68
Kata Pengantar Segala puji dan kalimat syukur saya lantunkan untuk Allah SWT, Tuhan yang penuh kasih dan sabar mendengarkan segala keluh kesah selama penyusunan tugas ini serta dengan bijaknya memberikan kemudahan serta perlindungan dalam menyelesaikan tugas ini. Terima kasih yang tak terbatas pula saya panjatkan dengan selesainya tugas ini serta kesehatan yang selalu diberikan baik. Selain itu terimakasih untuk orang yang mendukung menyelesaikan tugas ini dan memberikan kekuatan kepada saya untuk tetap bertahan, saya memberikan persembahan terima kasih kepada : 1. Dr.H. Obsatar Sinaga S.IP., M.Si beliau sebagai Dosen yang mengajar mata kuliah Kejahatan Transnational. 1

Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sssdwdwdwswcacwdaafadwa

Citation preview

Page 1: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Kata Pengantar

Segala puji dan kalimat syukur saya lantunkan untuk Allah SWT, Tuhan yang penuh

kasih dan sabar mendengarkan segala keluh kesah selama penyusunan tugas ini serta dengan

bijaknya memberikan kemudahan serta perlindungan dalam menyelesaikan tugas ini. Terima

kasih yang tak terbatas pula saya panjatkan dengan selesainya tugas ini serta kesehatan yang

selalu diberikan baik.

Selain itu terimakasih untuk orang yang mendukung menyelesaikan tugas ini dan

memberikan kekuatan kepada saya untuk tetap bertahan, saya memberikan persembahan terima

kasih kepada :

1. Dr.H. Obsatar Sinaga S.IP., M.Si beliau sebagai Dosen yang mengajar mata kuliah

Kejahatan Transnational.

Penulis

Tisa Sarita Marsha

1

Page 2: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ………………………………………………………4

B.Identifikasi Masalah …………………………………………………12

C.Metode Penelitian…………………………………………………….23

D.Kasus …………………………………………………………………25

E.Pembahasan …………………………………………………………..26

Kesimpulan ……………………………………………………………..39

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….40

2

Page 3: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan global masa kini memaksa politik strategi pertahanan dan

keamanan Negara Indonesia disesuaikan tingkat wawasannya mencakup regional,

karena dunia sudah tanpa batas (Konice Kohmae). Dengan demikian, politik strategi

pertahanan Negara Indonesia harus berupaya menciptakan frontier di luar batas

negara dengan maksud untuk memperbesar ruang pertahanan dan keamanan dalam

menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.

Politik strategi pertahanan RI adalah jabatan dari geopolitik pada aspek

militer, karena itu mengandung aspek-aspek konsepsi ruang, konsepsi frontier,

konsepsi kekuatan-kekuatan dan konsepsi penciptaan rasa aman dan keamanan bagi

rakyat. Atau dengan kata lain Politik Strategi Pertahanan RI dapat didefinisikan

sebagai perlawanan rakyat semesta yang disesuaikan dengan perkembangan situasi

globalisasi. Dengan politik pertahanan rakyat semesta dikaitkan dengan kondisi dan

konfigurasi geografis ruang negara, maka strategi pertahanan yang digelar untuk

mewujudkan rasa aman bagi rakyat adalah "stability in Depth" atau stabilitas

berlapis. Karena ancaman sudah menjadi virtual, mungkin datangnya tiba-tiba,

kesiagaan harus selalu ada dan arsitektur stabilitas yang belapis-lapis. Yang

dimaksud dengan stabilitas adalah komprehensif, bukan hanya dalam masalah

Hankam tapi juga dalam ekonomi, politik dan sosial budaya.

3

Page 4: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Strategi pertahanan Indonesia berevolusi mulai dari menyerap musuh masuk

ke dalam perang berkepanjangan (Protectid War) yang dikembangkan mulai dengan

strategi perang gerilya menjadi strategi pertahanan aktif, dimana musuh dihadapi

diluar ZEE, hingga Strategi Stability Index yang disesuaikan dengan tantangan yang

sifatnya virtual pada era globalisasi ini. Sedangkan Strategi Stability Index

mengupayakan stabilitas nasional yang ditopang oleh stabilitas pada Vital Stability

Area dan Immediate Stability Area. Selain hal tersebut perlu penopang sinergi

strategis antara wilayah diwujudkan melalui penciptaan hubungan yang didasarkan

saling percaya (Confidences) serta kerjasama yang intensif dan mendalam

(kerasama ini menjadi katalis) saling membutuhkan. Bagian-bagian dari dunia tidak

lagi bisa berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi anggota satu jaringan yang

saling ketergantungan secara ekonomi

Strategi bidang pertahanan keamanan untuk mewujudkan dan

mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

sebagai satu kesatuan Hankam, harus mencerminkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Prinsip-prinsip humaniter.

3. Keterpaduan strategi penangkalan, perdamaian dan pertahanan aktif.

4. Konsep integrated armed force

.

4

Page 5: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Penggunaan kekuatan bersenjata hanya dilakukan sebagai alternative

terakhir apabila upaya damai (Diplomasi) menemui kegagalan. Strategi pertahanan

merupakan bagian dari strategi penangkalan, ditujukan untuk mempertahankan

kedaulatan dan keamanan Negara

. Strategi pertahanan digunakan jika strategi penangkalan belum mencapai

tujuannya. Reaksi suatu negara dan bangsa terhadap ancaman dapat bervariasi mulai

paling keras sampai relatif lunak.

Strategi Pertahanan dan Keamanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Strategi Pembangunan dan Pembinaan Kekuatan Hankam.

2. Strategi Penggunaan Kekuatan Hankam.

3. Strategi Kerjasama Internasional di bidang Hankam.

Dan adapun dari strategi-strategi tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks

politik dan karakter pengambilan keputusan yang akan melahirkan suatu kebijakan.

Oleh karena itu, keputusan yang menyangkut masalah Hankam senantiasa didahului

oleh proses konsultasi yang melibatkan eksekutif dan legislatif sehingga

terbentuklah sasaran dan arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan dan

keamanan di wilayah Indonesia.

Dalam penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, Presiden dibantu

oleh Dewan Keamanan Nasional (DKN). DKN merupakan perangkat kepresidenan

yang bertugas membantu Presiden untuk:

5

Page 6: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

1. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pertahanan keamanan

negara agar departemen pemerintah, lembaga pemerintah non departemen

dan masyarakat beserta TNI dapat melaksanakan tugas dan tanggung

jawab masing-masing dalam mendukung penyelenggaraan Pertahanan dan

Keamanan negara.

2. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pengerahan

komponen pertahanan dan keamanan negara dalam rangka mobilisasi dan

demobilisasi.

3. Menelaah dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan. DKN

diketuai oleh Presiden dengan keanggotaan tetap dan tidak tetap. Anggota-

anggota DKN ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Hubungan internasional tahun 2003 diwarnai berbagai isu politik, keamanan

dan ekonomi global yang diperkirakan masih akan terus berkembang pada tahun

2004. Selain itu isu terorisme menghadirkan tantangan berat bagi pemeliharaan

perdamaian dan keamanan internasional. Terorisme menjadi isu yang

membayangbayangi isu-isu internasional penting lainnya seperti pelestarian lingkungan,

HAM, masalah tenaga kerja, dan liberalisasi perdagangan termasuk berbagai masalah

pembangunan yang dihadapi negara-negara berkembang.

Pada pemerintah terdahulu (Orde Baru) di Indonesia dapat menyikapi

persoalan terorisme dengan mengambil berbagai tindakan pencegahan dan

penaggulangan, misalnya melakukan operasi militer yang bersifat rahasia atau

terbuka yang melingkupi operasi intelijen, perundingan-perundingan, atau

6

Page 7: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

kombinasi dari hal tersebut. Langkah-langkah nasional dalam memerangi terorisme

internasional dan sebagai upaya penangkalan kegiatan terorisme di dalam negeri,

pemerintah memberlakukan undang-undang anti terorisme.

Namun sejak era “Reformasi” 1998 terjadi beberapa perubahan.

Adapun perubahan Undang-Undang tersebut, yaitu:

1. Undang-undang anti subversive untuk menghadapi terorisme dihilangkan

pada tahun 1999 tanpa menggantikannya dengan Undang-Undang yang

baru. Reformasi tidak dipersiapkan dengan baik, sementara Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana tidak memadai untuk menghadapi persoalan terorisme,

khususnya yang menyangkut tindakan pencegahan.

Kenyataannya, Undang-Undang Pidana didasarkan atas tindakan represif

setelah berlangsungnya peristiwa.

2. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu No. 1 dan no.

2/2002 berlaku 18 Oktober 2002) setelah peristiwa pengeboman Bali.

Meskipun telah sangat terlambat, namun Perpu tersebut telah dapat

memperkuat kapasitas hukum dari lembaga pemerintah, khususnya

petugas intelijen, kepolisian, militer, penegak hukum dan imigrasi.

Strategi pertahanan dan keamanan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia

untuk menanggulangi permasalahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia

adalah sebagai berikut:

1. Membangun dan memelihara kekuatan pertahanan negara yang mampu

7

Page 8: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

melindungi, memelihara, dan mempertahankan kedaulatan serta keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Membangun dan memelihara kekuatan keamanan yang mampu menjaga

keamanan dan ketertiban masyarakat dan meningkatkan sistem

penyelidikan dan penyidikan dalam kerangka penegakan hukum.

3. Meningkatkan dukungan pertahanan dan keamanan melalui

pendayagunaan secara optimal seluruh potensi bangsa.

4. Memantapkan kondisi Keamanan Nasional dan menjaga integritas bangsa.

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan

membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan

perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu

pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta

seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris oleh para ahli disebut juga

sebagai kontrateroris dikatakan merajuk kepada para pelaku yang tidak tergabung

dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan

bersenjata tersebut. Aksi teror juga mengandung makna bahwa serangan-serangan

teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi,

dan oleh karena itu para pelakunya (teroris) layak mendapatkan pembalasan yang

kejam. Para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang

kebebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain.

8

Page 9: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Terorisme telah ada lebih lama dari sejarah umat manusia. Secara umum,

terorisme muncul karena kebijakan-kebijakan politik nasional yang memperlakukan

secara tidak adil kelompok tertentu. Ketidakadilan ini kemudian diungkapkan dalam

bentuk kekerasan, teror, dan bahkan pembunuhan. Bukan hanya itu, dalam tataran

internasional, terorisme juga merebak karena “pengendali” politik internasional,

terutama negara-negara besar. Karena merasa terpinggirkan, kelompok-kelompok

ini kemudian berjuang dengan cara-cara mereka sendiri untuk mendapatkan

keadilan.

Ancaman Teroris bukan berasal dari sebuah organisasi transnasional yang

membahayakan seluruh kawasan ASEAN maupun dunia. Pengaruh ekonomi dari

aksi teroris dirasakan secara langsung dan cepat dan hal ini tidak memberikan

pilihan lain terhadap pemerintah selain menghancurkan hingga ke basis yang paling

penting.

Dampak aksi-aksi terorisme bagi dunia, termasuk bagi Indonesia masih

terasa. Selain masalah keamanan, aksi teror telah berpengaruh signifikan di bidang

ekonomi terutama perdagangan, pariwisata, dan transportasi udara. Dalam hal ini

tidak dapat dilepaskan pengaruh bom Bali, 12 Oktober 2002 yang masih

menyisakan dampak bagi kehidupan masyarakat Bali khususnya dan Indonesia pada

umumnya. Peristiwa bom Hotel J.W. Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003, telah sekali

lagi menunjukkan adanya keperluan mendesak bagi Indonesia untuk terus

memperkuat kemampuan menghadapi ancaman dan bahaya terorisme yang memang

9

Page 10: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

nyata, sudah melibatkan jaringan unsur dalam dan luar negeri.

Sejak bom Bali 12 Oktober 2002, Indonesia dituding sebagai wilayah bagi

kegiatan Al-Qaeda. Persoalan mendasar yang lebih mendasar juga bersumber pada

inti identitas yang menyangkut faktor agama. Meskipun Indonesia dikenal sebagai

negara yang toleran terhadap perbedaan agama dan mempraktekkan Islam modern,

gerakan-gerakan Islam radikal telah mendapatkan momentum untuk berkembang.

Persoalan bagi Indonesia menjadi lebih sukar dengan menguatnya garis

keras dalam lingkungan Islam Timur Tengah dan terbentuknya Al-Qaeda yang

berkembang pesat di kawasan asia dan menjalankan aksi-aksi terorisme dikarenakan

Bangsa Indonesia dengan mayoritas muslim mau tidak mau dianggap sebagai

sarangnya teroris. Sehingga adanya tuduhan bahwa Indonesia menjadi tempat subur

bagi kegiatan teroris.

Mengenai tuduhan bahwa Indonesia menjadi tempat bagi kegiatan al-Qaeda,

Menteri Pertahanan Indonesia pada saat itu Matori Abdul Djalil, mengatakan yakin

bahwa kegiatan al-Qaeda memang ada di Indonesia. Sebelumnya, Kepala Badan

Intelijen (BIN), Hendro Priyono juga mengatakan bahwa teroris asing pernah

berlatih di Sulawesi, tetapi ia kemudian menarik pernyataannya setelah dikritik oleh

kelompok-kelompok Islam domestic

Para ahli mengatakan bahwa serangan-serangan teroris di Indonesia,

termasuk pengeboman gereja dan pusat perbelanjaan Senen, masing-masing pada

10

Page 11: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

tahun 2000 dan 2001 berkaitan dengan kegiatan terorisme Internasional.

Dan para ahli terorisme internasional khawatir mengenai kemungkinan kelompok

al-Qaeda menggunakan Indonesia sebagai basis kegiatannya di Asia Tenggara.

Indonesia mencoba bertahan dari tekanan-tekanan internasional untuk membasmi

kelompokkelompok militan lokal yang dicurigai memiliki hubungan dengan Al-Qaeda

sampai serangan bom di Bali 12 Oktober 2002. Sejak itu upaya serius dilakukan oleh

pemerintah Indonesia untuk memerangi terorisme beserta organsasi-organisasinya.

ASEAN sebagai regional grouping dalam bidang keamanan (ARF) sudah

menjadi pangkuan dari kawasan lain. Karena itu, ASEAN sebagai pengganda

bidang keamanan dapat dijadikan batu penjuru (Corner Stone) dari politik

pertahanan kita. Disamping itu, ASEAN adalah satu kawasan vital bagi

pembangunan dan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Jadi, politik

pertahanan perlawanan rakyat semesta perlu diaktualisasikan dalam teks regional

menjadi perlawanan rakyat semesta regional, sehingga strategy stability indeks

benar-benar dapat terwujud. Untuk tercapainya hal diatas, perlu dilakukan:

1. Meningkatkan kualitas dan intensitas kerja sama disegala bidang.

2. Meningkatkan saling percaya (Confidence) antara sesama anggota walaupun

pada awalnya memiliki ideologi yang berbeda.

3. Mempersiapkan kepemimpinan yang akan datang. Politik pertahanan di

atas, tidak hanya ditujukan ke utara (ASEAN) tetapi juga di segala penjuru

(Omni directional) yang artinya ke timur, ke selatan dan ke barat.

11

Page 12: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Berdasarkan Pancasila, bangsa Indonesia cenderung mencari harmoni dalam

kehidupan. Kemanusiaan dilukiskan sabagai keadilan yang beradab dan

kesejahteraan dilukiskan sebagai keadilan sosial yang mengutamakan kebaikan bagi

sebanyak mungkin rakyat.

Strategi untuk menghadapi hakekat ancaman dan tipologi konflik yang

komplek harus disusun dengan mempertimbangkan:

1. Konteks dan eskalasi ancaman.

2. Manifestasi konflik.

3. Efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya Pertahanan dan

Keamanan Negara.

4. Penghormatan atas nilai-nilai kemanusian, demokrasi, dan hak-hak asasi

manusia.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani

terorisme?

2. Bagaimana kondisi dan stabilitas kawasan ASEAN?

3. Sejauhmana strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani

terorisme berpengaruh terhadap stabilitas keamanan kawasan ASEAN?

12

Page 13: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

1. Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan, menitikberatkan pada Strategi Pertahanan Keamanan

Indonesia dalam menangani terorisme serta implikasinya terhadap stabilitas keamanan

kawasan ASEAN.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, untuk memudahkan

merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana strategi pertahanan keamanan

Indonesia dalam menangani terorisme keamanan kawasan ASEAN? ”

3. Kerangka Teoritis

Globalisasi menimbulkan perubahan drastis dalam hal potensi ancaman yang

akan membawa ekses pada menguatnya berbagai kejahatan lintas negara secara

terorganisir, seperti pembajakan, penyelundupan, pencurian kekayaan alam,

penjualan pasir, pencurian hak paten, pencemaran laut, pencucian uang (money 12

laundering), pencurian ikan, kejahatan dunia maya (cyber crime), pemalsuan

dokumen, perdagangan narkoba dan terorisme. Munculnya ancaman terhadap

keamanan nasional tersebut mengharuskan pemerintah mengembangkan strategi

keamanan komprehensif dengan tahapan-tahapan yang jelas, diawali dengan

pembentukan sistem peringatan dini, mekanisme pencegahan kejahatan, prosedur

penindakan dan proses penegakan hukum. Strategi tersebut pada akhirnya harus

bermuara kepada jaminan keselamatan individu dan ketertiban umum. Hal ini

13

Page 14: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

membutuhkan reformasi menyeluruh sektor keamanan. Reformasi ini ditujukan

pada seluruh Institusi yang memiliki kewenangan untuk menggunakan kekerasan

fisik dan paksaan yang sah, baik berupa pemegang wewenang untuk menggunakan

kekerasan, pengambil kebijakan dan pengawas pengelolaan Keamanan Nasional

(pemerintah dan parlemen), maupun lembaga-lembaga penegak hukum dalam

kerangka Integrated criminal justice system terutama adalah kepolisian, kejaksaan,

dan pengadilan.

Hubungan Internasional yang menyangkut berbagai aspek kehidupan

manusia, pada hakekatnya akan membentuk tiga pola hubungan, yaitu: kerjasama

(cooperation), persaingan (competition) dan konflik (conflict) antar negara yang

satu dengan negara yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya persamaan dan

perbedaan kepentingan nasional di antara negara-negara atau bangsa di dunia.

Hubungan Internasional merupakan landasan bagi negara-negara atau bangsa di

seluruh dunia dalam meningkatkan kohesifitas dengan negara lainnya :

KJ. Holsti mengemukakan tentang istilah Hubungan Internasional sebagai

berikut:

“Istilah hubungan internasional mengacu kepada semua bentuk

interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang di

sponsori oleh pemerintah maupun tidak, hubungan internasional

akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses

antar bangsa menyangkut segala hubungan itu”.

Relevan dengan pernyataan di atas Suwardi Wiriatmadja dalam bukunya

Pengantar Hubungan Internasional, mengemukakan bahwa Hubungan

14

Page 15: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Internasional adalah:

“Berkaitan erat dengan segala bentuk interaksi di antara

masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah

atau warga negara. Pengkajian terhadap politik luar negeri atau

politik internasional, dan meliputi segi hubungan antara

berbagai negara di dunia meliputi kajian tehadap lembaga

perdagangan internasional, organisasi internasional, palang merah

internasional, pariwisata, transportasi, komunikasi dan

perkembangan nilai-nilai dan etika internasional”.

Dalam pembahasan yang berhubungan dengan masalah internasional

diperlukan suatu konsep dan teori sebagai landasan berpikir. Untuk itu masalah

internasional tidak mungkin begitu saja meninggalkan sistem internasional. Menurut

KJ. Holsti, sistem internasional adalah sebagai berikut:

“Sistem Internasional dapat didefinisikan sebagai kumpulan

kesatuan politik yang independen seperti suku, negara, kota,

bangsa dan kerajaan, yang berinteraksi dalam frekuensi tinggi

dengan proses yang teratur, para pengkaji mempunyai pengertian

untuk menjelaskan keistimewaan atau karakteristik prilaku unit

politik tersebut satu sama lain dan menerangkan berbagai

perubahan besar dalam interaksinya”.

Dalam konteks hubungan internasional adanya sistem internasional jelas

sangat diperlukan untuk mengatur segala aspek kehidupan dalam tatanan internasional,

dalam sistem internasional jelas akan adanya politik-politik dari

15

Page 16: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

sebuah negara menjadi politik internasional, J. C. Johari mengatakan bahwa:

“Politik Internasional merupakan salah satu kajian yang penting

dalam studi hubungan internasional dan negara sebagai pelaku,

berinteraksi dalam suatu sistem internasional, politik internasional

peduli akan perdamaian power atau dengan kata lain politik

internasional lebih menitikberatkan pada sisi konflik dari suatu

negara sebagai aktor yang berdaulat”

Politik adalah berbagai macam kegiatan di dalam sistem politik atau negara

yang menyangkut proses penentuan tujuan dan bagaimana melaksanakan

tujuantujuannya.Sedangkan proses adalah pola-pola yang menyangkut sosial politik

yang dibuat manusia yang menyangkut hubungan yang satu dengan yang lain. Dan

sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur

(elemen). Unsur, komponen atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada

dalam keterikatan yang kait mengkait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu

sama lain, sehingga ketotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya.Konsep-konsep

politik yang umum diterapkan adalah: 1) Negara (state); 2) Kekuasaan (power); 3)

Pengambilan keputusan (decision making); 4) Kebijakan (policy,beleid); 5)

Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Pengertian Politik Luar Negeri RI dapat ditemui di dalam Pasal 1 ayat 2,

Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang

menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri Republik Indonesia adalah

"Kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia

yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain,

16

Page 17: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya

dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai

tujuan nasional."

Politik luar negeri suatu negara tidak bisa dilepaskan begitu saja dari

kepentingan nasional bangsa tersebut, karena kepentingan nasional merupakan salah

satu terbentuknya suatu kebijakan politik luar negeri di mana Indonesia dalam hal

ini lebih menekankan pada kekuatan dalam negerinya untuk menguatkan unsur

domestiknya khususnya pada pertahanan dan keamanan juga ekonomi. Dalam hal

ini Prof. Miriam Budiardjo mengatakan: “Kebijakan adalah suatu kumpulan

keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam

usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu”.

Menurut B. N. Marbun kebijakan diartikan sebagai berikut:

“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis

besar dan dasar rencana dalam satu pekerjaan, kepemimpinan

dalam pemerintahan atau organisasi; pernyataan cita-cita, tujuan,

prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam mencapai

sasaran”.

Politik luar negeri Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif yang telah

ditetapkan oleh Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun

1966 yang kemudian menjadi pedoman pelaksanaan politik luar negeri Indonesia,

yaitu “bebas aktif”, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan

manifestasinya, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial, dan mengabdi kepada kepentingan

17

Page 18: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

nasional dan amanat penderitaan rakyatDalam pelaksanaannya setiap negara memerlukan

kerjasama, karena setiap negara tidak bisa berdiri sendiri dalam menciptakan stabilitas

keamanan.

Karena pada hakekatnya kerja sama untuk menciptakan tujuan bersama.

Teuku May Rudy dalam bukunya Administrasi dan Organisasi

Internasional mengenai kerjasama internasional, bahwa:

“Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan

didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta

diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta

melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga

guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan

serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan

pemerintah, antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara

yang berbeda”.

Kata "strategi" adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, stratēgos.

Adapun stratēgos dapat diterjemahkan sebagai 'komandan militer' pada zaman

demokrasi Athena. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan

dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam

kurun waktu tertentu. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,

memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip

pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki

taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang

memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun

18

Page 19: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut.

Terorisme sering tampak dengan mengatasnamakan agama, namun selain

oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan

terorisme negara (state terorism). Pada umumnya mereka menyebut diri sendiri

sebagai separatis, pejuang kebebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, danlain-

lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad mujahidin adalah tindakan terorisme

yang menyerang penduduk sipil padahal penduduk sipil tersebut tidak terlibat dalam

perang.

Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni sebagai ahli Hukum Pidana

Internasional mengatakan, bahwa: “Tidak mudah untuk mengadakan suatu

pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal, sehingga sulit

mengadakan pengawasan atas makna terorisme tersebut”.

Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins mengatakan, bahwa: “Terorisme

merupakan pandangan yang subjektif, dimana didasarkan atas siapa yang memberi

batasan pada saat dan kondisi tertentu”.

Dalam konteks kerjasama, negara-negara Asia Tenggara memiliki suatu

badan atau organisasi kerjasama yang dinamakan ASEAN (Association South East

Asian Nations). ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok,

Thailand. ASEAN dari waktu ke waktu terus berkembang. Dewasa ini ASEAN

memiliki suatu forum regional yang dinamakan ARF (ASEAN Regional Forum).

ARF dibentuk pada pertemuan tahunan para menteri luar negeri ASEAN

(ASEAN Ministerial Meeting/AMM) ke-26 dan ASEAN-PMC di Singapura tanggal

23-28 Juli 1983, sebagai forum konsultasi untuk membahas masalah politik dan

19

Page 20: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

keamanan di Asia Pasifik. Forum ini diikuti oleh negara-negara ASEAN dan

beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik, Amerika dan Eropa, yang diperkirakan

mempunyai pengaruh terhadap situasi politik dan keamanan, baik pada tingkat

regional maupun global.

ARF (ASEAN Regional Forum) mendasarkan kinerjanya pada tiga bentuk

mekanisme, yaitu :26 pertama, Membina saling percaya (Confidence Building

Measures/CBMs) untuk mengurangi timbulnya konflik yang tidak diinginkan,

maupun meningkatkan kualitas lingkungan politik. Pembinaan rasa percaya ini

bukan saja di bidang militer, tetapi juga di bidang-bidang ekonomi dan politik.

CBMs juga merupakan latihan psikologis untuk mengurangi atau bahkan

menghilangkan mispersepsi dan kecurigaan. Secara mendasar CBMs bertujuan

untuk meningkatkan transparansi di antara negara-negara Asia-Pasifik yang

berkaitan dengan kekuatan-kekuatan militer mereka. Contoh transparansi ini adalah

Buku Putih Pertahanan (Defence White Paper) yang dapat diketahui oleh khalayak

umum baik domestik maupun antar negara, pemberitahuan dini tentang latihan

bersenjata kepada negara tetangga, transparansi pembelian senjata dan tipe senjata

yang dibeli, pertukaran informasi intelijen dan lain-lain. Kedua, Diplomasi Preventif

(Preventive Diplomacy), yaitu tindakan non militer untuk mencegah timbulnya

perselisihan di antara berbagai pihak, dan mencegah perselisihan berkembang

menjadi konflik dan membatasi perkembangan konflik apabila itu terjadi.27 Dan

Ketiga, Kerjasama keamanan dan politik, antara lain saling tukar dokumen

pertahanan, informasi perkembangan politik domestik dan regional, latihan militer

bersama pada tingkat bilateral dan multilateral, saling mengirim pengamat di dalam

20

Page 21: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

latihan militer yang dilakukan oleh negara-negara anggota, pengiriman siswa

militer, dan kerjasama lain yang bersifat non-militer.

Terorisme kini jelas menjadi isu bagi peradaban modern. Sifat tindakan,

pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target

serta metode terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas

bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa,

melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat

manusia (crimes against peace and security of mankind).

Di Indonesia, aksi terorisme menggunakan bom dan peledakan tidak kalah

marak. Di antaranya adalah ledakan bom 12 Oktober 2002 di Legian, Bali. Tak

kurang 203 orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami cidera dan cacat.

Ledakan bom berkekuatan tinggi juga terjadi pada 5 Agustus 2003 di Hotel J.W.

Marriott. Kemudian disusul dengan ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia

pada tanggal 2004, namun dalam ledakan kali ini ada yang menarik perhatian.

Bahwa pelaku menggunakan mobil box untuk melancarkan aksinya. Dan yang

paling menghebohkan lagi, pada tanggal 17 Juni 2009 terjadi ledakan di dua tempat

yang berbeda namun saling berdekatan yaitu di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz

Carlton.

Meskipun tidak secara terang-terangan, Indonesia sesungguhnya merupakan

bagian kerja sama internasional untuk memberantas terorisme. Strategi kebijakan

pemerintah inilah yang kemudian menimbulkan protes keras dari kelompok Islam

radikal bahwa pemerintah Indonesia telah menjadi alat politik negara besar.

Indonesia telah berhasil bukan saja menangkap dan mengadili para pelaku

21

Page 22: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

aksi-aksi teror, tetapi juga membongkar jaringan mereka. Keberhasilan ini telah

mengembalikan kepercayaan masyarakat, baik di dalam maupun di luar negeri, akan

kesungguhan dan kemampuan Indonesia mengatasi ancaman dan bahaya nyata

terorisme. Keberhasilan ini juga menunjukkan pentingnya kerjasama internasional

dalam upaya bersama memerangi terorisme. Oleh karena itu, perlu terus dilakukan

upaya membangun dan memperkuat berbagai mekanisme kerjasama bilateral,

regional, dan multilateral-global, untuk meningkatkan daya mampu Indonesia

menghadapi terorisme.

Jamaah Islamiyah yang mungkin aktif di Asia Tenggara diperkirakan

berjumlah sekitar 500 anggota, namun baru 100 orang yang telah ditahan,

khususnya di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Sekitar 20-25 orang

yang diduga sebagai pengendali mungkin masih berada di Indonesia, 10 diantaranya

telah di identifikasi dan masih memiliki pengaruh.

Hal ini dapat membuktikan, bahwa pertahanan dan keamanan adalah salah

satu fungsi pemerintah untuk menghadapi segala macam ancaman baik dari dalam

maupun dari luar negeri, yang diselenggarakan melalui sistem pertahanan dan

keamanan rakyat semesta sebagai suatu sistem yang menempatkan pertahanan dan

keamanan negara sebagai tanggung jawab bersama seluruh warga negara dengan

hak dan kewajiban yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Berdasarkan uraian dan teori-teori yang telah dibahas, penulis mencoba

mengemukakan asumsi sebagai berikut :

1. Strategi pertahanan dan keamanan RI adalah jabatan dari geopolitik pada

aspek militer, yang mengandung aspek-aspek konsepsi ruang, konsepsi

22

Page 23: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

frontier, konsepsi kekuatan-kekuatan, dan konsepsi penciptaan rasa aman

dan keamanan bagi rakyat.

2. Strategi pertahanan dan keamanan Indonesia dirumuskan melalui

mekanisme inklusif partisipatoris yang dilaksanakan secara konsisten serta

dapat dipertanggungjawabkan.

3. Strategi pertahanan dan keamanan Indonesia dalam menangani terorisme

mempengaruhi stabilitas kawasan ASEAN.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan di atas, maka penulis

mencoba membuat dan merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai

dugaan awal atau jawaban sementara terhadap permasalahan, maka penulis

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

“Strategi pertahanan keamanan Indonesia dalam menangani terorisme

bersandar pada ARF dengan memperkuat kapasitas hukum mengenai

terorisme, melakukan pertukaran informasi intelijen serta adanya pelatihan

bersenjata antar negara tetangga, maka stabilitas kawasan ASEAN terutama

dalam bidang keamanan dapat berjalan secara kondusif untuk mencegah

terorisme”.

C. Metode Penelitian

1. Tingkat Analisis

Penggunaan Tingkat Analisis dalam penelitian ini adalah Analisa

Korelasionis, yang unit eksplanasinya dan unit analisanya pada tingkatan yang

sama.

23

Page 24: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analitis dan metode historis analisis

a. Metode Deskriptif Analitis, yaitu metode yang digunakan untuk

mendefinisikan fenomena yang ada dan membahas realita yang ada serta

berkembang dewasa ini kendati yang setuju pada pencarian alternatif

untuk membahas permasalahan yang dihadapi. Metode ini pada akhirnya

akan dapat dikomparasikan dengan prediksi realita masa yang akan

datang. Metode deskriftif analitis menggambarkan, mengklarifikasi,

menelaah, serta menganalisis fenomena yang ada didasarkan atas

pengamatan dari beberapa kejadian dalam masalah yang bersifat aktual di

tengah realita yang ada untuk menggambarkan secara rinci fenomena

sosial tertentu, serta berusaha memecahkan masalah dalam prakteknya

tidak sebatas pengumpulan dan penyusunan data, melainkan meliputi juga

analisis dari interpretasi data-data tersebut.

b. Metode historis analisis, yaitu metode penelitian yang menghasilkan

metode pemecahannya yang ilmiah dan perspektif historis suatu masalah,

yakni cara pemecahan suatu masalah dengan cara pengumpulan data dan 25

fakta-fakta khusus mengenai kejadian masa lampau dalam hubungannya

dengan masa kini sebagai rangkaian yang tidak terputus dan saling

24

Page 25: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

berhubungan satu sama lain . Metode penelitian ini digunakan untuk

mengungkapkan peristiwa masa lalu, metode ini ditarik kesimpulannya

untuk kemudian dikomparasikan dan dicocokan dengan kondisi yang

tengah terjadi pada saat ini serta juga dapat dijadikan dasar untuk

melakukan prediksi-prediksi masa yang akan datang

D. Kasus

Terorisme merupakan sebuah tindakan yang memiliki unsur kekerasan dan

bertujuan untuk menyebarkan terror sehingga menyebabkan ketakutan di tengah

masyarakat. Aksi keji tersebut ditunjukan pada masyarakat sipil yang tidak bersalah,

yang dipilih dikarenalan dianggap sebagai symbol penyebaran pesan yang efektif oleh

para teroris. Serangan terorisme cukup meresahkan masyarakat karena akibat aksi

terorisme initelah menjatuhkan banyak korban jiwa. Selain itu, terorisme telah menjadi

isu global dan Negara-negara mulai memperhatikan isu ini dengan melakukan beberapa

pengaturan, pembatasan, bahkan peperangan untuk memberantas terorisme.

Gerakan terorieme diberbagai Negara lahir disebabkan karena ketidakadilan

global dan ketidakpuasan atas fenomena politik di masing-masing Negara muslim tidak

sesuai dengan syariat islam. Sehingga para anggota tersebut memperjuangkan untuk

mengubah system politik yang ada agar sejalan dengan islam yaitu dengan mendirikan

Negara islam dan menerapkan syariat islam yang merupakan cita-cita prjuangan dari

gerakan terorisme ini.

Selain itu para anggota terorisme ini melihat kebijakn luar negeri Negara-negara

barat telah menyengsarakan umat islam. Hal ini terlihat dalam sengketa perbatasan

25

Page 26: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

anatara Israel dan Palestina yang telah menelan banyak korban jiwa yang berasal dari

masyarakat sipil muslim sehingga mendorong gerakan ini untuk menunjukan

soladaritasnya sesame kaum muslim. Dan gerakan ini telah termotivasi untuk bangkit

melawan dan mengubah keadaan yang ditimbulkan oleh politik luar negeri Negara-

negara barat di Negara-negara muslim.

E. Pembahasan

1. Aktivitas Terorisme Internasional

Sejak serangan terorisme meruntuhkan gedung kembar World Trade Center (WTC) di

New York dan sebagian gedung Pentagon di Washington, D.C. tanggal 11 September

2001 isu terorisme global menjadi perhatian semua aktor politik dunia baik negara

maupun non-negara. Peristiwa ini menandai awal baru dalam kebijakan luar negeri AS

khususnya yang menyangkut keamanan nasional di mana perang melawan terorisme

global menjadi prioritas utama.

Ketika perang dingin berakhir, ada semacam optimisme bahwa politik dunia akan lebih

hirau dengan isu-isu low politics seperti ekonomi, lingkungan, dan hak azasi manusia.

Tetapi peristiwa 11 September 2001 mengubah optimisme itu menjadi suatu bentuk

ketidakpastian baru karena kelompok terorisme yang tergabung dalam Al Qaeda

pimpinan Osama Bin Laden telah menunjukkan kemampuan serangan yang dahsyat

langsung ke satu-satunya negara adidaya yaitu Amerika Serikat. AS yang menuduh rezim

Taliban di Afghanistan yang memberikan perlindungan terhadap Osama Bin Laden

langsung memberikan reaksi dengan melancarkan serangan militer ke negara itu dan

menyingkirkan rezim taliban serta mendukung pemerintahan baru di bawah pimpinan

Presiden Hamid Karzai. 

26

Page 27: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Respons secara militer yang dilakukan oleh AS ternyata tidak menyurutkan semangat

kelompok teroris karena sesudah tahun 2001 rangkain serangan terorisme yang berafiliasi

dengan Al Qaeda terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Serangan terorisme di

Indonesia diawali dengan serangan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan 1

Oktober 2005, pemboman didepan hotel J.W. Marriott di Jakarta pada Agustus 2003 dan

serangan bom di depan Kedutaan Besar Australia tahun 2004 di Jakarta, dan terakhir

pada Juli 2009 di depan hotel J.W. Marriott, Jakarta. Serangkain serangan tersebut

menyebabkan Indonesia menjadi salah satu sorotan dunia internasional karena adanya

jaringan terorisme yang aktif dan berbahaya di Indonesia.

Serangan terorisme yang mengatasnamakan agama ini mendapatkan momentum baru

menyusul serangan AS ke Irak pada tahun 2003. Serangan yang pada awalnya ingin

menjatuhkan rezim Saddam Hussein karena dituduh memiliki senjata pemusnah massal

dan menjalin hubungan dengan Al Qaeda yang kemudian menjadi tempat persemaian

baru bagi kelompok terorisme yang merupakan aksi balas dendam antara kelompok Syiah

dan Sunniyang bertujuan untuk menggagalkan misi dan kebijakan AS di Irak dan Timur

Tengah pada umumnya.

Kelompok terorisme menjadikan pemerintah setempat sebagai target serangan karena

dianggap berkolaborasi dengan pemerintah asing yang dimusuhi. Misalnya, kelompok Al

Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden menghendaki ditumbangkannya rezim

represif di Arab Saudi karena kolaborasinya dengan AS yang dilihat sebagai musuh

utama. Negara-negara Arab di Timur Tengah pada umumnya diperintah oleh rezim

otoriter dan represif sehingga kelompok radikal keagamaan tumbuh dengan subur serta

melancarkan aksi terorisme melawan pemerintahnya dan negara-negara Barat khususnya

27

Page 28: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

AS sebagai pendukung utama rezim yang berkuasa. 

2 Hubungan Antara Aktivitas Terorisme Internasional dan Failed States

Kenyataan bahwa kelompok teroris sering menggunakan konflik-konflik internal untuk

menjalankan aktivitasnya, maka dunia internasional juga memberikan perhatian yang

serius terhadap fenomena failed states seperti yang terjadi di Somalia, Afghanistan, Irak

dan Sudan. Semua negara ini memiliki ciri yang sama yaitu proses penegakan hukum

yang tidak berjalan dan adanya kelompok yang menghalalkan kekerasan kepada

penduduk sipil untuk mencapai tujuan politik.

Menurut Robert I.Rotberg, failed states memiliki berbaai ciri seperti adanya kekerasan

yang berlanjut tanpa dapat dikendalikan oleh aparat kemanan negara, pemberontakan

terhadap pemerintahan yang sah, terjadinya perang saudara antar kelompok etnis,

keagamaan dan linguistik, atau sentimen komunal lainnya, tidak adanya kontrol atas

perbatasan sehingga penyelundupan senjata dan bahan peledak marak terjadi. 

Aktivitas kelompok teroris di Indonesia juga pernah beralih dari serangan di wilayah

perkotaan dan mereka mulai membangun jalan masuk untuk memprovokasi konflik antar

umat beragama di wilayah-wilayah konflik khususnya Poso (Sulawesi Tengah) dan

Ambon (Maluku). Kelompok teroris yang sama melakukan rangkaian pemboman dan

pembunuhan di daerah konflik untuk mengobarkan konflik baru. Kelompok teroris yang

mengatasnamakan agama ini tentu saja merupakan sumber ancaman yang tidak hanya

menodai institusi keagamaan tetapi juga menggoyahkan sendi-sendi kerukunan bangsa

Indonesia yang majemuk. 

28

Page 29: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Persoalan utama dibidang ekonomi adalah jurang perbedaan antara negara kaya dan

miskin yang semakin lebar ditengah persaingan global untuk memperebutkan pasar

melalui peningkatan daya saing nasional. Eksploitasi kekayaan alam melalui kolaborasi

pemerintah pusat dengan perusahaan multinasional sambil mengabaikan pemenuhan

kebutuhan dasar penduduk lokal atau indigenous peoples. Sebagai contoh di Indonesia

adalah di Papua dan Aceh. Integrasi negara ke dalam kapitalisme global menimbulkan

disintegrasi sosial kaena pemerintah hanya menjadi alat dari kekuatan-kekuatan

komersial global untuk proses peningkatan profit dan akumulasi modal. 

Aktivitas terorisme internasional yang meningkat disuatu negara menandakan bahwa di

suatu negara tersebut tidak mampu membuat kesejahteraan yang adil bagi rakyatnya

sehingga menimbulkan separatis yang berubah kemudian menjadi terorisme. Kemudian

membentuk suatu gerakan terorisme tidak hanya di negara itu tetapi juga sudah

tersambung dengan jaringan terorisme internasional yang luas. seperti Afghanistan yang

negaranya dicap sebagai negara terorisme membuat negara ini dianggap sebagai negara

gagal.

3 Penyebaran Jaringan Terorisme Internasional Pasca Perang Dingin

Berbicara masalah terorisme internasional disamping kita membahas tentang hal-hal yang

berkaitan dengan tindakan-tindakan teror yang dilakukan oleh teroris itu maka hal lain

yang harus diperhatikan adalah proses penyebaran jaringan terorisme tersebut. Karena

yang perlu disadari bahwa terorisme ini merupakan sebuah kelompok organisasi yang

terorganisir dengan baik bukan hanya sekedar gerakan yang sifatnya hanya gertakan

29

Page 30: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

saja.Dikarenakan terorganisir maka sudah tentu kelompok terorisme ini memiliki tujuan

gerakan, pemimpin dan anggota untuk melancarkan aksi mereka. Maka dari itu pada

bagian ini secara spesifik akan membahas fenomena terorisme setelah perang dingin

dengan studi kasus peristiwa WTC 11 September 2001 di New York Amerika Serikat

yang disinyalir dilakukan oleh kelompok terorisme jaringan internasional.

Terorisme sebagai fenomena penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik

sebenarnya sudah ada dan terjadi jauh sebelum peristiwa 11 September 2001.Meski

modus dan motivasi untuk melakukan gerakan ini bisa berbeda-beda sepanjang sejarah

namun letak persamaannya terletak pada penggunaan kekerasan baik terhadap pejabat

resmi pemerintah yang dimusuhi atau kepada penduduk sipil dengan maksud untuk

menimbulkan dan menarik perhatian publik terhadap tuntutan politik yang diperjuangkan

oleh kelompok terorisme tersebut. Tindakan para terorisme tersebut bisa dalam bentuk

serangan bom secara frontal atau bom bunuh diri, pembajakan pesawat, penculikan dan

penyanderaan serta bentuk-bentuk aksi lainnya yang merupaka senjata yang dugunakan

dari kelompok yang lemah terhadap struktur kekuasaan atau dominasi dan politik yang

sangat kuat.

Isu terorisme, mulai menjadi perhatian dunia sejak peristiwa 11 september 2001 atau

9/11, di Amerika Serikat atau AS. Terdapat empat serangan yang terjadi pada hari itu,

dua serangan di World Trade Center, New York, satu menyerang Pentagon di Arlington,

Virginia, dan terakhir menyerang White House atau Gedung Putih di Washington D.C

dekat Pennyslavenia. Pelaku dibalik serangan yang secara tidak sengaja adalah golongan

30

Page 31: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Arab Muslim, mengaku bahwa mereka merupakan bagian dari Al Qaeda (sebuah

kelompok yang awalnya dibentuk oleh AS dan Osama bin Laden untuk memukul mundur

pasukan Uni Soviet dari Afgan, namun saat ini balik menyerang AS).Peristiwa 9/11 ini,

menjadi puncak perkembangan isu terorisme dalam dunia internasional namun, pada

hakekatnya terorisme itu sendiri sudah ada sejak tahun 1968.

Terdapat berbagai macam definisi yang coba diberikan oleh para ahli dalam menafsirkan

terorisme seperti, menurut Louis P. Pojman, terorisme diartikan sebagai kekerasan yang

menimbulkan ketakutan serta kepanikan, yang ditujukan kepada masyarakat sipil atau

non kombatan, dengan didasari pada kepentingan politik atau agama. 

Menurut James D. Kiras, terorisme merupakan suatu karakteristik penggunaan kekerasan,

kekerasan tersebut berupa penyanderaan, pembajakan, pengeboman dan serangan-

serangan tanpa pandang bulu lainnya, biasanya target serangan adalah masyarakat sipil.

Adapun ahli lain yang menafsirkan bahwa terorisme merupakan kegiatan yang terencana

dengan matang dan beroperasi secara rahasia di dalam suatu negara yang berdaulat.

Dengan demikian, terorisme secara umum dapat diartikan sebagai kekerasan yaang

didasarkan pada politik atau keagamaan, yang telah direncanakan secara matang dan

beroperasi secara rahasia, biasanya target serangan ditujukan pada masyarakat sipil atau

non kombatan.

Maka tipe-tipe kelompok teroris pun didasarkan pada dua agenda tersebut. Menurut

Audrey Kurth Cronin, saat ini terdapat empat tipe kelompok teroris yang beroperasi di

dunia, yakni:

31

Page 32: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

a. Teroris sayap kiri atau left wing terrorist, merupakan kelompok yang menjalin

hubungan dengan gerakan komunis;

b. Teroris sayap kanan atau right wing terrorist, menggambarkan bahwa mereka

terinspirasi dari fasisme

c. Etnonasionalis atau teroris separatis, atau ethnonationalist/separatist terrorist,

merupakan gerakan separatis yang mengiringi gelombang dekoloniasiasi setelah perang

dunia kedua;

d. Teroris keagamaan atau “ketakutan”, atau religious or “scared” terrorist, merupakan

kelompok teroris yang mengatasnamakan agama atau agama menjadi landasan atau

agenda mereka. 

Kemudian dalam hal lain pemetaan penyebaran terorisme internasional dapat dilihat dari

sudut pandang levelnya, maka terorisme dapat dibagi menjadi level atau tahapan sebagai

berikut :

1. Level negara atau state, kelompok teroris ini berkembang pada level negara dan

keberadaannya mengancam negara tersebut seperti, Irish Republican Army(IRA)

bekerjasama dengan separatis Basque, Euzkadi Ta Askatasuna(ETA) pada 1969

membajak sebuah skyrocket, Japanese Red Army (JRA) melakukan serangan bunuh diri

pada tahun 1972 di Israel, pada 1972 terjadi penyaderaan saat Olimpiade di Munich yang

dilakukan oleh kelompok Black September(BS), adapun kelompok lainnya German Red

Army Faction(gRAF/RAF) dan Italian Red Brigades(iRB/RB);

2. Level kawasan atau regional, kelompok teroris ini berkembang pada level regional dan

keberadaanya tidak hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam negara lain

32

Page 33: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

yang menjalin kerjasama dengan negara tersebut seperti, di Indonesia dalam kurun waktu

2002-2009, terjadi 6 kali pemboman yang dilakukan oleh anggota Jemaah Islamiyah,

pada April 1983 terjadi pemboman di gedung kedutaan, berasal dari kelompok Islamic

Jihad Organization(IJO), pada Desember 1975 “Carlos the Jackal”(CJ) menyerang

organisasi OPEC di Austria;

3. Level internasional atau global, kelompok teroris yang berkembang pada level

international ini, bukan hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam kestabilan

dunia internasional, seperti kelompok Al Qaeda. 

4 Dampak Aktivitas Terorisme Internasional Bagi Keamanan Regional dan

Global

Berkaitan dengan aksi-aksi yang ditunjukkan oleh para kelompok terorisme ini sudah

tentu akan melihat dampak dari aksi itu. Para teroris tersebut melakukan tindakan yang

tidak pandang bulu serta tidak berperikemanusiaan. Pengeboman, penyanderaan, serta

perlawanan senjata tentunya akan menimbulkan banyak korban jiwa baik dari para warga

sipil ataupun dari kelompok teroris tersebut. Namun hal itu hanya sebagian efek dari aksi-

aksi teroris itu, dampak yang lebih luasnya justru berkaitan dengan stabilitas keamanan

baik itu dari level negara, kawasan regional ataupun global.

Peristiwa atau insiden yang dilakukan oleh kelompok teroris dari mulai peristiwa bom

Bali 1 dan 2, tragedi WTC 11 September 2001, pemboman di Madrid, bom bunuh diri di

kereta bawah tanah di London itu bukti nyata bahwa kelompok teroris ini memiliki

33

Page 34: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

jaringan yang sangat luas. Indikasi serta fakta membuktikan bahwa disinyalir pelaku dari

aksi-aksi terorisme yang disebutkan di atas tadi memiliki karakteristik yang sama yakni

kelompok teroris berlabel agama. Implikasinya adalah setiap negara sekarang memiliki

prinsip bahwa musuh utama negara mereka adalah terorisme.Prinsip sederhana semacam

ini sudah mulai berkembang menjadi sebuah perjanjian atau konvensi-konvensi yang

secara khusus membicarakan dan mencari solusi untuk melawan terorisme ini baik

tingkat regional atau global.

Pada bagian ini secara khusus dijelaskan bagaimana negara-negara kawasan Asia

Tenggara melakukan berbagai tindakan untuk memerangi terorisme.Karena kawasan

Asia Tenggara mulai dihadapkan dengan tiga hal isu keamanan yang rumit, salah satunya

adalah masalah terorisme dan stabilitas regional sedangkan hal-hal lainnya yakni

berkaitan dengan masalah keamanan non-tradisional dan kemanan transnasional.Pada

awalnya tragedi 11 September 2001 merupakan masalah kemanan Amerika Serikat saja.

Negara di kawasan Asia Tenggara walaupun menyatakan simpati kepada Amerika

Serikat atas peristiwa itu namun tidak berpikir bahwa kejadian serupa akan terjadi di

negara mereka. Beberapa negara di Asia Tenggara memandang skeptis tentang isu

terorisme ini hal ini dibuktikan ketika Singapura menyatakan telah berhasil membongkar

jaringan terorisme internasional yang berada disekitar kawasan Asia Tenggara akan

menyerang beberapa negara yang ada di kawasan Asia Tenggara, namun hal itu tidak

ditanggapi secara serius oleh negara lainnya. Kemudian setelah itu harus dibayar mahal

sikap skeptis tersebut dengan terjadinya Bom Bali 1 pada 2002 yang saat itu negara-

negara di kawasan Asia Tenggara mulai menanggapi secara serius isu terorisme ini.

34

Page 35: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

5 Upaya Memberantas Terorisme Internasional

Langkah-langkah Internasional

PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 pada 28 September

2001, tak lama setelah serangan teroris 9/11 di Amerika Serikat. Tujuan Resolusi

1373/2001 tersebut adalah:

• Memantau dan meningkatkan standar dari tindakan pemerintah terhadap aksi terorisme.

• Membentuk Komite Pemberantasan Terorisme yang didirikan PBB

berdasarkanResolusi Dewan Kemanan PBB berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan

PBB No.1373 tahun 2001 dan beranggotakan 15 Anggota Dewan Keamanan.

• Tujuan pembentukan komite The Counter Terrorism Committe(CTC) :

Memantau pelaksanaan Resolusi 1373 serta meningkatkan kemampuan negara-negara

dalam memerangi terorisme.

Membangun dialog dan komunikasi yang berkesinambungan antara DewanKeamanan

PBB dengan seluruh negara anggota mengenai cara-cara terbaikuntuk meningkatkan

kemampuan nasional melawan terorisme.

• Mengakui adanya kebutuhan setiap negara untuk melakukan kerjasamainternasional

dengan mengambil langkah-langkah tambahan untuk mencegah danmenekan pendanaan

serta persiapan setiap tindakan-tindakan terorisme dalamwilayah mereka melalui semua

cara berdasarkan hukum yang berlaku.

• Meminta negara-negara untuk menolak segala bentuk dukungan finansial bagi

kelompok-kelompok teroris.

• Setiap negara saling berbagi informasi dengan pemerintah negara lainnya tentang

kelompok manapun yang melakukan atau merencanakan tindakan teroris.

35

Page 36: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

• Menghimbau setiap negara-negara PBB untuk bekerjasama dengan pemerintahlainnya

dalam melakukan investigasi, deteksi, penangkapan, serta penuntutanpada mereka yang

terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.

• Menentukan hukum bagi pemberi bantuan kepada terorisme baik pasif maupunaktif

berdasarkan hukum nasional dan membawa pelanggarnya ke mukapengadilan.

• Mendesak negara-negara PBB menjadi peserta dari berbagai konvensi dan protokol

internasional yang terkait dengan terorisme.

PBB telah mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1377 pada

November2001 mengenai bidang-bidang yang perlu didukung guna meningkatkan

efektivitaskinerja Komite Pemberantasan Terorisme (CTC) dalam memerangi terorisme.

PBB telah mewajibkan setiap negara anggotanya memiliki UU Antiterorisme dan UU

tentang Pencucian uang.

PBB mewajibkan setiap negara anggotanya memberikan laporan kepada Komite

Pemberantasan Terorisme (The Counter Terrorism Committe/CTC) mengenaikemajuan-

kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi masalah terorisme di negaramasing-

masing berdasarkan Resolusi DK PBB tersebut.

Setiap negara harus memberikan “perhatian khusus” terhadap penanganan akar dan

mekanisme dari terorisme.

Tindakan Antisipasi dan Pembinaan Mantan Teroris

Dalam memberantas tindakan terorisme ini tidak cukup dengan melalui kerjasama

internasional saja karena terorisme telah menjadi masalah bersama yang sangat

meresahkan negara. Dalam memberantas terorisme ini harus ada tindakan antispasi dan

pembinaan mantan teroris di setiap negara. Serta keseriusan dari pemerintah dalam

36

Page 37: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

memberantas aksi-aksi terorisme dengan menangkap pelaku serta dalangnya. Pemerintah

tidak hanya menggunakan pendekatan militeristik saja tetapi juga harus menggunakan

pendekatan edukatif dan antisipatif serta meminimalisasi kondisi yang menyebabkan

seseorang atau kelompok masuk kedalam kelompok tererorisme. Dan untuk para pelaku

teror yang yang ditangkap hendaknya diperlakukan secara manusiawi agar setelah pelaku

teror tersebut bebas tidak menimbulkan dendam atau dari pihak keluarga yang dapat

mendorong melakukan aksi teror sebagai balasan akibat perilaku tidak manusiawi yang

diterima oleh keluarganya yang ditangkap.

Peranan tokoh agama dalam pemberantas terorisme

Tokoh agama salah satu yang memegang peranan penting dalam pemberantasan

terorisme. Hal ini dikarenakan tokoh agama dapat memberikan pencerahan atau

mengubah terhadap pola pikir keagamaan umat Islam yang radikal menjadi moderat dan

toleran. Ada tiga kecenderungan tokoh agama dalam menyikapi terorisme internasional.

Pertama, kelompok yang menolak secara ekstrim bentuk terorisme. Kedua, kelompok

yang memaklumi langkah para teroris dalam melakukan aksinya. Ketiga, kelompok yang

menolak terorisme, namun mereka juga menolak langkas AS dan aparat keamanan dalam

negeri yang represif dan tidak adil memberantas terorisme. Oleh karena sebab itu, para

tokoh agama dituntut agar dapat ikut serta memberikan pencerahan pemikiran terhadap

masyarakat tentang bahaya terorisme bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan

bernegara. Tokoh agama juga harus menjadi perekat diantara umat yang berbeda agama

sehingga radikalisme agama dapat diredam.

37

Page 38: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Langkah-langkah Nasional

Beberapa negara yang rawan dimanfaatkan sebagai sasaran pengembangan gerakan

terorisme global, seperti, Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia perlu berupaya mengatasi

ancaman kehadiran terorisme internasional ini dengan lebih dulu mengatasi dan mencari

solusi atas berbagai persoalan kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri, krisis

ekonomi yang berkepanjangan di negaranya masing-masing, maupun mempersempit

ketimpangan antara negara maju dan miskin.

Setiap negara yang pernah mengalami ancaman atau serangan terorisme harus

memberikan perhatian yang serius terhadap pelaksanaan fungsi intelijennya sebagai

instrumen untuk melakukan pencegahan dini terhadap serangan yang mungkin akan

dilakukan seerta menghindari terjadinya strategic surprise (kejutan strategis) yang

dilancarkan oleh kelompok-kelompok teroris.

Meningkatkan fungsi-fungsi badan intelijen yang mencakup pengumpulan data, analisis

data, covert action (aksi-aksi tersembunyi), serta sejumlah kegiatan lain guna

menghentikan aksi yang dilakukan oleh para teroris melalui count erinte lligence.

Meningkatkan fungsi profesionalisme intelijen dalam menghadapi ancaman terorisme

global karena kelompok-kelompok teroris kontemporer memiliki berbagai karakteristik

yang juga sangat menuntut peningkatan kerjasama intelijen internasional karena operasi

jaringan terorisme global yang telah melintasi batas-batas negara.

Setiap negara perlu meningkatkan strategi penegakan hukum (law enforcement),

terutama di daerah-daerah yang dilanda konflik.

38

Page 39: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

Kesimpulan  

Terorisme merupakan sebuah tindakan yang berorientasi untuk mempengaruhi situasi politik

ataupun mempengaruhi kebijakan di dalam suatu Negara dengan menggunakan terror ataupun

kekerasan. Meskipun belum mencapai kesepakatan dalam mendefinisikan kata dari terorisme

tapi secara garis besar bahwasanya terorisme merupakan tindakan yang membuat resah

masyarakat. Terorisme menjadi sebuah isu yang cukup populer di dunia Inetrnasional Pasca

Perang Dingin terlebih Amerika Serikat.

Terorisme menjadi masalah global ketika mengganggu stabilitas hubungan internasional di

beberapa Negara.Dampak yang luas inilah yang menjadikan terorisme bukan hanya sebagai

ancaman local suatu Negara saja tapi menjadi ancaman bagi dunia Internasional.Terorisme

internasional adalah tantangan yang harus dihadapi oleh Negara-negara Pasca Perang dingin.

Amerika Serikat merupakan sponsor utama dalam memerangi terorime. Bahkan Amerika Serikat

menyatakan perang bagi Negara mana saja yang melindungi atau membiarkan terorisme

berkembang biak. 

39

Page 40: Tisa Sarita Marsha_2008_170210080171.docx

DAFTAR PUSTAKA

Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan Negara

Republik Indonesia, Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, Agustus 2005.

Lebih lanjut mengenai hal ini, lihat tulisan Donny Gahral Adian dalam Analisis CSIS

edisi

Terorisme dan Keamanan Manusia tahun 2003 No. 1. hal. 78-88.

Hasyim, hal. 14-15.

Donny Gahral Adian , Op.Cit., hal. 92.

“Indonesia Terorisme Q & A”, dalam http//www.terrorismanswer.com, yang dikutip oleh

Bantarto Bandoro dari Ibid analisis CSIS. Hal. 92

May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Eresco, Jakarta, 1994, hal. 3.

22 “Strategi”., dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi., diakses 15 oktober 2009.

Indriyanto Seno Adji, Terorisme, Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum

Pidana dalam Terorisme : Tragedi Umat Manusia (Jakarta: O. C. Kaligis & Associates,

2001),

hal.50.

“Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum”, dalam Jurnal Kriminologi Indonesia

FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002): 22.

40