330
MATERI AJAR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2013

Indonesian Citezenship

  • Upload
    unair

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

MATERI AJARMATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAANDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

2013

1

KATA PENGANTAR

Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merubahkurikulum mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.Sesuai dengan Undang-Undang No 12 tahun 2012, bahwa perguruan tinggimemiliki otonomi dalam penyusunan kurikulum, namun padapelaksanaannya diperlukan rambu-rambu yang sama agar dapat mencapaihasil yang optimal. Disamping itu, peserta didik di perguruan tinggimerupakan insan dewasa , sehingga dianggap sudah memiliki kesadarandalam mengembangkan potensi diri untuk menjadi intelektual, ilmuwan,praktisi, dan atau professional. Sehubungan dengan itu, makaperubahan pada proses pembelajaran menjadi penting dan akanmenciptakan iklim akademik yang akan meningkatkan kompetensimahasiswa baik hardskills maupun softskills. Hal ini sesuai dengan tujuanPendidikan Tinggi dalam UU No 12 tahun 12 yaitu menjadi manusia yangberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, danberbudaya untuk kepentingan bangsa.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seluruh mahasiswa harusmengikuti pembelajaran mata kuliah dasar umum yang dikenal denganMKDU (general education). Sebagian dari MKDU telah dinyatakan dalamUU No 12 tahun 2012 sebagai mata kuliah wajib, yaitu Agama,Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Dalam rangkamenyempurnakan capaian pembelajaran, maka MKDU ditambah denganbahasa Inggris, Kewirausahaan, dan mata kuliah yang mendorong padapengembangan karakter lainnya, baik yang terintegrasi maupunindividu.

Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan pelajaran yangmemberikan pedoman kepada setiap insan untuk mengkaji, menganalisis,dan memecahkan masalah-maslah pembangunan bangsa dan Negara dalamperspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideology dan dasarNegara Republik Indonesia. Pada tahun ini dihasilkan rencanapembelajaran secara rinci, beserta bahan ajar berupa e-book dandigital asset yang kami berharap dapat digunakan oleh kalangan dosenpengampu di perguruan tinggi. Penyusunan rencana pembelajaran danbahan ajar ini didanai oleh Satker Direktorat Pembelajaran danKemahasiswaan Ditjen Dikti tahun 2012. Bahan ini akan diunggah diweb Dikti agar menjadi sumber belajar terbuka bagi semua.

Kepada tim penulis kami mengucapkan terima kasih atas dedikasi,waktu dan curahan pemikirannya untuk menuangkan buah pemikiran untukmemantapkan Mata Kuliah Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.Penyempurnaan secara periodic akan tetap dilakukan, untuk ini kamimohon kepada para pengguna dapat memberikan masukan secara tertulis,baik langsung kepada penulis maupun kepada Direktorat Pembelajarandan Kemahasiswaan Ditjen Dikti.

Semoga bahan ajar ini bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya,

Jakarta 10 Januari 2012Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Djoko Santoso

i

BAB IPENDAHULUAN

Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin

menunjukkan gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di

berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh masyarakat umum

maupun kalangan akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara

yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa yang salah satunya

adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah pilar

tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah

dasar negara, namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi

Pancasila perlu disambut dengan baik.

Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi yang belum lama disahkan, secara

eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum

nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata

kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia.

Menindaklanjuti undang undang tersebut, Dikti juga menawarkan

berbagai hibah pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut.

Dan laporan ini merupakan bagian dari program yang dirancang

oleh Dikti dalam hal ini Direktorat Pembelajaran dan

Kemahasiswaan.

Apabila dilakukan jejak pendapat dikalangan mahasiswa

biasanya mereka cenderung tidak menyukai empat mata kuliah yang

dikenal sebagai Mata Kuliah Kepribadian (MPK) ini. Beberapa

alasannya adalah pertama, mata kuliah ini bukan mata kuliah

sesuai dengan bidang studi mereka, kedua, materinya tidak up to

date, hanya mengulang apa yang pernah mereka dapatkan di jenjang

pendidikan sebelumnya, ketiga, metode pembelajarannya yang

tidak variatif dan inovatif sehingga menimbulkan kebosanan.

Alasan yang pertama perlu diberikan penjelasan kepada

mahasiswa bahwa mempelajari ilmu sesuai dengan bidangnya saja

tidaklah cukup untuk bekal ketika mereka lulus kuliah. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% keberhasilan

seseorang tidak ditentukan pada penguasaan bidang ilmunya,

namun pada kepribadiannya. Dengan menyadari pentingnya

kepribadian ini diharapkan mahasiswa lebih tertarik pada mata

kuliah ini.

ii

Alasan kedua yaitu materi tidak up to date sebenarnya hal

ini lebih terkait dengan masalah SDM (dosen pengampu). Bahan-

bahan pendukung perkuliahan yang terkait dengan Pancasila

sangat banyak. Tulisan dalam jurnal, majalah, buku maupun

internet sangat mencukupi untuk digunakan sebagai bahan ajar.

Persoalan sebenarnya juga tidak dapat ditimpakan sepenuhnya

kepada dosen karena realitas di lapangan jumlah dosen Pancasila

sangat terbatas, sehingga yang terjadi satu dosen dapat

mengajar banyak kelas atau dosen yang tidak berkompeten

mengajar Pancasila. Persoalan materi terkait pula dengan metode

pembelajaran yang berujung pada SDM juga. Sehinggga perlu

kiranya kedepan dilakukan up grading bagi pengajar Pancasila dan

pelatihan untuk calon dosen pengajar Pancasila.

Keberadaan Rancangan Pembelajaran Pendidikan Pancasila ini

tentunya sangat penting untuk memberikan panduan umum tentang

bagaimana mengajarkan Pancasila kepada mahasiswa. Rancangan ini

sudah memilahkan antara Pendidikan Pancasila dan Pendidikan

Kewarganegaraan yang sebelumnya dijadikan satu, sehingga

memperjelas pokok bahasan apa saja yang perlu disampaikan

kepada mahasiswa terkait dengan Pendidikan Pancasila ini.

Selain itu gambaran tentang metode pembelajaran juga diharapkan

dapat memberikan inspirasi untuk dikembangkan lebih lanjut.

iii

BAB IIKONSEP PENDUKUNG CAPAIAN DALAM PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

A. Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila1. Dasar Filosofis

Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang

Dunia kedua, dunia dicekam oleh pertentangan ideologi

kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar

pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan

dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham

sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan

kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua

aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang

berbeda. Faham individualisme melahirkan negara-negara

kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap

warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas

individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk

mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sementara faham

kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter

dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak

dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.

Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang

dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para

pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari

tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan

merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah

konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang

terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai

penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi

dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila

hak-hak individu dan masyarakat diakui secara proporsional.

Rumusan tentang Pancasila tidak muncul dari sekedar

pikiran logis-rasional, tetapi digali dari akar budaya

masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Maka Bung Karno hanya

mengaku diri sebagai penggali Pancasila, karena nilai-nilai

yang dirumuskan dalam Pancasila itu diambil dari nilai-nilai

yang sejak lama hadir dalam masyarakat Nusantara. Oleh

karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar

filsafat (philosophische

iv

grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri

bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life)

bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan demikian nilai-

nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang

menjadikan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa

lain. Pendidikan Pancasila perlu karena dengan cara itulah

karakter bangsa dapat lestari, terpelihara dari ancaman

gelombang globalisasi yang semakin besar.

2. Dasar SosiologisBangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas

lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih dari

17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila

karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan

kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang

ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan objektif ini

menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap

warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang

berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-

undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak

tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau

kesepahaman, dan konvensi.

Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia

yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-

budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa

diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan

bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan

oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai

Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk

menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan

Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya

pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965

untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari

Kesaktian Pancasila.

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis

membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh karena itu

nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke

generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa.

Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat

proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai

butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan

dikembangkan secara terencana dan terpadu.

v

3. Dasar YuridisPancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara

Republik Indonesia yang berlaku adalah Pancasila yang

tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis

Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit

Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang

Kembali Kepada Undang-Undang Dasar NNegara REpublik

Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang

berlaku adalah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang

disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila

Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945

secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma Dasar

Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar

Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional

mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku,

dan kekuatan hukum mengikat.

Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri

atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan

Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar

ini terdapat pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, dan

Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai

dasar tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh

UUD NRI Tahun 1945, bahkan pada semua peraturan perundang-

undangan pelaksanaannya.

Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih

rendah pada esensinya adalah merupakan pelaksanaan dari

nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan

batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat

peraturan perundang-undangan tersebut dikenal sebagai nilai

instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental harus

merupakan penjelasan dari nilai dasar; dengan kata lain,

semua perangkat perundang-undangan haruslah merupakan

penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat

pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

vi

Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter)

di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari

tingkat pusat hingga daerah adalah orang-orang yang bertugas

melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilai-

nilai instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus

mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman,

penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik

terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak,

mereka akan melahirkan nilai-nilai instrumental yang

menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila.

Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai

instrumental, taat pada semua peraturan perundang-undangan

yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar

Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah

wujud pada amaliyah setiap warga. Pemahaman perspektif hukum

seperti ini sangat strategis disemaikan pada semua warga

negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya,

termasuk pada para penyusun peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan,

jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain

melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.

Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan

Tinggi lebih penting lagi karena Perguruan Tinggi sebagai

agen perubahan yang melahirkan intelektual-intelektual muda

yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang

estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan

badan-badan negara, lembaga-lembaga daerah, lembaga-lembaga

infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-

lembaga bisnis, dan lainnya.

B. Tujuan PenyelenggaraanDengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan

Tinggi, diharapkan dapat tercipta wahana pembelajaran bagi para

mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis, dan

memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam

perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan

dasar negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan

Nasional bertujuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.

Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan

vii

rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk

mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan Undang-Undang Dasar

Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan

penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun

merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa.

Secara spesifik tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di

Perguruan Tinggi adalah untuk :

1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan

ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar

Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-

nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga

negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan

mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem

pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD

NRI Tahun 1945.

4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi

nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah

air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani

yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan

Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika

internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

C. Capaian Pembelajaran 1. Memiliki kemampuan analisis, berfikir rasional, bersikap

kritis dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Memiliki kemampuan dan tanggung jawab intelektual dalam

mengenali masalah-masalah dan memberi solusi berdasarkan

nilai-nilai Pancasila

3. Mampu menjelaskan dasar-dasar kebenaran bahwa Pancasila

adalah ideologi yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang

majemuk (Bhinneka Tunggal Ika).

viii

4. Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai-nilai

Pancasila dalam realitas kehidupan

5. Memiliki karakter ilmuwan dan profesional Pancasilais yang

memiliki komitmen atas kelangsungan hidup dan kejayaan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ix

BAB IIIMETODE PEMBELAJARAN DAN MATRIKS KEGIATAN

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

a. Metode PembelajaranPilihan strategi pengembangan metode pembelajaran

Pendidikan Pancasila yang berbasis kompetensi dengan pendekatan

Student Active Learning membawa konsekuensi

perubahan paradigma metode pembelajaran. Arah perubahannya adalah sebagai berikut;

Dari: Menjadi:

a. Berpusat pada pengajar

a.

Berpusat pada mahasiswa

metode instruksi metode konstruksi

b. Paradigma: mengajar b. Paradigma: belajarc. Apa yang dipikirkan

c. Apa yang dipelajari

d. Mengetahui apanyad. Mengetahui bagaimananya

transfer of knowledge transfer of values

Dengan pendekatan Student Active Learning, mahasiswa lebih

banyak melakukan eksplorasi daripada secara pasif menerima

informasi yang disampaikan oleh pengajar. Keuntungannya

mahasiswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan

yang berkaitan dengan bidang keahliannya saja, tetapi juga

berkembang keterampilan komunikasi, bekerja dalam kelompok,

insiatif, berbagi informasi, dan penghargaan terhadap orang

lain. Metode pendekatan Student Active Learning ini meliputi antara

lain:

1) Studi kasus Pada metode pembelajaran ini mahasiswa diberikan kasus

yang perlu dicari pemecahan masalahnya sesuai dengan

pokok bahasan yang sedang dibahas.

2) Diskusi Penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara mahasiswa

ditugaskan untuk membahas dan bertukar pendapat mengenai

topik atau masalah tertentu untuk memperoleh suatu

pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti.

x

3) Seminar Mahasiswa diminta untuk mempersiapkan makalah/paper,

kemudian mempresentasikannya di depan mahasiswa lainnya

dan dalam kesempatan ini akan memperoleh masukan dan

pertanyaan baik dari sesama mahasiswa lainnya maupun dari

staf pengajar.

4) Debat Suatu metode pembelajaran dengan cara mahasiswa dibagi ke

dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari

4 orang. Di dalam kelompok tersebut mahasiswa melakukan

perdebatan tentang topik tertentu.

5) Kerja lapangan Suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa

mahasiswa langsung kepada objek atau pokok bahasan yang

akan dipelajari di luar kelas.

6) Bermain peran Bermain peran adalah salah satu permainan pendidikan yang

digunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap, perilaku dan

nilai dengan tujuan untuk menghayati peran, sudut pandang

dan cara berpikir orang lain dengan memainkan peran orang

lain.

7) Simulasi Suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui

pengembangan imajinasi dan penghayatan mahasiswa.

Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan

mahasiswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau

benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih

dari satu orang, hal itu tergantung kepada apa yang

diperankan.

8) Tugas kelompok Metode pembelajaran dengan memberikan tugas kepada

mahasiswa yang telah dibuat kelompok, misalnya dalam

bentuk karangan atau makalah, kliping dan/atau mengamati

suatu kejadian.

xi

9) Permainan Merupakan cara penyajian bahan pengajaran dimana

mahasiswa melakukan permainan untuk memperoleh atau

menemukan pemahaman dan konsep tertentu. Metode permainan

ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok.

10) Collaborative Learning (CL) Merupakan proses belajar kelompok, di mana setiap anggota

menyumbangkan informasi, pengetahuan, pengalaman, ide,

sikap, pendapat, kemampuan dan keterampilan yang

dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling

meningkatkan pemahaman seluruh anggota.

11) Problem-Based Learning (PBL)Metode belajar yang menggunakan masalah yang komplek dan

nyata untuk memicu pembelajaran sebagai langkah awal

dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.

12) Bola salju menggelindingDalam pembelajaran ini mahasiswa melakukan tugas individu

kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian

mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota

kelompok semakin besar bagai bola salju yang

menggelinding. Metode ini digunakan untuk mendapatkan

jawaban yang dihasilkan dari mahasiswa secara bertingkat.

Dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangsur-angsur

kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya

akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah

disepakati oleh mahasiswa secara kelompok.

Pilihan terhadap metode tersebut tergantung dari

kebutuhan, kesiapan staf pengajar, sarana, dan prasarana

yang ada pada masing-masing perguruan tinggi.

xii

B. Matriks Kegiatan Mata Kuliah Pancasila

Kompetensi : Mahasiswa mampu membangun paradigma baru dalamdirinya sendiri berdasar nilai-nilai Pancasilamelalui kemampuan menjelaskan sejarah, kedudukan danhakikat sila-sila Pancasila, merespon persoalanaktual bangsa dan negara, dan menerapkan nilai-nilaiPancasila dalam kehidupan

MINGGU KEMAMPUAN BAHAN KAJIAN BENTUK KRITERIA BOBOT

KE AKHIR YANG(materi ajar) PEMBELA PENILAIAN NILAI

DIHARAPKAN JARAN (indikator)

1-2 MampuPancasila dalamKajian Ceramah Kejelasan 10%

Menjelaskan Sejarah Bangsa Pemutaran pemahaman

dan memahami Indonesia: film

a. Era Pradokumenter

Kemerdekaan (sidangb. Era Kemerdekaan BPUPKI,

c. Era Orde LamaProklamasi)

d. Era Orde Baru diskusie. Era Reformasi

3-4 MampuPancasila sebagai Ceramah kejelasan 15%

Menganalisis dasar negara:

Case study dalam

dana. Hubungan Pancasila

mengkritisi/

mengevaluasi

dengan Pembukaan

mengevaluas

UUD NRI Tahuni kebijakan

1945 pemerintahb. Penjabaran yangPancasila sesuai/

dalam tidakBatang Tubuh UUD sesuaiNRI tahun 1945 dengan

c. Implementasi PancasilaPancasila dalampembuatankebijakan negaradalam bidangPolitik, Ekonomi,Sosial Budaya danHankam

xiii

5 – 7 MampuPancasila sebagai ceramah Kekritisan 15%

Menganalisis Ideologi negara:

Small group dan

dana. Pengertian

discussion ketajaman

membandingka Ideologi analisis

nb. Pancasila dan

Ideologi Dunia

c. Pancasila dan

Agama

8-9 MampuPancasila sebagai Kemampuan 20%

Memahami dan Sistem Filsafat:

Problem base mengungkap

Menjelaskana.

Pengertian Filsafat

learning and

hakikat sila-

b.

Filsafat Pancasila

inquiry (PBL)

sila Pancasila

c.

Hakikat Sila-sila berdasarPancasila problem yg

ditemui10–11 Mampu

Pancasila sebagai Ceramah Mempraktek 20%

Memahami Sistem Etika:Diskusi film an sikap,

dan a.Pengertian Etika tindakan

menjadikan b.Etika Pancasila

sesuai nilai

pola hidup c.Pancasila sebagai Pancasilasolusi problem denganbangsa, seperti menunjukkakorupsi, n bukti

kerusakanlingkungan, kegiatan.dekadensi moral,dll

12-14 MampuPancasila sebagai Dasar

Problem base Menemukan 20%

Menganalisis

Nilai Pengembangan

learning (PBL) dan

dan menjadi Ilmu: mengungkap

pola hidupa.

Nilai ketuhanan

kan problem

sebagai dasar keilmuanpengembangan yang

ilmusesuai/tidak

b.

Nilai kemanusiaan sesuai

sebagai dasardengan nilai-

pengembangan nilaiilmu Pancasila

c.

Nilai persatuan

xiv

sebagai dasar pengembangan ilmu

d. Nilai kerakyatan sebagai dasar pengembangan ilmu

e. Nilai keadilan sebagai dasar pengembangan ilmu

FORMAT RANCANGAN TUGAS (1)

MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA

SEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 4 TUGAS KE : 1

I. TUJUAN TUGAS 1. Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi

kebijakan pemerintah yang sesuai/tidak sesuai denganPancasila. Dengan cara demikian apabila mereka kelakmenjadi pejabat pemerintah akan menjadikan nilai-nilaiPancasila sebagai acuan dalam pembuatan kebijakan.

II. URAIAN TUGAS 1. Mahasiswa mencari salah satu kebijakan pemerintah baik

melalui media cetak atau elektronik yang menurut merekamenarik untuk dikaji. Kebijakan boleh yang sudahberlangsung lama maupun yang baru.

2. Mahasiswa dikelompokkan sesuai dengan tema kebijakan(politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, lain-lain).

3. Masing-masing kelompok melakukan diskusi, meliputi

inventarisasi masalah dan analisis sesuai/tidak sesuaidengan Pancasila, apa faktor-faktor yang menyebabkankesesuaian atau ketidaksesuaian. Bagaimana sebaiknyamerumuskan kebijakan yang sesuai dengan Pancasila.

4. Melakukan diskusi pleno dengan cara masing-masing kelompokmenunjuk satu juru bicara untuk membacakan hasil diskusi.

III. KRITERIA PENILAIAN Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab,merumuskan solusi.

xv

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

Sangat kurang <25Tema tidak menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusi

Kurang 26-45Tema menarik, tidak urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusi

Cukup 46-65Tema menarik, urgen, tidak menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusi

Baik 66-85Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktorpenyebab, tidak merumuskan solusi

Sangat Baik >85Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktorpenyebab, merumuskan solusi

FORMAT RANCANGAN TUGAS (2)MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 6 TUGAS KE : 1

I. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat membandingkanperbedaan, kelebihan dan kekurangan ideologi liberalisme,komunisme dan Pancasila.

II. URAIAN TUGAS 1. Mahasiswa dibagi tiga kelompok. Kelompok I membahas

kelebihan liberalisme dan kelemahan komunisme dan Pancasila. Kelompok II membahas kelebihan komunisme dan kelemahan liberalisme dan Pancasila. Kelompok III membahas kelebihan Pancasila dan kelemahan liberalisme dan komunisme

2. Masing-masing kelompok memresentasikan tugas masing-masingdan didiskusikan

3. Menginventarisis kelebihan dan kekurangan masing-masing ideologi dan menunjukkan bagaimana posisiPancasila diantara ideologi-ideologi lain.

III. KRITERIA PENILAIAN Kedalaman bahasan dan kekuatan argumentasi

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

Sangat kurang <25Pemahaman tidak logis, argumentatif, jelas, runtut

Kurang 26-45Pemahaman logis, argumentatif, tidak lengkap,jelas, runtut

xvi

Cukup 46-65Pemahaman logis, argumentatif, namun tidak jelasdan runtut

Baik 66-85Pemahaman logis, argumentatif, jelas namun tidakruntut

SangatBaik >85

Pemahaman logis, argumentatif, jelas, dan runtut

FORMAT RANCANGAN TUGAS (3)MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 8 TUGAS KE : 1

I. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat menghayati silakemanusiaan yang adil dan beradab sekaligus menumbuhkan rasaempati dengan masyarakat yang tidak beruntung dalam bidangekonomi.

II. URAIAN TUGAS 1. Mahasiswa diminta mendatangi rumah keluarga yang paling

miskin di lingkungannya, mereka diminta memberikan santunan sesuai dengan kemampuannya, dan mengajaknya berbincang-bincang seputar keadaan kehidupan mereka.

2. Mahasiswa membuat laporan kunjungan serta merumuskanmakna kemiskinan dan makna sila kemanusiaan yang adildan beradab.

3. Hasil laporan didiskusikan di kelas.

III. KRITERIA PENILAIANLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas

V. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

Sangat kurang <25Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,

sistematis dan jelas

Kurang 26-45Laporan menyentuh aspek afeksi, namun tidaklogis, sistematis dan jelas

Cukup 46-65Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, namuntidak sistematis dan jelas

Baik 66-85Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisnamun tidak jelas

Sangat Baik >85Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisdan jelas

xvii

FORMAT RANCANGAN TUGAS (4)

MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA

SEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 9 TUGAS KE : 1

I. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat merumuskanmakna patriotisme dan nasionalisme

II. URAIAN TUGAS 1. Mahasiswa mengunjungi museum yang mengungkap perjuangan

para pahlawan 2. Mahasiswa membuat laporan kunjungan dan membuat refleksi

kritis makna patriotisme dan nasionalisme pada jamanmodern. Laporan dilampiri dengan tiket masuk museum.

3. Hasil laporan didiskusikan di kelas.

III. KRITERIA PENILAIAN Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

Sangat kurang <25Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,sistematis dan jelas

Kurang 26-45Laporan menyentuh aspek afeksi, namun tidaklogis, sistematis dan jelas

Cukup 46-65Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, namuntidak sistematis dan jelas

Baik 66-85Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisnamun tidak jelas

Sangat Baik >85Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisdan jelas

xviii

FORMAT RANCANGAN TUGAS (5)

MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA

SEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 9 TUGAS KE : 2

I. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa memraktikan suatu permainan yangmenggambarkan persatuan dan kesatuan

II. URAIAN TUGAS 1. Tiga kelompok maju ke depan kelas, masing-masing

kelompok berjumlah enam orang. 2. Masing-masing orang bergandengan satu sama lain dengan

cara tangan disilangkan. 3. Tanpa melepas gandengan semua berbalik arah menghadap ke

belakang. 5. Setelah berhasil, sebaliknya berbalik arah ke depan 6. Mahasiswa merumuskan syarat-syarat untuk menjaga

dan mempertahankan kesatuan dan pesatuan.

III. KRITERIA PENILAIAN Tidak ada penilaian

FORMAT RANCANGAN TUGAS (6)

MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA

SEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 11 TUGAS KE : 1

V. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengambilpelajaran pentingnya keteguhan hati ketika mengalamikegalauan untuk menentukan suatu keputusan yang dilematis

VI. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa menonton film singkat berjudul ‘Galau’. Suatu

kisah yang menceritakan seseorang yang sedang mengalamisituasi dilematis antara kebutuhan biaya untuk melahirkananaknya melalui cesar dan tawaran temannya untuk bergabung

melakukan korupsi. 2. Mahasiwa mengungkapkan watak/karakter dari masing-masing

tokoh dan memberikan komentar tentang sebab-sebabterjadinya korupsi dan upaya pencegahan danpenanggulangannya.

xix

3. KRITERIA PENILAIAN menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematis dan jelas

4. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC) GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Sangatkurang <25

tidak menyentuh ranah psikomotorik, logis,sistematis dan jelas

Kurang 26-45menyentuh ranah psikomotorik, namuntidak logis,sistematis dan jelas

Cukup 46-65menyentuh ranah psikomotorik, logis, namun tidaksistematis dan jelas

Baik 66-85menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematisnamun tidak jelas

SangatBaik >85

menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematisdan jelas

FORMAT RANCANGAN TUGAS ( tidak wajib)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTER : I SKS : 2MINGGU KE : 14 TUGAS KE : 1

I. TUJUAN TUGAS Melalui tugas ini mahasiswa berkontribusi terhadapsosialisasi Pancasila melalui media internet

II. URAIAN TUGAS 1. Mahasiswa membuat film singkat terkait dengan nilai-nilai

Pancasila. 2. Film tersebut diupload di youtube

III. KRITERIA PENILAIAN Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai Pancasilanya,realistis, menarik.

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)

Sangat kurang <25Tidak di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, menarik.

Kurang 26-45Di upload di youtube, namun tidak jelas pesan nilai-nilai Pancasilanya, realistis, menarik.

Cukup 46-65Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai

xx

Pancasilanya, namun tidak realistis, menarik.

Baik 66-85Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, namuntidak menarik.

SangatBaik >85

Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, menarik.

C.Sistem Evaluasi Hasil Pembelajaran 1. Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan berdasarkan

capaian pembelajarannya. Adapun bentuknya bisa bermacam-

macam seperti penugasan individual atau kelompok, quis,

ujian tengah semester, ujian akhir semester, penilaian

diri (self assessment), penilaian sejawat (peer assessment), dan

observasi kinerja mahasiswa melalui tampilan lisan atau

tertulis.

2. Kriteria penilaian dan pembobotannya diserahkan kepada

dosen pengampu dan disesuaikan dengan Pedoman Evaluasi

Akademik yang berlaku pada perguruan tinggi masing-masing.

3. Sistem penilaian perlu dijelaskan kepada mahasiswa padaawal perkuliahan.

xxi

BAB IVALUR PEMBENTUKAN MATA KULIAH YANG MERUJUK PADA SKL DAN

KKNI SERTA PERUMUSAN KONSEPTUAL MATA KULIAH PANCASILA YANG DAPAT MENCAPAI

CAPAIAN PEMBELAJARAN

A. PendahuluanMata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah

yang termasuk dalam kelompok mata kulaih MPK (Pengembangan

Kepribadian). MPK merupakan kelompok bahan kajian dan

pembelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman

dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, berkepribadian mantap dan mandiri serta mempunyai rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berikut merupakan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditentukan oleh Dikti:

Standar Kompetensi Lulusan (SKL)No Domain DIKTI

1 Sikapa.

Memiliki perilaku yang mencerminkansikap orangdewasa yang beriman, berakhlak mulia, mandiri,kreatif, bertanggung jawab, berbudaya danberinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosialalam

b.

Berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa danbernegara termasuk berperan dalam pergaulan duniadengan menjungjung tinggi penegakkan hukum

2 Keterampilana.

Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif daninovatif dalam ranah abstrak dan konkret terkaitdengan pengembangan diri sesuai denganbakat dan

kemampuannyab. Mampu memberikan petunjuk dalam memilih

alternatif solusi secara mandiri dan/atau kelompok

3 Pengetahuana.

Memiliki pengetahuan prosedural danmetakognitifdalam konsep teoretis bidang pengetahuan tertentusecara umum dan khusus serta mendalam denganwawasan kebangsaan, kenegaraan dan peradaban

b. Terkait dengan fenomena dan kejadianyang mencakup

penyebab, alternatif solusi, kendala dan soluis akhir

Sedangkan untuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI), berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia,

Nomor 8 Tahun 2012, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “…Lulusan Diploma 3

paling rendah

xxii

setara dengan jenjang 5, Lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapandan Sarjana, paling rendahsetara dengan jenjang 6…” Berikut ini deskripsi kualifikasi level 6 KKNI:a. Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan

IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu

beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.

b. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara

umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang

pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu

memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.

c. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis

informasi dan data dan mampu memberikan petunjuk dalam

memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan

kelompok.

d. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi

tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.

B. Perumusan Capaian Pembelajaran1. Standar Kompetensi 1: Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

Indonesia Indikator: a. Mampu melakukan kajian dengan suatu proses kajian

memanfaatkan berbagai literatur dan tokoh sehinggamenghasilkan kajian tentang kebenaran sejarah Pancasilayang komprehensif.

b. Dengan metode kajian literatur dan wawancara mendalam,mahasiswa diharapkan dapat mengkaji sejarah Pancasilasecara utuh dari berbagai perspektif.

c. Menunjukkan hasil kemampuan membandingkan, mempersamakandan membedakan pendapat yang berkembang mengenai sejarahPancasila.

d. Dalam kondisi perbedaan pendapat mengenai sejarahPancasila yang dilihat berdasarkan berbagai perspektif,mahasiswa harus dapat memutuskan kajian sejarah mana yangsesuai dengan pemahaman dan analisis yang telah dilakukan.

e. Menguasai pengetahuan tentang kajian sejarah Pancasila

pada era pra-kemerdekaan, era kemerdekaan, era Orde Lama,

era Orde Baru, dan era Reformasi.

xxiii

f. Mampu mengelola perbedaan pendapat mengenai perbedaanversi sejarah Pancasila menjadi khasanah yang harus digalilebih dalam tentang kebenaran dan kedalaman kajian sejarahPancasila tersebut.

g. Memiliki sikap bertanggung jawab atas keputusan yang

diambil dari pengambilan kajian Pancasila yang dipandang

benar berdasarkan hasil kajian yang dilakukan atas

pencapaian kerja kelompok, komunikasi, estetis, etis,

apresiatif dan pastisipatif.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

2. Standar Kompetensi 2: Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: a. Mampu melakukan penyimpulan bahwa Pancasila sebagai dasar

negara Republik Indonesia dengan memberikan berbagairasionalitas.

b. Menunjukkan hasil pembelajaran melalui analisis pemahamanPancasila yang hidup dalam setiap tata peraturanperundang-undangan yang ada di Indonesia.

c. Dalam kondisi semangat jiwa Pancasila dalam tataperaturan,mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila apasaja yang hidup atau menjiwai tata peraturan tersebut.

d. Menguasai pengetahuan tentang hubungan Pancasila dengan

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Penjabaran Pancasila dalamBatang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, dan ImplementasiPancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidangpolitik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan sertakeamanan.

e. Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan

diberikan tugas berupa tugas individu dan kelompok untuk

melakukan diskusi mengenai nilai-nilai Pancasila yang

hidup dalam tata peraturan yang ada di Indonesia.

xxiv

f. Mampu mengelola hasil kerja individu dan kelompok menjadisuatu gagasan mengenai Pancasila yang hidup dalam tataperaturan Indonesia.

g. Memiliki sikap menjunjung tinggi penegakkan hukum dan

norma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara sebagai bukti kecintaan terhadap Pancasila yang

hidup dalam nilai-nilai hukum.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

3. Standar Kompetensi 3: Pancasila sebagai Ideologi Negara Indikator: a. Mampu melakukan kajian dalam kegiatan pembelajaran yang

dikaji melalui suatu proses pembelajaran yang membentukdan membangun pengertian bahwa Pancasila sebagai ideologibangsa dan negara.

b. Dengan metode kajian literatur dan diskusi mahasiswa dapatmengkaji pemahaman mengenai ideologi dan pembuktianPancasila sebagai ideologi.

c. Menunjukkan hasil pembelajaran dengan cara membandingkan,mempersamakan dan membedakan Pancasila dengan ideologi-ideologi besar lainnya di dunia.

d. Dalam kondisi pemahaman mengenai persamaan dan perbedaan,mahasiswa memiliki pemahaman yang holistik tentang

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara yang idealbagi Indonesia.

e. Menguasai pengetahuan tentang perbandingan antaraPancasila dan liberalisme, Pancasila dan komunisme sertapemahaman hubungan Pancasila dan agama.

f. Untuk dapat menguji pemahaman yang holistik mengenai

Pancasila sebagai ideologi, maka mahasiswa harus

menyelesaikan tugas individu dan kelompok melalui

pengkajian dan diskusi kelompok.

xxv

g. Mampu mengelola perbedaan pandangan dari hasil kajianliteratur dan hasil kerja kelompok sebagai khasanahkekayaan pemikiran dalam membentuk dan membangun pemahamanyang kuat tentang Ideologi Pancasila.

h. Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara

mandiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian

hasil kerja kelompok. Komunikatif, estetis, etis,

apresiatif dan partisipatif.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

4. Standar Kompetensi 4: Pancasila sebagai Sistem Filsafat Indikator: a. Mampu melakukan kajian dengan suatu proses kajian yang

dapat memanfaatkan literatur tentang Pancasila sebagaisistem filsafat.

b. Dengan metode kajian literatur diharapkan dapat mengkajiPancasila sebagai filsafat secara utuh dari berbagaiperspektif dan pemahaman sudut pandang.

c. Menunjukkan hasil kemampuan membandingkan, mempersamakandan membedakan pendapat yang berkembang mengenai filsafatPancasila.

d. Dalam kondisi perbedaan sudut pandang, diharapkan mampumenganalisis dan membuat suatu keputusan berdasarkanpemahaman setelah mengkaji secara mendalam tentang

filsafat Pancasila.

e. Menguasai pengetahuan tentang pengertian filsafat,filsafat Pancasila dan hakikat sila-sila dalam Pancasila.

f. Untuk dapat membuktikan hakikat sila-sila dalam Pancasilamahasiswa harus melakukan kajian individual dan diskusikelompok.

g. Mampu mengelola perbedaan sudut pandang sebagai pembentuk

pemahaman yang holistik mengenai Pancasila sebagai

filsafat.

xxvi

h. Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara

mendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian

hasil kerja kelompok. Dapat berkomunikasi, berlaku secara

estetis, etis, apresiatif dan partisipatif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

5. Standar Kompetensi 5: Pancasila sebagai Sistem Etika Indikator: a. Mampu melakukan kajian dengan proses kajian pemanfaatan

literatur yang dapat menghasilkan kajian tentang Pancasilasebagai etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara.

b. Dengan metode kajian literatur diharapkan dapat mengkajiPancasila sebagai sistem etika dari berbagai perspektif.

c. Menunjukkan hasil kajian literatur dengan kemampuanmembandingkan, mempersamakan dan membedakan pendapatmengenai Pancasila sebagai sistem etika.

d. Dalam kondisi perbedaan sudut pandang Pancasila sebagaietika, mahasiswa dapat memutuskan dan merumuskan sudutpandang mana yang paling sesuai setelah melakukan kajiandan analisis yang mendalam.

e. Menguasai pengetahuan tentang pengertian etika, aliran-

aliran etika, etika Pancasila, dan Pancasila sebagaisolusi problem moralitas bangsa.

f. Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut mahasiswa akan

diberikan tugas berupa tugas individu dan kelompok untuk

melakukan diskusi mengenai permasalahan moralitas bangsa.

xxvii

g. Mampu mengelola perbedaan pendapat dalam sikusi sebagaipembentukan pemahaman bersama bahwa nilai-nilai Pancasiladapat menjadi solusi terbaik untuk memperbaikipermasalahan moralitas yang mendera bangsa Indonesia.

h. Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara

mandiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian

hasil kerja kelompok, komunikatif, estetis, etis,

apresiatif dan partisipatif.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

6. Standar Kompetensi 6: Pancasila sebagai Dasar NilaiPengembangan Ilmu Indikator: a. Mampu melakukan kajian dalam berbagai literatur yang dapat

membentuk dan membangun pemahaman bahwa nilai-nilaiPancasila harus dijadikan dasar pengembangan ilmu.

b. Dengan metode kajian literatur mahasiswa dapat mengkajidan membuktikan nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasardalam pengembangan setiap ilmu.

c. Menunjukkan hasil pembelajaran melalui pengkajianliteratur dengan membandingkan, mempersamakan danmembedakan ilmu-ilmu yang didasari oleh Pancasila danilmu-ilmu yang tidak didasari nilai-nilai Pancasila.

d. Dalam kondisi perbedaan dasar keilmuan tersebut, mahasiswa

harus memutuskan nilai-nilai Pancasila apa saja yang harusselalu menyertai perkembangan keilmuan yang ada diIndonesia.

e. Menguasai pengetahuan tentang Pancasila sebagai dasarnilai pengembangan ilmu yang religius, ilmu yang humanisdan ilmu untuk pembangunan bangsa.

f. Untuk dapat menguji pemahaman yang holisitik mengenai

Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu, maka mahasiswa

harus menyelesaikan tugas inividu dan kelompok melalui

kajian dan diskusi kelompok.

xxviii

g. Mampu mengelola mengelola perbedaan pandangan dari hasilkajian literatur dan hasil kerja kelompok sebagai khasanahkekayaan pemikiran dalam membentuk dan membangun pemahamanyang kuat tentang Pancasila sebagai dasar pengembangankeilmuan.

h. Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara

mandiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian

hasil kerja kelompok, komunikatif, estetis, etis,

apresiatif dan partisipatif.

Metode Pembelajaran Penilaian1. Experimental learning 1. UTS2. Collaborative learning 2. UAS

3. Problem based learning 3.Lembar tugas mahasiswa

4. Presentasi 4. Penilaian presentasi5. Penyusunan makalah 5. Penilaian makalah

6. Project based learning 6.Penilaian diskusi kelompok

PenutupAlur perumusan mata kuliah Pendidikan Pancasila yang

disesuaikan dengan SKL dan KKNI, diharapkan output yang

dihasilkan dapat memiliki sikap, keterampilan dan pengetahuan

tentang Pancasila yang holistik. Dengan demikian, mata kuliah

Pendidkan Pancasila dapat memberikan kontribusi yang bermakna

dalam mewujudkan Renstra Pendidikan Tinggi Kemdiknas 2010-2014,

yaitu menghasilkan insan cerdas konprehensif yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mendiri, terampil, kompten dan berbudaya untuk

kepentingan bangsa.

xxix

PANCASILADALAM KAJIAN SEJARAHBANGSA INDONESIA

Presiden Soekarno pernah mengatakan“jangan sekali -kali meninggalkansejarah”. Dari perkataan tersebut dapatdimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsiyang beragam bagi kehidupan. Sepertidiungkap seorang filsuf Yunani yangbernama Cicero (106- 43 SM) yangmengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yangbermakna, “sejarah memberikan kearifan”.Pengertian yang lebih umum yaitu “sejarahmerupakan guru kehidupan”.

Arus sejarah memperlihatkan dengannyata bahwa semua bangsa memerlukan suatukonsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidakmemilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, makabangsa itu adalah dalam bahaya (Soekarno,1989: 64). Pentingnya cita-cita idealsebagai landasan moralitas bagi kebesaranbangsa diperkuat oleh cendekiawan-politisiAmerika Serikat, John Gardner, “No nation canachieve greatness unless it believes in something, andunless that something has moral dimensions to sustain agreat civilization” (tidak ada bangsa yang dapatmencapai kebesaran kecuali jika bangsa itumempercayai sesuatu, dan sesuatu yangdipercayainya itu memiliki dimensi-dimensimoral guna menopang peradaban besar)(Madjid dalam Latif, 2011: 42).

Begitu kuat dan mengakarnya Pancasiladalam jiwa bangsa menjadikan Pancasilaterus berjaya sepanjang masa. Hal tersebutdisebabkan ideologi Pancasila tidak hanyasekedar “confirm and deepen” identitas BangsaIndonesia. Ia lebih dari itu. Ia adalahidentitas Bangsa Indonesia sendirisepanjang masa. Sejak Pancasila digalikembali dan dilahirkan kembali menjadiDasar dan Ideologi Negara, maka iamembangunkan dan membangkitkan

1

2

identitas yang dormant, yang “tertidur” dan

yang “terbius” selama kolonialisme”

(Abdulgani, 1979: 22).

A. Pancasila Pra Kemerdekaan Dr. Radjiman

Ketika

Wediodiningrat, selaku Ketua

Badan danPenyelidik Usaha

PersiapanKemerdekaa

n(BPUPK), pada tanggal 29Mei1945, meminta kepada

sidang

untuk mengemukakan dasar(negara)

Indonesiamerdeka,

Gambar: Burung GarudaPancasila

permintaan

itu

menimbulkan

Sumber: 3blogemen.blogspot.com rangsangan anamnesis yang

memutar kembali ingatan para

pendiri bangsa kebelakang; hal ini mendorong mereka untukmenggali kekayaan kerohanian, kepribadiandan wawasan kebangsaan yang terpendamlumpur sejarah (Latif, 2011: 4). Begitulamanya penjajahan di bumi pertiwimenyebabkan bangsa Indonesia hilang arahdalam menentukan dasar negaranya. Denganpermintaan Dr. Radjiman inilah, figur-figur negarawan bangsa Indonesia berpikirkeras untuk menemukan kembali jati diri

bangsanya.Pada sidang pertama BPUPKI yang

dilaksanakan dari tanggal 29 Mei - 1 Juni1945, tampil berturut-turut untuk

berpidato menyampaikanusulannya tentang dasar negara.Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin mengusulkan

Gambar: Sidang BPUPKI

calon rumusan

dasarnegara

Sumber: hendra-prehaten.blogspot.com Indonesia sebagai berikut: 1) Peri

Kebangsaan, 2)Peri

Kemanusiaan, 3) Peri Ketuhanan, 4) Peri

Kerakyatan dan 5) Kesejahteraan Rakyat.

Selanjutnya Prof. Dr. Soepomo pada

3 tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori- teoriNegara, yaitu: 1) Teori negara perseorangan(individualis), 2) Paham negara kelas dan 3)Paham negara integralistik. Kemudian disusuloleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945yang mengusulkan lima dasar negara yangterdiri dari: 1) Nasionalisme (kebangsaanIndonesia), 2) Internasionalisme (perikemanusiaan), 3) Mufakat (demokrasi), 4)Kesejahteraan sosial, dan 5) Ketuhanan YangMaha Esa (Berkebudayaan) (Kaelan, 2000: 37-40).

Pada pidato tanggal 1 Juni 1945tersebut, Ir Soekarno mengatakan,

“Maaf, beribu maaf! Banyak anggotatelah berpidato, dan dalam pidatomereka itu diutarakan hal- hal yangsebenarnya bukan permintaan PadukaTuan Ketua yang mulia, yaitu bukandasarnya Indonesia Merdeka. Menurutanggapan saya yang diminta olehPaduka Tuan Ketua yang mulia ialah,dalam bahasa Belanda: “Philosofischegrond-slag” daripada IndonesiaMerdeka. Philosofische grond-slag itulahpundamen, filsafat, pikiran yangsedalam-dalamnya, jiwa, hasrat,yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesiayang kekal dan abadi”(Bahar, 1995:63).

Begitu hebatnya Ir. Soekarno dalammenjelaskan Pancasila dengan runtut, logisdan koheren, namun dengan rendah hati Ir.Soekarno membantah apabila disebut sebagaipencipta Pancasila. Beliau mengatakan,

“Kenapa diucapkan terima kasihkepada saya, kenapa saya diagung-agungkan, padahal toh sudah seringsaya katakan, bahwa saya bukanpencipta Pancasila. Saya sekedarpenggali Pancasila daripada bumitanah air Indonesia ini, yangkemudian lima mutiara yang sayagali itu, saya persembahkan kembalikepada bangsa

4Indonesia. Malah pernah sayakatakan, bahwa sebenarnya hasil,atau lebih tegas penggaliandaripada Pancasila ini saudara-saudara, adalah pemberian Tuhankepada saya… Sebagaimana tiap-tiapmanusia, jikalau ia benar-benarmemohon kepada Allah SubhanahuWataala, diberi ilham oleh AllahSubhanahu Wataala” (Soekarno dalamLatif, 2011: 21).Selain ucapan yang disampaikan Ir.

Soekarno di atas, Pancasila pun merupakankhasanah budaya Indonesia, karena nilai-nilai tersebut hidup dalam sejarahIndonesia yang terdapat dalam beberapakerajaan yang ada di Indonesia, sepertiberikut:1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai

merupakan pembuka zaman sejarahIndonesia untuk pertama kali, karenatelah menampilkan nilai sosial politik,dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan,kenduri dan sedekah kepada para Brahmana(Kaelan, 2000: 29).

2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr.Muhammad Yamin disebut sebagai NegaraIndonesia Pertama dengan dasar kedatuan,itu dapat ditemukan nilai-nilaiPancasila material yang paling berkaitan

satu sama lain, seperti nilai persatuanyang tidak terpisahkan dengan nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagaipusat kekuasaan dengan kekuatan religiusberusaha mempertahankan kewibawaannyaterhadap para datu. Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yangterjalin satu sama lain dengan nilaiinternasionalisme dalam bentuk hubungandagang yang terentang dari pedalamansampai ke negeri-negeri seberang lautanpelabuhan kerajaan dan Selat Malaka yangdiamankan oleh para nomad laut yangmenjadi bagian dari birokrasipemerintahan Sriwijaya (Suwarno, 1993:20-21).

53. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah

raja Prabhu Hayam Wuruk dan ApatihMangkubumi, Gajah Mada telah berhasilmengintegrasikan nusantara. Faktor-faktor yang dimanfaatkan untukmenciptakan wawasan nusantara ituadalah: kekuatan religio magis yangberpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosialkekeluargaan terutama antara kerajaan-kerajaan daerah di Jawa dengan SangPrabhu dalam lembaga Pahom Narandra.Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yangmerupakan materi Pancasila sudah munculsejak memasuki zaman sejarah (Suwarno,1993: 23-24). Bahkan, pada masa kerajaanini, istilah Pancasila dikenali yangterdapat dalam buku Nagarakertagamakarangan Prapanca dan buku Sutasomakarangan Empu Tantular. Dalam bukutersebut istilah Pancasila di sampingmempunyai arti “berbatu sendi yang lima”(dalam bahasa Sansekerta), jugamempunyai arti “pelaksanaan kesusilaanyang lima” (Pancasila Krama), yaitu

1. Tidak boleh melakukan kekerasan 2. Tidak boleh mencuri 3. Tidak boleh berjiwa dengki 4. Tidak boleh berbohong 5. Tidak boleh mabuk minuman

keras (Darmodihardjo,1978: 6).

Kedua zaman, baik Sriwijaya maupunMajapahit dijadikan tonggak sejarah karenapada waktu itu bangsa telah memenuhisyarat- syarat sebagai bangsa yangmempunyai negara. Baik Sriwijaya maupunMajapahit waktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat, bersatu sertamempunyai wilayah yang meliputi seluruhNusantara. Pada zaman tersebut bangsaIndonesia telah mengalami kehidupan yanggemah ripah loh jinawi, tata tentrem, kerta raharja(Darmodihardjo dkk, 1991: 21). Selain zamankerajaan, masih banyak fase-fase yangharus

6

dilewati menuju Indonesia merdeka hingga

tergalinya Pancasila yang setelah sekian lama

tertimbun oleh penjajahan Belanda.

Sebagai salah satu tonggak sejarahyang merefleksikan dinamika kehidupankebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilaiPancasila adalah termanifestasi dalamSumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928yang berbunyi,

“Kami putra dan putri Indonesiamengaku bertumpah darah yang satu,tanah air Indonesia; Kami putra danputri Indonesia mengaku berbangsa

yang satu, bangsaIndonesia; Kamiputra dan putriIndonesiamenjunjung bahasapersatuan, bahasa

Indonesia.Penemuan kembaliPancasila sebagai jati

diri bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKIyang dilaksanakan pada 29 Mei sampai 1 Juni1945. Pada tanggal 1 Juni 1945

di depan sidang BPUPKI,Ir. Soekarno menyebutkanlima dasar bagiIndonesia merdeka.Sungguh pun Ir. Soekarnotelah mengajukan lima

Gambar:Suasana sidang BPUPKI Tahun 1945 (Sumber: ANRI)

sila dari dasar negara,beliau juga menawarkankemungkinan lain,sekiranya ada yang tidakmenyukai bilangan lima,sekaligus juga carabeliaumenunjukkan dasar dari segala

dasar kelima sila tersebut. Alternatifnyabisa diperas menjadi Tri Sila bahkan dapatdikerucutkan lagi menjadi Eka Sila. TriSila meliputi: socio-nationalisme, sociodemocratie dan ke- Tuhanan. Sedangkan EkaSila yang dijelaskan oleh Ir. Soekarnoyaitu “Gotong Royong” karena menurut Ir.Soekarno negara Indonesia yang kitadirikan haruslah negara gotong royong(Latif, 2011: 18-19). Tetapi yang lahirpada tanggal 1 Juni itu adalah namaPancasila (di

7 samping nama Trisila dan Ekasila yang tidakterpilih) (Notosusanto, 1981: 21). Ini bukanmerupakan kelemahan Ir. Soekarno, melainkanmerefleksikan keluasan wawasan dan kesiapanberdialog dari seorang negarawan besar.Faktanya Ir, Soekarno diakhir sejarah terbuktisebagai penggali Pancasila, dasar negara

Republik Indonesia.Setelah sidang

pertama BPUPKIdilaksanakan, terjadiperdebatan sengit yangdisebabkan perbedaanpendapat. Karena apabiladilihat lebih jauh paraanggota BPUPKIterdiri dari elitNasionalis netralagama, elit NasionalisMuslim dan elitNasionalis Kristen.Elit Nasionalis Muslimdi BPUPKI mengusulkanIslam sebagaidasar Negara, namundengan kesadaran yangdalam akhirnya terjadikompromi politik antara

Nasionalis netral agama dengan NasionalisMuslim untuk menyepakati Piagam Jakarta(22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”:

(Sumber: ANRI)

GambarIr. Soekarno mengucapkan pidato dalam Sidang BPUPKI Tahun 1945

“…dengan kewajiban menjalankan syariatIslam bagi pemeluk- pemeluknya” digantimenjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” (RisalahSidang BPUPKI, 1995; Anshari, 1981;Darmodihardjo, 1991). Kesepakatanpeniadaan tujuh kata itu dilakukan dengancepat dan legowo demi kepentingan nasionaloleh elit Muslim: Moh. Hatta; Ki BagusHadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokohmuslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiritidak ingin republik yang dibentuk inimerupakan negara berbasis agama tertentu(Eleson dalam Surono dan Endah (ed.),2010: 37).

Pada awal kelahirannya, menurutOnghokham dan Andi Achdian, Pancasilatidak lebih sebagai kontrak sosial. Haltersebut ditunjukkan oleh sengitnyaperdebatan dan negosiasi di tubuh BPUPKIdan PPKI ketika menyepakati dasar negarayang kelak digunakan Indonesia merdeka(Ali,

82009: 17). Inilah perjalanan The FoundingFathers yang begitu teliti mempertimbangkanberbagai kemungkinan dan keadaan agardapat melahirkan dasar negara yang dapatditerima semua lapisan masyarakatIndonesia.B. Pancasila Era Kemerdekaan

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atomdijatuhkan di kota Hiroshima oleh AmerikaSerikat yang mulai menurunkan moralsemangat tentara Jepang. Sehari kemudianBPUPKI berganti nama menjadi PPKImenegaskan keinginan dan tujuan mencapaikemerdekaan Indonesia. Bom atom keduadijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepangmenyerah kepada Amerika dan sekutunya.Peristiwa ini pun dimanfaatkan olehIndonesia untuk memproklamasikankemerdekaannya.

Untuk merealisasikan tekad tersebut,maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadiperundingan antara golongan muda dangolongan tua dalam penyusunan teks

proklamasi yang berlangsungsingkat, mulai pukul 02.00-04.00dini hari. Teks proklamasi sendiridisusun oleh Ir. Soekarno, Drs.

Gambar :

Moh. Hatta dan Mr. Ahmad

Teks Proklamasi IndonesiaMerdeka Soebardjo di ruang makanSumber:

1ray.wordpress.com Laksamana Tadashi Maedatepatnya di jalan Imam Bonjol No

1. Konsepnya sendiriditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (darigolongan muda) mengusulkan agar yangmenandatangani teks proklamasi itu adalahIr. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas namabangsa Indonesia. Kemudian teks proklamasiIndonesia tersebut diketik oleh SayutiMelik.

Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17

Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang

tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22

Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis

pemberontakan

9melawa

nimperialisme-kapitalisme dan

fasismeserta memuat

dasar

pembentukan NegaraRepubl

ikIndonesia. Piagam

Jakarta yangGambar: Pembacaan Teks Proklamasi

Indonesia Merdeka lebih tua dari Piagam PerjanjianSumber: id.wikipedia.org

San Francisco (26 Juni 1945) dan

Kapitulasi Tokyo

(15

Agustus

1945) itu ialah sumber berdaulat

yang memancarkan Proklamasi KemerdekaanRepublik Indonesia (Yamin, 1954: 16).Piagam Jakarta ini kemudian disahkan olehsidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945menjadi pembentukan UUD 1945, setelahterlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) katadari kalimat “Ketuhanan dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan YangMaha Esa.

Awal dekade 1950-an muncul inisiatifdari sejumlah tokoh yang hendak melakukaninterpretasi ulang terhadap Pancasila.Saat itu muncul perbedaan perspektif yangdikelompokkan dalam dua kubu. Pertama,

beberapa tokoh berusaha menempatkanPancasila lebih dari sekedar kompromipolitik atau kontrak sosial. Merekamemandang Pancasila tidak hanya kompromipolitik melainkan sebuah filsafat sosialatau weltanschauung bangsa. Kedua, merekayang menempatkan Pancasila sebagai sebuahkompromi politik. Dasar argumentasinyaadalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila padasaat itu benar-benar merupakan kompromipolitik di antara golongan nasionalisnetral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutantakdir Alisyahbana dkk) dan nasionalisIslam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampaiMuhammad Natsir dkk) mengenai dasarnegara.

10C. Pancasila Era OrdeLama

besar

Terdapat dua

pandangan

terhadap Dasar Negara

yangberpengaruh

terhadap

munculnya

Dekrit

Presiden.

Pandangan tersebut yaitu

Gambar: mereka yang memenuhiSuasana Saat Pembacaan DekritPresiden

Sumber: kubahidiologis.wordpress.com “anjuran” Presiden/ Pemerintahuntuk “kembali ke Undang-

Undang Dasar 1945” dengan

Pancasila sebagaimana dirumuskan dalamPiagam Jakarta sebagai Dasar Negara.Sedangkan pihak lainnya menyetujui‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”,tanpa cadangan, artinya dengan Pancasilaseperti yang dirumuskan dalam PembukaanUndang-Undang Dasar yang disahkan PPKItanggal 18 Agustus 1945 sebagai DasarNegara. Namun, kedua usulan tersebut tidakmencapai kuorum keputusan sidangkonstituante (Anshari, 1981: 99).

Majelis (baca: konstituante) inimenemui jalan buntu pada bulan Juni 1959.Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarnoturun tangan dengan sebuah Dekrit Presidenyang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli1959, yang kemudian dirumuskan di Istana

Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dandiumumkan secara resmi oleh presiden padatanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depanIstana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100).Dekrit Presiden tersebut berisi:1. Pembubaran konstituante; 2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali

berlaku; dan 3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara. Sosialisasi terhadap paham Pancasilayang konklusif

menjadi prelude penting bagi upaya

selanjutnya; Pancasila dijadikan “ideologi

negara” yang tampil hegemonik. Ikhtiar

tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno

memberi tafsir Pancasila sebagai satu

kesatuan paham dalam doktrin

11

“Manipol/USDEK”. Manifesto politik(manipol) adalah materi pokok dari pidatoSoekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul“Penemuan Kembali Revolusi Kita” yangkemudian ditetapkan oleh DewanPertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Belakangan, materi pidato tersebutdikukuhkan dalam Penetapan Presiden(Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan KetetapanMPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali,2009: 30). Manifesto politik RepublikIndonesia tersebut merupakan hasilperumusan suatu panitia yang dipimpin olehD.N. Aidit yang disetujui oleh DPA padatanggal 30 September 1959 sebagai haluannegara (Ismaun, 1978: 105).

Oleh karena itu, mereka yangberseberangan paham memilih taktik“gerilya” di dalam kekuasaan Ir. Soekarno.Mereka menggunakan jargon-jargon Ir.Soekarno dengan agenda yang berbeda.Taktik demikian digunakan oleh sebagianbesar kekuatan politik. Tidak hanya PKI,mereka yang anti komunisme pun sama (Ali,2009: 33). Walaupun kepentingan politikmereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila sebagaijustifikasi. Ir. Soekarno menghendaki

persatuan di antara beragam golongan danideologi termasuk komunis, di bawah satupayung besar, bernama Pancasila (doktrinManipol/USDEK), sementara golonganantikomunis mengkonsolidasi diri sebagaikekuatan berpaham Pancasila yang lebih“murni” dengan menyingkirkan pahamkomunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme)(Ali, 2009: 34).

Dengan adanya pertentangan yang sangat

kuat ditambah carut marutnya perpolitikan

saat itu, maka Ir. Soekarno pun

dilengserkan sebagai Presiden Indonesia,

melalui sidang MPRS.

12D. Pancasila Era Orde Baru Setel

ahlengsernya Ir.

Soekarno sebagaipreside

n,selanjutnya

Jenderal

Soeharto

yang memegang kendali terhadapnegeri ini. Dengan berpindahnyakursi kepresidenan tersebut, arah

Gambar : Jenderal Soeharto pemahamanterhadap

Pancasila

Sumber: barepsport.blogspot.compun mulai diperbaiki.

hari

lahir

Pada peringatan

Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soehartomengatakan, “Pancasila makin banyakmengalami ujian zaman dan makin bulattekad kita mempertahankan Pancasila”.Selain itu, Presiden Soeharto jugamengatakan, “Pancasila sama sekali bukansekedar semboyan untuk dikumandangkan,Pancasila bukan dasar falsafah negara yangsekedar dikeramatkan dalam naskah UUD,melainkan Pancasila harus diamalkan(Setiardja, 1994: 5).

Jadi, Pancasila dijadikan sebagaipolitical force di samping sebagai kekuatanritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan

sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwaPancasila sebagai pegangan hidup bangsaakan membuat bangsa Indonesia tidak loyo,bahkan jika ada pihak-pihak tertentu maumengganti, merubah Pancasila danmenyimpang dari Pancasila pasti digagalkan(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010:42).

Selanjutnya pada tahun 1968 PresidenSoeharto mengeluarkan Instruksi PresidenNomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduandalam mengucapkan Pancasila sebagai dasarnegara, yaitu:

Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha EsaDua : Kemanusiaan yang adil dan beradabTiga : Persatuan Indonesia

13Empat : Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Instruksi Presiden tersebut mulai berlakupada tanggal 13 April 1968.

Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkanketetapan (disingkat TAP) MPR NomorII/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatandan Pengamalan Pancasila (EkaprasetyaPancakarsa) yang salah satu pasalnyatepatnya Pasal 4 menjelaskan,

“Pedoman Penghayatan dan Pengamalanpancasila merupakan penuntun danpegangan hidup dalam kehidupanbermasyarakat berbangsa danbernegara bagi setiap warga negaraIndonesia, setiap penyelenggaranegara serta setiap lembagakenegaraan dan lembagakemasyarakatan, baik Pusat maupundi Daerah dan dilaksanakan secarabulat dan utuh”.Adapun nilai dan norma-norma yang

terkandung dalam Pedoman Penghayatan danPengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)berdasarkan ketetapan tersebut meliputi 36butir, yaitu:1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan agama dankepercayaan masing-masing menurutdasar kemanusiaan yang adil danberadab.

b. Hormat-menghormati dan bekerja samaantara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunanhidup.

c. Saling menghormati kebebasan

menjalankan ibadat sesuai dengan

agama dan kepercayaannya.

14d. Tidak memaksakan suatu agama dan

kepercayaan kepada orang lain. 2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab

a. Mengakui persamaan derajat, persamaanhak dan persamaan kewajiban antarasesama manusia.

b. Saling mencintai sesama manusia. c. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan

tepo seliro. d. Tidak semena-mena terhadap orang

lain. e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.g. Berani membela kebenaran dan

keadilan. h. Bangsa Indonesia merasa dirinya

sebagai bagian dari seluruh umatmanusia, karena itu dikembangkansikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Sila Persatuan Indonesia a. Menempatkan persatuan, kesatuan,

kepentingan dan keselamatan bangsadan negara di atas kepentinganpribadi dan golongan.

b. Rela berkorban untuk kepentinganbangsa dan negara.

c. Cinta tanah air dan bangsa. d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan

bertanah air Indonesia. e. Memajukan pergaulan demi persatuan

dan kesatuan bangsa yang ber-BhinnekaTunggal Ika.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan perwakilan. a. Mengutamakan kepentingan negara dan

masyarakat. b. Tidak memaksakan kehendak kepada

orang lain. c. Mengutamakan musyawarah dalam

mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

15

d. Musyawarah untuk mencapai mufakatdiliputi oleh semangat kekeluargaan.

e. Dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab menerima dan melaksanakan hasilkeputusan musyawarah.

f. Musyawarah dilakukan dengan akalsehat dan sesuai dengan hati nuraniyang luhur.

g. Keputusan yang diambil harusdipertanggungjawabkan secara moralkepada Tuhan Yang Maha Esa,menjunjung tinggi harkat dan martabatmanusia serta nilai-nilai kebenarandan keadilan.

5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyatIndonesia a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan

yang luhur yang mencerminkan sikapdan suasana kekeluargaan dankegotong-royongan.

b. Bersikap adil. c. Menjaga keseimbangan antara hak dan

kewajiban. d. Menghormati hak-hak orang lain. e. Suka memberi pertolongan kepada orang

lain. f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap

orang lain. g. Tidak bersifat boros. h. Tidak bergaya hidup mewah. i. Tidak melakukan perbuatan yang

merugikan kepentingan umum.

j. Suka bekerja keras. k. Menghargai hasil karya orang lain. l. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang

merata dan berkeadilan sosial.

Nilai-nilai Pancasila yang terdiriatas 36 butir tersebut, kemudian padatahun 1994 disarikan/dijabarkan kembalioleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu:Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir; SilaKedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila

16

Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; SilaKeempat, menjadi 10 (sepuluh) butir; danSila Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir.

Sumber hukum dan tata urutan peraturanperundang-undangan di negara Indonesiadiatur dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966. Ketetapan ini menegaskan,

“Amanat penderitaan rakyat hanyadapat diberikan dengan pengamalanPancasila secara paripurna dalamsegala segi kehidupan kenegaraandan kemasyarakatan dan denganpelaksanaan secara murni dankonsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untukmenegakkan Republik Indonesiasebagai suatu negara hukum yangkonstitusionil sebagaimana yangdinyatakan dalam pembukaan UUS1945” (Ali, 2009: 37).Ketika itu, sebagian golongan Islam

menolak reinforcing oleh pemerintah denganmenyatakan bahwa pemerintah akanmengagamakan Pancasila. KemarahanPemerintah tidak dapat dibendung sehinggaPresiden Soeharto bicara keras pada RapimABRI di Pekanbaru 27 Maret 1980. IntinyaOrba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD1945, malahan diperkuat sebagai comparatistideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah

Orde Baru merasa perlu membentengiPancasila dan TAP itu meski dengan gayamiliter. Tak seorang pun warga negaraberani keluar dari Pancasila (Pranotodalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 43).Selanjutnya pada bulan Agustus 1982Pemerintahan Orde Baru menjalankan “AzasTunggal” yaitu pengakuan terhadapPancasila sebagai Azas Tunggal, bahwasetiap partai politik harus mengakuiposisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa(Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010:43-44).

Dengan semakin terbukanya informasi

dunia, pada akhirnya pengaruh luar masuk

Indonesia pada akhir 1990-

17 an yang secara tidak langsung mengancamaplikasi Pancasila yang dilakukan olehpemerintah Orde Baru. Demikian pulademokrasi semakin santer mengkritik praktekpemerintah Orde Baru yang tidak transparandan otoriter, represif, korup dan manipulasipolitik yang sekaligus mengkritik praktekPancasila. Meski demikian kondisi inibertahan sampai dengan lengsernya PresidenSoeharto pada 21 Mei 1998 (Pranoto dalamDodo dan Endah (ed), 2010: 45).

E. Pancasila Era ReformasiPancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral

etik bagi negara dan aparat

pelaksana Negara,dalam

kenyataannya digunakan sebagaialat

legitimasi

politik.

Puncak

dari

keadaan

tersebut

ditandai

dengan hancurnya ekonomi

Gambar:nasional, maka

timbullahPengunduran Diri Soeharto

sebagaiPresiden Repbulik Indonesia berbagai gerakan masyarakatSumber: saputrafijai.blogspot.com yang dipelopori oleh mahasiswa,cendekiawa

n danmasyarak

atsebagai

gerakan

moral

politik

yang menuntut adanya “reformasi” di segala

bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan,2000: 245).

Saat Orde Baru tumbang, muncul fobiaterhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuksementara waktu seolah dilupakan karenahampir selalu identik dengan rezim OrdeBaru. Dasar negara itu berubah menjadiideologi tunggal dan satu- satunya sumbernilai serta kebenaran. Negara menjadi mahatahu mana yang benar dan mana yang salah.Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benakmasyarakat melalui indoktrinasi (Ali,2009: 50).

Dengan seolah-olah “dikesampingkannya”

Pancasila pada Era Reformasi ini, pada

awalnya memang tidak nampak suatu dampak

negatif yang berarti, namun

18 semakin hari dampaknya makin terasa danberdampak sangat fatal terhadap kehidupanberbangsa dan bernegara Indonesia. Dalamkehidupan sosial, masyarakat kehilangankendali atas dirinya, akibatnya terjadikonflik-konflik horisontal dan vertikalsecara masif dan pada akhirnya melemahkansendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsadan negara Indonesia. Dalam bidang budaya,kesadaran masyarakat atas keluhuran budayabangsa Indonesia mulai luntur, yang padaakhirnya terjadi disorientasi kepribadianbangsa yang diikuti dengan rusaknya moralgenerasi muda. Dalam bidang ekonomi, terjadiketimpangan-ketimpangan di berbagai sektordiperparah lagi dengan cengkeraman modalasing dalam perekonomian Indonesia. Dalambidang politik, terjadi disorientasi politikkebangsaan, seluruh aktivitas politikseolah-olah hanya tertuju pada kepentingankelompok dan golongan. Lebih dari itu,aktivitas politik hanya sekedar merupakanlibido dominandi atas hasrat untuk berkuasa,bukannya sebagai suatu aktivitasmemperjuangkan kepentingan nasional yangpada akhirnya menimbulkan carut marutkehidupan bernegara seperti dewasa ini(Hidayat, 2012).

Namun demikian, kesepakatan Pancasilamenjadi dasar Negara Republik Indonesiasecara normatif, tercantum dalam ketetapanMPR. Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998

Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasilasebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD1945 adalah dasar negara dari NegaraKesatuan Republik Indonesia harusdilaksanakan secara konsisten dalamkehidupan bernegara” (MD, 2011). Ketetapanini terus dipertahankan, meskipun ketikaitu Indonesia akan menghadapi AmandemanUndang-Undang Dasar Negara KesatuanRepublik Indonesia tahun 1945.

Selain kesepakatan Pancasila sebagai

dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber

hukum yang ditetapkan

1

9 dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000

Pasal 1 Ayat

(3) yang menyebutkan,“Sumber hukum dasar nasional adalahPancasila sebagaimana yang tertulisdalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, yaitu Ketuhanan Yang MahaEsa, Kemanusiaan yang adil danberadab, Persatuan Indonesia, danKerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, sertadengan mewujudkan suatu Keadilansosial bagi seluruh RakyatIndonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945”.Semakin memudarnya Pancasila dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara membuat khawatir berbagailapisan elemen masyarakat. Oleh sebab itu,sekitar tahun 2004 Azyumardi Azramenggagas perlunya rejuvenasi Pancasilasebagai faktor integratif dan salah satufundamen identitas nasional. Seruandemikian tampak signifikan karena prosesamandeman UUD 1945 saat itu sempatmemunculkan gagasan menghidupkan kembaliPiagam Jakarta (Ali, 2009: 51). Selainkeadaan di atas, juga terjadi terorisme

yang mengatasnamakan agama. Tidak lamakemudian muncul gejala Perda Syariah disejumlah daerah. Rangkaian gejala tersebutseakan melengkapi kegelisahan publikselama reformasi yang mempertanyakan arahgerakan reformasi dan demokratisasi.Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlahkalangan. Diskursus tentang Pancasilakembali menghangat dan meluas usaiSimposium Peringatan Hari Lahir Pancasilayang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal31 Mei 2006 (Ali, 2009: 52). SekretariatWapres Republik Indonesia, pada tahun2008/2009 secara intensif melakukandiskusi-diskusi untuk merevitalisasisosialisasi nilai-nilai Pancasila. Tahun2009 Dirjen Dikti, juga

20 membentuk Tim Pengkajian PendidikanPancasila di Perguruan Tinggi. Sementaraitu, beberapa perguruan tinggi telahmenyelenggarakan kegiatan sejenis, yaituantara lain: Kongres Pancasila diUniversitas Gadjah Mada, Simposium NasionalPancasila dan Wawasan Kebangsaan diUniversitas Pendidikan Indonesia, danKongres Pancasila di Universitas Udayana.Lebih dari itu MPR-RI melakukan kegiatansosialisasi nilai-nilai Pancasila yangdikenal dengan sebutan “Empat PilarKebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila,Undang-Undang Dasar tahun 1945, NegaraKesatuan Republik Indonesia dan BhinnekaTunggal Ika.

Akan tetapi, istilah “Empat PilarKebangsaan” ini menurut Kaelan (2012: 249-252) mengandung; 1) linguistic mistake(kesalahan linguistik) atau dapat puladikatakan kesalahan terminologi; 2)ungkapan tersebut tidak mengacu padarealitas empiris sebagaimana terkandungdalam ungkapan bahasa, melainkan mengacupada suatu pengertian atau ide, ‘berbangsadan bernegara’ itu dianalogikan bangunanbesar (gedung yang besar); 3) kesalahankategori (category mistake ), karena secaraepistemologis kategori pengetahuanPancasila, Undang-Undang Dasar 1945,Negara Kesatuan Republik Indonesia danBhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan

kategori yang sama. Ketidaksamaan ituberkaitan dengan realitas atau hakikatpengetahuannya, wujud pengetahuan,kebenaran pengetahuannya serta koherensipengetahuannya.

Selain TAP MPR dan berbagai aktivitasuntuk mensosialisasikan kembali Pancasiladalam kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara. Secara tegas Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 12 tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasanPasal 2 bahwa:

Penempatan Pancasila sebagai sumber

dari segala sumber hukum negara

adalah sesuai

21

dengan Pembukaan Undang-UndangDasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 alinea keempat yaituKetuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia, Kerakyatanyang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan, danKeadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

Menempatkan Pancasila sebagaidasar dan ideologi negara sertasekaligus dasar filosofis negarasehingga setiap materi muatanPeraturan Perundang-undangan tidakboleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalamPancasila.Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-

Undang ini penekanannya pada kedudukanPancasila sebagai dasar negara. Sudahbarang tentu hal tersebut tidak cukup.Pancasila dalam kedudukannya sebagaipandangan hidup bangsa perlu dihayati dandiamalkan oleh seluruh komponen bangsa.Kesadaran ini mulai tumbuh kembali,sehingga cukup banyak lembaga pemerintahdi pusat yang melakukan kegiatanpengkajian sosialisasi nilai-nilai

Pancasila. Salah satu kebijakan nasionalyang sejalan dengan semangat melestarikanPancasila di kalangan mahasiswa adalahPasal 35 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakanbahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajibmemuat mata kuliah Agama, Pancasila,Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.

Makna penting dari kajian historisPancasila ini ialah untuk menjagaeksistensi Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Karena itu seluruh komponenbangsa harus secara imperatif kategorismenghayati dan melaksanakan Pancasila baiksebagai Dasar Negara maupun sebagai

22

Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedomankepada nilai-nilai Pancasila dan PembukaanUUD 1945 dan secara konsisten menaatiketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD1945.[ ]

Daftar PustakaAbdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan

Pancasila di Indonesia, Yayasan Idayu,Jakarta.

Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila JalanKemaslahatan Berbangsa, Pustaka LP3ES,Jakarta.

Anshari, Endang Saifuddin, 1981, PiagamJakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah KonsensusNasional antara Nasionalis Islam dan Nasionalis“Sekular” tentang Dasar Negara RepublikIndonesia 1945-1959,Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Bandung.

Badan Pembinaan Pendidikan PelaksanaanPedoman Penghayatan dan PengamalanPancasila, 1994,Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP-7 Pusat, Jakarta.

Bahar, Safroedin, 1995, Risalah Sidang BadanPenyelidik Usaha-Usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia (BPUPKI), Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22Agustus 1945, Sekretariat NegaraRepublik Indonesia, Jakarta.

Darmodihardjo, D, 1978, Orientasi SingkatPancasila, PT. Gita Karya, Jakarta.

Darmodihardjo, D dkk., 1991, Santiaji PancasilaEdisi Revisi, Usaha Nasional,Surabaya.

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010,Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945dan Implementasinya,PSP-Press, Yogyakarta.

Hidayat, Arief, 2012, “Negara Hukum

Pancasila (Suatu Model Ideal

Penyelenggaraan Negara Hukum”,

Makalah pada Kongres Pancasila IV di

UGM Yogyakarta tanggal 31 Mei- 1 Juni

2012.

23Ismaun, 1978, Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat

Negara Republik Indonesia, Carya Remadja,Bandung.

Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma,Yogyakarta._____, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar

Berbangsa dan Bernegara, Paradigma,Yogyakarta.

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

MD, Moh. Mahfud, 2011, “ImplementasiNilai-nilai Pancasila dalamMenegakkan KonstitusionalitasIndonesia”, Makalah pada SarasehanNasional 2011 di Universitas GajahMada Yogyakarta tanggal 2-3 Mei 2011.

Notosusanto, Nugroho, 1981, Proses PerumusanPancasila Dasar Negara, PN Balai Pustaka,Jakarta.

Setiardja, A. Gunawan, 1994, Filsafat PancasilaBagian II: Moral Pancasila, UniversitasDiponegoro, Semarang.

Soekarno, 1989, Pancasila dan Perdamaian Dunia,CV Haji Masagung, Jakarta.

Suwarno, 1993, Pancasila Budaya BangsaIndonesia, Kanisius, Yogyakarta.

Yamin, Muhammad, 1954, Proklamasi dan Konstitusi

Republik Indonesia, Djambatan,

Jakarta/Amsterdam.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARADasar negara Indonesia, dalam

pengertian historisnya merupakan hasilpergumulan pemikiran para pendiri negara(The Founding Fathers) untuk menemukanlandasan atau pijakan yang kokoh untuk diatasnya didirikan negara Indonesiamerdeka. Walaupun rumusan dasar negara itubaru mengemuka pada masa persidangan BadanPenyelidik Usaha-Usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (BPUPKI), namunbahan-bahannya telah dipersiapkan sejakawal pergerakan kebangsaan Indonesia.Latif (2002: 5) menyebutkan bahwasetidaknya sejak dekade 1920-an pelbagaikreativitas intelektual mulai digagassebagai usaha mensintesiskan anekaideologi dan gugus pergerakan dalam rangkamembentuk “blok historis” (blok nasional)bersama demi mencapai kemerdekaan.

BPUPKI yang selanjutnya disebut dalambahasa Jepang sebagai Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai(Badan Persiapan Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan) dibentuk pada 29 April 1945sebagai realisasi janji kemerdekaanIndonesia pada 24 Agustus 1945 daripemerintah Jepang. Anggota BPUPKIberjumlah 63 orang, termasuk Dr. KRT.

Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua,Itibangase Yosio (anggota luar biasa yangberkebangsaan Jepang) dan R. PandjiSoeroso (merangkap Tata Usaha) masing-masing sebagai wakil ketua Pembicaraanmengenai rumusan dasar negara Indonesiamelalui sidang -sidang BPUPKI berlangsungdalam dua babak, yaitu: pertama, mulai 29Mei sampai 1 Juni 1945; dan kedua, mulai10 Juli sampai 17 Juli 1945.

Pergumulan pemikiran dalam sejarahperumusan dasar negara Indonesia bermuladari permintaan Dr. KRT. RadjimanWedyodiningrat, selaku Ketua BPUPKI pada29

24

25

Mei 1945 kepada anggota sidang untukmengemukakan dasar (negara) Indonesiamerdeka. Untuk merespon permintaan KetuaBPUPKI, maka dalam masa sidang pertama,yaitu 29 Mei sampai 1 Juni 1945, MuhammadYamin dan Soekarno mengajukan usulberhubungan dengan dasar negara. Soepomojuga menyampaikan pandangannya dalam masasidang ini namun hal yang dibicarakanterkait aliran atau paham kenegaraan,bukan mengenai dasar negara

Dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarnomenyebut dasar negara dengan menggunakanbahasa Belanda, philosophische grondslag bagiIndonesia merdeka.Philosophische grondslag itulah fundamen,filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya,jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untukdi atasnya didirikan gedung Indonesiamerdeka. Soekarno juga menyebut dasarnegara dengan istilah ‘weltanschauung ’ ataupandangan hidup (Saafroedin Bahar, AnandaB. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.),1995: 63, 69, 81, dan RM. A.B. Kusuma,2004: 117, 121, 128-129).

Susunan nilai atau prinsip yangmenjadi fundamen atau dasar negara padamasa sidang pertama BPUPKI tersebutberbeda-beda. Usul Soekarno mengenai dasarnegara yang disampaikan dalam pidato 1

Juni 1945 terdiri atas lima dasar. MenurutIsmaun, sebagaimana dikutip oleh Bakry(2010: 31), setelah mendapatkan masukandari seorang ahli bahasa, yaitu MuhammadYamin yang pada waktu persidangan duduk disamping Soekarno, lima dasar tersebutdinamakan oleh Soekarno sebagai‘Pancasila’.

Untuk menampung usulan-usulan yangbersifat perorangan, dibentuklah panitiakecil yang diketuai oleh Soekarno dandikenal sebagai ‘Panitia Sembilan’. Darirumusan usulan-usulan itu, PanitiaSembilan berhasil merumuskan RancanganMukadimah (Pembukaan) Hukum

26

Dasar yang dinamakan ‘Piagam Jakarta’ atauJakarta Charter oleh Muhammad Yamin pada 22 Juni 1945 Rumusan dasar negara yang secara sistematik tercantum dalam alinea keempat,bagian terakhir pada rancangan Mukadimah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ketuhanan dengan kewajibanmenjalankan syari’at Islam bagipemeluk-pemeluknya

2) Kemanusiaan yang adil danberadab

3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia

Sidang BPUPKI kedua, yaitu 10 Julisampai 17 Juli 1945 merupakan masapenentuan dasar negara Indonesia merdeka.Selain menerima Piagam Jakarta sebagaihasil rumusan Panitia Sembilan, dalam masasidang BPUPKI kedua juga dibentuk panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkanmenjadi tiga kelompok Panitia PerancangHukum Dasar. Sidang lengkap BPUPKI pada 14Juli 1945 mengesahkan naskah rumusanPanitia Sembilan berupa Piagam Jakartasebagai Rancangan Mukadimah Hukum Dasar

(RMHD) dan menerima seluruh RancanganHukum Dasar (RHD) pada hari berikutnya,yaitu 16 Agustus 1945 yang sudah selesaidirumuskan dan di dalamnya termuat PiagamJakarta sebagai Mukadimah.

Setelah sidang BPUPKI berakhir pada 17Juli 1945, maka pada 9 Agustus 1945 badantersebut dibubarkan oleh pemerintah Jepangdan dibentuklah Panitia PersiapanKemerdekaan atau dalam bahasa Jepangdisebut Dokuritsu Zyunbi Inkai yang kemudiandikenal sebagai ‘Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) denganmengangkat Soekarno sebagai ketua dan Moh.Hatta

27sebagai wakil ketua. Panitia ini memilikiperanan yang sangat penting bagipengesahan dasar negara dan berdirinyanegara Indonesia yang merdeka. Panitiayang semula dikenal sebagai ‘BuatanJepang’ untuk menerima “hadiah”kemerdekaan dari Jepang tersebut, setelahtakluknya Jepang di bawah tentara Sekutupada 14 Agustus 1945 dan proklamasikemerdekaan negara Indonesia, berubahsifat menjadi ‘Badan Nasional’ Indonesiayang merupakan jelmaan seluruh bangsaIndonesia.

Dalam sidang pertama PPKI, yaitu pada 18Agustus 1945, berhasil disahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) yang disertai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.Sebelum pengesahan, terlebih dahuludilakukan perubahan atas Piagam Jakarta atauRancangan Mukadimah Hukum Dasar (RMHD) danRancangan Hukum Dasar (RHD). Pengesahan danpenetapan setelah dilakukan perubahan atasPiagam Jakarta tersebut tetap mencantumkanlima dasar yang diberi nama Pancasila. Atasprakarsa Moh, Hatta, sila ‘Ketuhanan dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya’, dalam Piagam Jakartasebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tersebut diubah menjadi‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Dengan demikian,Pancasila menurut Pembukaan UUD 1945 adalahsebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusiaan yang adil danberadab

3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia

28

Pancasila sebagai dasar negaraIndonesia sesuai dengan jiwa bangsaIndonesia, sebagaimana dikatakan olehSoekarno (1960: 42) bahwa dalam mengadakannegara Indonesia merdeka itu “harus dapatmeletakkan negara itu atas suatu meja statis yangdapat mempersatukan segenap elemen di dalam bangsaitu, tetapi juga harus mempunyai tuntunan dinamis kearah mana kita gerakkan rakyat, bangsa dan negaraini.” Selanjutnya Soekarno menegaskan denganberkata, “Saya beri uraian itu tadi agar saudara-saudara mengerti bahwa bagi Republik Indonesia, kitamemerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statisdan yang bisa menjadi leitstar dinamis. Leitstar adalahistilah dari bahasa Jerman yang berarti‘bintang pimpinan’. Lebih lanjut, Soekarnomengatakan, “Kalau kita mencari satu dasar yangstatis yang dapat mengumpulkan semua, dan jikalaukita mencari suatu leitstar dinamis yang dapat menjadiarah perjalanan, kita harus menggali sedalam-dalamnyadi dalam jiwa masyarakat kita sendiri…Kalau kita maumemasukkan elemen-elemen yang tidak ada di dalamjiwa Indonesia, tidak mungkin dijadikan dasar untukduduk di atasnya.”

A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 Berdasarkan ajaran Stuffen theory dariHans Kelsen,

menurut Abdullah (1984: 71), hubungan

Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun

1945dapat digambarkan sebagai berikut:

29

Gambar yang berbentuk piramidal diatas menunjukkan Pancasila sebagai suatucita-cita hukum yang berada di puncak segitiga. Pancasila menjiwai seluruh bidangkehidupan bangsa Indonesia. Dengan katalain, gambar piramidal tersebut mengandungpengertian bahwa Pancasila adalah cerminandari jiwa dan cita-cita hukum bangsaIndonesia.

Pancasila sebagai cerminan dari jiwadan cita-cita hukum bangsa Indonesiatersebut merupakan norma dasar dalampenyelenggaraan bernegara dan yang menjadisumber dari segala sumber hukum sekaligussebagai cita hukum (recht-idee), baiktertulis maupun tidak tertulis diIndonesia. Cita hukum inilah yangmengarahkan hukum pada cita-cita bersamabangsa Indonesia. Cita- cita ini secaralangsung merupakan cerminan kesamaan-

kesamaan kepentingan di antara sesamawarga bangsa.

Dalam pengertian yang bersifat yuridiskenegaraan, Pancasila yang berfungsisebagai dasar negara tercantum dalamAlinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun1945, yang dengan jelas menyatakan,“...maka disusunlah Kemerdekaan KebangsaanIndonesia itu dalam suatu

30Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yangterbentuk dalam suatu susunan NegaraIndonesia yang berkedaulatan rakyat denganberdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil beradab, PersatuanIndonesia, dan Kerakyatan yang dipimpinoleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, serta denganmewujudkan suatu keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia”.

Sesuai dengan tempat keberadaanPancasila yaitu pada Pembukaan UUD NRITahun 1945, maka fungsi pokok Pancasilasebagai dasar negara pada hakikatnyaadalah sumber dari segala sumber hukumatau sumber tertib hukum di Indonesia,sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRSNo. XX/MPRS/1966 (Jo. Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978). Hal ini mengandungkonsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruhperaturan perundang-undangan RepublikIndonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang,Peraturan Pemerintah, Keputusan Presidendan Peraturan-peraturan Pelaksanaanlainnya yang dikeluarkan oleh negara danpemerintah Republik Indonesia) harussejiwa dan sejalan dengan Pancasila.Dengan kata lain, isi dan tujuan PeraturanPerundang-undangan RI tidak bolehmenyimpang dari jiwa Pancasila.

Berdasarkan penjelasan di atas,hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUDNRI tahun 1945 dapat dipahami sebagaihubungan yang bersifat formal danmaterial. Hubungan secara formal, sepertidijelaskan oleh Kaelan (2000: 90 -91),menunjuk pada tercantumnya Pancasilasecara formal di dalam Pembukaan yangmengandung pengertian bahwa tata kehidupanbernegara tidak hanya bertopang pada asassosial, ekonomi, politik, akan tetapidalam perpaduannya dengan keseluruhan asasyang melekat padanya, yaitu perpaduanasas-asas kultural,

31

religius dan asas-asas kenegaraan yang

unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila.

Dalam hubungan yang bersifat formalantara Pancasila dengan Pembukaan UUD NRItahun 1945 dapat ditegaskan bahwa rumusanPancasila sebagai dasar Negara RepublikIndonesia adalah sebagaimana tercantumdalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alineakeempat. Menurut Kaelan (2000: 91),Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakanPokok Kaidah Negara yang Fundamentalsehingga terhadap tertib hukum Indonesiamempunyai dua macam kedudukan, yaitu: 1)sebagai dasarnya, karena Pembukaan itulahyang memberikan faktor -faktor mutlak bagiadanya tertib hukum Indonesia; 2)memasukkan dirinya di dalam tertib hukumtersebut sebagai tertib hukum tertinggi.

Pembukaan yang berintikan Pancasilamerupakan sumber bagi batang tubuh UUD NRItahun 1945. Hal ini disebabkan karenakedudukan hukum Pembukaan berbeda denganpasal-pasal atau batang tubuh UUD NRItahun 1945, yaitu bahwa selain sebagaiMukadimah, Pembukaan UUD NRI tahun 1945mempunyai kedudukan atau eksistensisendiri. Akibat hukum dari kedudukanPembukaan ini adalah memperkuat kedudukanPancasila sebagai norma dasar hukum

tertinggi yang tidak dapat diubah denganjalan hukum dan melekat pada kelangsunganhidup Negara Republik Indonesia.

Lebih lanjut, Kaelan (2000: 91 -92)menyatakan bahwa Pancasila adalahsubstansi esensial yang mendapatkankedudukan formal yuridis dalam PembukaanUUD NRI tahun 1945. Oleh karena itu,rumusan dan yuridiksi Pancasila sebagaidasar negara adalah sebagaimana terdapatdalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945.Perumusan Pancasila yang menyimpang dari

32

Pembukaan secara jelas merupakan perubahan

secara tidak sah atas Pembukaan UUD NRI

tahun 1945.

Adapun hubungan Pancasila denganPembukaan UUD NRI tahun 1945 secaramaterial adalah menunjuk pada materi pokokatau isi Pembukaan yang tidak lain adalahPancasila. Oleh karena kandungan materialPembukaan UUD NRI tahun 1945 yang demikianitulah maka Pembukaan UUD NRI tahun 1945dapat disebut sebagai Pokok Kaidah Negarayang Fundamental, sebagaimana dinyatakanoleh Notonagoro (tt.: 40), esensi atauinti sari Pokok Kaidah Negara yangFundamental secara material tidak lainadalah Pancasila.

Menurut pandangan Kaelan (2000: 92),bilamana proses perumusan Pancasila danPembukaan ditinjau kembali maka secarakronologis materi yang dibahas oleh BPUPKIyang pertama-tama adalah dasar filsafatPancasila, baru kemudian Pembukaan.Setelah sidang pertama selesai, BPUPKImembicarakan Dasar Filsafat NegaraPancasila dan berikutnya tersusunlahPiagam Jakarta yang disusun oleh PanitiaSembilan yang merupakan wujud pertamaPembukaan UUD NRI tahun 1945.

Dalam tertib hukum Indonesia diadakanpembagian yang hirarkis. Undang-Undang

Dasar bukanlah peraturan hukum yangtertinggi. Di atasnya masih ada dasarpokok bagi Undang- Undang Dasar, yaituPembukaan sebagai Pokok Kaidah Negara yangFundamental yang di dalamnya termuatmateri Pancasila. Walaupun Undang-UndangDasar itu merupakan hukum dasar NegaraIndonesia yang tertulis atau konstitusi,namun kedudukannya bukanlah sebagailandasan hukum yang terpokok.

Menurut teori dan keadaan, sebagaimana

ditunjukkan oleh Bakry (2010: 222), Pokok

Kaidah Negara yang Fundamental dapat

tertulis dan juga tidak tertulis. Pokok

Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan,

yaitu sebagai

33

hukum positif, dengan kekuasaan yang adadapat diubah walaupun sebenarnya tidaksah. Walaupun demikian, Pokok Kaidah yangtertulis juga memiliki kekuatan, yaitumemiliki formulasi yang tegas dan sebagaihukum positif mempunyai sifat imperatifyang dapat dipaksakan.

Pokok Kaidah yang tertulis bagi negaraIndonesia pada saat ini diharapkan tetapberupa Pembukaan UUD NRI tahun 1945.Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak dapatdiubah karena menurut Bakry (2010: 222),fakta sejarah yang terjadi hanya satu kalitidak dapat diubah. Pembukaan UUD NRItahun 1945 dapat juga tidak digunakansebagai Pokok Kaidah tertulis yang dapatdiubah oleh kekuasaan yang ada,sebagaimana perubahan ketatanegaraan yangpernah terjadi saat berlakunya MukadimahKonstitusi RIS 1949 dan Mukadimah UUDS1950.

Sementara itu, Pokok Kaidah yang tidaktertulis memiliki kelemahan, yaitu karenatidak tertulis maka formulasinya tidaktertentu dan tidak jelas sehingga mudahtidak diketahui atau tidak diingat.Walaupun demikian, Pokok Kaidah yang tidaktertulis juga memiliki kekuatan, yaitutidak dapat diubah dan dihilangkan olehkekuasaan karena bersifat imperatif moraldan terdapat dalam jiwa bangsa Indonesia

(Bakry, 2010: 223).Pokok Kaidah yang tidak tertulis

mencakup hukum Tuhan, hukum kodrat, danhukum etis. Pokok Kaidah yang tidaktertulis adalah fundamen moral negara,yaitu ‘Ketuhanan Yang Maha Esa menurutdasar kemanusiaan yang adil dan beradab.B. Penjabaran Pancasila dalam BatangTubuh UUD NRI Tahun 1945

Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung

pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana

kebatinan, cita-cita hukum dan cita-cita

moral bangsa Indonesia. Pokok-

34

pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsaIndonesia karena bersumber dari pandanganhidup dan dasar negara, yaitu Pancasila.Pokok-pokok pikiran yang bersumber dariPancasila itulah yang dijabarkan ke dalambatang tubuh melalui pasal -pasal UUD NRItahun 1945.

Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945yang memuat Pancasila dengan batang tubuhUUD NRI tahun 1945 bersifat kausal danorganis. Hubungan kausal mengandungpengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan penyebab keberadaan batang tubuhUUD NRI tahun 1945, sedangkan hubunganorganis berarti Pembukaan dan batang tubuhUUD NRI tahun 1945 merupakan satu kesatuanyang tidak terpisahkan. Dengandijabarkannya pokok-pokok pikiranPembukaan UUD NRI tahun 1945 yangbersumber dari Pancasila ke dalam batangtubuh, maka Pancasila tidak saja merupakansuatu cita-cita hukum, tetapi telahmenjadi hukum positif.

Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun1945, Pembukaan mengandung empat pokokpikiran yang diciptakan dan dijelaskandalam batang tubuh. Keempat pokok pikirantersebut adalah sebagai berikut.1) Pokok pikiran pertama berintikan

‘Persatuan’, yaitu; “negara melindungisegenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia dengan berdasaratas persatuan dengan mewujudkankeadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia”.

2) Pokok pikiran kedua berintikan‘Keadilan sosial’, yaitu; “negara hendakmewujudkan keadilan sosial bagi seluruhrakyat”.

3) Pokok pikiran ketiga berintikan

‘Kedaulatan rakyat’, yaitu; “negara yang

berkedaulatan rakyat, berdasar atas

kerakyatan dan permusyawaratan

perwakilan”.

35

4) Pokok pikiran keempat berintikan

‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yaitu;

“negara berdasar atas Ketuhanan Yang

Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’.Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa

aliran pengertian negara persatuanditerima dalam Pembukaan UUD NRI tahun1945, yaitu negara yang melindungi bangsaIndonesia seluruhnya. Negara, menurutpokok pikiran pertama ini, mengatasi pahamgolongan dan segala paham perorangan.Demikian pentingnya pokok pikiran ini makapersatuan merupakan dasar negara yangutama. Oleh karena itu, penyelenggaranegara dan setiap warga negara wajibmengutamakan kepentingan negara di ataskepentingan golongan atau perorangan.

Pokok pikiran kedua merupakan causafinalis dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945yang menegaskan tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokokpikiran ini, dapat ditentukan jalan danaturan-aturan yang harus dilaksanakandalam Undang- Undang Dasar sehingga tujuanatau cita- cita dapat dicapai denganberdasar kepada pokok pikiran pertama,yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwapokok pikiran keadilan sosial merupakan

tujuan negara yang didasarkan padakesadaran bahwa manusia Indonesiamempunyai hak dan kewajiban yang samauntuk menciptakan keadilan sosial dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara.

Pokok pikiran ketiga mengandungkonsekuensi logis yang menunjukkan bahwasistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar ataskedaulatan rakyat dan permusyawaratanperwakilan. Menurut Bakry (2010: 209),aliran ini sesuai dengan sifat masyarakatIndonesia. Kedaulatan rakyat dalam pokokpikiran ini merupakan sistem negara yangmenegaskan

36

kedaulatan sebagai berada di tangan rakyat

dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pokok pikiran keempat menuntutkonsekuensi logis, yaitu Undang-UndangDasar harus mengandung isi yang mewajibkanpemerintah dan lain- lain penyelenggaranegara untuk memelihara budi pekertikemanusiaan yang luhur dan memegang teguhcita-cita moral rakyat yang luhur. Pokokpikiran ini juga mengandung pengertiantaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa danpokok pikiran kemanusiaan yang adil danberadab sehingga mengandung maksudmenjunjung tinggi hak asasi manusia yangluhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yangluhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUDNRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsadan negara (Bakry, 2010: 210).

MPR RI telah melakukan amandemen UUDNRI tahun 1945 sebanyak empat kali yangsecara berturut-turut terjadi pada 19Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November2001, dan 10 Agustus 2002. Menurut Rindjin(2012: 245-246), keseluruhan batang tubuhUUD NRI tahun 1945 yang telah mengalamiamandemen dapat dikelompokkan menjadi tigabagian, yaitu: pertama, pasal-pasal yangterkait aturan pemerintahan negara dankelembagaan negara; kedua, pasal- pasal

yang mengatur hubungan antara negara danpenduduknya yang meliputi warga negara,agama, pertahanan negara, pendidikan, dankesejahteraan sosial; ketiga, pasal-pasalyang berisi materi lain berupa aturanmengenai bendera negara, bahasa negara,lambang negara, lagu kebangsaan, perubahanUUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan

Berdasarkan hasil- hasil amandemen dan

pengelompokan keseluruhan batang tubuh UUD

NRI tahun 1945, berikut disampaikan

beberapa contoh penjabaran

37

Pancasila ke dalam batang tubuh melalui

pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.

1. Sistem pemerintahan negara dankelembagaan negara a. Pasal 1 ayat (3): NegaraIndonesia adalah negara hukum.

Negara hukum yang dimaksud adalahnegara yang menegakkan supremasi hukumuntuk menegakkan kebenaran dankeadilan, dan tidak ada kekuasaan yangtidak dipertanggungjawabkan(akuntabel). Berdasarkan prinsipnegara hukum, penyelenggara negaratidak saja bertindak sesuai denganhukum tertulis dalam menjalankan tugasuntuk menjaga ketertiban dan keamanan,namun juga bermuara pada upayamencapai kesejahteraan umum,kecerdasan kehidupan bangsa, danperlindungan terhadap segenap bangsaIndonesia.

b. Pasal 3 Ayat (1): Majelis PermusyawaratanRakyat berwenang mengubah danmenetapkan Undang-Undang Dasar; Ayat (2): Majelis PermusyawaratanRakyat melantik Presiden dan/atauWakil Presiden; Ayat (3): Majelis PermusyawaratanRakyat hanya dapat memberhentikan

Presiden dan/atau Wakil Presiden dalammasa jabatannya menurut Undang-UndangDasar.

Wewenang atau kekuasaan MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR),sebagaimana disebutkan pada Pasal 3ayat (1), (2), dan (3) di atasmenunjukkan secara jelas bahwa MPRbukan merupakan penjelmaan seluruhrakyat Indonesia dan lembaga negaratertinggi. Ketentuan yang terkaitdengan wewenang atau kekuasaan MPRtersebut juga menunjukkan bahwa dalamketatanegaraan Indonesia

38

dianut sistem horizontal-fungsionaldengan prinsip saling mengimbangi dansaling mengawasi antarlembaga negara.

2. Hubungan antara negara danpenduduknya yang meliputi warga negara,agama, pertahanan negara, pendidikan,dan kesejahteraan sosial. a. Pasal 26 Ayat (2): Penduduk ialah warga negaraIndonesia dan orang asing yangbertempat tinggal di Indonesia.

Orang asing yang menetap diwilayah Indonesia mempunyai statushukum sebagai penduduk Indonesia.Sebagai penduduk, maka pada diri orangasing itu melekat hak dan kewajibansesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (berdasarkanprinsip yuridiksi teritorial)sekaligus tidak boleh bertentangandengan ketentuan hukum internasionalyang berlaku umum (general internationallaw).

b. Pasal 27 Ayat (3): Setiap warga negara berhakdan wajib ikut serta dalam upayapembelaan negara.

Pasal 27 ayat (3) tersebutbermaksud untuk memperteguh konsepyang dianut bangsa dan negaraIndonesia di bidang pembelaan negara,

yaitu bahwa upaya pembelaan negarabukan monopoli TNI, namun jugamerupakan hak sekaligus kewajibansetiap warga negara.

c. Pasal 29 Ayat (2): Negara menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.

Pasal 29 ayat (2) tersebut

menunjukkan bahwa negara menjamin

salah satu hak manusia yang paling

39

asasi, yaitu kebebasan beragama.Kebebasan beragama bukanlah pemberiannegara atau golongan tetapi bersumberpada martabat manusia sebagai ciptaanTuhan.

d. Pasal 31 Ayat (2): Setiap warga negara wajibmengikuti pendidikan dasar danpemerintah wajib membiayainya; Ayat (3): Pemerintah mengusahakan danmenyelenggarakan satu sistempendidikan nasional, yang meningkatkankeimanan dan ketaqwaan serta akhlakmulia dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa, yang diatur denganundang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut,pendidikan dasar menjadi wajib danbagi siapa pun yang tidak melaksanakankewajibannya akan dikenakan sanksi.Sementara itu, pemerintah wajibmembiayai kewajiban setiap warganegara dalam mendapatkan pendidikandasar. Hal ini menunjukkan bahwasetiap warga negara mempunyaipendidikan minimum yangmemungkinkannya untuk berpartisipasidalam proses pencerdasan kehidupanbangsa. Ketentuan ini jugamengakomodasi nilai-nilai dan

pandangan hidup bangsa Indonesiasebagai bangsa yang religius dantujuan sistem pendidikan nasional,yaitu untuk mencerdaskan kehidupanbangsa.

e. Pasal 33 Ayat (1): Perekonomian disusun sebagaiusaha bersama berdasar atas asaskekeluargaan.

Asas kekeluargaan dan prinsipperekonomian nasional dimaksudkansebagai rambu-rambu yang sangatpenting dalam upaya mewujudkandemokrasi ekonomi di Indonesia. Dasarpertimbangan kepentingannya tiada lainadalah seluruh sumber

40daya ekonomi nasional digunakansebaik-baiknya sesuai dengan pahamdemokrasi ekonomi yang mendatangkanmanfaat optimal bagi seluruh warganegara dan penduduk Indonesia.

f. Pasal 34 Ayat (2): Negara mengembangkan sistemjaminan sosial bagi seluruh rakyat danmemberdayakan masyarakat yang lemahdan tidak mampu sesuai dengan martabatkemanusiaan.

Dari ketentuan pasal 34 ayat (2)tersebut dapat diperoleh pengertianbahwa sistem jaminan sosial merupakanbagian upaya mewujudkan Indonesiasebagai negara kesejahteraan (welfarestate) sehingga rakyat dapat hidupsesuai dengan harkat dan martabatkemanusiaan.

3. Materi lain berupa aturan benderanegara, bahasa negara, lambang negara,dan lagu kebangsaan a. Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah SangMerah Putih. b. Pasal 36Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

c. Pasal 36A Lambang Negara ialah Garuda Pancasiladengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

d. Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.

Bendera, bahasa, lambang, dan lagukebangsaan merupakan simbol yangmempersatukan seluruh bangsa Indonesiadi tengah perubahan dunia yang tidakjarang berpotensi mengancam keutuhandan kebersamaan sebuah negara danbangsa, tak terkecuali bangsa dannegara Indonesia (MPR RI, 2011: 187).Dalam pengertian yang simbolik itu,bendera, bahasa, lambang, dan lagukebangsaan

41

memiliki makna penting untuk

menunjukkan identitas dan kedaulatan

negara dan bangsa Indonesia dalam

pergaulan internasional.

C. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial BudayaDan Hankam Pokok -pokok pikiran persatuan,

keadilan sosial, kedaulatan rakyat, danKetuhanan Yang Maha Esa yang terkandungdalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan pancaran dari Pancasila. Empatpokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasarnegara, yaitu Undang- Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945.

Penjabaran keempat pokok pikiranPembukaan ke dalam pasal -pasal UUD NRItahun 1945 mencakup empat aspek kehidupanbernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosialbudaya, dan pertahanan keamanan yangdisingkat menjadi POLEKSOSBUD HANKAM.Aspek politik dituangkan dalam pasal 26,pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspekekonomi dituangkan dalam pasal 27 ayat(2), pasal 33, dan pasal 34. Aspek sosialbudaya dituangkan dalam pasal 29, pasal31, dan pasal 32. Aspek pertahanan

keamanan dituangkan dalam pasal 27 ayat(3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276).

Pasal 26 ayat (1) dengan tegasmengatur siapa-siapa saja yang dapatmenjadi warga negara Republik Indonesia.Selain orang berkebangsaan Indonesia asli,orang berkebangsaan lain yang bertempattinggal di Indonesia, mengakui Indonesiasebagai tanah airnya dan bersikap setiakepada Negara Republik Indonesia yangdisahkan oleh undang-undang sebagai warganegara dapat juga menjadi warga negaraRepublik Indonesia. Pasal 26 ayat(2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga

negara Indonesia dan orang asing yang

bertempat tinggal di

42Indonesia. Adapun pada pasal 29 ayat (3)dinyatakan bahwa syarat-syarat menjadiwarga negara dan penduduk Indonesia diaturdengan undang-undang.

Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaankedudukan warga negara di dalam hukum danpemerintahan dengan tidak ada kecualinya.Ketentuan ini menunjukkan adanyakeseimbangan antara hak dan kewajiban, dantidak ada diskriminasi di antara warganegara baik mengenai haknya maupunmengenai kewajibannya.

Pasal 28 menetapkan hak warga negaradan penduduk untuk berserikat danberkumpul, mengeluarkan pikiran denganlisan dan tulisan dan sebagainya, yangdiatur dengan undang-undang. Dalamketentuan ini, ditetapkan adanya tiga hakwarga negara dan penduduk yang digabungkanmenjadi satu, yaitu: hak kebebasanberserikat, hak kebebasan berkumpul, danhak kebebasan untuk berpendapat.

Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atasadalah penjabaran dari pokok- pokokpikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaanyang adil dan beradab yang masing-masingmerupakan pancaran dari sila keempat dankedua Pancasila. Kedua pokok pikiran iniadalah landasan bagi kehidupan nasionalbidang politik di negara Republik

Indonesia.Berdasarkan penjabaran kedua pokok

pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakannegara dalam bidang politik harus berdasarpada manusia yang merupakan subjekpendukung Pancasila, sebagaimana dikatakanoleh Notonagoro (1975: 23) bahwa yangberketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan, danberkeadilan adalah manusia. Manusia adalahsubjek negara dan oleh karena itu politiknegara harus berdasar dan merealisasikanharkat dan martabat manusia di dalamnya.

43

Hal ini dimaksudkan agar sistem politik

negara dapat menjamin hak-hak asasi

manusia.

Dengan kata lain, pembuatan kebijakannegara dalam bidang politik di Indonesiaharus memperhatikan rakyat yang merupakanpemegang kekuasaan atau kedaulatan beradadi tangan rakyat. Rakyat merupakan asalmula kekuasaan dan oleh karena itu,politik Indonesia yang dijalankan adalahpolitik yang bersumber dari rakyat, bukandari kekuasaan perseorangan atau kelompokdan golongan, sebagaimana ditunjukkan olehKaelan (2000: 238) bahwa sistem politik diIndonesia bersumber pada penjelmaanhakikat manusia sebagai makhluk individudan makhluk sosial dalam wujud dankedudukannya sebagai rakyat.

Selain itu, sistem politik yangdikembangkan adalah sistem yangmemperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. Dalam hal ini,kebijakan negara dalam bidang politikharus mewujudkan budi pekerti kemanusiaandan memegang teguh cita-cita moral rakyatyang luhur untuk mencapai keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwatiap-tiap warga negara berhak ataspekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan. Ketentuan ini memancarkanasas kesejahteraan atau asas keadilansosial dan kerakyatan yang merupakan hakasasi manusia atas penghidupan yang layak.

Pasal 33 ayat (1) menyatakanperekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasar atas asas kekeluargaan, sedangkanpada ayat (2) ditetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negaradan yang menguasai hajat hidup orangbanyak dikuasai oleh negara, dan pada ayat(3) ditegaskan bahwa bumi dan air dankekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya kemakmuran

44

rakyat. Ayat (1) pada pasal ini

menunjukkan adanya hak asasi manusia atas

usaha perekonomian, sedangkan ayat

(2) menetapkan adanya hak asasi manusiaatas kesejahteraan sosial.

Selanjutnya pada pasal 33 ayat (4)ditetapkan bahwa perekonomian nasionaldiselenggarakan berdasar atas demokrasiekonomi dengan prinsip kebersamaan,efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,berwawasan lingkungan, kemandirian, sertadengan menjaga keseimbangan kemajuan dankesatuan ekonomi nasional. Sesuai denganpernyataan ayat (5) pasal ini, makapelaksanaan seluruh ayat dalam pasal 33diatur dalam undang-undang.

Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fakirmiskin dan anak-anak yang terlantardipelihara oleh negara. Selanjutnya padaayat (2) dinyatakan negara mengembangkansistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatdan memberdayakan masyarakat yang lemahdan tidak mampu sesuai dengan martabatkemanusiaan. Ketentuan dalam ayat (2) inimenegaskan adanya hak asasi manusia atasjaminan sosial.

Adapun pada pasal 34 ayat (4)ditetapkan bahwa negara bertanggung jawabatas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umumyang layak. Pelaksanaan mengenai isi pasalini, selanjutnya diatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakan pada ayat(5) pasal 34 ini.

Pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal34 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dankeadilan sosial yang masing -masingmerupakan pancaran dari sila keempat dankelima Pancasila. Kedua pokok pikiran iniadalah landasan bagi pembangunan sistemekonomi Pancasila dan kehidupan ekonominasional.

45

Berdasarkan penjabaran pokok-pokokpikiran tersebut, maka pembuatan kebijakannegara dalam bidang ekonomi di Indonesiadimaksudkan untuk menciptakan sistemperekonomian yang bertumpu padakepentingan rakyat dan berkeadilan. Salahsatu pemikiran yang sesuai dengan maksudini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yangdilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimanadikutip oleh Kaelan (2000: 239), yaitupengembangan ekonomi bukan hanya mengejarpertumbuhan, melainkan demi kemanusiaan,demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengankata lain, pengembangan ekonomi tidak bisadipisahkan dengan nilai-nilai moralkemanusiaan.

Dengan demikian, sistem perekonomianyang berdasar pada Pancasila dan yanghendak dikembangkan dalam pembuatankebijakan negara bidang ekonomi diIndonesia harus terhindar dari sistempersaingan bebas, monopoli dan lainnyayang berpotensi menimbulkan penderitaanrakyat dan penindasan terhadap sesamamanusia. Sebaliknya, sistem perekonomianyang dapat dianggap paling sesuai denganupaya mengimplementasikan Pancasila dalambidang ekonomi adalah sistem ekonomikerakyatan, yaitu sistem ekonomi yangbertujuan untuk mencapai kesejahteraan

rakyat secara luas.Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara

berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.Menurut Penjelasan Undang-Undang Dasar,ayat (1) pasal 29 ini menegaskankepercayaan bangsa Indonesia terhadapTuhan Yang Maha Esa. Adapun dalam pasal 29ayat (2) ditetapkan bahwa negara menjaminkemerdekaan tiap- tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing danberibadat menurut agamanya dankepercayaannya itu. Ketentuan ini jelasmerupakan pernyataan tegas tentang hakasasi manusia atas kemerdekaan beragama.

46

Pasal 31 ayat (1) menetapkan setiapwarga negara berhak mendapat pendidikan.Ketentuan ini menegaskan bahwa mendapatpendidikan adalah hak asasi manusia.Selanjutnya pada ayat (2) pasal inidikemukakan bahwa setiap warga negarawajib mengikuti pendidikan dasar, danpemerintah wajib membiayainya. Dari ayat(2) pasal ini diperoleh pemahaman bahwauntuk mengikuti pendidikan dasar merupakankewajiban asasi manusia. Sebagai upayamemenuhi kewajiban asasi manusia itu, makadalam ayat(3) pasal ini diatur bahwa pemerintahwajib mengusahakan dan menyelenggarakansatu sistem pendidikan nasional yangmeningkatkan keimanan dan ketaqwaan sertaakhlak mulia dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa, yang diatur dalamundang-undang. Demikian pula, dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalamayat (4) pasal 31 ini ditetapkan bahwanegara memprioritaskan anggaran pendidikansekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen)dari APBN (Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara) serta dari APBD (AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah) untukmemenuhi kebutuhan penyelenggaraanpendidikan nasional. Dalam pasal 31 ayat

(5) ditetapkan pula bahwa pemerintahmemajukan ilmu pengetahuan dan teknologidengan menjunjung tinggi nilai-nilai agamadan persatuan bangsa untuk kemajuanperadaban serta kesejahteraan umatmanusia.

Pasal 32 ayat (1) menyatakan negaramemajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjaminkebebasan masyarakat dalam memelihara danmengembangkan nilai-nilai budayanya.Ketentuan menegaskan mengembangkan nilai-nilai budaya merupakan hak asasi manusia.Selanjutnya, ayat (2) pasal 32 menyatakannegara menghormati dan memelihara bahasadaerah sebagai kekayaan budaya nasional.

47Pasal 29, pasal 31, dan pasal 32 di

atas adalah penjabaran dari pokok-pokokpikiran Ketuhanan Yang Maha Esa,kemanusiaan yang adil dan beradab, danpersatuan yang masing-masing merupakanpancaran dari sila pertama, kedua, danketiga Pancasila. Ketiga pokok pikiran iniadalah landasan bagi pembangunan bidangkehidupan keagamaan, pendidikan, dankebudayaan nasional.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokokpikiran tersebut, maka implementasiPancasila dalam pembuatan kebijakan negaradalam bidang sosial budaya mengandungpengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuhdan berkembang dalam masyarakat Indonesiaharus diwujudkan dalam proses pembangunanmasyarakat dan kebudayaan di Indonesia.Menurut Koentowijoyo, sebagaimana dikutipoleh Kaelan (2000: 240), sebagai kerangkakesadaran, Pancasila dapat merupakandorongan untuk: 1) universalisasi, yaitumelepaskan simbol -simbol dari keterkaitanstruktur; dan 2) transendentalisasi, yaitumeningkatkan derajat kemerdekaan, manusia,dan kebebasan spiritual. Dengan demikian,Pancasila sebagai sumber nilai dapatmenjadi arah bagi kebijakan negara dalammengembangkan bidang kehidupan sosialbudaya Indonesia yang beradab, sesuaidengan sila kedua, kemanusiaan yang adil

dan beradab.Selain itu, pengembangan sosial budaya

harus dilakukan dengan mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia,yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidakdapat dilepaskan dari fungsi Pancasilasebagai sebuah sistem etika yangkeseluruhan nilainya bersumber dari harkatdan martabat manusia sebagai makhluk yangberadab. Perbenturan kepentingan politikdan konflik sosial yang pada gilirannyamenghancurkan sendi - sendi kehidupanbangsa Indonesia, seperti kebersamaan atau

48gotong royong dan sikap saling menghargaiterhadap perbedaan suku, agama, dan rasharus dapat diselesaikan melalui kebijakannegara yang bersifat humanis dan beradab.

Pasal 27 ayat (3) menetapkan bahwasetiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam pembelaan negara. Dalamketentuan ini, hak dan kewajiban warganegara merupakan satu kesatuan, yaitubahwa untuk turut serta dalam bela negarapada satu sisi merupakan hak asasimanusia, namun pada sisi lain merupakankewajiban asasi manusia.

Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dankewajiban setiap warga negara ikut sertadalam usaha pertahanan dan keamanannegara. Ketentuan ini menunjukkan bahwausaha pertahanan dan keamanan negaraadalah hak dan kewajiban asasi manusia.Pada ayat (2) pasal 30 ini dinyatakanbahwa usaha pertahanan dan keamanan negaradilaksanakan melalui sistem pertahanan dankeamanan rakyat semesta oleh TentaraNasional Indonesia dan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, sebagai kekuatanutama, dan rakyat sebagai kekuatanpendukung. Selanjutnya pada ayat (3) pasal30 ini juga dijelaskan bahwa TentaraNasional Indonesia terdiri atas AngkatanDarat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,

sebagai alat negara bertugasmempertahankan, melindungi, dan memeliharakeutuhan dan kedaulatan negara. Dalam ayat(4) pasal 30 dinyatakan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sebagai alat negarayang menjaga keamanan dan ketertibanmasyarakat bertugas melindungi, mengayomi,melayani masyarakat, serta menegakkanhukum. Ayat (5) pasal 30 menyatakansusunan dan kedudukan Tentara NasionalIndonesia, Kepolisian Negara RepublikIndonesia, hubungan kewenangan TentaraNasional Indonesia dan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia di dalam

49

menjalankan tugasnya, syarat -syaratkeikutsertaan warga negara dalam usahapertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dankeamanan diatur dengan undang-undang.

Pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 di atasadalah penjabaran dari pokok pikiranpersatuan yang merupakan pancaran darisila pertama Pancasila. Pokok pikiran iniadalah landasan bagi pembangunan bidangpertahanan keamanan nasional.

Berdasarkan penjabaran pokok pikiranpersatuan tersebut, maka implementasiPancasila dalam pembuatan kebijakan negaradalam bidang pertahanan keamanan harusdiawali dengan kesadaran bahwa Indonesiaadalah negara hukum. Dengan demikian dandemi tegaknya hak-hak warga negara,diperlukan peraturan perundang-undangannegara untuk mengatur ketertiban warganegara dan dalam rangka melindungi hak-hakwarga negara. Dalam hal ini, segalasesuatu yang terkait dengan bidangpertahanan keamanan harus diatur denganmemperhatikan tujuan negara untukmelindungi segenap wilayah dan bangsaIndonesia.

Pertahanan dan keamanan negara diaturdan dikembangkan menurut dasarkemanusiaan, bukan kekuasaan. Dengan kata

lain, pertahanan dan keamanan Indonesiaberbasis pada moralitas kemanusiaansehingga kebijakan yang terkait dengannyaharus terhindar dari pelanggaran hak-hakasasi manusia. Secara sistematis,pertahanan keamanan negara harus berdasarpada tujuan tercapainya kesejahteraanhidup manusia sebagai makhluk Tuhan YangMaha Esa (Sila pertama dan kedua),berdasar pada tujuan untuk mewujudkankepentingan seluruh warga sebagai warganegara (Sila ketiga), harus mampu menjaminhak-hak dasar, persamaan derajat sertakebebasan kemanusiaan (Sila keempat), danditujukan

50untuk terwujudnya keadilan dalam hidupmasyarakat (Sila kelima). Semua inidimaksudkan agar pertahanan dan keamanandapat ditempatkan dalam konteks negarahukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi danmembela wilayah negara dan bangsa, sertadalam mengayomi masyarakat.

Ketentuan mengenai empat aspekkehidupan bernegara, sebagaimana tertuangke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945tersebut adalah bentuk nyata dariimplementasi Pancasila sebagai paradigmapembangunan atau kerangka dasar yangmengarahkan pembuatan kebijakan negaradalam pembangunan bidang politik, ekonomi,sosial budaya, dan pertahanan keamanan diIndonesia. Berdasarkan kerangka dasarinilah, pembuatan kebijakan negaraditujukan untuk mencapai cita-citanasional kehidupan bernegara di Indonesia.[ ]

Daftar PustakaAbdullah, Rozali, 1984, Pancasila sebagai Dasar

Negara dan Pandangan Hidup Bangsa, CV.Rajawali, Jakarta.

Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, danNannie Hudawati (peny.), 1995, RisalahSidang Badan Penyelidik Usaha-UsahaPersiapan Kemerdekaan (BPUPKI), PanitiaPersiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei1945-22 Agustus 1945,Sekretariat Negara Republik

Indonesia, Jakarta. Bakry, Noor Ms., 2010,Pendidikan Pancasila, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.Kusuma, A.B., 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945,

Badan Penerbit Fakultas Hukum UniversitasIndonesia, Jakarta.

51Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,

Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

MPR RI, 2011, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 dan Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.

Notonagoro, 1975, Pancasila secara Ilmiah Populer,

Pantjuran Tujuh, Jakarta._________, tt., Pancasila Yuridis Kenegaraan,

Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.Rindjin, Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila untuk

Perguruan Tinggi, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

PANCASILASEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Ideologi di negara-negara yang barumerdeka dan sedang berkembang, menurutProf. W. Howard Wriggins, berfungsisebagai sesuatu yang “confirm and deepen theidentity of their people” (sesuatu yangmemperkuat dan memperdalam identitasrakyatnya). Namun, ideologi di negara-negara tersebut, menurutnya, sekedar alatbagi rezim-rezim yang baru berkuasa untukmelanggengkan kekuasaannya. Ideologi ialahalat untuk mendefinisikan aktivitaspolitik yang berkuasa, atau untukmenjalankan suatu politik “culturalmanagement”, suatu muslihat manajemenbudaya (Abdulgani, 1979: 20). Oleh sebabitu, kita akan menemukan beberapapenyimpangan para pelaksana ideologi didalam kehidupan di setiap negara.Implikasinya ideologi memiliki fungsipenting untuk penegas identitas bangsaatau untuk menciptakan rasa kebersamaansebagai satu bangsa. Namun di sisi lain,ideologi rentan disalahgunakan oleh elitpenguasa untuk melanggengkan kekuasaan.

Ideologi itu, menurut Oesman danAlfian (1990: 6), berintikan serangkaiannilai (norma) atau sistem nilai dasar yang

bersifat menyeluruh dan mendalam yangdimiliki dan dipegang oleh suatumasyarakat atau bangsa sebagai wawasanatau pandangan hidup bangsa mereka.Ideologi merupakan kerangkapenyelenggaraan negara untuk mewujudkancita-cita bangsa. Ideologi bangsa adalahcara pandang suatu bangsa dalammenyelenggarakan negaranya. Ideologiadalah suatu sistem nilai yang terdiriatas nilai dasar yang menjadi cita-citadan nilai instrumental yang berfungsisebagai metode atau cara mewujudkan cita-cita tersebut. Menurut Alfian (1990)

52

53

kekuatan ideologi tergantung pada kualitastiga dimensi yang terkandung di dalamdirinya.

Pertama, adalah dimensi realita, bahwanilai- nilai dasar yang terkandung dalamideologi itu secara riil berakar dan hidupdalam masyarakat atau bangsanya, terutamakarena nilai-nilai dasar tersebutbersumber dari budaya dan pengalamansejarahnya.

Kedua, dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandungidealisme, bukan lambungan angan-angan,yang memberi harapan tentang masa depanyang lebih baik melalui perwujudan ataupengalamannya dalam praktik kehidupanbersama mereka sehari-hari dengan berbagaidimensinya.

Ketiga, dimensi fleksibilitas ataudimensi pengembangan, bahwa ideologitersebut memiliki keluwesan yangmemungkinkan dan bahkan merangsangpengembangan pemikiran-pemikiran baru yangrelevan tentang dirinya, tanpamenghilangkan atau mengingkari hakikatatau jati diri yang terkandung dalamnilai-nilai dasarnya (Oesman dan Alfian,1990: 7-8).

Selain itu, menurut SoerjantoPoespowardojo (1990), ideologi mempunyai

beberapa fungsi, yaitu memberikan:1. Struktur kognitif, yaitu keseluruhanpengetahuan yang didapat merupakanlandasan untuk memahami dan menafsirkandunia dan kejadian-kejadian dalam alamsekitranya.

2. Orientasi dasar dengan membukawawasan yang memberikan makna sertamenunjukkan tujuan dalam kehidupanmanusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman danpegangan bagi seseorang untuk melangkahdan betindak.

4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk

menemukan identitasnya.

54

5. Kekuatan yang mampu menyemangati danmendorong seseorang untuk menjalankankegiatan dan mencapai tujuannya.

6.Pendidikan bagi seseorang atau masyarakatuntuk memahami,menghayati sertamemolakan tingkahlakunya sesuai denganorientasi dan norma-norma yang terkandungdi dalamnya (Oesman danAlfian, 1990: 48).

Dalam konteksIndonesia, PerhimpunanIndonesia (PI) yangdipimpin oleh Drs. Moh.Hatta (1926-1931) diBelanda, sejak 1924mulai merumuskankonsepsi ideologipolitiknya, bahwa tujuankemerdekaan politikharuslah didasarkan padaempat prinsip: persatuannasional, solidaritas,non-kooperasi dankemandirian (self-help)(Latif, 2011: 5).

Gambar: Drs. Moh. Hatta Sumber: id.wikipedia.org

Sekitar tahun yang sama,Tan Malaka mulai menulisbuku Naar de RepubliekIndonesia (Menuju

Republik Indonesia). Dia percaya bahwapaham kedaulatan rakyat memiliki akar yangkuat dalam tradisi masyarakat Nusantara.Keterlibatannya dengan organisasi komunisinternasional tidak melupakan kepekaannyauntuk memperhitungkan kenyataan-kenyataannasional dengan kesediaannya untukmenjalin kerjasama dengan unsur-unsurrevolusioner lainnya. Dia pernahmengusulkan kepada Komintern (KomunismeInternasional) agar komunisme di Indonesiaharus bekerjasama dengan Pan-Islamismekarena, menurutnya, kekuatan Islam diIndonesia tidak bisa diabaikan begitusaja. Hampir

55

bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto mulaimengidealisasikan suatu sintesis antaraIslam, sosialisme dan demokrasi (Latif,2011: 6).

Soepomo, dalamsidang BPUPKI padatanggal 31 Mei 1945,memberikan tiga pilihanideologi, yaitu: (1)paham indvidualisme, (2)paham kolektivisme dan(3) paham integralistik.Beliau dengan sangatmeyakinkan menolak pahamindividualisme dankolektivisme, danmenyarankan pahamintegralistik yangdinilai sesuai

Gambar: Prof. Dr.Soepomo dengan

semangatkekeluargaanSumber:

id.wikipedia.orgyang berkembang

di pedesaan.

Paham integralistik merupakan kerangkakonseptual makro dari apa yang sudahmenjiwai rakyat kita di kesatuanmasyarakat yang kecil -kecil itu(Moerdiono dalam Oesman dan Alfian (ed),1990: 40).

Pancasila sebagai ideologi Indonesia

mempunyai ajaran-ajaran yang memangmengandung nilai-nilai yang terkandungdalam ideologi lain. Ajaran yang dikandungPancasila bahkan dipuji oleh seorangfilsuf Inggris, Bertrand Russel, yangmenyatakan bahwa Pancasila sebagaisintesis kreatif antara Declaration of AmericanIndependence (yang merepresentasikanideologi demokrasi kapitalis) denganManifesto Komunis (yang mereprensentasikanideologi komunis). Lebih dari itu, seorangahli sejarah, Rutgers, mengatakan, “Darisemua negara-negara Asia Tenggara,Indonesia-lah yang dalam Konstitusinya,pertama-tama dan paling tegas melakukanlatar belakang psikologis yangsesungguhnya daripada revolusi melawanpenjajah. Dalam filsafat negaranya, yaitu

56Pancasila, dilukiskannya alasan-alasansecara lebih mendalam dari revolusi-revolusi itu (Latif, 2011: 47). Daripendapat tersebut, Indonesia pun pernahmerasakan berkembangnya nilai-nilaiideologi-ideologi besar dunia berkembangdalam gerak tubuh pemerintahannya.A. Pancasila dan Liberalisme

Periode 1950-1959 disebut periodepemerintahan demokrasi liberal. Sistemparlementer dengan banyak partai politikmemberi nuansa baru sebagaimana terjadi didunia Barat. Ketidakpuasan dan gerakankedaerahan cukup kuat pada periode ini,seperti PRRI dan Permesta pada tahun 1957(Bourchier dalam Dodo dan Endah (ed),2010: 40). Keadaan tersebut mengakibatkanperubahan yang begitu signifikan dalamkehidupan bernegara.

Pada 1950- 1960 partai-partai Islamsebagai hasil pemilihan umum 1955 munculsebagai kekuatan Islam, yaitu Masyumi, NUdan PSII, yang sebenarnya merupakankekuatan Islam di Parlemen tetapi tidakdimanfaatkan dalam bentuk koalisi. MeskiPKI menduduki empat besar dalam Pemilu1955, tetapi secara ideologis belummerapat pada pemerintah. MengenaiPancasila itu dalam posisi yang tidak adaperubahan, artinya Pancasila adalah dasar

negara Republik Indonesia meski dengankonstitusi 1950 (Feith dalam Dodo danEndah (ed.), 2010: 40).

Indonesia tidak menerima liberalismedikarenakan individualisme Barat yangmengutamakan kebebasan makhluknya,sedangkan paham integralistik yang kitaanut memandang manusia sebagai individudan sekaligus juga makhluk sosial (Alfiandalam Oesman dan Alfian, 1990: 201).Negara demokrasi model Barat lazimnyabersifat sekuler, dan hal ini tidakdikehendaki oleh segenap elemen bangsaIndonesia (Kaelan, 2012: 254). Haltersebut diperkuat dengan pendapat Kaelanyang menyebutkan

57

bahwa negara liberal memberi kebebasankepada warganya untuk memeluk agama danmenjalankan ibadah sesuai dengan agamanyamasing-masing. Namun dalam negara liberaldiberikan kebebasan untuk tidak percayaterhadap Tuhan atau atheis, bahkan negaraliberal memberi kebebasan warganya untukmenilai dan mengkritik agama. Berdasarkanpandangan tersebut, hampir dapatdipastikan bahwa sistem negara liberalmembedakan dan memisahkan antara negaradan agama atau bersifat sekuler (Kaelan,2000: 231). Berbeda dengan Pancasila,dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esatelah memberikan sifat yang khas kepadanegara Indonesia, yaitu bukan merupakannegara sekuler yang memisah-misahkan agamadengan negara (Kaelan, 2000: 220).

Tentang rahasia negara-negara liberal,Soerjono Poespowardojo mengatakan bahwakekuatan liberalisme terletak dalammenampilkan individu yang memilikimartabat transenden dan bermodalkankebendaan pribadi. Sedangkan kelemahannyaterletak dalam pengingkaran terhadapdimensi sosialnya sehingga tersingkirtanggung jawab pribadi terhadapkepentingan umum (Soeprapto dalam Nurdin,2002: 40- 41). Karena alasan-alasan

seperti itulah antara lain kenapaIndonesia tidak cocok menggunakan ideologiliberalisme.B. Pancasila dan Komunisme

Dalam periode 1945-1950 kedudukanPancasila sebagai dasar negara sudah kuat.Namun, ada berbagai faktor internal daneksternal yang memberi nuansa tersendiriterhadap kedudukan Pancasila. Faktoreksternal mendorong bangsa Indonesia untukmenfokuskan diri terhadap agresi asingapakah pihak Sekutu atau NICA yang merasamasih memiliki Indonesia sebagaijajahannya. Di pihak lain, terjadipergumulan yang secara internal sudah

58

merongrong Pancasila sebagai dasar negara,untuk diarahkan ke ideologi tertentu,yaitu gerakan DI/TII yang akan mengubahRepublik Indonesia menjadi negara Islamdan Pemberontakan PKI yang ingin mengubahRI menjadi negara komunis (Marwati DjonedPoesponegoro dan Nugroho Notosusanto,1982/83 kemudian dikutip oleh Pranotodalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 39).

Pada tanggal 5 Juli 1959, PresidenSoekarno mengeluarkan Dekrit Presidenuntuk kembali ke UUD 1945, berarti kembalike Pancasila. Pada suatu kesempatan, Dr.Johanes Leimena pernah mengatakan, “Salahsatu faktor lain yang selalu dipandangsebagai sumber krisis yang palingberbahaya adalah komunisme. Dalam situasidi mana kemiskinan memegang peranan dandalam hal satu golongan saja menikmatikekayaan alam, komunisme dapat diterimadan mendapat tempat yang subur di tengah-tengah masyarakat”. Oleh karena itu,menurut Dr. Johanes Leimena, harus adausaha-usaha yang lebih keras untukmeningkatkan kemakmuran di daerahpedesaan. Cara lain untuk memberantaskomunisme ialah mempelajari dengan seksamaajaran-ajaran komunisme itu. Mempelajariajaran itu agar tidak mudah dijebak olehrayuan- rayuan komunisme. Bagi orang

Kristen, ajaran komunisme bisa menyesatkankarena bertentangan dengan ajaran Kristusdan falsafah Pancasila (Pieris, 2004:212).

Komunisme tidak pernah diterima dalamkehidupan masyarakat Indonesia. Hal inidisebabkan negara komunisme lazimnyabersifat atheis yang menolak agama dalamsuatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagainegara yang berdasar atas Ketuhanan YangMaha Esa, merupakan pilihan kreatif danmerupakan proses elektis inkorporatif.Artinya pilihan negara yang berdasar atasKetuhanan Yang Maha Esa adalah khas dannampaknya sesuai dengan kondisi objektifbangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).

59

Selain itu, ideologi komunis jugatidak menghormati manusia sebagai makhlukindividu. Prestasi dan hak milik individutidak diakui. Ideologi komunis bersifattotaliter, karena tidak membuka pintusedikit pun terhadap alam pikiran lain.Ideologi semacam ini bersifat otoriterdengan menuntut penganutnya bersikapdogmatis, suatu ideologi yang bersifattertutup. Berbeda dengan Pancasila yangbersifat terbuka, Pancasila memberikankemungkinan dan bahkan menuntut sikapkritis dan rasional. Pancasila bersifatdinamis, yang mampu memberikan jawabanatas tantangan yang berbeda-beda dalamzaman sekarang (Poespowardojo, 1989: 203-204).

Pelarangan penyebaran ideologi komunisditegaskan dalam Tap MPR No. XXV/MPRS/1966tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagaiorganisasi terlarang di seluruh wilayahNegara Republik Indonesia bagi PartaiKomunis Indonesia dan larangan setiapkegiatan untuk menyebarkan ataumengembangkan faham atau ajarankomunisme/marxisme dan leninisme yangdiperkuat dengan Tap MPR No. IX/MPR/1978dan Tap MPR No VIII/MPR/1983.C. Pancasila dan Agama

Pancasila yang di dalamnya terkandungdasar filsafat hubungan negara dan agamamerupakan karya besar bangsa Indonesiamelalui The Founding Fathers Negara RepublikIndonesia. Konsep pemikiran para pendirinegara yang tertuang dalam Pancasilamerupakan karya khas yang secaraantropologis merupakan local genius bangsaIndonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan,2012). Begitu pentingnya memantapkankedudukan Pancasila, maka Pancasila punmengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanyaTuhan milik semua orang dan berbagaiagama. Tuhan menurut terminologi Pancasilaadalah Tuhan Yang

60

Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanyasejalan dengan agama Islam, Kristen,Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme(Chaidar, 1998: 36).

Menurut Notonegoro (dalam Kaelan,2012: 47), asal mula Pancasila secaralangsung salah satunya asal mula bahan(Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa“bangsa Indonesia adalah sebagai asal darinilai-nilai Panasila, …yang digali daribangsa Indonesia yang berupa nilai-nilaiadat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilaireligius yang terdapat dalam kehidupansehari-hari bangsa Indonesia”.

Sejak zaman purbakala hingga pintugerbang (kemerdekaan) negara Indonesia,masyarakat Nusantara telah melewati ribuantahun pengaruh agama-agama lokal,(sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme danBudhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam,dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen(Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasomakarangan Empu Tantular dijumpai kalimatyang kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika.Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkapberbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna DharmaMangrua, artinya walaupun berbeda, satujua adanya, sebab tidak ada agama yangmempunyai tujuan yang berbeda (Hartono,

1992: 5).Kuatnya faham keagamaan dalam formasi

kebangsaan Indonesia membuat arus besarpendiri bangsa tidak dapat membayangkanruang publik hampa Tuhan. Sejak dekade1920-an, ketika Indonesia mulaidibayangkan sebagai komunitas politikbersama, mengatasi komunitas kultural dariragam etnis dan agama, ide kebangsaantidak terlepas dari Ketuhanan (Latif,2011: 67). Secara lengkap pentingnya dasarKetuhanan ketika dirumuskan oleh foundingfathers negara kita dapat dibaca pada pidatoIr. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketikaberbicara mengenai dasar negara(philosophische grondslag) yang menyatakan,

61“Prinsip Ketuhanan! Bukan sajabangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapimasing-masing orang Indonesiahendaknya ber-Tuhan. Tuhannyasendiri. Yang Kristen menyembahTuhan menurut petunjuk Isa AlMasih, yang Islam menurut petunjukNabi Muhammad s.a.w, orang Budhamenjalankan ibadatnya menurutkitab-kitab yang ada padanya.Tetapi marilah kita semuanya ber -Tuhan. Hendaknya negara Indonesiaialah negara yang tiap- tiaporangnya dapat menyembah Tuhannyadengan leluasa. Segenap rakyathendaknya ber-Tuhan. Secarakebudayaan yakni dengan tiada“egoisme agama”. Dan hendaknyaNegara Indonesia satu negara yangber-Tuhan” (Zoelva, 2012).Pernyataan ini mengandung dua arti

pokok. Pertama pengakuan akan eksistensiagama-agama di Indonesia yang, menurut Ir.Soekarno, “mendapat tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadapagama, Ir. Soekarno menegaskan bahwa“negara kita akan ber-Tuhan”. Bahkan dalambagian akhir pidatonya, Ir. Soekarnomengatakan, “Hatiku akan berpesta raya,jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa

Indonesia berasaskan Ketuhanan Yang MahaEsa”. Hal ini relevan dengan ayat (1) dan(2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).

Jelaslah bahwa ada hubungan antarasila Ketuhanan Yang Maha Esa dalamPancasila dengan ajaran tauhid dalamteologi Islam. Jelaslah pula bahwa silapertama Pancasila yang merupakan prima causaatau sebab pertama itu (meskipun istilahprima causa tidak selalu tepat, sebab Tuhanterus-menerus mengurus makhluknya),sejalan dengan beberapa ajaran tauhidIslam, dalam hal ini ajaran tentangtauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalampengertian

62

bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat- Nya danperbuatan-Nya. Ajaran ini juga diterimaoleh agama- agama lain di Indonesia(Thalib dan Awwas, 1999: 63).

Prinsip ke- Tuhanan Ir. Soekarno itudidapat dari - atau sekurang-kurangnyadiilhami oleh uraian-uraian dari parapemimpin Islam yang berbicara mendahuluiIr. Soekarno dalam Badan Penyelidik itu,dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem.Pemimpin Masyumi yang terkenal inimenerangkan bahwa dalam Badan Penyelidikitu Ir. Soekarno merupakan pembicaraterakhir; dan membaca pidatonya orangmendapat kesan bahwa pikiran-pikiran paraanggota yang berbicara sebelumnya telahtercakup di dalam pidatonya itu, dandengan sendirinya perhatian tertuju kepada(pidato) yang terpenting. Komentar Roem,“Pidato penutup yang bersifat menghimpunpidato-pidato yang telah diucapkansebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63).

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esamengandung makna bahwa manusia Indonesiaharus mengabdi kepada satu Tuhan, yaituTuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan ilah-ilahatau Tuhan-Tuhan lain yang bisamempersekutukannya. Dalam bahasa formal

yang telah disepakati bersama sebagaiperjanjian bangsa sama maknanya dengankalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan YangMaha Esa”. Di mana pengertian arti kataTuhan adalah sesuatu yang kita taatiperintahnya dan kehendaknya. Prinsip dasarpengabdian adalah tidak boleh punya duatuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan YangMaha Esa. Jadi itulah yang menjadi misiutama tugas para pengemban risalah untukmengajak manusia mengabdi kepada satuTuan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (KitabUlangan 6:4-5, Matius 6:24, Lukas 16: 13,Quran surat: Al Mu’minun [23]: 23 dan 32)(Mulyantoro, 2012).

63

Pada saat kemerdekaan, sekularisme danpemisahan agama dari negara didefinisikanmelalui Pancasila. Ini penting untuk dicatatkarena Pancasila tidak memasukkan katasekularisme yang secara jelas menyerukanuntuk memisahkan agama dan politik ataumenegaskan bahwa negara harus tidak memilikiagama. Akan tetapi, hal-hal tersebutterlihat dari fakta bahwa Pancasila tidakmengakui satu agama pun sebagai agama yangdiistimewakan kedudukannya oleh negara dandari komitmennya terhadap masyarakat yangplural dan egaliter. Namun, dengan hanyamengakui lima agama (sekarang menjadi 6agama: Islam, Kristen Katolik, KristenProtestan, Hindu, Budha dan Konghucu) secararesmi, negara Indonesia membatasi pilihanidentitas keagamaan yang bisa dimiliki olehwarga negara. Pandangan yang dominanterhadap Pancasila sebagai dasar negaraIndonesia secara jelas menyebutkan tempatbagi orang yang menganut agama tersebut,tetapi tidak bagi mereka yang tidakmenganutnya. Pemahaman ini juga memasukkankalangan sekuler yang menganut agamatersebut, tapi tidak memasukkan kalangansekuler yang tidak menganutnya. Seperti yangtelah ditelaah Madjid, meskipun Pancasilaberfungsi sebagai kerangka yang mengaturmasyarakat di tingkat nasional maupun lokal,sebagai individu orang Indonesia bisa dan

bahkan didorong untuk memiliki pandanganhidup personal yang berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).

Gagasan asas tunggal menimbulkan prodan kontra selama tiga tahun diundangkandalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985tentang Organisasi Kemasyarakatan yangmengharuskan mendaftar ulang bagi semuaORMAS dan sekaligus mengharuskan semuaORMAS menerima asas tunggal yang diberibatas akhir sampai tanggal 17 Juli 1987.Golongan yang kontra bukan menolakPancasila dan UUD 1945, melainkan adakekhawatiran bahwa dengan

64menghapuskan asas “Islam”, Pancasila akanmenjadi “agama baru” (Moesa, 2007: 123-124). Dalam perkembangannya, kyai yangtergabung dalam organisasi NU yang pertamakali menerima Pancasila sebagai AsasTunggal. KH. As’ad Syamsul Arifinmenegaskan bahwa sebagian besar kyai danumat Islam Indonesia berpendapat bahwamenerima Pancasila hukumnya wajib (Moesa,2007: 124) .

Dalam hubungan antara agama Islam danPancasila, keduanya dapat berjalan salingmenunjang dan saling mengokohkan. Keduanyatidak bertentangan dan tidak bolehdipertentangkan. Juga tidak harus dipilihsalah satu dengan sekaligus membuang danmenanggalkan yang lain. Selanjutnya KiaiAchamd Siddiq menyatakan bahwa salah satuhambatan utama bagi proporsionalisasi iniberwujud hambatan psikologis, yaitukecurigaan dan kekhawatiran yang datangdari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed),2010: 79).

Pancasila menjamin umat beragama dalammenjalankan ibadahnya. Dalam kalimatMenteri Agama (1983-1993), H. MunawirSjadzali menyatakan,

“Kata-kata ‘negara menjamin’ tidakdapat diartikan sekuler karenaapabila demikian, negara ataupemerintah harus hands off dari

segala pengaturan kebutuhan hukumbagi para pemeluk agama/kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dinegara sekuler Pemerintah tidakakan mendirikan tempat-tempatibadah (Ahmad, 1996: 9-10).Agama-agama dimandatkan oleh GBHN 1988

bahwa semua golongan beragama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

secara terus-menerus dan bersama-sama

meletakkan landasan moral, etika dan

spiritual yang

65

kokoh bagi pembangunan nasional sebagaipengalaman Pancasila (Soetarman, 1996:64). Dalam konteks pelaksanaan mandat GBHNini (meskipun GBHN secara formal sudahtidak berlaku tapi spirit hubungan agamadan pembangunan masih sesuai), maka agama-agama harus mampu mengembangkan kerja samadalam rangka menghadapi masalah-masalahyang dihadapi bersama (Soetarman, 1996:65).

Pancasila dan agama dapatdiaplikasikan seiring sejalan dan salingmendukung. Agama dapat mendorong aplikasinilai- nilai Pancasila, begitu pulaPancasila memberikan ruang gerak yangseluas-luasnya terhadap usaha-usahapeningkatan pemahaman, penghayatan danpengamalan agama (Eksan, 2000).Abdurrahman Wahid (Gusdur) pun menjelaskanbahwa sudah tidak relevan lagi untukmelihat apakah nilai- nilai dasar ituditarik oleh Pancasila dari agama-agamadan kepercayaan terhadap Tuhan Yang MahaEsa, karena ajaran agama-agama juga tetapmenjadi referensi umum bagi Pancasila, danagama-agama harus memperhitungkaneksistensi Pancasila sebagai “polisi lalulintas” yang akan menjamin semua pihakdapat menggunakan jalan raya kehidupan

bangsa tanpa terkecuali (Oesman danAlfian, 1990: 167-168).

Moral Pancasila bersifat rasional,objektif dan universal dalam arti berlakubagi seluruh bangsa Indonesia. MoralPancasila juga dapat disebut otonom karenanilai-nilainya tidak mendapat pengaruhdari luar hakikat manusia Indonesia, dandapat dipertanggungjawabkan secarafilosofis. Tidak dapat pula diletakkanadanya bantuan dari nilai-nilai agama,adat, dan budaya, karena secara de factonilai-nilai Pancasila berasal dari agama-agama serta budaya manusia Indonesia.Hanya saja nilai-nilai yang hidup tersebuttidak menentukan dasar-dasar

66

Pancasila, tetapi memberikan bantuan danmemperkuat (Anshoriy, 2008: 177).

Sejalan dengan pendapat tersebut,Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)menyatakan dalam Sambutan pada PeringatanHari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober2005.

Bangsa kita adalah bangsa yangrelijius; juga, bangsa yangmenjunjung tinggi, menghormati danmengamalkan ajaran agama masing-masing. Karena itu, setiap umatberagama hendaknya memahamifalsafah Pancasila itu sejalandengan nilai-nilai ajaran agamanyamasing-masing. Dengan demikian,kita akan menempatkan falsafahnegara di posisinya yang wajar.Saya berkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwa lima sila di dalamPancasila itu selaras dengan ajaranagama- agama yang hidup danberkembang di tanah air. Dengandemikian, kita dapat menghindariadanya perasaan kesenjangan antarameyakini dan mengamalkan ajaran -ajaran agama, serta untuk menerimaPancasila sebagai falsafah negara(Yudhoyono dalam Wildan (ed.),

2010: 172).Dengan penerimaan Pancasila oleh

hampir seluruh kekuatan bangsa, sebenarnyatidak ada alasan lagi untukmempertentangkan nilai- nilai Pancasiladengan agama mana pun di Indonesia.Penerimaan sadar ini memerlukan waktu lamatidak kurang dari 40 tahun dalamperhitungan Maarif, sebuah pergulatansengit yang telah menguras energi kitasebagai bangsa. Sebagai buah daripergumulan panjang itu, sekarang secarateoretik dari kelima nilai Pancasila tidaksatu pun lagi yang dianggap berlawanandengan agama. Sila pertama berupa“Ketuhanan Yang Maha

67Esa” dikunci oleh sila kelima “Keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”dari sudut pemahaman saya sebagai seorangMuslim, sejalan dan senyawa dengan doktrintauhid yang menuntut tegaknya keadilan dimuka bumi (Maarif, 2012).

Kaelan (dalam Wahyudi (ed.), 2009:243-246) memetakan persoalan yangmenyangkut hubungan agama denganPancasila, yang dikelompokkan dalam tigatahap, yaitu:

Pertama, terjadi ketika kaum“nasionalis” mengajukan Pancasila sebagaidasar filsafat negara menjelangkemerdekaan Indonesia. Para tokoh pendirinegara dari kelompok nasionalis Islam dannasionalis terlibat perdebatan tentangdasar filsafat dan ideologi negaraIndonesia yang akan didirikan kemudian.

Kedua, respon umat Islam terhadapPancasila tatkala pada tahun 1978pemerintah Orde Baru mengajukan P-4 untukdisahkan. Dalam hubungan ini pada awalnyabanyak tokoh-tokoh Islam merasa keberatan,namun kemudian menerimanya.

Ketiga, ketika tahun 1985 pemerintahmengajukan Pancasila sebagai asas tunggalbagi semua organsiasi politik dankemasyarakatan di Indonesia. Kebijakan inibanyak mendapatkan tantangan dari umatIslam bahkan terdapat beberapa ormas yang

dibekukan karena asas tersebut.Namun untuk menengahi permasalahan

tersebut, Abdurrahman Wahid (Oesman danAlfian (ed), 1990: 167-168) secaragamblang menyatakan bahwa “agama tetapmenjadi referensi umum bagi Pancasila, danagama-agama harus memperhitungkaneksistensi Pancasila sebagai “polisi lalulintas” yang menjamin semua pihak dapatmenggunakan jalan raya kehidupan bangsatanpa terkecuali”. Sejalan dengan pendapattersebut, tokoh

68

Masyumi, Muhammad Roem, berpendapat bahwakita sepakat tentang dasar negara mengenaiKetuhanan Yang Maha Esa, berarti bahwamasing-masing percaya kepada Tuhan menurutagamanya sendiri- sendiri, dengankesadaran bahwa bersama kita dapatmendirikan negara yang kuat sentosa karenaesensi dari agama, ialah hidup berbakti,menjunjung keadilan, cinta dan kasihsayang terhadap sesama makhluk (Roem danSalim, 1977: 116).

Bilamana dirinci, maka hubungan negaradengan agama menurut NKRI yang berdasarkanPancasila adalah sebagai berikut (Kaelan,2012: 215-216):a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan

Yang Maha Esa. b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa

yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa.Konsekuensinya setiap warga memiliki hakasasi untuk memeluk dan menjalankanibadah sesuai dengan agama masing-masing.

c. Tidak ada tempat bagi atheisme dansekularisme karena hakikatnya manusiaberkedudukan kodrat sebagai makhlukTuhan.

d. Tidak ada tempat bagi pertentanganagama, golongan agama, antar dan interpemeluk agama serta antar pemeluk agama.

e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama

karena ketakwaan itu bukan hasil peksaanbagi siapapun juga.

f. Memberikan toleransi terhadap orang laindalam menjalankan agama dalam negara.

g. Segala aspek dalam melaksanakan danmenyelenggatakan negara harus sesuaidengan nilai-nilai Ketuhanan yang MahaEsa terutama norma-norma Hukum positifmaupun norma moral baik moral agamamaupun moral para penyelenggara negara.

h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan

“…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.

69

Berdasarkan kesimpulan KongresPancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58),dijelaskan bahwa bangsa Indonesia adalahbangsa yang religius. Religiusitas bangsaIndonesia ini, secara filosofis merupakannilai fundamental yang meneguhkaneksistensi negara Indonesia sebagai negarayang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasarkerohanian bangsa dan menjadi penopangutama bagi persatuan dan kesatuan bangsadalam rangka menjamin keutuhan NKRI.Karena itu, agar terjalin hubungan selarasdan harmonis antara agama dan negara, makanegara sesuai dengan Dasar NegaraPancasila wajib memberikan perlindungankepada agama-agama di Indonesia.D. Penutup

Rodee dkk (1995: 54) menyatakan bahwahomogenitas kebudayaan adalah suatukekuatan luar biasa yang bekerja atas namaidentitas nasional. Pada paparanselanjutnya, secara implisit Rodeemenyatakan bahwa identitas nasional akanberpengaruh terhadap kestabilan negara.Realitas negara dan bangsa Indonesiateramat heterogen secara budaya, bahkanpaling heterogen di dunia, lebih dari itumerupakan negara kepulauan terbesar di

dunia. Kondisi tersebut mensyaratkanhadirnya ideologi negara yang dihayati dandiamalkan oleh seluruh komponen bangsa.

Implikasinya, fungsi ideologi negarabagi bangsa Indonesia amat pentingdibandingkan dengan pentingnya ideologibagi negara- negara lain terutama yangbangsanya homogen. Bagi bangsa Indonesia,ideologi sebagai identitas nasionalmerupakan prasyarat kestabilan negara,karena bangsa Indonesia merupakan bangsayang heterogen. Hadirnya ideologiPancasila tersebut, paling tidak akanberfungsi untuk: 1) menggambarkan cita-cita bangsa, ke

70

arah mana bangsa ini akan bergerak; 2)menciptakan rasa kebersamaan dalamkeluarga besar bangsa Indonesia sesuaidengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika; dan3) menggairahkan seluruh komponen bangsadalam mewujudkan cita-cita bangsa dannegara Republik Indonesia.

Ada ha-hal yang amat penting dalammelaksanakan ideologi negara Pancasila,agar ideologi tidak disalahgunakanterutama dijadikan alat untuk memperolehatau mempertahankan kekuasaan oleh elitpolitik. Maka untuk itu, bangsa Indonesiaharus melaksanakan nilai-nilaiinstrumental ideologi Pancasila yaitu taatasas terhadap nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada pada Pembukaan UUD 1945dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945.[ ]

Daftar PustakaAbdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan

Pancasila di Indonesia, Yayasan Idayu,Jakarta.

Ahmad, Amrullah dkk., 1996, Dimensi HukumIslam Dalam Sistem Hukum Nasional, GemaInsani, Depok.

Ali As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan

Kemaslahatan Berbangsa, Pustaka LP3ES,Jakarta.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed, 2007, Islam danNegara Sekular: Menegosiasikan Masa DepanSyariah, PT Mizan Pustaka, Bandung.

Anshoriy, HM. Nasruddin, 2008, Bangsa Gagal:Mencari Identitas Kebangsaan, LKiS,Yogyakarta.

Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur: JawabanIslam Terhadap Reformasi Total, DarulFalah, Jakarta.

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010,Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945dan Implementasinya,PSP-Press, Yogyakarta.

Eksan, Moch., 2000, Kiai Kelana, LkiS, Yogyakarta.

71

Hartono, 1992, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis,PT Rineka Cipta, Jakarta.

Kaelan, 2012, Problem Epistemologis Empat PilarBerbangsa dan Bernegara, Paradigma,Yogyakarta.

_____, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta._____, dalam Proceeding Kongres Pancasila

yang diselenggarakan di Yogtakartapada tanggal 30 Mei sampai 1 Juni2012.

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Maarif, Ahmad Syafii. 2012. “StrategiPelembagaan Nilai-Nilai Pancasiladalam Perspektif Agama, Sosial danBudaya”, Makalah pada KongresPancasila IV di UGM Yogyakartatanggal 31 Mei-1 Juli 2012.

Moesa, Ali Maschan, 2007, Nasionalisme KiaiKonstruksi Sosial Berbasis Agama, LKiS,Yogyakarta.

Mulyantoro, Heru. 2012. “Quantum LeapPancasila, Membangun Peradaban Bangsadengan Karakter Tuhan Yang Maha Esa”,Makalah pada Kongres Pancasila IV diUGM Yogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juni2012.

Nurdin, Encep Syarief, 2002, Konsep-Konsep

Dasar Ideologi: Perbandingan Ideologi BesarDunia, CV Maulana, Bandung.

Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.), 1990,Pancasila Sebagai Ideologi dalam BerbagaiBidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsadan Bernegara, BP-7 Pusat, Jakarta.

Pieris, John, 2004, Tragedi Maluku: Sebuah Krisis

Peradaban-Analisis Kritis Aspek: Politik, Ekonomi,

Sosial-budaya dan Keamanan, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta.

72Poespowardojo, Soerjono, 1989, Filsafat

Pancasila: Sebuah Pendekatan Sosio-Budaya,PT Gramedia, Jakarta.

Roem, Muhammad dan Agus Salim, 1977,Ketuhanan Yang Maha Esa dan LahirnyaPancasila, Bulan Bintang, Jakarta.

Rodee, Carlton Clymer dkk., 1995, PengantarIlmu Politik, PT RajaGrafindo Persada,Jakarta.

Soetarman dkk., 1996, Fundamentalisme, Agama-Agama dan Teknologi, PT BPK GunungMulia, Jakarta.

Thalib, Muhammad dan Irfan S Awwas, 1999,Doktrin Zionisme dan Idiologi Pancasila,Menguak Tabir Pemikiran Politik Founding FathersRepublik Indonesia, Wihdag Press,Yogyakarta.

Wahyudi, Agus dkk. (ed.), 2009, Proceeding:Kongres Pancasila, Pancasila dalam BerbagaiPerspektif, Sekretariat Jenderal danKepaniteraan dan Mahkamah Konstitusi,Jakarta.

Wildan, Dadan dkk. (ed.), 2010, PerspektifPemikiran SBY: Revitalisasi dan ReaktualisasiNilai-Nilai Agama, Pendidikan dan Sosial Budaya,Sekretariat Negara Republik Indonesia,Jakarta.

Zada, Khamami dan A. Fawaid Sjadzili

(Ed.), 2010, Nahdltul Ulama: DinamikaIdeologi dan Politik Kenegaraan, PT. KompasMedia Nusantara, Jakarta.

Zoelva, Hamdan, 2012, “Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam PerspektifKehidupan Beragama, Sosial dan BudayaMelalui Putusan MK”, Makalah yangdisajikan pada Kongres Pancasia IV diUGM Yogyakarta pada tanggal 31 Mei –1 Juni 2012.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFATPancasila merupakan filsafat bangsa

Indonesia mengandung pengertian sebagai hasilperenungan mendalam dari para tokoh pendirinegara (the founding fathers) ketika berusahamenggali nilai -nilai dasar dan merumuskandasar negara untuk di atasnya didirikan negaraRepublik Indonesia. Hasil perenungan itusecara resmi disahkan bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) tahun 1945 oleh Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus1945 sebagai Dasar Filsafat Negara RepublikIndonesia.

Kelima dasar atau prinsip yang terdapatdalam sila-sila Pancasila tersebut merupakansatu kesatuan bagian-bagian sehingga salingberhubungan dan saling bekerjasama untuk satutujuan tertentu sehingga dapat disebut sebagaisistem. Pengertian suatu sistem, sebagaimanadikutip oleh Kaelan (2000: 66) dari Shrode danDon Voich memiliki ciri-ciri sebagai berikut:1) suatu kesatuan bagian-bagian; 2) bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri; 3) saling berhubungan, salingketergantungan; 4) kesemuanya dimaksudkanuntuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan

sistem); dan 5) terjadi dalam suatu lingkunganyang kompleks.

Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasilayang berisi lima sila, yaitu Sila Ketuhananyang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil danBeradab, Sila Persatuan Indonesia, SilaKerakyatan yang dipimpin oleh HikmatKebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagiSeluruh Rakyat Indonesia, saling berhubunganmembentuk satu kesatuan sistem yang dalamproses bekerjanya saling melengkapi dalammencapai tujuan. Meskipun setiap sila padahakikatnya merupakan suatu asas sendiri,memiliki fungsi

73

74

sendiri-sendiri, namun memiliki tujuan

tertentu yang sama, yaitu mewujudkan

masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila.

Pancasila sebagai sistem filsafatmengandung pemikiran tentang manusia yangberhubungan denganTuhan, dengan diri sendiri,dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yangsemua itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Olehsebab itu, sebagai sistem filsafat, Pancasilamemiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lain yang ada di dunia,seperti materialisme, idealisme, rasionalisme,liberalisme, komunisme dan lain sebagainya.

Kekhasan nilai filsafat yang terkandungdalam Pancasila berkembang dalam budaya danperadaban Indonesia, terutama sebagai jiwa danasas kerohanian bangsa dalam perjuangankemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnyanilai filsafat Pancasila, baik sebagaipandangan hidup atau filsafat hidup(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwabangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional,memberikan identitas dan integritas sertamartabat bangsa dalam menghadapi budaya danperadaban dunia.

Menurut Darmodihardjo (1979: 86),

Pancasila adalah ideologi yang memiliki

kekhasan, yaitu:

1) Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esasebab Ketuhanan Yang Maha Esa mengandungarti bahwa manusia Indonesia percayaadanya Tuhan;

2) Kekhasan kedua, penghargaan kepadasesama umat manusia apapun suku bangsadan bahasanya;

3) Kekhasan ketiga, bangsa Indonesia

menjunjung tinggi persatuan bangsa;

75

4) Kekhasan keempat, kehidupan manusiaIndonesia bermasyarakat dan bernegaraberdasarkan atas sistem demokrasi; dan

5) Kekhasan kelima, keadilan sosial bagihidup bersama.

Kelahiran ideologi bersumber daripandangan hidup yang

dianut oleh suatu masyarakat. Pandangan hidupkemudian berbentuk sebagai keyakinan terhadapnilai tertentu yang diaktualisasikan dalamkehidupan masyarakat. Selain itu, ideologiberfungsi sebagai alat membangun solidaritasmasyarakat dengan mengangkat berbagaiperbedaan ke dalam tata nilai baru.

Sebagai ideologi, Pancasila berfungsimembentuk identitas bangsa dan negaraIndonesia sehingga bangsa dan negara Indonesiamemiliki ciri khas berbeda dari bangsa dannegara lain. Pembedaan ini dimungkinkan karenaideologi memiliki ciri selain sebagai pembedajuga sebagai pembatas dan pemisah dariideologi lain.A. Pengertian Filsafat

Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasaYunani, (philosophia ), tersusun dari kataphilos yang berarti cinta atau philia yangberarti persahabatan, tertarik kepada dankata sophos yang berarti kebijaksanaan,pengetahuan, ketrampilan, pengalaman

praktis, inteligensi (Bagus, 1996: 242).Dengan demikian philosophia secara harfiahberarti mencintai kebijaksanaan. Katakebijaksanaan juga dikenal dalam bahasaInggris, wisdom. Berdasarkan makna katatersebut maka mempelajari filsafat berartimerupakan upaya manusia untuk mencarikebijaksanaan hidup yang nantinya bisamenjadi konsep yang bermanfaat bagiperadaban manusia.

Suatu pengetahuan bijaksana akan

mengantarkan seseorang mencapai kebenaran.

Orang yang mencintai

76pengetahuan bijaksana adalah orang yangmencintai kebenaran. Cinta kebenaranadalah karakteristik dari setiap filsufdari dahulu sampai sekarang. Filsuf dalammencari kebijaksanaan, mempergunakan caradengan berpikir sedalam- dalamnya.Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam -dalamnya diharapkan merupakan pengetahuanyang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.

Adapun istilah ‘philosophos’ pertamakali digunakan oleh Pythagoras (572 -497SM) untuk menunjukkan dirinya sebagaipecinta kebijaksanaan (lover of wisdom),bukan kebijaksanaan itu sendiri. SelainPhytagoras, filsuf- filsuf lain jugamemberikan pengertian filsafat yangberbeda-beda. Oleh karena itu, filsafatmempunyai banyak arti, tergantung padabagaimana filsuf- filsuf menggunakannya.Berikut disampaikan beberapa pengertianfilsafat menurut beberapa filsuf, yaituantara lain:1) Plato (427-347 SM); filsafat adalahpengetahuan tentang segala yang ada atauilmu pengetahuan yang berminat mencapaikebenaran yang asli;

2) Aristoteles (384-322 SM); filsafatadalah ilmu pengetahuan yang meliputikebenaran, yang di dalamnya terkandungilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,

etika, ekonomi, politik, dan estetikaatau filsafat menyelidiki sebab dan asassegala benda;

3) Marcus Tullius Cicero (106-43 SM);filsafat adalah pengetahuan tentangsesuatu yang mahaagung dan usaha-usahauntuk mencapainya;

4) Immanuel Kant (1724-1804); filsafatitu ilmu pokok dan pangkal segalapengetahuan yang mencakup di dalamnyaempat persoalan, yaitu: “apakah yangdapat kita ketahui? (dijawab olehmetafisika), apakah yang dapat kitakerjakan? (dijawab oleh etika), sampaidi manakah pengharapan kita? (dijawaboleh antropologi)”.

77

Secara umum, filsafat merupakan ilmuyang berusaha menyelidiki hakikat segalasesuatu untuk memperoleh kebenaran.Berdasarkan pengertian umum ini, ciri-cirifilsafat dapat disebut sebagai usahaberpikir radikal, menyeluruh, danintegral, atau dapat dikatakan sebagaisuatu cara berpikir yang mengupas sesuatusedalam-dalamnya.

Sejak kemunculannya di Yunani, danmenyusul perkembangan pesat ilmupengetahuan, kedudukan filsafat kemudiandikenal sebagai The Mother of Science (indukilmu pengetahuan). Sebagai induk ilmupengetahuan, filsafat merupakan muara bagiilmu pengetahuan, termasuk ilmupengetahuan yang bersifat positivistik,seperti ilmu komunikasi dan teknologiinformasi yang baru saja muncul dalam erakemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK) saat ini. Demikian pula,dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lain,filsafat merupakan kegiatan intelektualyang metodis dan sistematis, namun lebihmenekankan aspek reflektif dalam menangkapmakna yang hakiki dari segala sesuatu.

Dalam Kamus Filsafat, Bagus (1996:242) mengartikan filsafat sebagai sebuah

pencarian. Beranjak dari arti harfiahfilsafat sebagai cinta akan kebijaksanaan,menurut Bagus (1996: 242-243), arti itumenunjukkan bahwa manusia tidak pernahsecara sempurna memiliki pengertianmenyeluruh tentang segala sesuatu yangdimaksudkan kebijaksanaan, namun terus-menerus harus mengejarnya. Berkaitandengan apa yang dilakukannya, filsafatadalah pengetahuan yang dimiliki rasiomanusia yang menembus dasar-dasar terakhirdari segala sesuatu. Filsafat menggumuliseluruh realitas, tetapi teristimewaeksistensi dan tujuan manusia.

78

Dalam pengertiannya sebagaipengetahuan yang menembus dasar-dasarterakhir dari segala sesuatu, filsafatmemiliki empat cabang keilmuan yang utama,yaitu:1) Metafisika; cabang filsafat yangmempelajari asal mula segala sesuatuyang-ada dan yang mungkin-ada.Metafisika terdiri atas metafisika umumyang selanjutnya disebut sebagaiontologi, yaitu ilmu yang membahassegala sesuatu yang-ada, dan metafisikakhusus yang terbagi dalam teodesi yangmembahas adanya Tuhan, kosmologi yangmembahas adanya alam semesta, danantropologi metafisik yang membahasadanya manusia.

2) Epistemologi; cabang filsafatmempelajari seluk beluk pengetahuan.Dalam epistemologi, terkandungpertanyaan-pertanyaan mendasar tentangpengetahuan, seperti kriteria apa yangdapat memuaskan kita untuk mengungkapkankebenaran, apakah sesuatu yang kitapercaya dapat diketahui, dan apa yangdimaksudkan oleh suatu pernyataan yangdianggap benar.

3) Aksiologi; cabang filsafat yangmenelusuri hakikat nilai. Dalamaksiologi terdapat etika yang membahas

hakikat nilai baik-buruk, dan estetikayang membahas nilai-nilai keindahan.Dalam etika, dipelajari dasar-dasarbenar-salah dan baik-buruk denganpertimbangan-pertimbangan moral secarafundamental dan praktis. Sedangkan dalamestetika, dipelajari kriteria-kriteriayang mengantarkan sesuatu dapat disebutindah.

4) Logika; cabang filsafat yang memuataturan-aturan berpikir rasional. Logikamengajarkan manusia untuk menelusuristruktur-struktur argumen yangmengandung kebenaran atau menggalisecara optimal pengetahuan manusiaberdasarkan bukti-buktinya. Bagi parafilsuf, logika merupakan alat utama yangdigunakan dalam meluruskan pertimbangan-pertimbangan rasional

79

mereka untuk menemukan kebenaran dari

problem-problem kefilsafatan.

B. Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila dapat didefinisikan

sebagai refleksi kritis dan rasionaltentang Pancasila sebagai dasar negara dankenyataan budaya bangsa, dengan tujuanuntuk mendapatkan pokok-pokokpengertiannya yang mendasar danmenyeluruh. Pancasila dikatakan sebagaifilsafat, karena Pancasila merupakan hasilpermenungan jiwa yang mendalam yangdilakukan oleh the founding fathers Indonesia,yang dituangkan dalam suatu sistem (AbdulGani, 1998).

Pengertian filsafat Pancasila secaraumum adalah hasil berpikir atau pemikiranyang sedalam-dalamnya dari bangsaIndonesia yang dianggap, dipercaya dandiyakini sebagai kenyataan, norma-normadan nilai- nilai yang benar, adil,bijaksana, dan paling sesuai dengankehidupan dan kepribadian bangsaIndonesia.

Filsafat Pancasila kemudiandikembangkan oleh Soekarno sejak 1955sampai kekuasaannya berakhir pada 1965.Pada saat itu Soekarno selalu menyatakanbahwa Pancasila merupakan filsafat asliIndonesia yang diambil dari budaya dan

tradisi Indonesia, serta merupakanakulturasi budaya India (Hindu-Buddha),Barat (Kristen), dan Arab (Islam).Filsafat Pancasila menurut Soeharto telahmengalami Indonesianisasi. Semua siladalam Pancasila adalah asli diangkat daribudaya Indonesia dan selanjutnyadijabarkan menjadi lebih rinci ke dalambutir-butir Pancasila.

Filsafat Pancasila dapat digolongkan

sebagai filsafat praktis sehingga filsafat

Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran

yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya

bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran

yang berwujud

80

filsafat Pancasila tersebut dipergunakansebagai pedoman hidup sehari- hari (way oflife atau weltanschauung ) agar hidup bangsaIndonesia dapat mencapai kebahagiaan lahirdan batin, baik di dunia maupun di akhirat(Salam, 1988: 23-24).

Sebagai filsafat, Pancasila memilikidasar ontologis, epistemologis, danaksiologis, seperti diuraikan di bawahini.1. Dasar Ontologis Pancasila

Dasar-dasar ontologis Pancasilamenunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itubenar-benar ada dalam realitas denganidentitas dan entitas yang jelas. Melaluitinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasilamengungkap status istilah yang digunakan, isidan susunan sila-sila, tata hubungan, sertakedudukannya. Dengan kata lain, pengungkapansecara ontologis itu dapat memperjelasidentitas dan entitas Pancasila secarafilosofis.

Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasarontologis Pancasila pada hakikatnya adalahmanusia yang memiliki hakikat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi dasar adanya

Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukungpokok sila-sila Pancasila secara ontologismemiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiriatas susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani danrohani, sifat kodrat manusia sebagai makhlukindividu dan sosial, serta kedudukan kodratmanusia sebagai makhluk pribadi berdirisendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang MahaEsa (Kaelan, 2002:72).

Ciri -ciri dasar dalam setiap sila

Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar

manusia yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan

yang bersifat dependen antara Pancasila dengan

manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat

dan kualitas

81

Pancasila amat bergantung pada manusiaIndonesia. Selain ditemukan adanya manusiaIndonesia sebagai pendukung pokok Pancasila,secara ontologis, realitas yang menjadikansifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasiladapat diungkap sehingga identitas dan entitasPancasila itu menjadi sangat jelas.

Soekarno menggunakan istilah Pancasilauntuk memberi lima dasar negara yang diajukan.Dua orang sebelumnya Soepomo dan MuhammadYamin meskipun menyampaikan konsep dasarnegara masing-masing tetapi tidak sampaimemberikan nama. Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI) atau Komite NasionalIndonesia Pusat (KNIP) yang didalamnya dudukSoekarno sebagai anggota, menggunakan istilahPancasila yang diperkenankan Soekarno menjadinama resmi Dasar Negara Indonesia yang isinyaterdiri dari lima sila, tidak seperti yangdiusulkan Soekarno melainkan seperti rumusanPPKI yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945alinea keempat.

Berhubung pengertian Pancasila merupakankesatuan, menurut Notonagoro (1983: 32), makalebih seyogyanya dan tepat untuk menulisistilah Pancasila tidak sebagai dua kata

“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata“Pancasila”. Penulisan Pancasila bukan duakata melainkan satu kata juga mencerminkanbahwa Pancasila adalah sebuah sistem bukan duabuah sistem.

Nama Pancasila yang menjadi identitas lima

dasar negara Indonesia adalah bukan istilah

yang diperkenalkan Soekarno tanggal 1 Juni

1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasila

yang ada dalam kitab Sutasoma, bukan yang ada

dalam Piagam Jakarta, melainkan yang ada dalam

alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

82Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul

pembentukannya, Pancasila memenuhi syaratsebagai dasar filsafat negara. Ada empat macamsebab (causa) yang menurut Notonagoro dapatdigunakan untuk menetapkan Pancasila sebagaiDasar Filsafat Negara, yaitu sebab berupamateri (causa material), sebab berupa bentuk (causaformalis), sebab berupa tujuan (causa finalis), dansebab berupa asal mula karya (causa eficient)(Notonagoro,1983: 25). Lebih jauh Notonagoromenjelaskan keempat causa itu seperti berikut.Pertama, bangsa Indonesia sebagai asal mulabahan (causa materialis) terdapat dalam adatkebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya; kedua, seorang anggota BadanPenyelidik Usaha-usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia (BPUPKI), yaitu Bung Karno yangkemudian bersama-sama Bung Hatta menjadiPembentuk Negara, sebagai asal mula bentukatau bangun (causa formalis) dan asal mula tujuan(causa finalis) dari Pancasila sebagai calon dasarfilsafat Negara; ketiga, sejumlah sembilanorang, di antaranya kedua beliau tersebutditambah dengan semua anggota BPUPKI yangterdiri atas golongan-golongan kebangsaan danagama, dengan menyusun rencana Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 tempat terdapatnyaPancasila, dan juga Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yangmenerima rencana tersebut dengan perubahansebagai asal mula sambungan, baik dalam artiasal mula bentuk maupun dalam arti asal mulatujuan dari Pancasila sebagai Calon DasarFilsafat Negara; keempat, Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai asal mulakarya (causa eficient), yaitu yang menjadikanPancasila sebagai Dasar Filsafat Negara yangsebelumnya ditetapkan sebagai calon DasarFilsafat Negara (Notonagoro, 1983: 25-26).

832. Dasar Epistemologis Pancasila

Epistemologi Pancasila terkait dengansumber dasar pengetahuan Pancasila. EksistensiPancasila dibangun sebagai abstraksi danpenyederhanaan terhadap realitas yang adadalam masyarakat bangsa Indonesia denganlingkungan yang heterogen, multikultur, danmultietnik dengan cara menggali nilai-nilaiyang memiliki kemiripan dan kesamaan untukmemecahkan masalah yang dihadapi masyarakatbangsa Indonesia (Salam, 1998: 29).

Masalah-masalah yang dihadapi menyangkutkeinginan untuk mendapatkan pendidikan,kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman.Pancasila itu lahir sebagai respon ataujawaban atas keadaan yang terjadi dan dialamimasyarakat bangsa Indonesia dan sekaligusmerupakan harapan. Diharapkan Pancasilamenjadi cara yang efektif dalam memecahkankesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakatbangsa Indonesia.

Pancasila memiliki kebenaran korespondensidari aspek epistemologis sejauh sila-sila itusecara praktis didukung oleh realita yangdialami dan dipraktekkan oleh manusiaIndonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber

pada manusia Indonesia dan lingkungannya.Pancasila dibangun dan berakar pada manusiaIndonesia beserta seluruh suasana kebatinanyang dimiliki.

Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa

Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi

bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam

semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan

negara tentang makna hidup serta sebagai dasar

bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

84

Dasar epistemologis Pancasila juga berkaiterat dengan dasar ontologis Pancasila karenapengetahuan Pancasila berpijak pada hakikatmanusia yang menjadi pendukung pokok Pancasila(Kaelan, 2002: 97). Secara lebih khusus,pengetahuan tentang Pancasila yang sila-siladi dalamnya merupakan abstraksi atas kesamaannilai-nilai yang ada dan dimiliki olehmasyarakat yang pluralistik dan heterogenadalah epistemologi sosial.

Epistemologi sosial Pancasila jugadicirikan dengan adanya upaya masyarakatbangsa Indonesia yang berkeinginan untukmembebaskan diri menjadi bangsa merdeka,bersatu, berdaulat dan berketuhanan Yang MahaEsa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, serta inginmewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

Sumber pengetahuan Pancasila dapatditelusuri melalui sejarah terbentuknyaPancasila. Dalam penelusuran sejarah mengenaikebudayaan yang berkait dengan lahirnyaPancasila sebagai dasar negara RepublikIndonesia telah diuraikan di depan yang secara

garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut.Akar sila-sila Pancasila ada dan berpijak padanilai serta budaya masyarakat bangsaIndonesia.

Nilai serta budaya masyarakat bangsaIndonesia yang dapat diungkap mulai awalsejarah pada abad IV Masehi di samping diambildari nilai asli Indonesia juga diperkayadengan dimasukkannya nilai dan budaya dariluar Indonesia. Nilai-nilai dimaksud berasaldari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilai-nilai demokrasi yang dibawa dari Barat.Berdasarkan realitas yang demikian maka dapatdikatakan bahwa secara epistemologispengetahuan Pancasila bersumber pada nilai danbudaya tradisional dan modern, budaya asli dancampuran.

85Selain itu, sumber historis itu, menurut

tinjauan epistemologis, Pancasila mengakuikebenaran pengetahuan yang bersumber dariwahyu atau agama serta kebenaran yangbersumber pada akal pikiran manusia sertakebenaran yang bersifat empiris berdasarkanpada pengalaman. Dengan sifatnya yang demikianmaka pengetahuan Pancasila mencerminkan adanyapemikiran masyarakat tradisional dan modern.3. Dasar Aksiologis Pancasila

Aksiologi terkait erat dengan penelaahanatas nilai. Dari aspek aksiologi, Pancasilatidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesiasebagai latar belakang, karena Pancasila bukannilai yang ada dengan sendirinya (given value)melainkan nilai yang diciptakan (created value)oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalamPancasila hanya bisa dimengerti denganmengenal manusia Indonesia dan latarbelakangnya.

Nilai berhubungan dengan kajian mengenaiapa yang secara intrinsik, yaitu bernilaidalam dirinya sendiri dan ekstrinsik ataudisebut instrumental, yaitu bernilai sejauhdikaitkan dengan cara mencapai tujuan. Padaaliran hedonisme yang menjadi nilai intrinsikadalah kesenangan, pada utilitarianisme adalah

nilai manfaat bagi kebanyakan orang (Smart,J.J.C., and Bernard Williams, 1973: 71).

Pancasila mengandung nilai, baik intrinsikmaupun ekstrinsik atau instrumental. Nilaiintrinsik Pancasila adalah hasil perpaduanantara nilai asli milik bangsa Indonesia dannilai yang diambil dari budaya luar Indonesia,baik yang diserap pada saat Indonesia memasukimasa sejarah abad IV Masehi, masa imperialis,maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawanSoekarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara,dan para pejuang kemerdekaan lainnya yangmengambil nilai-nilai modern saat belajar kenegara Belanda.

86Kekhasan nilai yang melekat dalam

Pancasila sebagai nilai intrinsik terletakpada diakuinya nilai-nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dankeadilan sosial sebagai satu kesatuan.Kekhasan ini yang membedakan Indonesia darinegara lain. Nilai-nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dankeadilan memiliki sifat umum universal. Karenasifatnya yang universal, maka nilai-nilai itutidak hanya milik manusia Indonesia, melainkanmanusia seluruh dunia.

Pancasila sebagai nilai instrumentalmengandung imperatif dan menjadi arah bahwadalam proses mewujudkan cita-cita negarabangsa, seharusnya menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dankeadilan sosial. Sebagai nilai instrumental,Pancasila tidak hanya mencerminkan identitasmanusia Indonesia, melainkan juga berfungsisebagai cara (mean ) dalam mencapai tujuan,bahwa dalam mewujudkan cita-cita negarabangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yangberketuhanan, berketuhanan yang adil danberadab, berpersatuan, berkerakyatan yangmenghargai musyawarah dalam mencapai mufakat,dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.Pancasila juga mencerminkan nilai realitas

dan idealitas. Pancasila mencerminkan nilairealitas, karena di dalam sila-sila Pancasilaberisi nilai yang sudah dipraktekkan dalamhidup sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Disamping mengandung nilai realitas, sila-silaPancasila berisi nilai-nilai idealitas, yaitunilai yang diinginkan untuk dicapai.

Menurut Kaelan (2002: 128), nilai-nilai

yang terkandung dalam sila I sampai dengan

sila V Pancasila merupakan cita-cita, harapan,

dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan

dalam kehidupannya. Namun, Pancasila yang pada

tahun 1945 secara formal menjadi das Sollen

bangsa Indonesia, sebenarnya

87

diangkat dari kenyataan riil yang berupaprinsip-prinsip dasar yang terkandung dalamadat -istiadat, kebudayaan dan kehidupankeagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia.Oleh karena itu, sebagaimana dikutip olehKaelan (2002: 129), Driyarkara menyatakanbahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasilamerupakan Sein im Sollen . Pancasila merupakanharapan, cita-cita, tapi sekaligus adalahkenyataan bagi bangsa Indonesia.

Nilai-nilai yang terkandung dalamPancasila mempunyai tingkatan dan bobot yangberbeda. Meskipun demikian, nilai-nilai itutidak saling bertentangan, bahkan salingmelengkapi. Hal ini disebabkan sebagai suatusubstansi, Pancasila merupakan satu kesatuanyang bulat dan utuh, atau kesatuan organik(organic whole). Dengan demikian berarti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasilamerupakan satu kesatuan yang bulat dan utuhpula. Nilai-nilai itu saling berhubungansecara erat dan nilai-nilai yang satu tidakdapat dipisahkan dari nilai yang lain. Ataunilai -nilai yang dimiliki bangsa Indonesia

itu akan memberikan pola (patroon) bagi sikap,tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia(Kaelan, 2002: 129).

Notonagoro (1983: 39) menyatakan bahwa isiarti dari Pancasila yang abstrak itu hanyaterdapat atau lebih tepat dimaksudkan hanyaterdapat dalam pikiran atau angan-angan,justru karena Pancasila itu merupakan cita-cita bangsa, yang menjadi dasar falsafah ataudasar kerohanian negara. Tidak berarti hanyatinggal di dalam pikiran atau angan-angansaja, tetapi ada hubungannya dengan hal-halyang sungguh-sungguh ada. Adanya Tuhan,manusia, satu, rakyat, dan adil adalah tidakbisa dibantah.

88

C. Hakikat Sila-Sila PancasilaKata ‘hakikat’ dapat diartikan sebagai

suatu inti yang terdalam dari segala sesuatuyang terdiri dari sejumlah unsur tertentu danyang mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisahdengan sesuatu lain dan bersifat mutlak.Ditunjukkan oleh Notonagoro (1975: 58),hakikat segala sesuatu mengandung kesatuanmutlak dari unsur-unsur yang menyusun ataumembentuknya. Misalnya, hakikat air terdiriatas dua unsur mutlak, yaitu hidrogen danoksigen. Kebersatuan kedua unsur tersebutbersifat mutlak untuk mewujudkan air. Dengankata lain, kedua unsur tersebut secarabersama-sama menyusun air sehingga terpisahdari benda yang lainnya, misalnya dengan batu,kayu, air raksa dan lain sebagainya.

Terkait dengan hakikat sila-sila

Pancasila, pengertian kata ‘hakikat’ dapat

dipahami dalam tiga kategori, yaitu:

1)Hakikat abstrak yang disebut juga sebagaihakikat jenis atau hakikat umum yangmengandung unsur-unsur yang sama, tetap dantidak berubah. Hakikat abstrak sila-silaPancasila menunjuk pada kata: ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dankeadilan. Menurut bentuknya, Pancasila

terdiri atas kata-kata dasar Tuhan, manusia,satu, rakyat, dan adil yang dibubuhi awalandan akhiran, berupa ke dan an (sila I, II,IV, dan V), sedangkan yang satu berupa perdan an (sila III). Kedua macam awalan danakhiran itu mempunyai kesamaan dalammaksudnya yang pokok, ialah membuat abstrakatau mujarad, tidak maujud atau lebih tidakmaujud arti daripada kata dasarnya(Notonagoro, 1967: 39).

2)Hakikat pribadi sebagai hakikat yang

memiliki sifat khusus, artinya terikat

kepada barang sesuatu. Hakikat pribadi

Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus

sila-sila Pancasila

89

yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adatistiadat, nilai-nilai agama, nilai-nilaikebudayaan, sifat dan karakter yang melekatpada bangsa Indonesia sehingga membedakanbangsa Indonesia dengan bangsa yang lain didunia. Sifat-sifat dan ciri -ciri ini tetapmelekat dan ada pada bangsa Indonesia.Hakikat pribadi inilah yang realisasinyasering disebut sebagai kepribadian, dantotalitas kongkritnya disebut kepribadianPancasila.

3) Hakikat kongkrit yang bersifat nyatasebagaimana dalam kenyataannya. Hakikatkongkrit Pancasila terletak pada fungsiPancasila sebagai dasar filsafat negara.Dalam realisasinya, Pancasila adalah pedomanpraktis, yaitu dalam wujud pelaksanaanpraktis dalam kehidupan negara, bangsa dannegara Indonesia yang sesuai dengankenyataan sehari-hari, tempat, keadaan danwaktu. Dengan realisasi hakikat kongkrititu, pelaksanaan Pancasila dalam kehidupannegara setiap hari bersifat dinamis,antisipatif, dan sesuai dengan perkembanganwaktu, keadaan, serta perubahan zaman(Notonagoro, 1975: 58-61).

Pancasila yang berisi lima sila, menurut

Notonagoro (1967: 32) merupakan satu kesatuanutuh. Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut,diuraikan sebagai berikut:1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalamstruktur yang bersifat hirarkis danberbentuk piramidal

Susunan secara hirarkis mengandungpengertian bahwa

sila-sila Pancasila memiliki tingkatan

berjenjang, yaitu sila yang ada di atas

menjadi landasan sila yang ada di bawahnya.

Sila pertama melandasi sila kedua, sila kedua

melandasi sila ketiga, sila ketiga melandasi

sila keempat, dan sila keempat melandasi sila

kelima. Pengertian matematika piramidal

digunakan untuk menggambarkan hubungan

hirarkis sila-sila Pancasila menurut

90

urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam

hal sifat-sifatnya (kwalitas). Dengan

demikian, diperoleh pengertian bahwa menurut

urut-urutannya, setiap sila merupakan

pengkhususan dari sila-sila yang ada

dimukanya.

Dalam susunan hirarkis dan piramidal, silaKetuhanan yang Maha Esa menjadi basiskemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatandan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan YangMaha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan,yang membangun, memelihara dan mengembangkanpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan danberkeadilan sosial. Demikian selanjutnya,sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandungsila-sila lainnya.

Secara ontologis, kesatuan sila-silaPancasila sebagai suatu sistem yang bersifathirarkis dan berbentuk piramidal tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut, sebagaimanadiungkapkan oleh Notonagoro (1984: 61 dan1975: 52, 57), bahwa hakikat adanya Tuhanadalah ada karena dirinya sendiri, Tuhansebagai causa prima. Oleh karena itu segalasesuatu yang ada termasuk manusia ada karena

diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagaiakibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapunmanusia adalah sebagai subjek pendukung pokoknegara, karena negara adalah lembagakemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuanhidup bersama yang anggotanya adalah manusia(sila kedua). Dengan demikian, negara adalahsebagai akibat adanya manusia yang bersatu(sila ketiga). Selanjutnya terbentuklahpersekutuan hidup bersama yang disebut rakyat.Rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negaradi samping wilayah dan pemerintah. Rakyatadalah totalitas individu-individu dalamnegara yang bersatu (sila keempat). Adapunkeadilan yang pada hakikatnya merupakan tujuanbersama atau keadilan sosial (sila kelima)

91

pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga

hidup bersama yang disebut negara.

2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasilayang saling mengisi dan salingmengkualifikasi

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapatdirumuskan pula

dalam hubungannya saling mengisi ataumengkualifikasi dalam kerangka hubunganhirarkis piramidal seperti di atas. Dalamrumusan ini, tiap-tiap sila mengandung empatsila lainnya atau dikualifikasi oleh empatsila lainnya. Untuk kelengkapan hubungankesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila yangdipersatukan dengan rumusan hirarkis piramidaltersebut, berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan salingmengkualifikasi.a) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esaadalah Ketuhanan yang berkemanusiaanyang adil dan beradab, yang berpersatuanIndonesia, yang berkerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yangberkeadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia;

b) Sila kedua; kemanusiaan yang adil danberadab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang

berpersatuan Indonesia, yangberkerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia;

c) Sila ketiga; persatuan Indonesiaadalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,berkemanusiaan yang adil dan beradab,yang berkerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, yangberkeadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia;

d) Sila keempat; kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan,

92adalah kerakyatan yang ber-KetuhananYang Maha Esa, berkemanusiaan yang adildan beradab, yang berpersatuanIndonesia, yang berkeadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia;

e) Sila kelima; keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia adalah keadilanyang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab,yang berkerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan (Notonagoro,1975: 43-44).[ ]

Daftar PustakaAbdul Gani, Ruslan, 1998, “Pancasila dan

Reformasi”, Makalah Seminar Nasional

KAGAMA, 8 Juli 1998, Yogyakarta.

Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, PT. Gramedia,Jakarta.

Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta._____, 2002, Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup

Bangsa Indonesia, Paradigma,Yogyakarta.

Notonagoro, 1967, Beberapa Hal Mengenai FalsafahPancasila; Pengertian Inti-Isi Mutlak Daripada

Pancasila Dasar Falsafah Negara, PokokPangkal Pelaksanaan Secara Murni DanKonsekuen,Cetakan Kedua, Pancuran Tudjuh, Jakarta.

_________, 1983, Pancasila Secara Ilmiah Populer,Cetakan Kelima, Bina Aksara,Jakarta.

Salam, H. Burhanuddin, 1998, FilsafatPancasilaisme,Rineka Cipta, Jakarta.

Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973,

Utilitarianism; For and Against, Cambridge

University Press, United Kingdom.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA1

Pancasila memiliki bermacam-macam fungsidan kedudukan, antara lain sebagai dasarnegara, pandangan hidup bangsa, ideologinegara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasilajuga sangat sarat akan nilai, yaitu nilaiketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatandan keadilan. Oleh karena itu, Pancasilasecara normatif dapat dijadikan sebagai suatuacuan atas tindakan baik, dan secara filosofisdapat dijadikan perspektif kajian atas nilaidan norma yang berkembang dalam masyarakat.Sebagai suatu nilai yang terpisah satu samalain, nilai-nilai tersebut bersifat universal,dapat ditemukan di manapun dan kapanpun.Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh,nilai-nilai tersebut memberikan ciri khususpada ke-Indonesia-an karena merupakan komponenutuh yang terkristalisasi dalam Pancasila.Meskipun para founding fathers mendapat pendidikandari Barat, namun causa materialis Pancasiladigali dan bersumber dari agama, adat dankebudayaan yang hidup di Indonesia. Olehkarena itu, Pancasila yang pada awalnyamerupakan konsensus politik yang memberi dasarbagi berdirinya negara Indonesia, berkembangmenjadi konsensus moral yang digunakan sebagaisistem etika yang digunakan untuk mengkaji

moralitas bangsa dalam konteks hubunganberbangsa dan bernegara.A. Apa itu Etika?

Dalam percakapan sehari-hari dan dalamberbagai tulisan sangat sering seseorangmenyebut istilah etika, meskipun sangatsering pula seseorang menggunakannyasecara tidak tepat. Sebagai contohpenggunaan istilah ‘etika1 Disampaikan dalam Seminar “Kurikulum/ModulPembelajaran Pendidikan Jarak Jauh Pancasila”, yangdiselenggarakan atas kerjasama UGM dan DIKTI diHotel Novotel Yogyakarta tanggal 28 November 2012.

93

94

pergaulan, etika jurnalistik, etikakedokteran’ dan lain-lain, padahal yangdimaksud adalah etiket, bukan etika. Etikaharus dibedakan dengan etiket. Etikaadalah kajian ilmiah terkait dengan etiketatau moralitas. Dengan demikian, makaistilah yang tepat adalah etiketpergaulan, etiket jurnalistik, etiketkedokteran, dan lain- lain. Etiket secarasederhana dapat diartikan sebagai aturankesusilaan/sopan santun.

Secara etimologis (asal kata), etikaberasal dari bahasa Yunani, ethos, yangartinya watak kesusilaan atau adat.Istilah ini identik dengan moral yangberasal dari bahasa Latin, mos yangjamaknya mores, yang juga berarti adat ataucara hidup. Meskipun kata etika dan moralmemiliki kesamaan arti, dalam pemakaiansehari-hari dua kata ini digunakan secaraberbeda. Moral atau moralitas digunakanuntuk perbuatan yang sedang dinilai,sedangkan etika digunakan untuk mengkajisistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13).Dalam bahasa Arab, padanan kata etikaadalah akhlak yang merupakan kata jamakkhuluk yang berarti perangai, tingkah lakuatau tabiat (Zakky, 2008: 20.)B. Aliran-aliran Besar Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga

teori/aliran besar, yaitu deontologi,

teleologi dan keutamaan. Setiap aliran

memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam

menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik

atau buruk.

1. Etika DeontologiEtika deontologi memandang bahwa tindakan

dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah

tindakan itu sesuai atau tidak dengan

kewajiban. Etika deontologi tidak

mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut,

baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika

seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi

kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori

ini adalah Immanuel Kant

95

(1734-1804). Kant menolak akibat suatu

tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan

tersebut karena akibat tadi tidak menjamin

universalitas dan konsistensi dalam bertindak

dan menilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).

Kewajiban moral sebagai manifestasi darihukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanamdalam setiap diri pribadi manusia yangbersifat universal. Manusia dalam dirinyasecara kategoris sudah dibekali pemahamantentang suatu tindakan itu baik atau buruk,dan keharusan untuk melakukan kebaikan dantidak melakukan keburukan harus dilakukansebagai perintah tanpa syarat (imperatifkategoris).

Kewajiban moral untuk tidak melakukankorupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpasyarat yang harus dilakukan oleh setiap orang.Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuantertentu yang akan diraih, namun karena secaramoral setiap orang sudah memahami bahwakorupsi adalah tindakan yang dinilai burukoleh siapapun. Etika deontologi menekankanbahwa kebijakan/tindakan harus didasari olehmotivasi dan kemauan baik dari dalam diri,

tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakanyang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7).

Ukuran kebaikan dalam etika deontologiadalah kewajiban, kemauan baik, kerja kerasdan otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakanbaik apabila dilaksanakan karena didasari olehkewajiban moral dan demi kewajiban moral itu.Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauanbaik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untukmelakukan perbuatan itu, dan tindakan yangbaik adalah didasarkan atas otonomi bebasnyatanpa ada paksaan dari luar.

96

2. Etika TeleologiPandangan etika teleologi berkebalikan

dengan etika deontologi, yaitu bahwa baikburuk suatu tindakan dilihat berdasarkantujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etikateleologi membantu kesulitan etika deontologiketika menjawab apabila dihadapkan padasituasi konkrit ketika dihadapkan pada duaatau lebih kewajiban yang bertentangan satudengan yang lain. Jawaban yang diberikan olehetika teleologi bersifat situasional yaitumemilih mana yang membawa akibat baik meskipunharus melanggar kewajiban, nilai norma yanglain.

Ketika bencana sedang terjadi situasibiasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini makamemenuhi kewajiban sering sulit dilakukan.Contoh sederhana kewajiban mengenakan helmbagi pengendara motor tidak dapat dipenuhikarena lebih fokus pada satu tujuan yaitumencari keselamatan. Kewajiban membayar pajakdan hutang juga sulit dipenuhi karenakehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaandemikian etika teleologi perlu dipertimbangkanyaitu demi akibat baik, beberapa kewajibanmendapat toleransi tidak dipenuhi.

Persoalan yang kemudian muncul adalahakibat yang baik itu, baik menurut siapa?

Apakah baik menurut pelaku atau menurut oranglain? Atas pertanyaan ini, etika teleologidapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoismeetis dan utilitarianismea) Egoisme etis memandang bahwa tindakanyang baik adalah tindakan yang berakibatbaik untuk pelakunya. Secara moralsetiap orang dibenarkan mengejarkebahagiaan untuk dirinya dan dianggapsalah atau buruk apabila membiarkandirinya sengsara dan dirugikan.

b) Utilitarianisme menilai bahwa baik

buruknya suatu perbuatan tergantung

bagaimana akibatnya terhadap

97banyak orang. Tindakan dikatakan baikapabila mendatangkan kemanfaatan yangbesar dan memberikan kemanfaatan bagisebanyak mungkin orang. Di dalammenentukan suatu tindakan yang dilematismaka yang pertama adalah dilihat manayang memiliki tingkat kerugian palingkecil dan kedua dari kemanfaatan itumana yang paling menguntungkan bagibanyak orang, karena bisa jadikemanfaatannya besar namun hanya dapatdinikmati oleh sebagian kecil orangsaja.

Etika utilitarianisme ini tidakterpaku pada nilai atau norma yang adakarena pandangan nilai dan norma sangatmungkin memiliki keragaman. Namun setiaptindakan selalu dilihat apakah akibatyang ditimbulkan akan memberikan manfaatbagi banyak orang atau tidak. Kalautindakan itu hanya akan menguntungkansebagian kecil orang atau bahkanmerugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etikautilitarianisme lebih bersifatrealistis, terbuka terhadap beragamalternatif tindakan dan berorientasipada kemanfaatan yang besar dan yangmenguntungkan banyak orang. Utilitarians try toproduce maximum pleasure and minimum pain,counting their own pleasure and pain as no more or

less important than anyone else’s(Wenz, 2001: 86).

Etika utilitarianisme ini menjawabpertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatanbanyak orang-lah yang lebih diutamakan.Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya,karena kemanfaatan itu harus dibagi kepadayang lain.

Utilitarianisme, meskipun demikian, juga

memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-

21) mencatat ada enam kelemahan etika ini,

yaitu:

98

(1) Karena alasan kemanfaatan untukorang banyak berarti akan adasebagian masyarakat yang dirugikan,dan itu dibenarkan. Dengan demikianutilitarianisme membenarkan adanyaketidakadilan terutama terhadapminoritas.

(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakatlebih melihat kemanfaatan itu darisisi yang kuantitas-materialistis,kurang memperhitungkan manfaat yangnon-material seperti kasih sayang,nama baik, hak dan lain-lain.

(3) Karena kemanfaatan yang banyakdiharapkan dari segi material yangtentu terkait dengan masalah ekonomi,maka untuk atas nama ekonomi tersebuthal-hal yang ideal sepertinasionalisme, martabat bangsa akanterabaikan, misal atas namamemasukkan investor asing aset-asetnegara dijual kepada pihak asing,atau atas nama meningkatkan devisanegara pengiriman TKW ditingkatkan.Hal yang menimbulkan problem besaradalah ketika lingkungan dirusak atasnama untuk menyejahterakanmasyarakat.

(4) Kemanfaatan yang dipandang olehetika utilitarianisme sering dilihatdalam jangka pendek, tidak melihat

akibat jangka panjang. Padahal, misaldalam persoalan lingkungan, kebijakanyang dilakukan sekarang akanmemberikan dampak negatif pada masayang akan datang.

(5) Karena etika utilitarianisme tidakmenganggap penting nilai dan norma,tapi lebih pada orientasi hasil, makatindakan yang melanggar nilai dannorma atas nama kemanfaatan yangbesar, misalnya perjudian/prostitusi,dapat dibenarkan.

(6) Etika utilitarianisme mengalami

kesulitan menentukan mana yang lebih

diutamakan

99

kemanfaatan yang besar namundirasakan oleh sedikit masyarakatatau kemanfaatan yang lebih banyakdirasakan banyak orang meskipunkemanfaatannya kecil.Menyadari kelemahan itu etika

utilitarianisme membedakannya dalam duatingkatan, yaitu utilitarianisme aturan dantindakan. Atas dasar ini, maka pertama,setiap kebijakan dan tindakan harus dicekapakah bertentangan dengan nilai dan normaatau tidak. Kalau bertentangan makakebijakan dan tindakan tersebut harusditolak meskipun memiliki kemanfaatan yangbesar. Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidakhanya yang bersifat fisik saja tetapi jugayang non-fisik seperti kerusakan mental,moralitas, kerusakan lingkungan dsb. Ketiga,terhadap masyarakat yang dirugikan perlupendekatan personal dan kompensasi yangmemadai untuk memperkecil kerugian materialdan non -material.

3. Etika KeutamaanEtika ini tidak mempersoalkan akibat

suatu tindakan, tidak juga mendasarkanpada penilaian moral pada kewajibanterhadap hukum moral universal, tetapipada pengembangan karakter moral pada diri

setiap orang. Orang tidak hanya melakukantindakan yang baik, melainkan menjadiorang yang baik. Karakter moral inidibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh paratokoh besar. Internalisasi ini dapatdibangun melalui cerita, sejarah yangdidalamnya mengandung nilai-nilaikeutamaan agar dihayati dan ditiru olehmasyarakatnya. Kelemahan etika ini adalahketika terjadi dalam masyarakat yangmajemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikanpanutan juga beragam sehingga konsepkeutamaan menjadi sangat beragam pula, dankeadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkanbenturan sosial.

100

Kelemahan etika keutamaan dapatdiatasi dengan cara mengarahkanketeladanan tidak pada figur tokoh, tetapipada perbuatan baik yang dilakukan olehtokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukanprinsip-prinsip umum tentang karakter yangbermoral itu seperti apa.

Selanjutnya akan dibahas tentang etikaPancasila sebagai suatu aliran etikaalternatif, baik dalam kontekskeindonesiaan maupun keilmuan secara lebihluas.C. Etika Pancasila

Etika Pancasila tidak memposisikan secaraberbeda atau bertentangan dengan aliran-aliranbesar etika yang mendasarkan pada kewajiban,tujuan tindakan dan pengembangan karaktermoral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalahetika yang mendasarkan penilaian baik danburuk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilaiketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatandan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baikbukan hanya apabila tidak bertentangan dengannilai-nilai tersebut, namun juga sesuai danmempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan

kristalisasi nilai yang hidup dalam realitassosial, keagamaan, maupun adat kebudayaanbangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilaiPancasila juga bersifat universal dapatditerima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentangnilai-nilai yang sangat mendasar dalamkehidupan manusia. Nilai yang pertamaadalah ketuhanan. Secara hirarkis nilaiini bisa dikatakan sebagai nilai yangtertinggi karena menyangkut nilai yangbersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikanditurunkan dari nilai ini. Suatu perbuatandikatakan baik apabila tidak bertentangandengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisadibuktikan bahwa setiap perbuatan yangmelanggar nilai, kaidah dan

101

hukum Tuhan, baik itu kaitannya denganhubungan antara manusia maupun alam pastiakan berdampak buruk. Misalnya pelanggaranakan kaidah Tuhan tentang menjalinhubungan kasih sayang antarsesama akanmenghasilkan konflik dan permusuhan.Pelanggaran kaidah Tuhan untukmelestarikan alam akan menghasilkanbencana alam, dan lain-lain

Nilai yang kedua adalah kemanusiaan.Suatu perbuatan dikatakan baik apabilasesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaanPancasila adalah keadilan dan keadaban.Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antaralahir dan batin, jasmani dan rohani,individu dan sosial, makhluk bebas mandiridan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikankeunggulan manusia dibanding denganmakhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, danbenda tak hidup. Karena itu perbuatan itudikatakan baik apabila sesuai dengannilai-nilai kemanusiaan yang didasarkanpada konsep keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah persatuan.Suatu perbuatan dikatakan baik apabiladapat memperkuat persatuan dan kesatuan.Sikap egois dan menang sendiri merupakanperbuatan buruk, demikian pula sikap yang

memecah belah persatuan. Sangat mungkinseseorang seakan -akan mendasarkanperbuatannya atas nama agama (sila ke-1),namun apabila perbuatan tersebut dapatmemecah persatuan dan kesatuan makamenurut pandangan etika Pancasila bukanmerupakan perbuatan baik.

Nilai yang keempat adalah kerakyatan.Dalam kaitan dengan kerakyatan initerkandung nilai lain yang sangat pentingyaitu nilai hikmat/kebijaksanaan danpermusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaanberorientasi pada tindakan yang mengandungnilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencarikebaikan, pandangan minoritas belum

102

tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaranyang sangat baik misalnya peristiwapenghapusan tujuh kata dalam sila pertamaPiagam Jakarta. Sebagian besar anggotaPPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namunmemperhatikan kelompok yang sedikit (dariwilayah Timur) yang secara argumentatifdan realistis bisa diterima, makapandangan minoritas ‘dimenangkan’ ataspandangan mayoritas. Dengan demikian,perbuatan belum tentu baik apabiladisetujui/bermanfaat untuk orang banyak,namun perbuatan itu baik jika atas dasarmusyawarah yang didasarkan pada konsephikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah keadilan.Apabila dalam sila kedua disebutkan kataadil, maka kata tersebut lebih dilihatdalam konteks manusia selaku individu.Adapun nilai keadilan pada sila kelimalebih diarahkan pada konteks sosial. Suatuperbuatan dikatakan baik apabila sesuaidengan prinsip keadilan masyarakat banyak.Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilanmerupakan kebajikan utama bagi setiappribadi dan masyarakat. Keadilanmengandaikan sesama sebagai partner yangbebas dan sama derajatnya dengan oranglain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalamPancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem

etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang adatidak hanya bersifat mendasar, namun jugarealistis dan aplikatif. Apabila dalam kajianaksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilaimendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasilamerupakan nilai -nilai ideal yang sudah adadalam cita-cita bangsa Indonesia yang harusdiwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoromerupakan nilai yang bersifat abstrak umum danuniversal, yaitu nilai yang melingkupirealitas kemanusiaan di manapun, kapanpun danmerupakan dasar bagi setiap tindakan danmunculnya nilai-nilai yang lain. Sebagaicontoh, nilai ketuhanan akan menghasilkannilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.

103

Nilai kemanusiaan, menghasilkan nilaikesusilaan, tolong menolong, penghargaan,penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilaipersatuan menghasilkan nilai cinta tanah air,pengorbanan dll. Nilai kerakyatan menghasilkannilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll.Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian,kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dll.D.Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa

dan Negara (Studi Kasus Korupsi) Situasi negara Indonesia saat ini begitu

memprihatinkan. Begitu banyak masalah menimpabangsa ini dalam bentuk krisis yangmultidimensional. Krisis ekonomi, politik,budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisismoral. Tragisnya, sumber krisis justru berasaldari badan-badan yang ada di negara ini, baikeksekutif, legislatif maupun yudikatif, yangnotabene badan-badan inilah yang seharusnyamengemban amanat rakyat. Setiap hari kitadisuguhi berita-berita mal-amanah yangdilakukan oleh orang-orang yang dipercayarakyat untuk menjalankan mesin pembangunanini.

Sebagaimana telah dikatakan bahwa

moralitas memegang kunci sangat penting dalammengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagaihulu dari semua masalah, maka melaluimoralitas pula krisis dapat diatasi. Indikatorkemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya darikepandaian warganegaranya, tidak juga darikekayaan alam yang dimiliki, namun hal yanglebih mendasar adalah sejauh mana bangsatersebut memegang teguh moralitas. Moralitasmemberi dasar, warna sekaligus penentu arahtindakan suatu bangsa. Moralitas dapatdibedakan menjadi tiga, yaitu moralitasindividu, moralitas sosial dan moralitasmondial.

Moralitas individu lebih merupakan

kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat

ke dalam, tertanam dalam diri manusia

104

yang akan mempengaruhi cara berpikir danbertindak. Seorang yang memiliki moralitasindividu yang baik akan muncul dalam sikap danperilaku seperti sopan, rendah hati, tidaksuka menyakiti orang lain, toleran, sukamenolong, bekerja keras, rajin belajar, rajinibadah dan lain-lain. Moralitas ini munculdari dalam, bukan karena dipaksa dari luar.Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi diluar dirinya, seseorang yang memilikimoralitas individu kuat akan tidakterpengaruh. Moralitas individu initerakumulasi menjadi moralitas sosial,sehingga akan tampak perbedaan antaramasyarakat yang bermoral tinggi dan rendah.Adapun moralitas mondial adalah moralitas yangbersifat universal yang berlaku di manapun dankapanpun, moralitas yang terkait dengankeadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dansebagainya.

Moralitas sosial juga tercermin darimoralitas individu dalam melihat kenyataansosial. Bisa jadi seorang yang moralindividunya baik tapi moral sosialnya kurang,hal ini terutama terlihat pada bagaimanamereka berinteraksi dengan masyarakat yangmajemuk. Sikap toleran, suka membantu

seringkali hanya ditujukan kepada orang lainyang menjadi bagian kelompoknya, namun tidaktoleran kepada orang di luar kelompoknya.Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosialtidak cukup sebagai kumpulan dari moralitasindividu, namun sesungguhnya lebih padabagaimana individu melihat orang lain sebagaimanusia yang memiliki harkat dan martabatkemanusiaan yang sama.

Moralitas individu dan sosial memiliki

hubungan sangat erat bahkan saling tarik-

menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu

dapat dipengaruhi moralitas social, demikian

pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas

individunya baik ketika hidup di lingkungan

masyarakat yang bermoral buruk dapat

105

terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan sepertiini seringkali terjadi pada lingkunganpekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisiorang orang yang bermoral buruk, maka orangyang bermoral baik akan dikucilkan ataudiperlakukan tidak adil. Seorang yangmoralitas individunya lemah akan terpengaruhuntuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namunsebaliknya, seseorang yang memiliki moralitasindividu baik akan tidak terpengaruh bahkandapat mempengaruhi lingkungan yang bermoralburuk tersebut.

Moralitas dapat dianalogikan denganseorang kusir kereta kuda yang mampumengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arahperjalanan kereta tentu tidak lepas dari kemana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoraltentu mengerti mana arah yang akan dituju,sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkankepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanyauntuk kesenangan duniawi diri sendiri sajaatau untuk kesenangan orang lain atau lebihjauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebihabadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.

Pelajaran yang sangat berharga dapatditeladani dari para pendahulu kita yangberjuang demi meraih kemerdekaan. Moralitas

individu dan sosial yang begitu kuat dengandipayungi moralitas mondial telah membuahkanhasil dari cita-cita mereka, meskipun merekabanyak yang tidak sempat merasakan buahperjuangannya sendiri. Dasar moral yangmelandasi perjuangan mereka terabadikan dalamPembukaan Undang Undang Dasar Negara RepublikIndonesia tahun 1945 yang termuat dalamalinea-alineanya.

Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu

adalah hak segala bangsa, oleh karena itu

penjajahan di atas dunia harus dihapuskan

karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral

para pejuang kita

106

bahwa telah terjadi pelanggaran hak ataskemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atashak kemerdekaan itu sendiri merupakanpelanggaran atas moral mondial, yaituperikemanusiaan dan perikeadilan. Apapunbentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.

Apabila ditilik dari Pembukaan UUD NegaraRepublik Indonesia tahun 1945 tampak jelasbahwa moralitas sangat mendasari perjuanganmerebut kemerdekaan dan bagaimana mengisinya.Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebutkemerdekaan karena penjajahan bertentangandengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alineaI). Secara eksplisit founding fathers menyatakanbahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmatAllah dan adanya keinginan luhur bangsa(alinea III). Ada perpaduan antara nilaiilahiah dan nilai humanitas yang salingberkelindan. Selanjutnya, di dalam membangunnegara ke depan diperlukan dasar-dasar nilaiyang bersifat universal, yaitu nilaiketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatandan keadilan.

Moralitas, saat ini menjadi barang yangsangat mahal karena semakin langka orang yangmasih betul-betul memegang moralitas tersebut.

Namun dapat juga dikatakan sebagai barangmurah karena banyak orang menggadaikanmoralitas hanya dengan beberapa lembar uang.Ada keterputusan (missing link) antara alinea I,II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yangseharusnya menjadi dasar sekaligus tujuannegara ini telah digadaikan dengan nafsuberkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telahmengalahkan solidaritas dan kepedulian padasesama. Lalu bagaimana membangun kesadaranmoral anti korupsi berdasarkan Pancasila?

Korupsi secara harafiah diartikan sebagai

kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku

107

Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasuskorupsi yang terjadi di Indonesia semakinmenunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Olehkarenanya, penyelesaian korupsi harusdiselesaikan melalui beragam cara/pendekatan,yang dalam hal ini saya menggunakan istilahpendekatan eksternal maupun internal.Pendekatan eksternal yang dimaksud adalahadanya unsur dari luar diri manusia yangmemiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidakkorupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnyahukum, budaya dan watak masyarakat. Denganpenegakan hukum yang kuat, baik dari aspekperaturan maupun aparat penegak hokum, akanmengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pulaterciptanya budaya dan watak masyarakat yanganti korupsi juga menjadikan seseorang engganuntuk melakukan korupsi. Adapun kekuataninternal adalah kekuatan yang muncul daridalam diri individu dan mendapat penguatanmelalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikanyang kuat terutama dari keluarga sangatpenting untuk menanamkan jiwa anti korupsi,diperkuat dengan pendidikan formal di sekolahmaupun non-formal di luar sekolah.

Maksud dari membangun kesadaran moral antikorupsi berdasar Pancasila adalah membangunmentalitas melalui penguatan eksternal dan

internal tersebut dalam diri masyarakat. Diperguruan tinggi penguatan tersebut dapatdilakukan melalui pendidikan kepribadiantermasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas bahwa mata kuliahPendidikan Pancasila sering dikenal sebagaimata kuliah yang membosankan, maka dua halpokok yang harus dibenahi adalah materi danmetode pembelajaran. Materi harus selalu up todate dan metode pembelajaran juga harusinovatif menggunakan metode-metodepembelajaran yang dikembangkan. Pembelajarantidak hanya kognitif, namun harus menyentuhaspek afektif dan konatif.

108

Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betuldipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampumenurunkan angka korupsi. Penanaman satu silasaja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabilabangsa Indonesia menyadari jati dirinyasebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudahmenjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaandengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsiterjadi karena hilangnya kontrol diri danketidakmampuan untuk menahan diri melakukankejahatan. Kebahagiaan material dianggapsegala-galanya dibanding kebahagiaan spiritualyang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukansecara cepat menjadikannya nilai-nilai agamadikesampingkan.

Kesadaran manusia akan nilai ketuhananini, secara eksistensial akan menempatkanmanusia pada posisi yang sangat tinggi. Halini dapat dijelaskan melalui hirarkieksistensial manusia, yaitu dari tingkatanyang paling rendah, penghambaan terhadap harta(hal yang bersifat material), lebih tinggilagi adalah penghambaan terhadap manusia, danyang paling tinggi adalah penghambaan padaTuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhanyang paling sempurna tentu tidak akan

merendahkan dirinya diperhamba oleh harta,namun akan menyerahkan diri sebagai hambaTuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatannilai ketuhanan ini adalah kerelaan untukdiatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan danmeninggalkan yang dilarang-Nya.

Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup

dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila,

karena nilai-nilai Pancasila merupakan

kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan

menjadi kekuatan moral besar manakala

keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi

nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,

kerakyatan dan

109

keadilan dijadikan landasan moril dan

diejawantahkan dalam seluruh kehidupan

berbangsa dan bernegara, terutama dalam

pemberantasan korupsi.

Penanaman nilai sebagaimana tersebut diatas paling efektif adalah melalui pendidikandan media. Pendidikan informal di keluargaharus menjadi landasan utama dan kemudiandidukung oleh pendidikan formal di sekolah dannon-formal di masyarakat. Peran media jugasangat penting karena memiliki daya jangkaudan daya pengaruh yang sangat kuat bagimasyarakat. Media harus memiliki visi dan misimendidik bangsa dan membangun karaktermasyarakat yang maju namun tetapberkepribadian Indonesia.[ ]

Daftar PustakaKeraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta.

Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap Perkembangan Moral,

Kanisius, Yogyakarta.

Kuswanjono, Arqom, 2008, ”Etika KeanekaragamanHayati”, Makalah Seminar Nasional“Bioetika Lingkungan”, Training Center

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 21 Juli 2008.

Mubarak, Zakky, 2008, Mata Kuliah PengembanganKepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II,Manusia, Akhlak, Budi Pekerti danMasyarakat. Depok, Lembaga Penerbit FE UI.

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi,

2011, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan

Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI.

110

Wenz, Peter S., 2001, Environmental Ethics Today,

Oxford University Press, New York.

Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers,

Jakarta.

PANCASILASEBAGAI DASAR NILAIPENGEMBANGAN ILMU

A. PendahuluanAndaikan para ilmuwan dalam

pengembangan ilmu konsisten akan janjiawalnya ditemukan ilmu, yaitu untukmencerdaskan manusia, memartabatkanmanusia dan mensejahterakan manusia, makapengembangan ilmu yang didasarkan padakaidah- kaidah keilmuannya sendiri takperlu menimbulkan ketegangan-keteganganantara ilmu (teknologi) dan masyarakat.

Fakta yang kita saksikan saat iniilmu-ilmu empiris mendapatkan tempatnyayang sentral dalam kehidupan manusiakarena dengan teknologi modern yangdikembangkannya dapat memenuhi kebutuhanpraktis hidup manusia. Ilmu-ilmu empiristersebut tumbuh dan berkembang dengancepat melebihi ritme pertumbuhan danperkembangan peradaban manusia. Ironisnyatidak diimbangi kesiapan mentalitassebagian masyarakat, khususnya diIndonesia.

Teknologi telah merambah berbagaibidang kehidupan manusia secara ekstensifdan mempengaruhi sendi-sendi kehidupanmanusia secara intensif, termasuk merubahpola pikir dan budaya manusia, bahkan

nyaris menggoyahkan eksistensi kodratimanusia sendiri (Iriyanto, 2005).Misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan yang serba teknologisseperti playstation, mereka sudah dapatterpenuhi hasrat hakikat kodrat sosialnyahanya dengan memainkan alat permainantersebut secara sendirian. Mereka tidaksadar dengan kehidupan yang termanipulasiteknologi menjadi manusia individualis.Masih terdapat banyak persoalan akibat

111

112

teknologi yang dapat disaksikan, meskipunsecara nyata manfaat teknologi tidak dapatdipungkiri.

Problematika keilmuan dalam eramillenium ketiga ini tidak terlepas darisejarah perkembangan ilmu pada masa-masasebelumnya. Karena itu untuk mendapatkanpemahaman yang komprehensif perlu dikajiaspek kesejarahan dan aspek-aspek lainnyaterkait dengan ilmu dan teknologi. Darisini, problematika keilmuan dapat segeradiantisipasi dengan merumuskan kerangkadasar nilai bagi pengembangan ilmu.Kerangka dasar nilai ini harusmenggambarkan suatu sistem filosofikehidupan yang dijadikan prinsip kehidupanmasyarakat, yang sudah mengakar danmembudaya dalam kehidupan masyarakatIndonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.B. Ilmu dalam perspektif historis

Ilmu pengetahuan berkembang melangkahsecara bertahap menurut dekade waktu danmenciptakan jamannya, dimulai dari jamanYunani Kuno, Abad Tengah, Abad Modern,sampai Abad Kontemporer

Masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6M)saat ilmu pengetahun lahir, kedudukan ilmupengetahuan identik dengan filsafatmemiliki corak mitologis. Alam dengan

berbagai aturannya diterangkan secaratheogoni, bahwa ada peranan para dewa yangmerupakan unsur penentu segala sesuatuyang ada. Bagaimana pun corak mitologisini telah mendorong upaya manusia terusmenerobos lebih jauh dunia pergejalaan,untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka,tetap, dan abadi, di balik yang bhineka,berubah dan sementara ( T. Yacob, 1993).

Setelah timbul gerakan demitologisasi

yang dipelopori filsuf pra-Sokrates, yaitu

dengan kemampuan rasionalitasnya maka

filsafat telah mencapai puncak

perkembangan, seperti yang ditunjukkan

oleh trio filsuf

113

besar : Socrates, Plato dan Aristoteles.Filsafat yang semula bersifat mitologisberkembang menjadi ilmu pengetahuan yangmeliputi berbagai macam bidang.Aristoteles membagi ilmu menjadi ilmupengetahuan poietis (terapan), ilmupengetahuan praktis (etika, politik) danilmu pengetahuan teoretik. Ilmupengetahuan teoretik dibagi menjadi ilmualam, ilmu pasti dan filsafat pertama ataukemudian disebut metafisika.

Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M),pasca Aristoteles filsafat Yunani Kunomenjadi ajaran praksis, bahkan mistis,yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa,Epicuri, dan Plotinus. Semua hal tersebutbersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawiyang mengisyaratkan akan datangnya tahapanbaru, yaitu filsafat yang harus mengabdikepada agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besaryang berpengaruh saat itu, yaituAugustinus dan Thomas Aquinas, pemikiranmereka memberi ciri khas pada filsafatAbad Tengah. Filsafat Yunani Kuno yangsekuler kini dicairkan dari antinominyadengan doktrin gerejani, filsafat menjadibercorak teologis. Biara tidak hanyamenjadi pusat kegiatan agama, tetapi jugamenjadi pusat kegiatan intelektual.Bersamaan dengan itu kehadiran para filsuf

Arab tidak kalah penting, seperti: AlKindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd,Al Gazali, yang telah menyebarkan filsafatAristoteles dengan membawanya ke Cordova(Spanyol) untuk kemudian diwarisi olehdunia Barat melalui kaum Patristik dankaum Skolastik. Wells dalam karyanya TheOutline of History (1951) mengatakan, “Jikaorang Yunani adalah Bapak metode ilmiah,maka orang muslim adalah Bapak angkatnya”.

Muncullah Abad Modern (abad ke- 18-19

M) dengan dipelopori oleh gerakan

Renaissance di abad ke- 15 dan dimatangkan

oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18,

melalui langkah-langkah revolusionernya

filsafat memasuki

114

tahap baru atau modern. Kepeloporanrevolusioner yang telah dilakukan olehanak-anak Renaissance dan Aufklaerung seperti:Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,Descartes dan Immanuel Kant, telahmemberikan implikasi yang amat luas danmendalam. Di satu pihak otonomi besertasegala kebebasannya telah dimiliki kembalioleh umat manusia, sedang di lain pihakmanusia kemudian mengarahkan hidupnya kedunia sekuler, yaitu suatu kehidupanpembebasan dari kedudukannya yang semulamerupakan koloni dan subkoloni agama dangereja. Agama yang semula menguasai danmanunggal dengan filsafat segeraditinggalkan oleh filsafat. Masing -masingberdiri mandiri dan berkembang menurutdasar dan arah pemikiran sendiri (KoentoWibisono, 1985)

Dalam perkembangan berikutnya filsafatditinggalkan oleh ilmu-ilmu cabang yangdengan metodologinya masing-masingmengembangkan spesialismenya sendiri -sendiri secara intens. Lepasnya ilmu-ilmucabang dari batang filsafatnya diawalioleh ilmu-ilmu alam atau fisika, melaluitokoh- tokohnya:1) Copernicus (1473-1543) denganastronominya menyelidiki putaran benda-benda angkasa. Karyanya de RevolutionibusOrbium Caelistium yang kemudian

dikembangakan oleh Galileo Galilei(1564-1642) dan Johanes Kepler (1571-1630), ternyata telah menimbulkanrevolusi tidak hanya di kawasan ilmupengetahuan saja, tetapi juga dimasyarakat dengan implikasinya yang amatjauh dan mendalam.

2) Versalius (1514 -1564) dengan karyanyaDe Humani Corporis Fabrica telah melahirkanpembaharuan persepsi dalam bidang anatomidan biologi.

3) Isaac Newtown (1642-1727) melalui

Philosopie Naturalis Principia Mathematica telah

menyumbangkan bentuk definitif bagi

mekanika klasik.

115

Perkembangan ilmu pengetahuan alam danilmu sosial dengan gaya semacam itumencapai bentuknya secara definitifmelalui kehadiran Auguste Comte (1798-1857) dengan Grand Theory- nya yang digelardalam karya utama Cours de Philosophie Positiveyang mengajarkan bahwa cara berfikirmanusia dan juga masyarakat di mana punakan mencapai puncaknya pada tahappositif, setelah melampaui tahap teologikdan metafisik. Istilah positif diberi artieksplisit dengan muatan filsafati, yaituuntuk menerangkan bahwa yang benar danyang nyata haruslah konkret, eksak,akurat, dan memberi kemanfaatan (Tim DosenFilsafat Ilmu UGM, 1997).

Metode observasi, eksperimentasi, dankomparasi yang dipelopori Francis Bacon(1651- 1626) telah semakin mendorongpesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.Semua itu memberi isyarat bahwa duniaBarat telah berhasil melakukan tinggallandas untuk mengarungi dirgantara ilmupengetahuan yang tiada bertepi.

Battle cry-nya Francis Bacon yangmenyerukan bahwa “knowledge is power” bukansekedar mitos, melainkan sudah menjadietos, telah melahirkan corak dan sikappandang manusia yang meyakini kemampuanrasionalitasnya untuk menguasai dan

meramalkan masa depan, dan denganoptimismenya menguasai, berinovasi secarakreatif untuk membuka rahasia-rahasiaalam. Didukung oleh roh kebebasanRenaissance dan Aufklaerung, menjadikanmasyarakat Barat sebagai masyarakat yangtiada hari tanpa temuan-temuan baru,muncul secara historis kronologisberurutan dan berdampingan sebagaialternatif.

Revolusi ilmu pengetahuan memasuki

Abad Kontemporer (abad ke-20-sekarang)

berkat teori relativitas Einstein yang telah

merombak filsafat Newton (semula sudah

mapan) di samping teori kuantumnya yang

116

telah mengubah persepsi dunia ilmu tentangsifat-sifat dasar dan perilaku materi.Sedemikian rupa sehingga para pakar dapatmelanjutkan penelitian- penelitiannya, danberhasil mengembangkan ilmu- ilmu dasarseperti: astronomi, fisika, kimia, biologimolekuler, hasilnya seperti yang dapatdinikmati oleh manusia sekarang ini(Sutardjo, 1982).

Optimisme bersamaan dengan pesimismemerupakan sikap manusia masa kini dalammenghadapi perkembangan ilmu pengetahuandengan penemuan-penemuan spektakulernya.Di satu pihak telah meningkatkan fasilitashidup yang berarti menambah kenikmatan.Namun di pihak lain gejala -gejala adanyamalapetaka, bencana alam (catastrophe)menjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yang cukup fatal.

Berdasarkan gejala yang dihadapi olehmasing-masing cabang ilmu, Auguste Comtedalam sebuah Ensiklopedi menyusun hirarkiilmu pengetahuan dengan meletakkanmatematika sebagai dasar bagi semua cabangilmu. Di atas matematika secara berurutanditunjukkan ilmu astronomi, fisika, kimia,biologi dan fisika sosial atau sosiologi.Ia menjelaskan bahwa sampai dengan ilmukimia, suatu tahapan positif telah dapat

dicapai, sedangkan biologi dan fisikasosial masih sangat dipengaruhi olehnilai-nilai theologis dan metafisis.

Pemikiran Auguste Comte tersebuthingga kini menjadi semakin aktual danrelevan untuk mendukung sikap pandang yangmeyakini bahwa masyarakat industri sebagaitolok ukur bagi tercapainya modernisasi,maka harus disiapkan melalui penguasaanbasic science , yaitu matematika, fisika,kimia, dan biologi dengan penyediaan danadan fasilitas dalam skala prioritas utama(Koento Wibisono, 1985).

117

Bersamaan dengan itu logico positivisme,yaitu sebuah model epistemologi yang dalamlangkah-langkah progresinya menempuh jalan: observasi, eksperimentasi, dankomparasi, sebagaimana diterapkan dalampenelitian ilmu alam, mendapatkanapresiasi yang berlebihan sehingga modelini juga mulai dikembangkan dalampenelitian-penelitian ilmu-ilmu sosial.

Logico positivisme merupakan model atauteknik penelitian yang menggunakan presisi,verifiabilitas, konfirmasi, daneksperimentasi dengan derajat optimal,bermaksud agar sejauh mungkin dapatmelakukan prediksi dengan derajatketepatan optimal pula. Dengan demikiankeberhasilan dan kebenaran ilmiah diukursecara positivistik. Dalam arti yang benardan yang nyata haruslah konkret, eksak,akurat, dan memberi kemanfaatan. Akibatnyaadalah bahwa dimensi- dimensi kehidupanyang abstrak dan kualitatif yang justrumenjadi basis eksistensi kehidupan manusiamenjadi terabaikan atau terlepas daripengamatan. Kebenaran dan kenyataan diukurserta dimanipulasikan secarapositivistitik kuantitatif. Keresahan danpenderitaan seseorang atau masyarakattidak tersentuh. Masalah objektivitasmenjadi tema-tema unggulan dalam kehidupan

keseharian manusia saat ini, denganmengandalkan penjelasan validitaskebenarannya secara matematis melaluiangka-angka statistik. Langkah metodissemacam ini sering penuh dengan rekayasadan kuantifikasi yang dipaksakan sehinggatidak menjangkau akar-akar permasalahannya

Kritik dan koreksi terhadappositivisme banyak dilancarkan, karenasifatnya yang naturalistik dandeterministik. Manusia dipandang hanyasebagai dependent variable, dan bukan sebagaiindependent variable. Manusia bukan lagi pelakuutama yang menentukan, tetapi objek yangdiperlakukan oleh ilmu dan teknologi.

118

Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukanklasifikasi, membagi ilmu ke dalamNatuurwissenchaft danGeisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagaiScience of the World menggunakan metode Erklaeren,sedangkan kelompok kedua adalah Science ofGeist menggunakan metode Verstehen. KemudianJuergen Habermas, salah seorang tokohmazhab Frankfrut (Jerman) mengajukanklasifikasi lain lagi dengan the basic humaninterest sebagai dasar, dengan mengemukakanklasifikasi ilmu-ilmu empiris-analitis,sosial-kritis dan historis-hermeneutik,yang masing-masing menggunakan metodeempiris, intelektual rasionalistik, danhermeneutik (Van Melsen, 1985).

Adanya faktor heuristik mendoronglahirnya cabang-cabang ilmu yang baruseperti : ilmu lingkungan, ilmu komputer,futurologi, sehingga berapapun jumlahpengklasifikasian pasti akan kita jumpai,seperti yang kita lihat dalam kehidupanperguruan tinggi dengan munculnya berbagaimacam fakultas dan program studi yangbaru.

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannyadewasa ini beserta anak-anak kandungnya,yaitu teknologi bukan sekedar sarana bagikehidupan umat manusia. Iptek kini telah

menjadi sesuatu yang substansial, bagiandari harga diri (prestige) dan mitos, yangakan menjamin survival suatu bangsa,prasyarat (prerequisite) untuk mencapaikemajuan (progress) dan kedigdayaan (power)yang dibutuhkan dalam hubungan antarsesama bangsa. Dalam kedudukannya yangsubstansif tersebut, Iptek telah menyentuhsemua segi dan sendi kehidupan secaraekstensif, dan pada gilirannya mengubahbudaya manusia secara intensif. Fenomenaperubahan tersebut tercermin dalammasyarakat kita yang dewasa ini sedangmengalami masa transisi simultan, yaitu:

119

1) Masa transisi masyarakat berbudayaagraris-tradisional menuju masyarakatdengan budaya industri modern. Dalammasa transisi ini peran mitos mulaidiambil alih oleh logos (akal pikir).Bukan lagi melalui kekuatan kosmis yangsecara mitologis dianggap sebagaipenguasa alam sekitar, melainkan sangakal pikir dengan kekuatan penalarannyayang handal dijadikan kerangka acuanuntuk meramalkan dan mengatur kehidupan.Pandangan mengenai ruang dan waktu, etoskerja, kaidah-kaidah normatif yangsemula menjadi panutan, bergeser mencariformat baru yang dibutuhkan untukmelayani masyarakat yang berkembangmenuju masyarakat industri. Filsafat“sesama bus kota tidak boleh salingmendahului” tidak berlaku lagi. Sekarangyang dituntut adalah prestasi, siappakai, keunggulan kompetitif, efisiensidan produktif-inovatif-kreatif.

2) Masa transisi budaya etnis-kedaerahanmenuju budaya nasional kebangsaan.Puncak-puncak kebudayaan daerah mencairsecara konvergen menuju satu kesatuanpranata kebudayaan demi tegak-kokohnyasuatu negara kebangsaan (nation state) yangberwilayah dari Sabang sampai Merauke.Penataan struktur pemerintahan, sistem

pendidikan, penanaman nilai-nilai etikdan moral secara intensif merupakanupaya serius untuk membina danmengembangkan jati diri sebagai satukesatuan bangsa.

3) Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menuju budaya global-mondial.Visi, orientasi, dan persepsi mengenainilai-nilai universal seperti hak azasi,demokrasi, keadilan, kebebasan, masalahlingkungan dilepaskan dalam ikatanfanatisme primordial kesukuan,kebangsaan atau pun keagamaan, kinimengendor menuju ke kesadaran mondialdalam satu kesatuan sintesis yang lebihkonkret dalam tataran operasional.

120

Batas-batas sempit menjadi terbuka,eklektis, namun tetap mentoleransiadanya pluriformitas sebagaimanadigerakkan oleh paham post-modernism.

Implikasi globalisasi menunjukkan pulaberkembangnya suatu standarisasi yang samadalam kehidupan di berbagai bidang. Negaraatau pemerintahan di mana pun, terlepasdari sistem ideologi atau sistem sosialyang dimiliknya. Dipertanyakan apakah hak-hak azasi dihormati, apakah demokrasidikembangkan, apakah kebebasan dankeadilan dimiliki oleh setiap warganya,bagaimana lingkungan hidup dikelola.

Nyatalah bahwa implikasi globalisasimenjadi semakin kompleks, karenamasyarakat hidup dengan standar ganda. Disatu pihak sementara orang inginmempertahankan nilai-nilai budaya lamayang diimprovisasikan untuk melayaniperkembangan baru yang kemudian disebutsebagai lahirnya budaya sandingan (sub-culture), sedang di lain pihak muncultindakan-tindakan yang bersifat melawanterhadap perubahan- perubahan yangdirasakan sebagai penyebab kegerahan dankeresahan dari mereka yang merasadipinggirkan, tergeser dan tergusur daritempat ke tempat, dari waktu ke waktu,

yang disebut sebagai budaya tandingan(counter-culture).C. Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan

Melalui kajian historis tersebut yangpada hakikatnya pemahaman tentang sejarahkelahiran dan perkembangan ilmupengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwailmu pengetahuan itu mengandung dua aspek,yaitu aspek fenomenal dan aspekstruktural.

Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu

pengetahuan mewujud/memanifestasikan dalam

bentuk masyarakat, proses, dan produk.

Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan

menampakkan diri sebagai suatu masyarakat

121

atau kelompok elit yang dalam kehidupankesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut partadigmaMerton disebut universalisme, komunalisme,dan skepsisme yang teratur dan terarah.Sebagai proses, ilmu pengetahuanmenampakkan diri sebagai aktivitas ataukegiatan kelompok elit tersebut dalamupayanya untuk menggali dan mengembangkanilmu melalui penelitian, eksperimen,ekspedisi, seminar, konggres. Sedangkansebagai produk, ilmu pengetahuanmenampakkan diri sebagai hasil kegiatankelompok elit tadi berupa teori, ajaran,paradigma, temuan-temuan lain sebagaimanadisebarluaskan melalui karya-karyapublikasi yang kemudian diwariskan kepadamasyarakat dunia.

Aspek struktural menunjukkan bahwailmu pengetahuan di dalamnya terdapatunsur-unsur sebagai berikut.1)Sasaran yang dijadikan objek

untuk diketahui (Gegenstand)

2) Objek sasaran ini terus-menerusdipertanyakan dengan suatu cara (metode)tertentu tanpa mengenal titik henti.Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuanyang akan terus berkembang justru munculpermasalahan-permasalah baru yang

mendorong untuk terus menerusmempertanyakannya.

3) Ada alasan dan motivasi mengapagegenstand itu terus-menerusdipertanyakan.

4) Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudiandisusun dalam suatu kesatuan sistem(Koento Wibisono, 1985). Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini,

mentalitas manusia Barat mempercayai akankemampuan rasio yang menjadikan merekaoptimis, bahwa segala sesuatu dapatdiketahui, diramalkan, dan dikuasai.Melalui optimisme ini, mereka selaluberpetualang untuk melakukan penelitiansecara kreatif dan inovatif.

122

Ciri khas yang terkandung dalam ilmupengetahuan adalah rasional,antroposentris, dan cenderung sekuler,dengan suatu etos kebebasan (akademis danmimbar akademis).

Konsekuensi yang timbul adalah dampakpositif dan negatif. Positif, dalam artikemajuan ilmu pengetahuan telah mendorongkehidupan manusia ke suatu kemajuan(progress, improvement) dengan teknologi yangdikembangkan dan telah menghasilkankemudahan-kemudahan yang semakin canggihbagi upaya manusia untuk meningkatkankemakmuran hidupnya secara fisik-material.

Negatif dalam arti ilmu pengetahuantelah mendorong berkembangnya arogansiilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama,etika, yang akibatnya dapat menghancurkankehidupan manusia sendiri.

Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmupengetahuan dan teknologi telah mempunyaikedudukan substantif dalam kehidupanmanusia saat ini. Dalam kedudukansubstantif itu ilmu pengetahuan danteknologi telah menjangkau kehidupanmanusia dalam segala segi dan sendinyasecara ekstensif, yang pada gilirannyailmu pengetahuan dan teknologi merubahkebudayaan manusia secara intensif.

D. Pilar-pilar penyangga bagieksistensi ilmu pengetahuan Melalui teori relativitasEinstein paradigma

kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dariparadigma lama yang dibangun oleh fisikaNewton yang ingin selalu membangun teoriabsolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigmasekarang ilmu bukan sesuatu entitas yangabadi, bahkan ilmu tidak pernah selesaimeskipun ilmu itu didasarkan pada kerangkaobjektif, rasional, metodologis,

123

sistematis, logis dan empiris. Dalamperkembangannya ilmu tidak mungkin lepasdari mekanisme keterbukaan terhadapkoreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntutmencari alternatif -alternatifpengembangannya melalui kajian, penelitianeksperimen, baik mengenai aspek ontologisepistemologis, maupun ontologis.

Karena setiap pengembangan ilmu palingtidak validitas (validity) dan reliabilitas(reliability) dapat dipertanggungjawabkan,baik berdasarkan kaidah - kaidah keilmuan(context of justification) maupun berdasarkansistem nilai masyarakat di mana ilmu ituditemukan/dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak padasejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilarontologi, epistemologi dan aksiologi.Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan. Berfungsisebagai penyangga, penguat, dan bersifatintegratif serta prerequisite/salingmempersyaratkan. Pengembangan ilmu selaludihadapkan pada persoalan ontologi,epistemologi dan aksiologi.1. Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentangkeberadaan (eksistensi).a) Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu

tunggal, dual atau plural (monisme,

dualisme, pluralisme ) b) Aspek kualitas (mutu, sifat) :

bagaimana batasan, sifat, mutu darisesuatu (mekanisme, teleologisme,vitalisme dan organisme). Pengalaman ontologis dapat memberikan

landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanyakomunikasi interdisipliner danmultidisipliner. Membantu pemetaanmasalah, kenyataan, batas-batas ilmu dankemungkinan kombinasi antar ilmu. Misalmasalah krisis moneter, tidak dapat hanyaditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologimenyadarkan bahwa ada

124

kenyataan lain yang tidak mampu dijangkauoleh ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmulain seperti politik, sosiologi.2. Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematikateentang sumber pengetahuan, sumberkebenaran, cara memperoleh kebenaran,kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur,strategi. Pengalaman epistemologis dapatmemberikan sumbangan bagi kita : (a)sarana legitimasi bagi ilmu/menentukankeabsahan disiplin ilmu tertentu (b)memberi kerangka acuan metodologispengembangan ilmu (c) mengembangkanketrampilan proses (d) mengembangkan dayakreatif dan inovatif.3. Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematikapertimbangan nilai (etis, moral, religius)dalam setiap penemuan, penerapan ataupengembangan ilmu. Pengalaman aksiologisdapat memberikan dasar dan arahpengembangan ilmu, mengembangkan etoskeilmuan seorang profesional dan ilmuwan(Iriyanto Widisuseno, 2009).

Landasan pengembangan ilmu secara

imperatif mengacu ketiga pilar filosofis

keilmuan tersebut yang bersifat integratif

dan prerequisite. Berikut ilustrasinya dalam

bagan 1.

125

Bagan 1. Landasan PengembanganIlmu Pengetahuan

E. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah1) Objektif: Cara memandang masalah apa

adanya, terlepas dari faktor-faktorsubjektif (misal : perasaan, keinginan,emosi, sistem keyakinan, otorita) .

2) Rasional: Menggunakan akal sehat yangdapat dipahami dan diterima oleh oranglain. Mencoba melepaskan unsurperasaan, emosi, sistem keyakinan danotorita.

3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azaslogika/runtut/ konsisten, implikatif.Tidak mengandung unsur pemikiran yangkontradiktif. Setiap pemikiran logisselalu rasional, begitu sebaliknya yangrasional pasti logis.

4) Metodologis: Selalu menggunakan caradan metode keilmuan yang khas dalam

setiap berfikir dan bertindak (misal:induktif, dekutif, sintesis,hermeneutik, intuitif).

5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan

bertindak menggunakan tahapan langkah

prioritas yang jelas dan

126

saling terkait satu sama lain. Memiliki

target dan arah tujuan yang jelas.

F. Masalah nilai dalam IPTEK1. Keserbamajemukan ilmupengetahuan dan persoalannya Salah satu kesulitan terbesar yangdihadapi manusia

dewasa ini adalah keserbamajemukan ilmuitu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagisatu, kita tidak bisa mengatakan inilahsatu- satunya ilmu pengetahuan yang dapatmengatasi problem manusia dewasa ini.Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalulebih menunjukkan keekaannya daripadakebhinekaannya. Seperti pada awalperkembangan ilmu pengetahuan berada dalamkesatuan filsafat.

Proses perkembangan ini menarikperhatian karena justru bertentangandengan inspirasi tempat pengetahuan itusendiri, yaitu keinginan manusia untukmengadakan kesatuan di dalamkeserbamajemukan gejala-gejala di duniakita ini. Karena yakin akan kemungkinannyamaka timbullah ilmu pengetahuan. Secarametodis dan sistematis manusia mencariazas- azas sebagai dasar untuk memahamihubungan antara gejala-gejala yang satudengan yang lain sehingga bisa ditentukan

adanya keanekaan di dalam kebhinekaannya.Namun dalam perkembangannya ilmupengetahuan berkembang ke arahkeserbamajemukan ilmu.a) Mengapa timbul spesialisasi?

Mengapa spesialisasi ilmu semakinmeluas? Misalnya dalam ilmu kedokteran danilmu alam. Makin meluasnya spesialisasiilmu dikarenakan ilmu dalam perjalanannyaselalu mengembangkan macam metode, objekdan tujuan. Perbedaan metode danpengembangannya itu perlu demi

127

kemajuan tiap-tiap ilmu. Tidak mungkinmetode dalam ilmu alam dipakai memajukanilmu psikologi. Kalau psikologi mau maju danberkembang harus mengembangkan metode, objekdan tujuannya sendiri. Contoh ilmu yangberdekatan, biokimia dan kimia umum keduanyamemakai ”hukum” yang dapat dikatakan sama,tetapi seorang sarjana biokimia perlupengetahuan susunan bekerjanya organisme-organisme yang tidak dituntut oleh seorangahli kimia organik. Hal ini agar supayabiokimia semakin maju dan mendalam, meskipuntidak diingkari antara keduanya masihmempunyai dasar-dasar yang sama.

Spesialisasi ilmu memang harus ada didalam satu cabang ilmu, namun kesatuandasar azas-azas universal harus diingatdalam rangka spesialisasi. Spesialisasiilmu membawa persoalan banyak bagi ilmuwansendiri dan masyarakat. Ada kalanya ilmuitu diterapkan dapat memberi manfaat bagimanusia, tetapi bisa sebaliknya merugikanmanusia. Spesialisasi di samping tuntutankemajuan ilmu juga dapat meringankan bebanmanusia untuk menguasai ilmu dan mencukupikebutuhan hidup manusia. Seseorang tidakmungkin menjadi generalis, yaitu menguasaidan memahami semua ilmu pengetahuan yangada (Sutardjo, 1982).b) Persoalan yang timbul dalam

spesialisasiSpesialisasi mengandung segi-segi

positif, namun juga dapat menimbulkan seginegatif. Segi positif ilmuwan dapat lebihfokus dan intensif dalam melakukan kajiandan pengembangan ilmunya. Segi negatif,orang yang mempelajari ilmu spesialismerasa terasing dari pengetahuan lainnya.Kebiasaan cara kerja fokus dan intensifmembawa dampak ilmuwan tidak maubekerjasama dan menghargai ilmu lain.Seorang spesialis bisa berada dalam bahayamencabut ilmu pengetahuannya dari rumpunkeilmuannya atau bahkan dari peta ilmu,

128

kemudian menganggap ilmunya otonom danpaling lengkap. Para spesialis denganotonomi keilmuannya sehingga tidak tahulagi dari mana asal usulnya, sumbangan apayang harus diberikan bagi manusia dan ilmu-ilmu lainnya, dan sumbangan apa yangperlu diperoleh dari ilmu-ilmu lain demikemajuan dan kesempurnaan ilmu spesialisyang dipelajari atau dikuasai.

Bila keterasingan yang timbul akibatspesialisasi itu hanya mengenai ilmupengetahuan tidak sangat berbahaya. Namunbila hal itu terjadi pada manusianya, makaakibatnya bisa mengerikan kalau manusiasampai terasing dari sesamanya dan bahkandari dirinya karena terbelenggu olehilmunya yang sempit. Dalam praktik-praktikilmu spesialis kurang memberikan orientasiyang luas terhadap kenyataan dunia ini,apakah dunia ekonomi, politik, moral,kebudayaan, ekologi dll.

Persoalan tersebut bukan berarti tidakterpecahkan, ada kemungkinan merelativisirjika ada kerjasama ilmu-ilmu pengetahuandan terutama di antara ilmuwannya. Hal initidak akan mengurangi kekhususan tiap-tiap ilmu pengetahuan, tetapi akanmemudahkan penempatan tiap-tiap ilmu dalamsatu peta ilmu pengetahuan manusia.Keharusan kerjasama ilmu sesuai dengan

sifat sosial manusia dan segalakegiatannya. Kerjasama seperti itu akanmembuat para ilmuwan memiliki cakrawalapandang yang luas dalam menganalisis danmelihat sesuatu. Banyak segi akandipikirkan sebelum mengambil keputusanakhir apalagi bila keputusan itumenyangkut manusia sendiri.2. Dimensi moral dalam pengembangan danpenerapan ilmu pengetahuan Tema ini membawa kita ke arahpemikiran: (a)

apakah ada kaitan antara moral atau etika

dengan ilmu pengetahuan, (b) saat mana

dalam pengembangan ilmu

129

memerlukan pertimbangan moral/etik? Akhir-akhir ini banyak disoroti segi etis daripenerapan ilmu dan wujudnya yang palingnyata pada jaman ini adalah teknologi,maka pertanyaan yang muncul adalah mengapakita mau mengaitkan soal etika dengan ilmupengetahuan? Mengapa ilmu pengetahuan yangmakin diperkembangkan perlu ”sapa menyapa”dengan etika? Apakah ada ketegangan ilmupengetahuan, teknologi dan moral?

Untuk menjelaskan permasalahantersebut ada tiga tahap yang perluditempuh. Pertama, kita melihatkompleksitas permasalahan ilmu pengetahuandan teknologi dalam kaitannya denganmanusia. Kedua, membicarakan dimensi etisserta kriteria etis yang diambil. Ketiga,berusaha menyoroti beberapa pertimbangansebagai semacam usulan jalan keluar daripermasalahan yang muncul.a) Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologiKalau perkembangan ilmu pengetahuan

sungguh-sungguh menepati janji awalnya 200tahun yang lalu, pasti orang tidak akanbegitu mempermasalahkan akibatperkembangan ilmu pengetahuan. Bilapenerapan ilmu benar-benar merupakansarana pembebasan manusia dariketerbelakangan yang dialami sekitar 1800-1900-an dengan menyediakan ketrampilan

”know how” yang memungkinkan manusia dapatmencari nafkah sendiri tanpa bergantungpada pemilik modal, maka pendapat bahwailmu pengetahuan harus dikembangkan atasdasar patokan-patokan ilmu pengetahuan itusendiri (secara murni) tidak akan mendapatkritikan tajam seperti pada abad ini.

Namun dewasa ini menjadi nyata adanya

keterbatasan ilmu pengetahuan itu

menghadapi masalah-masalah yang menyangkut

hidup serta pribadi manusia.

130

Misalnya, menghadapi soal transplantasijantung, pencangkokan genetis, problemmati hidupnya seseorang, ilmu pengetahuanmenghadapi keterbatasannya. Ia butuhkerangka pertimbangan nilai di luardisiplin ilmunya sendiri.

Kompleksitas permasalahan dalampengembangan ilmu dan teknologi kinimenjadi pemikiran serius, terutamapersoalan keterbatasan ilmu dan teknologidan akibat-akibatnya bagi manusia. Mengapaorang kemudian berbicara soal etika dalamilmu pengetahuan dan teknologi?b) Akibat teknologi pada perilaku manusia

Akibat teknologi pada perilaku manusiamuncul dalam fenomen penerapan kontroltingkah laku (behaviour control). Behaviourcontrol merupakan kemampuan untuk mengaturorang melaksanakan tindakan seperti yangdikehendaki oleh si pengatur (the ability to getsome one to do one’s bidding). Pengembanganteknologi yang mengatur perilaku manusiaini mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis seperti berikut.(1) Penemuan teknologi yang mengaturperilaku ini menyebabkan kemampuanperilaku seseorang diubah dengan operasidan manipulasi syaraf otak melalui”psychosurgery’s infuse” kimiawi, obat biustertentu.

Electrical stimulation of the brain (E S B) : shocklistrik tertentu. Teknologi baru dalambidang psikologi seperti “dynamicpsychoteraphy” mampu merangsang secarabaru bagian-bagian penting, sehinggakelakuan bisa diatur dan disusun. Kalaubegitu kebebasan bertindak manusiasebagai suatu nilai diambang kemusnahan.

(2) Makin dipacunya penyelidikan dan

pemahaman mendalam tentang kelakuan

manusia, memungkinkan adanya lubang

manipulasi, entah melalui iklan atau

media lain.

131

(3) Pemahaman “njlimet” tingkah lakumanusia demi tujuan ekonomis, rayuanuntuk menghirup kebutuhan baru sehinggabisa mendapat untung lebih banyak,menyebabkan penggunaan media (radio, TV)untuk mengatur kelakuan manusia.

(4) Behaviour control memunculkan masalahetis bila kelakuan seseorang dikontrololeh teknologi dan bukan oleh si subjekitu sendiri. Konflik muncul justrukarena si pengatur memperbudak orangyang dikendalikan, kebebasan bertindaksi kontrol dan diarahkan menurutkehendak si pengontrol.

(5) Akibat teknologi pada eksistensimanusia dilontarkan oleh Schumacher.Bagi Schumacher eksistensi sejatimanusia adalah bahwa manusia menjadimanusia justru karena ia bekerja.Pekerjaan bernilai tinggi bagi manusia,ia adalah ciri eksistensial manusia,ciri kodrat kemanusiaannya. Pemakaianteknologi modern condong mengasingkanmanusia dari eksistensinya sebagaipekerja, sebab di sana manusia tidakmengalami kepuasan dalam bekerja.Pekerjaan tangan dan otak manusiadiganti dengan tenaga-tenaga mesin,hilanglah kepuasan dan kreativitasmanusia (T. Yacob, 1993).

3. Beberapa pokok nilai yang perludiperhatikan dalam pengembanganilmu pengetahuan dan teknologiAda empat hal pokok agar ilmu

pengetahuan dan teknologi dikembangkansecara konkrit, unsur-unsur mana yangtidak boleh dilanggar dalam pengembanganilmu pengetahuan dan teknologi dalammasyarakat agar masyarakat itu tetapmanusiawi.a) Rumusan hak azasi merupakan sarana

hukum untuk menjamin penghormatan

terhadap manusia. Individu-

132

individu perlu dilindungi dari pengaruhpenindasan ilmu pengetahuan.

b) Keadilan dalam bidang sosial, politik,dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.Perkembangan teknologi sudah membawaakibat konsentrasi kekuatan ekonomimaupun politik. Jika kita inginmemanusiawikan pengembangan ilmu danteknologi berarti bersediamendesentralisasikan monopolipengambilan keputusan dalam bidangpolitik, ekonomi. Pelaksanaan keadilanharus memberi pada setiap individukesempatan yang sama menggunakan hak-haknya.

c) Soal lingkungan hidup. Tidak adaseorang pun berhakmenguras/mengeksploitasi sumber-sumberalam dan manusiawi tanpa memperhatikanakibat-akibatnya pada seluruhmasyarakat. Ekologi mengajar kita bahwaada kaitan erat antara benda yang satudengan benda yang lain di alam ini.

d) Nilai manusia sebagai pribadi. Dalamdunia yang dikuasai teknik, hargamanusia dinilai dari tempatnya sebagai

salah satu instrumen sistemadministrasi kantor tertentu. Akibatnyamanusia dinilai bukan sebagai pribaditapi lebih dari sudut kegunaannya atauhanya dilihat sejauh ada manfaatpraktisnya bagi suatu sistem. Nilaisebagai pribadi berdasar hubungansosialnya, dasar kerohanian danpenghayatan hidup sebagai manusiadikesampingkan. Bila pengembangan ilmudan teknologi mau manusiawi, perhatianpada nilai manusia sebagai pribaditidak boleh kalah oleh mesin. Hal inipenting karena sistem teknokrasicenderung dehumanisasi ( T. Yacob,1993).

133

G.Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan ilmu pengetahuandan Teknologi Karena pengembangan ilmu dan teknologihasilnya

selalu bermuara pada kehidupan manusiamaka perlu mempertimbangan strategi ataucara-cara, taktik yang tepat, baik danbenar agar pengembangan ilmu dan teknologimemberi manfaat mensejahterakan danmemartabatkan manusia.

Dalam mempertimbangkan sebuah strategisecara imperatif kita meletakkan Pancasilasebagai dasar nilai pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi di Indonesia.Pengertian dasar nilai menggambarkanPancasila suatu sumber orientasi dan arahpengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasilasebagai dasar nilai mengandung dimensiontologis, epistemologis dan aksiologis.Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuansebagai upaya manusia untuk mencarikebenaran yang tidak mengenal titik henti,atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalamfenomenanya sebagai masyarakat, proses danproduk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai

Pancasila dijadikan pisau analisis/metodeberfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensiaksiologis, mengandung nilai- nilaiimperatif dalam mengembangkan ilmu adalahsila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan.Untuk itu ilmuwan dituntut memahamiPancasila secara utuh, mendasar, dankritis, maka diperlukan suatu situasikondusif baik struktural maupun kultural.Ilustrasinya dapat dilihat pada bagan 2berikut ini.

134

Bagan 2. Strategi Pengembangan IPTEKPancasila Sebagai Dasar Nilai

Peran nilai-nilai dalam setiap sila

dalam Pancasila adalah sebagai berikut.

1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:melengkapi ilmu pengetahuan menciptakanperimbangan antara yang rasional danirasional, antara rasa dan akal. Silaini menempatkan manusia dalam alamsebagai bagiannya dan bukan pusatnya.

2) Sila Kemanusiaan yang adil danberadab: memberi arah dan mengendalikanilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan padafungsinya semula, yaitu untukkemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok,lapisan tertentu.

3) Sila Persatuan Indonesia:mengkomplementasikan universalisme dalam

sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-

sistem. Solidaritas dalam sub-sistem

sangat penting untuk

135

kelangsungan keseluruhan individualitas,tetapi tidak mengganggu integrasi.

4) Sila kerakyatan yang dipimpin olehhikmah kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, mengimbangiotodinamika ilmu pengetahuan danteknologi berevolusi sendiri denganleluasa. Eksperimentasi penerapan danpenyebaran ilmu pengetahuan harusdemokratis dapat dimusyawarahkan secaraperwakilan, sejak dari kebijakan,penelitian sampai penerapan massal.

5) Sila keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia, menekankan ketigakeadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dankeadilan komutatif. Keadilan sosial jugamenjaga keseimbangan antara kepentinganindividu dan masyarakat, karenakepentingan individu tidak bolehterinjak oleh kepentingan semu.Individualitas merupakan landasan yangmemungkinkan timbulnya kreativitas daninovasi.Pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi harus senantiasa berorientasipada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya

Pancasila dituntut terbuka dari kritik,bahkan ia merupakan kesatuan dariperkembangan ilmu yang menjadi tuntutanperadaban manusia. Peran Pancasila sebagaiparadigma pengembangan ilmu harus sampaipada penyadaran, bahwa fanatisme kaidahkenetralan keilmuan atau kemandirian ilmuhanyalah akan menjebak diri seseorang padamasalah -masalah yang tidak dapat diatasidengan semata- mata berpegang pada kaidahilmu sendiri, khususnya mencakuppertimbangan etis, religius, dan nilaibudaya yang bersifat mutlak bagi kehidupanmanusia yang berbudaya.[ ]

136

Daftar PustakaIriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat Ilmu,

Pascasarjana, SemarangKunto Wibisono, 1985, Arti Perkembangan Menurut

Positivisme, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Sutardjo, 1992, Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tarsito, Bandung.

T. Yacob, 1993, Manusia, Ilmu dan Teknologi, PT.Tiara Wacana, Yogyakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

Van Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, Kanisius, Yogyakarta.

Van Peursen, 1987, Susunan Ilmu Pengetahuan,

Kanisius, Yogyakarta

137