View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang perlu untuk dicarikan
solusinya. Fenomena sosial ini kerap menjadi kendala pembangunan di berbagai
negara. Tidak ada bedanya penyakit sosial ini melanda negara-negara berkembang
maupun negara-negara maju. Namun persamaan identitas kemiskinan belum tentu
sama dalam menilai realitanya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya parameter
yang digunakan dalam mengukur tingkat kemiskinan.
Negara maju seperti Amerika Serikat menggunakan parameter penghasilan
untuk mengukur kemiskinan berbeda dengan Indonesia yang berpedoman pada
kemampuan untuk membiayai kehidupan perhari. Jika tolak ukur miskin menurut
versi Amerika adalah mereka yang berpenghasilan dibawah US $30/ hari atau
setara Rp270.000/hari (Rp8.100.000,- perbulan/kurs Rp9.000/US $) maka dapat
dikatakan PNS Indonesia masuk dalam kategori miskin (http://politik.
kompasiana. com/2011).
Kemiskinan selama ini hanya dinyatakan dengan satu dimensi, yakni
rendahnya pendapatan. Tidak dipungkiri bahwa pendapatan merupakan aspek
penting dari kemiskinan, namun pendapatan hanya mampu menggambarkan
sebagian dari kehidupan manusia yang multidimensional. Kemiskinan tidak hanya
berarti rendahnya pendapatan, namun juga tidak adanya kesempatan untuk
mencapai standar hidup tertentu, seperti kecukupan pangan, kesehatan,
keterlibatan dengan lingkungan sosial, penghargaan masyarakat, dan pendidikan
2
yang memadai. Kemiskinan juga berarti kehilangan kesempatan untuk mencapai
standar kehidupan tertentu lainnya, seperti panjang umur, sehat, bebas dari
kelaparan, memiliki akses terhadap sarana kesehatan, air bersih, pendidikan dan
sosial (Umi Listyaningsih, 2004:2).
Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.
Bahkan dari 8 butir Millenium Development Goals (MDGs) yang disetujui oleh
189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), butir pertama membahas
tentang kemiskinan dan kelaparan absolut. Targetnya pada tahun 2015 jumlah
orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dan menderita kelaparan berkurang
hingga setengahnya, dengan patokan tahun 1990 tingkat kemiskinan 15,1 persen.
Jadi pada tahun 2015 target tingkat kemiskinan adalah 7,5 persen (Stalker, 2008).
Kalau dihitung sejak 2004 sampai 2010, angka kemiskinan hanya turun 3,37
persen (BPS 2004-2011). Hal ini berarti hanya terjadi penurunan angka
kemiskinan 0,5 persen/ tahun. Kalau penurunan angka kemiskinan masih
berlangsung sama hingga 2015, maka perkiraan angka kemiskinan di Indonesia
masih 11,08 persen. Angka ini masih jauh dari target pencapaian MDGs sebesar
7,5 persen (PSSAT UGM, PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013: 1).
Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998-2011 terus
menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk
menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum
bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukkan bahwa
program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah
3
memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengembangkan hak-hak dasar mereka (TNP2K, 2010).
Program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan oleh
pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 kluster:
1. Paket Bantuan Program I: Bantuan dan Perlindungan Sosial yang ditujukan
untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan,
sanitasi dan air bersih, paket ini diwujudkan dalam bentuk beras untuk keluarga
miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas yang dulunya
disebut Askeskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PKH (Program
Keluarga Harapan) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) (BPS, 2009:90).
Program ini dikoordinasikan oleh Menkokesra, Kementrian Sosial, Kementrian
Pendidikan Nasional, dan Kementrian Kesehatan (PSSAT UGM, PSPK UGM
dan Ford Foundation, 2013:1).
2. Paket Bantuan Program II: Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) yang
ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas berpartisipasi,
kesempatan kerja dan berusaha, tanah, SDA dan LH, dan Perumahan (BPS,
2009:91). Program ini dikoordinasikan oleh Menkokesra dan Bapenas (PSSAT
UGM, PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013:1).
3. Paket Bantuan Program III: Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK-
KUR) yang bertujuan untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas kesempatan
berusaha dan bekerja, SDA dan LH (BPS, 2009:91). Program ini dikoordinasikan
oleh Menkokesra dan Kementrian Perdagangan dan Koperasi (PSSAT UGM,
PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013:1).
4
Ukuran keberhasilan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
upaya penanggulangan kemiskinan yaitu apabila bantuan mengenai sasaran yang
tepat. Tabel 1 menyajikan program penanggulangan kemiskinan yang
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah pusat beserta sasarannya. (TNP2K,
2011).
Tabel 1 Program Penanggulangan Kemiskinan dan Sasarannya
Sumber: TNP2K, 2011
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat
kemiskinan menghadapi beberapa kendala yang sangat substansi, seperti tidak
No Program Sasaran
1 Program Keluarga Harapan (PKH) Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
2 Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JamKesMas) Rumah Tangga Hampir Miskin, Miskin dan Sangat Miskin
3 Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
4 Program Beasiswa Pendidikan untuk Keluarga Miskin Siswa dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
a. Sekolah Dasar (SD/MI) Siswa SD dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
b. Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) Siswa SMP/MTs dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
c. Sekolah Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Siswa SMA/MA/SMK dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
d. Pendidikan Tinggi (Diploma dan Sarjana) Mahasiswa dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin
5 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelompok Masyarakat Umum
a. PNPM Mandiri Perseroan Kelompok Masyarakat Perdesaan
b. PNPM Mandiri Perkotaan Kelompok Masyarakat Perkotaan
c. PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus Kelompok Masyarakat Pedalaman, Tertinggal dan Khusus (Bencana, Konflik dll)
d. PNPM Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) Kelompok Masyarakat Perdesaan
e. PNPM Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Wilayah (PISEW) Kelompok Masyarakat Perdesaan
f. PNPM Peningkatan Usaha Agrobisnis Pertanian (PUAP) Kelompok Masyarakat Pertanian Perdesaan
g. PNPM Kelautan dan Perikanan (KP) Kelompok Masyarakat Pesisir dan Pelaut
h. PNPM Pariwisata Kelompok Masyarakat Perdesaan Potensial
i. PNPM Generasi Kelompok Masyarakat Perdesaan
j. PNPM Green kecamatan Development Program (G-KDP) Kelompok Masyarakat Perdesaan
k. PNPM Neigbourhood Development (ND) Kelompok Masyarakat Perkotaan
6 Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
5
terakomodirnya penerima bantuan, sehingga seringkali yang terjadi adalah tidak
tepatnya sasaran penerima bantuan. Faktor utama penyebab tidak tepatnya sasaran
ini adalah kesalahan dalam pendataan penerima bantuan oleh petugas seleksi atau
ketidak jujuran calon peserta penerima bantuan dalam memberikan informasi saat
survei pendataan penerima bantuan dilakukan. Pola yang sama ditemukan di
Pedukuhan Pogung Kidul, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman,
Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta.
Daerah IstimewaYogyakarta merupakan salah satu dari 33 provinsi di
wilayah Indonesia, terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan luas daratan sekitar 3.133.15 km2. Meskipun
wilayahnya tergolong kecil bukan berarti provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
telah terlepas dari masalah kemiskinan (BPS, 2012). Menurut BPS, jumlah
kemiskinan di Yogyakarta selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
nasional (Listyaningsih,2004: 4).
Kecamatan Mlati merupakan salah satu kecamatan yang berada dibagian
selatan wilayah kabupaten Sleman. Secara geografis, kecamatan Mlati berbatasan
dengan kecamatan Sleman dibagian utara, Kecamatan Seyegan dibagian barat,
kecamatan Gamping dan Godean dibagian selatan, dan dibagian timur berbatasan
dengan kecamatan Depok dan kecamatan Ngaglik. Luas wilayah kecamatan Mlati
sebesar 28,52 km2 atau sekitar 4,96 persen dari luas seluruh wilayah kabupaten
Sleman. Desa Sinduadi merupakan desa dengan wilayah terluas, yaitu seluas 7,37
km2. Desa terluas kedua adalah desa Sumberadi 6,00 km2 disusul Desa
Sendangadi 5,36 km2, Desa Tirtoadi 4,97 km2, dan terakhir desa Tlogoadi 4,82
6
km2. Kecamatan Mlati adalah dataran dengan ketinggian sekitar 146-172 dpl,
sementara desa yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Desa Sendangadi yaitu
175 dpl (BPS Kabupaten Sleman, 2011:1).
Desa Sinduadi memiliki jumlah pedukuhan, RW, dan RT terbanyak di
kecamatan Mlati yaitu 18 pedukuhan, 62 RW dan 196 RT. Jumlah penduduk
terbesar di Kecamatan Mlati pada tahun 2010 adalah di Desa Sinduadi yaitu
sebesar 47.875 jiwa sebagai dampak dari daerah tujuan migrasi penduduk. Agama
Islam merupakan mayoritas di desa Sinduadi yaitu sebanyak 26.463 penduduk.
Disamping itu Desa Sinduadi merupakan desa yang mempunyai fasilitas praktek
dokter terbanyak yaitu 33 tempat. Jumlah rumah tangga miskin di desa Sinduadi
merupakan yang terbesar di kecamatan Mlati yaitu sebesar 24,68 persen (BPS
Kabupaten Sleman, 2011:3-15).
Pedukuhan Pogung Kidul sebagai salah satu pedukuhan didesa Sinduadi
terletak disebelah utara dan berbatasan langsung dengan Universitas Gadjah Mada
(UGM) yang terdiri dari 4 RW, 23 RT dengan 850 kepala keluarga (KK) dengan
jumlah penduduk sekitar 3400 orang yang hampir 90 persen memeluk agama
Islam. Masyarakat Pogung Kidul adalah perpaduan antara warga asli Pogung
Kidul dan warga pendatang baik yang bekerja maupun masih menjadi mahasiswa
di UGM. Perhatian pemerintah terhadap persoalan umum yang dihadapi rakyatnya
ini perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan. Karena secara substansi
pemerintah telah menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara yang
berkewajiban meringankan beban rakyatnya dengan pendapatan dan pengeluaran
negara yang tertuang dalam APBN.
7
Program pemerintah yang dianalogikan sebagai manifestasi insentif
pemerintah dalam menyalurkan apa yang telah menjadi hak rakyatnya. Namun
disini perlu dilakukan pengkajian ulang dimana program pemerintah yang
ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat miskin tersebut belum tepat sasaran,
sehingga perlu dilakukan pendampingan agar kesalahan dalam pendistribusiannya
dapat diminimalisir. Problem yang sering ditemui di lapangan adalah banyaknya
orang yang tidak berhak menerima bantuan pemerintah tetapi menerimanya dan
bahkan sebaliknya orang yang berhak menerima bantuan malah tidak memperoleh
bantuan. Salah sasaran tersebut mengakibatkan tidak efektifnya pendistribusian
bantuan pemerintah. Raskin sebagai salah satu komponen bantuan pemerintah
tidak luput dari kesalahan-kesalahan tersebut. Marut (2013) menyatakan 8 dari
program bantuan pemerintah yang bermasalah 45 persennya terdapat pada
program Raskin. Fleksibelnya data orang miskin yang berhak untuk menerima
Raskin menjadi problem tersendiri. Sehingga banyak ditemukan orang yang tidak
miskin mengaku miskin, selain itu penyaluran Raskin yang macet di kabupaten/
Dinsos menjadi hal yang biasa dengan alasan bahwa ketua RT atau ketua dukuh
tidak dapat menebus harga Raskin di pusat dan panen yang gagal kerap menjadi
alasan oleh pemerintah pusat.
8
Gambar 1
Alur Pendistribusian Raskin
Sumber: www. Bulog.go.id
Apabila dikelompokkan maka terdapat 8 kesalahan yang sering terjadi
dalam pendistribusian Raskin:
1.) Salah sasaran
Raskin yang semestinya dibagikan kepada keluarga miskin, ternyata jatuh ke
tangan kelompok masyarakat lain.
2.) Mutu beras jelek
Meski pemerintah menjamin kualitas Raskin berkondisi baik, namun banyak
dikeluhkan, beras dibagikan apek, pera, kotor dan banyak kutu.
3.) Dijual lagi ke pasar.
Raskin tidak dibagikan kepada yang berhak menerima, tetapi oleh okmun
petugas dijual lagi ke penadah.
9
4.) Jumlah berkurang
Jumlah Raskin yang dibagikan tidak sesuai dengan porsi yang telah
ditentukan oleh pemerintah untuk satu RTS yaitu 15 kg.
5.) Tidak sesuai harga
Harga pembelian Raskin yang semestinya Rp1.600/kg, harus dibeli seharga
Rp2.000/ kg.
6.) Ada biaya tambahan
Harga Raskin yang semestinya dijual Rp1.600/kg terpaksa harus dibayar
lebih karena ada biaya tambahan seperti untuk biaya administrasi, ongkos angkut,
dan lainnya.
7.) Kesalahan data
Akibat tidak adanya koordinasi antara pemerintah baik dari pusat, provinsi,
kabupaten sampai desa, jumlah orang miskin yang didata lebih besar atau lebih
sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin yang dibagikan kurang atau lebih.
8.) Menunggak setoran pembayaran
Akibat tunggakan hasil penjualan Raskin disuatu daerah yang tidak
disetorkan ke Dolog, maka Dolog tidak mau menyalurkan lagi jatah Raskin
sebelum tunggakan dilunasi.
Dari 8 kesalahan dalam pendistribusian Raskin diatas, hal yang paling
urgent untuk diatasi adalah salah sasaran. Hal ini juga didorong oleh pemahaman
masyarakat bahwa bantuan pemerintah adalah hak semua warga masyarakat.
Sehingga tidak ada rasa malu dan bersalah ketika orang yang tidak berhak
10
memperoleh bantuan tetapi menerima bantuan. Lebih tepatnya mereka
memiskinkan diri demi untuk dapat memperoleh bantuan.
Hal ini sangat bertentangan dengan konsep Islam yang menyuruh untuk
mengatasi kemiskinan, karena kemiskinan dapat menyebabkan seseorang
menghalalkan segala cara serta akibat yang paling fatal adalah kemiskinan dapat
mengakibatkan seseorang menjadi kufur, sebagaimana dalam hadist Rasulullah
SAW:
( Artinya: “Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur” (Hadist
Riwayat: Abu Nu’aim) (Abu Nu’aim: 1405).
Kekufuran disini bisa dikategorikan juga kepada kufur nikmat. Kekufuran
baik dalam berbagai bentuk tidak diperkenan oleh Allah SWT. Seorang muslim
seharusnyalah menyadari bahwa mengakui diri sebagai orang miskin padahal
tidak termasuk dalam kategori miskin dapat dikategorikan sebagai kufur nikmat.
Nabi Muhammad SAW beberapa abad yang lalu, telah mengingatkan
bahwa kemiskinan dapat saja merubah seseorang menjadi tamak dan serakah
sebagaimana kisah-kisah zaman dahulu yang menceritakan mengenai dampak dari
tamak dan serakah. Kisah-kisah tersebut dapat dianalogikan kepada permasalahan
kemiskinan yang melanda Indonesia saat ini, sehingga terdapatnya orang yang
memiskinkan dirinya sendiri agar dapat memperoleh bantuan dari pemerintah.
Disamping itu, adanya penyalahgunaan program pemberdayaan tersebut oleh
11
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Seyogyanya dengan program
pemberdayaan pemerintah tersebut dapat mengurangi angka kemiskinan dan
menciptakan kesejahteraan rakyatnya demi terwujudnya pembangunan yang
berkelanjutan sebagai cita-cita bangsa ini.
Oleh sebab itu, penelitian terhadap ketepatan sasaran penerima Raskin
perlu untuk dikaji lebih komprehensif, sehingga nantinya dapat diketahui
efektifnya program ini dalam membantu mengurangi beban masyarakat miskin
untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka yaitu beras. Dalam penelitian
ini, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai ketepatan penyaluran
pendistribusian Raskin di pedukuhan Pogung Kidul, sehingga dapat diketahui
bahwa penerima Raskin adalah orang yang benar-benar membutuhkan dan
termasuk orang miskin, selain itu dari segi pemanfaatan Raskin oleh RTS dapat
diketahui bahwa RTS Muslim merasa bersyukur dalam memperoleh bantuan.
Selayaknya orang muslim ketika menerima rezki dari Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Identitas RTS penerima beras untuk keluarga miskin di
pedukuhan Pogung Kidul?
2. Bagaimanakah ketepatan sasaran pendistribusian Raskin kepada RT Muslim
sasaran penerima beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul?
3. Bagaimanakah pemanfaatan Raskin oleh RT Muslim sasaran penerima beras
untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul?
12
4. Bagaimanakah pengakuan RTS dalam penerimaannya terhadap Raskin?
5. Apakah program bantuan Raskin kepada RTS di pedukuhan Pogung Kidul
sudah efektif?
1.3 Batasan Penilitian
Agar tidak meluasnya penelitian ini, maka peneliti membatasi penelitian di
daerah yang mayoritas berpenduduk muslim di desa Sinduadi yaitu di pedukuhan
Pogung Kidul. Penyebaran kuesionerpun hanya terbatas kepada RTS penerima
manfaat program Raskin yang beragama Islam di pedukuhan Pogung Kidul.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk menganalisis Identitas RTS penerima beras untuk keluarga miskin di
pedukuhan Pogung Kidul
2. Untuk menganalisis ketepatan sasaran pendistribusian Raskin kepada RT
Muslim sasaran penerima beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung
Kidul
3. Untuk menganalisis pemanfaatan Raskin oleh RT Muslim sasaran penerima
beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul
4. Untuk menganalisis pengakuan RTS dalam penerimaannya terhadap Raskin
5. Untuk menganalisis efektifitas program bantuan Raskin kepada RT Muslim
di pedukuhan Pogung Kidul
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi bagi pemerintah dan
masyarakat mengenai pendataan penerima Raskin dan pemanfaatannya
13
dipedukuhan Pogung Kidul. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai
pendataan orang miskin khususnya yang beragama Islam yang berhak untuk
menerima Raskin sehingga kedepannya diharapkan data penerima Raskin tepat
sasaran. Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan kajian
atau referensi peneliti berikutnya didalam mendata orang miskin yang benar-benar
miskin dan berhak untuk memperoleh bantuan Raskin.
1.6 Keaslian Penelitian
Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya sehingga
dapat dilihat keoriginalitasannya, maka penulis merasa perlu membuat
perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbandingan diperlukan
sebagai tolak ukur bahwa penelitian ini bebas dari penjiplakan. Namun apabila
ditemukan kesamaan dengan penelitian sebelumnya hanya pada hal-hal tertentu
yang tidak mempengaruhi hasil. Dalam artian walaupun metode penelitian yang
digunakan sama (misalnya), tetapi studi kasusnya berbeda. Atau apabila terdapat
kesamaan pada objek penelitian, tetapi terdapat perbedaan pada tujuan penelitian.
Tabel 2
Penelitian-Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Judul Metode Kesimpulan
1. Yantini 2008 Persepsi Masyarakat
dan AparatDesa
dalam implementasi
Program Raskin.
(studi kasus
Margomulyo
kecamatan seyegan
kabupaten sleman)
Deskriptif
analitis, Jenis
data yang
digunakan
adalah data
primer dan data
sekunder.
Teknik
Fenomena perbedaan persepsi
antara masyarakat dan aparat desa
dalam implementasi progam
Raskin menimbulkan implikasi
berupa kecemburuan sosial antar
warga masyarakat. Adanya
kecemburuan antar warga tersebut
mendorong aparat padukuhan
14
pengumpulan
data melalui
wawancara,
observasi,
dokumentasi,
sedangkan
teknik analisa
data dilakukan
melalui
beberapa
langkah:
a.Pngelompokan
tipologi varian
(reduksi data).
b. Penyajian
data (display
Data),
c. Mengambil
kesimpulan dan
Verifikasi
melakukan kebijakan lokal dengan
membagi rata Raskin baik kepada
RTM sasaran Raskin maupun
warga non sasaran dan
mengorganisasikan pengambilan
Raskin secara kolektif. Kebijakan
lokal tersebut menimbulkan
konsekuensi terjadiny
ketidaktepatan sasaran,
ketidaktepatan jumlah dan
ketidaktepatan harga Raskin,
sehingga mengakibatkan
implementation gap (kegagalan
program). Implementation gap
menyebabkan kebijakan Raskin
menjadi rancu dan tidak sesuai
dengan harapan normatif yang
telah digariskan, serta gagal dalam
mencapai tujuan.
2. Adinugoho,
Langgeng
Wisnu
2010 Efektivitas dan
efisiensi distribusi
Raskin perum bulog
divre kalimantan
timur di kota
balikpapan
Regresi Logistik Efektifitas: Realisasi x 100persen
Target Indikator tepat sasaran:
100persen dengan target 8.299
RTM dapat direalisasikan 8.299
RTM
Indikator tepat jumlah: 100persen
dengan target 1.465.230 Kg dapat
direalisasikan 1.465.230 Kg
Indikator tepat harga: 100persen
dengan target Rp 1.600/Kg dapat
direalisasikan Rp 1.600/Kg
Indikator Tepat waktu: 100persen
dengan target 12 bulan dapat
direalisasikan 12 bulan
15
Indikator tepat administrasi: 100
persen dengan target 13 jenis
laporan dapat direalisasikan 13
jenis laporan.
Indikator tepat kualitas: 100persen
dengan target kualitas beras
medium dapat direalisasikan
dengan kualitas beras medium,
yaitu sesuai dengan inpres No 1
Tahun 2008 tentang persyaratan
kualitas beras dan harga pembelian
pemerintah yang terdiri dari:
Kadar air: mak 14 persen
Derajat sosoh: min 95 persen
Butir patah: mak 20 persen
3. Ali Mochtar
Jaya
2011
Program Beras
Untuk Keluarga
Miskin (Raskin) dan
Implikasinya
terhadap Ketahanan
Sosial Masyarakat.
(Studi Kasus di
kecamatan Parigi
Kabupaten Muna
Provinsi Sulawesi
Tenggara)
Pendekatan
kualitatif yang
disajikan secara
deskriptif. jenis
data adalah
Primer dan
sekunder.
pengumpulan
data dilakukan
melalui:
observasi,
wawancara,
dokumentasi,
wawancara
berkelompok
(FGD), dan studi
kepustakaan.
Pengambilan
informan
Program Raskin yang bertujuan
untuk menjaga ketahanan sosial
masyarakat sejauh ini berjalan
sesuai dengan yang diharapkan,
walaupun ada beberapa kendala
yang dihadapi oleh pemerintah dan
jajarannya. Seperti kurangnya
transparansi dalam penyaluran,
terbatasnya dana desa untuk
mengambil beras miskin,
berubahnya pola konsumsi dan
masih banyaknya terjadi tidak tepat
sasaran penerima bantuan beras
miskin. implikasi dari bantuan
beras miskin bagi ketahanan
pangan masyarakat parigi dapat
dilihat dari berbagai sisi, pertama
implikasi secara ekonomi,
implikasi secara sosial dan
16
melalui
purposive
sampling. Proses
analisa data
dilakukan dalam
beberapa
tahapan,
Menela’ah
wawancara, dan
dokumentasi,
reduksi data.
implikasi secara politik. Dari segi
ekonomi adalah para penerima
manfaat bantuan beras miskin
dapat mengurangi biaya makan
sehingga dapat mengurangi beban
ekonomi dan beban pikiran
keluarga. Implikasi sosial adalah
terciptanya keharmonisan antar
sesama masyarakat kecamatan
parigi. implikasi secara politik
adalah menciptakan suasana yang
kondusif antara pemerintah dan
masyarakat.
4.
Riecha Fatma
Puspitasarie
2011 Efektifitas
Pelaksanaan
Program Raskin
(Studi Kasus di
Dukuh Jurangkajong
Desa Karangpakel
Kecamatan Trucuk
Kabupaten Klaten)
Penelitian
kualitatif dengan
metode
deskriptif dan
dilengkapi
analisis terhadap
data sekunder
Tepat sasaran: belum tepat sasaran
Tepat jumlah: tidak tepat jumlah,
Tepat harga: sesuai dengan
pedoman Raskin.
Tepat waktu: sesuai dengan
jadwalnya tetapi terkadang jadwal
pendistribusiannya Raskin berubah
sesuai dengan situasi maupun
kondisi yang terjadi.
Tepat kualitas: sebenarnya sudah
cukup bagus, meskipun warga
pernah menerima Raskin dengan
kualitas yang kurang bagus, yaitu
beras yang tidak tepat jumlah,
Tepat harga: sesuai dengan
pedoman Raskin.
Tepat waktu: sesuai dengan
jadwalnya, tetapi terkadang jadwal
pendistribusiannya Raskin berubah
sesuai dengan situasi maupun
kondisi yang terjadi.
Sumber: Tesis UGM
17
1.7 Sistematika Penulisan
Agar lebih sistematis dan terarahnya tulisan ini, maka disini penulis
mencantumkan sistematika penulisan sebagai acuan untuk pedoman penulisan:
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Recommended