26
BAB II SELEKSI DAN URAIAN PROSES Pembuatan ethylene berdasarkan bahan bakunya dilakukan dengan 2 proses. Seleksi pada kedua proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. II.1. Jenis Proses Pembuatan Ethylene Ethylene merupakan dasar bahan baku industri kimia untuk berbagai macam produk industri, dan juga dapat dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan baku yang digunakan yaitu : II.1.1 Dehidrasi Ethanol Reaksi dehidrasi etanol sebagian langsung akan menjadi ethylene dan eter, sebagian menjadi produk lanjutan. Reaksinya sebagai berikut : kat H 3 PO 4 C 2 H 5 OH C 2 H 4 + H 2 380 0 C 230 0 C 350 0C 2C 2 H 5 OH 9(C 2 H 5 ) 2 O + H 2 O 2C 2 H 4 + H 2 O 0,36 kg/ cm 2 0.36 kg/cm 2 II-1

BAB II ethylene baru

  • Upload
    its

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

SELEKSI DAN URAIAN PROSES

Pembuatan ethylene berdasarkan bahan bakunya dilakukan

dengan 2 proses. Seleksi pada kedua proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

II.1. Jenis Proses Pembuatan Ethylene

Ethylene merupakan dasar bahan baku industri kimia

untuk berbagai macam produk industri, dan juga dapat

dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan

baku yang digunakan yaitu :

II.1.1 Dehidrasi Ethanol

Reaksi dehidrasi etanol sebagian langsung akan

menjadi ethylene dan eter, sebagian menjadi produk

lanjutan.

Reaksinya sebagai berikut :

kat H3PO4

C2H5OH C2H4 + H2

380 0C

230 0C

350 0C

2C2H5OH 9(C 2H5)2O + H2O

2C2H4 + H2O

0,36 kg/ cm2

0.36 kg/cm2

II-1

Eter didapat pada temperatur kira-kira 2300C

dimana ethylene didapatkan pada temperatur 300-4000C.

Pemurnian lebih lanjut dilakukan untuk melepaskan

ikatan aldehid, asam, hidrokarbon fraksi berat dan

karbondioksida dengan membentuk H2O.

Proses pembuatan ethylene dari etanol : umpan

etanol dipompa kedalam steam-heated vapourizer. Uap

etanol diberi pemanasan awal dengan steam bertekanan

tinggi dan dilewatkan pada katalis yaitu phosphoric

acid (H3PO4). Dalam satu kali proses produksi, yield

ethylene didapatkan sekitar 96 persen.

Dalam proses ini diperlukan adanya kontrol

terhadap suhu, bila suhu terlalu tinggi akan

terbentuk aldehid, dan bila suhu terlalu rendah akan

terbentuk eter. Ethylene yang keluar dari reaktor

masih mengandung sejumlah kecil pengotor. Oleh

karena itu, gas ethylene dicuci dengan air pencuci dan

pada saat yang sama akan dilepaskan alkohol yang

tidak ikut bereaksi. Tahapan selanjutnya dengan

larutan NaOH yang bertujuan untuk melepaskan

karbondioksida.

Ethylene kemudian dikirim ke gas holder, dimana

ethylene akan dikompresi lalu didinginkan dengan

refrigeration system sampai temperaturnya 460C.

selanjutnya gas dari gas holder dilewatkan pada

adsorber untuk ,menghilangkan kandungan pengotor

seperti butana (C4H10). Setelah itu kadar air yang

II-2

terkandung dalam ethylene dihilangkan sehingga

didapatkan ethylene dengan kemurnian 99%.

II.1.2 Thermal Cracking

Pada geologi minyak bumi dan kimiawi,

perengkahan adalah proses dimana molekul sederhana

(contoh: hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan

ikatan rangkap C=C pada awalnya. Laju perengkahan

dan produk akhir sangat dipengaruhi oleh temperatur

dan keberadaan katalis.

Dalam proses perengkahan penyulingan minyak

digunakan produksi produk ringan (seperti LPG dan

bensin) dari fraksi distilasi minyak murni yang

lebih berat dan residu seperti gas oil. Sekarang ini

thermal cracking banyak digunakan untuk mengupgrade

fraksi yang sangat berat atau untuk memproduksi

fraksi berat atau distilasi, bahan bakar dan kokas

petroleum. Thermal cracking menggunakan suhu hingga

800oC dan tekanan 700 kpa (6,9 atm).

Reaksi perengkahan etana berlangsung secara

endotermik dalam tungku pirolisa. Panas reaksi

diambil dari campuran bahan bakar gas metana dan

hydrogen yang merupakan produk samping. Adapun

reaksi perengkahan etana secara sederhana adalah

sebagai berikut:

C2H6 C2H4 +

H2

II-3

Etana Ethylene

Hidrogen

Selanjutnya dilakukan pendinginan secara tiba-

tiba oleh quencher. Di unit pendingin ini dihasilkan

uap bertekanan tinggi (saturated steam) yang

nantinya digunakan di unit cracking, reboiler,

deethanizer dan C2-splitter.

Pemisahan produk dari hasil sampingnya juga

dilakukan secara bertahap meliputi proses absorpsi,

adsorbsi dan distilasi. Absorber yang memisahkan

hidrokarbon gas terhadap hidrokarbon cair dalam

alirannya dengan media pencuci air. Aliran

hidrokarbon cair (fuel oil) dan air keluar dari

dasar menara, sedangkan aliran hidrokarbon gas

keluar dari atas lalu masuk ke unit kompresi,

setelah itu diteruskan ke unit pencucian dengan

kaustik (kaustik tower) dilakukan pemisahan gas CO2

dengan cara mereaksikan dengan NaOH.

Gas keluar unit pencuci kaustik masuk ke

compressor untuk dikompres lagi sebelum masuk ke

unit adsorpsi. Adsorber memisahkan air yang

terkandung dalam aliran hidrokarbon gas. Gas keluar

adsorber masuk ke dalam prechiller sehingga masuk ke

unit pemisah distilasi 1 dalam fasa cair.

Unit pemisah distilasi adalah deethanizer yang

memisahkan fraksi C1 dan C2 terhadap fraksi C3.

Produk dasar menara distilasi dipisahkan sebagai

produk samping untuk bahan bakar, sedangkan produk

II-4

puncak menara masuk reactor asetilen. Asetilen

dikonversikan menjadi etilen dengan bantuan katalis

palladium dalam fixed bed reaktor.

Sebelum masuk ke unit pemisahan berikutnya,

dilakukan penurunan temperature dan penurunan

tekanan terhadap aliran gas. Hidrokarbon keluar

ekspander terdiri dari dua fasa yaitu fasa cair dan

gas. Unit pemisah berikutnya adalah demethanizer

yang memisahkan fraksi gas CH4 dan H2 dari fraksi

cair C2. Produk diatas menara dipisahkan sebagai

produk samping berupa bahan bakar metana dan

hydrogen yang digunakan pada unit perengkahan.

Produk bawah masuk ke unit pemisah distilasi II.

Unit pemisah distilasi II adalah C2-splitter

yang memisahkan etilen sebagai produk atas dan etana

sebagai produk bawah yang didaur ulang sebagai umpan

di unit cracking (rizki 2010).

II.2. Seleksi Proses

Dari kriteria-kriteria dan uraian proses pembuatan

ethylene diatas dapat dilihat keuntungan dan kerugian dari

masing-masing proses seperti terlihat dalam tabel dibawah

ini.

Tabel 2.1 Perbandingan Proses Pembuatan Ethylene

Parameter Proses

II-5

Dehidrasi Etanol Thermal Cracking1. Bahan Baku Etanol Metana, etana,

propane, butane,

naphta2. Segi Proses

Jenis reaksi

Temperatur

Tekanan

Menggunakan

katalis (asam

sulfat pekat

atau asam

fosfat)

300-400oC

Atmosfer

Tidak

menggunakan

katalis

600-1000oC

2-47,7 atm

3. Proses yang

proven

Jarang digunakan Sering digunakan

4. Kemurnian

Produk

94-95% 99,97%

5. Sumber

energy panas

Fuel gas (supply

dari luar)

Metana, LNG

(Fuel gas dari

hasil samping

proses)6. Segi ekonomi Harga bahan

baku lebih

mahal

dibandingkan

harga

produknya

Harga bahan

baku lebih

murah

Cadangan gas

alam masih

tersedia

banyak

Proses

II-6

berlangsung

tanpa katalis

sehingga biaya

proses lebih

murah

Dari data diatas terlihat bahwa pada proses

Thermal Cracking lebih menguntungkan dibandingkan

dengan proses Dehidrasi Etanol. Dalam aplikasi di

industri juga lebih banyak menggunakan proses thermal

cracking dibandingkan dengan dehidrasi etanol. Dari

kedua proses pembuatan Ehylene diatas, maka dipilih

proses pembuatan ethylene dari etana dengan cara

thermal cracking.

II.3. Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku

a. Gas Alam

Gas alam adalah hasil proses alami berupa

hidrokarbon yang dalam tekanan dan temperatur

atmosfer berupa fase gas yang diperoleh dari proses

penambangan minyak dan gas alam.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan

Gas Alam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) per tanggal 1 Januari 2012, cadangan gas

terbukti mencapai 103,35 TSCF (Trillion Standard

Cubic Feet) atau sekitar 3% dari cadangan gas alam

dunia, sementara cadangan gas potensial 47,35 TSCF.

II-7

Pengolahan gas alam dilakukan di kilang-kilang

gas alam yang kemudian diolah menjadi Liquefied

Natural Gas (LNG) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Saat ini, produksi LNG Indonesia berasal dari kilang

LNG Arun (Aceh) yang berkapasitas 12,85 mtpa (metric

tons per annum/ metric ton per tahun), kilang LNG

Badak (Bontang) berkapasitas 21,64 mtpa, dan kilang

LNG Tangguh (Papua) berkapasitas 7,6 mtpa.

b. Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku

Berikut adalah komposisi dari bahan baku yang

digunakan yaitu gas alam:

Tabel 2.2 Kandungan Gas Alam (oeqi.wordpress.com)

Komponen Komposisi (%)Metana 80-95Etana 5-15

Propana dan Butana < 5

1. Metana (CH4)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari metana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 16.04 g/mol

Titik Didih : -161,4oC

Titik Lebur : -182,6oC

Bentuk zat : Gas

Sifat Kimia:

Larut dalam air, alkohol dan eter.

II-8

Dalam oksigen berlebih, alkana dapat terbakar

menghasilkan kalor, karbondioksida dan uap

air.

Mudah terbakar

Merupakan senyawa kovalen nonpolar

2. Etana (C2H6)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari etana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 30.07 g/mol

Titik Didih :-88.6 oC

Titik Lebur : -172 oC

Bentuk zat : Gas

Sifat Kimia:

Mudah terbakar

Merupakan senyawa kovalen nonpolar

Dengan asam halogen akan mengalami reaksi

adisi

3. Propana (C3H8)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari propana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 44.09 g/mol

Titik Didih : -42.2 oC

Titik Lebur : -187.1 oC

Bentuk zat : Gas

Sifat Kimia:

Merupakan senyawa kovalen nonpolar

Mudah terbakar

Memiliki ikatan tunggal

II-9

4. Butana (C4H10)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari butana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 58.12 g/mol

Titik Didih : -10oC

Titik Lebur : -145oC

Bentuk Zat : Gas

Sifat Kimia:

Memiliki ikatan tunggal

Mudah terbakar

5. Karbon Dioksida (CO2)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari karbon

dioksida adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 44,01 g/mol

Titik Didih : -78.5oC (menyublim)

Titik Lebur : -56.6oC (dibawah tekanan)

Bentuk Zat : Gas

Sifat Kimia:

Gas yang tidak berwarna

Tidak berbau

Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak

mudah terbakar

6. Air (H2O)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari air

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 18.016 g/mol

Titik Didih : 100oC

Titik Lebur : 0oC

II-10

Bentuk Zat :

Sifat Kimia

Tidak berwarna

Tidak berbau

Pelarut yang penting, yang memiliki

kemampuan untuk melarutkan zat kimia

lainnya, seperti garam-garam, gula, asam,

beberapa jenis gas dan banyak macam molekul

7. Hidrogen Sulfida (H2S)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari hydrogen

sulfida adalah sebagai berikut:

Berat molekul : 34,08 g/mol

Titik Didih : -59,6oC

Titik Lebur : -82,9oC

Bentuk Zat : Gas

Sifat Kimia:

Tidak Berwarna

Berbau yang merangsang

Dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan

orang jadi pingsan secara cepat bila mencium

baunya

Sangat beracun

Bersifat korosif, sehingga dapat menyebabkan

karat pada peralatan logam

Bersifat iritasi terhadap mata, dan saluran

pernafasan

Bersifat flammable (mudah terbakar)

II-11

II.4 Target Produk

Etena (Ethylene) adalah senyawa kimia yang memiliki

rumus C2H4 yang memiliki sifat-sifat : olefin paling

ringan, tidak berwarna, tidak berbau, dan mudah terbakar.

Adapun penggunaan etena dalam dunia industri cukup luas

antara lain :sebagai bahan baku industri kimia ethylene

oksida, polyethylene, ethylene benzene, vinilklorida, dan ethylene

glikol.

Saat ini, total kapasitas produksi ethylene sebagai

bahan baku polyethylene (PE) yang digunakan oleh industri

pengolahan plastik milik Chandra Asri berkisar 600.000

ton per tahun.

Pemerintah semula berharap fasilitas refinery

Chandra Asri dapat segera ditambah untuk mengurangi

ketergantungan impor ethylene yang setiap tahun menembus

996.000 ton (Inaplas : Asosiasi Industri Olefin, Aromatik

dan Plastik Indonesia, 2009)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari ethylene

adalah sebagai berikut:

Rumus Molekul : C2H4

Berat Molekul : 28.05 g/mol

Titik Lebur : -169oC

Titik Didih Normal : -103.9oC (pada 1 atm)

Bentuk Zat : Gas

Warna : Colorless (tidak

berwarna)

Densitas : 0.610 g/cm3 (pada 0oC, 1 atm)

II-12

Sifat kimia Ethylene:

Mempunyai bau yang khas

Mudah terbakar

Produk Samping

Sedangkan kegunaan produk samping yang berupa metana

dan butana adalah sebagai bahan bakar.

1. Metana (CH4)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari metana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 16.04 g/mol

Titik Didih : -161,4oC

Titik Lebur : -182,6oC

Bentuk zat : Gas

Sifat Kimia:

Larut dalam air, alkohol dan eter.

Dalam oksigen berlebih, alkana dapat terbakar

menghasilkan kalor, karbondioksida dan uap

air.

Mudah terbakar

Merupakan senyawa kovalen nonpolar

2. Butana (C4H10)

Menurut Perry (1973), sifat fisik dari butana

adalah sebagai berikut:

Berat Molekul : 58.12 g/mol

Titik Didih : -10oC

Titik Lebur : -145oC

Bentuk Zat : Gas

II-13

Sifat Kimia:

Memiliki ikatan tunggal

Mudah terbakar

3. Hidrogen (H2)

Menurut Kusnandini (2011), sifat fisik dari

hydrogen sebagai berikut:

Berat Molekul : 2.016 g/mol

Titik Didih : -252.87 oC

Titik Lebur : -259.14 oC

Bentuk Zat : Gas

Warna : Tidak berwarna

Sifat Kimia:

Merupakan unsur yang paling ringan

Mudah terbakar

II.5 Penentuan Kapasitas Pabrik

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam

pendirian suatu pabrik adalah kapasitas produksi.

Kapasitas pabrik yang akan dirancang harus lebih besar

dari kapasitas minimum atau sama dengan kapasitas

terkecil suatu pabrik yang sudah berjalan. Selain itu,

kapasitas pabrik harus di atas jumlah permintaan, dengan

maksud untuk mengantisipasi peningkatan jumlah permintaan

serta kenaikannya setiap tahun makan dapat ditemtukan

kapasitas pabrik yang akan didirikan.

II-14

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Ethylene Indonesia tahun

2005-2009 (BPS,2009)

Tahun Produksi

(ton/tahun)2005 515.0002006 520.0002007 525.0002008 590.0002009 600.000

Tabel 2.4 Perkembangan Impor Ethylene Indonesia tahun 2005-

2009 (BPS,2009)

Tahun Impor

(ton/tahun)2005 336.9772006 294.4662007 260.9562008 443.7682009 663.714

Tabel 2.5 Perkembangan Konsumsi Ethylene Indonesia tahun

2005-2009 (BPS,2009)

Tahun Konsumsi

II-15

(ton/tahun)2005 1.300.0002006 1.500.0002007 1.590.0002008 1.685.4002009 1.786.524

Pabrik Ethylene ini direncanakan akan berdiri pada

tahun 2017, dengan mengacu pada kebutuhan impor. Dengan

analogi dari persamaan untuk menghitung bunga, maka

perkiraan volume impor ethylene (dalam ton) pada tahun 2017

dihitung berdasarkan persamaan berikut :

F = F0(1+i)n …………………………. (1)

Dimana :

F = Perkiraan kebutuhan ethylene pada tahun 2017

Fo = Kebutuhan ethylene pada tahun terakhir

i = Perkembangan rata-rata

n = Selisih waktu

(Peter&Timmerhauss, 2003)

Hasil perhitungan proyeksi dari produksi dan

konsumsi dari ethylene Indonesia pada tahun 2017 dengan

menggunakan persamaan diatas adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6 Proyeksi produksi, komsumsi ethylene tahun 2017

Proyeksi Kapasitas

(ton/tahun)Produksi 1.968.270Konsumsi 6.353.091

Dari data diatas, perkiraan konsumsi ethylene pada

tahun 2017 adalah 6.353.091 ton dan perkiraan produksi

II-16

ethylene yang sudah ada pada tahun tersebut hanya mencapai

1.968.270 ton, sehingga terdapat ketergantungan impor

sebesar 4.384.821. Karena pertimbangan dari ketersediaan

bahan baku yang tersedia, maka ditentukan kapasitas

perancangan 400.000 ton/tahun. Kapasitas perancangan ini

dimaksudkan untuk memenuhi setidaknya 9,1% kebutuhan

impor ethylene.

II.6 Basis Perhitungan

Untuk menenetukan perhitungan neraca massa maka

dibutuhkan basis perhitungan. Dimana basis perhitungan

pada pabrik Ethylene ini adalah sebagai berikut :

1 tahun = 330 hari kerja

1 hari = 24 jam

II.7 Basis Desain Data

Letak geografis suatu pabrik mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap kelangsungan atau

keberhasilan pabrik tersebut. Karena itu penentuan

lokasi pabrik yang akan didirikan sangat penting dalam

perencanaannya. Lokasi pabrik yang tepat, ekonomis dan

menguntungkan, harga produk yang semurah mungkin

dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Idealnya

lokasi yang akan dipilih harus dapat memberikan

keuntungan jangka panjang dan dapat memberikan

kemungkinan untuk memperluas pabrik tersebut. Pabrik

ethylene akan didirikan di kawasan industri Teluk

Bintuni, Papua Barat.

II-17

Gambar 2.1 Peta Provinsi Papua Barat

Adapun yang dipertimbangkan dalam pemilihan

lokasi pendirian pabrik ethylene adalah sebagai

berikut :

Ketersediaan Bahan Baku

Sumber bahan baku merupakan faktor yang paling

penting dalam pemilihan lokasi pabrik, terutama pada

pabrik yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah

besar. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi

dan penyimpanan sehingga perlu diperhatikan harga

bahan baku, jarak dari sumber bahan baku, biaya

transportasi, ketersediaan bahan baku yang

berkesinambungan dan penyimpanannya. Bahan baku yang

digunakan adalah gas alam, dimana cadangan gas alam

II-18

masih melimpah untuk daerah papua dan natuna. Pabrik

ethylene ini mengambil gas alam di Papua Barat.

Ketersediaan Utilitas

Perlu diperhatikan sarana-sarana pendukung

seperti tersedianya air, listrik dan sarana lainnya

sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik.

Kawasan tersebut merupakan kawasan industri,

sehingga kemudahan pemenuhan air proses lebih

terjamin. Kebutuhan air proses diambil dari air

sumur. Sedangkan unit pengadaan listrik dipenuhi

oleh pembangkit lisrik milik pabrik sendiri dan

bahan bakar dapat diambil dari sisa gas proses.

Ketersediaan Lahan

Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai luas wilayah

18.637 km2. Luasnya lahan yang terdapat di kabupaten

Teluk Bintuni sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan

dalam pembangunan pabrik ethylene.

Tenaga kerja

Tersedianya tenaga kerja yang terampil

diperlukan untuk menjalankan mesin-mesin produksi

dan juga bagian pemasaran dan administrasi. Tenaga

kerja dapat direkrut dari daerah Teluk Bintuni dan

sekitarnya, selain dapat memenuhi kebutuhan tenaga

kerja juga dapat membantu meningkatkan taraf hidup

penduduk sekitarnya.

Sarana Transportasi

Sarana transportasi sangat diperlukan untuk

proses penyediaan bahan baku dan penjualan produk.

II-19

Untuk penyediaan bahan baku, penjualan produk

samping metana digunakan system perpipaan langsung

dengan LNG Tangguh, untuk penjualan produk utama

ethylene digunakan kapal, dan untuk penjualan hasil

samping LPG digunakan jalur darat dengan truk

tangki, untuk diluar pulau menggunakan kapal laut.

Pemasaran

Pemasaran produk ethylene yang akan didirikan

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,

diantaranya akan dijual ke beberapa pabrik yang

menggunakan ethylene sebagai bahan bakunya. Sedangkan

hasil samping yang berupa gas metana 90% akan dijual

ke LNG Tangguh untuk akhirnya dicairkan menjadi LNG,

sedangkan hasil samping yang berupa butana 94% akan

dijual sebagai LPG ke Pertamina Kasim.

Berikut ini adalah kondisi wilayah dari Bontang

berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika

Propinsi Papua Barat tahun 2014. Kondisi wilayah ini

dapat dijadikan basis desain data pabrik ethylene yang

akan direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2017.

Kelembaban udara rata-rata = 61 - 97%

Suhu udara rata-rata = 24 – 32oC

Gempa = tidak ada data

Kecepatan angin rata-rata = 20 km/jam

(BMKG.go.id pada tanggal 20

Maret 2014)

II-20

II.8 Proses Flow Diagram

II-21

De-Methanize

r

De-Ethanizer

EthyleneTower

EtanaPropanaButanaP = 30 atm

MetanaEthyleneEtanaPropanaButanaP = 30 atm

HidrogenMetana EtanaPropanaButanaP = 1 atm

HidrogenMetanaEthyleneP = 30

MetanaEthyleneEtanaPropanaP = 30 atm

HidrogenMetanaEthyleneEtanaPropanaButanaMetana

EtanaPropanaP = 32 atm

EthyleneEtanaPropanaP = 1 atm

MetanaEthyleneEtanaP = 15 atm

Gambar 2.2 Blok Diagram Pembuatan Ethylene dari Gas Alam

II.9 Uraian Proses

Proses pembuatan ethylene pada pabrik ini

menggunakan proses thermal cracking ini terdiri dari

beberapa unit proses yaitu :

1. Persiapan Bahan Baku

2. Tahap Proses Reaksi

3. Tahap Pemurnian Produk

II.9.1 Persiapan Bahan baku

Fresh feed digabungkan dengan arus yang keluar

dari reaktor kemudian dimasukkan ke dalam Fin Fan

untuk didinginkan hingga suhu 37 oC. Kemudian

dimasukkan lagi ke dalam Heat Exchanger dan

didinginkan dengan MCR (Multi Component Refrigerant) hingga

suhu -33 oC agar siap dimasukkan didalam unit

pemurnian.

II.9.2 Tahap Proses Reaksi

Hasil bawah ethylene tower yang terdiri dari 99%

etana 0.01% ethylene dan 0.04% propana yang bersuhu -

18oC dan tekanan 15 atm diuapkan dalam vaporizer

dengan menggunakan MP steam dengan suhu dan tekanan

II-22

Reaktor

konstan. Uap keluar kemudian dipanaskan dalam pemanas

Heat Exchanger pertama untuk ditukarkan panasnya

dengan LPG hasil bawah dari Deethanizer hingga suhu

37oC. Setelah ditukarkan panasnya kemudian arus

diekspansikan dalam expander pertama hingga

bertekanan 10 atm. Arus keluar ekspander bersuhu

20.06oC. Arus keluar ekspander dipanaskan kembali

dalam HE kedua dengan menggunakan arus panas dari

reaktor yang keluar dari HE ketiga hingga suhu 130oC.

Kemudian umpan diekspansikan kembali ke dalam

ekspander kedua hingga bertekanan 1 atm atau sesuai

dengan tekanan operasi reaktor. Arus keluar ekspander

kedua bersuhu 44oC. Arus keluar ekspander dipanaskan

kembali dalam HE ketiga hingga bersuhu 125oC. Arus

keluar dari HE ketiga dipanaskan kembali dalam HE

keempat dengan produk keluar reaktor hingga bersuhu

725oC. Arus ini siap dimasukkan reaktor untuk

bereaksi.

Reaksi terjadi pada fase gas pada suhu 1000oC

dan tekanan 1 atm dalam suatu reaktor alir pipa

multitube.

4C2H6 2CH4 + C2H4 +

C4H10 + H2

Etana Metana Ethylene

Butana Hidrogen

Etana tercracking membentuk metana, ethylene,

butana, dan hydrogen dengan konversi total 95%. Dalam

reaktor terjadi penurunan temperatur akibat reaksi

II-23

yang endotermis, sehingga untuk mempertahankan

kondisi operasi diperlukan pemanasan yang dilakukan

oleh flue gas (hasil pembakaran fuel gas dalam

furnace). Fuel gas berasal dari sebagian hasil atas

demethanizer yang dibakar di dalam suatu furnace

dengan udara excess 20%.

Hasil keluaran reaktor bersuhu 1000oC

didinginkan dalam HE keempat dengan arus masuk

reaktor hingga bersuhu 565.3oC. Pendinginan ini

dimaksudkan agar reaksi berhenti sehingga tidak

terbentuk zat-zat yang tidak diinginkan seperti

propilen. Setelah keluar dari HE keempat, produk

didinginkan kembali dalam HE ketiga dan HE kedua

untuk ditukarkan panasnya dengan arus yang akan

memasuki reaktor. Kemudian arus ini dimasukkan ke

dalam HE kelima untuk didinginkan kembali sekaligus

menghasilkan steam. Kemudian produk dikompresi di

dalam compressor hingga bertekanan 7 atm. Produk

keluar compressor bersuhu 375oC. Produk keluar dari

compressor kemudian didinginkan dengan Fin Fan hingga

bersuhu 200oC. Kemudian produk dikompresi kembali

dalam compressor hingga bertekanan 20 atm. Arus keluar

compressor bersuhu 288oC. Kemudian produk didinginkan

kembali dengan Fin Fan hingga bersuhu 120oC. Kemudian

produk dikompresi kembali dengan compressor hingga

tekanan 30 atm. Akibat proses kompresi ini suhu arus

naik hingga mencapai 152oC. Arus keluar compressor

didinginkan dalam Fin Fan hingga bersuhu 70oC. Arus

II-24

keluar dari Fin Fan kemudian dicampurkan dengan fresh

feed untuk kemudian masuk unit pemurnian.

II.9.3 Tahap Pemurnian Produk

Produk yang telah bercampur dengan umpan

dimasukkan dalam Demethanizer untuk menghilangkan

metana. Arus masuk demethanizer pada suhu -33oC dalam

keadaan saturated. Hasil atas demethanizer yang

berupa campuran 9% hydrogen, 90.5% metana dan 0.5%

ethylene bersuhu -93oC dikeluarkan sebagai by produk

dimana gas metana akan dijual untuk akhirnya akan

dicairkan menjadi LNG, sedangan butana akan dijual

sebagai LPJ. Sedangkan hasil bawah dari demethanizer

yang berupa campuran fraksi berat dimasukkan ke

dalam deethanizer pada suhu 16oC. Dalam deethanizer

fraksi C2 dipisahkan menjadi hasil atas dan C3, C4

sebagai hasil bawah. Deethanizer beroperasi pada

tekanan 30 atm, suhu atas -8.47oC, suhu bawah

111.15oC. Hasil atas deethanizer yang berupa campuran

etana dan ethylene diekspansikan terlebih dahulu pada

compressor hingga tekanan menjadi 15 atm. Kemudian

arus didinginkan kembali dalam HE hingga bersuhu 21oC

dengan menggunaan Multi Component Refrigerant. Arus keluar

dari HE kemudian dimasukkan ke dalam ethylene tower

untuk memisahkan produk ethylene dengan bahan baku

yang akan diumpankan ke dalam reaktor. Hasil bawah

Deethanizer digunakan sebagai pemanas dalam ekspansi

bertingkat untuk selanjutnya digunakan sebagai fuel

gas. Ethylene tower beroperasi pada tekanan 15 atm,

II-25

suhu atas -37,5oC, dan suhu bawah -16.5oC. Hasil atas

ethylene tower berupa 99,95% ethylene, 0.01% metana, dan

0.04% etana yang diambil sebagai produk utama.

Sedangkan hasil bawahnya berupa 99.95% etana, 1%

ethylene dan 4% propana, diekspansi secara bertingkat

untuk kemudian dimasukkan dalam reaktor untuk

mereaksikan etana menjadi ethylene.

II-26