View
65
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
sssdwdwdwswcacwdaafadwa
Citation preview
Kata Pengantar
Segala puji dan kalimat syukur saya lantunkan untuk Allah SWT, Tuhan yang penuh
kasih dan sabar mendengarkan segala keluh kesah selama penyusunan tugas ini serta dengan
bijaknya memberikan kemudahan serta perlindungan dalam menyelesaikan tugas ini. Terima
kasih yang tak terbatas pula saya panjatkan dengan selesainya tugas ini serta kesehatan yang
selalu diberikan baik.
Selain itu terimakasih untuk orang yang mendukung menyelesaikan tugas ini dan
memberikan kekuatan kepada saya untuk tetap bertahan, saya memberikan persembahan terima
kasih kepada :
1. Dr.H. Obsatar Sinaga S.IP., M.Si beliau sebagai Dosen yang mengajar mata kuliah
Kejahatan Transnational.
Penulis
Tisa Sarita Marsha
1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ………………………………………………………4
B.Identifikasi Masalah …………………………………………………12
C.Metode Penelitian…………………………………………………….23
D.Kasus …………………………………………………………………25
E.Pembahasan …………………………………………………………..26
Kesimpulan ……………………………………………………………..39
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….40
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan global masa kini memaksa politik strategi pertahanan dan
keamanan Negara Indonesia disesuaikan tingkat wawasannya mencakup regional,
karena dunia sudah tanpa batas (Konice Kohmae). Dengan demikian, politik strategi
pertahanan Negara Indonesia harus berupaya menciptakan frontier di luar batas
negara dengan maksud untuk memperbesar ruang pertahanan dan keamanan dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Politik strategi pertahanan RI adalah jabatan dari geopolitik pada aspek
militer, karena itu mengandung aspek-aspek konsepsi ruang, konsepsi frontier,
konsepsi kekuatan-kekuatan dan konsepsi penciptaan rasa aman dan keamanan bagi
rakyat. Atau dengan kata lain Politik Strategi Pertahanan RI dapat didefinisikan
sebagai perlawanan rakyat semesta yang disesuaikan dengan perkembangan situasi
globalisasi. Dengan politik pertahanan rakyat semesta dikaitkan dengan kondisi dan
konfigurasi geografis ruang negara, maka strategi pertahanan yang digelar untuk
mewujudkan rasa aman bagi rakyat adalah "stability in Depth" atau stabilitas
berlapis. Karena ancaman sudah menjadi virtual, mungkin datangnya tiba-tiba,
kesiagaan harus selalu ada dan arsitektur stabilitas yang belapis-lapis. Yang
dimaksud dengan stabilitas adalah komprehensif, bukan hanya dalam masalah
Hankam tapi juga dalam ekonomi, politik dan sosial budaya.
3
Strategi pertahanan Indonesia berevolusi mulai dari menyerap musuh masuk
ke dalam perang berkepanjangan (Protectid War) yang dikembangkan mulai dengan
strategi perang gerilya menjadi strategi pertahanan aktif, dimana musuh dihadapi
diluar ZEE, hingga Strategi Stability Index yang disesuaikan dengan tantangan yang
sifatnya virtual pada era globalisasi ini. Sedangkan Strategi Stability Index
mengupayakan stabilitas nasional yang ditopang oleh stabilitas pada Vital Stability
Area dan Immediate Stability Area. Selain hal tersebut perlu penopang sinergi
strategis antara wilayah diwujudkan melalui penciptaan hubungan yang didasarkan
saling percaya (Confidences) serta kerjasama yang intensif dan mendalam
(kerasama ini menjadi katalis) saling membutuhkan. Bagian-bagian dari dunia tidak
lagi bisa berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi anggota satu jaringan yang
saling ketergantungan secara ekonomi
Strategi bidang pertahanan keamanan untuk mewujudkan dan
mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai satu kesatuan Hankam, harus mencerminkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Prinsip-prinsip humaniter.
3. Keterpaduan strategi penangkalan, perdamaian dan pertahanan aktif.
4. Konsep integrated armed force
.
4
Penggunaan kekuatan bersenjata hanya dilakukan sebagai alternative
terakhir apabila upaya damai (Diplomasi) menemui kegagalan. Strategi pertahanan
merupakan bagian dari strategi penangkalan, ditujukan untuk mempertahankan
kedaulatan dan keamanan Negara
. Strategi pertahanan digunakan jika strategi penangkalan belum mencapai
tujuannya. Reaksi suatu negara dan bangsa terhadap ancaman dapat bervariasi mulai
paling keras sampai relatif lunak.
Strategi Pertahanan dan Keamanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Strategi Pembangunan dan Pembinaan Kekuatan Hankam.
2. Strategi Penggunaan Kekuatan Hankam.
3. Strategi Kerjasama Internasional di bidang Hankam.
Dan adapun dari strategi-strategi tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks
politik dan karakter pengambilan keputusan yang akan melahirkan suatu kebijakan.
Oleh karena itu, keputusan yang menyangkut masalah Hankam senantiasa didahului
oleh proses konsultasi yang melibatkan eksekutif dan legislatif sehingga
terbentuklah sasaran dan arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan dan
keamanan di wilayah Indonesia.
Dalam penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, Presiden dibantu
oleh Dewan Keamanan Nasional (DKN). DKN merupakan perangkat kepresidenan
yang bertugas membantu Presiden untuk:
5
1. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pertahanan keamanan
negara agar departemen pemerintah, lembaga pemerintah non departemen
dan masyarakat beserta TNI dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawab masing-masing dalam mendukung penyelenggaraan Pertahanan dan
Keamanan negara.
2. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pengerahan
komponen pertahanan dan keamanan negara dalam rangka mobilisasi dan
demobilisasi.
3. Menelaah dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan. DKN
diketuai oleh Presiden dengan keanggotaan tetap dan tidak tetap. Anggota-
anggota DKN ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Hubungan internasional tahun 2003 diwarnai berbagai isu politik, keamanan
dan ekonomi global yang diperkirakan masih akan terus berkembang pada tahun
2004. Selain itu isu terorisme menghadirkan tantangan berat bagi pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional. Terorisme menjadi isu yang
membayangbayangi isu-isu internasional penting lainnya seperti pelestarian lingkungan,
HAM, masalah tenaga kerja, dan liberalisasi perdagangan termasuk berbagai masalah
pembangunan yang dihadapi negara-negara berkembang.
Pada pemerintah terdahulu (Orde Baru) di Indonesia dapat menyikapi
persoalan terorisme dengan mengambil berbagai tindakan pencegahan dan
penaggulangan, misalnya melakukan operasi militer yang bersifat rahasia atau
terbuka yang melingkupi operasi intelijen, perundingan-perundingan, atau
6
kombinasi dari hal tersebut. Langkah-langkah nasional dalam memerangi terorisme
internasional dan sebagai upaya penangkalan kegiatan terorisme di dalam negeri,
pemerintah memberlakukan undang-undang anti terorisme.
Namun sejak era “Reformasi” 1998 terjadi beberapa perubahan.
Adapun perubahan Undang-Undang tersebut, yaitu:
1. Undang-undang anti subversive untuk menghadapi terorisme dihilangkan
pada tahun 1999 tanpa menggantikannya dengan Undang-Undang yang
baru. Reformasi tidak dipersiapkan dengan baik, sementara Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tidak memadai untuk menghadapi persoalan terorisme,
khususnya yang menyangkut tindakan pencegahan.
Kenyataannya, Undang-Undang Pidana didasarkan atas tindakan represif
setelah berlangsungnya peristiwa.
2. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu No. 1 dan no.
2/2002 berlaku 18 Oktober 2002) setelah peristiwa pengeboman Bali.
Meskipun telah sangat terlambat, namun Perpu tersebut telah dapat
memperkuat kapasitas hukum dari lembaga pemerintah, khususnya
petugas intelijen, kepolisian, militer, penegak hukum dan imigrasi.
Strategi pertahanan dan keamanan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia
untuk menanggulangi permasalahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Membangun dan memelihara kekuatan pertahanan negara yang mampu
7
melindungi, memelihara, dan mempertahankan kedaulatan serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Membangun dan memelihara kekuatan keamanan yang mampu menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat dan meningkatkan sistem
penyelidikan dan penyidikan dalam kerangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan dukungan pertahanan dan keamanan melalui
pendayagunaan secara optimal seluruh potensi bangsa.
4. Memantapkan kondisi Keamanan Nasional dan menjaga integritas bangsa.
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan
perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu
pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta
seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris oleh para ahli disebut juga
sebagai kontrateroris dikatakan merajuk kepada para pelaku yang tidak tergabung
dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan
bersenjata tersebut. Aksi teror juga mengandung makna bahwa serangan-serangan
teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi,
dan oleh karena itu para pelakunya (teroris) layak mendapatkan pembalasan yang
kejam. Para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang
kebebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain.
8
Terorisme telah ada lebih lama dari sejarah umat manusia. Secara umum,
terorisme muncul karena kebijakan-kebijakan politik nasional yang memperlakukan
secara tidak adil kelompok tertentu. Ketidakadilan ini kemudian diungkapkan dalam
bentuk kekerasan, teror, dan bahkan pembunuhan. Bukan hanya itu, dalam tataran
internasional, terorisme juga merebak karena “pengendali” politik internasional,
terutama negara-negara besar. Karena merasa terpinggirkan, kelompok-kelompok
ini kemudian berjuang dengan cara-cara mereka sendiri untuk mendapatkan
keadilan.
Ancaman Teroris bukan berasal dari sebuah organisasi transnasional yang
membahayakan seluruh kawasan ASEAN maupun dunia. Pengaruh ekonomi dari
aksi teroris dirasakan secara langsung dan cepat dan hal ini tidak memberikan
pilihan lain terhadap pemerintah selain menghancurkan hingga ke basis yang paling
penting.
Dampak aksi-aksi terorisme bagi dunia, termasuk bagi Indonesia masih
terasa. Selain masalah keamanan, aksi teror telah berpengaruh signifikan di bidang
ekonomi terutama perdagangan, pariwisata, dan transportasi udara. Dalam hal ini
tidak dapat dilepaskan pengaruh bom Bali, 12 Oktober 2002 yang masih
menyisakan dampak bagi kehidupan masyarakat Bali khususnya dan Indonesia pada
umumnya. Peristiwa bom Hotel J.W. Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003, telah sekali
lagi menunjukkan adanya keperluan mendesak bagi Indonesia untuk terus
memperkuat kemampuan menghadapi ancaman dan bahaya terorisme yang memang
9
nyata, sudah melibatkan jaringan unsur dalam dan luar negeri.
Sejak bom Bali 12 Oktober 2002, Indonesia dituding sebagai wilayah bagi
kegiatan Al-Qaeda. Persoalan mendasar yang lebih mendasar juga bersumber pada
inti identitas yang menyangkut faktor agama. Meskipun Indonesia dikenal sebagai
negara yang toleran terhadap perbedaan agama dan mempraktekkan Islam modern,
gerakan-gerakan Islam radikal telah mendapatkan momentum untuk berkembang.
Persoalan bagi Indonesia menjadi lebih sukar dengan menguatnya garis
keras dalam lingkungan Islam Timur Tengah dan terbentuknya Al-Qaeda yang
berkembang pesat di kawasan asia dan menjalankan aksi-aksi terorisme dikarenakan
Bangsa Indonesia dengan mayoritas muslim mau tidak mau dianggap sebagai
sarangnya teroris. Sehingga adanya tuduhan bahwa Indonesia menjadi tempat subur
bagi kegiatan teroris.
Mengenai tuduhan bahwa Indonesia menjadi tempat bagi kegiatan al-Qaeda,
Menteri Pertahanan Indonesia pada saat itu Matori Abdul Djalil, mengatakan yakin
bahwa kegiatan al-Qaeda memang ada di Indonesia. Sebelumnya, Kepala Badan
Intelijen (BIN), Hendro Priyono juga mengatakan bahwa teroris asing pernah
berlatih di Sulawesi, tetapi ia kemudian menarik pernyataannya setelah dikritik oleh
kelompok-kelompok Islam domestic
Para ahli mengatakan bahwa serangan-serangan teroris di Indonesia,
termasuk pengeboman gereja dan pusat perbelanjaan Senen, masing-masing pada
10
tahun 2000 dan 2001 berkaitan dengan kegiatan terorisme Internasional.
Dan para ahli terorisme internasional khawatir mengenai kemungkinan kelompok
al-Qaeda menggunakan Indonesia sebagai basis kegiatannya di Asia Tenggara.
Indonesia mencoba bertahan dari tekanan-tekanan internasional untuk membasmi
kelompokkelompok militan lokal yang dicurigai memiliki hubungan dengan Al-Qaeda
sampai serangan bom di Bali 12 Oktober 2002. Sejak itu upaya serius dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk memerangi terorisme beserta organsasi-organisasinya.
ASEAN sebagai regional grouping dalam bidang keamanan (ARF) sudah
menjadi pangkuan dari kawasan lain. Karena itu, ASEAN sebagai pengganda
bidang keamanan dapat dijadikan batu penjuru (Corner Stone) dari politik
pertahanan kita. Disamping itu, ASEAN adalah satu kawasan vital bagi
pembangunan dan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Jadi, politik
pertahanan perlawanan rakyat semesta perlu diaktualisasikan dalam teks regional
menjadi perlawanan rakyat semesta regional, sehingga strategy stability indeks
benar-benar dapat terwujud. Untuk tercapainya hal diatas, perlu dilakukan:
1. Meningkatkan kualitas dan intensitas kerja sama disegala bidang.
2. Meningkatkan saling percaya (Confidence) antara sesama anggota walaupun
pada awalnya memiliki ideologi yang berbeda.
3. Mempersiapkan kepemimpinan yang akan datang. Politik pertahanan di
atas, tidak hanya ditujukan ke utara (ASEAN) tetapi juga di segala penjuru
(Omni directional) yang artinya ke timur, ke selatan dan ke barat.
11
Berdasarkan Pancasila, bangsa Indonesia cenderung mencari harmoni dalam
kehidupan. Kemanusiaan dilukiskan sabagai keadilan yang beradab dan
kesejahteraan dilukiskan sebagai keadilan sosial yang mengutamakan kebaikan bagi
sebanyak mungkin rakyat.
Strategi untuk menghadapi hakekat ancaman dan tipologi konflik yang
komplek harus disusun dengan mempertimbangkan:
1. Konteks dan eskalasi ancaman.
2. Manifestasi konflik.
3. Efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya Pertahanan dan
Keamanan Negara.
4. Penghormatan atas nilai-nilai kemanusian, demokrasi, dan hak-hak asasi
manusia.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani
terorisme?
2. Bagaimana kondisi dan stabilitas kawasan ASEAN?
3. Sejauhmana strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani
terorisme berpengaruh terhadap stabilitas keamanan kawasan ASEAN?
12
1. Pembatasan Masalah
Karena luasnya permasalahan, menitikberatkan pada Strategi Pertahanan Keamanan
Indonesia dalam menangani terorisme serta implikasinya terhadap stabilitas keamanan
kawasan ASEAN.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, untuk memudahkan
merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana strategi pertahanan keamanan
Indonesia dalam menangani terorisme keamanan kawasan ASEAN? ”
3. Kerangka Teoritis
Globalisasi menimbulkan perubahan drastis dalam hal potensi ancaman yang
akan membawa ekses pada menguatnya berbagai kejahatan lintas negara secara
terorganisir, seperti pembajakan, penyelundupan, pencurian kekayaan alam,
penjualan pasir, pencurian hak paten, pencemaran laut, pencucian uang (money 12
laundering), pencurian ikan, kejahatan dunia maya (cyber crime), pemalsuan
dokumen, perdagangan narkoba dan terorisme. Munculnya ancaman terhadap
keamanan nasional tersebut mengharuskan pemerintah mengembangkan strategi
keamanan komprehensif dengan tahapan-tahapan yang jelas, diawali dengan
pembentukan sistem peringatan dini, mekanisme pencegahan kejahatan, prosedur
penindakan dan proses penegakan hukum. Strategi tersebut pada akhirnya harus
bermuara kepada jaminan keselamatan individu dan ketertiban umum. Hal ini
13
membutuhkan reformasi menyeluruh sektor keamanan. Reformasi ini ditujukan
pada seluruh Institusi yang memiliki kewenangan untuk menggunakan kekerasan
fisik dan paksaan yang sah, baik berupa pemegang wewenang untuk menggunakan
kekerasan, pengambil kebijakan dan pengawas pengelolaan Keamanan Nasional
(pemerintah dan parlemen), maupun lembaga-lembaga penegak hukum dalam
kerangka Integrated criminal justice system terutama adalah kepolisian, kejaksaan,
dan pengadilan.
Hubungan Internasional yang menyangkut berbagai aspek kehidupan
manusia, pada hakekatnya akan membentuk tiga pola hubungan, yaitu: kerjasama
(cooperation), persaingan (competition) dan konflik (conflict) antar negara yang
satu dengan negara yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya persamaan dan
perbedaan kepentingan nasional di antara negara-negara atau bangsa di dunia.
Hubungan Internasional merupakan landasan bagi negara-negara atau bangsa di
seluruh dunia dalam meningkatkan kohesifitas dengan negara lainnya :
KJ. Holsti mengemukakan tentang istilah Hubungan Internasional sebagai
berikut:
“Istilah hubungan internasional mengacu kepada semua bentuk
interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang di
sponsori oleh pemerintah maupun tidak, hubungan internasional
akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses
antar bangsa menyangkut segala hubungan itu”.
Relevan dengan pernyataan di atas Suwardi Wiriatmadja dalam bukunya
Pengantar Hubungan Internasional, mengemukakan bahwa Hubungan
14
Internasional adalah:
“Berkaitan erat dengan segala bentuk interaksi di antara
masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah
atau warga negara. Pengkajian terhadap politik luar negeri atau
politik internasional, dan meliputi segi hubungan antara
berbagai negara di dunia meliputi kajian tehadap lembaga
perdagangan internasional, organisasi internasional, palang merah
internasional, pariwisata, transportasi, komunikasi dan
perkembangan nilai-nilai dan etika internasional”.
Dalam pembahasan yang berhubungan dengan masalah internasional
diperlukan suatu konsep dan teori sebagai landasan berpikir. Untuk itu masalah
internasional tidak mungkin begitu saja meninggalkan sistem internasional. Menurut
KJ. Holsti, sistem internasional adalah sebagai berikut:
“Sistem Internasional dapat didefinisikan sebagai kumpulan
kesatuan politik yang independen seperti suku, negara, kota,
bangsa dan kerajaan, yang berinteraksi dalam frekuensi tinggi
dengan proses yang teratur, para pengkaji mempunyai pengertian
untuk menjelaskan keistimewaan atau karakteristik prilaku unit
politik tersebut satu sama lain dan menerangkan berbagai
perubahan besar dalam interaksinya”.
Dalam konteks hubungan internasional adanya sistem internasional jelas
sangat diperlukan untuk mengatur segala aspek kehidupan dalam tatanan internasional,
dalam sistem internasional jelas akan adanya politik-politik dari
15
sebuah negara menjadi politik internasional, J. C. Johari mengatakan bahwa:
“Politik Internasional merupakan salah satu kajian yang penting
dalam studi hubungan internasional dan negara sebagai pelaku,
berinteraksi dalam suatu sistem internasional, politik internasional
peduli akan perdamaian power atau dengan kata lain politik
internasional lebih menitikberatkan pada sisi konflik dari suatu
negara sebagai aktor yang berdaulat”
Politik adalah berbagai macam kegiatan di dalam sistem politik atau negara
yang menyangkut proses penentuan tujuan dan bagaimana melaksanakan
tujuantujuannya.Sedangkan proses adalah pola-pola yang menyangkut sosial politik
yang dibuat manusia yang menyangkut hubungan yang satu dengan yang lain. Dan
sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur
(elemen). Unsur, komponen atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada
dalam keterikatan yang kait mengkait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu
sama lain, sehingga ketotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya.Konsep-konsep
politik yang umum diterapkan adalah: 1) Negara (state); 2) Kekuasaan (power); 3)
Pengambilan keputusan (decision making); 4) Kebijakan (policy,beleid); 5)
Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Pengertian Politik Luar Negeri RI dapat ditemui di dalam Pasal 1 ayat 2,
Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang
menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri Republik Indonesia adalah
"Kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia
yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain,
16
organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya
dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai
tujuan nasional."
Politik luar negeri suatu negara tidak bisa dilepaskan begitu saja dari
kepentingan nasional bangsa tersebut, karena kepentingan nasional merupakan salah
satu terbentuknya suatu kebijakan politik luar negeri di mana Indonesia dalam hal
ini lebih menekankan pada kekuatan dalam negerinya untuk menguatkan unsur
domestiknya khususnya pada pertahanan dan keamanan juga ekonomi. Dalam hal
ini Prof. Miriam Budiardjo mengatakan: “Kebijakan adalah suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam
usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu”.
Menurut B. N. Marbun kebijakan diartikan sebagai berikut:
“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam satu pekerjaan, kepemimpinan
dalam pemerintahan atau organisasi; pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam mencapai
sasaran”.
Politik luar negeri Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif yang telah
ditetapkan oleh Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun
1966 yang kemudian menjadi pedoman pelaksanaan politik luar negeri Indonesia,
yaitu “bebas aktif”, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial, dan mengabdi kepada kepentingan
17
nasional dan amanat penderitaan rakyatDalam pelaksanaannya setiap negara memerlukan
kerjasama, karena setiap negara tidak bisa berdiri sendiri dalam menciptakan stabilitas
keamanan.
Karena pada hakekatnya kerja sama untuk menciptakan tujuan bersama.
Teuku May Rudy dalam bukunya Administrasi dan Organisasi
Internasional mengenai kerjasama internasional, bahwa:
“Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan
didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta
diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta
melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga
guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan
serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan
pemerintah, antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara
yang berbeda”.
Kata "strategi" adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, stratēgos.
Adapun stratēgos dapat diterjemahkan sebagai 'komandan militer' pada zaman
demokrasi Athena. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,
memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip
pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki
taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang
memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun
18
pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut.
Terorisme sering tampak dengan mengatasnamakan agama, namun selain
oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan
terorisme negara (state terorism). Pada umumnya mereka menyebut diri sendiri
sebagai separatis, pejuang kebebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, danlain-
lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad mujahidin adalah tindakan terorisme
yang menyerang penduduk sipil padahal penduduk sipil tersebut tidak terlibat dalam
perang.
Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni sebagai ahli Hukum Pidana
Internasional mengatakan, bahwa: “Tidak mudah untuk mengadakan suatu
pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal, sehingga sulit
mengadakan pengawasan atas makna terorisme tersebut”.
Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins mengatakan, bahwa: “Terorisme
merupakan pandangan yang subjektif, dimana didasarkan atas siapa yang memberi
batasan pada saat dan kondisi tertentu”.
Dalam konteks kerjasama, negara-negara Asia Tenggara memiliki suatu
badan atau organisasi kerjasama yang dinamakan ASEAN (Association South East
Asian Nations). ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok,
Thailand. ASEAN dari waktu ke waktu terus berkembang. Dewasa ini ASEAN
memiliki suatu forum regional yang dinamakan ARF (ASEAN Regional Forum).
ARF dibentuk pada pertemuan tahunan para menteri luar negeri ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting/AMM) ke-26 dan ASEAN-PMC di Singapura tanggal
23-28 Juli 1983, sebagai forum konsultasi untuk membahas masalah politik dan
19
keamanan di Asia Pasifik. Forum ini diikuti oleh negara-negara ASEAN dan
beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik, Amerika dan Eropa, yang diperkirakan
mempunyai pengaruh terhadap situasi politik dan keamanan, baik pada tingkat
regional maupun global.
ARF (ASEAN Regional Forum) mendasarkan kinerjanya pada tiga bentuk
mekanisme, yaitu :26 pertama, Membina saling percaya (Confidence Building
Measures/CBMs) untuk mengurangi timbulnya konflik yang tidak diinginkan,
maupun meningkatkan kualitas lingkungan politik. Pembinaan rasa percaya ini
bukan saja di bidang militer, tetapi juga di bidang-bidang ekonomi dan politik.
CBMs juga merupakan latihan psikologis untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan mispersepsi dan kecurigaan. Secara mendasar CBMs bertujuan
untuk meningkatkan transparansi di antara negara-negara Asia-Pasifik yang
berkaitan dengan kekuatan-kekuatan militer mereka. Contoh transparansi ini adalah
Buku Putih Pertahanan (Defence White Paper) yang dapat diketahui oleh khalayak
umum baik domestik maupun antar negara, pemberitahuan dini tentang latihan
bersenjata kepada negara tetangga, transparansi pembelian senjata dan tipe senjata
yang dibeli, pertukaran informasi intelijen dan lain-lain. Kedua, Diplomasi Preventif
(Preventive Diplomacy), yaitu tindakan non militer untuk mencegah timbulnya
perselisihan di antara berbagai pihak, dan mencegah perselisihan berkembang
menjadi konflik dan membatasi perkembangan konflik apabila itu terjadi.27 Dan
Ketiga, Kerjasama keamanan dan politik, antara lain saling tukar dokumen
pertahanan, informasi perkembangan politik domestik dan regional, latihan militer
bersama pada tingkat bilateral dan multilateral, saling mengirim pengamat di dalam
20
latihan militer yang dilakukan oleh negara-negara anggota, pengiriman siswa
militer, dan kerjasama lain yang bersifat non-militer.
Terorisme kini jelas menjadi isu bagi peradaban modern. Sifat tindakan,
pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target
serta metode terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas
bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa,
melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat
manusia (crimes against peace and security of mankind).
Di Indonesia, aksi terorisme menggunakan bom dan peledakan tidak kalah
marak. Di antaranya adalah ledakan bom 12 Oktober 2002 di Legian, Bali. Tak
kurang 203 orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami cidera dan cacat.
Ledakan bom berkekuatan tinggi juga terjadi pada 5 Agustus 2003 di Hotel J.W.
Marriott. Kemudian disusul dengan ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia
pada tanggal 2004, namun dalam ledakan kali ini ada yang menarik perhatian.
Bahwa pelaku menggunakan mobil box untuk melancarkan aksinya. Dan yang
paling menghebohkan lagi, pada tanggal 17 Juni 2009 terjadi ledakan di dua tempat
yang berbeda namun saling berdekatan yaitu di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz
Carlton.
Meskipun tidak secara terang-terangan, Indonesia sesungguhnya merupakan
bagian kerja sama internasional untuk memberantas terorisme. Strategi kebijakan
pemerintah inilah yang kemudian menimbulkan protes keras dari kelompok Islam
radikal bahwa pemerintah Indonesia telah menjadi alat politik negara besar.
Indonesia telah berhasil bukan saja menangkap dan mengadili para pelaku
21
aksi-aksi teror, tetapi juga membongkar jaringan mereka. Keberhasilan ini telah
mengembalikan kepercayaan masyarakat, baik di dalam maupun di luar negeri, akan
kesungguhan dan kemampuan Indonesia mengatasi ancaman dan bahaya nyata
terorisme. Keberhasilan ini juga menunjukkan pentingnya kerjasama internasional
dalam upaya bersama memerangi terorisme. Oleh karena itu, perlu terus dilakukan
upaya membangun dan memperkuat berbagai mekanisme kerjasama bilateral,
regional, dan multilateral-global, untuk meningkatkan daya mampu Indonesia
menghadapi terorisme.
Jamaah Islamiyah yang mungkin aktif di Asia Tenggara diperkirakan
berjumlah sekitar 500 anggota, namun baru 100 orang yang telah ditahan,
khususnya di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Sekitar 20-25 orang
yang diduga sebagai pengendali mungkin masih berada di Indonesia, 10 diantaranya
telah di identifikasi dan masih memiliki pengaruh.
Hal ini dapat membuktikan, bahwa pertahanan dan keamanan adalah salah
satu fungsi pemerintah untuk menghadapi segala macam ancaman baik dari dalam
maupun dari luar negeri, yang diselenggarakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta sebagai suatu sistem yang menempatkan pertahanan dan
keamanan negara sebagai tanggung jawab bersama seluruh warga negara dengan
hak dan kewajiban yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan uraian dan teori-teori yang telah dibahas, penulis mencoba
mengemukakan asumsi sebagai berikut :
1. Strategi pertahanan dan keamanan RI adalah jabatan dari geopolitik pada
aspek militer, yang mengandung aspek-aspek konsepsi ruang, konsepsi
22
frontier, konsepsi kekuatan-kekuatan, dan konsepsi penciptaan rasa aman
dan keamanan bagi rakyat.
2. Strategi pertahanan dan keamanan Indonesia dirumuskan melalui
mekanisme inklusif partisipatoris yang dilaksanakan secara konsisten serta
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Strategi pertahanan dan keamanan Indonesia dalam menangani terorisme
mempengaruhi stabilitas kawasan ASEAN.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan di atas, maka penulis
mencoba membuat dan merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai
dugaan awal atau jawaban sementara terhadap permasalahan, maka penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
“Strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani terorisme
bersandar pada ARF dengan memperkuat kapasitas hukum mengenai
terorisme, melakukan pertukaran informasi intelijen serta adanya pelatihan
bersenjata antar negara tetangga, maka stabilitas kawasan ASEAN terutama
dalam bidang keamanan dapat berjalan secara kondusif untuk mencegah
terorisme”.
C. Metode Penelitian
1. Tingkat Analisis
Penggunaan Tingkat Analisis dalam penelitian ini adalah Analisa
Korelasionis, yang unit eksplanasinya dan unit analisanya pada tingkatan yang
sama.
23
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis dan metode historis analisis
a. Metode Deskriptif Analitis, yaitu metode yang digunakan untuk
mendefinisikan fenomena yang ada dan membahas realita yang ada serta
berkembang dewasa ini kendati yang setuju pada pencarian alternatif
untuk membahas permasalahan yang dihadapi. Metode ini pada akhirnya
akan dapat dikomparasikan dengan prediksi realita masa yang akan
datang. Metode deskriftif analitis menggambarkan, mengklarifikasi,
menelaah, serta menganalisis fenomena yang ada didasarkan atas
pengamatan dari beberapa kejadian dalam masalah yang bersifat aktual di
tengah realita yang ada untuk menggambarkan secara rinci fenomena
sosial tertentu, serta berusaha memecahkan masalah dalam prakteknya
tidak sebatas pengumpulan dan penyusunan data, melainkan meliputi juga
analisis dari interpretasi data-data tersebut.
b. Metode historis analisis, yaitu metode penelitian yang menghasilkan
metode pemecahannya yang ilmiah dan perspektif historis suatu masalah,
yakni cara pemecahan suatu masalah dengan cara pengumpulan data dan 25
fakta-fakta khusus mengenai kejadian masa lampau dalam hubungannya
dengan masa kini sebagai rangkaian yang tidak terputus dan saling
24
berhubungan satu sama lain . Metode penelitian ini digunakan untuk
mengungkapkan peristiwa masa lalu, metode ini ditarik kesimpulannya
untuk kemudian dikomparasikan dan dicocokan dengan kondisi yang
tengah terjadi pada saat ini serta juga dapat dijadikan dasar untuk
melakukan prediksi-prediksi masa yang akan datang
D. Kasus
Terorisme merupakan sebuah tindakan yang memiliki unsur kekerasan dan
bertujuan untuk menyebarkan terror sehingga menyebabkan ketakutan di tengah
masyarakat. Aksi keji tersebut ditunjukan pada masyarakat sipil yang tidak bersalah,
yang dipilih dikarenalan dianggap sebagai symbol penyebaran pesan yang efektif oleh
para teroris. Serangan terorisme cukup meresahkan masyarakat karena akibat aksi
terorisme initelah menjatuhkan banyak korban jiwa. Selain itu, terorisme telah menjadi
isu global dan Negara-negara mulai memperhatikan isu ini dengan melakukan beberapa
pengaturan, pembatasan, bahkan peperangan untuk memberantas terorisme.
Gerakan terorieme diberbagai Negara lahir disebabkan karena ketidakadilan
global dan ketidakpuasan atas fenomena politik di masing-masing Negara muslim tidak
sesuai dengan syariat islam. Sehingga para anggota tersebut memperjuangkan untuk
mengubah system politik yang ada agar sejalan dengan islam yaitu dengan mendirikan
Negara islam dan menerapkan syariat islam yang merupakan cita-cita prjuangan dari
gerakan terorisme ini.
Selain itu para anggota terorisme ini melihat kebijakn luar negeri Negara-negara
barat telah menyengsarakan umat islam. Hal ini terlihat dalam sengketa perbatasan
25
anatara Israel dan Palestina yang telah menelan banyak korban jiwa yang berasal dari
masyarakat sipil muslim sehingga mendorong gerakan ini untuk menunjukan
soladaritasnya sesame kaum muslim. Dan gerakan ini telah termotivasi untuk bangkit
melawan dan mengubah keadaan yang ditimbulkan oleh politik luar negeri Negara-
negara barat di Negara-negara muslim.
E. Pembahasan
1. Aktivitas Terorisme Internasional
Sejak serangan terorisme meruntuhkan gedung kembar World Trade Center (WTC) di
New York dan sebagian gedung Pentagon di Washington, D.C. tanggal 11 September
2001 isu terorisme global menjadi perhatian semua aktor politik dunia baik negara
maupun non-negara. Peristiwa ini menandai awal baru dalam kebijakan luar negeri AS
khususnya yang menyangkut keamanan nasional di mana perang melawan terorisme
global menjadi prioritas utama.
Ketika perang dingin berakhir, ada semacam optimisme bahwa politik dunia akan lebih
hirau dengan isu-isu low politics seperti ekonomi, lingkungan, dan hak azasi manusia.
Tetapi peristiwa 11 September 2001 mengubah optimisme itu menjadi suatu bentuk
ketidakpastian baru karena kelompok terorisme yang tergabung dalam Al Qaeda
pimpinan Osama Bin Laden telah menunjukkan kemampuan serangan yang dahsyat
langsung ke satu-satunya negara adidaya yaitu Amerika Serikat. AS yang menuduh rezim
Taliban di Afghanistan yang memberikan perlindungan terhadap Osama Bin Laden
langsung memberikan reaksi dengan melancarkan serangan militer ke negara itu dan
menyingkirkan rezim taliban serta mendukung pemerintahan baru di bawah pimpinan
Presiden Hamid Karzai.
26
Respons secara militer yang dilakukan oleh AS ternyata tidak menyurutkan semangat
kelompok teroris karena sesudah tahun 2001 rangkain serangan terorisme yang berafiliasi
dengan Al Qaeda terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Serangan terorisme di
Indonesia diawali dengan serangan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan 1
Oktober 2005, pemboman didepan hotel J.W. Marriott di Jakarta pada Agustus 2003 dan
serangan bom di depan Kedutaan Besar Australia tahun 2004 di Jakarta, dan terakhir
pada Juli 2009 di depan hotel J.W. Marriott, Jakarta. Serangkain serangan tersebut
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu sorotan dunia internasional karena adanya
jaringan terorisme yang aktif dan berbahaya di Indonesia.
Serangan terorisme yang mengatasnamakan agama ini mendapatkan momentum baru
menyusul serangan AS ke Irak pada tahun 2003. Serangan yang pada awalnya ingin
menjatuhkan rezim Saddam Hussein karena dituduh memiliki senjata pemusnah massal
dan menjalin hubungan dengan Al Qaeda yang kemudian menjadi tempat persemaian
baru bagi kelompok terorisme yang merupakan aksi balas dendam antara kelompok Syiah
dan Sunniyang bertujuan untuk menggagalkan misi dan kebijakan AS di Irak dan Timur
Tengah pada umumnya.
Kelompok terorisme menjadikan pemerintah setempat sebagai target serangan karena
dianggap berkolaborasi dengan pemerintah asing yang dimusuhi. Misalnya, kelompok Al
Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden menghendaki ditumbangkannya rezim
represif di Arab Saudi karena kolaborasinya dengan AS yang dilihat sebagai musuh
utama. Negara-negara Arab di Timur Tengah pada umumnya diperintah oleh rezim
otoriter dan represif sehingga kelompok radikal keagamaan tumbuh dengan subur serta
melancarkan aksi terorisme melawan pemerintahnya dan negara-negara Barat khususnya
27
AS sebagai pendukung utama rezim yang berkuasa.
2 Hubungan Antara Aktivitas Terorisme Internasional dan Failed States
Kenyataan bahwa kelompok teroris sering menggunakan konflik-konflik internal untuk
menjalankan aktivitasnya, maka dunia internasional juga memberikan perhatian yang
serius terhadap fenomena failed states seperti yang terjadi di Somalia, Afghanistan, Irak
dan Sudan. Semua negara ini memiliki ciri yang sama yaitu proses penegakan hukum
yang tidak berjalan dan adanya kelompok yang menghalalkan kekerasan kepada
penduduk sipil untuk mencapai tujuan politik.
Menurut Robert I.Rotberg, failed states memiliki berbaai ciri seperti adanya kekerasan
yang berlanjut tanpa dapat dikendalikan oleh aparat kemanan negara, pemberontakan
terhadap pemerintahan yang sah, terjadinya perang saudara antar kelompok etnis,
keagamaan dan linguistik, atau sentimen komunal lainnya, tidak adanya kontrol atas
perbatasan sehingga penyelundupan senjata dan bahan peledak marak terjadi.
Aktivitas kelompok teroris di Indonesia juga pernah beralih dari serangan di wilayah
perkotaan dan mereka mulai membangun jalan masuk untuk memprovokasi konflik antar
umat beragama di wilayah-wilayah konflik khususnya Poso (Sulawesi Tengah) dan
Ambon (Maluku). Kelompok teroris yang sama melakukan rangkaian pemboman dan
pembunuhan di daerah konflik untuk mengobarkan konflik baru. Kelompok teroris yang
mengatasnamakan agama ini tentu saja merupakan sumber ancaman yang tidak hanya
menodai institusi keagamaan tetapi juga menggoyahkan sendi-sendi kerukunan bangsa
Indonesia yang majemuk.
28
Persoalan utama dibidang ekonomi adalah jurang perbedaan antara negara kaya dan
miskin yang semakin lebar ditengah persaingan global untuk memperebutkan pasar
melalui peningkatan daya saing nasional. Eksploitasi kekayaan alam melalui kolaborasi
pemerintah pusat dengan perusahaan multinasional sambil mengabaikan pemenuhan
kebutuhan dasar penduduk lokal atau indigenous peoples. Sebagai contoh di Indonesia
adalah di Papua dan Aceh. Integrasi negara ke dalam kapitalisme global menimbulkan
disintegrasi sosial kaena pemerintah hanya menjadi alat dari kekuatan-kekuatan
komersial global untuk proses peningkatan profit dan akumulasi modal.
Aktivitas terorisme internasional yang meningkat disuatu negara menandakan bahwa di
suatu negara tersebut tidak mampu membuat kesejahteraan yang adil bagi rakyatnya
sehingga menimbulkan separatis yang berubah kemudian menjadi terorisme. Kemudian
membentuk suatu gerakan terorisme tidak hanya di negara itu tetapi juga sudah
tersambung dengan jaringan terorisme internasional yang luas. seperti Afghanistan yang
negaranya dicap sebagai negara terorisme membuat negara ini dianggap sebagai negara
gagal.
3 Penyebaran Jaringan Terorisme Internasional Pasca Perang Dingin
Berbicara masalah terorisme internasional disamping kita membahas tentang hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan-tindakan teror yang dilakukan oleh teroris itu maka hal lain
yang harus diperhatikan adalah proses penyebaran jaringan terorisme tersebut. Karena
yang perlu disadari bahwa terorisme ini merupakan sebuah kelompok organisasi yang
terorganisir dengan baik bukan hanya sekedar gerakan yang sifatnya hanya gertakan
29
saja.Dikarenakan terorganisir maka sudah tentu kelompok terorisme ini memiliki tujuan
gerakan, pemimpin dan anggota untuk melancarkan aksi mereka. Maka dari itu pada
bagian ini secara spesifik akan membahas fenomena terorisme setelah perang dingin
dengan studi kasus peristiwa WTC 11 September 2001 di New York Amerika Serikat
yang disinyalir dilakukan oleh kelompok terorisme jaringan internasional.
Terorisme sebagai fenomena penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik
sebenarnya sudah ada dan terjadi jauh sebelum peristiwa 11 September 2001.Meski
modus dan motivasi untuk melakukan gerakan ini bisa berbeda-beda sepanjang sejarah
namun letak persamaannya terletak pada penggunaan kekerasan baik terhadap pejabat
resmi pemerintah yang dimusuhi atau kepada penduduk sipil dengan maksud untuk
menimbulkan dan menarik perhatian publik terhadap tuntutan politik yang diperjuangkan
oleh kelompok terorisme tersebut. Tindakan para terorisme tersebut bisa dalam bentuk
serangan bom secara frontal atau bom bunuh diri, pembajakan pesawat, penculikan dan
penyanderaan serta bentuk-bentuk aksi lainnya yang merupaka senjata yang dugunakan
dari kelompok yang lemah terhadap struktur kekuasaan atau dominasi dan politik yang
sangat kuat.
Isu terorisme, mulai menjadi perhatian dunia sejak peristiwa 11 september 2001 atau
9/11, di Amerika Serikat atau AS. Terdapat empat serangan yang terjadi pada hari itu,
dua serangan di World Trade Center, New York, satu menyerang Pentagon di Arlington,
Virginia, dan terakhir menyerang White House atau Gedung Putih di Washington D.C
dekat Pennyslavenia. Pelaku dibalik serangan yang secara tidak sengaja adalah golongan
30
Arab Muslim, mengaku bahwa mereka merupakan bagian dari Al Qaeda (sebuah
kelompok yang awalnya dibentuk oleh AS dan Osama bin Laden untuk memukul mundur
pasukan Uni Soviet dari Afgan, namun saat ini balik menyerang AS).Peristiwa 9/11 ini,
menjadi puncak perkembangan isu terorisme dalam dunia internasional namun, pada
hakekatnya terorisme itu sendiri sudah ada sejak tahun 1968.
Terdapat berbagai macam definisi yang coba diberikan oleh para ahli dalam menafsirkan
terorisme seperti, menurut Louis P. Pojman, terorisme diartikan sebagai kekerasan yang
menimbulkan ketakutan serta kepanikan, yang ditujukan kepada masyarakat sipil atau
non kombatan, dengan didasari pada kepentingan politik atau agama.
Menurut James D. Kiras, terorisme merupakan suatu karakteristik penggunaan kekerasan,
kekerasan tersebut berupa penyanderaan, pembajakan, pengeboman dan serangan-
serangan tanpa pandang bulu lainnya, biasanya target serangan adalah masyarakat sipil.
Adapun ahli lain yang menafsirkan bahwa terorisme merupakan kegiatan yang terencana
dengan matang dan beroperasi secara rahasia di dalam suatu negara yang berdaulat.
Dengan demikian, terorisme secara umum dapat diartikan sebagai kekerasan yaang
didasarkan pada politik atau keagamaan, yang telah direncanakan secara matang dan
beroperasi secara rahasia, biasanya target serangan ditujukan pada masyarakat sipil atau
non kombatan.
Maka tipe-tipe kelompok teroris pun didasarkan pada dua agenda tersebut. Menurut
Audrey Kurth Cronin, saat ini terdapat empat tipe kelompok teroris yang beroperasi di
dunia, yakni:
31
a. Teroris sayap kiri atau left wing terrorist, merupakan kelompok yang menjalin
hubungan dengan gerakan komunis;
b. Teroris sayap kanan atau right wing terrorist, menggambarkan bahwa mereka
terinspirasi dari fasisme
c. Etnonasionalis atau teroris separatis, atau ethnonationalist/separatist terrorist,
merupakan gerakan separatis yang mengiringi gelombang dekoloniasiasi setelah perang
dunia kedua;
d. Teroris keagamaan atau “ketakutan”, atau religious or “scared” terrorist, merupakan
kelompok teroris yang mengatasnamakan agama atau agama menjadi landasan atau
agenda mereka.
Kemudian dalam hal lain pemetaan penyebaran terorisme internasional dapat dilihat dari
sudut pandang levelnya, maka terorisme dapat dibagi menjadi level atau tahapan sebagai
berikut :
1. Level negara atau state, kelompok teroris ini berkembang pada level negara dan
keberadaannya mengancam negara tersebut seperti, Irish Republican Army(IRA)
bekerjasama dengan separatis Basque, Euzkadi Ta Askatasuna(ETA) pada 1969
membajak sebuah skyrocket, Japanese Red Army (JRA) melakukan serangan bunuh diri
pada tahun 1972 di Israel, pada 1972 terjadi penyaderaan saat Olimpiade di Munich yang
dilakukan oleh kelompok Black September(BS), adapun kelompok lainnya German Red
Army Faction(gRAF/RAF) dan Italian Red Brigades(iRB/RB);
2. Level kawasan atau regional, kelompok teroris ini berkembang pada level regional dan
keberadaanya tidak hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam negara lain
32
yang menjalin kerjasama dengan negara tersebut seperti, di Indonesia dalam kurun waktu
2002-2009, terjadi 6 kali pemboman yang dilakukan oleh anggota Jemaah Islamiyah,
pada April 1983 terjadi pemboman di gedung kedutaan, berasal dari kelompok Islamic
Jihad Organization(IJO), pada Desember 1975 “Carlos the Jackal”(CJ) menyerang
organisasi OPEC di Austria;
3. Level internasional atau global, kelompok teroris yang berkembang pada level
international ini, bukan hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam kestabilan
dunia internasional, seperti kelompok Al Qaeda.
4 Dampak Aktivitas Terorisme Internasional Bagi Keamanan Regional dan
Global
Berkaitan dengan aksi-aksi yang ditunjukkan oleh para kelompok terorisme ini sudah
tentu akan melihat dampak dari aksi itu. Para teroris tersebut melakukan tindakan yang
tidak pandang bulu serta tidak berperikemanusiaan. Pengeboman, penyanderaan, serta
perlawanan senjata tentunya akan menimbulkan banyak korban jiwa baik dari para warga
sipil ataupun dari kelompok teroris tersebut. Namun hal itu hanya sebagian efek dari aksi-
aksi teroris itu, dampak yang lebih luasnya justru berkaitan dengan stabilitas keamanan
baik itu dari level negara, kawasan regional ataupun global.
Peristiwa atau insiden yang dilakukan oleh kelompok teroris dari mulai peristiwa bom
Bali 1 dan 2, tragedi WTC 11 September 2001, pemboman di Madrid, bom bunuh diri di
kereta bawah tanah di London itu bukti nyata bahwa kelompok teroris ini memiliki
33
jaringan yang sangat luas. Indikasi serta fakta membuktikan bahwa disinyalir pelaku dari
aksi-aksi terorisme yang disebutkan di atas tadi memiliki karakteristik yang sama yakni
kelompok teroris berlabel agama. Implikasinya adalah setiap negara sekarang memiliki
prinsip bahwa musuh utama negara mereka adalah terorisme.Prinsip sederhana semacam
ini sudah mulai berkembang menjadi sebuah perjanjian atau konvensi-konvensi yang
secara khusus membicarakan dan mencari solusi untuk melawan terorisme ini baik
tingkat regional atau global.
Pada bagian ini secara khusus dijelaskan bagaimana negara-negara kawasan Asia
Tenggara melakukan berbagai tindakan untuk memerangi terorisme.Karena kawasan
Asia Tenggara mulai dihadapkan dengan tiga hal isu keamanan yang rumit, salah satunya
adalah masalah terorisme dan stabilitas regional sedangkan hal-hal lainnya yakni
berkaitan dengan masalah keamanan non-tradisional dan kemanan transnasional.Pada
awalnya tragedi 11 September 2001 merupakan masalah kemanan Amerika Serikat saja.
Negara di kawasan Asia Tenggara walaupun menyatakan simpati kepada Amerika
Serikat atas peristiwa itu namun tidak berpikir bahwa kejadian serupa akan terjadi di
negara mereka. Beberapa negara di Asia Tenggara memandang skeptis tentang isu
terorisme ini hal ini dibuktikan ketika Singapura menyatakan telah berhasil membongkar
jaringan terorisme internasional yang berada disekitar kawasan Asia Tenggara akan
menyerang beberapa negara yang ada di kawasan Asia Tenggara, namun hal itu tidak
ditanggapi secara serius oleh negara lainnya. Kemudian setelah itu harus dibayar mahal
sikap skeptis tersebut dengan terjadinya Bom Bali 1 pada 2002 yang saat itu negara-
negara di kawasan Asia Tenggara mulai menanggapi secara serius isu terorisme ini.
34
5 Upaya Memberantas Terorisme Internasional
Langkah-langkah Internasional
PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 pada 28 September
2001, tak lama setelah serangan teroris 9/11 di Amerika Serikat. Tujuan Resolusi
1373/2001 tersebut adalah:
• Memantau dan meningkatkan standar dari tindakan pemerintah terhadap aksi terorisme.
• Membentuk Komite Pemberantasan Terorisme yang didirikan PBB
berdasarkanResolusi Dewan Kemanan PBB berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan
PBB No.1373 tahun 2001 dan beranggotakan 15 Anggota Dewan Keamanan.
• Tujuan pembentukan komite The Counter Terrorism Committe(CTC) :
Memantau pelaksanaan Resolusi 1373 serta meningkatkan kemampuan negara-negara
dalam memerangi terorisme.
Membangun dialog dan komunikasi yang berkesinambungan antara DewanKeamanan
PBB dengan seluruh negara anggota mengenai cara-cara terbaikuntuk meningkatkan
kemampuan nasional melawan terorisme.
• Mengakui adanya kebutuhan setiap negara untuk melakukan kerjasamainternasional
dengan mengambil langkah-langkah tambahan untuk mencegah danmenekan pendanaan
serta persiapan setiap tindakan-tindakan terorisme dalamwilayah mereka melalui semua
cara berdasarkan hukum yang berlaku.
• Meminta negara-negara untuk menolak segala bentuk dukungan finansial bagi
kelompok-kelompok teroris.
• Setiap negara saling berbagi informasi dengan pemerintah negara lainnya tentang
kelompok manapun yang melakukan atau merencanakan tindakan teroris.
35
• Menghimbau setiap negara-negara PBB untuk bekerjasama dengan pemerintahlainnya
dalam melakukan investigasi, deteksi, penangkapan, serta penuntutanpada mereka yang
terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.
• Menentukan hukum bagi pemberi bantuan kepada terorisme baik pasif maupunaktif
berdasarkan hukum nasional dan membawa pelanggarnya ke mukapengadilan.
• Mendesak negara-negara PBB menjadi peserta dari berbagai konvensi dan protokol
internasional yang terkait dengan terorisme.
PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1377 pada
November2001 mengenai bidang-bidang yang perlu didukung guna meningkatkan
efektivitaskinerja Komite Pemberantasan Terorisme (CTC) dalam memerangi terorisme.
PBB telah mewajibkan setiap negara anggotanya memiliki UU Antiterorisme dan UU
tentang Pencucian uang.
PBB mewajibkan setiap negara anggotanya memberikan laporan kepada Komite
Pemberantasan Terorisme (The Counter Terrorism Committe/CTC) mengenaikemajuan-
kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi masalah terorisme di negaramasing-
masing berdasarkan Resolusi DK PBB tersebut.
Setiap negara harus memberikan “perhatian khusus” terhadap penanganan akar dan
mekanisme dari terorisme.
Tindakan Antisipasi dan Pembinaan Mantan Teroris
Dalam memberantas tindakan terorisme ini tidak cukup dengan melalui kerjasama
internasional saja karena terorisme telah menjadi masalah bersama yang sangat
meresahkan negara. Dalam memberantas terorisme ini harus ada tindakan antispasi dan
pembinaan mantan teroris di setiap negara. Serta keseriusan dari pemerintah dalam
36
memberantas aksi-aksi terorisme dengan menangkap pelaku serta dalangnya. Pemerintah
tidak hanya menggunakan pendekatan militeristik saja tetapi juga harus menggunakan
pendekatan edukatif dan antisipatif serta meminimalisasi kondisi yang menyebabkan
seseorang atau kelompok masuk kedalam kelompok tererorisme. Dan untuk para pelaku
teror yang yang ditangkap hendaknya diperlakukan secara manusiawi agar setelah pelaku
teror tersebut bebas tidak menimbulkan dendam atau dari pihak keluarga yang dapat
mendorong melakukan aksi teror sebagai balasan akibat perilaku tidak manusiawi yang
diterima oleh keluarganya yang ditangkap.
Peranan tokoh agama dalam pemberantas terorisme
Tokoh agama salah satu yang memegang peranan penting dalam pemberantasan
terorisme. Hal ini dikarenakan tokoh agama dapat memberikan pencerahan atau
mengubah terhadap pola pikir keagamaan umat Islam yang radikal menjadi moderat dan
toleran. Ada tiga kecenderungan tokoh agama dalam menyikapi terorisme internasional.
Pertama, kelompok yang menolak secara ekstrim bentuk terorisme. Kedua, kelompok
yang memaklumi langkah para teroris dalam melakukan aksinya. Ketiga, kelompok yang
menolak terorisme, namun mereka juga menolak langkas AS dan aparat keamanan dalam
negeri yang represif dan tidak adil memberantas terorisme. Oleh karena sebab itu, para
tokoh agama dituntut agar dapat ikut serta memberikan pencerahan pemikiran terhadap
masyarakat tentang bahaya terorisme bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tokoh agama juga harus menjadi perekat diantara umat yang berbeda agama
sehingga radikalisme agama dapat diredam.
37
Langkah-langkah Nasional
Beberapa negara yang rawan dimanfaatkan sebagai sasaran pengembangan gerakan
terorisme global, seperti, Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia perlu berupaya mengatasi
ancaman kehadiran terorisme internasional ini dengan lebih dulu mengatasi dan mencari
solusi atas berbagai persoalan kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri, krisis
ekonomi yang berkepanjangan di negaranya masing-masing, maupun mempersempit
ketimpangan antara negara maju dan miskin.
Setiap negara yang pernah mengalami ancaman atau serangan terorisme harus
memberikan perhatian yang serius terhadap pelaksanaan fungsi intelijennya sebagai
instrumen untuk melakukan pencegahan dini terhadap serangan yang mungkin akan
dilakukan seerta menghindari terjadinya strategic surprise (kejutan strategis) yang
dilancarkan oleh kelompok-kelompok teroris.
Meningkatkan fungsi-fungsi badan intelijen yang mencakup pengumpulan data, analisis
data, covert action (aksi-aksi tersembunyi), serta sejumlah kegiatan lain guna
menghentikan aksi yang dilakukan oleh para teroris melalui count erinte lligence.
Meningkatkan fungsi profesionalisme intelijen dalam menghadapi ancaman terorisme
global karena kelompok-kelompok teroris kontemporer memiliki berbagai karakteristik
yang juga sangat menuntut peningkatan kerjasama intelijen internasional karena operasi
jaringan terorisme global yang telah melintasi batas-batas negara.
Setiap negara perlu meningkatkan strategi penegakan hukum (law enforcement),
terutama di daerah-daerah yang dilanda konflik.
38
Kesimpulan
Terorisme merupakan sebuah tindakan yang berorientasi untuk mempengaruhi situasi politik
ataupun mempengaruhi kebijakan di dalam suatu Negara dengan menggunakan terror ataupun
kekerasan. Meskipun belum mencapai kesepakatan dalam mendefinisikan kata dari terorisme
tapi secara garis besar bahwasanya terorisme merupakan tindakan yang membuat resah
masyarakat. Terorisme menjadi sebuah isu yang cukup populer di dunia Inetrnasional Pasca
Perang Dingin terlebih Amerika Serikat.
Terorisme menjadi masalah global ketika mengganggu stabilitas hubungan internasional di
beberapa Negara.Dampak yang luas inilah yang menjadikan terorisme bukan hanya sebagai
ancaman local suatu Negara saja tapi menjadi ancaman bagi dunia Internasional.Terorisme
internasional adalah tantangan yang harus dihadapi oleh Negara-negara Pasca Perang dingin.
Amerika Serikat merupakan sponsor utama dalam memerangi terorime. Bahkan Amerika Serikat
menyatakan perang bagi Negara mana saja yang melindungi atau membiarkan terorisme
berkembang biak.
39
DAFTAR PUSTAKA
Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan Negara
Republik Indonesia, Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, Agustus 2005.
Lebih lanjut mengenai hal ini, lihat tulisan Donny Gahral Adian dalam Analisis CSIS
edisi
Terorisme dan Keamanan Manusia tahun 2003 No. 1. hal. 78-88.
Hasyim, hal. 14-15.
Donny Gahral Adian , Op.Cit., hal. 92.
“Indonesia Terorisme Q & A”, dalam http//www.terrorismanswer.com, yang dikutip oleh
Bantarto Bandoro dari Ibid analisis CSIS. Hal. 92
May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Eresco, Jakarta, 1994, hal. 3.
22 “Strategi”., dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi., diakses 15 oktober 2009.
Indriyanto Seno Adji, Terorisme, Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum
Pidana dalam Terorisme : Tragedi Umat Manusia (Jakarta: O. C. Kaligis & Associates,
2001),
hal.50.
“Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum”, dalam Jurnal Kriminologi Indonesia
FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002): 22.
40
Recommended