View
171
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan
yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki
yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu
penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada
gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul
komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau
bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab
utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya
bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi
atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat
(iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid,
sulfaguanidin, PAS dan lain-lain.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah agar kita dapat memahami
tentang penyakit struma endemic dan agar kita dapat mengerti tentang
askep penyakit struma endemic.
BAB II
PEMBAHASAN
I. LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Struma adalah gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan
menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan pembesaran kelenjar gondok
yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan
hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti
berdebar - debar, keringat, hipertiroid (graves’ disease).
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh
asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah
kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari
tambang batu dan batu bara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica
( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,
singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
e. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna. (Brunner & Suddarth, 2001).
C. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh
Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin
(T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang
tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan oleh astruma endemic yaitu
a. Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan
b. Rasa tercekik di tenggorokan
c. Suara serak
d. Kesulitan menelan
e. Kesulitan bernafas.
E. Klasifikasi Struma
1) Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2) Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
Difusa : endemik goiter, gravid
Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
Difus : grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis skunder
3) Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut
ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya
terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena
kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin
dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply
iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel
kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan
bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides
atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan
excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal,
pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah
terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan
mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan
ukuran kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan
sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai
akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan
berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode
kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat
daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada
daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid
yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi,
golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami
hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil).
F. Komplikasi
1) Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara,
sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara
menjadi serak atau parau.
2) Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat simetris atau tidak.
3) Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan
eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang
akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4) Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan
eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan
bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5) Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan
pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung
meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika
menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung
mendapat komplikasi payah jantung.
6) Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat
mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien
terganggu.
7) Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian
atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan
glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan
ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini
tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair,
dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti
apakah suatu nodul ganas atau jinak.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan,
lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih
dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.
c. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi
biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
d. Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu
kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography.
Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya > C
dan0.9 dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada0.9
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien,
ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %.
H. Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi
hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat
antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi
subtotal).
a) Obat antitiroid
Indikasi :
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,
atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis Awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30 – 60 5 – 20
Metimazol 30 – 60 5 – 20
Propiltourasil 300 – 600 5 – 200
b) Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-
2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran
cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran
darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap
selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan
dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek
maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan
iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan
kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang
kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang
diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan
tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid
(kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif
secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi
hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang
diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi)
dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid
secara teratur seperti halnya minum vitamin.
c) Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap
obat antitiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi
pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari
tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi.
Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid,
hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi
primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan
hiperparatiroidisme
Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2. Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi
gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves.
Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang
rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar.
Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik,
lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah
dianjurkan (Tucker, 1998).
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi
gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves.
Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang
rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar.
Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik,
lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah
dianjurkan (Tucker, 1998).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1) Identitas klien.
2) Identitas penanggujawab
3) Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
4) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
5) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali,
tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama
dengan klien saat ini.
7) Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu
yang berubah.
2) Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan
adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang
direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi
dalam dua sampai tiga hari.
3) Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
4) Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
5) Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
6) Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
7) Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
8) Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
9) Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran
tyroid.
10) Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
11) Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
12) Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan penunjang
o Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
o Pemeriksaan Darah rutin
2. Pemeriksaan radiologis
o Dilakukan foto thorak posterior anterior
o Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu
technig .
o Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi
theroidectomy adalah
1. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder
terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas,
pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus
laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan,
udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak
tegang.
4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
5. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh
darah sekunder terhadap pembedahan.
C. PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy
meliputi :
1. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder
terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas,
pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Jalan nafas
klien efektif
Kriteria hasil :
Tidak ada sumbatan pada trakhea
Intervensi :
Monitor pernafasan dan kedalaman serta kecepatan nafas.
Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
Atur posisi semifowler
Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
Rasional :
Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
Memberikan suasana yang lebih nyaman.
Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan
ventilsassi
Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus
laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Klien
dapat komunikasi secara verbal
Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
Intervensi :
Kaji pembicaraan klien secara periodik
Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
Kunjungi klien sesering mungkin
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional :
Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari
odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
Mengurangi kecemasan klien
Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan,
udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak
tegang.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Rasa nyeri
berkurang
Kriteria hasil :
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan
adanya nyeri.
Intervensi :
Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher
pada saat alih posisi .
Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional :
Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan
pada luka.
Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
Mengurangi ketegangan otot.
Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan
menelan.
Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria hasil :
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
Intervensi :
Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya
makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
Rasional :
Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
5. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh
darah sekunder terhadap pembedahan.Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital.
Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
Rasional :
Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk
mengetahui perdarahan secara dini.
Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka
operasi.
Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
D. EVALUASI
1. Teruskan bila masalah belum teratasi.
2. Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
3. Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan
oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini
adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh
asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. Saran
Kami berharap dengan adanya makalah ini supaya dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang penyakit-penyakit berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,
penerbit EGC.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2,
Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran,
EGC. Jakarta.
TUGAS KMB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
STRUMA ENDEMIK
DISUSUN OLEH KELOMPOK 8
M. NUZLAN HENDRIK
GHUNIYAH WARAHKHATUL IKHLAS
LA SALEH
WD. SRI RIZKY IRA HASTATI
RADEN AYU SUNDARI
YUSTIAR SALASARI
AKPER PEMKAB MUNA
2 0 1 4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas rahmat dan
karuniaNya kami telah dapat menyusun makalah ini yang berjudul Asuhan
Keperawatan STRUMA ENDIMIK.
Dalam proses penyusunan makalah ini, kami mengalami banyak
permasalahan. Namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu penyusun berterima kasih apabila ada kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
seperjuangan khususnya Program Studi Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II)
nantinya.
Raha, Maret 2014
Penyusun
Recommended