View
124
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Mikir
Citation preview
1
Diajukan kepada Panitia Promosi Universitas Pendidikan Indonesia
untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Doktor Kependidikan dalam Bidang Pendidikan IPA
Promovendus Wahono Widodo
NIM 0705815
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “MiKiR” PADA PERKULIAHAN FISIKA DASAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMECAHAN MASALAH
CALON GURU SMK PROGRAM KEAHLIAN TATA BOGA
RINGKASAN DISERTASI
2
LEMBAR PENGESAHAN
Ringkasan Disertasi ini disertujui dan disahkan oleh:
Promotor
Prof. Dr. Liliasari, M.Pd. NIP. 194909271978032001
Kopromotor
Drs. Agus Setiawan, Ph.D. NIP. 196902111994051001
Anggota
Dr. Ir. Suhardi NIP. 196312111990011002
3
DAFTAR ISI
halaman
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Abstrak iv
Abstract v
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 4
3. Manfaat Penelitian 4
4. Tujuan Penelitian 4
5. Metode Penelitian 4
6. Deskripsi Model Pembelajaran ”MiKiR” 7
7. Hasil Ujicoba dan Penilaian Ahli 8
8. Hasil Tahap Implementasi 11
9. Pembahasan 18
10. Kesimpulan 20
11. Implikasi 22
12. Rekomendasi 23
Daftar Pustaka 24
Daftar Riwayat Hidup 27
4
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “MiKiR” PADA PERKULIAHAN FISIKA DASAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMECAHAN MASALAH
CALON GURU SMK PROGRAM KEAHLIAN TATA BOGA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran dalam perkuliahan Fisika Dasar yang dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan kemampuan mengaplikasikan konsep fisika pada calon guru SMK PKTB. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D), dengan memanfaatkan model 4-D, yakni pendefinisian (define), pendisainan (design), pengembangan (develop), dan diseminasi (disseminate). Pada tahap pendefinisian dilakukan analisis kebutuhan dan karakteristik calon guru SMK PKTB, analisis terhadap sumber dan fasilitas belajar yang tersedia, dan diakhiri dengan perumusan indikator hasil belajar. Tahap pendisainan berupa kegiatan merancang prototipe model pembelajaran dan perangkat pembelajaran pendukungnya, yakni multimedia interaktif (MMI), Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM), dan pedoman pengembangan e-portfolio. Tahap pengembangan berupa dua kali ujicoba (developmental testing) dan penilaian ahli (expert appraisal) yang digunakan untuk memperbaiki prototipe model pembelajaran beserta perangkat pembelajaran pendukungnya. Tahap diseminasi berupa uji validasi (validation testing) dengan menggunakan Randomized Pretest-Postest Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa calon guru SMK PKTB pada salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling. Untuk uji validasi model, sampel dibagi menjadi kelompok eksperimen (35 orang) dan kelompok kontrol (33 orang). Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, rubrik, lembar observasi, dan angket. Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan inferensial. Penelitian ini menghasilkan model pembelajaran “MiKiR” dengan fase: 1) “Mi”: orientasi terhadap masalah dan mengkonstruksi konsep fisika dengan MMI, 2) “Ki”: kerja kolaboratif untuk memecahkan masalah dan pembuatan karya, 3) “R”: refleksi dengan diskusi dan e-portfolio. Model pembelajaran “MiKiR” mampu meningkatkan pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan kemampuan mengaplikasikan konsep pada calon guru SMK PKTB, dengan rerata N-gain 44,5%. Model pembelajaran “MiKiR” lebih efektif dibandingkan dengan perkuliahan Fisika Dasar yang selama ini dilakukan. Model pembelajaran “MiKiR” mampu memadukan proses dan konten dalam perkuliahan fisika. Penelitian ini juga menemukan bahwa keterampilan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai keterampilan generik sains.
5
THE DEVELOPMENT OF LEARNING MODEL “MiKiR” ON INTRODUCTORY PHYSICS COURSE TO IMPROVE GENERIC SCIENCE
AND PROBLEM SOLVING SKILLS OF PROSPECTIVE TEACHERS OF VOCATIONAL SCHOOL IN FOODS PROGRAM
ABSTRACT
The research aimed to develop learning model in Introductory Physics course which can improve problem solving skill, generic science skills, and ability to apply physics concepts for prospective teachers of Vocational School in Foods Program (VSFP). Research and Development (R & D) method using 4-D model, i.e. define, design, develop, and disseminate was applied in this research. The define stage was needs assessment and analysis of VSFP prospective teachers’ characteristics, facilities and learning resources analysis, and formulation of learning outcome indicators. The design stage was creating of learning model prototype and learning materials i.e. interactive multimedia, Student Worksheets, and guideline of e-portfolio. The develop stage was two small scale tryouts and experts judgement, which used to improve the prototype of learning model as well as supporting learning materials. The disseminate stage was validation testing which used Randomized Pretest-Postest Control Group Design. The population was students of prospective teachers of VSFP at a state university in East Java. Samples were selected with purposive sampling technique. In order to model validation, samples then divided into experiment group (35 students) and control group (33 students). Data were gathered by test, rubric, observation sheet, and questionnaires. Data then were analyzed with descriptive and inferential analysis. The research generated the learning model called “MiKiR” which covered phases: 1) “Mi”: orientation to the problems and learn physics concept with interactive multimedia, 2) “Ki”: collaborative work to solve the problems and create artifacts, 3) “R”: reflection to the process and results of the resolving problems by discussion and e-portfolio. The validation testing results showed that learning model called “MiKiR” improved problem solving skill, generic science skills, and physics concepts application in foods for prospective teachers of VSFP, with 44,5% in average N-gain. Learning model “MiKiR” was more effective than conventional learning model used in Introductory Physics course. Learning model “MiKiR” was able to integrate process and content in physics course. The research also found that skill of using information and communication technology was a generic science skill.
6
1. Latar Belakang
Fisika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi,
sehingga mahasiswa teknik perlu belajar fisika, dalam bentuk matakuliah Fisika Dasar
atau Fisika Teknik. Calon guru Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Tata
Boga (SMK PKTB) belajar pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
Fakultas (Pendidikan) Teknik, sehingga juga mendapatkan perkuliahan fisika. Paolucci
(Vaines, 1979) menyatakan, bahwa fokus PKK adalah inter-dependensi dan inter-relasi
antara fenomena dan proses fisis dan sosial budaya yang mempengaruhi
pengembangan manusia. Cebotarev (1979) menyatakan bahwa pengetahuan dasar
PKK adalah fisika, biologi, ilmu pengetahuan sosial, dan seni, sedangkan McElwe
(1993) menekankan pentingnya pemahaman sains sebagai bagian dari perkuliahan
PKK. Parker (1980) menyatakan bahwa ilmu kesejahteraan keluarga tidak dapat berdiri
sendiri, namun menggunakan hasil penelitian dari ilmu lain, seperti fisika, kimia,
bakteriologi, biologi, antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, kedokteran, ilmu gizi,
dan ilmu pendidikan. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan perlunya
penguasaan konsep-konsep dasar fisika bagi calon guru SMK PKTB.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 40 mahasiswa calon guru SMK
PKTB pada salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur memperlihatkan berbagai
masalah dalam perkuliahan fisika. Masalah tersebut meliputi latar belakang pendidikan
mahasiswa yang heterogen, persepsi negatif mahasiswa terhadap fisika, serta sifat
fisika itu sendiri yang tidak sesuai dengan minat mereka, sehingga mengakibatkan hasil
belajar mereka tidak optimal (Widodo, 2009). Hasil studi pendahuluan tersebut selaras
dengan penelitian Rauma et al. (2006) yang memperlihatkan 40 dari 167 pengajar PKK
di Finlandia menyatakan bahwa pendidikan sains di tingkat universitas terlalu abstrak
dan terlalu jauh dari kehidupan sehari-hari. Di pihak lain, hasil penelitian McElwe (2004)
di Irlandia menunjukkan bahwa mahasiswa PKK tingkat tiga banyak mengalami
miskonsepsi pada prinsip ilmiah yang digunakan dalam memasak makanan dengan
7
merebus. Hasil-hasil tersebut memperlihatkan adanya permasalahan dalam pendidikan
sains-fisika untuk calon guru SMK PKTB, menyangkut proses dan hasil belajar
perkuliahan fisika.
Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya perbaikan perkuliahan
Fisika Dasar, yang dimulai dari penetapan tujuan yang relevan. Mengikuti pendapat
Giancoli (2001), tujuan perkuliahan Fisika Dasar bagi mahasiswa yang minat utamanya
bukan fisika adalah mengaplikasikan konsep-konsep fisika dalam bidang mahasiswa
tersebut dalam bentuk pemecahan masalah. Selain itu, untuk melatihkan kemampuan
adaptif, perkuliahan fisika seharusnya juga menumbuhkan berbagai keterampilan
generik. Keterampilan generik adalah kemampuan dasar yang bersifat umum, dan
dapat dialihkan untuk lintas pekerjaan yang berbeda (Pumphey dan Slater, 2002).
Dalam konteks perkuliahan fisika, keterampilan generik yang dikembangkan adalah
keterampilan generik sains menurut Brotosiswoyo (2000), yang meliputi keterampilan
melakukan pengamatan, kesadaran tentang skala besaran, bahasa simbolik, kerangka
logika taat azas dari hukum alam, konsistensi logis, hukum sebab akibat, serta
pemodelan matematik.
Sesuai dengan karakteristik calon guru SMK PKTB, untuk mencapai tujuan
perkuliahan Fisika Dasar dapat dilakukan dengan menerapkan lingkungan belajar yang
menyediakan kesempatan mahasiswa untuk mempelajari fisika setiap saat diperlukan,
dapat diulang-ulang sendiri oleh mahasiswa sampai mahasiswa tersebut paham,
mampu memberikan umpan balik dengan cepat terhadap respon mahasiswa, dan tidak
membosankan, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
bentuk multimedia interaktif (MM). MMI dalam perkuliahan fisika dasar dapat
meningkatkan pemahaman konsep Fisika Dasar (Dori dan Belcher, 2005),
meningkatkan penguasaan konsep calon pengajar fisika (Darmadi, 2007), serta
keterampilan generik sains pengajar fisika (Yahya et al., 2008).
Oleh karena sifat pembelajarannya yang mandiri, pembelajaran dengan MMI
cenderung individual. MMI umumnya memfokuskan konstruksi pengetahuan pada
8
proses intra individual Piagetian. Kecenderungan ini tidak sesuai dengan hakikat fisika
dan tujuan perkuliahan Fisika Dasar yang digunakan untuk memberikan kemampuan
adaptif bagi calon pengajar SMK Tata Boga. Pembelajaran dengan MMI ini harus
dipadukan dengan pembelajaran yang bersifat kolaboratif, yang mencakup
pengonstruksian melalui inter individual Vygotskian. Peran interaksi sosial merupakan
pusat dari pengajaran dan pembelajaran sains dan dalam berbagai penelitian dan
menurut Vygotsky keuntungan individual dari interaksi adalah integrasi pengetahuan
dari teman dan lingkungan (Dori dan Belcher, 2005). Pembelajaran kolaboratif ini
digunakan dalam rangka memecahkan masalah yang menuntut aplikasi konsep-konsep
fisika dalam bidang boga.
Berbagai penelitian untuk mengembangkan keterampilan generik telah
dilakukan. Varsavsky (2001) mengembangkan keterampilan generik pada mahasiswa
sains tahun pertama dengan pengembangan konteks belajar “metode ilmiah”; tujuan
belajar didefinisikan seputar keterampilan dasar yang diperlukan untuk “kerja” sains.
Keterampilan generik dalam penelitian ini merupakan keterampilan generik untuk
mempelajari sains, mirip dengan yang dikemukakan Brotosiswoyo (2000). Hipkins
(2006) menyarankan, bahwa dalam mengembangkan keterampilan generik pada
mahasiswa perlu memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan refleksi diri. Refleksi
merupakan komponen vital dalam proses pembelajaran. Roger (2001) menyatakan
bahwa refleksi merupakan proses yang memungkinkan siswa untuk mengintegrasikan
pemahaman yang diperoleh melalui pengalaman sehingga memungkinkan memilih
pilihan atau tindakan selanjutnya yang lebih baik dan memperkuat efektivitas secara
keseluruhan. Paparan ini menunjukkan bahwa selain dengan MMI dan pemecahan
masalah secara kolaboratif, pemberian kesempatan untuk melakukan refleksi diri juga
memiliki potensi untuk dapat meningkatkan keterampilan generik sains pada
mahasiswa. Ketiga aspek ini, yakni MMI, kolaboratif, dan reflektif, seharusnya
diintegrasikan pada perkuliahan yang dapat mendukung peningkatan keterampilan
pemecahan masalah, keterampilan generik sains dan kemampuan mengaplikasikan
9
konsep pada calon guru SMK PKTB. Integrasi ketiga aspek tersebut menghasilkan
model pembelajaran “MiKiR”, yang merupakan akronim dari MMI, Kolaboratif, dan
Reflektif.
2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang perlu dipecahkan melalui penelitian ini adalah: “Bagaimanakah
karakteristik model pembelajaran “MiKiR” pada perkuliahan Fisika Dasar yang mampu
mengembangkan keterampilan generik sains, pemecahan masalah, dan aplikasi
konsep fisika pada calon guru SMK Program Keahlian Tata Boga?”
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menemukan karakteristik model pembelajaran pada
perkuliahan Fisika Dasar bagi calon guru SMK PKTB yang dapat meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan kemampuan
aplikasi konsep fisika, mengetahui tanggapan calon guru SMK PKTB terhadap model
pembelajaran yang dikembangkan, serta mengidentifikasi kelebihan dan keterbatasan
model pembelajaran tersebut.
4. Manfaat
Penelitian ini dapat menemukan prinsip-prinsip mengenai model pembelajaran Fisika
Dasar yang mengandung elemen-elemen MMI, kolaboratif, dan reflektif bagi
mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, keterampilan
generik sains, dan aplikasi konsep fisika, meningkatkan kualitas proses dan hasil
perkuliahan Fisika Dasar bagi calon guru SMK PKTB, serta sebagai rujukan bagi
penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.
5. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode R & D dengan menggunakan alur Model 4-D
menurut Thiagarajan et al. (1974) yakni tahap pendefinisian (define), pendisainan
(design), pengembangan (develop), dan diseminasi (diseminate) dengan penyesuaian
10
seperlunya. Penyesuaian tersebut meliputi analisis sumber pada tahap pendefinisian,
formulasi model pembelajaran dalam tahap pendesainan, penggabungan model 4-D
dengan langkah-langkah pengembangan proyek multimedia menurut Ivers dan Barron
(2002) untuk pengembangan MMI, serta pengakhiran R & D hingga sampai tahap
Gambar 1. Bagan alir rancangan R & D
11
Validasi model dan pengemasan (tidak sampai tahap difusi dan adopsi). Tahap-tahap
tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru SMK PKTB di
sebuah universitas negeri di Jawa Timur yang memiliki jurusan yang mendidik para
calon guru SMK PKTB mulai mahasiswa angkatan tahun 2004 sampai dengan 2009,
berjumlah 307 orang. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling, untuk ujicoba I
sebanyak 10 orang, untuk Ujicoba II: 8 untuk elastisitas, 13 orang untuk fluida, dan 12
orang untuk suhu, kalor, dan perpindahan kalor, serta pada tahap validasi model
sebanyak 35 orang untuk kelompok eksperimen dan 33 orang untuk kelompok kontrol.
Pengumpulan data menggunakan berbagai teknik yang relevan dengan data
yang diperlukan. Pada tahap pendefinisian menggunakan teknik studi dokumen,
kuesioner, dan observasi. Pada tahap pengembangan menggunakan teknik penilaian
ahli dan kuesioner. Teknik observasi, tes, penilaian produk, dan kuesioner digunakan
pada tahap validasi model.
Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis desktiptif dan
inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan data dari angket,
pengamatan, dan rubrik, dilakukan secara kualitatif dalam bentuk deskripsi informasi
berdasarkan kategori tertentu serta dalam bentuk kuantitatif yang berupa persentase,
rata-rata, simpangan baku dari data. Analisis inferensial digunakan untuk mengetahui
efektivitas model pembelajaran, berupa uji perbedaan dua rerata dari dua sampel
independen dengan uji U Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui apakah antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan N-Gain (gain
ternormalisasi). Dilakukan pula analisis deskriptif N-Gain dengan menggunakan kriteria
N-Gain menurut Hake (1998), yakni: 1) Perkuliahan dengan “gain-tinggi”, jika <g> =�
0,7; 2) Perkuliahan dengan “gain-sedang”, jika 0,7 > <g> =� 0,3; dan 3) Perkuliahan
dengan “gain-rendah”, jika <g> < 0,3.
12
6. Deskripsi Model Pembelajaran “MiKiR”
Karakteristik model pembelajaran “MiKiR” pada perkuliahan Fisika Dasar bagi
calon guru SMK Program Keahlian Tata Boga (PKTB) dirumuskan setelah dilakukan
kajian teori dan berbagai analisis pada tahap pendefinisian (define). Tabel 1
memperlihatkan sintaks model pembelajaran “MiKiR” yang berhasil dirumuskan. Istilah
“sintaks” di dalam judul Tabel 1 tersebut mengacu pada Arends (1997), yakni
keseluruhan aliran atau urutan langkah-langkah yang biasanya diikuti dalam
pembelajaran.
Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran “MiKiR”
Nama Fase
Fase Perilaku Pembelajaran Dosen Perilaku Belajar Mahasiswa
Fase “Mi”
Mengorientasikan mahasiswa kepada topik (konsep pokok), konteksnya dalam dunia boga, tujuan, dan masalah-masalah yang perlu dipecahkan
Mengenalkan konsep (misalnya elastisitas), mendeskripsikan sekilas disertai tanya jawab singkat tentang pentingnya konsep tersebut dalam bidang boga. Menunjukkan beberapa “masalah kelas” yang akan dipecahkan secara kolaboratif.
Mengenali topik, konteks topik dalam dunia boga, tujuan dan masalah yang perlu dipecahkan
Memfasilitasi mahasiswa untuk mempelajari konsep-konsep fisika dan penerapannya di bidang boga melalui MMI untuk memperoleh dasar pemecahan masalah
Memfasilitasi mahasiswa untuk mencari informasi yang berkaitan dengan konsep-konsep fisika yang diperlukan sebagai dasar untuk memecahkan masalah melalui MMI.
Mempelajari konsep-konsep fisika dan penerapannya di bidang boga melalaui MMI untuk memperoleh dasar pemecahan masalah
Fase “Ki”
Membantu mahasiswa untuk merancang pemecahan masalah
Mendorong mahasiswa agar secara berkolaborasi merancang pemecahan masalah, termasuk mengidentifikasikan peralatan dan bahan yang diperlukan.
Merancang pemecahan masalah
Membantu mahasiswa untuk melaksanakan rancangan dan menyiapkan produk hasil pemecahan masalah
Membimbing mahasiswa melaksanakan rancangan pemecahan masalah
Memecahkan masalah (mendapatkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan) Menghasilkan karya
13
Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran “MiKiR” (lanjutan)
Nama Fase
Fase Perilaku Pembelajaran Dosen Perilaku Belajar Mahasiswa
Fase “R”
Membantu mahasiwa melakukan Refleksi Diri melalui diskusi
Membimbing diskusi untuk membantu mahasiswa melakukan refleksi diri terhadap proses pemecahan masalah yang telah dilakukan, termasuk saran-saran untuk produk yang akan di unggah (upload) di dalam e-portfolio mahasiswa.
Diskusi pemecahan masalah (Refleksi Diri I)
Membantu mahasiwa melakukan Refleksi Diri melalui e-portfolio
Membimbing mahasiswa untuk mengunggah karya pemecahan masalahnya ke dalam e-portfolio mahasiswa Mendorong mahasiswa lain memberi komentar terhadap pemecahan masalah
Mengunggah (upload) hasil pemecahan masalah ke dalam e-portfolio Mengomentari hasil pemecahan masalah yang dalam e-porfolio teman. Melihat komentar dan Merevisi e-porfolio jika diperlukan (Refleksi Diri II)
7. Hasil Ujicoba dan Penilaian Ahli
a. Hasil Ujicoba I
UjicobaI dilakukan terhadap Buram I MMI Elastisitas dan Fluida, dengan skenario
pembelajaran: pendahuluan (brainstorming dan penyampaian tujuan), kegiatan inti
(mempelajari konsep-konsep fisika melalui MMI), dan penutup (refleksi dan pemberian
masukan terhadap MMI). Hasil penilaian mahasiswa terhadap Buram I MMI adalah
tampilan dan isi MMI menarik, materi dan gambar/animasi/video mudah dipahami, MMI
mudah dioperasikan, tautan (link) pada MMI bekerja dengan baik, dan audio (narasi)
dapat didengar dengan jelas.
Mahasiswa juga memberikan masukan terhadap Buram I MMI. Masukan-
masukan tersebut digunakan sebagai bahan perbaikan MMI. Untuk MMI Elastisitas,
perbaikan yang dilakukan meliputi penataan ulang narasi dan teks termasuk
pemotongan teks yang terlalu panjang, produksi ulang video pada menu tegangan dan
regangan, perbaikan kegiatan interaktif hukum Hooke dan titik patah. Untuk MMI fluida,
14
perbaikan yang dilakukan meliputi penggunaan foto atau gambar benda sebenarnya,
penggantian video yang dianggap mahasiswa kurang menarik, penambahan kegiatan
interaktif, serta penataan ulang narasi dan teks. Selain itu perbaikan MMI juga dilakukan
atas dasar masukan dari ahli. Hasil perbaikan ini menghasilkan Buram II MMI elastisitas
dan Buram II MMI fluida. MMI Suhu, Kalor, dan Perpindahan Kalor dikembangkan
dengan memperhatikan masukan mahasiswa terhadap Buram I MMI Elastisitas dan
Buram I MMI Fluida, dan tidak melalui Ujicoba I, yang merupakan keterbatasan dalam
penelitian ini.
b. Hasil Penilaian Ahli
Penilaian ahli dilakukan terhadap Buram I MMI serta Lembar Kegiatan
Mahasiswa (LKM) dan Panduan Jawaban LKM. Hasil analisis skor empat penilai ahli
terhadap Buram I MMI dari sisi isi dan teknis telah mendapatkan penilaian yang relatif
tinggi (dekat dengan persentase skor ideal) kecuali pada kriteria kebahasaan narasi
dan kejelasan (konsep, contoh penerapan, dan masalah disajikan dengan jelas dalam
MMI). Hasil-hasil tersebut menunjukkan masih diperlukannya perbaikan terhadap
Buram I MMI agar menghasilkan MMI yang lebih baik, termasuk aspek-aspek apa yang
harus diperbaiki. Berdasarkan saran-saran ahli dan mahasiswa pada ujicoba I, maka
perbaikan terhadap Buram I MMI dilakukan. Perbaikan ini menghasilkan Buram II MMI,
yang diujicobakan di Ujicoba II.
Analisis hasil penilaian tiga penilai ahli terhadap LKM menunjukkan bahwa LKM
layak digunakan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa.
Selain itu, LKM tersebut dapat dilaksanakan untuk perkuliahan Fisika Dasar. Hasil
analisis data penilaian tiga penilai ahli terhadap Buram I Panduan Jawaban LKM
memperlihatkan bahwa Panduan Jawaban LKM yang telah disusun layak digunakan
untuk membimbing mahasiswa dalam kegiatan pemecahan masalah secara kolaboratif.
Saran-saran untuk perbaikan Panduan Jawaban LKM meliputi kelengkapan contoh hasil
pengukuran dan contoh hasil analisis yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pembimbingan mahasiswa serta pemberian pertimbangan-pertimbangan teknis
15
pengukuran dan pengendalian variabel eksperimen dalam rangka pemecahan
masalah. Perbaikan terhadap Buram I Panduan Jawaban LKM dilakukan dengan
memperhatikan saran-saran ini, dan sebagai hasilnya adalah Buram II Panduan
Jawaban LKM.
c. Hasil Ujicoba II
UjicobaI dilakukan untuk bahan perbaikan MMI dan LKM. Ujicoba II mengikuti
skenario pembelajaran: pendahuluan (brainstorming, penyampaian masalah, dan
penyampaian tujuan), kegiatan inti (mempelajari konsep-konsep fisika melalui MMI dan
kolaboratif untuk memecahkan masalah), dan penutup (refleksi dan pemberian
masukan terhadap MMI dan kegiatan kolaboratif).
Hasil penilaian mahasiswa terhadap Buram II MMI Elastisitas, Fluida, serta Suhu,
Kalor, dan Perpindahan Kalor adalah tampilan dan isi MMI menarik, materi dan
gambar/animasi/video mudah dipahami, MMI mudah dioperasikan, tautan (link) pada
MMI bekerja dengan baik, dan audio (narasi) dapat didengar dengan jelas.
Dibandingkan dengan Buram I MMI, terdapat perbedaan skor tanggapan mahasiswa
yang signifikan (α = 0,05) antara Buram I MMI Elastisitas dengan Buram II pada menu
“Tegangan dan Regangan” dan “Modulus Young”. Perbaikan Buram II MMI atas saran
mahasiswa menghasilkan Buram Final MMI. Untuk pembahasan yang lebih detil
tentang pengembangan MMI mulai dari tahap pendefinisian sampai dengan buram final
ini dapat dilihat di Widodo dan Liliasari (2009).
Setelah mempelajari MMI untuk memahami konsep-konsep fisika sebagai dasar
pemecahan masalah, pada ujicoba II mahasiswa secara kolaboratif berusaha
memecahkan masalah yang telah ditunjukkan di awal. Kegiatan ini dipandu dengan
menggunakan Buram II LKM, dan pembimbingan dosen. Pada akhir sesi ujicoba II,
mahasiswa memberikan tanggapan terhadap LKM sebagai panduan dalam kegiatan
pemecahan masalah yang telah mereka laksanakan. Hasil tanggapan mahasiswa
menunjukkan secara umum Buram II LKM yang telah dikembangkan layak untuk
digunakan untuk memandu kegiatan kolaboratif dalam perkuliahan Fisika Dasar bagi
16
calon guru SMK PKTB. Perbaikan Buram II atas saran mahasiswa menghasilkan Buram
Final LKM sebagai kelengkapan model pembelajaran “MiKiR” yang siap untuk diuji
efektivitasnya. Data dan pembahasan lebih detil tentang pengembangan LKM dapat
dilihat di Widodo dan Setiawan (2008).
8. Hasil Tahap Implementasi
Tahap implementasi ini merupakan tahap diseminasi (disseminate), yakni uji
validasi model pembelajaran “MiKiR” pada perkuliahan Fisika Dasar bagi calon guru
SMK PKTB. Perkuliahan pada kelas eksperimen dilakukan oleh peneliti, sedangkan
pada kelas kontrol dilakukan oleh dosen yang selama ini mengampu perkuliahan Fisika
Dasar.
Hasil observasi menunjukkan bahwa aktivitas perkuliahan dengan model
pembelajaran “MiKiR” terlaksana dengan baik, mulai dari kegiatan pendahuluan pada
sesi kuliah hingga kegiatan refleksi pada sesi terstruktur. Kegiatan refleksi dan
mengkomunikasikan penyelesaian kepada kelompok saat terstruktur hanya dilakukan
secara lisan, sedangkan kegiatan secara tertulis dalam bentuk e-portfolio dilakukan
kapan saja mahasiswa sempat, sehingga tidak mesti dilakukan pada saat sesi
terstruktur. Aktivitas yang paling intens dilakukan mahasiswa pada sesi kuliah adalah
mempelajari MMI dan mencatat. Aktivitas dominan mahasiswa pada sesi terstruktur
adalah bekerja dengan alat/bahan.
a. Analisis Pretes, Postes, dan Gain-ternormalisasi Kelompok Kontrol dan
Kelompok Eksperimen
Instrumen tes digunakan untuk mengukur keterampilan pemecahan masalah,
keterampilan generik sains, dan kemampuan mengaplikasi konsep. Oleh karena
menggunakan satu instrumen tes, maka secara keseluruhan ketiga aspek yang
dianalisis tersebut memberikan skor pretes, postes, dan N-gain yang sama. Gambar 2
menunjukkan adanya peningkatan skor baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
17
ekperimen. Peningkatan skor ini menghasilkan rerata N-gain pada kategori rendah
untuk kelompok kontrol dan pada kategori sedang untuk kelompok ekperimen.
Berdasarkn hasil uji U Mann-Whitney diperoleh harga z = -6,137 dengan p = 0,0,
yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada N-gain dua kelompok
tersebut. Hasil ini menunjukkan model pembelajaran “MiKiR” menghasilkan peningkatan
keterampilan pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan kemampuan
aplikasi konsep yang lebih baik daripada pembelajaran yang selama ini dilakukan.
Gambar 2
Histogram Rerata Pretes, Postes, Serta N-Gain Keterampilan Pemecahan Masalah, Keterampilan Generik Sains, dan Kemampuan Mengaplikasikan Konsep
b. Efektivitas Model Pembelajaran “MiKiR dalam Meningkatkan Indikator-
indikator Keterampilan Pemecahan Masalah
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa N-gain untuk setiap indikator
pemecahan masalah pada kelompok ekperimen berada pada kategori sedang, namun
pada kelompok kontrol hanya indikator mengkarifikasi masalah yang beada pada
kategori sedang dan indikator lain berada pada kategori rendah. Hasil uji inferensial
(Tabel 2) menunjukkan, bahwa untuk indikator mengklarifikasi masalah tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok, sedangkan 6 indikator yang lain
18
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen, dengan rerata N-gain kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok
kontrol.
Tabel 2
Hasil Uji Perbedaan Rerata N-gain Skor Keterampilan Pemecahan Masalah
Indikator Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sign. (2-tailed)
Keterangan
Klarifikasi Masalah 519,5 1080,5 -0,725 0,468 tidak berbeda
Identifikasi Masalah 170 731 -5,023 0 Sign. berbeda
Tinjau Alternatif 145 706 -5,369 0 Sign. berbeda
Identifikasi Strategi 324,5 885,5 -3,176 0,001 Sign. berbeda
Membandingkan Strategi
295 856 -3,653 0 Sign. berbeda
Melaksanakan Metode 315,5 876,5 -3,232 0,001 Sign. berbeda
Transfer Proses Hasil 402 963 -2,228 0,026 Sign. berbeda
Gambar 3 Histogram Persentase Rerata Skor Penilaian Produk terhadap Skor Ideal
pada Kelompok Eksperimen
19
Hasil penilaian produk pemecahan masalah yang dilakukan oleh penilai
independen pada Gambar 3 memperlihatkan, kelompok ekperimen menguasai
keterampilan melaksanaan dan mengevaluasi metode yang dipilih dan keterampilan
mengkomunikasikan hasil yang ditunjukkan oleh dapat dipahaminya laporan serta data
dan analisis data disajikan dengan jelas. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa
model pembelajaran “MiKiR” lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini dilakukan.
Pembahasan yang lebih rinci dapat dilihat di Widodo dan Suhardi (2009).
c. Efektivitas Model Pembelajaran “MiKiR dalam Meningkatkan Jenis-jenis
Keterampilan Generik Sains
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa N-gain untuk setiap jenis
keterampilan generik sains pada kelompok ekperimen berada pada kategori sedang,
dan kategori rendah untuk kelompok kontrol. Gambar 4 memperlihatkan rerata N-gain
tiap jenis keterampilan generik sains, dengan kode keterampilan mengikuti Tabel 3.
Gambar 4
Histogram rerata N-gain untuk Tiap Jenis Keterampilan Generik Sains
20
Tabel 3
Hasil Uji Perbedaan Rerata N-gain Skor Keterampilan Generik Sains
Ko-de
Keterampilan Generik Sains
Mann-Whitney
U Wilcoxon
W Z
Asymp. Sign. (2-tailed)
Keterangan
A Pengamatan Tak Langsung 306 867 -3,358 0,001 Sign. berbeda
B Kesadaran Skala Besaran 270 831 -3,812 0 Sign. berbeda
C Bahasa Simbolik 377 938 -2,494 0,013 Sign. berbeda
D Kerangka Logika 245 806 -4,102 0 Sign. berbeda
E Konsistensi Logis 280,5 841,5 -3,675 0 Sign. berbeda
F Hubungan Sebab Akibat 243 804 -4,179 0 Sign. berbeda
G Pemodelan Matematis 474,5 1035,5 -1,283 0,199 tidak berbeda
Hasil uji inferensial (Tabel 3) memperlihatkan bahwa untuk keterampilan
pemodelan matematis tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok,
sedangkan 6 jenis keterampilan generik sains yang lain menunjukkan ada perbedaan N-
gain yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, dengan
rerata N-gain kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol, yang
menunjukkan bahwa model pembelajaran “MiKiR” lebih efektif dalam meningkatkan
keterampilan generik sains dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini
dilakukan. Pembahasan yang lebih rinci dapat dilihat di Widodo dan Liliasari (2010).
Mahasiswa kelompok ekperimen juga diminta melakukan penilaian diri terhadap
penguasaan TIK antara sebelum dan sesudah mengikuti perkuliahan Fisika Dasar.
Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa untuk setiap aspek keterampilan TIK, ternyata
signifikansi perbedaannya 0,000 yang lebih kecil daripada 0,05. Hal ini menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan pada rerata skor penilaian diri terhadap aspek-
aspek keterampilan TIK antara sebelum perkuliahan dengan setelah perkuliahan Fisika
Dasar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perkuliahan Fisika Dasar dengan model
model pembelajaran “MiKiR” diindikasikan dapat meningkatkan keterampilan TIK
21
mahasiswa calon guru SMK PKTB, sehingga keterampilan TIK dapat dipandang
sebagai keterampilan generik sains.
Tabel 4 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Penilaian Diri terhadap Keterampilan TIK antara
Sebelum dengan Sesudah Mengikuti Perkuliahan Fisika Dasar
Hasil Uji Buat
alamat email
Meng-email
Buat blog
Meng-unggah
Melihat Blog
Komen-tari blog
Atur blog
Z -4,123 -3,873 -4,564 -4,460 -4,021 -4,208 -4,735 Asymp. Sign. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Keterangan Sign. berbeda
Sign. berbeda
Sign. berbeda
Sign. berbeda
Sign. berbeda
Sign. berbeda
Sign. berbeda
d. Efektivitas Model Pembelajaran “MiKiR dalam Meningkatkan Kemampuan
Mengaplikasikan Konsep
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa N-gain kemampuan mengaplikasikan
konsep pada kelompok eksperimen berada pada kategori sedang, baik ditinjau dari
jenis konsep maupun ditinjau dari indikator aplikasi konsep. Sedangkan pada kelompok
kontrol, N-gain kemampuan tersebut pada kategori rendah (Gambar 5).
Gambar 5
Rerata N-gain Kemampuan Aplikasi Konsep berdasar Jenis Konsep
22
Tabel 5 Hasil Uji Perbedaan Rerata N-gain Skor Kemampuan Aplikasi Konsep
Uji Elastisitas Fluida Suhu, Kalor, dan Perpindahan Kalor
Mann-Whitney U 219,500 269,000 177,500
Wilcoxon W 780,500 830,000 738,500
Z -4,396 -3,792 -4,912
Asymp. Sign. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
Keterangan Sign. berbeda Sign. berbeda Sign. berbeda
Hasil uji inferensial yang ditunjukkan dalam Tabel 5 dan Tabel 6 memperlihatkan
bahwa untuk setiap jenis konsep dan untuk setiap indikator aplikasi konsep, terdapat
perbedaan rerata N-gain yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen.
Gambar 6
Rerata N-gain Indikator Kemampuan Aplikasi Konsep
Dengan melihat rerata N-gain kelompok eksperimen yang lebih besar daripada
kelompok control (Gambar 5 dan Gambar 6), dapat diinferensikan bahwa model
pembelajaran “MiKiR” lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan mengaplikasi
23
konsep (baik dari sisi jenis konsep maupun indikator aplikasi konsep) dibandingkan
dengan yang selama ini digunakan dalam perkuliahan Fisika Dasar.
Tabel 6 Hasil Uji Perbedaan Rerata N-gain Skor Indikator Kemampuan Aplikasi Konsep
Uji Indentifikasi konsep
untuk suatu fenomena
Menjelaskan fenomena dari
konsep
Menggunakan konsep untuk memecahkan
masalah Mann-Whitney U 289,000 75,500 276,000
Wilcoxon W 850,000 636,500 837,000
Z -3,555 -6,169 -3,704
Asymp. Sign. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
Keterangan Sign. berbeda Sign. berbeda Sign. berbeda
e. Tanggapan Mahasiswa
Hasil analisis tanggapan mahasiswa menunjukkan bahwa 84% mahasiswa
senang terhadap perkuliahan Fisika Dasar dengan model pembelajaran “MiKiR”, 16%
mahasiwa merasa biasa-biasa saja, dan tidak ada mahasiswa yang merasa tidak
senang. Besarnya prosentase mahasiswa kelompok eksperimen yang merasakan
senang terhadap perkuliahan Fisika Dasar ini memperlihatkan bahwa perkuliahan Fisika
Dasar dengan model pembelajaran “MiKiR” ternyata direspon secara positif oleh
mahasiswa. Alasan mahasiswa merasa senang dengan perkuliahan Fisika Dasar dapat
dikelompokkan menjadi lima kategori, yakni: 1) mendapatkan ilmu baru, termasuk
keterampilan memecahkan masalah; 2) model pembelajarannya menyenangkan; 3)
menemukan keterkaitan fisika dengan boga; 4) penggunaan TIK; dan 5) meningkatkan
motivasi belajar.
9. Pembahasan
Dengan model pembelajaran “MiKiR”, mahasiswa ditantang untuk memecahkan
masalah secara kolaboratif berbantuan MMI yang selanjutnya mahasiswa diminta untuk
melakukan refleksi. Dengan cara ini, keterampilan pemecahan masalah pada
mahasiswa meningkat. Hasil ini memperkaya temuan Dori & Belcher (2005) yang
24
mengkombinasikan visualisasi dan simulasi fisika dengan interaksi kelompok untuk
meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa. Jika dibandingkan, kemampuan kognitif
dalam penelitian ini lebih spesifik ke arah upaya meningkatkan keterampilan
pemecahan masalah. Di samping itu, model pembelajaran “MiKiR” dalam penelitian
memberikan kesempatan kepada mahasiswa calon guru SMK PKTB untuk melakukan
refleksi terhadap kinerja pemecahan masalah mereka. Penelitian ini juga memperkuat
temuan Zheng & Zhou (2006), bahwa MMI dapat menyediakan sumber-sumber kognitif
yang berperan dalam pemecahan masalah. Dalam penelitian ini, sumber-sumber
kognitif yang dimaksud berupa konsep-konsep fisika yang digunakan sebagai dasar
pemecahan masalah dan algoritma kegiatan pemecahan masalah. Selaras dengan
pernyataan Gick & Holyoak (dalam Pretz et al., 2003), penelitian ini mengindikasikan
petunjuk dari lingkungan (dalam hal ini rekan mahasiswa yang lain) dapat
mempengaruhi definisi atau representasi yang digunakan kelompok tersebut untuk
pemecahan masalah. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat McGregor (2007)
yang menyatakan bahwa refleksi dalam pembelajaran digunakan untuk meningkatkan
(to promote) keterampilan-keterampilan pemecahan masalah.
Peningkatan penguasaan indikator klarifikasi masalah tidak berbeda pada kedua
kelompok tersebut. Berdasarkan keterampilan kognitif yang digunakan dalam
keterampilan mengklarifikasi masalah menurut McGregor (2007), ternyata keterampilan
mengklarifikasi masalah cukup menggunakan keterampilan kognitif analisis sederhana.
Hal ini menunjukkan, bahwa keterampilan kognitif analisis sederhana yang digunakan
untuk mengklarifikasi masalah juga dapat dicapai melalui perkuliahan Fisika Dasar
yang selama ini dilakukan.
Keterampilan pemodelan matematis merupakan keterampilan generik sains yang
paling sulit ditingkatkan pada kelompok eksperimen, terbukti hanya menghasilkan
rerata N-gain sebesar 30%, terendah di antara jenis-jenis keterampilan generik sains
yang lain. Rereta N-gain ini masuk dalam kategori sedang. Walaupun demikian, rerata
N-gain ini tidak berbeda dengan N-gain kelompok kontrol berbeda secara signifikan.
25
Pada kelompok eksperimen, keterampilan pemodelan matematis ini dilatihkan melalui
MMI, kolaboratif, dan reflektif. Di dalam MMI, mahasiswa ditantang untuk menemukan
berbagai hubungan matematis yang selanjutnya dirumuskan dalam bentuk persamaan
matematis. Di dalam pemecahan masalah secara kolaboratif, mahasiswa dilatih untuk
menemukan pola-pola hungan matematis: berbanding lurus atau berbanding terbalik
(misalnya kekentalan fluida berbanding terbalik dengan suhu fluida itu). Di dalam e-
portfolio, mahasiswa mempelajari pola-pola pemodelan matematis dan hubungan
matematis yang diperoleh dalam pemecahan masalah. Akan tetapi, mengingat latar
belakang pendidikan mahasiswa yang sebagian besar bukan dari SMA IPA, kegiatan-
kegiatan tersebut tidak mampu menghasilkan N-gain sebesar N-gain keterampilan
generik sains yang lain, dan tidak berbeda secara nyata dengan N-gain kelompok
kontrol.
10. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang diperoleh melalui kegiatan dalam langkah-
langkah penelitian ini, dan dengan mengacu kepada tujuan penelitian yang telah
dirumuskan sebelumnya, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
a. Karakteristik utama model pembelajaran “MiKiR” ditunjukkan oleh fase-fase
pembelajaran, sebagai berikut: 1) Fase “Mi”: orientasi terhadap masalah dan
mengkonstruksi konsep fisika dengan MMI, 2) Fase “Ki”: kerja kolaboratif untuk
memecahkan masalah dan pembuatan karya, 3) Fase “R”: refleksi dengan diskusi
dan e-portfolio.
b. Aktivitas belajar mahasiswa pada model pembelajaran ‘MiKiR” didominasi oleh
kegiatan mempelajari MMI dan kegiatan kolaboratif pemecahan masalah.
Mahasiswa melakukan kegiatan mengunggah file e-portfolio, membaca, dan
mengomentari e-portfolio diri dan teman di luar sesi kuliah dan terstruktur, atau
kapan saja mahasiswa mau dan sempat.
26
c. Model pembelajaran “MiKiR” lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan
pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan keterampilan
mengaplikasikan konsep dibandingkan dengan perkuliahan Fisika Dasar yang
selama ini dilakukan.
d. Peningkatan keterampilan pemecahan masalah, keterampilan generik sains, dan
kemampuan mengaplikasikan konsep pada calon guru SMK PKTB dengan
menggunakan model Pembelajaran “MiKiR” berada pada kategori sedang untuk
seluruh indikator pemecahan masalah, yakni rerata N-gain sebesar 44,5%.
e. Peningkatan terbesar indikator keterampilan pemecahan masalah (57,1%) terjadi
pada indikator meninjau alternatif pemecahan masalah, sedangkan N-gain terkecil
(34,5%) terjadi pada indikator melaksanakan metode yang dipilih.
f. 1) Peningkatan keterampilan generik sains tertinggi terjadi pada keterampilan
menerapkan kesadaran terhadap skala besaran (56,9%). Sedangkan
peningkatan terendah terdapat pada pemodelan matematis (30,0%) yang
tidak berbeda dengan hasil dari perkuliahan yang selama ini dilakukan.
2). Penerapan model pembelajaran “MiKiR” diindikasikan mampu meningkatkan
keterampilan TIK.
g. Model pembelajaran “MiKiR” mampu meningkatkan kemampuan calon guru SMK
PKTB dalam mengaplikasikan konsep dalam kategori sedang. Ditinjau dari
indikator aplikasi konsep, model pembelajaran “MiKiR” mampu meningkatkan
setiap indikator kemampuan aplikasi konsep pada kategori sedang, dengan N-gain
tertinggi terdapat pada indikator menjelaskan fenomena berdasarkan suatu konsep
(55,6%).
h. Model pembelajaran “MiKiR” mendapatkan respon positif dari calon guru, yakni
menyenangkan, merasa mendapatkan ilmu baru, menemukan keterkaitan fisika
dengan boga, memanfaatkan TIK, dan meningkatkan motivasi belajar.
i. 1) Kelebihan model pembelajaran “MiKiR” adalah sebagai berikut: 1) model
pembelajaran “MiKiR” mampu menjembatani dua kutub pembelajaran fisika,
27
yakni proses dan konten; 2) model pembelajaran “MiKiR” mampu
menghasilkan peningkatan keterampilan pemecahan masalah sekaligus
peningkatan aplikasi konsep; 3) model pembelajaran “MiKiR” dapat dipandang
sebagai model pembelajaran hibrid, yang menggabungkan kekuatan TIK dan
kekuatan interaksi mahasiswa-mahasiswa-dosen; dan 4) model pembelajaran
“MiKiR” mampu memberikan suatu lingkungan belajar yang kaya, tidak
menuntut penggunaan peralatan laboratorium yang canggih, dan
menyenangkan.
2) Keterbatasan model pembelajaran “MiKiR” adalah: a) model pembelajaran
“MiKiR” hanya mampu meningkatkan berbagai keterampilan tersebut pada
kategori sedang; b) model pembelajaran “MiKiR” tidak mampu memberikan
peningkatan keterampilan pemodelan matematis yang lebih tinggi dari
perkuliahan yang selama ini dilakukan; dan c) model pembelajaran “MiKiR”
memerlukan scaffolding yang intensif dalam pengoperasian MMI dan
pemecahan masalah pada pertemuan-pertemuan awal.
3) Tantangan utama jika menerapkan model pembelajaran “MiKiR” adalah dalam
hal perencanaan pembelajaran, ketersediaan fasilitas komputer, dan
sambungan internet.
11. Implikasi
Temuan-temuan yang dirumuskan di dalam kesimpulan penelitian ini
memberikan beberapa implikasi, berupa terumuskannya beberapa prinsip sebagai
berikut: 1) model pembelajaran “MiKiR” dapat diterapkan pada materi-materi fisika yang
memiliki penerapan dalam konteks bidang keahlian yang digeluti mahasiswa yang minat
utamanya bukan fisika; 2) kolaboratif merupakan elemen inti dari pembelajaran “MiKiR”,
sehingga kegiatan awal dalam penyusunan rencana pembelajaran adalah merumuskan
permasalahan-permasalahan yang hendak dipecahkan, baru kemudian
mengembangkan MMI; dan 3) keterampilan TIK yang merupakan keterampilan generik,
28
juga diperlukan dalam fisika dan dunia kerja calon guru SMK PKTB, dan dapat
dikembangkan melalui perkuliahan fisika, sehingga keterampilan TIK dapat dianggap
sebagai keterampilan generik sains.
12. Rekomendasi
Dosen fisika dan dosen rumpun matakuliah sains dapat memanfaatkan model
pembelajaran “MiKiR” untuk perkuliahan Fisika Dasar, mengintegrasikan kegiatan
laboratorium ke dalam perkuliahan Fisika Dasar, merancang dan menerapkan asesmen
e-portfolio, sehingga e-portfolio idealnya untuk seluruh matakuliah, serta perkuliahan
sains untuk peminat utama bukan sains dapat dilengkapi dengan kegiatan laboratorium
yang berupa kegiatan pemecahan masalah nyata dalam bidang minat utama
mahasiswa.
Untuk dosen dan program studi S1 Pendidikan Tata Boga: keterampilan-
keterampilan adaptif, antara lain keterampilan pemecahan masalah, sangat diperlukan
oleh calon guru SMK PKTB, sehingga perlu dilatihkan melalui matakuliah keahlian
boga. Selain itu, elemen-elemen MMI, kolaboratif, dan reflektif dapat diterapkan pada
matakuliah keahlian boga untuk melatihkan keterampilan pemecahan masalah.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
“MiKiR” pada matakuliah lain yang memiliki karakteristik mirip dengan matakuliah Fisika
Dasar, misalnya matakuliah Kimia Dasar. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan apakah
model pembelajaran “MiKiR” dapat diterapkan pada mahasiswa yang peminat
utamanya bukan fisika selain calon guru SMK PKTB, misalnya calon guru SMK Teknik
Mesin, calon guru SMK Teknik Elektro, dan lain-lain. Selain itu, penelitian selanjutnya
dapat dilakukan untuk mengetahui apakah model pembelajaran “MiKiR” ini dapat
digunakan untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lain, misalnya
keterampilan berpikir kritis. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk memastikan
bahwa beberapa aspek keterampilan TIK merupakan keterampilan generik sains yang
dapat dikembangkan melalui perkuliahan fisika.
29
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard L. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill Book Co.
Brotosiswoyo. (2000). Hakikat Pembelajaran MIPA (Fisika) di Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdiknas.
Carter, C., Keyes, M., Kusimo, P.S., & Lunsford, C. (2000). UnCommon Knowledge: Praojects that Help Middle-School-Age Youth Discover the Science and Mathematics ini Everyday Life. Volume One: Hands-on Science Projects. West Virginia: Charleston.
Cebotarev, E.A. (1979). Some thoughts on home economics and the other 'helping' professions. Paris: Unesco.
Clark D. & Holt, J. (2001). Philosophy: a key to open the door to critical thinking. Nurse Education Today. 21, 1, 71-78.
Darmadi, I.W. (2007). Pembelajaran berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika mahasiswa calon pengajar. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol. 1 No. 1.
Dori, Y.J. & Belcher, J. (2005). How does technology-enabled active learning affect undergraduate students’ understanding of electromagnetism concepts? The Journal of Learning Science, 14(2), 243-279. Copyright 2005, Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Tersedia: http://web.mit.edu/. [26 September 2007].
Figura, L. O. & Teixeira, A.A. (2007). Food Physics. Physical Properties-Measurement and Applications. Berlin: Springer.
Giancoli, Douglas C. (1995). Physics Principles with Application. New Jersey: Prentice Hall International.
Hake, Richard. R. (1998). Interactive-engagement vs traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Am. J. Phys., 66: 64-74.
Hipkins, Rosemary. (2006). The Nature of the Key Competencies. Wellington: NZCER.
Ivers, K. S. & Barron, A. (2002). Multimedia Projects in Education: Designing, Producing, and Assessing. Wesport: Teacher Ideas Press.
McElwee, P. (1993). The conceptual understanding of scientific principles in Home Economics. International Journal of Technology and Design Education, 3(3).
30
McGregor, Debra. (2007). Developing Thinking; Developing Learning (A Guide to Tinking Skills in Education. Berkshire: Open University Press.
Parker, Frances J. (1980). Home Economics, An Introduction to A Dynamic Profession. New York: Macmillan Pub. Co. Inc.
Presseisen, B. Z. (1985). Thinking Skill: Meaning and Model dalam Costa, A. L. (Ed.). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Pretz, J.E., Naples, A., & Sternberg, R.J. (2003). Recognizing, defining, and representing problems. dalam Davidson & Sternberg (Eds) The Psychology of Problem Solving. Cambridge: Cambridge University Press.
Rauma, A.L., Himanen, A., & Väisänen, P. (2006). Integrating of science and mathematics into home economics teaching-a way to improve the quality of learning? Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006.
Rogers, R. (2001). Reflection in higher education: A concept analysis. Innovative Higher Education, 26, 37–57.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S. & Semmel, M. (1974). Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Teaching the Handicapped.
Vaines, E. (1979). Home economics: a unified field approach. Paris: Unesco. Varsavky, Christina. (2001). Developing Generic Skill of First-Year Science Students.
UniServe Science FYE Discussion Forum. Weisberg, R.W. (2006). Creativity: Understanding Innovation in Problem Solving,
Science, Invention, and the Arts. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Widodo, W. (2009). Pengembangan perkuliahan fisika dasar untuk meningkatkan
keterampilan generik (soft skills) mahasiswa calon guru smk program keahlian tata boga. Prosiding Seminar Nasional dan Gelar Cipta Karya. ISBN: 978-979-028-139-4.
Widodo, W. & Liliasari (2010). Integrasi interaktif, kerja kolaboratif, dan berpikir reflektif dalam perkuliahan fisika dasar untuk meningkatkan keterampilan generik sains calon guru SMK Program Keahlian Tata Boga. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Sains UNS.
__________________ (2009). The development of interactive multimedia on introductory physics learning for prospective of Vocational High School teachers in Foods Program. Proceedings of International Seminar in Science Education, Bandung. ISBN 978-602-8171-14-1.
31
Widodo, W. & Setiawan, A. (2008). Pengembangan Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada perkuliahan Fisika Dasar bagi calon guru SMK Program Keahlian Tata Boga. INOVASI Vol.05 (02).
Widodo, W. & Suhardi. (2009). The integration of interactive multimedia, collaborative work, and reflective thinking on introductory physics course to increase problem solving skill. Proceedings of International Seminar and Workshop Mathematics and Science Teaching Innovation. ISBN 978-979-96880-6-4.
Yahya, S., Setiawan, A., Suhandi, A. (2008). Model pembelajaran multimedia interaktif optik fisis untuk meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis pengajar fisika. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol. 2 No. 1.
Zheng, R. & Zhou, B. (2006). Recency effect on problem solving in interactive multimedia learning. Educational Technology & Society, 9 (2), 107-118.
32
RIWAYAT HIDUP
Wahono Widodo dilahirkan di Desa Ketro, Kecamatan
Sawoo, Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur, pada tanggal
10 September 1968. Dia merupakan anak kedua dari lima
bersaudara yang kesemuanya lelaki dari pasangan suami isteri
Bapak Gotji Ichsan dan Ibu Welas.
Pada tahun 1981 Wahono Widodo menamatkan sekolah dasar di SDN Besuki, dan
kemudian meneruskan pendidikannya di SMPN Sawoo yang lulus pada tahun 1984 dan
kemudian lulus SMAN 2 Ponorogo tahun 1987. Dia melanjutkan pendidikannya dengan
berkuliah di Program Studi S1 Pendidikan Fisika IKIP Surabaya, lulus tahun 1992. Pada
tahun 1995 dia mengikuti program Pra-S2 di Jurusan Fisika UGM, yang dilanjutkan
dengan Program S2 di tempat yang sama pada tahun 1996, yang diselesaikan pada
tahun 1999. Sejak tahun 2007 sampai dengan 2010 dia mengikuti program S3
Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Karier pekerjaan Wahono Widodo dimulai pada tahun 1993, dengan diangkat
sebagai CPNS di Fakultas Teknik IKIP Surabaya sebagai dosen Fisika Dasar, yang
kemudian ditempatkan di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Sejak saat itu
hingga sekarang Wahono Widodo tercatat sebagai dosen Fakultas Teknik Universitas
Negeri Surabaya.
Di samping sebagai dosen, dia juga mendapat kesempatan sebagai anggota tim
penulis perangkat dan fasilitator pembelajaran kontekstual Proyek Peningkatan Mutu
SLTP Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2000-2004) dan tim pengembang modul
dan fasilitator pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi bagi guru-guru fisika SLTP
Proyek Peningkatan Mutu SLTP Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2001-2004).
Berbagai tulisan ilmiah Wahono Widodo yang dimuat di dalam jurnal atau yang
dipresentasikan di dalam berbagai forum seminar sebagian besar berkaitan dengan
33
bidang pendidikan fisika, termasuk pembelajaran fisika bagi peminat utama bukan-
fisika.
Saat berkuliah di IKIP Surabaya, Wahono Widodo menjadi Wakil Ketua BPM
FPMIPA IKIP Surabaya (1989-2001). Pada saat ini dia menjabat sebagai Ketua RW 01
Kelurahan Balasklumprik, Wiyung, Surabaya (periode 2007-2010), setelah periode
sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua.
Wahono Widodo menikah dengan Dra. Suryanti, M.Pd. pada tanggal 19 Desember
1992. Pasangan suami isteri ini dikaruniai dua putera, yakni Achmad Danang Rizqi
Pratama dan Ahmad Nizar Permana. Pada saat ini Wahono Widodo berdomisili di RT
03 RW 01 Kelurahan Balasklumprik, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya.
Bandung, Agustus 2010
Wahono Widodo
Recommended