View
166
Download
22
Category
Preview:
DESCRIPTION
mata
Citation preview
TUMOR GLANDULA LAKRIMAL
A. PENDAHULUAN
Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar sekresi ekrin yang tediri dari dua lobus
yang terletak di superotemporal orbita. Kedua lobus kelenjar lakrimal terdiri atas
lobus orbital yang lebih kecil dari lobus palpebra dan secara anatomisdipisahkan
oleh bagian lateral dari aponeurosis levator. Hanya lobus palpebra yang dapat
dilihat pada bagian superior forniks saat dilakukan eversi kelopak mata. Jadi
proses penyakit yang mengenai lobus orbital dapat tidak menimbulkan
manifestasi hingga penyakit itu terus berkembang. (1)
Massa pada glandula lakrimal dapat secara umum terbagi atas inflamasi dan
neoplasma. Penyebab inflamasi tidak jarang disebabkan oleh dakrioadenitis,
sarcoidosis, dan pseudotumor sedangkan lesi neoplasma dari glandula lakrimal
sebagian besar berasal dari sel epitel dimana kira-kira 50% jinak dan 50% ganas.
(1) (2)
Lesi jinak terdiri atas adenoma pleomorfik (benign mixed cell tumors),
hiperplasia limfoid reaktif jinak dan onkositoma. Lesi ini berkembang lambat dan
sering ditemukan pada orang dewasa pada dekade ke empat atau kelima. Tumor
ganas pada glandula lakrimal misalnya karsinoma kistik adenoid,
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma mukoepidermoid dan
limfoma maligna. Karsinoma kistik adenoid merupakan keganasan yang paling
sering terjadi pada tumor glandula lakrimal yaitu 50% dari keseluruhan keganasan
pada tumor lakrimal dan 25% dari seluruh tumor glandula lakrimal. Kebanyakan
kasus ditemukan pada dekade ketiga. (1)
B. EPIDEMIOLOGI
Tumor pada glandula lakrimal berkisar 5-7% dari neoplasma pada orbita.
Tumor glandula lakrimal lebih jarang terjadi pada anak. Perbaningan antara tumor
jinak dan ganas yaitu 10:1. Frekuensi neoplasma jinak paling sering terjadi yaitu
1
tumor epitelial glandula lakrimal sedangkan pada tumor ganas yaitu karsinoma
kistik denoid dan adenokarsinoma pleomorfik. (3)
Pasien dengan tumor glndula lakrimal khususnya yang ganas harus di
observasi jangka panjang sebelum dinyatakan pengobatannya sukses. Kira-kira
angka kematian 15 tahun berkisar 75%. (1)
C. ANATOMI FISIOLOGI
Palpebra
Anatomi
1. Struktur
Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah
palpebra. Palpebra terdiri atas lapisan superfisial yaitu kulit, kelenjar Moll dan
Zeis, muskulus orbikularis okuli dan levator palpebra. Lapisan dalam terdiri dari
lapisan tarsal, muskulus tarsalis, konjungtiva palpebralis dan kelenjar meibom.
Vaskularisasi pada palpebra diperantarai oleh arteri palpebra (3)
Gambar 1. Potongan Sagital Palpebra Superior
2
Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi
cabang zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra
dan beberapa muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot
polos pada palpebra dan okuler diaktivasi oleh saraf simpatis. Oleh sebab itu,
sekresi adrenalin akibat rangsangan simpatis dapat menyebabkan kontraksi otot
polos tersebut . (4)
Fisiologi
1. Refleks Mengedip
Banyak sekali ilmuan mengemukakan teori mengenai mekanisme refleks
kedip seperti adanya pacemaker atau pusat kedip yang diregulasi globus palidus
atau adanya hubungan dengan sirkuit dopamin di hipotalamus. Pada penelitian
Taylor (1999) telah dibuktikan adanya hubungan langsung antara jumlah dopamin
di korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian agonis dopamin D1
menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan penghambatannya
menyebabkan penurunan refleks kedip mata (5). Refleks kedip mata dapat
disebabkan oleh hampir semua stimulus perifer, namun dua refleks fungsional
yang signifikan adalah (4)):
(1) Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva
yang disebut refleks kedip sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung
cepat yaitu 0,1 detik.
(2) Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks kedip
optikus. Refleks ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.
2. Ritme Normal Kedipan Mata
Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara reguler dengan interval
dua sampai sepuluh detik dengan lama kedip selama 0,3-0,4 detik. Hal ini
merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan kontinuitas film prekorneal
dengan cara menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Selain itu, mengedip dapat
membersihkan debris dari permukaan okuler. Sebagai tambahan, mengedip dapat
mendistribusikan musin yang dihasilkan sel goblet dan meningkatkan ketebalan
lapisan lipid (6). Iwanami (2007) mengemukakan bahwa muskulus Riolan dan
muskulus intertarsal dipercaya berhubungan dengan sekresi kelenjar meibom. (7)
3
Aparatus Lakrimalis
Anatomi Glandula Lakrimal
Glandula lakrimal pada tiap mata terdiri atas dua macam yaitu glandula
lakrimal mayor dan glandula lakrimal asesoris. Glandula lakrimalis pada tiap
mata terdiri atas 57 yakni glandula lakrimalis mayor (pars orbital dan pars
palpebra), 55 glandula asesoris (50 glandula Krauss dan 5 glandula Wolfring)
dan 1 karunkula. (8)
Glandula lakrimal mayor terdiri atas pars orbital pada bagian superior dan
pars palpebral pada bagian inferior yang keduanya saling bersambungan.
Glandula lakrimalis mayor berbentuk seperti buah almond yang terletak di
bagian superior dan lateral mata pada ruang orbita pada cekungan tulang
frontal. Glandula lakrimal ini mensekresi air mata melalui duktus ke forniks
superior. Lobulus pada pars orbital kglandula lakrimal dekat dengan septum
orbital namun terletak dibawah muskulus levator palpebra. (8)
Gambar 2 Anatomi Sistem Lakrimalis
Glandula Krause terletak berbatasan dengan forniks dari palpebra suerior.
Glandula Krause merupakan glandula asesoris yang mempunyai struktur yang
4
sama dengan glandula mayor. Glandula ini terletak di bagian dalam dari
substansia propria dari forniks superior antara tarsus dan glandula lakrimalis
inferior yang bentuknya bercabang. Terdapat 42 glandula pada forniks superior
dan 6 hingga 8 pada forniks inferior. Glandula Krausesebagian besar terdapat
pada sisi lateral dari orbita. Duktusnya kemudian bersatu pada bagian duktus yang
lebih panjang atau sinus yang akan menuju ke forniks. (8)
Glandula Wolfring juga merupakan glandula lakrimal asesoris namun lebih
besar dari glandula Krause. Terdapat 2 hingga 5 pada palpebra superior dan 1
hingga 3 pada palpebra inferior yang terletak di tepi atas tarsus bagian tengah.
Selain itu kadang juga ditemukan kelenjar lakrimal pada karunkula lakrimalis. (8)
Suplai arteri pada glandula lakrimal berasal dari arteri oftalmika melalui arteri
lakrimal. Arteri lakrimal berasal dari arteri oftalmika bagian lateral dari nervus
optik dan berjalan sepanjang tepi atas dari muskulus rektus lateral. Aliran balik
vena akan bergabung dengan vena oftalmika. (8)
Persarafan dari glandula lakrimalis merupakan persarafan sensoris. Nervus
cranialis V merupakan jalur aferen dari serat sensoris pada hidung dan permukaan
kornea. Serabut pada kornea akan menuju ke nervus siliaris posterior longus pada
sklera dan menuju ke posterior dan bergabung dengan nervus nasosiliar yang
kemudian keluar dari rongga orbita melalui fissura orbitalis superior dan masuk
ke sinus kavernosus lateral lalu ke arteri karotisinterna. Nervus kemudian
melewati ganglion trigeminal ( ganglion semilunar/Gasserian) lalu masuk ke pons
dan turun ke traktus trigeminus spinalis ipsilateral yang bersinaps dengan bagian
vebtral. Output dari nuleus sensoris kemudian menuju ke nukleus lakrimal dan
salivatory. Dari ini kemudian menuju ke nervus VII lalu ke ganglion genikulatum
terbesar atau nervus petrosal superficial lalu masuk ke kanalis pterygoid lalu ke
fossa pterygoplatina dan bersinaps dengan ganglion pterygopalatina. Serat
parasimpatis post ganglion yang tidak bermielin masuk ke fissura orbitalis dan
membentuk pleksus retrobulbar yang juga terdapat serat simpatis dari ppleksus
carotis. Nervus ini mensuplai glandula lakrimalis melalui ramus okular. Sekresi
air mata dimediasi oleh parasimpatis dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP)
(8)
5
Gambar 3. Inervasi Glandula Lakrimal (8)
Fisiologi
1. Sistem Sekresi Air Mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal
air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun
seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh
kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di
atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam
palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap
lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai
dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari
kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata
mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar
utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh
jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal
tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan
penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang
menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-
kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet
uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk
musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi
6
substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat
yang juga ikut membentuk film prekorneal.
2. Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai
di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan
mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air
mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli
dan sistem lakrimal inferior (3)
7
Gambar 4. Sistem Ekskresi Lakrimalis
3. Air Mata
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab
oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai
dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta
konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata
atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa
konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah.
Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki
aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria (4).
Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim, hal ini tidak
dianggap sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi
mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu
membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari
dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan
konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski
ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata
adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L
8
Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai
stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva,
mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya
terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan
menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada
nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan
penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air
mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan
eferen oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang
memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian
obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi
sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan
sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai
respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu
sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata
(4).
D. KLASIFIKASI
Massa pada glandula lakrimal dapat disebabkan oleh inflamasi dan
neoplasma. Tumor pada glandula lakrimal diklasifikasikan sebagai berikut
(9):
9
E. MANIFESTASI KLINIS (1)
Gambaran yang diperlihatkan pada tumor glandula lakrimal bervariasi tiap
pasien mulai dari yang tidak bergejala namun memiliki massa pada bagian
temporal palpebra yang diabaikan pasien yang menyebabkan terjadinya proptosis,
diplopia, dan ada massa yang mengganjal.
Riwayat penyakit sudah lama (>1-2 tahun), lesi kelenjar lakrimal yang tidak
menginfiltrasi menunjukkan tumor jinak, misalnya adenoma pleomorfik. Riwayat
penyakit yang akut dapat menunjukkan suatu inflamasi atau proses keganasan.
Nyeri paling sering dikeluhkan pada lesi inflamasi pada kelenjar lakrimal
namun karsinoma adenoid kistik dan keganasan lainnya dapat memberikan
gambaran nyeri sekunder dari perkembangan perineural atau ke tulang.
Lesi yang menunjukkan keganasan ditandai dengan terjadinya proptosis yang
subakut dan kehilangan sensasi pada bagian temporal dari nervus lakrimalis pada
sepertiga pasien.
Diplopia dan penurunan visus dapat ditemukan pada lesi yang mengalami
progresifitas cepat.
10
Lesi jinak biasanya memberikan gejala tidak nyeri dengan pergeseran massa
ke inferonasal dari bagian superotemporal.
F. DIAGNOSIS
Gejala
Tumor biasanya tumbuh sangat lambat namun akan mendorong ke bola mata
inferior dan medial yang dapat memberikan gejala diplopia.
Pemeriksaan
Pemeriksaan gerakan bola mata dapat memberikan informasi mengenai
infiltrasi tumor ke otot ekstraokuler atau perubahan mekanik pada bola
mata akibat pertumbuhan tumor. Pergeseran lobus dengan atau tanpa
proptosis paling sering ditemukan pada keganasan yang ditandai dengan
lesi non axial yang mengarah ke inferomedial. Kontur berbentuk S pada
palpebra atas biasa ditemukan pada lesi kelenjar lakrimal namun
biasanya berupa tumor yang tidak spesifik. massa dapat teraba atautidak
pada fossa lakrimal. Massa yang berbatas tegas, kenyal, dan tidak tegang
dapat ditemukan pada lesi jinak atau limfoproliferatif. Penurunan pada
tes Schrimer menunjukkan lesi inflamasi. Hal yang jarang ditemukan
yaitu peningkatan tekanan intraokular dan adanya lipatan koroidoretinal.
Dapat pula ditemukan limfadenopati preaurikuler dari metastase regional
pada lesi maligna.
Densitas tumor pada pemeriksaan USG dapat menunjukkan konsistensi
tumor.
Pemeriksaan CT dan MRI dapat memperlihatkan lokasi dan perluasan
tumor. Gambaran CT Scan dari lesi epitel jinak misalnya adenoma
pleomorfik biasanya berbatas tegas pseudokapsul pada fossa
superotemporal, perubahan pada tulang termasuk ekspansi dan
remodeling pada fossa lakrimal tanpa ada tanda-tanda invasi atau erosi
pada tulang. Pada massa yang ganas misalnya karsinoma adenoid kistik
biasanya memberikan gambaran massa yang ireguler, erosi pada
tulang(70%), dan kadang terjadi kalsifikasi (20%). Lesi limfoproliferatif
11
biasanya memberikan gambaran berbentuk eksentris dengan penberian
kontras. (1)
Pemeriksaan biopsi digunakan untuk mengkonfirmasi adanya keganasan
dan tipe tumor tersebut. Pada pemeriksaan histologis adenoma
pleomorfik memberikan gambaran lapisan epitel dan mesenkim
mengalami proliferasi. Proliferasi dari sel-sel epitel biasanya tersusun
atas dua lapis dan membentuk lumen. Diferensiasi pada stroma dapat
diperlihatkan pada formasi tulang dan kartilago. Karsinoma adenoid
kistik berasal dari sel-sel duktus dan membentuk celah pada bagian dasar
yang mirip deposit material. Hal ini memberikan gambaran kribriform
atau gambaran “Swiss cheese” pada jaringan, meskipun pertumbuhan
pada tubulus dan berkelompok mudah dikenali. Terdapat lima gambaran
histologi yang dapat ditemukan pada lesi yaitu (1) Kribriform, (2)
Sklerosis (3) Basaloid (4) Komedo (5) Duktal. Tipe basaloid memiliki
prognosis yang paling jelek. (1)
Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu untuk membedakan
antara inflamasi, lesi jinak maupun ganas pada lesi limfoproliferatif.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan laboratorium khusus yang
menggunakan marker khusus yang akan berikatan dengan antigen khusus
pada jaringan target. Lesi inflamasi jinak (psudotumor) memiliki
morfologi poliklonal sedangkan lesi limfoid berbentuk monoklonal.. (1)
G. DIAGNOSIS BANDING
Dakrioadenitis
Dakrioadenitis merupakan pembesaran glandla lakrimalis akibat
peradangan. Dakrioadenitis dibagi menjadi sindrom akut dan kronik dengan
penyebab infeksi atau penyakit sistemik. (10)
Frekuensi terjadinya dakrioadenitis jarang dilaporkan namun lebih sering
dibandingkan tumor glandula lakrimal. Belum ada data yang baku mengenai
tingkat mortalitas dan morbiditas namun pada dakrioadenitis akut merupakan
12
penyakit yang dapat sembuh dengan sendiri sedangkan pada kasus kronik
maka perlu dilakukan manajemen kondisi sistemik. Kejadian dakrioadenitis
tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan umur. (10)
Patofisiologi terjadinya masih belum sepenuhnya dimengerti.
Dakrioadenitis infeksi mungkin disebabkan oleh agen dari konjungtiva yang
bergerak secara ascending ke duktus lakrimal ke glandula lakrimal. (10)
Dari anamnesis dapat ditemukan dakrioadenitis akut bersifat
unilateral,nyeri berat, kemerahan dan rasa tertekan pada regio
supratemporal orbita. Onset cepat dalam beberapa jam atau hari.
Dakrioadenitis kronik dapat terjadi bilateral tidak nyeri, pembesaran
glandula lakrimal yang lebih dari sebulan, lebih sering dari dakrioadenitis
akut. (10)
Pada pemeriksaan fisiss, dakrioadenittis akut dapat ditemukan
pembengkakan pada palpebra superior dan terasa tegang saat dipalpasi
serta dapat disertai dengan kemosis, injeksi konjungtiva, sekret
mukopurulen, eritema, limfdenopati, bengkak pada bagian sepertiga
lateral, proptosis pergerakan muskular terbatas, bola mata terdesak kearah
inferomedial. Kelainan sistemik yang dapat ditemukan seperti pembesaran
glandula parotis, demam, ISPA, dan malaise. Pada dakrioadenitis kronik
biasanya tidak berat, tidak nyeri pembesaran kelenjar namun mobile, tanda
okular sedikit ptosis ringan serta gejala mata kering ringan hingga berat.
(10)
Penyebabnya dapat berupa infeksi virus, bakteri maupun jamur serta
penyakit sistemik seperti sarcoidosis, grave disease, Sjogren Sindrome,
sindrom inflamasi orbital serta lesi limfoepitelial jinak. (10)
Kista duktus lakrimalis
Kista duktus lakrimal berkembang dari forniks bagian supratemporal
konjungtiva. Hal ini disebabkan oleh trauma, infeksi, dan inflamasi
konjungtiva. Gejala biasanya asimtomatik namundapat menyebabkan
13
penderita merasa tidak nyaman, rasa mengganjal, nampak massa, distorsi
paplpebra yang menyenbabkan ektropion. Ukuran berfluktuasi.
Pengobatan dengan total reseksi. (11)
Lesi limfoepitelial jinak
Lesi in merupakan pembesaran jinak pada kelenjar parotis dan atau
kelenjar lakrimal. Biasanya ditemkan pembesaran secara bilateral. 80%
pembesaran pada kelenjar parotisjuga disertai dengan pembesaran pada
glandula lakrimal. Biasanya terjadi pada usia 50an dan paling sering
terjadi pada wanita. Kebanyakan dikaitkan dengan Sjorgen Syndrome.
H. PENATALAKSANAAN
Jika memungkinkan, tumor harus diangkat seluruhnya. Eksenterasi orbital
mungkin diperlukan. Pemberian kortikosteroid sistemik diindikasikan jika
terdapat tumor yang tidak spesifik. (3)
Terapi radiasi merupakan pilihan utama padalesi limfoid dengan total
radiasi 2000-3000cGy. Pemberian agen antineoplasma diberikan sesuai
anjuran ahli onkologi dan biasanya diberikan jika ada penyebaran sistemik.
(1)
Penanganan tumor glandula lakrimal digolongkan atas dua kategori
berdasarkan durasi gejala, manifestasi klinis dan gambaran radilogi dari lesi.
Pasien dengan perjalanan penyakit lama, tidak nyeri dan massa tumbuh lambat
dan gambaran radiologi berbatas jelas dan disimpulkan adenoma pleomorfik
maka pasien dapat dilakukan pembedahan ekstirpasi. (1)
Konsultasi pada bagian hematologi dan onkologi perlu dilakukan untuk
mengeluarkan kemungkinan terjadinya penyebaran sistemik jika diagnosis
dikonfirmasi dengan limfoma. Koordinasi dengan ahli onkologi radiasi jika tuor
mengarah ke keganasan dan lesi limfoma. (1)
14
I. KOMPLIKASI
Proptosis pada mata dapat menyebabkan kornea menjadi kering
sehingga memudahkan terjadinya ulkus pada kornea yang pada
akhirnya akan mengganggu penglihatan. Proptosis yang lama dapat
mengganggu penglihatan karena saraf optik (saraf penglihatan) menjadi
teregang. Peningkatan tekanan di dalam rongga mata juga dapat
menekan saraf optik, yang juga dapat mengganggu penglihatan.
J. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada derajat keganasan tumor. Pasien mungkin
disarankan untuk perawatan rumah sakit untuk mendapatkan agen kemoterapi jika
diperlukan. (1)
Pada adenoma pleomorfik, studi jangka panjang menyebutkan bahwa terjadi
peningkatan insiden transformasi maligna yang dihubungkan dengan rekurensi
multipel dari lesi yang dilakukan insisi biopsi dan pengangkatan yang tidak
sempurna pada tumor primer. Follow up per tahun perlu dilakukan untuk
memonitor efek pengobatan dan kemungkinan terjadinya rekurensi atau
penyebaran sistemik (1).
Limfoma sistemik berkembang 20-30% pada pasien dengan limfoma maligna
pada glandula lakrimal. Insidensi lebih banyak jika pada pemeriksaan awal
ditemukan penyebaran pada glandula lakrimal bilateral. Limfoma maligna
merupakan kejadian yang jarang dan paling sering ditemukan pada wanita tua
dan kebanyakan stadium rendah daan prognosisnya bagus. (1)
Karsinoma kistik adenoid memiliki prognosis yang cukup jelek karena dapat
bermetastase ke tulang dan menginfiltrasi ke perineural. Pasien ini memiliki angka
kematian 50% pada 5 tahun pertama dan 75% pada 15 tahun. Kematian viasanya
akibat penyebaran ke intrakranial dan metastase ke paru-paru. Gambaran
histologis biasanya signifikan dengan prognosis dimana gambaran cribriform
memiliki angka harapan hidup 5 tahun sebesar 70% dibandingkan dengan
gambaran basaloid yang memiliki angka harapan hidup sebesar 20%. (1)
15
DAFTAR PUSTAKA
x
1.DeAngelis DD. Lacrimal Gland Tumors. [Online].; 2013 [cited 2014 January 16. Available from: http://reference.medscape.com.
2.Association TEMD. Orbit, Eyelid and Lacrimal System New York: American Academy of Ophtalmology; 2012.
3.Lang GK. Ophtalmology A pocket Textbook Atlas. 2nd ed. New York: Thieme; 2006.
4.Britannica E. Human Eye. [Online].; 2007 [cited 2014 January 15. Available from: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/199272/eye.
5.Taylor JR, Elsworth JD, Lawrence MS, Sladek JR, Roth RH, Redmond DE. Spontaneous Blink Rates Correlate with Dopamine Levels in the Caudate Nucleus of MPTP-treated Monkey. Experimental Neurology. 1999; I(158).
6.McMonnies CW. Incomplete Blinking: Exposure Keratopathy, Lid Wiper Epitheliopathy, Dry Eye, Refractive Surgery, and Dry Contact Lenses. Cont Lens Anterior Eye. 2007; I(30).
7. Iwanami M, Tsurukiri K. Histological Comparison Between Young and Aged Specimens of the Oriental Lower Eyelid Using Sagittal Serial Sections. Plast Reconstr Surg. 2007; VII(119).
8.MissionforVission. Anatomy of The Human Eye. [Online].; 2006 [cited 2014 January 17. Available from: http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2006/02/lacrimal-gland-human.html.
9.Bernardini FP, Devoto MH, Croxatto OJ. Epitelial Tumor of the Lacrimal Gland : An Update. In Current Opinion of Ophtalmology. Geneva: Lippincott William and Wilkins; 2008. p. 409-413.
10.Singh GJ. Dacryoadenitis. [Online].; 2013 [cited 2014 January 17. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1210342-overview#showall.
11.Hornblass. Lacrimal gland duct cysts. [Online].; 1985 [cited 2014. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/4011117.
x
16
17
Recommended