24
UNDIP DIPONEGORO UNIVERSITAS Becomes an excellent research university Tugas Mata Kuliah “Teori dan Praktek Penataan Rung” Dosen: Dr. Fadjar Hari Mardiansjah, ST, MT, MDP Oleh: Henny Ferniza (21040114420088) dan Bramantyo (21040114420089) Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Karyasiswa PU 2015 REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT RENCANA DETAIL TATA RUANG

Peraturan Penataan Ruang RDTR

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

UNDIP DIPONEGORO

UNIVERSITAS

Becomes an excellent research university

Tugas Mata Kuliah “Teori dan Praktek Penataan Rung”

Dosen: Dr. Fadjar Hari Mardiansjah, ST, MT, MDP

Oleh: Henny Ferniza (21040114420088) dan

Bramantyo (21040114420089)

Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Karyasiswa PU 2015

REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT

RENCANA DETAIL TATA RUANG

Page 2: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

DAFTAR ISI

A Latar Belakang................................................................................................................1

B Tujuan.............................................................................................................................2

C Dasar Hukum..................................................................................................................3

D Tinjauan RDTR Dalam Peraturan Tata Ruang Sebelum UU No. 26 Tahun 2007

Tentang Penataan Ruang................................................................................................3

E Tinjauan RDTR Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

1. Pengertian RDTR.......................................................................................................6

2. Kedudukan RDTR dalam Peraturan Perundangan terkait Penataan Ruang..............6

a. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman

Perencanaan Kawasan Perkotaan.....................................................................7

b. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang....................................................................8

c. Dalam Peraturan Menteri PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan

Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.....................................................................8

3. Fungsi dan Manfaat RDTR.......................................................................................10

4. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR...................................................11

5. Masa Berlaku RDTR.................................................................................................11

6. Muatan RDTR..........................................................................................................12

7. Prosedur Penyusunan dan Penetapan RDTR...........................................................14

8. Kelengkapan Dokumen RDTR..................................................................................15

F PERBANDINGAN SUBSTANSI RDTR DENGAN RTRW DAN RTBL.....................................17

G Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan..............................................................................................................22

2. Rekomendasi...........................................................................................................22

Page 3: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

1

REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)

A. LATAR BELAKANG

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan

berdasarkan azas: diantaranya azas kepastian hukum dan keadilan yang tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Yang dimaksud dengan “kepastian hukum

dan keadilan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan

hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan

dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua

pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. Hukum penataan ruang pada dasarnya adalah

hukum yang berisikan ketentuan yang mengatur penataan perencanaan dan pemanfaatan ruang

yang menghasilkan rencana tata ruang yang di dalamnya diatur rencana pemanfaatan ruang suatu

wilayah tertentu. Hukum yang berkaitan dengan penyusunan rencana tata ruang yaitu mengatur

kewenangan dan prosedur tentang penentuan peruntukan (bestemming) ruang, kewenangan

tersebut diatur mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dan peruntukannya disusun dari

yang umum sampai pada yang detail.

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 14, telah mengatur bahwa

perencanaan tata ruang menghasilkan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata uang.

Sementara itu, hirarki rencana tata ruang dimaksud meliputi mulai dari RTRWN, RTRWP, RTRW

Kab/Kota. Untuk Rencana Rinci Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 UU No. 26 Tahun

2007 tersebut terdiri atas : a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan

strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang

kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Berdasarkan gambar 1. di bawah ini, dapat kita lihat bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai

perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan

zonasi. Sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

penyelenggaraan tentang penataan ruang, termasuk RDTR diatur dalam Peraturan Pemerintah dan

Peraturan Menteri (Pedoman Penyusunan) ataupun turunan regulasinya. Dalam realitanya,

terdapat dua kementerian yang menerbitkan peraturan terkait RDTR yaitu Kementerian Pekerjaan

Umum (PU) dan Kementerian Dalam Negeri.

Page 4: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

2

RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG

Gambar 1. Hasil Perencanaan Tata Ruang berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Melihat bahwa pengaturan terkait RDTR cukup kompleks karena terdapat pada beberapa produk

peraturan-perundangan, di samping secara hierarki perencanaan tata ruang cukup berlapis, maka

memunculkan pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana definisi dan pengaturan rencana detail tata ruang berdasarkan peraturan-

perundangan yang berlaku (Baik sebelum UU No. 26 Tahun 2007 maupun setelahnya)?

2. Bagaimanakan kedudukan RDTR terhadap produk perencanaan tata ruang lainnya, terkait

fungsi dan muatannya masing-masing?

Inilah yang menjadi pertanyaan yang perlu dijawab melalui tugas mata kuliah Teori dan Praktek

Penataan Ruang dan Wilayah, mengingat hirarki rencana tata ruang yang ada, dalam tulisan ini

melakukan kajian perundang-undangan terkait Rencana Detail Tata Ruang.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari dilakukannya kajian dalam tulisan ini adalah:

1. Mengetahui kedudukan, fungsi dan manfaat RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang,

mengetahui muatan RDTR serta mengetahui prosedur penyusunan RDTR berdasarkan

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta aturan-aturan lainnya

terkait dengan Rencana Detail Tata Ruang.

2. Mengetahui keterkaitan Rencana Detail Tata Ruang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/ Kota (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

RTRW Nasional

RTRW Provinsi

RTR Pulau/Kepulauan

RTR Kawasan Strategis Provinsi

RTR Kawasan Strategis Nasional

RTR Kawasan Strategis Kota

RDTR Kota

RTR Kawasan Strategis

Kabupaten

RDTR Kabupaten

RTRW Kabupaten

RTRW Kota

Page 5: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

3

C. DASAR HUKUM

Dasar hukum atau peraturan-perundangan yang dikaji terkait Rencana Detail Tata Ruang dalam

kajian ini antara lain:

(1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4725);

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5103);

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

(4) Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;

(5) Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan

Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya.

(6) Permen Dagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

(7) Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan

Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;

(8) Permen PU No. 01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan

Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang

Kabupaten/ Kota

D. TINJAUAN RDTR DALAM PERATURAN TATA RUANG SEBELUM UNDANG-UNDANG NO.

26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Berbagai peraturan tentang tata ruang sebenarnya sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda

yang mana pada tahun 1939 telah disusun RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa yang

berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan,

transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang

kemerdekaan Indonesia menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru

disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO atau

Ordonasi Pembentukan Kota) yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksananya yaitu

Stadsvormingverordening (SVV), Stb 1949/40 (Peraturan Pembentuk Kota). Berikut tinjauan

rencana tata ruang khusus RDTR dalam berbagai peraturan sebelum UU No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang:

Page 6: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

4

1. Stadsvorming Ordonantie (SVO), Stb 1948/168 dan Stadsvormingverordening (SVV), Stb

1949/40

Maksud utama SVO dan SVV adalah sebagai aturan untuk menjamin pembentukan kota yang

dipertimbangkan dengan lebih matang, khususnya dalam pembangunan kembali kota-kota yang

rusak akibat perang. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia tahun 1949, peraturan mengenai

pembangunan kota di Indonesia masih mengacu kepad SVO dan SVV di atas. Pada mulanya SVO

dan SVV hanya diperuntukkan bagi 15 Kota yakni, Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga,

Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran

dan Pasar Minggu.

Dalam SVO dan SVV belum mengenal hirarki rencana tata ruang karena pada waktu itu

seluruhnya sama fokus pada penataan kota. Namun seiring dengan pesatnya perkembangan

kota dan berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO dan SVV tidak sesuai lagi untuk

mengatur penataan ruang di Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota, Ordinasi ini

hanya menciptakan dan mengatur kawasan-kawasan elit serta tidak mampu mengikuti

perkembangan yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada

tahun 1972 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL namun tidak pernah mendapatkan

persetujuan.

2. Permendagri No. 4 Tahun 1980 tentang Penyusunan Rencana Kota

Pada tahun 1980, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1980 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Kota, agar perkembangan kota lebih terarah. Menurut

Permendagri, terdapat 3 jenis perencanaan kota, yaitu:

a) Rencana Induk atau Rencana Umum Kota (Master Plan)

b) Rencana Peruntukan Tanah

c) Rencana Kota Terperinci

Dalam Permendagri No. 4 Tahun 1980 ini telah diatur mengenai rencana rinci meskipun hanya

terbatas pada kota saja dengan nomenklatur Rencana Kota Terperinci. Namun di sini sudah

mulai disusun hirarki rencana tata ruang mulai dari rencana umum sampai dengan rencana rinci.

Rencana kota terperinci merupakan rencana fisik yang secara teknik telah siap untuk pedoman

pelaksanaan yang merupakan pengisian dari rencana peruntukan tanah, yang dilengkapi

perpetakan tanah serta unsur-unsur kota.

Muatan dalam rencana rinci yang pada saat ini termasuk kategori rencana rinci yaitu RDTR

terbatas hanya pada muatan rencana peruntukan lahan yang sudah mulai pengacu pada

pengalokasian/ pemetakan tanah yang dituangkan dalam peta. Mengingat rencana tata ruang

yang baru dikhususkan pada kota, serta terjadinya tumpang tindih kewenangan antara

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan umum, melahirkan kesepatan bersama

yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor: 650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan

Tanggung Jawab Perencanaan Kota.

Page 7: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

5

3. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan Tanggung Jawab

Perencanaan Kota.

SKB ini mengatur pembagian tugas antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen

Pekerjaan Umum. Sesuai dengan SKB tersebut, Departemen Dalam Negeri bertanggung jawab

di bidang administrasi perencanaan kota sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung

jawab tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Atas dasar pembagian wewenang itu,

Menteri Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 640/

KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Kota.

4. Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentag Perencanaan Tata Ruang Kota

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana pemanfaatan ruang kota yang

berisikan rencana pembangunan kota terkait ruang sehingga tercapai tata ruang kota yang

dituju dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang. Dalam Kepmen PU No.

640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, perencanaan kota sudah menjadi lebih

terperinci dan terstruktur dimana terdapat 4 (empat) tingkatan rencana tata ruang kota yaitu:

a) Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP)

b) Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

c) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

d) Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK)

Dalam Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentag Perencanaan Tata Ruang Kota, perencanaan tata

ruang yang diatur hanya bertumpu pada kota dengan hirarki yang lebih jelas mulai dari rencana

umum hingga rencana teknik ruang kota. Posisi Rencana Detail Tata Ruang berada pada hirarki

ke tiga yang merupakan rencana pemanfaatan ruang kota secara terperinci yang disusun untuk

penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan

kota. Wilayah perencanaan RDTRK ini mencakup sebagian atau seluruh wilayah perkotaan yang

merupakan satu atau beberapa kawasan tertentu. RDTRK ini berisi rumusan tentang

kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang kota, rencana struktur

tungkat pelayanan kota, rencana sistem jaringan pergerakan, rencana sistem jaringan utilitas

kota, rencana kepadatan bangunan lingkungan, rencana ketinggian bangunan, rencana

perpetakan bangunan, rencana garis sempadan, rencana penanganan bangunan perkotaan,

dan tahapan pelaksanaan pembangunan

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Kota

Pengertian Rencana Detail Tata Ruang Kota berdasarkan permendagri No. 2 Tahun 1987 Pasal 1

huruf h, Rencana Detail Tata Ruang Kota selanjutnya disebut RDTRK adalah rencana

pemanfaatan ruang kota secara terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam

rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota.

Page 8: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

6

Rencana Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut

permendagari tersebut dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan

rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah,

dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut

disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti (blue print) hal ini

sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 yaitu Rencana Kota yang penyusunannya menjadi

tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi:

a. Rencana Umum Tata Ruang Kota.

b. Rencana Detail Tata Ruang Kota.

c. Rencana Teknik Ruang Kota.

Salah satu kelemahan permendagri ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam pasal 6 ayat 2,

Penyusunan Rencana Kota tidak selalu disusun sebagai suatu urutan, dapat disiapkan atas dasar

suatu kebutuhan dan kepentingan. Dengan klausal seperti ini artinya, penyusunan rencana tata

ruang tidak diharuskan disusun dari urutan hirarki teratas yaitu dengan penyusunan rencana

umum tata ruang, sehingga dalam menentukan rencana detail atau rencana teknik akan

kehilangan pedoman sehingga bisa saja, rencana detail yang dibuat tidak mengacu pada

rencana umum apabila dalam penyusunannya rencana detail lebih dahulu dari rencana umum.

Kelemahan keduanya adalah, permendagri ini ruang lingkupnya hanya terbatas dengan wilayah

kota tidak mencakup wilayah di luar administrasi kota.

6. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang

Pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, belum diatur mengenai rencana detail

tata ruang, hanya disebutkan bahwa salah satu fungsi Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/

Kotamadya Daerah Tingkat II adalah menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Rinci Tata

Ruang Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II yang tercantum pada Pasal 22 ayat 3 huruf d.

Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan Rencana Rinci Tata Ruang dalam Undang-undang ini,

tidak dijelaskan dan ini membuat rancu dalam perencanaan tata ruang di tingkat lebih rendah

pada masa berlakunya UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Beberapa kelemahan

lain yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 1992 mendorong lahir dan terbentuknya Undang-

Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang masih dipakai hingga saat ini.

E. TINJAUAN RDTR DALAM UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN

RUANG

1. Pengertian RDTR

Definisi rencana detail tata ruang pertama kali muncul pada Permendagri No. 2 Tahun 1987

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, yaitu rencana pemanfaatan ruang kota secara

terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-

program pembangunan kota (Pasal 1 huruf h). Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

Page 9: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

7

merupakan bagian dari Rencana Kota yang kedudukannya berada di antara Rencana Umum

Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) (Pasal 5). Bila mengacu kepada

pasal 6, dikatakan bahwa RUTRK mempunyai wilayah perencanaan yang terkait dengan batas

wilayah administrasi kota, sehingga RDTRK ditujukan untuk wilayah yang secara administrasi

berada di dalam kota.

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai

perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan

peraturan zonasi (Pasal 14 ayat 1 huruf b, ayat 3 huruf c, ayat 4, ayat 6)

Berdasarkan Permen. PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, defiinisi RDTR adalah rencana secara

terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi

kabupaten/kota. Sementara peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap

blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Wilayah

perencanaan dari RDTR adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis

kabupaten/kota yang akan/perlu disusun rencana rincinya sesuai arahan atau yang ditetapkan

di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan (Pasal 1).

2. Kedudukan RDTR dalam Peraturan Perundangan terkait Penataan Ruang

a. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan

Dalam perkembangannya, pada UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa rencana tata ruang

kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah rencana rinci tata ruang

wilayah kabupaten (Pasal 42 ayat 1). Sementara itu pada Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang

Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan, yang merupakan pengganti dari Permendagri No. 2

Tahun 1987, juga disebutkan bahwa RDTR merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Otonom atau Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten. Hal

ini memperlihatkan bahwa penggunaan rencana detail tata ruang semakin meluas tidak hanya

untuk wilayah yang secara administrasi merupakan kota namun juga wilayah perkotaan yang

ada di kabupaten. Dalam konteks perencanaan di tingkat wilayah Kabupaten, RDTR merupakan

turunan dari RTRW Kabupaten yang mengatur secara lebih rinci/detail sebagian wilayah

kabupaten, misalkan gabungan beberapa kecamatan/desa yang memiliki karakteristik

perkotaan.

Pada Permendagri No. 1 Tahun 2008, RDTR dijadikan pedoman untuk:

a. Pengaturan tata guna tanah (land regulation)

b. Penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang

c. Penerbitan advise planning

d. Penerbitan izin prinsip pembangunan

e. Penerbitan izin lokasi

Page 10: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

8

f. Pengaturan teknis bangunan

g. Penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan

h. Penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan

b. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang

Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, RDTR

Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk pengaturan penataan ruang oleh pemerintah

daerah kabupaten/kota, yang merupakan rencana rinci dari RTRW Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat

3 huruf a, dan Pasal 40 ayat 5). Terkait dengan penyusunan dan penetapan RDTR, setiap RTRW

harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun rencana detail tata

ruangnya. Bagian dari wilayah kabupaten yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat

merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten. Sementara bagian dari

wilayah kota yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat merupakan kawasan

strategis kota. RDTR merupakan dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL)

bagi zona-zona yang pada rencana detail tata ruang ditentukan sebagai zona yang

penanganannya diprioritaskan (Pasal 59). Dari sini dapat dilihat terdapat keterkaitan antara

RDTR dengan RTRW yang ada di atasnya dan RTBL yang ada di bawahnya, dimana pengaturan

kawasan perkotaan/strategis pada RTRW kabupaten/kota didetailkan pada RDTR, lalu pada

RDTR akan ditentukan kawasan-kawasan yang diprioritaskan untuk ditangani dan

pengaturannya diturunkan secara lebih spesifik lagi menjadi RTBL per masing-masing zona.

Perumusan konsepsi RDTR paling sedikit harus (Pasal 61 ayat 2 huruf d):

a) Mengacu pada RTRW kabupaten/kota dan pedoman dan petunjuk pelaksanaan

bidang penataan ruang.

b) Memperhatikan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) kabupaten/kota dan

rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kabupaten/kota.

c) Merumuskan rencana detail rancangan kawasan.

c. Dalam Peraturan Menteri PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.

Penjabaran mengenai RDTR pada UU No 26 Tahun 2007 dan PP No 15 Tahun 2010 secara lebih

teknis dan mendalam tertuang dalam Permen. PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Permen. PU No 20 Tahun 2011 tersebut, RDTR disusun untuk bagian dari wilayah

kabupaten/kota yang merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten

atau kawasan strategis kota (Pasal 3 ayat 1). RDTR sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan

peraturan zonasi (Pasal 3 ayat 2).

Pada Permen. PU No 20 tahun 2011 (Pedoman RDTR) tersebut, sesuai dengan amanat UU No

26 Tahun 2007 dan Pasal 59 PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,

bahwa setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota

Page 11: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

9

yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan

kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota

dapat disusun RDTR apabila merupakan:

a) Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan

perkotaan; dan

b) Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam

pedoman.

Adapun kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan

pembangunan nasional dapat dilihat pada gambar berikut:

RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG

Gambar 2.

Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional

Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011

RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan acuan

lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota

memerlukan RDTR, maka disusun RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan

zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi

dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang

RPJP Nasional

RPJM Nasional

RPJM Kabupaten/Kota

RPJP Kabupaten/Kota

RPJM Provinsi

RPJP Provinsi

RTRW Nasional

RTRW Provinsi

RTRW Kabupaten

RTRW Kota

RTR Pulau/Kepulauan

RTR Kawasan

Strategis Kota

RDTR Kota

RTR Kawasan Strategis

Kabupaten

RDTR Kabupaten

RTR Kawasan

Strategis Provinsi

RTR Kawasan

Strategis Nasional

Page 12: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

10

penanganannya diprioritaskan. Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR,

peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang

direncanakan pada wilayah kabupaten/kota. RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok

pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang

memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan

yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional

tersebut.

Gambar 3

Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya

Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011

3. Fungsi dan Manfaat RDTR

Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota; RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:

a. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan RTRW Kota Pariaman;

b. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang

yang diatur dalam RTRW Kota Pariaman;

c. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;

d. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan

e. Acuan dalam penyusunan RTBL.

Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011, RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:

a. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan

permukiman dengan karakteristik tertentu;

Page 13: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

11

b. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah, swasta, dan/atau masyarakat;

c. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan

fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

d. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program

pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP

atau Sub BWP.

4. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR

Kriteria penyusunan RDTR Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, dinyatakan bahwa RDTR

disusun apabila:

a. RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian

petanya belum mencapai 1:5.000; dan/atau

b. RTRW kabupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun

RDTR-nya.

Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka dapat

disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap. Sementara

itu, wilayah perencanaan RDTR mencakup :

a. Wilayah administrasi;

b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;

c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;

d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau

e. Bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan

menjadi kawasan perkotaan.

5. Masa Berlaku RDTR

Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun

dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih dari

1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:

a) terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP RDTR; atau

b) terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara

mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi

yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.

Page 14: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

12

6. Muatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota , muatan RDTR terdiri atas:

a) Tujuan penataan BWP;

b) Rencana pola ruang;

c) Rencana jaringan prasarana;

d) Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya;

e) Ketentuan pemanfaatan ruang; dan

f) Peraturan zonasi.

Tabel 1. Muatan Rencana Detail Tata Ruang

NO MUATAN RDTR RINCIAN

a) Tujuan penataan

BWP

� Konsep dan strategi penataan ruang kawasan (arahan pencapaian dari

RTRW, isu strategis, potensi masalah)

� Tujuan penataan BWP (menunjukkan tema kawasan yang direncanakan)

b) Rencana pola

ruang

� Klasifikasi Zona

� Pembagian Sub BWP dan Blok

� Rencana Pola Ruang

A. Zona Lindung

1. Zona Hutan Lindung

2. Zona Perlindungan thd Kawasan Bawahannya

3. Zona Perlindungan Setempat

4. Zona Ruang Terbuka Hijau

5. Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya

6. Zona Rawan Bencana

7. Zona Lindung Lainnya

B. Zona Budidaya

1. Zona Perumahan

2. Zona Perdagangan dan Jasa

3. Zona Perkantoran

4. Zona Sarana Pelayanan Umum

5. Zona Industri

6. Zona Peruntukan Khusus

7. Zona Peruntukan Lainnya

8. Zona Campuran

c) Rencana jaringan

prasarana

� Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan

� Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

� Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

� Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

� Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

� Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

� Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

d) Penetapan Sub

BWP yang

diprioritaskan

penanganannya

� Dasar dan Kriteria Penetapan Sub BWP / Blok yang Diprioritaskan Penanganannya

� Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya

� Tema Penanganan Sub BWP Prioritas

� Penanganan Sub BWP Prioritas

e) Ketentuan

pemanfaatan

ruang

� Program Pemanfaatan Ruang Prioritas

� Lokasi

� Besaran

� Sumber Pendanaan

� Instansi Pelaksana

Page 15: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

13

� Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas terdiri dari :

1) Program perwujudan rencana pola ruang di BWP yang meliputi:

i. Perwujudan zona lindung pada BWP termasuk didalam pemenuhan

kebutuhan RTH; dan

ii. Perwujudan zona budi daya pada BWP yang terdiri atas:

(a) perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di BWP;

(b) perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang;

(c) perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan/atau

(d) perwujudan tata bangunan

2) program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP yang meliputi:

i. Perwujudan pusat pelayanan kegiatan di BWP; dan

ii. Perwujudan sistem jaringan prasarana untuk BWP, yang mencakup pula

sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam BWP yang

terdiri atas:

(a) perwujudan sistem jaringan pergerakan;

(b) perwujudan sistem jaringan energi/kelistrikan;

(c) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;

(d) perwujudan sistem jaringan air minum;

(e) perwujudan sistem jaringan drainase;

(g) perwujudan sistem jaringan air limbah; dan/atau

(h) perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya.

3) Program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya

yang terdiri atas:

i. Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;

ii. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan;

iii. Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan; dan/atau

iv. Pelestarian/pelindungan blok/kawasan.

4) Program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim, dapat sebagai

kelompok program tersendiri atau menjadi bagian dari kelompok program

lainnya,disesuaikan berdasarkan kebutuhannya

f) Peraturan zonasi

� Materi Wajib/Teks Zonasi (Zoning Text)

1. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

3. Ketentuan Tata Bangunan

4. Ketentuan Sarana dan Prasarana Minimal

5. Ketentuan Pelaksanaan

� Materi Pilihan

1. Ketentuan Tambahan

2. Ketentuan Khusus

(1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);

(2) zona cagar budaya atau adat;

(3) zona rawan bencana;

(4) zona pertahanan keamanan (hankam);

(5) zona pusat penelitian;

(6) zona pengembangan nuklir;

(7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik

tenaga uap (PLTU);

(8) zona gardu induk listrik;

(9) zona sumber air baku; dan

(10) zona BTS.

3. Ketentuan Standar Teknis

4. Ketentuan Pengaturan Zonasi

Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011

Page 16: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

14

7. Proses Penyusunan dan Penetapan RDTR

Proses penyusunan RDTR mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan

penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data, dan perumusan konsepsi RDTR sebagai

mana tertuang dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2. Prosedur Penyusunan RDTR dan Perkiraan Waktu yang dibutuhkan

No

Uraian Kegiatan

Keluaran

Perkiraan

Waktu yang

dibutuhkan

1 Pra persiapan penyusunan RDTR

1) Penyusunan Kerangka Acuan Kerja

(KAK)/TOR;

2) Penentuan metodologi yang

digunakan; dan

3) Penganggaran kegiatan penyusunan

RDTR.

KAK

Metodologi

APBD

2 Persiapan penyusunan RDTR

1) Persiapan awal, yaitu upaya

pemahaman terhadap KAK/TOR

penyiapan anggaran biaya;

2) Kajian awal data sekunder, yaitu

review RDTR sebelumnya dan kajian

awal RTRW kabupaten/kota dan

kebijakan lainnya; Persiapan teknis

pelaksanaan meliputi penyusunan

metodologi/metode dan teknik

analisis rinci, serta penyiapan rencana

survei

Pemahaman terhadap

Review RDTR sebelumnya, Review RTRW

3 Pengumpulan Data

1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang

dapat dilaksanakan melalui

penyebaran angket, temu wicara,

wawancara orang perorang, dan lain

sebagainya; dan/atau

2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial

ekonomi BWP secara langsung melalui

kunjungan ke semua bagian dari

wilayah kabupaten/kota.

1) Data wilayah administrasi;

2) Data fisiografis;

3) Data kependudukan;

4) Data ekonomi dan keuangan;

5) Data ketersediaan prasarana dan

sarana ;

6) Data peruntukan ruang;

7) Data penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan lahan;

8) Data terkait kawasan dan bangunan

(kualitas, intensitas bangunan, tata

bangunan); dan

9) Peta dasar rupa bumi dan peta

tematik yang dibutuhkan,

penguasaan lahan, penggunaan

lahan, peta peruntukan ruang, pada

skala atau tingkat ketelitian

minimalpeta 1:5.000.

2-3 Bulan

4 Pengolahan dan Analisis Data

1) Analisis karakteristik wilayah, meliputi:

- Kedudukan dan peran bagian dari

wilayah kabupaten/kota dalam

wilayah yang

- Lebih luas (kabupaten/kota);

- Keterkaitan antar wilayah

kabupaten/kota dan antara bagian

dari wilayah Kabupaten/kota;

- Keterkaitan antarkomponen ruang di

bwp;

1) Potensi dan masalah

pengembangan di bwp;

2) Peluang dan tantangan

pengembangan;

3) Kecenderungan perkembangan;

4) Perkiraan kebutuhan

pengembangan di bwp;

5) Intensitas pemanfaatan ruang

sesuai dengan daya dukung dan

daya tampung

6) (termasuk prasarana/infrastruktur

dan utilitas); dan

2-3 Bulan

Page 17: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

15

- Karakteristik fisik bagian dari wilayah

kabupaten/kota;

- Kerentanan terhadap potensi

bencana, termasuk perubahan iklim;

- Karakteristik sosial kependudukan;

- Karakteristik perekonomian; dan

- Kemampuan keuangan daerah.

2) Analisis potensi dan masalah

pengembangan BWP, meliputi:

- Analisis kebutuhan ruang; dan

- Analisis perubahan pemanfaatan

ruang.

3) Analisis kualitas kinerja kawasan dan

lingkungan

7) Teridentifikasinya indikasi arahan

penanganan kawasan dan

lingkungan.

5 Perumusan Konsep RDTR

1) Rumusan tentang tujuan, kebijakan,

dan strategi pengembangan wilayah

Kabupaten/kota; dan

2) Konsep pengembangan wilayah

kabupaten/kota.

1) Tujuan penataan BWP;

2) Rencana pola ruang;

3) Rencana jaringan prasarana

4) penetapan dari bagian wilayah RDTR

yang diprioritaskan penanganannya

5) Ketentuan pemanfaatan ruang

6) Peraturan zonasi.

2-3 Bulan

6 Penyusunan Naskah Akademik Draft RDTR 2 Bulan

7 Pembahasan Rancangan Perda

RDTR/Peraturan Zonasi

Naskah Ranperda RDTR/ Peraturan Zonasi 1 Bulan

Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011

Tabel 3. Jangka Waktu Penyusunan RDTR

Proses Penyusunan RDTR

Uraian

Kegiatan

Persiapan

penyusunan

RDTR

Pengumpulan

data

Pengolahan

dan analisis

data

Naskah

Akademik

Naskah

Ranperda Konsep

Pengembangan

Naskah

Teknis

Perkiraan

waktu yang

dibutuhkan

1 bulan

2-3 bulan

2-3bulan

2-3 bulan

2 bulan

1 bulan

10-13 bulan

Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011

8. Kelengkapan Dokumen RDTR

I. Kelengkapan draft rancangan peraturan daerah (raperda) tentang RDTR

a. Naskah raperda tentang RDTR terdiri atas:

1) Raperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana

dimaksud pada angka b.2) dibawah; dan

2) Lampiran yang terdiri atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,

penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta zona-zona khusus

yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program pemanfaatan ruang

prioritas.

Page 18: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

16

b. Materi teknis RDTR terdiri atas:

1) Buku data dan analisis yang dilengkapi peta-peta;

2) Buku rencana yang disajikan dalam format A4; dan

3) Album peta yang disajikan dengan skala atau tingkat ketelitian minimal 1:5.000 dalam

format a1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem

informasi geografis (gis) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta

minimum terdiri atas:

a) Peta wilayah perencanaan, yang berisi informasi rupa bumi, dan batas

administrasi BWP dan sub BWP (bila ada);

b) Peta penggunaan lahan saat ini;

c) Peta rencana pola ruang BWP, yang meliputi rencana alokasi zona dan subzona

sesuai klasifikasi yang telah ditentukan;

d) Peta rencana jaringan prasarana BWP, yang meliputi rencana pengembangan

jaringan pergerakan, jaringan energi/kelistrikan, jaringan telekomunikasi,

jaringan air minum, jaringan drainase, jaringan air limbah, prasarana lainnya; dan

e) Peta penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya.

II. Kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi raperda tentang RDTR

a) Raperda RDTR yang telah disetujui bersama bupati/walikota dan DPRD;

b) Materi teknis RDTR seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada sub bab 5.2;

c) Formulir konsep surat persetujuan substansi raperda tentang RDTR kabupaten/kota;

d) Konsep surat persetujuan substansi raperda tentang RDTR kabupaten/kota;

e) Lampiran I: surat rekomendasi gubernur (untuk RDTR kabupaten/kota);

f) Lampiran II: tabel pencantuman materi muatan teknis raperda tentang RDTR dengan

Undang-Undang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional beserta rencana

rincinya, Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota, kebijakan nasional bidang

penataan ruang, pedoman penyusunan rencana tata ruang, dan peraturan perundang-

undangan bidang penataan ruang lainnya;

g) lampiran III: berita acara rapat koordinasi kelompok kerja teknis BKPRN (lembar

pengesahan berita acara, daftar hadir, dan notulensi); dan

h) dokumen pendukung, yang terdiri atas:

1. Surat permohonan persetujuan substansi raperda RDTR dari Bupati/Walikota

Kepada Menteri PU;

2. Berita acara konsultasi publik;

3. Tabel persandingan materi muatan raperda;

4. Berita acara rapat Clearance House;

5. Kronologis persetujuan substansi; dan

6. Dokumen KLHS (jika telah diwajibkan).

Page 19: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

17

III. Kelengkapan dokumen perda RDTR

Naskah perda RDTR terdiri atas:

a) Perda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana materi teknis RDTR

disajikan dalam format A4; dan

b) Lampiran yang terdiri atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,

penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta zona-zona khusus

yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program pemanfaatan ruang

prioritas.

F. PERBANDINGAN SUBSTANSI RDTR DENGAN RTRW DAN RTBL

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedudukan RDTR secara hierarki berada di bawah

lingkup RTRW dan berada di atas RTBL, dimana RDTR merupakan penjabaran rencana detail pada

kawasan perkotaan/strategis yang terdapat pada RTRW sementara pada RDTR akan ditentukan

kawasan-kawasan yang diprioritaskan untuk ditangani dan pengaturannya diturunkan secara lebih

spesifik lagi menjadi RTBL per masing-masing zona. Untuk melihat perbedaan dan keterkaitan

antara ketiga jenis produk rencana tersebut, pada tabel 4 disajikan perbandingan substansi RDTR

dengan RTRW dan RTBL dengan rincian sebagai berikut.

Page 20: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

18

Tabel 4 Perbandingan Substansi RDTR dengan RTRW dan RTBL

SUBSTANSI YANG

DIPERBANDINGKAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) RENCANA TATA BANGUNAN DAN

LINGKUNGAN (RTBL)

Wilayah Perencanaan Administrasi Kabupaten atau Kota a. Wilayah administrasi;

b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah

kota/sub-wilayah kota;

c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang

memiliki ciri perkotaan;

d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang

memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau

e. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang

berupa kawasan perdesaan dan

direncanakan menjadi kawasan perkotaan.

Dilaksanakan pada suatu kawasan/

lingkungan bagian wilayah kabupaten/

kota, kawasan perkotaan dan/atau

perdesaan meliputi:

a. kawasan baru berkembang cepat;

b. kawasan terbangun;

c. kawasan dilestarikan;

d. kawasan rawan bencana;

e. kawasan gabungan atau campuran

dari keempat jenis kawasan

Skala Minimal 1:50.000 untuk kabupaten

Minimal 1:20.000 untuk kota

Minimal 1:5.000 Tidak diatur

Jangka Waktu 20 Tahun 20 Tahun 5 Tahun

Peninjauan Kembali 1 kali dalam 5 tahun, dimana peninjauan

kembali dapat dilakukan kurang dari 5 tahun

jika:

a. terjadi perubahan kebijakan dan strategi

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang

wilayah; dan

b. terjadi dinamika internal yang

mempengaruhi pemanfaatan ruang

secara mendasar antara lain berkaitan

dengan bencana alam skala besar dan

pemekaran wilayah yang ditetapkan

dengan peraturan perundang-undangan.

Ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.

Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih

dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:

a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota

yang mempengaruhi BWP RDTR; atau

b. terjadi dinamika internal kabupaten/kota

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang

secara mendasar antara lain berkaitan

dengan bencana alam skala besar,

perkembangan ekonomi yang signifikan,

dan perubahan batas wilayah daerah.

Tidak diatur

Page 21: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

19

Acuan Penyusunan a. RTRW Nasional dan RTRW Provinsi

b. RPJP Daerah

RTRW kabupaten/kota RDTR kawasan perkotaan/strategis dari

Kabupaten/Kota

Muatan Rencana a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan

ruang wilayah kabupaten/kota;

b. rencana struktur ruang wilayah

kabupaten yang meliputi sistem

perkotaan di wilayahnya yang terkait

dengan kawasan perdesaan dan sistem

jaringan prasarana wilayah kabupaten/

kota;

c. rencana pola ruang wilayah kabupaten

yang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budi daya kabupaten/kota;

d. penetapan kawasan strategis

kabupaten/kota;

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten/kota yang berisi indikasi

program utama jangka menengah lima

tahunan; dan

f. ketentuan pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah kabupaten/kota yang berisi

ketentuan umum peraturan zonasi,

ketentuan perizinan, ketentuan insentif

dan disinsentif, serta arahan sanksi.

a. tujuan penataan ruang bagian wilayah

perencanaan, yang berfungsi sebagai:

• sebagai acuan untuk penyusunan

rencana pola ruang, penyusunan

rencana jaringan prasarana, penetapan

Sub BWP yang diprioritaskan

penanganannya, penyusunan ketentuan

pemanfaatan ruang, penyusunan

peraturan zonasi; dan

• menjaga konsistensi dan keserasian

pengembangan kawasan perkotaan

dengan RTRW.

b. rencana pola ruang, yang berfungsi

sebagai:

• alokasi ruang untuk berbagai kegiatan

sosial, ekonomi, serta kegiatan

pelestarian fungsi lingkungan dalam

BWP;

• dasar penerbitan izin pemanfaatan

ruang;

• dasar penyusunan RTBL; dan

• dasar penyusunan rencana jaringan

prasarana.

c. rencana jaringan prasarana, yang berfungsi

sebagai:

Materi pokok Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan meliputi:

a. Program Bangunan dan Lingkungan;

b. Rencana Umum dan Panduan

Rancangan;

c. Rencana Investasi;

d. Ketentuan Pengendalian Rencana;

e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Adapun komponen rancangan meliputi:

a. Struktur peruntukan lahan

b. Intensitas pemanfaatan lahan

c. Tata bangunan

d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung

e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau

f. Tata kualitas lingkungan

g. Sistem prasarana dan utilitas

Page 22: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

20

Khusus untuk RTRW kota ditambah :

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan

ruang terbuka hijau;

b. rencana penyediaan dan pemanfaatan

ruang terbuka non-hijau; dan

c. rencana penyediaan dan pemanfaatan

prasarana dan sarana jaringan pejalan

kaki, angkutan umum, kegiatan sektor

informal, dan ruang evakuasi bencana,

yang dibutuhkan untuk menjalankan

fungsi wilayah kota sebagai pusat

pelayanan sosial ekonomi dan pusat

pertumbuhan wilayah.

• pembentuk sistem pelayanan, terutama

pergerakan, di dalam BWP;

• dasar perletakan jaringan serta rencana

pembangunan prasarana dan utilitas

dalam BWP sesuai dengan fungsi

pelayanannya; dan

• dasar rencana sistem pergerakan dan

aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan

• rencana teknis sektoral.

d. penetapan sub bagian wilayah

perencanaan yang diprioritaskan

penanganannya, yang berfungsi sebagai:

• dasar penyusunan RTBL dan rencana

teknis pembangunan sektoral; dan

• dasar pertimbangan dalam penyusunan

indikasi program prioritas RDTR.

e. ketentuan pemanfaatan ruang, yang

berfungsi sebagai:

• dasar pemerintah dan masyarakat

dalam pemrograman investasi

pengembangan BWP;

• arahan untuk sektor dalam penyusunan

program;

• dasar estimasi kebutuhan pembiayaan

dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan

dan penyusunan program tahunan

untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan

Page 23: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

21

• acuan bagi masyarakat dalam

melakukan investasi.

f. peraturan zonasi, yang berfungsi sebagai:

• perangkat operasional pengendalian

pemanfaatan ruang;

• acuan dalam pemberian izin

pemanfaatan ruang, termasuk di

dalamnya air right development dan

pemanfaatan ruang di bawah tanah;

• acuan dalam pemberian insentif dan

disinsentif;

• acuan dalam pengenaan sanksi; dan

• rujukan teknis dalam pengembangan

atau pemanfaatan lahan dan penetapan

lokasi investasi.

Fungsi Sebagai pedoman untuk:

a. RPJP Daerah

b. RPJM Daerah

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang di wilayah

kabupaten/kota

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan,

dan keseimbangan antarsektor

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk

investasi

f. penataan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota

RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:

a. kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten/kota berdasarkan RTRW;

b. acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang

yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan

ruang yang diatur dalam RTRW;

c. acuan bagi kegiatan pengendalian

pemanfaatan ruang;

d. acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan

ruang; dan

e. acuan dalam penyusunan RTBL.

dokumen pengendali pembangunan agar

memenuhi kriteria perencanaan tata

bangunan dan lingkungan yang

berkelanjutan meliputi:

a. Pemenuhan persyaratan tata

bangunan dan lingkungan;

b. Peningkatan kualitas hidup

masyarakat melalui perbaikan kualitas

b. lingkungan dan ruang publik;

c. Perwujudan pelindungan lingkungan,

d. Peningkatan vitalitas ekonomi

lingkungan.

Page 24: Peraturan Penataan Ruang  RDTR

22

Berdasarkan tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga jenis dokumen rencana tersebut memiliki tingkat

kedalaman substansi yang berbeda, dimana RTRW bersifat rencana umum, RDTR bersifat rencana

detail, dan RTBL bersifat rencana teknis. Secara hierarki terdapat keterkaitan antara ketiga jenis

rencana tersebut, meskipun bila melihat pada UU No. 26 tahun 2007 sebagai panduan penataan

ruang wilayah yang paling utama, tidak diatur adanya terminologi rencana teknis. Sementara

secara konsep, RTBL tidak hanya memuat substansi keruangan tetapi juga sudah mengarah pada

perancangan kawasan (urban design) yang bersifat teknis. Secara lingkup wilayah perencanaan pun

dari RTRW-RDTR-RTBL ukuran atau luasan yang direncanakan semakin mengecil yang juga

mengindikasikan adanya peningkatan kedetailan rencana.

G. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian peraturan-perundangan terkait penataan ruang terhadap rencana detail tata

ruang (RDTR), dapat disimpulkan bahwa :

a. Rencana detail tata ruang (RDTR) merupakan salah satu bentuk rencana rinci yang digunakan

untuk menjabarkan atau mendetailkan substansi rencana tata ruang wilayah (RTRW) pada

tingkat kabupaten/kota terkait pengaturan kawasan perkotaan atau kawasan strategis di

wilayah tersebut. Secara historis, filosofi RDTR berubah dengan adanya UU No. 26 tahun

2007 dimana RDTR semula hanya ditujukan untuk wilayah administrasi kota menjadi

kawasan perkotaan termasuk yang berada di wilayah administrasi kabupaten. RDTR juga

berfungsi sebagai alat untuk mengoperasionalkan RTRW yang sudah disusun, sehingga

pengaturannya dapat menjadi lebih detail dan jelas.

b. Rencana detail tata ruang (RDTR) sebagai bentuk rencana rinci memiliki keterkaitan dengan

dokumen RTRW sebagai bentuk rencana umum yang berada di atasnya dan dokumen RTBL

sebagai bentuk rencana teknis yang berada di bawahnya. Ketiga jenis dokumen tersebut

dapat diterapkan secara bersamaan hanya pada kawasan yang berkarakter perkotaan atau

kawasan perdesaan yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan.

2. Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan pada kajian ini terkait rencana detail tata ruang

(RDTR) adalah:

a. Perlu ada penjelasan secara lebih terinci mengenai perbedaan substansi antara RDTR pada

wilayah kota dengan kabupaten, karena dimungkinkan adanya perbedaan karakteristrik

antara kawasan urban dengan kawasan peri urban yang memerlukan arahan pengaturan

yang berbeda.

b. Perlu dikaji secara lebih mendalam apakah kawasan perdesaan tidak memerlukan rencana

detail tata ruang, karena kawasan perdesaan tersebut diakomodasi kebutuhannya pada

RTBL. Terlebih dengan berkembangnya konsep sawah abadi yang secara tidak langsung

membuat kawasan tersebut tidak akan berubah menjadi kawasan perkotaan, namun

memiliki nilai strategis dalam pembangunan wilayah kabupaten.