View
285
Download
16
Category
Preview:
DESCRIPTION
obesitas anak
Citation preview
BAB 1 : PENDAHULUAN
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO menyatakan
bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas sudah
merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani.
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup
yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan /
konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan
kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak
meningkatkan risiko obesitas.
Obesitas sudah dapat terjadi sejak bayi dan 15% obesitas pada bayi, 25% obesitas
pada balita, serta 80% obesitas pada remaja dengan salah satu orang tua obese akan
menetap sampai dewasa.. Obesitas pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah
yang kompleks, penyebabnya yang multifaktorial menyulitkan penatalaksanaannya.
Disamping itu, banyak orangtua masih berpendapat bahwa anak gemuk itu lucu dan ceria,
yang diartikan pasti sehat. Mereka tidak menyadari bahwa obesitas berdampak negatif
terhadap tumbuh kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial. Anak yang
gemuk cenderung diolok-olok serta dipermalukan disekolah, dan sulit berteman. Pada usia
sekolah umumnya mereka sudah menyadari bahwa gemuk merupakan hal yang tidak
menyenangkan akibat penolakan sosial serta isolasi. Beban menjadi seorang gemuk akan
mempengaruhi prestasi disekolah serta kehidupan sosial. Masalah ini biasanya menetap
sampai dewasa.
Selain itu obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan
berpotensi mengalami pelbagai penyebab kesakitan dan kematian antara lain penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus, dan lain – lain. Profil lipid darah pada anak obesitas
menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas mempunyai
risiko hipertensi lebih besar. Penelitian Syarif menemukan hipertensi pada 20 – 30% anak
yang obesitas, terutama obesitas tipe abdominal. Dengan demikian obesitas pada anak
memerlukan perhatian yang serius dan pananganan yang sedini mungkin,dengan
melibatkan peran serta orang tua.
1
BAB 2 : PEMBAHASAN
Definisi dan Kriteria Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan obesitas
diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan/atau pemeriksaan
laboratorik, pada umumnya digunakan:
a) Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut
obesitas bila BB > 120% BB standar.
b) Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila
BB/TB> persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD.
c) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK).Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.
d) Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri yang tidak
digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling
akurat,tetapi tidak praktis untuk di lapangan.
e) Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.
Angka kejadian obesitas anak dan remaja
Prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade
terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi overweight dan obesitas
pada anak usia 6-18 tahun di Rusia adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4%,
dan di Inggris adalah 22-31% dan 10-17%, bergantung pada umur dan jenis kelamin.
Prevalensi obesitas pada anak-anak sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%.
Di Indonesia, prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menunjukkan
peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989
didapatkan 4,6% lelaki dan 5,9% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% lelaki dan
8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%.
Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada
umur 6-12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan
6,2%, dan pada umur 17-18 tahun 11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak
ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%). Pada penelitian Djer 1998,
prevalensi obesitas anak di sebuah SD Negeri di kawasan Jakarta Pusat sebesar 9,6%.
Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Meilany 2002, menunjukkan prevalensi obesitas
anak di tiga SD swasta di kawasan Jakarta Timur sebesar 27,5%. Menurut data rekam
medik, kasus baru obesitas yang datang di poliklinik Gizi Anak Bagian IKA FKUI-RSUPNCM
2
dalam periode tahun 1995-2000 adalah sebanyak 100 pasien, dan 35% di antaranya
adalah balita.
Perjalanan Perkembangan Obesitas
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya
dengan terjadinya obesitas, yaitu: a) periode pranatal , terutama trimester 3 kehamilan, b)
periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan c) periode adolescence.
Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2
dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.
Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi. Sedang
penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas di masa
dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7.
Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan
orangtua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14
tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.
Faktor Penyebab
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi
positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi,
sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian
besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional
(obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal,
sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit
multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi
antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi
dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik .
Apabila kedua orang tua obesitas, 80 % anaknya akan menjadi obesitas. Apabila
salah satu orang tuanya obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 % dan bila kedua orang
tua tidak obesitas, maka prevalensinya menjadi 14 %. Kegemukan dapat diturunkan dari
generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya seringkali dijumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang
gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam
menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh seseorang. Hal ini dimungkinkan
karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada
3
sang bayi selama dalam kandungan. Tidaklah mengherankan apabila bayi yang
dilahirkannya pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
Selain itu pengaruh keturunan (genetik) juga dapat berdampak pada
komposisi/bentuk tubuh. Menurut pendapat Erminawati (2009: 8), manusia memiliki tiga
bentuk tipe tubuh yaitu:
a. Mesomorp (atletis), yaitu tipe tubuh yang memiliki ciri-ciri: tubuh tinggi, bahu
yang lebar, pinggang yang relative kecil, bentuk kepala yang persegi, dan
perkembangan otot yang lebih besar.
b. Ektomorp (tubuh kurus dan tinggi), yaitu tipe tubuh yang memiliki ciri-ciri:
tubuhnya tinggi, badan kurus, cepat merasa kedinginan, permukaan kulit
yang relatif luas dibandingkan dengan volume tubuhnya.
c. Endomorph (tubuh bulat dan pendek), yaitu tipe tubuh yang memiliki ciri-ciri:
bentuk tubuhnya bulat dan gemuk, volume batang tubuhnya relative lebih
besar, mempunyai usus kurang lebih 60 cm, dua kali lebih panjang daripada
umumnya.
2. Faktor lingkungan.
Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-
50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan
antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas
fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg.
Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada
kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika
menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59),
tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang
signifikan.
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai risiko
obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV ≤ 2 jam
setiap harinya.
Faktor nutrisional.
4
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh
dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak
anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi
kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan
tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding
kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan
peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.
Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih
besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang
lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat.
Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan
selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas
penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein
mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan
metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein
berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai
kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan
dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan
oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan
lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari
karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai
kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi
peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam
jaringan lemak.
Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya
perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke
sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta
lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah,
sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video
5
dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk
food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
Patofisiologi
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas
primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).
Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen
>90% kasus <10 % kasus
Perawakan tinggi (umumnya >50th persentil
TB/U)
Perawakan pendek (umumnya <5th
persentil TB/U)
Riwayat obesitas dalam keluarga umumnya
positif
Riwayat obesitas dalam keluarga
umumnya negatif
Fungsi mental normal Fungsi mental seringkali retardasi
Usia tulang : normal atau advanced Usia tulang : terlambat (delayed)
Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan fisis
Tabel 1. Karakteristik obesitas idiopatik dan endogen (dikutip dari Moran 1999)
Sebagian besar kasus dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan anamnesis
serta pemeriksaan fisis yang teliti (lihat Tabel 2).
Penyebab Hormonal Bukti-bukti Diagnostik
Hipotiroidism Kadar TSH , kadar thyroxine (T4 )
Hiperkortisolism Uji supresi deksametason abnormal; kadar kortisol bebas urin
6
24-jam,
Hiperinsulinism primer Kadar insulin plasma , kadar C-peptide ,
Pseudohipoparatiroidism Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ,
Lesi hipotalamus didapat Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi vaskular
hipotalamus,
Sindrom Genetik Karakteristik klinis
Prader-Willi Obesitas, hiperfagia, retardasi mental , hipogonadism,
strabismus
Laurence-Moon / Bardet-
Biedl
Obesitas, retardasi mental , retinopati pigmentosa,
hipogonadism, paraplegia spastik
Alström Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, diabetes mellitus
Börjeson-Forssman-
Lehmann
Obesitas, retardasi mental, hipogonadism, hipometabolism,
epilepsi
Cohen Obesitas trunkal, retardasi mental, hipotonia, hipogonadism
Turner's Perawakan pendek, ambiguous genitalia, kelainan jantung
bawaan, webbed neck, obesitas, genotipe 45,XO
Familial lipodystrophy Hipertrofi otot, akromegali , hepatomegali, acanthosis
nigricans, insulin resisten, hipertrigliseridemia, retardasi
mental
Beckwith-Wiedemann Gigantism, exomfalos, makroglosia, organomegali
Sotos' Gigantism serebral , pertumbuhan fisik berlebihan, hipotonia,
retardasi psikomotorik
Weaver Sindrom tumbuh-lampau bayi (Infant overgrowth syndrome),
percepatan pematangan tulang rangka (accelerated skeletal
maturation), unusual facies
7
Ruvalcaba Retardasi mental , microsefali, abnormalitas tulang,
hipogonadism, brachymetapody
Defek genetic
Leptin
Beta3-adrenergic
receptor
Tabel 2. Penyebab endogen obesitas pada anak (dikutip dari Moran 1999)
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini
terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan
sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut
bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan
dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi
porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan
peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator
dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan
insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya
bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.
8
Gejala Klinis
Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi :
Apple-shaped body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan
pinggang)
Pear-shaped body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian pinggul
dan paha)
Secara klinis mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas, antara lain :
Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap
Leher relatif pendek
Dada membusung dengan payudara membesar
Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen
Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian
dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit
Mendeteksi anak obesitas
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan apakah anak anda memiliki berat
badan berlebih? Secara singkat, berat badan lebih dapat dilihat dengan memperhatikan
KMS anak anda. Apabila di atas garis hijau, maka kemungkinan anak anda memiliki berat
badan berlebih. Selanjutnya, lihatlah tinggi badan anak anda, proporsionalkah? Dari WHO-
NCHS, tidak ada klasifikasi overweight atau obesitas. Sehingga, indikator ini sulit dilihat
secara objektif.
Cara yang lain adalah dengan melihat grafik IMT (BMI, Body Mass Index) khusus anak di
atas 2 tahun pada grafik di bawah ini
9
:
Klasifikasinya adalah:
Persentil >95 : obesitas
Persentil 75-95 : overweight
persentil 25 – 75: normal
persentil <25 : kurang
Pemeriksaan
1. Anamnesis :
Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja
Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)
Adanya keluhan : ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pingguL
Riwayat gaya hidup :
a) Pola makan/kebiasaan makan
b) Pola aktifitas fisik : sering menonton televisi
Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan resiko
seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan
diabetes melitus tipe II
2. Pemeriksaan fisik :
Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas
10
3. Pemeriksaan penunjang : analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes
fungsi paru (jika ada tanda-tanda kelainan).
4. Pemeriksaan antropometri :
Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI adalah
berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB > 120% BB
Ideal.
Pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT
berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85.
Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri
Tatalaksana Obesitas Pada Anak
Mengingat penyebab obesitas bersifat multi faktor, maka penatalaksanaan obesitas
seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikutsertakan keluarga dalam
proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi
serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas
fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup.
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7
tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7
tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas
dengan komplikasi pada anak usia di bawah 7 tahun dan obesitas pada usia d iatas 7
tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan
sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA,
hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi diet
harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang
rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas
11
berat (IMT > 97 persentile )dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan
kalori sangat rendah (very low calorie diet ).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal. Pengurangan
kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5
kg per minggu. Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira
10% di atas berat badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah,
karena pertumbuhan linier masih berlangsung.
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein
cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan jenis makanan
harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa mengkonsumsi makanan yang
tidak disukai.
Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur intrinsik,
hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain menurunkan asupan
makanan akibat efek serat yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan
energinya rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi
lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2
tahun dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per
hari.
Bahan
Makanan
Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber
Karbohidrat
Karbohidrat kompleks
seperti: nasi, jagung, ubi,
singkong, talas, kentang,
sereal.
Karbohidrat sederhana seperti:
gula pasir, gula merah, sirup,
kue yang manis, dan gurih.
Sumber
protein
hewani
Daging tidak berlemak, ayam
tanpa kulit, ikan, telur, daging
asap, susu dan keju rendah
lemak.
Daging berlemak, daging
kambing, daging yang diolah
dengan santan kentan,
digoreng, jeroan, susu full
cream, susu kental manis.
Sumber
protein
nabati
Tempe, tahu, susu kedelai,
kacang-kacangan yang
diolah tanpa digoreng atau
dengan santan kental.
Kacang-kacangan yang diolah
dengan cara menggoreng atau
dengan santan kental.
Sayuran Sayuran yang banyak
mengandung serat dan
Sayuran yang sedikit
mengandung serat dan yang
12
diolah tanpa santan kental
berupa sayuran rebus, tumis,
dengan santan encer atau
lalapan.
dimasak dengan santan kental.
Buah-
buahan
Semua macam buah-buahan
terutama yang banyak
mengandung serat.
Durian, avokad, manisan,
buah-buahan, buah yang diolah
dengan gula dan susu kental
manis.
Lemak Minyak tak jenuh tunggal
atau ganda, seperti minyak
kelapa sawit, minyak kedelai
dan minyak jagung yang
tidak digunakan untuk
menggoreng.
Minyak kelapa, kelapa, dan
santan.
Tabel 4 : Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan
fisikyang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan
fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang
menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam.
Dianjurkan untukmelakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Jenis kegiatan Kalori yang digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8 km/jam
Lari 12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
Bersepeda
150
300
480
600
360
240
180
350
660
Tabel 3 : Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
4. Mengubah pola hidup/perilaku
13
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen
intervensi,dengan cara:
Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan, dan aktifitas fisik,
serta mencatat perkembangannya.
Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat menonton televisi
dicegah untuk tidak makan karena menonton televisi dapat menjadi pencetus
makan. Orangtua diharapkan dapat meniadakan sedapatnya semua stimulus
disekitar anak yang dapat merangsang keinginan untuk makan
Mengubah perilaku makan, misalnya pasien yang makannya cepat dianjurkan
untuk lebih lambat, belajar mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi,
mengurangi makanan camilan.
Penghargaan dan hukuman, yaitu orangtua dianjurkan untuk memberikan
dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku sehat yang diperlihatkan
anaknya. Misalnya memakan makanan menu baru yang sesuai dengan program
gizi yang diberikan, berat badan turun, mau melakukan olahraga.
Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila menghadapi
rencana bepergian atau pertemuan sosial yang memberikan risiko untuk makan
terlalu banyak, yaitu dengan memilih makanan yang berkalori rendah atau
mengimbanginya dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi.
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Peran orangtua dalam mengobati anak telah terbukti efektif dalam penurunan berat
badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua menyediakan nutrisi yang seimbang,
rendah lemak dan sesuai dengan petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga ikut berpartisipasi
dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung
keberhasilan anak. Dengan kata lain mereka merupakan bagian dari keseluruhan
program komprehensif tersebut. Guru dan teman sekolah juga diharapkan ikut
mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan pujian bila anak yang gemuk
berhasil mengikuti program diet atau menurunkan berat badannya, sebaliknya tidak
mengejek anak gemuk.
6. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi
yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat
rendah (very low calorie diet ), farmakoterapi dan terapi bedah.
14
Terapi diet berkalori sangat rendah diindikasikan jika berat badan >140% BB Ideal
(superobesitas). Protein-sparing modified fast (PSMF) adalah formula diet berkalori
sangat rendah yang paling sering diterapkan. Diet PSMF membatasi asupan kalori
hanya 600-800 kalori/hari. Selain itu dianjurkan mengkonsumsi protein hewani 1,5-
2,5 g/kg berat badan ideal, suplementasi vitamin dan mineral serta minum lebih dari
1,5 L cairan per hari. Secara umum, diet ini hanya boleh diterapkan selama 12
minggu dengan pengawasan dokter. Risiko PSMF adalah terbentuknya batu
empedu, hiperurisemia, hipoproteinemia, hipotensi ortostatik, halitosis dan diare.
Terapi farmakologi obesitas adalah terapi yang bertujuan untuk mengurangi asupan
makanan yang mengganggu metabolisme tubuh dengan cara mempengaruhi proses
pra atau pasca absorbsi. Terapi ini berusaha untuk menambah dan meningkatkan
pengeluaran sistem energi (termogenesis) yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk
beraktivitas jasmani :
a. Efedrin: meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi
oksigen sekitar 10 % selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein
menghasilkan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo.
Diperkirakan 25-40 % penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-
75 % karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah
peningkatan nadi dan perasaan yang berdebar-debar.
b. Sibutramin: menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan
pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata
terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat
timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi
setelah penurunan berat badan,
c. Obat yang mengurangi nafsu makan terdiri atas noradrenergic agent
(benzphetamine, phendimetrazine, phentermine, phentermineresin,
diethylpropion), serotonin agent, dan kombinasi keduanya (sibutramine). Obat ini
bekerja dengan menekan neurotransmitter seperti norepinephrine, serotonin,
dopamine, dll di susunan saraf pusat yang berperan dalam meningkatkan nafsu
makan. Obat ini hanya dapat dikonsumsi selama 12 minggu hingga 6 bulan. Efek
samping yang mungkin timbul adalah insomnia, mulut kering, konstipasi, sakit
kepala, euforia, palpitasi dan hipertensi.
d. Obat yang mengurangi absorbsi makanan di usus yaitu orlistat. Obat ini bekerja
dengan mengikat lipase yang merupakan enzim yang berperan dalam
mempermudah absorbsi lemak di usus, sehingga akhirnya lemak tidak bisa
diserap. Obat ini dapat digunakan dalam jangka panjang dan efek samping yang
15
dapat timbul adalah buang gas disertai kotoran, sulit menahan BAB, steatorrhea,
bercak minyak di celana dalam, frekuensi BAB meningkat, dan kekurangan
vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K) tetapi bisa diatasi dengan suplemen
dari luar.
Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi
iniadalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan
lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan
cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat
ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.
Dampak Obesitas
Jika seorang anak datang dengan keluhan obesitas, maka yang pertama kali perlu
dipastikan apakah kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.
Selanjutnya perlu ditelusuri faktor risiko obesitas serta dampak yang mungkin terjadi.
Riwayat obesitas dalam keluarga serta pola makan dan aktifitas perlu ditelusuri.
Dampak obesitas pada anak harus dievaluasi sejak dini. Meliputi penilaian faktor
risiko kardiovaskuler, sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik yang berkaitan
dengan kelebihan beban, kelainan kulit, serta potensi gangguan psikiatri. Faktor risiko
kardiovaskuler terdiri dari riwayat anggota keluarga dengan penyakit jantung vaskular atau
kematian mendadak dini (<55 tahun), dislipidemia (peningkatan kadar LDL-kolesterol
>160mg/dL, HDL-kolesterol < 35mg/dL) dan peningkatan tekanan darah, merokok, adanya
diabetes mellitus dan rendahnya aktifitas fisik. Anak gemuk yang berkaitan dengan minimal
tiga dari faktor-faktor risiko tersebut, dianggap berisiko tinggi. Skrining dianjurkan pada
setiap anak gemuk setelah usia 2 tahun. Anak gemuk juga cenderung mengalami
peningkatan tekanan darah, denyut jantung serta keluaran jantung dibandingkan anak
seusianya. Hipertensi ditemukan pada 20-30% anak gemuk. Dalam mengukur tekanan
darah pada anak gemuk perlu memperhatikan penggunaan cuff yang sesuai. Merokok perlu
ditanyakan pada remaja. Diabetes mellitus tipe 2 jarang ditemukan pada anak gemuk tetapi
hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa hampir selalu ditemukan pada morbid obese.
Tingkat aktifitas fisis anak juga perlu dievaluasi selain untuk menilai risiko kelainan
kardiovaskuler juga untuk merancang aktifitas fisis dalam tatalaksana selanjutnya. Lamanya
menonton televisi atau memainkan komputer/play station perlu di selidiki.
16
Obstructive sleep apnea sering dijumpai pada obesitas, gejalanya mulai dari
mengorok sampai mengompol (seringkali diduga akibat DM type 2 atau diuresis osmotik).
Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah faringeal yang seringkali
diperberat oleh adanya hipertrofi adenotonsilar. Obstruksi saluran nafas intermiten di malam
hari menyebabkan tidur gelisah serta menurunkan oksigenasi. Sebagai kompensasi, anak
cenderung mengantuk keesokkan harinya dan hipoventilasi. Umumnya gejala berkurang
seiring dengan penurunan berat badan dan/atau adenotonsilektomi serta pemakaian CPAP
(continuous positive airway pressure)
Non alcoholic steatohepatitis (NASH) ditemukan pada 40% anak gemuk melalui
skrining USG hati. Kadar enzim aminotransferase (AST dan ALT) merupakan indikator yang
kurang sensitif, tetapi peninggiannya membantu penegakkan diagnosis Kondisi ini dapat
berlanjut menjadi fibrosis hati atau bahkan menjadi sirosis. Penurunan berat badan akan
menormalkan kadar enzim hati dan ukuran hati.
Kelebihan berat badan pada anak gemuk cenderung berisiko terhadap gangguan
ortopedik, yaitu torsi tibial dan kaki pengkar, tergelincirnya epifisis kaput femoris (slipped
capital femoral epiphysis) terutama pada anak lelaki dan gejala tekanan berat badan pada
persendian di ekstremitas bawah.
Kegemukan menyebabkan kerentanan terhadap kelainan kulit khususnya di daerah
lipatan. Kelainan ini termasuk ruam panas, intertrigo, dermatitis moniliasis dan acanthosis
nigricans (kondisi yang merupakan petanda hipersensitifitas insulin). Sebagai tambahan,
jerawat juga dapat muncul dan dapat memperburuk pesepsi diri si anak.
Masalah psikososial akan sangat berpengaruh pada penampilan. Pada anak dengan
obesitas sering didapatkan kurangnya rasa ingin bermain dengan teman sepermainan,
memisahkan diri dari tempat bermain, tidak diikutkan dalam permainan serta hubungan
sosial canggung atau menarik diri dari kontak sosial. Hal ini disebabkan oleh karena depresi,
kurang percaya diri, persepsi diri yang negatif maupun rendah diri karena menjadi bahan
ejekan teman-temannya. Sejak dini, lingkungan menilai orang gemuk sebagai malas, bodoh,
lamban. Hal ini perlu diperhatikan oleh dokter jangan sampai rencana pengobatan akan
memperburuk rasa percaya diri yang rapuh tersebut.
Pada anak usia sekolah juga terjadi penurunan prestasi belajar, dan pada remaja
terutama wanita sering melakukan upaya untuk menurunkan berat badan, namun dilakukan
dengan cara yang kurang tepat sehingga menimbulkan masalah gizi yang lain misalnya
anemia ataupun defisiensi mikronutrien yang lain.
17
Pseudotumor serebri atau peningkatan tekanan intrakranial ringan pada obesitas
disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang mengakibatkan penumpukkan kadar
karbondioksida. Gejalanya meliputi papiledema, kelumpuhan saraf kranial VI (rektus
lateralis), diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer, dan iritabilitas .
Pencegahan
Pencegahan dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan
populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta
orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi
obesitas . Anak-anak yang berisiko menjadi obesitas adalah seorang anak yang salah satu
atau kedua orang tuanya obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak
masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain mempromosikan pemberian ASI ekslusif
sampai usia 6 bulan terutama pada bayi yang secara genetik rentan untuk menjadi obesitas.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian ASI jangka panjang serta menunda
pemberian makanan pendamping ASI dapat membantu menurunkan prevalensi obesitas.
Moran (1999) menganjurkan orang tua untuk menerapkan serta mengajarkan pola diet serta
aktifitas yang sehat kepada anak-anaknya sebagai berikut.
Hargai selera makan anak: jangan memaksa anak untuk menghabiskan setiap porsi
makanan
Bila mungkin hindari mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan yang manis
Batasi jumlah makanan berkalori tinggi yang disimpan di rumah.
Sajikan menu sehat dengan komposisi lemak lebih rendah dari 30% kalori total.
Sajikan sejumlah serat dalam makanan anak.
Susu skim dapat menggantikan susu sapi mulai usia 2 tahun.
Jangan menyajikan makan sebagai penenang atau hadiah.
Jangan mengiming-imingi permen sebagai hadiah menghabiskan makanan.
Batasi waktu menonton televisi.
Dorong agar anak aktif bermain
18
Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan-jalan, bermain bola, dan
kegiatan di luar rumah lainnya
BAB 3 : DAFTAR PUSTAKA
1. Childhood overweight and obesity. Diunduh dari :
http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood/en/
2. Budiyanto. (2002). Obesitas dan Perkembangan Anak. Jakarta: Grafindo Persada.
3. Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap
National Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 – 139.
4. Obesitas dan Penyebab. Diunduh dari :
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=378
5. Segera Atasi "Wabah" Obesitas Global. Diunduh dari :
http://www.analisadaily.com/news/read/2013/01/29/103604/
segera_atasi_wabah_obesitas_global/#.UR4x_jfEr_g
6. Dr. Yovita Ananta, Sp.A. Pondok Indah Healthcare Group. Obesitas pada anak,
Bagaimana mencegahnya. Hal 36-37
7. Ratu Ayu Dewi Sartika. Makara,Kesehatan, Vol. 15, No. 1, Juni 2011: Hal 37-43. Faktor
Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 tahun di Indonesia.
8. Centers for Disease Control and Prevention. Growth charts for the United States:
methods and development. Washington: Department of Health and Human Services,
2000.
9. Hidayati, Irawan, Hidayat. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. FK Unair / RS.dr.Soetomo Surabaya. Obesitas pada anak.
10. Obesity in Children: MedlinePlus. Diunduh dari :
www.nlm.nih.gov/medlineplus/obesityinchildren.html
11. Overweight and Obesity. Diunduh dari :
19
http://kidshealth.org/parent/general/body/overweight_obesity.html
20
Recommended