View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Saripudin, dkk (2012) tentang “Pengaruh Independensi,
Pengalaman, Due Profesional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit
(Survei terhadap Auditor KAP di Jambi dan Palembang)” menyebutkan bahwa
secara parsial independensi, pengalaman dan akuntanbilitas mempengaruhi
kualitas audit akan tetapi due profesional care tidak berpengaruh pada kualitas
audit. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey dengan kuesioner.
Analisis data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik dan
pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian Queena dan Rohman (2012) yang menggunakan metode
analisis regresi berganda tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kota/Kabupaten di Jawa Tengah” menyatakan
bahwa obyektifitas, pengetahuan, integritas, etika, dan skeptisisme berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan independensi dan pengalaman
auditor tidak berpengaruh signifikan.
“Pengaruh Independensi dan Efikasi Diri terhadap Kinerja Auditor (Studi pada
Kantor Inspektorat Kota Kendari)” yang diteliti oleh Marianti (2016) menyatakan
bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor sedangkan efikasi
diri berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja auditor. Marianti (2016)
menyebutkan bahwa kinerja auditor merupakan pemeriksaan dalam waktu tertentu
sesuai dengan standar pengukuran tertentu. Pengukuran berkaitan dengan kualitas mutu
kerja, kuantitas hasil kerja dan ketepatan waktu penyelesaian. Metode analisis yang
digunakan pada penelitian ini adalah regresi linear berganda.
9
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ningtyas dan Aris (2016) tentang
“Independensi, Kompetensi, Pengalaman Kerja, dan Due Profesional Care:
Pengaruhnya terhadap Kualitas Audit yang Dimoderasi dengan Etika Profesional
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik se-Jawa Tengah dan DIY)”
menyatakan bahwa independensi dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit, sedangkan kompetensi dan due profesional care tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Etika profesi sebagai
variabel moderasi diuji dengan menggunakan uji interaksi. Hipotesis satu, dua,
dan tiga duji dengan analisis regresi berganda, sedangkan hipotesis lima, enam,
tujuh dan delapan diuji dengan Moderated Regression Analysis (MRA).
Penelitian tentang “Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Profesional
Care dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit (Studi pada Auditor di KAP “Big
Four” di Indonesia)” dari Singgih dan Bawono (2010) menyatakan bahwa
independensi, due profesional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh
terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman kerja tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Pada variabel independensi, pengaruhnya lebih dominan terhadap
kualitas audit. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data pilot test untuk
menguji kualitas data. Setelah memperoleh data dan jawaban responden maka
dilakukan uji asumsi klasik dan menguji hipotesis.
B. Teori dan Tinjauan Pustaka
1. Good Governance
Pengertian good governance menurut Soelendra (2000) adalah
penyelenggaraan suatu negara untuk mencapai tujuan baik dengan cara perumusan
10
kebijakan yang berdasarkan permasalahan sosial dan sistem nilai dalam operasi
organisasi, berlaku untuk semua orang pada sistem demokrasi. Good governance
merupakan tolok ukur bagi pemerintahan bahwa pemerintah telah melakukan
tugas, pokok, dan fungsinya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya.
Prinsip dasar penyelenggaraan good governance yaitu:
a. Transparansi adalah keterbukaan. Keterbukaan pemerintahan dalam
menjalankan manajemen pemerintahan, lingkungan, ekonomi, sosial
dan politik.
b. Partisipasi adalah ikut andil dalam pengambilan keputusan.
c. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan
terhadap kinerja.
Keberhasilan good governance didukung oleh komitmen dari semua
pihak. Pihak pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Pihak pemerintahan
berfungsi menciptakan lingkungan politik hukum yang kondusif melalui
kebijakan, sektor swasta sebagai pihak yang menciptakan pekerjaan dan
pendapatan, sedangkan masyarakat berperan aktif dalam interaksi sosial, politik,
dan ekonomi. Kesetaraan, interpretasi, etos kerja dan moral tinggi merupakan
dasar yang harus dipegang teguh oleh semua pihak untuk mencapai good
governance. Terselenggaranya good governance yang ideal diperlukan
komitmen kuat dan tindakan nyata semua pihak (Ulum dan Sofyani, 2016).
2. Auditing
Auditing merupakan bentuk komunikasi melalui pernyataan pendapat
mengenai informasi keuangan dengan menyimpulkan hasil temuan auditor
sesuai dengan bukti yang valid dan relevan. Laporan keuangan yang wajar
akan disusun secara konsisten dan tidak mengandung salah saji material serta
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
11
Menurut Agoes (2016:5) “auditing adalah suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Pendapat lain menyatakan bahwa: “pemeriksaan akuntan (auditing)
adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara penyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan” (Suhendra, 2014).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
menyebutkan “pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan informasi mengenani pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara”.
Jasa auditor untuk melakukan penilaian terhadap laporan keuangan
secara objektif dan independen memiliki peran cukup besar dalam sebuah
entitas. Hasil pemeriksaan berupa pernyataan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tidak hanya digunakan oleh pihak intenal tetapi juga oleh
pihak eksternal. Hal tersebut dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan
(Suhendra, 2014).
12
3. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Standar audit merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja untuk
mencapai tujuan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Pentingnya standar
audit adalah sebagai patokan dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan serta
memberikan keyakinan bahwa operasi dilakukan dengan cara etis dan
bertanggungjawab.
Di Indonesia standar dalam pelaksaan audit pemerintahan disebut
Standar Audit Pemerintahan atau disingkat SAP yang dibuat oleh BPK pada
tahun 1995. Seiring dengan perkembangan teori, dinamika kehidupan
masyarakat yang semakin kompleks serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan
yang berkualitas SAP diganti namanya menjadi SPKN atau Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Penyusunan standar pemeriksaan yang baru
ini berdasarkan pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara serta
Undang-Undang No. 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Negara.
Pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan pada Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara diharapkan mampu meningkatkan kredibilitas
informasi yang diperoleh maupun yang dilaporkan dari objek pemeriksaan
berdasarkan pengumpulan dan pengujian bukti yang objektif. Tujuan
penyusunan standar pemeriksaan ini adalah untuk dijadikan ukuran mutu bagi
pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan kegiatan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Bastian,
2014).
13
4. Teori Atribusi
Teori atribusi merupakan penyebab seseorang berperilaku. Perilaku
seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Robbins (1996)
mengembangkan bahwa terdapat dua penyebab seseorang berperilaku yaitu
faktor dispositional attributions dan situasional attributions. Dispositional
attributions dipengaruhi dari dalam diri seseorang. Sedangkan situasional
attributions dipengaruhi oleh lingkungan (Harini, 2009).
Penentuan dua faktor tersebut dipengaruhi oleh:
a. Konsesus, adalah apabila semua orang dihadapkan pada situasi yang
sama maka akan memberikan respon dengan cara yang sama.
b. Kekhususan, adalah seseorang berperilaku berbeda pada situasi yang
beda.
c. Konsisten, adalah seseorang berperilaku sama dari waktu ke waktu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi yang fokus
pada faktor-faktor eksternal yang berasal dari orang yang diamati atau dinilai.
Dengan asumsi bahwa pada lingkungan audit auditee sebagai pengguna jasa
dan memberikan penilaian sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan oleh
auditor. Penilaian tersebut sesuai dengan persepsi masing-masing auditee
untuk menghasilkan kualitas audit dan terjadi kepuasan kinerja selama proses
pelaksanaan pemeriksaan.
Kepuasan pihak manajemen merupakan hasil dari jasa yang dihasilkan
auditor berupa kinerja auditor telah memenuhi harapan dan memberikan manfaat
serta membantu pihak manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja auditor
berdasarkan kemampuan profesional atau dengan kualitas tertentu. Kualitas audit
14
mengacu pada standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.
Selain mengacu pada standar yang ditetapkan, juga menggunakan teori atribut
kualitas audit yang dikembangkan oleh Carcello (1992). Terdapat 12 atribut kualitas
audit yaitu: experience, industry expertise, responsivenes, compliance,
independence, professional care, commitment, executive involvement, conduct of
audit field work, involvement of audit committee, member characteristics, dan
skeptical attitude. Faktor-faktor tersebut merupakan dasar dan sebagai penunjang
yang harus dimiliki auditor dalam memberikan jasanya.
Penilaian kualitas audit didasarkan dengan penilaian teori atribusi
kualitas audit yang dikembangkan oleh Carcello (1992) yaitu sebagai berikut:
1. Experience (Pengalaman)
Standar umum pertama dalam SPAP SA Seksi 210 paragraf satu
berbunyi “auditor harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang
auditor”. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam paragraf dua bahwa
tingginya kemampuan seseorang belum memenuhi syarat standar umum
pertama jika tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai
dalam bidang akuntansi. Keahlian dalam bidang akuntansi dan auditing
merupakan hal penting bagi auditor. Keahlian dicapai dengan pendidikan
formal dan diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit.
Pentingnya atribut pengalaman bagi auditor terbukti dari tingkat
kesalahan pada auditor. Auditor yang tidak berpengalaman jauh lebih
banyak membuat kesalahan daripada auditor yang lebih berpengalaman.
Atribut pengalaman memiliki manfaat besar bagi auditor untuk
menghasilkan laporan pemeriksaan yang berkualitas.
15
2. Industry Expertise (Pemahaman Lingkungan Instansi)
Lampiran III Peraturan BPK RI No. 1 tahun 2017 yang terdapat dalam
SPKN tahun 2017 pada Pernyataan Standar Pemeriksaan 200 menyatakan
bahwa “Pemeriksa memperoleh pemahaman atas entitas dan/atau
informasi hal pokok yang diperiksa yang diperlukan untuk
mengidentifikasi permasalahan, menentukan materialitas, risiko, jenis dan
sumber bukti, serta auditabilitas.”
Aspek yang berkaitan dengan objek survei awal meliputi bidang
usaha klien, status hukum perusahaan, kebijakan akuntansi, neraca
komparatif dan perbandingan penjualan, laba/rugi tahun lalu dan sekarang,
kontak klien, permasalahan akuntansi, audit, dan perpajakan (Bastian,
2014:3).
Bastian (2014:3) menjelaskan bahwa tujuan pemahaman pada
survei awal adalah tim audit memperoleh infomasi dan gambaran umum
mengenai objek audit. Manfaat memperoleh informasi dan gambaran
umum objek audit akan memberikan pemahaman mengenai dasar
hukum/peraturan yang berlaku, tujuan organisasi, kegiatan operasional,
metode, prosedur dan kebijakan yang berlaku; permasalahan keuangan dan
informasi di lapangan; dan permasalahan yang belum terpecahkan.
Pengetahuan karakter entitas tersebut akan membantu auditor
dalam menentukan langkah perencanaan pemeriksaan, yaitu menentukan
secara detail tujuan dan rencana audit, memberikan pemahaman kepada
klien untuk mengoperasikan sumber daya yang tersedia secara efisien, dan
memperkecil resiko audit.
16
3. Responsiveness (Responsif)
Salah satu bentuk kepuasan klien terhadap kinerja auditor adalah
auditor tanggap dan mengerti kebutuhan kliennya. Klien tidak hanya
sekedar menerima opini mengenai kewajaran laporan keuangannya, namun
rekomendasi yang auditor berikan berupa nasihat untuk kemajuan usaha
kliennya (Putri, 2010). Secara tanggap auditor mengkomunikasikan hasil
temuannya kepadanya klien tanpa diminta. Sikap ini menunjukkan adanya
kepedulian yang lebih terhadap entitas yang diperiksa. Komunikasi yang
baik antara auditor dan klien menimbulkan kepuasan klien sehingga proses
pelaksanaan pemeriksaan berjalan dengan baik dan menghasilkan laporan
hasil pemeriksaan yang berkualitas.
4. Compliance (Pemeriksaan Sesuai Standar Audit)
Standar audit merupakan pedoman yang dijadikan kriteria atau ukuran
mutu dalam melakukan kegiatan pemeriksaan. Standar disusun berguna sebagai
pertimbangan kualitas profesional seseorang (Pusdiklatwas BPKP, 2008).
Standar umum berbeda dengan standar pekerjaan lapangan dan
pelaporan auditor. Standar umum berkaitan dengan pribadi auditor.
Persyaratan audit dan mutu pekerjaannya tercantum pada standar umum.
Terlaksananya standar umum tercermin apabila auditor dapat mendeteksi
kesalahan/kecurangan dan dapat melaporkan hasil temuannya (Putri, 2010).
Keahlian, independensi, dan kecermatan merupakan syarat dari kualitas
pelaksanaan pemeriksaan (SPAP, 2001). Auditor yang dapat menunjukkan
sikap tersebut selama proses pemeriksaan maka akan ada kecenderungan
untuk menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas.
17
5. Independence (Independensi)
Independensi adalah sikap yang tidak berkepentingan pada pribadi atau
golongan dalam melaksanakan tugas. Makna independensi bahwa auditor
tidak mudah dipengaruhi. Auditor melaporkan secara apa adanya hasil
temuannya selama proses audit. Independensi penting bagi auditor dalam
perkembangan profesi akuntan publik. Hal ini berhubungan dengan tingkat
kepercayaan masyarakat. Apabila sikap independensi auditor berkurang
maka kepercayaan mayarakat akan menurun. Karena akan mempengaruhi
laporan pemeriksaan yang dihasilkan tidak sah/valid.
Pernyataan independensi terdapat pada Standar Auditing Seksi 220.1
(SPAP:2001) bahwa independensi artinya tidak mudah dipengaruhi oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor tidak dibenarkan untuk
memihak pihak manapun. Pengaruh dari sikap independensi adalah hasil
pemeriksaan akan relevan dan netral sehingga kualitas audit handal dan
terpercaya.
6. Professional care (Berhati-hati dan Profesional)
Cermat, seksama, dan hati-hati menunjukkan kemahiran auditor dalam
tanggung jawab profesionalnya. Sikap ini berhubungan dengan sikap
skeptis. Auditor selalu mempertanyakan bukti-bukti yang telah
dikumpulkannya. Bukti dan informasi lain perlu dikumpulkan secara
lengkap dan diuji agar dapat meyakinkan. Bukti yang dikumpulkan secara
memadai akan mendukung penyusunan hasil laporan hasil pemeriksaan,
sehingga hasil laporan pemeriksaan akan berkualitas dan meyakinkan.
18
7. Commitment (Komitmen)
Widagdo (2002) mendefinisikan komitmen sebagai: (1) rasa percaya
dan menerima tujuan dari nilai organisasi/profesi, (2) kemauan berusaha
sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi/profesi, dan (3) keinginan
saling memelihara keanggotaan dalam organisasi/profesi.
Untuk meningkatkan kualias audit, auditor penting mengetahui informasi-
informasi yang sedang berkembang secara global mengenai bidang usaha klien.
Auditor juga perlu meningkatkan koordinasi dengan KAP-KAP besar dan
berskala internasional untuk meningkatkan pengetahuannya.
Komitmen kuat agar kinerja audit berkualitas, IAI sebagai induk organisasi
akuntan publik di Indonesia mewajibkan anggotanya mengikuti program profesi
akuntan (PPA) (Zawitri, 2009).
8. Executive Involvement (Keterlibatan Ketua Tim Audit)
“Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan
audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi
adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian
informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review
pekerjaan yang dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di
antara staf audit kantor akuntan.” (SPAP, 2001).
Keterlibatan pimpinan audit penting dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Pimpinan audit melakukan supervisi kepada timnya untuk memastikan bahwa
pelaksanaan pemeriksaan telah sesuai dengan standar dan program audit
(Ilham, 2001). Pimpinan audit mengarahkan timnya agar dapat berkomunikasi
secara intensif dengan kliennya. Kelancaran dan kemudahan selama proses
audit merupakan peran dari pimpinan audit sebagai mediator.
19
Keberhasilan manajemen mutu tercermin dari pimpinan yang mampu
membawa timnya bekerja secara efektif. Pimpinan audit dianggap memiliki
keahlian dan pengalaman yang lebih baik dari staf auditor. Keterlibatan
pimpinan audit selama proses pemeriksaan dapat meningkatkan kualitas audit.
9. Conduct of Audit Field Work (Pekerjaan Lapangan)
Standar pekerjaan lapangan dalam SPAP 2001 menyatakan bahwa
“pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika tenaga
asisten harus disupervisi dengan semestinya.”
Auditor harus memahami pengendalian internal dalam perencanaan
audit. Bukti audit yang diperoleh harus kompeten dan memadai sebagai
dasar untuk menyatakan pendapat.
Agar standar pekerjaan lapangan dapat terlaksana dengan baik, maka
perencanaan program audit perlu diawasi dengan seksama. Perencanaan
program audit secara matang dan tepat diharapkan agar proses pemeriksaan
dapat selesai tepat waktu sehingga tercapai hasil yang berkualitas (Putri, 2010).
10. Involvement of Audit Committee (Keterlibatan Komite Audit)
Komite audit adalah bagian dari klien yang fungsinya berkaitan dengan
pelaksanaan pemeriksaan. Pentingnya komite audit adalah untuk
mengawasi selama proses pemeriksaan agar tercapainya kejujuran laporan
keuangan. Dapat dipastikan bila kejujuran laporan keuangan tercapai maka
komite audit telah bekerja secara efektif.
Kebanyakan komite audit terdapat pada perusahaan publik karena
pengguna hasil pemeriksaan perusahaan publik adalah masyarakat luas.
20
11. Member Characteristic (Standar Etika Tim Audit)
Kode etik adalah prinsip moral yang ditetapkan bersama dalam
organisasi/profesi untuk dipatuhi dalam menjalankan tugas. Kode etik
bersifat mengikat dan memaksa. Perlunya menerapkan kode etik adalah
untuk dijadikan pedoman melaksanakan penugasan sehingga
terpeliharanya kepercayaan masyarakat (Pusdiklatwas BPKP, 2008).
Auditor harus menegakkan etika profesionalnya yang tinggi untuk
meningkatkan akuntabilitasnya sehingga proses audit yang dilakukan
memberikan hasil yang berkualitas.
12. Skeptial Attitude (Sikap Skeptisme)
Skeptis adalah ketidakpercayaan. Dalam audit, ketidakpercayaan
menimbulkan rasa curiga dan selalu mempertanyakan terhadap bukti dan
informasi yang diperoleh. Bukti dan informasi pendukung lainnya perlu
dilakukan pengujian secara kritis untuk dapat meyakinkan auditor.
Auditor yang memiliki sikap skeptis akan mengungkapkan keadaan
entitas sesuai dengan fakta yang terjadi secara apa adanya. Hasilnya,
laporan hasil pemeriksaan disajikan dengan jujur dan bermutu.
5. Teori Kognitif Sosial
Prinsip dasar kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1999)
menyebutkan bahwa terjadi hubungan sebab-akibat timbal balik pada pribadi
seseorang yang disebabkan oleh pola pikir dan pengaruh lingkungan yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Manusia merupakan reaktor untuk memotivasi, membimbing dan
mengatur kegiatan mereka sendiri. Teori kognitif sosial merupakan dasar
manusia memahami lingkungan, mengatur dan menciptakan kondisi
21
lingkungan sesuai aspek kehidupannya. Tindakan ini mendorong individu
menetapkan tujuan dan tindakan sesuai dengan yang diinginkan serta
menghindari kerugian. Hal ini memotivasi manusia untuk melakukan hal
yang membuat mereka puas, percaya diri, dan menahan diri dari tindakan
yang menyimpang. Inti dari motivasi adalah keyakinan seseorang dapat
melakukan perubahan dengan tindakan yang dilakukan.
Efikasi diri memiliki peran penting pada teori kognitif sosial karena
dampaknya luas yang mempengaruhi aspek-aspek lain dalam pengambilan
keputusan. Motivasi diri merupakan dasar keyakinan yang kuat untuk bertahan
menghadapi kesulitan serta upaya untuk mencari cara menguasai tantangan.
Motivasi diri mempengaruhi efikasi diri seseorang bertindak atas keyakinan diri
mereka. Dengan sikap efikasi diri yang tinggi, seseorang akan berpikir secara
positif terhadap kinerja mereka sehingga mampu memprediksi kejadian serta
menemukan cara untuk mengelola lingkungan lebih efektif dan produktif.
Seseorang yang yakin akan kemampuannya akan mudah untuk mengatasi
keadaan yang mengancam. Seseorang lebih berani menghadapi permasalahan dan
memiliki tingkat keberhasilan untuk membentuk lingkungan sesuai keinginan.
Sikap efikasi diri yang tinggi membuat seseorang mampu mengontrol tingkat
emosionalnya. Seseorang akan memiliki keyakinan mengatur diri mereka sendiri
dalam menciptakan lingkungan yang positif.
Pernyataan mengenai efikasi diri juga didukung oleh penelitian pada
Judge dan Bono (2003) yang menyatakan bahwa sikap efikasi diri berasal dari
teori inti evaluasi diri. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa individu
yang mampu membawa dirinya positif cenderung akan bergerak positif juga
dalam pencapaian tujuan. Hal tersebut menghasilkan hubungan antara sikap
22
positif dengan kepuasan kerja. Rasa percaya diri yang positif akan mampu
mencapai penyelesaian tugas dan tanggung jawab.
Berdasarkan teori tersebut, maka efikasi diri merupakan keyakinan
seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Individu mampu secara sadar menguasai situasi dan kondisi untuk
menghasilkan hasil yang positif. Keyakinan pada kemampuannya untuk
mengorganisir dirinya sendiri akan meningkatkan kepercayaan diri untuk
mempengaruhi aktifitas dirinya dalam mencapai tingkat kinerja. Tercapainya
kinerja akan menghasilkan kualitas audit yang memadai. Bertindak, berpikir, dan
pembawaan diri yang positif adalah cara individu dalam mengendalikan
dirinya selalu dalam keadaan yang positif.
Individu yang memiliki sikap efikasi diri akan lebih percaya diri serta
tidak ada keraguan dalam melaksanakan tugas dan mampu memecahkan
permasalahan secara efektif (Marianti, 2016).
6. Kualitas Audit
Saat ini belum ada kesepakatan maupun pernyataan mengenai makna
kualitas audit. Pengukuran kualitas jasa audit masih sulit diukur secara
objektif. Pengukuran dengan beberapa dimensi yang berbeda oleh beberapa
peneliti menjadi bukti bahwa sulit untuk menentukan dimensi atau faktor-
faktor untuk menentukan kualitas audit (Queena dan Rohman, 2012). Kualitas
audit merupakan kesesuaian antara yang diharapkan dengan apa yang terjadi
(Widagdo, 2002). Kualitas adalah kunci keberhasilan suatu organisasi dalam
menghasilkan produk atau jasa yang bermutu tinggi (Tatang, 1995).
23
“Audit quality encompasses the key elements that create an
environment which maximizes the likelihood that quality audits are
performed on a consistent basis.” (IAASB, www.ifac.org).
Untuk mencapai kualitas audit yang bermutu maka auditor telah
menunjukkan nilai, etika, dan sikap yang sesuai. Auditor memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang cukup, serta dapat
mengimplementasikan proses audit sesuai dengan prosedur pengendalian
mutu dan peraturan/standar yang berlaku. Sehingga laporan yang dihasilkan
tepat waktu dan bermanfaat secara maksimal.
“The responsibility for performing quality audits of financial
statements rests with auditors. However, audit quality is best achieved in
an environment where there is support from and appropriate interactions
among participants in the financial reporting supply chain.” (IAASB,
www.ifac.org).
Menurut Sukriah dkk. (2009) kualitas audit merupakan hasil dari
temuan hasil audit serta laporan tentang adanya pelanggaran pada laporan
akuntansi kliennya. Selain itu, pelaksanaan proses pemeriksaan harus sesuai
dengan standar audit yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas
audit merupakan kualitas kinerja auditor dari hasil laporan auditnya.
Peraturan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2017 dalam Standar Pemerikaan Keuangan Negara Lampiran I
menyebutkan bahwa, “kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan
dalam memeriksa dan menilai hal pokok, dalam hal ini informasi yang
diungkapkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan yang relevan setiap
pemeriksaan menggunakan kriteria pemeriksaan sesuai dengan konteks
pemeriksaannya. Kriteria pemeriksaan yang digunakan tergantung pada
24
sejumlah faktor, antara lain tujuan dan jenis pemeriksaan. Kriteria
pemeriksaan yang digunakan harus tersedia bagi pengguna LHP sehingga
memahami proses evaluasi dan pengukuran suatu hal pokok”.
Pengertian dari hal pokok yang diperiksa adalah informasi, kondisi,
ataupun aktivitas yang menjadi dasar evaluasi pada kriteria tertentu. Yang
menjadi hal pokok meliputi;
1. Kondisi keuangan, informasi berupa pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan pada laporan keuangan.
2. Kondisi nonkeuangan, kinerja suatu entitas dalam mengelola sumber
daya agar tercapai efektif dan efisien.
3. Karakteristik fisik, keadaan suatu obyek yang dapat diukur secara nyata.
4. Sistem dan proses. Sistem adalah pernyataan mengenai kebijakan atau
peraturan yang mengikat dan saling berhubungan satu sama lain.
Sedangkan proses adalah urutan kegiatan yang berkembang. Sistem dan
proses saling berkaitan akan mempengaruhi suatu kondisi dalam sebuah
entitas.
5. Perilaku, pernyataan yang mengatur suatu entitas. Dalam hal pokok,
perilaku merupakan pernyataan kepatuhan atau pernyataan efektivitas.
Sedangkan kriteria pemeriksaan menjadi tolok ukur dalam memeriksa dan
menilai hal pokok adalah sebagai berikut;
1. Relevan, laporan pemeriksaan sesuai dengan informasi dari bukti-bukti yang
dikumpulkan.
2. Lengkap, semua bukti dan dokumen pendukung telah disajikan secara
keseluruhan tanpa adanya yang dikurangi.
25
3. Andal, pengujian yang berulang dengan hasil yang konsisten.
4. Netral, kesimpulan yang disajikan bebas dari benturan kepentingan pihak
lain.
5. Dapat dipahami, laporan pemeriksaan tersaji secara jelas dan terhindar dari
pernyataan yang dapat menimbulkan multitafsir.
Selama proses pemeriksaan yang menjadi bahan pertimbangan penting
dalam mendukung hasil audit adalah bukti pemeriksaan. Bukti pemeriksaan
berupa catatan akuntansi yang berdasarkan atas laporan keuangan dan informasi
lainnya yang mendukung kebenaran bukti-bukti terkait. Bukti audit harus cukup
dan tepat. Cukup berarti kuantitas bukti yang disajikan telah memadai. Sedangkan
tepat berarti kualitas bukti yang disajikan benar-benar mampu sebagai bahan
pertimbangan membuat keputusan. Kecukupan dan ketepatan bukti saling
berkaitan. Kuantitas bukti belum tentu menjamin kualitas hasil pemeriksaan,
begitu juga sebaliknya.
Kecukupan dan ketepatan bukti akan mendukung kualitas dari laporan
hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan berupa laporan tertulis yang berisi
kesimpulan dari informasi hal pokok. Isi dari laporan hasil pemeriksaan adalah
analisis dari pengujian bukti yang diperoleh selama proses pemeriksaan. Kriteria
dari laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas adalah sebagai berikut:
1. Tepat waktu. Penerbitan laporan hasil pemeriksaan secara semestinya agar
informasi yang disajikan bermanfaat dengan maksimal.
2. Lengkap. Semua bukti dan informasi pendukung telah termuat dalam laporan
hasil pemeriksaan. Detail informasi yang tersajikan dalam laporan hasil
pemeriksaan telah memadai.
26
3. Akurat. Laporan hasil pemeriksaan harus didukung dengan bukti dan
informasi yang cukup dan tepat untuk meyakinkan pengguna isi laporan.
4. Obyektif. Auditor harus menyajikan laporan hasil pemeriksaan secara jujur,
apa adanya, tidak adanya keterpihakan dan sesuai dengan fakta yang
ditemukan.
5. Meyakinkan. Adanya hubungan yang masuk akal antara tujuan pemeriksaan,
kriteria, temuan dan kesimpulan. Hal ini dapat mendorong obyek
pemeriksaan melakukan perbaikan sesuai rekomendasi yang diberikan.
6. Jelas. Laporan hasil pemeriksaan harus disajikan dengan bahasa yang mudah
dibaca dan dipahami agar terhindar dari kata atau pernyataan yang
menimbulkan ambigu atau multitafsir.
7. Ringkas. Laporan hasil pemeriksaan disajikan sesuai dengan informasi yang
memang perlu dan sesuai dengan tujuan pemeriksaan agar tidak terjadi
kesalahpahaman pengguna.
Variabel kualitas audit diukur dengan aspek-aspek kualitas audit yang
dikembangkan oleh Mansur (2007) yaitu kesesuaian pemeriksaan dengan standar
audit dan kualitas laporan hasil keuangan.
7. Independensi
Pernyataan mengenai independensi tercantum dalam prinsip-prinsip dasar
pada Standar Audit APIP, “dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan
audit intern, APIP dan kegiatan audit intern harus independen serta para
auditornya harus objektif dalam pelaksanaan tugasnya”. Untuk meningkatkan
kredibilitas hasil audit, auditor memerlukan independensi serta obyektivitas dalam
27
kegiatan audit. Kondisi bebas keterpihakan pihak berkepentingan dari keadaan
yang mengancam auditor dalam melaksanakan tanggung jawab audit disebut
independensi. Auditor percaya pada hasil kerjanya, tidak adanya kompromi yang
mempengaruhi hasil auditnya serta mendapat dukungan dari Pimpinan
Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah akan menghasilkan hasil audit yang
berkualitas (AAIPI, 2013).
Independensi adalah bebas dari ancaman dalam menjalankan tanggung
jawab pekerjaan (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2013). Independensi
salah satu sikap yang harus dijaga oleh akuntan publik karena hal ini berhubungan
dengan kepentingan umum dan tanggung jawab pekerjaan (Christiawan, 2002).
Tujuan mempertahankan sikap independensi adalah untuk menghasilkan
hasil audit berupa pendapat, kesimpulan, pertimbangan, dan rekomendasi yang
berkualitas dengan tidak adanya keterpihakan pihak lain sehingga tidak merugikan
pihak manapun (Queena, 2012).
Terdapat 3 aspek independensi auditor internal, yaitu:
1. Independent In Apppearance (independensi penampilan) yaitu cara pandang
pihak lain terhadap diri auditor. Auditor menjaga independensi dan
obyektivitas pada dirinya sehingga pihak lain percaya dan yakin dengan
dirinya.
2. Independent In Fact (independensi pada keyakinan). Dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya, auditor jujur dan menaati kode etik.
3. Independent In Mind (independensi dalam pikiran). Tidak hanya berperilaku
dalam nyata, sikap independensi juga harus diterapkan dalam pikiran.
Independensi perlu dirasakan sesuai dengan apa yang diyakini.
28
Komponen untuk mengukur variabel independensi yaitu dengan indikator
independensi penyusunan program, independensi pelaksanaan pekerjaan, dan
independensi pelaporan. Indikator tersebut merupakan komponen yang
dikembangkan oleh Mautz dan Sharaf (1961).
8. Pengalaman Kerja
Standar Umum pada bagian Kompetensi Auditor menyatakan bahwa
“Auditor harus mempunyai pendidikan, pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan,
pengalaman, serta kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung
jawabnya”.
Salah satu indikator kompetensi auditor adalah pengalaman. Pengalaman
didukung dengan pendidikan, pengetahuan, keahlian dan ketrampilan, serta
faktor-faktor lain. Hal tersebut tidak hanya diperoleh dengan pendidikan formal,
tetapi juga dengan pendidikan non formal. Auditor harus menyelesaikan tingkat
pendidikan formal yang diperlukan. Sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA)
serta mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan harus dimiliki
oleh auditor. Masing-masing indikator yang saling mendukung akan menjadi
kriteria auditor agar terciptanya kinerja yang baik.
Pengalaman kerja merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola
tugasnya. Seberapa banyak pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan
seberapa lama seseorang dalam menjalankan tugasnya. Semakin luas pengalaman
auditor dalam menjalankan tanggung jawabnya maka semakin cermat auditor
dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan (Asih, 2006). Auditor yang
berpengalaman akan mudah menemukan kesalahan serta penyebab mengapa
29
timbulnya suatu kesalahan serta mudah dalam memberikan rekomendasi untuk
dilakukan tindak lanjut oleh objek pemeriksaan.
Keunggulan dari auditor yang berpengalaman adalah semakin teliti, tepat,
cepat, dan peka terhadap kesalahan dalam laporan keuangan. Auditor yang
berpengalaman memiliki pengetahuan dan daya ingat yang baik untuk mendeteksi
kesalahan dan akurat memahami penyebab kesalahan. Auditor akan mampu
menjelaskan hasil temuannya dengan masuk akal. Luasnya pengalaman auditor
mendukung kemampuan kinerja dalam mengambil keputusan. Auditor semakin
terampil dan sempurna mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kaya dan luasnya pengalaman auditor akan meningkatkan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi dan kondisi serta mampu
membaca peristiwa yang terjadi. Sehingga akan menghasilkan kualitas audit yang
relevan secara optimal dan kompeten.
Variabel pengalaman kerja diukur dengan indikator berdasarkan teori yang
dikembang oleh Knoers dan Haditono (1999) yaitu lamanya bekerja dan frekuensi
pekerjaan yang sesuai dengan penelitian Aji (2009). Banyaknya pelatihan yang
diikuti merupakan tambahan indikator dari aspek kompetensi yang dikembangkan
oleh Mansur (2007).
9. Due Pofessional Care
Standar umum ketiga menyebutkan bahwa: “Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama”. Uraian mengenai hal tersebut telah dijelaskan pada
PSA No. 04 (SA Seksi 230).
Pernyataan cermat dan seksama juga terdapat pada Standar Audit Intern
Pemerintah Indonesia oleh AAIPI (2013), “auditor harus menggunakan kemahiran
30
profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care) dan secara
hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan audit intern”.
Due profesional care merupakan kemahiran auditor dalam melaksakan jasa
profesionalnya secara cermat dan seksama (Ningtyas dan Aris, 2016). Kemahiran
profesional secara cermat dan seksama digunakan secara wajar dalam lingkup
organisasi auditor. Hal ini mengarah pada sikap skeptisme, yaitu sikap kritis yang selalu
mempertanyakan pada bukti audit yang telah ditemukan (Agoes, 2016:4).
Tercapainya kualitas audit yang memadai merupakan implementasi due
profesional care dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Kurangnya sikap due
profesional care dan skeptisme akan menyebabkan kualitas audit yang buruk dan opini
yang tidak dapat dipercaya berupa kegagalan audit (Singgih dan Bawono, 2010).
Due profesional care menyangkut dua aspek yaitu sikap skeptis dan
keyakinan yang memadai. Variabel due profesional care diukur dengan aspek
yang dikembangakan oleh Mansur (2007) aspek sikap skeptis didukung dengan
hasil penelitian Kopp, Morley, dan Rennie serta penelitian Nearon (2005). Selain
itu juga terdapat pada PSA No. 4 SPAP (2001). Sedangkan keyakinan memadai
sesuai dengan GAO (General Accounting Office) (2007:116) yang menyatakan
audit kinerja sesuai GAGAS (Generally Accepted Goverment Auditing Standards)
harus memberikan keyakinan yang memadai bahwa bukti audit telah mencukupi
dan sesuai untuk mendukung temuan dan kesimpulan.
10. Efikasi Diri
Efikasi diri pada auditor berupa motivasi atau dorongan dari dalam diri
auditor untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Auditor yakin dengan
kemampuannya mampu mengendalikan dirinya dan menghadapi permasalahan
31
secara positif, karena kemampuannya mengontrol emosi. Dampaknya auditor
bekerja dengan maksimal tidak terpengaruh dengan faktor eksternal dan internal.
Ia bekerja sesuai peraturan dan kebijakan yang berlaku, bukan karena pengaruh
dari pihak luar atau keadaan pribadinya. Keteraturan dalam dirinya mempengaruhi
hasil audit yang diperiksanya. Kinerja yang baik akan menghasilkan laporan
pemeriksaan yang berkualitas juga.
Pengukuran variabel efikasi diri terdiri dari tiga indikator yaitu tingkat
kesulitan, kekuatan keyakinan, dan luas cakupan tingkah laku. Pengukuran
tersebut berdasarkan New Generally Self Efficacy Scale yaitu skala yang
digunakan oleh Chen, dkk. (2001).
C. Kerangka Pemikiran dan Perumusan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
Beberapa penelitian belum menemukan secara tepat dengan pengukuran
yang objektif untuk menentukan kualitas audit yang baik. Banyak variabel yang
mempengaruhi kriteria kualitas audit yang baik. Setiap peneliti menggunakan
variabel yang berbeda dalam menentukan kualitas audit yang baik. Konsep
pengukuran kualitas audit ini kompleks dan sulit untuk diukur (De Angelo, 1981).
Terdapat 12 teori atribut kualitas audit yang dikembangkan Carcello
(1992) yakni: experience, industry expertise, responsivenes, compliance,
independence, professional care, commitment, executive involvement, conduct of
audit field work, involvement of audit committee, member characteristics, dan
skeptical attitude.
32
Penyusunan kerangka pemikiran menggunakan tiga teori dari atribut
kualitas audit yaitu independensi, pengalaman, dan professional care. Sedangkan
satu teori diambil dari teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura
(1999) yaitu efikasi diri. Berdasarkan penjelasan dari masing-masing faktor-faktor
penentu kualitas audit, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kualitas audit.
Penelitian ini akan menguji pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran.
H4
Independensi
(X1)
Pengalaman
Kerja (X2)
H1
H2
Kualitas Audit
(Y) Due
Profesional
Care (X3)
H3
Efikasi Diri
(X4)
33
2. Perumusan Hipotesis
Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit
Independensi adalah kebebasan untuk tidak memihak pihak manapun.
Makna lain independensi adalah berfikir dan berlaku sesuai hati, bebas dari
pengendalian orang lain, tidak mendasarkan diri pada orang lain, dan tidak
bergantung kepada orang lain.
Dalam SKPN pada standar umum kedua menyebutkan bahwa segala hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dari gangguan diri dan pihak lain. Auditor harus
mempertahankan independensinya agar pendapat, kesimpulan, pertimbangan atau
rekomendasi yang dihasilkan dari proses pemeriksaan tidak ada unsur
keterpihakan oleh pihak manapun. Hasil pemeriksaan akan berkualitas apabila
seorang auditor memegang teguh prinsip independensi dan objektifitas (Putra dkk.
2015).
Kepribadian auditor dilandasi oleh kejujuran, keberanian, bijaksana serta
bertanggungjawab untuk menciptakan kepercayaan sebagai dasar pengambilan
keputusan yang handal. Kejujuran didukung dengan sikap berani untuk
menegakkan kebenaran. Kebijaksaan auditor didukung dengan tidak tergesa-gesa
melaksanakan tugasnya untuk memperoleh bukti yang memadai. Tanggungjawab
auditor dinilai apabila dalam menyampaikan hasil temuan didukung dengan bukti
yang cukup, kompeten dan relevan.
Ketidakketerpihakan auditor dalam proses pengumpulan, evaluasi
informasi audit membuat penilaian seimbang pada tingkat relevansi dan tidak
dipengaruhi kepentingan pribadi ataupun eksternal.
34
Independensi merupakan variabel penting yang harus dimiliki auditor.
Auditor harus mampu mempertimbangkan secara obyektif tanpa dipengaruhi oleh
pihak-pihak eksternal untuk mewujudkan transparansi dalam menghasilkan
laporan pemeriksaan yang berkualitas. Selain itu, tingkat relevansi pada bukti
yang terkumpul akan mendukung kelengkapan dan keandalan informasi yang
disajikan. Sehingga laporan pemeriksaan tersaji secara jelas dan mudah dipahami.
Uraian diatas menjelaskan adanya pengaruh signifikan positif
independensi auditor terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Independensi auditor
yang tinggi akan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas.
Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Putra dkk. (2015), Singgih dan
Bawono (2010), Ningtyas dan Aris (2016), Saripudin dkk. (2012), dan Marianti
(2016). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1: Independensi berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit
Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kualitas Audit
Pengalaman kerja merupakan rentang waktu seseorang dalam menjalankan
pekerjaan dan tugas. Secara profesional auditor mampu melaksanakan tanggung
jawabnya. Auditor dianggap sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing
dengan diperluas pengalaman praktiknya agar menghasilkan hasil yang berkualitas.
Pengalaman kerja seorang auditor mengenai tugas dan tanggung jawabnya dapat
diperoleh dari praktek kerja yang dibimbing oleh auditor senior (Queena, 2012).
Pengalaman akan membentuk keahlian seseorang secara teknis dan psikis
(Singgih dan Bawono, 2010). Secara teknis, banyaknya tugas yang dikerjakan akan
35
mengasah keahlian dalam variasi pekerjaannya. Seseorang yang mengerjakan
pekerjaan secara terus menerus dan berulang-ulang berpeluang untuk terus belajar
melakukan lebih baik dan lebih cepat dalam penyelesaiannya. Sedangkan secara psikis,
luasnya pengalaman akan membentuk pribadi seseorang lebih berhati-hati dalam
berpikir dan bertindak. Keberhasilan dalam pemecahan masalah mendorong untuk
meningkatkan pekerjaan yang lebih baik.
Auditor berpengalaman mampu mendeteksi, memahami, dan mengetahui
penyebab kesalahan dalam pelaksanaan pemeriksaan. Hal yang dilaporkan memberikan
pemahaman yang benar dan memadai sesuai dengan latar belakang penyebab
terjadinya kesalahan. Laporan hasil pemeriksaan akan disajikan dan dijelaskan secara
logis serta meyakinkan sesuai bukti yang memadai untuk membantu melakukan
perbaikan sesuai rekomendasi. Kelengkapan pengumpulan bukti akan meningkatkan
relevansi dan keakuratan informasi yang akan dihasilkan sehingga laporan pemeriksaan
akan meyakinkan bagi pengguna.
Berdasarkan penjelasan diatas, pengalaman auditor berpengaruh signifikan positif
terhadap kualitas audit. Semakin luas pengalaman auditor maka kualitas audit yang
dihasilkan akan bermutu. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian oleh
Sukriah dkk. (2009), Putra dkk. (2015), Saripudin dkk. (2012) dan Ningtyas dan Aris
(2016). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Pengalaman kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit
Pengaruh Due Profesional Care terhadap Kualitas Audit
Dengan menggunakan seluruh kemampuan dan keahlian secara cermat dan
seksama sesuai pertimbangan profesional mewajibkan auditor melaksanakan
36
tugasnya dengan serius, teliti dan berhati-hati. Keseriusan auditor ditunjukkan
dengan kesungguhan melaksanakan tugasnya. Auditor teliti memeriksa
kelengkapan bukti audit. Pemenuhan tanggung jawab auditor dilakukan dengan
berhati-hati dan sebaik-baiknya sesuai kemampuan.
Kecermatan profesional menuntut auditor melaksanakan pemeriksaan
dengan kritis. Secara objektif, auditor mengumpulkan dan menguji bukti dengan
pertimbangan relevansi, kompetensi dan kecukupan. Kemahiran profesional
secara cermat dan seksama untuk menghasilkan kualitas audit yang memadai
(Ningtyas dan Aris, 2016). Pentingnya implementasi due profesional care ini
memungkinkan auditor memperoleh keyakinan atas laporan keuangan yang
diperiksanya telah bebas dari salah saji material, baik dari kekeliruan maupun
kecurangan. Laporan pemeriksaan yang meyakinkan merupakan laporan yang
dihasilkan dari kelengkapan bukti dan dokumen pendukung yang tersaji. Bukti
dan dokumen pendukung perlu diuji untuk menilai keandalan dan relevansi
mengenai kesesuaian informasi dengan bukti yang diperoleh. Sehingga laporan
hasil pemeriksaan yang diterbitkan akurat serta meyakinkan pengguna isi laporan.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan positif
due profesional care terhadap kualitas audit. Pernyataan ini didukung oleh hasil
penelitian Pramesti dan Rasmini (2016), Nirmala dan Cahyonowati (2013), dan
Iskandar dan Indarto (2015). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Due Profesional Care berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit
Pengaruh Efikasi Diri terhadap Kualitas Audit
Konsep efikasi diri yang dikembangkan oleh Bandura (1999) bermakna
bahwa apabila seseorang yakin pada kemampuannya akan maka akan mencapai
37
tingkat kinerja tertentu. Keyakinan pada efikasi diri menentukan seseorang
merasakan sesuatu, berfikir, dan memotivasi diri sendiri dalam bertindak.
Efikasi diri merupakan penilaian individu terhadap kemampuannya dalam
mengorganisir dan menyelesaikan tugas untuk mencapai tingkat kinerja. Efikasi
diri merupakan sikap turunan dari teori kognitif sosial yang berarti bahwa
pengetahuan dan perilaku manusia digerakkan dari lingkungan dan secara terus
menerus berproses berfikir terhadap informasi yang diterima. Hal ini
mempengaruhi motivasi, sikap dan perilaku individu. Jadi dapat disimpulkan
bahwa efikasi diri adalah tingkat keyakinan terhadap kemampuan dirinya sendiri
untuk menyelesaikan tugas dalam hasil tertentu.
Penilaian terhadap efikasi diri akan menentukan tingkat keberhasilan seseorang
tergantung dari seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa lama seseorang
mampu bertahan dalam menghadapi rintangan. Pencapaian kinerja merupakan bentuk
peforma dari kemampuan diri individu. Kinerja auditor merupakan pemeriksaan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan dan sesuai dengan standar pengukuran yang
berlaku. Pengukuran berkaitan dengan kualitas mutu kerja, kuantitas hasil kerja, dan
ketetapan waktu penyelesaian. Efikasi diri menyebabkan individu aktif pada kegiatan
sehingga mendorong untuk mengembangkan kompetensinya. Individu semakin giat
dan tekun serta berusaha dengan sungguh-sungguh.
Dalam usaha peningkatan kompetensinya, auditor dituntut melaksanakan
tugas sesuai dengan standar audit. Auditor secara terus menerus meningkatkan
kemahiran profesional, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan. Pengaruhnya
kinerja yang dihasilkan optimal sehingga laporan pemeriksaan yang dihasilkan
berkualitas.
38
Pernyataaan bahwa sikap efikasi diri berpengaruh signifikan positif
terhadap kualitas audit dengan meningkatkan kinerja auditor sesuai dengan hasil
penelitian Indhiana (2014), Haryanti (2011), Kustini dan Suharyati (2002), dan
Engko dan Gudono (2007). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4: Efikasi diri berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit
Recommended