View
15
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
15
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pasar Modal
a. Pengertian Pasar Modal
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995
pasal (1), pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang menerbitkannya, serta lembaga dan profesi berkaitan
dengan efek. Sunariyah (2011:4) mengemukakan pengertian pasar modal
secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk
didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di
bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat berupa gedung)
yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi, dan jenis
surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.
Pasar modal mempunyai beberapa daya tarik, diantaranya adalah pasar
modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai alternatif pilihan
investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Perusahaan yang
membutuhkan dana menilai pasar modal dapat dijadikan sebagai alternatif
16
pilihan pendanaan ekstern dengan biaya yang relatif rendah dari sistem
perbankan.
Selain itu, pasar modal menjadi sarana yang efektif untuk
mempercepat akumulasi dana bagi pembiayaan bangunan melalui
mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana
tersebut ke sektor-sektor yang produktif. Kepemilikan saham melalui pasar
modal membuat masyarakat dapat menikmati keberhasilan perusahaan
melalui pembagian dividen dan peningkatan harga saham yang diharapkan.
Kepemilikan saham oleh masyarakat juga dapat memberikan pengaruh
positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui pengawasan langsung
oleh masyarakat.
b. Peranan Pasar Modal
Berikut ini lima segi peranan pasar modal suatu Negara (Sunariyah,
2011:7) adalah :
1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual
untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjual-
belikan.
2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk
menentukan hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan
mendorong perusahaan (emiten) untuk memenuhi keinginan para
pemodal.
17
3) Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual
kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
c. Fungsi Pasar Modal
Menurut Sunariyah (2011:9), pasar modal memiliki peranan dalam
perekonomian suatu Negara, yakni sebagai berikut:
1) Fungsi Investasi (Saving Function)
Penyusutan tentu akan terjadi pada uang yang disimpan di bank. Di masa
yang akan datang inflasi menjadi penyebab dari penurunan nilai mata
uang, perubahan kurs, dan pelemahan ekonomi. Apabila uang tersebut
diinvestasikan di pasar modal, investor selain dapat melindungi nilai
investasinya, karena penyusutan akibat aktivitas ekonomi tidak
berpengaruh pada uang yang diinvestasikan di pasar modal oleh emiten.
2) Fungsi Kekayaan (Wealth Function)
Pasar modal merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan
kekayaan dalam jangka waktu tertentu. Metode ini lebih efektif
digunakan karena kekayaan tidak akan mengalami proses depresiasi
(penyusutan) seperti aktiva lainnya. Apabila semakin tua usia nilai suatu
aktiva seperti gedung kantor, rumah, kendaraan dan sebagainya (aktiva
tetap), maka nilai penyusutan terhadap aktiva tersebut akan semakin
18
besar pula. Akan tetapi hal ini tidak akan berlaku pada surat obligasi,
deposito, saham, dan surat berharga lainnya tidak akan mengalami
penyusutan. Karena surat berharga dapat mewakili kekuatan daya beli
masyarakat dimasa yang akan datang.
3) Fungsi Likuiditas (Liquidity Function)
Proses likuidasi terhadap kekayaan dalam bentuk surat berharga
yang dilakukan melalui pasar modal memiliki resiko yang sangat kecil
dari pada aktiva lainnya. Proses likuidasi terhadap surat berharga dapat
dilakukan dengan waktu yang cepat dan biaya yang murah. Walaupun
nilai likuiditas dari surat berharga lebih rendah daripada uang, tetapi
uang memiliki kemampuan menyimpan kekayaan yang lebih rendah
daripada surat berharga. Hal ini terjadi karena inflasi dapat
menyebabkan nilai mata uang dapat berubah dari waktu ke waktu.
4) Fungsi Pinjaman (Credit Function)
Bagi perekonomian suatu negara pasar modal merupakan tempat
penghimpunan dana pinjaman dari masyarakat yang digunakan sebagai
sumber pembiyaan pembangunan. Dorongan dari pemerintah terhadap
pertumbuhan pasar modal Indonesia untuk memperoleh dana menjadi
lebih mudah dan murah. Hal ini terjadi karena pinjaman yang diberikan
oleh bank konvensional pada umumnya mempunyai tingkat suku bunga
pinjaman yang tinggi. Sedangkan perusahaan yang memperdagangkan
obligasi ke pasar uang akan memperoleh dana dengan biaya bunga yang
lebih rendah dari pada biaya bunga bank.
19
d. Jenis-jenis Pasar Modal
Dalam hal menjual saham, obligasi atau sekuritas lainnya kepada
masyarakat, emiten dapat melakukan berbagai cara dalam pasar modal.
Oleh karena itu, kegiatan jual beli saham biasanya dilakukan sesuai dengan
jenis sekuritas dan bentuk dari pasar modal itu sendiri. Jenis-jenis pasar
modal yang perlu diketahui menurut Sunariyah (2011:12) adalah sebagai
berikut :
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang
menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang
ditetapkan oleh pihak sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar
sekunder. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pasar perdana
merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham ataupun
sekuritas lain yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum)
sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa. Harga saham di pasar
perdana ditentukan oleh penjamin emisi perusahaan yang akan go
public, berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang
bersangkutan.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder merupakan perdagangan saham, dimana saham yang
diperdagangkan telah melewati masa penawaran pada pasar perdana.
Jadi, pasar sekunder ini memperjualbelikan saham dan sekuritas lain
secara luas, setelah melalui masa penjualan di pasar perdana. Adanya
20
permintaan dan penawaran yang dilakukan oleh penjual dan pembeli
dapat mempengaruhi harga saham di pasar sekunder. Faktor internal
dan eksternal perusahaan mampu mempengaruhi besarnya permintaan
dan penawaran.
3. Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga merupakan sarana perdagangan saham atau sekuritas lain
yang dilakukan di luar bursa antara pelaku pasar (market maker) dan
investor serta harga saham tersebut dibentuk oleh market maker. Para
market maker akan melakukan persaingan dalam menentukan harga
saham, karena setiap satu jenis saham dipasarkan oleh lebih dari satu
market maker. Pasar ketiga atau OTCM (Over The Counter Market)
merupakan bursa efek yang memiliki skala besar.
4. Pasar Keempat (Fourth Market)
Pasar keempat ini merupakan sarana transaksi jual-beli antar investor
tanpa melalui perantara efek. Transaksi ini dapat dilakukan secara
langsung oleh penjual saham dan pembeli saham. Metode ini
dipergunakan pada abad 17 yang merupakan permulaan perdagangan
efek. Dengan kemajuan teknologi, metode ini dapat dilakukan melalui
electronic communication network (ECN) apabila para pelaku pasar
mampu memenuhi syarat, yaitu telah memiliki efek dan dana yang
berada di central custodian dan central clearing.
21
2. Investasi
Sunariyah (2011:4) mendefinisikan investasi sebagai suatu
penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya
berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa
yang akan datang. Menurut Tandelilin (2010:7), Investasi adalah komitmen
atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini,
dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang.
Taswan dan Soliha (2002:168) menyatakan bahwa keputusan untuk
melakukan investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha
(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan dana. Investasi
dapat dilakukan baik di pasar uang, pasar modal ataupun ditempatkan
sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Pihak-pihak yang
melakukan investasi biasanya disebut sebagai investor. Pada umumnya,
investor dibagi menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors)
dan investor institusional (institusional investors). Investor individual
terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi.
Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-
perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga
simpan pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.
Dalam menjalankan aktivitasnya, investor akan dihadapkan pada
dua macam resiko, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Kedua
risiko ini mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor.
Menurut Sunariyah (2011:190), Risiko sistematis merupakan risiko pasar
22
yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang
bersangkutan. Risiko ini tidak mungkin dapat dihindari oleh pemodal
melalui diversifikasi manapun. Risiko tidak sistematis merupakan risiko
yang terkait dengan suatu saham tertentu yang umumnya dapat dihindari
atau diperkecil melalui diversifikasi. Menurut Jogiyanto (2008), Risiko
sistematis ini disebabkan karena adanya perubahan ekonomi secara makro
atau politik seperti kebijakan fiskal pemerintah, pergerakan tingkat suku
bunga, nilai tukar mata uang dan inflasi. Hal ini dapat menyebabkan reaksi
pasar modal yang dapat dilihat dari indeks pasar. Risiko tidak sistematis
merupakan risiko yang bersumber pada pengaruh-pengaruh yang
mengakibatkan penyimpangan pada tingkat pengembalian yang mungkin
dapat dikontrol oleh perusahaan. Risiko ini umumnya merupakan masalah
khusus perusahaan seperti adanya kerusakan peralatan, pemogokan kerja,
bencana alam dan sebagainya. Risiko ini adalah risiko unik karena berasal
dari kenyataan bahwa banyak risiko yang dihadapi perusahaan mempunyai
sifat khusus yang sesuai dengan perusahaan. Risiko ini dapat diminimalkan
dengan melakukan diversifikasi.
Berdasarkan jangka waktu perputaran dananya, investasi dibedakan
menjadi dua (Warsono, 2001:2) yaitu:
1. Investasi Jangka Pendek
Investasi yang perputaran dananya kurang dari atau sama dengan satu
tahun. Bentuk investasi jangka pendek, seperti sertifikat deposito dan
commercial paper.
23
2. Investasi Jangka Panjang
Investasi yang perputaran dananya lebih dari satu tahun. Bentuk
investasi jangka panjang ini misalnya investasi pada aktiva tetap dan
surat berharga jangka panjang, seperti saham dan obligasi.
Namun menurut Sunariyah (2011:4), investasi terdiri dari 2 bagian
utama yaitu :
1. Investasi dalam bentuk aktiva riil merupakan aktiva berwujud seperti
emas, perak, intan, dan real estate atau dengan kata lain barang-barang
modal yang dapat diolah, dimanfaatkan serta digunakan untuk
memperoleh hasil pengembalian atau laba.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (financial
assets) adalah aktiva seperti surat-surat berharga yang pada dasarnya
merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas.
Tandelilin (2010) mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan
khusus mengapa seseorang ingin melakukan investasi, antara lain:
1. Untuk mendapatkan suatu kehidupan yang lebih baik di masa depan
Seseorang membutuhkan perjuangan keras untuk tetap bertahan
hidup dan mengupayakan taraf hidup yang layak. Dengan berinvestasi,
mungkin akan adanya pengorbanan berupa modal, pikiran dan tenaga
pada saat ini, namun itu semua akan dinikmati hasilnya di masa
mendatang.
24
2. Untuk mengurangi tekanan inflasi
Dengan melaksanakan investasi, maka orang tersebut akan
mengurangi dampak inflasi yang akan mempengaruhi hasil dana dan
kekayaan yang dimilikinya.
3. Dorongan untuk penghematan pajak
Banyak negara di dunia yang melakukan kebijakan yang bersifat
mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat. Semakin banyak orang
melakukan investasi maka pajak ditanggung setiap tahunnya semakin
sedikit karena sudah dikategorikan investor dari usaha yang mereka
jalankan.
3. Saham
a. Pengertian Saham
Salah satu instrumen pasar modal di Indonesia adalah saham. Saham
menjadi salah satu instrumen surat berharga (sekuritas) yang terdapat di
pasar modal serta paling banyak diminati oleh investor. Saham merupakan
sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan
pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva
perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan
dalam memutuskan pendanaan perusahaannya (Tandelilin, 2010:31).
Darmadji dan Fakhruddin (2011), saham didefinisikan sebagai tanda
keikutsertaan atau kepemilikan individu ataupun kelompok dalam suatu
25
perusahaan atau perseroan terbatas (PT). Saham adalah bukti kepemilikan
sebagian modal perseroan yang memberikan berbagai hak menurut
ketentuan undang-undang. Saham juga merupakan surat berharga (efek)
yang berbentuk sertifikat, guna menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan. Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan
bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahan yang menerbitkan
kertas tersebut (Robert Ang, 2007). Pemilik saham merupakan pemilik
sebagian dari perusahaan tersebut.
b. Jenis-jenis Saham
Saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan
dalam transaksi jual beli di bursa efek. Menurut Darmadji dan Fakhruddin
(2011:6), ada beberapa sudut pandang yang membedakan jenis-jenis
saham, antara lain:
1. Ditinjau dari cara peralihannya
a) Saham Atas Unjuk (Bearer Stock) adalah saham yang tidak tertulis
nama pemiliknya agar mudah dipindah tangankan dari satu investor
ke investor yang lain. Secara hukum, siapapun yang memegang
saham ini maka akan diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk
ikut hadir dalam RUPS.
b) Saham Atas Nama (Registered Stock) adalah saham yang ditulis
dengan jelas siapa nama pemiliknya. Dimana cara peralihannya
harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan
dan kemudian nama pemiliknya dicatat 36 dalam buku perusahaan
26
yang khusus membuat daftar nama pemegang saham. Namun
apabila terjadi kehilangan, pemegang saham tersebut dengan mudah
mendapat penggantinya.
2. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim
a) Saham Biasa (Common Stock), merupakan jenis efek yang paling
sering dipergunakan oleh emiten untuk memperoleh dana dari
masyarakat dan juga merupakan jenis yang paling populer di pasar
modal.
b) Saham Preferen (Preferred Stock), adalah bentuk gabungan antara
obligasi dan saham biasa. Jenis saham ini sering disebut dengan
sekuritas campuran. Saham preferen sama dengan saham biasa
karena tidak memiliki tanggal jatuh tempo dan juga mewakili
kepemilikan dari modal.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangan
a) Blue Chip Stock (Saham Unggulan), saham ini merupakan saham
unggulan, karena diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki kinerja
yang bagus, sanggup memberikan dividen secara stabil dan
konsisten. Perusahaan yang menerbitkan blue chip stock biasanya
perusahaan besar yang telah memiliki pangsa pasar tetap.
b) Income Stock (Saham Pendapatan), saham ini merupakan saham
yang memiliki dividen yang progresif atau besarya dividen yang
dibagikan lebih tinggi dari rata-rata dividen tahun sebelumnya.
Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang
27
lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten
ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi.
c) Growth Stock (Saham Pertumbuhan), merupakan jenis saham yang
diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki pertumbuhan
pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industry sejenis yang
mempunyai reputasi tinggi.
d) Speculative Stock (Saham Spekulatif), saham jenis ini
menghasilkan dividen yag tidak tetap, karena perusahaan yang
menerbitkan memiliki pendapatan yang berubah-ubah namun
memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang.
e) Counter Sylical Stock (Saham Sklikal), perusahaan yang
menerbitkan jenis saham ini adalah jenis perusahaan yang
operasionalnya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
makro maupun situasi bisnis secara umum. Perusahaan tersebut
biasanya bergerak dalam bidang produksi atau layanan jasa vital.
c. Keuntungan Berinvestasi Saham
Saat berinvestasi dalam bentuk saham, ada dua kemungkinan yang
akan diperoleh oleh investor yaitu keuntungan dan risiko. Menurut
Musdalifah, Minarti dan Nadir (2015), pada dasarnya terdapat dua
keuntungan dengan membeli saham, yaitu:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
28
Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham
dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapat dividen, maka
pemodal tersebut harus memegang saham dalam kurun waktu yang
relative lama yaitu sampai kepemilikan saham tersebut berada dalam
periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak
mendapat dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan berupa deviden tunai, artinya
setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam
jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa
dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan
sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang
pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham
tersebut.
2. Capital Gain
Merupakan selisih antara harga beli dan harga jual saham. Capital
gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder.
d. Penilaian Saham
Menurut Jogiyanto (2003) secara umum ada 3 jenis penilaian saham
yaitu:
1) Nilai Buku
Nilai buku ialah nilai asset yang tersisa setelah dikurangi kewajiban
perusahaan jika dibagikan. Nilai buku mencerminkan berapa besar
29
jaminan atau seberapa besar aktiva bersih untuk saham yang dimiliki
investor.
2) Nilai Pasar
Nilai pasar merupakan harga yang dibentuk oleh permintaan dan
penawaran saham di pasar modal atau disebut juga dengan harga pasar
sekunder. Nilai pasar tidak lagi dipengaruhi oleh emiten atau pihak
pinjaman emisi, sehingga boleh jadi harga inilah yang sebenarnya
mewakili nilai suatu perusahaan.
3) Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik atau disebut juga fundamental value adalah nilai saham
yang menentukan harga wajar suatu saham agar saham tersebut
mencerminkan nilai saham yang sebenarnya sehingga tidak terlalu
mahal. Perhitungan nilai intrinsik ini adalah mencari nilai sekarang
dari semua aliran kas di masa mendatang baik yang berasal dari dividen
maupun capital gain (Sulistyastuti, 2002).
4. Harga Saham
a. Pengertian Harga Saham
Selembar saham memiliki nilai atau harga. Harga saham merupakan
harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham
tersebut ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini
ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di
pasar modal (Jogiyanto, 2008). Pergerakan harga suatu saham dalam
30
jangka pendek tidak dapat diterka secara pasti karena harga saham
ditentukan menurut hukum permintaan dan penawaran atau kekuatan
tawar-menawar. Semakin banyak orang yang ingin membeli saham, maka
harga saham tersebut cenderung bergerak naik. Sebaliknya, semakin
banyak orang yang menjual saham, maka saham tersebut akan bergerak
turun.
b. Jenis-jenis Harga Saham
Menurut Sawidji Widoatmojo (2005:54), harga saham dapat
dibedakan menjadi tiga adalah sebagai berikut :
1) Harga Nominal
Harga nominal merupakan harga yang tercantum dalam sertifikat
saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham
yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting
saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai
nominal.
2) Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga saham pada saat tercatat di bursa efek.
Harga saham pada pasar ini biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi
(underwriter) dan emiten. Dengan demikian, akan diketahui berapa
harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk
menentukan harga perdana.
31
3) Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor
yang lama. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa.
Transaksi disini tidak lagi melibatkan emitendari penjamin emisi.
Harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga
inilah yang bebar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya,
karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negoisasi
harga antar investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap
hari dumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.
5. Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil
usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) (2015:2), laporan keuangan meliputi bagian dari proses laporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, sebagai contoh,
sebagai laporan arus kas/laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Sedangkan menurut Munawir (2014:2), pengertian laporan keuangan adalah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan
32
pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan
tersebut.
Kasmir (2016:11) mengungkapkan beberapa tujuan dari pembuatan
atau penyusunan laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta)
yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
2. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
3. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.
4. Untuk memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
5. Untuk memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva dan modal perusahaan.
6. Untuk memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode.
7. Untuk memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan
keuangan.
8. Untuk memberikan informasi keuangan lainnya.
33
Setiap laporan keuangan yang disusun memiliki keterbatasan
tertentu. Kasmir (2016:16) mengemukakan bahwa ada beberapa keterbatasn
laporan keuangan yang dimiliki perusahaan, yaitu:
1) Pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejarah (historis),
dimana data-data diambil dari data masa lalu.
2) Laporan keuangan dibuat untuk umum, artinya untuk semua orang
bukan hanya untuk pihak tertentu saja.
3) Proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
4) Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi
ketidakpastian. Misalnya dalam suatu peristiwa yang tidak
menguntungkan selalu dihitung kerugiannya. Sebagai contoh: harta dan
pendapatan, nilainya dihitung dari yang paling rendah.
5) Laporan keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut pandang
ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi bukan
kepada sifat formalnya.
6. Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan meliht hubungannya
yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan
yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan
tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting
34
dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat (Harahap, 2015:190).
Analisis laporan keuangan diperlukan agar laporan keuangan perusahaan
menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai
pihak yang membutuhkan. Hasil analisis laporan keuangan juga akan
memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki
perusahaan. Dengan adanya kelemahan dan kekuatan yang diiliki, akan
tergambar kinerja manajemen selama ini (Kasmir, 2016:66).
Analisis laporan keuangan mempunyai beberapa tujuan penting agar
dapat dipahami oleh pemakai laporan keuangan. Menurut Harahap
(2015:195), tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan adalah sebagai
berikut :
1) Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang
terdapat dari laporan keuangan biasa.
2) Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata
(explicit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada dibalik laporan
keuangan (implicit).
3) Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
4) Dapat membongkar hal-hal yang tidak konsisten dalam hubungannya
dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern
laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh
dari luar perusahaan.
35
5) Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan
model-model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk
prediksi, peningkatan (ratting).
6) Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil
keputusan. Dengan kata lain apa yang dimaksudkan dari suatu laporan
keuangan merupakan tujuan analisa laporan keuangan juga antara lain:
a. Dapat menilai prestasi perusahaan
b. Dapat memproyeksi keuangan perusahaan
c. Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari
aspek waktu tertentu, yaitu: posisi keuangan (asset, neraca dan
modal), hasil usaha perusahaan (hasil dan biaya), likuiditas,
solvabilitas, aktivits, rentabilitas dan profitabilitas, dan indicator
pasar modal.
d. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu
e. Menilai komposisi struktur keuangan, arus dana
7) Dapat menentukan peringkat (ratting) perusahaan menurut kriteria
tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
8) Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain
dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau
standar ideal.
9) Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan
baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan dan sebagainya.
36
10) Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan
di masa yang akan datang.
Dalam melakukan analisis laporan keuangan, tentunya
membutuhkan metode dan teknik analisis yang tepat untuk memaksimalkan
hasil dari laporan keuangan. Terdapat metode dalam analisis laporan
keuangan (Harahap, 2015:217), antara lain:
1) Metode Komparatif
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan angka-angka laporan
keuangan dan membandingkannya dengan angka-angka laporan
keuangan lainnya.
2) Trend Analysis
Rasio adalah gambaran situasi perusahaan pada suatu waktu tertentu dan
dari gambaran ini sebenarnya dapat kita bayangkan kecenderungan
(trend) situasi perusahaan dimasa yang akan datang melalui gerakan
pada masa lalu sampai masa kini. Analisis ini harus menggunkan Teknik
perbandingan laporan keuangan beberapa tahun dan dari sini
digambarkan trendnya. Tren analisis ini biasanya dibuat melalui grafik.
3) Common Size Financial Statement
Metode ini merupakan metode analisis yang menyajikan laporan
keuangan dalam bentuk prestasi. Prestasi itu biasa dikaitkan dengan
suatu jumlah yang dinilai penting misalnya asset untuk neraca,
penjualan untuk laba rugi.
37
4) Metode Index Time Series
Metode ini dihitung index dan digunakan untuk mengkonfersikan
angka-angka laporan keuangan. Biasanya ditetapkan tahun dasar yang
diberi index 100. Beranjak dari tahun dasar ini, dibuat index tahun-tahun
lainnya sehingga dapat dibaca dengan mudah perkembangan angka-
angka laporan keuangan perusahaan tersebut pada periode lain.
5) Rasio Laporan Keuangan
Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antara post–post tertentu
dengan post lain yang memiliki hubungan signifikan (berarti). Rasio
keuangan ini hanya menyederhanakan hubungan antara post tertentu
dengan post yang lainnya. Dengan penyederhanaan ini kita dapat
menilai hubungan antar post dan dapat membandingkannya dengan
rasio sehingga dapat diberikan penilaian.
6) Analisis Sumber dan Penggunaan Kas dan Dana
Analisis sumber dan penggunaan kas dan dana dilakukan dengan
menggunakan laporan keuangan dua periode. Laporan ini dibandingkan
dan dilihat mutasinya. Setiap mutasi mempengaruhi post lainnya.
7. Rasio Keuangan
Menurut Kasmir (2016:104), Rasio keuangan merupakan kegiatan
membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan
cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat
dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan
38
keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan keuangan.
Adapun menurut Harahap (2015:297), Rasio keuangan adalah angka yang
diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keungan dengan pos
lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti).
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Menurut Kasmir (2016:106), bentuk-bentuk rasio keuangan
perusahaan dibagi menjadi enam kelompok yaitu :
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio)
6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)
Analisis rasio keuangan akan menggambarkan atau menghasilkan
suatu pertimbangan terhadap baik atau buruknya keadaan atau posisi
keuangan perusahaan, serta bertujuan untuk menentukan seberapa efektif
dan efisien dalam kebijaksanaan manajemen dalam mengelola keuangan
perusahaan setiap tahunnya.
39
Berdasarkan rasio-rasio di atas, peneliti akan menjelaskan lebih
lanjut mengenai beberapa rasio, antara lain sebagai berikut:
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas atau sering disebut dengan nama rasio modal
kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuid
perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang
ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passive lancar (utang
jangka pendek) (Kasmir, 2016:130). Penilaian dapat dilakukan untuk
beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan
dari waktu ke waktu. Jenis-jenis rasio likuiditas adalah:
1) Current Ratio
Current ratio atau rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek
atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang
tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek atau utang yang
segera jatuh tempo (Kamir, 2016:134). Semakin besar perbandingan
aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan
perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Current ratio
dapat dirumuskan sebagai berikut:
CR = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 x 100%
40
2) Quick Ratio
Quick Ratio atau rasio sangat lancar merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancar
(utang jangka panjang) dengan aktiva lancar yang lebih likuid tanpa
memperhitungkn nilai sediaan (inventory) (Kasmir, 2016:138).
Quick ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
QR = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟−𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 x 100%
3) Cash Ratio
Cash ratio atau rasio kas merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas
atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank
(yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini
menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk
membayar utang-utang jangka pendeknya (Kasmir, 2016:138). Cash
ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
CashR = 𝐾𝑎𝑠+𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 x 100%
2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung
41
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan
bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang apabila peusahaan dibubarkan (dilikuidasi)
(Kasmir, 2016:150). Jenis-jenis rasio solvabilitas adalah:
1) Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)
Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata
lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau
seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva (Kasmir, 2016:156). Debt to asset ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut:
DAR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡 x 100%
2) Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah
dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik
perusahaan (Kasmir, 2016:157). Dengan kata lain, rasio ini berfungsi
untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk
jaminan utang. Rasio ini menunjukkan resiko perusahaan, dimana
semakin rendah DER mencerminkan semakin besar kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan menggunakan
modal yang ada. Besarnya rasio ini menunjukkan proporsi modal
42
perusahaan yang diperoleh dari utang dibandingkan dengan sumber-
sumber modal yang lain seperti saham preferen, saham biasa atau
laba yang ditahan. Debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai
berikut:
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 x 100%
3) Long Term Debt to Equity Ratio
Long term debt to equity ratio merupakan rasio antara utang jangka
panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur
berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara
utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh
perusahaan. Semakin besar long term debt to equity ratio, maka
semakin baik kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
utang jangka panjangnya. Long term debt to equity ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Long term debt to equity ratio = 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya.
Rasio ini digunakan untuk menunjukkan tingkat efektifitas pemanfaatan
sumber daya perusahaan (Kasmir. 2016:172).
43
Jenis-jenis rasio aktivitas adalah:
1) Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turn Over Ratio)
Total assets turn over atau rasio perputaran aktiva termasuk bagian
dari rasio aktivitas yang merupakan rasio perbandingan antara
penjualan dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini
menggambarkan kecepatan perputaran total aktiva dalam satu
periode tertentu. Total assets turn over merupakan rasio yang
menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva
perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu
(Syamsuddin, 2009:19). Total assets turnover dapat dirumuskan
sebagai berikut:
TATO = 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 (𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
2) Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over Ratio)
Inventory turnover adalah rasio manajemen aset atau rasio aktivitas
yang menunjukan tingkat perputaran persediaan perusahaan selama
satu tahun. Menurut Wild (2005:200) “ITO adalah rasio yang
mengukur kecepatan rata-rata persediaan bergerak keluar dari
perusahaan”. ITO akan memberi informasi kepada investor tentang
seberapa baik perusahaan mengelola asset perusahaan berupa
persediaan. Inventory turnover ratio dapat dirumuskan sebagai
berikut:
ITO = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
44
3) Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turn Over)
Receivable Turn Over merupakan rasio yangdigunakan untuk
mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau
berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu
periode (Kasmir, 2016:176). Semakin tinggi rasio menunjukkan
bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah
(dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya) dan tentunya kondisi
ini bagi perusahaan semakin baik. Receivable Turn Over dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Perputaran Piutang = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan
ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan
investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi
perusahaan (Kasmir, 2016:196). Jenis-jenis rasio profitabilitas adalah :
1) Gross Profit Margin (GPM)
Gross Profit Margin merupakan rasio yang menunjukkan laba yang
relative terhadap perusahaan, dengan cara penjualan bersih
dikurangi harga pokok penjualan. Rasio ini merupakan cara untuk
penetapan harga pokok penjualan (Kasmir, 2016:199). Rasio ini
45
menunjukkan seberapa besar keuntungan kotor yang diperoleh
perusahaan dalam penjualan produk. Gross Profit Margin dapat
dirumuskan sebagai berikut :
GPM = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
2) Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
keuntungan dengan memabndingkan antara laba setelah bunga dan pajak
dengan penjualan. Rasio ini menunjukkn pendapatan bersih
perusahaan atas penjualan (Kasmir, 2016:200). Net Profit Margin
dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPM = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 x 100%
3) Operating Profit Margin (OPM)
Operating Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur besarnya presentase laba operasional atas penjualan
bersih (Hery, 2015). Operating Income Ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut :
OPM = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 x 100%
4) Return On Assets (ROA)
Return On Assets adalah rasio digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari
46
aktivitas investasi (Mardiyanto, 2009). Semakin tinggi hasil
pengembalian atas aset berarti semakin tinggi pula jumlah laba
bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam
total aset. Sebaliknya, semakin rendah hasil pengembalian atas asset
berarti semakin rendah pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari
setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset (Hery, 2015).
Return On Assets dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 x 100%
5) Return On Investment (ROI)
Return On Investment merupakan rasio yang menunjukkan hasil dari
jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran
tentang efisiensi manajemen. ROI juga merupakan suatu ukuran
tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya
(Kasmir, 2016:201). Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva
yang dikendalikan dengan mengabaikan sumber pendanaan. Return
On Investment dapat dirumuskan sebagai berikut :
ROI = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛−𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 x 100%
6) Return On Equity (ROE)
Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi
rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin
47
kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2016:201). ROE dianggap
sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai
perusahaan (Mardiyanto,2009). Return On Equity dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 x 100%
5. Rasio Penilaian Pasar (Valuation Ratio)
Rasio penilaian pasar merupakan rasio yang memberikan ukuran
kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar usahanya di atas
biaya investasi (Kasmir, 2011:115). Rasio ini juga digunakan untuk
mengestimasi nilai intrinsik perusahaan (nilai saham) (Hery, 2016:23).
Jenis-jenis rasio penilaian pasar adalah :
1) Price Earning Ratio
Price Earning Ratio merupakan rasio pasar yang membandingkan
antara harga pasar suatu saham dengan Earning Per Share dari
sahamyang bersangkutan. Data mengenai Price To Earning Ratio
(PER) ini diukur dengan satuan kali (Jogiyanto, 2000). Price
Earning Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
PER = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
2) Earning Per Share
Earning Per Share merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham
48
per lembar saham (Tjipto dan Hendry, 2001:139). Earning Per
Share dapat dirumuskan sebagai berikut :
EPS = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 x 100%
3) Price to Book Value
Faktor teknikal seperti rasio pasar juga sering kali digunakan oleh
investor dalam menganalisis suatu saham. Price to Book Value
adalah perhitungan atau perbandingan antara market value dengan
book value suatu saham. Dengan rasio PBV ini, investor dapat
mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham
dihargai dari book value-nya. Rasio ini dapat memberikan gambaran
potensi pergerakan harga suatu saham sehingga dari gambaran
tersebut, secara tidak langsung rasio PBV ini juga memberikan
pengaruh terhadap harga saham (Tryfino, 2009:11). Sihombing
(2008:95) berpendapat bahwa Price to Boook Value merupakan
suatu nilai yang dapat digunakan untuk membandingkan apakah
sebuah saham lebih mahal atau lebih murah dibandingkan dengan
saham lainnya. Untuk membandingkannya, kedua perusahaan harus
dari satu kelompok usaha yang memiliki sifat bisnis yang sama.
Sawir (2000:22) berpendapat bahwa Rasio Price to Book Value
menggambarkan nilai pasar keuangan terhadap manajemen dan
organisasi dari perusahaan yang sedang berjalan (going concern).
Suatu perusahaan yang berjalan baik dengan staf manajemen yang
49
kuat dan organisasi yang berfungsi kurangnya sama dengan nilai
buku aktiva fisiknya. Price to Book Value dapat dirumuskan sebagai
berikut:
PBV = 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
4) Dividend Yield Ratio
Rasio keuangan yang membandingkan jumlah dividen tunai yang
dibagikan kepada pemegang saham dengan harga saham. Dividen
Yield digunakan oleh investor untuk menunjukkan bagaimana
investasi mereka menghasilkan arus kas dalam bentuk dividen atau
kenaikan nilai asset oleh apresiasi saham. Dividen Yield dapat
dirumuskan sebagai berikut :
DYR = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 x 100%
5) Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio merupakan persentase tertentu dari laba
perusahaan yang dibayarkan sebagai deviden kas kepada pemegang
saham. DPR merupakan keputusan mengenai kebijakan deviden,
apakah earning dibagi dalam bentuk deviden atau sebagian
diinvestasikan kembali. DPR menunjukkan besarnya laba yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden.
Dividend Payout Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
DPR = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ x 100%
50
8. Market Value Added (MVA)
a. Pangertian Market Value Added (MVA)
Husnan & Pudjiastuti (2006:65) berpendapat bahwa Market Value
Added merupakan perbedaan nilai pasar saham dengan ekuitas (modal
sendiri) yang diserahkan ke perusahaan oleh para pemegang saham.
Menurut Brigham & Houston (2010:111), Market Value Added adalah
selisih antara nilai pasar atas sebuah modal suatu perusahaan dengan nilai
buku seperti disajikan dalam neraca. Selain itu, menurut Keown dkk
(2010:35), MVA merupakan alat untuk mengukur berapa banyak kekayaan
suatu perusahaan yang telah diciptakan untuk saat tertentu.
Semakin tinggi nilai MVA, maka semakin baik kinerja yang telah
dilakukan manajemen perusahaan bagi pemegang saham dan semakin
berhasil kinerja yang dilakukan oleh manajer dalam mengelola perusahaan
tersebut. Market Value Added (MVA) menggambarkan bagaimana
kesuksesan manajer dalam menginvestasikan modal yang telah
dipercayakan kepada mereka. Jadi Market Value Added itu sendiri
merupakan cerminan atas nilai wajar dari keseluruhan hutang dan modal
yang dikapitalisasi. Semakin besar MVA, maka semakin baik. Sedangkan
MVA yang negatif berarti nilai dari investasi yang dilakukan oleh manajer
lebih kecil dari nilai modal yang dikontribusikan pasar modal terhadap
perusahaan. Market value added mencerminkan ekspetasi pemegang
saham terhadap perusahaan dalam menciptakan kekayaan di masa yang
akan mendatang.
51
b. Perhitungan Market Value Added (MVA)
Menurut Husnan & Pudjiastuti (2006:66), MVA dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
MVA = Nilai pasar dari saham – Modal sendiri yang disetor oleh
pemegang saham
= (Jumlah saham beredar)(Harga saham) – Total modal
sendiri
Menurut Brigham & Houston (2010:111), MVA dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
MVA = (Harga per lembar saham × jumlah saham yang beredar)
– Nilai buku ekuitas seperti yang disajikan pada neraca
= Nilai pasar ekuitas – Nilai buku ekuitas seperti yang
disajikan pada neraca
Adapun indikator yang digunakan dalam pengukuran Market
Value Added (MVA) adalah sebagai berikut:
1) Jika Market Value Added (MVA) > 0, atau bernilai positif, hal tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal
yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
2) Jika Market Value Added (MVA) < 0, atau bernilai negatif, hal tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
52
c. Kelebihan dan Kelemahan MVA
MVA sebagai metode yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan mempunyai beberapa keunggulan menurut Sartono (2010:105),
yaitu:
1) MVA dapat mencerminkan seberapa sukses suatu perusahaan telah
menginvestasikan modal di masa lalu dan seberapa sukses investasi baru
di masa yang akan datang.
2) Dengan perhitungan MVA, dapat diketahui seberapa jauh perusahaan
telah menggunkana modalnya secara optimal sejak awal berdirinya
perusahaan.
3) MVA mencerminkan kinerja perusahaan sepanjang hidupnya.
MVA juga memiliki kelemahan-kelemahan dalam mengukur kinerja
perusahaan (Sartono 2010:205), yaitu:
1) MVA hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja top
manajemen selama jangka waktu yang panjang. MVA tidak
memperhitungkan divisi-divisi yang ada dalam perusahaan.
2) MVA merupakan pengukuran kekayaan atau saham perusahaan pada
tanggal tertentu, sehingga tidak mencerminkan kinerja atau penciptaan
nilai untuk suatu periode waktu.
53
9. Makro Ekonomi
Menurut Mankiw (2006:13) dalam bukunya yang berjudul “Teori
Makro ekonomi”, dijelaskan bahwa definisi dari makro ekonomi yaitu studi
tentang perekonomian secara menyeluruh, termasuk pertumbuhan
pendapatan, perubahan harga, dan tingkat pengangguran. Dalam ekonomi
makro dijelaskan pula tentang peristiwa ekonomi dan memikirkan kebijakan
untuk meningkatkan kinerja ekonomi. Adapun menurut Soekirno (2006:29),
makro ekonomi merupakan analisis ilmu ekonomi yang menjelaskan
gambaran menyeluruh mengenai kegiatan ekonomi baik keseluruhan
konsumen maupun keseluruhan produsen dalam perekonomian.
Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang memengaruhi
banyak rumah tangga (household), perusahaan dan pasar. Ekonomi makro
dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-
target bijaksana seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja
dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.
Adjasi (2009) mengatakan bahwa faktor makro ekonomi baik yang
berasal dari internal negara tersebut seperti inflasi, nilai tukar, jumlah uang
beredar dan tingkat suku bunga yang akan mempengaruhi pergerakan harga
saham. Selain itu faktor eksternal seperti harga pergerakan minyak dunia,
harga emas, dan harga komoditas coklat mempengaruhi pergerakan harga
saham pada Ghana Stock Exchange.
54
Berikut ini penjelasan mengenai macam-macam ekonomi makro
menurut beberapa penulis, antara lain:
1) Tingkat Suku Bunga
Menurut Mishkin (2008:110), Suku bunga adalah biaya pinjaman
atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut. Ada beberapa
suku bunga dalam perekonomian yaitu suku bunga pinjaman hipotek,
suku bunga utang mobil, dan suku bunga dari berbagai jenis obligasi.
Menurut Sunariyah (2011:82), tingkat suku bunga mempunyai beberapa
fungsi dalam suatu perekonomian, antara lain:
a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi, atau lembaga
yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat control bagi
pemerintah terhadap dana langsung investasi pada sektorsektor
ekonomi.
c. Tingkat suku bunga dapat dapat digunkan sebagai alat moneter
dalam mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar
dalam suatu perekonomian.
d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk mengontrol
tingkat inflasi.
55
2) Inflasi
Inflasi adalah adanya kenaikan harga yang biasanya berlangsung
terus-menerus selama periode tertentu. Inflasi merupakan suatu fenomena
moneter yang pada umumnya berhubungan langsung dengan jumlah uang
yang beredar, terdapat hubungan linier antara penawaran uang dan inflasi.
Kenaikan harga yang terus menerus akan mengakibatkan menurunnya
daya beli masyarakat dan mendorong meningkatnya suku bunga
(Sunariyah, 2011).
Kenaikan harga selalu diidentikkan dengan adanya inflasi tetapi
tidak berarti segala macam produk mengalami kenaikan dengan besaran
yang sama. Kenaikan harga yang hanya terjadi pada satu atau dua produk
tidak dapat dikatakan sebagai inflasi kecuali jika kenaikan harga tersebut
berdampak kepada kenaikan sebagian besar dari harga-harga barang
lainnya (Boediono, 2005). Kenaikan harga-harga karena musiman,
menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja (dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga
seperti ini tidak dianggap sebagai masalah perekonomian serta tidak
memerlukan kebijakan khusus untuk menanggulanginya. Kenaikan harga
dapat diukur dengan menggunakan indeks harga yakni indeks harga
konsumen atau indeks biaya hidup (consumer price index), indeks harga
perdagangan besar (wholesale price indeks) dan GNP deflator. Biaya
pengeluaran untuk membeli sejumlah produk dan layanan jasa yang
56
dikonsumsi oleh rumah tangga untuk keperluan hidup dapat diukur
dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK).
Terjadinya inflasi tentu akan berdampak pada beberapa hal, anta
lain: menimbulkan gangguan fungsi uang, melemahkan semangat
menabung, meningkatkan kecenderungan untuk belanja, pengerukan
tabungan dan penumpukan uang, permainan harga di atas standar
kemampuan, penumpukan kekayaan dan investasi non produktif, serta
distribusi barang relatif tidak stabil dan terkonsentrasi.
Adapun komponen-komponen yang harus dipenuhi agar dapat
dikatakan telah terjadi inflasi sebagai berikut (Ekawarna dkk 2010:252)
yaitu:
a) Kenaikan Harga
b) Bersifat Umum
c) Berlangsung Terus-Menerus
Menurut Sukirno (2002), jenis inflasi berdasarkan tingkat
keparahannya dibedakan menjadi 4, yaitu :
1) Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)
2) Inflasi sedang (antara 105 sampai dengan 30% per tahun)
3) Inflasi berat (anrata 30% sampai dengan 100% per tahun)
4) Hiperinflasi (lebih dari 100% per tahun)
57
3) Nilai Tukar (Kurs)
Setiap negara memiliki jenis mata uang sendiri-sendiri. Apabila
terjadi perdagangan antara negara-negara tersebut, diperlukan alat tukar
yang dapat di terima oleh kedua belah pihak. Transaksi perdagangan
antara negara dapat dikaitkan dengan kemampuan nilai tukar mata uang
sendiri terhadap mata uang negara lain, sehingga muncullah istilah kurs
atau nilai tukar (exchange rates). Menurut Purnomo, dkk (2013:112), nilai
mata uang atau sering disebut dengan kurs adalah nilai sebuah mata uang
suatu negara tertentu yang diukur, dibandingkan atau dinyatakan dalam
mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap
dollar AS. Kurs mata uang terdiri dari kurs jual dan kurs beli. Kurs inilah
sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham
maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan
pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar,
yaitu (Madura, 2006):
1) Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi
seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar
negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
58
2) Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan
devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan,
sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik
(terapresiasi), begitupun sebaliknya.
3) Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-
berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga
valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila
rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali
normal.
Nilai tukar atau disebut juga kurs valuta dalam berbagai transaksi
ataupun jual beli valuta asing, dikenal ada empat jenis (dalam penelitian
Suramaya Suci, 2012), yaitu:
1) Selling rate (kurs jual), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu bank
untuk penjualan valuta asing tertentu pada saat tertentu.
2) Middle rate (kurs tengah), yaitu kurs tengah antara kurs jual dan kurs
beli valuta asing terhadap mata uang nasional, yang ditetapkan oleh
Bank Central pada suatu saat tertentu.
3) Buying rate (kurs beli), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu bank
untuk pembelian valuta asing tertentu pada saat tertentu.
59
4) Flat rate (kurs flat), yaitu kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli
bank notes dan traveler chaque, di mana dalam kurs tersebut telah
diperhitungkan promosi dan biaya lain‐ lain.
4) Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar merupakan total stok uang dalam
perekonomian pada saat tertentu. Para ahli mengelompokkan diefinisi
jumlah uang beredar ke dalam beberapa definisi. Dalam arti sempit
definisi jumlah uang beredar dinamakan M1. M1 ini mencakup uang
kartal dan deposit yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Sedangkan
definisi yang lebih luas disebut M2 dan M3. M2 mencakup M1 ditambah
tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek atau
uang kuasi. M3 mencakup M2 ditambah dengan beberapa komponen,
yang paling penting adalah sertifikat deposito yang bersatuan besar.
(Tandelilin, 2010:211).
Menurut Ana Ocktaviana (2007:27), jumlah uang beredar adalah
nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Pengertian
jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah jumlah
uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. Dapat
dirumuskan sebagai berikut:
M1 = C + D
Keterangan : M1 = Jumlah uang yang beredar dalam arti sempit
C = Uang kartal (uang kertas + uang logam)
60
D = Uang giral atau cek
Sedangkan uang beredar dalam arti luas (M2) adalah uang bererdar
dalam arti sempit (M1) ditambah deposito berjangka (time deposit), atau:
M2 = M1 + TD
Keterangan : M2 = Jumlah uang beredar dalam arti luas
TD = Deposito berjangka (time deposit)
Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah
uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada
di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan
logam (kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar.
Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan
perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian tumbuh dan
berkembang, jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya
berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal
makin sedikit, digantikan uang giral atau near money. Biasanya juga bila
perekonomian makin meningkat, komposisi M1 dalam peredaran uang
semakin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar (Manurung Rahardja,
2008).
5) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan
produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi,
perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi
61
pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah
bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita.
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur
dengan output riil per orang. Salah satu indikator dari pertumbuhan
ekonomi suatu negara adalah Gross Domestic Product (GDP).
Pertumbuhan ekonomi yang membaik menyebabkan daya beli
masyarakat akan meningkat pula dan hal ini memberikan kesempatan
pada perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Peningkatan
penjualan mengakibatkan kesempatan memperoleh laba juga akan
mengalami peningkatan (Tandelilin, 2010:341).
10. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001:10), harga saham dibentuk
karena adanya pemintaan dan penawaran atas saham. Permintaan dan
penawaran tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya
spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana
perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti
kondisi ekonomi negara, kondisi sosial dan politik, maupun informasi-
informasi yang berkembang.
Harga saham menjadi sangat penting bagi investor karena mempunyai
konsekuensi ekonomi. Perubahan harga saham akan mengubah nilai pasar
sehingga kesempatan yang akan diperoleh investor di masa depan akan
62
berubah. Harga saham mencerminkan berbagai informasi yang terjadi di
pasar modal.
Menurut Alwi (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan harga saham, antara lain:
1. Faktor Internal, yaitu:
a. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti
pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk
baru, laporan produksi, laporan keamanan produk dan laporan
penjualan.
b. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti
pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
c. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of
director announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur,
manajemen dan struktur organisasi.
d. Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan
merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan
diakuisisi.
e. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti
melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan penutupan
usaha lainnya.
f. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti
negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
63
g. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba
sebelum akhir tahun fiscal dan setelah akhir tahun fiskal, Earning
Per Share (EPS), Dividen Per Share (DPS), Price Earning Ratio
(PER), Return On Asset (ROA), dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal, yaitu:
a. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga
tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi serta berbagai
regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan
karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan
tuntutan perusahaan terhadap manajernya. Pengumuman industri
sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan
tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan,
pembatasan/penundaan trading.
c. Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya
pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara.
d. Berbagai isu baik dalam maupun luar negeri.
64
B. Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitan terdahulu yang dijadikan sebagai
rujukan serta mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini, antara lain :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
1 Ramadhani
Srifitra
Fitriani
(2016)
Pengaruh NPM,
PBV, dan DER
Terhadap Harga
Saham pada
Perusahaan Sub
Sektor Makanan
dan Minuman di
Bursa Efek
Indonesia.
X = Net Profit
Margin
(NPM), Price
to Book Value
(PBV), dan
Debt to Equity
Ratio (DER).
Y = Harga
Saham
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
variabel NPM, PBV dan
DER sebagai indikator
kinerja keuangan secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap harga
saham. Secara parsial,
PBV dan DER
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham,
sedangkan NPM tidak
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
2 Dhani
Beslyder
Siahaan
(2017)
Pengaruh PBV,
DER dan ROE
Terhadap Harga
Saham
Perusahaan
Manufaktur
Yang Terdaftar
Di Bursa Efek
Indonesia
X = Price to
Book Value
(PBV), Debt to
Equity Ratio
(DER) dan
Return On
Equity (ROE).
Y = Harga
Saham
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
variabel Price Book Value
(PBV), Debt to Equity
Ratio (DER) dan Return
On Equity (ROE) secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap harga
saham perusahaan
manufaktur. Selain itu,
variabel Price Book Value
(PBV) dan Debt to Equity
Ratio (DER) secara parsial
berpengaruh signifikan
65
terhadap harga saham.
Namun berbeda dengan
variabel Return On Equity
(ROE) yang secara parsial
tidak berpengaruh
signifikan terhadap harga
saham.
3 M. Mara
Ikbar dan
Andrieta
Shintia
Dewi
(2015)
Analisis
Pengaruh EVA
dan MVA
Terhadap Harga
Saham
Perusahaan
Subsektor
Properti yang
tergabung dalam
LQ45 Bursa
Efek Indonesia
Periode 2009-
2013
X = Economic
Value Added
(EVA) dan
Market Value
Added (MVA)
Y = Harga
Saham
Berdasarkan hasil
penelitian, secara parsial
baik EVA maupun MVA
keduanya memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham.
Sedangkan secara
simultan, EVA dan MVA
juga berpengaruh
signifikan terhadap harga
saham perusahaan
subsector property yang
tergabung dalam LQ45
BEI periode 2009-2013.
4 Munawarah
(2017)
Pengaruh
Analisis
Fundamental
Terhadap Harga
Saham Pada
Perusahaan Real
Estate dan
Property
X = Earning
Per Share
(EPS), Debt to
Equity Ratio
(DER),
Economic
Value Added
(EVA) dan
Market Value
Added (MVA)
Y = Harga
Saham
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
variabel-variabel tersebut
secara simultan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga
saham perusahaan.
Sedangkan secara parsial,
variabel DER berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap harga saham,
variabel EPS dan MVA
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga
saham. Namun variabel
EVA tidak berpengaruh
66
signifikan terhadap harga
saham.
5 Dodi Arif
(2014)
Pengaruh
Produk
Domestik Bruto,
Jumlah Uang
Beredar, Inflasi
dan BI Rate
Terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan di
Indonesia
Periode 2007-
2013
X = Produk
Domestik
Bruto, Jumlah
Uang Beredar,
Inflasi dan BI
Rate
Y = Indeks
Harga Saham
Gabungan
(IHSG)
Secara parsial produk
domestik bruto, jumlah
uang beredar, inflasi dan
suku bunga BI masing-
masing tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham di
Indonesia dilihat
berdasarkan IHSG. Namun
secara keseluruhan atau
simultan, variabel tersebut
bersama-sama
berpengaruh signifikan
terhadap IHSG di
Indonesia.
6 Siska Ulfia
(2016)
Analisis
Pengaruh
Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs)
dan Faktor
Fundamental
Terhada Harga
Saham.
X = Inflasi,
Nilai Tukar
(Kurs),
Current Ratio
(CR), Debt to
Equity Ratio
(DER),
Earnings per
Share (EPS)
dan Price to
Book Value
(PBV).
Y = Harga
Saham
Secara simultan, variabel
bebas (inflasi, nilai tukar,
CR, DER, EPS dan PBV)
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
Secara parsial, selama
tahun 2010-2014 dapat
menunjukkan bahwa
variabel EPS dan PBV
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga
saham. Sedangkan
variabel inflasi, nilai tukar,
CR dan DER tidak terbukti
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
7 Suryana dan
Helma
Aditia
(2016)
Pengaruh MVA,
DER, CR, ROE,
Firm Size
X = MVA,
DER, CR,
ROE dan Firm
Size
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
MVA, CR, ROE dan firm
size secara parsial
67
Terhadap Harga
Saham
Y = Harga
Saham
berpengaruh positif
terhadap harga saham.
Sedangkan DER secara
parsial tidak berpengaruh
terhadap harga saham.
Secara Bersama-sama
(simultan), variabel MVA,
DER, CR, ROE dan firm
size berpengaruh terhadap
harga saham.
8 Erlangga
Yudha
Utama
(2016)
Pengaruh Suku
Bunga SBI,
Inflasi dan
Jumlah Uang
Beredar
Terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan
(IHSG) di Bursa
Efek Indonesia
(BEI)
X = Suku
Bunga SBI,
Inflasi dan
Jumlah Uang
Beredar
Y = IHSG
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
secara parsial, suku bunga
SBI dan inflasi tidak
memiliki pengaruh
signifikan terhadap IHSG.
Sementara jumlah uang
beredar memiliki pengaruh
positif dan signifikan
terhadap IHSG periode
2011-2014. Untuk hasil uji
secara simultan, variabel-
variabel independen
tersebut berpengaruh
terhadap IHSG periode
2011-2014.
9 Ayu
Puspitaningt
yas (2016)
Pengaruh
Earning Per
Share, Price To
Book Value,
Tingkat Inflasi
dan Nilai Kurs
Dollar Terhadap
Harga Saham
Perusahaan Sub
Sektor Industri
Otomotif dan
Komponennya
X = Earning
Per Share,
Price To Book
Value, Tingkat
Inflasi dan
Nilai Kurs
Dollar
Y = Harga
Saham
Variabel earning per
share, price to book value,
tingkat inflasi dan nilai
kurs dollar secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap
harga saham sub sector
industri otomotif dan
komponennya. Secara
parsial, variabel earning
per share dan price to
book value masing-masing
68
di Bursa Efek
Indonesia
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga
saham. Sedangkan
variabel tingkat inflasi dan
nilai kurs dollar
mempunyai pengaruh yang
negatif dan tidak
signifikan terhadap harga
saham industri otomotif
dan komponennya pada
periode bersangkutan.
10 Miftahul
Aniq (2015)
Pengaruh Kurs,
Inflasi, Suku
Bunga SBI,
Jumlah Uang
Beredar dan
Harga Minyak
Mentah
Terhadap
Jakarta Islamic
Index (JII) di
Bursa Efek
Indonesia
Periode 2012-
2014
X = Kurs,
Inflasi, Suku
Bunga SBI,
Jumlah Uang
Beredar dan
Harga Minyak
Mentah.
Y = Jakarta
Islamic Index
(JII)
Secara parsial, Kurs
berpengaruh negatif dan
signifikan secara statistik
terhadap JII. Jumlah uang
beredar berpengaruh
positif dan signifikan
secara statistik terhadap
JII. Inflasi, suku bunga
SBI, dan harga minyak
mentah tidak berpengaruh
signifikansi secara statistik
terhadap JII. Sedangkan
semua variabel yang
bersangkutan secara
bersama-sama memiliki
pengaruh signifikan
terhadap JII selama
periode 2012-2014.
Sumber : Skripsi dan Jurnal
69
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham
DER adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
penggunaan utang terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Saat
investor memutuskan menginvestasikan modalnya dalam bentuk saham di
suatu perusahaan, investor tidak hanya akan berorientasi terhadap laba yang
diperoleh perusahaan melainkan juga memperhitungkan tingkat resiko yang
dimiliki perusahaan tersebut. Tingkat resiko perusahaan tercermin dari rasio
DER yang menunjukkan seberapa besar modal sendiri yang dimiliki oleh
perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Setiap investor tentu akan menghindari berinvestasi pada perusahaan
yang memiliki angka DER tinggi karena semakin tinggi DER menunjukkan
tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar
(utang) sehingga beban perusahaan juga semakin berat yang berarti resiko
perusahaan akan tinggi. Hal ini akan mengurangi hak pemegang saham
(dalam bentuk deviden), mempengaruhi penilaian investor terhadap
perusahaan serta memberikan tekanan pada pergerakan harga saham
sehingga menyebabkan investasi pada saham kurang menarik, yang
kemudian permintaan akan saham tersebut menurun dan berakibat pada
menurunnya harga saham. Tingginya DER juga akan mempengaruhi minat
investor terhadap saham perusahaan, karena investor lebih tertarik pada
saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. Oleh karena
itu, tinggi rendahnya DER secara tidak langsung dapat mempengaruhi harga
70
saham perusahaan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dhani Beslyder Siahaan (2017), dimana hasil penelitian menunjukkan
DER berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Begitupula hasil
penelitian dari Munawarah (2017) yang menyatakan DER berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap harga saham. Dengan demikian, hipotesis
yang diajukan oleh peneliti adalah:
H1 = DER berpengaruh terhadap Harga Saham
2. Pengaruh Price to Book Value Terhadap Harga Saham
Rasio pasar seperti PBV yang membandingkan harga pasar saham
dengan nilai buku saham paling sering digunakan oleh investor karena
melalui rasio ini investor dapat mengetahui seberapa besar pasar percaya
terhadap prospek perusahaan kedepannya (Darmadji dan Fakhruddin,
2006:141). Menurut Warren Reeve (2005) Price to Book Value sebesar 1,0
menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan sama dengan nilai
neracanya/nilai buku. Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan
prospek suatu perusahaan, sehingga mengakibatkan harga saham dari
perusahaan tersebut akan meningkat. Sebaliknya, semakin rendah Price to
Book Value akan berdampak pada rendahnya kepercayaan pasar akan
prospek perusahaan yang berakibat pada turunnya permintaan saham dan
selanjutnya berimbas pula dengan menurunnya harga saham dari
perusahaan tersebut.
Menurut hasil penelitian dari Ramadhani Srifitra Fitriani (2016),
PBV memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Begitu pula
71
penelitian dari Ayu Puspitaningtyas (2016) yang menyatakan bahwa PBV
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Hasil-hasil
tersebut menjadi bukti empirik yang memperkuat adanya pengaruh PBV
dengan harga saham. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh
peneliti adalah:
𝐻2 = PBV berpengaruh terhadap Harga Saham
3. Pengaruh Market Value Added (MVA) Terhadap Harga Saham
MVA adalah suatu pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses
tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya. MVA
merupakan selisih antara nilai pasar saham dengan modal sendiri yang
disetorkan oleh pemegang saham. Perusahaan yang baik ditunjukkan
dengan memiliki nilai MVA yang lebih besar dari nol, sedangkan nilai
MVA yang kurang dari nol menunjukkan nilai modal pemegang saham
berkurang.
Perusahaan dengan nilai MVA positif menunjukkan bahwa saham
perusahaan akan dinilai lebih besar dari nilai buku per lembar saham oleh
para investor sehingga hal tersebut dapat menyebabkan harga saham akan
semakin tinggi. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan
(pemegang saham) akan semakin bertambah jika MVA semakin tinggi
melalui meningkatnya capital gain yang diperoleh dari meningkatnya
harga saham. MVA yang tinggi maka tingkat pengembalian saham juga
akan tinggi yang dapat menyebabkan harga saham menjadi naik. M. Mara
Ikbar dan Andrieta (2015) dalam penelitiannya menunjukkan adanya
72
pengaruh yang signifikan antara MVA dengan harga saham. Serupa dengan
penelitian dari Suryana dan Helma Aditia (2016) yang menunjukkan bahwa
MVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Dengan
demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah:
H3 = MVA berpengaruh terhadap Harga Saham
4. Pengaruh Inflasi Terhadap Harga Saham
Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson dan
Nordhaus, 2004:578). Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan
daya beli, baik individu maupun perusahaan. Penelitian Almilia (2004)
menemukan bahwa semakin tinggi inflasi akan semakin menurunkan
tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan merupakan
informasi yang buruk atau negative bagi para trader di bursa saham. Inflasi
dapat meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Namun apabila
peningkatan baya produksi lebih tinggi dari peningkatan pendapatan yang
dinikmati perusahaan, maka profit perusahaan akan kecil. Hal ini
berdampak pada berkurangnya minat investor untuk menanamkan
modalnya dalam bentuk saham karena investor akan menilai bahwa
keuntungan yang diperolehnya nanti akan kecil sehingga harga saham
perusahaan menjadi menurun di pasar modal. Tingkat inflasi yang tinggi
memiliki hubungan yang negatif terhadap harga saham. Hal ini didukung
oleh penelitian dari Ronny Wijaya (2016) yang menyatakan bahwa inflasi
mempunyai pengaruh dan hubungan negatif terhadap harga saham
73
perusahaan properti. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh
peneliti adalah:
𝐻4 = Inflasi berpengaruh terhadap Harga Saham
5. Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Harga Saham
Pertumbuhan jumlah uang beredar yang wajar akan memberikan
pengaruh positif terhadap ekonomi dan pasar ekuitas dalam waktu jangka
pendek. Namun jumlah uang beredar dengan pertumbuhan yang drastis
akan memicu terjadinya inflasi yang tentunya memberikan pengaruh
negatif terhadap ekonomi dan pasar ekuitas. Meningkatnya jumlah uang
beredar akan berpengaruh pada permintaan barang dan jasa. Banyaknya
jumlah uang yang dimiliki masyarakat akan menambah daya beli
masyarakat akan produk barang dan jasa. Meningkatnya konsumsi akan
barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan pada perusahaan. Laba
yang dihasilkan perusahaan juga akan meningkat dan harga saham pada
perusahaan tersebut ikut meningkat. Jumlah uang beredar berhubungan
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini berarti bahwa
semakin meningkat jumlah uang beredar, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan semakin meningkat.
Menurut Mohamad (2006:210), jika jumlah uang beredar
meningkat, maka harga saham akan naik. Hal tersebut dikarenakan ketika
jumlah uang beredar meningkat maka orang akan cendrung melakukan
investasi. Ketika para investor menyimpan uang mereka dalam bentuk
investasi saham maka harga saham perusahaan pun akan mengalami
74
peningkatan yang berdampak pada meningkatnya indeks harga saham
(pergerakan harga saham). Pernyataan ini serupa dengan penelitian oleh
Erlangga Yudha Utama (2016) dan Miftahul Aniq (2015). Hasil dari kedua
peneliti ini menunjukkan bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap harga saham pada periode yang
bersangkutan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti
adalah:
𝐻5 = Jumlah Uang Beredar berpengaruh terhadap Harga Saham
6. Pengaruh DER, PBV, MVA, Inflasi dan Jumlah Uang Beredar
Terhadap Harga Saham
Berdasarkan hasil penelitian dari Siska Ulfia (2016), debt to equity
ratio, price to book value, dan tingkat inflasi secara bersama-sama atau
simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian
dari Suryana dan Helma Aditia (2016) menunjukkan bahwa variabel DER
dan MVA secara simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham.
Begitu pun dengan penelitian Dodi Arif (2014), variabel inflasi dan jumlah
uang beredar keduanya bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia. Dengan
demikian, hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah:
𝐻6 = Debt to Equity Ratio, Price to Book Value, Market Value Added,
Inflasi dan Jumlah Uang Beredar berpengaruh terhadap Harga
Saham
75
𝐻5
𝐻4
𝐻3
𝐻1
𝐻2
𝐻6
D. Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah alur yang ada serta memberikan suatu gambaran
yang jelas mengenai keseluruhan penelitian ini, maka peneliti akan
menyajikan model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber : Diolah Penulis, 2018
Debt to Equity Ratio
(𝑋1)
Price to Book Value
(𝑋2)
Inflasi
(𝑋4)
Market Value Added
(𝑋3)
Harga Saham
(Y)
Jumlah Uang Beredar
(𝑋5)
Recommended