27
A. Perkembangan Ilmu pengetahuan di Dunia Islam Pengetahuan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrinstik dan inheren dalam ajaran islam. Pada masa daulah Abbasiyah, ibu kota Baghdad menjdo pusat intelektual muslim, dimana terjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Sekolah-sekolah dan akademik muncul disetiap pelosok. Perpustakaan-perpustakaan umum yang besar didirikan dan terbuka untuk siapapun sehingga pemikiran filosofis-filosofis besar zaman klasik dipelajari berdampingan dengan ilmu islam. Bila dianalisis lebih jauh sampai periode-periode ini kaum intelektual islam identik denan ulama. Apalagi bila diingat bahwa ulama dalam pengertian aslinya aorang berilmu. Ilmu yang dikuasainya itu tidak terbatas kepada ilmu agama saja. Pendapat ini bisa dipegang karena kagiatan intektual itu tumbuh karena manusia sibuk dengan urusan agama. Mereka ini disebut intelektual atau ulama klasik yang oleh shill sebagai intelektual lama atau intelektual sakral dari abad pertengahan. Demikianlah sejarah perkembangan intelektual muslim pada masa yang disebut Harun Nasution sebagai periode klasik (650-1250) yang merupakan zaman kemajuan di masa inilah berkembangnya dan munculnya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama besar seperti Imam Malik, Abu Hanafi, Imam as-Syafi’i dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, teologi, Zunnunal-Misri, Abu Yzaud al- Butami, dan Al-Hallaj dalam mistimisme atau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, Ibnu Hasyim, Ibnu Khawarizmi, al-Mas’udi dan Rzai dalambidang pengetaahuan. Pada masa kejayaan ini perkembangan intelektual muslim mencapai puncaknya sehingga cenderung memmbentuk pemikiran bebas (rasionalisme) sebagaimana dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah. Keadaan ini menimbulkan pertentangan dan kecemasan dikalangan sebagian kaum intelektual muslim. Ketika itu muncul al-Ghazali (1059-1111) menentang pemikiran bebas itu. Al-Ghazali lebih lanjut mengembangkan ,istisisme dan tasawuf. Menurut Hitti mistisisme muslim mewakili suatu reaksi intelektualisme serta formalisme yang berkembang waktu itu. Sampai sekarang diakui bahwa periode sejarah peradaban islam serta pendidikan yang paling cemerlang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1285 M) dan Daulah Umayyah di Spanyol (711-1492 M). Pada masa periode ini segala potensi yang tergantung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan di bidang sosioekonomik terjadi kemajuan dibidang intelektual. Kemajuan intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, intfsartruktur maupun kemajuan sains dan obyek- obyek studinya. Khlalifah al-Maknun menunjukkan perhatiannya besar pada pendidikan dan kesusteraan. Dikumpulkan kiatab-kitab yang ada didaerah-daerah kekuasaannya seperti; Syria, Afrika, dan Mesir menggantikan apajak-pajak saja. Selalu kelihatan unta-unta memasuki kota Baghdad mambawa kertas dan kitab-kitab saja. Kitab-kitab lama diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Istana al-Maknun

Eky perkembangan islam

  • Upload
    upi

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

A.    Perkembangan Ilmu pengetahuan di Dunia IslamPengetahuan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrinstik dan inheren dalam ajaran islam. Pada masa daulah Abbasiyah, ibu kota Baghdad menjdo pusat intelektual muslim, dimana terjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Sekolah-sekolah dan akademik muncul disetiap pelosok. Perpustakaan-perpustakaan umum yang besar didirikan dan terbuka untuk siapapun sehingga pemikiran  filosofis-filosofis besar zaman klasik dipelajari berdampingan dengan ilmu islam.Bila dianalisis lebih jauh sampai periode-periode ini kaum intelektual islamidentik denan ulama. Apalagi bila diingat bahwa ulama dalam pengertian aslinya aorang berilmu. Ilmu yang dikuasainya itu tidak terbatas kepada ilmuagama saja. Pendapat ini bisa dipegang karena kagiatan intektual itu tumbuh karena manusia sibuk dengan urusan agama. Mereka ini disebut intelektual atau ulama klasik yang oleh shill sebagai intelektual lama atau intelektual sakral dari abad pertengahan.Demikianlah sejarah perkembangan intelektual muslim pada masa yang disebut Harun Nasution sebagai periode klasik (650-1250) yang merupakan zaman kemajuan di masa inilah berkembangnya dan munculnya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama besar seperti Imam Malik, Abu Hanafi, Imam as-Syafi’i danImam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, teologi, Zunnunal-Misri, Abu Yzaud al-Butami, dan Al-Hallaj dalam mistimisme atau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, Ibnu Hasyim, Ibnu Khawarizmi, al-Mas’udi dan Rzai dalambidang pengetaahuan.Pada masa kejayaan ini perkembangan intelektual muslim mencapai puncaknya sehingga cenderung memmbentuk pemikiran bebas (rasionalisme) sebagaimana dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah. Keadaan ini menimbulkan pertentangan dan kecemasan dikalangan sebagian kaum intelektual muslim. Ketika itu munculal-Ghazali (1059-1111) menentang pemikiran bebas itu. Al-Ghazali lebih lanjut mengembangkan ,istisisme dan tasawuf. Menurut Hitti mistisisme muslimmewakili suatu reaksi intelektualisme serta formalisme yang berkembang waktuitu.Sampai sekarang diakui bahwa periode sejarah peradaban islam serta pendidikan yang paling cemerlang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1285 M) dan Daulah Umayyah di Spanyol (711-1492 M). Pada masa periode ini segala potensi yang tergantung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan di bidang sosioekonomik terjadi kemajuan dibidang intelektual. Kemajuan intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, intfsartruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.Khlalifah al-Maknun menunjukkan perhatiannya besar pada pendidikan dan kesusteraan. Dikumpulkan kiatab-kitab yang ada didaerah-daerah kekuasaannya seperti; Syria, Afrika, dan Mesir menggantikan apajak-pajak saja. Selalu kelihatan unta-unta memasuki kota Baghdad mambawa kertas dan kitab-kitab saja. Kitab-kitab lama diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Istana al-Maknun

tanpa seakan-akan tmpat pertemuan ilmu dan sastra, bukan pusat pemerintahan dan bukan khalifah. Sebab mereka terdiri dari guru-guru pengkritik-pengkritik, penerjemah-penerjemah dan komentar-komentar.Masa Daulah Abbasiyah adalah zaman meranumnya ilmu pengetahuan dalam dunia islam. Tamaddu islam dalam zaman ini ditandai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dengan sangat pesat. Dizaman ini umat islam telah membuat jalan baru bagi kehidupan ilmunya. Ini adalah hasil logis dari zamannya sendiri yang telah mengalami perubahan. Sejarah perkembangan pikiran dari berbagai bangsa melalui jalan yang sama dalam evolusi kemajuannya yang bertingkat-tingkat yang tiap-tiap tingkatan itu merupakan mata rantai yang bersambung. Peningkatan alam pikiran sejalan dengan bertambahnya kelengkapan waktu dan sebab. Karena pertumbuhan kehidupan akal dan ilmu bukanlah khayal atau mimpiyang datang dengan tiba-tiba yang tidak terikat dengan kanun dan sunnah.Dizaman ini banyak sekali buku-buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan kedalam bahasa arab darui berbagai bahasa asing, disamping buku-buku asli yang dikarang dalam berbagai bidang ilmu.Bagdad menjadi cemerlang bukan sebagai ibu kota kahlifah Abbasiyah tetapi sebagai pusat kebudayaan, seni, dan sastra yang belum pernah disaksikan olehumat manusia serupa itu. Kota Bagdad membawa sulhu ilmu dan pengetahuan keseluruh plosok Asia, di Hindustan di bawah kekuasaan Ghaznawi pada permulaan abad ke 11 di tangan Umar Khayyam, dibawah kaum mongol setelah pertengahan abad ke 13 ditangan Nasiruddin Al-Tusi dinegara-negara Cina kira-kira akhir abad ke 13 ditangan Kuchu King. Dibawah dinasti Utsmaniyyah pada paruhan pertama abad ke 14.Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya dizaman khalifah Harun al-Rasyid (786-833) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial. Pada masa sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter, al-Ma’mun pengganti al-Rasyid dikenal sebagi khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya penerjemah buku-buku asing digalakan. Untuk menterjemahkan baku-buku asing Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari adari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah salah satu karya besarnya ayang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah. Pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah bagdad mulai menjadi pusatt kebudayaan dan ilmu pengetahuan.B.    Kemajuan Ilmu Pengetahuan Islam di Duniaa)    Di EropaPada abad pertengahan umat islam sanagt bergairah dalam menuntut dan mengembangkan ilmu dipelopori oleh Dibasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 750 M. Pada abad pertengahan itu terdapat tempat pusat peradaban bagdad dan dimesir didunia islam abagian timur serta sicilla dan Andalusia (Spanyol Islam) di dunia islam bagian barat. Bagdad berperan dari 750-1492 M(dikuasai kembali oleh kristen)Pengaruh peradaban islam ke Eropa berlangsung pada abad ke 12 M dimulai dengan banykanya pemuda kristen Eropa yang belajar diberbagai universitas

islam di Andalusia serta adanya gerakan penterjemah di Sicillia dan perang salib di Syria. Empirisme keilmuan islam mendorong ilmu Eropa untuk menelitialam, menaklukan lautan dan menjelajah benua. Empirisme itu memberikan sumbangsihnya terhadap renaissanceeropa yang dimulai dari Italia pada abad ke 13 M.b)    Di Afrika UtaraOrang romawi berusaha menyingkirkan kebudayaan latinnya dinegeri-negeri Afrika Utara. Dipindahkan sekolah-sekolah dan sistem-sistem pendidikannya sebagaimana sastra dan seni yunani menjadi cemerlang di Roma didapatinya pusat-pusat yang subur di Afrika utara sepanjang 2 abad perama semenjak Romawi menguasai Afrika.Disamping sekolah-sekolah dan pusat-pusat kebudayaan romawi terhadap perpustakaan dimana diadakan ceramah dan seminar begitu juga panggung sandiwara adan stadium-stadium yang memenuhi desa dan kota afrika dan berusaha menyingkirkan kebudayaan Romawi.c)    Di AndalusiaOrang-orang arab menyebut nama Andalusia untuk semua plosok Spanyol yang tunduk dibawah kaum muslimin dan nama arab itu berasal dari nama puak-puak yang berasal dari Spanyol berada dibawah kekuasaan romawi sehingga ia diserang oleh puak-puak Wandal pada abad ke 5 H. Semenjak itulah negeri ini dinamakan negeri Wandalusia atau negeri Wandal orang arab menamainya negeri Wandal.Dari Andalusia orang-orang arab mendirikan skolah-sekolah, masjid-masjid, hotel-hotel, rumah sakit, disegala tempat. Disamping itu mereka membuka jalan dan jembatan.C.    Ciri-ciri Umum Pendidikan Islam dan ilmu-ilmu yang berkembang pada masa keemasan, di antaranya;a)    Masuknya ilmu akalYang dimaksud dengan ilmu akal adalah ilmu filsafat, matematika, geomertik, aljabar, sejarah, dan geografi. Kemudian islam mencapai puncak kegemilangnyapada waktu ia membuka diri kepada budaya-budaya lain. Khalifah al-Mansyurlahyang memulai gerakan terjemahan dan mengkaji ilmu-ilmu dari budaya-budaya lain, kemudian diikuti oleh khalifah al-Nahdi, al-Rasyid dan al-Makmun.b)    Timbulnya sekolah-sekolahPada periode ini menyaksikan munculnya sekolah-sekolah yang belum terkenal sebelum itu. Nizam al-Mulklah yang pertama mendirikan sekolah-sekolah didalam islam. Pembinaan sekolah-sekolah ini mencerminkan puncaknya pendidikan persoalan islam.c)    Munculnya Pikiran-Pikiran Pendidikan Unik.Diantara ciri-ciri terpenting yang memberikan keunikan pendidikan islam sepanjang periode ini adalah terlibatnya ulama-ulama Islam menulis tentang judul pendidikan dan mengajarkan secara meluas dan dalam menunjukkan keprihatinan khusus dalam ini. Tokoh yang pertama-tama menyusun khusus mengenai teori pendidikan ini adalah seperti Muhammad Ibnu Suhnu (w. 430H/870M) dalam berisalahnya berjudul adab al-Muallimin etika para guru, Abu al-Hasan Ibn Muhammad al-Qasabi (w. 403H/1012M) dengan risalahnya yang

ditulisnya berjudul ar-Risalah al-Mufassah li ahwal aal-Mua’llimin wa ahkam al-Mua’alaimin (kajian rinci mengenai ahwal murid dan kaidah-kaidah tentang murid dan guru) dan Burhan al-Islam az-Zarnuji (sekitar 620H/1217M) dalam risalahnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allimin Tariq at-Ta’allum (mengajar murid cara belajar). Selain itu sebagai teori pendidikan ditulis pula oleh beberapa tokohpada masa itu dalam buku mereka sebagai bagian dari bab-bab dan pasalnya.d)    Masuknya ilmu sainsPerkembangan sains yang luar biasa yang dicapai para ilmuwan biologi, embriologi, genetika, biologi sel, biografi kedokteran, reaksi genetika, danterakhir klonning hewan sebagai rintisan klonning manusia telah melampaui seluruh ramalan masa depan manusia dan membuat banyak oarng terakagum-kagum.Perkembangan dan pemanfaatan sains membuktikan bahwa alam semesta tidaklah tercipta secara kebetulan, karena bila didalamnya terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum yang sangat rapi untuk mengendalikan dan menjalankanalam semesta adanya peraturan dan hukum alam yang sanat akurat ini, tentu saja mengharuskan adanya sang pencipta dan pengatur yang maha berkuasa dan maha bijaksana.Perkembangan sains yang dicapai para ilmuwan, serta pemanfaatannya yang sangat mengagumkan berkat perkembangan teknologi yang pesat baik yang diterapkan apada manusia, hewan maupun benda mati dan sebenarnya adalah sekelumit rahasia dan hukum alam yang mengendalikan dan mengatur selutruh benda yang ada yang dileakatkan Allah SWT pada benda secara sedemikian rupa,sehingga dapat sesuai dengan kondisi-kondisi yang ditetpakan bagimu.Kemajuan ilmia tersebut merupakan hasil eksperimen ilmiah dan sains itu sendiri bersifat universal dalam arti tidak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu akan tetapi pengguanaan dan pengambilannya tetap didasarkan pada pandangan hidup tertentu.Oleh sebab itu walaupun penemuan ilmiah bersifat universal dalam arti tidak secara khusus asalkan pada pandangan hidup tertentu.Menurut Ghazali ilmu-ilmu agama Islam terdiri dari:1.    Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (ilmu ushul) yakni;a)    Ilmu tentang keesaan illahib)    Ilmu tentang kenabian, ilmu ini juga berkaitan tentang Ihwal para sahabat serta penerus religius dan spiritualnya.c)    Ilmu tentang akhirat dan eskatologi.d)    Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Sumber pengetahuan ini ada dua, yakni sumber primer: al-Qur’an adan As-Sunnah dan sumber sekunder, yakni Ijma dan tradisi para sahabat.2.    Ilmu tentang cabang-cabang (furu) atau prinsip-prinsip cabang, yakni;a)    Ilmu tentang kewajiban manusia kepada tuhan (ibadah).b)    Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat, ilmu-ilmu ini terdiri dari;·    Ilmu tentang transaksi, terutama transaksi bisnis dan keuangan serta hukum qishash·    Ilmu kewajiban tentang kontraktual. Ilmu ini berhubungan terutama

dengan hukum keluarga.c)    Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiriaa. Ilamu aini membahas kualitas-kualitas moral sendiri (aalmu akhlak).D.    Tokoh-Tokoh Ilmuwan IslamIlmuwan Muslim yang muncul pada abad pertengahan adalah:·    Ilmuwan Muslim abad ke 9a)    Jabir ibn hayya; bapak ilmu kimia, pendiri laboratorium.b)    Al-Kharizmi; ahli matematika pertama di dunia islam.c)    Al-Kindi; filosuf, pelopor dan pengembang ilmu pengetahuan.d)    Abu Kamil Syuja; ahli aljabar tertua.e)    Ibn Maskawih; dokter spesialis diet, filosofis moral.f)    Al-fatghani; astronom yang karyanya banyak diterjemahkan.g)    Tsabit bin Qurrah; ahli geometri, membahas waktu matahari.h)    Al-Batani; astronom yang melakukan observasi gemilang.i)    Zakaria al-razi; dokter penemu cacat dan darah tinggi.·    Ilmuwan muslim abad ke 10a)    Abu Qasim al-Zahrawi; ahli bedah, penciptaan alat bedah.b)    Al-Farabi; filosofis emanasi, komentator karya aristoteles.c)    Al-Mas’udi; ahli sejarah dan pengemabangan.d)    Ibn Amajur; astronom perjalanan ke bulan.e)    Abu Dulaf; sang penyair yagn ahli logam.f)    Ibnu Jujlul; penulis dan ahli biografi dan ahli kedokteran.g)    Al-Hazim; ahli matematika dan memecahkan soal-soal Archimedes.h)    Abu wafa; astronom dan ahli matematika yang mengembangkan trigonometri.·    Ilmuwan muslim abad ke 11a)    Ibnu Haitsam; ahli fisika yang disegani Bcon dan Kepler.b)    Al-Karkahi; penulis paling orisinal dibidang aritmatika.c)    Ibnu Irak; guru al-Biruni, ahli astronom dan matematika.d)    Al-Birruni; eksperimentalis yang berilmu luas.e)    Ibnu Sina; dokter dan filosofis jiwa.f)    Ibnu Yunus; penemu pendelum (600 tahun sebelum galileo).g)    Ibnu Wafid; farmakolog yang menyelidiki obat bius.h)    Ibnu saffar; penulis sejumlah tabel astronomis.i)    Abu Ubaid al-Bakhri; ahli ilmu bumi.·    Ilmuwan muslim abad ke 12a)    Umar Khayyan; ahli aljabar dan syair.b)    Ibnu Bajjah; filosofis dan musikc)    Al-khariki; ahli astronom, matematika dan geografi ide-idenya dikutip oleh Roger Bacon.d)    Al-Khazim; meterolog penemu teori gravitasi dan dokter.e)    Jabir bin Aflan; astronom yang membangun observatorium.f)    Ibnu Ghalib; ahli geografi, penulis sejarah Spanyol.g)    Abu Khair; ilmuan ahli tumbuh-tumbuhan.h)    Ibnu Rusyd; filosof, ahli hukum, perintis kedokteran umum.i)    Ibn Thufail; filusuf, murid Ibnu Rusyd.

·    Ilmuwan muslim abad ke 13a)    Al-Bitruji; astronom yang mengenalkan teori garak spiral.b)    Abnu Sa’ati; dokter ahli membuat kuncic)    Abdul Lathif; ahli anatomi, pengembang studi pertualangan.d)    Ibnu al-Baitar; dokter, penemu 300 jenis obat.e)    Al-Kazwini; ahli ilmu falak fan geografi.f)    Abi Mahasin; dokter spesialis mata.g)    Ibnu Nafis; ahli fisiologi (ilmu faal) dan sirkulasi darah yang kemudian diformalkan oleh Michael Servetus.h)    Dan lain-lain.KesimpulanPengetahuan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrinstik dan inheren dalam ajaran islam. Pada masa daulah Abbasiyah (750-1258M) masa keemasan islam dalam bidang ilmu dan pengetahauan, ibu kota Baghdad menjadi pusat intelektual muslim, dimana terjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Sekolah-sekolah dan akademik muncul disetiap pelosok. Perpustakaan-perpustakaan umum yang besar didirikan diantaranya yang terbesar yaitu Baitul Hikmah  dan terbuka untuk siapapun sehingga pemikiran filosofis-filosofis besar zaman klasik dipelajari berdampingan dengan ilmu islam.Dan kaum intelektual islam identik dengan ulama. Apalgi bila diingat bahwa ulama dalam pengertian aslinya orang berilmu. Ilmu yang dikuasainya itu tidak terbatas kepada ilmu agama saja. Dan kemajuan ilmu pengetahuan islam pada waktu itu sampai ke Eropa, Afrika Utara dan Andalusia.Ciri-ciri umum pendidikan dan ilmu-ilmu berkembang pada masa keemasan islam yaitu, masuknya ilmu akal, timbulnya sekolah-sekolah munculnya pikiran-pikiran pendidikan unik, dan masuknya ilmu sains.Dan waktu banyak sekali ilmuwan-ilmuwan islam yang muncul diantaranya; Imam Malik, Abu Hanafi, Imam as-Syafi’i dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, teologi, Zunnunal-Misri, Abu Yzaud al-Butami, dan Al-Hallaj dalam mistimismeatau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, Ibnu Hasyim, Ibnu Khawarizmi, al-Mas’udi dan Rzai dalambidang pengetahuan.

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DAULAH ‘ABBASIYAH

1. A.       Pendahuluan

Meski terdapat sejumlah perbedaan, para ahli sejarah banyak yang membagi periodisasi sejarah peradaban Dinasti[1]  Bani ‘Abbas yang berumur sekitar lima ratus tahun (750-1258 M / 132-656 H) ke dalam dua periode utama.[2] Periode pertama, berlangsung antara tahun 750-945M/132-334H, dimana pada masa itu Daulah ‘Abbasiyah memiliki otoritas politik yang sangat kuat dan kemudian mampu melahirkansebuah kemajuan peradaban yang disebut-sebut sebagai ”Era Keemasan” (the Golden Age).

Sedangkan periode kedua (945-1258M) adalah rentang waktu dimana Daulah ‘Abbasiyah secara faktual mengalami kemunduran politik dan para khalifah kehilangan otoritas

kekuasaanya terhadap sejumlah wilayah dibarengi dengan lahirnya negara-negara kecil(duwaylāt) yang memerdekakan diri. Karakteristik lain dari periode ini adalah masih terlihatnya sisa-sisa pengaruh kemajuan peradaban Islam era keemasan yang terwujud dalam perkembangan berbagai disiplin keilmuan (`ulūm), pembangunan (`umrān), tercapainya kesejahteraan, hingga pada level berikutnya yang bersifat negatif yaknimenggejalanya gaya hidup bermewahan (taraf). Periode Daulah ‘Abbasiyah ini berakhir pada tahun 1258 M ketika Baghdad jatuh ke tangan bangsa Mongol di bawah komando Hulagu Khan.

Pembagian sejarah ‘Abbasiyah sebagaimana model di atas, meski diakui oleh beberapa kalangan -seperti Eric Hanne sendiri- kurang tepat, ternyata mampu mempengaruhi nature atau gaya studi modern terhadap Daulah ‘Abbasiyah, dimana mayoritas fokus kajiannya lebih banyak dititikberatkan pada periode pertama.

Makalah ini, dengan mengensampingkan periodisasi seperti diatas, secara spesifik akan membahas dan memilah era kemajuan ilmu pengetahuan beserta faktor-faktor yang melatarbelakangi berkembangnya ilmu pengetahuan sedemikian pesatnya pada masa Daulah ‘Abbasiyah.

1. B.       Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Di masa pemerintahan Bani Abbas ini muncul perhatian kepada ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani bahkan mencapai puncak keemasannya, teutama pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Di zaman Harun al-Rasyid (785-809 M) banyak sekali kontribusi besar yang telah disumbangkan oleh khalifah dalam dunia ilmu pengetahuandan filsafat. Hal itu tidak jauh berbeda dengan putranya Al-Ma’mun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.[3]

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa dinasti Bani Abbas, diantaranya adalah sebagai berikut:[4] Pertama, Adanya gerakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat yang didatangkan dari Bizantium dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan buku-buku itu berjalan kira-kira satu abad. Kedua, banyaknya ilmuwan yang hidup padamasa Dinasti Bani Abbas yang memberikan corak dan sumbangan terhadap dunia ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Ketiga, adanya persamaan dalam hal superioritas antara bangsa Arab dan Bangsa non-Arab sehingga banyak menyumbangkan pemikir-pemikir yang handal tanpa memandang kesukuan dan bangsa. Keempat, adanya dukungan khalifah-khalifah yang sangat mencintai terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat yaitu khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Hal ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya para pembesar istana Bani Abbas adalah para cendekiawan-cendekiawan Persia yang turut mempengaruhi kehidupan istana. Salah satu yang terbesar dan banyak berpengaruh  pada mulanya adalah keluarga Barmak. Jabatan waziryang diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid Ibn Barmak yang kemudian secara turun-temurun diwariskan kepada anak dan cucu-cucunya.[5]

Keluarga Barmak adalah sebuah keluarga yang berasal dari Balkh (Bactra), pusat ilmupengetahuan dan filsafat Yunani di Persia, yang mempunyai pengaruh dalam memperkembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Baghdad. Mereka, di samping menjadi wazir, juga menjadi pendidik dari anak-anak khalifah. Disamping itu, khalifah-khalifah terutama Harun Al-Rasyid mengambil wanita-wanita Persia

sebagai Istri dan dari perkawinan ini muncullah khalifah-khalifah yang mempunyai darah Persia, seperti khalifah Al-Ma’mun.[6]

Oleh karena itu, Khalifah Al-Ma’mun adalah salah satu putera Khalifah yang mendapatpendidikan keluarga Barmak yang merupakan cendikiawan Persia. Berkat didikan keluarga Barmak inilah Al-Ma’mun menjelma menjadi sosok khalifah yang sangat mencintai ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut sebuah riwayat dikisahkan bahwa Al-Ma’mun sudah menguasai filsafat Yunani Kuno karya Plato dan Aristoteles, sehingga tidak disangsikan lagi bahwa pada kemudian hari Al-Ma’mun sangat gemar sekali terhadap dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Salah satu kontribusi besar Al-Ma’mun dalam dunia ilmu pengetahuan adalah dengan dibangunnya pusat penerjemahanbuku-buku filsafat Yunani kuno, India kuno kedalam bahasa Arab yang dikenal dengan Bait al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan).

1. C.       Kemajuan dalam Bidang Sains dan Teknologi

1)   Kajian dalam Bidang Kedokteran

Babak penerjemahan  segera diikuti oleh babak aktivitas kreatif. Dalam proses pembangunan budaya, orang Arab tidak hanya membaurkan kebijakan kuno Persia dan yunani klasik, tapi juga mengadaptasi keduanya sesuai dengan kebutuhan khusus pola pikir mereka. Dalam bidang kedokteran dan filsafat, mereka tidak menghasilkan karyayang cukup independen seperti dalam bidang kimia, astronomi, matematika, dan geografi. Dalam bidang hukum, teologi, filologi, dan bahasa, sebagai orang Arab danMuslim, mereka berhasil mengembangkan pemikiran dan penelitian yang orisinal.[7]

Garis pembatas antara karya asli dan terjemahan tidak selamanya tergambar dengan jelas. Banyak penerjemah yang juga memberikan kontribusi baru dalam disiplin pengetahuan mereka geluti, misalnya Yuhanna ibn Masawayh (777-875 M) dan Hunayn ibnIshaq (809-873 M). Yuhanna ibn Musawayh adalah seorang dokter Kristen dan sebagai murid Jibril ibn Bakhtisyu, yang tidak berhasil memperoleh tubuh manusia untuk praktik pembedahan karena adanya larangan dalam agama Islam, dan akhirnya menggunakan tubuh monyet, yang diantaranya didatangkan dari Nubia pada tahun 836 M sebagai hadiah untuk al-Mu’tashim.[8] Di tengah kondisi semacam itu, ilmu anatomi tubuh hanya mengalami sedikit kemajuan, kecuali mungkin dalam kajian tentang struktur anatomi mata. Karena cuaca panas seperti di Irak, dan daerah islam lainnyasering menyebabkan penyakit mata, maka focus kedokteran paling awal diarahkan untukmenangani penyakit itu. Dari tulisan Ibn Masawayh, kita mendapatkan sebuah risalah sistematik berbahasa Arab paling tua tentang optalmologi.[9] Selanjutnya sebuah buku yang berjudul al-‘Asyr Maqalat fi al-‘Ayan (sepuluh risalah tentang mata) yangdianggap sebagai karya muridnya, Hunayn ibn Ishaq, telah diterbitkan dalam bahasa inggris, sebagai buku teks tentang optal yang paling awal yang dimiliki dalam sejarah manusia.

Dalam pemahaman orang Arab bahwa seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosof, dan sufi. Seperti halnya Jibril ibn Bakhtisyu (w 830 M) sebagai dokter pribadi khalifah Harun al Rasyid, al-Ma’mun, juga keluarga Barmak diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan sebanyak 88.800.000 dirham.

Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang dilakukan orang Arab pada masa itu. Merekalah yang membangun apotek pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama dan menghasilan buku daftar obat-obatan. Mereka telah berhasil menulis beberapa risalah tentang obat-obatan yang dimulai dengan risalah karya Jabir ibn Hayyan, yang dijuluki sebagai bapak kimia Arab yang hidup sekitar 776 M. Pada masa awal pemerintahan al-Ma’mun dan al-Mu’tashim, para ahli obat-obatan harus menjalani semacam ujian. Seperti halnya ahli obat-obatan, para dokter juga harus mengikuti tes. Semua dokter praktek harus mendapatkan sertifikat atau lisensi dari pihak khalifah untuk menjamin setiap dokter yang dipandang telah memberikan pelayanan yang memuaskan.

Pada masa khalifah Harun al-Rasyid dibangunlah rumah sakit islam pertama pada abad ke-9 M, yang mengikuti model Persia, seperti yang ditunjukkan oleh kosakata bahasa Arab untuk rumah sakit yaitu bimaristan[10]. Tidak lama setelah itu, jumlah rumah sakit diseluruh dunia islam bertambah menjadi 34 buah. Di Kairo dibangun rumah sakit islam pertama pada masa Ibn Thulun sekitar pada tahun 872 M, yang bertahan hingga abad ke-15. Klinik keliling muncul pada abad ke-11. Rumah-rumah sakit islam memiliki ruang khusus untuk perempuan dan dilengkapi dengan obat-obatan. Beberapa diantaranya dilengkapi perpustakaan kedokteran dan menawarkan kursus pengobatan.

Para penulis utama bidang kedokteran setelah babak penerjemahan adalah orang-orang Persia yang menulis dalam bahasa Arab, diantara mereka adalah ‘Ali al-Thabary, al-Razi, ‘Ali ibn al-‘Abbas al-Majusi dan Ibn Sina. Gambar dua orang diantara mereka yaitu al-Razi dan Ibn Sina menghiasi ruang besar Fakultas Kedokteran di UniversitasParis.[11]

‘Ali ibn Sahl Rabban al-Thabbi, yang hidup pada pertengahan abad ke-9 M, pada awalnya adalah pemeluk agama Kristen dari Tabaristan, sebagaimana yang ia ceritakandalam bukunya Kitab al-Din, dan seperti tampak dalam nama ayahnya yaitu Rabban.[12] Pada masa pemerintahan al-Mutawakkil ia masuk Islam dan menjadi dokter pribadi khalifah. Pada tahun 850 M ia menulis buku yang berjudul Firdaws al-Hikmah (Surga Hikmah), salah satu kompedium obat-obatan tertua dalam bahasa Arab. Hingga batas tertentu, karya ini juga mencakup kajian filsafat dan astronomi, dan didasarkan atas sumber-sumber Yunani dan Hindu.

Setelah ‘Ali, muncul al-Razi, seorang filosof –teolog yang juga dokter terkenal. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Zakariyya al-Razi (Rhazes, 865 -925 M), yang biasa disebut al-Razi sesuai dengan tempat kelahirannya yaitu Rayy, dekat Teheran, ibukota Iran. Ia dianggap sebagai “dokter muslim terbesar serta penulis paling produktif”.[13] Fihrist menyebutkan 113 buku tebal dan 28 judul buku tipis karya al-Razi, yang 12 diantaranya membahas ilmu kimia. Salah satu karya utamanya dalam ilmu kimia adalah Kitab al-Asrar (buku tentang rahasia). Ketika berada di Persia, al-Razi menulis buku untuk Manshur ibn Ishaq al-Samani dari Sijistan sebuahkarya setebal 10 jilid, yang berjudul Kitab al-Thibb al-Manshuri, menggunakan nama Manshur sebagai penyokongnya.

‘Ali ibn al-‘Abbas (Haly Abbas, w. 994 M), yang awalnya menganut ajaran Zoroaster,[14] sebagaimana terlihat dalam namanya, al-Majusi, dikenal sebagai penulis buku al-Kitab al-Maliki (buku raja, Liber Regius), yang ia tulis untuk raja Buwayhi, ‘Adhud al-Dawlah Fanna Khusraw, yang memerintah antara 949 hingga 983 M.[15] Karya

ini disebut juga Kamil al-Shina’ah al-Thibbiyah, sebuah “kamus penting yang meliputi pengetahuan dan praktik kedokteran.[16]

Nama paling terkenal dalam catatan kedokteran Arab setelah al-Razi adalah Ibn Sina (Avicenna, yang masuk ke bahasa Latin melalui bahasa Ibrani, Aven Sina, 980-1037 M), yang disebut oleh orang Arab sebagai al-Syaikh al-Rais, “Pemimpin” (orang terpelajar) dan “pangeran” (para pejabat).[17] Al-Razi lebih menguasai kedokteran daripada Ibn Sina, namun Ibn Sina lebih menguasai filsafat dibandingkan al-Razi. Dalam diri seorang dokter, filosof, dan penyair inilah ilmu pengetahuan Arab mencapai titik puncaknya.

Nama depan Ibn Sina adalah Abu ‘Ali al-Husayn, putera ‘Abdullah dari keluarga Ismail. Dilahirkan di Bukhara, ia menghabiskan seluruh masa hidupnya dibagian timurdunia islam dan dimakamkan di Hamadan.[18] Ibn Sina dianugrahi kemampuan luar biasauntuk menyerap dan memelihara pengetahuan, sarjana islam dari Persia ini membaca buku-buku di perpustakaan dan pada usia 21 tahun ia telah mampu menulis buku. Buku-buku yang ditulis oleh Ibn Sina lebih dari 200 karya yang mencakup tulisan tentang filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, teologi dan filologi dan kesenian. Diantara karya-karya ilmiahnya, dua bukunya yang paling unggul adalah Kitab al-Syifa (buku tentang penyembuhan), serta al-Qanun fi al-Thibb, yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab.[19]

Di antara buku-buku tentang kedokteran, salah satu buku yang juga polpuler adalah karya ‘Ali ibn ‘Isa (Jesu Haly), seorang ahli mata (kahhal) terkenal bangsa Arab. Diantara karyanya adalah 32 buku berbahasa Arab abad pertengahan tentang kedokteranmata, karyanya yang berjudul Tadzkirah al-Kahhalin[20] (catatan untuk para ahli mata). Kitab Tadzkirat menjelaskan dengan cermat 130 macam penyakit mata.

Dokter terakhir yang perlu disebutkan didalam tulisan ini adalah Ya’qub ibn Akhi Hizam, seorang ahli dalam penanganan masalah kuda khalifah al-Mu’tadhid (892-902 M), yang menulis sebuah risalah tentang perawatan kuda (al-Furusiyah wa Syiyat al-Khayl) yang merupakan karya berbahasa Arab pertama tentang kuda. Buku itu memuat cikal bakal seni perawatan kuda, dan kini manuskripnya disimpan di museum Inggris.

2)   Perkembangan Filsafat Islam

Bagi orang Arab, filsafat (falsafah) merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu dapat dipahami oleh pikiran manusia. Secara khusus filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang dimodifikasi dengan pemikiran para penduduk di wilayah taklukan, serta pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab. Sebagai muslim orang Arab membedakan filsafat kedalam dua bagian, yaitu, pertama, menerapkan kata filosof atau sufi yang berdasarkan kepada pemikiran spekulatif yangtidak dibatasi oleh agama. Kedua, menerapkan istilah mutakallimun atau ahl al-Kalam (ahli bicara, ahli dialektika) pada orang-orang yang memposisikan system pemikirannya dibawah ajaran agama samawi. Kalam perlahan-lahan berubah maknanya menjadi teologi, dan mutakallimin akhirnya sinonim dengan teolog. Adapun nama-nama besar dalam bidang filsafat Arab adalah al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Sina.

Filosof pertama, al-Kindi, atau Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq, lahir di Kufah sekitar tahun 801 M, lalu tinggal dan meninggal di Baghdad pada tahun 873 M. karena merupakan keturunan asli Arab, maka ia memperoleh gelar “filosof bangsa Arab”, dan ia merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia timur yang murni keturunan Arab. System pemikirannya beraliran eklektisisme[21], namun al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan pemikiran plato dan Aristoteles, serta menjadikan matematika Neo-Pythagorean sebagai semua ilmu. Karya-karya al-Kindi terdiri dari 361 karya, karya utamanya tentang ilmu optic geometris dan fisiologis. Selain itu al-Kindi juga menulis risalah tentang music yang merupakan karya pertama dalam bahasa Arab. Dalam salah satu risalahnya al-Kindi menggambarkan teori ritme (iqa’) sebagai bagian dari music Arab. Dengan demikian, lagu yang berritme, atau music yang terukur (mensural music) telah dikenal oleh orang Islam berabad-abad sebelum dikenal oleh orang Eropa Kristen.

Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan Islam, yang dimulai oleh al-Kindi,seorang keturuan Arab, dilanjutkan oleh al-FArabi, seorang keturunan Turki, dan disempurnakan di dunia timur oleh Ibn Sina, seorang keurunan Persia. Nama lengkap al-FArabi adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Tharkhan Abu Nashr al-FArabi (AlphArabius) dilahirkan di Transoxiana[22], dididik oleh seorang dokter Kristen dan penerjemah Kristen di Baghdad, dan hidup sebagai sufi di Aleppo dalam istana Sayf al-Dawlah al-Hamdani. Ia meninggal di Damaskus tahun 950 M pada Usia sekitar 80 tahun. System filsafatnya, seperti yang terungkap dari beberapa risalahnya tentang plato dan Aristoteles, merupakan campuran antara Platonisme, Aristotelianisme, dan mistisme. Disamping sejumlah komentar terhadap Aristoteles dan filosof Yunani lainnya, al-FArabi juga menulis berbagai karya tentang psikologi, politik, dan metafisika. Salah satu karyanya yang terbaik adalah Risalah Fushush al-Hikam[23] (Risalah Mutiara Hikmah) dan Risalah fi Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang Pendapat Penduduk Kota Ideal). Dalam karyanya yang lain yaitu al-Siyasah al-Madaniyah (Politik Madani). Al-FArabi yang terilhami oleh Republic karya Plato, dan Politics karya Aristoteles, mengungkapkan konsepnya tentang sebuah kota ideal.

Setelah al-FArabi, Ibn Sina (w. 1037 M) merupakan tokoh yang menulis karya-karya paling penting dalam bahasa Arab tentang teori music. Ibn Sina, yang pernah dijuluki sebagai ahli kedoteran, banyak mengadopsi pandangan filosofis al-FArabi. Menurut Ibn Khallikan, “tidak ada satupun orang Islam yang pernah mencapai pengetahuan filosofis yang menyamai prestasi al-FArabi; dan melalui kajian terhadapberbagai karyanya, serta peniruan terhadap gaya penulisannya itulah Ibn Sina mencapai keunggulan.

Satu fenomena lain yang perlu dikemukakan dalam perkembangan filsafat islam pada masa Daulah ‘Abbasiyah selain ketiga filosof diatas adalah munculnya kelompok persaudaraan sufi. Sekitar pertengahan abad ke-4 Hijriah (± 970 M) sebuah madzhab filsafat eklektik yang cenderung pada pemikiran spekulatif Pythagoras, yang dikenaldengan nama Ihwân al-Shafâ.

3)   Perkembangan Kajian Ilmu Astronomi dan Matematika

Perkembangan ilmu astronomi dan matematika mulai berkembang pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Kajian tentang perbintangan dalam islam mulai dilakukan seiring dengan masuknya pengaruh buku India, Siddanta (bahasa Arab, Sindhind) yang dibawa ke Baghdad

pada tahun 771 M, diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari, dan digunakan sebagai acuan oleh para sarjana pada masa selanjutnya. Table berbahasa Pahlawi (zik) yang dihimpun pada masa Daulah Sasaniyah ikut dimasukkan dalam bentuk terjemahan (zij). Unsure-unsur Yunani, yang baru muncul belakangan, termasuk diantara unsure penting yang pertama. Terjemahan awal karya Ptolemius, Almagest, disusul kemudian oleh dua karya yang lebih unggul yakni karya al-Hajjaj ibn Mathar yang selesai ditulis pada tahun 212 H/827-828 M, dan karya Hunayn ibn Ishaq yang direvisi oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M).

Pada awal abad ke-9 M, sebuah observasi (rasyd) rutin pertama dengan menggunakan peralatan yang cukup akurat dilakukan di Jundaysabur (Persia sebelah barat daya). Berdekatan dengan Bayt al-Hikmah, di pintu masuk Syammasiyah Baghdad, al-Ma’mun membangun sebuah observatorium dengan supervisor seorang Yahudi yang baru masuk Islam, Sind ibn ‘Ali dan Yahya ibn abi Manshur (w. 830 atau 831 M).[24] Di observatorium itu para astronom kerajaan tidak hanya mengamati dengan seksama dan sistematis berbagai gerakan benda-benda langit, tetapi juga menguji semua unsure penting dalam almagest dan menghasilkan amatan yang sangat akurat dalam mengukur sudut ekliptik bumi, ketepatan lintas matahari, panjang tahun matahari, dan sebagainya.[25] Al-Ma’mun membangun lagi sebuah observatorium di bukit Kasiyun di luar Damaskus.[26] Perangkat observasi pada masa itu terdiri atas busur 90°, astrolob, jarum penunjuk, dan bola dunia. Ibrahim al-Fazari (w. 777 M) adalah orangislam pertama yang membuat astrolob, yang meniru bentuk astrolob Yunani, seperti yang terlihat dari namanya dalam bahasa Arab (asthurlab). Salah satu risalah tentang perangkat ini ditulis oleh ‘Ali ibn ‘Isa al-Asthurlabi (pembuat asthurlab) yang tinggal di Baghdad dan Damaskus sebelum 830 M.

Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah Abu al-‘Abbas ahmad al-Farghani (alfraganus) dari daerah Fargana Transoxiana, yang diserahi tugasoleh khalifah al-Mutawakkil untuk mengawasi pembangunan sebuah Nilometer di Fushtat.[27] Karya utama al-Farghani, al-Mudkhil ila ‘Ilm Hayah al-Aflak,[28] diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh John dari Seville dan Gerrad dari Cremona, ke bahasa Ibrani pada tahun 1131 M dalam versi bahasa Arab, buku itu ditemukan dengan judul yang berbeda. Antara tahun 877 dan 918 M, Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir al-Battani (albategnius) seorang ahli astronomi bangsa Saba yang terbesar pada masa Islam. Ia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menentukan sudut ekliptik bumi dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan mengemukakan berbagai teori orisinal tentang kemungkinan munculnya bulan baru.[29]

Dalam ilmu pengetahuan alam, seorang ilmuwan muslim yang terkenal adalah Abu al-Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni (973-1050 M) yang tinggal di Baghdad. Al-Birunidipandang sebagai sarjana Islam paling orisinal dan terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Al-Biruni menulis sebuah catatan tentang ilmu astronomi berjudul al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hay’ah wa al-Nujum yang dipersembahkan untuk sahabatnya Mas’ud putera Mahmud. Ia juga menulis buku yang berjudul al-Tafhim li Awa’il Shina’ah al-Tanjim, yangterutama membahas berbagai perhitungan tahun, dan masa hidup bangsa-bangsa pada masa silam. Selain itu ada juga seorang ahli matematika dan astronomi yang terkenaldengan usahanya dalam membuat sebuah kalender yang diberi nama dengan nama sultan, al-Tarikh al-Jalali yang bahkan lebih akurat daripada kalender gregorius, yang keliru satuhari dalam 3330 tahun.[30]

Adapun dalam bidang astrologi yang merupakan ilmu pendukung astronomi telah dikenalsalah seorang astrolog pada masa itu yakni Abu Ma’syar (w. 886 M), yang berasal dari Khurasan dan tinggal di Baghdad. Empat karyanya telah diterjemahkan kedalam bahasa latin pada abad ke-12 oleh John dari Seville dan Adelard dari Bath. Selain keyakinan fantatisnya akan pengaruh benda langit terhadap kelahiran, kejadian dalamhidup, dan kematian segala sesuatu, Abu Ma’syar juga memperkenalkan ke Eropa hukum pasang surut air laut, yang ia jelaskan dalam kaitannya dengan timbul dan tenggelamnya bulan.

Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (780 sampai ± 850 M),[31] adalah tokoh utama dalam kajian matematika Arab. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, ia telah mempengaruhi pikiran dalam bidang matematika. Disamping telah menyusun table astronomi tertua, al-Khawarizmi juga menulis karya tentang aritmatika dan aljabar. Karyanya yang berjudul, Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, yang dilengkapi lebih dari 800 contoh yang sebagian diantaranya diambil dari contoh yang diberikan oleh orang Neo-Babilonia, merupakan karya utamanya, yang masih ditemukan dalam bahasa aslinya. Orang yang terpengaruh oleh pemikiran aljabar matematika al-Khawarizmi salah satunya adalah ‘Umar al-Khayyam. Aljabar al-Khayyam yang merupakan pengembangan dari teori aljabar al-Kahwarizmi, membahas solusi pecahan tingkat dua dengan menggunakan geometrid an aljabar (geometric and algebraic solutions of equations of the second degree) dan pengelompokkan pecahan yang menakjubkan.

4)   Perkembangan dalam Bidang Kimia

Setelah ilmu kedokteran, astronomi dan matematika, orang-orang muslim pada masa Daulah ‘Abbasiyah telah memberikan kontribusi ilmiah terbesar dalam bidang kimia. Dalam ilmu kimia dan ilmu pengetahuan fisika lainnya orang Arab telah memperkenalkan tradisi penelitian objektif, sebuah perbaikan penting terhadap pemikiran spekulatif orang Yunani.

Bapak kimia[32] bangsa Arab adalah Jabir ibn Hayyan[33] (Geber), hidup di Kuffah sekitar 776 M setelah al-Razi (w. 925 M), ia merupaka  tokoh terbesar dalam bidang ilmu kimia pada abad pertengahan. Seperti orang Mesir dan Yunani Jabir percaya bahwa logam biasa seperti seng, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas, atau perak dengan formula tertentu dan sangat rahasia (misterius). Buku-buku yang ditulis oleh Jabir ibn Hayyan diantaranya adalah Kitab al-Rahmah (Buku Cinta), Kitab al-Tajmi’ (Buku tentang Konsentrasi), al-Zibaq al-Syarqi (Air Raksa Timur). Salah satu keberhasilan Jabir ibn Hayyan adalah berhasil menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama kimia yaitu kalnikasi dan reduksi kimiawi. Ia memperbaiki berbagai metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi.

5)   Perkembangan dalam Kajian Ilmu Geografi

Kewajiban melaksanakan ibadah haji, keharusan menghadapkan mihrab masjid ke arah Mekah, dan penentuan arah kiblat ketika shalat telah memberikan nilai keagamaan kepada orang Islam dalam mempelajari geografi. Berdasarkan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para saudagar dan pedagang muslim pada waktu itu dan menggambarkan tentang keadaan suatu wilayah yang disinggahinya telah membangkitkan minat masyarakat untuk pergi ke berbagai negeri yang jauh dan bertemu dengan orang-orang asing.

Perkembangan geografi sehingga menjadi salah satu disiplin ilmu banyak dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku Geography karya ptolemius, yang menyebutkan berbagai tempat berikut garis bujur dan lintang buminya, diterjemahkan beberapa kali ke dalam bahasa Arab langsung dari bahasa aslinya atau dari terjemahannya dalam bahasa suriah, terutama oleh Tsabit ibn Qurrah (w. 901 M). Dengan meniru buku itu, Khawarizmi menyusun karyanya, Surah al-Ardh (gambar/peta bumi), yang menjadi acuan karya-karya berikutnya, dan berhasil membangkitkan semangat dalam pengembangan ilmu geografi dan penulisan risalah geografis yang orisinal.

Risalah-risalah geografis bahasa Arab pertama yang independen biasanya berbentuk buku petunjuk jalan, terutama yang menunjukkan tempat-tempat penting. Ibn Khurdadzbih (w. ± 912), seorang keturunan Persia, direktur pos dan intelijen di al-Jibal (media), mengawali serangkaian risalah geografis itu dengan karyanya, al-Masalikwa al-Mamalik. Selain Ibn Khurdadzbih ada juga penulis risalah geografis belakangan yaitu Ibn Wadhih al-Ya’qubi yang menulis Kitab al-Buldan (Buku Negeri-Negeri), setelah itu muncul pula tulisan Qudamah yang menulis buku al-Kharaj yang menjelaskan tentang pembagian wilayah kekhalifahan ke dalam berbagai propinsi, organisasi layanan pos, dan pajak setiap wilayah.

6)   Perkembangan dalam Kajian Ilmu Historiografi

Kebanyakan tulisan sejarah berbahasa Arab paling awal berasal dari masa Daulah ‘Abbasiyah. Tema utama yang menjadi tulisan sejarah berasal dari legenda dan anekdot yang terkait dengan masa-masa pra Islam, dan tradisi keagamaan yang berkisar pada nama dan kehidupan Nabi. Tentang masa pra-Islam tercatat nama Hisyam al-Kalbi (w. 819 M) dari Kufah. Dari 129 karyanya, hanya tiga karyanya yang masih ada;[34] namun berbagai bagian tulisan dari karya-karya lainnya dapat dibaca dalam bentuk kutipan dalam karya-karya al-Thabari, Yaqut, dan para penulis sejarah lainnya.

Karya pertama yang didasarkan atas tradisi keagamaan adalah Sirah Rasul Allah, sebuah biografi Nabi karya Muhammad ibn Ishaq dari Madinah. Kemudian muncul karya tentang peperangan dan penaklukan Islam paling awal, Maghazi, karya Musa ibn ‘Uqbah (w. 758 M), al-Waqidi (w. 822), yang keduanya berasal dari Madinah. Dua sejarawan utama yang menulis tentang penaklukan-penaklukan Islam adalah Ibn ‘Abd al-Hakam (w. 870-871 M) dari Mesir, yang karyanya, Futuh Mishr wa Akhbaruha, menjadi dokumen tertua tentang penaklukan Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol, serta Ahmad ibn Yahya al-Baladhuri (w. 892 M) dari Persia yang menulis dalam bahasa Arab. Karya Utamanya berjudul Futuh al-Buldan[35] dan Anshab al-Ashraf,[36] (Buku Genealogi para Bangsawan. Al-Baladhuri merupakan orang pertama yang merangkum berbagai cerita penaklukan berbagai kota dan negeri ke dalam satu satu kompedium, dan mengakhiri penggunaan menograf sebagai sumber penulisan sejarah.[37]

Diantara sejarawan formal pertama adalah Ibn Qutaybah, yang nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muslim al-Dinawari. Ibn Qutaybah meninggal di Baghdad pada tahun 889 Msetelah menuntaskan penulisan bukunya yang berjudul Kitab al-Ma’arif (Buku Pengetahuan) sebuah buku pegangan sejarah. Sejarawan muslim paling menonjol pada masa itu adalahal-Thabari dan al-Mas’udi.

Ketenaran Abu Ja’far Muhammad ibn al-Thabari (838-923 M), yang lahir di Tabaristan,adalah karena buku sejarahnya yang sangat terperinci dan akurat yaitu Tarikh al-Rasul waal-Muluk (Sejarah Rasul dan Para Raja), dan juga dikenal karena tafsir Alqur’annya[38]. Dengan tafsirnya, yang awalnya disusun dalam skala pembahasan yanglebih luas, ia bukan saja telah membangun tradisi tafsir paling awal, tapi juga menulis kitab tafsir paling tebal. Tafsirnya menjadi karya standar yang diikuti oleh para penafsir Alqur’an belakangan. Karyanya yang monumental tentang sejarah dunia, yang juga merupakan buku sejarah terlengkap dalam bahasa Arab, telah menjadisumber rujukan para sejarawan berikutnya, seperti Miskawayh, Ibn al-Atsir, dan Abu al-Fida. Seperti kebanyakan sejarawan muslim, al-Thabari mengisahkan berbagai peristiwa secara kronologis, dan memasukkannya kedalam daftar berdasarkan tahun Hijriah.

Abu al-Hasan ‘Ali al-Mas’udi adalah salah satu sejarawan muslim yang lainnya yang terkenal, bahkan ia dijuluki sebagai “Herodotus bangsa Arab”. Ia memprakarsai metode tematis dalam penulisan sejarah. Metode yang dilakukan oleh al-Mas’udi bukanberdasarkan kepada tahun kejadian seperti halnya yang dilakukan al-Thabari, akan tetapi mengelompokkan peristiwa berdasarkan Daulah, raja, dan masyarakatnya, yang kemudian diikuti oleh Ibn Khaldun dan sejarawan lainnya.

 D.       Kemajuan dalam Bidang Keagamaan

1)   Perkembangan dalam Kajian Teologi dan Hadis

Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju pada cabang keilmuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan menjelaskan Alqur’an, kemudian menjadi landasan kajian teologis dan linguistik yangserius. Interaksi dengan dunia Kristen pada abad pertama Hijriah di Damaskus telah memicu timbulnya pemikiran spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariah. Pada masa Dinasti Bani Abbas perkembangan teologis yang dominan pada saat itu adalah Mu’tazilah karena dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Teologi Mu’tazilah banyak dianut oleh golongan elit istana kekhalifahan dan cendekiawan. Bahkan khalifah Al-Ma’mun memjadikan teologi Mu’tazilah sebagai teologi resmi Negara. Namun pada masa itu lahir pula teologi Ahlussunnah yang dideklarasikan oleh Abu al-Hasan al-‘Asy’ari dan Al-Maturidi pada abad ke IX dan X Masehi.[39]

Bidang kajian berikutnya adalah hadis (sunnah), yaitu perilaku, ucapan, dan persetujuan (taqrir) Nabi, yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting setelahAlqur’an. Pada awalnya hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, kemudian hadisnabi direkam dalam bentuk tulisan pada abad kedua Hijriah. Oleh karena itu, hadis didefinisikan sebagai catatan perilaku atau perkataan Nabi. Dalam pengertian yang lebih umum, hadis juga didefinisikan sebagai catatan perilaku atau perkataan para Sahabat dan Tabi’in.[40] meskipun tidak setara dengan Alqur’an, hadis nabi memilikipengaruh yang sama terhadap pemikiran Islam. Dalam hadis, Nabi Muhammad saw yang berbicara, sedangkan dalam Alqur’an Allah yang berfirman. Dalam hadis hanya maknanya yang diwahyukan sedangkan dalam Alqur’an, ungkapan verbal dan maknanya merupakan wahyu Allah.

Selama dua setengah abad setelah Nabi Muhammad saw wafat, catatan tentang perkataandan prilakunya terus bertambah. Terhadap berbagai persoalan baik itu persoalan agama, politik, atau social, setiap kelompok berusaha mencari hadis untuk memperkuat pendapatnya, baik itu hadis shahih maupun hadis palsu. Perseteruan politik antara ‘Ali dan Abu Bakr, konflik antara Mu’awiyah dan ‘Ali, permusuhan antara Daulah ‘‘Abbasiyah dan Daulah Umayyah, serta persoalan superioritas anatara orang Arab dan non-Arab, membuka pintu yang sangat lebar untuk menjamurnya pemalsuan hadis.

Abad ke-3 Hijriah menyaksikan penyusunan enam kitab hadis yang sejak saat itu menjadi kitab hadis standar. Dari “enam kitab hadis” itu, yang paling pertama dan paling otoritatif adalah yang dihimpun oleh Muhammad ibn Ismail al-Bukhari (810-870M). Al-Bukhari adalah seorang keturunan bangsa Persia. Ia memilih 7.397 dari 600.000 hadis[41] yang ia peroleh dari 1.000 guru dalam rentang waktu 16 tahun perjalanan, dan kerja kerasnya di Persia, Irak, Suriah, Hijaz dan Mesir. Kitab hadis al-Bukhari memiliki pengaruh paling besar terhadap pola piker orang islam setelah Alqur’an.

Setelah kitab hadis al-Bukhari, posisi kedua ditempati oleh kitab hadis karya Muslim ibn al-Hajjaz (w. 875 M) dari Naisabur,[42] sebuah karya yang memiliki judulserupa yakni al-Shahih, yaitu kumpulan hadis shahih. Hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim juga hamper sama dengan hadis dalam kitab al-Bukhari, meskipun dengan sanad yang berbeda. Seteleah kedua kitab hadis tersebut, posisi berikiutnya ditempati oleh empat koleksi hadis lain yang dianggap sacral oleh umat islam. Keempat koleksihadis itu adalah Sunan Abu Dawud dari Bashrah (w. 888), Jami‘ al-Tirmidzi (w. 892 M), Sunan Ibn Majah dari Qazwin (w. 886 M) dan  Sunan al-Nasa’i, yang meninggal di Mekah pada tahun 915 M.

2)   Perkembangan dalam Kajian Hukum dan Etika (Akhlaq) Islam.

Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada abad pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang sebuah system yang independen. System tersebut dinamakan dengan Fiqh, yang pada prinsipnya didasarkan atas Alqur’an dan sunnah (hadis). Fiqh adalah ilmu yang memuat berbagai hukum Islam (Syari’ah), meliputi seluruh perintah Allah swt sebagaimana tertuang dalam Alqur’an dan diuraikan dalam hadis yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Perintah-perintah itu meliputi aturan-aturan yang terkait dengan praktik ibadah, kewajiban sipil, dan hukum (mu’amalah), dan hukuman (‘uqubat).

Dari sekitar 6.000 ayat Alqur’an, hanya sekitar 200 ayat yang bias disebut ayat-ayat hukum yang kebanyakan merupakan ayat-ayat Madaniyah terutama surat ke-2 (al-Baqarah) dan ke-4 (al-Nisa‘). Terlihat jelas bahwa berbagai ketentuan hukum di dalamnya tidak cukup memadai untuk menangani semua kasus yang dihadapi umat islam dalam berbagai kondisi dan situasi baru di Suriah, Irak, dan wilayah lain yang baruditaklukkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pemikiran spekulatif yang melahirkan dua prinsip baru yaitu qiyas (deduksi analogis) dan ijma‘ (kesepakatan bersama). Jadi, yurisprudensi Islam memiliki sumber baru disamping Alqur’an dan hadis. Adapaun tentang ra’y, yaitu penalaran rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, ia hamper tidak dipandang sebagai sumber hukum kelima.[43]

Karena perbedaan kondisi social dan latar belakang budaya dan pemikiran setiap wilayah, pemikiran hukum islam pada gilirannya berkembang kedalam sejumlah Madzhab pemikiran yang berbeda. Madzhab pemikiran Irak, misalnya, lebih menekankan pada penggunaan pemikiran spekulatif dalam hukum ketimbang madzhab Madinah yang lebih bersandar pada hadis.[44] Tokoh paling terkenal dalam madzhab ini adalah Abu Hanifah, yang nama lengkapnya al-Nu’man ibn Tsabit. Ia hidup di Kufah dan Baghdad, dan meninggal pada tahun 767 M. ia bekerja sebagai seorang pedagang. Abu Hanifah menjadi ahli hukum pertama dan paling berpengaruh dalam Islam. Ajaran yang ia sebarkan secara lisan kepada muridnya yang salah satu diantaranya adalah Abu Yusuf (w. 798 M) telah mewariskan pendapat gurunya dalam karyanya, Kitab al-Kharaj. Dalam menetapkan hukum Abu Hanifah menekankan prinsip “prefensi” atau Istihsan, yang melepaskan diri dari ikatan analogi untuk mengejar keadilan yang lebih besar.[45]

Pemimpin madzhab Madinah, yang lebih akrab dengan pola pikir Nabi, adalah Malik ibnAnas (715-795 M), yang karyanya, al-Muwaththa merupakan kitab hukum Islam tertua yangpernah ditemukan. Karya monumental ini, dengan 1700 hadis hukum, menghimpun sunnah-sunnah Nabi, membuat rumusan pertama tentang ijma‘ (consensus) masyarakat Madinah danmenjadi kitab hukum madzhab Maliki. Dari Maroko dan Andalusia, madzhab ini telah melahirkan al-Awza’I (w 774 M) dan al-Zhahiri (815-883 M), dan hingga saat ini masih bertahan diseluruh Afrika utara, kecuali mesir bagian bawah dan Arab bagian timur. Setelah Abu Hanifah dan Malik ibn Anas, berbagai kajian hukum berkembang pesat, sehingga menjadi cabang pemikiran di dunia Islam yang dikaji secara besar-besaran.

Antara madzhab Irak yang liberal dan madzhab Madinah yang konservatif, muncul madzhab lain yang mengklaim telah membangun jalan tengah yakni menerima pemikiran spekulatif dengan catatan tertentu. Madzhab ini didirikan oleh Muhammad ibn Idris al-Syafi’i. Lahir di Gazza, Palestina pada tahun 767 M/150 H. Al-Syafi’i adalah keturunan Quraisy, ia belajar kepada Malik ibn Annas di Madinah, namun aktivitasnyaadalah Baghdad dan Kairo. Ia meninggal pada tahun 820 M/204 H di Kairo. Ajaran al-Syafi’i masih mendominasi Mesir bagian bawah, Afrika bagian timur, Palestina, Arab bagian barat dan selatan, wilayah pantai India dan Indonesia. Pengikutnya berjumlahsekitar 105 juta orang, sementara pengikut Hanafi 180 juta orang, pengikut Malik 50juta orang, dan pengikut Hanbali 5 juta orang.

Madzhab keempat dan terakhir yang dianut oleh komunitas Islam, selain Syi’ah adalahmadzhab Hanbali, yang mengambil nama dari pendirinya yaitu Ahmad ibn Hanbal, seorang murid al-Syafi’i, dan pengusung ketaatan mutlak terhadap hadis. Konservatisme Ibn Hanbal merupakan benteng ortodoksi di Baghdad terhadap bentuk inovasi kalangan Muktazilah. Meskipun telah menjadi korban inkuisisi (mihnah)[46], dan pernah diikat dengan rantai pada masa al-Ma’mun, serta dihina, dan dipenjara oleh al-Mu’tasim, Ibn Hanbal tetap teguh pada pendiriannya, dan tidak mengakui berbagai bentuk modifikasi terhadap keyakinan tradisional. Sekitar 800 ribu laki-laki dan 60 perempuan yang menghadiri pemakamannya di Baghdad pada tahun 855 M menegaskan pengaruh kuat pengusung ortodoksi ini terhadap masyarakat luas. Generasiberikutnya memuliakan makamnya seperti layaknya seorang sufi dan menganugerahinya gelar Imam seperti yang mereka berikan kepada Abu Hanifah, Malik ibn Anas, dan al-Syafi’i.

Dibidang etika atau akhlaq meskipun sangat banyak jumlahnya, namun setidaknya terdapat tiga jenis karya etika. Karya-karya tersebut membahas tatanan moral yang

paripurna, serta peningkatan kualitas semangat dan prilaku (adab). Beberapa karya-karya ulama pada masa itu yang membahas tentang etika/akhlaq yaitu al-Durrah al-Yatimah karya Ibn al-Muqaffa, kitab Adab al-Dunya wa al-Din karya al-Mawardi, Kitab al-Akhlaq karya Hunayn yang pada selanjutnya menjadi landasan filsafat moral Islam, serta kitab Tahdzib al-Akhlaq, merupakan karya etika terbaik yang sarat dengan nuansa filosofis yang pernah ditulis seorang muslim.

3)   Perkembangan Sastra dan Bidang Kajian Lain

Apa yang dinamakan “sastra Arab” bukanlah sastra Arab seperti halnya sastra-sastra Italia dan sastra latin pada abad pertengahan. Penulis karya sastra Arab adalah orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan mewakili monument abadi sebuah peradaban, bukan semata monumen sebuah bangsa. Sastra Arab dalam pengertian sempit, yakni adab mulai dikembangkan oleh al-Jahiz (w. 868-869 M), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai puncaknya pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah melalui karya-karya Badi al-Zaman al-Hamadzani (969-1008 M), al-Sya’labi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri (1054-1122 M). salah satu cirri penulisan prosa pada masa itu adalah kecenderungan untuk menggunakan ungkapan-ungkapan hiperbolik dan bersayap.[47]

Pada masa Badi al-Zaman al-Hamadzani muncullah sebuah bentuk baru sastra yang disebut sebagai maqamah, yaitu sejenis anekdot dramatis yang substansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman, dan kefasihan bahasanya. Pada kenyataannya, bentuk karya maqamah bukanlah karya satu orang saja, melainkan merupakan perkembangan alami dari prosa berirama, dan penyusunan kata bersayap seperti yang dilakukan oleh Ibn Durayd dan para penulis sastra lainnya. Karya al-Hamadzani merupakan model bagi al-Hariri dari Bashrah, yang selama tujuh abad maqamah-nya dipandang sebagai warisan berharga, setelah Alqur’an di bidang sastra Arab.

Bentuk sastra yang paling dikenal dunia sebagai warisan budaya paling menonjol dalam bidang sastra pada masa Daulah ‘Abbasiyah adalah Alf Lailah wa Laylah atau lebih dikenal dengan sebutan kisah seribu satu malam. Acuan penulisan sastra tersebut adalah kisah-kisah dari penutur kisah local, kisah-kisah rakyat dari timur dan Yunani terserap kedalamnya dan menjadikan istana khalifah Harun al-Rasyid sebagai sumber pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah romantic dalam jumlah besar.

Dalam bidang puisi dan sajak tokoh Abu Nawas adalah yang paling popular di masa ke khalifahan Harun al-Rasyid dan al-Amin. Ia merupakan seorang yang mampu menyusun lagu terbaik tentang kisah-kisah romantic bahkan anekdot-anekdot yang membuat decakkagum banyak orang. Puisi ghazal merupakan salah satu karya Abu Nawas. Tokoh Abu Nawasyang kocak dan cerdas sering membuat seluruh kehidupan istana khalifah Harun al-Rasyid menjadi lebih semarak.

B. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN

1. Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua, yaitu pengetahuan yang berasal dari dari manusia itu sendiri yang dasarnya adalah pemikiran dan

pengetahuan yang berasal dari wahyu (pengetahuan Illahi) yang dasarnya adalah keyakinan.

a. Pengetahuan indrawi (diperoleh melalui indra manusia). Pengalaman indrawi melalui proses pemikiran secara langsung sehingga menjadi pengetahuan..

b.                              Pengetahuan ilmiah, yaitu berpikir secara sistematik dan radikal (mendalam) disertai dengan riset atau eksperimen, sehingga kemudian membentuk pengetahuan.c. Pengetahuan filosofis, yaitu berpikir mengenai segala sesuatu secara

sistematik, radikal, dan universal,sehingga membentuk pengetahuan.

2. Kebudayaan Islam

Perkembangan dan kemajuan kebudayaan didukung beberapa faktor, seperti faktor geografis, faktor ekonomis, dan faktor psikologis. Sebaliknya, kehancuran atau kemunduran sutau kebudayaan didukung oleh faktor-faktor yang merupakan lawan dari faktor-faktor perkembangan dan kemajuan, faktor yang terpenting yaitu dekadensi moral dan pemikiran, keburukan hukum dan perundang-undangan, kezalimandan kemiskinan, meluasnya kecurigaan social dan apatisme, hilangnya pemimpin yang ikhlas dan murni.

Kebudayaan adalah sistem sosial yang efektif bagi pembentukan peradaban. Kebudayaan mempunyai empat unsur pokok, yaitu:a.       Potensi perekonomian.b.      Sistem politik.c.       Tradisi-tradisi (menyangkut tingkah laku dan sopan santun).d.      Perbendaharaan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Kebudayaan Islam tegak di atas beberapa faktor, yaitu:a.       Kebudayaan Islam berdasarkan akidah tauhid.b.      Watak dan sasaran kebudayaan Islam mengakar pada perikemanusiaan.c.       Kebudayaan Islam menempatkan prinsip-prinsipnya sebagai fondasi bagi sistem dan

subsistemnya.d.      Kebudayaan Islam mempercayai ilmu pengetahuan (yang berdasar kebenaran dan akidah

murni).e.       Islam mengenal toleransi keagamaan.

Manusia beragama memiliki jiwa merdeka dan akal sehat selama kebudayaan Islammenjadi pemimpin. Selama masa kejayaan, masyarakat merasakan keadilan hukum, keadilan penguasa muslim, dan mendapatkan pengarahan, pendidikan serta pengajaran darinya. Akan tetapi, tatkala kebudayaan ini runtuh, bermacam pandangan mulai bermunculan. Ada kalangan yang mengaguminya, dan ada yang menilai negatif, terutamapada masyarakat Barat.

3. Pengaruh Kebudayaan Islama. Bidang Akidah Keagamaan

Prinsip-prinsip kebudayaan Islam berpengaruh besar di Eropa sejak abad ke-19 hingga abad kebangkitan Eropa modern. Ajaran-ajaran Islam menjadi faktor terbesar terbukanya pemikiran masyarakat Eropa yang saat itu dibelenggu oleh agama Nasrani. Kala itu, Islam mendorong masyarakat Eropa keluar dari Kristen yang memperbudak mereka.

b. Bidang Bahasa dan Kesusasteraan  

Spanyol terpengaruh demikian jauh oleh kesusasteraan Islam. Abanese (penulis hikayat),mengatakan masyarakat Eropa belum mengenal seni sastra,kecuali setelah kedatangan ulama-ulama dari Arab.Orang-orang Kristen menguasai bahasa kesusasteraan& bahasa asing,kecuali sastra dan bahasa Arab,oleh karena itu mereka bernafsu mempelajarinya.

c. Bidang Hukum

Banyak pelajar dan mahasiswa Barat yang belajar di perguruan-perguruan Islam di Spanyol disebabkan penerjemahan kitab-kitab hukum Islam ke bahasa Barat. Pada zaman itu di negeri Barat non-Islam belum ada rumusan hukum dan perundang-undangan yang memenuhi syarat keadilan.

d. Bidang Kenegaraan dan Hubungan Dengan Masyarakat

Sebelum Islam datang, ditandai dengan pengingkaran atas hak-hak rakyat untuk mengawasi pemerintah & aparaturnya.,sehingga mengakibatkan timbulnya perbudakan, karena pemerintah sebagai penguasa mutlak,sehingga sewenang-wenang, dan pemerintahan dapat diwariskan. Pandangan ini memungkinkan pecahnya pertikaian dalamperebutan kekuasaan.

C. PENGHAYATAN TERHADAP SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN

Masa pertengahan ialah masa di antara tahun 1250-1500 M.

1.      Masa Kemunduran Pertama

Setelah menduduki Peking (1212M), Raja Mongol yang sangat kejam (Jengis Khan)mengalihkan serangannya ke arah Barat. Satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangannya.

Serangan ke Bagdad dilakukan oleh Hulagu Khan (cucu Jengis Khan). Daerah Khurasan terlebih dahulu dikalahkannya, 10 Februari 1258, Bagdad dihancurkan, selanjutnya Bagdad diperintah oleh Dinasti Ilkhan.

Timur Lenk (keturunan Jengis Khan), dapat menguasai Samarkand tahun 1369 M, ia mengadakan serangan ke sebelah Barat dan Laut Marmara, ia berkuasa sampai pertengahan abad ke-15.

            Di Mesir, berkuasa dinasti Fatimiah yang menggantikan Salahuddin Al Ayyubi (1174M), ia telah mengembalikan aliran sunni. Dinasti Al Ayyubi digantikan Dinasti Mamluk, Sultan Mamluk pertama adalah Aybek(1250-1257M) dan Baybas (1260-1277M) dapat mengalahkan Hulagu Khan tahun 1517M. Mereka membebaskan Mesir dan Syiria dari Perang Salib dan serangan Mongol.

2.      Masa Tiga Kerajaan

Masa ini dibagi menjadi dua fase, yaitu fase kemajuan (1500-1700M) dan fase kemunduran.

a.       Fase KemajuanYang dimaksud fase kemajuan ini adalah kemajuan Islam yang ke-2. Tiga

kerajaan besar yang dimaksud adalah Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.Sultan Usmani yang terbesar adalah Sultan Sulaiman Al Qanuni (1520-1566M), Sultan yang besar dari Kerajaan Safawi adalah SyahIsmail (1500-1524M), & Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530M).

b.      Fase KemunduranSetelah Sultan Sulaiman Al Qanuni, Kerajaan Usmani mengalami kemunduran (abad

ke-17) karena terjadi pemberontakan dimana-mana. Di Eropa mulai timbul Negara kuat di bawah Peter yang Agung, Rusia menjadi Negara maju. Sesudah Perang Dunia I, Kerajaan Usmani hanya mencakup Asia Kecil/Turki (sejak 1924 M).

Pada fase ini, kekuatan militer, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan umat Islam menurun. Islam dipengaruhi oleh sikap fatalistis sehingga menuju kemunduran dan keadaan statis.Tahun 1798 M, Napoleon menduduki Mesir (pusat Islam terpenting).Hal ini merupakan ancaman bagi Islam.

E. PENGARUH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN TERHADAP ISLAM INDONESIA

Kedatangan Islam di tanah air lebih banyak ditawarkan dalam bentuk-bentuk pendekatan budaya(strategi akulturasi dengan budaya-budaya setempat). Di wilayah Arab sengaja digunakan sebagai media penyebaran ajaran-ajaran Islam dengan memodifikasi tata caranya. Acara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dialihkan ke masjid. Dengan berangsur-angsur, Islam masuk ke Indonesia dengan membawa pengaruh yang luas.

1.      Pengaruh di Bidang PolitikPengaruh di bidang ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, seperti konsep kesultanan atau khilafah.            2.      Pengaruh di Bidang Ekonomi

Para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan Gujarat yang mengunjungi daerah pesisir menetapkan konsep jual beli secara Islam (zakat dan amal jariah). Hal-hal semacam ino membuat perekonomian umat Islam semakin berkembang.

3.      Pengaruh di Bidang Budaya, Adat Istiadat, dan Sosial Tradisi Islam yang bersumber dari sunah banyak berpengaruh di Indonesia,misalnya

upacara salam (khitan). Di bidang kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti

kasidah,rebana,dll. Di bidang arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesiabanyak di pengaruhi oleh seni arsitektur Islam.

4. Pengaruh di Bidang BahasaBanyak kosa kata bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh bahasa Arab, misalnya

kata wajib, fardu, dll. Dan juga nama-nama dengan bercirikan Islam, seperti Muhammad, dll.

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAMPADA MASA BANI ABBASIYAH

A.    PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAHSOSIAL KEMASYARAKATAN DAN EKONOMI.

1.      Dalam Bidang Sosial dan Kemasyarakatan

Selama masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M). Telah mengalamibanyak perkembangan dan kemajuan, maupun di bidang sosial kemasyarakatan maupunkemajuan di bidang sosial budaya.

Kemajuan di bidang sosial kemasyarakatan yang terjadi anatara lain munculnyaberbagai kelompok dalam masyarakat yang semakin heterogen baik suku, bangsa, etnis,agama, dan bebagai unsur warga negara. Keberagaman ini dapat dikelola sebagaipotensi yang besar untuk berlomba dan berjuang dalam satu kesatuan islam membangundan memajukan Dinasti Abbasiyah. Munculnya kelompok masyarakat pada masa DinastiAbbasiyah terbagi dalam beberapa kelas:

a.       Kaum muslim arabb.      Kaum muslim non-arab (Mawali)c.       Kaum zimmi

Beberapa kelas tersebut memiliki persamaan hak sebagai warga negara. Beberapagolongan kaum muslim non-arab bahkan memiliki kedudukan dan peranan penting dalampemerintahan Dinasti Abbasiyah. Mereka adalah keluarga Barmak, Dinasti Buwaiyah,dan Dianti Saljuk.

Seiring perkembangan islam di beberapa wilayah baru, wilayah tersebut tidakhanya terislamkan tetapi juga terarabkan. Beberapa wilayah yang terarabkan tersebutdiantaranya: Mesir, Suriah, Palestina, Persia, Aljazair, dan Maroko.

2.      Dalam bidang ekonomi.

Dalam bidang ekonomi, kesejahteraan seluruh rakyat Abbasiyah menjadiprioritas utama bagi para pemimpin Dinasti tersebut dalam melaksanakankekuasaannya, terutama di periode awal perjalanan kekuasaan Dinasti Abbasiyah.Khalifah Al-Mansur merupakan tokoh utama peletak dasar ekonomi Abbasiyah seperti :

a.       Dalam sektor pertanianDalam sektor pertanian telah dibangun banyak bendungan dan kanal-kanal

irigasi dan terusan, contohnya pada masa Harun Ar-Rasyid. Istri khalifah, Zubaidahmembangun sebuah bendungan dan terusan yang dapat mengalirkan air ke pemukimanpenduduk terutama daerah yang sering dilanda musim kemarau. Menjadikan dua kota

suci itu menjadi sejahtera, tanahnya subur dan makmur. Untuk mengenang jasapermaisuri itu, bendungan itu diberi nama Bendungan Zubaidah.

b.      Dalam sektor perdaganganPerekonomian warga Abbasiyah umumnya meningkat mulai pada zaman pemerintahan

Al-Mahdi. Dengan peningkatan sektor pertanian dan hasil tambang dan hubungan luarnegeri antara daulah Abbasiyah dan kerajaan-kerajaan lain telah meningkat dalamsektor perdagangan. Basrah menjadi pelabuhan penting sebagai tempat dagang transitantar timur dan barat.

c.       Dalam sektor perindustrian.Banyak kota-kota yang dibangun sebagai pusat-pusat industri, Basrah

sebagaipusat industri gelas dan sabun; Kuffah, industri tekstil; Khazakstan,industri sutra; Damaskus industri pakaian jadi dan sutra bersulam, dan Syam sebagaipusat industri keramik dan gelas berukir

B.     PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH DALAM BIDANGILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT.

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kejayaan Islam dalam berbagaibidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini umat islamtelah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmupengetahuan baik aqli (rasional) ataupun naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya.

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah, selainperhatian khalifah yang sangat besar juga disebabkan oleh:

1.      Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa lainnya yang lebihdahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat.

2.      Gerakan penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa asing kedalambahasa arab di masa khalifah Al-Mansur, dengan dibentuknya dewan penerjemahanbahasa latin.

Pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyah, proses pengalihan ilmu pengetahuandilakukan denagn cara menerjemahkan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu,seperti buku-buku karya bangsa-bangsa Yunani, Persia, serta sumber dari berbagainaskah yang ada di kawasan timur tengah dan Afrika seperti, Mesopotania, dan Mesir.

Diantara para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuanadalah kelompok Mawali atau orang-orang non-arab, seperti orang Persia. Pada masaitu pusat kajian ilmiah terdapat di mesjid-mesjid, misalnya mesjid Basrah. Dimesjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqah al-jadl, Halaqah al-fiqh, halaqah al-tafsir wal Hadits, halaqah al-Riyadiyat, dan lain-lain.

Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rsyid, didirikanlah lembaga ilmu pendidikanyang formal seperti Madrasah, Kuttab, Masjid, Majelis Munadarah, dan Darul Hikmah.Darul Hikmah menjadi pusat ilmu pengetahuan, sehingga melahirkan para ilmuwan dariberbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga membawa kejayaan DinastiAbbasiyah dan mencapai puncak keemasan.

Beberapa sastrawan dan budayawan yang muncul pada masa Dinasti Abbasiyah:a. Umar Khayamb. Az-Zamakhsyari

c. Al-Qusyari

d. An-Nafisi

e. Ibnu Maskawaith

f. Al-Kindi

C.    PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAHDALAM BIDANG POLITIK PEMERINTAHAN DAN MILITER.

1.      Dalam Pemerintahan

Dalam bidang pemerintahan, para khalifah Abbasiyah telah mampu menciptakansistem biokrasi pemerintahn modern seperti dibentuknya semua unsur kelembagaannegara dan administrasi negara yang ditata dengan rapi. Contohnya:

a.       Pengangkatan wazir atau perdana menteri.b.      Pembentukan sekretariat negara(Diwanul Kitabah).c.       Pembentukan departemen sebagai lembaga pembantu perdana menteri.d.      Pengangkatan gubernur(Amir).e.       Pengangkatan angkatan bersenjata.f.       Pembentukan Baitul Mal dan lembaga kas negara.g.      Pembentukan Mahkamah Agung

2.      Dalam Bidang Politik dan MiliterDinasti Abbasiyah banyak dipengaruhi oleh kaum Alawiyin yang beraliran Syiah

serta kaum Mawali disetiap periode. Mereka menempuh jalur politik yang berbedasesuai dengan zaman kepemimpinan para khalifah tersebut. Seperti, pada periodeAbbasiyah I dipengaruhi oleh orang Persia I. Periode ini disebut dengan periodekeemasan yang dipipin okeh 9 orang khalifah dalam kurun waktu 97 tahun. Puncakkepopularitas Abbasiyah pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmum.

Periode awal kebijakan politik yang ditempuh oleh Dinasti Abbasiyah yaitumemberikan landasan bagi pemerintahan yang tangguh dalam mempertahankan kekuasaanditangan keturunan Bani Abbas.

Usaha-usaha dalam mempertahankan kekuasaannya yaitu:a.       Menumpas habis keturunan Umayyah.b.      Memindahkan ibukota Al-Hasimiyah ke kota Bagdadh.c.       Khalifah Al-Mansur membunuh Abu Muslim Al-Khurasani.d.      Menumpas berbagai pemberontakan yang terjadi.

Diantara gerakan-gerakan yang memberontak terhadap kekuasaan DinatiAbbasiyah, yaitu:

a.       Gerakan kelompok Al-Rawandiyah.b.      Gerakan kelompok Al-Muqanniyah.c.       Gerakan kelompok Al-Khuramy.d.      Gerakan kelompok Az-Zanadiqah.

Periode Abbasiyah II berlangsung selama 99 tahun dipimpin oleh 13 orangkhalifah. Periode ini bisa dikatakan sebagaimana orang-orang Turki berpengaruhsangt kuat, sehingga mereka berhasil menduduki jabatan-jabatan penting di bidangpemerintahan dan militer, mereka berkuasa setelah Khalifa Al-Mutawakkil. Karenasemakin lemahnya Dinasti Abbasiyah, maka banyak daerah-daerah kecil yang melepaskandiri dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Periode Abbasiyah III disebut juga periode pengaruh Persia kedua. Disebutdemikian karena pada waktu itu sebuah golongan dari bangsa Persia berperan pentingdalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu Dinasti Buwaihi. Dinasti yang dibangunoleh tiga orang beraudara, yaitu Hasan bin Buwaihi, Ali bin Buwaihi, dan Ahmad bin

Buwaihi di sebelah barat laut Iran.pada permulaan abat ke 10 M, meskipun DinastiAbasiyah dibawah kekuasaan Bani Buwaihi yang beraliran Syiah mereka berhasilmenekan khalifa dan menjadikan Ali bin Buwaihi sebagai panglima besar, sejak itupara khalifa tidak mampu berbuat banyak untuk mempertahankan kedaulatan negara,akan tetapi Ilmu Pengetahuan terusmengalami kemajuan.

Periode IV ini berlangsung sekitar 164 tahun dan disebut juga periodepengaruh Turki kedua. Disebut demikian karena pada waktu itu sebuah golongan daribangsa Turki berperan penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yakni DinastiSaljuk.

Selama periode ini mereka berhasil mengambil alih kekuasaan para khalifa.Para khalifa hanya diperkenankan mengurus masalah agama. Dinasti ini berakhirsetelah pasukan mongol memporak porandakan kota Baghdad pada tahun 656H/1258M.

Kemajuan Ekonomi Daulah Bani Abbasiyah

Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyahdalam menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikanperhatian khusus pada pengembangan sektor ini, terutama periode pertama DinastiAbbasiyah . upaya kearah kemajuan ini sebenarnya sudah di mulai sejak masapemerintahan al-Mansur. Yaitu dengan di pindahkannya pusat pemerintahan ke baghdadtiga tahun setelah dia di lantik menjadi khalifah.[1] Dijadikannya kota baghdadsebagai pusat kendali pemerintahan itu mempunyai arti tersendiri bagi perkembangandan kemajuan di bidang ekonomi. Baghdad merupakan sebuah kota yang terletakdidaerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan. Sungi tigris bisadilayari sampai kota ini. Begitu juga terdapat jalur pelayaran ke sungai eufratyang cukup dekat. Sehingga barang-barang dagangan dan perniagaan dapat diangkutmenghilir sungai eufratdan tigris dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Disamping itu, yang terpenting ialah tedapatnya jalan nyaman dan aman dari semuajurusan.[2] Akhirnya Baghdad menjadi daerah sangat ramai, karena disamping sebagaiibu kota kerajaan juga sebagai kota niaga yang cukup marak pada masa itu. Darisitulah negara akan dapat devisa yang sangat besar jumlahnya.

Selain itu faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktorturut meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk,maka semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini padagilirannya memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.

Adapun komoditi yang menjadi primadona pada masa itu adalah bahan pakaianatau tekstil yang menjadi konsumsi pasar asia dan eropa. Sehingga industri dibidang penenunan seperti kain, bahan-bahan sandang lainnya dan karpet berkembangpesat. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam industri ini adalah kapas, sutra danwol.[3] Industri lain yang juga berkembang pesat adalah pecah belah, keramik danparfum.[4] Disamping itu berkembang juga industri kertas yang di bawa ke Samarkandoleh para tawanan perang Cina tahun 751 M. di Samarkan inilah produksi dan eksporkertas dimulai. Hal ini rupanya mendorong pemerintah pada masa Harun al-Rasyidlewat wazirnya Yahya ibn Barmak mendirikan pabrik kertas pertama di Baghdad sekitartahun 800 M.[5] salah satu bukti manuskrip Arab tertua yang ditulis diatas kertasyang ditemukan adalah manuskrip tentang hadis yang berjudul Gharib al-Hadis karya AbuUbayd al-Qasim ibn Sallam (w. 837 M) yang dicetak bulan Dzulqa’dah 252 H (13November – 12 Desember 866), disimpan di perpustakaan Leiden[6]

Komoditas lain yang berorientasi komersial selain, logam, kertas, tekstil,pecah belah, hasil laut dan obat-obatan adalah budak-budak. Mereka setelah dibelioleh tuannya dipekerjakan seperti di ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namunbagi pemerintah, budak-budak direkrut sebagai anggota militer demi pertahanannegara.[7]

Sebagai alat tukar, para pelaku pasar menggunakan mata uang dinar (emas) dandirham (perak). Penggunaan mata uang ini secara ekstensif mendorong  tumbuhnyaperbankan. Hal ini disebabkan para pelaku ekonomi yang melakukan perjalanan jauh,sangat beresiko jika membawa kepingan-kepingan tunai uang tadi. Sehingga bagi parapedagang yang melakukan perjalanan digunakanlah sistem yang dalam perbankan moderndisebut Cek, yang waktu itu dinamakan Shakk. Dengan adanya sistem ini pembiayaanmenjadi fleksibel. Artinya uang bisa didepositokan di satu bank di tempat tertentu,kemudian bisa ditarik atau dicairkan lewat cek di bank yang lain. Dan cek hanyabisa dikeluarkn oleh pejabat yang berwenang yaitu bank. Lebih jauh bank pada masaini kejayaan Islam juga sudah memberikan kredit bagi usaha-usaha perdagangan danindustri. Selain itu bank juga sudah menjalankan fungsi sebagai Currency Exchange(penukaran mata uang).[8]

Kemajuan di bidang ekonomi tentunya berimbas pada kemakmuran rakyat secarakeseluruhan. Puncak kemakmuran rakyat dialami pada masa Harun al-Rasyid (786-809M)dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang melimpah pada masa ini digunakanuntuk kegiatan-kegiatan di berbagai bidang seperti sosial, pendidikan, kebudayaan,pendidikan, Ilmu Pengetahuan, kesehatan, kesusastraan dan pengadaan fasilitas-fasilitas umum. Pada masa inilah berbagai bidang-bidang tadi mencapai puncakkeemasannya.

Kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapafaktor antara lain :

1.          relatif stabilnya kondisi politik sehingga mendorong iklim yang kondusif bagiaktivitas perekonomian.

2.          Tidak adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkanoleh masyarakat guna meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka.

3.          Besarnya arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yangbersifat primer, sekunder dan tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untukmemperbanyak kuantitas persediaan (supply) barang-barang dan jasa.

4.          besarnya arus permintaan (demand) akan barang tersebut disebabkan meningkatnyajumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan yang menjadi basis pertukaran anekamacam komoditas komersial.

5.          Luasnya wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran komoditas menjadiramai. Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpanpotensi ekonomi yang besar.

6.          Jalur transfortasi laut serta kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautanatau navigasi.

7.          Etos kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekomoni dari golongan Arab memangsudah terbukti dalam sejarah sebagai ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh

kenyataan bahwa perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang Arab, apalagikenyataan juga mengatakan bahwa Nabi sendiri juga adalah pedagang.