Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
ETIKA PROFESIONAL ENTREPRENEUR DALAM ISLAM
DOSEN PENGAMPU : ANDI PRASTOWO, M.Pd.I
Oleh:
PUSPITA NURJAN N AH
14480077
PROGRAM STUDI PGMI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika
atau norma-norma ini digunakan agar para pengusaha
tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dan usaha
yang dijalankan memperoleh simpati dari berbagai
pihak. Pada akhirnya, etika tersebut ikut membentuk
pengusaha yang bersih dan dapat memajukan serta
membesarkan usaha yang dijalankan dalam waktu yang
relatif lebih lama. Untuk itu, perlu adanya suatu
tuntunan berkaitan dengan etika profesional
entrepreneur agar terjadi keseimbangan hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan, terutama etika
entrepreneur dalam Islam atau berbasis syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat dari etika profesional enterpreneur ?
2. Apa fungsi etika profesional enterpreneurship ?
3. Apa macam-macam etika profesional
enterpreneurship ?
4. Apa etika enterpreneur menurut islam ?
3
5. Bagaimana kedudukan harta dan kekayaan menurut
syari’ah islam ?
6. Bagaimanakah etika enterpreneurship ?
7. Apa hakikat enterpreneur profesional ?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat dari etika profesional
enterpreneur
2. Mengetahui fungsi etika profesional enterpreneurship
3. Mengetahui macam-macam etika profesional
enterpreneurship
4. Mengetahui etika enterpreneur menurut islam
5. Mengetahui kedudukan harta dan kekayaan menurut
syari’ah islam
6. Mengetahui etika enterpreneurship
7. Mengetahui hakikat enterpreneur profesional
4
BAB II
PEMBAHASANA. Hakikat Etika Profesional Enterpreneur
Pengertian etika adalah tata cara berhubungan dengan
manusia lainnya. Tata cara pada masing-masing
masyrakat tidaklah sama atau beragam bentuk. Hal ini
di sebkan beragamnya budaya kehidupan masyrakat yang
berasaldari berbagai wilayah. Dilihat dari sejarahnya
kata etika berasal dari bahasa Perancis (etiquette),
yang berarti kartu undangan. Pada saat itu raja-raja
prancis sering mengundang para tamu dengan menggunakan
kartu undangan. Dalam kartu undangan tercantum
peraturan untuk menghadiri acara, antara lain waktu
acara dan akaian yang harus dikenakan.1
Dalam arti luas etika sering disebut sebagai
tindakan mengatur tingkah laku atau perilaku manusia
dengan masyrakat. Tingkah laku ini perlu diatur agar
tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan masyrakat
di setiap daerah atau Negara berbeda-beda.2
Apabila entrepreneur diposisikan sebagai suatu
profesi, yaitu profesi bisnis, berarti seorang
1 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal.23-242 Ibid, hal 24
5
pebisnis mempunyai status profesional. Salah satu
sikap profesional adalah menjalankan aktivitas atau
pekerjaan dengan suatu tuntunan moral yang sangat
tinggi dan mempunyai suatu komitmen dalam dirinya
dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Di sinilah
kata “baik” dan “benar” tentu ada acuannya untuk
setiap profesi yang dinamakan kode etik.3
Kode etik biasanya dibuat oleh organisasi profesi
sejenis. Kode etik ini akan terkait dengan etika-etika
yang harus diperhatikan seorang profesional dalam
menjalankan profesinya, supaya jangan terjerumus dalam
citra pribadi yang merugikan pihak lain.4
Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang
dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan dalam
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Etika
aslinya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang
benar dan baik untuk menentang apa yang salah dan apa
yang buruk.5
B. Fungsi Etika Profesional Enterpreneurship6
3 H Moko P. Astamoen, Entrepreneurship dalam perspektif kondisi bangsa Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 3554 ibid5 Murdjiarto dan Aliaras Wahid, Membangun Karakter dan kepribadian kewirausahaan, (Jakarta Barat: Graha Ilmu, 2006) hal. 54.
6
Etika yang diberlakukan oleh pengusaha terhadap
berbagai pihak memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan
etika tersebut harus sejalan dengan tujuan perusahaan.
Di samping memiliki tujuan, etika juga sangat
bermanfaat bagi perusahaan apabila dilakukan secara
sungguh-sunggah.
Berikut ini tujuan atau fungsi etika yang selalu
ingin dicapai oleh perusahaan.
1. Untuk persahabatan dan pergaulan
Etika dapat meningkatkan keakraban dengan
karyawan, pelanggan atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Suasana akrab akan berubah
menjadi persahabatan dan menambah luasnya
pergaulan. Jika karyawan, pelanggan, dan
masyarakat menjadi akrab, segala urusan akan
menjadi lebih mudah dan lancar.
2. Menyenangkan orang lain
Sikap menyenangkan orang lain merupakan sikap
yang mulia. Jika kita ingin dihormati, kita harus
menghormati orang lain. Menyenangkan orang lain
berarti membuat orang menjadi suka dan puas
terhadap pelayanan kita. Jika pelanggan merasa
senang dan puas dengan pelayanan yang diberikan,6 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal.27-28.
7
diharapkan mereka akan mengulangnya kembali suatu
waktu.
3. Membujuk pelanggan
Setiap calon pelanggan memiliki karakter
tersendiri. Kadang-kadang seorang calon pelanggan
perlu dibujuk agar mau menjadi pelanggan.
Berbagai cara dapat dilakukan perusahaan untuk
membujuk calon pelanggan. Salah satu caranya
adalah melalui etika yang ditunjukkan seluruh
karyawan perusahaan.
4. Mempertahankan pelanggan
Ada anggapan mempertahankan pelanggan jauh lebih
sulit daripada mencari pelanggan. Anggapan ini
tidak seluruhnya benar, justru mempertahankan
pelanggan lebih mudah karena mereka sudah
merasakan produk atau layanan yang kita berikan.
Artinya, mereka sudah mengenal kita lebih dahulu.
Melalui pelayanan etika seluruh karyawan,
pelanggan lama dapat dipertahankan karena mereka
sudah merasa puas atas layanan yang diberikan.
5. Membina dan menjaga hubungan
Hubungan yang sudah berjalan baik harus tetap dan
terus dibina. Hindari adanya perbedaan paham atau
konflik. Ciptakan hubungan dalam suasana akrab.
8
Dengan etika hubunan yang lebih baik dan akrab
pun dapat terwujud.
C. Macam-macam Etika Profesional Enterpreneurship7
Etika atau norma yang harus ada dalam benak dan jiwa
setiap pengusaha adalah sebagai berikut.
1. Kejujuran
Seorang pengusaha harus selalu bersikap jujur
baik dalam berbicara maupun bertindak. Jujur ini
perlu agar berbagai pihak percaya terhadap apa
yang akan dilakukan. Tanpa kejujuran, usaha tidak
akan maju dan tidak dipercaya konsumen atau mitra
kerjanya.
2. Bertanggung jawab
Pengusaha harus bertanggung jawab terhadap semua
kegiatan yang dilakukan dalam bidang usahanya.
Kewajiban terhadap berbagai pihak harus segera
diselesaikan. Tanggung jawab tidak hanya terbatas
pada kewajiban, tetapi juga kepada seluruh
karyawannya, masyarakat, dan pemerintah.
3. Menepati janji
Pengusaha dituntut untuk selalu menepati janji,
misalnya dalam hal pembayaran, pengiriman barang
atau penggantian. Sekali seorang pengusaha ingkar
7 Ibid, hal.25-26.
9
janji, hilanglah kepercayaan pihak lain
terhadapnya. Pengusaha juga harus konsisten
terhadap apa yang telah dibuat dan disepakati
sebelumnya.
4. Disiplin
Pengusaha dituntut untuk selalu disiplin dalam
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usahanya,
misalnya dalam hal waktu pembayaran atau
pelaporan kegiatan usahanya.
5. Taat hukum
Pengusaha harus selalu patuh dan menaati hukum
yang berlaku, baik yang berkaitan dengan
masyarakat maupun pemerintah. Pelanggaran
terhadap hukum dan peraturan yang telah dibuat
berakibat fatal dikemudian hari. Bahkan, hal itu
akan menjadi beban moral bagi pengusaha apabila
tidak diselesaikan segera.
6. Suka membantu
Pengusaha secara moral harus sanggup membantu
berbagai pihak yang memerlukan bantuan. Sikap
ringan tangan ini dapat ditunjukkan kepada
masyarakat dalam berbagai cara. Pengusaha yang
terkesan pelit akan dimusuhi oleh banyak orang.
7. Komitmen dan menghormati
10
Pengusaha harus komitmen dengan apa yang mereka
jalankan dan menghargai komitmen dengan pihak-
pihak lain. Pengusaha yang menjunjung tinggi
komitmen terhadap apa yang telah diucapkan atau
disepakati akan dihargai oleh berbagai pihak.
8. Mengejar prestasi
Pengusaha yang sukses harus selalu berusaha
mengejar prestasi setinggi mungkin. Tujuannya
agar perusahaan dapat terus bertahan dari waktu
ke waktu. Prestasi yang berhasil dicapai perlu
terus ditingkatkan. Di samping itu, pengusaha
juga harus tahan mental dan tidak mudah putus asa
terhadap berbagai kondisi dan situasi yang
dihadapinya.
D. Etika Enterpreneur Menurut Islam8
1. Etika mencari keuntungan
a. Mewajibkan aktivitas perdagangan dengan landasan
keimanan dan ketakwaan. Keimanan adalah landasan
motivasi dan tujuan, dan ketakwaan adalah
landasan operasionalnya.
b. Memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan
zikir dan bersyukur. Zikir dimaksudkan sebagai
kesadaran akan peran dan kehadiran Allah dalam8H. M. Ma’ruf Abdulloh, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2009), hal 32-37.
11
proses kegiatan bisnis. Sementara syukur
dimaksudkan sebagai kesadaran untuk
berterimakasih kepada Allah atas prestasi yang
diraihnya.
c. Berjiwa bersih dan mau bertobat. Maksud bersih di
sini adalah bersih dari penyakit jiwa yang
menghambat prestasi seseorang dalam tugasnya,
diantaranya dengki, sombong, benci, hasut.
Kebersihan jiwa akan membuat seseorang pebisnis
menjalankan usahanya secara jernih dan objektif
dalam berkompetisi serta tidak melakukan
kecurangan dalam berbagai kesepakatan. Sedangkan
taubat merupakan prasyarat yang harus dipenuhi
dahulu jika seseorang yang akan terjun ke dunia
bisnis merasa pernah melakukan hal-hal yang harus
dibersihkan tadi (dengki, sombong, benci, dan
hasut).
d. Memiliki antusiasme yang tinggi dalam menjalankan
amar ma’ruf nahi mungkar.
2. Etika Profesi Natural Islam
Menjadi pebisnis syariah merupakan suatu
profesi yang memerlukan etika secara khusus sebagai
way of life yang selaras dengan keyakinan agama Islam.
Manusia yang memilih keyakinan agama Islam selain
12
mendapat bimbingan melalui kalamullah (ayat-ayat al-
Quran), ia juga mendapat bimbingan dalam bentuk
alam (filullah). Perpaduan antara bimbingan kalamullah
dan filullah inilah yang membentuk etika profesi
natural Islami, sebagaimana firman Allah QS. Ali
Imran : 190-191, yang memiliki arti ”Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dengan memahami kandungan ayat ini yang
memadukan kalamullah dan filullah bagi seorang musli,
khususnya bagi pebisnis syariah maka ia akan sampai
pada kesimpulan: bahwa alam yang diciptakan Tuhan
adalah untuk manusia, guna dimanfaatkan (dengan
tanpa merusak) demi kebahagiaan mereka. Allah
dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya senantiasa
bermaksud baik terhadap hamba-hamba-Nya. Keyakinan
ini sangat kondusif bagi manusia untuk mencapai
kesuksesan dan keselamatan sehingga senantiasa
memiliki rasa optimis dalam menjalani kehidupan di
13
muka bumi ini. “optimisme dalam kehidupan” inilah
yang disebut dengan “etika natural Islam” yang
menjadi etika profesi pebisnis syariah.
Optimisme ini terlihat dalam sikap hidupnya.
Jika ia mempunyai rencana yang telah
diperhitungkan, maka ia lebih yakin dibalik itu
Allah akan memberi kemudahan yang lebih banyak,
sebagaimana firman Allah QS. Al-Insyirah : 5-6,
yang artinya “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan “.
E. Kedudukan Harta dan Kekayaan Menurut Syari’ah Islam9
1. Harta milik Allah
Semua yang ada di dunia ini merupakan ciptaan
Allah termasuk harta. Oleh karenanya harta pun
sebenarnya juga milik Allah. Manusia hanya
memanfaatkan dan mengelolanya sesuai dengan
ketentuan syari’ah. Seorang wirausaha yang berbasis
syari’ah yakin betul dengan ketentuan tersebut, dan
ia dipandu oleh iman untuk mencari dan mengolah
harta, serta memanfaatkannya sesuai ketentuan
syari’ah, ada bagian untuk diusahakan, ada bagian
untuk hidupnya dengan keluarganya, ada bagian untuk
membayar zakat, ada bagian untuk mengembangkan
9Ibid, hal 7-11
14
usaha. Semua itu dijabarkannya dari maksud firman
Allah QS. Al-Mulk Ayat 15 yang berarti, “Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah
sebagiandari rizki-Nya dan hanya kepada-Nyalah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan”.
Bagi seorang wirausaha muslim harta bukanlah
tujuan, harta hanya sarana untuk melaksanakan tugas
dan pengabdiannya sebagai seorang khalifah di muka
bumi yang salah satu tugasnya adalah memakmurkan
kehidupan di muka bumi, sebagaimana firman Allah
dalam QS. Al-A’raf ayat 129, yang memiliki arti
“dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka
Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu” dan dalam
firman-Nya QS Yunus ayat 14, “Kemudian Kami jadikan
kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi
sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana
kamu berbuat.”
Partisipasi seorang wirausaha muslim dalam
memakmurkan kehidupan di bumi dapat dilihat dari
usahanya menyediakan keperluan umat yang memerlukan
produk/ jasa yang dijualnya, dan lebih jauh lagi
dapat dilihat dari berapa banyak orang yang turut
bekerja atau terlibat dalam aktivitas bisnisnya dan
15
yang turut mendapat penghasilkan dari bisnisnya
tersebut.
2. Manusia hanya mengelola
Seorang wirausaha muslim sadar betul bahwa
harta yang ada padanya hanya titipan Allah, dan ia
hanya mengelolanya sesuai tuntunan syari’ah. Dengan
iman yang diyakininya itu maka ia tidak akan
bersikap seperti Karun yang menganggap harta yang
ada padanya adalah miliknya dan digunakan sesuai
kehendak-Nya. Ia sadar bahwa Allahlah yang
memberikan kekuatan, ilmu, kesehatan yang
menyebabkan ia bisa bekerja mencari harta. Oleh
karenanya ia tidak sombong dan selalu
memanfaatannya sesuai ketentuan syari’ah. Ia sadar
semua harta yang ada padanya adalah karena
kemurahan Allah, dan ia yakin betul tentang
pertanggungjawaban kepemilikan harta di akhirat
nanti sebagaimana diingatkan oleh Rasululloh SAW
dalam salah satu hadist :
“Tidak akan beranjak kaki seorang hamba, hingga
ia ditanya tentang empat hal; tentang umurnya
untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya
untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya
darimana ia dapatkan dan dimana ia keluarkan,
16
dan tentang ilmunya, apa yang sudah ia
amalkan”.(HR. Ath Thabrani)
Agama Islam memandang harta sebagai salah satu
perhiasan dunia dan juga sebagai sarana yang bisa
mempermudah hidup manusia. Islam tidak mencela
harta yang ada di tangan seseorang sepanjang
hartanya itu dikelola sesuai syari’ah. Harta bisa
dijadikan media untuk berbuat kebaikan, dan harta
itu menjadi bernilai baik. Sebaliknya apabila harta
itu digunakan untuk keburukan, maka harta itu
menjadi buruk. Itu pula lah yang selalu diingat
oleh wirausaha berbasis syari’ah sebagaimana yang
difirmankan Allah di dalam QS. Al-Lail ayat 5-11,
yang berarti “Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga).
Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang
mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan
merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala
terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya
(jalan) yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat
baginya apabila ia telah binasa”.
Dengan demikian harta itu menjadi tercela
karena suatu sebab yang dibuat oleh manusia yang
17
mengelolanya, di antaranya, sangat tamak dengan
harta, mendapatkannya dengan cara yang tidak benar,
ditahan atau tidak dikeluarkan zakatnya, atau
berbangga-bangga dengan apa yang ia miliki.
3. Harta tidak kekal
Seorang wirausaha muslim percaya bahwa harta
itu tidak kekal. Namun ia berurusan dengan harta
dari usahanya itu karena ada manfaat dari harta
itu, yaitu sebagai media untuk berbuat baik;
seperti untuk beribadah perlu pakaian, berinfaq
untuk pembangunan pendidikan, sarana ibadah (masjid
dan mushalla) perlu uang, menyantuni fakir miskin,
anak yatim perlu uang. Jadi harta itu diperlukan
sebatas keperluan beribadah dan berbuat baik kepada
yang memerlukan. Dengan menyadari harta itu tidak
kekal maka bagi seorang wirausaha muslim insyaAllah
tidak akan sampai menyebabkan lupa diri dan lupa
daratan yang menjerumuskannya pada sifat tamak dan
bakhil, karena apabila ia meninggalkan dunia tidak
secuil pun akan dibawanya menghadap Allah.
4. Harta untuk kemaslahatan
Pengembangan harta dalam paradigma Islam
mempunyai tujuan utama untuk mewujudkan keadaan
aman dari rasa lapar dan ketakutan. Paradigma ini
18
sangat diyakini oleh wirausaha muslim (berbasis
syari’ah) untuk mewujudkan kehidupan yang mulia
bagi setiap manusia, sebagaimana firman Allah QS.
An- Nahl ayat 97, “Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.”
Kehidupan yang mulia itu adalah kehidupan yang
dihiasi dengan nuansa persaudaraan, kebersamaan,
saling menolong, mencintai dan menyayangi, sehingga
bebas dari perasaan takut, lapar, benci,
permusuhan, dan egoisme individu. Semua itu
didasari oleh asas keadilan dalam hal pendapatan
dan kekayaan yang dimiliki, demi menghindari harta
berputar hanya pada orang kaya saja.
Islam adalah agama yang menghubungkan antara
perkembangan ekonomi dengan perkembangan sosial
masyarakat. Keduanya ibarat dua sisi mata uang.
Oleh karenya menjadi keharusan bagi wirausaha
muslim dalam menginvestasikan hartanya juga
memperhatikan kebutuhan sosial masyarakat. Jadi
19
tidak semua investasinya hanya untuk usaha
(bisnis)nya saja, tapi ada bagian yang
disediakannya untuk kepentingan ibadah sosial
(berinfaq) dengan urutan prioritas.
5. Terjaga dari hal yang dilarang syari’ah
Harta yang dimiliki seorsng wirausaha muslim
yang taat mengikuti aturan agama terjaga dari hal-
hal yang dilarang syari’ah, seperti:
1. Tidak mengeluarkan/menahan zakat
2. Tidak peduli dengan anak yatim
3. Tidak peduli dengan orang miskin
4. Tidak peduli dengan kepentingan sosial
masyarakat
5. Dan lain-lain
F. Etika Enterpreneurship10
Menurut pendapat Michael Josephson (1998) yang
dikutip oleh Zimmerer (1996: 27-28), secara universal,
ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
1. Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur,
sungguh-sungguh, terus terang, tidak curang, tidak
mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
10 Muhammad Anwar H. M., Pengantar kewirausahaan teori dan aplikasi, (Jakarta: Predana. 2014), hal. 97-98
20
2. Integritas, yaitu memegang prinsip melakukan
kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan
penuh pendirian atau keyakinan, tidak bermuka dua,
tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut
dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak
meninterpretasikan persetujuan dalam bentuk
teknikal atau legalistik dengan dalih
ketidakrelaan.
4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga,
teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau
memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam
suatu konteks profesional, menjaga atau melindungi
kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang
bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak
pantas serta konflik kepentingan.
5. Kewajaran atau keadilan, yaitu berlaku adil dan
berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan,
memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan
perlakuan individual dan toleran terhadap
perbedaan, serta tidak bertindak melampaui batas
atau mengambil keuntungan profesional yang bebas
dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas
serta konflik kepentingan.
21
6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu,
berbaik hati, belas kasihan, tolong-menolong,
kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang
membahayakan orang lain.
7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati
martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan
nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun,
tidak merendahkan dan memperlakukan martabat orang
lain.
8. Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu\selalu
menaati hukum atau aturan, penuh kesadaran sosial,
dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil
keputusan.
9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan
dalam segala hal, baik dalam pertemuan personal
ataupun dalam pertanggungjawaban profesional,
tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin, penuh
komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan
terbaik, dan mengembangkan serta memperthankan
tingkat kompetensi yang tinggi.
10. Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan
menerima tanggung jawab atas keputusan dan
konsekuensinya serta selalu memberi contoh.
G. Hakikat Enterpreneur Profesional
22
Banyak orang berbicara mengenai “profesionalisme”.di
mana-mana, terutama dari para pejabat, seringkali
meluncur ucapan bahwa semua orang dituntut untuk
profesional. Namun demikian, pemahaman setiap orang
mengenai “profesional” dan “profesionalisme” tentu
beraneka ragam. Arti kedua hal tersebut sangatlah
penting jika dikaitkan dengan entrepreneurship, karena
seorang entrepreneur harus bersikap profesional dalam
menjalankan seluruh tugas dan kewajiban dalam mencapai
tujuan sebagai entrepreneur sukses.11
Pengertian dari profesi berkaitan dengan keahlian
tertentu dalam mencari nafkah. Sedangkan “orang
profesional” adalah seseorang yang mempunyai keahlian
atau kemampuan tertentu berupa tenaga, waktu dan
pikiran yang “dijual” kepada pihak lain atau orang
lain untuk mendapatkan imbalan yang terukur-biasanya
dalam bentuk uang-untuk memenuhi nafkah hidupnya
dengan segala resiko yang diperhitungkan.12
Dalam mengembangkan profesionalismenya, seorang
profesional tidak begitu saja dapat berkiprah di
masyarakat untuk mencari nafkah. Seseorang profesional
perlu membekali dirinya terus menerus berusaha selalu
11H Moko P. Astamoen, Entrepreneurship dalam perspektif kondisi bangsa Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 40512 ibid
23
memperbaiki diri agar kompetensinya dapat diakui serta
mampu berkompetisi dengan pihak-pihak lain, terutama
dalam bidang profesi sejenis.13
Adapun bekal yang diperlukan oleh seorang
profesional adalah ilmu pengetahuan dalam bidang
profesinya, keterampilan, mental, sikap serta
integritas diri. Selain itu, tentu diperlukan juga
pengetahuan lain, sikap diri yang positif, kesehatan
dan kebugaran fisik yang prima, agar dapat menjalankan
tugas-tugas profesinya dengan baik.14
13 Ibid, hal. 40814 Ibid, hal. 409
24
BAB III
PENUTUPEtika adalah tata cara berhubungan dengan
manusia lainnya. Etika yang diberlakukan oleh
pengusaha terhadap berbagai pihak memiliki tujuan-
tujuan tertentu. Etika atau norma harus ada dalam
benak dan jiwa setiap pengusaha. Etika enterpreneur
menurut Islam meliputi etika mencari keuntungan dan
etika profesi natural Islam. Kedudukan harta dan
kekayaan menurut syari’ah Islam, harta milik Allah,
manusia hanya mengelola, harta tidak kekal, harta
untuk kemaslahatan, terjaga dari hal yang dilarang
syari’ah
Pengertian dari profesi berkaitan dengan
keahlian tertentu dalam mencari nafkah. Sedangkan
“orang profesional” adalah seseorang yang mempunyai
keahlian atau kemampuan tertentu berupa tenaga,
waktu dan pikiran yang “dijual” kepada pihak lain
atau orang lain untuk mendapatkan imbalan yang
terukur-biasanya dalam bentuk uang-untuk memenuhi
nafkah hidupnya dengan segala resiko yang
diperhitungkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdulloh, H. M. Ma’ruf. 2013. Wirausaha berbasis syari’ah.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Anwar H. M., Muhammad. 2014. Pengantar kewirausahaan teori dan
aplikasi, Jakarta: Predana.
Astamoen, H. Moko P. 2008. Entrepreneurship dalam perspektif
kondisi bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Kasmir. 2014. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Murdjiarto dan Wahid, Aliaras. 2006. Membangun Karakter dan
kepribadian kewirausahaan. Jakarta Barat: Graha Ilmu.
26