Upload
its
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
Pembuatan ethylene berdasarkan bahan bakunya dilakukan
dengan 2 proses. Seleksi pada kedua proses tersebut
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
II.1. Jenis Proses Pembuatan Ethylene
Ethylene merupakan dasar bahan baku industri kimia
untuk berbagai macam produk industri, dan juga dapat
dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan
baku yang digunakan yaitu :
II.1.1 Dehidrasi Ethanol
Reaksi dehidrasi etanol sebagian langsung akan
menjadi ethylene dan eter, sebagian menjadi produk
lanjutan.
Reaksinya sebagai berikut :
kat H3PO4
C2H5OH C2H4 + H2
380 0C
230 0C
350 0C
2C2H5OH 9(C 2H5)2O + H2O
2C2H4 + H2O
0,36 kg/ cm2
0.36 kg/cm2
II-1
Eter didapat pada temperatur kira-kira 2300C
dimana ethylene didapatkan pada temperatur 300-4000C.
Pemurnian lebih lanjut dilakukan untuk melepaskan
ikatan aldehid, asam, hidrokarbon fraksi berat dan
karbondioksida dengan membentuk H2O.
Proses pembuatan ethylene dari etanol : umpan
etanol dipompa kedalam steam-heated vapourizer. Uap
etanol diberi pemanasan awal dengan steam bertekanan
tinggi dan dilewatkan pada katalis yaitu phosphoric
acid (H3PO4). Dalam satu kali proses produksi, yield
ethylene didapatkan sekitar 96 persen.
Dalam proses ini diperlukan adanya kontrol
terhadap suhu, bila suhu terlalu tinggi akan
terbentuk aldehid, dan bila suhu terlalu rendah akan
terbentuk eter. Ethylene yang keluar dari reaktor
masih mengandung sejumlah kecil pengotor. Oleh
karena itu, gas ethylene dicuci dengan air pencuci dan
pada saat yang sama akan dilepaskan alkohol yang
tidak ikut bereaksi. Tahapan selanjutnya dengan
larutan NaOH yang bertujuan untuk melepaskan
karbondioksida.
Ethylene kemudian dikirim ke gas holder, dimana
ethylene akan dikompresi lalu didinginkan dengan
refrigeration system sampai temperaturnya 460C.
selanjutnya gas dari gas holder dilewatkan pada
adsorber untuk ,menghilangkan kandungan pengotor
seperti butana (C4H10). Setelah itu kadar air yang
II-2
terkandung dalam ethylene dihilangkan sehingga
didapatkan ethylene dengan kemurnian 99%.
II.1.2 Thermal Cracking
Pada geologi minyak bumi dan kimiawi,
perengkahan adalah proses dimana molekul sederhana
(contoh: hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan
ikatan rangkap C=C pada awalnya. Laju perengkahan
dan produk akhir sangat dipengaruhi oleh temperatur
dan keberadaan katalis.
Dalam proses perengkahan penyulingan minyak
digunakan produksi produk ringan (seperti LPG dan
bensin) dari fraksi distilasi minyak murni yang
lebih berat dan residu seperti gas oil. Sekarang ini
thermal cracking banyak digunakan untuk mengupgrade
fraksi yang sangat berat atau untuk memproduksi
fraksi berat atau distilasi, bahan bakar dan kokas
petroleum. Thermal cracking menggunakan suhu hingga
800oC dan tekanan 700 kpa (6,9 atm).
Reaksi perengkahan etana berlangsung secara
endotermik dalam tungku pirolisa. Panas reaksi
diambil dari campuran bahan bakar gas metana dan
hydrogen yang merupakan produk samping. Adapun
reaksi perengkahan etana secara sederhana adalah
sebagai berikut:
C2H6 C2H4 +
H2
II-3
Etana Ethylene
Hidrogen
Selanjutnya dilakukan pendinginan secara tiba-
tiba oleh quencher. Di unit pendingin ini dihasilkan
uap bertekanan tinggi (saturated steam) yang
nantinya digunakan di unit cracking, reboiler,
deethanizer dan C2-splitter.
Pemisahan produk dari hasil sampingnya juga
dilakukan secara bertahap meliputi proses absorpsi,
adsorbsi dan distilasi. Absorber yang memisahkan
hidrokarbon gas terhadap hidrokarbon cair dalam
alirannya dengan media pencuci air. Aliran
hidrokarbon cair (fuel oil) dan air keluar dari
dasar menara, sedangkan aliran hidrokarbon gas
keluar dari atas lalu masuk ke unit kompresi,
setelah itu diteruskan ke unit pencucian dengan
kaustik (kaustik tower) dilakukan pemisahan gas CO2
dengan cara mereaksikan dengan NaOH.
Gas keluar unit pencuci kaustik masuk ke
compressor untuk dikompres lagi sebelum masuk ke
unit adsorpsi. Adsorber memisahkan air yang
terkandung dalam aliran hidrokarbon gas. Gas keluar
adsorber masuk ke dalam prechiller sehingga masuk ke
unit pemisah distilasi 1 dalam fasa cair.
Unit pemisah distilasi adalah deethanizer yang
memisahkan fraksi C1 dan C2 terhadap fraksi C3.
Produk dasar menara distilasi dipisahkan sebagai
produk samping untuk bahan bakar, sedangkan produk
II-4
puncak menara masuk reactor asetilen. Asetilen
dikonversikan menjadi etilen dengan bantuan katalis
palladium dalam fixed bed reaktor.
Sebelum masuk ke unit pemisahan berikutnya,
dilakukan penurunan temperature dan penurunan
tekanan terhadap aliran gas. Hidrokarbon keluar
ekspander terdiri dari dua fasa yaitu fasa cair dan
gas. Unit pemisah berikutnya adalah demethanizer
yang memisahkan fraksi gas CH4 dan H2 dari fraksi
cair C2. Produk diatas menara dipisahkan sebagai
produk samping berupa bahan bakar metana dan
hydrogen yang digunakan pada unit perengkahan.
Produk bawah masuk ke unit pemisah distilasi II.
Unit pemisah distilasi II adalah C2-splitter
yang memisahkan etilen sebagai produk atas dan etana
sebagai produk bawah yang didaur ulang sebagai umpan
di unit cracking (rizki 2010).
II.2. Seleksi Proses
Dari kriteria-kriteria dan uraian proses pembuatan
ethylene diatas dapat dilihat keuntungan dan kerugian dari
masing-masing proses seperti terlihat dalam tabel dibawah
ini.
Tabel 2.1 Perbandingan Proses Pembuatan Ethylene
Parameter Proses
II-5
Dehidrasi Etanol Thermal Cracking1. Bahan Baku Etanol Metana, etana,
propane, butane,
naphta2. Segi Proses
Jenis reaksi
Temperatur
Tekanan
Menggunakan
katalis (asam
sulfat pekat
atau asam
fosfat)
300-400oC
Atmosfer
Tidak
menggunakan
katalis
600-1000oC
2-47,7 atm
3. Proses yang
proven
Jarang digunakan Sering digunakan
4. Kemurnian
Produk
94-95% 99,97%
5. Sumber
energy panas
Fuel gas (supply
dari luar)
Metana, LNG
(Fuel gas dari
hasil samping
proses)6. Segi ekonomi Harga bahan
baku lebih
mahal
dibandingkan
harga
produknya
Harga bahan
baku lebih
murah
Cadangan gas
alam masih
tersedia
banyak
Proses
II-6
berlangsung
tanpa katalis
sehingga biaya
proses lebih
murah
Dari data diatas terlihat bahwa pada proses
Thermal Cracking lebih menguntungkan dibandingkan
dengan proses Dehidrasi Etanol. Dalam aplikasi di
industri juga lebih banyak menggunakan proses thermal
cracking dibandingkan dengan dehidrasi etanol. Dari
kedua proses pembuatan Ehylene diatas, maka dipilih
proses pembuatan ethylene dari etana dengan cara
thermal cracking.
II.3. Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku
a. Gas Alam
Gas alam adalah hasil proses alami berupa
hidrokarbon yang dalam tekanan dan temperatur
atmosfer berupa fase gas yang diperoleh dari proses
penambangan minyak dan gas alam.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan
Gas Alam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) per tanggal 1 Januari 2012, cadangan gas
terbukti mencapai 103,35 TSCF (Trillion Standard
Cubic Feet) atau sekitar 3% dari cadangan gas alam
dunia, sementara cadangan gas potensial 47,35 TSCF.
II-7
Pengolahan gas alam dilakukan di kilang-kilang
gas alam yang kemudian diolah menjadi Liquefied
Natural Gas (LNG) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Saat ini, produksi LNG Indonesia berasal dari kilang
LNG Arun (Aceh) yang berkapasitas 12,85 mtpa (metric
tons per annum/ metric ton per tahun), kilang LNG
Badak (Bontang) berkapasitas 21,64 mtpa, dan kilang
LNG Tangguh (Papua) berkapasitas 7,6 mtpa.
b. Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku
Berikut adalah komposisi dari bahan baku yang
digunakan yaitu gas alam:
Tabel 2.2 Kandungan Gas Alam (oeqi.wordpress.com)
Komponen Komposisi (%)Metana 80-95Etana 5-15
Propana dan Butana < 5
1. Metana (CH4)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari metana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 16.04 g/mol
Titik Didih : -161,4oC
Titik Lebur : -182,6oC
Bentuk zat : Gas
Sifat Kimia:
Larut dalam air, alkohol dan eter.
II-8
Dalam oksigen berlebih, alkana dapat terbakar
menghasilkan kalor, karbondioksida dan uap
air.
Mudah terbakar
Merupakan senyawa kovalen nonpolar
2. Etana (C2H6)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari etana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 30.07 g/mol
Titik Didih :-88.6 oC
Titik Lebur : -172 oC
Bentuk zat : Gas
Sifat Kimia:
Mudah terbakar
Merupakan senyawa kovalen nonpolar
Dengan asam halogen akan mengalami reaksi
adisi
3. Propana (C3H8)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari propana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 44.09 g/mol
Titik Didih : -42.2 oC
Titik Lebur : -187.1 oC
Bentuk zat : Gas
Sifat Kimia:
Merupakan senyawa kovalen nonpolar
Mudah terbakar
Memiliki ikatan tunggal
II-9
4. Butana (C4H10)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari butana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 58.12 g/mol
Titik Didih : -10oC
Titik Lebur : -145oC
Bentuk Zat : Gas
Sifat Kimia:
Memiliki ikatan tunggal
Mudah terbakar
5. Karbon Dioksida (CO2)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari karbon
dioksida adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 44,01 g/mol
Titik Didih : -78.5oC (menyublim)
Titik Lebur : -56.6oC (dibawah tekanan)
Bentuk Zat : Gas
Sifat Kimia:
Gas yang tidak berwarna
Tidak berbau
Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak
mudah terbakar
6. Air (H2O)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari air
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 18.016 g/mol
Titik Didih : 100oC
Titik Lebur : 0oC
II-10
Bentuk Zat :
Sifat Kimia
Tidak berwarna
Tidak berbau
Pelarut yang penting, yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan zat kimia
lainnya, seperti garam-garam, gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul
7. Hidrogen Sulfida (H2S)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari hydrogen
sulfida adalah sebagai berikut:
Berat molekul : 34,08 g/mol
Titik Didih : -59,6oC
Titik Lebur : -82,9oC
Bentuk Zat : Gas
Sifat Kimia:
Tidak Berwarna
Berbau yang merangsang
Dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
orang jadi pingsan secara cepat bila mencium
baunya
Sangat beracun
Bersifat korosif, sehingga dapat menyebabkan
karat pada peralatan logam
Bersifat iritasi terhadap mata, dan saluran
pernafasan
Bersifat flammable (mudah terbakar)
II-11
II.4 Target Produk
Etena (Ethylene) adalah senyawa kimia yang memiliki
rumus C2H4 yang memiliki sifat-sifat : olefin paling
ringan, tidak berwarna, tidak berbau, dan mudah terbakar.
Adapun penggunaan etena dalam dunia industri cukup luas
antara lain :sebagai bahan baku industri kimia ethylene
oksida, polyethylene, ethylene benzene, vinilklorida, dan ethylene
glikol.
Saat ini, total kapasitas produksi ethylene sebagai
bahan baku polyethylene (PE) yang digunakan oleh industri
pengolahan plastik milik Chandra Asri berkisar 600.000
ton per tahun.
Pemerintah semula berharap fasilitas refinery
Chandra Asri dapat segera ditambah untuk mengurangi
ketergantungan impor ethylene yang setiap tahun menembus
996.000 ton (Inaplas : Asosiasi Industri Olefin, Aromatik
dan Plastik Indonesia, 2009)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari ethylene
adalah sebagai berikut:
Rumus Molekul : C2H4
Berat Molekul : 28.05 g/mol
Titik Lebur : -169oC
Titik Didih Normal : -103.9oC (pada 1 atm)
Bentuk Zat : Gas
Warna : Colorless (tidak
berwarna)
Densitas : 0.610 g/cm3 (pada 0oC, 1 atm)
II-12
Sifat kimia Ethylene:
Mempunyai bau yang khas
Mudah terbakar
Produk Samping
Sedangkan kegunaan produk samping yang berupa metana
dan butana adalah sebagai bahan bakar.
1. Metana (CH4)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari metana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 16.04 g/mol
Titik Didih : -161,4oC
Titik Lebur : -182,6oC
Bentuk zat : Gas
Sifat Kimia:
Larut dalam air, alkohol dan eter.
Dalam oksigen berlebih, alkana dapat terbakar
menghasilkan kalor, karbondioksida dan uap
air.
Mudah terbakar
Merupakan senyawa kovalen nonpolar
2. Butana (C4H10)
Menurut Perry (1973), sifat fisik dari butana
adalah sebagai berikut:
Berat Molekul : 58.12 g/mol
Titik Didih : -10oC
Titik Lebur : -145oC
Bentuk Zat : Gas
II-13
Sifat Kimia:
Memiliki ikatan tunggal
Mudah terbakar
3. Hidrogen (H2)
Menurut Kusnandini (2011), sifat fisik dari
hydrogen sebagai berikut:
Berat Molekul : 2.016 g/mol
Titik Didih : -252.87 oC
Titik Lebur : -259.14 oC
Bentuk Zat : Gas
Warna : Tidak berwarna
Sifat Kimia:
Merupakan unsur yang paling ringan
Mudah terbakar
II.5 Penentuan Kapasitas Pabrik
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
pendirian suatu pabrik adalah kapasitas produksi.
Kapasitas pabrik yang akan dirancang harus lebih besar
dari kapasitas minimum atau sama dengan kapasitas
terkecil suatu pabrik yang sudah berjalan. Selain itu,
kapasitas pabrik harus di atas jumlah permintaan, dengan
maksud untuk mengantisipasi peningkatan jumlah permintaan
serta kenaikannya setiap tahun makan dapat ditemtukan
kapasitas pabrik yang akan didirikan.
II-14
Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Ethylene Indonesia tahun
2005-2009 (BPS,2009)
Tahun Produksi
(ton/tahun)2005 515.0002006 520.0002007 525.0002008 590.0002009 600.000
Tabel 2.4 Perkembangan Impor Ethylene Indonesia tahun 2005-
2009 (BPS,2009)
Tahun Impor
(ton/tahun)2005 336.9772006 294.4662007 260.9562008 443.7682009 663.714
Tabel 2.5 Perkembangan Konsumsi Ethylene Indonesia tahun
2005-2009 (BPS,2009)
Tahun Konsumsi
II-15
(ton/tahun)2005 1.300.0002006 1.500.0002007 1.590.0002008 1.685.4002009 1.786.524
Pabrik Ethylene ini direncanakan akan berdiri pada
tahun 2017, dengan mengacu pada kebutuhan impor. Dengan
analogi dari persamaan untuk menghitung bunga, maka
perkiraan volume impor ethylene (dalam ton) pada tahun 2017
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
F = F0(1+i)n …………………………. (1)
Dimana :
F = Perkiraan kebutuhan ethylene pada tahun 2017
Fo = Kebutuhan ethylene pada tahun terakhir
i = Perkembangan rata-rata
n = Selisih waktu
(Peter&Timmerhauss, 2003)
Hasil perhitungan proyeksi dari produksi dan
konsumsi dari ethylene Indonesia pada tahun 2017 dengan
menggunakan persamaan diatas adalah sebagai berikut :
Tabel 2.6 Proyeksi produksi, komsumsi ethylene tahun 2017
Proyeksi Kapasitas
(ton/tahun)Produksi 1.968.270Konsumsi 6.353.091
Dari data diatas, perkiraan konsumsi ethylene pada
tahun 2017 adalah 6.353.091 ton dan perkiraan produksi
II-16
ethylene yang sudah ada pada tahun tersebut hanya mencapai
1.968.270 ton, sehingga terdapat ketergantungan impor
sebesar 4.384.821. Karena pertimbangan dari ketersediaan
bahan baku yang tersedia, maka ditentukan kapasitas
perancangan 400.000 ton/tahun. Kapasitas perancangan ini
dimaksudkan untuk memenuhi setidaknya 9,1% kebutuhan
impor ethylene.
II.6 Basis Perhitungan
Untuk menenetukan perhitungan neraca massa maka
dibutuhkan basis perhitungan. Dimana basis perhitungan
pada pabrik Ethylene ini adalah sebagai berikut :
1 tahun = 330 hari kerja
1 hari = 24 jam
II.7 Basis Desain Data
Letak geografis suatu pabrik mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap kelangsungan atau
keberhasilan pabrik tersebut. Karena itu penentuan
lokasi pabrik yang akan didirikan sangat penting dalam
perencanaannya. Lokasi pabrik yang tepat, ekonomis dan
menguntungkan, harga produk yang semurah mungkin
dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Idealnya
lokasi yang akan dipilih harus dapat memberikan
keuntungan jangka panjang dan dapat memberikan
kemungkinan untuk memperluas pabrik tersebut. Pabrik
ethylene akan didirikan di kawasan industri Teluk
Bintuni, Papua Barat.
II-17
Gambar 2.1 Peta Provinsi Papua Barat
Adapun yang dipertimbangkan dalam pemilihan
lokasi pendirian pabrik ethylene adalah sebagai
berikut :
Ketersediaan Bahan Baku
Sumber bahan baku merupakan faktor yang paling
penting dalam pemilihan lokasi pabrik, terutama pada
pabrik yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah
besar. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi
dan penyimpanan sehingga perlu diperhatikan harga
bahan baku, jarak dari sumber bahan baku, biaya
transportasi, ketersediaan bahan baku yang
berkesinambungan dan penyimpanannya. Bahan baku yang
digunakan adalah gas alam, dimana cadangan gas alam
II-18
masih melimpah untuk daerah papua dan natuna. Pabrik
ethylene ini mengambil gas alam di Papua Barat.
Ketersediaan Utilitas
Perlu diperhatikan sarana-sarana pendukung
seperti tersedianya air, listrik dan sarana lainnya
sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Kawasan tersebut merupakan kawasan industri,
sehingga kemudahan pemenuhan air proses lebih
terjamin. Kebutuhan air proses diambil dari air
sumur. Sedangkan unit pengadaan listrik dipenuhi
oleh pembangkit lisrik milik pabrik sendiri dan
bahan bakar dapat diambil dari sisa gas proses.
Ketersediaan Lahan
Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai luas wilayah
18.637 km2. Luasnya lahan yang terdapat di kabupaten
Teluk Bintuni sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan
dalam pembangunan pabrik ethylene.
Tenaga kerja
Tersedianya tenaga kerja yang terampil
diperlukan untuk menjalankan mesin-mesin produksi
dan juga bagian pemasaran dan administrasi. Tenaga
kerja dapat direkrut dari daerah Teluk Bintuni dan
sekitarnya, selain dapat memenuhi kebutuhan tenaga
kerja juga dapat membantu meningkatkan taraf hidup
penduduk sekitarnya.
Sarana Transportasi
Sarana transportasi sangat diperlukan untuk
proses penyediaan bahan baku dan penjualan produk.
II-19
Untuk penyediaan bahan baku, penjualan produk
samping metana digunakan system perpipaan langsung
dengan LNG Tangguh, untuk penjualan produk utama
ethylene digunakan kapal, dan untuk penjualan hasil
samping LPG digunakan jalur darat dengan truk
tangki, untuk diluar pulau menggunakan kapal laut.
Pemasaran
Pemasaran produk ethylene yang akan didirikan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
diantaranya akan dijual ke beberapa pabrik yang
menggunakan ethylene sebagai bahan bakunya. Sedangkan
hasil samping yang berupa gas metana 90% akan dijual
ke LNG Tangguh untuk akhirnya dicairkan menjadi LNG,
sedangkan hasil samping yang berupa butana 94% akan
dijual sebagai LPG ke Pertamina Kasim.
Berikut ini adalah kondisi wilayah dari Bontang
berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika
Propinsi Papua Barat tahun 2014. Kondisi wilayah ini
dapat dijadikan basis desain data pabrik ethylene yang
akan direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2017.
Kelembaban udara rata-rata = 61 - 97%
Suhu udara rata-rata = 24 – 32oC
Gempa = tidak ada data
Kecepatan angin rata-rata = 20 km/jam
(BMKG.go.id pada tanggal 20
Maret 2014)
II-20
II.8 Proses Flow Diagram
II-21
De-Methanize
r
De-Ethanizer
EthyleneTower
EtanaPropanaButanaP = 30 atm
MetanaEthyleneEtanaPropanaButanaP = 30 atm
HidrogenMetana EtanaPropanaButanaP = 1 atm
HidrogenMetanaEthyleneP = 30
MetanaEthyleneEtanaPropanaP = 30 atm
HidrogenMetanaEthyleneEtanaPropanaButanaMetana
EtanaPropanaP = 32 atm
EthyleneEtanaPropanaP = 1 atm
MetanaEthyleneEtanaP = 15 atm
Gambar 2.2 Blok Diagram Pembuatan Ethylene dari Gas Alam
II.9 Uraian Proses
Proses pembuatan ethylene pada pabrik ini
menggunakan proses thermal cracking ini terdiri dari
beberapa unit proses yaitu :
1. Persiapan Bahan Baku
2. Tahap Proses Reaksi
3. Tahap Pemurnian Produk
II.9.1 Persiapan Bahan baku
Fresh feed digabungkan dengan arus yang keluar
dari reaktor kemudian dimasukkan ke dalam Fin Fan
untuk didinginkan hingga suhu 37 oC. Kemudian
dimasukkan lagi ke dalam Heat Exchanger dan
didinginkan dengan MCR (Multi Component Refrigerant) hingga
suhu -33 oC agar siap dimasukkan didalam unit
pemurnian.
II.9.2 Tahap Proses Reaksi
Hasil bawah ethylene tower yang terdiri dari 99%
etana 0.01% ethylene dan 0.04% propana yang bersuhu -
18oC dan tekanan 15 atm diuapkan dalam vaporizer
dengan menggunakan MP steam dengan suhu dan tekanan
II-22
Reaktor
konstan. Uap keluar kemudian dipanaskan dalam pemanas
Heat Exchanger pertama untuk ditukarkan panasnya
dengan LPG hasil bawah dari Deethanizer hingga suhu
37oC. Setelah ditukarkan panasnya kemudian arus
diekspansikan dalam expander pertama hingga
bertekanan 10 atm. Arus keluar ekspander bersuhu
20.06oC. Arus keluar ekspander dipanaskan kembali
dalam HE kedua dengan menggunakan arus panas dari
reaktor yang keluar dari HE ketiga hingga suhu 130oC.
Kemudian umpan diekspansikan kembali ke dalam
ekspander kedua hingga bertekanan 1 atm atau sesuai
dengan tekanan operasi reaktor. Arus keluar ekspander
kedua bersuhu 44oC. Arus keluar ekspander dipanaskan
kembali dalam HE ketiga hingga bersuhu 125oC. Arus
keluar dari HE ketiga dipanaskan kembali dalam HE
keempat dengan produk keluar reaktor hingga bersuhu
725oC. Arus ini siap dimasukkan reaktor untuk
bereaksi.
Reaksi terjadi pada fase gas pada suhu 1000oC
dan tekanan 1 atm dalam suatu reaktor alir pipa
multitube.
4C2H6 2CH4 + C2H4 +
C4H10 + H2
Etana Metana Ethylene
Butana Hidrogen
Etana tercracking membentuk metana, ethylene,
butana, dan hydrogen dengan konversi total 95%. Dalam
reaktor terjadi penurunan temperatur akibat reaksi
II-23
yang endotermis, sehingga untuk mempertahankan
kondisi operasi diperlukan pemanasan yang dilakukan
oleh flue gas (hasil pembakaran fuel gas dalam
furnace). Fuel gas berasal dari sebagian hasil atas
demethanizer yang dibakar di dalam suatu furnace
dengan udara excess 20%.
Hasil keluaran reaktor bersuhu 1000oC
didinginkan dalam HE keempat dengan arus masuk
reaktor hingga bersuhu 565.3oC. Pendinginan ini
dimaksudkan agar reaksi berhenti sehingga tidak
terbentuk zat-zat yang tidak diinginkan seperti
propilen. Setelah keluar dari HE keempat, produk
didinginkan kembali dalam HE ketiga dan HE kedua
untuk ditukarkan panasnya dengan arus yang akan
memasuki reaktor. Kemudian arus ini dimasukkan ke
dalam HE kelima untuk didinginkan kembali sekaligus
menghasilkan steam. Kemudian produk dikompresi di
dalam compressor hingga bertekanan 7 atm. Produk
keluar compressor bersuhu 375oC. Produk keluar dari
compressor kemudian didinginkan dengan Fin Fan hingga
bersuhu 200oC. Kemudian produk dikompresi kembali
dalam compressor hingga bertekanan 20 atm. Arus keluar
compressor bersuhu 288oC. Kemudian produk didinginkan
kembali dengan Fin Fan hingga bersuhu 120oC. Kemudian
produk dikompresi kembali dengan compressor hingga
tekanan 30 atm. Akibat proses kompresi ini suhu arus
naik hingga mencapai 152oC. Arus keluar compressor
didinginkan dalam Fin Fan hingga bersuhu 70oC. Arus
II-24
keluar dari Fin Fan kemudian dicampurkan dengan fresh
feed untuk kemudian masuk unit pemurnian.
II.9.3 Tahap Pemurnian Produk
Produk yang telah bercampur dengan umpan
dimasukkan dalam Demethanizer untuk menghilangkan
metana. Arus masuk demethanizer pada suhu -33oC dalam
keadaan saturated. Hasil atas demethanizer yang
berupa campuran 9% hydrogen, 90.5% metana dan 0.5%
ethylene bersuhu -93oC dikeluarkan sebagai by produk
dimana gas metana akan dijual untuk akhirnya akan
dicairkan menjadi LNG, sedangan butana akan dijual
sebagai LPJ. Sedangkan hasil bawah dari demethanizer
yang berupa campuran fraksi berat dimasukkan ke
dalam deethanizer pada suhu 16oC. Dalam deethanizer
fraksi C2 dipisahkan menjadi hasil atas dan C3, C4
sebagai hasil bawah. Deethanizer beroperasi pada
tekanan 30 atm, suhu atas -8.47oC, suhu bawah
111.15oC. Hasil atas deethanizer yang berupa campuran
etana dan ethylene diekspansikan terlebih dahulu pada
compressor hingga tekanan menjadi 15 atm. Kemudian
arus didinginkan kembali dalam HE hingga bersuhu 21oC
dengan menggunaan Multi Component Refrigerant. Arus keluar
dari HE kemudian dimasukkan ke dalam ethylene tower
untuk memisahkan produk ethylene dengan bahan baku
yang akan diumpankan ke dalam reaktor. Hasil bawah
Deethanizer digunakan sebagai pemanas dalam ekspansi
bertingkat untuk selanjutnya digunakan sebagai fuel
gas. Ethylene tower beroperasi pada tekanan 15 atm,
II-25
suhu atas -37,5oC, dan suhu bawah -16.5oC. Hasil atas
ethylene tower berupa 99,95% ethylene, 0.01% metana, dan
0.04% etana yang diambil sebagai produk utama.
Sedangkan hasil bawahnya berupa 99.95% etana, 1%
ethylene dan 4% propana, diekspansi secara bertingkat
untuk kemudian dimasukkan dalam reaktor untuk
mereaksikan etana menjadi ethylene.
II-26