Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REPOSISI PENGEMBANGAN UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
Cetakan Pertama, 2012
Hak Cipta: Pusdiklat Industri – Kementerian Perindustrian
Dilarang mengutip sebagian ataupun
Seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun
Tanpa izin dari penerbit
ISBN: 978‐602‐96218‐6‐0
Dicetak oleh:
Pusdiklat Industri – Kementerian Perindustrian
Jl. Widya Chandra VIII No. 34
Jakarta ‐ 12190
SEKRETARIAT JENDERAL Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Kotak Pos : 4720 JKTM
Telp. 5255509
PERATURAN
SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
NOMOR : 09/SJ‐IND/PER/10/2012
TENTANG
REPOSISI PENGEMBANGAN UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tuntutan globalisasi untuk ketersediaan
Sumber Daya Manusia (SDM) Industri yang kompeten dan profesional, maka peran dan fungsi Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri yang profesional dan kompeten;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a maka dipandang perlu untuk melakukan Reposisi Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian.
Mengingat : 1. Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang‐Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode Tahun 2009‐2014;
8. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian;
9. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 50/M‐IND/PER/6/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri;
10. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 145/M‐IND/PER/10/2009 tentang Statuta Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta;
11. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 146/M‐IND/PER/10/2009 tentang Statuta Akademi Pimpinan Perusahaan;
12. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 148/M‐IND/PER/10/2009 tentang Statuta Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150/M‐IND/PER/10/2009 tentang Statuta Akademi Teknik Industri Makassar;
14. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 151/M‐IND/PER/10/2009 tentang Statuta Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan;
15. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32/M‐IND/PER/3/2011 tentang Statuta Akademi Kimia Analisis Bogor;
16. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M‐IND/PER/3/2011 tentang Statuta Sekolah Tinggi Manajemen Industri;
17. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M‐IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;
Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
Nomor : 09/SJ‐IND/PER/10/2012
18. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 77/M‐IND/PER/8/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Menengah Kejuruan ‐ SMTI;
19. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78/M‐IND/PER/8/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Menengah Kejuruan ‐ SMAK;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERTAMA : Menetapkan Reposisi Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri dilingkungan Kementerian Perindustrian sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Sekretaris Jenderal ini sebagai acuan dalam Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri dilingkungan Kementerian Perindustrian.
KEDUA : Segala biaya yang diperlukan akibat dikeluarkannya Peraturan Sekretaris Jenderal ini dibebankan kepada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Perindustrian sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2012 Mei
SEKRETARIS JENDERAL
ANSARI BUKHARI
SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : 1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 2. Menteri Perindustrian; 3. Wakil Menteri Perindustrian; 4. Kepala Badan Kepegawaian Negara; 5. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian; 6. Kepala Kantor Wilayah Ditjen. Anggaran yang terkait; 7. Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kepala Biro Kepegawaian, Kepala Biro Umum dan Hubungan Masyarakat, Kepala Biro Keuangan di lingkungan Kementerian Perindustrian; 8. Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian; 9. Kepala Kantor Tata Usaha Anggaran yang terkait; 10. Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang terkait; 11. Kepala Balai Diklat Industri 12. Pimpinan Unit Pendidikan dilingkungan Kementerian Perindustrian; 13. Pertinggal.
Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
Nomor : 09/SJ‐IND/PER/10/2012
LAMPIRAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 09/SJ‐IND/PER/10/2012 TANGGAL : 03 Oktober 2012
REPOSISI PENGEMBANGAN UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI
TAHUN ANGGARAN 2012
SEKRETARIS JENDERAL
ANSARI BUKHARI
LAMPIRAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 09/SJ‐IND/PER/10/2012 TANGGAL : 03 Oktober 2012
REPOSISI PENGEMBANGAN UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan .............................................................................. 4 1.3. Kerangka Pikir Reposisi ......................................................................... 5
BAB II PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI ................................................................. 9
2.1. SDM Dalam Perkembangan Global ....................................................... 9 2.2. SDM Dalam Pembangunan Ekonomi .................................................... 14 2.3. SDM Dalam Pengembangan Sektor Industri ......................................... 17
BAB III KONDISI UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI .......................... 21
3.1. Balai Diklat Industri ............................................................................... 22 3.2. Pendidikan Tinggi Vokasi Industri ......................................................... 23 3.3. Sekolah Menengah Kejuruan ................................................................ 24
BAB IV REPOSISI UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI ......................... 25
4.1. Makna dan Kerangka Reposisi Unit Pendidikan dan BDI ...................... 25 4.2. Sasaran dan Indikator Reposisi ............................................................. 28 4.3. Program Reposisi .................................................................................. 29
BAB V PENUTUP ....................................................................................................... 53
SEKRETARIS JENDERAL
ANSARI BUKHARI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah‐Nya
sehingga Buku Reposisi Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat
Industri di Lingkungan Kementerian Perindustrian dapat diselesaikan dan
diterbitkan.
Untuk meningkatkan kualitas dan daya saing industri nasional salah
satu pilar yang perlu dibenahi adalah manusianya dengan melalui
pembangunan basic mentality SDM sehingga berkembang kesadaran mutu di
setiap struktur industri. Basic mentality adalah suatu sikap mental yang
mendasari cara berfikir, cara bersikap dan cara bertindak dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang selaras dengan nilai‐nilai dan arah
pembangunan industri nasional.
Pengembangan basic mentality SDM Industri ini harus dilakukan
dengan menata dan menguatkan lembaga pendidikan dan pelatihan industri
yang meliputi perangkat keras (Hardware), manajemen dan teknologi
(Technoware), penyempurnaan Organisasi (Organware) dan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia (Humanware). Sehingga dapat
menghasilkan Sumber daya manusia Industri yang kompeten dan sesuai
dengan kebutuhan dunia usaha industri.
Reposisi Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri di
lingkungan Kementerian Perindustrian ini diharapkan dapat menjadi pedoman
untuk perencanaan dan pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat
Industri di Lingkungan Kementerian Perindustrian.
Sekretaris Jenderal
Ansari Bukhari
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reposisi penting dilakukan sejalan dengan tuntuan MP3EI yang
menyatakan bahwa untuk menjadi negara maju pada 2025, dengan
PDB per kapita antara USD 14.250‐15.000 diperlukan pertumbuhan
ekonomi 6,4‐7,5% per tahun selama 2011‐2014 dan sekitar 8‐9%
pertahun selama 2015‐2025. Untuk mendukung pencapaian target
pertumbuhan ekonomi seperti di atas, sektor industri harus mencapai
pertumbuhan 8,5% pada 2014 dan terus naik hingga mencapai 9,75%
pada 2020‐2025
Peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional menjadi salah
satu strategi utama pelaksanaan MP3EI dan Akselerasi Industrialisasi.
Hal ini dikarenakan pada era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin
pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil
penemuan menjadi produk inovasi. Dalam konteks ini, peran sumber
daya manusia yang berpendidikan menjadi kunci utama dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh
karena itu, tujuan utama di dalam sistem pendidikan dan pelatihan
untuk mendukung hal tersebut diatas haruslah bisa menciptakan
sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap
perkembangan sains dan teknologi.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 2
Sumber daya manusia yang produktif merupakan penggerak
pertumbuhan ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang
produktif, maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan
dengan kebutuhan pembangunan. Dalam ekonomi yang semakin
bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, peran pendidikan
sangat penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang
unggul dan produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai
tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Peningkatan daya saing industri nasional merupakan pilar
terpenting dalam membangun pertumbuhan ekonomi bangsa, untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing industri nasional salah satu pilar
yang perlu dibenahi adalah manusianya dengan melalui pembangunan
basic mentality SDM‐nya sehingga berkembang kesadaran mutu di
setiap struktur industri. Basic mentality adalah suatu sikap mental yang
mendasari cara berfikir, cara bersikap dan cara bertindak dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang selaras dengan nilai‐nilai
dan arah pembangunan industri nasional. Pengembangan basic
mentality SDM Manusia Industri ini harus dilakukan dengan menata
dan menguatkan lembaga pendidikan dan pelatihan industri melalui
penataan dan penguatan perangkat kerasnya (Hardware), manajemen
dan teknologinya (Technoware), penyempurnaan Organisasinya
(Organware) dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia
(humanware).
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 3
Menurut data BPS yang diolah oleh Kementerian Perindustrian
kebutuhan tenaga kerja industri manufaktur dari 2011‐2014 dalam
rangka MP3EI berdasarkan koridor ekonomi, untuk koridor Sumatera
diproyeksikan bertambah sebesar 112.356 tenaga kerja per tahun
(1.698.730 pada tahun 2011, 1.800.303 pada tahun 2012, 1.910.818
pada tahun 2013, dan 2.035.799 pada tahun 2014). Sedangkan untuk
koridor Jawa diproyeksikan kebutuhan tenaga kerja industri meningkat
sebanyak 217.317 orang per tahun. Persebaran kebutuhan tenaga kerja
sektor industri masih terkonsentrasi di dua koridor, yaitu koridor Jawa
(75,80%) dan koridor Sumatera (13,30%). Sedangkan untuk koridor
Kalimantan, Sulawesi, Bali‐NT, Papua‐Maluku kebutuhan tenaga kerja
industri masih rendah dikarenakan persebaran industri yang masih
terpusat di Jawa dan Sumatera.
Proyeksi kebutuhan tenaga kerja industri manufaktur tersebut
dikelompokan juga menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa
pasar tenaga kerja di Indonesia masih membutuhkan tenaga kerja
dengan tingkat pendidikan minimal di sektor industri padat karya
(62,80% pada tahun 2011, 61,70% pada tahun 2012, 60,30% pada
tahun 2013, 58,50% pada tahun 2014), meskipun memiliki tren
menurun dari tahun ke tahun. Minimnya tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh tenaga kerja masih bisa ditunjang dengan keterampilan
yang dimiliki terkait sektor industri yang bersangkutan. Untuk level
pendidikan SMA/SMK dan Diploma diproyeksikan mencakup kurang
lebih 40% dari total kebutuhan tenaga kerja industri (2,2 juta untuk
level SMA, 2,7 juta dengan tingkat pendidikan SMK, serta 1 juta untuk
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 4
tingkat Diploma). Untuk kebutuhan tenaga kerja industri manufaktur
dengan tingkat pendidikan D4 ke atas diproyeksikan membutuhkan
kurang lebih 270.000 tenaga kerja per tahun
Sedangkan Jumlah tenaga kerja industri manufaktur dalam
rangka akselerasi industrialisasi diproyeksikan pada tahun 2011‐ 2014
akan terserap oleh tiga sektor industri non migas, meliputi Industri
Makanan, Minuman, dan Tembakau (28,20% atau sekitar 4,2 juta
tenaga kerja), Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki (25,30% atau
sekitar 3,8 juta tenaga kerja), serta Industri Barang Kayu dan Hasil
Hutan Lainnya (16,50% atau sekitar 2,5 juta tenaga kerja). Sedangkan
untuk industri migas, kebutuhan tenaga kerja diproyeksikan stabil di
angka +/‐ 35.000 tenaga kerja (0,30% dari total proyeksi kebutuhan
tenaga kerja industri manufaktur).
1.2. Maksud dan Tujuan
Sejalan dengan tuntutan MP3EI dan Akselerasi Industrialisasi,
reposisi lembaga pendidikan dan pelatihan industri menjadi semakin
penting untuk dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi
perubahan‐perubahan yang cepat akibat globalisasi dan perdagangan
bebas khususnya dalam pengembangan kompetensi sumber daya
manusia industri. Selain itu, melalui reposisi lembaga pendidikan dan
pelatihan industri diharapkan dapat membangun SDM Industri yang
profesional dan kompeten, menyediakan tenaga kerja terampil, ahli
madya dan ahli sesuai kebutuhan sektor industri, dan membangun
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 5
manajemen pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi dan
bertaraf internasional.
Adapun tujuan reposisi lembaga pendidikan dan pelatihan
industri yaitu :
1. Terwujudnya Pusdiklat Industri sebagai holding dalam menyiapkan
SDM Aparatur dan SDM Industri yang kompeten;
2. Terwujudnya Balai Diklat Industri yang berbasis pada spesialisasi
dan kompetensi dalam menciptakan SDM Industri yang siap pakai
dan Wirausaha Industri Kecil dan Menengah;
3. Terwujudnya Sekolah Menengah Kejuruan yang bertaraf
internasional, berbasis spesialisasi dan kompetensi dalam
menciptakan tenaga kerja terampil yang siap pakai dan dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;
4. Terwujudnya Perguruan Tinggi Vokasi yang berbasis spesialisasi dan
kompetensi dalam menciptakan ahli madya terampil yang siap
pakai.
Dengan demikian reposisi pengembangan pendidikan vokasi
industri dan balai diklat industri diharapkan dapat mengembangkan
kompetensi SDM sesuai kebutuhan dunia usaha, sehingga dapat
mendukung peningkatan daya saing industri nasional.
1.3. Kerangka Pikir Reposisi
Kekuatan kelembagaan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Industri yang tersebar di berbagai kota strategis di Indonesia
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 6
merupakan modal awal yang sangat baik untuk melaksanakan reposisi.
Pembangunan ekonomi mengisyaratkan pengembangan sumber
manusia hendaknya dibangun dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan koridor ekonomi, dan pendekatan pengembangan tenaga
kerja industri.
Dengan pendekatan enam koridor ekonomi sesuai dengan
MP3EI, terlihat dengan jelas dimana industri‐industri yang
pertumbuhannya perlu didorong oleh pemerintah. Peran Pusdiklat
Industri, Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri adalah menentukan
daerah yang memerlukan suplai sumber daya manusia industri untuk
membantu dorongan pemerintah tersebut. Pendekatan Koridor
Ekonomi merupakan pendekatan yang berorientasi lebih ke wilayah
maupun kebutuhan by design yang telah dituangkan dalam MP3EI.
Diharapkan dengan adanya pusat‐pusat akademis, maka industri disana
akan tumbuh dengan pesat sesuai dengan desain dan harapan
pemerintah. Misalnya, Pendidikan Tinggi Teknologi Industri Medan
yang diharapkan akan mengambil spesialisasi di kelapa sawit, baik
lulusannya maupun hasil penelitiannya akan mampu mendorong
bertumbuhnya industri pengolahan kelapa sawit di koridor sumatera.
Berbeda dengan pendekatan koridor ekonomi yang by‐design,
Pendekatan pengembangan tenaga kerja industri lebih kepada
orientasi pasar, atau by demand, dimana reposisi dilakukan karena
permintaan akan kebutuhan tenaga kerja ahli maupun ahli madya
begitu tinggi pada sektor industri tertentu di wilayah tertentu. Peluang
ini mendorong Seluruh Unit Pendidikan dan Pelatihan di lingkungan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 7
Kementerian Perindustrian terdorong untuk menyuplai pendidikan dan
pelatihan yang diperlukan oleh tenaga kerja maupun calon tenaga kerja
sektor industri.
Berdasarkan kedua pendekatan itu kerangka pikir reposisi Unit
Pendidikan, Balai Diklat Industri dan Pusdiklat Industri ini
dikembangkan dalam rangka pencapaian Visi dan Misi yang telah
dirumuskan yaitu: “Menjadi Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Di
Bidang Industri Yang Unggul, Berbasis Kompetensi Dan Berdaya Saing
Pada tahun 2025”. Dalam rangka menacapai visi tersebut, berikut
disajikan tahapan yang harus dicapai oleh Pusdiklat Industri.
2014PemantapanSistemPendidikan Dan PelatihanBerbasisKompetensi&Spesialisasi
2020Pelopor Institusi PendidikanDan Pelatihan Yang TerpercayaDalam Pengembangan SDM Industri Profesional
2025Menjadi LembagaPendidikan Dan PelatihanDi Bidang Industri Yang Unggul, BerbasisKompetensi Dan BerdayaSaing
Gambar 1 Visi Pusdiklat Industri
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 8
Visi tersebut akan diwujudkan dengan tiga Misi yang fokus
utamanya :
1. Membangun SDM Industri yang kompeten dan profesional;
2. Menyediakan tenaga kerja terampil, ahli madya dan ahli sesuai
kebutuhan sektor industri;
3. Membangun manajemen pendidikan dan pelatihan yang berbasis
kompetensi dan bertaraf internasional.
Secara sederhana kerangka pikir reposisi Unit Pendidikan, Balai
Diklat Industri dan Pusdiklat Industri digambarkan sebagai berikut.
Kebijakan Industri Nasional
Akselerasi Industrialisasi
MP3EI
Pendekatan Koridor Ekonomi
Pendekatan Pengembangan Tenga
Kerja Industri
MENJADI LEMBAGA PENDIDIDIKAN DAN PELATIHAN DI BIDANG INDUSTRI YANG UNGGUL, BERBASIS KOMPENTENSI DAN
BERDAYA SAING
1. Membangun SDM Industri yang kompeten dan professional; 2. Menyediakan tenaga kerja terampil, ahli madya dan ahli sesuai
kebutuhan sektor industri; 3. Membangun manajemen pendidikan dan pelatihan yang berbasis
kompetensi dan bertaraf internasional.
VISI PUSDIKLAT INDUSTRI 2025
MISI S.D. 2015
MENJADIKAN PUSDIKLAT INDUSTRI SEBAGAI HOLDING DALAM PENINGKATAN KUALITAS SDM INDUSTRI
MENJADIKAN BDI SEBAGAI PUSAT PELATIHAN IKM
BERBASIS KOMPETENSI DAN
SPESILISASI
MEMBANGUN PENDIDIKAN KEJURUAN INDUSTRI
SEPENUHNYA BERBASIS SBI DAN KOMPETENSI
PENGUATAN DAN PENINGKATAN KONEKTIVITAS ANTAR PIHAK (DIREKTORAT JENDERAL, BPKIMI, DUNIA
USAHA, ASOSIASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN DALAM DAN LUAR NEGERI )
MEMBANGUN PENDIDIKAN VOKASI
INDUSTRI SEPENUHNYA BERBASIS
SPESILISASI DAN KOMPETENSI
Aparatur Industri Kompeten
Wirausaha Industri Kompeten
Tenaga Kerja Industri
Kompeten
Reposisi Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri
Gambar 2 Kerangka Pikir Reposisi
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 9
BAB II PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI
2.1. SDM Dalam Perkembangan Global
Perkembangan global secara langsung dan tidak langsung
memiliki pengaruh terhadap organisasi dan manusia di dalamnya.
Budaya global berinteraksi dengan budaya regional, nasional,
organisasi dan fungsi‐fungsi organisasi termasuk sikap dan perilaku
individu di dalamnya sehingga perubahan global juga dapat direspon
dan mempunyai hubungan dan pengaruh dengan aktivitas manusia
dalam organisasi. Perkembangan global memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan ilmu MSDM karena pada dasarnya memang
perubahan itu terjadi pada segenap manusia yang selama ini berada
dalam organisasi‐organisasi. Perubahan merupakan fenomena yang
tidak mungkin dihindari, tetapi bagaimana SDM dapat memanfaatkan
perubahan bagi kepentingan organisasi dan anggota‐anggota di
dalamnya. Jika tidak dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan
yang terjadi maka organisasi akan menjadi ‘status quo’ yang berakhir
pada pengurangan bahkan pemusnahan organisasi di masa yang akan
datang.
Perubahan‐perubahan yang terjadi dalam lingkungan MSDM
adalah kecenderungan‐kecenderungan yang mencakup keragaman
angkatan kerja, teknologi, globalisasi, dan perubahan dunia jabatan
dan kerja. Keragaman angkatan kerja akan terus berubah secara
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 10
dramatis akan lebih beragam seperti angkatan kerja wanita, kelompok
minoritas, para pekerja manula memasuki dunia kerja. Perubahan
teknologi akan terus menggeser pekerjaan dari suatu tempat ke
tempat lain dan berperan besar dalam meningkatkan produktivitas,
berkurangnya tenaga kerja buruh kasar ke tenaga kerja ahli, lingkungan
yang semakin kompetitif serta menyusutnya peranan hirarki.
Globalisasi adalah kecenderungan perusahaan/organisasi untuk
memperluas penjualan atau manufakturing mereka ke pasar baru di
luar negeri. Akibat proses globalisasi menimbulkan tren dalam dunia
kerja dalam aspek teknologi yang akhirnya melahirkan dunia jabatan
dan kerja. Kita bisa melihat perangkat dan peralatan kantor
bermunculan seperti mesin fax, fotokopi, mesin cetak, komputer
personal (PC), internet, chatting, facebook, laptop, hand phone,
blackberry yang semakin kuat mempengaruhi perubahan SDM dalam
organisasi.
Globalisasi dan perdagangan dunia merupakan dua arus yang
saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya,
yang sekarang sedang menghadang dunia dan kedua arus tersebut
akan semakin kuat pada masa yang mendatang, seiring dengan
kemajuan teknologi serta peningkatan pendapatan per kapita dan
penambahan jumlah penduduk dunia. (Tulus T.H. Tambunan, 2004).
Globalisasi ekonomi diartikan sebagai suatu proses dimana semakin
banyak negara di dunia yang terlibat langsung dengan kegiatan
ekonomi atau produksi dunia. Proses globalisasi ekonomi adalah
perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 11
struktural, dan perubahan ini semakin kuat dengan berlangsungya juga
proses perdagangan dunia. Munculnya dua arus ini yang mengubah
tatanan perekonomian dan perdagangan dunia jelas akan berpengaruh
sangat kuat terhadap setiap negara, terutama yang menerapkan
kebijakan perdagangan bebas atau ekonomi terbuka. Pengaruh
tersebut tidak hanya pada kegiatan produksi di dalam negeri, tetapi
juga pada aspek‐aspek kehidupan masyarakat sehari‐hari.
Globalisasi menurut Thomas I. Friedman dalam Hendra Halwani
(2005) mempunyai tiga dimensi : Pertama, dimensi idea atau ideology,
yaitu kapitalisme, termasuk seperangkat nilai lain yang menyertainya
yaitu falsafah individualisme, demokrasi dan HAM. Kedua, dimensi
ekonomi, yaitu pasar bebas dengan seperangkat tata nilai lain yang
harus membuka kesepakatan terbukanya arus barang dan jasa dari
suatu negara ke negara lain. Ketiga, dimensi teknologi, khususnya
teknologi informasi, yaitu akan terbuka batas‐batas negara sehingga
negara makin tanpa batas (bordless country).
Tren yang paling besar mencakup pergeseran dari industri
manufaktur ke industri jasa. Industri jasa sangat pesat meliputi jasa
makanan yang serba instant, industri eceran, konsultasi, pendidikan
dan pengajaran maupun bidang jasa konsultan hukum, dan seterusnya.
Perubahan mendasar yang kedua mengenai semakin besarnya peran
pekerjaan pengetahuan dan modal manusia (human resource capital).
Penekanan para spesialis pada organisasi seperti yang dinyatakan oleh
Peter F. Drucker adalah semakin besarnya peran pengetahuan dan
modal manusia yaitu penekanan pada pengetahuan, pendidikan,
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 12
pelatihan, keterampilan, dan keahlian manusia dengan mengorbankan
modal fisik seperti peralatan, mesin dan pabrik secara fisik. Kekuatan
otak semakin dominan dalam SDM. Organisasi tidak akan lepas dari hak
paten, proses, keterampilan manajemen, informasi tentang pelanggan
dan pemasok. Jadi pengetahuan adalah modal intelektual yang semakin
dibutuhkan SDM di masa yang akan datang.
Tantangan MSDM menurut Mathis dan Jackson (2006,h.46)
adalah lingkungan yang mempengaruhi perubahan yang signifikan
sebagai berikut :
a. Perubahan ekonomi dan teknologi
b. Ketersediaan dan kualitas angkatan kerja
c. Pertumbuhan angkatan kerja tidak tetap
d. Persoalan demografi
e. Penyeimbangan pekerjaan/keluarga
f. Penyusunan ulang organisasional dan merger/akuisisi
Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan membuka
peluang sekaligus tantangan bagi dunia usaha di Indonesia. Menjadi
peluang bila organisasi dapat mensikapi perubahan secara positif.
Artinya, organisasi memiliki tingkat reponsivitas yang tinggi terhadap
perubahan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian organisasi telah
menyiapkan dirinya dengan berbagai perangkatnya sedemikian rupa
sehingga mampu untuk bersaing dengan organisasi‐organisasi lain, baik
dari dalam maupun dari luar. Organisasi yang demikian ini memang
telah dibentuk untuk selalu siap berubah. Untuk keperluan ini,
organisasi telah menyiapkan dan memiliki berbagai sumber daya, baik
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 13
manusia, finansial, tehnologi, sistem informasi, jaringan bisnis, budaya
organisasi dan lain‐lain. Namun sebaliknya bagi organisasi yang miskin
(kreativitas dan sumber daya), maka mensikapi perubahan dan
perkembangan industri sebagai tantangan dan ancaman. Sikap seperti
ini dikarenakan perusahaan luput atau enggan untuk bersiap diri atau
enggan berubah.
Salah satu faktor yang amat penting untuk dipersiapkan adalah
sumber daya manusia (SDM). Pada era akhir milenium dua yang lalu,
penyiapan SDM ini belum menjadi prioritas organisasi dunia usaha.
SDM belum dipandang sebagai aset perusahaan yang memiliki potensi,
tetapi SDM masih dipandang sebagai sumber pengeluaran biaya.
Paradigma seperti ini adalah sebuah pandangan yang tidak benas
secara keseluruhan. Mereka memandang SDM sebagai objek sebuah
organisasi, bukan sebagai subjek. Pola pandang seperti ini akan
menimbulkan cara mengelola yang keliru, yaitu SDM sebagai sumber
pengeluaran biaya. Pengelolaan dan pengembangan SDM yang
demikian ini lebih dianggap sebagai ‘fixed cost’ daripada investasi.
Namun dalam tahun‐tahun belakangan ini seiring dengan maraknya
globalisasi, pendekatan terhadap faktor SDM mulai berubah. SDM
dipandang sebagai kekayaan perusahaan. Karyawan sebagai subjek
perusahaan yang memiliki potensi dan kemampuan untuk lebih
berkinerja. Banyak organisasi, terutama pada perusahaan‐perusahaan
besar telah merubah paradigmanya. Mereka lebih berpandangan
bahwa SDM adalah aset perusahaan yang dapat membawa
keuntungan, baik dari sisi finansial maupun dalam brand image. Untuk
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 14
itu, mereka merelokasikan pos biaya SDM menjadi biaya investasi
(investment cost) yang dalam jangka waktu tertentu akan mampu
memberikan ‘return’ bagi organisasi, sehingga rumusan ROI (return on
investment) pun dapat diterapkan untuk menghitung IRR (Internal Rate
of Return) maupun NPV (Net Present Value) dari faktor SDM.
Paradigma terhadap Unit SDM (yang dulu terkenal dengan istilah
Personalia atau Kepegawaian) yang tadinya dianggap sebagai
‘supporting function’ telah bergeser menjadi ‘strategic function’ oleh
karena SDM telah menjelma menjadi faktor produksi yang penting.
Sebenarnya pergeseran paradigma inilah yang telah dan sedang terjadi
di dunia internasional, sehingga perusahaan‐perusahaan yang tidak
menaruh perhatian serius terhadap pengelolaan dan pengembangan
SDMnya cepat atau lambat akan tertinggal jauh di belakang. Dunia
bisnis saat ini telah menyadari bahwa perusahaan hanya dapat ‘survive’
dan memperoleh ‘value added’ (nilai tambah) yang baik apabila
dikelola oleh SDM yang profesional dan kompeten.
2.2. SDM Dalam Pembangunan Ekonomi
Sumber daya manusia (SDM) adalah modal dasar pembangunan
yang terdiri atas dimensi kuntitatif yaitu jumlah dan struktur penduduk,
serta dimensi kualitatif yaitu mutu hidup penduduk. Disamping itu,
SDM juga merupakan faktor dominan yang harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan pembangunan guna memperlancar pencapaian
sasaran pembangunan nasional yaitu antara lain kualitas manusia dan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 15
masyarakat Indonesia dan penguasaanya terhadap iptek, serta disiplin
nasional yang merupakan perwujudan kepatuhan dan kepada hukum
dan norma‐norma yang berlaku dalam masyarakat.
Suatu bangsa dapat dikatakan semakin mandiri bila bangsa
tersebut semakin mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain dengan kekuatan sendiri. Ini berarti
terpenuhinya beberapa syarat, antara lain meningkatnya kualitas
sumber daya manusia yang tercermin dari semakin banyak tenaga
profesional yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan
pembangunannya.
Dengan demikian betapa pentingnya kualitas sumber daya
manusia, baik sebagai tenaga penggerak atau pelaku pembangunan
maupun sebagai tujuan dan sasaran pembangunan nasional. Dengan
perkataan lain, sumber daya manusia sebagai inti pembangunan adalah
merupakan salah satu input (faktor) yang menentukan keberhasilan
pembangunan, maupun sebagai output atau yang ingin dihasilkan dari
proses pembangunan nasional tersebut.
Untuk menangani masalah ketenagakerjaan maka pemerintah
menetapkan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
UU tersebut pasal 4 menetapkan bahwa pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan untuk:
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal
dan manusiawi,
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 16
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah,
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan, dan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Selanjutnya dikatakan, bahwa semua tenaga kerja memperoleh
perlakuan yang tidak diskriminatif untuk memperoleh pekerjaan
maupun dari pelaku usaha. Dalam aturan ini juga dilengkapi dengan
aturan tentang upah, pemutusan hubungan kerja dan penyelesaian
perselisihan antara tenaga kerja dengan pelaku usaha.
Peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah
menciptakan kesempatan kerja seluas‐luasnya, baik sendiri maupun
bersama masyarakat sebagaimana tercantum dalam pasal 39. Dalam
kapasitasnya memperluas lapangan kerja, pemerintah harus
mendayagunakan berbagai sektor ekonomi baik berbasis sumber daya
alam maupun teknologi.
Upaya di bidang pendidikan yang terkait dengan peningkatan
SDM industri adalah dalam Program Pendidikan Menengah yang di
dalam salah satu kegiatan pokoknya adalah pengembangan pendidikan
kejuruan mengacu pada standard kompetensi kerja nasional,
internasional dan industri serta penataan bidang keahlian pada
pendidikan menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan
lapangan kerja serta mendukung upaya meningkatkan kerjasama
dengan dunia usaha dan industri.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 17
2.3. SDM Dalam Pengembangan Sektor Industri
Akselerasi industrialisasi 2012‐2014 berfokus pada 15 (lima
belas) subsektor industri. Lima belas subsektor tersebut tercakup ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) Kelompok industri berbasis hasil
tambang, (2) Kelompok industri berbasis hasil pertanian, dan (3)
Kelompok industri berbasis sumber daya manusia dan pasar
domestik.
Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki keunggulan dalam hal
ketersediaan bahan mentah hasil tambang dan hasil pertanian
[terutama perkebunan) dan jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk
besar menciptakan keunggulan komparatif (comparative advantage)
bagi industri padat karya dan industri berbasis pasar domestik.
Penetapan industri yang menjadi fokus pengembangan dilakukan
berdasarkan pertimbangan berikut:
a. Ketersediaan bahan baku;
b. Kebutuhan pasar domestik dan penggunaan tenaga kerja; dan
c. Cita‐cita mengenai bangun industri nasional di masa depan.
Akselerasi Industrialisasi dilaksanakan melalui 5 (lima) strategi
utama, yaitu:
1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan
Infrastruktur;
2. Percepatan Proses Pengambilan Keputusan untuk Menyelesaikan
Hambatan Birokrasi (Debottlenecking);
3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi;
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 18
4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing;
5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik.
Pada tahap pelaksanaannya, kelima strategi utama di atas
dijalankan melalui penerapan pada 6 (enam) area kebijakan, yaitu: (1)
Kebijakan Pengamanan Industri Dalam Negeri, (2) Pembangunan
Infrastruktur, (3) Peningkatan Kualitas Pelayanan Birokrasi, (4)
Penyempurnaan dan Harmonisasi Regulasi, (5) Kebijakan Fiskal, serta
(6) Pembangunan SDM Industri.
Melalui akselerasi industrialisasi 2012 – 2014, industri
manufaktur diharapkan dapat tumbuh 8,59% pada 2014 dengan target
rata‐rata pertumbuhan industri manufaktur 6,79% dan tren yang
semakin lama semakin meningkat menjadi 8,95% di tahun 2014. Target
rata‐rata menurut cabang industri bervariasi dari 3,40% (industri kayu)
hingga industri makanan, minuman dan tembakau 9,16 % selama
periode 2010‐2014 sesuai tabel berikut.
Tabel 1 Proyeksi Pertumbuhan Industri Manufaktur (%)
JENIS INDUSTRI PERSENTASE
2012 2013 2014
Makanan, Minuman dan Tembakau 8.15 8.94 10.40
Tekstil, barang kulit & alas kaki 3.75 4.30 5.60
Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.90 3.40 3.90
Kertas dan barang cetakan 4.90 5.30 5.58
Pupuk, kimia dan barang dari karet 5.75 7.00 8.30
Semen dan barang galian bukan logam 4.05 4.60 5.30
Logam dasar besi dan baja 4.00 4.50 5.50
Alat angkut, mesin dan peralatannya 7.78 8.30 10.20
Barang lainnya 6.00 6.40 6.80
Pertumbuhan Industri 6.74 7.66 8.59
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 19
Target yang relatif tinggi ini tentunya akan diikuti dengan
penyerapan tenaga kerja berkualitas agar produktifitas sektor industri
meningkat, mengingat peranan pentingnya pembangunan SDM
Industri dalam rangka akselerasi industrialisasi tersebut maka
Kementerian Perindustrian telah menyusun proyeksi kebutuhan tenaga
kerja sektor Industri baik jumlahnya maupun presentase dihitung
berdasarkan target pencapaian pertumbuhan industri 2011 sampai
dengan 2014, sebagaimana yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2 Proyeksi Jumlah Tenaga Kerja Industri Tahun 2012‐2014
JENIS INDUSTRI JUMLAH
2012 2013 2014
Makanan, Minuman dan Tembakau 3.994.405 4.135.950 4.295.760
Tekstil, barang kulit & alas kaki 3.660.459 3.755.202 3.864.315
Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.615.341 2.558.541 2.510.718
Kertas dan barang cetakan 648.539 680.995 717.287
Pupuk, kimia dan barang dari karet 858.748 871.735 887.656
Semen dan barang galian bukan logam 1.029.668 1.058.143 1.090.769
Logam dasar besi dan baja 118.592 107.626 97.976
Alat angkut, mesin dan peralatannya 1.213.993 1.337.845 1.478.892
Barang lainnya 279.225 275.053 271.780
Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja Industri 14.418.970 14.781.090 15.215.153
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, proyeksi rata‐rata
pertumbuhan industri manufaktur diharapkan dapat tumbuh mencapai
6.74% pada tahun 2012, 7.66% pada tahun 2013, dan 8.59% pada
tahun 2014 dan dibutuhkan tenaga kerja industri sebanyak 14.4 juta
orang pada tahun 2012, 14.8 juta orang pada tahun 2013, dan 15.2 juta
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 20
orang pada tahun 2014 atau rata‐rata dibutuhkan sebanyak 400 ribu
orang setiap tahunnya.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 21
BAB III KONDISI UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI
Secara hierarkis di Kementerian Perindustrian, Pusdiklat Industri
merupakan Unit Kerja Eselon II yang bertanggung jawab langsung
kepada Sekretariat Jenderal sebagai Unit Eselon I. Pusdiklat Industri
memiliki 24 Satuan Kerja yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 105/M‐
IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perindustrian, Pusdiklat Industri mempunyai tugas melaksanakan
pembinaan, dan pengembangan pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia aparatur dan sumber daya manusia industri.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Pusdiklat
Industri didukung oleh 24 (dua puluh empat) satuan kerja yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia, terdiri dari:
a) 7 (tujuh) Balai Diklat Industri, masing‐masing di Medan, Padang,
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar
b) 8 (delapan) Unit Pendidikan Tinggi Vokasi Industri yaitu 6 (enam)
Akademi/Pendidikan Tinggi untuk Tingkat D3, dan 2 (dua) Sekolah
Tinggi untuk Tingkat D4. Masing‐masing adalah Pendidikan
Teknologi Kimia Industri (PTKI) di Medan, Akademi Teknologi
Industri (ATI) di Padang, Akademi Pimpinan Perusahaan (APP)
Jakarta, Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) Jakarta, Akademi
Kimia Analisis (AKA) Bogor, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT)
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 22
Bandung, Akademi Teknologi Kulit (ATK) Yogyakarta, dan Akademi
Teknik Industri (ATI) Makassar.
c) 9 (sembilan) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 3
SMK Analis Kimia (SMAK) masing‐masing di Padang, Bogor dan
Makassar; dan 6 (enam) SMK Teknologi Industri (SMTI) masing‐
masing di Banda Aceh, Padang, Bandar Lampung, Yogyakarta,
Pontianak, dan Makassar.
3.1. Balai Diklat Industri
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.50/M‐
IND/PER/6/2006, Balai Diklat Industri (BDI) memiliki tugas pokok dan
fungsi melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan,
fungsional, teknis dan dunia usaha sektor industri dengan ruang
lingkup wilayah yang bersifat regional. Dalam pelaksanaan tupoksi
tersebut, BDI selama ini lebih banyak memberikan pelatihan bagi
Aparatur Dinas Perindustrian, sementara jumlah pelatihan untuk IKM
masih sangat terbatas.
Dengan meningkatnya kebutuhan SDM IKM yang kompeten,
diharapkan peran BDI yang selama ini bersifat regional dan masih
banyak melakukan pelatihan terhadap aparatur, dapat dikembangkan
menjadi pusat pendidikan dan pelatihan bagi Industri Kecil Menengah
secara nasional dengan kompetensi/spesialisasi teknis dan fungsional
tertentu.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 23
3.2. Pendidikan Tinggi Vokasi Industri
Legalitas status Perguruan Tinggi di lingkungan Kementerian
Perindustrian saat ini masih mempergunakan SKB antara Mendikbud
dan Menperin tahun 1984 tentang Perguruan Tinggi Kedinasan dan
dilandaskan juga pada Peraturan Kementerian Perindustrian. Legalitas
tersebut menyebabkan status perguruan tinggi menjadi sangat lemah,
sehingga perlu adanya upaya dalam memberikan legalisasi yang lebih
kuat. Oleh sebab itu, saat ini dibuat Perjanjian Kerjasama (MoU) antara
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pedidikan dan
Kebudayaan. Disamping itu, agar legalitas dari pendidikan vokasi di
lingkungan Kementerian Perindustrian segera diperolah, maka
diupayakan juga untuk memberikan masukan ke dalam RUU PT agar
Kementerian lain dan LPNK diberikan kewenangan untuk
menyelenggarakan pendidikan vokasi.
Disamping permasalahan status dimaksud, saat ini masih
terdapat beberapa Unit Pendidikan yang program studinya
terakreditasi C, sementara yang akreditasi A masih kurang dari 25%.
Hal ini berdampak pada rendahnya daya saing Unit Pendidikan Vokasi
Kemenperin, yang ditunjukkan juga dengan rendahnya rasio pendaftar
pada beberapa Unit Pendidikan Vokasi. Untuk itu diperlukan adanya
reposisi dan pengembangan Unit Pendidikan Vokasi Kemenperin yang
diarahkan untuk membangun Pendidikan Vokasi Industri sepenuhnya
berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, dilengkapi dengan Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) dan TUK. Disamping itu perlu juga dilakukan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 24
kajian ulang terhadap Program Studi yang sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar dunia usaha industri.
3.3. Sekolah Menengah Kejuruan
Kondisi Sekolah Menengah Kejuruan Kemenperin sudah cukup
baik karena seluruhnya telah terakreditasi “A”. Namun sesuai dengan
MoU antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tentang Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI), maka SMK Kementerian Perindustrian diharapkan
segera meningkat statusnya menjadi Sekolah Bertaraf Internasional.
Berdasarkan hasil evaluasi Inspektorat Jenderal terhadap 14
elemen kinerja Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang diterapkan di
SMK Kemenperin, rata‐rata baru mencapai nilai 52%. Oleh sebab itu,
diperlukan langkah‐langkah percepatan dalam bentuk reposisi dan
pengembangan SMK sebagai Sekolah Kejuruan Industri yang Berbasis
SBI dan Kompetensi sepenuhnya, dengan target mencapai minimal 80%
dari 14 instrumen kinerja SBI.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 25
BAB IV REPOSISI UNIT PENDIDIKAN DAN BALAI DIKLAT INDUSTRI
4.1. Makna dan Kerangka Reposisi Unit Pendidikan dan BDI
Menurut The United Nations Development Program (UNDP),
pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan
sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat
diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan mengembangkan
pilihan‐pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan
diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan
jalan hidup manusia secara bebas.
Sumber daya manusia yang produktif merupakan penggerak
pertumbuhan ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang
produktif, maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan
dengan kebutuhan pembangunan. Dalam ekonomi yang semakin
bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, peran pendidikan
sangat penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang
unggul dan produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai
tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Peningkatan daya saing industri nasional merupakan pilar
terpenting dalam membangun pertumbuhan ekonomi bangsa, untuk
itu meningkatkan kualitas dan daya saing industri yang perlu dibenahi
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 26
adalah manusianya dengan melalui pembangunan basic
mentality SDM‐nya sehingga berkembang kesadaran mutu di setiap
lapisan industri. Basic mentality adalah suatu sikap mental yang
mendasari cara berfikir, cara bersikap dan cara bertindak dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang selaras dengan nilai‐nilai
dan arah pembangunan industri nasional. Pengembangan basic
mentality dapat dilakukan melalui penataan dan penguatan lembaga
pendidikan dan pelatihan meliputi perangkat kerasnya (Hardware),
manajemen dan teknologinya (Technoware), penyempurnaan
Organisasinya (Organware) dan peningkatan kemampuan sumber daya
manusianya (humanware).
Ada 4 alasan utama mengapa reposisi lembaga pendidikan dan
pelatihan industri menjadi semakin penting untuk dilakukan:
1. Perubahan‐perubahan yang cepat akibat globalisasi dan
perdagangan bebas khususnya dalam kompetensi sumber daya
manusia industri.
2. Tuntutan Pembangunan ekonomi baik melalui MP3EI, KIN dan
akselerasi industrialisasi untuk menyiapkan tenaga kerja sektor
industri yang terampil dan siap pakai
3. Perubahan‐perubahan dalam harapan‐harapan dan komposisi
angkatan kerja
4. Kompetensi dan tekanan‐tekanan dunia usaha demi peningkatan‐
peningkatan dalam kualitas produk‐produk maupun jasa‐jasa.
Karena itu Pengembangan program pendidikan akademik
diarahkan pada penyelarasan bidang dan program studi dengan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 27
potensi pengembangan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Program
akademik harus menjadi jejaring yang mengisi dan mengembangkan
rantai nilai tambah dari setiap komoditas atau sektor yang
dikembangkan di setiap koridor ekonomi.
Gambar 3 Tema Pembangunan Masing‐masing Koridor Ekonomi
Program pendidikan vokasi didorong untuk menghasilkan lulusan
yang terampil. Oleh karena itu, pengembangan program pendidikan
vokasi harus disesuaikan dengan potensi di masing‐masing koridor
ekonomi. diharapkan akan menghasilkan lulusan yang langsung dapat
diserap oleh kegiatan ekonomi di pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi di
setiap koridor ekonomi.
Selain itu juga, pengembangan sumber daya manusia juga
dilakukan melalui pengembangan pelatihan kerja, dan pengembangan
lembaga sertifikasi
Sehingga Reposisi Unit Pendidikan, Balai Diklat Industri dan
Pusdiklat Industri memiliki sebuah kerangka pikir yang sederhana yaitu
mengantisipasi perubahan, awal dari munculnya reposisi adalah
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 28
mengadopsi dari kebijakan baru pemerintah yang memerlukan
tindakan dan ide baru, yang dengan apabila dijalankan secara business
as usual sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan saat ini.
4.2. Sasaran dan Indikator Reposisi
Sasaran program reposisi adalah sebagai berikut:
1. Menjadi pilar utama dalam peningkatan kualitas SDM industri
2. Unggul di bidang pendidikan dan pelatihan industri
3. Sistem pendidikan dan pelatihan industri di Pusdiklat, BDI dan Unit
Pendidikan Kejuruan dan Vokasi industri sepenuhnya berbasis
kompetensi sesuai dengan kebutuhan bangun industri nasional
4. Penguatan dan peningkatan konektivitas antar pihak (Direktorat
Jenderal, BPKIMI, dunia usaha, asosiasi dan lembaga pendidikan &
pelatihan dalam dan luar negeri)
Indikator kinerja pencapaian program reposisi terdiri atas:
1. Peningkatan animo masyarakat,
2. Penyerapan lulusan pada dunia industri (masa tunggu lulusan dalam
mendapatkan pekerjaan yaitu 3 s.d. 6 bulan),
3. Pembentukan Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) pihak pertama,
4. Pembentukan unit produksi / Teaching Factory,
5. Peningkatan akreditasi, dan
6. Menciptakan suasana kerja yang kondusif.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 29
4.3. Program Reposisi
MENJADI LEMBAGA PENDIDIDIKAN DAN PELATIHAN DI BIDANG INDUSTRI YANG UNGGUL, BERBASIS KOMPENTENSI DAN
BERDAYA SAING
1. Membangun SDM Industri yang kompeten dan professional; 2. Menyediakan tenaga kerja terampil, ahli madya dan ahli sesuai
kebutuhan sektor industri; 3. Membangun manajemen pendidikan dan pelatihan yang berbasis
kompetensi dan bertaraf internasional.
VISI PUSDIKLAT INDUSTRI 2025
MISI S.D. 2015
MENJADIKAN PUSDIKLAT INDUSTRI SEBAGAI HOLDING DALAM PENINGKATAN KUALITAS SDM INDUSTRI
MENJADIKAN BDI SEBAGAI PUSAT PELATIHAN IKM
BERBASIS KOMPETENSI DAN
SPESILISASI
MEMBANGUN PENDIDIKAN KEJURUAN INDUSTRI
SEPENUHNYA BERBASIS SBI DAN KOMPETENSI
PENGUATAN DAN PENINGKATAN KONEKTIVITAS ANTAR PIHAK (DIREKTORAT JENDERAL, BPKIMI, DUNIA
USAHA, ASOSIASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN DALAM DAN LUAR NEGERI )
MEMBANGUN PENDIDIKAN VOKASI
INDUSTRI SEPENUHNYA BERBASIS
SPESILISASI DAN KOMPETENSI
Aparatur Industri
Kompeten
Wirausaha Industri
Kompeten
Tenaga Kerja Industri
Kompeten
Reposisi Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri
Gambar 4 Kerangka Desain Reposisi
Untuk mendorong daya saing industri, diperlukan sumber daya
manusia yang juga mampu bersaing dengan industri luar negeri. Untuk
itulah diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan yang memiliki
daya saing, dan dapat diakses dengan mudah oleh kalangan SDM
industri.
Kekuatan kelembagaan dan sumber daya manusia yang tersebar
di berbagai kota strategis di Indonesia merupakan modal awal yang
sangat baik untuk melaksanakan reposisi. Jumlah total satuan kerja
Unit Pendidikan dan BDI yang ada di lingkungan Kementerian
Perindustrian adalah 24, dengan pembagian 7 BDI, 8 Pendidikan Tinggi
dan 9 Sekolah Menengah Kejuruan. Dengan demikian, Pusdiklat
Industri memiliki modal untuk menyediakan 3 jenis pendidikan dan
pelatihan dalam rangka menyiapkan kompetensi sumber daya manusia
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 30
industri, yaitu pendidikan non formal/Pelatihan (short course) oleh BDI,
pendidikan tenaga kerja terampil di SMK, serta tenaga kerja ahli dan
ahli madya yang dipersiapkan oleh Pendidikan Tinggi.
Kerangka pikir dalam merancang program reposisi terbagi dalam
tiga jenis pendidikan dan pelatihan yaitu pelatihan/pendidikan non
formal, pendidikan vokasi, dan pendidikan kejuruan. Ketiga bidang
tersebut dilakukan oleh tiga jenis institusi yang berbeda, sehingga
program reposisi dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
industri dapat difokuskan terhadap empat pengembangan utama,
yaitu:
1. BDI sebagai pusat pelatihan IKM berbasis kompetensi dan
spesialisasi;
2. Pendidikan kejuruan industri bertaraf internasional dan sepenuhnya
berbasis spesialisasi dan kompetensi;
3. Pendidikan tinggi vokasi industri sepenuhnya berbasis spesilisasi dan
kompetensi;
4. Pusdiklat industri sebagai holding dalam peningkatan kualitas sdm
industri.
4.3.1. Program Reposisi Balai Diklat Industri
Program reposisi untuk Balai Diklat Industri (BDI) adalah
diarahkan untuk menjadi pusat pelatihan IKM berbasis spesialisasi dan
kompetensi. Hal ini disebut reposisi, karena (posisi) saat ini, BDI di
lingkungan Kementerian Perindustrian lebih banyak menyelenggarakan
pelatihan bagi aparatur daerah. Aparatur daerah yang dimaksud adalah
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 31
PNS di lingkungan Dinas Perindag provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara itu, peningkatan penran IKM untuk mendukung penguatan
struktur industri dengan memperbesar keterkaitan antara industri
besar dan IKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam reposisi, Balai
Diklat Industri akan menjadika SDM IKM sebagai target peserta. Selama
ini tupoksi BDI sebagai penyelenggara diklat untuk aparatur, data IKM
masih belum tergarap secara optimal. Berikut gambaran umum
perkembangan IKM di Indonesia.
Tabel 3 Proyeksi Perkembangan IKM Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa Tahun 2010‐2014
No Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
1 Pulau Jawa (unit) 2.548.634 2.549.487 2.555.973 2.568.010 2.594.514
2 Luar P.Jawa (unit) 1.257.932 1.359.856 1.470.651 1.591.292 1.729.676
Jumlah (unit) 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190
Tabel 4 Persentase Distribusi Populasi IKM di Jawa dan Luar Jawa Tahun 2010‐2014
No Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 20141 Jawa 67 65 63 62 60
2 Luar Jawa 33 35 37 38 40
Tabel 5 Proyeksi Perkembangan Unit Usaha IKM Berdasarkan Wilayah Tahun 2010‐2014
No Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 20141 Wil I 619.805 670.025 724.615 784.155 852.241
2 Wil II 2.647.445 2.656.303 2.671.492 2.693.022 2.730.380
3 Will III 539.317 583.015 630.517 682.235 741.569
Total IKM 3.806.566 3.909.343 4.026.624 4.159.502 4.324.190
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 32
Dengan begitu diharapkan peranan BDI dapat memperkuat
struktur IKM melalui penyiapan SDM IKM yang berdasarkan data BPS
proyeksi kebutuhan tenaga kerja IKM pada tahun 2012 sebanyak
9.462.565 ; tahun 2013 sebanyak 9.816.425 dan pada tahun 2014
sebanyak 10.378.056.
Peran BDI yang semula terbagi dalam regional atau wilayah perlu
disempurnakan menjadi bersifat nasional dengan didukung spesialisasi
dan kompetensi masing‐masing BDI. Balai Diklat Industri akan
melaksanakan pendidikan dan pelatihan SDM Industri Kecil dan
Menengah yang berbasis pada spesialisasi dan kompetensi.
Adapun spesialisasi dan kompetensi yang akan dikembangkan
pada masing‐masing BDI adalah:
a. BDI Jakarta sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Tekstil dan Produk
Tekstil
b. BDI Makassar sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Kakao, Rumput
laut dan Rumah Kemasan
c. BDI Denpasar sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Industri Kreatif
dan Kerajinan,
d. BDI Yogyakarta sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Aneka
Kerajinan, Logam dan Plastik
e. BDI Medan sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Kelapa Sawit dan
produk turunannya
f. BDI Padang sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Industri Produk
Bordir
g. BDI Surabaya sebagai pusat pelatihan IKM dibidang Elektronika,
telematika, dan tekstil.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 33
Reposisi Balai Diklat Industri merupakan rencana besar berjangka
waktu panjang bagi pembangunan industri nasional. Oleh karenanya,
implementasi yang bertahap namun berkesinambungan adalah kunci
keberhasilan Reposisi. Implementasi Reposisi ini direncanakan untuk
dilaksanakan di dalam tiga fase hingga tahun 2025, sebagai berikut:
2012 2015 2020 2025
Gambar 5 Tahapan Pelaksanaan Reposisi BDI
Fase 1 : Pengembangan Fase 2 : Pemantapan Fase 3 : Pertumbuhan Berkelanjutan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 34
Fase 1
Pembentukan & operasionalisasi Tim Reposisi di Balai Diklat Industri
Penyusunan Naskah Akademik Kajian Spesialisasi dan Kompetensi
Balai Diklat Industri
Penyusunan Rencana Aksi 2012‐2015 Pengembangan Balai Diklat
Industri
Pemetaaan Potensi dan Spesialisasi dan Kompetensi BDI
Penyempurnaan Organisasi kearah spesialisasi dan bukan
Regionalisasi
Membangun Tempat Uji Kompetensi (TUK)
Mengembangkan Unit Produksi (Teaching Factory) sesuai
kompetensi
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi
Fase 2
Menyusun standar kompetensi
Membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
Menyusun program pelatihan/pendidikan berbasis kompetensi
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi Unit Pendidikan
Membangun sistem TNA dan Pola Diklat Berbasis Kompetensi
Membangun Sistem Penyelenggaraan Pelatihan dan Pendidikan
Berbasis Kompetensi
Membangun Manajemen Pelatihan yang unggul
Menerapkan Diklat Untuk IKM berbasis kompetensi
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 35
Fase 3
Mempertahankan keberlanjutan Kompetensi SDM Industri.
Memperluas penerapan teknologi tinggi untuk pengembangan SDM
Industri secara berkelanjutan.
Mempelopori menerapkan penyelenggaraan sistem pelatihan IKM
berbasis kompetensi
Penguatan kerjasama pelatihan dalam dan luar negeri secara
berkelanjutan.
4.3.2. Program Reposisi Sekolah Menengah Kejuruan Industri
Program reposisi untuk Pendidikan Kejuruan Industri akan
direposisi menjadi “Sekolah Kejuruan Industri Yang Berbasis SBI dan
Kompetensi Sepenuhnya“ diharapkan mencapai minimal 80%
memenuhi persyaratan SBI dari 14 instrumen kinerja. Ada beberapa
dimensi standar SBI, yang merupakan kriteria umum yaitu meliputi
input, proses yang ditunjang oleh kurikulum, sarana prasarana,
organisasi dan manajemen serta didukung pula oleh pendidik dan
tenaga kependidikan yang dipersyaratkan dalam SBI sehingga
menghasilkan output berdaya saing tinggi. Adapun 14 instrumen
meliputi:
1. Akreditasi
SMK SMAK/SMTI diharapkan selain memiliki akreditasi “A” dari
Badan Akreditasi Nasional (BAN) juga dapat berakreditasi
tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga
akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 36
maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan.
2. Kurikulum
SMK SMAK/SMTI diharapkan dapat menerapkan sistem
administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat mengakses
transkripnya masing‐masing. Selain itu, muatan pelajaran (isi)
dalam kurikulum diharapkan setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara
diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju
lainnya.
SMK SMAK/SMTI diharapkanmemiliki standar kelulusan yang
setara atau lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.
3. Proses pembelajaran /proses belajar mengajar
Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran diharapkan
menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam
pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian
unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa
inovator. Proses pembelajaran dapat diperkaya dengan model‐
model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara
diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya,
dimana sudah menerapkan Team Teaching, Sistem Kredit
Semester, penerapan project work, dan moving class.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 37
Selain itu, pembelajaran pada mata pelajaran IPA, Matematika,
dan lainnya diharapkan disampaikan dalam bahasa Inggris, kecuali
mata pelajaran bahasa Indonesia.
4. Pengembangan Sistem Mutu Manajemen (SMM) ISO 9001:2000
atau sesudahnya
Sekolah diharapkan dapat menerapkan Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001: 2000 yang meliputi: pendokumentasian, pelaksanaan
internal audit, pelaksanaan eksternal audit, pelaksanaan audit
surveilance, dan pada akhirnya memperoleh sertifikat ISO
9001:2000 atau sesudahnya
5. Standard Training Workshop
Memiliki fasilitas standar training dimanfaatkan untuk proses
belajar dengan tahapan adanya: program diklat penguasaan
kompetensi dasar, integrasi unit produksi dengan pembelajaran
kompetensi dasar, dan menggabungkan berbagai pembelajaran
kompetensi untuk menghasilkan produk utuh.
6. Advance Training workshop
Memiliki fasilitas advance training dimanfaatkan untuk proses
belajar dengan tahapan adanya: paket pembelajaran, memiliki
program training keterampilan untuk masyarakat, sertifikasi
dengan pengakuan internasional, pelanggan dari sekolah lain dan
industri ikut dalam paket training, dan sebagai perwakilan
pelaksana training institusi internasional.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 38
7. Teaching Factory (TF)
Memiliki fasilitas yang dimanfaatkan untuk proses pembelajaran,
meliputi: adanya paket training kewirausahaan, memiliki satu
produk yang dapat dijual, adanya lima produk yang merupakan
hasil inovasi setiap tahunnya.
8. Self Asses Study (SAS)
Diharapkan memiliki fasilitas Self Asses Study yang dimanfaatkan
untuk proses peningkatan kemampuan kompetensi bahasa asing
dan TIK dengan sarana dan prasarana yang meliputi: multimedia
komputer (minimal 18 unit), LAN, koneksi internet, digital library,
E‐Learning, dan adanya Operator SAS.
9. Penataan lingkungan sekolah menjadi Green School
Sekolah memperoleh sertifikat ISO 14000. Selain itu, SMK
SMAK/SMTI terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal,
pelecehan seksual, dan lain‐lain.
10. Institusi pasangan MN‐MI/DN‐LN
Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah
bertaraf/berstandar internasional diluar negeri. Selain itu, SMK
SMAK/SMTI juga diharapkan dukungan fasilitas, Tempat Uji
Kompetensi (TUK) dan sertifikasi.
11. Peningkatan kualifikasi siswa di dunia kerja internasional
pada instrumen ini diharapkan 50% siswa memiliki sertifikat
kompetensi, 50% siswa kelas 3 memiliki sertifikat OJT industri
bertaraf internasional. 10% lulusan terserap di pasar kerja
internasional, tiga industri luar negeri yang loyal untuk
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 39
memerlukan lulusan, dan adanya program penelusuran alumni,
serta 10% lulusan memiliki usaha sendiri.
12. Peningkatan kemampuan berbahasa Inggris melalui score TOEIC
SMK SMAK/SMTI di lingkungan Kementerian Perindustrian
diharapkan agar guru‐guru memiliki skor TOEIC di atas 600 dan
para siswa kelas 3 diharapkan memiliki skor TOEIC di atas 400.
13. Program ICT (EMIS dan FMIS)
SMK SMAK/SMTI diharapkan memiliki website dalam dua bahasa,
memanfaatkan ICT untuk administrasi pendidikan, pembelajaran
berbasis ICT, pemanfaatan ICT untuk pembelajaran E‐Learning,
dan adanya program pengelolaan keuangan.
14. Sertifikat Tempat Uji Kompetensi (TUK)
Instrumen ini mengharapkan SMK SMAK/SMTI memiliki Tempat
Uji Kompetensi.
Gambar berikut menjelaskan beberapa dimensi standar SBI
(Sumber: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2007).
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 40
Gambar 6 Dimensi Standar SBI
Disamping itu SMK SMAK/SMTI juga harus menyediakan fasilitas
pendidikan yang bermutu dan berkualitas berpengaruh pada
pengembangan wilayah sekitar yaitu dengan adanya sebaran dan
jangkauan pelayanan sekolah yang melayani penduduk sekitar,
aksesibilitas yaitu jarak dan transportasi yang mudah dan terjangkau,
serta adanya preferensi atau perlakuan memilih dari masyarakat.
Fasilitas sekolah sebagai Tempat Uji Kompetensi, Bursa Kerja Khusus
(BKK), pusat pelayan jasa dan pelatihan bagi sekolah lain, serta unit
produksi yang melayani masyarakat umum.
Untuk itu, kegiatan penguatan kelembagaan yang akan dilakukan
antara lain:
a. Membentuk LSP Pertama dan TUK sesuai dengan Kompetensi
b. Membangun Unit Produksi (Teaching Factory)
c. Lulusan SMK memiliki sertifikasi Profesi, dengan spesialisasi:
OUTPUT
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 41
Tabel 6 Spesialisasi SMK SMAK/SMTI
No. Sekolah Produk
1. SMAK Bogor Jasa Analisis dan Jasa Pelatihan
2. SMAK Padang Jasa Analisis dan Jasa Pelatihan
3. SMAK Makassar Jasa Analisis dan Jasa Pelatihan
4. SMTI Banda Aceh Minyak Atsiri dan Kelapa Sawit
5. SMTI Padang Sarung Tangan Karet dan Sabun Padat
6. SMTI Bandar Lampung Tepung Cassava dan Sarung Tangan Karet
7. SMTI Pontianak Busa Karet dan Komponen/Mesin Pengolahan Hasil pertanian
8. SMTI Makassar Kakao (Bubuk, Lemak, Cokelat Candy dan Selai) dan Rumput Laut (Makanan Ringan)
9. SMTI Yogyakarta Virgin Coconut Oil
Reposisi Pendidikan Kejuruan Industri merupakan rencana besar
berjangka waktu panjang bagi pembangunan industri nasional. Oleh
karenanya, implementasi yang bertahap namun berkesinambungan
adalah kunci keberhasilan Reposisi. Implementasi Reposisi ini
direncanakan untuk dilaksanakan di dalam tiga fase hingga tahun 2025,
sebagai berikut.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 42
2012 2015 2020 2025
Gambar 7 Tahapan Pelaksanaan Reposisi SMK Industri
Fase 1
Pembentukan & operasionalisasi Tim Reposisi dan Pengembangan
Pendidikan kejuruan Industri
Penyusunan Naskah Akademik Kajian Spesialisasi dan Kompetensi
Pendidikan Kejuruan Industri
Penyusunan Rencana Aksi 2012‐2015 Pengembangan Pendidikan
Kejuruan Industri
Sertifikasi Guru
Fase 1 : Pengembangan Fase 2 : Pemantapan Fase 3 : Pertumbuhan Berkelanjutan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 43
Membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) & TUK
Mengembangkan Unit Produksi (Teaching Factory) sesuai
kompetensi
Menerapkan 14 Komponen RSBI
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi
Fase 2
Menyusun standar kompetensi
Menyusun program pendidikan kejuruan berbasis kompetensi
Menerapkan pendidikan vokasi industri yang berbasis spesialisasi
dan kompetensi
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi Unit Pendidikan
Membangun Manajemen Pendidikan Kejuruan yang unggul
Fase 3
Mempertahankan keberlanjutan Kompetensi SDM Industri.
Memperluas penerapan teknologi tinggi untuk pengembangan SDM
Industri secara berkelanjutan.
Mempelopori menerapkan penyelenggaraan sistem pendidikan
kejuruan berbasis kompetensi
Menerapkan pendidikan kejuruan yang berbasis kompetensi
Penguatan kerjasama pendidikan kejuruan dalam dan luar negeri
secara berkelanjutan.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 44
4.3.3. Program Reposisi Pendidikan Vokasi Industri
Program reposisi untuk Pendidikan Tinggi Vokasi Industri akan
direposisi menjadi Pendidikan Tinggi Vokasi Industri berbasis
Spesialisasi dan Kompetensi, peran pendidikan tinggi sangat penting,
antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul dan
produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan
ekonomi yang berkelanjutan. Pengembangan program pendidikan
tinggi vokasi industri ini diarahkan pada penyelarasan bidang dan
program studi dengan potensi pengembangan ekonomi di setiap
koridor ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan program pendidikan
vokasi industri ini harus disesuaikan dengan potensi di masing‐masing
koridor ekonomi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang
langsung dapat diserap oleh kegiatan ekonomi di pusat‐pusat
pertumbuhan ekonomi di setiap koridor ekonomi.
Disamping itu Pendidikan Tinggi Vokasi Industri juga harus
menyediakan fasilitas pendidikan yang bermutu dan berkualitas
berpengaruh pada pengembangan wilayah sekitar yaitu dengan adanya
sebaran dan jangkauan pelayanan sekolah yang melayani penduduk
sekitar, aksesibilitas yaitu jarak dan transportasi yang mudah dan
terjangkau, serta adanya preferensi atau perlakuan memilih dari
masyarakat.
Salah satu permasalahan yang cukup mendesak pada
kelembagaan Pendidikan Vokasi Industri adalah Legalitas status
Perguruan Tinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian yang masih
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 45
lemah, sehingga menjadi kendala dalam berbagai kegiatan
pengembangan Unit Pendidikan Vokasi Kementerian Perindustrian,
salah satunya adalah tidak dapat dilaksanakannya proses sertifikasi
dosen. Untuk itu, hal yang paling utama erlu dilakukan dalam program
Reposisi Pendidikan Vokasi adalah perlu terus dipantau perkembangan
RUU Perguruan Tinggi untuk memastikan bahwa pasal yang
memberikan legalitas Unit Pendidikan Vokasi di bawah Kementerian
dan LPNK dapat terakomodir sehingga menjadi UU Pendidikan Tinggi.
Disamping itu, untuk dapat meningkakan daya saing, maka Unit
Pendidikan Vokasi Kemenperin perlu menetapkan spesialisasi atau
kekhasannya serta peningkatan akreditasi dan pemenuhan terhadap
Standar Nasional Pendidikan (SNP), dengan spesialisasi sebagai berikut.
Tabel 7 Spesialisasi Perguruan Tinggi
No PerguruanTinggi Spesialisasi
1. Akademi Kimia Analisis Bogor Kimia Analisis
2. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung
TeknologiTekstil, Garmen, dan Fesyen
3. Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta Teknologi Kulit dan Produk Kulit/Alas Kaki
4. Akademi Teknologi Industri Padang Teknologi Pangan
5. Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan
Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya
6. Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta
Kewirausahaan
7. Akademi Teknik Industri Makassar Teknologi Manufaktur
8. Sekolah Teknologi Manajemen Industri Jakarta
Sistem Industri Manufaktur
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 46
Dengan pengembangan dan penguatan pada beberapa hal,
sebagai berikut:
1) Membentuk LSP pertama dan TUK Sesuai Kompetensinya, sehingga
setiap Lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi Industri memiliki sertifikasi
profesi.
2) Membangun Unit Produksi (Teaching Factory) sesuai Spesialisasinya
3) Setiap Lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi Industri memiliki sertifikasi
profesi
Reposisi Pendidikan Vokasi Industri merupakan rencana besar
berjangka waktu panjang bagi pembangunan industri nasional. Oleh
karenanya, implementasi yang bertahap namun berkesinambungan
adalah kunci keberhasilan Reposisi. Implementasi Reposisi ini
direncanakan untuk dilaksanakan di dalam tiga fase hingga tahun 2025,
sebagai berikut.
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 47
2012 2015 2020 2025
Gambar 8 Tahapan Pelaksanaan Reposisi Pendidikan Vokasi
Fase 1
Pembentukan & operasionalisasi Tim Reposisi dan Pengembangan
Pendidikan Vokasi Industri.
Penyusunan Naskah Akademik Kajian Spesialisasi dan Kompetensi
Unit Pendidikan Vokasi Industri
Penyusunan Rencana Aksi 2012‐2015 Pengembangan Unit
Pendidikan Vokasi Industri
Sertifikasi Dosen
Membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) & TUK
Fase 1 : Pengembangan Fase 2 : Pemantapan Fase 3 : Pertumbuhan Berkelanjutan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 48
Mengembangkan Unit Produksi (Teaching Factory) sesuai
kompetensi
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi
Fase 2
Menyusun standar kompetensi
Menerapkan pendidikan vokasi industri yang berbasis spesialisasi
dan kompetensi
Melengkapi sarana prasarana, SDM, dan tata pamong berbasis
kompetensi Unit Pendidikan
Menerapkan pendidikan vokasi industri yang berbasis spesialisasi
dan kompetensi
Membangun Manajemen Pendidikan Vokasi Industri yang unggul
Fase 3
Mempertahankan keberlanjutan Kompetensi SDM Industri.
Memperluas penerapan teknologi tinggi untuk pengembangan SDM
Industri secara berkelanjutan.
Mempelopori menerapkan penyelenggaraan sistem pendidikan
vokasi berbasis kompetensi
4.3.4. Pusdiklat Industri
Untuk dapat terlaksananya program Reposisi ini dengan baik,
maka Pusdiklat Industri ke depan akan diarahkan fungsinya sebagai
Holding (regulator, fasilitator dan Evaluator) dalam rangka peningkatan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 49
kualitas SDM Industri. Sehingga fungsi Pusdiklat akan menjalankan
peran:
a. Pengembangan dan Pelatihan Aparatur Industri Berbasis
Kompetensi
b. Fasilitasi Pengembangan Pendidikan Kejuruan Industri Berbasis SBI
dan Kompetensi
c. Fasilitasi Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri Berbasis
Spesialisasi dan Kompetensi
d. Fasilitasi Pengembangan Balai Diklat Industri Sebagai Pusat
Pelatihan IKM Berbasis Spesialisasi dan Kompetensi
e. Fasilitasi Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Sektor Industri
f. Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan Tugas di Bidang
Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Aparatur dan
Sumber Daya Manusia Industri
g. Pelaksanaan Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Pusdiklat Industri
Disamping itu peran khusus pusdiklat dalam menjalan fungsinya
agar terwujudnya program reposisi, yaitu :
1. Sebagai regulator:
a. Membuat masterplan pengembangan SDM Industri
b. Reposisi BDI dan Unit Pendidikan
c. Menyusun sistem TNA berbasis kompetensi sesuai dengan
kebutuhan sektor industri
d. Pengembangan sistem pendidikan
e. Pengembangan perencanaan program terintegrasi
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 50
2. Sebagai fasilitator:
a. Fasilitasi penyusunan SKKNI
b. Fasilitasi pembentukan LSP Pihak 1 dan TUK
c. Fasilitasi pengembangan kerja sama teknis di bidang
pengembangan SDM Industri, baik melalui pengembangan
kerja sama di bidang pendidikan maupun pelatihan
d. Fasilitasi Pengembangan Unit Pendidikan Kejuruan Industri
Berbasis SBI dan Kompetensi
e. Fasilitasi Pengembangan Unit Pendidikan Vokasi Industri
Berbasis Spesialisasi dan Kompetensi
f. Fasilitasi Pengembangan Balai Diklat Industri dan Penerapan
Diklat IKM Berbasis Kompetensi
g. Fasilitasi pengembangan kompetensi SDM Industri
3. Sebagai Evaluator:
a. Monitoring dan Evaluasi program reposisi secara terintegrasi
dan berkelanjutan.
b. Monitoring dan Evaluasi kinerja Unit Pendidikan dan Balai
Diklat Industri.
Untuk menjalankan peranan tersebut, masing‐masing bidang di
Pusdiklat Industri menjalankan fungsi sebagai berikut:
1. Bagian Tata Usaha
a. Fasilitasi program dan anggaran berbasis kinerja
b. Pelayanan administrasi kepegawaian
c. Menjaga Ketertiban, Kerapian, Kebersihan, Kelestarian, dan
kedisiplinan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 51
d. Pengembangan kerjasama
e. Evaluasi kinerja Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri
2. Bidang Pengembangan SDM Industri
a. Fasilitasi pembentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI), Tempat Uji Kompetensi (TUK), dan Lembaga
Sertifikasi Profesi
b. Fasilitasi pembentukan asosiasi profesi
c. Penyusunan peta kompetensi tenaga kerja industri
d. Fasilitasi penyusunan kompetensi (sistem dan database)
e. Pembinaan Balai Diklat Industri sebagai Pusat Pelatihan Industri
Kecil dan Menengah
f. Pelaksanaan diklat tenaga kerja industri (kewirausahaan, asesor
lisensi, asesor kompetensi, dan lain‐lain).
g. Melakukan pengembangan SDM Industri
h. Supervisi dan evaluasi Balai Diklat Industri
3. Bidang Diklat SDM Aparatur
a. Penyusunan pola pengembangan SDM Aparatur Berbasis
Kompetensi
b. Penyusunan pedoman diklat SDM Aparatur
c. Penyelenggaraan diklat (Diklat Kepemimpinan, Teknis, dan
Fungsional) dan program rintisan gelar bagi SDM Aparatur
d. Fasilitasi penyusunan modul diklat aparatur
e. Pembinaan widyaiswara/Instruktur
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 52
4. Bidang Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Vokasi
a. Penyusunan pola pengembangan Unit Pendidikan berbasis
spesialisasi dan kompetensi
b. Peningkatan kualitas dosen dan guru
c. Fasilitasi penyusunan kurikulum dan pengembangan program
studi
d. Fasilitasi sertifikasi guru dan dosen
e. Fasilitasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
dunia usaha, dan instansi pemerintah lainnya
f. Fasilitasi dengan lembaga Luar Negeri
g. Supervisi dan evaluasi Unit Pendidikan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 53
BAB V PENUTUP
Sumber daya manusia yang produktif merupakan penggerak
pertumbuhan ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang
produktif, maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan
dengan kebutuhan pembangunan. Dalam ekonomi yang semakin
bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, peran pendidikan
sangat penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang
unggul dan produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai
tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Program reposisi dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia industri dapat difokuskan terhadap empat pengembangan
utama, yang terbagi dalam tiga jenis pendidikan dan pelatihan yang
pertama pelatihan/pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh 7
BDI, sehingga 7 BDI ini akan direposisi menjadi pusat pelatihan IKM
berbasis spesialisasi dan kompetensi sesuai kompetensi dan potensi
yang akan dikembangkan dalam koridor ekonomi, dengan begitu
diharapkan peranan BDI dapat memperkuat struktur IKM melalui
penyiapan SDM IKM yang berdasarkan data BPS proyeksi kebutuhan
tenaga kerja IKM pada tahun 2012 sebanyak 9.462.565 ; tahun 2013
sebanyak 9.816.425 dan pada tahun 2014 sebanyak 10.378.056.
Adapun spesialisasi yang akan dikembangkan oleh 7 BDI antara lain BDI
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 54
Medan : Karet, Kelapa Sawit dan produk turunannya; BDI Padang :
Produk Bordir; BDI Jakarta : Tekstil dan Produk Tekstil; BDI Yogyakarta:
Aneka Kerajinan & Logam : BDI Surabaya : Elektronika, Telematika dan
Tekstil: BDI Denpasar : Industri Kreatif dan BDI Makassar : Kakao,
Rumput laut dan Rumah Kemasan.
Yang Kedua pengembangan pendidikan kejuruan Industri (SMK)
akan direposisi menjadi Program reposisi untuk Pendidikan Kejuruan
Industri akan direposisi menjadi “Sekolah Kejuruan Industri Yang
Berbasis SBI dan Kompetensi Sepenuhnya“ diharapkan mencapai
minimal 80% memenuhi persyaratan SBI dari 14 instrumen kinerja. Ada
beberapa dimensi standar SBI, yang merupakan kriteria umum yaitu
meliputi input, proses yang ditunjang oleh kurikulum, sarana prasarana,
organisasi dan manajemen serta didukung pula oleh pendidik dan
tenaga kependidikan yang dipersyaratkan dalam SBI sehingga
menghasilkan output berdaya saing tinggi. Adapun 14 instrumen
meliputi: Akreditasi ;Kurikulum; Proses pembelajaran /proses belajar
mengajar; Pengembangan Sistem Mutu Manajemen (SMM) ISO
9001:2000 atau sesudahnya; Standard Training Workshop; Advance
Training workshop; Teaching Factory (TF); Self Asses Study (SAS);
Penataan lingkungan sekolah menjadi Green School; Institusi pasangan
MN‐MI/DN‐LN; Peningkatan kualifikasi siswa di dunia kerja
internacional; Peningkatan kemampuan berbahasa Inggris melalui
score TOEIC; Program ICT (EMIS dan FMIS) dan Sertifikat Tempat Uji
Kompetensi (TUK). Disamping itu SMK SMAK/SMTI juga harus
menyediakan fasilitas pendidikan yang bermutu dan berkualitas
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 55
berpengaruh pada pengembangan wilayah sekitar yaitu dengan adanya
sebaran dan jangkauan pelayanan sekolah yang melayani penduduk
sekitar, aksesibilitas yaitu jarak dan transportasi yang mudah dan
terjangkau, serta adanya preferensi atau perlakuan memilih dari
masyarakat. Fasilitas sekolah sebagai Tempat Uji Kompetensi, Bursa
Kerja Khusus (BKK), pusat pelayan jasa dan pelatihan bagi sekolah lain,
serta unit produksi yang melayani masyarakat umum. Untuk itu,
diperlukan: Membentuk LSP Pertama dan TUK sesuai dengan
Kompetensi; Membangun Unit Produksi (Teaching Factory) dan Lulusan
SMK memiliki sertifikasi Profesi. Adapun spesialisasi dan jenis produk
untuk teaching industri yang akan dikembangkan di masing‐masing
SMK Industri adalah sebagai berikut : SMK SMAK Bogor: Jasa Analisis
dan Jasa Pelatihan; SMK SMAK Padang: Jasa Analisis dan Jasa Pelatihan;
SMK SMAK Makassar: Jasa Analisis; SMK SMTI Banda Aceh: Minyak
Atsiri dan Sabun Padat; SMK SMTI Padang: Sarung Tangan Karet dan
Sabun Padat; SMK SMTI Bandar Lampung: Tepung Cassava dan Sarung
Tangan Karet; SMK SMTI Pontianak: Busa Karet dan Komponen/Mesin
Pengolahan Hasil Pertanian; SMK SMTI Makassar: Kakao (Bubuk,
Lemak, Cokelat Candy dan Selai) dan Rumput Laut (Makanan Ringan);
SMK SMTI Yogyakarta: VCO.
Yang Ketiga program reposisi untuk Pendidikan Tinggi Vokasi
Industri akan direposisi menjadi Pendidikan Tinggi Vokasi Industri
berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, peran pendidikan tinggi sangat
penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul dan
produktif, yang semakin mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 56
teknologi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan
ekonomi yang berkelanjutan. Pengembangan program pendidikan
tinggi vokasi industri ini diarahkan pada penyelarasan bidang dan
program studi dengan potensi pengembangan ekonomi di setiap
koridor ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan program pendidikan
vokasi industri ini harus disesuaikan dengan potensi di masing‐masing
koridor ekonomi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang
langsung dapat diserap oleh kegiatan ekonomi di pusat‐pusat
pertumbuhan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Disamping itu
Pendidikan Tinggi Vokasi Industri juga harus menyediakan fasilitas
pendidikan yang bermutu dan berkualitas berpengaruh pada
pengembangan wilayah sekitar yaitu dengan adanya sebaran dan
jangkauan pelayanan sekolah yang melayani penduduk sekitar,
aksesibilitas yaitu jarak dan transportasi yang mudah dan terjangkau,
serta adanya preferensi atau perlakuan memilih dari masyarakat.
Fasilitas sekolah sebagai Tempat Uji Kompetensi, Bursa Kerja Khusus
(BKK), pusat pelayan jasa dan pelatihan bagi sekolah lain, serta unit
produksi yang melayani masyarakat umum. Untuk itu, diperlukan:
Membentuk LSP Pertama dan TUK sesuai dengan Kompetensi;
Membangun Unit Produksi (Teaching Factory); Lulusan Pendidikan
Tinggi Vokasi Industri Memiliki Sertifikasi Profesi. Adapun spesialisasi
yang dikembangkan meliputi: Akademi Kimia Analisis Bogor: Kimia
Analisis; Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung: Teknologi Tekstil,
Garmen, dan Fesyen; Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta: Teknologi
Kulit dan Produk Kulit/Alas Kaki; Akademi Teknologi Industri Padang:
Kebijakan Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri Hal | 57
Pengolahan Hasil Pertanian (Pangan); Pendidikan Teknologi Kimia
Industri Medan: Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya;
Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta: Manajemen Industri Berbasis
Teknologi Informasi Komunikasi dan K3 Lingkungan; Akademi Teknik
Industri Makassar: Teknologi Manufaktur dan Sekolah Teknologi
Manajemen Industri Jakarta: Sistem Industri Manufaktur.
Dengan demikian reposisi pengembangan pendidikan vokasi
industri dan balai diklat industri diharapkan dapat mengembangkan
kompetensi SDM sesuai kebutuhan dunia usaha, sehingga dapat
mendukung peningkatan daya saing industri nasional.