View
249
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGGUNAAN APLIKASI QLUE
(Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
MUHAMAD FADLY ROBBY
NIM. 1112111000054
Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1438 H / 2017 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN APLIKASI
QLUE
(Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Januari 2017
Muhamad Fadly Robby
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Muhamad Fadly Robby
NIM : 1112111000054
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN APLIKASI QLUE
(Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan)
dan telah memenuhi peryaratan untuk diuji.
Jakarta, 23 Januari 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Husnul Khitam, M.Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 198308072015031003
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN APLIKASI
QLUE
(Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan)
oleh
Muhamad Fadly Robby
1112111000054
telah dipertahankan dalam siding ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23
Januari 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M. Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Dr. Joharotul Jamilah, M. Si Mohammad Hasan Ansori, Ph. D
NIP. 196808161997032002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 23 Januari 2017
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si
NIP. 197609182003122003
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis “Partisipasi Sosial Dalam Penggunaan Aplikasi
Qlue (Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan).” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis partisipasi dan motif
dalam penggunaan aplikasi Qlue di Kelurahan Ragunan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data
melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Kemudian, data yang terkumpul
dikategorikan sesuai dengan tema-tema yang telah ditentukan dan selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan kerangka teori. Kerangka teori yang digunakan
adalah konsep tindakan sosial Weber, dengan melihatnya pada empat tipe tindakan,
yaitu: rasionalitas sarana-tujuan (instrumental), rasionalitas nilai, tindakan
afektual, dan tindakan tradisional.
Peneliti menemukan bahwa partisipasi sosial di Kelurahan Ragunan dalam
penggunaan aplikasi Qlue terbilang masih baru. Penggunaan aplikasi sebagai
bentuk partisipasi masyarakat baru dirasakan di beberapa bidang saja, terutama bagi
aparatur pemerintahan dan RT/RW. Bagi masyarakat sendiri belum semuanya
merasakan dampak dari penggunaan tersebut. Ada beberapa dampak positif dari
penggunaan aplikasi tersebut, diantaranya yaitu meningkatnya sistem pelayanan
publik, cepatnya masalah dari laporan warga yang teratasi, dan juga meningkatkan
rasa kepedulian masyarakat akan lingkungan sekitarnya. Hasil dari analisa tersebut
dapat disimpulkan bahwa motif dari penggunaan aplikasi Qlue oleh masyarakat
bisa dilihat berdasarkan empat tipe tindakan menurut Weber. Pertama, rasionalitas
sarana-tujuan, artinya bahwa masyarakat menggunakan aplikasi tersebut dengan
berorientasi pada suatu tujuan tertentu. Kedua, rasionalitas nilai, bahwa masyarakat
menggunakan aplikasi Qlue karena merasa adanya suatu manfaat yang baik bagi
masyarakat. Ketiga, tindakan afektual, ada beberapa masyarakat yang
menggunakan aplikasi tersebut karena rasa keingintahuannya. Keempat, tindakan
tradisional, tidak semua warga memilih untuk menggunakan aplikasi tersebut
sebagai sarana partisipasi mereka di lingkungan, mereka lebih memilih melakukan
kegiatan yang sudah ada dan akan selalu dilaksanakan di lingkungan.
Kata kunci : partisipasi sosial, motif tindakan, penggunaan aplikasi Qlue
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa peneliti haturkan kepada junjungan
baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga kita
menjadi pengikutnya yang kelak mendapatkan syafa’at di akhirat kelak. Amin.
Adapun judul penulisan skripsi ini adalah “Partisipasi Masyarakat Dalam
Penggunaan Aplikasi Qlue (Studi Kasus di Kelurahan Ragunan, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan)”. Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari
masih belum sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan penulis.
Selama penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang
memberikan dukungan, bimbingan, pengarahan dan bantuan kepada penulis. Oleh
karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam penulisan ilmiah ini, terutama kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah lepas berdoa dan mendukung
penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Zulkifli, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Bapak Husnul Khitam, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi Sosiologi,
dan sebagai dosen pembimbing penulis, yang telah memberikan ilmunya
dan dengan sabar serta perhatian untuk membimbing peneliti dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Sosiologi,
yang telah membantu dan mendukung proses penulisan skripsi ini.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen pengajar Prodi Sosiologi, FISIP, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan
bimbingannya selama penulis masih berkuliah
6. Para staff pengurus bidang akademik dan administrasi, FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu kepengurusan berkas dan
administrasi dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis untuk mengakses
buku-buku dan literatur.
8. Seluruh teman-teman Sosiologi angkatan 2012 yang selalu memberikan
semangat dan dukungannya.
9. Kawan-kawan Animal, yang sudah membantu, berdiskusi, memberikan
masukan dan berkeluh kesah bersama selama proses penulisan skripsi ini.
10. Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang
penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan ketulusan yang
telah diberikan kepada penulis. Atas segala kerendahan hati, penulis mohon
viii
maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan. Semoga penelitian ini dapat
dipahami dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Jakarta, 23 Januari 2017
Muhamad Fadly Robby
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah ............................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5
1.6 Kerangka Teoritis ................................................................................. 12
1.6.1 Partisipasi Sosial ................................................................... 12
1.6.2 Konsep Tindakan Weber ....................................................... 15
1.7 Metodologi Penelitian .......................................................................... 18
1.8 Sistematika Penulisan .......................................................................... 23
BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN
2.1 Gambaran Umum Kelurahan Ragunan ............................................... 25
2.2 Pembangunan Konsep Kota Pintar ...................................................... 29
2.3 Gambaran Umum Aplikasi Qlue ......................................................... 32
a. Profil Aplikasi Qlue ....................................................................... 32
b. Latar Belakang Aplikasi Qlue ........................................................ 35
c. Sosialisasi Aplikasi Qlue ............................................................... 36
d. Alur Pelaporan via Qlue ................................................................. 37
2.4 Profil PPSU ......................................................................................... 38
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS DATA
a. Partisipasi Sosial di Kelurahan Ragunan ............................................ 41
x
b. Motif Penggunaan Aplikasi Qlue Oleh Masyarakat di Kelurahan
Ragunan ............................................................................................... 46
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 53
4.2 Saran .................................................................................................. 54
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 56
Lampiran Lampiran ................................................................................................ xv
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Kependudukan di Kelurahan Ragunan Berdasarkan Pekerjaan .... 28
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kelurahan Ragunan .................................................................... 27
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Ragunan Berdasarkan Laki-laki dan
Perempuan .............................................................................................................. 26
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ............................................................................................................. xv
Lampiran 2 ........................................................................................................... xvi
Lampiran 3 ......................................................................................................... xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Globalisasi hingga saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar
dalam kehidupan manusia, terutama dikarenakan terus berkembangnya
teknologi. Pengaruh tersebut dapat berupa dampak positif maupun negatif. Oleh
karena itu masalah seperti ini sangat menarik apabila dikaji lebih dalam dengan
menggunakan pandangan sosiologi, karena dengan semakin berkembang
pesatnya teknologi maka juga memunculkan kemungkinan adanya pengaruh
yang diberikan terhadap masyarakat, terutama dari segi perubahan sosial.
Dalam penelitian ini perubahan yang dimaksud adalah beralihnya bentuk
partisipasi konvensional dengan memafaatkan sebuah kemajuan teknologi yang
menjadi sebagai perantara. Bentuk partisipasi sosial konvensional ini berupa
keaktifan individu di lingkungannya seperti peduli akan kebersihan lingkungan,
sarana dan prasarana umum, hingga bermusyawarah.
Tingginya pengguna internet aktif di Indonesia yang selama tahun 2015
yaitu sebesar 88,1 juta pengguna dan 79 juta di antaranya adalah pengguna aktif
media sosial dari total populasi masyarakat Indonesia yaitu sebesar 259,1 juta
jiwa (We Are Social, 2016). Hal ini perlu mendapat perhatian, karena kemajuan
ini jika tidak disikapi dengan baik, maka yang akan muncul di kehidupan adalah
sebuah individualisme baru atau bentuk keterasingan baru, di mana seseorang
2
akan terasingkan dengan kondisi sekitarnya karena terlalu terfokus pada ‘layar’
yang ada di depan matanya.
Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai bergotong-royong
atau kerja bakti, bermusyawarah, dan lain sebagainya. Namun, saat ini sangat
sulit untuk melihat hal tersebut, karena kita tahu belakangan ini dampak yang
diberikan oleh arus globalisasi khususnya dari kemajuan teknologi informasi
seperti media sosial memberikan efek yang cukup signifikan terhadap
perubahan perilaku dari individu, seperti mulai hilangnya rasa kepedulian
terhadap lingkungan bahkan masyarakat sekalipun.
Melihat dampak yang diberikan dari teknologi khususnya media sosial
terhadap individu, sehingga saat ini memunculkan sebuah ide solusi untuk
mengatasi masalah ini berupa pengembangan aplikasi berbasis smartphone
yang bernama ‘Qlue’. ‘Qlue’ merupakan aplikasi yang dibuat oleh pihak swasta
yang kemudian bekerja sama dengan pemerintah DKI Jakarta dengan
menawarkan sebuah solusi atau lebih tepatnya mencoba menggabungkan ranah
media sosial (teknologi) dengan masalah lingkungan. Solusi utama yang
diberikan oleh kehadiran ‘Qlue’ adalah memanfaatkan laporan-laporan yang
masuk dari masyarakat ke pemerintah untuk segera ditindaklanjuti sehingga
terjadinya sebuah perubahan kota yang lebih baik, hal ini dengan cara mengajak
atau mendorong lebih pada partisipasi aktif warga untuk melaporkan berbagai
permasalahan yang ada di sekitar mereka.
3
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh ‘Qlue’ seperti yang dilansir
laman detik.com, mengenai pengumuman kelurahan terbaik sekaligus
memberikan data dari jumlah laporan per kategori masalah selama tiga bulan
terkahir (Januari - Maret 2016), seperti pelanggaran secara umum yang
memiliki total sekitar 16.557; sampah 14.796; fasilitas umum 11.264; parkir liar
10.120; dan jalan rusak 7.659 laporan (Rachmatunnisa, 2016). Melihat sangat
tingginya jumlah tersebut, menunjukkan bahwa masyarakat juga cukup
berperan besar dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kepeduliannya
dengan lingkungan sekitarnya hanya saja dengan cara yang berbeda.
Teknologi dan sosial merupakan satu kesatuan, karena masyarakat
modern saat ini dibangun berdasarkan teknologi dan informasi (Castells, 2004).
Maksudnya adalah teknologi informasi yang menjadi dasar dari pembentukan
masyarakat sehingga melahirkan masyarakat modern yang tidak dapat lepas
dari teknologi namun tetap dapat terhubung dengan orang lain hanya saja batas-
batas atau sekat tersebut kini telah dihilangkan. Satu lagi pendapat yang
menyebutkan bahwa teknologi merupakan sebuah dasar dari suatu masyarakat
dikemukakan oleh Fischer, pandangan Fischer ini menjelaskan bahwa
masyarakat saat ini terbentuk dari sebuah kemajuan teknologi, di mana
teknologi menjadi agen perubahan sosial dan telah menjadi sebuah budaya yang
sangat melekat dengan setiap individu (Castells, 2004).
Penggunaan aplikasi ‘Qlue’ ini perlu disikapi apa dampak yang
diberikan pada partisipasi warga di lingkungannya. Kekhawatiran muncul
ketika berbicara dampak dari arus perkembangan teknologi yang tidak dapat
4
dibendung, apakah benar aplikasi ‘Qlue’ ini dalam pelaksanaannya di
masyarakat membuat sebuah dampak yang positif bagi partisipasi warga atau
sebaliknya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengambil judul “Partisipasi
Masyarakat Dalam Penggunaan Aplikasi Qlue (Studi Kasus di Kelurahan
Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan)” untuk melihat bagaimana
aplikasi ‘Qlue’ ini digunakan oleh masyarakat dalam proses partisipasi di
lingkungannya.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Ada beberapa pertanyaan yang akan menjadi acuan untuk penelitian ini.
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penggunaan aplikasi Qlue di
Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan?
2. Apa motif yang melatarbelakangi penggunaan aplikasi Qlue di
masyarakat Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari pernyataan masalah di atas, maka tujuan umum
dari penelitian ini untuk:
1. Memberikan penjelasan partisipasi masyarakat dalam penggunaan
aplikasi Qlue di Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan.
5
2. Memberikan penjelasan motif dari masyarakat menggunakan aplikasi
Qlue sebagai bentuk partisipasi di Kelurahan Ragunan, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat menampilkan informasi tentang perkembangan teknologi yang
memberikan dampak dalam proses partisipasi sosial.
2. Memberikan informasi mengenai motif dari penggunaan sebuah
teknologi dalam proses partisipasi sosial.
3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian ilmu
sosiologi.
1.5 Tinjauan Pustaka
Untuk membantu peneliti dalam melakukan penelitian kali ini, disini akan
digunakan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang sekiranya bisa
membantu dan juga relevan untuk penelitian ini. Penelitian terdahulu yang saya
kumpulkan untuk sebagai acuan dan yang mungkin relevan untuk penelitian
kali ini diantaranya:
1. Tinjauan pustaka yang pertama dari jurnal yang berjudul Globalisasi,
Postmodernisme dan Tantangan Kekinian Sosiologi Indonesia. Jurnal
tersebut ditulis oleh Hamzah Fansuri yang seorang dosen dari jurusan
Sosiologi Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal tersebut
diterbitkan pada tahun 2012. Menggunakan berbagai pandangan
sosiologis klasik dan kontemporer dalam memahami fenomena
globalisasi dan postmodernisme yang menjadi tantangan bagi
6
sosiologis di Indonesia saat ini, diantaranya solidaritas sosial (Emile
Durkheim); kapitalisme (Karl Marx); rasionalitas (Max Weber);
mobilitas sosial (John Urry); the network society (Manuel Castells);
dan consumer society (Jean Baudrillard). Jurnal ini menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan
data kepustakaan. Fokusnya adalah dengan membandingkan beberapa
teori klasik dengan teori kontemporer dalam melihat fenomena
globalisasi dan postmodernisme yang kini tidak lagi relevan untuk
digunakan pada saat ini, karena pada teori klasik tidak dapat
menjelaskan secara keseluruhan apa yang terjadi saat ini karena hanya
terbatas pada masanya saja saat teori tersebut dikeluarkan. Maka hal
tersebut menjadi sebuah tantangan bagi sosiologi di Indonesia dalam
melihat fenomena tersebut dengan mengembangkan pemikiran-
pemikiran baru untuk melihat apa yang akan terjadi ke depannya.
2. Jurnal yang kedua berjudul Seeing Spatially: People, Networks and
Movements in Digital and Urban Spaces. Jurnal ini ditulis oleh
Merlyna Lim (2014) yakni seorang cendekiawan dari Technology and
Public Engagement di Arizona State University dari Social
Transformation and Consortium for Science. Jurnal ini menggunakan
pendekatan network society Manuel Castells dan metode kualitatif
deskriptif dengan mengangkat studi kasus yang terjadi di beberapa
negara yang mengalami konflik dari gerakan sosial. Fokus utama dari
jurnal ini adalah menganalisis hubungan antara gerakan sosial, ruang
7
kota dan media digital, kemudian dalam tulisan tersebut menawarkan
konsep interaksi dialektis antara media digital dan ruang kota. Tulisan
tersebut mencoba melihat keterkaitan antara penggunaan media digital
sebagai alat untuk melaksanakan sebuah gerakan sosial. Media digital
jika dalam konteks gerakan sosial, dapat dipahami sebagai bentuk
perpanjangan hubungan dari jaringan. Dengan adanya jaringan
tersebut akan lebih memudahkan untuk memobilisasi massa untuk
ikut melaksanakan gerakan sosial.
3. Tinjauan yang ketiga dari jurnal yang ditulis oleh Lois B. Defleur dari
Washington State University. Tulisannya berjudul “Technology,
Social Change, and the Future of Sociology”, dengan fokus pada
membicarakan bagaimana teknologi sebagai penentu dari suatu
perubahan sosial dan juga membahas bagaimana sosiologi untuk ke
depannya dalam melihat berbagai masalah sosial yang baru seperti
masalah teknologi dengan masyarakat saat ini. Lois menggunakan
pendekatan determinisme teknologi milik William F. Ogburn dan
Gerhard Lenski, serta Gendron dengan konsep utopian dan
distopiannya.
4. Jurnal yang ditulis oleh Juliana Lumintang sebagai dosen program
studi Sosiologi Fispol di Unsrat. Tulisannya berjudul “Teknologi
Komunikasi dan Perubahan Sosial”. Fokusnya adalah ingin
mendeskripsikan bagaimana teknologi komunikasi seperti media
massa dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial serta
8
melihat dampak hingga faktor apa saja yang mendorong dan
menghambat perubahan sosial yang dikarenakan teknologi
komunikasi. Juliana menggunakan metode kepustakaannya untuk
mengkaji teori, konsep dan pendapat yang berkaitan dengan
perubahan sosial dan teknologi.
5. Literature yang kelima dari jurnal yang ditulis oleh Nur Firiyah
dengan judul “Teknologi Informasi Komunikasi dan Perannya Dalam
Proses Perubahan Sosial”. Fokusnya adalah melihat beralih fungsinya
teknologi yang sebelumnya hanya sebagai alat yang memudahkan
manusia, menjadi sebuah agen perubahan sosial. Perubahan tersebut
berdampak positif dan negatif. Positifnya diantaranya siapa pun dapat
menjadi sumber informasi, keseragaman gaya akibat percampuran
budaya global dengan lokal, demokrasi menjadi lebih baik, perubahan
layanan publik dan lain sebagainya, sedangkan negatifnya akan
munculnya masalah sosial baru seperti cyber crime. Ia menggunakan
metode kepustakaan yaitu teori dari Weber mengenai rasionalisme
sekaligus dengan melihat dari beberapa fakta yang ada.
6. Tinjauan selanjutnya dari jurnal yang ditulis oleh Sulistyaningsih yang
merupakan mahasiswi dari jurusan Sosiologi FISHUM UIN Sunan
Kalijaga. Tulisannya yang berjudul “Teknologi Informasi dan
Perubahan Sosial di Era Globalisasi” menekankan pada dampak yang
diberikan dari arus globalisasi bagi masyarakat khususnya dari
perkembangan teknologi informasi yang tidak dapat dihindari.
9
Beragam dampak positif dan negatif yang disajikan oleh
perkembangan teknologi yang juga secara khusus membahasnya
dengan melihatnya pada kasus-kasus yang ada di Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam melihat teknologi dan perubahan
sosial yaitu dari Marx dan Weber serta juga Habermas yang secara
khusus menjelaskan mengenai globalisasi.
7. Jurnal berikutnya ditulis oleh Topan Samudin yang merupakan dosen
tetap di Yayasan FISIP Universitas Muhammadiyah Palu. Tulisannya
yang berjudul “Pengaruh Teknologi Pertanian Terhadap Perubahan
Sosial Pada Masyarakat Etnis Kaili Kori di Desa Labuan Toposo
Wilayah Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu” berfokus pada
melihat bagaimana masyarakat Kaili Kori dalam memanfaatkan
teknologi baik tradisional maupun maju dalam bercocok tanam serta
mencoba untuk menerapkan teknologi modern pada bidang pertanian
lewat survey yang dilakukan untuk menggantikan teknologi
tradisional yang digunakan. Tujuannya adalah dengan menerapkan hal
tersebut apakah akan menimbulkan sebuah perubahan sosial bagi
masyarakat setempat di mana masyarakat tersebut terkenal sangat
memegang tradisi leluhur mereka. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif analisis dengan tujuan memberikan gambaran yang
sangat jelas dan akurat mengenai obyek kajian.
Sebagai pembanding untuk penelitian ini, berikut persamaan dan
perbedaan dengan penelitian sebelumnya: Pada literatur yang pertama, terdapat
10
kesamaan pada metode yang digunakan, yaitu menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Kemudian dari segi fokus penelitian, perbedaannya jelas
terlihat karena yang ditulis oleh Hamzah hanya sebatas penelitian kepustakaan
yang mempertanyakan teori klasik dalam melihat fenomena globalisasi dan
postmodernisme, sedangkan dalam penelitian saya akan sangat fokus pada
fenomena yang terjadi dengan langsung menganalisa penggunaan sebuah
aplikasi/teknologi dalam proses partisipasi di masyarakat.
Selanjutnya literature kedua yang ditulis oleh Merlyna Lim.
Persamaannya hanya pada metode yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif.
Persamaan juga bisa dilihat pada fokus penelitiannya, pada penelitian Lim
fokusnya pada bagaimana adanya hubungan media digital dengan gerakan
sosial. Di sini ia melihat bahwa sebuah kemajuan teknologi informasi (media
digital) dapat memberikan efek yang cukup besar dalam pelaksanaan gerakan
sosial saat ini. Sedangkan pada penelitian yang saya lakukan adalah melihat
bahwa kehadiran suatu kemajuan teknologi di bidang aplikasi dapat
memberikan efek pada suatu kegiatan partisipasi di lingkungan masyarakat.
Perbedaannya adalah pada penggunaan kajian teori, Lim lebih berfokus pada
teori network society milik Castell, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan konsep dari Weber yaitu tindakan sosial.
Kemudian literature yang ditulis oleh Lois B. Defleur memiliki
persamaan pada fokus yang diangkat, yaitu pada bagaimana teknologi yang
mendapatkan perhatian penting dari ilmu sosiologi khususnya membahas
perubahaan sosial akibat teknologi serta untuk sosiologi ke depannya dalam
11
melihat masalah-masalah baru yang akan muncul. Perbedaannya terletak pada
pendekatan yang digunakan, yang digunakan oleh Lois adalah determinisme
teknologi dan utopian serta dystopian, sedangkan penelitian ini akan
menggunakan konsep tindakan sosial Weber untuk melihat bagaimana
masyarakat menggunakan sebuah aplikasi sebagai bentuk partisipasi di
lingkungannya serta melihat motif dari penggunaan teknologi/aplikasi tersebut.
Literature yang keempat dari Juliana Lumintang yang memiliki
persamaan pada fokus yang coba diangkat, yaitu melihat dampak yang
diberikan dari perkembangan teknologi bagi masyarakat. Perbedaannya
pendekatan yang digunakan, karena Juliana hanya sebatas menggunakan
metode kepustakaan saja tanpa langsung mendapatkan data di lapangan untuk
melihat fenomena yang terjadi.
Literature yang kelima dari Nur Fitriyah memiliki persamaan pada fokus
penelitian, yaitu melihat dampak-dampak apa saja yang diberikan oleh
kemajuan teknologi informasi baik itu positif maupun negatif. Persamaan juga
terdapat pada teori yang digunakan, ia lebih memfokuskan kajiannya pada
pandangan Weber tentang rasionalitas, sedangkan penelitian ini mendasarkan
pemikirannya pada tindakan sosial Weber.
Selanjutnya jurnal dari Sulistyaningsih hampir sama dengan apa yang
ditulis oleh Nur Fitriyah, yaitu memiliki persamaan dalam fokus namun
memiliki sedikit perbedaan karena fokus yang diangkat oleh Sulistyaningsih
cakupannya lebih besar di mana melihat perubahan sosial dari dampak positif
12
dan negatif yang disebabkan oleh perkembangan teknologi. Perbedaannya pada
pendekatan yang digunakan, di mana Sulistyaningsih lebih menggunakan
kajian kepustakaan dan data-data dari kasus yang ada, sedangkan penelitian ini
melihat kasus yang diangkat dengan turun langsung ke lokasi penelitian.
Terakhir jurnal yang ketujuh dari Topan Samudin yaitu sama-sama
mengangkat kasus pengaruh dari penggunaan teknologi bagi masyarakat dan
juga dari metode yang digunakan. Perbedaannya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Samudin lebih mengarah percobaan untuk menerapkan
teknologi modern untuk melihat perubahan sosial apa yang akan terjadi apabila
hal tersebut diterapkan, sedangkan penelitian ini melihat masalah pada aspek
partisipasi sosialnya karena kemajuan teknologi berupa penggunaan aplikasi
oleh masyarakat.
Dari semua tinjauan pustaka yang disebutkan di atas telah dijelaskan
sedikit persamaan dan perbedaan dengan penulisan skripsi ini. Semuanya akan
tetap menjadi acuan atau tinjauan yang cukup relevan karena dalam tulisan ini
akan sama-sama menjelaskan bagaimana sebuah kemajuan teknologi dapat
membuat suatu perubahan bagi masyarakat dengan melihatnya menggunakan
pandangan sosiologis kontemporer.
1.6 Kerangka Teoritis
1.6.1 Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial tidak ada yang benar-benar dapat
mendefinisasikannya secara detail dan tunggal. Banyak beragam
13
pemahaman mengenai konsep ini, ada yang mengkaitkannya pada
sebuah partisipasi politik misal keikutsertaan individu dalam kegiatan
politik melalui pemilihan yang sederhana dapat dipahami secara umum,
dan ada juga yang mengkaitkannya dalam proses kelangsungan pada
suatu bidang ekonomi seperti keikutsertaan seorang individu dalam
pengambilan keputusan di suatu organisasi atau perusahaan. Namun,
partisipasi tidak hanya bisa dipahami secara sesederhana itu dengan
melihatnya sebagai bentuk pengambilan voting dalam suatu forum.
Proses partisipasi lebih memerlukan suatu dialog terbuka dan
keterlibatan masyarakat secara aktif, serta membutuhkan hak suara
individu dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi suatu
forum (Stiglitz, 2002:165).
Proses partisipasi berfokus pada keikutsertaan dan keaktifan
individu, jadi apabila seorang individu ikut serta namun hanya berperan
sebagai pendengar saja tanpa memberikan pendapatnya, maka individu
tersebut tidak termasuk dalam pengertian berpartisipasi, karena proses ini
apabila berjalan dengan sebagaimana mestinya akan mengarahkan pada
suatu hasil perubahan (Stiglitz, 2002). Partisipasi dan keterlibatan tidak
hanya masalah bagi para pejabat pemerintahan atau manager saja apabila
dalam hal keberlangsungan suatu daerah atau perusahaan, tetapi juga
diperlukan keikutsertaan individu di luar itu untuk penguatan modal
sosial dan organisasi yang memiliki kemampuan yang lebih baik
14
(Stiglitz, 2002). Ada beberapa alasan dari World Bank untuk suatu
program dapat melibatkan partisipasi dari masyarakat:
1. Masyarakat memiliki sejumlah besar pengalaman dan wawasan apa yang
bekerja dan apa yang tidak bekerja serta alasannya.
2. Melibatkan masyarakat dalam proyek atau program perencanaan dapat
meningkatkan komitmen mereka untuk program tersebut.
3. Melibatkan masyarakat dapat membantu mereka untuk mengembangkan
keterampilan teknis dan manajerial dan dengan demikian meningkatkan
kesempatan mereka untuk bekerja.
4. Melibatkan masyarakat membantu meningkatkan sumber daya yang
tersedia untuk program tersebut.
5. Melibatkan masyarakat adalah cara untuk membawa 'pembelajaran
sosial' untuk kedua perencana dan penerima manfaat. 'pembelajaran
sosial' berarti pengembangan kemitraan antara profesional dan orang-
orang lokal, di mana, masing-masing dari mereka dapat mengambil
pelajaran dari satu sama lain (World Bank dalam Rifkin dan Maria,
2002:40).
Menurut Stiglitz (2002), partisipasi sangat penting dalam
mempengaruhi perubahan yang terkait dengan transformasi
pembangunan, jadi apabila seorang individu mengutarakan pendapatnya
yang lebih mengarah pada aspek perubahan, mungkin pendapat tersebut
akan lebih mudah diterima dibandingkan ditolak. Jadi Stiglitz percaya
atau dapat dikatakan optimis akan proses partisipasi lebih efektif untuk
menuju pada transformasi pembangunan masyarakat secara luas. Ada
beberapa contoh partisipasi sosial menurut ARKS Keys to Participation-
Scotland (1999) diantaranya:
Menulis surat keluhan tentang layanan bus
Membantu untuk menjalankan karang taruna setempat
Membawakan makanan untuk lansia
15
Bergabung untuk membantu membersihkan sungai di dekat
rumah
Menghadiri pertemuan publik
Bergabung dengan serikat pekerja
Voting pada pemilihan umum
Menjadi anggota komite organisasi di tingkat lokal atau nasional
Dan lain sebagainya
Oleh karena itu dalam penelitian ini yang dimaksudkan dalam
bentuk partisipasi sosial adalah seperti kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan sekitar baik tempat tinggal atau
lingkungan di mana ia beraktivitas. Contoh dari bentuk partisipasi ini
antara lain: kegiatan kerja bakti / gotong royong, musyawarah, kegiatan
posyandu, karang taruna, atau bisa juga aksi kepedulian terhadap
kebersihan lingkungan dan lain sebagainya.
1.6.2 Konsep Tindakan Weber
Weber sebagai sosiolog lebih memusatkan pemikirannya pada
studi analisis yang bersifat interpretative, Weber melihat bagaimana
individu menjalani dan memberi makna terhadap hubungan sosial
dimana individu menjadi bagian didalamnya. Ia juga memandang bahwa
individu sebagai batas teratas dan pembawa tingkah laku yang bermakna
(Weber, 1946:65). Oleh karena itu maka Weber menyebut sosiologi
sebagai ilmu interpretative atau pemahaman (Weber, 1946: 66). Karena
ia melihat bahwa dengan melakukan pemahaman pada aspek tindakan
sosial maka kita juga akan mengetahui apa makna dari suatu tindakan
16
yang dilakukan oleh individu, atau juga bisa memahami dari apa yang
dilakukan oleh diri kita sendiri melalui introspeksi diri.
Pusat perhatiannya pada tindakan sosial karena ia melihat bahwa
pada tindakan sosial ada sebuah campur tangan dari proses pemikiran
(dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya
stimulus dengan respons (Ritzer, 2009:136). Jadi ia menyatakan bahwa
suatu tindakan dapat dianalisis apabila individu telah melekatkan suatu
makna subjektifnya pada tindakannya tersebut (Weber dalam Ritzer,
2009).
Weber menggunakan metodologi tipe idealnya untuk
menjelaskan makna tindakan dengan mengidentifikasi empat tipe
tindakan dasar (Ritzer, 2009:137), yaitu rasionalitas sarana-tujuan
(instrumental), rasionalitas nilai, tindakan afektual dan tindakan
tradisional. Yang pertama adalah rasionalitas sarana-tujuan, atau
tindakan “yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam
lingkungan dan perilaku manusia lain; harapan-harapan ini digunakan
sebagai ‘syarat’ atau ‘sarana’ untuk mencapai tujuan-tujuan actor lewat
upaya dan perhitungan yang rasional (Weber dalam Ritzer, 2009:137).
Dengan kata lain tindakan berdasarkan tipe ini adalah suatu tindakan
akan bernilai rasional apabila mendasarkannya pada suatu pencapaian
tujuan. Jadi ada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang dengan
melakukan suatu tindakan, oleh karena itu Weber menjelaskannya
17
sebagai tindakan dari tujuan actor atau individu melalui perhitungan
rasionalnya.
Kemudian yang kedua adalah rasionalitas nilai, atau tindakan
yang “ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-
perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari
prospek keberhasilannya” (Weber dalam Ritzer, 2009:137). Tindakan ini
masih didasarkan pada pertimbangan rasionalitas, hanya saja tidak
melihat pada kemungkinan dari keberhasilan tindakannya. Ia hanya
melakukan atas apa yang menurutnya pantas atau tidak sesuai dengan
keyakinannya. Kemudian tipe yang ketiga adalah tindakan afektual, yaitu
tindakan yang ditentukan oleh emosi actor (Ritzer, 2009:137). Tipe ini
lebih sedikit dari fokus perhatian Weber, karena tindakannya ini berasal
dari sentimen atau seperti yang dijelaskan sebelumnya dari emosi aktor.
Tindakan ini juga bersifat perbuatan yang kurang rasional menurut
Weber, karena tindakan ini seperti tidak ada dasar yang dapat dijelaskan
secara nyata, semua penilaian kembali pada sang aktor tersebut (Weber,
1946).
Tipe yang keempat yaitu tindakan tradisional, seperti yang
dijelaskan oleh Weber dalam Ritzer (2009) adalah tindakan yang
ditentukan oleh cara bertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan
(h.137). Weber menjelaskan tipe tindakan ini sebagai tindakan yang
biasa dilakukan oleh seorang individu atau bersifat kebiasaan, tipe ini
18
yang biasa pula lebih banyak muncul dalam kehidupan karena sifatnnya
yang sangat umum.
Untuk memahami tindakan sosial ini, Weber menyebutkan
bahwa keempat tipe tersebut tidak selamanya bisa dijelaskan secara
bersamaan atau keseluruhan dapat terjadi pada suatu tindakan seseorang,
bisa juga hanya beberapa tipe saja yang terlihat dan bisa dipahami.
Menurutnya pula sosiolog harus lebih memahami tindakan yang
beorientasi pada rasionalitas ketimbang memahami tindakan yang
didominasi oleh perasaan atau tradisi (Ritzer, 2009:138).
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian kualitatif
deskriptif karena peneliti ingin mendeskripsikan serta menjelaskan hasil-
hasil temuan yang ada di lapangan dari objek yang akan diteliti. Menurut
Taylor dan Bogdan (dalam Bagong Suyanto, 2006: 166) ”Penelitian
kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data
deskriptif mengenai kata-kata lisan atau tulisan, dan tingkah laku yang
dapat diamati dari orang-orang yang diteliti”. Penggunaan metode
kualitatif digunakan agar mendapatkan data dari informan secara detail
dengan cara ikut masuk ke dalam fenomena tersebut sehingga peneliti pun
dapat memahami bagaimana suatu perubahan sosial dapat terjadi di
19
masyarakat Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan.
1.7.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2016 sampai dengan
bulan Oktober 2016. Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Ragunan,
Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Adapun alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karena berdasarkan data yang terdapat dalam
aplikasi ‘Qlue’ dari satu Kecamatan Pasar Minggu dalam jangka waktu
selama 3 bulan, jumlah pengaduan tertinggi terdapat pada Kelurahan
Ragunan dengan total 171 laporan, disusul dengan Pasar Minggu
sebanyak 164 laporan dan Jati Padang dengan 116.
1.7.3 Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil
penelitian yang ada di lokasi penelitian dengan cara melakukan observasi
dan wawancara di wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Adapun sumber data sekunder akan
menggunakan literature kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian.
Seperti data demografi penduduk Kelurahan Ragunan serta data yang
dikeluarkan dari ‘Qlue’. Sumber data sekunder untuk menunjang data
primer yang diperoleh di lapangan.
20
1.7.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat dan relevan,
maka peneliti akan mengumpulkan data dengan cara:
1. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat
diamati oleh peneliti (Bungin, 2013: 143). Observasi yang akan
dilakukan adalah dengan mengamati aspek sosial masyarakat
Kelurahan Ragunan, seperti lingkungan sosialnya dan perilaku
masyarakatnya, kemudian hasil dari pengamatan akan dicatat untuk
menperoleh kejelasan dari perubahan sosial di masyarakat setempat.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti
berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi (Soehartomo,
2011: 70). Menurut Kartodirdjo Sartono dalam Bungin (2013)
kumpulan data bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas
termasuk monument, artefak, foto, tape, microfilm, disc, cdrom, hard-
disk, dan sebagainya (h.154). Bentuk dokumentasi yang akan
dikumpulkan diantaranya berupa gambar atau foto, rekaman
wawancara dan catatan pendukung lainnya guna mendapatkan data
primer serta gambaran umum dari Kelurahan Ragunan, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
21
3. Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data)
kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau
direkam dengan alat perekam (Soehartomo, 2011: 67). Pengumpulan
data melalui tatap muka dan tanya jawab langsung dengan sumber data
atau narasumber maupun pihak yang berkepentingan serta
berhubungan dengan penelitian. Pengambilan data informan ini
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
adalah teknik yang dalam pengambilan anggota sampel diserahkan
pada pertimbangan pengumpul data yang menurut peneliti sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian (Soehartomo, 2011: 63).
Penggunaan teknik adalah agar peneliti mendapatkan data dan
informasi yang tepat untuk menggambarkan penelitian ini. Adapun
informan yang akan diwawancarai diantaranya:
No Nama Jenis Kelamin Posisi / Status
1
Elita
Yunanda
Perempuan
Head of Communication,
Qlue Performa Indonesia
2
Rama
Raditya
Laki-laki CEO / Founder Qlue
3 Isno Usnodo Laki-laki
Sekretaris Kelurahan
Ragunan
22
4
Jumiati
Solihin
Perempuan Istri Ketua RT 001 RW 04
5 Sutrisman Laki-laki Ketua RT 006 RW 04
6 Rohim Laki-laki Ketua RW 01
7 Angga Laki-laki
Anggota PPSU Kel.
Ragunan
8 Muklis Laki-laki
Mahasiswa / Masyarakat
Kel. Ragunan
9 Husin Laki-laki Masyarakat Kel. Ragunan
10 Darma Laki-laki Masyarakat Kel. Ragunan
11 Bams Laki-laki Masyarakat Kel. Ragunan
Adapun informasi yang akan diambil secara umum adalah
bagaimana hubungan masyarakat Kelurahan Ragunan dengan Kepala
Lurah saat ini dan partisipasi masyarakatnya dengan
membandingkannya antara sebelum bergantinya kepemimpinan
maupun dari sebelum dan sesudah hadirnya aplikasi ‘Qlue’.
Kemudian mencari tahu apakah benar dengan hadirnya aplikasi
‘Qlue’ memberikan perubahan sosial bagi masyarakat Kelurahan
Ragunan, khususnya dari segi pola relasi dan partisipasi.
1.7.5 Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif dimulai dengan, 1) mengorganisasikan data
2) mengelompokkan data 3) memberikan keterangan data, dan 4) menulis
laporan (Sarwono, 2006: 239-240). Pengolahan data dimulai dengan
23
mempelajari kembali data yang telah dikumpulkan baik dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi guna dapat memilih data yang
sesuai atau tidak dengan penelitian. Kemudian data yang telah didapat
akan dikelompokkan sesuai dengan kategori yang ditentukan dan
sekaligus memberikan keterangan dari setiap data tersebut. Terakhir
adalah menganalisis dari data yang telah terkumpul secara keseluruhan
dan menarik kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.
1.8 Sistematika Penulisan
Dibawah ini diuraikan penjelasan masing-masing bab yang terdapat
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan secara singkat tentang pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kajian teoritis, metode penelitian yang digunakan
dan sistematika penelitian yang masing-masing dijelaskan dalam
tiap subbab.
BAB II : GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang gambaran umum lokasi
penelitian, latar belakang pembangunan konsep kota pintar,
gambaran umum dari aplikasi Qlue dan profil dari PPSU.
24
BAB III : TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini menguraikan temuan lapangan mengenai partisipasi
masyarakat dalam penggunaan aplikasi Qlue di Kelurahan Ragunan,
serta analisis mengenai motif dari masyarakat menggunakan
aplikasi Qlue.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan mengenai partisipasi masyarakat
dalam penggunaan aplikasi Qlue dan motif masyarakat
menggunakan aplikasi Qlue. Serta bab ini berisi saran untuk
penelitian yang selanjutnya.
25
BAB II
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
2.1 Gambaran Umum Kelurahan Ragunan
Penelitian ini berlokasi di wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Visi dan misi dari Kelurahan Ragunan adalah
sebagai berikut,
Visi
Mewujudkan Ragunan sebagai kelurahan modern yang tertata rapi, menjadi
tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang
berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan
publik.
Misi
• Mewujudkan Ragunan sebagai kota modern yang tertata rapi serta konsisten
dengan rencana Tata Ruang Wilayah Kelurahan Ragunna.
• Menjadikan Ragunan sebagai wilayah yang tertata dan bebas dari masalah
banjir, pemukiman kumuh, sampah dan lain-lain.
• Membangun budaya masyarakat perkotaan yang toleran, tetapi juga sekaligus
memiliki kesadaran dalam memelihara kota.
• Membangun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada
pelayanan publik.
Kelurahan Ragunan dipimpin oleh Sih Purwanti AMP sebagai Lurah,
Isno Usnodo sebagai Sekretaris Lurah, Ricki Mufti Hakiki sebagai Ka. Sie
Pemerintahan dan Trantib, Bachtiar sebagai Ka. Sie Kebersihan dan Sarana
Umum, dan Hj. Rohati SE sebagai Ka. Sie Pemberdayaan Ekonomi dan
Kesmas. Kelurahan Ragunan lebih dikenal masyarakat sebagai tempat wisata
karena terdapat Taman Margasatwa Ragunan yang lokasinya berhadapan
langsung dengan kantor kelurahan. Kantor Kelurahan Ragunan juga
26
bersedelahan dengan Terminal Bis Ragunan dan sekitar 300 m dengan Badan
Diklat Kejaksaan RI ke arah timur. Adapun yang menjadi ikon Kelurahan
Ragunan selain Taman Margasatwa Ragunan yaitu Bumi Perkemahan Ragunan,
RSUD Pasar Minggu, dan Kementerian Pertanian.
Kelurahan Ragunan adalah salah satu Kelurahan yang terletak di
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Berdasarkan data dari arsip
kelurahan, kelurahan dengan Kode Pos 12550 tersebut memiliki jumlah
penduduk 50.474 dan luas wilayah 5.05 Km2 yang terdiri dari 13.795 Keluarga
(KK), 108 RT, 11 RW. Dari jumlah penduduk tersebut, untuk jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada grafik 2.1 di bawah ini, yaitu laki-
laki sebanyak 22552 jiwa dan perempuan sebanyak 21840 jiwa. Juga
berdasarkan data yang dimuat dalam laman Jakarta.go.id terdapat penduduk
WNA yang tinggal di wilayah Kelurahan Ragunan yang tercatat sebanyak 5
jiwa penduduk.
Grafik 2.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Ragunan
Berdasarkan Laki-laki dan Perempuan
Luas wilayah tersebut merupakan hasil dari pemekaran Kelurahan Pasar
Minggu dan dulunya permasuk ke dalam Kelurahan Jakagarsa (Wawancara
dengan Isno Usnodo selaku Sekretaris Kelurahan Ragunan, 25 Juli 2016).
Laki
Perempuan
27
Kantor Kelurahan Ragunan yang saat ini berada di alamat Jl. Saco 4 No. 1 RT
9 RW 5, telah ada atau lebih tepatnya pindah sekitar pada tahun 1980-an yang
sebelumnya berada di dalam wilayah Jl. Saco, Gg. Cani (Wawancara dengan
Ibu Jumiati Solihin. Ragunan, 01 Agustus 2016).
Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Ragunan adalah sebagai berikut:
- Batas Wilayah Utara : Jl. Pejaten Barat Kelurahan Pejaten Barat
- Batas Wilayah Selatan : Jl. Sagu Kecamatan Jagakarsa
- Batas Wilayah Barat : Jl. Ampera raya dan Jl. Cilandak KKO
- Batas Wilayah Timur : Jl. Kebagusan Raya dan Jl. Jati Padang
Gambar 2.1 Peta Kelurahan Ragunan
Sumber : Maps.google.com
28
Dari segi ekonomi, di bawah ini terdapat data kependudukan Kelurahan
Ragunan berdasarkan bidang-bidang pekerjaan yang diambil dari data Dinas
Kependudukan & Catatan Sipil tahun 2014. Di antara beragamnya jenis
pekerjaan ada, profesi karyawan swasta merupakan jumlah pekerjaan yang
paling banyak dengan total 12438, diikuti dengan jumlah profesi paling sedikit
yaitu pada bidang industri dengan total hanya 3. Jika dilihat dari data tersebut,
jumlah profesi yang diambil oleh warga Kelurahan Ragunan terbilang cukup
beragam namun tidak termasuk pada kategori tidak bekerja, rumah tangga,
pelajar dan juga pensiunan. Dari data tersebut juga kita dapat lihat bahwa
jumlah pengangguran atau yang tidak bekerja juga terbilang cukup banyak
dengan jumlah 7337 jiwa.
Table 2.1 Data Kependudukan di Kelurahan Ragunan Berdasarkan Pekerjaan
Tidak
Bekerja
Rumah
Tangga Pelajar Pensiunan PNS TNI Polisi Perdagangan Industri Konstruksi
7337 8173 9774 739 995 186 153 7 3 4
Transportasi Karyawan
swasta
Karyawan
BUMN
Karyawan
BUMD
Karyawan
Honorer
Buruh
Harian
Lepas
PRT Seniman Wartawan Guru
4 12438 157 4 21 249 10 21 27 306
Dosen Pengacara Notaris Konsultan Dokter Bidan Perawat Sopir Pedagang Wiraswasta
52 20 8 16 92 6 13 56 116 2990
Sumber : Data Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Tahun 2014
Sedangkan data kependudukan berdasarkan etnis atau suku yang ada di
Kelurahan Ragunan saat ini diungkapkan oleh Isno Usnodo merupakan
gabungan atau pencampuran dari berbagai suku karena seperti yang kita ketahui
bahwa dengan tingginya tingkat pendatang dari luar Jakarta yang setiap
tahunnya terus bertambah, mengakibatkan tidak banyak lagi untuk penduduk
asli yang terdapat dalam suatu wilayah di DKI Jakarta khususnya Kelurahan
29
Ragunan. Juga dilanjutkan dengan presentase perkiraan jumlah penduduk yaitu
sekitar 60% merupakan pendantang. Secara mayoritas memang etnis yang
terdapat dalam Kelurahan Ragunan merupakan pendatang, namun juga masih
terdapatnya warga pribumi meskipun tidak banyak, ditambah jika melihat data
bahwa ada juga WNA yang tinggal di kelurahan ini meskipun hanya berjumlah
5 orang.
2.2 Pembangunan Konsep Kota Pintar
Jakarta sebagai Ibukota sudah sepantasnya menjadi contoh bagi kota-
kota lain di Indonesia dan Jakarta juga menjadi sebuah cerminan dari NKRI.
Sebagai sebuah kota, Jakarta saat ini memiliki banyak sekali masalah yang
sangat kompleks, diantaranya masalah urbanisasi, keamanan, masalah sosial
kemasyarakatan, lingkungan, serta masalah yang terus berlanjut seperti
kemacetan dan banjir yang selalu menghiasi keseharian warga Ibukota. Oleh
karena itu berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 903
Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tufas Dan Fungsi
Rukun Tetangga Dan Rukun Warga, untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut maka diperlukan upaya yang melibatkan lembaga masyarakat
(RT/RW) sebagai bentuk penyelesaian bersama Pemerintah melalui aplikasi
Jakarta Smart City.
Dalam Kepgub yang sama dijelaskan bahwa aplikasi Jakarta Smart City
adalah aplikasi yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
memberikan informasi Jakarta melalui mitra aplikasi yang bekerjasama dengan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain Qlue. Tujuan dari Jakarta Smart
30
City adalah salah satu media penyampaian laporan informasi
kejadian/kondisi/kegiatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan
adanya aplikasi ini akan memudahkan Pemerintah menerima laporan atau
penyampaian masalah dari warga sehingga dapat dengan cepat diatasi.
Konsep Jakarta Smart City mengambil dari landasan hokum inovasi
kota cerdas yang termuat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, di dalamnya terdapat Bab XXI mengenai Inovasi Daerah di antaranya
dari Pasal 386-390. Dalam Pasal 387 mengenai prinsip kebijakan inovasi: a)
peningkatan efisiensi; b) perbaikan efektivitas; c) perbaikan kualitas pelayanan;
d) tidak ada konflik kepentingan; e) berorientasi kepada kepentingan umum; f)
dilakukan secara terbuka; g) memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan h) dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri. Jadi
dengan kata lain adalah konsep kota pintar adalah untuk menciptakan
pemerintahan yang lebih efektif dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya
dengan memaksimalkan pelayanan publik serta menciptakan sistem
pemerintahan yang transparan.
Dalam Bab I Pasal 1 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Umum
bahwa setiap warga negara berhak menerima pelayanan baik dalam bentuk
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang ini menjadi landasan kuat
untuk terciptanya pemerintahan yang transparan, karena jjika berkaca dari
masalah beberapa tahun kebelakang di mana pelayanan administratif
pemerintah kepeda masyarakat terbilang minim bahkan menyulitkan. Konsep
31
Jakarta Smart City juga bertujuan untuk melibatkan partisipasi aktif warga
Jakarta dengan pemberian masukan dan kritikan lewat aplikasi yang telah
disediakan oleh Pemprov yaitu Qlue, sehingga kota Jakarta menjadi kota yang
pintar karena melibatkan warganya, melibatkan pemerintahnya, kekuasaannya,
ruangnya, dan ruangnya untuk menjadikan semua kehidupan lebih baik (Portal
Jakarta Smart City, 2016).
Kembali pada Kepgub No. 903 Tahun 2016, yaitu tugas RT dan RW
yang memiliki kewajiban melaporkan perkembangan kejadian/kondisi/kegiatan
di wilayahnya dalam bentuk upaya dan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya melalui aplikasi Jakarta Smart City. Adapun kewajiban RT dan RW
ini bersamaan dengan peraturan mengenai pembagian uang insentif yang
jelaskan sebagai variable cost,
merupakan uang yang diberikan sebagai insentif atas upaya dan kinerja
kelembagaan RT dan RW melalui penyempaian laporan perkembangan
kejadian/kondisi/kegiatan di wilayahnya setiap hari minimal 3 (tiga)
laporan melalui aplikasi Jakarta Smart City, dengan ketentuan:
1) Setiap 1 (satu) laporan pengurus RT mendapatkan sebesar
Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) dengan maksimal 3 (tiga)
laporan/hari sehingga nilai maksimal yang diperoleh sebesar
Rp.900.000,00/bulan.
2) Setiap 1 (satu) laporan pengurus RW mendapatkan sebesar
Rp.12.500,00 (dua belas ribu lima ratus rupiah) dengan
maksimal 3 (tiga) laporan/hari sehingga nilai maksimal yang
diperoleh sebesar Rp.1.125.000,00/bulan.
RT dan RW sebagaimana pejabat publik lainnya saat ini diwajibkan
untuk menggunakan aplikasi mitra dari Jakarta Smart City yaitu Qlue untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai mana yang tertera pada Kepgub di atas.
Saat ini semua Kelurahan dan Kecamatan yang ada di DKI Jakarta telah
32
menggunakan aplikas Qlue sebagai media untuk mereka menerima laporan
masalah yang telah disebutkan sebelumnya dan untuk menganggapinya secara
cepat dan tepat.
2.3 Gambaran Umum Aplikasi Qlue
a) Profil Aplikasi Qlue
Qlue merupakan sebuah media pelaporan bagi masyarakat DKI
Jakarta untuk melaporkan dan mengeluhkan terkait fasilitas umum dan
pelayanan publik. Aplikasi Qlue bertujuan untuk mendorong adanya
perubahan kota yang lebih baik dalam rangka mewujudkan program Jakarta
Smart City jika konteksnya di Jakarta, jika konteksnya di Indonesia, Qlue
mempunyai visi untuk menciptakan Smart Nation. Jadi, Qlue adalah sebuah
gerakan melalui aplikasi untuk mendorong perubahan kota yang lebih baik
di manapun kotanya, menurut Elita Yunanda sebagai head of
communication.
Sebagai aplikasi penyedia layanan pelaporan warga, Qlue tidak
hanya dimanfaatkan oleh pemerintah saja dalam hal peningkatan pelayanan
bagi masyarakat Jakarta, namun Qlue juga dimanfaatkan oleh pihak swasta
dalam hal peningkatan kualitas layanan kepada konsumen melalui laporan-
laporan yang masuk sebagaimana dengan ‘menu pelaporan swasta’ yang
terdapat dalam aplikasi Qlue. Jadi misi Qlue adalah ingin mengajak warga
untuk berpartisipasi secara aktif melaporkan berbagai macam permasalahan
yang ada di sekitar mereka agar dapat ditindaklanjuti pemerintah ataupun
pihak swasta.
33
Adapun alasan Qlue mau bekerjasama dengan pemerintah adalah
untuk mewujudkan visi dan misi yang diusung mereka untuk menciptakan
Smart City dan Smart Nation, karena hal tersebut tidak akan terwujud
apabila kerjasama antara Qlue dan pemerintah tidak terjadi. Jadi dengan
kerjasama ini, Qlue berada sebagai posisi penyedia layanan pelaporan untuk
mensukseskan program Jakarta Smart City, dan di pihak pemerintah
memberikan timbal balik berupa sosialisasi dan publikasi terkait aplikasi
Qlue sehingga dapat dikenal oleh masyarakat luas (Wawancara tanggal 3
Agustus 2016).
Qlue hadir dengan model media sosial, yang biasa saat ini disebut
sebagai media sosialnya pemerintah, karena dalam aplikasi ini user dapat
terhubung langsung dengan aparat pemerintah seperti camat, lurah, ketua
RT/RW atau bahkan gubernur sekalipun. Perbedaannya dengan media
sosial pada umumnya ialah terletak pada tampilan yang disuguhkan, dalam
media sosial pada umumnya menyajikan tulisan berupa status atau kegiatan
pribadi pengguna, sedangkan dalam aplikasi Qlue, tampilan yang muncul
berupa foto serta keterangan dari keluhan atau laporan mengenai masalah
yang ditemui oleh pengguna.
Pengguna atau user tidak diwajibkan untuk mengisi data pribadinya
secara detail karena Qlue ingin tetap menjaga kerahasian pengguna, dan
juga dalam hal pelaporan, Qlue memverifikasi laporan bukan dari siapa
yang melaporkan (jadi siapapun bisa saja melapor menggunakan aplikasi
ini, baik warga Jakarta sendiri ataupun warga dari luar Jakarta), tetapi dari
34
dengan sistem geotagging dan didukung bukti foto atau video yang berguna
untuk melacak lokasi dan permasalahannya. Selain itu, Qlue memiliki filter
by system untuk mengakurasi laporan yang masuk dibantu dengan dedicated
admin, komunitas user Kopas & Police Qlue serta tim command center dari
Jakarta Smart City. User Kopas adalah user yang membantu Qlue untuk
mendelete laporan & komentar yang bersifat SARA. Di user Kopas itu ada
fitur khusus yang bisa delete laporan-laporan yang sifatnya negatif. Kopas
& Police Qlue dipilih karena dedikasi mereka aktif di ‘Qlue’(Wawancara
dengan Elita Yunanda tanggal 3 Agustus 2016).
Menurut Rama Raditya selaku CEO Qlue, saat ini Qlue tidak hanya
berfokus pada yang ada di DKI Jakarta saja, kedepannya mereka akan
menargetkan ke kota-kota lain yang ada di Indonesia, bahkan dengan
harapan dapat menjangkau kota-kota di negara lain. Untuk pelaporan ke
swasta atau perusahaan, tidak hanya mengacu pada perusahaan yang ada di
Jakarta saja melainkan perusahaan lain yang ada di luar Jakarta yang juga
telah bekerjasama dengan Qlue. Mayoritas pengguna saat ini lebih banyak
didominasi dari Jabodetabek, tentunya hal ini tidak lepas dari banyaknya
masyarakat dari luar Jakarta yang bekerja di Jakarta yang akhirnya ikut serta
menggunakan aplikasi ini. Menurut Rama, Qlue ini juga sudah hadir di kota-
kota lain selain Jakarta, meskipun dapat digunakan tetapi tidak ada tindak
lanjut dari pihak terkait apabila laporan tersebut dikirimkan, namun
menurutnya hal ini dapat berguna sebagai bentuk awareness bagi warga
35
sekitar untuk saling berbagi informasi apabila ada masalah yang ditemui di
sekitar mereka.
b) Latar Belakang Aplikasi Qlue
Sejarah awal berdirinya Qlue seperti yang dikemukakan oleh Elita
Yunanda sebagai head of communication yaitu sebagai berikut:
“Pada awalnya Qlue lahir dari unek-unek yang dirasakan oleh Rama
Raditya yang juga merupakan founder dari aplikasi ini. Saat itu ia
merasa bahwa masalah di kota ini sudah terlalu banyak, karena itu
berangkat dari permasalahan tersebut kemudian ia membuat suatu
solusi digital yaitu Qlue untuk pelaporan warga. Qlue itu berdiri
sudah lama sekitar tahun 2014 yang lalu atau lebih tepatnya pada
bulan Juli, kemudian bertepatan dengan program pemerintah yang
saat itu sedang membuka tender untuk mendukung program Jakarta
Smart City, maka mereka (Pemprov) butuh aplikasi untuk
menampung segala keluhan warga. Kemudian Qlue terpilih sebagai
salah satu partner dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membantu
program Jakarta Smart City dalam hal pelaporan warga.
(Wawancara tanggal 15 Juni 2016).
Alasan dari kemunculan aplikasi Qlue di masyarakat ditegaskan
bahwa itu merupakan murni dengan tujuan utama untuk membawa
perubahan bagi kota Jakarta dikarenakan banyaknya masalah yang harus
segera diselesaikan. Meski begitu, sebagai sebuah perusahaan Qlue pastinya
tidak akan lepas dari orientasi bisnis, karena bagaimanapun setiap
36
perusahaan pasti akan memikirkan bagaimana keberlangsungannya dengan
memikirkan bisnis dan profit. (Wawancara dengan Elita Yunanda tanggal 3
Agustus 2016).
Disamping Qlue yang menjadi partner untuk Jakarta Smart City dari
pihak swasta, kemudian program ini juga didukung oleh aplikasi CROP
yang juga sebagai partner namun dibuat langsung oleh Pemprov DKI
Jakarta. CROP merupakan aplikasi yang ditujukan untuk aparat pemerintah
menindak lanjuti segala laporan Qlue. Jadi dalam pelaksanaannya adalah
Qlue berupa format untuk masyarakat melapor, kemudian pemerintahnya
menindaklanjuti lewat CROP. Tapi pemerintah juga bisa menindaklanjuti
lewat Qlue juga. (Wawancara tanggal 15 Juni 2016).
c) Sosialisasi Aplikasi Qlue
Proses sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Qlue yang pertama kali
adalah ditujukan untuk pemerintahan, seperti kecamatan, kelurahan,
RT/RW, serta PPSU. Diutamakan ke kelurahan karena kelurahan saat ini
diibaratkan oleh Pemprov sebagai estate manager dari wilayahnya, jadi
mereka harus tahu segala masalah yang ada di lingkungannya.
Sosialisasi juga dilakukan oleh pihak Qlue untuk
memperkenalkannya ke masyarakat, salah satunya dengan adanya team
marketing yang bertugas mempromosikan aplikasi ini ke masyarakat.
Kemudian seiring berjalannya waktu, Qlue juga menjalin kerjasama dengan
beberapa komunitas untuk melakukan publikasi dengan mengangkat
berbagai isu-isu yang sedang marak di masyarakat seperti peringatan hari-
37
hari nasional, dan juga yang baru-baru ini lewat peringatan hari lahir kota
Jakarta yang ke 489.
Menurut Elita, sosialisasi atau perkenalan aplikasi Qlue ini tidak
hanya dilakukan oleh pihak Qlue sendiri atau pemerintah saja, tapi juga
dipengaruhi oleh faktor user atau pengguna yang aktif menggunakan
aplikasi ini dengan memperkenalkannya kepada rekan, atau relasi mereka
untuk juga menggunakan Qlue. Faktor user ini dilatarbelakangi oleh adanya
kepercayaan yang dibangun sedikit demi sedikit di masyarakat mengenai
pelayanan masyarakat saat ini. Berdasarkan seminar-seminar yang telah
dilakukan oleh Qlue, “masih banyak sekitar 70-80% yang tidak mengetahui
siapa Lurahnya, RT/RW-nya, dan juga yang tadinya birokrasi sebelumnya
cenderung lamban dan tidak adanya transparansi, sekarang berkat adanya
Qlue rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin mereka terus naik”.
Terhitung hingga saat ini pengguna Qlue telah mencapai 500.000 pengguna
dengan 60-70% tercatat sebagai pengguna aktif. (Wawancara tanggal 15
Juni 2016).
d) Alur Pelaporan via Qlue
Berdasarkan skema pelaporan yang diunggah oleh Jakarta Smart
City seperti dalam lampiran I, laporan yang telah dibuat oleh user akan
masuk kepada admin, tugas admin di sini adalah untuk memverifikasi
laporan yang masuk, jika ada laporan yang tidak sesuai maka laporan akan
otomatis terhapus dan tidak sampai ke pihak kecamatan atau kelurahan.
Adapun kriteria untuk laporan tersebut tidak sesuai adalah seperti
38
mengandung kata-kata yang tidak pantas, SARA, laporan yang sepele, itu
semua akan otomatis dihapus oleh admin.
Kemudian admin juga bertugas untuk memantau jika ada laporan
yang salah tempat seperti misalnya yang seharusnya lapor di swasta tapi
masuknya ke pemerintah atau yang harusnya di forum tapi di pemerintah,
maka admin akan segera memperbaiki laporan tersebut dengan
memindahkannya. Setelah validasi dilakukan oleh admin, kemudian
laporan langsung diteruskan ke Pemprov DKI Jakarta (Jakarta Smart City)
sehingga mereka juga mengetahui datanya, lalu baru akan diteruskan ke
kelurahan terdekat dari tempat laporan. Setelah laporan masuk ke kelurahan,
maka kelurahan akan melakukan tindak lanjut berdasarkan kategori masalah
yang dilaporkan dengan meneruskannya ke pihak-pihak terkait. Setelah
laporan selesai diproses, hasil dari tindak lanjut akan di-upload oleh
petugas, kemudian akan masuk lagi ke admin untuk kembali memvalidasi
notifikasi tindak lanjut (TL), setelah itu baru akan masuk ke laporan pertama
berupa bulatan berwarna hijau yang menandakan laporan telah selesai
diproses. (Wawancara tanggal 15 Juni 2016).
2.4 Profil PPSU
PPSU atau Penanganan Prasarana dan Sarana Umum merupakan satuan
unit baru yang berada langsung di bawah kelurahan yang ada di DKI Jakarta.
Untuk memudahkan kinerja pemerintah khususnya kelurahan dalam
menanggapi masalah yang datang, maka saat ini pemerintah telah membagi dua
level birokrasi, yaitu level management dan level lapangan. Level management
39
seperti kita tahu ditempati oleh anggota PNS, sedangakan pada level lapangan
atau birokrasi baru ditempati oleh PPSU yang merupakan aparat tambahan
honorer untuk membantu kelurahan menindaklanjuti laporan yang masuk dari
aplikasi ‘Qlue’ (Wawancara dengan Elita Yunanda tanggal 15 Juni 2006).
Petugas PPSU biasa dikenal oleh masyarakat Jakarta sebagai pasukan
orange karena seragam yang dikenakan mereka berwarna orange saat bertugas
ke lingkungan warga atau pun di jalan-jalan umum di Jakarta sehingga hal itu
menjadi identitas tersendiri bagi mereka. Tugas dari PPSU adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan, bencana, atau kerusakan
prasarana dan sarana umum. PPSU diperkirakan sudah berumur 1 tahun sejak
dibentuk oleh Pemprov pada bulan Agustus tahun lalu.
Cara kerja PPSU dalam menanggapi laporan ada dua: pertama langsung
dari kelurahan, maksudnya perintah untuk menindak laporan warga langsung
dari kelurahan, sedangkan yang kedua yaitu dari RT/RW yang prosesnya juga
tidak jauh berbeda dengan alur dari kelurahan. Cara kerjanya ini akan
diklasifikasikan terlebih dahulu masalah apa yang dilaporkan baru akan
langsung mendapat perintah untuk menindak lanjuti masalah tersebut
(Wawancara dengan Angga tanggal 11 Agustus 2016).
Di dalam satuan unit PPSU, terbagi menjadi beberapa grup yang dibagi
ke beberapa wilayah agar memudahkan penindaklanjutan laporan di lokasi
terdekat, dan di PPSU terdapat mandor yang bertugas memantau laporan-
laporan yang masuk dari aplikasi ‘Qlue’ dan menkonfirmasikannya dengan
pihak kecamatan dan kelurahan untuk mengetahui posisi dari laporannya
40
sehingga nantinya mandor akan mengeluarkan perintah untuk menggerakan
salah satu grup untuk ke lokasi yang tersebut.
41
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
3.1 Partisipasi Sosial di Kelurahan Ragunan
Partisipasi sosial masyarakat di lingkungan Kelurahan Ragunan pada saat
ini masih berjalan dengan semestinya. Semua masih mengedepankan adanya
kegiatan di lingkungan guna mempererat solidaritas antar warga. Bentuk
kegiatan yang selalu rutin dilakukan biasanya adalah kerja bakti atau gotong-
royong, musyawarah dengan forum RT atau RW, kegiatan karang taruna hingga
posyandu. Sedikitnya kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan setiap satu bulan
sekali, hampir seluruh warga tingkat antusias dalam mengikuti kegiatan
terbilang cukup tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Sutrisman selaku RT 006
RW 04 dan warga yang mengakui bahwa di lingkungan tempat tinggal mereka
jika mengadakan kegiatan maka keikutsertaan warga cukup tinggi.
Sebenarnya dalam pelaksanaan kegiatan di lingkungan pastinya tidak
semua warga akan antusias untuk mengikutinya, terlebih pada saat ini di mana
masyarakat sudah sangat disibukkan oleh pekerjaan atau profesi mereka
sehingga sulit meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kegiatan dengan
warga, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Isno,
“Ya perlu diakui ini menjadi masalah tersendiri, jadi memang kita akui
telah menurunkan rasa kegotong-royongan. Di satu sisi bukan hanya itu
saja, tapi juga dari faktor lain seperti kesibukan, kita tahu kan kota
semakin maju maka akan semakin individualistis. Kalau desa kan
semakin tradisional tingkat rasa gotong-royongnya akan semakin
besar.” (Wawancara Pribadi 26 Juli 2016).
42
Jadi semakin majunya sebuah kota maka tentunya akan melahirkan sikap
individualistis, warga sehari-harinya lebih banyak disibukkan oleh profesinya,
sehingga tidak mengherankan apabila pada saat ini jika ada kegiatan seperti
gotong-royong partisipasi dari warga menjadi rendah. Dari sikap individualistis
yang disebabkan kesibukan tersebut kita dapat melihat lebih jauh ke dalam
apakah yang menyebabkan rendahnya partisipasi warga dalam mengikuti
kegiatan, hal ini dijelaskan oleh Angga sebagai anggota PPSU yang juga
merasakannya sebagai bagian dari warga, ia menyebutkan bahwa,
“Setiap beda orang beda pendapat ya, jadi kalau orangnya itu rajin ya
rajin terus, sering ikut kerja bakti ya ikut, kan ada juga tuh orang yang
kalau misal ada sampah plastik aja nih ga mau pungut. Yang rajin, rajin,
yang males, ya males, kan beda-beda ya namanya juga orang.”
(Wawancara Pribadi 11 Agustus 2016).
Jadi apa yang dikatakan oleh Angga adalah semua kembali kepada diri
masing-masing apakah mereka peduli akan lingkungannya atau tidak. Berbicara
mengenai kepedulian lingkungan, Ibu Jumiati sebagai Istri dari ketua RT 001
RW 04 mengatakan bahwa,
“Kebersihan rumah itu kan tanggung jawab kita yang punya rumah,
kalau bersama kan ibaratnya kalau kita lagi kerja bakti, cuman kan ada
juga warganya yang tidak sadar diri.” (Wawancara pribadi 01 Agustus
2016).
Beliau menyayangkan sikap dari warganya yang tidak memiliki
kesadaran akan kebersihan lingkungannya, dan bahkan ia juga mengatakan ada
warga yang halaman rumahnya selalu dipenuhi sampah namun tidak pernah
terpikirkan untuk membersihkannya. Menurutnya sebagai perngurus RT
mereka sudah memberikan himbauan untuk membersihkan, namun entah
43
mereka punya kesadaran atau tidak. Ia juga membandingkan dengan dahulu
yang menyebutkan bahwa,
“Tapi jika membandingkan dengan dulu, tingkat kesadaran warga akan
kebersihan terbilang berada di atas rata-rata, kalau dulu masih banyak
yang buang sampah sembarangan. Hanya saja kalau di sini terkendala
di saluran air saja, karena khususnya RT sini masih sering terjadi
banjir.” (Wawancara pribadi 01 Agustus 2016).
Kemudian jika membandingkan partisipasi dahulu dengan sekarang
sudah tentu dahulu memiliki tingkat partisipasi yang terbilang cukup tinggi
seperti yang dikatakan oleh Ibu Jumiati di atas, sedangkan saat ini tingkat
pertisipasi warga sudah mulai mengalami penurunan seiring berkembangnya
zaman dan teknologi. Saat ini dengan hadirnya aplikasi Qlue yang menandakan
era digital bagi masyarakat kota Jakarta menjadi perhatian yang cukup penting,
menurut Isno,
“Qlue ini sudah menjadi evolusi mental yang tadinya belum terlalu
individualistis jadi semakin individualistis secara tidak langsung.”
(Wawancara pribadi 26 Juli 2016).
Jadi kehadiran aplikasi ini untuk warga DKI Jakarta khususnya
Kelurahan Ragunan bagi Isno telah merubah sikap orang yang sebelumnya
tidak terlalu indivualistis menjadi semakin individualistis tanpa disadari baik
oleh orang tersebut atau orang lain yang ada di sekitarnya. Hadirnya aplikasi ini
memberikan dampak positif dan juga negatif, Isno secara rinci menjelaskan
dampaknya tersebut sebagai berikut,
“Dampaknya secara garis besar positif. Yang pertama meningkatkan
kinerja pemerintah, yang kedua meningkatkan awareness terlepas dari
mental dari perilaku orang yang memang berbeda-beda. Juga ikut andil
dalam meningkatkan kepedulian. Kadang ini juga memunculkan
masalah baru, misal kalau ada warga yang complain akan satu hal,
44
maka dari RT setempat akan diusut dalam artian mencari siapa yang
mengirim laporan tersebut, kadang yang sering terjadi yang
mengirimkan Qlue ini memang orangnya tidak gaul, tidak pernah keluar
rumah, lalu tiba-tiba kirim Qlue dan sebagainya. Ini yang sering terjadi
seperti itu, jadi bukan orang yang guyub atau bukan yang dapat
bersosialisasi sama warga tiba-tiba dia kirim Qlue, dan setelah dicari
ternyata ini loh orangnya tidak pernah keluar, tapi itu akhirnya jadi
pintu untuk kita kasih nasihat dan akhirnya dia mau mengerti dan
akhirnya juga mau ikut guyub.” (Wawancara pribadi 26 Juli 2016).
Ada dua poin dari dampak positif yang dikemukakan Isno, yang pertama
yaitu meningkatkan kinerja pemerintah. Seperti yang kita tahu bahwa dalam
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik di dalamnya dijelaskan bahwa
aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan publik
secara maksimal, ditambah dengan adanya penggunaan aplikasi tersebut yang
mengharuskan setiap Lurah atau Camat dapat aktif dengan meningkatkan
kinerjanya. Kemudian yang kedua adalah meningkatkan awareness dan
kepedulian terlepas dari sifat individu masing-masing maksudnya adalah
aplikasi ini pada dasarnya sangat berguna untuk saling berbagi tentang masalah-
masalah yang ada di sekitar, selain untuk kepedulian bahwa warga jadi memiliki
andil dalam kehidupan bermasyarakat dengan ikut melaporkan. Terlepas dari
sifat individu masing-masing maksudnya adalah aplikasi ini juga memiliki sisi
lain yang negatif, seperti yang telah dicontohkan oleh Isno bahwa bisa saja
aplikasi ini digunakan oleh orang yang sebelumnya tidak bergaul dengan warga
sekitar atau apa yang disebut Isno dengan guyub, tiba-tiba melaporkan yang
mungkin saja belum tentu hal tersebut harus dilaporkan. Namun dengan adanya
hal tersebut pula yang memberi ruang pihak kelurahan untuk dapat memberikan
nasihat kepada individu tersebut untuk segera berbaur dengan lingkungannya.
45
Angga pun juga memberikan pendapatnya terkait penggunaan aplikasi
Qlue dalam partisipasi warga, ia menyebutkan bahwa,
“Ya pasti kalau itu kan ada positifnya, ada juga negatifnya kan
semuanya. Negatifnya bikin orang jadi males kan, jadi ga mau kerja,
misal di halaman rumahnya sendiri nih ada sampah sedikit dia foto,
padahal dia bisa kerjain sendiri. Positifnya ya semuanya bisa jadi lebih
bersih dengan cepat.” (Wawancara pribadi 11 Agustus 2016).
Ia mengemukakan lebih pada bagaimana positif dan negatif lebih
kembali kepada sifat dari individu penggunanya dan secara teknis akan
membuat segala permasalahan menjadi lebih cepat ditangani.
Kemudian bagi pengurus RT dan RW sendiri, aplikasi ini memberikan
beragam dampak, seperti menjadi lebih aktifnya pengurus RT yang setiap
harinya harus berkeliling ke lingkungan warga untuk melaporkan
lingkungannya (Wawancara Ibu Jumiati 01 Agustus 2016). Selain menjadi
aktif, RT menggunakan aplikasi tersebut disebabkan untuk mendapatkan dana
operasional yang mengharuskan mereka mengirimkan laporan sebanyak
minimal 3 kali sehari, seperti yang dikatakan oleh Ruslani yang menggunakan
aplikasi tersebut hanya berorientasi untuk memenuhi kewajiban agar dana
operasional tersebut dapat dicairkan (Wawancara Ruslani 11 Agustus 2016).
Jadi rata-rata pengguna aplikasi Qlue adalah aparat kecamatan, kelurahan, RT
dan RW yang memang diwajibkan untuk menggunakannya dikarenakan tugas
mereka dan juga faktor yang berorientasi pada dana operasional, untuk
masyarakat biasa penggunanya terbilang masih sedikit apalagi dengan adanya
warga yang hingga saat ini belum mengetahui bahwa telah ada aplikasi Qlue
untuk mendorong partisipasi warga. Untuk dampak keseluruhan dari aplikasi
46
ini ke masyarakat tidak terlalu signifikan, hanya dapat dirasakan oleh beberapa
orang yang memang mengerti saja seperti yang dirasakan oleh Darma yang
menyebutkan bahwa dengan adanya aplikasi tersebut semuanya menjadi lebih
cepat teratasi (Wawancara pribadi 30 Oktober 2016).
3.2 Motif Penggunaan Aplikasi Qlue Oleh Masyarakat di Kelurahan Ragunan
Seperti telah dipaparkan di atas bahwa penggunaan aplikasi Qlue bagi
masyarakat Kelurahan Ragunan dalam hal partisipasi sosial di lingkungan
menunjukkan adanya suatu peningkatan. Mengacu pada pertanyaan penelitian
di atas, di sini peneliti akan menjelaskan tentang motif dari penggunaan aplikasi
Qlue dalam partisipasi sosial bagi masyarakat Kelurahan Ragunan. Untuk
menjelaskan motif dari penggunaan aplikasi tersebut akan menggunakan
konsep tindakan sosial yang dijelaskan oleh Max Weber. Dalam penelitian ini,
peneliti mencoba menjelaskan apa motif yang melatar belakangi masyarakat
dalam menggunakan aplikasi Qlue khususnya dalam hal bentuk partisipasi
mereka di lingkungannya.
Weber menjelaskan makna atau motif dari tindakan sosial dengan
membaginya menjadi empat (4) tipe, yaitu rasionalitas sarana-tujuan
(instrumental), rasionalitas nilai, tindakan afektual dan tindakan tradisional.
Berdasarkan data yang telah didapat dilapangan maka dapat dikatakan bahwa
motif seseorang menggunakan aplikasi Qlue dalam partisipasi sosial dapat
dilihat melalui empat tipe tindakan yang dilakukan individu yang dikemukakan
Weber yang meliputi:
47
1. Rasionalitas sarana-tujuan (instrumental)
Sesuai dengan pertanyaan dan data-data yang telah didapat di
lapangan, didapatkan fakta bahwa salah satu motif seseorang
menggunakan aplikasi Qlue dalam partisipasi sosial adalah karena ada hal-
hal tertentu yang ingin dituju. Jika dilihat berdasarkan data, ada beberapa
orang yang memang menggunakan aplikasi ini karena suatu kepentingan
tertentu. Mereka menggunakan aplikasi Qlue sebagai media sarana untuk
mencapai tujuan mereka. Jelas terlihat bahwa penggunaan yang
berorientasi pada suatu pertimbangan karena materi yang dijanjikan adalah
bagi RT dan RW. Mereka menggunakan jelas selain karena adanya
instruksi yang mewajibkan mereka menggunakan aplikasi Qlue, selain itu
mereka juga mempertimbangkan adanya besaran dana operasional yang
akan diberikan apabila mereka dapat memenuhi kewajiban mereka
melaporkan kondisi lingkungannya dengan menggunakan aplikasi Qlue.
Seperti yang dikatakan oleh Ruslani, sebagai ketua RT 007/01 yang
menggunakan aplikasi tersebut hanya berorientasi untuk memenuhi
kewajiban agar dana operasional tersebut dapat dicairkan (Wawancara
Ruslani 11 Agustus 2016).
Pemberian dana operasional ini sendiri merupakan perintah
langsung yang dibuat oleh gubernur lewat Kepgub Provinsi DKI Jakarta
No. 903 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tufas dan
Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga. Karena apabila mereka tidak
memenuhi kewajibannya dengan melaporkan sedikitnya 3x dalam sehari
48
maka dijelaskan bahwa dana tersebut tidak akan dicairkan, meskipun
dalam praktiknya dana tetap cair tanpa minimal laporan dalam per hari
yang dijelaskan dalam aturan tersebut.
Selain RT dan RW yang menggunakan aplikasi Qlue karena
beberapa pertimbangan, dari pihak kelurahan pun juga menggunakan
aplikasi tersebut selain karena perintah atau aturan yang mewajibkan
mereka menggunakan, mereka juga saat ini dengan tuntutan yang secara
tidak langsung mengharuskan mereka berlomba dengan kelurahan lain
agar mencapai peringkat yang baik di DKI Jakarta. Seperti yang dijelaskan
oleh Isno selaku Sekretaris Kelurahan Ragunan bahwa selain mereka
diwajibkan untuk menindaklanjuti laporan warga yang masuk, mereka
(kelurahan) juga memiliki pertimbangan dalam menangani setiap laporan
yang masuk tersebut, karena banyaknya laporan dan jumlah
penindaklanjutan akan sangat mempengaruhi peringkat mereka dalam
menentukan kelurahan manakah yang terbaik di DKI Jakarta (Wawancara
pribadi, 25 Juli 2016). Jadi penggunaan aplikasi Qlue dari pihak kelurahan
dapat dikatakan sebagai bentuk tindakan yang berorientasi pada suatu
tujuan, karena adanya tujuan dari kelurahan untuk berlomba-lomba dengan
kelurahan dan dinas SKPD yang lain dalam penindaklanjutan untuk
mendapatkan peringkat atau ranking yang baik.
2. Rasionalitas nilai
Berdasarkan data dan temuan di lapangan menunjukkan bahwa
penggunaan aplikasi Qlue bagi masyarakat kelurahan Ragunan yang
49
menganggap bahwa dengan menggunakan aplikasi Qlue akan memiliki
dampak yang baik bagi masyarakat dan lingkungan. Tindakan ini yang
dijelaskan Weber sebagai tindakan yang berorientasi pada nilai atau apa
yang dianggap baik bagi masyarakat.
Masyarakat menggunakan aplikasi Qlue karena ada yang
beranggapan bahwa penggunaan aplikasi ini karena akan memberikan
pengaruh yang cukup baik bagi masyarakat dan lingkungan. Hal ini
dirasakan dari beberapa orang yang telah peneliti wawancara lapangan,
seperti dari Isno selaku Sekretaris Kelurahan Ragunan yang beranggapan
bahwa selain kelurahan memiliki tujuan dalam penggunaan aplikasi Qlue
bagi meningkatkan kinerja pemerintah, ia juga merasa bahwa dengan
menggunakan aplikasi ini masyarakat akan dapat meningkatkan
awareness terlepas dari mental dan perilaku masing-masing (Wawancara
pribadi, 25 Juli 2016). Menurutnya dengan menggunakan aplikasi ini
diharapkan masyarakat dapat lebih meningkatkan rasa kepeduliannya
terhadap lingkungan sekitarnya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ibu Jumiati Solihin selaku istri
ketua RT 001/04, mengatakan bahwa menggunakan aplikasi Qlue
menjadikan RT dan RW untuk lebih aktif dalam memonitor
lingkungannya. Hal ini menurutnya sangat positif karena ketua RT dapat
melihat lingkungannya secara langsung dan bisa secara luas mengetahui
informasi-informasi yang ada di wilayah lainnya (Wawancara pribadi, 01
Agustus 2016). Kemudian menurut Angga sebagai anggota PPSU
50
sependapat dengan Darma sebagai warga Kelurahan Ragunan yang
merasakan dengan menggunakan aplikasi tersebut semuanya menjadi
lebih cepat teratasi dan lingkungan lebih bersih. Secara pribadi pun Darma
mengungkapkan bahwa dengan adanya aplikasi tersebut membuat
pemerintah saat ini bisa menjadi lebih aktif dalam menganggapi keluhan
masyarakat, dan juga segala urusan administrasi menjadi lebih mudah
untuk saat ini (Wawancara pribadi, 30 Oktober 2016). Apa yang telah
disebutkan oleh beberapa narasumber menunjukkan bahwa mereka
menggunakan aplikasi tersebut sebagai bentuk partisipasi mereka di
lingkungan yaitu dengan alasan bahwa adanya manfaat yang cukup baik
dalam program aplikasi ini, selain meningkatnya rasa kepedulian
masyarakat dengan lingkungan sekitarnya, juga meningkatkan kinerja
pemerintah saat ini.
3. Tindakan afektual
Tindakan ini lebih mengedepankan emosi dari individu. Motif dari
tindakan afektual ini bisa dilihat dalam kasus ini yaitu dari masyarakat itu
sendiri dalam penggunaan aplikasi Qlue. Dalam hal ini Muklis sebagai
warga Kelurahan Ragunan menjelaskan bahwa ia menggunakan aplikasi
tersebut pada awalnya hanya tahu melalui kegiatan karang taruna yang ia
ikuti, dan karena ingin lebih mengetahui aplikasi tersebut yang kemudian
mendorongnya untuk mencoba ikut menggunakannya. Lanjutnya ia
menjelaskan pula bahwa penggunaan aplikasi tersebut bisa saja menjadi
sebuah kebutuhan namun tidak terlalu menjadi sebuah ketergantungan,
51
karena menurutnya aplikasi tersebut akan berguna apabila digunakan saat
dibutuhkan pada saat tertentu saja, seperti jika terjadinya banjir dan lain
sebagainya yang bersifat keadaan darurat (Wawancara pribadi, 6
September 2016).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi
Qlue bagi warga bisa saja merupakan sebuah bentuk dari rasa
keingintahuan, sehingga dalam hal ini bisa dikatakan bahwa salah satu
motif dari warga menggunakan aplikasi Qlue sebagai media untuk
berpartisipasi di lingkungannya bukan karena kesadaran pribadi dari setiap
individu untuk menggunakannya.
4. Tindakan tradisional
Menurut Weber, tindakan ini merupakan tindakan yang biasa
dilakukan oleh individu atau aktor. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan
sebuah nilai yang telah tertanam dalam suatu masyarakat sehingga sulit
untuk diubah. Dalam kasus ini, penggunaan aplikasi Qlue bagi masyarakat
dalam penerapannya masih banyak kendala, terutama bagi masyarakat
yang lebih terbiasa melakukan kegiatan partisipasi di lingkungan yang
sifatnya konvensional. Hal ini terlihat berdasarkan data dan temuan yang
ada di lapangan menyebutkan bahwa rata-rata masyarakat baik ketua RT
maupun RW mengungkapkan kalau kegiatan-kegiatan tersebut masih terus
ada hingga saat ini. Kegiatan seperti kerja bakti, posyandu, karang taruna
dan lain sebagainya masih merupakan bentuk kegiatan utama yang selalu
dilakukan oleh warga. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rohim
52
selaku ketua RW 01 yang menyebutkan bahwa ada atau tidaknya aplikasi
Qlue, tidak ada pengaruhnya bagi kehidupan warga, seluruh kegiatan yang
ada di lingkungan selalu rutin berjalan (Wawancara pribadi, 11 Agustus
2016).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Jumiati Solihin selaku
istri ketua RT 001/04, menjelaskan bahwa mau menggunakan atau tidak
aplikasi Qlue, pada dasarnya masyarakat di lingkungan tidak ada
pengaruhnya atau biasa saja. Untuk masalah kebersihan halaman rumah
menurutnya kembali pada pribadi masing-masing apakah memiliki
kesadaran atau tidak, dan menjadi tanggung jawab pribadi (Wawancara
pribadi, 01 Agustus 2016). Jadi berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa penggunaan aplikasi Qlue bagi masyarakat Kelurahan Ragunan
tidak semuanya memilih menggunakan, masih ada beberapa yang
beranggapan bahwa kegiatan yang sudah ada di lingkungan akan
seterusnya untuk dipertahankan dan dilaksanakan.
53
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Partisipasi sosial masyarakat di Kelurahan Ragunan dalam penggunaan
aplikasi Qlue menunjukkan beragam pendapat. Dampak yang diberikan
dengan hadirnya aplikasi ini pun beragam, baik positif maupun negatif.
Positif untuk meningkatkan seluruh pelayanan yang ada di DKI Jakarta.
Selain peningkatan pelayanan, dengan masyarakat menggunakan aplikasi
ini juga secara tanpa sadar telah membangkitkan dan meningkatkan rasa
kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan adanya rasa
kepedulian tersebut yang juga mendorong masyarakat untuk ikut andil
dalam masalah-masalah yang mereka temui di sekitar mereka. Hadirnya
aplikasi ini pun dirasakan bagi masyarakat terkait pelayanan publik yang
menjadi lebih baik, yang secara teknis saat ini semuanya menjadi lebih cepat
untuk ditangani. Penggunaan aplikasi ini pun dampaknya dirasakan oleh
pengurus RT dan RW yang saat ini bisa menjadi lebih aktif di
lingkungannya dengan melaporkan kondisi lingkungannya ke pihak
kelurahan, sehingga RT saat ini tidak hanya tahu bagaimana kondisi di
lingkungannya saja, melainkan wilayah dari lingkup RT atau RW yang lain
pun bisa mengetahuinya. Adapun dampak negatif dari penggunaan aplikasi
54
ini adalah menjadi semakin individualistisnya sikap warga terhadap sekitar,
meskipun harus diakui semua itu kembali kepada individu masing-masing.
2. Motif dari penggunaan aplikasi Qlue dalam partisipasi sosial masyarakat
Kelurahan Ragunan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bisa dilihat
bahwa ada beberapa motif yang melatarbelakangi penggunaan aplikasi
tersebut. Pertama, bahwa penggunaan aplikasi tersebut ada yang
mendasarkan pada alasan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kedua,
menunjukkan bahwa sebagian masyarakat dan para pengurus RT dan RW
menganggap penggunaan dari aplikasi Qlue memiliki sesuatu yang positif
atau memiliki manfaat yang baik khususnya bagi masyarakat. Ketiga,
adapula masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut atas dasar rasa
keingintahuannya untuk mencoba menggunakannya. Dan yang keempat,
bahwa tidak semua warga memilih untuk menggunakan aplikasi Qlue
sebagai bentuk dari partisipasi mereka di lingkungan, karena kegiatan yang
ada di lingkungan selalu ada dan selalu rutin untuk dilaksanakan.
4.2 Saran
Dengan melihat dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar
penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam
mengenai fenomena kemajuan suatu teknologi yang harus mendapat perhatian
lebih pada studi sosiologi. Karena penelitian sosiologi yang memfokuskan
kajian yang berhubungan dengan teknologi khususnya di Indonesia masih
sangat sedikit, sehingga dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dalam
menjelaskan fenomena tersebut. Hal inilah yang menjadi hambatan bagi peneliti
55
dalam menyelesaikan penelitian ini karena masih sedikitnya rujukan apalagi
mengenai kasus-kasus baru seperti saat ini sangat menarik untuk diteliti lebih
lanjut.
Untuk itu, kedepannya diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat
menjelaskan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan kemajuan
teknologi dapat menjelaskannya dengan menggunakan perspektif sosiologi
yang lebih mendalam dan dapat berkontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
56
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-format
Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan, Publik,
Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran. Jakarta: Kencana. 2013.
Castells, Manuel. The Network Society: A Cross-Cultural Perspective. Cheltenham:
Edward Elgar Publishing Limited. 2004.
Castells, Manuel. The Rise of the Network Society. Chichester: Wiley-Blackwell
Publishing Ltd. 2010.
Coleman, James S. Dasar-dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media. 2011.
Elliot, Anthony. Contemporary Social Theory. London dan New York: Routledge.
2014.
Henslin, James M. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Edisi 6 Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2007.
Lauer, Robert H. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
1993.
Martono, Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Postmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Nasrullah, Rulli. Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2015.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana. 2011.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu. 2006.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya). Jakarta:
Kencana. 2011.
Soehartomo, Irawan. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2011.
57
Soekanto, Soerjono. W. F. Ogburn: Ketertinggalan Kebudayaan. Jakarta: Rajawali.
1986.
Suyanto, Bagong, dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2007.
Sztompka, Piötr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. 2004.
Weber, Max. From Max Weber: Essays in Sosiology, Oxford University Prees,
1946. (dialihbahasakan oleh Noorkholish). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2009.
JURNAL
-----. ARKS Keys to Participation-Scotland: What is Participation?. 1999.
Defleur, Lois B. Technology, Sosial Change, and the Future of Sociology. Pasific
Sociological Review, Vol. 25 (4): 403-417. 1982.
Fansuri, Hamzah. Globalisasi, Postmodernisme dan Tantangan Kekinian Sosiologi
di Indonesia. Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 2 (1): 25-40. 2012.
Fitriyah, Nur. Teknologi Informasi Komunikasi dan Perannya Dalam Proses
Perubahan Sosial. Diunduh 13 Mei 2016 (http://portal.fisip-unmul.ac.id).
Lim, Merlyna. Seeing Spatially: People, Networks and Movements in Digital and
Urban Spaces. IDPR, 36 (1): 51-72. 2014.
Lumintang, Juliana. Teknologi Komunikasi dan Perubahan Sosial. Jurnal Logos
Spectrum, Vol. 9 (2): 161-171. 2014.
Rifkin, Susan B. dan Maria Kangere. What is Participation?.
DigitalCommons@ILR. 37-49. 2002. Diunduh 6 Agustus 2016
(http://digitalcommons.ilr.cornell.edu/gladnetcollect/60).
Samudin, Topan. Pengaruh Teknologi Pertanian Terhadap Perubahan Sosial Pada
Masyarakat Etnis Kaili Kori di Desa Labuan Toposo Wilayah Kecamatan
Palu Utara Kotamadya Palu. J. Sains & Teknologi, Vol. 15 (1): 68-79.
2013.
Stiglitz, Joseph E. Participation and Comprehensive Development: Perspectives
from the Comprehensive Development Paradigm. Review of Development
Economics, Vol 6(2): 163-182. 2002.
Sulistyaningsih. Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial di Era Globalisasi.
Jurnal Sosiologi Dialektika Masyarakat, Vol. 26 (1): 43-53. 2011.
58
PERUNDANG-UNDANGAN
DKI Jakarta. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 903
Tahun 2016 Tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi
Rukun Tetangga dan Rukun Warga. 2016
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah. 2014.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik. 2009.
PENUNJANG
-----. Digital in 2016: We Are Social’s Compendium of Global Digital, Social, and
Mobile Data, Trends, and Statistics. We Are Social. Diunduh 15 April 2016
(http://wearesocial.com/uk/special-reports/digital-in-2016). 2016.
Achmad. Statistik Daerah Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2015. Jakarta: BPS
Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2015.
Rachmatunnisa. Kelurahan Terbaik di Jakarta Jatuh Kepada…. Diunduh 15 April
2016
(http://inet.detik.com/read/2016/04/15/163956/3189030/398/kelurahan-
terbaik-di-jakarta-jatuh-kepada?). 2016.
xv
LAMPIRAN 1
Alur Pelaporan Via Aplikasi
Sumber: Jakarta Smart City
xvi
LAMPIRAN 2
Gambaran Aplikasi Qlue
Penggunaan aplikasi Qlue pada smartphone Android dan beberapa contoh laporan
warga.
Sumber: Aplikasi Qlue
Gambar 1 dan 2: User atau pengguna yang melaporkan PJU (Penerangan Jalan
Umum) yang tertutup pohon. Ada 3 indikator dalam aplikasi Qlue, merah (belum
diproses); kuning (sedang diproses); hijau (selesai penindaklannjutan).
xvii
Gambar 3: Penindaklanjutan yang dilakukan oleh staff terkait.
Sumber: Aplikasi Qlue
Laporan-laporan warga antara wilayah Lebak Bulus hingga Pasar Rebo.
Keterangan:
Merah : Belum diproses
Kuning: Sedang diproses
Hijau : Selesai ditindaklanjuti
Sumber: Qlue My City
xviii
LAMPIRAN 3
Transkrip Wawancara
Transkrip 1
Wawancara dengan Elita Yunanda
Head of Communication, Qlue Performa Indonesia
Tempat : Globe Building Lantai 3, Jl. Warung Jati Barat Kav.31-33, Jakarta
Selatan
Waktu : Rabu, 15 Juni 2016 pukul 15.20-15.45
P: Peneliti
N: Narasumber
P Apa itu Qlue? Dan sejak kapan berdirinya?
N Qlue ini sebuah media sosial pelaporan untuk mendorong perubahan kota yang
lebih baik dalam rangka mewujudkan program Jakarta Smart City kalau konteksnya
di Jakarta. Kalau konteksnya di Indonesia, kita juga punya visi untuk menciptakan
smart nation, jadi keywordnya itu aplikasi untuk mendorong perubahan kota yang
lebih baik di manapun kotanya.
P Kemunculan Qlue ini atas dasar inovasi dari teman-teman Qlue sendiri atau
pemerintah?
N Awalnya itu di tahun 2014 yaitu tepatnya pada bulan Juli, sebelumnya founder kami
namanya Rama Raditya, dia punya unek-unek mengenai masalah kota ini, karena
itu berangkat dari permasalahan yang ada di kota untuk membuat suatu solusi
digital yaitu Qlue untuk pelaporan warga. Qlue itu sebenarnya sudah lama sekitar
beberapa waktu yang lalu, kemudian bertepatan dengan program pemerintah yang
saat itu buka tender yang mendukung untuk program Jakarta Smart City, makanya
mereka butuh aplikasi untuk menampung segala keluhan warga. Nah, pas kan saat
itu dan Pemprov adakan tender terbuka dan kita ikut kemudian Qlue terpilih sebagai
xix
salah satu partner dari pemerintah DKI Jakarta untuk membantu program Jakarta
Smart City dalam hal pelaporan warga.
P Lalu integrasinya dengan aplikasi CROP itu bagaimana?
N Oh kalau CROP itu miliknya Jakarta Smart City. Jadi Jakarta Smart City punya
beberapa aplikasi pendukung dan salah satunya Qlue. CROP itu aplikasi yang
ditujukan untuk aparat pemerintah menindak lanjuti segala laporan Qlue. Jadi Qlue
formatnya untuk masyarakat melapor, kemudian pemerintahnya menindaklanjuti
lewat CROP. Tapi pemerintah juga bisa menindaklanjuti lewat Qlue juga.
P Lalu apa alasan mengapa aplikasi ini dapat terus bertahan dan berkembang? Kan
banyak aplikasi-aplikasi yang paling cuma bertahan sebentar ada di masyarakat,
apalagi kalau melihat kenyataan masih banyak yang belum tahu dan bagaimana
sekaligus sosialisasi dari teman-teman Qlue memperkenalkannya kepada
masyarakat?
N Jadi kita memang mempublikasikan aplikasi ini secara free, kemudian pemerintah
juga membantu untuk publikasi mengenai Qlue, kita lakukan sosialisasi dari awal,
terutama pemerintah ke kelurahan, karena kelurahan itu menjadi estate manager
kan. Sosialisasi yang pertama harus ke kelurahan karena mereka harus tahu,
istilahnya ada masalah di wilayahnya, makanya estate manager harus tahu tentang
masalah-masalah yang ada di lingkungannya. Apakah Qlue bisa eksis, karena Qlue
ini inovasi yang bisa menjawab tantangan masyarakat kemudian aplikasi kita juga
tidak sekedar untuk upload foto trus laporin, tapi kita juga menambahkan gimmick
fication seperti avatar jadi masyarakat itu ga hanya pake aplikasi buat lapor doang,
tapi mereka juga bisa dapet poin yang bisa ditukar yang membuat masyarakat juga
user friendly lah. Jadi kita memang tahu bahwa penetrasi internet di Indonesia itu
sangat tinggi, makanya kita pake sistem modelnya media sosial.
P Lalu kalau masalah alur pelaporan dari aplikasi Qlue, itu kan secara garis besar saya
sudah tahu, jadi dari laporan disalurkan kepada pemerintah dulu atau admin?
N Jadi misalnya laporan masuk itu, sebenarnya Qlue ini tuh punya sistem buat
memfilter setiap laporan untuk hal tertentu dengan keyword-keyword yang misalnya
mengandung kata-kata mesum, SARA, itu otomatis terdelete tapi kita juga ada
xx
dedicated admin yang tugasnya memantau setiap laporan misalnya ada laporan
yang salah kategori yang harusnya lapor di swasta tapi masuknya ke pemerintah
atau yang harusnya di forum tapi di pemerintah. Ada juga soal laporan sepele
misalnya ada botol jatuh lalu difoto dan di situ ga ada tempat sampah, kita delete
juga. Pokoknya laporan yang ga jelas kita delete, jadi memang setelah itu misalnya
ga sesuai akan didelete kemudian di Qlue akan divalidasi, kemudian laporan ini
akan masuk ke kelurahan terdekat dari tempat laporan. Laporan akan divalidasi oleh
admin kemudian disalurkan ke kelurahan, nah kelurahan tinggal menindaklanjuti.
Jadi Qlue ini sebagai perantara saja.
P Kalau secara statistik data, saat ini sudah ada berapa pengguna aktif dari aplikasi
Qlue?
N Penggunanya lebih dari 500 ribu, aktifnya sekitar 60-70%.
P Kalau dilihat dari data yang pernah dikeluarkan oleh Qlue selama periode Januari-
Maret, di situ kan menunjukkan bahwa banyak sekali laporan yang dilakukan oleh
masyarakat terkait masalah di Jakarta, yang berarti juga menunjukkan kalau yang
saya simpulkan itu banyak warga yang membutuhkannya. Jadi bagaimana
mengenai cara Qlue memperkenalkannya pertama kali ke masyarakat?
N Selain sosialisasi yang tadi sudah dijelaskan, kita juga ada team marketing yang
membantu mempromosikan Qlue ini, bahkan kita juga menjalin komunikasi dengan
kota-kota lain. Selain activity marketing on ground, global land, yang ada di Jakarta
ada beberapa isu besar yang kita angkat buat memperkenalkan Qlue. Kita juga
gabung sama komunitas-komunitas untuk melakukan publikasi, lewat media-media
juga sama. Ada satu faktor juga yang mempengaruhi kenapa user itu semakin
meninhgkat dan laporan juga, keran itu juga dipengaruhi oleh faktor pemerintah,
mereka semakin cepat merespon, maka kepercayaan masyarakat juga semakin
tinggi atau meningkat. Yang tadinya skeptic atau tadinya ga tau atau ga percaya
dengan pemerintah, jadi mereka tau ‘oh laporanku dikerjakan, bagus dan juga cepat,
ga perlu ribet’, makanya itu makin banyak orang untuk melapor dan dia akan bilang
ke teman-teman atau komunitasnya untuk menggunakan Qlue.
xxi
P Mungkin yang terakhir saya ingin tahu dampak apa yang bisa diciptakan oleh Qlue
baik dari segi fisik maupun sosial?
N Kalau dampaknya kita bisa bikin perubahan kota jadi lebih baik. Contohnya kita
ada laporan sekitar 5000-7000an laporan untuk pemerintah aja, bayangkan kalau
dari 5000-7000 laporan ini ditindaklanjuti oleh pemerintah, saat ini ada 4000
laporan masalah yang ada di DKI yang terselesaikan, itu contoh konkritnya ada
perubahan yang lebih baik setiap harinya menggunakan Qlue ini, karena banyaknya
laporan sudah contoh real dampak perubahan kota yang bisa kita lihat sekarang ini.
Tadinya birokrasi yang lama, lamban, ga ada transparansi, itu jadi lebih kelihatan
kinerjanya dan juga terlihat dari rangking staff aja kita bisa akses secara real time.
Kalau dampak sosialnya masyarakat akan jadi lebih mudah berinteraksi dengan
pemerintah yang tadinya ada gap antara pemerintah dengan masyarakat, sekarang
bisa berinteraksi dengan menggunakan Qlue, bisa mention, bisa langsung pesan
pribadi, bisa tahu lurahnya, kita yang tadinya ga tahu nama RTnya siapa sekarang
kita tahu, banyak sekali hampir setiap kita ada diskusi, 70-80% tuh ga tahu nama
RT/RW atau lurahnya dan jangan salah kalau Qlue ini membuat andil dalam
membuka lapangan baru dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai adanya
PPSU, jadi kan pemerintah memang merampingkan birokrasi di level
management/atas dan menambah birokrasi di level lapangan yaitu PPSU, karena
banyak laporan yang masuk ke kelurahan, mereka akan kewalahan kan untuk
menindaklanjuti laporannya makanya pemerintah memberikan aparat tambahan
honorer yaitu PPSU ini, tugasnya untuk membantu kelurahan menindaklanjuti
laporan di wilayahnya.
xxii
Transkrip 2
Wawancara dengan Isno Usnodo
Sekretaris Kelurahan Ragunan
Tempat : Kantor Kelurahan Ragunan, Jl. Saco 4 No. 1 RT 9 RW 5 Jakarta
Selatan
Waktu : Senin, 25 Juli 2016, Pukul 13.10-13.29
P: Peneliti
N: Narasumber
P Sebelumnya saya ingin tahu mengenai sejarah dari Kelurahan Ragunan seperti apa?
N Sejarah Kelurahan Ragunan sendiri tidak ada yang pasti karena tidak ada data pasti
atau arsip mengenai hal tersebut. Hanya saja yang pasti itu Ragunan ini sebenarnya
merupakan wilayah dari pemekaran Pasar Minggu dan dulunya Ragunan masuk ke
dalam Kelurahan Jagakarsa. Namun, jika ditanya historical dari Kelurahan Ragunan
ini hampir tidak ada yang pasti, bahkan kapan bangunan ini (kantor kelurahan)
dibangun juga tidak ada yang tahu.
P Lalu bagaimana dengan etnis atau suku yang tinggal di Kelurahan Ragunan ini?
N Jika membicarakan Etnis atau Suku yang ada di Kelurahan Ragunan ini saya rasa
sekarang ini sudah merupakan pencampuran suku karena seperti kita tahu bahwa
banyaknya pendatang yang terus masuk ke Jakarta mengakibatkan tidak banyak lagi
penduduk yang memang asli dari wilayah ini. Untuk total persentase penduduk
Kelurahan Ragunan bisa dikatakan sekitar 60% lebih merupakan warga pendatang.
P Ada atau tidak mengenai catatan konflik atau potensi konflik baik itu antar warga
atau bahkan warga dengan orang kelurahan?
N Kalau konflik sih sejauh ini yang saya tahu tidak ada baik itu antar warga atau warga
dengan kelurahan. Paling kalau soal konflik biasanya ada penyebabnya seperti
perilaku orang-orang tertentu misalnya di lampu merah yang perempatan itu kalau
malam suka diadain balap liar, itu kan jadi pemicu konflik kalau missal ada apa-apa
xxiii
padahal yang ikut-ikutan juga belum tentu semuanya warga sini, kan itu bisa dari
mana-mana. Mungkin itu aja kalau soal konflik, selebihnya tidak ada.
P Kalau soal sistem birokrasi di sini seperti apa pak, jika melihat dari masa sebelum
dan sesudah pemerintahan gubernur saat ini?
N Ohh kalau itu ada perbedaan sedikit dengan yang dahulu sebelum masa
pemerintahan Gubernur Ahok. Sebenarnya tidak terlalu terlihat apa yang berubah,
bahkan dari strukturnya sendiri tidak ada perubahan, hanya saja sekarang lebih
ditekankan pada perubahan kultur pada kelurahan atau badan apapun yang ditujukan
sebagai pelayanan masyarakat DKI Jakarta. Maksudnya perubahan kultur di sini
adalah bagaimana pelayanan yang diberikan oleh kelurahan kepada warganya. Kita
tahu kan kalau dahulu ada prinsip “buat apa dipermudah kalau bisa dipersulit”, itu
kalau cara berpikir orang kelurahan atau RT/RW dahulu. Kalau sekarang beda,
justru kebalikannya “buat apa sulit kalau bisa dipermudah”, jadi sekarang lebih
ditekankan bahwa instansi harus memberikan pelayanan yang maksimal kepada
warganya, seperti misalnya pembuatan KTP, kalau dulu itu kan apa-apa harus pakai
uang baru bisa diproses, sekarang beda karena sistem yang baru sudah membuatnya
menjadi free atau gratis, bahkan untuk pengambilan KTP saja sekarang dari pihak
kelurahan kalau perlu akan menelpon warganya satu per satu jika KTP-nya sudah
selesai diproses untuk segera diambil.
P Kemudian kalau kita membicarakan Qlue, bagaimana dengan Kelurahan Ragunan
ini dengan adanya aplikasi tersebut? Serta bagaimana cara atau alur penindak
lanjutan masalah yang dilaporkan?
N Kalau Qlue memang kita menggunakan aplikasi tersebut berdasarkan peraturan dari
gubernur langsung untuk digunakan dalam menindak lanjuti mengenai masalah
pelaporan warga. Cara kerja penindak lanjutan laporan via Qlue ini ada dua jalan,
yaitu ada yang langsung dan ada juga yang dialihkan ke pihak yang lain seperti misal
laporan sampah, kita alihkan ke PPSU untuk menindaknya, atau misal kemacetan
yang masih masuk ke dalam wilayah kami, kita alihkan ke Dishub sebagaimana
pihak yang berwenang mengerjakan tugas tersebut.
xxiv
Qlue ini sebenarnnya basisnya masih model yang belum valid, siapapun bisa punya
akunnya, atau bisa juga misal satu orang punya dua akun. Kadang ada laporan yang
tidak jelas atau fake (palsu). Pelapor itu sifatnya kan macam-macam, ada yang benar-
benar melaporkan, ada juga yang tidak, dan kelurahan juga tidak selalu bisa
menindak lanjuti dengan cepat, kadang juga agak lama tergantung bagaimana
prosesnya seperti misalnya permasalahan tanah, kan itu tidak bisa kita selesaikan
secara instan, butuh proses yang panjang.
P Kalau penindak lanjutan yang dilakukan oleh PPSU itu cara kerjanya seperti apa?
N Cara kerja PPSU dalam menanggapi laporan juga ada dua: pertama langsung dari
kelurahan, maksudnya perintah untuk menindak laporan warga itu langsung dari
kami (kelurahan), sedangkan yang kedua yaitu dari RT/RW yang prosesnya juga
tidak jauh berbeda dengan alur dari kelurahan. Cara kerjanya ini akan
diklasifikasikan terlebih dahulu masalah apa yang dilaporkan baru akan langsung
keluar perintah untuk menindak lanjuti.
P Kalau yang saya dengar penggunaan Qlue itu diwajibkan untuk instansi
pemerintahan salah satunya kelurahan yang merupakan perintah dari pemerintah
pusat atau Pemprov, lalu bagaimana isi lebih jelasnya mengenai peraturan tersebut?
N Saya agak lupa kalau peraturan pastinya seperti apa, tapi intinya semua instansi baik
kelurahan atau dinas SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait mempunyai dua
aplikasi, yaitu Qlue dan CROP. CROP itu digunakan untuk penuntasan masalah, jadi
kalau di Qlue itu kan ada tiga indikator, yaitu merah, kuning, hijau, nah untuk
melakukan disposisi dan sebagai macamnya itu melalui CROP, meskipun terakhir
lewat Qlue juga bisa untuk pen-TL-an (tindak lanjut) terkait pelaporan.
P Bagaimana kewajiban kelurahan dalam penggunaan aplikasi Qlue?
N Kalau dari kelurahan tidak ada kewajiban untuk pelaporan, tapi kelurahan
mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti laporan warga, baik itu lewat Qlue,
SMS, atau media-media lainnya yang memang telah disahkan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Jadi memang kita memiliki kewajiban men-TL
(menindaklanjuti), kemudian hasil TL tersebut akan dilaporkan ke pusat tergantung
seberapa besar tingkat masalahnya. Misalnya terkait mediasi, ada sengketa tanah,
xxv
kemudian ada laporan banyak, kan tidak bisa kalau hanya lewat foto saja, tapi kalau
misal terkait dengan hal-hal seperti sampah atau yang sederhana, itu bisa lewat foto
atau dokumentasi yang bisa dilakukan lewat Qlue.
P Kalau hubungan pemerintah yang di sini posisinya adalah kelurahan dengan warga,
dulu dengan sekarang kondisinya seperti apa?
N Dulu dan sekarang posisinya sama, jadi RT, RW, LMK fungsinya untuk koordinasi.
Jadi secara struktur tidak ada kaitannya, tapi hubungannya hanya sebatas koordinasi.
Jadi ketika ada permasalahan warga, fungsi RT, RW itu untuk menjembatani
permasalahan yang ada di warga.
P Kalau misalkan warga sendiri ada atau tidak yang langsung kontak lewat Qlue ke
pihak kelurahan?
N Ada, pernah ada. Tapi kalau ada masalah langsung diselesaikan. Jadi kan seperti
yang sudah saya bilang bahwa pola aspirasi itu bisa dengan berbagai channel, dengan
aplikasi Qlue bisa, lewat RT RW bisa, dengan SMS juga bisa. Jadi apapun media
atau channelnya akan kita TL selama itu bentunya akurat dan valid.
P Pernah atau tidak dari kelurahan membuat interaksi langsung atau mediasi dengan
warga saat ini? Jika membandingkannya dengan dahulu dengan sekarang seperti
apa?
N Jadi sebenarnya fungsi kelurahan itu harus bersatu dengan masyarakat. Jadi mau
tidak mau kelurahan harus ada di dalam masyarakat, jadi bukan lagi sebagai
kewajiban melainkan sebuah kebutuhan, kebutuhan untuk menjalin komunikasi
dengan warga dengan cara apapun. Di Kelurahan Ragunan sendiri ada forum RT,
RW, LMK, kalau ada pertemuan-pertemuan di RT kami datang baik informal
maupun formal. Kemudian kalau ada undangan-undangan seperti halal bihalal,
sampai acara-acara santunan anak yatim, pertemuan-pertemuan seperti itu kami
datang sampai juga kerja bakti. Jadi bentuknya sudah kebutuhan bukan lagi
kewajiban, karena kita membutuhkan itu untuk meningkatkan kinerja pemerintah,
kalau wajib kan hanya sekedar menggugurkan kewajiban, misal kita datang ke
sebuah tempat, kalau itu wajib lalu dikerjakan ya sudah. Jadi juga bisa meningkatkan
kepercayaan warga kepada pemerintah. Sampai melayat pun atau ada yang
xxvi
meninggal kami turut datang. Apalagi kalau misal ada warga yang berhubungan
dengan masalah tertentu seperti tidak memiliki BPJS, kita akan bantu dan support.
P Kalau dampak Qlue bagi kelurahan bagaimana?
N Qlue ini kan aplikasi yang masih sangat prematur. Kalau pimpinan kan melihat Qlue
bagian dari kerja, sebagai key performance indicator (KPI). Jika tingkat
penindaklanjutan dari kelurahan bagus, maka peringkat pimpinan juga akan bagus.
Tapi memang ada problem soal Qlue, misalnya ada satu kelurahan, Qlue (laporan)
itu hampir tidak ada, hanya ada satu atau dua, otomatis mendapat peringkat yang
tinggi, karena Qlue itu sebenarnya kan untuk kesadaran warga, jadi kalau
pendekatannya ada dua, kalau semakin banyak Qlue (laporan) maka semakin banyak
masalah di wilayah itu, yang kedua semakin sedikit Qlue (laporan) berarti warganya
memang tidak ada yang sadar dengan wilayahnya. Ini yang tidak jelas mengenai
Qlue, sehingga kadang-kadang kami dari pihak kelurahan membicarakan soal
penanganan dari Qlue yang sekitar 200 sekian perbulan kita bisa tangani 80%
dibandingkan dengan kelurahan lain yang dalam satu bulan hanya 5 laporan yang
isinya hanya laporan dan sebagainya, kalau membicarakan personal itu kami masih
bisa tegak, tapi kalau bicara masalah jumlah yang kita TL kan bukan cuma apa yang
bisa kita tangani, apa yang dinas SKPD lain tangani, itu yang masih jadi problem.
P Kalau masalah kasus waktu penolakan RT RW terhadap penggunaan aplikasi Qlue,
bagaimana dengan di Kelurahan Ragunan?
N Di Ragunan secara prinsip tidak ada masalah, RT RW bisa menjalankan itu dengan
baik, tapi memang ada kendala di beberapa RT RW terkait faktor usia, faktor
pendidikan dan sebagainya. Tapi hal-hal yang bersifat edukatif tentang Qlue ke RT
RW tetap kita jalankan.
P Lalu dengan adanya faktor-faktor usia, pendidikan dan sebagainya tersebut
bagaimana mereka tetap menjalankan kewajiban menggunakan Qlue?
N Kita dorong agar dia tetap menggunakan, kita memberi kemudahan dengan bisa
dibantu anaknya, bisa dibantu dengan pengurus lain. Kan Qlue ini tidak mengikat
pada ketua RT, tapi dia mengikat pada pengurus RT, hanya statusnya saja. Jadi kalau
ketua RT tidak bisa, pengurus yang lain bisa.
xxvii
P Partisipasi masyarakat dulu dengan sekarang seperti apa? Misalnya kerja bakti atau
lain sebagainya?
N Ya perlu diakui ini menjadi masalah tersendiri, jadi memang kita akui telah
menurunkan rasa kegotong-royongan. Di satu sisi bukan hanya itu saja, tapi juga
dari faktor lain seperti kesibukan, kita tahu kan kota semakin maju maka akan
semakin individualistis. Kalau desa kan semakin tradisional tingkat rasa gotong-
royongnya akan semakin besar. Jadi memang Qlue ini sudah menjadi evolusi mental
yang tadinya belum terlalu individualistis jadi semakin individualistis secara tidak
langsung.
P Kalau saat ini bagaimana partisipasi warga di lingkungan? Apa hanya berpartisipasi
lewat media yang sudah disebutkan saja atau masih ada kegiatan-kegiatan sosial
lainnya yang sifatnya secara langsung?
N Support warga dengan adanya guyub itu masih tetap ada, apalagi jika melihatnya
pada wilayah-wilayah yang cenderung cukup padat, menengah kebawah dan lain
sebaganinya. Tapi kalau wilayah yang memang seperti komplek relatif agak rendah.
P Jadi kesimpulannya bagaimana terkait dampak Qlue bagi kelurahan sendiri maupun
bagi warga?
N Dampaknya secara garis besar positif. Yang pertama meningkatkan kinerja
pemerintah, yang kedua meningkatkan awareness terlepas dari mental darn perilaku
orang yang memang berbeda-beda. Juga ikut andil dalam meningkatkan kepedulian.
Kadang ini juga memunculkan masalah baru, misal kalau ada warga yang complain
akan satu hal, maka dari RT setempat akan diusut dalam artian mencari siapa yang
mengirim laporan tersebut, kadang yang sering terjadi yang mengirimkan Qlue ini
memang orangnya tidak gaul, tidak pernah keluar rumah, lalu tiba-tiba kirim Qlue
dan sebagainya. Ini yang sering terjadi seperti itu, jadi bukan orang yang guyub atau
bukan yang dapat bersosialisasi sama warga tiba-tiba dia kirim Qlue, dan setelah
dicari ternyata ini loh orangnya tidak pernah keluar, tapi itu akhirnya jadi pintu untuk
kita kasih nasihat dan akhirnya dia mau mengerti dan akhirnya juga mau ikut guyub.
xxviii
Transkrip 3
Wawancara dengan Ibu Jumiati Solihin
Istri Ketua RT 001 RW 04
Tempat : Rumah Ketua RT 001 RW 04, Jl. Saco, Gg. Cani, Kelurahan
Ragunan
Waktu : Senin, 01 Agustus 2016, Pukul 10.32-10.47
P: Peneliti
N: Narasumber
P Kalau boleh tau sebelumnya, bapak menggunakan aplikasi ‘Qlue’ sendiri atau
dibantu dengan keluarga atau sekretaris?
N Kalau itu bapak sendiri yang menggunakan aplikasinya
P Kenapa mau menggunakan aplikasi tersebut?
N Alasannya agar kita bisa tahu mana RT yang aktif dan mana yang tidak di
lingkungannya. Tujuan penggunaan aplikasi ini juga supaya ketua RT tidak hanya
diam di rumah saja, dengan aplikasi ini mau tidak mau kan dia (Ketua RT) harus
keliling lingkungannya untuk mencari-cari informasi. Selain itu juga dia bisa
melihat luas, maksudnya meskipun dia hanya berada di rumah atau di wilayah RT
nya saja, tapi kan dia jadi bisa tahu informasi-informasi yang ada di daerah lain.
P Saat ini pak RT masih sering mengajak warga untuk melakukan kegiatan-kegiatan
bersama seperti kerja bakti atau tidak?
N Ya, cukup sering meskipun tidak setiap bulan diadakan, walaupun dalam beberapa
bulan sekali pasti akan diadakan.
P Dengan adanya PPSU saat ini, apakah warga di sini masih tetap menjaga kebersihan
lingkungannya atau bergantung dengan PPSU tersebut?
N Kalau itu kan tergantung bagaimana warganya sendiri masih punya kesadaran atau
tidak. Karena kalau dari RT sendiri sudah sering memberikan informasi untuk
kebersihan seperti itu, tapi kembali lagi pada diri masing-masing masih punya
kesadaran atau tidak. Tapi jika membandingkan dengan dulu, tingkat kesadaran
xxix
warga akan kebersihan terbilang berada di atas rata-rata, kalau dulu masih banyak
yang buang sampah sembarangan. Hanya saja kalau di sini terkendala di saluran air
saja, karena khususnya RT sini masih sering terjadi banjir.
P Untuk di RT ini, apakah pernah ada kasus seperti yang dikatakan oleh pak Sekel
soal pelapor yang tiba-tiba memfoto misal sampah di lingkungan RTnya tanpa
koordinasi dengan pengurus RT terlebih dahulu?
N Kalau di sini sepertinya belum ada soal kasus seperti itu. Pokoknya untuk di wilayah
RT sini kalau ingin melapor atau bagaimana agar dipikir-pikir terlebih dahulu
supaya kita sendiri juga tidak terkena imbasnya, kan kalau lurah dapat masalah
otomatis RTnya juga. Mau tidak mau kalau ingin melapor harus dipertimbangkan
dulu.
P Bagaimana mengenai sosialisasi pengenalan aplikasi yang pertama kali ke pengurus
RT?
N Untuk pengenalan waktu itu dilakukan di kantor kelurahan, mendapat himbauan
untuk menggunakan aplikasi tersebut, meskipun di awal penggunaannya masih
terkendala beberapa hal seperti sulit untuk menggunakannya sampai akhirnya minta
tolong sama saudara yang mengerti aplikasi untuk diajarkan bagaimana cara
pakainya, cara pengirimannya seperti apa, apalagi bapak kan baru pertama kali pakai
yang seperti itu. Selama ini kan cuma bisa telpon, sms, sudah. Dia tidak mengerti
aplikasi apa-apa. Makanya waktu di kelurahan juga diarahkan caranya bagaimana,
tapi kan yang namanya orang tua meskipun dikasih gambaran-gambaran soal cara
pakainya tidak langsung masuk ke otak, tetap saja akhirnya dia privat sama orang
yang bisa sampai berhari-hari hingga bisa. Dulu hampir mau nyerah dia, karena dia
bingung caranya, tapi lama-kelamaan karena sering megang ya akhirnya mulai
biasa, akhirnya sekarang ya sudah tidak ada masalah.
P Berarti dulu pernah keberatan pakai aplikasi itu?
N Iya dulu pernah keberatan, bahkan sampai “aduh, pusing kalau kaya begini”. Sms
saja kita masih suka ga ngerti, apalagi ini ‘Qlue’ harus begini-begini terus kirim,
harus ini itu dulu, ya tapi karena sudah lama akhirnya jadi biasa.
xxx
P Kalau mengenai masalah yang waktu itu soal RT RW se-DKI yang menolak untuk
menggunakan aplikasi ini? Dari RT sini ikut menolak atau tidak?
N Ikut. Tapi mau bagaimana lagi kalau sekarang memang diharuskan atau diwajibkan,
jadi mau tidak mau. Selama kita masih jadi pengurus RT mau tidak mau harus.
Ibaratnya meskipun kita menolak tapi kalau sudah diwajibkan ya harus.
P Hubungan dengan kelurahan bagaimana?
N Baik. Tidak ada masalah jadi pelayanan juga baik.
P Ibu tinggal di sini sudah berapa lama?
N Dari sejak lahir, sudah 45 tahun.
P Berarti tahu soal sejarah dari Kelurahan Ragunan ini? Mayoritas penduduk di sini
bagaimana?
N Iya tahu. Mayoritas di sini itu pendatang, tapi masih banyak juga orang pribumi asli
sini.
P Kalau dulu itu pernah ada kasus tidak di sini misal konflik antar warga atau apa gitu?
N Tidak ada. Pokoknya semenjak kelurahan pindah yang dulunya di dekat masjid di
belakang ini, kemudian pindah ke depan sini sekitar tahun 80an, itu tidak ada
masalah sepertinya. Tapi kalau untuk dengan lurahnya sendiri saya juga kurang tahu
pernah ada masalah atau tidak, tapi kalau untuk dari lurah ke warga tidak ada
masalah.
P Kalau ibu lurahnya sendiri sering keliling tidak ke sini atau ke RT atau RW lain?
N Semenjak dilantik menjadi lurah sepertinya tidak pernah keliling.
P Memang dulunya ibu lurah berasal dari RT mana?
N Kurang tahu juga saya.
P Bukan dari sini (Kelurahan Ragunan)?
N Bukan dari sini. Tidak tahu dia pindahan dari mana.
P Kalau aplikasinya sendiri ada pengaruhnya atau tidak di lingkungan ini?
N Tidak ada, biasa saja. Tidak ada masalah apa-apa. Jadi warga di sini tuh sebenarnya
kan tidak mengerti apa-apa apalagi saat ini RT pakai ‘Qlue’ saja tidak ada yang tahu.
Yang tahu atau yang mengerti hanya sekitar RT dan pengurus-pengurusnya saja. Itu
saja yang mengerti, kalau warga lainnya tidak ada yang tahu soal ‘Qlue’. Jadi
xxxi
mereka biasa saja tidak ada yang dipengaruhi atau apa. Misal RT foto atau apa lewat
‘Qlue’, mereka sikapnya biasa saja tidak sampai misal sekarang ada ‘Qlue’ jadi
banyak yang bersih-bersih agar terlihat lingkungannya baik, tidak seperti itu karena
mereka sendiri tidak tahu mengenai ‘Qlue’. Paling hanya RTnya saja yang jadi lebih
aktif karena harus keliling ke warga-warga untuk melaporkan lingkungannya, kalau
warga biasa saja karena mereka tidak tahu. Kecuali misal RT kumpulin warga jadi
satu, lalu memberitahu kalau RT sekarang sudah pakai ‘Qlue’ dan menjelaskan cara
kerjanya, jadi kalau misal lingkungan kotor jadi ketahuan sama kelurahan, lalu
kelurahan datang melihat, kalau diberikan ultimatum seperti itu takut ditegur sama
lurahnya. Tapi saat ini tidak seperti itu, warga tidak ada yang tahu, hanya pengurus
RT saja. Jadi mau pakai ‘Qlue’ atau tidak yang begini adanya kalau di lingkungan
ini. Jadi kalau misal kebersihan rumah itu kan tanggung jawab kita yang punya
rumah, kalau bersama kan ibaratnya kalau kita lagi kerja bakti, cuman kan ada juga
warganya yang tidak sadar diri. Ada kan rumah mereka di depan dekat jalan, tapi
kalau kita lihat yang namanya sampah, daun-daun berserakan, mereka diam saja.
Kalau kita jalan kan pemandangan jadi tidak enak, harusnya kan mereka sadar diri
mengingat posisi rumah mereka yang ada di dekat jalan yang sering dilewati orang.
Bisa saja kan apa itu orang kelurahan yang lewat situ atau siapa saja kan. Kalau
tidak percaya lihat saja nanti tuh ada di depan, banyak sampah berserakan. Bapak
sebagai RT sudah menegur, tapi kan cape kalau harus setiap hari ditegur. Kalau kita
yang bersihkan takutnya mereka tersinggung, tapi merekanya juga tidak sadar diri
akan kebersihan lingkungan. Padahal mereka tahu kalau bapak pakaui ‘Qlue’, bisa
di bilang mereka sebagai sekretarisnya RT. Kalau bapak mau foto tapi takut mereka
tersinggung, tapi kalau didiamkan, mereka tidak ada inisiatif untuk membersihkan
rumahnya. Jadi dari warga yang tahu bapak pakai ‘Qlue’ saja, mereka sikapnya biasa
apalagi warga yang tidak tahu.
xxxii
Transkrip 4
Wawancara dengan Bapak Sutrisman
Ketua RT 006 RW 04
Tempat : Rumah Ketua RT 006 RW 04, Jl. H. Khair, Kelurahan Ragunan
Waktu : Senin, 01 Agustus 2016, Pukul 11.02-11.14
P: Peneliti
N: Narasumber
P Bagaimana dengan penggunaan aplikasi ‘Qlue’ bagi bapak sebagai ketua RT?
N Pemakaian aplikasinya sendiri sejak dari bulan Juni sudah tidak jalan, dalam artian
tidak lagi mengirimkan laporan. Handphone juga kan pinjam dari anak, memang
dari kelurahan sendiri tidak ada dan dari pertama-tama kita juga soal ‘Qlue’ dari
bulan Mei sudah full lah untuk laporannya, cuman sejak Juni itu sudah bingung
untuk kedepannya bagaimana. Kalau kegiatan kita di RT-RT sendiri misal kerja
bakti, yang memberatkannya ini adalah aturan tiga kali dalam sehari yang harus
melaporkan kegiatan atau kondisi di lingkungannya. Saya terus terang saja, mau
bohong apa lagi. Tapi saya sebagai RT di sini menerangkan bahwa di lingkungan
ini tidak terjadi apa-apa, posyandu juga tetap jalan. Tapi kalau cuma posyandu saja
kan bisa dihitung, kegiatan RT bisa dihitung, tidak selalu ada setiap hari. Kalau saya
berharap untuk pembuatan laporannya minimal satu dalam satu hari, bukan tiga
karena terkesan memberatkan. Kita juga mencari hal-hal yang positif kan untuk
dilaporkan, jadi pada akhirnya kita bingung apa lagi yang mau kita foto kan karena
tidak ada kegiatan. Tapi yang penting untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang
bisa kita laporkan. Apalagi pelayanan masyarakat sekarang kan tidak seperti dulu
lagi, KTP saja sudah seumur hidup, apa lagi yang mau kita layanin? Paling ya kalau
satu minggu sekali baru ada pelayanan, bahkan tidak ada sama sekali. Makanya di
beberapa RT sekitar sini tidak berjalan, bingung-bingung juga.
P Kalau yang waktu demo mengenai penolakan RT RW se-DKI soal aturan pelaporan
tiga kali sehari bapak ikut atau tidak?
xxxiii
N Oh itu tidak ikut. Kalau saya yang begitu-begitu saya memang tidak ikut, tapi kalau
yang mereka lakukan untuk kebaikan ya saya dukung-dukung saja. Kalau untuk
demo-demo si saya tidak pernah ikut, bahkan dari RW kita juga tidak pernah ada
instruksi untuk demo itu. Yasudahlah saya anggap ini sebagai resiko sendiri saja,
kalau memang dari kelurahan melihat ada RT yang tidak jalan atau bagaimana dan
ingin mengganti ketua RT ya silahkan, RT mau dipecat ya silahkan saja.
P Masalah penggunaan aplikasi ini sendiri keberatan atau tidak?
N Sebenarnya aplikasi ‘Qlue’ ini sendiri programnya bagus, cuman jangan pakai
aturan yang tiga kali seharinya itu, kalau aturan lainnya sih saya tidak masalah.
Tidak keberatan, bagus kok programnya, apalagi kalau pelayanan di masyarakat jadi
bagus.
P Kalau dari warga masih aktif dalam menjaga lingkungannya atau bergantung dengan
aplikasi?
N Dari warga sih masih sangat aktif, malah kalau lagi ada kegiatan lalu kita mau foto
saja malah lari, sambil bercanda bilang “lu enak dapet duit, gue kaga”. Kalau lagi
ada kegiatan misal kegiatan kerja bakti lalu mau kita foto, saya dibercandain sama
yang lain “enak foto-foto dapet 10.000, lah gue ga dapet”. Untuk kegiatan-kegiatan
sih kita tidak harus melaksanakan di RT kita saja, kan kalau program kegiatan itu
biasanya dari RW misal pembabatan rumbut buat lansia, mengadakan senam kita
adakan meski dalam lingkup RW. Kebersihan tidak ada masalah, jumantik juga
tidak ada masalah, kerja bakti juga, pelayanan warga semua lancar, hanya masalah
aturan laporannya itu saja yang saja tidak suka.
P Kalau hubungannya dengan kelurahan bagaimana?
N Baik, sangat baik. Bahkan saya sering kontek-kontekan, kalau di antara yang lain
saya yang paling rajin si, di antara yang lain mungkin karena hampir tidak adanya
kegiatan di RT lain. Lurah juga sudah hapal kalau ada kegiatan apa di sini.
P Untuk dari warga pernah ada laporan atau tidak soal teguran atau lingkungan?
N Ya, waktu bulan puasa pas kita mau adakan acara buka puasa bersama, karena kita
kan ga ada ‘Qlue’ tidak jalan waktu itu, jadi kita masih pakai SPJ, tolong SPJ ini
terakhir saja dilaporin, nanti Juli efektif. Kadang istri bantuin untuk laporin lewat
xxxiv
‘Qlue’, tapi yang lain tidak tahu itu bisa sampai 150 laporan setiap bulan, saya suka
bingung itu. Kok bisa 150 sebulan, apa beritanya gitu? Kan kita minimal 90, karena
3x30 itu saja si, cuman karena ada yang 150 saya jadi bingung juga bagaimana
caranya. Kita mau berita bohong apa lagi yang mau laporkan.
P Kalau soal dana itu benar dapat dari Pemda?
N Iya kalau itu dapat, operasional dapat tetap jalan walaupun itu tidak tepat waktu.
P Itu dapatnya dari mana?
N Dari kelurahan langsung, jadi kan 10.000 x 3 x 30 kan jadi 900.000 sebulan
ditambah 75.000 untuk uang pulsa, memang aturan dulu begitu.
P Aturan yang tiga kali sehari itu aturan yang lama lalu coba diterapkan dengan
aplikasi atau memang ada aturan barunya seperti itu?
N Iya memang aturannya sekarang seperti itu, harus tiga kali. Cuman masih banyak
kendala dalam jumlah laporannya, yang seharusnya laporan-laporan kita masuk ke
kelurahan yang nantinya akan langsung dimonitor, tapi kadang ada juga laporan
yang tidak masuk. Yang seharusnya misal laporan kita sudah banyak tapi di
kelurahan jumlah datanya tidak banyak.
P Yang saya tahu kan aturan tiga kali itu aturan yang digunakan saat belum adanya
aplikasi, misal pembuatan surat pengantar baru dilaporkan, nah yang sekarang itu
aturan lama tapi coba diterapkan dengan aturan baru yang pakai aplikasi dan
diwajibkan?
N Iya sebenarnya untuk pembuatan surat pengantar juga termasuk dalam laporan
karena itu juga kegiatan, cuman kan warga tidak setiap hari minta surat keterangan
atau pengantar. Dan juga masa iya setiap orang ada sedang menyapu pelataran
halamannya sendiri kita foto? Kalau ada kegiatan bersama baru kita foto. Laporan
kita itu tidak sampai ke gubernur, hanya sampai kelurahan saja. Kalau banjir juga
kita laporkan agar lurahnya juga turun tangan.
P Kalau warga RT 006 ada yang pakai ‘Qlue’ atau tidak?
N Dari warga tidak ada, cuma kita saja sebagai pengurus yang menggunakan. Banyak
sih soal kendala jumlah laporan dalam sehari itu, berat gitu kita pikir mau apa gitu
yang mau difoto, kan tidak mungkin juga ada ibu-ibu lagi ngobrol lalu kita foto, kita
xxxv
kirim. Sebenarnya hanya itu saja, kalau pemerintah mau menerapkan itu tidak perlu
aturan itu lah, kegiatan kita juga sudah positif, dari penimbangan, dari apa, kegiatan
keagamaan, tapi kan tidak sampai 90 sebulan.
P Kalau di RT sini ada dampak khusus tidak dari hadirnya aplikasi ini?
N Tidak ada, sama saja seperti sebelumnya. Bahkan RT 004 dari awal ada himbauan
pakai ‘Qlue’ tidak pernah kirim, sudah pasrah dia, kalau harus dicopot ya sudah, tapi
dari kelurahan biasa saja tuh karena dari kegiatan RT kita juga semua aktif, tidak
harus lapor lewat aplikasi, orang kelurahan juga sudah tahu.
P Kalau RT 004 alasannya apa tidak menggunakan aplikasi?
N Ya dia pertama alasannya karena sudah tua, sudah 60 lebih, sudah gitu dia juga
sama, apa lagi yang mau difoto. Sudah kehabisan ide, saya juga begitu. Kadang
kalau habis foto kita bingung apa beritanya yang mau dikirim. Orang yang lewat
memang sering kalau ada sampah lalu difoto, ada apa lalu foto, tapi kan kita tidak
tahu kapan itu pembersihan dari PPSUnya. Atau dikasih tahu kalau ada PPSU yang
sedang bersih-bersih, tapi pas ke lokasinya sudah tidak ada. Kan tidak bisa
melaporkan beritanya saja tanpa foto. Nah ini kan sekarang sudah tanggal 1, kita
mau coba lagi nih bagaimana ‘Qlue’nya, pusing lagi. Kalau pagi-pagi kita keluar
buat cari apa yang mau difoto, jadi mikir lagi. Bahkan pernah di dekat rumah sakit
hewan waktu antar anak sekolah, ada bapak-bapak sedang menyapu, saya foto saja
meskipun bukan warga saya. Kalau dari kelurahan melihat kita tidak ada kontribusi
lalu ingin ada penggantian silahkan saja, saya yakin pada akhirnya sama juga
masalahnya. Siapapun yang jadi RT tapi kalau tidak ada kegiatan yang mau
dilaporkan ya sama saja. Jadi tidak terlalu pengaruh sekali ada atau tidaknya aplikasi
ini, biasa saja.
xxxvi
Transkrip 5
Wawancara dengan Elita Yunanda
Head of Communication, Qlue Performa Indonesia
Tempat : Globe Building Lantai 3, Jl. Warung Jati Barat Kav.31-33, Jakarta
Selatan
Waktu : Rabu, 3 Agustus 2016 pukul 14.30-14.41
P: Peneliti
N: Narasumber
P Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa yang menjadi alasan utama dibuatnya aplikasi
‘Qlue’ adalah karena banyaknya masalah yang ada di perkotaan, selain karena
masalah tersebut, apakah ada alasan lain dibalik kemunculan aplikasi Qlue?
Misalnya karena ada peluang keuntungan atau ada hal lainnya seperti kebanyakan
startup yang juga muncul belakangan ini.
N Tidak ada. Latar belatang utama dibuatnya ‘Qlue’ karena terinspirasi dari banyak
masalah yang ada di Indonesia khususnya Ibukota Jakarta, seiring berjalannya
waktu ‘Qlue’ menjadi aplikasi laporan warga yang dapat membawa perubahan
positif bagi sebuah kota menjadi Smart City. Terkait keuntungan, perlu dibedakan
antara objektif visi dan misi ‘Qlue’ dengan orientasi bisnis, setiap perusahaan pasti
pada akhirnya berorientasi pada keberlangsungan bisnis dan profit.
P Selain sudah disebutkan kalau ‘Qlue’ bekerja sama dengan pemerintah lewat tender
yang saat itu diadakan oleh Pemprov DKI, kenapa lebih memilih untuk bekerjasama
dengan pemerintah, tidak memutuskan untuk berdiri sendiri saja? Apa keuntungan
bila bergabung dengan pemerintah?
N Karena ‘Qlue’ merupakan solusi bagi perkotaan yang menjadi perantara komunikasi
antara pemerintah dengan warga. Pada prakteknya ‘Qlue’ berkembang tidak hanya
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam hal meningkatkan pelayanan terhadap
warga tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh swasta dalam hal peningkatan kualitas
layanan kepada konsumen melalui laporan-laporan yang masuk di ‘Qlue’. Visi &
xxxvii
misi kami adalah untuk menciptakan Smart City lebih luasnya menciptakan Smart
Nation bahkan tidak hanya di Indonesia saja, itu tidak dapat tercapai tanpa kami
menjalin kerjasama dengan pemerintah.
P Seperti apa sistem kerja sama yang dibangun dengan pemerintah, juga dengan
aplikasi CROP? Karena disebutkan dari pihak kelurahan bahwa untuk tindaklanjut
atau ingin merubah status indikator proses harus dengan CROP.
N Kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui UPT (Unit Pelaksana
Teknis) Jakarta Smart City, kami menyediakan aplikasi pelaporan warga dan share
API (Application Programming Interface) laporan kemudian timbal baliknya
pemerintah memberikan sosialisasi dan publikasi terkait ‘Qlue’ kepada masyarakat.
Semua kerjasama ini gratis atau full barter. Sedangkan untuk aplikasi CROP, adalah
aplikasi buatan Pemprov DKI Jakarta yang digunakan oleh aparat pemerintah untuk
menindaklanjuti laporan di ‘Qlue’. Jadi di sini sebenarnya aparat pemerintah
diberikan dua pilihan dalam penindaklanjutan, pertama lewat CROP atau juga bisa
langsung dengan lewat ‘Qlue’.
P Bagaimana ‘Qlue’ memproteksi data user?
N Kami memiliki database user yang tidak disebarluaskan kepada siapapun, bahkan
kepada Pemprov DKI Jakarta sekalipun. Untuk kenyamanan pengguna, di ‘Qlue’
mereka juga tidak diwajibkan mengisi data pribadi secara detail karena sifatnya
anonymous. Jadi kerahasiaan pengguna dijamin oleh ‘Qlue’.
P Karena ‘Qlue’ ini bentuknya media sosial, jadi siapapun bebas untuk menggunakan
atau melaporkan bahkan ada yang memiliki 1 akun, bagaimana ‘Qlue’ membuat
data user bisa valid dalam artian bahwa untuk mencegah laporan-laporan yang tidak
bertanggung jawab sehingga membuat masalah kepada pihak kelurahan terkait?
N Kami memverifikasi laporan berdasarkan laporan user bukan dari siapa yang
melapor, dengan sistem geotagging dan didukung dengan bukti foto atau video
berguna untuk melacak lokasi dan permasalahannya. Selain itu, kami memiliki filter
by system untuk mengkurasi laporan yang masuk dibantu dengan dedicated admin,
komunitas user Kopas & Police Qlue serta tim command center dari Jakarta Smart
City.
xxxviii
P Kalau yang komunitas user Kopas & Police Qlue itu apa maksudnya?
N Itu user yang membantu kita buat mendelete laporan & komen yang bersifat SARA.
Di user Kopas itu ada fitur khusus yang bisa delete laporan-laporan yang sifatnya
negatif. Kopas & Police Qlue dipilih karena dedikasi mereka aktif di ‘Qlue’ dan
diseleksi khusus sama tim kami.
P Apa andil ‘Qlue’ kepada Pemprov selain penyedia layanan pelaporan warga untuk
disalurkan ke Jakarta Smart City?
N Kami merupakan perusahaan penyedia aplikasi yang mendukung program Jakarta
Smart City, tidak hanya itu kami juga membantu pembangunan sistem CROP pada
awal proses pendirian program Jakarta Smart City hingga sekarang. Kami terus
berkomitmen memberikan kontribusi dalam membangun Jakarta melalui program
Jakarta Smart City setidaknya hingga 10 tahun ke depan.
xxxix
Transkrip 6
Wawancara dengan Bapak Ruslani
Ketua RT 007 RW 01
Tempat : Rumah Ketua RT 007 RW 01
Waktu : Kamis, 11 Agustus 2016 pukul 11.50-12.07
P: Peneliti
N: Narasumber
P Jadi bapak terakhir kali pakai aplikasi ‘Qlue’ itu kapan?
N Kalau ditanya kapan terakhir pakai sih sekarang juga masih pakai atau aktif. Kalau
awalnya itu sekitar bulan Januari sudah mulai diberlakukan.
P Alasan untuk menggunakan aplikasi tersebut kenapa pak?
N Ya jadi itu karena kita ikutin peraturan gubernur saja.
P Jadi bukan karena kemauan sendiri untuk menggunakannya?
N Oh tidak. Jadi sebenarnya awalnya kan dari keluhan RW terkait melaporkan
kegiatan RT terkait dengan dana yang diperlukan untuk sesuai dengan operasional.
Kebetulan untuk membuat itu kan per triwulan, tiga bulan aturannya, terkait dengan
kwitansi-kwitansi biasanya. Umumnya kan kita kalau ada kerja bakti atau apa kan
beli gorengan kan ga pakai kwitansi, sedangkan dituntut harus pakai kwitansi, jadi
setiap mau ada apa untuk kegiatan harus melampirkan kwitansi, mau gam au kita
juga harus rekayasa, masa kita beli pisang goreng saja kan ga mungkin pakai bon.
Nah sekarang karena perkembangannya, kita harus pakai ‘Qlue’, dengan foto. Jadi
kalau ada apa untuk operasional harus kita foto. Tapi yang ga diterima sama RT RW
nya ya foto itu pengirimannya satu hari 3 kali, itu untuk sekali kirim nilainya 10.000,
jadi kalau ga kirim ya operasional ga dapat.
P Itu diwajibkan ya pak?
N Iya. Jadi kan dari RT kan di mana-mana banyak penolakan.
P Jadi untuk penolakan itu bagaimana tuh pak?
xl
N Untuk masalah itu yang saya tau untuk di wilayah Rawa Bambu sudah eskalasi RT
RW menolak.
P Bapak ikut waktu penolakan itu?
N Oh tidak. Itu yang protes dari Jakarta Barat apa Jakarta Timur gitu. Tapi kalau
ditanya rata-rata RT di sini menolak lah, kalau saya menolak ‘Qlue’nya juga
menolak Ahok nya.
P Kendalanya apa tuh pak kenapa bisa menolak?
N ‘Qlue’nya kan itu harus pakai memori yang besar, pakai Samsung yang Ace 2 saja
ga bisa, download aplikasinya saja ga bisa akhirnya saya beli yang Lenovo tuh, jadi
harus bermodal juga. Udah download lalu harus langsung laporan, ternyata ada
kendala di frekuensi apa, kadang mau kadang ga, kadang kirim bisa kadang juga ga,
makanya akhirnya kan rugi juga kalau satu hari ga bisa kirim.
P Ohh jadi lebih ke masalah teknis saja ya pak, bukan masalah aturan atau apa?
N Kalau untuk foto mah saya apa saja, kadang saluran air saya foto, saya kan PNS, ini
karena ada saudara yang lagi meninggal jadi lagi izin pulang, nanti abis sholat Zuhur
balik lagi. Kalau saya malah jam setengah 7 sudah berangkat, cuman kan jadi jam
setengah 7 kurang, pulang kan jam 5, apa yang mau difoto coba? Makanya foto
jembatan, foto saluran air, ya udah itu saja, kasih judul saja misal kebersihan
lingkungan atau monitoring, kebersihan saluran air, sudah. Pada umumnya kan
lingkungan kita itu kondusif aman paling ga ya sampah-sampah dikit lah, kalau
untuk masalah aturan itu saya sih gam au ambil pusing, pokoknya foto apa saja, lagi
ada orang nyapu foto kirim. Ya kendalanya ya itu tadi kalau misalnya operasinalnya
kan sebulan 975 awalnya, pas ada ‘Qlue’ potong 75 buat pulsa, sisanya 900 itu
dihitung dari pengiriman foto. Kalau ga kirim ya ga sampai segitu. Kalau misal
sehari sekali kan paling sebulan cuma dapat 30 foto.
P Kalau misal ga kirim sehari ga sampai 3 kali bagaimana tuh pak?
N Ya ga tau juga, ini kan Juli baru mulai diberlakukan, dan ini untuk Juli belum cair.
Makanya kalau misal ga ikut aturan itu ya saya dapatnya dikit, kan saya jarang kirim
foto. Jadi sistem pembayarannya itu tiga bulan sekali, kan dihitung dari Januari-
xli
Februari-Maret, lalu April-Mei-Juni, itu sudah cair, Juli-Agustus-September ini
belum.
P Jadi sekarang untuk operasional RT itu tergantung dari pengiriman foto?
N Iya kana da tuh dari peraturan Gubernur itu, nomor berapa itu, kan diwajibkan buat
minimal 3 kali, kalau yang seperti saya yang PNS jarang di rumah kan susah, paling
cuma Sabtu-Minggu saja. Maunya kepala RT tuh foto buat tambahan saja, kan
operasional kan sudah 900, kirim foto nah nilai 10.000 itu maunya kita buat
tambahan saja.
P Jadi sistemnya sekarang satu foto itu nilainya untuk murni operasional saja bukan
terpisah dengan kegiatan?
N Bukan, jadi kalau ga kirim ya ga dapat operasional.
P Kalau dulu peraturannya bagaimana tuh?
N Kalau dulu kan bikin kwitansi. Misal kegiatan kerja bakti, konsumsi misal 400.000
nanti kita rinciin buat apa saja. Jadi kalau sekarang kita ga bikin kwitansi tapi pakai
foto. Kalau lagi ada apa ya kita foto dapat 10.000, nanti sore foto lagi, pokoknya ya
3 kali sehari. Saya sih gimana kalau ga ngirim-ngirim ga dibayar ya serahin saja KK
nya sama Lurah, biar Lurah atur saja lah. Kan kalau kita kan dipilih warga, kata
Ahok kan kalau RT RW ga mau lapor disuruh mengundurkan diri, emang kita
diangkat sama Ahok? Kan kita diangkat sama warga, kalau dari warganya ga mau
gimana? Kita kan dipilih warga.
P Kan kalau yang kita dengar lewat berita itu kata Ahok kan RT RW yang menolak
karena ada oknum bisnisin lahan parkir yang sekarang sudah ga bisa lagi karena
pakai ‘Qlue’?
N Itu kan kalau yang punya lahan, kan ga semua RT ada, kaya saya emang ada lahan
apa? Ga ada apa-apanya kan, mungkin cuma segelintir RT yang punya lahan aja itu
atau yang di daerah Kota atau di Barat saja itu, kalau di kampung sih mau parkirin
apaan? Yang pungli-pungli ga ada, malah kalau ada orang susah ya, biasanya kan
ada bantuan, tapi kalau ga mau kasih ya ga apa-apa.
P Kalau komunikasi dengan orang kelurahan bagaimana pak?
xlii
N Kalau orang kelurahan mah baik-baik saja, cuman kalau dari RT nya ga jalan kasih
laporan, lurahnya yang ditegur. Kalau dari RT nya ga ada masalah.
P Kalau dengan warga bagaimana?
N Kalau sama warga sih baik-baik saja, saya juga sudah 5 kali jadi RT, orang dari
warga juga ga ada lagi yang mau jadi RT.
P Dari warga ada yang tau kalau bapak pakai aplikasi itu?
N Tau, banyak yang tau. Paling kalau lagi foto pada nanyain “pak RT foto-foto mulu”,
ya saya jawab saja buat laporan, lama-lama kan ngerti juga.
P Tapi dari warga ada juga atau ga yang pakai juga apa ga aplikasinya?
N Ya pokoknya untuk pengurus RT RW semua harus pakai, kalau warga sih ga ada.
Paling ada beberapa orang yang pakai tapi laporannya ga ke kelurahan, langsung ke
wali kota atau pemerintahan.
P Partisipasi warga bagaimana? Kalau sekarang sama dulu itu bagimana? Ada
perbedaan atau tidak?
N Kalau itu sih ga ada bedanya ya, biasa-biasa saja. Saya dari tahun 98 sampai
sekarang baik-baik aja sih. Paling kalau terakhir ini sekarang jadi ada karang taruna
aja.
P Kalau karang tarunanya itu bagaimana pak?
N Bagus sih, aktif juga buat minta iuran warga. Yang tadinya ga ada iuran dari warga,
sekarang jadi ada yang narikin. Biasanya ada kendalanya dari warga yang belum
pernah ikut karang taruna. Ada yang aktif itu anaknya pak RW, masih sekolah
sekarang, baru masuk SMA.
P Lalu ada pengaruhnya atau tidak warga sini dari aplikasi itu?
N Ya ga ada lah, orang warga ga ada yang pakai, kan yang pakai cuma pengurus RT
RW aja karena terkait laporan itu juga alasan pakainya, kalau warga kan ga ada
kewajiban lapor apa-apa.
P Warga pernah ada masalah di lingkungan apa ga?
N Ga ada sih kalau dari warga. Kalau ada masalah atau apa juga sekarang ga pakai
aplikasi ‘Qlue’, paling pada pakai WA (Whatsapp), kan kita ada grup kelurahan,
jadi kalau ada apa-apa saya juga lebih milih pakai WA aja ke kelurahan, kaya
xliii
kemarin tuh ada ledakan tabung gas langsung direspon, kalau ‘Qlue’ kan muter-
muter dulu, ga langsung sampai ke lurah, terus tugasin tim orange nya, baru panggil
polisi, bisa-bisa jadi kebakaran duluan, sampai sekarang statusnya masih belum
diproses.
xliv
Transkrip 7
Wawancara dengan Bapak Rohim
Ketua RW 01
Tempat : Rumah Ketua RW 01
Waktu : Kamis, 11 Agustus 2016 pukul 12.30-12.43
P: Peneliti
N: Narasumber
P Jadi saya sebelumnya mau tanya bapak masih aktif pakai aplikasi ‘Qlue’ apa ga?
N Kalau ‘Qlue’ udah jarang banget.
P Kapan kira-kira terakhir pakai?
N Udah lama, saya lupa tuh, kira-kira pas bulan Juni apa Juli kayanya.
P Alasannya kenapa ga pakai lagi sekarang?
N Ya ga pakai aja, ga tau juga apa lagi yang mau difoto, kita kan bukan tukang foto,
ngapain pakai foto-foto segala buat laporan doang.
P Kalau dari warga ada yang pakai juga apa ga?
N Ga ada, warga juga ga ada yang tau tuh soal ‘Qlue’ cuman saya saja sama RT. Lagi
kalau pun ada itu dikirimnya ga ke RT/RW, langsung ke walikota.
P Kalau hubungan warga dengan kelurahan bagaimana pak?
N Oh biasa lah, baik-baik aja. Kalau prinsip kita itu satu, tunduk sama peraturan.
Kerja bakti juga, biasa-biasa aja, normal semuanya.
P Bagi warga atau bapak sendiri ada pengaruhnnya atau tidak?
N Ga ada, itu kan cuma proyeknya orang Smart City saja, kan temannya ahok itu yang
proyekin itu. Jadi dia ngasih proyek orang, tapi kita (pengurus RT/RW) yang
jalanin, itu pun kalau ada, kalau ga kan diganti. Banyak si yang sebenarnya nolak
pakai aplikasi itu, bukan saya aja.
P Jadi meskipun ada aplikasi ini, bagaimana keaktifan warga di lingkungan? Misal
kaya di sini kan pemasangan bendera di jalan atau gimana?
xlv
N Ya biasa-biasa aja, kegiatan iurannya dari warga juga, karang taruna RT ada, RW
ada, jadi kalau kegiatan ya pasti ada kegiatan masing-masing. Ga ada pengaruhnya
‘Qlue’ itu, itu kan cuma aplikasi, kadang malah jelek-jelekin orang juga. Sekarang
kan semua serba aplikasi-aplikasi, harusnya kalau dia (Pemprov) mau jalanin itu ya
silahkan aja, tapi ga usah pakai wajib 3 kali seharinya itu, kan kita jadi bingung.
Aplikasinya sih sebenarnya ga masalah, cuman ya aturannya itu.
P Kalau misal kita ga melapor 3 kali sehari itu ada pengaruhnya apa ga?
N Ga ada, kemarin kan mulainya kalau ga salah kan dari Januari, Februari, Maret,
April, Mei, itu ada yang semua orang di Cipete tuh kalau mau tanya ga ada tuh RT-
nya yang ngelawan, lagi saya pikir buat apaan, kemaren saya banyak nih kirim udah
4, kalau sebulan kan harusnya 90, katanya kalau ga itu ga dibayar, tapi sampai
sekarang saya tetap dibayar. Ada yang blank sama sekali ga ada, banyak tuh
sekarang yang gam au kirim, kalau ada kan saya bisa cek, kan kita ada forum tuh,
ada forum ‘Qlue’ khusus Kelurahan Ragunan, kita buka-buka ga ada tuh laporan
dari RT itu, makanya sekarang saya juga ga kirim, ngapain kan, emang gua pikirin.
Lagi kita kan dipilih sama warga bukan sama dia (Ahok), mau maen mecat-mecat
aja, gubernur sial dangkalan itu kalau saya bilang.
P Jadi sekarang bapak udah ga pakai?
N Ada saya pakai, tapi jarang ngirim, kan cuma buat lapor di wilayah Kelurahan
Ragunan aja, kalau di luar jalur itu ga boleh. Kalau misal ada laporan, kita punya 2
nih, ada Whatsapp, ada ‘Qlue’, malah jadi keseringan lewat Whatsapp gampangan,
bisa langsung nyampe. Ini kalau ‘Qlue’ kalau lagi error ga nyampe, ga efektif lah.
Itu kan Cuma buat nguntung-nguntungin temennya doang, ini kan proyek, makanya
besok jangan dipilih dia. Ente tinggal di mana?
P Saya tinggalnya mah di situ deket, di Kebagusan.
N Nah Kebagusan kan Jakarta juga, makanya jangan pilih dia nanti.
xlvi
Transkrip 8
Wawancara dengan Angga
Anggota PPSU Kelurahan Ragunan
Tempat : Kantor Kelurahan Ragunan
Waktu : Kamis, 11 Agustus 2016 pukul 12.57-13.11
P: Peneliti
N: Narasumber
P PPSU itu sudah ada dari kapan?
N Udah setahun, dari Agustus tahun kemarin juga kalau ga salah.
P Fungsi PPSU itu untuk apa saja?
N Semuanya, pokoknya untuk kebersihan lingkungan, bencana-bencana gitu,
pokoknya semuanya.
P Ada kesulitan atau ga kalau pengerjaan dari laporan di lapangan?
N Kesulitan sih banyak, tapi yam au ga mau kita harus tetap diusahain.
P Kalau laporannya yang masuk gimana tuh prosesnya?
N Melalui foto laporannya, jadi nanti kan kita ada mandor, jadi laporannya itu yang
diterima mandor langsung kita cari lokasinya untuk ditindaklanjuti. Mandor itu
kalau ada laporan dia konfirmasi terus baik ke kelurahan atau ke kecamatan buat tau
lokasi pastinya di mana, jadi pokoknya intinya ya kirim-kiriman foto gitu.
P Kalau menurut abang efektif apa ga nih dengan adanya aplikasi ‘Qlue’ untuk sarana
pengaduan warga?
N Ya pasti kalau itu kan ada positifnya, ada juga negatifnya kan semuanya. Negatifnya
bikin orang jadi males kan, jadi ga mau kerja, misal di halaman rumahnya sendiri
nih ada sampah sedikit dia foto, padahal dia bisa kerjain sendiri. Positifnya ya
semuanya bisa jadi lebih bersih dengan cepat.
P Kalau sehari itu biasanya ada berapa masalah atau laporan yang dikerjain sama tim?
xlvii
N Pertamanya sih atau dulu itu cuma satu, dua, tiga, tapi sekarang bisa sampai 20an
laporan dalam sehari. Itu sih waktu seminggu yang lalu, ga tau sih kalau minggu ini,
mungkin bisa lebih banyak, karena kan ini sifatnya ga tetap, bisa sedikit bisa banyak.
P Satu tim ini cakupannya sampai ke wilayah yang Pejaten itu?
N Iya, pokoknya selama itu masih Kelurahan Ragunan.
P Tapi ada pembagian wilayah-wilayahnya ga? Apa semua satu tim keliling terus?
N Jadi kita di PPSU itu dibagi berapa grup, dibagi ke beberapa wilayah, jadi kalau dari
pagi ya kita biasa sapu-sapu jalanan, tapi kalau ada ‘Qlue’ ya tinggal lihat
laporannya itu ada di wilayah mana, tinggal hubungin tim terdekat laporannya. Tapi
kadang ga satu grup gerak ke satu lokasi itu, bisa misal dua orang, jadi fleksibel
gitu. Kadang kalau misalnya udah parah banget hampir semuanya kita turun ke
lokasi laporannya. Kalau memang harus rame-rame ya semuanya, kalau bisa
ditanganin sama beberapa orang ya cuma beberapa orang aja yang turun.
P Kalau dari adanya aplikasi ini menurut abang ada pengaruhnya apa ga? Misal buat
lingkungan apa buat masyarakat.
N Membawa lah, ada pengaruhnya banget. Misalnya kemarin ada di depan rumah
orang, itu got sih, jadi dia udah lapor RT-nya supaya dikerjain, soalnya kan itu kalau
ujan airnya itu udah parah banget bisa tumpah ke jalan soalnya udah mampet banget,
katanya udah berbulan-bulan, nah dia baru banget coba kan ‘Qlue’ ini, dia siang
baru ngirim laporannya, paling beberapa menit kemudaian ada orang dateng, dia
kaget juga karena langsung dikerjain. Ya jadi cepat tanggap lah.
P Kalau pengaduannya itu harus pakai ‘Qlue’ atau harus ke RT dulu?
N Tergantung, kalau masalahnya berat bisa langsung pakai ‘Qlue’, tapi kalau mau
lewat RT juga bisa tinggal ajuin proposal aja. Misal ada kerja bakti atau apa, jadi ga
perlu tergantung dari aplikasi aja. Itu kan kalau warga awam kan ga tau kalau misal
harus buat proposal dulu, sedangkan itu kalau masalahnya sepele kan bisa langsung
‘Qlue’ aja dan bisa langsung kita kerjain juga kan jadi selesai masalahnya. Kalau
mau ajuin proposal kan alurnya ribet ya, harus ke mana dulu, trus dioper ke mana
lagi kan.
xlviii
P Kalau sebelum adanya aplikasi, partisipasi masyarakat itu bagaimana? Kan abang
juga sebelum jadi PPSU kan jadi warga juga, nah itu abang ngeliatnya bagaimana
tuh?
N Kurang tau sih, kalau menurut saya sih ada, cuman kan beda orang beda pendapat
ya, jadi kalau orangnya itu rajin ya rajin terus, sering ikut kerja bakti ya ikut, kan
ada juga tuh orang yang kalau misal ada sampah plastik aja nih ga mau pungut. Yang
rajin, rajin, yang males, ya males, kan beda-beda ya namanya juga orang. Kaya
sekarang misal ada hal-hal yang sepele gitu difoto, kaya gini nih di depan toko gitu,
ada sampah dikit kan, harusnya kan dia bisa kerjain sendiri, tapi ini difoto, kita ya
nangkepnya itu kemungkinan dia lagi coba aplikasinya atau dia lagi iseng mau
ngerjain kita, soalnya selain itu ga ada kemungkinan lain tuh. Ya kita mikirnya ga
semua orang bener kan, jadi banyak juga kan yang foto ga jelas, kaya ada tuh botol
satu doang difoto, kan kita mau gam au tetap harus kerjain, soalnya foto laporannya
itu langsung sampai ke DKI, jadi ada forum DKI kan kalau misal ketahuan ada
laporan yang ga dikerjain ya Lurahnya yang dimarahin. Padahal kan kalau dia mau
ya tinggal ambil terus buang ke tempat sampah, selesai kan, ini kita lagi kerja
dipanggil kan disuruh TL laporannya itu.
P Kalau PPSU itu emang mulainya dari jam berapa?
N Kita itu jalan pagi, jam 7 sampai jam 12 istirahat, nanti jam 1-nya jalan lagi sampe
jam 4. Kalau di PPSU itu hampir semuanya harus kerja, jadi ga ada tuh yang nyantai-
nyantai, kaya misal di jam-jam kerja tadi tuh, coba aja dateng ke sini (kantor
kelurahan) ada PPSU apa ga, pasti ada di wilayahnya masing-masing.
xlix
Transkrip 9
Wawancara dengan Muklis
Mahasiswa / Masyarakat Kelurahan Ragunan
Tempat : Perempatan Lampu Merah Ragunan
Waktu : Selasa, 6 September 2016 pukul 15.20-15.35
P: Peneliti
N: Narasumber
P Bisa jelasin ga gimana hubungan warga Ragunan sama pemerintah sekarang ini
dengan sesudah adanya aplikasi Qlue kalo diliat dari tempat tinggal mas?
N Kalo hubungannya sih yang saya tau baik-baik aja, kalo antar warga bisa dibilang
cukup erat ya, apalagi di sini kan daerahnya rawan banjir, antisipasi dari pihak
kelurahan juga ga langsung ditanganin, makanya sesama warga ya cukup erat buat
saling bantu kalo tau-tau ada banjir. Tapi pas sekarang ada aplikasi Qlue itu ya
lumayan lah kalo ada banjir penanganannya jadi lebih cepat, itu aja si.
P Kalo interaksinya gimana tuh antara warga sama orang kelurahan?
N Interaksi juga kayanya biasa aja ya, cuma sebatas kebutuhan urusan pengurusan
kaya misal ktp, kk, pokoknya yang berhubungan sama pendudukan dah.
P Bentuk partisipasi yang ada di warga ada apa aja si kalo boleh tau?
N Bentuk yang kaya gimana ya maksudnya?
P Ya jadi tuh warga kalo di lingkungan sering ikut kegiatan apa aja misal apa itu di
lingkungan RTnya atau RW?
N Ohh kalo itu paling biasanya ada gotong royong / kerja bakti, membersihkan
selokan, ada forum musyawarah juga, karang taruna remaja sama kegiatan
posyandu. Itu aja si yang saya tau.
P Pas adanya aplikasi ini gimana tuh kegiatannya? Masih jalan apa gimana?
N Sesudah adanya aplikasi ini yang saya liat juga masih tetep jalan, ga terlalu
berpengaruh lah kayanya.
P Kalo ngeliat dari antusias warga ngelaksanain kegiatan lingkungannya itu gimana?
l
N Kalo itu sih saya rasa antusias warga cukup tinggi, apalagi kan yang saya udah
bilang tadi kalo daerah kita itu rawan banjir jadi warga juga giat kalo misal ada kaya
kerja bakti gitu.
P Oh iya kalo boleh tau, mas tau aplikasi Qlue ini dari mana?
N Kalo tau aplikasi Qlue ini tadinya saya ga tau si, cuman pas saya kebetulan ikut di
karang taruna remaja sini, saya dikasih tau sama pak RT kalo ada aplikasi buat
lapor-lapor gitu katanya.
P Apa si alesan mas mau pake aplikasi itu, apalagi kalo misal kita bandingin kalo ga
pake?
N Alesannya si ya karena lebih simple aja, cepet, efisien dan lebih murah, ga perlu
sms, telpon, cuma perlu foto, terus kirim, dan langsung bisa diproses.
Kalo bandingin sama ga pake ya sistemnya itu lama dan ribet, ngabisin banyak
waktu juga, ga berbasis online, dan ga semua warga kan punya akses langsung ke
kelurahan, kalo pake Qlue kan semua orang bisa.
P Kalo gitu menurut mas aplikasi ini jadi kebutuhan warga ga?
N Bisa jadi kebutuhan tapi ga terlalu, karena cuma dibutuhkan pada saat tertentu aja
misal tadi kalo lagi ada banjir baru kepake, kalo ga terlalu penting atau darurat
banget ya ga pake.
P Tapi aplikasi ini efektif ga kalo buat nanggepin masalah yang dilaporin?
N Cukup efektif si, karena kan penanganannya jadi agak lebih cepat dilaksanakan
dibandingkan tanpa aplikasi.
P Jadi pas ada aplikasi ini itu jadi pengaruh ga buat ke hubungan warga sama orang
kelurahan? Misal apa jadi lebih deket atau ga.
N Ga terlalu ada pengaruhnya si, biasa aja warga sini, karena baik sebelum atau
sesudah adanya aplikasi atau mau ada atau ga ya hubungannya begini aja, ga ada
yang berubah.
P Mungkin yang terakhir kalo kita liat dari kasus yang waktu itu di berita soal
penolakan RT RW menggunakan aplikasi ini, di RT sini itu ikut nolak ga?
N Di wilayah saya si ga ada yang kaya gitu (penolakan aplikasi) kayanya, karena
menurut saya pribadi aplikasi ini cukup membantu warga sekitar.
li
Transkrip 10
Video Wawancara Liputan 6 dengan CEO Qlue Rama Raditya
Durasi : 00:06:40
P Qlue saat ini begitu populer, sebenarnya apa latar belakang dan misi yang diusung
Qlue?
N Sebenarnya kita cukup simple, kita ingin membawa perubahan ke lingkugan kita
dan secara skala besar negara kita dan kedepannya juga satu dunia. Dengan
mengajak partisipasi warga untuk melaporkan kondisi permasalahan yang ada di
sekitar mereka agar dapat ditindaklanjuti langsung oleh pihak terkait yaitu
pemerintah kota, Pemprov, juga PLN dan lain-lain. Harapan kita dengan adanya itu
dari hal yang tadinya tidak baik menjadi lebih baik.
P Apa sistem yang dipakai Qlue untuk menampung laporan tiap termasuk mengenai
keamanan data dari pelapor?
N Keamanan memang menjadi yang nomor satu bagi kita, walaupun datanya ini bisa
dibilang tidak cukup sensitif tapi ini memang data internal dan data-data ini cukup
penting karena juga bisa dipakai berbagai macam hal. Dari sistemnya sendiri, Qlue
saat melaporkan langsung masuk ke server kami, kami langsung reply ke Pemprov
DKI Jakarta sehingga mereka juga bisa melihat datanya setelah itu kita tampung
sesuai dengan kelurahan, jadi kelurahan-kelurahan yang ada di Jakarta, nanti
mereka akan menerima notifikasi lurahnya dari situ mereka bisa menindaklannjuti
laporannya sesuai dengan misal ada dinas kebersihan, dinas perhubungan juga
menerima notifikasi terkait laporan yang cocok dengan label yang diarahkan ke
mereka.
P Bagaimana cara Qlue manjaring lebih banyak pengguna?
N Sebenarnya sih kalau kita lihat, kita ada beberapa aktifitas yang terus dijalanin, ada
yang sifatnya digital, ada juga yang sifatnya onground, menggandeng komunitas,
menggandeng agen-agen perubahan yang ada di kota itu, kita ingin mengajak
warga-warga yang juga semangat untuk membawa perubahan agar bisa bergabung
juga di Qlue agar mereka bisa menyampaikan ke orang-orang terdekat mereka.
lii
Sebenarnya yang paling efektif memang kalau kita lihat dari situ, karena dari
sistemnya sendiri yaitu bagaimana sistemnya dapat efektif dulu, karena memang
kalau misal ada yang lapor tapi ga ditindaklanjut ga ada gunanya juga. Kalau
sistemnya ga sesuai dengan ekspektasi si pengguna buat apa dipakai kan, dengan
adanya sistem semakin bagus, saya rasa kami easy lah untuk orang-orang convert
untuk pakai Qlue.
P Apa kendala yang dihadapi Qlue dari upaya menjaring lebih banyak pengguna?
N Kendalanya sih mungkin dari scaling ke kota-kota lain walaupun itu bukan kendala
ya tetapi itu menjadi challenge untuk kita overcome, ini kan partner kita bukan
Pemprov DKI Jakarta saja, berbagai macam perusahaan lain dan begitu juga kota-
kota lain. Yang kita targetkan bukan kota-kota lain aja, tapi seluruh kota di
Indonesia, kalau bisa kota-kota di negara lain juga, nah itu yang menjadi challenge
kita sekarang.
P Selain Jakarta, kota mana saja yang menjadi target Qlue selanjutnya?
N Sebenarnya kan ga juga ya, jadi kan Qlue ini ada laporan untuk perusahaan, kita ga
cuma perusahaan yang ada di Jakarta, kalau misal perusahaannya di Palembang, jadi
laporannya ya di Palembang, jadi intinya pun satu Indonesia udah pake.
P Bagaimana dengan pengguna Qlue di kota lain?
N Datanya sih udah banyak dipakai di kota-kota lain kalau lihat data perharinya sudah
banyak yang muncul, saya ga bisa spesifiknya berapa, saya cuma bisa pastiin yang
paling banyak itu di Jabodetabek, ada Jogja, ada Bali, ya kaya gitu-gitu lah banyak
juga.
P Apakah ada tindak lanjut dari kota-kota tersebut?
N Ya walaupun mereka tidak ditindak lanjut, tapi kan Qlue ini pas foto terus lapor,
jadi kaya ngeshare misal “di daerah rumah saya ada lobang, oh ya saya juga liat ada
lobang nih”, jadi mereka saling ngobrol juga, awareness buat masing-masing
individual yang ada di sekitar situ. Jadi kadang-kadang orang-orang juga ga ekspek
buat ditindaklanjut, karena orang Indonesia suka komplain aja ada masalah, kita
match ya jadi cocok.
liii
P Qlue saat ini sudah memiliki layanan Qlue Transit, Qlue Safe dan Qlue Play.
Apakah ada rencana Qlue menghadirkan layanan lain?
N Kita lagi mau fokus ke Qlue nya aja sih, sebagai suatu wadah aspirasi masyarakat
untuk diinject Smart City Dashboard yang ada di tiap kota, karena kan solusinya ini
bukan cuma Qlue yang ada di masyarakat, masyarakat sih taunya kan si Qlue,
sebenarnya dibelakangnya kita membuat dashboard yang bisa menampung laporan
itu, dibuat analisa dari situ dan lain-lain. Nah dashboard-dashboard inilah yang kita
kembangkan juga sekaligus aplikasi Qlue nya. Qlue Transit, Qlue Safe, kedepannya
kita tetap jalan, tapi sekarang ini kita lagi fokus ke Qlue.
P Apa Qlue memiliki pertimbangan khusus untuk kota atau pihak yang ingin bekerja
sama?
N Kita ada banyak partner, sebenarnya ada yang beberapa lah yang ajak kita ke sana,
jadi kita ga ada initiate ngincer misal saya pengen banget kota Bandung, ga juga.
Cuman kalau kebetulan kenal ajak Qlue ikut, dan memang partnernya ini juga cukup
kuat kebanyakan Telco Company, kan mereka juga punya semacam smart city,
punya tim yang sama kan visinya sama kita, cuman problemnya dengan Telco ini
mereka punya solusi yang sifatnya vertical, jadi mereka punya IoT di bases kaya
towernya mereka, GPS, segala macam, cuman mereka ga punya underline
horizontal platform, sedangkan kita punya platform itu, nah itu dimatching aja jadi
cocok.
liv
Transkrip 11
Wawancara dengan Husin
Masyarakat Kelurahan Ragunan
Tempat : GOR Ragunan
Waktu : Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 08.10
P: Peneliti
N: Narasumber
P Gini pak, saya mau tanya soal lingkungan tempat tinggal bapak, kira-kira kalo
hubungan warga setempat sama orang kelurahan gimana?
N Ya baik-baik aja si selama ini, kelurahan dan warga saling dukung mendukung lah.
P Kalo interaksinya gimana tuh pak?
N Interaksi… maksudnya gimana tuh mas?
P Ya warga di sekitar rumah bapak gimana nih komunikasi antar warganya atau sama
orang kelurahannya?
N Ya selama ini ga ada hambatan sih, apa yang kita sampein ke pemerentah sampe
semua lah. Kalo pun kadang lama ya kadang tetep didengerin.
P Trus kalo komunikasi antar warga gimana tuh pak?
N Kalo warga sih adem-adem aja tuh satu sama laen, akur lah kita sama orang sini.
P Kalo di lingkungan warga ada kegiatan ga? Misal ada kerja bakti atau musyawarah
gitu.
N Ada sih, kita kerja bakti sebulan sekali minimal, kalo musyawarah biasanya rapat-
rapat RT RW sih saya suka ikut-ikut aja gitu, ga ada kerjaan soalnya.
P Tapi warga banyak tuh yang ikutan kegiatan RT juga?
N Banyak lah, dari muda sampe tua, bocah kecil juga pada ikutan kadang ikut-ikutan
doang
P Kalo soal aplikasi Qlue bapak tau apa ga tuh?
N Apaan tuh ya? Ga pernah denger kayanya, ga tau saya.
lv
P Iya jadi Qlue itu aplikasi buat lapor-lapor pak misal kalo ada sampah trus kita foto
nanti dibersihin tuh sama yang petugas orange, bisa juga dipake buat lapor misal
macet, banjir, banyak dah pak.
N Ohh jadi pake hp gitu ya mas? Jadi gampang gitu ya?
P Iya begitu pak jadi apa-apanya jadi lebih gampang.
lvi
Transkrip 12
Wawancara dengan Darma
Masyarakat Kelurahan Ragunan
Tempat : GOR Ragunan
Waktu : Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 08.23
P: Peneliti
N: Narasumber
P Maaf mas saya mau tanya soal aplikasi Qlue nih, mas kira-kira tau apa ga tuh soal
gituan?
N Ohh Qlue, iya tau tau, kenapa tuh?
P Mas tau aplikasi itu awalnya dari mana tuh?
N Saya sih tau itu dari temen-temen kerjaan sih katanya ada aplikasi baru buat laporin
masalah-masalah lingkungan gitu kaya macet sampah, sama jalan rusak gitu.
P Nah iya mas, jadi saya mau tanya kalo di lingkungan tempat tinggal mas tuh
sekarang gimana tuh pas udah ada aplikasi ini dibanding dulu, misal kaya hubungan
warga sama orang kelurahan tuh kaya gimana?
N Hubungan ya? Kalo hubungannya mah biasa bang bae-bae aja kaya dulu-dulu…
tapi sekarang mendingan laah udah enakan pelayanan jadi bagus, ke kelurahan jadi
enakan gak ribet kalo mau ngurus-ngurus apa-apa.
P Trus kalo kegiatan warga di lingkungan sekarang kaya gimana?
N Yaaa sama aja siih bang. Dari dulu-dulu juga warga sini mah klo disuruh gotroy
(gotong-royong) agak susah ada aja alesannya. Paling mah itu-itu aja orangnya.
Tapi semenjak ada aplikasi Qlue itu jadi enakan laah got sama jalanan jadi agak
bersihan, soalnya kan tiap pagi ada yang nyapuin.
P Emang alesannya mas mao pake aplikasi itu apaan?
N Yaaa kalo alesan mah saya ikut-ikutan aja sama biar cepet aja gitu ditanganin klo
ada masalah-masalah misalnya macet. Klo pas saya dijalan terus kejebak macet itu
sering saya fotoin biar cepet ada tindakan.
lvii
P Nih kan mas pake aplikasinya, emang seberapa butuh si menurut mas aplikasinya
buat warga?
N Yaaa kalo menurut saya pribadi siih butuh, soalnya gini bang yang saya tau kan dari
aplikasi itu kita jadi bisa ngelaporin masalah-masalah yang ada disekitar kita secara
langsung, jadi gak ribet lah istilahnya. Terus juga bisa langsung di tindak sama
pasukan orange kalo kita lapor masalah sampah.
P Emang efektif apa ga si kalo menurut mas aplikasinya?
N Menurut saya sih efektif. Soalnya kan tinggal pencet-pencet foto terus kirim dah.
Abis itu tinggal nunggu respon.
P Kalo hubungan warga sama orang kelurahan sekarang itu menurut mas
dipengaruhin ga si sama aplikasi Qlue itu?
N Kalo hubungannya mah saya kurang paham dah itu gimana. Tapi yang jelas gara-
gara aplikasi Qlue ini siih menurut saya pemerintah jadi aktif nanggepin keluhan
masyarakat. Gak kaya dulu ribet klo mau ngelapor-ngelapor. Udah gitu juga
sekarang enaknya klo ngurus-ngurus surat di kelurahan gampang gak dipungut
biaya macem-macem. Pada takut kan sekarang.
lviii
Transkrip 13
Wawancara dengan Bams
Masyarakat Kelurahan Ragunan
Tempat : GOR Ragunan
Waktu : Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 08.40
P: Peneliti
N: Narasumber
P Hubungan masyarakat di lingkungan mas itu sekarang kaya gimana ya kalo boleh
tau?
N Maksudnya gimana tuh?
P Ya jadi misal hubungan antar warga gimana trus antar warga sama kelurahan tuh
gimana juga?
N Kalo masyarakat sama masyarakat di sini sih lumayan baik ya, apalagi soal interaksi
gitu kan, di sini suka ada gotong royong tiap hari minggu gitu, cukup bagus sih
menurut saya.
P Trus kalo hubungan masyarakat sama pemerintah atau kelurahan gimana?
N Hubungan masyarakat sama pemerintah ya? Kalo soal masyarakat sama
pemerintah, kayanya kalo di sini agak kurang deh.
P Agak kurangnya kaya gimana tuh maksudnya?
N Iya soalnya kalo ngeliat si banyak masih banyak kaya jalanan bolong, itu tuh
sampah-sampah kadang kurang ya kadang dari pemerintah ada kontribusinya ya
khususnya soal-soal jalanan bolong lah kan bisa bahaya banget bagi pengendara
motor. Jadi warga juga ga terlalu percaya banget sama pemerintah.
P Ohh gitu, tapi mas udah tau belom kalo ada aplikasi Qlue?
N Aplikasi apaan tuh? Baru denger kayanya.
P Ya jadi fungsinya si yang saya tau buat lapor-lapor gitu kalo ada masalah di
lingkungan kita gitu. Jadi kita kalo mao ngadu ada masalah, pemerintah bisa
langsung tau.
lix
N Ohh gitu ya? Wah saya kurang banyak tau nih soal aplikasi Qlue kurang ngikutin
jaman nih mas maklum lah pekerja.
Recommended