View
626
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro,
2005 )
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan
menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
Berdasarkan penyebabkannya :
a. Rhinitis alergi
Pengertian
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh
perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa
saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang
mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang
menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan
semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.
( www. Google.com )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
(Dorland,2002 )
Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi
yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen
hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat
jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24
jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap
besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral,
system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen
berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena
defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan
Manifestasi Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih
dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan
jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada
mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu
individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin
lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil,
eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi
fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang,
gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.
(Behrman, 2000).
When to see an allergy/asthma specialistPenatalaksanaan
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari
kontak dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi
makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan
kortikosteroid
o Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral
dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai
antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai
antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping
yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek
antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi.
Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan
tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar
allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai
efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek
sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.
O Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi
pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi.
Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray.
Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi
secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang
lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan
obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan
antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu
penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun
durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah
pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati
digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah
ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini
rasional karena mekanismenya berbeda.
O Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk
rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium
bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang
mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi
inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan
hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.
Macam-Macam Rinitis alergi
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
Gejala:
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik
secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata
berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala,
batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan
nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata
bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung
membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung
tersumbat.
Pengobatan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya
pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat.
Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara
ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada
hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin
tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid.
Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka
diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik
secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata
berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala,
batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan
nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan
hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan
hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba
eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada anak-
anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip hidung.
Pengobatan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin
atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan
pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada
hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin
tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid;
tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa
diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa
memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan
pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.
Seseorang dapat mengalami rhinitis kombinasi antara dua jenis tersebut. Masih ada
satu lagi jenis rhinitis alergi, yaitu : Rhinitis alergi occupational adalah Rhinitis yang
terkait dengan pekerjaan. Paparan allergen didapat di tempat bekerja. Biasanya
dialami oleh orang yang bekerja dekat dengan binatang. (Sheikh, 2008)
b. Rhinitis Non Alergi
Pengertian
Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis
bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma,
dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral,
kokain dan anti hipertensif.
Gejala
Kongesti nasal
Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis)
Gatal pada nasal
Bersin-bersin
Sakit kepala
Terapi Medik
Pemberian antihistamin
Dekongestan
Kortikosteroid topikal
Natrium kromolin
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut :
Rinitis vasomotor
Pengertian
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung
yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.(www. Google.com).
Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergisehingga sulit
untuk dibedakan.
Etiologi
Belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangn
vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti:
ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi,
dan bau yang merangsang
Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme
Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)
Manifestasi klinis
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kana, tergantung pada posisi pasien. Terdapat
rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak
disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea.
Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung,
konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau
berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada
golgongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
( kapita)
Patofisiologi
Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin, sehingga terjadi
dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas kapiler dan sekresi
kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan sebaliknya.( kapita)
Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaaan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Kadang
ditemukan juga eosinofil pada sekret kulit tetapi jumlahnya sedikit. Tes kulit biasnya negatif.
Penatalaksanaan
Di cari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinana
rhinitis alergi. Terapi bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara umum terbagi atas :
Menghindari penyebab
Pengobatan simtomatis, dengan obat dekongestan oral dan kortikosteroid topikal
Operasi, dengan bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi konka inferior
Neurektomi nervus vidianus sebagai saraf otonom mukosa hidung, jika cara-cara di
atas tidak berhasil. Operasinya tidak mudah dan komplikasinya cukup berat.
(kapita )
Pengobatan
Pengobatan Rinitis Vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam:
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan
hidung tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine
(oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung ).
Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-
bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator
vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum
dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide,
Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan
utamanya.Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat
pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik (electrical cautery).
Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior
turbinate )
Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy )
Rinitis Medikamentosa
Pengertian
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon
normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan
oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).
Gejala dan Tanda
Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan
konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, adema
konka tidak berkurang.
Terapi
1. Hentikan pemakaian obat tetes dan sempror hidung.
2. Untuk mengatasi sunbatan berulang, beri kortikosteroit secara penurunan bertahab
dengan menurunkan dosis 5 mg setiap hari.(misalnya hari 1: 40 mg, hari 2: 35 mg
dan seterusnya).
3. Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefredin). Apabila dengan cara
ini tak ada perbaikan setelah 3 minggu pasien dirujuk ke dokter THT.
Rhinitis Atrofi
Pengertian
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi
progesif tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan secret
kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Sering
mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi lemah dan lingkungan buruk.
Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.
Etiologi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh
kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian
stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A,
sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan
dengan trauma atau terapi radiasi.
Manifestasi klinis
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau
(sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau,
gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan
media hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.
Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme
uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi
darah. Dari pemeriksaan histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia
hilang, metaplasia thoraks menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar
degenerasi dan atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya mengecil.
Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan
etiologi, selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara
konservatif dapat diberikan
1. Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.
2. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan
betadine satu sendok makan dalam 100 cc air hangat
3. Vitamin A 3x50.000 unit selama 2 minggu
4. Preparat Fe
5. Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.
2.2 Komplikasi
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
2.3 Discharge planning
Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan spt (debu,
asap tembakau, asap, bau, tepung, sprei)
Sejukkan membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.
Melunakkan sekresi yang mengering dan menghiangkan iritan.
Ajarkan tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.
Anjurkan menghembuskan hidung sebelum pemberian obat apapun thd hidung
2.4 PNP
Alergen
Dihirup
Diendapkan pada mukosa
Allergen larut
Ig E
Reaksi allergen
Hipeesponsitivas hidung
Masuknya benda asing
Infeksi saluran nafas atas
Inflamasi mukosa
RHINITIS
Perineal
Vasomotor
Medikamentosa
Atropik
Kerusakan sel plasma mukosa
Rangsangan saraf parasimpatis
Pemakaian vasokontriktor topikal
Atropi progesif tulang dan mukosa
Dilatasi pembuluh darah
Terlepasnya
asetil kolin
G3 respon normal vasomotor
Peningkatan sekresi
Rhinore
Gangguan konsep diri
Dilatasi pembuluh darah
Fase dilatasi
Kongesti jaringan
Peningkatan mukosa dan rangsangan sel-sel mukoid
Penyumbatan
G3 pola istirahat
Ketidak efektifan jalan nafas
Perubahan mokosa
Infeksi
Oedem konka
Drainage sekret terganggu
Silia rusak
Pertumbuhan bakteri
PK: Sinusitis kronik
Recommended