View
359
Download
12
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Guru matematika pada umumnya setuju akan pentingnya motivasi yang
besar untuk mengajarkan matematika. Kecuali siswa-siswi yang memang secara
alami sudah senang terhadap matematika.
Dalam berinteraksi antara siswa dengan guru, diharapkan guru dapat
menjalankan peranannya sebagai pengajar dan pendidik. Dalam berinteraksi antar
siswa dengan guru biasanya banyak menimbulkan masalah atau kurang terarah,
hal ini dikarenakan guru kurang tepat dalam menggunakan pendekatan dalam
pembelajaran.
Pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran khususnya pada
pembelajaran matematika akan lebih efektif dan bermakna apabila siswa
berpatisipasi aktif. Salah satu ciri kebermaknaan dalam proses belajar mengajar
adalah adanya keterlibatan atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.
Partisipasi merupakan suatu sikap berperan serta, ikut serta, keterlibatan, atau
proses belajar bersama, saling memahami, menganalisis, merencanakan dan
melakukan tindakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskanlah
beberapa masalah, yaitu:
1. Apa matematika itu?
2. Bagaimana psikologi pembelajaran matematika yang harus diperhatikan
dan diterapkan dalam pembelajaran matematika?
C. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu untuk memperkenalkan apa
matematika itu dan bagaimana proses pembelajaran matematika yang baik bagi
guru/calon guru dan siswa atau peserta didik.
2
3
BAB II
HAKIKAT MATEMATIKA DAN PSIKOLOGI
PEMBELAJARAN MATEMATIKAA. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Apakah matematika itu?
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan
itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya
yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).
Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil
eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran
manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET,
1980 :148).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Matematika adalah ilmu yang
mempelajari tentang bilangan, hubungan antara bilangan satu dengan yang lain,
dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut,
dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.
1. James dan James (1976) : Matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang
terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
2. Johnson dan Rising (1972) : Matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
4
akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa
simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
3. Reys, ddk. (1984) : Matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan,
suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
4. Kline (1973) : Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu
terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena
itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.
Masih banyak lagi definisi-definisi tentang matematika, tetapi tidak
satupun perumusan yang dapat diterima umum, atau sekurang-kurangnya dapat
diterima dari berbagai sudut pandang. Matematika itu sendiri bisa memasuki
seluruh segi kehidupan manusia, dari paling sederhana sampai kepada yang paling
kompleks.
2. Matematika sebagai ilmu deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Artinya proses pengerjaan
(mencari kebenaran) dalam matematika harus bersifat deduktif. Berbeda dengan
ilmu pengetahuan alam apalagi dengan ilmu pengetahuan umum yang
menggunakan metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika
mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya
generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara
deduktif.
Contoh1: generalisasi yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dalam
matematika.
Jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap
+ 1 -3 5 7
1 2 -2 6 8
-3 -2 -6 2 4
5 6 2 10 12
7 8 4 12 14
5
Dari tabel di atas, jelas bahwa setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan
hasilnya selalu genap. Dalam matematika tidak dibenarkan membuat generalisasi
atau membuktikan dengan cara demikian.
Contoh2: generalisasi yang dibenarkan dalam matematika.
Pembuktian secara deduktif:
Andaikan m dan n sebarang dua bilangan bulat, maka 2m + 1 dan 2n + 1 tentunya
masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika dijumlahkan:
(2m + 1) + (2n + 1) = 2(m + n + 1)
Karena m dan n bilangan bulat, maka (m + n + 1) bilangan bulat, sehingga 2(m + n
+ 1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
3. Matematika sebagai ilmu terstruktur
Suatu kebenaran dalam matematika dikembangkan berdasarkan alasan
logis, namun cara kerja matematika terdiri dari observasi (benda mati), menebak
dan merasa, menguji hipotesa, mencari analogi, dan sebagainya.
Matematika itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak dapat didefinisikan
berkembang ke unsur-unsur yang dapat didefinisikan terus ke aksioma atau
postulat sampai ke dalil atau teorema.
4. Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu
Matematika sebagai sumber dari ilmu yang lain. Dari kedudukan tersebut,
tersirat bahwa matematika itu sebagai ratu ilmu yang berfungsi juga untuk
melayani ilmu pengetahuan.
B. PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. Rasional
Dalam matematika, salah satu ciri pembelajarannya adalah penyajiannya
yang didasarkan pada teori psikologi pembelajaran. Ada beberapa teori psikologi
pembelajaran matematika yang akan dibahas
Pada pembicaraan mengenai pembelajaran matematika sekolah tidak akan
terlepas dari psikologi pembelajaran yang mendasarinya. Karena proses
6
pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk menuju pada pembangunan
manusia seutuhnya, tidak melalui trial and eror. Hal ini sejalan dengan salah satu
prinsip penyelenggaraan pendidikan yang tercantum dalam permen no. 41 tahun
2007, yaitu bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
2. Aliran Psikologi Tingkah Laku
Sebelum psikologi tingkah laku, kita harus tahu dulu pengertian
psikologi belajar mengajar.
Psikologi belajar
atau
Teori belajar
Mempelajari tentang perkembangan intelektual
(mental) siswa. Terdiri atas 2:
Uraian tentang apa yang terjadi dan
diharapkan terjadi pada intelektual anak.
Uraian tentang kegiatan intelektual anak
mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada
usia tertentu.
Psikologi mengajar
atau
Teori mengajar
Tentang bagaimana semestinya mengajar siswa
pada usia tertentu. Juga prosedur dan tujuan
mengajarnya.
Kedua teori tersebut tidak dapat dipisahkan.
Beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai
berikut:
1. Thorndike : Belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu
stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasaan. Dengan 3 dalil
atau hukum yaitu: hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of
exercise) dan hukum akibat (law of effect).
2. Skinner : Bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat
penting dalam proses belajar.
3. Ausubel : Belajar bermakna dan pentingnya pengulangan belajar dimulai. Ia
membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima.
4. Gagne : Dalam belajar matematika ada dua objek yang diperoleh siswa, yaitu
objek langsung (kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar
7
mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana
semestinya belajar) dan objek tak langsung (berupa fakta, keterampilan,
konsep, dan aturan). 8 tipe belajar, yaitu: belajar isyarat, stimulus respon,
rangkain gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep,
pembentukan aturan, dan pemecahan masalah.
5. Pavlov : Konsep pembiasaan (conditioning).
6. Baruda : Belajar melalui meniru.
7. Aliran latihan mental : Jika anak ingin pandai maka ia harus di latih otaknya
dengan cara banyak berlatih memahami dan mengerjakan soal-soal.
3. Aliran Psikologi Kognitif
a) Teori Piaget
Piaget merupakan salah satu tokoh yang mengembangkan teori
Konstruktivisme. Menurut Piaget adalah suatu schemata atau kumpulan skema-
skema. Perkembangan schemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi
dengan lingkungannya. Proses terjadinya adaptasi schemata yang telah terbentuk
dengan stimulus baru dilakukan ini melalui dua cara, yaitu asimilasi dan
akomodasi.
1. Asimilasi, yaitu proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema
yang telah terbentuk secara langsung.
2. Akomodasi, yaitu proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema
yang telah terbentuk secara tidak langsung. Hal ini terjadi karena stimulus
baru tidak dapat diasimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang
telah dimiliki.
Piaget juga mengemumakan teori mengenai perkembangan kognitif tiap
individu secara rinci, dari mulai bayi hingga dewasa yang disusun berdasarkan
studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Kesimpulannya adalah pola berpikir anak tidak sama dengan pola berfikir orang
dewasa. Tahap perkembangan kognitif atau taraf kemampuan berpikir seseorang
sesuai dengan usianya. Makin Ia dewasa, makin meningkat pula kemampuan
berpikirnya. Jadi, kemampuan anak berbeda dengan kemampuan orang dewasa.
8
Selain itu, perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula oleh
dukungan dan transmisi sosialnya. Oleh karena itu agar perkembangan kognitif
seorang anak berjalan maksimal, sebaiknya diperkaya dengan pengalaman
edukatif. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis (menurut usia kalender) :
a. Tahap sensori motor
Tahap ini dimulai dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun. Bagi anak yang
berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui pengalaman fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera).
b. Tahap Pra Operasi
Tahap ini dimulai dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar 7 tahun
dan merupakan tahap persiapan untuk pengoperasian operasi konkrit, yaitu berupa
tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek
(classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan
membilang (counting). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan
pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat
obyek-obyek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.
c. Tahap Operasi Konkrit
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar, yaitu pada usia sekitar 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan mengklasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu
objek dari sudut pandang yang objektif, dan mampu berpikir reversible.
d. Tahap Operasi Formal
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif
secara kualitas, yaitu pada usia 11 tahun dan sterusnya. Anak pada tahap ini
sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak.
Penggunaan benda-benda konkrit tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar
tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang
9
terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan
symbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.
b) Teori Brunner
Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi yang dilahirkan tahun 1915,
lulusan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran
psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan
perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Jerome Brunner dalam
teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan berhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur terbuat dalam
pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait dengan konsep-
konsep dan struktur-struktur.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Brunner mengidentifikasi tiga tahap
perkembangan yang dilewati anak dalam belajar, yaitu :
1. Tahap Enaktif (enactive stage) : Tahap dimana siswa belajar dengan
memanipulasi benda atau objek konkrit.
2. Tahap ikonik (iconic stage) : Siswa belajar dengan menggunakan gambar.
3. Tahap simbolik (symbolic stage) : Siswa belajar matematika melalui
manipulasi lambang atau simbol.
Berdasarkan pengamatan ke sekolah-sekolah, Bruner memperoleh
beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil, yaitu dalil penyusunan
(construction theorem), dalil notasi (notation theorm), dalil kekontrasan dan dalil
keanekaragaman (contras and variation theorm), dan dalil pengaitan (connectivity
theorm).
1. Dalil penyusunan (construction theorem)
Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan
menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk
melakukan penyusunan representasinya. Ini berarti, jika anak aktif dan terlibat
dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan
representasi tersebut, maka anak akan lebih memahaminya.
2. Dalil Notasi
10
Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan
notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral,
dimana setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.
3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman
Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan
pengubahan konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang
banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
Misalnya, untuk menjelaskan pengertian bilangan prima anak perlu diberi contoh
yang banyak yan sifatnya beranekaragam.
4. Dalil pengaitan (konektivitas)
Dalam matematika itu satu konsep dengan konsep lainnya terdapat
hubungan erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang
digunakan. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya atau konsep
yang satu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.
c) Teori Gestalt
Berbeda dengan teori-teori sebelumnya yang menganggap bahwa belajar
sebagai proses trial and error, teori Gestalt memandang belajar adalah proses yang
didasarkan pada pemahaman (insight). (Baharudin, 2009). Dalam pelajaran guru
jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih
mementingkan pemahaman terhadap terbentuknya konsep tersebut daripada hasil
akhir. Untuk hal ini, guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.
Beberapa prinsip belajar penting yang dilahirkan dari Teori Gestalt adalah :
a. Manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya
secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya
b. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
c. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa,
lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
d. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
11
e. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh
insight.
f. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi
memberi dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
h. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu
bejana yang diisi.
d) Teori brownell
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan
belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia juga menegaskan bahwa belajar
pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.
e) Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memfokuskan
perhatiannya pada cara pengajaran. Dienes menekankan bahwa dalam
pembelajaran sebaiknya dikembangkan suatu proses pembelajaran yang menarik
sehingga bisa meningkat minat siswa terhadap pelajaran matematika.
Dienes mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran sangatlah
penting untuk menyajikan konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dalam
bentuk yang konkrit. Hal ini dilakukan agar konsep dan prinsip tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh siswa. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau
objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan dalam pengajaran
matematika
f) Teori Van Hiele
Teori belajar Van Hiele menguraikan tahap-tahap perkembangan mental
anak dalam geometri. Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran
geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan.
Jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak
kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
geometri, yaitu:
12
a. Tahap pengenalan (visualisasi) : Anak mulai belajar mengenali suatu
bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui
adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.
b. Tahap analisis : Anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki dan
keteraturan-keteraturan yang terdapat pada benda geometri yang
diamatinya.
c. Tahap pengurutan (deduksi informal) : Anak sudah mampu menarik
kesimpulan atau disebut berfikir deduktif walaupun belum berkembang
secara penuh. Anak juga sudah mampu mengurutkan keteraturan-
keteraturan yang sudah dikenali sebelumnya.
d. Tahap deduksi : Anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif.
Anak sudah mulai memahami dalil atau menggunakan aksioma dan
postulat yang digunakan dalam pembuktian.
e. Tahap akurasi : Anak sudah mulai menyadari pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi pembuktian.
g) Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua
elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai dasar.
Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esesnsinya
berkaitan dengan lingkungan social budaya. Vygotsky sangat menekankan
pentingnya peran interaksi social bagi perkembangan belajar seseorang.
Pentingnya interaksi social dalam perkembangan kognitif telah melahirkan konsep
perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia ini berkaitan erat dengan
perkembangan bahasanya. (Baharuddin, 2009).
Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam
perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak
ketika ia melakukan perilaku social. Zone ini juga dapat diartikan sebagai seorang
anak yang tidak dapat melakukan segala sesuatu sendiri tetapi memerlukan
bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat
dipahami pula sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan seseorang dengan
kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Maksimalnya perkembangan
13
zone proximal ini tergantung pada intensifnya interaksi antara seseorang dengan
lingkungan social. (Baharuddin, 2009).
Implikasi teori belajar ini dalam pengajaran adalah meyakinkan bahwa
pengajaran secara konstan dapat mendorong siswa dalam perkembangan kognitif
mereka. Siswa-siswa memerlukan dukungan dari guru dan teman sejawatnya.
Pengetahuan yang siswa peroleh melalui interaksi social dengan guru dan teman
sejawatnya menjadi pengetahuan individu mereka. Siswa-siswa didorong untuk
menggunakan bahasa mereka untuk mengorganisir pemikiran mereka dan
menceritakan apa yang mereka lakukan. (Marsh, 1996)
14
BAB III
PENUTUPA. KESIMPULAN
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut,
dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.
Matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir
(bernalar).
Matematika sebagai ilmu deduktif, ilmu terstruktur, dan sebagai ratu dan
pelayan ilmu.
Psikologi pembelajaran matematika terbagi dua, yaitu:
Aliran psikologi tingkah laku
Aliran psikologi kognitif
B. SARAN
Kami mengharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu rekan-
rekan mahasiswa/i STKIP Nisel khususnya Prodi Pend. Matematika dapat
memahami apa yang sebenarnya Matematika, dan bagaimana hakekat serta
psikologi Matematika terhadap pembelajaran di Sekolah-sekolah.
15
DAFTAR PUSTAKAhttp://trisniawati87.blogspot.com/2013/01/makalah-psikologi-belajar-matematika.html
http://masih-berbagi.blogspot.com/2012/08/aliran-psikologi-kognitif.html
B. Erman Suherman Ar, Drs., M.Pd, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer: Edisi revisi. JICA
Recommended