View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus
dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari
waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan
juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan-
perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat,
dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka
pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997).
Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda
pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas
dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap
pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan
anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada
anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab
pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai
sumbang saran yang tidak mengikat.
Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut,
berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang
dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya
masih dirasakan kurang mengangkat kualitas hidup masyarakat dan menjadi
terbengkalai karena kurang mendapat respon positif dari mayarakat.
Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Mas’ud (dalam Afifuddin : 70).
bahwa pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pengejaran efisiensi
daripada partisipasi. Sehingga pada saat itu perencanaan pembangunan atau
pemerintah dihadapkan kepada dua pilihan strategi pembangunan yang dilematis,
prioritas produktivitas atau prioritas demokrasi. Yang mana keduanya bersifat “zero
sum game”, artinya jika salah satu yang dipilih yang satunya harus dipinggirkan.
Pemerintah pada saat itupun memilih produktivitas dengan keyakinan bahwa
demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala produktivitas menghasilkan
tingkat kemakmuran tertentu bagi rakyat seperti halnya yang diterapkan di negara
Jepang, Korea selatan, dan Singapura. Namun, strategi tersebut terbukti gagal total.
Pembangunan yang menekan partisipasi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan
implosi (ledakan ke dalam) namun juga eksplosi (ledakan keluar). Akibat riilnya
adalah krisis yang berlangsung 1997 yang disusul dengan jatuhnya rejim orde baru.
Seiring dengan gerakan reformasi yang bergulir di Indonesia pada
pertengahan tahun 1998, pemerintah dituntut untuk melakukan perombakan sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik menuju pada
desentralisasi. Mulai dari kelembagaan, manajemen, serta perilaku para aparatur
pemerintahan. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah dengan
menerapkan sistem otonomi daerah dimana daerah diberikan pelimpahan
kewenangan untuk mengurus, menata, dan mengatur daerahnya sendiri dengan
asumsi bahwa daerah lebih mengetahui/memahami potensi, kebutuhan dan segala
permasalahan yang ada di daerah yang bersangkutan serta dalam rangka percepatan
pelayanan kepada masyarakat dan menyerap aspirasi masyarakat setempat.
Pelaksanaan otonomi daerah dimulai ditetapkannya UU No.22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001. Dan untuk saat ini
kedua undang-undang yang sangat penting dan strategis sifatnya bagi sistem
pemerintahan di daerah tersebut kemudian diubah sebagaimana yang telah
diundangkan dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah yang pada dasarnya tetap mempertahankan format umum otonomi daerah,
namun memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan
pemerintah pusat untuk menjamin konsistensi kebijakan secara nasional. Dengan
adanya undang-undang tersebut sebagai payung hukum dari pelaksanaan
pemerintahan di daerah maka diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan
dapat berjalan dengan lebih cepat dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat,
efektif dan efisien. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan itu adalah
melalui pelaksanaan pembangunan daerah.
Melalui UU No.32 tahun 2004 ini, bangsa Indonesia secara tegas
menghendaki agar ditengah euforia reformasi, sistem yang sentralistik menuju
desentralistik, pemerintah daerah harus mengarahkan berbagai hal dalam rangka
implementasi kebijakan otonomi daerah pada percepatan perwujudan kesejahteraan
masyarakat melalui kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan
optimalisasi pembangunan peran serta dan tanggungjawab masyarakat terhadap
pembangunan (partisipasi masyarakat dalam pembangunan). Suatu skema baru
otonomi daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan
menekankan bahwa kualitas otonomi akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan
masyarakat. Maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya saluran aspirasi
masyarakat sejak dini. Dari sini dapat kita lihat bahwa sudah seharusnya bahwa ide
awal dari proses pembangunan harus menyertakan masyarakat dalam perumusannya.
Makna perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, dimana pada rakyat
diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan
dasarnya.
Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
secara tegas menyatakan bahwa ada 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota, yang meliputi :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
5. Penanganan bidang kesehatan.
6. Penyelenggaraan Pendidikan.
7. Penanggulangan masalah sosial.
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
10. Pengendalian lingkungan hidup.
11. Pelayanan pertanahan.
12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
14. Pelayanan administrasi penanaman modal.
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa era reformasi dan otonomi daerah
telah memberikan peluang dan ruang gerak bagi pemerintah daerah dan masyarakat
setempat (lokal) dalam melaksanakan pembangunan di daerah menurut prakarsa
sendiri berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa
otonomi daerah melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah ini
dibangun atas dasar semangat otonomi luas dan nyata serta menghendaki
pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dalam
menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Kemudian, didalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwasanya dalam
sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya
partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa dalam sistem perencanaan
pembangunan ada 5 (lima) pendekatan yang digunakan dalam penyusunan
perencanaan pembangunan, yakni meliputi :
1. Pendekatan politik, yaitu memandang bahwa pemilihan presiden/kepala
daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan
pilihannnya berdasarkan program-program yang ditawarkan masing-masing
calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan dari
agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat
kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
2. Pendekatan teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara
fungsional bertugas untuk itu.
3. Pendekatan partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka
adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Dimana
proses partisipatif ini akan tercermin dalam pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang diharapkan mampu untuk
mengakomudir dan memahami apa yang sebenarnya yang menjadi kebutuhan
dan aspirasi masyarakat untuk diagendakan dalam pembangunan daerah yang
sedang dan akan berlangsung.
4. Pendekatan atas-bawah (top-down), dan ;
5. Pendekatan bawah-atas (bottom-up).
Pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah-atas (bottom-
up) dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas – bawah
dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan , dan Desa.
Pasca pemilihan Bupati Dairi, dimana pemilihan ini merupakan pertama
kalinya penduduk Dairi memilih secara langsung Bupati dan Wakil Bupati Dairi,
yang mana pada Pemilukada Bupati Dairi ini dilaksanakan 2 (dua) kali putaran,
Putaran pertama pada tanggal 28 oktober 2008 yang diikuti oleh 7 (tujuh) pasangan
calon, dan putaran kedua pada tanggal 9 Desember 2008 yang diikuti oleh 2 (dua)
pasangan calon yang memiliki suara terbanyak pada putaran pertama.
Pemilihan umum kepala daerah secara langsung ini tentunya sangat jauh
berbeda dengan pemilihan Bupati/Wakil Bupati Dairi sebelumnya yang dipilih oleh
anggota DPRD Dairi melalui sidang Istimewa dengan agenda rapat pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Dairi, dimana pada pemilihan bupati yang dipilih oleh anggota
DPRD ini setiap pasangan calon yang diajukan oleh partai politik cukup
menyampaikan visi dan misi di depan para anggota DPRD Dairi namun untuk
pemilihan kepala daerah (Bupati/Wakil Bupati Dairi) secara langsung, maka merujuk
pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan pada pasal 59 ayat
(5) point (k) Daerah mengamanatkan bahwa setiap pasangan calon wajib
menyerahkan naskah visi, misi dan program dari setiap pasangan calon secara tertulis
sebagai salah satu syarat untuk maju sebagai kontestan pada pemilihan kepala daerah.
Yang mana visi dan misi dari Bupati/Wakil Bupati Dairi terpilih tersebut akan
menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJMD-Dairi).
Kemudian didalam UU.No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program
kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif.
Seiring dengan pergantian kepala daerah di Kabupaten Dairi, yang mana
Kabupaten Dairi saat ini dipimpin oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan
Bapak Irwansyah Pasi, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dairi periode 2009-2014
yang dilantik pada tanggal 20 April 2009, maka secara otomatis visi dan misi serta
motto Kabupaten Dairi yang pada masa kepemimpinan Bapak DR.MP.Tumanggor,
Dess adalah “Membangun Bersama Rakyat” berubah dengan motto yang
dicanangkan oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan Bapak Irwansyah
Pasi, SH, yakni “Bekerja Untuk Rakyat” yang sepertinya lebih memotivasi
masyarakat Dairi agar lebih giat bekerja pada profesi masing-masing dan keterlibatan
rakyat dalam setiap aktivitas pembangunan di Kabupaten Dairi (Buletin Bakohumas
Kabupaten Dairi. Edisi khusus 2009: 4). Yang mana motto “Bekerja Untuk
Rakyat”bukan hanya motto Bupati dan Wakil Bupati Dairi namun bisa dijadikan
motivasi bagi masyarakat Dairi untuk ambil andil dalam membangun Daerah
(Sidikalang Pos, Edisi I, 9-16 Maret 2010: 2).
Berbagai upaya pembangunan yang sampai saat ini sedang dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten Dairi seperti perbaikan jalan, pendirian sekolah-sekolah,
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan ketahanan pangan dan
agrobisnis, pengembangan kepariwisataan, dan sebagainya cukup mendapat respon
dari masyarakat walaupun hasilnya belumlah dirasakan secara maksimal.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi isu penting manakala
diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang
mereka butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu permasalahan yang
mereka hadapi (Juliantara Dadang, 2004 : 136). Maka sudah selayaknya Kabupaten
Dairi yang saat ini terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yang tebagi dalam 8
(delapan) kelurahan dan 161 desa yang memiliki karakteristik penduduk dan
kebutuhan yang berbeda-beda pula, untuk itu Pemerintah Kabupaten Dairi dalam
melaksanakan fungsi Pelayanan pembangunan perlu menampung aspirasi masyarakat
dan memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
Kabupaten Dairi sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
dan menumbuhkembangkan kesadaran akan partisipasi aktif masyarakat terhadap
pembangunan di Kabupaten Dairi.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk
melaksanakan penelitian dengan judul : “Perencanaan Partisipatif dalam
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka
yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : “
1. Bagaimanakah proses perencanaan dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ?
2. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun
2009-2014 ?
3. Bagaimanakah proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun
2009-2014 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses perencanaan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun
2009-2014.
2. Untuk mengetahui proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.
3. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.
1.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara ilmah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berfikir secara ilmiah dan menuliskannya di dalam bentuk karya ilmiah
berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari ilmu
administrasi negara.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau
referensi bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dan para stakeholders
pembangunan dalam proses partisipatif penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi.
3. Secara Akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan
pembaca, dan bagi mereka yang berminat dengan masalah ini, dan sebagai
referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP
USU.
1.5.Kerangka Teori
Dalam penelitian kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan
dasar yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah.
Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang konsep-
konsep yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, dengan
demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan
penelitian.
1.5.1 Pembangunan
Istilah “pembangunan” harus dipahami dalam konteks yang luas. Alasan
untuk mengatakan demikian dikarenakan terdapat kesepakatan yang mengatakan
pembangunan harus mencakup segala segi kehidupan dan penghidupan bangsa dan
negara yang bersangkutan, meskipun dengan skala prioritas yang berbeda dari suatu
negara dengan negara lain.
Dalam konteks luas tersebut, Menurut Afifuddin (2010 : 52) bahwa
pembangunan tersebut mengandung pengertian :
1. Pembangunan merupakan suatu proses
Pembangunan merupakan rangakaian kegiatan yang berlansung secara
berkelanjutan dan terdiri dari tahapan-tahapan. Banyak cara yang dapat digunakan
untuk menentukan pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau
hasil tertentu yang diharapkan.
2. Pembangunan adalah perubahan
Perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan
bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Kondisi yang lebih baik itu
harus dilihat dalam cakupan segi kehidupan dan bukan sekedar meningkat taraf
hidupnya, akan tetapi juga dalam segi-segi kehidupan lainnya. Karena dapat
dipastikan bahwa satu segi kehidupan bertalian erat dengan segi-segi kehidupan
lainnya, misalnya peningktan di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya.
3. Pembangunan adalah pertumbuhan
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ialah kemampuan suatu negara
untuk terus selalu berkembang, cakupannya pun adalah seluruh segi kehidupan.
Sebagai wujud implementasinya, tidak ada satu pun segi kehidupan yang luput dari
usaha pembangunan. Karena suatu negara dipandang sebagai suatu organisme, maka
logis pulalah apabila pertumbuhan itu diperlakukan sebagai bagian yang mutlak dari
pengertian pembangunan.
4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan
Keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta
pertumbuhan yang diharapkan akan terus berlangsung, tidak akan terjadi dengan
sendirinya, apalagi secara kebetulan. Berarti bahwa baik secara konseptual maupun
secara operasional, tujuan dan berbagai kegiatan dengan sengaja ditentukan dalam
seluruh potensi dan kekuatan. Satu kondisi ideal yang merupakan sasaran
pembangunan adalah apabila kesadaran itu terdapat dalam diri seluruh warga
masyarakat pada semua lapisan dalam tingkatan dan tidak terbatas hanya pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang dilakukan
secara terencana, baik jangka panjang, menengah dan jangka pendek.
Perencanaan mutlak dilakukan oleh dan dalam setiap organisasi, apa pun
tujuannya, apa pun kegiatannya tanpa melihat apakah organisasi bersangkutan besar
atau kecil. Negara merupakan organisasi, sehingga dalam usaha pencapaian tujuan
pembangunan para pimpinannya mau tidak mau pasti terlibat dalam kegiatan-
kegiatan perencanaan. Merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang
hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan. Perencanaan
merupakan keputusan untuk waktu yang akan datang, mengenai apa yang akan
dilakukan, Bilamana akan dilakukan, Dan siapa yang akan melakukan.
6. Pembangunan adalah cita-cita akhir dari perjuangan negara atau bangsa
Pada umumnya, komponen-komponen dari cita-cita akhir dari negar-
negara modern di dunia baik yang sudah maju atau pun yang sedang berkembang
adalah : keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan sama di mata hukum,
kesejahteraan material dan spiritual, kebahagiaan untuk semua, ketentraman dan
keamanan. Semuanya dapat disimpulkan menjadi kebahagiaan lahir batin, Akan
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa keadaan kebahagiaan lahir batin tersebut tidak
akan pernah tercapai, berarti bahwa selama satu negara atau bangsa ada, selama itu
pulalah ia terus melakukan kegiatan pembangunan.
Dari pengertian tersebut tersirat bahwa pembangunan berarti proses
menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat itu sendiri. Berdasarkan beberapa defenisi tersebut, sasaran pembangunan
yang utama adalah manusia dan esensi dari pembangunan tersebut adalah adanya
perubahan dari kondisi yang selumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan
kualitas hidup).
1.5.2 Perencanaan Pembangunan Daerah
1.5.2.1 Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah
Berbicara mengenai perencanaan pembangunan daerah tentunya tidak
terlepas dari konsep perencanaan. Dimana istilah perencanaan ini sudah sangat umum
kita dengarkan dalam pembicaraan sehari-hari. Perencanaan berasal darikata rencana,
yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Dari pengertian
yang sederhana ini dapat diuraikan komponen penting, yakni tujuan (apa yang hendak
dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan), dan waktu
(kapan, bilamana kegiatan itu hendak dilakukan). Dengan demikian, suatu
perencanaan bisa dipahami sebagai respon (reaksi) terhadap masa depan (Abe,
2005:57).
Perencanaan menurut George R.Terry (dalam Nasution,2008 : 5) adalah
merupakan upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenal masa yang akan
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Sondang.P Siagian
(dalam Nasution, 2008 : 7) mendefenisikan perencanaan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di
masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Conyers dan Hill (dalam Nasution, 2008 : 5) mendefenisikan perencanaan
sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Dari segi politik, Miriam Budiarjo
(dalam ketaren, 2009 :39) mendefenisikan perencanaan sebagai sebuah proses
konsensus antara kelompok-kelompok warga negara dan juga konsensus antara
negara yang diperankan oleh kepala pemerintahan dan warganya, dimana konsensus
tersebut akan melahirkan adanya keputusan publik.
Oleh karena itu, Perencanaan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan
termasuk pada pembangunan daerah, sebab tanpa adanya kegiatan perencanaan maka
akan terjadi kesimpang siuran yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai hal
negatif seperti : tumpang tindih (overlapping), ketidakjelasan arah, dan sebagainya
yang akan mengakibatkan pemborosan.
Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan
suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan
pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi pelaksanaan
pembangunan (action plan). Oleh karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya
bersifat implementatif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan).
Sedangkan menurut Riyadi dan Deddy Bratakusumah, Perencanaan pembangunan
adalah suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang
didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk
melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang
bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual), dalam rangka
mencapai tujuan yang lebih baik.
Khusus untuk meluruskan pemahaman dan pelaksanaan perencanaan
pembangunan di Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 2004 mendefenisikan
perencanaan pembangunan yakni Sebagai Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata-cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan
tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat pusat dan daerah. Demikian pula menurut Nurcholis (2008:18), bahwa
perencanaan pembangunan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang
tersedia, yang dituangkan dalam suatu dokumen sebagai panduan bagi para pelaku
pembangunan untuk mencapai tujuan negara. Perencanaan pembangunan ini dibuat
ditingkat nasioanal dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Secara umum perencanaan pembangunan daerah menurut Nasution (2008)
didefenisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka
panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan
potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang
pembangunan nasional. Sedangkan secara praktis, menurut Nasution (2008), bahwa
perencanaan pembangunan daerah didefenisikan sebagai suatu usaha yang sistematis
dari pelbagai pelaku (actor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun
kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara:
1. Secara terus-menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan
daerah.
2. Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah.
3. Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi).
4. Melaksanakan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia.
5. Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.
1.5.2.2 Syarat-Syarat Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut Rainer Rohdewold (dalam Ketaren 2009: 50) bahwasanya
pembangunan daerah itu dilakukan denagan syarat-syarat :
1. Kejelasan data kependudukan
Karena penduduk merupakan sasaran pemanfaat dari perencanaan
pembangunan. Ketidakjelasan data kependudukan menyebabkan perencanaan
pembangunan akan menemui kesulitan dalam menentukan penyusunan alokasi
pembangunan.
2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan.
Kadang-kadang perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan pada
suatu wilayah yang batas-batasnya tidak jelas. Ketidakjelasan itu disebabkan oleh
kondisi geografis yang kompleks, misalnya berupa wilayah perairan, wilayah
pegunungan, wilayah kepulauan terpencil. Dalam kondisi demikian perencanaan
pembangunan daerah tidak dapat dialkukan secara murni berdasarkan wilayah
administratif daerah;
3. Kejelasan Pembiayaan.
Ketidakjelasan pembiayaan akan menimbulkan kesulitan dalam
menentukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan perncanaan
pembangunan. Ketidakjelasan tujuan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk
menentukan sumberdaya pembangunan yang hendak dipakai untuk membiayai
perncanaan pembangunan.
4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi.
Jika permasalahan yang dihadapi sulit diidentifikasi, perencana
pembangunan akan mengalamin kesulitan untuk menentukan pilihan kebijakan.
Ketidakjelasan permasalahan yang dihadapi ini diakibatkan oleh gesekan kepentingan
diantara para pengusul atau gesekan kepentingan diantara para pengambil kebijakan
politik.
5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai.
Ketidakjelasan tujuan yang hendak dicapai akan menimbulkan kesulitan
untuk menetukan siapa yang akan bertanggungjawab pada pelaksanaan perencanaan
pembangunan. Ketidakjelasan tujuan pembangunan ini diakibatkan oleh kesulitan
untuk menentukan sektor pembangunan yang menjadi pilihan pembangunan (prioritas
utama,pertama,kedua dan seterusnya).
Menurut Sondang P.Siagian (dalam Nasution 2009: 22), bahwa perencanaan
yang baik itu harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut :
1. Mempermudah tercapainya tujuan
2. Dibuat oleh orang-orang yang yang berkompeten dan paham dengan
tujuan yang ingin dicapai.
3. Disertai perincian yang teliti
4. Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan / actions plans.
5. Bersifat sederhana
6. Perencanaan itu harus luwes (fleksibel).
7. Ada ruang pengambilan Resiko
8. Harus bersifat praktis
9. Bersifat forcasting atau perkiraan.
1.5.2.3 Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pembangunan
Sesuai dengan Undang-Undang No.25 tahun 2004, dalam rangka
mendorong proses pembangunan secara terpadu dan efisien, pada dasarnya
perencanaan pembangunan nasional di Indonesia mempunya 5 tujuan dan fungsi
pokok, yakni sebagai berikut :
1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, waktu dan
fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan.
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan adil.
1.5.2.4 Jenis dan Sistem Perencananaan Pembangunan Daerah
Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2), menyatakan
bahwa perencanaan pembangunan nasional tersebut menghasilkan :
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
c. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (Rencana Pembangunan Tahunan).
Maka rencana pembangunan daerah berada dalam kesatuan sistem
perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari :
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
c. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP)
Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Dairi yang tersusun dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten (RPJP-Kab), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJM-Kab) dan Rencana Kerja
Pemerintah Kabupaten (RKP-Kab), merupakan kebijaksanaan perumusan
kebijaksanaan daerah dan koordinasi antar sektor dan merupakan seluruh rencana
strategis yang menggambarkan segala sesuatu yang perlu diwujudkan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Dairi (RPJP-
Kab.Dairi) memuat visi,misi dan arah pembangunan Kabupaten Dairi yang mengacu
pada RPJP Provinsi Sumatera Utara dan RPJP Nasional. RPJP Kabupaten Dairi ini
memberikan gambaran apa yang hendak dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Dairi
dalam jangka waktu 20 tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJM-
Kab.Dairi) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Dairi yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP-Kab.Dairi dan memperhatikan RPJP-
Prov.Sumut, dan RPJP Nasional. RPJM-Kab.Dairi ini memuat kebijakan keuangan
Kabupaten Dairi, strategi pembangunan Kabupaten Dairi, kebijakan umum, dan
program kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Dairi dan program
kerja kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM-Kab.Dairi ini memberikan
gambaran apa yang akan dicapai dalam 5 tahun kedepan
Rencana kerja Pemerintah Kabupaten Dairi (RKP-Kab.Dairi) merupakan
penjabaran dari RPJM-Kab.Dairi dan mengacu pada RKP-Prov.Sumut dan RKP
Nasional memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, dan pendanaannya, baik yang
langsung dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. RKP-Kab.Dairi ini memberikan apa yang akan dikerjakan dan
dicapai dalam tahun anggaran berjalan.
1.5.2.5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D)
Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) merupakan penjabaran dari visi, misi dan
program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional,
memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja
Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja
dala kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi
merupakan pedoman dan acuan bagi dinas, badan, dan kantor serta bagian pada
sekretariat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten Dairi dan merupakan acuan
bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) kab.Dairi setiap tahunnya.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dilakukan dengan tahapan dan jadwal sebagai berikut :
Pendekatan Materi awal Rancangan
Awal
Rancangan Musrenbang Rancangan Akhir Pengesahan
Pendekatan
politik
1. Visi, misi
dan program
kepala daerah
hasil pilkada
langsung
Pendekatan
teknokratik
2.Ka.Bappeda
menjabarkan
visi, misi dan
program
kepala daerah
pada
rancangan
awal RPJMD
3.Ka.Bappeda
mengakomodasi
rancangan
Renstra SKPD
untuk
menyempurnakan
rancangan awal
RPJMD
5.Ka.Bappeda
menyempurnakan
Draft RPJMD
sesuai hasil
kesepakatan
dalam
Musrenbang
Pendekatan
partisipatif
4. Rancangan
RPJMD
menjadi bahan
bahasan
dengan
stakeholders
dalam
Musrenbang
RPJMD
Prosedur
Pengesahan
6. RPJMD
disahkan
melalui
peraturan
kepala daerah
dan atau
RPJMD
disahkan
melalui
Peraturan
Daerah
(Perda)
Jadwal Masa
kampanye
calon kepala
daerah
Paling lambat
setelah kepala
daerah hasil
pilkada
dilantik
Tiga bulan
setelah
kepala daerah
hasil pilkada
dilantik
Sumber : Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, USAID LGSP, Jakarta, 2008.
1.5.3 Partisipasi
Salah satu ciri manajemen pemerintahan yang menganut paham demokrasi
adalah , mengikut sertakan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan melaui
partisipasi, mulai dari perencanaan sampai tahap evaluasi. Sedangkan demokrasi
mengandung kata kunci partisipasi. Pada prinsipnya “parisipasi” mempunyai makna
yang sama dengan “peran serta”.
Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” , take a
part, yang diartikan sebagai peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-
sama dengan orang lain. Longman Dictionary of Contemporary English menyatakan ‘
Participation is the act of taking part inan activity of event”, pengertian ini
menekankan pengambilan kegiatan pada aktivitas , dalam arti masyarakat melakukan
aktivitas. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan partisipasi yaitu
pengambilan bagian, keikutseertaan, peran serta dan penggabungan diri menjadi
peserta. Jadi secara singkat partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran
dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut
tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi
merupakan suatu proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan
rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak
langsung).
Partisipasi dalam urusan publik belakangan ini menjadi bahan perhatian
dan sorotan. Banyak kalangan yang menggunakan kata partisipasi sehingga tanpa
kata partisipasi rasanya diskusi, seminar, musyawarah ataupun kebijakan yang
diluncurkan kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat. Kata partisipasi ini juga
sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, kebijakan
dan pelayanan pemerintah. Sementara kata “partisipatif” menunjukkan kata sifat yaitu
untuk menerangkan kata dasarnya, sehingga partisipatif lebih bermakna sebagai kata
sifat yang menitikberatkan pada persoalan proses partisipasi.
Bank Dunia (1999) mendefenisikan partisipasi sebagai proses dimana
setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif
pembagunan dan keputusan serta sumber daya yang mempengaruhi mereka.
Partisipasi yang melibatkan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan
publik terhadap penyelenggara dan lembaga pemerintahan, karena dengan melibatkan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan kepercayaan
publik terhadap penyelenggga dan lembaga pemerintahan dapat terus ditingkatkan.
Maka dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat ini dipercaya sebagai indikator
bagi menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang sedang berkuasa.
Disamping itu juga partisipasi akan mendorong orang untuk ikut untuk
bertanggungjawab didalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah
atas dasar kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggungjawab kepada organisasi
(Supriyatno, 2009:343).
Ada 3 (tiga) bentuk partisipasi menurut Oakley (1991), yaitu :
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari
partisipasi dalam pembangunan adalah dengan melihatnya sebagai suatu
keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat
desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang
panjang antara praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrument
yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa
perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasi
yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil
dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat
dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu :
1. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan)
2. Sumbagan materi (dana, barang dan alat)
3. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)
4. Memanfaatkan atau melaksanakan pelayanan pembangunan.
3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan
pemberdayaan bagi masyarakat meskipun sulit untuk mendefenisikan akan
tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan kerterampilan
dan kemampuan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pembangunan.
Menurut Budi Supriyatno (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang
dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela
atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya
hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong
prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat dikategorikan atas :
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat
pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusan-.
keputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan-
keputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara top-
down tanpa melibatkan masyarakat.
2. Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan
Dalam merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu
melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti
perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk
membangun gedung sekolah, sarana kesehatan (Rumah sakit ataupun
Puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik
lainnya.
3. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan
Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan
sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam
pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan.
4. Partisipasi dalam evaluasi
Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh
kegiatan harus dievaluasi. Evaluasi ini tentunya perlu melibatkan partisipasi
masyarakat.
Sebenarnya, jika ditinjau dari tujuan dan semangat otonomi daerah
tentunya sangat baik sekali dan relevan untuk mempercepat kesejahteraan
masyarakat, namun yang masih menjadi masalah adalah desentralisasi dan otonomi
daerah yang sekarang ini dilaksanakan belum sepenuhnya menjamin partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan.Yang menjadi kendala ataupun
permasalahan dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat di Indonesia adalah :
1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk menghindari ataupun meniadakan
partisipasi dengan alasan time consumming, costly, dan masyarakat juga malas
karena time consumming dan banyak tantangan dari opposing interest groups.
2. Permasalahan yang biasanya dihadapi di tubuh pemerintah adalah :
a. Siapa yang berpartisipasi (scope of participation).
b. Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut dapat saling
berkomunikasi dan mengambil keputusan (mode of communication and
decissions).
c. seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu diadopsi atau
diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik ( extent of authority).
3. Tidak tersedia ruang partisipasi yang cukup yang memungkinkan masyarakat
terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan dengan kepentingan
mereka.
4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
juga belum secara memadai diakomodasi oleh saluran-saluran partisipasi yang
tersedia (Juliantara Dadang,2004:137).
5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kegiatan perencanaan
pembangunan dan pemerintahan, hal ini menyebabkan kualitas partisipasi
masyarakat menjadi rendah.
6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event atas nama
partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan substansi partisipasi
sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan dan keadilan distribusi
sumberdaya.
7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan.
Hampir seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga masih
didominasi oleh kelompok laki-laki dan cenderung mengabaikan keterwakilan
kelompok peremuan.
8. Apatisme Masyarakat, muncul akibat berbagai kegitan yang melibatkan
partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak sesuai dengan keinginan
dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat merasa apatis terhadap partisipasi.
Kemudian untuk menetukan keberhasilan partisipasi masyarakat, maka
menurut Curtis Ventris (dalam Modul Bahan Diskusi Publik seri Partisipasi
Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah, Jakarta 2007) menyatakan ada 5 kondisi
sebagai faktor penentu keberhasilan partisipasi masyarakat, yaitu :
a. Political complexity (sistem politik yang berlaku, apakah memungkinkan
keterwakilan).
b. Accountability (akuntabel terhadap kepentingan umum).
c. Tidak ada cooptation (praktek cooptasi yang mematikan partisipasi.
d. Political economy, dimana masyarakat dan pemerintah berjuang untuk memenuhi
kepentingan masing-masing.
e. Community (tingkat pendidikan, distribusi penduduk, dan sebagainya).
1.5.4 Perencanaan Partisipatif
Perencanaan pembangunan kabupaten menggunakan kerangka kerja
partisipatif yang disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif . Perencanaan
pembangunan partisipatif menghendaki adanya keterlibatan aktif dan optimal dari
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di kabupaten, pelibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Pemerintah kabupaten/kota dalam membuat perencanaan tetap harus mengacu kepada
dokumen pembangunan provinsi dan dokumen perencanaan pembangunan nasional.
Jadi, perencanaaan pembangunan partisipatif ini memadukan antara proses
perencanaan yang bergerak dari bawah ke atas (bottom-up) dan proses perencanaan
yang bergerak dari atas kebawah (top down).
Perencanaan Partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannnya
melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara
langsung maupun tidak langsung). Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila
dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan bahwa
rumusannya berpihak pada rakyat. Menurut Alexander Abe (2005), perencanaan
partisipatif akan mempunyai dampak penting yaitu:
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi.
2. Memberikan nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan.
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik rakyat.
Konsep perencanaaan pembangunan partisipatif, jika dikaitkan dengan
pendapat friedman, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh
kesepakatan bersama (collegtiveagreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Proses politik ini dilakukan
secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan
mengetahui setiap proses pembangunan yang dilaksanakan serta setiap tahap
perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif ini dirancang sebagai
sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan potensi
konflik antar stakeholder pembangunan.
Perencanaan partisipatif ini juga dapat dipandang sebagai instrumen
pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antar
seluruh pelaku (actor) pembangunan tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan
meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya pencapaian tujuan, arah dan
sasaran pembangunan. Selain sebuah proses politik, perencanaan partisipatif ini juga
merupakan sebagai sebuah proses teknis. Dalam proses ini yang lebih ditekankan
adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefenisikan dan mengidentifikasi
stakeholder secara tepat. Selain itu proses ini juga diarahkan untuk memformulasikan
masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta
melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.
Menurut Wiyoso (2009 : 194), konsep partisipasi masyarakat dapat dicapai
apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang menyangkut
kepentingan mereka. Namun, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan mereka
tidak cukup apabila sifatnya hanya mobilisasi atau indoktrinasi. Demikian juga
pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang optimum apabila
partisipasi hanya bersifat konsolidasi. Maka bentuk partisipasi dalam rangka
pemberdayaan masyarakat perlu dipahami secara baik. Pemberdayaan masyarakat
adalah upaya untuk memberikan keleluasaan pada masyarakat agar mereka dapat
menentukan pilihan-pilihan dalam menanggapi dinamika kehidupan yang berubah
sehingga perubahan sesuai dengan yang akan mereka sepakati dan terapkan.
Dalam pembangunan yang sentralistik dan top-down partisipasi cenderung
bersifat manipulatif indoktrinasi. Masyarakat biasanya pasif dan hanya menerima
tanpa pernah dilibatkan dalam dialog dan komunikasi, sehingga partisipasi ini bersifat
satu arah dimana kerjasama sebagai bagian terpenting dalam partisipasi tidak atau
kurang berjalan. Keputusan-keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada
kesepakatan-kesepakatan tetapi lebih ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang
berkuasa (mendominasi) atau mereka yang merencanakan program.
Karena suasana tata kehidupan masyarakat telah berubah menuju
demokrasi maka partisipasi seharusnya berubah ke arah yang lebih mengikutsertakan
berbagai pihak (stakeholder) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Partisipasi dalam bentuk saling hubungan yang terwujud atas dasar saling
memerlukan dan kerjasama secara wajar (equal) dengan upaya yang saling
menguntungkan. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi
dalam tanggungjawab bersama atas resiko dan konsekuensi dari kesepakatan
bersama.
Untuk itu, menurut Wiyoso (2009 : 194), dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap orang
mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.
2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.
3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan
berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat.
4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara
bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil
menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.
5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan hasil
melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk
menimbulkan kesadaran diri masyarakat.
1.5.5 Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RPJMD
Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi
perasaan, sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder)
pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Sebagai wujud dari proses perencanaan partisipatif dalam perencanaan
pembangunan daerah, maka untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) perlu menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) penyusunan RPJMD, yang dilaksanakan sepanjang
bulan maret.
Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama
mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat.
Kegiatan ini berfungsi sebagai negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan
antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai
konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya
(Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana pembangunan,
USAID LGSP, 2007 : 2).
Pemerintah telah menetapkan kegiatan Musrenbang sebagai sarana untuk
melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah. Berbagai
prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk meningkatkan efektifitas
partisipasi masyarakat, antara lain dengan melembagakan prosedur Musrenbang
dalam Peraturan Daerah (Perda) dan keterlibatan stakeholder dalam berbagai
pembahasan dan perumusan perencanaan pembangunan daerah, baik rencana jangka
panjang, menengah, maupun rencana kerja tahunan pemerintah daerah.
Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
disusun dengan tahapan dan langkah-langkah sebagai berikut :
2. Tahap pertama: Penyiapan Rancangan Awal RPJM
Rancangan awal RPJM yang disiapkan oleh kepala Bappeda untuk
mendapatkan gambaran awal visi, misi, dan program bupati terpilih yang memuat
strategi pembangunan kabupaten, kebijakan umum, program prioritas bupati, dan
arah kebijakan keuangan kabupaten. Rancangan awal RPJMD menjadi pedoman bagi
kepala SKPD dalam menyusun rancangan Renstra-SKPD.
2. Tahap kedua : Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD.
Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD merupakan
tanggungjawab kepala SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dengan
berpedoman pada rancangan RPJM. Program dalam renstra SKPD bersifat indikatif,
tidak mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan
dengan program prioritas bupati terpilih.
3. Tahap ketiga : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Kabupaten.
Rancangan akhir RPJM merupakan integrasi rancangan awal RPJM
dengan rancangan Renstra-SKPD, yang penyusunannya menjadi tanggungjawab
Kepala Bappeda, dan menjadi masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah
Kabupaten.
4. Tahap keempat : Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah kabupaten.
Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas
rancangan RPJM kabupaten. Tujuan penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah
Kabupaten adalah mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan
yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM. Musrenbang Jangka
Menengah kabupaten dilaksanakan paling lambat 3 bulan setelah bupati/wakil bupati
terpilih dilantik.
Adapun langkah-langkah dalam penyelenggaraan Musrenbang Jangka
Menengah Kabupaten adalah sebagai berikut :
a. Persiapan, meliputi :
1. Penggandaan naskah rancangan RPJM Kabupaten.
2. Menyiapkan panduan pelaksanaan yang memuat durasi,
tanggal/waktu pelaksanaan, mekanisme, dan susunan acaradengan
kelompok bahasan sebagai berikut :
i. Pemaparan visi, misi, dan program bupati.
ii.Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi 5 tahun
kedepan.
iii. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten
dan kebijakan umum.
iv. Pemamparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan
kabupaten.
v.Pemaparan dan penyepakatan program pembangunan kabupaten
yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program
kewilayahan.
3. Mengirim surat undangan kepada peserta.
b. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten
1. Pembukaan oleh : Bupati (sekaligus membuka secara resmi, dan
ketua Bappeda kabupaten), Ketua DPRD.
2. Pemaparan visi, misi, dan program bupati oleh kepala Bappeda.
3. Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi oleh tim
fasilitasi/tenaga ahli.
4. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten
dan kebijakan umum oleh tim fasilitasi.
5. Pemaparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan kabupaten
oleh tim fasilitasi/tenaga ahli.
6. Pemaparan dan penyepakan program pembangunan kabupaten
yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program
kewilayahan oleh kepala SKPD.
7. Kepala Bappeda kabupaten merumuskan kesepakatan para
pemangku kepentingan pembangunan hasil Musrenbang Jangka
Menegah Kabupaten.
8. Penutupan : Kepala Bappeda kabupaten membacakan hasil
rumusan kesepakatan dalam Musrenbang dan diakhiri dengan
sambutan dan penutupan secara resmi oleh Bupati.
c. Keluaran
Materi kesepakatan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka
Menengah Kabupaten sebagai masukan utama penyempurnaan
rancangan RPJM, menjadi rancangan akhir RPJM.
d. Peserta
1. Para Kepala satuan Kerja Perangkat Daerah, anggota DPRD,
instansi/lembaga daerah, TNI dan POLRI, Pengadilan dan
Kejaksaan, para pemangku kepentingan (stakeholders)
pembangunan kabupaten.
2. selain unsur-unsur terkait di atas Kabupaten wajib
mengikutsertakan perwakilan dari Bappeda Provinsi dan
mengikutsertakan pihak-pihak lain yang dianggap memiliki
kepentingan terhadap pembangunan kabupaten.
e. Nara Sumber
1. Kepala Bappeda sebagai penyampai Rancangan RPJM.
2. Fasilitator/tenaga ahli dalam mengenai bahan bahasan.
3. Fasilitator/tenaga ahli dalam memfasilitasi pembahasan dan
pengambilan keputusan dalam Musrenbang jangja Menengah
Kabupaten.
5. Tahap kelima : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM
Penyusunan rancangan akhir RPJM kabupaten merupakan tanggungjawab
Kepala Bappeda kabupaten dengan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang
Jangka Menengah Kabupaten untuk disampaikan kepada bupati, dan selanjutnya
diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Adapun langkah-langkah dalam penyusunan Rancangan akhir RPJM
kabupaten adalah, sebagai berikut :
a. Menyusun rancangan akhir RPJM dengan memuat kesepakatan hasil
Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten dibantu tim fasilitasi.
b. Menyusun naskah akademis rancangan peraturan daerah tentang
RPJM dibantu Tim fasilitasi dan Kepala SKPD yang bertanggung
jawab tehadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum.
c. Menyampaikan rancangan akhir RPJM, beserta naskah akademis dan
naskah kesepakatan hasil Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten
kepada bupati.
6. Tahap keenam : Penetapan Peraturan daerah (Perda) tentang RPJM.
Agar RPJM kabupaten menjadi dokumen perencanaan Jangka Menengah
kabupaten, maka perlu ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak bupati dilantik. Peraturan Daerah tentang RPJM menjadi pedoman kepala
SKPD untuk menyempurnakan rancangan Renstra-SKPD menjadi Renstra-SKPD,
yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala SKPD.
Adapun langkah-langkah dalam penetapan Peraturan daerah tentang
RPJM adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan surat Bupati, perihal penyampaian naskah rancangan
Peraturan daerah tentang RPJM oleh kepala SKPD yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum, beserta
lampirannya kepada DPRD sebagai inisiatif Pemerintah kabupaten.
2. Sebelum RPJM ditetapkan menjadi Peraturan daerah perlu melakukan
konsultasi dengan Gubernur cq. Bappeda Provinsi.
Diagram Tata cara Penyusunan RPJM Kabupaten
(Sumber : Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional).
diacu
Lokasi Kegiatan Rencana Tata
Ruang
Analisis Keuangan
Daerah
Visi, Misi dan Program Bupati
Musrenbang Jangka
Menegah Kabupaten
Rumusan hasil Kesepakatan & Komitmen Stakeholder
Rancangan Awal RPJM
--------------------- - Srtategi Pembangunan Kabupaten - Arah Kebijakan Umum - Arah Kebijakan Keuangan Daerah - Program Prioritas
dijabarkan
Rancangan Renstra SKPD
- Visi, Misi, Tujuan, - Strategi,, Kebijakan - Program, Indikasi Kegiatan, dan Pendanaan
• Rancangan kerangka Regulasi
• Rancangan Kerangka Pendanaan
Rancangan Akhir RPJM
- Visi, Misi, Program Bupati - Arah, Kebijakan keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupaten & Kebija- Kan umum - Program, indikasi kegiatan, dan penda- naan • Ranca-
ngan Kerang- ka Reu-lasi
• Ranca-ng an Kerang-ka pen- Danaan
- Program transisi - Kaidah Pelaksana-an.
Penetapan Perda
Tentang RPJM
Peraturan Daerah tentang RPJM
Prediksi Kondisi Umum
Kabupaten - Geografi -Perekonomi-an daerah - Sosial-Buadaya - Prasarana dan sarana - Pemeriintah-an Umum - dll
Rancangan RPJM
- Visi, Misi, Program Bupati - Arah Kebijakan Keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupatend& Kebija-kan Umum - Program, indikasi ke-giatan, dan pendanaan a.Rancangan Kerang-ka Reulasi b.Rancangan Kerang-kaPenda-naan
1.6 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara
abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian
ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 37).
Agar mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan
diteliti maka penulis mencoba mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang
digunakan, yaitu :
1. Pembangunan merupakan proses menuju perubahan-perubahan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dari kondisi yang
sebelumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan kualitas hidup).
2. Perencanaan Pembangunan secara umum merupakan proses dan mekanisme
untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah
yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan
peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
3. Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan
sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap
usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu
proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan
dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak
langsung).
4. Perencanaan Partisipatif merupakan Pendekatan perencanaan yang dilaksanakan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap
pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyrakat
dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
5. Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan,
sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder)
pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) merupakan
penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah,
strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
7. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas
rancangan RPJM kabupaten.
1.7 Operasionalisasi Konsep
Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat
diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai
pendukung untuk dianalisa dari variabel tersebut (singarimbun, 1999:46).
Adapun yang menjadi operasionalisasi konsep dalam penelitian ini adalah
proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan RPJMD, yaitu :
a. Pembangunan, dengan indikator :
1. Pembangunan merupakan suatu proses
2. Pembangunan adalah perubahan
3. Pembangunan adalah pertumbuhan
4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan
5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang
dilakukan secara terencana, baik jangka panjang, sedang dan jangka
menengah.
b. Perencanaan Pembangunan Daerah, dengan indikator :
1. Kejelasan data kependudukan
2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan
3. Kejelasan Pembiayaan
4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi
5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
c. Partisipasi Masyarakat, dengan indikator :
1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap
orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.
2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.
3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan
berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok
masyarakat.
4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi
secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang
diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.
5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan
hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses
evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.
c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dengan indikator :
1. Wujud atau dimensi yang diberikan oleh masyarakat dalam Musrenbang,
misalnya berupa ide, gagasan, materi maupun sumbangan tenaga.
2. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana pembangunan daerah.
Keterlibatan ini adalah apakah masyarakat dilibatkan dalam proses
Musrenbang termasuk dalam hal pengambilan keputusan.
3. Keterwakilan masyarakat dalam komposisi peserta Musrenbang. Artinya
apakah peserta Musrenbang sudah mewakili seluruh elemen termasuk wakil
dari perempuan.
4. Penetapan sasaran program pembangunan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
d. Proses partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), dengan indikator :
1. Mekanisme/tata cara pelaksanaan Musrenbang penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bagaimanakah
Musrenbang itu diselenggarakan, siapa yang bertanggungjawab dan siapa
yang berkoordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang RPJMD tersebut.
Apakah pelaksanaan Musrenbang tersebut telah sesuai dengan prosedur
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang RPJMD.
2. Usulan program dan kegiatan yang diajukan dalam Musrenbang RPJMD.
Program-program apa saja yang diajukan, apakah sesuai dengan visi dan
misi yang diajukan oleh bupati terpilih pada saat kampanye.
3. komunikasi antar peserta dalam penyelenggaraan Musrenbang RPJMD.
Artinya bagaimanakah arus komunikasi selama berlangsungnya
Musrenbang RPJMD baik antar peserta maupun antar peserta dengan SKPD
yang hadir.
1.8.Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat
penelitian, kerangka teori, lanasan teori penelitian, dan sitematika
penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan
data, unit analis data dan tekhnik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi,
tugas pokok, fungsi, komposisi pegawai dan struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi yang dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi
penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang
dilakukan.
Recommended