26
MAKALAH ETIKA PROFESIONAL ENTREPRENEUR DALAM ISLAM DOSEN PENGAMPU : ANDI PRASTOWO, M.Pd.I Oleh: PUSPITA NURJAN N AH 14480077 PROGRAM STUDI PGMI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015

etika profesional entrepreneur

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

ETIKA PROFESIONAL ENTREPRENEUR DALAM ISLAM

DOSEN PENGAMPU : ANDI PRASTOWO, M.Pd.I

Oleh:

PUSPITA NURJAN N AH

14480077

PROGRAM STUDI PGMI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA

2015

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika

atau norma-norma ini digunakan agar para pengusaha

tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dan usaha

yang dijalankan memperoleh simpati dari berbagai

pihak. Pada akhirnya, etika tersebut ikut membentuk

pengusaha yang bersih dan dapat memajukan serta

membesarkan usaha yang dijalankan dalam waktu yang

relatif lebih lama. Untuk itu, perlu adanya suatu

tuntunan berkaitan dengan etika profesional

entrepreneur agar terjadi keseimbangan hubungan antara

berbagai pihak yang berkepentingan, terutama etika

entrepreneur dalam Islam atau berbasis syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hakikat dari etika profesional enterpreneur ?

2. Apa fungsi etika profesional enterpreneurship ?

3. Apa macam-macam etika profesional

enterpreneurship ?

4. Apa etika enterpreneur menurut islam ?

3

5. Bagaimana kedudukan harta dan kekayaan menurut

syari’ah islam ?

6. Bagaimanakah etika enterpreneurship ?

7. Apa hakikat enterpreneur profesional ?

C. Tujuan

1. Mengetahui hakikat dari etika profesional

enterpreneur

2. Mengetahui fungsi etika profesional enterpreneurship

3. Mengetahui macam-macam etika profesional

enterpreneurship

4. Mengetahui etika enterpreneur menurut islam

5. Mengetahui kedudukan harta dan kekayaan menurut

syari’ah islam

6. Mengetahui etika enterpreneurship

7. Mengetahui hakikat enterpreneur profesional

4

BAB II

PEMBAHASANA. Hakikat Etika Profesional Enterpreneur

Pengertian etika adalah tata cara berhubungan dengan

manusia lainnya. Tata cara pada masing-masing

masyrakat tidaklah sama atau beragam bentuk. Hal ini

di sebkan beragamnya budaya kehidupan masyrakat yang

berasaldari berbagai wilayah. Dilihat dari sejarahnya

kata etika berasal dari bahasa Perancis (etiquette),

yang berarti kartu undangan. Pada saat itu raja-raja

prancis sering mengundang para tamu dengan menggunakan

kartu undangan. Dalam kartu undangan tercantum

peraturan untuk menghadiri acara, antara lain waktu

acara dan akaian yang harus dikenakan.1

Dalam arti luas etika sering disebut sebagai

tindakan mengatur tingkah laku atau perilaku manusia

dengan masyrakat. Tingkah laku ini perlu diatur agar

tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan masyrakat

di setiap daerah atau Negara berbeda-beda.2

Apabila entrepreneur diposisikan sebagai suatu

profesi, yaitu profesi bisnis, berarti seorang

1 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal.23-242 Ibid, hal 24

5

pebisnis mempunyai status profesional. Salah satu

sikap profesional adalah menjalankan aktivitas atau

pekerjaan dengan suatu tuntunan moral yang sangat

tinggi dan mempunyai suatu komitmen dalam dirinya

dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Di sinilah

kata “baik” dan “benar” tentu ada acuannya untuk

setiap profesi yang dinamakan kode etik.3

Kode etik biasanya dibuat oleh organisasi profesi

sejenis. Kode etik ini akan terkait dengan etika-etika

yang harus diperhatikan seorang profesional dalam

menjalankan profesinya, supaya jangan terjerumus dalam

citra pribadi yang merugikan pihak lain.4

Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku

pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang

dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan dalam

memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Etika

aslinya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang

benar dan baik untuk menentang apa yang salah dan apa

yang buruk.5

B. Fungsi Etika Profesional Enterpreneurship6

3 H Moko P. Astamoen, Entrepreneurship dalam perspektif kondisi bangsa Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 3554 ibid5 Murdjiarto dan Aliaras Wahid, Membangun Karakter dan kepribadian kewirausahaan, (Jakarta Barat: Graha Ilmu, 2006) hal. 54.

6

Etika yang diberlakukan oleh pengusaha terhadap

berbagai pihak memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan

etika tersebut harus sejalan dengan tujuan perusahaan.

Di samping memiliki tujuan, etika juga sangat

bermanfaat bagi perusahaan apabila dilakukan secara

sungguh-sunggah.

Berikut ini tujuan atau fungsi etika yang selalu

ingin dicapai oleh perusahaan.

1. Untuk persahabatan dan pergaulan

Etika dapat meningkatkan keakraban dengan

karyawan, pelanggan atau pihak-pihak lain yang

berkepentingan. Suasana akrab akan berubah

menjadi persahabatan dan menambah luasnya

pergaulan. Jika karyawan, pelanggan, dan

masyarakat menjadi akrab, segala urusan akan

menjadi lebih mudah dan lancar.

2. Menyenangkan orang lain

Sikap menyenangkan orang lain merupakan sikap

yang mulia. Jika kita ingin dihormati, kita harus

menghormati orang lain. Menyenangkan orang lain

berarti membuat orang menjadi suka dan puas

terhadap pelayanan kita. Jika pelanggan merasa

senang dan puas dengan pelayanan yang diberikan,6 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal.27-28.

7

diharapkan mereka akan mengulangnya kembali suatu

waktu.

3. Membujuk pelanggan

Setiap calon pelanggan memiliki karakter

tersendiri. Kadang-kadang seorang calon pelanggan

perlu dibujuk agar mau menjadi pelanggan.

Berbagai cara dapat dilakukan perusahaan untuk

membujuk calon pelanggan. Salah satu caranya

adalah melalui etika yang ditunjukkan seluruh

karyawan perusahaan.

4. Mempertahankan pelanggan

Ada anggapan mempertahankan pelanggan jauh lebih

sulit daripada mencari pelanggan. Anggapan ini

tidak seluruhnya benar, justru mempertahankan

pelanggan lebih mudah karena mereka sudah

merasakan produk atau layanan yang kita berikan.

Artinya, mereka sudah mengenal kita lebih dahulu.

Melalui pelayanan etika seluruh karyawan,

pelanggan lama dapat dipertahankan karena mereka

sudah merasa puas atas layanan yang diberikan.

5. Membina dan menjaga hubungan

Hubungan yang sudah berjalan baik harus tetap dan

terus dibina. Hindari adanya perbedaan paham atau

konflik. Ciptakan hubungan dalam suasana akrab.

8

Dengan etika hubunan yang lebih baik dan akrab

pun dapat terwujud.

C. Macam-macam Etika Profesional Enterpreneurship7

Etika atau norma yang harus ada dalam benak dan jiwa

setiap pengusaha adalah sebagai berikut.

1. Kejujuran

Seorang pengusaha harus selalu bersikap jujur

baik dalam berbicara maupun bertindak. Jujur ini

perlu agar berbagai pihak percaya terhadap apa

yang akan dilakukan. Tanpa kejujuran, usaha tidak

akan maju dan tidak dipercaya konsumen atau mitra

kerjanya.

2. Bertanggung jawab

Pengusaha harus bertanggung jawab terhadap semua

kegiatan yang dilakukan dalam bidang usahanya.

Kewajiban terhadap berbagai pihak harus segera

diselesaikan. Tanggung jawab tidak hanya terbatas

pada kewajiban, tetapi juga kepada seluruh

karyawannya, masyarakat, dan pemerintah.

3. Menepati janji

Pengusaha dituntut untuk selalu menepati janji,

misalnya dalam hal pembayaran, pengiriman barang

atau penggantian. Sekali seorang pengusaha ingkar

7 Ibid, hal.25-26.

9

janji, hilanglah kepercayaan pihak lain

terhadapnya. Pengusaha juga harus konsisten

terhadap apa yang telah dibuat dan disepakati

sebelumnya.

4. Disiplin

Pengusaha dituntut untuk selalu disiplin dalam

berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usahanya,

misalnya dalam hal waktu pembayaran atau

pelaporan kegiatan usahanya.

5. Taat hukum

Pengusaha harus selalu patuh dan menaati hukum

yang berlaku, baik yang berkaitan dengan

masyarakat maupun pemerintah. Pelanggaran

terhadap hukum dan peraturan yang telah dibuat

berakibat fatal dikemudian hari. Bahkan, hal itu

akan menjadi beban moral bagi pengusaha apabila

tidak diselesaikan segera.

6. Suka membantu

Pengusaha secara moral harus sanggup membantu

berbagai pihak yang memerlukan bantuan. Sikap

ringan tangan ini dapat ditunjukkan kepada

masyarakat dalam berbagai cara. Pengusaha yang

terkesan pelit akan dimusuhi oleh banyak orang.

7. Komitmen dan menghormati

10

Pengusaha harus komitmen dengan apa yang mereka

jalankan dan menghargai komitmen dengan pihak-

pihak lain. Pengusaha yang menjunjung tinggi

komitmen terhadap apa yang telah diucapkan atau

disepakati akan dihargai oleh berbagai pihak.

8. Mengejar prestasi

Pengusaha yang sukses harus selalu berusaha

mengejar prestasi setinggi mungkin. Tujuannya

agar perusahaan dapat terus bertahan dari waktu

ke waktu. Prestasi yang berhasil dicapai perlu

terus ditingkatkan. Di samping itu, pengusaha

juga harus tahan mental dan tidak mudah putus asa

terhadap berbagai kondisi dan situasi yang

dihadapinya.

D. Etika Enterpreneur Menurut Islam8

1. Etika mencari keuntungan

a. Mewajibkan aktivitas perdagangan dengan landasan

keimanan dan ketakwaan. Keimanan adalah landasan

motivasi dan tujuan, dan ketakwaan adalah

landasan operasionalnya.

b. Memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan

zikir dan bersyukur. Zikir dimaksudkan sebagai

kesadaran akan peran dan kehadiran Allah dalam8H. M. Ma’ruf Abdulloh, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2009), hal 32-37.

11

proses kegiatan bisnis. Sementara syukur

dimaksudkan sebagai kesadaran untuk

berterimakasih kepada Allah atas prestasi yang

diraihnya.

c. Berjiwa bersih dan mau bertobat. Maksud bersih di

sini adalah bersih dari penyakit jiwa yang

menghambat prestasi seseorang dalam tugasnya,

diantaranya dengki, sombong, benci, hasut.

Kebersihan jiwa akan membuat seseorang pebisnis

menjalankan usahanya secara jernih dan objektif

dalam berkompetisi serta tidak melakukan

kecurangan dalam berbagai kesepakatan. Sedangkan

taubat merupakan prasyarat yang harus dipenuhi

dahulu jika seseorang yang akan terjun ke dunia

bisnis merasa pernah melakukan hal-hal yang harus

dibersihkan tadi (dengki, sombong, benci, dan

hasut).

d. Memiliki antusiasme yang tinggi dalam menjalankan

amar ma’ruf nahi mungkar.

2. Etika Profesi Natural Islam

Menjadi pebisnis syariah merupakan suatu

profesi yang memerlukan etika secara khusus sebagai

way of life yang selaras dengan keyakinan agama Islam.

Manusia yang memilih keyakinan agama Islam selain

12

mendapat bimbingan melalui kalamullah (ayat-ayat al-

Quran), ia juga mendapat bimbingan dalam bentuk

alam (filullah). Perpaduan antara bimbingan kalamullah

dan filullah inilah yang membentuk etika profesi

natural Islami, sebagaimana firman Allah QS. Ali

Imran : 190-191, yang memiliki arti ”Sesungguhnya

dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan

siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)

orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau

dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,

tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,

maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

Dengan memahami kandungan ayat ini yang

memadukan kalamullah dan filullah bagi seorang musli,

khususnya bagi pebisnis syariah maka ia akan sampai

pada kesimpulan: bahwa alam yang diciptakan Tuhan

adalah untuk manusia, guna dimanfaatkan (dengan

tanpa merusak) demi kebahagiaan mereka. Allah

dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya senantiasa

bermaksud baik terhadap hamba-hamba-Nya. Keyakinan

ini sangat kondusif bagi manusia untuk mencapai

kesuksesan dan keselamatan sehingga senantiasa

memiliki rasa optimis dalam menjalani kehidupan di

13

muka bumi ini. “optimisme dalam kehidupan” inilah

yang disebut dengan “etika natural Islam” yang

menjadi etika profesi pebisnis syariah.

Optimisme ini terlihat dalam sikap hidupnya.

Jika ia mempunyai rencana yang telah

diperhitungkan, maka ia lebih yakin dibalik itu

Allah akan memberi kemudahan yang lebih banyak,

sebagaimana firman Allah QS. Al-Insyirah : 5-6,

yang artinya “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan “.

E. Kedudukan Harta dan Kekayaan Menurut Syari’ah Islam9

1. Harta milik Allah

Semua yang ada di dunia ini merupakan ciptaan

Allah termasuk harta. Oleh karenanya harta pun

sebenarnya juga milik Allah. Manusia hanya

memanfaatkan dan mengelolanya sesuai dengan

ketentuan syari’ah. Seorang wirausaha yang berbasis

syari’ah yakin betul dengan ketentuan tersebut, dan

ia dipandu oleh iman untuk mencari dan mengolah

harta, serta memanfaatkannya sesuai ketentuan

syari’ah, ada bagian untuk diusahakan, ada bagian

untuk hidupnya dengan keluarganya, ada bagian untuk

membayar zakat, ada bagian untuk mengembangkan

9Ibid, hal 7-11

14

usaha. Semua itu dijabarkannya dari maksud firman

Allah QS. Al-Mulk Ayat 15 yang berarti, “Dialah

yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka

berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah

sebagiandari rizki-Nya dan hanya kepada-Nyalah kamu

(kembali setelah) dibangkitkan”.

Bagi seorang wirausaha muslim harta bukanlah

tujuan, harta hanya sarana untuk melaksanakan tugas

dan pengabdiannya sebagai seorang khalifah di muka

bumi yang salah satu tugasnya adalah memakmurkan

kehidupan di muka bumi, sebagaimana firman Allah

dalam QS. Al-A’raf ayat 129, yang memiliki arti

“dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka

Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu” dan dalam

firman-Nya QS Yunus ayat 14, “Kemudian Kami jadikan

kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi

sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana

kamu berbuat.”

Partisipasi seorang wirausaha muslim dalam

memakmurkan kehidupan di bumi dapat dilihat dari

usahanya menyediakan keperluan umat yang memerlukan

produk/ jasa yang dijualnya, dan lebih jauh lagi

dapat dilihat dari berapa banyak orang yang turut

bekerja atau terlibat dalam aktivitas bisnisnya dan

15

yang turut mendapat penghasilkan dari bisnisnya

tersebut.

2. Manusia hanya mengelola

Seorang wirausaha muslim sadar betul bahwa

harta yang ada padanya hanya titipan Allah, dan ia

hanya mengelolanya sesuai tuntunan syari’ah. Dengan

iman yang diyakininya itu maka ia tidak akan

bersikap seperti Karun yang menganggap harta yang

ada padanya adalah miliknya dan digunakan sesuai

kehendak-Nya. Ia sadar bahwa Allahlah yang

memberikan kekuatan, ilmu, kesehatan yang

menyebabkan ia bisa bekerja mencari harta. Oleh

karenanya ia tidak sombong dan selalu

memanfaatannya sesuai ketentuan syari’ah. Ia sadar

semua harta yang ada padanya adalah karena

kemurahan Allah, dan ia yakin betul tentang

pertanggungjawaban kepemilikan harta di akhirat

nanti sebagaimana diingatkan oleh Rasululloh SAW

dalam salah satu hadist :

“Tidak akan beranjak kaki seorang hamba, hingga

ia ditanya tentang empat hal; tentang umurnya

untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya

untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya

darimana ia dapatkan dan dimana ia keluarkan,

16

dan tentang ilmunya, apa yang sudah ia

amalkan”.(HR. Ath Thabrani)

Agama Islam memandang harta sebagai salah satu

perhiasan dunia dan juga sebagai sarana yang bisa

mempermudah hidup manusia. Islam tidak mencela

harta yang ada di tangan seseorang sepanjang

hartanya itu dikelola sesuai syari’ah. Harta bisa

dijadikan media untuk berbuat kebaikan, dan harta

itu menjadi bernilai baik. Sebaliknya apabila harta

itu digunakan untuk keburukan, maka harta itu

menjadi buruk. Itu pula lah yang selalu diingat

oleh wirausaha berbasis syari’ah sebagaimana yang

difirmankan Allah di dalam QS. Al-Lail ayat 5-11,

yang berarti “Adapun orang yang memberikan

(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan

membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga).

Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang

mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan

merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala

terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya

(jalan) yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat

baginya apabila ia telah binasa”.

Dengan demikian harta itu menjadi tercela

karena suatu sebab yang dibuat oleh manusia yang

17

mengelolanya, di antaranya, sangat tamak dengan

harta, mendapatkannya dengan cara yang tidak benar,

ditahan atau tidak dikeluarkan zakatnya, atau

berbangga-bangga dengan apa yang ia miliki.

3. Harta tidak kekal

Seorang wirausaha muslim percaya bahwa harta

itu tidak kekal. Namun ia berurusan dengan harta

dari usahanya itu karena ada manfaat dari harta

itu, yaitu sebagai media untuk berbuat baik;

seperti untuk beribadah perlu pakaian, berinfaq

untuk pembangunan pendidikan, sarana ibadah (masjid

dan mushalla) perlu uang, menyantuni fakir miskin,

anak yatim perlu uang. Jadi harta itu diperlukan

sebatas keperluan beribadah dan berbuat baik kepada

yang memerlukan. Dengan menyadari harta itu tidak

kekal maka bagi seorang wirausaha muslim insyaAllah

tidak akan sampai menyebabkan lupa diri dan lupa

daratan yang menjerumuskannya pada sifat tamak dan

bakhil, karena apabila ia meninggalkan dunia tidak

secuil pun akan dibawanya menghadap Allah.

4. Harta untuk kemaslahatan

Pengembangan harta dalam paradigma Islam

mempunyai tujuan utama untuk mewujudkan keadaan

aman dari rasa lapar dan ketakutan. Paradigma ini

18

sangat diyakini oleh wirausaha muslim (berbasis

syari’ah) untuk mewujudkan kehidupan yang mulia

bagi setiap manusia, sebagaimana firman Allah QS.

An- Nahl ayat 97, “Barangsiapa yang mengerjakan

amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam

keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami

berikan kepadanya kehidupan yang baik dan

sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan.”

Kehidupan yang mulia itu adalah kehidupan yang

dihiasi dengan nuansa persaudaraan, kebersamaan,

saling menolong, mencintai dan menyayangi, sehingga

bebas dari perasaan takut, lapar, benci,

permusuhan, dan egoisme individu. Semua itu

didasari oleh asas keadilan dalam hal pendapatan

dan kekayaan yang dimiliki, demi menghindari harta

berputar hanya pada orang kaya saja.

Islam adalah agama yang menghubungkan antara

perkembangan ekonomi dengan perkembangan sosial

masyarakat. Keduanya ibarat dua sisi mata uang.

Oleh karenya menjadi keharusan bagi wirausaha

muslim dalam menginvestasikan hartanya juga

memperhatikan kebutuhan sosial masyarakat. Jadi

19

tidak semua investasinya hanya untuk usaha

(bisnis)nya saja, tapi ada bagian yang

disediakannya untuk kepentingan ibadah sosial

(berinfaq) dengan urutan prioritas.

5. Terjaga dari hal yang dilarang syari’ah

Harta yang dimiliki seorsng wirausaha muslim

yang taat mengikuti aturan agama terjaga dari hal-

hal yang dilarang syari’ah, seperti:

1. Tidak mengeluarkan/menahan zakat

2. Tidak peduli dengan anak yatim

3. Tidak peduli dengan orang miskin

4. Tidak peduli dengan kepentingan sosial

masyarakat

5. Dan lain-lain

F. Etika Enterpreneurship10

Menurut pendapat Michael Josephson (1998) yang

dikutip oleh Zimmerer (1996: 27-28), secara universal,

ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:

1. Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur,

sungguh-sungguh, terus terang, tidak curang, tidak

mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.

10 Muhammad Anwar H. M., Pengantar kewirausahaan teori dan aplikasi, (Jakarta: Predana. 2014), hal. 97-98

20

2. Integritas, yaitu memegang prinsip melakukan

kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan

penuh pendirian atau keyakinan, tidak bermuka dua,

tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.

3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut

dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak

meninterpretasikan persetujuan dalam bentuk

teknikal atau legalistik dengan dalih

ketidakrelaan.

4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga,

teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau

memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam

suatu konteks profesional, menjaga atau melindungi

kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang

bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak

pantas serta konflik kepentingan.

5. Kewajaran atau keadilan, yaitu berlaku adil dan

berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan,

memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan

perlakuan individual dan toleran terhadap

perbedaan, serta tidak bertindak melampaui batas

atau mengambil keuntungan profesional yang bebas

dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas

serta konflik kepentingan.

21

6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu,

berbaik hati, belas kasihan, tolong-menolong,

kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang

membahayakan orang lain.

7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati

martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan

nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun,

tidak merendahkan dan memperlakukan martabat orang

lain.

8. Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu\selalu

menaati hukum atau aturan, penuh kesadaran sosial,

dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil

keputusan.

9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan

dalam segala hal, baik dalam pertemuan personal

ataupun dalam pertanggungjawaban profesional,

tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin, penuh

komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan

terbaik, dan mengembangkan serta memperthankan

tingkat kompetensi yang tinggi.

10. Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan

menerima tanggung jawab atas keputusan dan

konsekuensinya serta selalu memberi contoh.

G. Hakikat Enterpreneur Profesional

22

Banyak orang berbicara mengenai “profesionalisme”.di

mana-mana, terutama dari para pejabat, seringkali

meluncur ucapan bahwa semua orang dituntut untuk

profesional. Namun demikian, pemahaman setiap orang

mengenai “profesional” dan “profesionalisme” tentu

beraneka ragam. Arti kedua hal tersebut sangatlah

penting jika dikaitkan dengan entrepreneurship, karena

seorang entrepreneur harus bersikap profesional dalam

menjalankan seluruh tugas dan kewajiban dalam mencapai

tujuan sebagai entrepreneur sukses.11

Pengertian dari profesi berkaitan dengan keahlian

tertentu dalam mencari nafkah. Sedangkan “orang

profesional” adalah seseorang yang mempunyai keahlian

atau kemampuan tertentu berupa tenaga, waktu dan

pikiran yang “dijual” kepada pihak lain atau orang

lain untuk mendapatkan imbalan yang terukur-biasanya

dalam bentuk uang-untuk memenuhi nafkah hidupnya

dengan segala resiko yang diperhitungkan.12

Dalam mengembangkan profesionalismenya, seorang

profesional tidak begitu saja dapat berkiprah di

masyarakat untuk mencari nafkah. Seseorang profesional

perlu membekali dirinya terus menerus berusaha selalu

11H Moko P. Astamoen, Entrepreneurship dalam perspektif kondisi bangsa Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 40512 ibid

23

memperbaiki diri agar kompetensinya dapat diakui serta

mampu berkompetisi dengan pihak-pihak lain, terutama

dalam bidang profesi sejenis.13

Adapun bekal yang diperlukan oleh seorang

profesional adalah ilmu pengetahuan dalam bidang

profesinya, keterampilan, mental, sikap serta

integritas diri. Selain itu, tentu diperlukan juga

pengetahuan lain, sikap diri yang positif, kesehatan

dan kebugaran fisik yang prima, agar dapat menjalankan

tugas-tugas profesinya dengan baik.14

13 Ibid, hal. 40814 Ibid, hal. 409

24

BAB III

PENUTUPEtika adalah tata cara berhubungan dengan

manusia lainnya. Etika yang diberlakukan oleh

pengusaha terhadap berbagai pihak memiliki tujuan-

tujuan tertentu. Etika atau norma harus ada dalam

benak dan jiwa setiap pengusaha. Etika enterpreneur

menurut Islam meliputi etika mencari keuntungan dan

etika profesi natural Islam. Kedudukan harta dan

kekayaan menurut syari’ah Islam, harta milik Allah,

manusia hanya mengelola, harta tidak kekal, harta

untuk kemaslahatan, terjaga dari hal yang dilarang

syari’ah

Pengertian dari profesi berkaitan dengan

keahlian tertentu dalam mencari nafkah. Sedangkan

“orang profesional” adalah seseorang yang mempunyai

keahlian atau kemampuan tertentu berupa tenaga,

waktu dan pikiran yang “dijual” kepada pihak lain

atau orang lain untuk mendapatkan imbalan yang

terukur-biasanya dalam bentuk uang-untuk memenuhi

nafkah hidupnya dengan segala resiko yang

diperhitungkan.

25

DAFTAR PUSTAKA

Abdulloh, H. M. Ma’ruf. 2013. Wirausaha berbasis syari’ah.

Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Anwar H. M., Muhammad. 2014. Pengantar kewirausahaan teori dan

aplikasi, Jakarta: Predana.

Astamoen, H. Moko P. 2008. Entrepreneurship dalam perspektif

kondisi bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Kasmir. 2014. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Murdjiarto dan Wahid, Aliaras. 2006. Membangun Karakter dan

kepribadian kewirausahaan. Jakarta Barat: Graha Ilmu.

26