Upload
akper-akbid
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. PENDAHULUAN
TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai
dengan tahap perkembangannya dan menjelaskan peran
perawat pada masing-masing tahap.
Tujuan Instruksional khusus :
Mahasiswa mampu :
1. Menyebutkan definisi masing-masing tahap
perkembangan keluarga.
2. Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai
dengan tahap perkembangan keluarga.
3. Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi
sesuai dengan tahap perkembangan keluarga.
4. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang
mungkin muncul pada setiap tahap perkembangan
keluarga.
5. Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap
perkembangan keluarga.
Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk
mempelajari dan bekerja dengan keluarga adalah
perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba
1
mengungkapkan perubahan dari sistem keluarga yang terjadi
dari waktu ke waktu termasuk perubahan-perubahan dalam
interaksi dan hubungan diantara anggota keluarga dari
waktu ke waktu. Pendekatan perkembangan keluarga
didasarkan pada observasi bahwa keluarga adalah kelompok
berusia panjang dengan suatu sejarah alamiah, atau
siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga dinamika
kelompok diinterpretasikan secara penuh dan akrual
(Duvall, dan Miller, 1985). Meskipun setiap keluarga
mengalami setiap saat perkembangan dengan cara-caranya
yang unik, semua keluarga dianggal sebagai contoh dari
seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan mengikuti
urutan-urutan perkembangan yang universal (Goode, 1959).
Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan
keluarga dari waktu ke waktu dengan membaginya ke dalam
satu seri tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa
stabilitas relatif yang secara kuantitatif dan kualitatif
berbeda dari tahap-tahap berdekatan (Mederer and Hill,
1983). Tentang konsep tahap-tahap siklus kehidupan
tergantung pada asumsi bahwa dalam keluarga terdapat
saling ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga
: keluarga dipaksa untuk berubah setiap kali ada
penambahan atau pengurangan anggota keluarga, atau setiap
kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan.
Misalnya, perubahan dalam peran, penyesuaian terhadap
perkawinan, mengasuh anak dan disiplin terbukti perubahan
dari satu tahap ke tahap lain (Mederer dan Bill, 1983).
2
Keluarga mengambil satu jenis struktur ketika anak-anak
masih berusia prasekolah ; struktur lain ketika orang tua
mulai mengikuti puncak hidup dan anak-anak memasuki masa
remaja ; dan akhirnya bentuk struktur yang lain adalah
ketika anak-anak mulai dewasa, menikah dan mulai mandiri.
Akar sejarah dari teori perkembangan keluarga dapat
dibuktikan dengan lima warisan teori. Kerangka
perkembangan keluarga bersifat elektrik, karena kerangka
ini mengajukan konsep-konsep dari pendekatan yang berbeda
terhadap studi keluarga. Kontribusi pada teori
perkembangan keluarga diambil dari interaksionisme
simbolik, fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan
propesi, teori sistem dan perkembangan ilmu ditambah lagi
dengan teori stress dan krisis kehidupan keluarga
(Dattessich dan Dill, 1987)
Pusat asumsi dasar tentang teori perkembangan
keluarga, seperti yang diuraikan oleh Algous (1978)
adalah :
1. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu
dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi.
2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi
dengan orang lain, mereka memulai tindakan-tindakan
dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan lingkungan.
3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas
tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau
oleh konteks budaya dan masyarakat.
3
4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai
dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas.
Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada
ciri-ciri ini dan biasa dari kehidupan keluarga, namun
teori ini tidak memberikan stressor non normatif atau
situasional (kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan
dapat dikritik karena asumsi tentang homogenitas (kurang
memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas
menengahnya, asumsinya tentang stabilitas dalam setiap
tahap, dan kurangnya penjelasan proses yang terjadi
diantara tahap-tahap perkembangan yang memungkinkan
keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk
pengkajian dan intervensi-intervensi sangat membantu
karena kerangka ini memberikan para profesional perawatan
kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi apa yang
diharapkan dan apa jenis penyuluhan dan konseling yang
ditentukan. Teori perkembangan keluarga meningkatkan
pemahaman kita tentang keluarga pada titik yang berbeda
dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan
deskripsi yang “khas” tentang kehidupan keluarga dalam
berbagai tahap perkembangannya (Lupal dan Miller 1985).
Malahan dengan mengkaji tahap perkembangan keluarga dan
pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap
tersebut, para profesional perawatan kesehatan keluarga
diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan dan
kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga
4
lebih mampu memberikan dukungan yang diperlukan untuk
memajukan dari satu tahap ke tahap lain dengan lancar.
B. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap
yang dapat diprediksi. seperti individu-individu yang
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
berturut-turut, keluarga sebagai sebuah unit juga
mengalami tahap-tahap perkembangan yang berturut-turut.
Tabel 1 : Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Tahap I :Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah
atau tahap pernikahan)
5
Tahap II:Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua
adalah bayi sampai umur 30 bulan)
Tahap III : Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak
tertua berumur 2 hingga 6 tahun)
Tahap IV:Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua
berumur 6 hingga 13 tahun).
Tahap V :Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur
13 hingga 25 tahun).
Tahap VI:Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir)
yang meninggalkan rumah.
Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan,
pensiunan).
Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan
lansia (juga menunjuk kepada anggota keluarga
yang berusia lanjut atau pensiun) hingga
pasangan yang sudah mengenalinya.
Diadaptasi dari Dupal, 1977 dan Miller, 1985
Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang
paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan dua
orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari
Dupal, 1977 (lihat tabel 1) Selain itu Charter dan
McGoldrick, 1988 belakangan membuat model enam tahap yang
sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2
membandingkan tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan
keluarga dari Dupall dan Charter dan Goldrick.
6
Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat
umur dan tingkat sekolah dari anak yang paling tua
sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan
pengecualian untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga
ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di rumah. Apalagi
terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa
tumpang tindih tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya
Charter dan McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus
kehidupan keluarga yang berfokus pada hal-hal penting
dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari keluarga,
jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini
diletakkan pada hubungan-hubungan yang berubah, yang
menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu
tahap siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Tabel 2. Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga menurut Duvall, Miller, Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick
(Perspektif Terapi
Keluarga)
Duvall dan Miller
(Perspektif Sosiologis)
1. Keluarga antara : dewasa
muda yang belum kawin
2. Penyatuan keluarga
melalui perkawinan :
pasangan yang baru
Tidak ada yang
diidentifikasi di sini,
meskipun Duvall menganggap
dewasa muda sedang proses
“dilepas”. Karena terdapat
waktu yang cukup antara
masa remaja dan
pernikahan.
7
menikah
3. Keluarga dengan anak
kecil (masa bayi hingga
usia sekolah)
4. Keluarga dengan anak
remaja
5. Keluarga melepaskan anak
dan pindah
6. Keluarga dalam kehidupan
terakhir
1. Keluarga pemula atau
tahap pernikahan.
2. Keluarga sedang mengasuh
anak (anak tertua adalah
bayi sampai umur 30
bulan)
3. Keluarga dengan anak
usia prasekolah (anak
tertua berumur 2 ½
hingga 5 tahun).
4. Keluarga dengan anak
usia sekolah (anak
tertua umur 6 hingga 12
tahun)
5. Keluarga dengan akan
remaja (anak tertua
berumur 13 hingga 20)
6. Keluarga melepaskan anak
dewasa muda (semua anak
meninggalkan rumah)
7. Orangtua usia
pertengahan (tidak ada
jabatan lagi hingga
pensiun)
8. Keluarga dalam masa
pensiun dan lansia
(mulai dari pensiun
8
hingga pasangan yang
meninggal.Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and
Miller, (1985)
1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga-keluarga selalu bervariasi, karena
menjalani tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Tahap-
tahap siklus kehidupan keluarga mengikuti suatu pola yang
tidak kaku (Duvall, 1977). Sudah barang tentu bahwa
banyak keluarga saat ini tidak cocok dengan tahap-tahap
siklus kehidupan keluarga inti dengan orang tua dari
Duvall atau dari Charter dan McGoldrick. Variasi-variasi
dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat
pada keluarga-keluarga dimana pasangan suami istri tidak
menikah, dan terdapat perkawinan sesama homoseksual,
orangtua tunggal dan keluarga dengan orangtua tiri. Makin
banyak orang memilih berbagai bentuk keluarga dan
karenanya konsep asal tentang siklus kehidupan keluarga,
mencakup keluarga inti dengan dua orangtua, secara
menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk keluarga-
keluarga nontradisional atau keluarga-keluarga miskin
atau minoritas, terdapat variasi-variasi pada penentuan
tempo dan pengurutan kejadian keluarga (Teachman et al,
1987). Karena pada saat ini keluarga dengan orangtua
tunggal dan orangtua tiri berjumlah cukup besar .
9
Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua
orangtua terdapat perubahan dalam penentuan tempo dari
tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Jumlah dewasa muda
yang tinggal dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa
muda lainnya semakin bertambah (“diantara tahap-tahap
siklus kehidupan keluarga” dari Charter dan McGoldrick).
Banyak pasangan menunda menikah dan memperpendek masa
pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai
lebih sedikit anak. Dengan perubahan-perubahan ini dan
umur harapan hidup yang lebih lama, terdapat tahun-tahun
yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan
keluarga – tahap usia pertengahan dan tahap pensiunan dan
lansia.
2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas
perkembangan yang harus mereka capai agar mereka merasa
puas selama suatu tahap perkembangan dan agar mereka
mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil, setiap
tahap perkembangan keluarga pun mempunyai tugas-tugas
perkembangan yang spesifik. Tugas-tugas perkembangan
keluarga menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh
keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga
dapat memenuhi (1) kebutuhan biologis keluarga, (2)
imperatif budaya keluarga, dan (3) aspirasi dan nilai-
nilai keluarga (Duvall, 1977).
10
Bagaimana tugas-tugas perkembangan dalam keluarga
berbeda dengan tugas-tugas perkembangan individu anggota
keluarga? Meskipun dalam kenyataan banyak tugas-tugas
tersebut adalah gabungan, tugas-tugas perkembangan
keluarga dibangkitkan bila keluarga sebagai sebuah unit
berupaya memenuhi tuntutan-tuntutan perkembangan mereka
secara individual. Tugas-tugas perkembangan keluarga juga
diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas terhadap
keluarga dan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan
harapan-harapan kelompok acuan keluarga dan masyarakat
yang lebih luas.
Selain itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga
meliputi tugas-tugas spesifik pada setiap tahap yang
melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang
terdiri dari (1) fungsi afektif (fungsi pemeliharaan
kepribadian) ; (2) fungsi sosialisasi dan penempatan
sosial ; (3) fungsi perawatan kesehatan – penyediaan dan
pengelolaan kebutuhan-kebutuhan fisik dan perawatan
kesehatan ; (4) fungsi reproduksi ; dan (5) fungsi
ekonomi (lihat bab 5 untuk pembahasan yang lengkap
tentang fungsi-fungsi ini).
Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap
kebutuhan anggota keluarga, dan juga untuk memenuhi
fungsi-fungsi keluarga secara umum. Pertautan kebutuhan-
kebutuhan perkembangan individu dan keluarga tidak selalu
mungkin dilakukan. Misalnya, tugas anak usia bermain yang
meliputi mengeksplorasi lingkungan seringkali
11
bertentangan dengan tugas seorang ibu memelihara rumah
yang teratur.
3. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua
Orangtua
Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikut ini
telah diuraikan oleh Duvall dan Miller (1985) dan Charter
dan McGoldrick (1988). Tahap-tahap tersebut terdiri dari
9 tahap siklus kehidupan keluarga (Tabel 2). “Tahap
antara” dari tipologi Charter dan McGoldrick ditambahkan
pada model siklus kehidupan delapan tahap dari Duvall
dan Miller untuk memberikan gambaran yang komprehensif
tentang perubahan kehidupan keluarga. Tahap-tahap siklus
kehidupan keluarga ini menggambarkan keluarga inti
Amerika yang utuh, tapi terbatas pada aplikabilitas
keluarga-keluarga dengan orangtua tunggal, cerai dan
tiri. Masalah-masalah kesehatan juga dibicarakan dalam
setiap tahap siklus perkembangan keluarga.
Tahap Transisi : Keluarga antara (Dewasa Muda yang Belum
Kawin)
Tahap ini menunjuk ke masa dimana individu berumur
20 tahunan yang telah mandiri secara finansial, dan
secara fisik telah meninggalkan keluarganya namun belum
berkeluarga. Tahap-tahap keluarga antara tidak dianggap
tahap siklus kehidupan keluarga oleh Duvall dan sosiolog
lainnya. Namun, karena masa ini umumnya dialami seseorang
(remaja tidak keluar secara langsung dari keluarga
12
asalnya dan membentuk keluarga, seperti yang sering
ditemukan pada masa lalu), dan karena masa ini merupakan
masa transisi yang sangat penting, tahap ini dimasukkan
dalam naskah ini. Tahap ini benar-benar diabaikan oleh
para profesional perawatan kesehatan keluarga dan para
ahli terapi keluarga (Aylmerm 1988).
Data demografi mendukung pentingnya tahap ini. Kini,
di Amerika Serikat lebih banyak dewasa muda menunda
perkawinan, mereka hidup membujang atau kumpul kebo.
Perkawinan pertama di Amerika Serikat umumnya berlangsung
3 tahun lebih lambat dari generasi sebelumnya. Kini,
dewasa muda yang hidup bersama diluar pernikahan lima
kali lebih banyak dari pada tahun 1960 (Glick, 1989).
Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-
hali terapi lainnya sebagai dasar bagi semua tahap
berikutnya : bagaimana dewasa muda melewati tahap ini
sangat mempengaruhi siapa yang dinikahinya dan juga
kapan dan bagaimana pernikahan berlangsung. Untuk
melewati tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus pisah
dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau secara
reaktif berhubungan dengan pergantian yang emonsional.
Tugas-Tugas Perkembangan.
Tahap ini adalah tahap “keluarga antara”, tugas-
tugas perkembangannya bersifat individual, bukan
berorientasi pada keluarga. Carter dan McGoldrick (1980)
13
menjelaskan bahwa tugas perkembangan utama dari dewasa
muda yang belum kawin adalah “menerima keluarga asalnya”
(hal. 13). Tiga tugas perkembangan yang dicantumkan oleh
Carter dan McGoldrick (1988, hal. 15) :
1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga
asalnya.
2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian
pekerjaan dan finansial.
Tabel 3. Tahap Transisi : Keluarga Antara dan Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga Tahap Transisi :
Keluarga antara
1. Pisah dengan keluarga
asal.
2. Menjalin hubungan intim
dengan teman sebaya.
3. Membentuk kemandirian
dalam hal pekerjaan dan
finansial.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
Sudah waktunya dewasa muda membentuk tujuan hidup
pribadi dan perasaan bangga akan diri sendiri sebelum
hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan perkawinan.
(Tabel 3) umumnya hal ini merupakan tahap transisi yang
14
sulit, karena memisahkan diri dari keluarga asal baik
secara fisik, finansial maupun emosional umumnya lambat
di banyak keluarga saat ini.
Tahap ini secara khusus dialami secara berbeda-beda,
tergantung pada jenis kelamin seseorang. Carl Gillingan
dalam karyanya In a Different Voice (1982), menguraikan
oerintasi pria dan wanita yang berbeda melalui
sosialisasi mereka. Pria umumnya diajarkan untuk mengejar
identitas ekspresi diri, sedangkan wanita pengorbanan
diri. Karena pria dan wanita dewasa muda mengalami masa
belum kawin, mereka mempunyai isu identitas yang
berbedakan untuk diselesaikan.Keseimbangan antara
otonomi dan cinta dibutuhkan dalam membina hubungan dan
bekerja, tapi pria umumnya berjuang dengan isu-isu cinta
dan hubungan, sementara wanita berjuang dengan isu-isu
otonomi.
Kebanyakan isu-isu tersebut diatas meliputi hubungan
antara dewasa muda dengan orangtuanya (Aylmer, 1988) dan
menciptakan suatu keseimbangan baru antara keadaan pisah
dan keterkaitan. Bagaimana orangtua dari dewasa muda
berinteraksi dengan anak mereka selama masa ini adalah
sangat penting. Dari perspektif sistem keluarga, terdapat
efek sirkular atau resiprokal yang terjadi antara
orangtua dengan dewasa muda (masing-masing mempengaruhi
tindakan satu sama lainnya), yang mempertinggi atau
menghambat proses pisah dan individualisasi dewasa muda.
15
Jika orangtua memiliki perkawinan yang tidak memuaskan
dan memerlukan anaknya tetap tinggal untuk memenuhi
kebutuhan mereka, maka hal ini menghalangi upaya-upaya
dewasa muda untuk pisah ; dan sebaliknya jika anak merasa
takut dan tidak mampu hidup mandiri, maka ia akan menunda
pemisahan tersebut dan mencoba agar orangtua tetapi
terlibat.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun
masalah keluarga. Penggunaan keluarga berencana dan
pengendalian kelahiran merupakan masalah dan kebutuhan
utama. Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual
(STD) lebih sering ditemukan dalam kelompok ini (penyakit
kelamin, AIDS, dll). Kecelakaan dan bunuh diri merupakan
penyebab utama moralitas. Masalah-masalah kesehatan
mental juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas,
terutama menghadapi isu pisah dengan cara fungsional dari
keluarga asal sehingga hubungan homoseksual yang intim
dan sehat dapat dijalin.
Kebutuhan kesehatan promosi sama dengan tahap-tahap
berikutnya. Karena dewasa muda sekarang ini mandiri,
khususnya gaya hidup mereka tidak termasuk dalam praktik
perlindungan kesehatan yang direkomendasikan, seperti
menghindari obat-obatan, alkohol dan tembakau dan juga
mendapatkan tidur, nutrisi, istirahatm latihan, perawatan
gigi dan uji kesehatan dan perawatan yang adekuat.
16
a. Tahap I : Keluarga Pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah
keluarga baru – keluarga yang menikah atau prokreasi dan
perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke
hubungan baru yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan
menikah saat ini berlangsung lebih lmbat. Misalnya,
menurut data sensus Amerika Serikat tahun 1985, 75 persen
pria dan 57 persen wanita Amerika Serikat masih belum
menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu
pergeseran yang berarti dari 55 persen dan 36 persen
masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan,
menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, dan
keluarga berencana merupakan tiga tugas perkembangan yang
penting dalam masa ini (Tabel 6-4).
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan,
perhatian awal mereka adalah menyiapkan suatu kehidupan
bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang
digabungkan, peran-peran mereka berubah, dan fungsi-
fungsi barupun diterima. Belajar hidup bersama sambil
memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan
sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan harus
17
saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang
bersifat rutinitas. Misalnya mereka harus mengembangkan
rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi, membersihkan
rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari
rekreasi dan pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan
bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan diri
ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu
dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan setiap pasangan
memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.
Tabel 4. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti
dengan Dua Orang Tua, dan Tugas-Tugas Perkembangan yang
bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaKeluarga Pemula 1. Membangun perkawinan
yang saling memuaskan.
2. Menghubungkan jaringan
persaudaraan secara
harmonis.
3. Keluarga berencana
(keputusan tentang
kedudukan sebagai
orangtua)Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
18
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung
pada saling menyesuaikan diri yang baru saja dibicarakan,
dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan
bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama
pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan individu perlu
diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan
dipandang untuk memperkaya hubungan perkawinan.
Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan tergantung
pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk
menangani “perbedaan-perbedaan tersebut” (Satir, 1983)
dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan
untuk bersikap empati ; saling mendukung, dan mampu
berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al,
1969) dan melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa
saling hormat menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).
Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan
hubungan perkawinan tergantung pada bagaimana masing-
masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga
asal masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang
dewasa harus pisah dengan orangtuanya dalam upaya untuk
membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan intim
yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi
yang amat bagus tentang proses ini dan masalah-masalah
psikososial selama masa ini.
19
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah
penyesuaian seksual, serikali disebabkan oleh
ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan
kekecewaan dan harapan-harapan yang tidak realistis.
Malahan, banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam
hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi
hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan
Goldenberg, 1985).
2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.
Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan
pertama dari sebuah pasangan, karena mereka pindah dari
rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru.
Bersamaan dengan itu, mereka menjadi anggota dari tiga
keluarga, yaitu : menjadi anggota keluarga dari keluarga
mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan
tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari
keluarga asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan
dengan orangtua mereka, sanak saudara dan dengan ipar-
ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah
untuk kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi
pasangat tersebut, hal ini menuntut pembentukan hubungan
baru dengan setiap orangtua masing-masing, yaitu
hubungan yang tidak hanya memungkinkan dukungan dan
kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang
melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan
20
pihak luar yang mungkin dapat merusak bahtera perkawinan
yang bahagia.
3). Keluarga Berencana.
Apakah ini memiliki anak atau tidak dan penentuan waktu
untuk hamil merupakan suatu keputusan keluarga yang
sangat penting. Littlefield (1977) menekankan pentingnya
pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga ketika
seseorang bekerja di bidang perawatan maternitas. Tipe
perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah
unit selama masa prenatal sangat mempengaruhi kemampuan
keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa
dengan efektif setelah kehamilan bayi.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan
peran perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga
berencana, penyuluhan dan konseling pranatal, dan
komunikasi. Konseling semakin perlu diberikan sebelum
perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan
masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa
bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan
penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah
perkawinan. Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini
menghambat pasangan tersebut merencanakan kehidupan
mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.
21
Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang
ditantang oleh hubungan cinta, perkawinan berdasarkan
hukum adat, dan perkawinan homoseks. Orang yang memasuki
perkawinan tanpa pernikahan memerlukan banyak konseling
dari tugas perawatan kesehatan untuk mendapatkan bantuan.
Dalam hal ini, perawat keluarga terperangkap diantara dua
“keluarga”, keluarga orientasi dan keluarga perkawinan.
Dalam situasi semacam itu, para profesional kesehatan
keluarga tidak perlu membuat penilaian-penilaian yang
bermanfaat tetapi mencoba membantu setiap kelompok dari
kedua kelompok tersebut agar mereka dapat memahami diri
mereka sendiri dan saling memahami satu sama lain
(Williams dan Leaman, 1973).
Keluarga Berencana.
Karena Keluarga Berencana merupakan tanggungjawab
utama dari perawat yang bekerja dengan keluarga, maka
bidang ini perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga
berencana yang kurang diinformasikan dan kurang efektif
mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak cara :
mobiditas dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ;
sehat sakit orangtua ; masalah-masalah perkembangan anak,
termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan
dalam perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan
terinformasi meliputi membuat keputusan sendiri tentang
kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari
pertimbangan kesehatan keluarga.
22
Jumlah kelahiran di Amerika Serikat sedang menanjak,
dalam tahun 1975 mengalami penurunan dan terus mengalami
kenaikan setelah itu hingga tahun 1990, seperti yang
diproyeksikan dalam tahun 1984 hingga 1990 (Family Service
America, 1984). Meningkatnya kehamilan remaja yang sangat
besar, khususnya diantara wanita kulit hitam yang belum
menikah dan terutama dipandang sebagai masalah karena
kerentanan dan kurangnya sumber-sumber pada kelompok
remaja yang malang ini (Chilman, 1988). Kehamilan
penyebab utama remaja wanita keluar dari sekolah dan juga
penyebab sering terjadinya perkawinan prematur. Dalam
perkawinan, kehamilan awal (sebelum dua tahun) mengurangi
penyesuaian perkawinan. Semua ini merupakan faktor-faktor
kesehatan mental yang penting bagi orangtua dan anak-anak
(Cohn dan Lierberman, 1974).
Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama
yang didokumentasikan dalam penelitian kebidanan dan
perinatal. Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia
ibu 20 tahunan merupakan faktor-faktor yang menguntungkan
dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu dan bayi.
Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran
mengurangi mortalitas bayi (Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena
banyak wanita dan pasangan menggunakan alat kontrasepsi.
Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia
telah membuat undang-undang yang membolehkan gadis-gadis
23
remaja berusia di bawah 18 tahun mendapatkan kontrasepsi
tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan
wanita dewasa muda yang aktif secara seksual tidak
mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman, 1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam
menggunakan alat kontrasepsi yang efektif berhubungan
dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff, 1977) dan
ketidaktahuan tentang kehamilan dan kontrasepsi
dikalangan remaja (Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-
faktor agama dan sosiopolitik menjadi pengengah untuk
mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan pasangannya.
Seperti diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk
melakukan aborsi secara legal maka perjuangan
mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia
merupakan masalah yang sedang berkembang. Pendanaan
masyarakat dari pemerintah untuk keluarga berencana,
khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan
terbatas pada kaum miskin dan orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan
undang-undang yang membolehkan remaja menerima perawatan,
program pendidikan kesehatan keluarga berencana dan seks
yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-
sekolah, gereja dan lembaga-lembaga kesehatan. Pelayanan-
pelayanan seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada
premis-premis umum bahwa keluarga berencana merupakan
satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi pada
24
keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana
bagi individu dan bagi pertumbuhan dan perkembangan
keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada
keluarga bukanlah sesuatu yang etis, karena hal tersebut
menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi.
Gadis-gadis remaja yang menginginkan bayi perlu
mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi
orang tua dan perlindungan yang realistis terhadap
kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan yang
baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi
tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan perkawinan
dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Perubahan proses keluarga
3. Perubahan penampilan peran
4. Gangguan interaksi sosial
5. Disfungsi seksual
Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:
Trimester I
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
ketidaknyamanan
resiko kekurangan volume cairan
resiko cidera terhadap janin
25
resiko keletihan
resiko konstipasi
resiko infeksi : ISK
resiko gangguan citra tubuh
resiko perubhan penampilan peran
perubahan pola seksualitas
Trimester II
Ketidaknyamanan
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Perubahan pola seksualitas
Perubahan pola nafas
Resiko kelebihan vol cairan
Resiko koping individu tidak efektif
Trimester III
Gangguan pola tidur
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Resiko harga diri rendah situasional
Perubahan eliminasi
Peran perawat
Konselon pada penyesuaian seksual & peran marital
Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal
26
b. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama
sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya orangtua
tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka,
tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya
berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi
tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan
yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu
baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di
rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba
berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang
telah dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada
mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi
orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan
teman-teman, dan para profesional perawatan kesehatan
yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam
oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga
letih secara psikologis dan fisiologis. Ia sering
merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan
barangkali juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya
terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami
persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio
besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan
perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan
setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke
27
dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba
keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga
memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru.
Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang
ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang
harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan
juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam keluarga yang
memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi
sangat berarti bagi saudaranya sama seperti pada pasangan
yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk
menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau
perempuan yang baru mungkin sama dengan suami mengatakan
pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya
yang ia cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan
Leanman, 1973). Ini merupakan suatu perkembangan kritis
bagi semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua
menggambarkan tujuan yang teramat penting bagi semua
pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai
perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri
terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian
terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang
tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan,
kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang
mendadak. Dua faktor penting yang menambah kesukaran
dalam menerima peran orangtua adalah bahwa kebanyakan
orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua
28
dan banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis
meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami
(Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya
peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam
transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan
hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam
masyarakat Amerika juga memiliki pengaruh yang kuat pada
orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar
rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan
masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan
aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya
perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor yang
menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak
(Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
Masa Transisi menjadi Orangtua.
Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang
sangat penting dan sering merupakan krisis keluarga,
sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada
penelitian keluarga selama tahap siklus kehidupan
keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976 ;
LeMaster, 1957).
Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir
mempengaruhi keluarga, LeMaster, 1957, dalam studi klasik
tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak
29
pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas
menengah di Kota (berusia 25 – 25 tahun) dan
memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia
menemukan bahwa 17 persen pasangan tidak mengalami
masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya
mengalami masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah
yang paling lazim dilaporkan adalah :
1. Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan
oleh suami)
2. Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara
suami dan istri.
3. Interupsi dalam jadwal yang kontinu “begitu lelah
sepanjang waktu”, merupakan sebuah kometar khas).
4. Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan
Cole (1976), tidak menemukan pasangan yang melaporkan
krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster.
Studi-studi tentang “keluarga dalam krisis” menyatakan
bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah
dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran
anak pertama dan kekuatan perkawinan menurun secara tajam
dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980)
Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang
keluarga secara kelahiran seorang bayi baru menyatakan
kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan
kebutuhan yang penting setelah kelahiran terhadap
30
kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di
klinik.
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi
pasangan menjadi langka dilakukan oleh La Rossa, (1981).
Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi
seperti yang dijelaskan dengan baik oleh model konflik,
dimana terdapatnya waktu luang, konflik kepentingan
diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-
masalah perkawinan menyebabkan konflik antara kedua
orangtua.
Miller dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas
tinjauan studi mereka terhadap orangtua, meringksa
stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi
dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan
adalah sedikitnya kebebasan pribadi karena tanggungjawab
menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya
waktu dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih
banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada pasangan yang
sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan
masalah kesehatan yang serius atau cacat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa
tugas yang penting (tabel 5). Suami, istri, dan bayi
semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga
inti memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi
31
penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus dari
setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan
(Duvall, 1977).
Tabel 5. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang
sedang mengasuh anak dan Tugas-Tugas Perkembangan yang
Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaKeluarga sedang mengasuh
anak
1. Membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit yang
mantap (mengintegrasikan
bayi baru ke dalam
keluarga).
2. Rekonsiliasi tugas-tugas
perkembangan yang
bertentangan dan
kebutuhan anggota
keluarga.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan yang
memuaskan.
4. Memperluas persahabatan
dengan keluarga besar
dengan menambahkan
peran-peran orangtua dan
kakek dan nenek.
32
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan
Miller (1985)
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan
yang logika dalam organisasi keluarga. Fungsi-fungsi
pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi
tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan.
Sementara pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut
posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum
adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran
tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La
Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal
perlu disusun kembali dalam tahap ini. Peran-peran baru
perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan
hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila
bekerja dengan keluarga yang mengasuh anak adalah
mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua
berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan
bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall
(1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya
menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal
setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua
anak pada hubungan orangtua dan anak di masa datang.
Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua,
33
sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik
komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis, 1978)
adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap
tanggungjawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat
dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan realita
pada calon ibu dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa
seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh
lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali
tetap netral pada awalnya sementara wanita secara cepat
menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional
tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti
memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting
ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan
emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat
tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan
anak dan perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan
ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan
kelas menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran
orangtua mereka dalam berespons terhadap tuntutan-
tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-tugas
perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga
secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman
34
(1957), orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara
berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi fase kehidupan
keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari
arti dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi
untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya. Dengan setiap
anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap
yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap
isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar
untuk menerima pertumbuhan dan perkembangan anak yang
terjadi dalam masa usia bermain – khususnya orangtua yang
baru memiliki anak pertama – membutuhkan bimbingan dan
dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus
dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan,
keterbatasan dan latihan buang air (toilet training).
Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan,
konsep tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”.
Pada saat yang sama pula orangtua perlu bimbingan dalam
memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama
tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang
dengan lahirnya anak, dimana pasangan berhubungan satu
sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai
orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah
berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa
orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit,
35
pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan kualitas
interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua
merasa kewalahan dengan bertambahnya tanggungjawab,
khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama
bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang
memuaskan termasuk masalah dan perasaan pribadi,
perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan
harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan
psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi
satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama
kehamilan dan selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-
kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam
dalam peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya
daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia
“tersingkir” oleh bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota
ketiga, membentuk tiga serangkai. Orangtua harus belajar
untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari
bayinya. Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam
ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar, rangsangan yang
berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan
36
respon terhadap rangkulan, timangan dan berbicara yang
kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung
saat pemeriksaan setelah postpartum 6 minggu. Orangtua
kemudian harus didorong secara terbuka untuk
mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat
meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang
dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa
kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat berbahaya
bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian
hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman.
Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan
membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul.
Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber
pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun
kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-
nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi
tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau
sistem pendukung sosial untuk mencapai kepuasan dan
perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga
muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari
siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga
37
kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber
dan kekuatan merek sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat
penting bagi stabilitas dan moral keluarga. Hubungan
suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan
dengan kekuatan dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama
lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang
bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap bayi
dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat
menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber
sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan
ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah
pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga,
perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan
masalah-masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi,
konseling perkembangan anak, keluarga berencana,
interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan
kesehatan umum (gaya hidup).
Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari
kehidupan keluarga ini adalah inaksesibilitas dan
ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk
ibu yang bekerja, hubungan akan-orangtua, masalah-masalah
mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan kelalaian
38
terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang
tua.
Kemungkinan diagnosa
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Disfungsi seksual
Gangguan tumbuh kembang
Menyusui tidak efektif
Resiko cidera
Perubahan penampilan peran
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk
masalah-masalah kehamilan
Konselor pada nutrisi prenatal
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Pendukung amnionsintesis
Konselor pada menyusui
Koordinator dengan layanan pediatrik
Penyelia imunisasi
Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial
c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai
ketika anak pertama berusia 2 ½ tahun dan berakhir ketika
anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri
39
dari tiga hingga lima orang, dengan posisi suami-ayah,
istri-ibu, anak laki-laki-saudara, anak perempuan-
saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda
(Duvall dan Miller, 1985).
Kehidupan keluarga selama tahap ini penting dan
menuntut bagi orangtua. Kedua orangtua banyak menggunakan
waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik
bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari
bahwa orangtua adalah “arsitek keluarga”, merancang dan
mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah
penting bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka
secara singkat, agar perkawinan mereka tetap hidup dan
lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada
tahap ini, khususnya dalam hal kemadirian. Mereka harus
mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan
sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa
campur tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di
kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat
perawatan sehari, atau program-program sama lainnya
merupakan cara yang baik untuk membantu perkembangan
semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur
sangat bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak
usia prasekolah yang berasal dari dalam kota dan
berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan
keterampilan sosial telah dilaporkan terjadi setelah anak
40
menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun
(Kraft et al, 1968).
Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal
berada dalam tahap siklus kehidupan ini. Dalam tahun
1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen
keluarga kulit putih di Amerika Serikat dipimpin oleh
satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai
oleh ibu (Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga
dengan orangtua tunggal, ketegangan yang timbul dari
peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah
lagi dengan peran-peran lain adalah besar. Pusat-pusat
perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah
dengan kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan jika
ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu yang bekerja
dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan
fasilitas-fasilitas dan program-program perawatan anak
yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).
41
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun
kompleksitas. Perlunya anak-anak usia prasekolah dan anak
kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan
kebutuhan orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri
menjadikan perumahan dan ruang yang adekuat sebagai
masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga
perlu bersifat melindungi anak-anak, karena pada tahap
ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat.
Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi
perawat kesehatan komunitas dan penyuluhan kesehatan
perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui
resiko yang ada dan cara-cara menegah kecelakaan (Tabel
6).
Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan
anak usia pra sekolah dan Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga Keluarga dengan anak usia
Prasekolah.
1. Memenuhi kebutuhan
anggota keluarga seperti
rumah, ruang bermain,
privasi, keamanan.
2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi anak yang
baru sementara tetap
42
memenuhi kebutuhan anak-
anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan
yang sehat dalam
keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan
orangtua dan anak) dan
di luar keluarga
(keluarga besar dan
komunitas).Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan
Miller (1985)
Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri
dan penyakit virus dan paparan yang meningkat, anak-anak
usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu
penyakit infeksi minor secara bergantian. Penyakit
infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering
ke dokter, merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah
untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-kanak
merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan
penyakit infeksi dan menular dan kerentanan umum mereka
terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan
utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga
cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian ini lebih sering
ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh
43
dewasa tidak ada (orangtua sering tidak di rumah), dan
keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan lingkungan
dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci untuk
mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam
tanggungjawab rumah tangga selama tahap perkembangan
keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar
dalam tahap ini digunakan untuk aktifitas perawatan anak.
Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini benar-
benar penting, karena hubungan ini dengan anak usia
prasekolah dapat membantu anak mengindentifikasi jenis
kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5
tahun, penting sekali bagi mereka untuk bergaul secara
rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang
hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-
laki dapat terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak
usia prasekolah, yang secara perlahan-lahan menerima
lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri,
plus membantu ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan
rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang
penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.
Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan
bahwa kelahiran anak kedua dalam keluarga memiliki efek
yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada
kelahiran anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa
44
peran orangtua membuat peran-peran perkawinan lebih
sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut ini :
pasangan suami istri masing-masing merasakan perubahan
kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan
keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi yang
berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi lebih
sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih
banyak, kehangatan yang diberikan kepada anak lebih
banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan
tingkat kepuasan hubungan seksual lebih rendah (Feldman,
1969).
Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan
laporan dan observasi para konselor keluarga bahwa
hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam
tahap siklus ini. Sebenarnya, banyak sekali perceraian
yang terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan
perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi dan
waktu bersama merupakan kebutuhan yang utama. Konseling
perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan
merupakan sumber-sumber yang penting dikalangan kelas
menengah. Akan tetapi keluarga tanpa sumber-sumber
ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk
memperkokoh upaya penyelamatan perkawinan. Terdapat trend
bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih
sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang
tidak bisa mengupayakan terapi pribadi.
45
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan
anak. Anak-anak usia prasekolah mengembangkan sikap diri
sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar
mengekspresikan diri mereka, seperti tampak dalam
kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.
Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana
mengintegrasikan anggota keluarga yang baru (anak kedua
dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang
lebih tua. Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir
secara psikologis merupakan suatu kejadian traumatik.
Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi
membantu memperbaiki situasi, khususnya jika orangtua
sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang
lebih tua. Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling
rivalry) biasanya diungkapkan dengan memukul atau
berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku
regresif, melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik
perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan
kakak adik adalah dengan meluangkan waktu setiap hari
untuk berhubungan lebih erat dengan anak yang lebih tua
untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan
dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah,
orangtua memasuki tahap pengasuhan anak yang ketiga,
salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika
mereka mulai masuk ke kelompok bermain, tempat penitipan
46
anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus
selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia
sekolah. Pisah seringkali terasa sulit bagi orangtua dan
mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang
bagaimana penguasaan tugas-tugas perkembangan anak usia
prasekolah memberikan kontribusi untuk semakin
meningkatnya otonomi mereka.
Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia
prasekolah. Pisah dapat terjadi karena orangtua pergi
bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau
berlibur. Persiapan keluarga untuk pisah dengan anak
sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri
terhadap perubahan.
Membantu keluarga untuk mendapatkan pelayanan
keluarga berencana setelah kelahiran seorang bayi, atau
melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan,
juga diindikasikan. Misalnya, adalah tidak biasa bagi
seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi
karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil,
hanya untuk mencari tahu apakah kehamilannya terjadi
karena hubungan seks tanpa perlindungan kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak
di luar rumah untuk mengawetmudakan mereka sehingga
mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-tugas dan
tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas
47
rendah dan orang tunggal sering tidak punya kesempatan
untuk melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini
mendapat kepuasan paling sedikit terhadap pergaulan
mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka
yang terasing dan kekurangan sumber-sumber yang tersedia
bagi mereka.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi
sepanjang pembahasan kita tentang keluarga dengan anak
usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya,
masalah kesehatan fisik yang utama adalah penyakit-
penyakit menular yang lazim pada anak dan jatuh, luka
bakar, keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang
terjadi selama usia prasekolah.
Masalah-masalah kesehatan psikososial keluarga yang
utama adalah hubungan perkawinan. Beberapa studi mencoba
meneliti menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak
pasanga selama tahun-tahun ini dan perlunya penanganan
terhadap masalah ini untuk memperkokoh dan memberikan
semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah
kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara
kakak-adik, keluarga berencana, kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti
membatasi lingkungan (disiplin), penganiayaan dan
menelantarkan anak, keamanan di rumah dan masalah-masalah
komunikasi keluarga.
48
Strategi-strategi promosi kesehatan umum berhubungan
erat selama tahap ini, karena tingkah laku gaya hidup
yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.
Pendidikan kesehatan keluarga diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok,
penyahagunaan obat-obatan dan alkohol, seksualitas
manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan
penanganan stress/dukungan sosial. “Tujuan utama bagi
para perawat yang bekerja dengan keluarga dan anak usia
prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup
yang sehat dan memfasilitasi pertumbuhan fisik,
intelektual, emosional dan sosial secara optimal.
(Wilson, 1088, hal. 177).
Kemungkinan diagnosa
Resiko cidera
Resiko trauma
Resiko keracunan
Resiko infeksi
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan komunikasi verbal
49
Peran perawat
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak,
perujukan bila ada indikasi
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan
kedaruratan
Koordinator dg layanan pediatri
Penyelia imunisasi
Konselor pada nutrisi dan latihan
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai
kebiasaan kesehatan
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Fasilitator dalam hubungan interpersonal
d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia
6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada
usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya
mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga
di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun
pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini,
anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan
masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari
sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan orangtua
sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas
perkembangannya sendiri-sendiri, sama seperti keluarga
berupaya memenuhi tugas-tugas perkembangannya sendiri
50
(Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang
dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan
dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas perkembangan
generasivitas) dan memperhatikan perkembangan mereka
sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk
mengembangkan sense of industry – kapasitas untuk menikmati
pekerjaan dan mencoba mengurangi atau menangkis perasaan
rendah diri.
Tabel 7. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan
anak usia sekolah, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaKeluarga dengan anak usia
sekolah
1. Mensosialisasikan anak-
anak, termasuk
meningkatkan prestasi
sekolah dan
mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya yang
sehat.
2. Mempertahankan hubungan
perkawinan yang
memuaskan.
3. Memenuhi kebutuhan
kesehatan fisik anggota
keluarga
51
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar
menghadapi pisah dengan atau lebih sederhana, membiarkan
anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya
dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan
yang lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah
tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan
keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara
perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari
keluarga sebagai persiapan menuju masa remaja. Orangtua
yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan merasa
lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan
tetapi, dalam contoh-contoh dimana peran ibu merupakan
sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam
kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu
yang menyakitkan dan dipertahankan mati-matian.
Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang
luar biasa dari komunitas di luar rumah melalui sistem
sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang
mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan
standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung
mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih
menekankan nlai-nilai tradisional pencapaian dan
produktifitas, dan menyebabkan sejumlah keluarga dari
kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa
52
tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau
nilai-nilai komunitas.
Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama
periode kehidupan anak ini. Para perawat sekolah dan guru
akan mendeteksi banyak defek penglihatan, pendengaran,
wicara, selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku,
dan perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak,
penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman
dan Mandle, 1986). Bekerja dengan keluarga dengan peran
sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan,
selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining
lanjutan, membutuhkan energi yang sangat banyak dari
seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai
narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu
menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau
yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.
Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama
tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi serebral palsi,
retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi
pertama perawat kesehatan disini disamping fungsi
rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada
orangtua mengenai kondisi tersebut akan membantu keluarga
melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan dari
cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan.
53
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat
keluarga di sekolah, klinik, kantor, dokter dan lembaga-
lembaga komunitas harus mengupayakan keterlibatan
orangtua secara aktif. Memulai rujukan untuk
konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam
membantu keluarga agar sadar akan masalah-masalah
keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak usia sekolah
secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali
masalah tingkah laku anak sebagai sebuah masalah keluarga
yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru
tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi
keluarga dan tingkah laku anak yang sehat (Bradt, 1988)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam
mensosialisasikan anak pada saat ini meliputi
meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi
meningkatkan prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga
yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan
perkawinan yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa
kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun. Dua buah
penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr,
1970 ; Rollins dan Feldman, 1970). Meningkatkan
komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami
istri merupakan hal yang vital dalam bekerja dengan
keluarga dan anak usia sekolah.
54
Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama dengan
keluarga dengan anak usia pra sekolah
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap
kelima dari siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini
berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini
dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah
hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah
biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang
terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan
keluarga memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang
lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi dewasa
muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi
sistem keluarga dalam masa remaja, menguraikan
metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini
meliputi “pergeseran yang luar biasa pada pola-pola
hubungan antar generasi, dan sementara pergeseran ini
pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja,
pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan
perubahan pada orangtua karena mereka memasuki
pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang
dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
55
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling
sulit, atau sudah tentu yang paling banyak
diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983).
Keluarga Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas
perkembangan remaja dan orangtua dan menciptakan konflik
dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa
dihindarkan. Tugas perkembangan remaja menghendaki
pergerakan dari ketergantungan dan kendali orangtua dan
orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan
pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat
menerima peran-peran orang dewasa (Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan
anak remaja bergerak sekitar perubahan perkembangan yang
dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif,
pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell
et al, 1983), serta konflik-konflik dan krisis yang
berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga
aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak
perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang meningkat),
budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya),
kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan
norma-norma antara orangtua dan remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja
merupakan tugas paling sulit saat ini. Namun demikian,
orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas
56
yang tidak masuk akan tersebut, yang telah terbentuk
dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses
“melepaskan.” Duvall (1977) juga mengidentifikasi tugas-
tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang
menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika
remaja menjadi matang dan mengatur diri mereka sendiri.
Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas
orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima
penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan
segala kelemahan dan kelebihan mereka, dan ketika mereka
menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan
ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas,
mereka membentu pola untuk semacam penerimaan diri yang
sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya
lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan
dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et
al, 1983) dan orangtua/keluarga berfungsi secara
fleksibel (Preto, 1988).
Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan
pandangan mereka bahwa kompleksitas kehidupan Amerika
yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak
jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai
kegiatan sosial dan institusi – mulai dari otoritas
sekolah dan konselor hingga keluarga berencana dan seks
pranikah dan pilihan kumpul kebo. Faktor-faktor lain
57
menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut.
Karena adanya spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua
tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka dengan rencana-
rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya
hubungan orang dewasa yang kontinu bagi remaja dan
orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk
mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-
masalah yang berkaitan dengan obat-obatan secara terbuka
dan tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga
memberikan kontribusi pada masalah-masalah orangtua-
remaja.
Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan
anak remaja danTugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang
Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga dengan anak
remaja
1. Menyeimbangkan kebebasan
dan tanggungjawab ketika
remaja menjadi dewasa
dan semakin mandiri.
2. Memfokuskan kembali
hubungan perkawinan.
3. Berkomunikasi secara
terbuka antara orangtua
dan anak-anak.
58
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika
remaja matur dan semakin mandiri (Tabel 8). Orangtua
harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau
putranya secara progresif dari hubungan dependen yang
dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin
mandiri. Pergeseran yang terjadi pada hubungan anak-
orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan
konflik-konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama
tahap ini, semua anggota keluarga, khususnya orangtua,
harus membuat “perubahan sistem” utama yaitu, membentuk
peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja.
Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang
diperlukan ini. “Secara paradoks, sistem (keluarga) yang
dapat membiarkan anggotanya adalah sistem yang akan
bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri secara
efektif pada generasi-generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka sendiri, tidak membiarkan anak-anaknya,
seringkali menemukan “revolusi” oleh remaja bila
perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga
59
mempercayai anak agar mandiri secara prematur, dengan
mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam
hal ini remaja dapat gagal mencapai kemandirian (Wright
dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan
juga merupakan pusat perhatian. Tugas perkembangan
keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah
memfokuskan kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988).
Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu
terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga
perkawinan tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam
kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak
waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan
kariernya, sementara itu, istrinya juga bekerja sementara
itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan tanggungjawab
sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya
tersisa sedikit waktu dan energi untuk hubungan
perkawinan.
Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak lebih
bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri, pasangan
suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka
atau dapat menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan
setelah anak-anaknya telah meninggalkan rumah (postparental).
Mereka dapat mulai membangun fondasi untuk tahap siklus
kehidupan keluarga berikutnya.
60
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang
mendesak adalah untuk para anggota keluarga, khususnya
orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka.
Karena adanya kesenjangan antar generasi, komunikasi
terbuka seringkali hanya merupakan suatu cita-cita, bukan
suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak
antara orang tua dengan remaja menyangkut nilai dan gaya
hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan
berbagai macam masalah terbukti seringkali menolak dan
memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga
mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin
telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga
merupakan tugas perkembangan keluarga lainnya (Duvall dan
Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga
perlu diubah, etika dan standar moral keluarga perlu
tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara remaja
mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka
sendiri, adalah sangat penting bagi orangtua untuk
mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan
standar-standar mereka. Remaja sangat sensitif dengan
ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang
dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak
dapat belajar dari satu dan sama lain dalam masyarakat
yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini.
Transformasi nilai dari kaum muda juga mentransformasikan
61
keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan
sederhana mengembangkan transformasi nilai yang
mempengaruhi setiap saat kehidupan keluarga (Yankelowich,
1975).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya
baik, tapi promosi kesehatan tetap menjadi hal yang
penting. Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan
dibicarakan dengan keluarga, seperti pentingnya gaya
hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun,
resiko penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria
dan pada usia ini anggota keluarga yang dewasa merasa
lebih rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari
perubahan-perubahan perkembangan dan biasanya mereka ini
menerima strategi-strategi promosi kesehatan. Sedangkan
pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-
merupakan bahaya yang amat besar, dan patah tulang dan
cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga
berencana, kehamilan yang tidak dikehendaki, dan
pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang
perhatian yang relevan. Dalam mendiskusikan topik ini
dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam
perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda.
Remaja biasanya mencari pelayanan kesehatan menyangkut
uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga
berencana dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit
kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah bagi remaja
62
untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua.
Bila orangtua diikutsertakan maka dilakukan wawancara
terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang
dukungan dan bantuan untuk memperkokoh hubungan
perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua. Konseling
langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke
sumber-sumber dalam komunitas untuk konseling, dan juga
pendidikan yang bersifat rekreasional, dan pelayanan
lainnya mungkin diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan
umum juga diindikasikan.
Kemungkinan diagnosa
Resiko trauma
Gangguan komunikasi verbal
Koping individu tidak efektif
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan proteksi
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap
kesehatan
Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai
alkohol, merokok, diit dan latihan
Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan
interpersonal dengan remaja dan orang tua
63
Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-
sumber kesehatan mental
Konselor pada keluarga berencana
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian
penyakit
f. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa
Muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai
oleh anak pertama meninggalkan rumah orangtua dengan
“rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir meninggalkan
rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang,
tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah
atau berapa banyak anak yang melum menikah yang masih
tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan
tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam
tahun-tahun belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih
lama dalam keluarga dengan dua orangtua, mengingat anak-
anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah
selesai sekolah dan mulai bekerja. Motifnya adalah
seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup
sendiri. Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa
muda, yang umumnya menunda perkawinan, hidup terpisah dan
mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari sebuah
survey besar yang dilakukan terhadap orang Kanada
ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam
64
keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan
orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih dini dari pada
mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua
orangtua. Perbedaan ini tidak dipandang karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena
perbedaan orangtua dan lingkungan keluarga (Mitchel et
al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan
dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang
mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka
pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan
kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-
tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga
tersebut berubah dari sebuah rumah tangga dengan anak-
anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari
sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah
reorganisasi keluarga menjadi sebuah unit yang tetap
berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa
kedalam kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama
tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai kakek
nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra
diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata
di mana para orangtua melepaskan anak mereka yang tertua
ditandai sebagai masa kehidupan yang “terperangkap” ;
terperangkap antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan
65
harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan
terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang
bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana seringkali
tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari
kedua bidang tersebut. Akan tetapi studi-studi
membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin
merasa tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan
muda, paling tidak bagi individu-individu golongan kelas
menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat
mengapresiasikan bagaimana mereka dan prestasi mereka :
“Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para
pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan
kualitas umum kehidupan dalam masyarakat ini. Masyarakat
tergantung kepada kepemimpinan dan produktifitas dari
orang yang berasal dari golongan usia pertengahan
(Kerchoff, 1976).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam
melepaskan diri, orangtua juga membantu anak mereka yang
lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau
perempuan yang “dilepas” menikah, tugas keluarga adalah
memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota
keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-
nilai dan gaya hidup dari pasangan itu sendiri (Tabel 9)
66
Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang
melepaskan anak usia dewasa muda dan Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaKeluarga melepas anak
dewasa muda
1. Memperluas siklus
keluarga dengan
memasukkan anggota
keluarga baru yang
didapatkan melalui
perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk
memperbaharui dan
menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut
usia dan sakit-sakitan
dari suami maupun istri.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki
waktu lebih banyak untuk mencurahkan perhatian pada
kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain. Mereka
tidak tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana
mereka tidak dapat melembagakan atau membentuk kembali
peran suami dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan
(1973) memandang tahap ini sebagai tantangan bagi
67
hubungan perkawinan. Ketika anak-anak meninggalkan rumah,
perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup
kekuatan untuk mempertahankannya tanpa alasan kedudukan
sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita
daripada pria. Pada kebanyakan keluarga, peran sentral
dan abadi – abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah
berlangsung selama 20 tahun-bagi wanita adalah peran
sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini kurang lazim
karena banyak wanita sekolah atau meniti karier,
identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan pada
menjadi sebagai seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-
tahun perpisahan dengan anak yang berlangsung perlahan-
lahan mendahului tahap ini, pelepasan anak secara
psikologis seringkali terjadi secara mendadak. Dengan
perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja menemukan
dirinya sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada
banyak pekerjaan lagi) dan tidak lagi tempat yang dituju
atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari
golongan menengah keatas pada puncak kariernya
menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa untuk
meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan
mencoba memenuhi aspirasi mereka sebelum terlambat.
Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya
sehingga tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan
mereka ini dan tidak mempunyai komitmen-komitmen yang
sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen
68
tersebut dalam rangka untuk menginvestasikan tenaga dan
talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih hebat
bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan
rumah dan ketidakhadiran suami mereka, melainkan juga
karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse
(biasanya antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan
kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak. Jika
seorang wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis,
bekerja dan kegemaran), biasanya ia memiliki masalah yang
jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah
menjalankan fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah
tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi
krisis perkembangan. Salah satu kemungkinan krisis
tersebut adalah dorongan untuk maju dalam karier dan
realisasi bahwa mereka belum berhasil dan belum mencapai
aspirasi mereka. Juga tanda-tanda menurunnya
maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah
seks berkurangnya, dan juga figur, rambut, tanda-tanda
kulit menua dan cemas dalam hal keuangan ; semuanya
merupakan stressor bagi pria dalam tahap siklus kehidupan
keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia
pertengahan yang terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya
hubungan perkawinan dengan menggolongkan tahap
perkembangan orangtua pada titik ini dalam siklus
69
kehidupan keluarga sebagai pembentuk suatu kehidupan baru
bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya dari
keluarga dengan usia pertengahan adalah membantu mertua
dari suami dan istri yang lanjut usia dan sakit-sakitan.
Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau
tidak mandiri bukanlah fungsi yang diharapkan dari
keluarga Amerika dengan pengecualian pada beberapa
kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu
dan menyokong anggota keluarga yang lebih tua semaksimal
mungkin. Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk – mulai dari menelepon secara rutin
hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi
serta merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika,
keluarga hanya bertanggungjawab atas generasi berikutnya,
keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu
orangtua (Kalish, 1975).
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada
pola biasa, namun hal ini bukan tidak lazim, khusus pada
keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani,
Italia, dan Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika
Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya akan
berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh
kematian dan pereceraian, tapi kelayakan keuangan atau
kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan kehidupan
semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia
menghendaki hidup secara mandiri sehingga tidak
mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih
70
penting adalah untuk mempertahankan perasaan kompoten,
mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971).
Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk
menempatkan orangtua mereka di panti perawatan atau
fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun
ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan
memisahkan diri, orangtua perlu belajar lagi untuk
mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan
harus terus berjalan jika kebutuhan-kebutuhan orangtua
harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan
mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan
menikah dari pada hanya sebagai orangtua. Agar tahap ini
menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara tetap
menjaga ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi
kaum dewasa muda dengan orangtua mereka ; masalah-masalah
transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang
memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan
munculnya kondisi kesehatan tingkat kolesterol tinggi,
obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana
bagi remaja dan dewasa muda tetap penting. Masalah-
masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi. Efek-
efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang
lama dan praktek diet semakin lebih jelas. Terakhir,
71
perlunya strategi promosi kesehatan dan “gaya hidup
sehat” menjadi lebih penting bagi anggota keluarga yang
dewasa.
g. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap
usia pertengahan bagi orangtua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55
tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun,
biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya pasangan suami
istri dalam usia pertengahannya merupakan sebuah keluarga
inti meskipun masih berinteraksi dengan orangtua mereka
yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga
asal mereka dan juga anggota keluarga dari hasil
perkawinan keturunannya. Pasangan postparental (pasangan
yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya
tidak terisolasi lagi saat ini ; semakin banyak pasangan
usia pertengahan hidup hingga menghabiskan sebagian masa
hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan ikatan
keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang
biasa (Troll, 1971).
Tahun pertengahan meliputi perubahan-perubahan pada
penyesuaian perkawinan (seringkali lebih baik), pada
distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih
72
merata), dan pada peran (diferensiasi peran perkawinan
meningkat) (Leslie dan Korman, 1989). Bagi banyak
keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat
(Rollins dan Feldman, 1970), tahun-tahun ini dipandang
sebagai usia kehidupan yang paling baik. Misalnya, Olson,
McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar, bersifat
nasional dan representatif terhadap keluarga utuh kelas
menengah yang didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa
kepuasan perkawinan dan keluarga, serta kualitas hidup
bertambah dan memuncak selama fase postparental. Keluarga-
keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih
baik daripada tahap-tahap siklus kehidupan lain
(McCollough dan Rutenbergm 1988). Partisipasi kekuatan
buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang
lebih tinggi dari pada periode sebelumnya oleh pria
bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang dialami oleh
kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan
waktu luang dan persahabatan yang dinikmati satu sama
lain disebut faktor utama yang menimbulkan kebahagiaan.
Kepuasan seksual juga memiliki korelasi yang positif
dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan perkawinan
(Levin dan Levin, 1975), meskipun para suami dengan usia
pertengahan mungkin mengalami penurunan kemampuan
seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting
untuk mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama
lain dalam tahun-tahun ini.
73
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini
umumnya sulit dan berat, karena masalah-masalah penuaan,
hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri
mereka bahwa mereka gagal menjadi membesarkan anak dan
usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang terjadi
dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus
kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan
perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan
menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus
menurun hingga tahun pertengahan (Leslie dan Korman).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak
wanita yang menyalurkan kembali tenaga dan hidup mereka
dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah
ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia
pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)
dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita
berupaya mendorong anak mereka yang sedang sedang tumbuh
agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka
dengan anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan
pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam upaya untuk
mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih
banyak wanita memulai gaya hidup yang lebih sehat yaitu
pengontrolan peran badan, diet seimbang, program
olahraga yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga
memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan, kecakapan
yang kreatif.
74
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan
kekecewaan yang sama yang terdapat dapat tahap
sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada
puncak kariernya dan tidak perlu bekerja sekeras
sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa
pekerjaan mereka bersifat monoton setelah 20 – 30 tahun
menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali pekerja kelas
menengah menderita karena “fenomena lateau” – dimana
tidak ada lagi kenaikan gaji dan promosi – menyebabkan
mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan
terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning,
membuat banyak orang pada kerja pertengahan ini tidak
kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena
secara tradisional bekerja merupakan peran sentral bagi
pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap
pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status
kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang
sangat berarti selama berlangsungnya tahap ini, karena
lebih banyak waktu yang tersedia dan persiapan kecil
harus berlangsung secara lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini
adalah penentuan lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam
masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat
menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun
75
kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri selama 45
– 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, mereka
“lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah
selalu benar, agaknya terlalu terlambat untuk
mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah
terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan
darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang
berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat
merokok.
Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan
orang tua usia pertengahan dan Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaOrangtua usia pertengahan 1. Menyediakan lingkungan
yang meningkatkan
kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-
hubungan yang memuaskan
dan penuh arti dengan
para orangtua lansia dan
anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan
perkawinan.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
76
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk
memperbaiki gaya hidup mereka adalah karena adanya
perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila
seorang teman atau anggota keluarga mengalami serangan
jantung, stroke atau kanker. Selain takut, keyakinan
bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang
sehat merupakan cara-cara yang efektif untuk mengurangi
ketentuan terhadap berbagai penyakit juga merupakan
kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker dan
stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab kematian antara
usia 46 – 64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat
(Pusat Statistik Kesehatan Nasional, 1989).
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya
melestarikan hubungan yang penuh arti dan memuaskan
antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak.
Dengan menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam
keluarga dan meningkatkan hubungan antar generasi, tugas
perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang
tinggi Duvall (1977). Tugas perkembangan ini memungkinkan
pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah
keluarga dan mendatangkan kebahagian yang berasal dari
posisi sebagai kakek – nenek tanpa tanggungjawab sebagai
orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup
meningkat, menjadi seorang kakek nenek secara khusus
terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar
kepada anak dan cucu mereka pada saat-saat kritis dan
77
membantu anak-anak mereka melalui pemberian dorongan dan
dukungan Bengstone dan Robertson, 1985)
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan
dengan dan membantu orang tua lansia dan kadang-kadang
anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen
pasangan usia pertengahan minimal memiliki satu orangtua
yang masih hidup (Ages stade, 1988). Jadi, tanggungjawab
memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan
sakit-sakitan merupakan pengalaman yang tidak asyik.
Banyak wanita yang merasa berada dalam “himpitan
generasi” dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-
kebutuhan orangtua mereka yang berusia lanjut, anak-anak,
dan cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi
kelihatannya lebih bersifat ekslusif dikalangan minoritas
seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.
Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini
adalah tugas perkembangan untuk memperkokoh hubungan
perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar
sendirian setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota
keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun muncul sebagai
sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan
pengalaman yang menyulitkan untuk berhubungan satu sama
lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai orangtua.
Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan
ini sebagai “reinvestasi identitas pasangan dengan
perkembangan keinginan independen yang terjadi secara
78
bersamaan” (hal. 49). Keseimbangan tendensi-independency
antara pasangan perlu di uji kembali, seperti keinginan
independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama
lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup
yang menurun dalam tahun-tahun Postparental tidak
mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan
menimbulkan “kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para
konseler perkawinan telah lama mengamati bahwa ketika
timbul perselisihan dalam perkawinan selama tahun-tahun
pertengahan, serikali berkaitan dengan jemunya ikatan,
bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum
dari masa ini, berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan
berada dalam kebahagiaan yang membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi
tahap siklus kehidupan ini meliputi :
1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup,
kegiatan waktu luang dan tidur, nutrisi yang baik,
program olahraga yang teratur, pengurangan berat
badan hingga berat badan yang optimum, berhenti
merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan
alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan
cucu, dan orangtua yang berusia lanjut.
79
4. Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu
perawatan orangtua yang berusia atau tidak mampu
merawat diri.
h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai
dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan
meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal
(Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun
atau lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam
dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari sisa
populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang
berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari
seluruh populasi. Menjelang tahun 1990, menurut angka-
angka sensus, populasi lansia berkembangan hingga angka
31,7 juta (12,7 persen dari total populasi). Menjelang
tahun 2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65
tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang usia
populasi menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi 85
tahun ke atas secara khusus tumbuh dengan cepat. Populasi
berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta jiwa pada
tahun 1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini
akan berjumlah hingga 7,1 juta jiwa (2,7 persen dari
seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya
pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan, lebih banyak
orang yang diharapkan dapat bertahan hidup hingga 10
80
dekade. Karena bertambahnya populasi lansia, maka semakin
mungkin orang-orang yang lebih tua akan memiliki minimal
1 orangtua yang masih hidup (Biro Sensus Amerika, 1984)
15
10
P
5
1940 1950 1960 1970
1980 1990
Tahun
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika Serikat,
persentase populasi diatas 65 tahun (Biro Sensus Amerika
Serikat, 1991)
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda
dikalangan keluarga lanjut usia. Beberapa orang merasa
menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan
tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari
mereka tergantung pada sumber-sumber finansial yang
adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan
81
status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri
karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan
keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden
penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972).
Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap
aktif dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai
menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua dan
substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap
kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di
masa muda mereka, yaitu masa jaya kaum muda. Oleh karena
itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan
bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka
selama mungkin. Penuaan sering diartikan sebagai
hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan.
Bagi komunitas dengan keluarga individu dan keluarga
besar, menangani lansia mempunyai konotasi negatif,
seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan
dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu,
masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap
produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang
negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur
menyokong dan melukiskan kekuatan, sumber-sumber dan
aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering
82
mengurangi pemikiran negativisme dan stereotipe tentang
lansia dan membantu kita mengenali asset lansia dan
keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan
kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun
masih negatif, tampaknya muluai berubah. Studi-studi
belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap
masyarakat terhadap lansia telah mengakui bahwa lansia
dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield,
1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak
pengamat percaya bahwa lansia telah memperoleh kembali
kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia
berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih sehat, dan
lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya
mendefinisikan kembali pemikiran tentang “menjadi tua” .
Perubahan dalam sikap ini sebaliknya akan memperkokoh
citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan
Keluarga.
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi
suatu kenyataan, maka ada berbagai macam stressor atau
kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia
dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran
mereka. Hal ini meliputi :
83
Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang
turun secara substansial, mungkin kemudian
menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi
(ketergantungan pada keluarga atau subsidi
pemerintah).
Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang
lebih kecil dan kemudian dipaksa pindah ke tatanan
institusi.
Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-
teman dan pasangan.
Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran
dalam pekerjaan dan perasaan produktifitas.
Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan
kognitif ; memberikan perawatan bagi pasangan yang
kurang sehat.
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka
perlu ada suatu reorientasi dikalangan individu dan
pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi
terhadap peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan
tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar
tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia
adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan
peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat
penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat
kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi
pekerjaan yang kosong, kini semakin banyak pria yang
84
mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga,
menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu
perubahan yang menuntut pertukaran peranan pada sisi
wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-
tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama
tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami memandang
jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita” dan
menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang memiliki
arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam
pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini
benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja, yang
lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah
dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih
menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari
pada pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita
cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena
mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya,
wanita kemungkinan besar pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi
peran dan merupakan saat terjadinya penurunan harga diri,
pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk
sementara. Tapi meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan
kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan lansia
melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan
Patton, 1978).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
85
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan
tugas paling penting dari keluarga-keluarga lansia (tabel
11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi
masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun,
pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta benda,
kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau
kesehatan memaksa mereka mencari akomodasi yang lebih
sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah
sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah tersebut
telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di daerah-
daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia
kemungkinan besar menjadi korban kejahatan. Seringkali,
lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang
cocok (Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang tinggal
di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri lebih
baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka.
Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka karena
penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak
punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu
pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata,
1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti
dengan keluarga dalam masa pensiun dan lansia, dan Tugas-
Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan
KeluargaKeluarga Lansia 1. Mempertahankan
pengaturan hidup yang
86
memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap
pendapatan yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan diri
terhadap kehilangan
pasangan.
5. Mempertahankan ikatan
keluarga antar generasi.
6. Meneruskan untuk
memahami eksistensi
mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan
Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor
kesejahteraan yang ampuh dikalangan lansia (Berresi et
al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi
lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu
berarti meninggalkan pertalian tetangga dan persahabatan
yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas.
Relokasi berarti berpisah dari warisan seseorang dan
isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980).
Relokasi tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang
sama. Dengan persiapan yang memadai dan perencanaan
perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat
87
berpengaruh positif terhadap lansia. Namun demikian,
sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang
lansia pindah, sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan
(Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam
institusi. Kelemahan memaksa lansia masuk panti perawatan
dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah.
Penyediaan bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih
mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan pelayanan
rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga
pelayanan rumah tangga, dirasa lebih manusiawi dan
bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia
untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap
mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga
jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi.
Meskipun sulit, seringkali salah satu pasangan dan/atau
anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau
orangtua yang masih hidup) harus memutuskan cara terbaik
yang ditempuh – pelayanan kesehatan di rumah, panti
pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak
yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia
adalah penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun.
Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam
dan seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun
semakin menurun dan semakin tidak memadai karena terus
88
naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun
1989, seperlima dari populasi Amerika Serikat tergolong
miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki
pendapatan dalam bentuk uang kontan dibandingkan dengan
mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat
tergantung pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan
Sosial (Social security). Lebih banyak lansia wanita yang
cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh
populasi lansia adalah wanita. Kaum lansia dari kalangan
kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan
dan pendapatan rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan
mereka dari golongan kulit putih (U.S Senate Special Committee
on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan
jangka panjang, pengeluaran kesehatan merupakan masalah
finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak
menghabiskan uang untuk perawatan kesehatan – baik dalam
nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase total
pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia.
Medicare tentu saja mengurangi sebagian dari masalah ini,
tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak
pengeluaran dengan uang sendiri yang harus dibayar.
Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80 persen
dari biaya “yang layak” untuk pelayanan medis. Karena
tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee for
89
service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk
kembali beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk
memberikan perawatan medis yang efektif dan aman. Medicaid
juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin
dan memenuhi kualifikasi Supplementary Security Income (SSI).
Program asuransi kesehatan ini melengkapi cakupan
Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak
lagi lansia yang hidup bertahun-tahun dengan masalah
kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada
pria, dan kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan
wanita meningkat, banyak pula pasangan menikah yang
dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah
perawatan bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada
pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit
keluarga dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang
tersebut memiliki kemungkinan dalam kemiskinan sebagai
akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-
masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan
tugas perkembangan yang ketiga, menjadi penting dalam
kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan
dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah
positif yang panjang, dan sebaliknya. Riset membuktikan
bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi
90
moral dan aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan
lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa
dorongan seks dan aktivitas seksual mungkin tidak ada
lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset
memperlihatkan kebalikannya. Studi-studi semacam ini
menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas
seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam
kegiatan seksual terus ada bahkan meningkat (Lobsenz,
1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan
seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual
disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang
merupakan tugas perkembangan yang keempat, secara umum
merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana
ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita
lansia lebih menderita karena kematian pasangannya dari
pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga
perempat dari seluruh lansia hidup bersama pasangan
mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang
hidup dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S
Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari
kematian sebagai bagian dari proses kehidupan yang
normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80
91
persen lansia yang merasa sulit untuk membicarakan
kematian (Duval, 1977). Akan tetapi, kesadaran akan
kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang
ditinggalkan akan menemukan penyesuaian terhadap kematian
dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh,
janda-janda yang ditinggal mati suami lebih awal, dan
yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah
kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri
atau sakit jiwa). Selain itu, hilangnya seorang pasangan
menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini
khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena
kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi
yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi
wanita, ini berarti perubahan dari saing ketergantungan
dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama
menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita
lansia yang tidak punya ikatan. Bagi pria, kehilangan
pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta
hubungan sanak famili, keluarga, dan dunia sosial secara
umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak
punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah
tangga, dan seringkali membutuhkan bantuan dalam
menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan
perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat
dari meningkatnya kasus bunuh diri dalam kelompok
individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan
92
kasus bunuh diri dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun
jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan dikalangan
populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi
kasus tentang bunuh diri dikalangan kelompok ini
menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri
yang telah terjadi sering terjadi setelah kematian
pasangan hidup (Rushing, 1968).
Studi-studi tentang janda secara konsisten
mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang sulit dan
kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah
dan memiliki peran-peran sosial yang lebih sedikit dari
pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para
janda memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan
terbukti perawatan diri mereka sangat memprihatinkan
dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi
tembakau (Hutchison, 1975). Bild dan Havighurst (1976),
dalam sebuah studi besar tentang lansia di Chicago
Amerika Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan
melunturkan dukungan paling kuat dari lansia, meskipun
anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak
dari mereka yang terisolasi adalah “mereka yang tidak
pernah menikah” dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut
pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi. Meskipun ada
suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri
dari hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus
93
interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber utama
dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari
aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubungan-hubungan
dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-
saudaranya menjadi lebih penting. Mayoritas lansia di
Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan
sering melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975
; Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu, anggota keluarga
merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial.
Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu
sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami
keberadaan mereka. Berbicara tentang kehidupan masa lalu
seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review)
merupakan aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas
ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap arti sentral
dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas
perkembangan “tipe kognitif” yang keenam. Hal penting
dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan
kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi
yang sulit dan memberikan pandangan terhadap kejadian-
kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas
hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat
dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).
Masalah-Masalah Kesehatan.
94
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan
oleh US. Senate Special Committee on Aging, lansia merupakan
pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih dari 4
dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan
kondisi multipel yang lazim diderita oleh lansia. Lansia
merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka
menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan
kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan
fisik, sumber-sumber finansial yang tidak memadai,
isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya
yang dialami oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan
psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh
karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang
multipel. Pasangan atau individu lansia dalam semua fase
sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase
rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-
fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik,
reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan
(mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan
serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi
kesehatan tetap menjadi hal yang sangat penting,
khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan
cidera, penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan
preventif dan berhenti merokok.
95
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang
mungkin berkaitan dengan sejumlah masalah termasuk
penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis
adalah masalah kesehatan yang serius, khususnya bila
bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu
harus menjadi bagian integral dari perawatan kesehatan
keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan
betapa pentingnya pasangan menikah saling menolong satu
sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria,
dan biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit
atau yang tidak berdaya. Dalam kebanyakan kasus, penyakit
bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya,
sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi
terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri sebagai
suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat,
memelihara dan menjadi ibu rumah tangga semata-mata masih
sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara
luas dan menimbulkan banyak masalah yang berkaitan dengan
penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada
beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan
yang cocok, rekreasi dan fasilitas perawatan kesehatan
yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status
96
kesehatan lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan
lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat dalam
lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting.
Program-program pemerintah tidak secara adekuat
menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada
masalah-masalah yang menyangkut penggunaan panti
perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang
dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
Para profesional di bidang kesehatan keluarga dapat
memberikan begitu banyak bantuan tidak langsung dengan
merujuk individu atau pasangan lansia atau individual ke
sumber-sumber komunitas yang sesuai dengan memperbaiki
masalah-masalah mereka. Beberapa sumber-sumber komunitas
ini adalah :
(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi, program-program
pendidikan lanjutan, beberapa pelayanan kesehatan dan
(kadang-kadang) dan pelayanan hukum …; (2) Pelayanan
informasi dan rujukan yang memberikan informasi yang
relevan sebagai respons terhadap panggilan telepon atau
kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah tangga,
meliputi memasak dan membersihkan serta menciptakan
hubungan sosial, pelayanan-pelayanan yang mungkin
beberapa lansia tetap tinggal di rumah mereka sendiri
dari pada harus ditempatkan di institusi … ; (4)
Fasilitas-fasilitas perawatan sehari untuk geriatrik,
dimana lansia mendapat supervisi dan berbagai pelayanan
seharian penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak
97
mampu menggunakan senior centre ; (5) program-program
nutrisi, beberapa program dilakukan dengan mengangkut ke
suatu tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang
lain seperti Meals on Wheels, mengirim makanan kepada lansia
yang tidak bisa berjalan ; (6) program kakek nenek
angkat, sebuah program yang disubsidi pemerintah federal
yang membayar perawatan, tutor, atau bermain dengan anak-
anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia dengan
pendapatan rendah ; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika
disubsidi pemerintah federal yang membantu menyediakan
pelayanan komunitas untuk lansia (Kalish, 1975, hal.
117). (8) pelayanan penanganan kasus.
4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga
Cerai
Salah satu variasi utama dalam siklus kehidupan
keluarga akan kelihatan ketika orangtua bercerai.
Meskipun mayoritas keluarga masih tetap terdiri dari
pasangan-pasangan menikah, salah satu perubahan paling
menonjol yang terjadi lebih dari dua dekade adalah
naiknya perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai
kepala rumah tangga (88 persen keluarga orangtua tunggal
adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak). Dari
tahun 1970 hingga 1984 jumlah keluarga dengan satu
orangtua berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970
menjadi 6,7 juta pada tahun 1984) sementara itu jumlah
pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen (Biro
Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan
hal yang lazim (hampir 50 persen perkawinan diakhiri
98
dengan perceraian) bahwa kejadian tersebut dipandang
sebagai suatu transisi normatif.
Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal melewati
tahap-tahap siklus kehidupan yang sama, dengan
tanggungjawab yang hampir sama seperti keluarga inti
dengan dua orangtua. Perbedaan dasarnya adalah tidak
adanya orangtua kedua untuk melakukan tugas-tugas
keluarga bersama-sama berkenaan dengan dukungan,
pengasuhan anak, persahabatan dan menjadi model peran
jenis kelamin bagi anak-anak. Hill (1986) menerangkan
bahwa “perbedaan pada jalur-jalur perkembangan keluarga
dengan orangtua tunggal dan keluarga dengan dua orang
terutama akan kelihatan bukan pada tahap-tahap yang
dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan lamanya
transisi-transisi kritis yang dialami” .
Carter dan McGoldrick (1988) mengkonseptualisasikan
perceraian sebagai suatu gangguan dan dislokasi siklus
kehidupan keluarga. Perceraian, dengan kehilangan-
kehilangannya dan perubahan-perubahan keanggotaan
keluarga, menciptakan destabilisasi dan ketidakseimbangan
pokok keluarga. Peck dan Manocharian (1988) menekankan
dampak perceraian secara emosional dan fisik terhadap
keluarga. “Perceraian mempengaruhi anggota keluarga
disetiap tingkat generasi seluruh keluarga inti dan
keluarga besar, dengan demikian menghasilkan krisis bagi
99
keluarga secara keseluruhan dan juga setiap individu
dalam keluarga tersebut” .
Mengenai keluarga inti dengan dua orangtua, terdapat
perubahan yang krusial pada peran dan hubungan dan tugas-
tugas perkembangan keluarga yang penting untuk dicapai
agar keluarga cerai dapat bergerak maju (Carter dan
McGoldrick, 1988). Sebagai suatu kekuatan destruktif,
perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas perkembangan
yang dialami oleh keluarga. Setiap tahap siklus kehidupan
berikutnya dipengaruhi pula, sehingga tahap pasca
perceraian perlu dipandang dalam konteks dari tahap itu
sendiri dan konsekuensi cerai.
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem
keluarga menemukan bahwa diperlukan waktu antara 1 hingga
3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan keluarga
tersebut. Jika sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan
transisi penyerta yang harus dialami dalam rangka untuk
memantapkan kembali, keluarga tersebut akan membentuk
sistem yang lentur yang akan memungkinkan suatu
kesinambungan proses perkembangan keluarga yang normal”
(Peck dan Manocharian, 1988, hal. 335). Carter McGoldrik
membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons (1980)
tentang proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-
keluarga cerai, termasuk proses emosional yang terjadi
secara bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan
keluarga.
100
Untuk menguraikan dampak perceraian pada tahap-tahap
siklus kehidupan keluarga, pertama-tama perlu dikatakan
bahwa dampak tersebut bermacam-macam, tergantung pada
tahap apa keluarga tersebut berada ketika terjadi
perceraian. Faktor-faktor lain juga membuat perbedaan
pada dampak tersebut, seperti faktor suku, sosial dan
ekonomi. Selama tahap pertama perkawinan, perceraian
mempunya sifat menghancurkan yang paling sedikit karena
hanya sedikit orang yang terlibat, sedikit transisi yang
terbentuk dan hanya sedikit ikatan sosial berdasarkan
pasangan suami istri yang terbentuk (Peck dan
Manocharian, 1988). Dampak ini jauh lebih besar pada
tahap ketiga dan keempat dalam keluarga dengan anak usia
prasekolah dan usia sekolah. Malahan, keluarga selama
masa ini memiliki resiko cerai paling tinggi.
Anak-anak kecil adalah yang mula-mula paling
dipengaruhi oleh perceraian orangtua. Anak-anak dapat
mengalami kemunduran dalam perkembangannya, membuat
pengasuhan anak dan pisah orangtua dan anak menjadi
sulit. Bagi ibu, menjadi orangtua tunggal seringkali
sangatlah sulit, karena dialah yang berjuang secara
emosional maupun secara ekonomi. (Status ekonomi setelah
keluarga-keluarga dengan kepala keluarga wanita amat
menurun setelah cerai). Masalah utama yang sering dilihat
adalah bahwa ayah kehilangan rasa keterikatan dengan
anak-anaknya dan/atau kasih sayang ibu kepada anak-anak
101
dan marahnya kepada ayah menyebabkan tidak tempat bagi
ayah. Namun demikian, menjaga hubungan antara ibu-anak
dan ayah-anak merupakan hal yang penting bagi kedua
orangtua dan anak-anak. Namun malangnya, bagi ayah dan
anak, sebagian besar anak-anak sebenarnya kehilangan
kontak dengan ayah mereka setelah cerai. (Hagestad, 1988)
Ketika perceraian menimpa keluarga dengan anak usia
sekolah, dampak jangka panjang perceraian jauh lebih
hebat pada anak usia sekolah. Dalam sebuah penelitian
terungkap bahwa usia enam hingga delapan tahun merupakan
kelompok usia yang mempunyai waktu yang sulit dalam
menyesuaikan terhadap perceraian (Wallerstein dan Kelly,
1980). Anak-anak sudah cukup dewasa ketika mereka
menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak
bisa mengatasi perceraian tersebut secara efektif.
Keluarga dengan anak remaja biasa sudah dalam
keadaan kacau balau, dan perceraian memperburuk masalah
tersebut. Untuk orangtua tunggal, mengasuh remaja
merupakan hal yang sulit. Pengasuhan anak secara bersama-
sama juga merupakan masalah bila remaja mempunyai masalah
menyangkut tingkah laku. Pada mulanya, upaya memperbaiki
masalah tersebut lewat tugas perkembangan dan siklus
kehidupan keluarga, tertunda.
Dalam tahap-tahap siklus kehidupan keluarga
berikutnya anak-anak mungkin kurang terpengaruh bila
102
dibandingkan dengan tahap siklus kehidupan berikutnya
karena mereka sudah lebih dewasa dan lebih mampu untuk
mengatasi dan berfungsi lebih otonom. Akan tetapi dalam
hal perceraian yang terjadi di usia pertengahan, mungkin
anak-anak telah memasuki usia dewasa sehingga menerima
ketergantungan orangtua, khususnya ibu, bila orangtua
berbalik kepada seorang anak untuk meminta dukungan
selama krisis perceraian.
Selama tahap-tahap siklus kehidupan terakhir ini,
perceraian secara khusus benar-benar traumatis bagi
pasangan yang bercerai. Tahun-tahun yang dimiliki
bersama-sama, kenangan-kenangan dan kebiasaan telah
membentuk “identitas pasangan”. Perceraian pada tahun-
tahun berikutnya disamakan seperti kematian seorang
pasangan, kemudian menurut beberapa literatur tentang
perceraian.
5. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan pada Keluarga dengan
Orangtua Tiri.
Perceraian biasanya merupakan keadaan transisi, yang
kemudian diikuti oleh perkawinan kembali. Perkawinan
kembali begitu menonjol dipertengahan tahun 1980-an,
dimana hampir setengah dari seluruh perkawinan merupakan
perkawinan kembali (Biro Servis Amerika Serikat, 1986).
Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri sama-sama
melakukan perkawinan kembali, tapi setelah usia 40 tahun
103
perkawinan kembali secara tidak seimbang merupakan suatu
tradisi bagi pria (Agestad, 1988).
Pada tabel 13 Carter dan McGoldrick, 1988
mengemukakan garis besar perkembangan formasi keluarga
yang kawin kembali – langkah-langkah dalam proses
perkawinan ulang, sikap yang menjadi prasyarat, dan
masalah-masalah perkembangan. Proses promosi keluarga
pada masa transisi hingga perkawinan kembali merupakan
suatu proses yang mengikuti perjuangan dengan rasa cemas
akan investasi dalam suatu perkawinan baru dan sebuah
keluarga baru, menghadapi perselisihan atau reaksi-rekasi
yang mengganggu dari anak-anak, keluarga besar, dari
mantan pasangan ; cemas dengan situasi keluarga baru yang
mendua, perasaan bersalah dan prihatin terhadap
kesejahteraan anak-anak, dan memperbaharui kasih sayang
(negatif maupun positif) terhadap matan suami atau istri.
Perkawinan kembali, sekali lagi karena merupakan proses
tradisional yang distruktif, menghalangi gerakan keluarga
melewati dan menyelesaikan tugas perkembangan keluarga.
Penyesuaian dan integrasi orangtua ini, seperti halnya
penyesuaian terhadap perceraian, tampaknya kebutuhan dua
hingga tiga tahun sebelum struktur yang baru memungkinkan
keluarga bergerak berdasarkan perkembangan (Carter dan
McGoldrick, 1988).
104
Tabel 12 Gangguan-Gangguan Siklus Kehidupan Keluarga oleh
Perceraian, Membutuhkan Langkah-Langkah Tambahan untuk
menstabilkan kembali dan melewati tahap perkembangan.Fase Proses Transisi Emosi
Sikap Yang Menjadi
Prasayarat
Isu-Isu
Perkembangan
1.
2.
3.
Keputusan
untuk
bercerai
Merencanaka
n untuk
mengakhiri
sistem
Pisah
Penerimaan
ketidakmampuan
menyelesaikan
ketegangan-ketegangan
dalam perkawinan
untuk meneruskan
hubungan.
Mendukung rencana-
rencana yang viabel
untuk semua bagian
sistem.
a. Keinginan untuk
melanjutkan
hubungan sebagai
orangtua yang
Penerimaan bagian
milik seseorang
dalam kegagalan
perkawinan
a. Bekerja secara
kooperatif pada
masalah-masalah
tanggungjawab,
kunjungan dan
keuangan.
b. Menghadapi
keluarga besar
dalam hal
perceraian.
a. Bersedih karena
merasa kehilangan
seluruh keluarga.
b. Restrukturisasi
hubungan
105
4.
Perceraian
bersifat
kooperatif dan
memberikan
dukungan keuangan
kepada anak-anak
secara bersama-
sama.
b. Mempengaruhi
resolusi kasih
sayang terhadap
pasangan.
Lebih mempengaruhi
terhadap perceraian
emosional ; mengatasi
perasaan terluka,
amarah, dan perasaan
bersalah, dll
perkawinan dan
hubungan orang
tua anak dan
restrukturisasi
keuangan ;
adaptasi terhadap
hidup pisah.
c. Pembentukan
kembali hubungan
dengan keluarga
besar ; tetap
berhubungan
dengan keluarga
dari pasangan.
a. Bersedih karena
kehilangan
keluarga yang
utuh ;
menghentikan
fantasi untuk
berhubung
kembali.
b. Menarik kembali
harapan, impian-
impian dari
perkawinan.
c. Tetap berhubungan
dengan keluarga
besar.
1. Orangtua Kerelaan untuk tetap a. Membuat jadwal
106
2.
tunggal
(rumah
tangga
kustodial
atau
residen
primer)
Orangtua
tunggal
(nonkustodi
al)
memelihara
tanggungjawab
finansial, terus
melakukan kontak
sebagai orangtua
dengan mantan
pasangan dan
mendukung kontak
anak-anak dengan
mantan pasangan dan
dengan keluarganya.
Kerelaan untuk tetap
menjaga kontak
sebagai orangtua
dengan mantan
pasangan dan
mendukung hubungan
orangtua dengan anak-
anak yang bersifat
melindungi.
kunjungan yang
fleksibel dengan
mantan pasangan
dan keluarganya.
b. Membangun kembali
sumber-sumber
finansial
sendiri.
c. Membangun kembali
jaringan sosial
sendiri.
a. Mencari cara-cara
untu melanjutkan
hubungan sebagai
orangtua yang
efektif dengan
anak-anak.
b. Mempertahankan
tanggungjawab
finansial
terhadap anak-
anak dan mantan
pasangan
c. Membangun
jaringan sosial
sendiri
(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life
Cycle, 2nd ed, New York, Gardner Press, 1988, p.22)
107
Tabel 13. Pembentukan Keluarga Perkawinan Kembali : Garis
Besar PerkembanganLangkah-Langkah Sikap yang menjadi
prasayarat
Isu-Isu
Perkembangan1. Memasuki
hubungan baru
2. Mengkonseptual
isasi dan
merencanakan
perkawinan dan
keluarga baru.
Pulih dari kehilangan
perkawinan pertama
(“perceraian
emosional” yang
adekuat)
Menerima perasaan
takut sendiri dan
rasa takut dari
pasangan dan anak-
anak yang baru akan
perkawinan kembali
dan membentuk sebuah
keluarga tiri.
Menerima bahwa perlu
waktu dan kesabaran
untuk penyesuaian
terhadap kompleksitas
dan ambiguitas dari :
1. Peran baru yang
multipel
2. Batas-batas :
Komitmen terhadap
perkawinan dan
upaya pembentukan
sebuah keluarga
dengan kesiapan
untuk menghadapi
kompleksitas dan
ambiguitas.
a. Mengupayakan
keterbukaan
dalam hubungan-
hubungan baru
untuk
menghindari
hubungan timbal
balik yang
palsu.
b. Rencana
pemeliharaan
kerja sama
finansial dan
hubungan sebagai
orangtua dengan
mantan pasangan.
108
3. Kawin kembali
dan membangun
keluarga
kembali
ruang, waktu,
keanggotaan dan
wewenang.
3. Masalah-masalah
afektif : rasa
bersalah, konflik-
konflik loyalitas
keinginan untuk
melakukan hal yang
bersifat
mutualitas,
perasaan terluka
di masa lalu yang
belum hilang.
Penyelesaian akhir
ikatan kasih dengan
mantan pasangan dan
“keutuhan” keluarga ;
penerimaan model
keluarga yang berbeda
dengan batas-batas
yang permeabel.
c. Rencana untuk
membantu anak-
anak untuk
menghadapi
cemas, konflik-
konflik
loyalitas dan
keanggotaan
dalam dua
sistem.
d. Pembentukan
kembali hubungan
dengan keluarga
besar untuk
memasukkan
pasangan dan
anak-anak yang
baru.
a. Restrukturisasi
batas-batas
keluarga untuk
memungkinkan
memasukkan
pasangan/ orang
tua tiri baru.
b. Pembentukan
hubungan baru
dan pengaturan
keuangan di
seluruh
109
subsistem agar
bisa menciptakan
jalinan beberapa
sistem.
c. Menciptakan
ruang bagi
hubungan semua
anak-anak dengan
orangtua
kandung, kakek-
nenek, dan
keluarga besar
lainya.
d. Berbagi kenang-
kenangan dan
sejarah untuk
memperkokoh
penyatuan
keluarga tiri.
6. Pengaruh Sakit dan Cacat terhadap Tahap-Tahap
Perkembangan Keluarga
Sakit yang serius atau cacat jangka panjang dari
seorang anggota keluarga sangat mempengaruhi keluarga dan
fungsi keluarga, karena prilaku keluarga sangat
mempengaruhi perjalanan dan karakteristik sakit atau
cacat (Bahnson, 1987). Sakit yang serius atau cacat amat
mempengaruhi perkembangan keluarga, dan perkembangan
110
anggota keluarga secara individual, khususnya anggota
yang sakit atau cacat. Seringkali bila keluarga lambat
dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya, interaksi
dari tuntutan lain stressor perkembangan dan
tuntutan/stressor situasi memperburuk dan membebani
keluarga. Stres tambahan yang ditimbulkan oleh kedua
jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi
keluarga, akibatnya penguasaan tugas-tugas perkembangan
terhalang atau terhambat.
Sajauh mana tugas-tugas perkembangan dipengaruhi
tergantung pada beberapa faktor. Sudah tentu yang pertama
adalah tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua adalah
anggota keluarga menjadi sakit serius atau cacat sehingga
menciptakan suatu perbedaan. Beberapa tahap siklus
kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal
perkembangan dan individu-individu tertentu dalam
keluarga lebih terpusat dalam hubungannya dengan tugas-
tugas perkembangan keluarga dari tahap perkembangan
tertentu. Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja,
jika remaja itu menderita cedera serius dan dalam keadaan
tidak mandiri, ini sangat menghambat penguasaan tugas-
tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih
tergantung pada keluarga. Demikian juga dengan tugas
perkembangan uang menangani kebebasan berimbang dengan
rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar
lebih otonom akan terhambat juga. Tantangan bagi keluarga
adalah berupaya untuk memulai lagi memperhatikan tugas-
tugas perkembangan normal secepat mungkin.
111
Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan
mengenai dampak sakit atau cacat terhadap perkembangan
keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal yang
digunakan oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial
yang baik dari keluarga besar dan teman-teman, dan juga
dukungan psikososial dan kesehatan yang kompeten akan
memperbesar pengertian keluarga untuk kembali pada jalur
perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit
yang serius atau cacat, adalah sangat bermanfaat untuk
membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga yang
“ideal” dalam suatu tahap siklus kehidupan yang sesuai
dengan tingkah laku keluarga yang aktual (Friedman,
1987). Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk
mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat
pada keluarga.
C. AREA PENGKAJIAN
Dalam keseluruhan proses pengkajian, berfokus pada
siklus kehidupan keluarga akan mempertinggi pemahaman
112
seorang profesional kesehatan keluarga tentang stress
yang menimpa keluarga dan masalah-masalah keluarga yang
aktual atau potensial. Dalam menyelesaikan bagian
perkembangan dari pengkajian keluarga, area-area yang
dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini.
2. Sejauhmana keluarga memenuhi tugas-tugas
perkembangan keluarga untuk tahap perkembangan saat
ini. Adalah penting untuk memperhatikan deviasi-
deviasi dari norma, karena deviasi ini dapat menjadi
petunjuk adanya hambatan atau masalah.
3. Riwayat keluarga sejak lahir hingga saat ini
termasuk tugas perkembangan keluarga dan kesehatan
serta kejadian dan pengalaman yang berhubungan
dengan kesehatan (mis, perceraian, kematian,
kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan keluarga.
Beberapa dari informasi ini (perceraian, perkawinan,
kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram
keluarga .
4. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan
keluarga asal, hubungan masa lalu dan kini dengan
kakek-nenek.)
Seperti telah disebutkan sebelumnya pengalaman dan
persepsi keluarga yang umum dan unik, karena mereka
berkembang melewati siklus kehidupan keluarga, harus
dikaji untuk membuat riwayat perkembangan keluarga yang
lebih komprehensif. Riwayat keluarga harus juga meliputi
113
deskripsi tentang keluarga asal orangtua karena jelas
sekali bahwa pengaruh-pengaruh asal generasi terhadap
kehidupan keluarga adalah sangat penting.
Mungkin akan lebih signifikan untuk menggali riwayat
perkembangan keluarga. Adalah penting untuk memastikan
apakah keluarga yang sedang anda tangani terbuka terhadap
ekplorasi masa lalu dan apakah pengumpulan data historis
anda dalam bidang tertentu relevan untuk memahami dan
bekerja dengan keluarga.
Perlu diulangi kembali bahwa data perkembangan data
riwayat keluarga dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit
dengan (1) menanyakan pengalaman-pengalaman dan tugas-
tugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai dan
dirasakan dan (2) menanyakan masalah-masalah atau
pengalaman keluarga yang khusus atau unit. Yang kedua
meliputi perceraian, kematian dalam keluarga itu atau
keluarga besar, pisah karena sakit atau dinas militer,
pengangguran dan lain-lain. Menanyakan orangtua tentang
hubungan mereka di masa lalu dan sekarang dengan
orientasi keluarga mereka dan bagaimana bentuk kehidupan
keluarga besar memberikan perawat keluarga apresiasi dan
pemahaman yang baik tentang orangtua mereka selama tahun-
tahun pertumbuhan mereka.
Untuk menggali riwayat keluarga, Satir (1983)
mengawalinya dengan memberi kesempatan pertama pada
114
orangtua untuk berbicara tentang hubungan perkawinan
mereka, memfokuskan pada hubungan ini karena orangtua
merupakan arsitek keluarga. Satir dan orangtua dengan
anak-anak hadir (jika ada, membahas bidang-bidang berikut
ini :
Pertemuan pertama pasangan, hubungan mereka
sebelum menikah, dan bagaimana mereka memutuskan
untuk menikah.
Halangan-halangan apa saja terhadap perkawinan
mereka. Respons mereka terhadap pergaulan.
Perkawinan tanpa anak, bagaimana mereka membuat
tugas dan peran.
Seperti apa kehidupan dilingkungan di keluarga,
termasuk orientasi keluarga dari kedua orangtua.
Siapa orang lain yang hidup bersama keluarga.
Hubungan dengan para ipar.
Deskripsi tentang orangtua dari masing-masing
pasangan dan hubungan mereka dengan orangtua
tersebut.
Rencana untuk mempunyai anak. Apakah kelahiran
anak-anak direncanakan? Apa dampak dari lahirnya
setiap anak?
Berapa lama anak-anak berkumpul bersama-sama?
Rutinitas keluarga sehari-hari.
Smoyak, (1975), dalam praktik keperawatannya sebagai
ahli terapi keluarga, menekankan pentingnya mengkaji
orientasi respektif keluarga orangtua. Smoyak juga
115
mencari tahu posisi original masing-masing orangtua
dikalangan sanak saudaranya, dengan mengutip konstelasi
keluarga oleh Toman, (1961) yang memperlihatkan bahwa
posisi ini sangat mempengaruhi tipe interaksi dan
hubungan yang tidak dimiliki seseorang, dan juga
perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya, Toman
menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan pertama lebih
cocok untuk jadi pemimpin bagi adik-adiknya, sedangkan
sebaliknya anak-anak bungsu biasanya tidak menjadi
pemimpin yang lain. Satu hal penting dari informasi yang
berhubungan dengan keluarga asal kedua pasangan meliputi
keadaan kesehatan perkawinan pasangan orangtua itu
sendiri. Apakah mereka masih hidup, dalam keadaan baik,
telah menikah, hidup bersama, tinggal berdekatan, atau
secara geografis berjauhan? (Smoyak, 1975).
Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh
gagasan yang lebih baik tentang proses sistim keluarga
dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji sistem keluarga
antar generasi adalah dengan menyusun sebuah genogram.
Genogram adalah sejenis skema genelogis yang menelusuri
sejarah keturunan keluarga. Genogram ini menggunakan
secara luas oleh ahli terapi keluarga, keuntungannya
adalah seseorang dapat mengorganisir sejumlah data yang
besar dan banyak dalam suatu cara yang lebih komprehensif
dan membantu mengungkapkan pola-pola dan tema penting
(Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson
116
(1985). Bab VIII berisi tentang genogram dan petunjuk-
petunjuk untuk membuat pohon keluarga ini.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Salah satu tujuan penting dari keperawatan keluarga
adalah membantu keluarga dan anggotanya bergerak ke arah
penyelesaian tugas-tugas perkembangan individu dan
keluarga (Friedman, 1987). Penguasaan satu kumpulan
tugas-tugas perkembangan keluarga memungkinkan keluarga
bergerak maju kearah tahap perkembangan berikutnya. Jika
tugas-tugas perkembangan keluarga tidak dipenuhi maka
akan menghasilkan keluarga yang disfungsional (Mattessich
dan Hill 1987).
Untuk mencapai tujuan ini, perawat keluarga
“membantu keluarga mencapai dan mempertahankan
117
keseimbangan antara keutuhan pertumbuhan pribadi dari
anggota keluarga secara individual dan fungsi keluarga
yang optimum” (kebutuhan perkembangan keluarga) (Divisi
Praktik Keperawatan Kesehatan Ibu dan Anak American
Nurses “Association, (1983) keseimbangan antara individu
dan kelompok tidak dengan mudah dicapai, khususnya selama
tahap-tahap tertentu, yang menciptakan perbedaan bila
terjadi ketidakseimbangan.
Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang
bermasalah, teori perkembangan keluarga membantu para
profesional kesehatan keluarga berpikir tentang kejadian
siklus kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks
dimana masalah-masalah keluarga dan individu terjadi.
Oleh karena itu, memasukkan perspektif perkembangan ke
dalam praktik keperawatan keluarga sangat penting selama
fase diagnostik dan perencanaan.
Juga penting sekali memasukkan perspektif
perkembangan keluarga kedalam praktik keperawatan
keluarga seseorang bila bekerja dengan keluarga yang
sehat. Dengan keluarga yang sehat, bimbingan antisipasi
dan penyuluhan seringkali ditujukan untuk mencapai tujuan
prevensi primer (Bobak et al, 1989). Diagnosa,
perencanaan, dan intervensi keperawatan keluarga harus
mencakup masalah-masalah keluarga yang mungkin dihadapi
keluarga karena perlunya transforamsi struktur keluarga
hingga tugas-tugas perkembangan dapat dicapai. Membantu
118
keluarga mengantisipasi dan melewati transisi normatif
yang berbeda dalam kehidupan keluarga merupakan tujuan
keperawatan keluarga yang paling erat.
Perawat keluarga dan klinisi keluarga lainnya
membantu keluarga dengan morbalitas penyuluhan dan
konseling. Rujukan ke kelompok pendukung sosial, seperti
kelompok untuk orangtua bayi atau lansia yang sakit juga
sangat membantu.
119