View
243
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas rahmat dan hidayah kepada Allah SWT,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “UVEITIS
ANTERIOR” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di kepaniteraan Ilmu Penyakit
Mata di Rumah Sakit Daerah Umum Ciereng Subang.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
pembimbing kami, Dr.H. Bambang Rianto Sp.M yang telah banyak memberikan masukan
dan meluangkan waktu untuk membimbing kami. Terima kasih kepada keluarga atas doa dan
dukungannya, serta teman-teman sejawat yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di
RSUD Ciereng Subang.
Penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran, sehingga penulisan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil
yang diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran di
kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata pada khususnya.
Subang, 25 Maret 2013
Penulis
1
DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Daftar Isi...........................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan..............................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................4
II.1 Definisi Uveitis Anterior………………………………………………….4
II.2 Epidemiologi Uveitis Anterior……………………………………………4
II.3 Klasifikasi Uveitis Anterior………………………………………………4
II.4 Etiologi Uveitis Anterior…………………………………………………8
II.5 Patofisiologi Uveitis Anterior……………………………………………9
II.6 Manifestasi Klinis Uveitis Anterior……………………………………..10
II.7 Diagnosis Uveitis Anterior………………………………………………14
II.8 Diagnosis Banding Uveitis Anterior……………………………………..17
II.9 Penatalaksanaan Uveitis Anterior………………………………………..17
II.10 Komplikasi Uveitis Anterior……………………………………………..19
II.11 Prognosis Uveitis Anterior……………………………………………….20
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..………..21
2
BAB I
PENDAHULUAN
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata
terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan
retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon. Uvea
merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan
berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami
inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya
mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan
tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan
uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid
disebut uveitis posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,mata
merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan
reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa.
Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior
meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik
dan idiopatik.
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan uveitis
anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika
Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan
Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50
tahun.
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebabnya dan
dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri ocular, Fotofobia,
penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan
menurun, terdapat injeksi siliar, KP, flare, hipopion, sinekia posterior, tekanan intra okuler
bisa meningkat hingga sampai edema macular.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis) atau badan siliar (siklitis) dan dapat
terjadi bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection).
Prof.dr. H. Sidarta Ilyas, SpM. 2010
II.2. Epidemiologi Uveitis Anterior
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75 % merupakan uveitis
anterior. Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20 %
kasus kebutaan yang tercatat di negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi
infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negara-
negara berkembang.
Gunawan wasidi
II.3. Klasifikasi Uveitis Anterior
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa
dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan
organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian
anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya
infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel
4
mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam
kamera okuli anterior.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif
ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma
gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang
ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih
sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel
raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan
posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi
spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan
menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis,
tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.
Tabel 1. Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa
Non granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah
sirkumkorneal
Nyata Ringan
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur
(bervariasi)
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang
Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan posterior
Perjalanan Akut Menahun
Rekurens Sering Kadang-kadang
5
Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang
dari 6 minggu, jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut
dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.
Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan
uveitis anterior akut, yaitu:
1. Traumatic Anterior Uveitis
Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat
riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata,
benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual
aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat
darah pada anterior chamber.
2.Idiopathic Anterior Uveitis
Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak
diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakan
sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan
3.HLA-B27 Associated Uveitis
HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme
pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak
diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter,
Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang.
4.Behcet’s Diseases/syndrome
Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau
jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada
mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah
sangat langka.
5.Lens Associated Anterior Uveitis
Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamberdan
penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic
andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan
UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).
6.Masquerade syndrome
Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia,
retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis
Anterior
6
Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada
diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :
1. Juvenile Rheumatoid Arthritis
Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian.
Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA ( Anti Nuklear
Antibody ), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak
perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang
menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior.
2. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis
Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes
zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik
primer ataupun sekunder dari uveitis posterior
3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis
Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis
Anterior.
Pembagian Uveitis Anterior secara klinis
www.allaboutvision.com
7
II.4. Etiologi Uveitis Anterior
Etiologi uveitis dibagi dalam :
1. Berdasarkan spesifitas penyebab :
- Penyebab spesifik (infeksi)
Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,ataupun parasit yang spesifik.
- Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang
masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada
traktus uvea.
2. Berdasarkan asalnya:
- Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma uvea atau invasi
mikroorganisme atau agen lain dari luar, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik.
- Endogen : Dapat disebabkan oleh idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme
atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks.
3. Berdasarkan perjalanan penyakit :
- Akut : Apabila serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna
diluar serangan tersebut.
- Residif : Apabila serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang
sempurna di antara serangan-serangan tersebut.
- Kronis : Apabila serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di
antaranya.
4. Berdasarkan reaksi radang yang terjadi:
- Non granulomatosa : Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel plasma dan limfosit.
- Granulomatosa : Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel epiteloid dan makrofag.
Vougan DG, 2000
8
II.5. Patofisiologi Uveitis Anterior
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap
zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis
yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap
antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen
endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan
dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah
munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang
tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit flare (aqueous flare). Fibrin
dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan
perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Gambar 1. Uvea
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan
9
lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian
banyak sehingga menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio
pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali
mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan
dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut
iris bombe.
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat
berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm
sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena
gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder
terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai
peran asetilkolin dan prostaglandin.
www.stlukesEye .com dan sidarta ilyas
II.6. Manifestasi Klinis Uveitis Anterior
Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di bulbus
okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening
yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis
anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia,
gangguan visus dan bersifat unilateral.
10
Gambar 2. Uveitis anterior granulomatosa dengan muttan-fat keratic presipitat dan nodul
koeepe dan busacca
Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa
penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis
tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan
seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak
dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga
kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit
tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit
infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita.
Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah
mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.
11
Gambar 3. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan
iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit,
konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem
dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada
endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik
presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik
presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih
besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada
keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.
Tabel 2 Berat ringannya flare dan Cells
Grade Flare Cells
0 tidak ada tidak ada
1+ flare tipis atau lemah 5-10 /lapang pandang
2+ Flare tingkat sedang (Iris dan lensa secara 10-
20/lapang pandang diteil masih tampak)
3+ kekeruhan lebih berat (Iris dan
lensa 20-50/lapang pandang diselimuti
kekeruhan
4+ flare sngat berat (penggumpalan fibrin
pada >50/lapangpandang humor aquos)
*Adapted from Hogan MH, Kimura SJ, Thygeson P. Signs and symptoms of uveitis: I.
Anterior uveitis. Am J Ophthalmol 1959;47:162-3.
Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan
dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau lampu
kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan
fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi
sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa.
12
Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat
ringan.
Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris
melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi
hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris,
bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul
busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan
terdapat adanya sinekia posterior.
Tabel 3 Pembagian Uveitis Anterior secara klinis* *
Ringan Sedang Berat
Keluhan ringan sampai
sedang
VA 20/20 to 20/30
Kemerahan sirkumkornel
superficial
Tidak ada KPs (keratic
presipitat)
1+ cells and flare
tekanan intraokuler
berkurang < 4 mmHg
Keluhan sedang sampai berat
VA from 20/30 to 20/100
Kemerahan sirkumkornel
dalam
Tampak KPs
1-3+ cells and flare
Miotic, sluggish pupil
Sinekia posterior ringan
Udem iris ringan
tekanan intraokuler
berkurang 3-6 mm Hg
Anterior virtreous cells
Keluhan sedang sampai berat
VA < 20/100
Kemerahan sirkumkornel
dalam
Tampak KPs
3-4+ cells and flare
pupil terfiksir
Sinekia posterior (fibrous)
Tidak tampak kripte pada iris
tekanan intraokuler
meningkat
cells anterior sedang sampai
berat
* Reprinted with permission. Catania LJ. Primary care of the anterior segment,2nd ed.
Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.
Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau
seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi
pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada
bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).
www.stlukesEye .com dan sidarta ilyas
13
II.7. Diagnosis Uveitis Anterior
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya
pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik
yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara
lain :
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata
disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau
daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah
muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral
Pemeriksaan Oftalmologi
Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata
yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan
akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat
akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
Konjungtiva : Terlihat injeksi siliar atau dapat pula (pada kasus yang jarang)
injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : Terdapat Keratitis Presipitat , Udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : Terdapat sel-sel flare dan/atau hipopion
14
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang
aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk
grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :
0 : Tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang
mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi
pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare
juga diklasifikasikan sebagai berikut :
0 : Tidak ditemukan flare
+1 : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : Moderat, iris terlihat bersih
+3 : Iris dan lensa terlihat keruh
+4 : Terbentuk fibrin pada cairan akuous
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA
B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
Gambar 4. Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior7
15
Iris : dapat ditemukan sinekia posterior atau iris bombe’
Pupil : miosis, atau irregular oleh karena adanya sinekia posterior
Lensa: dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak
subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap
pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak
responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka
diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok
usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya
pada kasus-kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan
rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit
anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan
kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan
terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine converting enzyme sangat
membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien
dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan
suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar
kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis
dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis.
Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan
diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan
bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit
THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada
kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.
Vougan DG, 2000
16
II.8. Diagnosis Banding Uveitis Anterior
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:
Konjungtivitis Keratitis / Tukak
Kornea
Glaukoma Akut
Sakit Kesat Sedang Hebat dan menyebar
Kotoran Sering purulen Refleks epifora -
Fotofobia ringan - Sedang
Kornea Jernih Fluorescin test (+) Edema
Iris Normal - Pucat (abu-abu/hijau)
Penglihatan Normal <Normal <Normal
Secret + - -
Suar/Flare - -/+ -
Pupil Normal <Normal >Normal
TIO Normal Normal >Normal (+++)
Vaskularisasi Injeksi Konjungtiva Injeksi siliar Injeksi Episkleral
Table 4. Diagnosis banding
Sidarta Ilyas, 2000
II.9. Penatalaksanaan Uveitis Anterior
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan
tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk
mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
17
Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam. Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi,
terutama akibat pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih
cepat.
3. Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan
badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun
melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang
sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler: dexamethasone
phosphate 4 mg (1ml). prednisolone succinate 25 mg (1 ml). triamcinolone acetonide 4
mg (1 ml). methylprednisolone acetate 20 mg. Bila belum berhasil dapat diberikan
sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu
diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu
diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder
pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada
penggunaan sistemik.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior
telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering
diberikan berupa antibiotik.
18
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral dengan
Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi
spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan,
sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
PDSMI, 1998
II.10. Komplikasi Uveitis Anterior
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:
Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer
yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior)
sehingga dapat menimbulkan glaukoma.
Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humour
di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang
berkepanjangan.
Gambar 5. Glaucoma sudut tertutup dan Katarak matur
www.stlukesEye .com dan sidarta ilyas
19
II.11. Prognosis Uveitis Anterior
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal
dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab
sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan
mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik,
tanpa adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong tien YN, ” Uvetis Systemic and Tumots” , The Opthlmolgy Examinations
Review, Wrld Scientific, Singapura:2001. P321-323.
2. www.stlukesEye .com
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam :
Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160.
4. Rao NA, Foster DJ, Augsburger JJ. Uveitis and Intraocular Neoplasms. In: He Uvea.
New York: Raven Press, 1992.
5. Ilyas Sidarta, Uveitis Anterior, Ilmu Penyakit Mata, ed II, FKUI, Jakarta: 2002
6. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. 152-200.
7. Gunawan wasisdi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif,
FKUGM, Yogyakarta
8. www.allaboutvision.com
9. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176
21
Recommended