View
468
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Revenue Watch Institute - Seminar Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat Daerah: Tantangan dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei 2012
Citation preview
1
Studi Ruang Lingkup:Aliran Penerimaan
dan Aliran Informasi Bangka and Belu
Ambarsari DC dan Joko Purwanto
Konferensi RWIJakarta 22-23 Mei 2012
Tinjauan Presentasi
A. Tujuan Penelitian, Metodologi, dan Kerangka
B. Bangka – Kondisi umum– Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal
C. Belu – Kondisi umum– Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal
D. Pendahuluan untuk Implikasi Kebijakan
2
Latar Belakang dan TujuanLatar Belakang• Otonomi daerah memberikan kekuasaan yang besar ke tingkat daerah
untuk mengelola pertambangan• Belum banyak dipahami apa saja aliran penerimaan yang terkait tambang di
tingkat daerah serta bagaimana informasi antar pelaku• Bangka dan Belu dipilih karena keduanya punya komoditas mineral. Bangka
daerah yang punya sejarah sangat lama menjadi produsen timah. Sebaliknya, Belu baru saja muncul dengan komoditas mangaan.
Tujuan Penelitian: • Melihat aliran penerimaan terkait langsung dengan pertambangan• Melihat aliran informasi antar entitas pelaku. • Membangun kesimpulan awal dan rekomendasi.
3
Pertanyaan Studi dan MetodologiPertanyaan penelitian• Bagaimana aliran penerimaa negara dan daerah berlangsung dan
lembaga atau badan-badan publik di tingkat kabupaten/kota . • Kedua, seperti apa aliran informasi terkait penerimaan dari
industri ekstraktif juga kaitannya dengan dimensi-dimensi seperti perijinan, kegiatan paska-tambang, atau pengelolaan dana dari mineral dan batubara.
• Ketiga, bila ada, mekanisme non-formal dari kedua aliran tersebut.
Metodologi : Desk study, referensi, wawancara
4
Kerangka untuk memahami Alur Penerimaan atau Alur Informasi
5
Penerimaan/
informasi
Instansi terkait Pemetaan alur
penerimaan/ Informasi
Implikasi
Penelisikan Celah (loopholes finding)
Besaran/isi dan jenis penerimaan/informasi
KABUPATEN BANGKA
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
6
Potensi dan SejarahBangka dikenal sebagai daerah potensial penghasil
timah dalam jalur sabuk timah yang memiliki kandungan timah yang tinggi.
Sejarah panjang dalam penambangan timah dialami Bangka sejak masa sebelum pendudukan Belanda.
PemekaranKabupaten Bangka Induk ini adalah penciutan dari
wilayah Kabupaten BangkaSebagian masalah pertambangan yang ada
merupakan permasalahan warisan Kabupaten Bangka di masa sebelum pemekaran
Kondisi Umum : Kabupaten Bangka
1) Jaminan Reklamasi2Jaminan Kesungguhan
Biaya atas Surat Izin Perdagangan Antar Daerah
Dana Reklamasi dan Jaminan Kesungguhan yang tidak diselesaikan
Bunga atas Jaminan Reklamasi
1) Biaya Penerbitan Izin2) Sumbangan Pihak Ketiga
1) Royalti
2) Iuran Tetap
DBH SDA Pertum
Deposit
PEMERINTAH
PUSAT
PEMEGANG IJIN PERTAMBANGAN
PEMERINTAH KABUPATEN
BANGKA
Kabupaten Bangka : Aliran Penerimaan Formal
Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal
Jenis Aliran Setoran ke Pemda Catatan
Iuran Produksi/ Royalti
Dari Kas Negara dalam bentuk DBH SDA Pertambangan Umum ditransfer ke Kas Daerah
- Tidak transparan- Ada selisih perkiraan dan realisasi- Asimetri informasi
Iuran Tetap/ landrent
Dari Kas Negara dalam bentuk DBH SDA Pertambangan Umum ditransfer ke Kas Daerah
- Tidak transparan- Ada selisih perkiraan dan realisasi
Sumbangan Pihak Ketiga
Kas Daerah di Bank Babel - Tidak transparan- Atas dasar naskah kesepakatan- Tarif tidak seragam untuk semua
pemilik IUP
Biaya Penerbitan Izin
Kas Daerah - Tidak transparan- Banyak TI (tambang
inkonvesional) tak memiliki izin
Jenis Aliran dari Pemilik IUP
Setoran ke Pemerintah Daerah
Catatan
Dana Jaminan Kesungguhan
Deposito pada Bank yang ditunjuk Pemerintah Daerah
- Tidak transparan- Tidak jelas pengembaliannya
Dana Jaminan Reklamasi
Deposito pada Kas Daerah atas nama Bupati
- Tidak transparan- Tidak jelas penyelesaian dalam
bentuk reklamasi atau pemutihan karena tidak diklaim oleh pemegang IUP.
Bunga atas Dana Jaminan Reklamasi
Kas Daerah - Tidak transparan
Surat Izin Perdagangan Komoditas
(Tidak ada keterangan) - Tidak transparan- Tidak ada keterangan regulasi
untuk pungutan
Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal
(lanjutan)
Penambang TI
Pemilik TI Pengumpul Smelter swasta
Penyelundup
Pasar ekspor
Transit domestik
Sumber : Cahyani dan Mumbunan (2012), dinspirasi dari Diagram Alir Pertambangan Timah Informal dari Lestari (2011).
Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal
KABUPATEN BELU
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
12
Potensi Sekitar tiga tahun terakhir pulau Timor mulai dikenal akan
kandungan mineral mangaan (faut metan) yang besar. Investor dari kawasan Asia Tenggara maupun pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan berbondong-bondong menginjakkan kaki di NTT Timur, khususnya di Kabupaten Belu.
Kondisi masyarakat Keberadaan pertambangan menghadirkan dilema khususnya
bagi masyarakat miskin. Di satu sisi, pertambangan memberi penghasilan yang bersifat direct cash (cash money), daripada penghasilan dari pertanian yang bersifat future money.
Di sisi lain, terjadi kerusakan lingkungan hidup, eksploitasi tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Sedangkan keuntungan sangat jauh dibanding harga jual di pasar ekspor
Kondisi Umum : Kabupaten Belu
Perusahaan tambang mangaan
Perusahaan tambang mangaan
Jaminan reklamasiJaminan
reklamasi
BankBank Kas NegaraKas Negara
Kas Daerah
Kas Daerah
PAD (Sumbangan pihak ketiga)
PAD (Sumbangan pihak ketiga)
Verifikasi penerimaan
PNBP
Verifikasi penerimaan
PNBP
KESDMBiro
Keuangan
KESDMBiro
Keuangan
DJBPKPPN dan KPN
DJBPKPPN dan KPN
DJPKDJPK
Usulan Penyaluran
Usulan Penyaluran
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
Transfer (DBH SDA)
Transfer (DBH SDA)
DPPKADDPPKAD
Royalty dan Iuran tetapRoyalty dan Iuran tetap
Kabupaten Belu : Aliran Penerimaan Formal
Catatan atas penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH)
• Penerimaan DBH tidak sesuai dengan mekanisme penyaluran berbasis triwulan. Selalu terjadi keterlambatan penyaluran setiap tahun. Setiap tahun, rata-rata keterlambatan terjadi selama dua kali triwulan atau 6 bulan. Dana DBH baru ditransfer kepada daerah pada bulan September pada tahun berjalan.
• Sebelum tahun 2010, tidak ada mekanisme pelaporan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah. Konsekuensi dari hal tersebut adalah belum tertatanya mekanisme tata kelola pertambangan secara ideal. Di satu sisi, penerimaan DBH Pertum Pemkab Belu hanya menerima DBH sebesar Rp 1.617.776 ,- (tahun 2008) dan Rp 13.098.883,- (tahun 2009). Di sisi lain, perijinan, pembayaran setoran perusahaan kepada pemerintah, reklamasi, monitoring, dan hal-hal terkait tata kelola pertambangan belum semuanya terlaksana secara baik.
• Terdapat perbedaan hasil perhitungan DBH antara pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Belu. Setelah Pemkab Belu mengenal mekanisme rekonsiliasi pada tahun 2010; sejak itu Pemkab Belu mempelajari mekanisme penyaluran DBH Pertambangan Umum.
Catatan penerimaan SKAB• Mekanisme penentuan tingkat sumbangan tidak cukup jelas. Dalam data yang
tidak dipublikasikan, ditemukan sejumlah perusahaan yang membayar dengan tingkat berbeda. Tahun 2011 misalnya, CPM masih menggunakan tingkat sumbangan Rp 100,-/kg, sementara SGP menggunakan tingkat sumbangan Rp 155,-/kg. Salah satu kemungkinan penyebab ketidakjelasan ini terletak pada sisi regulasi – Keputusan Bupati sebelumnya (2009) belum dinyatakan dicabut pada saat Keputusan Bupati yang baru (2011) sudah ditetapkan. Akibatnya, terjadi asimetri tingkat sumbangan pihak ketiga.
• Terbuka kemungkinan tingkat pungutan SKAB tidak mencerminkan jumlah mangaan yang akan dikirim. Pemerintah Belu tidak memiliki mekanisme yang memastikan kesesuaian antara jumlah sumbangan pihak ketiga yang dibayarkan untuk mendapatkan SKAB dengan jumlah mangaan yang akan dikirimkan, terutama pada titik terakhir sebelum mangaan keluar dari wilayah Belu (yakni Pelabuhan Atapupu). Tidak ada proses cross check dan verifikasi yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan pihak pelabuhan
Apa penyebabnya? • Kekeliruan informasi royalti dan iuran tetap yang disampaikan pihak
perusahaan. Sebagai misal, perusahaan keliru menuliskan nomor rekening tujuan untuk royalti dan iuran tetap (rekening untuk royalti diisi untuk iuran tetap).
• Daerah asal tambang tidak dicantumkan; yang tercantum adalah daerah tempat perusahaan menyetor. Dampaknya, data pada Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, tidak terdokumentasi secara akurat sehingga tidak dapat segera digunakan sebagai acuan alokasi DBH Pertum ke daerah. Sebagai keterangan, dan ini dapat menjadi salah satu penyebab, bahwa sebagian besar kantor pusat dari perusahaan pemegang IUP berdomisili di luar Belu, yakni 73 dari 89 perusahaan.
Catatan Alur Penerimaan Non Formal• Kasus pertama: Pungutan atas “Obama”
Ojek Bawa Mangan, mencapai 200 Kg/motor. Pungutan bergantung pada alat transportasi. 2.000,- - Rp 5.000,- per sepeda motor. Ini berlaku untuk perjalanan di dalam Kabupaten Belu. Untuk perjalanan lain, seperti dari Belu ke Kefamenanu (Timor Tengah Utara), Obama tidak dipungut biaya. Kendaraan roda empat antara Rp 20.000,- - Rp 50.000,- per kendaraan.
• Kasus kedua: Pungutan di jalur pengepul dan perusahaan ber-IUP tanpa produksi menuju stockpile
Di tingkat pengepul, pembayaran sejumlah dana kepada pihak aparat keamanan bergantung pada lokasi dan jumlah mangaan yang terkumpul. Sebagai contoh, pungutan untuk mangaan yang dekat jalan raya cenderung lebih besar dibanding yang jauh dari akses tersebut, seperti dipinggir hutan. Pungutan oleh pihak kepolisian misalnya di lokasi tambang CV Sinar Jaya. Pungutan ini tidak berlaku pada seluruh perusahaan. Pungutan tidak terjadi, misalnya, apabila pengepul adalah pihak aparat sendiri
• Kasus ketiga: Pungutan dari titik stockpile sampai titik penjualan
Berlangsung dari titik stockpile di pelabuhan Belu sampai titik penjualan di Tanjung Priok, Surabaya. Bila melalui jalan darat, pungutan terjadi pada saat melintasi melintasi pos-pos keamanan. Apabila jalur pengiriman melalui laut, model pungutan dilakukan di atas kapal.
Diagram alur penerimaan non formal
Penambang Pengepul
Stockpile Perusahaan berIUP, tapi tanpa produksi sendiri
atau izin habis
Pelabuhan Atapupu
Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya)
a
b d c
e
f
g
Catatan atas produksi• Volume Produksi hanya dilaporkan saat penjualan. Di
Kabupaten Belu, belum mengenal istilah pelaporan secara reguler. Sebagaimana diminta dalam Keputusan Menteri No. 17/2010, perusahaan tambang diwajibkan melaporkan semua hasil produksinya secara berkala, baik pada saat ada transaksi penjualan atau sedang idle, yakni pada saat tidak ada transaksi/penjualan.
• Mekanisme yang ada selama ini hanya mewajibkan pengusaha/perusahaan untuk melaporkan jumlah hasil penjualan batuan mangaan kepada Distamben Kabupaten Belu melalui mekanisme SKAB.
Catatan atas harga mangaan• Pemkab Belu belum mempunyai standar harga patokan mangaan. Dalam
prakteknya, Pemkab Belu belum mentapkan harga patokan penjualan batu mangan seperti yang diamanatkan Permen ESDM. Kondisi ini memberi ketidakjelasan dalam penentuan standar harga mangaan. Pemkab Belu hanya berpatokan pada dokumen surat perjanjian jual beli antara pengusaha mangan dengan pihak ketiga.
• Harga patokan mangaan disepakati bersama antara Pemkab Belu dengan Asosiasi Pengusaha Perusahaan Tambang. Sebagai akibat ketiadaan harga patokan mangaan, sebagaimana diamanatkan Permen ESDM, maka stakeholder pertambangan mangaan di Kabupaten Belu mengunakan model kesepakatan dalam menentukan harga patokan mangaan.
Mekanismenya dimulai dengan penetapan harga oleh Pemkab Belu. Harga tersebut kemudian diajukan dan dibahas dalam forum rapat bersama antara Pemerintah Kabupaten Belu dengan Asosiasi Pengusaha Tambang Belu. Di akhir rapat, disetujui gambaran kasar harga mangaan yang berlaku di Kabupaten Belu. Selanjutnya, hasil kesepakatan tersebut menjadi dasar penentuan harga jual yang dilakukan oleh pengusaha dengan pihak ketiga (pembeli mangaan).
Penutup
Recommended