View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
343
Pengaruh Komitmen Organisasi pada Perilaku Kewarganegaraan Organisasi
(Studi Komparatif pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan &
minyak serta gas bumi)
Wustari H. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI
wustari@yahoo.com. wustari@ui.ac.id
Abstrak
Kesuksesan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sistem,
strategi, maupun human capital yang bekerja di organisasi. Dalam hal ini, human capital
bila dibandingkan dengan faktor lainnya merupakan aspek yang paling penting dalam
keberhasilan serta kinerja suatu organisasi. Untuk itu, adanya human capital yang loyal
serta memiliki komitmen yang tinggi dengan organisasi sangat diperlukan. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan loyal adalah tidak hanya setia terhadap organisasi tetapi juga
bersedia untuk menunjukkan perilaku lebih dalam bekerja tanpa mengharapkan adanya
imbalan tertentu atau biasa disebut sebagai Perilaku Kewarganegaraan Organisasi
(Organizational Citizenship Behavior). Pertanyaannya adalah sampai seberapa besar
komitmen organisasi mempengaruhi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan
apakah tempat kerja akan mempengaruhi Komitmen Organisasi maupun Perilaku
Kewarganegaraan organisasi seseorang? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi dari komitmen organisasi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi pada dua jenis bisnis yang berbeda. Responden diambil dari beberapa
perusahaan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis perusahaan yaitu lembaga keuangan
dan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Responden
diambil berdasarkan convenience sampling, yang sesuai dengan kriteria persyaratan, yaitu
karyawan tetap, minimum bekerja 2 tahun, berusia diantara 25-44 tahun, dan minimum
lulusan SMA. Data diolah dengan berdasarkan koefisien korelasi dan regresi. Hasil riset
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif signifikan serta pengaruh yang
signifikan pada kedua sampel yang berbeda mengenai Komitmen Organisasi terhadap
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa komitmen
afektif adalah yang memiliki korelasi serta kontribusi tertinggi terhadap kemunculan
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada jenis perusahaan lembaga keuangan tetapi
tidak pada jenis bisnis perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan hasil tersebut,
tampak bahwa untuk dapat meningkatkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang
hal yang perlu dilakukan antara lain adalah dengan memperhatikan kebutuhan individu
serta kondisi tempat kerja.
Key words: Komitmen Organisasi, Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (OCB)
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
344
Pengantar
Kemampuan organisasi sangat dipengaruhi serta dapat dikatakan tergantung pada
sumberdaya manusia yang dimilikinya, bahkan dapat dikatakan bahwa tantangan, peluang,
atau hambatan dalam membentuk organisasi yang efektif berakar dari masalah yang
berhubungan dengan sumberdaya manusia (Cascio, 2003). Untuk itu, organisasi perlu
memperhatikan orang-orang di dalamnya agar dapat beraktualisasi secara optimal,
sehingga efektivitas organisasi juga dapat optimal.
Menurut Katz dan Kahn (1966, dalam Organ, Podsakoff, & Mackenzie, 2006),
terdapat tiga bentuk kontribusi para karyawan yang dapat membuat organisasi menjadi
efektif, yaitu (a) perasaan terikat dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi, (b)
performa kerja yang memenuhi kriteria minimal, serta (c) perilaku spontan dan inovatif.
Perilaku spontan dan inovatif yang dimaksud adalah perilaku yang menunjukkan performa
kerja yang melebihi persyaratan yang dapat memenuhi tujuan organisasi, misalnya perilaku
kooperatif dengan rekan kerja, tindakan melindungi sistem dalam organisasi, memberikan
ide yang original untuk peningkatan sistem, mengembangkan diri untuk memberikan
kontribusi tambahan, dan menunjukkan iklim organisasi yang baik pada pihak luar
organisasi. Perilaku tersebut kemudian dipopulerkan oleh Bateman dan Organ (1983)
dengan istilah Organizational Citizenship Behavior atau Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi (PKO).
Berdasarkan tinjauan berbagai penelitian mengenai PKO/OCB oleh Organ, dkk
(2006) menunjukkan bahwa PKO memiliki hubungan erat dengan efektivitas organisasi.
Lebih lanjut, Podsakoff, dkk (2000) menyatakan bahwa PKO dipengaruhi oleh
empat kategori faktor, yaitu (1) karakteristik individu, (2) karakteristik tugas, (3)
karakteristik organisasi, dan (4) perilaku pemimpin. Kategori karakteristik individu terdiri
dari faktor kepuasan kerja, keadilan, komitmen organisasi, dan kepribadian.
Berdasarkan penjelasan dari Podsakoff, dkk (2000) di atas, peneliti kemudian
terdorong untuk melakukan identifikasi terhadap faktor karakteristik individu yaitu
komitmen organisasi yang mempengaruhi PKO dan melihat bagaimana hubungan antara
faktor tersebut dengan PKO. Identifikasi ini penting untuk dilakukan karena seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, PKO terbukti dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
organisasi. Diketahuinya faktor yang berhubungan dengan PKO diharapkan dapat
membantu pihak manajemen untuk melakukan intervensi melalui area-area tersebut,
sehingga kemudian dapat membantu menumbuhkan atau meningkatkan juga karyawannya.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
345
Penelitian ini akan dilakukan di beberapa organisasi yang berbeda-beda karena
kemunculan PKO pada karyawan sangat dibutuhkan di berbagai organisasi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara
PKO dengan komitmen organisasi, serta hendak mengetahui sampai seberapa jauh
kontribusi dari Komitmen Organisasi terhadap munculnya Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi. Berdasarkan hal tersebut, rumusan permasalahan penelitian yang ingin dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana arah dan kekuatan hubungan yang terjadi di antara komitmen organisasi
dengan PKO?
2. Seberapa besar kontribusi dari Komitmen Organisasi terhadap Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi?
3. Bagaimanakah profil PKO dan Komitmen Organisasi pada 2 jenis bisnis yang berbeda?
Kerangka Teori
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Definisi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Definisi mengenai Organizational Citizenship Behavior yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah definisi yang dikemukakan oleh Organ, dkk. (2006), yaitu:
“Individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the
formal reward system, and in the aggregate promotes the efficient and effective functioning
of the organization.”
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (PKO) adalah tingkah laku individu yang
bersifat sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit dilakukan karena sistem ganjaran
yang formal, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi
organisasi (Organ, dkk, 2006).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa Organizational Citizenship
Behavior adalah perilaku individu yang secara sukarela, tidak secara langsung atau
eksplisit diakui oleh sistem pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi. Dari definisi tersebut perlu
dilihat lebih jauh tiga kriteria utama yang membangun konsep Organizational Citizenship
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
346
Behavior, yaitu secara sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem
pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi fungsi organisasi.
Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior
Paille (2009) menyatakan bahwa selama ini Organizational Citizenship Behavior dan
penelitian-penelitiannya dilakukan dalam konteks budaya Amerika Serikat, sehingga
belum tentu sesuai dengan konteks budaya lain. Oleh karena itu, tidak semua dimensi
dalam Organizational Citizenship Behavior bersifat universal dan dapat digunakan dalam
konteks budaya yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan gabungan dari dimensi-
dimensi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut. Gabungan dimensi-dimensi
tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan adanya beberapa dimensi yang sesuai dengan
konteks budaya timur (dimana Indonesia termasuk di dalamnya), dan juga beberapa
dimensi yang bersifat universal (berlaku pada konteks budaya timur dan barat).
Dimensi-dimensi tersebut adalah: 1) Altruisme pada rekan kerja, yaitu perilaku sukarela
untuk membantu orang dilingkungan kerja (seperti rekan kerja, klien, atasan, bawahan)
dalam hubungannya dengan masalah pekerjaan (Farh, Earley dan Ling, 1997). 2)
Identifikasi terhadap organisasi, yaitu perilaku sukarela yang mengindikasikan bahwa
seseorang peduli dan/atau terlibat secara langsung pada hal-hal yang terkait dengan
kelangsungan hidup organisasi, misalnya: mengahadiri sosialisasi peraturan baru di
organisasi, membaca pengumuman atau informasi terbaru dari organisasi, mempromosikan
organisasikan organisasi pada pihak luar, menjaga reputasi organisasi dan memberi saran
untuk kemajuan organisasi (Farh, Earley, dan Ling, 1997). 3) Melindungi dan menghemat
sumber daya organisasi, yaitu termasuk perilaku-perilaku yang menghemat sumber daya
organisasi, menggunakan sumber daya pribadi (seperti: uang, informasi, jaringan sosial)
untuk membantu organisasi dan melindungi organisasi dari kecelakaan (seperti: kebakaran
atau banjir) (Farh, Zhong dan Organ, 2004), 4) Keselarasan interpersonal, yaitu perilaku
karyawan yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menjaga hubungan yang selaras di
tempat kerja (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 5) Pengembangan diri, yaitu perilaku
sukarela karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan menambah
pengetahuan dalam pekerjaan (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 6) Memiliki inisiatif, yaitu
perilaku sukarela yang menunjukkan pengambilan tanggung jawab atau pekerjaan
tambahan, seperti: secara sukarela bekerja melebihi batas jam kerja yang sesunguhnya,
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
347
mengerjakan tugas-tugas tambahan, dan berbagi informasi-informasi yang relevan
mengenai pekerjaan dengan rekan kerja (Farh, Zhong dan Organ,2004) dan 7) Sportivitas,
yaitu perilaku sukarela yang menunjjukkan bahwa seseorang memiliki toleransi untuk
menerima dan/atau tidak mengeluhkan keadaan-keadaan di organisasi yang dipersepsikan
kurang ideal (Podsakoff, et.al, 2000).
Komitmen Organisasi
Meyer dan Allen (1997) menjelaskan bahwa komitmen merupakan kondisi
psikologis yang menggambarkan karakteristik hubungan antara individu dan organisasi
dan memiliki implikasi pada keputusan dalam melanjutkan keanggotaan di organisasi
tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004), komitmen organisasi adalah tingkatan
sejauh mana individu melekatkan dirinya dengan organisasi dan tujuan dari organisasi
tersebut.
Meyer & Allen (1997) menambahkan bahwa komitmen organisasi juga termasuk
pola pikir individu di mana inividu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya sesuai
dengan organisasi ia berada, cara mengatasi masalah yang timbul, serta keterikatan
individu terhadap organisasi di mana ia berada. Terdapat tiga dimensi dalam komitmen
organisasi, yaitu komitmen afektif, normatif, dan berkelanjutan (Meyer & Allen, 1997).
Dimensi Komitmen Organisasi
1. Komitmen Afektif
Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen afektif sebagai berikut:
“Affective commitment refers to the employee’s emotional attachment to,
identification with, and involvement in the organization (Meyer & Allen, 1991;
Meyer & Allen, 1997).”
Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri
pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi.
Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan
tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang
tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka
sepakat dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu
organisasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
2. Komitmen Berkelanjutan
Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen berkelanjutan sebagai berikut:
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
348
“Continuance commitment refers to an awareness of their costs associated with
leaving the organization (Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen 1997).”
Komitmen berkelanjutan mengacu pada kesadaran akan keterkaitan antara kondisi
keuangan individu ketika meninggalkan organisasi. Perasaan dan keinginan yang kuat
ini dipengaruhi oleh kerugian yang akan ditimbulkan bila meninggalkan pekerjaan
tersebut. Individu yang tetap bertahan dalam pekerjaannya karena tidak bersedia untuk
menanggung risiko kehilangan pekerjaannya memiliki komitmen berkelanjutan yang
tinggi.
3. Komitmen Normatif
Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen normatif sebagai berikut:
“Normative commitment reflects a feeling of obligation to continue employment
(Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen, 1997).”
Komitmen normatif merefleksikan perasaan akan kewajiban untuk terus melanjutkan
pekerjaan. Perasaan dan keinginan yang kuat dari individu merujuk pada kewajiban
untuk tinggal dalam suatu organisasi. Individu dengan komitmen normatif yang tinggi
sangat memperhatikan pendapat orang lain saat hendak meninggalkan pekerjaan karena
merasa enggan untuk mengecewakan karyawan lain. Kunci dari komponen normatif ini
adalah “keharusan untuk” (ought to), dimana individu merasa memiliki kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi. Nilai normatif yang tinggi akan tetap bergabung dalam
organisasi karena suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban pada
bawahan untuk memberikan balasan atas yang pernah diterima dari organisasi dan berisi
keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.
Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Komitmen
Organisasi dengan Perilaku Kewarganegaraan Organsiasi antara lain yang dilakukan oleh
Gautam, Dick, Wagner, Upadhay, dan Davis (2004) melakukan penelitian untuk
menemukan hubungan antara komitmen organisasi dan PKO di Nepal. Responden
penelitian tersebut sebanyak 450 karyawan dari lima organisasi di Nepal dengan
menggunakan alat ukur PKO yang diadaptasi dari alat ukur PKO yang dibuat oleh Smith,
Organ, & Near (1983). Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa komitmen
berkelanjutan berkorelasi negatif terhadap dimensi sopan santun dan tidak berkorelasi
terhadap dimensi altruisme. Lebih lanjut, Organ dan Ryan (dalam Meyer dan Allen, 1997)
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
349
melaporkan adanya korelasi yang signifikan antara komitm en afektif dengan dua dimensi
dari PKO, yaitu altruisme dan sopan santun.
Podsakoff, dkk. (2000) juga melakukan meta analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat PKO. Hasil dari meta analisis tersebut menyatakan bahwa
komitmen organisasi memiliki korelasi yang positif pada setiap dimensi PKO. Dalam hal
ini, dimensi komitmen afektif memiliki korelasi yang signifikan terhadap dimensi
altruisme PKO sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki korelasi yang
signifikan terhadap dimensi altrusime. Lebih lanjut, dalam meta analisis yang dilakukan
Meyer, dkk (dalam Gautam, van Dick, Wagner, Upadhyay, dan Ann, 2004) menunjukkan
bahwa komitmen afektif dan normatif berkorelasi terhadap dimensi PKO altruisme dan
sopan santun. Sedangkan komitmen berkelanjutan tidak berhubungan dengan PKO.
Berdasarkan berbagai penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen
organisasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan PKO. Lebih spesifik lagi
adalah, hubungan yang signifikan terdapat pada dimensi komitmen afektif dan dimensi
komitmen normatif. Sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki hubungan
yang positif bahwa memiliki hubungan yang negatif terhadap PKO.
Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri
pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi.
Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan
tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang
tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka sepakat
dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu organisasi dalam
proses pencapaian tujuan tersebut. Penegasan kembali dari nilai-nilai suatu organisasi
dapat mempengaruhi tingginya komitmen afektif. Kunci dari komitmen ini adalah
“keinginan untuk” (want to), dimana individu memiliki keinginan kuat untuk
mengidentifikasikan diri dengan organisasi karena merasakan adanya kesamaan dalam
nilai pribadi dan organisasi. Variabel ini yang biasanya memiliki hubungan yang erat serta
memunculkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.
Metode
Sampling dan sampel
Tipe penelitian ini adalah field study, dimana penelitian dilakukan pada keadaan
sehari-hari tanpa adanya manipulasi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
350
teknik accidental sampling, dimana anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama
untuk menjadi subyek penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
non probability sampling menurut Kumar (1996), khususnya convenience sampling
(Furlong, Lovelace, & Lovelace, 2000; Gravetter & Forzano, 2009). Setiap karyawan yang
bersedia dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian ini akan diminta untuk
menjadi responden. Teknis pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan alat ukur
langsung kepada karyawan yang telah dititipkan kepada seorang karyawan/manajer yang
sebelumnya telah diminta untuk menjadi koordinator bagi karyawan lain pada organisasi
tersebut.
Karakteristik sampel /responden
Responden yang merupakan sampel dalam penelitian ini memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Karyawan tetap. Individu yang bukan pekerja tetap kemungkinan tidak memiliki
keinginan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama, tidak memiliki keinginan
untuk berhubungan timbal balik dengan organisasi, dan hanya menghayati organisasi
dari segi ekonomi. Sehingga mereka hanya menguntungkan dari segi fleksibilitas, tetapi
rendah dalam menampilkan PKO. Dalam hal ini, penelitian Moorman dan Lynn (2002),
memberikan hasil bahwa karyawan tetap akan lebih memunculkan perilaku-perilaku
positif seperti komitmen organisasi dan PKO. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian
Moorman dan Harland (2002) yang menemukan adanya perbedaan PKO yang dilakukan
oleh karyawan tetap dan karyawan temporer. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya
menggunakan karyawan tetap sebagai sampel penelitian.
b) Usia 25-44 tahun. Penetapan usia mengacu pada pengelompokkan usia berdasarkan
tahapan perkembangan karir yang dikemukakan oleh Dessler (2008), yaitu pada usia 25
sampai dengan 44 tahun, karena pada tahap kemapanan seseorang menemukan
pekerjaan yang cocok dalam hidupnya, sehingga seringkali seseorang akan terikat pada
suatu pilihan keahlian lebih awal. Meskipun demikian, dalam tahap ini justru yang
terjadi adalah periode dimana seseorang secara terus menerus menguji kemampuannya
dan ambisinya dengan pilihan semula. Usia ini juga jauh dari usia pensiun sehingga
subyek tidak melakukan PKO karena sudah terbiasa. Drenth (1998) juga menunjukkan
adanya hubungan antara usia dengan produktivitas dan kreativitas pekerja.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
351
c) Lama bekerja pada perusahaan tersebut minimal adalah 2 tahun, dengan asumsi bahwa
individu telah mengetahui lebih banyak tentang organisasi tempat dia bekerja. para
karyawan telah memiliki sikap yang relatif stabil terhadap perusahaan tempat ia bekerja.
Pengelompokkan ini juga didasarkan pada tahap perkembangan karir berdasarkan masa
kerja yang diungkapkan Moorow & Mc Elroy (dalam Seniati, 2002), yaitu berada pada
tahap ini masa kerja antara dua sampai sepuluh tahun dimana karyawan sudah memiliki
suatu perilaku yang lebih menetap dibandingkan pada tahap perkembangan.
d) Pendidikan minimal SMU (Sekolah Menengah Umun) atau sederajat, dengan asumsi
bahwa pada tingkat pendidikan tersebut, responden dapat mengerjakan kuesioner
dengan baik.
Profil dan Jumlah Responden
Penelitian dilakukan pada beberapa perusahaan keuangan (N=216) serta perusahaan
minyak dan gas bumi (N=95). Profil responden adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Profil Responden
Variabel Perusahaan Keuangan Perusahaan Minyak & Gas
Bumi
N Persentase (%) N Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 113 52,3 75 78,9
Perempuan 100 47,7 2 21,1
Pendidikan
S2 8 3,8 17 17,9
S1 182 84,2 62 65,3
D3 19 8,8 11 11,6
D1 1 0,5 1 1,1
SLTA & Sederajat 4 1,8 3 3,2
Lainnya 2 0,9 1 1,1
Masa Kerja
< 2 tahun 0 0 4 4,2
2-10 tahun 165 76,4 80 84,2
> 10 tahun 51 23,6 15 15,8
Posisi
Manajemen 16 7,4 1 1,1
Staf 200 92,6 87 91,6
Non Staf 7 7,4
TOTAL 216 100 95 100
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
352
Alat ukur
Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yakni alat ukur PKO
yang dikonstruksi berdasarkan beberapa dimensi yang telah ditemukan pada penelitian-
penelitian sebelumnya; dan alat ukur komitmen organisasi yang diadaptasi dan
dimodifikasi dari Allen dan Meyer (1997). Khusus untuk alat ukur PKO peneliti membuat
skala pengukuran yang menghubungkan dua pernyataan bipolar. Kedua pernyataan bipolar
tersebut dibuat sehingga memiliki tingkat social desirability yang relatif sama. Variabel
komitmen organisasi merupakan variabel yang mengukur derajat identifikasi yang
dilakukan individu terhadap organisasi dan tujuan dari organisasi, yang memberikan
dampak keputusan pada individu untuk tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam
organisasi tersebut. Pada penelitian ini, konsep komitmen organisasi mengacu kerangka
konseptual konseptual Allen dan Meyer (1997), yang menggunakan tiga komponen
pengukuran, yaitu: komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif .
Penelitian ini mengadaptasi alat ukur dari Allen dan Allen (1997), dengan cara
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia, peneliti menerjemahkan ulang ke bahasa Inggris agar mengetahui seberapa
akurat hasil terjemahan bahasa Indonesia yang peneliti lakukan. Alat ukur juga disesuaikan
dengan konteks budaya Indonesia.
Untuk Alat Ukur PKO, peneliti mengembangkan alat ukur PKO tersebut berdasarkan
definisi dari dimensi-dimensi yang sudah dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff,
dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Pemilihan dimensi yang dicetuskan oleh tiga tokoh ini
dilakukan melalui peninjauan definisi dari masing-masing dimensi dan prevalensi dimensi
tersebut dalam konteks organisasi di Indonesia. Berdasarkan hal itu, peneliti memilih tujuh
dimensi dari delapan belas dimensi yang dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff,
dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Dimensi tersebut terdiri dari: 1) memiliki inisiatif, 2)
melindungi sumber daya organisasi, 3) sportivitas, 4) keselarasan interpersonal, 5)
altruisme pada rekan kerja, 6) identifikasi terhadap organisasi, dan 7) pengembangan diri.
Hasil validitas dan realiabilitas alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang sudah
diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan konteks budaya
Indonesia dengan 6 pilihan skala likert, yaitu: sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS),
agak tidak sesuai (ATS), agak sesuai (AS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Penggunaan
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
353
skala 1-6 digunakan untuk menghindari effect of central tendencies, atau kecenderungan
partisipan untuk memilih nilai tengah atau nilai netral (Neuman, dalam Pramestika, 2009).
Selanjutnya dilakukan analisis item secara kualitatif untuk melihat kualitas dari masing-
masing item suatu alat tes (Anastasi & Urbina, 1997). Analisis item secara kualitatif
dilakukan dengan melakukan expert judgement atau meminta pertimbangan ahli dimana
melihat beberapa aspek penting dalam suatu item seperti akurasi, relevansi, tatabahasa,
kesalahan teknis, potensi timbulnya bias, dan keterbacaaan item (Crocker & Algina, 1986).
Hasil validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Realibilitas Alat Ukur
Alat Ukur Koefisien Alpha Koefisien Validitas
PKO 0.903 0,832
Komitmen Organisasi 0.822 0,753
Dari hasil tersebut diatas, tampak bahwa kedua alat ukur telah valid (sahih) dan realiabel.
Pengolahan & Analisis Data
Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan Multiple Regression Analysis.
Hasil
Dari analisis data secara umum diperoleh hasil bahwa Komitmen Organisasi secara umum
berkorelasi secara positif dan signfikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1
Tabel 3. Hasil Analisis Data
Perusahaan Keuangan
(N=201)
Perusahaan Minyak dan Gas Bumi
(N=95)
R R2 Signifikansi R R2 Signifikansi
Komitmen Organisasi secara
Umum dengan PKO
0.400 0.16 0.000** 0.670 0.449 0.000**
Komitmen Normatif -0.13 0.0169 0.044** 0.463 0.215 0.000**
Komitmen Kontinuans 0.16 0.0256 0.017* 0.515 0.265 0.000**
Komitmen Afektif 0.16 0.0256 0.017* 0.077 0.006 0.459
* p < 0,05, ** p < 0,01
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan
yang positif dan signifikan dengan PKO pada ke dua jenis bisnis usaha, jenis usaha
Keuangan (r=0,40) dan jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (r=0,670). Tampak bahwa
korelasi terbut lebih tinggi pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi. Disamping itu pula,
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
354
hasil menunjukkan bahwa pada ke dua jenis bisnis usaha tersebut tampak bahwa
Komitmen Organisasi memberikan kontribusi positif terhadap munculnya Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi, baik pada jenis usaha keuangan (R2=0,16 atau 16%)
maupun pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (R2=0,449 atau 44,9 %). Angka yang
diperoleh pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
yang terdapat pada skor jenis bisnis usaha keuangan. Hal menarik yang menjadi perbedaan
dari hasil penelitian yang selama ini adalah sebagai berikut:
1. Komitmen Kontinuans memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta
memberikan kontribusi akan kemunculan Perilaku Kewargnegaraan Organisasi
baik pada perusahaan lembaga keuangan (r=0,16,pada p<0.01, sebesar 2,56%)
maupun pada bisnis usaha lembaga keuangan ( r=0,515 pada p<0,01, sebesar
2,65%).
2. Komitmen Afektif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta
memberikan kontribusi akan kemunculan Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi pada perusahaan lembaga keuangan (r=0.16 pada p<0,01 sebesar
0,6%), tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan pada perusahaan
Minyak dan Gas Bumi.
3. Komitmen Normatif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta
memberikan kontribusi terhadap muculnya Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi pada perusahaa Minyak dan Gas bumi (r=0,63, p<0.01 sebesar
21,5%), serta memiliki hubungan yang negatif dan signifikan antara pada
perusahaan lembaga keuagan (r=-0. 013). Sehingga pada perusahaan Minyak
dan Gas Bumi, semakin tinggi Komitmen Normatif seseorang maka akan
semakin rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasinya.
Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan perilaku
Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha, secara lengkap dapat terlihat pada
Gambar 1 dibawah ini.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
355
Gambar 1: Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan
perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha.
Diskusi
Dari hasil diperoleh bahwa Komitmen Afektif tidak berhubungan secara signifikan pada
Pengembangan Organisasidi perusahaan Minyak dan Gas. Hal ini tampaknya tidak sesuai
dengan hasil penelitian terdahulu maupun hasil penelitian pada lembaga keuangan, yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Komite Afektif.
penelitian ini. Apakah hal ini disebabkan karena kondisi kesejahteraan pegawai pada
perusahaan Minyak dan gas Bumi sudah baik, sehingga kedekatan emosi tidak lagi
dipentingkan sebagai salah satu variabel yang berhubungan serta memunculkan Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi? Untuk itu penelitian lanjutan perlu dilakukan.
Komitmen
Organisasi
(Keuangan
)
Komitmen
Organisasi
(Minyak &
Gas)
PKO
Komitmen Afektif
Keuangan
Komitmen Afektif
Minyak & Gas
Komitmen Kontinuans
Keuangan
Komitmen Kontinuans
Minyak & Gas
Komitmen Normatif
Keuangan
Komitmen Normatif
Minyak & Gas
r =0.400** R2=0.16
r=0.670** R2=0.449
r=0.463** R2=0.215
r=-0.13* R2=0.0169
r=0.515** R2=0.265
r=0.16* R2=0.0256
r=0.077 R2=0.006
r=0.16* R2=0.0256
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
356
Lebih lanjut, ditemukan bahwa pada lembaga keuangan Komitmen Normatif berhubungan
secara negatif dan signifikan terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen normatif seseorang maka akan semakin
rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, meskipun demikian hal ini memperoleh
hasil yang sebaliknya pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Faktor apakah yang
mempengaruhi hasil yang diperoleh tersebut, apakah hal ini disebabkan karena iklim,
budaya organisasi yang ada, penelitian lanjutan perlu dilakukan.
Disamping itu, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yang antara lain
terdapat dalam metode pengambilan data, metodologi penelitian yaitu: Metode
pengambilan data dengan cara meminta di organisasi tersebut untuk menyebarkan
kuesioner pada karakteristik peserta dapat menyebabkan suatu bias dalam pengambilan
data. Hal ini disebabkan karena mungkin saja kuesioner hanya diberikan pada orang-orang
yang dikenal atau mau mengisi kuesioner saja yang akan mengisi kuesioner. Hal ini dapat
menyebabkan seluruh responden penelitian adalah responden dengan PKO yang tinggi
karena karyawan dengan PKO rendah tidak akan mau mengisinya, seperti apa yang
ditunjukkan dalam hasil gambaran penyebaran tingkat PKO.
Selain itupula, karena penelitian ini sifatnya adalah self report maka potensi akan
munculnya Common Method Bias besar, untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya
hal ini dapat diantisipasi terlebih dahulu serta dapat dilakukan pengontrolan.
Simpulan
Secara umum dapat dinyatakan bahwa Komitmen Organisasi memiliki hubungan
positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga semakin
tinggi Komitmen Organisasi seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi seseorang. Selain itupula, terlihat bahwa Komitmen
Organisasi memberikan kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan
Organisasi.
Secara lebih spesifik, tampak bahwa Komitmen Kontinuans juga berhubungan
secara positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga
semakin tinggi Komitmen Kontinuans seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan Komitmen Kontinuans memberikan
kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
357
Dengan perkataan lain, salah satu cara untuk meningkatkan dan memunculkan
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi adalah dengan memperhatikan dan mengembangkan
Komitmen Organisasi seseorang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan bebeberapa saran metodologis yang
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Berikut ini adalah beberapa saran metodologis yang diajukan:
1. Menggunakan responden penelitian yang lebih bervariasi berdasarkan karakteristik
organisasi, sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap dari berbagai
karyawan yang berasal dari organisasi yang memiliki karakteristik berbeda.
2. Sebaiknya kuesioner diberikan langsung kepada responden dan tidak dititipkan. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengisian data kontrol atau item-item yang
tidak lengkap oleh responden. Dengan demikian, diharapkan tidak banyak kuesioner
yang terbuang percuma.
3. Untuk menghindari adanya common factor bias/deviance, maka penggunaan metode
lain yang bersifat obyektif dapat digunakan.
Daftar Pustaka
Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja,
dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok:
Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja,
dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok:
Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Anastasi, Anne. & Urbina, Susana. (1997). Psychological Testing (7th
ed). New Jersey:
Prentice Hall.
Cascio, Wayne F. (2003). Managing Human Resources 6th
Edition : Productivity, Quality
of Work Life, Profits. USA : Mc.Graw-Hill.
Crocker, Linda & Algina, James. (1986). Introduction to Classical and Modern Test
Theory. Forth Worth: Harcourt Brace & Company, Florida: Holt, Rinehart, and
Winston, Inc.
Dessler, g. (2008). Human resource management 11th
ed. New York: Printice Hall.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
358
Farth, J.I., Earley, P.C., dan Ling, S.C. (1997). Impetus for action : A cultural analysis of
Justice and organizational; citizenship behavior in Chinese Society.
Administratrative Science Quarterly, 42(3), 421-444.
Farth, J.L., Zhong, C.B., dan Organ, D.W. (2004). Organizational Citizenship Behavior in
the People’s Republic of China. Organization Science, 15, 241-253.
Furlong, N. E., Lovelace, E. A., & Lovelace, K. L. (2000). Research methods and
statistics: an integrated approach. Orlando: Harcourt College Publishers.
Kaplan, Robert M., & Sacuzzo, Dennis P. (2005). Psychological Testing: Principles,
Application, and Issues 6th
edition. USA: Thomson.
Katz, D. & Kahn, R.L. (1966). The Social Psychology of Organizations. New York: Wiley.
Kreitner, Robert, dan Kinicki, Angelo. (2004). Organizational Behavior 6ed
Edition. USA:
Mc.Graw-Hill.
Kumar, Ranjit (1996). Research Methodology : A Step by Step guide for Beginners.
Australia : Sage Publication.
Mangundjaya, Wustari. (2001). Memanajemeni Perubahan di Organisasi. Dalam Graito,
B.K.I, Sjabadhyni, B, & Wutun, P.R. Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif
PIO. Depok: Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Meyer, J.P & Allen, N.J. (1997). Commitment in the Workplace: Theory, Research, and
Application. Thousand Oaks: Sage Publications. Inc.
Moorman, R. H., & Blakely, G. R. (1995). Individualism-collectivism as an individual
difference predictor of organizational citizenship behavior. Journal of organizational
Behavior, 16 (2), 127-142.
Organ, Dennis W.., Philip M. Podsakoff, dan Scott B. MacKenzie. (2006). Organizational
Citizenship Behavior; Its Nature, Antecedents, and Consequences. UK; SAGE
Publications.
Paile. P.(2009). Assessing Organizatioal Citizenship Behavior in Frech Context: Evidence
for the Four-Dimensional Model. The Journal of Psychology, 143 (2), 133-1146.
Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational
Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and
suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563.
Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational
Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and
suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563.
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343-359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
359
Shore, L.M., dan Shore, T.H. (1995). Perceived organizational support and organizational
justice. In R. Cropanzo and K.M. Kacmar (Eds.) organizational Politics, Justice, and
Support: Managing social Climate at Work, pp. 149 164. Quorum Press.
Shore, L.M., dan Wayne S. J (1993). Commitment and employee behavior: Comparison of
affective organizational commitment and continuance commitment with perceived
organizational support. Journal of Applied Psychology, 78, 774-780
Smith, Peter B., & Schwartz, Shalom H. (1997).Values Dalam Berry, J.L., Segall,Marshall
H.. & Kaitcibasi, Cigdem (Editor). Handbook of Cross-Cultural Psychology Volume
3: Social Behavior And Applications (pp. 77 - 113).Boston: Allyn and Bacon.
Recommended