125
KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I) Oleh : Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA

ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA

ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873

Di Bawah Bimbingan :

Gun Gun Heryanto, S. Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 3: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA

NUSANTARA CITRA”, telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas

Dakwah dan Komunikasi Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata

Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 20 Juni 2010

Sidang Munaqosah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Studi Rizal Lk, M.A. Umi Musyarrofah, M.A. NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710816 199703 2 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP. 19621231 198803 1 032 NIP. 19640212 199703 2 001

Pembimbing

Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005

Page 4: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM SAGITA NING TYAS 105051001873 KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC) X Halaman + 102 Halaman + 55 Lampiran + 32 Buku + 9 Webside + 3 Dokumen Laporan Tahunan MNC

ABSTRAK

Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada pandangan bahwa mayoritas media besar memiliki sejumlah kecil pemilik (owner) perusahaan secara proporsional melalui sistem konglomerasi dalam korporasi. Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada proporsi relatif antara dua besaran: pertama, jumlah orang atau pihak yang memiliki, menguasai, atau pengaruh media tertentu; dan kedua, jumlah orang atau pihak yang terkena, dipengaruhi oleh, atau dipengaruhi oleh, medium itu. Secara keseluruhan, ukuran dan kekayaan menentukan pasar keragaman kedua media output dan kepemilikan media.

Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra? Dan Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critic political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal. Adapun kunci informasi yang diwawancarai adalah Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC. Dan dokumentasi yang berasal dari laporan tahunan MNC pada tahun 2008 dan tahun 2009.

i

Page 5: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

Dalam melihat konglomerasi media yang di pegang MNC dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah satu payung perusahaan induk dan operasi group media, maka teori yang digunakan oleh Vincent Mosco adalah Ekonomi Politik Media yang merupakan kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Substansi teori ekonomi politik media adalah keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial.

Temuan yang dapat dikemukakan dalam penelitian meliputi: 1) konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi, 2) Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah dengan tujuan saling mendukung operasi dari masing-masing media, 3) Dengan kekuatan ini dapat meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru, 4) Kritik media deregulasi dan konsentrasi kepemilikan yang mengakibatkan ketakutan bahwa kecenderungan semacam itu hanya akan terus mengurangi keragaman informasi yang diberikan, serta untuk mengurangi akuntabilitas penyedia informasi kepada publik.

ii

Page 6: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA FACULTY OF DA’WA SCIENCE AND COMMUNICATION SCIENCE STUDY OF PROGRAM COMMUNICATION AND ISLAMIC BROADCASTING SAGITA NING TYAS 105051001873 THE CONGLOMERATION OF BROADCASTING INDUSTRIAL MEDIA IN INDONESIA POLITICAL ECONOMY ANALYSIS ON MEDIA NUSANTARA CITRA X Pages + 102 Pages + 55 Enclosures + 32 Books + 9 Webside + 3 Annual Report MNC Documents

ABSTRACT

Concentration of media ownership refers to the view that the majority of the major media outlets are owned by a proportionately small number of owner conglomeration in corporations. Concentration of media ownership refers to the relative proportion between two quantities: first, the numbers of people or parties who own, control, or influence a given medium; and second, the numbers of people or parties who are exposed to, affected by, or influenced by, that medium. Overall, the size and wealth of the market determine the diversity of both media output and media ownership.

The research quastion are how’s the broadcasting media regulation about ownership impelementation in Media Nusantara Citra? And how the effects of conglomeration in Media Nusantara Citra towards comodification process, structuration and spatialization?

The method that used in this research is qualitative. The paradigm of the research is critical paradigm. This research combine critic political economy approach by seeing media, economy, politics, history and culture as something unseparatable and gender of this research is critical perspective. While, the key information that interviewed is Gilang Iskandar as MNC’s Corporate Secretary. And the documentation taken from MNC’s 2008 and 2009 Annual Reports.

Looking to media conglomeration which held by MNC was established to incorporate the media business units under one holding and operating company. So the theory that is used from Vincent Mosco is political economy

iii

Page 7: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

media which elaborates social relation especially authority relation among in production, distribution, and consumption of resources in communication which introduced. The political economy of media noted many factors can influens media institute of political elite, economy, social and market.

The findings go this research are: 1) The conglomeration of media ownership in Indonesia is pushed by the competition in fighting of commercial and production efficiency, 2) Viewed centralized control of the broadcasting board which has been done by MNC against the government rules goaled by supporting each media operation, 3) With this strenght can minimized the broadcasting as a form of using integrated media platform to increase product value or creating new products and services, 4) Critics of media deregulation and the resulting concentration of ownership fear that such trends will only continue to reduce the diversity of information provided, as well as to reduce the accountability of information providers to the public.

iv

Page 8: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak

nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-

Nya sehingga berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar

Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya mina dzulumatiin ilanuur. Dan

kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan

kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa’at dari beliau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna

baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat

terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis

mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA, PUDEK II

Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK, MA.

2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen

dan staf pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak

v

Page 9: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

memberikan ilmu pengetahuan dalam mendidik penulis selama penulis

melakukan studi.

3. Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan

pengarahan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diinginkan.

4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan

kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan

dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan Perpustakaan FDK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari

dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Gilang Iskandar, sebagai Corporate Secretary MNC dan segenap

karyawan di RCTI yang telah meluangkan waktunya untuk penulis melakukan

wawancara, memberikan data-data yang penulis butuhkan, memberikan izin,

bantuan informasi, dan lainnya, sehingga membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Orangtua penulis Ayahanda tercinta Sudiarto dan Ibunda tercinta Wajiyati,

S.Pd, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis

dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta memberikan motivasi dengan baik

moril dan materil. Dan telah banyak memberikan do’a, ridho, dan semangat

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis tidak akan mengecewakan semua yang

telah memberikan kasih sayangnya sampai saat ini.

vi

Page 10: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

vii

7. Adik-adik ku tersayang Ristiar Rahmawati dan Maulina Widya Ningrum,

yang selalu memberikan support dan semangat untuk terus berjuang

menyelesaikan studi S1.

8. Teman-teman KPI A angkatan 2005, terutama kepada Rizka, Resti, Novita,

Selly, dan seluruh sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena

kalian semua adalah yang terbaik. Penulis hanya bisa mengucapkan terima

kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang

kita dapat di UIN bermanfaat serta membuat hidup kita menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala

yang berlipat ganda atas segala bantuan dan motivasi dari berbagai pihak dalam

penulisan skripsi ini. Amin.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

Page 11: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7

D. Metodologi Penelitian ................................................................ 9

E. Kajian Pustaka ........................................................................... 15

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16

BAB II KERANGKA TEORI

A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi .......................................... 17

B. Pengertian Regulasi Penyiaran .................................................. 30

C. Konseptualisasi Konglomerasi .................................................. 33

D. Industri Media Massa ................................................................ 34

BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA

A. Sejarah Berdiri MNC ................................................................ 44

B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC ..................................................... 51

viii

Page 12: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

ix

C. Struktur Organisasi MNC........................................................... 52

D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC ............................................. 53

E. Logo Perusahaan MNC .............................................................. 53

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN

A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra .......................... 56

1. RCTI .................................................................................... 60

2. GLOBAL TV ...................................................................... 63

3. TPI ....................................................................................... 66

B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra .............................. 68

C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra................................ 79

D. Konglomerasi MNC Dalam Ekonomi-Poltik............................. 84

E. Regulasi Kepemilikan MNC ...................................................... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan................................................................................. 97

B. Saran-saran ................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101

LAMPIRAN

Page 13: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas

pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang

dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial

dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan

sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti

kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi

perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat

basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai

media.

Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah

mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde

Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era

reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan

keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit

mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri.

Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan

kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku

media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas.

1

Page 14: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

2

Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat

menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang

atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media

ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan

mempengaruhi lanskap sosial di Amerika.1 Hal ini adalah yang terjadi pada

Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai

media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi

masyarakat maupun pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu

pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok

kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi

pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent

seekers.

Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang

utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat

lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan

sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu

masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan

mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu

menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara

dunia produksi dan konsumsi.

1 Ben H. Bagdikian, , The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997. h. 14.

Page 15: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

3

Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi,

korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara

kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan

kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan

bahkan ratusan media.2

Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan

fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media,

bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan

bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan

disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di

Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa

Pos Grup, dan lain-lain.

PT. Media Nusantara Cipta (PT. MNC Terbuka) merupakan salah satu

perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting

media (RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network), Print media (Sindo,

Genie, Mom&Kiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen), Radio (Trijaya

Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio), Agency &

Content Production (Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC

Picture), 24-hour program channels (MNC Entertaiment, MNC News, MNC

Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media (Okezone.com), dan

VAS (Linktone). Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media

terbesar di Indonesia.

2 Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Ed ke-5, Cet. 2, h. 434.

Page 16: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

4

Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring

pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi

perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang

keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa

publik.

Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan

nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI (PT Rajawali

Citra Televisi Indonesia) merupakan stasiun televisi swasta pertama di

Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara

pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar

karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana (Soeharto) di masa Orde Baru.3

Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah

berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan

CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup

perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang

Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari perusahaan-

perusahaan investasi milik grup Bimantara.

Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi

Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi

seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto

berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI,

3http://pravdakino.multiply.com/journal/item/27/Konglomerasi_Media_dalam_Grup_MNC_

Media_Nusantara_Citra.

Page 17: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

5

misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI

yang merupakan saluran televisi pemerintah.

Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku

bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan.

Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk

mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan

struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media.

Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar

pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara

bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi, perusahaan-

perusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran

televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun

1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada

akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari

beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju

sistem media penyiaran yang demokratis dan modern.

Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan

pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika

industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang

saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang

berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh

kondisi-kondisi ekonomi-politik global.4

4 Dedi N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N.

Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441.

Page 18: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

6

Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media

yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena

konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada

konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi

media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi

media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang

melekat didalamnya.

Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki

peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh

masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat

harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan

semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka

penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang

dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam latar belakang yang dikemukakan maka peneliti ini membatasi

pada ekonomi politik media oleh PT. Media Nusantara Citra Group.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap

proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

2. Bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi

kepemilikan di Media Nusantara Citra?

Page 19: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi yang dibuat oleh industri media

penyiaran sebagai media komersial di tengah persaingan pasar dalam

kepemilikan media yang melakukan konglomerasi. Serta taktik dan

strategi yang digunakan MNC dalam mengembangkan usaha, yakni dalam

kepemilikan atau pengelola MNC menerapkan prinsip korporasi berupa

manajemen modern dalam mengelola redaksi dan bagian bisnis yang

selalu menekankan efisiensi, sinergi, dan perluasan jangkauan usaha yang

tujuannya meningkatkan keuntungan, akumulasi modal, dan kepentingan

publik.

2. Untuk mengetahui kecenderungan konglomerasi di atas kepemilikan usaha

media atas dasar ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan,

terhadap struktur kepemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media

dengan ketersediaan modal, kuantitas, dan kualitas SDM.

3. Kaitan antara perkembangan media massa saat ini yaitu MNC sebagai

salah satu perusahaan yang mempunyai beberapa anak perusahaan di

bidang media. Hal ini juga memberikan penjelasan tentang teori Ekonomi

Politik Media seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dari

Mosco.

Page 20: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

8

Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat antara lain:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan ilmiah, pengembangan dalam

ilmu pengetahuan yang menggunakan analisis Ekonomi Politik Media,

sebagai suatu disiplin ilmu yang baru di perguruan tinggi di Indonesia.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan

akademik dan diharapkan mampu sebagai sumber informasi dan

peningkatan pemahaman ilmiah yang dapat digunakan oleh mahasiswa

dan akademisi tentang perkembangan tentang industri media massa

Indonesia yang mengarah kepada pemusatan kepemilikan media massa

yang muaranya adalah homogenisasi informasi dan opini.

2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian analisis Ekonomi Politik Media ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam

perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi

pemerintah, politisi, dan pemerhati media yang mengarah kepada

perkembangan konglomerasi industri media penyiaran Indonesia.

Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat dalam

memikirkan bentuk kepemilikan media yang memiliki kekuasaan lebih

dapat menilai apa yang cocok di masa depan dan jika produk hukum baru

yang secara jelas dan tegas mengatur pola kepemilikan media dan

organisasi yang mengawasi pelaksanaannya untuk melindungi

kepentingan publik.

Page 21: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

9

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini

menggabungkan pendekatan critical political economy yang melihat

media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak

dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal yang

mendefinisikan ilmu sosial sebagai sutu proses yang secara kritis berusaha

mengungkap ”the real structures” di balik ilusi, false needs yang

dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk

kesadaran sosial agar memperbaiki kondisi kehidupan mereka.

Dalam perkembangannya, Guba dan Lincoln dalam Denzin dan

Lincoln, dkk, paradigma kritis memiliki asumsi-asumsi ontologis,

epistemologi, aksiologi, dan metodologis yang membedakannya dari

paradigma lain.5

Pertama, secara ontologis, bahwa paradigma kritis tertuju pada

realisme historis, memandang realitas yang teramati sebagai realitas

’semu’ yang telah terbentuk oleh berbagai proses sejarah dan kekuatan-

kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik. Realitas penuh berisi

konflik dan diatur oleh hidden underlaying structures.

Kedua, secara epistimologi bahwa peneliti dalam paradigma ini

memandang pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang dimilikinya

5 Lincoln, S. Yvonna dan Denzin, Norman K., Handbook of Qualitative Reseach, (California:

Sage, 1994), h. 110.

Page 22: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

10

dengan fakta objektif yang diteliti adalah hal yang tidak mungkin dan

tidak perlu dilakukkan. Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu

dijembatani oleh nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas

merupakan value mediated findings.

Ketiga, secara aksiologi, nilai, etika dan pilihan moral merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti menempatkan

diri sebagai transformative intelektual, advocad, activist. Tujuan dari

penelitian ini adalah melakukan kritik sosial, transformatif, emansipasi,

dan pemberdayaan sosial.

Keempat, secara metodologis, penelitian bersifat partisipatif. Ia

mengutamakan analisa komprehensif, konstektual, multi-level analysis

yang menempat diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi

sosial. Dengan demikian, kriteria kualitas penelitian didasarkan pada

historical situatedness, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks

sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RCTI sebagai salah satu anak perusahaan

MNC, jalan raya perjuangan kebon jeruk, Jakarta 11530. Adapun

penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 - Maret 2010 dengan

objek penelitian yaitu MNC pada tahun 2009 (Januari – Desember).

Page 23: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

11

3. Metode Penelitian

Penelitian tentang MNC ini mengembangkan menggunakan

pendekatan kualitatif, karena peneliti dapat melakukan pengamatan yang

menyeluruh dan mendalam dari sebuah keadaan nyata. Menurut Bogdan

dan Tylor, metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan sejumlah data deskriptif, baik yang tertulis maupun lisan

dari orang-orang yang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini

individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu

keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variable atau

hipotesis.6

Menurut Lexy J. Moleong bahwa penelitian kualitatif digunakan atas

pertimbangan berikut: Pertama, metode ini lebih fleksibel karena mudah

disesuaikan ketika ditemukan kenyataan ganda atau jamak, Kedua, hakikat

hubungan antara peneliti dan responden disajikan secara langsung, dan

Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan mudah disesuaikan dengan

penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.7

Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatif, yaitu, “penelitian

yang berusaha menjawab dan menjelaskan dengan kritis dari suatu gejala,

peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang secara mendalam.8

Dengan penelitian eksplanatif peneliti menjelaskan lebih mendalam

tentang praktek konglomerasi media yang terjadi di tingkat MNC sebagai

6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2006), h. 4. 7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 9-10. 8 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet.

Ke-2, h. 61-62.

Page 24: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

12

sebuah kelompok media massa yang membawahi televisi, majalah,

tabloid, surat kabar, media internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan

data, yaitu:

a. Document Analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang

telah ada baik yang berupa dokumen peraturan-peraturan pemerintah

tentang media, buku-buku, jurnal, makalah, atau bahkan hasil

penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan. Hasil Penelitian

ini juga dibantu berdasarkan laporan tahunan MNC, yaitu laporan

tahun 2008 dan 2009.

b. Depth Interviewing: wawancara mendalam dengan key person yang di

jadikan narasumber yang relevan dengan substansi utama penelitian.

Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh

Lincoln dan Guba adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan diharapkan

untuk dapat mengubah, dan memperluas informasi yang telah

diperoleh.9 Dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode

pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah

diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk melengkapi data

9 Lincoln Yvona S., dan Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hills: Sage Publication,

1995), h. 266.

Page 25: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

13

yang telah diperoleh melalui cara pengumpulan data yang lain.10

Dalam hal ini peneliti mewawancarai seorang nara sumber dari MNC

yaitu bapak Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC.

c. Unstructure Observation: observasi langsung yang tidak berstruktur

dengan mengamati berbagai perkembangan-perkembangan yang

terjadi pada MNC. Namun, dengan cara melihat dan memperhatikan,

”kegiatan memperhatikan secara akurat, dan mencatat fenomena yang

muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam

fenomena yang terjadi pada media di Indonesia”. Jadi observasi adalah

pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,

sehingga memperoleh pamahaman atau sebagai alat re-cheking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya.11 Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu

mengamati secara langsung kinerja perusahaan di salah satu anak

perusahan MNC yaitu RCTI yang dilaksanakan pada bulan Desember-

Februari 2010.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini baik dengan observasi,

dokumen, dan wawancara yang mendalam akan dianalisa dengan

10 lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timur, Bayumedia, 2004), h. 63. 11 lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, h. 66

Page 26: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

14

perspektif Critical Political Economy dari varian konstruktivisme.12

Secara epistimologi, Critical Political Economy melihat secara holistik

bahwa terdapat hubungan yang saling terkait antara organisasi ekonomi

dengan politik, sosial, dan budaya. Dipandang dari sudut kesejahteraan,

perspektif ini secara khusus tertarik dalam menganalisa perkembangan

dari late capitalism. Berkaiatan dengan fokus kajian dari Critical Political

Economy adalah pada bagaimana aktivitas komunikatif di distrukturkan

oleh distribusi sumber daya yang tidak seimbang. Sedangan concern atau

bidang kajiannya adalah masalah keseimbangan antara organisasi kapitalis

dan intervensi publik serta menekankan pada kepentingan aspek keadilan,

kesamarataan, dan barang publik.

6. Kelemahan penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah pada uji validitas konstruk yang

digunakan berasal dari negara Barat belum tentu sepenuhnya cocok

dengan konteks Indonesia karena perbedaan latar belakang sejarah,

budaya, sosial, ekonomi, politik, dan perbedaan tingkat perkembangan

media massa.

12 Secara spesifik, Critical Political Economy varian konstruktivisme memandang negara dan

kelas kapitalis tidak selalu dapat menggunakan media sebagai instrumen mereka sebagaimana harapannya. Mereka mengoperasikan media dalam struktur yang memberikan pembatasan juga kemudahan. Varian ini juga mengakui adanya kontradiksi dalam struktur dan sisitem. Struktur merupakan bentuk dinamis yang secara kesinambungan direproduksi dan diubah melalui tindakan pelaku sosial. Olek karena itu, struktur ada melalui tindakan yang secara timbal balik tindakan juga dikonstruksi secara struktural. Dengan kata lain, terdapat interplay antara struktur dan agency dalam berbagai prosesnya.

Page 27: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

15

Kelemahan lain adalah sulit untuk mengukur implikasi dari praktek

konglomerasi yang menunjukkan pemilikan media terhadap peraturan

media, meskipun konglomerasi ini memberikan dampak terhadap isi

pemberitaan media.

Sedangkan keterbatasan penelitian ini adalah terbatasnya waktu,

tenaga, biaya, dan akses kepada pemilik untuk melakukan suatu penelitian

yang dapat menggambarkan peta permasalahan konglomerasi secara

lengkap. Keterbatasan lain adalah sulitnya mencari data baru baik dalam

segi buku-buku, literatur, majalah, surat kabar, dan internet sebagai bahan

pembantu dalam penelitian ini.

E. Kajian Pustaka

Penelitian ini tentang analisis Ekonomi Politik Media yang memahami

dari pengaruh konglomerat media terhadap isi media atau terhadap sejumlah

kepemilikan media di Indonesia. Sejumlah ahli media telah menyebutkan

bahwa kepemilikan media menentukan kontrol media, yang pada gilirannya

menentukan isi media, mungkin menjadi penyebab utama pengaruh media.

Oleh karena itu, masalah yang akan diangkat oleh peneliti dengan judul

“Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia Analisis Ekonomi

Politik pada Group Media Nusantara Citra”.

Dari pengamatan literatur yang ada, maka peneliti menemukan dengan

analisis yang sama tentang ekonomi politik media sebagai pedoman dalam

penulisan skripsi ini. Diantaranya yaitu:

Page 28: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

16

1. Skripsi-skripsi atau tesis yang berhubungan dengan analisis Ekonomi

Politik Media. Diantaranya Tesis Gun Gun Heryanto, FISIP UI dengan

judul “Relasi Kekuasaan Pada Kebijakan Status Hukum TVRI: Studi

Ekonomi Politik Media”. Dan Tesis Heru Sutadi dengan judul “Konstruksi

Sosial Kebijakan Pengembangan Layanan Pemerintahan Secara

Elektronik (E-Government) Untuk Akses Informasi Publik: Studi

Ekonomi Politik Media” FISIP, pada Universitas Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi

dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori, terdiri dari Teori Ekonomi Politoik Media,

Pengertian Regulasi Penyiaran, Konseptualisasi Konglomerasi,

dan Industri Media Massa.

Bab III : Gambaran Umum PT Media Nusantara Citra Group yang

mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan MNC

Group, dan Struktur Organisasi.

Bab IV : Temuan dan Analisis Data

Bab V : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.

Page 29: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi

Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi

(seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan

faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya,

serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut

Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan maksud-

maksud yang terkandung dalam pesan-pesan media yang ditentukan oleh

dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya1.

Secara historis, awalnya konsep ekonomi politik bermula dari upaya

dukungan terhadap akselerasi kapitalis yang menolak pada sistem politik

merkantilis yang dianggap tidak efektif dan efisien pada abad ke-18. The New

Palgrave, membuat definisi politik ekonomi sebagai studi tentang

kesejahteraan dan usaha manusia untuk memenuhi nafsu perolehan

(penawaran dan pemenuhan hasrat).

Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Vincent

Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya

yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan

konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Dalam hal ini konteks yang lebih

1 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (LKiS, Jakarta, 2000), h. 65.

17

Page 30: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

18

luas dengan relasi kekuasaan media dalam ekonomi-politik ialah

konglomerasi PT. Media Nusantara Citra Group. 2

Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi

politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at

distribution of economic resources. Political economy explores the questions

of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.”

(Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi

daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan

tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan

budaya).3

Dari definisi tersebut dapat kita cermati bahwa terdapat dua poin penting

dalam ekonomi politik, yaitu kekuasaan (power), dan pembagian sumber-

sumber ekonomi (distribution of economy resources). Keterkaitan kedua poin

ini selalu mencoba menjawab pertanyaan dan aktor-aktor yang memiliki dan

mengontrol institusi ekonomi, sosial dan budaya.

Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variabel

dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam

perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan

kini tersisa dua variabel pokok: ekonomi dan politik. Pun begitu, ekonomi

politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu

tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan.4

2 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication,

1996), h. 25. 3 Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (London: Sage Publication, 2004), h. 445. 4 Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Angkasa, 1995), h. 1.

Page 31: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

19

Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai

ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi

mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat

varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi

critical political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi-politik

secara khusus tertarik dalam menginvestivigasi dan mendeskripsikan kepada

late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya

terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distrukturkan

oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan

simbolik.5 Late capitalism adalah kapitalis yang terpusat pada satu negara.

Perbedaan prinsip antara kedua pendekatan ini terletak pada bagaimana

aspek ekonomi dan politik media itu dilihat. Pada pendekatan liberal aspek

ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional yang

memang semestinya ada. Liberal political economy mengartikan bahwa

ekonomi-politik merupakan dalam perubahan sosial dan transformasi sejarah,

dimana suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisir dan

menangani ekonomi pasar, guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang

maksimum, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan individu. Isu dan

fokusnya terletak pada mekanisme dan struktur pasar yang membuat

konsumer memilih antara komoditas bersaing pada basis kegunaan dan

kepuasan. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara

memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan

5 Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18.

Page 32: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

20

dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme

global.

Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan

sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi,

politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari

kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori

ekonomi maupun teori politik.

Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu

kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek

sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan

reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian

ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa

yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern

terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat

kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak

sepenuhnya egaliter, kelompok-kelompok marginal tidak mempunyai banyak

pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara

subordinasi mereka terhadap kelompok dominan.6

Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada

aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas

dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka.7

Golding dan Murdock menambahkan bahwa ekonomi politik juga concern

6 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9. 7 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 27-37.

Page 33: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

21

dengan keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi atau campur

tangan publik.8

Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem

industri kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai

sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-

kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik

pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan,

mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi

ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga

dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global.9

Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik

media, antara lain10:

1. Commodification (komodifikasi)

Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan

pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang

dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga

macam, yaitu:

a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi

isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam

8 Boyd Barret, Oliver, The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A

Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, (New York: Arnold, 1995), h. 186. 9 Dedy N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial”, dalam Dedy N.

Hidayat et.al, Pers Dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,, 2000, h. 441.

10 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 141-245.

Page 34: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

22

sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti

paket produk yang dipasarkan oleh media.

b. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau komodifikasi

khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh

perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen

media kepada konsumen produk yang bukan media di mana

perusahaan media memproduksi khalayak dan kemudian

menyerahkannya pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah kerja

sama yang saling menguntungkan antara perusahaan media dan

pengiklan: pogram-pogram media digunakan sebagai sarana untuk

menarik khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang

membayar perusahaan media.

c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses

mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua,

yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media

yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang

dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Kedua,

komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau

seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan

budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua

orang dapat mengakses.

Page 35: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

23

2. Spatialization (spasialisasi)

Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam

kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha

seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan

internasionalisasi. Integrasi horizontal adalah: “when a firm in one line of

media buys a major interest in another media operation, not directly

related to the original business, or when it takes a major stake in a

company entirely outside of the media” (Ketika suatu perusahaan dibawah

naungan sebuah media yang mengambil keuntungan terbesar di

perusahaan yang lain, maka tidak langsung dihubungkan dari bisnis

aslinya atau ketika mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah

perusahaan di luar dari pada media). Yaitu ketika sebuah perusahaan yang

ada dalam jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada

media lain, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya,

atau ketika perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu

perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam media.11 Pada

prakteknya integrasi horizontal adalah cross-ownership (kepemilikan

silang) beberapa jenis media massa seperti telivisi, suratkabar, stasiun

radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa

seperti yang dilakukan oleh MNC, KKG, Trans Cop Grup, Jawa Post

Grup, Sinar Kasih Grup, Grup Media Indonesia, dan Salim Grup.

11 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 176.

Page 36: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

24

Integrasi vertikal adalah: “the concentration of firms within a line of

business that extends a company’s control over the process of

production”. Yaitu konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur usaha atau

garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Di

Indonesia, praktek integrasi vertikal dilakukan oleh Subentra Grup milik

pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan sekaligus

distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh

kota besar di Indonesia.

Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari prestektif ekonomi

adalah konglomerasi ruang bagi global, yang dilakukan oleh perusahaan

transional dan negara, yang mengubah ruang melalui arus sumberdaya dan

komoditas, termasuk komunikasi dan informasi.

3. Strukturation (strukturasi)

Yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan

proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan

memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok

tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap

bidang yang telah diembannya.

Strukturasi ini menyimbangkan kecenderungan dalam analisis

ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga

bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan ide-

ide agensi, hubungan sosial, proses, dan praktek sosial. Agensi manusia

Page 37: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

25

merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para

individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks

hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.12 Proses

strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk

akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu

dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan

dikontekskan dalam kehidupan struktur.

Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media

terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks

medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk

mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang

holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya (termasuk

konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses

komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi pemanfaatan teknologi

informasi untuk akses informasi publik di era Orde Baru maupun di era

Orde Reformasi sekarang ini.

Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi ekonomi-

politik, yaitu realis, inklusif, dan kritis.13 Pengaruh realisme membuat

ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif

terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi-politik dalam hal

ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoretis dan

12 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 215. 13 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h.13.

Page 38: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

26

empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial

tidak dapat dirangkum ke dalam satu teori. Tidak ada pendekatan yang

paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak

kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepakaan terhadap berbagai

bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi

perhatian besar terhadap faktor-faktor ideologis dan politis yang

pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat.14

Tiga konsep utama Mosco sejalan dengan empat proses historis dari

Golding dan Murdock yang merupakan kunci dari kajian kritis Ekonomi

Politik Media, yaitu (1) pertumbuhan media, (2) perluasan jangkauan

usaha, (3) proses komodifikasi informasi, dan (4) perubahan peranan

negara dan pemerintah. Tiap proses yang dijelaskan oleh Golding dan

Murdock membuka peluang bagi peneliti media untuk menganalisa lebih

dalam persoalan seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi.15

Keempat proses menurut Golding dan Murdock yang mengarah

kepada struktur kepemilikan media yang terkosentrasi dan merupakan

salah satu rangkaian dari perubahan yang mencerminkan perubahan basis

ekonomi, yakni: Pertama, produksi dengan skala kecil atau pribadi dari

suatu perluasan produk budaya, distribusi dan penjualan mulai dipisah dan

dikomersialisasikan. Kedua, masuknya teknologi baru ke dalam industri

14 Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 9. 15 Boyd Barrett, Oliver and Chris Newbold (eds.), Approaches to Media: a Reader, London :

Arnold, 1995. h. 187.

Page 39: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

27

media menyebabkan mulai terjadinya industrialisasi dalam proses

produksi maupun distribusi. Ketiga, ketika masalah industri telah

mengalami masa-masa kejunuhan karena tekanan berturut-turut seperti

naiknya harga, menurunnya pendapatan, mengakibatkan munculnya

pemusatan-pemusatan industri. Empat, perkembangan dari ketegangan

antara kemampuan teknologi dan perhatian di bidang ekonomi.16

Mengenai kecenderungan dunia komunikasi saat ini, dimana

kesadaran besar akan kebutuhan untuk menunjukkan secara tepat

bagaimana formasi-formasi ekonomi politik media dihubungkan dengan

isi media, dan kepada diskursus debat publik serta kesadaran privat yang

akan berkelanjutan dari perencanaan dan perluasan berbagai produksi dan

kebudayaan yang dikontrol atau dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan

besar. Maka Cees J. hamelink mencatatnya dalam empat kunci, yaitu:

digitization (digitalisasi), consolidation (konsolidasi), deregulation

(deregulasi), dan globalization (globalisasi). Hamelink melihat bahwa

keempat proses tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Proses

digitalisasi memfasilitasi integrasi teknologi dan konsolidasi institusi,

kemudian mendorong makin besarnya konglomerasi, sehingga kemudian

terjadi globalisasi secara berkelanjutan meyongkong kekuasaan dan

16 Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication, Volume

1, (Edward Edgar Publishing Limited, 1997), h. 201-204.

Page 40: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

28

meningkatkan angka pertumbuhan melalui pendapatan dan penetrasi pasar

yang mendorong deregulasi dan privatisasi media.

Golding dan Murdock menunjukkan bahwa berbagai sektor media

tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan

dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila

merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas

sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam penyebar

luaskan ide-ide tentang struktu ekonomi dan politik. Dengan begitu studi

ekonomi poltik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada

produksi, distribusi dari komoditas, tetapi harus mempertimbangkan

bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek-praktek ediologi media.

Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan

peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi

menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan

yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi

dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba

menerapkan konsep baru.

Dalam mempengaruhi proses historis maka ada dua aspek penting

yang mempengaruhi yaitu inovasi teknologi dan privatisasi.17 Revolusi

teknologi membuka kemungkinan bagi beragam aktivitas produksi baru

demi menciptakan peluang-peluang maksimalisasi dan perluasan proses

produksi dan distribusi. Dalam mendukung ekspansi teknologi serta

17 James Currant and Michael Gurevitch (eds), Mass Media and Society, (Edward Arnold:

London and New York, 1992), h. 16-18.

Page 41: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

29

mendorong perkembangan industri modern, bahkan dibutuhkan

perubahan-perubahan dalam konteks politik, terutama regulasi-regulasi

yang mengakomodasi prinsip-prinsip liberal. Terminologi privatisasi,

terutama merespon berbagi bentuk intervensi yang meningkatkan

kapasitas pasar dalam industri komunikasi dan informasi, serta

meningkatkan kapasitas pelaku pasar untuk melakukan ekspansi bisnis.

Kajian ekonomi politik media bermula dari pengakuan bahwa media

adalah sebuah organisasi industri dan komersial utama dan terkemuka

yang memproduksi dan mendistribusikan barang-barang yang ditunjang

oleh proses integrasi (horizontal dan vertikal) dan diversifikasi. Kajian

tentang beragamnya media tidak dapat dilakukan secar sendiri-sendiri atau

tertutup, melainkan harus dipahami dengan konteks ekonomi makro

karena keterkaitan media dengan kontrol perusahaan besar atas media.

Maka dalam hal ini, hukum-hukum pasar juga cenderung membatasi

banyaknya pemain yang bisa bersaing dalam sebuah pasar. Yang lazim

terjadi kemudian adalah dominasi dan monopoli. Integrasi ekonomi yang

terjadi melalui mekanisme merger dan akuisisi membuka jalan bagi

berkembangnya fenomena konglomerasi.

Studi ekonomi politik kritis mempunyai tiga varian, yaitu:

instrumentalis, strukturalis, dan kontrutifis. Perbedaan satu dengan yang

lainnya yaitu terletak pada ide-ide dasar dalam menganalisis permasalahan

pasar dan keterkaitannya dengan lingkungan ekonomi, politik, dan

budaya. Pertama, Instrumentalis, media massa dipandang sebagai

Page 42: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

30

instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan

ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi

publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis

strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik,

mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi

dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi

struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta

interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis

konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan

dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik,

individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal

tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan

terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan

hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik

dominasi dan hegemoni.18

B. Pengertian Regulasi Penyiaran

Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim

demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi

penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of

18 Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 11-12.

Page 43: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

31

speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan

menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah.

Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media

seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum

gelombang radio.19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang

jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media.

Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak

“menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi

berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism).

Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin

keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan

aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu,

kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang

dibatasi oleh hak privasi seseorang (right to privacy) dan adanaya hak privasi

seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck

diungkapkan bahwa limitasi keberagaman (diversity) sendiri, seperti

kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi

atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih

banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam

konteks ideologi suatu negara.20

19 Leen d’Heanans & Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century,

(New York: Mouten de Gruyter, 2000), h. 24-26. 20 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press,

1998), h. 43

Page 44: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

32

Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan.

Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal

ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak

berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang

pasar bebas dan AFTA.

Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni

struktur, tingkah laku dan isi.21 Regulasi struktur (structural regulation) berisi

pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku

(behavioural regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana

penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi

(content regulation) bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk

disiarkan.

Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga

mesti berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau

penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik

(public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang

bersifat patemalistik.

Menurut Berger&Luckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui

interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality,

objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses

dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.22

21 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51 22 Peter Berger, L dan Thomas Luckmann, Social Construction of Reality (terj.), (Jakarta:

LP3ES, 1990), h. 185-187.

Page 45: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

33

Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk

ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah

mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam

pasar), yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta.

Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati

sebagai 'objectiver reality', termasuk di dalamnya teks produk industri media,

representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan

subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita (dalam hal ini

misalnya media, pasar, dan seterusnya) yang dimiliki individu dan

dikonstruksi melalui proses internalisasi.

C. Konseptualisasi Konglomerasi

Perkembangan bisnis media melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di

Indonesia yang menimbulkan kontroverisal dibanding dengan aktivitas usaha

konglomerasi. Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang

menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam

satu tangan, sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen

yang pokok ditentukan oleh satu pusat.23 Bahwa pengertian konglomerat

adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha. Konglomerasi ini

merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga mudah

mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan

(untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga

23 Drs. Djafar H. Assegaff, Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, (Jakarta: Warta

Ekonomi, 1994), Cet-1, h. 263.

Page 46: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

34

harganya selalu bisa bersaing, dan mempunyai “barganing power” yang

sangat kuat. 24

Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa

diartikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis

dalam berbagai macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di

Indonesia, khususnya pada negara berkembang, bisnis konglomerat

diasosiasikan dengan bisnis pemilikan keluarga.25 Konglomerat dapat

diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang bergerak dalam berbagai

bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya.

Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang

memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan hal tersebut dapat

disinyalir kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal

kedudukan swasta semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin

tinggi, dan konglomerasi tumbuh hampir tanpa pengaturan, maka

kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi semakin tinggi investasinya.

D. Industri Media Massa

1. Pengertian Industri Media Massa

Industri media massa memiliki masing-masing populasi terdiri dari

media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok

24 Priasmono P,dkk, Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: LPSI, 1994), h. 17.

25 Anggito Abimayu, “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. h. 1.

Page 47: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

35

yang hidup dari sumber daya yang sama, Misalnya polpulasi radio,

populasi surat kabar, atau populasi televisi.

Pada dasarnya ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang

kehidupan industri media, yakni:

a. Modal (capital), Misalnya pemasukkan iklan, iuran berlangganan.

b. Jenis isi Media (Type of Content), Misalnya Quis, Sinetron, informasi.

c. Jenis khalayak sasaran (Types of Audiens), Misalnya Usia, berdasarkan

jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lain

sebagainya. 26

Smythe membagi tiga hal yang bisa digunakan sebagai patokan untuk

mengidentifikasi karakteristik suatu industri media, yaitu:27

(1) Customer Requirements, (Merujuk kepada harapan konsumen tentang

produk yang mencangkup aspek kualitas, diversitas, dan ketersediaan).

(2) Competitive Environment, (lingkungan pesaing yang dihadapi oleh

perusahaan).

(3) Social Expectation, (Berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat

terhadap keberadaan industri).

Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan persaingan di

Industri penyiaran melalui adanya regulasi lisensi kepemilikan dan

26 Rahcmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2006), Edisi Pertama, h. 272. 27 Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulais Penyiaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2007), Edisi pertama, h. 90.

Page 48: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

36

kepemilikan silang di industri penyiaran dengan tujuan untuk membatasi

konsentrasi (concentration) dan kekuatan pasar (market power)28. Care

yang paling umum untuk mengetahui kemungkinan adanya tindakan anti

persaingan dalam perekonomian adalah dengan melihat tingkat

konsentrasi industri. Industri yang terkonsentrasi tinggi akan memudahkan

perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolusi dengan memanfaatkan

kekuatan pasar untuk keuntungan mereka. Meskipun demikian,

konsentrasi yang tinggi bukan merupakan faktor utama atau pun

keharusan yang menyebabkan timbulnya tindakan yang anti persaingan.

Konsentrasi dapat muncul karena perusahaan yang tidak efisien telah

terpaksa keluar dari pasar dan muncul perusahaan yang efisien atau pada

industri padat modal.29

2. Persaingan (Kompetisi) di Industri Penyiaran Televisi

Pasar di industri penyiaran televisi dapat dibedakan menurut bentuk

penyiaran itu sendiri. Jelas radio merupakan subtitusi yang lemah bagi

free-to-air television atau stasiun televisi swasta25.

Share pasar merupakan salah satu aspek yang diperhatikan untuk

mengatur strategi perusahaan dalam meraih keberhasilan. Keberhasilan

sebuah perusahaan biasanya ditunjukkan dengan profit yang diperoleh,

28 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 82.

29 Harold Demsetz, Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 (April 1973), h. 1-9.

Page 49: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

37

harga saham yang menguat (bagi perusahaan yang telah go public) serta

seberapa besar share pasar perusahaan tersebut dalam industri.

Konsentrasi pasar merupakan penjumlahan pasar dari perusahaan-

perusahaan terbesar, biasanya merupakan penjumlahan dari 4 share pasar

perusahaan terbesar.30 Studi empiris yang dilakukan oleh Bain

memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kondisi entry dan

konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar sehingga semakin tinggi

konsentrasi pasar, maka semakin sulit bagi pendatang baru untuk

memasuki pasar. Akibatnya kekuatan pasar akan semakin besar.

3. Faktor-Faktor Penentu Struktur Pasar di Suatu Industri

Bahwa dalam meningkatkan struktur pasar suatu industri dapat

diamati melalui:31

a. Jumlah perusahaan

b. Kondisi entry

c. Ukuran/ besarnya perusahaan

Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat banyak penjual dan

pembeli, sehingga tak satu pun dari mereka mampu mepengaruhi harga.

Kondisi pasar persaingan sempurna akan memberikan tingkat persaingan

yang efisien dalam industri. Di sisi lain, pada pasar yang bersifat

monopoli, hanya terdapat satu penjual43 yang memiliki kekuatan pasar

30 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 113. 31 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 3.

Page 50: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

38

untuk menentukan berapa jumlah output dan harga yang akan dilempar ke

pasar.

Beberapa faktor yang menjadi sumber terjadinya konsentrasi industri:

a. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi pada satu sisi berguna untuk meningkatkan,

efisiensi, tetapi di sisi lain menyebabkan tidak semua pengusaha dapat

menguasainya untuk mencapai kinerja yang efisien sehingga

muncul akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa

orang atau kelompok.

b. Merger

Merger akan menyebabkan peningkatan kekuatan pasar yang

berpotensi mengurangi persaingan sehingga merger harus dibatasi.

Pembatasan merger biasanya didasarkan pada ukuran konsentrasi

(kekuatan pasar yang besar akan menyebabkan perusahaan tersebut

dalam posisi dominan).

4. Jenis Struktur Industri

Struktur industri oleh para ekonom sering diidentikkan dengan

struktur pasar, yang dikategorikan ke dalam jenis pasar berdasarkan

kriteria tertentu. Kriteria yang sering dipakai antara lain berdasarkan

faktor-faktor yang menentukan struktur pasar seperti ukuran dan distribusi

penjual, diffrensiasi produk dan hambatan masuk atau keluar pasar.

Page 51: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

39

Indikator untuk mengkategorikan masing-masing pasar ke dalam jenis-

jenis pasar adaiah jumlah penjual dan pembeli, kondisi entry dan exit,

keragaman produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, kondisi informasi

serta kemampuan (penjual atau pembeli) untuk mempengaruhi tingkat

harga.

5. Karakteristik dan Kekuatan Struktur Pasar Media

Ada 4 karakteristik utama dari pasar persaingan sempurna yaitu

(Rahardja dan Manurung, 1999: 209-210):

a. Terdapat banyak penjual dan pembeli dan penjual serta pembeli tidak

dapat mempengaruhi tingkat harga (price taker).

b. Produk homogen

c. Bebas dan mudah keluar masuk pasar, yang berarti asset yang

dibutuhkan dalam kegiatan operasi bukan bersifat sunk. Dengan begitu

jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menutup usahanya, maka

perusahaan tersebut dapat menjual kembali assetnya tanpa ada modal

yang hilang.

d. Terdapat pengetahuan yang lengkap dan sempurna sehingga

perusahaan mengetahui teknologi yang ada serta Penjual dan pembeli

tahu tingkat harga yang terjadi di pasar.

Kekuatan pasar mempunyai kemampuan mempengaruhi harga oleh

penjual maupun pembeli. Di mana kekuatan pasar ini muncul dengan

Page 52: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

40

berbeda-beda di seluruh perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan

konsumen dan produsen yang hal ini dapat dibatasi oleh pemerintah.

Adapun kekuatan struktur pasar di bagi menjadi 4, yaitu:

a. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competion)

Terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan

menghadapi persaingan dari banyak perusahaan lainnya di pasar

persaingan monopolistik (Sheperd, 1990: 75). Pada struktur pasar ini

dikenal adanya diferensiasi produk sehingga konsumen dapat memilih

produk (di antara yang ditawarkan oleh konsumen) sesuai dengan

preferensinya. Model pasar ini mengakui adanya kekuasaan monopoli,

tertentu yang timbul dari penggunaan merk dan tanda dagang

(brandnames dan Trademarks).

Bahwa suatu pasar yang bersaing secara monopolistik mempunyai

dua karakteristik utama, yaitu: (1) Perusahaan-perusahaan bersaing

dengan menjual produk-produk yang telah terdiferensiasi, yang sangat

dapat digantikan oleh satu sama lain tetapi bukan pengganti yang

sempurna dan (2) Adanya kemungkinan untuk masuk dan keluar

secara bebas: hal ini relatif mudah bagi perusahaan-perusahaan baru

untuk memasuki pasar tersebut dengan mereknya sendiri dan bagi

perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk keluar jika produknya

akhirnya tidak lagi menguntungkan.

Page 53: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

41

Tidak ada ketergantungan diantara perusahaan yang satu dengan

yang lain. Serta perusahaan menjual suatu merek atau versi produk

yang berbeda dalam hal kualitas, penampilan, atau reputasi, dan

masing-masing perusahaan merupakan produsen tunggal mereknya

sendiri, contohnya pasta gigi, deterjen cuci, shampo, dan lain-lain.32

b. Struktur Pasar Oligopoli (Oligopoly)

Industri berada pada pasar oligopoli bila 4 perusahaan terbesar

menguasai 40% dari total penjualan atau lebih.33 Dalam struktur pasar

oligopoli, penjual menjual produk subtitusi (yang saling menggantikan

satu sama lain). Karena produk yang dijual adalah produk subtitusi

maka persaingan dalam pasar oligopoli lebih pada memproduksi

produk yang differentiated (differentiated product) melalui kualitas

dan disain.34 Karena itu pada model pasar oligopoli peranan iklan

sangat penting untuk bisa menggeser ke kanan kurva permintaan

(meningkatkan permintaan konsumen). Dalam usahanya menarik

kelompok pembeli yang berbeda, maka perusahaan akan mengadakan

perubahan kualitas dan disain.

32 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT Indeks, 2001),

Edisi ke-5, Jilid ke-2, h. 103. 33 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New

Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 113. 34 Churc, Jefferey and Roger Ware, Industrial Organization: A Strategic Approach, The

McGraw Hill, Siangapore, 2000. h. 232-234.

Page 54: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

42

Pada struktur perusahaan oligopoli terdapat suatu pasar di mana

hanya sedikit perusahaan bersaing satu sama lain, dan masuknya

perusahaan-perusahaan baru akan dihalangi, serta produk yang

dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut mungkin sudah

terdiferensiasi.35 Kekuatan monopoli dan profitabilitas dalam industrii

oligopolistik sebagaian tergantung pada bagaimana perusahaan-

persusahaan tersebut saling berinteraksi.

c. Monopoli

Monopoli terdapat dalam sistem pasar dimana hanya ada satu

penjual dan produk yang dijual tidak memiliki subtitusi. Kondisi

monopoli terjadi karena para pesaing tidak masuk ke dalam industri

tersebut karena adanya hambatan untuk masuk (barrier to entry).

Rintangan tersebut dapat berupa paten dan lisensi yang diberikan oleh

pemerintah dalam pengendalian bahan baku, penggunaan nama merek

dan investasi modal besar yang diperlukan untuk memasuki industri

tersebut.

Dengan tidak adanya penjual lain, maka seorang monopoli tidak

memiliki pesaing. Pesaing potensial bagi seorang monopolis sangat

minim sebab adanya halangan untuk masuk ke dalam industri.

35 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h.103.

Page 55: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

43

d. Monopsoni

Monopsoni ini merujuk pada suatu pasar di mana hanya ada satu

pembeli. Dengan satu atau hanya sedikit pembeli, beberapa pembeli

mungkin akan mempunyai kekuatan monopsoni di mana kemampuan

pembeli untuk membeli barang tersebut lebih murah daripada harga

yang seharusnya berlaku dalam suatu pasar yang bersaing.36

36 Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h. 29-30.

Page 56: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

BAB III

GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA

A. Sejarah Berdiri Media Nusantara Citra

PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) didirikan pada tanggal 17 Juni

1997 dan dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media

di bawah payung satu perusahaan induk dan operasi agar dapat terbentuk

sebuah grup media yang sinergis, terintegrasi, dinamis, dan kreatif dalam

menghadapi persaingan bisnis media yang kompetitif.

MNC melaksanakan penawaran umum saham perdana pada tanggal 22

Juni 2007 dengan menawarkan 4.125.000.000 lembar saham yang mewakili

30% (dimana 20% adalah saham baru) dari saham yang diterbitkan dengan

harga Rp 900 per lembar. Saham MNC tercatat di Bursa Efek Indonesia

dengan mayoritas kepemilikan dan kendali pada PT Global Mediacom Tbk.1

Saat ini, Media Nusantara Citra (MNC) merupakan perusahaan media dan

multimedia terintegrasi yang terkemuka di Indonesia. MNC mencapai posisi

tersebut melalui implementasi strategi-strategi yang senantiasa berkembang

yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan pemegang saham.

Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan

mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari

sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.

1 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.

44

Page 57: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

45

Pada tahun 1989 RCTI didirikan sebagai stasiun TV swasta pertama di

Indonesia dan susunan program RCTI mencakup drama serial, berita,

olahraga, musik, hiburan, variety show, acara anak-anak, film nasional dan

internasional.

Kemudian disusul oleh perkembangan stasiun TV swasta ketiga di

Indonesia yaitu TPI yang didirikan pada tahun 1991 dan TPI diposisikan

untuk menarik konsumen dengan penghasilan menengah hingga menengah ke

bawah di Indonesia.

Bertambahnya waktu maka perkembangan MNC mengakuisisi 70%

saham Global TV yaitu pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002 Global

TV dikonsolidasikan ke dalam MNC dan mulai menyiarkan program-program

MTV Asia selama 24 jam secara eksklusif di Indonesia.2

Dalam mengelola berbagai unit usaha pada bulan Januari 2004 MNC

mulai membangun content library melalui produksi in-house dan akuisisi

program. MNC mulai melisensi content kepada pihak ketiga Global TV yaitu

pada bulan Januari 2005 memperluas cakupannya untuk melayani dalam

penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda dan keluarga muda.

Pada bulan Maret MNC dalam kepemilikan saham Global TV meningkat

menjadi 100%. Seiring berputarnya waktu pada bulan Juni 2005 didirikannya

PT. Media Nusantara Informasi dan meluncurkan surat kabar harian Seputar

Indonesia (Sindo). Surat kabar harian tersebut melakukan diferensiasi dengan

menyajikan kepada pembaca empat bagian berbeda yang terdiri dari laporan

2 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.

Page 58: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

46

yang mendalam mengenai berita, gaya hidup, olah raga, dan hiburan. Seputar

Indonesia tersebut juga khas karena tersedia sebagai surat kabar nasional dan

juga sebagai surat kabar lokal dengan content lokal dan halaman depan yang

berbeda. Saat ini, “Seputar Indonesia” tersedia dalam edisi nasional dan enam

edisi lokal di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Alasan mengenai diedarkannya

edisi lokal adalah karena keterikatan masing-masing kawasan regional

terhadap koran yang meliput berita lokal dengan pandangan dari orang lokal.

Oleh karena itu MNC dapat memberikan pembacanya liputan yang lebih

mendalam mengenai berita nasional dan lokal dan juga dapat memperluas

cakupan pengiklan yang memiliki target pasar dan tujuan yang berbeda-beda.

Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan publik maka MNC

Networks didirikan pada bulan Agustus 2005 yang mengoperasikan dan

mengelola jaringan radio terbesar di Indonesia dengan lebih dari 9 juta

pendengar di 209 kota dengan menggunakan 43 jaringan. Kiat kami untuk

masuk ke industri radio adalah untuk memberikan solusi iklan media yang

menyeluruh dan merupakan komponen starategis kepada pengiklan dan radio

adalah pelengkap untuk TV dan usaha surat kabar harian kami sebagai

perusahaan media terintegrasi. Bisnis radio kami terdiri dari empat format

(Trijaya FM, Women Radio, Radio Dangdut TPI, and ARH Global) yang

menargetkan semua golongan ekonomi, yaitu3:

3 Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2009

Page 59: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

47

1. Trijaya FM adalah stasiun radio yang inspiratif dengan content berita dan

gaya hidup dengan jaringan yang terbesar dan terluas, yang memiliki 17

stasiun radio yang beroperasi di beberapa jaringan di seluruh Indonesia.

2. Women Radio Jakarta merupakan radio untuk pendengar wanita yang

menyajikan informasi mengenai masalah wanita seperti kesehatan,

keluarga, hubungan ibu dan anak, pendidikan, kecantikan, dan informasi

mengenai mode masa kini.

3. Radio Dangdut TPI menjangkau lebih dari 3 juta pendengar di 14 kota di

Indonesia khususnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

dan Bekasi) dan merupakan stasiun radio dangdut populer dan terbaik di

Jabodetabek.

4. ARH Global adalah satu-satunya stasiun radio yang menargetkan

pendengar generasi muda dengan penyiaran secara bersamaan di dua

kawasan yang berbeda, yaitu Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.

Pada bulan Desember 2005 MNC mengakuisisi MNI Global, penerbit

tabloid mingguan Genie. Genie merupakan tabloid infotainment yang

berfokus pada gaya hidup dan gosip selebriti.

Pada bulan Januari 2006 MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added

Services. MNC terus mengembangkan content yang dapat diterapkan di

seluruh platform bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi,

radio, dan media cetak telah menciptakan media digital in-house yang

berfokus pada internet, teknologi broadband, komunikasi wireless,

programming on-demand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal

Page 60: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

48

ini meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan

dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun secara

kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia, MNC juga

mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services (WVAS) di Cina

melalui Linktone Ltd.

Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan interaktif

wireless untuk konsumen di Cina. Linktone menyediakan jasa portofolio yang

beragam kepada konsumen wireless dan pelanggan korporasi dengan fokus

khusus pada media, hiburan dan komunikasi. Jasa-jasa tersebut dipromosikan

melalui jaringan distribusi Linktone yang kuat, berbagai wadah layanan yang

terintegrasi, dan jalur-jalur marketing sales, serta melalui jaringan operator

telekomunikasi selular di Cina Melalui pengembangan in-house dan

persekutuan dengan mitra internasional dan merek content lokal, Linktone

mengembangkan, membentuk paket, dan mendistribusikan produk-produk

yang inovatif serta menarik untuk memaksimalkan kedalaman, kualitas, dan

keragaman dari produk-produk yang ditawarkan.

Pada bulan Februari 2006 Global TV memulai penyiaran program anak-

anak Nickelodeon sebanyak delapan jam per hari secara eksklusif di

Indonesia. Namun kemajuannnya bidang media, MNC meluncurkan channel

MNC News melalui Indovision dan mengakuisisi 75% saham TPI serta

meluncurkan channel MNC Entertainment melalui Indovision. Dalam jangka

waktu beberapa bulan kemudian, perkembangan MNC terus meningkat

Page 61: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

49

dengan diterbitkannya tabloid Realita dan Mom&Kiddie. Tabloid Realita

mengangkat cerita tentang pengalaman pribadi selebriti dan tokoh publik.

Tabloid Mom&Kiddie berfokus pada informasi dan artikel yang berkaitan

dengan ibu, anak, yang mengenai bimbingan dan saran kepada orang tua

dalam membesarkan dan mendidik anak. Selanjutnya pada bulan September

tahun 2006 MNC BV menerbitkan obligasi (guaranteed secured bonds)

senilai 168 juta US$ untuk investor internasional.4

Media merupakan teknologi terpenting bagi informasi yang berkembang

pesat, salah satunya media online. Maka pada awal bulan Maret tahun 2007

MNC meluncurkan media online yang pertama, okezone.com, sebuah situs

berita online dan hiburan. Okezone.com diluncurkan pada bulan Maret 2007

sebagai portal internet yang memberikan platform online untuk

mendistribusikan content berita dan non-berita, termasuk content dari bisnis

televisi, radio, dan media cetak yang sudah ada.

Okezone.com didirikan untuk memiliki sebuah usaha yang telah berjalan

yang dapat dikembangkan seketika jika ada perubahan mendadak pada tren

pemakaian media online. Diharapkan melalui okezone.com, MNC dapat

meraih keuntungan dari potensi pertumbuhan internet di Indonesia yang pada

akhirnya memampukan kami untuk mencapai basis konsumen yang lebih luas

dan memberi pilihan media yang lebih luas kepada konsumen kami.

4 Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2008

Page 62: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

50

Kemudian disusunlah dengan mendirikan saluran program internasional

pada bulan April di Jepang melalui IPS Inc, MNC The Indonesian Channel.

Trijaya FM Radio Networks juga disiarkan di Jepang (juga melalui IPS Inc),

pada bulan Juni MNC membayar US$25 juta dari total obligasi (Eurobond)

sebesar US$168 juta pada harga 101%. MNC juga melakukan penawaran

saham perdana dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. 5

Di tahun 2007 MNC menandatangani perjanjian dengan Linktone Ltd

(NASDAQ:LTON) di bulan November, dimana MNC melalui anak

perusahaan miliknya membeli minimal 51% saham Linktone dengan cara

penggabungan penawaran tender terhadap American Depository Shares

(ADSs) yang beredar dan pembelian harga saham baru.

Pada bulan Maret 2008 Sebagai bagian dari strategi distribusi content

untuk pasar internasional, MNC telah memulai penyiaran program MNC The

Indonesian Channel di Starhub Singapura pada bulan Maret 2008 dan di

Timur Tengah dengan potensi pemirsa sekitar 3,5 juta orang Indonesia. Hal

ini merupakan tambahan dari layanan penyiaran di Jepang di awal tahun 2007.

Serta MNC meluncurkan dua majalah premium yang berfokus pada mode

dan gaya hidup dengan nama High End dan High End Teen pada tanggal 7

April 2008. High End Teen memiliki content yang ditargetkan pada kaum

remaja. RCTI meraih Best Corporate Image untuk kategori stasiun televisi

nasional, dalam IMAC (Indonesia’s Most Admired Companies) 2008 oleh

Frontier Consulting dan Majalah Business Week.

5 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.

Page 63: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

51

B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC

1. Visi PT. Media Nusantara Citra

Untuk menjadi group media dan Multimedia yang terintergrasi yang

terfokus pada penyiaran dan isi (content) yang berkualitas dengan

pemanfaatan teknologi yang tepat sesuai dengan memenuhi kebutuhan

pasar.

2. Misi Media Nusantara Citra

Untuk mengantarkan atau memberikan konsep hiburan keluarga yang

terlengkap dan sebagai sumber informasi bagi seluruh komunitas atau

masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang berbeda.

3. Tujuan Media Nusantara Citra

Media Nusantara Citra didukung oleh manajement yang kuat yang

datang dari berbagai macam industri yang saling menguatkan satu sama

lain untuk menciptakan tim manajemen yang kuat.

Melalui operasi-operasi yang didukung oleh isi produksi, distribusi,

jaringan tv nasinaol, saluran-saluran program televisi, surat kabar, tabloid

dan jaringan radio. MNC adalah perusahaan media yang terbesar dan

terintegrasi di Indonesia. Pengembangan ke depan mencakup pendapatan

dan penggabungan dari pembayaran bisnis televisi untuk menglengkapi

aktivitas distribusi MNC.

Isi dari perpustakaan MNC adalah yang terbesar di Indonesia, yang

terdiri dari; hiburan dan berita, yang mana meningkat lebih dari 10000 jam

Page 64: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

52

per tahun. Perpustakaan ini merupakan hasil dari akumulasi dari produksi-

produksi MNC sumberdaya, dan operasi program multimedia MNC.

Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki

dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan

tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.

C. Struktur Organisasi MNC

Di bawah ini adalah struktur organisasi PT. Media Nusantara Citra, Tbk

(MNC) yang di pimpin oleh Hary Tanoesoedibjo sebagai Presiden Direktur

dan CEO MNC, sebagaimana terlihat dalam struktur organisasi berikut ini:

Tabel 1

Struktur Organisasi MNC Tahun 2009

Group CEO

Harry Tanoesoedibjo

Investor Relations

William Utama

Corporate Secretary

Gilang Iskandar

Audit Internal

Anna Listiana Limena

Direktur

Keuangan &

Administrasi

Umum

Oerianto Guyadi

Direktur

Operasional

Sutanto Hartono

Direktur

Legal, IT & HR

Agus Mulyanto

Direktur

Strategi Korporasi &

Pengembangan Bisnis

Muliawan Pahala

Guptha

Page 65: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

53

D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC Group6

E. Logo Perusahaan MNC

6 http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010.

Page 66: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

54

Bentuk logo segi empat dengan teks MNC secara keseluruhan membentuk

sebuah anak panah yang bergerak dinamis ke depan yang menggambarkan

MNC sebagai perusahaan yang memiliki visi yang selalu kedepan.

Empat warna kotak yang dominan menggambarkan keragaman,

kedinamisan dan kesolidan dari semua bisnis dengan lingkaran putih ditengah

yang menggabungkan semua kotak tersebut sebagai gambaran Media

Nusantara Citra (MNC) adalah holding company yang mengintegrasi dan

mensinergikan perusahan yang dinaungi.7

Cahaya yang muncul dari tengah menggambarkan sinergi yang membuat

semua kotak menyatu adalah sebagai gambaran semangat dari Media

Nusantara Citra (MNC) dalam menjalankan bisnis di masa sekarang dan

mendatang.

Bentuk huruf MNC memiliki keunikan tersendiri karena mengakomodasi

nilai kesolidan dan kekokohan MNC sebagai holding company dalam

menjalankan bisnisnya secara profesional.

7 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. h 5.

Page 67: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

BAB IV

TEMUAN DATA DAN ANALISIS

Kebijakan peraturan media penyiaran merupakan suatu keputusan yang dibuat

bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat yang isinya mengatur media agar

memberikan kontrubusi yang baik kepada khalayak. Kebijakan media mengatur

bagaimana penggunaan media oleh pemerintah dan masyarakat dalam berbagai

kepentingan, terutama mengenai isu yang sedang menjadi perhatian atau yang

tengah diangkat.

Namun seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin

banyak pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di

luar sana, media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah satu

kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah industri

yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk. Dalam

perkembangannya, banyak korporasi-korporasi media ini yang melakukan

kerjasama, bahkan hingga level penggabungan perusahaan, dan membentuk

sebuah kartel komunikasi raksasa, menurut penulis inilah posisi yang tengah

dialami oleh Media Nusantara Citra Grup. Karena jika kita lihat sebelumnya,

MNC Grup adalah bukan perusahaan penyiaran yang besar pada awal

kelahirannya di ruang publik, akan tetapi sebuah grup yang mengikuti kepada

Grup Bimantara, sebuah grup besar milik salah satu anak penguasa Orde Baru,

yaitu Bambang Triatmodjo.

55

Page 68: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

56

Namun kini MNC telah menjadi sebuah perusahaan yang sangat besar yang

bergerak dalam bidang bisnis penyiaran dan bisnis produksi program, distribusi

program dan saluran televisi terestrial, saluran program televisi, surat kabar,

tabloid dan jaringan radio. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan

media yang terintegrasi secara raksasa. Sebagai perusahaan media penyiaran

raksasa, sangat mustahil bila MNC sama sekali tidak terlibat arus politik nasional,

karena dalam sejarahnya pers selalu memiliki hubungan yang erat dengan arus

politik, baik nasional maupun global. Dalam penelitian inilah penulis berusaha

melakukan analisa-analisa yang mengarah pada hubungan erat antara MNC dan

ekonomi-politik. Teori ekonomi-politik vincent mosco dalam hal ini adalah salah

satu teori yang dianggap penulis tepat untuk digunakan pisau analisa dalam

penulisan skripsi ini, tentunya dengan beberapa alasan yang mengacu pada

pengembangan pasar media.

A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra

Komodifikasi adalah yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data

yang merupakan pemanfaatan isi media di lihat dari kegunaannya sebagai

komoditi yang dapat dipasarkan.1 Dengan demikian para produsen media

mengubahnya menjadi sesuatu yang layak untuk dipasarkan, seperti halnya

olah raga, musik, sinetron, atau tepatnya pertandingan sepak bola yang ada di

dunia, kini telah menjadi barang komersilisasi oleh perusahaan penyiaran.

1Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 141- 245.

Page 69: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

57

Tiga jaringan siaran TV Nasional yang MNC miliki mempunyai peranan

penting dalam industri televisi nasional. Melalui ketiga TV swasta nasional

MNC yaitu RCTI, TPI dan Global TV, per 31 Desember 2009, MNC

mencapai total pangsa pemirsa sebesar 35% dan total pangsa belanja iklan

kotor sebesar 34% (sumber: Nielsen Research). Pemirsa yang tersegmentasi

telah meningkatkan efektifitas kampanye pemasaran televisi. Hal ini

memberikan keyakinan bagi para pemasang iklan untuk mendapatkan nilai

tambah atas anggaran iklan yang mereka alokasikan dalam pemasangan iklan

di RCTI, TPI dan Global TV.

Page 70: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

58

TOP 10 PROGRAM - RCTI, TPI, GLOBAL TV,

Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 Kota,

Januari - Desember 2009

Analisis : Program

Periode : 01/01/2009 - 31/12/2009;

Stasiun TV : RCTI; TPI; GLOBAL TV;

Waktu : 02.00.00 - 25.59.59 (SMTWTFs);

Sasaran : Jakarta; Surabaya; Medan; Semarang;

Bandung; Makassar; Yogyakarta;

Palembang; Denpasar; Banjarmasin;

Target Penonton : Usia 5 Tahun Ke Atas;

Total Penonton : 46,719,474 Penonton

Saluran Program Jenis Program Nilai Rata-rata Rating Jumlah

Televisi

Penonton

dalam Ribuan (in%)*

Penonton

(%)

RCTI PUBLICITY STUNT

LIMBAD SPC 20 Acara Pilihan 5,023 10.8 40.2

THE MASTER PREDIKSI

PILPRES IN Acara Pilihan 4,285 9.2 27.6

AFC 2011

ACQ:INDONESIA VS

AU(L)

Olah Raga :

Pertandingan 3,634 7.8 23.5

AFC ACQ:INDONESIA

VS KUWAIT(L)

Olah Raga :

Pertandingan 3,454 7.4 27.3

Page 71: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

59

TPI DANGDUT NEVER DIES Hiburan :

Musik 2,331 5.0 21.1

MELODI CINTA SATRIA

BERGITAR Hiburan :Musik 2,104 4.5 16.4

SARAS & BUAYA EMAS

SAKTI Film :Drama 1,961 4.2 15.2

ASAL MULA DANAU

RANU GRATI Film :Drama 1,886 4.0

15.1

GLOBAL FIFA CC:SPAIN VS

IRAQ(L)

Olah Raga

:Pertandingan 1,533 3.3 12.2

TV FIFA CC:BRAZIL VS

EGYPT(L)

Olah Raga :

Pertandingan 1,492 3.2 12.4

Source : Nielsen Audence Measurement

Page 72: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

60

MNC yang memiliki tiga stasiun televisi swasta, yang berusaha untuk

meminimalkan penyiaran dengan mengambil laba yang besar, contoh sebagai

berikut:

1. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)

Konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh

persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi. Sebagai

hasilnya, RCTI tetap mempertahankan posisi nomor satu dengan rata-rata

pangsa pemirsa sebesar 18-20%2. Bahwa kekuatan ini dapat

meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan,

dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk

meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru.

Daya saing Induk Jaringan (RCTI) dalam industri pertelevisian

nasional, yaitu memimpin perolehan audience share, jangkauan siaran

terluas, program unggulan dengan rating dan share tertinggi, kinerja

program In-House (Produksi dan Redaksi) unggul dibanding kompetitor,

memiliki program spesial terdepan, dan Menjadi trendsetter bagi industri

televisi.3

Dari tabel diatas, maka RCTI mempunyai beberapa Program unggulan

yang ratingnya berada diatas dari pada program-program lainnya yang di

bawah naungan MNC yaitu “Publicity Stunt Limbad spc 20”, “The Master

2 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. 3 Presentasi Evaluasi Dengar Pendapat RCTI Satu Dengan KPID Jawa Barat, (Bandung, 23

Desember 2009), Tahun 2009.

Page 73: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

61

Prediksi Pilpres In”, Afc 2011 Acq:Indonesia vs Au (L)”, dan “Afc

Acq:Indonesia vs Kuwait (L)”.

Beberapa program televisi RCTI yang ada salah satu stasiun televisi

yang pernah menayangkan Liga Indonesia, Piala Dunia Afrika yang

disiarkan langsung pada tiga saluran televisi yaitu RCTI, Global TV, dan

TPI. Kondisinya yang wajar untuk saat ini apabila RCTI dan beberapa

stasiun televisi yang di bawah naungan MNC berani menyiarkan

pertandingan sepak bola internasional, selain memiliki pendanaan yang

cukup kuat, juga di tunjang sponsorship yang memadai, selain itu juga ada

pemasukan yang dihasilkan dari sistem polling SMS yang cukup

menunjang. Sistem polling SMS lah yang kemudian di sebut oleh Golding

dan Murdoch adalah komodifikasi intrinsik atau komodifikasi isi.

Komodifikasi Intrinsik yakni proses pengubahan pesan ke dalam sistem

makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk

yang dipasarkan oleh media.

Tabel 3 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –

RCTI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota, Januari - Desember 2009

No. Program Harga Ranking

1 CINTA DAN ANUGRAH Rp. 310,544,260 20,88

2 DAHSYAT Rp. 293,150,100 30,039

3 SILET Rp. 214,226,400 25,101

Page 74: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

62

4 DEWI Rp. 147,940,000 9,486

5 SEPUTAR INDONESIA PAGI Rp. 134,098,400 21,475

Source : Nielsen Audence Measurement

Dalam hal ini RCTI menjadi nomor satu pada tahun 2009 mempunyai

program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti “Cinta

dan Anugrah”, “Dahsyat”, “Silet”, “Dewi”, dan “Seputar Indonesia Pagi”.

Menurut Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC dalam

meningkatkan kekuatan industri penyiaran, yaitu:4

“Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV, Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan periklanan di Indonesia. Perusahaan media massa terbesar di Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai platform media yang saling mendukung. Seperti: Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga, memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang menarik bagi pemirsa, dan manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.”

Seperti yang kita lihat pagi, berbagai program acara musik, yang

menghadirkan berbagai anak band, dimulai dari yang paling gaul hingga

yang paling jadul, selalu menghiasi layar televisi kita, RCTI adalah salah

satu stasiun televisi yang selalu eksis menghibur pemirsa, baik di layar

kaca, maupun di tempat lokasi. Yaitu dengan programnya yang bernama

4 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).

Page 75: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

63

“Dahsyat”, yang berhasil meraih penghargaan “Panasonic Award” pada

tahun 2009 berdasarkan kategori acara musik terfavorit dengan berhasil

menyingkirkan saingannya dari stasiun televisi lainnya yang di luar

naungan MNC. Dengan perolehan rating tertinggi tersebut, sudah barang

tentu penulis melihatnya dari kacamata analisa komoditas cibernetik.

Dengan hadirnya acara-acara tersebut tanpa kita sadari secara langsung,

telah memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam arus musik tanah

air. Hasilnya adalah bukan kualitas dari para band tersebut yang

diutamakan, akan tetapi panggung yang selalu dipenuhi kawula muda

yang hanya ingin tenar dan masuk televisi saja. Namun terlepas dari

semua itu, penulis melihat hal tersebut berdasarkan azas pemanfaatan

komodifikasi yang ada.

2. Global TV

Konsentrasi dan konglomerasi memiliki implikasi yang serius pada isi

media. Sedangkan konglomerasi global lebih dimotifi oleh kapitalisasi

informasi, sehingga penekanan pada “bisnis informasi” menjadi sangat

dominan. Media tidak hanya sebagai penayang, tetapi juga pemasok

informasi atau isi tayangan ke media-media lain. Dengan demikian, iklan

tidak menjadi “panglima” bisnis, tetapi informasi-lah yang menjadi

panglimanya. Mereka menjual hak siar di mana-mana dan menghasilkan

keuntungan yang berlipat ganda.

Dari tabel 2 di atas, maka Global TV mempunyai beberapa Program

unggulan yang ratingnya berada di nomor tiga dari pada program-program

Page 76: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

64

lainnya yang di bawah naungan MNC yaitu “FIFA CC: Spain VS Iraq

(L)”, dan “FIFA CC: Brazil VS Egypt (L)”

Global TV mempunyai tujuan memperluas cakupannya untuk

melayani dalam penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda,

keluarga muda,dan profesional muda dengan penghasilan menengah

keatas dalam kategori ABC 5-39.

Tabel 4 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –

GLOBAL TV; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009

No. Program Harga No.

Kedudukan

1

SPONGEBOB

SQUAREPANTS Rp. 254,776,100 34,016

2 MTV AMPUH Rp. 120,854,600 12,505

3

ABDEL & TEMON BUKAN

SUPERSTAR(R) Rp. 103,911,200 10,731

4

ABDEL&TEMON BUKAN

SUPERSTAR Rp. 103,113,100 9,352

5 OBSESI Rp. 90,575,600 11,699

Source : Nielsen Audence Measurement

Dalam hal ini GLOBAL TV menjadi nomor tiga pada tahun 2009

mempunyai program yang menjadi andalan dari MNC yaitu di antaranya

Page 77: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

65

seperti “Spongebob Squarepants”, “MTV Ampuh”, “Abdel&Temon Bukan

Superstar (R)”, “Abdel&Temon Bukan Superstar” dan “Obsesi”.

Dengan demikian, industri televisi dengan didorong oleh suatu

keinginan komersial untuk menarik pemasang iklan atau sponsorship.

Industri ini bermaksud mengemas khalayak yang kemudian menjual

khalayak ini ke para pemasang iklan, dengan demikian terjadi sebuah

hunbungan yang saling menguntungkan antara industri televisi dengan

pemasang iklan dengan menjual khalayak, dan khalayak yang kondisinya

saat ini tengah pada posisi profesi yang berusaha menghasilkan nominasi

dan pundi-pundi berdasarkan jumlah pemirsa5.

Hasil wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai

Secretary Corporate MNC bahwa untungnya bagi suatu media yang

bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu:6

“Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio, dan lain-lain. Yang bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa lebih efisien dan efektif. Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan prospek bisnis atau peluang usaha.”

Namun, Media massa mempunyai tugas yaitu sebagai institusi politik

artinya sebagi jalan meraih sebuah kekuaan (power), yang akan membawa

kecerdasan, kesejahteraan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat serta

alat kontrol masyarakat terhadap pemerintah.

5 Efendi Ghazali, Fundamentalisme Pasar dan Kontruksi Sosial Industri Penyiaran: Kerangka Teori Mengamati Pertarungan Di Sektor Penyiaran (jakarta: Fisip UI, 2003), h 34.

6 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).

Page 78: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

66

3. TPI

Televisi swasta nasional yang berdiri pada tahun 1991 ini tercermin

pada slogan yaitu “ Makin Indonesia Makin Asik Aja”. Hal ini seolah

menegaskan bahwa TPI adalah stasiun yang program-programnya

mencerminkan rakyat Indonesia dan memang dirasakan dekat dengan

kultur masyarakat Indonesia.

Pengaruh atau dampak yang dihadapi TPI dalam perkembangan usaha

medianya di dalam kepemilikan MNC pada tahun 2009 mengalami sedikit

penurunan terutama pada kuartal keempat 2009, sehubungan dengan

adanya kasus litigasi.

Wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai Secretary

Corporate MNC tentang masalah TPI pada tahun 2009 untungnya dampak

bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu:7

“Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu permasalahan yang terjadi pada saat itu.”

Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk,

tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, pencitraan, berita,

pesan dan kata-kata dikontrol, dan disosialisasikan ada masyarakat. Jika

mengacu pada Jurgen Habemas menyatakan media massa sesungguhnya

adalah sebuah Public Sphere yang semestinya dijaga dari berbagai

pengaruh yang tidak sesuai dengan iklim demokrasi. Dalam artian media

7 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).

Page 79: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

67

selayaknya menjadi tempat penawaran berbagai gagasan sebagaimana

setiap konsep pasar, yang mana hanya ide terbaik sajalah yang pantas

dijual dan ditawarkan.

Tabel 5 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN –

TPI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009

No. Program Harga No.

Kedudukan

1 RONALDOWATI BABAK 2 Rp. 114,407,400 7,371

2 NINJA WARRIOR Rp. 108,791,800 9,582

3 CERITA Rp. 86,668,100 10,282

4 1001 CERITA Rp. 76,518,000 8,516

5 BEN 7 Rp. 74,573,600 5,077

Source : Nielsen Audence Measurement

Dalam hal ini TPI menjadi nomor dua pada tahun 2009 mempunyai

program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti

“Ronaldowati Babak 2”, “Ninja Warrior”, “Cerita”, “1001 Cerita” dan

“Ben 7”.

Sebuah pendapat menarik datang dari Dedy Mulyana, Dosen Fakultas

Komunikasi Universitas Padjajaran tentang perlu tidaknya larangan cross

ownership di media massa. Menurut Dedy, pengaturan cross ownership

masuk akal ditinjau dari aspek ekonomi. Melarang cross ownership media

massa oleh satu kekuatan modal, diperlukan bagi masyarakat Indonesia

Page 80: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

68

yang disparitas ekonomi dan tingkat pendidikannya sangat tinggi.

Pelarangan cross ownership media massa justru akan melindungi

masyarakat dan kebebasan pers dari sisi politik, ekonomi, dan etika.8

Bagaimana tidak, banyak kenyataan-kenyataan yang terjadi di

lapangan yang seharusnya menjadi berita krusial bagi masyaakat namun

output yang dihasilkan dan diketahui, didengar, dan ditonton oleh

masyarakat tidaklah sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, hal ini

tentunya sangat merugikan khalayak media. Konsentrasi dan

Konglomerisasi media tentunya sangat tidak menguntungkan karena

khalayak butuh berita asli bukan berita yang sudah ‘dikebiri’.

B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra

Spasialisasi adalah bentuk perluasan usaha oleh perusahaan media. Dalam

bahasa politik, adalah ekspansi dan akuisisi, sepertri yang dilakukan oleh

MNC. Karena seperti yang kita tahu, PT Bhkati Investama adalah cikal-bakal

dari lahirnya MNC, PT Bhakti Investama yang didirikan pada tahun 1982,

dalam waktu setahun perusahaan ini mampu mengakuisisi PT Bimantara Citra

Tbk, lalu dengan semangat bisnis yang tinggi pada tahun 1989 perusahaan ini

dengan berani mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang di

beri nama RCTI, lalu beberapa media cetak mulai bergabung, dilanjutkaan

8 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1-colorff0000bkepemilikan-silang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasan-pers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010.

Page 81: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

69

pada tahun berikutnya dengan bergabungnya beberapa media penyiaran suara

atau radio, seperti ARH Global dan Women Radio, dan pada tahun 1997, atas

permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti Investama, dengan menghimpunnya

semua perusahaan yang di mulai pada tahun 1987, maka pada tahun 1991 dari

hasil dihimpunnya beberapa perusahaan tersebut maka berdirilah Media

Nusantara Citra (MNC Grup). Dengan mengkonsentrasikan seluruh program

dan kegiatannya pada satu jalur, yaitu media9.

Berikut ini adalah macam-macam perusahaan yang berada di bawah

naungan Media Nusantara Citra, yaitu:

1. Broadcasting Media

Di bawah ini adalah struktur bagan perusahaan Broadcasting Media di

bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi TV dan Radio,

yaitu:

Gambar 1

9 Berdasarkan data yang penulis rangkum dari hasil wawancara penulis dengan pihak MNC.

Page 82: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

70

Struktur Bagan MNC Broadcast Media

PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki Hary

Tanoesoedibjo yang membawahi perusahaan yang menaungi beberapa

stasiun TV dan Radio ternama di Indonesia. Stasiun TV seperti, RCTI (PT

Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan

Indonesia), Global TV (PT Global Informasi Bermutu), dan SUN TV (Sun

Televisi Network). Adapun Radio yang di bawah naungan MNC Networks

seperti, Trijaya Networks, Radio Dangdut TPI, Women Radio, dan

Globalradio ARH.10

Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Broadcasting Media yang

memiliki kepemilikan saham di bawah naungan Media Nusantara Citra,

antara lain:

10 PT. Media Nusantara Citra Tbk, Annual Report, tahun 2008.

Page 83: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

71

Tabel 6 Kepemilikan Saham Broadcasting Media

No Nama Broadcasting Media Kepemilikan Saham MNC

1 RCTI 100% kepemilikan MNC

2 TPI 75% kepemilikan MNC

3 Global TV 100% kepemilikan MNC

Di bawah ini adalah beberapa perusahaan media penyiaran Radio di

bawah naungan MNC Networks yang memiliki kepemilikan saham

dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain:

Tabel 7 Kepemilikan Saham Radio Networks

No Nama Radio Kepemilikan Saham MNC

1 Trijaya Networks 95% kepemilikan MNC

2 Radio Dangdut TPI 95% kepemilikan MNC

3 Women Radio 95% kepemilikan MNC

4 Globalradio ARH 95% kepemilikan MNC

Dan pada saat ini, MNC juga berusaha mengembangkan perluasan

usahanya pada wilayah yang lebih global, dengan mengikuti jejak seorang

pengusaha Sudwikatmono dengan perusahaannya Subentra Grup, dalam

pengembangan usaha produksi film layar lebar melalui akses jaringan

bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh kota besar yang berada di

Page 84: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

72

Indonesia. Beraneka ragam film Indonesia, dari mulai kategori film horor,

film yang bernuansa religi, drama percintaan, juga yang agak action hasil

olahan sutradara yang dimiliki MNC mulai sibuk memasuki bioskop-

bioskop besar di tanah air. Dalam hal ini, penulis menganalisa spasialisasi

adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada

tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam satu tangan, karena dengan

banyaknya modal yang dimiliki perorangan dalam hal ini, sebuah

perusahaan mampu mengakuisisi perusahaan lain, baik yang dengan

sengaja melakukan kerjasama atau pun penggabungan perusahaannya ke

dalam perusahaan yang telah besar dari mulai lahirnya, atau pun yang

perusahaan yang dalam masalah, dalam kasus ini TPI misalnya yang pada

tahun 2006 mengalami kesulitan keuangan di dalamnya, demi

menyelamatkan sebuah stasiun televisi tersebut dari pihak manager

melakukan penjualan saham kepada MNC11. Oleh karena itu, dalam hal ini

penulis mengasumsikan analisa spasialisasi pada kepemilikan modal,

sehingga membentuk suatu kata yang kemudian menjadi judul besar dalam

skripsi ini, yaitu konglomerasi. Kiat MNC untuk masuk ke industri radio

adalah untuk memberikan solusi iklan media yang menyeluruh kepada

pengiklan dan radio adalah pelengkap untuk TV dan usaha koran MNC.

2. Print Media

11. Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008.

Page 85: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

73

Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan

Media Nusantara Citra yang membawahi Newspaper, Tabloid dan

Magazine, yaitu:

Gambar 2. Struktur Bagan MNC Print Media

PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan

yang menaungi Newspaper (MNI) seperti, Seputar Indonesia (Nasional

dan Regional). Dalam bidang Tabloid (MNI Global) seperti, Tabloid

Genie, Tabloid Mom&Kiddie, dan Tabloid Realita. Dalam bidang

Magazine seperti, MNI Publishing, MNI Entertainment, HighEnd, dan

HighEndteen.12

Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Print Media yang memiliki

kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain:

12 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra 2009.

Page 86: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

74

Tabel 8 Kepemilikan Saham Print Media

No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC

1 Seputar Indonesia 100% kepemilikan MNC

2 Tabloid Genie 100% kepemilikan MNC

3 Tabloid Mom&Kiddie 100% kepemilikan MNC

4 Tabloid Realita 100% kepemilikan MNC

5 MNI Publishing 75% kepemilikan MNC

6 MNI Entertainment 80% kepemilikan MNC

7 HighEnd 80% kepemilikan MNC

8 HighEndteen 80% kepemilikan MNC

Dalam hal ini juga, penulis MNC dalam melakukan ekspansi dan

akuisisi dalam bidang media, karena selain tujuan MNC adalah

meningkatkan mutu dan kualitas berbagai macam program, juga

melakukan perluasan wilayah dalam bidang media, baik dengan

mendirikan perusahaan dan industri baru dalam bidang yang sama,

maupun berusaha menyelamatkan media lain dengan membeli beberapa

persen saham yang di miliki perusahaan tersebut.

3. Value Added Services

Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan

Media Nusantara Citra yang membawahi Value Added Services, yaitu:

Page 87: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

75

Gambar 3 Struktur Bagan MNC Value Added Services

PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan

yang menaungi Value Added Services seperti, VAS & Mobile Games,

Linktone Ltd, dan Letang Game Ltd.

Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Value Added Services yang

memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra,

antara lain:

Tabel 9 Kepemilikan Saham Value Added Services

No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC

1 VAS & Mobile Games 100% kepemilikan MNC

2 Linktone Ltd 95% kepemilikan MNC

Page 88: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

76

3 Letang Game Ltd 95% kepemilikan MNC

Linktone Ltd ialah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang

bisnis nilai tambah seperti content provider dan SMS.

Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan

interaktif wireless untuk konsumen di Cina. Pada bulan Januari 2006

MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added Services. MNC terus

mengembangkan content yang dapat diterapkan di seluruh platform

bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi, radio, dan media

cetak telah menciptakan media digital in-house yang berfokus pada

internet, teknologi broadband, komunikasi wireless, programming on-

demand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal ini

meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan

dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun

secara kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia,

MNC juga mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services

(WVAS) di Cina melalui Linktone Ltd.

4. Agency & Content Production

Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan

Media Nusantara Citra yang membawahi Agency & Content Production,

yaitu:

Page 89: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

77

Gambar 4 Struktur Bagan MNC Agency & Content Production

PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan

yang menaungi Agency & Content Production seperti, Production House,

MNC Picture, Creative & Talent Agency, Cross Media International

(CMI) 100% kepemilikan MNC, dan Star Media Nusantara (SMN) 70%

kepemilikan MNC.13

Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Agency & Content

Production yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media

Nusantara Citra, antara lain:

Tabel 10 Kepemilikan Saham Agency & Content Production

13 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009.

Page 90: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

78

No Nama Print Media Kepemilikan Saham MNC

1 Production House 100% kepemilikan MNC

2 MNC Picture 100% kepemilikan MNC

3 Creative & Talent Agency 100% kepemilikan MNC

4 Cross Media International (CMI) 100% kepemilikan MNC

5 Star Media Nusantara (SMN) 70% kepemilikan MNC

Integrasi keseluruhan platfrom media pada tahun 2009, menurut Hary

Tanoesoedibjo sebagai CEO Media Nusantara Citra dalam meningkatkan

rencana dan strategi tersebut adalah “Integrasi Menyeluruh Berbagai

Platform Media” untuk mendapatkan keunggulan penuh dari konsolidasi

dan sinergi dan mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan untuk

hasil jangka panjang.14

MNC telah membentuk Star Media Nusantara (SMN) yang

bertanggung jawab untuk mengindentifikasi, mengikat, mempromosikan,

dan mengelola artis-artis berbakat untuk menjadi generasi bintang

berikutnya dalam dunia hiburan. Posisi MNC sebagai perusahaan media

terpadu yang terkemuka memungkinkan Perseroan untuk menawarkan

kepada artis-artis kami sebuah eksposur yang besar melalui kekuatan di

tiga stasiun siaran TV nasional, selain peluang-peluang signifikan untuk

mengembangkan karier di berbagai media melalui TV, radio, dan media

cetak. Saat ini SMN mengelola lebih dari 70 artis yang berasal dari juara

14 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra tahun 2008, h. 33.

Page 91: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

79

dan finalis dari Indonesian Idol, KDI, Miss Indonesia, MTV VJ Hunt,

Idola Cilik, Star Teen, serta berbagai bintang akting drama serial.

C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra

Strukturasi adalah proses penyeimbangan kecenderungan, jika dalam

proses ekonomi-politik media, fungsinya untuk menggambarkan struktur

lembaga bisnis, dan setiap individu agar berusaha menggambarkan ide dan

kreativitasnya berdasarkan hubungan sosial dan berdasarkan peranan dalam

bidangnya. jika membaca teorinya Mosco tentang analisa strukturalisme ini,

seolah penulis ditarik pada wilayah sosiologi yang menggambarkan strata

sosial setiap individu, karena karakteristik pada analisa ini terletak pada

kekuatan yang diberikan pada perubahan sosial. Artinya dalam hal ini, setiap

media apapun, termasuk MNC harus bisa mengetahui keadaan yang ada pada

masyarakat, baik dari segi ekonomi, budaya maupun politik.

Oleh karena itu, MNC dalam hal ini juga harus bisa membagi

konsentrasinya kepada pasar (konsumen, penonton), agar dapat mengatur

startegi perusahaan dalam melakukan penyiaran dan agenda program yang

lainnya, untuk meraih keberhasilan. Dengan tidak serta merta memaksakan

kehendak sebuah siaran atau program kepada pasar, artinya MNC harus

mengetahui minat dan kemauan pasar dalam hal ini, hal ini sangatlah penting

dilakukan, selain memperkuat posisi saham MNC di kancah bursa saham, juga

memperoleh rating yang tinggi dari pemirsa. Biasanya, kondisi yang terjadi

pada perusahaan media besar adalah berusaha menampilkan siaran-siaran

Page 92: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

80

yang konsep dan pengeluaran dananya tinggi, namun perjalannnya, justru

kurang diminati oleh pasar. Tentunya hal ini sangat tidak diinginkan oleh

semua kalangan industri televisi, MNC khususnya. Seperti contoh kasus

adalah program-program realiti show, baik dari kisah percintaan, masalah

keluarga, atau yang lainnya, yang sifatnya hanya memberikan gambaran

kepada masyarakat tentang aib seseorang atau sebuah keluarga. Tentu saja hal

ini kurang diminati oleh pemirsa, karena tak ada satu pun manusia yang

aibnya tiba-tiba diketahui oleh publik.

Kajian mengenai analisa strukturasi sangat berkaitan erat dengan

organisasi manajemen media yang berorientasi pada structural determination

berpijak pada teori pluralisme liberal, yang kemudian dikembangkan dalam

strukturasi. Dalam perspektif teori pluralisme liberal, pekerja media bukan

budak ideologi dominan dan kelas berkuasa. Demikian juga manajemen media

bukanlah sebuah organisasi yang tunduk pada kepentingan pemilik media atau

kelas dominan yang berkuasa. Teori yang banyak dianut oleh media di dunia

Barat secara ”resmi” ini mengasumsikan media sebagai entitas yang terpisah

dalam manajemen dari pemilik modal. Pada titik inilah kemudian teori

pluralisme liberal sering mendapat kritik, terutama dari penganut pandangan

kritis.

Sebuah prestasi yang gemilang bagi MNC, adalah ketika mampu

membaca selera pemirsa Indonesia, hasilnya adalah seluruh jaringan televisi

yang dibawah naungan MNC semakin diminati oleh pemirsa atau pasar.

Dengan bukti, semakin banyaknya penghargaan yang diperoleh industri

Page 93: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

81

televisi yang dibawah asuhan MNC. Artinya MNC sebagai konglomerasi

media massa mampu menepis kritik sosial budaya yang berkembang, jika

banyak kalangan pengamat media yang mengatakan bahwa MNC adalah

konglomerasi, dan jika konglomerasi hanya mementingkan keuntungan dan

bisnis semata, tanpa melihat dampak dari masyarakat, jika demikian sama

dengan dengan kapitalisme. Namun hal tersebut mampu di tepis oleh pihak

MNC, terlebih lagi dengan adanya program-program yang sifatnya membantu

(secara finansial) kaum pinggiran, program “Minta Tolong” dan “Bedah

Rumah” adalah sejumlah program penyiaran yang setidak sudah membantu

dan berpartisipasi kaum miskin dimanapun tempatnya. Oleh karena itu, tidak

sepenuhnya benar apabila MNC dikatakan hanya mementingkan bisnis saja.15

Media elektronik memainkan suatu peran yang amat vital dalam interaksi

kontemporer yang telah ditetapkan oleh peraturan. Dalam teori demokrasi

modern, kebebasan pers dan peranan media selalu dianggap sebagai sebuah

indikator demokrasi, dalam semboyan demokrasi dinyatakan, tidak akan ada

demokrasi tanpa kebebasan pers. Pengalaman demokrasi di negara maju

menunjukkan bahwa demokrasi hanya mungkin jika terdapat persaingan

politik yang di dukung oleh aliran informasi yang bebas16. Yaitu, para pemilik

modal di perusahaan media, ancaman yang terakhir ini bukan saja ancaman

terhadap pekerja industri penyiaran, akan tetapi sekaligus merupakan ancaman

terhadap kematangan demokrasi itu sendiri, isi media, informasi, dan beberapa

15 Sen, Krishna dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia,(Jakarta: ISAI, 2001), bab 4. Televisi:Lintas Batas, Transmisi dan Citra Lokal.

16 James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global, (jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1998). h. 70-71.

Page 94: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

82

kegiatan penyiaran publik, akan tayang apabila sudah mendapatkan

persetujuan dari pemilik modal itu sendiri.

Dan hal ini pun pernah terjadi di dalam tubuh MNC Grup, yaitu dalam

pemberitaan terhadap kasus 27 Juli 1996 (penyerangan kantor PDI Perjuangan

di Jl. Diponegoro, Jakarta) dan terbukti bahwa media-media seperti RCTI

lebih menampilkan narasumber pemerintah dan militer dalam menanggapi

kasus ini. Penulis dalam hal ini, tidak mengatakan hal demikian adalah buruk

untuk dilakukan. Akan tetapi, hal demikian bukanlah hal yang benar untuk

dilakukan sebagai media penyiaran sekelas MNC, tentu saja dalam hal ini

MNC, menurut penulis sama sekali tidak memberikan data yang seimbang

bagi masyarakat, seharusnya yang dilakukan oleh MNC adalah mendatang

kedua narasumber dari yang bersangkutan dalam kasus tersebut, jadi dalam

hal ini yang dilakukan oleh pihak MNC adalah hanya mendatangkan dari satu

pihak narasumber yang bersangkutan saja, mungkin demikianlah yang oleh

penulis sebut sebagai monopoli informasi17.

Sistem bisnis media yang demokratis sangat penting untuk diciptakan,

selain agar media massa mampu membatasi dirinya dari kekuatan-kekuatan

yang mungkin saja bisa membahayakan bagi kelangsungan demokrasi itu

sendiri. Namun suatu saat, kekuatan tersebut terkooptasi atau berkolaborasi

dengan kekuatan politik tertentu dalam menjalankan agenda politik tersendiri.

17 Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelana-tambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikat-pekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010.

Page 95: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

83

Bila hal ini terjadi, tentu saja akan membahayakan proses demokrasi yang

sedang kita impikan bersama. Karena hal ini pun pernah terjadi di masa Orde

Baru yang hampir sepenuhnya menghegemoni kekuatan media massa,

khususnya RCTI dan MNC. Hasilnya sebagaimana kita ketahui, hampir

sepenuhnya informasi dan berita yang mengandung kebenaran tersebut, tak

pernah boleh disiarkan oleh pemerintah dan beberapa oknum yang merasa

terancam posisi dan reputasinya oleh hadirnya berita tersebut.

Memang tidak mudah berjuang untuk melahirkan media yang demokratis,

selamanya kita akan selalu berhadapan dan dihadapkan dengan pihak-pihak

yang penuh kekuasaan, kekayaan, dan keahlian khusus dalam arus

perkembangan tekhnologi media massa. oleh karena itu dalam hal ini sangat

dibutuhkan peran masyarakat secara bersama untuk mencegah terjadinya hal-

hal yang dahulu pernah terjadi. Hal ini penting karena media penyiaran

mempunyai fungsi sosial dalam membangun karakter nasional dalam

penyampaian informasi kepada seluruh masyarakat berkembang.

D. Konglomerasi MNC dalam Ekonomi-Politik

Holding company di mana bernaung puluhan bahkan ratusan perusahaan,

di satu pihak memang merupakan konsekuensi dan akibat dari kebijakan

ekonomi pemerintah yang diperlukan untuk pembangunan. Bahwa tujuan dari

perusahaan ini adalah mencari laba sebesar-besarnya (profit center) sebagai

efisiensi, konglomerasi ini jelas menghimpun perusahaan-perusahaan yang

Page 96: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

84

beragam untuk dapat meningkatkan laba yang sebesar-besarnya dan membagi

kemungkinan rugi jika terjadi.

Menurut Kaye dan Yuwono menyatakan bahwa diversified holding

companies atau “Conglomerates” dipandang struktur konglomerat tidak

efisien dan tidak fokus dan unit bisnis dalam konglomerasi yang memiliki

kinerja baik untuk merefleksikan kinerja baiknya pada harga saham

perusahaan.18 Namun argumen tersebut dengan mudah dipatahkan oleh sikap

MNC yang selalu konsisten dan fokus dalam bidangnya, selain itu program-

program yang dikerjakan oleh pihak MNC hampir sepenuhnya menarik

investor untuk bekerjasama dalam beberapa program, seperti penyiaran “Liga

Champion”, “Indonesian Idol” yang ditayangkan secara langsung oleh RCTI.

Belum lagi jika dibeberkan beberapa program yang dimiliki oleh Global TV

yang bekerjasama dengan MTV dan Nickelondeon. Mungkin bagi industri

penyiaran lain selain MNC yang juga memiliki beberapa industri media,

argumen tersebut ada benarnya, namun tidak bagi MNC, karena selama ini

MNC telah membuktikannya secara nyata.

Hasil penelitian lain Kaye dan Yuwono menunjukan bahwa konglomerasi

memberikan dampak negatif pada nilai perusahaan. Jika terobsesi

menciptakan empire building, mengorbankan nilai bagi pertumbuhan,

membayar tinggi dalam akuisisi, tetap bertahan pada bisnis yang tidak pernah

sukses (atau lebih biak di pegang oleh pihak lain), dan gagal mengembangkan

18 Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.

Page 97: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

85

struktur yang menekankan disiplin dan budaya yang mempertahankan

pertumbuhan nilai. Tetapi kegiatan konglomerasi ini menunjukan bahwa tidak

semua mengandung konotasi yang negatif.19 Konotasi negatif tersebut hanya

terdapat oleh industri penyiaran yang hanya mementingkan keuntungan

semata.

Kesuksesan yang diraih MNC dalam arus media, bukanlah hal yang

setengah-setengah, faktanya setelah MNC mengakuisisi TPI, tidak lama

pendapatan yang dihasilkan oleh MNC meningkat 51% dari nilai tahun lalu,

mencapai 326 miliar rupiah atau sekira $51 juta. Total pendapatan kotor naik

51% menjadi 2,2 triliun rupiah atau sekira $350 juta.20 Belum lagi jika

dihitung dengan pendapatan total yang dihasilkan oleh perusahaan media yang

berada di bawah naungan MNC yang setiap bulannya terus meningkat. Oleh

karena itu salah apabila penelitian kaye dan Yuwono ditujukan kepada pihak

MNC. Saat ini, kontribusi TPI terhadap MNC adalah sekitar 14 persen dari

total pendapatan konsolidasi perseroan. Di luar TPI, bisnis utama MNC terdiri

dari Stasiun TV RCTI, Global TV, media ce,(afc harian, tabloid mingguan

dan jarjngan radio. Hingga 30 September 2009, pemegang saham MNC terdiri

dari PT Global Mediacom Tbk sebesar 71,14 persen, Mediacorp Investment

19 Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.

20 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra pada Tahun 2008.

Page 98: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

86

sebesar 6,85 persen, dan sisanya 22,01 persen dimiliki oleh publik dengan

kepemilikan masing-masing kurang dari 5 persen21.

Secara umum bisa dikatakan bahwa prospek konglomerasi MNC adalah

cerah, secerah ekonomi Indonesia sendiri di masa depan, sejauh para

pelakunya-konglomeratnya sendiri bisa menempatkan diri sesuai sebagai

anggota masyarakat Indonesia seutuhnya. Prospeknya baik tersebut tentunya

didukung oleh banyaknya peluang yang terbuka seperti globalisasi ekonomi

dunia, yang berarti semakin eratnya ekonomi indonesia menjadi bagian yang

tak bisa dibatasi secara tegas dari ekonomi dunia.

Dalam pada itu, kecenderungan global terutama dalam bidang ekonomi

dan pertumbuhan ekonomi regional menuntut perlu tumbuhnya perusahaan-

perusahaan besar seperti MNC yang dapat diandalkan di dalam menghadapi

persaingan dari luar negeri pada satu sisi, dan pada sisi yang lain perusahaan-

perusahaan tersebut tidak menimbulkan ketimpangan di dalam negeri.

E. Regulasi Kepemilikan MNC

1. MNC di lihat dari UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bahwa

penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional yang

memiliki prinsip dasar keberagaman kepemilikan dan keberagaman

21 Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010.

Page 99: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

87

program siaran dengan pola siaran yang memiliki pengaruh besar dalam

pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak. Bahwa penerapan

kebijakan penyelenggaraan penyiaran pada dasarnya harus

mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran, kecenderungan

permintaan pasar, ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi lingkungan serta

yang terpenting adalah terjaminnya masyarakat untuk memperoleh

informasi.

Konflik kepentingan antara negara dan market di satu sisi serta

organisasi media dan publik pada sisi lain seperti di atas tampak kemudian

berlanjut pada setelah regulasi penyiaran tersebut (UU Penyiaran No. 32

tahun 2002) disahkan. Karenanya, keseluruhan tarik-menarik kepentingan

seputar penyusunan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang pada banyak

sisi melibatkan interaksi kekuasaan yang menjadi menarik untuk dijadikan

isu penelitian terutama bila dikaitkan dengan faktor ekonomi-politik

media massa.

Dalam hal ini ada beberapa Pasal yang di analisa sebagai pelanggaran,

yaitu:

a. UU N0. 32 tahun 2002 Pasal 5 (huruf g) tentang Arah Penyiaran,

menyebutkan bahwa: “Mencegah monopoli kepemilikan dan

mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran”.22

22 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 7

Page 100: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

88

Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran,

bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi

beberapa perusahaan yang bergerak dalan media massa. Secara umum,

hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti :

Ownership atau Kepemilikan Media seharusnya merupakan

representasi masyarakat, sehingga isinya harus mewakili keragaman

yang ada di masyarakat. Apabila media dimiliki oleh beberapa orang

yang sama dalam satu naungan perusahaan, maka isinya akan

cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda mempunyai

pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut.

Monopoli ini terjadi apabila sebuah perusahaan media

mendominasi produksi dan distribusi dalam suatu lingkup industri

tertentu, baik secara nasional maupun lokal (Campbell, 2006: 457).23

Dahulu, TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia. Namun, pada

awal 90-an diperbolehkan mengudaranya stasiun televisi swasta,

lambat laun perusahaan-perusahaan ini melepaskan monopolinya

dengan adanya perkembangan secara demokrasi.

Namun, kasus-kasus monopoli ini pun menimpa kalangan swasta,

seperti dugaan monopoli kepemilikan media oleh kelompok MNC.

Misalnya saja seorang individu yaitu Hary Tanoesoedibjo sebagai

CEO yang memiliki saham lebih dari 75 persen pada lebih dari satu

stasiun televisi. Saat ini, masih banyak usaha dilakukan untuk

23 Dalam situs http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010.

Page 101: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

89

menghentikan monopoli RCTI, TPI dan Global TV yang dipegang

oleh satu pemilik dalam satu atap perusahaan media.

Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam

regulasi karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun,

karena konten media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam

masyarakat, media diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan

keuntungan tetapi juga memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan

tertanam dalam benak masyarakat.

b. UU No. 32 tahun 2002 Pasal 18 Tentang Lembaga Penyiaran Swasta

Ayat 1 : “Pemusatan kepemilikan dan pengusaan Lembaga Penyiaran

Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah

siaran maupun di beberapa wilayah, dibatasi”.24

Pemusatan dan kepemilikan media penyiaran memang menjadi

salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini

beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu RCTI,

TPI dan Global TV merupakan televisi dengan pemilik dan saham

yang sama dengan tujuan saling mendukung operasi dari masing-

masing media. Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran

yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah.

Maka menjadi wajar adanya ketika muncul berbagai kekhawatiran.

24 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 14.

Page 102: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

90

Lahirnya sistem media yang terkonsentrasi kepemilikannya di tangan

segilintir raksasa kapitalis sebenarnya telah melanggar semangat

kebebasan pers berdasarkan teori-teori demokrasi yang ada. Akibatnya

adalah jurnalisme akan dikontrol oleh orang yang diuntungkan oleh

ketidakadilan ini dan yang menginginkan bertahannya status quo.

Status quo adalah keadaan atau situasi sosial politik yang dikondisikan

oleh suatu sistem pemerintahan pada jangka waktu tertentu.

Publik juga memandang industri penyiaran sebagai realitas yang

tidak membahayakan, karena momentum penyusunan regulasi penyiaran

yang baru ini harus memberi garis yang tegas bagi aktivitas industri

media, sehingga nilai-nilai publik dalam dunia penyiaran tetap terjaga.

Ayat 2 : “Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang

menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran

Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara

Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta

antara Lembaga Penyiaran Swasta dan antara lembaga penyiaran

swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung,

dibatasi.

Keragaman kepemilikan alias diversity of ownership lambat laun

menjadi antitesis dari monopoli kepemilikan lembaga penyiaran

televisi yang hingga kini masih didominasi oleh pengusaha-pengusaha

”pusat”. Dengan demikian diharapkan tercipta iklim penyiaran yang

sehat karena terbebas dari monopoli kepemilikan.

Page 103: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

91

Tanpa pengaturan yang luwes sesuai dengan kondisi sosiologis

masyarakat, kebebasan cross ownership berpotensi menjurus pada

monopoli informasi. Hal ini jelas bertentangan dengan wacana

kebebasan pers yang susah payah dikembangkan.

Di satu sisi tumbuh media dalam berbagai lini yang berbeda,

namun di sisi yang lain, kepemilikan dari media semakin memusat

pada segelintir orang saja. Pengusaha media lebih banyak memikirkan

untung, para redatur yang berorientas politik lebih sering cari aman.

Sementara wartawan lapangan yang berkerja dalam sturuktur kapitalis

teralienasi dari pekerjaan dan hasil kerjanya. Publik yang selalu

diposisikan lemah hanyalah objek “Pelengkap Penderita” yang tidak

punya kekuasan apa-apa. Publik malah dienakan oleh iklan yang

membius dan mau tidak mau secara berlahan namun pasti masuk

lingkaran kapitalisme dengan membeli prodak yang ditawarkan.

Jadi siasat kapitalisme dalam media sudah sedemikian liciknya,

sehingga hampir tidak ada celah lagi untuk melalukan protes dan

penolakan. Jangan-jangan, media massa hari ini tidak tertolong lagi,

dalam artian menafikan sama sekali kepentingan publik secara tidak

mampu lagi menjadi ruang publik itu sendiri. Media massa hari ini

telah dalam cengkeraman kapitalisme yang licik itu sehingga

keberadaannya tidak lebih dari institusi yang menjadi sarana bagi

pemilik modal untuk semakin menggelembungkan modalnya.

Page 104: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

92

Bagaimanapun, persoalan kepemilikan media yang terpusat

memiliki risiko tersendiri bagi perkembangan demokrasi, kebebasan

pendapat, dan tumbuhnya iklim industri media yang sehat. Dalam

banyak analisis, terkonsentrasinya kepemilikan media penyiaran di

tangan satu atau sekelompok orang pengusaha menjadikan media

penyiaran sebagai alat untuk kepentingan pengumpulan laba sebesar-

besarnya. Hal ini bukan saja tidak sehat bagi perkembangan industri

media karena persaingan yang tidak wajar. Belum lagi konsentrasi

kepemilikan tersebut dikaitkan ke ranah politik: monopoli

kepemilikan media memberi dampak yang lebih buruk karena

lazimnya pemilik media akan menggalang opini publik secara massif

kepentingan politiknya.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Seperti yang telah kita ketahui, UU No. 40 Tahun 1999 mengawali

masa baru dunia pers Indonesia, yaitu masa kebebasan Pers. UU ini benar-

benar membawa perubahan yang besar karena dikeluarkan setelah pers

melalui era kepemimpinan otoriter dimana kebebasan pers benar-benar

tunduk dibawah pemerintahan yang berlaku. Sebelum UU ini keluar,

aturan untuk menerbitkan suatu media pemberitaan sangatlah ketat. Belum

lagi adanya pengawasan penuh pemerintah terhadap isi pemberitaan yang

dapat mengakibatkan dibrendelnya suatu media hanya karena artikel dari

media tersebut dinilai tidak berpihak kepada pemerintah yang berkuasa

Page 105: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

93

saat itu. Tidak heran, jika kemudian pihak pers menyambut antusias UU

ini. Melalui UU No. 40 tahun 1999 ini, diharapkan dunia pers Indonesia

dapat berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena

tidak berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan

kata lain pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana.

Tidak adanya aturan mengenai sentralisasi kepemilikan media, sebagai

akibatnya sekarang terjadi sentralisasi kepemilikan media kepada

golongan tertentu di Indonesia. Padahal sentralisasi kepemilikan media

dapat berefek pada termonopolinya informasi, atau pengendalian arus

informasi oleh kalangan tertentu sehingga pada akhirnya informasi yang

diperoleh oleh masyarakat hanyalah informasi yang telah disusun oleh

sekelompok pihak dengan kepentingan mereka masing-masing.

Masyarakat hanya mengetahui kenyataan yang sepotong alias tidak

utuh dan akhirnya mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi yang

diinginkan oleh kelompok kepentingan yang memiliki media ini. Apalagi

bila disadari bahwa penguasaan media dan pemilikan pribadi telah

memberi peluang bagi kepentingan komersial yang mempengaruhi isi

media.

Dalam hal ini ada beberapa Pasal pada UU No. 40 Tahun 1999 yang di

analisa sebagai pelanggaran, yaitu:

a. UU No. 40 Tahun 1999 Bab IV Pasal 14 Tentang Perusahaan Pers

Page 106: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

94

“Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan keluar negeri,

setiap warna negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor

berita”.25

Walaupun mendirikan perusahaan Pers adalah suatu hak dan

kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia, namun tetap harus ada

aturan dan persyaratan yang jelas. Misalnya mengenai sumber dana

pendirian perusahaan Pers, atau latar belakang orang yang

mendirikannya sehingga tidak terjadi penyalahgunaan hukum yang

mengakibatkan pendirian sebuah perusahaan Pers hanya untuk kedok

pencucian uang saja. 26

Tidak adanya aturan khusus dan menyeluruh mengenai tata cara

pendirian sebuah media, sehingga sebagian institusi media atau

perusahaan pers didirikan sebagai alat pencucian uang untuk sebagian

oknum masyarakat Indonesia.

b. UU No. 40 Tahun 1999 Bab VII Pasal 17 Ayat 2 (huruf a dan b)

Tentang Peran Serta Masyarakat

25 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 166 26 http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April

2010.

Page 107: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

95

a. “Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran

hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh

pers”.

b. “Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam

rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional”.27

Contoh kasus yang diangkat adalah pada “Seputar Indonesia” di

Yogya Malam Tahun Baru tidak ada apa-apa (Hanya Polisi memang

sempat menemukan 2 bungkusan "bom" yang berisi Kotoran/ Kulit Anjing

di Gamping dan Pasir/Kaca di Bausasran) dan Tidak ada Konferensi Pers

pada hari sesudahnya (1 Januari 2001). Memang ada musibah : 1 Orang

terkena lemparan mercon, tetapi ini justru tidak diberitakan. RCTI di

Seputar Indonesia, Senin malam 1 Januari 2001 memberitakan "Polisi

Yogya telah MENJINAKKAN 2 BOM" dan diberi Ilustrasi Konferensi

Pers di Mapolda DIY TANPA DISERTAI caption "DOK.RCTI"

(sehingga seolah-olah memang ada Konferensi Pers sehari sesudahnya).28

Deregulasi pada media adalah tren yang berbahaya, memfasilitasi

peningkatan konsentrasi kepemilikan media, dan kemudian mengurangi

kualitas dan keragaman keseluruhan informasi disampaikan melalui

saluran media utama.

Akibatnya, jika perusahaan mendominasi pasar media memilih untuk

menekan cerita yang tidak melayani kepentingan mereka, masyarakat

27 Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 168 28 http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26

April 2010.

Page 108: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

96

menderita, karena mereka tidak cukup informasi tentang beberapa

masalah penting yang dapat mempengaruhi mereka.

Persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian pemilik

dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung jawab

moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk

bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat.

Tampaknya, penolakan keras larangan cross ownership di RUU

Penyiaran oleh praktisi dan pemilik media penyiaran bukanlah semata-

mata keinginan untuk mendapatkan kebebasan berusaha seiring dengan

makna kebebasan pers. Namun, juga ada alasan lain, yaitu bagaimana

pemilik media penyiaran dengan kekuatan modalnya melalui free trade

memperoleh keuntungan yang sebesar-besar dari bisnis ini.

Page 109: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah menjelaskan dan menganalisis pembahasan-pembahasan yang telah

dikemukakan di atas, maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan yang dapat

diambil, antara lain:

1. Seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin banyak

pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di luar

sana, karena media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah

satu kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah

industri yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk.

Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran No. 32

tahun 2002, bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi

beberapa perusahaan yang bergerak dalam media massa. Secara umum,

hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti : Ownership atau

Kepemilikan Media seharusnya merupakan representasi masyarakat, sehingga

isinya harus mewakili keragaman yang ada di masyarakat. Apabila media

dimiliki oleh beberapa orang yang sama dalam satu naungan perusahaan,

97

Page 110: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

98

maka isinya akan cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda

mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut.

2. Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam regulasi

karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun, karena konten

media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam masyarakat, media

diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan keuntungan tetapi juga

memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan tertanam dalam benak masyarakat.

Dalam hal ini beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu

RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan pemusatan penguasaan lembaga

penyiaran yang dilakukan MNC.

3. Selain itu, persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian

pemilik dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung

jawab moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk

bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat. Publik juga memandang

industri penyiaran sebagai realitas yang tidak membahayakan, karena

momentum penyusunan regulasi penyiaran yang baru ini harus memberi garis

yang tegas bagi aktifitas industri media, sehingga nilai-nilai publik dalam

dunia penyiaran tetap terjaga. Dengan kekuatan konglomerasi ini dapat

meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana

Page 111: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

99

memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai

produk atau menciptakan produk dan layanan baru.

4. Bahwa prospek konglomerasi MNC adalah cerah, secerah ekonomi Indonesia

sendiri di masa depan, sejauh para pelaku konglomeratnya sendiri bisa

menempatkan diri sesuai sebagai anggota masyarakat Indonesia seutuhnya.

Walaupun secara garis besar yang kita tahu bahwa MNC merupakan suatu

perusahaan yang menaungi beberapa perusahaan media di bawahnya. Namun,

kepemilikan saham tetap di share kepada beberapa orang pemegang saham

pada perusahaan tersebut.

B. Saran

Banyak sekali pelajaran berharga dari pengalaman sebuah penelitian di Media

Nusantara Citra, Tbk (MNC). Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, maka

ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, antara lain:

1. Semua pihak; lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan media cetak atau

media penyiaran lokal sebaiknya terus bergerak untuk memajukan demokratis

pada praktik penyiaran ini. Di sisi lain, itikad baik pemerintah dan lembaga

ekstraeksekutif (KPI) senantiasa diharapkan karena penyiaran mempunyai

dampak yang luar biasa pada masyarakat sehingga penanganan pelanggaran

penyiaran seharusnya menjadi prioritas.

Page 112: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

100

2. Seorang wartawan sebaiknya dalam menyampaikan informasi hendaknya

bersikap jujur, tidak memutar balikan fakta memberikan informasi yang

akurat, dengan cara chek and recheck kembali informasi yang di peroleh

tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Serta bertanggung jawab terhadap

hasil liputannya. Melalui peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,

diharapkan dunia pers atau perusahaan media massa di Indonesia dapat

berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena tidak

berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan kata lain

pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana.

3. Dosen-dosen dan mahasiswa Fakultas Dakwah lebih memperdalam diskusi

dan penelitian tentang media yang menunjang perkuliahan dengan

mengembangkan pola pikir yang kritis.

Page 113: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

101

DAFTAR PUSTAKA

Abimayu, Anggito. “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

Assegaff, Djafar H.. Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, Jakarta: Warta Ekonomi, 1994, Cet-1.

Barker, Chris. Cultural Studies Theory and Practice, London: Sage Publication, 2004.

Barret, Boyd, Oliver. The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, New York: Arnold, 1995.

Barrett, Boyd, Oliver and Chris Newbold (eds.). Approaches to Media: a Reader, London : Arnold, 1995.

Ben H.,Bagdikian. The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997.

Churc, Jefferey and Ware, Roger. Industrial Organization: A Strategic Approach, The McGraw Hill, Siangapore, 2000.

Currant, James and Gurevitch, Michael (eds). Mass Media and Society, Edward Arnold: London and New York, 1992.

Demsetz, Harold. Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 April 1973.

Gie, Kwik Kian. “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat”, Jakarta: Gramedia,1994.

Golding, Peter dan Murdock, Graham (Ed). The Political Economy Of The Media, Volume 1, Cheltenhamuk: Edward Elgar Publishing Limited, 1997.

Hamid, Edy Suandi. “Perilaku Industri Dan Konglomerasi Di Indonesia”, Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

Hidayat, Dedi N.. “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Ikbar, Yanuar. Ekonomi Politik Internasional, Bandung: Angkasa, 1995.

Page 114: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

102

Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet. Ke-2.

Kaye, Cris, dan Jeffrey, Yuwono (2003). Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.

Kriyantono, Rahcmat. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Edisi Pertama.

Martin, Stephen. Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, New Jersey: Prentice Hall, 1993.

Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006.

Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication, London: SAGE Publication, 1996.

Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulais Penyiaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Edisi pertama.

Murdock, Graham dan Golding, Peter. Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992.

Nugroho, Bimo, Eriyanto, dan Sudiarsis, Franz. Politik Media mengemas Berita, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999.

Pindyck, Robert S. dan Rubinfeld, Daniel L.. Mikro Ekonomi, Jakarta, PT Indeks, 2001, Edisi ke-5, Jilid ke-2.

Priasmono P,dkk. Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, Jakarta: LPSI, 1994.

Rahayu, Lin Tri. Observasi dan Wawancara, Jawa Timur, Bayumedia, 2004.

Severin, Werner J.– James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Ed ke-5, Cet. 2.

Sudibyo, Agus. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LkiS, 2004, Cet-1.

Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia, 2005, Cet-1.

Undang-Undang Penyiaran dan Pers, Bandung, Fokus Media, 2005.

Yvona S.,Lincoln, dan Guba, Egon G., Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage Publication, 1995.

Page 115: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

103

Referensi Internet

http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1-colorff0000bkepemilikan-silang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasan-pers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010.

Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008.

Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelana-tambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikat-pekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010.

Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.

Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010.

http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010.

http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April 2010.

http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26 April 2010.

Page 116: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

Wawancara

Narasumber : Bapak Gilang Iskandar (Secretary Corporate MNC)

Hari/ Tanggal : Kamis, 18 Februari 2010

1. Bagaimana latar belakang berdirinya MNC?

Jawab:

PT. Bhakti Investama Tbk merupakan perusahaan multimedia yang

bergerak di bidang finansial yang berlokasi di Jakarta, Indonesia, didirikan

pada tahun 1982. Perusahaan ini memegang mayoritas kepemilikan saham

Global Mediacom (sebelumnya bernama Bimantara Citra). Pada tahun

didirikan tahun 1981 dengan nama PT. Bimantara Citra Tbk, perusahaan ini

mengembangkan lebih dari 19 juta pengusaha. Perusahaan yang sekarang

bernama PT. Global Mediacom Tbk ini mendirikan RCTI pada tahun 1989

dan diresmikan sebagai stasiun televisi swasta pertama. Sempat juga

menghimpun MTV Asia dan Nickelodeon Indonesia pada tahun yang sama.

Pada tahun 1991, merintis berdirinya PT. Sindo Citra Media (sekarang

bernama PT. Surya Citra Media), dan mendirikan Trijaya FM dan Surya Citra

Televisi (SCTV). TPI, diambil alih pada tahun 2003 menyusul Global TV

(2001), Radio Dangdut TPI, Koran SINDO (tahun 2005), majalah TRUST,

tabloid Genie (tahun 2004), ARH Global dan Women Radio (masing-masing

didirikan tahun 2005), Realita, Mom and Kiddie, serta portal Okezone.com.

Sejak tahun 2001.

Page 117: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

Pada tahun 1997, atas permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti

Investama, menghimpun semua stasiun yang didirikan tahun 1987-1991

dalam satu kelompok bernama Media Nusantara Citra.

Kecenderungan bisnis global yang sukses adalah bisnis yang fokus, pada

tahun 1998 semua perusahaan yang bergerak dengan berbagai macam barang

melebur dan akhirnya terfokus pada media, maka MNC bukanlah

konglomerasi.

2. Bagaimana pengelolaan media di bawah naungan MNC?

Jawab:

- Hal ini dilakukan level masing-masing media platform (Penyiaran TV,

Penyiaran Radio, Cetak, dan Online).

- Atau dilakukan juga pada level lintas media platform (TV dengan Radio,

TV dengan surat kabar harian, Surat kabar harian dengan online, dan lain

sebagainya).

MNC mengimplementasikan konsep-konsep dasar yang disingkat dengan

CARR (Content, Awareness, Reception, and Reach). Prioritas strategis MNC

telah dipusatkan pada penerapan konsep-konsep tersebut, antara lain:

perbaikan kualitas program, pelaksanaan promosi program baik on-air

maupun off-air, perbaikan sarana-sarana transmisi dan penyiaran, serta

perluasan jangkauan siaran. Hasilnya, MNC memperlihatkan peningkatan

yang signifikan dalam pangsa pemirsa di RCTI, TPI, dan Global TV. Konsep-

konsep ini kemudian diterapkan pada semua bentuk media lainnya yang

Page 118: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

dimiliki MNC. Ketiga televisi Free-to-Air yang dimiliki MNC secara

keseluruhan memiliki pangsa pasar yang terbesar dalam hal jumlah pemirsa

dan belanja iklan.

3. Bagaimana pengaruh MNC terhadap media yang dibawahnya?

Jawab:

MNC bertindak sebagai holding company yang menggariskan policy,

strategi, target, program-program, dan untuk group atau unit usaha.

4. Bagaimana cara MNC mengelola media yang berbeda seperti radio, TV,

media online, majalah?

Jawab:

Dalam hal ini pengelolaan media MNC dilakukan koordinasi di masing-

masing atau juga antar media platform, seperti: penyiaran TV, penyiaran

radio, cetak, dan online. Memanfaatkan platform media yang terintegrasi

untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru.

5. Siapa yang menentukan kebijakan (policy) MNC?

Jawab:

Yang menentukan policy MNC adalah Board of Director (BOD). Direksi

bertanggung jawab penuh untuk mengelola Perseroan secara hati-hati dan

sesuai dengan peraturan yang berlaku, demi kepentingan dan sejalan dengan

tujuan Perseroan.

Page 119: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

Direktur, baik perorangan maupun secara kolektif, harus bertindak tepat,

hati-hati, dan mempertimbangkan seluruh aspek dalam menjalankan tugas

mereka dan menghindari benturan kepentingan. Tugas-tugas umum dan

tanggung jawab Direksi ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar

Perseroan. Tugas dan tanggung jawab utama mereka adalah:

- Menentukan kebijakan Perseroan dengan mengindahkan tata kelola dan

manajemen Perseroan.

- Menetapkan strategi dan rencana anggaran secara berkala, serta mengukur

kinerja dengan mengacu pada tujuan, strategi, dan rencana tersebut.

- Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk kebijakan pengangkatan

dan pemberhentian, gaji, pensiun, dan manfaat lainnya.

- Mewakili Perseroan dalam semua kegiatan Direksi dengan pihak internal

dan kesepakatan bisnis dengan pihak eksternal.

- Menjalankan aktivitas lainnya dengan mengindahkan Anggaran Dasar

Pereroan atau petunjuk Rapat Dewan Komisaris maupun Rapat Umum

Pemegang Saham.

Dilakukan rapat Komisaris dan Direksi selama menjalankan tugasnya,

Direksi bertemu secara berkala atau jika diperlukan. Dewan Komisaris dan

Direksi melakukan rapat sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun untuk

mengevaluasi sasaran bisnis dan mendiskusikan masalah tertentu berkenaan

dengan perkembangan Perseroan.

Page 120: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

Dewan Komisaris

Dewan Komisaris bertugas dan berkewajiban untuk mengawasi dan

memberikan saran kepada Direksi berkenaan dengan kebijakan Perseroan.

Dewan Komisaris secara terus-menerus memantau efektivitas dari kebijakan

Perseroan dan proses pengambilan keputusan oleh Direksi, termasuk

pelaksanaan strategi untuk memenuhi harapan pemegang saham.

Segenap tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris secara umum

ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pokok-pokok

tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah:

- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai laporan

keuangan tahunan, rencana pengembangan Perseroan dan hal-hal penting

lainnya.

- Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan dan dalam hal Perseroan

menunjukan gejala kemunduran maka dengan segera memberikan saran

mengenai langkah-langkah perbaikan yang harus ditempuh.

- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai setiap

persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengelolaan Perseroan.

6. Apa untungnya bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC?

Jawab:

Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio,

dan lain-lain. Bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa

lebih efisien dan efektif.

Page 121: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

7. Apa saja faktor pendukung berdirinya unit media dibawah naungan MNC?

Jawab:

Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan

prospek bisnis atau peluang usaha.

8. Strategi apa yang digunakan oleh MNC dalam persaingan?

Jawab:

Strategi yang digunakan yaitu konsumen yang fokus (Segmented

audience, listener, viewers, and readers) dengan sajian isi atau konten yang

bagus dan disukai oleh konsumen tersebut, yaitu:

• Fokus pada program-program atau content yang berkualitas tinggi untuk

meningkatkan pangsa pemirsa dan pendapatan iklan.

• Memanfaatkan content library yang terus berkembang untuk

meningkatkan pendapatan.

• Mengembangkan bisnis media cetak dan radio dengan fokus pada

masyarakat perkotaan dan content yang bersifat lokal.

• Memaksimalkan content pada berbagai platform yang sedang berkembang

diIndonesia, seperti media online.

• Menerapkan tolok ukur efisiensi yang baik untuk bisnis yang sudah ada

serta bertindak dengan penuh kehati-hatian untuk bisnis baru.

Page 122: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

9. Kendala internal dan eksternal apa saja yang di hadapi MNC dalam

persaingan industri penyiaran?

Jawab:

Kendala-kendala yang dihadapi MNC dalam persaingan industri

penyiaran yaitu

a. Internal : Mensinergikan kultur (budaya) dan ukuran (size) bisnis yang

berbeda antar unit usaha penyiaran.

b. Eksternal : Berubah-ubahnya Regulasi Penyiaran dan selera konsumen.

10. Kekuatan apa yang dimiliki MNC dalam persaingan industri penyiaran?

Jawab :

Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan

mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari

sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta

memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV,

Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan

basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan

periklanan di Indonesia.

Media Nusantara Citra adalah perusahaan media massa terbesar di

Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai

platform media yang saling mendukung, seperti:

• Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada

berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga.

Page 123: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

• Memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang

menarik bagi pemirsa.

• Manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.

11. Bagaimana tata cara pengelolaan MNC?

Jawab:

Pengelolaan MNC yaitu diadakannya meeting regular BOD yang secara

berkala, Managers forum, asistensi dari group ke unit-unit usaha.

MNC secara konsisten menempatkan tata kelola Perseroan sebagai alat

yang efektif untuk menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas,

tanggung jawab, kewajaran, dan kemandirian dalam kegiatan usaha dan

segenap operasional Perseroan. MNC menjalankan tata kelola Perseroan yang

baik sebagai alat untuk memastikan adanya suatu garis wewenang dan

tanggung jawab yang jelas dalam sebuah lingkungan terbuka dimana

integritas diharapkan dapat tumbuh dengan baik.

Hal-hal terpenting dalam kebijakan dan penerapan tata kelola Perseroan

adalah sebagai berikut:

- Peran dan tanggung jawab yang jelas dan terpisah antara Komisaris dan

Direktur.

- Fokus pada strategi dan rencana usaha yang terarah.

- Perilaku bisnis yang baik.

Page 124: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

- Keterbukaan dan kesepakatan yang adil dengan pemangku kepentingan.

- Perlindungan hak-hak terhadap pemegang saham minoritas.

- Penekanan pada manajemen risiko dan antisipasi risiko.

- Peningkatan pengawasan dan kendali operasional melalui Komite Audit

dan Divisi Internal Audit.

- Sistem pengambilan keputusan yang efektif.

- Pengumuman dan penyebarluasan informasi yang materil kepada pemangku

kepentingan secara tepat waktu dan akurat, serta

- Memiliki rasa tanggung jawab terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan

pembangunan.

12. Penekanan apa saja untuk memajukan sinergi di antara unit-unit usaha media?

Jawab:

Penekanannya melalui Cost Efficiency dan Effectiveness (Keefektifan).

MNC menyadari pentingnya sinergi dan integrasi diantara anak-anak

perusahaan medianya untuk mencapai tingkat operasional yang lebih tinggi,

memaksimalkan kinerja, dan bersaing secara efektif dalam pasar yang sangat

kompetitif. Sinergi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, operasional

yang lebih efisien, dan posisi yang lebih kuat di industri. Rasio marjin

keuangan MNC merupakan salah satu yang tertinggi di industri media.

Page 125: KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

13. Jika salah satu media industri penyiaran sedang mengahadapi suatu masalah,

seperti yang terjadi pada TPI kemarin. Maka akan berdampak apakah bagi

MNC? Bagaimana cara menanggulanginya?

Jawab:

Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC

tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk

menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu

permasalahan yang terjadi pada saat itu.

14. Bagaimana hubungan MNC dengan pemerintah dan lembaga regulator

independen?

Jawab:

Sejauh ini MNC berhubungan baik dengan pemerintah dan lembaga

regulator independen.

Jakarta, 18 Februari 2010

Narasumber

Gilang Iskandar Corporate Secretary MNC