View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Pemberlakuan Peraturan Asing bagi Subsidiary Company pada Perusahaan Multinasional di Indonesia
Nandira Nurul Zafira dan Wenny Setiawati
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok 16424, Indonesia
E-mail: nandirazafira@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan studi kepustakaan. Penelitian ini membahas mengenai hubungan holding company dengan subsidiary company pada perusahaan multinasional dalam hal pemberlakukan peraturan asing di negara dimana holding company berada pada subsidiary company di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melihat praktik yang dilakukan pada perusahaan multinasional dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis untuk melihat apakah terdapat perbedaan dalam pemberlakuan peraturan-peraturan asing. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis keberlakuan peraturan asing pada subsidiary, khususnya terhadap peraturan-peraturan yang ketentuannya saling berbenturan. Skripsi ini menyimpulkan bahwa subsidiary company wajib untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku pada negara di mana holding company berada berdasarkan pengendalian holding company atas subsidiary yang pemberlakuannya dilakukan secara menyeluruh tanpa dibatasi oleh kepemilikan saham holding company pada subsidiary.
Applicability of Foreign Regulations for Subsidiary Companies at Multinational Companies in Indonesia
Abstract
This research uses juridical-normative analysis method with literatures studies. This research studies about the relationship between a holding company and its subsidiaries at multinational compaies in terms of applicablity of foreign regulations for subsidiary companies in Indonesia. This research examines the practice done at American, English, and French multinational companies to find whether there is a difference in terms of the application of the foreign regulations. This research tries to analyze the applicability of foreign regulations particularly towards conflicting regulations. This research concludes that subsidiaries in Indonesia are obliged to obey the foreign regulations of the holding company based on holding’s control over subsidiaries without being limited by shares owned by holding company in subsidiaries. Keywords: Company Law, Holding Company, Subsidiary Company, Multinational Company, Compliance Program
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Pendahuluan Dalam dunia yang modern ini, Perusahaan telah berevolusi menjadi suatu organisasi
yang berpengaruh besar bagi suatu negara. Pengaruh tersebut tidak hanya terjadi pada sektor
ekonomi saja, namun juga terhadap masyarakat dari segi sosial dan juga berpengaruh pada
politik suatu negara. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UUPT”) mendefinisikan suatu perusahaan atau perseroan terbatas atau perseroan
sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Seiring dengan meningkatnya volume kegiatan usaha dan semakin besarnya
pertumbuhan modal perusahaan, perusahaan akan berusaha untuk melakukan ekspansi ke
wilayah lain ataupun ke berbagai sektor kegiatan usaha, yang dapat dilakukan dengan cara
mendirikan perusahaan baru, dengan perusahaan pendiri menjadi salah satu pemegang
sahamnya. Penyertaan saham perusahaan yang dimaksud pada perusahaan baru tersebut
selanjutnya disebut dengan anak perusahaan atau disebut juga dengan Subsidiary Company.
Sedangkan perusahaan yang melakukan penyertaan saham pada Subsidiary Company
kemudian menjadi pemegang saham dan merupakan Perusahaan Induk (Holding Company).
Terbentuknya Subsidiary serta Holding Company kemudian membentuk suatu grup
perusahaan atau perusahaan grup. Terbentuknya Holding Company dan perusahaan grup
membawa perubahan-perubahan yang antara lain adalah masalah kemandirian perusahaan
serta hubungan antara Holding Company dengan Subsidiary yang kemudian dapat diperumit
apabila perusahaan grup tersebut juga merupakan Perusahaan Multinasional, yaitu perusahaan
yang melakukan kegiatan utamanya di lebih dari lima negara. Perusahaan Multinasional
tentunya tidak berbentuk kecil. Perusahaan Multinasional merupakan suatu perusahaan besar
dimana puluhan bahkan ratusan subsidiary tersebar di berbagai negara.
Sangat disayangkan, UUPT tidak menjelaskan maupun mengatur ketentuan mengenai
perusahaan grup atau holding. UUPT maupun Undang-undang Perseroan Terbatas
sebelumnya, yaitu UU No. 1 tahun 1995, tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap
perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Kerangka pengaturan peraturan perundang-
undangan di Indonesia terhadap perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
tunggal, dimana peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan antara induk dan
anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan grup.1 Hal ini berbeda dengan
pendekatan ekonomi, dimana secara ekonomi, perusahaan grup dilihat sebagai suatu kesatuan
ekonomi yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan bisnis. Sedangkan dalam pandangan hukum,
lebih melihat secara teoritis konvensional.2
Besarnya pengaruh holding company terhadap Subsidiary-nya disebabkan karena
holding company merupakan pemegang saham mayoritas pada subsidiary. Permasalahan
muncul ketika perusahaan induk atau holding memberlakukan peraturan perundang-undangan
di negara asal perusahaan multinasional atau peraturan perundang-undangan yang berlaku di
negara dimana holding company berada yang wajib dijalankan oleh subsidiary di berbagai
negara. Peraturan tersebut diberlakukan secara sentral oleh Holding Company. Beberapa
peraturan yang dikenal adalah Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) serta UK Bribery Act
2010 (UKBA). Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan tersebut pun memberlakukan
peraturan perundang-undangan mengenai persaingan usaha sehat serta anti boikot yang
berasal dari hukum negara di mana holding company berada. Pemberlakuan dari peraturan-
peraturan yang berlaku secara sentral tersebut tentu membuka kemungkinan terjadinya
konflik, dimana di Indonesia pun sudah mengatur mengenai hal-hal tersebut melalui beberapa
peraturan perundang-undangan.
Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini terdapat tiga, yaitu mengenai
bentuk hubungan holding company dengan subsidiary dalam suatu perusahaan grup
multinasional, prinsip-prinsip hubungan holding company dengan subsidiary company dalam
suatu perusahaan grup multinasional dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, serta peraturan-peraturan apa sajakah yang diberlakukan oleh holding
company serta batasan-batasan bagi subsidiary untuk mematuhi peraturan yang diperlakukan
oleh holding company. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, tujuan diadakannya
penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan juga pengertian kepada khalayak luas
mengenai bagaimanakah pemberlakuan dari peraturan-peraturan asing yang diberlakukan oleh
holding company terhadap subsidiary serta batasan-batasan dari kewajiban subsidiary dalam
1 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta: Erlangga,
2010), hlm. 10. 2 Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm 135.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh holding company dengan melihat dari ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan juga ditinjau
dari adanya peraturan-peraturan yang diterapkan dalam suatu perusahaan induk yang berlaku
bagi setiap perusahaan anak.
Tinjauan Teoritis
Dalam penulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang
digunakan sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas atau perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam UU No. 40 tahun 2007 serta peraturan pelaksanaannya.3
2. Perusahaan Multinasional adalah perusahaan dagang yang melakukan kegiatan
utamanya di berbagai negara, dimana perusahaan tersebut menjalankan usaha mereka
tidak saja di dalam negeri, melainkan juga melintasi perbatasan negara.4
3. Perusahaan atau Perusahaan Grup atau Group Company adalah dua atau lebih badan
usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh orang atau oleh badan hukum yang sama
baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat
pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat
langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan
usaha.5
4. Perusahaan Induk atau Holding Company adalah perseroan yang khusus disiapkan
memegang saham perseroan lain untuk tujuan investasi baik tanpa maupun dengan
kontrol yang nyata.6
5. Anak Perusahaan atau Subsidiary Company adalah perseroan yang mempunyai
hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang dapat terjadi karena lebih dari 50%
3 Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Ps. 1 butir 1. 4 Peter Kuin, Perusahaan Trans Nasional, (Jakarta: Yayasan Obor Idonesia dan Penerbit PT. Gramedia,
1987), hlm.5 5 Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Izin Lokasi, Permenag/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999, Ps. 1 butir 3.
6 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 51
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
sahamnya dimiliki Perusahaan Induk (Holding Company), lebih dari 50% suara dalam
RUPS dikuasai oleh Induk Perusahaannya, atau kontrol atas jalannya perseroan,
pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh
induk perusahaan.7
6. Saham adalah komponen dan wujud dari penyertaan modal dalam suatu usaha yang
berbentuk Perseroan Terbatas.8
7. Pemegang Saham adalah perorangan atau institusi yang menyumbang dana untuk
membiayai perusahaan dan imbalannya adalah saham dari perusahaan itu.9
8. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum
diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang melakukan kegiatan
di wilayah NKRI dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Republik Indonesia.10
9. Program Ketaatan (Compliance Program) adalah suatu prosedur sistematis internal
suatu perusahaan yang diberlakukan oleh suatu badan atau organisasi untuk
memastikan bahwa ketentuan peraturan yang diberlakukan oleh Pemerintah
terpenuhi.11
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, Penulis melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan
multinasional yang memiliki kantor pusat yang berbeda negara, yaitu Chevron Indonesia yang
berpusat di Amerika Serikat, Total Indonesie yang berpusat di Perancis, dan British Petroleum
(BP) Indonesia yang berpusat di Inggris. Hal ini ditujukan untuk melihat apakah adalah
perbedaan pola penerapan peraturan asing pada masing-masing perusahaan tersebut. Bentuk
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dimana
Penulis mengacu pada UUPT dan peraturan pelaksananya. Penulis juga akan akan meninjau
7 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 1 Tahun 1995, Ps. 29. 8 Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Tatanusa, 2006), hlm. 91. 9 Riyanto Prabowo, “Prinsip Kemandirian Perseroan Terbatas dikatikan dengan Peranan dan Keduduan
Holding Company,” (Tesis Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005), hlm. 17. 10 Indonesia, Undang-undang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, Psl. 1 butir 18. 11 Phillip A. Wellner, “Effective Compliance Programs and Corporate Criminal Prosecutions,”
Cardozo Law Review Vol. 27:1 (2006), hlm. 497.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
peraturan perundang-undangan lain yang membahas mengenai hubungan antara holding
company dengan subsidiary, seperti UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, UU No. 5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
serta UU Pajak Penghasilan, UU No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No.
7 tahun 1991, UU No. 10 tahun 1994, dan UU No. 17 tahun 2000, terakhir merupakan
perubahan keempat dengan UU No. 36 tahun 2008. Penelitian ini didukung dengan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan studi dokumen yang didukung oleh wawancara
kepada informan dan narasumber, yaitu karyawan pada perusahaan-perusahaan multinasional
di Indonesia, yaitu Chevron Indonesia, Total Indonesie, dan British Petroleum Indonesia. Tipe
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan
secara tepat sifat, gejala suatu individu atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
frekuensi suatu gejala.12 Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan studi dokumen
atau penelusuran kepustakaan sebagai alat pengumpulan data. Studi kepustakaan ini
dilakukan untuk mendapatkan data berupa norma-norma hukum serta pendapat ahli mengenai
hubungan antara subsidiary company dengan holding company serta keterkaitannya dengan
kewajiban untuk mematuhi peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh holding company.
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dimana
pendekatan kualitatif memusatkan kepada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
satuan-satuan gejala yang ada dalam kehudupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis
gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala
sosial budaya dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum positif yang bersangkutan untuk
memperoleh gambarang mengenai pola-pola yang berlaku.13 Bentuk hasil penelitian ini adalah
berupa penelitian deskriptif-analitis. Penelitian hukum itu sendiri adalah suatu kegiatan ilmiah
yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Dilihat
dari tujuannya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang
gejala hukum serta memperoleh pengetahuan yang lebih dalam mengenai suatu gejala hukum.
12 Sri Mamudji et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Depok: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4. 13 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Rineka Cipta: Jakarta, 2004), hlm. 20.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Hasil Penelitian
Perusahaan berbadan hukum di Indonesia adalah dengan bentuk perseroan terbatas.
Indonesia sendiri menganut teori klasik, dimana sebuah perusahaan didirikan berdasarkan
perjanjian, sehingga UUPT tidak mengenal kepemilikan tunggal suatu perusahaan. Tidak
semua negara di dunia menganut teori perjanjian ini. Terdapat negara yang hukumnya
memperkenankan adanya perseroan terbatas dengan satu pemegang saham. Teori yang dianut
negara-negara tersebut adalah teori institusional yang menyatakan bahwa perseroan terbatas
bukanlah perjanjian, melainkan suatu institusi, sehingga pemegang sahamnya dapat hanya
terdiri dari satu. Negara yang menganut teori ini antara lain adalah Belanda.14
Pada prakteknya di Indonesia, tidak semua perusahaan berbadan hukum Indonesia,
yaitu dengan bentuk Perseroan Terbatas. Terdapat perusahaan-perusahaan yang berbentuk
badan hukum asing yang beroperasi, yaitu disebut dengan istilah Bentuk Usaha Tetap (BUT)
atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan Permanent Establishment. Pengertian BUT
dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (5) UU Pajak Penghasilan yang telah mengalami berbagai
perubahan, perubahan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 180 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang antara lain dapat
berbentuk tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, wilayah kerja pertambangan
minyak dan gas bumi, dan lain sebagainya.
Seiring berkembangnya usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan, banyak
perusahaan yang akan mencoba untuk melakukan ekspansi ke berbagai negara untuk
memperbesar skala perusahaan atau disebut juga dengan perusahaan multinasional.
Perusahaan multinasional lazim disebut dengan istilah multinational company atau
multinational enterprise, merupakan sebuah perusahaan yang aktif melakukan investasi asing
langsung dan memiliki atau menguasai aktivitas-aktivitas value-adding dalam lebih dari satu
14 Ibid., hlm. 3-12.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
negara.15 Umumnya, perusahaan sebagai anggota dari perusahaan multinasional beroperasi
dalam satu kesamaan atau ciri khusus, seperti satu merek dagang atau satu nama perusahaan
yang mana memproduksi atau mendistribusikan produk dan jasa yang berkaitan. Namun hal
ini bukan merupakan syarat baku daripada suatu perusahaan multinasional. Sebuah
perusahaan multinasional dapat, namun tidak harus melihatkan keterkaitan atau keterikan
pada satu negara dimana parent company atau holding company berada kepada publik. Secara
umum, perusahaan multinasional dapat berbentuk vertically integrated companies atau
berbentuk horizontally integrated companies.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan multinasional dapat menggunakan bentuk-
bentuk perusahaan yang berbeda. Dibandingkan berkembang sebagai satu unit saja,
perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk berkembang menjadi suatu grup perusahaan,
yaitu dimana didirikannya subsidiary baru dibandingkan mendirikan suatu divisi baru.
Penambahan subsidiary baru ini dapat dilakukan dengan cara akuisisi atau dengan mendirikan
subsidiary baru. Perusahaan-perusahaan dalam satu grup dapat terikat melalui kontrak,
kepemilikan saham, dan satu pengendalian. Perspektif dari segi hukum mengenai perusahaan
grup adalah melihat dari segi konsep holding, subsidiary dan associated atau affiliated
company dan perbedaan antara wholly-owned subsidiary company dan partly-owned
subsidiary company. Adapun pengertian perusahaan grup tidak diatur secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun sebagai perbandingan, pengertian grup
dijelaskan dalam KUHPerdata Belanda, yaitu pada Pasal 2:24, dimana suatu grup adalah
kesatuan ekonomi di mana badan-badan hukum atau persekutuan-persekutuan terkait secara
organisatoris. Perusahaan grup adalah badan-badan hukum dan persekutuan-persekutuan yang
saling terikat di dalam sebuah grup.
Holding company dalam suatu perusahaan grup kemungkinan besar tidak aktif
melakukan kegiatan bisnis atau perdagangan. Sahamnya ditanamkan dalam berbagai
subsidiary, dimana merekalah yang melakukan dan melaksanakan kegiatan usaha.
Selanjutnya subsidiary mendirikan subsidiary lagi, sehingga holding company memiliki
beberapa anak, yang membentuk perusahaan grup. Keadaan seperti ini dalam kepustakaan
15 John H. Dunning, Multinational Enterprises and the Global Economy, (Inggris: Addison-Wesley
Publishing Company. Inc, 1993), hlm. 3.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Belanda, disebut sebagai hubungan “concern”.16 Bentuk concern atau grup ini dapat dibentuk
melalui dua acara, yaitu melalui pendirian perusahaan baru atau dengan jalan mengambil alih
saham dari perusahaan yang sudah didirikan dan sudah berjalan, yaitu dikenal juga dengan
akuisisi, yang akan dijelaskan dalam sub-bab selanjutnya. Dalam perusahaan grup, dapat
terjadi tatanan sejumlah perusahaan yang secara yuridis merupakan entitas yang terpisah,
dimana tidak memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Namun, dalam
pandangan ekonomi, sebenarnya merupakan suatu kesatuan eknomis.
Hubungan antara Holding Company dalam suatu perusahaan grup disebut dengan
afiliasi. Pengertian afiliasi tidak diartikan secara jelas dalam UUPT, namun terdapat dalam
beberapa pasal yang menggunakan istilah “terafiliasi”. Hal ini ditemukan dalam Pasal 34 ayat
(2) UUPT. Dalam penjelasan pasal tersebut, istilah “ahli yang tidak terafiliasi” diartikan
sebagai ahli yang tidak mempunyai (a) hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan
sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun vertikal dengan Pegawai, anggota
Direksi, Dewan Komisaris, atau Pemegang Saham dari Perseroan; (b) hubungan dengan
Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris; (c) hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau (d)
saham dalam Perseroan sebesar 20% atau lebih. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, maka
dapat kita simpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan terafiliasi dengan Perseroan lainnya
apabila memiliki hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak
langsung, dan juga apabila saham yang dimiliki dalam Perseroan adalah sebesar 20% atau
lebih.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hubungan antara holding
company dengan subsidiary company dapat dilihat antara lain pada:
a. UUPT
UUPT melihat hubungan di antaranya dari segi pengendalian oleh holding company
terhadap subsidiary, yaitu pada Pasal 1 butir 11 jo. Pasal 125 UUPT yang mengatur
mengenai pengambilalihan yang bertujuan untuk mengambilalih saham perseroan
sehinggal beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengambilalihan dilakukan
terhadap saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan
melalui Direksi atau langsung dari pemegang saham. Selain itu UUPT juga melihat
16 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 64.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
dari segi hak suara yang dimiliki oleh suatu saham dimana terdapat pengecualian-
pengecualian terhadap hak tersebut, yang tertera pada Pasal 84 ayat (2) UUPT, dmana
hak suara tidak berlaku untuk saham perseroan yang dikuasai oleh perseroan, saham
induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak
langsung atau saham perseroan yang dikuasai oleh perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.
b. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Undang-undang ini mengartikan mengenai pengertian afiliasi, yaitu pada Pasal 1 butir
1 dimana salah satu hubungan yang dianggap sebagai afiliasi adalah hubungan antara
dua perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris
yang sama, hubungan antara perusahaan dari pihak, baik langsung maupun tidak
langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut, hubungan antara
dua perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak
yang sama, serta hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
c. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Undang-undang ini melihat hubungan antara holding company dengan subsidiary
sebagai hubungan istimewa, yaitu hubungan kepemilikan antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain dimana hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan,
pertalian atau ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat
pada hubungan biasa, faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi, adanya hubungan darah atau karena
perkawinan merupakan faktor penyebab utama timbulnya hubungan istimewa. 17
Hubungan istimewa ini diatur pada Pasal 18 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2004.
d. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Undang-undang ini melihat hubungan antara holding company dengan subsidiary dari
segi kepemilikan mayoritas saham dan juga integrasi vertikal, sesuai dengan Pasal 27
dan Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999. Kepemilikan mayoritas saham pada beberapa
perusahaan sejenis dilarang apabila hal ini mengakibatkan persaingan usaha yang
tidak sehat dimana dilihat dari situasi apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok
usaha menjadi menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
17 Yenni Mangoting, “Aspek Perpajakan dalam Praktek Transfer Pricing, (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Vol. 2 No. 1, Mei 2000), hlm. 76
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
tertentu dan apabila dua atau tiga pelaku usaha kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Kedua situasi tersebut
dinilai dapat mematikan persaingan. Maka dari itu, apabila kepemilikan saham
mayoritas tidak menyebabkan kedua situasi tersebut, maka diperbolehkan. Selanjutnya
mengenai integrasi vertikal, hal ini dilarang apabila menyebabkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.18
Dalam menjalankan operasi perusahaan secara keseluruhan, Chevron, Total dan BP
memberlakukan apa yang disebut dengan Program Ketaatan (Compliance
Program/Compliance) yang merupakan pedoman beroperasi secara sentral bagi seluruh
anggota perusahaan grup ketiga perusahaan tersebut dimanapun perusahaan tersebut
beroperasi. Compliance berisi mengenai cara-cara yang benar dalam beroperasi dimana
terdapat kewajiban-kewajiban untuk tunduk pada hukum-hukum yang berlaku yang diuraikan
lebih lanjut ke dalam sebelas segmen atau bagian. Compliance menguraikan peraturan-
peraturan apa sajakah yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota grup perusahaan, yaitu
kewajiban untuk mematuhi peraturan pada negara holding berada dan juga kewajiban bagi
setiap anggota grup untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di negara dimana
perusahaan beroperasi. Maka dalam hal ini, Chevron Indonesia, Total Indonesia, dan BP
Indonesia wajib untuk mematuhi peraturan di negara holding dan juga peraturan yang berlaku
di Indonesia. Peraturan-peraturan asing yang wajib dipatuhi oleh Chevron Indonesia, Total
Indonesia, dan BP Indonesia dijabarkan pada tabel di bawah ini.
Table 1. Peraturan Asing yang Berlaku bagi Subsidiary Company Perusahaan Multinasional
Chevron Indonesia Total Indonesia British Petroleum
Peraturan asing yang
berlaku
Foreign Corrupt Practices Act
Sarbanes Oaxley Act
Financial Security Law of France
Anti-Corruption Law of France
UK Bribery Act 2010 EU Competition Law
Sherman Act Competition Law of France Competition Law of the UK U.S. Trade Sanctions European Trade Sanctions U.S. Export Control
18 Indonesia, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.
5 Tahun 1999, Psl. 14.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
U.S. Import Control Antiboycott Laws Antiboycott Laws of France Antiboycott Laws of the UK
Peraturan yang
berbenturan
Ketentuan dalam FCPA berbenturan dengan
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Sebagaimana
Telah dirubah dengan Undang-undang No. 21
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi dan
UKBA
Ketentuan dalam FCPA berbenturan dengan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah dirubah
dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi dan
UKBA
Ketentuan dalam FCPA berbenturan dengan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah dirubah dengan Undang-undang No.
21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan
Upaya Pemberantasan Korupsi dan UKBA
Ketentuan Boikot Amerika Serikat dan Uni Eropa
Ketentuan Boikot Amerika Serikat dan Uni Eropa
Ketentuan Boikot Amerika Serikat dan Uni Eropa
Pembahasan Secara umum, ketiga perusahaan, yaitu Chevron, Total dan BP memberlakukan
peraturan-peraturan dan juga kebijakan secara sentral atau terpusat dimana hal ini terdapat
dalam compliance pada masing-masing perusahaan. Compliance mengatur secara umum
mengenai hal-hal apa saja yang harus dipatuhi bagi perusahaan secara keseluruhan
berdasarkan hukum yang berlaku di negara dimana Holding Company berada dan juga
dimana Subsidiary Company beroperasi, yang maka dari itu berlaku pula bagi Subsidiary
Company dan afiliasi yang berada di Indonesia. Namun, terdapat beberapa perbedaan di
antara peraturan-peraturan tersebut, yaitu:
a. Ketentuan dalam FCPA berbenturan dengan Ketentuan dalam UKBA dan Undang-
undang No. 31 tahun 1999 Sebagaimana Telah dirubah dengan Undang-undang No.
21 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi
FCPA memperbolehkan apa yang disebut dengan “facilitation money” atau “grease
money” atau disebut juga dengan istilah uang pelicin. Adapun yang dimaksud dengan
istilah tersebut adalah pemberian kepada birokrat untuk membuatnya bekerja
sebagaimana mestinya atau membuatnya lebih berkompeten sesuai dengan keinginan
dari pihak pemberi. Dalam FCPA, hal itu diperbolehkan guna memperlancar bisnis
perusahaan namun dengan ketentuan bahwa uang pelicin tersebut diberikan kepada
pejabat publik untuk mempercepat pelayanan yang memang sudah menjadi hak dari
pihak pemberi. FCPA membedakan pengertian ini dengan pengertian suap yang
didefinisikan sebagai pemberian untuk sesuatu yang sebenarnya pihak pemberi tidak
berhak untuk mendapatkannya. Selanjutnya terdapat ketentuan lebih lanjut mengenai
facilitation payment dalam FCPA, yaitu pemberian uang pelicin harus diberikan
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
secara reguler untuk mendapatkan pelayanan rutin dan berbentuk pemberian kecil
yang ditujukan bagi pegawai rendahan pemerintah. Selain itu pembayaran tersebut
guna mendapatkan atau memelihara kegiatan bisnis dan tidak memengaruhi aksi rutin
yang memang seharusnya dilakukan oleh penerimanya.
Ketentuan mengenai facilitation money berbenturan dengan ketentuan dalam
UKBA dan UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 21
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi atau
umum disebut sebagai UU Anti-Korupsi. Menurut UU Anti-Korupsi, uang pelicin
termasuk dalam kategori suap, dimana hal tersebut jelas dilarang. Hal serupa pun
dilarang dalam UKBA, dimana menurut UKBA segala pemberian yang dilandasi
keinginan untuk memengaruhi dan menimbulkan aksi yang tidak seharusnya pada
pemegang kekuasaan termasuk dalam kategori facilitation payment yang dilarang
dalam undang-undang tersebut.
Terhadap benturan ketentuan tersebut, dalam hal ini Chevron, Total, dan BP
memiliki prinsip yang sama dalam menghadapinya, yaitu untuk mengikuti peraturan
yang paling ketat. Maka dalam hal anti-korupsi, ketiga perusahaan tersebut dilarang
untuk melakukan facilitation payment dalam bentuk apapun kepada pejabat publik
dalam melakukan operasi di Indonesia, dikarenakan dilarang oleh Undang-undang
Anti-Korupsi, walaupun dalam FCPA memperbolehkan.
b. Keberlakuan peraturan anti-boikot Amerika Serikat dan Uni Eropa
Pemberlakuan boikot dan pengaturan mengenai hal tersebut sudah banyak
dipraktekkan oleh negara-negara di dunia. Dalam hal ini Amerika Serikat dan Uni
Eropa memiliki peraturan khusus yang mengatur secara terperinci mengenai
pemboikotan. Undang-undang Anti-boikot Amerika Serikat pada dasarnya melarang
tindakan pemboikotan yang tidak disetujui oleh pemerintah Amerika Serikat. Hal ini
merupakan respon terhadap tindakan pemboikotan yang dilakukan negara-negara Arab
dan Muslim yang memboikot Israel. Indonesia sendiri tidak memiliki hubungan
diplomatik resmi dengan Israel sebagai respon kecaman Indonesia terhadap tindakan
Israel pada rakyat Palestina. Selain itu terkait peraturan pemboikotan, Indonesia pun
tidak memiliki peraturan yang secara khusus mengaturnya.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Kekosongan pengaturan mengenai boikot di Indonesia membuat perusahaan
multinasional mengacu pada pengaturan yang berlaku pada negara dimana holding
company berada. Maka dari itu bagi Chevron mengacu pada Undang-undang Anti-
Boikot Amerika Serikat, dan bagi Total dan BP mengacu pada Undang-undang Anti-
Boikot di Inggris dan Perancis, berdasarkan prinsip “mengikuti hukum yang paling
ketat”. Ini menjadi permasalahan. Tentunya setiap orang di dalam wilayah Indonesia
harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Kekosongan pengaturan
mengenai pemboikotan membuat perusahaan multinasional untuk mengikuti
pengaturan di negara induknya, bukan peraturan yang berlaku di Indonesia. Hal ini
perlu diwaspadai dikarenakan perusahaan multinasional akan memilih untuk menaati
peraturan perundang-undangan asing dibandingkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
Pada akhirnya, pemberlakuan peraturan asing berlaku secara keseluruhan dan utuh
bagi setiap subsidiary company, walaupun untuk beberapa kondisi dapat disesuaikan dengan
keadaan di negara masing-masing dimana subsidiary company berada. Keberlakuan tersebut
tidak dibatasi oleh kepemilikan saham yang dimiliki oleh holding company pada subsidiary
company sehingga tidak ada pembatasan, kecuali pada ketentuan internal controls pada
Chevron, dimana bagi afiliasi dan subsidiary company yang lebih dari 50% (sebagai
pengendali) sahamnya dimiliki dan dikuasai oleh Chevron, wajib untuk mematuhi kebijakan
tersebut. Sedangkan untuk afiliasi dan subsidiary company yang kurang dari 50% sahamnya
dimiliki oleh Chevron atau bukan sebagai operator dalam joint venture, Chevron diwajibkan
untuk mengusahakan diciptakannya suatu sistem pengendalian pembukuan keuangan yang
baik dan benar di perusahaan atau joint venture tersebut.
Terhadap pemberlakuan peraturan-peraturan asing negara di mana holding company
berada terhadap subsidiary company di Indonesia, perlu mendapatkan perhatian khusus
Pemerintah Indonesia. Sangat dimungkinkan terjadinya konflik di antara peraturan-peraturan
tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Permasalahan
dapat timbul apabila peraturan asing lebih mengatur secara ketat apabila dibandingkan dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia dikarenakan selama perusahaan memiliki kebijakan
untuk “mengikuti peraturan yang paling ketat”, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan
mengikuti ketentuan yang terdapat pada negara holding company apabila di negara tersebut
mengatur secara lebih ketat. Selanjutnya dalam hal boikot, subsidiary company akan
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
mengikuti peraturan boikot yang berlaku pada tingkat holding company dikarenakan
Indonesia tidak memiliki ketentuan dalam hal boikot. Subsidiary company tidak dapat
mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, dikarenakan suatu
kebijakan bukanlah merupakan peraturan, sehingga subsidiary company akan mengikuti
ketentuan yang terdapat pada peraturan boikot pada negara di mana holding company berada.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik tiga kesimpulan. Adapun
kesimpulan yang pertama adalah bahwa hubungan antara holding Company dengan
subsidiary company dalam suatu perusahaan grup adalah dalam bentuk afiliasi. Pada
perusahaan multinasional, hubungan antara holding company dengan subsidiary company
lebih rumit dibandingkan pada perusahaan grup nasional. Kompleksnya struktur perusahaan
multinasional mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada perusahaan tersebut yang
mulanya berbentuk sentralisasi berubah menuju desentralisasi.
Kedua, aturan-aturan hukum terkait hubungan antara holding company dengan
subsidiary company dalam suatu perusahaan grup tersebar ke dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, antara lain, UUPT, UU No. 8 Tahun 1995, UU No. 36 Tahun 2008, dan
UU No. 5 Tahun 1999, dikarenakan Indonesia tidak memiliki satu perangkat hukum yang
khusus membahas mengenai hal ini. Ketiga peraturan perundang-undang tersebut tidak ada
yang membahas dalam konteks perusahaan multinasional. Adapun hubungan antara holding
company dengan subsidiary company dalam UUPT dibahas secara tersirat dalam hal
pengambilalihan dan hak suara saham yang dikeluarkan. Sedangkan UU No. 8 Tahun 1995
melihat hubungan di antara keduanya sebagai hubungan afiliasi. Selanjutnya menurut UU No.
36 Tahun 2008, melihat dari segi hubungan istimewa antara holding company dengan
subsidiary company dalam hal perpajakan. Selanjutnya UU No. 5 Tahun 1999 membahas dari
segi kepemilikan saham mayoritas yang dilarang apabila mengakibatkan persaingan usaha
tidak sehat dan juga membahas mengenai integrasi vertikal yang juga dilarang apabila
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Ketiga, dalam beroperasi, Chevron, Total, dan BP memberlakukan compliance yang
merupakan pedoman beroperasi secara sentral bagi seluruh anggota perusahaan grup
dimanapun perusahaan tersebut beroperasi. Compliance mengatur secara umum mengenai
hal-hal apa saja yang harus dipatuhi bagi perusahaan secara keseluruhan berdasarkan hukum
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
yang berlaku di negara dimana holding company berada dan juga dimana subsidiary company
beroperasi, yang maka dari itu berlaku pula bagi subsidiary company dan afiliasi yang berada
di Indonesia. Peraturan asing yang berlaku bagi subsidiary company adalah terkait anti-
korupsi dengan adanya FCPA dan UKBA. Dalam hal pengawasan sistem internal keuangan
perusahaan terdapat SOX dan dalam hal persaingan usaha terdapat Sherman Act, EU
Competition Law, Competition Law of France dan Competition Law of the UK. Untuk
perdagangan terdapat U.S. Trade Sanctions, U.S. Export Control, U.S. Import Control, EU
Trade Sanctions dan Undang-undang mengenai Anti-boikot. Pada prakteknya apabila terdapat
ketentuan yang berbenturan, maka ketiga perusahaan sepakat untuk mengikuti peraturan yang
paling ketat. Perlu diperhatikan apabila peraturan asing yang berlaku pada subsidiary tidak
diatur di Indonesia, sehingga perusahaan akan mengikuti peraturan yang diatur pada holding
company. Pada ketiga perusahaan, compliance berlaku secara utuh bagi setiap subsidiary
company dan tidak dipengaruhi oleh kepemilikan saham yang dimiliki holding company pada
subsidiary company. Sehingga batasan bagi subsidiary company dalam mematuhi peraturan-
peraturan tersebut adalah apabila terjadi konflik dalam ketentuannya.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini akan
memberikan saran-saran yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah yang ada
dikemudian hari. Pertama, perlu adanya peraturan yang mengatur secara keseluruhan
mengenai perusahaan grup dikarenakan keberadaannya yang sudah sangat banyak di
Indonesia. UUPT tidak membahas secara keseluruhan mengenai perusahaan grup dan hanya
melihat dari segi pengambilalihan dan hak suara dalam saham. Kedua, perlu adanya perhatian
khusus oleh Pemerintah dalam hal keberadaan Perusahaan Multinasional di Indonesia yang
memberlakukan peraturan asing di negara di mana Holding Company berada pada Subsidiary
Company di Indonesia, dikarenakan prinsip “mengikuti peraturan yang paling ketat” tidak
selalu benar apabila tidak adanya pengaturan mengenai hal terkait di Indonesia, sehingga
perusahaan akan mengikuti peraturan asing yang tidak selalu sejalan dengan kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh Indonesia.
Daftar Referensi Laws and Regulations: Indonesia. Undang-undang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
_______. Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817. _______. Undang-undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN. No. 4756 ________. Undang-undang Pajak Penghasilan, UU No. 7 Tahun 1983 Sebagaimana telah Dirubah dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000, terakhir Merupakan Perubahan Keempat dengan UU No. 36 Tahun 2008, LN No. 133 Tahun 2008, TLN No. 4893.
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. Amerika Serikat. Foreign Corrupt Practices Act (15 U.S. Code §§ 78dd-1, et seq). ______. Sarbanes Oxley Act (Pub.L. 107-204, 116 Stat. 745, 2002). ______. Export Administration Act (P.L. 96-72). Inggris. United Kingdom Bribery Act 2010. _____. Competition Act 1998. Perancis. Financial Security Law. _____. Penal Code. _____. Anti-Corruption, Loi No. 2007-1598. _____. Competition Law, European Union. Trade Sanctions. ______. Competition Law. Books: Ashshofa, Burhan (2004). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Balfas, Hamud D. (2006). Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Tatanusa. Dunning, John H. (1993). Multinational Enterprises and the Global Economy. Inggris: Addison-Wesley Publishing Company Inc. Fuady, Munir. (2002). Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Harahap, Yahya. (2011). Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika. Kuin, Peter. (1987). Perusahaan Trans Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Penerbit PT. Gramedia. Mamudji, Sri et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Prasetya, Rudhi. (1995). Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Sulistiowati. (2010). Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. Jakarta: Erlangga. Journal Article:
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Mangonting, Yenni. (2000) .Aspek Perpajakan dalam Praktek Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 2 No. 1, Mei. 69-82. Wellner, Phillip A. (2006). Effective Compliance Programs and Corporate Criminal Prosecutions. Cardozo Law Review Vol. 27:1 Thesis, Dissertation: Prabowo, Riyanto. (2005). Prinsip Kemandirian Perseroan Terbatas dikaitkan dengan Peranan dan Kedudukan Holding Company. Tesis Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta.
Pemberlakuan peraturan asing bagi ..., Nandira Nurul Zafira, FH UI, 2015
Recommended