Raka Krisna sebagai kepala ruangan merasa
bingung menentukan langkah dalam mengelola konflik tersebut.
Tugas Mahasiswa:
1. Melakukan role playing komunikasi efektik pengelolaan konflik.
2. Melakukan penilaian kepada sesama mahasiswa dalam kelompok.
3. Melakukan perbaikan langkah-langkah manajemen konflik melalui komu-
nikasi efektif sesuai skenario kasus di atas.
FORMAT PENILAIAN ROLE PLAYING
KOMUNIKASI EFEKTIF LEADER DAN MANAGER DALAM MANAJEMEN KONFLIK
Keterangan: 1 (1+2)+2 (1+2) + 3 (1+2+3+4)+ 4 (1+2) = ------------------------------------------------------------
11
Bandung, ………………. 2018
Penilai,
…………………………………
Bandung, Sepetember 2018
Koordinator Mata Ajar
Blacius Dedi.Dr.Kep.,SKM.,M.Kep
No Komponen yang Dievaluasi BobotNilai
Jumlah Ket1 2 3 4
1 Fase praorientasi
Mempelajari kasus 1
Mencari informasi
2 Fase Orientasi
Menyambpaikan salam 2
Menyampaikan maksud dan tujuan
3 Fase kerja
Memanggil secara tersendiri 3
Melakukan klarifikasi
Mendengarkan alasan yang dikemukakan
Memberikan arahan dan masukan yang logis, berdasar dan jelas justifikasinya
4 Fase terminasi
Menegaskan hal-hal yang disepakati
2
Merencanakan tindak lanjut
Kata penutup
88 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 89Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASE. ImplementasiKomunikasiEfektifPemimpindalam
MengelolaKonflik
Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin “Con” yang be-
rarti bersama, dan “Higere” yang berari benturan atau tabakan. Secara so-
siologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkir-
kan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya
(Lewis A. Coser, 1977), Dalam kamus bahasa Indonesia arti akan konflik
adalah pertentangan; percekcokan, pertentangan adalah perlawanan (yang
berlawanan atau bertentangan), perselisihan yang sangat (ketidakcocokan).
Konflik adalah suatu kondisi di mana pihak yang satu menghendaki agar
pihak yang lain berbuat sesuai dengan yang lain berbuat atau tidak ber-
buat sesuai dengan yang diinginkan, tetapi pihak lain menolak keinginan itu
(Husni 2004). Adapun menurut Emirzon (2001), konflik adalah adanya per-
tentangan atau ketidak-sesuaian antara para pihak yang akan dan sedang
mengadakan hubungan atau kerja sama.
Arti lain konflik adalah pertentangan; percekcokan, pertentangan adalah
perlawanan (yang berlawanan atau bertentangan), perselisihan yang sangat
(ketidakcocokan dsb). Konflik telah didefinisikan sejauh ini dengan berbagai
cara. Kadang-kadang digambarkan sebagai perilaku kompetitif (bersaing)
atau agresif. Konflik sering dikatakan melibatkan persepsi interpersonal
dan perasaan permusuhan. Menurut Pickering (2000), konflik adalah me-
kanisme psikologis dasar yang berpusat disekitar tujuan-tujuan yang saling
bertentangan.
Sedangkan menurut Pickering (2000), konflik adalah:
1. Kegiatan yang sifatnya kompetisi atau berlawanan dari suatu keadaan
ketidakcocokan.
2. Keadaan atau kegiatan yang antagonis (baik dalam bentuk ide, kepenti-
ngan atau pribadi).
3. Perjuangan akibat dari kebutuhan, dorongan, kebijakana atau perminta-
an yang berlawanan.
4. Adanya sikap/kondisi yang bermusuhan.
Dari beberapa definisi di atas menurut penulis konflik adalah suatu kondisi
yang berlawanan dengan kebutuhan/keinginan seseorang sehingga memer-
lukan pemecahan masalah melalui perjuangan baik sifatnya perorangan,
kelompok maupun negara.
Unsur-Unsur Konflik
Unsur-unsur konflik merupakan suatu bentuk sikap atau perilaku yang bisa
menyebabkan terjadinya konflik antar 2 orang atau lebih. Untuk itu, unsur-
unsur konflik antara lain:
1. Adanya pihak-pihak (dua orang atau lebih).
2. Tujuan yang berbeda, yakni pihak yang satu menghendaki agar pihak
yang lain berbuat/bersikap sesuai dengan yang dikehendaki.
3. Pihak yang lain menolak keinginan tersebut atau keinginan itu tidak dapat
dipersatukan.
Langkah-langkah Penyelesaian Konflik
Adapun langkah-langkah yang perlu disikapi bila terjadi konflik antara lain:
1. Bersikap tenang.
2. Pilih pendekatan yang terbaik yang dapat diterima oleh para pihak.
3. Pilih waktu yang memungkinkan semua pihak hadir dan lakukan mu-
syawarah serta putuskan pihak-pihak yang akan dilibatkan.
4. Cari orang atau pihak lain untuk membantu jadi penengah menyele-
saikan konflik.
5. Bersama-sama memahami masalah dan kepentingan yang terdap dalam
konflik tersebut.
6. Mengevaluasi keefektifan proses penyelesaian masalah dan mencari
solusinya.
Penyelesaian Konflik Secara Damai
Penyelesaian konflik secara damai biasanya ada dilevel unit organisasi atau
berada dalam naungan satu bendera, sehingga seharusnya semua masalah
konflik yang sifatnya individu maupun kelompok akan selesai secara damai.
Perawat yang berdinas di ruang perawatan akan mengalami konflik dengan
perawat atau tenaga kesehatan lainnya, yang memiliki tujuan yang sama
misalnya akan menduduki jabatan tertentu. Konflik tidak hanya terjadi antar
karyawan akan tetapi yang paling diperhatikan adalah apabila terjadi de-
ngan pelanggan (pasien) eksternal. Bila ada complain ringan tidak segera
90 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 91Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdiselesaikan, maka akan terjadi konflik berkepanjangan yang akan berlanjut
ke jenjang lebih luas yaitu pengadilan. Hal ini harus dihindari karena akan
memeras energi berlebihan dan akan mengganggu kinerja profesionalisme
dan kredibilitas organisasi.
Secara garis besar terdapat lima pendekatan dasar untuk menyelesaikan
konflik dengan pendekatan secara damai. Pendekatan tersebut dapat diring-
kas dalam tabel di bawah ini:
Tabel Penyelesaian Konflik Secara Damai
Penyelesaian Masalah Manajemen Konflik Secara Luas
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan melalui Litigasi dan Non
Litigasi. Penyelesaian melalui Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di dalamnya mengatur
penyelesaian melalui peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama,
peradilan tata usaha negara, dan peradilan khusus seperti peradilan anak,
peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan penyelesaian hubungan indus-
trial dan lainnya.
Penyelesaian melalui Non Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, yang dilakukan dengan pihak perantara dengan cara
musyawarah mufakat, melalui Negosiasi, Konsiliasi, dan Mediasi untuk win-
win solution, dan melalui Arbitrase yang menentukan kalah dan menang.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni,
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Ajudikasi merupakan cara penyelesai-
an suatu sengketa melalui lembaga peradilan (non-ajudikasi berarti di luar
pengadilan). Alternative dispute resolution adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yaitu, penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Mediasi
Mediasi berasal dari Inggris “mediation”, berarti penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa se-
cara menengahi, yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang
menjadi penengah. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di
mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter; me-
diator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa para pi-
Gaya Ciri Pelaku Alasan Penyesuaian
Menghindari
Mengakomodasi
Menang/kalah
Kompromi
Penyelesaian masalah
Tidak mau berkonfrontasi, Mengabaikan atau melewatkan pokok permasalahan, Menyangkal bahwa hal tersebut merupakan masalah
Bersikap menyetujui, tidak agresif, Kooperatif bahkan mengorbankan keinginan pribadi
Konfrontatif, menuntut dan agresif.Harus menang dengan cara apapun
Mementingkan pencapaian sasaran utama semua pihak serta memelihara hubungan baik. Agresif namun kooperatif.
Kebutuhan kedua belah pihak adalah sah dan penting. Penghargaan yang tinggi terhadap sikap saling mendukung. Tegas dan kooperatif
Perbedaan yang ada terlalu kecil atau terlalu besar untuk diselesaikan.Usaha penyelesaian mungkinmengakibatkan rusaknya hubungan atau bahkannenciptakan masalah yang lebih kompleks
Tidak sepadan jika mengambil risiko yang akan merusak hubungan dan menimbulkan ketidakselarasan secaraKeseluruhan.
Yang kuat menang. Harus membuktikan superioritas. Paling benar secara etis dan profesi.
Tidak ada ide perorangan yang sempurna. Seharusnya ada lebih dari satu cara yang baik dalam melakukan se-suatu. Anda harus berkorban untuk dapat menerima.
Ketika pihak-pihak yang terlibat mau membicara-kan secara terbuka pokok permasalahan, solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan tanpa satu pihak pun yang dirugikan
92 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 93Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AShak. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan
dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan
dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau
informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif,
dan dengan demikian membantu para peserta untuk menyelesaikan persoa-
lan-persoalan yang dipersengketakan.
Konsiliasi
Konsiliasi atau Conciliation adalah penyelesaian perselisihan yang dilakukan
melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagi penengah yang dise-
but konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-
pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.
Arbitrase
Arbitrase berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijak-
sanaan atau damai oleh arbiter atau wasit. Arbiter adalah suatu proses yang
mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin
agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan
mereka dimana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara
tersebut. Para pihak setuju semula untuk menerima putusan tersebut secara
final dan mengikat.
Mutual Gains Approach to Negotiations
Mutual Gains Negotiations (MGN) merupakan adalah pendekatan ker-
jasama untuk melakukan perjanajian (to negotiating contracts). Daripada
pendekatan merugikan (winlose) proses mutual gains melibatkan pemben-
tukan consensus, pendekatan win-win solution. Oleh karena itu untuk
mutual gains negotiations akan lebih berhasil. Pihak-pihak membutuhkan
suatu saling pengertian tentang luas dan kompleksitas proyek atau masalah,
menyetujui suatu solusi yang bermanfaat bersama dan pihak-pihak saling
mempercayai.
Adapun prinsip-prinsip (Fisher, 1981) Mutual Gains Negotiations ada 5
(lima) antara lain:
1. Identify Interests, yaitu setiap pihak yang bernegosiasi seharusnya
mengidentifikasi kepentingannya sendiri dan mencoba mengerti
kepentingan orang lain. Kepentingan diartikan sebagai kebutuhan,
perhatian, motif, tujuan atau sasaran dari pihak yang terlibat.
2. Consider all Option, yaitu menjadi kreatif dan mempertimbangkan
semua opsi untuk menemukan solusi yang menguntungkan dan dapat
diterima semua pihak. Untuk itu, sebelumnya seharusnya membuat be-
berapa alternatif yang memiliki pandangan menyeluruh untuk kepenti-
ngan pihak-pihak tertentu.
3. Develop Standards or Criteria, yaitu menggunakan standar dan mem-
buat kriteria yang bisa membantu pembentukan consensus lewat diskusi
yang berfokus pada fakta daripada sekedar opini. Satu contoh adalah
bahwa staf memprakirakan jam bimbingan saat ini di bawah arahan
Supervisor.
4. Understand Your Alternatives, yaitu setiap pihak yang bernegosiasi se-
harusnya menentukan alternatif terbaik untuk membuat persetujuan ne-
gosiasi/Best Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA). Apakah
akan ambil posisi mundur bila negosiasi gagal?
5. Build Relationships, yaitu mengganti masalah pribadi dengan aspek
yang berfokus pada masalah saat ini. Salah satu tujuan mutual gains
negotiations adalah membangun dan memperkuat hubungan antara pi-
hak terlibat dan konsultan (PennDOT and consultants). Semua pihak
berusaha terbuka dan melakukan komunikasi jujur selama negosiasi. Bila
komunikasi terus terang dan berdasarkan fakta bukan opini maka hubu-
ngan akan tumbuh dan tidak akan gagal.
The Mutual Gains Approach to negotiation (MGA) adalah suatu proses
model yang berdasarkan pada ratusan kasus yang nyata di dunia dan dari
hasil temuan penelitian eksperimen, yang melewati 4 langkah negosiasi
yang mendapatkan hasil yang lebih baik dengan melindungi hubungan dan
reputasi/nama baik. Suatu prinsip sentral dari model dan teori kuat yang
mendasarinya, sehingga bentuk negosiasi utama di dunia yang melibatkan
pihak-pihak yang memiliki lebih dari satu tujuan (goal) atau mencurah pe-
mikiran dan lebih dari satu issu vang ditujukan kepada mencapai persetu-
juan. Model ini mungkinkan partai-partai untuk meningkatkan kesempataan
mereka menciptakan suatu persetujuan utama dari beberapa alternatif yang
ada.
MGA tidak sama dengan Win-Win solution (yang mana didalamnya ide
semua pihak harus atau mungkin merasa menyenangkan diakhir negosiasi)
dan tidak berfokus pada adanya rasa serba enak (“being nice”) lebih dari
94 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 95Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASitu menekankan analisis yang hati-hati dan proses manajemen yang baik.
Adapun empat langkah MGA adalah:
1. Preparation/Persiapan
Kegiatan persiapan dengan memahami kepentingan dan alternatif. Lebih
spesifik lagi adalah memprakirakan BATNA dan bagaimana pihak lain
memahami BATNA (“Best Alternative to a Negotiated Agreement”).
Bila memiliki alternatif yang baik untuk mencapai persetujuan yang me-
ningkatkan kekuasan kamu di atas meja perundingan. Pada saat yang
sama berusaha untuk mengerti satu sisi kepentinganmu juga kepentingan
pihak lain. Kepentingan adalah sejenis barang yang mana seseorang atau
organisasi sangat peduli dan memiliki tingkat perintah yang berjenjang.
Negotiator yang baik menjadi pendengar yang baik dibelakang posisi-
nya atau permintaan yang dibuat-buat. Oleh karena itu “saya tidak akan
bayar lebih dari 90 ribu adalah suatu posisi, kepentingan di belakang po-
sisi mungkin meliputi keterbatasan ukuran uang muka, suatu ketakutan
yang menghasilkan atau melayani kenyataan yang tidak masuk akal dan
adanya asumsi tentang rata-rata bunga yang terlampir dalam pembayaran
selanjutnya. Satu pihak mungkin juga gagal melanjutkan kepentingan non
financial walaupun penting.
2. Value Creation/Menciptakan Nilai-Nilai
Menciptakan nilai-nilai dengan menanamkan tanpa menjalankan.
Berdasarkan pada kepentingan yang terlihat atau berbagi, partai-partai
seharusnya mendeklarasikan suatu periode “inventing without commit-
ting” selama yang mereka mengembangkan opsi-opsi dengan mena-
nyakan “what if...?”. Dengan perbedaan opsi yang mengambang dan
paket bungkusan dari semua issu,, partai dapat membuka kepentingan
tambahan, menciptakan opsi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya,
dan menghasilkan kesempatan untuk bergabung dengan perdagangan
melewati isu yang mereka nilai berbeda.
3. Value Distribution/Distribusi Nilai-Nilai
Beberapa poin dalam suatu negosiasi, pihak-pihak harus membuat kepu-
tusan akhir. Lebih memiliki nilai maka lebih kreatif, lebih mudah akan
terjadi, tetapi hasil penelitian menegaskan bahwa partai mudah gagal
apabila masuk posisi bargaining ketika mereka mencoba mengakhiri per-
janjian secara detail. Pihak-pihak yang terlibat seharusnya membagi nilai
kriteria tujuan yang semua pihak bisa menggunakan sebagai keputusan
yang adil (“Fair share”) dari nilai-nilai yang mereka ciptakan.
Dengan mengidentifikasi kriteria atau prinsip yang mendukung atau me-
ngarahkan keputusan alokasi yang sulit, pihak-pihak di meja perundi-
ngan dapat membantu kelompok atau organisasi yang mereka wakili un-
tuk mengetahui mengapa paket terakhir tidak hanya dapat mendukung
tetapi juga bersifat jujur (fair). Kemajuan ini sebagai tanda kestabilan
perjanjian, meningkatnya perubahan yang efektif dan mempertahankan/
melestarikan hubungan.
4. Follow Through/Mengikuti Jalur
Mengikuti jalur dengan membayangkan tantangan masa depan dan peme-
cahan masalahnya. Pihak-pihak di akhir perundingan sulit bernegosiasi
atau mereka akan lepas tangan dari perjanjian untuk pelaksanaannya.
Bahkan sering melupakan untuk memperkuat beberapa perjanjian lewat
melakukan imajinasi jenis-jenis barang yang dapat mereka pakai sehing-
ga dapat membuat konflik atau ketidakpastian di masa mendatang.
Adapun kesulitan untuk memfokuskan tantangan potensial masa men-
datang. Adalah bijaksana bila mencakup tujuan tertentu di akhir dokumen
sehingga bisa fokus untuk monitoring seberapa tingkat komitmen, komu-
nikasi secara teratur, memecahkan konflik atau kebingungan yang ada,
menambah insentif dan sumber daya sesuai dengan komitmen yang di-
inginkan. Membantu piahak lain yang bisa menjadi bagian defacto dalam
pelaksanaan perundingan. Termasuk tujuan ini adalah membuat persetu-
juan lebih kuat dan diterima banyak kalangan agar bisa bertahan.
Karena Mutual Gains Negotiations akan berhasil maka kedua pihak yanag
terlibat harus bekerjasama untuk menjamin semua harapan mereka
misalnya seberapa luas layanan, kompleksitas proyek dan jam staf
mengirim barang serta proposal harga yang disetujui, Untuk membantu
usaha ini dibutuhkan Satuan Tugas (satgas) yang bisa membuat prosedur
standar wajib bagi Klarifikasi Luasnya Pertemuan (Scope Clarification
Meetings) sebagai komponen pertama dalam proses MGN.
Komponen kedua dari proses negosiasi ini adalah mengembangkan pe-
doman prakiraan jam staf (Staff Hour Estimating Guide). Pedoman ini
akan membentuk luas tidaknya kegiatan dan tugas-tugas di lingkungan-
96 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 97Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASnya. Satgas ini berfokus pada pengembangan pedoman prakiraan jam
staf untuk semua pihak.
Di bawah ini ada skema yang bisa menggambarkan bagaimana proses MGN
dipraktikkan dalam kegiatan sehari-hari.
Skema Proses Negosiasi
Adapun pendekatan yang menggunakan gaya kompromi akan tetapi dalam
pelaksanaannya, bisa menggunakan proses negosiasi. Hal ini dilakukan
karena pada saat perundingan taktik negosiasi lebih berperan. Karena
semua pihak memiliki dan menyimpan BATNA masing-masing, dimana
yang nantinya akan diperjuangkan saat perundingan. Ciri perilaku kedua
gaya ini, diambil karena kedua belah pihak mementingkan pencapaian sasa-
ran utama pihaknya, sedangkan tujuan kedua adalah memelihara hubungan
baik antara kedua belah pihak.
Ada juga pihak yang menerapkan sifatnya agresif namun kooperatif, yaitu
ingin segera selesai dengan cara menguasai yang seolah-olah dibuat mau
bekerjasama. Gaya ini dipakai karena alasan kedua pihak menganggap tidak
ada ide perorangan yang sempurna. Akan tetapi salah satu pihak mera-
sa melebihi dari pihak yang lain. Kondisi ini membuat pihak yang merasa
mendaoat angin akan membuat siasat bagaimana segera menguasai dan
menyelesaikan masalah. Walaupun seharusnya kedua belah pihak mau de-
ngan niat yang baik dalam melakukan penyelesaian konflik. Hasil akhir dari
suatu konflik adalah semua pihak harus mau berkorban atau menurunkan
keinginannya dan dapat menerima kelebihan orang lain.
Adapun gaya yang sering digunakan bila dalam penyelesaian konflik gagal
adalah kompromi. Kompromi berarti kedua belah pihak sudah mau menga-
lah karena tidak mungkin semua keinginannya bisa disetujui oleh pihak yang
lain. Disamping itu, kedua belah pihak sudah mencari titik tengah mana
yang pantas diberikan ke pihak lain dan mana yang seharusnya diterima
oleh pidak sendiri. Tetap saja, yang dimenangkan dalam gaya kompromi
adalah BATNA terbaik yang disimpan dari masing-masing pihak. Langkah-
langkah dalam melaksanakan gaya kompromi dapat melalui proses nego-
siasi seperti di bawah ini:
Skema Proses Negosiasi Model BATNA
F. KasusKomunikasiEfektifSeorangPemimpindanManajer
Kasus 1
Raka Krisna, mahasiswa S1 keperawatan, sedang praktik klinik Nursing
Practice 6. Dia datang ke ruang filifus terlambat 30 menit, dengan alasan
macet. Tidak memakai attribute, name tag atau id card tidak dipakai.
98 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 99Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKasus 2
Dion, mahasiswa S1 keperawatan Semester 5, sedang melakukan praktik
klinik keperawatan 5 atau Nursing Practice 5. Ia mendapatkan kesempatan
untuk pemasangan infus, dengan bimbingan salah satu perawat assosiate.
Saat phase kerja, Ns. Kevin sebagai pembimbing klinik mengamatinya.
Ada SOP yang lupa tidak dilakukan oleh Dion, yaitu tidak memakai sarung
tangan.
Lakukan komunikasi efektif sebagai seorang leaders atau manager. Kepala
ruangan adalah seorang manajer juga seorang pemimpin. Tahapan komuni-
kasinya harus elegan dan persuasive. Tahapan komunikasi sebagai seorang
kepala ruangan adalah kompetensi komunikasi yang dibutuhkan. Tahapan
yang bisa dilakukan adalah: salam/greting, kontrak waktu untuk bertemu,
mepersilahkan duduk, memberi waktu untuk menyampaikan alasan, me-
nyampaikan pandangan dan arahan, memberi kesempatan untuk mereview
peraturan yang berlaku dan sangsi yang berlaku (lebih pada penyadaran
diri sendiri), reward and fanishment ditegakan dengan adil, menyimpulkan,
kontrak waktu evaluasi berikutnya.Ada beberapa metode pelayanan keperawatan yang bisa diterapkan di
pelayanan keperawatan. Penerapan model asuhan keperawatan dipenga-
ruhi oleh jenis dan klasifikasi perawat yang dimiliki dan kebijakan organisasi.
Tujuan utama metode penugasan pelayanan keperawatan adalah mening-
katkan efektifitas dan efisiensi asuhan keperawatan. Hasil akhir adalah ke-
cepatan dan ketepatan kesembuhan pasien dengan memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang lebih baik daripada sebelum sakit sehingga mampu
mempertahankan kesehatannya dengan merubah pola hidup yang lebih se-
hat di rumah. Adapun jenis-jenis metode pelayanan keperawatan yang bisa
diterapkandi ruang pelayanan antara lain:
A. ModelFungsional
Metode fungsional adalah konvensional. Metode ini didasarkan pada fungsi
perawat. Perawat dibagi masing-masing untuk menyelesaikan suatu inter-
vensi. Perawat perawat bekerja menunggu advis atau tergantung profesi
lain. Kepala ruangan bertanggung jawab hampir 95% dalam pelayanan
keperawatan termasuk mulai membuat rencana asuhan keperawatan sam-
pai evaluasi. Semua anggota tergantung dari instruksi atau pembagian tugas
dari kepala ruangan. Tidak terlihat nyata pembagian tugas antara kepala
ruangan dengan waktu yang sudah dibentuk atau perawat pelaksana.
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
5BAB
100 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 101Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASDasar pemikiran
Setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama.
Fungsi kepala ruangan
Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan, tapi tidak ada ke-
jelasan dalam pelaksanaan pengarahan dan supervisi serta evaluasi tugas
tim.
Uraian tugas kepala ruangan
1. Perencanaan
a. Mengikuti operan jaga dari petugas lama dinas malam ke petugas jaga
baru dinas pagi hari
b. Mengindentifikasi jumlah perawat berdasarkan kebutuhan sehari-
hari.
c. Merencanakan asuhan keperawatan sesuai kondisi pasien.
d. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi pasien, tindakan
kolaborasi medis yang akan dilakukan.
e. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan sendiri, menilai
hasil tindakan dan memberikan informasi kepada pasien dan kelu-
arga.
f. Membantu pengembangan staf atas permintaan pimpinan misalnya
mengijinkan mengikuti seminar, pelatihan, pendidikan yang mendu-
kung tugas pokoknya.
g. Membuat rencana bimbingan sendiri kepada mahasiswa kepe-
rawatan.
2. Pengorganisasian
a. Merumuskan tujuan asuhan keperawatan.
b. Membuat rincian tugas sendiri yang akan dibagikan kepada anggota.
c. Membuat rentang kendali dengan mengawasi semua anggota tanpa
pengendalian yang ketat.
d. Mengendalikan tenaga keperawatan sesuai kebutuhan sehari-hari.
e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan baik alat kesehatan
maupun non kesehatan.
f. Mengatur suasana dan budaya kerja termasuk praktik mahasiswa.
g. Mendelegasikan tugas dengan menyerahkan keputusan kepada pim-
pinan yang lebih atas bila mendapat tugas dinas luar.
h. Menyelesaikan tugas administrasi.
i. Mengatur penugasan pembantu perawat dan petugas non kesehatan
lainnya.
j. Melaksanakan pre dan post konferens dan ronde keperawatan bila
ada waktu.
3. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang pembagian tindakan keperawatan yang
harus diselesaikan anggota tapi bila anggota tidak mampu diselesaikan
sendiri.
b. Pemberikan reward dan punishment tergantung pimpinan yang lebih
tinggi.
c. Membimbing bawahan dalam menyelesaikan kesulitan sampai terjadi
pemecahan masalah.
d. Menerapkan kolaborasi yang antar tenaga kesehatan secara penuh.
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan tanya-jawab kelapa-
ngan dengan anggota disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
b. Melalui supervisi, yaitu:
1) Pengawasan tidak langsung melalui pengecekan daftar hadir, mem-
baca dan memeriksa dokumentasi keperawatan dan menyerahkan
keputusan kepada pimpinan.
2) Evaluasi, yaitu jarang membuat perbandingan antara tujuan sasa-
ran dan keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Klasifikasi pengawak metode penugasan fungsional
Karu dipilih oleh pimpinan karena dianggap memiliki pengalaman lama.
Anggota berpendidikan lulusan D3 atau di bawahnya. Wakil kepala ruangan
bisa selevel atau lebih rendah dari staf perawat lainnya.
Keuntungan
Setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama sehingga me-
ngurangi stres untuk bekerjasama dengan yang lain. Walaupun dari segi
&
102 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 103Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASkeilmuan seharusya bukan hanya pengalaman tetapi level pendidikan dan
pelatihan harus dijadikan pedoman dalam pemilihan staf perawatan.
Kekurangan
1. Tidak cocok bagi perawat yang kreatif dan ingin maju.
2. Tidak ada regenerasi yang baik.
3. Kepuasan kerja perawat dan pasien kurang.
4. Tidak coook bagi peningkatan pelayanan keperawatan yang mengarah
ke metode profesional.
Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Fungsional
B. Moduler
Metode moduler merupakan variasi metode primer dan tim tetapi dengan
menggunakan temaga perawat dari berbagai klasifikasi. Sama juga dengan
metode tim dimana perawat primer bekerjasama dengan perawat associate.
Modul bisa juga modifikasi dari penerapan metode primer dengan membuat
pasangan antara 2-3 perawat yang merawat pasien mulai datang sampai
pemulangan. Metode ini kurang menarik karena kurang jelas tanggung ja-
wabnya dan regenerasi kurang jelas.
Konsep dasar
Menggabungkan perawat primer dengan perawat associate agar terjadi
kolaborasi keharmonisan kerja serta saling sharing pengetahuan dan kete-
rampilan satu sama lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Ketenagaan
1. Satu modul bertanggung jawab terhadap 8-12 pasien.
2. Bila modul tidak dinas maka bisa digantikan oleh modul lain.
Fungsi Kepala Ruangan
1. Memasangkan perawat yang memiliki tipe yang saling melengkapi.
2. Menjadi fasilitator dan motivator.
Keuntungan
1. Saling menutupi kekurangan.
2. Kepuasan pasien dan perawat bisa dipertahankan.
3. Meningkakan kesolidan antar staf perawat.
4. Tumbuhkan pengembangan staf yang alami.
Kekurangan
1. Kurang baik untuk perawat yang kurang kreatif.
2. Kurang cocok bila karu tidak memiliki kemapuan kepemimpan yang
baik.
Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Modul
C. MetodeTim
Metode tim dibentuk karena adanya keterbatasan tenaga profesional atau
S1 sehingga ada modifikasi pembagian tugas yaitu dilakukan bersama dalam
beberapa perawat. Diperlukan perawat primer dan perawat associate dalam
satu tim.
Dasar pemikiran
Berusaha menerapkan metode keperawatan profesional tapi dengan tenaga
lulusan keperawatan yang berbeda-beda. Teridiri dari perawat Primer dan
104 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 105Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASperawat associate. Perawat primes bisa lulusan ners dengan pengalaman
kerja 2 tahun atau lulusan diploma tiga keperawatan dengan pengalaman
kerja minimal 5 tahun. Penerapan kebijakan ini tergantung dari suatu rumah
sakit.
Fungsi kepala ruangan
1. Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan.
2. Memberikan pengarahan kepada ketua tim dan perawat pelaksana.
3. Melakukan supervisi dan evaluasi tugas tim.
Uraian tugas kepala ruangan
1. Perencanaan
a. Menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan masing-masing.
b. Mengikuti operan jaga dari petugas lama/dinas malam kepetugas jaga
baru/dinas pagi hari.
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim.
d. Mengindentifikasi jumlah perawat berdasarkan ketergantungan pasien
bersama ketua, menyerahkan penugasan kepada ketua tim termasuk
jadwal jaga.
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan/implementation.
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahuai sampai mana kondisi pa-
tofisiologi pasien, tindakan medis yang akan dilakukan, program pe-
ngobatan dan diskusi dengan dokter program yang akan dilakukan.
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan dengan mem-
bimbing ketua tim dalam membuat rencana asuhan keperawatan,
menilai hasil tindakan dan pemecahan masalahnya serta memberikan
informasi kepada pasiendan keluarga.
h. Membantu pengembangan staf misalnya mengijinkan mengikuti
seminar, pelatihan, pendidikan yang mendukung tugas pokoknya.
Membuat rencana bimbingan kepada mahasiswa keperawatan.
2. Pengorganisasian
a. Merumuskan sistem/metode penugasan yang diterapkan.
b. Merumuskan tujuan asuhan keperawatan.
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim.
d. Membuat rentang kendali misalnya membagi berapa tim, ketua tim
beranggotakan 5-8 orang sesuai jumlah perawat dan ketergantungan
pasien.
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan misalnya mem-
buat jadwal dinas yang adil dengan ketua tim.
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan baik alat kesehatan
maupun non kesehatan.
g. Mengatur dan mengendalikan suasana dan budaya kerja termasuk
praktik mahasiswa.
h. Mendelegasikan tugas bila mendapat tugas/dinas luar kepada katim.
i. Memberi wewenang kepada tata usaha ruangan dalam menyelesaikan
tugas administrasi.
j. Mengatur penugasan pembantu perawat dan petugas non kesehatan
lainnya.
k. Melaksanakan predan post konferens dan ronde keperawatan serta
diskusi bersama ketua tim.
3. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang metode pelayanan keperawatan yang
sedang diterapkan.
b. Memberikan Reward and Punishment yang adil.
c. Memberikan motivasi demi peningkatan kinerja yang baik.
d. Melakukan pengarahan dan bimbingan tentang asuhankeperawatan
yang sedang berlangsung.
e. Melibatkan staf terutama katim dalam pelayanan keperawatan terma-
suk asuhan keperawatan mulai pengkajian awal sampai pemulangan
pasien.
f. Membimbing bawahan dalam menyelesaikan kesulitan sampai terjadi
pemecahan masalah.
g. Menerapkan kolaborasıi yang antar tenaga kesehatan sesuai fungsi
dan perannya.
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan tanya-jawab ke la-
pangan baik bertemu dengan katim maupun anggota tim.
106 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 107Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Melalui supervisi, yaitu:
1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, observasi langsung dan
melihat dokumentasi mengadakan koreksi dan perbaikan.
2) Pengawasan tidak langsung melalui pengecekan daftar hadir,
membaca dan memeriksa dokumentasi keperawatan dan meneri-
ma laporan dari ketua tim.
3) Evaluasi, yaitu membuat perbandingan antara tujuan/sasaran dan
keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan termasuk pelak-
sanaan pedoman atau SOP dan standar penampilan kerja yang
diharapkan bersama ketua tim.
Pembentukan tim
Konsep pembentukan metode tim adalah:
1. Ketua tim sebaiknya perawat dengan klasifikasi :
a. Pendidikan tinggi dan memiliki keterampilan yang mahir dan kemam-
puan kepemimpinan serta registered nurse (Ners)
b. Memiliki STR (telah lulus uji kompetensi nasional)
c. Mampu menentukan prioritas kebutuhan asuhan keperawatan.
d. Mampu menerapkan filosofi keperawatan dalam melaksanakan asuh-
an keperawatan.
2. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
3. Mampu menerapkan manajemen dan kepemimpinan keperawatan dalam
bekerja.
4. Pelaksanaannya fleksibel sesuai ketenagaan yang ada.
Fungsi ketua tim
Fungsi keberadaaan ketua tim adalah :
1. Membuat perencanaan berdasarkan tugas pokok dan kewenangannya.
2. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi harian.
3. Mengetahui dan menilai kebutuhan pasien setiap hari.
4. Memberikan motivasi kepada anggota tim.
5. Membuat dan menerapkan sistem operan, pre dan post konferens serta
diskusi lainnya dengan anggota tim.
Pengawasan Metode Tim
Kegiatan pengawasan pelaksanaan metode tim dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Melalui komunikasi yaitu langsung mengadakan Tanya-jawab di tatanan
klinik tempat pelayanan keperawatan bertemu anggota tim (perawat as-
sociate).
2. Melalui supervise, yaitu: pengawasan langsung melalui inspeksi, observasi
langsung dan melihat dokumentasi setiap hari dan langsung mengadakan
diskusi dan mendengar keluhan serta membuat koreksi dan perbaikan.
3. Evaluasi, yaitu memilai kemampuan anggota terutama pengetahuan dan
keterampilannya, membuat perbandingan antara tujuan sasaran dan ke-
berhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan, menilai kinerja kelompok
tiap hari.
4. Membuat pencatataan dan pelaporan secara tertib dan teratur.
Fungsi Anggota Tim
Fungsi anggota tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan antara lain:
1. Menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab sesuai unit timnya.
2. Mengikuti instruksi sesuai rencana keperawatan yang dibuat katim.
3. Melakukan laporan secara tepat dan akurat asuhan keperawatan yang
telah dilakukan kepada katim.
4. Menerima bantuan dan bimbingan katim.
Fungsi Critical Care Manager (CCM)
Adapun fungsi keberadaan seorang Critical Care Manager (CCM) yaitu:
1. Bersama karu mengidentifikasi kebutuhan sarana/prasana ruang kepe-
rawatan.
2. Bersama karu membuat sistem metode evaluasi dan pengawasan.
3. Bersama karu dan katim menentukan sistem asuhan keperawatan yang
dipakai.
4. Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keperawatan.
5. Mengadakan pencatatan dan pelaporan tentang kekurangan pelaksa-
naan asuhan keperawatan dan melaporkan ke pimpinan atasan lebih
tinggi.
108 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 109Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS6. Menjadi fasilitator, mediator dan komunikator ruangan dengan pihak lain
yang terkait termasuk dengan pimpinan institusi dan pihak luar.
Skema Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim
Klasifikasi pengawak metode penugasan tim
Karu diutamakan minimal lulusan SI atau D3 yang berpengalaman lebih
dari 10 tahun, Wakaru bisa selevel atau lebih rendah dari karu. Ketua tim
SI atau D3 yang berpengalaman lebih dari 5 tahun, CCM selalu lebih tinggi
pendidikannya dan atau lebih berpengalaman dari Karu.
D. ModelPraktikKeperawatanProfesional
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat un-
sur yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan
akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat
tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan
yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam
memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus men-
jadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan (lihat Figur di bawah ini).
Figur Hubungan antara Keempat Unsur dalam Penerapan Sistem MAKP (Rowland dan Rowland, 1997)
Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKPKualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara
mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3. Mempertahankan eksistensi institusi;
4. Meningkatkan kepuasan kerja;
5. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model
praktik, metode praktik dan standar.
Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI
(1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:
1. Menghargai hak hak pasien;
110 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 111Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3. Observasi keadaan pasien;
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan kepe-
rawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan
Dasar Manusia dari Henderson), meliputi:
1. Oksigens.
2. Cairan dan elektrolit.
3. Eliminasi.
4. Kemananan.
5. Kebersihan dan kenyamanan fisik.
6. Istirahat dan tidur.
7. Aktivitas dan gerak.
8. Spiritual.
9. Emosionals.
10. Kemunikasi.
11. Mencegah dani mengatasi risiko psikologi.
12. Pengohatan dan membantu proses penyembuhan.
13. Penyuluhan.
14. Rehabilitasi.
Model Praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional (Ners) mempu-
nyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan
di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, rumah sakit
dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesio-
nal, seperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan
perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah. Bentuk praktik keperawatan rumah diletak-
kan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanju-
tan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat pro-
fesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional
yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok. Beberapa perawat profesional mem-
buka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memer-
lukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendeka-
tan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk
praktik keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah kepe-
rawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu dimasa de-
pan. Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya
perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual. Pola pendekatan dan pelaksanaan sama
seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat
profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan mem-
buka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi
asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat
diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh ter-
pencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan
pemerintah.
Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan
oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan
dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian asuhan
keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien. McLaughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan
model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum diguna-
kan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan
keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan
perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan.
112 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 113Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menveleksi model
untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ke-
tenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena
setiap perubaban akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisi-
pasi, “…..jangan mengubah suatu sistem justru menambah permasalahan
(Kurt Lewin. 1951 dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam
unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan kepe-
rawatan (Marquis dan Huston, 1998: 143).
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi. Dasar utama penentuan model pem-
berian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah
sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan
asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan kepe-
rawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya. Setiap suatu perubahan,
harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran
pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang
oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat. Tujuan akhir
asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap
asuhan yang diberikan olch perawat. Oleh karena itu, model yang baik
adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan
pelanggan.
5. Kepuasan dan kinerja perawat. Kelancaran pelaksanaan suatu model
sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih
harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah
beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehat-
an lainnya. Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tang-
gung jawab merupakandasar pertimbangan penentuan model. Model
asuhan keperawatan diharapkanakan dapat meningkatkan hubungan
interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Tabel Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998)
Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsional(bukanmodelMAKP)
Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu ber-dasarkan jadwal kegiatan yang ada.Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien dibangsal.
••
•
Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu
Kasus Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi kepe-rawatan.Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.Rasio: I : (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutu-hannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.
•
•
•
Manajer keperawatan
Tim Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan kepe-rawatan terhadap sekelompok pasien.Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
••
•
•
Ketuan tim
Primer Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.Metode penugasan di mana satu orang perawat ber-tanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian pe-rawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan ada-nya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan se-lama pasien dirawat.
•
•
•
Perawat primer (PP)
114 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 115Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASBerikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberi-
an asuhan keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan
keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di
masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuh-
an keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.
Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan pe-
rawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis inter-
vensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di
bangsal.
Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 1998: 138)
Kelebihan:
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang
jelasdan pengawasan yang baik;
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.
Kelemahan:
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan;
c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil
yang saling membantu.
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat
inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat. Konsep metode Tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana kepe-
rawatan terjamin;
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berha-
sil bila didukung oleh kepala ruang.
Kelebihannya:
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di atasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep metode Tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana kepe-
rawatan terjamin;
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berha-
sil bila didukung oleh kepala ruang.
116 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 117Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Tanggung jawab anggota tim:
a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung-
jawabnya;
b. Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim;
c. Memberikan laporan.
Tanggung jawab ketua tim:
a. Membuat perencanaan;
b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi;
c. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebu-
tuhan pasien;
d. Mengembangkan kemampuan anggota;
e. Menyelenggarakan konferensi.
Tanggung jawab kepala ruang:
Perencanaan:
• Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing;
• Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;
• Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,
dan persiapan pulang, bersama ketua tim;
• Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan;
• Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;
• Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendis-
kusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan ter-
hadap pasien;
• Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk ke-
giatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membim-
bing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan kepe-
rawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta
memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk;
• Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;
• Membantu membimbing peserta didik keperawatan;
• Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.
a. Pengorganisasian:
• Merumuskan metode penugasan yang digunakan;
• Merumuskan tujuan metode penugasan;
• Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;
• Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua
tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat;
• Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat
proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;
• Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan;
• Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;
• Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat
kepada ketua tim;
• Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus adminis-
trasi pasien;
• Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;
• Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
b. Pengarahan:
• Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;
• Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik;
• Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dansikap;
• Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubu-
ngan dengan asuhan keperawatan pada pasien;
• Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;
• Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melak-
sanakan tugasnya;
• Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
118 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 119Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASc. Pengawasan:
• Melalui komunikasi: melakukan fungsi pengawasan dan berkomu-
nikasi langsung dengan ketua tim maupun perawat pelaksana
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien;
• Melalui supervisi:
1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, me-
ngamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat
itu juga;
2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ke-
tua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta
catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas.
3) Evaluasi;
4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;
5) Audit keperawatan.
Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”
(Sumber: Nursalam, 2010; Marquis dan Huston, 2010)
3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien
masuk sampai pasien pulang atau keluar dari rumah sakit. Mendorong
praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana
asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
Figure Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009)
Figur Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer(Marquis dan Huston, 1998: 138)
120 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 121Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKelebihan:
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap ha-
sil, dan memungkinkan pengembangan diri;
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah
sakit (Gillies, 1989).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan kare-
na terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang di-
berikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Dokter juga
merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapat-
kan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan kompre-
hensif.
Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memi-
liki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif,
self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, mengua-
sai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi
dengan berbagai disiplin ilmu.
Konsep dasar metode primer:
a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b. Ada otonomi;
c. Ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas perawat primer:
a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain;
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;
f. Menerima dan menyesuaikan rencana;
g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat;
i. Membuat jadwal perjanjian klinis;
j. Mengadakan kunjungan rumah.
Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten;
d. Evaluasi kerja;
e. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi.
Ketenagaan metode primer:
a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada
dekat dengan pasien;
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer;
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non-
profesional sebagai perawat asisten;
4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat
ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif,
dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama
pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu
pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat
privat/pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti
kasus isolasi dan perawatan intensif (intensive care).
Kelebihannya:
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya:
a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
122 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 123Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama.
Figur Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing”
(Marquis dan Huston, 1998: 136)
5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua
sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini di-
dasarkan pada beberapa alasan berikut.
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan
atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada
primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah
lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh
perawat primer/ketuatim.
Contoh (dikutip dari Sitorus, 2002):
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggu-
nakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang
perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala
ruang rawat yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi
pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga
orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokan tim pada setiap sif jaga
terlihat pada Figur di bawah ini.
Figur Metode Tim Primer (Modifikasi)
Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Tingkat Praktik keperawatan
Metode pemberian
AskepKetenagaan Dokumentasi Askep Riset
MAKP pemula
Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula
Modifikasi keperawatan primer
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Skp/perawat/ DIV (1:25-30 Pasien) sebagai CCM.
3. D-3 keperawatan sebagai PP perawat pemula
Standar Renpra (masalah aktual)
MAKP I Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat I
Modifikasi keperawatan primer
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien
2. Spesialis keperawatan (1:9-10 Pasien) sebagai CCM.
Standar Renpra (masalah aktual dan masalah risiko)
1. Riset deskriptif oleh PP
2. Identifikasi masalah riset
3. Peman-faatan hasil riset.
124 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 125Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebu-
tuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979)
Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tem-
pat tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlu-
kan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.
Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat
secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di
rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap
unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan sum-
ber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan
volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
Tabel Rasio Jumlah Tempat Tidur dan Kebutuhan Perawat
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak
rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya be-
berapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi
rumah sakit dan profesional.
2. Metode Need
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk
menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pela-
yanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai
contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan
pelayanan, mulai dari pembelian karcis, permeriksaan perawat/dok-
ter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya.
Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu
berjalan dengan baik.
a. Hudgins
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan
menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu
pelayanan pasien rawat jalan, yaitu dalam tabel di bawah ini.
Tabel Standar Waktu Pelayanan Pasien Rawat Jalan
Penghitungan menggunakan rumus:
3. S.Kep/ perawat sebagai PP
4. D-3 keperawatan sebagai PA
MAKP II Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat II
Manajemen kasus dan keperawatan
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantu-ngan pasien
2. Spesialis kepe-rawatan (1:3 PP)
3. Spesialis kepe-rawatan (1:9-10 Pasien)
4. S.Kep/ perawat sebagai PP
Clinical pathway/ standar repra (masalah aktual dan risiko)
1. Riset inter-vensi oleh spesialis
2. Identifikasi masalah riset
3. Peman-faatan hasil riset.
MAKP III Mampu memberi-kan asuhan keperawatan profesional tingkat III
Manajemen kasus
1. Jumlah sesuai tingkat ketergantu-ngan pasien
2. Doktor keperawatan klinik (konsultan)
3. Spesialis kepe-rawatan (1:3 PP)
4. S.Kep/ perawat sebagai PP
Clinical pathway
1. Riset inter-vensi lebih banyak
2. Identifikasi masalah riset
3. Peman-faatan hasil riset.
Rumah Sakit Perbandingan
KELAS A DAN B TT: Tenaga MedisTT: Tenaga KeperawatanTT: NonkeperawatanTT: Tenaga Nonmedis
= ( 4-7): I= 1: 1= 3: 1= 1: 1
KELAS C TT : Tenaga MedisTT : Tenaga KeperawatanTT : NonkeperawatanTT : Tenaga Nonmedis
= 9:1= (3-4): 2= 5 : 1= 3 : 4
KELAS D TT : Tenaga MedisTT : Tenaga KeperawatanTT : Tenaga Nonmedis
= 15 : 1= 2 : 1= 6 : 1
KEGIATANLAMA WAKTU (MENIT) UNTUK PASIEN
BARU LAMA
PendaftaranPemeriksaan dokterPemeriksaan asisten dokterPenyuluhanLaboratorium
31518515
4111107
Rata-rata jam perawatan/hari x Jumlah rata-rata pasien/hari
jumlah jam Kerja
hari
126 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 127Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Douglas
Douglas (1984) menyampaikan standar waktu pelayanan pasien rawat
inap sebagai berikut.
1) Perawatan minimal memerlukan waktu: 1-2 jam/24 jam.
2) Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3-4 jam/24 jam.
3) Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5-6 jam/24 jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Kategori I: perawatan mandiri.
a) Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti
pakaian.
b) Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c) Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d) Observasi tanda vital setiap sif.
e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f) Persiapan prosedur pengobatan.
2) Kategori II: perawatan intermediate.
a) Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b) Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c) Pengobatan lebih dari satu kali.
d) Pakai kateter Foley.
e) Pasang infus intake-output dicatat.
f) Pengobatan perlu prosedur.
3) Kategori III: perawatan total.
a) Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b) Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c) Pemakaian slang NG.
d) Terapi intravena.
e) Pemakaian suction.
f) Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
• Dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya di-
lakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari;
• Setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi
pasien;
• Bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada
klasifikasi di atasnya.
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit
perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kate-
gori mempunyai nilai standar per sif, yaitu dalam Tabel di bawah ini.
Tabel Nilai Standar Jumlah Perawat per Sif BerdasarkanKlasifikasi Pasien
3. Metode Demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang
memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang
gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a. Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit
c. Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
Hasil penelitian di RS Provinsi di Filipina, menghasilkan data sebagaima-
na tercantum dalam Tabel di bawah ini.
Jumlah pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal Partial Total
P S M P S M P S M
123
0,170,340,51
0,140,280,42
0,070,200,30
0,270,540,81
0,150,300,45
0,100,140,21
0,360,721,08
0.300.600,90
0,200.400,60
dst.
128 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 129Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTabel Rata-Rata Jam Perawatan yang Dibutuhkan
Selama 24 Jam
4. Metode Gilles
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan disatu unit perawatan adalah:
A X B X C
(C - D) X E
F
G= = H
Keterangan:
A = Rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = Rata-rata jumlah pasien/hari (BOR x jumlah tempat tidur)
C = Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = Jumlah jam kerja efektif per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari
c. Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan
maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% x jumlah
hari cuti hamil x jumlah jam kerja/hari.
Tambahan tenaga:
Catatan:
1) Jumlah hari tak kerja/tahun.
Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12
hari) + cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2) Jumlah hari kerja efektif/tahun.
Jumlah hari dalam 1 tahun - jumlah hari tak kerja = 365 - 86 =
279 hari.
3) Jumlah hari efektif/minggu 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah jam kerja perawat perminggu = 40 jam.
4) Cuti hamil = 12 x 6 =72 hari.
5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus di-
tambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).
6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per sif, yaitu de-
ngan ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam
17 %.
7) Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah
55% tenaga profesional dan 45% tenaga nonprofesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pela-
yanan, yaitu sebagai berikut.
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiri-
tual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care,
total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan lang-
sung setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu pe-
rawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
1) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
2) Partial care dibutuhkan 4 x 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1-1½ x 4 jam : 4-6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam.
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana
perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota
Jenis Pelayanan Rata-Rata Jam Perawatan/Hari/Pasien
Nonbedah 3,4
Bedah 3,5
Campuran bedah dan nonbedah 3,5
Postpartum 3
Bayi baru lahir 2,5
Rata-rata jam perawatan/hari x Rata-rata jumlah jam perawatan/hari
Jumlah jam kerja efektif/hari
5% x jumlah tenaga x jumlah jam kerja cuti hamil
Jumlah jam kerja efektif/tahun
130 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 131Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AStim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi
pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit 38 menit/pasien/hari,
sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan
penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien
(Gillies, 1996).
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: akti-
vitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer
dalam Gillies (1996), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kese-
hatan ialah 15 menit pasien/hari.
5. Metode formulasi Nina
Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan
tenaga.
a. Tahap 1.
Dihitung A jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien.
b. Tahap II.
Dihitung B jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam
satu hari. B = Ax tempat tidur
c. Tahap III.
Dihitung C jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun. C
= Bx 365 hari.
d. Tahap IV.
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibu-
tuhkan selama setahun. D C x BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk
perkiraan realistis jam perawatan.
e. Tahap V.
Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan.
E = D/1878.
Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 - 52 hari
minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6
jam).
6. Metode hasil Lokakarya Keperawatan
Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut Lokakarya Keperawatan
dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Rumus untuk penghitu-
ngan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut.
jam perawatan 24 jam x 7 (tempat tidu x BOR)
hari kerja efektif x 40 jam+ 25%
Formula ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang
dihitung dari: 365- (52 hr minggu + 12 hari libur nasional + 12 hari
cuti tahunan) = 289 hari atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut
adalah jumlah hari selama satu minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah
jam kerja dalam seminggu. Tambahan 25% adalah untuk penyesuaian
terhadap produktivitas.
7. Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full Time Equivalent (FTE)
Keputusan untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan
pada populasi pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan
dan keterampilan perawat serta filosofi organisasi tentang perawat dan
perawatan pasien. Penentuan jumlah dan jenis perawat dilakukan ber-
dasarkan Full Time Equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan bahwa
seorang perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja se-
lama 40 jam/minggu atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu. Jumlah
waktu tersebut meliputi waktu produktif maupun nonproduktif, sedang-
kan yang dipertimbangkan hanya waktu produktif yang digunakan untuk
perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan hari perawatan dan
klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungannya karena akan
memengaruhi jumlah jam perawatan yang dibutuhkan.
Contoh penghitungan FTE dan tenaga perawat:
Total beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentu-
kan berdasarkan jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan
hari perawatan pasien (PD) menggunakan rumus berikut.
W = (PDi x ACHi)5
132 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 133Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKeterangan:
W = Beban Kerja (Workload)
PD = Hari perawatan pasien (Patient Days)
ACH = Rerata jumlah jam kerja perawat (Average Care Hours per 24
jam)
� = Jumlah tingkat klasifikasi pasien
5 = Konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien
Tabel Rerata Jam Perawatan dan Hari Rawat Pasien
Berdasarkan tabel hasil di atas dapat dihitung bahwa total beban kerja
unit adalah 91.300 jam. Informasi tambahan yang didapatkan adalah:
a. 1 FTE 2.080 jam.
b. Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produk-
tif adalah 1.768/FTE).
c. Tenaga perawat di unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar
yaitu 55% untuk sif siang dan 45 % untuk sif malam.
d. Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15 %
Licensed Practical Nurse (LPN), 10 % Nurse Assistants (NA).
Tenaga perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
Jumlah perawat yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung de-
ngan cara berikut.
a. Siang: 51,64 FTE x 55% = 28,4 FTE
b. Malam: 51,64 FTE x 45% = 23,2 FTE
Tingkat klasifikasipasien
Rerata jam perawatandalam 24 jam
Proyeksi jumlahhari rawat pasien
1 3,5 1.500
2 5,0 2.500
3 9,0 3.000
4 13,0 2.100
5 17,5 1.100
Jenis tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara berikut:
a. Siang:
• RN: 28,4 x 75% = 21,3
• LPN: 28,4 x 15% = 4,26
• NA: 28,4 x 10 % 2,84
b. Malam:
• RN: 23,2 x 75% = 17,4
• LPN: 23,2 x 15% = 3,48
• NA: 23,2 x 10% = 2 ,32.
8. Berdasarkan pengelompokan unit kerja di rumah sakit (Depkes, 2011). Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus mem-
perhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar ter-
dapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut.
a. Rawat inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
• Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
• Jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
• Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
• Jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Jumlah jam perawatan
jam kerja efektif per sif
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor
koreksi dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day), Loss day =
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-
keperawatan (non-nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien
pulang, kebersihan ruangan kebersihan alat-alat makan pasien dan
lain lain, diperkirakan 25 % dari jam pelayanan keperawatan.
91.300 jam yang dibutuhkan dalam setahun
1.769 jam produktif / FTE=
51.FTE tenaga perawat yang
dibutuhkan dalam satu tahunJumlah hari minggu 1 tahun + cuti + hari besar
jam kerja efektif per sifx jumlah perawat tersedia
134 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 135Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS (Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) x 25 %
jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
• tingkat ketergantungan pasien: Pasien diklasifikasikan dalam be-
berapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan
keperawatan/kebidanan.
1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b) Makan dan minum dilakukan sendiri;
c) Ambulasi dengan pengawasan;
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a) Kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b) Observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a) Sebagian besar aktivitas dibantu;
b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;
c) Terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
d) Terpasang infus;
e) Pengobatan lebih dari sekali;
f) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a) Segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b) Posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua
jam;
c) Makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d) Gelisah/disorientasi.
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah jam perawatan di ruangan/hari
jam efektif perawat
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor
koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti hari besar
jam hari kerja efektif+
Jumlah perawatyang diperlukan
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-
keperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya: membuat perin-
cian pasien pulang kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan
pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan kepe-
rawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) x 25%
b. Jumlah tenaga untuk kamar operasi
1) Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a) jumlah dan jenis operasi;
b) jumlah kamar operasi;
c) Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari
kerja;
d) Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirku-
lasi (2 orang/tim);
e) Tingkat ketergantungan pasien:
- Operasi besar: 5 jam/ operasi;
- Operasi sedang: 2 jam/operasi;
- Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
Jumlah jam perawatan / hari jumlah operasi x jumlah perawat dalam tim
jam kerja efektif / hari
c. Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2) Ketergantungan di RR: 1 jam
136 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 137Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASJumlah jam perawatan x rata-rata jumlah pasien per hari
jam kerja efektif / hari
Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi diper-
siapkan oleh CSSD.
d. Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
1) Rata-rata jumlah pasien per hari.
2) Jumlah jam perawatan per hari
3) Jam efektit per hari
rata-rata jumlah pasien x jumlah jam perawatan per hari
jam kerja efektif / hari
Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan
e. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
Jumlah jam perawatan/hari = 12
rata-rata jumlah pasien per hari x jumlah jam perawatan per hari
jam kerja efektif / hari
Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan.
f. Rawat Jalan
Jumlah pasien/hari = 100 orang
Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit
rata-rata jumlah pasien per hari x jumlah jam perawatan per hari
jam kerja efektif per hari (7 jam) x 60 menit
Ditambah koreksi 15%
g. Kamar Bersalin
Waktu pertolongan kala I-IV = 4 jam/pasien
Jam kerja efektif =7 jam/hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang
jumlah setiap hari rata-rata x 24 jam
7 jam/hari
Ditambah lostday
Penghitungan Beban Kerja
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja
perawat antara lain:
1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3. Rata-rata hari perawatan;
4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pen-
didikan kesehatan;
5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan ke-
sehatan.
Ada tigacara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara
personel antara lain sebagai berikut.
1. Work Sampling
Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja
yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tena-
ga tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik
tentang pekerjan antara lain:
a. Aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b. Apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada
waktu jam kerja;
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau
tidak produktif;
d. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam
kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja
personel dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan jenis personel yang akan disurvei.
138 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 139Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel se-
bagai subjek personel yang akan diamati dengan menggunakan
metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang
representatif.
c. Membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan se-
bagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan
sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung.
d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan
menggunakan work sampling.
e. Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2-15 men-
tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan
kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya
jumlah pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal
sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar de-
ngan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan
dapat dihitung.
2. Time and motion study
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang
kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui
teknik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya.
Langkah-langkah untuk melakukan teknik ini yaitu:
a. Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel de-
ngan metode purposive sampling.
b. Membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap perso-
nel.
c. Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak
personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin se-
lama dilakukan pengamatan.
d. Membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut men-
jadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi.
e. Menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk
melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang
bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan
suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti
rumah sakit.
Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan
dihasilkan output sebagai berikut.
a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-
masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun admi-
nistratif. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan
untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja.
b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga
atau karakteristik demografis dan sosial.
c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan peneli-
tian. Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pen-
didikan, jenis kelamin atau variabel lain.
d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan me-
nentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel
yang diamati.
3. Daily log
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana
work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang
diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergan-
tung kerja sama dan kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan
ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat
pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan.
Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan
cara pengisian formulir kepada subjek personal yang diteliti, tekankan
pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu
dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia
dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara
rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan
dari pengamatan dengan daily log.
140 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 141Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAnalisis Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja (WISN)
WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator yang menunjuk-
kan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat kerja berdasarkan be-
ban keria, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Metode
perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu
metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan
nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu
tempat kerja. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan,
secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Adapun lang-
kah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah,
yaitu sebagai berikut.
1. Menetapkan waktu kerja tersedia
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu
kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun
waktu satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja
tersedia yaitu:
a. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau
Peraturan Daerah setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari
kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari x 50 minggu). (A)
b. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari
kerja setiap tahun. (B)
c. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat
kerjauntuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profe-
sionalisme setiap kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti pelati-
han/kursus/seminar/lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)
d. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait
tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003
ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)
e. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (se-
lama kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan
atau tanpa pemberitahuan/izin. (E)
f. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau
Peraturan Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8
jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+ E)} x F
Keterangan:
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja
atau perusahaan menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu
dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lama dibanding ka-
tegori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat
dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya
unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyeleng-
garakan kegiatan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai
contoh di rumah sakit, data dan informasi yang dibutuhkan untuk pene-
tapan unit kerja dan kategori SDM adalah sebagai berikut.
a. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi ma-
sing-masing unit dan sub-unit kerja.
b. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan
fungsional, misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS
Bidang/Bagian Informasi.
c. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit
kerja di RS.
d. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
e. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional
SDM kesehatan.
f. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur
(SOP).
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan sub unit
kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan
subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mene-
tapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menja-
min mutu, efisiensi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di
tiap unit kerja RS.
142 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 143Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit
kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan
subunit kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mene-
tapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menja-
min mutu, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di
tiap unit kerja RS.
3. Menyusun standar beban kerja
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 ta-
hun perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok
disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya
(rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh
masing-masing kategori tenaga.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja ma-
sing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.
a. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil
yang telah ditetapkan pada langkah kedua.
b. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.
c. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melak-
sanakan/menyelesaikan berbagai pekerjaan.
d. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.
Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meli-
puti hal-hal berikut.
a. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori
SDM. Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan se-
suai standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk
menghasilkan pelayanan perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM
dengan kompetensi tertentu.
b. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan
pokok Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori
SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan ke-
giatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar
operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang terse-
dia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman
selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-
rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya
ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan
pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP)
dan memiliki etos kerja yang baik.
c. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1
tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan
pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyele-
saikannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh
masing-masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai beri-
kut:
Standar Beban Kerja =
4. Menyusun standar kelonggaran
Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor
kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan
waktu untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung
atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/
pelayanan. Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui
pengamatan dan wawancara kepada tiap kategori tentang:
a. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada
pelanggan, misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun
kebutuhan bahan habis pakai.
b. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja,
sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan ke-
giatan yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya
karena tidak/kurang berkaitan dengan pelayanan pada pelanggan untuk
selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelong-
garan tiap kategori SDM.
waktu kerja tersedia
rata-rata waktu kegiatan pokok
144 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 145Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selan-
jutnya adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan perhi-
tungan berdasarkan rumus di bawah ini:
Standar kelonggaran =
5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya
jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama
1 tahun. Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan
SDM per unit kerja meliputi:
a. Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:
• Waktu kerja tersedia;
• Standar beban kerja;
• Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.
b. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu ta-
huan.
Contoh di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan
berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit
kerja RS selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelayanan
Instalasi Rawat Jalan dapat diperoleh dari laporan kegiatan RS (SP2RS),
untuk mendapatkan data kegiatan tindakan medic yang dilaksanakan di
tiap poli rawat jalan perlu dilengkapi data dari Buku Register yang terse-
dia disetiap poli rawat jalan. Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pokok
Instalasi Rawat Inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut.
a. Jumlah tempat tidur.
b. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.
c. Rata-rata sensus harian.
d. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).
Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar
merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap in-
stalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Standar SDM = + standar kelonggaran
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap ke-
giatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan
Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM.
total produk layanan
standar beban kerja
waktu per faktor kelonggaran
waktu kerja tersedia
146 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 147Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
A. OperanSifdalamKeperawatan
Operan sif atau serah terima keperawatan terjadi ketika seorang perawat
memindahkan tanggungjawabnya dalam merawat pasien kepada perawat
yang bertugas berikutnya. Seperti pada setiap akhir jaga yang terjadi tiga
kali sehari (Smeulers, Lucas & Vermeulen, 2014). Operan sif dalam kepe-
rawatan merupakan wadah bagi perawat untuk bertukar informasi. Operan
sif dalam keperawatan juga sebagai tempat yang memberi kesempatan
dalam pencegahan kesalahan. Melalui operan sif tindakan yang tidak aman
dapat dicegah dengan mengimplementasikan strategi operan sif yang lebih
sadar akan risiko (Drach-Zahavy & Hadid, 2015).
Istilah operan sif dalam praktik klinik memiliki berbagai sinonim seperti tim-
bang terima, serah terima, operan, shift report dan laporan jaga. Konsep
dari pada operan sif cukup kompleks termasuk komunikasi diantara pe-
rawat. Komponen komunikasi yang terstruktur dengan penggunaan metode
SBAR dalam literatur mendukung pelaksanaan operan sif yang efektif.
Pendokumentasian juga bagian dari operan sif sehingga harus dikelola de-
ngan baik (Evans, Grunawalt, McClish, Wood, & Friese, 2012).
OPERAN SIF ATAU TIMBANG TERIMA
6BAB
148 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 149Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASHarapan dari pelaksanaan operan sif menurut Standar Nasional Akrditasi
RS tahun 2018 yang juga bagian dari program Patient safety goal Joint
Commision, pertama adanya interaksi komunikasi timbal balik antara pem-
beri layanan dan yang menerima layanan yang memberi kesempatan untuk
saling bertanya. Kedua, informasi perawatan pasien yang terkini termasuk
pengobatan, pelayanan dan perubahan kondisi pasien yang terakhir. Ketiga,
ada proses verifikasi informasi yang disampaikan termasuk mengulang
kembali dan membaca kembali dokumen sesuai kebutuhan. Keempat, ke-
sempatan bagi sipenerima informasi khususnya perawat untuk mengulang
kembali data riwayat pasien termasuk perawatan sebelumnya, pengobatan
dan pelayanan lainnya. Kelima, interupsi selama proses serah terima harus
dibatasi untuk mencegah adanya komunikasi yang lupa tersampaikan atau
komunikasi menjadi terputus.
B. JenisMetodeOperanSifKeperawatan
Berbagai metode yang digunakan dalam melakukan operan sif pasien dian-
taranya operan sif secara terekam atau audiotape operan sif, bedside operan
sif, operan sif tertulis dan operan sif verbal. Namun, belum ditemukan bukti
yang mendukung kesimpulan tentang model operan sif yang jenis apa yang
paling efektif dan cocok untuk digunakan dalam keperawatan untuk memas-
tikan kesinambungan informasi pasien rawat inap (Smeulers et al., 2014).
Berikut adalah berbagai jenis operan sif yang sering digunakan dipelayanan
kesehatan:
1. Bedside operan sif: dilaksanakan dekat tempat tidur pasien, mendukung
perkenalan pasien dan perawat secara tatap muka. Mendorong pasien
berpartisi secara verbal dalam selama serah terima dan perawatanya.
Kegiatan ini memberikan tanggung jawab perawat kepada sekelompok
pasien untuk di serahterimakan kepada perawat berikutnya.
2. Verbal operan sif: pertukaran informasi dan dokumenstasi yang relevan
dari sekelompok pasien yang dipertanggung jawabkan, kepada perawat
berikutnya, yang dilaksanakan di dalam ruangan.
3. Taped operan sif: pertukaran informasi satu arah. Perawat yang ber-
tanggungjawab kepada sekelompok pasien mengumpulkan informasi
dan rencana perawatan yang berkaitan dengan pasien lalu direkam agar
perawat jaga berikutnya bisa mendengarkannya pada waktu luang.
4. Non Verbal operan sif: perawat yang bertanggung jawab kepada seke-
lompok pasien yang akan jaga berikutnya, datang dan membaca lang-
sung seluruh kegiatan perencanaan pasien yang sudah ditulis agar me-
reka mengetahui prioritas dan beban kerja saat mereka bertugas.
C. BedsideOperanSif
Bedside operan sif adalah kegiatan serah terima informasi klinis pasien dise-
belah tempat tidur pasien. Bedside operan sif juga membicarakan tentang
rencana perawatan pasien yang dilakukan disamping tempat tidur pasien.
Serah terima ini terjadi antara perawat yang bertugas saat ini kepada pe-
rawat jaga berikutnya (Randell, Wilson, & Woodward, 2011). Bedside ope-
ran sif adalah salah satu inisiatif atau strategi dalam satu model program
peningkatan mutu keperawatan yang diinisiai pada tahun 2003.
Bedside operan sif diperkenalkan oleh Robert Wood Johnson Foundation
(RWJF). Institute for Healthcare Improvement (IHI) juga termasuk tim yang
memperkenalkan kegiatan ini. Transforming Care at the bedside (TCAB)
adalah satu strategi untuk mewujudkan perubahan pemberian perawatan
disebelah pasien berbaring (Needleman & Hassmiller, 2009). Kerangka ker-
ja pewujudan perubahan pemberian perawatan di tempat tidur ini memiliki
4 pilar. Pilar pertama safety dan reliability. Kedua, mengutamakan kerjasa-
ma tim dalam perawatan pasien. Ketiga, kegiatan perawatan yang berpusat
pada pasien. Keempat, proses kegiatan yang bernilai tambah dalam pela-
yanan keperawatan (Chaboyer et al., 2009). Bedside operan sif adalah salah
satu inisiatif dari pilar ketiga kegiatan yang berpusat pada pasien.
Tujuan dari pelaksanaan bedside operan sif untuk melibatkan perawat
lini depan. Melibatkan pimpinan rumah sakit untuk membuat perbaikan
dalam empat aspek juga termasuk tujuan pelaksanaan bedside operan sif.
Perbaikan aspek pertama, meningkatkan kualitas keamanan perawatan.
Kedua, memastikan lingkungan kerja keperawatan berkualitas tinggi untuk
menarik dan mempertahankan perawat. Ketiga, memperbaiki pengalaman
pasien/keluarga saat dirawat. Keempat, meningkatkan efektivitas seluruh
tim perawatan (Needleman & Hassmiller, 2009).
Menurut Tucker & Fox (2014) ada beberapa kelebihan dari metode bedside
operan sif. Pertama, proses kegiatannya melibatkan pasien. Kedua, pendo-
kumentasi bagan obat-obatan bisa dicek kembali sehingga kesalahan bisa
150 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 151Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdiperbaiki. Ketiga, bila ada informasi yang kurang tepat bisa segera diklarifi-
kasi. Kelemahan dari metode bedside operan sif juga ada. Pertama, kegiatan
ini dilakukan diforum publik sehingga sulit untuk mendiskusikan masalah
pribadi pasien. Kedua, informasi yang bersifat rahasia sering terungkap.
Ketiga, proses kegiatannya menghabiskan waktu. Keempat, perawat sering
teinterupsi dengan masalah pasien kadang suka mengobrol.
D. RasionalisasiPelaksanaanBedsideOperansif
1. Menciptakan keterlibatan pasien dan keluarga
Bedside operan sif adalah pernyataan klinis pelibatan pasien dan kelu-
arga. Pasien dan keluarga sebagai mitra penting dalam tim perawatan
kesehatan pasien. Pelaksanaan bedside operan sif dapat meningkatkan
keterlibatan pasien. Keterlibatan keluarga terlihat dengan menunjukkan
perilaku berpartisipasi dalam kesehatan anggota keluarga itu sendiri.
Perilaku melibatkan pasien dalam perawatan di rumah sakit tercermin
dari kebijakan organisasi dan prosedur yang mendukung perilaku ini.
Keterlibatan perawat, dokter dan perawat rumah sakit sangat berperan
serta. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk ikut dan terlibat sela-
ma perawatan, memungkinkan pasien untuk dapat mendengar langsung
perkembangan perawatannya. Memberikan kesempatan untuk bertanya
dan memberi masukan terhadap proses perawatannya. Terciptanya keter-
libatan pasien dan keluarga selama proses perawatan adalah rasionalisasi
pelaksanaan bedside operan sif. Ketika lingkungan di mana pasien, ke-
luarga, dokter dan perawat rumah sakit semuanya bekerja sama sebagai
mitra kualitas perawatan akan tercapai. Kerjasama diantara tim juga akan
meningkatkan keamanan perawatan.
Menurut (Agency for Healthcare Research and Quality, 2013) manfaat
keterlibatan pasien bagi rumah sakit:
a. Meningkatkan kualitas dan keamanan.
b. Meningkatkan kinerja keuangan.
c. Meningkatkan nilai kepuasan pasien.
d. Meningkatkan outcome pasien.
e. Meningkatkan daya saing pasar.
f. Meningkatkan kepuasan dan mempertahankan karyawan.
g. Merespon standar Joint Commission.
2. Meningkatkan keamanan lingkungan perawatan
Kegagalan dalam berkomunikasi adalah faktor utama yang menyebabkan
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Melibatkan pasien dengan
mengikut sertakan keluarga dapat mengklarifikasi informasi yang tidak
sesuai. Misalnya dengan menanyakan pasien dan keluarga apakah ada
pertanyaan atau informasi yang perlu diklarifikasi. Menganjurkan pasien
dan keluarga untuk berbicara bila ada informasi yang disampaikan tidak
sesuai atau meminta pasien dan keluarga untuk meminta perawat me-
ngulang kembali informasi yang masih belum dipahami.
3. Keterlibatan perawat
Menurut Dempsey & Reilly (2016), konsep keterlibatan perawat sering
digunakan untuk menggambarkan komitmen perawat terhadap peker-
jaannya. Keterlibatan perawat juga menggambarkan kepuasannya dalam
pekerjaan. Ada dua bentuk keterlibatan perawat. Bentuk keterlibatan
pertama ditunjukkan dengan komitmen terhadap organisasi. Bentuk ke-
terlibatan perawat lainnya adalah komitmen terhadap profesi perawat
itu sendiri. Keterlibatan perawat berhubungan langsung dengan patient
safety, kualitas, dan outcome pengalaman pasien.
Alasan lain mengapa bedside operan sif adalah metode yang cocok digu-
nakan dalam serah terima adalah menurut Derby (2017) adalah karena bed-
side operan sif mendukung keterlibatan pasien, meningkatkan lingkungan
perawatan yang aman, menurunkan kecemasan pasien, mempersonalisasi
perawatan pasien, meningkatkan kepuasan pasien, menghemat waktu pe-
rawat saat serah terima, meningkatkan ketanggapan perawat, menurunkan
angka pasien jatuh, dinilai dan dipilih perawat sebagai metode untuk serah
terima dan menghemat keuangan rumah sakit dengan menurunnya angka
overtime.
152 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 153Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASE. Evidence BasedPelaksanaanBedsideOperanSif
Menurut Agency for Healthcare Research and Quality (2013), telah ter-
bukti, bedside operan sif dapat meningkatkan:
1. Patient safety dan quality
Kesempatan dalam pertukaran informasi untuk memastikan efektifitas
komunikasi antara pasien, keluarga dan perawat dapat terjalin. Melalui
bedside operan sif studi menunjukkan 70% kejadian yang tidak diingin-
kan terjadi karena terputusnya komunikasi diantara perawat dan pasien
(Sand-Jecklin & Sherman, 2013). Studi juga menunjukkan bahwa bed-
side operan sif meningkatkan pemberian asuhan dan keamanan pasien.
Contoh, kejadian pasien jatuh saat pergantian jaga berkurang dari 1-2
per bulan menjadi 1-6 per bulan (Athwal, Fields, & Wagnell, 2009).
2. Pengalaman pasien saat dirawat
Terdapat peningkatan skor kepuasan pasien dan hubungan perawat
pasien terjalin setelah menerapkan bedside operan sif. Penurunan jum-
lah panggilan bel pasien juga secara drastis menurun diakhir masa shift
(Cairns, Dudjak, Hoffmann, & Lorenz, 2013; McMurray, Chaboyer,
Wallis, Johnson, & Gehrke, 2011).
3. Kepuasan perawat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Principe (2017) ten-
tang penilaian kepuasan perawat terhadap pelaksanaan bedside operan
sif di Minneapolis, USA, mengemukakan bahwa pelaksanaan serah teri-
ma dengan metode bedside operan sif meningkatkan kepuasan pasien.
Rasionalisasinya adalah karena proses kegiatan bedside operan sif mem-
fasilitasi perawat untuk memferifikasi isu-isu masalah kesehatan pasien
yang penting hubungan sosial yang positif.
4. Manajemen waktu dan tanggung jawab antara perawat
Setelah menerapkan bedside operan sif, perawat melaporkan memiliki
kemampuan yang lebih baik untuk memprioritaskan masalah. Perawat
juga melaporkan pekerjaan mereka lebih efisien sehingga menurunkan
jumlah kelebihan jam jaga (Athwal et al., 2009).
F. ProsesImplementasiBedsideOperanSif
Menurut Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008) terdapat 5 prinsip penting
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan bedside operan sif antara lain:
persiapan, pengaturan, kewaspadaan lingkungan, perpindahan tanggung-
jawab dan tanggung gugat serta pelibatan pasien.
Proses implementasi bedside operan sif ini berdasarkan SOP bedside nurs-
ing operan sif yang dilakukan oleh Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008)
di dua rumah sakit di Queensland dan Western Australia pada tahun 2007
sampai dengan 2008.
Berdasarkan panduan implementasi bedside operan sif yang dilakukan,
komponennya terdiri dari struktur, proses dan outcome.
1. Struktur
Komponen struktur bedside operan sif terdiri dari perawat, pasien, lem-
bar serah terima dan lembar observasi, obat-obatan, balance cairan,
pengkajian risiko (risiko jatuh dan dekubitus). Perawat dalam komponen
ini ditentukan 2-3 tim per ruangan. Ketua tim perawat jaga yang akan
berakhir jam dinasnya dan semua anggota tim yang akan jaga berikutnya.
Penanggung jawab shift mengikuti bedside operan sif satu tim kemudian
menerima laporan singkat dari ketua tim lainnya. Kondisi pasien yang ter-
libat dalam studi ini dibatasi seperti pasien yang sedang tidur, penurunan
kesadaran dan pasien isolasi tidak dilakukan bedside operan sif.
Lembar serah terima yang digunakan adalah lembar serah terima yang
perbaharui pada computer setiap sit. Lembar serah terima tersebut berisi
informasi riwayat pasien, discharge planning, perubahan kondisi pasien,
informasi prioritas lainnya dan informasi sensitif yang bersifat rahasia.
Lembar observasi pasien juga digunakan seperti kardex, medication re-
cord, balance cairan, pengkajian risiko jatuh dan pengkajian dekubitus.
2. Proses
Tahap proses pelaksanaan bedside operan sif terdiri dari tahap persiapan
sebelum pelaksanaan, selama pelaksanaan dan sesudah pelaksanaan.
a. Proses sebelum pelaksanaan bedside operan sif terdiri dari:
1) Mengalokasikan pasien yang dilakukan oleh perawat yang masih
sedang bertugas saat itu.
154 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 155Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2) Memperbaharui informasi semua pasien pada semua lembar serah
terima yang dikerjakan setiap sif dan membuat kopiannya untuk
perawat yang akan jaga berikunya.
3) Pasien diinformasikan bahwa serah terima akan dilakukan seben-
tar lagi.
4) Keluarga pasien bisa tinggal di dalam kamar dengan persetujuan
dari pasien.
5) Pengunjung diminta untuk menunggu diluar atau di ruang tunggu.
b. Proses selama pelaksanaan bedside operan sif
1) Perawat yang akan habis jaga memperkenalkan perawat jaga beri-
kutnya.
2) Isi laporan: alasan pasien dirawat, riwayat, pemeriksaan, pengo-
batan, ADL, renpra, perubahan kondisi pasien, hasil pemeriksaan
yang masih belum selesai.
3) SBAR digunakan sebagai panduan penyampaian informasi klinis
pasien.
4) Safety scan: pengecekan visual terhadap pasien, lingkungan (alat
yang terpasang, IV lines, mendekatkan bel pasien), pemeriksaan
terhadap lembar observasi, pengobatan dan lembar pengkajian
risiko.
5) Pasien diajak untuk memberi komen atau diberi pertanyaan.
6) Kehadiran pasien mendorong masalah utama lainnya untuk diba-
has.
7) Kerahasian/informasi sensitif dalam lembar serah terima dapat
dibahas diluar kamar pasien dan jauh dari pengunjung.
c. Proses setelah operan sif
1) Ketua tim memberikan operan sif shit kepada perawat yang tidak
dapat mengikuti serah terima.
2) Lembar serah terima adalah komponen kunci operan sif.
3) Perawat yang baru datang saat serah terima sudah mulai berlang-
sung dapat menggunakan lembar serah terima sebagai panduan
kegiatan dengan bantuan ketua tim yang menjelaskan.
3. Outcomes
Outcomes dari bedside operan sif ini ditemukan dari hasil interview:
a. Pasien merasa bagian dari proses operan sif dan memberi masukan
terhadap perawatan.
b. Informasi lebih akurat dikomunikasikan.
c. Didapatkan pemahaman kondisi pasien yang lebih baik.
d. Ketersinambungan perawatan meningkat.
e. Pasien dapat mudah menyebutkan masalah dan kejadian penting.
f. Meningkatkan komunikasi perawat saat pertukaran jaga.
g. Lebih berkesempatan untuk pembelajaran dan menunjukkan perilaku
contoh.
h. Bisa lebih menghabiskan waktu sedikit.
G. KomunikasiSBAR
Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komu-
nikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation),
metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan operan
sif ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang
disediakan untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien.
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan
atau tim kesehatan lainnya.
Tujuan komunikasi SBAR menawarkan solusi kepada rumah sakit serta
fasilitas perawatan untuk menjembatani kesenjangan dalam komunika-
si. Komunikasi SBAR digunakan termasuk serah terima pasien, transfer
pasien, percakapan kritis dan panggilan telepon. Komunikasi ini mencip-
takan harapan bersama antara pengirim dan penerima informasi sehingga
keselamatan pasien dapat tercapai. Menggunakan SBAR, laporan pasien
menjadi lebih akurat dan efisien (Kwong, 2011).
Komunikasi yang efektif antara penyedia layanan kesehatan sangat penting
untuk keselamatan pasien. Kebanyakan perawat kurang pengalaman dalam
berkomunikasi dengan dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya.
Teknik komunikasi SBAR merupakan teknik komunikasi yang memberikan
urutan logis, terorganisir dan meningkatkan proses komunikasi untuk me-
mastikan keselamatan pasien (Dunsford, 2009; Kwong, 2011).
156 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 157Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASBerikut adalah komponen komunikasi SBAR:
S = Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien)
1. Perawat menyebutkan nama dan umur pasien.
2. Perawat menyebutkan tanggal pasien masuk ruangan dan hari.
3. Perawatannya.
4. Perawat menyebutkan nama dokter yang menangani pasien.
5. Perawat menyebutkan diagnose medis pasien/masalah kesehatan
yang dialami pasien (penyakit).
6. Perawat menyebutkan masalah keperawatan pasien yang sudah.
7. Dan belum teratasi.
B = Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini)
1. Perawat menjelaskan intervensi/tindakan dari setiap masalah kepe-
rawatan pasien.
2. Perawat menyebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan.
3. Perawat menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, dan alat bantu
lain seperti kateter dll), serta pemberian obat dan cairan infuse.
4. Perawat menjelaskan dan mengidentifikasi pengetahuan pasien ter-
hadap diagnose medis/penyakit yang dialami pasien.
A = Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini)
1. Perawat menjelaskan hasil pengkajian pasien terkini seperti TTV
2. Perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung seperti ha-
sil Lab, Rontgen dan lain-lain.
R = Recommendation/Rekomendasi
Perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah teratasi dan be-
lum teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan atau di-
modifikasi.
H. IntervensiEdukasiBedsideOperanSif
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang me-
lalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan untuk mempengaruhi
orang lain mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar
terlaksananya apa yang ingin dicapai. Intervensi edukasi adalah kegiatan
pemberian pengetahuan tentang tata laksana bedside operan sif kepada
perawat. Tujuan dari pada intervensi ini adalah untuk meningkatkan pelak-
sanaan bedside operan sif itu sendiri. Studi kajian literatur yang dilakukan
oleh Gordon dan Findley tahun 2011 di Manchester, UK, tentang educa-
tional interventions to improve operan sif in health care: a systematic
review, menyebutkan 2 kesimpulan topik yaitu metode pembelajaran dan isi
tema. Kesimpulan metode yang pada umumnya digunakan saat memberi-
kan intervensi serah terima adalah tatap muka/dengan kelompok, simulasi/
tanya jawab, latihan bermain peran dengan feedback dan pemberian materi
secara online: video, teks atau protokol. Kesimpulan kedua tentang tema isi
terdiri dari:
1. Pengelolaan informasi, ceklist terstruktur, cara-cara mudah menghafal,
sistem elektronik yang digunakan yang berhubungan, diskusi secara
lisan.
2. Kerjasama tim/kepemimpinan dan komunikasi meliputi: kekuatan komu-
nikasi, latihan semua level perawat, memastikan bahwa semua peserta
masih berada dalam tahap yang sama, mencontoh cara senior melaku-
kan serah terima, mengetahui cara penyampaian dan menerima infor-
masi, egocentric heuritics.
3. Kewaspadaan pada kesalahan dan perilaku profesionalisme meliputi:
bertukar pengalaman dalam situasi nyata, cara menangani bila terjadi ke-
salahan di lapangan, implikasi serah terima terhadap keamanan pasien,
membangun pertahanan perilaku menjaga keamanan pasien, proses
pemetaan untuk mengerti tanggung jawab.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah tatap muka di kelas/
dengan kelompok, simulasi/tanya jawab, latihan bermain peran dengan
feedback dan pemberian materi tambahan pengetahuan secara online:
video dan ceklist panduan pelaksanaan bedside operan sif.
Komponen isi materi intervensi bedside ini adalah meliputi latar rasionalisasi
pelaksanaan bedside operan sif, tujuan bedside operan sif, proses pelaksa-
naan bedside operan sif dan komunikasi SBAR.
158 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 159Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASI. PeningkatanPelaksanaanBedsideOperanSif
Peningkatan pelaksanaan operan sif dengan metode bedside operan
sif adalah outcome yang diharapkan dari pelaksanaan intervensi edukasi
Bedside operan sif ini. Pelaksanaan bedside operan sif ini dikembangkan
untuk memperbaiki perubahan proses serah terima yang semula berfokus di
nurse station lalu dilanjutkan dengan melihat pasien kekamarnya. Tujuan
dari peningkatan pelaksanaan bedside operan sif ini untuk melihat kepatu-
han perawat melakukan serah terima langsung dekat dengan pasien berba-
ring (Herceg, 2015). Penilaian terhadap peningkatan pelaksanaanya dilaku-
kan dengan menilai kualitas pelaksanaan dari prinsip pelaksanaan bedside
operan sif yaitu:
1. Persiapan:
Terdapat 4 aspek dalam persiapan bedside operan sif:
a. Alokasi Perawatf dan pasien;
b. Memperbaharui lembar operan sif;
c. Menginformasikan pasien; dan
d. Keluarga terdekat dan pengunjung lainnya.
2. Pengenalan
Pada prinsip ini perawat primer atau perawat pelaksana yang akan be-
rakhir masa tugasnya memperkenalkan kepada pasien perawat jaga
berikutnya, siapa yang akan bertanggung jawab selama masa jam pe-
rawatannya.
3. Pertukaran informasi
Serah terima yang akurat dan terperinci sangat penting untuk memas-
tikan perawat yang akan datang dapat melakukan atau memberikan
perawatan yang aman. Secara umum, informasi yang disampaikan saat
Bedside operan sif tidak berbeda dengan apa yang yang disampaikan saat
serah terima di nurse station. Namun, perawat harus menyadari bahasa
yang mereka gunakan. Bahasa yang digunakan harus mudah dimengerti
pasien, membatasi istilah medis bila memungkinkan. Selanjutnya, pasien
memiliki kesempatan untuk mengklarifikasi konten serah terima. Perawat
harus berusaha untuk mengkomunikasikan informasi secara akurat, ring-
kas dan profesional.
4. Keterlibatan pasien
Pendekatan keperawatan berpusat pada pasien. Sangat penting untuk
melibatkan pasien dalam proses serah terima ini. Memberikan kesem-
patan kepada pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan dan
mengklarifikasi informasi dalam perawatannya akan meningkatkan ke-
amanan pasien.
5. Peninjauan Keselamatan Pasien/Safety Scan
Dalam serah terima bedside operan sif, melakukan tinjauan keselamatan
dapat mempromosikan keselamatan pasien. Peninjauan ini meliputi
lingkungan, pasien dan papan serah terima yang ada di kamar pasien.
Selama bedside operan sif, anggota tim perawat sif berikutnya harus
melakukan cek keamanan lingkungan pasien dan peralatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan:
• Bel dalam jangkauan pasien.
• Suction, oksigen atau peralatan lain bekerja dengan baik dan mudah
diakses.
• Balutan, drains, cairan intravena dan infusion pumps dalam keadaan
aman dan benar.
• Kerapihan secara umum lingkungan pasien merupakan hal yang kon-
dusif untuk melakukan mobilitas dengan aman dan memudahkan ak-
ses.
• Cek rutin lainnya yang khusus untuk pasien misalnya penggunaan
pengaman tempat tidur, ketinggian tempat tidur dan lain-lain.
J. BedsideOperanSifyangDirasakanPasien
Penelitian yang pernah dilakukan oleh (McMurray et al., 2011) dengan
judul Perspektif pasien tentang serah terima di samping tempat tidur”, hasil
yang ditemukan: pertama pasien merasa dihargai sebagai mitra dalam pera-
watan, kedua pasien juga merasa terlibat dalam mengklarifikasi apabila ada
data yang kurang akurat dan ketiga, beberapa pasien memilih untuk passive
dan tidak terlibat sepenuhnya. Keempat, serahterima dengan pendekatan
disebelah tempat tidur pasien dirasakan ada interaksi yang inklusif antara
perawat dan pasien.
160 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 161Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASBerdasarkan study yang dilakukan oleh (Sand-Jecklin & Sherman, 2014)
tentang pengkajian kuantitatif dampak dari serah terima disisi pasien yang di-
lakukan di Amerika, menyebutkan: pasien mengetahui siapa yang merawat-
nya. Pasien menjelaskan, perawat memperlakukan saya dengan hormat,
perawat membantu saya dengan nyaman, memperlakukan saya dengan
sopan dan ramah, mendengar saya penuh perhatian tanpa menginterupsi,
menjelaskan apa yang ingin saya ketahui. Selain itu perawat juga menjelas-
kan apa yang ingin saya ketahui tentang prosedur/tindakan, menjelaskan
perencanaan pulang, menanyakan pasien apakah ada pertanyaan, perawat
juga menjawab pertanyaan dan pertimbangan saya. Perawat juga mendo-
rong saya untuk terlibat dalam perawatan saya, bekerja dengan saya untuk
memenuhi kebutuhan saya, mengajarkan saya dengan cara yang dapat saya
mengerti dan menjelasakan kepada saya apa yang harus saya lakukan untuk
kesehatan saya. Perawat juga bekerja bersama-sama dengan baik. Selain itu
informasi penting dikomunikasi dari sif ke sif, perawat juga mengikut ser-
takan saya saat berdiskusi dan menjaga privasi informasi kesehatan saya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Bradley & Mott, 2014) tentang
persepsi pasien terhadap pelaksanaan bedside operan sif secara kualitatif.
Dari penelitian ini ditemukan persepsi pasien terhadap serah terima antar
perawat disebelah tempat tidur pasien, ada 3 tema utama yaitu sosial, pe-
rawat dan perawatan pasien. Tema pertama dari sosial: pasien mengatakan
kesehariannya menyenangkan, perawat menghabiskan waktu beberapa me-
nit dengan saya, waktu saya juga terhabiskan beberapa menit. Dari tema
tentang perawat: saya bertemu perawat, mengingat nama mereka, menge-
nal mereka dan saya tau siapa yang merawat saya. Tema terkhir dari pera-
watan pasien: bagus sekali saya bisa terlibat, rasanya pendapat saya dide-
ngarkan, perawat menanyakan saya jika saya merasa ada keluhan nyeri atau
jika saya membutuhkan sesuatu, saya juga dapat memberi informasi kepada
perawat, saya berkesempatan menanyakan pertanyaan apa saja tentang ke-
sehatan saya, saya juga bisa mendengarkan apa yang dibicarakan perawat
tentang kesehatan saya secara langsung, saya juga senang mengetahui apa
yang sedang terjadi tentang kesehatan saya, saya bisa belajar apa yang akan
direncanakan perawat untuk saya dan perawat dapat memberi informasi
kepada saya.
K. TantanganyangDihadapiSaatPelaksanaanBedsideOperanSif
Menurut Chaboyer, Mcmurray, & Wallis (2008) isu-isu yang dihadapai
saat pelaksanaan Bedside operan sif ini adalah bagaimana mengelola dan
menangani kerahasiaan pasien. Tantangan berikutnya bagaimana mena-
ngani waktu mulainya bedside operan sif. Tantangan terakhir bagimana me-
mastikan koordinator shif menerima informasi serah terima.
L. KonsepKepuasanPasien
Kepuasan pasien sering digunakan sebagai indikator pengukuran kualitas
perawatan pasien. Kepuasan pasien juga sebagai indikator keberhasilan
perawatan pasien (Prakash, 2010). Istilah kepuasan pasien dalam literatur
beragam. Definisi kepuasan pasien dalam literatur tidak ditemukan adanya
kesepakatan tentang desinisi kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan
(Al-Abri & Al-Balushi, 2014; Berkowitz, 2016).
Kata ‘kepuasan’ ditemukan dalam kamus sebagai terpenuhinya keinginan
seseorang. Terpenuhinya harapan membuat orang akan puas. Selain itu,
terpebuhinya kebutuhan seseorang juga akan membuat seseorang puas.
Apabila istilah kepuasan pasien digunakan dalam layanan kesehatan, maka
definisi kepuasan pasien adalah kesesuaian antara layanan kesehatan yang
diterima dengan kebutuhan yang diharapkan pasien (Al-Abri & Al-Balushi,
2014; E Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, & Amenta, 2015).
Kepuasan pasien menurut Donabedian quality mesuarement model adalah
hasil pelaporan pasien. Struktur dan proses perawatan dapat diukur melalui
laporan pengalaman pasien (Bjertnaes, Sjetne, & Iversen, 2012). Kepuasan
pasien juga didefinisikan sebagai emosi, perasaan dan persepsi pasien terha-
dap pelayanan kesehatan yang diberikan (Hanae Ibn El Haj, 2013). Definisi
lain tentang kepuasan pasien adalah kesesuaian antara persepsi perawatan
ideal yang diharapkan dengan kenyataan perawatan yang diterima pasien
(Al-Abri & Al-Balushi, 2014).
Aspek kepuasan pasien mengikuti pendekatan Donabedian mengevaluasi
efisiensi layanan kesehatan. Pendekatan Donabedian juga mengevaluasi
efektifitas layanan. Efisiensi dalam konteks ini diartikan sebagai hubungan
antara output yang dihasilkan dengan sumber-sumber yang sudah dihabis-
kan. Efektifitas dalam konteks ini adalah kemampuan mencapai hasil yang
162 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 163Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdiharapkan contoh: angka keselamatan pasien, kepuasan pasien (Ferreira,
Marques, Nunes & Figueira, 2017).
Melalui kerangka Donabedian dengan 3 kategori: struktur, proses dan
outcome dapat mengukur kinerja sistem pelayanan kesehatan. Struktur
terdiri dari atribut organisasi yang mempengaruhi pemberian pelayanan.
Struktur tersebut seperti perbaikan fasilitas, peralatan pendukung dan
perawat. Keterangan perawat dalam konteks ini adalah jumlah karyawan
fulltimer. Rasio antara perawat dan pasien adalah termasuk komponen
struktur (Gardner, Gardner & O’Connell, 2014; Kobayashi, Takemura &
Kanda, 2011).
Proses adalah semua kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
menyediakan pelayanan kesehatan. Aktifitas yang dilakukan pasien dan ke-
luarga untuk mengikuti anjuran medis juga termasuk dalam proses. Outcome
meliputi dampak dari pemberian pelayanan kesehatan kepada sasaran, yaitu
pasien/populasi. Outcomes tersebut adalah angka kematian, angka kesaki-
tan, angka keselamatan, angka pasien dirawat kembali dan kepuasan pasien
(Ferreira et al., 2017; Gardner et al., 2014).
M.Faktor-FaktoryangMempengaruhiKepuasanPasien
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Iannuzzi et al. (2015), faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien terjadi dari dua sisi. Pertama ber-
dasarkan karakteristik yang berhubungan dengan pasien.
1. Faktor Usia
Usia mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pasien. Usia secara kon-
sisten mempengaruhi kepuasan pasien sebagai variabel yang menentu-
kan kepuasan pasien. Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh
(Enkhjargal Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta,
2016) kepuasan pasien secara umum pasien lebih tingi diantara usia tua
dari pada usia muda pada kelompok Asia dan African American.
2. Faktor Jenis Kelamin
Menurut (Enkhjargal Batbaatar et al., 2016) jenis kelamin berhubungan
dengan kepuasan pasien. Dari 15 literatur yang dikaji tentang bukti jenis
kelamin, 7 literatur menyebutkan wanita cenderung lebih puas terhadap
layanan kesehatan dari pada laki-laki. Sebaliknya 6 literatur menyebutkan
laki-laki lebih cenderung memiliki nilai kepuasan lebih tinggi dari perem-
puan terhadap pelayanan keperawatan, kenyamanan dan kebersihan.
3. Status Kesehatan
Status kesehatan yang dirasakan pasien adalah salah satu dari prediktor
terkuat kepuasan pasien (Mikael Rahmqvist & Bara, 2010). Kondisi ke-
sehatan pasien yang buruk menyebabkan kepuasan pasien secara keselu-
ruhan lebih rendah dari pada pasien yang dengan kondisi kesehatannya
yang lebih baik. Seperti pasien yang selalu mengalami nyeri dan gejala
yang lebih parah melaporkan kepuasannya lebih rendah. Selanjutnya
pasien yang memiliki penyakit kronis dan mengidap lebih dari satu pe-
nyakit memiliki nilai kepuasan yang rendah (Enkhjargal Batbaatar et al.,
2016).
5. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan pasien
terhadap asuhan asuhan keperawatan. Terlebih lagi, orang yang ter-
edukasi lebih rendah tingkat kepuasannya terhadap layanan kesehatan
dibandingkan dengan orang yang kurang teredukasi. Fakta ini tidak kon-
sisten dengan hasil beberapa penelitian yang menyatakan bahwa mereka
yang kurang tereduaksi cenderung kurang puas. Suatu studi kuasi ekspe-
rimental mempelajari bahwa kepuasan pasien tidak meningkat meskipun
pendidikan meningkat.
Faktor kedua yang mempengaruhi kepuasan pasien berdasarkan sisi penye-
dia layanan kesehatan adalah persepsi interaksi pasien dengan tim kesehat-
an, kecepatan perawat dalam berespon, lingkungan rumah sakit dan kontrol
nyeri. Sopan santun perawat, rasa hormat, mendengar dengan baik dan
kemudahan dalam mengakses pelayanan menjadi faktor yang mempenga-
ruhi nilai kepuasan pasien lainnya (Al-Abri & Al-Balushi, 2014). Komunikasi
dari pemberi layanan kesehatan menjadi prediktor utama dalam kepuasan
pasien (Kahn, Iannuzzi, Stassen, Bankey & Gestring, 2015).
Berdasarkan kajian sistematika yang dilakukan oleh Enkhjargal Batbaatar,
Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta, (2016) tentang faktor-faktor
penentu kepuasan pasien antara lain adalah:
164 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 165Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS1. Technical Care
Teknik perawatan mengindikasikan profesionalisme, kompetensi, ke-
mampuan, pengalaman, etika secara profesi termasuk menjaga keraha-
siaan. Teknis perawatan juga mengarah pada mematuhi standart dan
norma diagnosa klinis dan pengobatan termasuk pengelolaan nyeri yang
baik. Dukungan terhadap pengelolaan penyakit pasien seperti memberi-
kan pendidikan tentang pengelolaan diit, cara memonitor penyakit, dan
aktifitas atau latihan apa yang dapat dilakukan pasien harus diajarkan
oleh pemberi layanan kesehatan.
2. Interpersonal Care
Interpersonal care merujuk pada seberapa banyak perawat/dokter peduli
kepada pasien melalui perhatian, partisipasi, berbagi, aktif mendengar,
menemani, memuji, memberi kenyamanan, memberi harapan, memaaf-
kan dan menerima mereka. Interpersonal Care adalah prediktor kedua
dari penilaian kepuasan pasien. Studi lain menunjukkan, interaksi saat
menerima telepon juga sebagai salah satu penentu kepuasan pasien.
Prediktor lain yang mempengaruhi nilai kepuasan pasien adalah perilaku
afektif perawat dan dokter seperti sikap ramah, tulus, peduli, perhatian,
simpati, empati, bersikap baik, bertata krama kepada paien dan keluar-
ganya, menghormati privasi pasien serta menghargai keinginan pasien
juga menjadi prediktor kepuasan pasien (Akyuz & Ayyildiz, 2012).
Keadekuatan informasi tentang penjelasan penyakit, pengobatan,
pemeriksaan dan kemungkinan komplikasi saat pasien pulang. Bukti lain
menunjukkan bahwa melibatkan pasien dalam menentukan keputusan
klinis juga meningkatkan nilai kepuasan pasien (M. Rahmqvist & Bara,
2010).
3. Physical Environment
Berdasarkan analisa Parasuraman SERVQUAL, physical environment
disebut dengan istilah tangibles untuk aspek fisik. Faktor yang berhubu-
ngan dengan lingkunagan diantaranya adalah atmosfir, ruangan yang
nyaman, tempat tidur pasien termasuk tempat tidur penunggu pasien,
kebersihan tingkat kebisingan, kenyamanan suhu ruangan, pencahayaan,
pengaturan perabot, fasilitas dan tempat parkir. Kualitas makanan dan
juga suhu penyajian makanan menjadi penentu nilai kepuasan pasien.
4. Akses
Akses terhadap layanan kesehatan adalah penentu multi dimensi.
Mengukur bagaimana organisasi bisa dijangkau, ketersediaan sumber
layanan dan penghambat pribadi (kemampuan mendapatkan) layanan
yang menyebabkan masyarakat sulit mengakses fasilitas kesehatan.
a. Accessibility: dijelaskan dengan kenyamanan atau kemudahan dalam
mengakses lokasi pelayanan, waktu tunggu yang tidak lama, pendaf-
taran dan discharge yang cepat dan mudah. Lebih jauh lagi termasuk
kemudahan dalam membuat appointment (Bjertnaes et al., 2012; M.
Rahmqvist & Bara, 2010), waktu tunggu yang lama diruang ambu-
latory tanpa pemberitahuan juga mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien. Prediktor lainnya adalah kebebasan memilih dokter yang
merawat juga termasuk prediktor dimensi accessibility dalam kepua-
san pasien.
b. Availibility: merujuk pada ketersediaan jumlah dari dokter, perawat,
fasilitas dan peralatan.
c. Affordabiliy: dijelaskan mengenai keterjangkauan layanan, fleksibili-
tas metode pembayaran dan status penjaminan.
5. Organisational Characteristic
Karakteristik organisasi dikaitkan dengan reputasi dan image dari fasilitas
layanan. Jenis atau latar belakang institusi seperti Rumah Sakit pendidi-
kan. Pasien yang dirawat melalui perjanjian atau masuk melalui emer-
gency mempengaruhi kepuasan pasien. Penjelasan lain, apakah dok-
ternya fulltimer dan partimer juga mempengaruhi nilai kepuasan pasien.
Dokter dan perawat yang menunjukkan perasaan yang bermakna dalam
merawat pasien menunjukkan perbedaan nilai kepuasan pasien.
6. Continuity
Hubungan antara kepuasan pasien dengan kesinambungan pelayanan
dijelaskan dengan kondisi tidak terputusnya proses pelayanan kesehatan
dari fasilitas yang sama, lokasi dan pemberi layanan. Pemberi layanan
seperti dokter dan pasien secara kooperatif terlibat dalam pengelolaan
pasien dengan tujuan bersama untuk mencapai kualitas dan cost efective
pelayanan.
166 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 167Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS7. Efficacy/Outcome of care
Hasil atau dampak dari perawatan menentukan nilai kepuasan pasien.
Seberapa membantu perawatan tersebut miningkatkan derajat kesehatan
pasien menjadi penentu kepuasan pasien juga. Pasien yang merasakan
ada peningkatan kesehatannya saat dirawat menunjukkan tingkat kepua-
san yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang mengalami kom-
plikasi (Schoenfelder, Klewer & Kugler, 2011).
Berdasarkan konseptual model penelitian yang berjudul making tran-
sition to nursing bedside shift reports yang mendorong pasien puas
dalam penelitian yang dilakukan oleh Wakefield, Ragan, Brandt &
Tregnago tahun 2012 di Columbia, Amerika menyebutkan:
a. Caring/compassion dari perawat yang dirasakan pasien
Keperawatan adalah satu kesatuan bagian yang utuh dari ke-
tersinambungan perwatan pasien. Caring dalam keperawatan ditun-
jukkan dalam hubungan perawat dengan pasien. Secara umum dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan perawat untuk berdedikasi bagi
orang lain, peduli, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada
orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan ke-
hendak keperawatan. Compassion adalah kepekaan terhadap kesu-
litan dan kepedihan orang lain dapat berupa membantu seseorang
untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan
memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta mem-
berikan dukungan secara penuh (Granados GÁmez, 2009).
b. Komunikasi antar perawat dan perawat dan pasien yang dira-sakan pasien selama perawatan
Survei kepada pasien dalam penelitian (Radtke, 2013) tentang
Improving Patient Satisfaction With Nursing Communication
Using Bedside Shift Report yang dilakukan di Wisconsin, Amerika,
setelah pasien keluar dari rumah sakit menunjukkan bahwa komuni-
kasi antar perawat dan antar perawat kepada pasien selama mereka
pasien dirawat mempengaruhi kepuasan pasien. Standarisasi pelapo-
ran di samping tempat tidur adalah satu langkah menuju perbaikan ko-
munikasi antara perawat, pasien, dan keluarganya. Komunikasi ditun-
jukkan juga dengan hubungan antar perawat dan pasien. Komunikasi
aktif dalam perawat melalui adanya pertukaran informasi, mendengar
aktif dan melibatkan pasien.
c. Ketanggapan perawat yang dirasakan pasien
Ketanggapan perawat ditunjukkan dengan kesediaan untuk mem-
bantu pasien, berespon dan memberikan pelayanan yang cepat yang
meliputi kecepatan perawat dalam menangani keluhan pasien serta
kesigapan perawat dalam melayani pasien.
d. Kualitas perawat yang dirasakan pasien
Kualitas perawat keperawatan adalah pengetahuan yang dimiliki
dalam melakukan praktik keperawatan yang memberi arti dari kuali-
tas asuhan keperawatan yang diberikan. Kualitas mendorong dan
memfasilitasi perubahan praktik, mendorong perbaikan dalam kuali-
tas asuhan keperawatan. Menurut pendapat dari sisi perawat dalam
praktik keperawatan, kualitas perawat adalah kemampuan perawat
memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien. Apabila pelayanan
yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien, maka pasien akan puas.
Kebutuhan tersebut dipenuhi melalui kepedulian, empati, interaksi,
rasa hormat dimana tanggung jawabnya sebagai perawat, keinginan-
nya dan advokasnyai merupakan hal yang esensial dan mendasar.
dasar. Kualitas keperawatan juga sebagai pengalaman yang hidup
dalam interaksi perawat pasien yang secara konsisten dapat dirasakan
oleh pasien dan perawat (Burhans & Alligood, 2010).
e. Kualitas teknik pelayanan yang dirasakan pasien
Kerangka analitik untuk menilai kualitas kerja pelayanan yang diajukan
oleh Institute of Medicine (IOM) mencakup enam tujuan berikut:
1) Aman: pasien terhindar dari bahaya selama perawatan.
2) Efektif: Memberikan layanan berdasarkan pengetahuan ilmiah
kepada semua orang yang dapat menguntungkan semua pihak
(menghindari penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan).
3) Berpusat pada pasien: Memberikan perawatan yang menghormati
dan menghargai keinginan pasien. Responsif terhadap preferensi,
kebutuhan, dan nilai pasien secara individual dan memastikan bah-
wa nilai pasien memandu semua keputusan klinis.
168 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 169Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS4) Tepat waktu: Mengurangi waktu tunggu, penundaan tindakan
yang merugikan pasien yang menerima dan yang memberikan
pelayanan.
5) Efisien: Menghindari pemborosan, termasuk pemborosan pera-
latan, persediaan, waktu dan energi.
6) Equitable/Pemerataan: Memberikan perawatan yang tidak mem-
beda-bedakan kualitasnya karena sifat personal seperti jenis kela-
min, etnisitas, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi. Kegiatan
ini dapat dilakukan dalam bentuk misalnya, ketika pasien diberi
penjelasan singkat tentang penjelasan tentang perawatannya.
N. PengukuranKepuasanPasien
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pasien
adalah pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini memberi-
kan metode yang akurat untuk mengukur kepuasan pasien. Kuesioner ter-
standardisasi yang baik dilaporkan sendiri atau diwawancarai melalui telepon
yang paling umum digunakan (Al-Abri & Al-Balushi, 2014). Beberapa instru-
men yang sudah terstandarisai seperti patient satisfaction questionnaires
(PSQ-18) dan penilaian Consumer Assessment Health Plans (CAHPS).
Instrumen ini memiliki keuntungan keandalan dan validitas yang baik. Terdiri
dari 27 item survey yang mengukur persepsi pasien terhadap pengalaman
mereka saat dirawat di rumah sakit. Salah satu fokus survey ini adalah ko-
munikasi perawat. Pasien ditanyakan seberapa sering perawat mendengar
pasien dengan baik. Apakah perawat menjelaskan sesuai dengan pemaha-
man pasien. Alat ini juga menilai apakah perawat memperlakukan pasien
dengan hormat dan sopan.
Jawaban pasien dalam pertanyaan ini, dirating dengan nilai 4 tingkatan.
Tidak pernah, kadang-kadang, biasanya dan selalu. Topik pertanyaan
gabungan terdiri dari: komunikasi perawat (Pertanyaan 1,2,3), komunikasi
dokter (pertanyaan 5, 6, 7), kecepatan perawat berespon (pertanyaan 4
dan 11), pengelolaan nyeri (pertanyaan 13, 14), komunikasi tentang obat-
obatan (pertanyaan 16, 17), informasi pasien pulang (pertanyaan 19, 20).
Pertanyaan personal terdiri dari: kebersihan lingkungan rumah sakit (perta-
nyaan 8) dan ketenangan lingkungan rumah sakit (pertanyaan 9). Pertanya
Umum terdiri dari: penilaian keseluruhan rumah sakit (pertanyaan 21) dan
kesediaan untuk merekomendasikan rumah sakit (pertanyaan 22) (Centers
for Medicare & Medicaid Services, 2014).
Survei besar lainnya Picker Patient Experience Questionnaire for Inpatient
Experience (PPEQ- 15). Instrumen ini menunjukkan korelasi yang tinggi
dari item yang dipilih, konsistensi dan validitas yang tinggi. Oleh karena itu,
pemilihan terhadap instrumen kepuasan pasien yang tepat merupakan tan-
tangan penting bagi organisasi kesehatan (Al-Abri & Al-Balushi, 2014).
O. PenelitianTerkaitTentangBedsideOperanSif
Studi yang dilakukan oleh Scheidenhelm & Reitz (2017) tentang perbaikan
bedside shift report di 2 unit ruang perawatan bedah dan kebidanan rumah
sakit komunitas State University, Amerika. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan skor kepatuhan perawat terhadap pelaksanaan bedside
operan sif. Penelitian ini juga membandingkan kepuasan pasien sebelum
dan sesudah implementasi. Metode penelitian yang digunakan dengan quasi
ekperimental antar grup. Selama 5 bulan setelah implementasi skor kepua-
san perawat dan kepuasan pasien meningkat.
Hasil studi kajian literatur yang dilakukan oleh (Vines, Dupler, Van Son, &
Guido, 2014) juga menilai tentang penggunaan bedside operan sif terha-
dap peningkatan kepuasan pasien dan perawat. Hasilnya bedside operan sif
meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien. Bedside operan sif juga
memfasilitasi kerjasama tim dan tanggung jawab perawat.
Studi deskriptif tentang pandangan pasien terhadap pelaksanaan bedside re-
port yang dilakukan oleh McMurray, Chaboyer, Wallis, Johnson, & Gehrke
(2011). Tujuan penelitian ini untuk melihat perspektif pasien tentang parti-
sipasi mereka dalam pelaksanaan bedside report disetiap shift. Metode yang
digunkan adalah studi kasus deskriptif kepada 10 pasien rawat inap di satu
rumah sakit Queensland tahun 2009. Responden diberi pertanyaan ten-
tang pandangan mereka terhadap pelaksanaan bedside operan sif termasuk
manfaat dan keterbatasannya.
Analisa data isi tematik digunakan dalam studi ini. Hasilnya ada empat tema
muncul dari analisis. Pertama, pasien merasa dihargai karena diakui sebagai
mitra dalam perawatan mereka. Kedua, pasien melihat bedside report seba-
gai tempat yang memberikan kesempatan untuk melakukan kroscek terha-
dap informasi tang tidak akurat. Ketiga, beberapa pasien memilih untuk lebih
170 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 171Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASpasif tidak terlibat penuh dalam operan sif. Keempat, kebanyakan pasien
merasa dihargai dan bedside operan sif diangap sebagai metode pendekatan
yang inklusif hubungan pasien dan perawat.
Studi lain yang menguji dampak dari sistem operan sif yang terintegrasi
terhadap kepuasan perawat dan peningkatan praktik kerja oleh Johnson
& Cowin (2013). Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan sistem serah
terima yang teristegrasi lalu perubahan nilai kepuasan perawat dievaluasi
denggan menggunakan pendekatan mix-methode. Focus group discussion
dilakukan kepada dokter, nurse manager dan nurse educator. Analisa data
kuantitatif menggunakan Wilcoxon rank sum test dan data kualitatif meng-
gunakan transkrip verbatim dan dinalisa dengan NVIVO. Hasil pelaksanaan
operan sif yang terintegrasi meningkatkan kepuasan perawat.
P. TeoriKeperawatanyangDigunakan
Keberhasilan pelaksanaan bedside operan sif ini tergantung dari komuni-
kasi diantara perawat sehingga teori digunakan sebagai panduan dalam me-
nyusun skrip prosedur bedside operan sif ini. Teori kedua yang digunakan
adalah teori perubahan terencana oleh Kurt Lewin (Scheidenhelm & Reitz,
2017; Vines et al., 2014).
1. Teori hubungan Interpersonal Hildegard Peplau
Teori Peplau tentang hubungan interpersonal memusatkan perhatian
pada interaksi antara perawat dan klien. Usaha untuk membentuk hubu-
ngan terapeutik dan hubungan saling percaya terbentuk dalam teori ini.
Aplikasi teori Peplau membantu peneliti untuk memberi panduan dalam
penyusunan pelaksanaan bedside report saat perawat keliling ke kamar
pasien. Tahapan perawat sat memasuki kamar pasien; memperkenalkan
diri, mengidentifikasi kebutuhan pasien, meriview perkembangan pasien
dan bekerjasama untuk membuat rencana keperawatan selanjutnya
(Scheidenhelm & Reitz, 2017).
Peplau mengidentifikasi tiga fase dalam teori hubungan interpersonal.
Fase pertama yaitu fase orientasi, fase kedua fase kerja dan fase ketiga
fase terminasi. Pada fase orientasi kegiatan bedside operan sif, perawat
memperkenalkan dirinya sendiri, menjelaskan proses bedside operan
sif, mendapatkan persetujuan klien lalu dilanjutkan pada fase berikutnya
(Wayne, 2014).
Fase kedua yaitu fase kerja. Selama fase ini, perawat dan klien berkola-
borasi untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan metode un-
tuk mencapainya. Perawat juga bersama klien membuat rencana kepe-
rawatan. Fase ketiga, fase terminasi atau fase diakhir hubungan. Kegiatan
yang dilakukan dalam fase ini adalah mempertanyakan pasien apakah
kebutuhan klien sudah terpenuhi.
2. Teori Perubahan Terencana oleh Kurt Lewin
Teori Kurt Lewin tentang perubahan yang direncanakan digunakan se-
bagai dasar untuk memfasilitasi kelancaran proses transisi dari operan sif
cara tradisional menjadi bedside operan sif. Ada tiga tahap teori peruba-
han Lewin: unfreezing, mooving dan refreezing (McMurray, Chaboyer,
Wallis, & Fetherston, 2010; Scheidenhelm & Reitz, 2017).
Gambaran besar tahapan unfreesing menguraikan kegiatan yang berkait-
an dengan mengedukasi perawat. Pada tahap ini juga, perawat akan
diberi informasi untuk mengubah pola fikir mereka. Tahap unfreezing
termasuk juga bagaimana menginspirasi, mengarahkan, dan menggerak-
kan perawat untuk melakukan kegiatan yang baru yaitu mengimplemen-
tasikan Bedside operan sif (Vines et al., 2014).
Usaha dalam menjadikan kegiatan bedside operan sif ini menjadi norma
setelah perubahan terbentuk, perlu penjelasan terhadap perawat tentang
alasan dibalik pelaksanaan kegiatan ini. Apa tujuan pelaksanaan bedside
operan sif, motivasinya serta kekuatan yang dapat membantu yang me-
mungkinkan perawat mau bergerak ketahap berikutnya (McMurray et al.,
2010; Reinbeck & Fitzsimons, 2013).
Tahap moving adalah fase dimana kegiatan bedside operan sif mulai
dilakukan. Kegiatan diawali dengan pengenalan tentang bedside operan
sif yang dilanjutkan dengan pelaksanaannya. Tahap akhir adalah refreez-
ing, dianggap sebagai kegiatan yang eksklusif karena bedside operan sif
sudah dilakukan disetiap akhir shift (Chaboyer et al., 2009).
172 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 173Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Gam
bar
Ker
angk
a Te
ori P
enel
itia
n
A. KonsepDasarMutuPelayananKeperawatan
Definisi
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara
efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, meman-
faatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan
pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan
yang optimal.
Pengukuran Mutu Pelayanan
Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan
tiga variabel yaitu input, proses, dan output/outcome.
1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, orga-
nisasi dan informasi.
2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan
harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Setiap
tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan
MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
7BAB
174 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 175Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASatau ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program keselamatan pasien
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan
mutu pelayanan. Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan
akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan indikator pe-
menuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RL
ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manaje-
men kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses
pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan oleh
pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan selalu diperbarui untuk menjamin
bahwa tindakan medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh
bukti ilmiah yang mutakhir. Interaksi profesional selalu memperhatikan
asas etika terhadap pasien, yaitu:
a. Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya
pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara
umum;
b. Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia;
c. Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otono-
mi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati;
d. Berlaku adil (Gustice) dalam memberikan layanan.
3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan
keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen ter-
masuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah
sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang
baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Konsep Mutu berdasar SERVQUAL (Service Quality)
Tinjanan memgenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa
besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelaya-
nan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayan-
an yang harus diterima. Kelima kesenjangan (gap) tersebut disajikan dalam
skema grand theory Parasuraman, Zeithaml dun Berry (1985) dan diuraikan
berikut ini.
Figur The lntegrated Gags Model of Service Quality (Parasuraman, Zeithaml, Berry, 1S85)
Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
dalam Muninjaya (2011), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa
terancam gagal kalau berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa
ada intervensi untuk mencegahnya, atau tidak ada upaya khusus untuk
mengurangi dampak buruknya. Penjelasan mengenai kelima kesenjangan
tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen.
Manajemen institusi pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat
mengidentifikasi dan memahami harapan (ekspektasi) para pengguna
jasa pelayanan kesehatan.
176 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 177Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Kesenjangan akan terjadi jika pemahaman manajemen RS (Puskesmas)
tentang harapan pengeuna jasa pelayanan kesehatan tidak diterjemah-
kan menjadi aksi nyata yang spesifik. Misalnya, standar prosedur pela-
yanan atau pelaksanaan penyampaian jasa belum dikemas sesuai dengan
harapan pengguna jasa yang semakin menuntut pelayanan yang bermutu
(cepat, ramah, tepat dan biaya terjangkau).
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya.
Standar pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan
baik, tetapi muncul kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan di garis
depan (Front Line Staff) seperti perawat, bidan dan dokter umum di
sebuah rumah sakit belum mendapat pelatihan khusus tentang teknik
penyampaian jasa pelayanan tersebut. Akibatnya, jasa pelayanan kese-
hatan yang ditawarkan kepada pasien tidak sesuai dengan standar yang
sudah ditetapkan oleh komite medik rumah sakit tersebut.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal.
Harapan pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staf dan manaje-
men rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna
jasanya. Cara seperti ini akan memunculkan kesenjangan. Harapan
pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sudah mulai terbentuk melalui
pemasaran tidak dapat terpenuhi karena pelayanan teknis medis dan
kelengkapan mutu pelayanan berbeda dengan ekspektasi mereka.
5. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi jika konsumen mengukur kinerja institusi pela-
yanan kesehatan dengan cara yang berbeda, termasuk persepsi peng-
guna yang berbeda terhadap kualitas jasa pelayanan kesehatan yang di-
harapkan.
Menurut Parasuraman (2001: 162) bahwa konsep kualitas layanan yang
diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan
tersebut terdiri atas daya tanggap, janminan, bukti fisik, empati dan kean-
dalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh ber-
bagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengala-
man masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi
pelayanan yang diharapkan (Ep Expectation) dan pelayanan yang dirasakan
(Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih
jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Figur Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan(Parasuraman, 2001)
Parasuraman (2001: 165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan
adalah suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan
atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila
pelayanan yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan
(bermutu). Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila
pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan).
Demikian pula dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pela-
yanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (ti-
dak bermutu).
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan
di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberi-
kan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam mendapatkan
pelayanan. Keempat faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), fak-
tor ini sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas
suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk mengonsumsi suatu jasa/pela-
yanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari
178 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 179Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASmulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah mengonsumsi
jasa tersebut sebelumnya.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
program pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun
jasa, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa
produk tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak akan pernah
membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh
adalah dengan sistem WOM (Word of Mouth) (Trarintya, 2011). WOM
merupakan sebuah komunikasi informal di antara seorang pembicara
yang tidak komersial dengan orang yang menerima informasi mengenai
sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan
sebagai aktivitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan
seberapa mungkin pelanggan akan bercerita kepada orang lain tentang
pengalamannya dalam proses pembelian atau mengonsumsi suatu produk
atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut dapat berupa pengalaman
positif atau pengalaman negatif.
Sebenarnya hubungan dari mulut ke mulut berbentuk U, apabila se-
seorang puas maka ia akan menyebarkan berita positif dari mulut ke
mulut, tapi apabila mengeluh tidak puas maka ia akan menyebarkan
berita negatif dari mulut ke mulut. Pengalaman yang kurang memuaskan
pada pelanggan dapat memunculkan berbagai respons kepada perusa-
haan. Perusahaan dapat menanggapi respon tersebut dengan berbagai
cara yang dinamis. Peluang meningkatnya aktivitas WOM tersebut dapat
memberikan pengaruh yang hebat.
Usaha WOM, memuaskan pelanggan adalah hal yang sangat wajib.
Dalam sebuah studi oleh US Office of Consumer Affairs (Kantor Urusan
Pelanggan Amerika Serikat) menunjukkan bahwa WOM memberikan
efek yang signifikan terhadap penilaian pelanggan. Dalam studi terse-
but disebutkan bahwa secara rata-rata, satu pelanggan tidak puas akan
mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang akan menyebabkan
ketidakpuasan. Sementara itu pelanggan yang puas hanya akan menga-
barkan kepada lima calon pelanggan lain.
2. Kebutuhan pribadi (Personal Need), yaitu harapan pelanggan bervariasi
tergantung pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi
kebutuhan pribadinya.
3. Pengalaman masa lalu (Past Experience), yaitu pengalaman pelanggan
merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang memenga-
ruhi tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di
masa kini dan yang akan datang.
4. Komunikasi eksternal (Company’s External Communication) yaitu ko-
munikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi
pelayanan melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang pe-
ranan dalam pembentukan harapan pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan
yaitu:
1. Bermutu (Quality Surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima
melebihi pelayanan yang diharapkan pelanggan.
2. Memuaskan (Satisfactory Quality), bila kenyataan pelayanan yang
diterima sama dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.
3. Tidak bermutu (Unacceptable Quality), bila ternyata kenyataan pela-
yanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.
Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang
berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal
dengan istilah kualitas layanan “RATER” (Responsiveness, Assurance,
Tangible, Empathy dan Reliability). Konsep kualitas layanan RATER intin-
va adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk
memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar mendapat
penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktu-
alisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima
pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan
adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat
dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan
pelayanan sesuai dengan keandalannya (reliability) menjalankan tugas
pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang me-
nerima pelayanan.
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan orga-
nisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan
aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai
180 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 181Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASbentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan yang diberikan oleh pega-
wai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep
“RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai baik
pegawai pemerintah maupun nonpemerintah dalam meningkatkan prestasi
kerjanya.
Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas
layanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh
Parasuraman (2001:32) sebagai berikut.
1. Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap perawat profesional dalam memberikan bentuk-bentuk pelayan-
an, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat memengaruhi perilaku
orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya
tanggap dari perawat untuk melayani paisen, keluarga dan masyarakat
sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas ber-
bagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Daya tanggap (re-
sponsiveness) memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail,
membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-
bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organi-
sasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman,
2001:52).
Tuntutan pelayanan keperawatan yang berkualitas, diperlukan daya re-
pon yang dapat menanggapi berbagai keluhan dari berbagai macam, ke-
luhan, complain, ketidakpuasan akan pelayanan kesehatan yang diberi-
kan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan
supaya dapat memberikan kepuasan kepada pasien, keluarga dan ma-
syarakat penerima pelayanan keperawatan. Sebaiknya sebagai perawat
profesional, apabila apabila menemukan pasaien, keluarga dan masyara-
kat yang kita layani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau
mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman
yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alter-
natif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga
kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap
terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu
instansi atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan se-
suai dengan tingkat ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang
diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang yang menerima
pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali,
sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur
pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau
pemberi pelayanan seharusnya menuntun orang yang dilayani sesuai de-
ngan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak
menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh
kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan
dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tang-
gap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadi-
nya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemuda-
han dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai
(Parasuraman, 2001).
Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya
tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat
pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang di-
berikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujud-
kan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tang-
gap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan
dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya
tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjela-
san yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang menga-
rahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas di-
mengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung
pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk
keberhasilan prestasi kerja. Kualitas layanan daya tanggap adalah suatu
bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi
pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga
diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-ben-
tuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut me-
ngantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan
menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.
182 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 183Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang
substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat
jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang diang-
gap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prose-
dur pelayanan yang ditunjukkan.
d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani
untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan
pelayanan yang harus dipenuhi.
e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasala-
han yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai de-
ngan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembang-
kan dalam suatu organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang
sesuai dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan.
Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu organisasi berupa pembe-
rian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina, menga-
rahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan
baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cer-
min prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
2. Jaminan (Assurance)
Semua bentuk pelayanan kesehatan memerlukan adanya kepastian dan
jaminan atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu
pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh jaminan dari perawat
yang memberikan pelayanan keperawatan, sehingga pasien yang me-
nerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan
pelayanan keperawatan yang berikan tuntas dan selesai sesuai dengan
kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan (Parasuraman, 2001).
Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh perawat sangat ditentukan
oleh performance atau kinerja pelayanan keperawatan, sehingga diyaki-
ni bahwa perawat tersebut mampu memberikan pelayanan keperawatan
yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan
pelayanan keperawatan yang diterima oleh pasien dan keluarganya se-
laku customer. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,
yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara
serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani.
Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memi-
lik perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam mem-
berikan pelayanan keperawatan, tentu akan berbeda perawat yang yang
memiliki sikap dan atau karakter yang humble dan yang kurang humble
dalam memberikan pelayanan keperawatan (Margaretha 2003:201)
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu ke-
pada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komit-
men organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan
perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak
yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh
orang-orang yang menerima pelayanan akan dilayani dengan baik se-
suai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan
kepastian pelayanan.
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini dihadapkan
oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas
berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi
sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Suatu organisasi sa-
ngat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada
orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang
meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas
layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
memuaskan yang diberikan bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan
komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pela-
yanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Suatu organisasi kerja
sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan ke-
nyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan
yang dapat dijamin sesuai dengan:
a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai
akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan
berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkret yang memuas-
kan orang yang mendapat pelayanan.
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan ben-
tuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai
184 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 185Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan
pelayanan;
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku
yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai
dengan perilaku yang dilihatnya.
Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menun-
jukkan kualitas layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang
diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang
dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengan komitmen
kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan
dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjuk-
kan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja
yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
3. Bukti fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi
nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh perawat atau petugas
kesehatan sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat
dirasakan membantu pelayanan keperawatan dan atau kesehatan yang
diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas
pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan kinerja bagi pe-
rawat atau tenaga kesehatan sebagi pemberian pelayanan keperawatan
dan atau kesehatan kepada customer (Parasuraman, 2001).
Berarti dalam memberikan pelayanan keperawatan, setiap pasien, kelu-
arga pasien dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan
menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang
ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan kesehatan
yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik bi-
asanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi
pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang se-
suai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan
prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang
dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai
kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan
salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi.
Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh in-
dividu sumber daya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan
aktivitas kinerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang di-
tunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan
menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan
di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan pengua-
saan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari
pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam ba-
nyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan
utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan mera-
sakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan
baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu
pelayanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,
pertimbangan dari para pengembang pelayanan kesehatan, senantiasa
mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan ap-
resiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Nursalam (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan keperawatan beru-
pa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan kesehatanb nyata
yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi se-
tiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menen-
tukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan
segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggu-
nakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan
mengadopsi teknologi kesehatan, dan menunjukkan suatu performance
tampilan yang prima, terampil, berwibawa dan memiliki integritas yang
tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada
pasien yang mendapat pelayanan keperawatan.
Selanjutnya, tinjauan Gibson, Ivancevich, Donnelly (2003) (yang melihat
dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan ke-
butuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik
mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik
pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat ter-
cermin dari aplikasi lingkungan kerja berikut.
a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggu-
nakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.
186 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 187Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai ak-
ses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan
perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan
yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa
kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang
inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan per-
lengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan
kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan
menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan
dan dedikasi kerja.
4. Empati (Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan kesehatan memerlukan adanya
pemahaman dan pengertian kesamaan asumsi atau kepentingan terha-
dap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila semua
pihak inter professional kolaboration, yang berkepentingan dengan pela-
yanan kesehatan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menye-
lesaikan atau menanani pelayanan kesehatan dengan memiliki komitmen
yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001).
Empati dalam suatu pelayanan keperawatan adalah adanya suatu per-
hatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan pelayanan kesehatan untuk mengembang-
kan dan melakukan aktivitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing profesi. Pihak yang
memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pi-
hak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami ke-
terbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan
antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan
yang sama.
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dila-
yani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi
orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pela-
yanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengu-
rusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan
pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang ha-
rus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan akti-
vitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan
pelayanan.
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam
memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan
oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu me-
mahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, sim-
patik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan
yang dihadapi orang yang dilayani. Bentuk kualitas layanan dari empati
orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan
harus diwujudkan dalam lima hal berikut.
a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan
yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang
penting.
b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang
diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi
pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.
c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang
dilakukan.
d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal
yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam meng-
hadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan.
e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan
atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi ter-
tolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan
oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pela-
yanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang se-
suai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan
pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga
188 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 189Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas la-
yanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
5. Keandalan (Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya
dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki
kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan
dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang di-
kerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada
keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh
masyarakat (Parasuraman, 2001).
Tuntutan keandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat,
tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dila-
yani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami
lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap
pegawai dalam memberikan pelayanannya.
Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan
yang andal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, me-
kanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan
yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan,
mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk
pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi
dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, me-
nguasai, andal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang diteku-
ninya (Parasuraman, Zeithamal Berry, 1985 dan (Parasuraman, 2001).
Kaitan dimensi pelayanan reliability (keandalan) merupakan suatu yang
sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Keandalan meru-
pakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki
prestasi kerja tinggi. Keandalan dalam pemberian pelayanan dapat terli-
hat dari keandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat penge-
tahuan yang dimiliki, keandalan dalam terampil menguasai bidang kerja
yang diterapkan, keandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pe-
ngalaman kerja yang ditunjukkan dan keandalan menggunakan teknologi
kerja.
Keandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan
sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus
bergulir menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai keandalan individu
pegawai. Keandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat
dari berikut.
a. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan terhadap uraian kerjanya.
b. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai de-
ngan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan
aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif.
c. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pe-
ngalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian
kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas se-
suai pengalamannya.
d. Keandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk mem-
peroleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output
penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kuali-
tas layanan dari keandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan ke-
andalan pemberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik
yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan keberadaan organisa-
si tersebut. Seorang pegawai dapat andal apabila tingkat pengetahuan-
nya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang andal,
kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan
penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap
pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara andal dan peng-
gunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang andal untuk
melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai
permasalahan kerja yang dihadapinya secara andal.
B. AuditInternalMutuPelayananKeperawatan
Audit internal adalah suatu kegiatan uapaya peningkatan mutu pelayanan
keperawatan (menilai kesesuaian antara fakta dengan kriterianya) dan kon-
sultasi oleh tim independen secara internal, serta objektif yang dirancang
untuk memberikan memberikan evaluasi, serta nilai tambah sekaligus me-
majukan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya. Auditor internal
yang dipilih, sesuai standar kompetensi dan memiliki pengalaman sebagai
190 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 191Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASassessor, serta memiliki sertifikat kompetensi, Auditor internal membantu
manajemen dalam hal:
1. Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen, ketika tim
audit setiap tahun mengajukan jadwal audit ke manajemen eksekutif
(contoh audit asuhan keperawatan, audit infeksi nosokomial);
2. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko;
3. Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan tin-
jauan terhadap laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan waktu dan
maknanya, sehingga keputusan manajemen yang didasarkan pada lapo-
ran tersebut lebih valid;
4. Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan sedang berjalan;
5. Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program pada
saat masih dalam rancangan, pada saat diimplementasikan, dan hasil
aktual yang dicapai oleh kebijakan atau program tersebut;
6. Membantu manajer karena masalah dapat timbul bila manajer tidak
cermat mengendalikan aktivitasnya-auditor internal pada umumnya
dapat menemukan masalah tersebut dan memberikan rekomendasi
perbaikannya.
Objektivitas Audit InternalAudit internal harus memiliki kriteria tertentu, yaitu:
1. Harus objektif dalam melaksanakan audit dan ini merupakan sikap men-
tal independen yang harus dijaga dalam menjalankan audit;
2. Memiliki kejujuran atas hasil produknya dan tidak melakukan kompromi
atas kualitas audit;
3. Menjaga agar tidak terjadi penugasan audit kepada auditor yang secara
nyata atau potensial memiliki konflik kepentingan dengan penugasan au-
ditnya;
4. Tidak dibebani tanggung jawab operasional.
Pelaksanaan Audit di Keperawatan
1. Dilakukan oleh tim mutu pelayanan keperawatan yang bertugas menen-
tukan masalah keperawatan yang perlu diperbaiki.
2. Menentukan kriteria untuk memperbaiki masalah serta menilai pelaksa-
naan perbaikan yang telah ditetapkan.
3. Merupakan bagian integral dari tim mutu rumah sakit dan bisa meru-
pakan salan satu komponen dari komite keperawatan.
4. Menyampaikan hasil laporan secara periodik pada komite keperawatan
untuk seterusnya disampaikan pada pimpinan rumah sakit sebagai bahan
pertimbangan kebijakan lebih lanjut.
5. Diperlukan kerja sama dengan berbagai departemen yang ada di rumah
sakit untuk dapat mengidentifikasi masalah, menentukan kriteria dan me-
rencanakan perbaikan, seperti departemen farmasi, infeksi nosokomial,
rekam medis, pelayanan medis, bagian pemasaran dan lain-lain.
C. AuditInternalMutuPendidikanTinggiKeperawatan
Audit internal mutu pelayanan keperawatan dilakukan oleh tim audit mutu
internal secara berkala di Rumah Sakit. Sedangkan Audit internal mutu
pendidikan tinggi keperawatan dilalukan melaui UPM. Audit dilalukan se-
cara berkala, semester, tahunan dan kalau diperlukan. Standar memgacu
pada lembaga penjamin mutu, baik skala nasional maupun internasional.
Membudayakan mutu dalam suatu organisasi. Mendokumentasikan apa
yang dilakukan dan melakukan apa yang tertulis dalam SPO.
D.AkreditasiRumahSakit
Konsep dasar akreditasi
Pengertian Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu proses dimana suatu
lembaga independen baik dari dalam atau pun luar negeri, biasanya non
pemerintah, melakukan assesment terhadap Rumah Sakit berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku. Rumah Sakit yang telah terakreditasi akan
mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar
pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Demikian tadi adalah definisi
dari akreditasi Rumah Sakit.
Sebuah proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya kese-
lamatan dan budaya mutu di rumah sakit, sehingga Rumah Sakit senantiasa
berusaha meningkatkan akan mutu dan juga keamanan dari pelayanan ke-
192 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 193Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASsehatan yang diberikannya. Dan ini adalah salah satu dari tujuan akreditasi
Rumah Sakit.
KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) adalah merupakan suatu lemba-
ga independen dalam negeri sebagai pelaksana akreditasi RS yang bersi-
fat fungsional dan non-struktural. Sedangkan yang dimaksud dengan JCI (Joint Commission International) adalah merupakan badan akreditasi
non profit yang berpusat di Amerika Serikat dan bertugas menetapkan dan
menilai standar performa para pemberi pelayanan kesehatan.
Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar
Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelak-
sana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum
dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi
Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International
Accreditation Standars for Hospital.
Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit diantaranya :
1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah
Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi
lebih efisien.
3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyem-
buhan, pengobatan dan perawatan pasien.
4. Mendengarkan pasien dan keluarga, serta menghormati hak-hak pasien
serta melibatkan merek adalah proses perawatan.
5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat
atas pemberian pelayanan.
Untuk Akreditasi RS 2012 tahun yang kemarin resmi peluncurannya oleh dr.
Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di Hotel Bidakara, bertepatan
dengan acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2012 tanggal 1 Maret. Untuk
versi 2012 ini, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) mengadopsi penuh
standar akreditasi rumah sakit versi JCI (Joint Commission International) di-
tambah tiga point MDGs (Millenium Development Goals). http://askep-net.
blogspot.co.id/2013/02/akreditasi-rumah-sakit.html
Definisi dari Federasi Akreditasi International (ISQua, 2015) akreditasi
adalah pengakuan publik melalui badan nasional akreditasi independen atau
mandiri atas prestasi rumah sakit dengan seluruh civitas hospitalia yang
telah memenuhi standar akreditasi, dibuktikan melalui assessment pakar
(feer) eksternal yang independen.
Akreditasi rumah sakit dapat diartikan secara umum yaitu sebagai pengakuan
yang diberikan oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi
standar yang ditentukan dengan tujuan meningkatkan mutu dari pelayanan
rumah sakit tersebut.
Sedangkan Federasi Akreditasi Internasional (ISQua) mendefinisikan akre-
ditasi rumah sakit sebagai suatu pengakuan publik melalui suatu badan nasi-
onal akreditasi rumah sakit atas prestasi RS dalam memenuhi standar akre-
ditasi yang dibuktikan melalui suatu asesmen pakar setara (peer) eksternal
yang independent.
Tujuan dilakukannya akreditasi rumah sakit oleh Departemen Kesehatan
adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan
terhadap pasien. Melalui akreditasi, diharapkan manajemen rumah sakit
dapat menerapkan SOP (Standard Operating Precedure) dengan baik se-
hingga pasien terlindungi dari malpraktik.
Dengan mengikuti program akreditasi, berarti rumah sakit telah melakukan
pelayanan dan perlindungan secara menyeluruh terhadap pasien. Karena
itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, rumah sakit harus
mempunyai aturan-aturan yang wajib dilaksanakan seperti hospital by-
laws, medical staf bylaws, pedoman medico-legal dan SOP-SOP yang ter-
kait dengan pelayanan profesi. Di Indonesia Akreditasi RS dilakukan oleh
KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui berkaitan dengan Akreditasi
ini, antara lain:
1. STANDAR
Mengacu pada defenisi di atas maka Rumah Sakit, maka perlu untuk
diketahui scara jelas tentang standar yang baik pada rumah sakit dan ma-
sing-masing unit/bagian pelayanan penunjang lainnya seperti pelayanan
medis, pelayanan keperawatan, administrasi dan manajemen, rekam me-
dis, pelayanan UGD, farmasi, dll. Standar ini terbentuk dari beberapa
194 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 195Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASelemen utama yaitu: Struktur yang terdiri dari fasilitas fisik, organisasi,
sumber daya manusianya, sistem keuangan, peralatan medis dan non-
medis, AD/ART, kebijakan, SOP/Protap, program, dsb. Proses yaitu
semua pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian RS kepada pasien/
keluarga masyarakat pengguna jasa RS tersebut. Hasil (outcome) adalah
perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemaha-
man serta perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa
depan, dan kepuasan pasien. Dari ketiga elemen ini yang lebih penting
adalah hasil/outcome, karena menentukan mutu suatu layanan.
Hasil biasanya diukur dengan indikator RS atau indikator klinis. Hasil
(outcome) berbeda dengan luaran (output), contoh jumlah pasien op-
erasi (PO) adalah luaran, sedangkan hasil adalah jumlah pasien operasi
yang ada Infeksi Luka Operasi (PILO) dibagi jumlah pasien yang diope-
rasi (PILO/PO kali 100%).
2. PERSIAPAN
Persiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok
Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan (yan), misalnya: Pokja
pelayanan Gawat Darurat, Pokja pelayanan Medis, Pokja Keperawatan,
dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterap-
kan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melaku-
kan penilaian, yang disebut sebagai self assessment. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada
satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan.
yaitu Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/
Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah in-
strumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur” sejauh mana RS
sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing
pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing
jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi
Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mem-
pelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian
masing-masing pelayanannya.
3. JENIS
Ada beberapa jenis Akreditasi Rumah sakit yaitu: (Yan = Pelayanan)
a. Lima Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 112 parameter,
yaitu:
1) Administrasi dan Manajemen (24),
2) Pelayanan Medis (18),
3) Pelayanan Gawat Darurat (31),
4) Pelayanan Keperawatan (23),
5) Rekam Medis (16).
b. Dua belas Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 254 parameter,
yaitu:
1) Administrasi dan Manajemen (24),
2) Pelayanan Medis (18),
3) Pelayanaan Gawat Darurat (31),
4) Pelayanaan Keperawatan (23),
5) Rekam Medis (16),
6) Pelayanaan Farmasi (16),
7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),
8) Pelayanan Radiologi (18),
9) Pelayanan Laboratorium (23),
10) Pelayanana Kamar Operasi (25),
11) Pelayanan Pengendalian Infeksi (17),
12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16).
c. Enam belas pelayanan dengan nilai parameter sebesar 319 parame-
ter, yaitu:
1) Administrasi dan Manajemen (24),
2) Pelayanan Medis (18),
3) Pelayanan Gawat Darurat (31),
4) Pelayanan Keperawatan (23),
5) Rekam Medis (16),
6) Pelayanan Farmasi (16),
7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),
196 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 197Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS8) Pelayanan Radiologi (18),
9) Pelayanan Laboratorium (23),
10) Pelauyanan Kamar Operasi (25),
11) Pelayanan Pengendalian Infeksi ( 17),
12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16)
13) Pelayanan Rehablitasi Medis (16),
14) Pelayanan Gizi (17),
15) Pelayanan Intensif (17),
16) Peyanan Darah (15).
Sampai saat ini rumah sakit yang telah terakreditasi untuk 16 bidang
pelayanan berjumlah 13 rumah sakit.
4. TAHAP
Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, ini
adalah merupakan Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1
s/d 5. Tiga tahun kemudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk
12 pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1
s/d 12). Dan tiga tahun kemudian RS dapat diakreditasi untuk total 16
pelayanan (Akreditasi Tingkat Lengkap).
Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struk-
tur, proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self
Assessment, misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %,
maka sudah dapat mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS.
5. MANFAAT
Berdasarkan literatur luar negeri serta pengalaman KARS di Indonesia,
ada beberapa manfaat yang diperoleh RS dengan adanya Akreditasi
yaitu:
a. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator),
b. Peningkatan administrasi dan perencanaan,
c. Peningkatan koordinasi asuhan pasien,
d. Peningkatan koordinasi pelayanan,
e. Peningkatan komunikasi antara staf,
f. Peningkatan sistem dan prosedur,
g. Lingkungan yang lebih aman,
h. Minimalisasi risiko,
i. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien,
j. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi,
k. Penurunan keluhan pasien dan staf,
l. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya,
m. Peningkatan moril dan motivasi,
n. Re-energized organization,
o. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).
6. PENILAIAN
Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan
ke KARS. Ada beberapa nilai akreditasi antara lain,:
a. Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus),
b. Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % - <75 %, tidak ada nilai <
60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi pelayananan yang nilainya di bawah
75%.
c. Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun
masa berlaku.
d. Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X bertu-
rut-turut lulus.
Beberapa hal yang perlu diketahui sebagai persiapan untuk akreditasi me-
nyangkut SANTOSA BANDUNG INTERNATIONAL HOSPITAL. Antara
lain:
1. Informasi umum tentang Santosa Bandung International Hospital Visi
dan Misi Santosa Bandung International Hospital.
2. Nama direktur/direksi.
3. Maksud kata “International hospital” pada SBIH.
(International maksudnya, rumah sakit ini menjalin hubungan dengan
rumah sakit luar negri dan mengirimkan staff ke luar negri untuk belajar
dan menerima staff dari rumah sakit luar, untuk saling berbagi informasi
terutama dalam hal pelayanan medis).
198 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 199Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASBeberapa Definisi yang Umum dalam Pelayanan Rumah Sakit
Berikut beberapa istilah umum yang kerap di dapati dalam rumah sakit
yang sebaikya diketahui oleh seluruh staff. (sesuai dengan Surat Keputusan
NOMOR: 560/MENKES/SK/IV/2003) antara lain:
1. Pelayanan Medik adalah pelayanan yang bersifat individu yang diberikan
oleh tenaga medik, para medik perawatan berupa pemeriksaan, kon-
sultasi, tindakan medik;
2. Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diag-
nosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya
tanpa menginap di rumah sakit;
3. Pelayanan Rawat Darurat adalah pelayanan kedaruratan medik yang ha-
rus diberikan secepatnya untuk mencegah/menanggulangi risiko kema-
tian atau cacat;
4. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagno-
sis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan
lainnya dengan menginap di rumah sakit;
5. Pelayanan Rawat Sehari (One Day Care) adalah pelayanan pasien un-
tuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya
pelayanan kesehatan lain dan menempati tempat tidur kurang dari 24
(dua puluh empat) jam;
6. Pelayanan Rawat Siang Hari (Day Care) adalah pelayanan pasien un-
tuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi mental dan atau upaya
pelayanan kesehatan lain maksimal 12 (dua belas) jam;
7. Rawat Rumah adalah pelayanan pasien di rumah untuk observasi, pe-
ngobatan, rehabilitasi medik pasca rawat inap;
8. Tindakan Medik Operatif adalah tindakan pembedahan kepada pasien
yang menggunakan pembiusan umum, pembiusan local atau tanpa pem-
biusan;
9. Tindakan Medik Non Operatif adalah tindakan kepada pasien tanpa
pembedahan untuk membantu penegakan diagnosis dan terapi;
10. Pelayanan Penunjang Medik adalah pelayanan kepada pasien untuk
membantu penegakan diagnosis dan terapi;
11. Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Rehabilitasi Mental adalah pelayanan
yang diberikan kepada pasien dalam bentuk pelayanan fisioterapi, tera-
pi okupasional, terapi wicara, ortotik/prostetik, bimbingan sosial medis
dan jasa psikologi serta rehabilitasi lainnya;
12. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut adalah pelayanan paripurna meliputi
upaya penyembuhan dan pemulihan yang selaras dengan upaya pence-
gahan penyakit gigi dan mulut serta peningkatan kesehatan gigi dan
mulut pada pasien di rumah sakit;
13. Pelayanan Penunjang Non Medik adalah pelayanan yang diberikan
kepada pasien di Rumah Sakit yang secara tidak langsung berkaitan
dengan pelayanan medik antara lain hostel, administrasi, laundry dan
lain-lain;
14. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan
pelayanan di rumah sakit, yang dibebankan kepada pasien sebagai im-
balan atas jasa pelayanan yang diterimanya;
15. Biaya Overhead adalah biaya yang timbul karena kegiatan yang dilak-
sanakan sehingga menimbulkan biaya fixed dan biaya variabel :
a. Biaya Fixed meliputi biaya penyusutan, gaji pegawai honorer, dan
gaji pegawai tetap serta biaya lainnya bersifat tetap yang terkait
pelayanan langsung kepada pasien.
b. Biaya Variabel meliputi Jasa Sarana yang diterima oleh rumah sakit
atas pemakaian sarana, fasilitas rumah sakit, yang digunakan lang-
sung dalam pencegahan rangka pencegahan, observasi, diagnosis,
pengobatan dan konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau pela-
yanan lainnya.
16. Penjamin adalah orang atau badan hukum sebagai penanggung biaya
pelayanan kesehatan dari seseorang yang menggunakan/mendapat
pelayanan di rumah sakit;
17. Unit Cost adalah besaran biaya satuan dari setiap kegiatan pelayanan
yang diberikan rumah sakit, yang dihitung berdasarkan standar akun-
tansi biaya rumah sakit.
Demikianlah sekilas gambaran umum tentang akreditasi rumah sakit yang
saya dapat kumpulkan, semoga ini dapat bermamfaat dan manambah pe-
ngetahuan kita terutama menjelang pelaksanaan akreditsi yang akan dilak-
sanakan.
200 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 201Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAkreditasi Rumah Sakit
Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3),
akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan pro-
gram dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat
terbuka.
Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar
Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelak-
sana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum
dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi
Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International
Accreditation Standars for Hospital.
Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit, diantaranya :
1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah
Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi
lebih efisien.
3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyem-
buhan, pengobatan dan perawatan pasien.
4. Mendengarkan peisn dan keluarga, sera menghormati hak-hak pasien
serta melibatkan merek adalam proses perawatan.
5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat
atas pemberian pelayanan kesehatan.
Tujuan dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit
1. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit
Tujuan akreditasi rumah adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehat-
an, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang sema-
kin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan
demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi
minat masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012). Menurut
Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 Pasal 2, akreditasi bertujuan un-
tuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit;
b. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit;
c. Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi;
d. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
2. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit
Menurut Kementerian Kesehatan RI, manfaat akreditasi rumah sakit
adalah sebagai berikut :
a. Bagi pasien dan masyarakat, antara lain : pasien dan masyarakat
memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur.
b. Bagi petugas kesehatan di rumah sakit, antara lain : menimbulkan rasa
aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena rumah sakit memiliki
sarana, prasarana dan peralatan yang telah memenuhi standar.
c. Bagi rumah sakit, antara lain : sebagai alat ukur untuk negosiasi de-
ngan pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan dan lain-lain.
d. Bagi pemilik rumah sakit, antara lain : sebagai alat mengukur kinerja
pengelola rumah sakit.
e. Bagi perusahaan asuransi, antara lain : acuan untuk memilih dan
mengadakan kontrak dengan rumah sakit.
Dasar Hukum Akreditasi Rumah Sakit
1. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/I/2010 tentang
klasifikasi Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 428/Menkes/SK/XII/2012
tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah
Sakit di Indonesia.
202 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 203Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASPersiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk tim Pokja (Kelompok
Kerja). Tim pokja dibentuk untuk masing-masing bidang pelayanan, mi-
salnya. Tim Pokja tersebut adalah Pokja pelayanan Gawat Darurat, Pokja
pelayanan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Tim kelompok kerja ini akan
mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit atau bagiannya.
Tim kelompok kerja juda mendorong penerapannya dan kemudian melaku-
kan penilaian. Penilaian ini disebut sebagai self assessment.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen
ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk
16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya
berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini
tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur”
sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk ma-
sing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang ma-
sing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan
DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar
Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan
penilaian masing-masing pelayanannya.
Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan yang diakreditasi adalah (beserta jumlah parameternya):
- Lima Yan: 1. Administrasi & Manajemen (24), 2. Yan Medis (18), 3.
Yan Gawat Darurat (31), 4. Yan Keperawatan (23), 5. Rekam Medis
(16), (5 Yan total = 112 Parameter).
- Duabelas Yan: 6. Yan Farmasi (16), 7. Keselamatan Kerja, Kebakaran
Kewaspadaan bencana-K3- (27), 8. Yan Radiologi (18), 9. Yan
Laboratorium (23), 10. Yan Kamar Operasi (25), 11. Yan Pengendalian
Infeksi ( 17), 12. Yan Perinatal Risiko Tinggi (16), (12 Yan total = 254
parameter).
- Enambelas Yan: 13. Yan Rehablitasi Medis (16), 14. Yan Gizi (17), 15.
Yan Intensif (17), 16. Yan Darah (15), (16 Yan) = 319 parameter.
Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, disebut
Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun ke-
mudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan, disebut
Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun ke-
mudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat
Lengkap).
Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur,
proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment,
misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat
mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS.
Manfaat
Berdasarkan literatur luar negeri dan juga pengalaman KARS di Indonesia,
manfaat yang diperoleh RS karena akreditasi adalah sbb:
1. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator),
2. Peningkatan administrasi dan perencanaan,
3. Peningkatan koordinasi asuhan pasien,
4. Peningkatan koordinasi pelayanan,
5. Peningkatan komunikasi antara staf,
6. Peningkatan sistem dan prosedur,
7. Lingkungan yang lebih aman,
8. Minimalisasi risiko,
9. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien,
10. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi,
11. Penurunan keluhan pasien dan staf,
12. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya,
13. Peningkatan moril dan motivasi,
14. Re-energized organization,
15. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).
Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke
KARS, dan keputusan Akreditasi dapat sbb:
- Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus),
- Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % – <75 %, tidak ada nilai <
60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi Yan yang nilainya di bawah 75%.
- Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun
masa berlaku.
204 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 205Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS- Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X bertu-
rut-turut lulus.
Akreditasi adalah penilaian kualitas dari organisasi layanan kesehatan.
Jovanoic tahun 2015. 4 Pilar tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien.
2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit.
3. Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien.
4. Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development.
Lembaga akreditasi
Berikut adalah lembaga-lembaga akreditasi :
1. KARS
2. ISO 9001
3. JCI
Berbagai model evaluasi exsternal pelayanan kesehatan, bias melalui lem-
baga lembaga sebagai berikut: Menurut Satoto.(2014).
1. Akreditasi.
2. ISO.
3. Malcolm Baldridge.
4. EFQM (Europian Foundation For Quality Management).
5. Visitatie.
6. ISQua (International Sociatey For Quality Health Care).
Evaluasi mutu rumah sakit yang terbaik adalah dengan kegiatan akreditasi.
Keunggulan akreditasi rumah sakit adalah:
1. Standar yang dipakai adalah spesifik untuk pelayanan kesehatan.
2. Dikembangkan oleh pakar pelayanan kesehatan di rumah sakit yang su-
dah mempunyai pengalaman di rumah sakit.
3. Assement element-elemen akreditasi pelayanan kesehatan terleng-
kap; struktur proses, hasil/out come, lebih difokuskan ke hasil atau
produknya.
4. Menggunakan surveior yang ahli dan praktisi kesehatan di rumah sakit.
Sumber Acuan Akreditasi Rumah Sakit yang terbaru
1. International principles for health care standars, a framework of require-
ment for standars, 3rd edition December 2017, International Society for
quality in health care (ISQua).
2. Joint Commission International Accreditaion Standards for Hospitals 4
rd Edition, 2011.
3. Instrument Akreditasi Rumah Sakit, Edisi 2007, Komisi akreditasi Rumah
Sakit.
E. AkreditasiPendidikanTinggiKeperawatan
1. LAM-PT Kes – BAN PT
Berdasarkan keterangan yang dikutip dari laman 4ICU, ada penjelasan
soal aspek penilaian dan metode yang digunakan. Tiga kriteria utama
Ada 3 kriteria utama sebuah perguruan tinggi (PT) dapat diikutsertakan
dalam penilaian 4ICU. Pertama, terakreditasi oleh badan akreditasi na-
sional atau daerah setempat. Misalnya, di Indonesia oleh Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sementara,
PT yang belum terakreditasi tak masuk dalam kriteria penilaian 4ICU.
Kedua, PT yang menyediakan pendidikan tingkat Strata 1 (sarjana) dan/
atau Pascasarjana, baik tingkat Master (S2) atau Doktoral (S3). Dengan
demikian, lembaga pendidikan yang hanya menyediakan pendidikan
vokasi, pendidikan berbasis militer, kelas-kelas seminar, dan sebagainya
tidak dilibatkan dalam penilaian 4ICU. Terakhir, PT yang dinilai mene-
rapkan sistem pendidikan secara langsung dengan bertatap muka, atau
lebih dikenal sebagai sistem tradisional, format pendidikan di kelas yang
mempertemukan dosen dan mahasiswanya. Artinya, proses pembela-
jaran dilakukan secara offline dengan fasilitas-fasilitas gedung sebagai
sarana pertemuannya. Metodologi pemeringkatan Pemeringkatan di-
lakukan menggunakan uniRank University Ranking yang sudah ter-
daftar sebagai Global University Ranking oleh IREG Observatory on
Academic Ranking and Excellence. Sistem algoritma yang digunakan
berdasarkan pada 5 website netral dan independen yang diekstraksi,
yakni Moz Domain Authority, Alexa Global Rank, SimilarWeb Global
Rank, Majestic Reffering Domains, dan Majestic Trust Flow. Data yang
digunakan untuk pemeringkatan diambil dari pekan yang sama untuk
206 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 207Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASmeminimalisasi fluktuasi yang ada dan memaksimalkan pembandingan.
Selanjutnya, dilakukan penyaringan sebelum masuk proses komputasi
untuk mendeteksi adanya outlier dalam data mentah. Untuk PT yang
mengadopsi subdomain sebagai halaman muka website resminya, akan
dilakukan investigasi dan tinjauan lebih lanjut terhadap Alexa Global Rank
dan SililarWeb Global Rank. Ketika outlier terdeteksi dan data subdomain
telah ditinjau dan disesuaikan, data matriks web dinormalisasi menjadi
skala 0-100 dengan mempertimbangkan sifat logaritma yang digunakan
beberapa website penilai yang digunakan. Nilai-nilai yang muncul dalam
skala tersebut kemudian dikumpulkan berdasarkan algoritma rata-rata
yang menghasilkan skor akhir dan peringkat website sebuah PT. Oleh
karena itu, secara sederhana dapat dikatakan penilaian yang dilakukan
oleh 4ICU menjadikan website universitas atau institut sebagai bahan
penilaiannya. Dengan demikian, PT yang sudah memenuhi 3 kriteria
sebelumnya tidak akan bisa masuk dalam penilaian jika tidak memiliki
website institusi, website sudah kadaluarsa, atau website menggunakan
domain blogspot, wordpress dan sebagainya.
Peningkatan ranking USM dalam webometric tidak dapat dilakukan de-
ngan cara sepotong-potong (parsial) dan hanya diserahkan pada lembaga
tertentu apalagi sebuah team kecil. Pimpinan universitas perlu mengelu-
arkan kebijakan khusus untuk mengatrol peringkat USM dalam webo-
metric. Beberapa universitas dalam negeri sudah melangkah lebih jauh
untuk meningkatkan peringkat. Universitas Indonesia (UI) misalnya, su-
dah mengeluarkan Surat Edaran khusus (tahun 2008) untuk meningkat-
kan peringkat di webometric.
Selain itu UI juga telah membentuk tim khusus webometric sejak Mei
2008 dengan susunan sebagai berikut :
- Prof. Ketut Surajaya (SU)
- Dr. Ir. Riri Fitri Sari (PPSI)
- Prof. Dr. Multamia Lauder (Dit Pend)
- Gatot F Hertono, PhD (PPSP)
- Dra. Henny S. Widyaningsih, M.Si (Humas & Protokoler)
- Ir. Adhi Yuniarto MSc (PPSI)
- Dra. Luki Wijayanti (Perpustakaan Pusat)
- Donny Gahrial Adian (Perencanaan)
Tim UI ini mempunyai tugas antara lain:
a. Mengintegrasikan seluruh website diFakultas/Departemen/Grup Riset
ke dalam website UI, sebagai identitas UI BHMN berbudaya corporate.
b. Memperbaiki content website dengan informasi yang akurat, reliable
dan updating data yang cepat.
c. Membuat aturan yang mewajibkan seluruh sivitas akademika meman-
fatkan sistem informasi dan web site UI, antara lain, webmail, weblog,
upload materi kuliah, UI-ana yang dapat di download dari Lontar.
d. Peningkatan referensi ke website UI melalui koordinasi dengan institusi
partner dan alumni. (Sumber : Suyatno, 2009)
Contoh lainnya adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada
webometric bulan Agustus 2009, belum masuk dalam daftar rangking
6.000. Kemudian dibentuktim khusus untuk menaikan peringkat diwebo-
metric, sekarang berada di posisi 2950 (world) dan 35 (Indonesia)–webo-
metric Juli 2013-.
Bahkan UMM pernah berada di rangking 1440 (world) dan 19 (Indonesia)
pada penilaian webometric januari 2013. Tentunya bukan sesuatu yang tiba-
tiba (dadakan), mesti ada sesuatu program dan manajamen TI yang mereka
siapkan. Khusus bagi USM, beberapa aspek yang terkait dengan upaya pe-
ningkatan peringkat USM dalam webometric antara lain:
a. Kebijakan penerapan ICT di kampus (Perlu Surat Keputusan Rektor)
b. Peningkatan kualitas networking (jaringan dan bandwith)
Untuk bandwidth saat ini sudah sangat cukup, yaitu 8 Mbps, apalagi
dibantu pihak ketiga (Indosat-superwifi-dan telkom-flashzone-). Sedangkan
jaringan internet, intranet dan hotspot memang masih sangat perlu di-
tingkatkan kualitasnya. Untuk kualitas kecepatan internet di USM yang
saya rasakan masih belum stabil (terkadang cepat, kadang lambat dan
terkadang disconnect) dan sepertinya belum ada standarisasi kecepatan
internet dimasing-masing titik hotspot. Kecepatan internet ini sangat di-
perlukan dalam hal menunjang kebutuhan dalam hal pencarian literatur-
literatur untuk penelitian atau pun untuk mengunggah karya ilmiah.
208 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 209Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASc. Pengembangan website universitas yang dinamis, menyatu dan
lengkap isinya
Saat ini Lembaga Puskom hanya menangani koneksi internet dan ti-
dak terlibat dalam pembuatan dan pengembangan Web site USM (saat
ini dikelola oleh Team IT (masih terpisah-pisah)). Sistem akademik USM
dikelola PSIT (terpisah), Sistem perpustakaan (digilib) dikelola Lembaga
UPT Perpustakaan (masih terpisah). Dan juga diperlukan kesatuan akses
(semua memakai domain “usm.ac.id”), konten lengkap, dan performa
menarik. Website juga memperhatikan dengan cermat semua persyaratan
dan kriteria yang dikeluarkan oleh penyelenggara webometric.
d. Kebijakan tegas bagi peneliti untuk “diwajibkan” meng-upload nas-kah publikasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris di LPPM-USM
Semua peneliti (dosen dan mahasiswa) yang difasilitas LPPM USM perlu
diwajibkan meng-upload naskah publikasi dan artikel ilmiah lain ke web-
site USM, khususnya di journal.usm.ac.id yang merupakan bagian dari
website usm.ac.id. Seperti di UI, apabila dosen yang selesai penelitian
tidak mengup-load di journal online, maka segala sesuatu yang terkait
dengan urusan administrasi keuangan dan lain-lain tidak dapat dilakukan.
e. Meningkatkan kemampuan perpustakaan digital (digilib.usm.ac.id)
Untuk menambah konten ilmiah (skripsi, tesis, dan lain-lainnya).
Perpustakaan sebagai ujung tombak dari publikasi ilmiah perlu segera
diberi tugas yang lebih besar lagi, yaitu mengembangkan: e-book, e-jour-
nal, e-grey literatutre dan e-local content :
1) Pengembangan E-Book Pengembangan koleksi e-book dapat dilaku-
kan dengan pembelian atau pengembangan buku hasil karya dari
civitas akademika. Kalau kita mengembangkan koleksi e-book dari
pembelian penulis tidak yakin bahwa hal itu akan berpengaruh secara
langsung terhadap peringkat Webometric. Namun apabila pengem-
bangan e-book berasal dari hasil karya civitas akademika akan sangat
berpengaruh terhadap peringkat Webometric.
2) Pengembangan E-Journal Sama halnya dengan e-book, pengem-
bangan e-journal berlangganan (link.springer.com) tidak mempunyai
pengaruh langsung terhadap Webometric. Namun pengembangan e-
journal milik universitas akan dapat meningkatkan unsur-unsur dalam
kriteria Webometric.
3) Pengembangan E-Grey Literature. Grey literature atau litera-
tur kelabu adalah koleksi yang tidak diterbitkan secara luas. Yang
termasuk koleksi ini adalah skripsi, tesis, disertasi dan laporan
penelitian. Apabila perpustakaan perguruan tinggi sudah me-
digitalkan koleksi tersebut, potensi untuk meningkatkan peringkat
Webometric sangat besar.
4) Pengembangan E-Local Content. Sama halnya e-grey literature,
e-local content sangat pontensial untuk meningkatkan peringkat
Webometric.
f. Menggembangkan e-learning untuk meningkatkan konten pem-belajaran diwebsite
E-learning dapat dikembangkan di program sarjana maupun pas-
casarjana. Saat ini, konten pembelajaran dalam bentuk materi perku-
liahan juga belum banyak (sudah menyatu dengan sia.usm.ac.id). Hal
ini perlu ditingkatkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan konten web-
site, sehingga meningkatkan konten Files, baik .doc;. ps;. pdf; mau-
pun .ppt.
g. Menggalakkan upload artikel ilmiah bagi dosen dan mahasiswa di journal.usm.ac.id.
Perlu dilakukan kampanye besar-besaran tentang meng-upload karya
ilmiah bagi dosen dan mahasiswa ke dalam website, khususnya pada
site yang sudah diberikan masing-masing, yaitu journal.usm.ac.id dan
digilib.usm.ac.id.
h. Membentuk tim khusus ”webometric” (jika dipandang perlu)
Tampaknya, USM sudah saatnya membentuk Tim Khusus Webometric
yang terdiri unit-unit strategis guna membantu pimpinan dalam
pemetaan, perencanaan, implementasi dan juga melakukan evaluasi
secara berkelanjutan terkait dengan website, sehingga peringkat we-
bometric USM dapat meningkat.
2. Asian Education
Berdasarkan informasi dari Kepala Kantor Internasional Unpad dr. Ronny
Lesmana, M. Kes., AIFO, PhD, rilis peringkat QS AUR 2019 menunjuk-
kan peringkat yang sama dengan posisi Unpad pada QS AUR 2018,
yaitu peringkat keenam di tingkat nasional. Semua perguruan tinggi se-
cara umum mengalami normalisasi data.
210 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 211Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Hasil peringkat ini berbeda dengan peringkat versi QS World University
Rankings 2019 yang telah dirilis Juni lalu. Dalam rilis QS WUR 2019,
Unpad berada pada posisi keempat dari 9 perguruan tinggi Indonesia
yang masuk dalam pemeringkatan tersebut. Perbedaan peringkat ini di-
dasarkan adanya perbedaan pada beberapa poin penilaian.
Dr. Ronny menjelaskan, dalam QS AUR 2019, ada beberapa perbe-
daan metodologi penilaian jika dibandingkan dengan QS WUR 2019.
Adanya normalisasi data dan perbedaan metodologi ini menyebabkan
hasil pemeringkatan antara QS WUR dan QS AUR juga berbeda.
“Data-data yang di-submit dan dipakai pada QS AUR adalah data yang
sama digunakan pada QS WUR,” ujar Dr. Ronny.
Pada sistem QS AUR 2019, parameter penilaian meliputi reputasi aka-
demik (30%), reputasi staf (20%), rasio mahasiswa dan dosen (10%), kerja
sama riset internasional (10%), jumlah sitasi penelitian (10%) dan jumlah
penelitian per fakultas (5%), rasio dosen bergelar Doktor (5%), proporsi
antara internasionalisasi akademik (2,5%) dan proporsi mahasiswa inter-
nasional (2,5%), serta proporsi antara program pertukaran mahasiswa
yang masuk (2,5%) dan program pertukaran mahasiswa keluar (2,5%).
Ada tiga parameter yang disorot Dr. Ronny, yaitu rasio mahasiswa,
persentase sitasi, dan kerja sama penelitian internasional. Parameter ra-
sio mahasiswa dalam QS AUR 2019 berbeda poin dengan QS WUR
2019. Secara nilai, parameter rasio mahasiswa dalam QS WUR 2019
memberikan nilai tinggi untuk Unpad.
“Sementara pada QS AUR 2019, data Unpad dinormalisasi dengan
jumlah dosen bergelar Doktor di fakultas serta berapa publikasi yang di-
hasilkan per fakultas. Hal tersebut menjadikan poinnya di QS AUR kecil,
sementara pada QS WUR nilainya besar,” ujar Dr. Ronny.
Untuk itu, fakultas perlu mendorong peningkatan dosen bergelar Doktor
hingga memperoleh jabatan guru besar. Peningkatan ini juga selaras de-
ngan aturan Kemenristekdikti yang menargetkan bahwa dosen pergu-
ruan tinggi minimal bergelar Doktor pada 2020 mendatang.
Parameter kedua, angka persentase sitasi publikasi Unpad. Secara kuan-
titas, kata Dr. Ronny, jumlah publikasi terindeks Scopus di Unpad sangat
baik. Namun, sebagian besar publikasi itu masih berada pada jurnal Q3
dan Q4, yang peluang disitasi per tahunnya tidak besar.
Dorongan dosen untuk mampu publikasi di jurnal Q1 terus diupayakan
oleh Unpad. Upaya ini diwujudkan melalui sejumlah fasilitasi berupa
hibah riset hingga penguatan aspek kepemimpinan akademik. Dengan
meningkatnya jumlah publikasi di Q2 dan Q1, sitasi Unpad juga akan
meningkat.
Selanjutnya, kerja sama jejaring riset tingkat internasional menjadi pe-
nilaian yang cukup penting. Unpad telah banyak menjalin kerja sama
dengan sejumlah perguruan tinggi maupun institusi di tingkat internasio-
nal.
“Secara keseluruhan, mitra luar negeri yang tergambar dari produk pub-
likasi terindeks Scopus belum tergambar dengan banyak negara, hanya
beberapa negara tertentu. Ini poinnya besar,” jelas Dr. Ronny.
Dengan memanfaatkan peluang kerja sama riset antar institusi mitra di
luar negeri, akademisi Unpad harus aktif menggelorakan aktivitas riset
bersama. Publikasi ilmiah tetap menjadi tujuan akhir. Namun, hal ter-
penting dalam aktivitas riset tersebut adalah bagaimana produk yang di-
hasilkan bisa dihilirkan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.*
3. Word Class University
Di era globalisasi saat ini, pendidikan telah menjadi perkara yang sa-
ngat penting. Orang-orang mencari universitas yang berkualitas terbaik.
Harvard University, Stanford University, UC Berkeley, Universitas Oxford
adalah beberapa universitas yang telah dikenal sebagai top 500 univer-
sitas dunia berdasarkan Peringkat Akademik Universitas Dunia 2015.
Kita sering mendengar nama-nama itu dalam kegiatan penelitian, dan
universitas mereka telah menghasilkan banyak orang yang benar-benar
memenuhi syarat dalam bidang mereka.
Begitupun di dunia Islam, mahasiswa Muslim mana yang tidak meng-
inginkan menempuh studi disebuah universitas kelas dunia? Dan dosen
Muslim mana yang tidak bercita-cita memiliki sebuah lingkungan akade-
mis yang kualitasnya kelas dunia? Slogan World Class University atau
research university dalam satu dekade ini semakin gencar kita dengar.
Setiap perguruan tinggi di manapun dibelahan dunia ini akhirnya bercita-
cita menjadi satu diantara sekian banyak World Class University.
Secara global, pengertian World Class University dapat dipahami se-
bagai mekanisme perankingan dalam skala internasional. Artinya segi
212 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 213Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASoperasional, fasilitas, metode, dan lulusan perguruan tinggi yang mampu
bersaing di tingkat internasional. World Class University mulai ber-
munculan di kawasan Asia khususnya Singapura, Korea Selatan, Cina,
Hongkong, Thailand, Jepang, Vietnam dan Taiwan dengan anggaran
yang besar dan didukung oleh kebijakan dari pemerintahnya.
Munculnya universitas kelas dunia di Asia tentu akan bersaing dengan
universitas di Eropa dan Amerika yang selama ini menguasai di dunia,
World Class University dianggap sebagai suatu sistem kompetitif, yang
mengarah pada “One-Dimensional Man” artinya menggiring pada satu
sistem yang sama akibat dari adanya globalisasi dan modernisasi.
Seperti dikemukakan Philip G Albach dalam The Costs and Benefits of
World-Class Universities (2005), ‘universitas kelas dunia’ adalah ‘univer-
sitas yang memiliki ranking utama di dunia, yang memiliki standar inter-
nasional dalam keunggulan (excellence)’. Keunggulan tersebut menca-
kup antara lain keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis
internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga
pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidang-
nya, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual,
keunggulan manajemen dan governance, fasilitas yang memadai untuk
pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap, laboratorium
yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses
belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan
dalam kerja sama internasional, baik dalam program akademis, riset dan
sebagainya.
Beberapa lembaga peneliti telah berdiri untuk melakukan riset di berbagai
universitas di dunia, seperti Academic Ranking of World Universities
(ARWU), Times Higher Education (THE), ataupun Webometrics. Dari
beragam syarat lembaga peneliti tersebut, terdapat tiga syarat inti yang
patut diperhatikan pertama, bagaimana perguruan tinggi merancang ke-
giatan riset yang dapat menghasilkan invensi dan inovasi kualitas dunia.
Kedua, bagaimana agar tulisan peneliti atau dosen dapat dipublikasikan
oleh jurnal akademik internasional dan dapat menjadi referensi oleh
peneliti dan dosen PT lain. Dan ketiga, bagaimana staf atau alumni suatu
PT dapat meraih penghargaan-penghargaan bertaraf internasional.
Program WCU di Indonesia
World Class University (WCU) mulai dikenal luas di Indonesia sejak akhir
Januari 2006 ketika Departemen pendidikan Nasional (Diknas) membentuk
Tim Gugus Tugas Penetapan 10 Perguruan Tinggi (PT) yang dipersiapkan
untuk menjadi universitas kelas dunia. Tahun berikutnya, Diknas kembali
menyiapkan 50 PT untuk tujuan yang sama; terdiri dari 27 PT negeri dan
23 PT swasta. Dari persiapan tersebut pihak Diknas kemudian mendorong
ke 50 PT untuk melakukan dialog dengan sejumlah rekanan mulai dari
tingkat ASEAN hingga ketingkat dunia, juga menjanjikan akan memberikan
fasilitas untuk mengikuti akreditasi internasional. Pada tahun-tahun berikut-
nya berbagai PT di Indonesia berlomba-lomba untuk menjadi universitas ber-
skala internasional. WCU tampaknya telah menjadi syarat utama bagi PT
di Indonesia untuk meningkatkan kualitas agar mampu bersaing dengan PT
luar negeri. Kemenristekdikti menjadikannya arus dengan agenda yang dina-
makan “Peningkatan Reputasi Perguruan Tinggi Indonesia Menuju World
Class University (WCU)”.
Melalui agenda ini, tahun 2010 pemerintah menargetkan 11 Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) besar di Indonesia untuk bisa masuk ke dalam kelompok
World Class University (WCU). Namun pada awal tahun 2015 menunjuk-
kan baru dua kampus (UI dan ITB) yang memenuhi target tersebut. Mandat
tersebut diberikan kepada UI, ITB, UGM, Unair, IPB, Undip, UNS (uni-
versitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), ITS Surabaya (Institut Teknologi
Sepuluh November), Universitas Brawijaya, Unpad dan Unhas. Lima per-
guruan tinggi di Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran 500 perguruan
tinggi top di dunia pada 2019 yakni Unair, ITS, UGM, ITB, dan UI.
Pemerintah akan mengucurkan dana sebesar Rp 5 miliar per tahun kepada
lima perguruan tinggi itu. Dana tersebut digunakan sebagai pembiayaan atas
solusi jangka pendek seperti memperbarui data-data dosen asing, mening-
katkan jumlah peneliti dan mahasiswa internasional, dan mengumpulkan
data-data penelitian. Selain itu, ada lembaga khusus (bisa merupakan bagian
kerja sama internasional) yang disiapkan mengurusi soal perbaruan infor-
masi data ke lembaga pemeringkatan.
Karena bukanlah rahasia lagi, bahwa tidak banyak PT di Indonesia yang
mampu bersaing di tingkat internasional, bahkan untuk level nasional
saja, sebagian besar belum memenuhi harapan. Banyak faktor penyebab-
nya sejak dari tradisi universitas yang relatif baru, hanya sejak masa pasca
214 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 215Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKemerdekaan Indonesia mulai memiliki universitas, pembiayaan yang mi-
nim, kualifikasi sumber daya dosen yang rendah, fasilitas yang tidak mema-
dai, tidak ada atau kurangnya jaringan nasional dan internasional, dan se-
jumlah faktor lainnya. Tak kurang pentingnya, Pemerintah Indonesia dalam
kebijakan politik pendidikannya sejak masa kemerdekaan hampir tidak per-
nah memprioritaskan pendidikan tinggi. Hal inilah yang membuat berku-
mandangnya seruan berulang untuk meningkatkan peringkat universitas di
Indonesia agar menjadi universitas ‘kelas dunia’.
Neoimperialisme di Balik WCU
Penjajahan gaya baru sangat tampak dibalik World Class University. Barat
melalui lembaganya yaitu WTO yang diprakarsai oleh Amerika Serikat,
yang berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, dijadikan kendaraan politik untuk
proses globalisasi aspek pendidikan. GATT-WTO sebagai salah satu skema
penghisapan yang mengikat bagi seluruh negara anggotanya dalam aspek
perdagangan, telah menjalankan skema liberalisasi tidak hanya dalam aspek
perdagangan, namun juga menarik sejumlah sektor publik ke dalam sektor
jasa sehingga dapat diperdagangkan dan memberikan keuntungan yang me-
limpah. Di bawah kesepakatan General Agreement on Tariffs and Service
(GATS-WTO), WTO telah meletakkan liberalisasi perdagangan sektor jasa
pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi
informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya.
Kepentingan ekonomi negara-negara majulah sesungguhnya yang berada di
balik agenda liberalisasi pendidikan. Paling tidak, ada tiga negara yang paling
mendapatkan keuntungan besar dari bisnis pendidikan, yaitu Amerika Serikat,
Inggris dan Australia. Pada tahun 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika men-
capai US $14 milyar. Di Inggris sumbangan ekspor pendidikan mencapai 4
persen dari total penerimaan sektor jasa negara tersebut. Demikian juga de-
ngan Australia, yang pada tahun 1993, ekspor jasa pendidikan dan pelatihan
telah menghasilkan AUS $1,2 milyar. Tidak mengherankan tiga negara terse-
but yang amat getol menuntut sektor jasa pendidikan melalui WTO. Melihat
data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan jasa pen-
didikan sebenarnya digerakkan untuk mengejar keuntungan ekonomi semata
oleh negara-negara maju. Tujuan pendidikan akhirnya digantikan dengan hi-
tungan untung rugi dalam logika bisnis.
Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2
Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising
the World Trade Organization”. Tahun 2001 pemerintah Indonesia kem-
bali meratifikasi kesepakatan internasional, yakni kesepakatan bersama ten-
tang perdagangan jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS)
dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dimana pendidikan dijadikan
sebagai salah satu dari 12 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian
para investor bisa menanamkan modalnya disektor pendidikan (terutama
untuk pendidikan tinggi). Pada akhirnya semakin melegitimasi adanya
komersialiasi pendidikan tinggi, pelepasan tanggung jawab negara dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi dan berdampak pada semakin rendah-
nya akses pendidikan tinggi yang mampu dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Indonesia pun telah mengadopsi KBE (Knowledge Based Economy,
Ekonomi Berbasis Pengetahuan). WCU sendiri merupakan salah satu ca-
paian program KBE tersebut. Arti penting capaian WCU bagi kesuksesan
agenda KBE adalah posisi strategis institusi pendidikan tinggi sebagai inti
dari sistem ilmu. Dimana menurut World Bank, pendidikan adalah salah
satu dari 4 pilar yang sangat penting agar suatu negara dapat berpartisipasi
sepenuhnya dalam knowledge economy.
Indonesia menjadikan KBE sebagai arah pembangunan nasional. Ini se-
bagaimana yang tercantum dalam RPJPN tahun 2005-2025. “Pengembangan
iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan
iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu
dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara
luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keung-
gulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan
sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelek-
tual (HAKI)...”. WCU melalui konsep HAKI-nya akan mengakibatkan para
intelektual muslim ikut terseret dalam arus yang makin menjauhkan mereka
dari idealisme intelektualitasnya. Dengan adanya WCU, aktualisasi keilmuan
mereka bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi untuk aspek ekonomi/bisnis.
Bahkan secara tidak sadar, mereka dijadikan alat oleh penjajah.
Sekulerisasi pendidikan pun tampak dalam program WCU, kaum intelek-
tual muslim seakan dituntut menguasai pengetahuan dan kemampuan yang
dapat digunakan sebagai modal utama memasuki ekonomi pasar bebas, tu-
216 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 217Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASjuannya agar dapat berkompetisi dan memenangkan kompetisi global itu.
Dampak globalisasi membuat negara-negara berkembang merasa harus me-
nyetarakan kualitas dirinya sejajar dengan negara-negara maju dilihat dari
Human Development Index (HDI), Program for International Student
Assessment (PISA), dan lainnya. Para penjajah Barat telah merancang bagi
dunia Islam, sistem pendidikan dan tsaqafah atas dasar pandangan hidup ala
Barat, yaitu berupa pemisahan materi dari ruh dan pemisahan agama dari
negara. Penjajah Barat menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satu-
nya sumber tsaqafah umat Islam. Akibatnya, menjadikan intelektual mus-
lim berpikir dan berbuat berdasarkan standar barat. Terjadilah pergeseran
paradigma berpikir mereka, tidak lagi Islam, melainkan ide-ide barat beserta
turunannya. Mereka tidak lagi berjalan sebagaimana perintah Rabb-nya, tapi
mereka jadi lebih patuh pada perintah tuannya.
Komersialisasi dan pembajakan riset melalui publikasi pada jurnal interna-
sional sebagai salah satu kriteria penentu WCU terlihat dari begitu berkua-
sanya korporasi seperti scopus, Elsevier dan Quacquarelly Symonds dalam
menentukan peta riset. Melalui kewenangannya menentukan kriteria riset
yang layak dipublikasi dan kepada siapa hasil riset itu akan diberikan dan un-
tuk kepentingan apa. Tragisnya pemerintah kita terus mendorong publikasi
seperti ini. Seperti dikeluarkannya surat edaran implementasi SNPT pada
program pasca sarjana yang salah satunya berisi kewajiban publikasi bagi
mahasiswa program magister dijurnal internasional. Pada tahun 2017 agar
komersialisasi riset berjalan massif, Kemenristek Dikti menyediakan total
anggaran Rp 390 miliar, dana ini lebih tinggi dari tahun lalu. Bahayanya,
kondisi bangsa ini tetap tertinggal di bidang riset dan teknologi, namun se-
makin menguatnya cengkaraman kafir penjajah terhadap berbagai hasil riset
yang telah menguras daya intelektual generasi bangsa.
Jenjang pendidikan tinggi adalah jenjang puncak yang paling dekat relasinya
dengan dunia industri. Karena itu biasanya produktivitas riset/penelitian se-
lalu mendapat stimulasi dari kebutuhan dunia industri yang membutuhkan
inovasi tinggi. Arus WCU mengekalkan kondisi de-industrialisasi di dunia
Islam karena mengarahkan penelitian di dunia Islam agar melayani kebutu-
han industri negara kapitalis, bukan industri nasional di negaranya sendiri.
Kriteria penilaian WCU, dilihat dari indikator THE misalnya, membuat
kampus layaknya sebuah korporasi yang berupaya untuk meraup untung
dari aktivitas intelektual terutama penelitian untuk dunia industri global yang
jika perlu meninggalkan kepentingan negeri sendiri. Hal ini sesuai dengan
arus pendidikan tinggi menjadi industri tersier yang dipelopori oleh WTO
dengan menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier.
Akibat desakan WTO untuk ratifikasi GATS tersebut, pemerintah Indonesia
kemudian mengeluarkan Perpres no.111/2007 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal. Perpres tersebut telah memasukkan bidang
pendidikan sebagai salah satu bidang usaha yang terbuka untuk penanaman
modal asing bahkan dengan penyertaan modal maksimum 49%. Ini adalah
jebakan hegemoni kekuatan asing pada sistem pendidikan di dunia Islam.
Dari sini terlihat jelas bahwasanya World Class University hakikatnya adalah
penjajahan intelektual didunia Islam. Dengan tidak adanya kemandirian
dalam aspek pendidikan, akhirnya pemerintah negeri muslim teramat ber-
gantung pada barat dan miskin visi orisinil untuk memajukan pendidikan
peradaban mereka sendiri. Ketika pemerintah dunia Islam berusaha keras
ingin menjadi universitas kelas dunia dengan segala persyaratannya, maka
artinya sistem pendidikan di dunia Islam telah tunduk di bawah dikte peru-
sahaan penerbitan, lembaga penelitian dan kampus asing. Oleh karena itu,
WCU hanyalah skenario hegemoni barat terhadap sistem pendidikan dunia
Islam.
Pengangguran Lulusan Universitas Meningkat
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru: jumlah pengangguran per
Februari 2019 menurun. Tapi, dari sisi pendidikannya. Lulusan diploma dan
universitas makin banyak yang tidak bekerja.
Sebab lulusan Diploma dan S.1 menganggur adalah :
1. Keterampilan tidak sesuai kebutuhan.
2. Ekspektasi penghasilan dan status lebih tinggi.
3. Penyediaan lapangan kerja terbatas.
Mayoritas pekerja adalah lulusan SD ke bawah, dimana prosentasenya
adalah sebagai berikut:
1. SD ke bawah berjumlah 41 %
2. SMP berjumlah 18 %
3. SMA berjumlah 18 %
4. SMK berjumlah 11 %
218 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 219Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS5. Diploma I/II/II berjumlah 3 %
6. Universitas berjumlah 10 %
Pendidikan Para penganggur itu dari bulan Februari 2017 sampai Februari
2019 adalah :
1. SD ke bawah, tingkat penganggurannya menurun 25%, dari 3,5% di
tahun 2017 menjadi 2,7 % di tahun 2019.
2. SMP tingkat penganggurannya menurun 6%, dari 5,4 % di tahun 2017
menjadi 5,0 % di tahun 2019.
3. SMA tingkat penganggurannya menurun 3,6%, dari 7,0 % di tahun
2017 menjadi 6,8 % di tahun 2019.
4. SMK tingkat penganggurannya menurun 6,9 %, dari 9,3 % di tahun
2017 menjadi 8,3 % di tahun 2019.
5. DIPLOMA I/II/III tingkat penganggurannya meningkat 8,5%, dari 6,4%
di tahun 2017 menjadi 6,9 % di tahun 2019
6. Universitas tingkat penganggurannya meningkat 25%, dari 5% di tahun
2017 menjadi 6,2% di tahun 2019.
F. AkreditasiPuskesmas
Inti pertama untuk akreditasi Puskesmas adalah:
1. Tidak boleh berbohong. Apabila sudah dikerjakan bilang sudah kalau
belum bilang belum.
2. Jalur evakuasi harus searah, maksudnya tujuannya keluar, dari yang pa-
ling belakang ke depan dan tempelannya harus bisa dilihat jelas.
3. Di meja pendaftaran harus ada masker dan penjelasan tentang batuk, jika
pasien batuk langsung diberikan masker.
4. Bangku ditulis keterangan, siapa yang harus duduk dibangku itu, misal-
nya lansia/pasien dewasa lainnya.
5. 6 langkah cuci tangan harus ditempel tiap ruangan, dan di depan pintu
masuk harus disiapkan wastafel juga.
A. KonsepDasarKinerja
Pengertian
Kinerja atau performance menurut Supriyanto dan Ratna (2007) adalah
efforts (upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pen-
capaian hasil upaya). Selanjutnya kinerja dirumuskan sebagai P E + A.
Performance = Efforts + Achievement
Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan,
melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melak-
sanakan kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melak-
sanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete
an understanding), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang
atau mesin (to do what is expected of a person, machine).
Robbins S, 1996, mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara ke-
mampuan (A= ability), motivasi (M= motivation) dan kesempatan (O- op-
portunity). Performance = f.(AxMxO).
Dalam perkembangannya disadari bahwa dalam melaksanakan fungsi dan
kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat besaran im-
balan, sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu (1) harapan mengenai
KINERJA PERAWAT
8BAB
220 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 221Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASimbalan, (2) persepsi terhadap tugas, (3) dorongan eksternal atau kepe-
mimpinan (4) kebutuhan A Maslow, (5) faktor pekerjaan (desain, umpan
balik, pengawasan dan pengendalian).
Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement)
suatu program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi
(efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik
secara kuantitas dan kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tang-
gung jawabnya, legal dan tidak melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja
sendiri merupakan penjabaran visi, misi tujuan dan strategi organisasi.
Figure Diagram skematis teori perilaku dan kinerja (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR.,
James H., 1997)
Robbins (1996: 170-184) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap
Umum individual terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins ada yang per-
lu diingat yaitu bahwa pekerjaan lebih dari sekadar menghadapi kertas,
menunggu pelanggan, atau mengendarai truk. Namun termasuk di dalam-
nya adalah bagaimana berhubungan dengan rekan kerja dan atasan, mengi-
kuti aturan dan kebijakan organisasi, menaati standar kinerja, dan tinggal di
dalam kondisi kerja yang sering kali tidak ideal.
Dari teori produktivitas menurut Kopelman, 1986. Faktor penentu orga-
nisasi yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh ke kinerja indi-
vidu atau organisasi melalui motivasi, sedangkan faktor penentu organisasi,
yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui
variabel pengetahaun, keterampilan atau kemampuan. Kemampuan diba-
ngun oleh pengetahuan dan keterampilan tentang kerja.
Figur Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979)
Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X
“Performance is defined as the record of outcomes produced on a spe-
cific job Function or activity during a specified time period” Robbin S.P,
(2002). Kinerja merupakan usaha dari hasil pekerjaan dalam menjalankan
fungsi/tugas khusus atau kegiatan selama periode tertentu.
Kinerja (performance) merupakan fungsi dari kemampuan (ability), moti-
vasi (motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja (opportunity).
Figure hubungan antara kinerja dan faktor kinerja(Robbins, S.P. 1990)
Ability (can do factors) dibangun oleh pengetahuan, keterampilan dan ap-
titude seseorang, sedangkan motivasi (will do factors) dibangun oleh moti-
vasi, personality.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelom-
pok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab ma-
sing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal,
tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Kinerja merupakan
penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu
222 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 223Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASorganisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap umum individual terhadap peker-
jaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah hasil kerja, (Supriyanto
dan Ratna, 2007.
Figure Hubungan Faktor Orgaisasi, Individu dan Kinerja(Gibson, 1997 dalam Supriyanto S., dan Ratna 2007)
Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan
dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja
organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk meng-
evaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah
sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam ke-
nyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang
ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya.
Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer
sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat bu-
ruk atau segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan atau
manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga peru-
sahaan/instansi menghadapi krisis yang serius.
B. KinerjaProfesiKeperawatan
Menurut Gillies (2007) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu proses
menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevalusi
kelayakan dan keefektifan tindakan. Kinerja seseorang tidak pernah menca-
pai 100 % atau titik terendah 0%, tetapi bila diberikan motivasi bisa men-
capai 80-90 % (Hersey & Blanchard, 2011). Dengan demikian perawat
yang melakukan tindakan akan bertanggung jawab, dimana hal ini akan
meningkatkan akontabilitas perawat itu sendiri. Tolak ukur penilaian yang
berorientasi kepada perawat adalah berdasarkan standar proses kepera-
watan. Standar proses asuhan keperawatan meliputi 4 komponen yaitu :
standar I adalah pengkajian, standar II adalah kegiatan perencanaan stan-
dar III adalah implementasi dan standar IV meliputi evaluasi (Australian
Nursing Federation, 1989). Proses keperawatan yang meliputi lima lang-
kah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi (Depkes RI, 1997). Standar asuhan keperawatan menurut
ANA (American Nurses Association, 1991) adalah standar I (pengkajian),
standar II (diagnosa keperawatan), standar III (identifikasi hasil), standar IV
(implementasi) dan standar V (evaluasi).
Dalam buku ini penulis akan menerapkan standar asuhan keperawatan dari
Depkes RI (1997), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk mendapatkan informasi kesehatan
pasien dan menentukan masalah kesehatannya (Depkes RI, 1997).Tahap
pengkajian antara lain mengumpulkan data (obyektif dan subyektif),
membuat analisis data dan merumuskan diagnosis keperawatan. Aspek-
aspek pengkajian meliputi pemeriksaan fisik, status psikososial-spiritual,
pola hidup sehat, dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk,
dilakukan perawat yang bertanggungjawab terhadap pasien tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan jelas, singkat dan pasti
tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan
atau diubah melalui tindakan keperawatan (Depkes RI, 1997). Diagnosa
keperawatan dapat dibagi menjadi aktual (masalahnya nyata) dan risiko
(masalah akan terjadi bila tidak dilakukan tindakan keperawatan). Rumus
untuk menulis diagnosa adalah PES. P singkatan dari problem atau ma-
224 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 225Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASsalah kesehatan. E singkatan dari Etiologi atau penyebab. S singkatan
dari Symptom/Syndrome atau tanda/gejala. Adapun aspek diagnosa
keperawatan yaitu sesuai prioritas masalah, mencakup masalah psikoso-
sial, mencakup kurangnya pengetahuan, dan dirumuskan dengan benar/
PES (patofisiologi-etiologi-syndrom/sympton).
3. Perencanaan
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagno-
sa keperawatan yang telah ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan
pasien (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah yang harus diikuti dalam
membuat rencana asuhan keperawatan adalah menetapkan urutan pri-
oritas masalah, merumuskan tujuan yang akan dicapai dan menentu-
kan rencana tindakan keperawatan. Aspek dalam tahap perencanaan
adalah rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, memuat tujuan dan krite-
ria hasil, mencakup tindakan observasi keperawatan, mencakup terapi
keperawatan, mencakup pendidikan kesehatan, mencakup tindakan ko-
laborasi, rencana asuhan keperawatan melibatkan pasien/keluarga.
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentu-
kandengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi (Depkes RI, 1997).
Langkah-langkah tindakan keperawatan adalah tahap persiapan (teruta-
ma alat dan bahan) dan tahap pelaksanaan (mengutamakan keselamatan
dan keamanan serta kenyaman pasien). Aspek-aspek yang ada pada ta-
hap implementasi adalah tindakan observasi, terapi keperawatan, pendi-
dikan kesehatan, dan kolaborasi serta respon pasien terhadap tindakan
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian
ulang rencana keperawatan (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah evaluasi
yaitu mengumpulkan data perkembangan pasien, menafsirkan perkem-
bangan, membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tin-
dakan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan
standar normalnya. Penafsiran hasil evaluasi antara laintujuan tercapai,
tujuan tercapai sebagian, tujuan tidak tercapai. Aspek-aspek yang harus
ada pada tahap evalusi adalah diagnosa keperawatan dievaluasi setiap
hari sesuai hasil SOAP dan diagnosa keperawatan yang sudah teratasi
terlihat didokumentasi.
C. PengukuranKinerja
Manajer pemula setingkat kepala ruangan akan menilai kinerja perawat ter-
hadap pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang telah diberikan kepada
perawat pelaksana. Kinerja keperawatan yang akan dinilai adalah pene-
rapan asuhan keperawatan dari pengkajian, perencanaan, diagnosa kepe-
rawatan, implementasi sampai evaluasi. Di bawah ini akan dibahas tentang
penilaian kinerja pelayanan keperawatan.
Pengertian
llyas (2001), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personal
dalam suatu organisasi melaui instrumen penilaian kinerja. Menurut Ruky
(2004) kinerja adalah tahap akhir dari proses manajemen prestasi kerja.
Hasibuan (2003) menyatakan kinerja adalah kegiatan manajer untuk meng-
evaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan.
Menurut Tappen (2010) yang mengutip dari Hansen & Wernerfelt (1989),
penilaian kinerja adalah kegiatan pimpinan ingin mengetahui apa yang telah
dikerjakan bawahan, berapa banyak yang telah dikerjakan dan kapan diker-
jakan. Depkes RI (2002) mengartikan penilaian kinerja sebagai suatu cara
untuk mengetahui kualitas kerja staf sesuai dengan uraian tugasnya. Adapun
penulis memberikan pendapat tentang penilaian kinerja adalah suatu evalu-
asi terhadap kualitas penampilan kerja perawat dibandingkan dengan stan-
dar kerja (SAK/SOP) yang ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.
Teknik Penilaian
Beberapa cara melakukan penilaian kinerja antara lain penilaian sendiri
(self assessment) dan penilaian 360 derajat. Penilaian sendiri dilakukan atas
dasar teori kontrol dan interaksi simbolik, Kedua teori tersebut mendorong
dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sen-
diri (Asford, 1990, dalam Ilyas, 2001). Menetapkan tehnik penilaian sen-
diri yang akan dipakai sehingga untuk mengukur gaya kepemimpinan dan
penerapan fungsi manajemen keperawatan hanya dilakukan oleh bawahan
saja (perawat pelaksana). Unsur pimpinan adalah kepala ruangan sedang-
kan bawahannya adalah perawat pelaksana, sehingga bila menggunakan
226 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 227Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASpenilaian 360 derajat tidak memenuhi syarat (tidak ada atasan atau selevel
dengan karu). Penilaian sendiri secara teori ada kekurangan dan kelebihan-
nya (dalam gambar di bawah). Penilaian sendiri dalam penelitian ini didisain
dalam bentuk kuesioner. Hasil yang dapat diharapkan bagi manajer adalah
adanya menjadi umpan balik yang positip tingkat profesionalisme perawat
baik kepala ruangan maupun perawat pelaksana. Tindak lanjutnya adalah
perencanaan pengembangan sumber daya manusia dan profesionalisme
pelayanan keperawatan (Ilyas, 2001).
Gambar Model Akurasi Persepsi Pribadi
Sumber: Yammarino and Atwater, “Understanding self-perception accuracy-implications for human resource management”, Humanresource management, Vol.32,
(num 1 & 3, Summer and Fall, 1993) dikutip oleh Ilyas (2001)
D. InstrumenKinerja
Faktor yang memengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins,
2002). Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah
sebagai berikut.
1. Human performance = ability+ motivation.
2. Motivation = attitude + situation.
3. Ability = knowledge + skill.
Selanjutnya Robbins (2002) mengemukakan bahwa: Kinerja karyawan
(Employee Performance) adalah tingkat di mana karyawan mencapai per-
syaratan-persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal)
adalah proses yang mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada
umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan
pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang
melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau yang diberikan. Program pe-
nilaian karyawan yang dianut oleh perusahaan, dapat menimbulkan ke-
percayaan moral yang baik dari karyawan terhadap perusahaan. Adanya
kepercayaan dikalangan karyawan bahwa mereka akan menerima imbalan
sesuai dengan prestasi yang dicapainya, akan merupakan rangsangan bagi
karyawan untuk memperbaiki prestasinya. Selanjutnya bila karyawan diberi-
tahu kelemahan-kelemahannya. Maka dengan bantuan pimpinan mereka
berusaha untuk memperbaiki diri masing-masing. Penilaian karyawan dapat
menimbulkan loyalitas terhadap perusahaan bila pemimpin mengembang-
kan dan memajukan karyawannya melalui pemberian sarana pendidikan
khusus bagi karyawan yang memerlukannya.
E. IndikatorKinerjaKeperawatan
Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang se-
bagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan. Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja.
1. Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pe-
ngalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,
sistem penghargaan (reward system).
Sementara itu yang dimaksud dengan dimensi kinerja menurut Gomes,
(1997), memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasar-
kan:
1. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode wak-
tu yang ditentukan.
2. Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya.
3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan kete-
rampilannya.
228 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 229Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS4. Creativeness; keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tinda-
kan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation; kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain.
6. Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan pe-
nyelesaian kerja.
7. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungn jawabnya.
8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-
tamahan dan integritas pribadi.
A. KonsepDasarMotivasi
Penampilan kerja adalah akibat adanya interaksi antara dua variabel, yaitu
kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan
tugas merupakan unsur utama dalam menilai kinerja seseorang. Namun,
tugas tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh suatu
kemauan dan motivasi. Jika seseorang telah melaksanakan tugas dengan
baik, maka dia akan mendapatkan kepuasan terhadap hasil yang dicapai
dan tantangan selama proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat ter-
cipta dengan strategi memberikan penghargaan yang dicapai, baik berupa
fisik maupun psikis dan peningkatan motivasi.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribu-
si pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia
dalam arah tekad tertentu. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran
yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekua-
saan, terutama dalam berperilaku.
Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam penger-
tian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan.
PEMIMPIN SEBAGAI MOTIVATOR
9BAB
230 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 231Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang, baik
fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi
kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi.
Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku
manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang
tergerak (Stoner dan Freeman, 1995: 134). Menurut bentuknya, motivasi
terdiri atas:
1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri indi-
vidu;
2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu;
3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit se-
cara serentak dan menghentak dengan cepat sekali.
Unsur Motivasi
Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tu-
juan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan
merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan
atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut
merupakan inti daripada motivasi.
Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu motivasi
timbul, memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah
tujuan tercapai, motivasi itu berhenti. Tapi itu akan kembali pada keadaan
semula apabila ada suatu kebutuhan lagi. Siklus ini dapat digambarkan se-
bagai berikut.
Figur Siklus Motivasi (Robbins, S.P, 2002)
Siklus tersebut merupakan siklus dasar. Untuk memahami motif pada ma-
nusia dengan lebih tuntas, ada faktor lain yang berperan dalam siklus motif
tersebut, yaitu faktor kognitif. Seperti kita ketahui bahwa kognitif merupa-
kan proses mental seperti berpikir, ingatan, persepsi. Dengan berperannya
faktor kognitif dalam siklus motif, maka driving state dapat dipicu oleh piki-
ran ataupun ingatan.
Berbagai Teori Motivasi (Stoner dan Freeman, 1995)
Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori
dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori
keadilan, teori harapan, dan teori penetapan sasaran.
1. Teori kebutuhan
Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup berkecuku-
pan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa yang
dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori ke-
butuhan, motivasi dimiliki seseorang pada saat belum mencapai tingkat
kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuas-
kan tidak akan lagi menjadi motivator. teori-teori yang termasuk dalam
teori kebutuhan adalah:
a. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow. Teori ini dikembangkan
oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan kebutuhan FAKHA
(Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi Diri) di
mana dia memandang kebutuhan manusia sebagai lima macam hi-
erarki, mulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai
kebutuhan tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu
akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol
atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu.
b. Teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa
orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi
(Existence, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkait-
an (Relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan
pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pe-
ngaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang
lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah
akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.
232 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 233Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASc. Teori tiga macam kebutuhan
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar
dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi
(need for achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan ke-
butuhan untuk berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain
(need for affiliation). Penelitian McClelland juga mengatakan bahwa
manajer dapat mencapai tingkat tertentu, menaikkan kebutuhan un-
tuk berprestasi dari karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja
yang memadai.
d. Teori motivasi dua faktor
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia meya-
kini bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan
di dalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan
organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg menyimpulkan bahwa keti-
dakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari dua faktor yang
terpisah.
Semua faktor-faktor penyebab ketidakpuasan memengaruhi konteks
tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebi-
jakan perusahaan yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab
utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Penilaian positif terha-
dap berbagai faktor ketidakpuasan ini tidak menyebabkan kepuasan
kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan. Secara lengkap,
beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan peru-
sahaan dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kon-
disi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi,
hubungan dengan bawahan, status dan keamanan.
Faktor penyebab kepuasan (aktor yang memotivasi) termasuk presta-
si, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan, semuanya berkaitan
dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain
yang membuat kepuasan yang lebih besar, yaitu: berprestasi, penga-
kuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam pekerjaan,
dan pertumbuhan.
2. Teori keadilan
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam mo-
tivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan
yang diterima. Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan
seimbang dengan usaha yang mereka kerjakan.
3. Teori harapan
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada keuntungan yang di-
peroleh dari tiap tingkah laku). Teori harapan terdiri atas dasar sebagai
berikut.
a. Harapan hasil prestasi
Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku me-
reka. Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang
bagaimana cara mereka bertingkah laku.
b. Valensi
Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekua-
tan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke indi-
vidu yang lain.
c. Harapan prestasi usaha
Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melak-
sanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah
laku seseorang sampai tingkat tertentu akan bergantung pada tipe ha-
sil yang diharapkan. Beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan intrin-
sik yaitu imbalan yang dirasakan langsung oleh orang yang bersang-
kutan. Imbalan ekstrinsik (misal: bonus, pujian dan promosi) diberikan
oleh pihak luar seperti supervisor atau kelompok kerja.
4. Teori penguatan
Teori penguatan, dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan te-
man-temannya, menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di
masa lampau akan memengaruhi tindakan di masa depan dalam proses
belajar siklis. Proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
Konsekuensi Respons Masa Depan Rangsangan-Respons
Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu
situasi atau peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu.
Teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman
rangsangan respon konsekuensi. Menurut teori penguatan, seseorang
234 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 235Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASakan termotivasi jika dia memberikan respon pada rangsangan terhadap
pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu.
5. Teori prestasi (Mc. Clelland)
Pada tahun 1961 bukunya, The Achieving Society, David Mc Clelland
menguraikan tentang teorinya. Dia mengusulkan bahwa kebutuhan indi-
vidu diperoleh dari waktu ke waktu dan dibentuk oleh pengalaman hidup
seseorang. Dia menggambarkan tiga jenis kebutuhan motivasi (Marquis
dan Huston, 1998).
Dalam sebuah studi Motivasi McClelland mengemukakan adanya tiga
macam kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut.
a. Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi)
Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan
akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Untuk mengungkap
kebutuhan akan prestasi. Ini dapat diungkap dengan teknik proyeksi.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai Need for
Achievement tinggi akan mempunyai performance yang lebih baik
daripada orang yang mempunyai Need for Achievement rendah.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa untuk memprediksi
bagaimana performance seseorang dapat dengan jalan mengetahui
Need for Achievement (kebutuhan akan prestasinya). Teori McClelland
ini penting karena ia berpendapat bahwa motif prestasi dapat dia-
jarkan. Hal ini dapat dicapai dengan belajar. Menurut McClelland,
setiap orang memiliki motif prestasi sampai batas tertentu. Namun,
ada yang terus-menerus lebih berorientasi prestasi daripada yang lain.
Kebanyakan orang akan menempatkan lebih banyak upaya ke dalam
pekerjaan mereka jika mereka ditantang untuk berbuat lebih baik. Ciri
orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi:
1) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif,
2) Mencari feedback tentang perbuatannya,
3) Memilih risiko yang sedang di dalam perbuatannya,
4) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung un-
tuk menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang
berisiko sangat tinggi. Situasi dengan risiko yang sangat kecil men-
jadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang murni, karena se-
dikitnya tantangan. Sementara itu situasi dengan risiko yang terlalu
tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang
dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka
lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan
sukses yang moderat, peluangya 50% : 50%. Motivasi ini membu-
tuhkan feedback untuk memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi
yang mereka capai. Ibu yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi dalam
melengkapi status imunisasi anak, akan berusaha mengimunisasikan
anaknya sesuai jadwal imunisasi yang ada dan menunjukkan partisi-
pasinya mengikuti program yang ada di masyarakat. Oleh karena ibu
tidak menginginkan anaknya terkena penyakit menular akibat tidak
diimunisasi sehingga performa yang ditunjukkan oleh ibu yang memi-
liki motivasi tinggi berbeda dengan ibu yang memiliki motivasi yang
rendah.
b. Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi)
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan ber-
hubungan dengan orang lain. Kebutuhan untuk berafiliasi merupa-
kan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama
orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Seseorang yang kuat akan kebutuhan berafiliasi, akan selalu mencari
orang lain, dan juga mempertahankan akan hubungan yang telah di-
bina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya, apabila kebutuhan akan
berafiliasi ini rendah, maka seseorang akan segan mencari hubungan
dengan orang lain, dan hubungan yang telah terjadi tidak dibina se-
cara baik agar tetap dapat bertahan. Ciri orang yang memiliki kebutu-
han afilasi yang tinggi adalah sebagai berikut.
1) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pe-
kerjaan daripada tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
2) Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerja sama dengan
orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
3) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
4) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
5) Selalu berusaha menghindari konflik.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat me-
nginginkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan sangat
236 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 237Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASingin merasa diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan
mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang memberikan
hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka
akan sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat
mengutamakan interaksi sosial. Ibu yang memiliki kebutuhan afilasi
tinggi akan selalu berusaha mematuhi norma dan nilai yang ada di
lingkungannya untuk mengimunisasikan anaknya secara lengkap.
Karena ingin membangun interaksi yang baik dengan masyarakat
sekitar dan berusaha mencegah konflik akibat tidak mengikuti norma
yang ada atau program yang ada di masyarakat.
c. Need for power (kebutuhan untuk berkuasa)
Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan
untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.
Dalam interaksi sosial seseorang akan mempunyai kebutuhan untuk
berkuasa (power). Orang yang mempunyai power need tinggi akan
mengadakan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain,
dan ini merupakan salah satu indikasi atau salah satu menefestasi dari
power need tersebut. Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa
yang tinggi adalah sebagai berikut.
1) Menyukai pekerjaan di mana mereka menjadi pemimpin.
2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah orga-
nisasi di manapun dia berada.
3) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu per-
kumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
4) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelom-
pok atau organisasi.
Seseorang dengan motif kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua
tipe, yaitu:
1) Personal power: mereka yang mempunyai personal power mo-
tive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung,
dan bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
2) Institutional power: mereka yang mempunyai institutional po-
wer motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive,
cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya
untuk mencapai tujuan bersama.
Ibu yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi akan berusaha
melengkapi status imunisasi anaknya, karena orang tua memiliki pe-
ngaruh dan control terhadap anaknya. Jika orang tua saja melakukan
imunisasi secara lengkap maka anak juga harus mendapatkan imu-
nisasi secara lengkap.
B. Jenis-JenisMotivasi
Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Sadirman,
2003) sebagai berikut.
1. Motivasi Internal
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Kebutuhan, keinginan,
cita-cita yang ada dalam diri individu akan menimbulkan motivasi inter-
nalnya. Kekuatan motivasi internal, akan memengaruhi pikirannya yang
selanjutnya akan mengarahkan perilaku individu tersebut untuk beraktivi-
tas. Motivasi internal dikelompokkan menjadi dua, sebagai berikut :
a. Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus,
dan lain-lain.
b. Psikologis, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori dasar.
1) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan, kehar-
monisan, kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan
orang lain.
2) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari
luka fisik dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan diter-
tawakan orang, serta kehilangan muka, mempertahankan gengsi
dan mendapatkan kebanggaan diri.
3) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi,
mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan
penguasaannya terhadap orang lain.
2. Motivasi Eksternal
Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal. Motivasi
eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar diri individu, datang dari
lingkungan. Misalnya: motivasi eksternal dalam belajar antara lain berupa
238 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 239Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASpenghargaan, pujian, hukuman, atau celaan yang diberikan oleh guru,
teman atau keluarga. Support keluarga, orang tua, kakak, adik, kerabat
atau sahabat sekalipun.
C. PemimpinSebagaiMotivatoryangBaik
Seorang pemimpin itu bukan hanya konsep dan teori, tetapi merupakan
aktivitas dan memberi contoh. Kemampuan menyampaikan komunikasi
dengan kata-kata yang membangun. Memberikan kritik dan saran dengan
redaksi yang elegan. Memberikan masukan dimulai dari yang positif dulu
baru yang negatif yang perlu diperbaiki. Selalu mengucapkan terima kasih.
Selalu mengucapkan maaf aabila ada yang kurang. Memberi contoh suri
tauladan akan apa yang diucapkannya. Konsisten dan konsekuen antara
perkataan dan perbuatan. Selalu memberi semangat kepada staf atau orang-
orang yang dipimpinannya.
Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi
Manajer memegang peran penting dalam memotivasi staf untuk menca-
pai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus
mempertimbangkan keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk
memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf. Kegiatan
yang perlu dilaksanakan manajer dalam menciptakan suasana yang motiva-
tif adalah sebagai berikut.
1. Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan
harapan tersebut kepada para staf.
2. Harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan.
3. Pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai.
4. Mengembangkan konsep kerja tim.
5. Mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan or-
ganisasi.
6. Menunjukkan kepada staf bahwa Anda memahami perbedaan-perbedaan
dan keunikan dari masing-masing staf.
7. Menghindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antar staf.
8. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan
melakukan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan pengala-
man yang bermakna.
9. Meminta tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang
aka dibuat di organisasi.
10. Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tinda-
kan yang akan dilakukannya.
11. Memberi kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai
tugas limpah yang diberikan.
12. Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.
13. Memberikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan
pengawasan terhadap tugas.
14. Menjadi role model bagi staf.
15. Memberikan dukungan yang positif.
Peran Mentor Sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja
Peran sebagai mentor manajer keperawatan adalah sebagai berikut (Darling,
1984 dikutip oleh Marquis dan Heston, 2010).
1. Model: seseorang yang perilakunya menjadi contoh dan panutan.
2. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan berkomunikasi arti kepe-
rawatan profesional dan keterkaitannya dalam praktik keperawatan.
3. Energizer: seseorang yang selalu dinamis dan memberikan stimulasi ke-
pada staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya.
4. Investor: seseorang yang mengivestasikan waktu dan tenaga dalam
perkembangan profesi dan organisasi.
5. Supporter seseorang yang memberikan dukungan emosional dan me-
numbuhkan rasa percaya diri.
6. Standard procedure: seseorang selalu berpegang pada standar yang ada
dan menolak aktivitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar.
7. Teacher-coach: seseorang yang mengajarkan kepada Anda tentang ke-
mampuan skill interpersonal, dan politik yang penting dalam pengem-
bangan.
240 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 241Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS8. Feedback giver: seseorang yang memberikan umpan balik, baik secara
tulus positif atau positf dalam perkembangan.
9. Eye opener: seseorang yang selalu memberikan wawasan/pandangan
yang luas tentang stuasi terbaru yang terjadi.
10. Door opener: seseorang yang selalu membuka diri dan memberikan
kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi.
11. Idea bouncer: seseorang yang akan selalu berdiskusi dan mendengar
pendapat Anda.
12. Problem solver: seseorang yang akan membantu Anda dalam mengi-
dentifikasi dan menyelesaikan masalah.
13. Career counselor: seseorang yang membantu Anda dalam pengemba-
ngan karier (cepat ataupun lambat).
14. Challenger: seseorang yang mendorong Anda untuk menghadapi pe-
rubahan/tantangan secara kritis dan pantang menyerah.
Motivasi Diri untuk Manajer
Motivasi instrinsik dari seorang manajer merupakan variabel yang menentu-
kan motivasi pada semua tingkatan. Motivasi manajer berdampak khususnya
pada kepuasan kerja staf dan untuk tetap bertahan bekerja pada berbagai
situasi institusi. Sikap yang positif, semangat, produktif, dan melaksanakan
kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus dimiliki manajer.
Terjadinya “burnout” salah satunya disebabkan oleh sikap manajer yang
kurang positif. Secara kontinyu manajer selalu memonitor tingkat motivasi-
nya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi staf.
Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan adalah
perawatan diri. Ada beberapa strategi untuk mempertahankan self care
(Summers, 1994), yaitu sebagai berikut.
1. Mencari konsultan dan kelompok pendukung yang memungkinkan
manajer untuk selalu memperhatikan staf dan mendengarkan keinginan
Anda.
2. Mempertahankan diet dan aktivitas.
3. Mencari aktivitas yang membantu manajer untuk dapat santai.
4. Memisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan di rumah.
5. Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri Anda dan orang lain.
6. Mengenali keterbatasan/kelemahan.
7. Menyadari bahwa bukan hanya Anda vang dapat menyelesaikan semua
pekerjaan, belajarlah menghargai kemampuan staf.
8. Berani mengatakan “tidak” jika Anda tidak dapat melaksanakan peker-
jaan yang akan dibebankan pada anda.
9. Bersantai, tertawa, dan berkumpul dengan teman-teman.
10. Menanamkan bahwa semua yang Anda kerjakan adalah untuk kemasla-
hatan umat dan sebagai ibadah.
D. PengembanganKarierProfesionalisme
Pengembamgan karier profesionalisme melalui jenjeng karier, perawat klinik
1 sampai dengan perawat klinik 5, berdasarkan jenjang karier PPNI. Melalui
studi lanjut pendidikan tinggi keperawatan. Jenjang karier perawat sebagai
dosen melalui karier dosen KEMENRISTEK DIKTI melalui tahapan sebagai
berikut :
1. Asisten ahli.
2. Lektor.
3. Lektor kepala.
4. Guru besar atau profesor.
Skema Jenjang Karier Perawat
PM I
PM III
PM II
PM IV
PM V
Pk II (2 tahun)SertifikatmanajemenbangsalNers.Sertifikat BasicLeadershipSIP, STR
••
••
•
LOWER MGR
MIDDLE MGR
PM III (3 tahun)S2 MGT 6 tahun.S3 Kep, 3 tahunSIP, STR
••••
PM I (3 tahun)Ners 6 tahunS2 MGT 2 tahun.SertifikatManajemenBidangKeperawatan 8jam.SertifikatLeadershipAdvance ISIP, STR
••••
•
•
MIDDLE MGRPM II (3 tahun)Ners 9 tahunS2 MGT 4 tahun.SertifikatLeadershipAdvance IISIP, STR
••••
•
TOP MGR
TOP MGRPM IV (3 tahun)S2 MGT 8 tahun.S3 Kep, 5 tahunSIP, STR
••••
242 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 243Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Tingkatan Leaders dan Manager dengan Policy, STRATEGIS dan opera-
sional. Setiap orang dianugerahi kemampuan yang berbeda dalam hal pe-
kerjaan, ada yang dia berperan dan memiliki kapasitas dalam hal Polocy,
strategis, operasional ada juga dia yang berperan besar dalam tataran
eksekusi teknis, salah satu perbedaan sekaligus yang menjadi tantangan dari
keduanya adalah “cara berpikir”.
Seorang yang berperan strategis dia tertantang untuk harus menjadi seorang
yang Generalis, artinya dia perlu untuk berpikir secara lebih luas. Karena
dalam konteks polocy, strategis, atau operasional dia tak bisa hanya sekedar
melihat dari 1 titik, melainkan harus dari berbagai sudut pandang.
Meskipun di sini ia tak harus menguasai satu pekerjaan yang spesifik, tapi
ia harus mampu memahami alur dan outcome dari setiap pekerjaan yang
dijalankan oleh tim teknis operasional sebagai bahan dalam menentukan
keputusan strategi.
Lalu seorang yang berperan sebagai eksekutor teknis, dia tertantang untuk
menjadi seorang Spesialis yang berfikir dengan lebih spesifik terhadap bidang
yang dijalaninya. Artinya, selain dia harus benar-benar menguasai teknis pe-
kerjaan, ia juga perlu fokus untuk memaksimalkan eksekusi tugas-tugas yang
sudah menjadi pekerjaannya dengan cara yang efektif. Karena kualitas pe-
kerjaannya akan tergantung dari bagaimana cara dia mengeksekusi.
Dari situ kita bisa melihat bahwa antara orang strategis dan teknis, kedua-
nya sama-sama memiliki peran penting dan saling membutuhkan satu sama
lain yang jika dikolaborasikan, maka akan berdampak terhadap pencapaian
goals yang maksimal.
Lalu kalau dalam konteks berkarir Anda bertanya harus menjadi orang
Strategis atau teknis? Lagi-lagi itu semua tergantung dari kapasitas dan
kapabilitas diri Anda, plus orientasi anda ketika mengawali karir pekerjaan.
Di posisi mana pun itu, selama kapasitas Anda disitu, dengan rahmat Allah,
akan memberikan hasil kerja yang maksimal. Justru yang bahaya itu, ketika
Anda memaksakan diri Anda untuk mengerjakan sesuatu yang bukan pada
kapasitas diri Anda.
Jenjang Karir Perawat Manajer di RS
RS TIPE A RS TIPE B RS TIPE C RS TIPE D
244 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 245Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus menjadi tuntut-
an bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini timbul keinginan untuk
mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi.
Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat mem-
berikan arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan isu di masyara-
kat.
Berdasarkan keadaan di atas, perlu dikembangkan model praktik kepe-
rawatan yang diuji coba dengan memberikan pengalaman belajar praktik
klinik kepada mahasiswa (Ners dan Spesialis), sehingga diharapkan mutu
pelayanan kesehatan bisa meningkat.
A. PerubahanModelSistemPemberianAsuhanKeperawatan
Bab ini menyajikan tahapan proses manajemen keperawatan yang meliputi
data analisis SWOT dan identifikasi masalah. Sejalan dengan perkembangan
dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, model sistem
asuhan keperawatan juga harus berubah menuju praktik keperawatan profe-
sional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan adalah
metode tim, primer, kasus dan gabungan (moduler).
APLIKASI MODEL METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)
10BAB
246 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 247Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASB. LangkahPengelolaanMAKP
Langkah 1: Pengumpulan Data
Contoh Pengumpulan Data
1. Sumber daya manusia (M1-Man)
Ketenagaan
• Struktur organisasi
Ruangan Interna Rumah Sakit Y dipimpin oleh kepala ruangan dan
dibantu oleh wakil kepala ruangan, 3 ketua tim, 8 perawat pelaksana,
tata usaha bersama 5 pembantu orang sakit (POS) atau yang difung-
sikan sebagai pembantu perawat, serta tiga orang yang bertugas se-
bagai cleaning service (CS). Adapun struktur organisasinya adalah:
Figur Struktur Asuhan Keperawatan di Ruang X RS Y
2. Jumlah Tenaga di Ruang X Rumah Sakit Y
a. Keperawatan
Tabel Tenaga Keperawatan di Ruang X RS Y
b. Non keperawatan
3. Kebutuhan Tenaga
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan dapat diterapkan bebera-
pa formula yaitu: (1) Rasio; (2) Douglas; (3) Gillies.
a. Metode Rasio
1) Rumah sakit Y tipe B dengan jumlah tempat tidur 200 buah, maka
seorang pimpinan tenaga keperawatan akan memperhitungkan
jumlah tenaga keperawatan adalah: 1/1 X 200 200
jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan untuk rumah sakit terse-
but adalah 200 orang.
2) Bila rumah sakit tipe C dengan jumlah tempat tidur 100 buah,
maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: 2/3 x 100
67, maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100
orang.
3) Bila rumah sakit tipe D dengan jumlah tempat tidur 75 buah, maka
jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: 1½ x 75 = 37,5
maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 40 orang.
No Kualifikasi Jumlah Masa kerja Jenis
1 S-I Keperawatan 2 5 tahun: I orang3 tahun: I orang
PNSPNS
2 D-3 Keperawatan 4 <5 tahun: 2 orang5-10 tahun: I orang4 bulan: I orang
PNSPNS
Honorer
3 SPK 7 >25 tahun: 7 orang PNS
No Kualifikasi Jumlah Jenis
1 Tata usaha 1 PNS
2 Cleaning service 3 Honorer
3 Penjaga orang sakit 5 Bervariasi
248 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 249Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Douglas
Di ruang X RS Y dirawat 36 orang pasien dengan kategori sebagai beri-
kut: 30 pasien dengan perawatan minimal, 4 pasien dengan perawatan
parsial dan pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga pe-
rawatan adalah sebagai berikut.
Tabel Kebutuhan Tenaga Perawat Tiap Sif Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Pasien di Ruang X Rumah Sakit Y
Pada Tanggal 23 April
Total tenaga perawat:
Pagi : 7 orang
Sore : 5 orang
Malam : 4 orang
15 orang
Jumlah tenaga lepas dinas per hari:
= 4,62 (dibulatkan 5 orang)
Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan untuk bertugas per hari di ruang X
adalah 15 orang + 5 orang lepas dinas + 2 orang tenaga; Kepala ruang
dan wakil 22 orang.
c. Metode Gillies
Ruang X RS Y berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, jumlah rata-rata
pasien yang dirawat 30 orang per hari. Kriteria pasien yang dirawat terse-
but adalah 20 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu
diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang harus diberikan perawatan
total. Tingkat pendidikan perawat yaitu S-1 dan D-3 Keperawatan. Hari
kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka
dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat diruang tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan pasien
per hari, yaitu:
a) Keperawatan langsung:
keperawatan mandiri 20 orang pasien 20 x 2 jam = 40 jam
keperawatan sebagian 5 orang pasien 5 x 3 jam = 15 jam
keperawatan total 5 orang pasien 5 x 6 jam = 30 jam
jumlah = 85 jam
b) Keperawatan tidak langsung: 30 orang pasien x 1 jam = 30 jam
c) Penyuluhan kesehatan 30 orang pasien x 0,25 jam 7,5 jam
Total jam secara keseluruhan adalah 122,5 jam.
2) Menentukan jumlah total jam keperawatan yang dibutuhkan per
pasien per hari adalah 122,5 jam ÷ 30 pasien = 4 jam.
3) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan
tersebut adalah langsung dengan menggunakan rumus Gillies di atas,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.
4 jam/pasien/hari x 30 pasien/hari x 265 hari
(365 hari - 76) x 7 jam
43800
2023= = 22 orang
20% X 20 = 4 orang
Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 22 + 4 = 26
orang/hari.
4) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan
perhari, yaitu:
30 orang x 4 jam
7 jam= 17 orang
5) Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per sif,
yaitu dengan ketentuan menurut Eastler (Swansburg, 1990).
a) Sif pagi 47%= 7,9 orang (8 orang).
b) Sif sore 36%= 6,1 orang (6 orang).
c) Sif malam 17 % - 2,9 orang (3 orang).
Kualifikasi Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga
Tingkat Ketergantungan
Jumlah Pasien Pagi Sore Malam
Minimal 30 30 x 0,17 5,1 30 x 0,14 = 4.2 30 x 0.07 = 3
Partial 4 4 x 0,27 = 1,08 4 x 0,15 = 0,6 4 x 0,10 = 0,28
Total 2 2 x 0,36 = 0,72 2 x 0,3 = 0,6 2 x 0,20 = 0,4
Jumlah 36 6,9 5,4 3,68
7 5 4
86 x 15
279
Keterangan: angka 86 merupa-kan jumlah hari tak kerja dalam 1 tahun, sedangkan 279 adalah jumlah hari kerja efektif dalam 1 tahun.
250 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 251Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS6) Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:
a) 55%= 14,3 (14 orang) tenaga profesional.
b) 45% = 11,7 (12 orang) tenaga nonprofesional.
4. BOR (Bed Occupacy Rate)
Penghitungan BOR (Bed Occupacy Rate)
a. BOR pasien di ruang X.
Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 23 April
Tabel BOR Ruang X Rumah Sakit Y Tanggal 24 April
5. Diagnosis penyakit terbanyak
Data yang didapat pada bulan Mei 2010 sebagai berikut: DHF sebanyak
43 pasien, Dispepsia 15 pasien, Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 12
pasien, CVA Infark sebanyak 11 pasien, Observasi febris sebanyak 10
pasien, Thypoid sebanyak 8 pasien.
6. Penghitungan beban kerja perawat
a. Time motion study;
b. Work sampling.
c. Daily log.
Contoh: penghitungan beban kerja (Time and Motion Study).
Pengukuran beban kerja objektif dilakukan untuk mengetahui peng-
gunaan waktu tenaga keperawatan dalam melaksanakan aktivitas baik
untuk tugas pokok, tugas penunjang, kepentingan pribadi dan lain-lain.
Adapun pembagian kerja secara normatif pada setiap sif kerja yaitu sif
pagi, sore dan malam. Adapun pembagian jam kerja secara normatif
pada setiap sif pada ruang bedah X sebagai berikut.
a. Sif pagi dimulai pukul 07.30- 4.00 (6,5 jam);
b. Sif sore dimulai pukul 14.00-21.00 (7 jam);
c. Sif malam dimulai pukul 21.00-07.30 (10,5 jam).
Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Langsung pada Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 24 Oktober - 11 November
(n-12)
Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif
langsung sif pagi yaitu mengukur tanda-tanda vital, sedangkan kegiatan
produktif langsung yang terendah dilakukan yaitu persiapan operasi.
No Sif Kelas 2 Kelas 3 BOR
1 Pagi 4 bed(0 kososng)
34 bed(2 kosong)
36/38 x 100% = 94,7%
2 Sore 4 bed(0 kososng)
34 bed(2 kosong)
36/38 x 100% = 94,7%
3 Malam 4 bed(0 kososng)
34 bed(2 kosong)
36/38 x 100% = 94,7%
No Sif Kelas 2 Kelas 3 BOR
1 Pagi 4 bed(0 kososng)
30 bed(2 kosong)
34/38 x 100% = 89,5%
2 Sore 4 bed(0 kososng)
30 bed(2 kosong)
34/38 x 100% = 89,5%
3 Malam 4 bed(0 kososng)
30 bed(2 kosong)
34/38 x 100% = 89,5%
No Tindakan Keperawatan Langsung Waktu (jam) Frekuensi Rerata
waktu (jam)
1 Memberikan obat kepada pasien 6,08 38 0,16
2 Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi 2,075 25 0,083
3 Memenuhi kebutuhan eliminasi BAB 1 4 0,25
4 Memenuhi kebutuhan eliminasi urine 0,48 3 0,16
5 Memenuhi kebutuhan integritas jaringan (Rawat Luka) 3,3 11 0,33
6 Memenuhi kebutuhan oksigen 0,5 6 0,083
7 Menyiapkan spesimen lab 1,12 7 0,16
8 Memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan aman 0,249 3 0,083
9 Observasi Px 0,25 3 0,083
10 Melakukan resusitasi 0,5 1 0,5
11 Perawatan jenazah 0,75 3 0,25
12 Melakukan tindakan ECG 0,5 2 0,25
13 Mengukur TTV 4,9 59 0,083
14 Menerima pasien baru 1,6 10 0,16
15 Pendidikan kesehatan 0,48 3 0,16
16 Persiapan operasi 0,5 2 0,25
Dan seterusnya.
Total 24,284 180 3,039
252 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 253Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Tabel Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tidak Langsung pada
Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober -18 November (n-12)
Tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif
tidak langsung sif pagi yaitu pendokumentasian catatan medik, sedang-
kan kegiatan produktif tidak langsung yang terendah dilakukan yaitu per-
siapan dan sterilisasi alat.
Tabel Pelaksanaan non produktif pada Sif Pagi di Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober - 18 November (n-12)
Keterangan :
Data sore dan malam harus dicantumkan.
Tabel Rekapitulasi Pelaksanaan Perawatandi Ruang X RS Y Surabaya Tanggal 17 Oktober - 18 November (n-12)
Tabel Beban Kerja Objektif
Tabel di atas menunjukkan bahwa beban kerja di ruang X termasuk
kategori beban kerja rendah (kurang dari 80%).
Contoh Lampiran: Angket M1 (MAN)
Jawaban
1. Sangai kurang atau tidak perah.
2. Cukup atau kadang kadang.
3. Baik atau sering.
4. Sangat baik atau selalu.
Angket M1-Ketenagaan
1. Bagaimana struktur organisasi yang telah berjalan di ruangan, Apakah
Anda merasa puas dan sesuai dengan kemampuan perawat di bidang-
nya?
2. Bagaimana pembagian tugas yang dilakukan di ruangan? Apakah sudah
sesuai dengan struktur organisasi yang telah ada?
3. Bagaimanakah kinerja ketua tim/PP menurut Anda? Apakah kompeten
dengan tugas-tugasnya?
4. Apakah Anda merasa membutuhkan kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan kerja melalui pelarihan/pendidikan tambahan? Berikan ala-
sannya.
5. Bagaimana kebijaksanaan rumah sakit mengenai pemberian beasiswa
atau pelatihan pendidikan keperawatan, Apakah Anda merasa puas?
6. Bagaimana jumlah pendapatan yang diterima plus insentif yang diteri-
ma saudara sudah sesuai dengan latar pendidikan Anda? Apakah Anda
merasa puas?
7. Apakah ada kesempatan untuk mengambil cuti dalam waktu 1 minggu?
No Tindakan Keperawatan Tidak Langsung Waktu (jam) Frekuensi Rerata
Waktu (jam)
1 Pendokumentasian catatan medik 11,52 72 0,16
2 Telekomunikasi dengan ruang lain 0,415 5 0,083
3 Timbang terima pasien 6 12 0,5
4 Memenuhi kebutuhan kebersihan dan lingkungan 4,16 26 0,16
5 Persiapan dan sterilisasi alat 0,64 4 0,16
Total 22,735 119 1,063
No Kegiatan Nonproduktif Waktu (jam) Frekuensi Rerata
Waktu (jam)
1 Pendokumentasian catatan medik 3 12 0,25
2 Makan dan minum 6 12 0,5
3 Toilet 2,24 14 0,16
4 Telepon pribadi 0,747 38 0,083
5 Duduk di ners station 19 38 0,5
Total 30,981 85 1,493
Jenis Kegiatan Keperawatan Pagi Sore Malam
Kegiatan produktif :a. Langsungb. Tidak langsung
24,28422,735
17,20518,498
20,84718,741
Kegiatan non produktif : 30,981 48,245 86,4
Total 78 84 126
SifBeban Kerja Objektif
Persentase Kategori
Pagi 60,28% Rendah
Sore 42,50% Rendah
Malam 31,42% Rendah
254 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 255Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS8. Dengan tingkat ketergantungan pasien yang ada di ruangan, bagaimana
tingkat beban kerja di ruangan menurut Anda?
9. Apakah jumlah perawat dan pasien di ruangan sudah sesual menurut
Anda?
M2-Material: Sarana dan Prasarana
1. Penataan Gedung/Lokasi dan Denah Rungan
Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan ini dilakukan pada
Ruang X Rumah Sakit Y dengan uraian denah sebagai berikut.
a. Sebelah utara berbatasan dengan Ruang Bedah,
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Ruang Saraf,
c. Sebelah barat merupakan arah belakang ruangan,
d. Sebelah timur merupakan arah pintu masuk ke dalam ruangan,
e. Bagaimana penataan gedung sesuai dengan peruntukan pelayanan?
2. Fasilitas
a. Fasilitas untuk pasien.
Tabel Daftar Fasilitas untuk Pasien Ruang X RS Y
b. Fasilitas untuk petugas kesehatan.
1) Ruang kepala ruangan menjadi satu dengan ruang pertemuan pe-
rawat.
2) Kamar mandi perawat/WC ada 1.
3) Ruang staf dokter ada di sebelah barat nursing station.
4) Nursing station berada di tengah ruangan di sebelah ruang staf
dokter dan ruang pasien kelas dua.
5) Gudang berada di sebelah selatan ruang ganti.
6) Ruang ganti berada di sebelah utara, di dekat gudang.
3. Alat kesehatan yang ada di ruang X Rumah Sakit Y
Tabel Daftar Alat Kesehatan Ruang X RS Y
No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1 Tempat Tidur 25 bed Cukup baik 1 : 1 -
2 Meja Pasien 25 buah Cukup baik 1 : 1 -
3 Kipas Angin 7 buah Cukup baik 4/ ruangan Perlu dikurangi
4 Kursi Roda 3 buah Cukup baik 2-3/ ruangan -
5 Branchart 2 buah Cukup baik 1/ ruangan Perlu dikurangi
6 Jam dinding 2 buah Baik 2/ ruangan -
7 Timbangan 1 buah Baik 1/ ruangan -
8 Kamar mandi dan wc
4 buah Cukup baik Kls 2 = 1:2Kls 3 = 1:5
Perlu ditambah 1 kamar mandi
9 Dapur 1 buah Cukup baik 1/ ruangan -
10 Wastafel 2 buah Baik 2/ ruangan -
No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1 Stetoskop 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
2 Hb meter 2 buah Baik 2/ruangan -
3 Urometer 2 buah Baik 2/ruangan -
4 Lemari Es 1 buah Baik 1/ruangan -
5 Com stainless 4 buah Baik 3/ruangan Dikurangi
6 Tabung O2 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
7 Senter 2 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
8 Bak injeksi 8 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
9 Ember sampah pasien 3 buah Baik 1 : 1 Ditambah 22
10 Papan tulis/white board 2 buah Baik 1/ruangan Dikurangi
11 Lemari kaca 2 buah Baik 1/ruangan Dikurangi
12 Lemari besi 1 buah Baik 1/ruangan -
13 Tensimeter 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
14 Pinset anatomis 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
15 Pinset cirurgis 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
16 Gunting nekrotomi 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
17 Gunting perban 3 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
18 Korentang dan tempat 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
19 Bengkok 10 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
20 Suction 2 buah Baik 2/ruangan -
21 1 buah Baik 1/ruangan -
22 1 set Baik 1/ruangan -
23 1 buah Baik 1/ruangan -
24 1 buah Baik 2/ruangan -
25 2 buah Baik 2/ruangan -
256 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 257Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
4. Consumable (obat-obatan dan bahan habis pakai).
5. Administrasi penunjang-RM.
a. Buku Injeksi.
b. Buku Observasi.
c. Lembar Dokumentasi.
d. Buku Observasi Suhu dan Nadi.
e. Buku Timbang Terima.
f. SOP
g. SAK
h. Buku visite.
i. Buku Dalin.
j. Leaflet.
Angket M2 (Material)-Sarana dan Prasarana
Petunjuk pengisian: Berilah tanda (√ ) pada jawaban pilihan Anda.
M3-Method: Metode Asuhan Keperawatan
Fokus pengkajian M3 (Methods) sebagaimana tertulis pada data fokus beri-
kut ini.
Tabel Data Fokus Metode Pengumpulan Data M3 (Methods)
26 1 buah Baik 2/ruangan Ditambah 1
27 4 buah Baik 1/ruangan Dikurangi
28 5 buah Baik 2/ruangan Dikurangi
29 10 buah Baik 1 : 1 Ditambah 15
30 1 buah Baik 1/ruangan -
31 10 buah 2 rusak 5/ruangan Dikurangi
32 2 buah Baik 2/ruangan -
33 1 buah Baik 2/ruangan Ditambah 1
34 5 buah 1 rusak 5/ruangan Ditambah 1
No Pertanyaan
1 Apakah tata letak gedung ruangan sudah sesuai dengan standar pelayanan?
2 Apakah fasilitas di ruangan Anda sudah lengkap untuk perawatan pasien sesuai dengan standar yang berlaku?
3 Apakah peralatan kesehatan di ruangan Anda sudah lengkap untuk perawatan pasien?
4 Apakah jumlah alat yang tersedia sesuai dengan rasio pasien? Apakah Anda berencana untuk menambah peralatan perawatan
5 Apakah semua perawat mengerti cara menggunakan semua alat-alat perawatan?
6 Apakah persediaan consumable (alat habis pakai) selalu tersedia sesuai yang dibutuh-kan pasien?
7 Apakah administrasi penunjang yang dimiliki sudah memadai?
No Metode Data Fokus yang Dinilai
1 Penerapan MAKP Contoh Metode TIM- Mekanisme pelaksanaan
a. Ketua Tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan
b. Komunikasi efektif agar kontunuitas rencana keperawatan terjamin
c. Anggota Tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
- Tupoksi (Tanggung jawab Ketua Tim)a. Membuat perencanaanb. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasic. Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat meni-
lai tingkat kebutuhan pasiend. Mengembangkan kemampuan anggotae. Menyelengarakan konferensi
- Tanggung jawab Anggota Tima. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah
tanggung jawabnyab. Kerja sama dengan anggota tim dan antar timc. Memberikan laporan.
- Tanggung jawab Kepala Ranga. Perencanaanb. Pengorganisasianc. Pengarahand. Pengawasan
2 Timbang terima - Persiapan (Pra)a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian sif/operan.b. Semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan
timbang terima khususnya pasien baru masuk dan pasien yang memiliki permasalahan yang belum teratasi.
c. Semua sarana prasarana terkait pelayanan keperawatan dilaporkan dan dioperkan.
- Pelaksanaan di nurse station dan di bed pasien.a. Kedua kelompok dinas sudah siap.b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.c. Kepala ruang membuka acara timbang terima.d. Perawat yang sedang jaga menyampaikan timbang terima
kepada perawat berikutnya.e. Perawat sif dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab, dan
validasi.f. Melakukan validasi keliling ke bed pasien.
- Pasca.a. Diskusi/klarifikasi.b. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung
tanda tangan pergantian sif serta penyerahan laporan.c. Ditutup oleh kepala ruangan.
258 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 259Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
3 Ronde keperawatan
- Persiapan (Pra).a. Menentukan kasus dan topik.b. Menentukan tim ronde.c. Mencari sumber atau literatur.d. Mempersiapkan pasien: informed consent.e. Membuat proposal (Studi Kasus/resume keperawatan).
- Pelaksanaan.a. Penjelasan/penyajian tentang pasien oleh perawat yang
mengelola pasien.b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.c. Ke bed pasien, perawat lain/konselor/tim kesehatan lainnya
melakukan pemeriksaan/validasi dengan cara observasi; membaca status/dokumen lainnya; dan menayanyakan.
- Pasca di nurse station.a. Pemberian justifikasi oleh perawat tentang data, masalah
pasien, rencana, tindakan yang akan dilakukan dan kriteria evaluasi.
b. Kesimpulan dan rekomendasi untuk asuhan keperawatan selanjutnya oleh Kepala Ruang/pimpinan ronde.
4 Pengeloaan Logistik dan obat
Penerimaan resep/obat.- Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruang
yang dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk (perawat primer atau ketuaTim).
- Ke bed pasien/keluarga; Penjelasan dan permintaan persetu-jaun tentang sentralisasi obat.
- Format sentralisasi obat berisi: nama, no. register, umur, ruangan.
Pemberian obat.- Perhatikan 6 tepat (pasien, obat, dosis, cara, waktu, dokumen-
tasi) dan IW (Waspada/monitoring).Penyimpanan- Mekanisme penyimpanan.
a. Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan atau dalam kartu persediaan.
b. Periksa persediaan obat, pemisahan antara obat untuk penggunaan oral dan obat luar.
5 Penerimaan pasien baru
- Persiapan.- Pelaksanaan.- Penjelasan tentang 3P
1) Pengenalan kepada pasien, tenaga kesehatn lain.2) Peraturan rumah sakit.3) Penyakit termasuk sentralisasi obat.
- Penandatanganan penjelasan.
6 Discharge planning - Persiapan.Mengidentifikasi kebutuhan pemulangan pasien, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang, antara lain: pengetahuan pasien/keluarga ten-tang penyakit; kebutuhan psikologis; bantuan yang diperlukan pasien, pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, dan lain-lain; sumber dan sistem yang ada di masyarakat; sumber finansial; fasilitas saat di rumah; kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.
- Pelaksanaan: dilakukan secara kolaboratif serta disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.
7 Supervisi - Prasupervisi. Supervisi dilakukan oleh kepala ruang terhadap kinerja dari tim (ketua dan anggota) dan atau Perawat Primer dalam melaksanakan ASKEP.
- Pelaksaaan supervisi dilihat aspek; tanggung jawab, kemam-puan, dan kepatuhan dalam menjalankan delegasi.
- Pascasupervisi-3Fa. Penilaian (fair).b. Feedback dan klarifikasi,c. Reinforcement dan follow up perbaikan.
8 Dokumentasi - Format model dokumentasi yang digunakan (pengkajian dan catatan asuhan keperawatan).
- Pengisian dokumentasi: legalitas, lengkap, akurat, relevan, baru (LLARB).
Angket M3-1 MAKP
Pertanyaan Jawaban
Model asuhan keperawatan yang digunakan
1. Apakah model asuhan keperawatan yang digunakan perawat diruangan saat ini?
2. Apakah Anda mengerti/memahami dengan model asuhan keperawatan yang digunakan saat ini?
3. Menurut Anda, apakah model tersebut cocok digunakan di ruanganAnda?
4. Apakah model yang digunakan sesuai dengan visi dan misi ruangan?
Efektifitas dan efsiensi modell asuhan keperawatan.
1. Apakah dengan menggunakan model saat ini menjadikan semakin pendek lama rawat inap bagi pasien? Rerata hari rawat berapa?
2. Apakah terjadi peningkatan kepercayaan pasien terhadap ruangan?3. Apakah model yang digunakan saat ini tidak menyulitkan dan memberi-
kan beban berat kerja bagi Anda?4. Apakah model saat ini tidak memberatkan dalam pembiayaan?5. Apalah model yang digunakan mendapat banyak kritikan dari pasien
pada ruangan?
Pelaksanaan model asuhan keperawatan
1. Apakah telah terlaksana komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lain? Jelaskan!
2. Apakah kontinuitas rencana keperawatan terlaksana?3. Apakah anda menjalankan kegiatan sesuai tupoksi?
Tanggung jawab dan pembagian tugas
1. Apakah job description untuk anda selama ini sudah jelas?2. Jelaskan tugas anda sesuai dengan model asuhan keperawatan yang
saat ini digunakan ruangan?3. Apakah anda mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat
menilai tingkat kebutuhan?
260 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 261Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAngket M3-2 Timbang Terima.
1. Berapa kali timbang terima dilakukan di ruangan Anda?
a. 1 kali, pukul?
b. 2 kali, pukul?
2. Apakah timbang terima telah dilaksanakan tepat waktu?
Apakah timbang terima dihadiri oleh semua perawat yang berkepenti-
ngan?
3. Siapa yang memimpin kegiatan timbang terima?
4. Adakah yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan timbang terima?
5. Tahukah Anda, apa saja yang harus disampaikan dalam pelaporan tim-
bang terima?
6. Apakah ada buku khusus untuk mencatat hasil laporan timbang terima?
7. Apakah ada kesulitan dalam mendokumentasikan laporan timbang
terima?
8. Apakah ada interaksi dengan pasien saat timbang terima berlangsung?
9. Tahukah Anda, bagaimana teknik pelaporan timbang terima ketika be-
rada di depan pasien?
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi masing-masing
pasien?
11. Tahukah Anda, bagaimana persetujuan atau penerimaan timbang
terima?
12. Apakah Anda (sif pengganti) dievaluasi kesiapannya oleh kepala
ruangan?
Angket M3-3 Ronde Keperawatan
1. Apakah ruangan ini mendukung adanya kegiatan ronde keperawatan?
2. Apakah sebagian besar perawat di ruang Saudara mengerti adanya ronde
keperawatan?
3. Apakah pelaksanaan ronde keperawatan di ruangan ini telah optimal?
4. Berapa kali ronde keperawatan dilaksanakan dalam 1 bulan?
5. Apakah keluarga pasien mengerti tentang adanya ronde keperawatan?
6. Apakah tim dalam pelaksanaan kegiatan ronde keperawatan telah diben-
tuk?
7. Apakah tim yang dibentuk telah mampu melaksanakan kegiatan ronde
dengan optimal?
Angket M3-4 Sentralisasi Obat
Pertanyaan Jawaban
Pengadaaan sentralisasi obat
1. Apakah yang Anda ketahui tentang sentralisasi obat2. Apakah di ruangan Anda ini terdapat sentralisasi obat?3. Jika Ya, apakah sentralisasi obat yang ada sudah dilaksanakan secara
optimal?4. Jika Tidak, menurut Anda apakah di ruangan ini perlu diadakan
sentralisasi obat? (Untuk yang menjawab, ini pertanyaan terakhir).5. Apakah selama ini Anda pernah diberi wewenang dalam urusan
sentralisasi obat?6. Apakah ada format daftar pengadaan tiap-tiap macam obat (oral-injeksi-
supositosia-infus-insulin-obat gawat darurat)?
Efektivitas dan efisiensi model asuhan keperawatan.
1. Apakah dengan menggunakan model saat ini menjadikan semakin pendek lama rawat inap bagi pasien? Rerata hari rawat berapa!
2. Apakah terjadi peningkatkan kepercayaan pasien terhadap ruangan?3. Apakah model yang digunakan saat ini tidak menyulitkan dan memberi-
kan beban berat kerja bagi Anda!4. Apakah model saat ini tidak memberatkan dalam pembiayaan?5. Apakah model yang digunakan mendapat banyak kritikan dari pasien
pada ruangan?
Alur penerimaan obat.
1. Apakah selama ini ada format persetujuan sentralisasi obat dari pasien/keluarga pasien?
2. Bagaimana proses penerimaan obat dan pasien/keluarga pasien?
Cara penyimpanan obat.
1. Apakah di ruangan ini terdapat ruangan khusus untuk sentralisasi obat?2. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sentralisasi
obat?3. Apakah selama ini Anda memisahkan kepemilikan antar obat-obar
pasien?4. Apakah selama ini Anda memberi etiket dan alamat pada obat-obat
pasien?
Cara penyiapan obat
1. Apakah selama ini sebelum memberikan obat kepada pasien Anda selalu menginformasikan jumlah kepemilikan obat yang telah digunakan?
2. Apakah ada format tiap jenis obat sebelum Anda memberikan obat ke pasien?
262 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 263Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAngket M3-5 Supervisi (bisa menggunakan penilaian 1-4)
1. Apakah Anda mengerti tentang supervisi? Jelaskan!
2. Apakah supervisi telah dilakukan di ruangan?
3. Berapa kali supervisi dilakukan?
4. Siapakah yang melakukan supervisi? Jelaskan!
5. Bagaimana alur supervisi yang ada di ruangan? Jelaskan!
6. Adakah format baku untuk supervisi setiap tindakan? Sebutkan format
yang ada!
7. Apakah format untuk supervisi sudah sesuai dengan standar kepe-
rawatan? Jelaskan!
8. Apakah alat (instrumen) untuk supervisi tersedia secara lengkap? Jelaskan
jika tidak!
9. Apakah hasil dari supervisi disampaikan kepada perawat?
10. Apakah selalu ada feedback dari supervisor untuk setiap tindakan?
Jelaskan!
11. Apakah Anda puas dengan hasil dari feedback tersebut?
12. Apakah ada follow up untuk setiap hasil dari supervisi? Jelaskan!
13. Apakah Anda menginginkan perubahan untuk setiap tindakan sesuai
dengan hasil perbaikan dari supervisor?
14. Apakah Anda pernah mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang
supervisi?
Angket M3-6 Penerimaan Pasien Baru (PPB)
1. Apakah yang Anda berikan saat melakukan penerimaan pasien baru?
Jelaskan:
2. Apakah Anda bersedia melakukan PPB?
3. Apakah sudah ada pembagian tugas tentang PPB?
4. Apakah sudah ada pemberian brosur/leaflet saat melakukan PPB?
5. Bagaimana teknik yang digunakan saat pemberian PPB pada pasien?
a. Lisan.
b. Tertulis.
c. Lisan dan tertulis.
6. Apakah setiap selesai melakukan PPB, Anda melakukan pendokumenta-
sian?
Angket M3-7 Discharge Planning
1. Apakah Anda mengerti tentang discharge planning? Jelaskan!
2. Apakah yang Anda berikan saat melakukan discharge planning?
Jelaskan!
3. Apakah Anda bersedia melakukan discharge planning?
4. Kapan Anda melakukan discharge planning?
a. Mulai pasien masuk RS sampai pasien akan keluar RS.
b. Saat pasien masuk RS.
c. Saat pasien akan keluar RS.
5. Apakah sudah ada pembagian tugas tentang discharge planning?
6. Bagaimana operasional pemberian tugas discharge planning oleh ke-
pala ruangan? Jelaskan!
7. Apakah sudah ada pemberian brosur/leaflet saat melakukan discharge-
planning?
8. Bagaimana teknik yang digunakan saat pemberian discharge planning
pada pasien?
a. Lisan.
b. Tertulis
c. Lisan dan tertulis.
9. Bahasa apa yang digunakan saat melakukan discharge planning?
a. Bahasa Indonesia.
b. Bahasa Jawa.
c. Bahasa lain, sebutkan.
10. Apakah bahasa yang Anda gunakan dalam melakukan discharge plan-
ning mengalami kesulitan untuk dipahami pasien?
11. Apakah setiap selesai melakukan discharge planning, Anda melakukan
pendokumentasian dari discharge planning yang telah Anda lakukan?
264 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 265Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAngket M3-7 Dokumentasi Keperawatan
1. Model dokumentasi keperawatan apa yang digunakan di ruang Saudara
saat ini? Jelaskan!
Apakah sudah ada format pendokumentasian yang baku di ruang interna
ini?
2. Apakah Anda sudah mengerti cara pengisian format dokumentasi terse-
but dengan benar dan tepat?
Jika sudah mengerti, tolong Anda jelaskan dengan singkat!
Apakah menurut Anda format yang digunakan ini bisa membantu (memu-
dahkan) perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien?
3. Apakah Anda sudah melaksanakan pendokumentasian dengan tepat
waktu (segera setelah melakukan tindakan)?
4. Apakah menurut Anda model dokumentasi yang digunakan ini menam-
bah beban kerja peawat?
5. Apakah menurut Anda model dokumentasi yang digunakan ini menyita
banyak waktu perawat?
M4-Money
Difokuskan pada berikut.
1. Pemasukan.
2. RAB, yang meliputi dana untuk kegiatan berikut.
a. Operasional (kegiatan pelayanan).
b. Manajemen (pembayaran pegawai, listrik, air, telepon dan lainnya).
c. Pengembangan (sarana prasarana dan sumber daya manusia).
M5-Mutu
1. Patient safety (medication error, flebitis, dekubitus, jatuh, restrains, injuri,
ILOINOS).
2. Kepuasan pasien.
3. Kenyamanan.
4. Kecemasan.
5. Perawatan diri.
6. Pengetahuan/perilaku pasien.
Angket Mutu (bisa dilihat pada bagian kualitas pelayanan keperawatan, bab
lain pada buku ini).
Contoh: Penerapan Pengukuran Mutu
M5-Mutu: Kualitas Pelayanan Keperawatan
Pelanggan yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di RS X Surabaya
di ruang Y sebagian besar berasal dari luar Surabaya. Berdasarkan data
bulan Maret, terdapat usia pelanggan yang bervariasi pada kisaran usia an-
tara 10-80 tahun. Mayoritas pelanggan, berusia 60-70 tahun (sebanyak 17
orang). RS X merupakan rumah sakit tipe A sebagai rumah sakit pendidikan
dengan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang. Di lain pihak pe-
rawat tidak memiliki tugas khusus sebagai tim marketing secara langsung un-
tuk mencari pelanggan dalam mencari pelayanan jasa kesehatan. Perawat
memberikan pelayanan seoptimal mungkin dengan memberikan perawatan
secara paripurna, sehingga pelayanan diruangan layak untuk dipromosikan
sebagai bahan pemasaran untuk mencari pelanggan. Perawat ruang Bedah
X telah melakukan perbaikan di berbagai aspek yaitu dari perbaikan bangu-
nan dan fasilitas, dan peningkatan mutu sumber daya manusia dari penge-
tahuan dan soft skill.
Mutu Pelayanan Keperawatan
Ruang X Rumah Sakit Y Surabaya telah menerapakan upaya penjaminan
mutu perawatan pasien, di mana terdapat beberapa aspek penilaian pen-
ting, diantaranya sebagai berikut.
Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Berdasarkan Sasaran keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh
Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI
Acredition, maka sasaran tersebut meliputi 6 elemen berikut.
Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien.
Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif.
Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
(high- alert medications).
Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.
Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh.
266 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 267Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSasaran I: Ketepatan identifikasi pasien, meliputi standar berikut.
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis (lihat juga).
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/
prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Sasaran II: Peningkatan komunikasi yang efektif (SBAR)
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan di-
tuliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan terse-
but.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang mem-
beri perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui
telepon.
Sasaran III: Peningkatan keamanan obat vang perlu diwaspadai (high-alen
medications)
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengatur identifikasi,
lokasi pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspa-
dai.
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelavanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambhil untuk mencegah pembe-
rian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label
yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict
access).
Sasaran IV: Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk iden-
tifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan/
pemberian tanda.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk melaku-
kan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia tepat/
benar, dan fungsional
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumenta-
sikan prosedur sign in (sebelum induksi): sebelum insisi/time-out tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan dan sign out
(sebelum meninggalkan kamar operasi).
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukuag keseragaman
proses guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang di-
laksanakan di luar kamar operasi.
Sasaran V: Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hyangiene
terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(antara laindari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hyangiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mendukung pengu-
rangan secara berkelanjutan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran VI: Pengurangan risiko pasien jatuh
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.
268 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 269Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengu-
rangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak
disengaja.
4. Kebijakan dan/atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan
dari risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit.
Berikut adalah penerapan beberapa parameter pengukuran keselamatan
pasien yang bisa digunakan di rumah sakit. Parameter secara lengkap bisa
dilihat pada halaman lain pada buku ini.
1. Angka kejadian jatuh
Dari data hasil didapatkan bahwa 100% pasien tidak mengalami jatuh
selama dilakukan perawatan oleh perawat ruangan. Meskipun sebagian
pasien mempunyai risiko jatuh, akan tetapi dari hasil tabulasi menunjuk-
kan tidak ada pasien yang mengalami jatuh.
2. Kesalahan pengobatan (Medication Error)
Kejadian kesalahan pemberian obat yang meliputi tidak tepat obat, tidak
tepatcara pemberian, tidak tepat dosis, tidak tepat pasien, tidak tepat
waktu pemberian dan tidak waspada terhadap efek pemberian obat tidak
terjadi selama periode bulan Januari-Maret, pemberian obat dilakukan
secara benar sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter
Angka KTD dalam pemberian obat pada tanggal 23 April:
jumlah pasien yang terkena KTD dalam pemberian obat x 100%
jumlah pasien pada hari tersebut
0 x 100%
36= 0 %
Angka KNC dalam pemberian obat pada tanggal 23 April:
jumlah pasien yang terkena KNC dalam pemberian obat x 100%
jumlah pasien pada hari tersebut
0 x 100%
36= 0 %
3. Angka kejadian flebitis.
Kejadian flebitis, pada bulan Januari-Meret tercatat 129 pasien yang ter-
pasang intravena line (IVL). Dari 129 pasien yang terpasang IVL, tidak
ada yang terjadi kejadian flebitis (0%).
4. Angka kejadian dekubitus.
Kejadian dekubitus, dari data yang didapatkan selama Maret tidak ter-
dapat pasien yang mengalami dekubitus (0% ) dari total 61 pasien MRS
yang mengalami immobilisasi di ruang bedah X.
5. Lain-lain.
Upaya pengurangan infeksi nosokomial (INOS).
Indikator penilaian INOS:
a. ILO (tidak terjadi) selama Januari-Maret:
1) Luka bersih: 28 orang:
2) Bersih kontaminasi: 101 orang;
3) Kontaminasi: tidak ada;
4) Kotor: tidak ada.
b. ISK: total pasien yang menggunakan kateter sebanyak 89 pasien dan
lama pemakaian kateternya selama 617 hari. Dari 89 pasien, tidak
terdapat infeksi saluran kemih (0%).
Kepuasan
1. Tingkat kepuasan pasien
Berikut akan dipaparkan mengenai kepuasan pasien terhadap kiner-
ja perawat pelaksanaan evaluasi menggunakan kuesioner yang berisi
20 soal berbentuk pertanyaan pilihan. Pertanyaan pilihan mencakup
pemberian penjelasan setiap prosedur tindakan, dan sikap perawat se-
lama memberikan asuhan keperawatan. Dari hasil kuesioner tentang
Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Perawat yang dibagikan kepada
24 responden secara umum menyatakan bahwa pelayanan perawat di
Ruang Bedah X puas yaitu sebanyak 20 orang (76-100 % ). Sebanyak
4 orang (56-75%6) menyatakan pelayanan perawat di Ruang Bedah X
cukup puas.
Untuk tingkat kepuasaan pasien kelolaan (10 pasien) didapatkan 7 orang
(70%) menyatakan puas terhadap pelayanan kesehatan dan sisanya
270 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 271Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kepuasan pasiendi ruang bedah X terhadap kinerja perawat
adalah puas.
2. Tingkat kepuasan perawat
Berikut adalah hasil tingkat kepuasan perawat terhadap hasil kinerja sela-
ma menjadi perawat di RS Dr. Soetomo Surabaya. Dari total 11 perawat
yang yang menjadi responden, 1 diantaranya (11,11%) menyatakan si-
kap puas, 6 responden (66,67%) menyatakan cukup puas dan 2 respon-
den (22,22%) menyatakan kurang puas. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kepuasan perawat terhadap hasil kinerja di ruang bedah X adalah
cukup puas.
3. Perawatan diri
Tabel Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada 23 April
Berdasarkan Indeks KATZ
Presentase kebutuhan perawatan diri pasien kelolaan tanggal 23 April
jumlah pasien yang kurang pengetahuan x 100%
jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu
2 x 100%
10= 20 %
4. Kenyamanan
Angka penanganan nyeri pada pasien kelolaan tanggal 23 April.
Presentase pasien nyeri yang terdokumentasi dalam askep:
jumlah total pasien nyeri yang terdokumentasi x 100%
jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu
2 x 100%
10= 20 %
5. Kecemasan
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner dari Skala Peringkat Kecemasan
Diri. Zung Self pada pasien kelolaan tanggal 23 April didapatkan 80%
pasien normal tidak cemas dan hanya 20% yang mengalami kecemasan
berat.
6. Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan penyakit pada pasien kelolaan tanggal
23 April:
jumlah total pasien yang pengetahuan x 100%
jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu
4 x 100%
10= 40 %
ALOS (Average Length of Stay)
1. ALOS secara umum.
Lima rawat inap pasien di ruang bedah X mulai bulan Januari sampai
April rata-rata 6 10 hari dengan presentase 30% dari total pasien 230
orang.
2. ALOS secara khusus.
Lama rawat inap pasien diruang bedah X berdasarkan divisi medis yaitu
sebagai berikut:
a. Urologi
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sam-
pai April pada divisi urologi rata rata 6-10 hari dengan presentase
30,16% dari total pasien 126 orang.
Kategori Deskripsi Jumlah Pasien
A Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB, mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
5
B Mandiri semuanya, kecuali salah satu dari fungsi di atas 2
C Mandiri, kecuali mandi dan salah satu dari fungsi di atas -
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah satu dari fungsi di atas
-
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu dari fungsi di atas
-
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu dari fungsi di atas
2
G Ketergantungan untuk semua fungsi di atas 1
TOTAL 10
272 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 273Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Digestif
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sam-
pai April pada divisi digestif rata rata -10 hari dengan presentase
26.67% dari total pasien 43 orang.
c. Bedah plastik
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X malai bulan Januari sam-
pai April pada divisi bedah plastik rata rata 6-10 hari dengan presen-
tase 59,14% dari total pasien 7 orang.
Langkah 2: Analisis SWOT
Perencanaan Strategis
1. Pengertian Perencanaan Strategis
Supriyanto dan Damayanti (2007) menjelaskan perencanaan strategis
merupakan bagian dari manajemen strategi, yang memiliki arti suatu
perencanaan sebagai tindakan adaptif atau penyesuaian terhadap tun-
tutan atau masalah atau perubahan yang ada di lingkungan organisasi
sehingga organisasi dapat melakukan tindakan adaptif dalam tuntutan
perubahan.
Perencanaan strategis adalah proses sitematis yang disepakati oleh suatu
organisasi dalam membangun keterlibatan diantara stakeholder utama
tentang prioritas bagi misi dan tanggap terhadap lingkungannya.
Perencanaan jangka panjang yang di dalamnya terdapat kesepakatan
misi dan tujuan perusahaan, sehingga membagi perencanaan strategis
meliputi tahap inisiasi proses, aturan tujuan, arti dan akhir dari hubu-
ngan, penjelasan dari perencanaan strategis dan tingkat kepuasan yang
terintegrasi.
2. Penyusunan Perencanaan Strategis
Proses perencanaan strategis menurut meliputi tiga tahap yaitu (1) pe-
rumusan, yang meliputi pembagian misi, penentuan tujuan utama, pe-
nilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan
alternatif (2) penerapan; dan (3) pengendalian.
Supriyanto (2011) menjelaskan perencanaan strategis dimulai dari visi.
kemudian disusun rencana strategis dan dilanjutkan rencana operasional.
Dalam strategi dapat dimulai dengan menetapkan tujuan jangka panjang
dan pendek kemudian disusun rencana operasional. Secara skematis
tahapan perencanaan strategis dapat digambarkan sebagai berikut untuk
tahap 1 dan 2 adalah perencanaan strategis dan tahap 3 dan 4 adalah
perencanaan operasional.
Figur Proses Perumusan Perencanaan Strategis (Supriyanto, 2011)
Dalam perencanaan strategis dilakukan analisis strategis yakni dapat
menggunakan strategi SWOT, dengan dasar pemikiran S dan W ada
pada organisasi dan O dan T ada di lingkungan organisasi. Strengths dan
weaknes dari faktor internal dapat meliputi: biaya produksi, keterampil-
an market, sumber daya keuangan, ketersediaan teknologi, reputasi, dan
lain-lain. Opportunities dan threats dari faktor eksternal dapat meliputi
kebiasaan, budaya, umur, jenis kelamin, perkembangan teknologi, kebi-
jakan politik, pesaing, dan lain-lain. Untuk menyusun rencana strategi
dapat digambarkan dalam bentuk tabel berikut.
274 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 275Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASTabel Penyusunan Strategi SWOT
3. Indikator Perencanaan Strategis
Supriyono dan Damayanti (2007) menyatakan bahwa perencanaan stra-
tegis yang berhasil efektif dan efisien dapat didasarkan pada (1) pemaha-
man, visi, misi, tujuan organisasi (2) pemahaman lingkungan eksternal
organisasi (peluang dan ancaman) (3) pemahaman kemampuan sumber
daya internal (kekuatan dan kelemahan) (4) penguasaan manajemen
efektif, dan dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi.
4. Faktor yang Memengaruhi Peremcanaan Strategis
Menurut Asmarani (2006) ada tiga faktor yang memengaruhi perenca-
naan strategis, diantaranya faktor manajerial, faktor lingkungan, dan kul-
tur organisasi.
a. Faktor Manajerial
Kemampuan atau kompetensi manajerial dalam perencanaan stra-
tegis dapat menentukan derajat keberhasilan perencanaan strategis.
Hal tersebut sebagaimana Hopkins (1997), dalam Asmarani (2006)
yang menyatakan faktor personalitas manajerial berpengaruh pada
perencanaan strategis, kemudian juga menduga adanya keterlibatan
manajemen dalam perencanaan strategis karena pemahaman untuk
meyakinkan bahwa proses perencanaan strategis dilaksanakan secara
komprehensif, sangat sedikit, atau tidak ada perhatian tergantung
apakah manajemen memiliki keahlian untuk menjalankan proses.
Keahlian dalam perencanaan strategis ini termasuk di dalamnya adalah
pengetahuan dan keahlian untuk penerapan perencanaan strategis.
Kemudian Hopkins (1997) mengembangkan dua variabel utama,
yaitu faktor personalitas manajerial yaitu keyakinan terhadap adanya
hubungan perencanaan kinerja dan keahlian perencanaan strategis.
Keyakinan terhadap hubungan perencanaan strategis dan kinerja
didefinisikan sebagai seberapa besar keyakinan pimpinan orga-
nisasi/institusi terhadap perencanaan strategis dapat meningkatkan
kinerja organisasi/institusi. Keahlian dalam perencanaan strategis
adalah pengetahuan dan keahlian pimpinan organisasi/institusi untuk
menerapkan perencanaan strategis (Asmarani, 2006).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat memengaruhi perencanaan strategis, karena ling-
kungan memiliki peran dalam memengaruhi pengambilan keputu-
san manajerial proses dan struktur organisasi, untuk itu lingkungan
eksternal penting untuk selalu dipantau dan dianalisis. Pengamatan
lingkungan merupakan suatu proses penting dalam manajemen yang
strategis, sebab pengamatan adalah matarantai yang pertama dalam
rantai tindakan dan persepsi yang memungkinkan suatu organisasi
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dalam beberapa kajian literatur ada beberapa dimensi lingkungan
eksternal yang masuk dalam manajemen strategi dan teori organisasi,
diantaranya (1) Dukungan lingkungan (environmental munifence)
adalah sejauh mana sumber daya yang diberikan lingkungan dapat
mendukung pertumbuhan dan stabilitas yang diperlukan oleh organi-
sasi. (2) Dinamika lingkungan (environmental dynamism) adalah
tingkat perubahan yang tidak dapat diprediksi dan sulit direncanakan
sebelumnya dalam elemen-elemen lingkungan, seperti sektor pelang-
gan, pesaing, pemerintah, dan teknologi. (3) Kompleksitas lingku-
ngan (environmental complexity) adalah heterogenitas dari rang-
kaian aktivitas-aktivitas lingkungan (Asmarani, 2006).
c. Budaya Organisasi
Budaya organisasi dapat menjadi alat praktis manajemen yang mam-
pu mendukung adanya perubahan strategis. Budaya mencakup nilai.
aturan, kepercayaan di dalamnya yang membentuk perilaku, sikap
yang menguntungkan (Asmarani, 2006) sehingga budaya organisasi
dapat memengaruhi komitmen terhadap organisasi yang tentu ber-
dampak pada perencanaan strategis. Budaya juga merupakan dasar
Internal
Eksternal
Kekuatan ……………………………………………………
Kelemahan……………………………………………………
Peluang ……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....
Strategi :Menangkap peluang dengan kekuatan yang dimiliki. ……………………………………………………
Strategi:Menangkap peluang dengan mengurangi kelemahan yang dimiliki ……………………….........
Ancaman, tantangan……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....……………………….....
StrategiMengurangi/menghila-ngkan ancaman dengan kekuatan yang dimiliki……………………………………………………
Strategi :Mengurangi pengaruh ancaman dengan menam-bah kekuatan, mengurangi kelemahan ………………………........
276 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 277Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdari seluruh faktor manajemen sumber daya manusia. Ini juga me-
mengaruhi perilaku yang merujuk pada hasil yaitu, komitmen, moti-
vasi, moral dan kepuasan.
Analisis SWOT
Pada Analisis SWOT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Pengisian Item IFAS dan EFAS
Cara pengisian faktor IFAS dan ERAS disesuaikan dengan komponen
yang ada dalam pengumpulan data (bisa merujuk pada data fokus dan
contoh pengumpulan data pada bagian lain di dalam buku ini). Data
tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu IEAS (internal factors) yang meli-
puti aspek Weakneses dan Strength dan faktor EFAS (ecxternal factors)
yang meliputi aspek Opportunity dan Threatened.
2. Bobot
Beri Bobot masing-masing fuktor mulai 1,0 (paling penting) sampai de-
ngan 0.0 tidak penting, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap
strategi perusahaan.
3. Peringkat (Rating)
Hitung peringkat masing-masing faktor dengan memberikan skala mu-
lai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (kurang/poor) berdasarkan pe-
ngaruh faktor tersebut. Data rating didapatkan berdasarkan hasil pengu-
kuran baik secara observasi, wawancara, pengukuran langsung. Faktor
Strength dan Opportunity menggambarkan nilai kinerja positif, seba-
liknya faktor Weakneses dan Threatened, menggambarkan nilai kinerja
yang negatif. Kemudian, kalikan Bobot dengan rating untuk mendapat-
kan nilai masing-masing faktor.
Contoh Analisis SWOT
Tabel Analisis SWOT Ruang X RS Y
NO ANALISIS SWOT BOBOT RATING BOBOT X RATING
1 Sumber daya manusia (Man) a. Internal faktor (IFAS)
Strength1. Adanya sistem pengembangan staf berupa
pelatihan dan sebanyak 96% perawat telah mengikuti pelatihan (misalnya PKRS, LSH, Manajemen, Audit. CI)
2. Jenis ketenagaan :a) S-1 Kep : 4 orang b) D-3 Kep : 19 orang c) Pekarya kesehatan d) PRT : 3 orang e) TU : 2 orang.
3. Masa kerja > 15 tahun sebanyak 4 orang, 5-15 tahun sebanyak 7 orang, sedangkan < 5 tahun sebanyak 12 orang.
4. Adanya pelatihan perawat. TOTAL
Weakness 1. Beban kerja perawat di ruangan cukup tingg.2. Sebagian perawat belum mengikuti pelatihan
MAKP.3. Kurangnya kesejahteraan perawat.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya program pelatihan/seminar khusus
tentang manajemen keperawatan dari diklat2. Adanya kesempatan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.3. Adanya kerja sama yang baik antar mahasiswa
fakultas keperawatan dengan perawat klinik.4. Adanya kebijakan pemerintah tentang
profesionalisasi perawat.5. Adanya program akreditasi RS dari pemerintah
dimana MAKP merupakan salah satu penilaian.TOTAL
Treathened1. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk
pelayanan yang lebih profesional.2. Makin tingginya kesadaram masyarakat akan
hukum.3. Makin cingginya kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan.4. Persaingan antar-RS yang semakin kuat5. Terbacanya kuota tenaga keperawatan yang
melanjutkan pendidikan tiap tahun.TOTAL
0,3
0,3
0,2
0,2
1
0,50,30,21
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
1
3
3
4
4
433
3
2
3
2
3
0,9
0,9
0,8
0,8
3,4
20,90,63,5
0,6
0,4
0,6
0,4
0,6
2,6
S.W3,4 – 3,5 = -0,1
2 Sarana dan Prasarana (M2).a. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Mempunyai sarana dan prasarana yang
memadai untuk pasien, tenaga kesehatan, dan keluarga pasien termasuk sarana prasarana universal precaution untuk perawat.
2. RS pemerintah tipe A sekaligus sebagai RS pendidikan dan rujukan.
278 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 279Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3. Terdapat administrasi penunjang (misal: buku
injeksi, buku TT, buku visite, SOP dan lain-lain) yang memadai.
4. Tersedianya nurse station.5. Pemeliharaan dan perawacan dari sarana dan
prasarana penunjang kesehatan sudah ada.TOTAL
Weakness1. Sarana administrasi penunjang untuk dokumen-
tasi belum dimanfaatkan.2. Kurangnya kamar mandi yang memadai.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya pengadaan sarana dan prasarana
yang rusak dari bagian pengadaan barang (AC, syningepump).
2. Adanya program pelatihan/seminar khusus tentang pengoperasian alat.
TOTALTreathened1. Kesenjangan antara jumlah pasien dengan
peralatan yang ada.2. Makin tinggi kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan.3. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk
melengkapi sarana dan prasarana.TOTAL
3 Methode (M3)1. MAKP
a. Internal Faktor (IFAS)Strength1. RS memiliki visi, misi, dan motto sebagai
acuan melaksanakan kegiatan pelayanan.2. Sudah ada Model MPKP yang digunakan
yaitu MPKP primer.3. Supervisi sudah dilakukan kepala ruangan.4. Ada kemauan perawat untuk berubah.5. Mempunyai standar asuhan keperawatan.6. Mempunyai protap setiap tindakan.7. Terlaksananya komunikasi yang adekuat:
perawat dan tim kesehatan lain.8. Ketenagaan keperawatan sudah memenuhi
syarat untuk MAKP (S-I Keperawatan 4 orang).
TOTALWeakness1. Pelaksanaan model MPKP sudah dilak-
sanakan tetapi sosialisasi kepada semua tim mash kurang.
2. Ada perawat yang tidak puas dengan penera-pan MAKP.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya mahasiswa S-1 keperawatan praktik
manajemen keperawatan.2. Ada kebijakan pemerintah tentang profesio-
nalisasi perawat.3. Adanya kebijakan RS tentang pelaksanaan
MAKP.TOTAL
Treathened1. Persaingan dengn rumah sakit swasta yang
semakin ketat.2. Adanya tuntutan masyarakat yang semakin
ting terhadap peningatan pelayanan kepe-rawatan yang lebih profesional.
3. Makin tingg kesadaran masyarakat akan hukum.
4. Makin tingg kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
5. Persaingan dengan masuknya perawat asing.6. Bebasnya pers yang dapat langgsung menye-
barkan informasi dengan cepat.TOTAL
4 Sentralisasi Obata. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Tersedianya sarana dan prasarana untuk penge-
lolaan sentralisasi obat.2. Kepala ruangan mendukung kegiatan sentra-
lisasi obat.3. Sudah dilaksanakan kegiatan sentralisasi
obat oleh perawat berkolaborasi dengan depo farmasi.
4. Adanya kenauan perawat untuk melakukan sentralisasi obat.
5. Adanya buku injeksi dan obat oral bekerja sama dengan depo farmasi.
6. Ada lembar pendokumentasian obat yang diterima di setiap status pasien.
TOTALWeakness1. Pelaksanaan sentralisasi obat di Pandan Wangi
menggunakan sistem unit dose dispending (UDD) namun pada praktiknya masih menggu-nakan one day dose (ODD).
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya mahasiswa S-1 keperawatan yang
praktik manajemen keperawatan.2. Kerja sama yang baik antara perawat dan
mahasiswa S-I keperawatan.TOTAL
Threatened1. Adanya tuntutan pasien untuk mendapatkan
pelayanan yang profesional.2. Makin tinggi kesadaran masyarakat akan hukum.
TOTAL
5 Supervisia. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Supervisi telah dilaksanakan secara rutin.2. Telah ada program pelatihan dan sosialisasi
tentang supervisi.3. Kepala ruangan mendukung dan melaksanakan
supervisi.TOTAL
0,150,35
0,5
1
23
4
0,31,05
2,0
3,35
S – W3,35 – 3,9
= -0,55
280 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 281Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASWeakness
1. Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervisi.
2. Supervisi belum terstruktur dan tidak ada formulir penilaian yang tetap.
3. Belum adanya dokumentasi supervisi yang jelas.TOTAL
b. Eksternal Faktor (EFAS)Opportunity1. Adanya mahasiswa S-I keperawatan yang
praktik manajemen keperawatan.2. Adanya reward dalam bentuk pelatihan, sekolah,
maupun jasa bagi yang melaksanakan pekerjaan dengan baik.
3. Adanya teguran dari kepala ruangan bagi perawat yang tidak melaksanakan tugas dengan baik.
4. Hasil supervisi dapat dilakukan sebagai pedoman untuk Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3).
TOTALThreatened1. Tuntutan pasien sebagai konsumen untuk
mendapatkan pelayanan yang profesional.TOTAL
0,35
0,3
0,41
0,20
0,30
0,15
0,35
1
1
1
4
3
4
3
3
3
4
3
1,4
0,9
1,63,9
0,6
0,90
0,45
1,4
3,35
3
3
O – T3,35 – 3 = 0,35
6 Timbang Terimaa. Internal Faktor (IFAS)
Strenght1. Kepala ruangan memimpin kegiatan timbang
terima setiap pagi.2. Adanya laporan jaga setiap sif.3. Timbang terima sudah merupakan kegiatan rutin
yang telah dilaksanakan.4. Adanya kemauan perawat untuk melakukan
timbang terima.5. Adanya buku khusus untuk pelaporan timbang
terima.TOTAL
Weakness1. Belum ada protap timbang terima di ruangan.2. Timbang terima sudah dilakukan dengan baik
(PP melaporkan identitas pasien, keluhan utama, DS, DO, MK, dan intervensi) tetapi intervensi masih bersifat umum tidak berdasarkan MK dan evaluasi tidak lengkap.
3. Format timbang terima sudah mencakup nama dan paraf perawat pada kedua sif.
4. Pelaksanaan timbang terima masih belum optimal, khususnya dari sif sore ke malam.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya mahasiswa S-I keperawatan yang
praktik manajemen keperawatan.2. Adanya kerja sama yang baik antara mahasiswa
S-I keperawatan yang praktik dengan perawat ruangan.
3. Kebijakan RS (bidang keperawatan) tentang timbang terima.
TOTAL
0,2
0,20,1
0,25
0,25
1
0,30,15
0,250,31
0,4
0,4
0,2
1
3
34
3
3
33
33
4
3
3
0,6
0,60,4
0,75
0,75
0,90,45
0,750,9
1,6
1,2
0,6
S – W3,1 – 3 = -0,1
O – T3,4 –2,4 = 1
Treathened1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyara-
kat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan yang profesional.
2. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab dan tanggung gugat perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.
TOTAL
0,4
0,6
1
3
2
1,2
1,2
2,4
7 Discharge PlanningInternal Faktor (IFAS)Strenght1. Tersedianya sarana dan prasarana discharge
planning di ruangan untuk pasien pulang (format atau kartu DP).
2. Adanya kartu kontrol berobat.3. Perawat memberikan pendidikan kesehetan secara
informal kepada pasien/keluarga selama dirawat atau pulang.
TOTALWeakness1. Keterbatasan waktu dan tenaga perawat.2. Kurangnya kemauan untuk memberikan pendidilkan
kesehatan kepada pasien/keluarga.3. Tidak tersedianya leafes pasien pulang.4. Pendidikan kesehatan belum terdokumentasi.
TOTALOpportunity1. Adanya mahasiswa S1 keperawatan yang
melakukan praktik manajemen keperawatan2. Adanya kerja sama yang baik antara mahasiswa S-I
Keperawatan dengan perawat klinikTOTAL
Threatened1. Adanya tuntunan masyarakat untuk mendapadkan
pelayanan keperawatan yang profesional.2. Makin dingginya kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan.3. Persaingan antar-RS yang semakin kerat.
TOTAL
0,4
0,30,3
1
0,40,2
0,30,11
0,5
0,5
1
0,5
0,2
0,31
3
32
23
41
3
4
3
3
4
1,2
0,90,6
2,7
0,80,6
1,20,12,7
1,5
2,0
3,5
1,5
0,6
1,23,3
S – W2,7 – 2,7 = -0
O – T3,5 –3,3 = 0,2
8 Ronde Keperawatana. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Bidang perawatan dan ruangn mendukung
adanya kegatan ronde keperawatan.2. Banyaknya kasus yang memerlukan perhatian
khusus.3. SDM banyak mempunyai pengalaman dalam
bidang keperawatan bedah medis.4. Sertifikasi perawat sesuai keahliannya.
TOTALWeakness1. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum
dilaksanakan secara teratur di ruang Pandan-Wangi
2. Karakteristik tenaga yang memenuhi kualifikasi belum merata.
3. Jumlah tenaga yang tidak seimbang dengan jumlah tingkat ketergantungan pasien.
TOTAL
0,3
0,3
0,2
0,21
0,4
0,3
0,3
1
2
3
2
1
4
3
3
0,6
0,9
0,4
0,22,1
1,6
0,9
0,9
3,4
S – W2,10 – 3,4= --1,30
282 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 283Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Adanya pelatihan dan seminar tentang manaje-
men keperawatan.2. Adanya kesempatan dari kepala ruangan untuk
mengadakan ronde keperawatan pada perawat dan mahasiswa praktik.
TOTALThreatened1. Adanya tuntan yang lebih tirnggi dari masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan yang profesional.2. Persaingan antar-ruang bedah semakin kuat
dalam pemberian pelayanan.TOTAL
0,6
0,4
1
0,4
0,6
1
4
4
3
2
2,4
1,6
4
1,2
1,2
2,4
O – T4 –2,4 = 1,6
9 Dokumentasi Keperawatana. Internal Faktor (IFAS)
1. Tersedianya sarana dan prasarana dokumentasi untuk tenaga kesehatan (sarana administrasi penunjang.
2. Sudah ada sistem pendokumentasian SOR.3. Format asuhan keperawatan sudah ada.4. Adanya kesadaran perawat tentang tanggung
jawab dan tanggung gugat.TOTAL
Weakness1. Dari observasi status pasien, pengisian doku-
mentasi tidak lengkap: waktu, nama, dan jam belum dicantumkan, respons pasien pasca tindakan kurang terpantau.
2. SAK dan SOP belum maksimal digunakan.3. Pengawasan terhadap sistematika pendokumen-
tasian belum dilaksanakan secara optimal.TOTAL
b. Eksternal Faktor (EFAS)Opportunity1. Adanya program pelatihan.2. Peluang perawat untuk meningkatkan pendidikan
(pengembangan SDM)3. Mahasiswa S-I keperawatan praktik manajemen
untuk mengembangkan sistem dokumentasi PIE4. Kerja sama yang baik antara perawat dan
mahasiswa.5. Sistem MPKP yang diterapkan mahasiswa S-I
Keperawatan.TOTAL
Threatened1. Tingkat kesadaran masyarakat (pasien dan kelu-
arga) akan tanggung jawab dan tanggung gugat2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan
keperawatan.TOTAL
0,3
0,20,20,3
1
0,3
0,30,2
1
0,20,25
0,2
0,2
0,15
1
0,5
0,5
1
4
333
2
33
32
3
3
2
3
3
1,2
0,60,60,9
3,3
0,6
0,90,6
2,1
0,60,5
0,6
0,6
0,3
2,6
1,5
1,5
3
S – W3,3 – 2,1 = 1,2
O – T2,6 –3,0 = -0,4
10 Keuangan (M4)a. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Ada pendapatan tambahan yaitu dari usaha
koperasi ruangan.2. Ada pendapatan dari jasa medik, untuk pasien
dengan biaya BPJS yang dapat diklaim setelah perawatan.
3. Ada pendapatan dari jasa pelayanan rumah sakit berupa remunerasi.
0,2
0,2
0,1
2
3
2
0,4
0,6
0,2
S – W2,2 – 2 = 0,2
4. Ada pendapatan dari jasa pelayanan IRNA Medis.
5. Tiap perawat memperoleh pendapatan dari rumah sakit berupa LP (lauk pauk).
TOTALWeakness1. Jasa insentif untuk pelayanan dan jasa medik
yang diberikan sama untuk semua perawat2. Sistem administrasi belum terpusat.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Pengeluaran sebagian besar dibiayai institusi.2. Ada kesempatan untuk menggunakan instrumen
medis dengan re-use sehingga menghemat pengeluaran.
3. Ada kesempatan untuk menambah penghasilan ruangan dari usaha koperasi.
TOTALThreatened1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyara-
kat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih profesional sehingga membutuhkan pendanaan yang lebih besar untuk mendanai sarana dan prasarana.
TOTAL
0,25
0,25
1
0,25
0,751
0,20,4
0,4
1
1
1
2
2
2
2
24
4
2
0,5
0,5
2,2
0,5
1,52
0,41,6
1,6
3,6
2
2
O – T3,6 –2 = 1,6
11 M5 (Mutu)a. Internal Faktor (IFAS)
Strength1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
di rumah sakit.2. Rata-rata BOR cukup baik.3. Adanya variasi karakteristik dari pasien (BJPS,
umum, asuransi swasta)4. Sebagai tempat praktik mahasiswa keperawatan
D-3 maupun S-I.TOTAL
WeaknessLOS yang memanjang karena perawatan yang lama.
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Mahasiswa S-I keperawatan praktik manajemen.2. Kerja sama yang baik antara perawat dan
mahasiswa.TOTAL
Threatened1. Adanya peningkatan standar masyarakat yang
harus dipenuhi2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan
keperawatan.TOTAL
0,3
0,250,25
0,2
1
1
1
0,50,5
1
0,75
0,25
1
4
22
2
3
34
3
3
1,2
0,50,5
0,4
2,6
3
3
1,52
3,5
2,25
0,75
3
S – W2,6 – 3 = - 0,4
O – T3,5 –3 = 0,5
12 M5 (Mutu)a. Internal Fakktor (IFAS)
Strength1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
di rumah sakit.2. Rata-rata BOR cukup baik.3. Adanya variasi karakteristik dari paien (BPS,
umum, asuransi swsata).
0,3
0,250,25
4
22
1,2
0,50,5
284 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 285Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASDiagram Cartesius Hasil Analisis SWOT Ruang Interna RS Y
Langkah 3: Identifikasi Masalah
Contoh identifikasi masalah
1. Ketenagaan (M1)
a. Jumlah perawat masih belum sebanding dengan jumlah pasien.
b. Sebagian perawat belum memahami peran dan fungsinya.
c. Pembagian tugas masih belum jelas.
d. Kualitas tenaga perawat masih rendah, di mana 5,54% perawat ma-
sih berlatar pendidikan SPK.
Penyebab: ………………………
2. Sarana dan prasarana (M2)
a. Belum terpakainya sarana dan prasarana secara optimal.
b. Nurse station belum termanfaatkan secara optimal.
4. Sebagai tempat praktlk mahasiswa keperawatan D-3 maupun S-1
TOTALWeaknessLOS yang memanjang karena perawatan yang lama
TOTALb. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity1. Mahasiswa S-I Keperawatan Praktik manajemen.2. Kerjasama yang baik antara perawat dan
mahasiswa.TOTAL
Threatened1. Adanya peningkatan standar masyarakat yang
harus dipenuhi.2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan
keperawatan.TOTAL
0,2
1
1
1
0,50,5
1
0,75
0,25
1
2
3
34
3
3
0,4
2,6
3
3
1,52
3,5
2,25
0,75
3
S – W2,6 – 3 = - 0,4
O – T3,5 –3 = 0,5
Keterangan :
Pemberian penilaian pada kolom rating, untuk aspek:
1. Strength dan Opportunity
Sangat baik : 4, baik: 3, cukup: 2, dan kurang/tidak baik: 1.
2. Weakness dan Treathened
Sangat baik : 1, baik: 2, cukup: 3, dan kurang/tidak baik: 4.
-1.0 -0.8-0.9 -0.7
RK
-0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1
(-0.29, -0.2)
DP(-0.1, -0.4)
-0.6
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.90.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 1.0
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
1.0
DK(-0.2, 0.7)
SO(0.4, 0.6)
TT(0.7, 0.5)
M3(-0.14, 0.5)
M2(-0.85, 0.5)
MI(0.37, 0.12)
SV(-0.4, 0.1)
KETERANGAN :MI : KetenagakerjaanM2 : Sarana dan prasaranaM3 : Metode penerapan modelDK : Metode DokumentasiRK : Metode Ronde KeperawatanSO : MEtode Sentralisasi ObatSV : Metode SupervisiTT : Metode Overan/Timbang Terima DP : Metode Discharge Planning
286 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 287Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASc. Kurangnya kamar mandi, ember sampah pasien, spuit, gliserin, tiang
infus, standar O, dan termometer.
Penyebab: ………………………
3. Metode (M3)
a. Penerapan MAKP
1) Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model yang
telah ada.
2) Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan
pasien secara komperehensif.
3) Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik
yang berbeda tingkatannya (kurang jelas).
4) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan
model yang digunakan.
Penyebab: ………………………
b. Ronde keperawatan
1) Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum dapat dilak-
sanakan secara optimal di ruang X.
2) Tim yang dibentuk belum mampu dalam pelaksanaan ronde dan
penyelesaian tugas.
3) Jumlah perawat yang tidak seimbang dengan jumlah perawat.
Penyebab: ………………………
c. Sentralisasi obat
1) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal.
2) Selama ini format yang ada masih obat oral dan injeksi; dan yang
lain tercampur pada salah satu dari keduanya.
3) Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk
pasien.
4) Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas.
5) Teknik sentralisasi obat belum jelas.
Penyebab: ………………………
d. Supervisi
1) Belum ada program yang jelas tentang supervisi.
2) Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan
supervisi.
3) Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi.
Penyebab: ………………………
e. Timbang Terima
1) Perawat kurang disiplin waktu timbang terima.
2) Masalah keperawatan lebih fokus pada penatalaksanaan medis.
3) Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena for-
matnya kurang sistematis.
4) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat
akan dilaporkan.
5) Dokumentasi masih terbatas sehingga rencana tindakan belum
spesifik
Penyebab: ………………………
f. Penerimaan Pasien Baru
1) Pelaksanaan PPB belum optimal ditinjau dari aspek mekanisme
dan isinya.
2) Leaflet belum tersedia.
3) Dokumentasi PPB belum terfasilitasi.
4) Keterlibatan tim medis dalam menjelaskan penyakit masih
kurang.
Penyabab: ………………………
g. Discharge Planning dan Penerimaan pasien baru.
1) Pelaksanaan Discharge Planning belum optimal.
2) Tidak tersedianya brosur/leaflet untuk pasien saat melakukan
Discharge Planning.
3) Tidak tersedianya anggaran untuk Discharge Planning.
4) Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan secara lisan pada se-
tiap pasien/keluarga.
288 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 289Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS5) Belum optimalnya pendokumentasian Discharge Planning.
Penyebab: ………………………
h. Dokumentasi keperawatan
1) Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual (belum
ada komputerisasi).
2) Belum semua tindakan perawat didokumentasikan.
3) Pendokumetasian tidak segera dilakukan setelah melakukan tinda-
kan tetapi kadang-kadang dilengkapi saat pasien mau pulang atau
apabila keadaan ruang memungkinkan.
4) Catatan perkembangan pasien kurang berkesinambungan dan
kurang lengkap.
5) Respon pasien kurang terpantau dalam lembar evaluasi.
6) Dari 20 rekam medis pasien yang ada, hanya 12 rekam medis
yang ditulis dengan lengkap dan tepat waktu.
7) Enam perawat (54,5%) mengatakan model dokumentasi yang digu-
nakan menambah beban kerja perawat dan lima perawat (45,4%)
mengatakan model dokumentasi yang digunakan menyita banyak
waktu perawat.
Penyebab: ………………………
4. Prioritas Masalah
a. Ketenagaan
1) Jumlah dan kualitas tenaga perawat masih belum sebanding de-
ngan jumlah pasien.
2) Perawat ruang kurang disiplin.
Penyebab: ………………………
b. Sarana prasarana
1) Sarana dan prasarana yang dimiliki ruangan belum terpakai secara
optimal.
2) Jumlah peralatan tidak sesuai dengan rasio pasien.
Penyebab: ………………………
c. Metode
1) Penerapan Model
a) Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model
MAKP yang telah ada.
b) Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan
pasien secara komperehensif.
c) Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik
yang berbeda tingkatannya (kurang jelas).
d) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penera-
pan model yang digunakan.
Penyebab: ………………………
2) Ronde
a) Ronde keperawatan belum terlaksana secara optimal atau se-
cara rutin karena kesempatan perawat yang terbatas.
b) Timyang dibentuk hanya cukup mampu membantu dalam
pelaksanaan ronde keperawatan dan penyelesaian tugas yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam ronde kepe-
rawatan.
c) Pelatihan dan diskusi yang berkaitan dengan masalah yang ter-
jadi di ruangan telah dilaksanakan tetapi hanya diikuti oleh se-
bagian dari perawat (sekitar 54,5 %).
Penyebab: ………………………
3) Sentralisasi Obat
a) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal.
b) Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk
pasien.
c) Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah
terbatas.
d) Teknik sentralisasi obat belum jelas.
Penyebab: ………………………
4) Supervisi
a) Supervisi sudah berjalan namun belum optimal, belum ada
uraian yang jelas mengenai supervisi.
290 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 291Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb) Supervisi di ruangan belum mempunyai format yang baku.
Penyebab: ………………………
5) Timbang Terima
a) Perawat kurang disiplin waktu dalam timbang terima.
b) Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis.
c) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat
akan dilaporkan.
d) Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena
formatnya kurang sistematis.
e) Dokumentasi timbang terima masih terbatas sehingga penyusu-
nan rencana tindakan belum spesifik.
6) Penerimaan Pasien Baru
a) Mekanisme dan isi PPB belum sesuai.
b) Belum tersedia format dan fasilitas pendukung lainnya.
Penyebab: ………………………
7) Discharge Planning
Discharge planning belum terlaksana sesuai dengan standar yang
baku.
Penyebab: ………………………
8) Dokumentasi
a) Pemahaman dan pengaplikasian perawat tentang format pen-
dokumentasian kurang benar dan kurang tepat.
b) Kurang disiplinnya perawat dalam melakukan dokumentasi
yang komprehensif.
Penyebab: ………………………
5. Mutu (M5)
a. Keselamatan pasien.
b. Kepuasan pasien.
c. Kecemasan pasien.
d. Kenyamanan (nyeri).
e. Perawatan diri.
f. Pengetahuan pasien.
Dasar Pertimbangan dalam Menentukan Masalah
1. SFF Matrix.
2. C-A-R-L
C: Capability (kemampuan/kompetensi).
A: Accessibility (akses, keterjangkauan).
R: Relevancy (sesuai dengan kebutuhan dan urgensi).
L: Legality (berdasarkan peraturan yang berlaku).
Langkah 4 : Perencanaan (Rencana Strategis)
Contoh Penyusunan Perencanaan Ruang XPengorganisasian
Untuk efektivitas pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional
dalam menentukan kebijakan-kebijakan internal yang sifatnya umum, ke-
lompok menyusun struktur organisasi sebagai berikut.
Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
Sie perlengkapan :
Sie konsumsi :
Sie KSK dokumentasi :
Adapun dalam pengelolaan ruang rawat maka diselenggarakan pengorga-
nisasian dalam pembagian peran sebagai berikut.
1. Kepala Ruangan.
2. Perawat Primer.
3. Perawat Associate.
Pembagian peran ini secara rinci akan dilampirkan, setelah pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan Profesional di ruangan.
Kelompok menyusun GANN chart dalam merencanakan kegiatan seperti
contoh pada lampiran Bab ini.
292 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 293Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASContoh Proposal Kegiatan
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
a. Latar Belakang
Berkembangnya informasi dan teknologi dalam menghadapi era
globalisasi memberikan dampak positif terhadap pola pikir masyara-
kat saat ini baik terhadap ekonomi, sosial, politik dan kesehatan.
Fenomena ini dapat dilihat dari semakin tingginya tuntutan masyara-
kat akan pelayanan kesehatan yang optimal. Tingginya tuntutan ma-
syarakat tersebut merupakan tantangan bagi perawat untuk menga-
lami perubahan dalam sistem pelayanan. Perubahan ini merupakan
cara untuk mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif
dalam menghadapi era globalisasi. Salah satu pelaksanaan perubahan
yang nyata adalah memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas
dan manajerial keperawatan yang andal.
Proses manajemen keperawatan dalam aplikasinya di lapangan berada
sejajar dengan proses keperawatan sehingga keberadaan manajemen
keperawatan dimaksudkan untuk mempermudah proses keperawatan
sehingga dapat mengarahkan keperawatan menuju profesionalisme
(Nursalam, 2011). Salah satu sistem pelayanan keperawatan pro-
fesional adalah dengan melaksanakan Model Asuhan Keperawatan
Profesional Primer yang merupakan suatu metode penugasan dimana
satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terha-
dap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai de-
ngan keluar. Keuntungan dari MAKP primer antara lain asuhan kepe-
rawatan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi Selain itu pembagian tugas yang jelas dan dilakukan sesuai
peran akan meringankan beban kerja perawat, Hal ini diharapkan
mampu meningkatkan kepuasan bagi pasien, perawat dan tenaga ke-
sehatan lainnya sehingga tercapai suatu pelayanan yang paripurna.
Berdasarkan pengkajian yang dilaksanakan di Ruang Bedah X pada
tanggal 23-24 April, didapatkan bahwa model asuhan keperawatan
yang digunakan di Ruang Bedah D adalah MAKP team kombinasi
primary (model modular). Pengembangan model modular merupakan
pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam kepe-
rawatan dengan melibatkan tenaga profesional dan nonprofesional.
Namun, ada beberapa komponen MAKP yang dilaksanakan belum
optimal.
Dari hasil kuesioner tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan pe-
rawat yang dibagikan kepada 24 responden secara umum menyatakan
bahwa pelayanan perawat di Ruang Bedah X puas yaitu sebanyak 20
orang (76-100 %). Sebanyak 4 orang (56-75 %) menyatakan pela-
yanan perawat di Ruang Bedah X cukup puas. Untuk tingkat kepua-
saan pasien kelolaan yang sebanyak 10 orang pasien didapatkan 7
orang (70 %) menyatakan puas terhadap pelayanan kesehatan dan
sisanya 3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Adanya pernyataan
pasien cukup puas bisa menunjukkan bahwa pelayanan yang dilaku-
kan oleh perawat selama ini masih belum optimal. Salah satunya bisa
karena model asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
b. Masalah
1) MAKP yang digunakan oleh Ruang Bedah X adalah MAKP
moduler yang merupakan gabungan antara model primer dengan
tim. Namun MAKP tersebut hanya terimplementasi sesuai standar
pada sif pagi.
2) Beberapa komponen MAKP belum terlaksana dengan baik.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Meningkatkan pelaksanaan MAKP yang telah dipilih oleh ruangan
sesuai dengan kaidah MAKP yang standar.
2) Tujuan Khusus
a) Menganalisis komponen-komponen dari MAKP yang belum
terlaksana optimal di ruangan.
b) Membuat perencanaan pengoptimalan pelaksanaaan MAKP.
c) Melakukan evaluasi dari pelaksanaan MAKP yang telah diren-
canakan.
d. Target
1) Penerapan MAKP berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat.
2) Komponen-komponen MAKP terlaksana optimal.
294 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 295Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASKriteria Evaluasi
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab MAKP
b) Mendiskusikan bentuk dan penerapan MAKP yaitu primary
nursing.
c) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
d) Melakukan pembagian peran perawat.
e) Menetukan diskripsi tugas dan tanggung jawab perawat.
f) Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.
2) Proses
Menerapkan MAKP
a) Tahap uji coba MAKP pada tanggal 26-28 April.
b) Tahap Aplikasi MAKP tahap l-Ill pada tanggal 30 April-27 Mei.
3) Hasil
Mahasiswa mampu menerapkan MAKP primary nursing sesuai de-
ngan Job Description.
e. Program Kerja
1) Rencana Stategis
a) Mendiskusikan bentuk dan penerapan model MAKP yang dilak-
sanakan, yaitu model Primary Nursing.
b) Mengajukan proposal MAKP dan melaksanakan diseminasi awal.
c) Sosialisasi hasil dieliminasi.
d) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
e) Melakukan pembagian peran perawat.
f) Menentukan disikripsi tugas dan tanggung jawab perawat.
g) Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.
h) Menerapkan model MAKP yang sudah ditentukan.
2) Pengorganisasian
a) Penanggung jawab :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu :
2. Discharge Planning
a. Latar Belakang
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dilakukan secara
berkesinambungan dimulai saat pasien masuk rumah sakit sampai
dengan pasien pulang. Rentang kesinambungan asuhan keperawatan
merupakan keperawatan yang selalu dibutuhkan pasien di manapun
pasien berada. Rentang keperawatan kontinue (continous of care)
adalah integrasi sistem keperawatan yang berfokus kepada pasien ter-
diri atas mekanisme pelayanan keperawatan yang membimbing dan
mengarahkan pasien sepanjang waktu. Oleh karena itu diperlukan
adanya suatu perencanaan pasien pulang (discharge planning), yang
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan pasien secara signifi-
kan dan menurunkan biaya-biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi
lanjut. Dengan adanya discharge planning, pasien diharapkan dapat
mempertahankan kesehatannya dan membantu pasien untuk lebih
bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri (Nursalam,
2011).
Ruang Bedah X RS Y sudah menyediakan sarana discharge plan-
ning seperti discharge planning card yang berisi identitas pasien,
perencanaan perawatan hingga jadwal kontrol. Namun saat ini peren-
canaan pulang bagi pasien yang dirawat belum dilaksanakan secara
optimal, dikarenakan discharge planning yang dilakukan di ruangan
hanya dilakukan sebelum pasien pulang. Discharge planning yang
dilakukan segera setelah pasien masuk rumah sakit hingga pasien
pulang bertujuan diharapkan pasien dan keluarga memiliki kesiapan
fisik, psikologis dan sosial terhadap kesehatannya, tercapainya ke-
mandirian pasien dan keluarga, terlaksananya perawatan pasien yang
berkelanjutan, keterampilan dan sikap pasien serta keluarga menjadi
meningkat dalam memperbaiki dan mempertahankan status kesehat-
an pasien. Selebihnya discharge planning diharapkan dapat mendu-
kung upaya mengurangi angka kekambuhan dan komplikasi. Rentang
keperawatan sering pula disebut dengan perawatan berkelanjutan
yang artinya perawatan yang dibutuhkan pasien dimanapun pasien
berada. Kegagalan untuk memberikan dan mendokumentasikan pe-
296 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 297Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASrencanan pulang akan berisiko terhadap beratnya penyakit, ancaman
hidup dan disfungsi fisik. Dalam perencanaan pulang diperlukan ko-
munikasi yang baik terarah sehingga apa ynag disampaikan dapat
dimengerti dan berguna untuk proses perawatan di rumah.
Dengan demikian, dalam discharge planning card dibutuhkan ada-
nya informasi yang berfokus pada masalah pasien, sehingga dalam
discharge planning card perlu disertakan informasi mengenai pe-
nyakit, rehabilitasi, pencegahan, perawatan rutin dan cara mengan-
tisipasi masalah yang dapat terjadi. Discharge planning di ruangan
Bedah X belum menyertakan sarana penunjang discharge planning
seperti: leaflet sehingga dapat menjadi pedoman bagi pasien dalam
melakukan perawatan berkelanjutan.
b. Masalah
Discharge planning belum dilaksanakan dengan optimal, discharge
planning dilakukan kepada pasien-pasien yang akan pulang dan ha-
nya dilakukan secara lisan dan tidak mencakup aspek discharge plan-
ning yang meliputi penjelasan penyakit dalam sebuah leaflet. Belum
lengkapnya pelaksanaan discharge planning disebabkan karena ma-
sih rendahnya kemauan sebagian perawat pelaksana untuk melaku-
kan pelakasanaan discharge planning sesuai dengan SOP yang ber-
laku. Berbagai alasan yang sering mengemuka adalah karena over
load kerja, kurang nya SDM Keperawatan, kurang penghargaan dan
pengawasan dari kepala ruangan.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Discharge Planning di ruangan bisa terlaksana sesuai dengan kai-
dah pelaksanaan discharge planning.
2) Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk discharge planning.
b) Mengidentifikasi masalah pasien dalam discharge planning.
c) Membuat perencanaan discharge planning pasien.
d) Mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang perawatan
pasiendi rumah yang meliputi diet, aktivitas istirahat, waktu dan
tempat kontrol.
e) Melakukan evaluasi kepada pasien atau keluarga selama pelaksa-
naan discharge planning.
f) Mendokumentasikan pelaksanaan discharge planning.
d. Target
1) Semua perawat memahami alur, proses, dan content dalam pelaksa-
naan discharge planning.
2) Adanya peningkatan target dari jumlah pasien yang akan dilakukan
discharge planning.
3) Discharge planning bisa terlaksana secara berkelanjutan.
Kriteria evaluasi:
1) Evaluasi struktur
a) Persiapan pasien, peralatan, status, kartu dan lingkungan.
b) Penyusunan struktur pelaksanaan discharge planning.
2) Evaluasi proses
a) Discharge Planning dilaksanakan pada semua pasien pulang.
b) Materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Evaluasi hasil
a) Terdokumentasinya pelaksanaan pasien pulang.
b) Klien dan keluarga dapat mengetahui perawatan di rumah ten-
tang: aturan diet, obat yang harus diminum di rumah, aktivitas,
yang harus dibawa pulang, rencana kontrol, yang perlu dibawa
saat control, prosedur kontrol, jadwal pesan khusus.
e. Program Kerja.
1) Rencana Strategi
a) Menentukan penanggung jawab discharge planning.
b) Menentukan materi discharge planning.
c) Menentukan pasien yang akan dijadikan subjek discharge
planning.
d) Menentukan jadwal pelaksanaan discharge planning.
e) Melaksanakan discharge planning.
298 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 299Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2) Pengorganisasian
a) Penanggung jawa :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu :
3. Sentralisasi Obat Modifikasi Unit Dose Dispending (UDD)
a. Latar Belakang
Obat merupakan salah satu program terapi yang sangat menun-
jang proses kesembuhan pasien. Prosedur pemberian obat diperlu-
kan ketepatan waktu, dosis, cara dan route pemberian obat. Salah
satu upaya untuk memastikan pemberian obat yang tepat dan efektif
adalah sistem sentralisasi obat yang sekarang ini sudah dikembangkan
di berbagai ruangan di Rumah Sakit Y. Pada sentralisasi obat perawat
terlebih dahulu memberikan informed consent kepada pasien dan ke-
luarga kemudian perawat melakukan tatakelola pemberian obat, mu-
lai dari mempersiapkan obat dan memberikan obatkepada pasien.
Sentralisasi obat sudah dilaksanakan di Ruang Bedah X. Adapun alur-
nya alur sentralisasi obat dimulai saat obat diresepkan oleh dokter
kemudian diserahkan kepada keluarga untuk menyerahkan resep ke
depo farmasi tanpa melalui perawat, sehingga tidak ada penjelasan
tentang sentralisasi obat dan penandatanganan informed consent.
Setelah depo farmasi menerima resep yang diserahkan keluarga, ke-
luarga menandatangani resep tanda serah terima obat. Setelah itu
berdasarkan resep, obat diserahkan depo farmasi ke perawat dengan
tanda bukti buku serah terima obat. Namun tidak terdapat format
tanda serah terima obat dari perawat ke pasien saat selesai pemberian
obat oral/injeksi kepasien. Jumlah obat oral dan injeksi yang diserah-
kan adalah dosis obat untuk 2 atau 3 kali pemberian dalam waktu
24 jam berdasarkan kebutuhan pasien. Berdasarkan hasil observasi
dengan bagian farmasi didapatkan data bahwa depofarmasi Ruang
Bedah X RS Y telah terdapat buku yang berisikan daftar obat untuk
injeksi dan oral dan di ruangan juga tersedia buku injeksi dan buku
obatoral. Sementara itu untuk obat khusus (dengan harga yang mahal)
misal obat kemoterapi setelah resep ditebus oleh keluarga maka obat
tersebut dibawa oleh pasien dan hari itu juga langsung diberikan pada
pasien. Sementara itu pasien biaya sendiri (umum) sentralisasi obat
dilaksanakan berdasarkan persetujuan pasien, bila pasien tidak setuju
maka obat dikelola oleh pasien.
Sentralisasi obat dapat meminimalkan risiko-risiko duplikasi obat,
menghindari penggunaan obat yang salah sehingga sentralisasi obat
perlu ditingkatkan agar obat semua pasien di Ruang Bedah X RS
Y dapat dikontrol oleh perawat. Sentralisasi obat dapat optimal bila
pasien dan keluarga percaya penuh kepada perawat dan kepercayaan
pasien dan keluarga dapat diperoleh jika perawat terbuka dan menja-
lin komunikasi baik dengan pasien dan keluarga.
b. Masalah
Sentralisasi obat yang belum optimal, di mana belum ada penjelasan
tentangsentralisasi obat, penandatangan informed consent, dan for-
mat tanda serahterima setelah pemberian obat dari perawat kepada
pasien membuat berkurangnya kepercayaan pasien terhadap sentrali-
sasi obat.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengaplikasikan peran perawat dalam pengelolaan sentralisasi
obat dan mendokumentasikan hasil pengelolaan sentralisasi obat.
2) Tujuan Khusus
a) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat primer
dan perawat associate dalam penerapan prinsip 6T + IW (tepat
pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara pembe-
rian, dan waspada efek samping obat).
b) Mampu mengelola obat pasien: pemberian obat secara tepat
dan benar sesuai dengan prinsip 6T + 1W (tepat pasien, te-
pat obat, tepat dosis tepat waktu, tepat cara pemberian, dan
waspada efek samping obat).
c) Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap program terapi.
d) Meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga terhadap perawat
dalam pengelolaan sentralisasi obat.
300 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 301Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASd. Target
1) Seluruh obat pasien sudah tersentralisasi dengan baik.
2) Dokumentasi sentralisasi obat dapat terlaksana dengan optimal.
Kriteria Evaluasi.
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab sentralisasi obat.
b) Menylapkan format sentralisasi obat.
2) Proses
a) Melaksanakan sentralisasi obat pasien bersama-sama dengan pe-
rawat, dokter dan bagian farmasi.
b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan pengelolaan sentralisasi
obat.
3) Hasil
a) Klien menerima sistem sentralisasi obat.
b) Perawat mampu mengelola obat pasien.
c) Mutu pelayanan kepada pasien terutama dalam pemberian obat
meningkat.
d) Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat baik secara hu-
kum maupun secara moral.
e) Pengelolaan obat efektif dan efisien.
e. Program kerja
1) Rencana strategi
a) Menentukan penanggung jawab sentralisasi obat.
b) Menyusun proposal sentralisasi obat.
c) Melaksanakan sentralisasi obat pasien bekerja sama dengan
perawat, dokter dan bagian farmasi.
d) Mendokumentasikan hasil pelaksanaaan pengelolaan sentralisasi
obat. Melaksanakan sentralisasi obat pasien bekerja sama dengan
perawat, dokter dan bagian farmasi.
e) Mendokumentasikan hasil pelaksanaaan pengelolaan sentralisasi
obat.
2) Pengorganisasian.
a) Penanggung jawab :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu : Pelaksanaan aplikasi sentralisasi obat
modifikasi Unit Dose Dispending (UDD).
4. Supervisi Keperawatan
a. Latar Belakang
Era globalisasi dapat memberikan dampak positif bagi setiap profesi
kesehatan untuk terus berusaha meningkatkan kinerja dalam upaya
mencapai kualitas kebutuhan pelayanan kesehatan secara profe-
sional. Sejalan dengan hal tersebut tuntutan masyarakat akan kualitas
pelayanan kesehatan juga makin meningkat. Institusi pelayanan ke-
sehatan daalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional
seharusnya didukung dengan adanya sumber daya manusia yang ber-
mutu, standar pelayanan, termasuk pelayanan yang berkualitas, di
samping fasilitas yang sesuai harapan masyarakat. Agar pelayanan
keperawatan sesuai dengan harapan konsumen dan memenuhi stan-
dar yang berlaku maka perlu dilakukan pengawasan atau supervise
terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan. Supervisi merupakan
salah satu bentuk kegiatan dari manajemen keperawatan dan meru-
pakan cara yang tepat untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
Supervisi adalah teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah mem-
pelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. Kunci sukses supervisi
yaitu 3F yaitu Fair. Feedback, dan Follow Up. Supervisi merupakan
ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Hasil angket kepada 7 perawat didapatkan 3 perawat menjawab su-
pervisi tidak pernah dilakukan, 3 perawat menjawab supervise sudah
dilakukan namun secara informal, dan 1 perawat menjawab supervise
telah dilakukan sebagaimana mestinya. Dari hasil wawancara dengan
kepala ruangan bedah X supervisi keperawatan sudah dilakukan se-
cara informal dan dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan, wakil ke-
pala ruangan dan perawat lainnya yang didelegasikan untuk menga-
wasi kinerja perawat, Kepala ruangan dan wakilnya pada saat tertentu
ikut terjun secara langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien.
302 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 303Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSelain itu kepala ruangan langsung atau pada saat morning report
menyampaikan pada penanggung jawab untuk segera ditindaklanjuti
hasil dari supervisi yang sudah dilakukan.
b. Masalah
1) Supervisi sudah berjalan tapi hanya dilakukan secara informal,
Supervisi dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan dan perawat
lainnya yang didelegasikan untuk mengawasi kinerja perawat,
Kepala ruangan dan wakilnya pada saat tertentu ikut terjun secara
langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien.
2) Pendokumentasian hasil supervisi yang dilakukan hanya disampai-
kan secara lisan saat timbang terima dilakukan. Supervisi secara
formal dengan pendokumentasian secara tertulis masih belum
dapat dilakukan karena terkendalanya dengan beban kerja yang cu-
kup tinggi dan perencanaan yang kurang tepat baik waktu maupun
sarana dan prasarana. Kemauan yang rendah juga menjadi salah
satu alasan tidak berjalannya supervise secara formal, Sehingga
untuk penilaian perkembangan kualitas perawat tidak dapat ter-
pantau dengan baik.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan supervisi dalam lingkup tanggung jawab
sebagai supervisor keperawatan, terutama dalam melakukan su-
pervisi terhadap Perawat Primer dalam melakukan tindakan asuh-
an keperawatan.
2) Tujuan Khusus
a) Mampu menyusun, melaksanakan atau menetapkan tujuan su-
pervisi.
b) Mampu mempersiapkan instrumen tindakan keperawatan.
c) Mampu menilai kinerja perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan.
d) Mampu memberikan masukan terhadap staf.
e) Mampu memberikan follow up terhadap hasil supervisi terha-
dap staf.
f) Mampu melaksanakan dokumentasi hasil supervisi.
d. Target
1) Supervisi dilakukan secara terorganisasi dan rutin dalam kurun waktu
tertentu.
2) Supervisi dinyatakan melalui petunjuk, peraturan, uraian tugas dan
standar.
3) Supervisi terdokumentasikan dengan baik dan benar.
Kriteria evaluasi
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab supervisi keperawatan.
b) Menyusun konsep supervisi keperawatan.
c) Menentukan materi supervisi.
2) Proses
a) Melaksanakan supervisi keperawatan bersama perawat ruangan
dan supervisor.
b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.
3) Hasil
a) Mahasiswa mampu melaksanakan supervisi secara optimal.
b) Supervisor mengevaluasi hasil supervisi.
c) Supervisor memberikan reward/feedback pada PP dan PA.
e. Program Kerja
1) Rencana strategi
a) Mengajukan proposal pelaksanaan supervisi.
b) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.
c) Merevisi konsep supervisi keperawatan.
d) Menentukan materi supervisi keperawatan.
e) Merevisi format supervisi.
f) Melaksanakan supervisi keperawatan bersama-sama perawat ru-
angan.
g) Mendokumentasikan hasil pelaksanaan supervisi keperawatan.
304 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 305Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2) Pengorganisasian
a) Penanggung jawab :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu :
5. Timbang Terima
a. Latar Belakang
Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan
mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan
fungsi mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui
komunikasi yang efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan
yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan
efektivitasnya adalah saat pergantian sif, yaitu saat timbang terima
pasien.
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan de-
ngan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefek-
tif mungkin dengan menjelaskan secara singkat jelas dan komplit
tentangtindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah
dilakukan/belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang
disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan kepe-
rawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan
oleh perawat primer keperawat penanggung jawab dinas sore atau
dinas malam secara tulisan dan lisan. Timbang terima di Ruang X
saat ini untuk sif malam ke sif pagi telah dilaksanakan. Sementara itu
sif pagi ke sif siang dan sif sore ke malam timbang terima dilakukan
hanya sebatas laporan jaga saja sambil berkeliling ke pasien. Kegiatan
timbang terima dilakukan jika terdapat semua perawat berkumpul ter-
utama saat pagi dipimpin oleh karu. Perawat pada sif malam melapor-
kan pasien yang menjadi tanggung jawabnya kepada sif pagi disertai
pencatatan di buku operan. Setelah selesai, perawat langsung kembali
ke pasien dan melaksanakan tugasnya, tidak ada evaluasi kembali.
Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik maupun alurnya.
Hal ini dilakukan untuk perbaikan pada masa yang akan datang se-
hingga timbang terima menjadi bagian penting dalam menggali per-
masalahan pasien sehari-hari.
b. Masalah
Timbang terima sudah dilakukan tetapi belum optimal
1) Materi timbang terima tidak berfokus pada masalah keperawatan
hanya menyebutkan nama, diagnosis medis, tindakan yang telah
dan akan dilakukan.
2) Alur dan proses timbang terima sudah sesuai dengan prosedur.
c. Tujuan
1) Tujuan umum
Menjaga kesinambungan informasi keadaan pasien kepada setiap sif.
2) Tujuan Khusus
a) Menyampaikan kondisi dan keadaan penderita (data fokus).
b) Menyampaikan hal-hal yang sudah/belum dilakukan dalam
askep pada penderita.
c) Menyampaikan hal-hal yang penting yang harus ditindak lanjuti
oleh dinas berikutnya.
d) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
d. Target
Timbang terima dapat berjalan lebih optimal dengan perbaikan for-
mat content yang disampaikan serta mempertahankan alur dan pro-
ses timbang terima yang telah baik dalam pelaksanaannya.
e. Kriteria Evaluasi
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab timbang terima.
b) Menyusun teknik timbang terima bersama sama dengan staf
keperawatan.
c) Menentukan materi timbang terima.
d) Status pasien disiapkan.
e) Persiapan buku laporan dan buku pesanan khusus.
2) Proses
a) Melaksanakan timbang terima bersama dengan kepala ruangan
dan staf keperawatan pada pergantian sif.
306 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 307Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb) Timbang terima dipimpin oleh Perawat Primer sebagai penang-
gung jawab sif.
c) Timbang terima diikuti oleh perawat, mahasiswa yang berdinas
atau akan berdinas.
d) Timbang terima dilaksarnakan di Nurse station paling lama 15
menit dan 3 menit di setiap pasien dengan keadaan istimewa.
3) Hasil
a) Perwat mapu melaporkan timbang terima yang berisi (identitas,
diagnosis medis, masalah keperawatan, intervensi yang sudah
dan belum dilaksanakan, intervensi kolaboratif, rencana umum
pasien).
b) Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna.
c) Dapat meningktakan kemampuan komunikasi antar perawat.
d) Menjalin bubungan kerja sama yang bertanggung jawab antar
perawat.
e) Pelaksanaam asuhan keperawatan dapat berjalan berkesinambu-
ngan.
f. Program Kerja
1) Rencana strategi
a) Menentukam penanggung jawab timbang terima.
b) Menyusun format timbang terima serta petunjuk teknis.
c) Menyiapkan kasus kelolaan yang akan digunakan untuk timbang
terima.
d) Menentukan jadwal pelaksanaan timbang terima.
e) Timbang terima dapat dilalukan secara lisan atau tertulis.
f) Melaksanakan timbang terima bersama dengan kepala ruangan
dan staf keperawatan.
g) Dilaksanakan pada setiap pergantian sif.
h) Dipimpin oleh perawat primer sebagai penanggung jawab sif.
i) Diikuti perawat mahasiswa wang bendimas atau akan berdinas.
j) Infiormasi yang disampaikan harus akurat, singkat sistematis atau
menggambarkan kondisi saat ini dengan tetap menjaga keraha-
siaan pasien.
k) Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan kepe-
rawatan, rencana keperawatan tindakan dan perkembangan
kesehatan pasien.
l) Mendokumentasikan hasil timbang terima pasien.
2) Pengorganisasian
a) Penanggung jawab :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu :
6. Ronde Keperawatan
a. Latar Belakang
Ronde keperawatan sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan dengan metode Keperawatan Primer,
merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan
yang harus ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan un-
tuk menggali dan membahas secara mendalam masalah keperawatan
yang ditemukan pada pasien sehingga dengan ronde keperawatan di-
harapkan didapatkan pemecahan masalah melalui cara berpikir kritis
berdasarkan konsep asuhan keperawatan.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk
membahas masalah keperawatan dengan melibatkan pasien dan se-
luruh tim keperawatan, konsultan keperawatan, serta divisi terkait
(medis, gizi, rehabilitasi medis dan sebagainya). Ronde keperawatan
juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan
dapat meningkatkan kemampuan kognitit, afektif dan psikomotor.
Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori
secara langsung pada kasus nyata. Dengan pelaksanaan ronde kepe-
rawatan yang berkesinambungan, diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam pe-
ningkatan perawatan secara profesional. Dalam pelaksanaan ronde
juga akan terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerja
sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kese-
hatan yang terjadi pada pasien.
308 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 309Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASb. Masalah
Ronde keperawatan belum dilaksanakan secara mandiri oleh ruangan
dan kriteria pasien untuk dilakukan ronde jarang terdapat di ruangan.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah-masalah pasien yang belum teratasi.
2) Tujuan Khusus
a) Menjustifikasi masalah yang belum teratasi.
b) Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer
lain.
d. Target
Ronde keperawatan dapat berjalan sesuai dengan alur dan syarat dilak-
sanakannya ronde serta dapat terlaksana berkala.
Kriteria Evaluasi
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab ronde keperawatan.
b) Menetapkan kasus yang akan di rondekan.
c) Memberikam informed consent kepada pasien dan keluarga.
2) Proses
a) Melaksanakan ronde keperawatan bersama-sama kepala ruangan
dan staf keperawatan.
b) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan intervensi
yang telah dilaksanakan tetapi belum mampu mengatasi masalah
pasien.
c) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
d) Pemberian masukan solusi tindakan yang lain yang mampu me-
ngatasi masalah pasien tersebut.
3) Hasil
a) Dapat dirumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan
masalah pasien.
b) Hasil diskusi yang disampaikan dapat ditindak lanjuti dan dilak-
sanakan.
e. Program Kerja
1) Rencana Strategi
a) Menentukan penanggung jawab ronde keperawatan.
b) Menentukan pasien yang akan dijadikan subjek dalam ronde
keperawatan.
c) Menyusun proposal kegiatan ronde keperawatan (strategi dan
materi).
d) Menentukan strategi ronde keperawatan yang akan dilakukan.
e) Menentukan materi dalam pelaksanaan ronde keperawatan.
f) Menyiapkan petunjuk teknis pelaksanaan ronde keperawatan.
g) Melaksanakan ronde keperawatan bersama-sama kepala
ruangan dan staf keperawatan.
2) Pengorganisasian
a) Penanggung jawab :
b) PP :
c) PA :
d) Waktu :
7. Dokumentasi Keperawatan
a. Latar Belakang
Dokumentasi keperawatan adalah catatan otentik tentang proses asuh-
an keperawatan pasien sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung-
gugat perawat profesional. Dokumen asuhan keperawatan dapat dija-
dikan bukti ukuran kinerja, dokumen mutu dalam akreditasi, evaluasi
kinerja dan jika ada persoalan hukum dapat dijadikan bukti dan bahan
pembelaaan ataupun pembenaran. Komponen dari dokumentasi men-
cakup aspek komunikasi, proses keperawatan, standar keperawatan.
Manfaat dan pentingnya dokmentasi keperawatan terkadang sering
terabaikan oleh sebagian besar perawat. Manfaat dan pentingnya do-
kumentasi keperawatan antara lain dari segi hukum, karena semua
catatan informasi tentang pasien merupakan dokumentasi resmi dan
bernilai hukum, oleh karena itu data harus diidentifikasi secara leng-
310 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 311Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASkap, jelas, objektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan atau pe-
rawat. Dalam hal ini perlu dicantumkan waktu dan sebaiknya dihindari
adanya penulisan yang dapat menimbulkan interpretasi yang salah.
Dari segi jaminan mutu (kualitas pelayanan), pencatatan data pasien
yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan perawat untuk
menyelesaikan masalah pasien serta untuk mengetahui sejauh mana
masalah dapat teratasi. Hal ini juga memungkinkan perawat untuk
mengetahui adanya masalah baru secara dini. Selain itu dokumentasi
keperawatan juga sebagai sarana komunikasi, acuan dalam menen-
tukan biaya perawatan pasien, sebagai bahan riset untuk pengemba-
ngan ilmu keperawatan dan lain sebagainya.
Fenomena yang sering terjadi terkait dokumentasi keperawatan se-
lain terabaikannya pelaksanaan dokumentasi keperawatan juga dalam
pelaksanaanya sering tidak sesuai dengan standar atau kaidah-kaidah
pembuatan dokumentasi keperawatan yang standar. Hal-hal sederha-
na seperti tidak boleh menghapus tulisan yang salah atau membiarkan
catatan perawat kosong atau tidak adanya paraf perawat yang melaku-
kan pendokumentasian masih sering terjadi. Hal ini menjadikan ke-
otentikan dokumentasi keperawatan akan diragukan. Mengingat pen-
tingnya dan besarnya manfaat dokumentasi keperawatan seharusnya
senantiasa ada upaya untuk melakukan perbaikan terhadap kinerja
perawat terutama dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
b. Masalah
Pelaksanaan dokumentasi keperawatan sering terabaikan dan pelak-
sanannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pembuatan dokumentasi
keperawatan yang standar.
c. Tujuan
Melakukan evaluasi dan perencanaan terhadap proses dokumentasi
keperawatan yang telah ada diruangan agar bisa terlaksana lebih op-
timal sesuai standar.
Tujuan Khusus:
1) Pengkajian dengan format SOR.
2) Mengidentifikasi tindakan dan perkembangan pasien dengan
menggunakan sistem pendokumentasian model PIE modifikasi.
3) Mendokumentasikan hasil pemeriksaan patologi.
4) Mendokumentasikan dan melakukan sentralisasi obat oral dan in-
jeksi pada semua pasien kelolaan.
5) Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan setiap
hari di lembar observasi.
6) Melakukan timbang terima setiap pergantian sif.
7) Melakukan discharge planning pada pasien yang akan pulang.
8) Melakukan resume keperawatan pada pasien yang sudah pulang.
d. Target
1) Semua perawat diruangan memahami pentingnya dokumentasi
keperawatan yang dilakukan.
2) Adanya upaya-upaya untuk memperbaiki proses dokumentasi
yang telah ada mendekati proses dokumentasi yang standar.
e. Kriteria Evaluasi
1) Struktur
a) Menentukan penanggung jawab kegiatan.
b) Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian se-
suai dengan kasus di ruang X.
c) Menyiapkan format pengkajian, diagnosis keperawatan, peren-
canaan, pelaksanaan dan evaluasi.
d) Menyiapkan format/pendokumentasian keperawatan.
2) Proses
a) Penggunaan standar terminologi (pengkajian, diagnosis, peren-
canaan, pelaksanaan, evaluasi).
b) Data yang relevan dan bermanfaat dikumpulkan kemudian di-
catat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen.
c) Diagnosis keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi dan
analisis data yang akurat.
d) Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai ba-
gian dari catatan yang permanen.
e) Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan
waktu.
312 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 313Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASf) Evaluasi dicatat sesuai dengan urutan waktu meliputi selama
dirawat, dirujuk, pulang ataupun perubahan status pasien,
respon pasien terhadap tindakan.
g) Rencana tindakan yang direvisi, berdasarkan hasil yang
diharapkan pasien.
3) Hasil
Mahasiswa mampu menerapkan pendokumentasian secara baik
dan benar.
f. Program Kerja
1) Rencana strategi
a) Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian
sesuai dengan kasus di ruang Bedah X.
b) Merevisi format pengkajian, diagnosis keperawatan, perenca-
naan, pelaksanaan dan evaluasi.
c) Menyiapkan format/pendokumentasian keperawatan.
d) Melaksanakan pendokumentasian bersama dengan perawat
ruangan.
2) Pengorganisasian.
a) Penanggung jawab :
b) Waktu :
Tabel Contoh Aplikasi Perencanaan Keperawatan Berdasarkan Metode BSC di ruang X RS Y
PERENCAAN (PLAN OF ACTION)
No Masalah Tujuan Program/Kegiatan Indikatior/Target keberhasilan
Penanggung jawab Waktu
1 M1-Man.Sumber Daya Manusia: Pemberian in-sentif yang tidak sesuai dengan prestasi kerja.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM.
Mengusulkan:1. Peningkatan jenjang
pendidikan pegawai lebih tinggi.
2. Peningkatan skill pegawai melalui pen-didikan dan pelatihan secara berkala.
3. Penyegaran ilmu keperawatan oleh tenagayang berkom-peten secara periodik.
4. Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau kerja ekstra.
5. Perbaikan fasilitas rumah sakit.
1. Rasio kecukupan antara perawatdan pasien menurut tingkat ketergan-tungan pasien terpenuhi.
2. Peningkatan jenjang pendidikan dan skill pegawai tercapai.
3. Beban kerja perawat sesuai dengan tugasnya.
4. Peningkatan kinerja perawat.
2 M2.Fasilitas rumahsakit yang kurangmendukung.
Mengupa-yakanterpenuhinyakebutuhan fasailitas pelayanan.
1. ldentifikasi kebutuhan sarana prasarana
2. Mengusulkan kebu-tuhan sesuai standar peralatan.
1. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas sesuai standar.
2. Rasio alat kesehatan dengan pasien sesuai.
3. Tersedianya kebu-tuhan alat habis pakai.
3 M3-Methode MAKP.Belum terlak-sananyaMAKP secara optimal.
Mampu meningkatkanMAKP primary nursingpemula.
1. Mendiskusikan setiap hambatan yang dalam penerapan model primary nursing.
2. Sosialisasi hasil diseminasi.
3. Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
4. Melakukan pemba-gian peran perawat.
5. Menentukan deskripsi tugas dan tanggung-jawab perawat.
6. Melakukan pemba-gian jadwal serta pembagian tenaga perawat.
7. Membantu penerapan model MAKP yang sudah ada.
MAKP primary nursing diterapkan secara baik.
1. Dischaarge planning.Format pemula-ngan pasien sudah ada tapi belum dilakukan.
Discharge planningdilaksanakansecara optimal danterdokumem-tasidengan baik.
1. Membuat alur pelak-sanaan discharge planning.
2. Menentukan penyakit terbanyak untuk dilakukan dischoarge planning.
Setiap pasien mulai masuk sampai pulang sudah mendapatkan discharge planning dengan media buklet dan leaflet.
314 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 315Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
3. Melakukan sosial-isasi dan simulasi discharge planning di ruangan.
4. Membagikan media sosialisasi berupa buklet dan leafiet bagi pasien.
5. Pembuatan dan pemasangan poster alur discharge plan-ning di ruang.
6. Dokumentasi.
2. M2-Material.Sarana dan Prasarana belum tercu-kupi terutama mengenai alat ke-sehatan yang belum tersedia.
Sarana danprasarana untuktindakan perawatansudah tersedia danmencukupi.
Mengusulkan:1. Perawatan sarana
dan prasarana secara berkala dan lebih intensif.
2. Meningkatkan proses inventarisasi.
3. Penataan alat-alat emergency lebih rapi.
1. Setiap tindakan keperawatan tersedia instrumen sesuai dengan protap.
2. Ada perawatan sa-rana dan prasarana secara berkala.
3. Apabila ada keru-sakan alat segera ada gantinya.
3. Timbang Terima belum efektif dalam prosesnya dan kurang sesuai de-ngan konten.
Timbang terimadilakukan secaraefektif dan sesuaikonten.
1. Menentukan penang-gung jawab timbang terima.
2. Menyusun format timbang terima pasien serta petunjuk teknis pengisiannya lebih menekankan pada aspek keperawatan.
3. Melaksanakan timbang terima, setiap pergantian sif.
4. Dokumentasi.
1. Timbang terima dilakukan di nurse station dan di pasien.
2. Isi timbang terima tentang masalah keperawatan yang sudah dan belum teratasi.
3. Timbang terima terdokumentasi dengan baik.
4. Ronde Keperawatan belum temu-kan kriteria kasus yang sesuai.
Ronde kepe-rawatanterlaksanan denganoptimal sesuaiprosedur.
1. Menentukan pasien untuk ronde.
2. Mempersiapkan ronde keperawatan.
3. Melaksanakan ronde keperawatan (strategi dan materi).
Ronde keperawatan sudah terlaksana bersama perawat ruangan.
5. Supervisi su-dah berjalan tetapi belum optimal dalam pendokumen- tasian.
Mampumenerapkansupervisikeperawatandengan benar.
1. Mengajukan proposal pelaksanaan alur supervisi.
2. Melaksanakan super-visi keperawatan ber-sama-sama perawat dan kepala ruangan.
3. Mendokumentasikan hasil pelaksanaan su-pervisi keperawatan.
4. Membuat format supervisi.
Supervisi terdokumen-tasikan dengan baik dan benar.
6. Sentralisasi Obat sudah berjalan dengan balk.
Sentralisasi obatdilaksanakan secaraoptimal.
1. Mengusulkan sen-tralisasi obat dengan menggunakan pro-gram Unit Day Dose (UDD).
2. Mengadakan in-formed consent untuk pasien atau keluarga dalam melaksanakan sentralisasi obat.
Seluruh obat pasien sudah tersentralisasi dengan baik.
3. Melaksanakan sen-tralisasi obat pasien bekerja sama dengan perawat, dokter dan bagian farmasi.
4 MA Money
5 M5-MutuPelayanan dankeselamatan pasien.Mutu pelayanansudah berjalan tapi pendoku-metasianpatient safety masih kurang.
Keselamatanpasien meningkat, kepuasan pasien meningkat,pendokumen-tasian mutu pelayanan teroptimalkan dan adanya pendokumen-tasian yang rapi untuk indi-kator mutu.
Mengusulkan pening-katan mutu pelayanan terus-menerus sehingga memberi kesan yang baik pada pasien.Menyusun perencanaan keselamatan pasien sesuai standar akreditasi rumah sakit terbaru (6 sasaran utama).
1. Kepuasan pasien terpenuhi.
2. Tidak ada complain dari, pasien dan keluarga pasien ter-hadap pelayanan.
3. Mengupayakan adanya Information Center di Perawat Station bagi kelu-arga pasien.
4. Keselamatan pasien terjaga.
Langkah 5: Pelaksanaan
Penerapan MAKP sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagian
tertuang dalam GANN chart.
Langkah 6: Evaluasi
1. Evaluasi struktur.
2. Evaluasi proses.
3. Evaluasi hasil.
PENILAIAN RISIKO JATUH
A. Penilaian Risiko Jatuh Pasien.
Dewasa Skala Morse Fall Scale.
B. Penilaian Risiko Jatuh Pasien.
Anak Skala Humpty Dumpty
C. Penilaian Risiko Jatuh pada
Pasien Geriatri
316 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 317Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALAMORSE FALL SCALE
RISIKO JATUH PASIEN DEWASA
No Risiko Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Mempunyai riwayat jatuh, baru atau dalam 3 bulan terakhir
Tidak Ya
025
2 Diagnosis sekunder > 1 Tidak Ya
025
3 Ambulansi berjalan Bedrest/dibantu perawat Penyangga/tongkat/
walker/threeport/kursi roda Mencengkeram furniture
015
30
4 Terpasang IV line/pemberian antikoagulan (heparin) /obat lain yang digunakan mempu-nyai side effect.
Tidak Ya
020
5 Cara berjalan/berpindah Normal/bedrest/mobilisasi Kelelahan dan lemah Keterbatasan/terganggu
01020
6 Status mental Normal/sesuai
kemampuan diri Lupa keterbatasan diri/
penurunan kesadaran
0
15
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Keterangan:Tingkat risiko:1. Skor > 51 risiko tinggi, lakukan intervensi jatuh risiko tinggi;2. Skor 25-50 risiko rendah, lakukan intervensi jatuh standar;3. Skor 0-24 tidak berisiko, perawatan yang baik.
PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN ANAK SKALAHUMPTY DUMPTY
RISIKO JATUH PASIEN ANAK
No Risiko Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 UMUR < 3 tahun 3-7 tahun 7-13 tahun 13-18 tahun
4321
2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
21
3 Diagnosis Kelainan Neurologi Gangguan oksigen (gang
guan pernapasan, dehidrasi, anemia, anorek sia, sinkop, sakit kepala, dan lain-lain).
Kelemahan fisik/kelainan psikis
Ada diagnosis tambahan
43
2
1
4 Gangguan kognitif Tidak memahami
keterbatasan Lupa keterbatasan Orientasi terhadap
kelemahan
3
21
5 Faktor lingkungan Riwayat jatuh dari tempat
tidur Pasien menggunakan alat
bantu Pasien berada di tempat
tidur Pasien berada di luar area
ruang perawatan.
4
3
2
1
6 Respon terhadap operasi/obat penenang/efek anantesi.
Kurang dari 24 jam Kurang dari 48 jam Lebih dari 48 jam
321
7 Penggunaan obat. Penggunaan obat seda
tive (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis). Hipnotik, barbitural, fenoti azin, antidepresan, lak- satif/diuretic, narkotik/ metadon.
3
318 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 319Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS Salah satu obat di atas.
Pengobatan lain21
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Keterangan:Tingkat risiko dan tindakan:1. Skor 7-11 : Risiko rendah untuk jatuh;2. Skor ≥ 12 : Risiko tinggi untuk jatuh;3. Skor minimal : 74. Skor maksimal : 23
PENILAIAN RISIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI
RISIKO JATUH PASIEN GERIATRI
No Risiko Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Gangguan gaya berjalan (diseret, menghentak, ber-ayun)
4
2 Pusing/pingsan pada posisi tegak
3
3 Kebingungan setiap saat 3
4 Nokturia/inkontinen 3
5 Kebingungan intermitten 2
6 Kelemahan umum 2
7 Obat-obatan berisiko tinggi (diuretic, narkotik, sedative, antipsikotik, laksatif, vasodila-tor, antiagina, antihipertensi, obat hipoglikemik, antidepre-san, neuroleptic, NSAID).
2
8 Riwayat jatuh dalam waktu 12 bulan sebelumnya
2
9 Osteoporosis 1
10 Gangguan pendengaran dan/atau penglihatan
1
11 Usia > 70 tahun 1
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Keterangan:Tingkat risiko:1. Risiko rendah, bila skor 1-3 : lakukan intervensi risiko rendah.2. Risiko tinggi, bila skor > 4 : lakukan intervensi risiko tinggi.
320 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 321Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASINSTRUMEN NYERI
A. Pengkajian Nyeri pada Pasien Neonatus-Neonatal Infant Pain Scale
(NIPS)
B. Pengkajian Nyeri pada Bayi Usia 0-1 Tahun FLACC Pain Scale
C. Pengkajian Nyeri pada Pasien Dewasa (Visual Aid Scale)
D. Pengkajian Nyeri pada Pasien Tidak Sadar (Behavioural Pain Scale/
BPS)
PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN NEONATUS-NEONATALNEONATAL-INFANT PAIN SCALE (NIPS)
NYERI PADA BAYIUSIA 0-1 TAHUN
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Ekspresi wajah Wajah tenang, ekspresi
netral Otot wajah tegang, alis
berkerut, dagu dan rahang tegang (ekspresi wajah negatif-hidung, mulut, dan alis).
0
1
2 Menangis Tenang, tidak menangis Merengek ringan, kadang-
kadang. Berteriak kencang,
menarik, melengking te- rus-terusan (catatan : menangis lirih mungkin dinilai jika bayi diintu basi yang dibuktikan me lalui gerakan mulut dan wajah yang jelas).
01
2
3 Pola Pernapasan Pola pernapasan bayi
normal Tidak teratur, lebih cepat
dari biasanya, tersedak, nafas tertahan
0
1
4 Lengan Tidak ada kekakuan otot,
gerakan tangan acak sekali-sekali.
Tegang, lengan lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi kaki
0
1
5 Kaki Tidak ada kekakuan otot,
gerakan kaki acak sekali- sekali.
Tegang, kaki lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi.
0
1
6 Kesadaran Tenang, tidur damai atau
gerakan kaki acak yang terjaga.
Terjaga, gelisah, dan meronta-ronta.
0
1
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
KeteranganSkala nyeri1. 0-2 = Nyeri ringan-tidak nyeri2. 3-4 = Nyeri sedang-nyeri ringan 3. > 4 = Nyeri hebat
Intervensi :1. Tidak ada 2. Intervensi tanpa obat,
dievaluasi selama 30 menit.3. Intervensi tanpa obat, bila
masih nyeri bisa diberikan analgesic dan dievaluasi selama 30 menit.
322 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 323Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
FLACC PAIN SCALE
NYERI PADAPASIEN ANAK
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 FACE (wajah) Tidak ada ekspresi tertentu
atau senyum, kontak mata Kadang meringis atau
mengerutkan kening, me- narik diri, tidak tertarik, wajah terlihat cemas, alis diturunkan, mata sebagian tertutup, pipi terangkat, mulut mengerucut.
Sering cemberut, kon- stan, rahang terkatup. Dagu bergetar, kerutan yang dalam di dahi, mata tertutup, mulut terbuka, garis yang dalam di sekitar hidung/bibir.
0
1
2
2 Leg (kaki) Posisi normal atau santai Tidak nyaman, gelisah,
tegang, tonus meningkat, kaku fleksi/ekstensi ang- gota badan intermiten.
Menendang atau kaki disusun, hipertonis fleksi/ekstensi anggota badan secara berlebihan, tremor.
01
2
3 Activity (Aktivitas) Berbaring dengan tenang,
posisi normal, bergerak dengan bebas dan mudah.
Menggeliat, menggeser maju mundur tegang, ragu-ragu untuk bergerak menjaga, tekanan pada bagian tubuh.
Melengkung, kaku, atau menyentak, posisi tetap, goyang gerakan kepala dari sisi ke sisi, menggosok bagian tubuh.
0
1
4 Cry (menangis) Tidak ada teriakan/era-
ngan (terjaga/tertidur). Erangan/rengekan,
sesekali menangis, se- sekali mengeluh.
0
1
Terus-menerus mena- ngis, menjerit, isak tangis, mengeram, menggeram, sering mengeluh.
5 Consolability Tenang, santai, tidak perlu
dihibur Perlu keyakinan dengan
sekali-kali menyentuh, sekali-kali memeluk, atau berbicara. Perhatian udah beralih.
Sulit untuk dibujuk atau dibuat nyaman.
0
1
2
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Keterangan01-34-67-10
= Rileks dan nyaman (relaxed and comfortable)= Sedikit tidak nyaman (mild discomfort)= Nyeri sedang (moderate pain)= Nyeri/tidak nyaman yang parah (severe discomfort/pain)
324 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 325Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
INSTRUMEN PENILAIAN NYERIVISUAL AID SCALE
NYERI PADAPASIEN DEWASA
No Skala Nyeri Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Tidak nyeri 0
2 Minor Nyeri sangat ringan Nyeri tidak nyaman Nyeri dapat ditoleransi
123
3 Moderate Menyusahkan Sangat menyusahkan Nyeri hebat
456
4 Severe Sangat hebat Sangat menyiksa Tak tertahankan Tak dapat diungkapkan
789
10
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Pancetus(P)
Kualitas (Q)
Lokasi (R)
Skala (1-10)(S)
Waktu(T)
Penyebab nyeri hilang/berkurang
Keterangan01-34-67-10
= Rileks dan nyaman= Sedikit tidak nyaman= Nyeri sedang= Nyeri/tidak nyaman yang parah
BEHAVIOURAL PAIN SCALE (BPS)
NYERI PADAPASIEN TIDAK SADAR
No Skala Nyeri Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 FACE (wajah) Tenang/rileks Mengerutkan alis. Kelopak mata tertutup. Meringis.
1234
2 Anggota badan sebelah atas Tidak ada gerakan. Sebagian ditekuk. Sepenuhnya ditekuk
dengan fleksi jari-jari Retraksi permanen.
123
4
3 Ventilasi Pergerakan dapat dito-
leransi. Batuk dengan pergerakan. Melawan ventilator Tidak dapat mengontrol
ventilasi.
4
56
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Keterangan01-34-6≥ 6
= Tidak ada nyeri (no pain) = Nyeri ringan (mild Pain)= Nyeri sedang (moderate pain) = Nyeri tidak tertahankan (uncontrolled pain)
TidakNyeri
SedikitNyeri
SedikitLebih Nyeri
NyeriSangat Hebat
LebihNyeri
SangatNyeri
Moderate SevereMildNone
TIDAK NYERITERTAHANKAN
Skor Skala Nyeri© Mosby
0 11 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TIDAKNYERI
326 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 327Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASINSTRUMEN PPI
A. FLEBITIS
B. DEKUBITUS
C. PNEUMONIA
D. INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)
E. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
INSTRUMEN PENILAIAN KEJADIAN FLEBITIS MENGGUNAKAN VIP SCORE
(VISUAL INFUSION FLEBITIS SCORE)
A. FLEBITIS
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Jalur IV tampak sehat 0
2 Salah satu tanda-tanda berikut jelas
Sedikit nyeri dekat jalur IV atau
Sedikit kemerahan dekat jalur IV.
1
3 Dua dari tanda berikut Nyeri pada jalur IV Kemerahan Pembengkakan 2
4 Semua tanda-tanda berikut jelas
Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan.
3
5 Semua tanda-tanda berikut jelas
Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan. Vena teraba keras.
4
6 Semua tanda-tanda berikut jelas
Nyeri sepanjang kanul. Kemerahan. Pembengkakan. Vena teraba keras. Pireksia.
5
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
KeteranganSkala nyeri1. 0 = nyeri ringan-tidak nyeri2. 1-2 = tahap awal flebitis 3. 3-4 = awal tromboflebitis 4. 5 = stadium lanjut tromboflebitis
Intervensi :1. Observasi kanul 2. Resite kanul 3. Resite kanul dan pertimbangkan
perawatan 4. Memulai perawatan
328 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 329Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
NORTON SCALE
B. DEKUBITUS
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 KONDISI FISIK Baik Cukup baik Buruk Sangat buruk
4321
2 KONDISI MENTAL Waspada Apatis Bingung Pingsan/tidak sadar
4321
3 Kegiatan Dapat berpindah Berjalan dengan bantuan Terbatas kursi Terbatas di tempat tidur
4321
4 Mobilitas Penuh Agak terbatas Sangat Terbatas Sulit bergerak
4321
5 Inkontinensia Tidak mengompol. Kadang-kadang Biasanya yang keluar
urine Biasanya yang keluar
urine dan kotoran
432
1
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Intervensi :• Nilai maksimal 20• Nilai minimum 5• Pasien berisiko decubitus jika nilai < 14
CPIS (CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE)
C. PNEUMONIA
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 SUHU ≥36,5˚C dan ≤ 38,4 ˚C ≥38,5˚C dan ≤ 38,9 ˚C ≥39˚C dan ≤ 36 ˚C
012
2 Leukosit dalam darah ≥ 4.000 dan ≤ 11.000 > 4.000 dan < 11.000 > 4.000 dan < 11.000
+ band form ≥ %0%
012
3 Sekret Trakeal Tidak Dapat sekret Terdapat secret trakeal
nonpurulen Terdapat secret trakeal
purulent
01
2
4 Oksigenasi PaO2/FIO2’ mmHg > 240 atau ARDS
(PaO2/FIO2’ ≤ 200) pulmo nary arterial wedge pre- ssure
≤ 18 dan adanya infiltrasi bilateral
≤ 240 dan tidak terdapat ARDS
0
1
2
5 Gambaran radiologi paru Tidak terdapat infiltrasi Adanya difusi infiltrat Infiltrate di daerah lokal
012
6 Kultur dari cairan trakeal: Negatif Positif
02
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
Interpretasi : skor > 6 menandakan pneumoni
330 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 331Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
SOUTHAMPTON SCORING SYSTEM
D. ILO (INFEKSIDAERAH OPERASI)
No Parameter Skor
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 PROSES PENYEMBUHAN NORMAL
2 Proses penyembuhan normal, dengan kemerahan sedang
A. Ditemukan beberapa kemerahan
B. Kemerahan C. Eritema Sedang
I
3 Eritema dengan tanda inflamasi
A. Pada satu tempat B. Di sekitar luka jahitan C. Sepanjang luka D. Disekeliling Luka
II
4 Luka bersih atau ditemukan cairan haemoserous.
A. Hanya pada satu tempat (< 2)
B. Disepanjang luka (> 2) C. Ditemukan banyak
haemoserous D. Prolonged (> 3 hari)
III
5 PUS : A. Hanya pada satu
tempat B. Di sepanjang luka
(> 2 cm)
IV
6 Adanya infeksi yang dalam denagn atau tanpa kerusakan jaringan, hematoma memerlu-kan aspirasi.
V
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian.
Untuk memastikan diagnosis ISK, harus ada minimal 1 dari 4 kriteria
berikut ini:
E. ISK (INFEKSISALURAN KEMIH)
No Parameter Kriteria
Skor Hari Perawatan Ke-
1Tgl…..
2Tgl…..
3Tgl…..
4Tgl…..
5Tgl…..
6Tgl…..
7Tgl…..
8Tgl…..
9Tgl…..
10Tgl…..
1 Pasien sedang terpasang kateter urine saat pengam-bilan sampel urine dan ada sedikitnya gejala di bawah ini tanpa diketahuipenyebabnya:
demam (>38˚C) nyeri pada daerah
suprapublik atau kosto- vertebral.
danhasil kultur urine positif adanya ≥ 105 colony-for-ming units (CFU)/ml dengan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganismeataukateter urine pasien sudah terlepas dalam waktu 48 jam sebelum pengambilan sampel urine dan ada se-dikitnya satu dari tanda atau gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:
demam (>38˚C) pasien mengalami
inkontinensia urgensi, nyeri di suprapublik atau kostovertebral.
1
2 Pasien sedang terpa-sang kateter urine saat pengambilan sampel urine dan ada sedikitnya gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:
demam (>38˚C) nyeri pada daerah
supra-publik atau kostovertebral.
Dan
hasil pemeriksaan urine ditemukan paling tidak terdapat satu dari hal bawah ini:
adanya leukosit atau nitrat darihasil pemerik- saan urine.
2
332 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 333Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS pluria (terdapat ≥ 10
[WBC]/ mm3 or ≥ 3 WBC/high power field of unspun urine).
adanya mikroorga- nisme gram dalam sample urine dan hasil kultur urine menunjuk- kan hasil ≥ 103 and <105 CFU/ml dengan tidak lebih dari 2 spe- sies mikroorganisme.
atau
kateter urine pasien sudah terlepas dalam waktu 48 jam sebelum pengambilan sampel urine dan ada se-dikitnya satu dari tanda atau gejala di bawah ini tanpa diketahui penyebabnya:
demam (>38˚C) pasien mengalami
inkontinensia urgensi, inkontinensia frekuensi, dysuria, nyeri di supra- publik atau kostover- tebral.
3 Pasien ≤ I tahun yang lalu dengan atau tanpa riwayat pemasangan kateter urine mempunyai paling tidak satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa diketahui penyebab yang tidak diketahui:
demam (>38˚C) hipotermi (< 36˚C) apnea bradikardia dysuria letargi vomitus
dan hasil kultur urine positif adanya ≥ 105 colony-for-ming units (CFU)/ml dengan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme.
3
4 Pasien ≤ I tahun yang lalu dengan atau tanpa riwayat pemasangan kateter urine mempunyai paling tidak satu dari tanda dan gejala berikut ini tanpa diketa-hui penyebab yang tidak diketahui:
demam (>38˚C) hipotermi (< 36˚C) apnea bradikardia
4
dysuria letargi vomitus
dan hasil pemeriksaan urine ditemukan paling tidak terdapat satu dari hal di bawah ini:
adanya leukosit atau nitrat dari hasil peme- riksaan urine.
pluria (terdapat ≥ 10 [WBC]/ mm3 atau 3 WBC/high power field of unspun urine)
adanya mikroorga- nisme gram dalam sample urine dan hasil kultur urine menunjuk- kan hasil ≥ 103 and <105 CFU/ml dengan tidak lebih dari 2 spe- sies mikroorganisme.
TOTAL SKOR
Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian
C. IndikatorPenilaianMutuAsuhanKeperawatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struk-
tur proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pela-
yanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh
masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek
penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, audit (EDIA).
1. Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang
meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan kepe-
rawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi
yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan
lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat
kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing kom-
ponen struktur.
2 Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain
yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien. Interaksi
334 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 335Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien,
penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan,
penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi
lain terhadap pasien.
a. Indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
• Angka infeksi nosokomial: 1-2%;
• Angka kematian kasar 3-4%;
• Kematian pascabedah: 1-2%;
• Kematian ibu melahirkan: 1-2%;
• Kematian bayi baru lahir 20/1.000;
• NDR (Not Death Rate) 2,5%;
• ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5.000;
• PODR (Post-Operation Death Rate): 1 %;
• POIR (Post-Operative Infection Rate): 1 %.
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
• Biaya per unit untuk rawat jalan;
• Jumlah penderita yang mengalami dekubitus;
• Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur;
• BOR: 70-85%;
• BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat
tidur/tahun;
• TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari T’T yang kosong;
• LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial;
gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesala-
han; dan kepuasan pasien);
• Normal tissue removal rate: 10%.
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur
dengan jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di
koran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran dan lainnya.
d. Indikator mutu pelayanan sebuah RS terdiri atas:
• Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak
RS dengan asal pasien;
• Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembeda-
han dan jumlah kunjungan SMF spesialis;
• Mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar terse-
but di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika
bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan
menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelum-
nya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan
pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-
masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
• Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi;
• Pasien diberi obat salah;
• Tidak ada obat/alat emergensi;
• Tidak ada oksigen;
• Tidak ada suction (penyedot lendir);
• Tidak tersedia alat pemadam kebakaran;
• Pemakaian obat;
• Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain.
f. Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH
(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:
• Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran
pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlu-
kaan dan keluhan keluarga:
• Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respon perawat terha-
dap pasien, dan peraturan rumah sakit;
• Clinical incident di antaranya jumlah pasien flebitis, jumlah pasien
ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia; jumlah pasien trom-
boli, dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang
berlebih;
336 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 337Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS• Harap injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,
kurangnya keterampilan perawat, dan komplain pasien;
• Madication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis,
pasien, cara, waktu).
Tabel Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
D. MutuPelayananKeperawatan
1. Pengertian mutu
Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan status kesehat-
an dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual pasien (Suarli dan
Bahtiar, 2012).
Kesempurnaan dari produk jasa dengan memenuhi standar yang telah
ditetapkan (minimal mutu), mutu pelayanan yang biasa digunakan dalam
penilaian suatu kualitas pelayanan kesehatan mengacu pada lima dimensi
mutu.
Mutu adalah pemenuhan terhadap harapan pelanggan dan sesuai dengan
standar yang berlaku serta tercapainya tujuan pelayanan keperawatan
yang diharapkan (tappen, 2010).
Mutu pelayanan keperawatan menurut DEPKES RI tahun 2012
Pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk me-
menuhi kebutuhan dan harapan pasien sehingga pasien dapat mem-
peroleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada rumah sakit serta dapat melahirkan keunggulan kom-
paraif melali pelayanan yang bermutu, effisien, inovatif dan beri infact
pada curtomer responsiveerness.
2. Dimensi mutu
Dimensi mutu terdiri dari 5 komponen sebagai berikut :
a. Cepat Tanggap (Responsiveness)
b. Keandalan (Reliability)
c. Terjamin (Assurance)
d. Empaty (Emphaty)
e. Bukti Fisik (Tangible)
(Tappen, 2010).
Dimensi kualitas YANKEP
a. Tangible; (nyata/berwujud)
b. Reliability (keandalan)
c. Responsiveness (Cepat tanggap)
d. Competence (kompetensi)
e. Access (kemudahan)
f. Courtesy (keramahan),
g. Communication (komunikasi)
h. Credibility (kepercayaan)
i. Security (keamanan)
j. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
(Watson, 2000, Leininger, 2002, Hamid, 2002, Nurachmah, 2004,
Dikti ;2006; Hendroyono. 2009).
E. Kredensialing
1. Pengertian kredensialing
Credentialing, secara umum, merupakan istilah yang memayungi li-
sensi, sertifikasi, akreditasi, dan pendaftaran/registrasi (Hamid, 2010).
Credentialing diperlukan untuk menjamin kualitas standar pelayanan
praktik seseorang sehingga baik praktisi atau konsumen mempunyai
Standar Nasional
Σ BORΣ ALOSΣ TOI (Turn Over Interval)Σ BTO (Bed Turn Over)Σ NDR (Net Death Rate)Σ GDR (Gross Death Rate)Σ ADR (Anesthesia Death Rate)Σ PODR (Post-Operative Death Rate)Σ POIR (Post-Operative Infection Rate)Σ NTRR (Normal Tissue Removal Rate)Σ MDR (Maternal Death Rate)Σ IDR (Infant Death Rate)
75-80%1-10 hari1-3 hari5-45 hari< 2,5%< 3%1,15000< 1%< 1%10%< 0,25%< 2%
338 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 339Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASjaminan yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan oleh instansi
atau organisasi.
Credentialing adalah proses penentuan dan memelihara kompetensi
dalam praktek keperawatan dan salah satu cara bagaimana profesi
keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas untuk
pendidikan preparationof anggota itu. Credentialing termasuk lisensi,
tregistration, sertifikasi dan akreditasi.
2. Tahapan
Credentialing diperoleh melalui 3 tahapan yaitu: lisensi, akreditasi dan
registrasi (Jean M, 2000). Lisensi merupakan pencantuman nama se-
seorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah
maupun non pemerintah. Untuk dapat terlisensi, perawat harus telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan dan menerima ijasah. Ijasah
tersebut akan diberikan oleh institusi pendidikan yang telah terakreditasi
oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Langkah yang berikutnya dalam credentialing dalam keperawatan adalah
registrasi tenaga keperawatan (Hamid, 2010).
Tujuan utama credentialing adalah untuk melindungi masyarakat de-
ngan memastikan tingkat kompetensi tenaga profesional kesehatan
dalam menjamin kepedulian terhadap hak-hak pasien (Jean M, 2000).
Kredensialing perawat baru.
F. JenjangKerierPerawat
Pengertian jenjang karier adalah suatu sistem untuk meningkatkan kinerja
dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melaui peningkatan
kemampuan kompetensi, pengembangan sistem jenjang karier bagi pe-
rawat, membedakan antara pekerjaan dan karier (Depkes 2010).
Peran perawat :
Perawat klinis
Perawat klinis merupakan perawat yang memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien langsung sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyara-
Rekruitmendan
Seleksi
Penugasankerja sesuai
area
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan
Komitekeperawatan Direktur RS
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan
PenetapanKewenangan
Klinik
PemberianPenugasan
KlinisKenaikan
PenjenjanganKarir
Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasaryaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah
ASSESMENKOMPETENSI
1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan Direktur RS
Bidangkeperawatan
Bidangkeperawatan
Komitekeperawatan
Rekruitmendan
Seleksi
Penugasankerja sesuai
area
PenetapanKewenangan
Klinik
PemberianPenugasan
KlinisKenaikan
PenjenjanganKarir
Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasaryaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah
ASSESMENKOMPETENSI
1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen
Kredensial
340 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 341Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASkat. Perawat klinis merupakan perawat yang terjun langsung, di wahana
praktik klinik, baik itu puskesmas, rumah sakit atau klinik yang memberikan
pelayanan keperawatan langsung kepada pasien.
Perawat manager
Perawat yang mempunyai peran melakukan tatatkelola pelayanan kepe-
rawatan di suatu unit pelayanan kesehatan dan institusi pelayanan kesehat-
an. Peran manajer bisa sebagai lower manager, middle manager atau top
manager. Perawat manager bisa sebagai ketua tim, kepala ruangan, kepala
bidang keperawatan, direktur keperawatan, pemilik home care, klinik, bisa
juga sebagai kaprodi, dekan, ketua Stikes atau yang berhubungan dengan
pendidikan tinggi keperawatan.
Perawat pendidik
Perawat yang berperan memberikan pendidikan kepada generasi muda
penerus profesi. Perawat ini bekerja di Pendidikan Tinggi Keperawatan se-
bagai dosen pengajar. Jalur jenjang karier dosen keperawatan mengikuti
alur kebijakan kemeristekdikti.
Perawat peneliti/Riset
Perawat yang mempunyai peran melakukan riset-riset keperawatan. Hasil
riset keperawatan dipublikasikan pada jurnal nasional dan internasional
berreputasi. Selain itu penelitiannya digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan. Peran perawat resecher di Indonesia masih sangat sedikit,
masih sangat diperlukan.
Jenjang karier perawat menurut PPNI (2005), bahwa jenjang karier perawat
teridiri dari : Perawat klinik I, perawat klinik II, perawat klinik III, perawat
klinik IV dan perawat klinik V. Jenjang karier tersebut ditentukkan oleh indi-
kator atau karakteristik tertentu, skematis secara lengkap dapat di lihat pada
skema sebagai berikut :
D-IIIKeperawtan atauNers pengalamankerja 0 tahunMempunyai sertifikat BHD
•
•
Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja > 4 tahun mempunyai sertifikat PK IVNers Spesialis II (Konsultan) dengan pengalaman kerja 0 tahun
•
•
D-III : 0-1 thnNers : 0-1 thn
••
D-III : 6-9 thnNers : 4-7 thn
••
D-III : 3-6 thnNers : 2-4 thn
••
Hingga masa pensiun
•
D-III Keperawtan atau NersPengalaman kerja > 1 tahunMempunyai sertifikat pra klinik
•
•
•
D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 4 tahunNers dengan pengalaman kerja > 3 tahunMempunyai sertifikat PK I
•
•
•
D-III : 9-12 thnNers : 6-9 thnNers Sp I : 2-4 thn
•••
Ners : 9-12 thnNers Sp I : 6-9 thn
••
D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 10 tahun dan mempunyai sertifikat PK IINers dengan pengalaman kerja > 7 tahun dan mempunyai sertifikat PK IINers Spesialis I dengan pengalaman kerja 0 tahun
•
•
•
Ners dengan pengalaman kerja > 13 tahunNers Spesialis I dengan pengalaman kerja > 2 tahunMempunyai sertifikat PK III
•
•
•
Bidangkeperawatan
Proses magangselama 1 tahunpada 4 (empat)pelayanan dasar yaitu:- Anak- Maternitas- Medikal- Bedah
ASSESMENKOMPETENSI
1. Usulan2. Pra konsultasi3. Asesmen4. Banding5. Hasil Asesmen
Bidangkeperawatan
KENAIKANJENJKANG
Komitekeperawatan Direktur
Rumah Sakit Bidangkeperawatan
Kredensialing
Pemberianpenugasan
klink
Pemberiankerja sesuaidengan areapraktiknya
Rekrutmendan seleksi
Skema Jenjang Karir Perawat Klink Baru
342 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 343Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
G. KomiteEtikKeperawatan
1. Pengertian
Komite keperawatan adalah wadah non structural rumah sakit yang
mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profe-
sionalisme profesi perawat melalui mekanisme kredensial, penjagaan
mutu profesi dan pemeliharaan etik serta disiplin profesi.
2. Karakteristik
PMK No 49 Tahun 2013 : Rumah Sakit Harus Membentuk Komite
Keperawatan. Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit
dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi
komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan,
sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Subkomite terdiri dari sub-
komite (1) kredensial, (2) mutu profesi dan (3) etika dan disiplin profesi.
3. Wewenang kominte kerepawatan
a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis,
b. Memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis,
c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu,
d. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis,
e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebi-
danan,
f. Memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan
kebidanan berkelanjutan,
g. memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomen-
dasi pemberian tindakan disiplin.
4. Struktur organisasi
Struktur organisasi Komite Keperawatan mengambarkan tiga sub komite
keperawatan beserta tugas dan tanggungjawabnya. Sub komite kepe-
rawatan tersebut meliputi : sub komite kredential, sub komite mutu
profesi, sub komite etik dan disiplin profesi. Struktur organisasi komite
keperawatan dapat diamati pada bagan struktur organigram berikut ini:
H. AuditMutuKeperawatan
Audit mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui dua cara, sebagai beri-
kut:
1. Internal : bagian penjaminan mutu rumah sakit.
2. External : lembaga resmi akreditasi.
Pendekatan penilaian mutu menurut Dona Bedian, (1998). Telah menetap-
kan indikator prioritas yaitu idikator area klinis, indikator area manajemen
dan indikator keselamatan pasien (patien Safety).
Pelaksanaanpendidikan
berkelanjutan
Pelaksanaan Askep
Monitoringkompetisi
Monitoring penerapan etik dan disiplin profesi.
Supervisi klinik
•
•
•
•
Monitoring indikator mutu keperawatan klinkMonitoring indikator kinerja individu
•
•
344 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 345Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAdanya kegiatan audit mutu internal, terutama audit medit di rumah sakit,
menimbulkan dampak yang signifikan dalam berkembangnya sistem manaje-
men mutu standar yang berdampak pada mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Kegiatan audit mutu saat ini dipandang sebagai kegiatan yang dapat mem-
berikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja rumah sakit, puskesmas
dan pendidikan tinggi keperawatan atau kesehatan. Kegiatan audit mutu
juga dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan
pasien, keluarga, masayarakat sebagai pelanggan (customer).
Indikator mutu pelayanan kesehatan
Monitoring dan evaluasi audit medic di rumah sakit dilakukan oleh komite
medik. Agar supaya dapat melakukan evaluasi dan monitoring, komite medik
mengembangkan indikator mutu pelayanan kesehatan yang harus dicapai.
A. LatarBelakang
Tenaga Kesehatan dalam UU Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan
yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau kete-
rampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang untuk jelas tertentu me-
merlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Bagian integral
dari profesi kesehatan adalah profesi keperawatan. Penelitian Huber, (2004)
80 % dari kegiatan pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan kepe-
rawatan. Sumber Daya Keperawatan adalah sumber daya yang terbanyak di
suatu rumah sakit.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2012 jumlah rumah sakit di
Indonesia sebanyak 1.721 unit dengan 170.656 tempat tidur. Padahal jumlah
idealnya adalah 237.000. Semuanya itu dibutuhkan ketenagaan. Sumber
daya kesehatan yang bisa memberikan pelayanan kesehatan. Kecukupan
sumber daya kesehatan secara kuantitas dan kualitas akan menentukan kua-
litas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kecukupan SDM Kesehatan
atau keperawatan ada formulasi formulasi tertentu yang memperhatikan
berbagai dimensi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas
PENGATURAN SUMBER DAYA KEPERAWATAN (SDM)
11BAB
346 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 347Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASdan klinik. Kebutuhan SDM Keperawatan juga diperlukan bagi Pendidikan
Tinggi Keperawatan.
B. HakekatKetenagakerjaan
Hakekat Sumber Daya Manusia atau ketenagakerjaan pada intinya adalah
pengaturan, mobilisasi potensi, memaksimalkan skill, proses motivasi, dan
pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui
kinerjanya. Kemampuan kinerja berguna untuk tercapainya tujuan individu,
visi dan misi organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya.
Keputusan yang diambil tentang tata kelola Sumber Daya Manusia atau
ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh filosofi dan kebijakan yang di-
anut oleh pimpinan keperawatan tentang pemberdayaan Sumber Daya
Keperawatan. Misalnya, pandangan tentang motivasi kerja dan konsep
tentang profesi keperawatan. Pandangan Pimpinan dan manajer tentang
profesi keperawatan akan terbentuk pola kebutuhan Sumber daya kepe-
rawatan, yang sesuai dengan kebijakan rumah sakit serta terstandar sesuai
dengan standar akreditasi yang berlaku, baik KARS, ISO 9001 dan Joint
Commition International (JCI).
C. Prinsip-PrinsipdalamKetenagakerjaan
1. Pembagian Kerja
Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi se-
hingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang
keperawatan perlu mengetahui tentang :
a. Pendidikan dan pengalaman setiap staf.
b. Peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut.
c. Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan
kedudukan dalam organisasi.
d. Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan tang-
gung jawabnya.
e. Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada
tenaga non keperawatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan pembagian
kerja.
a. Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan
kemampuannya.
b. Tiap bangsal/bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan
tertulis.
c. Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas.
d. Variasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungan-
nya.
e. Mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan.
f. Penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak, kesulitan
dan waktu.
Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor,
minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa
dia menerima tugas.
2. Pendelegasian Tugas
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab ke-
pada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelega-
sian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok
melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain
itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan mempunyai waktu lebih
banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan
dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan
latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap
tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberi-
kan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting.
Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah me-
ngambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan
rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan.
Disamping itu manfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan
sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal
lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan
rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun
348 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 349Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASekstern, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui
usaha orang lain.
Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, ba-
nyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa
alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian :
a. Meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu dilaksanakan
dengan tepat, kerjakanlah sendiri”.
b. Kurang percasya diri.
c. Takut dianggap malas.
d. Takut persaingan.
e. Takut kehilangan kendali.
f. Merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan pendelegasian,
mempunyai definisi kerja yang tidak jelas.
g. Takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas.
h. Menolak untuk mengambil risiko tergantung pada orang lain.
i. Kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah,
sehubungan dengan tugas yang didelegasikan.
j. Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan.
k. Kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf
kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk melakukan tu-
gas tersebut.
Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa
tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan
kepada staf. Hal ini tergantung pada :
a. Sifat kegiatan : untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberi-
kan lebih besar kepada staf.
b. Kemampuan staf : tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau
terlalu berat.
c. Hasil yang diharapkan : Applebaum dan Rohrs menyarankan agar
pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk perencanaan
strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka
juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada
mendelegasikan sebagian aspek dari suatu kegiatan.
Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif :
a. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan
mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau melakukannya.
b. Jangan takut salah.
c. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memiliki
keterampilan atau pengetahuan untuk sukses.
d. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, sehingga
mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan.
e. Perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil.
f. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemeca-
han masalahnya.
g. Hindari kritik bila terjadi kesalahan.
h. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang,
tanggung gugat dan dukungan yang tersedia.
i. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana
dengan baik.
Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan pendelegasian
yang efektif :
a. Tetapkan tugas yang akan didelegasikan.
b. Pilihlah orang yang akan diberi delegasi.
c. Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas.
d. Uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan
hasil tersebut.
e. Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf
tersebut.
f. Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek peneri-
maan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan.
g. Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan.
h. Berikan dukungan.
i. Evaluasi hasilnya.
350 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 351Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS3. Koordinasi
Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian
antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antar pe-
rawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan tenaga dari
bagian lain.
Manfaat Koordinasi:
a. Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal/bagian
dan perasaan lebih penting dari yang lain.
b. Menumbuhkan rasa saling membantu.
c. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf.
Cara koordinasi:
Komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelapo-
ran, pembakuan formulir yang berlaku.
4. Manajemen Waktu
Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala bidang keperawatan
mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengendalikan waktu. Banyak
waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh karena itu perlu pe-
ngontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif.
Untuk mengendalikan waktu agar lebih efektif perlu :
a. Analisa waktu yang dipakai; membuat agenda harian untuk menentu-
kan kategori kegiatan yang ada.
b. Memeriksa kembali masing-masing porsi dari tiap aktifitas.
c. Menentukan prioritas pekerjaan menurut kegawatan, dan perkem-
bangannnya serta tujuan yang akan dicapai.
d. Mendelegasikan.
Hambatan yang sering terjadi pada pengaturan waktu
a. Terperangkap dalam pekerjaan.
b. Menunda karena takut salah.
c. Tamu yang tidak terjadwal.
d. Telepon.
e. Rapat yang tidak produktif.
f. Peraturan “open door”.
g. Tidak dapat mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak perlu.
D. PerhitunganSumberDayaKeperawatan
Perhitungan tenaga perawat
Penerapan kebutuhan ketenagaan atau Sumber Daya Keperawatan perlu
memperhatikan adanya faktor faktor yang sangat berkaitan dengan terkait
beban kerja perawat. Faktor-faktor yang berkaitan tersebut sebagai berikut:
1. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit.
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien.
3. Rata-rata hari perawatan klien.
4. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung.
5. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan.
6. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung.
7. Pemberian cuti.
Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu diperhati-
kan hal-hal, sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan.
a. Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien
sesuai dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktu-
asinya, keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga.
b. Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan,
kebijakan pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan persona-
lia, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesia-
lis dan sikap ethis profesional.
c. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, layout
keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengka-
pan peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari insta-
lasi lain dan macam kegiatan yang dilaksanakan.
d. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan ke-
bijakan pembinaan dan pengembangan.
352 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 353Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS2. Rumusan perhitungan tenaga perawat
a. Peraturan Men.Kes.R.I. No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetap-
kan bahwa perbandingan jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding
dengan jumlah perawat adalah sebagai berikut :
Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat = 3-4 tempat tidur : 2
perawat.
b. Hasil Work Shop Perawatan oleh Dep.Kes RI di Ciloto Tahun 1971
menyebutkan bahwa :
Jumlah tenaga keperawatan : pasien = 5 : 9 tiap shift.
c. Menggunakan sistem klasifikasi pasien berdasarkan perhitungan ke-
butuhan tenaga.
Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Menurut Douglas
(1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi klien
berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar
sebagai berikut :
a. Kategori I : Self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2
jam/hari
• Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
• Makanan dan minum dilakukan sendiri.
• Ambulasi dengan pengawasan.
• Observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift.
• Minimal dengan status psikologi stabil.
• Perawatan luka sederhana.
b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu
3-4 jam/hari
• Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.
• Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.
• Ambulasi dibantu.
• Pengobatan dengan injeksi.
• Klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat.
• Klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.
c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/
hari
• Semua kebutuhan klien dibantu.
• Perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan.
• Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
• Makan dan minum melalui selang lambung.
• Pengobatan intravena “perdrip”.
• Dilakukan suction.
• Gelisah/disorientasi.
• Perawatan luka kompleks.
E. FormulasiPerhitunganSDMKeperawatan
Tingkat ketergantungan perhitungan tenaga perawat ada beberapa metode,
antara lain yaitu:
1. Metode Douglas
2. Metode Ilyas Yaslis
3. Metode Gillies
4. Metode Depkes
Penjelasan dari metode-metode cara perhitungan ketenagakerjaan adalah
sebagai berikut :
1. Metode Douglas
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit
perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing-masing kategori
mempunyai nilai standar per sif nya, yaitu sebagai berikut :
JumlahPasien
Klasifikasi Klien
Minimal Parsial Total
Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
Dst
354 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 355Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASContoh kasus
Ruang Mawar, RSUD kota Nabire, merupakan ruang penyakit dalam dan
bedah. Jumlah ketersediaan tempat tidur 32 tempat tidur. BOR rerata
100%. Jumlah pasien total care rerata 10 pasien. Jumlah perawat: Ners
3 orang, 9 orang D3 Keperawatan, total 12 perawat. Hitunglah kebutu-
han perawat setiap sif. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :
2. Metode Ilyas Yaslis, (2010)
Metode ini dikembangkan oleh Yaslis Iyas sejak tahun 1995. Metode ini
berkembang karena adanya keluhan dari rumah sakit di Indonesia bahwa
metode Gillies menghasilkan jumlah perawat yang terlalu kecil sehingga
beban kerja perawat tinggi sedangkan PPNI menghasilkan jumlah pe-
rawat yang terlalu besar sehingga tidak efisien.
Rumus dasar dari formula ini adalah sebagai berikut:
Tenaga Perawat =
Keterangan:
A : Jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan
pasien)
B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
365 : Jumlah hari kerja selama setahun
255 : Hari kerja efektif perawat/bln (365-(12 hari libur nasional +12 hari
libur cuti tahunan x ¾) = 255 hari
Jam kerja/hari : 6 jam, didapat dari 40 jam (total jam kerja/minggu) ; 7
hari.
Indeks ¾ merupakan indeks yang berasal dari karakteristik jadwal kerja
perawat di rumah sakit yang dihitung dari setiap empat hari kerja efektif,
dimana perawat mendapat libur satu hari setelah jadwal jaga malam.
Uraiannya sebagai berikut hari pertama perawat masuk pagi, hari kedua
siang, hari ketiga malam dan hari keempat perawat mendapat libur satu
hari.
Contoh Kasus:
Diketahui rata-rata perawatan selama 24 jam adalah 6 jam. BOR rata-
rata 70%, jumlah tempat tidur 100, berapa kebutuhan perawat di rumah
sakit.
Jawab:
Tenaga perawat =
=
Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100 orang.
3. Metode Gillies
Gillies menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit
perawatan adalah sebagai berikut :
jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien/hari - rata klien/hari x jumlah hari/tahun
jumlah hari/tahun x hari libur masing-masing perawat x jumlah jam kerja tiap perawat
=jumlah keperawatan yang dibutuhkan/tahun
jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan perawat/tahun
= jumlah perawat di satu unit
Minimal Parsial Total Jumlah
Pagi 0,17 0.27 0.36 x 10 = 3.6 3.6 (4) orang
Sore 0.14 0.15 0.3 x 10 = 3 3 orang
Malam 0.07 0.10 0.2 x 10 = 2 2 orang
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari
A x B x 365 hari
255 x jam kerja setiap hari
A x B x 365 hari
255 x jam kerja/hari
6 x (100x0,7) x 365
255 x 6
6 x 70 x 365
1530=
153.300
1.530=
= 100,19 = 100
356 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 357Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASPrinsip perhitungan rumus Gillies :
Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :
a. Waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan
spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x
4 = 1 jam, keperawatan partial (partial care) = ¾ x 4 = 3 jam, kepe-
rawatan total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan
intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8 jam.
b. Waktu keperawatan tidak langsung menurut RS Detroit (Gillies, 1994)
= 38 menit/klien/hari, menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) =
60 menit/klien/hari = 1 jam/klien/hari
c. Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien =
0,25 jam/hari/klien
d. Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu
unit berdasarkan rata-rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate
(BOR) dengan rumus :
jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu
jumlah tempat tidur x 365 harix 100%
e. Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.
f. Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu :73 hari (hari ming-
gu/libur = 52 hari untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit
setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan,
begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan
= 8 hari).
g. Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari
kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja
efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari).
h. Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditam-
bah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).
i. Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% :
45%.
4. Metode Depkes
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk menge-
tahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
a. BOR
Menurut Depkes RI, BOR adalah prosentase pemakaian tempat ti-
dur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai
parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%.
Rumus BOR =
Persentase BOR 60% - 85%/tahun merupakan standar nilai dari
DEPKES RI, bila rata-rata tingkat penggunaan tempat tidur di bawah
60% berarti tempat tidur yang tersedia di rumah sakit belum dapat di-
manfaatkan sebagaimana mestinya dan apabila lebih dari 85% dapat
menjadi risiko terjadinya peningkatan infeksi nosokomial.
b. AVLOS
AVLOS menurut Depkes RI adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Secara
umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.
Rumus AVLOS =
1) Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.
2) Jadi apabila nilai AVLOS di bawah 6 ada kemungkinan pelaya-
nan yang jelek atau sebaliknya (tinggal melihat jenis kepulangan
pasien).
3) Bila lebih dari 9 kemungkinan tingkat efisiensi pelayanan buruk,
gambaran mutu pelayanan keperawatan yang jelek.
c. TOI
TOI menurut Depkes RI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur
tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
jumlah hari perawatan rumah sakit
jumlah TT x jumlah hari dalam satu periodex 100%
jumlah lama dirawat
jumlah pasien keluar (mati + hidup)
358 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 359Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Rumus TOI =
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Maka
bila lebih dari 3 hari di indikasikan pelayanan keperawatan buruk.
1. Kasus
Rumah Sakit X, adalah rumah sakit tipe C dengan 200 TT. Mau menghi-
tung tenaga keperawatan di ruang bedah dengan kapasitas 40 TT dengan
BOR rata-rata 75%.Dalam seminggu rata-rata 5 pasien dengan tingkat
ketergantungan minimal, 14 pasien dengan ketergantungan parsial, 11
pasien dengan ketergantungan total.
2. Hitungan
a. Perhitungan tenaga menurut Douglas:
Total : 9 + 6 + 4 = 19 orang
Jadi total tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 19 orang
Jumlah tenaga lepas dinas perhari :
86 x 19
279= 5,85 = 6 orang
Stuktural :
Ketua Tim = 2 orang
Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang
Kepala Ruangan = 1 orang
Wakil kepala ruangan = 1 orang
Jumlah Struktural = 6 orang
Total jumah perawat = jumlah perawat + jumlah lepas + struktural
= 19 + 6 + 6
= 31 orang
b. Perhitungan tenaga menurut Gillies :
1) Jumlah perawatan yang dibutuhkan pasien per hari
a) Perawatan Langsung
Mandiri 5 x 2 jam = 10 jam
Parsial 14 x 3 jam = 42 jam
Total 11 x 6 jam = 66 jam
Jumlah = 118 jam
b) Perawatan tidak langsung
30 x 1 jam = 30 jam
c) Penyuluhan kesehatan
30 x 0,25 = 7,5 jam
Total jam secara keseluruhan
118 jam + 30 jam + 7,5 jam= 155,5 jam.
Total perawatan yang dibutuhkan pasien per hari adalah
155,5
30= 5,18 jam
2) Kebutuhan tenaga keperawatan pada ruang tersebut :
5,18 x 30 x 365
(365 - 86) x 7= = 29 orang
56,721
1953
Cadangan 20% x 30 = 6 orang
Jadi jumlah tenaga kerja = 29 orang + 6 orang = 31 orang.
3) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan per hari
= 22 orang30 x 5,18
7 jam
(jumlah TT x periode) - hari perawatan
jumlah pasien keluar (mati + hidup)
Tingkat Ketergantungan
Jumlah Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja
Pagi Sore Malam
Minimal 5 5x0,17= 0,85 5x0,14=0,7 5x0,07= 0,35
Parsial 14 14x0,27=3,75 14x0,15=2,1 14x0,10= 1,4
Total 11 11x0,36=3,96 11x0,30=3,3 11x0,20= 2,2
Jumlah 30 8,56 (9 orang) 6,1 (6 orang) 3,96 (4 orang)
360 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 361Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASStruktural :
Ketua Tim = 2 orang
Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang
Kepala Ruangan = 1 orang
Wakil kepala ruangan = 1 orang
Jumlah Struktural = 6 orang
Total kebutuhan hari itu = kebutuhan perawat + struktural = 22+6= 28 orang
4) Jumlah tenaga per sif :
Pagi 47% x 28 = 13,16 (14 orang)
Sore 36% x 28 = 10,08 (10 orang)
Malam 17% x 28 = 4,76 (5 orang)
Total 14+10+5 = 29 orang
Kombinasi :
a) 55% x 31 = 17,1 (17 orang)
b) 45% x 31 = 13,95 (14 orang)
c. Perhitungan tenaga menurut Depkes RI 2005
1) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan :
jumlah jam perawatan
jumlah jam kerja efektif per sif
30 x 4
7 jam= = 17 orang
2) Loss Day / Tambahan Perawat :
jumlah hari minggu 1 thn + cuti + hari besar x jumlah perawatan tersedia
jumlah hari kerja efektif
79
286= x 17 = 4,7 (5 orang)
(52 + 12 + 15 x 17 orang)
(365 - 79)
3) Non Nursing Job :
(Jumlah tenaga keperawatan + Loss day) × 25 %
= (17 + 5) x 25%
= 22 x 25 %
= 5,5 (5 orang).
Jumah perawat = 17 + 5 + 5 = 27 orang
Struktural :
Kepala Ruangan = 1 orang
Wakil kepala ruangan = 1 orang
Ketua TIM = 2 orang
Penanggung jawab Sore/Malam = 2 orang
Total jumah perawat = 27 + 6 = 33 orang
No Jenis/katagori
Rata-rata pasien/hari
Rata-rata jam perawatan/pasien/hari
Jumlah perawatan/hari
1 Pasien Bedah 30 4 120
362 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 363Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Pengertian change atau perubahan adalah suatu proses yang diakibatkan
perilaku individu atau kelompok yang benubah. Teori perubahan merupa-
kan suatu ilmu pengetahuan yang berkembang karena adanya penultalhan
budaya manusia. Perubahan akan menjadi bermakna karena selalu menga-
rah kepada kemajuan dan bermanfaat bagi perawat dan pelanggan (pasien,
keluarga dan masyarakat). Walaupun dalam pelaksanaanya ternyata tidak
semua orang mau mengikuti perubahan. Tetapi penulis yakin bahwa pe-
rubahan akan berjalan dengan alami dan secara sukarela akan menerima
pada akhinya. Ada yang menolak perubahan dengan keras, ada yang lang-
sung menerima dan ada yang bertahap. Semua itu berdasarkan kepada se-
berapa jauh paparan pengetahuan tentang perubahan yang pernah diterima
secara rasional.
Manusia memiliki perbedaan level dalam menghadapi setiap ada perubahan
yang mengenakkan atau tidak menyenangkan. Pada hakekatnya manusia
secara naluri memiliki kebutuhan:
1. Merubah keseimbangan yang lebih baik secara personel/individu, kelom-
pok atau komunitas.
2. Mengadakan penyelidikan atau eksplorasi terhadap hal-hal baru.
3. Menyempurnakan apa yang sudah dialami saat sekarang.
TEORI BERUBAH
12BAB
364 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 365Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS4. Menerapkan ide dan konsep baru yang dinilai lebih baik.
5. Mencari hal-hal yang belum tercapai.
Menurut Sampson (1971), ada beberapa proses perubahan yang akan ter-
jadi bila akan diperkenalkan secara individu maupun kelompok, yaitu:
1. Perubahan spontan, yaitu perubahan yang kejadiannya alamiah, tidak
bisa dikontrol atau diramalkan sebelumnya seperti karena pengaruh
teknologi atau disaster, sehingga memaksa pimpinan mengadakan pe-
rubahan.
2. Perubahan pada perkembangan, yaitu perkembangan yang terjadi karena
memang kebutuhan individu, kelompok atau organisasi agar bisa mengi-
kuti perkembangan di luar.
3. Perubahan direncanakan, yaitu kemauan berubah memang direncanakan
agar bisa mengikuti perubahan jaman yang lebih maju. Perubahan ini
yang dikehendaki oleh semua stakeholder sehingga bila tidak mau
berubah maka akan dikeluarkan dari komunitas.
Perubahan bila dilihat dari segi cara pengelolaan meliputi:
1. Berencana, yaitu menyesuaikan dengan tujuan awal organisasi, dimulai
dengan langkah awal dan persiapan yang jelas dan langsung dipimpi-
noleh para stakeholder organisasi.
2. Tidak terencana/acak, yaitu tidak ada persiapan, langkah belum jelas
tidak serentak tetapi bagian tertentu saja yang berubah. Untuk merubah
semua bagian butuh energi besar dan waktu yang lama.
3. Keterlibatan, yaitu perubahan terjadi karena ada keterlibatan pihak insti-
tusi dalam menginisiasi perubahan sehingga bersifat:
a. Partisipatif, yaitu informasi dari organisasi cukup baik sehingga mun-
cul sambutan positip dan komitmen tinggi dari semua karyawan dari
tingkat rendah sampai tinggi.
b. Paksaan, yaitu adanya pemaksaan dari organisasi agar semua kar-
yawan mengikutinya. Satu sisi berubah untuk kebaikan organisasi
tetapi informasi kurang cukup sehingga tidak semua bagian merasa
menikmati perubahan.
Proses dalam kehidupan sehari-hari di organisasi manapun perubahan ha-
rus memperhatikan etika, karena tidak semua orang mau berubah. Oleh
karena itu change agent (agen perubah) tidak boleh memaksakan peruba-
han kepada staf lain atau pelanggan (pasien). Pertimbangan etika yang di-
perhatikan antara lain :
1. Hak seseorang untuk berubah atau tidak berubah. Untuk itu sebenarnya
tidak ada paksaan secara individu tetapi organisasi yang bisa memak-
sanya karena kebutuhan organisasi.
2. Kewajiban perawat dalam pelayanan keperawatan adalah membantu
pasien/keluarga agar mengetahui bahaya bila tidak mengikuti nasihat-
nya, dan sifat yang selalu menguntungkan pasien.
3. Pasien berhak untuk membuat keputusan akan berubah atas semua in-
formasi yang telah diterimanya.
Menurut Rose (2008), perubahan akan mengikuti model dari transtheo-
ritical model, sesuai dengan pendapat Prochaska, DiClemente & Norcross,
(1992), yang dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel Model Transtheoritical dan Fase Perubahan
Fase Perubahan Karakteristik Perilaku Proses Perubahan
Precomtemplation Puas dengan situasi yang ada, individu tidak ada perhatian terhadap peruba-han dan mungkin menolak.
- Kenaikan kesadaran(Consciousness Raising).
- Kebebasan yang drama-tis (Dramatic Relief).
Contemplation Mengenal masalah tetapi tidak ada komitmen untuk berubah dengan perilaku negatif. Pertanda penting fase ketidaksiapan untuk berubahwalaupun tahu baik atau buruk situasi yang terjadi.
- Mengevaluasi kembali lingkungan kerja (Envi-ronmental Reevaluation).
- Mengevaluasi diri sendiri (Self-Reevaluation).
Preparation Fase ada komitmen untuk berubah dan individu berkeinginan untuk ambil tindakan dalam waktu dekat.
- Kesadaran kebebasan (Self-Preparation).
Action Kegiatan positip diambil untuk merubah situasi. Individu perilaku berubah untuk masa satu hari sampai 6 bulan.
- Penguatan dari manajemen (Reinforcement management)
- Hubungan mencari bantuan (helping relationship)
- Kondisi keseimbangan (counter conditioning)
- mengontrol rangsangan (stimulus control)
366 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 367Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Sumber Prochaska, J.Q, DiClemente,C.C, & Norcross,J,C., (1992), In search of how people change: Aplication to addictive behaviors, Journal of American Psychologist, 47, 1102-1114.
Ada 6 orang ahli teori perubahan yaitu Lewin dengan Force Field Lippits
dengan Planned Change, Havelock dengan linkages, Rogers dengan
Innovation-Diffusion, Transtheoritical Approach, Prochaska dan Bridges
dengan Making Transitions. Adapun perbedaannya keenam ahli perubahan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Perbandingan antara Fase yang Mewakili Teori Model Perubahan
Sumber Rose (2008) Advanced Your Career: Concepts of Profesnional Nursing, p 239
Adapun tahapan perubahan yang terjadi secara individual bila akan me-
nerima adanya perubahan adalah:
1. Kesadaran diri, yaitu menimbang apakah menjadi harapan/cita-cita atau
malah menjadi ancaman bagi kedudukan atau jabatannya.
2. Minat, yaitu bila perubahan menjadi harapan atau berefek baik bagi sese-
orang maka akan timbul minat untuk mengadopsi dan mengikutinya.
3. Penilaian, yaitu melihat untung-ruginya sebelum mengambil keputusan
lebih jauh, karena akan berdampak baik atau buruk. Melakukan pertim-
bangan kemampuan diri sendiri dan masukan dari orang lain tentang
manfaat jauh kedepan bagi diri dan organisasi.
4. Percobaan, yaitu mencoba-coba baik dalam skala kecil maupun besar.
Bila dirasakan menyenangkan dan tidak ada dampak negatif akan dilan-
jutkan, akan tetapi bila tidak menyenangkan bisa menolak melanjutkan.
5. Penerimaan, yaitu akan menerima semua perubahan karena dirasakan
keharusan dan memang sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.
Skema Proses Adopsi terhadap Perubahan
Dari skema di atas menunjukkan bahwa perubahan akan dimulai oleh sedikit
orang (innovators 3%) sebagai pemicu/trigger adanya suatu perubahan (dari
12 % sampai 50%). Orang-orang perubah (Change Agent) sudah merasa
yakin dan ingin segera merubah kondisi yang ada (Status Quo) menjadi
yang lebih segar dan lebih baik. Unsur keadilan dan mengikuti trend masa
depan akan memicu orang-orang ini untuk bertujuan baik secara sendirian
maupun kelompok. Bila kita lihat para pejuang keperawatan adalah pelopor
sendirian (ada yang kelompok) dalam memperjuangkan ide dan keyakinan
akan kebenaran keilmuannya.
Karena keyakinannya mereka akhirnya bisa merubah status quo menjadi
lebih baik. Adapun efek kepada orang yang akan menerima perubahan
Maintenance Perilaku baru jadi prioritas semua anggota. Individu komitmen untuk menjalankan. Sebagai fase “hallmarks” sebagai perubahan perilaku yang stabil, dan menghindari balik lagi.Berlangsung 6 bulan sampai sela-manya.
NAMA AHLIFASE
1 2 3 4 5 6 7
Lewin (1951) Unfreezing Moving Refreezing
Lippit (1973) Diagnosis of problem
Assessment of motivation andcapacityfor change
Change agent’s motivation andresources
Selection change objective
Choosing change agent’s role
Maintaining the change
Termination the relationship
Havelock (1971)
Perception of need
Diagnosis ofthe problem
Identification of the problem
Devising a plan of action
Gaining acceptance of plan
Stabilization Self-renewal
Rogers (1983) Knowledge Persuasion Decision Implemen tation
Confirmation
Transthooritical ApproachProchaska(1992)
Precontem-plation
Contem-plation
Preparation action Maintenance
Bridges (2003) Ending losing, letting go
The neutral zone
The new beginning
368 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 369Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASlangsung (Early Adopters) lebih sedikit daripada yang menerima bertahap
(Early Majority dan Late Majority). Bahkan yang menolak lebih banyak lagi
(Resisters Laggards). Untuk itu komitmen dan konsistensi untuk merubah
sesuatu harus dipegang para change agent dan yakin bahwa perubahan
kearah yang lebih baik pasti akan terjadi secara lambat atau cepat.
Inovasi itu adalah suatu pembaharuan dan memperbaharui kebiasaan secara
perlahan, bertahap namun berkesinambungan. Karena itu, inovasi membu-
tuhkan keberanian. Hanya individu atau organisasi yang pemberani yang
siap dan melakukan inovasi. Begitu juga halnya, hanya organisasi yang ino-
vatif yang selalu menjadi rujukan bagi organisasi lainnya.
Perlu di pahami bahwa inovasi bukanlah tujuan, melainkan sebuah strategi
untuk mewujudkan organisasi yang lebih berkinerja, lebih melayani, dan
lebih sejahtera.
“Melalui inovasi inilah kita bisa membedakan dengan mudah mana
PEMIMPIN dan mana PENGIKUT”..... mana leaders and follower.
Teori IQ – EQ – SQ ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar pendidi-
kan yang juga dari Universitas Havard, Howard Gardner. Howard mem-
baginya menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecer-
dasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self
smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interperso-
nal), music smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial),
body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).
Thomas menjelaskan, setiap anak barangkali bisa memiliki delapan jenis
kecerdasan ini. Hanya saja, ada anak yang hanya menonjol pada satu atau
lebih jenis kecerdasan tersebut. Untuk itu, menurut Thomas, orangtua se-
harusnya mengenali jenis kecerdasan anak, kemudian membantu mengasah
kecerdasannya. “Dukunglah anak sesuai jenis kecerdasannya. Adanya mi-
nat, bisa membangun kompetensi anak kemudian hari,” kata Thomas dalam
talkshow bertajuk Beda Anak Beda Pintar oleh S-26 Procal Gold Wyeth
Nutrition di Jakarta, Kamis (1/10/2015). Thomas menegaskan, orangtua
tidak bisa memaksa bakat yang dimiliki anak. Anak seharusnya didukung
sesuai minatnya. Seperti apa 8 tipe kecerdasan anak ini? Berikut penjela-
sannya dan cara mengembangkannya.
KECERDASAN YANG DI PERLUKANSEORANG LEADERS
13BAB
370 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 371Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS1. Word smart (kecerdasan linguistik)
Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan anak dalam berbaha-
sa baik dalam bentuk tulisan maupun saat berbicara. Kecerdasan linguistik
dapat dilihat ketika anak suka membaca, cepat bisa mengeja kata dengan
baik, suka menulis, suka berbicara, dan mendengarkan cerita. Jika anak
menunjukkan kesukaannya seperti ini, orangtua bisa memberikan buku-
buku cerita, mainan huruf alphabet, kertas untuk menulis, atau mainan
yang berkaitan dengan huruf dan kata-kata lainnya yang bisa menstimula-
si kecerdasannya ini. Orangtua juga bisa mendukung anak dengan sering
mengajaknya bercerita, membaca bersama, membacakan dongeng, dan
melakukan dialog berdua dengan anak.
2. Number smart (kecerdasan logika atau matematis)
Jenis kecerdasan ini bisa ditandai ketika anak tertarik dengan angka-
angka, menyukai matematika, dan hal-hal yang berbau sains, maupun
yang berhubungan dengan logika. Untuk mengasah kemampuannya ini,
berikan anak-anak alat berhitung yang menarik, benda-benda untuk di-
hitung, balok bertulisan angka-angka, puzzle, hingga timbangan untuk
mengukur berat. Orang tua bisa mengajak anak mengunjungi museum
ilmu pengetahuan, mengajak anak bermain sambil menghitung, atau
bermain monopoli.
3. Self smart (kecerdasan intrapersonal)
Anak dengan tipe kecerdasan ini cenderung lebih suka bermain sen-
diri. Namun, ia bisa mengatur emosi dengan baik. Anak ini biasanya
memiliki ambisi dan sudah tahu ingin jadi apa saat besar nanti. Ia juga
memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan bisa mengomunikasikan pera-
saannya dengan baik. Jika si kecil menunjukkan tanda kecerdasan ini,
berikan ia dukungan dengan menyediakan tempat yang nyaman untuk
bermain sendiri, boneka, atau mainan untuk main peragaan. Orang tua
bisa mengajak si kecil berbicara mengenai perasaannya dan menanyakan
pendapat mereka tentang berbagai hal. Bisa juga dengan mengajak mere-
ka melakukan aktivitas yang bersifat reflektif seperti yoga.
4. People smart (kecerdasan interpersonal)
Berbanding terbalik dengan self smart, anak yang memiliki tipe kecer-
dasan ini lebih suka bermain dengan banyak orang. Anak juga memiliki
empati, mampu memahami perasaan orang lain, dan cenderng menon-
jol sehingga suka memimpin saat bermain. Anak seperti ini sangat co-
cok diberikan kostum-kostum untuk bermain drama atau teater boneka.
Orang tua bisa mengajak mereka bermain bersama di luar rumah atau
sering mengajak si kecil datang ke acara keluarga untuk bersosialisasi.
5. Music smart (kecerdasan musikal)
Kecerdasan musikal barangkali salah satu tipe kecerdasan yang paling
mudah dilihat oleh orang tua. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan ini,
antara lain suka bernyanyi, menggoyangkan badan atau berjoget ketika
mendengar suara musik, suka mendengarkan musik, mengingat lagu,
suka memukul-mukul seperti bermain drum, dan main piano. Untuk
mendukung minat anak di bidang musik, berikanlah ia alat musik se-
perti drum kecil, keyboard, piano, pianika, dan berbagai alat musik lain-
nya. Ajaklah si kecil bermain musik bersama, bernyanyi, mendengarkan
musik, bahkan mengajaknya menonton konser musik anak-anak.
6. Pictue smart (kecerdasan spasial)
Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya terlihat dari kesukaannya
menggambar, mencorat-coret kertas, mewarnai, suka berimajinasi, hing-
ga suka bermain-main membangun sesuatu menggunaan balok. Untuk
anak ini, berikanlah buku gambar, perlengkapan untuk mewarnai seperti
kuas dan cat air, dan kamera. Seringlah melakukan kegiatan menggam-
bar bersama hingga mengunjungi musium seni.
7. Body Smart (kecerdasan kinetik)
Anak yang memiliki kecerdasan body smart sangat aktif, seperti suka
berolahraga, menari, menyentuh berbagai benda dan mempelajarinya,
atau membuat sesuatu dengan tangannya. Untuk mendukung kecer-
dasannya, berikan anak mainan balok-balok kayu, kantong pasir agar ia
bisa membuat suatu bangunan atau rumah-rumahan. Bisa juga memberi-
kan anak tali untuk bermain lompat tali. Anak seperti ini sangat senang
diajak berolahraga bersama keluarga, membuat prakarya, atau memon-
ton pertunjukkan balet atau teater.
8. Nature smart (kecerdasan naturalis)
Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis sangat suka bermain di
alam. Anak ini juga menyukai binatang, memiliki kepedulian terhadap
lingkungan, suka dengan tanaman. Untuk mendukungnya, berikan anak
binatang peliharaan, akuarium, sediakan kebun dan tanaman, hingga alat
372 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 373Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASteropong untuk melihat burung-burung. Anak seperti ini sangat suka dia-
jak berjalan-jalan di alam bebas, pergi ke kebun binatang, dan melakukan
kegiatan berkebun bersama sambil mengenal jenis tanaman dan hewan
atau serangga yang ditemui.
Perbedanya antara IQ, EQ dan SQ
Sudah menjadi dambaan setiap orang tua kalau anaknya itu akan jadi anak
yang pinter, cerdas dan berbudi pekerti luhur. Anak-anak sering mengalami
hal itu, didoakan, diharapkan, dipaksa, bahkan diomeli oleh orang tua agar
anak-anak mereka menjadi pintar. Oleh karena itu, pasti kita tidak asing
dengan singkatan IQ, yang merupakan singkatan dari Intelligence Quotient
atau nilai kecerdasan seseorang. sedangkan EQ (Emotional Quotient),
dan SQ (Spiritual Quotient). Sebenernya apa yang dimaksud dengan itu
semua? Apakah benar bahwa kecerdasan emosional dan spiritual orang bisa
dikuantifikasi?
A. IQ-Intelligence Quotient
IQ atau nilai kecerdasan seseorang. Konsep yang sudah ada sejak akhir abad
19, kira-kira di tahun 1890-an, yang pertama kali dipikirin oleh Francis Galton (sepupunya Charles Darwin, Bapak Evolusi). Berlandaskan dari teori
sepupunya mengenai konsep survival dari individu dalam suatu spesies,
yang disebabkan oleh “keunggulan” sifat-sifat tertentu dari individu yang
diturunkan dari orangtua masing-masing, Galton menyusun sebuah tes yang
rencananya mengukur intelegensi dari aspek kegesitan dan refleks otot-otot
dari manusia. Baru pas awal abad 20, Alfred Binet (dibaca: Biney), psikolog
dari Perancis, ngembangin alat ukur intelegensi manusia yang mulai kepake
sama orang-orang. Dari alat ukur ciptaan Binet ini, akhirnya berkembang
deh alat-alat ukur IQ sampe yang kita kenal dan pake sekarang.
Karena orang mulai sadar sama pentingnya intelegensi dan pengetesannya,
maka, para ahli psikologi meneliti dan membuat hipotesis tentang kecer-
dasan. Banyak yang akhirnya muncul dengan pendapat yang berbeda-beda,
masing-masing dengan bukti yang dianggap kuat oleh masing-masing pihak.
Ada yang menganggap bahwa kecerdasan adalah konsep tunggal yang dina-
makan faktor G (General Intelligence). Ada juga yang menganggap kecer-
dasan itu pada intinya terbagi jadi dua macam set kemampuan, yaitu fluid
(Gf) dan crystallized (Gc). Berbagai macam pengetesan kecerdasan dibuat
mengacu ke pandangan-pandangan ini sepanjang abad ke 20. Tapi yang se-
dang ngetrend sekarang adalah yang namanya multiple intelligence, atau
kecerdasan berganda yang dicetuskan oleh Howard Gardner pada tahun
1983. Gardner mengatakan bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan
sebuah konsep tunggal atau bersifat umum, namun merupakan set-set ke-
mampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu, yang semuanya meru-
pakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan
hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun.
Gardner awalnya membagi kecerdasan manusia menjadi delapan kategori
yaitu:
1. Music-rhythmic & Harmonic,
2. Visual-spatial,
3. Verbal-linguistic,
4. Logical mathematical,
5. Bodily-kinesthetic,
6. Intrapersonal,
7. Interpersonal,
8. Naturalistic.
374 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 375Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSeiring berjalannya waktu, akhirnya Gardner menambahkan lagi aspek ke-
cerdasan kesembilan, yaitu (i) Existential – yang mencakup sisi spiritual dan
transendental. Walaupun populer, teori ini mendapat banyak kritik karena
kurangnya bukti empiris. Oleh karena itu, sampai sekarang para ahli belum
sepakat dalam memberi definisi apa itu kecerdasan, diukur dengan alat apa,
serta apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Oleh karena itu, saat ini para
praktisi ilmu psikologi, pendidik, sekolah, dan beberapa negara maju sudah
tidak menggunakan lagi istilah “tes IQ”. Alih-alih mereka mengatakan test
tertentu seperti “tes kemampuan akademik”, “tes kecerdasan verbal”, dan
sebagainya.
Masalahnya, di Indonesia masih umum dengan istilah IQ. Tidak jarang juga
kita mendengar pertanyaan: “IQ Anda berapa?”, “Gimana, besok tes IQ,
udah siap?”, “Itu butuh IQ berapa sih biar bisa keterima di sekolah/kelompok
itu?”, dan sebagainya. Banyak pengetesan yang sebenernya tidak mengu-
kur kecerdasan umum, tapi mengklaim sebagai tes IQ. Kita harus hati-hati
dalam menyikapinya. Ini bukan berarti yang namanya IQ atau kecerdasan
umum itu tidak ada. IQ itu ada, tapi yang bermasalah itu alat ukurnya bia-
sanya tidak akurat. Jadi sebaiknya urusan seperti itu diserahkan kepada para
ahli bidang yang bersangkutan.
Kembali ke pandangan umum masyarakat tentang konsep “kecerdasan
umum” atau yang dikenal sebagai IQ tadi. IQ saya tinggi, terus? IQ saya
jongkok, terus? Kalau nilai skor tes saya jeblok, apa berarti saya orang yang
bodoh, apakah begitu? Nah, pertanyaan-pertanyaan ini yang tidak bisa di-
jawab dengan jawaban yang simpel seperti: “Iya ya ternyata saya bodoh
karena IQ saya rendah”, atau sebaliknya. Yang namanya bodoh, itu tidak
hanya karena IQ yang rendah saja, atau cerdas karena IQ tinggi. Seperti
ini misalnya, seseorang punya skor IQ tinggi trus pada suatu kesempatan
sedang mengendarai sepeda motor. Karena pingin cepet-cepet sampai, dia
mengambil jalan yang berlawanan arus. Lalu karena tindakan ini, dia jadi
didamprat orang yang lagi jalan kaki di jalur yang semestinya. Sehinga dia
dikatakan “Ah tolol luh!” tidak salah juga, kalo dia didamprat seperti itu,
padahal skor IQ dia tinggi.
Kasus di atas memberi suatu kesan untuk kalangan umum non-akademik
untuk berpikir bahwa kemampuan pikiran belum tentu membuat seseorang
menjadi terlihat cerdas dan adaptif dalam bertingkah laku. Padahal di atas
disebutkan bahwa kecerdasan itu pada intinya adalah kemampuan yang
membuat manusia adaptif sebagai individu. Pandangan-pandangan umum
yang seperti ini yang akhirnya membuat para ilmuwan kejiwaan mengem-
bangkan sebuah konsep terpisah yang dinamakan EQ.
B. EQ-Emotional Quotient (Emotional Intelligence)
Apa bedanya antara Emotional Quotient (EQ) dan Emotional Intelligence
(EI)? Sebenernya sama, tapi memang sudah jelas kalau istilah EQ (yang arti
harfiahnya itu “hasil pembagian dari emosi) itu salah. Lebih tepat digunakan
kecerdasan emosional untuk menjelaskan konsep yang dimaksud. Sehingga
pada akhirnya para ahli lebih memilih istilah Emotional Intelligence (EI).
Selanjutnya kita membahas tentang EQ (atau EI). Sering kita mendengar
orang-orang mengatakan “Percuma IQ tinggi tapi EQ jeblok” atau semacam-
nya. Sering kan?
EQ pertama kali dikonsepkan oleh Keith Beasley didalam tulisannya pada
artikel Mensa pada tahun 1987. Tapi, istilah ini baru sudah sangat mendu-
nia (dan sudah diganti menjadi EI) setelah Daniel Goleman pada buku-
nya “Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ” yang
terbit pada tahun 1995. Walaupun buku ini dianggap bukan sebagai buku
akademik, tapi konsep EI yang disusun oleh Goleman membuat para ahli
psikologi ramai membuat penelitian tentang hal ini.
Kecerdasan Emosional, pada intinya adalah kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan mengontrol emosi diri sendiri, orang seki-
tar dan kelompok. Para peneliti menyatakan bahwa EI menyatakan bahwa
376 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 377Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASEI lebih penting daripada sekadar kecerdasan kognitif. Goleman sendiri
membagi kemampuan-kemampuan emosional menjadi lima kemampuan:
1. Kesadaran diri,
2. Kontrol diri,
3. Kemampuan sosial,
4. Empati,
5. Motivasi.
Goleman berpendapat bahwa tanpa kelima kemampuan ini, orang yang me-
miliki IQ tinggi akan terhambat dalam kegiatan akademik serta pekerjaan.
Walaupun laku keras di kalangan umum, banyak ilmuwan dan praktisi
psikologis yang tetep skeptis dengan kecerdasan emosional. Yang paling
mereka kritik adalah pengetesannya. Ilmuwan harus bekerja berdasarkan
bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun mmebuat suatu hipotesis, ha-
rus didukung oleh pengukuran yang akurat. Para ahli psikologi mengekritik
EI karena alat ukurnya tidak valid (valid ini maksudnya tidak ngukur apa yang
harusnya diukur). Alat-alat tes EI itu kebanyakan soalnya berupa pilihan-pili-
han jawaban yang bisa saja orang yang mengisinya berbohong ketika men-
jawabnya. Oleh karena itu, para ahli kurang bisa nerima hasil pengukuran
EI. Belom selesai masalah EI, ada lagi yang mengusulkan sebuah konsep
kecerdasan baru yang dinamain SQ.
C. SpQ-Spiritual Quotient (Spiritual Intelligence)
Spiritual Intelligence (SI) atau kecerdasan spiritual. Pertama kali dikonsep-
kan oleh psikolog yang bernama Danah Zohar, pada tahun 1997. Konsep
ini dapat dikatakan sebuah konsep baru dalam dunia psikologi, karena me-
mang konsepnya saja belum dianggap matang. Banyak kritik yang mucul
soal konsep SI ini bahkan bukan soal pengukurannya atau nilainya, tapi soal
konsep dasarnya. SI ini dibuat oleh Zohar untuk mengukur kemampuan
seseorang dalam memaknai kehidupannya, jadi tidak ada hubungannya dengan agama ataupun kerohanian dalam konsep awam.
Kemampuan-kemampuan yang menurut Zohar tergabung dalam konsep
SI antara lain: Spontanitas, visioner, rasa kemanusiaan, kemampuan untuk
bertanya hal-hal yang bersifat mendalam seperti “siapakah saya dalam dunia
ini?”, kemampuan untuk menerima perbedaan, dan sebagainya. Lagi-lagi,
selain konsepnya yang belom matang, alat ukurnya lebih tidak jelas lagi,
kalo menurut ahli-ahli ilmu psikologi. Alat ukurnya lebih bisa membuat yang
mengisi untuk berbohong soal kondisinya, yang akhirnya membuat skor tes-
nya menjadi tinggi. Memang sulit mengukurnya kalaua seperti itu.
Seperti biasa, dunia bisnis berkembang jauh lebih cepet daripada dunia ilmu
pengetahuan. Kalau ada konsep-konsep yang menarik dan “laku dijual”,
para pelaku bisnis pasti cepat tanggap, padahal belum yakin itu konsep
sudah matang atau belum.
Kalau dalam ilmu lain, fisika kimia misalnya, kalau ada penemuan yang be-
lum matang tetapi sudah laku di pasaran, risikonya kan jelas, seperti mele-
dak lah, beracun lah, mengakibatkan kematian, dan lain-lain.
Tetapi dalam ilmu psikologi, dampak-dampak itu tidak keliatan langsung, tapi
sebenarnya pada akhirnya akan terasa dampaknya. Contohnya, konsep EI
dan SI belum matang, alatnya belum valid, tapi sudah dipakai untuk menye-
leksi manajer di suatu perusahaan. Dari hasil tes didapat hasil bahwa si calon
X punya kecerdasan emosional dan spiritual yg tinggi, tetapi tesnya tidak
valid. Walhasil, si manajer tidak bekerja sesuai yang diharapkan. Akhirnya,
sangat sayang uang yang dipakai untuk seleksi dan gaji si manajer X.
Maka dari itu, setiap orang tua ingin anaknya cerdas, berpekerti luhur, spiri-
tual, dan sebagainya adalah sebuah keniscayaan. Tapi, kita sebagai kaum
terpelajar yang harus berpikir kritis, jangan cepet-cepet percaya dengan
apa pun yang dinyatakan oleh orang lain. Telusuri sendiri sebelum rugi. Di
Indonesia misalnya, dimana konsep EI belum jelas alat ukurnya, pelatihan-
pelatihan dan pengukuran EI sudah menjamur di mana-mana. Pakai alat apa
juga tidak peduli, yang penting laku.
Danah Zohar di atas mengatakan bahwa SI tidak ada hubungannya dengan
agama, tapi pelatihan-pelatihannya banyak sekali. Bisa kita bayangkan ka-
lau ternyata konsepnya tidak matang dan pelatihan tersebut bukan malah
membuat seseorang menjadi cerdas secara spiritual, tapi malah misalnya
menjadi takut dengan kehidupan, merasa banyak dosa, dsb. Tidak nyam-
bung dengan yang dikonsepkan oleh Danah Zohar bukan? Maka sebagai
kaum terpelajar, kita harus telusuri dahulu sebelum percaya apa pun, ter-
utama kalau itu bisa bikin kita rugi baik secara finansial maupun psikologis.
378 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 379Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASD. SQ–Social Quotient
Social Quotient adalah kepandaian menjalin relasi dengan sesama.
Berkomunikasi efektif. Menjadi rekan, sahabat dan warga masyarakat yang
baik. Mampu menempatkan diri pada tatanan sosial dimanapun berada,
mampu menghargai dan menghormati perbedaan. Serta mampu mengerti
dan memahami kekurangan dan kelebihan dirinya untuk dioptimalkan dalam
membantu sesama. Social Quotient juga menggambarkan kemampuan se-
seorang untuk memgedepankan pengertian guna memahami keterbatasan
orang lain. Hidup harmonis dalam tatanan sosial level apapun dimanapun
berada.
E. AQ-Adversity Quotient
Perenungan atas kejadian bunuh diri kakak beradik di Bandung. Kedua korban
menderita gangguan jiwa setelah ibunya meninggal dunia. Berikut pendapat
yang disampaikan oleh Elly Risman (Senior Psikolog dan Konsultan, UI) yang
berjudul “Suatu Saat Kita Akan Meninggalkan Mereka Jangan Mainkan Semua Peran”.
Dimana beliau menyatakan bahwa, Kita tidak pernah tahu, anak kita akan
terlempar ke bagian bumi yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar
menyelesaikan masalahnya sendiri, jangan memainkan semua peran, ya jadi
ibu, ya jadi koki, ya jadi tukang cuci, ya jadi ayah, ya jadi supir, ya jadi tukang
ledeng, Anda bukan anggota tim SAR! Anak anda tidak dalam keadaan ba-
haya. Tidak ada sinyal S.O.S! Jangan selalu memaksa untuk membantu dan
memperbaiki semuanya.
Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi
satu, “Sini...Ayah bantu!”. Tutup botol minum sedikit susah dibuka, “Sini...
Mama saja”. Tali sepatu sulit diikat, “Sini...Ayah ikatkan”. Kecipratan sedikit
minyak “Sudah sini, Mama aja yang masak”. Kalau sikap orang tua seperti
ini, Kapan anaknya bisa? Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya ben-
cana, Apa yang terjadi ketika bencana benar-benar datang? Berikan anak-
anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri. Kemampuan
menangani stres, menyelesaikan masalah, dan mencari solusi, merupakan
keterampilan/skill yang wajib dimiliki. Softskill ini harus dilatih untuk bisa
terampil, skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa
menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan. Bukan saja bisa
membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai
pernikahan dan kehidupannya kelak. Tampaknya sepele sekarang. Secara
apalah salahnya kita bantu anak? Tapi jika anda segera bergegas menyela-
matkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Sakit sedikit, mengeluh. Berantem sedikit, minta cerai. Masalah sedikit, jadi
gila. Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ
nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.
Menurut Paul G. Stoltz, AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau
hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan
tantangan yang dialami. Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada
IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?
Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya. Bisa menyele-
saikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat
diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita
benar2 tidak sanggup lagi.
Jadi, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup. Tidak masalah anak
mengalami sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, dan
sedikit kehujanan. Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel, Apa yang terjadi jika
anda tidak bernafas lagi esok hari? Bisa-bisa anak anda ikut mati. Sulit me-
mang untuk tidak mengintervensi, Ketika melihat anak sendiri susah, sakit
dan sedih.
Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi, jadi melatih
AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua. Tapi sadarilah, hidup
tidaklah mudah, masalah akan selalu ada. Mereka harus bisa bertahan dalam
menghadapi kesulitan hidup. Melewati hujan, badai, dan kesulitan, yang
kadang tidak bisa dihindari.
Hasil penelitian di Jepang tahun 2002, bahwa Iq hanya 28 % saja mem-
perngaruhi kesuksesan seseorang. Sisanya akan ditentikan oleh kecerdasan
yang lainnya (Eq, Sq, Spq dan Aq). Seorang pemimpin bukanlah orang
yang sempurna, tetapi kalau dia paham seorang pemimpin akan meleng-
kapi, kepandaian atau kecerdasan apakah yang hatus ia kembangkan dan
380 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 381Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASoptimalkan potensinya dalam memerankan kepemimpinan dan manaje-
rial. Beberapa tinjauan teori tersebut mengingatkan kepada bahwa men-
jadi pemimpinan atau manajer dalam pelayanan keperawatan diperlukan
kelengkapan berbagai kecerdasan. Kecerdasalan ini banyak faktor yang
mempengaruhinya, bisa dari bakat, pengaruh keluarga, lingkungan belajar,
pengalaman, asupan gizi sewaktu masa dalam kandungan dan selama peri-
ode perkembangan. Kecerdasan ini bisa dipelajari, dikembangkan dan di
optimalkan potensinya.Biodata Penulis
hun 1990. S1 Kesehatan Masyarakat di FKM-UNDIP Semarang, lulus tahun
1996. S2 Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan di FIK
UI Lulus tahun 2008. Program Doktor Ilmu Keperawatan (Kepemimpinan
dan Manajemen Pelayanan Keperawatan) FIK – UI lulus tahun 2012.
Pengalaman bekerja di Rumah Sakit Misi lebak, Pengalaman mengajar di
bidang pendidikan keperawatan dimulai dengan menjadi pengajar di SPK
Misis Lebak, Dosen pengajar di AKPER Immanuel Bandung, Dosen penga-
jar di STIKes Immanuel mengajar dan pembimngbing praktek klinik pada
program D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan program profesi Ners dari
tahun 2000 sd 2019. Menjadi Dosen tamu (Dosen luar) biasa pada pada pro-
gram magister keperawatan (Kepmankep) di FIK-UNPAD, STIKes Jenderal
A.Yani Bandung, Stikes St. Carolus Jakarta dari tahun 2013 sd Sekarang.
Tahun 2019 pindah Home Base sebagai dosen tetap di Stikes Karya Husada
Semarang. Menjadi Dosen Tamu (Luar biasa) pada Program Magister
Keperawatan – Prodi Keperawatan FK – UNDIP Semarang. Menjadi kon-
sultan pengembangan pendidikan keperawatan di Stikes Halmahera Utara
dari tahun 2013 s/d Sekarang. Pengalaman Bench Marking dan menye-
Blacius Dedi adalah anak ketiga dari empat
bersaudara, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menamatkan SDN Cijoho di Tasikmalaya,
menamatkan SLTP di Kabupaten Kuningan
Jawa Barat, Kemudian SPK Misi di
Rangkasbitung Lebak. Meneruskan kuliah di
AKPER DepKes Pajajaran Bandung lulus ta-
382 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 383Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
AS
Agustian, A,G. (2005). Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan
spiritual berdasarkan 6 rukun iman dan 5 rukun Islam, Jakarta: Penerbit
Agra.
Al-Doghaither, et al. (2003). Factors influencing patient choice of hospitals
In Riyadh. Saudi Arabia. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov, di-
peroleh tanggal 12Maret 2008)
American Nurses Association, (1982). Standar of Psychiatric and mental
helath nursing practice, Missouri: ANA
Anoraga, (2001). Psikologi kerja, edisi ketiga, Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta
Arikhman, N. (2001). Analisis hubungan antara karakteristik perawat de-
ngan kepuasan kerja dan prestasi kerja perawat di RSUD Budi Asih.
Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak dipublika-
sikan.
Armstrong, M. (2003). The art of HRD. Managing people. A practical guide
for line managers (mengelola karyawan, buku wajib bagi manajer lini).
Edisi bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia
Armstrong dan Baron (2005) Productivity in Organization. Philadelphia,
London, 2003
Daftar Pustaka
lesaikan MoA dengan Flinder University – Adelaide South Australia tahun
2008. Pembicara pada berbagai seminar Nasional dan Nara sumber pelati-
han pada Bidang kepemimpinan dan manajemen pelayanan keperawatan
di berbagai Akper, Stikes dan Institusi Rumah Sakit serta Bench Marking ke
Bangkok Thailand. Beberapa kali bench marking dan menyelesaikan MoA
ke Trinity Universiti of Asia dan St. Luk Hospital Quizon City – Manila,
University of The Cordilleras Baquio City, University of Baquio Philiphina
- dan memberi kuliah tamu di Bangguet State University dan University of
the Cordilleras sertamen jadi Jugges Seminar Internasional PNA di Baquio
City-Philiphina.
384 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 385Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASAsmarani, D.E. 2006. Analisis Pengaruh Perencanaan Strategi terhadap
KinerjaPerusahaan dalam Upaya Menciptakan Keunggulan Bersaing.
Semarang:Universitas Diponegoro.
As’ad, M. (2003). Psikologi industri. Edisi keempat,cetakan ke delapan,
Jogjakarta: Liberty.
Azwar, S. (1998). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2000 Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke 3. Jakarta:
Bina Rupa Aksara, bim 287-321.
Barbuto Jr.J.E. (2005). Motivation and Transactional, Charismatic, and
Transformational Leadership: A Test of Antecedents. Journal of
Leadership and Organizational Studies, Volume 1 1, Number 4.
Bass, Bernard M., Transformational leadership: Industry, Military and
Education Impact. Lawrence Erbaum associates Publishers. London,
1998.
Bashaw, R.E.& Stephen, E.S. 1994). Exploring the Distinctive Nature of
Work Commitments: Their Relationships with Personal Characteristics,
Job Performance, and Propensity to Leave. Journal of Personal Selling
& Sales Management Volume 14, Issue 2
Bennis, W., & Nanus, B. (1985). Leadership: The strategies for taking
charge. New York, NY: Harper& Row.
Bennis, W.G. (1969). Organizational development: Its nature, origins, and
prospects,
Berg, J.A., Rodriguez, D., Kading, V..& De Guzman, C. (2004).
Demographic survey of Filipino American nurses. Nursing Administration
Quarterly.:28(3):199-206
Boyd, M.A. (2008). Pshyciatric nursing: contemporary practice. Philadelphia:
Lippincots William & Wilkins
Bowditch, JL, dan A.F Buono. 1994. A Primer on Organizing Behavior.
New York Wiley.
Brown, D. 2001. Reward Strategies From Intent to Impact.” attp://
www.amazon.co.uk/Rewand-Strenegies-Intent-Dumcam-Brow/dp/
o852929056.
Brubhak. (2015). Transformasi leadershif; Pandangan terhadap akreditasi
rumah sakit; https://www.pasificpos.org; diakses, tanggal 23 Novemebr
2017.
Cherrington, D.J. (1994). Organizational Behavior: The Management of
Individual and Organizational Performance. Boston:Allyn & Bacon.
Clark, A., Oswald, . ,& Warr. P. (1996). Is job satisfaction U-shaped in age?
Journal of Occupational and Organizational Psychology (V)9G).(57-81).
Cox, K.S et al. (2006).Know staff’s “intent to stay”: Recrutment & Retention
Report. nursing management. Diakses dari:http://web7.epnet.com/ex-
ternalframe. asp?tb 1& ug sid title%3DNursing %2BManagement%26ye
ar%3D2006% 26bk%3DC&fn1&rn 6&. Diperoleh tanggal 24 Pebruari
2010.
Danim, S.(2004). Motvasi kepemimpinan dan efektifitas kelompok, Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Davis, K.&Newstrom, J.W. (2004). Perilaku dalam organisasi. Edisi ketujuh.
Jakarta: Erlangga
Davidow, Moshe 2003. “Have You Heard The Word? The Etfect Of Word
Of Mouth On Perceived Justice, Satisfied and Repurchase Intentions
Following Complain Handling.” Journal of and Complaining Behavior.
Vol. 16 hlm. 67,
Dempsey, P.A., & Dempsey, A.D.(2002). Riset keperawatan: Buku ajar dan
latihan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Depkes RI. (1997). Standar asuhan keperawatan (cetakan kelima). Jakarta:
Depkes.
Depkes RI. (2002). Pedoman akreditasi rumah sakit. Jakarta : Dirjen
Pelayanan Medik Depkes RI.
Depkes RL (2002). Standar tenaga keperawatan di rumah sakit (cetakan
pertama). Jakarta: Depkes.
Depkes RI. (2001). Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan kepe-
rawatan di rumah sakit (cetakan keempat). Jakarta: Depkes.
Depkes RI. 2005. Indikator Kinerja Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
_______. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
386 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 387Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASDepkes RI, Biro Perencanaan, Pedoman Pereneanaan Kesehatan untuk
Tenaga Teknis di Lapangan, Jakarta;2007.
Dermott, M.C., et al. (1996) Work empowerment and organizational commit-
ment. Diakses dari: http://www.findarticles.com/p/articles/mi ga3619/
is 199605/ai_n8742250. Diperoleh tanggal 2 Pebruari 2013.
Dessler, G. (1997). Manajemen sumber daya manusia (7h ed.). Jakarta:
Prenhallindo.
District Health Management, Training Material Modul,GTZ-DSE;2006.
Douglas and Suzanne, A Priority Rating System for Public Health
Programs,Jurnal ofAmerican Public Health,Vol 105 no 5;2007,
Dr.Ronny.http://www.unpad.ac.id/2018/11/membandingkan-parameter-
penilaian-qs-asia-university-rankings-2019-dengan-qs-world-university-
rankings-2019/
Egunjobi (1983), Factors influencing choice of hospitals : a case study of
the northern part of Oyo State, Nigeria,, Diakses dari: http://www.ncbi.
nlm.nih.gov.Diperoleh tanggal 12Maret 2008
Ekha Kholanoba. (2013). Kebijakan tentang akreditasi rumah sakit; http://
hitungan-mundur.blogspot.co.id; diakses tanggal 23 November 2017
Erwin, K. 1992. “Managing Conflict: Nurse Manager”. Journal NC. 23 (3:
67).
Faisal Aslim. (2013). Apa sih Konsep IQ, Eq, Sq itu sebenarnya; https;//
www.zenius.net; diskses 16 Oktober 2019.
Fields, Mitchel W and James W. Thacker (1992) “Influence of Quality of Work
Life on Company and Union Comnmitment”. Academy of Management
Journal. Vol. 35. No. 2 p.439-450
Fisher, R.J. (1990). The social psychology of intergroup and international
conflict. New York: Springer-Verlag.
Fletcher. D. E (1998) Efects of organizational commitment, job involvemen
and organizational culture on the employee voluatary turnover process.
Texas Technology University
Gaspersz, V. (2003) Total Quality Management. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Gaudine, (2000) Measuring nurse sworkload. Diakses dari:http//www.cna-aijc
ca/CNA/ documents pdf/publications/NN Nurse Workloadmarch2003.
e pdf.Diperoleh tangga:l0 Pebruari 2011
Gerhart, B. A.& Judge, T. A. (1991). Measures of new constructs or old
ones? The case of organizational comitment and job saction. Ithaca,
NY: Comell University, School of industrial and Labor Relations, Center
for Advanced Human Resource Studies Diakses dari: http://digitalcom-
mmons.ilr.comell.edu/cahrswn/342
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donelly, J.H. (2011). Organization: behavior,
structur, and process. 14 edition. Kentucky: McGraw-Hill Education.
Gillies, D.A.(2007). Nursing management, 4rd,ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Gordon 2004 Organisasi Perilakau Struktur Pruses. Jakarta Bina Rupa
Aksara, hlm 119-275
Graham, M.W & Messner, P.E (1998), Principals and job satisfaction.
International Journal of Education Management, Vol. 12, No. 5, pp196-
204.
Grant, A.B., dan V.H. Massey. 1999. Nursing Leadership, Management,
and Research. Pennsylvania: Springhouse Corporation.
Hanlon J and Picken, Public Health administration and practice, Mosby
College Publishing,SantaClaraCA,2005
Hansen,G.S., and Wernerfelt, B. (1989), Determinants of Firm Performance:
The Relative Importance of Economic and Organizational. Strategic
Management Journal, Vol. 10, No. 5 pp. 399-411. Diakses dari: http://
www.jstor.org/stable/24864
Hariandja, (2007).Manajemen sumber daya manusia pengadaan, pengem-
bangan, pengkompensasian dan peningkatan, produktifitas pegawai,
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen sumberdaya manusia.(edisi revisi),
Jakarta: Bumi Aksara.
Hay Group. (2005). ClientConversation: BuildingOrganizational
Commitment to post survey action. Hay Group Insight Connections.
Volume 6, Issue 2
388 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 389Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASHeadquarter, Departement of tthe Army. (1999), Army leadership: be,
know,do.
Herzberg F. 1997. One more time how do you Motivate employee? The
management process, Edisi 2 New York : Macmillan
Herzberg, F., Mausner, B., Snyderman, B.B. (2010) The Motivation to
work. New Jersey: John Wiley & Sons.
Hersey,P.,Blanchard, K,H., and Johnson, D.E. (2011).Situational Leadership
Theory. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall.
Hopkins dan Hopkins. 1997. “Strategic Planning Financial Performance
Relation in Bank Causal Examination. Strategic Management Journal.
Vol. 18, hlm. 635-55.
Huber, D.L. (2010).Leadership and Nursing management, Saunders Elsevier
: Philadelphia
Jernigan, D.C., and Young, A.P. (1983). Standard job description and per-
formance evaluation.Norwalk: Appleton Centur Croft.
Kageiman, RE. 1986 Managing productivity in organitations. New York:
Mc Graw Hill
Kemenkes RI, 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta:
Kemenkes R.I
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, Jakarta : Prehallindo.
Kozier, B. (2004). Fundamental of Nursing. Seventh Edition. Vol. 2. Jakarta:
EGC
Kreitner, R dan Kinicki, A. (2003). Perilaku organisasi. Buku satu. Jakarta:
Salemba Empat.
Kron, T& Gray, A. (1987). The management of patient care, Sixth Edition.
Philadelphia: W.B. Sounders Company.
Kumiadi A, (2006). Kontribusi gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen keperawatan terhadap kinerja
perawat pelaksana di Rumkital Dr. Mintohardjo dan Rumkital Marinir
Cilandak, Depok: Program Pascasarjana (Tesis tidak dipublikasikan).
Kurniadi A, (2016). Manajemen keperawatan dan prospektifnya; Teori,
Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
La Monica, L.E. (2012), Management and Leadership in Nursing and
Health Care: An Experiential Approach. Third Edition. Boston: John
and Bartlett Publisher Inc.
Lee, R., & Wilbur, E.R. (1985). Age Education, Job Tenure, Salary, Job
Characteristics, and Job Satisfaction: A Multivariate Analysis. Human
Relations 38(8):781-791. DOI:10.1177/001872678503800806
Littlefield VM. 1995. “Conflict Resolution: Critical to Productive School of
Nursing” Journal of Professional Nursing. 11 (1: 7-15).
Locke, J.C.F. (2001). Leadership behavior. Effect on job satisfaction, pro-
ductivity and organization commitment, Journal of nursing Management
9: 191-2004.
Lovergen G, Rasmussen HB, & Engstrom B. (2002). Working Conditions
and the Possibility of Providing Good Care Blackwell Science Ltd. Journal
of Nursing Management; 10: 201-209
Luthans, F. (2011). Organizational Behavior An Evidence-Based Approach.
New York: McGraw-Hill.
Luthfia Ayu Azanella. https://edukasi.kompas.com/read/2019/02/27/1
4222681/ seperti-ini-aspek-dan-metode-penilaian-4icu-dalam-pemer-
ingkatanuniversitas? page=all.
Mangkunegara, A.A.A.P. (2004). Manajemen sumber daya manusia perusa-
haan. Cetakan ke 5. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Marquis, B.L. dan C.I Huston. 1998. Management Decision Making for
Nurses. 124 Case Studies Edisi 3 Philadelphia: LB. Lippincott
Marquis B.L & Houston, CJ.(2006). Leadership Role and Management
Function in Nursing Theory and Application. Philadelphia: Liipincot.
________. Management Decision Making for Nurses. 124 Cases Studies.
Edisi 3. Philadelphia: JB Lippincott.
Mathis, R.L. & Jackson J.H. (2001). Manajemen sumber daya mamusia.
edisi pertama jilid I. Jakarta : Salemba Empat
Mc Cleland, D. C.(1987). Human Motivation. Cambridge: Cambridge
University Press
Mc Closkey, J.C, and Grace, H.K, (1990)). Current issues in mursing (3rded).
St Louis: The CV Mosby Company
390 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 391Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASMclaughin, EE., S.E.Thomas, dan M. Barter. 1995. “Changes Related to
Care DeliveryPatterns”. JONA. 25 (5: 20-26).
MeCaffers I. Heerax, M dan Bose, K. P. 2003. Refining Performance
Improvement Tools and Methods: lessons and Challenges”. www.ispi.
org.
Nunnery, R.K. (2012). Advancing your career concepts professional murs-
ing.Philadelphia: FA. Company.
William R. Miller, Ph.D. and Gary S. Rose. (2010). Toward a Theory of
Motivational Interviewing. Am Psychology, volume 65.
Munandar, A.S. (2004). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-
Press.
Muhith, A. 2012. “Pengembangan model mutu asuhan keperawatan ber-
dasarkan analisis kinerja perawat dan kepuasan perawat serta pasien di
RS Kabupaten Gresik”. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pasca
Sarjana. Universitas Airlangga.
Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Manajemen).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noordin, F., Rahim, A.R..A., Ibrahim, A.H., & Omar, M.S. (2011). Career
Stages and Organizational Commitment: A case of Malaysian Managers.
International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 1 No. 8
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, hlm 36-54.
Novuluri, R.B. 1999. “Integrated Quality Improvement in Patient Care.”
Journal of Nursing dan Health Sciences. 1 (4: 249-254).
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
________2007. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
_________2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam, dan E. Efendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Palupi, D.H. (2006). Jurus membangun dan mengelola komitmen. SWA,
XXII (2), 60-66
Pambudi,T.S. (2006). Dan karyawanpun memilih. SWA, XXII (2), 34-41
Panggabean, M.S., (2004). Manajemen sumber daya manusia. Cetakan
kedua. Jakarta: Galia Indonesia
Parasuraman A, Zeithamal V, Berry L. (1985). “A conceptual model of
service quality and its impact for future research”. Journal of marketing,
(Musim Gugur), hlm. 41-50
Parasuraman, A., Zeithaml, V., Berry, L. 1985. Servequal: A Multiple-Item
Scale For Measuring Consumer Perception Of Service Quality”. Journal
of Retailing. A. Zeithaml, V. 2001. Delivering Quality Service. New York:
The Free Press.
Perry dan Potter. 2003. Pocket and Guide Basic Skill and Procedure. Edisi
3. St.Louis Mosby
Pohan, I. 2006. “Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar
Pengertian dan Penerapan”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Hlm 13-15.
Pickering Pig (2000). How to Manage Conflict : Turn All Conflict into Win-
Win Outcomes. Canada: National Press Publications
PPNI (1999). Standar praktek keperawatan perawat profesional (Perawat
teregister). Jakarta: DPD PPNI.
PPNI. (2000). Standar praktik keperawatan. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2001). Rancangan standar praktek keperawatan, Jakarta : PP
PPNI.
392 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 393Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASProchaska, DiClemente, & Norcross. (1992), In search of how people
change: Application to addictive behaviors, Journal of American
Psychologist, 47, 1102-1114.
Program management A guide for establishing publichealthpriorities,CDC,
Atlanta CA;2001,
Rahmat, J. (2000), Psikologi komunikasi, Cetakan kelimabelas, Bandung:
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
Ramanujam, P.G. 2011. “Service Quality in Health Care Organisations:
A Study of Corporate Hospitals in Hyderabad.” Journal of Health
Management, 13, 2 (2011): 177-202.
Rangkuti, F. 2003. Konsep Pengukuran Kepuasan. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Rocchiccioli,J & Tilbury, M.S.(1998).Clinical leadership in Nursing
Philadephila:Saunders.
Robins, P. S., & Judge, T.A. (2013). Organizational Behavior: Concept,
Controversies, Applications (15th ed.). New Jersey Prentice-Hall, In.,
Upper Saddle River.
Rose (2008). The Five Rights of Delegation, identified in Delegation:
Concepts and Decision-making Process (National Council. 1995) from
the National Council of State Boards of Nursing. Diakses dari: http://
www.ncsbn.org.
Rose (2008). Advanced Your Career: Concepts of Professional Nursing.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Rowland, H.S. dan B. L. Rowland. 1997. Nursing Administration Handbook.
Edisi 4. Marylan: An Aspen Pub.
RSUD Purwokerto. (2015). Pedoman akreditasi rumah sakit; http://rsipwt.
blogspot.co.id; di akses tanggal 23 November 2017
Ruky, A.S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja. Performence Management
System Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima.
Jakarta: PT. Gramedia.
Ruky, S.A. (2004). Sistem manajemen kinerja: Panduan praktis untuk
merancang dan meraih kinerja prima. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Sadirman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Sarros J.C., Butchatsky O. & Santora J. (1996) Breakthrough leader-
ship. In Leadership Practice and Research: Emerging Themes and
New Challenges (K.W. Parry ed.), pp. 41-52. Pitman Publishing, South
Melbourne, Australia.
Serrano, L.D., & Vieira, J.A.C. (2005). Low Pay, Higher Pay and Job
Satisfactionwithin the European Union: Empirical Evidence from
Fourteen Countries.ZA Discussion Paper No. 1558
Shay and Margaret Cannon, (2004).Resolving Conflict: How to Manage
Disagreementsand develop Trust and Understanding, Oxford: howto-
books.
Siagian, S. P. (2005). Teori dan praktek kepemimpinan (cetakan kelima).
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Siagian, S.P. (2001). Manajemen sumber daya manusia; Human resources
management. Cetakan kedelapan, Jakarta : Bumi Aksara
Siboro, C. (2006). Menjaring perusahaan pilihan 2006. SWA, XXII (2), 42-
43.
Simamora, R. (2005). Hubungan persepsi perawat pelaksana terhadap
penerapan fungsi pengorganisasian yang dilakukan oleh kepala rua-
ngan dengan kinerja di ruang rawat inap RSUD Koja Jakarta Utara.
Tesis Magister tidak dipublikasikan, FIK-UI, Jakarta.
Sinaga, C.T. (2001). Hubungan karakteristik pekerjaan dengan kepuasan
kerja perawat primer di unit rawat interne bedah PK ST Carolus. Tesis,
tidak dipublikasikan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
Jakarta
Sitorus, R. 2002. “Model Praktek Keperawatan Profesional. Seminar
Nasional pada RAPIM PPNI.” Februari. Malang.
Sitorus, R. (2006). Model praktek keperawatam professional di rumah sakit:
Penataan struktur & proses (system) pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat. Cetakan I. Jakarta : EGC
Schneider,M.(2003). Linking School Facility Conditions to Teacher
Satisfaction and Success. Diakses dari: http://www.edfacilities.org/
pubs/teachersurvey.pdf.
394 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 395Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASSmeltzer, C. 1991. “The Art of Negotiation: an Everyday Experience”.
Journal Nurse Administration. (21 7/8: 26-30).
Stamps, P.L., (1997). Nurses and work satisfactioan: An indeks for mea-
surement, Secon edition. Chicago: Health administration press.
Steers, R.M., & Porter, L.W. (1991). Motivation and work behavior.New
York : McGraw-Hill.
Sudarsono. 2006. Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Sulivan, E.J., & Decker,PJ., (1989), Effective management in nursing,
California: Addison Wesley Publishing Company.
Sumanto, Apriyatmoko, Sri Wahyun. (2016). Perbedaan beban kerja per-
awat sebelum dan sesudah akreditasi rumah sakit tingkat paripurna versi
KARS 2012 di tinjau dari tugas-tugas pendelegasian di ruang rawat inap
RSUD Tugurejo Semarang; http://perpusnwu.web.id; diakses tanggal
24 November 2017
Summers C. 1994. “Self-Care: the Greatest Challenge for Nurses. Rev.”J
Nurse Emprow. 4(3): 92-96.
Supriyanto S., dan Ratna. 2007. Manajemen mutu, Health Advocacy.
Surabaya
Supriyanto. S dan Damayanti, N.A. 2007. Perencanaan dan Evaluasi.
Surabya: Airlangga University Press
Sopacua dan Pratiwi. (2009). Akreditasi rumah sakit dari dimensi prosedur-
at mutu; Buletin Penelitian Sistem Kesehatan; Bulletin of Health System
Research, ISSN 1410-2935. e-ISSN 2354-8738, published by Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Republik; Indonesiahttp://ejournal.litbang.depkes.go.id; diakses tanggal
22 November 2017
Supranto. (2001). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan : Untuk menaik-
kan pangsa pasar. Jakarta : Rineka Cipta
Sutoto. (2014). Hubungan akreditasi rumah sakit versi 2012 dengan akredi-
tasi rumah sakit versi 2007; Jakrata: KARS PDF
Suwinarta. (2004). Penyusunan upaya pemasaran untuk meningkatkan
pemanfaatan rawat inap Rumah Sakit Umum Negara melalui analisis fak-
tor perilaku konsumen. Diakses dari:http://digilib.unair.ac.id, diperoleh
tanggal 10Maret 2008.
Swanburg, R..C., & Swanburg, J.,R.(2006). Introductory management and
leadership for Nurses. Toronto: Jones and Bartlert Pubisher. Inc.
Tappen, M.R., & Weiss, A.S., & Whitehead, K.D.,(2010), Essential of nurs-
ing leadership and management, Philadelphia: F.A.Davis Company
Taylor & Cosenza, (1999). A Conceptual choice model for hospitals ser-
vice, Diakses dari:http://proquest.umi.com/pqdweb, diperoleh tanggal
12Maret 2008).
Taylor, J.D,& Pinczuk, J.Z. (Health Care Financial Management for Nurse
Managers: Merging the Heart with the dollars
Terry, G.R. (1986). Azas-Azas manajemen, Bandung: Offset Alumni.
Tichy. N.M & Devanna M.A. (2006). The Transformational Leader. New
York: John Wiley & Sons, Inc., 1986
Thompson L, Leight., (2005). The Mind and Heart of the Negotiator. 3rd
Edition, New Jersey: Pearson Education Intemational., Upper Saddle
River,
Tjiptono, F. 2004. Kepuasan dalam Pelayanan. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.
Trarintya, M. 2011. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan
Word of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP
Sanglah Denpasar)” Tesis Diterbitkan, Universitas Udayana. Denpasar.
Vecchio, R.P. (1995). Onganizational behavior3ed, Orlando:Harcourt Brace
College publisher
Vestal, K.W. 1994. Nursing Management: Control and Issues. Edisi 2.
Philadelphia: J.B. Lippincott.
Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
yang telah diubah menjadi undang-andang RI Nomor 49 Tahun 1999.
Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah.
396 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan KeperawatanTIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK
KEPENTINGAN DINAS 397Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TID
AK
UN
TU
K D
I P
UB
LIK
AS
IKA
N, H
AN
YA U
NT
UK
KE
PE
NT
ING
AN
DIN
ASUndang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
Wahab, H. (2001). Hubungan antara kepemimpinan efektif kepala ruan-
gan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap
RSU Labuang Baji Makassar. Tesis. Program Pasca Sarjana FIK UlI.
Tidak dipublikasikan.
Weiss and Tappen, (2015). Essentias of nursing leadership and manage-
ment, Philadelphia: F.A.Davis Company
Widaningsih. (2002), Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja
perawat pelaksana di RSPAD Gator Soebroto, Thesis, Fakultas llmu
Keperawatan Ul, Tidak dipublikasikan
Winardi, J.(1996). Manajemen supervisi. Bandung: Mandau Maju.
Winardi. (2004). Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Woodruff dan Gardial. 2002. Practical-people Oriented Prespective. Kanada:
Mc.Graw Hill, hlm 36-45
Wong, et al (1997). Dimana 79,2% responden yang melakukan kunju-
ngan ulang ke rumah sakit di Hongkong tidak bekerja http://www.
ncbi.nlm.nih.gov, diperoleh tanggal 12Maret 2008.
Wright, P M. & Kehoe, R R (2007). Human resource practices and or-
ganizational commitment: A deeper examination (CAHRS Working
Paper). Ithaca, NY: Cornell University, School of Industrial and Labor
Relations, Center for Advanced Human Resource Studies. http://digi-
talcommons.ilr.conell.edu/cahrswp/47
Yaslis, L (2001). Kinerja teori, penilaian dan penelitian, Jakarta: Pusat
Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI
Yaslis, I. (2004) Perencanaan SDM rumah sakit teori, metoda dan for-
mula, Edisi revisi. Depok : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UL
Zin. M.R. (2004). Perception of professional engineers toward Quality of
Work Life and organizational commitment. Gajah Mada International
Journal of Bussiness. 06 : 323-324.
Zung, W.K. 1971. “Sebuah Instrumen Penilaian Gangguan Kecemasan”.
Psycho5omatics. www.Scrib.com