View
40
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
Case Report Session
TONSILITIS KRONIS
Oleh:
Graffita Bakti 0810312129
Candra 0810312098
Nurulia Muthi Karima 0910312115
Farid I Hussein 0810312070
Preseptor:
dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS DR. M. DJAMIL
PADANG
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Tonsil merupakan bagian organ tubuh yang
berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok.
Tonsil terbagi atas tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina, tonsila lingual, dan
tonsila tubaria yang membentuk lingkaran cincin Waldeyer. Cincin waldeyer yang
merupakan jaringan limfoid berperan sebagai daya pertahanan local dan surveilen
imun.Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari
invaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsila palatina yang disebabkan oleh infeki virus
atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut,
tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut
dengan sel-sel darah putih.
Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi terhadap
infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari
bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis. Dalam beberapa kasus ditemukan
3 macam tonsilitis, yaitu tonsilitis akut, tonsilitis membranosa, dan tonsilitis kronis.
Pada radang tonsil yang kronis dapat menimbulkan komplikasi baik ke darerah
sekitar ataupun komplikai yang jauh.Pengobatan pada tonsillitis kronis dengan indikasi
dan prognosis yang buruk adalah pembedahan pengangkatan tonsil (Tonsilektomi).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer. Cincin Waldayer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateralband dinding faring/
Gerlach’s tonsil). Sedangkan Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah
serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
2.2. Epidemiologi
Prevalensi tonsillitis kronik yang didapatkan pada tahun 1994-1996, yaitu
tonsilitis kronik nomor dua tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar
3,8%. Prevalensi tonsillitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di
antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada April 1997-
Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah
kunjungan.
2.3 Etiologi
Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman
grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan
Streptokokus piogenes, Staphilokokus , Hemophilus influenza, namun terkadang bakteri
berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
3
2.4 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan kronik yang
dapat berupa rokok maupun makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara
dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah), alergi (iritasi kronis dari allergen), keadaan
umum (kurang gizi, kelelahan fisik), dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
2.5 Patofisiologi
Peradangan pada tonsil dimulai pada satu atau lebih kripti. Dengan adanya proses
radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid akan digantikan dengan jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga kripti akan melebar. Kripti yang melebar secara klinis akan
tampak diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri
yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas
hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
submandibula.
2.6 Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dapat berupa rasa sakit (nyeri) yang terus menerus pada
tenggorokan (odinofagi), di tenggorokan seperti ada penghalang atau ada yang menganjal
terutama ketika pasien menelan, tenggorokan terasa kering, pernapasan pasien berbau.
4
Menurut Mawson (1977) gejala tonsillitis dapat berupa: 1) gejala lokal, bervariasi
dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit hingga sakit menelan, 2) gejala
sistemik, malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3) gejala
klinis tonsil dengan debris pada kripti (tonsilitis folikularis kronis), udem atau hipertrofi
tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis),
plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.
Pada tonsilitis kronik yang hipertrofi dapat terjadi apnea obstruksi saat tidur; gejala
yang umum adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang, dan
menurunnya prestasi belajar.
Pada pemeriksaan akan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Ukuran tonsil dibagi atas :
T0 : Post tonsilektomi.
T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris.
T2 : Sudah melewati pilar anterior, belum melewati garis paramedian (pilar
posterior).
T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median.
T4 : Sudah melewati garis median.
2.7 Diagnosis
Diagnosis Tonsilitis Kronis :
1.Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan rasa sakit pada tengorokan yang terus menerus, sakit
5
waktu menelan, nafas berbau busuk, malaise, nyeri pada sendi, kadang ada demam,
dan nyeri pada leher.
2.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tonsil tampak membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut. Muara kripti dapat melebar dan mungkin terdapat detritus.
3. Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
2.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Tonsilitis Kronis adalah:
1. Penyakit – penyakit dengan pseudomembran atau adanya membrane semu
yang menutupi tonsil (Tonsilitis Pseudomembran).
a. Tonsilitis Difteri
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
c. Mononukleosis Infeksiosa
2.Penyakit Kronik Faring Granulomatosa
a. Faringitis Tuberkulosa
b. Faringitis Luetika
c. Lepra (Lues)
d.Aktinomikosis Faring
3.Tumor tonsil
2.8. Komplikasi
6
Komplikasi Tonsilitis Kronis dapat terjadi secara perkontibuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
Ada beberapa komplikasi yang sering ditemui :
1.Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
b. Abses peritonsilar (Quinsy)
c. Abses Parafaringeal
d. Abses Retrofaring
e. Krista Tonsil
f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
2.Komplikasi Organ jauh
a.Demam rematik dengan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis.
d.Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura.
e. Artritis dan fibrositis.
2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada Tonsilitis Kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan
tonsil, tindakan ini dilakukan bila dengan penatalaksaan medis tidak berhasil .
Penatalaksaan medis antara lain :
7
- Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau
obat isap.
- Terapi sistemik dengan pemberian antibiotik, kortikosteroid, dan analgetik.
INDIKASI TONSILEKTOMI
1) Sumbatan
a. Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
b. Gangguan menelan
c. Gangguan berbicara
2) Infeksi
a. Infeksi telinga tengah berulang
b. Rinitis dan sinusitis yang kronis
c. Peritonsiler abses
d. Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap
3) Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas
Indikasi tonsilektomi :
1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
8
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat.
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
Kontraindikasi :
1. Gangguan perdarahan
a. leukemia
b. purpura
c. anemia aplastik
d. hemofilia
e. blood dyskrasia
2. penyakit sistemik yg belum terkontrol
a. penyakit jantung
b. DM
3. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
4. Infeksi akut yang berat.
9
Tonsilektomi :
1) Evaluasi Laboratorium dan Foto Rontgen :
Sebelum pembedahan tonsil, pemeriksaan laboratorium rutin harus mencakup
pemeriksaan golongan darah ABO/Rh, kadar hemoglobin, hitung leukosit dan hitung
jenis. Penentuan kadar klorida keringat atau immunoglobulin serum mungkin penting
untuk mengevaluasi diagnosis banding medis yang mencakup fibrosis kistik atau
imunodefisiensi.
2) Teknik Tonsilektomi :
Prabedah penting untuk menghindari hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi.
Pemberian antikolinergik dan antasida prabedah dapat mencegah masalah aspirasi.
Dengan anestesi umum, saluran pernapasan diproteksi oleh pipa endotrakea
bermanset. Pendarahan dikontrol dengan tampon pada saat tonsil diangkat.
Pengupasan harus dilakukan pada kapsula tonsilaris, dan harus hati-hati melindungi
konstriktor faring serta arkus palatoglosus dan palatofaringeus. Pascabedah,
diberikan cairan IV selama 24 jam untuk menghindarkan dehidrasi dini. Pemberian
aspirin harus dihindarkan. Pada awal pascabedah, bisa diberikan 1,5 mg kodein
fosfat per kilogram berat badan untuk mengurangi rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Efiaty AS, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007. hal 221.
2. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam Cermin
Dunia Kedokteran No. 155, 2007. Hal 87-92
3. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08Tonsilektomi89.pdf/Tonsilektomi89.htm
4. http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview.
5. http://emedicine.medscape.com/article/872119-overview.
6. Fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attld=1311&page=ike
%20Rahmawati.
7. http://medinux.blogspot.com/2007/09/tonsilektomi.html.
11
BAB IIIILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. E
• Umur : 9 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Suku Bangsa : Minangkabau
• Alamat : Palembayan
ANAMNESIS (alloanamnesis dan autoanamnesis)
Seorang pasien laki-laki dirawat di bangsal THT RS Achmad Moechtar Bukit tinggi
tanggal 16 November 2013 dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya nyeri dirasakan sejak 5 tahun
yang lalu, nyeri hilang timbul.
Bengkak pada amandel sejak 1 bulan yang lalu hilang timbul disertai nyeri saat
menelan.
Awalnya bengkak sudah muncul sejak pasien berusia 4 tahun, dengan ukuran
sedang lalu makin bertambah besar sampai sekarang.
Riwayat batuk pilek ada, kurang lebih 8x setahun.
12
Riwayat demam ada, frekuensi sering lebih kurang 8x setahun diiringi batuk dan
pilek.
Riwayat tidur ngorok ada dan pasien punya kebiasaan tidur miring ke kanan atau
ke kiri bila terasa sulit bernafas saat tidur.
Pasien tidak ada bersin-bersin >5 x pada pagi hari, riwayat alergi obat dan
makanan tidak ada.
Sesak nafas tidak ada.
Keluhan telinga berdenging tidak ada.
Gangguan pendengaran tidak ada.
Riwayat terasa cairan/dahak mengalir di tenggorokan tidak ada
Riwayat berkurangnya penciuman ada, sama di kedua hidung, timbul terutama
saat demam disertai batuk pilek.
Pasien juga pernah berobat sebelumnya ke puskesmas, dalam frekuensi yang
semakin sering hampir tiap bulan, mendapat obat dari dokter tapi keluarga lupa
nama obatnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien sudah menderita bengkak pada amandelnya sejak usia 4 tahun.
- Pasien tidak punya riwayat asma, tidak ada alergi terhadap makanan atau obat dan
tidak pernah bersin-bersin di pagi hari lebih dari 5 kali.
- Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya karena penyakit seperti ini
13
Riwayat Penyakit Keluarga :
- ada anggota keluarga yang punya riwayat asma yaitu kakak pasien. Kakak pasien
tersebut sering bersin-bersin di pagi hari lebih dari 5 kali dan ada riwayat kulit
berbenjol-benjol saat udara dingin. Alergi terhadap makanan dan obat-obatan
tidak ada.
- tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita sakit seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:
- Pasien seorang siswa Sekolah Dasar
- Pasien jarang sekali mengonsumsi jajanan es. Kebiasaan jajanan snack ada,
namun masih dalam frekuensi yang jarang
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 37 C
Pemeriksaan sistemik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tidak ditemukan pembesaran KGB
14
Paru : normochest, fremitus kanan=kiri, sonor, suara nafas
vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : iktus teraba 2 jari medial midclavicula sinistra RIC V,
batas jantung dalam batas normal, irama teratur, bunyi
jantung murni, bising (-)
Abdomen : tidak membuncit, supel, hepar dan lien tidak teraba,
timpani, bising usus (+) normal
Extremitas : akral hangat, perfusi baik
Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun Telinga Kel. Kongenital - -
Trauma - -
Radang - -
Kel. Metabolik - -
Nyeri Tarik - -
Nyeri Tarik tragus - -
Dinding liang telinga Cukup lapang (N) + +
Sempit - -
Hiperemi - -
Edema - -
Massa - -
Sekret/serumen Bau - -
Warna Kuning -
15
Jumlah Sedikit -
Jenis Kering -
Mastoid Tanda radang - -
Fistel - -
Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Tes garputala Rinne + +
Scwabach Sama dgn pemeriksa
Sama dgn pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Normal Normal
16
Membran timpani
Utuh Warna Putih mutiara Putih mutiara
Reflek cahaya + (arah jam 5) + (arah jam 7)
Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
Perforasi Jumlahperforasi - -
Jenis - -
Kwadran - -
pinggir - -
Gambar
audiometri
Hidung
pemeriksaan Kelainan Dextra SinistraHidung luar Deformitas - -
Kelainan kogenital - -Trauma - -Radang - -Massa - -
Sinus paranasalpemeriksaan Dextra SinistraNyeri tekanNyeri ketok
- -- -
Rinoskopi anteiorvestibulum Vibrise Ada Ada
Radang - -Kavum nasi Cukup lapang Cukup lapang Cukup lapang
Sempit - -Lapang - -
Secret Lokasi Ada AdaJenis Serosa SerosaJumlah Sedikit Sedikit Bau - -
Konka inferior Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinEdema - -
Konka media Ukuran Eutropi EutropiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinEdema - -
Septum Cukup lurus/deviasi Cukup lurusPermukaan Licin LicinWarna Merah muda Merah mudaSpina - -Krista - -Abses - -Perforasi - -
Massa Lokasi - -Bentuk - -
17
Ukuran - -Permukan - -Warna - -Konsistensi - -Mudah digoyang - -Pengaruh konstriktor - -
Gambar
Rinoskpopi Posterior (nasofaring)Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraKoana Cukup lapang (N) Sulit dinilai Sulit dinilai
Sempit Sulit dinilai Sulit dinilaiLapang Sulit dinilai Sulit dinilai
Mukosa Warna Sulit dinilai Sulit dinilaiEdema Sulit dinilai Sulit dinilaiJaringan granulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Konkha inferior Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilaiWarna Sulit dinilai Sulit dinilaiPermukaan Sulit dinilai Sulit dinilaiEdema Sulit dinilai Sulit dinilai
Adenoid Ada/tidak Sulit dinilai Sulit dinilaiMuara tuba eustachius Tertutup secret Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema mukosa Sulit dinilai Sulit dinilaiMasa Lokasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilaiBentuk Sulit dinilai Sulit dinilaiPermukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Post Nasal Drip Ada/tidak Sulit dinilai Sulit dinilaiJenis Sulit dinilai Sulit dinilai
Gambar
Orofaring dan MulutPemeriksaanPalatum mole+ arcus faring
Simetris/tidak Simetris SimetrisWarna Tidak hiperemis Tidak hiperemisEdema - -Bercak/eksudat - -
Dinding Faring Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Tidak rata Tidak rata
Tonsil Ukuran T3 T3
18
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemisPermukaan Tidak Rata Tidak rataMuara kripti Melebar Detritus - -Eksudat - -Perlengketan dengan pilar
- -
Peritonsil Warna Tidak hiperemisEdema - -Abses - -
Tumor Lokasi - -BentukUkuran
- -
Permukaan - -Konsistensi - -
Gigi Karies/radiks PreMolar 2 bawah PreMolar 2 bawahKesan - -
Lidah Warna Merah muda Merah mudaBentuk Normal NormalDeviasi - -Masa - -
Gambar
Laringoskopi indirek Sulit dinilai Sulit dinilaiPemeriksaan Sulit dinilai Sulit dinilaiepiglotis Bentuk Sulit dinilai
WarnaEdemaPinggir rata atau tidakMasa
Aritenoid Warna Sulit dinilaiEdemaMassaGerakan
Ventricular band Warna Sulit dinilai Sulit dinilaiEdema -Massa -
Plika vokalis Warna Sulit dinilaiGerakan Pinggir medialMassa
Subglotis/trachea Massa Sulit dinilai Sulit dinilaiSecret ada/tidak Sulit dinilai Sulit dinilai
Sinus piriformis Massa Sulit dinilai Sulit dinilaiSecret Sulit dinilai Sulit dinilai
19
Gambar
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB leher.
Diagnosis Kerja : Tonsilitis Kronis + hipertrofi adenoid
Diagnosis Tambahan : -
Pemeriksaan Anjuran :
Laboratorium rutin: Hb,Ht,leukosit,LED
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
Terapi: Tonsilektomi
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad fungsionam : malam
20
RESUME(DASAR DIAGNOSIS)
Seorang pasien anak laki-laki, usia 9 tahun, dirawat di RS Achmad Mochtar
Bukittinggi dengan keluhan nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya nyeri
dirasakan sejak 5 tahun yang lalu, nyeri hilang timbul. Bengkak pada amandel sejak 1
bulan yang lalu hilang timbul disertai nyeri saat menelan. Awalnya bengkak sudah
muncul sejak pasien berusia 4 tahun, dengan ukuran sedang lalu makin bertambah besar
sampai sekarang. Riwayat batuk pilek ada, kurang lebih 8x setahun. Riwayat demam ada,
frekuensi sering lebih kurang 8x setahun diiringi batuk dan pilek. Riwayat tidur ngorok
ada dan pasien punya kebiasaan tidur miring ke kanan atau ke kiri bila terasa sulit
bernafas saat tidur. Riwayat berkurangnya penciuman ada, sama di kedua hidung, timbul
terutama saat demam disertai batuk pilek. Pasien juga pernah berobat sebelumnya ke
puskesmas, dalam frekuensi yang semakin sering hampir tiap bulan, mendapat obat dari
dokter tapi keluarga lupa nama obatnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kavum nasi dekstra dan sinistra terdapat sekret
serosa berjumlah sedikit. Pada pemeriksaan orofaring dan mulut ditemukan palatum mole
simetris dan tonsil dekstra ukuran T3 dan tonsil sinistra T3 dengan permukaan tidak rata,
muara kripti melebar, dan tanpa disertai detritus atau perlengketan dengan pilar pada
kedua tonsil. Karies pada pre-molar 2 bawah dekstra dan pre-molar 2 bawah sinistra.
Pada pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran
KGB leher.
Pasien ini didiagnosis kerja sebagai tonsilitis kronis dengan diagnosis tambahan
karies dentis. Pemeriksaan anjuran yang dilakukan adalah laboratorium rutin
21
(Hb,Ht,leukosit,LED, PT/APTT). Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah
tonsilektomi. Prognosis pada kasus ini adalah bonam. Nasihat yang diberikan pada pasien
adalah pasien menjaga higiene rongga mulut dengan menggosok gigi minimal 2x sehari.
Selain itu pasien mengurangi makan jajanan (snack dan minuman-minuman dingin atau
es krim) di luar rumah, menjaga kebersihan makanan di rumah.
22
23
24
Follow Up
Senin, 18 November 2013
S/ Nyeri menelan (+)
Demam (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
O/ KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37 C
Status generalis
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
Status lokalis
Telinga : liang telinga cukup lapang/lapang, membran timpani utuh/utuh,
warna putih mutiara, refleks cahaya +/+
25
Hidung : vestibulum cukup lapang, konka inferior eutrofi/eutrofi warna
merah muda, sekret +/+ serosa
Orofaring dan mulut : Palatum mole simetris, uvula di tengah, tonsil ukuran T3-
T3, permukaan tidak rata, muara kripti melebar, detritus tidak ada,
perlengketan dengan pilar tidak ada, karies pada pre-molar 2
bawah dekstra dan sinistra
KGB : tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Hasil labor (18 November 2013)
Hb : 12,4 gr/dL
Ht : 34,6%
Leukosit : 10.000/mm3
Trombosit : 419.000 /mm3
Diff Count : 0/12/1/55/30/2
CT : 41 s
BT : 31 s
Selasa, 19 November 2013
S/ Demam (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
Mual (-)
Muntah (-)
BAB dan BAK biasa
26
O/ KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 93x/menit
Nafas : 19x/menit
Suhu : 37,1 C
Status generalis
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
Status lokalis
Telinga : liang telinga cukup lapang/lapang, membran timpani utuh/utuh,
warna putih mutiara, refleks cahaya +/+
Hidung : vestibulum cukup lapang, konka inferior eutrofi/eutrofi warna
merah muda, sekret +/+ serosa
Orofaring dan mulut : Palatum mole simetris, uvula di tengah, tonsil ukuran T0-
T0, perdarahan tidak ada, karies pada pre-molar 2 bawah dekstra
dan sinistra
KGB : tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
27
A/ Kesan: post tonsilektomi, hemodinamik stabil
Th/ cefadroxyl syrup 2x250 mg
Ibuprofen syrup 3x100 mg
Kalnex syrup 3x250 mg
Instruksi post op:
Awasi tanda-tanda perdarahan
Awasi tanda-tanda vital
Tidur miring satu sisi tanpa bantal
Boleh diet MC dingin bila bising usus (+)
Rabu, 20 November 2013
S/ Demam (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
Mual (-)
Muntah (-)
BAB dan BAK biasa
O/ KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Nafas : 21x/menit
Suhu : 37,1 C
28
Status generalis
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
Status lokalis
Telinga : liang telinga cukup lapang/lapang, membran timpani utuh/utuh,
warna putih mutiara, refleks cahaya +/+
Hidung : vestibulum cukup lapang, konka inferior eutrofi/eutrofi warna
merah muda, sekret +/+ serosa
Orofaring dan mulut : Palatum mole simetris, uvula di tengah, tidak oedem, tonsil
ukuran T0-T0, clotting (+), tampak fibrin, perdarahan tidak ada,
karies pada pre-molar 2 bawah dekstra dan sinistra
KGB : tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
A/ Kesan: hemodinamik stabil
Th/ cefadroxyl syrup 2x250 mg
Ibuprofen syrup 3x100 mg
Kalnex syrup 3x250 mg
29
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan satu kasus seorang anak laki-laki berusia 9 tahun yang di
diagnosis dengan tonsillitis kronis. Epid (?).
Diagnosis tonsillitis kronik dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, gejala klinik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini dari anamnesis mengeluhkan nyeri menelan
sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri menelan sudah dirasakan sejak usia 5 tahun, tetapi hilang
timbul. bengkak pada pipi kanan ynag meluas ke rahang bawah hingga dan disertai nyeri,
nyeri dan sukar menelan, rasa mengganjal di tenggorokan dan sukar buka mulut.
Abshirini dkk, mendapatkan pada penelitiannya gejala yang paling sering pada abses
leher dalam adalah pembengkakan pada leher (87,1%), trismus (53,7%), disfagia (30,6%)
dan odinofagia (29,3%). Namun, berdasarkan ruang leher dalam yang dikenai akan
menimbulkan gejala spesifik yang sesuai dengan ruang potensial yang terlibat. Seperti
halnya pada pasien ini telah terjadi perluasan abses hingga ke peritonsil dengan
ditemukan adanya gejala tambahan berupa hipersalivasi, suara bergumam, dan pada
pemeriksaan fisiknya ditemukan uvula tampak edema dan terdorong kesisi yang sehat,
arkus faring asimetris, sisi kanan terdorong ke medial, hiperemis dan edema, peritonsil
tampak hiperemis dan edema, sisi kanan terdorong ke medial dan tampak abses pada
peritonsil kanan. Selain itu kemungkinan juga terjadi perluasan ke parafaring dengan
ditemukannya angulus submandibula yang tidak teraba.
Sumber infeksi pada pasien ini kemungkinan berasal dari infeksi gigi. Karena dari
anamnesis di dapatkan bahwa ada infeksi gigi sebelum terjadinya abses. Selain itu
30
Parhischar dkk mendapatkan, dari 210 pasien abses leher dalam penyebab terbanyak
adalah infeksi gigi 43%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yang dkk terhadap 100
orang penderita abses leher dalam didapatkan hasil 77 % dapat diidentifikasikan sumber
nfeksi sebagai penyebabnya. Penyebab terbanyak berasal dari infeksi orofaring (35 %),
odontogenik (23%) dan sisanya infeksi kulit, sialolitiasis, trauma, tuberkulosis dan kista
yang terinfeksi.
Untuk penatalaksanaan, dilakukan aspirasi pada daerah yang paling fluktuatif dan
didapatkan pus, selanjutnya dilakukan insisi. Pada pasien ini tindakan drainase abses
dilakukan dengan anastesi lokal karena abses yang masih dangkal dan terlokalisasi.
Menurut kepustakaan tindakan insisi dan drainase abses harus segera dilakukan setelah
hasil aspirasi abses terdapat pus dan sudah terlihat gambaran abses pada pemeriksaan
tomografi komputer. Kemudian Pasien diistirahatkan dengan posisi Tredelenburg untuk
mencegah turunnya abses ke daerah mediastinum dan mencegah aspirasi jika abses
pecah. Diberikan antibiotik untuk kuman aerob dan anaerob. Karena abses leher dalam
dapat disebabkan oleh beberapa kuman baik aerob maupun anaerob. Idealnya antibiotik
yang diberikan harus sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Karena pemeriksaan
ini membutuhkan hasil yang lama, maka pemberian antibiotik dapat berdasarkan empiris
atau sesuai dengan pola kuman pada deerah tersebut. Pada kasus ini digunakan antibiotik
seftriakson dan metronidazol. Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga yang efektif untuk kuman aerob sedangkan metronidazol untuk kuman
anaerob. Sumber infeksi diketahui dari gigi maka pasien dikonsulkan pada bagian gigi.
31
Recommended