View
139
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi
kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan,
sebaliknya dapat pula merupakan gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan
kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah lama diketahui, juga
telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak memadai
seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor
lain yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi
beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor penyebab gangguan
kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik tetapi disertai juga unsur psikologis.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan angka kejadian penyakit
penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja-pekerja “kerah biru”
(blue collar) dan “kerah putih” (white collar). Hal ini membuktikan bahwa jenis
pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan yang berbeda. Hasil penelitian
Labour Force Survey pada tahun 1990 menunjukkan 182.700 kasus stres akibat
kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995 Survey of self reported workrelated
ill health (SWI) di Inggris menyatakan 500.000 invidu yang percaya bahwa
dirinya menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya, tetapi
dari sejumlah ini hanya 216.000 yang sungguhsungguh sakit.
Dengan mempertimbangkan perbedaan-perbedaan metode penelitian,
diperkirakan dari tahun 1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkatan kasus stres
akibat kerja kira-kira sebesar 30%. Penelitian lain pada tahun 1985 ditemukan
kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja
sebesar 15% dari seluruh kasus gangguan kesehatan akibat kerja dibandingkan
hanya ditemukan 5% saja pada tahun 1979. Lebih menakjubkan lagi dari hasil
“Survei Statistik Kesehatan di Australia Barat” yang menemukan peningkatan
kasus stres akibat kerja yang fantastis, yaitu dari ditemukannya sebanyak 380
kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja
pada kurun waktu 1994/95 dibandingkan dengan ditemukan hanya 205 kasus
pada kurun waktu 1993/94. Pada survei ini juga diyatakan bahwa pekerja laki-
laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja setiap kasus tuntutan hak asuransi,
sedang pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari kerja. Dengan demikian
harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah kesehatan kerja yang
penting, yang secara bermakna akan menyebabkan penurunan produktivitas
kerja.
B. Tujuan
C. Manfaat
D.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Psikologi Disorder
Kerusakan psikologi meliputi jankauan kondisi dan kejadian. Kerusakan
yang terlihat ditempat kerja biasanya mencakup stress, kecemasan, kebiasaan
gaya hidup yang maladaptive , dan penyalah gunaan subtansi. Kerusakan
psikologi semakin berat pada pekerja dengan pendapatan rendah, pendidikan
rendah, keahlian yang rendah, dan pekerjaan yang kurang bergengsi.
Kerusakan psikologis dapat dihubungkan oleh pekerjaan dan stressor
psikologis adalah sesuatu pengaturan kerja. Stress pekerjaan dapat diidentifikasi
sebagai factor risisko yg signifikanpada banyak masalah kesehatan mencakup
kardiovaskuler , muskuloletal, psikologi, ulcer,dan penurunan system imun.
Stres pekerjaan dapat didefinisikan sebagai “ bahaya respon fisik dan emosional
yang terjadi ketika kebutuhan dari pekerjaan tidak memenuhi kapabilitas,
sumberdaya, atau kebutuhan pekerja”. pekerja yang mempertahankan
keseimbangan berbagai responsbilitas itu mengkombinasikan ketenaga-kerjaan,
sekolah, dan ketergantungan anak-anak dan/atau keterrgantungan orang tua
ada di resiko tinggi untuk mengalami;mencoba tekanan psikologis.stres dapat
menimbulkan kerugian dan menyebabkan ketidakbisaan pekerja di USA.
Penelitian menunjukkan 40% pekerja melaporkan pekerjaan mereka sangat
membuat stress. Stres kerja harus diminimal.
Gejala penyakit psikogenik massal termasuk sakit kepala, mual,
menggigil, penglihatan kabur, kelemahan otot, dan kesulitanbernafas
(Colligan, stockton, 1978 lumut, 1992, hal. 671) penyakit ini sering
dikaitkan denganpekerja yang diatasidengan bau aneh.Wabah penyakit psikogni
k massal biasanya terjadi dalam pengaturan seperti jalur perakitan pabrik
(lumut, 1992, p.671), dan telah secara rutin dikaitkan dengan situasi pekerjaan
yang penuh tekanan.
Intervensi keperawatan dalam hubungannya pada gangguan psikologi
dalam kerja dapat menunjukkan perbaikan kondisi kerja untuk meminimalisir
stress, penemuan kasus, bimbingan antisipasi, pendidikan, mengacu pada
badan-badan komunitas, dan mengadvokasi peningkatan pelayanan kesehatan
mental bagi para pekerja. Intervensi keperawatan seperti sesi grup dalam
manajemen dan kesadaran terhadap stress boleh jadi bisa sangat membantu.
Kesehatan keperawatan kerja akan menjadi sensitif pada kenyataan bahwa
anggota keluarga sering menjadi korban dari efek stress kerja dan gangguan
psikologis. Kesehatan keperawatan kerja perlu untuk mengakses kelainan-
kelainan psikologis karyawan dan menolong merubah stigma alat tambah bagi
kondisi kesehatan mentalnya. Banyak tempat kerja yang memiliki program
asistensi karyawan yang menyediakan servis kesehatan mental bagi para
pekerja. Perawat sering mempersiapkan karyawan-karyawan pada program ini.
B. Patogenesis
Setiap aktivitas pekerjaan menimbulkan dampak psikologis bagi para
pekerja, misalnya stres, dan stres tak dapat dihindari. Stres tidak dapat hindari
dalam waktu yang singkat. Stres yang sama akan berpengaruh secara berbeda
terhadap masing-masing individu, serta berat ringannya juga sangat bervariasi.
Hubungan antara masing-masing perubahan patologis seorang individu tidak
banyak diketahui secara detail, tetapi sebagian besar peneliti mengakui bahwa
respon psikologis dalam hal ini termasuk stres akibat pekerjaan merupakan
faktor penyerta dari timbulnya suatu penyakit tertentu, seperti penyakit jantung
iskemik, hipertensi esensial, gangguan saluran cerna serta beberapa penyakit
neuropsikiatris. Selanjutnya peranan faktor psikologis menjadi jelas setelah
pada penelitian lain terbukti secara bermakna adanya beberapa stresor
psikologis sebagai penyebab terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh
jantung, seperti:
1. perubahan jenis pekerjaan
2. perubahan besar-besaran pada jadwal kerja
3. perubahan dalam derajat tanggung jawab
4. ketidak sesuaian dengan atasan
5. ketidak sesuaian dengan teman-temankerja
Pekerjaan itu sendiri tidak selalu sebagai sumber penyebab satu-satunya
gangguan psikologis, tetapi dapat merupakan status dari kerentanan terhadap
kegagalan di lingkungan pekerjaan yang penuh dengan stresor fisik, emosional
dan mental. Stresor fisik di tempat kerja misalnya bising, penerangan yang
kurang memadai, temperatur ruangan yang terlalu tinggi serta bahaya kerja fisik
lainnya, atau bahaya kerja kimiawi, misalnya debu kerja yang berlebihan,
bahaya kerja ergonomis, misalnya meja kerja yang terlalu tinggi/terlalu rendah,
jangkauan yang jauh, bekerja dengan posisi sulit dan lain-lain. Stresor emosional
atau mental, bisa merupakan kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan
kondisi yang menyenangkan misalnya suatu promosi dapat mengakibatkan
timbulnya stres akibat kehilangan posisi.
Masalah dalam pekerjaan lainnya seperti mutasi kerja, menganggur dan
pensiun seringkali juga menimbulkan kerentanan untuk timbulnya gangguan
psikologis. Kondisi lainnya seperti terlalu banyak tugas, atau sebaliknya tidak
diberi tugas, tidak punya kekuasaan untuk melaksanakan tugas atau atasan yang
tidak mendukung dalam melaksanakan tugas juga menjadi subjek konflik di
tempat kerja. Sifat stresor adalah bertambah terus dan bertumbuh. Respon
individu dalam menghadapi stresor tergantung pada nilai, pengalaman dan daya
penyesuaian dirinya. Suatu stressor tunggal dapat menjadi majemuk jika terjadi
kegagalan elemen-elemen dari sistem pendukung emosi misalnya jika mobil
mogok di jalan pada saat akan menghadiri rapat yang penting. Manusia dalam
menghadapai stresor akan menampilkan tiga tahap reaksi tubuh:
1. Reaksi alarm (tanda bahaya)
Respon yang datangnya dengan cepat dalam menghadapai suatu tantangan
atau ancaman. Pada tahap ini tubuh belum dapat beradaptasi terhadap paparan
atau ancaman bahaya. Terjadi mobilisasi dari sistim saraf otonom yang
mencetuskan respon stres dalam bentuk respon perlawanan (fight) atau respon
menghindar (flight). Bermacam-macam sistem tubuh ikut mengkoordinasi
kesiapsiagaan untuk bereaksi, mempengaruhi kejiwaan (sistem limbik),
pengaturan sistem kardiovaskuler, pernafasan, ketegangan otot serta aktivitas-
aktivitas motorik yang halus.
2. Tahap kebal (resisten)
Reaksi alarm tidak dapat dipelihara untuk jangka waktu yang lama. Paparan
yang lama terhadap stresor menyebabkan individu menjadi kebal atau resisten.
Pada tahap ini sesungguhnya tubuh sudah dapat beradaptasi, di mana individu
mengembangkan suatu strategi perlawanan untuk bertahan dan membina
kemampuan perlawanan untuk meredam respon dari stressor yang telah
dimulai pada tahap sebelumnya. Mekanisme penanggulangan ini bisa
menguntungkan atau merugikan bagi perkembangan mental individu. Ternyata
individu cenderung untuk mengatasi dengan cara yang cepat daripada cara
yang lama dalam menangani masalah tersebut dan mencoba menghindari
kondisi yang kurang menyenangkan. Pada tahap ini individu sangat
membutuhkan pertolongan untuk mengidentifikasi cara-cara penyelesaian yang
dapat mendorong dirinya memahami keuntungan dari caracara penyelesaian
yang lebih lama.
3. Tahap kelelahan
Respon terhadap stres pada dasarnya penting untuk menimbulkan daya
motivasi dan adaptasi seseorang. Bila beban mental terlalu berat atau tidak
dapat menemukan solusi yang memadai maka individu tersebut akan
menanggung banyak kesukaran. Stres yang lama dan berkelanjutan dapat
menimbulkan masalah-masalah yang menahun, pada akhirnya menyebabkan
individu akan menderita suatu kelelahan yang berat seakan-akan semua
cadangan energi menghilang, sehingga timbul depresi. Gejala fisik dari tahap
awal kelelahan tampak sebagai perasaan lelah yang berlebihan, lemah dan tidak
punya daya. Tanda non-spesifik lainnya biasanya dalam bentuk penglihatan
yang kabur, rasa pusing, vertigo, tangan tremor, nyeri otot, palpitasi, napas
terasa berat, nyeri dada, sesak napas atau gangguan pernafasan yang lain,
gejala-gejala gangguan saluran cerna seperti rasa kering di mulut, rasa leher
tercekik, mual atau muntah, konstipasi yang menahun, diare atau sakit perut
yang melilit. Berat badan bertambah atau menjadi kurus, perubahan pola
makan. Individu ini biasanya kalau di tempat kerja tidak menunjukkan gejala-
gejalanya kecuali kalau terasa sangat berat, pada keadaan ini cederung untuk
bolos kerja. Tetapi sayangnya gejala ini tidak hanya timbul di tempat kerja, bisa
juga di rumah atau di mana saja, sehingga individu menjadi sangat menderita.
Gejala emosi dari stres pada tahap kelelahan berhubungan dengan depresi
dan frustrasi, manifestasinya dalam bentuk emosi yang tidak terkontrol,
perasaan takut mati, tidak berani bicara di depan publik, mudah terkejut, tidak
suka berteman atau bertemu keluarga atau menyalurkan hobinya, kurang
perhatian pada hal-hal personal seperti olah raga, pakaian dan makan. Pada
kasus-kasus yang ekstrem bisa merusak diri atau percobaan bunuh diri. Mudah
marah, dingin dan kaku pada orang lain serta disertai perasaan bersalah yang
berlebihan. Serangan panik dan gelisah dapat mengakibatkan kesulitan
melaksanakan pekerjaan, yang akan menambah stres di tempat kerja karena
gejala-gejala tersebut terlihat oleh rekan kerjanya.
Disfungsi mental pada tahap kelelahan tampak pada gangguan pola tidur
seperti sulit bangun dari tidur, bangun tidur terlalu dini yang disertai dengan
mimpi-mimpi buruk, hilangnya daya konsentrasi dan koordinasi. Hal ini
mendorong timbulnya gangguan penampilan di tempat kerja serta daya untuk
mempertimbangkan suatu masalah, sehingga tidak jarang timbul perilaku
negatif dalam melaksanakan pekerjaan.
Di tempat kerja tanda-tanda disfungsi mental biasanya lebih mudah
kelihatan daripada tanda-tanda gangguan fisik karena gejala tersebut
berhubungan langsung dengan penampilan kerja dan jelas dapat dirasakan oleh
rekan kerja. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan gangguan
kontrol individu, sehingga semakin mendorong penurunan penampilan dirinya.
Penyalahgunaan alkohol dan obat-obat penenang serta obat-obatan yang lain,
merokok berlebihan seringkali menjadi solusi yang diambil oleh individu ini.
C. Jenis stresor dan hubungannya dengan spesifikasi jenis pekerjaan
Stresor dapat mempengaruhi kondisi psikologis pekerja, dalam hal ini
stressor dapat berasal dari sistem tugas, volume pekerjaan, lingkungan tempat
kerja atau sebagai akibat ketidak-keharmonisan hubungan dengan individu lain
di tempat kerja serta faktor-faktor budaya organisasi tempat kerja, beberapa
stresor juga berhubungan pada identifikasi dari peranan seseorang di organisasi
tempat kerja.
1.Sistem tugas
a. Kerja lembur
Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi
kalau tanpa control jumlah jam kerja yang berlebih-lebihan ternyata tidak hanya
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja, juga seringkali meningkatkan
kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja Misalnya, pekerja-
pekerja di industri pengemasan buah kaleng yang biasanya banyak
berhubungan dengan musim buah.
b. Tugas kerja malam
Kerja malam merupakan tugas yang berat bagi individu pekerja, seringkali
mengakibatkan timbulnya gangguan fisik akibat kurang tidur serta perubahan
tingkah laku yang dapat mendorong individu untuk penyalahgunaan alkohol dan
obat-obatan terlarang serta perubahan kebiasaan makan. Misalnya: polisi,
perawat, satpam, anggota pemadam kebakaran, pekerja-pekerja di industri
pelayanan (hotel, transportasi, dan lain-lain), termasuk pekerja dengan tugas
malam lainnya. Penelitian yang dilaksanakan oleh Bilat dkk. pada tahun 2002
ditemukan bahwa cuti sakit perawat wanita dan pekerja rumah sakit lainnya
mencapai lebih dari 13% dari seluruh jumlah hari kerja akibat jadwal kerja
malam yang terlalu sering di rumah sakit.
c. Kecepatan mesin
Kecepatan kerja yang didasarkan semata-mata pada kapasitas kecepatan
mesin sangat menguras energi fisik dan psikologis individu pekerja karena harus
terpaku untuk menyesuaikan kecepatan mesin, ban berjalan atau proses
produksi, sehingga sedetik pun tak memungkinkan pekerja untuk meninggalkan
tempat kerjanya tanpa digantikan atau ditolong temannya. Misalnya produk-
produk control kualitas yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang berkecepatan
tinggi dan produk-produk yang harus berdasarkan jadwal yang ketat.
d. Gerakan yang berulang secara monoton
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan gerakan anggota
badan yang berulang secara monoton, yang kadang-kadang pula disertai posisi
kerja yang sulit, atau sambil membawa beban atau menahan beban seringkali
sangat memberatkan individu pekerja. Misalnya pekerjaan-pekerjaan di industry
penggergajian kayu, pengemasan, pemilihan dan asembling pada ban berjalan.
Walsh dkk menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan yang banyak
menggerakkan tangan berulang dan membosankan seperti pada para pekerja
penggergajian kayu lebih banyak menimbulkan penyakit-penyakit psikosomatik
dan gejala-gejala stres mental lainnya sehingga meningkatkan frekuensi cuti
sakit.
e. Keterikatan kerja
Tidak adanya kebebasan bekerja, misalnya tahapan pekerjaan yang
mempunyai jadwal tugas yang ketat dan detail. Misalnya pemeliharaan,
perawatan, dan pengujian mesin kapal terbang yang harus berdasarkan
“checklist” yang ketat, pekerjaan mencocokkan, memasang dan merakit
elemen-elemen jadi bangunan rumah, mesin-mesin.
f. Komunikasi yang menjemukan
Pekerjaan yang memerlukan interaksi yang berulang-ulang karena
memerlukan negosiasi yang sulit untuk diterima atau tidak sesuai dengan
kehendak lawan bicara. Misalnya manajer pemasaran, personil promosi obat-
obatan.
2.Volume pekerjaan
a. Volume pekerjaan yang berlebihan
Volume pekerjaan yang terlalu banyak, yang dibatasi oleh waktu. Misalnya :
1. Tergesa-gesa karena dibatasi oleh waktu, misalnya petugas pelayanan
pelanggan yang harus melayani pelanggan dengan antrian yang panjang
untuk menunggu pelayanan, sekretaris dengan tugas yang bertumpuk.
2. Permintaan-permintaan untuk pengambilan keputusan yang rumit,
misalnya petugas kontrol kualitas, pekerjaan yang harus membutuhkan
masukan informasi yang banyak.
b. Volume pekerjaan yang sangat kurang
Kurang rangsangan untuk bekerja, kurang variasi, tidak ada kreativitas atau
tuntutan untuk mengatasi masalah. Misalnya:
1. Tuntutan pekerjaan yang memerlukan perhatian penuh tetapi kurang
rangsangan untuk bekerja. Pekerja harus tetap waspada dan harus selalu
siap untuk bereaksi bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Walaupun
keadaan tersebut jarang sekali terjadi, seperti tugas pengawasan mesin
dan peralatan pada penggunaan reguler, tugas menjaga pintu kereta api.
2. Tuntutan pekerjaan penyortiran untuk membeda-bedakan produk secara
tepat biasanya membutuhkan konsentrasi, perasaan dan konsentrasi
penglihatan yang intens.
3. Tidak diberi tugas karena atasan pilih kasih, atau kemampuan kalah
bersaing dengan yang lain.
c. Tanggung jawab untuk keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri, organisasi
tempat kerja dan masyarakat umum. Misalnya:
1. Tanggung jawab untuk bekerja dengan aman merupakan faktor stres psikis
dari pekerja karena harus selalu berhati-hati dalam bekerja agar tidak
membahayakan orang di sekitarnya atau pun membahayakan diri sendiri,
seperti: operator mesin derek, pekerja yang menangani bahan-bahan
kimia yang berbahaya atau yang mudah meledak, dan pilot.
2. Tanggung jawab pekerjan terhadap kesejahteraan masyarakat misalnya
pekerja-pekerja di sektor kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
lainnya.
3. Tanggung jawab terhadap peralatan dan bahan-bahan kerja yang bernilai
tinggi.
d. Kondisi fisik/lingkungan tempat kerja
Adanya ancaman terpapar kondisi fisik dari tempat kerja yang kurang
menyenangkan atau kontak dengan bahan-bahan beracun.Misalnya:
1. Tempat kerja yang sunyi/terpencil, seperti pekerjaan-pekerjan menyendiri
yang tak mempunyai kesempatan berkomunikasi dengan orang lain atau
pekerjan-pekerjan yang pada situasi sulit atau terancam bahaya tak
memungkinkan untuk mencari pertolongan dari teman kerja atau
siapapun. Misalnya: tugas pengawasan/penjagaan yaitu penjaga mercu
suar, tugas jaga malam, operator telegraf, pekerjaan-pekerjaan yang tidak
kontak langsung dengan langganan.
2. Tempat kerja yang jauh atau sulit dijangkau
3. Pajanan di tempat kerja
Pajanan di tempat kerja umumnya pajanan fisik dan pajanan kimiawi,
seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tempat kerja yang
sempit berdesakan, ventilasi buruk, penerangan yang kurang baik, vibrasi,
masalah ergonomi, tempat kerja yang bising, bau yang tidak enak, debu di
tempat kerja dan substansi kimia yang berbahaya.
D. Organisasi tempat kerja
1. Perubahan-perubahan
Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja merupakan salah satu
penyebab utama dari stres. Perubahan seringkali mengakibatkan suatu
kehilangan, seperti diberlakukannya teknik yang baru di tempat kerja,
pergantian supervisor, restrukturisasi organisasi, pemberian tugas baru yang
sulit dilaksanakan, pindah bagian, dan dibebas-tugaskan sebagai pimpinan.
2. Manajemen yang otokratis
Pada perusahaan dengan manajemen yang otokratis, biasanya komunikasi
atasan dan bawahan tidak berjalan dengan baik. Seringkali para pekerja
dibebani oleh dua perasaan yang berlawanan, yang mendorong timbulnya
stres. Perasaan tersebut biasanya timbul bila para pekerja mengerti apa yang
mereka harus perbuat, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak dapat
dilaksanakan. Komunikasi yang buruk juga biasanya mencetuskan timbulnya
rasa ketidakpuasan, kurangnya penghargaan, konflik pada garis komando atau
konflik perbedaan tuntutan para pekerja pada manajemen bisa menimbulkan
konflik dengan rekan kerja. Selain itu pekerja harus mengerjakan perintah
yang tidak disukainya, bahkan tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan,
kurangnya dukungan materi dan fasilitas lainnya dari manajemen guna
menyelesaikan tugas atau tidak diberinya kekuasaan untuk memutuskan
masalah dalam menyelesaikan tugas merupakan stresor psikologis yang
penting.
3. Pengembangan karir.
Ancaman dibebas-tugaskan, diturunkan pangkat, dipensiunkan lebih dini
karena sakit, ada hambatan untuk dipromosikan atau mendapat promosi
untuk pekerjaan yang kurang dikuasainya, hal ini dapat menimbulkan
kecemasan yang hebat.
E. Penatalaksanaan Pychology Dissorder
Dokter perusahaan seringkali sukar mendiagnosis atau menggambarkan
dengan jelas berkembangnya masalah psikologis individu di tempat kerja, karena
gejala-gejala yang timbul terutama mempengaruhi kondisi fisik, sehingga pada
awalnya seringkali terfikir penyakit-penyakit organis sebagai penyebabnya.
Misalnya gejala sakit kepala biasanya dipikirkan sebagai akibat penyakit tekanan
darah tinggi, nafsu makan berlebihan akibat riwayat obesitas dalam keluarga dan
sakit pinggang akibat perkapuran tulang belakang atau akibat skoliosis. Yang lebih
menyulitkan, para pasien itu sendiri menolak untuk menghubungkan gejala-gejala
yang timbul sebagai akibat pengaruh beban psikologi di tempat kerja. Perubahan
perilaku di tempat kerja seringkali dicemooh oleh orang-orang di sekitarnya,
biasanya tidak diceritakan oleh pasien. Biasanya pasien menolak bila dikatakan
perubahan perilakunya adalah kontraproduktif.
Pasien biasanya menuntut cepat sembuh sehingga seringkali mencari
pengobatan yang mudah dari masalah yang dirasakannya dan mengharapkan
keajaiban dari dokter untuk menghilangkan gejala yang dideritanya. Selain itu
karena masalah psikologi juga merupakan bagian dari masalah di luar lingkungan
pekerjaan, jadi masalah di belakang layar dalam keluarga atau lingkungan sosial
dapat bermanifestasi sebagai gejala stres di tempat kerja, sehingga lebih
mempersulit mengenali gejala penyakit ini.
Jika seseorang mempunyai gejala-gejala stres yang berkepanjangan sulit
untuk dicari akar masalahnya atau pencetus timbulnya gejala-gejala tersebut.
Tetapi pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan gejalagejala dini (reaksi
alarm) dapat menolong untuk mengidentifikasi akar masalah tersebut. Misalnya;
restrukturisasi yang baru terjadi di lingkungan tempat kerja, kesulitan khusus
terutama dalam hubungan interpersonal, saat timbulnya gejala dalam hubungan
terhadap stresor, deskripsi menyeluruh tentang tempat kerja serta
penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang. Bila pasien menemui dokter
pada saat masalah psikologis baru timbul, beberapa pertanyaan langsung pada
akar masalah tersebut dapat menolong untuk mengidentifikasi situasi pencetus
masalah psikologis. Pada saat ini advis medis yang memadai dapat mengatasi
masalah jangka pendek atau jangka panjang. Selanjutnya pasien ini
membutuhkan perhatian yang lebih besar dan membutuhkan pemeriksaan
lanjutan, guna mencegah berkembangnya penyakit ini. Anxiolitika, antidepresan
dan ß-blocker dapat mengatasi masalah psikologis untuk jangka pendek, tetapi
tidak dapat dipakai untuk jangka panjang karena pasien tidak diobati pada akar
masalahnya, juga bahaya ketergantungan obat-obat tersebut serta depresi
miokard akibat ß-blocker perlu mendapat perhatian. Guna mendorong terjadinya
perubahan perilaku kerja dan persepsi terhadap respon biologis, pasien
dinasehatkan untuk datang secara reguler biasanya 1 jam dalam seminggu, untuk
bimbingan dan konseling oleh dokter perusahaan, terutama untuk kasus-kasus
dengan akar masalah psikologis seperti kesulitan-kesulitan interpersonal atau
perilaku ketergantungan alkohol/obat-obat terlarang. Istilah “konseling” harus
dibedakan dengan “memberi nasehat”. Suatu nasehat terbatas pada satu paket
solusi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi masalah, sedang seorang
konselor membantu pasien dengan memberikan sejumlah pilihan solusi untuk
mengatasi masalahnya. Konselor akan membantu memilihkan solusi atau
penyelesaian dari masalah tersebut sehingga pasien memperoleh pilihan terbaik
dan melaksanakannya dengan usaha pasien itu sendiri. Penelitian oleh Walsh dkk
pada tahun 2005 melaporkan bahwa bimbingan dan konseling yang dilakukan
dokter perusahaan pada karyawan kantor pos di Ingris berhasil mengurangi cuti
sakit dan secara bermakna dapat mengatasi gejala-gejala kecemasan, depresi dan
dapat meningkatkan harga diri. Contoh dari manajemen untuk mengatasi
masalah psikologis adalah Pelatihan Manajemen Stres . Pelatihan ini dapat
dilaksanakan secara berkelompok 6 sampai 12 pekerja yang ada indikasi
mempunyai gejala stres akibat kerja. Materi-materi pelatihan yang perlu
diajarkan seperti: teknik fisiologis untuk mengurangi serangan stress misalnya
teknik relaksasi, biofeedback, meditasi atau latihan pernafasan, teknik psikologis
dan kognitif pembentukan diri kembali, macam-macam keterampilan kerja
misalnya manajemen waktu, skala prioritas, keterampilan interpersonal misalnya
pelatihan berpidato, presentasi, tatacara mengikuti rapat, dan lain-lain.
Pasien perlu dianjurkan untuk menciptakan keseimbangan stres di tempat
kerja, sehingga gaya hidup yang sehat dan aktivitas relaksasi di tempat kerja
dapat terwujud. Beberapa teknik relaksasi di tempat kerja dapat dianjurkan,
seperti istirahat pendek tapi sering misalnya 5 menit setiap jam kerja lebih
berguna daripada istirahat panjang tapi jarang, sedikit latihan fisik secara regular
sangat berguna pada pekerja komputer, olah pernafasan yang rutin bermanfaat
untuk mencegah serangan stres yang datangnya mendadak atau serangan panik.
Gaya hidup yang sehat di luar tempat kerja harus dianjurkan seperti: olahraga
rutin, makanan sehat, berhenti merokok dan minum alkohol, penyaluran hobi
serta pasien dianjurkan memperbanyak berkomunikasi dengan keluarga dan
teman-temannya. Penatalaksanaan stres di tempat kerja secara menyeluruh tidak
hanya membutuhkan kerja sama dan partisipasi pasien tapi juga partisipasi aktif
organisasi tempat kerja, seperti: melaksanakan perbaikan tempat kerja seoptimal
mungkin, menciptakan manajemen yang terbuka, terlaksananya komunikasi dua
arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas dan otoritas tugas yang
jelas, memberikan target yang menantang tapi mampu dicapai, jadwal kerja yang
fleksibel tapi terencana, memberikan teguran pada pekerja yang salah secara
wajar, adil tanpa kekerasan.
G.Upaya Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Petugas kesehatan harus selalu berusaha memberikan konsultasi yang baik
mengenai kesehatan pada pekerja dan memberikan masukan pada manajemen
perusahaan untuk memperhatikan dampak psikologis pekerjaan pada para
pekerjanya. Mereka harus mempelajari sumber dan faktor-faktor okupasional
pada lingkungan kerja yang kiranya dapat menimbulkan masalah psikologis dan
gangguan lain akibat stres emosional. Mereka harus menyadari sepenuhnya
bahwa setiap karyawan/eksekutif sangat mudah merasionalisasikan kegagalan
yang mereka hadapi dengan menghubungkannya dengan kondisi lingkungan kerja
yang kurang membantu/menyenangkan. Informasi yang diperoleh dari para
individu yang kadangkala perlu digunakan untuk memberikan rekomendasi
khusus bagi direksi perlu disimpan kerahasiaannya, apalagi yang berkenaan
dengan usulan / kritik yang membangun dalam memperbaiki lingkungan dan
suasana kerja.
2. Pencegahan Sekunder
Dari bagian personalia, dapat diperoleh data karyawan, baik mengenai
absenteeism mereka, sering/tidaknya mereka bertengkar. Keterangan kesehatan,
frekuensi berobat, kecelakaan kerja diperoleh dari poliklinik perusahaan,
diteruskan ke bagian personalia. Kasus yang mencurigakan sebaiknya secepatnya
dirujuk pada yang lebih ahli (psikolog, psikiater, bekerja sama dengan pekerja
sosial untuk memperoleh data yang lebih lengkap). Kasus yang berat seperti
psikopat berat atau epilepsi psikomotor perlu dibicarakan secara rinci dengan
pimpinan personalia, atau bahkan dengan pimpinan perusahaan (bila diperlukan).
3. Pencegahan Tersier
Merupakan usaha mencegah invaliditas yang kronis dengan mengadakan
rehabilitasi yang baik bagi karyawan yang menderita gangguan
mental/emosional.Beberapa perusahaan biasanya masih mau menerima mereka
kembali asalkan ada jaminan bahwa yang bersangkutan masih dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Bila pasien tadi tidak dapat lagi menduduki
jabatannya yang semula, bahkan memerlukan fasilitas half way house atau
sheltered work shop yang sampai saat ini masih belum memperoleh penanganan
yang serius, mereka perlu dicarikan jalan keluar agar tidak membebani
masyarakat secara berlebihan. Mereka sebenarny masih dapat berdikari dalam
lingkup yang lebih sempit. Perlu dikemukakan dalam pencegahan tersier ini tidak
jarang dijumpai adanya karyawan yang mempunyai gangguan/cacat akibat kerja
dan memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan sekunder (yang
seringkali merugikan perusahaan).
BAB III
KESIMPULAN
Semua pekerjaan memiliki beban tanggung jawab, masalah-masalah,
tuntutan-tuntutan, kesulitan-kesulitan dan tekanan-tekanan yang mencetuskan
timbulnya stress psikologis pada individu pekerja. Pada akhirnya bila stres
berkepanjangan akan menghasilkan respon tubuh dalam bentuk gangguan faal
tubuh, gangguan emosional dan perubahan tingkah laku serta menurunnya
produktivitas kerja. Dengan mencari akar masalah dan membimbing pasien
dengan cara penanggulangan stres yang benar, besar kemungkinan masalah
pasikologis ini dapat diatasi dan akibat buruknya pada organisasi tempat kerja
dapat diminimalisir. Biasanya pasien menolak bila gejala-gejala penyakitnya
dihubungkan dengan stres psikologis maka tidak banyak dokter yang dapat
mendiagnosis gangguan kesehatan ini. Karena dokter perusahaan yang paling
tahu tentang lingkungan tempat kerja, dengan demikian untuk masalah psikologis
ini peranan seorang dokter perusahaan menjadi sangat penting. Kalau dulu
tanggung jawabnya semata-mata terbatas pada gangguan kesehatan yang
dihasilkan akibat proses industri, tetapi sekarang mencakup segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan termasuk juga stress psikologis akibat kerja.
Recommended