View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA
ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)
Oleh :
Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA
ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)
Oleh :
Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873
Di Bawah Bimbingan :
Gun Gun Heryanto, S. Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN
DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA
NUSANTARA CITRA”, telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata
Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 20 Juni 2010
Sidang Munaqosah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Studi Rizal Lk, M.A. Umi Musyarrofah, M.A. NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710816 199703 2 002
Anggota
Penguji I Penguji II
Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP. 19621231 198803 1 032 NIP. 19640212 199703 2 001
Pembimbing
Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM SAGITA NING TYAS 105051001873 KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC) X Halaman + 102 Halaman + 55 Lampiran + 32 Buku + 9 Webside + 3 Dokumen Laporan Tahunan MNC
ABSTRAK
Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada pandangan bahwa mayoritas media besar memiliki sejumlah kecil pemilik (owner) perusahaan secara proporsional melalui sistem konglomerasi dalam korporasi. Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada proporsi relatif antara dua besaran: pertama, jumlah orang atau pihak yang memiliki, menguasai, atau pengaruh media tertentu; dan kedua, jumlah orang atau pihak yang terkena, dipengaruhi oleh, atau dipengaruhi oleh, medium itu. Secara keseluruhan, ukuran dan kekayaan menentukan pasar keragaman kedua media output dan kepemilikan media.
Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra? Dan Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critic political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal. Adapun kunci informasi yang diwawancarai adalah Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC. Dan dokumentasi yang berasal dari laporan tahunan MNC pada tahun 2008 dan tahun 2009.
i
Dalam melihat konglomerasi media yang di pegang MNC dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah satu payung perusahaan induk dan operasi group media, maka teori yang digunakan oleh Vincent Mosco adalah Ekonomi Politik Media yang merupakan kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Substansi teori ekonomi politik media adalah keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial.
Temuan yang dapat dikemukakan dalam penelitian meliputi: 1) konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi, 2) Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah dengan tujuan saling mendukung operasi dari masing-masing media, 3) Dengan kekuatan ini dapat meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru, 4) Kritik media deregulasi dan konsentrasi kepemilikan yang mengakibatkan ketakutan bahwa kecenderungan semacam itu hanya akan terus mengurangi keragaman informasi yang diberikan, serta untuk mengurangi akuntabilitas penyedia informasi kepada publik.
ii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA FACULTY OF DA’WA SCIENCE AND COMMUNICATION SCIENCE STUDY OF PROGRAM COMMUNICATION AND ISLAMIC BROADCASTING SAGITA NING TYAS 105051001873 THE CONGLOMERATION OF BROADCASTING INDUSTRIAL MEDIA IN INDONESIA POLITICAL ECONOMY ANALYSIS ON MEDIA NUSANTARA CITRA X Pages + 102 Pages + 55 Enclosures + 32 Books + 9 Webside + 3 Annual Report MNC Documents
ABSTRACT
Concentration of media ownership refers to the view that the majority of the major media outlets are owned by a proportionately small number of owner conglomeration in corporations. Concentration of media ownership refers to the relative proportion between two quantities: first, the numbers of people or parties who own, control, or influence a given medium; and second, the numbers of people or parties who are exposed to, affected by, or influenced by, that medium. Overall, the size and wealth of the market determine the diversity of both media output and media ownership.
The research quastion are how’s the broadcasting media regulation about ownership impelementation in Media Nusantara Citra? And how the effects of conglomeration in Media Nusantara Citra towards comodification process, structuration and spatialization?
The method that used in this research is qualitative. The paradigm of the research is critical paradigm. This research combine critic political economy approach by seeing media, economy, politics, history and culture as something unseparatable and gender of this research is critical perspective. While, the key information that interviewed is Gilang Iskandar as MNC’s Corporate Secretary. And the documentation taken from MNC’s 2008 and 2009 Annual Reports.
Looking to media conglomeration which held by MNC was established to incorporate the media business units under one holding and operating company. So the theory that is used from Vincent Mosco is political economy
iii
media which elaborates social relation especially authority relation among in production, distribution, and consumption of resources in communication which introduced. The political economy of media noted many factors can influens media institute of political elite, economy, social and market.
The findings go this research are: 1) The conglomeration of media ownership in Indonesia is pushed by the competition in fighting of commercial and production efficiency, 2) Viewed centralized control of the broadcasting board which has been done by MNC against the government rules goaled by supporting each media operation, 3) With this strenght can minimized the broadcasting as a form of using integrated media platform to increase product value or creating new products and services, 4) Critics of media deregulation and the resulting concentration of ownership fear that such trends will only continue to reduce the diversity of information provided, as well as to reduce the accountability of information providers to the public.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak
nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-
Nya sehingga berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya mina dzulumatiin ilanuur. Dan
kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan
kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa’at dari beliau.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna
baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis
mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA, PUDEK II
Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK, MA.
2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen
dan staf pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak
v
memberikan ilmu pengetahuan dalam mendidik penulis selama penulis
melakukan studi.
3. Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan
pengarahan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diinginkan.
4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan
kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan
dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan Perpustakaan FDK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari
dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Gilang Iskandar, sebagai Corporate Secretary MNC dan segenap
karyawan di RCTI yang telah meluangkan waktunya untuk penulis melakukan
wawancara, memberikan data-data yang penulis butuhkan, memberikan izin,
bantuan informasi, dan lainnya, sehingga membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Orangtua penulis Ayahanda tercinta Sudiarto dan Ibunda tercinta Wajiyati,
S.Pd, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis
dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta memberikan motivasi dengan baik
moril dan materil. Dan telah banyak memberikan do’a, ridho, dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis tidak akan mengecewakan semua yang
telah memberikan kasih sayangnya sampai saat ini.
vi
vii
7. Adik-adik ku tersayang Ristiar Rahmawati dan Maulina Widya Ningrum,
yang selalu memberikan support dan semangat untuk terus berjuang
menyelesaikan studi S1.
8. Teman-teman KPI A angkatan 2005, terutama kepada Rizka, Resti, Novita,
Selly, dan seluruh sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena
kalian semua adalah yang terbaik. Penulis hanya bisa mengucapkan terima
kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang
kita dapat di UIN bermanfaat serta membuat hidup kita menjadi lebih baik.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala
yang berlipat ganda atas segala bantuan dan motivasi dari berbagai pihak dalam
penulisan skripsi ini. Amin.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7
D. Metodologi Penelitian ................................................................ 9
E. Kajian Pustaka ........................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi .......................................... 17
B. Pengertian Regulasi Penyiaran .................................................. 30
C. Konseptualisasi Konglomerasi .................................................. 33
D. Industri Media Massa ................................................................ 34
BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA
A. Sejarah Berdiri MNC ................................................................ 44
B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC ..................................................... 51
viii
ix
C. Struktur Organisasi MNC........................................................... 52
D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC ............................................. 53
E. Logo Perusahaan MNC .............................................................. 53
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra .......................... 56
1. RCTI .................................................................................... 60
2. GLOBAL TV ...................................................................... 63
3. TPI ....................................................................................... 66
B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra .............................. 68
C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra................................ 79
D. Konglomerasi MNC Dalam Ekonomi-Poltik............................. 84
E. Regulasi Kepemilikan MNC ...................................................... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 97
B. Saran-saran ................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas
pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang
dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial
dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan
sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti
kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi
perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat
basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai
media.
Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah
mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde
Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era
reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan
keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit
mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri.
Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan
kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku
media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas.
1
2
Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat
menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang
atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media
ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan
mempengaruhi lanskap sosial di Amerika.1 Hal ini adalah yang terjadi pada
Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai
media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi
masyarakat maupun pemerintah.
Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu
pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok
kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi
pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent
seekers.
Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang
utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat
lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan
sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu
masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan
mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu
menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara
dunia produksi dan konsumsi.
1 Ben H. Bagdikian, , The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997. h. 14.
3
Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi,
korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara
kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan
kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan
bahkan ratusan media.2
Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan
fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media,
bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan
bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan
disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di
Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa
Pos Grup, dan lain-lain.
PT. Media Nusantara Cipta (PT. MNC Terbuka) merupakan salah satu
perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting
media (RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network), Print media (Sindo,
Genie, Mom&Kiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen), Radio (Trijaya
Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio), Agency &
Content Production (Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC
Picture), 24-hour program channels (MNC Entertaiment, MNC News, MNC
Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media (Okezone.com), dan
VAS (Linktone). Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media
terbesar di Indonesia.
2 Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Ed ke-5, Cet. 2, h. 434.
4
Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring
pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi
perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang
keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa
publik.
Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan
nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI (PT Rajawali
Citra Televisi Indonesia) merupakan stasiun televisi swasta pertama di
Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara
pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar
karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana (Soeharto) di masa Orde Baru.3
Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah
berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan
CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup
perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang
Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari perusahaan-
perusahaan investasi milik grup Bimantara.
Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi
Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi
seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto
berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI,
3http://pravdakino.multiply.com/journal/item/27/Konglomerasi_Media_dalam_Grup_MNC_
Media_Nusantara_Citra.
5
misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI
yang merupakan saluran televisi pemerintah.
Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku
bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan.
Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk
mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan
struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media.
Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar
pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara
bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi, perusahaan-
perusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran
televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun
1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada
akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari
beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju
sistem media penyiaran yang demokratis dan modern.
Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan
pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika
industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang
saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang
berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi ekonomi-politik global.4
4 Dedi N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N.
Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441.
6
Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media
yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena
konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada
konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi
media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi
media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang
melekat didalamnya.
Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki
peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh
masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat
harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan
semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah.
Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka
penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang
dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam latar belakang yang dikemukakan maka peneliti ini membatasi
pada ekonomi politik media oleh PT. Media Nusantara Citra Group.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap
proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?
2. Bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi
kepemilikan di Media Nusantara Citra?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi yang dibuat oleh industri media
penyiaran sebagai media komersial di tengah persaingan pasar dalam
kepemilikan media yang melakukan konglomerasi. Serta taktik dan
strategi yang digunakan MNC dalam mengembangkan usaha, yakni dalam
kepemilikan atau pengelola MNC menerapkan prinsip korporasi berupa
manajemen modern dalam mengelola redaksi dan bagian bisnis yang
selalu menekankan efisiensi, sinergi, dan perluasan jangkauan usaha yang
tujuannya meningkatkan keuntungan, akumulasi modal, dan kepentingan
publik.
2. Untuk mengetahui kecenderungan konglomerasi di atas kepemilikan usaha
media atas dasar ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan,
terhadap struktur kepemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media
dengan ketersediaan modal, kuantitas, dan kualitas SDM.
3. Kaitan antara perkembangan media massa saat ini yaitu MNC sebagai
salah satu perusahaan yang mempunyai beberapa anak perusahaan di
bidang media. Hal ini juga memberikan penjelasan tentang teori Ekonomi
Politik Media seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dari
Mosco.
8
Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat antara lain:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat dijadikan acuan ilmiah, pengembangan dalam
ilmu pengetahuan yang menggunakan analisis Ekonomi Politik Media,
sebagai suatu disiplin ilmu yang baru di perguruan tinggi di Indonesia.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan
akademik dan diharapkan mampu sebagai sumber informasi dan
peningkatan pemahaman ilmiah yang dapat digunakan oleh mahasiswa
dan akademisi tentang perkembangan tentang industri media massa
Indonesia yang mengarah kepada pemusatan kepemilikan media massa
yang muaranya adalah homogenisasi informasi dan opini.
2. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian analisis Ekonomi Politik Media ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam
perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi
pemerintah, politisi, dan pemerhati media yang mengarah kepada
perkembangan konglomerasi industri media penyiaran Indonesia.
Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat dalam
memikirkan bentuk kepemilikan media yang memiliki kekuasaan lebih
dapat menilai apa yang cocok di masa depan dan jika produk hukum baru
yang secara jelas dan tegas mengatur pola kepemilikan media dan
organisasi yang mengawasi pelaksanaannya untuk melindungi
kepentingan publik.
9
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini
menggabungkan pendekatan critical political economy yang melihat
media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal yang
mendefinisikan ilmu sosial sebagai sutu proses yang secara kritis berusaha
mengungkap ”the real structures” di balik ilusi, false needs yang
dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk
kesadaran sosial agar memperbaiki kondisi kehidupan mereka.
Dalam perkembangannya, Guba dan Lincoln dalam Denzin dan
Lincoln, dkk, paradigma kritis memiliki asumsi-asumsi ontologis,
epistemologi, aksiologi, dan metodologis yang membedakannya dari
paradigma lain.5
Pertama, secara ontologis, bahwa paradigma kritis tertuju pada
realisme historis, memandang realitas yang teramati sebagai realitas
’semu’ yang telah terbentuk oleh berbagai proses sejarah dan kekuatan-
kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik. Realitas penuh berisi
konflik dan diatur oleh hidden underlaying structures.
Kedua, secara epistimologi bahwa peneliti dalam paradigma ini
memandang pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang dimilikinya
5 Lincoln, S. Yvonna dan Denzin, Norman K., Handbook of Qualitative Reseach, (California:
Sage, 1994), h. 110.
10
dengan fakta objektif yang diteliti adalah hal yang tidak mungkin dan
tidak perlu dilakukkan. Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu
dijembatani oleh nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas
merupakan value mediated findings.
Ketiga, secara aksiologi, nilai, etika dan pilihan moral merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti menempatkan
diri sebagai transformative intelektual, advocad, activist. Tujuan dari
penelitian ini adalah melakukan kritik sosial, transformatif, emansipasi,
dan pemberdayaan sosial.
Keempat, secara metodologis, penelitian bersifat partisipatif. Ia
mengutamakan analisa komprehensif, konstektual, multi-level analysis
yang menempat diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi
sosial. Dengan demikian, kriteria kualitas penelitian didasarkan pada
historical situatedness, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks
sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RCTI sebagai salah satu anak perusahaan
MNC, jalan raya perjuangan kebon jeruk, Jakarta 11530. Adapun
penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 - Maret 2010 dengan
objek penelitian yaitu MNC pada tahun 2009 (Januari – Desember).
11
3. Metode Penelitian
Penelitian tentang MNC ini mengembangkan menggunakan
pendekatan kualitatif, karena peneliti dapat melakukan pengamatan yang
menyeluruh dan mendalam dari sebuah keadaan nyata. Menurut Bogdan
dan Tylor, metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan sejumlah data deskriptif, baik yang tertulis maupun lisan
dari orang-orang yang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini
individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu
keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variable atau
hipotesis.6
Menurut Lexy J. Moleong bahwa penelitian kualitatif digunakan atas
pertimbangan berikut: Pertama, metode ini lebih fleksibel karena mudah
disesuaikan ketika ditemukan kenyataan ganda atau jamak, Kedua, hakikat
hubungan antara peneliti dan responden disajikan secara langsung, dan
Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan mudah disesuaikan dengan
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.7
Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatif, yaitu, “penelitian
yang berusaha menjawab dan menjelaskan dengan kritis dari suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang secara mendalam.8
Dengan penelitian eksplanatif peneliti menjelaskan lebih mendalam
tentang praktek konglomerasi media yang terjadi di tingkat MNC sebagai
6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2006), h. 4. 7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 9-10. 8 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet.
Ke-2, h. 61-62.
12
sebuah kelompok media massa yang membawahi televisi, majalah,
tabloid, surat kabar, media internet.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data, yaitu:
a. Document Analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang
telah ada baik yang berupa dokumen peraturan-peraturan pemerintah
tentang media, buku-buku, jurnal, makalah, atau bahkan hasil
penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan. Hasil Penelitian
ini juga dibantu berdasarkan laporan tahunan MNC, yaitu laporan
tahun 2008 dan 2009.
b. Depth Interviewing: wawancara mendalam dengan key person yang di
jadikan narasumber yang relevan dengan substansi utama penelitian.
Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh
Lincoln dan Guba adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan diharapkan
untuk dapat mengubah, dan memperluas informasi yang telah
diperoleh.9 Dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode
pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah
diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk melengkapi data
9 Lincoln Yvona S., dan Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hills: Sage Publication,
1995), h. 266.
13
yang telah diperoleh melalui cara pengumpulan data yang lain.10
Dalam hal ini peneliti mewawancarai seorang nara sumber dari MNC
yaitu bapak Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC.
c. Unstructure Observation: observasi langsung yang tidak berstruktur
dengan mengamati berbagai perkembangan-perkembangan yang
terjadi pada MNC. Namun, dengan cara melihat dan memperhatikan,
”kegiatan memperhatikan secara akurat, dan mencatat fenomena yang
muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam
fenomena yang terjadi pada media di Indonesia”. Jadi observasi adalah
pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,
sehingga memperoleh pamahaman atau sebagai alat re-cheking atau
pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya.11 Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu
mengamati secara langsung kinerja perusahaan di salah satu anak
perusahan MNC yaitu RCTI yang dilaksanakan pada bulan Desember-
Februari 2010.
5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh melalui penelitian ini baik dengan observasi,
dokumen, dan wawancara yang mendalam akan dianalisa dengan
10 lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timur, Bayumedia, 2004), h. 63. 11 lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, h. 66
14
perspektif Critical Political Economy dari varian konstruktivisme.12
Secara epistimologi, Critical Political Economy melihat secara holistik
bahwa terdapat hubungan yang saling terkait antara organisasi ekonomi
dengan politik, sosial, dan budaya. Dipandang dari sudut kesejahteraan,
perspektif ini secara khusus tertarik dalam menganalisa perkembangan
dari late capitalism. Berkaiatan dengan fokus kajian dari Critical Political
Economy adalah pada bagaimana aktivitas komunikatif di distrukturkan
oleh distribusi sumber daya yang tidak seimbang. Sedangan concern atau
bidang kajiannya adalah masalah keseimbangan antara organisasi kapitalis
dan intervensi publik serta menekankan pada kepentingan aspek keadilan,
kesamarataan, dan barang publik.
6. Kelemahan penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah pada uji validitas konstruk yang
digunakan berasal dari negara Barat belum tentu sepenuhnya cocok
dengan konteks Indonesia karena perbedaan latar belakang sejarah,
budaya, sosial, ekonomi, politik, dan perbedaan tingkat perkembangan
media massa.
12 Secara spesifik, Critical Political Economy varian konstruktivisme memandang negara dan
kelas kapitalis tidak selalu dapat menggunakan media sebagai instrumen mereka sebagaimana harapannya. Mereka mengoperasikan media dalam struktur yang memberikan pembatasan juga kemudahan. Varian ini juga mengakui adanya kontradiksi dalam struktur dan sisitem. Struktur merupakan bentuk dinamis yang secara kesinambungan direproduksi dan diubah melalui tindakan pelaku sosial. Olek karena itu, struktur ada melalui tindakan yang secara timbal balik tindakan juga dikonstruksi secara struktural. Dengan kata lain, terdapat interplay antara struktur dan agency dalam berbagai prosesnya.
15
Kelemahan lain adalah sulit untuk mengukur implikasi dari praktek
konglomerasi yang menunjukkan pemilikan media terhadap peraturan
media, meskipun konglomerasi ini memberikan dampak terhadap isi
pemberitaan media.
Sedangkan keterbatasan penelitian ini adalah terbatasnya waktu,
tenaga, biaya, dan akses kepada pemilik untuk melakukan suatu penelitian
yang dapat menggambarkan peta permasalahan konglomerasi secara
lengkap. Keterbatasan lain adalah sulitnya mencari data baru baik dalam
segi buku-buku, literatur, majalah, surat kabar, dan internet sebagai bahan
pembantu dalam penelitian ini.
E. Kajian Pustaka
Penelitian ini tentang analisis Ekonomi Politik Media yang memahami
dari pengaruh konglomerat media terhadap isi media atau terhadap sejumlah
kepemilikan media di Indonesia. Sejumlah ahli media telah menyebutkan
bahwa kepemilikan media menentukan kontrol media, yang pada gilirannya
menentukan isi media, mungkin menjadi penyebab utama pengaruh media.
Oleh karena itu, masalah yang akan diangkat oleh peneliti dengan judul
“Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia Analisis Ekonomi
Politik pada Group Media Nusantara Citra”.
Dari pengamatan literatur yang ada, maka peneliti menemukan dengan
analisis yang sama tentang ekonomi politik media sebagai pedoman dalam
penulisan skripsi ini. Diantaranya yaitu:
16
1. Skripsi-skripsi atau tesis yang berhubungan dengan analisis Ekonomi
Politik Media. Diantaranya Tesis Gun Gun Heryanto, FISIP UI dengan
judul “Relasi Kekuasaan Pada Kebijakan Status Hukum TVRI: Studi
Ekonomi Politik Media”. Dan Tesis Heru Sutadi dengan judul “Konstruksi
Sosial Kebijakan Pengembangan Layanan Pemerintahan Secara
Elektronik (E-Government) Untuk Akses Informasi Publik: Studi
Ekonomi Politik Media” FISIP, pada Universitas Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi
dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Landasan Teori, terdiri dari Teori Ekonomi Politoik Media,
Pengertian Regulasi Penyiaran, Konseptualisasi Konglomerasi,
dan Industri Media Massa.
Bab III : Gambaran Umum PT Media Nusantara Citra Group yang
mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan MNC
Group, dan Struktur Organisasi.
Bab IV : Temuan dan Analisis Data
Bab V : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi
Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi
(seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan
faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya,
serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut
Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan maksud-
maksud yang terkandung dalam pesan-pesan media yang ditentukan oleh
dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya1.
Secara historis, awalnya konsep ekonomi politik bermula dari upaya
dukungan terhadap akselerasi kapitalis yang menolak pada sistem politik
merkantilis yang dianggap tidak efektif dan efisien pada abad ke-18. The New
Palgrave, membuat definisi politik ekonomi sebagai studi tentang
kesejahteraan dan usaha manusia untuk memenuhi nafsu perolehan
(penawaran dan pemenuhan hasrat).
Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Vincent
Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya
yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan
konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Dalam hal ini konteks yang lebih
1 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (LKiS, Jakarta, 2000), h. 65.
17
18
luas dengan relasi kekuasaan media dalam ekonomi-politik ialah
konglomerasi PT. Media Nusantara Citra Group. 2
Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi
politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at
distribution of economic resources. Political economy explores the questions
of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.”
(Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi
daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan
tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan
budaya).3
Dari definisi tersebut dapat kita cermati bahwa terdapat dua poin penting
dalam ekonomi politik, yaitu kekuasaan (power), dan pembagian sumber-
sumber ekonomi (distribution of economy resources). Keterkaitan kedua poin
ini selalu mencoba menjawab pertanyaan dan aktor-aktor yang memiliki dan
mengontrol institusi ekonomi, sosial dan budaya.
Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variabel
dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam
perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan
kini tersisa dua variabel pokok: ekonomi dan politik. Pun begitu, ekonomi
politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu
tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan.4
2 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication,
1996), h. 25. 3 Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (London: Sage Publication, 2004), h. 445. 4 Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Angkasa, 1995), h. 1.
19
Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai
ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi
mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat
varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi
critical political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi-politik
secara khusus tertarik dalam menginvestivigasi dan mendeskripsikan kepada
late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya
terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distrukturkan
oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan
simbolik.5 Late capitalism adalah kapitalis yang terpusat pada satu negara.
Perbedaan prinsip antara kedua pendekatan ini terletak pada bagaimana
aspek ekonomi dan politik media itu dilihat. Pada pendekatan liberal aspek
ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional yang
memang semestinya ada. Liberal political economy mengartikan bahwa
ekonomi-politik merupakan dalam perubahan sosial dan transformasi sejarah,
dimana suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisir dan
menangani ekonomi pasar, guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang
maksimum, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan individu. Isu dan
fokusnya terletak pada mekanisme dan struktur pasar yang membuat
konsumer memilih antara komoditas bersaing pada basis kegunaan dan
kepuasan. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara
memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan
5 Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18.
20
dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme
global.
Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan
sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari
kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori
ekonomi maupun teori politik.
Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu
kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek
sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan
reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian
ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa
yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern
terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat
kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak
sepenuhnya egaliter, kelompok-kelompok marginal tidak mempunyai banyak
pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara
subordinasi mereka terhadap kelompok dominan.6
Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada
aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas
dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka.7
Golding dan Murdock menambahkan bahwa ekonomi politik juga concern
6 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9. 7 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 27-37.
21
dengan keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi atau campur
tangan publik.8
Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem
industri kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai
sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-
kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik
pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan,
mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi
ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global.9
Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik
media, antara lain10:
1. Commodification (komodifikasi)
Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan
pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang
dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga
macam, yaitu:
a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi
isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam
8 Boyd Barret, Oliver, The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A
Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, (New York: Arnold, 1995), h. 186. 9 Dedy N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial”, dalam Dedy N.
Hidayat et.al, Pers Dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,, 2000, h. 441.
10 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 141-245.
22
sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti
paket produk yang dipasarkan oleh media.
b. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau komodifikasi
khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh
perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen
media kepada konsumen produk yang bukan media di mana
perusahaan media memproduksi khalayak dan kemudian
menyerahkannya pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah kerja
sama yang saling menguntungkan antara perusahaan media dan
pengiklan: pogram-pogram media digunakan sebagai sarana untuk
menarik khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang
membayar perusahaan media.
c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses
mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua,
yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media
yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang
dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Kedua,
komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau
seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan
budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua
orang dapat mengakses.
23
2. Spatialization (spasialisasi)
Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam
kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha
seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan
internasionalisasi. Integrasi horizontal adalah: “when a firm in one line of
media buys a major interest in another media operation, not directly
related to the original business, or when it takes a major stake in a
company entirely outside of the media” (Ketika suatu perusahaan dibawah
naungan sebuah media yang mengambil keuntungan terbesar di
perusahaan yang lain, maka tidak langsung dihubungkan dari bisnis
aslinya atau ketika mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah
perusahaan di luar dari pada media). Yaitu ketika sebuah perusahaan yang
ada dalam jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada
media lain, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya,
atau ketika perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu
perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam media.11 Pada
prakteknya integrasi horizontal adalah cross-ownership (kepemilikan
silang) beberapa jenis media massa seperti telivisi, suratkabar, stasiun
radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa
seperti yang dilakukan oleh MNC, KKG, Trans Cop Grup, Jawa Post
Grup, Sinar Kasih Grup, Grup Media Indonesia, dan Salim Grup.
11 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 176.
24
Integrasi vertikal adalah: “the concentration of firms within a line of
business that extends a company’s control over the process of
production”. Yaitu konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur usaha atau
garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Di
Indonesia, praktek integrasi vertikal dilakukan oleh Subentra Grup milik
pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan sekaligus
distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh
kota besar di Indonesia.
Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari prestektif ekonomi
adalah konglomerasi ruang bagi global, yang dilakukan oleh perusahaan
transional dan negara, yang mengubah ruang melalui arus sumberdaya dan
komoditas, termasuk komunikasi dan informasi.
3. Strukturation (strukturasi)
Yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan
proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan
memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok
tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap
bidang yang telah diembannya.
Strukturasi ini menyimbangkan kecenderungan dalam analisis
ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga
bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan ide-
ide agensi, hubungan sosial, proses, dan praktek sosial. Agensi manusia
25
merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para
individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks
hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.12 Proses
strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk
akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu
dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan
dikontekskan dalam kehidupan struktur.
Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media
terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks
medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk
mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang
holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya (termasuk
konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses
komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi pemanfaatan teknologi
informasi untuk akses informasi publik di era Orde Baru maupun di era
Orde Reformasi sekarang ini.
Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi ekonomi-
politik, yaitu realis, inklusif, dan kritis.13 Pengaruh realisme membuat
ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif
terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi-politik dalam hal
ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoretis dan
12 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 215. 13 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h.13.
26
empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial
tidak dapat dirangkum ke dalam satu teori. Tidak ada pendekatan yang
paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak
kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepakaan terhadap berbagai
bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi
perhatian besar terhadap faktor-faktor ideologis dan politis yang
pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat.14
Tiga konsep utama Mosco sejalan dengan empat proses historis dari
Golding dan Murdock yang merupakan kunci dari kajian kritis Ekonomi
Politik Media, yaitu (1) pertumbuhan media, (2) perluasan jangkauan
usaha, (3) proses komodifikasi informasi, dan (4) perubahan peranan
negara dan pemerintah. Tiap proses yang dijelaskan oleh Golding dan
Murdock membuka peluang bagi peneliti media untuk menganalisa lebih
dalam persoalan seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi.15
Keempat proses menurut Golding dan Murdock yang mengarah
kepada struktur kepemilikan media yang terkosentrasi dan merupakan
salah satu rangkaian dari perubahan yang mencerminkan perubahan basis
ekonomi, yakni: Pertama, produksi dengan skala kecil atau pribadi dari
suatu perluasan produk budaya, distribusi dan penjualan mulai dipisah dan
dikomersialisasikan. Kedua, masuknya teknologi baru ke dalam industri
14 Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 9. 15 Boyd Barrett, Oliver and Chris Newbold (eds.), Approaches to Media: a Reader, London :
Arnold, 1995. h. 187.
27
media menyebabkan mulai terjadinya industrialisasi dalam proses
produksi maupun distribusi. Ketiga, ketika masalah industri telah
mengalami masa-masa kejunuhan karena tekanan berturut-turut seperti
naiknya harga, menurunnya pendapatan, mengakibatkan munculnya
pemusatan-pemusatan industri. Empat, perkembangan dari ketegangan
antara kemampuan teknologi dan perhatian di bidang ekonomi.16
Mengenai kecenderungan dunia komunikasi saat ini, dimana
kesadaran besar akan kebutuhan untuk menunjukkan secara tepat
bagaimana formasi-formasi ekonomi politik media dihubungkan dengan
isi media, dan kepada diskursus debat publik serta kesadaran privat yang
akan berkelanjutan dari perencanaan dan perluasan berbagai produksi dan
kebudayaan yang dikontrol atau dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan
besar. Maka Cees J. hamelink mencatatnya dalam empat kunci, yaitu:
digitization (digitalisasi), consolidation (konsolidasi), deregulation
(deregulasi), dan globalization (globalisasi). Hamelink melihat bahwa
keempat proses tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Proses
digitalisasi memfasilitasi integrasi teknologi dan konsolidasi institusi,
kemudian mendorong makin besarnya konglomerasi, sehingga kemudian
terjadi globalisasi secara berkelanjutan meyongkong kekuasaan dan
16 Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication, Volume
1, (Edward Edgar Publishing Limited, 1997), h. 201-204.
28
meningkatkan angka pertumbuhan melalui pendapatan dan penetrasi pasar
yang mendorong deregulasi dan privatisasi media.
Golding dan Murdock menunjukkan bahwa berbagai sektor media
tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan
dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila
merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas
sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam penyebar
luaskan ide-ide tentang struktu ekonomi dan politik. Dengan begitu studi
ekonomi poltik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada
produksi, distribusi dari komoditas, tetapi harus mempertimbangkan
bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek-praktek ediologi media.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan
peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi
menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan
yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi
dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba
menerapkan konsep baru.
Dalam mempengaruhi proses historis maka ada dua aspek penting
yang mempengaruhi yaitu inovasi teknologi dan privatisasi.17 Revolusi
teknologi membuka kemungkinan bagi beragam aktivitas produksi baru
demi menciptakan peluang-peluang maksimalisasi dan perluasan proses
produksi dan distribusi. Dalam mendukung ekspansi teknologi serta
17 James Currant and Michael Gurevitch (eds), Mass Media and Society, (Edward Arnold:
London and New York, 1992), h. 16-18.
29
mendorong perkembangan industri modern, bahkan dibutuhkan
perubahan-perubahan dalam konteks politik, terutama regulasi-regulasi
yang mengakomodasi prinsip-prinsip liberal. Terminologi privatisasi,
terutama merespon berbagi bentuk intervensi yang meningkatkan
kapasitas pasar dalam industri komunikasi dan informasi, serta
meningkatkan kapasitas pelaku pasar untuk melakukan ekspansi bisnis.
Kajian ekonomi politik media bermula dari pengakuan bahwa media
adalah sebuah organisasi industri dan komersial utama dan terkemuka
yang memproduksi dan mendistribusikan barang-barang yang ditunjang
oleh proses integrasi (horizontal dan vertikal) dan diversifikasi. Kajian
tentang beragamnya media tidak dapat dilakukan secar sendiri-sendiri atau
tertutup, melainkan harus dipahami dengan konteks ekonomi makro
karena keterkaitan media dengan kontrol perusahaan besar atas media.
Maka dalam hal ini, hukum-hukum pasar juga cenderung membatasi
banyaknya pemain yang bisa bersaing dalam sebuah pasar. Yang lazim
terjadi kemudian adalah dominasi dan monopoli. Integrasi ekonomi yang
terjadi melalui mekanisme merger dan akuisisi membuka jalan bagi
berkembangnya fenomena konglomerasi.
Studi ekonomi politik kritis mempunyai tiga varian, yaitu:
instrumentalis, strukturalis, dan kontrutifis. Perbedaan satu dengan yang
lainnya yaitu terletak pada ide-ide dasar dalam menganalisis permasalahan
pasar dan keterkaitannya dengan lingkungan ekonomi, politik, dan
budaya. Pertama, Instrumentalis, media massa dipandang sebagai
30
instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan
ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi
publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis
strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik,
mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi
dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi
struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta
interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis
konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan
dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik,
individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal
tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan
terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan
hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik
dominasi dan hegemoni.18
B. Pengertian Regulasi Penyiaran
Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim
demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi
penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of
18 Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 11-12.
31
speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan
menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah.
Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media
seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum
gelombang radio.19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang
jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media.
Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak
“menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi
berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism).
Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin
keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan
aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu,
kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang
dibatasi oleh hak privasi seseorang (right to privacy) dan adanaya hak privasi
seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck
diungkapkan bahwa limitasi keberagaman (diversity) sendiri, seperti
kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi
atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih
banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam
konteks ideologi suatu negara.20
19 Leen d’Heanans & Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century,
(New York: Mouten de Gruyter, 2000), h. 24-26. 20 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press,
1998), h. 43
32
Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan.
Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal
ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak
berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang
pasar bebas dan AFTA.
Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni
struktur, tingkah laku dan isi.21 Regulasi struktur (structural regulation) berisi
pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku
(behavioural regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana
penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi
(content regulation) bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk
disiarkan.
Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga
mesti berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau
penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik
(public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang
bersifat patemalistik.
Menurut Berger&Luckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui
interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality,
objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses
dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.22
21 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51 22 Peter Berger, L dan Thomas Luckmann, Social Construction of Reality (terj.), (Jakarta:
LP3ES, 1990), h. 185-187.
33
Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk
ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah
mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam
pasar), yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta.
Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati
sebagai 'objectiver reality', termasuk di dalamnya teks produk industri media,
representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan
subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita (dalam hal ini
misalnya media, pasar, dan seterusnya) yang dimiliki individu dan
dikonstruksi melalui proses internalisasi.
C. Konseptualisasi Konglomerasi
Perkembangan bisnis media melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di
Indonesia yang menimbulkan kontroverisal dibanding dengan aktivitas usaha
konglomerasi. Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang
menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam
satu tangan, sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen
yang pokok ditentukan oleh satu pusat.23 Bahwa pengertian konglomerat
adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha. Konglomerasi ini
merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga mudah
mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan
(untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga
23 Drs. Djafar H. Assegaff, Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, (Jakarta: Warta
Ekonomi, 1994), Cet-1, h. 263.
34
harganya selalu bisa bersaing, dan mempunyai “barganing power” yang
sangat kuat. 24
Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa
diartikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis
dalam berbagai macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di
Indonesia, khususnya pada negara berkembang, bisnis konglomerat
diasosiasikan dengan bisnis pemilikan keluarga.25 Konglomerat dapat
diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang bergerak dalam berbagai
bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya.
Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang
memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan hal tersebut dapat
disinyalir kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal
kedudukan swasta semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin
tinggi, dan konglomerasi tumbuh hampir tanpa pengaturan, maka
kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi semakin tinggi investasinya.
D. Industri Media Massa
1. Pengertian Industri Media Massa
Industri media massa memiliki masing-masing populasi terdiri dari
media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok
24 Priasmono P,dkk, Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: LPSI, 1994), h. 17.
25 Anggito Abimayu, “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. h. 1.
35
yang hidup dari sumber daya yang sama, Misalnya polpulasi radio,
populasi surat kabar, atau populasi televisi.
Pada dasarnya ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang
kehidupan industri media, yakni:
a. Modal (capital), Misalnya pemasukkan iklan, iuran berlangganan.
b. Jenis isi Media (Type of Content), Misalnya Quis, Sinetron, informasi.
c. Jenis khalayak sasaran (Types of Audiens), Misalnya Usia, berdasarkan
jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lain
sebagainya. 26
Smythe membagi tiga hal yang bisa digunakan sebagai patokan untuk
mengidentifikasi karakteristik suatu industri media, yaitu:27
(1) Customer Requirements, (Merujuk kepada harapan konsumen tentang
produk yang mencangkup aspek kualitas, diversitas, dan ketersediaan).
(2) Competitive Environment, (lingkungan pesaing yang dihadapi oleh
perusahaan).
(3) Social Expectation, (Berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat
terhadap keberadaan industri).
Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan persaingan di
Industri penyiaran melalui adanya regulasi lisensi kepemilikan dan
26 Rahcmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), Edisi Pertama, h. 272. 27 Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulais Penyiaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), Edisi pertama, h. 90.
36
kepemilikan silang di industri penyiaran dengan tujuan untuk membatasi
konsentrasi (concentration) dan kekuatan pasar (market power)28. Care
yang paling umum untuk mengetahui kemungkinan adanya tindakan anti
persaingan dalam perekonomian adalah dengan melihat tingkat
konsentrasi industri. Industri yang terkonsentrasi tinggi akan memudahkan
perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolusi dengan memanfaatkan
kekuatan pasar untuk keuntungan mereka. Meskipun demikian,
konsentrasi yang tinggi bukan merupakan faktor utama atau pun
keharusan yang menyebabkan timbulnya tindakan yang anti persaingan.
Konsentrasi dapat muncul karena perusahaan yang tidak efisien telah
terpaksa keluar dari pasar dan muncul perusahaan yang efisien atau pada
industri padat modal.29
2. Persaingan (Kompetisi) di Industri Penyiaran Televisi
Pasar di industri penyiaran televisi dapat dibedakan menurut bentuk
penyiaran itu sendiri. Jelas radio merupakan subtitusi yang lemah bagi
free-to-air television atau stasiun televisi swasta25.
Share pasar merupakan salah satu aspek yang diperhatikan untuk
mengatur strategi perusahaan dalam meraih keberhasilan. Keberhasilan
sebuah perusahaan biasanya ditunjukkan dengan profit yang diperoleh,
28 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 82.
29 Harold Demsetz, Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 (April 1973), h. 1-9.
37
harga saham yang menguat (bagi perusahaan yang telah go public) serta
seberapa besar share pasar perusahaan tersebut dalam industri.
Konsentrasi pasar merupakan penjumlahan pasar dari perusahaan-
perusahaan terbesar, biasanya merupakan penjumlahan dari 4 share pasar
perusahaan terbesar.30 Studi empiris yang dilakukan oleh Bain
memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kondisi entry dan
konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar sehingga semakin tinggi
konsentrasi pasar, maka semakin sulit bagi pendatang baru untuk
memasuki pasar. Akibatnya kekuatan pasar akan semakin besar.
3. Faktor-Faktor Penentu Struktur Pasar di Suatu Industri
Bahwa dalam meningkatkan struktur pasar suatu industri dapat
diamati melalui:31
a. Jumlah perusahaan
b. Kondisi entry
c. Ukuran/ besarnya perusahaan
Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat banyak penjual dan
pembeli, sehingga tak satu pun dari mereka mampu mepengaruhi harga.
Kondisi pasar persaingan sempurna akan memberikan tingkat persaingan
yang efisien dalam industri. Di sisi lain, pada pasar yang bersifat
monopoli, hanya terdapat satu penjual43 yang memiliki kekuatan pasar
30 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 113. 31 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 3.
38
untuk menentukan berapa jumlah output dan harga yang akan dilempar ke
pasar.
Beberapa faktor yang menjadi sumber terjadinya konsentrasi industri:
a. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi pada satu sisi berguna untuk meningkatkan,
efisiensi, tetapi di sisi lain menyebabkan tidak semua pengusaha dapat
menguasainya untuk mencapai kinerja yang efisien sehingga
muncul akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa
orang atau kelompok.
b. Merger
Merger akan menyebabkan peningkatan kekuatan pasar yang
berpotensi mengurangi persaingan sehingga merger harus dibatasi.
Pembatasan merger biasanya didasarkan pada ukuran konsentrasi
(kekuatan pasar yang besar akan menyebabkan perusahaan tersebut
dalam posisi dominan).
4. Jenis Struktur Industri
Struktur industri oleh para ekonom sering diidentikkan dengan
struktur pasar, yang dikategorikan ke dalam jenis pasar berdasarkan
kriteria tertentu. Kriteria yang sering dipakai antara lain berdasarkan
faktor-faktor yang menentukan struktur pasar seperti ukuran dan distribusi
penjual, diffrensiasi produk dan hambatan masuk atau keluar pasar.
39
Indikator untuk mengkategorikan masing-masing pasar ke dalam jenis-
jenis pasar adaiah jumlah penjual dan pembeli, kondisi entry dan exit,
keragaman produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, kondisi informasi
serta kemampuan (penjual atau pembeli) untuk mempengaruhi tingkat
harga.
5. Karakteristik dan Kekuatan Struktur Pasar Media
Ada 4 karakteristik utama dari pasar persaingan sempurna yaitu
(Rahardja dan Manurung, 1999: 209-210):
a. Terdapat banyak penjual dan pembeli dan penjual serta pembeli tidak
dapat mempengaruhi tingkat harga (price taker).
b. Produk homogen
c. Bebas dan mudah keluar masuk pasar, yang berarti asset yang
dibutuhkan dalam kegiatan operasi bukan bersifat sunk. Dengan begitu
jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menutup usahanya, maka
perusahaan tersebut dapat menjual kembali assetnya tanpa ada modal
yang hilang.
d. Terdapat pengetahuan yang lengkap dan sempurna sehingga
perusahaan mengetahui teknologi yang ada serta Penjual dan pembeli
tahu tingkat harga yang terjadi di pasar.
Kekuatan pasar mempunyai kemampuan mempengaruhi harga oleh
penjual maupun pembeli. Di mana kekuatan pasar ini muncul dengan
40
berbeda-beda di seluruh perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan
konsumen dan produsen yang hal ini dapat dibatasi oleh pemerintah.
Adapun kekuatan struktur pasar di bagi menjadi 4, yaitu:
a. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competion)
Terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan
menghadapi persaingan dari banyak perusahaan lainnya di pasar
persaingan monopolistik (Sheperd, 1990: 75). Pada struktur pasar ini
dikenal adanya diferensiasi produk sehingga konsumen dapat memilih
produk (di antara yang ditawarkan oleh konsumen) sesuai dengan
preferensinya. Model pasar ini mengakui adanya kekuasaan monopoli,
tertentu yang timbul dari penggunaan merk dan tanda dagang
(brandnames dan Trademarks).
Bahwa suatu pasar yang bersaing secara monopolistik mempunyai
dua karakteristik utama, yaitu: (1) Perusahaan-perusahaan bersaing
dengan menjual produk-produk yang telah terdiferensiasi, yang sangat
dapat digantikan oleh satu sama lain tetapi bukan pengganti yang
sempurna dan (2) Adanya kemungkinan untuk masuk dan keluar
secara bebas: hal ini relatif mudah bagi perusahaan-perusahaan baru
untuk memasuki pasar tersebut dengan mereknya sendiri dan bagi
perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk keluar jika produknya
akhirnya tidak lagi menguntungkan.
41
Tidak ada ketergantungan diantara perusahaan yang satu dengan
yang lain. Serta perusahaan menjual suatu merek atau versi produk
yang berbeda dalam hal kualitas, penampilan, atau reputasi, dan
masing-masing perusahaan merupakan produsen tunggal mereknya
sendiri, contohnya pasta gigi, deterjen cuci, shampo, dan lain-lain.32
b. Struktur Pasar Oligopoli (Oligopoly)
Industri berada pada pasar oligopoli bila 4 perusahaan terbesar
menguasai 40% dari total penjualan atau lebih.33 Dalam struktur pasar
oligopoli, penjual menjual produk subtitusi (yang saling menggantikan
satu sama lain). Karena produk yang dijual adalah produk subtitusi
maka persaingan dalam pasar oligopoli lebih pada memproduksi
produk yang differentiated (differentiated product) melalui kualitas
dan disain.34 Karena itu pada model pasar oligopoli peranan iklan
sangat penting untuk bisa menggeser ke kanan kurva permintaan
(meningkatkan permintaan konsumen). Dalam usahanya menarik
kelompok pembeli yang berbeda, maka perusahaan akan mengadakan
perubahan kualitas dan disain.
32 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT Indeks, 2001),
Edisi ke-5, Jilid ke-2, h. 103. 33 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New
Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 113. 34 Churc, Jefferey and Roger Ware, Industrial Organization: A Strategic Approach, The
McGraw Hill, Siangapore, 2000. h. 232-234.
42
Pada struktur perusahaan oligopoli terdapat suatu pasar di mana
hanya sedikit perusahaan bersaing satu sama lain, dan masuknya
perusahaan-perusahaan baru akan dihalangi, serta produk yang
dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut mungkin sudah
terdiferensiasi.35 Kekuatan monopoli dan profitabilitas dalam industrii
oligopolistik sebagaian tergantung pada bagaimana perusahaan-
persusahaan tersebut saling berinteraksi.
c. Monopoli
Monopoli terdapat dalam sistem pasar dimana hanya ada satu
penjual dan produk yang dijual tidak memiliki subtitusi. Kondisi
monopoli terjadi karena para pesaing tidak masuk ke dalam industri
tersebut karena adanya hambatan untuk masuk (barrier to entry).
Rintangan tersebut dapat berupa paten dan lisensi yang diberikan oleh
pemerintah dalam pengendalian bahan baku, penggunaan nama merek
dan investasi modal besar yang diperlukan untuk memasuki industri
tersebut.
Dengan tidak adanya penjual lain, maka seorang monopoli tidak
memiliki pesaing. Pesaing potensial bagi seorang monopolis sangat
minim sebab adanya halangan untuk masuk ke dalam industri.
35 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h.103.
43
d. Monopsoni
Monopsoni ini merujuk pada suatu pasar di mana hanya ada satu
pembeli. Dengan satu atau hanya sedikit pembeli, beberapa pembeli
mungkin akan mempunyai kekuatan monopsoni di mana kemampuan
pembeli untuk membeli barang tersebut lebih murah daripada harga
yang seharusnya berlaku dalam suatu pasar yang bersaing.36
36 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h. 29-30.
BAB III
GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA
A. Sejarah Berdiri Media Nusantara Citra
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) didirikan pada tanggal 17 Juni
1997 dan dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media
di bawah payung satu perusahaan induk dan operasi agar dapat terbentuk
sebuah grup media yang sinergis, terintegrasi, dinamis, dan kreatif dalam
menghadapi persaingan bisnis media yang kompetitif.
MNC melaksanakan penawaran umum saham perdana pada tanggal 22
Juni 2007 dengan menawarkan 4.125.000.000 lembar saham yang mewakili
30% (dimana 20% adalah saham baru) dari saham yang diterbitkan dengan
harga Rp 900 per lembar. Saham MNC tercatat di Bursa Efek Indonesia
dengan mayoritas kepemilikan dan kendali pada PT Global Mediacom Tbk.1
Saat ini, Media Nusantara Citra (MNC) merupakan perusahaan media dan
multimedia terintegrasi yang terkemuka di Indonesia. MNC mencapai posisi
tersebut melalui implementasi strategi-strategi yang senantiasa berkembang
yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan pemegang saham.
Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan
mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari
sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.
1 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
44
45
Pada tahun 1989 RCTI didirikan sebagai stasiun TV swasta pertama di
Indonesia dan susunan program RCTI mencakup drama serial, berita,
olahraga, musik, hiburan, variety show, acara anak-anak, film nasional dan
internasional.
Kemudian disusul oleh perkembangan stasiun TV swasta ketiga di
Indonesia yaitu TPI yang didirikan pada tahun 1991 dan TPI diposisikan
untuk menarik konsumen dengan penghasilan menengah hingga menengah ke
bawah di Indonesia.
Bertambahnya waktu maka perkembangan MNC mengakuisisi 70%
saham Global TV yaitu pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002 Global
TV dikonsolidasikan ke dalam MNC dan mulai menyiarkan program-program
MTV Asia selama 24 jam secara eksklusif di Indonesia.2
Dalam mengelola berbagai unit usaha pada bulan Januari 2004 MNC
mulai membangun content library melalui produksi in-house dan akuisisi
program. MNC mulai melisensi content kepada pihak ketiga Global TV yaitu
pada bulan Januari 2005 memperluas cakupannya untuk melayani dalam
penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda dan keluarga muda.
Pada bulan Maret MNC dalam kepemilikan saham Global TV meningkat
menjadi 100%. Seiring berputarnya waktu pada bulan Juni 2005 didirikannya
PT. Media Nusantara Informasi dan meluncurkan surat kabar harian Seputar
Indonesia (Sindo). Surat kabar harian tersebut melakukan diferensiasi dengan
menyajikan kepada pembaca empat bagian berbeda yang terdiri dari laporan
2 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
46
yang mendalam mengenai berita, gaya hidup, olah raga, dan hiburan. Seputar
Indonesia tersebut juga khas karena tersedia sebagai surat kabar nasional dan
juga sebagai surat kabar lokal dengan content lokal dan halaman depan yang
berbeda. Saat ini, “Seputar Indonesia” tersedia dalam edisi nasional dan enam
edisi lokal di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Alasan mengenai diedarkannya
edisi lokal adalah karena keterikatan masing-masing kawasan regional
terhadap koran yang meliput berita lokal dengan pandangan dari orang lokal.
Oleh karena itu MNC dapat memberikan pembacanya liputan yang lebih
mendalam mengenai berita nasional dan lokal dan juga dapat memperluas
cakupan pengiklan yang memiliki target pasar dan tujuan yang berbeda-beda.
Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan publik maka MNC
Networks didirikan pada bulan Agustus 2005 yang mengoperasikan dan
mengelola jaringan radio terbesar di Indonesia dengan lebih dari 9 juta
pendengar di 209 kota dengan menggunakan 43 jaringan. Kiat kami untuk
masuk ke industri radio adalah untuk memberikan solusi iklan media yang
menyeluruh dan merupakan komponen starategis kepada pengiklan dan radio
adalah pelengkap untuk TV dan usaha surat kabar harian kami sebagai
perusahaan media terintegrasi. Bisnis radio kami terdiri dari empat format
(Trijaya FM, Women Radio, Radio Dangdut TPI, and ARH Global) yang
menargetkan semua golongan ekonomi, yaitu3:
3 Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2009
47
1. Trijaya FM adalah stasiun radio yang inspiratif dengan content berita dan
gaya hidup dengan jaringan yang terbesar dan terluas, yang memiliki 17
stasiun radio yang beroperasi di beberapa jaringan di seluruh Indonesia.
2. Women Radio Jakarta merupakan radio untuk pendengar wanita yang
menyajikan informasi mengenai masalah wanita seperti kesehatan,
keluarga, hubungan ibu dan anak, pendidikan, kecantikan, dan informasi
mengenai mode masa kini.
3. Radio Dangdut TPI menjangkau lebih dari 3 juta pendengar di 14 kota di
Indonesia khususnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi) dan merupakan stasiun radio dangdut populer dan terbaik di
Jabodetabek.
4. ARH Global adalah satu-satunya stasiun radio yang menargetkan
pendengar generasi muda dengan penyiaran secara bersamaan di dua
kawasan yang berbeda, yaitu Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Pada bulan Desember 2005 MNC mengakuisisi MNI Global, penerbit
tabloid mingguan Genie. Genie merupakan tabloid infotainment yang
berfokus pada gaya hidup dan gosip selebriti.
Pada bulan Januari 2006 MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added
Services. MNC terus mengembangkan content yang dapat diterapkan di
seluruh platform bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi,
radio, dan media cetak telah menciptakan media digital in-house yang
berfokus pada internet, teknologi broadband, komunikasi wireless,
programming on-demand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal
48
ini meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan
dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun secara
kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia, MNC juga
mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services (WVAS) di Cina
melalui Linktone Ltd.
Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan interaktif
wireless untuk konsumen di Cina. Linktone menyediakan jasa portofolio yang
beragam kepada konsumen wireless dan pelanggan korporasi dengan fokus
khusus pada media, hiburan dan komunikasi. Jasa-jasa tersebut dipromosikan
melalui jaringan distribusi Linktone yang kuat, berbagai wadah layanan yang
terintegrasi, dan jalur-jalur marketing sales, serta melalui jaringan operator
telekomunikasi selular di Cina Melalui pengembangan in-house dan
persekutuan dengan mitra internasional dan merek content lokal, Linktone
mengembangkan, membentuk paket, dan mendistribusikan produk-produk
yang inovatif serta menarik untuk memaksimalkan kedalaman, kualitas, dan
keragaman dari produk-produk yang ditawarkan.
Pada bulan Februari 2006 Global TV memulai penyiaran program anak-
anak Nickelodeon sebanyak delapan jam per hari secara eksklusif di
Indonesia. Namun kemajuannnya bidang media, MNC meluncurkan channel
MNC News melalui Indovision dan mengakuisisi 75% saham TPI serta
meluncurkan channel MNC Entertainment melalui Indovision. Dalam jangka
waktu beberapa bulan kemudian, perkembangan MNC terus meningkat
49
dengan diterbitkannya tabloid Realita dan Mom&Kiddie. Tabloid Realita
mengangkat cerita tentang pengalaman pribadi selebriti dan tokoh publik.
Tabloid Mom&Kiddie berfokus pada informasi dan artikel yang berkaitan
dengan ibu, anak, yang mengenai bimbingan dan saran kepada orang tua
dalam membesarkan dan mendidik anak. Selanjutnya pada bulan September
tahun 2006 MNC BV menerbitkan obligasi (guaranteed secured bonds)
senilai 168 juta US$ untuk investor internasional.4
Media merupakan teknologi terpenting bagi informasi yang berkembang
pesat, salah satunya media online. Maka pada awal bulan Maret tahun 2007
MNC meluncurkan media online yang pertama, okezone.com, sebuah situs
berita online dan hiburan. Okezone.com diluncurkan pada bulan Maret 2007
sebagai portal internet yang memberikan platform online untuk
mendistribusikan content berita dan non-berita, termasuk content dari bisnis
televisi, radio, dan media cetak yang sudah ada.
Okezone.com didirikan untuk memiliki sebuah usaha yang telah berjalan
yang dapat dikembangkan seketika jika ada perubahan mendadak pada tren
pemakaian media online. Diharapkan melalui okezone.com, MNC dapat
meraih keuntungan dari potensi pertumbuhan internet di Indonesia yang pada
akhirnya memampukan kami untuk mencapai basis konsumen yang lebih luas
dan memberi pilihan media yang lebih luas kepada konsumen kami.
4 Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2008
50
Kemudian disusunlah dengan mendirikan saluran program internasional
pada bulan April di Jepang melalui IPS Inc, MNC The Indonesian Channel.
Trijaya FM Radio Networks juga disiarkan di Jepang (juga melalui IPS Inc),
pada bulan Juni MNC membayar US$25 juta dari total obligasi (Eurobond)
sebesar US$168 juta pada harga 101%. MNC juga melakukan penawaran
saham perdana dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. 5
Di tahun 2007 MNC menandatangani perjanjian dengan Linktone Ltd
(NASDAQ:LTON) di bulan November, dimana MNC melalui anak
perusahaan miliknya membeli minimal 51% saham Linktone dengan cara
penggabungan penawaran tender terhadap American Depository Shares
(ADSs) yang beredar dan pembelian harga saham baru.
Pada bulan Maret 2008 Sebagai bagian dari strategi distribusi content
untuk pasar internasional, MNC telah memulai penyiaran program MNC The
Indonesian Channel di Starhub Singapura pada bulan Maret 2008 dan di
Timur Tengah dengan potensi pemirsa sekitar 3,5 juta orang Indonesia. Hal
ini merupakan tambahan dari layanan penyiaran di Jepang di awal tahun 2007.
Serta MNC meluncurkan dua majalah premium yang berfokus pada mode
dan gaya hidup dengan nama High End dan High End Teen pada tanggal 7
April 2008. High End Teen memiliki content yang ditargetkan pada kaum
remaja. RCTI meraih Best Corporate Image untuk kategori stasiun televisi
nasional, dalam IMAC (Indonesia’s Most Admired Companies) 2008 oleh
Frontier Consulting dan Majalah Business Week.
5 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
51
B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC
1. Visi PT. Media Nusantara Citra
Untuk menjadi group media dan Multimedia yang terintergrasi yang
terfokus pada penyiaran dan isi (content) yang berkualitas dengan
pemanfaatan teknologi yang tepat sesuai dengan memenuhi kebutuhan
pasar.
2. Misi Media Nusantara Citra
Untuk mengantarkan atau memberikan konsep hiburan keluarga yang
terlengkap dan sebagai sumber informasi bagi seluruh komunitas atau
masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang berbeda.
3. Tujuan Media Nusantara Citra
Media Nusantara Citra didukung oleh manajement yang kuat yang
datang dari berbagai macam industri yang saling menguatkan satu sama
lain untuk menciptakan tim manajemen yang kuat.
Melalui operasi-operasi yang didukung oleh isi produksi, distribusi,
jaringan tv nasinaol, saluran-saluran program televisi, surat kabar, tabloid
dan jaringan radio. MNC adalah perusahaan media yang terbesar dan
terintegrasi di Indonesia. Pengembangan ke depan mencakup pendapatan
dan penggabungan dari pembayaran bisnis televisi untuk menglengkapi
aktivitas distribusi MNC.
Isi dari perpustakaan MNC adalah yang terbesar di Indonesia, yang
terdiri dari; hiburan dan berita, yang mana meningkat lebih dari 10000 jam
52
per tahun. Perpustakaan ini merupakan hasil dari akumulasi dari produksi-
produksi MNC sumberdaya, dan operasi program multimedia MNC.
Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki
dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan
tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.
C. Struktur Organisasi MNC
Di bawah ini adalah struktur organisasi PT. Media Nusantara Citra, Tbk
(MNC) yang di pimpin oleh Hary Tanoesoedibjo sebagai Presiden Direktur
dan CEO MNC, sebagaimana terlihat dalam struktur organisasi berikut ini:
Tabel 1
Struktur Organisasi MNC Tahun 2009
Group CEO
Harry Tanoesoedibjo
Investor Relations
William Utama
Corporate Secretary
Gilang Iskandar
Audit Internal
Anna Listiana Limena
Direktur
Keuangan &
Administrasi
Umum
Oerianto Guyadi
Direktur
Operasional
Sutanto Hartono
Direktur
Legal, IT & HR
Agus Mulyanto
Direktur
Strategi Korporasi &
Pengembangan Bisnis
Muliawan Pahala
Guptha
53
D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC Group6
E. Logo Perusahaan MNC
6 http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010.
54
Bentuk logo segi empat dengan teks MNC secara keseluruhan membentuk
sebuah anak panah yang bergerak dinamis ke depan yang menggambarkan
MNC sebagai perusahaan yang memiliki visi yang selalu kedepan.
Empat warna kotak yang dominan menggambarkan keragaman,
kedinamisan dan kesolidan dari semua bisnis dengan lingkaran putih ditengah
yang menggabungkan semua kotak tersebut sebagai gambaran Media
Nusantara Citra (MNC) adalah holding company yang mengintegrasi dan
mensinergikan perusahan yang dinaungi.7
Cahaya yang muncul dari tengah menggambarkan sinergi yang membuat
semua kotak menyatu adalah sebagai gambaran semangat dari Media
Nusantara Citra (MNC) dalam menjalankan bisnis di masa sekarang dan
mendatang.
Bentuk huruf MNC memiliki keunikan tersendiri karena mengakomodasi
nilai kesolidan dan kekokohan MNC sebagai holding company dalam
menjalankan bisnisnya secara profesional.
7 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. h 5.
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
Kebijakan peraturan media penyiaran merupakan suatu keputusan yang dibuat
bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat yang isinya mengatur media agar
memberikan kontrubusi yang baik kepada khalayak. Kebijakan media mengatur
bagaimana penggunaan media oleh pemerintah dan masyarakat dalam berbagai
kepentingan, terutama mengenai isu yang sedang menjadi perhatian atau yang
tengah diangkat.
Namun seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin
banyak pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di
luar sana, media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah satu
kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah industri
yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk. Dalam
perkembangannya, banyak korporasi-korporasi media ini yang melakukan
kerjasama, bahkan hingga level penggabungan perusahaan, dan membentuk
sebuah kartel komunikasi raksasa, menurut penulis inilah posisi yang tengah
dialami oleh Media Nusantara Citra Grup. Karena jika kita lihat sebelumnya,
MNC Grup adalah bukan perusahaan penyiaran yang besar pada awal
kelahirannya di ruang publik, akan tetapi sebuah grup yang mengikuti kepada
Grup Bimantara, sebuah grup besar milik salah satu anak penguasa Orde Baru,
yaitu Bambang Triatmodjo.
55
56
Namun kini MNC telah menjadi sebuah perusahaan yang sangat besar yang
bergerak dalam bidang bisnis penyiaran dan bisnis produksi program, distribusi
program dan saluran televisi terestrial, saluran program televisi, surat kabar,
tabloid dan jaringan radio. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan
media yang terintegrasi secara raksasa. Sebagai perusahaan media penyiaran
raksasa, sangat mustahil bila MNC sama sekali tidak terlibat arus politik nasional,
karena dalam sejarahnya pers selalu memiliki hubungan yang erat dengan arus
politik, baik nasional maupun global. Dalam penelitian inilah penulis berusaha
melakukan analisa-analisa yang mengarah pada hubungan erat antara MNC dan
ekonomi-politik. Teori ekonomi-politik vincent mosco dalam hal ini adalah salah
satu teori yang dianggap penulis tepat untuk digunakan pisau analisa dalam
penulisan skripsi ini, tentunya dengan beberapa alasan yang mengacu pada
pengembangan pasar media.
A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra
Komodifikasi adalah yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data
yang merupakan pemanfaatan isi media di lihat dari kegunaannya sebagai
komoditi yang dapat dipasarkan.1 Dengan demikian para produsen media
mengubahnya menjadi sesuatu yang layak untuk dipasarkan, seperti halnya
olah raga, musik, sinetron, atau tepatnya pertandingan sepak bola yang ada di
dunia, kini telah menjadi barang komersilisasi oleh perusahaan penyiaran.
1Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 141- 245.
57
Tiga jaringan siaran TV Nasional yang MNC miliki mempunyai peranan
penting dalam industri televisi nasional. Melalui ketiga TV swasta nasional
MNC yaitu RCTI, TPI dan Global TV, per 31 Desember 2009, MNC
mencapai total pangsa pemirsa sebesar 35% dan total pangsa belanja iklan
kotor sebesar 34% (sumber: Nielsen Research). Pemirsa yang tersegmentasi
telah meningkatkan efektifitas kampanye pemasaran televisi. Hal ini
memberikan keyakinan bagi para pemasang iklan untuk mendapatkan nilai
tambah atas anggaran iklan yang mereka alokasikan dalam pemasangan iklan
di RCTI, TPI dan Global TV.
58
TOP 10 PROGRAM - RCTI, TPI, GLOBAL TV,
Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 Kota,
Januari - Desember 2009
Analisis : Program
Periode : 01/01/2009 - 31/12/2009;
Stasiun TV : RCTI; TPI; GLOBAL TV;
Waktu : 02.00.00 - 25.59.59 (SMTWTFs);
Sasaran : Jakarta; Surabaya; Medan; Semarang;
Bandung; Makassar; Yogyakarta;
Palembang; Denpasar; Banjarmasin;
Target Penonton : Usia 5 Tahun Ke Atas;
Total Penonton : 46,719,474 Penonton
Saluran Program Jenis Program Nilai Rata-rata Rating Jumlah
Televisi
Penonton
dalam Ribuan (in%)*
Penonton
(%)
RCTI PUBLICITY STUNT
LIMBAD SPC 20 Acara Pilihan 5,023 10.8 40.2
THE MASTER PREDIKSI
PILPRES IN Acara Pilihan 4,285 9.2 27.6
AFC 2011
ACQ:INDONESIA VS
AU(L)
Olah Raga :
Pertandingan 3,634 7.8 23.5
AFC ACQ:INDONESIA
VS KUWAIT(L)
Olah Raga :
Pertandingan 3,454 7.4 27.3
59
TPI DANGDUT NEVER DIES Hiburan :
Musik 2,331 5.0 21.1
MELODI CINTA SATRIA
BERGITAR Hiburan :Musik 2,104 4.5 16.4
SARAS & BUAYA EMAS
SAKTI Film :Drama 1,961 4.2 15.2
ASAL MULA DANAU
RANU GRATI Film :Drama 1,886 4.0
15.1
GLOBAL FIFA CC:SPAIN VS
IRAQ(L)
Olah Raga
:Pertandingan 1,533 3.3 12.2
TV FIFA CC:BRAZIL VS
EGYPT(L)
Olah Raga :
Pertandingan 1,492 3.2 12.4
Source : Nielsen Audence Measurement
60
MNC yang memiliki tiga stasiun televisi swasta, yang berusaha untuk
meminimalkan penyiaran dengan mengambil laba yang besar, contoh sebagai
berikut:
1. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)
Konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh
persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi. Sebagai
hasilnya, RCTI tetap mempertahankan posisi nomor satu dengan rata-rata
pangsa pemirsa sebesar 18-20%2. Bahwa kekuatan ini dapat
meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan,
dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk
meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru.
Daya saing Induk Jaringan (RCTI) dalam industri pertelevisian
nasional, yaitu memimpin perolehan audience share, jangkauan siaran
terluas, program unggulan dengan rating dan share tertinggi, kinerja
program In-House (Produksi dan Redaksi) unggul dibanding kompetitor,
memiliki program spesial terdepan, dan Menjadi trendsetter bagi industri
televisi.3
Dari tabel diatas, maka RCTI mempunyai beberapa Program unggulan
yang ratingnya berada diatas dari pada program-program lainnya yang di
bawah naungan MNC yaitu “Publicity Stunt Limbad spc 20”, “The Master
2 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. 3 Presentasi Evaluasi Dengar Pendapat RCTI Satu Dengan KPID Jawa Barat, (Bandung, 23
Desember 2009), Tahun 2009.
61
Prediksi Pilpres In”, Afc 2011 Acq:Indonesia vs Au (L)”, dan “Afc
Acq:Indonesia vs Kuwait (L)”.
Beberapa program televisi RCTI yang ada salah satu stasiun televisi
yang pernah menayangkan Liga Indonesia, Piala Dunia Afrika yang
disiarkan langsung pada tiga saluran televisi yaitu RCTI, Global TV, dan
TPI. Kondisinya yang wajar untuk saat ini apabila RCTI dan beberapa
stasiun televisi yang di bawah naungan MNC berani menyiarkan
pertandingan sepak bola internasional, selain memiliki pendanaan yang
cukup kuat, juga di tunjang sponsorship yang memadai, selain itu juga ada
pemasukan yang dihasilkan dari sistem polling SMS yang cukup
menunjang. Sistem polling SMS lah yang kemudian di sebut oleh Golding
dan Murdoch adalah komodifikasi intrinsik atau komodifikasi isi.
Komodifikasi Intrinsik yakni proses pengubahan pesan ke dalam sistem
makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk
yang dipasarkan oleh media.
Tabel 3 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –
RCTI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota, Januari - Desember 2009
No. Program Harga Ranking
1 CINTA DAN ANUGRAH Rp. 310,544,260 20,88
2 DAHSYAT Rp. 293,150,100 30,039
3 SILET Rp. 214,226,400 25,101
62
4 DEWI Rp. 147,940,000 9,486
5 SEPUTAR INDONESIA PAGI Rp. 134,098,400 21,475
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini RCTI menjadi nomor satu pada tahun 2009 mempunyai
program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti “Cinta
dan Anugrah”, “Dahsyat”, “Silet”, “Dewi”, dan “Seputar Indonesia Pagi”.
Menurut Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC dalam
meningkatkan kekuatan industri penyiaran, yaitu:4
“Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV, Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan periklanan di Indonesia. Perusahaan media massa terbesar di Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai platform media yang saling mendukung. Seperti: Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga, memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang menarik bagi pemirsa, dan manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.”
Seperti yang kita lihat pagi, berbagai program acara musik, yang
menghadirkan berbagai anak band, dimulai dari yang paling gaul hingga
yang paling jadul, selalu menghiasi layar televisi kita, RCTI adalah salah
satu stasiun televisi yang selalu eksis menghibur pemirsa, baik di layar
kaca, maupun di tempat lokasi. Yaitu dengan programnya yang bernama
4 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
63
“Dahsyat”, yang berhasil meraih penghargaan “Panasonic Award” pada
tahun 2009 berdasarkan kategori acara musik terfavorit dengan berhasil
menyingkirkan saingannya dari stasiun televisi lainnya yang di luar
naungan MNC. Dengan perolehan rating tertinggi tersebut, sudah barang
tentu penulis melihatnya dari kacamata analisa komoditas cibernetik.
Dengan hadirnya acara-acara tersebut tanpa kita sadari secara langsung,
telah memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam arus musik tanah
air. Hasilnya adalah bukan kualitas dari para band tersebut yang
diutamakan, akan tetapi panggung yang selalu dipenuhi kawula muda
yang hanya ingin tenar dan masuk televisi saja. Namun terlepas dari
semua itu, penulis melihat hal tersebut berdasarkan azas pemanfaatan
komodifikasi yang ada.
2. Global TV
Konsentrasi dan konglomerasi memiliki implikasi yang serius pada isi
media. Sedangkan konglomerasi global lebih dimotifi oleh kapitalisasi
informasi, sehingga penekanan pada “bisnis informasi” menjadi sangat
dominan. Media tidak hanya sebagai penayang, tetapi juga pemasok
informasi atau isi tayangan ke media-media lain. Dengan demikian, iklan
tidak menjadi “panglima” bisnis, tetapi informasi-lah yang menjadi
panglimanya. Mereka menjual hak siar di mana-mana dan menghasilkan
keuntungan yang berlipat ganda.
Dari tabel 2 di atas, maka Global TV mempunyai beberapa Program
unggulan yang ratingnya berada di nomor tiga dari pada program-program
64
lainnya yang di bawah naungan MNC yaitu “FIFA CC: Spain VS Iraq
(L)”, dan “FIFA CC: Brazil VS Egypt (L)”
Global TV mempunyai tujuan memperluas cakupannya untuk
melayani dalam penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda,
keluarga muda,dan profesional muda dengan penghasilan menengah
keatas dalam kategori ABC 5-39.
Tabel 4 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –
GLOBAL TV; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009
No. Program Harga No.
Kedudukan
1
SPONGEBOB
SQUAREPANTS Rp. 254,776,100 34,016
2 MTV AMPUH Rp. 120,854,600 12,505
3
ABDEL & TEMON BUKAN
SUPERSTAR(R) Rp. 103,911,200 10,731
4
ABDEL&TEMON BUKAN
SUPERSTAR Rp. 103,113,100 9,352
5 OBSESI Rp. 90,575,600 11,699
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini GLOBAL TV menjadi nomor tiga pada tahun 2009
mempunyai program yang menjadi andalan dari MNC yaitu di antaranya
65
seperti “Spongebob Squarepants”, “MTV Ampuh”, “Abdel&Temon Bukan
Superstar (R)”, “Abdel&Temon Bukan Superstar” dan “Obsesi”.
Dengan demikian, industri televisi dengan didorong oleh suatu
keinginan komersial untuk menarik pemasang iklan atau sponsorship.
Industri ini bermaksud mengemas khalayak yang kemudian menjual
khalayak ini ke para pemasang iklan, dengan demikian terjadi sebuah
hunbungan yang saling menguntungkan antara industri televisi dengan
pemasang iklan dengan menjual khalayak, dan khalayak yang kondisinya
saat ini tengah pada posisi profesi yang berusaha menghasilkan nominasi
dan pundi-pundi berdasarkan jumlah pemirsa5.
Hasil wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai
Secretary Corporate MNC bahwa untungnya bagi suatu media yang
bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu:6
“Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio, dan lain-lain. Yang bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa lebih efisien dan efektif. Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan prospek bisnis atau peluang usaha.”
Namun, Media massa mempunyai tugas yaitu sebagai institusi politik
artinya sebagi jalan meraih sebuah kekuaan (power), yang akan membawa
kecerdasan, kesejahteraan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat serta
alat kontrol masyarakat terhadap pemerintah.
5 Efendi Ghazali, Fundamentalisme Pasar dan Kontruksi Sosial Industri Penyiaran: Kerangka Teori Mengamati Pertarungan Di Sektor Penyiaran (jakarta: Fisip UI, 2003), h 34.
6 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
66
3. TPI
Televisi swasta nasional yang berdiri pada tahun 1991 ini tercermin
pada slogan yaitu “ Makin Indonesia Makin Asik Aja”. Hal ini seolah
menegaskan bahwa TPI adalah stasiun yang program-programnya
mencerminkan rakyat Indonesia dan memang dirasakan dekat dengan
kultur masyarakat Indonesia.
Pengaruh atau dampak yang dihadapi TPI dalam perkembangan usaha
medianya di dalam kepemilikan MNC pada tahun 2009 mengalami sedikit
penurunan terutama pada kuartal keempat 2009, sehubungan dengan
adanya kasus litigasi.
Wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai Secretary
Corporate MNC tentang masalah TPI pada tahun 2009 untungnya dampak
bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu:7
“Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu permasalahan yang terjadi pada saat itu.”
Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk,
tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, pencitraan, berita,
pesan dan kata-kata dikontrol, dan disosialisasikan ada masyarakat. Jika
mengacu pada Jurgen Habemas menyatakan media massa sesungguhnya
adalah sebuah Public Sphere yang semestinya dijaga dari berbagai
pengaruh yang tidak sesuai dengan iklim demokrasi. Dalam artian media
7 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
67
selayaknya menjadi tempat penawaran berbagai gagasan sebagaimana
setiap konsep pasar, yang mana hanya ide terbaik sajalah yang pantas
dijual dan ditawarkan.
Tabel 5 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –
TPI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009
No. Program Harga No.
Kedudukan
1 RONALDOWATI BABAK 2 Rp. 114,407,400 7,371
2 NINJA WARRIOR Rp. 108,791,800 9,582
3 CERITA Rp. 86,668,100 10,282
4 1001 CERITA Rp. 76,518,000 8,516
5 BEN 7 Rp. 74,573,600 5,077
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini TPI menjadi nomor dua pada tahun 2009 mempunyai
program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti
“Ronaldowati Babak 2”, “Ninja Warrior”, “Cerita”, “1001 Cerita” dan
“Ben 7”.
Sebuah pendapat menarik datang dari Dedy Mulyana, Dosen Fakultas
Komunikasi Universitas Padjajaran tentang perlu tidaknya larangan cross
ownership di media massa. Menurut Dedy, pengaturan cross ownership
masuk akal ditinjau dari aspek ekonomi. Melarang cross ownership media
massa oleh satu kekuatan modal, diperlukan bagi masyarakat Indonesia
68
yang disparitas ekonomi dan tingkat pendidikannya sangat tinggi.
Pelarangan cross ownership media massa justru akan melindungi
masyarakat dan kebebasan pers dari sisi politik, ekonomi, dan etika.8
Bagaimana tidak, banyak kenyataan-kenyataan yang terjadi di
lapangan yang seharusnya menjadi berita krusial bagi masyaakat namun
output yang dihasilkan dan diketahui, didengar, dan ditonton oleh
masyarakat tidaklah sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, hal ini
tentunya sangat merugikan khalayak media. Konsentrasi dan
Konglomerisasi media tentunya sangat tidak menguntungkan karena
khalayak butuh berita asli bukan berita yang sudah ‘dikebiri’.
B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra
Spasialisasi adalah bentuk perluasan usaha oleh perusahaan media. Dalam
bahasa politik, adalah ekspansi dan akuisisi, sepertri yang dilakukan oleh
MNC. Karena seperti yang kita tahu, PT Bhkati Investama adalah cikal-bakal
dari lahirnya MNC, PT Bhakti Investama yang didirikan pada tahun 1982,
dalam waktu setahun perusahaan ini mampu mengakuisisi PT Bimantara Citra
Tbk, lalu dengan semangat bisnis yang tinggi pada tahun 1989 perusahaan ini
dengan berani mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang di
beri nama RCTI, lalu beberapa media cetak mulai bergabung, dilanjutkaan
8 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1-colorff0000bkepemilikan-silang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasan-pers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010.
69
pada tahun berikutnya dengan bergabungnya beberapa media penyiaran suara
atau radio, seperti ARH Global dan Women Radio, dan pada tahun 1997, atas
permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti Investama, dengan menghimpunnya
semua perusahaan yang di mulai pada tahun 1987, maka pada tahun 1991 dari
hasil dihimpunnya beberapa perusahaan tersebut maka berdirilah Media
Nusantara Citra (MNC Grup). Dengan mengkonsentrasikan seluruh program
dan kegiatannya pada satu jalur, yaitu media9.
Berikut ini adalah macam-macam perusahaan yang berada di bawah
naungan Media Nusantara Citra, yaitu:
1. Broadcasting Media
Di bawah ini adalah struktur bagan perusahaan Broadcasting Media di
bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi TV dan Radio,
yaitu:
Gambar 1
9 Berdasarkan data yang penulis rangkum dari hasil wawancara penulis dengan pihak MNC.
70
Struktur Bagan MNC Broadcast Media
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki Hary
Tanoesoedibjo yang membawahi perusahaan yang menaungi beberapa
stasiun TV dan Radio ternama di Indonesia. Stasiun TV seperti, RCTI (PT
Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan
Indonesia), Global TV (PT Global Informasi Bermutu), dan SUN TV (Sun
Televisi Network). Adapun Radio yang di bawah naungan MNC Networks
seperti, Trijaya Networks, Radio Dangdut TPI, Women Radio, dan
Globalradio ARH.10
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Broadcasting Media yang
memiliki kepemilikan saham di bawah naungan Media Nusantara Citra,
antara lain:
10 PT. Media Nusantara Citra Tbk, Annual Report, tahun 2008.
71
Tabel 6 Kepemilikan Saham Broadcasting Media
No Nama Broadcasting Media Kepemilikan Saham MNC
1 RCTI 100% kepemilikan MNC
2 TPI 75% kepemilikan MNC
3 Global TV 100% kepemilikan MNC
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan media penyiaran Radio di
bawah naungan MNC Networks yang memiliki kepemilikan saham
dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain:
Tabel 7 Kepemilikan Saham Radio Networks
No Nama Radio Kepemilikan Saham MNC
1 Trijaya Networks 95% kepemilikan MNC
2 Radio Dangdut TPI 95% kepemilikan MNC
3 Women Radio 95% kepemilikan MNC
4 Globalradio ARH 95% kepemilikan MNC
Dan pada saat ini, MNC juga berusaha mengembangkan perluasan
usahanya pada wilayah yang lebih global, dengan mengikuti jejak seorang
pengusaha Sudwikatmono dengan perusahaannya Subentra Grup, dalam
pengembangan usaha produksi film layar lebar melalui akses jaringan
bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh kota besar yang berada di
72
Indonesia. Beraneka ragam film Indonesia, dari mulai kategori film horor,
film yang bernuansa religi, drama percintaan, juga yang agak action hasil
olahan sutradara yang dimiliki MNC mulai sibuk memasuki bioskop-
bioskop besar di tanah air. Dalam hal ini, penulis menganalisa spasialisasi
adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada
tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam satu tangan, karena dengan
banyaknya modal yang dimiliki perorangan dalam hal ini, sebuah
perusahaan mampu mengakuisisi perusahaan lain, baik yang dengan
sengaja melakukan kerjasama atau pun penggabungan perusahaannya ke
dalam perusahaan yang telah besar dari mulai lahirnya, atau pun yang
perusahaan yang dalam masalah, dalam kasus ini TPI misalnya yang pada
tahun 2006 mengalami kesulitan keuangan di dalamnya, demi
menyelamatkan sebuah stasiun televisi tersebut dari pihak manager
melakukan penjualan saham kepada MNC11. Oleh karena itu, dalam hal ini
penulis mengasumsikan analisa spasialisasi pada kepemilikan modal,
sehingga membentuk suatu kata yang kemudian menjadi judul besar dalam
skripsi ini, yaitu konglomerasi. Kiat MNC untuk masuk ke industri radio
adalah untuk memberikan solusi iklan media yang menyeluruh kepada
pengiklan dan radio adalah pelengkap untuk TV dan usaha koran MNC.
2. Print Media
11. Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008.
73
Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan
Media Nusantara Citra yang membawahi Newspaper, Tabloid dan
Magazine, yaitu:
Gambar 2. Struktur Bagan MNC Print Media
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan
yang menaungi Newspaper (MNI) seperti, Seputar Indonesia (Nasional
dan Regional). Dalam bidang Tabloid (MNI Global) seperti, Tabloid
Genie, Tabloid Mom&Kiddie, dan Tabloid Realita. Dalam bidang
Magazine seperti, MNI Publishing, MNI Entertainment, HighEnd, dan
HighEndteen.12
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Print Media yang memiliki
kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain:
12 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra 2009.
74
Tabel 8 Kepemilikan Saham Print Media
No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC
1 Seputar Indonesia 100% kepemilikan MNC
2 Tabloid Genie 100% kepemilikan MNC
3 Tabloid Mom&Kiddie 100% kepemilikan MNC
4 Tabloid Realita 100% kepemilikan MNC
5 MNI Publishing 75% kepemilikan MNC
6 MNI Entertainment 80% kepemilikan MNC
7 HighEnd 80% kepemilikan MNC
8 HighEndteen 80% kepemilikan MNC
Dalam hal ini juga, penulis MNC dalam melakukan ekspansi dan
akuisisi dalam bidang media, karena selain tujuan MNC adalah
meningkatkan mutu dan kualitas berbagai macam program, juga
melakukan perluasan wilayah dalam bidang media, baik dengan
mendirikan perusahaan dan industri baru dalam bidang yang sama,
maupun berusaha menyelamatkan media lain dengan membeli beberapa
persen saham yang di miliki perusahaan tersebut.
3. Value Added Services
Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan
Media Nusantara Citra yang membawahi Value Added Services, yaitu:
75
Gambar 3 Struktur Bagan MNC Value Added Services
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan
yang menaungi Value Added Services seperti, VAS & Mobile Games,
Linktone Ltd, dan Letang Game Ltd.
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Value Added Services yang
memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra,
antara lain:
Tabel 9 Kepemilikan Saham Value Added Services
No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC
1 VAS & Mobile Games 100% kepemilikan MNC
2 Linktone Ltd 95% kepemilikan MNC
76
3 Letang Game Ltd 95% kepemilikan MNC
Linktone Ltd ialah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang
bisnis nilai tambah seperti content provider dan SMS.
Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan
interaktif wireless untuk konsumen di Cina. Pada bulan Januari 2006
MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added Services. MNC terus
mengembangkan content yang dapat diterapkan di seluruh platform
bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi, radio, dan media
cetak telah menciptakan media digital in-house yang berfokus pada
internet, teknologi broadband, komunikasi wireless, programming on-
demand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal ini
meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan
dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun
secara kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia,
MNC juga mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services
(WVAS) di Cina melalui Linktone Ltd.
4. Agency & Content Production
Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan
Media Nusantara Citra yang membawahi Agency & Content Production,
yaitu:
77
Gambar 4 Struktur Bagan MNC Agency & Content Production
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan
yang menaungi Agency & Content Production seperti, Production House,
MNC Picture, Creative & Talent Agency, Cross Media International
(CMI) 100% kepemilikan MNC, dan Star Media Nusantara (SMN) 70%
kepemilikan MNC.13
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Agency & Content
Production yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media
Nusantara Citra, antara lain:
Tabel 10 Kepemilikan Saham Agency & Content Production
13 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009.
78
No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC
1 Production House 100% kepemilikan MNC
2 MNC Picture 100% kepemilikan MNC
3 Creative & Talent Agency 100% kepemilikan MNC
4 Cross Media International (CMI) 100% kepemilikan MNC
5 Star Media Nusantara (SMN) 70% kepemilikan MNC
Integrasi keseluruhan platfrom media pada tahun 2009, menurut Hary
Tanoesoedibjo sebagai CEO Media Nusantara Citra dalam meningkatkan
rencana dan strategi tersebut adalah “Integrasi Menyeluruh Berbagai
Platform Media” untuk mendapatkan keunggulan penuh dari konsolidasi
dan sinergi dan mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan untuk
hasil jangka panjang.14
MNC telah membentuk Star Media Nusantara (SMN) yang
bertanggung jawab untuk mengindentifikasi, mengikat, mempromosikan,
dan mengelola artis-artis berbakat untuk menjadi generasi bintang
berikutnya dalam dunia hiburan. Posisi MNC sebagai perusahaan media
terpadu yang terkemuka memungkinkan Perseroan untuk menawarkan
kepada artis-artis kami sebuah eksposur yang besar melalui kekuatan di
tiga stasiun siaran TV nasional, selain peluang-peluang signifikan untuk
mengembangkan karier di berbagai media melalui TV, radio, dan media
cetak. Saat ini SMN mengelola lebih dari 70 artis yang berasal dari juara
14 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra tahun 2008, h. 33.
79
dan finalis dari Indonesian Idol, KDI, Miss Indonesia, MTV VJ Hunt,
Idola Cilik, Star Teen, serta berbagai bintang akting drama serial.
C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra
Strukturasi adalah proses penyeimbangan kecenderungan, jika dalam
proses ekonomi-politik media, fungsinya untuk menggambarkan struktur
lembaga bisnis, dan setiap individu agar berusaha menggambarkan ide dan
kreativitasnya berdasarkan hubungan sosial dan berdasarkan peranan dalam
bidangnya. jika membaca teorinya Mosco tentang analisa strukturalisme ini,
seolah penulis ditarik pada wilayah sosiologi yang menggambarkan strata
sosial setiap individu, karena karakteristik pada analisa ini terletak pada
kekuatan yang diberikan pada perubahan sosial. Artinya dalam hal ini, setiap
media apapun, termasuk MNC harus bisa mengetahui keadaan yang ada pada
masyarakat, baik dari segi ekonomi, budaya maupun politik.
Oleh karena itu, MNC dalam hal ini juga harus bisa membagi
konsentrasinya kepada pasar (konsumen, penonton), agar dapat mengatur
startegi perusahaan dalam melakukan penyiaran dan agenda program yang
lainnya, untuk meraih keberhasilan. Dengan tidak serta merta memaksakan
kehendak sebuah siaran atau program kepada pasar, artinya MNC harus
mengetahui minat dan kemauan pasar dalam hal ini, hal ini sangatlah penting
dilakukan, selain memperkuat posisi saham MNC di kancah bursa saham, juga
memperoleh rating yang tinggi dari pemirsa. Biasanya, kondisi yang terjadi
pada perusahaan media besar adalah berusaha menampilkan siaran-siaran
80
yang konsep dan pengeluaran dananya tinggi, namun perjalannnya, justru
kurang diminati oleh pasar. Tentunya hal ini sangat tidak diinginkan oleh
semua kalangan industri televisi, MNC khususnya. Seperti contoh kasus
adalah program-program realiti show, baik dari kisah percintaan, masalah
keluarga, atau yang lainnya, yang sifatnya hanya memberikan gambaran
kepada masyarakat tentang aib seseorang atau sebuah keluarga. Tentu saja hal
ini kurang diminati oleh pemirsa, karena tak ada satu pun manusia yang
aibnya tiba-tiba diketahui oleh publik.
Kajian mengenai analisa strukturasi sangat berkaitan erat dengan
organisasi manajemen media yang berorientasi pada structural determination
berpijak pada teori pluralisme liberal, yang kemudian dikembangkan dalam
strukturasi. Dalam perspektif teori pluralisme liberal, pekerja media bukan
budak ideologi dominan dan kelas berkuasa. Demikian juga manajemen media
bukanlah sebuah organisasi yang tunduk pada kepentingan pemilik media atau
kelas dominan yang berkuasa. Teori yang banyak dianut oleh media di dunia
Barat secara ”resmi” ini mengasumsikan media sebagai entitas yang terpisah
dalam manajemen dari pemilik modal. Pada titik inilah kemudian teori
pluralisme liberal sering mendapat kritik, terutama dari penganut pandangan
kritis.
Sebuah prestasi yang gemilang bagi MNC, adalah ketika mampu
membaca selera pemirsa Indonesia, hasilnya adalah seluruh jaringan televisi
yang dibawah naungan MNC semakin diminati oleh pemirsa atau pasar.
Dengan bukti, semakin banyaknya penghargaan yang diperoleh industri
81
televisi yang dibawah asuhan MNC. Artinya MNC sebagai konglomerasi
media massa mampu menepis kritik sosial budaya yang berkembang, jika
banyak kalangan pengamat media yang mengatakan bahwa MNC adalah
konglomerasi, dan jika konglomerasi hanya mementingkan keuntungan dan
bisnis semata, tanpa melihat dampak dari masyarakat, jika demikian sama
dengan dengan kapitalisme. Namun hal tersebut mampu di tepis oleh pihak
MNC, terlebih lagi dengan adanya program-program yang sifatnya membantu
(secara finansial) kaum pinggiran, program “Minta Tolong” dan “Bedah
Rumah” adalah sejumlah program penyiaran yang setidak sudah membantu
dan berpartisipasi kaum miskin dimanapun tempatnya. Oleh karena itu, tidak
sepenuhnya benar apabila MNC dikatakan hanya mementingkan bisnis saja.15
Media elektronik memainkan suatu peran yang amat vital dalam interaksi
kontemporer yang telah ditetapkan oleh peraturan. Dalam teori demokrasi
modern, kebebasan pers dan peranan media selalu dianggap sebagai sebuah
indikator demokrasi, dalam semboyan demokrasi dinyatakan, tidak akan ada
demokrasi tanpa kebebasan pers. Pengalaman demokrasi di negara maju
menunjukkan bahwa demokrasi hanya mungkin jika terdapat persaingan
politik yang di dukung oleh aliran informasi yang bebas16. Yaitu, para pemilik
modal di perusahaan media, ancaman yang terakhir ini bukan saja ancaman
terhadap pekerja industri penyiaran, akan tetapi sekaligus merupakan ancaman
terhadap kematangan demokrasi itu sendiri, isi media, informasi, dan beberapa
15 Sen, Krishna dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia,(Jakarta: ISAI, 2001), bab 4. Televisi:Lintas Batas, Transmisi dan Citra Lokal.
16 James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global, (jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1998). h. 70-71.
82
kegiatan penyiaran publik, akan tayang apabila sudah mendapatkan
persetujuan dari pemilik modal itu sendiri.
Dan hal ini pun pernah terjadi di dalam tubuh MNC Grup, yaitu dalam
pemberitaan terhadap kasus 27 Juli 1996 (penyerangan kantor PDI Perjuangan
di Jl. Diponegoro, Jakarta) dan terbukti bahwa media-media seperti RCTI
lebih menampilkan narasumber pemerintah dan militer dalam menanggapi
kasus ini. Penulis dalam hal ini, tidak mengatakan hal demikian adalah buruk
untuk dilakukan. Akan tetapi, hal demikian bukanlah hal yang benar untuk
dilakukan sebagai media penyiaran sekelas MNC, tentu saja dalam hal ini
MNC, menurut penulis sama sekali tidak memberikan data yang seimbang
bagi masyarakat, seharusnya yang dilakukan oleh MNC adalah mendatang
kedua narasumber dari yang bersangkutan dalam kasus tersebut, jadi dalam
hal ini yang dilakukan oleh pihak MNC adalah hanya mendatangkan dari satu
pihak narasumber yang bersangkutan saja, mungkin demikianlah yang oleh
penulis sebut sebagai monopoli informasi17.
Sistem bisnis media yang demokratis sangat penting untuk diciptakan,
selain agar media massa mampu membatasi dirinya dari kekuatan-kekuatan
yang mungkin saja bisa membahayakan bagi kelangsungan demokrasi itu
sendiri. Namun suatu saat, kekuatan tersebut terkooptasi atau berkolaborasi
dengan kekuatan politik tertentu dalam menjalankan agenda politik tersendiri.
17 Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelana-tambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikat-pekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010.
83
Bila hal ini terjadi, tentu saja akan membahayakan proses demokrasi yang
sedang kita impikan bersama. Karena hal ini pun pernah terjadi di masa Orde
Baru yang hampir sepenuhnya menghegemoni kekuatan media massa,
khususnya RCTI dan MNC. Hasilnya sebagaimana kita ketahui, hampir
sepenuhnya informasi dan berita yang mengandung kebenaran tersebut, tak
pernah boleh disiarkan oleh pemerintah dan beberapa oknum yang merasa
terancam posisi dan reputasinya oleh hadirnya berita tersebut.
Memang tidak mudah berjuang untuk melahirkan media yang demokratis,
selamanya kita akan selalu berhadapan dan dihadapkan dengan pihak-pihak
yang penuh kekuasaan, kekayaan, dan keahlian khusus dalam arus
perkembangan tekhnologi media massa. oleh karena itu dalam hal ini sangat
dibutuhkan peran masyarakat secara bersama untuk mencegah terjadinya hal-
hal yang dahulu pernah terjadi. Hal ini penting karena media penyiaran
mempunyai fungsi sosial dalam membangun karakter nasional dalam
penyampaian informasi kepada seluruh masyarakat berkembang.
D. Konglomerasi MNC dalam Ekonomi-Politik
Holding company di mana bernaung puluhan bahkan ratusan perusahaan,
di satu pihak memang merupakan konsekuensi dan akibat dari kebijakan
ekonomi pemerintah yang diperlukan untuk pembangunan. Bahwa tujuan dari
perusahaan ini adalah mencari laba sebesar-besarnya (profit center) sebagai
efisiensi, konglomerasi ini jelas menghimpun perusahaan-perusahaan yang
84
beragam untuk dapat meningkatkan laba yang sebesar-besarnya dan membagi
kemungkinan rugi jika terjadi.
Menurut Kaye dan Yuwono menyatakan bahwa diversified holding
companies atau “Conglomerates” dipandang struktur konglomerat tidak
efisien dan tidak fokus dan unit bisnis dalam konglomerasi yang memiliki
kinerja baik untuk merefleksikan kinerja baiknya pada harga saham
perusahaan.18 Namun argumen tersebut dengan mudah dipatahkan oleh sikap
MNC yang selalu konsisten dan fokus dalam bidangnya, selain itu program-
program yang dikerjakan oleh pihak MNC hampir sepenuhnya menarik
investor untuk bekerjasama dalam beberapa program, seperti penyiaran “Liga
Champion”, “Indonesian Idol” yang ditayangkan secara langsung oleh RCTI.
Belum lagi jika dibeberkan beberapa program yang dimiliki oleh Global TV
yang bekerjasama dengan MTV dan Nickelondeon. Mungkin bagi industri
penyiaran lain selain MNC yang juga memiliki beberapa industri media,
argumen tersebut ada benarnya, namun tidak bagi MNC, karena selama ini
MNC telah membuktikannya secara nyata.
Hasil penelitian lain Kaye dan Yuwono menunjukan bahwa konglomerasi
memberikan dampak negatif pada nilai perusahaan. Jika terobsesi
menciptakan empire building, mengorbankan nilai bagi pertumbuhan,
membayar tinggi dalam akuisisi, tetap bertahan pada bisnis yang tidak pernah
sukses (atau lebih biak di pegang oleh pihak lain), dan gagal mengembangkan
18 Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.
85
struktur yang menekankan disiplin dan budaya yang mempertahankan
pertumbuhan nilai. Tetapi kegiatan konglomerasi ini menunjukan bahwa tidak
semua mengandung konotasi yang negatif.19 Konotasi negatif tersebut hanya
terdapat oleh industri penyiaran yang hanya mementingkan keuntungan
semata.
Kesuksesan yang diraih MNC dalam arus media, bukanlah hal yang
setengah-setengah, faktanya setelah MNC mengakuisisi TPI, tidak lama
pendapatan yang dihasilkan oleh MNC meningkat 51% dari nilai tahun lalu,
mencapai 326 miliar rupiah atau sekira $51 juta. Total pendapatan kotor naik
51% menjadi 2,2 triliun rupiah atau sekira $350 juta.20 Belum lagi jika
dihitung dengan pendapatan total yang dihasilkan oleh perusahaan media yang
berada di bawah naungan MNC yang setiap bulannya terus meningkat. Oleh
karena itu salah apabila penelitian kaye dan Yuwono ditujukan kepada pihak
MNC. Saat ini, kontribusi TPI terhadap MNC adalah sekitar 14 persen dari
total pendapatan konsolidasi perseroan. Di luar TPI, bisnis utama MNC terdiri
dari Stasiun TV RCTI, Global TV, media ce,(afc harian, tabloid mingguan
dan jarjngan radio. Hingga 30 September 2009, pemegang saham MNC terdiri
dari PT Global Mediacom Tbk sebesar 71,14 persen, Mediacorp Investment
19 Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.
20 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra pada Tahun 2008.
86
sebesar 6,85 persen, dan sisanya 22,01 persen dimiliki oleh publik dengan
kepemilikan masing-masing kurang dari 5 persen21.
Secara umum bisa dikatakan bahwa prospek konglomerasi MNC adalah
cerah, secerah ekonomi Indonesia sendiri di masa depan, sejauh para
pelakunya-konglomeratnya sendiri bisa menempatkan diri sesuai sebagai
anggota masyarakat Indonesia seutuhnya. Prospeknya baik tersebut tentunya
didukung oleh banyaknya peluang yang terbuka seperti globalisasi ekonomi
dunia, yang berarti semakin eratnya ekonomi indonesia menjadi bagian yang
tak bisa dibatasi secara tegas dari ekonomi dunia.
Dalam pada itu, kecenderungan global terutama dalam bidang ekonomi
dan pertumbuhan ekonomi regional menuntut perlu tumbuhnya perusahaan-
perusahaan besar seperti MNC yang dapat diandalkan di dalam menghadapi
persaingan dari luar negeri pada satu sisi, dan pada sisi yang lain perusahaan-
perusahaan tersebut tidak menimbulkan ketimpangan di dalam negeri.
E. Regulasi Kepemilikan MNC
1. MNC di lihat dari UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bahwa
penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional yang
memiliki prinsip dasar keberagaman kepemilikan dan keberagaman
21 Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010.
87
program siaran dengan pola siaran yang memiliki pengaruh besar dalam
pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak. Bahwa penerapan
kebijakan penyelenggaraan penyiaran pada dasarnya harus
mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran, kecenderungan
permintaan pasar, ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi lingkungan serta
yang terpenting adalah terjaminnya masyarakat untuk memperoleh
informasi.
Konflik kepentingan antara negara dan market di satu sisi serta
organisasi media dan publik pada sisi lain seperti di atas tampak kemudian
berlanjut pada setelah regulasi penyiaran tersebut (UU Penyiaran No. 32
tahun 2002) disahkan. Karenanya, keseluruhan tarik-menarik kepentingan
seputar penyusunan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang pada banyak
sisi melibatkan interaksi kekuasaan yang menjadi menarik untuk dijadikan
isu penelitian terutama bila dikaitkan dengan faktor ekonomi-politik
media massa.
Dalam hal ini ada beberapa Pasal yang di analisa sebagai pelanggaran,
yaitu:
a. UU N0. 32 tahun 2002 Pasal 5 (huruf g) tentang Arah Penyiaran,
menyebutkan bahwa: “Mencegah monopoli kepemilikan dan
mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran”.22
22 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 7
88
Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran,
bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi
beberapa perusahaan yang bergerak dalan media massa. Secara umum,
hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti :
Ownership atau Kepemilikan Media seharusnya merupakan
representasi masyarakat, sehingga isinya harus mewakili keragaman
yang ada di masyarakat. Apabila media dimiliki oleh beberapa orang
yang sama dalam satu naungan perusahaan, maka isinya akan
cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut.
Monopoli ini terjadi apabila sebuah perusahaan media
mendominasi produksi dan distribusi dalam suatu lingkup industri
tertentu, baik secara nasional maupun lokal (Campbell, 2006: 457).23
Dahulu, TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia. Namun, pada
awal 90-an diperbolehkan mengudaranya stasiun televisi swasta,
lambat laun perusahaan-perusahaan ini melepaskan monopolinya
dengan adanya perkembangan secara demokrasi.
Namun, kasus-kasus monopoli ini pun menimpa kalangan swasta,
seperti dugaan monopoli kepemilikan media oleh kelompok MNC.
Misalnya saja seorang individu yaitu Hary Tanoesoedibjo sebagai
CEO yang memiliki saham lebih dari 75 persen pada lebih dari satu
stasiun televisi. Saat ini, masih banyak usaha dilakukan untuk
23 Dalam situs http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010.
89
menghentikan monopoli RCTI, TPI dan Global TV yang dipegang
oleh satu pemilik dalam satu atap perusahaan media.
Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam
regulasi karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun,
karena konten media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam
masyarakat, media diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan
keuntungan tetapi juga memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan
tertanam dalam benak masyarakat.
b. UU No. 32 tahun 2002 Pasal 18 Tentang Lembaga Penyiaran Swasta
Ayat 1 : “Pemusatan kepemilikan dan pengusaan Lembaga Penyiaran
Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah
siaran maupun di beberapa wilayah, dibatasi”.24
Pemusatan dan kepemilikan media penyiaran memang menjadi
salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini
beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu RCTI,
TPI dan Global TV merupakan televisi dengan pemilik dan saham
yang sama dengan tujuan saling mendukung operasi dari masing-
masing media. Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran
yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah.
Maka menjadi wajar adanya ketika muncul berbagai kekhawatiran.
24 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 14.
90
Lahirnya sistem media yang terkonsentrasi kepemilikannya di tangan
segilintir raksasa kapitalis sebenarnya telah melanggar semangat
kebebasan pers berdasarkan teori-teori demokrasi yang ada. Akibatnya
adalah jurnalisme akan dikontrol oleh orang yang diuntungkan oleh
ketidakadilan ini dan yang menginginkan bertahannya status quo.
Status quo adalah keadaan atau situasi sosial politik yang dikondisikan
oleh suatu sistem pemerintahan pada jangka waktu tertentu.
Publik juga memandang industri penyiaran sebagai realitas yang
tidak membahayakan, karena momentum penyusunan regulasi penyiaran
yang baru ini harus memberi garis yang tegas bagi aktivitas industri
media, sehingga nilai-nilai publik dalam dunia penyiaran tetap terjaga.
Ayat 2 : “Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang
menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran
Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara
Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta
antara Lembaga Penyiaran Swasta dan antara lembaga penyiaran
swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung,
dibatasi.
Keragaman kepemilikan alias diversity of ownership lambat laun
menjadi antitesis dari monopoli kepemilikan lembaga penyiaran
televisi yang hingga kini masih didominasi oleh pengusaha-pengusaha
”pusat”. Dengan demikian diharapkan tercipta iklim penyiaran yang
sehat karena terbebas dari monopoli kepemilikan.
91
Tanpa pengaturan yang luwes sesuai dengan kondisi sosiologis
masyarakat, kebebasan cross ownership berpotensi menjurus pada
monopoli informasi. Hal ini jelas bertentangan dengan wacana
kebebasan pers yang susah payah dikembangkan.
Di satu sisi tumbuh media dalam berbagai lini yang berbeda,
namun di sisi yang lain, kepemilikan dari media semakin memusat
pada segelintir orang saja. Pengusaha media lebih banyak memikirkan
untung, para redatur yang berorientas politik lebih sering cari aman.
Sementara wartawan lapangan yang berkerja dalam sturuktur kapitalis
teralienasi dari pekerjaan dan hasil kerjanya. Publik yang selalu
diposisikan lemah hanyalah objek “Pelengkap Penderita” yang tidak
punya kekuasan apa-apa. Publik malah dienakan oleh iklan yang
membius dan mau tidak mau secara berlahan namun pasti masuk
lingkaran kapitalisme dengan membeli prodak yang ditawarkan.
Jadi siasat kapitalisme dalam media sudah sedemikian liciknya,
sehingga hampir tidak ada celah lagi untuk melalukan protes dan
penolakan. Jangan-jangan, media massa hari ini tidak tertolong lagi,
dalam artian menafikan sama sekali kepentingan publik secara tidak
mampu lagi menjadi ruang publik itu sendiri. Media massa hari ini
telah dalam cengkeraman kapitalisme yang licik itu sehingga
keberadaannya tidak lebih dari institusi yang menjadi sarana bagi
pemilik modal untuk semakin menggelembungkan modalnya.
92
Bagaimanapun, persoalan kepemilikan media yang terpusat
memiliki risiko tersendiri bagi perkembangan demokrasi, kebebasan
pendapat, dan tumbuhnya iklim industri media yang sehat. Dalam
banyak analisis, terkonsentrasinya kepemilikan media penyiaran di
tangan satu atau sekelompok orang pengusaha menjadikan media
penyiaran sebagai alat untuk kepentingan pengumpulan laba sebesar-
besarnya. Hal ini bukan saja tidak sehat bagi perkembangan industri
media karena persaingan yang tidak wajar. Belum lagi konsentrasi
kepemilikan tersebut dikaitkan ke ranah politik: monopoli
kepemilikan media memberi dampak yang lebih buruk karena
lazimnya pemilik media akan menggalang opini publik secara massif
kepentingan politiknya.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
Seperti yang telah kita ketahui, UU No. 40 Tahun 1999 mengawali
masa baru dunia pers Indonesia, yaitu masa kebebasan Pers. UU ini benar-
benar membawa perubahan yang besar karena dikeluarkan setelah pers
melalui era kepemimpinan otoriter dimana kebebasan pers benar-benar
tunduk dibawah pemerintahan yang berlaku. Sebelum UU ini keluar,
aturan untuk menerbitkan suatu media pemberitaan sangatlah ketat. Belum
lagi adanya pengawasan penuh pemerintah terhadap isi pemberitaan yang
dapat mengakibatkan dibrendelnya suatu media hanya karena artikel dari
media tersebut dinilai tidak berpihak kepada pemerintah yang berkuasa
93
saat itu. Tidak heran, jika kemudian pihak pers menyambut antusias UU
ini. Melalui UU No. 40 tahun 1999 ini, diharapkan dunia pers Indonesia
dapat berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena
tidak berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan
kata lain pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana.
Tidak adanya aturan mengenai sentralisasi kepemilikan media, sebagai
akibatnya sekarang terjadi sentralisasi kepemilikan media kepada
golongan tertentu di Indonesia. Padahal sentralisasi kepemilikan media
dapat berefek pada termonopolinya informasi, atau pengendalian arus
informasi oleh kalangan tertentu sehingga pada akhirnya informasi yang
diperoleh oleh masyarakat hanyalah informasi yang telah disusun oleh
sekelompok pihak dengan kepentingan mereka masing-masing.
Masyarakat hanya mengetahui kenyataan yang sepotong alias tidak
utuh dan akhirnya mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi yang
diinginkan oleh kelompok kepentingan yang memiliki media ini. Apalagi
bila disadari bahwa penguasaan media dan pemilikan pribadi telah
memberi peluang bagi kepentingan komersial yang mempengaruhi isi
media.
Dalam hal ini ada beberapa Pasal pada UU No. 40 Tahun 1999 yang di
analisa sebagai pelanggaran, yaitu:
a. UU No. 40 Tahun 1999 Bab IV Pasal 14 Tentang Perusahaan Pers
94
“Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan keluar negeri,
setiap warna negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor
berita”.25
Walaupun mendirikan perusahaan Pers adalah suatu hak dan
kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia, namun tetap harus ada
aturan dan persyaratan yang jelas. Misalnya mengenai sumber dana
pendirian perusahaan Pers, atau latar belakang orang yang
mendirikannya sehingga tidak terjadi penyalahgunaan hukum yang
mengakibatkan pendirian sebuah perusahaan Pers hanya untuk kedok
pencucian uang saja. 26
Tidak adanya aturan khusus dan menyeluruh mengenai tata cara
pendirian sebuah media, sehingga sebagian institusi media atau
perusahaan pers didirikan sebagai alat pencucian uang untuk sebagian
oknum masyarakat Indonesia.
b. UU No. 40 Tahun 1999 Bab VII Pasal 17 Ayat 2 (huruf a dan b)
Tentang Peran Serta Masyarakat
25 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 166 26 http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April
2010.
95
a. “Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran
hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh
pers”.
b. “Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional”.27
Contoh kasus yang diangkat adalah pada “Seputar Indonesia” di
Yogya Malam Tahun Baru tidak ada apa-apa (Hanya Polisi memang
sempat menemukan 2 bungkusan "bom" yang berisi Kotoran/ Kulit Anjing
di Gamping dan Pasir/Kaca di Bausasran) dan Tidak ada Konferensi Pers
pada hari sesudahnya (1 Januari 2001). Memang ada musibah : 1 Orang
terkena lemparan mercon, tetapi ini justru tidak diberitakan. RCTI di
Seputar Indonesia, Senin malam 1 Januari 2001 memberitakan "Polisi
Yogya telah MENJINAKKAN 2 BOM" dan diberi Ilustrasi Konferensi
Pers di Mapolda DIY TANPA DISERTAI caption "DOK.RCTI"
(sehingga seolah-olah memang ada Konferensi Pers sehari sesudahnya).28
Deregulasi pada media adalah tren yang berbahaya, memfasilitasi
peningkatan konsentrasi kepemilikan media, dan kemudian mengurangi
kualitas dan keragaman keseluruhan informasi disampaikan melalui
saluran media utama.
Akibatnya, jika perusahaan mendominasi pasar media memilih untuk
menekan cerita yang tidak melayani kepentingan mereka, masyarakat
27 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 168 28 http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26
April 2010.
96
menderita, karena mereka tidak cukup informasi tentang beberapa
masalah penting yang dapat mempengaruhi mereka.
Persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian pemilik
dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung jawab
moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk
bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat.
Tampaknya, penolakan keras larangan cross ownership di RUU
Penyiaran oleh praktisi dan pemilik media penyiaran bukanlah semata-
mata keinginan untuk mendapatkan kebebasan berusaha seiring dengan
makna kebebasan pers. Namun, juga ada alasan lain, yaitu bagaimana
pemilik media penyiaran dengan kekuatan modalnya melalui free trade
memperoleh keuntungan yang sebesar-besar dari bisnis ini.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menjelaskan dan menganalisis pembahasan-pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan yang dapat
diambil, antara lain:
1. Seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin banyak
pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di luar
sana, karena media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah
satu kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah
industri yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk.
Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran No. 32
tahun 2002, bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi
beberapa perusahaan yang bergerak dalam media massa. Secara umum,
hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti : Ownership atau
Kepemilikan Media seharusnya merupakan representasi masyarakat, sehingga
isinya harus mewakili keragaman yang ada di masyarakat. Apabila media
dimiliki oleh beberapa orang yang sama dalam satu naungan perusahaan,
97
98
maka isinya akan cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut.
2. Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam regulasi
karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun, karena konten
media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam masyarakat, media
diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan keuntungan tetapi juga
memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan tertanam dalam benak masyarakat.
Dalam hal ini beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu
RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan pemusatan penguasaan lembaga
penyiaran yang dilakukan MNC.
3. Selain itu, persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian
pemilik dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung
jawab moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk
bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat. Publik juga memandang
industri penyiaran sebagai realitas yang tidak membahayakan, karena
momentum penyusunan regulasi penyiaran yang baru ini harus memberi garis
yang tegas bagi aktifitas industri media, sehingga nilai-nilai publik dalam
dunia penyiaran tetap terjaga. Dengan kekuatan konglomerasi ini dapat
meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana
99
memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai
produk atau menciptakan produk dan layanan baru.
4. Bahwa prospek konglomerasi MNC adalah cerah, secerah ekonomi Indonesia
sendiri di masa depan, sejauh para pelaku konglomeratnya sendiri bisa
menempatkan diri sesuai sebagai anggota masyarakat Indonesia seutuhnya.
Walaupun secara garis besar yang kita tahu bahwa MNC merupakan suatu
perusahaan yang menaungi beberapa perusahaan media di bawahnya. Namun,
kepemilikan saham tetap di share kepada beberapa orang pemegang saham
pada perusahaan tersebut.
B. Saran
Banyak sekali pelajaran berharga dari pengalaman sebuah penelitian di Media
Nusantara Citra, Tbk (MNC). Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, maka
ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, antara lain:
1. Semua pihak; lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan media cetak atau
media penyiaran lokal sebaiknya terus bergerak untuk memajukan demokratis
pada praktik penyiaran ini. Di sisi lain, itikad baik pemerintah dan lembaga
ekstraeksekutif (KPI) senantiasa diharapkan karena penyiaran mempunyai
dampak yang luar biasa pada masyarakat sehingga penanganan pelanggaran
penyiaran seharusnya menjadi prioritas.
100
2. Seorang wartawan sebaiknya dalam menyampaikan informasi hendaknya
bersikap jujur, tidak memutar balikan fakta memberikan informasi yang
akurat, dengan cara chek and recheck kembali informasi yang di peroleh
tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Serta bertanggung jawab terhadap
hasil liputannya. Melalui peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
diharapkan dunia pers atau perusahaan media massa di Indonesia dapat
berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena tidak
berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan kata lain
pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana.
3. Dosen-dosen dan mahasiswa Fakultas Dakwah lebih memperdalam diskusi
dan penelitian tentang media yang menunjang perkuliahan dengan
mengembangkan pola pikir yang kritis.
101
DAFTAR PUSTAKA
Abimayu, Anggito. “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Assegaff, Djafar H.. Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, Jakarta: Warta Ekonomi, 1994, Cet-1.
Barker, Chris. Cultural Studies Theory and Practice, London: Sage Publication, 2004.
Barret, Boyd, Oliver. The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, New York: Arnold, 1995.
Barrett, Boyd, Oliver and Chris Newbold (eds.). Approaches to Media: a Reader, London : Arnold, 1995.
Ben H.,Bagdikian. The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997.
Churc, Jefferey and Ware, Roger. Industrial Organization: A Strategic Approach, The McGraw Hill, Siangapore, 2000.
Currant, James and Gurevitch, Michael (eds). Mass Media and Society, Edward Arnold: London and New York, 1992.
Demsetz, Harold. Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 April 1973.
Gie, Kwik Kian. “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat”, Jakarta: Gramedia,1994.
Golding, Peter dan Murdock, Graham (Ed). The Political Economy Of The Media, Volume 1, Cheltenhamuk: Edward Elgar Publishing Limited, 1997.
Hamid, Edy Suandi. “Perilaku Industri Dan Konglomerasi Di Indonesia”, Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Hidayat, Dedi N.. “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Ikbar, Yanuar. Ekonomi Politik Internasional, Bandung: Angkasa, 1995.
102
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet. Ke-2.
Kaye, Cris, dan Jeffrey, Yuwono (2003). Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.
Kriyantono, Rahcmat. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Edisi Pertama.
Martin, Stephen. Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, New Jersey: Prentice Hall, 1993.
Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006.
Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication, London: SAGE Publication, 1996.
Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulais Penyiaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Edisi pertama.
Murdock, Graham dan Golding, Peter. Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992.
Nugroho, Bimo, Eriyanto, dan Sudiarsis, Franz. Politik Media mengemas Berita, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999.
Pindyck, Robert S. dan Rubinfeld, Daniel L.. Mikro Ekonomi, Jakarta, PT Indeks, 2001, Edisi ke-5, Jilid ke-2.
Priasmono P,dkk. Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, Jakarta: LPSI, 1994.
Rahayu, Lin Tri. Observasi dan Wawancara, Jawa Timur, Bayumedia, 2004.
Severin, Werner J.– James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Ed ke-5, Cet. 2.
Sudibyo, Agus. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LkiS, 2004, Cet-1.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia, 2005, Cet-1.
Undang-Undang Penyiaran dan Pers, Bandung, Fokus Media, 2005.
Yvona S.,Lincoln, dan Guba, Egon G., Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage Publication, 1995.
103
Referensi Internet
http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1-colorff0000bkepemilikan-silang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasan-pers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010.
Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008.
Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelana-tambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikat-pekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010.
Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.
Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010.
http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010.
http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April 2010.
http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26 April 2010.
Wawancara
Narasumber : Bapak Gilang Iskandar (Secretary Corporate MNC)
Hari/ Tanggal : Kamis, 18 Februari 2010
1. Bagaimana latar belakang berdirinya MNC?
Jawab:
PT. Bhakti Investama Tbk merupakan perusahaan multimedia yang
bergerak di bidang finansial yang berlokasi di Jakarta, Indonesia, didirikan
pada tahun 1982. Perusahaan ini memegang mayoritas kepemilikan saham
Global Mediacom (sebelumnya bernama Bimantara Citra). Pada tahun
didirikan tahun 1981 dengan nama PT. Bimantara Citra Tbk, perusahaan ini
mengembangkan lebih dari 19 juta pengusaha. Perusahaan yang sekarang
bernama PT. Global Mediacom Tbk ini mendirikan RCTI pada tahun 1989
dan diresmikan sebagai stasiun televisi swasta pertama. Sempat juga
menghimpun MTV Asia dan Nickelodeon Indonesia pada tahun yang sama.
Pada tahun 1991, merintis berdirinya PT. Sindo Citra Media (sekarang
bernama PT. Surya Citra Media), dan mendirikan Trijaya FM dan Surya Citra
Televisi (SCTV). TPI, diambil alih pada tahun 2003 menyusul Global TV
(2001), Radio Dangdut TPI, Koran SINDO (tahun 2005), majalah TRUST,
tabloid Genie (tahun 2004), ARH Global dan Women Radio (masing-masing
didirikan tahun 2005), Realita, Mom and Kiddie, serta portal Okezone.com.
Sejak tahun 2001.
Pada tahun 1997, atas permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti
Investama, menghimpun semua stasiun yang didirikan tahun 1987-1991
dalam satu kelompok bernama Media Nusantara Citra.
Kecenderungan bisnis global yang sukses adalah bisnis yang fokus, pada
tahun 1998 semua perusahaan yang bergerak dengan berbagai macam barang
melebur dan akhirnya terfokus pada media, maka MNC bukanlah
konglomerasi.
2. Bagaimana pengelolaan media di bawah naungan MNC?
Jawab:
- Hal ini dilakukan level masing-masing media platform (Penyiaran TV,
Penyiaran Radio, Cetak, dan Online).
- Atau dilakukan juga pada level lintas media platform (TV dengan Radio,
TV dengan surat kabar harian, Surat kabar harian dengan online, dan lain
sebagainya).
MNC mengimplementasikan konsep-konsep dasar yang disingkat dengan
CARR (Content, Awareness, Reception, and Reach). Prioritas strategis MNC
telah dipusatkan pada penerapan konsep-konsep tersebut, antara lain:
perbaikan kualitas program, pelaksanaan promosi program baik on-air
maupun off-air, perbaikan sarana-sarana transmisi dan penyiaran, serta
perluasan jangkauan siaran. Hasilnya, MNC memperlihatkan peningkatan
yang signifikan dalam pangsa pemirsa di RCTI, TPI, dan Global TV. Konsep-
konsep ini kemudian diterapkan pada semua bentuk media lainnya yang
dimiliki MNC. Ketiga televisi Free-to-Air yang dimiliki MNC secara
keseluruhan memiliki pangsa pasar yang terbesar dalam hal jumlah pemirsa
dan belanja iklan.
3. Bagaimana pengaruh MNC terhadap media yang dibawahnya?
Jawab:
MNC bertindak sebagai holding company yang menggariskan policy,
strategi, target, program-program, dan untuk group atau unit usaha.
4. Bagaimana cara MNC mengelola media yang berbeda seperti radio, TV,
media online, majalah?
Jawab:
Dalam hal ini pengelolaan media MNC dilakukan koordinasi di masing-
masing atau juga antar media platform, seperti: penyiaran TV, penyiaran
radio, cetak, dan online. Memanfaatkan platform media yang terintegrasi
untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru.
5. Siapa yang menentukan kebijakan (policy) MNC?
Jawab:
Yang menentukan policy MNC adalah Board of Director (BOD). Direksi
bertanggung jawab penuh untuk mengelola Perseroan secara hati-hati dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku, demi kepentingan dan sejalan dengan
tujuan Perseroan.
Direktur, baik perorangan maupun secara kolektif, harus bertindak tepat,
hati-hati, dan mempertimbangkan seluruh aspek dalam menjalankan tugas
mereka dan menghindari benturan kepentingan. Tugas-tugas umum dan
tanggung jawab Direksi ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar
Perseroan. Tugas dan tanggung jawab utama mereka adalah:
- Menentukan kebijakan Perseroan dengan mengindahkan tata kelola dan
manajemen Perseroan.
- Menetapkan strategi dan rencana anggaran secara berkala, serta mengukur
kinerja dengan mengacu pada tujuan, strategi, dan rencana tersebut.
- Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk kebijakan pengangkatan
dan pemberhentian, gaji, pensiun, dan manfaat lainnya.
- Mewakili Perseroan dalam semua kegiatan Direksi dengan pihak internal
dan kesepakatan bisnis dengan pihak eksternal.
- Menjalankan aktivitas lainnya dengan mengindahkan Anggaran Dasar
Pereroan atau petunjuk Rapat Dewan Komisaris maupun Rapat Umum
Pemegang Saham.
Dilakukan rapat Komisaris dan Direksi selama menjalankan tugasnya,
Direksi bertemu secara berkala atau jika diperlukan. Dewan Komisaris dan
Direksi melakukan rapat sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun untuk
mengevaluasi sasaran bisnis dan mendiskusikan masalah tertentu berkenaan
dengan perkembangan Perseroan.
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertugas dan berkewajiban untuk mengawasi dan
memberikan saran kepada Direksi berkenaan dengan kebijakan Perseroan.
Dewan Komisaris secara terus-menerus memantau efektivitas dari kebijakan
Perseroan dan proses pengambilan keputusan oleh Direksi, termasuk
pelaksanaan strategi untuk memenuhi harapan pemegang saham.
Segenap tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris secara umum
ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pokok-pokok
tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah:
- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai laporan
keuangan tahunan, rencana pengembangan Perseroan dan hal-hal penting
lainnya.
- Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan dan dalam hal Perseroan
menunjukan gejala kemunduran maka dengan segera memberikan saran
mengenai langkah-langkah perbaikan yang harus ditempuh.
- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai setiap
persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengelolaan Perseroan.
6. Apa untungnya bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC?
Jawab:
Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio,
dan lain-lain. Bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa
lebih efisien dan efektif.
7. Apa saja faktor pendukung berdirinya unit media dibawah naungan MNC?
Jawab:
Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan
prospek bisnis atau peluang usaha.
8. Strategi apa yang digunakan oleh MNC dalam persaingan?
Jawab:
Strategi yang digunakan yaitu konsumen yang fokus (Segmented
audience, listener, viewers, and readers) dengan sajian isi atau konten yang
bagus dan disukai oleh konsumen tersebut, yaitu:
• Fokus pada program-program atau content yang berkualitas tinggi untuk
meningkatkan pangsa pemirsa dan pendapatan iklan.
• Memanfaatkan content library yang terus berkembang untuk
meningkatkan pendapatan.
• Mengembangkan bisnis media cetak dan radio dengan fokus pada
masyarakat perkotaan dan content yang bersifat lokal.
• Memaksimalkan content pada berbagai platform yang sedang berkembang
diIndonesia, seperti media online.
• Menerapkan tolok ukur efisiensi yang baik untuk bisnis yang sudah ada
serta bertindak dengan penuh kehati-hatian untuk bisnis baru.
9. Kendala internal dan eksternal apa saja yang di hadapi MNC dalam
persaingan industri penyiaran?
Jawab:
Kendala-kendala yang dihadapi MNC dalam persaingan industri
penyiaran yaitu
a. Internal : Mensinergikan kultur (budaya) dan ukuran (size) bisnis yang
berbeda antar unit usaha penyiaran.
b. Eksternal : Berubah-ubahnya Regulasi Penyiaran dan selera konsumen.
10. Kekuatan apa yang dimiliki MNC dalam persaingan industri penyiaran?
Jawab :
Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan
mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari
sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta
memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV,
Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan
basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan
periklanan di Indonesia.
Media Nusantara Citra adalah perusahaan media massa terbesar di
Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai
platform media yang saling mendukung, seperti:
• Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada
berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga.
• Memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang
menarik bagi pemirsa.
• Manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.
11. Bagaimana tata cara pengelolaan MNC?
Jawab:
Pengelolaan MNC yaitu diadakannya meeting regular BOD yang secara
berkala, Managers forum, asistensi dari group ke unit-unit usaha.
MNC secara konsisten menempatkan tata kelola Perseroan sebagai alat
yang efektif untuk menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas,
tanggung jawab, kewajaran, dan kemandirian dalam kegiatan usaha dan
segenap operasional Perseroan. MNC menjalankan tata kelola Perseroan yang
baik sebagai alat untuk memastikan adanya suatu garis wewenang dan
tanggung jawab yang jelas dalam sebuah lingkungan terbuka dimana
integritas diharapkan dapat tumbuh dengan baik.
Hal-hal terpenting dalam kebijakan dan penerapan tata kelola Perseroan
adalah sebagai berikut:
- Peran dan tanggung jawab yang jelas dan terpisah antara Komisaris dan
Direktur.
- Fokus pada strategi dan rencana usaha yang terarah.
- Perilaku bisnis yang baik.
- Keterbukaan dan kesepakatan yang adil dengan pemangku kepentingan.
- Perlindungan hak-hak terhadap pemegang saham minoritas.
- Penekanan pada manajemen risiko dan antisipasi risiko.
- Peningkatan pengawasan dan kendali operasional melalui Komite Audit
dan Divisi Internal Audit.
- Sistem pengambilan keputusan yang efektif.
- Pengumuman dan penyebarluasan informasi yang materil kepada pemangku
kepentingan secara tepat waktu dan akurat, serta
- Memiliki rasa tanggung jawab terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan
pembangunan.
12. Penekanan apa saja untuk memajukan sinergi di antara unit-unit usaha media?
Jawab:
Penekanannya melalui Cost Efficiency dan Effectiveness (Keefektifan).
MNC menyadari pentingnya sinergi dan integrasi diantara anak-anak
perusahaan medianya untuk mencapai tingkat operasional yang lebih tinggi,
memaksimalkan kinerja, dan bersaing secara efektif dalam pasar yang sangat
kompetitif. Sinergi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, operasional
yang lebih efisien, dan posisi yang lebih kuat di industri. Rasio marjin
keuangan MNC merupakan salah satu yang tertinggi di industri media.
13. Jika salah satu media industri penyiaran sedang mengahadapi suatu masalah,
seperti yang terjadi pada TPI kemarin. Maka akan berdampak apakah bagi
MNC? Bagaimana cara menanggulanginya?
Jawab:
Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC
tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk
menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu
permasalahan yang terjadi pada saat itu.
14. Bagaimana hubungan MNC dengan pemerintah dan lembaga regulator
independen?
Jawab:
Sejauh ini MNC berhubungan baik dengan pemerintah dan lembaga
regulator independen.
Jakarta, 18 Februari 2010
Narasumber
Gilang Iskandar Corporate Secretary MNC
Recommended