View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan
kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan
melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap (1).
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu bagian dari fasilitas di
rumah sakit, yaitu tempat penyelenggara semua kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang ditunjukkan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Salah satu bagian dari
instalasi farmasi rumah sakit adalah apotek rumah sakit, yaitu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat
(2).
Salah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia adalah apotek. Apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker. Fasiltaskefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmsian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis kefarmasian
(3).
Standar pelayanan kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen dan kerja sama
2
semua pemangku kepentingan. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan
kefarmasian di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh
pasien dan masyarakat yang pada akhinya dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan (4).
PerMenkesNo 72 Tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarrnasian di Rumah
Sakit pasal 2 telah disebutkan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,
menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan
masyarakat dari penggunaan obat tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patientsafety) (5).
Pelayanan apotek rumah sakit diperlukan oleh masyarakat untuk
memberikan jaminan pengobatan rasional (efektif, aman, tersedia, biaya
terjangkau). Selain itu juga diperlukan pelayanan yang berkualitas agar dapat
memuaskan masyarakat sebagai konsumen (2).
Pasien melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan satun, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau
meluasnya penyakit (6).
Kepuasan pasien mempunyai tempat tersendiri dan merupakan hal yang
sangat penting untuk bertahannya suatu rumah sakit. Kepuasan akan terjadi
apabila harapan dari pasien dapat terpenuhi oleh pelayanan yang diberikan rumah
3
sakit sehingga perlu diperhatikan dan dievaluasi secara terus-menerus kepuasan
dan harapan dari pasien (6).
Kepuasan pasien adalah masalah penting bagi penyedia layanan kesehatan.
Penyedia layanan kesehatan bekerja dan bersaing secara kompetetif dalam
memenuhi kepuasan pelanggannya. Kepuasan pasien pada dasarnya untuk
memuaskan harapan pasien dan memahami kebutuhan mereka (7).
Berdasarkan model mutu jasa, terdapat lima penentu kualitas mutu jasa.
Kualitas dari suatu kerja / pelayanan dapat disajikan menurut tingkat dimensinya,
seperti kehandalan (realibility) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan percaya dan akurat, daya tangkap (responsiveness) yaitu
kemampuan untuk membantu dan memberikan jasa dengan cepat terhadap
pelanggan, jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopanan dan kemampuan
karyawan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, empati (empathy)
yaitu kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan,
berwujud (tangibles) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan dan personil (7).
Penelitian terdahulu tentang Hubungan Kualitas Pelayanan Pasien Rawat
Jalan Dengan Tingkat Kepuasan di Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Siti Siti Maryam Kota Manado kepuasan pelayanan farmasi dapat dilihat dari 5
dimensi (ketanggapan, kehandalan, jaminan, empati, bukti langsung). Hasil
penelitian menunjukkan ketanggapan baik sebesar 47%; kehandalan baik sebesar
32%; jaminan baik sebesar 29%; empati baik sebesar 48%; bukti langsung baik
sebesar 88% dan pasien yang puas sebesar 42%. Hasil uji statistik variabel
ketanggapan dengan kepuasan pasien menunjukkan nilai signifikan.
4
Rumah Sakit Sinar Husni Medan merupakan rumah sakit umum yang
diselenggarakan oleh pihak swasta. Apoteker Rumah Sakit Sinar Husni Medan
mempunyai 1 orang apoteker dan asisten Apoteker 7 orang. Data kunjungan
pasien rawat jalan tercatat pada bulan febuari 2018 sekitar 500 pasien. Hasil
pengamatan dan wawancara singkat yang dilakukan kepada 10 pasien Rawat Jalan
di instalasi Rumah Sakit Sinar Husni terdapat keluhan mengenai pelayanan dalam
operasional sehari-hari, mengenai waktu tunggu yang lama, dan kurang nya
informasi tentang obat. Mengingat peran apotek yang cukup besar sebagai sumber
dana rumah sakit, serta semakin banyaknya pesaing apotek-apotek disekitar
Rumah Sakit Sinar Husni Medan.
Penilaian mutu pelayanan kefarmasian, salah satunya dilakukan dengan
cara mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang
diterima selama ini, baik itu dari pelayanan maupun informasi mengenai obat
yang dibutuhkan pasien. Maka tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui
kualitas pelayanan pasien di rawat jalan dengan tingkat kepuasan di apotek
instalasi farmasi Rumah Sakit Sinar Husni Medan sehingga dapat menjadi acuan
dan pengembangan dalam pelayanan di kota Medan khususnya.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh mutu pelayanan kefarmasian Reliability
(Kehandalan), Responsiveness Ketanggapan), Assurance (Jaminan), Emphaty
(Empati), Tangibles (Bukti langsung) terhadap kepuasan pasien rawat jalan di
Apotek Rumah Sakit Sinar Husni Medan tahun 2018?
5
1.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu
pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di apotek rumah sakit sinar husni
medan tahun 2018.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kefarmasianReliability
(Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan), Emphaty
(Empati), Tangibles (Bukti langsung) terhadap kepuasan pasien rawat jalan di
Apotek Rumah Sakit Sinar Husni Medan tahun 2018.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Sinar Husni
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan
untuk evaluasi dan pengambil kebijaksanaan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan di instalasi rumah sakit.
2. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan sehingga masyarakat dapat
berpastisipasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian
menjadi lebih baik.
3. Bagi Institut Kesehatan Helvetia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi, menambah
informasi dan studi literatur mahasiswa khususnya tentang kepelayanan
6
kefarmasian sehingga dapat memberikan mutu informasi kesehatan
mengenai pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek.
1.6. Kerangka Konsep
Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)
Gambar 1.1. Kerangka Konsep
Mutu Pelayanan Kefarmasian Apotek
Rumah Sakit Sinar Husni Medan :
- Reliability (Keandalan)
- Responseveness (Ketanggapan)
- Assurance (Jaminan)
- Emphaty (Empati)
- Tangibles (Bukti Langsung)
- Tangible (BuktiLangsung)
Kepuasan Pasien Rawat
jalan Rumah Sakit Sinar
Husni Medan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mutu Pelayanan
2.1.1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu Pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau
puskesmas secara wajar dan efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memerhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien atau masyarakat adalah empati, respek, tanggap, sesuai
dengan kebutuhan dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, peralatan yang
memenuhi standar.
3. Menurut manajer atau administrator adalah mendorong manajer untuk
mengatur staf, pasien atau masyarakat dengan baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menurut pemilik agar memiliki
tenaga profesional yang bermutu dan cakap (1).
8
2.1.2. Manfaat Mutu Pelayanan Kesehatan
Adapun manfaat dari program jaminan mutu adalah sebagai berikut :
1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan
dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat karena pelayanan
kesehatan diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi dan standar yang telah ditetapkan.
2. Dapat meninggatkan efisien pelayanan kesehatan.
Peningkatan efisien yang dimaksud ini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar atauun yang
berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau
komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari.
3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelyanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuai
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada
gilirannya pasti akan bereran besar dalam meninggatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
4. Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan
timbulnya gugatan hukum pada saat ini sebagai akibat makin baiknya
tingkat pendidikan masyarakat maka kesadaran hukum masyarakat juga
telah semakin meningkat. Mencegah kemungkinan gugatan hukum
9
terhadap penyelenggara pelayaan kesehatan antara lain karena
ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. (1).
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan
Notoadmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya
adalah pelayanan prenventif (pengetahuan) dan promotif (peningkatan kesehatan)
dengan sasaran masyarakat (8).
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (4).
2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurutparasuraman dalam Wiyono terdapat 10 indikator untuk
mengukur kepuasan pelanggan. Dalam perkembangan selanjutnya kesepuluh
faktor tersebut dirangkup menjadi 5 (lima) dimensi mutu pelayanan sebagai
penentu kualitas jasa:
1. Reliability/Keandalan
Reability atau keandalan adalah elemen yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mewujudkan pelayanan yang dapat diandalkan..
2. Responsiveness/Ketanggapan
Responsiveness atau daya tanggap adalah elemen yang berkaitan dengan
kesedian karyawan dalam membantu dan memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pasien, petugas dapat memberikan informasi yang jelas,
10
petugas dapat memberikan pelayanan dengan segera dan tepat waktu,
petugas memberikan pelayanan yang baik.
3. Assurane/Jaminan
Assurance atau jaminan hal ini terutama mencakup pengetahuan,
kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya petugas. selain itu, bebas
dari bahaya saat pelayanan merupakan jaminan juga.
4. Emphaty/Empati
Empathy merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung
oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara
individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi
komponen dari dimesi ini merupakan kemampuan melakukan untuk
menyampaikan imformasi kepada konsumen atau memperolrh masukan
dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan
memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Tangibles/Bukti langsung
Tangibles merupakan bukti nyata adalah segala sesuatu yang tampak
seperti : fasilitas, peralatan, kenyamanan ruangan, dan sikap petugas (8).
2.2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan kewenang pada peraturan perundangan - undangan pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelola obat (dryoriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif
meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
11
Pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana..
1. Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan sesuai ketentuan perundang–udangan yang berlaku
sebagai berikut :
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sedian Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sedian Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundangan – undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesipikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik
dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
12
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang –
kurangnya memuat nama obat, nomor batchdan tanggal
kadaluwarsa.
b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sedian dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
d) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (FistExpire First Out)
dan FIFO (First In First Out)
E. Pemusnahan
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak
yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan
obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
izin praktik.
b) Resep yang disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan.
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persedian sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
13
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sedian Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan
(surat pesanan, faktur), penyimpanan, penyerahan dan pencatatan
lainnya. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
2. Pelayanan Farmasi KliniK
Pelayanan farmasi klinik di Apotik merupakan bagian dari pelayanan
Kefarmasian yang meliputi :
A. Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administrasi meliputi :
nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan, nama dokter,
nomor surat izin praktik, alamat, nomor telepon dan paraf tanggal
penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk dan
kekuatan sedian, stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi : ketetapan dosis obat dan indikasi,
aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi,
reaksi obat yang tidak diinginkan, interaksi obat.
B. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan resep
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
14
3. Memberikan etiket sekurang – kurangnya
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk Obat resep, obat
bebas dan herbal., Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, rute dan
metode pemberian, farmakokinektik, farmakologi, keamanan pada
pengguna ibu hamil, ketersedian, harga sifat fisika dan kimia dari obat
dan lain–lain.
D. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dan pasien /
keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan
obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (homepharmacycare)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefaramasian yang bersifat kunjungan rumag, khususnya
15
untuk kelompok lania dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya.
F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seseorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
G. Monitoring Efek Samping (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisologis (9).
2.3. Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan dengan
demikian, kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu
layanan kesehatan (6).
Menurut Oliver “kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya
kebutuhan”, sedangkan menurut Kotler mengemukkan bahwa tingkat kepuasaan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu
produk dan harapan-harapannya. Sukarbuntuk mengukur tinggkat kepuasan
pasien karena menyangkut perilaku yang sifatnya sangat subyetif. Kepuasan
seseorang terhadap suatu obyek bervarisi mulai dari tingkat sangat puas, puas,
cukup puas, kurang puas, sangat tidak puas (10).
16
2.3.1. Dimensi Kepuasan
Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat di bedakan menjadi dua
macam.
1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta standar
pelayanan profesi. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup
penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :
a. Hubungan dokter-pasien
terbinarnya hubungan dokter-pasien yang baik, adalah salah satu dari
kewajiban etik. Terselengaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas
hubungan dokter-pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan yaitu
sangat di harapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan
perhatian yang cukup, menampung dan mendengarkan semua keluhan
serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya
tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.
b. Kenyamanan pelayanan
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas suasana
pelayanan yang nyaman harus dapat dipertahankan. Kenyamanan yang
dimaksud disini tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan
tetapi yang penting lagi yang menyangkut sikap serta tindakan para
pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
17
c. Kebebasan melakukan pilihan
Suatu pelayanan kesehatan yang disebut bermutu apabila kebebasan ini
dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
d. Pengetahuan dan kompetisi teknis
Pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan dan kompetensi
teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik tetapi juga
merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan kesehatan.
e. Efektivitas pelayanan
Semakin efektif pelayanan kesehatan tersebut, maka semakin tinggi
pula kualitas pelayanan kesehatan.
f. Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas
aspek keamanan tindakan ini haruslah diperhatikan.
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian
terhadap kepuasan pasien mengenai :
a. ketersediaan pelayanan kesehatan
b. kewajaran pelayanan kesehatan
c. kesinambungan pelayanan kesehatan
d. penerimaan pelayanan kesehatan
e. ketercapaian pelayanan kesehatan
f. keterjangkauan pelayanan kesehatan
18
g. efisiensi pelayanan kesehatan
h. mutu pelayanan kesehatan
Jika dibandingkan kedua kelompok dimensi kepuasan ini, terlihat bahwa
dimensi kepuasan ini, terlihat bahwa dimensi kepuasan yang kedua bersifat ideal.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang semua persyaratan pelayanan
kesehatannya memuaskan pasien, tidaklah semudah yang diperkirakan (11).
2.3.2. Pengukuran Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator sebagai berikut :
1. Kepuasan terhadap akses pelayanan kesehatan.
2. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan .
3. Kepuasan terhadap proses layaanan kesehatan, termasuk hubungan antar
manusia.
4. Kepuasan terhadap pasien layanan kesehatan.
5. Pelayanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan.
6. Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa
ataupun keadaan gawat darurat.
7. Pasien mengerti tentang sistem layanan kesehatan iu bekerja, keuntungan
dan keteresediaan layanan kesehatan (6).
2.3.3. Aspek-aspek yang memengaruhi kepuasan pasien
Aspek-aspek yang mungkin memengaruhi kepuasan pasien rawat jalan
rumah sakit, antara lain :
1. Penampilan gedung rumah sakit menyakinkan dan menarik.
2. Lingkungan rumah sakit bersih, nyaman dan teratur.
19
3. Pertamanan rumah sakit indah dan dipelihara dengan baik.
4. Peraparkiran rumah sakit teratur dan aman.
5. Petunjuk arah/nama ruangan yang jelas dalam lingkungan rumah sakit.
6. Penampilan dokter/perawat/petugas kesehatan lain rapi dan bersih,
bersikap mau menolong.
7. Kantor rekam medik buka tepat waktu.
8. Petugas rekam medik melayani dengan sopan, ramah dan tanggap.
9. Kursi untuk pasien yang menunggu obat di apotek cukup tersedia.
10. Pengambilan obat di apotek rumah sakit tepat waktu.
11. Layanan petugas apotek sopan, ramah dan tanggap.
12. Harga obat di apotek rumah sakit terjangkau daya beli.
13. Petugas apotek rumah sakit memberi informasi yang jelas mengenai
tentang cara minum dan menyimpan obat.
14. Dokter menyapa dengan sopan, ramah dan ingin membantu.
15. Dokter memberi informasi yang dimengerti dan lengkap tentang penyakit.
16. Obat kebutuhan pasien selalu tersedia di apotek rumah sakit (6).
2.4. Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 9 tahun 2017, apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktikkefarmasian oleh
Apoteker. Dengan demikian pelayanan kefarmasian yang sangat baik sangat
dibutuhkan masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Untuk
menigkatkan aksesibillitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian
20
kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di
Apotek ;
Pengaturan Apotek bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmsian di Apotek
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di Apotek.
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
Penyelenggara pelayanan kefarmasian di Apotik harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang
aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau .
2.4.1. Sumber Daya Kefarmasian
A. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan / atau tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki Surat Tanda Registasi dan Surat Izin Praktik.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus
menjalankan peran yaitu :
21
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien,
Apoteker harus mengintegraksikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinabungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan laiinya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif.
6. Pembelajaran seumur hidup
Apoteker harus terus meninggatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan.
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip / kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan
22
memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
B. Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat atau pasien, sarana dan
prasarana Apotek dapat menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian.
Sarana dan prasana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi :
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sedian secara terbatas)
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sedian Farmasi, Alat Kesehtaan, dan bahanmedis
habis pakai
6. Ruang arsip (4).
2.5. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah bagian dari integral dari keseluruhan sistem sv
kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, yakni
harus sesuai dengan garis-garis besr haluan negara, Sistem Kesehatan Nasional
dan repelitadibidang kesehatan serta peraturan perundangan-udangan.
1. Rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah dan
swasta
23
2. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh: Depertemen
Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, Badan Usaha Milik Negara.
3. Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh: yayasan dan badan
hukum lain yang bersifat sosial (12).
2.5.1. Jenis-Jenis Rumah Sakit
Sesuai dengan perkembangan rumah sakit di Indonesia dan perkembangan
rumah sakit secara modern. Pada saat ini rumah sakit dapat di bedakan beberapa
macam atau jenis, yakni sebagai berikut :
1. Menurut pemilik, ada dua macam yaitu rumah sakit pemerintah dan
Rumah sakit swasta.
2. Menurut Filsofi yang dianut, ada dua macam yaitu rumah sakit yang tidak
mencari keuntungan dan rumah sakit yang mencari keuntungan.
3. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan, ada dua macam rumah
sakit yaitu rumah sakit umum dan serta rumah sakit khusus.
4. Menurut Manajemen rumah sakit dalam perpektif sejarah ada enam,
rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit milik militer, rumah sakit milik
yayasan keagamaan dan yayasan, rumah sakit swasta milik dokter, rumah
sakit milik swasta yang mencari keuntungan dan rumah sakit milik badan
usaha milik negara.
5. Menurut lokasi rumah sakit dibedakan beberapa macam yaitu rumah sakit
pusat yang lokasinya di ibukota negara, rumah sakit provinsi jika letaknya
di provinsi, rumah sakit kabupaten jika letaknya di Kabupaten atau
Kotamadya (12).
24
2.5.2. Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.34/MenKes/Per/III/2010 :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 unit. Fasilitas dan kemampuan
pelayanan paling sedikit memiliki 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5
pelayanan penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13
pelayanan medik sub-spesialis.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Memiliki jumlah tempat tidur minimal 200 unit. Fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4
pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lainnya
dan 2 pelayanan medik sub spesialis.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Memiliki jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis
dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medik.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D
Memiliki jumlah tempat tidur minimal 50 buah. Fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar.
Selain rumah sakit umum, ada juga rumah sait khusus. Jenis rumah sakit
khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker,
Jiwa,Ortopedi, Kulit dan Kelamin, Paru (12).
25
2.5.3. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit
1. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum kelas A Tenaga Kefarmasian
a. Satu apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.
b. Lima apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit sepuluh tenaga kefarmasian.
c. Lima apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga
kefarmasian .
d. Satu apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal dua
tenaga kefarmasian
e. Satu apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit dua
tenaga teknis kefarmasian.
f. Satu apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap
atau rawat jalan dan di bantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
g. Satu apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan
dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
2. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas B Tenaga
Kefarmasian:
a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.
26
b. Empat orang apoteker yang bertugas di rawat jalaan yang dibantu oleh
paling sedikit delapan orang tenaga teknis kefarmasian.
c. Empat orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit
delapan orang tenaga teknis kefarmsian.
d. Satu orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit dua
orang tenaga teknis kefarmasian.
e. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi di
rawat inap dan rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefaramasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit
f. Satu orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
3. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas C Tenaga Kefarmasian:
a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit.
b. Dua apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling
sedikit empat orang tenaga teknis kefarmasian.
c. Empat orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit
delapan orang tenaga teknis kefarmasian.
d. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan kefarmasian
klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
27
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasiaan Rumah Sakit.
4. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas D Tenaga Kefarmasian:
a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.
b. Satu orang apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang
dibantu oleh paling sedikit dua orang tenaga teknis kefarmasian.
c. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmsian
Rumah Sakit (13).
2.5.4. Standar PelayananKefarmasian di Rumah Sakit
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (14).
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit meliputi standar:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan medis Habis
Pakai
Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
28
A. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
B. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu
dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
C. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga
terjangkau dan sesuai standar mutu. pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah
yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
29
pemilihanmetode pengadaan pemilihan pemasok, penentu spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
D. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan baik.
E. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan / menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada
unit pelayanan / pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan
pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan.
F. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundagan-udangan yang berlaku.
30
G. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi
harus bersama Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
H. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan
untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
2. Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
A. Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medicationerror). Kegiatan ini untuk menganalisa
adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,
31
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan.
B. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau data rekam medik / pencatatan
penggunaan Obat pasien.
C. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) seperti Obat tidak berikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar
ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
D. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehesif yang dilakukan oleh Apoteker
kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
32
E. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas insiatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian
konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau
keluarga Apoteker.
F. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki.
G. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien.
H. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respons terhadap Obat yang tidak dikehendaki,
yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah
33
reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
I. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara
kualitatif dan kuantitatif.
J. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas
produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan obat.
K. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari
Apoteker kepada dokter (5).
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian surveyanalitik dengan pendekatan
cross sectional untuk mengetahui Pengaruh Kepuasan Pasien Rawat Jalan dengan
Mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Sinar Husni Medan Tahun 2018
(15).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotik Rumah Sakit Umum Sinar Husni Medan
Jalan Veteran, Gang Utama Pasar V, Helvetia, Deli Serdang.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan bulan Maret-Mei 2018 di Apotik
Instalasi Rumah Sakit Umum Sinar HusniMedan Jalan Veteran, Gang Utama
Pasar V, Helvtia, Deli Serdang.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pasien rawat jalan di
apotik Instalasi farmasi Rumah Sakit Sinar Husni. Pada pasien rawat jalan di
bulan Januari 2018 sebanyak 500 orang.
35
3.3.2. Sampel
Dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan
pengamatan/pengukuran pada pasien rawat jalan di Apotik Instalasi Rumah Sakit
Umum Sinar HusniMedan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini di
tentukan melalui perhitungan jumlah populasi. Jumlah populasi dalam penelitian
ini telah diketahui sehingga pengambilan sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini menggunakan rumus Slovin berikut.
n = 𝑁
1+𝑁(𝑒2)
n = 500
1+500 (0,12)
n = 500
1+500 (0,01)
n = 500
1+5
n = 500
6
n = 83.33
n = 83 sampel
Keterangan:
n : Ukuran sampel
N : Jumlah populasi
E : Standar error(10%)
36
3.3.3. Karakteristik Responden Penelitian
1. Jenis Kelamin
Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita
2. Usia
Usia pasien terdiri atas 17 sampai 70 tahun.
3. Pendidikan.
SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi
3.4. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran
3.4.1. Definisi Operasional
a. Variabel Independen
Pelayanan dapat di ukur berdasarkan beberapa kategori yaitu :
1. Tengibles (Bukti langsung)
Adalah bukti dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa seperti
fasilitas fisik pelengkapan pegawai, alat-alat atau perlengkapan yang
digunakan.
2. Reliability ( Kehandalan)
Kehandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan
jasa pelayanan yang tepat, akurat, berkaitan dengan kesiapan petugas
saat diperlukan, serta dapat dihandalkan.
37
3. Responsivines (Cepat tanggap)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
cepat kepada pelanggan, tidak membiarkan konsumen menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas.
4. Assurance (Jaminan)
Sebuah jaminan atau kepastian mencakup pemberian informasi yang
jelas, keramahan, kesopanan keamanan dan sifat yang dipercaya yang
dimiliki para staf yang dapat menjamin kinerja yang baik sehingga
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
5. Emphaty (Empati)
Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik
memberikan keadilan pada setiap pelanggan dan memahami
kebutuhan pelanggan.
b. Variabel Dependen
Kepuasan pasien adalah penilaian pasien terhadap mutu pelayanan yang
diterima meliputi 5 (lima) variabel. Responsiveness (Cepat Tanggap),
Reliabilty (Kehandalan), Assurance (Jaminan), Empathy (Empati) dan
Tangible (Bukti Langsung).
38
3.4.2. Aspek Pengukuran
Tabel 3.1. Pengukuran Pelayanan Kefarmasian dan Aspek Pengukuran
Kepuasan Pasien
Variabel
Independent
Jumlah
Pertanyaan
Cara Alat dan
Ukur
Skala
Pengukuran Value
Jenis
Skala
Ukur
Mutu
Pelayanan
Kefarmasian
Apotek
Kuesioner 27
pertanyaan
Sangat Setuju = 3
Setuju = 2
Tidak Setuju = 1
Sangat Tidak
Setuju = 0
Wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner 27
Skor Max :81
65-81
46-64
27-45
Baik (3)
Cukup
(2)
Kurang
(1)
Ordinal
Variabel
Dependent
Jumlah
Pertanyaan
Cara Alat dan
Ukur
Skala
Pengukuran Value
Jenis
Skala
Ukur
Kepuasan
Pasien
Kuesioner 9
pertanyaan
Puas = 3
Kurang Puas = 2
Tidak Puas = 1
Wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner9
Skor Max :27
23-27
16-22
9-15
Baik (3)
Cukup
(2)
Kurang
(1)
Ordinal
3.5. Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder
3.5.1. Jenis Data
a. Data Primer
Data ini diperoleh melalui survei dengan menggunakan kuesioner yang
telah dipersiapkan dan dibagikan kepada responden untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
39
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh
pihak lain, misalnya rekam medik, rekapitulasi nilai, data kunjungan
pasien, profil Rumah Sakit dan lain-lain.
3.5.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data prtimer diperoleh langsung dari jawaban pasien di Rumah Sakit Sinar
Husni Medan atas pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner yang telah
dibuat sebelumnya diseseuaikan dengan maksud penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari Rumah Sakit
Sinar Husni Medan.
3.5.3. Validasi Data
Dalam penelitian ini kuesioner tidak dilakukan uji validitas dan uji
reabilitas dikarenakan sudah diteliti oleh jurnal Claudia Ella Prastika dan Rima
Erviana analisis kepuasan pasien terhadap pelayanan instalasi farmasi rawat jalan
di Rumah Sakit Jogja periode Januari-Maret 2017 (16).
3.6. Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1. Pengolahan Data
1. Proses Editing
Hasil wawancara,angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
penyuntingan (editting) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah
merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan kuesioner tersebut.
40
2. Proses Coding
Setelah kuisioner diteliti atau disunting selanjutnya dilakukan pengkodean
atau coding, yakni mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan.
3. Proses pembesihan data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidak kelengkapan, dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut
pembersihan data (data cleaning).
4. Proses Prosesing
Yakni dari jawaban – jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
software komputer. Salah satu paket program yang paling sering
digunakan untuk data entri data penelitian adalah paket program SPSS 17
(17).
3.6.2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis Univariat digunakan untuk mendeskripsikan data yang dilakukan
pada tiap variabel dari hasil penelitian. Data disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi (18).
41
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan (korelasi) antara
variabel independen dengan variabel dependen. Untuk membuktikan
adanya hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel
terikat digunakan uji chi-square.
c. Analisis Multivariat
Dalam analisis multivariate dilakukan berbagai langkah pembuatan model.
Model terakhir terjadi apabila semua variabel independen dengan
dependen sudah tidak mempunyai nilai p>0,1.
Recommended