119
A. PENDAHULUAN TUJUAN Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya dan menjelaskan peran perawat pada masing-masing tahap. Tujuan Instruksional khusus : Mahasiswa mampu : 1. Menyebutkan definisi masing-masing tahap perkembangan keluarga. 2. Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangan keluarga. 3. Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi sesuai dengan tahap perkembangan keluarga. 4. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul pada setiap tahap perkembangan keluarga. 5. Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap perkembangan keluarga. Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk mempelajari dan bekerja dengan keluarga adalah perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba 1

Perkembangan klg

Embed Size (px)

Citation preview

A. PENDAHULUAN

TUJUAN

Tujuan Instruksional Umum :

Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai

dengan tahap perkembangannya dan menjelaskan peran

perawat pada masing-masing tahap.

Tujuan Instruksional khusus :

Mahasiswa mampu :

1. Menyebutkan definisi masing-masing tahap

perkembangan keluarga.

2. Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai

dengan tahap perkembangan keluarga.

3. Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi

sesuai dengan tahap perkembangan keluarga.

4. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang

mungkin muncul pada setiap tahap perkembangan

keluarga.

5. Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap

perkembangan keluarga.

Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk

mempelajari dan bekerja dengan keluarga adalah

perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba

1

mengungkapkan perubahan dari sistem keluarga yang terjadi

dari waktu ke waktu termasuk perubahan-perubahan dalam

interaksi dan hubungan diantara anggota keluarga dari

waktu ke waktu. Pendekatan perkembangan keluarga

didasarkan pada observasi bahwa keluarga adalah kelompok

berusia panjang dengan suatu sejarah alamiah, atau

siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga dinamika

kelompok diinterpretasikan secara penuh dan akrual

(Duvall, dan Miller, 1985). Meskipun setiap keluarga

mengalami setiap saat perkembangan dengan cara-caranya

yang unik, semua keluarga dianggal sebagai contoh dari

seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan mengikuti

urutan-urutan perkembangan yang universal (Goode, 1959).

Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan

keluarga dari waktu ke waktu dengan membaginya ke dalam

satu seri tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa

stabilitas relatif yang secara kuantitatif dan kualitatif

berbeda dari tahap-tahap berdekatan (Mederer and Hill,

1983). Tentang konsep tahap-tahap siklus kehidupan

tergantung pada asumsi bahwa dalam keluarga terdapat

saling ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga

: keluarga dipaksa untuk berubah setiap kali ada

penambahan atau pengurangan anggota keluarga, atau setiap

kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan.

Misalnya, perubahan dalam peran, penyesuaian terhadap

perkawinan, mengasuh anak dan disiplin terbukti perubahan

dari satu tahap ke tahap lain (Mederer dan Bill, 1983).

2

Keluarga mengambil satu jenis struktur ketika anak-anak

masih berusia prasekolah ; struktur lain ketika orang tua

mulai mengikuti puncak hidup dan anak-anak memasuki masa

remaja ; dan akhirnya bentuk struktur yang lain adalah

ketika anak-anak mulai dewasa, menikah dan mulai mandiri.

Akar sejarah dari teori perkembangan keluarga dapat

dibuktikan dengan lima warisan teori. Kerangka

perkembangan keluarga bersifat elektrik, karena kerangka

ini mengajukan konsep-konsep dari pendekatan yang berbeda

terhadap studi keluarga. Kontribusi pada teori

perkembangan keluarga diambil dari interaksionisme

simbolik, fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan

propesi, teori sistem dan perkembangan ilmu ditambah lagi

dengan teori stress dan krisis kehidupan keluarga

(Dattessich dan Dill, 1987)

Pusat asumsi dasar tentang teori perkembangan

keluarga, seperti yang diuraikan oleh Algous (1978)

adalah :

1. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu

dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi.

2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi

dengan orang lain, mereka memulai tindakan-tindakan

dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan lingkungan.

3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas

tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau

oleh konteks budaya dan masyarakat.

3

4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai

dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas.

Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada

ciri-ciri ini dan biasa dari kehidupan keluarga, namun

teori ini tidak memberikan stressor non normatif atau

situasional (kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan

dapat dikritik karena asumsi tentang homogenitas (kurang

memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas

menengahnya, asumsinya tentang stabilitas dalam setiap

tahap, dan kurangnya penjelasan proses yang terjadi

diantara tahap-tahap perkembangan yang memungkinkan

keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk

pengkajian dan intervensi-intervensi sangat membantu

karena kerangka ini memberikan para profesional perawatan

kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi apa yang

diharapkan dan apa jenis penyuluhan dan konseling yang

ditentukan. Teori perkembangan keluarga meningkatkan

pemahaman kita tentang keluarga pada titik yang berbeda

dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan

deskripsi yang “khas” tentang kehidupan keluarga dalam

berbagai tahap perkembangannya (Lupal dan Miller 1985).

Malahan dengan mengkaji tahap perkembangan keluarga dan

pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap

tersebut, para profesional perawatan kesehatan keluarga

diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan dan

kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga

4

lebih mampu memberikan dukungan yang diperlukan untuk

memajukan dari satu tahap ke tahap lain dengan lancar.

B. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA

Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap

yang dapat diprediksi. seperti individu-individu yang

mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang

berturut-turut, keluarga sebagai sebuah unit juga

mengalami tahap-tahap perkembangan yang berturut-turut.

Tabel 1 : Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga

Tahap I :Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah

atau tahap pernikahan)

5

Tahap II:Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua

adalah bayi sampai umur 30 bulan)

Tahap III : Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak

tertua berumur 2 hingga 6 tahun)

Tahap IV:Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua

berumur 6 hingga 13 tahun).

Tahap V :Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur

13 hingga 25 tahun).

Tahap VI:Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda

(mencakup anak pertama sampai anak terakhir)

yang meninggalkan rumah.

Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan,

pensiunan).

Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan

lansia (juga menunjuk kepada anggota keluarga

yang berusia lanjut atau pensiun) hingga

pasangan yang sudah mengenalinya.

Diadaptasi dari Dupal, 1977 dan Miller, 1985

Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang

paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan dua

orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari

Dupal, 1977 (lihat tabel 1) Selain itu Charter dan

McGoldrick, 1988 belakangan membuat model enam tahap yang

sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2

membandingkan tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan

keluarga dari Dupall dan Charter dan Goldrick.

6

Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat

umur dan tingkat sekolah dari anak yang paling tua

sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan

pengecualian untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga

ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di rumah. Apalagi

terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa

tumpang tindih tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya

Charter dan McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus

kehidupan keluarga yang berfokus pada hal-hal penting

dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari keluarga,

jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini

diletakkan pada hubungan-hubungan yang berubah, yang

menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu

tahap siklus kehidupan ke tahap berikutnya.

Tabel 2. Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga menurut Duvall, Miller, Charter dan McGoldrick

Charter dan McGoldrick

(Perspektif Terapi

Keluarga)

Duvall dan Miller

(Perspektif Sosiologis)

1. Keluarga antara : dewasa

muda yang belum kawin

2. Penyatuan keluarga

melalui perkawinan :

pasangan yang baru

Tidak ada yang

diidentifikasi di sini,

meskipun Duvall menganggap

dewasa muda sedang proses

“dilepas”. Karena terdapat

waktu yang cukup antara

masa remaja dan

pernikahan.

7

menikah

3. Keluarga dengan anak

kecil (masa bayi hingga

usia sekolah)

4. Keluarga dengan anak

remaja

5. Keluarga melepaskan anak

dan pindah

6. Keluarga dalam kehidupan

terakhir

1. Keluarga pemula atau

tahap pernikahan.

2. Keluarga sedang mengasuh

anak (anak tertua adalah

bayi sampai umur 30

bulan)

3. Keluarga dengan anak

usia prasekolah (anak

tertua berumur 2 ½

hingga 5 tahun).

4. Keluarga dengan anak

usia sekolah (anak

tertua umur 6 hingga 12

tahun)

5. Keluarga dengan akan

remaja (anak tertua

berumur 13 hingga 20)

6. Keluarga melepaskan anak

dewasa muda (semua anak

meninggalkan rumah)

7. Orangtua usia

pertengahan (tidak ada

jabatan lagi hingga

pensiun)

8. Keluarga dalam masa

pensiun dan lansia

(mulai dari pensiun

8

hingga pasangan yang

meninggal.Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and

Miller, (1985)

1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga

Keluarga-keluarga selalu bervariasi, karena

menjalani tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Tahap-

tahap siklus kehidupan keluarga mengikuti suatu pola yang

tidak kaku (Duvall, 1977). Sudah barang tentu bahwa

banyak keluarga saat ini tidak cocok dengan tahap-tahap

siklus kehidupan keluarga inti dengan orang tua dari

Duvall atau dari Charter dan McGoldrick. Variasi-variasi

dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat

pada keluarga-keluarga dimana pasangan suami istri tidak

menikah, dan terdapat perkawinan sesama homoseksual,

orangtua tunggal dan keluarga dengan orangtua tiri. Makin

banyak orang memilih berbagai bentuk keluarga dan

karenanya konsep asal tentang siklus kehidupan keluarga,

mencakup keluarga inti dengan dua orangtua, secara

menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk keluarga-

keluarga nontradisional atau keluarga-keluarga miskin

atau minoritas, terdapat variasi-variasi pada penentuan

tempo dan pengurutan kejadian keluarga (Teachman et al,

1987). Karena pada saat ini keluarga dengan orangtua

tunggal dan orangtua tiri berjumlah cukup besar .

9

Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua

orangtua terdapat perubahan dalam penentuan tempo dari

tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Jumlah dewasa muda

yang tinggal dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa

muda lainnya semakin bertambah (“diantara tahap-tahap

siklus kehidupan keluarga” dari Charter dan McGoldrick).

Banyak pasangan menunda menikah dan memperpendek masa

pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai

lebih sedikit anak. Dengan perubahan-perubahan ini dan

umur harapan hidup yang lebih lama, terdapat tahun-tahun

yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan

keluarga – tahap usia pertengahan dan tahap pensiunan dan

lansia.

2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga

Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas

perkembangan yang harus mereka capai agar mereka merasa

puas selama suatu tahap perkembangan dan agar mereka

mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil, setiap

tahap perkembangan keluarga pun mempunyai tugas-tugas

perkembangan yang spesifik. Tugas-tugas perkembangan

keluarga menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh

keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga

dapat memenuhi (1) kebutuhan biologis keluarga, (2)

imperatif budaya keluarga, dan (3) aspirasi dan nilai-

nilai keluarga (Duvall, 1977).

10

Bagaimana tugas-tugas perkembangan dalam keluarga

berbeda dengan tugas-tugas perkembangan individu anggota

keluarga? Meskipun dalam kenyataan banyak tugas-tugas

tersebut adalah gabungan, tugas-tugas perkembangan

keluarga dibangkitkan bila keluarga sebagai sebuah unit

berupaya memenuhi tuntutan-tuntutan perkembangan mereka

secara individual. Tugas-tugas perkembangan keluarga juga

diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas terhadap

keluarga dan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan

harapan-harapan kelompok acuan keluarga dan masyarakat

yang lebih luas.

Selain itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga

meliputi tugas-tugas spesifik pada setiap tahap yang

melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang

terdiri dari (1) fungsi afektif (fungsi pemeliharaan

kepribadian) ; (2) fungsi sosialisasi dan penempatan

sosial ; (3) fungsi perawatan kesehatan – penyediaan dan

pengelolaan kebutuhan-kebutuhan fisik dan perawatan

kesehatan ; (4) fungsi reproduksi ; dan (5) fungsi

ekonomi (lihat bab 5 untuk pembahasan yang lengkap

tentang fungsi-fungsi ini).

Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap

kebutuhan anggota keluarga, dan juga untuk memenuhi

fungsi-fungsi keluarga secara umum. Pertautan kebutuhan-

kebutuhan perkembangan individu dan keluarga tidak selalu

mungkin dilakukan. Misalnya, tugas anak usia bermain yang

meliputi mengeksplorasi lingkungan seringkali

11

bertentangan dengan tugas seorang ibu memelihara rumah

yang teratur.

3. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua

Orangtua

Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikut ini

telah diuraikan oleh Duvall dan Miller (1985) dan Charter

dan McGoldrick (1988). Tahap-tahap tersebut terdiri dari

9 tahap siklus kehidupan keluarga (Tabel 2). “Tahap

antara” dari tipologi Charter dan McGoldrick ditambahkan

pada model siklus kehidupan delapan tahap dari Duvall

dan Miller untuk memberikan gambaran yang komprehensif

tentang perubahan kehidupan keluarga. Tahap-tahap siklus

kehidupan keluarga ini menggambarkan keluarga inti

Amerika yang utuh, tapi terbatas pada aplikabilitas

keluarga-keluarga dengan orangtua tunggal, cerai dan

tiri. Masalah-masalah kesehatan juga dibicarakan dalam

setiap tahap siklus perkembangan keluarga.

Tahap Transisi : Keluarga antara (Dewasa Muda yang Belum

Kawin)

Tahap ini menunjuk ke masa dimana individu berumur

20 tahunan yang telah mandiri secara finansial, dan

secara fisik telah meninggalkan keluarganya namun belum

berkeluarga. Tahap-tahap keluarga antara tidak dianggap

tahap siklus kehidupan keluarga oleh Duvall dan sosiolog

lainnya. Namun, karena masa ini umumnya dialami seseorang

(remaja tidak keluar secara langsung dari keluarga

12

asalnya dan membentuk keluarga, seperti yang sering

ditemukan pada masa lalu), dan karena masa ini merupakan

masa transisi yang sangat penting, tahap ini dimasukkan

dalam naskah ini. Tahap ini benar-benar diabaikan oleh

para profesional perawatan kesehatan keluarga dan para

ahli terapi keluarga (Aylmerm 1988).

Data demografi mendukung pentingnya tahap ini. Kini,

di Amerika Serikat lebih banyak dewasa muda menunda

perkawinan, mereka hidup membujang atau kumpul kebo.

Perkawinan pertama di Amerika Serikat umumnya berlangsung

3 tahun lebih lambat dari generasi sebelumnya. Kini,

dewasa muda yang hidup bersama diluar pernikahan lima

kali lebih banyak dari pada tahun 1960 (Glick, 1989).

Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-

hali terapi lainnya sebagai dasar bagi semua tahap

berikutnya : bagaimana dewasa muda melewati tahap ini

sangat mempengaruhi siapa yang dinikahinya dan juga

kapan dan bagaimana pernikahan berlangsung. Untuk

melewati tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus pisah

dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau secara

reaktif berhubungan dengan pergantian yang emonsional.

Tugas-Tugas Perkembangan.

Tahap ini adalah tahap “keluarga antara”, tugas-

tugas perkembangannya bersifat individual, bukan

berorientasi pada keluarga. Carter dan McGoldrick (1980)

13

menjelaskan bahwa tugas perkembangan utama dari dewasa

muda yang belum kawin adalah “menerima keluarga asalnya”

(hal. 13). Tiga tugas perkembangan yang dicantumkan oleh

Carter dan McGoldrick (1988, hal. 15) :

1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga

asalnya.

2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.

3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian

pekerjaan dan finansial.

Tabel 3. Tahap Transisi : Keluarga Antara dan Tugas-Tugas

Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.

Tahap Siklus

Kehidupan Keluarga

Tugas-Tugas

Perkembangan Keluarga Tahap Transisi :

Keluarga antara

1. Pisah dengan keluarga

asal.

2. Menjalin hubungan intim

dengan teman sebaya.

3. Membentuk kemandirian

dalam hal pekerjaan dan

finansial.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

Sudah waktunya dewasa muda membentuk tujuan hidup

pribadi dan perasaan bangga akan diri sendiri sebelum

hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan perkawinan.

(Tabel 3) umumnya hal ini merupakan tahap transisi yang

14

sulit, karena memisahkan diri dari keluarga asal baik

secara fisik, finansial maupun emosional umumnya lambat

di banyak keluarga saat ini.

Tahap ini secara khusus dialami secara berbeda-beda,

tergantung pada jenis kelamin seseorang. Carl Gillingan

dalam karyanya In a Different Voice (1982), menguraikan

oerintasi pria dan wanita yang berbeda melalui

sosialisasi mereka. Pria umumnya diajarkan untuk mengejar

identitas ekspresi diri, sedangkan wanita pengorbanan

diri. Karena pria dan wanita dewasa muda mengalami masa

belum kawin, mereka mempunyai isu identitas yang

berbedakan untuk diselesaikan.Keseimbangan antara

otonomi dan cinta dibutuhkan dalam membina hubungan dan

bekerja, tapi pria umumnya berjuang dengan isu-isu cinta

dan hubungan, sementara wanita berjuang dengan isu-isu

otonomi.

Kebanyakan isu-isu tersebut diatas meliputi hubungan

antara dewasa muda dengan orangtuanya (Aylmer, 1988) dan

menciptakan suatu keseimbangan baru antara keadaan pisah

dan keterkaitan. Bagaimana orangtua dari dewasa muda

berinteraksi dengan anak mereka selama masa ini adalah

sangat penting. Dari perspektif sistem keluarga, terdapat

efek sirkular atau resiprokal yang terjadi antara

orangtua dengan dewasa muda (masing-masing mempengaruhi

tindakan satu sama lainnya), yang mempertinggi atau

menghambat proses pisah dan individualisasi dewasa muda.

15

Jika orangtua memiliki perkawinan yang tidak memuaskan

dan memerlukan anaknya tetap tinggal untuk memenuhi

kebutuhan mereka, maka hal ini menghalangi upaya-upaya

dewasa muda untuk pisah ; dan sebaliknya jika anak merasa

takut dan tidak mampu hidup mandiri, maka ia akan menunda

pemisahan tersebut dan mencoba agar orangtua tetapi

terlibat.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun

masalah keluarga. Penggunaan keluarga berencana dan

pengendalian kelahiran merupakan masalah dan kebutuhan

utama. Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual

(STD) lebih sering ditemukan dalam kelompok ini (penyakit

kelamin, AIDS, dll). Kecelakaan dan bunuh diri merupakan

penyebab utama moralitas. Masalah-masalah kesehatan

mental juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas,

terutama menghadapi isu pisah dengan cara fungsional dari

keluarga asal sehingga hubungan homoseksual yang intim

dan sehat dapat dijalin.

Kebutuhan kesehatan promosi sama dengan tahap-tahap

berikutnya. Karena dewasa muda sekarang ini mandiri,

khususnya gaya hidup mereka tidak termasuk dalam praktik

perlindungan kesehatan yang direkomendasikan, seperti

menghindari obat-obatan, alkohol dan tembakau dan juga

mendapatkan tidur, nutrisi, istirahatm latihan, perawatan

gigi dan uji kesehatan dan perawatan yang adekuat.

16

a. Tahap I : Keluarga Pemula

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah

keluarga baru – keluarga yang menikah atau prokreasi dan

perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke

hubungan baru yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan

menikah saat ini berlangsung lebih lmbat. Misalnya,

menurut data sensus Amerika Serikat tahun 1985, 75 persen

pria dan 57 persen wanita Amerika Serikat masih belum

menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu

pergeseran yang berarti dari 55 persen dan 36 persen

masing-masing dalam tahun 1970.

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga

Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan,

menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, dan

keluarga berencana merupakan tiga tugas perkembangan yang

penting dalam masa ini (Tabel 6-4).

1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan

Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan,

perhatian awal mereka adalah menyiapkan suatu kehidupan

bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang

digabungkan, peran-peran mereka berubah, dan fungsi-

fungsi barupun diterima. Belajar hidup bersama sambil

memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan

sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan harus

17

saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang

bersifat rutinitas. Misalnya mereka harus mengembangkan

rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi, membersihkan

rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari

rekreasi dan pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan

bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan diri

ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu

dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan setiap pasangan

memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.

Tabel 4. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti

dengan Dua Orang Tua, dan Tugas-Tugas Perkembangan yang

bersamaan.

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaKeluarga Pemula 1. Membangun perkawinan

yang saling memuaskan.

2. Menghubungkan jaringan

persaudaraan secara

harmonis.

3. Keluarga berencana

(keputusan tentang

kedudukan sebagai

orangtua)Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

18

Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung

pada saling menyesuaikan diri yang baru saja dibicarakan,

dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan

bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama

pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan individu perlu

diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan

dipandang untuk memperkaya hubungan perkawinan.

Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan tergantung

pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk

menangani “perbedaan-perbedaan tersebut” (Satir, 1983)

dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan

masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan

untuk bersikap empati ; saling mendukung, dan mampu

berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al,

1969) dan melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa

saling hormat menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).

Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan

hubungan perkawinan tergantung pada bagaimana masing-

masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga

asal masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang

dewasa harus pisah dengan orangtuanya dalam upaya untuk

membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan intim

yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi

yang amat bagus tentang proses ini dan masalah-masalah

psikososial selama masa ini.

19

Banyak pasangan mengalami masalah-masalah

penyesuaian seksual, serikali disebabkan oleh

ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan

kekecewaan dan harapan-harapan yang tidak realistis.

Malahan, banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan

dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam

hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi

hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan

Goldenberg, 1985).

2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.

Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan

pertama dari sebuah pasangan, karena mereka pindah dari

rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru.

Bersamaan dengan itu, mereka menjadi anggota dari tiga

keluarga, yaitu : menjadi anggota keluarga dari keluarga

mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan

tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari

keluarga asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan

dengan orangtua mereka, sanak saudara dan dengan ipar-

ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah

untuk kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi

pasangat tersebut, hal ini menuntut pembentukan hubungan

baru dengan setiap orangtua masing-masing, yaitu

hubungan yang tidak hanya memungkinkan dukungan dan

kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang

melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan

20

pihak luar yang mungkin dapat merusak bahtera perkawinan

yang bahagia.

3). Keluarga Berencana.

Apakah ini memiliki anak atau tidak dan penentuan waktu

untuk hamil merupakan suatu keputusan keluarga yang

sangat penting. Littlefield (1977) menekankan pentingnya

pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga ketika

seseorang bekerja di bidang perawatan maternitas. Tipe

perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah

unit selama masa prenatal sangat mempengaruhi kemampuan

keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa

dengan efektif setelah kehamilan bayi.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan

peran perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga

berencana, penyuluhan dan konseling pranatal, dan

komunikasi. Konseling semakin perlu diberikan sebelum

perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan

masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa

bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan

penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah

perkawinan. Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini

menghambat pasangan tersebut merencanakan kehidupan

mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.

21

Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang

ditantang oleh hubungan cinta, perkawinan berdasarkan

hukum adat, dan perkawinan homoseks. Orang yang memasuki

perkawinan tanpa pernikahan memerlukan banyak konseling

dari tugas perawatan kesehatan untuk mendapatkan bantuan.

Dalam hal ini, perawat keluarga terperangkap diantara dua

“keluarga”, keluarga orientasi dan keluarga perkawinan.

Dalam situasi semacam itu, para profesional kesehatan

keluarga tidak perlu membuat penilaian-penilaian yang

bermanfaat tetapi mencoba membantu setiap kelompok dari

kedua kelompok tersebut agar mereka dapat memahami diri

mereka sendiri dan saling memahami satu sama lain

(Williams dan Leaman, 1973).

Keluarga Berencana.

Karena Keluarga Berencana merupakan tanggungjawab

utama dari perawat yang bekerja dengan keluarga, maka

bidang ini perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga

berencana yang kurang diinformasikan dan kurang efektif

mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak cara :

mobiditas dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ;

sehat sakit orangtua ; masalah-masalah perkembangan anak,

termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan

dalam perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan

terinformasi meliputi membuat keputusan sendiri tentang

kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari

pertimbangan kesehatan keluarga.

22

Jumlah kelahiran di Amerika Serikat sedang menanjak,

dalam tahun 1975 mengalami penurunan dan terus mengalami

kenaikan setelah itu hingga tahun 1990, seperti yang

diproyeksikan dalam tahun 1984 hingga 1990 (Family Service

America, 1984). Meningkatnya kehamilan remaja yang sangat

besar, khususnya diantara wanita kulit hitam yang belum

menikah dan terutama dipandang sebagai masalah karena

kerentanan dan kurangnya sumber-sumber pada kelompok

remaja yang malang ini (Chilman, 1988). Kehamilan

penyebab utama remaja wanita keluar dari sekolah dan juga

penyebab sering terjadinya perkawinan prematur. Dalam

perkawinan, kehamilan awal (sebelum dua tahun) mengurangi

penyesuaian perkawinan. Semua ini merupakan faktor-faktor

kesehatan mental yang penting bagi orangtua dan anak-anak

(Cohn dan Lierberman, 1974).

Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama

yang didokumentasikan dalam penelitian kebidanan dan

perinatal. Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia

ibu 20 tahunan merupakan faktor-faktor yang menguntungkan

dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu dan bayi.

Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran

mengurangi mortalitas bayi (Cohn dan Lieberman, 1974).

Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena

banyak wanita dan pasangan menggunakan alat kontrasepsi.

Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia

telah membuat undang-undang yang membolehkan gadis-gadis

23

remaja berusia di bawah 18 tahun mendapatkan kontrasepsi

tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan

wanita dewasa muda yang aktif secara seksual tidak

mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman, 1988).

Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam

menggunakan alat kontrasepsi yang efektif berhubungan

dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff, 1977) dan

ketidaktahuan tentang kehamilan dan kontrasepsi

dikalangan remaja (Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-

faktor agama dan sosiopolitik menjadi pengengah untuk

mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan pasangannya.

Seperti diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk

melakukan aborsi secara legal maka perjuangan

mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia

merupakan masalah yang sedang berkembang. Pendanaan

masyarakat dari pemerintah untuk keluarga berencana,

khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan

terbatas pada kaum miskin dan orang muda.

Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan

undang-undang yang membolehkan remaja menerima perawatan,

program pendidikan kesehatan keluarga berencana dan seks

yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-

sekolah, gereja dan lembaga-lembaga kesehatan. Pelayanan-

pelayanan seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada

premis-premis umum bahwa keluarga berencana merupakan

satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi pada

24

keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana

bagi individu dan bagi pertumbuhan dan perkembangan

keluarga.

Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada

keluarga bukanlah sesuatu yang etis, karena hal tersebut

menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi.

Gadis-gadis remaja yang menginginkan bayi perlu

mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi

orang tua dan perlindungan yang realistis terhadap

kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan yang

baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi

tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan perkawinan

dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.

Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:

1. Gangguan komunikasi verbal

2. Perubahan proses keluarga

3. Perubahan penampilan peran

4. Gangguan interaksi sosial

5. Disfungsi seksual

Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:

Trimester I

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

ketidaknyamanan

resiko kekurangan volume cairan

resiko cidera terhadap janin

25

resiko keletihan

resiko konstipasi

resiko infeksi : ISK

resiko gangguan citra tubuh

resiko perubhan penampilan peran

perubahan pola seksualitas

Trimester II

Ketidaknyamanan

Resiko cidera terhadap janin dan ibu

Perubahan pola seksualitas

Perubahan pola nafas

Resiko kelebihan vol cairan

Resiko koping individu tidak efektif

Trimester III

Gangguan pola tidur

Resiko cidera terhadap janin dan ibu

Resiko harga diri rendah situasional

Perubahan eliminasi

Peran perawat

Konselon pada penyesuaian seksual & peran marital

Gusru konselon dalam perencanaan keluarga

Koordinator untuk konseling menjadi orang tua

Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal

26

b. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama

sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya orangtua

tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka,

tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya

berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi

tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan

yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu

baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di

rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba

berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang

telah dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada

mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi

orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan

teman-teman, dan para profesional perawatan kesehatan

yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam

oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga

letih secara psikologis dan fisiologis. Ia sering

merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan

barangkali juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya

terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami

persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio

besar.

Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan

perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan

setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke

27

dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba

keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga

memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru.

Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang

ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang

harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan

juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam keluarga yang

memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi

sangat berarti bagi saudaranya sama seperti pada pasangan

yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk

menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau

perempuan yang baru mungkin sama dengan suami mengatakan

pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya

yang ia cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan

Leanman, 1973). Ini merupakan suatu perkembangan kritis

bagi semua yang terlibat.

Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua

menggambarkan tujuan yang teramat penting bagi semua

pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai

perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri

terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian

terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang

tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan,

kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang

mendadak. Dua faktor penting yang menambah kesukaran

dalam menerima peran orangtua adalah bahwa kebanyakan

orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua

28

dan banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis

meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami

(Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya

peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam

transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan

hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.

Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam

masyarakat Amerika juga memiliki pengaruh yang kuat pada

orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar

rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan

masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan

aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya

perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor yang

menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak

(Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).

Masa Transisi menjadi Orangtua.

Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang

sangat penting dan sering merupakan krisis keluarga,

sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada

penelitian keluarga selama tahap siklus kehidupan

keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976 ;

LeMaster, 1957).

Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir

mempengaruhi keluarga, LeMaster, 1957, dalam studi klasik

tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak

29

pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas

menengah di Kota (berusia 25 – 25 tahun) dan

memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia

menemukan bahwa 17 persen pasangan tidak mengalami

masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya

mengalami masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah

yang paling lazim dilaporkan adalah :

1. Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan

oleh suami)

2. Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara

suami dan istri.

3. Interupsi dalam jadwal yang kontinu “begitu lelah

sepanjang waktu”, merupakan sebuah kometar khas).

4. Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.

Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan

Cole (1976), tidak menemukan pasangan yang melaporkan

krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster.

Studi-studi tentang “keluarga dalam krisis” menyatakan

bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah

dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran

anak pertama dan kekuatan perkawinan menurun secara tajam

dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980)

Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang

keluarga secara kelahiran seorang bayi baru menyatakan

kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan

kebutuhan yang penting setelah kelahiran terhadap

30

kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di

klinik.

Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi

pasangan menjadi langka dilakukan oleh La Rossa, (1981).

Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi

seperti yang dijelaskan dengan baik oleh model konflik,

dimana terdapatnya waktu luang, konflik kepentingan

diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-

masalah perkawinan menyebabkan konflik antara kedua

orangtua.

Miller dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas

tinjauan studi mereka terhadap orangtua, meringksa

stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi

dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan

adalah sedikitnya kebebasan pribadi karena tanggungjawab

menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya

waktu dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih

banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada pasangan yang

sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan

masalah kesehatan yang serius atau cacat.

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga

Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa

tugas yang penting (tabel 5). Suami, istri, dan bayi

semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga

inti memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi

31

penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus dari

setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan

(Duvall, 1977).

Tabel 5. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang

sedang mengasuh anak dan Tugas-Tugas Perkembangan yang

Bersamaan.

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaKeluarga sedang mengasuh

anak

1. Membentuk keluarga muda

sebagai sebuah unit yang

mantap (mengintegrasikan

bayi baru ke dalam

keluarga).

2. Rekonsiliasi tugas-tugas

perkembangan yang

bertentangan dan

kebutuhan anggota

keluarga.

3. Mempertahankan hubungan

perkawinan yang

memuaskan.

4. Memperluas persahabatan

dengan keluarga besar

dengan menambahkan

peran-peran orangtua dan

kakek dan nenek.

32

Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan

Miller (1985)

Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan

yang logika dalam organisasi keluarga. Fungsi-fungsi

pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi

tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan.

Sementara pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut

posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum

adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran

tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La

Rossa, 1981).

Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal

perlu disusun kembali dalam tahap ini. Peran-peran baru

perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan

hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).

Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila

bekerja dengan keluarga yang mengasuh anak adalah

mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua

berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan

bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall

(1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya

menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal

setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua

anak pada hubungan orangtua dan anak di masa datang.

Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua,

33

sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik

komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis, 1978)

adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.

Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap

tanggungjawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat

dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan realita

pada calon ibu dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa

seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh

lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali

tetap netral pada awalnya sementara wanita secara cepat

menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru.

Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional

tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti

memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting

ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan

emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat

tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan

anak dan perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan

ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan

kelas menengah (Hanson dan Bozett, 1985).

Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran

orangtua mereka dalam berespons terhadap tuntutan-

tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-tugas

perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga

secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman

34

(1957), orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara

berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi fase kehidupan

keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari

arti dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi

untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya. Dengan setiap

anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap

yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap

isyarat-isyarat unik bayi.

Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar

untuk menerima pertumbuhan dan perkembangan anak yang

terjadi dalam masa usia bermain – khususnya orangtua yang

baru memiliki anak pertama – membutuhkan bimbingan dan

dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus

dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan,

keterbatasan dan latihan buang air (toilet training).

Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan,

konsep tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”.

Pada saat yang sama pula orangtua perlu bimbingan dalam

memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama

tahap ini.

Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang

dengan lahirnya anak, dimana pasangan berhubungan satu

sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai

orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah

berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa

orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit,

35

pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan kualitas

interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua

merasa kewalahan dengan bertambahnya tanggungjawab,

khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama

bekerja secara penuh.

Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang

memuaskan termasuk masalah dan perasaan pribadi,

perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan

harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan

psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi

satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua.

Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama

kehamilan dan selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-

kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,

yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam

dalam peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya

daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia

“tersingkir” oleh bayinya.

Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota

ketiga, membentuk tiga serangkai. Orangtua harus belajar

untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari

bayinya. Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam

ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar, rangsangan yang

berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan

36

respon terhadap rangkulan, timangan dan berbicara yang

kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.

Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung

saat pemeriksaan setelah postpartum 6 minggu. Orangtua

kemudian harus didorong secara terbuka untuk

mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat

meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang

dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa

kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat berbahaya

bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.

Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian

hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman.

Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan

membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul.

Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber

pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun

kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-

nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi

tersebut.

Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau

sistem pendukung sosial untuk mencapai kepuasan dan

perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga

muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari

siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga

37

kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber

dan kekuatan merek sendiri (Duvall, 1977).

Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat

penting bagi stabilitas dan moral keluarga. Hubungan

suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan

dengan kekuatan dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama

lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang

bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap bayi

dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat

menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber

sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan

ini.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah

pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga,

perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan

masalah-masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi,

konseling perkembangan anak, keluarga berencana,

interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan

kesehatan umum (gaya hidup).

Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari

kehidupan keluarga ini adalah inaksesibilitas dan

ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk

ibu yang bekerja, hubungan akan-orangtua, masalah-masalah

mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan kelalaian

38

terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang

tua.

Kemungkinan diagnosa

Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

Disfungsi seksual

Gangguan tumbuh kembang

Menyusui tidak efektif

Resiko cidera

Perubahan penampilan peran

Gangguan komunikasi verbal

Peran perawat

Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk

masalah-masalah kehamilan

Konselor pada nutrisi prenatal

Konselor pada kebiasaan maternal prenatal

Pendukung amnionsintesis

Konselor pada menyusui

Koordinator dengan layanan pediatrik

Penyelia imunisasi

Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial

c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah

Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai

ketika anak pertama berusia 2 ½ tahun dan berakhir ketika

anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri

39

dari tiga hingga lima orang, dengan posisi suami-ayah,

istri-ibu, anak laki-laki-saudara, anak perempuan-

saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda

(Duvall dan Miller, 1985).

Kehidupan keluarga selama tahap ini penting dan

menuntut bagi orangtua. Kedua orangtua banyak menggunakan

waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik

bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari

bahwa orangtua adalah “arsitek keluarga”, merancang dan

mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah

penting bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka

secara singkat, agar perkawinan mereka tetap hidup dan

lestari.

Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada

tahap ini, khususnya dalam hal kemadirian. Mereka harus

mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan

sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa

campur tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di

kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat

perawatan sehari, atau program-program sama lainnya

merupakan cara yang baik untuk membantu perkembangan

semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur

sangat bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak

usia prasekolah yang berasal dari dalam kota dan

berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan

keterampilan sosial telah dilaporkan terjadi setelah anak

40

menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun

(Kraft et al, 1968).

Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal

berada dalam tahap siklus kehidupan ini. Dalam tahun

1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen

keluarga kulit putih di Amerika Serikat dipimpin oleh

satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai

oleh ibu (Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga

dengan orangtua tunggal, ketegangan yang timbul dari

peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah

lagi dengan peran-peran lain adalah besar. Pusat-pusat

perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah

dengan kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan jika

ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu yang bekerja

dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan

fasilitas-fasilitas dan program-program perawatan anak

yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).

41

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun

kompleksitas. Perlunya anak-anak usia prasekolah dan anak

kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan

kebutuhan orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri

menjadikan perumahan dan ruang yang adekuat sebagai

masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga

perlu bersifat melindungi anak-anak, karena pada tahap

ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat.

Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi

perawat kesehatan komunitas dan penyuluhan kesehatan

perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui

resiko yang ada dan cara-cara menegah kecelakaan (Tabel

6).

Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan

anak usia pra sekolah dan Tugas-Tugas Perkembangan

Keluarga yang Bersamaan.

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

Keluarga Keluarga dengan anak usia

Prasekolah.

1. Memenuhi kebutuhan

anggota keluarga seperti

rumah, ruang bermain,

privasi, keamanan.

2. Mensosialisasikan anak.

3. Mengintegrasi anak yang

baru sementara tetap

42

memenuhi kebutuhan anak-

anak yang lain.

4. Mempertahankan hubungan

yang sehat dalam

keluarga (hubungan

perkawinan dan hubungan

orangtua dan anak) dan

di luar keluarga

(keluarga besar dan

komunitas).Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan

Miller (1985)

Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri

dan penyakit virus dan paparan yang meningkat, anak-anak

usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu

penyakit infeksi minor secara bergantian. Penyakit

infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering

ke dokter, merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah

untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-kanak

merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan

penyakit infeksi dan menular dan kerentanan umum mereka

terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan

utama.

Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga

cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian ini lebih sering

ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh

43

dewasa tidak ada (orangtua sering tidak di rumah), dan

keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan lingkungan

dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci untuk

mengurangi kecelakaan.

Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam

tanggungjawab rumah tangga selama tahap perkembangan

keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar

dalam tahap ini digunakan untuk aktifitas perawatan anak.

Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini benar-

benar penting, karena hubungan ini dengan anak usia

prasekolah dapat membantu anak mengindentifikasi jenis

kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5

tahun, penting sekali bagi mereka untuk bergaul secara

rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang

hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-

laki dapat terbentuk (Walters, 1976).

Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak

usia prasekolah, yang secara perlahan-lahan menerima

lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri,

plus membantu ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan

rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang

penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.

Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan

bahwa kelahiran anak kedua dalam keluarga memiliki efek

yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada

kelahiran anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa

44

peran orangtua membuat peran-peran perkawinan lebih

sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut ini :

pasangan suami istri masing-masing merasakan perubahan

kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan

keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi yang

berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi lebih

sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih

banyak, kehangatan yang diberikan kepada anak lebih

banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan

tingkat kepuasan hubungan seksual lebih rendah (Feldman,

1969).

Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan

laporan dan observasi para konselor keluarga bahwa

hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam

tahap siklus ini. Sebenarnya, banyak sekali perceraian

yang terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan

perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi dan

waktu bersama merupakan kebutuhan yang utama. Konseling

perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan

merupakan sumber-sumber yang penting dikalangan kelas

menengah. Akan tetapi keluarga tanpa sumber-sumber

ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk

memperkokoh upaya penyelamatan perkawinan. Terdapat trend

bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih

sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang

tidak bisa mengupayakan terapi pribadi.

45

Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan

anak. Anak-anak usia prasekolah mengembangkan sikap diri

sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar

mengekspresikan diri mereka, seperti tampak dalam

kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.

Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana

mengintegrasikan anggota keluarga yang baru (anak kedua

dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang

lebih tua. Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir

secara psikologis merupakan suatu kejadian traumatik.

Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi

membantu memperbaiki situasi, khususnya jika orangtua

sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang

lebih tua. Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling

rivalry) biasanya diungkapkan dengan memukul atau

berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku

regresif, melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik

perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan

kakak adik adalah dengan meluangkan waktu setiap hari

untuk berhubungan lebih erat dengan anak yang lebih tua

untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan

dikehendaki.

Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah,

orangtua memasuki tahap pengasuhan anak yang ketiga,

salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika

mereka mulai masuk ke kelompok bermain, tempat penitipan

46

anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus

selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia

sekolah. Pisah seringkali terasa sulit bagi orangtua dan

mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang

bagaimana penguasaan tugas-tugas perkembangan anak usia

prasekolah memberikan kontribusi untuk semakin

meningkatnya otonomi mereka.

Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia

prasekolah. Pisah dapat terjadi karena orangtua pergi

bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau

berlibur. Persiapan keluarga untuk pisah dengan anak

sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri

terhadap perubahan.

Membantu keluarga untuk mendapatkan pelayanan

keluarga berencana setelah kelahiran seorang bayi, atau

melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan,

juga diindikasikan. Misalnya, adalah tidak biasa bagi

seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi

karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil,

hanya untuk mencari tahu apakah kehamilannya terjadi

karena hubungan seks tanpa perlindungan kontrasepsi.

Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak

di luar rumah untuk mengawetmudakan mereka sehingga

mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-tugas dan

tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas

47

rendah dan orang tunggal sering tidak punya kesempatan

untuk melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini

mendapat kepuasan paling sedikit terhadap pergaulan

mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka

yang terasing dan kekurangan sumber-sumber yang tersedia

bagi mereka.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi

sepanjang pembahasan kita tentang keluarga dengan anak

usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya,

masalah kesehatan fisik yang utama adalah penyakit-

penyakit menular yang lazim pada anak dan jatuh, luka

bakar, keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang

terjadi selama usia prasekolah.

Masalah-masalah kesehatan psikososial keluarga yang

utama adalah hubungan perkawinan. Beberapa studi mencoba

meneliti menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak

pasanga selama tahun-tahun ini dan perlunya penanganan

terhadap masalah ini untuk memperkokoh dan memberikan

semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah

kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara

kakak-adik, keluarga berencana, kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti

membatasi lingkungan (disiplin), penganiayaan dan

menelantarkan anak, keamanan di rumah dan masalah-masalah

komunikasi keluarga.

48

Strategi-strategi promosi kesehatan umum berhubungan

erat selama tahap ini, karena tingkah laku gaya hidup

yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan

konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.

Pendidikan kesehatan keluarga diarahkan pada pencegahan

masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok,

penyahagunaan obat-obatan dan alkohol, seksualitas

manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan

penanganan stress/dukungan sosial. “Tujuan utama bagi

para perawat yang bekerja dengan keluarga dan anak usia

prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup

yang sehat dan memfasilitasi pertumbuhan fisik,

intelektual, emosional dan sosial secara optimal.

(Wilson, 1088, hal. 177).

Kemungkinan diagnosa

Resiko cidera

Resiko trauma

Resiko keracunan

Resiko infeksi

Gangguan penanganan pemeliharaan rumah

Perubahan menjadi orang tua

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

Gangguan komunikasi verbal

49

Peran perawat

Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak,

perujukan bila ada indikasi

Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan

kedaruratan

Koordinator dg layanan pediatri

Penyelia imunisasi

Konselor pada nutrisi dan latihan

Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai

kebiasaan kesehatan

Pendidik tentang higiene perawatan gigi

Konselor pada keamanan lingkungan di rumah

Fasilitator dalam hubungan interpersonal

d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia

6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada

usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya

mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga

di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun

pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini,

anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan

masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari

sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan orangtua

sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas

perkembangannya sendiri-sendiri, sama seperti keluarga

berupaya memenuhi tugas-tugas perkembangannya sendiri

50

(Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang

dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan

dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas perkembangan

generasivitas) dan memperhatikan perkembangan mereka

sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk

mengembangkan sense of industry – kapasitas untuk menikmati

pekerjaan dan mencoba mengurangi atau menangkis perasaan

rendah diri.

Tabel 7. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan

anak usia sekolah, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga

yang Bersamaan.

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaKeluarga dengan anak usia

sekolah

1. Mensosialisasikan anak-

anak, termasuk

meningkatkan prestasi

sekolah dan

mengembangkan hubungan

dengan teman sebaya yang

sehat.

2. Mempertahankan hubungan

perkawinan yang

memuaskan.

3. Memenuhi kebutuhan

kesehatan fisik anggota

keluarga

51

Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar

menghadapi pisah dengan atau lebih sederhana, membiarkan

anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya

dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan

yang lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah

tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan

keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara

perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari

keluarga sebagai persiapan menuju masa remaja. Orangtua

yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan merasa

lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan

tetapi, dalam contoh-contoh dimana peran ibu merupakan

sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam

kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu

yang menyakitkan dan dipertahankan mati-matian.

Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang

luar biasa dari komunitas di luar rumah melalui sistem

sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang

mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan

standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung

mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih

menekankan nlai-nilai tradisional pencapaian dan

produktifitas, dan menyebabkan sejumlah keluarga dari

kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa

52

tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau

nilai-nilai komunitas.

Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama

periode kehidupan anak ini. Para perawat sekolah dan guru

akan mendeteksi banyak defek penglihatan, pendengaran,

wicara, selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku,

dan perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak,

penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman

dan Mandle, 1986). Bekerja dengan keluarga dengan peran

sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan,

selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining

lanjutan, membutuhkan energi yang sangat banyak dari

seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai

narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu

menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau

yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.

Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama

tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi serebral palsi,

retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi

pertama perawat kesehatan disini disamping fungsi

rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada

orangtua mengenai kondisi tersebut akan membantu keluarga

melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan dari

cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan.

53

Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat

keluarga di sekolah, klinik, kantor, dokter dan lembaga-

lembaga komunitas harus mengupayakan keterlibatan

orangtua secara aktif. Memulai rujukan untuk

konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam

membantu keluarga agar sadar akan masalah-masalah

keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak usia sekolah

secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali

masalah tingkah laku anak sebagai sebuah masalah keluarga

yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru

tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi

keluarga dan tingkah laku anak yang sehat (Bradt, 1988)

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga

Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam

mensosialisasikan anak pada saat ini meliputi

meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi

meningkatkan prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga

yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan

perkawinan yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa

kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun. Dua buah

penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr,

1970 ; Rollins dan Feldman, 1970). Meningkatkan

komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami

istri merupakan hal yang vital dalam bekerja dengan

keluarga dan anak usia sekolah.

54

Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama dengan

keluarga dengan anak usia pra sekolah

e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja

Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap

kelima dari siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini

berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini

dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih

awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah

hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah

biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang

terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan

keluarga memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang

lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi dewasa

muda (Duvall, 1977).

Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi

sistem keluarga dalam masa remaja, menguraikan

metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini

meliputi “pergeseran yang luar biasa pada pola-pola

hubungan antar generasi, dan sementara pergeseran ini

pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja,

pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan

perubahan pada orangtua karena mereka memasuki

pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang

dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”

55

Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling

sulit, atau sudah tentu yang paling banyak

diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983).

Keluarga Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas

perkembangan remaja dan orangtua dan menciptakan konflik

dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa

dihindarkan. Tugas perkembangan remaja menghendaki

pergerakan dari ketergantungan dan kendali orangtua dan

orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan

pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat

menerima peran-peran orang dewasa (Adams, 1971).

Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan

anak remaja bergerak sekitar perubahan perkembangan yang

dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif,

pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell

et al, 1983), serta konflik-konflik dan krisis yang

berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga

aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak

perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang meningkat),

budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya),

kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan

norma-norma antara orangtua dan remaja).

Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.

Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja

merupakan tugas paling sulit saat ini. Namun demikian,

orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas

56

yang tidak masuk akan tersebut, yang telah terbentuk

dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses

“melepaskan.” Duvall (1977) juga mengidentifikasi tugas-

tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang

menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika

remaja menjadi matang dan mengatur diri mereka sendiri.

Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas

orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima

penolakan tanpa meninggalkan anak.

Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan

segala kelemahan dan kelebihan mereka, dan ketika mereka

menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan

ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas,

mereka membentu pola untuk semacam penerimaan diri yang

sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya

lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan

dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et

al, 1983) dan orangtua/keluarga berfungsi secara

fleksibel (Preto, 1988).

Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan

pandangan mereka bahwa kompleksitas kehidupan Amerika

yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak

jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai

kegiatan sosial dan institusi – mulai dari otoritas

sekolah dan konselor hingga keluarga berencana dan seks

pranikah dan pilihan kumpul kebo. Faktor-faktor lain

57

menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut.

Karena adanya spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua

tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka dengan rencana-

rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya

hubungan orang dewasa yang kontinu bagi remaja dan

orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk

mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-

masalah yang berkaitan dengan obat-obatan secara terbuka

dan tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga

memberikan kontribusi pada masalah-masalah orangtua-

remaja.

Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan

anak remaja danTugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang

Bersamaan

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

Keluarga

Keluarga dengan anak

remaja

1. Menyeimbangkan kebebasan

dan tanggungjawab ketika

remaja menjadi dewasa

dan semakin mandiri.

2. Memfokuskan kembali

hubungan perkawinan.

3. Berkomunikasi secara

terbuka antara orangtua

dan anak-anak.

58

Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah

menyeimbangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika

remaja matur dan semakin mandiri (Tabel 8). Orangtua

harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau

putranya secara progresif dari hubungan dependen yang

dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin

mandiri. Pergeseran yang terjadi pada hubungan anak-

orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan

konflik-konflik sepanjang jalan.

Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama

tahap ini, semua anggota keluarga, khususnya orangtua,

harus membuat “perubahan sistem” utama yaitu, membentuk

peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja.

Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang

diperlukan ini. “Secara paradoks, sistem (keluarga) yang

dapat membiarkan anggotanya adalah sistem yang akan

bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri secara

efektif pada generasi-generasi berikutnya”.

Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-

kebutuhan mereka sendiri, tidak membiarkan anak-anaknya,

seringkali menemukan “revolusi” oleh remaja bila

perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga

59

mempercayai anak agar mandiri secara prematur, dengan

mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam

hal ini remaja dapat gagal mencapai kemandirian (Wright

dan Leahey, 1984).

Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan

juga merupakan pusat perhatian. Tugas perkembangan

keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah

memfokuskan kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988).

Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu

terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga

perkawinan tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam

kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak

waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan

kariernya, sementara itu, istrinya juga bekerja sementara

itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan

pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan tanggungjawab

sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya

tersisa sedikit waktu dan energi untuk hubungan

perkawinan.

Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak lebih

bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri, pasangan

suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka

atau dapat menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan

setelah anak-anaknya telah meninggalkan rumah (postparental).

Mereka dapat mulai membangun fondasi untuk tahap siklus

kehidupan keluarga berikutnya.

60

Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang

mendesak adalah untuk para anggota keluarga, khususnya

orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka.

Karena adanya kesenjangan antar generasi, komunikasi

terbuka seringkali hanya merupakan suatu cita-cita, bukan

suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak

antara orang tua dengan remaja menyangkut nilai dan gaya

hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan

berbagai macam masalah terbukti seringkali menolak dan

memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga

mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin

telah ada sebelumnya.

Mempertahankan etika dan standar moral keluarga

merupakan tugas perkembangan keluarga lainnya (Duvall dan

Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga

perlu diubah, etika dan standar moral keluarga perlu

tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara remaja

mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka

sendiri, adalah sangat penting bagi orangtua untuk

mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan

standar-standar mereka. Remaja sangat sensitif dengan

ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang

dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak

dapat belajar dari satu dan sama lain dalam masyarakat

yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini.

Transformasi nilai dari kaum muda juga mentransformasikan

61

keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan

sederhana mengembangkan transformasi nilai yang

mempengaruhi setiap saat kehidupan keluarga (Yankelowich,

1975).

Masalah-Masalah Kesehatan.

Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya

baik, tapi promosi kesehatan tetap menjadi hal yang

penting. Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan

dibicarakan dengan keluarga, seperti pentingnya gaya

hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun,

resiko penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria

dan pada usia ini anggota keluarga yang dewasa merasa

lebih rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari

perubahan-perubahan perkembangan dan biasanya mereka ini

menerima strategi-strategi promosi kesehatan. Sedangkan

pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-

merupakan bahaya yang amat besar, dan patah tulang dan

cidera karena atletik juga umum terjadi.

Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga

berencana, kehamilan yang tidak dikehendaki, dan

pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang

perhatian yang relevan. Dalam mendiskusikan topik ini

dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam

perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda.

Remaja biasanya mencari pelayanan kesehatan menyangkut

uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga

berencana dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit

kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah bagi remaja

62

untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua.

Bila orangtua diikutsertakan maka dilakukan wawancara

terpisah sebelum mereka dikumpulkan.

Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang

dukungan dan bantuan untuk memperkokoh hubungan

perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua. Konseling

langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke

sumber-sumber dalam komunitas untuk konseling, dan juga

pendidikan yang bersifat rekreasional, dan pelayanan

lainnya mungkin diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan

umum juga diindikasikan.

Kemungkinan diagnosa

Resiko trauma

Gangguan komunikasi verbal

Koping individu tidak efektif

Perubahan menjadi orang tua

Perubahan proteksi

Perubahan proses keluarga : Alkoholisme

Peran perawat

Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap

kesehatan

Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai

alkohol, merokok, diit dan latihan

Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan

interpersonal dengan remaja dan orang tua

63

Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-

sumber kesehatan mental

Konselor pada keluarga berencana

Perujukan untuk penyakit hubungan seksual

Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian

penyakit

f. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa

Muda

Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai

oleh anak pertama meninggalkan rumah orangtua dengan

“rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir meninggalkan

rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang,

tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah

atau berapa banyak anak yang melum menikah yang masih

tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan

tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam

tahun-tahun belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih

lama dalam keluarga dengan dua orangtua, mengingat anak-

anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah

selesai sekolah dan mulai bekerja. Motifnya adalah

seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup

sendiri. Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa

muda, yang umumnya menunda perkawinan, hidup terpisah dan

mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari sebuah

survey besar yang dilakukan terhadap orang Kanada

ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam

64

keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan

orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih dini dari pada

mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua

orangtua. Perbedaan ini tidak dipandang karena

dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena

perbedaan orangtua dan lingkungan keluarga (Mitchel et

al, 1989).

Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan

dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang

mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka

pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan

kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-

tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga

tersebut berubah dari sebuah rumah tangga dengan anak-

anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari

sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah

reorganisasi keluarga menjadi sebuah unit yang tetap

berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa

kedalam kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama

tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai kakek

nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra

diri mereka.

Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata

di mana para orangtua melepaskan anak mereka yang tertua

ditandai sebagai masa kehidupan yang “terperangkap” ;

terperangkap antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan

65

harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan

terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang

bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana seringkali

tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari

kedua bidang tersebut. Akan tetapi studi-studi

membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin

merasa tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan

muda, paling tidak bagi individu-individu golongan kelas

menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat

mengapresiasikan bagaimana mereka dan prestasi mereka :

“Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para

pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan

kualitas umum kehidupan dalam masyarakat ini. Masyarakat

tergantung kepada kepemimpinan dan produktifitas dari

orang yang berasal dari golongan usia pertengahan

(Kerchoff, 1976).

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam

melepaskan diri, orangtua juga membantu anak mereka yang

lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau

perempuan yang “dilepas” menikah, tugas keluarga adalah

memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota

keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-

nilai dan gaya hidup dari pasangan itu sendiri (Tabel 9)

66

Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang

melepaskan anak usia dewasa muda dan Tugas-Tugas

Perkembangan Keluarga yang Bersamaan

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaKeluarga melepas anak

dewasa muda

1. Memperluas siklus

keluarga dengan

memasukkan anggota

keluarga baru yang

didapatkan melalui

perkawinan anak-anak.

2. Melanjutkan untuk

memperbaharui dan

menyesuaikan kembali

hubungan perkawinan.

3. Membantu orangtua lanjut

usia dan sakit-sakitan

dari suami maupun istri.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki

waktu lebih banyak untuk mencurahkan perhatian pada

kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain. Mereka

tidak tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana

mereka tidak dapat melembagakan atau membentuk kembali

peran suami dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan

(1973) memandang tahap ini sebagai tantangan bagi

67

hubungan perkawinan. Ketika anak-anak meninggalkan rumah,

perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup

kekuatan untuk mempertahankannya tanpa alasan kedudukan

sebagai orangtua?.

Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita

daripada pria. Pada kebanyakan keluarga, peran sentral

dan abadi – abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah

berlangsung selama 20 tahun-bagi wanita adalah peran

sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini kurang lazim

karena banyak wanita sekolah atau meniti karier,

identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan pada

menjadi sebagai seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-

tahun perpisahan dengan anak yang berlangsung perlahan-

lahan mendahului tahap ini, pelepasan anak secara

psikologis seringkali terjadi secara mendadak. Dengan

perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja menemukan

dirinya sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada

banyak pekerjaan lagi) dan tidak lagi tempat yang dituju

atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari

golongan menengah keatas pada puncak kariernya

menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa untuk

meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan

mencoba memenuhi aspirasi mereka sebelum terlambat.

Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya

sehingga tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan

mereka ini dan tidak mempunyai komitmen-komitmen yang

sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen

68

tersebut dalam rangka untuk menginvestasikan tenaga dan

talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih hebat

bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan

rumah dan ketidakhadiran suami mereka, melainkan juga

karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse

(biasanya antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan

kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak. Jika

seorang wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis,

bekerja dan kegemaran), biasanya ia memiliki masalah yang

jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah

menjalankan fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah

tangga dan seorang ibu secara penuh.

Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi

krisis perkembangan. Salah satu kemungkinan krisis

tersebut adalah dorongan untuk maju dalam karier dan

realisasi bahwa mereka belum berhasil dan belum mencapai

aspirasi mereka. Juga tanda-tanda menurunnya

maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah

seks berkurangnya, dan juga figur, rambut, tanda-tanda

kulit menua dan cemas dalam hal keuangan ; semuanya

merupakan stressor bagi pria dalam tahap siklus kehidupan

keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia

pertengahan yang terjadi.

Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya

hubungan perkawinan dengan menggolongkan tahap

perkembangan orangtua pada titik ini dalam siklus

69

kehidupan keluarga sebagai pembentuk suatu kehidupan baru

bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya dari

keluarga dengan usia pertengahan adalah membantu mertua

dari suami dan istri yang lanjut usia dan sakit-sakitan.

Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau

tidak mandiri bukanlah fungsi yang diharapkan dari

keluarga Amerika dengan pengecualian pada beberapa

kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu

dan menyokong anggota keluarga yang lebih tua semaksimal

mungkin. Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam

berbagai bentuk – mulai dari menelepon secara rutin

hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi

serta merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika,

keluarga hanya bertanggungjawab atas generasi berikutnya,

keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu

orangtua (Kalish, 1975).

Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada

pola biasa, namun hal ini bukan tidak lazim, khusus pada

keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani,

Italia, dan Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika

Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya akan

berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh

kematian dan pereceraian, tapi kelayakan keuangan atau

kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan kehidupan

semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia

menghendaki hidup secara mandiri sehingga tidak

mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih

70

penting adalah untuk mempertahankan perasaan kompoten,

mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971).

Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk

menempatkan orangtua mereka di panti perawatan atau

fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun

ini.

Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan

memisahkan diri, orangtua perlu belajar lagi untuk

mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan

harus terus berjalan jika kebutuhan-kebutuhan orangtua

harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan

mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan

menikah dari pada hanya sebagai orangtua. Agar tahap ini

menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara tetap

menjaga ikatan dengan orangtua.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi

kaum dewasa muda dengan orangtua mereka ; masalah-masalah

transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang

memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan

munculnya kondisi kesehatan tingkat kolesterol tinggi,

obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana

bagi remaja dan dewasa muda tetap penting. Masalah-

masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi. Efek-

efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang

lama dan praktek diet semakin lebih jelas. Terakhir,

71

perlunya strategi promosi kesehatan dan “gaya hidup

sehat” menjadi lebih penting bagi anggota keluarga yang

dewasa.

g. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan

Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap

usia pertengahan bagi orangtua, dimulai ketika anak

terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat

pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini

biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55

tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun,

biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya pasangan suami

istri dalam usia pertengahannya merupakan sebuah keluarga

inti meskipun masih berinteraksi dengan orangtua mereka

yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga

asal mereka dan juga anggota keluarga dari hasil

perkawinan keturunannya. Pasangan postparental (pasangan

yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya

tidak terisolasi lagi saat ini ; semakin banyak pasangan

usia pertengahan hidup hingga menghabiskan sebagian masa

hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan ikatan

keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang

biasa (Troll, 1971).

Tahun pertengahan meliputi perubahan-perubahan pada

penyesuaian perkawinan (seringkali lebih baik), pada

distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih

72

merata), dan pada peran (diferensiasi peran perkawinan

meningkat) (Leslie dan Korman, 1989). Bagi banyak

keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat

(Rollins dan Feldman, 1970), tahun-tahun ini dipandang

sebagai usia kehidupan yang paling baik. Misalnya, Olson,

McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar, bersifat

nasional dan representatif terhadap keluarga utuh kelas

menengah yang didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa

kepuasan perkawinan dan keluarga, serta kualitas hidup

bertambah dan memuncak selama fase postparental. Keluarga-

keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih

baik daripada tahap-tahap siklus kehidupan lain

(McCollough dan Rutenbergm 1988). Partisipasi kekuatan

buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang

lebih tinggi dari pada periode sebelumnya oleh pria

bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang dialami oleh

kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan

waktu luang dan persahabatan yang dinikmati satu sama

lain disebut faktor utama yang menimbulkan kebahagiaan.

Kepuasan seksual juga memiliki korelasi yang positif

dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan perkawinan

(Levin dan Levin, 1975), meskipun para suami dengan usia

pertengahan mungkin mengalami penurunan kemampuan

seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting

untuk mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama

lain dalam tahun-tahun ini.

73

Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini

umumnya sulit dan berat, karena masalah-masalah penuaan,

hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri

mereka bahwa mereka gagal menjadi membesarkan anak dan

usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang terjadi

dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus

kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan

perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan

menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus

menurun hingga tahun pertengahan (Leslie dan Korman).

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak

wanita yang menyalurkan kembali tenaga dan hidup mereka

dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah

ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia

pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)

dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita

berupaya mendorong anak mereka yang sedang sedang tumbuh

agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka

dengan anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan

pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam upaya untuk

mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih

banyak wanita memulai gaya hidup yang lebih sehat yaitu

pengontrolan peran badan, diet seimbang, program

olahraga yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga

memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan, kecakapan

yang kreatif.

74

Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan

kekecewaan yang sama yang terdapat dapat tahap

sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada

puncak kariernya dan tidak perlu bekerja sekeras

sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa

pekerjaan mereka bersifat monoton setelah 20 – 30 tahun

menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali pekerja kelas

menengah menderita karena “fenomena lateau” – dimana

tidak ada lagi kenaikan gaji dan promosi – menyebabkan

mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan

terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning,

membuat banyak orang pada kerja pertengahan ini tidak

kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena

secara tradisional bekerja merupakan peran sentral bagi

pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap

pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status

kesehatan umum.

Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang

sangat berarti selama berlangsungnya tahap ini, karena

lebih banyak waktu yang tersedia dan persiapan kecil

harus berlangsung secara lebih terencana.

Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini

adalah penentuan lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam

masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat

menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun

75

kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan

kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri selama 45

– 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, mereka

“lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah

selalu benar, agaknya terlalu terlambat untuk

mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah

terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan

darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang

berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat

merokok.

Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan

orang tua usia pertengahan dan Tugas-Tugas Perkembangan

Keluarga yang Bersamaan

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaOrangtua usia pertengahan 1. Menyediakan lingkungan

yang meningkatkan

kesehatan.

2. Mempertahankan hubungan-

hubungan yang memuaskan

dan penuh arti dengan

para orangtua lansia dan

anak-anak.

3. Memperkokoh hubungan

perkawinan.Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

76

Motivasi utama orang usia pertengahan untuk

memperbaiki gaya hidup mereka adalah karena adanya

perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila

seorang teman atau anggota keluarga mengalami serangan

jantung, stroke atau kanker. Selain takut, keyakinan

bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang

sehat merupakan cara-cara yang efektif untuk mengurangi

ketentuan terhadap berbagai penyakit juga merupakan

kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker dan

stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab kematian antara

usia 46 – 64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat

(Pusat Statistik Kesehatan Nasional, 1989).

Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya

melestarikan hubungan yang penuh arti dan memuaskan

antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak.

Dengan menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam

keluarga dan meningkatkan hubungan antar generasi, tugas

perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang

tinggi Duvall (1977). Tugas perkembangan ini memungkinkan

pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah

keluarga dan mendatangkan kebahagian yang berasal dari

posisi sebagai kakek – nenek tanpa tanggungjawab sebagai

orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup

meningkat, menjadi seorang kakek nenek secara khusus

terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan

Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar

kepada anak dan cucu mereka pada saat-saat kritis dan

77

membantu anak-anak mereka melalui pemberian dorongan dan

dukungan Bengstone dan Robertson, 1985)

Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan

dengan dan membantu orang tua lansia dan kadang-kadang

anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen

pasangan usia pertengahan minimal memiliki satu orangtua

yang masih hidup (Ages stade, 1988). Jadi, tanggungjawab

memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan

sakit-sakitan merupakan pengalaman yang tidak asyik.

Banyak wanita yang merasa berada dalam “himpitan

generasi” dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-

kebutuhan orangtua mereka yang berusia lanjut, anak-anak,

dan cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi

kelihatannya lebih bersifat ekslusif dikalangan minoritas

seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.

Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini

adalah tugas perkembangan untuk memperkokoh hubungan

perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar

sendirian setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota

keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun muncul sebagai

sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan

pengalaman yang menyulitkan untuk berhubungan satu sama

lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai orangtua.

Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan

ini sebagai “reinvestasi identitas pasangan dengan

perkembangan keinginan independen yang terjadi secara

78

bersamaan” (hal. 49). Keseimbangan tendensi-independency

antara pasangan perlu di uji kembali, seperti keinginan

independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama

lain yang penuh arti.

Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup

yang menurun dalam tahun-tahun Postparental tidak

mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan

menimbulkan “kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para

konseler perkawinan telah lama mengamati bahwa ketika

timbul perselisihan dalam perkawinan selama tahun-tahun

pertengahan, serikali berkaitan dengan jemunya ikatan,

bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum

dari masa ini, berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan

berada dalam kebahagiaan yang membosankan.

Masalah-Masalah Kesehatan.

Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi

tahap siklus kehidupan ini meliputi :

1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup,

kegiatan waktu luang dan tidur, nutrisi yang baik,

program olahraga yang teratur, pengurangan berat

badan hingga berat badan yang optimum, berhenti

merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan

alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.

2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.

3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan

cucu, dan orangtua yang berusia lanjut.

79

4. Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu

perawatan orangtua yang berusia atau tidak mampu

merawat diri.

h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia

Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai

dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa

pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan

meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal

(Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun

atau lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam

dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari sisa

populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang

berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari

seluruh populasi. Menjelang tahun 1990, menurut angka-

angka sensus, populasi lansia berkembangan hingga angka

31,7 juta (12,7 persen dari total populasi). Menjelang

tahun 2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65

tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang usia

populasi menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi 85

tahun ke atas secara khusus tumbuh dengan cepat. Populasi

berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta jiwa pada

tahun 1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini

akan berjumlah hingga 7,1 juta jiwa (2,7 persen dari

seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya

pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan, lebih banyak

orang yang diharapkan dapat bertahan hidup hingga 10

80

dekade. Karena bertambahnya populasi lansia, maka semakin

mungkin orang-orang yang lebih tua akan memiliki minimal

1 orangtua yang masih hidup (Biro Sensus Amerika, 1984)

15

10

P

5

1940 1950 1960 1970

1980 1990

Tahun

Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika Serikat,

persentase populasi diatas 65 tahun (Biro Sensus Amerika

Serikat, 1991)

Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda

dikalangan keluarga lanjut usia. Beberapa orang merasa

menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan

tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari

mereka tergantung pada sumber-sumber finansial yang

adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan

81

status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri

karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan

keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden

penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972).

Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap

aktif dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai

menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua dan

substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap

kehidupan ini.

Sikap Masyarakat terhadap Lansia.

Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di

masa muda mereka, yaitu masa jaya kaum muda. Oleh karena

itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan

bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka

selama mungkin. Penuaan sering diartikan sebagai

hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan.

Bagi komunitas dengan keluarga individu dan keluarga

besar, menangani lansia mempunyai konotasi negatif,

seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan

dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu,

masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap

produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang

negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.

Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur

menyokong dan melukiskan kekuatan, sumber-sumber dan

aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering

82

mengurangi pemikiran negativisme dan stereotipe tentang

lansia dan membantu kita mengenali asset lansia dan

keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan

kelompok lansia ini.

Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun

masih negatif, tampaknya muluai berubah. Studi-studi

belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap

masyarakat terhadap lansia telah mengakui bahwa lansia

dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield,

1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak

pengamat percaya bahwa lansia telah memperoleh kembali

kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia

berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih sehat, dan

lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya

mendefinisikan kembali pemikiran tentang “menjadi tua” .

Perubahan dalam sikap ini sebaliknya akan memperkokoh

citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.

Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan

Keluarga.

Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi

suatu kenyataan, maka ada berbagai macam stressor atau

kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia

dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran

mereka. Hal ini meliputi :

83

Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang

turun secara substansial, mungkin kemudian

menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi

(ketergantungan pada keluarga atau subsidi

pemerintah).

Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang

lebih kecil dan kemudian dipaksa pindah ke tatanan

institusi.

Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-

teman dan pasangan.

Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran

dalam pekerjaan dan perasaan produktifitas.

Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan

kognitif ; memberikan perawatan bagi pasangan yang

kurang sehat.

Pensiun.

Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka

perlu ada suatu reorientasi dikalangan individu dan

pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi

terhadap peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan

tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar

tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia

adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan

peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat

penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat

kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi

pekerjaan yang kosong, kini semakin banyak pria yang

84

mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga,

menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu

perubahan yang menuntut pertukaran peranan pada sisi

wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-

tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama

tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami memandang

jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita” dan

menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang memiliki

arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam

pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini

benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja, yang

lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah

dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih

menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari

pada pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita

cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena

mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya,

wanita kemungkinan besar pensiun atas permintaan.

Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi

peran dan merupakan saat terjadinya penurunan harga diri,

pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk

sementara. Tapi meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan

kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan lansia

melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan

Patton, 1978).

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

85

Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan

tugas paling penting dari keluarga-keluarga lansia (tabel

11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi

masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun,

pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta benda,

kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau

kesehatan memaksa mereka mencari akomodasi yang lebih

sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah

sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah tersebut

telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di daerah-

daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia

kemungkinan besar menjadi korban kejahatan. Seringkali,

lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang

cocok (Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang tinggal

di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri lebih

baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka.

Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka karena

penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak

punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu

pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata,

1973).

Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti

dengan keluarga dalam masa pensiun dan lansia, dan Tugas-

Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan

Tahap Siklus Kehidupan

Keluarga

Tugas-Tugas Perkembangan

KeluargaKeluarga Lansia 1. Mempertahankan

pengaturan hidup yang

86

memuaskan.

2. Menyesuaikan terhadap

pendapatan yang menurun.

3. Mempertahankan hubungan

perkawinan.

4. Menyesuaikan diri

terhadap kehilangan

pasangan.

5. Mempertahankan ikatan

keluarga antar generasi.

6. Meneruskan untuk

memahami eksistensi

mereka (penelaahan dan

integrasi hidup).Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan

Miller (1985)

Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor

kesejahteraan yang ampuh dikalangan lansia (Berresi et

al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi

lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu

berarti meninggalkan pertalian tetangga dan persahabatan

yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas.

Relokasi berarti berpisah dari warisan seseorang dan

isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980).

Relokasi tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang

sama. Dengan persiapan yang memadai dan perencanaan

perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat

87

berpengaruh positif terhadap lansia. Namun demikian,

sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang

lansia pindah, sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan

(Lawton, 1985).

Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam

institusi. Kelemahan memaksa lansia masuk panti perawatan

dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah.

Penyediaan bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih

mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan pelayanan

rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga

pelayanan rumah tangga, dirasa lebih manusiawi dan

bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia

untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap

mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga

jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi.

Meskipun sulit, seringkali salah satu pasangan dan/atau

anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau

orangtua yang masih hidup) harus memutuskan cara terbaik

yang ditempuh – pelayanan kesehatan di rumah, panti

pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak

yang telah dewasa.

Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia

adalah penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun.

Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam

dan seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun

semakin menurun dan semakin tidak memadai karena terus

88

naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun

1989, seperlima dari populasi Amerika Serikat tergolong

miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).

Secara substansial, lansia kurang memiliki

pendapatan dalam bentuk uang kontan dibandingkan dengan

mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat

tergantung pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan

Sosial (Social security). Lebih banyak lansia wanita yang

cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh

populasi lansia adalah wanita. Kaum lansia dari kalangan

kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan

dan pendapatan rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan

mereka dari golongan kulit putih (U.S Senate Special Committee

on Aging, 1987-1988).

Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan

jangka panjang, pengeluaran kesehatan merupakan masalah

finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak

menghabiskan uang untuk perawatan kesehatan – baik dalam

nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase total

pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia.

Medicare tentu saja mengurangi sebagian dari masalah ini,

tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak

pengeluaran dengan uang sendiri yang harus dibayar.

Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80 persen

dari biaya “yang layak” untuk pelayanan medis. Karena

tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee for

89

service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk

kembali beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk

memberikan perawatan medis yang efektif dan aman. Medicaid

juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin

dan memenuhi kualifikasi Supplementary Security Income (SSI).

Program asuransi kesehatan ini melengkapi cakupan

Medicare.

Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak

lagi lansia yang hidup bertahun-tahun dengan masalah

kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada

pria, dan kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan

wanita meningkat, banyak pula pasangan menikah yang

dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah

perawatan bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada

pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit

keluarga dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang

tersebut memiliki kemungkinan dalam kemiskinan sebagai

akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-

masalah sosial.

Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan

tugas perkembangan yang ketiga, menjadi penting dalam

kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan

dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah

positif yang panjang, dan sebaliknya. Riset membuktikan

bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi

90

moral dan aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan

lansia (Lee, 1978).

Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa

dorongan seks dan aktivitas seksual mungkin tidak ada

lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset

memperlihatkan kebalikannya. Studi-studi semacam ini

menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas

seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam

kegiatan seksual terus ada bahkan meningkat (Lobsenz,

1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan

seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual

disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.

Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang

merupakan tugas perkembangan yang keempat, secara umum

merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana

ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita

lansia lebih menderita karena kematian pasangannya dari

pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga

perempat dari seluruh lansia hidup bersama pasangan

mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang

hidup dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S

Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).

Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari

kematian sebagai bagian dari proses kehidupan yang

normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80

91

persen lansia yang merasa sulit untuk membicarakan

kematian (Duval, 1977). Akan tetapi, kesadaran akan

kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang

ditinggalkan akan menemukan penyesuaian terhadap kematian

dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh,

janda-janda yang ditinggal mati suami lebih awal, dan

yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah

kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri

atau sakit jiwa). Selain itu, hilangnya seorang pasangan

menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini

khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena

kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi

yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi

wanita, ini berarti perubahan dari saing ketergantungan

dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama

menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita

lansia yang tidak punya ikatan. Bagi pria, kehilangan

pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta

hubungan sanak famili, keluarga, dan dunia sosial secara

umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak

punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah

tangga, dan seringkali membutuhkan bantuan dalam

menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan

perawatan umum.

Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat

dari meningkatnya kasus bunuh diri dalam kelompok

individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan

92

kasus bunuh diri dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun

jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan dikalangan

populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi

kasus tentang bunuh diri dikalangan kelompok ini

menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri

yang telah terjadi sering terjadi setelah kematian

pasangan hidup (Rushing, 1968).

Studi-studi tentang janda secara konsisten

mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang sulit dan

kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah

dan memiliki peran-peran sosial yang lebih sedikit dari

pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para

janda memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan

terbukti perawatan diri mereka sangat memprihatinkan

dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi

tembakau (Hutchison, 1975). Bild dan Havighurst (1976),

dalam sebuah studi besar tentang lansia di Chicago

Amerika Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan

melunturkan dukungan paling kuat dari lansia, meskipun

anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak

dari mereka yang terisolasi adalah “mereka yang tidak

pernah menikah” dan janda tanpa anak.

Tugas perkembangan yang kelima menyangkut

pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi. Meskipun ada

suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri

dari hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus

93

interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber utama

dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari

aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubungan-hubungan

dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-

saudaranya menjadi lebih penting. Mayoritas lansia di

Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan

sering melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975

; Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu, anggota keluarga

merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial.

Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu

sama lain sejauh mereka mampu.

Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami

keberadaan mereka. Berbicara tentang kehidupan masa lalu

seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review)

merupakan aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas

ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap arti sentral

dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas

perkembangan “tipe kognitif” yang keenam. Hal penting

dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan

kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi

yang sulit dan memberikan pandangan terhadap kejadian-

kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas

hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat

dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).

Masalah-Masalah Kesehatan.

94

Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan

oleh US. Senate Special Committee on Aging, lansia merupakan

pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih dari 4

dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan

kondisi multipel yang lazim diderita oleh lansia. Lansia

merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka

menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan

kesehatan di Amerika Serikat.

Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan

fisik, sumber-sumber finansial yang tidak memadai,

isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya

yang dialami oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan

psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh

karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang

multipel. Pasangan atau individu lansia dalam semua fase

sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase

rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-

fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik,

reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan

(mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan

serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi

kesehatan tetap menjadi hal yang sangat penting,

khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan

cidera, penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan

preventif dan berhenti merokok.

95

Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang

mungkin berkaitan dengan sejumlah masalah termasuk

penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis

adalah masalah kesehatan yang serius, khususnya bila

bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan

penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu

harus menjadi bagian integral dari perawatan kesehatan

keluarga.

Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan

betapa pentingnya pasangan menikah saling menolong satu

sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria,

dan biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit

atau yang tidak berdaya. Dalam kebanyakan kasus, penyakit

bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya,

sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi

terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri sebagai

suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat,

memelihara dan menjadi ibu rumah tangga semata-mata masih

sebagai peran wanita.

Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara

luas dan menimbulkan banyak masalah yang berkaitan dengan

penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada

beberapa lagi).

Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan

yang cocok, rekreasi dan fasilitas perawatan kesehatan

yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status

96

kesehatan lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan

lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat dalam

lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting.

Program-program pemerintah tidak secara adekuat

menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada

masalah-masalah yang menyangkut penggunaan panti

perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang

dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.

Para profesional di bidang kesehatan keluarga dapat

memberikan begitu banyak bantuan tidak langsung dengan

merujuk individu atau pasangan lansia atau individual ke

sumber-sumber komunitas yang sesuai dengan memperbaiki

masalah-masalah mereka. Beberapa sumber-sumber komunitas

ini adalah :

(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi, program-program

pendidikan lanjutan, beberapa pelayanan kesehatan dan

(kadang-kadang) dan pelayanan hukum …; (2) Pelayanan

informasi dan rujukan yang memberikan informasi yang

relevan sebagai respons terhadap panggilan telepon atau

kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah tangga,

meliputi memasak dan membersihkan serta menciptakan

hubungan sosial, pelayanan-pelayanan yang mungkin

beberapa lansia tetap tinggal di rumah mereka sendiri

dari pada harus ditempatkan di institusi … ; (4)

Fasilitas-fasilitas perawatan sehari untuk geriatrik,

dimana lansia mendapat supervisi dan berbagai pelayanan

seharian penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak

97

mampu menggunakan senior centre ; (5) program-program

nutrisi, beberapa program dilakukan dengan mengangkut ke

suatu tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang

lain seperti Meals on Wheels, mengirim makanan kepada lansia

yang tidak bisa berjalan ; (6) program kakek nenek

angkat, sebuah program yang disubsidi pemerintah federal

yang membayar perawatan, tutor, atau bermain dengan anak-

anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia dengan

pendapatan rendah ; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika

disubsidi pemerintah federal yang membantu menyediakan

pelayanan komunitas untuk lansia (Kalish, 1975, hal.

117). (8) pelayanan penanganan kasus.

4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga

Cerai

Salah satu variasi utama dalam siklus kehidupan

keluarga akan kelihatan ketika orangtua bercerai.

Meskipun mayoritas keluarga masih tetap terdiri dari

pasangan-pasangan menikah, salah satu perubahan paling

menonjol yang terjadi lebih dari dua dekade adalah

naiknya perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai

kepala rumah tangga (88 persen keluarga orangtua tunggal

adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak). Dari

tahun 1970 hingga 1984 jumlah keluarga dengan satu

orangtua berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970

menjadi 6,7 juta pada tahun 1984) sementara itu jumlah

pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen (Biro

Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan

hal yang lazim (hampir 50 persen perkawinan diakhiri

98

dengan perceraian) bahwa kejadian tersebut dipandang

sebagai suatu transisi normatif.

Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal melewati

tahap-tahap siklus kehidupan yang sama, dengan

tanggungjawab yang hampir sama seperti keluarga inti

dengan dua orangtua. Perbedaan dasarnya adalah tidak

adanya orangtua kedua untuk melakukan tugas-tugas

keluarga bersama-sama berkenaan dengan dukungan,

pengasuhan anak, persahabatan dan menjadi model peran

jenis kelamin bagi anak-anak. Hill (1986) menerangkan

bahwa “perbedaan pada jalur-jalur perkembangan keluarga

dengan orangtua tunggal dan keluarga dengan dua orang

terutama akan kelihatan bukan pada tahap-tahap yang

dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan lamanya

transisi-transisi kritis yang dialami” .

Carter dan McGoldrick (1988) mengkonseptualisasikan

perceraian sebagai suatu gangguan dan dislokasi siklus

kehidupan keluarga. Perceraian, dengan kehilangan-

kehilangannya dan perubahan-perubahan keanggotaan

keluarga, menciptakan destabilisasi dan ketidakseimbangan

pokok keluarga. Peck dan Manocharian (1988) menekankan

dampak perceraian secara emosional dan fisik terhadap

keluarga. “Perceraian mempengaruhi anggota keluarga

disetiap tingkat generasi seluruh keluarga inti dan

keluarga besar, dengan demikian menghasilkan krisis bagi

99

keluarga secara keseluruhan dan juga setiap individu

dalam keluarga tersebut” .

Mengenai keluarga inti dengan dua orangtua, terdapat

perubahan yang krusial pada peran dan hubungan dan tugas-

tugas perkembangan keluarga yang penting untuk dicapai

agar keluarga cerai dapat bergerak maju (Carter dan

McGoldrick, 1988). Sebagai suatu kekuatan destruktif,

perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas perkembangan

yang dialami oleh keluarga. Setiap tahap siklus kehidupan

berikutnya dipengaruhi pula, sehingga tahap pasca

perceraian perlu dipandang dalam konteks dari tahap itu

sendiri dan konsekuensi cerai.

Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem

keluarga menemukan bahwa diperlukan waktu antara 1 hingga

3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan keluarga

tersebut. Jika sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan

transisi penyerta yang harus dialami dalam rangka untuk

memantapkan kembali, keluarga tersebut akan membentuk

sistem yang lentur yang akan memungkinkan suatu

kesinambungan proses perkembangan keluarga yang normal”

(Peck dan Manocharian, 1988, hal. 335). Carter McGoldrik

membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons (1980)

tentang proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-

keluarga cerai, termasuk proses emosional yang terjadi

secara bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan

keluarga.

100

Untuk menguraikan dampak perceraian pada tahap-tahap

siklus kehidupan keluarga, pertama-tama perlu dikatakan

bahwa dampak tersebut bermacam-macam, tergantung pada

tahap apa keluarga tersebut berada ketika terjadi

perceraian. Faktor-faktor lain juga membuat perbedaan

pada dampak tersebut, seperti faktor suku, sosial dan

ekonomi. Selama tahap pertama perkawinan, perceraian

mempunya sifat menghancurkan yang paling sedikit karena

hanya sedikit orang yang terlibat, sedikit transisi yang

terbentuk dan hanya sedikit ikatan sosial berdasarkan

pasangan suami istri yang terbentuk (Peck dan

Manocharian, 1988). Dampak ini jauh lebih besar pada

tahap ketiga dan keempat dalam keluarga dengan anak usia

prasekolah dan usia sekolah. Malahan, keluarga selama

masa ini memiliki resiko cerai paling tinggi.

Anak-anak kecil adalah yang mula-mula paling

dipengaruhi oleh perceraian orangtua. Anak-anak dapat

mengalami kemunduran dalam perkembangannya, membuat

pengasuhan anak dan pisah orangtua dan anak menjadi

sulit. Bagi ibu, menjadi orangtua tunggal seringkali

sangatlah sulit, karena dialah yang berjuang secara

emosional maupun secara ekonomi. (Status ekonomi setelah

keluarga-keluarga dengan kepala keluarga wanita amat

menurun setelah cerai). Masalah utama yang sering dilihat

adalah bahwa ayah kehilangan rasa keterikatan dengan

anak-anaknya dan/atau kasih sayang ibu kepada anak-anak

101

dan marahnya kepada ayah menyebabkan tidak tempat bagi

ayah. Namun demikian, menjaga hubungan antara ibu-anak

dan ayah-anak merupakan hal yang penting bagi kedua

orangtua dan anak-anak. Namun malangnya, bagi ayah dan

anak, sebagian besar anak-anak sebenarnya kehilangan

kontak dengan ayah mereka setelah cerai. (Hagestad, 1988)

Ketika perceraian menimpa keluarga dengan anak usia

sekolah, dampak jangka panjang perceraian jauh lebih

hebat pada anak usia sekolah. Dalam sebuah penelitian

terungkap bahwa usia enam hingga delapan tahun merupakan

kelompok usia yang mempunyai waktu yang sulit dalam

menyesuaikan terhadap perceraian (Wallerstein dan Kelly,

1980). Anak-anak sudah cukup dewasa ketika mereka

menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak

bisa mengatasi perceraian tersebut secara efektif.

Keluarga dengan anak remaja biasa sudah dalam

keadaan kacau balau, dan perceraian memperburuk masalah

tersebut. Untuk orangtua tunggal, mengasuh remaja

merupakan hal yang sulit. Pengasuhan anak secara bersama-

sama juga merupakan masalah bila remaja mempunyai masalah

menyangkut tingkah laku. Pada mulanya, upaya memperbaiki

masalah tersebut lewat tugas perkembangan dan siklus

kehidupan keluarga, tertunda.

Dalam tahap-tahap siklus kehidupan keluarga

berikutnya anak-anak mungkin kurang terpengaruh bila

102

dibandingkan dengan tahap siklus kehidupan berikutnya

karena mereka sudah lebih dewasa dan lebih mampu untuk

mengatasi dan berfungsi lebih otonom. Akan tetapi dalam

hal perceraian yang terjadi di usia pertengahan, mungkin

anak-anak telah memasuki usia dewasa sehingga menerima

ketergantungan orangtua, khususnya ibu, bila orangtua

berbalik kepada seorang anak untuk meminta dukungan

selama krisis perceraian.

Selama tahap-tahap siklus kehidupan terakhir ini,

perceraian secara khusus benar-benar traumatis bagi

pasangan yang bercerai. Tahun-tahun yang dimiliki

bersama-sama, kenangan-kenangan dan kebiasaan telah

membentuk “identitas pasangan”. Perceraian pada tahun-

tahun berikutnya disamakan seperti kematian seorang

pasangan, kemudian menurut beberapa literatur tentang

perceraian.

5. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan pada Keluarga dengan

Orangtua Tiri.

Perceraian biasanya merupakan keadaan transisi, yang

kemudian diikuti oleh perkawinan kembali. Perkawinan

kembali begitu menonjol dipertengahan tahun 1980-an,

dimana hampir setengah dari seluruh perkawinan merupakan

perkawinan kembali (Biro Servis Amerika Serikat, 1986).

Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri sama-sama

melakukan perkawinan kembali, tapi setelah usia 40 tahun

103

perkawinan kembali secara tidak seimbang merupakan suatu

tradisi bagi pria (Agestad, 1988).

Pada tabel 13 Carter dan McGoldrick, 1988

mengemukakan garis besar perkembangan formasi keluarga

yang kawin kembali – langkah-langkah dalam proses

perkawinan ulang, sikap yang menjadi prasyarat, dan

masalah-masalah perkembangan. Proses promosi keluarga

pada masa transisi hingga perkawinan kembali merupakan

suatu proses yang mengikuti perjuangan dengan rasa cemas

akan investasi dalam suatu perkawinan baru dan sebuah

keluarga baru, menghadapi perselisihan atau reaksi-rekasi

yang mengganggu dari anak-anak, keluarga besar, dari

mantan pasangan ; cemas dengan situasi keluarga baru yang

mendua, perasaan bersalah dan prihatin terhadap

kesejahteraan anak-anak, dan memperbaharui kasih sayang

(negatif maupun positif) terhadap matan suami atau istri.

Perkawinan kembali, sekali lagi karena merupakan proses

tradisional yang distruktif, menghalangi gerakan keluarga

melewati dan menyelesaikan tugas perkembangan keluarga.

Penyesuaian dan integrasi orangtua ini, seperti halnya

penyesuaian terhadap perceraian, tampaknya kebutuhan dua

hingga tiga tahun sebelum struktur yang baru memungkinkan

keluarga bergerak berdasarkan perkembangan (Carter dan

McGoldrick, 1988).

104

Tabel 12 Gangguan-Gangguan Siklus Kehidupan Keluarga oleh

Perceraian, Membutuhkan Langkah-Langkah Tambahan untuk

menstabilkan kembali dan melewati tahap perkembangan.Fase Proses Transisi Emosi

Sikap Yang Menjadi

Prasayarat

Isu-Isu

Perkembangan

1.

2.

3.

Keputusan

untuk

bercerai

Merencanaka

n untuk

mengakhiri

sistem

Pisah

Penerimaan

ketidakmampuan

menyelesaikan

ketegangan-ketegangan

dalam perkawinan

untuk meneruskan

hubungan.

Mendukung rencana-

rencana yang viabel

untuk semua bagian

sistem.

a. Keinginan untuk

melanjutkan

hubungan sebagai

orangtua yang

Penerimaan bagian

milik seseorang

dalam kegagalan

perkawinan

a. Bekerja secara

kooperatif pada

masalah-masalah

tanggungjawab,

kunjungan dan

keuangan.

b. Menghadapi

keluarga besar

dalam hal

perceraian.

a. Bersedih karena

merasa kehilangan

seluruh keluarga.

b. Restrukturisasi

hubungan

105

4.

Perceraian

bersifat

kooperatif dan

memberikan

dukungan keuangan

kepada anak-anak

secara bersama-

sama.

b. Mempengaruhi

resolusi kasih

sayang terhadap

pasangan.

Lebih mempengaruhi

terhadap perceraian

emosional ; mengatasi

perasaan terluka,

amarah, dan perasaan

bersalah, dll

perkawinan dan

hubungan orang

tua anak dan

restrukturisasi

keuangan ;

adaptasi terhadap

hidup pisah.

c. Pembentukan

kembali hubungan

dengan keluarga

besar ; tetap

berhubungan

dengan keluarga

dari pasangan.

a. Bersedih karena

kehilangan

keluarga yang

utuh ;

menghentikan

fantasi untuk

berhubung

kembali.

b. Menarik kembali

harapan, impian-

impian dari

perkawinan.

c. Tetap berhubungan

dengan keluarga

besar.

1. Orangtua Kerelaan untuk tetap a. Membuat jadwal

106

2.

tunggal

(rumah

tangga

kustodial

atau

residen

primer)

Orangtua

tunggal

(nonkustodi

al)

memelihara

tanggungjawab

finansial, terus

melakukan kontak

sebagai orangtua

dengan mantan

pasangan dan

mendukung kontak

anak-anak dengan

mantan pasangan dan

dengan keluarganya.

Kerelaan untuk tetap

menjaga kontak

sebagai orangtua

dengan mantan

pasangan dan

mendukung hubungan

orangtua dengan anak-

anak yang bersifat

melindungi.

kunjungan yang

fleksibel dengan

mantan pasangan

dan keluarganya.

b. Membangun kembali

sumber-sumber

finansial

sendiri.

c. Membangun kembali

jaringan sosial

sendiri.

a. Mencari cara-cara

untu melanjutkan

hubungan sebagai

orangtua yang

efektif dengan

anak-anak.

b. Mempertahankan

tanggungjawab

finansial

terhadap anak-

anak dan mantan

pasangan

c. Membangun

jaringan sosial

sendiri

(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life

Cycle, 2nd ed, New York, Gardner Press, 1988, p.22)

107

Tabel 13. Pembentukan Keluarga Perkawinan Kembali : Garis

Besar PerkembanganLangkah-Langkah Sikap yang menjadi

prasayarat

Isu-Isu

Perkembangan1. Memasuki

hubungan baru

2. Mengkonseptual

isasi dan

merencanakan

perkawinan dan

keluarga baru.

Pulih dari kehilangan

perkawinan pertama

(“perceraian

emosional” yang

adekuat)

Menerima perasaan

takut sendiri dan

rasa takut dari

pasangan dan anak-

anak yang baru akan

perkawinan kembali

dan membentuk sebuah

keluarga tiri.

Menerima bahwa perlu

waktu dan kesabaran

untuk penyesuaian

terhadap kompleksitas

dan ambiguitas dari :

1. Peran baru yang

multipel

2. Batas-batas :

Komitmen terhadap

perkawinan dan

upaya pembentukan

sebuah keluarga

dengan kesiapan

untuk menghadapi

kompleksitas dan

ambiguitas.

a. Mengupayakan

keterbukaan

dalam hubungan-

hubungan baru

untuk

menghindari

hubungan timbal

balik yang

palsu.

b. Rencana

pemeliharaan

kerja sama

finansial dan

hubungan sebagai

orangtua dengan

mantan pasangan.

108

3. Kawin kembali

dan membangun

keluarga

kembali

ruang, waktu,

keanggotaan dan

wewenang.

3. Masalah-masalah

afektif : rasa

bersalah, konflik-

konflik loyalitas

keinginan untuk

melakukan hal yang

bersifat

mutualitas,

perasaan terluka

di masa lalu yang

belum hilang.

Penyelesaian akhir

ikatan kasih dengan

mantan pasangan dan

“keutuhan” keluarga ;

penerimaan model

keluarga yang berbeda

dengan batas-batas

yang permeabel.

c. Rencana untuk

membantu anak-

anak untuk

menghadapi

cemas, konflik-

konflik

loyalitas dan

keanggotaan

dalam dua

sistem.

d. Pembentukan

kembali hubungan

dengan keluarga

besar untuk

memasukkan

pasangan dan

anak-anak yang

baru.

a. Restrukturisasi

batas-batas

keluarga untuk

memungkinkan

memasukkan

pasangan/ orang

tua tiri baru.

b. Pembentukan

hubungan baru

dan pengaturan

keuangan di

seluruh

109

subsistem agar

bisa menciptakan

jalinan beberapa

sistem.

c. Menciptakan

ruang bagi

hubungan semua

anak-anak dengan

orangtua

kandung, kakek-

nenek, dan

keluarga besar

lainya.

d. Berbagi kenang-

kenangan dan

sejarah untuk

memperkokoh

penyatuan

keluarga tiri.

6. Pengaruh Sakit dan Cacat terhadap Tahap-Tahap

Perkembangan Keluarga

Sakit yang serius atau cacat jangka panjang dari

seorang anggota keluarga sangat mempengaruhi keluarga dan

fungsi keluarga, karena prilaku keluarga sangat

mempengaruhi perjalanan dan karakteristik sakit atau

cacat (Bahnson, 1987). Sakit yang serius atau cacat amat

mempengaruhi perkembangan keluarga, dan perkembangan

110

anggota keluarga secara individual, khususnya anggota

yang sakit atau cacat. Seringkali bila keluarga lambat

dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya, interaksi

dari tuntutan lain stressor perkembangan dan

tuntutan/stressor situasi memperburuk dan membebani

keluarga. Stres tambahan yang ditimbulkan oleh kedua

jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi

keluarga, akibatnya penguasaan tugas-tugas perkembangan

terhalang atau terhambat.

Sajauh mana tugas-tugas perkembangan dipengaruhi

tergantung pada beberapa faktor. Sudah tentu yang pertama

adalah tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua adalah

anggota keluarga menjadi sakit serius atau cacat sehingga

menciptakan suatu perbedaan. Beberapa tahap siklus

kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal

perkembangan dan individu-individu tertentu dalam

keluarga lebih terpusat dalam hubungannya dengan tugas-

tugas perkembangan keluarga dari tahap perkembangan

tertentu. Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja,

jika remaja itu menderita cedera serius dan dalam keadaan

tidak mandiri, ini sangat menghambat penguasaan tugas-

tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih

tergantung pada keluarga. Demikian juga dengan tugas

perkembangan uang menangani kebebasan berimbang dengan

rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar

lebih otonom akan terhambat juga. Tantangan bagi keluarga

adalah berupaya untuk memulai lagi memperhatikan tugas-

tugas perkembangan normal secepat mungkin.

111

Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan

mengenai dampak sakit atau cacat terhadap perkembangan

keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal yang

digunakan oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial

yang baik dari keluarga besar dan teman-teman, dan juga

dukungan psikososial dan kesehatan yang kompeten akan

memperbesar pengertian keluarga untuk kembali pada jalur

perkembangan agar lebih cepat.

Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit

yang serius atau cacat, adalah sangat bermanfaat untuk

membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga yang

“ideal” dalam suatu tahap siklus kehidupan yang sesuai

dengan tingkah laku keluarga yang aktual (Friedman,

1987). Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk

mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat

pada keluarga.

C. AREA PENGKAJIAN

Dalam keseluruhan proses pengkajian, berfokus pada

siklus kehidupan keluarga akan mempertinggi pemahaman

112

seorang profesional kesehatan keluarga tentang stress

yang menimpa keluarga dan masalah-masalah keluarga yang

aktual atau potensial. Dalam menyelesaikan bagian

perkembangan dari pengkajian keluarga, area-area yang

dianjurkan adalah sebagai berikut :

1. Tahap perkembangan keluarga saat ini.

2. Sejauhmana keluarga memenuhi tugas-tugas

perkembangan keluarga untuk tahap perkembangan saat

ini. Adalah penting untuk memperhatikan deviasi-

deviasi dari norma, karena deviasi ini dapat menjadi

petunjuk adanya hambatan atau masalah.

3. Riwayat keluarga sejak lahir hingga saat ini

termasuk tugas perkembangan keluarga dan kesehatan

serta kejadian dan pengalaman yang berhubungan

dengan kesehatan (mis, perceraian, kematian,

kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan keluarga.

Beberapa dari informasi ini (perceraian, perkawinan,

kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram

keluarga .

4. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan

keluarga asal, hubungan masa lalu dan kini dengan

kakek-nenek.)

Seperti telah disebutkan sebelumnya pengalaman dan

persepsi keluarga yang umum dan unik, karena mereka

berkembang melewati siklus kehidupan keluarga, harus

dikaji untuk membuat riwayat perkembangan keluarga yang

lebih komprehensif. Riwayat keluarga harus juga meliputi

113

deskripsi tentang keluarga asal orangtua karena jelas

sekali bahwa pengaruh-pengaruh asal generasi terhadap

kehidupan keluarga adalah sangat penting.

Mungkin akan lebih signifikan untuk menggali riwayat

perkembangan keluarga. Adalah penting untuk memastikan

apakah keluarga yang sedang anda tangani terbuka terhadap

ekplorasi masa lalu dan apakah pengumpulan data historis

anda dalam bidang tertentu relevan untuk memahami dan

bekerja dengan keluarga.

Perlu diulangi kembali bahwa data perkembangan data

riwayat keluarga dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit

dengan (1) menanyakan pengalaman-pengalaman dan tugas-

tugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai dan

dirasakan dan (2) menanyakan masalah-masalah atau

pengalaman keluarga yang khusus atau unit. Yang kedua

meliputi perceraian, kematian dalam keluarga itu atau

keluarga besar, pisah karena sakit atau dinas militer,

pengangguran dan lain-lain. Menanyakan orangtua tentang

hubungan mereka di masa lalu dan sekarang dengan

orientasi keluarga mereka dan bagaimana bentuk kehidupan

keluarga besar memberikan perawat keluarga apresiasi dan

pemahaman yang baik tentang orangtua mereka selama tahun-

tahun pertumbuhan mereka.

Untuk menggali riwayat keluarga, Satir (1983)

mengawalinya dengan memberi kesempatan pertama pada

114

orangtua untuk berbicara tentang hubungan perkawinan

mereka, memfokuskan pada hubungan ini karena orangtua

merupakan arsitek keluarga. Satir dan orangtua dengan

anak-anak hadir (jika ada, membahas bidang-bidang berikut

ini :

Pertemuan pertama pasangan, hubungan mereka

sebelum menikah, dan bagaimana mereka memutuskan

untuk menikah.

Halangan-halangan apa saja terhadap perkawinan

mereka. Respons mereka terhadap pergaulan.

Perkawinan tanpa anak, bagaimana mereka membuat

tugas dan peran.

Seperti apa kehidupan dilingkungan di keluarga,

termasuk orientasi keluarga dari kedua orangtua.

Siapa orang lain yang hidup bersama keluarga.

Hubungan dengan para ipar.

Deskripsi tentang orangtua dari masing-masing

pasangan dan hubungan mereka dengan orangtua

tersebut.

Rencana untuk mempunyai anak. Apakah kelahiran

anak-anak direncanakan? Apa dampak dari lahirnya

setiap anak?

Berapa lama anak-anak berkumpul bersama-sama?

Rutinitas keluarga sehari-hari.

Smoyak, (1975), dalam praktik keperawatannya sebagai

ahli terapi keluarga, menekankan pentingnya mengkaji

orientasi respektif keluarga orangtua. Smoyak juga

115

mencari tahu posisi original masing-masing orangtua

dikalangan sanak saudaranya, dengan mengutip konstelasi

keluarga oleh Toman, (1961) yang memperlihatkan bahwa

posisi ini sangat mempengaruhi tipe interaksi dan

hubungan yang tidak dimiliki seseorang, dan juga

perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya, Toman

menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan pertama lebih

cocok untuk jadi pemimpin bagi adik-adiknya, sedangkan

sebaliknya anak-anak bungsu biasanya tidak menjadi

pemimpin yang lain. Satu hal penting dari informasi yang

berhubungan dengan keluarga asal kedua pasangan meliputi

keadaan kesehatan perkawinan pasangan orangtua itu

sendiri. Apakah mereka masih hidup, dalam keadaan baik,

telah menikah, hidup bersama, tinggal berdekatan, atau

secara geografis berjauhan? (Smoyak, 1975).

Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh

gagasan yang lebih baik tentang proses sistim keluarga

dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji sistem keluarga

antar generasi adalah dengan menyusun sebuah genogram.

Genogram adalah sejenis skema genelogis yang menelusuri

sejarah keturunan keluarga. Genogram ini menggunakan

secara luas oleh ahli terapi keluarga, keuntungannya

adalah seseorang dapat mengorganisir sejumlah data yang

besar dan banyak dalam suatu cara yang lebih komprehensif

dan membantu mengungkapkan pola-pola dan tema penting

(Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson

116

(1985). Bab VIII berisi tentang genogram dan petunjuk-

petunjuk untuk membuat pohon keluarga ini.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA

Salah satu tujuan penting dari keperawatan keluarga

adalah membantu keluarga dan anggotanya bergerak ke arah

penyelesaian tugas-tugas perkembangan individu dan

keluarga (Friedman, 1987). Penguasaan satu kumpulan

tugas-tugas perkembangan keluarga memungkinkan keluarga

bergerak maju kearah tahap perkembangan berikutnya. Jika

tugas-tugas perkembangan keluarga tidak dipenuhi maka

akan menghasilkan keluarga yang disfungsional (Mattessich

dan Hill 1987).

Untuk mencapai tujuan ini, perawat keluarga

“membantu keluarga mencapai dan mempertahankan

117

keseimbangan antara keutuhan pertumbuhan pribadi dari

anggota keluarga secara individual dan fungsi keluarga

yang optimum” (kebutuhan perkembangan keluarga) (Divisi

Praktik Keperawatan Kesehatan Ibu dan Anak American

Nurses “Association, (1983) keseimbangan antara individu

dan kelompok tidak dengan mudah dicapai, khususnya selama

tahap-tahap tertentu, yang menciptakan perbedaan bila

terjadi ketidakseimbangan.

Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang

bermasalah, teori perkembangan keluarga membantu para

profesional kesehatan keluarga berpikir tentang kejadian

siklus kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks

dimana masalah-masalah keluarga dan individu terjadi.

Oleh karena itu, memasukkan perspektif perkembangan ke

dalam praktik keperawatan keluarga sangat penting selama

fase diagnostik dan perencanaan.

Juga penting sekali memasukkan perspektif

perkembangan keluarga kedalam praktik keperawatan

keluarga seseorang bila bekerja dengan keluarga yang

sehat. Dengan keluarga yang sehat, bimbingan antisipasi

dan penyuluhan seringkali ditujukan untuk mencapai tujuan

prevensi primer (Bobak et al, 1989). Diagnosa,

perencanaan, dan intervensi keperawatan keluarga harus

mencakup masalah-masalah keluarga yang mungkin dihadapi

keluarga karena perlunya transforamsi struktur keluarga

hingga tugas-tugas perkembangan dapat dicapai. Membantu

118

keluarga mengantisipasi dan melewati transisi normatif

yang berbeda dalam kehidupan keluarga merupakan tujuan

keperawatan keluarga yang paling erat.

Perawat keluarga dan klinisi keluarga lainnya

membantu keluarga dengan morbalitas penyuluhan dan

konseling. Rujukan ke kelompok pendukung sosial, seperti

kelompok untuk orangtua bayi atau lansia yang sakit juga

sangat membantu.

119