Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan dilaksanakan untuk menciptakan sesuatu yang memberikan manfaat bagi
kehidupan masyarakat terutama anak didik pada masa kini dan masa mendatang, atau
bagi kehidupan dunia sampai kehidupan akhirat. Dalam konteks pendidikan nasional,
pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk watak dan karakter anak
bangsa yang berpotensi. Sebab dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan Negara.1
Pendidikan yang dilaksanakan sebagaimana pendidikan agama Islam yang
berlangsung di dalam kelas memberi arti bahwa telah terjadi proses interaksi yang
mengarah kepada tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Guru dan siswa
secara interaksi dapat memberikan makna dari pendidikan merupakan proses
pembelajaran dengan menciptakan suasana yang kondusif, menyediakan lingkungan
dan membangkitkan semangat dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas pada dasarnya
bukan hanya menjadikan siswa pintar, tetapi hendaknya menanamkan nilai-nilai
edukatif dalam perbuatan mendidik. Secara garis besar dipahami bahwa perbuatan
mendidik itu sifatnya normatif yang mencakup: 1) cara-cara orang memberikan
pengaruh edukatif yang baik dan benar, dan untuk 2) mencapai tujuan-tujuan
1Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003., Sisdiknas, (Bandung:Citra Umbara:2012), hlm. 2
2
pendidikan yang luhur dalam satu konteks sosial budaya, serta 3) membangun tipe
manusia yang baik dan paripurna (utuh dan lengkap).2
Untuk membangun manusia yang baik dan paripurna, setiap guru seharusnya
dapat melakukan proses pembelajaran di depan kelas dengan baik dan benar sesuai
prosedur yang telah digariskan dalam pelaksanaan pembelajaran. Artinya guru harus
melakukan banyak kegiatan seperti:
1. Mempelajari setiap murid dikelasnya,2. Merencanakan, menyediakan, dan menilai bahan-bahan belajar yang akan dan
atau telah diberikan,3. Memiliki dan menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan
yang hendak di capai,4. Memelihara hubungan pribadi seerat mungkin dengan murid,5. Menyediakan lingkungan belajar yang serasi,6. Membantu murid-murid memecahkan berbagai masalah,7. Mengatur dan menilai kemajuan belajar murid.3
Aktivitas belajar bagi setiap siswa tidak selamanya dapat berlangsung secara
wajar. Terkadang dalam aktivitas belajar itu lancar terkadang tidak, terkadang
tanggap dengan apa yang dipelajari terkadang terasa amat sulit, juga terkadang
bersemangat untuk belajar dan terkadang sulit untuk mengadakan konsentrasi
belajar.4 Semua ini harus dapat diperhatikan oleh guru dalam melakukan proses
pembelajaran atau pengajaran.
Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar guru tentu mengharapkan
mendapatkan hasil proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Juga diperlukan
prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan ke arah keberhasilan
belajar secara maksimal dan berkesinambungan. Karenanya dalam kegiatan belajar
mengajar harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar, diantaranya: 1) bertolak dari
motivasi, 2) pemusatan perhatian, 3) pengambilan pengertian pokok, 4) pengulangan,
2Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung:Bandar Maju:2010),hlm. 10
3Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:Pustaka Setia:2011), hlm. 1274Amilda, Kesulitan Belajar, (Palembang:Rafah Press:2010), hlm. 7
3
5) yakin akan kegunaan, 6) pengendapan, 7) pengaturan kembali hasil belajar, 8)
pemanfaatan hasil belajar, 9) menghindari gangguan.5
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang terjadi di dalam lingkungan
formal yakni di sekolah bernilai edukatif. Nilai-nilai itu mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dengan anak didik. Dalam belajar mengajar itu selalu ada upaya
guru untuk menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dikuasai oleh anak didik untuk
secara tuntas.6
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik baik dari aspek kompetensi yang
ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari dalam rangka menunjang
tercapainya kompetensi. Dari aspek kompetensi, mata pelajaran pendidikan agama
Islam menekankan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah.
Karenanya harus diperhatikan prinsip-prinsip pendidikan dalam mempelajari suatu
mata pelajaran yakni:
1. Materi disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik berdasarkan subtopiktertentu.
2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik jika ia telah memahami subtopikpendukung atau persyaratannya.
3. Perbedaan kemampuan antara siswa dalam mempelajari atau memahamisuatu topik dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan olehpenguasaan subtopik prasyaratnya.
4. Penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topiksebelumnya.7
Secara umum yang menjadi tujuan dalam pendidikan adalah mempersiapkan
peserta didik untuk mampu menjalankan kehidupan (preparing children for life),
bukan sekedar mempersiapkan peserta didik untuk sebuah pekerjaan. Artinya
pendidikan ditantang tidak hanya membantu peserta didik agar hidupnya berhasil
untuk bekerja, tetapi membantu agar hidupnya bermakna. Untuk itu dalam mendidik
5Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta:2008), hlm. 956Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta:2006),
hlm. 17Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara:2008), hlm. 125
4
anak tidak boleh lepas dari nuansa Islam yang berintikan pada ajaran aqidah, ibadah,
syariat, dan akhlak.
Dalam pelaksanaan pendidikan, perlu adanya akhlak tentang penyampaian
materi pendidikan, sebab di dalamnya terdapat kajian tentang hakikat moral dan
keputusan (kegiatan menilai). Akhlak yang diajarkan guru dalam proses
pembelajaran seperti ketaatan dalam menjalankan ibadah, bersikap sopan santun,
menunjukkan sikap keteladanan seperti datang ke sekolah tepat waktu sehingga
dapat ditiru oleh siswa guna menghilangkan kesan bahwa siswa seakan dipaksakan
untuk datang ke sekolah lebih awal. Juga akhlak mempelajari membaca Al-Quran
harus diawali dari guru sehingga siswa dapat mencontoh teladaninya.
Akhlak merupakan suatu akal yang terpenting dalam kehidupan dan
merupakan buah dari iman dan Islam.8 Akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang
mendalam di dalam jiwa, sesuatu yang dapat berubah dan dipelajari, memiliki ciri-
ciri istimewa yang menyebabkan perilaku sesuai dengan fitrah lahirnya dan akal
sehat. Akhlak merupakan penuntun manusia untuk mencapai tujuan hidupnya baik
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pendidikan yang diselenggarakan memerlukan tenaga pendidik yang
profesional dan berakhlak. Seorang pendidik yang berakhlak tentu memiliki
kepribadian atau perilaku yang baik. Sebab akhlak adalah bahasa tentang cermin
tingkah laku dan nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio.9 Objek formal
akhlak itu meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku
manusia baik buruknya.10
8Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia:2011), hlm. 979Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (Bandung:Pustaka Setia:2009), hlm. 19410Azhar Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis Epistemologis, dan
Aksiologis, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 118
5
Dengan berakhlak dalam melaksanakan pembelajaran, maka seorang
pendidik (guru) akan dapat menjadi orang yang diteladani oleh para siswa. Guru
yang berakhlak tidak akan mengutamakan emosi melainkan dengan sabar dan
keuletan guru dapat meningkatkan kompetensi (kemampuan) siswa dalam belajar
sesuai dengan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Selain itu guru juga dapat
mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya. Ada sepuluh kompetensi guru11
yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Kesepuluh kompetensi
guru itu meliputi: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola
kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola
interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran,
mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah, serta memahami prinsip-prinsip dan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dengan akhlak, pendidikan agama Islam diarahkan kepada pembentukan
individu atau siswa agar siswa merasa diperhatikan dan dikasihsayangi. Sebab
“kepribadian manusia dapat dikatakan merupakan suatu “Gestalt”, dan bukanlah
hanya merupakan kumpulan lepas dari berbagai macam sifat perwatakan”.12 Artinya,
kepribadian manusia itu adalah suatu keutuhan yang melekat pada diri manusia itu
sendiri.
Pendidikan agama Islam membentuk konsep diri sebagai persepsi
keseluruhan yang dimiliki seseorang mangenai dirinya sendiri.13 Karena dipahami
bahwa siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) bila diperhatikan dari faktor usia
11AM. Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm.163
12Petrus Sardjonoprijo, Psikologi Kepribadian, (Jakarta:Rajawali:2002), hlm. 913Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta:2010),
hlm. 182
6
berada pada posisi usia remaja yang memiliki kepribadian transisi sehingga pada
dirinya muncul perasaan yang bergejolak dengan mengutamakan “perasaan egoisme
ideal” berupa cita-cita di masa depan.14 Kondisi ini memunculkan dalam diri siswa
itu konsep diri berupa pandangan tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang
ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta
bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.15
Siswa yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) bila dilihat dari
faktor usia yakni “antara usia 13-21 tahun” tergolong pada usia remaja.16 Pada masa
usia ini siswa memasuki masa “Strum Und Drang”17 atau “periode badai dan
dorongan”.18 Pada masa ini siswa yang menganggap dirinya bukan anak kecil lagi ini
selalu ingin menunjukkan jati dirinya dan selalu ingin mencoba membuktikan suatu
perilaku bahwa ia bisa.
Perilaku yang diperbuat oleh siswa itu membuktikan dirinya bahwa ia
memiliki otonomi atas dirinya yang menurutnya tidak dapat diganggu gugat oleh
orang lain. Otonomi diri manusia itu pada dasarnya terletak pada pola kebutuhan
psyche yang berlaku umum. Pola kebutuhan itu, antara lain : 1) kebutuhan fisiologis,
2) kepastian, 3) kasih sayang, 4) penghargaan, 5) tumbuh kembang diri.19
Sikap mengganggap dirinya memiliki otonomi diri, maka tidak sedikit siswa
SMA yang melakukan suatu perbuatan untuk coba-coba. Perbuatan coba-coba yang
dilakukan oleh siswa SMA yang pada notabenenya berusia remaja cenderung
melakukan hal-hal yang menurutnya baik dan tepat dengan tidak memperhatikan
peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah maupun di masyarakat. Sikap-sikap
14Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers:2009), hlm. 7115H. Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara:2009), hlm. 12916Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 7217Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta:Erlangga:1991), hlm. 21218Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:Rineka Cipta:2010), hlm. 8819Kartini Kartono,2010, Op.Cit., hlm. 33
7
ini disebut kenakalan siswa yakni kenakalan yang melawan status, misalnya
mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status
orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka.20
Aneka bentuk perilaku siswa yang menyimpang ini disebut dengan istilah
“Juvenile Delinquency” artinya “perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak
remaja yang bilamana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak
kejahatan”.21 Adapun wujud perilaku delinkuen yang dilakukan para siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) yang pada usia ini disebut usia remaja, menurut Kartono
(2011, hlm. 21) seperti :
1. Kebut-kebutan di jalan yang mengganggu keamanan lalu lintas.2. Perilaku ugal-ugalan, urakan yang mengganggu ketenteraman lingkungan.3. Perkelahian antar kelompok, antar sekolah yang membawa korban.4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan.5. Berpesta pora sambil mabuk-mabukan.6. Melakukan hubungan seks bebas, perkosaan karena cinta ditolak.7. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika.8. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan mengakibatkan
ekses kriminalitas.22
Wujud perilaku kenakalan siswa itu merupakan gejala sosial yang sebagian
dapat dilihat dan diukur serta dinilai kualitas dan kuantitas kenakalannya. Karenanya,
kehidupan sosial yang ditemui siswa dalam interaksi dengan orang lain perlu
dilakukan kontrol sosial, supaya kelakuannya dapat diatur dan diarahkan kepada
kemaslahatan. Dengan kontrol sosial dalam arti yang luas dimaksud setiap usaha atau
tindakan dari seseorang atau suatu pihak untuk mengatur kelakuan orang lain.23
Artinya, semua kelakuan manusia itu termasuk para siswa Sekolah Menengah Atas
dikontrol oleh interaksi tersebut.
20Sarlito Wirawan Sarwono, 2011, Op.Cit., hlm. 20121Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta:Bina Aksara:2000), hlm. 1122Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm. 2123Nasution S, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 17
8
Melihat kenyataan seperti dikemukakan di atas, perlu dilakukan strategi
maupun pendekatan kepada para siswa SMA Negeri 1 Banyuasin III untuk membina
akhlak yang lebih baik seiring dengan pengaruh dari faktor usia dan perkembangan
konsep dirinya dengan pendidikan agama Islam yang lebih berakhlak. Seperti dengan
mengajarkan atau membina para siswa dengan cara melakukan dakwah dalam
majelis ilmu yang dikenal dengan sebutan mentoring yakni mentoring kerohanian
Islam untuk membiasakan para siswa menjalankan ajaran Islam secara murni seperti
terbiasa mengucapkan salam bila bertemu dengan sesama umat Islam, bersalaman,
sopan santun, saling menghargai, shalat dhuha, shalat dzuhur berjamaah di sekolah.
Penyelenggaraan pembelajaran pendidikan agama Islam harus berorientasi pada
pembentukan manusia yang berkepribadian, kompeten, dan beradab, serta bertata
susila. Sebab, siswa tidak hanya hidup dan bergaul dalam keluarga saja, tetapi iapun
hidup dalam masyarakat dan dunia sebayanya.
Kegiatan mentoring kerohanian Islam yang dilaksanakan di SMA Negeri 1
Banyuasin III Kabupaten Banyuasin merupakan kegiatan majelis ilmu, maksudnya
para siswa bergabung dalam kelompok majelis antar sesama siswa dengan
melaksanakan kegiatan pendidikan yang di dalamnya mencakup tentang mengajar,
mendidik, melatih, dan membina yang dilakukan dengan pendekatan saling nasehat
menasehati yang di dalamnya terdapat rasa saling mempercayai satu sama lain antara
dua pelaku utama yakni penasehat disebut mentor, dengan seorang yang dinasehati
disebut mentee.
Kegiatan mentoring kerohanian Islam tersebut selaras dengan firman Allah
Swt. dalam surat Al-Ashr ayat 1-3 berbunyi:
9
Artinya: Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehatmenasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapikesabaran (QS.103: 1-3).24
Pendidikan agama merupakan dasar bagi pembinaan sikap dan jiwa agama
pada anak. Mata pelajaran Pendidikan Agama dimaksudkan untuk memperkuat iman
dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut
oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Mata pelajaran Agama Islam
berisi bahan kajian tentang keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, syari’ah,
mu’amalah dan tarikh.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatan mentoring kerohanian Islam
yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, yakni:
1. Kegiatan mentoring dilaksanakan pada setiap hari Senin untuk kelas X, hari
Rabu untuk kelas XI, dan hari Kamis untuk kelas XII, dengan waktu kegiatan
pukul 14.00-15.00 wib.
2. Dalam pelaksanaannya siswa yang mengikuti kegiatan mentoring dibagi
dalam kelompok kecil antara 3-10 orang.
3. Setiap kelompok dibimbing oleh 1 orang pembina mentoring dari Alumni
yang masih aktif mengikuti kuliah di berbagai Perguruan Tinggi di
Palembang, khususnya dari Universitas Islam Negeri dan Universitas
Sriwijaya yang dikordinir oleh 2 orang guru pendidikan agama Islam.
24Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra Semarang:2009),hlm. 1099
10
4. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pengajian kelompok kecil dengan materi
keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, syari’ah, mu’amalah dan tarikh.
5. Siswa dalam kelompok diberikan kesempatan melakukan dakwah disebut
Dakwah Sistem Langsung (DSL) dengan pendekatan kelompok sebaya.
6. Cara dan bentuk pengajarannya dengan dakwah secara individu oleh masing-
masing anggota dalam kelompok dengan para siswa duduk dalam bentuk
lingkaran.
Tujuan utama kegiatan mentoring dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam ini adalah agar siswa mampu mengatasi kepribadiannya yang menyimpang
dari nilai-nilai keagamaan serta dapat menanggulangi kenakalan dirinya sendiri.
Termasuk para siswa SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin yang
berada pada posisi usia remaja yang tentu di dalam dirinya terjadi gejolak-gejolak
sesuai dengan usianya itu. Karena disadari pada masa usia ini menurut Freud bahwa
dorongan libidinal meningkat dengan pesat,25 sehingga potensial menimbulkan
berbagai gejolak dan konflik atau disebut masa krisis. Masa ini akan terjadi atau
tidak, tergantung dari dasar kepribadian yang terbentuk di lima tahun pertama (fase
oral, anal, phallic) cukup kuat, kepribadian akan mampu bertahan mengalami
gejolak dan akan mencapai tahap integrasi yang lebih kuat. Namun bila dasar
kepribadian yang terbentuk tidak kuat karena mengalami trauma, konflik, dan fiksasi,
maka akan memicu disintegrasi dalam kepribadian.
Oleh sebab itu, seiring dengan perkembangan jiwa siswa dan tantangan dunia
global dan modern akan menjadikan siswa meninggalkan nilai-nilai agama yang
menjadi tuntunan hidupnya, sehingga akhlak dan ajaran agama dalam bentuk ibadah
tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Untuk mencegah hal tersebut, maka
25Imam Setiadi Arif, Dinamika Kepribadian, Gangguan dan Terapinya, (Bandung:RefikaAditama:2011), hlm. 67
11
SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin melaksanakan kegiatan
mentoring kerohanian Islam guna melakukan pembinaan atas akhlak para siswanya.
Jika dilihat dari kondisi SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin,
bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterapkan guru kepada para
siswa dengan menerapkan karakteristik mentoring kerohanian Islam, sangat terlihat
bahwa nuansa kehidupan beragama di SMA Negeri 1 Banyuasin III sangat terasa.
Kondisi ini terbukti dari beberapa hal, seperti :
1. Pagi hari, sebelum bel masuk para siswa bersalaman dengan guru-guru yang
ada atau yang sudah hadir di sekolah.
2. Setelah bel tanda masuk dibunyikan, para siswa langsung masuk kelas guna
melakukan aktivitas untuk membaca Al-Qur’an dan doa-doa selama 15
menit. Kegiatan ini dipandu oleh siswa di dalam kelas secara bergantian.
3. Selesai membaca Al-Quran atau tadarusan, siswa sesuai dengan jadwalnya
melakukan tausiyah pagi kepada teman-teman sekelasnya.
4. Para siswa dibiasakan menebarkan salam dengan cara bila bertemu dengan
teman, masuk kelas, masuk ke kantor, dan sebagainya mengucapkan salam.
5. Para siswa dibiasakan perduli pada kaum duafa dengan cara mengumpulkan
uang infak setiap hari Jum’at atau Sabtu untuk dibagikan kepada masyarakat
yang miskin atau kurang mampu.
6. Bila para siswa yang beragama Islam melakukan pelanggaran maka diberikan
sanksi menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.
7. Siswa terlihat melaksanakan ibadah rutin seperti shalat dhuha dan shalat
dzuhur.
Kondisi ini menjadikan alasan penulis tertarik memilih SMA Negeri 1
Banyuasin III Kabupaten Banyuasin untuk menjadi objek atau tempat penelitian.
12
Karenanya yang ingin penulis telaah atau teliti adalah mungkinkah pelaksanaan
mentoring di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dapat membina
akhlak siswa menjadi lebih baik sehingga kegiatan mentoring itu menjadi sistem
pembinaan akhlak siswa dalam pengembangan pembelajaran pendidikan agama
Islam.
Memperhatikan kondisi-kondisi di atas, maka penulis tertarik untuk
menganalisa dan melakukan penelitian tentang pelaksanaan mentoring dan
pembinaan akhlak siswa dengan judul “Analisis Pelaksanaan Mentoring Kerohanian
Islam Sebagai Sistem Pembinaan Akhlak Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin”.
Rumusan Masalah
Merujuk latar belakang masalah di atas, maka permasalahan-permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten
Banyuasin?
2. Bagaimana strategi pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III
Kabupaten Banyuasin?
3. Bagaimana evaluasi mentoring kerohanian Islam dalam sistem pembinaan
akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin?
Definisi Konseptual
Untuk memahami makna yang terkandung dari judul penelitian ini, maka penulis
melakukan pendefinisian konseptual untuk mengarahkan pengembangan penelitian.
13
1. Pelaksanaan Mentoring Kerohanian Islam dalam pengembangan
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) merupakan kegiatan majelis
ilmu dalam pembinaan nilai-nilai keagamaan yang dilaksanakan melalui
pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dalam bentuk
perangkat dan sistem pembelajaran pendidikan agama Islam yang
direncanakan, dianggarkan, diorganisasikan, diawasi dan dilakukan
pemecahan masalah dengan melakukan penerapan dari pembelajaran
pendidikan agama Islam di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat
yang diimplementasikan melalui iman dan taqwa dalam kehidupan sehari-
hari, seperti:
a. Perilaku siswa yang berhubungan dengan Allah Swt. yakni: 1) bersyukur,
2) bertasbih, 3) beristigfar, 4) mentauhidkan Allah, 5) taqwa yaitu
mematuhi segala perintah Allah dan menghindari larangan Allah, 6)
berdoa yakni meminta pertolongan Allah, 7) zikrullah yakni berzikir
kepada Allah, dan 8) bertawakal yakni menyerahkan diri hanya kepada
Allah Swt.
b. Perilaku siswa yang berhubungan dengan sesama, seperti:
1) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri yakni sabar, syukur,
tawadhu’, benar, menahan diri untuk tidak melakukan yang terlarang,
menahan diri untuk tidak marah, amanah atau jujur, disiplin, berani
karena benar, qanaah atau merasa cukup dengan yang sudah ada.
2) Perilaku yang berhubungan dengan keluarga yakni berbuat baik
kepada kedua orang tua, adil terhadap saudara, membina dan
mendidik keluarga, memelihara keturunan.
14
3) Perilaku yang berhubungan dengan masyarakat yakni persaudaraan,
tolong menolong, adil, pemurah, penyantun, pemaaf, menepati janji,
musyawarah, dan berwasiat di dalam kebenaran.26
c. Perilaku siswa yang berhubungan dengan alam, seperti: memelihara
kelestarian lingkungan hidup, tidak membuat kerusakan di muka bumi,
dan menjaga kebersihan lingkungan.
Adapun yang menjadi tujuan dari materi perilaku siswa yang
berhubungan dengan Allah Swt, dengan sesama manusia yang meliputi:
perilaku dengan dirinya sendiri, perilaku dengan keluarga, perilaku dengan
masyarakat, dan dengan alam, agar siswa dapat berkepribadian yang
bertanggung jawab untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.
2. Sistem Pembinaan Akhlak dilakukan dengan metode Dakwah Sistem
Langsung (DSL) dengan pendekatan kelompok sebaya untuk mengarahkan
pola kehidupan kepada kebiasaan berkepribadian yang baik dan terpuji
berkaitan dengan perubahan pengetahuan, tingkah laku, dan kemampuan-
kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. Secara
umum akhlak yang dibina oleh guru kepada siswa ada empat macam27 yakni :
a. Akhlak yang berhubungan dengan Allah Swt. yakni penanaman nilai-nilai
atau perilaku husnuzan terhadap Allah Swt. seperti; 1) tidak mudah
berputus asa, 2) tidak mudah berkeluh kesah, 3) bersikap optimis dalam
menghadapi berbagai masalah.
b. Akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri yakni penanaman nilai-
nilai atau perilaku husnuzan terhadap diri sendiri, seperti; 1) tidak
26Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara:2011), hlm. 3327Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Rajawali Pers:2011), hlm. 23
15
bergantung kepada orang lain, 2) gigih dalam meraih cita-cita, 3)
memiliki semangat kompetitif.
c. Akhlak yang berhubungan dengan sesama manusia yakni penanaman
nilai-nilai atau perilaku husnuzan terhadap sesama manusia, seperti; 1)
tidak mudah menuduh orang lain, 2) tidak iri hati kepada orang lain, 3)
bersedia bekerjasama dengan orang lain dalam hal kebaikan. Akhlak ini
dapat diwujud nyatakan dengan:
1) Hubungan siswa dengan guru, dengan cara siswa hormat dan patuh
kepada guru, mematuhi nasihat guru, tidak membantah ataupun
melawan guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru, mengenal
seluruh guru. Demikian sebaliknya, guru tidak menganggap siswa
sebagai objek tetapi sebagai mitra yang harus dididik dan dibina, suka
berdiskusi, peduli pada kesulitan siswa, dan jujur kepada siswa.
2) Hubungan siswa dengan sesama siswa seperti:
a) Dengan kakak kelas, yakni menghargai kakak kelas, menjalin
hubungan kerjasama dengan kakak kelas, tidak saling
bermusuhan.
b) Dengan sesama teman sama tingkatan kelas maupun sekelas,
melakukan perbuatan saling membina silaturahmi dengan baik.
c) Dengan adik kelas, mengayomi dan memberi contoh teladan yang
baik serta tidak berbuat semena-mena kepada adik kelas.
d. Akhlak yang berhubungan dengan alam yakni penanaman nilai-nilai yang
mensyukuri nikmat karunia Allah seperti: memelihara kelestarian
lingkungan hidup, tidak membuat kerusakan di muka bumi, dan menjaga
kebersihan lingkungan.
16
Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten
Banyuasin.
2. Mengetahui strategi pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III
Kabupaten Banyuasin.
3. Mengetahui evaluasi mentoring kerohanian Islam dalam sistem pembinaan
akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. Untuk
jelasnya kegunaan penelitian ini sebagai berikut :
1. Kegunaan secara teoritis
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membina akhlak
siswa secara efektif dan efisien.
b. Mendapatkan fakta bahwa akhlak siswa dapat dibina dengan kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
2. Kegunaan secara praktis
a. Bagi siswa
1) Memunculkan ide dan kreativitas siswa dalam melakukan kegiatan-
kegiatan atau aktivitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang dilakukan
di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
17
3) Menambah pemahaman wawasan berfikir positif terhadap kegiatan-
kegiatan keagamaan.
b. Bagi guru
1) Melatih dan membina siswa untuk selalu menerapkan hasil
pembelajaran pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari di
manapun berada.
2) Menyerasikan antara pembelajaran yang bersifat teori dengan praktik
atau pembelajaran dalam bentuk nyata.
3) Mengatasi masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam.
c. Bagi peneliti
1) Mengembangkan khazanah berpikir untuk menggunakan teknik-
teknik pembelajaran pendidikan agama Islam yang lebih baik dan
mudah dipahami serta diterima siswa.
2) Mendapatkan fakta dapat atau tidaknya karakteristik mentoring
dijadikan sistem pembinaan akhlak dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam.
Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pembinaan akhlak di
kalangan pelajar, tetapi tidak secara spesifik mengungkapkan tentang pelaksanaan
mentoring keagamaan, diantaranya Muslimin (2012), Saramun Husni (2012), dan
Muhammad Tahmi (2012).
Muslimin (2012) dalam tesis yang berjudul Pelaksanaan Kegiatan Ekstra
Kurikuler Keagamaan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Palembang,
18
menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler keagamaan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 6 Palembang telah terformulasi dalam kegiatan harian,
mingguan, bulanan dan tahunan. Kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di
sekolah ini meliputi; tadarusan, taklim pagi, mentoring, bahasa Arab, kader Da’I, dan
peringat hari besar Islam. Kegiatan ekstra kurikuler keagamaan tersebut telah
memberikan indikator bagi pelajar dalam perubahan sikap dan prilaku, peningkatan
pengetahuan, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama, seperti Tadarus Al-Qur’an
yang telah mampu meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an yang sesuai
dengan ilmu tajwid. Mentoring, seni baca Al-Qur’an, bahasa Arab dan kader Da’i
telah meningkatkan wawasan pelajar tentang Al-Qur’an dan ajaran Islam secara
komprehensif serta memiliki potensi dan keberanian untuk bertausiyah. Keberhasilan
kegiatan ini adalah berkat adanya kesadaran dan dukungan yang tinggi dari lebih
kurang 800 peserta didik. Selain dari itu, Kepala Sekolah dan Pemerintah Kota
Palembang memang mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.
Suramun Hasni (2012) dalam tesisnya yang berjudul Proses Pembelajaran
Al-Qur’an Melalui Teknik Tutor Sebaya Pada Siswa SMAN Negeri 6 Palembang,
menyimpulkan bahwa proses pembelajaran Al-Quran melelui penerapan teknik tutor
sebaya dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif yang terbukti bahwa para siswa
dapat dengan waktu yang singkat dapat memahami tata cara baca Al-Quran sesuai
dengan ilmu tajwid. Pelaksanaan proses pembelajaran Al-Quran dimulai dari
perencanaan dan penentuan materi dan metode. Siswa dikelompokkan oleh Guru
Pembimbing berdasarkan tes penempatan untuk menentukan siapa yang jadi tutor
dan tutee. Selanjutnya guru pembimbing memberi penjelasan kepada tutor dan tutee,
selanjutnya tutor membimbing tutee. Pada akhirnya evaluasi dilakukan oleh Guru
19
pembimbing bukan oleh tutor. Teknik tutor sebaya ini memiliki kesamaan dengan
kegiatan mentoring, terutama dari segi pengelompokan.
Muhammad Tahmi (2012) dalam tesisnya yang berjudul Kinerja Guru Dalam
Pembinaan Akhlak Siswa di SD Pangkalan Baru, menyimpulkan bahwa akhlak siswa
dapat dibina dengan baik dan efektif bila guru berakhlak yang baik. Akhlak seorang
guru merupakan unsur fundamental yang bertautan dengan konsep pendidikan Islam
yang berhubungan dengan penanaman adab kebaikan, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pada diri siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan, dirinya sendiri,
orang lain dan guru. Terdapat empat etika peserta didik dalam belajar, yakni:
pertama, yang berkaitan dengan dirinya sendiri, yang meliputi pembersihan hati
sebelum menuntut ilmu, menghiasi diri dengan keutamaan akhlak, menjauhkan diri
dari kekayaan dan dunia tidak materialistis dan penuh kesederhanaan. Kedua, harus
tunduk dan patuh kepada pendidik dan menghormatinya serta menjadikan pendidik
sebagai penuntun dan teladan dalam segala aktivitas. Ketiga, peserta didik harus
berpegang teguh secara utuh kepada pendidik (sesuai dengan syari’at dan ajaran
Islam), senantiasa belajar tanpa henti, mengamalkan apa yang dipelajari, dan
bertahap dalam menuntut ilmu. Keempat, yang berkaitan dengan tujuan meliputi
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang akhirnya mendekatkan diri
kepada Allah Swt.
Memperhatikan tiga hasil penelitian di atas, terdapat kesamaan dalam
tinjauan penelitian yakni pada ketiga penelitian di atas hanya sedikit mngupas
tentang mentoring, dan dalam penelitian yang penulis lakukan akan mengupas
tentang mentoring dan akhlak. Sedangkan perbedaannya, pada penelitian yang lalu
tidak secara detail mengupas tentang mentoring namun hanya mengupas tentang
akhlak. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah akan mengupas dan
20
menelaah tentang karakteristik mentoring dalam pengembangan pembelajaran
pendidikan agama Islam sebagai sistem pembinaan akhlak siswa.
Kerangka Teori
Teori yang dipaparkan dalam kerangka teoritis berkaitan dengan karakteristik
mentoring dan pembinaan akhlak dalam penelitian ini adalah menggunakan teori
sistem yang dikembangkan Sanjaya28yakni untuk menentukan kualitas proses
pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem dapat dilihat
berbagai aspek yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu proses. Sistem adalah
satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi
untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai tujuan yang telah
ditetapkan.
Komponen-komponen pembelajaran dalam mentoring yang direncanakan
dapat dilihat dari gambar 1 berikut.
Gambar : 1 Komponen Proses Pembelajaran
28H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta:Kencana:2012), hlm. 49
S Proses S¹
Tujuan
Isi/Materi
Metode
Media
Evaluasi
Input Output
21
Selanjutnya untuk melaksanakan sistem pembelajaran mengembangkan
kurikulum mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
merujuk kepada pemikiran pendidikan Al-Ghazali yang menekankan usahanya pada
ajaran akhlak dan tasawuf atau segi-segi moral dan mental spiritual dengan jalan
menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama dan jiwa keislaman yakni Failasuf al-
Mutasawwifin dengan ciri khas pemikiran pendidikannya terletak pada pengajaran
moral religious dengan tanpa mengabaikan urusan dunia.
Adapun pemikiran pendidikan berdasarkan teori Al-Ghazali,29sebagai
berikut.
1. Tujuan pendidikan mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak,
dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada
Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan
kemegahan dunia, namun tidak mengabaikan urusan dunia melainkan dunia
itu merupakan alat untuk tujuan akhirat.
2. Kurikulum pendidikan dibagi kepada tiga sudut pandang, yakni:
a. Berdasarkan pembidangan ilmu, dibagi menjadi dua:
1) Ilmu Syari’at sebagai ilmu terpuji meliputi: ilmu ushul (ilmu pokok),
ilmu furu’ (cabang), ilmu pengantar (Mukaddimah), dan ilmu
pelengkap (Mutammimah).
2) Ilmu bukan Syari’ah, meliputi: ilmu terpuji (kedokteran, berhitung,
perusahaan), ilmu yang diperbolehkan (kebudayaan, sastra, sejarah,
puisi), ilmu yang tercela (tenung, sihir).
29Ramayulis, Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 272
22
b. Berdasarkan objek, dibagi menjadi tiga:
1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, seperti: sihir, azimat,
nujum, dan ilmu tentang ramalan nasib.
2) Ilmu pengetahuan yang terpuji, seperti: ilmu agama dan ilmu tentang
ibadat.
3) Ilmu pengetahuan yang bila didalami menjadi tercela, seperti filsafat
Naturalisme yang cenderung mendorong manusia kufur dan ingkar.
c. Berdasarkan status hukum, dibagi menjadi dua:
1) Fardhu ‘ain yang wajib dipelajari oleh setiap individu, seperti ilmu
agama dan cabang-cabangnya.
2) Fardhu kifayah yang tidak wajib dipelajari oleh setiap individu, tetapi
harus ada muslim yang mempelajarinya, seperti: ilmu kedokteran,
ilmu hitung, pertanian, pertenunan, politik, pengobatan tradisional,
dan jahit menjahit.
3. Pendidik, harus memiliki sifat-sifat:
a. Memandang peserta didik seperti anaknya sendiri.
b. Dalam menjalankan tugas, mengharapkan keridaan Allah swt. dan
berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
c. Memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan bimbingan
kepada peserta didik.
d. Menegur peserta didik yang berperilaku buruk dengan menyindir dan
penuh kasih sayang.
e. Tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya.
f. Menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didik.
23
g. Memberikan pelajaran dengan cara yang mudah dipahami dan jelas,
bukan dengan hal-hal yang serba sulit sehingga menghilangkan kecintaan
peserta didik terhadap pelajaran.
h. Mengamalkan ilmunya sesuai yang diajarkan kepada peserta didik.
4. Peserta didik, syarat dan sifat yang harus dimiliki:
a. Memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati (tidak takabur).
b. Merasa satu dengan peserta didik lainnya sehingga mendorong untuk
saling menyayangi dan menolong.
c. Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat
menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
d. Mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
5. Metode dan media dalam proses pembelajaran menggunakan metode
mujahadah dan riyadlah yakni metode praktek kedisiplinan, pembiasaan dan
penyajian dalil naqli dan aqli, serta bimbingan dan nasehat. Pembiasaan
adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan kepribadian anak30.
Pendidikan agama melalui pembiasaan dapat dilakukan dalam berbagai
materi pelajaran, seperti:
a. Akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik seperti berbicara
sopan santun, berpakaian baik di sekolah maupun di luar sekolah.
b. Ibadat, berupa pembiasaan shalat berjamaah di mushalla sekolah,
mengucapkan salam, mengucapkan Basmalah dan hamdalah.
c. Keimanan, berupa pembiasaan beriman dengan memperhatikan alam
semesta secara bertahap dari alam natural ke alam super natural.
30Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia:2008), hlm. 254
24
d. Sejarah, berupa pembiasaan membaca dan mendengarkan sejarah
kehidupan Rasulullah saw, para sahabat, dan para mujahid Islam.
6. Proses pembelajaran menggunakan konsep pengintegrasian antara materi,
metode dan media atau alat pengajarannya secara psikologis, sosilogis, dan
pragmatis. Artinya, materi pengajaran yang diberikan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan anak baik dalam hal usia, intelegensi, maupun minat
dan bakatnya.
Metodologi Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berorientasi pada
“Deskriptif Kualitatif” (Descriftive Qualitative Design). Menurut Taylor, pendekatan
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31
Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar belakang individu yang diamati
tersebut secara holistik sehingga setting masalah yang akan diteliti berupa institusi
maupun individu. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam suasana yang wajar dan
alamiah dalam berbagai konsep, hipotesis dan teori yang dikembangkan berdasarkan
kondisi dan kenyataan yang ada di lapangan.
Pendekatan kualitatif deskriptif pada umumnya merupakan penelitian non
hipotesis, sehingga dalam langkah penelitiannya tidak diperlukan hipotesis.32
Kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena
tertentu. Atas dasar itu, maka penelitian ini dilandasi oleh pendekatan
“fenomenologis” dalam arti berusaha menemukan kembali pengalaman dasar yang
31Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Rosda:2010), hlm. 332Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 20
25
berupa norma-norma yang dianut dalam suatu komunitas, baik yang menyangkut
aspek pendidikan maupun masalah lain yang berkaitan dengan pendidikan.
Jenis Penelitian
Penelitian yang hendak dilakukan peneliti merupakan penelitian lapangan (field
research). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif (Description Research), yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya
dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam kegiatan penelitian, peneliti
hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti, kemudian
memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian secara lugas, apa
adanya.33
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat
fakta dan karakteristik mengenai populasi. Penelitian ini berusaha menggambarkan
situasi atau kejadian, sehingga data yang dikumpulkan semata-mata bersifat
deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis,
membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi.
Prosedur Penelitian
Ada tiga tahapan dalam prosedur penelitian ini34, yakni; tahap pertama, mengetahui
sesuatu tentang apa yang belum diketahui, tahap ini dikenal dengan tahap orientasi
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang tepat tentang latar belakang
penelitian. Tahap kedua, merupakan tahap eksplorasi fokus, pada tahap ini mulai
memasuki proses pengumpulan data, yaitu cara-cara yang digunakan dalam
pengumpulan data. Tahap ketiga adalah rencana tentang teknik yang digunakan
untuk melakukan pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data.
33Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta:2010), hlm. 334Lexy J. Moleong, Op.Cit., hlm. 239
26
Jenis Data
Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data, yaitu:
1. Data primer yang diperoleh secara langsung dari proses observasi,
wawancara dengan responden, dan dokumentasi.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada
seperti dari perpustakaan atau dari hasil-hasil penelitian terdahulu, seperti
buku-buku ilmiah, jurnal, hasil-hasil penelitian, dokumen yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah keseluruhan informasi yang
berupa orang-orang yang dapat memperkaya dan memperpadat informasi tentang
persoalan-persoalan yang menjadi pusat perhatian dan penelitian. Dalam hal ini,
sebagai sumber data primer diambil beberapa orang yang dianggap mengetahui
permasalahan yang ada di wilayah penelitian, terutama mereka yang berkompeten
dan terlibat aktif di dalam tema penelitian. Para informan yang ditetapkan sebagai
subyek dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala sekolah dan 4 orang wakil kepala sekolah.
2. Guru pendidikan agama Islam sebanyak 2 orang.
3. Pembina Kegiatan Mentoring sebanyak 2 orang, dan
4. Pembina OSIS, Pembina Rohis, dan 30 orang peserta didik.
Sedangkan sebagai sumber data sekunder diperoleh dari tenaga kependidikan dan
dokumentasi administrasi sekolah.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
27
1. Observasi (pengamatan)
Observasi atau pengamatan adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan
pencatatan.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara partisipasi, di mana
observer ikut berpartisipasi dalam kegiatan para subyek dengan cara
menggunakan panduan yang telah disiapkan. Peneliti mengamati atau
mengobservasi para guru dan siswa di kelas maupun luar kelas ketika dalam
proses belajar mengajar atau ketika melakukan kegiatan ekstra.
2. Interview (wawancara)
Wawancara (interview) adalah proses memperoleh keterangan atau tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dan
responden dengan menggunakan alat interview guide (pemandu wawancara).
Wawancara (Interview) adalah kuesioner lisan, artinya sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi
dari pemberi informasi terwawancara (informasi suplyer).35 Dalam hal ini
peneliti sebagai pengejar informasi mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
untuk meminta keterangan dan penjelasan sambil menilai jawaban-jawaban
yang diperoleh serta sekaligus mengadakan paraphrase atau mengungkapkan
isi dengan kata-kata lain, mengingat-ingat dan mencatat jawaban-jawaban
serta menggali keterangan-keterangan lebih lanjut. Informan suplyer yang
dipilih dalam penelitian ini adalah pihak pengelola lembaga pendidikan, yaitu
Kepala Sekolah dan personil lainnya untuk memperoleh keterangan tentang
latar belakang pendirian, tujuan, dan gambaran umum tentang sekolah.
35Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 145
28
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mencatat dan
memanfaatkan data yang ada di instansi terkait, berupa arsip, peta maupun
data sekunder yang relevan. Metode ini digunakan bila terjadi kekeliruan,
sumber data masih asli (belum berubah).36
Dalam buku proses penelitian, Arikunto mengatakan bahwa dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian dan sebagainya. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran kurikulum kegiatan
ekstra kurikuler yang dikembangkan di SMA Negeri 1 Banyuasin III
Kabupaten Banyuasin.
Teknik Analisa Data
Data yang dianalisa dalam penelitian ini bersifat kualitatif yakni digambarkan
dengan kata-kata dan dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.37
Teknik pengumpulan data menggunakan Riset Deskriptif yang merupakan penelitian
non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan
hipotesis. Pelaksanaan riset ini dengan model diamati dan data dibandingkan dengan
kriteria yang sudah ditetapkan yaitu kriteria yang menjadi tujuan.
Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara matematis
transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan yang diperoleh dari lapangan
penelitian, sehingga dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain. Nasution
36Ibid., hlm. 20037Ibid., hlm. 195
29
menganjurkan analisis data disesuaikan dengan pendekatan penelitian, sebab
penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif analitis, maka data dianalisis melalui
tahap reduksi data, artinya data yang terkumpul dianalisis, disusun secara sistematik
dan ditonjolkan pokok-pokok persoalannya.
Reduksi data adalah usaha menyederhanakan temuan data dengan cara
mengambil intisari sehingga ditemukan tema pokoknya, fokus masalah beserta
motif-motifnya. Cara ini dapat memberi gambaran lebih tajam dari hasil pengamatan.
Mengingat data yang terkumpul sedemikian banyak, maka perlu dilakukan data
display, artinya data yang diperoleh di lapangan disajikan, ditata dan diatur sesuai
dengan kronologinya sehingga mudah dipatok dengan jelas.
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pada waktu pengumpulan data dibuat reduksi data serta refleksi data.
2. Menyusun pokok-pokok temuan yang penting dan mencoba memahami hasil-
hasil temuan tersebut atau melakukan reduksi data.
3. Menyusun sajian data secara sistematis, agar makna peristiwanya jelas.
4. Pengaturan data secara menyeluruh dan selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan. Bila dirasa masih perlu tambahan data, maka peneliti akan
kembali ke lapangan untuk kegiatan pengumpulan data guna mengadakan
pendalaman.
Sesuai dengan data yang terkumpul, penelitian ini dianalisa secara deskiptif
kualitatif menurut kajian Miles dan Hubberman yang disebut “Three Concurrent
Flows Of Activity” (Tiga arus aktivitas yang terjadi secara bersamaan) yaitu
30
pereduksian data, pemaparan data dan kesimpulan (verifikasi)”.38 Analisa data Miles
dan Hubberman dilakukan dengan tiga tahap39, yaitu:
1. Data Reduction
Merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.
Pereduksian data peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan
dari penelitian kualitatif adalah temuan. Oleh karena itu, menemukan segala
sesuatu yang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, merupakan perhatian
peneliti dalam mereduksi data.
2. Data Display
Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Miles dan Hubberman bahwa yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat
naratif.
3. Conclusion Drawing atau Verivication (Kesimpulan)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya tidak pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih kabur sehingga setelah diteliti menjadi
jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
Pada tahap reduksi dan penyajian data, paling tidak peneliti telah membentuk
sebuah kesimpulan yang bersifat sementara, setelah data terus ditelusuri dan
38Annur, Saiful, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Palembang:Rafah Press:2008), hlm. 12839Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan, (Bandung:Alfabeta:2012), hlm. 246
31
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
dan kredibel.
Jadwal dan Langkah-langkah Penelitian
Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini direncanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Desember
2014 di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang menitik beratkan pada kegiatan administrarif,
sebagai berikut:
1. Pembuatan Rancangan Penelitian
2. Pelaksanaan Penelitian
3. Pembuatan Laporan Penelitian.40
Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam beberapa bahasan dengan bab-babnya secara
teratur dan berurutan.
Pada bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, rumusan masalah, definisi konseptual, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, jadwal dan
langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua memuat landasan teoritis yakni pelaksanaan mentoring dan
strategi pembinaan akhlak yang berisi: pelaksanaan mentoring dalam pembelajaran
40Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 61
32
pendidikan agama Islam meliputi: pengertian mentoring kerohanian Islam,
pengertian pendidikan agama Islam, unsur-unsur mentoring, tujuan pelaksanaan
mentoring kerohanian Islam, sistem mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam, dan karakteristik mentoring kerohanian Islam. Kemudian
membahas tentang strategi pembinaan akhlak siswa, meliputi: pengertian akhlak,
sistem pembinaan akhlak, tipologi kepribadian (akhlak), pembentukan akhlak, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembinaan akhlak, serta membahas
evaluasi mentoring kerohanian Islam dan strategi pembinaan akhlak siswa.
Bab ketiga membahas gambaran umum SMA Negeri 1 Banyuasin III
Kabupaten Banyuasin yang meliputi: sejarah ringkas SMA Negeri 1 Banyuasin III
Kabupaten Banyuasin, visi, misi, dan tujuan SMA Negeri 1 Banyuasin III, struktur
organisasi SMA Negeri 1 Banyuasin III, keadaan siswa, keadaan tenaga pendidik dan
kependidikan, serta keadaan sarana dan prasarana.
Bab keempat berisi Pelaksanaan Mentoring Kerohanian Islam Dan Strategi
Pembinaan Akhlak Di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin yang
meliputi: Pelaksanaan mentoring kerohanian Islam dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, strategi
pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, serta
evaluasi mentoring kerohanian Islam sistem pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri
1 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
Bab kelima merupakan simpulan dari hasil analisis penelitian lapangan dan
pembahasan berdasarkan fakta lapangan yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi, serta saran, dan rekomendasi.