View
270
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
Presentasi Kasus I
PRIMIGRAVIDA DENGAN JANIN LETAK SUNGSANG DENGAN ANOMALI KONGENITAL MULTIPEL
DAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT YANG DITERMINASI PERVAGINAM
Penyajidr. Aswin Boy Pratama
Pembimbingdr. H. Nuswil Bernolian, SpOG(K)
Pemandudr. H. Iskandar Zulqarnain, SpOG(K)
Pembahasdr. Darlin Forbesdr. Fitri Yuliantidr. Nana Nurmila
BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANGDipresentasikan hari Sabtu, 04 Oktober 2014, pukul 09.30 WIB
I. REKAM MEDIS
A. Anamnesis
Autoanamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. E
Med.Rec/Reg : 846466/14025211
Umur : 24 tahun
Suku bangsa : Sumatera
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Dusun IV Kel. Sejangko I, Kec. Rantau Panjang
MRS : 19 September 2014 pukul 07.05 WIB
2. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, lama 1 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menars 12 tahun, lama haid 6 hari, siklus haid teratur, hari pertama haid
terakhir lupa
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
1. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu :
Disangkal
6. Riwayat gizi/sosial ekonomi:
Sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Mau melahirkan dengan anak letak sungsang
Riwayat perjalanan penyakit :
± 1 hari SMRS os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang hilang
timbul makin lama makin sering dan kuat (+), Riwayat keluar darah lendir
(+), riwayat keluar air-air (-). Os lalu ke bidan dan dikatakan mau melahirkan
dengan anak letak sungsang, lalu os disarankan ke RSMH. Selama hamil os
mengaku sering kontrol ke bidan desa dan disarankan untuk pemeriksaan
USG. Kemudian os melakukan pemeriksaan USG 1x di dokter umum saat
usia kehamilan memasuki usia 9 bulan dan dikatakan kehamilan letak
sungsang dengan kondisi janin dalam keadaan baik. Os mengaku hamil cukup
bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran : Kompos mentis
Tipe badan : Asthenikus
Berat badan : 49 kg
Tinggi badan : 158 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8°C
b. Keadaan khusus
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat,
massa tidak ada
Toraks : Jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada,
Paru-paru: sonor, vesikuler normal, ronkhi
tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : Lihat status obstetri
Ekstremitas : Edema pretibia -/-, varises tidak ada, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-
2. Pemeriksaan obstetri
Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 19 September
2014 pukul 07.05 WIB didapatkan :
- Pemeriksaan luar: tinggi fundus uteri 3 jari bawah prosesus xyphoideus
(29 cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong,
ω, atas spina, his 2x/10’/25”, denyut jantung janin 146x/menit, teratur,
taksiran berat badan janin 2635 gram
- Pemeriksaan dalam: porsio lunak, anterior, pendataran 100%,
pembukaan 3cm, terbawah bokong, HI-II, ketuban (+), penunjuk sakrum
kanan depan
- Pemeriksaan panggul: promontorium tak teraba, konjugata diagonalis >
13 cm, konjugata vera > 11,5 cm, linea innominata teraba 1/3-1/3,
sakrum konkaf, spina iskiadika tak menonjol, arkus pubis > 90o, dinding
samping lurus, kesan panggul luas.
- Skor Zatuchni Andros :
Masa gestasi ≤ 37 minggu = 2
Taksiran berat janin ≤ 3175g = 2
Pembukaan 3cm = 1
Total = 5
3. Pemeriksaan Penunjang
USG IRD (WHO)
Tampak JTH presentasi bokong Biometri Janin :
o BPD : 93,2mmo HC : 328mmo AC : 320mmo FL : 59,8mmo EFW: 2335g
Ketuban cukup SP 3,0 cm Plasenta di fundus, kalsifikasi (+) Defleksi (-) Lilitan tali pusat (-)
K/ Hamil 37 minggu janin tunggal hidup presentasi bokong
Laboratorium 19.09.14 pukul 11.21 WIB
Darah RutinHb : 13,7 g% (12 – 18 g%)Leukosit : 15.300/mm3 (5000 – 10.000 mm3)Trombosit : 261.000/mm3 (200.000 – 500.000/mm3)Eritrosit : 3.040.000/ mm3 (4.200.000-4.870.000/ mm3)Hematokrit : 39% (38-44%)Basofil : 0 (0-1%)Eosinofil : 1 (1-6%)Netrofil batang : 0 (2-6%)Netrofil segmen : 80 (50-70%)Limfosit : 12 (25-40%)
Monosit : 7 (2-8%)
C. Diagnosa kerja
G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup
presentasi bokong
D. Prognosis
Ibu : dubia
Janin : dubia
E . Terapi
- Observasi Tanda Vital, His, Denyut Jantung Janin
- IVFD RL gtt xx/menit
- Rencana partus pervaginam
- Rencana USG konfirmasi
- Evaluasi ~ partograf WHO modifikasi (fase aktif)
G. FOLLOW UP
19.09.1408.00 WIB
IRD
Kel : Mau melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 110/70 mmHgSens : CM N : 90 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,20CSt Obstetri :PL : tifut 3 jari bawah procesus. xhypoideus
(29cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong, ω, atas spina, his 3x/10’/30”, DJJ 156x/menit, teratur, taksiran berat janin 2635g
VT: porsio lunak, anterior, pendataran 100%, pembukaan 4cm, terbawah bokong, HII, sakrum kanan depan
D/ G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup presentasi bokong
Terapi :- Observasi Tanda Vital, His,
Denyut Jantung Janin- IVFD RL gtt xx/menit- Rencana partus pervaginam- Rencana USG konfirmasi- Evaluasi ~ partograf WHO
modifikasi
19.09.1411.20 WIB
dr. Aswin Boy
Kel : Mau melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 110/70 mmHgSens : CM N : 88 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,40CSt Obstetri :PL :tifut 3 jari bawah procesus xhypoideus
(29cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong, ω, bawah spina, his 4x/10’/40”, DJJ 156x/menit, teratur, taksiran berat janin 2635g
VT: porsio tak teraba, pembukaan lengkap, terbawah bokong, HIII, sakrum kanan lintang
D/ G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala II
Terapi :- Pimpin persalinan- Kosongkan kandung kemih
janin tunggal hidup presentasi bokong
dr. Aswin Boy Laporan Persalinan
Tanggal 19 September 2014Pukul 11.20 WIB Parturient tampak ingin mengedan kuat
Dx/G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala II Presentasi Bokong
T/ Pimpin persalinan Episiotomi mediolateral
Pukul 11.35WIB Lahir dengan Ekstraksi partial neonatus hidup, BB 2000 g, PB 40 cm, AS 1/0 FT SGA dengan anomali kongenital multiple (Macrocephali, polidaktili, Disorder of sex development, Congenital talipes equano varus)
Lingkar kepala bayi = ± 38,8cmPukul11.40WIB Plasenta lahir lengkap, BP 330g, PTP 35cm, Ø16x17cm Dengan kalsifikasi grade I, lilitan tali pusat (-) Perdarahan aktif (+) Dilakukan eksplorasi:
Discontinuitas jaringan (-) perluasan luka episiotomi (-) laserasi porsio arah pukul 06.00 ± 4cm dengan
perdarahan aktif dilakukan penjahitan laserasi dan penjahitan episiotomi
19.09.1416.00 WIB
dr. Aswin Boy
Kel : Habis melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 100/70 mmHgSens : CM N : 92 x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,20CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-) terpasang tampon intravagina, luka episiotomi tenangD/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio
Terapi : Observasi TVI dan
perdarahan IVFD 2 line:
1. RL + Oxitocyn 20 IU gtt xx/menit
2. RL gtt xxx/mnt Kateter mentap cek I/O Cek lab DR Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Inf. Metronidazole 3x1 fls Inj Transamin 3x1amp Lactulac syr 3x1 C Tampon padat intravagina
Laboratorium 19.09.14 pukul 23.40 WIB Darah Rutin
Hb : 9,2 g% (12 – 18 g%)Leukosit : 20.300/mm3 (5000 – 10.000 mm3)Trombosit : 182.000/mm3 (200.000 – 500.000/mm3)Eritrosit : 3.040.000/ mm3 (4.200.000-4.870.000/ mm3)Hematokrit : 27% (38-44%)Basofil : 0 (0-1%)Eosinofil : 0 (1-6%)
Netrofil batang : 0 (2-6%)Netrofil segmen : 84 (50-70%)Limfosit : 9 (25-40%)
Monosit : 7 (2-8%)
20.09.1408.00 WIB
dr. Aswin Boy
Kel : (-)St Present :KU : sedang TD : 120/70 mmHgSens : CM N : 90 x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,50CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)D/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio hari ke – 1 + anemia sedang
Terapi : Observasi TVI dan
perdarahan IVFD RL gtt xx/menit Bebat payudara Perawatan luka episiotomi
P/S Vulva hihiene P/S Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Inf. Metronidazole 3x1 fls Lactulac syr 3x1 C Bromokriptin 2x1 tab
21.09.1408.00 WIBdr. Mariana
Kel : (-)St Present :KU : sedang TD : 120/70 mmHgSens : CM N : 80 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,60CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), vulva tenang, luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)D/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio hari ke – 2 + anemia sedang
Terapi : Observasi TVI dan
perdarahan IVFD RL gtt xx/menit Bebat payudara Perawatan luka episiotomi
P/S Vulva higiene P/S Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Lactulac syr 3x1 C Bromokriptin 2x1 tab
II. PERMASALAHAN
A. Mengapa anomali kongenital multipel tidak terdeteksi melalui pemeriksaan
USG?
B. Mengapa pada kasus ini janin yang dilahirkan meninggal?
III. ANALISA KASUS
A. Mengapa anomali kongenital multipel tidak terdeteksi melalui
pemeriksaan USG?
Pada pemeriksaan USG anomali kongenital dapat dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu:
1. Kelainan mayor, kelainan antomis jelas terlihat dari USG dan
mempunyai kepentingan medis, pembedahan serta kosmetik dengan
pengaruh pada kesakitan dan kematian (missal; hidrosefalus dan
anensefalus)
2. Kelainan minor, kelainan yang tidak mempunyai arti medis,
pembedahan dan kosmetik yang serius dan tidak berpengaruh pada
harapan hidup dan gaya hidup (missal; hernia umbilikalis dan
mikropenis)1,2,3.
Pembagian lain menurut WHO:
1. Letal (misal; anensefalus)
2. Berat; kelainan yang jika intervensi medis tidak dilakukan akan
mmenyebabkan kematian
3. Ringan; kelainan yang memerlukan intervensi medis namun harapan
hidup tetap baik (missal;undescensus testis)3.
Pada kasus ini didapati anomali kongenital multipel pada janin yang
dilahirkan yaitu macrocephaly, disorder of sex development (DSD),
polidactili, dan congenital talipes equinovarus (CTEV). Dari keempat
kelainan kongenital yang ditemukan, 3 diantaranya adalah kelainan minor dan
salah satunya adalah kelainan mayor namun tidak letal. Dapat diartikan
kelainan kongenital pada janin yang dilahirkan bersifat tidak letal atau
mematikan.
Makrosefali didefinisikan sebagai ukuran lingkar kepala (head
circumference) 3 kali lebih besar dari standar deviasi rata-rata usia dan jenis
kelamin. Kelainan kongenital ini jarang terjadi dan penyebabnya masih belum
diketahui. Makrosefali dikaitkan dengan berbagai kondisi sebagai berikut;
beningn familial macrosefali, sporadic macrosefali, neurofibromatosis,
cerebral gigantisme, achondroplasia, dll. Pada pemeriksaan dengan USG
makrosefali dicurigai bila dalam pengukuran lingkar kepala (head
circumference) 3 kali lebih besar dari standar deviasi berdasarkan rata-rata
untuk usia kehamilan tanpa adanya gambaran hidrosefalus atau massa
intrakranial. Benign familial macrosefali jarang sekali terdiagnosa didalam
uterus. Dalam sebuah laporan kasus ditemukan ukuran lungkar kepala
abnormal pada usia gestasi 32 minggu, dan ukuran tetap tidak mengalami
penambahan hingga usia gestasi mencapai 39 minggu. Sebagai parameter
perkembangan kehamilan, penambahan ukuran lingkar kepala meningkat
secara proporsional bersamaan biometri fetus lainnya5.
Pada kasus ini, makrosefali dikatakan sebagai kelainan kongenital mayor
namun tidak letal, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kelainan kongenital
mayor akan tampak jelas pada pemeriksaan USG. Namun pada kasus ini
pemeriksaan USG tidak mencurigai adanya kelainan kongenital berupa
makrosefali. Hal ini dimungkinkan makrosefali pada kasus ini adalah tipe
benign familial yang sulit terdiagnosa didalam uterus. Faktor lain yang dapat
menyebabkan tidak tergambarnya kelainan kongenital dapat disebabkan oleh
faktor alat dan keterampilan pemeriksa. Faktor alat dimungkinkan oleh
kondisi, teknologi maupun kelayakan.
Tabel 1. Kondisi yang berkaitan dengan makrosefali
Benign familial macrocephaly
Sporadic macrocephaly
Neurofibromatosis
Cerebral gigantism (sotos syndrome)
Achondroplasia
Osteogenesis imperfecta
Beckwith-Wiedeman syndrome
Neurocutaneus syndrome
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome
Meaver syndrome
Unilateral macrocephaly
Sumber Bianchi5
Anomali kongenital lain yang ditemukan pada kasus ini dikategorikan
kelainan minor, pertama yaitu disorder of sex development atau sering dikenal
dengan ambiguous genitalia. Meskipun genotif fetus sudah ditentukan sejak
masa konsepsi, namun jenis kelamin belum dapat dibedakan hingga usia
kehamilan 6-7 minggu. Pemeriksaan USG pada kasus ambiguous genitalia
lebih akurat pada pria. Sedangkan pada wanita sering terjadi kesalahan dalam
interpretasi hasil pemeriksaan diakibatkan clitoromegaly. Ketika janin dalam
rahim adalah pria maka testis bersama skrotum dapat diidentifikasi setelah
usia 28 minggu. Sedangkan pada wanita dapat terlihat gambaran berupa labia
mayora, labia minora dan klitoris5. Pada kasus ini juga tidak terdeteksi adanya
kelainan kongenital pada kelamin. Kelainan minor umumnya mengikuti
dengan adanya kelainan mayor.
Gambar 1. Ambiguous genitalia pada fetus usia kehamilan 20 minggu
Sumber. Bianchi5
Gambar 2. Ambiguous genitalia pada fetus usia kehamilan 27 minggu
Sumber. Bianchi5
Kelainan kongenital lain yaitu congenital talipes equano varus (CTEV)
dan polidactili. Kelainan kongenital minor lainnya yang tidak terdeteksi dari
pemeriksaan USG. Pada kasus polidactili, identifikasi phalanges sudah dapat
dilakukan pada usia kehamilan 13 minggu dengan USG transabdominal dan
usia 11 minggu dengan USG transvaginal5,6.
Gambar 2. Gambaran USG pada Polidaktili
Sumber. Bianchi5
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 7,6 juta bayi lahir setiap tahun
dengan kelainan bawaan dan sekitar 90% terdapat di Negara dengan
penghasilan sedang atau rendah. Kelainan bawaan mayor terjadi sekitar 3%
dari bayi yang lahir hidup dan 50% dari kelainan ini sudah diketahui sejak
baru lahir, sedangkan sisanya baru tampak nyata pada masa anak dan dewasa.
Kelainan ini mempunyai peran besar pada tingginya angka kematian bayi,
disampinng morbiiditas pada anak dan dewasa4,5,6.
Penelitian Parmar, dkk (2010) di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi
kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki (8%; 99 dari 1.224)
daripada anak perempuan (7%; 81 dari 1.141), akan tetapi tidak ada perbedaan
secara signifikan (p = 0,4).6 Di Urmia, Iran (2008), kejadian kelainan
kongenital lebih tinggi pada perempuan (1,99%; 139 dari 6.979) dibandingkan
laki-laki bayi baru lahir (1,68%; 120 dari 7.137), namun perbedaan itu tidak
signifikan secara statistik (p = 0,65).34 Di Sir T Hospital, Gujarat (Januari
2006 – Juni 2007) menunjukkan kejadian kongenital secara signifikan lebih
tinggi (6,1%) pada ibu yang berusia >30 tahun dibandingkan dengan
kelompok usia muda.
Belum banyak data yang menggambarkan besarnya kejadian kelainan
kongenital di Indonesia. Laporan dari beberapa rumah sakit pendidikan di
Indonesia yang dapat dikumpulkan rata-rata 3,72%. Diagnose kelainan
kongenital 63,18% didiagnosa setelah bayi lahir, 21,25% untra natal, dan
11,81% antenatal. Bayi dengan kelainan kongenital 30,15% lahir mati,
13,38% mengalami kematian neonatal dan 31,49% pulang dengan
perkembangan selanjutnya tidak diikuti5,6.
Kelainan kongenital 30% dapat disebabkan oleh:
1. Kelainan genetik (congenital malformation atau chromosomal anomaly)
2. Multifaktorial karena interaksi antara faktor genetic dan lingkungan
(30%), dan sisanya tidak diketahui penyebabnya. Kelainan multifaktorial
disebabkan oleh teratogen yaitu segala faktor atau bahan yang
menyebabkan kelainan struktur atau fungsi, gangguan pertumbuhan dan
kematian embryo atau janin5,6.
Pengelolaan kelainan bawaan di suatu rumah sakit ditentukan oleh
beberapa kondisi antara lain; prevalensi dan jenis kelainan bawaan di daerah
tersebut, etiologi, fasilitas yang ada, pengetahuan dan kehirauan pengelola,
dan pendidikanmasyarakat5,6.
Langkah yang perlu diperhatikan:
1. Faktor risiko
1.1. Ibu hamil dengan umur lebih dari 35 tahun
1.2. Riwayat keturunan
1.3. Penderita diabetes mellitus
1.4. Tercemar bahan teratogen saat kehamilan
1.5. Pertumbuhan janin abnormal
1.6. Janin ganda5,6.
2. Skrining
Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk skirining adalah:
2.1. Maternal serum skrining (MSS), pemeriksaan serum darah ibu pada
kehamilan 16 minggu (15-20 minggu) dilakukan untuk mengetahui
adanya down syndrome sebesar 75%, Trisomi 18 sebesar 60-80% dan
NTD lebih dari 80% dengan melakukan treeple screening yaitu
memeriksa alpha-feto-protein (AFP), human-chorionic gonadotropin
(hCG), unconjugated estriol (uEs).
2.2. Pemeriksaan genetic, seperti Thalassemia, Trisomi 21, Trisomi 18
2.3. Pemeriksaan laboratorium, seperti antibodi TORCH
2.4. USG pada kehamilan 20-22 minggu5,6.
Sebagian besar kelainan bawaan tidak dapat dicegah sampai saat ini, akan
tetapi masih ada kemungkinan yang dapat dicegah.
1. Pencegahan primer
1.1. menghindari tercemar dengan bahan-bahan teratogen
1.2. Pemberian Asam Folat
1.3. Vaksinasi Rubella
1.4. Menghindari rokok dan minuman
1.5. Kontrol DM pada kehamilan
1.6. Pencegahan pertumbuhan janin terhambat5,6.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis prenatal.
Pemeriksaan prenatal perlu keterampilan khusus sehingga tidak semua dokter
spesialis dapat melakukannya. Diagnosis prenatal dilakukan dengan USG
pada usia kehamilan 11-13 minggu untuk neural tubes, sedangkan untuk
mengetahui kelainan kongenital mayor pada kehamilan 20-22 minggu5,6..
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan non invasif;
Pemeriksaan dengan menggunakan USG. Adapun temuan yang berkaitan
dengan kelainan bawaan;
1.1. Oligohidramnion atau polihidramnion
1.2. Pertumbuhan janin terhambat
1.3. Kelainan bentuk janin
1.4. Ukuran biometri janin abnormal
1.5. Arteri umbilikalis tunggal
1.6. Aktifitas biofisik janin berkurang5,6.
2. Pemeriksaan invasif
Amniosintesis; dilakukan untuk karyotiping janin, peningkatan AFP pada
NTD, kematangan paru-paru janin dan spektometri bilirubin pada
aloimunisasi darah merah. Fluorescent in situ hybridization (FISH), dapat
diaplikasikan pada amniosintesis dan CVS, untuk mengetahui adanya
aneuploidi kromosom 21,18,13,X,Y5,6.
1. Chorionic Villous Sampling (CVS), pada kehamilan 10-12 minggu,
dilakukan sitogenik dan pemeriksaan DNA janin.
2. Fetal Blood Sampling; dilakukan untuk tes diagnostic dari rapid karyotype,
alloimunization, infeksi janin,. autoimmunization.
3. Fetal Organ Biopsy (hati, otot dan kulit); pada beberapa penyakit yang
dapat didiagnosis dengan cara ini seperti muscular dystrophy dengan biopsi
otot.
Penanganan kelainan bawaan secara umum dapat dilakukan:
1. Apabila janin tidak dapat hidup setelah dilahirkan, maka harus diakhiri atau
diterminasi.
2. Apabila janin dapat diterapi jika lahir cukup bulan, maka harus ditunggu
kehamilannya hingga cukup bulan.
3. Bila dicurigai akan terjadi hambatan atau distosia pada proses persalinan,
seksio sesaria adalah pilihan.
4. Apabila kelainan akan bertambah parah bila kehamilan ditunggu, maka
harus diterminasi lebih awal.
5. Pencegahan berkembangnya kelainan intrauterine, dilakukan terapi
intrauterine5,6.
Terapi janin intrauterine telah banyak dilakukan dibeberapa Negara dengan
hasil yang memuaskan. Terapi ini dilakukan untuk beberapa kelainan
bawaan yang berupa kelainan anatomi. Untuk operasi ini harus
dipertimbangkan keuntungan, jenis kelainan jelas secara USG, jika
dibiarkan jelas akan menyebabkan morbiditas dan mortalitas intrauterine
atau pada masa perinatal. Operasi intrauterine yang sudah cukup banyak
berhasil adalah operasi neural tube defect, hernia diaphragmatica, eksisi
congenital cystic adenomatoid malformation atau teratoma5,6.
B. Mengapa janin yang dilahirkan dapat meninggal?
Persalinan bokong sekitar 3-4% dari seluruh total persalinan. Insiden semakin
menurun dengan bertambahnya usia kehamilan. Morbiditas dan mortalitas
perinatal diakibatkan penyulit persalinan secara pervaginam pada presentasi
bokong semakin tinggi bila dibandingkan dengan presentasi belakang kepala.
Penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak adalah persalinan preterm,
kelainan kongenital dan trauma saat persalinan.
Risiko persalinan dengan presentasi bokong antara lain:
1. Prolaps tali pusat (terutama pada presentasi kaki)
2. After-coming head yang terjebak oleh dilatasi cerviks yang belum
sempurna (pada bayi preterm dan CPD)
3. Trauma akibat ekstensi kepala7,8.
Penatalaksanaan persalinan pada presentasi bokong dilakukan dengan 2
cara yaitu pervaginam dan perabdominam.
I. Persalinan pervaginam pada letak sungsang menjadi pilihan bila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Wanita yang didiagnosa dengan presentasi bokong dan telah
dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi mengenai tipe
presentasi bokong, pertumbuhan dan berat janin, defleksi kepala serta
ukuran diameter kepala dalam batas normal.
2. Kontraindikasi persalinan pervaginam tidak ditemukan:
Tali pusat menumbung
Pertumbuhan janin terhambat atau makrosomia
Secara klinis panggul sempit
Anomali kongenital yang tak cakap pervaginam
3. Persalinan pervaginam direkomendasikan ketika estimasi berat janin
antara 2500 – 4000 g 9,10-11.
II. Persalinan perabdominam
Pemilihan persalinan perbadominam harus dipikirkan keuntungan dan
kerugian yang didapatkan oleh ibu dan bayi. Sectio cesaria dilakukan harus
sesuai indikasi. Berikut adalah indikasi untuk dilakukannya sectio cesaria
pada presentasi bokong, meliputi indikasi absolut dan indikasi relatif:
2.1. Indikasi absolut
2.1.1. Panggul sempit
2.1.2. Makrosomia
2.1.3. Plasenta Previa
2.1.4. Tumor atau kelainan pada uterus
2.1.5. Deformitas pelvis
2.2. Indikasi relatif
2.2.1. Pertumbuhan Janin Terhambat
2.2.2. Bekas Sectio cesaria
2.2.3. Defleksi kepala
2.2.4. Curiga panggul sempit
2.2.5. Presentasi kaki
2.2.6. Usia gestasi < 34 minggu12,13.
Pada kasus ini, tatalaksana dilakukan persalinan pervaginam. Anomali
kongenital multipel pada janin intrauterine dengan diantaranya adalah
makrosefali menjadi pertimbangan utama untuk menentukan jenis persalinan.
Mengacu penjelasan di atas, janin yang terdeteksi dengan kelainan kongenital
dengan kemungkinan besar terjadi distosia atau hambatan dalam persalinan
pervaginam, maka tatalaksana dengan sectio cesaria adalah pilihan yang
tepat11,12,13.
Komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong yang
ditatalaksanai secara pervaginam meliputi:
1. Komplikasi Janin
1.1. Anoksia Melahirkan
Kompresi tali pusat dan prolaps dapat dikaitkan dengan persalinan
presentasi bokong, terutama presentasi bokong murni (5%) dan
bokong kaki (15%).3 Ini karena ketidakmampuan bagian terkemuka
untuk mengisi pelvis maternal, baik karena prematuritas atau buruknya
penempatan bagian terkemuka pada serviks, sehingga tali pusat
mungkin prolaps dibawah level bokong. Presentasi bokong murni
(paha difleksikan terhadap perut) membuat kontur bagian terkemuka,
yang menyesuaikan lebih baik terhadap panggul ibu dan biasanya
sesuai dengan serviks
1.2. Trauma Persalinan
Insidens trauma persalinan selama kelahiran bokong pervaginam
adalah 6,7%, sebanyak 13 kali dari presentasi kepala (0,51 per 1000
kelahiran). Jenis cedera perinatal dilaporkan pada kelahiran bokong
termasuk robeknya tentorium serebelum, sefalhematom, disrupsi
medulla spinalis, brakial palsi, fraktur tulang panjang, dan ruptur otot
sternokleidomastoid. Kelahiran bokong pervaginam juga merupakan
penyebab utama cedera pada kelenjar adrenal janin, hati, anus,
genitalia, spina, sendi pinggul, nervus skiatik, dan otot lengan, kaki
dan punggung. Faktor yang menyebabkan kesulitan kelahiran bokong
pervaginam termasuk serviks yang berdilatasi sebagian, lengan yang
tersangkut unilateral ataupun bilateral, dan defleksi kepala. Jenis
prosedur persalinan yang digunakan juga dapat mempengaruhi luaran
neonatus13,14.
Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada janin yaitu asfiksia berat
yang diakibatkan proses persalinan yang sulit dan memakan waktu yang
cukup lama. Morbiditas pada bayi menjadi meningkat hingga
mengakibatkan kematian perinatal. Hasil luaran janin yang buruk dengan
AFGAR skor 1/0 FTSGA. Proses persalinan berlangsung dalam waktu 15
menit, sedangkan standar baku yang ditetapkan pada persalinan bokong
adalah kurang dari 8 menit.proses persalinan dilakukan dengan cara
ekstraksi parsial dimana pada proses pengeluaran kepala berlangsung
cukup lam dan dapat dikatakan sebagai after-coming head yang terjebak.
Penatalaksanaan pada kasus after-coming head yang terjebak dapat
dilakukan dengan penarikan menggunakan forceps piper. Dimana badan
janin diangkat menggunakan handuk atau doek untuk memudahkan
pemasangan sendok forceps. Dilakukan tarikan ringan dengan asisten
menekan suprapubik. Pada kasus ini tidak tersedia alat forceps dalam
menolong persalinan. Sehingga dapat dikatakan kelengkapan alat dalam
pertolongan persalinan bokong sangat penting terutama forceps piper
sebagai antisipasi terjadinya after-coming head15.
After-coming head yang terperangkap akibat dilatasi cerviks yang
belum lengkap tidak memungkinkan untuk melahirkan aftercoming head,
biasanya terjadinya pada bayi yang kecil (preterm). Penatalaksanaan pada
kasus ini dapat dilakukan dengan mendorong serviks ke dalam diselipkan
diantara kepala janin. jika tindakan tersebut tidak berhasil dapat dilakukan
dengan insisi Dǘhrseen pada serviks15.
2. Komplikasi Maternal
Hal yang paling mengkhawatirkan dari ibu adalah laserasi jalan lahir.
Manuver intrauterin, terutama pada ibu dengan segmen bawah rahim yang
tipis, atau persalinan bokong dengan aftercoming head melalui serviks
yang tidak berdilatasi sempurna, dapat menyebabkan ruptur uteri, laserasi
servik dan dinding vagina, atau keduanya. Manipulasi yang demikian juga
dapat menyebabkann perluasan luka episiotomi dan robekan perineum
yang dalam. Akibat dari semua manipulasi manual di dalam jalan lahir
tersebut, resiko untuk terjadi infeksi semakin meningkat14,15.
Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada ibu yaitu laserasi jalan lahir,
berupa laserasi porsio pada arah pukul 06.00 yang mengakibatkan perdarahan
aktif paska persalinan. Komplikasi pada ibu dapat segera teratasi dengan
penjahitan laserasi disertai dengan resusitasi cairan untuk antisispasi
perdarahan massif.
Pada kasus ini juga didapatkan pertumbuhan janin terhambat. Bayi yang
dilahirkan didapati berat badan 2000 gram dengan usia kehamilan cukup
bulan. Pertumbuhan janin terhambat ditegakkan apabila pada pemeriksaan
FETAL GROWTH RESTRICTION
Placental factor :
placental mosaicsm
abnormal placentation
uterine abnormality
chronic placental
abruption
Extrinsic :
Cigarette smoking
Alkohol / cocaine
viral infection
Fetal :
Chromosomal (trisomy 18,13, 21)
Mendelian single gen disorder
Congenital structural abnormalities
Other syndromes
Maternal :
Hypertension
Preeclampsia
APS
Trombhophilia
USG perkiraan berat badan janin berada dibawah 10 persentil dari usia
kehamilan atau lebih kecil dari yang seharusnya. Pada umunya janin tersebut
memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau kematian bayi16.
Kejadian pertumbuhan janin terhambat bervariasi, berkisar 4-8% pada
Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang. Hal ini perlu menjadi
perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang terjadi akibat PJT16.
Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang
kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena
infeksi selama kehamilan atau kecacatan bawaan. Penyebab terjadinya PJT
antara lain digambarkan dalam skema berikut16.
Gambar 2. Skema penyebab pertumbuhan janin terhambat
Sumber. Resnik’s16
Beberapa keadaan dimana janin dengan PJT harus dilahirkan:
1. Janin dengan kromosom normal dengan usia kehamilan lebih dari 36
minggu lengkap
2. Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih
3. Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun
4. Tidak terdapat partumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3
minggu16.
Sedangkan pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, persalinan harus
dipikirkan pada keadaan berikut ini:
1. Tidak terdapat partumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3
minggu dan memilik paru-paru yang matang
2. Anhidramnion pada kehamilan 30 minggu atau lebih
3. Terdapat AEDF (Absent umbilical artery end diastolic flow) dan REDF
(reversed umbilical artery end diastolic flow)
4. Pola denyut jantung yang abnormal menetap16.
Gambar 3. Kurva perkembangan janin intrauterineSumber. Resnick’s16
IV. SIMPULAN
1. Pemeriksaan USG tidak mencurigai adanya kelainan kongenital berupa
makrosefali. Hal ini dimungkinkan makrosefali pada kasus ini adalah tipe
benign familialmacrosecali yang sulit terdiagnosa didalam uterus. Faktor lain
yang dapat menyebabkan tidak tergambarnya kelainan kongenital dapat
disebabkan oleh faktor alat dan keterampilan pemeriksa. Selain kelainan
kongenital, kasus ini juga menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang
terhambat. Berat badan bayi setelah lahir hanya 200 gram pada usia
kehamilan yang cukup bulan.
2. Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada janin yaitu asfiksia berat yang
diakibatkan proses persalinan yang sulit dan memakan waktu yang cukup
lama. Morbiditas pada bayi menjadi meningkat hingga mengakibatkan
kematian perinatal. Hasil luaran janin yang buruk dengan AFGAR skor 1/0
FTSGA. Proses persalinan berlangsung dalam waktu 15 menit, sedangkan
standar baku yang ditetapkan pada persalinan bokong adalah kurang dari 8
menit.proses persalinan dilakukan dengan cara ekstraksi parsial dimana pada
proses pengeluaran kepala berlangsung cukup lam dan dapat dikatakan
sebagai after-coming head yang terjebak
3. Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada ibu yaitu laserasi jalan lahir,
berupa laserasi porsio pada arah pukul 06.00 yang mengakibatkan perdarahan
aktif paska persalinan. Komplikasi pada ibu dapat segera teratasi dengan
hecting laserasi disertai dengan resusitasi cairan untuk antisispasi perdarahan
yang massif.
V. RUJUKAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Breech presentation and delivery. Williams obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2010: 527-543.
2. Kish K, Collea JV. Malpresentastion and cord prolapse. In: Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current diagnosis and treatment: obstetric and gynecology. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2010:342-352.
3. Komar A. Bunga Rampai Obstetri. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang; 2004:25-30.
4. Bianchi DW, Crombleholme TM, D’Alton ME, Malone FD. Fetology: diagnosis and management of the fetal patient. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill. 2010;II:J;714
5. Bianchi DW, Crombleholme TM, D’Alton ME, Malone FD. Fetology: diagnosis and management of the fetal patient. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill. 2010;II:147.
6. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Panduan Pengelolaan Kelaian Bawaan di Indonesia. 20067. Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Cetakan kedelapan. Bina
Pustaka Sarwono Prawiharjo. Jakarta: 2010; 104-121.8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Kelainan Janin pada
Penyakit yang Diwariskan dan yang Didapatkan. Obstetri Williams. Edisi 21.EGC. Jakarta;2001:1044-1083.
9. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. RCOG Green Top Guidelines: The Management of Breech Presentation, Guideline no. 20. London: RCOG, 2001.
10.Goffinet F, Carayol M, Foidart JM, Alexander S, Uzan S, Subtil D, et al. Is planned vaginal delivery for breech presentation at term still an option? Results of an observational prospective survey in France and Belgium. Am J Obstet Gynaecol 2006;194:1002–11.
11.Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin. Dalam: Martohoesodo S, Hariadi R. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta; 2005: 606-622.
12.De Leeuw JP, Verhoeven ATM, Schutte JM, Zwart J, van Roosmalen J. The end of vaginal breech delivery (letter). Br J Obstet Gynaecol. 2007;114:373–4.
13.Burke G. The end of vaginal breech delivery. Br J Obstet Gynaecol. 2006;113:969–72.14.Ketut G. Skor Zatuchni Andros dalam Menentukan Keberhasilan Persalinan Sungsang Genap
Bulan. Obstetri dan Ginekologi Universitas Diponegoro.Tesis. Semarang. 1999.15. Ghosh Mk. Breech Presentation: evaluation of management. J Reprod Med. 2005; 50:108-16.16.Creasy K, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene MF. Maternal-Fetal
Medicine;principles and practice. 7th ed. Elsevier Sounders: Philadelphia, 2014.
Recommended