Rinitis Vasomotor Joses_2

Preview:

Citation preview

Preseptor : dr. Pramusinto Adhi.,Sp.THT-KL Indra Jaya Purnama (9510108)

Pangkal hidung ( bridge )

Dorsum nasi Puncak hidung ( apeks ) Ala nasi

Kolumela Lubang hidung ( nares anterior )

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan

yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: Sepasang os nasalis ( tulang hidung ) Prosesus frontalis os maksila Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari

beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior 2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor ) 3. Beberapa pasang kartilago alar minor 4. Tepi anterior kartilago septum nasi

Vestibulum

Septum nasi Kavum nasi

Suatu kelainan neurovaskular pembuluh darah pada

mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik disebut juga rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) Nama lain: vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.

Neurogenik

Serabut simpatis melepaskan ko transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2 - 4 jam. Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah ubah luasnya Neuropeptida disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsang terhadap saraf sensoris serabut C di hidung , adanya rangsang abnormal saraf sensoris akan diikuti dengan peningkatan pelepasan neuropeptida seperti subtance P dan calsitonin gene related protein yangmenyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiperaktivitas hidung

Nitrik oksida

Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskuler dan kelenjar mukosa hidung Trauma Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari traumahidung melalui mekanisme neurogenik atau neuropeptida

Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan

vasomotor : 1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis (ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal) 2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang. 3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme. 4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

Alkohol

perubahan temperatur / kelembapan makanan yang panas dan pedas bau bauan yang menyengat ( strong odor )

asap rokok atau polusi udara lainnya faktor faktor psikis seperti : stress, ansietas penyakit penyakit endokrin

obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa

hidung dan sekresi dari kelenjar. Sistem saraf simpatis mengatur diameter resistensi pembuluh darah di hidung Sistem safar parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar Pada rinitis vasomotor, terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.

Teori lain : peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel

seperti sel mast. Termasuk diantaranya adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen tsb meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated hypersensitivity)

adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung hidung tersumbat dan rinore.

dibedakan dalam 2 golongan, yaitu: Golongan bersin (sneezers) respon baik dengan

terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal Golongan rinore (runners) anti kolinergik topikal Golongan tersumbat (blockers) glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral

Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi

keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.

Pada rinoskopi anterior tampak gambaran klasik

berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.

Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan

kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.

Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :

1. Menghindari penyebab / pencetus (Avoidance therapy) 2. Pengobatan konservatif (Farmakoterapi) : - Dekongestan. Contoh: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung ). - Anti histamin - Kortikosteroid topikal. Contoh: Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone - Anti kolinergik.Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray)

Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal. - Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat (chemical cautery) maupun secara elektrik (electrical cautery). - Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior turbinate) - Bedah beku konka inferior (cryosurgery) - Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection) - Turbinektomi dengan laser (laser turbinectomy) - Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy)

1. Sinusitis 2. Eritema pada hidung sebelah luar 3. Pembengkakan wajah

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit

kadang-kadang dapat membaik dengan tiba tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its

Impact on Asthma) tahun 2001kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Klasifikasi baru rinitis alergi: Menggunakan parameter gejala dan kualitas

hidup Berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit intermitten atau persisten Berdasarkan derajat berat penyakit , dan dibagi dalam

ringan atau sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup.

Gejala < 4 hari per Intermiten: minggu atau kurang dari 4 minggu

Persisten:

Gejala > 4 hari per minggu dan > 4 minggu

Ringan:

Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas

Sedangberat:

ALERGEN Aeroalergen rhinitis alergi Alergen yang tersering ditemukan dalam rumahtungau,

hewan peliharaan, serangga atau dari tanaman Alergen ingestan,injektan,kontaktan

POLUTAN asap rokok (sumber utama). gas buang kendaraan bermotor dan polutan atmosfir yang

utama termasuk ozon, oksida dari nitrogen dan sulfur dioksida. Emisi buangan mesin diesel meningkatkan pembentukan IgE dan inflamasi alergi.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung

Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2

Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin

SneezingItching (hidung, mata, telinga, palatum)

Malaise

Lacrimasi, mata merah, mata bengkak

Rhinorrhea

Anosmia

Congesti

Wajah Allergic shinners Nasal creaseallergic salute

Hidung Conchacongesti, pucat/kebiruan Secretwatery Polypmassa abu-abu, bertangkai

Telinga Retraksi membran timpani

Mata Injeksi Oedema Lacrimasi Dennie-morgan line

Oropharynx Cobblestoningjaringan lymphoid Hypertrophy tonsil Maloklusi (overbite) High palate

Kulit dermatitis atopik Paruasma

Uji in-vivo dan in-vitro menemukan IgE yang bebas atau yang terikat sel. In vitroTotal blood eosinophil count, Total serum IgE, Radioallergosorbent test (RAST),ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) In vivoskin prick test, SET (Skin End-point Titration)

Step 3

ImmunotherapyPharmacotherapy

Step 2Step 1

Allergen Avoidance and Environmental Control

43

45

Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan

atau menimbulkan kekambuhan polip hidung. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis paranasal. Asma bronkial. Pasien rinitis alergi memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.

Suatu kelainan hidung berupa gangguan respons

normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokontriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. (drug abuse)

Pemakaian vasokontriktor berulang rebound

dilatation setelah vasokonstriksi obstruksi. Karena obstruksi penggunaan obat berulang >> agonis alpha adrenergik tinggi di mukosa hidung penurunan sensitifitas reseptor alpha adrenergik toleransi. Aktifitas simpatis menghilang dilatasi dan kongesti jaringan mukosa (rebound congestion).

Cilia rusak

Sel goblet berubah ukuran Membran basal menebal PD menebal Stroma tampak edema Hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH

sekret hidung Lapisan submukosa menebal Lapisan periosteum menebal

Hidung tersumbat terus menerus dan berair

Pemeriksaan: Edema/ hipertrofi konka dan sekret berlebihan (edema

konka tidak berkurang dengan pemberian tampon adrenalin)

Hentikan pemakaian obat vasokontriktor hidung

Berikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek

dan dosis diturunkan untuk mengatasi sumbatan berulang Obat dekongestan oral

Ada 2 jenis : 1. Rh.Kr.Atr. Foetida ( Ozaena ). 2. Rh.Kr.Atr non Foetida.

Infeksi hidung kronik, ditandai adanya atrofi progresif

pada mukosa dan tulang konka. Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering sehingga berbentuk krusta berbau busuk

Insidensi: wanita > pria

Etiologi: Infeksi oleh kuman spesifik, spt: Klebsiella ozaena. Defisiensi FE, vitamin A Sinusitis kronik Kelainan hormonal Penyakit kolagen, penyakit autoimun

- Ingus kental berwarna hijau - Krusta yang banyak disertai bau busuk memualkan - Nafas bau

( oleh orang sekitar ) - Obstruksi nasi. - Gangguan penghidu - Sakit kepala dan hidung merasa tersumbat - Pharing kering.

- Cavum nasi lebar.konka inferior dan inferior menjadi

hipotrofi atau atrofi - Sekret warna hijau kehitam-hitaman. - Crusta berbau.Pemeriksaan Penunjang: Histopatologis dari biopsi Mikrobiologi dan uji resistensi CT-scan sinus paranasal

- Konservatif: AB berspectrum luas atau sesuai uji resistensi - R/ NaCl

Na4Cl NaHCO3 Aqua ad cc300- Vimin A 3x500 U - Preparat Fe selama 2 minggu - Sistemik dan lokal : menggunakan steroid dan

antibiotik,vasodilator

Op Penutupan lubang hidung atau penyempitan

lubang hidung dengan implantasi atau dengan osteoperiosteal op. penutupan lubang hidung pada nares anterior/ koana, penyempitan lubang hidung dengan implantasi/ jabir osteoperiosteal, BSEF(Bedah Sinus Endoskopik Fungsional) Tujuan: mengurangi turbulensi udara, inflamasi mukosa.

Disebabkan oleh virus (biasanya Rhinovirus). Virus lainnya:

Coxsackie dan virus ECHO. Penyakit ini sangat menular Gejala timbul karena penurunan daya tahan tubuh Gejala: rasa panas, kering, gatal di dalam hidung, bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, ingus encer, disertai demam dan nyeri kepala. Mukosa tampak kemerahan dan edema. Bila terjadi infeksi sekunder, ingus jadi mukopurulen. Terapi: istirahat, obat simtomatis: analgetik, antipiretik, dekongestan, antibiotika (bila terdapat infeksi sekunder)

Perubahan mukosa hidung pada konka inferior yang mengalami

hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri primer atau sekunder. Bisa juga tanpa terjadi infeksi bakteri (lanjutan dari Rh. Alergika dan Rh. vasomotor.) GK: sumbatan hidung, mulut kering, nyeri kepala, gangguan hidung, sekret banyak dan mukopurulen Diagnosis: Konka hipertrofi, t.u inferior. Permukaan berbenjol, sekret mukopurulen diantara konka inferior dan septum dan juga di dasar rongga hidung. Terapi: terapi simtomatis dengan kaustik konka dengan zat kimia, kauter listrik, luksasi konka, frakturisasi konka multipel, konkoplasti, konkotomi parsial.

Disebabkan Coryne bacterium diphtheriae, terjadi primer

pada hidung maupun sekunder pada tenggorok, ditemukan akut maupun kronik. Biasanya pada riwayat imunisasi tidak lengkap GK: demam, toksemia, limfadenitis, paralisis otot pernapasan. Hidung: ingus bercampur darah, pseudomembran putih yg mudah berdarah, krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung Diagnosis: pem. Kuman dari sekret hidung Terapi: ADS, penisilin lokal dan i.m. Pasien harus diisolasi sampai pem.kuman (-)

Dapat bersamaan dengan sinusitis, bersifat invasif atau

non invasif. Etiologi: aspergillus, candida, histoplasma, fussarim, dan mucor. Diagnosis: sekret mukopurulen, ulkus/ perforasi septum disertai jaringan nekrotik warna kehitaman (black eschar) Terapi: non ivasif: pengangkatan seluruh jamur. Invasif: obat anti jamur oral dan topikal, cuci hidung dan pembersihan hidung, debridement.

Infeksi TB ekstrapulmoner.

Tb pada hidung: noduler atau ulkus, t.u tulang rawan

septum, dan dapat perforasi. Diagnosis: hasil BTA pada sekret hidung, ditemukan sel datia langhans, dan limfositosis. GK: sekret mukopurulen dan krusta, hidung tersumbat. Terapi: antituberkulosis, obat cuci hidung

Etiologi: Treponema pallidum

Diagnosis: bercak/ bintik pada mukosa, gumma/

ulkus pada septum nasi (rinitis sifilis tersier) perforasi septum Pem. Klinis: sekret mukopurulen berbau dan krusta, perforasi septum. Diagnosis Pasti: pem. mikrobiologi dan biopsi Terapi: penisilin dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan secara rutin.