12
AL-BANJARL hlm. 1-12 Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 2014 DIALEKTIKA ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA DAI/.M PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM: Kesinambungan dan Interaksi 'W'ardani Fakultas ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin Abstract This article is aimed to describe dialectical relation between Islamic phi- losophy (hikmah) and Islamic religious doctrin (syariah). The tension between two has emerged since declination of rational theology (Mu'tazilite) and since the rise of ortodox theology (Asy'arite). Al-Ghazali, one of prominent scholars of the Asy'arite, has attacked Moslem philoso- phers, such as Ibn Sini. This article has came to the conclusion that in such tension, in which religion and rational thought met, the two nei- ther reached utterly different results, nor yet were they identical, but seemed to run parallel to one another. Kata Kunci: dialektika, h ikmab, sjtari'ah, kesinambungan, interaksi, paralel. Pendahuluan Dalam Fnhl al-Maqdl,Ibn Rusyd meyakinkan bahwa agama (g,ariah) dan filsafat (biknab) tidak bertentangan. Memang, terjadi ketegangan antara kalangan teolog, terutama al-Ghazili dalam Tahifut al-FalAsifah, dan kalangan filosof Islam, terutama kalangan filosof Perifatetik, seperti Ibn Sini. Ketegangan itu tergambar dari ucapan Ibn Rusyd bahwa celaan dari sahabat lebih terasa sakit dari celaan dari musuh, karena menurutnya , agama (;jtari'ah) dan filsafat (hiknah) sebenarnya bersaudara. "Hikmah (filsafat) adalah sahabat sltart'ah (agama) dan saudara sesusuannya(anna al-hikmah hila shdhibat al-yari'ah ua al-ukht al-radhi'ah)", tegasnya.l Ketegangan antarakeduanya terjadi, sebagaimana sejarah mencatat, ketika terjadi interaksi yang sangat intensif antara filsafatdan agama terjadi sejak adanya rambatan "gelombang Hellenisme" (tbe aaae of Heltenism), meminjam istilah William Mont- gomery Watt, peradaban Yunani, Persia, Romawi, dan unsur lain ke dunia Islam pada masa penerjemahan karya-karya Yunani pada era al-Ma'mffn.2 Meski beberapa intelektual muslim, seperti Seyyed Hossein Nasr, menekankan posisi penting al- 1 Ibn Rusyd, Fasbl al-Ma7dlfr MA Bay al-Hikmah ua asySlari'ab min al-Ittisltit (Mesir: Dir al- Ma'Arif, t.th.), h. 67. 'z Lihat William MontgomeryWatt, Islamic Philosopllt and Theologt, an futmded Suruelt (Edinburgh: Edinburgh Universiry Press, 1992), h. 33.

DIALEKTIKA ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA DALAM PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM: KESINAMBUNGAN DAN INTERAKSI

Embed Size (px)

Citation preview

AL-BANJARL hlm. 1-12 Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 2014

DIALEKTIKA ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA DAI/.MPEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM: Kesinambungan dan Interaksi

'W'ardani

Fakultas ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin

AbstractThis article is aimed to describe dialectical relation between Islamic phi-losophy (hikmah) and Islamic religious doctrin (syariah). The tensionbetween two has emerged since declination of rational theology(Mu'tazilite) and since the rise of ortodox theology (Asy'arite). Al-Ghazali,one of prominent scholars of the Asy'arite, has attacked Moslem philoso-phers, such as Ibn Sini. This article has came to the conclusion that insuch tension, in which religion and rational thought met, the two nei-ther reached utterly different results, nor yet were they identical, butseemed to run parallel to one another.

Kata Kunci: dialektika, h ikmab, sjtari'ah, kesinambungan, interaksi,paralel.

PendahuluanDalam Fnhl al-Maqdl,Ibn Rusyd meyakinkan bahwa agama (g,ariah) dan filsafat

(biknab) tidak bertentangan. Memang, terjadi ketegangan antara kalangan teolog,terutama al-Ghazili dalam Tahifut al-FalAsifah, dan kalangan filosof Islam, terutamakalangan filosof Perifatetik, seperti Ibn Sini. Ketegangan itu tergambar dari ucapanIbn Rusyd bahwa celaan dari sahabat lebih terasa sakit dari celaan dari musuh,karena menurutnya , agama (;jtari'ah) dan filsafat (hiknah) sebenarnya bersaudara."Hikmah (filsafat) adalah sahabat sltart'ah (agama) dan saudara sesusuannya(annaal-hikmah hila shdhibat al-yari'ah ua al-ukht al-radhi'ah)", tegasnya.l

Ketegangan antarakeduanya terjadi, sebagaimana sejarah mencatat, ketika terjadiinteraksi yang sangat intensif antara filsafatdan agama terjadi sejak adanya rambatan"gelombang Hellenisme" (tbe aaae of Heltenism), meminjam istilah William Mont-gomery Watt, peradaban Yunani, Persia, Romawi, dan unsur lain ke dunia Islampada masa penerjemahan karya-karya Yunani pada era al-Ma'mffn.2 Meski beberapaintelektual muslim, seperti Seyyed Hossein Nasr, menekankan posisi penting al-

1 Ibn Rusyd, Fasbl al-Ma7dlfr MA Bay al-Hikmah ua asySlari'ab min al-Ittisltit (Mesir: Dir al-Ma'Arif, t.th.), h. 67.

'z Lihat William MontgomeryWatt, Islamic Philosopllt and Theologt, an futmded Suruelt (Edinburgh:Edinburgh Universiry Press, 1992), h. 33.

2 AL-BANJARI Vol. 13, No. l,Januari-Juni2014

Qrr,an dan hadits sebagai sumber dan inspirasi terjadinya interaksi filsafat dan

frr"' Islam,3 F. E. Peteis dengan begitu yakin menyatakan bahwa secara historis

i.-U.arr" antara "ilmu-ilmri keislaman" dan "ilmu-ilmu asing" membuktikan

ierjadinya interaksi tersebut. Pandangan Islam, atau pandangan relatif kecil muslim,

yr"g ,.raiaik dalam kultur asing itu atau Hellenisme, telah menunjukkan bahwa

-.r-.k" adalah pewaris Plato dan Aristoteles'a

Doktrin Islam telah berinteraksi dengan dua proses, yaitu Aristotelianisme

dan Neo-platonisme sebagai dua arus pemikiran besar Yunani' Namun, kedua arus

f..Lir* itu saling -.irp.ngrruhi, yaitu Aristotelianisasi Neo-platonisme dan

i'l--|.-ff"r"nisasi AristotelianiJme. Sebagaimana disebutkan pada pembahasan

sebelumnya, proses pertama lebih terkait dengan level ontologr beings, sedangkan

y..g k.at", p.rrortrn metafisika yang dikaitkan dengan kosmologi's Kenyataan

ini menyebabkan bahwa doktrin Islam, terutama metafisika, tidak lagi "steril" dan

murni bersifat normatifyang dasarnya adalah teks (al-Qrr'an dan hadit$, melainkan

juga bersifat historis a..tgri masuknya pemikiran eksternal, termasuk filsafat'

Fakta historis mencatat bahwa munculnya teologi skolastik di pertengahan

abad ke-l8 merupakan manifestasi semangat baru penelitian yang dimunculkan

karena m"suLrry" filsafat Yunani ke dunia Islam. Munculnya teologi skolastik st'

Thomas Aquinas ltizts-tzz+l dengan teologi naturalnya di dunia Kristen Katolik'

misalnya, merupakan mata rantai yang menghubungkan antafatradisi filsafatYunani

drn tr"iiri pernikiran Islam ke dunia Barat di abad pertengahan. Aquinas

membangurr sistem filsafat dan teologinya melalui komentator-komentator

Aristoteles, Seperti Ibn Rusyd (Averro€s), atau pemikiran Ibn Sini yang di dunia

Latin abad pertengahan ketika itu menjadi bagian pemikiran spekulatif untuk

pembuktian-rasional adanyatuhan dan problernatika hubungan wahyu-rasio atau

filsafat-teologi.6

3 Lihat Selyecl l{osseir.r Nasr, "The Qtr'an and Hadith as source and Inspiration of Islamic

philosophy", Selyed Hossein N"s, dan oliver Leaman (eds.), Hitorl of Istanic Philosopfut (Lon-

don dan Nerv York: Routledge, 199 6), P att I, h' 27 -39'

4 F. E. peters, .,The Greek anisyriac Background", dalam Nasr dan Leaman (eds'), History of

Islamic PhilosoPlry, h. 4041.s yegane Shry.jrn, "The Transmission of Greek Philosophy to the Islamic'W'orld"' dalam Nasr

dan L.rmar, (eds.), Ilistorl of Islamic Philosopbit,h' 93', Tentang p.rnikirrr, Islam ialam hal hubungan antara filsafat dan aiaran agama' terutama

filsafat Averroisme, dan pengaruh terhadap metafisika Kristen abad tengah' telutama pada St'

Thomas Aquinas arfr* up"i, harmonisasi kebenaran wahyu dan rasio atau hubungan filsafat

dan teologi (scientia ,orroi, ith^r, antara lain, J' M' Heald' "Aquinas"' dalam James Hastings

(ed.), EnEctopaertia of Religion antl Ethics(NewYork: charles scribner's sons dan Edinburgh: T'

e< T. Clarck, rszs), vol. t,i. 653;James A. Weiseipl, "ThomasAquinas (Thommaso d'Aquino)",

dalam Mircea nliade (ed.), The. EnEclopaedia of Religioa (New York:.Macmillan Publishing

Company dan London: iollier Macmillan Publshers' 1987)' vol' 14' h' 483485'

Wardani Dialektika antara Filsafat dan Agama 3

situasi Seiarah: Deklinasi reologi Rasional Mu'tazilah dan BangkitnyaTeologi "Moderat" Asy'ariyah

Sebagaimana diketahui, persentuhan intensif Islam dengan filsafat dimulaidari masa penerjemahan karyalcarya Yunani, termasuk dalam bidang flsafat. Puncakdari ketegangan antara keduanya terlihat dari polemik antara al-Ghazirli dan IbnRusyd. Menurut Majid Fakhry apayangdisebut sebagai kemunduran atau deklinasirasionalisme teologi yang mengiringi masa penerjemahan itu adalah reaksi terhadapMu'tazilah sebagai teologi rasional yang dalam kurun waktu seabad setelah *afatnfa'wishil ibn 'Atha ', pencetusnya, pada masa al-Ma'mrin, di mana teologi Mu'tazilahketika itu berkolaborasi dengan kekuasaan politik yang menjadikannya sebagaidoktrin teologis resmi penguasa. Namun, pada masa al-Mutawakkil, afiliasi teologiMu'tazilah dengan kekuasaan telah diruntuhkan oleh kebijakan politik baru.t Begitujuga, sebutan"al-i'ti?dd al-q,hdiri'(teologi versi al-e,idiri), tepatnya teologi seorangkhalifah Abbasiyyah, al-Qfdir Billah Qgr-423 H/ 991-1031 M), yang dialamatkankepada Mu'tazilah pada masa'Abbasiyyah menandai keruntuhan citra aliran teologitersebut di kalangan kaum muslimin ketika itu. Lima prinsip ajaran (al ushfrt al-khamsah) dan pengajaran ilmu kal,im, menurut Muhammad 'Imarah, ketika itudiharamkan, meski afiliasi Mu'tazilah-Syi'ah (zaydiyyah) memperoleh kekuatanpolitis dalam kekuasaan Dinasti Buwayh yang kemudian melahirkan tokoh besarMu'tazilah generasi akhir,'Abd al-JabbAr.8

Meski terjadi afiliasi Mu'tazilah-Syi'ah, secara umum kondisi sosio-kulturaldan politis menunjukkan terjadinya deklinasi rasionalisme teologi. Menurut Fakhrydeklinasi tersebut secara monumental ditandai dengan menguatnya tradisionalismeAhmad ibn Hanbal dalam sistem berpikir teolog yang secara metodologis adalahmu'tazili, yaitu Abri al-Hasan al-Asy'ari (w. 935). Dalam debat yang terkenal dalamiiteratur-literatur kalAm tentang keadilan Tuhan (al-'adl, Diuine justia) antara al-Asy'ari dan al-Jubba'i, terlepas dari validitasnya sebagai historis atau tidak historis,menunjukkan bahwa al-Asy'ari merupakan teolog anti-Mu'tazilah.e Dari beberapaproblema kal,im yang dielaborasi, semisal hubungan perbuatan manusia dankekuasaan Tuhan, sifat-sifarNya, al-Qrr'an (diciptakan atau bukan), dan sebagainya,Fakhry mencatat bahwa signifikansi historis "reformis" al-Asy'ari tidak terletak padaeleborasinya untuk memecahkan problema-problema teologis yang dimunculkanoleh Mu'tazilah. Akan tetapi, keinginan al-Asy'ari untuk mengeksplorasi metodedialektika serta secara ipso facto berikhtiar menelusuri jalan tengah dalam klaim-klaim yang dilakukan oleh kalangan tradisionalis dan anti-rasionalis merupakanhal yang sangat signifikan.Jika posisi teologinya harus diungkapkan dalam formulasi

Majid Fakhry, A Historyt of Islanic Philosopfut (London: Longman dan New york: ColumbiaUniversity Press, 1983), h.203.Muhammad 'Imirah, "Q6dhi al-Qdhih 'Abd al-Jabbar ibn Ahmad al-Hamadzini", dalamMuhammad'Imirah (ed.), Rasd'il al-vdl ua atTauhid (cairo dan Beirut: Dir asy-syur1q,1988), cet. ke-2, h. 26-27.Majid Fakhry, A Historlt of Islamic Philosopfu,h.204.

Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 20144 AL-BANJARI

bild kalfa,sehingga lebih bersifat "agnostik", tentu harus dibedakan antara posisi

;rgtoiiit it*e" ;iAsy' ar^ dengan agnostisistne buta' 10

Meski ..*Uongk' t*llgi ,rlionrl Mu'tazilah, metode knldm a1-Asy ari adalah

b.rrtrrk analogis drri' metod. Mu'tazilah' Akan tetapi, substansi pemikirannya

_...grrkr" iembali tesis-tesis Hanbalian.ll Dengan demikian, menurut Fakhry,

*"L;;; rasionalisme teologi terkait_ erat dengan "substansi" pemikiran, bukan

"metode" berpikir y,t'g Ji'lt"pkan' karena apayangdisebutnya sebagai deklinasi

rasionalisme teologi ,J"r"rt kebangkitan Asy'arilyah yang substansi pemikirannya

,,neo_Hanbalirn,, y^if iur,.ru dlberikan pendasaran rasional dengan metode

Mu'tazilah.situasi seiarah seperti diuraikan di atas menjadi situasi yang menjadikan

dialektika antara nfrriit arn ^gamaberjalan

semakin rumit' Bangkitnya kalangan

;;6; menandai kuatnya kelompok "peniaga agama" 'yang mmomentumnya

adalah munculnya pa,, tokoir-tokohnya yang tidak hanla ahli dalam bidang agama'

melainkan juga terdidik dalam filsafat, ,ep.iti a1-Ghaz1li dan Fakhr al-Din al-RAzi'

Mereka layaknya "p;;;; jalan tengah"- dalam konteks ketegangan filsafat dan

doktrin.

Hubungan Dialektis Filsafat dan Ajaran Agama

MenurutFaz|urRahman,memangterl"diketeganganantarafilsafatdenganagama.sebagai ."r;;;,;;ri teori metadsikzl dan epistemologi Yunani, para filosof

Islammeng.-Urngt""idt""t""gdualisrieyangradikalantarabadandanrohyang menjadi bagia; dari sistem filsafat semisal al-FArAbi (w' 339 H/950 M) dan

Ibn sinA (370428 H/g8O-1037 M) tentang kekekalan roh setelah mati' Filsafat Ibn

Rusyd (w. 594 A1 isarurl """te roh lebih mendekati ortodoksi dibanding filsafat'

Kritik sistematis *Ciiati 1r. irtt M) dalam Tabdfut al-Falasifub (Inkoherensi

pemikiran para Filosof) t.rrr"Jp model pemikiran tersebut, seperti kritiknya terhadap

ide kekekalan alam d.rrgrn menrrniuLkan paradoks-paradoks di dalamnya serta

kekeliruan filsafat, l-n.ruirk* contoh yang paling representatiftentang ketegangan

sekaligus telah terjadirry" i"tt'"L'i filsafat dan agama' Ketegangan tersebut' menurut

Rahman, t.trt, -.rrg"l,tt"' pt"o'lan fundame"tal tentattg kebenaran: apakah ada

pluralisme L.b.n"ran (filsafat dan agama) atau hanya rno"11Tt kebenaran'12 Sama

dengan tanggapan Kantt, terhadap i.egagal"r, argumen rasional spekulatif filsafat

tentang eksistensi ,.,fr"" ("rgun'.r, oniologir, kosmologis, dan teleologis) di mana

r0 Majid Fakhry, A History of Islanic Philosopful h' 208'

" M;jid Fakhry, A Historyt of Islamic Philosopfu' h-' 207 'tz FazfurRahman, trh*(inio,go d"r, Lo'ior,: University of chicago Press, 1979), h. LL7-t20'

13 Tentang kritik Kant "rr]riro

r.orgalan filsafat (argumen ontologis, kosmologis' dan teleologis)

membuktikan adanya tut ir, ,lL bagaimana dsafat memberikan ruang bagi iman (baca:

dogma),lihat,antara|^in,Imma,oel-rant,RetigtonuithintheLimitsofReasonAlone'tafis.Theodore M. Greene d* H;y, H. Hudson (Newyork Harper Torchbooks, 1999). Lihat juga

pentantarTheodoret't.C"tntdanHoyrH'Hudson"'TheHistoricalContextandReligious'Sig;ifi."n.. of Kant's Religion" dalam buku tersebut'

'lfardaniDialektika antara Filsafat dan Agama 5

ditemukan sejumlah antinomi (kontradiksi antarargumen yang statusnya sama-sama kuat) bahwa para filosof telah melakukan pilihan untuk percaya, Rahmanmengan$Sap para filosof cenderung kepada kebenaran monistik (kebenaran doktrin)sebagai kebenaran final. Tesis penting Rahman untuk menemukan harmonisasiantar^ kedua kebenaran tersebut adalah bahwa "kebenaran agamasebenarnya adalahkebenaran filosofis, tetapi menyatakan dirinya dalam simbol-simbol imaginati{,bukan dalam rumusan-rumusan rasional yang telanjang saja..." Rahman dalamkonteks itu mengistilahkan agama sebagai "filsafat massa" (phitwophjt of masse).,aImplikasi pandangan itu adalah bahwa pada level apa pun, suatu sistem teology'metafisika memiliki sisi rasionalitas.

Ada dua kemungkinan yang terjadi, menurut Rahman, dari ketegan gan (ten-sion) fiIsafatdan agama. Pertama, agama tetap melanjutkan spekulasi filosofis, meskimendapat tekanan ortodoksi dengan menyediakan medium heterodoksi,sebagaimanayang dilakukan sufisme filosofis. Kedua, dogma tetap bekerja dalamsistem ortodoksinya sehingga memunculk an kal,im sebagai bangunan pemikiran(body of thoagbt) yang sistematis yang meliputi epistemologi dan metafisika, seperti"ortodoksi" filosoFteolog Fakr ad-Din ar-Rizi(w. 606 H/ L209).ts Kedua penyikapantersebut barangkali oleh Rahman dikatakan sebagai pengaruh filsafat terhadappemikiran Islam melalui "penyerapan" (absorption) dan "reaksi" atau-meminjamistilah Fadlou Shahedina dalam Arabic Philosopfui and Wat: Continuity and Interac-tionl6 melalui dua proses sekaligus-yaitu: (1) proses adopsi elemen-elemen kulturlain dan Q) pada saat yang sama terjadi proses seleksi atau adaftasi kultur luartersebut dengan nilai-nilai kultur internal. Dengan demikian, terjadinya keteganganantara kebudayaan Islam dan Yunani seperti terlihat dalam debat logika-bahasaMatti (870-940) dan as-Sirifi (893-979) atau ketegangan antarafakafah dan kal,inversi al-Ghaz?li dan Ibn Rusyd. Trilogi karya alGhazili,Maqdshid at FaLisfah, Tahdfutal-Fal,4sifuh, dan manual logika Aristoteles, Mi'ydr al-'Ilm, menggambarkanpertarungan filsafat dan agama. Al-GhazAli menarik pembedaan antara ilmu-ilmufilsafat, seperti logika, dan ilmu-ilmu keagamaan, seperti metafisika, di mana terjadikekeliruan para filosof. Tiga nama yang disebutnya secara khusus adalah fuistoteles,al-FArAbi, dan Ibn SinA. Kritik al-Ghaz6'1i sebenarnya ditujukan secara langsungkepada Muslim Neo-platonis dan kepada Aristoteles secara tidak langsung. DalamTah,ifut al-Falhfab, al4hazili menganggap ada 16 persoalan metafisis dan 4 persoalanfisika yang mengancam keimanan, di antaranya: keabadian alam semesta,pengetahuan Tuhan tentang hal-hal yang universal saja, dan penolakan kebangkitanjasmani. Meskipun demikian, kritik a|-Ghazi'li terhadap fal,isifuh yangdimunculkannya kembali dalam otobiografi nya, al-Munqidz nin adh-Dhaldl,diarahkan kepada argumen mereka yang dianggap "berjalan miring", bukan karena

Lo Fazlur Rahman, Iskm,h. l2Ll2l.'s Fazlur Rahman, Islam, h. l2l.15Fadlou Shahedina, dalam Theresa-Anne Druart (ed.),Arabic Phitwopfut and tbe Vbst: Continaigt

and Interaction fl(rashington: Georgetown University, 1988), h.25.

mereka dianggap "tidak Islami". Al-Ghazxli menyatakan, sebagaimana dikutip oliver

Leaman, sebagai berikut:

Itisthemetaphysicalsciencesthatmostofthephilosophers,errorsarefound. Owingio the fact that they could not carry out apodiectic demon-

stration according to the conditions they had postulated in logic, they dif-

fered a great deal i'bout metaphysical questions. Aristotle's doctrine on these

matters, as transmitted by ai-rarabi and Ibn Sina, approximates the teach-

ings of the Islamic philosophers'17

Pada persoalan-persoalan metafisikalah di mana sebagian besar kekeliruan

prru iilorof diiemukan' Karena mereka tidak mampu menunjukkan

demonstrasiargumenyangjelaskebenarannyasesuaidengansyarat.syaratyang mereka tetlpkan dalam logika, mereka banyak berbeda pendapat tentang

persoalan-p..ro"lrn metafisika. Doktrin Aristoteles tentang persoalan-

p.rro"l.. ini, sebagaimana diterima oleh al-Firabi dan Ibn Sina' mendekati

ajaran-alaran Para filosof Islam'

Dalam persoalan keabadian alam semesta, titik-tolak pendekatan al-GhazAli

terhadapfaldsfah adalahmenjelaskan betapa sulitnya untuk merekonsiliasikan ^ntara

drrrr-d"J", p"ndrngrt sentral mereka tentang Tuhan d,an-fufa dengan konsep

Islam,18 atau antarafilsafat dan dogma. Meski mengkritik filsafat dari fondasinya'

karya'nya,Maqdshid al-Faldsfab,yanimenjelaskan ide-ide pokokfakafal memberikan

t.r"r, i"i, skolastisism. t<riri* blh*" al-Ghaz?li sendiri adalah seorangfaylasitfie

Jika kesan tersebut benar, ketika melakukan reaksi atau adaftasi filsafat dengan

iogrrrr, al6haz;rli dengan sistem berpikirnya telah mengadposi atau menyerap

elemen_elemen filsafat. Dalam upayanya membantah ide yang mengukuhkan

keberadaan ,ur,u .n",.riyangrb"di,-"I-Ghazali, misalnya, menyatakan bahwa ada

tigaaspekpokok.lal"m,.tiup"p.,ubahanapapun:lapisan-d.as.ar(substratum),bentuk(ir*),a^iUetiadaanf kekuranian (priaation). Substratum adalah subyek yang berubah,

form''adalah tujuan di mana-p.trrb"h"tt tersebut diarahkan, sedangkan priaation

menunjukkan bahwa bentuk terdahulu tidak ada lagi pada awal perubahan terjadi'20

Dengan pendasaran rasional tentang perubahan tersebut, bukan pendekatan tekstual-

,,orri.tii terjadi interaksi seca.a int!*al dalam kesadaan al6haz1liantarapemikiran

spekulatif dan doktrinal sekaligus. Meskipun demikian, kritik al-GhazAli tersebut

tirhadap filsafat telah mengakib]tkan hamfir kelumpuhan total pemikiran spekulatif

di dunia Islam. pada krirun sesudahnya, ahl al-hadits menemukan ungkapan

6 AL-BANJARI Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 20t4

17 Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Phitosopfu (Cambridge Cambridge Univer-

sity Press, 1985), h' 38.18 Oliver Leaman,An Introduction,h' 40'1e oliver Leaman,An Introduction,h. 40. Menurut penjelasan Maj d Fakhry- Maqishid al-Fal'istfah'

telah diterjemahkan ke bahasa Latin versi Dominicus Gundissalinus , Logica et PhilosophiaAlgazlis

Arabis,dan menimburr.," t.'.n yang keliru bagi para tokoh skolastik abad ke-13 bahwa al.

Ghazili adalah seorang N.o-plrtonisLodel Ibn Sina. Lihat Majid Fakhry,A Historl of Iskmic

Philosophl, h.221-222.20 Oliver Leaman,An Introduction, h' 52'

\tr7ardani Dialektika antara Filsafat dan Agama 7

monumentalnya dalam abad ke-8 H/ 14 M melalui karya Ibn Taimiyyah,Muzu,ifa4atSbarih al-Ma'qitl li Shabih al-Manqfr[2r yang mengkritik keras tesis-tesis para filosofdan teolog rasional. Karya tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadappembentukan pemikiran Islam pada abad-abad berikutnya. Universitas al-Azharmengeluarkan filsafat dari kurikulumnya, kecuali setelah melalui modernisasiJamAlad-Din al-AfghAni dan Muhammad'Abduh.22

Perkembangan Pemikiran "spekulatif' KaldmPemikiran "spekulatif'23 sebenarnya bersentuhan secara intensif dengan

Mu'tazilah sebagai teolog rasional dan para pemikir bebas Islam (thefru thinkers ofklam). Karena interJ<oneksi dalam sejarah teologi Islam antara Mu'tazilah danAsy'ariyyah, maka yang terakhir ini juga mengembangkan basis rasional pada leveltertentu bagi sistem teologinya. Atas dasar ini, beberapa aspek spekulasi kalimAsy'ariyyah, al-Asy'ari dalam teologinya, sebagaimana dikemukakan, memiliki peranpenting dalam sejarah dalam hal penanganan isu kaldm dan penangananmetodologisnya.

Abt Bakr al-BAqillAni (w. 1013 M) merupakan salah satu tokoh Asy'ariyyahgenerasi kedua. Menurut Fakhry, kontribusi menonjol al-BAqillAni bagiperkembangan Asy'ariyyah adalah kontribusi metode kaldmnyayang dalam ahTamhfdikemukakannya penjelasan sistematis panangan Asy'ariyyah dan kerangkametafisikanya. Sebagaimanaal-GhazAli, terutama dalam al-Mustashfd,'Abd al-QShiral-BaghdAdi, terurama dalam Kit,4b tJsh:ilt ad-Din, dan 'Adhud ad-Din al-iji dalam atMau,ilqtf fi 'llm al-Kaldm, sebagai pendasaran epistemologis bagi metafisika,2a al-BAqillAni juga pada awal at-Tamhidnya memberikan pendasaran epistemologi bagi

2rAgaknya adanya kesulitan untuk memastikan bahwa Ibn Taimiyyah dengan beberapa karyanyayang lain, Naqdh al-Mantlti4 dan ar-Radd 'ald al-Manthiqilryin, benar-benar menyingkirkanpemikiran rasional-spekulatif dalam sistem berpikirnya, karena sebagaimana tampak dalamkaryanya, al-Muadfaqah, pada karya-k aryanyayanglain, Dar' Ta'drudh al-Aql ua an-Naql, adakemungkinan bahwa Ibn Taimiyyah berikhtiar menelusuri jalan tengah denganmerekonsiliasikan antara 'a4l (spekulasi) dan naql (teks atau na:h), meski sangat mungkinbahwa karya terakhir ini merupakan bentuk apologinya tentang "rasionalitas" naql. KesanFazlur Rahm an (klan, h. 123) di atas barangkali bertolak dari dikotomisasi ketatnya antaratradisionalis (abl al-hadits) yang sistem berpikirnya tekstual-normatif dan rasionalis (ahl ar-ra'yl yang berpikir secara spekulatif.

22 Fazlur Rahman, Islam, h. 40.23 Pemikiran "spekulatif' kal,im agaknya merupakan nalar rasional terhadap teks, sehingga

kebenaran rasional harus tidak bertentangan dengan kebenaran tekstual. Ketika menjelaskan'ilm (ilmu) dalam pandangan Mu'tazilah, Marie Bernand menyatakan bahwa 'ilm, menurutmereka, bukan suatu pencarian abstrak yang mengijinkan petualangan spekulatif murni,melainkan penggalian terhadap suatu petunjuk yang jelas (dalil) dengan menggunakan nalar(...1e 'ilm, pour Mu'tazilite, n'est pas la recherche d'une v6rit6 abstraite permettann I'aventurepurement sp6culative, il est l'exploitation pa la raison d'un indice probant...). Lihat Machasin,"Epistemologi 'Abd al-Jabbnr bin Ahmad al-Hamadzani", al-Jami'ah: Journal of Islanic Studies(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1991), nomor 45,h.44.

2a Diskusi tentang "ilmu" (atau pendasaran epistemologi$ bagi keyakinan tampaknya dianggapmerupakan bagian bahasan yang sangat penting dan mendasar dalam karya-karya kalim abad

8 AL-BANJARI Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 2014

metafisika Asy'ariyyah. Ilmu, menurut definisi al-BiqillAni, adalah "pengetahuan

tentang obyek berdasarkan realitas obyektifnya". Sebagaimana diskusi yang

berkembang di kalangan mutakallimiln tentang wuifrd, obyek pengetahuan,

menurutnya, mencakup obyek yang ada (maujild) dan yang tidak ada (na'ditm).

Berbeda dengan Mu'tazilah, kalangan Asy'ariyyah menganggap bahwa ma'dfim adalah

satu hal, yang sering diformulasikan dengan sjtai'iiptat al-ma'dftrn. Al-Biqillinimengkategorikan ilmu menjadi dua: pengetahuan manusia yang bersifat temporal

dan pengetahuan Tuhan yang bersifat abadi. Pengetahuan temporal manusia

dikalsifikasikan menjadi pengetahuan rasional dan pengetahuan otoritatif, suatu

klasifikasi yang semula dikemukakan oleh Mu'tazilah dan diadopsi oleh aliran

teologi lain.25

Salah satu bentuk spekulasi kaldm klasik adalah pembuktian adanya Tuhan

melalui teori yang sering dikenal sebagai atomisme. Menurut Fakhry atomisme

muncul sebelum munculnya Asy'ariyyah, meskipun Ibn Khaldrin menyatakan bahwa

al-BAqillAni memperkenalkan premis-premis rasional yang mendasari argumen atau

teori, seperti eksistensi atom. Dalam karya skisme dan heresiografi paling awal,

Maq,ilht al,lsldmlgttn oleh al-Asy'ari, dikemukakan bahwa atomisme meniadi mapan

dalam lingkungan teologis pada pertengahan abad ke-9. DhirAr ibn 'Amr yang

semasa dengan WAshil ibn 'AthA' telah memperkenalkan Cualisme antara substansi

dan aksiden. Pada abad ke-9, teori atomisme kal,im mulai mengambil bentuk final.

Berdasarkan penjelasan al-Asy'ari, dapat disimpulkan bahwa Abri al-Hudzayl al-

'Allaf (w. 8aI/8a9), al-IskAfi (w. 85a/855), al-JubbA'i (w. 915), Mu'ammar, HisyAm

al-Fuwathi, dan'AbbAd ibn SulaymAn menerima atomisme dalam bentuk berbeda.

Spekulasi metafisis tentang substansi dan aksiden yang semula dikembangkan

Mu'tazilah tersebut diadopsi dengan beberapa modifikasi oleh tokoh-tokoh teologi

post-Mu'tazilah. Bagaimana pun, ide Aristotelian tetap menjadi dominan dalam

atomisme tentang substansi-aksiden atau nlatter andform tersebut 26

pertengahan, baik Mu'tazilah maupun Asy'ariyyah. Begitu juga karya-karya kal,im hampir

tidak mengabsenkan bahasan tentang kritik terhadap sofisme (silfisthd'i1ryah) dalam bentuk

nihilisme ('inndilgtah),skeptisisme (ahl asyyakk),maupun relativisme ('indiylah, nhhdb at'tajihaL).

Untuk menyebut sebagai contoh saja, 'Abd al-JabbAr dari Mu'tazilah menulis satu volume

tersendiri (XII tentang a n-nazhar ua al-ma'drfl dari karyanya , al'Mughnifi Abwhb atTauhid wa

at-Adt (Cairo: ai-Mu 'assasat al-Mishrilyah li at-Ta'lif w at-Tarjamah wa al-InbA' wa an-Nasyy'

Wtzirat ats-TsaqXfah wa al-Irsyid al-Qwmi, 1965), Abt 'Ali menulis Na4dh al-Ma'rifuh, dan

Abir Hirits al-Muhisibi menulis Risdlah fi Md'i1yat al-A7l (dalam al-Qftili, Kitdb al'A4l ua

Fahm at-fur 'in.Tentat'ry epistemologi al-Baghdidi, lihat A. J. W'ensinck, The Muslim Crud: Its

Genesis and Historical Deoelopment (NewYork: Oriental Books Reprint Corporation, 1979),h.

251-264.Tentang perbandingan antara al-Bahdidi, as-San0si, dan al-Ghazili, lihat Louis Gardet

dan M. M. Anawati, Introduction d la Thiotogi| Musulmane: Esai de Thlologi| Comparie (Patis:

Librairie Philosophique J. Vrin, 1981), h. 381-383, atau pada bab II tentang "Sources de la

Connaisance et Travail Th6ologique" (h.374 ff)'

'zs Majid Fakhry, A Historlt, h. 210-211.

'z6 Maiid Fakhry, A Historl, h. 213-21'4.

\Vardani Dialektika antara Filsafat dan Agama g

KaLim ortodoks juga menerima doktrin filsafat tentang being niscajta (neassarybeing) dan "tergantung" (contingent being), atau dalam istilah Ibn SinA

-antara udjib

al uujrtd dan mumkin al-uujild, suatu isu metafisis yang mempengaruhi ,.oiogskolastik Kristen, semisal St. Thomas Aquinas. Meski demikian, pembJ"an obyekti?filsafat antara esensi dan eksistensi ditolak. Ibn SinA memaknai being secaraunivokal,di mana makna yang sama diterapkan pada Tuhan dan alal s.m.s ta yangmengandung ide patheisme, tapi ditolak oleh kaldm ortodoks. Being menurut kat,iiortodoks, adalah ekuivokal. Akhirnya, para teolog pada level-level tertentumengembangkan pemikiran spekulatifyang oleh Rahman disebut sebagai "metafisikakaldm", tapi tidak mengangkat filsafat di atas "super-science" kAldm,z7 atau tidakmelampaui batas nalar teks-teks keagamaan. Dengan ungkapan lain, dimensi nalarburhdni (diskursif demonstratif) kal,im "mengabdi" pada, atau berada dalamlingkungan, nalar bajtini (nalar terhadap "teks" [sebagai teks suci atau pemikiranulama terdahulu yang diperlakukan sebagai "teks"1;.rt

Agama (Sufisme) Filosofis: Tradisi "Baru" FilsafatFazlur Rahman mencatat perkembangan pemikiran spekulatif pasca-al-GhazAli

dengan karakteristik khusus yang diistilahkannya dengan "filsafat keagamaan murni"(pure religioas pbilwoplry) atau "agama filosofis" (phitonphic religion). perkembanganbaru tradisi filsafat tersebut diawali oleh filsafat illuminasi Syihab ad-Din as-Suhrawardi (w. 587 / 11,9 1) yangdipengaruhi oleh Ibn al-'Arabi. Tradisi baru tersebutbertolak dari dasar naturalis dan rasional, tapi berupaya membangun pandangandunia (uorld aieu) yangjelas sekali adalah religius. Shadr ad-Din asy-SyiiAzi ltrrtultaShadra) (w. 1050 H/r640 M) dalam aMsfir aMrba'ab mengembangkan secara finalide tentang illuminasi tersebut.2e

Mengapa Rahman menyebut gerakan baru pemikiran tersebut sebagai "agama"?Agaknya, sebagai suatu doktrin yang ingin "menjembatani" sekat-sekat doktrinalmetafisika kal4m yang berpusat pada teks dan metafisika filsafat yang rasional,sufisme filosofis yang disebut Rahman "agamafilsafat" membangun sistem ajaranmetafisika yang sangat berbeda dengan knl,4m, filsafat, maupun sufisme konvensional.sistem ajaran yang sangat berbeda itulah yang membentuk suatu "agama", yaitusuatu pendasaran sistematis yang diklaim sebagai logis-rasional (filsafat) daneksperensial (dialami secara subyektif sebagaimana dalam sufisme umumnya).Bahkan, dengan pandangan reformisnya terhadap sufisme, Rahman dalam IslanicMetbodologt in History, melihat sufisme filosofis yang mengambil bentuk gerakanpopular religion sejak abad ke-16-r7 M (abad ke-12-L3 dalam era Kristen) dalammembangun sistem alaranmelampaui agama.Ia menyebut sufisme seperti itu tidak

z?Fazlur Rahman, Islam,h. 122.E Lihat penjelasan lebih lanjut dalam Muhammad 'Abid

"l-;abiti , Bunyat al- Aql al-Zrabi: Dirrisah

Tahlilfuiah Naqdiylah li Nuzhum at-Ma'rfahfi ats-Tiaq,ilfat at-Vrabilyah (Beirut: al-Markaz ats-TsaqAfi al-'Arabi, 1993), h. 383 ff.

eFazlur Rahman, Islam,h. 123-124.

10 AL-BANJARI Vol. 13, No. 1, Januari-Juni 20L4

hanya sebagai "agamadalam agama,melainkan ag ma di atas agama" (not on[t as a

religion *lthin ,itigi*, bm as ) religion aboue religioz).3' Sufisme filosofis tersebut

dikatakan ingin rnenjembatani pola pikir filsafat dan kaldm, meski dalam faktanya

sistem yr.,g dibrr,gunnya tetaf saja tidak bisa menghindari terjadinya benturan'

As-suhrawardi dengan dua ajarannya, emanasi (foMh) dan gradasi wujud (mar'itib

al-aujfrd),membantah tesis Ibn Sina tentang pembedaan antara esensi dan eksistensi,

f.rrr[.arrn para filosof antaratuhan dan manusia, dan menafikan "kemungkinan"

icontingenE)ian "kenisc ayaan" yang dianggap subyektif dan merupakan konstruksi

mental murni.31

Dengan munculnya tradisi "baru" gerakan tersebut, filsafat Islam tidak mati

dengan serangan ortodoksi al-Ghazirli, sebagaimana ditunjukkan oleh kesarjanaan

Barat. Keputusan mata rantai intelektualitas di dunia muslim sunni dihubungkan

oleh tradisi filsafat Islam syi'ah hingga abad ke-11 H/ 17 M dan 12 H/ 18 M'32

selyed Hossein Nasr menc"tat hilangnya mata rantai tradisi filsafat yang kondusif

di persia, ketika di dunia muslim Sunni mengalami kemandegan keilmuan dalam

p.,,p.ktif kajian-kajian Barat, disebabkan oleh kajan yang berkutat pada teks-teks

Arab, bukan Persia, tenta.rg ,.1rrrh pemikiran Islam.33 Muhammad 'Abid "l-;abiti

p.rrr"h mengkritik penulis-an sejarah pemikiran Islam yang cenderung melupakan

p.r"r Syi'"lr-dalam kebangkitan intelektualitas Islam sebagai sentralitas Eropa (al'

*orkarijryat aMurfibijryahio ^t^u

hegemoni politis dalam penllisan sejarah yang

-.*.riin"lisasikan S"f'rh'de.rgarr,r.diri filsafat "baru" tersebut'3s Menurut Rahman'

L"r.rr" -p.rr.ntuhannya

dengan-mistisisme, tradisi "baru" filsafat tersebut merupakan

p.rub"i"t r..rrr.rdiLrl daii,rp"ya rasional untuk memahami realitas secara obyektif

L. .rp"y, spiritual untuk hidup secara harmonis dengan realitas tersebut.

r0 Meski menyebut adanya bagian dari sufisme yang menjadi sistem keaS-amaan tersendiri setelah

meniadi g.rrkr.t popularuit;gion' Rahman iuga mengakui bahwa sufisme sebagai kehidupan

spiriiual ia"t"f, f.i.i, kar.na?alam perkembangan awalnya, sufisme merupakan bentuk protes

,...r, *orrl-spiritual terhadap p.ik.-brrrgrn politis-doktrinal tertentu. Perkembangan di

abad ke-2, misalnya, yrrrg dit",td.i dengan munculnya asketisme yang dihubungkan dengan

nama Hasan al-Bashri adllah bentuk protes moral atas kondisi yang ada. Tidak ada yang salah

dengan ajaran tentang tanggung-ialil"b untuk melakukan perbaikan moral tersebut iika

dihibungkan d.rrgrri .i.t-t" tt-q'r'an' Namun' sayangnya' gerakan tersebut segera

*.nu'j,rikrn gejali_gelala reaksi2aig ekstrem yang ingin menegasikan dunia. Ide ini, tentu

saja, tegas Rahlan, tiiak didukurrg ol.h al-Qrr'an. Fazlur Rahman, Islamic Methodolog in

i;rnr1,"(New Delhi: Adam Publishers & Distributors,1994)' h' 106-107'

'1 Fazlur Rahman, Islamic Methodolog,h' 124'32Fazlur Rahman, Islamic Methodologt,h' 126'33 Seyyed Hossein Nasr, TDa Istanic Inultectual Tradition in Persia, edited by Mehdi Amin Razavi'

(ireat Britain/ New Delhi: Curzon Press, 1996), h' 47'

'M;;;;;-lalia .t-laul ri, Takutn at-Aqt at-vrabi (Beirut: al-Markaz ats-Tsaqiff al-'Arabi,

rget),h. 162.., M;;*;;a ;auia al-Jnbiri, Takuia h. 56. Katanya, "Teks-teks seiarah tidak diungkapkan

sehubungan dengan toaintasi ilmu di kalangan syi'ah (taqad sakata an-nash 'an tadutn al''ilm

ladal ag-Sj,i'ah).

\Vardani Dialektika antara Filsafat dan Agama 11

SimpulanDalam konteks problematika kebenaran sebagai akibat persentuhan filsafat

dan agama antara monisme kebenaran atau pluralisme kebenaran, Rahmanmenyatakan bahwa secara logis, pluralisme kebenaran adalah sesuatu yang tidakmungkin. oleh karena itu, para filosof Islam, akhirnya, tetap akan jatuh padapilihan pertama (kebenaran doktrinal agama). secara implisit, Rahman inginmengatakan bahwa pemikiran spekulatif muslim, karena kungkungan bingkaiteologis, hanya akan menjadi rasionalisasi dan pembenaran bagi keyakinan yangestablished sebelumnya. Pada level yang paling dasar pun, ide-ide filosofis ditemukan,seperti yang diistilahkannya denganpbilosopltjt of massa, kendati "dibungkus" olehsimbol imaginatif, Apa yang disebut sebagai "filsafat massa" dapat kita jelaskansebagai berikut. Pertama, sesuai dengan proyeknya tentang kritik pendekatan historisatas pendekatan normati{, ia ingin memberikan fondasi rasional filosofis yang kukuhbagi setiap pemikiran keagamaan yang sesuntguhnya menjadi bagian dari produksejarah, kultur, atau pemikiranyangterkait dengan ruang dan waktu, harus dilihatsebagai sistem keagamaan yang terbuka untuk dikritik. Kedua, istilah tersebutberkaitan dengan hubungan filsafat dengan agama.Menurutnya, filsafat dan agamamerespon persoalan-persoalan yang sama, menyikapi fakta-fakta yang sama dengancaru yang sama. Oleh karena itu, menurutnya, Rasul sebenarnya adalah seorangfilosof. Akan tetapi, karena sasaran misi kerasulan bukanlah elit intelektual,melainkan massa atau manusia dengan level pemahaman yang beragam yang tidakbisa memahami kebenaran filosofis, maka wahyu diturunkan sesuai dengan keperluanmereka dan sesuai dengan taraf kemampuan intelektual mereka. Pada pemikirankeagamaan para filosof semisal Ibn SinA, "batas-batas antara pemikiran keagamaandan rasional bertemu, keduanya tidak memberi reaksi yang seluruhnya berbeda,tidak juga identik, tapi berjalan secara paralel antara satu dengan yang lainnya".36

Daftar Pustaka'Abd al-Jabbdr. al-Mughni fi Abudb at-Tauhid ua al-7d1. Cairo: al-Mu'assasat al-

Mishriyyah li at-Ta'lif w at-Tar jamah wa al-Inbi' wa an-Nasyr/ WizArat ats-TsaqAfah wa al-irsyAd al-QLwmi, L955. YoL XII tentang an-nazbar wa al-ma',irif.

Fazlur Rahman. Islam. Chicago dan London: University of Chicago Press, 1979.

. klarnic Methodolog in History. New Delhi: Adam Publishers & Dis-tributors, 1994.

Gardet, Louis dan M. M. Anawati. Introduction d la Tb6ologt6 Musulnane: Esai de

Tlt6ologi6 Comparle. Paris: Librairie Philosophique J. Vrin, 1981.

Heald, J. M. "Aquinas". Dalam James Hastings (ed.). EnEdopaedia of Retigion andEthics. New York: Charles Scribner's Sons dan Edinburgh: T. t T. Clarck,1925. vol. I.

3' F azlur Rahm an, Is lam i c M e t h odo logt, h. L 19 -120.

t2 AL-BANJARI Vol. 13, No. l,Januari-Juni2014

Ibn Rusyd. Fashl al-MaqdlfrMa Bajtn al-Hikmah ua agrsitart'ah min al-lttisbdl. Mesir:

DAr al-Ma'Arif, t.th..ImArah, Muhammacl. "Q6dhi alQrdhah 'Abd al-Jabbar ibn Ahmad al-Hamadzini",

dalam Muhammid 'Imirah (ed.). Rasd'it al-Adl ,ua at-Tawhtd. Caito dan

Beirut Dir asY-SYurtrq, 1988'

Al-Jibiri, Muhammad 'Abid. Bun-1at al-vql al-vrabt: Dirdsab Tahlilfulab Naqdbuah

li Nuzbum al-Ma'rifthf ats-Tsa(dfat al-vrabijryah.Beiruc al-Markazats-Tsaqafi

al-'Arabi, 1993.

Takuin al-Aql al-vrabf. Beirut: al-Markaz ats-Tsaqifi al-'Arabi, I 99 1.

Kant, Imm an1.el. Religion utithin the Limits of Reason Alone, trans' Theodore M'

Greene dan Hoyr H. Hudson. New York: Harper Torchbooks, 1999.

Leaman, Oliver. An Introduction to Medieual Islamic Philosopl4t, Cambridge: Cam-

bridge UniversitY Press, 1985'

Ir,lachasin. ,,Epistemologi 'Abd ar-Jabbir bin Ahmad. al-Hamadzani". Al.Jani'ab:

Joarnal oJ'IstamiiStudia,Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1991, nomor 45'

Majid Fakhry. A History of Islamic Phitosoplry. London: Longman dan New York:

Columbia lJniversitY Press, 1983'

Nasr, Seyyed Hossein. "The Qtr'an and Haclith as Source and Inspiration of Is-

lamic Philosophy''. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Learnan (eds')' History

of Islemic Pbttosopby, London dan New York: Routl edge' L996' Part I'

.The Islamic IntellectualTradition in Persiq edited by Mehdi Arnin Razavi.

Great Britain/ New Delhi: Curzon Press, 1996'

Shahec{ina, Fadlou. Dalam Theresa-Anne Druart (ed.).Arabic Philosoplry and the \Yest:

contittuity n.nd Interactioa. washington: Georgetown University, 1 988'

!7att, William Montgo mery. Islamic Pbitosophjt and Tbeologt, an futended Surugl

Edinburgh: Edinburgh University Press, L992'

\feiseipl,James A. "Thomas Aquinas (Thommaso d'Aquino)", dalam Mircea Eliade-

t.i.l. The EnEclopaedia of Religion. New York: Macmillan Publishing Com-

pany clan London: collier Macmillan Publishers, 1987. vol. 14.

Wensinck, A. J. The Maslim Creed: If Genesis and Historical Deaelopmenr' New York:

Oriental Books Reprint Corporation, 1979'