View
40
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
kardiomiopati
Citation preview
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN
HIPERTENSI
REFERAT
Yudistira
0910.211.118
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSPAD GATOT
SOEBROTO JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II. KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS DENGAN
HIPERTENSI
II.1 Hipertensi pada Diebetes Mellitus ...................................................... 3
II.2 Kardiomiopati ...................................................................................... 4
II. 3 Kardiomiopati pada Diabetes Mellitus dengan Hipertensi ................. 16
BAB III. PENUTUP .................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin metabolik dengan
komplikasi yang luas pada berbagai organ dan sistem tubuh, termasuk sistem
kardiovaskular. Hipertensi sendiri merupakan penyakit kardiovaskular dengan
kausal yang majemuk dan juga komplikasi yang luas1. Data statistik dari
American Heart Association, dua dari tiga penderita diabetes mellitus (DM)
meninggal karena penyakit kardiovaskular2. Berdasarkan International Diabetic
Federation jumlah penderita DM di dunia mencapai 150 juta orang pada tahun
2000 dan diperkirakan akan mencapai angka 300 juta di tahun 2025 3. Indonesia
sendiri diproyeksikan memiliki penderita diabetes hingga 1,4% - 1,6 % penduduk
Indonesia 4. Implikasi yang ditimbuklan dari diabetes sendiri sangatlah banyak,
dimulai dari peningkatan biaya kesehatan hingga penurunan kualitas hidup,
dengan ancaman utama pada komplikasi makrovaskular dari diabetes mellitus.
Hipertensi sendiri memiliki korelasi yang cukup erat dengan diabetes.
Terdapat peningkatan prevalensi hipertensi pada penderita diabetes 3,4 , disisi lain
juga terdapat kemungkinan diabetes mellitus tipe-2 yang tinggi pada pasien-pasien
dengan hipertensi5. Ketika keduany terekspresikan bersama, keduanya akan saling
memberikan perburukan pada masing-masing penyakit, baik diabetes maupun
kardiovaskular1. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas terbanyak pada pasien dengan DM tipe 2. Pada pasien DM tipe 2,
prevalensi CHF meningkat5,6 begitu pula dengan prognosisnya yang lebih buruk
dibandingkan pasien non-diabetik7. Peningkatan resiko CHF yang meningkat
walau tanpa ada penyakit arteri koroner (Coronary artery disease/ CAD),
hipertensi, atau penyakit katup, membuat penggolongan penyakit baru yang
disebut dengan kardomiopatik diabetikum8-11. Penelitian selanjutnya membuktikan
bahwa terdapat korelasi antara penderita diabetes dengan disfungsi diastolik
ventrikel kiri (LVDD) subklinis, termasuk disfungsi diastolik12-14, sehingga
meningkatkan diagnosis kardiomiopati idiopatik pada populasi diabetik15.
1
Disfungsi diastolik pada pasien dengan DM dipercaya hadir pada fase-fase awal
kardiomiopati diabetikum16-18, sehingga deteksi awal yang baik akan membantu
memperlambat kejadian CHF pada pasien biabetes9. Penelitian terakhir
menunjukkan disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) dapat terjadi pada 60%
asimptomatik pasien dengan DM tipe 2 yang terkontrol dengan baik, walau tanpa
hipertensi ataupun CAD19.
Penurunan tekanan darah telah terbukti memberikan efek yang baik pada
pasien diabetes baik mikro maupun makrovaskular. Data dari UK Prospective
Diabetic Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa setiap penurunan tekanan
sistolik sebesar 10 mmHg, menurunkan resiko miokard infark hingga 12% dan
terus meningkat pada tekanan sistolik dibawah 120 mmHg 20. Penurunan tekanan
diastolik yang progresif juga turun memerkecil resiko penyakit kardiovaskular
secara progresif. Uji pengobatan hipertensi yang optimal menunjukkan kejadian
penyakit kadriovaskular berhubungan erat dengan pengaturan tekanan diastolik
jantung 21. Penemuan ini tercermin pada pengaturan tekanan darah pada pasien
diabetes dengan target tekakan darah dibawah 130/80 mmHg, sesuai dengan
rekomendasi dari European Society of Hypertension22 dan American Diabetes
Association23.
Pada penderita diabetes, disfungsi diastolik merupakan temuan klinis yang
paling sering tampak. Hal ini merupakan masifestasi dari pengisian cepat ventrikel
kiri yang abnormal sehingga mengakibatkan pemanjangan fase relaksasi atrium24
yang disebabkan pengaruh diabetes pada pacu tekanan diastol sebelum tekanan
sistol25. Oleh karena itu, disfungsi diastolik ventrikel kiri (Left Ventricular
Diastolic Dysfunction/LVDD) dapat dijadikan penanda dari kardiomiopati
diabetikum. Hipertensi sendiri berhubungan dengan ketidaksesuaian fase
pengisian diastol26.
2
BAB II
KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS DENGAN
HIPERTENSI
II. 1 Hipertensi pada Diabetes Mellitus27
Insulin resistan dan hiperinsulinemia telah diprediksikan memiliki
pengaruh terhadap pningkatan tekanan arterial pada beberapa pasien dengan
hipertensi. Kelainan ini dirangkai sebagai bagian dari sindrom X atau sindrom
metabolik, dengan tambahan kriteria antara lain obesitas sentral, dislipidemia
(terutama peningktan trigliseride), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi
insulin umum didapatkan pada pasien dengan DM tipe 2 dan pasien-pasien
dengan obesitas, dimana keduanya juga umum didapatkan pada pasien dengan
hipertensi, dibandingkan dengan pasien-pasien normotensi.
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan darah melalui satu sampai
empat mekanisme. Asumsi yang mendasari adalah resistensi jaringan target
terhadap kerja insulin. Pertama-tama hiperinsulinemia menyebabkan retensi
natrium di renal (pada saat akut) dan meningkatkan aktivitas simpatis. Masing-
masing atau kedua efek ini mampu meningkatkan tekanan darah. Mekanisme lain
adalah hipertrofi otot polos pembuluh darah sebagai efek sekunder dari efek
mitogenik insulin. Ketiga, insulin juga memodifikasi transport ion pada membran
sel yang meningkatkan level potensial kalsium sistolik pada pembuluh darah yang
sensitif insulin atau jaringan renal. Pada akhirnya, resistensi insulin dapat menjadi
penanda bagi kelainan patologis lainnya seperti pada nonmodularis. Hal ini
menjadi penting untuk diingat bahwa peranan pengaturan tekanan darah untuk
insulin masih belum jelas.
Pada pasien dengan DM, berdasarkan UK Prospective Diabetes Study
(UKPDS)20, pasien dengan tekanan darah 144/82 mmHg memiliki resiko yang
lebih rendah dibandingkan dengan pasien dengan tekanan darah 154/87 mmHg.
Dalam pencapaian target tekanan darah yang diinginkan diperlukan jenis
kombinasi obat yang tepat, dengan memperhatikan efek-efek obat pengatur
3
tekanan darah yang memiliki korelasi langsung pada metabolisme glukosa seperti
β blocker. Terapi menggunakan β blocker dihubungkan dengan peningkatan berat
badan dan peningkatan kerja β reseptor pankreas yang melepaskan insulin,
dimana kedua faktor ini meningkatkan faktor resiko untuk terjadinya diabetes
hingga 28 persen. Hal ini membuat ACE inhibitor, Angiotensin II Reseptor
Antagonis (A2RA), dan Calcium-channel Blocker (CCB) menjadi lini pertama
terapi pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2.
Gambar 1. Terapi inisiasi pada pasien dengan hipertensi. SBP: sistolic blood pressure, DBP:
dasolic blood pressure27
II. 2 Kardiomiopati 28,29
Kardiomiopati adalah kelainan primer miokard yang menyebabkan
gangguan fungsi miokard, dengan penyebab yang tidak diketahui dan
bukan disebabkan oleh penyakit bawaan, hipertensi, kelainan katup,
sklerosis koroner atau kelainan perikard. Pembagian kardiomiopati
bermacam-macam, berdasarkan kepada etiologi, patologi, genetika, klinik,
biokimia, fungsi hemodinamik dan sebagainya, tetapi tidak ada satu pun
yang memuaskan karena banyak tumpang tindih. WHO menggolongkan
4
kardiomiopati menjadi dua kelompok, yaitu kardiomiopati primer yang
tidak diketahui penyebabnya dan kardiomiopati sekunder yang disebabkan
oleh infeksi, kelainan metabolik, penyakit sistemik, herediter familial,
reaksi sensitivitas dan toksin. Pembagian kardiomiopati yang banyak
dianut saat ini adalah menurut Goodwin yang berdasarkan kelainan
struktur dan fungsi (patofisiologi), yaitu kardiomiopati, hipertropik,
kardiomiopati dilatatif dan kardiomiopati restriktif. Dibeberapa negara
dilaporkan kardiomiopati merupakan penyebab kematian sampai 30% atau
lebih dari semua kematian karena penyakit jantung.
Gambar 2. Perbedaan kelainan yang ditemukan antara ketiga klasifikasi kardiomiopati.29
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi dari Kardiomiopati29. D: dilatasi, R: restriktif, H: hipertrofi.
Kardiomiopati Primer
Idiopatik (D,R,H)
Familial (D,R,H)
Penyakit Eosinofilik Endomiokardial (R)
Fibrosis Endomiokardial (R)
Kardiomiopati Sekunder
5
Infeksi (D)
Miokarditis viral
Miokarditis bakterial
Miokarditis fungal
Miokarditis protozoal
Miokarditis metazoal
Spirochetal
Rickettsial
Metabolik(D)
Familial Storage Disease (D,R)
Gangguan Penyimpanan Glikogen
Muopolisakaridosis
Hemokromatosis
Penyakit Fabry
Penyakit Defisiensi (D)
Elektrolit
Nutrisional
Gangguan Jaringan Ikat (D)
Sistemik Lupus Eritematosus
Poliartertis Nodosa
Rheumatoid Arthritis
Sklerosis Sistemik Progresif
Dermatomiositis
Gangguan Infiltrasi dan Granuloma (R,D)
Amyloidosis
Sarcoidosis
Keganasan
Neuromuskular (D)
Distrofi otot
Distrofi miotonik
Friedreich’s ataxia (H,D)
Reaksi Sensitivitas dan Keracunan (D)
Alkohol
Radiasi
Obat-obatan
Peripartum Heart Disease (D)
Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy/ DCM)
Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan.
Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan antara lain dilatasi ventrikel
kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau
kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali sertai gejala gagal jantung
kongestif. Salah satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif terjadi pada
kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan konsekuensi dari
penyakit jantung koroner. Dahulu kelainan ini disebut dengan
kardiomiopati kongestif, tetapi saat ini terminologi yang digunakan adalah
kardiomiopati dilatasi karena pada saat awal abnormalitas yang ditemukan
adalah pembesaran ventrikel dan disfungsi kontraktilitas sistolik, dengan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang akan timbul kemudian.
Apbila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi minimal
dari ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan
kedalam kelompok kardiomiopati yang tidak dapat diklasifikasikan
(WHO/ISFC). Pada atlit sehat kelainan ini sering ditemukan. Klasifikasi
6
ini dapat mengenai segala usia, tapi kebanyakan mengenai usia
pertengahan dan lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan
perempuan. Insidens kejadian dilaporkan 5-8 kasus per 100.000 populasi
pertahun dan kejadian terus meningkat jumlahnya. Kejadian kasus ini lebih
sering pada pria kulit hitam dibanding dan pria kulit putih dan perempuan.
Dan angka kelangsungan hidup pada kulit hitam dan pria lebih buruk
dibandingkan kulit putih dan perempuan.
Etiologi
Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui pasti, tetapi
kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari
kerusakan miokard akibat produksi berbagai macam toksin, zat
metabolit atau infeksi. Kerusakan akiat infeksi virus akut pada
miokard yang akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati
dilatasi ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada
kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh pengguna alkohol,
kehamilan, penyakit tyroid, penggunaan kokain dan keadaan
takikardi kronik yang tidak terkontrol, dan bersifat reversibel.
Obesitas akan meningkatkan resiko terjadinya gagal jantung,
sebagaimana juga gejala sleep apnea. Kira-kira 20-40% pasien
memiliki kelainan yang bersifat familial akibat dari mutasi genetik.
Dapat terjadi pada sitoskeletal gen (seperti gen distrofin dan
desmin), kontraktilitas dan membran sel (seperti gen lamina A/C)
dan protein-protein lainnya. Penyakit ini bersifat genetik heterogen
tetapi kebanyakan transmisinya secara autosomal dominan,
walaupun dapat pula secara autosomal resesif dan x-linked
inheritance. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana
mengetahui seseorang akan memiliki predisposisi kardiomiopati
dilatasi apabila tidak diketahui riwayat kejadian penyakit ini dalam
keluarganya. Hal yang cukup menjanjikan adalah teknik molekular
genetik untuk identifikasi pertanda kerentanan pada pembawa sifat
asimtomatik sebelum timbul gejala klinik yang jelas dari
7
kardiomiopati dilatasi tersebut. Sebagai contoh salah satu petanda
yang menjanjikan adalah pemeriksaan enzim konversi angiotensin
genotip DD yang berhubungan dengan kejadian klinis pasien
kardiomiopati dilatasi. Pada keadaan jantung yang lemah,
walaupun tidak terdapat riwayat keluarga ditemukan variasi dari
perubahan gen dan ekspresi protein pada beberapa protein
kontraktilitas. Displasia ventrikel kanan (right ventricular
dysplasia) merupakan kardiomiopati familial yang menarik karena
ditandai dengan dinding ventrikel kanan yang digantikan secara
progresif menjadi jaringan adiposa. Seringkali dihubungkan dengan
kejadian aritmia ventrikel, gejala klinis sangat bervariasi, tetapi
kejadian kematian mendadak akibat kelainan ini selalu merupakan
ancaman yang dapat tejadi sewaktu-waktu. Sehingga penggunaan
modalitas terapi seperti ablasi kateter dari fokus-fokus aritmia atau
bahkan implantasi alat defibrilator kardioversi kemungkinan
dibutuhkan.
Gejala Klinis
Gejala yang paling menonjol adalah gagal jantung kongestif
kanan dan kiri, berupa sesak saat bekerja, lemah, ortopneu, dispneu
paroksimal nokturnal, edema ferifer, palpitasi, yang secara bertahap
pada sebagian besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi
ventrikel kiri dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun
sebelum timbul gejala. Pada beberapa kasus ditemukan gejala nyeri
dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak
tidak lazim ditemukan. Bila terdapat nyeri dada yang tipikal, maka
pikirkan kemungkinan terdapat penyakit jantung iskemia secara
bersamaan. Akibat dari aritmia dan emboli siskemik kejadian
sinkop cukup sering ditemukan. Pada penyakit yang telah lanjut
dapat pula ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari
emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif.
Keluhan sering kali secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya
8
simtomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama
berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Dilatasi ini
kadangkala diketahui bila telah timbul gejala atau secara kebetulan
bila dilakukan pemeriksaan radiologi dada yang rutin.
Pemeriksaan Fisik
Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat
ditemukan, pada penyakit yang lanjut dapat ditemukan tekanan
nadi yang sempit akibat gangguan pada isi sekuncup. Pulpus
alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat.
Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan cheyne-
stokes yang menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan vena
jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga
dan keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan
regurgitasi mitral maupun trikuspid. Hati akanmembesar dan sering
kali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada
gagal jantung kanan yang lanjut. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan tanda-tanda sebgai berikut:
- Prekordium bergeser ke arah kiri Impuls pada ventrikel
kanan
- Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi
ventrikel kiri
- Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi
terdengar
presistolik gollop (S4)
- Split pada bunyi jantung kedua
- Ventrikel gallop (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi
jantung
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran
jantung akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi
9
pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada lapangan baru
terlihat gambaran hipertensipulmonal serta edema alveolar dan
interstitial. Pada elektrokardiografi akan menunjukkan gambaran
sinus takikardi atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas
atrium kiri, abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan
kadang-kadang tampak gambaran ganguan konduksi
intraventrikular dam low voltage. Pada pemeriksaan ekokardiografi
dan ventrikulografi radio nuklir menunjukkan dilatasi ventrikel dan
sedikit penebalan dinding jantung atau bahkan normal atau
menipis, gangguan fungsi sistolik dengan penurunan fraksi ejeksi.
Dapat pula ditemukan peningkatan kadar brain natriuretik peptide
dalam sirkulasi akan membantu diagnostik pasien dengan gejala
sesak nafas yang tidak jelas etiologinya. Pemeriksaan kateterisasi
jantung dan angiografi koroner sering kali dibutuhkan untuk dapat
menyingkirkan penyakit jantung iskemia. Pada angiografi akan
terlihat dilatasi, hipokinetik difus dari ventrikel kiri dan regurgitasi
mitral dalam derajat yang bervariasi. Modalitas pemeriksaan lain
seperti biopsi endomiokardial trasvena tidak diperlukan untuk
kardiomiopati dilatasi yang familial atau idiopatik. Tetapi
pemeriksaan dibutuhkan untuk diagnostik kardiomiopati sekunder
seperti amiloidosis dan miokarditis akut.
Pengobatan
Karena penyebab dari kardiomegali dilatasi idiopatik
tersebut tidak diketahui maka pengobatan spesifik tidak dapat
dilakukan. Pengobatan berdasarkan gambaran klinis yang timbul,
dimana sebagian besar timbul gejala gagal jantung kongestif. Maka
dapat diberikan diuretik untuk mengurangi gejala. ACE inhibitor,
dan penghambat beta. Digoksin merupakan pilihan pengobatan
yang kedua, dimana dosis optimal yang akan dicapai adalah bila
kadar dalam serum mencapai 0,5-0,8 ng/Ml. Pengobatan
farmakologis bertujuan untuk modifikasi secara langsung akibat
10
dari aktivasi yang lama sistem adrenergik dan angiotensin.
Sedangkan pengobatan non-farmakologis seperti pengaturan diet,
latihan fisik dan pengobatan farmakologis seperti yang telah
disebutkan diatas bertujuan untuk mengontrol gejala yang mungkin
timbul. Latihan fisik yang teratur sesuai dengan toleransi masing-
masing individu akan meningkatkan kapasitas latihan dengan
memperbaiki disfungsi endotel dan meningkatkan aliran darah di
otot otot skeletal. Sedangkan modalitas pengobatan yang terbukti
dapat memperpanjang usia harapan hidup dengan menurunkan
hampir 50 % mortalitas akibat gagal jantung pada waktu-waktu
terakhir ini adalah : tranplantasi jantung dan pengobatan
farmakologis spesifik seperti vasodilator hidralazin ditambah nitrat,
ACE inhibitor (enalapril), penghambat beta (karvedilol dan
metaprolol), serta penghambat aldosteron (spironolakton).
Angiotensin II Receptor Bloker dapat diberikan pada pasien dengan
intoleransi terhadap golongan ACE inhibitor. Golongan calcium
antagonis tidak dianjurkan untuk dikombinasi pemberiannya
dengan pengobatan standar seperti diatas, dan bukan merupakan
pengobatan pertama. Kemungkinan terdapatnya hubungan antara
kardiomiopati dilatasi dengan abnormalitas sirkulasi
mikrovaskuler, gangguan pada kanal kalsium merupakan alasan
pertimbangan pemberian golongan obat ini sebagai salah satu
pilihan pengobatan. Secara umum penggunaan obat- obat golongan
ini dapat ditoleransi dengan baik, walaupun efek samping penting
yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan pengobatan.
Prognosis
Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi
klinis yang dapat menjadi prediktor pasien-pasien kardiomiopati
dilatasi yang punya resiko kematian tinggi antara lain: terdapatnya
protodiastolik (S3) gallop, aritmia ventrikel, usia lanjut dan
kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang telah
11
mengalami miopati tersebut. Walaupun akurasi dan gambaran pada
masing-masing individu akan berbeda dalam menentukan
prognosis tersebut, tetapi dikatakan bahwa semakin besar ventrikel
yang disertai disfungsi yang semakin berat berhubungan erat
dengan prognosis yang semakin buruk. Khususnya bila terdapat
dilatasi ventrikel kanan disertai gangguan fungsinya. Uji latih
kardiopulmonal juga berguna sebagai prognostik. Keterbatasan
yang bermakna dari kapasitas latihan yang digambarkan dengan
penurunan ambilan oksigen siskemik maksimal merupakan
prediktor mortalitas dan dipergunakan sebagai indikator dan
pertimbangan untuk transplantasi jantung.
12
Kardiomiopati Hipertropik
Kardiomiopati hipertrofik merupakan hipertropi ventrikel tanpa
penyakit jantung atau sistemik lain yang menyebabkan hipertropi ventrikel
ini. Perubahan mikroskopik dapat ditemukan didaerah septum,
interventrikularis. Hipertrofi asimetris pada septum ini, bisa ditemukan
didaerah distal katup aorta, didaerah apeks. Hipertrofi yang simetris tidak
sering ditemukan. Kardiomiopati hipertrofik didaerah apikal biasanya
disertai dengan kelainan EKG, gelombang T negatif yang
dalam.Kardiomiopati hipertrofik ada 2 macam/ bentuk, yaitu:
- Hipertrofi yang simetris dan konsentris
- Hipertrofi septal simetris
Dengan left ventricular outflow tract obstruction
atau disebut juga
idiopathic hypertropic subaortic stenosis (IHSS),
atau hypertrophis obstructive cardiomyopathy
(HOCM).
Tanda left ventricular outflow tract obstruction
Etiologi
Etiologi kelainan ini tidak diketahui. Diduga disebabkan
katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan
yang meyebabkan iskemia miokard, kelainan konduksi
atrioventrikular dan kelainan kalogen. Penyakit ini ditemukan pada
laki-laki dan perempuan dalam frekuensi yang sama, serta dapat
menyerang semua umur. Gangguan irama yang sering terjadi dan
menyebabkan berdebar-debar, pusing sampai sinkop. Tekanan
darah sistolik dapat juga menurun, banyak kasus kardiomiopati
tidak bergejala/asimtomatis. Pada orang tua dan kardiomiopati
hipertrofik sering mengeluh sesak nafas akibat gagal jantung dan
angina pektoris yang bisa mengganggu disertai fibrilasi atrium.
Pada kasus-kasus yang sudah lanjut dapat pula terjadi
13
pengerasan/kekakuan katup mitral, sehingga dapat memberikan
gejala-gejala stenosis atau regurgitasi mitral.
Gejala Klinis
Keluhan utama pada kardiomiopati hipertrofik adalah
angina, sesak bila beraktivitas, palpitasi, kelelahan, gangguan
kesadaran, pusing, pingsan atau hampir pingsan, namun sebagian
besar pasien asimtomatik dan manifestasi klinis pertama dapat
berupa kematian mendadak.
Pemeriksaan Fisis
Pada pasien kardiomiopati hipertrofik biasanya fisisnya
baik, berumur muda. Denyut jantung teratur. Bising sistolik
dihubungkan dengan aliran turbulensi pada jalur keluar ventrikel
kiri. Bising sistolik dapat berubah-ubah, dapat kurang atau
mengurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu menjongkok
atau dengan melakukan olahraga isometrik. Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba
getaran jantung sistolik dan kuat angkat. Bunyi jantung ke-4
biasanya terdengar. Terdengar bising sistolik yang mengeras pada
tindakan valsava.
Pemeriksaan Penunjang
Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung ringan
sampai sedang, terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan
EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, kelainan segmen ST dan
gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia atrial dan
ventrikular. Pada pemeriksaan ekokardiografi Ten Care
menemukan tiga jenis hipertrofi ventrikel kiri yaitu:
- Hipertrofi septal saja (41%)
- Hipertrofi septal disertai hipertrofi dinding lateral (53%)
14
- Hipertrofi apikal distal (6%)(septum dan dinding lateral,
kedua-duanya)
Pada pemeriksaan radionuklir akan ditemukan ventrikel kiri
mengecil atau normal.Fungsi sistolik menguat dan hipertrofi septal
asimetrik. Dengan pemeriksaan pencitraan nuclear magnetic
resorance (M.R.I) berbagai jenis hipertrofi apikal ventrikel kiri
dapat dibedakan. Pada sadapan jantung akan ditemukan compliance
ventrikular outflow tract obstruction. PengobatanPengobatan yang
utama adalah menggunakan obat penghambat beta adrenergik, yang
efeknya untuk mengurangi peninggian obstruksi jalan pengosongan
ventrikel kiri, juga untuk mencegah gangguan irama yang sering
menyebabkan gangguan mendadak. Tapi akhir-akhir ini dilaporkan
adanya khasiat yang baik golongan antagonis kalsium seperti
verapamil. Obat-obat yang lain tidak dianjurkan untuk diberikan,
karena dapat memperburuk keadaan penyakit. Operasi miomektomi
juga dilakukan pada keadaan tertentu.
Prognosis
Prognosis penyakit sekarang ini ternyata sekarang ini cukup
jinak. Angka mortalitas hanya 1% pertahun,dibandingkan
penelitian sebelumnya yang 2-4 kali lebih tinggi. Beberapa pasien
yang keadaannya stabil atau malah membaik dalam waktu 10
tahun. Sebagian besar pasien akan bertambah berat penyakitnya,
pasien mengalami gagal jantung kongestif sekalipun tidak
dilakukan miomektomi. Kematian mendadak sering pada orang
muda. III
Kardiomiopati Restriktif
Kardiomiopati restrikrif merupakan keadaan yang sangat jarang dan
sebabnya pun tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah
adanya gangguan pada fungsi diastol, dinding ventrikel sangat kaku dan
15
menghalangi pengisian ventrikel. Pada pemeriksaan patologi-anatomis
ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi atau infiltrasi pada otot-otot jantung
yang menyebabkan gangguan fungsi diastolik tersebut.
Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati
restriktif sering ditemukan pada amiloidasis, hemokromatosis,
deposisi glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia,
fibroelastosis, dan lain-lain.
Gejala Klinis
Pasien merasa lemah, sesak nafas. Ditemukan tanda-tanda
gagal jantung sebelah kanan. Juga ditemukan tanda dan gejala
penyakit siskemik seperti amiloidosis, hemokromatosis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran
jantung sedang. Terdengar bunyi jantung ke-3 atau ke-4 dan adanya
regurgitasi mitral atau trikuspid.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan elektrokardiografi ditemukan low
voltage. Terlihat juga gangguan konduksi intra-ventrikular dan
gangguan konduksi arterio-ventrikular. Pada pemeriksaan
ekokardiografi tampak dinding ventrikel kiri menebal serta
penambahan massa didalam ventrikel. Ruang ventrikel normal atau
mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada pemeriksaan
radionuklir terlihat adanya infiltrasi pada otot jantung. Ventrikel
normal atau mengecil, dan fungsi sistolik yang normal. Pada
sadapan jantung ditemukan complience ventrikel kiri mengurang
dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan.
16
Tabel 2. Diagnosa banding antara Kardiomiopati Restriktif dengan Perikarditis
Kongestif
Kardiomiopati restriktif Perikarditis kongestif
Tekanan permulaan
Diastolik didalam
Ventrikel kanan
Diatas 0 Dibawah 0
Tekanan akhir diastolik Berbeda Sama
Hipertensi pulmonal Ada Tidak ada
Ekokardiografi Dinding ventrikel kiri
menebal serta massanya
bertambah
Dinding ventrikel sama
normal serta pergerakan
septum yang paradoksal
Diagnosis Banding
Perikarditis kongestif adalah penyakit jantung yang secara
klinis dan hemodinamik sukar dibedakan dengan kardiomiopati
restriktif. Kedua penyakit ini perlu dibedakan karena implikasi
pengobatan dan prognosisnya beda. Pengobatan Pengobatan pada
umumnya sukar dibedakan karena penyakit ini tidak efisien untuk
diobati dan lagi pula tergantung pada penyakit yang menyertainya.
Obat-obat anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama.
Umumnya aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak.
Pemasangan alat pacu jantung untuk gangguan konduksi yang berat
yang dapat diberikan. Dengan ekokardiografi transesofagus dapat
diberikan antara kardiomiopati restriktif dan perikarditis konstriktif
secara jelas dengan mengevalusi perubahan aliran vena pulmonalis
pada pernapasan.
Tabel 3. Klasifikasi Klinis Kardiomiopati29
Dilatasi Pembersaran ventrikel kanan dan atau kiri, ketidaksesuaian fungsi sistolik,
congestive heart failure, aritmia, emboli
Restriktif Parut endomiokardial atau infiltrasi miokard sebagai hasil dari hambatan
pengisian ventrikel kanan dan atau kiri
Hipertrofi Disproporsional pembesaran ventrikel kiri, umumnya lebih melibatkan septum
dibandingkan dinding jantung, dengan atau tanpa gradasi tekanan sistolik
intraventrikular, biasanya tanpa disertai dilatasi ruang ventrikel.
17
Tabel 4. Evauasi laboratorium Kardiomiopati29
Dilatasi Restriktif Hipertrofi
Rontgen thorax Siluet permbesaran
jantung yang
moderat hingga jelas
Hipertensi vena
pulmonale
Siluet permbesaran
jantung yang ringan
Siluet permbesaran
jantung yang ringan
hingga moderat
EKG Abnormalitas segmen
ST dan gelombang T
Voltase yang rendah,
defek konduksi
Abnormalitas
segmen ST dan
gelombang T
Hipertrofi ventrikel
kiri
Gelombang Q
abnormal
Echocardiogram Pembesaran dan
disfungsi ventrikel kiri
Peningkatan
penebalan dinding
ventrikel kiri
Penurunan fungsi
sistolik yang normal
hingga ringan
Hipertrofi septum
asimetris (ASH)
Gerakan anterior
sistolik (SAM) dari
katup mitral
Radionuklir Pembesaran dan
disfungsi ventrikel kiri
(RVG)
Penurunan fungsi
sistolik yang normal
hingga ringan
Vigorous systolic
function (RVG)
Defek perfusi
Kateterisasi jantung Pembesaran dan
disfungsi ventrikel
kiri
Peningkatan tekanan
pengisian sisi kiri
dan sering sisi kanan
Diminished cardiac
output
Penurunan fungsi
sistolik yang normal
hingga ringan
Peningkatan tekanan
pengisian sisi kiri
dan kanan
Vigorous systolic
function
Obtruksi dinamis
aliran keluar
ventrikel kiri
Peningkatan tekanan
pengisian sisi kiri
dan kanan
18
II. 3 Kardiomiopati pada Diabetes Mellitus dengan Hipertensi
Kardiomiopati diabetikum adalah suatu keadaan miopati terkait
diabetes yang memiliki ciri utama kelanian fungsi diastolik jantung30-33.
Kardiomiopati diabetikum secara kimiawi dipengaruhi oleh
insulinopeni31,32 seperti pada kasus resistensi insulin genetik pada model
mencit33. Pada percobaan mencit, kelainan potensial yang mendasari
termasuk perubahan fungsi K+ channel34-36, perubahan fungsi pompa
natrium37, perubahan d retikulum sarkoplasma (endoplasma) Ca2+-
ATPase38,39, Na+- Ca2+ exchanger40, dan kelainan metabolisme protein C
kinase41.
Gambar 3. Komplikasi Diabetes Mellitus42
19
Gambar 4. Jalur konduksi insulin42
Kardiomiopati diabetikum dapat diasosiasikan dengan
keseimbangan antara cardiac RAS dan aksi autokrin/parakrin Insulin-like
Growth Factor (IGF-1). Peptida-peptida, Angiotensin II (Ang II), dan
IGF-1 diaktifkan oleh kardiomosit dan menghasilkan efek pielotropik pada
glandula autokrin/parakrin43,44. IGF-1 juga meningkatkan kontraktilitas
miokard dengan meningkatkan influks Ca2+ dan sensitivitas miofilamen
terhadap Ca2+. IGF-1 disintesis oleh kardiomiosit dengan kontrol dari
insulin, Angiotensin II, mekanisme stres, dan peningkatan tekanan perifer
total44. IGF-1 dan Ang II memiliki aksi yang berlawanan pada jalur
rangsang jantung. Namun, bekerja secara sinergis sebagai pemacu
pertumbuhan. Salah satu jalur utama dari persinyalan IGF-1 meliputi
aktivasi dari komplek PI3-kinase/IRS-145,46. PI3-kinase diketahui memiliki
banyak pengaruh terhadap insulin/ IGF-1, termasuk perjalanan reseptor,
transportasi glukosa, reorganisasi sitoskeletal, aktivasi Na+, K+- ATPase, K+
channel, dan sensitivitas miofilamen terhadap Ca2+.43,47,48
Angiotensin II bekerja via reseptor terkait protei G dan
menginduksi fosforilasi tirosin dan IRS-147,48. Pada jaringan kardiak,
dibandingkan dengan insulin/IGF-1, Ang II secara cepat menghamat
20
metabolisme basal sebaik insulin/IGF-1 yang terstimulasi aktivitas PI3-
kinase 44,47. Oleh karena itu, telah disimpulkan bahwa ekspresi berlebihan
dari RAS, seperti pada jantung diabetes, akan menjadi salah satu peresisten
dari kerja insulin/IGF-1 pada aktivasi K+ channel dan Na+ pump, yang
dipengaruhi PI3-kinase, termasuk aktivitas miofilamen terhadap Ca2+.44
Kelainan ini dihubungkan dengan penurunan aktivitas K+ channel dan Na+
pump pada kedua tipe diabetes 31,44,49. Resistensi aksi IGF-1 dan insulin
yang termediasi PI3-kinase dapat menjelaskan kelainan fungsi sistolik dan
diastolik serta hipertrofi ventrikel kiri50 yang menjadi karakter dari
kardiopati diabetikum. Selain itu, aksi dari IGF-1 dan Ang II dapat
menjelaskan mengapa pada pasien dengan diabetes tampk memiliki masa
pembesaran ventrikel kiri yang lebih dibandingkan dengan pasien non
diabetik dengan tekanan darah yang relaif sama.50
21
BAB III
PENUTUP
Hipertensi memiliki korelasi yang cukup erat dengan diabetes, dimana
terdapat peningkatan prevalensi hipertensi pada penderita diabetes 3,4 , disisi saling
juga terdapat kemungkinan diabetes mellitus tipe-2 yang tinggi pada pasien-pasien
dengan hipertensi5. Pada pasien DM tipe 2, prevalensi CHF meningkat5,6 begitu
pula dengan prognosisnya yang lebih buruk dibandingkan pasien non-biabetik7.
Peningkatan resiko CHF yang meningkat walau tanpa ada penyakit arteri koroner
(Coronary artery disease/ CAD), hipertensi, atau penyakit katup, membuat
penggolongan penyakit baru yang disebut dengan kardomiopatik diabetikum8-11.
Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa terdapat korelasi antara penderita
diabetes dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) subklinis, termasuk
disfungsi diastolik12-14, sehingga meningkatkan diagnosis kardiomiopati idiopatik
pada populasi diabetik15. Difsungsi diastolik pada pasien dengan DM dipercaya
hadir pada fase-fase awal kardiomiopati diabetikum16-18, sehingga deteksi awal
yang baik akan membantu memperlambat kejadian CHF pada pasien biabetes9.
Penelitian terakhir menunjukkan disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) dapat
terjadi pada 60% asimptomatik pasien dengan DM tipe 2 yang terkontrol dengan
baik, walau tanpa hipertensi ataupun CAD19. Penurunan tekanan darah telah
terbukti memberikan efek yang baik pada pasien diabetes baik mikro maupun
makrovaskular.
Kardiomiopati diabetikum adalah suatu keadaan miopati terkait diabetes
yang memiliki ciri utama kelaian fungsi diastolik jantung30-33. Kardiomiopati
diabetikum secara kimiawi dipengaruhi oleh insulinopeni31,32, dimana terjadi
perubahan fungsi K+ channel34-36, perubahan fungsi pompa natrium37, perubahan d
retikulum sarkoplasma (endoplasma) Ca2+-ATPase38,39, Na+- Ca2+ exchanger40, dan
kelainan metabolisme protein C kinase41. Perubahan ini turut serta memberikan
efek hipertensi pada pasien dengan diabetes mellitus melalui mekanisme aktivasi
PI3-kinase/IRS-1 oleh IGF-1 45,46. Hipertrofi miokard dan gangguan fungsi sitolik
dan diastolik pada keadaan kardiopati diabetikum diasosiasikan dengan resistensi
jaringan miokard terhadap kerja dari IGF-1, dimana IGF-1 sendiri merupakan
22
hasil sintesis kardiomiosit, sebagai respon dari kontrol insulin, Angiotensin II,
mekanisme stres, dan peningkatan tekanan perifer total.44
23
Daftar Pustaka
1. American Heart Association Circulation 1999;100:1134-46.
2. International Diabetic Federation Prevalence Estimates. Agustus 2003.
3. Suyono S. Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus di Indonesia. Jilid 3.
Jakarta: Dept Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p. 1852
4. Sowers JR, Epstein M, Frohlich ED. Diabetes hypertension, and
cardiovascular disease. An update. Hypertension. 2001;37:1053-9.
5. Gress TW, Nieto FJ, Shahar E. Hypertension and antihypertensive therapy
as risk factors for type-2 diabetes mellitus. Atherosclerosis Risk in
Communities Study. N Engl J Med 2000;342:905-12.
6. Stolk RP, Van Splunder IP, Schouten JS. High blood pressure and the
incidence of non-insulin dependant diabetes mellitus. Findings in a 11.5
year follow up study in The Netherlands. Eur J Epidemiol 1993;9:134-9.
7. Stamler J, Vaccaro O, Neaton JD. Diabetes, other risk factors, and 12
years cardiovascular mortality for men screened in the Multiple Risk
Factor Intervention Trial. Diabetes Care 1993;16:434-44.
8. Ruber S, Dlugash J, Yuceoglu YZ, et al. New type of cardiomyopathy
associated with diabetic glumerulosclersis. Am J Cardiol, 1972,30:595-
602.
9. Bel DS. Diabetic cardiomyopathy. Diabetic Care, 2003, 26:2949-2951.
10. Shehadeh A, Regan TJ. Cardiac consequence of diabetes mellitus. Clin
Cardiol, 1995,18:301-305.
11. Bell DS, Diabetic cardiomyopathy. A unique entity or a complication of
coronary artery disease? Diabetes Care, 1995, 18:708-714.
12. Ahmed SS, Jaferi GA, Narang RM, et al. Preclinical abnormality of left
ventricular function in diabetes mellitus. Am Heart J, 1975, 89: 153-158.
13. Senevirante BI. Diabetic cardiomyopathy: the preclinical phase. Br Med J,
1997, 1 : 1444-6
14. Vinereanu D, Nicolaides E, Tweddel AC, et al. Subclinical left ventricular
dysfunction in asymptomatic patiens with type II diabetes mellitus, related
to serum lipids and glycated haemoglobin. Clin Sci (Lond), 2003, 105 :
591-599.
24
15. Bertoni Ag, Tsai A, Kasper EK, et al. Diabetes and idiopathic
cardiomyopathy: a nation-wide case-control study. Diabetes care, 2003,
26: 2791-2795.
16. Raev DC. Which left ventricular function is impaired earlier in the
evolution of cardiomyopathy? An echocardiographic study of young type I
diabetic patients. Dibetic Care, 1994, 17: 633-639.
17. Garderisi M, Anderson KW, Wison PW, et al. Echocardiographic
evidence for the existence of distinct diabetic cardiomyopathy (the
Framingham Heart Study). Am J Cardiol, 1991, 68 : 85-89.
18. Cosson S, Kevorkian JP. Left ventricular diastolic dysfunction : an early
sign of cardiomyopathy? Diabetes Metab, 2003, 29: 455-466.
19. Khan AK, Jalal S, Baba RM, et al. Prevalence of diastolic dysfunction in
normotensive asymptomatic patients with well-controlled type 2 diabetes
mellitus. Chinese Clin Med J, September 2006, 1 (4):193-200.
20. Alder Al, Stratton IM, Neil HA. Association of systolic Blood pressure
with macro vascular complications of type-2 diabetes (UKPDS 36):
prospective observational study. BMJ 2000;321:412-9.
21. Hansson L, Zanchetti A, Carruthers SG. Effects of intensive blood
pressure lowering and low-dose aspirin in patients with hypertension.
Principal results of the Hypertension Optimal Treatment (HOT)
randomized trial. HOT study group. Lancet. 1998;1755-62.
22. Guidelines Committee. European Society of Hypertension. European
Society of cardiology guidelines for the management of arterial
hypertension. J Hypertension 2003;21:1011-53.
23. American Diabetes Association. Treatment of hypertension in adults with
diabetes. Diabetes Care. 2002;25(Suppl 1):S71-S73.
24. Uusitupa MI, Mustonen JN, Airaksinen KE. Diabetes heart muscle
disease. Ann Med. 1990;22:377-86.
25. Raev DC. An Echocardiographic study of young Type-I diabetic patient.
Diabetes Care. 1994;17:633-9.
25
26. Missault LH, Duprez DA, Brandt AA, De Buyzere ML, Adang LT,
Clement DL. Exercise performance and diastolic filling in essential
hypertension. Blood press. 1993;2:284-88.
27. Fisher NDL, Williams GH. Harrison's Principles of Internal Medicine:
Hypertensive vascular disease. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. p.
1463-1479.
28. Sanif E. Kardiomiopati Jenis dan Pelaksanaan. [cited 2009 October 28].
Availabel from http://www.jantunghipertensi.com
29. Wynne J, Braunwald E. Harrison's Principles of Internal Medicine:
Cardiomyopathy and myocarditis. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000.
p. 1408-14.
30. Frohlich ED. Uric acid: a risk factor for coronary artery disease. JAMA.
1993;270:354 –359.
31. Brown R, Walsh M, Sowers JR. Influence of sex, diabetes and ethanol on
intrinsic contractile performance of isolated rat myocardium. Basic Res
Cardiol. 1996;91:353–360.
32. Ren J, Dominguez LJ, Sowers JR, Davidoff A. Troglitazone attenuates
high glucose-induced abnormalities in relaxation and intracellular calcium
in rat ventricular myocytes. Diabetes. 1996;45:1822–1825.
33. Ren J, Sowers JR, Walsh MF, Brown RA. Reduced contractile response to
insulin and IGF-1 in ventricular myocytes from genetically obese Zucker
rats. Am J Physiol. 2000;279:H1708–H1714.
34. Wong D, Kiyosue T, Shigematsu S, Arita M. Abnormalities of K1 and
Ca21 currents in ventricular myocytes from rats with chronic diabetes. Am
J Physiol. 1998;269:H1288–H1296.
35. Shimoni Y, Ewart H, Severson D. Insulin stimulation of rat ventricular K1
currents depends on the integrity of the cytoskeleton. J Physiol (Lond).
1999;514:735–745.
36. Casis O, Gallego M, Iriarte M, Sanchez-Chapula SA. Effects of diabetic
cardiomyopathy on regional electrophysiologic characteristics of rat
ventricle. Diabetologia. 2000;43:101–109.
26
37. Golfman L, Dixon IM, Takeda N, Lukas A, Dakshinamurti K, Dhalla NS.
Cardiac sarcolemmal Na1-Ca21 exchange and Na1-K1 ATPase activities
and gene expression in alloxan-induced diabetes in rats. Mol Cell
Biochem. 1998;188:91–101.
38. Ziegelhoffer A, Ravingerova T, Styk J, Sebokova J, Waczulikova I, Breier
A, Dzurba A, Volkovova K, Carsky J, Turecky L. Mechanisms that may
be involved in calcium tolerance of the diabetic heart. Mol Cell Biochem.
1997;176:191–198.
39. Matsubara H, Kanasaki M, Murasawa S, Tsukaguchi Y, Nio Y, Inada M.
Differential gene expression and regulation of angiotensin II receptor
subtypes in rat fibroblasts and cardiomyocytic in culture. J Clin Invest.
1994;93:592– 601.
40. Schaffer SW, Ballard-Craft C, Boerth S, Allon SM. Mechanisms
underlying depressed Na1/Ca21 exchanger activity in the diabetic heart.
Cardiovasc Res. 1997;34:129 –136.
41. Giles TD, Ouyang J, Kerut EK, Given MB, Allen GE, McIwain EF,
Greenberg SS. Changes in protein kinase C in early cardiomyopathy and
in the gracilis muscle in the BB/W or diabetic rat. Am J Physiol. 1998;
4:H295–H307.
42. Power AC. Harrison's Principles of Internal Medicine: Diabetes Mellitus.
16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. p. 2152-2179.
43. Li D, Sweeney G, Wang Q, Klip A. Participation of PI3K and atypical
PKC in Na1,K1-ATP pump stimulation by IGF-1 in VSMC. Am J Physiol.
1999;276:H2109–H2116.
44. Ren J, Sampson WK, Sowers JR. Insulin-like growth factor 1 as a cardiac
hormone: physiological and pathophysiological implications in heart
disease. Mol Cell Cardiol. 1999;31:2049 –2061.
45. Cittadini A, Ishiguro Y, Stromer H, Spindler M, Moses AC, Clark R,
Douglas PS, Ingwall JS, Morgan JP. Insulin-like growth factor but not
growth hormone augments mammalian myocardial contractility by
sensitizing the myofilament to Ca21 through a wortmannin-sensitive
27
pathway: studies in rat and ferret isolated muscles. Circ Res. 1998;83:50–
59.
46. LeRoith D. Insulin-like growth factors. N Engl J Med. 1998;336: 633–640.
47. Folli F, Kahn CR, Hansen H, Bouchie JL, Feener EP. Angiotensin II
inhibits insulin signaling in aortic smooth muscle cell at multiple levels. J
Clin Invest. 1997;100:2158 –2169.
48. Velloso LA, Folli F, Sun XJ, White MF, Saad MJ, Kahn CR. Cross-talk
between insulin and angiotensin signaling systems. Proc Natl Acad Sci U
S A. 1996;93:12490 –12495.
49. Guo W, Kada K, Kamiya K, Toyama J. IGF-1 regulates K1-channel
expression of cultured neonatal rat ventricular myocytes. Am J Physiol.
1997;272:H2599–H2560.
50. Grossman E, Shemesh J, Shamiss A, Thaler M, Carroll J, Rosenthal T.
Left ventricular mass in diabetes-hypertension. Arch Intern Med. 1992;
152:1001–1004.
28
Recommended