View
1.243
Download
27
Category
Preview:
Citation preview
UNDIP DIPONEGORO
UNIVERSITAS
Becomes an excellent research university
Tugas Mata Kuliah “Teori dan Praktek Penataan Rung”
Dosen: Dr. Fadjar Hari Mardiansjah, ST, MT, MDP
Oleh: Henny Ferniza (21040114420088) dan
Bramantyo (21040114420089)
Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Karyasiswa PU 2015
REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT
RENCANA DETAIL TATA RUANG
DAFTAR ISI
A Latar Belakang................................................................................................................1
B Tujuan.............................................................................................................................2
C Dasar Hukum..................................................................................................................3
D Tinjauan RDTR Dalam Peraturan Tata Ruang Sebelum UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang................................................................................................3
E Tinjauan RDTR Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
1. Pengertian RDTR.......................................................................................................6
2. Kedudukan RDTR dalam Peraturan Perundangan terkait Penataan Ruang..............6
a. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan.....................................................................7
b. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang....................................................................8
c. Dalam Peraturan Menteri PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.....................................................................8
3. Fungsi dan Manfaat RDTR.......................................................................................10
4. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR...................................................11
5. Masa Berlaku RDTR.................................................................................................11
6. Muatan RDTR..........................................................................................................12
7. Prosedur Penyusunan dan Penetapan RDTR...........................................................14
8. Kelengkapan Dokumen RDTR..................................................................................15
F PERBANDINGAN SUBSTANSI RDTR DENGAN RTRW DAN RTBL.....................................17
G Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan..............................................................................................................22
2. Rekomendasi...........................................................................................................22
1
REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT
RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)
A. LATAR BELAKANG
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan
berdasarkan azas: diantaranya azas kepastian hukum dan keadilan yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Yang dimaksud dengan “kepastian hukum
dan keadilan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan
hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua
pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. Hukum penataan ruang pada dasarnya adalah
hukum yang berisikan ketentuan yang mengatur penataan perencanaan dan pemanfaatan ruang
yang menghasilkan rencana tata ruang yang di dalamnya diatur rencana pemanfaatan ruang suatu
wilayah tertentu. Hukum yang berkaitan dengan penyusunan rencana tata ruang yaitu mengatur
kewenangan dan prosedur tentang penentuan peruntukan (bestemming) ruang, kewenangan
tersebut diatur mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dan peruntukannya disusun dari
yang umum sampai pada yang detail.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 14, telah mengatur bahwa
perencanaan tata ruang menghasilkan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata uang.
Sementara itu, hirarki rencana tata ruang dimaksud meliputi mulai dari RTRWN, RTRWP, RTRW
Kab/Kota. Untuk Rencana Rinci Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 UU No. 26 Tahun
2007 tersebut terdiri atas : a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang
kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Berdasarkan gambar 1. di bawah ini, dapat kita lihat bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai
perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan
zonasi. Sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyelenggaraan tentang penataan ruang, termasuk RDTR diatur dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri (Pedoman Penyusunan) ataupun turunan regulasinya. Dalam realitanya,
terdapat dua kementerian yang menerbitkan peraturan terkait RDTR yaitu Kementerian Pekerjaan
Umum (PU) dan Kementerian Dalam Negeri.
2
RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG
Gambar 1. Hasil Perencanaan Tata Ruang berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Melihat bahwa pengaturan terkait RDTR cukup kompleks karena terdapat pada beberapa produk
peraturan-perundangan, di samping secara hierarki perencanaan tata ruang cukup berlapis, maka
memunculkan pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana definisi dan pengaturan rencana detail tata ruang berdasarkan peraturan-
perundangan yang berlaku (Baik sebelum UU No. 26 Tahun 2007 maupun setelahnya)?
2. Bagaimanakan kedudukan RDTR terhadap produk perencanaan tata ruang lainnya, terkait
fungsi dan muatannya masing-masing?
Inilah yang menjadi pertanyaan yang perlu dijawab melalui tugas mata kuliah Teori dan Praktek
Penataan Ruang dan Wilayah, mengingat hirarki rencana tata ruang yang ada, dalam tulisan ini
melakukan kajian perundang-undangan terkait Rencana Detail Tata Ruang.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari dilakukannya kajian dalam tulisan ini adalah:
1. Mengetahui kedudukan, fungsi dan manfaat RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang,
mengetahui muatan RDTR serta mengetahui prosedur penyusunan RDTR berdasarkan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta aturan-aturan lainnya
terkait dengan Rencana Detail Tata Ruang.
2. Mengetahui keterkaitan Rencana Detail Tata Ruang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/ Kota (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
RTRW Nasional
RTRW Provinsi
RTR Pulau/Kepulauan
RTR Kawasan Strategis Provinsi
RTR Kawasan Strategis Nasional
RTR Kawasan Strategis Kota
RDTR Kota
RTR Kawasan Strategis
Kabupaten
RDTR Kabupaten
RTRW Kabupaten
RTRW Kota
3
C. DASAR HUKUM
Dasar hukum atau peraturan-perundangan yang dikaji terkait Rencana Detail Tata Ruang dalam
kajian ini antara lain:
(1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
(4) Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
(5) Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya.
(6) Permen Dagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
(7) Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
(8) Permen PU No. 01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan
Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang
Kabupaten/ Kota
D. TINJAUAN RDTR DALAM PERATURAN TATA RUANG SEBELUM UNDANG-UNDANG NO.
26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Berbagai peraturan tentang tata ruang sebenarnya sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda
yang mana pada tahun 1939 telah disusun RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa yang
berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan,
transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang
kemerdekaan Indonesia menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru
disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO atau
Ordonasi Pembentukan Kota) yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksananya yaitu
Stadsvormingverordening (SVV), Stb 1949/40 (Peraturan Pembentuk Kota). Berikut tinjauan
rencana tata ruang khusus RDTR dalam berbagai peraturan sebelum UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang:
4
1. Stadsvorming Ordonantie (SVO), Stb 1948/168 dan Stadsvormingverordening (SVV), Stb
1949/40
Maksud utama SVO dan SVV adalah sebagai aturan untuk menjamin pembentukan kota yang
dipertimbangkan dengan lebih matang, khususnya dalam pembangunan kembali kota-kota yang
rusak akibat perang. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia tahun 1949, peraturan mengenai
pembangunan kota di Indonesia masih mengacu kepad SVO dan SVV di atas. Pada mulanya SVO
dan SVV hanya diperuntukkan bagi 15 Kota yakni, Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga,
Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran
dan Pasar Minggu.
Dalam SVO dan SVV belum mengenal hirarki rencana tata ruang karena pada waktu itu
seluruhnya sama fokus pada penataan kota. Namun seiring dengan pesatnya perkembangan
kota dan berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO dan SVV tidak sesuai lagi untuk
mengatur penataan ruang di Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota, Ordinasi ini
hanya menciptakan dan mengatur kawasan-kawasan elit serta tidak mampu mengikuti
perkembangan yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada
tahun 1972 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL namun tidak pernah mendapatkan
persetujuan.
2. Permendagri No. 4 Tahun 1980 tentang Penyusunan Rencana Kota
Pada tahun 1980, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1980 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota, agar perkembangan kota lebih terarah. Menurut
Permendagri, terdapat 3 jenis perencanaan kota, yaitu:
a) Rencana Induk atau Rencana Umum Kota (Master Plan)
b) Rencana Peruntukan Tanah
c) Rencana Kota Terperinci
Dalam Permendagri No. 4 Tahun 1980 ini telah diatur mengenai rencana rinci meskipun hanya
terbatas pada kota saja dengan nomenklatur Rencana Kota Terperinci. Namun di sini sudah
mulai disusun hirarki rencana tata ruang mulai dari rencana umum sampai dengan rencana rinci.
Rencana kota terperinci merupakan rencana fisik yang secara teknik telah siap untuk pedoman
pelaksanaan yang merupakan pengisian dari rencana peruntukan tanah, yang dilengkapi
perpetakan tanah serta unsur-unsur kota.
Muatan dalam rencana rinci yang pada saat ini termasuk kategori rencana rinci yaitu RDTR
terbatas hanya pada muatan rencana peruntukan lahan yang sudah mulai pengacu pada
pengalokasian/ pemetakan tanah yang dituangkan dalam peta. Mengingat rencana tata ruang
yang baru dikhususkan pada kota, serta terjadinya tumpang tindih kewenangan antara
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan umum, melahirkan kesepatan bersama
yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan
Tanggung Jawab Perencanaan Kota.
5
3. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan Tanggung Jawab
Perencanaan Kota.
SKB ini mengatur pembagian tugas antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen
Pekerjaan Umum. Sesuai dengan SKB tersebut, Departemen Dalam Negeri bertanggung jawab
di bidang administrasi perencanaan kota sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung
jawab tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Atas dasar pembagian wewenang itu,
Menteri Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 640/
KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota.
4. Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentag Perencanaan Tata Ruang Kota
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana pemanfaatan ruang kota yang
berisikan rencana pembangunan kota terkait ruang sehingga tercapai tata ruang kota yang
dituju dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang. Dalam Kepmen PU No.
640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, perencanaan kota sudah menjadi lebih
terperinci dan terstruktur dimana terdapat 4 (empat) tingkatan rencana tata ruang kota yaitu:
a) Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP)
b) Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
c) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
d) Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK)
Dalam Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentag Perencanaan Tata Ruang Kota, perencanaan tata
ruang yang diatur hanya bertumpu pada kota dengan hirarki yang lebih jelas mulai dari rencana
umum hingga rencana teknik ruang kota. Posisi Rencana Detail Tata Ruang berada pada hirarki
ke tiga yang merupakan rencana pemanfaatan ruang kota secara terperinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan
kota. Wilayah perencanaan RDTRK ini mencakup sebagian atau seluruh wilayah perkotaan yang
merupakan satu atau beberapa kawasan tertentu. RDTRK ini berisi rumusan tentang
kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang kota, rencana struktur
tungkat pelayanan kota, rencana sistem jaringan pergerakan, rencana sistem jaringan utilitas
kota, rencana kepadatan bangunan lingkungan, rencana ketinggian bangunan, rencana
perpetakan bangunan, rencana garis sempadan, rencana penanganan bangunan perkotaan,
dan tahapan pelaksanaan pembangunan
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota
Pengertian Rencana Detail Tata Ruang Kota berdasarkan permendagri No. 2 Tahun 1987 Pasal 1
huruf h, Rencana Detail Tata Ruang Kota selanjutnya disebut RDTRK adalah rencana
pemanfaatan ruang kota secara terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam
rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota.
6
Rencana Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut
permendagari tersebut dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan
rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah,
dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut
disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti (blue print) hal ini
sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 yaitu Rencana Kota yang penyusunannya menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi:
a. Rencana Umum Tata Ruang Kota.
b. Rencana Detail Tata Ruang Kota.
c. Rencana Teknik Ruang Kota.
Salah satu kelemahan permendagri ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam pasal 6 ayat 2,
Penyusunan Rencana Kota tidak selalu disusun sebagai suatu urutan, dapat disiapkan atas dasar
suatu kebutuhan dan kepentingan. Dengan klausal seperti ini artinya, penyusunan rencana tata
ruang tidak diharuskan disusun dari urutan hirarki teratas yaitu dengan penyusunan rencana
umum tata ruang, sehingga dalam menentukan rencana detail atau rencana teknik akan
kehilangan pedoman sehingga bisa saja, rencana detail yang dibuat tidak mengacu pada
rencana umum apabila dalam penyusunannya rencana detail lebih dahulu dari rencana umum.
Kelemahan keduanya adalah, permendagri ini ruang lingkupnya hanya terbatas dengan wilayah
kota tidak mencakup wilayah di luar administrasi kota.
6. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang
Pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, belum diatur mengenai rencana detail
tata ruang, hanya disebutkan bahwa salah satu fungsi Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II adalah menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Rinci Tata
Ruang Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang tercantum pada Pasal 22 ayat 3 huruf d.
Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan Rencana Rinci Tata Ruang dalam Undang-undang ini,
tidak dijelaskan dan ini membuat rancu dalam perencanaan tata ruang di tingkat lebih rendah
pada masa berlakunya UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Beberapa kelemahan
lain yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 1992 mendorong lahir dan terbentuknya Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang masih dipakai hingga saat ini.
E. TINJAUAN RDTR DALAM UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN
RUANG
1. Pengertian RDTR
Definisi rencana detail tata ruang pertama kali muncul pada Permendagri No. 2 Tahun 1987
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, yaitu rencana pemanfaatan ruang kota secara
terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-
program pembangunan kota (Pasal 1 huruf h). Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
7
merupakan bagian dari Rencana Kota yang kedudukannya berada di antara Rencana Umum
Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) (Pasal 5). Bila mengacu kepada
pasal 6, dikatakan bahwa RUTRK mempunyai wilayah perencanaan yang terkait dengan batas
wilayah administrasi kota, sehingga RDTRK ditujukan untuk wilayah yang secara administrasi
berada di dalam kota.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai
perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan
peraturan zonasi (Pasal 14 ayat 1 huruf b, ayat 3 huruf c, ayat 4, ayat 6)
Berdasarkan Permen. PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, defiinisi RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota. Sementara peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Wilayah
perencanaan dari RDTR adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota yang akan/perlu disusun rencana rincinya sesuai arahan atau yang ditetapkan
di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan (Pasal 1).
2. Kedudukan RDTR dalam Peraturan Perundangan terkait Penataan Ruang
a. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan
Dalam perkembangannya, pada UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa rencana tata ruang
kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah rencana rinci tata ruang
wilayah kabupaten (Pasal 42 ayat 1). Sementara itu pada Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang
Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan, yang merupakan pengganti dari Permendagri No. 2
Tahun 1987, juga disebutkan bahwa RDTR merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Otonom atau Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten. Hal
ini memperlihatkan bahwa penggunaan rencana detail tata ruang semakin meluas tidak hanya
untuk wilayah yang secara administrasi merupakan kota namun juga wilayah perkotaan yang
ada di kabupaten. Dalam konteks perencanaan di tingkat wilayah Kabupaten, RDTR merupakan
turunan dari RTRW Kabupaten yang mengatur secara lebih rinci/detail sebagian wilayah
kabupaten, misalkan gabungan beberapa kecamatan/desa yang memiliki karakteristik
perkotaan.
Pada Permendagri No. 1 Tahun 2008, RDTR dijadikan pedoman untuk:
a. Pengaturan tata guna tanah (land regulation)
b. Penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang
c. Penerbitan advise planning
d. Penerbitan izin prinsip pembangunan
e. Penerbitan izin lokasi
8
f. Pengaturan teknis bangunan
g. Penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan
h. Penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
b. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang
Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, RDTR
Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk pengaturan penataan ruang oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota, yang merupakan rencana rinci dari RTRW Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat
3 huruf a, dan Pasal 40 ayat 5). Terkait dengan penyusunan dan penetapan RDTR, setiap RTRW
harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun rencana detail tata
ruangnya. Bagian dari wilayah kabupaten yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat
merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten. Sementara bagian dari
wilayah kota yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat merupakan kawasan
strategis kota. RDTR merupakan dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL)
bagi zona-zona yang pada rencana detail tata ruang ditentukan sebagai zona yang
penanganannya diprioritaskan (Pasal 59). Dari sini dapat dilihat terdapat keterkaitan antara
RDTR dengan RTRW yang ada di atasnya dan RTBL yang ada di bawahnya, dimana pengaturan
kawasan perkotaan/strategis pada RTRW kabupaten/kota didetailkan pada RDTR, lalu pada
RDTR akan ditentukan kawasan-kawasan yang diprioritaskan untuk ditangani dan
pengaturannya diturunkan secara lebih spesifik lagi menjadi RTBL per masing-masing zona.
Perumusan konsepsi RDTR paling sedikit harus (Pasal 61 ayat 2 huruf d):
a) Mengacu pada RTRW kabupaten/kota dan pedoman dan petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang.
b) Memperhatikan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) kabupaten/kota dan
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kabupaten/kota.
c) Merumuskan rencana detail rancangan kawasan.
c. Dalam Peraturan Menteri PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Penjabaran mengenai RDTR pada UU No 26 Tahun 2007 dan PP No 15 Tahun 2010 secara lebih
teknis dan mendalam tertuang dalam Permen. PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Permen. PU No 20 Tahun 2011 tersebut, RDTR disusun untuk bagian dari wilayah
kabupaten/kota yang merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten
atau kawasan strategis kota (Pasal 3 ayat 1). RDTR sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan
peraturan zonasi (Pasal 3 ayat 2).
Pada Permen. PU No 20 tahun 2011 (Pedoman RDTR) tersebut, sesuai dengan amanat UU No
26 Tahun 2007 dan Pasal 59 PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
bahwa setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota
9
yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan
kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota
dapat disusun RDTR apabila merupakan:
a) Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan
perkotaan; dan
b) Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam
pedoman.
Adapun kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan
pembangunan nasional dapat dilihat pada gambar berikut:
RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG
Gambar 2.
Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan acuan
lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota
memerlukan RDTR, maka disusun RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan
zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi
dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang
RPJP Nasional
RPJM Nasional
RPJM Kabupaten/Kota
RPJP Kabupaten/Kota
RPJM Provinsi
RPJP Provinsi
RTRW Nasional
RTRW Provinsi
RTRW Kabupaten
RTRW Kota
RTR Pulau/Kepulauan
RTR Kawasan
Strategis Kota
RDTR Kota
RTR Kawasan Strategis
Kabupaten
RDTR Kabupaten
RTR Kawasan
Strategis Provinsi
RTR Kawasan
Strategis Nasional
10
penanganannya diprioritaskan. Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR,
peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang
direncanakan pada wilayah kabupaten/kota. RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok
pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang
memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan
yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional
tersebut.
Gambar 3
Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
3. Fungsi dan Manfaat RDTR
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota; RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:
a. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan RTRW Kota Pariaman;
b. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang
yang diatur dalam RTRW Kota Pariaman;
c. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
d. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
e. Acuan dalam penyusunan RTBL.
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011, RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:
a. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan
permukiman dengan karakteristik tertentu;
11
b. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
c. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan
fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
d. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program
pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP
atau Sub BWP.
4. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR
Kriteria penyusunan RDTR Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, dinyatakan bahwa RDTR
disusun apabila:
a. RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian
petanya belum mencapai 1:5.000; dan/atau
b. RTRW kabupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun
RDTR-nya.
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka dapat
disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap. Sementara
itu, wilayah perencanaan RDTR mencakup :
a. Wilayah administrasi;
b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;
c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;
d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau
e. Bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan
menjadi kawasan perkotaan.
5. Masa Berlaku RDTR
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih dari
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
a) terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP RDTR; atau
b) terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara
mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi
yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.
12
6. Muatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota , muatan RDTR terdiri atas:
a) Tujuan penataan BWP;
b) Rencana pola ruang;
c) Rencana jaringan prasarana;
d) Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya;
e) Ketentuan pemanfaatan ruang; dan
f) Peraturan zonasi.
Tabel 1. Muatan Rencana Detail Tata Ruang
NO MUATAN RDTR RINCIAN
a) Tujuan penataan
BWP
� Konsep dan strategi penataan ruang kawasan (arahan pencapaian dari
RTRW, isu strategis, potensi masalah)
� Tujuan penataan BWP (menunjukkan tema kawasan yang direncanakan)
b) Rencana pola
ruang
� Klasifikasi Zona
� Pembagian Sub BWP dan Blok
� Rencana Pola Ruang
A. Zona Lindung
1. Zona Hutan Lindung
2. Zona Perlindungan thd Kawasan Bawahannya
3. Zona Perlindungan Setempat
4. Zona Ruang Terbuka Hijau
5. Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya
6. Zona Rawan Bencana
7. Zona Lindung Lainnya
B. Zona Budidaya
1. Zona Perumahan
2. Zona Perdagangan dan Jasa
3. Zona Perkantoran
4. Zona Sarana Pelayanan Umum
5. Zona Industri
6. Zona Peruntukan Khusus
7. Zona Peruntukan Lainnya
8. Zona Campuran
c) Rencana jaringan
prasarana
� Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
� Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
� Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
� Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
� Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
� Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
� Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
d) Penetapan Sub
BWP yang
diprioritaskan
penanganannya
� Dasar dan Kriteria Penetapan Sub BWP / Blok yang Diprioritaskan Penanganannya
� Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
� Tema Penanganan Sub BWP Prioritas
� Penanganan Sub BWP Prioritas
e) Ketentuan
pemanfaatan
ruang
� Program Pemanfaatan Ruang Prioritas
� Lokasi
� Besaran
� Sumber Pendanaan
� Instansi Pelaksana
13
� Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Program Pemanfaatan Ruang Prioritas terdiri dari :
1) Program perwujudan rencana pola ruang di BWP yang meliputi:
i. Perwujudan zona lindung pada BWP termasuk didalam pemenuhan
kebutuhan RTH; dan
ii. Perwujudan zona budi daya pada BWP yang terdiri atas:
(a) perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di BWP;
(b) perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang;
(c) perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan/atau
(d) perwujudan tata bangunan
2) program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP yang meliputi:
i. Perwujudan pusat pelayanan kegiatan di BWP; dan
ii. Perwujudan sistem jaringan prasarana untuk BWP, yang mencakup pula
sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam BWP yang
terdiri atas:
(a) perwujudan sistem jaringan pergerakan;
(b) perwujudan sistem jaringan energi/kelistrikan;
(c) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;
(d) perwujudan sistem jaringan air minum;
(e) perwujudan sistem jaringan drainase;
(g) perwujudan sistem jaringan air limbah; dan/atau
(h) perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya.
3) Program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
yang terdiri atas:
i. Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
ii. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
iii. Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan; dan/atau
iv. Pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
4) Program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim, dapat sebagai
kelompok program tersendiri atau menjadi bagian dari kelompok program
lainnya,disesuaikan berdasarkan kebutuhannya
f) Peraturan zonasi
� Materi Wajib/Teks Zonasi (Zoning Text)
1. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
3. Ketentuan Tata Bangunan
4. Ketentuan Sarana dan Prasarana Minimal
5. Ketentuan Pelaksanaan
� Materi Pilihan
1. Ketentuan Tambahan
2. Ketentuan Khusus
(1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
(2) zona cagar budaya atau adat;
(3) zona rawan bencana;
(4) zona pertahanan keamanan (hankam);
(5) zona pusat penelitian;
(6) zona pengembangan nuklir;
(7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU);
(8) zona gardu induk listrik;
(9) zona sumber air baku; dan
(10) zona BTS.
3. Ketentuan Standar Teknis
4. Ketentuan Pengaturan Zonasi
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
14
7. Proses Penyusunan dan Penetapan RDTR
Proses penyusunan RDTR mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan
penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data, dan perumusan konsepsi RDTR sebagai
mana tertuang dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2. Prosedur Penyusunan RDTR dan Perkiraan Waktu yang dibutuhkan
No
Uraian Kegiatan
Keluaran
Perkiraan
Waktu yang
dibutuhkan
1 Pra persiapan penyusunan RDTR
1) Penyusunan Kerangka Acuan Kerja
(KAK)/TOR;
2) Penentuan metodologi yang
digunakan; dan
3) Penganggaran kegiatan penyusunan
RDTR.
KAK
Metodologi
APBD
2 Persiapan penyusunan RDTR
1) Persiapan awal, yaitu upaya
pemahaman terhadap KAK/TOR
penyiapan anggaran biaya;
2) Kajian awal data sekunder, yaitu
review RDTR sebelumnya dan kajian
awal RTRW kabupaten/kota dan
kebijakan lainnya; Persiapan teknis
pelaksanaan meliputi penyusunan
metodologi/metode dan teknik
analisis rinci, serta penyiapan rencana
survei
Pemahaman terhadap
Review RDTR sebelumnya, Review RTRW
3 Pengumpulan Data
1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang
dapat dilaksanakan melalui
penyebaran angket, temu wicara,
wawancara orang perorang, dan lain
sebagainya; dan/atau
2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial
ekonomi BWP secara langsung melalui
kunjungan ke semua bagian dari
wilayah kabupaten/kota.
1) Data wilayah administrasi;
2) Data fisiografis;
3) Data kependudukan;
4) Data ekonomi dan keuangan;
5) Data ketersediaan prasarana dan
sarana ;
6) Data peruntukan ruang;
7) Data penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan lahan;
8) Data terkait kawasan dan bangunan
(kualitas, intensitas bangunan, tata
bangunan); dan
9) Peta dasar rupa bumi dan peta
tematik yang dibutuhkan,
penguasaan lahan, penggunaan
lahan, peta peruntukan ruang, pada
skala atau tingkat ketelitian
minimalpeta 1:5.000.
2-3 Bulan
4 Pengolahan dan Analisis Data
1) Analisis karakteristik wilayah, meliputi:
- Kedudukan dan peran bagian dari
wilayah kabupaten/kota dalam
wilayah yang
- Lebih luas (kabupaten/kota);
- Keterkaitan antar wilayah
kabupaten/kota dan antara bagian
dari wilayah Kabupaten/kota;
- Keterkaitan antarkomponen ruang di
bwp;
1) Potensi dan masalah
pengembangan di bwp;
2) Peluang dan tantangan
pengembangan;
3) Kecenderungan perkembangan;
4) Perkiraan kebutuhan
pengembangan di bwp;
5) Intensitas pemanfaatan ruang
sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung
6) (termasuk prasarana/infrastruktur
dan utilitas); dan
2-3 Bulan
15
- Karakteristik fisik bagian dari wilayah
kabupaten/kota;
- Kerentanan terhadap potensi
bencana, termasuk perubahan iklim;
- Karakteristik sosial kependudukan;
- Karakteristik perekonomian; dan
- Kemampuan keuangan daerah.
2) Analisis potensi dan masalah
pengembangan BWP, meliputi:
- Analisis kebutuhan ruang; dan
- Analisis perubahan pemanfaatan
ruang.
3) Analisis kualitas kinerja kawasan dan
lingkungan
7) Teridentifikasinya indikasi arahan
penanganan kawasan dan
lingkungan.
5 Perumusan Konsep RDTR
1) Rumusan tentang tujuan, kebijakan,
dan strategi pengembangan wilayah
Kabupaten/kota; dan
2) Konsep pengembangan wilayah
kabupaten/kota.
1) Tujuan penataan BWP;
2) Rencana pola ruang;
3) Rencana jaringan prasarana
4) penetapan dari bagian wilayah RDTR
yang diprioritaskan penanganannya
5) Ketentuan pemanfaatan ruang
6) Peraturan zonasi.
2-3 Bulan
6 Penyusunan Naskah Akademik Draft RDTR 2 Bulan
7 Pembahasan Rancangan Perda
RDTR/Peraturan Zonasi
Naskah Ranperda RDTR/ Peraturan Zonasi 1 Bulan
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
Tabel 3. Jangka Waktu Penyusunan RDTR
Proses Penyusunan RDTR
Uraian
Kegiatan
Persiapan
penyusunan
RDTR
Pengumpulan
data
Pengolahan
dan analisis
data
Naskah
Akademik
Naskah
Ranperda Konsep
Pengembangan
Naskah
Teknis
Perkiraan
waktu yang
dibutuhkan
1 bulan
2-3 bulan
2-3bulan
2-3 bulan
2 bulan
1 bulan
10-13 bulan
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
8. Kelengkapan Dokumen RDTR
I. Kelengkapan draft rancangan peraturan daerah (raperda) tentang RDTR
a. Naskah raperda tentang RDTR terdiri atas:
1) Raperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana
dimaksud pada angka b.2) dibawah; dan
2) Lampiran yang terdiri atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,
penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta zona-zona khusus
yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program pemanfaatan ruang
prioritas.
16
b. Materi teknis RDTR terdiri atas:
1) Buku data dan analisis yang dilengkapi peta-peta;
2) Buku rencana yang disajikan dalam format A4; dan
3) Album peta yang disajikan dengan skala atau tingkat ketelitian minimal 1:5.000 dalam
format a1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem
informasi geografis (gis) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta
minimum terdiri atas:
a) Peta wilayah perencanaan, yang berisi informasi rupa bumi, dan batas
administrasi BWP dan sub BWP (bila ada);
b) Peta penggunaan lahan saat ini;
c) Peta rencana pola ruang BWP, yang meliputi rencana alokasi zona dan subzona
sesuai klasifikasi yang telah ditentukan;
d) Peta rencana jaringan prasarana BWP, yang meliputi rencana pengembangan
jaringan pergerakan, jaringan energi/kelistrikan, jaringan telekomunikasi,
jaringan air minum, jaringan drainase, jaringan air limbah, prasarana lainnya; dan
e) Peta penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya.
II. Kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi raperda tentang RDTR
a) Raperda RDTR yang telah disetujui bersama bupati/walikota dan DPRD;
b) Materi teknis RDTR seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada sub bab 5.2;
c) Formulir konsep surat persetujuan substansi raperda tentang RDTR kabupaten/kota;
d) Konsep surat persetujuan substansi raperda tentang RDTR kabupaten/kota;
e) Lampiran I: surat rekomendasi gubernur (untuk RDTR kabupaten/kota);
f) Lampiran II: tabel pencantuman materi muatan teknis raperda tentang RDTR dengan
Undang-Undang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional beserta rencana
rincinya, Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota, kebijakan nasional bidang
penataan ruang, pedoman penyusunan rencana tata ruang, dan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang lainnya;
g) lampiran III: berita acara rapat koordinasi kelompok kerja teknis BKPRN (lembar
pengesahan berita acara, daftar hadir, dan notulensi); dan
h) dokumen pendukung, yang terdiri atas:
1. Surat permohonan persetujuan substansi raperda RDTR dari Bupati/Walikota
Kepada Menteri PU;
2. Berita acara konsultasi publik;
3. Tabel persandingan materi muatan raperda;
4. Berita acara rapat Clearance House;
5. Kronologis persetujuan substansi; dan
6. Dokumen KLHS (jika telah diwajibkan).
17
III. Kelengkapan dokumen perda RDTR
Naskah perda RDTR terdiri atas:
a) Perda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana materi teknis RDTR
disajikan dalam format A4; dan
b) Lampiran yang terdiri atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,
penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta zona-zona khusus
yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program pemanfaatan ruang
prioritas.
F. PERBANDINGAN SUBSTANSI RDTR DENGAN RTRW DAN RTBL
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedudukan RDTR secara hierarki berada di bawah
lingkup RTRW dan berada di atas RTBL, dimana RDTR merupakan penjabaran rencana detail pada
kawasan perkotaan/strategis yang terdapat pada RTRW sementara pada RDTR akan ditentukan
kawasan-kawasan yang diprioritaskan untuk ditangani dan pengaturannya diturunkan secara lebih
spesifik lagi menjadi RTBL per masing-masing zona. Untuk melihat perbedaan dan keterkaitan
antara ketiga jenis produk rencana tersebut, pada tabel 4 disajikan perbandingan substansi RDTR
dengan RTRW dan RTBL dengan rincian sebagai berikut.
18
Tabel 4 Perbandingan Substansi RDTR dengan RTRW dan RTBL
SUBSTANSI YANG
DIPERBANDINGKAN
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) RENCANA TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN (RTBL)
Wilayah Perencanaan Administrasi Kabupaten atau Kota a. Wilayah administrasi;
b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah
kota/sub-wilayah kota;
c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang
memiliki ciri perkotaan;
d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang
memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau
e. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang
berupa kawasan perdesaan dan
direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Dilaksanakan pada suatu kawasan/
lingkungan bagian wilayah kabupaten/
kota, kawasan perkotaan dan/atau
perdesaan meliputi:
a. kawasan baru berkembang cepat;
b. kawasan terbangun;
c. kawasan dilestarikan;
d. kawasan rawan bencana;
e. kawasan gabungan atau campuran
dari keempat jenis kawasan
Skala Minimal 1:50.000 untuk kabupaten
Minimal 1:20.000 untuk kota
Minimal 1:5.000 Tidak diatur
Jangka Waktu 20 Tahun 20 Tahun 5 Tahun
Peninjauan Kembali 1 kali dalam 5 tahun, dimana peninjauan
kembali dapat dilakukan kurang dari 5 tahun
jika:
a. terjadi perubahan kebijakan dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
wilayah; dan
b. terjadi dinamika internal yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang
secara mendasar antara lain berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan
pemekaran wilayah yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
Ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota
yang mempengaruhi BWP RDTR; atau
b. terjadi dinamika internal kabupaten/kota
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
secara mendasar antara lain berkaitan
dengan bencana alam skala besar,
perkembangan ekonomi yang signifikan,
dan perubahan batas wilayah daerah.
Tidak diatur
19
Acuan Penyusunan a. RTRW Nasional dan RTRW Provinsi
b. RPJP Daerah
RTRW kabupaten/kota RDTR kawasan perkotaan/strategis dari
Kabupaten/Kota
Muatan Rencana a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan
ruang wilayah kabupaten/kota;
b. rencana struktur ruang wilayah
kabupaten yang meliputi sistem
perkotaan di wilayahnya yang terkait
dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kabupaten/
kota;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten
yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya kabupaten/kota;
d. penetapan kawasan strategis
kabupaten/kota;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima
tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten/kota yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.
a. tujuan penataan ruang bagian wilayah
perencanaan, yang berfungsi sebagai:
• sebagai acuan untuk penyusunan
rencana pola ruang, penyusunan
rencana jaringan prasarana, penetapan
Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya, penyusunan ketentuan
pemanfaatan ruang, penyusunan
peraturan zonasi; dan
• menjaga konsistensi dan keserasian
pengembangan kawasan perkotaan
dengan RTRW.
b. rencana pola ruang, yang berfungsi
sebagai:
• alokasi ruang untuk berbagai kegiatan
sosial, ekonomi, serta kegiatan
pelestarian fungsi lingkungan dalam
BWP;
• dasar penerbitan izin pemanfaatan
ruang;
• dasar penyusunan RTBL; dan
• dasar penyusunan rencana jaringan
prasarana.
c. rencana jaringan prasarana, yang berfungsi
sebagai:
Materi pokok Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:
a. Program Bangunan dan Lingkungan;
b. Rencana Umum dan Panduan
Rancangan;
c. Rencana Investasi;
d. Ketentuan Pengendalian Rencana;
e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
Adapun komponen rancangan meliputi:
a. Struktur peruntukan lahan
b. Intensitas pemanfaatan lahan
c. Tata bangunan
d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung
e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau
f. Tata kualitas lingkungan
g. Sistem prasarana dan utilitas
20
Khusus untuk RTRW kota ditambah :
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka non-hijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan
prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal, dan ruang evakuasi bencana,
yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat
pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
• pembentuk sistem pelayanan, terutama
pergerakan, di dalam BWP;
• dasar perletakan jaringan serta rencana
pembangunan prasarana dan utilitas
dalam BWP sesuai dengan fungsi
pelayanannya; dan
• dasar rencana sistem pergerakan dan
aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan
• rencana teknis sektoral.
d. penetapan sub bagian wilayah
perencanaan yang diprioritaskan
penanganannya, yang berfungsi sebagai:
• dasar penyusunan RTBL dan rencana
teknis pembangunan sektoral; dan
• dasar pertimbangan dalam penyusunan
indikasi program prioritas RDTR.
e. ketentuan pemanfaatan ruang, yang
berfungsi sebagai:
• dasar pemerintah dan masyarakat
dalam pemrograman investasi
pengembangan BWP;
• arahan untuk sektor dalam penyusunan
program;
• dasar estimasi kebutuhan pembiayaan
dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan
dan penyusunan program tahunan
untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan
21
• acuan bagi masyarakat dalam
melakukan investasi.
f. peraturan zonasi, yang berfungsi sebagai:
• perangkat operasional pengendalian
pemanfaatan ruang;
• acuan dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang, termasuk di
dalamnya air right development dan
pemanfaatan ruang di bawah tanah;
• acuan dalam pemberian insentif dan
disinsentif;
• acuan dalam pengenaan sanksi; dan
• rujukan teknis dalam pengembangan
atau pemanfaatan lahan dan penetapan
lokasi investasi.
Fungsi Sebagai pedoman untuk:
a. RPJP Daerah
b. RPJM Daerah
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten/kota
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan,
dan keseimbangan antarsektor
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi
f. penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota
RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:
a. kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota berdasarkan RTRW;
b. acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang
yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan
ruang yang diatur dalam RTRW;
c. acuan bagi kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang;
d. acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan
ruang; dan
e. acuan dalam penyusunan RTBL.
dokumen pengendali pembangunan agar
memenuhi kriteria perencanaan tata
bangunan dan lingkungan yang
berkelanjutan meliputi:
a. Pemenuhan persyaratan tata
bangunan dan lingkungan;
b. Peningkatan kualitas hidup
masyarakat melalui perbaikan kualitas
b. lingkungan dan ruang publik;
c. Perwujudan pelindungan lingkungan,
d. Peningkatan vitalitas ekonomi
lingkungan.
22
Berdasarkan tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga jenis dokumen rencana tersebut memiliki tingkat
kedalaman substansi yang berbeda, dimana RTRW bersifat rencana umum, RDTR bersifat rencana
detail, dan RTBL bersifat rencana teknis. Secara hierarki terdapat keterkaitan antara ketiga jenis
rencana tersebut, meskipun bila melihat pada UU No. 26 tahun 2007 sebagai panduan penataan
ruang wilayah yang paling utama, tidak diatur adanya terminologi rencana teknis. Sementara
secara konsep, RTBL tidak hanya memuat substansi keruangan tetapi juga sudah mengarah pada
perancangan kawasan (urban design) yang bersifat teknis. Secara lingkup wilayah perencanaan pun
dari RTRW-RDTR-RTBL ukuran atau luasan yang direncanakan semakin mengecil yang juga
mengindikasikan adanya peningkatan kedetailan rencana.
G. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Berdasarkan kajian peraturan-perundangan terkait penataan ruang terhadap rencana detail tata
ruang (RDTR), dapat disimpulkan bahwa :
a. Rencana detail tata ruang (RDTR) merupakan salah satu bentuk rencana rinci yang digunakan
untuk menjabarkan atau mendetailkan substansi rencana tata ruang wilayah (RTRW) pada
tingkat kabupaten/kota terkait pengaturan kawasan perkotaan atau kawasan strategis di
wilayah tersebut. Secara historis, filosofi RDTR berubah dengan adanya UU No. 26 tahun
2007 dimana RDTR semula hanya ditujukan untuk wilayah administrasi kota menjadi
kawasan perkotaan termasuk yang berada di wilayah administrasi kabupaten. RDTR juga
berfungsi sebagai alat untuk mengoperasionalkan RTRW yang sudah disusun, sehingga
pengaturannya dapat menjadi lebih detail dan jelas.
b. Rencana detail tata ruang (RDTR) sebagai bentuk rencana rinci memiliki keterkaitan dengan
dokumen RTRW sebagai bentuk rencana umum yang berada di atasnya dan dokumen RTBL
sebagai bentuk rencana teknis yang berada di bawahnya. Ketiga jenis dokumen tersebut
dapat diterapkan secara bersamaan hanya pada kawasan yang berkarakter perkotaan atau
kawasan perdesaan yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
2. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan pada kajian ini terkait rencana detail tata ruang
(RDTR) adalah:
a. Perlu ada penjelasan secara lebih terinci mengenai perbedaan substansi antara RDTR pada
wilayah kota dengan kabupaten, karena dimungkinkan adanya perbedaan karakteristrik
antara kawasan urban dengan kawasan peri urban yang memerlukan arahan pengaturan
yang berbeda.
b. Perlu dikaji secara lebih mendalam apakah kawasan perdesaan tidak memerlukan rencana
detail tata ruang, karena kawasan perdesaan tersebut diakomodasi kebutuhannya pada
RTBL. Terlebih dengan berkembangnya konsep sawah abadi yang secara tidak langsung
membuat kawasan tersebut tidak akan berubah menjadi kawasan perkotaan, namun
memiliki nilai strategis dalam pembangunan wilayah kabupaten.
Recommended