Bab II Sejarah Pertanian

Preview:

Citation preview

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    1/6

    BAB II

    RIWAYAT PERTANIAN

    Riwayat pertanian adalah juga riwayat manusia, karena sejak manusia berada di

    dunia ini, mereka harus makan untuk dapat hidup. Sementara itu, sebagian besar dari

    makanan berasal dari lahan yang diusahakan untuk bercocok tanam. Ahli sejarah

    berpendapat bahwa pada awalnya manusia hidup dari buah-buahan dan umbi-umbian yang

    diperoleh di hutan dan ikan yang ditangkap di sungai dan hewan yang diperoleh dari hasil

    berburu.

    Akan tetapi setelah jumlah manusia bertambah dan sementara itu hasil hutan, hasil

    tangkapan di sungai, dan hasil berburu tidak lagi meencukupi kebutuhan, maka manusia

    mulai merubah cara mencari nafkah dengan jalan menanam dan memelihara tumbuhan dan

    hewan yang dikehendaki. Manusia mulai membakar hutan dan kemudian disebari benih atau

    bibit tumbuhan yang dikehendaki dengan sistem ladang. Riwayat bercocok tanam dimulai

    dengan pembukaan tanah, mengolah tanah, menanam benih atau bibit serta memelihara

    tanaman. Manusia mulai memillih tempat tinggal yang lebih lama, mereka tidak berpindah-

    pindah setiap hari lagi karena harus merawat dan menjaga tanamannya.

    Pada abad kesatu atau kedua, bangsa Indonesia telah mengenal persawahansebagai tingkat bercocok tanam yang lebih tinggi dari pada cara berladang. Menurut

    Gonggrijp, sebelum orang Hindu datang ke Indonesia, penduduk asli Indonesia telah

    mengenal kerajinan logam, pengetahuan tentang perbintangan, dan persawahan. Dan

    selanjutnya Krom mengutarakan bahwa adanya persawahan dengan sistem irigasi yang

    teratur baik menunjukan bangsa Indonesia pada saat itu telah mempunyai negara atau

    masyarakat yang teratur. Demikian pula Fruin-Mees menyatakan bahwa sebelum orang

    Hindu datang, Indonesia telah terkenal dengan adanya emas dan perak disamping dengan

    kekayaan beras yang diperdagangkan ke luar negeri.

    Hubungan bangsa Indonesia dengan luar negeri telah dimulai pada permulaan abad

    ke dua dan menjadi perdagangan yang ramai dalam abad ke-14. Dengan berkembangnya

    perdagangan tersebut turut berkembang pula kegiatan pertanian di Indonesia. Kekayaan

    hasil pertanian tidak hanya beras tetapi juga hasil pertanian lainnya yang dikemudian hari

    sangat dibutuhkan oleh dunia luar, terutama bangsa-bangsa Eropa.

    6

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    2/6

    Kedatangan Bangsa Hindu, Arab, dan Eropa (1400-1600)

    Dengan berkembangnya pertanian persawahan serta perbaikan cara bercocok

    tanam, hasil padi bangsa Indonesia meningkat sehingga produksinya tidak hanya mencukupi

    kebutuhan pangan sendiri akan tetapi kelebihan hasil tersebut dapat pula diperdagangkan keluar negeri. Perdagangan hasil pertanian dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri dan juga

    oleh bangsa-bangsa lain, seperti orang Arab, hindu, dan Tionghoa.

    Perdagangan hasil pertanian menjadi berkembang tidak hanya terbatas pada padi

    saja, tetapi juga hasil pertanian lainnya seperti serat, lada, dan pala. Hasil rempah-rempah

    terutama berasal dari kepulauan Maluku, Banda, dan Aceh. Rempah rempah dikirim ke

    Eropa melalui Asia dan Persia. Para pedagang mendapat keuntungan besar melalui usaha

    perdagangan rempah-rempah dari Indonesia.

    Terdorong hasrat untuk memperoleh keuntungan lebih besar, orang Eropa mencari

    upaya untuk dapat berdagang langsung dengan penghasil asal bahan rempah-rempah.

    Tahap pertama pada 1498, orang Portugis datang ke India untuk melakukan perdagangan

    sendiri. Setelah mengetahui jalannya perdagangan, pada tahun 1511 orang Portugis

    menduduki Malaka dan mengatur perdagangan bersama orang-orang Indonesia, India, dan

    Arab. Barang dagangan hasil pertanian diangkut oleh perahu-perahu milik orang Indonesia

    dengan mendatangi tempat asal bahan-bahan hasil pertanian tersebut. Dengan melalui

    pelabuhan Gresik, orang Portugis menuju kepulauan Maluku dan menjadikan kepulauantersebut sebagai pangkalan perdagangan.

    Orang Portugis mengadakan hubungan dengan raja-raja setempat dan mengadakan

    perjanjian perdagangan. Kebanyakan perjanjian dagang tersebut bersifat monopoli. Kecuali

    orang Portugis datang kemudian orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia dan

    sekaligus sebagai pesaing dalam melakukan perdagangan hasil-hasil pertanian Indonesia.

    Pada pertengahan abad ke-16, perdagangan orang Portugis jatuh ke tangan Belanda.

    V.O.C (1600-1800)

    Supaya perdagangan orang Belanda dapat berdiri tegak dan kuat menghadapi

    persaingan dengan pedagang lainnya, kemudian didirikan Vereenigde Indische Compagnie

    (VOC). Badan dagang atau kompeni ini diberi hak monopoli oleh negeri Belanda serta hak

    kedaulatan yang luas, seperti hak mengadakan perdamaian, menyatakan perang, membuat

    kontrak dengan raja-raja di Indonesia.

    7

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    3/6

    Pada mulanya orang Belanda hanya berdagang semata, yaitu mengambil dan

    membeli barang kemudian dibawa dan dijual di Eropa. Setelah merasa kuat, orang Belanda

    tidaak hanya sekedar berdagang tetapi mereka ikut langsung mencampuri usaha produksi

    dan mengatur penanamannya. Campur tangan urusan mengatur tanaman tersebut semakinlama semakin mendalam. Orang Belanda menggunakan berbagai jalan dan tipu muslihat

    agar dapat mengatur jalannya perdagangan dan produksi menurut kehendaknya. Mereka

    melakukan paksaan untuk mempermudah penguasaan monopoli atas hasil-hasil pertanian

    Indonesia.

    Orang Belanda membuat kontrak dengan raja-raja dan bupati-bupati agar mendapat

    jaminan tersedianya bahan perdagangan. Para raja dan bupati memerintahkan aparatnya

    sampai kepada para lurah/kepala desa, sehingga pada hakekatnya sampai juga kepada para

    petani yang harus menghasilkan bahan dagangan yang dikehendaki oleh kompeni Belanda

    dengan harga sangat murah. Kalau para petani tidak mau menerima harga murah, maka

    orang-orang Belanda minta kepada Raja atau Bupati agar memaksa para penduduk

    petaninya untuk menerima tawaran yang dikehendaki orang-orang Belanda. Sebaliknya bila

    orang Belanda ingin segera meningkatkan produksi pertanian sebagai bahan dagangan yang

    sangat laku dipasaran Eropa, diminta para raja atau bupati untuk memerintahkan kerja paksa

    (rodi) atau para petani diberi upah terlalu sedikit. Pada saat itu ada pepatah bahwa upah

    petani itu demikian kecilnya sehingga mudah ditiup angin.

    Disamping kompeni membeli hasil pertanian perdagangan seperti padi dan rempah-

    rempah, maka orang-orang Belanda mendatangkan pula jenis-jenis tanaman baru ke

    Indonesia seperti teh, kopi, ubikayu, dan lain-lain. Sejak itu para petani Indonesia mulai

    mengenal dan menanam jenis-jenis tanaman baru. Di kemudian hari, jenis-jenis tanaman

    baru tersebut merupakan mata dagangan yang dihasilkan di Indonesia dan sangat laku di

    pasaran Eropa dan Amerika.

    Pada penghabisan abad ke-18, VOCdibubarkan karena bangkrut serta tingkah laku

    para aparatnya banyak yang melakukan korupsi. Dalam masa VOC, pertanian di Indonesiatidak dapat berkembang sebagai mana seharusnya. Banyak jenis-jenis tanaman baru dicoba

    di Indonesia, tetapi semuanya dilakukan oleh orang Belanda dengan cara paksaan atau

    ancaman sehingga menimbulkan suasana yang tidak mendorong tumbuhnya jiwa para petani

    untuk melaksanakan usahatani dengan sebaik-baiknya.

    8

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    4/6

    Cultuur Stelsel(1830-1870)

    Pada hakekatnya Cultuur Stelselmerupakan lanjutan dari politik dari Oost Indische

    Compagnie (OIC) atau VOCyang dilikuidasi pada penghabisan abad ke-18. Baik politik VOC

    maupun Cultuur Stelselsemuanya didasarkan atas kerja paksa dan kewajiban memberikanhasil kepada pemerintah.

    Pencipta Cultuur Stelseladalah Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch. Alasan

    diadakannya Cultuur Stelselkarena sangat buruknya keuangan di negeri Belanda yang harus

    ditolong dengan segera. Sistem Cultuur Stelsel ini merupakan pengganti pajak landrente

    yang diadakan pada pemerintahan Raffles (1811-1816). Pada sistem Cultuur Stelsel, petani

    harus menanami seperlima (20%) dari tanahnya dengan tanaman untuk ekspor dengan tidak

    diberi upah. Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah dengan harga yang

    ditetapkan lebih dahulu. Dengan adanya aturan cultuur stelselini maka pajak landrente (pada

    masa Raffles) yang besarnya seperlima (20%) hasil padi tidak akan dipungut. Menurut

    ketentuan formal, kalau hasil tanaman perdagangan yang dijual kepada pemerintah itu lebih

    besar dari landrente, maka uang kelebihannya akan dikembalikan kepada petani. Dalam

    prakteknya peraturan tersebut tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Pemerintah Hindia

    Belanda menggerakkan para pegawainya dan diberikan hadiah berupa cultuur percente

    agar rakyat petani bersedia dan kalau perlu dipaksa untuk menanam tanaman yang

    diwajibkan oleh pemerintah. Maka para petani ada yang dipaksa untuk menanami tanaman

    perdagangan lebih dari seperlima bahkan sampai separo dari luas tanahnya.

    Dengan cultuur stelsel, masyarakat tani menjadi padam semangatnya untuk bercocok

    tanam. Profesor Boeke melukiskan bahwa sistem tanam paksa telah merusak seluruh

    masyarakat tani pedesaan sampai kepada dasar-dasarnya. Rakyat hidup dalam ketakutan

    karena disuruh bekerja dengan paksaan. Untuk itu mereka lebih suka menunggu pemerintah

    dari pegawai pamong praja. Sementara itu, G.Gonggrijp menjelaskan bahwa di daerah tanam

    paksa sering ditemukan wanita-wanita yang hamil, melahirkan anaknya ditempat mereka

    bekerja. Demikian pula perkawinan terpaksa dilakukan di lokasi cultuur stelselkarena merekadilarang meninggalkan tempat bekerja. Tidaklah berlebihan bila disebutkan bahwa kawin,

    melahirkan, dan mati terjadi di wilayah tanam paksa. Pada tahun 1870, secara formal cultuur

    stelseldihapuskan, kecuali untuk tanaman tebu dan kopi. Secara keseluruhan sistem cultuur

    stelselbaru tahun 1917 dihapuskan disemua wilayah Hindia Belanda.

    9

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    5/6

    Undang-Undang Agraria 1870

    Dengan dihapusnya cultuur stelsel, dimulai kemudian sejarah politik pertanian yang

    lebih merdeka, yaitu dengan berlakunya Undang-Undang Agraria pada tahun 1870. Undang-

    Undang Agraria 1870 mempunyai dua tujuan, yaitu: memajukan perusahaan pertanian danmelindungi bangsa Indonesia terhadap hak tanah.

    Upaya pemerintah Hindia Belanda memajukan perusahaan pertanian yaitu dengan

    memberikan tanah yang belum dibuka dan yang belum ada pemiliknya berupa hak erfpacht

    kepada orang-orang atau badan-badan partikulir untuk mendirikan perusahaan pertanian.

    Tanah yang diberikan tidak lebih dari 350 Ha untuk paling lama 75 tahun.

    Adapun upaya pemerintah untuk melindungi hak atas tanah bagi bagsa Indonesia asli

    ialah bahwa orang Indonesia asli tidak diperkenankan menjual tanahnya kepada bagsa

    asing, termasuk orang Indonesia bukan asli.

    Mula-mula hanya orang Belanda yang menggunakan kesempatan adanya Undang-

    Undang ini, namun demikian datang pula bangsa Inggris, Belgia, Perancis, Jerman, dan

    Amerika diperbolehkan menanamkan modalnya ke Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda

    menerapkan politik pintu terbuka bagi penanam modal asing, hal ini sejalan dengan

    berkembangnya kapitalisme di Eropa dimana modal besar mengalir ke Indonesia dan tertarik

    dengan lapangan usaha di bidang perusahaan pertanian.

    Dengan didirikannya perusahaan-perusahaan pertanian di Indonesia, berkembang

    pula kegiatan di lapangan perbankan, pengangkutan, telepon, telegraf, pelayaran,

    perdagangan, dan perhubungan yang semuanya itu membutuhkan tenaga ahli dan tenaga

    pembantunya baik di bidang teknik maupun administrasi. Aparat pemerintahan pun diperluas

    untuk mengikuti dan melayani pertumbuhan dan perkembangan kegiatan para pengusaha

    partikulir/swasta. Dengan demikian baik di kalangan pemerintah maupun swasta banyak

    tenaga yang didatangkan dari Eropa dan tenaga-tenaga inipun membutuhkan tenaga

    pembantu yang dididik dan diangkat dari tenaga setempat di Indonesia.

    Di wilayah Indonesia kemudian berkembang 2 (dua) macam corak pertanian, yaitu:

    pertanian perkebunan besar dan pertanian rakyat. Pertanian perkebunan besar merupakan

    perusahaan bangsa asing, dipimpin oleh para tenaga ahli, menggunakan peralatan dan

    teknologi modern untuk menghasilkan, mengolah, dan memperdagangkan bahan-bahan

    10

  • 7/29/2019 Bab II Sejarah Pertanian

    6/6

    ekspor. Sebaliknya, pertanian rakyat dikerjakan oleh rakyat pribumi dengan cara dan alat

    sederhana, berdasarkan atas pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari warisan

    nenek moyangnya, dan terutama dimaksudkan untuk menghasilkan bahan pangan.

    Keadaan yang sangat menyolok dari kedua corak pertanian tersebut menimbulkan

    adanya dua kelompok masyarakat di Indonesia yang tumbuh menurut irama dan ukuran

    hidup sendiri-sendiri. Perbedaan dua kelompok masyarakat tersebut dapat dilihat dan

    dirasakan di segala lapangan kehidupan. Beberapa puluh ribu orang asing yang menguasai

    dan mengemudikan perusahaan pertanian modern dan di lain pihak terdapat puluhan juta

    rakyat petani pedesaan yang hidup dari usaha pertanian yang sederhana. Setiap kali, rakyat

    tani gagal dalam usaha pertaniannya akan berakibat timbulnya bahaya kelaparan. Tidaklah

    heran bila rakyat tani hidupnya dibatas jurang kelaparan.

    Pada akhir abad ke-19, rakyat Indonesia menderita bahaya kelaparan. Pemerintah

    Belanda membentuk Komisi Kesejahteraan Rakyat Kecil (Commissi Voorde Mindere

    Welvaart atau CMW). Dari hasil laporan komisi tersebut kemudian pemerintah Hindia

    Belanda melakukan perbaikan di bidang pertanian rakyat, seperti: memperluas jaringan

    irigasi, memperbaiki cara bercocok tanam, mengembangkan percobaan dan demonstrasi,

    mengadakan bimbingan dan pengawasan di bidang proteksi tanaman pertanian rakyat.

    Semua tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh petugas pamong praja.

    Karena para petugas pamong praja tiidak memiliki keahlian di bidang pertanian, maka

    hampir seluruh pelaksanaan upaya perbaikan pertanian rakyat mengalami kegagalan. Pada

    tahun 1899, Kebun Raya Bogor diberi tugas untuk membuat demonstrasi tanaman padi

    namu hasilnya masih mengecewakan. Pengalaman-pengalaman tersebut menimbulkan

    kesadaran pada pemerintah Hindia Belanda bahwa cara memberikan bimbingan dan saran

    kepada masyarakat tani tentang perbaikan pertanian rakyat harus dirubah.

    Perbaikan pertanian rakyat berkaitan dengan pelaksanaan tugas yang bersifat teknis

    pertanian, berlandaskan atas ilmu pengetahuan dan cara kerja yang sistematiis. Karena

    itulah, kemudian pemerintah Hindia Belanda menganggap perlu adanya suatu Departemen

    Pertanian yang diberi tugas untuk merencanakan dan menyelenggarakan perbaikan

    pertanian rakyat yang dianggap perlu.

    11

Recommended