32
Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan untuk menciptakan sesuatu yang memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat terutama anak didik pada masa kini dan masa mendatang, atau bagi kehidupan dunia sampai kehidupan akhirat. Dalam konteks pendidikan nasional, pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk watak dan karakter anak bangsa yang berpotensi. Sebab dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan Negara. 1 Pendidikan yang dilaksanakan sebagaimana pendidikan agama Islam yang berlangsung di dalam kelas memberi arti bahwa telah terjadi proses interaksi yang mengarah kepada tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Guru dan siswa secara interaksi dapat memberikan makna dari pendidikan merupakan proses pembelajaran dengan menciptakan suasana yang kondusif, menyediakan lingkungan dan membangkitkan semangat dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas pada dasarnya bukan hanya menjadikan siswa pintar, tetapi hendaknya menanamkan nilai-nilai edukatif dalam perbuatan mendidik. Secara garis besar dipahami bahwa perbuatan mendidik itu sifatnya normatif yang mencakup: 1) cara-cara orang memberikan pengaruh edukatif yang baik dan benar, dan untuk 2) mencapai tujuan-tujuan 1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003., Sisdiknas, (Bandung:Citra Umbara:2012), hlm. 2

Bab 1 - Repository UIN Raden Fatah Palembang

Embed Size (px)

Citation preview

Bab 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pendidikan dilaksanakan untuk menciptakan sesuatu yang memberikan manfaat bagi

kehidupan masyarakat terutama anak didik pada masa kini dan masa mendatang, atau

bagi kehidupan dunia sampai kehidupan akhirat. Dalam konteks pendidikan nasional,

pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk watak dan karakter anak

bangsa yang berpotensi. Sebab dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan Negara.1

Pendidikan yang dilaksanakan sebagaimana pendidikan agama Islam yang

berlangsung di dalam kelas memberi arti bahwa telah terjadi proses interaksi yang

mengarah kepada tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Guru dan siswa

secara interaksi dapat memberikan makna dari pendidikan merupakan proses

pembelajaran dengan menciptakan suasana yang kondusif, menyediakan lingkungan

dan membangkitkan semangat dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas pada dasarnya

bukan hanya menjadikan siswa pintar, tetapi hendaknya menanamkan nilai-nilai

edukatif dalam perbuatan mendidik. Secara garis besar dipahami bahwa perbuatan

mendidik itu sifatnya normatif yang mencakup: 1) cara-cara orang memberikan

pengaruh edukatif yang baik dan benar, dan untuk 2) mencapai tujuan-tujuan

1Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003., Sisdiknas, (Bandung:Citra Umbara:2012), hlm. 2

2

pendidikan yang luhur dalam satu konteks sosial budaya, serta 3) membangun tipe

manusia yang baik dan paripurna (utuh dan lengkap).2

Untuk membangun manusia yang baik dan paripurna, setiap guru seharusnya

dapat melakukan proses pembelajaran di depan kelas dengan baik dan benar sesuai

prosedur yang telah digariskan dalam pelaksanaan pembelajaran. Artinya guru harus

melakukan banyak kegiatan seperti:

1. Mempelajari setiap murid dikelasnya,2. Merencanakan, menyediakan, dan menilai bahan-bahan belajar yang akan dan

atau telah diberikan,3. Memiliki dan menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan

yang hendak di capai,4. Memelihara hubungan pribadi seerat mungkin dengan murid,5. Menyediakan lingkungan belajar yang serasi,6. Membantu murid-murid memecahkan berbagai masalah,7. Mengatur dan menilai kemajuan belajar murid.3

Aktivitas belajar bagi setiap siswa tidak selamanya dapat berlangsung secara

wajar. Terkadang dalam aktivitas belajar itu lancar terkadang tidak, terkadang

tanggap dengan apa yang dipelajari terkadang terasa amat sulit, juga terkadang

bersemangat untuk belajar dan terkadang sulit untuk mengadakan konsentrasi

belajar.4 Semua ini harus dapat diperhatikan oleh guru dalam melakukan proses

pembelajaran atau pengajaran.

Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar guru tentu mengharapkan

mendapatkan hasil proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Juga diperlukan

prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan ke arah keberhasilan

belajar secara maksimal dan berkesinambungan. Karenanya dalam kegiatan belajar

mengajar harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar, diantaranya: 1) bertolak dari

motivasi, 2) pemusatan perhatian, 3) pengambilan pengertian pokok, 4) pengulangan,

2Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung:Bandar Maju:2010),hlm. 10

3Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:Pustaka Setia:2011), hlm. 1274Amilda, Kesulitan Belajar, (Palembang:Rafah Press:2010), hlm. 7

3

5) yakin akan kegunaan, 6) pengendapan, 7) pengaturan kembali hasil belajar, 8)

pemanfaatan hasil belajar, 9) menghindari gangguan.5

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang terjadi di dalam lingkungan

formal yakni di sekolah bernilai edukatif. Nilai-nilai itu mewarnai interaksi yang

terjadi antara guru dengan anak didik. Dalam belajar mengajar itu selalu ada upaya

guru untuk menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dikuasai oleh anak didik untuk

secara tuntas.6

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik baik dari aspek kompetensi yang

ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari dalam rangka menunjang

tercapainya kompetensi. Dari aspek kompetensi, mata pelajaran pendidikan agama

Islam menekankan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah.

Karenanya harus diperhatikan prinsip-prinsip pendidikan dalam mempelajari suatu

mata pelajaran yakni:

1. Materi disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik berdasarkan subtopiktertentu.

2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik jika ia telah memahami subtopikpendukung atau persyaratannya.

3. Perbedaan kemampuan antara siswa dalam mempelajari atau memahamisuatu topik dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan olehpenguasaan subtopik prasyaratnya.

4. Penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topiksebelumnya.7

Secara umum yang menjadi tujuan dalam pendidikan adalah mempersiapkan

peserta didik untuk mampu menjalankan kehidupan (preparing children for life),

bukan sekedar mempersiapkan peserta didik untuk sebuah pekerjaan. Artinya

pendidikan ditantang tidak hanya membantu peserta didik agar hidupnya berhasil

untuk bekerja, tetapi membantu agar hidupnya bermakna. Untuk itu dalam mendidik

5Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta:2008), hlm. 956Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta:2006),

hlm. 17Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara:2008), hlm. 125

4

anak tidak boleh lepas dari nuansa Islam yang berintikan pada ajaran aqidah, ibadah,

syariat, dan akhlak.

Dalam pelaksanaan pendidikan, perlu adanya akhlak tentang penyampaian

materi pendidikan, sebab di dalamnya terdapat kajian tentang hakikat moral dan

keputusan (kegiatan menilai). Akhlak yang diajarkan guru dalam proses

pembelajaran seperti ketaatan dalam menjalankan ibadah, bersikap sopan santun,

menunjukkan sikap keteladanan seperti datang ke sekolah tepat waktu sehingga

dapat ditiru oleh siswa guna menghilangkan kesan bahwa siswa seakan dipaksakan

untuk datang ke sekolah lebih awal. Juga akhlak mempelajari membaca Al-Quran

harus diawali dari guru sehingga siswa dapat mencontoh teladaninya.

Akhlak merupakan suatu akal yang terpenting dalam kehidupan dan

merupakan buah dari iman dan Islam.8 Akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang

mendalam di dalam jiwa, sesuatu yang dapat berubah dan dipelajari, memiliki ciri-

ciri istimewa yang menyebabkan perilaku sesuai dengan fitrah lahirnya dan akal

sehat. Akhlak merupakan penuntun manusia untuk mencapai tujuan hidupnya baik

kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Pendidikan yang diselenggarakan memerlukan tenaga pendidik yang

profesional dan berakhlak. Seorang pendidik yang berakhlak tentu memiliki

kepribadian atau perilaku yang baik. Sebab akhlak adalah bahasa tentang cermin

tingkah laku dan nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio.9 Objek formal

akhlak itu meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku

manusia baik buruknya.10

8Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia:2011), hlm. 979Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (Bandung:Pustaka Setia:2009), hlm. 19410Azhar Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis Epistemologis, dan

Aksiologis, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 118

5

Dengan berakhlak dalam melaksanakan pembelajaran, maka seorang

pendidik (guru) akan dapat menjadi orang yang diteladani oleh para siswa. Guru

yang berakhlak tidak akan mengutamakan emosi melainkan dengan sabar dan

keuletan guru dapat meningkatkan kompetensi (kemampuan) siswa dalam belajar

sesuai dengan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Selain itu guru juga dapat

mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya. Ada sepuluh kompetensi guru11

yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Kesepuluh kompetensi

guru itu meliputi: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola

kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola

interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran,

mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan

menyelenggarakan administrasi sekolah, serta memahami prinsip-prinsip dan hasil

penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

Dengan akhlak, pendidikan agama Islam diarahkan kepada pembentukan

individu atau siswa agar siswa merasa diperhatikan dan dikasihsayangi. Sebab

“kepribadian manusia dapat dikatakan merupakan suatu “Gestalt”, dan bukanlah

hanya merupakan kumpulan lepas dari berbagai macam sifat perwatakan”.12 Artinya,

kepribadian manusia itu adalah suatu keutuhan yang melekat pada diri manusia itu

sendiri.

Pendidikan agama Islam membentuk konsep diri sebagai persepsi

keseluruhan yang dimiliki seseorang mangenai dirinya sendiri.13 Karena dipahami

bahwa siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) bila diperhatikan dari faktor usia

11AM. Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm.163

12Petrus Sardjonoprijo, Psikologi Kepribadian, (Jakarta:Rajawali:2002), hlm. 913Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta:2010),

hlm. 182

6

berada pada posisi usia remaja yang memiliki kepribadian transisi sehingga pada

dirinya muncul perasaan yang bergejolak dengan mengutamakan “perasaan egoisme

ideal” berupa cita-cita di masa depan.14 Kondisi ini memunculkan dalam diri siswa

itu konsep diri berupa pandangan tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang

ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta

bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.15

Siswa yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) bila dilihat dari

faktor usia yakni “antara usia 13-21 tahun” tergolong pada usia remaja.16 Pada masa

usia ini siswa memasuki masa “Strum Und Drang”17 atau “periode badai dan

dorongan”.18 Pada masa ini siswa yang menganggap dirinya bukan anak kecil lagi ini

selalu ingin menunjukkan jati dirinya dan selalu ingin mencoba membuktikan suatu

perilaku bahwa ia bisa.

Perilaku yang diperbuat oleh siswa itu membuktikan dirinya bahwa ia

memiliki otonomi atas dirinya yang menurutnya tidak dapat diganggu gugat oleh

orang lain. Otonomi diri manusia itu pada dasarnya terletak pada pola kebutuhan

psyche yang berlaku umum. Pola kebutuhan itu, antara lain : 1) kebutuhan fisiologis,

2) kepastian, 3) kasih sayang, 4) penghargaan, 5) tumbuh kembang diri.19

Sikap mengganggap dirinya memiliki otonomi diri, maka tidak sedikit siswa

SMA yang melakukan suatu perbuatan untuk coba-coba. Perbuatan coba-coba yang

dilakukan oleh siswa SMA yang pada notabenenya berusia remaja cenderung

melakukan hal-hal yang menurutnya baik dan tepat dengan tidak memperhatikan

peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah maupun di masyarakat. Sikap-sikap

14Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers:2009), hlm. 7115H. Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara:2009), hlm. 12916Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 7217Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan, (Jakarta:Erlangga:1991), hlm. 21218Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:Rineka Cipta:2010), hlm. 8819Kartini Kartono,2010, Op.Cit., hlm. 33

7

ini disebut kenakalan siswa yakni kenakalan yang melawan status, misalnya

mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status

orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka.20

Aneka bentuk perilaku siswa yang menyimpang ini disebut dengan istilah

“Juvenile Delinquency” artinya “perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak

remaja yang bilamana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak

kejahatan”.21 Adapun wujud perilaku delinkuen yang dilakukan para siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) yang pada usia ini disebut usia remaja, menurut Kartono

(2011, hlm. 21) seperti :

1. Kebut-kebutan di jalan yang mengganggu keamanan lalu lintas.2. Perilaku ugal-ugalan, urakan yang mengganggu ketenteraman lingkungan.3. Perkelahian antar kelompok, antar sekolah yang membawa korban.4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan.5. Berpesta pora sambil mabuk-mabukan.6. Melakukan hubungan seks bebas, perkosaan karena cinta ditolak.7. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika.8. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan mengakibatkan

ekses kriminalitas.22

Wujud perilaku kenakalan siswa itu merupakan gejala sosial yang sebagian

dapat dilihat dan diukur serta dinilai kualitas dan kuantitas kenakalannya. Karenanya,

kehidupan sosial yang ditemui siswa dalam interaksi dengan orang lain perlu

dilakukan kontrol sosial, supaya kelakuannya dapat diatur dan diarahkan kepada

kemaslahatan. Dengan kontrol sosial dalam arti yang luas dimaksud setiap usaha atau

tindakan dari seseorang atau suatu pihak untuk mengatur kelakuan orang lain.23

Artinya, semua kelakuan manusia itu termasuk para siswa Sekolah Menengah Atas

dikontrol oleh interaksi tersebut.

20Sarlito Wirawan Sarwono, 2011, Op.Cit., hlm. 20121Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta:Bina Aksara:2000), hlm. 1122Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm. 2123Nasution S, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 17

8

Melihat kenyataan seperti dikemukakan di atas, perlu dilakukan strategi

maupun pendekatan kepada para siswa SMA Negeri 1 Banyuasin III untuk membina

akhlak yang lebih baik seiring dengan pengaruh dari faktor usia dan perkembangan

konsep dirinya dengan pendidikan agama Islam yang lebih berakhlak. Seperti dengan

mengajarkan atau membina para siswa dengan cara melakukan dakwah dalam

majelis ilmu yang dikenal dengan sebutan mentoring yakni mentoring kerohanian

Islam untuk membiasakan para siswa menjalankan ajaran Islam secara murni seperti

terbiasa mengucapkan salam bila bertemu dengan sesama umat Islam, bersalaman,

sopan santun, saling menghargai, shalat dhuha, shalat dzuhur berjamaah di sekolah.

Penyelenggaraan pembelajaran pendidikan agama Islam harus berorientasi pada

pembentukan manusia yang berkepribadian, kompeten, dan beradab, serta bertata

susila. Sebab, siswa tidak hanya hidup dan bergaul dalam keluarga saja, tetapi iapun

hidup dalam masyarakat dan dunia sebayanya.

Kegiatan mentoring kerohanian Islam yang dilaksanakan di SMA Negeri 1

Banyuasin III Kabupaten Banyuasin merupakan kegiatan majelis ilmu, maksudnya

para siswa bergabung dalam kelompok majelis antar sesama siswa dengan

melaksanakan kegiatan pendidikan yang di dalamnya mencakup tentang mengajar,

mendidik, melatih, dan membina yang dilakukan dengan pendekatan saling nasehat

menasehati yang di dalamnya terdapat rasa saling mempercayai satu sama lain antara

dua pelaku utama yakni penasehat disebut mentor, dengan seorang yang dinasehati

disebut mentee.

Kegiatan mentoring kerohanian Islam tersebut selaras dengan firman Allah

Swt. dalam surat Al-Ashr ayat 1-3 berbunyi:

9

Artinya: Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehatmenasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapikesabaran (QS.103: 1-3).24

Pendidikan agama merupakan dasar bagi pembinaan sikap dan jiwa agama

pada anak. Mata pelajaran Pendidikan Agama dimaksudkan untuk memperkuat iman

dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut

oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk

menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam

masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Mata pelajaran Agama Islam

berisi bahan kajian tentang keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, syari’ah,

mu’amalah dan tarikh.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatan mentoring kerohanian Islam

yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, yakni:

1. Kegiatan mentoring dilaksanakan pada setiap hari Senin untuk kelas X, hari

Rabu untuk kelas XI, dan hari Kamis untuk kelas XII, dengan waktu kegiatan

pukul 14.00-15.00 wib.

2. Dalam pelaksanaannya siswa yang mengikuti kegiatan mentoring dibagi

dalam kelompok kecil antara 3-10 orang.

3. Setiap kelompok dibimbing oleh 1 orang pembina mentoring dari Alumni

yang masih aktif mengikuti kuliah di berbagai Perguruan Tinggi di

Palembang, khususnya dari Universitas Islam Negeri dan Universitas

Sriwijaya yang dikordinir oleh 2 orang guru pendidikan agama Islam.

24Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra Semarang:2009),hlm. 1099

10

4. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pengajian kelompok kecil dengan materi

keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, syari’ah, mu’amalah dan tarikh.

5. Siswa dalam kelompok diberikan kesempatan melakukan dakwah disebut

Dakwah Sistem Langsung (DSL) dengan pendekatan kelompok sebaya.

6. Cara dan bentuk pengajarannya dengan dakwah secara individu oleh masing-

masing anggota dalam kelompok dengan para siswa duduk dalam bentuk

lingkaran.

Tujuan utama kegiatan mentoring dalam pembelajaran pendidikan agama

Islam ini adalah agar siswa mampu mengatasi kepribadiannya yang menyimpang

dari nilai-nilai keagamaan serta dapat menanggulangi kenakalan dirinya sendiri.

Termasuk para siswa SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin yang

berada pada posisi usia remaja yang tentu di dalam dirinya terjadi gejolak-gejolak

sesuai dengan usianya itu. Karena disadari pada masa usia ini menurut Freud bahwa

dorongan libidinal meningkat dengan pesat,25 sehingga potensial menimbulkan

berbagai gejolak dan konflik atau disebut masa krisis. Masa ini akan terjadi atau

tidak, tergantung dari dasar kepribadian yang terbentuk di lima tahun pertama (fase

oral, anal, phallic) cukup kuat, kepribadian akan mampu bertahan mengalami

gejolak dan akan mencapai tahap integrasi yang lebih kuat. Namun bila dasar

kepribadian yang terbentuk tidak kuat karena mengalami trauma, konflik, dan fiksasi,

maka akan memicu disintegrasi dalam kepribadian.

Oleh sebab itu, seiring dengan perkembangan jiwa siswa dan tantangan dunia

global dan modern akan menjadikan siswa meninggalkan nilai-nilai agama yang

menjadi tuntunan hidupnya, sehingga akhlak dan ajaran agama dalam bentuk ibadah

tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Untuk mencegah hal tersebut, maka

25Imam Setiadi Arif, Dinamika Kepribadian, Gangguan dan Terapinya, (Bandung:RefikaAditama:2011), hlm. 67

11

SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin melaksanakan kegiatan

mentoring kerohanian Islam guna melakukan pembinaan atas akhlak para siswanya.

Jika dilihat dari kondisi SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin,

bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterapkan guru kepada para

siswa dengan menerapkan karakteristik mentoring kerohanian Islam, sangat terlihat

bahwa nuansa kehidupan beragama di SMA Negeri 1 Banyuasin III sangat terasa.

Kondisi ini terbukti dari beberapa hal, seperti :

1. Pagi hari, sebelum bel masuk para siswa bersalaman dengan guru-guru yang

ada atau yang sudah hadir di sekolah.

2. Setelah bel tanda masuk dibunyikan, para siswa langsung masuk kelas guna

melakukan aktivitas untuk membaca Al-Qur’an dan doa-doa selama 15

menit. Kegiatan ini dipandu oleh siswa di dalam kelas secara bergantian.

3. Selesai membaca Al-Quran atau tadarusan, siswa sesuai dengan jadwalnya

melakukan tausiyah pagi kepada teman-teman sekelasnya.

4. Para siswa dibiasakan menebarkan salam dengan cara bila bertemu dengan

teman, masuk kelas, masuk ke kantor, dan sebagainya mengucapkan salam.

5. Para siswa dibiasakan perduli pada kaum duafa dengan cara mengumpulkan

uang infak setiap hari Jum’at atau Sabtu untuk dibagikan kepada masyarakat

yang miskin atau kurang mampu.

6. Bila para siswa yang beragama Islam melakukan pelanggaran maka diberikan

sanksi menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.

7. Siswa terlihat melaksanakan ibadah rutin seperti shalat dhuha dan shalat

dzuhur.

Kondisi ini menjadikan alasan penulis tertarik memilih SMA Negeri 1

Banyuasin III Kabupaten Banyuasin untuk menjadi objek atau tempat penelitian.

12

Karenanya yang ingin penulis telaah atau teliti adalah mungkinkah pelaksanaan

mentoring di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dapat membina

akhlak siswa menjadi lebih baik sehingga kegiatan mentoring itu menjadi sistem

pembinaan akhlak siswa dalam pengembangan pembelajaran pendidikan agama

Islam.

Memperhatikan kondisi-kondisi di atas, maka penulis tertarik untuk

menganalisa dan melakukan penelitian tentang pelaksanaan mentoring dan

pembinaan akhlak siswa dengan judul “Analisis Pelaksanaan Mentoring Kerohanian

Islam Sebagai Sistem Pembinaan Akhlak Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri

1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin”.

Rumusan Masalah

Merujuk latar belakang masalah di atas, maka permasalahan-permasalahan yang

dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten

Banyuasin?

2. Bagaimana strategi pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin?

3. Bagaimana evaluasi mentoring kerohanian Islam dalam sistem pembinaan

akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin?

Definisi Konseptual

Untuk memahami makna yang terkandung dari judul penelitian ini, maka penulis

melakukan pendefinisian konseptual untuk mengarahkan pengembangan penelitian.

13

1. Pelaksanaan Mentoring Kerohanian Islam dalam pengembangan

pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) merupakan kegiatan majelis

ilmu dalam pembinaan nilai-nilai keagamaan yang dilaksanakan melalui

pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dalam bentuk

perangkat dan sistem pembelajaran pendidikan agama Islam yang

direncanakan, dianggarkan, diorganisasikan, diawasi dan dilakukan

pemecahan masalah dengan melakukan penerapan dari pembelajaran

pendidikan agama Islam di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat

yang diimplementasikan melalui iman dan taqwa dalam kehidupan sehari-

hari, seperti:

a. Perilaku siswa yang berhubungan dengan Allah Swt. yakni: 1) bersyukur,

2) bertasbih, 3) beristigfar, 4) mentauhidkan Allah, 5) taqwa yaitu

mematuhi segala perintah Allah dan menghindari larangan Allah, 6)

berdoa yakni meminta pertolongan Allah, 7) zikrullah yakni berzikir

kepada Allah, dan 8) bertawakal yakni menyerahkan diri hanya kepada

Allah Swt.

b. Perilaku siswa yang berhubungan dengan sesama, seperti:

1) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri yakni sabar, syukur,

tawadhu’, benar, menahan diri untuk tidak melakukan yang terlarang,

menahan diri untuk tidak marah, amanah atau jujur, disiplin, berani

karena benar, qanaah atau merasa cukup dengan yang sudah ada.

2) Perilaku yang berhubungan dengan keluarga yakni berbuat baik

kepada kedua orang tua, adil terhadap saudara, membina dan

mendidik keluarga, memelihara keturunan.

14

3) Perilaku yang berhubungan dengan masyarakat yakni persaudaraan,

tolong menolong, adil, pemurah, penyantun, pemaaf, menepati janji,

musyawarah, dan berwasiat di dalam kebenaran.26

c. Perilaku siswa yang berhubungan dengan alam, seperti: memelihara

kelestarian lingkungan hidup, tidak membuat kerusakan di muka bumi,

dan menjaga kebersihan lingkungan.

Adapun yang menjadi tujuan dari materi perilaku siswa yang

berhubungan dengan Allah Swt, dengan sesama manusia yang meliputi:

perilaku dengan dirinya sendiri, perilaku dengan keluarga, perilaku dengan

masyarakat, dan dengan alam, agar siswa dapat berkepribadian yang

bertanggung jawab untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.

2. Sistem Pembinaan Akhlak dilakukan dengan metode Dakwah Sistem

Langsung (DSL) dengan pendekatan kelompok sebaya untuk mengarahkan

pola kehidupan kepada kebiasaan berkepribadian yang baik dan terpuji

berkaitan dengan perubahan pengetahuan, tingkah laku, dan kemampuan-

kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. Secara

umum akhlak yang dibina oleh guru kepada siswa ada empat macam27 yakni :

a. Akhlak yang berhubungan dengan Allah Swt. yakni penanaman nilai-nilai

atau perilaku husnuzan terhadap Allah Swt. seperti; 1) tidak mudah

berputus asa, 2) tidak mudah berkeluh kesah, 3) bersikap optimis dalam

menghadapi berbagai masalah.

b. Akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri yakni penanaman nilai-

nilai atau perilaku husnuzan terhadap diri sendiri, seperti; 1) tidak

26Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 3327Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm. 23

15

bergantung kepada orang lain, 2) gigih dalam meraih cita-cita, 3)

memiliki semangat kompetitif.

c. Akhlak yang berhubungan dengan sesama manusia yakni penanaman

nilai-nilai atau perilaku husnuzan terhadap sesama manusia, seperti; 1)

tidak mudah menuduh orang lain, 2) tidak iri hati kepada orang lain, 3)

bersedia bekerjasama dengan orang lain dalam hal kebaikan. Akhlak ini

dapat diwujud nyatakan dengan:

1) Hubungan siswa dengan guru, dengan cara siswa hormat dan patuh

kepada guru, mematuhi nasihat guru, tidak membantah ataupun

melawan guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru, mengenal

seluruh guru. Demikian sebaliknya, guru tidak menganggap siswa

sebagai objek tetapi sebagai mitra yang harus dididik dan dibina, suka

berdiskusi, peduli pada kesulitan siswa, dan jujur kepada siswa.

2) Hubungan siswa dengan sesama siswa seperti:

a) Dengan kakak kelas, yakni menghargai kakak kelas, menjalin

hubungan kerjasama dengan kakak kelas, tidak saling

bermusuhan.

b) Dengan sesama teman sama tingkatan kelas maupun sekelas,

melakukan perbuatan saling membina silaturahmi dengan baik.

c) Dengan adik kelas, mengayomi dan memberi contoh teladan yang

baik serta tidak berbuat semena-mena kepada adik kelas.

d. Akhlak yang berhubungan dengan alam yakni penanaman nilai-nilai yang

mensyukuri nikmat karunia Allah seperti: memelihara kelestarian

lingkungan hidup, tidak membuat kerusakan di muka bumi, dan menjaga

kebersihan lingkungan.

16

Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten

Banyuasin.

2. Mengetahui strategi pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin.

3. Mengetahui evaluasi mentoring kerohanian Islam dalam sistem pembinaan

akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. Untuk

jelasnya kegunaan penelitian ini sebagai berikut :

1. Kegunaan secara teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membina akhlak

siswa secara efektif dan efisien.

b. Mendapatkan fakta bahwa akhlak siswa dapat dibina dengan kegiatan

keagamaan yang dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

2. Kegunaan secara praktis

a. Bagi siswa

1) Memunculkan ide dan kreativitas siswa dalam melakukan kegiatan-

kegiatan atau aktivitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang dilakukan

di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

17

3) Menambah pemahaman wawasan berfikir positif terhadap kegiatan-

kegiatan keagamaan.

b. Bagi guru

1) Melatih dan membina siswa untuk selalu menerapkan hasil

pembelajaran pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari di

manapun berada.

2) Menyerasikan antara pembelajaran yang bersifat teori dengan praktik

atau pembelajaran dalam bentuk nyata.

3) Mengatasi masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam.

c. Bagi peneliti

1) Mengembangkan khazanah berpikir untuk menggunakan teknik-

teknik pembelajaran pendidikan agama Islam yang lebih baik dan

mudah dipahami serta diterima siswa.

2) Mendapatkan fakta dapat atau tidaknya karakteristik mentoring

dijadikan sistem pembinaan akhlak dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam.

Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pembinaan akhlak di

kalangan pelajar, tetapi tidak secara spesifik mengungkapkan tentang pelaksanaan

mentoring keagamaan, diantaranya Muslimin (2012), Saramun Husni (2012), dan

Muhammad Tahmi (2012).

Muslimin (2012) dalam tesis yang berjudul Pelaksanaan Kegiatan Ekstra

Kurikuler Keagamaan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Palembang,

18

menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler keagamaan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 6 Palembang telah terformulasi dalam kegiatan harian,

mingguan, bulanan dan tahunan. Kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di

sekolah ini meliputi; tadarusan, taklim pagi, mentoring, bahasa Arab, kader Da’I, dan

peringat hari besar Islam. Kegiatan ekstra kurikuler keagamaan tersebut telah

memberikan indikator bagi pelajar dalam perubahan sikap dan prilaku, peningkatan

pengetahuan, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama, seperti Tadarus Al-Qur’an

yang telah mampu meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an yang sesuai

dengan ilmu tajwid. Mentoring, seni baca Al-Qur’an, bahasa Arab dan kader Da’i

telah meningkatkan wawasan pelajar tentang Al-Qur’an dan ajaran Islam secara

komprehensif serta memiliki potensi dan keberanian untuk bertausiyah. Keberhasilan

kegiatan ini adalah berkat adanya kesadaran dan dukungan yang tinggi dari lebih

kurang 800 peserta didik. Selain dari itu, Kepala Sekolah dan Pemerintah Kota

Palembang memang mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.

Suramun Hasni (2012) dalam tesisnya yang berjudul Proses Pembelajaran

Al-Qur’an Melalui Teknik Tutor Sebaya Pada Siswa SMAN Negeri 6 Palembang,

menyimpulkan bahwa proses pembelajaran Al-Quran melelui penerapan teknik tutor

sebaya dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif yang terbukti bahwa para siswa

dapat dengan waktu yang singkat dapat memahami tata cara baca Al-Quran sesuai

dengan ilmu tajwid. Pelaksanaan proses pembelajaran Al-Quran dimulai dari

perencanaan dan penentuan materi dan metode. Siswa dikelompokkan oleh Guru

Pembimbing berdasarkan tes penempatan untuk menentukan siapa yang jadi tutor

dan tutee. Selanjutnya guru pembimbing memberi penjelasan kepada tutor dan tutee,

selanjutnya tutor membimbing tutee. Pada akhirnya evaluasi dilakukan oleh Guru

19

pembimbing bukan oleh tutor. Teknik tutor sebaya ini memiliki kesamaan dengan

kegiatan mentoring, terutama dari segi pengelompokan.

Muhammad Tahmi (2012) dalam tesisnya yang berjudul Kinerja Guru Dalam

Pembinaan Akhlak Siswa di SD Pangkalan Baru, menyimpulkan bahwa akhlak siswa

dapat dibina dengan baik dan efektif bila guru berakhlak yang baik. Akhlak seorang

guru merupakan unsur fundamental yang bertautan dengan konsep pendidikan Islam

yang berhubungan dengan penanaman adab kebaikan, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pada diri siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan, dirinya sendiri,

orang lain dan guru. Terdapat empat etika peserta didik dalam belajar, yakni:

pertama, yang berkaitan dengan dirinya sendiri, yang meliputi pembersihan hati

sebelum menuntut ilmu, menghiasi diri dengan keutamaan akhlak, menjauhkan diri

dari kekayaan dan dunia tidak materialistis dan penuh kesederhanaan. Kedua, harus

tunduk dan patuh kepada pendidik dan menghormatinya serta menjadikan pendidik

sebagai penuntun dan teladan dalam segala aktivitas. Ketiga, peserta didik harus

berpegang teguh secara utuh kepada pendidik (sesuai dengan syari’at dan ajaran

Islam), senantiasa belajar tanpa henti, mengamalkan apa yang dipelajari, dan

bertahap dalam menuntut ilmu. Keempat, yang berkaitan dengan tujuan meliputi

tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang akhirnya mendekatkan diri

kepada Allah Swt.

Memperhatikan tiga hasil penelitian di atas, terdapat kesamaan dalam

tinjauan penelitian yakni pada ketiga penelitian di atas hanya sedikit mngupas

tentang mentoring, dan dalam penelitian yang penulis lakukan akan mengupas

tentang mentoring dan akhlak. Sedangkan perbedaannya, pada penelitian yang lalu

tidak secara detail mengupas tentang mentoring namun hanya mengupas tentang

akhlak. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah akan mengupas dan

20

menelaah tentang karakteristik mentoring dalam pengembangan pembelajaran

pendidikan agama Islam sebagai sistem pembinaan akhlak siswa.

Kerangka Teori

Teori yang dipaparkan dalam kerangka teoritis berkaitan dengan karakteristik

mentoring dan pembinaan akhlak dalam penelitian ini adalah menggunakan teori

sistem yang dikembangkan Sanjaya28yakni untuk menentukan kualitas proses

pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem dapat dilihat

berbagai aspek yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu proses. Sistem adalah

satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi

untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai tujuan yang telah

ditetapkan.

Komponen-komponen pembelajaran dalam mentoring yang direncanakan

dapat dilihat dari gambar 1 berikut.

Gambar : 1 Komponen Proses Pembelajaran

28H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta:Kencana:2012), hlm. 49

S Proses S¹

Tujuan

Isi/Materi

Metode

Media

Evaluasi

Input Output

21

Selanjutnya untuk melaksanakan sistem pembelajaran mengembangkan

kurikulum mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

merujuk kepada pemikiran pendidikan Al-Ghazali yang menekankan usahanya pada

ajaran akhlak dan tasawuf atau segi-segi moral dan mental spiritual dengan jalan

menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama dan jiwa keislaman yakni Failasuf al-

Mutasawwifin dengan ciri khas pemikiran pendidikannya terletak pada pengajaran

moral religious dengan tanpa mengabaikan urusan dunia.

Adapun pemikiran pendidikan berdasarkan teori Al-Ghazali,29sebagai

berikut.

1. Tujuan pendidikan mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak,

dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada

Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan

kemegahan dunia, namun tidak mengabaikan urusan dunia melainkan dunia

itu merupakan alat untuk tujuan akhirat.

2. Kurikulum pendidikan dibagi kepada tiga sudut pandang, yakni:

a. Berdasarkan pembidangan ilmu, dibagi menjadi dua:

1) Ilmu Syari’at sebagai ilmu terpuji meliputi: ilmu ushul (ilmu pokok),

ilmu furu’ (cabang), ilmu pengantar (Mukaddimah), dan ilmu

pelengkap (Mutammimah).

2) Ilmu bukan Syari’ah, meliputi: ilmu terpuji (kedokteran, berhitung,

perusahaan), ilmu yang diperbolehkan (kebudayaan, sastra, sejarah,

puisi), ilmu yang tercela (tenung, sihir).

29Ramayulis, Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 272

22

b. Berdasarkan objek, dibagi menjadi tiga:

1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, seperti: sihir, azimat,

nujum, dan ilmu tentang ramalan nasib.

2) Ilmu pengetahuan yang terpuji, seperti: ilmu agama dan ilmu tentang

ibadat.

3) Ilmu pengetahuan yang bila didalami menjadi tercela, seperti filsafat

Naturalisme yang cenderung mendorong manusia kufur dan ingkar.

c. Berdasarkan status hukum, dibagi menjadi dua:

1) Fardhu ‘ain yang wajib dipelajari oleh setiap individu, seperti ilmu

agama dan cabang-cabangnya.

2) Fardhu kifayah yang tidak wajib dipelajari oleh setiap individu, tetapi

harus ada muslim yang mempelajarinya, seperti: ilmu kedokteran,

ilmu hitung, pertanian, pertenunan, politik, pengobatan tradisional,

dan jahit menjahit.

3. Pendidik, harus memiliki sifat-sifat:

a. Memandang peserta didik seperti anaknya sendiri.

b. Dalam menjalankan tugas, mengharapkan keridaan Allah swt. dan

berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

c. Memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan bimbingan

kepada peserta didik.

d. Menegur peserta didik yang berperilaku buruk dengan menyindir dan

penuh kasih sayang.

e. Tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya.

f. Menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didik.

23

g. Memberikan pelajaran dengan cara yang mudah dipahami dan jelas,

bukan dengan hal-hal yang serba sulit sehingga menghilangkan kecintaan

peserta didik terhadap pelajaran.

h. Mengamalkan ilmunya sesuai yang diajarkan kepada peserta didik.

4. Peserta didik, syarat dan sifat yang harus dimiliki:

a. Memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati (tidak takabur).

b. Merasa satu dengan peserta didik lainnya sehingga mendorong untuk

saling menyayangi dan menolong.

c. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat

menimbulkan kekacauan dalam pikiran.

d. Mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

5. Metode dan media dalam proses pembelajaran menggunakan metode

mujahadah dan riyadlah yakni metode praktek kedisiplinan, pembiasaan dan

penyajian dalil naqli dan aqli, serta bimbingan dan nasehat. Pembiasaan

adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan kepribadian anak30.

Pendidikan agama melalui pembiasaan dapat dilakukan dalam berbagai

materi pelajaran, seperti:

a. Akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik seperti berbicara

sopan santun, berpakaian baik di sekolah maupun di luar sekolah.

b. Ibadat, berupa pembiasaan shalat berjamaah di mushalla sekolah,

mengucapkan salam, mengucapkan Basmalah dan hamdalah.

c. Keimanan, berupa pembiasaan beriman dengan memperhatikan alam

semesta secara bertahap dari alam natural ke alam super natural.

30Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia:2008), hlm. 254

24

d. Sejarah, berupa pembiasaan membaca dan mendengarkan sejarah

kehidupan Rasulullah saw, para sahabat, dan para mujahid Islam.

6. Proses pembelajaran menggunakan konsep pengintegrasian antara materi,

metode dan media atau alat pengajarannya secara psikologis, sosilogis, dan

pragmatis. Artinya, materi pengajaran yang diberikan harus sesuai dengan

tingkat perkembangan anak baik dalam hal usia, intelegensi, maupun minat

dan bakatnya.

Metodologi Penelitian

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berorientasi pada

“Deskriptif Kualitatif” (Descriftive Qualitative Design). Menurut Taylor, pendekatan

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31

Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar belakang individu yang diamati

tersebut secara holistik sehingga setting masalah yang akan diteliti berupa institusi

maupun individu. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam suasana yang wajar dan

alamiah dalam berbagai konsep, hipotesis dan teori yang dikembangkan berdasarkan

kondisi dan kenyataan yang ada di lapangan.

Pendekatan kualitatif deskriptif pada umumnya merupakan penelitian non

hipotesis, sehingga dalam langkah penelitiannya tidak diperlukan hipotesis.32

Kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena

tertentu. Atas dasar itu, maka penelitian ini dilandasi oleh pendekatan

“fenomenologis” dalam arti berusaha menemukan kembali pengalaman dasar yang

31Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Rosda:2010), hlm. 332Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 20

25

berupa norma-norma yang dianut dalam suatu komunitas, baik yang menyangkut

aspek pendidikan maupun masalah lain yang berkaitan dengan pendidikan.

Jenis Penelitian

Penelitian yang hendak dilakukan peneliti merupakan penelitian lapangan (field

research). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif (Description Research), yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya

dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam kegiatan penelitian, peneliti

hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti, kemudian

memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian secara lugas, apa

adanya.33

Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat

fakta dan karakteristik mengenai populasi. Penelitian ini berusaha menggambarkan

situasi atau kejadian, sehingga data yang dikumpulkan semata-mata bersifat

deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis,

membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi.

Prosedur Penelitian

Ada tiga tahapan dalam prosedur penelitian ini34, yakni; tahap pertama, mengetahui

sesuatu tentang apa yang belum diketahui, tahap ini dikenal dengan tahap orientasi

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang tepat tentang latar belakang

penelitian. Tahap kedua, merupakan tahap eksplorasi fokus, pada tahap ini mulai

memasuki proses pengumpulan data, yaitu cara-cara yang digunakan dalam

pengumpulan data. Tahap ketiga adalah rencana tentang teknik yang digunakan

untuk melakukan pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data.

33Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta:2010), hlm. 334Lexy J. Moleong, Op.Cit., hlm. 239

26

Jenis Data

Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data, yaitu:

1. Data primer yang diperoleh secara langsung dari proses observasi,

wawancara dengan responden, dan dokumentasi.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada

seperti dari perpustakaan atau dari hasil-hasil penelitian terdahulu, seperti

buku-buku ilmiah, jurnal, hasil-hasil penelitian, dokumen yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

Sumber Data

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah keseluruhan informasi yang

berupa orang-orang yang dapat memperkaya dan memperpadat informasi tentang

persoalan-persoalan yang menjadi pusat perhatian dan penelitian. Dalam hal ini,

sebagai sumber data primer diambil beberapa orang yang dianggap mengetahui

permasalahan yang ada di wilayah penelitian, terutama mereka yang berkompeten

dan terlibat aktif di dalam tema penelitian. Para informan yang ditetapkan sebagai

subyek dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala sekolah dan 4 orang wakil kepala sekolah.

2. Guru pendidikan agama Islam sebanyak 2 orang.

3. Pembina Kegiatan Mentoring sebanyak 2 orang, dan

4. Pembina OSIS, Pembina Rohis, dan 30 orang peserta didik.

Sedangkan sebagai sumber data sekunder diperoleh dari tenaga kependidikan dan

dokumentasi administrasi sekolah.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

27

1. Observasi (pengamatan)

Observasi atau pengamatan adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang

fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan

pencatatan.

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara partisipasi, di mana

observer ikut berpartisipasi dalam kegiatan para subyek dengan cara

menggunakan panduan yang telah disiapkan. Peneliti mengamati atau

mengobservasi para guru dan siswa di kelas maupun luar kelas ketika dalam

proses belajar mengajar atau ketika melakukan kegiatan ekstra.

2. Interview (wawancara)

Wawancara (interview) adalah proses memperoleh keterangan atau tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dan

responden dengan menggunakan alat interview guide (pemandu wawancara).

Wawancara (Interview) adalah kuesioner lisan, artinya sebuah dialog

yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi

dari pemberi informasi terwawancara (informasi suplyer).35 Dalam hal ini

peneliti sebagai pengejar informasi mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

untuk meminta keterangan dan penjelasan sambil menilai jawaban-jawaban

yang diperoleh serta sekaligus mengadakan paraphrase atau mengungkapkan

isi dengan kata-kata lain, mengingat-ingat dan mencatat jawaban-jawaban

serta menggali keterangan-keterangan lebih lanjut. Informan suplyer yang

dipilih dalam penelitian ini adalah pihak pengelola lembaga pendidikan, yaitu

Kepala Sekolah dan personil lainnya untuk memperoleh keterangan tentang

latar belakang pendirian, tujuan, dan gambaran umum tentang sekolah.

35Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 145

28

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mencatat dan

memanfaatkan data yang ada di instansi terkait, berupa arsip, peta maupun

data sekunder yang relevan. Metode ini digunakan bila terjadi kekeliruan,

sumber data masih asli (belum berubah).36

Dalam buku proses penelitian, Arikunto mengatakan bahwa dalam

melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis

seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian dan sebagainya. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi

digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran kurikulum kegiatan

ekstra kurikuler yang dikembangkan di SMA Negeri 1 Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin.

Teknik Analisa Data

Data yang dianalisa dalam penelitian ini bersifat kualitatif yakni digambarkan

dengan kata-kata dan dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.37

Teknik pengumpulan data menggunakan Riset Deskriptif yang merupakan penelitian

non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan

hipotesis. Pelaksanaan riset ini dengan model diamati dan data dibandingkan dengan

kriteria yang sudah ditetapkan yaitu kriteria yang menjadi tujuan.

Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara matematis

transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan

untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan yang diperoleh dari lapangan

penelitian, sehingga dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain. Nasution

36Ibid., hlm. 20037Ibid., hlm. 195

29

menganjurkan analisis data disesuaikan dengan pendekatan penelitian, sebab

penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif analitis, maka data dianalisis melalui

tahap reduksi data, artinya data yang terkumpul dianalisis, disusun secara sistematik

dan ditonjolkan pokok-pokok persoalannya.

Reduksi data adalah usaha menyederhanakan temuan data dengan cara

mengambil intisari sehingga ditemukan tema pokoknya, fokus masalah beserta

motif-motifnya. Cara ini dapat memberi gambaran lebih tajam dari hasil pengamatan.

Mengingat data yang terkumpul sedemikian banyak, maka perlu dilakukan data

display, artinya data yang diperoleh di lapangan disajikan, ditata dan diatur sesuai

dengan kronologinya sehingga mudah dipatok dengan jelas.

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pada waktu pengumpulan data dibuat reduksi data serta refleksi data.

2. Menyusun pokok-pokok temuan yang penting dan mencoba memahami hasil-

hasil temuan tersebut atau melakukan reduksi data.

3. Menyusun sajian data secara sistematis, agar makna peristiwanya jelas.

4. Pengaturan data secara menyeluruh dan selanjutnya dilakukan penarikan

kesimpulan. Bila dirasa masih perlu tambahan data, maka peneliti akan

kembali ke lapangan untuk kegiatan pengumpulan data guna mengadakan

pendalaman.

Sesuai dengan data yang terkumpul, penelitian ini dianalisa secara deskiptif

kualitatif menurut kajian Miles dan Hubberman yang disebut “Three Concurrent

Flows Of Activity” (Tiga arus aktivitas yang terjadi secara bersamaan) yaitu

30

pereduksian data, pemaparan data dan kesimpulan (verifikasi)”.38 Analisa data Miles

dan Hubberman dilakukan dengan tiga tahap39, yaitu:

1. Data Reduction

Merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

Pereduksian data peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan

dari penelitian kualitatif adalah temuan. Oleh karena itu, menemukan segala

sesuatu yang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, merupakan perhatian

peneliti dalam mereduksi data.

2. Data Display

Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Miles dan Hubberman bahwa yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat

naratif.

3. Conclusion Drawing atau Verivication (Kesimpulan)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya tidak pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran

suatu obyek yang sebelumnya masih kabur sehingga setelah diteliti menjadi

jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

Pada tahap reduksi dan penyajian data, paling tidak peneliti telah membentuk

sebuah kesimpulan yang bersifat sementara, setelah data terus ditelusuri dan

38Annur, Saiful, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Palembang:Rafah Press:2008), hlm. 12839Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan, (Bandung:Alfabeta:2012), hlm. 246

31

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

dan kredibel.

Jadwal dan Langkah-langkah Penelitian

Jadwal Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Desember

2014 di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.

Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang menitik beratkan pada kegiatan administrarif,

sebagai berikut:

1. Pembuatan Rancangan Penelitian

2. Pelaksanaan Penelitian

3. Pembuatan Laporan Penelitian.40

Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam beberapa bahasan dengan bab-babnya secara

teratur dan berurutan.

Pada bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, rumusan masalah, definisi konseptual, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, jadwal dan

langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua memuat landasan teoritis yakni pelaksanaan mentoring dan

strategi pembinaan akhlak yang berisi: pelaksanaan mentoring dalam pembelajaran

40Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 61

32

pendidikan agama Islam meliputi: pengertian mentoring kerohanian Islam,

pengertian pendidikan agama Islam, unsur-unsur mentoring, tujuan pelaksanaan

mentoring kerohanian Islam, sistem mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam, dan karakteristik mentoring kerohanian Islam. Kemudian

membahas tentang strategi pembinaan akhlak siswa, meliputi: pengertian akhlak,

sistem pembinaan akhlak, tipologi kepribadian (akhlak), pembentukan akhlak, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembinaan akhlak, serta membahas

evaluasi mentoring kerohanian Islam dan strategi pembinaan akhlak siswa.

Bab ketiga membahas gambaran umum SMA Negeri 1 Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin yang meliputi: sejarah ringkas SMA Negeri 1 Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin, visi, misi, dan tujuan SMA Negeri 1 Banyuasin III, struktur

organisasi SMA Negeri 1 Banyuasin III, keadaan siswa, keadaan tenaga pendidik dan

kependidikan, serta keadaan sarana dan prasarana.

Bab keempat berisi Pelaksanaan Mentoring Kerohanian Islam Dan Strategi

Pembinaan Akhlak Di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin yang

meliputi: Pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, strategi

pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, serta

evaluasi mentoring kerohanian Islam sistem pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri

1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.

Bab kelima merupakan simpulan dari hasil analisis penelitian lapangan dan

pembahasan berdasarkan fakta lapangan yang diperoleh melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi, serta saran, dan rekomendasi.